Anda di halaman 1dari 27

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
Konsep Lansia
1. Definisi Lansia
Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia.

Sedangkan menurut Pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No.13 Tahun 1998 tentang kesehatan dikatakan

bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun (Wijayanti.

Rahayu , 2016). Keberadaan usia lanjut ditandai dengan umur harapan hidup yang semakin

meningkat dari tahun ke tahun, hal tersebut membutuhkan upaya pemeliharaan serta peningkatan

kesehatan dalam rangka mencapai masa tua yang sehat, bahagia, berdaya guna, dan produktif

(PPRI NO. 43 Tahun 2004 tentang pelaksanaan upaya peningkatan kesejahteraan social lanjut

usia) (Wijayanti. Rahayu , 2016).

Usia lanjut dapat dikatakan usia emas karena tidak semua orang dapat mencapai usia

tersebut, maka orang berusia lanjut memerlukan tindakan keperawatan, baik yang bersifat

promotif maupun preventif, agar ia dapat menikmati masa usia emas serta menjadi usia lanjut

yang berguna dan bahagia(Wijayanti. Rahayu , 2016)

2. Proses Menua
Menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan

kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya

sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita. Ini

merupakan proses yang terus-menerus (berlanjut) secara alami. Ini dimulai sejak lahir dan

umumnya dialami pada semua makhluk hidup (Sumedi. Taat , 2016). Menjadi Tua (MENUA)

adalah suatu keadaan yang terjadi didalam kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses
sepanjang hidup yang tidak hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak

permulaan kehidupan. Menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti seseorang telah

melalui tahap-tahap kehidupannya, yaitu neonatus, toodler, pra school, school, remaja, dewasa

dan lansia. Tahap berbeda ini dimulai baik secara biologis maupun psikologis (Sumedi . Taat ,

2016).

Menurut WHO dan Undang-Undang No. 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia

pada pasal 1 ayat 2 yang menyebutkan bahwa umur 60 tahun adalah usia permulaan tua. Menua

bukanlah suatu penyakit, akan tetapi merupakan proses yang berangsur-angsur mengakibatkan

perubahan yang kumulatif, merupakan proses menurunnya daya tahan tubuh dalam menghadapi

rangsangan dari dalam dan luar tubuh yang berakhir dengan kematian. (Sumedi . Taat , 2016).

3. Batasan Lanjut Usia


1 Batasan umur lansia menurut organisasi kesehatan dunia (WHO) lanjut usia meliputi :

a. Usia pertengahan (middle age), ialah kelompok usia 45 sampai 59 tahun.

b. Lanjut usia (elderly) = antara 60 sampai 74 tahun.

c. Lanjut usia tua (old) = antara 75 sampai 90 tahun.

d. Usia sangat tua (very old) = diatas 90 tahun.

2.Menurut Setyonegoro, dalam Padila (2015) :

a.Usia dewasa muda (elderly adulthood) usia 18/20-25 tahun

b. Usia dewasa penuh (medlle years) atau maturitas usia 25-60/65 tahun

c. Lanjut usia (geriatric age) usia > 65/70 tahun, terbagi atas :
1) Young old (usia 70-75)

2) Old (usia 75-80)

3) Very old (usia >80 tahun)

3. Menurut Bee (1996) dalam padila (2015), bahwa tahapan masa dewasa adalah sebagai

berikut :

a. Masa dewasa muda (usia 18-25 tahun)

b. Masa dewasa awal (usia 26-40 tahun)

c. Masa dewasa tengah (usia 41-65 tahun)

d. Masa dewasa lanjut (usia 66-75 tahun)

e. Masa dewasa sangat lanjut (usia > 75 tahun)

Di Indonesia, batasan mengenai lanjut usia adalah 60 tahun ke atas, dalam Undang-Undang

Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia pada Bab1 Pasal 1 Ayat 2. Menurut

Undang-Undang tersebut di atas lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun ke

atas, baik pria maupun wanita (Padila, 2015).

4. Teori- teori proses menua

Sampai saat ini, banyak definisi dan teori yang menjelaskan tentang proses menua yang

tidak seragam. Proses menua bersifat individual, dimana proses menua pada setiap orang terjadi

dengan usia yang berbeda, dan tidak ada satu faktor pun yang ditemukan dalam mencegah proses

menua. Adakalanya seseorang belum tergolong tua (masih muda) tetapi telah menunjukan
kekurangan yang mencolok. Adapula orang yang tergolong lanjut usia penampilannya masih

sehat, bugar, badan tegap, akan tetapi meskipun demikian harus diakui bahwa ada berbagai

penyakit yang sering dialami oleh lanjut usia. Misalnya, hipertensi, diabetes, rematik, asam urat,

dimensia senilis, sakit ginjal. (Sumedi . Taat , 2016).

Teori-teori tentang penuaan sudah banyak yang dikemukakan, namun tidak semuanya bisa

diterima. Teori-teori itu dapat digolongkan dalam dua kelompok, yaitu yang termasuk kelompok

teori biologis dan teori psikososial (Sumedi . Taat , 2016).

1) Teori biologis

a) Teori jam genetik

Menurut Hay ick (1965) dalam (Sumedi . Taat , 2016) , secara genetik sudah terprogram

bahwa material didalam inti sel dikatakan bagaikan memiliki jam genetis terkait dengan

frekuensi mitosis. Teori ini didasarkan pada kenyataan bahwa spesies-spesies tertentu memiliki

harapan hidup (life span) yang tertentu pula. Manusia yang memiliki rentang kehidupan

maksimal sekitar 110 tahun, sel-selnya diperkirakan hanya mampu membelah sekitar 50 kali,

sesudah itu ak an mengalami deteriorasi.

b) Teori cross-linkage (rantai silang)

Kolagen yang merupakan usur penyusunan tulang diantaranya susunan molekular, lama

kelamaan akan meningkat kekakuanya (tidak elastis). Hal ini disebabkan oleh karena sel-sel

yang sudah tua dan reaksi kimianya menyebabkan jaringan yang sangat kuat. (Sumedi . Taat ,

2016).

c) Teori radikal bebas


Radikal bebas merusak membran sel yang menyebabkan kerusakan dan kemunduran

secara fisik.

d) Teori imunologi

a. Di dalam proses metabolisme tubuh, suatu saat di produksi suatu zat khusus. Ada jaringan

tubuh tertentu yang tidak dapat tahan terhadap zat tersebut sehingga jaringan tubuh menjadi

lemah.

b.System immune menjadi kurang efektif dalam mempertahankan diri, regulasi dan

responsibilitas.

e) Teori stress-adaptasi

Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasanya digunakan tubuh. Regenerasi jaringan

tidak dapat mempertahankan kestabilan lingkungan internal kelebihan usaha dan stress

menyebabkan sel-sel tubuh lelah terpakai .

f) Teori wear and tear (pemakaian dan rusak)

Kelebihan usaha dan stress menyebabkan sel-sel tubuh lelah (terpakai).

2) Teori psikososial

a. Teori integritas ego

Teori perkembangan ini mengidentifikasi tugas-tugas yang harus dicapai dalam tiap tahap

pekembangan. Tugas perkembangan terakhir merefleksikan kehidupan seseorang dan

pencapaiannya. Hasil akhir dari penyelesaian konflik antara integritas ego dan keputusasaan

adalah kebebasan. (Sumedi . Taat , 2016).


b. Teori stabilitas personal

Kepribadian seseorang terbentuk pada masa kanak-kanak dan tetap bertahan secara stabil.

Perubahan yang radikal pada usia tua bisa jadi mengindikasikan penyakit otak. (Sumedi . Taat ,

2016).

3) Teori Sosiokultural

Teori yang merupakan teori sosiokultural adalah sebagai berikut :

a. Teori pembebasan (disengagement theory)

Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia, seseorang berangsuran-angsur mulai

melepaskan diri dari kehidupan sosialnya, atau menarik diri dari pergaulan sekitarnya. Hal ini

mengakibatkan interaksi sosial lanjut usia menurun, sehingga sering terjadi kehilangan ganda

meliputi :

1. Kehilangan peran

2. Hambatan kontak sosial

3. Berkurangnya komitmen.

b. Teori aktifitas

Teori ini menyatakan bahwa penuaan yang sukses tergantung dari bagaimana seorang lanjut usia

merasakan kepuasan dalam beraktifitas dan mempertahankan aktifitas tersebut selama mungkin.

Adapun kualitas aktifitas tersebut lebih penting dibandingkan kuantitas aktifitas yang dilakukan

(Sumedi . Taat , 2016).


4) Teori konsekuensi fungsional

Teori yang merupakan teori fungsional adalah sebagai berikut :

1. Teori ini mengatakan tentang konsekuensi fungsional usia lanjut yang behubungan dengan

perubahan-perubahan karena usia dan faktor resiko bertambah.

2. Tanpa intervensi maka beberapa konsekuensi fungsional akan negatif, dengan intervensi

menjadi positif (Sumedi . Taat , 2016).

5. Perubahan–perubahan yang terjadi pada lanjut usia

A. Perubahan-perubahan fisik pada lansia menurut ( Sukrillah . Ulfa Agus . 2016)

1) Sel

Jumlah berkurang, ukuran membesar, cairan tubuh menurun, dan cairan intraseluler menurun.

2) Kardiovaskuler

Katup jantung menebal dan kaku, kemampuan memompa darah menurun (menurunnya kontraksi

dan volume), elastisitas pembuluh darah menurun, serta meningkatnya resistensi pembuluh darah

perifer sehingga tekanan darah meningkat .

3) Respirasi

Otot-otot pernafasan kekuatannya menurun dan kaku, elastisitas paru menurun, kapasitas residu

meningkat sehingga menarik napas lebih berat, alveoli melebar dan jumlahnya menurun,

kemampuan batuk menurun, serta terjadi penyempitan pada bronkus .

4) Persarafan
Saraf panca indra mengecil sehingga fungsinya menurun serta lambat dalam merespon dan

waktu bereaksi khususnya yang berhubungan denganstress. Berkurang atau hilangnya lapisan

myelin akson, sehingga menyebabkan kurangnya respon motorik dan reflek.

5) Muskuluskeletal

Cairan tulang menurun sehingga mudah rapuh, bungkuk, persendian membesar dan menjadi

kaku, kram, tremor, dan tendon mengerut dan mengalami sklerosis.

6) Gastrointestinal

Esophagus melebar, asam lambung menurun, lapar menurun dan peristaltik menurun sehingga

daya absorbsi juga ikut menurun. Ukuran lambung mengecil serta fungsi organ aksesori menurun

sehingga menyebabkan berkurangnya produksi hormone dan enzim pencernaan.

7) Pendengaran

Membrane timpani atrofi sehingga terjadi gangguan pendengaran. Tulang-tulang pendengaran

mengalami kekakuan.

8) Penglihatan

Respon terhadap sinar menurun, adaptasi terhadap gelap menurun, akomodasi menurun,

lapang pandang menurun, dan katarak.

9) Kulit

Keriput serta kulit kepala dan rambut menipis. Rambut dalam hidung dan telinga menebal.

Elastisitas menurun, vaskularisasi menurun, rambut memutih (uban), kelenjar keringat menurun,

kuku keras dan rapuh, serta kuku kaki tumbuh berlebihan seperti tanduk.
B. Konsep Dasar Hipertensi
1. Definisi hipertensi
Hipertensi merupakan suatu keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan darah secara

abnormal dan terus menerus pada beberapa kali pemeriksaan tekanan darah yang disebabkan satu

atau beberapa faktor risiko yang tidak berjalan sebagai mana mestinya dalam mempertahankan

tekanan darah normal (Wijaya dan Putri, 2013). Hipertensi merupakan suatu kondisi tekanan

darah yang meningkat pada sistolik di atas 140 mmHg dan tekanan diastolik di atas 90 mmHg

(Purnamasri . Diah ,2017). Hipertensi merupakan gangguan asimptomatik yang sering terjadi

ditandai dengan peningkatan tekanan darah persisten yang diukur paling sedikit dua kali

kunjungan. Satu kali pengukuran tekanan darah tidak memenuhi syarat sebagai diagnosis

hipertensi (Potter and Perry, 2005). Jadi dapat disimpukan hipertensi merupakan suatu keadaan

dimana terjadi peningkatan tekanan darah persisten dengan tekanan darah sistolik di atas 140

mmHg dan tekanan diastolik di atas 90 mmHg yang diukur paling sedikit dalam dua kali

kunjungan. (Purnamasri . Diah, 2017).

2. Klasifikasi hipertensi
Menurut Join National Comitten on Detection Evolution and Treatment of High Blood Pressure

VIII dalam Bell et al., (2015) mengklasifikasikan tekanan darah pada orang dewasa berusia 18

tahun atau ke atas sebagai berikut.

Tabel 1 Klasifikasi Hipertensi


Klasifikasi Tekanan Darah

Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)


Normal <120 dan <80
Prehipertensi 120-139 atau 80-89
Hipertensi stadium 1 140-159 atau 90-99
Hipertensi stadium 2 ≥160 atau ≥100

(Bell, Twiggs and Olin, 2015)

3. Penyebab hipertensi
Penyebab hipertensi dapat dibedakan menjadi dua golongan besar yaitu hipertensi primer

(essensial) dan hipertensi sekunder. Hipertensi primer merupakan hipertensi yang belum

diketahui penyebabnya dialami pada 90% penderita hipertensi sedangkan 10% sisanya

disebabkan karena hipertensi sekunder dimana hipertensi sekunder merupakan hipertensi yang

terjadi akibat penyebab yang jelas . Meskipun hipertensi primer penyebabnya belum diketahui

namun diperkirakan hipertensi primer disebabkan karena faktor keturunan, ciri perseorangan,

dan kebiasaan hidup. Hipertensi sekunder disebabkan karena penyakit ginjal seperti stenosis

arteri renalis, gangguan hormonal seperti feokromositoma, obat-obatan seperti kontrasepsi oral,

dan penyebab lain seperti kehamilan, luka bakar, tumor otak dll (Aspiani, 2015).

4. Faktor risiko hipertensi


Faktor risiko hipertensi dibagi menjadi 2 kelompok yaitu faktor yang tidak dapat diubah

dan faktor yang dapat diubah. Faktor risiko yang tidak dapat diubah antara lain umur, jenis

kelamin, dan genetik. Faktor risiko yang dapat diubah antara lain kebiasaan merokok, konsumsi

serat, stres, aktivitas fisik, konsumsi garam, kegemukan, kebiasaan konsumsi alkohol dan

dislipidemia . (Purnamasri . Diah, 2017).

5. Tanda dan gejala hipertensi


Sebagian besar penderita hipertensi tidak menampakkan gejala hingga bertahun-tahun. Jika

hipertensinya sudah bertahun-tahun dan tidak diobati bisa menimbulkan gejala seperti sakit
kepala, kelelahan, mual, muntah, sesak nafas, gelisah, pandangan menjadi kabur . (Purnamasri .

Diah, 2017).

6. Mekanisme Terjadinya Hipertensi


Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak di pusat

vasomotor, pada medula di otak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang

berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medula spinalis ke ganglia

simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls

yang bergerak ke bawah melalui sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron

preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke

pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan konstriksi

pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat memengaruhi respons

pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriksi. Individu dengan hipertensi sangat sensitif

terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.

Pada saat bersamaan dimana sistem sara. (Purnamasri . Diah, 2017).

f . Simpatis Merangsang Pembuluh


Darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan

tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medula adrenal mensekresi epinefrin, yang menyebabkan

vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat

respons vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran

darah ke ginjal, menyebabkan pelepasan renin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I

yang kemudian diubah menjadi angiotensin I, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya

merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium
dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor

tersebut cenderung mencetuskan keadaan hipertensi . (Purnamasri . Diah, 2017).

7. Penatalaksanaan Hipertensi

Penatalaksanaan hipertensi dibagi menjadi dua yaitu penatalaksanaan dengan terapi

farmakologis dan non farmakologis.

a. Terapi farmakologis

Berbagai penelitian klinis membuktikan bahwa, obat anti hipertensi yang diberikan tepat

waktu dapat menurunkan kejadian stroke hingga 35-40 %, infark miokard 20-25 %, dan gagal

jantung lebih dari 50 %. Obat-obatan yang diberikan untuk penderita hipertensi meliputi diuretik,

angiotensin-converting enzyme (ACE), Beta-blocker, calcium channel blocker (CCB), dll.

Diuretik merupakan pengobatan hipertensi yang pertama bagi kebanyakan orang dengan

hipertensi . (Purnamasri . Diah, 2017).

b. Terapi non farmakologis

1) Makan gizi seimbang

Pengelolaan diet yang sesuai terbukti dapat menurunkan tekanan darah pada penderita

hipertensi. Manajemen diet bagi penderita hipertensi yaitu membatasi gula, garam, cukup buah,

sayuran, makanan rendah lemak, usahakan makan ikan berminyak seperti tuna, makarel dan

salmon. (Purnamasri . Diah, 2017).

2) Mengurangi berat badan

Hipertensi erat hubungannya dengan kelebihan berat badan. Mengurangi berat badan dapat

menurunkan tekanan darah karena mengurangi kerja jantung dan volume sekuncup (Aspiani,
2015). Penderita hipertensi yang mengalami kelebihan berat badan (obesitas) dianjurkan untuk

menurunkan berat badan hingga mencapai IMT normal 18,5 – 22,9 kg/m2, lingkar pinggang <90

cm untuk laki-laki dan <80 cm untuk perempuan (Purnamasri . Diah, 2017).

3) Olahraga yang teratur

Olahraga teratur seperti berjalan, lari, berenang dan bersepeda bermanfaat untuk

menurunkan tekanan darah dan memperbaiki kinerja jantung (Aspiani, 2015). Senam aerobik

atau jalan cepat selama 30-45 menit lima kali perminggu dapat menurunkan tekanan darah baik

sistol maupun diastol. Selain itu, berbagai cara relaksasi seperti meditasi dan yoga merupakan

alternatif bagi penderita hipertensi tanpa obat (Purnamasri . Diah, 2017).

4) Berhenti Merokok

Berhenti merokok dapat mengurangi efek jangka panjang hipertensi karena asap rokok

yang mengandung zat-zat kimia beracun seperti nikotin dan karbon monoksida yang dihisap

melalui rokok dapat menurunkan aliran darah ke bebagai organ dan meningkatkan kerja jantung

(Aspiani, 2015).

5) Mengurangi konsumsi alkohol

Mengurangi konsumsi alkohol dapat menurunan tekanan darah sistolik. Sehingga penderita

hipertensi diupayakan untuk menghindari konsumsi alkohol . (Purnamasri . Diah, 2017).

6) Mengurangi stres

Stres dapat memicu penurunan aliran darah ke jantung dan meningkatkan kebutuhan

oksigen ke berbagai organ sehingga meningkatkan kinerja jantung, oleh karena itu dengan

mengurangi stres seseorang dapat mengontrol tekanan


darahnya . (Purnamasri . Diah, 2017).

8. Komplikasi Hipertensi

Tekanan darah yang tidak terkontrol dan tidak segera diatasi dalam jangka panjang akan

mengganggu pembuluh darah arteri dalam mensuplai darah ke organ-organ diantaranya jantung,

otak, ginjal dan mata. Hipertensi yang tidak terkontrol berakibat komplikasi pada jantung

meliputi infark jantung dan pembesaran ventrikel kiri dengan atau tanpa payah jantung.

Hematuria (urine yang disertai darah) dan oliguria (kencing sedikit) merupakan komplikasi

hipertensi pada ginjal. Komplikasi hipertensi juga dapat terjadi pada mata berupa

retinopati hipertensi. Stroke dan euchephalitis merupakan penyakit yang terjadi pada organ otak

sebagai akibat hipertensi yang tidak ditangani dalam waktu lama . (Purnamasri . Diah, 2017).

9. Asuhan Keperawatan Hipertensi

a. Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dari proses dimana kegiatan yang dilakukan yaitu :

mengumpulkan data, mengelompokkan data dan menganalisa data. Data fokus yang

berhubungan dengan hipertensi meliputi tingkat kesadaran, hasil tandatanda vital, frekuensi

jantung meningkat, irama nafas meningkat, . (Purnamasri . Diah, 2017).Adapun proses

pengkajian primer (primary assesment). Pengkajian primer dengan data subjektif yang

didapatkan yaitu : adanya keluhan sakit kepala, pusing, leher tegang. Keluhan penyakit ini :

mekanisme terjadinya. (Purnamasri . Diah, 2017).

b. Riwayat penyakit terdahulu : adanya penyakit jantung atau riwayat penyakit hipertensi,

kebiasaan makan-makanan kalium, kebiasaan minum alkohol, dan rokok, stress. Data
obyektif : airway adanya perubahan pola nafas (abnea yang diselingi oleh hiperventilasi).

(Purnamasri . Diah, 2017).

c. Jalan nafas normal. Breathing (pernapasan) dilakukan auskultasi dada terdengar normal,

irama nafas teratur. Respiration rate ≤ 22x/menit. Sirkulation adanya perubahan tekanan

darah atau normal (hipertensi). Perubahan frekuensi jantung (bradikardi, takikardi).

Disability adanya lemah/lelah, pusing, mual, muntah. Pengkajian sekunder terdiri dari

keluhan utama yaitu adanya penurunan kesadaran, perubahan fungsi gerak, perubahan

penglihatan. (Purnamasri . Diah, 2017).

d. Riwayat sosial dan medis yaitu riwayat penggunaan dan penyalahgunaan alkohol

dan adanya riwayat darah tinggi tak terkontrol. Pada sirkulasi adanya peningkatan nadi, irama,

denyut nadi kuat, ekstrenitas teraba hangat/dingin warna kulit sianosis, pucat, kemerahan,

capylaryrefiltime ≤ 2 detik, adanya edema pada muka, tangan, tungkai adanya perubahan,

plaeliminasiuri dan fekal, penurunan nafsu makan, muntah. Pengobatan sebelum ke puskesmas

yaitu mengidentifikasi penggunaan obat-obatan, perubahan pada diet, penggunaaan obat yang

dijual bebas. Setelah melakukan pengkajian primer dan sekunder selanjutnya melakukan

pemeriksaan fisik. Pemeriksaan ini meliputi yang pertama pemeriksaan tingkat kesadaran

sebagai indikator yang paling awal dari perubahan status dan keadaan neurologis, juga

peningkatan tekanan intrakranial ditandai dengan sakit kepala, mual muntah dan pemeriksaan

skala pengukuran otot diukur dengan (0) kontraks otot tidak terdeteksi, (1) kejadian yang

hampir tidak terdeteksi atau bebas kontraksi dengan observasi atau palpasi, (2) pergerakan aktif

bagian tubuh dengan mengeliminasi gravitasi, (3) pergerakan aktif hanya melawan gravitasi

dan tidak melawan tahanan, (4) pergerakan aktif melawan gravitasi dan sedikit melawan
tahanan, (5) pergerakan aktif melawan tahanan penuh tanpa adanya kelelahan otot (kekuatan

otot normal). (Purnamasri . Diah, 2017).

e. Pengkajian responsivenes (kemampuan untuk bereaksi) pengkajiaan

menggunakan level kesadaran kuantitatif yaitu composmentis yaitu kesadaran normal, sadar

sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya. Apatis yaitu

keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh.

Delirium yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu) memberontak, berteriak-riak,

berhalusinasi, kadang berhayal. Somnolen (optundasi, letargi), yaitu kesadaran menurun,

respon psikomotor yang lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang

(mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu memberi jawaban verbal. Stupor (spoor,

koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada respon terhadap nyeri. Coma (comatose)

yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak bisa respon terhadap rangsangan apapun (tidak ada respon

kornea maupun refleks muntah, mungkin tidak ada respon pupil terhadap cahaya) dengan

glasgowcoma scale (GCS), respon pasien yang perlu diperhatikan mencakup 3 hal yaitu rekasi

membuka mata, bicara dan motorik. Hasil pemeriksaan dinyatakan dalam derajat (score)

dengan rentang angka 1-6 tergantung responnya. Eye (respon membuka mata) : (4) : spontan,

(3) : dengan rangsangan suara (suruh pasien membuka mata) (2) : dengan rangsangan nyeri

(berikan rangsangan nyeri misalnya menekan kuku jari), (1) : tidak ada respon. Verbal (respon

verbal) : (5) orientasi baik, (4) : bingung, berbicara mengacau (sering bertanya berulang-ulang)

disorientasi tempat dan waktu, (3) : kata-kata saja. (berbicara tidak jelas, tapi kata-kata masih

jelas, namun tidak dalam satu kalimat, (2) : suara tanpa arti (mengerang), (1) : tidak ada respon.

Motorik (respon motorik) : (6) mengikuti perintah, (5) melokalisir nyeri (menjangkau dan

menjauhkan stimulus saat diberi rangsangan nyeri (4) menghindari/menarik ektrenitas atau
tubuh mejauhi stimulus saat diberi rangsangan nyeri, (3) fleksiabnormal (tangan satu atau

kedua posisi kaku diatas dada dan kaki ekstensi saat diberi rangsangan nyeri, (2) ekstensi

apnormal (tangan satu atau keduanya ekstensi di sisi tubuh, dengan jari mengepal dan kaki

ekstensi saat diberi rangsangan nyeri), (1) tidak ada respon. Hasil pemeriksaan tingkat

kesadaran berdasarkan Glasglow coma scale disajikan dalam simbol EVM. Selanjutnya nilai

nilai dijumlahkan, nilai tertinggi adalah 15 yaitu Eyes 4, verbal 5, motorik 6 dan terendah

adalah 3 eye 1, verbal 1, motorik 1. Ketika pengkajian status mental dimana alat yang paling

sering digunakan untuk mengkaji fungsi kognitif mini mental state exmination (MMSE).

(Purnamasri . Diah, 2017).

f. Diagnosa keperawatan

Masalah keperawatan yang dapat muncul pada klien dengan hipertensi adalah: 1. Risiko

penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan tekanan darah, vasokontriksi. 2.

Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis (Iskemia). 3.Potensial perubahan perfusi

jaringan : Cerebral, Ginjal, Jantung berhubungan dengan gsnggusn sirkulasi. 4. Kurang

pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang proses penyakit (Purnamasri . Diah,

2017)

g. Intervensi .keperawatan

1) Risiko Penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan tekanan darah,

vasokontriksi. Goal : Efektifitas pompa jantung normal dengan kriteria hasil : vital sign dalam

rentang normal, dapat mentoleransi aktifitas, tidak ada kelelahan. Intervensi : 1. Monitor vital

sign tekanan darah,nadi, respirasi, suhu. Rasional : Untuk mengetahui perkembangan ada

tidaknya peningkatan tekanan intra kranial.


2. Monitor sianosis periver. Rasional : Sebagai langkah awal untuk mengetahui kadar oksigen

dalam darah yang merupakan gejala dari berbagai penyakit jantung dan paru-paru.

3. Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign. Rasional : Respon tubuh terhadap kecemasan

dan kelelahan menjadi penyebab utama perubahan pada vital sign,

4. Monitor status respirasi, Rasional : Status respirasi yang buruk bisa saja disebabkan oleh

edema paru dan erat kaitannya dengan terjadinya gagal jantung.

5. Auskultasi bunyi napas : bunyi tambahan dan bunyi jantung : murmur. Rasional : Adanya

krakel dapat mengindikasikan terjadinya gagal jantung.

6. Kolaborasi pemberian obat hipertensi. Rasional : Untuk menghambat pembentukan zat

angiotensin. (Purnamasri . Diah, 2017).

2) Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis (Iskemia) Goal : Nyeri hilang atau

berkurang selama perawatan dengan kriteria hasil : Wajah rilkes skala nyeri menurun sampai

dengan tidak nyeri. Intervensi :

1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristif, durasi,

frekuensi.

2. Observasi reaksi non verbal dari ketidak nyamanan.

3. Lanjutkan teknik non farmakologi.

4. Kolaborasi pemberian analgetik.

3) Potensial perubahan perfusi jaringan : Cerebral, Ginjal, Jantung berhubungan dengan

gangguan sirkulasi. Goal : Pasien akan mempertahankan perfusi jaringan yang normal selama
dalam perawatan dengan kriteria hasil tidk ada keluhan sakit kepala, pusing, tekanan darah

dalam batas normal. Intervensi : 1. Pertahankan tirah baring. 2. Amati adanya hipotensi

mendadak. 3. Ukur cairan masuk dan keluar. 4. Ambulasi sesuai kemampuan : dari kelelahan. 4)

Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang proses penyakit Goal :

Memahami proses penyakit dengan kriteria hasil : pasien mengatakan pemahaman tentang

penyakit, pasien mampu menjelaskan kembali apa yang sudah dijelaskan oleh tim kesehatan.

Intervensi : 1. Jelaskan patofisiologi dari penyakit hipertensi. Rasional : memahami pengertian

hipertensi. 2. Jelaskan tanda dan gejala hipertensi. Rasional : mengetahui tanda dan gejala

hipertensi. 3. Jelaskan hal hal/kebiasaan yang harus dihindari. Rasional : mengetahui dan mampu

menerapkan pola hidup sehat bebas hipertensi. (Purnamasri . Diah, 2017).

h. Implementasi Untuk iplementasi, disesuaikan dengan rencana tindakan yang telah ditetapkan

sesuai diagnosa. Tindakan keperawatan adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana

keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan. Pada tahap ini perawat yang akan

memberikan perawatan kepada pasien dan sebaiknya tidak bekerja sendiri tetapi juga

melibatkan tenaga medis yang lain untuk memenuhi kebutuhan pasien (Padila 2013). 1. Risiko

penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan tekanan darah, vasokontriksi.

Mengobservasi vital sign untuk mengetahui perkembangan kondisi pasien, mengobservasi

adanya sianosis perifer apakah ada nampak warna kebiruan pada kuku jari tangan dan kaki,

mengidentifikasi penyebab dari perubahan vital sign seperti adanya kecemasan dan kelelahan. 2.

Nyeri akut berhubungan denga agen cidera biologis (Iskemik) melakukan pengkajian nyeri

secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi. Mengobservasi reaksi non

verbal dari ketidak nyamanan, mengajarkan teknik non farmakologi (relaksasi, distraksi),

melakukan kolaborasi pemberian analgetik. 3. Potensial perubahan perfusi jaringan : Cerebral,


Ginjal, Jantung berhubungan dengan gangguan sirkulasi, mempertahankan tirah baring,

mengamati adanya hipotensi mendadak, mengukur cairan masuk dan keluar, menganjurkan

lakukan ambulasi sesuai kemampuan : dari kelelahan. 4.Kurang pengetahuan berhubungan

dengan kurang informasi tentang proses penyakit. Menjelaskan patofisiolagi dari penyakit

hipertensi, menjelaskan tanda dan gejala dari hipertensi, menjelaskan hal hal/kebiasaan yang

harus dihindari seperti batasi mengkomsumsi garam hanya ½ sendok teh/hari, dari makanan yang

berlemak, rokok, alkohol. (Purnamasri . Diah, 2017).

i. Evaluasi

Tahap penilaianatau evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan terencana tentang

kesehatan pasien dengan tujuan/kriteria hasil yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara

berkesinambungan dengan melibatkan tenaga medis yang lain agar mencapai tujuan/kriteria hasil

yang telah ditetapkan. Evaluasi pada asuhan keperawatan dilakukan secara sumatif dan formatif.

Konsep Penurunan Curah Jantung

1. Pengertian Penurunan Curah Jantung

Penurunan curah jantung merupakan suatu keadaan dimana ketidakadekuatan jantung

memopa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh (Yueniwati. Yuyun , 2015).

Penurunan curah jantung merupakan suatu keadaan dimana ketidakadekuatan jantung memopa

darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017). .

2. Etiologi

Etiologi dari penurunan curah jantung pada gagal jantung kongestif (Yueniwati. Yuyun ,

2015).
a. Perubahan irama jantung

b. Perubahan frekuensi jantung

c. Perubahan kontraktilitas

d. Perubahan preload

e. Perubahan afterload

3. Patofisiologi

Gagal jantung kongestif merupakan kongesti sirkulasi akibat disfungsi miokardium. Gagal

jantung kongestif terjadi ketika kemampuan kontraktilitas jantung berkurang, menimbulkan

gerakan abnormal pada dinding jantung, daya kembang ruang jantung menjadi berubah, dan

ventrikel tidak mampu memompa darah keluar sebanyak yang masuk selama diastole .

Hal ini menyebabkan volume akhir diastolik atau biasa disebut dengan preload pada ventrikel

secara progresif meningkat. Seiring dengan peningkatan preload, sel-sel otot ventrikel

mengalami peregangan melebihi batas panjang optimalnya. Tegangan yang dihasilkan menjadi

berkurang karena ventrikel teregang oleh darah. Semakin berlebih beban awal dari ventrikel,

semakin sedikit darah yang dapat dipompa keluar, sehingga afterload menurun. Akibatnya

volume sekuncup, curah jantung dan tekanan darah turun (Yueniwati. Yuyun , 2015).

3. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi

Faktor sebagai penyebab tersering kegagalan pompa jantung pada gagal jantung kongestif adalah

penyakit hipertensi, penyakit jantung bawaan, diabetes mellitus dan kardiomiopati. Lebih lanjut

dijelaskan bahwa diantara faktor tersebut, risiko tinggi bermula pada hipertensi sebanyak 75%.
Berdasarkan studi dari Framingham, gagal jantung rata-rata terjadi pada laki-laki dan perempuan

yang rasio setiap tahunnya 10 per 1000 populasi dengan usia diatas 65 tahun Faktor pencetus

terjadinya penyakit gagal (Yueniwati. Yuyun , 2015). jantung yaitu peningkatan asupan garam,

ketidakpatuhan menjalani pengobatan anti gagal jantung, serangan hipertensi, aritmia akut,

infeksi atau demam, anemia, emboli paru, tirotoksikosis, kehamilan dan endokarditis infektif

(Aspiani, 2015).

4. Manifestasi Klinis

Menurut manifestasi klinis da(Yueniwati. Yuyun , 2015). ri penurunan curah

jantung yaitu :

a. Perubahan irama jantung

Pasien mengeluh mengalami palpitasi (jantung berdebar), bradikardia/ takikardia dan

terlihat gambaran aritmia pada pemeriksaan EKG

b. Perubahan preload

Pasien mengeluh lelah, terdapat edema, distensi vena jugularis dan pembersaran organ

hati .

c. Perubahan afterload

Pasien mengalami dyspnea (sesak nafas), tekanan darah menurun, capillary refill time > 3

detik, produksi urine berkurang (oliguria) dan sianosis.

d. Perubahan kontraktilitas
Pasien mengalami paroxysmal nocturnal dyspnea (PND), kesulitan bernafas dalam posisi

telentang (ortopnea), batuk, terdengar suara jantung (S3 dan S4) dan fraksi ejeksi menurun.

3. KONSEP TERAPI RELAKSASI OTOT PROGRESIF


1. Pengertian relaksasi progresif
Relaksasi progresif adalah memusatkan suatu perhatian pada suatu aktivitas otot dengan

mengidentifikasi otot yang tegang kemudian menurunkan ketegangan dengan melakukan teknik

relaksai, untuk mendapat perasaan relaksasi (Tanjudin. Istiana , 2019). Relaksasi progresif

merupakan kombinasi latihan pernafasan yang terkontrol dengan angkaian kontraksi serta

relaksasi otot Relaksasi progresif adalah teknik relaksasi otot dalam yang memerlukan

imajinasi dan sugesti (Tanjudin. Istiana , 2019).

2. Tujuan relaksasi progresif


Bahwa tujuan dari relaksasi progresif adalah (Tanjudin. Istiana , 2019).

1) Menurunkan ketegangan otot, kecemasan, nyeri leher dan punggung, tekanan darah tinggi,

frekuensi jantung, dan laju metabolic.

2) Mengurangi distritmia jantung, kebutuhan oksigen.

3) Meningkatkan gelombang alfa otak yang terjadi ketika klien sadar dan tidak

memfokus perhatian seperti relaks

4) Meningkatkan rasa kebugaran, konsentrasi.

5) Memperbaiki kemampuan untuk mengatasi stres.

6) Mengatasi insomnia
7) Membangun emosi dari emosi negatif

c. Manfaat relaksasi progresif

Relaksasi progresif memberikan hasil yang memuaskan dalam program terapi terhadap

ketegangan otot, menurunkan ansietas, memfalisitasi tidur, depresi, mengurangi kelelahan, kram

otot, nyeri pada leher dan punggung, menurunkan tekanan darah tinggi, fobia ringan serta

meningkatkan konsentrasi. Target yang tepat dan jelas dalam memberikan relaksasi progresif

pada keaadaan yang memiliki respon ketegangan otot yang cukup tinggi dan membuat tidak

nyaman sehingga dapat mengganggu kegiatan sehari-hari. (Tanjudin. Istiana , 2019).

d. Prinsip kerja relaksasi progresif

Dalam melakukan relaksasi progresif hal yang paling penting dikenali adalah ketegangan otot,

ketika otot berkontraksi (tegang) maka rangsangan akan disampaikan ke otak melalui jalur saraf

afferent. Tenson merupakan kontraksi dari serat otot rangka yang menghasilkan sensasi

tegangan. Relaksasi adalah pemanjangan dari serat otot tersebut yang dapat menghilangkan

sensasi ketegangan. Setelah memahami dalam mengidentifikasi sensasi tegang, kemudian

dilanjutkan dengan merasakan relaks, ini merupakan sebuah prosedur umum untuk

mengidentifikasi lokalisasi, relaksasi dan merasakan perbedaan antara keadaan tegang (tension)

dan relaksasi yang akan diterapkan pada semua kelompok otot utama.

E. Prosedur Terapi Relaksasi Progresif

1) Pengertian :
Relaksasi progresif adalah memusatkan suatu perhatian pada suatu aktivitas otot dengan

mengidentifikasi otot yang tegang kemudian menurunkan ketegangan dengan melakukan teknik

relasai, untuk mendapat perasaan relaksasi (Tanjudin. Istiana , 2019).

2) Tujuan Terapi : Menurunkan ketegangan otot, kecemasan, nyeri leher dan punggung, tekanan

darah tinggi, frekuensi jantung, dan laju metabolik (Tanjudin. Istiana , 2019).

3) Persiapan

a) Ruangan yang nyaman

b) Musik lembut

4) Pelaksanaan

1) Meminta kepada klien untuk melonggarkan pakaian, ikat pinggang membuka

sepatu dan kaos kaki.

2) Meminta klien untuk memejamkan matanya dengan lembut

3) Meminta klien untuk menarik nafas dalam dan menghembuskan nafas dengan

panjang

4) Meminta kepada pasien untuk : menarik nafas dalam dan menghembuskan

dengan panjang

5) Meminta pasien : mengerutkan dahi, mengedipkan mata, membuka mulut lebar-lebar,

,menekan lidah pada langit-langit mulut, mengatupkan rahang kuat-kuat, bibir dimonyongkan
kedepan dan tetaplah tegang selama 5 detik, hembuskan nafas perlahan dan kendurkan secara

perlahan katakan dalam hati : “rileks dan pergi”

6) Meminta pasien menekan kepala kebelakang, anggukkan kepala kearah dada

7) Meminta pasien untuk memutar kepala kebahu kanan, dan putar kepala kebahu kiri

8) Mengangkan kedua bahu seolah ingin menyentuh telinga, mengangkat bahu kanan seolah-olah

ingin menyentuh telinga, dan mengangkat bahu kiri seolaholah ingin menyentuh telinga

9) Menahan lengan dan tangan mengepal, kemudian mengepalkan tangan bengkokkan lengan

pada siku, mengencangkan lengan sambil tetap mengepalkan tangan, tahan 5 detik, hembuskan

nafas perlahan sambil mengendurkan dan katakan dalam hati “rileks dan pergi”

10) Menarik nafas dalam dan mengencangkan otot-otot dada dan tahan 5 detik, hembuskan nafas

dan kendurkan secara perlahan, sambil katakan dalam hati : “relaks dan pergi”

11) Mengencangkan perut, menekan keluar dan tarik kedalam, tahan 5 detik, hembuskan nafas

dan kendurkan perlahan sambil katakan dalam hati “rileks dan pergi”

12) Meminta melengkungkan punggung ke belakang sambil menarik nafas dalam dan tekan

lambung keluar, tahan 5 detik, hembuskan nafas dan kendurkan secara perlahan, katakan : “rileks

dan pergi”

13) Meminta mengencangkan pinggang, tekan tumit kaki ke lantai, kencangkan otot kaki

dibawah lutut, tekuk jari kaki kebawah seolah – olah menyentuh telapak kaki, angkat jari kaki

keatas seolah – olah hendak menyentuh lutut, tahan 5 detik, hembuskan nafas dan kendurkan

secara perlahan, katakan : “rileks dan pergi” (Tanjudin. Istiana , 2019).


5. Evaluasi

a) Mengeksplorasi perasaan pasien

b) Memberikan kesempatan kepada pasien untuk memberikan umpan balik dari

terapi yang telah dilakukan .

Anda mungkin juga menyukai