Anda di halaman 1dari 27

Pengakuan Hak Milik Masyarakat Atas Tanah Pada Kawasan Hutan

Lindung Berdasarkan Penunjukan Kawasan Hutan Di Nagari Gantung Ciri

Kabupaten Solok

A. Latar Belakang

Hutan merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang patut disyukuri.

Karunia yang diberikan-Nya merupakan amanah yang diberikan kepada bangsa

Indonesia. Oleh karena itu hutan harus diurus dan dimanfaatkan sebagai wujud rasa

syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Pengaturan mengenai hutan didasarkan kepada pasal 33 ayat (3) Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 (UUD 1945) menentukan bahwa

bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan

dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Penyelenggaraan

kehutanan mengandung jiwa dan semangat kerakyatan, berkeadilan dan

berkelanjutan.

Hutan di negara Indonesia termasuk kekayaan alam yang terkandung

didalamnya dikuasi oleh negara, hal ini dijelaskan dalam pasal 4 ayat (1) Undang-

Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan. Penguasaan hutan oleh negara

bukan merupakan pemilikan, tetapi Negara memberi wewenang kepada pemerintah

untuk mengatur dan mengurus segala sesuatu yang berkaitan dengan hutan,

kawasawan hutan, dan hasil hutan; menetapkan kawasan hutan dan atau mengubah

status kawasan hutan dan hasil hutan, serta mengatur perbuatan hukum mengenai

1
hutan. Selanjutnya pemerintah mempunyai hak untuk memberikan izin kepada

pihak lain untuk melakukan kegiatan dibidang kehutanan.

Hutan harus diberikan kepastian hukum atas kawasan hutan. Oleh sebab itu,

pemerintah perlu melakukan pengukuhan kawasan hutan dengan memperhatikan

rencana tata ruang wilayah. Menurut pasal 15 ayat (1) Undang-Undang Nomor 41

Tahun 1999 Tentang Kehutanan, menyatakan bahwa:

“pengukuhan kawasan hutan sebagaimana dimaksud dalam pasal 14


dilakukan melalui proses sebagai berikut:
a. penunjukan kawasan hutan
b. penataan batas kawasan hutan
c. pemetaan kawasan hutan, dan
d. penetapan kawasan hutan”
Namun pada pasal 1 angka 3 UU Kehutanan menyatakan: “kawasan hutan

adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh pemerintah untuk

dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap”. Dengan adanya frasa ditunjuk

dan atau ditetapkan, maka penunjukan kawasan hutan ditafsirkan secara keliru dan

dianggap mempunyai kedudukan yang sama dengan penetapan. Atas dasar itu maka

keluarlah putusan MK Nomor 45/PUU-IX/2011. Dengan dikeluarkannya putusan

MK tersebut, penunjukan kawasan hutan masih tetap berlaku, tetapi kawasan hutan

tersebut tidak memiliki kepastian hukum, dan hanya bersifat awal atau sementara.

Kepastian status hutan sangat diperlukan untuk memberikan kepastian

hukum dan menghindari konflik yang terjadi dalam masyarakat. Pasal 5 UU

Kehutanan menyatakan bahwa hutan berdasarkan statusnya terdiri dari:

1. hutan Negara,

2. hutan Hak.

2
Hutan negara dapat berupa hutan adat, yaitu hutan negara yang diserahkan

pengelolaannya kepada masyarakat hukum adat. Hutan yang dikelola masyarakat

hukum adat dimasukan di dalam pengertian hutan negara sebagai organisasi

kekuasaan tertinggi di Negara Republik Indonesia. Dengan begitu, tidak

meniadakan hak-hak masyarakat hukum adat sepanjang kenyataannya masih ada

dan diakui keberadaanya. Sedangkan hutan hak yang berada pada tanah yang

dibebani hak milik disebut dengan hutan rakyat.

Hutan berdasarkan fungsinya diatur dalam pasal 6 UU Kehutanan. Yang

termasuk kedalam hutan berdasarkan fungsinya sebagai berikut:

1. hutan konsevasi,

2. hutan lindung,

3. hutan produksi.

Hutan sangat erat kaitannya dengan tanah. Tanah dibutuhkan untuk

keberlanjutan hidup manusia. Setiap orang tentu memerlukan tanah, bahkan bukan

hanya dalam kehidupannya, untuk mati pun manusia masih memerlukan sebidang

tanah. Jumlah luas tanah yang dapat dikuasai oleh manusia terbatas sekali,

sedangkan jumlah manusia yang membutuhkan tanah senantiasa bertambah.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia menjelaskan pegertian tanah memuat

permukaan bumi atau lapisan bumi yang ada diatas sekali, keadan bumi disuatu

tempat, permukaan bumi yang diberi batas, dan bahan-bahan dari bumi.1 Tanah

1
Kamus Besar Bahasa Indonesia Online, URL :http://kbbi.web.id/tanah, diakses tanggal 13
November 2018 pukul 17.00. WIB.

3
dalam pengertian yuridis adalah permukaan bumi sebagaimana yang disebutkan

dalam Pasal 4 UUPA.

Kepemilikan hak atas tanah diatur dalam pasal 9 Ayat (2) UUPA

menyatakan bahwa :

tiap-tiap warga negara Indonesia, baik laki-laki maupun perempuan


mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh sesuatu hak atas
tanah untuk mendapat manfaat dan hasilnya, baik bagi diri sendiri maupun
keluarganya.

Tanah hak adalah tanah yang sudah dibebani dengan suatu hak tertentu.

Yang termasuk dalam hak atas tanah ditentukan dalam pasal 16 jo pasal 53 UUPA

antara lain:

1. hak milik,

2. hak guna usaha,

3. hak guna bangunan,

4. hak pakai,

5. hak sewa,

6. hak membuka tanah, dan

7. hak memungut hasil.

Hak milik diatur dalam pasal 20-27 UUPA merupakan hak yang turun

temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah. Hak terkuat

dan terpenuh disini tidak terbatas dan tidak dapat diganggu gugat, karena hak milik

hak yang paling kuat dan paling penuh.

Pemerintah memiliki hak atas tanah yaitu tanah negara. Tanah negara

merupakan tanah yang tidak atau belum memiliki hak milik dengan hak-hak

perorangan dan dikuasai penuh oleh negara, artinya adalah tanah sebagai objek dan

4
negara sebagai subyek mempunyai hubungan hukum berupa hubungan kepemilikan

kekuasaan. Pemberian hak atas tanah negara merupakan pemberian hak atas tanah

yang dikuasai langsung oleh negara kepada seseorang ataupun beberapa orang atau

suatu badan hukum.

Berdasarkan pasal 2 ayat (1) UUPA menyatakan bahwa:

“Atas dasar ketentuan dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar dan
hal-hal sebagai yanng dimaksud dalam pasal 1, bumi, air dan ruang angkasa,
termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya itu pada tingkatan
tertinggi dikuasai oleh Negara, sebagai organisasi kekuasaan seluruh
rakyat”.
Hak menguasai negara adalah wewenang negara untuk mengatur

menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persiapan dan pemeliharaan bumi,

udara dan ruang angkasa.2 Wewenang negara ini diatur dalam pasal 2 ayat (2)

UUPA yang menentukan bahwa:

“hak menguasai dari Negara termasuk dalam ayat (1) pasal ini memberi
wewenang untuk :
a. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan,
persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut;
b. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-
orang dengan bumi, air dan ruang angkasa;
c. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-
orang dengan bumi, air dan ruang angkasa”.
Hak menguasai negara adalah wewenang negara untuk mengatur

menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persiapan dan pemeliharaan bumi,


3
udara dan ruang angkasa. Hak menguasai negara telah mencakup pengaturan

peruntukkan penggunaan tanah, hak-hak yang dapat dipunyai diatas tanah dan

2
H. M. Arba, 2016, Hukum Agraria Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 90.
3
Ibid.

5
hubungan-hubungan hukum yang terkait dengan tanah, yang dilakukan oleh negara

sebagai organisasi kekuasaan tertinggi untuk sebesar-besarnya kemakmuran

rakyat.4 Selanjutnya penguasaan tanah oleh Negara dimaknai sebagai kewenangan

negara untuk mengatur peruntukkan dan penggunaan dari tanah tersebut, sehingga

dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kesejahteraan masyarakat

banyak.5

Tanah negara menurut PP No. 8 Tahun 1953 Tentang Penguasaaan Tanah-

Tanah Negara adalah tanah yang dikuasai penuh oleh negara. Ini berarti tanah yang

tidak dilekati dengan sesuatu hak atas tanah. Terdapat dua jenis tanah negara, yakni

tanah negara bebas dan tanah negara tidak bebas. Tanah negara bebas adalah tanah

negara yang berasal dari tanah yang belum pernah ada hak atas tanah. Sedangkan

tanah negara tidak bebas adalah tanah negara yang sebelumnya ada haknya, karena

sesuatu hal atau adanya perbuatan hukum tertentu menjadi tanah negara. Tanah

bekas hak barat, tanah dengan hak atas tanah tertentu yang telah berakhir jangka

waktunya, tanah yang dicabut haknya, tanah yang dilepaskan secara sukarela oleh

pemiliknya.

Yang termasuk tanah negara disini adalah tanah kawasan hutan. Hutan di

Indonesia dikuasai oleh departemen kehutanan berdasakan pasal 4 ayat (1)

Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan disebutkan bahwa

semua hutan yang berada dikawasan negara Republik Indonesia dukuasai oleh

negara. Berarti semua tanah termasuk kedalamnya tanah yang sudah memiliki surat

4
Boedi Harsono, 2008, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang-undang
Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, Jilid I Hukum Tanah Nasional, Edisi Revisi, Djambatan,
Jakarta, hlm 181.
5
Op.Cit., hlm 10.

6
hak milik. Di Nagari Gantung Ciri dimana sebelum ditunjuk menjadi kawasan

hutan lindung, pemegang hak telah memiliki surat keterangan sebagai hak milik

pada suatu tanah di kawasan hutan tersebut.

Nagari gantung ciri adalah nagari yang terletak di kecamatan

kubung,kabupaten solok sumatera barat. Batas batas nagari Gantung Ciri adalah

sebelah barat berbatasan dengan kota Padang, sebelah timur dengan nagari Cupak

kecamatan Gunung Talang, sebelah selatan dengan nagari Jawi-Jawi kecamatan

Gunung Talang, sebelah utara berbatasan dengan nagari Selayo kecamatan Kubung.

Melihat dari batas wilayah nagari Gantung Ciri tersebut yang sebelah barat

berbatasan dengan kota Padang, yang mana sebelah barat tersebut dikatakan

sebagai hutan lindung yang diperoleh dari hasil penunjukan hutan lindung. Di

perbatasan tersebut, hutan lindung yang masih masuk ke dalam wilayah nagari

Gantung Ciri ada masyarakat yang memiliki surat hak milik atas tanah hutan

lindung dengan batas-batas: sebelah Utara berbatas dengan batang Siput dan kebun

Nun Gantung Ciri, sebelah Timur berbatas dengan kebun Jamat gelar Gampo

Malangit suku Malayu Nafari Gantung Ciri, sebelah Selatan berbatas dengan rimba

Nagari Gabtubg Ciri dan sebelah barat berbatas dengan kebun St. Syarif . Di dalam

surat tanah yang di sahkan oleh wali nagari Gantung Ciri, dan di ketahui oleh polsek

Kubung dan polres Solok, bahwa yang bernama Rauf Lenggang Sutan benar

memiliki tanah seluas 6 Ha di wilayah nagari Gantung Ciri dan di dalam hutan

lindung tersebut.

Di nagari Gantung Ciri tersebut hutan lindung masih di miliki oleh

individual dengan bukti surat hak milik tersebut. Ini berarti hutan lindung di nagari

7
Gantung Ciri masih bisa dikatakan di tahap penujukan, mengingat belum jelas

penetapan terhadap tanah yang diberikan surat hak milik tersebut.

Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk melakukan

penelitain lebih lanjut tentang persoalan peralihan hak milik atas tanah milik kaum

menjadi hutan lindung yang dikuasi negara dalam bentuk tulisan ilmiah dengan

judul “Pengakuan Hak Milik Masyarakat Atas Tanah Pada Kawasan Hutan

Lindung Berdasarkan Penunjukan Kawasan Hutan Di Nagari Gantung Ciri

Kabupaten Solok”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dirumuskan diatas, maka ada

beberapa permasalahan yang ingin penulis ketahui jawabannya melalui penelitian,

yaitu :

1. Bagaimana proses penetapan kawasan hutan lindung di Nagari Gantung

Ciri, Kabupaten Solok?

2. Bagaimana pengakuan hak milik atas tanah masyarakat pada kawasan

hutan lindung berdasarkan penunjukan kawasan hutan di Nagari

Gantung Ciri, Kabupaten Solok?

3. Bagaimana peran serta masyarakat dalam pengelolaan kawasan hutan

lindung di Nagari Gantung Ciri, Kabupaten Solok?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut diatas maka tujuan dari penelitian

ini adalah:

8
1. Untuk mengetahui proses penetapan kawasan hutan lindung di Nagari

Gantung Ciri, Kabupaten Solok.

2. Untuk mengetahui pengakuan hak milik atas tanah masyarakat pada

kawasan hutan lindung berdassarkan penunjukan kawasan hutan di

Nagari Gantung Ciri, Kabupaten Solok.

3. Untuk mengetahui peran serta masyarakat dalam pengelolaan kawasan

hutan lindung di Nagari Gantung Ciri, Kabupaten Solok.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Manfaat Teoritis

Melatih kemampuan penulis untuk melakukan penelitian secara ilmiah dan

merumuskannya dalam bentuk tertulis serta menerapkan ilmu secara teoretis yang

penulis terima selama kuliah dan menghubungkannya dengan data yang penulis

peroleh dari lapangan.

1. Manfaat Praktis

a. Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini dapat memperluas pengetahuan peneliti dalam bidang

Ilmu Hukum agar mempersiapkan diri untuk terjun ke dalam masyarakat.

b. Penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan bagi para praktisi yang

terlibat langsung dalam proses pelaksanaannya, sehingga dapat mengatasi

permasalahan yang timbul dalam pengakuan hak milik masyarakat atas

tanah pada kaasan hutan lindung berdasarkan penunjukan kawasan hutan di

Nagari Gantung Ciri Kabupaten Solok.

9
E. Tinjauan Pustaka

1. Tinjauan Mengenai Tanah

a. Pengertian Tanah

Tanah menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah permukaan bumi atau

lapisan yang di atas sekali, sedangkan pengertian tanah menurut pasal 4 UUPA

sebagai berikut “Atas dasar hak menguasai dari Negara sebagaimana yang

dimaksud dalam pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak di atas permukaan

bumi yang disebut tanah yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-

orang baik sendiri ataupun bersama-sama serta badan-badan hokum”.

Tanah dalam pengertian yuridis adalah permukaan bumi, hak atas tanah

adalah hak atas sebagian tertentu dari permukaan bumi, yang terbatas, berdimensi

dua dengan ukuran panjang dan lebar.6 Dasar kepastian hukum dalam

peraturanperaturan hukum tertulis sebagai pelaksana Undang-Undang Pokok

Agraria Nomor 5 Tahun 1960, memungkinkan para pihak-pihak yang

berkepentingan dengan mudah mengetahui hukum yang berlaku dan wewenang

serta kewajiban yang ada atas tanah yang dipunyai.

Di Indonesia, hukum agraria yang berlaku di atas bumi, air dan ruang

angkasa ialah hukum adat, sepanjang tindak bertentangan dengan kempentingan

nasional dan negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa, dengan sosialisme

Indonesia serta dengan peraturan-peraturan yang tercantum dalm Undang-Undang

ini dan dengan peraturan perundangan lainnya, segala sesuatu dengan

6
Effendi Perangin, 1994. Hukum Agraria Indonesia, Suatu Telaah Dari Sudut Pandang Praktisi
Hukum. Jakarta: Raja Grafindo, Hlm 17.

10
mengindahkan unsur-unsur yang bersandar pada hukum agama. Di Minangkabau,

tanah ukayat masih dihormati oleh masyarakat, serta diakui keberadaannya oleh

Peraturan Perundangan-undangan. Tanah ulayat merupakan tanah milik bersama

kerabat/sanak keluarga dimana kerabat hanya mempunyai hak pakai dalam arti

boleh memakai boleh mengusahakan, boleh menikmati hasilnya tapi tidak boleh

memiliki secara pribadi/perseorangan.7

Pasal 1 angka 7 Peraturan daerah Provinsi Sumatera Barat Nomor 16 Tahun

2008 tentang Tanah Ulayat dan Pemanfaatannya menjelaskan Tanah Ulayat adalah

bidang tanah pusaka beserta sumber daya alam yang ada di atasnya dan didalamnya

diperoleh secara turun temurun merupakan hak masyarakat hukum adat di Provinsi

Sumatera Barat. Tanah ulayat adalah segala sesuatu yang terdapat atau yang ada di

atas tanah termasuk ruang angkasa maupun segala hasil perut bumi diwarisi secara

turun temurun dari nenek moyang yang diteruskan kepada generasi berikutnya

dalam keadaan utuh, tidak terbagi dan tidak boleh dibagi.8

b. Tanah Sebelum Berlakunya UUPA

Sebelum indonesia memproklamasikan kemerdekaannya, di dalam

masyarakat adat telah terdapat penguasaan dan pemilikan tanah yang suatur sesuai

dengan ketentuan hukum adat yang berlaku dalam masyarakat tersebut. Belanda

menjajah bangsa Indonesia mendatangkan peraturan hukum pertanahan yang

berlaku di negaranya ke Indonesia. Tanah –tanah yang terdapat di Indonesia diatur

7
Hilman Hadikusuma, 1980, Pokok-pokok pengertian Hukum Adat, Alumni, Bandung, hlm.
149.
8
Nurullah, 1999, Tanah Ulayat Menurut Ajaran Adat Minangkabau, PT. Singgalang Press,
Padang, hlm.10.

11
oleh dua perturan, yaitu peraturan adat tentang tanah yang tunduk pada hukum adat

dan peraturan tanah yang tunduk pada pada hukum Belanda.9

Kehadiran hukum tanah Belanda menggeser keberadaan hukum tanah adat

yang telah lama ada di nusantara, diantara hukum Belanda yang berlaku sebagai

berikut:

1. Agrarische Wet 1870

Tujuan utama diberlakukannya Agrarische Wet adalah untuk membuka

kemungkinan dan memberikan jaminan hukum kepada para pengusaha swasta

untuk dapat berkembang di Hindia Belanda. Bentuk hak yang diberikan oleh

pemerintahan Belanda adalah hak erpacht. Menurut pasal 720 dan 721 KUH

Perdata erpacht merupakan hak kebendaan yang memberikan keenangan yang

paling luas kepada pemegang haknya untuk menikmati sepenuhnya akan

kegunaan tanah kepunyaan pihak lain.

2. Agrarische Besluit

Pelaksanaan Agrarische Wet diatur lebih lanjut oleh beberapa peraturan dan

keputusan, diantaranya Agrarische Besluit yang diundangkan dalam S. 1870-118.

Didalamnya memuat asas yang sangat penting bagi perkembangan dan pelaksanaan

hukum Tanah Administrasi Hindia Belanda. Asas tersebut dinilai kurang

menghargai hak rakyat atas tanah yang bersumber pada hukum adat.

3. Fungsi Domein Verlaring

Dalam praktik pelaksanaan perundang-undangan pertanahan, domein

verlarig berfungsi:

9
Supriadi, 2008, Hukum Agraria, cet. 2. Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 41.

12
a) Sebagai landasan hukum bagi pemerintah untuk memberikan tanah

dengan hak-hak barat yang diatur dalam KUH Perdata.

b) Di bidang pembuktian pemilikan.

2. Tinjauan Mengenai Hak Milik

a. Pengertian Hak Milik

Hak milik adalah hak turun temurun yang ada selama pemilik hidup dan

jika meninggal dunia, dapat dialihkan kepada ahli waris, terkuat, dan terpenuh

sesuai pasal 6 UUPA yaitu semua hak atas tanah memiliki fungsi sosial.

Hak milik menurut pasal 20 ayat (1) dan ayat (2) UUPA adalah hak turun

temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah, dengan

mengingat ketentuan pasal 6 UUPA. Hak milik dapat beralih dan dialihkan kepada

pihak lain. Menurut hukum adat, hak milik merupakan hak turun temurun, terkuat

dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah dan juga beralih maupun

dialihkan kepada pihak lain.10

Dibawah ini adalah devinisi hak milik menurut pendapat beberapa sarjana

di Indonesia, yaitu :11

1. Sudikno Mertokusumo

Hak milik atas tanah adalah hak untuk memperlakukan suatu benda (tanah)

sebagai kepunyaan sendiri dengan beberapa pembatasan.

2. Florianus SP Sangsun

10
Ridwan, 2010, Hak Milik, puwokerto: Stain Press hlm. 20.
11
Dyra Radhite Oryza Fea, 2016, Sertifikat tanah Rumah dan Perizinannya, Yoyakarta: PT
Suka Buku, hlm. 32-34.

13
Hak milik adalah hak turun temurun, terkuat dan yang dapat di punya oleh

orang atas tanah dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain.

3. Imam Sutikno

Baha UUPA mengatur selain hak-hak kolektif yaitu menguasai negara yang

merupakan hak tertinggi dan meliputi seluruh bumi, air, ruang angkasa dan

kekayaan alam yang terkandung didalamnya, dikenal juga hak perorangan atas taah,

seperti yang diatur dalam di dalam pasal 16 UUPA, yaitu hak milik, hak guna

usaha, hak guna bangunan, hak pakai.

Lahirnya hak milik atas tanah menurut Sutikno ada 3 macam, yaitu :

a. Menurut hukum adat

b. Karena ketentuan undang-undang

c. Karena penetapan pemerintah

Hak milik atas tanah memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

1. Turun-temurun

Artinya hak milik atas tanah dapat beralih karena hukum dari seseorang

pemilik tanah yang meninggal dunia kepada ahli arisnya.

2. Terkuat

Artinya baha hak milik atas tanah tersebut yang paling kuat diantara hak-

hak atas tanah yang lain.

3. Terpenuh

Artinya bahwa hak milik atas tanah dapat dipergunakan untuk usaha

pertanian dan juga untuk mendirikan bangunan.

4. Dapat menjadi hak induk dengan dibebani hak tanggungan.

14
5. Dapat dilepskan sehingga tanah menjadi milik negara.

Hak milik atas tanah memiliki subjek dan objek. Berdasarkan pasal 21

ayat (1) dan ayat (2) UUPA, maka yang menjadi subjek atas hak milik adalah

sebagai berikut :

1. Warga negara Indonesia

2. Badan-badan hukum yang ditunjuk oleh pemerintah dalam peraturan

pemerintah

b. Terjadinya Hak Milik

Berdasarkan ketentuan pasal 22 UUPA bahwa hak milik dapat terjadi

melalui 2 (dua) cara:

1. Hak milik terjadi karena menurut hukum adat yang diatur dlam peraturan

pemerintah

2. Ketentuan undang-undang

Setelah hak milik atas tanah terjadi maka status kepemilikan hak milik atas

tanah dapat beralih dan dialihkan. Secara yuridis dapat diteukan didalam pasal 20

ayat (2) menyatakan: “hak milik atas tanah dapat beralih dan dialihkan kepada pihak

lain”. Yang dimaksud dengan beralih adalah bahwa hak milik atas tanah dapat

beralih tanpa melalui perbuatan hukum tertentu dari para pihak, atau demi hukum

hak milik itu dapat beralih ke pihak lain. Sedangkan yang dimaksud dengan di

alihkan adalah bahwa hak milik atas tanah baru bisa beralih atau berpindah kepihak

lain apabila dialihkan oleh pihak pemiliknya. Peralihan pemiliknya dapat di lakukan

dengan ual beli, tukar-menukar, penghibaan, pemberian dengan wasiat, wakaf, serta

15
menjadikan hak milik sebagai jaminan utang dengan dibebani hak tanggungan dan

karena pelepasan hak.12

c. Hapusnya hak milik

Berdasarkan ketentuan pasal 27 UUPA beha hak atas tanah hapus apabila

tanahnya jatuh kepada negara :

a. Pencabutan hak

b. Penyerahan dengan sukarela oleh pemilinya karena ketentuan pasal

21 ayat (3) dan pasal 26 ayat (2) UUPA

c. Tanahnya musnah

2. Tinjauan Mengenai Hutan

a. Pengertian Hutan

Secara yuridis normatif, menurut Pasal 1 Huruf b UU Kehutanan, hutan

diartikan sebagai satu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber

daya alam hayati yang didominasi pepohanan dan persekutuan alam

lingkungannya, yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan. Sedangkan

kawasan hutan adalah wilayah tententu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh

pemerintah untuk dipertahankan kebendaannya sebagai hutan tetap.

Dalam UUPK, defenisi hutan ialah suatu lapangan bertumbuhan pohon-

pohonan yang secara keseluruhan merupakan persekutuan hidup alam hayati

beserta alam perlindungannya dan ditetapkan oleh pemerintah sebagai hutan.

12
H. M arba, 2015, Hukum Agraria Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, hlm. 100-101.

16
Sedangkan kawasan hutan diartikan sebagai wilayah-wilayah tertentu yang oleh

Menteri di sini adalah Menteri yang diserahi urusan Kehutanan.

b. Pengukuhan Kawasan Hutan

Pengukuhan kawasan hutan merupakan rangkaian dari kegiatan

penunjukan, penataan batas, pemetaan dan penetapan kawasan hutan dengan tujuan

untuk memberikan kepastian hukum atas status, letak, batas dan luas kawasan

hutan. Pengukuhan hutan diatur dalam pasal 14 Undang-Undang Nomor 41 Tahun

1999 Tentang kehutanan, yang berbunyi:

“berdasarkan inventarisasi hutan, pemerintah menyelenggarakan


pengukuhan kaasan hutan, kegiatan pengukuhan kasan hutan dilakukan
untuk memberikan kepastian hukum atas kaasan hutan”
Pengukuhan kawasan hutan dilakukan oleh Menteri Kehutanan yang secara umum

dilakukan melalui proses:

1. Penunjukan kawasan hutan

Penunjukan hutan merupakan penetapan awal peruntukan suatu wilayah

tertentu sebagai wilayah hutan. Penunjukan kawasan hutan dilakukan atas dasar

tukar menukar kawasan hutan dengan tanah milik, hasil kompensasi terhadap

pemakaian kawasan hutan di daerah-daerah yang kawasan hutannya sudah berada

dibawah batas minimal, dan atau karena perbuatan-perbuatan hukum lainnya.

2. Penataan batas kawasan hutan

Penataan Batas kawasan hutan sudah menjadi wewenang daerah

(kabupaten) jauh sebelum ditetapkannya UU 22/1999 tentang Pemerintah Daerah.

Akan tetapi wewenang daerah diperluas kembali dengan SK Menhut No. 32 tahun

17
2001 tentang Kriteria Indikator Pengukuhan Hutan. Demikian pula partisipasi

masyarakat lebih luas dijabarkan, dimana masyarakat sekitar dan tokoh adat bukan

hanya mengikuti penataan batas dan menandatanganinya, tetapi terlibat sebagai

panitia Tata Batas dan terlibat dalam proses penyiapan trayek batas, sehingga

konflik batas sedini mungkin dihindari dengan tidak memasuki wilayah yang

dibebani hak sesuai yang diatur dalam UUPA 1960.

3. Pemetaan batas kawasan hutan

4. Penetapan kawasan hutan

Penetapan kawasan hutan dilakukan oleh Menteri Kehutanan dengan

menerbitkan Surat Keputusan Menteri setelah seluruh proses dilalui selesai yaitu:

1. Penataan Batas Kawasan Hutan telah selesai secara “tutup gelang” atau

membentuk poligon tertutup 2. BATB telah ditanda tangani oleh semua PTB 3.

Adanya telaah hukum yang disiapkan oleh Departemen Kehutanan 4. Disiapkannya

peta dengan luasan tetap sesuai dengan hasil penataan batas di lapangan Dengan

diterbitkannya surat keputusan penetapan kawasan hutan tersebut maka kawasan

hutan ini menjadi Kawasan Hutan Negara tetap dan mempunyai kekuatan hukum

sebagai Kawasan Hutan Negara yang bukan hanya legal secara hukum tetapi juga

diterima keberadaannya oleh masyarakat sekitar (legal dan legitimate). Keberatan

atas kawasan hutan tetap ini dapat dilakukan melalui pendaftaran ke Pengadilan

Tata Usaha Negara (PTUN) terutama jika ada kejanggalan dalam proses

pengukuhannya. Hal lain yang dapat ditempuh adalah dengan mengajukan

perubahan status kawasan hutan dengan syarat yang diatur dalam Pasal 8 SK

menhut no 48/Kpts-II/2004 sebagai berikut: 1. Digunakan untuk kepentingan

18
strategis (misal pangan) 2. Tidak berdampak negatif terhadap lingkungan 3. Tidak

menimbulkan 'enclave', hasil skoring menunjukkan kurang dari 125 4. Tidak

mengurangi kecukupan luas minimal kawasan hutan 30% dari luas DAS 5. Apabila

berdampak penting dan cakupannya luas serta bernilai strategis harus mendapat

persetujuan DPR 6. Mendahulukan wilayah Hutan Konversi 7. Adanya tanah

pengganti yang "clear dan clean” dengan perbandingan 1:1 untuk kepentingan

umum terbatas oleh pemerintah, penyelesaian okupasi dan enclave, 1:2 untuk

pembangunan proyek strategis yang diprioritaskan pemerintah; 1:3 untuk yang

bersifat komersial.

c. Jenis-Jenis Hutan

Status dan Fungsi kawasan hutan Kewenangan untuk menetapkan status

hutan berada di tangan pemerintah. Hutan berdasarkan statusnya terdiri dari:

2. Hutan Negara,

Hutan Negara adalah hutan yang berada pada tanah yang tidak

dibebani hak atas tanah

3. Hutan hak, dan

Hutan hak adalah hutan yang berada pada tanah yang dibebani hak

atas tanah

4. Hutan adat

Hutan adat adalah hutan yang berada dalam wilayah masyarakat

hukum adat.

Fungsi hutan diatur dalam Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang No mor 41

Tahun 1999 Tentang Kehutanan, yaitu:

19
1. Fungsi konservasi

2. Fungsi lindung

3. Fungsi produksi.

Pemerintah menetapkan hutan berdasarkan fungsi pokok sebagai berikut:13

1. Hutan konservasi

Hutan konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu,

yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan

dan satwa serta ekosistemnya. Hutan konservasi terdiri atas:

a. Hutan suaka alam, yang terdiri dari cagar alam dan suaka

margasatwa;

b. Hutan pelestarian alam, terdiri dari tanam nasional, taman

hutan raya, dan tama wisata alam;

c. Taman buru.

2. Hutang lindung;

Hutan lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok

sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata

air, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah.

3. Hutan Produksi

Hutan produksi adalah kawasan hutan yang diperuntukan guna

produksi hasil hutan untuk memenuhi keperluan masyarakat pada

13
Bambang Eko Supriadi, 2013, Hukum Agraria Kehutanan: Aspek Hukum Pertanahan
Dalam Pengelolaan Hutan Negara, Rajawali Pers, Jakarta, hlm. 72.

20
umumnya, serta pembangunan, industri, dan ekspor. Hutam produksi

dibagi tiga, yaitu:

a. Hutan produksi terbatas (HPT);

b. Hutan produksi biasa;

c. Hutan produksi yang dapat dikonversi (HPK)

d. Pengertian Kawasan Hutan Lindung

Hutan Lindung Hutan lindung menurut Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan adalah kawasan hutan yang

mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk

mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut,

dan memelihara kesuburan tanah. Hutan lindung adalah kawasan-kawasan resapan

air yang memiliki curah hujan tinggi dengan struktur tanah yang mudah meresapkan

air dan kondisi geomorfologinya mampu meresap air hujan sebesar-besarnya.

Hutan yang berfungsi sebagi pelindung merupakan kawasan yang keberadaannya

diperuntukkan sebagai pelindung kawasan air, pencegah banjir, pencegah erosi dan

pemeliharaan kesuburan tanah yang berbeda untuk pengertian konservasi. Kawasan

hutan dengan ciri khas tertentu mempunyai fungsi perlindungan, sistem penyangga

kehidupan, pengawetan keanekaragaman hayati serta pemanfaatan secara lestari

sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.14

F. Metode Penelitian

14
Arief Arifin, 2001, Hutan dan Kehutanan, Kanisius, Yogyakarta.

21
Untuk menjawab permasalahan yang akan diteliti, maka diperlukan suatu metode

yang berfungsi sebagai pedoman dalam melaksanakan penulisan, yaitu :

1. Metode Pendekatan

Berdasarkan perumusan masalah dan tujuan penelitian, maka metode

pendekatan yang digunakan adalah yuridis sosiologis (empiris) yakni penelitian

terhadap masalah dengan melihat dan memperhatikan norma hukum yang berlaku

dihubungkan dengan fakta-fakta yang ada dari permasalahan yang ditemui dalam

penelitian.15 Dalam hal ini penulis akan mengkaji tentang Pengakuan Hak Milik

Masyarakat Atas Tanah Pada Kawasan Hutan Lindung Berdasarkan Penunjukan

Kawasan Hutan Di Nagari Gantung Ciri Kabupaten Solok. Spesifikasi atau Sifat

Penelitian

Spesifikasi penelitian ini bersifat deskriptif. Dikatakan deskriptif karena

hasil penelitian ini diharapkan akan diperoleh gambaran atau lukisan faktual

mengani keadaan objek yang diteliti.16

2. Sifat Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif analitis, yang mana metode ini merupakan

metode yang dipakai untuk menggambarkan suatu kondisi atau keadaan yang

sedang berlangsung, tujuannya agar dapat memberikan data seteliti mungkin

mengenai objek penelitian sehingga mampu mengenali hal-hal yang bersifat ideal,

15
Bambang Sunggono, 2007, Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta,
hlm. 72-79.
16
Soerjono Soekanto, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, Penerbit Universitas
Indonesia (UI Press), Jakarta, hlm. 10.

22
kemudian dianalisis berdasarkan teori hukum atau peraturan perundang-undangan

yang berlaku.

3. Jenis dan Sumber Data

Data yang terkumpul merupakan data kuantitatif yaitu pengumpulan data

dalam jumlah besar dan mudah dikualifikasikan ke dalam kategori-kategori.17 Data

yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua jenis yaitu sebagai berikut:

a. Data Primer

Yakni data yang diperoleh secara langsung dari objeknya.18 Data primer

diperoleh atau dikumpulkan dengan melakukan studi lapangan (flied research)

dengan cara wawancara terhadap pihak-pihak yang terlibat langsung dalam

persoalan penelitian.

b. Data Sekunder

Yakni data yang diperoleh melalui bahan kepustakaan. Pengumpulan data

ini dengan studi atau penelitian kepustakaan (library research) yaitu dengan

mempelajari peraturan-peraturan, buku-buku yang berkaitan dengan penelitian

yang terdiri dari:

1. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang isinya bersifat

mengikat, memiliki kekuatan hukum serta dikeluarkan atau dirumuskan oleh

pemerintah dan pihak lainnya yang berwenang untuk itu. Secara sederhana, bahan

hukum primer merupakan semua ketentuan yang ada berkaitan dengan pokok

17
Amiruddin dan Zainal Askin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo
Persada, Jakarta, 2004, hlm. 49.
18
J. Supranto, Metode Penelitian Hukum dan Statistik,,PT Rineka Cipta, Jakarta, 2003, hlm.
2.

23
pembahasan, bentuk undang-undang dan peraturan-peraturan yang ada. Penelitian

ini menggunakan bahan hukum primer sebagai berikut:

a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

b. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

c. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Ketentuan Dasar

Pokok-Pokok Agraria

d. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan

e. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 45 Tahun 2011

f. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35 Tahun 2012

g. Peraturan Daerah Propinsi Sumatera Barat Nomor 16 Tahun 2008

tentang Tanah Ulayat dan Pemanfaatannya

2. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder adalah bahan yang memberikan penjelasan

mengenai bahan hukum primer, seperti rancangan undang-undang, hasil-hasil

penelitian, atau pendapat pakar hukum.19

3. Bahan Hukum Tersier

Bahan Hukum Tersier adalah bahan yang memberi petunjuk maupun

penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti kamus

(hukum) , ensiklopedia.20

4. Teknik Pengumpulan Data

19
Amiruddin dan Zainal Asikin, Op.cit., hlm. 25.
20
Ibid, hlm 32.

24
a. Wawancara

Teknik wawancara yang digunakan adalah teknik wawancara semi

terstruktur kepada pihak pemegang surat hak milik, masyarakat Nagari Gantung

Ciri, Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Solok, dan Dinas Kehutanan

Kabupaten Solok. Sistem yang digunakan dalam mengajukan pertanyaan dan

penggunaan terminologi lebih fleksibel daripada wawancara terstruktur. Tujuannya

untuk menggali sebanyak-banyaknya informasi dari pihak yang dijadikan

responden.

b. Studi Dokumen

Dalam hal ini penulis memperoleh data dengan mempelajari dokumen yang

berasal dari buku-buku, peraturan perundang-undangan, dan dokumen-dokumen

yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.

5. Pengolahan dan Analisis Data

a. Pengolahan Data

Merupakan suatu proses dimana setelah memperoleh data, kemudian

ditentukan materi-materi apa saja yang diperlukan sebagai bagian penulisan.

Melalui proses editing, yakni pengeditan seluruh data yang telah terkumpul dan

disaring menjadi suatu kumpulan data yang benar-benar dapat dijadikan suatu

acuan akurat dalam penarikan kesimpulan nantinya.

b. Analisis Data

25
Analisis dapat dirumuskan sebagai suatu proses penguraian secara

sistematis dan konsisten terhadap gejala-gejala tertentu.21 setelah semua data

terkumpul, baik data primer maupun data sekunder dilakukan analisis data secara

kualitatif, yaitu analisis yang dilakukan tidak menggunakan rumus statistik, dan

data tidak berupa angkaangka, tetapi menggunakan kalimat-kalimat yang

merupakan pandangan terhadap pakar, peraturan perundang-undangan, termasuk

data yang penulis peroleh di lapangan yang memberikan gambaran terperinci

mengenai permasalahan sehingga memperlihatkan sifat penelitian yang deskriptif,

dengan menguraikan data yang terkumpul melalui teknik pengumpulan data yang

digunakan. Kemudian dideskripsikan ke dalam bab-bab sehingga menjadi karya

ilmiah atau skripsi yang baik.

G. Sistematika Penulisan

Agar penulisan ini lebih terarah dan terstruktur, penulis merasa perlu untuk

menyusun sistematika penulisan yang terdiri dari satu kesatuan bab dan dimuat

sedemikian rupa sehingga satu sama lain saling berhubungan secara sistematis,

adapun sistematika penulisan ini adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini dikemukakan secara sistematis mengenai latar belakang

masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,

21
Soerjono Soekanto, Kesadaran Hukum dan Kepatuhan hukum, Jakarta, Penerbit
Rajawali, 1982, hlm 37

26
metode penelitian serta sistematika penelitian sebagai dasar

pemikiran pada bab-bab selanjutnya.

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Pada bbab ini penulis akan membahas tentang tinjauan mengenai

tanah, hak milik dan hutan.

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini penulis akan menguraikan terkait proses penetapan

kawasan hutan lindung di Nagari Gantung Ciri, Kabupaten Solok,

pengakuan hak milik atas tanah masyarakat pada kawasan hutan

lindung berdassarkan penunjukan kawasan hutan di Nagari Gantung

Ciri, Kabupaten Solok serta peran serta masyarakat dalam

pengelolaan kawasan hutan lindung di Nagari Gantung Ciri,

Kabupaten Solok.

BAB IV PENUTUP

Bab ini berisi kesimpulan dari objek permasalahan yang diteliti dan

saran yang diberikan terhadap objek permasalahan yang diteliti.

27

Anda mungkin juga menyukai