Anda di halaman 1dari 14

A.

Konsep Pneumonia
1. Pengertian
Pneumonia adalah inflamasi parenkim paru yang disebabkan oleh berbagai
mikroorganisme termasuk bacteria, mikobakteria, jamur, dan virus. Pneumonia
diklasifikasikan sebagai pneumonia didapat di komunitas, pneumonia didapat
dirumah sakit, pneumonia pada pejamu yang mengalami luluh imun, dan
pneumonia aspirasi (Brunner & Suddarth, 2014).
Pneumonia adalah radang parenkim paru yang disebabkan oleh
mikroorganisme dan kadang non infeksi. ( Astuti & Angga, 2010 :109)
Pneumonia adalah suatu proses peradangan dimana terdapat terdapat
konsolidasi yang disebabkan pengisian rongga alveoli oleh eksudat. Pertukaran
gas tidak dapat berlangsung pada daerah yang mengalami konsolidasi,
begitupun dengan aliran darah disekitar alveoli, menjadi terhambat dan tidak
berfungsi maksimal. (Soemantri, 2009 :74)

2. Etiologi
Etiologi pneumonia yaitu bakteri, virus, jamur dan benda asing.
Berdasarkan anatomis dari struktur paru yang terkena infeksi, pneumonia dibagi
menjadi pneumonia lobaris, pneumonia lobularis (bronkhopneumonia), dan
pneumonia intersitialis (bronkiolitis). Bronkhopneumonia merupakan penyakit
radang paru yang biasanya didahului dengan infeksi saluran pernafasan akut
(ISPA) bagian atas dan disertai dengan panas tinggi. Keadaan yang
menyebabkan turunnya daya tahan tubuh, yaitu aspirasi, penyakit menahun, gizi
kurang/malnutrisi energi protein (MEP), faktor patrogenik seperti trauma pada
paru, anestesia, pengobatan dengan antibiotika yang tidak sempurna merupakan
faktor yang mempengaruhi terjadinya bronkhopneumonia. Menurut WHO
diberbagai negara berkembang Streptococus pneumonia dan Hemophylus
influenza merupakan bakteri yang selalu ditemukan pada dua pertiga dari hasil
isolasi, yaitu 73,9% aspirat paru dan 69,1% hasil isolasi dari spesimen darah
(Depkes, 2009).
3. Manifestasi Klinis
Pneumonia pada pasien lansia dapat mucul sebagai diagnosis primer atau
sebagai komplikasi dari penyakit kronis. Infeksi primer pada lansia seringkali
sulit di obati dan menyebabkan angka mortalitas yang tinggi pada individu yang
lebih muda. Perburukan umum, kelemahan, gejala abdomen, anoreksia,
konfulsi, takikardi, dan takipnea dapat menandai awitan pneumonia. Diagnosis
pneumonia mungkin terabaikan karena gejala klasik seperti batuk, nyeri dada,
produksi sputum, dan demam mungkin tidak ada atau tersamarkan pada pasien
lansia. Selain itu, munculnya sejumlah gejala juga dapat menyesatkan. Bunyi
nafas abnormal, misalnya, mungkin disebabkan oleh mikroatelektasis yang
terjadi akibat penurunan mobilitas, penurunan volume paru, atau perubahan
fungsi pernafasan lain. Foto ronsen dada mungkin diperlukan untuk
membedakan gagal jantung kronis dan pneumonia sebagai penyebab atau tanda
gejala klinis.

4. Patofisiologi
Pneumonia bakterial menyerang baik ventilasi maupun difusi. Suatu reaksi
inflamasi yang dilakukan oleh pneumokokus terjadi pada alveoli dan
menghasilkan eksudat, yang mengganggu gerakan dan difusi oksigen serta
karbon dioksida. Sel-sel darah putih, kebanyakan neutrofil, juga bermigrasi ke
dalam alveoli dan memenuhi ruang yang biasanya mengandung udara. Area
paru tidak mendapat ventilasi yang cukup karena sekresi, edema mukosa, dan
bronkospasme, menyebabkan oklusi parsial bronki atau alveoli dengan
mengakibatkan penurunan tahanan oksigen alveolar. Darah vena yang
memasuki paru-paru lewat melalui area yang kurang terventilasi dan keluar ke
sisi kiri jantung tanpa mengalami oksigenasi. Pada pokoknya, darah terpirau
dari sisi kanan ke sisi kiri jantung. Percampuran darah yang teroksigenasi dan
tidak teroksigenasi ini akhirnya mengakibatkan hipoksemia arterial.
Sindrom Pneumonia Atipikal. Pneumonia yang berkaitan dengan
mikoplasma, fungus, klamidia, demam-Q, penyakit Legionnaires’.
Pneumocystis carinii, dan virus termasuk ke dalam sindrom pneumonia atipikal.
Pneumonia mikoplasma adalah penyebab pneumonia atipikal primer yang
paling umum. Mikoplasma adalah organisme kecil yang dikelilingi oleh
membran berlapis tiga tanpa dinding sel. Organisme ini tumbuh pada media
kultur khusus tetapi berbeda dari virus. Pneumonia mikoplasma paling sering
terjadi pada anak-anak yang sudah besar dan dewasa muda.
Pneumonia kemungkinan ditularkan oleh droplet pernapasan yang
terinfeksi, melalui kontak dari individu ke individu. Pasien dapat diperiksa
terhadap antibodi mikoplasma.
Inflamasi infiltrat lebih kepada interstisial ketimbang alveolar. Pneumonia
ini menyebar ke seluruh saluran pernapasan, termasuk bronkiolus. Secara
umum, pneumonia ini mempunyai ciri-ciri bronkopneumonia. Sakit telinga dan
miringitis bulous merupakan hal yang umum terjadi. Pneumonia atipikal dapat
menimbulkan masalah-masalah yang sama baik dalam ventilasi maupun difusi
seperti yang diuraikan dalam pneumonia bakterial (Brunner & Suddart, 2014).

5. Pathwey

Micoplasma
virus Bakteri (mirip bakteri) jamur

Masuk sasaluran
pernafasan

Paru-paru

Bronkus & alveoli


Reseptor peradangan

Mengganggu kerja
makrofag hipothalamus
Difusi gas antara O2 &
Pola NapasBersihan jalansekretKeringat Gangguan
CO2
Kapasitas ditransportasi
alveoli Resiko kekurangan
produksi Intake tekanan Intra abdomen
cairan Hipertermi
Peradangan/
Nadi lemah
kelelahan odema inflamasi
dispnea
infeksi
Tidak Efektif batuk
Anoreksia
napas tidak efektif Suhu pertukaran
Saraf
Pnekanan
tubuh terganggu
O2 menurun
pusat
diafragma gasvolume cairan
berlebih
Nutrisi berkurang

Resiko
ketidakseimbangan
nutrisi : kurang dari Peningkatan
keb. tubuh Metabolisme

6. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Radiologis
Pola radiologis dapat berupa pneumonia alveolar dengan gambaran air
bronchogram (airspace disease) misalnya oleh Streptococcus pneumoniae;
bronkopneumonia (segmental disease) oleh antara lain staphylococcus, virus
atau mikoplasma; dan pneumonia interstisial (interstitial disease) oleh virus
dan mikoplasma. Distribusi infiltrat pada segmen apikal lobus bawah atau
inferior lobus atas sugestif untuk kuman aspirasi. Tetapi pada pasien yang
tidak sadar, lokasi ini bisa dimana saja. Infiltrat di lobus atas sering
ditimbulkan Klebsiella, tuberkulosis atau amiloidosis. Pada lobus bawah
dapat terjadi infiltrat akibat Staphylococcus atau bakteriemia.
2. Pemeriksaan Laboratorium
Leukositosis umumnya menandai adanya infeksi bakteri; leukosit
normal/rendah dapat disebabkan oleh infeksi virus/mikoplasma atau pada
infeksi yang berat sehingga tidak terjadi respons leukosit, orang tua atau
lemah. Leukopenia menunjukkan depresi imunitas, misalnya neutropenia
pada infeksi kuman Gram negatif atau S. aureus pada pasien dengan
keganasan dan gangguan kekebalan. Faal hati mungkin terganggu.
3. Pemeriksaan Bakteriologis
Bahan berasal dari sputum, darah, aspirasi nasotrakeal/transtrakeal,
aspirasi jarum transtorakal, torakosentesis, bronkoskopi, atau biopsi. Untuk
tujuan terapi empiris dilakukan pemeriksaan apus Gram, Burri Gin,
Quellung test dan Z. Nielsen.
4. Pemeriksaan Khusus
Titer antibodi terhadap virus, legionela, dan mikoplasma. Nilai
diagnostik bila titer tinggi atau ada kenaikan titer 4 kali. Analisis gas darah
dilakukan untuk menilai tingkat hipoksia dan kebutuhan oksigen.

7. Penatalaksanaan
a. Antibiotik diresepkan berdasarkan hasil pewarnaan Gram dan pedoman
antibiotik (pola resistensi, faktor risiko, etiologi harus dipertimbangkan ).
Terapi kombinasi dapat juga digunakan.
b. Terapi suportif mencakup hidrasi, antiseptic, medikasi antitusif,
antihistamin, atau dengan dekongestan nasal.
c. Tirah baring direkomendasikan sampai infeksi menunjukan tanda-tanda
bersih.
d. Terapi oksigen diberikan untuk hipoksemia.
e. Bantuan pernafasan mencakup konsentrasi oksigen inspirasi yang tinggi,
intubasi endotrakea, dan ventilasi mekanis.
f. Terapi atelektasis, efusi pleura, syok, gagal nafas, atau superinfeksi
dilakukan, jika perlu.
g. Untuk kelompok yang beresiko tinggi mengalami CAP, disarankan untuk
melakukan vaksinasi pneumokokus.
(Brunner & Suddarth, 2014 :459)

8. Komplikasia
a. Gagal napas dan sirkulasi
Efek pneumonia terhadap paru-paru pada orng yang menderita pneumonia
sering kesulitan bernapas, dan itu tidak mungkin bagi mereka untuk tetap
cukup bernapas tanpa bantuan agar tetap hidup. Bantuan pernapasan non-
invasiv yang dapat membantu seperti mesin untuk jalan napas dengan
bilevel tekanan positif, dalam kasus lain pemasangan endotracheal tube
kalau perlu dan ventilator dapat digunakan untuk membantu pernapasan.
Pneumonia dapat menyebabkan gagal napas oleh pencetus akut respiratory
distress syndrome (ARDS). Hasil dari gabungan infeksi dan respons
inflamasi dalam paru-paru segera diisi cairan dan menjadi sangat kental,
kekentalan ini menyatu dengan keras menyebabkan kesulitan penyaringan
udara untuk cairan alveoli, harus membuat ventilasi mekanik yang
membutuhkan. Syok sepsis dan septik merupakan komplikasi potensial
dari pneumonia. Sepsis terjadi karena mikroorganisme masuk ke aliran
darah dan respon sistem imun melalui sekresi sitokin. Sepsis seringkali
terjadi pada pneumonia karena bakteri; streptococcus pneumonia
merupakan salah satu penyebabkan individu dengan sepsis atau septik
membutuhkan unit perawatan intensif dirumah sakit. Mereka
membutuhkan cairan infus dan obat-obatan untuk membantu
mempertahankan tekanan darah agar tidak turun sampai rendah. Sepsis
dapat meyebabkan kerusakan hati, ginjal, dan jantung diantara masalah
lain dan sering menyebabkan kematian.
b. Efusi pleura, empyema, dan abces
Ada kalanya, infeksi mikroorganisme pada paru-apru akan menyebabkan
bertambahnya (effusi pleura) cairan dalam ruang yang mengelilingi paru
(rongga pleura). Jika mikroorganisme itu sendiri ada di rongga pleura,
kumpulan cairan ini disebut empyema. Bila cairan pleura ada pada orang
dengan pneumonia, cairan ini sering diambil dengan jarum (toracentesis)
dan periksa, tergantung dari hasil pemeriksaan ini. Perlu pengaliran
lengkap dari cairan ini, sering memerlukan selang pada dada. Pada kasusu
empyema berat perlu tindakan pembedahan. Jika cairan tidak dapat
dikeluarkan, mungkin infeksi berlansung lama, karena antibiotik tidak
menembus dengan baik ke dalam rongga pleura.
Bakteri akan menginfeksi bentuk kantong yang berisi cairan yang disebut
abses. Abses pada paru biasanya dapat dilihat dengan foto thorax dengan
sinar x atau CT scan. Abses-abses khas terjadi pada pneumonia aspirasi
dan sering mengandung beberapa tipe bakteri. Biasanya antibiotik cukup
untuk pengobatan abses pada paru, tetapi kadang abses harus dikeluarkan
oleh ahli bedah atau ahli radiologi.
c. Empiema yang memerlukan antibiotik dalam waktu yang lama. ( Astuti &
Angga, 2010 :112)

B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Anamnesis
Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien dengan pneumonia
untuk meminta pertolongan kesehatan adalah sesak nafas, batuk, dan
peningkatan suhu tubuh/demam.
1) Riwayat penyakit saat ini
Pengkajian ini dilakukan untuk mendukung keluhan utama. Apabila
keluhan utama adalah batuk, maka perawat harus menanyakan sudah
berapa lama keluhan batuk muncul. Pada klien dengan pneumonia,
keluhan batuk biasanya timbul mendadak dan tidak berkurang setelah
meminum obat batuk yang biasa ada di pasaran.
Klien biasanya mengeluh mengalami demam tinggi dan menggigil.
Adanya keluhan nyeri dada pleuritis, sesak nafas, peningkatan freekuensi
pernafasan lemas dan nyeri kepala.
2) Riwayat penyakit dahulu
Pengkajian diarahkan pada waktu sebelumnya, apakah klien pernah
mengalami infeksi saluran pernafasan atas (ISPA) dengan gejala seperti
luka tenggorok, kongestil nasal, bersin, dan demam tinggi.
b. Pengkajian psiko-sosio-spiritual
Pada kondisi klinis klien dengan pneumonia sering mengalami kecemasan
bertingkat sesuai dengan keluhan yang dialaminya.
c. Pengkajian Primer
1) Airway
a) Peningkatan sekresi pernapasan
b) Bunyi nafas krekels, ronki dan mengi
2) Breathing
a) Distress pernapasan :pernapasan cuping hidung, takipneu/bradipneu,
retraksi.
b) Menggunakan otot aksesori pernapasan
c) Kesulitan bernafas : diaforesis, sianosis
3) Circulation
a) Penurunan curah jantung : gelisah, letargi, takikardia
b) Sakit kepala
c) Gangguan tingkat kesadaran : ansietas, gelisah, kacau mental,
mengantuk
d) Papiledema
e) Penurunan haluaran urine
f) Kapiler refill
g) Sianosis.
d. Pemeriksaan fisik
1) Aktivitas/istirahat
Gejala : Kelemahan, kelelahan, insomnia.
Tanda : Letargi, penurunan toleransi terhadap aktivitas.
2) Sirkulasi
Gejala : Riwayat adana GJK kronis.
Tanda : Takikardia, penampilan kemerahan atau pucat.
3) Integritas ego
Gejala : Banyaknya stresor, masalah finansial.
4) Makanan/cairan
Gejala : Kehilangan nafsu makan, mual/muntah, riwayat diabetes
melitus.
Tanda : Distensi abdomen, hiperaktif bunyi usus, kulit kering dengan
turgor buruk, penampilan kakeksia (malnutrisi).
5) Neurosensori
Gejala : Sakit kepala daerah frontal (influenza).
Tanda : Perubahan mental (bingung, somnolen).
6) Nyeri/keamanan
Gejala : Sakit kepala, nyeri dada (pleuritik), meningkat oleh batuk;
nyeri dada substernal (influenza), mialgia, artralgia.
Tanda : Melindungi area yang sakit (pasien umumnya tidur pada sisi
yang sakit untuk membatasi gerakan).
7) Pernapasan
Gejala : Riwayat adanya / ISK kronis, PPOM, merokok sigaret,
takpnea, dispnea progresif, pernapasan dangkal, penggunaan otot
aksesori, pelebaran nasal.
Tanda : Sputum: merah muda, berkarat, atau purulen, perkusi: pekak
di atas area yang konsolidasi, fremitus: taktil dan vokal bertahap
meningkat dengan konsolidasi, gesekan friksi pleural, bunyi napas:
menurun atau tak ada di atas area yang terlibat, atau napas bronkial,
warna: pucat atau sianosis bibir/kuku.
8) Keamanan
Gejala : Riwayat gangguan sistem imun, mis: SLE, AIDS,
penggunaan steroid atau kemoterapi, institusionalisasi, ketidakmampuan
umum, demam (misalnya: 38,5 - 39,6 derajat celcius).
Tanda : Berkeringat, menggigil berulang, gemetar, kemerahan
mungkin ada pada kasus rubeola atau varisela.
9) Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : Riwayat mengalami pembedahan; penggunaan alkohol
kronis.
Pertimbangan : DRG menunjukkan rerata lama dirawat: 6,8 hari.
Rencana pemulangan: Bantuan dengan perawatan diri, tugas
pemeliharaan rumah, oksigen mungkin diperlukan bila ada kondisi
pencetus.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan kapasitas
pembawa oksigen darah.
b. Bersihan jalan nafas tak efektif berhubungan dengan inflamasi trachea
bronchial, pembentukan edema, peningkatan produksi sputum.
c. Nyeri (akut) berhubungan dengan inflamasi parenkim paru, batuk menetap.
d. Gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan gangguan sirkulasi.
e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
dan kebutuhan oksigen.

3. Intervensi Keperawatan
a. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan pembawa oksigen
darah, gangguan pengiriman oksigen, ditandai dengan: Dispnea, sianosis,
takikardia, gelisah/perubahan mental, hipoksia
Tujuan : gangguan gas teratasi
Kriteria hasil : Tidak nampak sianosis, Nafas normal,Tidak terjadi sesak,
Tidak terjadi hipoksia, Klien tampak tenang
Intervensi
1) Kaji frekuensi/kedalaman dan kemudahan bernafas
Rasional: Manifestasi distress pernafasan tergantung pada indikasi derajat
keterlibatan paru dan status kesehatan umum.
2) Observasi warna kulit, membran mukosa dan kuku. Catat adanya sianosis
perifer (kuku) atau sianosis sentral.
Rasional: sianosis kuku menunjukkan vasokontriksi respon tubuh
terhadap demam/menggigil namun sianosis pada daun telinga, membran
mukosa dan kulit sekitar mulut menunjukkan hipoksemia sistemik.
3) Kaji status mental.
Rasional: gelisah mudah terangsang, bingung dan somnolen dapat
menunjukkan hipoksia atau penurunan oksigen serebral.
4) Tinggikan kepala dan dorong sering mengubah posisi, nafas dalam dan
batuk efektif.
Rasional: tindakan ini meningkat inspirasi maksimal, meningkat
pengeluaran secret untuk memperbaiki ventilasi tak efektif.
5) Berikan terapi oksigen dengan benar misal dengan nasal plong master,
master venturi.
Rasional: mempertahankan PaO2 di atas 60 mmHg. O2 diberikan dengan
metode yang memberikan pengiriman tepat dalam toleransi pernapasan.
b. Bersihan jalan nafas tak efektif berhubungan dengan inflamasi trachea
bronchial, peningkatan produksi sputum, ditandai dengan: Perubahan
frekuensi, kedalaman pernafasan, Bunyi nafas tak normal, dispnea, sianosis,
batuk efektif atau tidak efektif dengan/tanpa produksi sputum.
Tujuan : Jalan nafas efektif
Kriteria hasil : Batuk teratasi, nafas normal, bunyi nafas bersih, tidak terjadi
Sianosis
Intervensi:
1) Kaji frekuensi/kedalaman pernafasan dan gerakan dada
Rasional : Takipnea, pernafasan dangkal dan gerakan dada tak simetris
sering terjadi karena ketidaknyamanan.
2) Auskultasi area paru, catat area penurunan 1 kali ada aliran udara dan
bunyi nafas.
Rasional: Penurunan aliran darah terjadi pada area konsolidasi dengan
cairan.
3) Ajarkan teknik batuk efektif
Rasional : Batuk adalah mekanisme pembersihan jalan nafas alami untuk
mempertahankan jalan nafas paten.
4) Berikan cairan sesuai kebetuhan.
Rasional: Cairan (khususnya yang hangat) memobilisasi dan
mengeluarkan secret
5) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat sesuai indikasi:
mukolitik.
Rasional: Alat untuk menurunkan spasme bronkus dengan mobilisasi
sekret, analgetik diberikan untuk memperbaiki batuk dengan menurunkan
ketidaknyamanan tetapi harus digunakan secara hati-hati, karena dapat
menurunkan upaya batuk/menekan pernafasan
c. Nyeri berhubungan dengan inflamasi parenkim varul, batuk menetap
ditandai dengan: Nyeri dada, sakit kepala, gelisah
Tujuan : Nyeri dapat teratasi
Kriteria hasil : Nyeri dada teratasi, sakit kepala terkontrol, Tampak tenang
Intervensi :
1) Tentukan karakteristik nyeri, misal kejan, konstan ditusuk.
Rasional: nyeri dada biasanya ada dalam seberapa derajat pada
pneumonia, juga dapat timbul karena pneumonia seperti perikarditis dan
endokarditis.
2) Pantau tanda vital
Rasional: Perubahan FC jantung/TD menu bawa Pc mengalami nyeri,
khusus bila alas an lain tanda perubahan tanda vital telah terlihat.
3) Berikan tindakan nyaman pijatan punggung, perubahan posisi, musik
tenang/berbincangan.
Rasional: tindakan non analgesik diberikan dengan sentuhan lembut dapat
menghilangkan ketidaknyamanan dan memperbesar efek derajat
analgesik.
4) Bantu pasien dalam teknik menekan dada selama episode batuk.
Rasional: alat untuk mengontrol ketidaknyamanan dada sementara
meningkat keefektifan upaya batuk.
5) Kolaborasi : Berikan analgesik dan antitusik sesuai indikasi
Rasional: obat dapat digunakan untuk menekan batuk non produktif atau
menurunkan mukosa berlebihan meningkat kenyamanan istirahat umum.

d. Gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan gangguan sirkulasi.


Tujuan : meningkatkan suplai darah arteri ke ekstremitas.
Kriteria hasil : Ekstremitas hangat pada perabaan, warna ekstremitas
membaik, melakukan seri latihan Bueger Allen 6 kali, 4 kali secukupnya
Intervensi :
1) Menurunkan ekstremitas dibawah jantung.
Rasional : ekstremitas bawah yang tergantung memperlancar suplai darah
arteri.
2) Mendorong latihan jalan seddang atau latihan ekstremitas bertahap.
Rasional : latihan otot memperbaiiki aliran darah dan pertumbuhan
sirkulasi kolateral.
3) Mendorong latihan postural aktif (latihan Bueger Allen).
Rasional : dengan latihan postural, pengisian akibat gravitasi terganggu
sehingga pembuluh darah menjadi kosong.
e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
dan kebutuhan oksigen ditandai dengan: Dispnea, takikardia, sianosis
Tujuan : Intoleransi aktivitas teratasi
Kriteria hasil : Nafas normal, sianosis tidak terjadi, irama jantung normal
Intervensi
1) Evaluasi respon pasien terhadap aktivitas
Rasional: merupakan kemampuan, kebutuhan pasien dan memudahkan
pilihan interan.
2) Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase akut sesuai
indikasi.
Rasional: menurunkan stress dan rangsangan berlebihan, meningkatkan
istirahat.
3) Bantu pasien memilih posisi nyaman untuk istirahat atau tidur.
Rasional: pasien mungkin nyaman dengan kepala tinggi, tidur di kursi.
4) Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan
Rasional: meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplai
dan kebutuhan oksigen.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner and Suddart. 2014. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC.
Depkes. 2009. Profil Kesehatan Indonesia 2008. Laporan. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia Publishing.
Manurung, Santa. 2009. Gangguan Sitem Pernapasan Akibat Infeksi. Jakarta : EGC.
Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Pada Gangguan Sistem Pernapasan.
Jakarta : EGC.
Ngastiyah. 2009. Perawatan Anak Sakit: Edisi 3. Jakarta: EGC
Zul Dahlan. 2008. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai