Anda di halaman 1dari 15

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Teori Pelayanan

Menurut Kotler (2008) pelayanan adalah setiap tindakan atau kegiatan yang dapat
ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain, yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak
mengakibatkan kepemilikan apapun. Menurut Moenir (2008) pelayanan adalah serangkaian
kegiatan yang berlangsung secara rutin dan berkesinambungan meliputi seluruh kehidupan
orang dalam masyarakat.Selanjutnya Sinambela (2008) mengemukakan bahwa pelayanan
adalah setiap kegiatan yang menguntungkan dalam suatu kumpulan atau kesatuan, dan
menawarkan kepuasan meskipun hasilnya tidak terikat pada suatu produk secara fisik. Hal ini
menunjukan bahwa pelayanan berkaitan dengan kepuasan batin dari penerima pelayanan.

Pengertian pelayanan menurut Zein (2009) adalah sebuah kata yang bagi penyedia jasa
merupakan sesuatu yang harus dikerjakan dengan baik. Sedangkan definisi pelayanan menurut
Mahmoedin (2010) adalah suatu aktivitas atau serangkaian aktivitas yang bersifat tidak kasat
mata yang terjadi sebagai akibat adanya interaksi antara konsumen dengan karyawan atau hal
- hal lain yang disediakan oleh perusahaan pemberi pelayanan yang dimaksud untuk
memecahkan permasalahan konsumen/pelanggan.

Berdasarkan pengertian - pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa pelayanan


merupakan suatu bentuk sistem, prosedur atau metode tertentu yang diberikan kepada orang
lain, dalam hal ini, kebutuhan pelanggan tersebut dapat terpenuhi sesuai dengan harapan atau
keinginan pelanggan dengan tingkat persepsi mereka.

2.1.2 Karakteristik Pelayanan

Menurut Kotler (Tjijptono, 2014) secara garis besar karakteristik jasa terdiri dari
intangibility, inseparability, variability/heterogeneity, perishability dan lack of ownership: 1.)
Intangibility : jasa berbeda dengan barang. Bila barang merupakan suatu objek, alat atau benda
maka jasa adalah suatu perbuatan, tindakan, pengalaman, proses, kinerja (performance) atau
usaha. Oleh karena itu jasa tidak dapat dilihat, dirasa, dicium, didengar atau diraba sebelum
dibeli dan dikonsumsi; 2.) Inseparability : barang biasanya diproduksi kemudian dijual lalu
dikonsumsi. Sedangkan jasa umumnya dijual terlebih dahulu, baru diproduksi dan dikonsumsi
pada waktu dan tempat yang sama; 3.) Heterogeneity/variability/inconsistency : jasa bersifat
sangat variabel karena merupakan non-standardized output, artinya terdapat banyak variasi
bentuk, kualitas dan jenis, tergantung pada siapa, kapan, dan dimana jasa tersebut diproduksi;
4.) Perishability : berarti jasa tidak dapat disimpan dan tidak tahan lama; 5.) Lack of Ownership
: merupakan perbedaan dasar antara barang dan jasa. Pada pembelian barang konsumen
memiliki hak penuh atas penggunaan dan manfaat produk yang dibelinya. Mereka dapat
mengkonsumsi, menyimpang atau menjualnya. Di lain pihak, pada pembelian jasa, pelanggan
hanya akan memiliki akses personal dan dengan jangka waktu yang terbatas.
Pelayanan memiliki sejumlah karakteristik yang membedakan dengan aspek-aspek
lainnya. Terkait dengan hal tersebut, Fitzsimmons dan Fitzsimmons (2006), menyebutkan
adanya empat karakteristik pelayanan, yaitu:

1. Partisipasi pelanggan dalam proses pelayanan; kehadiran pelanggan sebagai


partisipan dalam proses pelayanan membutuhkan sebuah perhatian untuk
mendesain fasilitas. Kondisi yang demikian tidak ditemukan pada perusahaan
manufaktor yang tradisional. Kehadiran secara fisik pelanggan di sekitar fasilitas
pelayanan tidak dibutuhkan oleh perusahaan-perusahaan manufaktur.

2. Kejadian pada waktu yang bersamaan (simultaneity); fakta bahwa pelayanan dibuat
untuk digunakan secara bersamaan, sehingga pelayanan tidak disimpan.
Ketidakmampuan untuk menyimpan pelayanan ini menghalangi penggunaan
strategi manufaktur tradisional dalam melakukan penyimpanan untuk
mengantisipasi fluktuasi permintaan.

3. Pelayanan langsung digunakan dan habis (service perishability); pelayanan


merupakan komoditas yang cepat habis. Hal ini dapat dilihat pada tempat duduk
pesawat yang habis, tidak muatnya ruangan rumah sakit atau hotel. Pada masing-
masing kasus telah menyebabkan kehilangan peluang.

4. Tidak berwujud (intangibility); pelayanan adalah produk pikiran yang berupa ide
dan konsep. Oleh karena itu, inovasi pelayanan tidak bisa dipatenkan. Untuk
mempertahankan keuntungan dari konsep pelayanan yang baru, perusahaan harus
melakukan perluasan secepatnya dan mendahului pesaing.

5. Beragam (heterogenity); kombinasi dari sifat tidak berwujud pelayanan dan


pelanggan sebagai partisipan dalam penyampaian sistem pelayanan menghasilkan
pelayanan yang beragam dari konsumen ke konsumen. Interaksi antara konsumen
dan pegawai yang memberikan pelayanan menciptakan kemungkinan pengalaman
kerja manusia yang lebih lengkap.

2.1.3 Dimensi Kualitas Pelayanan


Menurut Kotler dan Keller (2009) terdapat lima indikator pokok kualitas layanan, yaitu:

1. Tangibility
Penampilan fasilitas fisik, perlengkapan, karyawan dan bahan komunikasi.

2. Relialibility
Merupakan kemampuan melaksanakan layanan yang dijanjikan secara meyakinkan dan
akurat.

3. Responsiveness
Kesediaan membantu pelanggan dan memberikan jasa dengan cepat.
4. Assurance
Pengetahuan dan kesopanan karyawan serta kemampuan mereka dalam menumbuhkan rasa
percaya dan keyakinan.

5. Empathy
Kesediaan memberikan perhatian yang mendalam dan khusus kepada masing-masing
pelanggan.

Sementara menurut Payne seperti dikutip dalam Djati & Darmawan (2005), dimensi
pelayanan jasa dapat terdiri atas unsur:

1. Tangibility (bukti langsung)


Dimana kemampuan perusahaan didalam menunjukan eksistensi dirinya, misalnya dalam
hal ini gedung, fasilitas teknologi, penampilan karyawannya, dan sebagainya lebih
menekankan pada bukti secara fisik atau dapat diraba keberadaannya.

2. Reliability (keandalan)
Merupakan kemampuan perusahaan dalam memberikan pelayanan yang sesuai dengan
yang dijanjikan kepada pelanggan. Hal ini dapat berupa adanya perbaikan kinerja yang
sesuai dengan harapan pelanggan.

3. Responsiveness (daya tanggap)


Daya tanggap yang dimiliki oleh karyawan dan pimpinan perusahaan. Dimana perusahaan
harus menunjukkan kemampuannya dalam memberikan pelayanan yang cepat dan tepat
kepada pelanggan jika pelanggan sedang memerlukan jasa yang dimaksudkan.

4. Assurance (jaminan dan kepastian)


Hal ini berkaitan dengan pengetahuan dan kemampuan karyawan dalam menumbuhkan
rasa kepercayaan dari pelanggannya pada perusahaan. Didalamnya terdapat unsur etika
karyawan, kredibilitas karyawan, rasa aman dari pelanggan, dan unsur etika yang dimiliki
oleh karyawan.

5. Empathy (perhatian)
Merupakan pemberian perhatian yang bersifat individu kepada pelanggan dari perusahaan.
Hal ini dimaksudkan agar pihak perusahaan dapat memahami lebih jauh tentang keinginan
dan kebutuhan dari pelanggannya (Nirwana, 2004).

2.2. Teori Kualitas Makanan

Menurut Ha dan Jang (2012: 209) ; Ryu et al., (2012: 208) kualitas makanan
digambarkan secara singkat sebagai makanan yang disajikan dengan baik, segar dan lezat.
Menurut Namkung dan Jang (2008: 149) mengidentifikasi presentasi dan rasa makanan sebagai
faktor kualitas makanan yang paling berpengaruh.
Penelitian Ha dan Jang (2012), Ryu dan Han (2010), dan Ryu et al., (2012) lebih lanjut
menunjukkan persepsi pelanggan terhadap kualitas makanan di restotan menyebarkan kepada
konsumen lain mengenai hal positif restoran melalui word-of-mouth.

Menurut Ryu dan Han dalam Sahari et al., (2012) “food quality was the most important
attribute of overall restaurant service quality and is expected to have a positive relatonship with
customer satisfaction and loyalty”. Kualitas makanan adalah atribut yang paling penting dari
keseluruhan kualitas layanan restoran dan diharapkan memiliki hubungan positif dengan
kepuasan dan loyalitas pelanggan. Jika sebuah restoran mampu memberikan pelayanan yang
baik bagi pelanggannya maka akan dapat menciptakan kepuasan dan loyalitas pelanggan,
selain itu pelanggan akan datang kembali ke restoran tersebut. Selanjutnya menurut Namkung
dan Jang (2007); Sulek dan Hensley (2004) kualitas makanan adalah salah satu komponen yang
paling penting dari pengalaman bersantap. Clark dan Wood (1999) dalam Ha dan Jang (2010)
menegaskan bahwa kualitas makanan merupakan faktor utama yang mempengaruhi loyalitas
pelanggan di restoran. Susskind dan Chan (2000) dalam Ha dan Jang (2010) bersikeras bahwa
dari perspektif pelanggan, kualitas makanan adalah kunci penentu untuk mengunjungi sebuah
restoran. Sulek dan Hansley (2004) dalam Ha dan Jang (2010) menemukan bahwa bila
dibandingkan dengan aspek – aspek lain dari restoran, seperti komponen lingkungan dan
kualitas layanan, kualitas makanan merupakan elemen yang paling penting dari kepuasan
pelanggan. Menurut Kivela et al., (2000); Raajpoot (2002); Namkung et al., (2007) dalam Ha
dan Jang (2010) kualitas makanan telah diukur dengan menggunakan sejumlah indikator yaitu:

1. Prensentation
Penyajian menunjukkan tata hidangan sebagai tampilan kualitas bagi persepsi pelanggan.
Kualitas tata hidangan mempengaruhi suasana makan dan kepuasan pelanggan.

2. Variety
Melibatkan sejumlah menu yang disajikan berbeda dan beragam.Restoran diharapkan
mampu menciptakan menu-menu baru berkualitas agar memuaskan pelanggan.

3. Healthy Options
Menu yang disajikan bernutrisi dan bergizi. Jika menu yang disajikan sehat maka akan
menarik minat dan kepuasan pelanggan untuk kembali.

4. Taste
Rasa menu merupakan kunci utama pengalaman bersantap di sebuah restoran. Pelanggan
pada umumnya menjadi pecinta kuliner disebabkan rasa makanan yang nikmat. Rasa
umumnya mempengaruhi kepuasan pelanggan dan niat untuk berkunjung kembali.

5. Freshness
Kesegaran bahan makanan berkaitan dengan bau, bentuk dan warna bahan. Kesegaran
makanan menggambarkan kualitas makanan.
6. Temperature
Suhu merupakan elemen penting dari kualitas makanan. Suhu bisa digunakan untuk
mengukur rasa makanan, bau dan warna. Jadi suhu juga mempengaruhi kualitas makanan.

2.3. Teori Kepuasan Konsumen

2.3.1 Pengertian Kepuasan Konsumen

Menurut Tjiptono (2014) , kepuasan berasal dari bahasa Latin “Satis” yang berarti
cukup baik, memadai dan “Facio” yang berarti melakukan atau membuat. Secara sederhana
kepuasan bisa diartikan sebagai upaya pemenuhan sesuatu atau membuat sesuatu memadai.

Kepuasan konsumen adalah sejauh mana manfaat sebuah produk dirasakan (perceived)
sesuai dengan apa yang diharapkan pelanggan (Amir, 2005). Lebih dalam lagi, Oliver
menjelaskan bahwa kepuasan pelanggan adalah bagian dari pemasaran dan memainkan peran
penting di dalam pasar (Oliver, 2007).

Hampir senada dengan Oliver, Kotler (2000) mengatakan bahwa kepuasan konsumen
merupakan tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan antara kinerja produk yang ia
rasakan dengan harapannya. Kepuasan atau ketidakpuasan konsumen adalah respon terhadap
evaluasi ketidaksesuaian atau diskonfirmasi yang dirasakan antara harapan sebelumnya dan
kinerja aktual produk yang dirasakan setelah pemakaian (Tse dan Wilson dalam Nasution,
2004).

Menurut Westbrook & Reilly (dalam Tjiptono, 2005) mengemukakan bahwa kepuasan
konsumen merupakan respon emosional terhadap pengalaman yang berkaitan dengan produk
atau jasa yang dibeli. Sementara Kandampully (2002) menyatakan bahwa kepuasan pelanggan
sangat penting bagi setiap organisasi, baik sektor jasa ataupun sektor barang, oleh karena itu
tidak setiap waktu produsen dapat memuaskan pelanggan. Karena ada begitu banyak pelanggan
yang menggunakan produk dan setiap pelanggan menggunakannya secara berbeda, sikap yang
berbeda, dan berbicara secara berbeda.

Gaspers (dalam Nasution, 2005) mengatakan bahwa kepuasan konsumen sangat


bergantung kepada persepsi dan harapan konsumen. Hal ini hampir berbanding lurus dengan
teori Kotler & Keller (2012), “Kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa orang yang
dihasilkan dari membandingkan kinerja atau hasil yang dirasakan produk dengan harapan. Jika
kinerjanya tidak memenuhi harapan, hasilnya tidak memuaskan. Jika sesuai dengan harapan,
pelanggan merasa puas atau senang”. Yang berarti kepuasan adalah perasaan puas atau kecewa
seseorang yang dihasilkan dari perbandingan performa produk atau hasil dengan ekspektasi.
Jika performanya kurang dari ekspektasi maka pelanggan akan kecewa dan jika sesuai dengan
ekspektasi konsumen akan merasa puas.

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi dan harapan konsumen yaitu:


1. Kebutuhan dan keinginan yang berkaitan dengan hal-hal yang dirasakan konsumen ketika
sedang mencoba melakukan transaksi dengan produsen produk.

2. Pengalaman masa lalu ketika mengkonsumsi produk dari perusahaan maupun pesaing-
pesaingnya.

3. Pengalaman dari teman-teman.

Sementara itu, setiap perusahaan yang memiliki kepentingan dalam membentuk komunitas
pelanggan yang puas serta telah berhasil membentuk fokus pada kepuasan pelanggan,
dijelaskan oleh Tjiptono dan Diana dalam Subroto dan Yamit (2004), memiliki karakteristik
sebagai berikut:

1. Visi dan Komitmen


2. Pensejajaran dengan pelanggan
3. Kemauan mengidentifikasi masalah pelanggan
4. Memanfaatkan informasi dari pelanggan
5. Mendekati pelanggan
6. Kemampuan, kesanggupan dan pemberdayaan karyawan
7. Penyempurnaan produk dan proses terus menerus

Dari berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan definisi kepuasan konsumen yaitu tingkat
perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja produk yang dia rasakan dengan
harapannya.

2.3.2. Ciri-Ciri Kepuasan Konsumen

Engel (1990) dalam Tjiptono dan Chandra (2011) menyatakan bahwa kepuasan
pelanggan merupakan evaluasi purnabeli dimana alternatif yang dipilih sekurang-kurangnya
sama atau melampaui harapan pelanggan, ketidakpuasan muncul apabila hasil tidak memenuhi
harapan.

Kotler (2000) menyatakan ciri-ciri konsumen yang puas ada tiga ciri, yaitu loyal
terhadap produk, adanya komunikasi dari mulut ke mulut yang bersifat positif, dan perusahaan
menjadi pertimbangan utama ketika membeli merek lain.

2.3.3. Cara Mengukur Kepuasan Pelanggan

Menurut Kotler & Keller (2012) yang dikutip oleh Fandy ada beberapa metode yang
dipergunakan dalam mengukur kepuasan pelanggannya, antara lain :

1. Sistem keluhan dan saran


Setiap organisasi jasa yang berorientasi pada pelanggan wajib untuk memberikan
kesempatan bagi seluas-luasnya bagi para pelanggan untuk menyampaikan saran,
kritik, pendapat dan keluhan mereka. Informasi yang didapatkan dari metode ini
dapat menjadi masukan yang berharga bagi perusahaan sehingga memungkinkan
untuk bereaksi dengan tanggap dan cepat dalam mengatasi masalah yang timbul.
Akan tetapi metode ini pasif, sehingga sulit untuk mendapatkan gambaran secara
lengkap mengenai kepuasan atau ketidakpuasan pelanggan. Tidak semua pelanggan
yang tidak puas mau menyampaikan keluhannya. Sangat mungkin bagi mereka
untuk langsung tidak mau membeli produk atau jasa dari perusahaan tersebut lagi.

2. Ghost / Mystery Shopping

Salah satu metode untuk memperoleh gambaran mengenai kepuasan pelanggan


adalah dengan mempekerjakan beberapa orang ghost shoppers untuk berperan atau
berpura-pura sebagai pelanggan potensial terhadap pembeli produk perusahaan dan
produk perusahaan pesaing. Kemudian mereka diminta untuk melaporkan temuan
penting mengenai kekuatan dan kelemahan dari produk/jasa perusahaan maupun
produk/jasa perusahaan para pesaing. Selain itu, para ghost shoppers juga dapat
langsung melakukan observasi cara perusahaan dan pesaingnya penanganan
terhadap keluhan yang ada baik oleh perusahaan yang bersangkutan maupun oleh
pesaingnya melayani permintaan spesifik pelanggan, menjawab pertanyaan
pelanggan, dan menangani setiap masalah dan keluhan pelanggan.

3. Lost Customer Analysis

Perusahaan akan menghubungi para pelanggan yang telah berhenti membeli produk
atau telah pindah pemasok, agar dapat memahami mengapa pelanggan tersebut
berpindah ke tempat lain dan dapat mengambil kebijakan / penyempurnaan
selanjutnya. Kesulitan dari meotde ini adalah pada mengidentifikasi dan
mengkontak mantan pelanggan yang bersedia memberikan masukan dan evaluasi
terhadap kinerja perusahaan.

4. Survei Kepuasan Pelanggan

Sebagian besar riset kepuasan pelanggan dilakukan dengan menggunakan metode


survei baik melalui pos, telepon, email, website, maupun wawancara langsung
(Peterson&Wilson dalam Hermanto, 2009). Melalui survei perusahaan akan
memperoleh tanggapan dan umpan balik secara langsung dari pelanggan dan juga
memberikan kesan positif terhadap para pelanggannya bahwa perusahaan menaruh
perhatian terhadap mereka.

2.4. Teori Nilai Perilaku Konsumen


2.4.1. Pengertian Nilai Perilaku

Menurut Engel et al dalam Sopiah dan Sangadji (2013:7), perilaku konsumen adalah
tindakan yang langsung terlibat dalam pemerolehan, pengonsumsian, dan penghabisan
produk atau jasa, termasuk proses yang mendahului dan menyusul tindakan tersebut.

Menurut Griffin dalam Sopiah dan Sangadji (2013:8), perilaku konsumen adalah semua
kegiatan, tindakan, serta proses psikologi yang mendorong tindakan tersebut pada saat
sebelum membeli, ketika membeli, menggunakan, menghabiskan produk dan jasa
setelah melakukan hal-hal diatas atau kegiatan mengevaluasi.

Menurut Hasan (2013:161), perilaku konsumen adalah studi proses yang terlibat ketika
individu atau kelompok memilih, membeli, menggunakan, atau mengatur produk, jasa,
idea atau pengalaman untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen.

Menurut Schiffman dan Kanuk dalam Sumarwan dkk (2012:186) mendefinisikan


perilaku konsumen sebagai tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan,
mengonsumsi dan menghabiskan produk atau jasa, termasuk proses keputusan yang
mendahului dan mengikuti tindakan ini.

Menurut Kotler dan Keller (2009:166) Perilaku konsumen adalah studi tentang
bagaimana individu, kelompok, dan organisasi memilih, membeli, menggunakan, dan
bagaimana barang, jasa, ide, atau pengalaman untuk memuaskan kebutuhan dan
keinginan mereka.

Menurut Sunyoto (2012:251) Perilaku konsumen (consumer behavior) dapat


didefinisikan kegiatan-kegiatan individu yang secara langsung terlibat dalam
mendapatkan dan mempergunakan barang-barang atau jasa termasuk didalamnya
proses pengambilan keputusan pada persiapan dalam penentuan kegiatan-kegiatan
tersebut. Perilaku konsumen memiliki kepentingan khusus bagi orang yang dengan
berbagai alasan berhasrat untuk mempengaruhi atau mengubah perilaku
tersebut,termasuk orang yang kepentingan utamanya adalah pemasaran. Tidak
mengherankan jika studi tentang perilaku konsumen ini memiliki akar utama dalam
bidang ekonomi terlebih lagi dalam pemasaran.

Menurut Sopiah dan Sangadji (2013:9) menyimpulkan bahwa perilaku konsumen


adalah:

1. Disiplin ilmu yang mempelajari perilaku individu, kelompok atau organisasi dan
proses-proses yang digunakan konsumen untuk menyeleksi, menggunakan produk,
pelayanan, pengalaman (ide) untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan
konsumen, dan dampak dari proses-proses tersebut pada konsumen dan masyarakat.
2. Tindakan yang dilakukan oleh konsumen guna mencapai dan memenuhi
kebutuhannya baik dalam penggunaan, pengonsumsian, dan penghabisan barang
dan jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan yang menyusul.
3. Tindakan atau perilaku yang dilakukan konsumen yang dimulai dengan merasakan
adanya kebutuhan dan keinginan, kemudian berusaha mendapatkan produk yang
diinginkan,mengonsumsi produk tersebut, dan berakhir dengan tindakan-tindakan
pasca pembelian, yaitu perasaan puas atau tidak puas.

2.4.1. Model Perilaku Konsumen

Marketing Target
Black Box
Stimuli Audience
Respon

Gambar 2.4.1 : Model Perilaku Konsumen Sederhana (sumber: Sopiah dan


Sangadji, 2013:13)

Gambar 2.1 memperlihatkan dua dimensi dalam model perilaku konsumen yang sederhana,
yaitu:

1. Stimulus-stimulus pemasaran (marketing stimuli).

2. Respon pasar sasaran (target audience response) terhadap pemasaran yang dirancang oleh
perusahaan. Stimulus pemasaran bisa berupa strategi dan metode pemasaran yang
dikembangkan produsen atau pemasar untuk memasarkan produk. Dengan stimulus
tersebut diharapkan konsumen tertarik untuk membeli produk dan merasa puas.

Diantara dua dimensi tersebut terdapat kotak hitam (black box) yang berupa variabel intervensi
(intervening variable) antara stimulus dan respon seperti suasana hati (mood), pengetahuan
konsumen, sikap, nilai, dan situasi dan kondisi yang dihadapai konsumen. Suasana hati
konsumen, misalnya perasaan senang, sedih, gembira, kecewa, sakit, menentukan perilaku
konsumen. Konsumen yang memiliki pengetahuan yang banyak dan lengkap (mengenai
produk, harga, penyalur) tentu memiliki perilaku yang berbeda dalam pembelian produk
(sebelum, selama, dan sesudah pembelian produk)
Marketing and other stimuli Buyer’s Black Box Buyer’s Responses

Marketing Other Buyer Buyer Product Choice


Product Economical Caracteristic Decision Brand Choice
Price Technological Process Dealer Choice
Place Political Purchase Timing
Promotion Cultural Purchase Amount
Gambar 2.4.1 Model Perilaku Konsumen. (sumber: Sopiah
dan Sangadji, 2013:14)

Gambar 2.4.1 menunjukkan bahwa dalam model perilaku konsumen terdapat tiga dimensi,
yaitu (1) stimulus pemasaran dan stimulus lain, (2) kotak hitam konsumen, (3) respons
konsumen.

1. Stimulus Ganda ( stimulus pemasaran dan stimulus lain)


Stimulus yang dijalankan produsen atau pemasar, bisa berupa strategi bauran pemasaran
(produk,harga,tempat,promosi), dan stimulus lain yang berupa kondisi ekonomi, politik,
teknologi, budaya yang dirancang oleh pemasar untuk memengaruhi dan memotivasi
perilaku konsumen agar mau melakukan pembelian produk.

2. Kotak hitam konsumen


Dimensi kedua dari model perilaku konsumen adalah kotak hitam konsumen, yang
mencakup (a) karakteristik konsumen dan (b) proses pengambilan keputusan konsumen.
Contoh karakteristik konsumen adalah jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan,
penghasilan, kelas sosial, budaya, dan sebagainya. Proses pengambilan keputusan
konsumen dimulai dengan dirasakannya beberapa masalah, yaitu kebutuhan dan keinginan
yang belum terpuaskan, pencarian informasi, pengevaluasian, pembuatan keputusan
pembelian, dan diakhiri dengan tindakan pasca pembelian.

3. Respon konsumen
Dimensi ketiga dari model perilaku konsumen adalah respons konsumen terhadap stimulus
produsen/pemasar. Respons konsumen bisa berupa tindakan membeli atau tidak membeli
produk yang ditawarkan produsen atau pemasar.

2.5. Penelitian Yang Terdahulu

Penelitian ini didukung oleh beberapa jurnal penelitian terdahulu yang dijadikan acuan
atau pedoman yang dapat memperkuat teori serta hasil penelitian sehingga dapat
menjawab rumusan masalah serta membuktikan hipotesis yang disusun. Jurnal penelitian
tersebut sebagai berikut :
1. Ryu et al (2012) melakukan penelitian tentang pengaruh kualitas makanan, pelayanan
dan lingkungan fisik terhadap citra restorant, persepsi nilai pelanggan, kepuasan
pelanggan dan niat perilaku pelanggan.. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat
pengaruh signifikan kualitas makanan, pelayanan dan lingkungan fisik terhadap niat
perilaku pelanggan. Selain itu kualitas lingkungan fisik dan makanan berpengaruh
signifikan terhadap nilai persepsi pelanggan. Citra restorant juga berpengaruh
signifikan terhadap nilai persepsi pelanggan. Kesimpulan menunjukkan bahwa nilai
persepsi pelanggan kepuasan pelanggan dan kepuasan pelanggan berpengaruh terhadap
niat perilaku pelanggan.

2. Ryu & Han (2015) meneliti hubungan antara tiga faktor penentu dimensi kualitas
(makanan, layanan, dan fisik lingkungan), harga, dan kepuasan dan niat perilaku di
restoran cepat-santai. Akademisi dan manajertahu relatif sedikit tentang bagaimana
efek gabungan dari kualitas (makanan, layanan, dan lingkungan fisik) memperoleh
kepuasan pelanggan yang, pada gilirannya, mempengaruhi niat perilaku. Analisis
regresi berganda hirarki dengan interaksi menunjukkan bahwa kualitas makanan,
layanan, dan lingkungan fisik semua faktor penentu yang signifikan niat perilaku
pelanggan. Selain itu, harga dianggap bertindak sebagai moderator dalam proses
pembentukan kepuasan Akhirnya, kepuasan pelanggan memang prediktor signifikan
dari niat perilaku.

3. Joung et al (2010) menjelaskan tujuan khusus dari penelitian ini adalah (1) untuk
menguji pengaruh kualitas pelayanan terhadap kepuasan dan perilaku niat warga, (2)
untuk menguji dampak dari kualitas makanan pada kepuasan dan behavioralintentions
warga, (3) untuk mengidentifikasi bagaimana warga kepuasan mempengaruhi warga
niat perilaku, dan (4) untuk menyelidiki hubungan antara retensi restoran dan retensi ke
pusat pensiun senior. Itu Hasil menunjukkan bahwa kualitas pelayanan tidak
berpengaruh positif terhadap retensi restoran dengan sesuai perkiraan 0,05. Ini berarti
bahwa dampak kualitas layanan pada retensi untuk restoran dengan mediasi kepuasan
warga. Juga, warga lebih puas lebih mungkin untuk mempertahankan ke restoran;
Selanjutnya, mereka warga secara bersamaan cenderung menunjukkan lebih positif niat
perilaku masyarakat.

Penelitian ini menggabungkan ketiga penelitian tersebut yakni menguji secara empiris
pengaruh pelayanan, kualitas makanan untuk meningkatkan kepuasan terhadap nilai
perilaku mahasiswa manajemen Universitas Bengkulu di rumah makan cepat saji (Kfc
di Kota Bengkulu).
Tabel 2.5
Persamaan dan Perbedaan Penelitian Terdahulu

No Nama Penulis dan Tahun Persamaan Perbedaan


Meneliti variabel Objek penelitian yang
pelayanan,kualitas digunakan berbeda dan
makanan,kepuasaa tidak terdapat variabel
1. Ryu et al (2012) n dan nilai perilaku citra restoran,lingkungan
fisik dan persepsi

Meniliti variabel Objek penelitian yang


kepuasan,kualitas digunakan berbeda dan
makanan dan nilai tidak terdapat variabel
2. Ryu dan Han (2015) perilaku harga,lingkungan fisik

Meneliti variabel Objek penelitian yang


pelayanan,kualitas digunakan berbeda dan
makanan,nilai tidak terdapat variabel
3. Joung et al (2010) perilaku dan retensi restoran
kepuasaan

2.6 Hubungan Antar Variabel

2.6.1 Hubungan Kualitas Pelayanan Terhadap Nilai Perilaku

Ryu et al (2012) melakukan penelitian tentang pengaruh kualitas pelayanan berpengaruh


pada kepuasan pelanggan serta niat perilaku pelanggan.. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa terdapat pengaruh signifikan kualitas terhadap niat perilaku pelanggan. Menurut
Kotler dan Keller (2006: 372) “A service is any act or performance that one party can
offer to another that is essentially intangible and does not result in the ownership of
anything. Its production may or may not be tied to a physical product” yang artinya jasa
adalah setiap tindakan atau kinerja yang dapat ditawarkan satu pihak kepada pihak lain,
yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan sesuatu.
Pelayanan merupakan kepedulian terhadap pelanggan dengan memberikan segala sesuatu
untuk memfasilitasi kemudahan pemenuhan kebutuhan dan 74 mewujudkan kepuasannya
agar pelanggantetap loyal terhadap produk yang diberikan. Ryu & Han (2015) meneliti
hubungan antara tiga faktor penentu dimensi kualitas (makanan, layanan, dan fisik
lingkungan), harga, dan kepuasan dan niat perilaku di restoran cepat-santai. Kualitas
pelayanan merupakan sebuah bentuk jasa yang dirasakan pelanggan secara langsung tanpa
dilihat seperti keramahan dalam melayani, cara menyambut pelanggan, cara menanggapi
komplain pelanggan dan sebagainya. Kualitas layanan yang baik akan diingat oleh
pelanggan sebagai bentuk paket yang disediakan dan dijual restoran selain makanan.
Berdasarkan penjelasan tersebut diketahui bahwa kualitas pelayanan berpengaruh pada
niat perilaku pelanggan.

2.6.2 Hubungan Kualitas Makanan Terhadap Nilai Perilaku

Ryu et al (2012) menunjukkan bahwa terdapat pengaruh signifikan kualitas makanan


terhadap niat perilaku pelanggan. ) kualitas makanan digambarkan secara singkat sebagai
makanan yang disajikan dengan baik, segar dan lezat. Menurut Namkung dan Jang (2008:
149) mengidentifikasi presentasi dan rasa makanan sebagai faktor kualitas makanan yang
paling berpengaruh. Penelitian Ha dan Jang (2012), Ryu dan Han (2010), dan Ryu et al.,
(2012) lebih lanjut menunjukkan persepsi pelanggan terhadap kualitas makanan di
restotan menyebarkan kepada konsumen lain mengenai hal positif restoran melalui word-
of-mouth. Menurut Ryu dan Han dalam Sahari et al., (2012) “food quality was the most
important attribute of overall restaurant service quality and is expected to have a positive
relatonship with customer satisfaction and loyalty”. Kualitas makanan adalah atribut yang
paling penting dari keseluruhan kualitas layanan restoran dan diharapkan memiliki
hubungan positif dengan kepuasan dan loyalitas pelanggan. Clark dan Wood (1999) dalam
Ha dan Jang (2010) menegaskan bahwa kualitas makanan merupakan faktor utama yang
mempengaruhi loyalitas pelanggan di restoran. Susskind dan Chan (2000) dalam Ha dan
Jang (2010) bersikeras bahwa dari perspektif pelanggan, kualitas makanan adalah kunci
penentu untuk mengunjungi sebuah restoran. Sulek dan Hansley (2004) dalam Ha dan
Jang (2010) menemukan bahwa bila dibandingkan dengan aspek – aspek lain dari restoran,
seperti komponen lingkungan dan kualitas layanan, kualitas makanan merupakan elemen
yang paling penting dari kepuasan pelanggan. Jika sebuah restoran mampu memberikan
pelayanan yang baik bagi pelanggannya maka akan dapat menciptakan kepuasan dan
loyalitas pelanggan, selain itu pelanggan akan datang kembali ke restoran tersebut. Hal ini
menunjukkan bahwa kualitas makanan akan mempengaruhi niat perilaku pelanggan.

2.6.3 Hubungan Variabel kepuasan Terhadap Nilai Perilaku

Ryu dan Han Hasil penelitian ini juga mendukung temuan sebelumnya yang membuktikan
adanya pengaruh yang positif dan signifikan dari kepuasan terhadap behavioral intentions
(Kivela et al., 1999; Yap dan Kew, 2007; Kim et al., 2009; Saha dan Theingi, 2009; Ha
dan Jang, 2010; Ryu dan Han, 2010; Clemes et al.,2011; Wu, 2013; serta Canny, 2013).
Jika pelanggan merasa puas dengan pengalaman makannya di Métis, maka semakin tinggi
kemungkinan pelanggan untuk berkunjung kembali, menceritakan hal-hal yang positif,
merekomendasikan Métis kepada rekan-rekannya serta mempertimbangkan Métis sebagai
pilihan yang pertama untuk kunjungan makan berikutnya.
2.6.4 Hubungan Variabel Kualitas Pelayanan,Kualitas Makanan dan
Kepuasan Terhadap Nilai Perilaku

Menurut Kotler dan Keller (2009:166) Perilaku konsumen adalah studi tentang bagaimana
individu, kelompok, dan organisasi memilih, membeli, menggunakan, dan bagaimana
barang, jasa, ide, atau pengalaman untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan mereka.
Menurut Engel et al dalam Sopiah dan Sangadji (2013:7), perilaku konsumen adalah
tindakan yang langsung terlibat dalam pemerolehan, pengonsumsian, dan penghabisan
produk atau jasa, termasuk proses yang mendahului dan menyusul tindakan tersebut.
Menurut Griffin dalam Sopiah dan Sangadji (2013:8), perilaku konsumen adalah semua
kegiatan, tindakan, serta proses psikologi yang mendorong tindakan tersebut pada saat
sebelum membeli, ketika membeli, menggunakan, menghabiskan produk dan jasa setelah
melakukan hal-hal diatas atau kegiatan mengevaluasi. Dari penelitian yang dilakukan Ryu
et al (2012),Ryu dan Han (2015) dan Joung et al (2010), ketiga variabel tersebut
berpangaruh terhadap nilai perilaku.

2.7 Kerangka Pemikiran

Menurut (Sugioyono,2010) kerangka berfikir merupakan model konseptual tentang


bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai
masalah yang penting.Kerangka berfikir yang baik akan menjelaskan secara teoritis
pertautan antar variabel yang akan diteliti. Jadi secara teoritis perlu dijelaskan hubungan
antar variabel independen dan dependen. Bila dalam penelitian ada variabel moderator dan
intervening, maka juga perlu dijelaskan, mengapa variabel itu ikut dilibatkan dalam
penelitian. Pertautan antar variabel tersebut, selanjutnya dirumuskan ke dalam bentuk
paradigma penelitian. Oleh karena itu pada setiap penyusunan paradigma penelitian harus
didasarkan pada kerangka berfikir (Sugiyono, 2010:60).

Kerangka pemikiran merupakan penjelasan sementara terhadap gejala – gejala yang


menjadi objek permasalahan, dengan kualitas pelayanan (X1) dan kualitas makanan (X2)
sebagai variabel bebas (independent variabel), sedangkan Kepuasan (Y) dan Nilai Perilaku
(Y) sebagai variabel terikat (dependent variabel). Pada penelitian ini akan menguji
pengaruh signifikan antara variabel bebas dan variabel terikat.

Kualitas Pelayanan
(X1)
Kepuasan (Y) Nilai Perilaku (Y)

Kualitas Makanan (X2)


Gambar 2.7
Kerangka Berfikir

2.8 Hipotesis

Dalam penelitian ini diajukan sebuah hipotesis sebagai jawaban sementara terhadap
permasalahan yang telah dikemukakan. Adapun hipotesis yang diajukan dalam penelitian
ini adalah:

1. Apakah ada pengaruh kualitas makanan terhadap kepuasan dan nilai perilaku
Mahasiswa manajemen Universitas Bengkulu di rumah makan cepat saji (Kfc di
kota Bengkulu)
2. Apakah ada pengaruh kualitas pelayanan terhadap kepuasan dan nilai perilaku
mahasiswa manajemen Universitas Bengkulu di rumah makan cepat saji (Kfc di
kota Bengkulu)
3. Apakah ada pengaruh kepuasan terhadap nilai perilaku mahasiswa manajemen
Universitas Bengkulu di rumah makan cepat saji (Kfc di kota Bengkulu)
4. Apakah nilai perilaku mempengaruhi kepuasan,kualitas makanan dan kualitas
pelayanan mahasiswa manajemen Universitas Bengkulu di rumah makan cepat saji
(Kfc di kota Bengkulu)

Anda mungkin juga menyukai