86
87
secara uncased atau secara cased hole completion yang diperforasi. Untuk
menanggulangi masalah terproduksikanya pasir sehubungan dengan kondisi
formasi dapat digunakan screen liner, gravel packing atau sand consolidation
completion.
Pada tubing completion, berdasarkan jumlah lapisan produktif dan cara
lapisan tersebut diproduksikan dapat dibedakan menjadi single completion untuk
komplesi sumur yang hanya memiliki satu lapisan atau zone produktif dan
multiple completion untuk komplesi sumur yang memiliki lebih dari satu lapisan
atau zone produktif. Untuk kondisi yang terakhir dapat juga digunakan comingle
completion yaitu dengan memproduksikan beberapa lapisan produktif dalam satu
tubing, dengan berbagai pertimbangannya.
Well Head Completion dimaksudkan untuk memberikan keselamatan kerja
pada waktu penggantian atau pemasangan peralatan produksi di bawah permukaan
dan juga berfungsi untuk mengontrol aliran fluida dari sumur. Dalam hal ini akan
dibicarakan mengenai casing head, tubing head, christmas tree, choke,adapter dan
crossover flange.
Keuntungan :
1. Formation damage selama pemboran melewati zone produktif dapat
dikurangi.
2. Tidak ada biaya perforasi.
3. Dapat disesuaikan dengan cara khusus untuk mengontrol pasir.
4. Pembersihan lubang dapat dihindarkan.
92
Kerugian :
1. Produksi air dan gas sulit dikontrol.
2. Stimulasi tidak dapat dilakukan secara selektif.
3. Rig time bertambah dengan digunakannya cable tool.
4. Sumur tidak mudah ditambah kedalamannya.
5. Fluida tidak mengalir pada diameter penuh.
Keuntungan :
1. Kerusakan formasi dapat dikurangi.
2. Produksi gas atau minyak lebih mudah dikontrol.
3. Stimulasi dapat dilakukan secara selektif.
4. Kedalaman sumur dapat ditambah dengan mudah.
Kerugian :
1. Fluida mengalir kelubang sumur tidak dengan diameter penuh.
2. Interpretasi log kritis.
3. Penyemenan linier sulit dilakukan.
4. Ada tambahan biaya untuk perforasi, penyemenan dan rig time.
Gambar 3.4.
formasi. Disini ukuran gravel yang akan digunakan menuruti hukum Karpoff,
yaitu diameter gravel pada 10% kumulatif sama dengan 6 kali diameter pasir
formasi pada 10% berat kumulatifnya.
c. Pumping well
Tempat kedudukan tubing dan pompa dipasang pada suatu kedalaman di
bawah working level. Pompa dan roda string dipasang di tengah-tengah di
dalam tubing.
d. Flowing well-tubing flow
Di sini rangkaian tubing dan packer produksi dipasang. Dengan demikian
aliran produksi lewat di dalam tubing.
e. Gas lift well
Gas masuk ke dalam tubing melalui vulve yang dipasang di dalam mandrel
yang terletak di dalam tubing.
Tabel III-1
Seri Tekanan Kerja Peralatan Wellhead
Tubing head pada umumnya digunakan pada tekanan kerja 960, 2000,
3000, 5000, dan 10000 psi. didalam pemilihan tubing head, faktor-faktor di bawah
ini yang harus dipertimbangkan untuk perawatan dan pengontrolan yang baik
pada sumur, yaitu:
Lower flange dari tubing head harus mempunyai ukuran dan tekanan kerja
yang sesuai dengan top flange dari casing head sebelumnya, atau cross-
over sebelumnya.
Memilih bit guide dan secondary seal yang sesuai ukurannya dengan
rangkaian casing yang digunakan untuk produksi fluida sumur.
Besarnya tekanan kerja dari tubing head harus sama atau lebih besar harga
tekanan permukaan pada saat sumur ditutup (shut-in pressure).
Ukuran flange bagian atas harus sesuai dengan ukuran tubing hanger yang
diperlukan, adaptor flange dan blow out preventernya.
116
Tubing head harus mempunyai saluran keluar yang sesuai dengan ukuran
dan tekanan kerjanya.
Tubing head harus sesuai dengan semua kemungkinan keadaan produksi,
seperti pumping dan gas lift.
Pemilihan ukuran dari tubing head ini dapat dilihat pada tabel III-2 yang
memberikan ukuran flange pada tubing head yang umum digunakan saat ini.
Untuk tubing head yang mempunyai ukuran 6 inchi, maka top flange
minimum harus mempunyai ukuran 6 5/ inchi, dimana akan memberikan
pembukaan penuh (fuul opening) sampai 7 inchi, atau rangkaian peralatan
produksi yang mempunyai ukuran lebih kecil. Bila digunakan production string
dengan ukuran 7 5/ inchi, maka harus dilakukan pemilihan tubing head dengan
pembukaan penuh untuk ukuran bit 6 ¾ inchi.
Adapun ukuran lower flange berkisar antara 6 inchi sampai 20 inchi,
sedangkan ukuran top flange berkisar antara 6 inchi sampai inchi.
86
118
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam memilih mangkuk tubing untuk
multiple completion, yaitu:
1. Memilih ukuran yang sesuai dan rencanakan bagian dalam agar dapat
menerima tubing hanger yang diinginkan.
2. Merencanakan tubing hanger sehingga masih tetap berlaku untuk
menggatung jumlah rangkaian tubing yang lebih kecil atau pada sebuah
rangkaian tubing.
3. Tubing head direncanakan agar dapat menerima hangernya, sehingga
tubingnya dapat dipasang tanpa membuka blow-out preventernya.
4. Menggunakan alat pedoman untuk menentukan arah tubing hanger dengan
tepat.
2. Memilih elemen pack off yang tepat atau seal yang sesuai.
3. Merencanakan suatu terusan untuk valve gas lift jika diperlukan nantinya.
4. Mengusahkan agar pada waktu menggantungkan rangkaian tubing di
dalam casing bagian atasnya tidak terpencar-pencar.
5. Menyusun hanger sehingga pemasangan katup back pressure sesuai dan
tepat pada tempatnya.
6. Hanger harus disusun untuk suatu ketetapan atau keakuratan tes tekanan.
Pada christmas-tree yang mempunyai bentuk sambungan jenis ulir, las dan
flange yang berdiri sendiri, besarnya tekanan kerja sebesar 2000 dan 3000 psi,
sedangkan untuk jenis flange dengan kesatuan lengkap, besarnya tekanan kerja
2000, 3000, 5000 dan 10000 psi.
120
Tabel III-2.
Lithologi Dan Faktor Sementasi
Produktivity Indeks
mengatur interval dan posisi perforasi. Disamping itu perforasi juga memberikan
efek samping yang menguntungkan yaitu efek penembusan pelubangan ke dalam
perforasi produktif. Hal-hal yang perlu direncanakan dan dan diperhitungkan
dalam Perforated Casing Completion adalah :
1. Perhitungan Interval dan Posisi Perforasi
2. Perhitungan Density Perforasi
3. Perhitungan Diameter Perforasi
4. Penentuan Pola Perforasi
5. Perhitungan Faktor Skin Perforasi
6. Perhitungan Pressure Drop Perforasi
kurva A, B, C, D, E, serta lima kurva gas coning yang dinyatakan dalam kurva a,
b, c, d dan e.
Kurva A dan a berlaku untuk10% ketebalan kolom minyak yang diperforasi.
Kurva B dan b berlaku untuk 20% kolom minyak yang diperforasi sedangkan
kurva C dan c untuk 30%. Kemudian kurva D dan d untuk 40% sedangkan kurva
E dan e untuk 50% ketebalan kolom minyak diperforasi. Kurva-kurva tersebut
didapatkan dengan menggunakan karakteristik batuan dan fluida reservoir sebagai
berikut :
permeabilitas, Ko = 1000 md.
viskositas, μo = 1 cp.
perbedaan densitas antara minyak-air Δρow = 0,3 gr/cc.
perbedaan densitas antara minyak-gas Drog = 0,6 gr/cc.
Oleh karena itu untuk penggunaan laju aliran yang didapat dari kurva
tersebut harus dikoreksi terhadap harga yang sebenarnya dari karakteristik fluida
formasi serta harus dikoreksi terhadap satuan permukaan.
Koreksi laju aliran water coning dalam sistem air-gas :
Gambar 3.29. Kurva Hubungan Antara Laju Aliran Kritis Terhadap Jarak
Antara Interval Perforasi dengan Puncak Lapisan Pasir (lanjutan)
(Brown, K.E., “The Technologi of Artificial Method”)
131
Gambar 3.30. Kurva Hubungan Antara Laju Aliran Kritis Terhadap Jarak
Antara Interval Perforasi dengan Puncak Lapisan Pasir (lanjutan)
(Brown, K.E., “The Technologi of Artificial Method”)
132
Dimana :
Qow = laju produksi maksimum minyak tanpa produksi air, STB/hari
Qgw = laju produksi maksimum gas tanpa produksi air, MSCF/hari
Qog = laju produksi maksimum minyak tanpa produksi gas, STB/hari
Qkurva = laju produksi kritis yang dibaca pada Gambar 4.45
Drow = perbedaan densitas antara minyak-air, gr/cc
Ko,Kg = permeabilitas minya, gas, md
mo, mg = viskositas minyak, gas, cp
Drgw = perbedaan densitas antara gas-air, gr/cc
Bo = faktor volume formasi minyak, bbl/STB
Bg = faktor volume formasi gas, bbl/MSCF
Penentuan interval dan posisi perforasi metoda ini didasarkan pada
Gambar 3.28 hingga Gambar 3.30. Kurva dalam gambar tersebut membantu
memecahkan persoalan, yaitu dimana harus diperforasi suatu reservoir dengan
ketebalan kolom minyak tertentu yang mempunyai bidang batas air-minyak dan
gas-minyak.
Titik potong dari kurva dan water coning secara otomatis memberikan laju
produksi maksimum, dimana sumur bisa diproduksi tanpa adanya produksi air dan
gas. Titik potong juga memberikan informasi dimana perforasi harus dilakukan.
Harga laju produksi yang didapatkan dari kurva bukan merupakan harga
sebenarnya dari laju produksi, sehingga diperlukan koreksi untuk perbedaan
permeabilitas, viskositas dan densitas sebenarnya maupun koreksi terhadap satuan
permukaan dengan menggunakan Persamaan (3-3), (3-4) dan (3-5) agar didapat
laju produksi yang sebenarnya. Kemudian dengan cara yang sama diulangi untuk
interval perforasi yang lain sehingga didapatkan beberapa laju produksi kritis.
Data produksi lapangan juga diperlukan untuk menentukan interval perforasi yang
optimum. Seandainya data produksi lapangan tidak tersedia dikarenakan lapangan
masih baru, maka diambil interval 10% dari ketebalan kolom minyak.
Seperti diketahui bahwa kurva Gambar 3.28. tersebut dibuat berdasarkan
perbedaan densitas antara minyak dan gas 0,6 gr/cc, serta perbedaan antara
minyak dan air 0,33 gr/cc. Oleh karena itu titik potong antara kurva water dan gas
133
coning tidak akan sama untuk harga densitas yang berbeda. Apabila perbedaan
densitas minyak-air dan minyak-gas berbeda dengan kurva dasar diatas, maka
prosedur mendapatkan titik potong yang baru adalah :
1. Pilih tiga buah titik kurva b dari Gambar 3.30 yang sama merupakan gas
coning. Tiga titik ini terdiri dari titik potong antara kurva B dan b serta dua
titik lain yang masing-masing berbeda dari kedua belah pihak dari titik
potong. Untuk 12,5 feet ketebalan kolom minyak, titik tersebut adalah 2,5’,
3,75’ dan 5,0’ dari puncak perforasi GOC.
2. Substitusikan harga laju produksi pada setiap titik kedalam Persamaan (3-6)
dan hitung harga laju produksi kritis terkoreksi.
3. Plot antara laju produksi kritis terhadap jarak puncak perforasi ke GOC pada
kertas semi-log, maka bentuk kurva b pada Gambar 3-4.
4. Seperti langkah 1, pilih tiga buah laju produksi kritis dari kurva B.
5. Substitusikan harga ini kedalam Persamaan (3-5) dan hitunglah laju produksi
kritis terkoreksi.
6. Kemudian plot antara laju produksi kritis koreksi pada kertas semi-log seperti
langkah 3. Titik potong antara kedua kurva akan memberikan laju produksi
maksimum koreksi dalam STB. Titik potong ini juga menunjukkan dimana
puncak perforasi dilakukan.
h 2 Δ pog K rw
Q og 3,073 x 10 3
ψ, rde , , δo ….……….……………..(3-10)
μ oβ g
dimana :
Qow = laju produksi maksimum minyak tanpa terjadi water coning,
STB/hari
Qog = laju produksi maksimum minyak tanpa terjadi gas coning,
STB/hari
h = ketebalan zona minyak, ft
kro = permeabilitas efektif minyak horizontal, md
rDe = re/h (kvo/kro) = parameter jari-jari pengurasan
e = b/h = parameter interval perforasi, ft
dg = hcg/h
hcg = jarak batas air-minyak ke puncak perforasi, ft
hcw = hcw/h
hcw = jarak batas air-minyak ke puncak perforasi, ft
kvo = permeabilitas efektif minyak vertikal, md
Ψ = fungsi tidak berdimensi
re = jari-jari pengurasan, feet
Jika laju produksi lebih besar dari harga laju produksi yang diberikan
Persamaan (3-9), (3-10) maka permukaan kontak air-minyak tidak lagi stabil
sehingga air dan gas ikut terproduksi kepermukaan. Dengan demikian syarat
untuk tidak terproduksinya air dan gas kepermukaan adalah : Qo < Qow atau Qo
< Qog. Berdasarkan hubungan tersebut, terlihat bahwa parameter-parameter yang
mempengaruhi besarnya laju produksi kritis adalah karakteristik fluida (Drog,
Drow, m, Bo) dan batuan reservoir (permeabilitas efektif), ketebalan zona minyak
135
(h) dan geometri reservoir (rDe, e, d) yang dinyatakan dalam fungsi tidak
berdimensi (Ψ).
Metode Pirson
Persamaan -persamaan yang dibuat Pirson untuk menetukan laju produksi
kritis dalam tiga kasus sebagai berikut :
Untuk kasus gas conning .
( o - g ) K o
Q og = 1,535
o ln (re / rw)
h 2
- (h - D) 2 .............................. (3-11)
( - o)
Q ow = 1,535 w
o ln (re / rw)
h 2
- D .......................................... (3-12)
Untuk kasus gas dan water conning yang terjadi bersama-sama seperti yang
terlihat pada Gambar (3.5), laju aliran minyak maksimum dibagi menjaadi dua
aliran, pertama Qog yang diambil di atas bidang zo, disebut laju aliran minyak
maksimum tanpa gas dari gas conning, dan Qow yang diambil bidang bagi zo,
disebut laju aliran minyak maksimum tanpa air dari water conning.
Persamaan-persamaan tersebut dapat dituliskan sebagai berikut :
( o - g ) K o
Q og = 1,535 (h - z o ) - (h - D - h c - z o ) 2 ......... (3-13)
o ln (re / rw)
( w - g ) K o 2
Q ow = 1,535 (z o - (z o - h + D)) ........... .......... (3-14)
o ln (re / rw)
sehingga Qo maksimum = Qog + Qow ............................................................... (3-15)
dimana :
Qo maks : laju produksi maksimum tanpa produksi air dan gas, bbl/hari
w : berat spesifik air
o : berat spesifik minyak
g : berat spesifik gas
hc : interval perforasi
D : jarak dari puncak zone minyak ke dasar perforaasi, ft
zo : jarak dari dasar zone minyak ke bidang bagi, ft
137
o - g
D = h - (h - h c ) ......................................................... (3-16)
w - g
o - g
zo = h ........................................................................... (3-17)
w - g
Pada sumur-sumur dengan laju aliran tinggi, akan terjadi aliran turbulent.
Pada Gambar 3.33. dapat memberikan gambaran yang lebih representatif
mengenai hal ini. Pada gambar tersebut di atas, bahwa untuk mendapatkan rate
sebesar 100 bbl/day, dengan kedalaman penetrasi perforasi 1 inchi (305 mm) dan
diameter lubang perforasi sebesar 0,375 inch (9,5 mm) dibutuhkan drowdown
(DP) sebesar 1 psi.
140
Dalam hal ini, makin kecil diameter perforasi, semakin besar skin
perforasinya. Dan makin banyak lubang juga makin dalam perforasinya, maka
skin semakin kecil.
Untuk menentukan harga skin faktor akibat perforasi (Sp), K.C. Hong
telah membuat beberapa nomogram seperti pada Gambar 3.39. (untuk simple
pattern) dan Gambar 3.40 (untuk staggered patterns). Gambar 3.41 berfungsi
untuk koreksi bila diameter perforasi 0,25 dan 1,0 inch.
Langkah-langkah untuk menentukan (Sp) dengan menggunakan
nomogram-nomogram tersebut sebagai berikut :
1. Tentukan harga :
- Diameter sumur (dw) yaitu diameter outside casing (OD) ditambah dua
kali ketebalan semen.
- Ratio permeabilitas vertikal dengan horizontal, kv/kh.
- Pola perforasi (yaitu harga perforation phasing, 0 dan interval dalam
masing-masing perforasi, h).
- Depth of penetration (dihitung dari muka semen), ap adalah total area
Sandstone sebagai dasarnya, yang memiliki compresive strength sebesar
6500 psi. Jika harga compresive strength untuk satu formasi diketahui,
harga ap dapat dikoreksi dengan menggunakan persamaan sebagai
berikut :
145
Bullet Perforator :
Pr PB C B C t
1.15
……...……………………..…………………(3-21)
Jet Perforator
Pf = PB e8.6 x 10-5 (CB – Cf) …….……………...…………………(3-22)
dimana :
Pf = penetration in formation, in = ap
PB = TCP pada Beroa Sandstone, in
CB = compresive strength pada Barea Sandstone, 6500 psi
Cf = compresive strength pada formasi, psi
2. Gunakan Gambar 3.38 (untuk simple patterns) atau Gambar 3.39 (untuk
staggered patterns) untuk mendapatkan harga (Sp). Mulailah dari sisi kiri
nomogram dan dibuat garis penghubung dengan parameter-parameter yang
telah didapat dalam langkah pertama.
3. Dengan memakai Gambar 3.41, dilakukan koreksi harga Sp dari langkah 2
untuk diameter perforasi yang berbeda. Setelah harga Sp didapat, maka dapat
dihitung harga skin total (St) apabila skin damage (Sd) diketahui, sehingga
perhitungan produktivitas sumur bisa dicari. Sedangkan untuk menentukan
produktivity rationya dapat menggunakan persamaan :
qp lnre/rw
4. production ratio (PR) …………....………………(3-23)
q St lnre/rw
Apabila St berharga negatif, berarti PR akan mempunyai harga lebih dari
satu. Jadi dapat disimpulkan bahwa laju produksi sumur yang diperforasi dapat
lebih besar dari laju produksi sumur pada kondisi open hole.
146
2,33 x 1010
= turbulune factor, ft -1 =
Kp1,201
dimana :
Bo = faktor volume formasi, bbl/STB
ρo = densitas minyak, lb/cuft
Lp = perforation length, ft
149
Pressure Differential
Pressure Differential adalah perbedaan tekanan antara lubang sumur
dengan tekanan formasi. Dikenal dengan dua macam pressure differential yaitu
underbalance dan overbalance.
Pada perforasi metode underbalance yaitu perforasi yang dilakukan pada
kondisi tekanan dalam lubang sumur lebih kecil daripada tekanan formasi.
Dengan cara ini tekanan formasi akan mendorong semua kotoran formasi yang
ada di dalam lubang perforasi, sehingga dapat diperoleh suatu lubang perforasi
yang bersih, yang mampu dapat mengalirkan fluida reservoir ke dalam lubang
sumur secara lebih baik. Metode ini dikenal karena kemampuannya untuk
menghasilkan lubang perforasi yang bersih dan memperkecil skin yang terbentuk
disekeliling lubang perforasi.
Pada perforasi metode overbalance digunakan pada kondisi dimana
tekanan dasar lubang sumur lebih besar dari tekanan formasi. Kondisi demikian
dapat menyebabkan terjadinya penyumbatan lubang perforasi oleh padatan
lumpur, kotoran bahan peledak atau partikel-partikel formasi (debris) sehingga
akan memperkecil productivitas formasi.
Meskipun perforasi dilakukan pada fluida sumur yang bersih seperti
minyak dan air, partikel-partikel dari kotoran bahan peledak dan formasi, lempung
atau partikel kotoran lainnya dapat menyebabkan penyumbatan lubang perforasi
150
Pressure limitation
Yang dimaksud dengan pressure limitation adalah tekanan kerja
maksimum perforasi di dalam lubang sumur. Kondisi ini berkaitan dengan
ketahanan perforasi dalam melakukan tugasnya.
Sebaliknya dalam melakukan komplesi-komplesi untuk sumur bertekanan
sangat tinggi digunakan perforasi yang memiliki “pressure rating” yang cukup
besar, hal ini untuk menghindari kegagalan perforasi pada suatu formasi yang
bertekanan sangat tinggi tersebut.
Dari kedua macam tekanan dasar sumur yang terdapat dalam suatu
pekerjaan perforasi tersebut maka yang sering dipertimbangkan dalam
perencanaan dan perhitungan parameter-parameter perforasi adalah masalah
pressure differential yang digunakan yaitu kondisi overbalance atau kondisi
underbalance.
2. Asumsikan beberapa laju produksi dan diameter tubing yang sesuai dengan
grafik pressure traverse dengan memperhatikan data sumur. Dengan harga
Pwh dan GLR yang diketahui, maka dapat ditentukan equivalent depth maka
didapat equivalent depth (untuk Pwf). Kemudian dari titik kedalaman tersebut
ditarik garis horizontal hingga memotong kurva GLR tadi. Dari titik potong
ini dapat diketahui berapa pressure-nya yang merupakan harga Pwf-nya.
3. Buat Tabel laju aliran versus Pwf untuk masing-masing tubing dari langkah 2.
4. Plotkan grafik tubing intake langkah 3 pada Grafik IPR langkah 1 seperti
pada Gambar 3.41 berikut.
5. Titik perpotongan antara tubing intake dan IPR dari langkah 4 merupakan laju
produksi maksimum masing-masing tubing untuk sumur tersebut.
6. Berdasarkan langkah 5, dapat ditentukan tubing yang sesuai untuk digunakan
agar kita mendapatkan laju produksi mendekati laju produksi optimum.
152
Beberapa hal yang harus diingat mengenai penggunaan dari metode ini adalah :
1. Korelasi ini dapat digunakan untuk pipa-pipa yang ukurannya sesuai dengan
ukuran pipa-pipa yang digunakan dalam studi ini, yaitu : 2’’, 2.5’’ dan 3’’.
Penggunaan metode ini untuk ukuran pipa yang lain, harus
mempertimbangkan mengenai hasil yang diperoleh.
2. Laju aliran total digunakan untuk menghitung density pada setiap titik dalam
pipa.
3. Pola aliran diabaikan.
4. Pengaruh viskositas diabaikan. Studi oleh Ross, Hagerdorn dan Brown
menunjukkan bahwa pengaruh viskositas di atas 6 cp (atau 10 cp), perlu
diperhitungkan.
5. Komponen percepatan dalam persamaan energi diabaikan. Hal ini benar untuk
kondisi tertentu, tetapi bila kecepatan aliran sangat tinggi, maka komponen
percepatan perlu diperhitungkan.
6. Faktor gesekan dianggap merupakan harga rata-rata untuk seluruh panjang
tubing, sedangkan sebenarnya faktor gesekan berubah dari dasar sumur
sampai kepermukaan.
Poettman dan Carpenter mengembangkan korelasinya berdasarkan
persamaan energi umum, yang kemudian diubah dalam bentuk total massa laju
aliran, seperti berikut :
dP 1 fw 2
5
…………………………………………(3-26)
dL 144 7.413 x 10 ρd
10
dimana :
w = massa laju aliran total, lb/hari
ρ = density campuran, lb/cuft
δ = diameter dalam pipa, ft
f = faktor gesekan yang diperoleh dari Gambar 3.42.
Selanjutnya, prosedur perhitungan penurunan tekanan sepanjang pipa
vertikal dengan metode Poettman dan Carpenter, adalah sebagai berikut :
1. Data yang harus tersedia adalah :
a. Gas Liquid Ratio (GLR).
154
4. Tentukan berat total dari fluida yang terproduksi setiap hari, yaitu
merupakan perkalian antara langkah 3 dengan laju aliran minyak.
5. Dimulai dari tekanan aliran dipermukaan (flowing tubing pressure) anggap
beberapa titik tekanan pada tubing sesuai dengan pertambahan tekanan.
Pertambahan tekanan ini harus cukup kecil, supaya diperoleh grafik yang
baik.
6. Hitung volume campuran minyak, gas dan air pada tekanan yang sesuai
dengan langkah 5, per STB minyak/satuan cuft.
Volume total = volume (minyak + gas + air)
1.4737 x 10 5 q 0 m
ρdv …….………………………..……….(3-29)
d
9. Tentukan faktor gesekan (f) dengan menggunakan Gambar 3.42.
10. Hitung gradien tekanan (dP/dL), dengan menggunakan Persamaan (3-26).
11. Ulangi prosedur di atas, mulai dari langkah 5 untuk titik tekanan berikutnya
dan tentukan gradien tekanannya.
12. Rata-ratakan hasil perhitungan gradien tekanan tersebut dengan tekanan
rata-rata, maka akan dihasilkan jarak antara kedua titik tersebut.
13. Plot jarak tersebut ke dalam kertas grafik, sesuai dengan tekanannya.
14. Ulangi langkah tersebut di atas sampai kedalaman sumur tercapai.
435xR 0564 xq
Pwh ……..………………………………………….(3-31)
S180
dimana :
q = laju produksi cairan total, bbl/day
Dari persamaan di atas dapat dibuat nomogram untuk mencari ukuran choke,
terlihat pada gambar 3.43. Pembacaan nomogram tersebut di bawah ini adalah
158
dari titik potong laju produksi yang diinginkan dengan harga GLR ditarik garis
horisontal ke kanan sampai memotong garis ukuran choke 10/64 selanjutnya
ditarik garis vertikal sampai memotong garis ukuran choke yang diinginkan.
Kemudian dari titik terakhir di atas ditarik ke kiri horisontal sehingga diperoleh
harga THP. Jadi harga THP ini ukuran choke telah sesuai.
Penentuan ukuran choke dengan menggunakan Ros Formula prinsipnya
adalah sama dengan metode Gilbert, akan tetapi Ros menggunakan Formula untuk
mengembangkan aliran gas cairan kritis yang melalui suatu hambatan. Dalam
bentuk sederhana persamaan tersebut adalah:
dimana:
Pwh = tekanan kepala tubing, psi
Q = laju produksi minyak, STB/day
0.00504Tz( Rp Rs)
R
BoP
Rp = gas oil ratio, SCF/STB
Rs = kelarutan gas dalam minyak pada tekanan tubing dan temperatur
85o F
Bo = FVF minyak pada tekanan tubing dan temperatur 85o F
P = P1/4636.8
P1 = tekanan tubing, lb/ft2
S = ukuran choke, 1/64 inchi
Disamping perencanaan ukuran choke yang digunakan, maka masalah
penting lainnya dalam choke performance adalah adanya masalah penurunan
tekanan atau pressure drop yang terjadi di choke. Hal ini perlu diperhatikan karena
menyangkut masalah aliran fluida yang akan menuju ke separator. Untuk
menentukan besarnya penurunan tekanan melalui choke (surface choke),
dilakukan dengan analisa nodal, dimana surface choke ini merupakan nodee (titik)
solusinya.
159
5. Lakukan plot ulang terhadap besarnya P yang diperoleh dari langkah (4)
versus laju produksi, hal ini merupakan gambaran kelakuan sistem secara
keseluruhan terhadap surface choke.
6. Untuk ukuran choke yang berbeda dan dengan asumsi laju produksi, maka
tentukan Pwh dengan persamaan sebagai berikut :
CR 05 q
Pwh …………………………………………………….(3-33)
S2
7. Selanjutnya dilakukan plot antara langkah 5 dan 6. Besarnya penurunan
tekanan (pressure drop) akan semakin rendah apabila ukuran dari surface
choke diperbesar.