Anda di halaman 1dari 25

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang


Trauma abdomen merupakan salah satu penyebab kematian ke-3 pada pasien
trauma, dan ditemukan sekitar 7–10% dari jumlah seluruh kasus trauma. Klasifikasi trauma
abdomen berdasarkan jenis trauma dibagi menjadi dua yaitu trauma tajam (penetrans) dan
trauma tumpul (blunt trauma). Angka kejadian trauma tumpul abdomen didapatkan sekitar 80%
dari keseluruhan trauma abdomen.1 Penyebab yang sering adalah cedera langsung karena
kecelakaan lalu lintas, terjatuh dari tempat tinggi, pada olahraga luncur atau olahraga kontak,
seperti yudo, karate, dan silat. Trauma lien terjadi pada 25% dari semua trauma tumpul abdomen.
Enam hingga 25% dari insidensi trauma tumpul abdomen yang memerlukan tindakan laparotomi
eksplorasi. Organ yang terkena adalah lien (40-55%), hepar (35-45%), dan organ retroperitoneal
(15%).
Lien merupakan organ yang paling sering terluka pada trauma tumpul abdomen atau
trauma toraks kiri bagian bawah. Keadaan ini mungkin disertai kerusakan usus halus, hati dan
pankreas. Lien mendapat vaskularisasi yang banyak, yaitu dilewati kurang lebih 350 liter darah
per harinya. Perdarahan di rongga abdomen akibat ruptur lien bisa menyebabkan komplikasi
berupa anemia, peritonitis, hingga sepsis yang dapat mengancam jiwa. 2,3
Trauma pada lien ini menimbulkan beberapa gejala seperti nyeri abdomen kiri atas dan
nyeri pundak kiri. Pada banyak kasus, foto thoraks dan abdomen menjadi langkah awal untuk
menilai pasien dengan trauma tumpul abdomen. Namun efek dari trauma tumpul abdomen
kadang tertutupi oleh trauma yang lebih nyata. Pada beberapa pasien, kadang tanpa gejala, Hal
ini membuat tingginya mortalitas trauma tumpul abdomen dibanding trauma tembus yang mudah
untuk didiagnosis.

Mengingat besarnya masalah serta resiko kematian yang tinggi pada trauma lien serta
sulitnya mendiagnosis dengan segera, maka kami menulis referat yang membahas trauma lien
dan pemeriksaan radiologisnya.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. LIEN
2.1.1. Anatomi
Lien berasal dari diferensiasi jaringan mesenkimal mesogastrium dorsal. Berat rata-rata
pada manusia dewasa berkisar 75-100 gram, biasanya sedikit mengecil setelah berumur 60 tahun
sepanjang tidak disertai adanya patologi lainnya , ukuran dan bentuk bervariasi, panjang ± 10-
11cm, lebar + 6-7 cm, tebal + 3-4 cm.2
Lien terletak di kuadran kiri atas dorsal di abdomen pada permukaan bawah diafragma,
terlindung oleh iga ke IX, X, dan XI. Lien terpancang ditempatnya oleh lipatan peritoneum yang
diperkuat oleh beberapa ligamentum suspensorium yaitu2,3 :
1. Ligamentum splenoprenika posterior (mudah dipisahkan secara tumpul).
2. Ligamentum gastrosplenika, berisi vasa gastrika brevis
3. Ligamentum splenokolika terdiri dari bagian lateral omentum majus
4. Ligamentum splenorenal.

Lien merupakan organ paling vaskuler, dialiri darah sekitar 350 L per hari dan berisi kira-
kira 1 unit darah pada saat tertentu. Vaskularisasinya meliputi arteri lienalis, variasi cabang
pankreas dan beberapa cabang dari gaster (vasa Brevis). Arteri lienalis merupakan cabang
terbesar dari trunkus celiakus. Biasanya menjadi 5-6 cabang pada hilus sebelum memasuki lien.
Pada 85 % kasus, arteri lienalis bercabang menjadi 2 yaitu ke superior dan inferior sebelum
memasuki hilus. Sehingga hemi splenektomi bisa dilakukan pada keadaan tersebut.Vena lienalis
bergabung dengan vena mesenterika superior membentuk vena porta.2,3 Lien asesoria ditemukan
pada 30 % kasus. Paling sering terletak di hilus lien, sekitar arteri lienalis, ligamentum
splenokolika, ligamentum gastrosplenika, ligamentum splenorenal, dan omentum majus. Bahkan
mungkin ditemukan pada pelvis wanita, pada regio presakral atau berdekatan dengan ovarium
kiri dan pada scrotum sejajar dengan testis kiri. Dibedakan menjadi 2 tipe 4 :

1. Berupa konstriksi bagian organ yang dibatasi jaringan fibrosa.

2. Berupa massa terpisah.


Gambar 2.1. Anatomi lien.4

Secara fisik, lien banyak berhubungan dengan organ vital abdomen yaitu, diafragma kiri
di superior, kaudal pankreas di medial, lambung di anteromedial, ginjal kiri dan kelenjar adrenal
di posteromedial, dan fleksura splenikus di inferior.3

Gambar 2.2. Lien dengan incisura pada pinggir posterior.5

Gambar 2.3. Lien dengan hubungan struktur-struktur disekitarnya.5


Gambar 2.4. Vaskularisasi lien.6

2.1.2. Fisiologi
Pada janin berusia 10-25minggu, lien berfungsi dalam síntesis hemoglobin. Setelah
dilahirkan, fungsi lien berubah menjadi :
1. Filtrasi
2. Metabolisme besi
3. Pencegahan infeksi
4. Tempat penyimpanan sel darah merah dan platelet
Filtrasi eritrosit dan trombosit dilakukan melalui korda splenika di pulpa rubra. Sel-sel
darah merah yang masih muda dan fleksibel melewati sel-sel epitel dari korda splenika dan
berlanjut melalui aliran darah. Sedangkan, sel darah merah yang lebih tua, lebih besar, dan
terdeformasi terperangkap oleh korda splenika dan difagositosis oleh makrofag di retikulum dan
sinus endotelium. Makrofag lien dalam pulpa merah dikhususkan untuk mendaur ulang zat besi
dari kerusakan sel darah merah tua dan rusak. Makrofag dapat menyimpan zat besi yang dicerna
dalam sitoplasma atau mengekspornya melalui ferritin ke dalam aliran darah. [10]
Lien tidak hanya berperan dalam pemecahan sel darah merah, tetapi juga berperan dalam
hematopoiesis. Walaupun bukan fungsi yang khas, dalam kondisi patologis, seperti beta
thalassemia mayor, hematopoiesis ekstramular dapat terjadi untuk membantu sumsum tulang
mengkompensasi hemolisis yang terjadi.
Infeksi dicegah oleh 2 mekanisme utama: filtrasi fagositik aliran darah dan produksi
antibodi. Seperti disebutkan di atas, makrofag mengawasi aliran sel darah merah, trombosit, dan
juga mikroorganisme melalui korda splenika. [11] Selain itu, dalam folikel pulpa alba, antigen
infeksi dan patogen yang ditularkan melalui darah dipresentasikan oleh Antigen Presenting cells
(APC). Hal ini akan memulai aktivasi sel-T dan sel-B yang akhirnya mengarah pada produksi
antibodi.7

2.2. TRAUMA LIEN


2.2.1. Definisi
Trauma lien terjadi ketika suatu dampak penting kepada lien dari beberapa sumber
menyebabkan kerusakan atau ruptur lien. Dapat berupa trauma tajam, trauma tumpul, ataupun
trauma sewaktu operasi(iatrogenic).2
2.2.2. Patogenesis
Berdasarkan penyebab, trauma lien dibagi atas2 :

1. Trauma Tajam
Trauma ini dapat terjadi akibat luka tembak, tusukan pisau atau benda tajam lainnya.
Pada luka ini biasanya organ lain ikut terluka tergantung arah trauma. Yang sering
dicederai adalah paru, lambung, lebih jarang pankreas, ginjal kiri dan pembuluh darah
mesenterium.
Pemeriksaan splenografi yang dilakukan melalui pungsi dapat menimbulkan perdarahan.
Perdarahan pasca splenografi ini jarang terjadi selama jumlah trombosit > 70.000 dan
waktu protrombin 20 % di atas normal.
2. Trauma Tumpul
Lien merupakan organ yang paling sering terluka pada trauma tumpul abdomen atau
trauma thoraks kiri bawah. Keadaan ini mungkin disertai kerusakan usus halus, hati, dan
pankreas. Penyebab utamanya adalah cedera langsung atau langsung karena kecelakaan
lalu lintas, terjatuh dari tempat tinggi, pada olahraga luncur dan olahraga kontak seperti
judo, karate dan silat.
Ruptur lien yang lambat dapat terjadi dalam jangka waktu beberapa hari sampai beberapa
minggu setelah trauma. Pada separuh masa laten ini kurang dari 7 hari. Hal ini karena
adanya tamponade sementara pada laserasi kecil, atau adanya hematom subkapsuler yang
membesar secara lambat dan kemudian pecah.
3. Trauma Iatrogenik
Ruptur lien sewaktu operasi dapat terjadi pada operasi abdomen bagian atas, umpamanya
karena retractor yang dapat menyebabkan lien terdorong atau ditarik terlalu jauh
sehingga hilus atau pembuluh darah sekitar hilus robek. Cedera iatrogen lain dapat terjadi
pada punksi lien (splenoportografi).

Kelainan patologi dikelompokkan menjadi 2,3 :

i. Cedera kapsul

ii. Kerusakan parenkim , fragmentasi, kutub bawah hampir lepas

iii. Kerusakan hillus dilakukan splenektomi parsial

iv. Avulsi lien dilakukan splenektomi total\

v. Hematoma subkapsuler

Klasifikasi derajat trauma lien oleh AAST dibagi menjadi :

Grade Tipe Deskripsi


1 Hematoma Subkapsular, <10% permukaan lien
Laserasi Robekan kapsuler, <1cm kedalaman parenkim
2 Hematoma Subkapsuler, 10-50% permukaan lien, intraparenkim, <5cm diameter
Laserasi 1-3cm kedalaman parenkim
3 Hematoma Subkapsuler, >50% permukaan lien, intraparenkim, rupture capsuler
atau parenkim, >5cm diameter
Laserasi >3cm kedalaman parenkim
4 Laserasi Melibatkan segmental atau hilus (>25% dari lien)

5 Laserasi Lien hancur total


Vaskular Trauma vaskuler hilus yang memvaskularisasi lien

Tabel 2.1. Klasifikasi Splenic Injury menurut AAST


2.2.3. Maninfestasi klinik

Tanda fisik yang ditemukan pada ruptur lien bergantung pada adanya organ lain yang
ikut cedera, banyak sedikitnya perdarahan, dan adanya kontaminasi rongga peritoneum.
Perdarahan dapat sedemikian hebatnya sehingga mengakibatkan renjat (syok) hipovolemik hebat
yang fatal. Dapat pula terjadi perdarahan yang berlangsung sedemikian lambat sehingga sulit
diketahui pada pemeriksaan.2
Pada setiap kasus trauma lien harus dilakukan pemeriksaaan abdomen secara berulang-
ulang oleh pemeriksa yang sama karena yang lebih penting adalah mengamati perubahan gejala
umum (syok, anemia) dan lokal di perut (cairan bebas, rangsangan peritoneum). Pada ruptur
yang lambat, biasanya penderita datang dalam keadaan syok, tanda perdarahan intrabdomen, atau
seperti ada tumor intraabdomen pada bagian kiri atas yang nyeri tekan disertai anemia sekunder.
Oleh karena itu, menanyakan riwayat trauma yang terjadi sebelumnya sangat penting dalam
menghadapi kasus ini.2
Penderita umumnya berada dalam berbagai tingkat renjat hipovolemi dengan atau tanpa
(belum) takikardi dan penurunan tekanan darah. Penderita mengeluh nyeri perut bagian atas,
tetapi sepertiga kasus mengeluh nyeri perut kuadran kiri atas atau punggung kiri. Nyeri di daerah
perut kiri disebut tanda Kehr, terdapat pada kurang dari separuh kasus. Mungkin nyeri di daerah
bahu kiri baru timbul pada posisi tredenlenberg.2
Gambar 2.5. Posisi dorsal recumben pada pemeriksaan tanda kehr.8

Gambar 2.6. Posisi tredenlenberg.8

2.2.4. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan yang perlu dilakukan adalah kadar Hb, hematokrit, leukosit dan urinalisis.
Pemeriksaan hemoglobin perlu dilakukan berulang-ulang. Selain itu biasanya pasien yang
mengalami trauma lien didapatkan hasil leukositosis. Bila terjadi perdarahan akan menurunkan
Hb dan hematokrit serta terjadi leukositosis. sedangkan bila terdapat eritrosit dalam urine akan
menunjang akan adanya trauma saluran kencing.

2.2.5. Pemeriksaan Radiologi


1. Foto Polos Abdomen
Temuan paling umum yang terkait dengan cedera lien adalah fraktur tulang rusuk kiri
bawah. Fraktur tulang rusuk menandakan bahwa kekuatan yang cukup besar telah ditransmisikan
ke kuadran kiri atas (LUQ) untuk menyebabkan kelainan pada organ lien. Fraktur tulang rusuk
kiri bawah terjadi pada 44% pasien dengan ruptur lien dan memerlukan pemeriksaan lebih lanjut
dengan CT abdomen.

Triad klasik yang mengindikasikan ruptur lien akut (yaitu, peningkatan hemidiafragma
kiri, atelektasis lobus kiri bawah, dan efusi pleura) tidak umum terjadi dan tidak boleh dianggap
sebagai tanda yang dapat diandalkan. Namun, setiap pasien dengan peningkatan hemidiafragma
setelah trauma abdomen tumpul harus dianggap memiliki cedera lien sampai terbukti sebaliknya.

Tanda-tanda cedera LUQ yang lebih dapat diandalkan adalah gelembung lambung yang
berpindah kearah medial dan perpindahan ke arah inferior terhadap flexure gas pattern dari lien.
Temuan ini menunjukkan massa LUQ dan hasil dari hematoma subkapsular atau perisplenic.
Hematoma LUQ, jika cukup besar, dapat menggantikan bayangan lien inferior secara kaudal,
yang terlihat seperti splenomegali. Hematoma subkapsular dapat menghasilkan penampilan yang
serupa, dan massa memiliki batas yang tegas. Pendorongan lambung atau kolon transversa, dan
peningkatan suatu bayangan opaque di hipokondrium atas kiri, obliterasi ginjal kiri dan
bayangan psoas kiri dapat terlihat pada foto polos abdomen.

Gambar 2.7. Tampak gambaran masa yang pinggirnya mengalami kalsifikasi pada kuadran kiri
atas dibawah diafragma. Masa tersebut menggambarkan kalsifikasi hematom lien

2. USG
Pemeriksaan USG berguna untuk mendiagnosis darah bebas intraperitoneal. Darah dalam
peritoneum tampak sebagai gambaran cairan anechoic, kadang dengan septiasi, memisahkan
bagian usus dengan organ solid disekitarnya. USG kurang sensitif dibanding CT Scan untuk
mendiagnosis trauma organ solid atau trauma intestinal. Tujuan utama pemeriksaan USG lien
pada trauma tumpul abdomen yaitu untuk menentukan apakah ada darah di kuadran kiri atas.
 Perdarahan akut tampak hipoechoic dan dapat juga hampir anechoic.
 Membedakan perdarahan subkapsular dan perisplenic sulit, tapi beberapa tanda dapat
ditemukan yaitu :
o Sebuah gambaran bulan sabit halus sesuai dengan tepi lien dapat dipikirkan
sebagai subkapsular.
o Sebagai perbandingan, perdarahan ekstrakapsular biasanya bentuknya tidak
reguler.
o Walaupun efek massa dihasilkan juga pada kedua kasus, perdarahan subkapsular
lebih mungkin merubah bentuk lien.
o Membran diatas subkapsular tipis dan jarang digambarkan, oleh karena itu tidak
adanya temuan ini tidak menunjukkan diagnosis.

 Dalam beberapa jam, pembekuan darah terjadi. Echogenesiti meningkat seiring


pembentukkan trombus. Hematom yang telah lama menunjukkan echogenesiti yang sama
atau lebih terang dibanding parenkim dan tetap tampak dalam 48 jam sampai lisis
dimulai. Fase echogenik biasanya sesuai dengan waktu ketika pencitraan dilakukan
dalam keadaan yang paling akut. Sebagai hasil lisis, hematom kembali ke echogenesiti
cairan, dan patologi ini kembali lebih jelas.
 Kelainan parenkim umum yang halus.
o Laserasi tampak sebagai daerah yang hipoechoic, yang dapat berbentuk tidak
teratur ataupun linear.
o Infark lien mempunyai gambaran yang sama, tapi biasanya lebih baik dapat
ditentukan. Infark berbentuk baji, dengan puncak mengarah ke hilus.
Dibandingkan dengan cedera traumatis dimana distribusi lebih kompleks terlihat.
o Kehalusan cedera parenkim mungkin berhubungan dengan perdarahan lokal yang
terkait. Setiap darah terjebak segera menggumpal, menjadi isoechoic dengan
jaringan sekitarnya.
Gambar 2.8. USG abdomen yang menunjukkan cairan bebas peritoneum. Pada trauma tumpul
abdomen biasanya hemoperiteneum.

Gambar 2.9. (a) USG abdomen tampak area anechoic pada daerah trauma.(b) hematom
subkapsular.

3. CT-Scan
CT digunakan untuk mengevaluasi pasien dengan trauma tumpul tidak hanya sebagai
awal, tetapi juga untuk tindak lanjut, ketika pasien ditangani secara non-bedah. CT juga semakin
banyak digunakan untuk trauma tembus yang secara tradisional ditangani dengan operasi.2
CT pada trauma abdomen:
I. Evaluasi awal dari:

a. Trauma tumpul
b. Trauma tembus

II. Follow up dari pengelolaan non-operatif

III. Menyingkirkan adanya cedera

Gambar 2.10. CT-Scan abdomen dengan kontras tampak laserasi lien hipodens linier tidak
teratur.9
Gambar 2.11. CT-Scan abdomen dengan kontras tampak hematoma parenkim dengan area
hipodens fokal didalam lien yang dikontras serta kapsul intak.9

Gambar 2.12. CT-Scan abdomen tampak garis hipodense memanjang dari permukaan lien
dengan haematoma subkapsular kecil(AAST grade I).10

Gambar 2.13. CT-Scan abdomen tampak hematoma subkapsular terlihat sebagai kumpulan
crescentic yang sedikit hipodens dengan batas halus pada fase vena porta(AAST grade I).10
Gambar 2.14. CT-Scan abdomen tampak hematoma intraparenchymal dilihat sebagai "massa"
hipodens yang cukup globular dalam lien pada fase vena porta, dengan ukuran <5 cm(AAST
grade II).10

Gambar 2.15. CT-Scan abdomen tampak laserasi yang lebih besar dengan tepi yang lebih
bergerigi, diperumit oleh hematoma subkapsular yang pecah, dengan haemoperitoneum
memanjang melampaui batas kapsul lien (AAST grade III).10
Gambar 2.16. CT-Scan abdomen tampak (a) Fasa portal vena pada bidang aksial menunjukkan
laserasi besar yang memanjang ke hilus lien dengan gangguan pada pembuluh hilar. (B) Fasa
portal vena, sesuai dengan bidang koronal, menunjukkan segmen besar (> 25%) devaskularisasi
dengan hanya sebagian kecil dari lien yang menunjukkan peningkatan normal(AAST grade
IV).10

Gambar 2.17. CT-Scan abdomen tampak lien telah kehilangan peningkatan homogen normal dan
hampir sepenuhnya digantikan oleh hematoma / laserasi intraparenchymal coalescent. Ini
kompatibel dengan lien yang hancur (AAST grade V).10
4. Angiography
Trauma lien dapat menghasilkan berbagai temuan angiografik, baik secara langsung
maupun tidak langsung. Tanda-tanda tidak langsung termasuk perpindahan lien dari dinding
perut dan daerah parenkim avaskular dari hematoma. Ketidakteraturan parenkim atau bintik-
bintik pada lien mungkin akibat dari edema lokal dari memar tanpa kelainan yang jelas.
Fragmentasi lien atau cedera arteri utama menandakan komplikasi yang mengancam nyawa pada
kebanyakan pasien, dan mereka memerlukan intervensi bedah segera.

Gambar 2.18. Arteriogram yang diperoleh dengan injeksi kateter arteri utama lien menunjukkan
beberapa daerah ekstravasasi agen kontras parenkim.

Gambar 2.19. Arteriogram lienalis selektif menunjukkan pseudoaneurysms traumatis dengan


ekstravasasi di kutub atas.
Gambar 2.20. Arteriogram diperoleh dengan suntikan arteri lienalis utama setelah embolisasi
koil superselectif dari pseudoaneurisma. Opasifikasi kontras irregular masih tampak dengan area
avaskular, itu mungkin mewakili daerah lain dari cedera vaskular.

Gambar 2.21. Arteriogram diperoleh dengan suntikan arteri lien superselektif di kutub atas,
menegaskan zona kedua dari gangguan vaskular dengan ekstravasasi agen kontras.
Gambar 2.22. Gambaran arteriographic akhir dari injeksi kateter arteri utama lienalis setelah
selektif / embolisasi koil superselektif. Sekitar 50% dari lien telah devascularisasi. Tidak ada sisa
cedera pembuluh darah arteri atau tampak ekstravasasi.

2.2.6. Diagnosis Banding10


1. Abses lien
Gambar 2.23. a) wanita 19 tahun dengan abses lien piogenik multipel selama periode
imunosupresi dan penyebaran hematogen Staphylococcus aureus. b) Seorang pria berusia 48
tahun dengan abses lien piogenik yang memperlihatkan formasi gas dan akumulasi cairan
subkapsular karena pecah spontan abses. c) Seorang pria berusia 27 tahun dengan beberapa abses
tuberculosis.

2. Sickle sell disease


Gambar 2.24. a) Seorang pria 43 tahun dengan penyakit sel sabit tingkat lanjut. Bentuk lien tidak
teratur, peningkatan kepadatan parenkim lien dan kalsifikasi luas sebagai konsekuensi dari infark
mikro yang kronik. b) Seorang pria berusia 38 tahun dengan penyakit sel sabit menunjukkan
keterlibatan lien tahap akhir. Perhatikan peningkatan kepadatan, kalsifikasi lien yang menyusut.

3. Infark lien

Gambar 2.25. a) seorang wanita berusia 49 tahun dengan infark lien yang besar akibat
tromboemboli yang terbentuk karena fibrilasi atrium. b) Seorang wanita berusia 42 tahun dengan
infark lien lengkap, infark ginjal parsial (panah) dan infark hati (panah) karena syok kardiogenik
yang disebabkan oleh henti jantung mendadak.
4. Hamartoma

Gambar 2.26. a) seorang wanita 54 tahun dengan hamartoma yang menunjukkan peningkatan
kontras ringan. b) Seorang wanita berusia 76 tahun dengan hamartoma yang menunjukkan area
fokus redaman lemak

5. Kista lien

Gambar 2.27. a) seorang pria berusia 73 tahun dengan penyakit hydatid pada lien. b) Seorang
pria berusia 23 tahun dengan kista lien kongenital yang memperlihatkan pelemahan seperti air. c)
Seorang pria berusia 52 tahun dengan metastasis multikistik akibat kanker usus besar.
6. Lymphangioma

Gambar 2.28. seorang wanita berusia 38 tahun dengan limfangioma lien. Septa lesi (panah) yang
mungkin sedikit meningkat setelah pemberian bahan kontras intravena dan konten seperti air
yang homogen tanpa adanya komponen padat.

7. Sarcoidosis
Gambar 2.29. a, b CT dengan kontras pada wanita berusia 55 tahun dengan sarkoidosis yang
mempengaruhi hati (panah) dan lien (panah pendek, panah panjang).
2.2.7. Tatalaksana2
Penatalaksanaan secara tradisional adalah splenektomi. Akan tetapi, splenektomi sedapat
mungkin dihindari, terutama pada anak-anak, untuk menghindari kerentanan permanen terhadap
infeksi. Kebanyakan laserasi kecil dan sedang pada pasien stabil, terutama anak-anak,
ditatalaksana dengan observasi dan transfusi. Kegagalan dalam penatalaksanaan obsevatif lebih
sering terjadi pada trauma grade III, IV, dan V daripada grade I dan II. Pada banyak penelitian,
embolisasi arteri lienalis telah dijelaskan menggunakan berbagai pendekatan. Satu poin utama
dalam pembahasan tentang perbedaan antara embolisasi arteri lienalis utama, embolisasi arteri
lienalis selektif atau superselektif, dan embolisasi arteri lienalis di berbagai tempat. Embolisasi
ini menghambat aliran pada pembuluh yang mengalami perdarahan. Jika pembedahan
diperlukan, lien dapat diperbaiki secara bedah.
Splenorafi adalah operasi yang bertujuan mempertahankan lien yang fungsional dengan
teknik bedah. Tindakan ini dapat dilakukan pada trauma tumpul maupun tajam. Tindak bedah ini
terdiri atas membuang jaringan nonvital, mengikat pembuluh darah yang terbuka, dan menjahit
kapsul lien yang terluka. Jika penjahitan laserasi saja kurang memadai, dapat ditambahkan
dengan pemasangan kantong khusus dengan atau tanpa penjahitan omentum.
Mengingat fungsi filtrasi lien lien indikasi splenektomi harus dipertimbangkan benar.
Selain itu, splenektomi merupakan suatu operasi yang tidak boleh dianggap ringan. Eksposisi
lien sering tidak tidak mudah karena splenomegali biasanya disertai dengan perlekatan pada
diafragma. Pengikatan a.lienalis sebagai tindakan pertama sewaktu operasi sangat berguna.
Splenektomi dilakukan jika terdapat kerusakan lien yan gtidak dapat diatasi dengan
splenorafi, splenektomi parsial, atau pembungkusan. Splenektomi parsial yang bisa terdiri dari
eksisi satu segmen dilakukan jika ruptur lien tidak mengenai hilus dan bagian yang tidak cedera
masih vital. Tapi splenektomi tetap merupakan terapi bedah utama dan memiliki tingkat
kesuksesan paling tinggi.
2.2.8. Prognosis3
Hasil dari penatalaksanaan baik operatif ataupun nonoperatif dari ruptur lien
penyembuhan 90% lebih baik pada pasien yang ditatalaksana secara nonoperatif. Angka
kematian yang berhubungan dengan trauma lien berkisar antara 10% hingga 25% dan biasanya
akibat trauma pada organ lain dan kehilangan darah yang banyak.
BAB 3
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Lien merupakan organ yang paling sering terluka pada trauma tumpul abdomen atau
trauma toraks bagian kiri bawah. Penyebab utamanya adalah cedera langsung atau tidak
langsung, yaitu kecelakaan atau kekerasan lain, iatrogenik ataupun spontan pada penyakit lien.
Tanda-tanda trauma lien yaitu rudapaksa dalam anamnesis, tanda kekerasan di pinggang
kiri atau perut kiri atas, patah tulang iga kiri bawah, tanda umum perdarahan (hipotensi,
takikardi, anemia), tanda masa di perut kiri atas, tanda cairan bebas di dalam rongga perut, dan
tanda iritasi peritoneum lokal (kehr) atau iritasi umum.
Pada foto abdomen mungkin tampak gambaran patah tulang iga sebelah kiri, peninggian
diafragma kiri, bayangan lien yang membesar, dan adanya desakan terhadap lambung ke arah
garis tengah. Pemeriksaan CT Scan, payaran radionukleotida, atau angiografi jarang berguna
pada keadaan darurat. Namun CT Scan masih merupakan pemeriksaan pilihan utama karena
sensitivitas pada CT Scan tinggi.
Pada pemeriksaan akan tampak sebagai daerah yang kurang densitasnya dibanding lien.
Daerah hitam melingkar atau ireguler dalam lien menunjukkan hematom atau laserasi, dan area
seperti bulan sabit abnormal pada tepi lien menunjukkan subkapular hematom. USG abdomen
akan tampak hipoechoic pada perdarahan akut, dan pada pemeriksaan angiografi akan tampak
ekstravasasi agen kontras ke parenkim lien.
Setelah diagnosis ditegakkan, trauma lien dapat ditatalaksana konservatif ataupun dengan
pembedahan. Pembedahan yang dapat dilakukan yaitu splenorafi dan splenektomi. Splenektomi
dilakukan jika terdapat kerusakan lien yang tidak dapat diatasi dengan splenorafi.

Anda mungkin juga menyukai