TINJAUAN PUSTAKA
Menurut Kotler (2008) pelayanan adalah setiap tindakan atau kegiatan yang dapat
ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain, yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak
mengakibatkan kepemilikan apapun. Menurut Moenir (2008) pelayanan adalah serangkaian
kegiatan yang berlangsung secara rutin dan berkesinambungan meliputi seluruh kehidupan
orang dalam masyarakat.Selanjutnya Sinambela (2008) mengemukakan bahwa pelayanan
adalah setiap kegiatan yang menguntungkan dalam suatu kumpulan atau kesatuan, dan
menawarkan kepuasan meskipun hasilnya tidak terikat pada suatu produk secara fisik. Hal ini
menunjukan bahwa pelayanan berkaitan dengan kepuasan batin dari penerima pelayanan.
Pengertian pelayanan menurut Zein (2009) adalah sebuah kata yang bagi penyedia jasa
merupakan sesuatu yang harus dikerjakan dengan baik. Sedangkan definisi pelayanan menurut
Mahmoedin (2010) adalah suatu aktivitas atau serangkaian aktivitas yang bersifat tidak kasat
mata yang terjadi sebagai akibat adanya interaksi antara konsumen dengan karyawan atau hal
- hal lain yang disediakan oleh perusahaan pemberi pelayanan yang dimaksud untuk
memecahkan permasalahan konsumen/pelanggan.
Menurut Kotler (Tjijptono, 2014) secara garis besar karakteristik jasa terdiri dari
intangibility, inseparability, variability/heterogeneity, perishability dan lack of ownership: 1.)
Intangibility : jasa berbeda dengan barang. Bila barang merupakan suatu objek, alat atau benda
maka jasa adalah suatu perbuatan, tindakan, pengalaman, proses, kinerja (performance) atau
usaha. Oleh karena itu jasa tidak dapat dilihat, dirasa, dicium, didengar atau diraba sebelum
dibeli dan dikonsumsi; 2.) Inseparability : barang biasanya diproduksi kemudian dijual lalu
dikonsumsi. Sedangkan jasa umumnya dijual terlebih dahulu, baru diproduksi dan dikonsumsi
pada waktu dan tempat yang sama; 3.) Heterogeneity/variability/inconsistency : jasa bersifat
sangat variabel karena merupakan non-standardized output, artinya terdapat banyak variasi
bentuk, kualitas dan jenis, tergantung pada siapa, kapan, dan dimana jasa tersebut diproduksi;
4.) Perishability : berarti jasa tidak dapat disimpan dan tidak tahan lama; 5.) Lack of Ownership
: merupakan perbedaan dasar antara barang dan jasa. Pada pembelian barang konsumen
memiliki hak penuh atas penggunaan dan manfaat produk yang dibelinya. Mereka dapat
mengkonsumsi, menyimpang atau menjualnya. Di lain pihak, pada pembelian jasa, pelanggan
hanya akan memiliki akses personal dan dengan jangka waktu yang terbatas.
Pelayanan memiliki sejumlah karakteristik yang membedakan dengan aspek-aspek
lainnya. Terkait dengan hal tersebut, Fitzsimmons dan Fitzsimmons (2006), menyebutkan
adanya empat karakteristik pelayanan, yaitu:
2. Kejadian pada waktu yang bersamaan (simultaneity); fakta bahwa pelayanan dibuat
untuk digunakan secara bersamaan, sehingga pelayanan tidak disimpan.
Ketidakmampuan untuk menyimpan pelayanan ini menghalangi penggunaan
strategi manufaktur tradisional dalam melakukan penyimpanan untuk
mengantisipasi fluktuasi permintaan.
4. Tidak berwujud (intangibility); pelayanan adalah produk pikiran yang berupa ide
dan konsep. Oleh karena itu, inovasi pelayanan tidak bisa dipatenkan. Untuk
mempertahankan keuntungan dari konsep pelayanan yang baru, perusahaan harus
melakukan perluasan secepatnya dan mendahului pesaing.
1. Tangibility
Penampilan fasilitas fisik, perlengkapan, karyawan dan bahan komunikasi.
2. Relialibility
Merupakan kemampuan melaksanakan layanan yang dijanjikan secara meyakinkan dan
akurat.
3. Responsiveness
Kesediaan membantu pelanggan dan memberikan jasa dengan cepat.
4. Assurance
Pengetahuan dan kesopanan karyawan serta kemampuan mereka dalam menumbuhkan rasa
percaya dan keyakinan.
5. Empathy
Kesediaan memberikan perhatian yang mendalam dan khusus kepada masing-masing
pelanggan.
Sementara menurut Payne seperti dikutip dalam Djati & Darmawan (2005), dimensi
pelayanan jasa dapat terdiri atas unsur:
2. Reliability (keandalan)
Merupakan kemampuan perusahaan dalam memberikan pelayanan yang sesuai dengan
yang dijanjikan kepada pelanggan. Hal ini dapat berupa adanya perbaikan kinerja yang
sesuai dengan harapan pelanggan.
5. Empathy (perhatian)
Merupakan pemberian perhatian yang bersifat individu kepada pelanggan dari perusahaan.
Hal ini dimaksudkan agar pihak perusahaan dapat memahami lebih jauh tentang keinginan
dan kebutuhan dari pelanggannya (Nirwana, 2004).
Menurut Ha dan Jang (2012: 209) ; Ryu et al., (2012: 208) kualitas makanan
digambarkan secara singkat sebagai makanan yang disajikan dengan baik, segar dan lezat.
Menurut Namkung dan Jang (2008: 149) mengidentifikasi presentasi dan rasa makanan sebagai
faktor kualitas makanan yang paling berpengaruh.
Penelitian Ha dan Jang (2012), Ryu dan Han (2010), dan Ryu et al., (2012) lebih lanjut
menunjukkan persepsi pelanggan terhadap kualitas makanan di restotan menyebarkan kepada
konsumen lain mengenai hal positif restoran melalui word-of-mouth.
Menurut Ryu dan Han dalam Sahari et al., (2012) “food quality was the most important
attribute of overall restaurant service quality and is expected to have a positive relatonship with
customer satisfaction and loyalty”. Kualitas makanan adalah atribut yang paling penting dari
keseluruhan kualitas layanan restoran dan diharapkan memiliki hubungan positif dengan
kepuasan dan loyalitas pelanggan. Jika sebuah restoran mampu memberikan pelayanan yang
baik bagi pelanggannya maka akan dapat menciptakan kepuasan dan loyalitas pelanggan,
selain itu pelanggan akan datang kembali ke restoran tersebut. Selanjutnya menurut Namkung
dan Jang (2007); Sulek dan Hensley (2004) kualitas makanan adalah salah satu komponen yang
paling penting dari pengalaman bersantap. Clark dan Wood (1999) dalam Ha dan Jang (2010)
menegaskan bahwa kualitas makanan merupakan faktor utama yang mempengaruhi loyalitas
pelanggan di restoran. Susskind dan Chan (2000) dalam Ha dan Jang (2010) bersikeras bahwa
dari perspektif pelanggan, kualitas makanan adalah kunci penentu untuk mengunjungi sebuah
restoran. Sulek dan Hansley (2004) dalam Ha dan Jang (2010) menemukan bahwa bila
dibandingkan dengan aspek – aspek lain dari restoran, seperti komponen lingkungan dan
kualitas layanan, kualitas makanan merupakan elemen yang paling penting dari kepuasan
pelanggan. Menurut Kivela et al., (2000); Raajpoot (2002); Namkung et al., (2007) dalam Ha
dan Jang (2010) kualitas makanan telah diukur dengan menggunakan sejumlah indikator yaitu:
1. Prensentation
Penyajian menunjukkan tata hidangan sebagai tampilan kualitas bagi persepsi pelanggan.
Kualitas tata hidangan mempengaruhi suasana makan dan kepuasan pelanggan.
2. Variety
Melibatkan sejumlah menu yang disajikan berbeda dan beragam.Restoran diharapkan
mampu menciptakan menu-menu baru berkualitas agar memuaskan pelanggan.
3. Healthy Options
Menu yang disajikan bernutrisi dan bergizi. Jika menu yang disajikan sehat maka akan
menarik minat dan kepuasan pelanggan untuk kembali.
4. Taste
Rasa menu merupakan kunci utama pengalaman bersantap di sebuah restoran. Pelanggan
pada umumnya menjadi pecinta kuliner disebabkan rasa makanan yang nikmat. Rasa
umumnya mempengaruhi kepuasan pelanggan dan niat untuk berkunjung kembali.
5. Freshness
Kesegaran bahan makanan berkaitan dengan bau, bentuk dan warna bahan. Kesegaran
makanan menggambarkan kualitas makanan.
6. Temperature
Suhu merupakan elemen penting dari kualitas makanan. Suhu bisa digunakan untuk
mengukur rasa makanan, bau dan warna. Jadi suhu juga mempengaruhi kualitas makanan.
Menurut Tjiptono (2014) , kepuasan berasal dari bahasa Latin “Satis” yang berarti
cukup baik, memadai dan “Facio” yang berarti melakukan atau membuat. Secara sederhana
kepuasan bisa diartikan sebagai upaya pemenuhan sesuatu atau membuat sesuatu memadai.
Kepuasan konsumen adalah sejauh mana manfaat sebuah produk dirasakan (perceived)
sesuai dengan apa yang diharapkan pelanggan (Amir, 2005). Lebih dalam lagi, Oliver
menjelaskan bahwa kepuasan pelanggan adalah bagian dari pemasaran dan memainkan peran
penting di dalam pasar (Oliver, 2007).
Hampir senada dengan Oliver, Kotler (2000) mengatakan bahwa kepuasan konsumen
merupakan tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan antara kinerja produk yang ia
rasakan dengan harapannya. Kepuasan atau ketidakpuasan konsumen adalah respon terhadap
evaluasi ketidaksesuaian atau diskonfirmasi yang dirasakan antara harapan sebelumnya dan
kinerja aktual produk yang dirasakan setelah pemakaian (Tse dan Wilson dalam Nasution,
2004).
Menurut Westbrook & Reilly (dalam Tjiptono, 2005) mengemukakan bahwa kepuasan
konsumen merupakan respon emosional terhadap pengalaman yang berkaitan dengan produk
atau jasa yang dibeli. Sementara Kandampully (2002) menyatakan bahwa kepuasan pelanggan
sangat penting bagi setiap organisasi, baik sektor jasa ataupun sektor barang, oleh karena itu
tidak setiap waktu produsen dapat memuaskan pelanggan. Karena ada begitu banyak pelanggan
yang menggunakan produk dan setiap pelanggan menggunakannya secara berbeda, sikap yang
berbeda, dan berbicara secara berbeda.
2. Pengalaman masa lalu ketika mengkonsumsi produk dari perusahaan maupun pesaing-
pesaingnya.
Sementara itu, setiap perusahaan yang memiliki kepentingan dalam membentuk komunitas
pelanggan yang puas serta telah berhasil membentuk fokus pada kepuasan pelanggan,
dijelaskan oleh Tjiptono dan Diana dalam Subroto dan Yamit (2004), memiliki karakteristik
sebagai berikut:
Dari berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan definisi kepuasan konsumen yaitu tingkat
perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja produk yang dia rasakan dengan
harapannya.
Engel (1990) dalam Tjiptono dan Chandra (2011) menyatakan bahwa kepuasan
pelanggan merupakan evaluasi purnabeli dimana alternatif yang dipilih sekurang-kurangnya
sama atau melampaui harapan pelanggan, ketidakpuasan muncul apabila hasil tidak memenuhi
harapan.
Kotler (2000) menyatakan ciri-ciri konsumen yang puas ada tiga ciri, yaitu loyal
terhadap produk, adanya komunikasi dari mulut ke mulut yang bersifat positif, dan perusahaan
menjadi pertimbangan utama ketika membeli merek lain.
Menurut Kotler & Keller (2012) yang dikutip oleh Fandy ada beberapa metode yang
dipergunakan dalam mengukur kepuasan pelanggannya, antara lain :
Perusahaan akan menghubungi para pelanggan yang telah berhenti membeli produk
atau telah pindah pemasok, agar dapat memahami mengapa pelanggan tersebut
berpindah ke tempat lain dan dapat mengambil kebijakan / penyempurnaan
selanjutnya. Kesulitan dari meotde ini adalah pada mengidentifikasi dan
mengkontak mantan pelanggan yang bersedia memberikan masukan dan evaluasi
terhadap kinerja perusahaan.
Menurut Engel et al dalam Sopiah dan Sangadji (2013:7), perilaku konsumen adalah
tindakan yang langsung terlibat dalam pemerolehan, pengonsumsian, dan penghabisan
produk atau jasa, termasuk proses yang mendahului dan menyusul tindakan tersebut.
Menurut Griffin dalam Sopiah dan Sangadji (2013:8), perilaku konsumen adalah semua
kegiatan, tindakan, serta proses psikologi yang mendorong tindakan tersebut pada saat
sebelum membeli, ketika membeli, menggunakan, menghabiskan produk dan jasa
setelah melakukan hal-hal diatas atau kegiatan mengevaluasi.
Menurut Hasan (2013:161), perilaku konsumen adalah studi proses yang terlibat ketika
individu atau kelompok memilih, membeli, menggunakan, atau mengatur produk, jasa,
idea atau pengalaman untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen.
Menurut Kotler dan Keller (2009:166) Perilaku konsumen adalah studi tentang
bagaimana individu, kelompok, dan organisasi memilih, membeli, menggunakan, dan
bagaimana barang, jasa, ide, atau pengalaman untuk memuaskan kebutuhan dan
keinginan mereka.
1. Disiplin ilmu yang mempelajari perilaku individu, kelompok atau organisasi dan
proses-proses yang digunakan konsumen untuk menyeleksi, menggunakan produk,
pelayanan, pengalaman (ide) untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan
konsumen, dan dampak dari proses-proses tersebut pada konsumen dan masyarakat.
2. Tindakan yang dilakukan oleh konsumen guna mencapai dan memenuhi
kebutuhannya baik dalam penggunaan, pengonsumsian, dan penghabisan barang
dan jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan yang menyusul.
3. Tindakan atau perilaku yang dilakukan konsumen yang dimulai dengan merasakan
adanya kebutuhan dan keinginan, kemudian berusaha mendapatkan produk yang
diinginkan,mengonsumsi produk tersebut, dan berakhir dengan tindakan-tindakan
pasca pembelian, yaitu perasaan puas atau tidak puas.
Marketing Target
Black Box
Stimuli Audience
Respon
Gambar 2.1 memperlihatkan dua dimensi dalam model perilaku konsumen yang sederhana,
yaitu:
2. Respon pasar sasaran (target audience response) terhadap pemasaran yang dirancang oleh
perusahaan. Stimulus pemasaran bisa berupa strategi dan metode pemasaran yang
dikembangkan produsen atau pemasar untuk memasarkan produk. Dengan stimulus
tersebut diharapkan konsumen tertarik untuk membeli produk dan merasa puas.
Diantara dua dimensi tersebut terdapat kotak hitam (black box) yang berupa variabel intervensi
(intervening variable) antara stimulus dan respon seperti suasana hati (mood), pengetahuan
konsumen, sikap, nilai, dan situasi dan kondisi yang dihadapai konsumen. Suasana hati
konsumen, misalnya perasaan senang, sedih, gembira, kecewa, sakit, menentukan perilaku
konsumen. Konsumen yang memiliki pengetahuan yang banyak dan lengkap (mengenai
produk, harga, penyalur) tentu memiliki perilaku yang berbeda dalam pembelian produk
(sebelum, selama, dan sesudah pembelian produk)
Marketing and other stimuli Buyer’s Black Box Buyer’s Responses
Gambar 2.4.1 menunjukkan bahwa dalam model perilaku konsumen terdapat tiga dimensi,
yaitu (1) stimulus pemasaran dan stimulus lain, (2) kotak hitam konsumen, (3) respons
konsumen.
3. Respon konsumen
Dimensi ketiga dari model perilaku konsumen adalah respons konsumen terhadap stimulus
produsen/pemasar. Respons konsumen bisa berupa tindakan membeli atau tidak membeli
produk yang ditawarkan produsen atau pemasar.
Penelitian ini didukung oleh beberapa jurnal penelitian terdahulu yang dijadikan acuan
atau pedoman yang dapat memperkuat teori serta hasil penelitian sehingga dapat
menjawab rumusan masalah serta membuktikan hipotesis yang disusun. Jurnal penelitian
tersebut sebagai berikut :
1. Ryu et al (2012) melakukan penelitian tentang pengaruh kualitas makanan, pelayanan
dan lingkungan fisik terhadap citra restorant, persepsi nilai pelanggan, kepuasan
pelanggan dan niat perilaku pelanggan.. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat
pengaruh signifikan kualitas makanan, pelayanan dan lingkungan fisik terhadap niat
perilaku pelanggan. Selain itu kualitas lingkungan fisik dan makanan berpengaruh
signifikan terhadap nilai persepsi pelanggan. Citra restorant juga berpengaruh
signifikan terhadap nilai persepsi pelanggan. Kesimpulan menunjukkan bahwa nilai
persepsi pelanggan kepuasan pelanggan dan kepuasan pelanggan berpengaruh terhadap
niat perilaku pelanggan.
2. Ryu & Han (2015) meneliti hubungan antara tiga faktor penentu dimensi kualitas
(makanan, layanan, dan fisik lingkungan), harga, dan kepuasan dan niat perilaku di
restoran cepat-santai. Akademisi dan manajertahu relatif sedikit tentang bagaimana
efek gabungan dari kualitas (makanan, layanan, dan lingkungan fisik) memperoleh
kepuasan pelanggan yang, pada gilirannya, mempengaruhi niat perilaku. Analisis
regresi berganda hirarki dengan interaksi menunjukkan bahwa kualitas makanan,
layanan, dan lingkungan fisik semua faktor penentu yang signifikan niat perilaku
pelanggan. Selain itu, harga dianggap bertindak sebagai moderator dalam proses
pembentukan kepuasan Akhirnya, kepuasan pelanggan memang prediktor signifikan
dari niat perilaku.
3. Joung et al (2010) menjelaskan tujuan khusus dari penelitian ini adalah (1) untuk
menguji pengaruh kualitas pelayanan terhadap kepuasan dan perilaku niat warga, (2)
untuk menguji dampak dari kualitas makanan pada kepuasan dan behavioralintentions
warga, (3) untuk mengidentifikasi bagaimana warga kepuasan mempengaruhi warga
niat perilaku, dan (4) untuk menyelidiki hubungan antara retensi restoran dan retensi ke
pusat pensiun senior. Itu Hasil menunjukkan bahwa kualitas pelayanan tidak
berpengaruh positif terhadap retensi restoran dengan sesuai perkiraan 0,05. Ini berarti
bahwa dampak kualitas layanan pada retensi untuk restoran dengan mediasi kepuasan
warga. Juga, warga lebih puas lebih mungkin untuk mempertahankan ke restoran;
Selanjutnya, mereka warga secara bersamaan cenderung menunjukkan lebih positif niat
perilaku masyarakat.
Penelitian ini menggabungkan ketiga penelitian tersebut yakni menguji secara empiris
pengaruh pelayanan, kualitas makanan untuk meningkatkan kepuasan terhadap nilai
perilaku mahasiswa manajemen Universitas Bengkulu di rumah makan cepat saji (Kfc
di Kota Bengkulu).
Tabel 2.5
Persamaan dan Perbedaan Penelitian Terdahulu
Ryu dan Han Hasil penelitian ini juga mendukung temuan sebelumnya yang membuktikan
adanya pengaruh yang positif dan signifikan dari kepuasan terhadap behavioral intentions
(Kivela et al., 1999; Yap dan Kew, 2007; Kim et al., 2009; Saha dan Theingi, 2009; Ha
dan Jang, 2010; Ryu dan Han, 2010; Clemes et al.,2011; Wu, 2013; serta Canny, 2013).
Jika pelanggan merasa puas dengan pengalaman makannya di Métis, maka semakin tinggi
kemungkinan pelanggan untuk berkunjung kembali, menceritakan hal-hal yang positif,
merekomendasikan Métis kepada rekan-rekannya serta mempertimbangkan Métis sebagai
pilihan yang pertama untuk kunjungan makan berikutnya.
2.6.4 Hubungan Variabel Kualitas Pelayanan,Kualitas Makanan dan
Kepuasan Terhadap Nilai Perilaku
Menurut Kotler dan Keller (2009:166) Perilaku konsumen adalah studi tentang bagaimana
individu, kelompok, dan organisasi memilih, membeli, menggunakan, dan bagaimana
barang, jasa, ide, atau pengalaman untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan mereka.
Menurut Engel et al dalam Sopiah dan Sangadji (2013:7), perilaku konsumen adalah
tindakan yang langsung terlibat dalam pemerolehan, pengonsumsian, dan penghabisan
produk atau jasa, termasuk proses yang mendahului dan menyusul tindakan tersebut.
Menurut Griffin dalam Sopiah dan Sangadji (2013:8), perilaku konsumen adalah semua
kegiatan, tindakan, serta proses psikologi yang mendorong tindakan tersebut pada saat
sebelum membeli, ketika membeli, menggunakan, menghabiskan produk dan jasa setelah
melakukan hal-hal diatas atau kegiatan mengevaluasi. Dari penelitian yang dilakukan Ryu
et al (2012),Ryu dan Han (2015) dan Joung et al (2010), ketiga variabel tersebut
berpangaruh terhadap nilai perilaku.
Kualitas Pelayanan
(X1)
Kepuasan (Y) Nilai Perilaku (Y)
2.8 Hipotesis
Dalam penelitian ini diajukan sebuah hipotesis sebagai jawaban sementara terhadap
permasalahan yang telah dikemukakan. Adapun hipotesis yang diajukan dalam penelitian
ini adalah:
1. Apakah ada pengaruh kualitas makanan terhadap kepuasan dan nilai perilaku
Mahasiswa manajemen Universitas Bengkulu di rumah makan cepat saji (Kfc di
kota Bengkulu)
2. Apakah ada pengaruh kualitas pelayanan terhadap kepuasan dan nilai perilaku
mahasiswa manajemen Universitas Bengkulu di rumah makan cepat saji (Kfc di
kota Bengkulu)
3. Apakah ada pengaruh kepuasan terhadap nilai perilaku mahasiswa manajemen
Universitas Bengkulu di rumah makan cepat saji (Kfc di kota Bengkulu)
4. Apakah nilai perilaku mempengaruhi kepuasan,kualitas makanan dan kualitas
pelayanan mahasiswa manajemen Universitas Bengkulu di rumah makan cepat saji
(Kfc di kota Bengkulu)