Anda di halaman 1dari 20

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori

1. Hiperemesis Gravidarum

a. Pengertian Hiperemesis Gravidarum

Emesis gravidarum adalah gejala yang wajar atau sering terdapat

pada kehamilan trimester pertama. Mual biasanya terjadi pada pagi

hari, tetapi ada yang timbul setiap saat dan malam hari. Gejala-gajala

ini biasanya terjadi 6 minggu setelah hari pertama haid terahir dan

berlangsung kurang lebih 10 minggu (Wiknjosastro, 2007 hal 98).

Hiperemesis gravidarum adalah keluhan mual dan muntah hebat

lebih dari 10 kali sehari dalam masa kehamilan yang dapat

menyebabkan kekurangan cairan, penurunan berat badan, atau

gangguan elektrolit, sehingga menganggu aktivitas sehari-hari dan

membahayakan janin dalam kandungan. Mual dan muntah berlebihan

yang terjadi pada wanita hamil sehingga menyebabkan terjadinya

ketidakseimbangan kadar elektrolit, penurunan berat badan (lebih dari

5% berat badan awal), dehidrasi, ketosis, dan kekurangan nutrisi. Hal

tersebut mulai terjadi pada minggu keempat sampai kesepuluh

kehamilan dan selanjutnya akan membaik pada usia kehamilan 20

minggu, namun pada beberapa kasus dapat terus berlanjut sampai pada

kehamilan tahap berikutnya (Runiari, 2010 hal 65).

7
8

Pada umumnya hiperemesis gravidarum terjadi pada minggu ke

6-12 masa kehamilan, yang dapat berlanjut sampai minggu ke 16-20

masa kehamilan. Mual dan muntah merupakan gejala yang wajar

ditemukan pada kehamilan triwulan pertama. Biasanya mual dan

muntah terjadi pada pagi hari sehingga sering dikenal dengan morning

sickness. Sementara setengah dari wanita hamil mengalami morning

sickness, antara 1,2 - 2% mengalami hiperemesis gravidarum, suatu

kondisi yang lebih serius (Huliana, 2001 hal 78)

Hampir 50% wanita hamil mengalami mual dan biasanya mual

ini mulai dialami sejak awal kehamilan. Mual muntah saat hamil muda

sering disebut morning sickness tetapi kenyataannya mual muntah ini

dapat terjadi setiap saat. Pada beberapa kasus dapat berlanjut sampai

kehamilan trimester kedua dan ketiga, tapi ini jarang terjadi (Ratna,

2010 hal 45).

b. Tingkatan Hiperemesis Gravidarum

Runiari (2010 hal 58) menyatakan bahwa tidak ada batasan yang

jelas antara mual yang bersifat fisiologis dengan hiperemesis

gravidarum, tetapi bila keadaan umum ibu hamil terpengaruh

sebaiknya dianggap sebagai hiperemesis gravidarum. Menurut berat

ringannya gejala hiperemesis gravidarum dapat dibagi ke dalam tiga

tingkatan sebagai berikut :


9

1) Tingkat I

Muntah terus menerus yang mempengaruhi keadaan umum. Pada

tingkatan ini ibu hamil merasa lemah, nafsu makan tidak ada, berat

badan menurun dan merasa nyeri pada epigastrium. Nadi

meningkat sekitar 100 kali per menit, tekanan darah sistolik

menurun, dapat disertai peningkatan suhu tubuh, turgor kulit

berkurang, lidah kering dan mata cekung.

2) Tingkat II

Ibu hamil tampak lebih lemas dan apatis, turgor kulit lebih

menurun, lidah kering dan tampak kotor, nadi kecil dan cepat,

tekanan darah turun, suhu kadang-kadang naik, mata cekung dan

sedikit ikterus, berat badan turun, hemokonsentrasi, oligouria, dan

konstipasi. Aseton dapat tercium dari hawa pernapasan karena

mempunyai aroma yang khas, dan dapat pula ditemukan dalam

urine.

3) Tingkat III

Keadaan umum lebih parah, muntah berhenti, kesadaran menurun

dari somnolen sampai koma, nadi kecil dan cepat, tekanan darah

menurun, serta suhu meningkat. Komplikasi fatal terjadi pada

susunan saraf yang dikenal sebagai wenickle ensefalopati. Gejala

yang dapat timbul seperti nistagmus, diplopia, dan perubahan

mental, keadaan ini adalah akibat sangat kekurangan zat makanan,

termasuk vitamin B kompleks. Timbulnya ikterus menunjukkan


10

terjadinya payah hati. Pada tingkatan ini juga terjadi perdarahan

dari esofagus, lambung, dan retina.

c. Akibat hiperemesis gravidarum

Hiperemesis gravidarum tidak hanya mengancam kehidupan klien,

namun dapat menyebabkan efek samping pada janin seperti abortus,

berat badan lahir rendah, kelahiran prematur dan malformasi pada bayi

lahir (Gross dalam Runiari, 2010 hal 61). Penelitian yang dilakukan

oleh Paawi (2005) didapatkan bahwa hiperemesis gravidarum

merupakan faktor yang signifikan terhadap memanjangnya hari rawat

bagi bayi yang dilahirkan. Ada peningkatan angka kematian

Intrauterin Growth Retardation (IUGR) pada klien hiperemesis

gravidarum yang mengalami penurunan berat badan lebih dari 5%.

Selain berdampak fisiologis pada kehidupan klien dan janinnya,

hiperemesis gravidarum juga memberikan dampak secara psikologis,

sosial, spiritual dan pekerjaan. Secara psikologis dapat menimbulkan

dampak kecemasan, rasa bersalah dan marah. Jika mual dan muntah

menghebat, maka timbul self pity dan dapat terjadi konflik antara

ketergantungan dan kehilangan kontrol. Berkurangnya pendapatan

akibat berhenti bekerja mengakibatkan timbulnya ketergantungan

terhadap pasangan (Simpson, et. Al., 2001).

Kontak sosial dengan orang lain juga berubah karena klien

mengalami perubahan yang sangat kompleks terhadap kehamilannya.

Media yang berkembang menjelaskan bahwa kehamilan merupakan


11

keadaan fisiologis dan psikoemosional yang optimal, sehingga jika

wanita mengalami mual dan muntah yang menghebat dianggap sebagai

kegagalan perkembangan wanita (Runiari, 2010 hal 62)

d. Patofisiologi hiperemesis gravidarum

Patofisiologi hiperemesis gravidarum dapat disebabkan karena

peningkatan Hormone Chorionic Gonodhotropin (HCG) dapat menjadi

faktor mual dan muntah. Peningkatan kadar hormon progesteron

menyebabkan otot polos pada sistem gastrointestinal mengalami

relaksasi sehingga motilitas menurun dan lambung menjadi kosong.

Hiperemesis gravidarum yang merupakan komplikasi ibu hamil muda

bila terjadi terus menerus dapat mengakibatkan dehidrasi, ketidak-

seimbangan elektrolit, serta dapat mengakibatkan cadangan

karbohidrat dan lemak habis terpakai untuk keperluan energi.

(Winkjosastro, 2007 hal 185)

Pada beberapa kasus berat, perubahan yang terjadi berhubungan

dengan malnutrisi dan dehidrasi yang menyebabkan terdapatnya non

protein nitrogen, asam urat, dan penurunan klorida dalam darah,

kekurangan vitamin B1, B6, B12, dapat mengakibatkan terjadinya

anemia (Mitayani, 2009 hal 56).

e. Etiologi dan faktor yang berhubungan dengan hiperemesis gravidarum

Etiologi hiperemesis gravidarum belum diketahui dengan pasti.

Dulu penyakit ini dikelompokkan ke dalam penyakit toksemia

gravidarum karena diduga adanya semacam “racun” yang berasal dari


12

janin atau kehamilan. Penyakit ini juga digolongkan ke dalam gestosis

bersama pre-eklampsi dan eklampsi. Nama gestosis dini diberikan

untuk hiperemesis gravidarum dan gestosis lanjut untuk hipertensi

(pre-eklampsi dan eklampsi) dalam kehamilan (Runiari, 2010 hal 63).

Runiari (2010) dan Guyton (2004) menjelaskan beberapa teori

penyebab terjadinya hiperemesis gravidarum namun tidak ada satupun

yang dapat menjelaskan proses terjadinya secara tepat. Teori tersebut

antara lain adalah (Runiari, 2010 hal 63):

1) Teori Endokrin

Teori endokrin menyatakan bahwa peningkatan kadar progesteron,

estrogen, dan Human Chorionic Gonadotropin (HCG) dapat

menjadi faktor pencetus mual muntah. Peningkatan hormon

progesteron menyebabkan otot polos pada sistem gastrointestinal

mengalami relaksasi, hal itu mengakibatkan penurunan motilitas

lambung sehingga pengosongan lambung melambat. Refleks

esofagus, penurunan motilitas lambung dan penurunan sekresi dari

asam hidroklorid juga berkontribusi terhadap terjadinya mual dan

muntah. Selain itu HCG juga menstimulasi kelenjar tiroid yang

dapat mengakibatkan mual dan muntah.

Hormon progesteron ini dihasilkan oleh korpus luteum pada masa

awal kehamilan dan mempunyai fungsi menenangkan tubuh ibu

hamil selama kehamilan, termasuk saraf ibu hamil sehingga

perasaan ibu hamil menjadi tenang. Hormon ini berfungsi untuk


13

membangun lapisan di dinding rahim untuk menyangga plasenta di

dalam rahim. Hormon ini juga dapat berfungsi untuk

mencegah gerakan kontraksi atau pengerutan otot-otot rahim.

Hormon ini dapat "mengembangkan" pembuluh darah sehingga

menurunkan tekanan darah, itu penyebab mengapa Anda

sering pusing saat hamil. Hormon ini juga membuat sistem

pencernaan jadi lambat, perut menjadi kembung atau sembelit.

Hormon ini juga mempengaruhi perasaan dan suasana hati ibu,

meningkatkan suhu tubuh, meningkatkan pernafasan, mual, dan

menurunnya gairah berhubungan intim selama hamil.

Seseorang dalam kondisi stress akan meningkatkan aktifitas saraf

simpatis, untuk melepaskan hormon stress berupa adrenalin dan

kortisol (Guyton, 2004 hal 46). Sistem imun merupakan komponen

penting dan responden adaptif stress secara fisiologis.

Stress menggunakan adrenalin dalam tubuh untuk meningkatkan

kepekaan, prestasi dan tenaga. Peningkatan adrenalin akan

memperkecil kontraksi otot empedu, menyempitkan pembuluh

darah perifer, meluaskan pembuluh darah koroner, meningkatkan

tekanan darah terial dan menambah volume darah ke jantung dan

jumlah detak jantung. Adrenalin juga menambah pembentukan

kolesterol dari lemak protein berkepadatan rendah (Guyton, 2004

hal 46).
14

Tekanan darah yang tinggi dan peningkatan denyut jantung akan

dapat meningkatkan HCG. HCG (Human Chorionic

Gonadotrophin) adalah hormone yang dihasilkan selama kehamilan,

yang dapat dideteksi dari darah atau air seni wanita hamil sesudah

kurang lebih 10 hari sesudah pembuahan. HCG ini dapat

menstimulasi terjadinya mual dan muntah pada ibu hamil (Guyton,

2004 hal 47).

2) Teori Metabolik

Teori metabolik menyatakan bahwa kekurangan vitamin B6 dapat

mengakibatkan mual dan muntah pada kehamilan.

3) Teori Alergi

Adanya histamin sebagai pemicu dari mual dan muntah

mendukung ditegakkannya teori alergi sebagai etiologi hiperemesis

gravidarum. Mual dan muntah berlebihan juga dapat terjadi pada

ibu hamil yang sangat sensitif terhadap sekresi dari korpus luteum.

4) Teori Infeksi

Hasil penelitian menemukan adanya hubungan antara infeksi

Helicobacter pykori dengan terjadinya hiperemesis gravidarum,

sehingga dijadikan dasar dikemukakannya teori infeksi sebagai

penyebab hiperemesis gravidarum.

5) Teori Psikosomantik

Menurut teori psikomatik, hiperemesis gravidarum merupakan

keadaan gangguan psikologis yang dirubah dalam bentuk gejala


15

fisik. Kehamilan yang tidak direncanakan dan tidak diinginkan

serta tekanan pekerjaan dan pendapatan menyebabkan terjadinya

perasaan berduka, ambivalen, serta konflik dan hal tersebut dapat

menjadi faktor psikologis penyebab hiperemesis gravidarum.

Gejala mual dan muntah dapat juga disebabkan oleh gangguan

traktus digestif seperti pada penderita diabetes mellitus (gastroparesis

diabeticorum). Hal ini disebabkan oleh gangguan motilitas usus atau

keadaan pasca operasi vagotomi. Selain merupakan reflesi gangguan

intrinsik dari lambung, gejala mual dan muntah dapat disebabkan oleh

gangguan yang bersifat sentral pada pusat muntah (chemoreceptor

trigger zone). Perubahan metabolisme hati juga dapat menjadi

penyebab penyakit ini, oleh karena itu pada kasus yang berat harus

dipikirkan kemungkinan akibat gangguan fungsi hati, kantung empedu,

pankreatitis, atau ulkus peptikum (Runiari, 2010 hal 69).

Mitayani (2009 hal 57) menyebutkan beberapa faktor yang

berpengaruh terhadap kejadian hiperemesis gravidarum meliputi :

1) Faktor predisposisi terdiri dari primigravida, molahidatidosa dan

kehamilan ganda

2) Faktor organik seperti alergi masuknya vilikohirialis sirkulasi,

perubahan metabolik akibat kehamilan dan resistensi ibu yang

menurun.
16

3) Faktor psikologis, meliputi pengetahuan, sikap, umur, paritas,

pekerjaan, stress, peningkatan hormon progesteron, estrogen dan

HCG, alergi, infeksi dan diabetes melitus.

2. Stress

a. Pengertian Stress

Stress merupakan istilah yang berasal dari bahasa latin

“stingere” yang berarti keras. Istilah ini mengalami perubahan seiring

dengan perkembangan penelahaan yang berlanjut dari waktu ke waktu

dari straise, strest, stresce dan stress. Selanjutnya istilah ini digunakan

dengan lebih menunjukkan kekuatan, tekanan, ketegangan atau usaha

keras yang berpusat pada benda dan manusia terutama kekuatan

mental manusia (Yosep, 2007 hal 64).

Menurut Mc Nerney dalam Yosep (2007 hal 64) menyebutkan

stress sebagai reaksi fisik, mental dan kimiawi dari tubuh terhadap

situasi yang menakutkan, membingungkan, membahayakan dan

merisaukan seseorang. Hardjana dalam Yosep (2007 hal 64)

menyebutkan bahwa stress sebagai keadaan atau kondisi yang tercipta

bila transaksi seseorang yang mengalami stress dan hal yang dianggap

mendatangkan stress membuat orang yang bersangkutan melihat

ketidaksepadanan antara keadaan atau kondisi dan system sumber daya

biologis, psikologis dan social yang ada padanya. Tubuh akan

memberikan reaksi tertentu terhadap berbagai tantangan yang dijumpai


17

dalam kondisi stress ini berdasarkan adanya perubahan biologi dan

kimia dalam tubuh.

b. Penyebab Stress

Yosep ( 2007 hal 65) menjelaskan stressor psikososial adalah

setiap keadaan atau peristiwa yang menyebabkan perubahan dalam

kehidupan seseorang sehingga orang itu terpaksa mengadakan adaptasi

atau menganggulangi stressor yang timbul. Namun demikian, tidak

semua mampu mengadakan adaptasi dan mampu menganggulanginya,

sehingga timbullah keluhan-keluhan kejiwaan antara lain depresi. Jenis

stressor psikososial pada umumnya dapat digolongkan sebagai berikut:

1) Perkawinan

Berbagai permasalahan perkawinan merupakan sumber stress yang

dialami seseorang, misalnya pertengkaran, perpisahan, perceraian,

kematian salah satu pasangan, ketidaksetiaan dan lain sebagainya.

Stressor ini dapat menyebabkan seseorang jatuh dalam depresi dan

kecemasan.

2) Problem orangtua

Permasalahan yang dihadapi orangtua, misalnya tidak punya anak,

kebanyakan anak, kenakalan anak, anak sakit. Permasalahan

tersebut di atas merupakan sumber stress yang pada gilirannya

dapat jatuh dalam depresi dan kecemasan.


18

3) Hubungan interpersonal

Gangguan ini dapat berupa hubungan dengan kawan dekat yang

mengalami konflik, misal dengan kekasih, atasan dengan bawahan

dan lain sebagainya.

4) Pekerjaan

Masalah pekerjaan merupakan sumber stress kedua setelah

masalah perkawinan. Banyak orang menderita depresi dan

kecemasan karena masalah pekerjaan, misalnya pekerjaan terlalu

banyak, pekerjaan tidak cocok, mutasi, jabatan, kenaikan pangkat,

pensiun, kehilangan pekerjaan dan lain sebagainya.

5) Lingkungan hidup

Kondisi lingkungan yang buruk besar pengaruhnya bagi kesehatan

seseorang misalnya soal perumahan, pindah tempat tinggal,

penggusuran, hidup dalam lingkungan yang rawan dan lain

sebagainya.

6) Keuangan

Masalah keuangan yang tidak sehat, misalnya pendapatan jauh

lebih rendah dari pengeluaran, terlibat utang, kebangkrutan usaha,

soal warisan dan sebagainya.

7) Hukum

Keterlibatan seseorang dalam masalah hukum dapat merupakan

sumber stress pula, misalnya tuntutan hukum, pengadilan, penjara

dan lain sebagainya.


19

8) Perkembangan

Perkembangan yang dimaksud disini adalah masalah

perkembangan baik fisik maupun mental seseorang, misalnya masa

remaja, masa dewasa, menopause, usia lanjut dan sebagainya.

9) Penyakit fisik atau cidera

Sumber stress yang dapat menimbulkan depresi dan kecemasan di

sini antara lain penyakit, kecelakaan, operasi, aborsi dan lain

sebagainya.

10) Faktor keluarga

Faktor keluarga yang dimaksud disini adalah faktor stress yang

dialami oleh anak dan remaja yang disebabkan karena kondisi

keluarga yang tidak baik

Stuart (2006 hal 102) menyebutkan terdapat empat macam

sumber utama pencetus stress, yaitu :

1) Kehilangan keterikatan, yang nyata atau yang dibayangkan,

termasuk kehilangan cinta seseorang, fungsi fisik, kedudukan atau

harga diri.

2) Peristiwa besar dalam kehidupan sering dilaporkan sebagai

pendahulu episode depresi dan mempunyai dampak terhadap

masalah-masalah yang dihadapi sekarang dan kemampuan

menyelesaikan masalah.

3) Peran dan ketegangan peran dilaporkan mempengaruhi

perkembangan depresi, terutama pada wanita.


20

4) Perubahan fisiologik yang diakibatkan oleh obat-obatan atau

berbagai penyakit fisik, seperti infeksi, neoplasma dan gangguan

keseimbangan metabolik, dapat menyebabkan gangguan dalam

perasaan. Diantara obat-obatan tersebut terdapat obat antihipertensi

dan zat yang menyebabkan kecanduan.

c. Tahapan stress

Gangguan stress biasanya timbul secara perlahan, tidak jelas

kapan mulainya dan seringkali kita tidak menyadarinya. Berdasarkan

pengalaman praktik psikiatri, para ahli mencoba membagi stress dalam

enam tahapan. Setiap tahapan memperlihatkan sejumlah gejala-gejala

yang dirasakan oleh yang bersangkutan, hal mana berguna bagi

seseorang dalam rangka mengenali gejala stress sebelum

memeriksanya. Tahapan stress menuurt Robert J. Van Amberg dalam

Yosep (2007 hal 67) sebagai berikut :

1) Stress tingkat I

Tahapan ini merupakan tingkat stress yang ringan, dan biasanya

disertai dengan perasaan-perasaan sebagai berikut :

a) Semangat besar

b) Penglihatan tajam tidak sebagaimana biasanya

c) Energi dan gugup berlebihan, kemampuan menyelesaikan

pekerjaan lebih dari biasanya.


21

2) Stress tingkat II

Dalam tahapan ini dampak stress yang menyenangkan mulai

menghilang dan timbul keluhan-keluhan dikarenakan cadangan

energi tidak cukup lagi sepanjang hari. Keluhan-keluhan yang

dikemukakan sebagai berikut :

a) Merasa letih sewaktu bangun pagi

b) Merasa lelah sesudah makan siang

c) Merasa lelah menjelang sore hari

d) Terkadang gangguan dalam system pencernaan, kadang-kadang

pula jantung berdebar-debar.

e) Perasaan tegang pada otot-otot punggung dan tengkuk

f) Perasaan tidak bisa mati

3) Stress tingkat III

Pada tahapan ini keluhan keletihan semakin nampak disertai

dengan gejala-gejala :

a) Gangguan usus lebih terasa (sakit perut, mulas, sering ingin ke

belakang).

b) Otot-otot terasa lebih tegang

c) Perasaan tegang yang semakin meningkat

d) Gangguan tidur (sukar tidur, sering terbangun malam dan sukar

tidur kembali, atau bangun terlalu pagi)

e) Badan terasa oyong, rasa-rasa mau pingsan (tidak sampai jatuh

pingsan).
22

4) Stress tingkat IV

Tahapan ini sudah menunjukkan keadaan yang lebih buruk yang

ditandai dengan cirri-ciri sebagai berikut :

a) Untuk bisa bertahan sepanjang hari terasa sangat sulit

b) Kegiatan-kegiatan yang semula menyenangkan kini terasa sulit

c) Kehilangan kemampuan untuk menanggapi situasi, pergaulan

social, dan kegiatan-kegiatan rutin lainnya terasa berat.

d) Tidur semakin sukar, mimpi-mimpi menegangkan dan

seringkali terbangun dini hari.

e) Perasaan negativistik

f) Kemampuan berkonsentrasi menurun tajam

g) Perasaan takut yang tidak dapat dijelaskan, tidak mengerti

mengapa.

5) Stress tingkat V

Tahapan ini merupakan keadaan yang lebih mendalam dari tahapan

IV diatas, yaitu :

a) Keletihan yang mendalam

b) Untuk pekerjaan-pekerjaan sederhana saja terasa kurang

mampu

c) Gangguan sistem percernaan lebih sering, sukar buang air besar

atau sebaliknya feses cair dan sering ke belakang.

d) Perasaan takut yang semakin menjadi, mirip panik

.
23

6) Stress tingkat VI

Tahapan ini merupakan tahapan puncak yang merupakan keadaan

gawat darurat. Tidak jarang dalam tahapan ini dibawa ke ICCU.

Gejala-gejala pada tahapan ini cukup mengerikan :

a) Debar jantung terasa amat keras, hal ini disebabkan zat

adrenalin yang dikeluarkan, karena stress tersebut cukup tinggi

dalam peredaran darah.

b) Nafas sesak, megap-megap

c) Badan gemetar, tubuh dingin, keringat bercucuran

d) Tenaga untuk hal-hal ringan sekalipun tidak kuasa lagi, pingsan

atau collaps.

d. Pengelolaan Stress

Pengelolaan stress dapat dilakukan dengan menggali sumber-

sumber koping meliputi status sosioekonomi, keluarga, jaringan

interpersonal, dan organisasi sekunder yang dinaungi oleh lingkungan

sosial yang lebih luas. Kurangnya sumber personal tersebut menambah

stress bagi individu (Stuart, 2006 hal 103).

Reaksi berduka yang tertunda mencerminkan penggunaan

ekspresi dari mekanisme pertahanan penyangkal dan supresi yang

berlebihan dalam upayanya untuk menghindari distres hebat yang

berhubungan dengan berduka (Stuart, 2006 hal 103).


24

e. Pengukuran stress

Pengukuran stress dalam penelitian ini menggunakan

kuesioner DASS 42 berdasarkan reaksi fisik, mental dan kimiawi dari

tubuh terhadap situasi yang menakutkan, membingungkan,

membahayakan dan merisaukan responden. DASS yang merupakan

kependekan dari Depression anciety stress scale merupakan salah satu

alat ukur yang digunakan untuk mengukur stres. Pengukuran DASS

terdiri dari 4 skala yaitu tidak pernah, kadang-kadang, sering dan

selalu yang diberikan skor dari 0,1,2 dan 3. Pengkategorian stres

berdasarkan DASS 42 terdiri dari ringan( 0-42), sedang (42-84), berat

(> 84).
25

B. Kerangka Teori

Berdasarkan uraian teori di atas, maka kerangka teori penelitian ini

adalah sebagai berikut :

Faktor predisposisi :

- primigravida
- molahidatidosa
- kehamilan ganda
Hiperemesis
Gravidarum

Faktor organik
- Alergi
- Perubahan metabolik

Faktor psikologis :
- pengetahuan
- sikap
- umur
- paritas
- pekerjaan
- stress
- peningkatan hormon
progesteron
- estrogen dan hCG,
Keterangan :

Cetak tebal : diteliti

Gambar 2. 1 Kerangka Teori

Sumber : Mitayani, 2009


26

C. Kerangka Konsep

Variabel bebas Variabel Terikat

Stres Hiperemesis
Gravidarum

Gambar 2. 2 Kerangka Konsep

D. Hipotesis Penelitian

Ada hubungan antara tingkat stres dengan kejadian hiperemesis gravidarum

pada ibu hamil trimester I di BPS Ny. Sayidah Kendal.

Anda mungkin juga menyukai