PENDAHULUAN
Sirosis hepatis secara klinis dibagi menjadi sirosis hepatis kompensata yang
berarti belum adanya gejala klinis yang nyata dan sirosis hepatis dekompensata
yang ditandia gejala-gejala dan tanda klinis yang jelas. Sirosis hati kompensata
merupakan kelanjutan dari proses hepatitis kronik dan pada satu tingkat tidak
terlihat perbedaan secara klinis. Hal ini hanya dapat dibedakan melalui
pemeriksaan biopsi hati.2
Di negara barat yang tersering penyebab dari kasus ini adalah akibat alkoholik,
sedangkan di indonesia penyebab tersering pada kasus ini adalah infeksi virus
hepatitis B maupun C. Gejala awal sirosis kompensata meliputi perasaan mudah
lelah dan lemas, selera makan berkurang, perasaan perut kembung, mual, berat
badan menurun, pada laki – laki dapata menimbulkan impotensi, testis mengecil,
buah dada membesar, hilangnya dorongan seksualitas. Bila sudah dekompensata
gejala lebih menonjol dan terjadi kegagalan hati dan hipertensi porta, hilangnya
rambut, gangguan tidur, dan demam. Manifestasi klinik perdarahan saluran cerna
bagian atas dapat terjadi.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2
Gambar 1. Permukaan anterior hati [5]
3
Gambar 3. Struktur dasar lobulus hati [4]
4
Gambar 4. Pola lobular hati normal [5]
Hati memiliki dua sumber suplai darah, dari saluran cerna dan limpa melalui
vena porta, dan aorta melalui arteria hepatika. Sekitar sepertiga darah yang masuk
adalah darah arteria dan sekitar dua pertiga adalah darah dari vena porta. Volume
total darah yang melewati hati setiap menit adalah 1.500 ml dan dialirkan melalui
vena hepatika dekstra dan sinistra, yang selanjutnya bermuara pada vena kava
inferior. [3]
Vena porta bersifat unik karena terletak antara dua daerah kapiler, satu dalam
hati dan lainnya dalam saluran cerna. Saat mencapai hati, vena porta bercabang-
cabang yang menempel melingkari lobulus hati. Cabang-cabang ini kemudian
mempercabangkan vena interlobularis yang berjalan di antara lobulus-lobulus.
Vena-vena ini selanjutnya membentuk sinusoid yang berjalan diantara lempengan
hepatosit dan bermuara dalam vena sentralis. Vena sentralis dari beberapa lobulus
membentuk vena sublobularis yang selanjutnya kembali menyatu dan membentuk
vena hepatika. Cabang-cabang terhalus dari arteria hepatika juga mengalirkan
5
darahnya ke dalam sinusoid, sehingga terjadi campuran darah arteria dari arteria
hepatika dan darah vena dari vena porta. Peningkatan tekanan dalam sistem ini
sering menjadi manifestasi gangguan hati dengan akibat serius yang melibatkan
pembuluh-pembuluh darimana darah portal berasal. Beberapa lokasi anastomosis
portakaval memiliki arti klinis yang penting. Pada obstruksi aliran ke hati, darah
porta dapat dipirau ke sistem vena sistemik.[3]
Fungsi Keterangan
Pembentukan dan ekskresi empedu Garam empedu penting untuk pencernaan dan absorpsi lemak dan
vitamin yang larut dalam lemak di usus.
Metabolisme garam empedu
Metabolisme pigmen empedu Bilirubin, pigmen empedu utama, merupakan hasil akhir
metabolisme pemecahan sel darah merah yang sudah tua; proses
konjugasinya.
6
Metabolisme karbohidrat Hati memegang peranan penting dalam mempertahankan kadar
glukosa darah normal dan menyediakan energi untuk tubuh.
Glikogenesis Karbohidrat disimpan dalam hati sebagai glikogen.
Glikogenolisis
Glukoneogenesis
Metabolisme protein Protein serum yang disintesis oleh hati termasuk albumin serta α dan
β globulin (γ globulin tidak).
Sintesis protein
Faktor pembekuan darah yang disintesis oleh hati adalah fibrinogen
(I), protrombin (II), dan faktor V, VII, VIII, IX, dan X. Vitamin K
diperlukan sebagai kofaktor pada sintesis semua faktor ini kecuali
faktor V.
Pembentukan urea Urea dibentuk semata-mata dalam hati dari NH3, yang kemudian
diekskresi dalam kemih dan feses.
Penyimpanan protein (asam amino)
NH3 dibentuk dari deaminsasi asam amino dan kerja bakteri usus
terhadap asam amino.
Ketogenesis
Sintesis kolesterol Hati memegang peranan utama pada sintesis kolesterol, sebagian
besar diekskresi dalam empedu sebagai kolesterol atau asam kolat.
Penyimpana lemak
Penyimpanan vitamin dan mineral Vitamin yang larut lemak (A, D, E, K) disimpan dalam hati; juga
vitamin B12, tembaga dan besi.
Ruang penampung dan fungsi Sinusoid hati merupakan depot darah yang mengalir kembali dari
penyaring vena kava (payah jantung kanan); kerja fagositik sel Kupffer
membuang bakteri dan debris dari darah.
7
Pembentukan dan ekskresi empedu merupakan fungsi utam ahati; saluran
empedu hanya mengangkut empedu sedangkan kandung empedu menyimpan dan
mengeluarkan empedi ke usus halus sesuai kebutuhan. Hati mensekresi sekitar 1
liter empedu kuning setiap hari. Unsur utama empedu adalah air (97%), elektrolit,
garam empedu, fosfolipid (terutama lesitin) kolesterol, dan pigmen empedu
(terutama bilirubin terkonjugasi). Garam empedu penting untuk pencernaan dan
absorbsi lemak dalam usus halus. Setelah diolah oleh bakteri usus halus, maka
sebagian besar garam empedu akan direabsorbsi di ileum, mengalami resirkulasi
ke hati, serta kembali dikonjugasi dan disekresi. Bilirubin (pigmen empedu)
merupakan hasil akhir metabolisme dan secara fisiologis tidak penting, namun
merupakan petunjuk penyakit hati dan saluran empedu yang penting, karena
bilirubin cenderung mewarnai jaringan dan cairan yang berkontak dengannya. [3]
Hati memegang peranan penting pada metabolisme tiga bahan makanan yang
dikirimkan oeh vena porta pasca absorbsi di usus. Bahan makanan tersebut adalah
karbohidrat, protein, dan lemak. Monosakarida dari usus halus diubah menjadi
glikogen dan disimpan dalam hati (glikogenesis). Dari depot glikogen ini, glukosa
dilepaskan secara konstan ke dalam darah (glikogenolisis) untuk memenuhi
kebutuhan tubuh. Sebagian glukosa dimetabolisme dalam jaringan untuk
menghasilkan panas dan energi, dan sisanya diubah menjadi glikogen dan
disimpan dalam jaringan subkutan. Hati mampu mensintesis glukosa dari protein
dan lemak (glukoneogenesis). Peranan hati pada metabolisme sangat penting
untuk kelangsungan hidup. Semua protein plasma, kecuali gamma globulin,
disintesis oleh hati. Protein ini termasuk albumin yang diperlukan untuk
mempertahankan tekanan osmotik koloid, dan protrombin, fibrinogen, dan faktor-
faktor pembekuan lain. Selain itu, sebagian besar degradasi asam amino dimulai
dalam hati melalui proses deaminasi atau pembuangan gugus amonia (NH3).
Amonia yang dilepaskan kemudian disintesis menjadi urea dan disekresi oleh
ginjal dan usus. Amonia yang terbentuk dalam usus oleh kerja bakteri pada protein
8
juga diubah menjadi urea dalam hati. Fungsi metabolisme hati yang lain adalah
metabolisme lemak, penyimpanan vitamin, besi, dan tembaga; konjugasi dan
ekskresi steroid adrenal dan gonad, serta detoksifikasi sejumlah besar zat endogen
dan eksogen. Fungsi detoksifikasi sangat penting dan dilakukan oleh enzim-enzim
hati melalui oksidasi, reduksi, hidrolisis, atau konjugasi zat-zat yang dapat
berbahaya, dan mengubahnya menjadi zat yang secara fisiologis tidak aktif. Zat-
zat seperti indol, skatol, dan fenol yang dihasilkan oleh kerja bakteri pada asam
amino dalam usus besar dan zat-zat eksogen seperti morfin, fenobarbital, dan obat-
obat lain, didetoksifikasi dengan cara demikian. [3]
Akhirnya, fungsi hati adalah sebagai ruang penampung atau saringan karena
letaknya yang strategis antara usus dan sirkulasi umum. Sel kupffer pada sinusoid
menyaring bakteri darah portal dan bahan-bahan yang membahayakan dengan cara
fagositosis. [3]
Regenerasi Hati
Berbeda dengan organ padat lainnya, hati orang dewasa tetap mempunyai
kemampuan beregenerasi. Ketika kemampuan hepatosit untuk beregenerasi sudah
terbatas, maka sekelompok sel pruripotensial oval yang berasal dari duktulus-
duktulus empedu akan berproliferasi sehingga membentuk kembali hepatosit dan
sel-sel bilier yang tetap memiliki kemampuan beregenerasi. [6,4]
Dari penelitian model binatang ditemukan bahwa hepatosit tunggal dari tikus
dapat mengalami pembelahan hingga ± 34 kali, atau memproduksi jumlah sel yang
mencukupi sel-sel untuk membentuk 50 hati tikus. Dengan demikian dpaat
dikatakan sengatlah memungkinkan untuk melakukan hepatektomi hingga 2/3 dari
seluruh hati. [6,4]
9
2.3. Sirosis Metabolik
Sirosis adalah jaringan parut pada hati. Jaringan parut terbentuk karena cedera
atau penyakit jangka panjang. Jaringan parut tidak dapat melakukan apa yang
dilakukan jaringan hati yang sehat - membuat protein, membantu melawan infeksi,
membersihkan darah, membantu mencerna makanan dan menyimpan energi.
Sirosis didefinisikan secara histologis sebagai proses hati difus yang ditandai
dengan fibrosis dan konversi struktur hati yang normal menjadi nodul yang
abnormal secara struktural. Perkembangan cedera hati menjadi sirosis dapat terjadi
dari minggu ke tahun.
2.4 Etiologi
Secara konvensional, sirosis hepatis dapat diklasifikasikan sebagai
makronodular (besar nodul lebih dari 3 mm), mikronodular (besar nodul kurang
dari 3 mm), atau campuran mikro dan makronodular. Selain itu juga dapat
diklasifikasikan berdasarkan etiologi dan morfologis. [2]
10
Penyakit – penyakit metabolik dapat menyebabkan terjadinya penyakit hati
yang dapat berujung pada terjadinya sirosis. Sejumlah kondisi metabolisme
melibatkan hati dan dapat menyebabkan penyakit hati kronis, yang mengarah pada
sirosis dan kanker hati. Tiga penyakit hati metabolik yang paling umum adalah:9
Hemochromatosis herediter,
Defisiensi antitripsin Alpha-I (AATD),
Penyakit Wilson.
Defisiensi antitripsin alfa-I (AATD) adalah kondisi genetik langka yang sering
menyebabkan emfisema pada orang dewasa dan / atau penyakit hati pada usia
berapa pun. Pada pasien dengan AATD, tubuh membuat sejumlah besar protein
abnormal, terakumulasi di hati. Ini secara bertahap dapat menyebabkan kerusakan
hati dan jaringan parut. Komplikasi lain dari penyakit ini termasuk hepatitis kronis
yang timbul saat dewasa, sirosis atau kanker hati.
11
2.5. Patofisiologi
Gambaran patologi hati biasanya mengerut, berbentuk tidak teratur, dan terdiri
dari nodulus sel hati yang dipisahkan oleh pita fibrosis yang padat dna lebar.
Gambaran mikroskopik konsisten dengan gambaran makroskopik. Ukuran
nodulus sangat bervariasi, dengan sejumlah besar jaringan ikat memisahkan pulau
parenkim regenerasi yang susunannya tidak teratur. [2]
12
mental, meliputi mudah lupa, sukar konsentrasi, bingung, agitasi, sampai koma..
Mungkin disertai hilangnya rambut badan, gangguan tidur, demam tidak begitu
tinggi [2]
13
- Pemeriksaan Fisik
14
Temuan klinis sirosis meliputi, spider angioma-spiderangiomata (atau spider
telangiektasis), suatu lesi vaskular yang dikelilingi beberapa vena-vena kecil.
Tanda ini sering ditemukan di bahu, muka, dan lengan atas. Mekanisme terjadinya
belum diketahui secara pasti, diduga berkaitan dengan peningkatan rasio
estradiol/testosteron bebas. Tanda ini juga bisa ditemukan pula pada orang sehat,
walau umumnya ukuran lesi kecil. [2]
Eritema Palmaris, warna merah saga pada thenar dan hipothenar telapak tangan.
Hal ini juga dikaitkan dengan perubahan metabolisme hormon estrogen. Tanda ini
juga tidak spesifik pada sirosis. Ditemukan pula pada kehamilan, arthritis
rheumatoid, hipertiroidisme, dan keganasan hematologi.
Jari gada lebih sering ditemukan pada sirosis billier. Osteoarthropati hipertrofi
suatu periostitis proliferative kronik, menimbulkan nyeri.
15
Atrofi testis hipogonadisme menyebabkan impotensi dan infertile. Tanda ini
menonjol pada alkoholik sirosis dan hemokromatosis.
Hepatomegali, ukuran hati yang sirotik bisa membesar, normal, atau mengecil.
Bilamana hati teraba, hati sirotik teraba keras dan nodular.
Asites, penimbunan cairan dalam rongga peritoneum akibat hipertensi porta dan
hipoalbuminemia. Caput medusa juga sebagai akibat hipertensi porta.
Foetor Hepatikum, Bau napas yang khas pada pasien sirosis disebabkan
peningkatan konsentrasi dimetil sulfide akibat pintasan porto sistemik yang berat.
Ikterus pada kulit dan membran mukosa akibat bilirubinemia. Bila konsentrasi
bilirubin kurang dari 2-3 mg/dl tak terlihat. Warna urin terlihat gelap, seperti air
teh.
Pembesaran kelenjar parotis terutama pada sirosis alkoholik, hal ini akibat
sekunder infiltrasi lemak, fibrosis, dan edema.
Diabetes melitus dialami 15 sampai 30% pasien sirosis. Hal ini akibat resistensi
insulin dan tidak adekuatnya sekresi insulin oleh sel beta pankreas. [2]
16
- Pemeriksaan Penunjang
Adanya sirosis dicurigai bila ada kelainan pemeriksaan laboratorium pada waktu
seseorang memeriksakan kesehatan rutin, atau waktu skrining untuk evaluasi
keluhan spesifik. Tes fungsi hati meliputi amino transferase, alkali fosfatase,
gamma glutamil peptidase, bilirubin, albumin dan waktu protrombin
Alkali fosfatase, meningkat kurang dari 2 sampai 3 kali batas normal atas.
Konsentrasi yang tinggi bisa ditemukan pada pasien kolangitis sklerosis primer
dan sirosis billier primer
Bilirubin, konsentrasinya bisa normal pada sirosis hati kompensata, tapi bisa
meningkat pada sirosis yang lanjut. Albumin, sintesisnya terjadi di jaringan hati,
konsentrasinya menurun sesuai dengan perburukan sirosis.
17
Natrium serum menurun terutama pada sirosis dengan asites, dikaitkan dengan
ketidakmampuan eksresi air bebas.
2.7 Komplikasi
Morbiditas dan mortalitas sirosis tinggi akibat komplikasinya. Kualitas hidup
pasien sirosis diperbaiki dengan pencegahan dan penanganan komplikasinya.
Komplikasi yang sering dijumpai antara lain peritonitis bakterial spontan, yaitu
infeksi cairan asites oleh satu jenis bakteri tanpa ada bukti infeksi sekunder intra
abdominal. Biasanya pasien ini tanpa gejala, namun dapat timbul demam dan nyeri
abdomen. Pada sindrom hepatorenal, terjadi gangguan fungsi ginjal akut berupa
oligouri, peningkatan ureum, kreatinin tanpa adanya kelainan organik ginjal.
Kerusakan hati lanjut menyebabkan penurunan perfusi ginjal yang berakibat pada
penurunan filtrasi glomerulus.[2]
18
Salah satu manifestasi hipertensi porta adalah varises esofagus. 20 sampai 40%
pasien sirosis dengan varises esofagus pecah yang menimbulkan perdarahan.
Angka kematiannya sangat tinggi, sebanyak duapertiganya akan meninggal dalam
waktu satu tahun walaupun dilakukan tindakan untuk menanggulangi varises ini
dengan berbagai cara.
2.8 Penatalaksanaan
Sekali diagnosis Sirosis hati ditegakkan, prosesnya akan berjalan terus tanpa
dapat dibendung. Usaha-usaha yang dapat dilakukan hanya bertujuan untuk
mencegah timbulnya penyulit-penyulit. Membatasi kerja fisik, tidak minum
alcohol, dan menghindari obat-obat dan bahan-bahan hepatotoksik merupakan
suatu keharusan. Bilamana tidak ada koma hepatic diberikan diet yang
mengandung protein 1g/KgBB dan kalori sebanyak 2000-3000 kkal/hari.2
19
Pada penyakit hemochromatosis herediter, medis sebisa mungkin merawat
pasien dengan kondisi kelebihan zat besi. Perawatan mungkin termasuk prosedur
yang disebut terapi mengeluarkan darah untuk menghilangkan zat besi dari tubuh.
pada penyakit Alpha-I antitrypsin deficiency (AATP), belum ditemukan obat
untuk AATD. Pengobatan berfokus pada pengurangan komplikasi penyakit hati
kronis yang terkait. Pasien dengan AATD disarankan untuk tidak merokok atau
minum alkohol. Untuk orang dewasa dengan penyakit hati tahap akhir akibat
AATD, transplantasi hati kadang-kadang merupakan pilihan. Untuk Penyakit
Wilson, dokter Anda akan bekerja sama dengan ahli gizi untuk membantu
mengurangi asupan tembaga. Ini mungkin termasuk menghindari makanan seperti
kerang, jamur, kacang-kacangan dan cokelat. Perawatan lain mungkin termasuk
obat-obatan untuk meningkatkan ekskresi tembaga dari tubuh. Transplantasi hati
mungkin diperlukan pada pasien dengan gagal hati akut atau ketika sirosis
mengarah pada gagal hati.9
20
kombinasi interferon dengan ribavirin merupakan terapi standar. Interferon
diberikan secara suntikan subkutan dengan dosis 5 MIU tiga kali seminggu dan
dikombinasikan ribavirin 800-1000 mg/ hari selama 6 bulan.2
Pada pengobatan fibrosis hati; pengobatan antifibrotik pada saat ini lebih
mengarah kepada peradangan dan tidak terhadap fibrosis. Di masa datang,
menempatkan stelata sebagai target pengobatan dan mediator fibrogenik akan
merupakan terapi utama. Pengobatan untuk mengurangi aktifasi sel stelata bisa
merupakan salah satu pilihan. Interferon memiliki aktifitas antifibrotik yang
dihubungkan dengan pengurangan aktivasi sel stelata. Kolkisin memiliki efek
antiperadangan dan mencegah pembentukan kolagen, namun belum tebukti dalam
penelitian sebagai anti fibrosis dan sirosis. Metotreksat dan vitamin A juga
dicobakan sebagai antifibrosis. Selain itu, obat-obatan herbal juga sedang dalam
penlitian.[2]
21
Varises esophagus, Sebelum berdarah dan sesudah berdarah bisa diberikan obat
β-blocker. Waktu perdarahan akut, bisa diberikan preparat somatostatin atau
oktreotid, diteruskan dengan tindakan skleroterapi atau ligasi endoskopi.
22
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
1. Sirosis merupakan stadium akhir fibrotik hati akibat penyakit hati kronik difus
yang ditandai dengan adanya perubahan struktur hati yang memberntuk
jaringan ikat dengan gambaran nodul.
2. Penyakit hari ini dapat disebabkan berbagai etiologi, seperti hepatitis dan
konsumsi alkohol. Penyakit lain seperti gangguan metabolik dapat juga
menyebabkan kerusakan hati hingga sirosis, seperti penyakit Hemochromatosis
herediter, Defisiensi antitripsin alfa-I (AATD), Wilson Disease.
3. Pengobatan penyakit ini berdasarkan etiologi dan gejala klinis yang tampak
serta ada tidaknya komplikasi yang timbul. Prognosis penyakit ini baik jika
didapati opada stadium dini (kompensata), namun jika telah berlanjut akan sulit
bertahan hingga lebih dari 5 tahun, karena sirosis bersifat irreversible. Terapi
pasien sirosis dapat diberikan dari medikamentosa hingga terapi operatif.
23
Daftar Pustaka
1. Raymon T. Chung, Daniel K. Podolsky. Cirrhosis and its complication. In: Kasper DL et.al,
eds. Harrison's Principles of Internal Medicine. 16th Edition. USA : Mc-Graw Hill; 2005.
p. 1858-62
2. Nurdjanah S. Sirosis hati. In Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, K. MS, Setiati S, editors.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006. p. 443-6.
3. Wilson LM, Lester LB. Hati, saluran empedu, dan pankreas. In Wijaya C, editor.
Patofisiologi konsep klinis proses proses penyakit. Jakarta: ECG; 1994. p. 426-63.
4. Guyton AC, Hall JE. The liver as an organ. In Textbook of medical physiology. 11th ed.:
Elsevier; 2006. p. 859-64.
5. Netter FH, Machade CAG. Interactive atlas of human anatomy [Electronic Atlas].:
Saunders/Elsevier; 2003.
6. Amiruddin R. Fisiologi dan biokimia hati. In Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, K. MS,
Setiati S, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen
Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006. p. 415-9.
8. Ghany M, Hoofnagle JH. Approach to the patient with liver disease. In Kasper DL, Fauci
AS, Longo DL, Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL, editors. Harrison's principles of
internal medicine. New York: McGraw-Hill; 2005. p. 1808-13.
24