Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN KASUS

SEORANG PEREMPUAN 38 TAHUN DENGAN


STRUMA NODOSA TOKSIK

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Tugas Kepaniteraan Klinik

Bagian Ilmu Kesehatan Penyakit Dalam

Rumah Sakit Umum Daerah Temanggung

Disusun Oleh:
Erviani Yanura
20194010140
Pembimbing:
dr. Budi Rahardjo, Sp.PD. FINASIM

KEPANITERAAN KLINIK

ILMU PENYAKIT DALAM RSUD TEMANGGUNG

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2019
PENYAJIAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. MS
Tanggal Lahir : 7 Maret 1981
Umur : 38 tahun
Alamat : Banaransari RT 05/RW 02, Banaran
Tanggal periksa Poli : 16 Desember 2019
Pekerjaan : Petani
Agama : Islam
Status Perkawinan : Menikah
No. RM : 296875
DPJP : dr. Budi Rahardjo, Sp.PD. FINASIM

II. ANAMNESIS
Anamnesis yang dilakukan adalah anamnesis secara auto-anamnesis dengan pasien
Tn. NS pada tanggal 16 Desember 2019 poli penyekit dalam RSUD Temanggung.

A. Keluhan Utama
Keluhan utama pasien: benjolan di leher
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengeluh benjolan di leher
- Onset : pasien mengeluh terdapat benjolan di leher sejak 2
tahun lalu
- Lokasi : leher kanan
- Kronologi : pasien awalnya mempunyai benjolan di leher,
kemudian pasien periksa ke dokter, oleh dokter diminta untuk pemeriksaan TSH, T4,
T3.
- Kualitas : benjolan tidak membesar
- Kuantitas :-
- Faktor yang memperberat :-
- Faktor yang memperingan : -
- Gejala penyerta : berdebar-debar, berkeringat, gelisah, kedua tangan
tremor
C. Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat Diabetes Melitus (-)
- Riwayat Hipertensi (+)
- Riwayat penyakit jantung (-)
- Riwayat penyakit ginjal (-)
- Riwayat stroke (-)
- Riwayat Hipertiroid (+)
- Riwayat pengobatan (-)
- Riwayat operasi (-)
- Riwayat alergi (-)

D. Riwayat Penyakit Keluarga


- Riwayat Diabetes Melitus (-)
- Riwayat Hipertensi (-)
- Riwayat penyakit jantung (-)
- Riwayat penyakit ginjal (-)
- Riwayat stroke (-)
- Riwayat penyakit serupa ibu (+)
E. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien adalah seorang petani jagung. Pendidikan terakhir pasien adalah SD.
Transportasi pasien sehari-hari adalah dengan jalan kaki. Pasien tinggal di pegunungan
dan rumah milik sendiri. Pasien tidak pernah melakukan olahraga. Pasien selama ini
mengurangi konsumsi garam. Pasien tidak memiliki masalah dalam keluarga maupun
masalah ekonomi. Pasien tidak merokok, konsumsi alkohol, dan narkoba. Pasien lebih
suka berada dalam suasana dingin daripada panas.

III. PEMERIKSAAN FISIK


Pemeriksaan pasien dilakukan pada tanggal 16 Desember 2019 di Poli Penyakit
Dalam RSUD Temanggung.

A. Vital Sign
1. Keadaan Umum
Baik
2. Kesadaran:
(E4V5M6) GCS 15 = Compos Mentis
3. Tanda Vital
Tanda vital awal di 16 Desember 2019 di Poli Penyakit Dalam RSUD Temanggung.
o Tekanan Darah : 180/80
o Nadi : 139x
o RR : 20
o Temperatur : 36,30C
o SpO2 : 99%
B. Status Generalis
1. Kepala
- Konjungtiva pucat (-/-)
- Sklera ikterik (-/-)
- Palpaebra oedem (-/-)
- Bibir sianosis: (-/-)
- Lidah kotor (-), Thyphoid (-)
2. Leher
- PKGB (-)
- nyeri tekan (-)
- Perbesaran kalenjar thyroid (+)
3. Thorax
a. Paru Depan dan Belakang
- Inspeksi: simetris (+)
- Palpasi: stem fremitus kanan = kiri
- Perkusi: sonor
- Auskultasi: suara dasar vesikuler (+/+) di kedua lapang paru, ronki basah halus
(-/-), wheezing (-/-) di kedua lapang paru
b. Jantung
- Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat pada SIC 5 lateral linea midclavicula
sinistra
- Palpasi : Ictus cordis tidak teraba pada SIC 5 linea 1cm lateral
midclavicula sinistra
- Perkusi :
 Batas kanan atas : Jantung SIC II linea parasternalis dextra
 Batas kanan bawah : SIC IV linea midclavicula dextra
 Batas kiri atas : SIC II linea parasternalis sinistra
 Batas kiri bawah : SIC V linea axilaris anterior
- Auskultasi : BJ I dan BJ II Reguler, murmur (-)
4. Abdomen
- Inspeksi : simetris
- Auskultasi : bising usus (+), denyut aorta abdominal (-)
- Perkusi : timpani
- Palpasi : supel, nyeri tekan (-), tidak teraba hepar dan lien
5. Ekstremitas
- Ekstremitas atas : edema (-/-), akral hangat (+/+) tremor (+/+)
- Ekstremitas bawah : edema (-/-), akral hangat (+/+)
- Clubbing finger : (-)
- Capillary refill time : < 2 detik
6. Status lokalis :
Perbesaran kalenjar thyroid (+)
 Lokasi : kanan dan kiri
 Ukuran : ± diameter 4 cm
 Jumlah nodul :1
 Konsistensi : kenyal
 Nyeri tekan : (-)
 Mobilitas : bergerak saat menelan
 Bruit : (+)

IV. DAFTAR ABNORMALITAS


1. Palpitasi
2. Benjolan di leher
3. Riwayat penyakit serupa (+)
4. Berkeringat, gelisah, mudah gugup,tremor
5. Penurunan BB
6. Lebih suka hawa dingin
7. Ukuran tiroid : ± diameter 4 cm
8. Jumlah nodul tiroid : uninodusa
9. Bruit tiroid : (+)
10. Tremor
11. Nadi : 139x/menit

V. ANALISA SINTESIS
1. Struma nodosa toksik dinilai berdasarkan index Wayne untuk pasien curiga hipertiroid

Gejala subjektif Angka Gejala objektif Ada Tidak


Dispneu d’ effort +1 Tiroid teraba +3 -3
Palpitasi +2 Bruit tiroid +2 -2
Capai/lelah +2 Eksoftalmus +2 -
Suka panas -5 Lid retraksi +2 -
Suka dingin +5 Lid lag +1 -
Keringat banyak +3 Hiperkinesis +4 -2
Nervous +2 Tangan panas +2 -2
Tangan basah +1 Nadi
Tangan panas -1 <80x/m - -3
Nafsu makan ↑ +3 80-90x/m -
Nafsu makan ↓ -3 >90x/m +3
BB ↑ -3 < 11  eutiroid
BB ↓ +3 11-18  normal
Fibrilasi atrium +3 > 19  hipertiroid
Jumlah
Pada pasien tersebut terdapat : 6. Weigh : decreased +3
1. Palpitasi +2 7. Palpable tyroid +3
2. Lelah +2 8. Bruit over tyroid +2
3. Suka dingin +5 9. Pulse rate >90 +3
4. Nervousness +2 Total index Wayne 25
5. Nafsu makan naik +3 Kesimpulan : hipertiroid
VI. RENCANA PEMECAHAN MASALAH
1. Struma nodosa toksik

Assessment : Definisi, Etiologi


IpDx : Pemeriksaan kadar TSH, T4, T3. USG. Foto rontgen leher
AP/Lateral. EKG. FNAB
IpRx : Thyrozal Tab (Thiamazole) 3x10 mg
Propanolol Tab 3x30 mg
IpMx : Keadaan umum, tanda-tanda vital, gejala, kadar
TSH,T4,T3, EKG
IpEx  Menjelaskan kepada pasien bahwa pasien menderita
struma yang diakibatkan hipertiroid.
 Menjelaskan kepada pasien untuk istirahat
 Menjelaskan ke pasien untuk konsumsi makanan kaya zat
besi dan protein serta mengurangi konsumsi garam
 Mejelaskan kepada pasien untuk rutin minum obat dan
kontrol
VII.PEMBAHASAN
A. STRUMA NODOSA TOKSIK
1. Definisi
Struma adalah pembesaran pada kelenjar tiroid yang biasanya terjadi karena
folikel-folikel terisi koloid secara berlebihan. Setelah bertahun-tahun sebagian folikel
tumbuh semakin besar dengan membentuk kista dan kelenjar tersebut menjadi
noduler. Struma nodosa toksik adalah pembesaran kelenjar tyroid yang secara klinik
teraba nodul satu atau lebih disertai tanda-tanda hipertiroidisme.
Pembesaran kelenjar tiroid atau struma diklasifikasikan berdasarkan efek
fisiologisnya, klinis, dan perubahan bentuk yang terjadi. Struma dapat dibagi menjadi:
a. Struma Toksik, yaitu struma yang menimbulkan gejala klinis pada tubuh,
berdasarkan perubahan bentuknya dapat dibagi lagi menjadi
1) Diffusa, yaitu jika pembesaran kelenjar tiroid meliputi seluruh lobus, seperti
yang ditemukan pada Grave’s disease.
2) Nodosa, yaitu jika pembesaran kelenjar tiroid hanya mengenai salah satu lobus,
seperti yang ditemukan pada Plummer’s disease.
b. Struma Nontoksik, yaitu struma yang tidak menimbulkan gejala klinis pada tubuh,
berdasarkan perubahan bentuknya dapat dibagi lagi menjadi
1) Diffusa, seperti yang ditemukan pada endemik goiter
2) Nodosa, seperti yang ditemukan pada keganasan tiroid
Pertama kali dibedakan dari penyakit Grave’s oleh Plummer, maka disebut juga
Plummer’s disease. Sulit untuk membedakan antara Grave’s disease dengan
Plummer’s disease karena sama-sama menunjukan gejala-gejala hipertiroid. Yang
membedakan adalah saat pemeriksaan fisik di mana pada saat palpasi kita dapat
merasakan pembesaran yang hanya terjadi pada salah satu lobus.

2. Diagnosis
Anamnesis
Pada anamnesis, keluhan utama yang diutarakan oleh pasien bisa berupa
benjolan di leher yang sudah berlangsung lama, maupun gejala-gejala hipertiroid atau
hipotiroidnya. Jika pasien mengeluhkan adanya benjolan di leher, maka harus digali
lebih jauh apakah pembesaran terjadi sangat progresif atau lamban, disertai dengan
gangguan menelan, gangguan bernafas dan perubahan suara. Setelah itu baru
ditanyakan ada tidaknya gejala-gejala hiper dan hipofungsi dari kelenjer tiroid. Perlu
juga ditanyakan tempat tinggal pasien dan asupan garamnya untuk mengetahui apakah
ada kecendrungan ke arah struma endemik. Sebaliknya jika pasien datang dengan
keluhan ke arah gejala-gejala hiper maupun hipofungsi dari tiroid, harus digali lebih
jauh ke arah hiper atau hipo dan ada tidaknya benjolan di leher.

Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik status lokalis pada regio coli anterior, yang paling
pertama dilakukan adalah inspeksi, dilihat apakah pembesaran simetris atau tidak,
timbul tanda-tanda gangguan pernapasan atau tidak, ikut bergerak saat menelan atau
tidak.
Pada palpasi sangat penting untuk menentukan apakah bejolan tersebut benar
adalah kelenjar tiroid atau kelenjar getah bening. Perbedaannya terasa pada saat pasien
diminta untuk menelan. Jika benar pembesaran tiroid maka benjolan akan ikut
bergerak saat menelan, sementara jika tidak ikut bergerak maka harus dipikirkan
kemungkinan pembesaran kelenjar getah bening leher.
Pembesaran yang teraba harus dideskripsikan :

a. Lokasi: lobus kanan, lobos kiri, ismus


b. Ukuran: dalam sentimeter, diameter panjang
c. Jumlah nodul: satu (uninodosa) atau lebih dari satu (multinodosa)
d. Konsistensinya: kistik, lunak, kenyal, keras
e. Nyeri: ada nyeri atau tidak pada saat dilakukan palpasi
f. Mobilitas: ada atau tidak perlekatan terhadap trakea, muskulus
sternokleidomastoideus
g. Kelenjar getah bening di sekitar tiroid : ada pembesaran atau tidak
Sekitar 5% struma nodosa mengalami keganasan. Di klinik perlu dibedakan
nodul tiroid jinak dan nodul ganas yang memiliki karakteristik:
a. Konsistensi keras pada beberapa bagian atau menyeluruh pada nodul dan
b. Sukar digerakkan, walaupun nodul ganas dapat mengalami degenerasi kistik dan
kemudian menjadi lunak.
c. Sebaliknya nodul dengan konsistensi lunak lebih sering jinak, walaupun nodul
yang mengalami kalsifikasi dapat dtemukan pada hiperplasia adenomatosa yang
sudah berlangsung lama.
d. Infiltrasi nodul ke jaringan sekitarnya merupakan tanda keganasan, walaupun
nodul ganas tidak selalu mengadakan infiltrasi. Jika ditemukan ptosis, miosis dan
enoftalmus (Horner syndrome) merupakan tanda infiltrasi atau metastase ke
jaringan sekitar.
e. 20% nodul soliter bersifat ganas sedangkan nodul multipel jarang yang ganas,
tetapi nodul multipel dapat ditemukan 40% pada keganasan tiroid
f. Nodul yang muncul tiba-tiba atau cepat membesar perlu dicurgai ganas terutama
yang tidak disertai nyeri. Atau nodul lama yang tiba-tiba membesar progresif.
g. Nodul dicurigai ganas bila disertai dengan pembesaran kelenjar getah bening
regional atau perubahan suara menjadi serak.
h. Pulsasi arteri karotis teraba dari arah tepi belakang muskulus sternokleido
mastoidea karena desakan pembesaran nodul (Berry’s sign)
Index Wayne digunakan untuk menentukan apakah pasien mengalami eutiroid,
hipotiroid atau hipertiroid
Gejala subjektif Angka Gejala objektif Ada Tidak
Dispneu d’ effort +1 Tiroid teraba +3 -3
Palpitasi +2 Bruit tiroid +2 -2
Capai/lelah +2 Eksoftalmus +2 -
Suka panas -5 Lid retraksi +2 -
Suka dingin +5 Lid lag +1 -
Keringat banyak +3 Hiperkinesis +4 -2
Nervous +2 Tangan panas +2 -2
Tangan basah +1 Nadi
Tangan panas -1 <80x/m - -3
Nafsu makan ↑ +3 80-90x/m -
Nafsu makan ↓ -3 >90x/m +3
BB ↑ -3 < 11  eutiroid
BB ↓ +3 11-18  normal
Fibrilasi atrium +3 > 19  hipertiroid
Jumlah
Pemeriksaan Penunjang
Pemerikasaan laboratorium yang digunakan dalam diagnosa penyakit tiroid terbagi
atas:
1. Pemeriksaan untuk mengukur fungsi tiroid
Pemerikasaan hormon tiroid dan TSH paling sering menggunakan radioimmuno-
assay (RIA) dan cara enzyme-linked immuno-assay (ELISA) dalam serum atau
plasma darah. Pemeriksaan T4 total dikerjakan pada semua penderita penyakit
tiroid, kadar normal pada orang dewasa 60-150 nmol/L atau 50-120 ng/dL; T3
sangat membantu untuk hipertiroidisme, kadar normal pada orang dewasa antara
1,0-2,6 nmol/L atau 0,65-1,7 ng/dL; TSH sangat membantu untuk mengetahui
hipotiroidisme primer di mana basal TSH meningkat 6 mU/L. Kadang-kadang
meningkat sampai 3 kali normal.
2. Pemeriksaan untuk menunjukkan penyebab gangguan tiroid.
Antibodi terhadap macam-macam antigen tiroid ditemukan pada serum penderita
dengan penyakit tiroid autoimun.
a. antibodi tiroglobulin
b. antibodi mikrosomal
c. antibodi antigen koloid ke dua (CA2 antibodies)
d. antibodi permukaan sel (cell surface antibody)
e. thyroid stimulating hormone antibody (TSA)
3. Pemeriksaan radiologis dengan foto rontgen dapat memperjelas adanya deviasi
trakea, atau pembesaran struma retrosternal yang pada umumnya secara klinis pun
sudah bisa diduga, foto rontgen leher [posisi AP dan Lateral] diperlukan untuk
evaluasi kondisi jalan nafas sehubungan dengan intubasi anastesinya, bahkan tidak
jarang intuk konfirmasi diagnostik tersebut sampai memelukan CT-scan leher.
USG bermanfaat pada pemeriksaan tiroid untuk:
 Dapat menentukan jumlah nodul
 Dapat membedakan antara lesi tiroid padat dan kistik,
 Dapat mengukur volume dari nodul tiroid
 Dapat mendeteksi adanya jaringan kanker tiroid residif yang tidak menangkap
iodium, yang tidak terlihat dengan sidik tiroid.
 Pada kehamilan di mana pemeriksaan sidik tiroid tidak dapat dilakukan,
pemeriksaan USG sangat membantu mengetahui adanya pembesaran tiroid.
 Untuk mengetahui lokasi dengan tepat benjolan tiroid yang akan dilakukan
biopsi terarah
 Dapat dipakai sebagai pengamatan lanjut hasil pengobatan.
4. Pemeriksaan tiroid dengan menggunakan radio-isotop dengan memanfaatkan
metabolisme iodium yang erat hubungannya dengan kinerja tiroid bisa
menggambarkan aktifitas kelenjar tiroid maupun bentuk lesinya. Penilaian fungsi
kelenjar tiroid dapat juga dilakukan karena adanya sistem transport pada membran
sel tiroid yang menangkap iodida dan anion lain.
5. Biopsi aspirasi jarum halus (Fine Needle Aspiration/FNA)
Mempergunakan jarum suntik no. 22-27. Pada kista dapat juga dihisapcairan
secukupnya, sehingga dapat mengecilkan nodul. Dilakukan khusus pada keadaan
yang mencurigakan suatu keganasan. Biopsi aspirasi jarum halus tidak nyeri,
hampir tidak menyababkan bahaya penyebaran sel-sel ganas. Kerugian
pemeriksaan ini dapat memberikan hasil negatif palsu karena lokasi biopsi kurang
tepat, teknik biopsi kurang benar,pembuatan preparat yang kurang baik atau positif
palsu karena salah interpretasioleh ahli sitologi.
6. Petanda Tumor
Pada pemeriksaan ini yang diukur adalah peninggian tiroglobulin (Tg)serum.
Kadar Tg serum normal antara 1,5-3,0 ng/ml, pada kelainan jinak rata-rata 323
ng/ml, dan pada keganasan rata-rata 424 ng/ml.

3. Tatalaksana
a. Medika Mentosa
Pemberian anti-tiroid dan beta blocker
Tujuan pemberian antitiroid adalah untuk menghambat sintesis hormon tiroid.
Sedangkan pemberian agen beta blocker digunakan untuk mengurangi dampak
hormon tiroid pada jaringan.
b. Non Medika Mentosa
Operasi/Pembedahan

Pembedahan menghasilkan hipotiroidisme permanen yang kurang sering


dibandingkan dengan yodium radioaktif. Terapi ini tepat untuk para pasien
hipotiroidisme yang tidak mau mempertimbangkan yodium radioaktif dan tidak
dapat diterapi dengan obat-obat anti tiroid. Reaksi-reaksi yang merugikan yang
dialami dan untuk pasien hamil dengan tirotoksikosis parah atau kekambuhan.
Pada wanita hamil atau wanita yang menggunakan kontrasepsi hormonal (suntik
atau pil KB), kadar hormon tiroid total tampak meningkat. Hal ini disebabkan
makin banyak tiroid yang terikat oleh protein maka perlu dilakukan pemeriksaan
kadar T4 sehingga dapat diketahui keadaan fungsi tiroid.
Pembedahan dengan mengangkat sebagian besar kelenjar tiroid, sebelum
pembedahan tidak perlu pengobatan dan sesudah pembedahan akan dirawat sekitar
3 hari. Kemudian diberikan obat tiroksin karena jaringan tiroid yang tersisa
mungkin tidak cukup memproduksi hormon dalam jumlah yang adekuat dan
pemeriksaan laboratorium untuk menentukan struma dilakukan 3-4 minggu setelah
tindakan pembedahan.
Indikasi operasi pada struma adalah:
 struma difus toksik yang gagal dengan terapi medikamentosa
 struma uni atau multinodosa dengan kemungkinan keganasan
 struma dengan gangguan tekanan
 kosmetik.
Kontra indikasi operasi pada struma:
 Struma toksika yang belum dipersiapkan sebelumnya
 Struma dengan dekompensasi kordis dan penyakit sistemik yang lain yang
belum terkontrol
 Struma besar yang melekat erat ke jaringan leher sehingga sulit digerakkan yang
biasanya karena karsinoma. Karsinoma yang demikian biasanya sering dari tipe
anaplastik yang jelek prognosanya. Perlekatan pada trakea ataupun laring dapat
sekaligus dilakukan reseksi trakea atau laringektomi, tetapi perlekatan dengan
jaringan lunak leher yang luas sulit dilakukan eksisi yang baik.
 Struma yang disertai dengan sindrom vena kava superior. Biasanya karena
metastase luas ke mediastinum, sukar eksisinya biarpun telah dilakukan
sternotomi, dan bila dipaksakan akan memberikan mortalitas yang tinggi dan
sering hasilnya tidak radikal.
VIII. DAFTAR PUSTAKA

1. De Jong. W, Sjamsuhidajat. R., 2004., Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Revisi., EGC.,
Jakarta.
2. Institute for Quality and Efficiency in Health Care. 2015. How does the thyroid work?.
PubMed Health. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMH0072572/?report=
printable
3. Lewindski. A, 2002. The problem of goiter with particular consideration f goiter resulting
from iodine deficiency (I): Classification, diagnostic and treatment. Neuroendocrinology
Letters; 23:351-355.
4. Lee, Stephanie L., 2013., Goiter, Non Toxic., eMedicine.,
http://www.emedicine.com/med/topic919.htm
5. Mulinda, James R., 2015., Goiter., eMedicine.,
http://www.emedicine.com/MED/topic916.htm
6. American Thyroid Association. 2014. Goiter. www.thyroid.or

Anda mungkin juga menyukai