Asuhan Keperawatan
Asuhan Keperawatan
KEPERAWATAN
Tentunya masih banyak kekurangan dari yang kami posting, silahkan untuk lebih jelasnya melihat buku
atau journal yang membahas tentang askep-askep yang ada. Terimakasih
Jumat, 11 Maret 2016
Pembimbing
Hari :
Tanggal :
Tempat :
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kami panjatkan kepadah Tuhan yang mahakuasa karena
atas berkat dan rahmat-Nya kami bisa menyelasaikan tugas Makalah ASKEP “Burst
Abdomen” adapun maksud dan tujuan dari penyusunan Makalah Askep “Burst Abdomen
ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas yang di berikan oleh dosen pada matakulia
Sistem Pencernaan II.
Dalam proses penyusunan tugas ini kami menjumpai hambatan, namun atas
berkat Tuhan yang mahakuasa, dan teman-teman yang telah membantu, dan dosen
pembimbing yang telah membantu ahkirnya kami dapat menyelasaikan tugas ini dengan
cukup baik, oleh karena itu kami mengucapkan banyak terimakasih kepada semua pihak
yang telah membantu kami dalam proses penyusunan makalah “Askep Burst Abdomen”
ini. Oleh karena itu segalah saran dan kritik yang
membangun dari semua pihak sangat kami harapkan demi
perbaikan tugas selanjutnya. Harapan kami semoga tugas ini bermanfaat khusunya bagi
kami dan bagi pembaca lain pada umunnya.
DAFTAR ISI
COVER i
LEMBAR PENGESAHAN ii
KATA PENGANTAR iii
DAFTAR ISI iv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Tujuan 2
1.2.1 Tujuan Umum 2
1.2.2 Tujuan khusus 2
1.3 Manfaat 3
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan 53
4.2 Saran 53
DAFTAR PUSTAKA 54
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Burst abdomen atau disebut juga sebagai Wound dehiscence merupakan komplikasi
serius dari tindakan post operatif yang dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas (Lotfy,
2009). Menurut Sander (2012), angka mortalitas pasien dengan burst abdomen rata-rata 18,1%,
dengan range 9,4% – 43,8%. Terpisahnya jahitan luka pada abdomen secara partial atau
komplit salah satu atau seluruh lapisan dinding abdomen pada luka post operatif harus segera
ditangani karena pasien tersebut memiliki kemungkinan mortalitas 30%.
Burst abdomen adalah terbukanya tepi-tepi luka sehingga menyebabkan evirasi atau
pengeluaran isi organ-organ dalam seperti usus, hal ini merupakan salah satu komplikasi post
operasi dari penutupan luka di dalam perut. Meskipun kasus ini jarang ditemukan di Indonesia
namun tidak sedikit pasien yang pernah mengalami burst abdomen. Pada tahun 1972 terdapat 18
(3%) kasus burst abdomen diantara 593 operasi yang terjadi pada anak-anak. Pada orang dewasa
terdapat 45 kasus diantara 5156.Dari 45 kasus, 80% terjadi pada lansia. Lalu perbandingan untuk
pria dan wanita adalah 2 : 1. Namun, saat ini insiden burst abdomen tidak berbeda jauh dengan
tahun 1972. Insiden sebanyak 0,2% - 6% dengan tingkat kematian 10% - 30%. Apabila insiden
ini terus berlanjut dan tidak ada perhatian dari masyarakat tentang kasus ini, maka akan ada
kemungkinan bertambahnya pasien dengan burst abdomen setiap tahunnya.
Burst abdomen terjadi lebih sering terjadi pada pria daripada wanita. Biasanya burst
abdomen terjadi pada minggu kedua, dengan puncaknya pada hari kesepuluh pasca-operasi, dan
memiliki angka kematian sekitar 20.
Burst abdomen yang tidak ditangani dengan tepat dan segera dapat menimbulkan
berbagai komplikasi yang serius yang akan meningkatkan resiko kematiaan. Melalui makalah ini
kami memberikan pengetahuan dan cara pencegahan terjadinya burst abdomen sehingga angka
kejadian penyakit tersebut dapat menurun. Selain itu, makalah ini diharapkan dapat bermanfaat
pula bagi perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien burst abdomen yang
benar.
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui dan memahami bagaimana membuat asuhan keperawatan pada anak dengan
gangguan Sistem Pencernaan “Burst Abdomen”
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Memahami definisi dari penyakit burst abdomen
2. Memahami anatomi fisiologi abdomen..
3. Memahami klasifikasi dari penyakit burst abdomen.
4. Memahami etiologi dari penyakit burst abdomen
5. Memahami manifestasi klinis dari penyakit burst abdomen.
6. Memahami patofisiologi dari penyakit burst abdomen.
7. Memahami pemeriksaan diagnostic dari penyakit burst abdomen.
8. Memahami penatalaksanaan dari penyakit burst abdomen.
9. Memahami prognosis dari penyakit burst abdomen .
10. Memahami komplikasi dari penyakit burst abdomen.
11. Memahami WOC dari penyakit burst abdomen.
12. Memahami asuhan keperawatan pada pasien dengan burst abdomen.
1.4 Manfaat
1. Memperoleh pengetahuan tentang konsep dari penyakit burst abdomen.
2. Memperoleh pengetahuan dan dapat melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan
penyakit burst abdomen.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Burst abdomen diartikan sebagai terpisahnya jahitan luka pada abdomen secara partial
atau komplit salah satu atau seluruh lapisan dinding abdomen pada luka post operatif disertai
protrusi dan eviserasi isi abdomen. Burst abdomen dikenal juga sebagai abdominal wound
dehiscence (Theodore, 1999). Eviserasi adalah suatu keadaan dimana keluarnya organ-organ
abdomen seperti usus.
Burst abdomen atau abdominal wound dehiscence adalah terbukanya tepi-tepi luka
sehingga menyebabkan evirasi atau pengeluaran isi organ-organ dalam seperti usus, hal ini
merupakan salah satu komplikasi post operasi dari penutupan luka di dalam perut. (Saktya,
2011).
Burst abdomen atau abdominal wound dehiscence adalah terbukanya tepi-tepi luka
sehingga menyebabkan evirasi atau pengeluaran isi organ-organ dalam seperti usus, hal ini
merupakan salah satu komplikasi post operasi dari penutupan luka di dalam perut.
2.2 Anatomi Fisiologi Abdomen
Abdomen adalah rongga terbesar dalam tubuh.Bentuknya lonjong dan meluas dari atas
dari drafragma sampai pelvis di bawah.Rongga abdomen dilukiskan menjadi dua bagian,
abdomen yang sebenarnya yaitu rongga sebelah atas dan yang lebih besar dari pelvis yaitu
rongga sebelah bawah dan lebih kecil. Batas-batas rongga abdomen adalah di bagian atas
diafragma, di bagian bawah pintu masuk panggul dari panggul besar, di depan dan di kedua sisi
otot-otot abdominal, tulang-tulang illiaka dan iga-iga sebelah bawah, di bagian belakang tulang
punggung dan otot psoas dan quadratus lumborum. Rongga Abdomen dan Pelvis:
a. Hipokhondriak kanan
b. Epigastrik
c. Hipokhondriak kiri
d. Lumbal kanan
e. Pusar (umbilikus)
f. Lumbal kiri
g. Ilium kanan
h. Hipogastrik
i. Ilium kiri
Isi dari rongga abdomen adalah sebagian besar dari saluran pencernaan, yaitu lambung, usus
halus dan usus besar.
a) Lambung
Lambung terletak di sebelah atas kiri abdomen, Fundus lambung, mencapai ketinggian ruang
interkostal (antar iga) kelima kiri. Corpus, bagian terbesar letak di tengah. Pylorus, suatu kanalis
yang menghubungkan corpus dengan duodenum Fungsi lambung:
1) Tempat penyimpanan makanan sementara.
2) Melunakkan makanan.
3) Mencampurkan makanan.
4) Mendorong makanan ke distal.
5) Protein diubah menjadi pepton.
6) Faktor antianemi dibentuk.
b) Usus Halus
Usus halus adalah tabung yang kira-kira sekitar dua setengah meter panjang dalam keadaan
hidup. Usus halus memanjang dari lambung sampai katup ibo kolika tempat bersambung dengan
usus besar. Usus halus terletak di daerah umbilicus dan dikelilingi usus besar.Fungsi usus halus
adalah mencerna dan mengabsorpsi khime dari lambung isi duodenum adalah alkali. Usus halus
dapat dibagi menjadi beberapa bagian :
1) Duodenum : bagian pertama usus halus yang panjangnya 25cm.
2) Yeyenum : menempati dua per lima sebelah atas dari usus halus.
3) Ileum : menempati tiga pertama akhir
c) Usus Besar
Usus besar Usus besar adalah sambungan dari usus halus dan dimulai dari katup ileokdik yaitu
tempat sisa makanan.Panjang usus besar kira-kira satu setengah meter. Fungsi usus besar adalah:
1) Absorpsi air, garam dan glukosa.
2) Sekresi musin oleh kelenjer di dalam lapisan dalam.
3) Penyiapan selulosa.
4) Defekasi (pembuangan air besar)
d) Hati
Hati Hati adalah kelenjer terbesar di dalam tubuh yang terletak di bagian teratas dalam rongga
abdomen di sebelah kanan di bawah diafragma Fungsi hati adalah:
1) Bersangkutan dengan metabolisme tubuh, khususnya mengenai pengaruhnya atas makanan dan
darah.
2) Hati merupakan pabrik kimia terbesar dalam tubuh/sebagai pengantar matabolisme.
3) Hati mengubah zat buangan dan bahan racun.
4) Hati juga mengubah asam amino menjadi glukosa.
5) Hati membentuk sel darah merah pada masa hidup janin.
6) Hati sebagai penghancur sel darah merah.
7) Membuat sebagian besar dari protein plasma.
8) Membersihkan bilirubin dari darah
e) Kandung Empedu
Kandung Empedu adalah sebuah kantong berbentuk terong dan merupakan membran
berotot.Letaknya di dalam sebuah lekukan di sebelah permukaan bawah hati, sampai di pinggiran
depannya.Kandung empedu terbagi dalam sebuah fundus, badan dan leher.
f) Pankreas
Pankreas Pankreas adalah kelenjar majemuk bertandan, strukturnya sangat mirip dengan kelenjar
ludah. Panjangnya kurang lebih lima belas centimeter. Fungsi pankreas adalah :
1) Fungsi exokrine dilaksanakan oleh sel sekretori lobulanya, yang membentuk getah pankreas dan
yang berisi enzim dan elektrolit.
2) Fungsi endokrine terbesar diantara alvedi pankreas terdapat kelompok-kelompok kecil sel
epitelium yang jelas terpisah dan nyata.
3) Menghasilkan hormon insulin yang mengubah gula darah menjadi gula otot
g) Ginjal
Ginjal terletak pada dinding posterior abdomen, terutama di daerah lumbal di sebelah kanan dari
kiri tulang belakang, di belakang peritoneum.Panjang ginjal 6 sampai 7½ centimeter.Pada orang
dewasa berat kira-kira 140 gram. Ginjal terbagi menjadi beberapa lobus yaitu : lobus hepatis
dexter, lobus quadratus, lobus caudatus, lobus sinistra. Fungsi ginjal adalah :
1) Mengatur keseimbangan air.
2) Mengatur konsentrasi garam dalam darah dan keseimbangan asam basa darah.
3) Ekskresi bahan buangan dan kelebihan garam.
h) Limpa
Limpa Terletak di regio hipokondrium kiri di dalam cavum abdomen diantara fundus ventrikuli
dan diafragma. Limpa dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu :
1) Dua facies yaitu facies diafragmatika dan visceralis.
2) Dua kutub yaitu ekstremitas superior dan inferior.
3) Dua margo yaitu margo anterior dan posterior.
Fungsi limpa adalah :
1. Pada masa janin dan setelah lahir adalah penghasil eritrosit dan limposit.
2. Setelah dewasa adalah penghancur eritrosit tua dan pembentuk homoglobin dan zat besi bebas.
Fasia
Jaringan lemak akan semakin ke profundus semakin memadat sehingga akhirnya akan tampak
menyerupai selaput yang bersidat collagenous. Jaringan subkutan dibagi 2 :
1. Pars superfisialis
Pars superfisialis dibagi menjadi jaringan lemak superfisialis yang disebut fasia kamper, lapisan
membranasea yang terletak di anterior abdomen sebagai fascia scarpa dan lapisan membranasea
pada perioneum disebut fascia colles. Lapisan lemak melanjutkan diri dengan lemak superficial
yang meliputi bagian tubuh lain dan mungkin dapat sangat tebal. Lapisan lemak akan
menghilang pada dinding toraks dan disebelah lateral linea aksilaris media.
2. Pars profunda
Pada dinding anterior abdomen, fasia profunda semata-mata merupakan lapisan tipis jaringan
areolar yang menutupi otot-otot.
2.3 Klasifikasi
Menurut Theodore (1999), klasifikasi dari burst abdomen adalah sebagai berikut :
a. Kontusio dinding abdomen
Disebabkan oleh trauma non-penetrasi. Kontusio dinding abdomen tidak terdapat cedera intra
abdomen, kemungkinan terjadi eksimosis atau penimbunan darah dalam jaringan lunak dan
masa darah dapat menyerupai tumor.
b. Laserasi
Jika terdapat luka pada dinding abdomen yang menembus rongga abdomen harus di
eksplorasi.Atau terjadi karena trauma penetrasi.Trauma Abdomen adalah terjadinya atau
kerusakan pada organ abdomen yang dapat menyebabkan perubahan fisiologi sehingga terjadi
gangguan metabolisme, kelainan imonologi dan gangguan faal berbagai organ.
2.4 Etiologi
Terjadinya burst abdomen dipengaruhi oleh banyak faktor. Berdasarkan beberapa penelitian yang
telah dilakukan faktor resiko akan dibedakan menjadi tiga bagian yaitu faktor pre-operative,
operative, dan post-operative (British Medical Journal: 1966).
a. Pre operasi Faktor pre-operative ini biasanya berhubungan dengan keadaan pasien sebelum
operasi dan karakteristik pasien.
Faktor pre-operative ini biasanya berhubungan dengan keadaan pasien sebelum operasi dan
karakteristik pasien.
1. Jenis kelamin
Kejadian pada pria dan wanita didapatkan perbedaan yang sedikit meningkat pada pria yang
mana berbanding 3:1. Hal ini dapat dipicu karena faktor merokok, pada pria sering mengalami
batuk persisten sehingga dapat meningkatkan tekanan intraabdomen dan lebih beresiko terjadi
burst abdomen.
2. Umur
Kejadian burst abdomen meningkat dengan bertambahnya umur. Burst abdomen pada pasien
yang berumur <45 tahun sebesar 1,3%, sedangkan pada pasien >45 tahun sebesar 5,4%.
(Schwartz et al, Principles Of Surgery) Burst abdomen sering terjadi pada usia>60 tahun. Hal ini
dikarenakan sejalan dengan bertambahnya umur, organ dan jaringan tubuh mengalami proses
degenerasi dan otot dinding rongga perut melemah. (Lotfy, 2009) Hal ini mungkin dikarenakan
hal-hal sebagai berikut:
a. Faktor penentu sebelum terjadinya burst abdomen yang sering ditemukan yaitu batuk kronis,
konstipasi kronis dan dysuria.
b. Adanya anemia, hypoproteinaemia, dan beberapa kekurangan vitamin dalam kelompok usia ini.
c. Komplikasi pasca operasi seperti mengejan, batuk, dan muntah berulang.
3. Anemia
Hemoglobin menyumbang oksigen untuk regenerasi jaringan granulasi dan penurunan tingkat
hemoglobin mempengaruhi penyembuhan luka. (Lotfy, 2009). Pada beberapa studi
dikemukakan bahwa rendahnya kadar hemoglobin (<10mg mg/dl) merupakan salah satu faktor
resiko terjadinya burst abdomen.
4. Hipoproteinemia
Hypoproteinemia adalah salah satu faktor yang penting dalam penundaan penyembuhan,
seseorang yang memiliki tingkat protein serum di bawah 6 g / dl memiliki resiko burst abdomen.
(Saktya, 2011).
5. Defisiensi vitamin C
VitaminC sangat penting untuk memperoleh kekuatan dalam penyembuhan luka. Kekurangan
vitamin C dapat mengganggu penyembuhan dan merupakan predisposisi kegagalan luka.
Kekurangan vitamin C terkait dengan delapan kali lipat peningkatan dalam insiden wound
dehiscence.
6. Kortikosteroid
Steroid memiliki peranan dalam menghambat proses inflamasi, fungsi makrofag, proliferasi
kapiler, dan fibroblast. Selain itu juga kortikosteroid dapat menurunkan sistem imun sehingga
jika terjadi suatu infeksi, proses penyembuhan luka terhambat.
7. Merokok
Kebiasaan merokok sejak muda menyebabkan batuk-batuk yang persisten, batuk yang kuat dapat
menyebabkan peningkatan tekanan intra abdomen.
8. Hypoalbuminaemia (serum albumin < 3 mg%)
Keadaan hipoalbuminemia ini akan mengurangi sintesa komponen sulfas mukopolisarida dan
kolagen yang merupakan bahan dasar penyembuhan luka. Defisiensi tersebut akan
mempengaruhi proses fibroblasi dan kolagenisasi yangmerupakan proses awal penyembuhan
luka. Hal ini akan memperlambat proses penyembuhan luka. Hypo-albuminaemia dapat
digunakan sebagai penanda malnutrisi. Hypoproteinemia merupakan salah satu faktor terpenting
dalam proses penyembuhan. Untuk perbaikan jaringan, sejumlah besar asam amino
diperlukan.Asam amino membantu dalam pembentukan RNA dan DNA.Kekurangan ini
mengarah ke jaringan selular miskin, yang menyebabkan kekuatan luka hilang.
9. Operasi yang bersifat emergensi
Beberapa penelitian menunjukkan adanya hubungan dengan terjadinya burst abdomen. Hal ini
mungkin lebih disebabkan karena keadaan hemodinamik pasien yang tidak stabil dibandingkan
dengan persiapan operasi yang terencana (elektif).
10. Diabetes (GDP > 140 mg/dl atau GDA> 200 mg/dl)
Pada orang dengan diabetes, proses penyembuhan luka berlangsung lama. (Lotfy, 2009). DM
berkaitan dengan gangguan metabolisme pada jaringan ikat hal tersebut tentu saja amat sangat
berpengaruh terhadap daya tahan tubuh sehingga akan mengganggu proses penyembuhan luka
operasi. Sehingga pengendalian DM yang baik dibutuhkan untuk menghindari DM sebagai
faktor resiko.
b. Operasi
1. Tipe insisi
Midline incision memiliki insiden terjadinya burst abdomen lebih besar daripada transverse
incision. Midline incision tidak anatomis karena incisi ini memotong serabut aponeurotik,
sedangkan pada transverse incision memotong diantara serabut. Kontraksi pada dinding
abdomen akan memberikan tekanan untuk membantu penutupan luka. Pada midline incision,
kontraksi ini dapat menyebabkan adanya luka baru pada lateral jahitan, sedangkan pada
transverse incision, jahitan akan merapat. Midline incision banyak digunakan karena dengan
teknik ini lapangan pandang saat operasi menjadi lebih luas untuk melakukan explorasi.
Tipe insisi midline Tipe insisi transversal.
2. Jahitan luka
Berdasarkan hasil penelitian teknik continuous Z memiliki faktor resiko terjadinya burst
abdomen lebih besar yaitu sebesar 14,8% sedangkan pada teknik interrupted X hanya sebesar
2,17%. C
c. Post operasi
1. Peningkatan tekanan intra-abdominal
Peningkatan tekanan ini dapat disebabkan oleh batuk, muntah, ileus, dan retensi urine.Setelah
beberapa operasi intra abdomen, kejadian ileus tidak dapat dielakkan.Tekanan intra abdomen
yang tinggi mungkin disebabkan pada pasien dengan penyakit paru obstruktif kronik yang
biasanya mereka menggunakan otot-otot abdomen sebagai otot tambahan untuk respirasi.
Sebagai tambahan, batuk yang terjadi mendadak dapat meningkatkan tekanan intra abdomen.
Beberapa factor yang berperan dalam peningkatan tekanan abdomen seperti obstruksi usus post
opersi, obesitas, dan cirrhosis dengan adanya ascites. Tekanan intraabdominal yang tinggi akan
menekan otot-otot dinding abdomen sehingga akan teregang. Regangan otot dinding abdomen
inilah yang akan menyebabkan berkurangnya kekuatan jahitan bahkan pada kasus yang berat
akan menyebabkan putusnya benang pada jahitan luka operasi dan keluarnya jaringan dalam
rongga abdomen. Hal yang menyebabkan peningkatan tekanan intra abdomen diantaranya:
a. Mengangkat beban berat
b. Batuk dan bersin yang kuat
c. Mengejan akibat konstipasi
5. Terapi Radiasi
Riwayat pemakaian terapi radiasi mengganggu sintesis protein normal, mitosis, migrasi dari
faktor peradangan, dan pematangan kolagen.
2.6 Patofisiologi
Burst Abdomen bisa disebabkan oleh faktor pre operasi, operasi dan post operasi. Pada
faktor pre operasi, hal-hal yang berpengaruh dalam factor pre operasi ini adalah usia, penyakit
diabetes mellitus, dan malnutrisi. Pada umur tua otot dinding rongga perut melemah. Sejalan
dengan bertambahnya umur, organ dan jaringan tubuh mengalami proses degenerasi. Kejadian
tertinggi burst abdomen sering terjadi pada umur > 50-65 tahun. Selain itu adanya anemia,
hypoproteinaemia, dan beberapa kekurangan vitamin bisa menyebabkan terjadinya burst
abdomen. Hemoglobin menyumbang oksigen untuk regenerasi jaringan granulasi dan penurunan
tingkat hemoglobin mempengaruhi penyembuhan luka.
Penyakit-penyakit tersebut tentu saja amat sangat berpengaruh terhadap daya tahan tubuh
sehingga akan mengganggu proses penyembuhan luka operasi. Hypoproteinemia adalah salah
satu faktor yang penting dalam penundaan penyembuhan, seseorang yang memiliki tingkat
protein serum di bawah 6 g / dl. Untuk perbaikan jaringan, sejumlah besar asam amino
diperlukan. Vitamin C sangat penting untuk memperoleh kekuatan dalam penyembuhan luka.
Kekurangan vitamin C dapat mengganggu penyembuhan dan merupakan predisposisi kegagalan
luka. Kekurangan vitamin C terkait dengan delapan kali lipat peningkatan dalam insiden wound
dehiscence. Seng adalah co-faktor untuk berbagai proses enzimatik dan mitosis (Saktya, 2011).
Untuk factor operasi, tergantung pada tipe insisi, penutupan sayatan, penutupan
peritoneum, dan jahitan bahan. Kontraksi dari dinding abdomen menyebabkan tekanan tinggi di
daerah lateral pada saat penutupan. Pada insisi midline, ini memungkinkan menyebabkan bahan
jahitan dipotong dengan pemisahan lemak transversal.Dan sebaliknya, pada insisi transversal,
lemak dilawankan dengan kontraksi.Otot perut rektus segmental memiliki suplai darah dan saraf.
Jika irisan sedikit lebih lateral, medial bagian dari otot perut rektus mendapat denervated dan
akhirnya berhenti tumbuh. Ini menciptakan titik lemah di dinding dan pecah perut.
Faktor post operasi terdiri dari peningkatan dari intra-abdominal pressure yang
menyebabkan suatu kelemahan mungkin disebabkan dinding abdominal yang tipis atau tidak
cukup kuatnya pada daerah tersebut, dimana kondisi itu ada sejak atau terjadi dari proses
perkembangan yang cukup lama, pembedahan abdominal dan kegemukan. Dapat dipicu juga
jika mengangkat beban berat, batuk dan bersin yang kuat, mengejan akibat konstipasi.Kebiasaan
merokok sejak muda menyebabkan batuk-batuk yang persisten, batuk yang kuat dapat
menyebabkan peningkatan tekanan intra abdomen. Terapi radiasi dapat mengganggu sintesis
protein normal, mitosis, migrasi dari faktor peradangan, dan pematangan kolagen.
Antineoplastic agents menghambat penyembuhan luka dan luka penundaan perolehan dalam
kekuatan tarik.
Pada pasien post operasi abdomen yang memiliki penurunan kemampuan penyembuhan
luka, maka akan beresiko mengalami burst abdomen. Pasien burst abdomen biasanya akan
ditemukan peningkatan tekanan intra abdomen sehingga dapat mengganggu ekspansi paru dan
suplai oksigen menurun sehingga menyebabkan terjadinya sesak napas. Distensi abdomen juga
sering ditemukan pada pasien burst abdomen sehingga dapat menyebabkan penurunan nafsu
makan dan terjadi anoreksia. Luka insisi pada pasien burst abdomen dapat menyebabkan
diskontinuitas jaringan sehingga menimbulkan nyeri pada daerah sekitar luka. dan memiliki
resiko tinggi terjadi infeksi (Medical Journal, 2011).
2.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan burst abdomen dipengaruhi oleh keadaan umum pasien dimana dapat dibagi
menjadi dua, yaitu terapi non-operatif dan operatif.
1. Terapi non-operatif
Terapi ini dilakukan bila keadaan umum pasien stabil dan tidak disertai adanya
eviserasi. Perawatan luka yang dilanjutkan dengan penutupan secara steril perlu dilakukan.
Pasien dianjurkan tidak turun dari tempat tidur dan menutup luka dengan handuk yang dibasahi
dengan cairan steril. Abdominal binder dapat digunakan untuk membantu proses penutupan
luka. Diharapkan luka dapat menutup kembali, atau jika keadaan pasien sudah membaik, maka
dapat direncanakan operasi. Jika pasien datang dengan burst abdomen dan ada eviserasi:
a. Inform Consent
b. Puasa dilakukan 4 jam sebelum pembedahaan, pemasangan NGT dekompresi.
c. Pasang infus, bericairan standard N4 dengan tetesan sesuai kebutuhan.
d. Antibiotik pra bedah diberikan secara rutin.
e. Dilakukan rawat luka pada abdomen dengan teknik steril selama dua hari sekali.
f. Perlu diperhatikan juga tentang nutrisi pasien. Pemberian nutrisi tinggi protein dan serat pada
pasien dengan burst abdomen membantu penyembuhan dan fungsi saluran cerna pasien.
2. Terapi operatif
Tindakan yang harus segera dilakukan oleh ahli bedah bila menjumpai adanya burst
abdomen adalah dengan memperbaiki kembali luka operasi yang ditimbulkan segera dengan
terlebih dahulu mengevaluasi struktur di dalamnya. dibilas dengan cairan isotonis ringer lactate
yang mengandung antibiotic dan kemudian dilakukan penutupan kembali dinding abdomen.
Antibiotik profilaksis harus diberikan sebelum operasi. Tindakan repair ini harus
dilakukan dalam keadaan steril (diatas meja operasi) dan dengan anastesi general. Lepas dahulu
jahitan yang telah dilakukan pada operasi pada bagian yang mengalami burst, kemudian explore
bagian terdalam dari luka yang rusak dengan jari yang menggunakan sarung tangan steril sampai
bagian jahitan yang terbuka kemudian evaluasi apa yang terjadi apakah terdapat sumber infeksi.
Kemudian dilakukan pencucian luka secara mekanik dengan cairan isotonis yang
mengandung antibiotic yang berlimpah, setelah itu dilakukan perbaikan jahitan dengan
memberikan jahitan ekstra untuk mencegah timbulnya luka dehisence berulang.
Operasi Pembedahan
Penjahitan dilakukan dengan tehnik yang sesuai dan teliti dengan menggunakan jarum dan
benang yang sesuai (monofilamen nilon atau poligycolic acid), setelah repair jahitan selesai luka
ditutup dengan kassa basah steril dan diberi antibiotik, kemudian ditutup kembali sehingga tidak
terkontaminasi dengan dunia luar.
1. Operasi pembedahan, dilakukan untuk menutup lubang dan memperkuat bagian yang lemah,
otot perut dirapatkan menutupi lubang yang ada.
2. Kebanyakan untuk pasien akut atau baru saja terjadi luka disarankan untuk operasi kembali.
3. Kebanyakan teknik yang utama adalah segera menjahit kembali pada tempat jahitan semula yang
mengalami perobekan.
4. Pemberian antibiotic preoperative spektum meluas.
5. Bebaskan lipatan peritonim dan usus untuk jarak yang pendek pada permukaan yang dalam dari
luka pada kedua sisi.
6. Masukkan jahitan luka yang dalam.
7. Kemudian proses akir dari dinding abdomen, yakinlah untuk mengambil potongan yang dalam
dari jari, memakai materi jahitan yang banyak dan hindari tegangan yang berlebihan pada luka.
8. Tutup kulit dengan agak longgar dan mempertimbangkan pemakaian pengering luka dangkal.
Jika terjadi infesi luka yang buruk , jangan biarkan luka terbuka dan bungkuslah.
a) Penumpukan Jahitan
Ada beberapa teknik penumpukan jahitan, tetapi pada prinsipnya adalah :
1) Memakai jahitan luka yang padat dan tidak menyerap.
2) Luas potongan paling tidak 3cm dari tepi luka dan interval stikjahitan 3cm atau kurang.
3) Salah satu dari eksternal (menggabungkan semua lapisan peritonium melewati kulit) atau
(semua lapisan kecuali kulit) mungkin digunakan.
4) Penumpukan jahitan luka internal dapat menghindari pembentukan bekas luka yang tidak sedap
dipandang akan tetapi luka itu tidak dapat dipindahkan pada waktu berikutnya(meningkatkan
resiko infeksi)
5) Jangan mengikat terlalu kuat
6) Penumpukan jahitan luka eksternal biasanya dibiarkan selama paling tidak tiga minggu.
Pada sebagian kecil pasien bisa mendapat penatalaksanaannya yang tepat.Teknik yang
tidak aman atau terkadang tidak mungkin untuk menutup dinding perut dengan benar. Beberapa
kondisi yang mungkin bisa menjadi faktor pencetus pada dinding perut yang tidak dapat
menutup, meliputi:
Ø Trauma abdomen mayor
Ø Sepsis abdomen yang kasar
Ø Retro peritoneal hematom.
Ø Kehilangan jaringan pada dinding perut.
Penderita setelah operasi biasanya masih mengeluh soal lain. Setelah operasi ia
merasakan bagian yang dioperasi seperti tertarik dan nyeri. Untuk mengatasi keluhan tadi, kini
tersedia jala sintetis yang dikenal dengan mesh. Penggunaannya menguntungkan bagi penderita
pascaoperasi, karena otot perutnya tidak lagi ditarik, sehingga penderita tidak akan merasa nyeri.
Usaha untuk menutup dinding perut mungkin dapat menyebabkan elevasi dari tekanan
intra abdominal dan syndrome ruang abdomen berikutnya. Pada kasus kasus tertetu (exs.jika
penyebabnya memungkinkan untuk diselesaikan dengan cepat) mungkin bisa menutup abdomen
untuk sementara waktu dengan membungkus luka dan mengambil tindakan lebih lanjut dalam
waktu 24-48 jam. Penutupan “mesh” pada insisi abdomen biasanya menunjukan:
1. Kerusakannya adalah penutupan dari satu atau dua lapisan pada lubang.
2. Lubang adalah jahitan luka pada tempat dari jahitan luka yang menembus lapisan tebal dinding
abdomen.
Perubahan balutan dan granulasi benuk jaringan berikutnya, akhirnya berpengaruh pada
permukaan yang bisa dibungkus dengan pemindahan robekan kulit (transparansi kulit).
Upaya Pencegahan
Faktor resiko burst abdomen masih bisa dikurangi melalui penanganan pasien secara terpadu
sejak sebelum operasi sampai setelah operasi. Untuk mencegah terjadinya burst abdomen
diantaranya adalah:
a. Tehnik penjahitan yang tepat dan benar
Penjahitan yang dilakukan pada luka operasi sebaiknya menggunakan jarum, benang, dan tehnik
jahitan yang benar.Jahitan yang dibuat jangan terlalu berdekatan dan jangan terlalu kencang
sehingga mengakibatkan luka yang ditimbulkan tidak sembuh dengan sempurna.
b. Teknik operasi yang baik
Salah satu sebab terjadinya burst abdomen karena tehnik operasi yang kurang baik diantaranya
tehnik operasi yang tidak mencapai lapisan fascia atau salah satunya dengan meninggalkan
jaringan yang sudah tidak vital dalam rongga abdomen, hal ini cenderung untuk terjadinya
infeksi. Oleh karena itu untuk mencegah terjadinya burst abdomen sebaiknya operator
benar- benar memahami operasi yang akan dilakukan dan bertindak sebaik mungkin.
c. Mencegah peningkatan intraabdomen
Peningkatan dari tekanan abdomen menghambat dari penyembuhan luka bahkan mengakibatkan
luka yang terjadi mengalami kerusakan sehingga dapat terbuka kembali. Adapun hal-hal yang
dapat mengakibatkan peningkatan tekanan intraabdomen adalah: batuk, muntah, banyak
mengejan, asites, dan dilatasi usus atau adanya ileus paralitik. Oleh karena itu untuk mengontrol
adanya peningkatan intraabdomen selain menganjurkan kepada pasien untuk tidak melakukan
hal diatas, maka dengan melakukan follow up setiap hari kepada pasien post operativ dari bising
ususnya dan dengan pemasangan nasogastric tube untuk dekompresi.
d. Mencegah terjadinya infeksi
Infeksi sangat banyak penyebabnya oleh karena itu pada luka post laparotomy harus dilakukan
rawat luka se aseptis mungkin dengan menggunakan peralatan yang steril. Selain itu juga diikuti
dengan pemberian antibiotika profilaksis.
e. Mengobati penyakit penyerta dari pasien
selain hal-hal seperti diatas terjadinya burst abdomen dapat dipicu karena penyerta dari pasien
diantaranya : hipoalbuminemia, malnutrisi, anemia, joundince, penyakit keganasan, diabetes
mellitus, sehingga dapat menghambat proses penyembuhan luka. Oleh karena itu penyakit
penyerta tersebut juga harus diperhatikan dan diregulasi dengan baik.
2.9 Prognosis
Menurut Sander (2012), angka mortalitas pasien dengan burst abdomen rata-rata 18,1%, dengan
range 9,4% - 43,8%. Apabila terpisahnya jahitan luka pada abdomen secara partial atau komplit
salah satu atau seluruh lapisan dinding abdomen pada luka post operatif tidak segera ditangani
maka pasien tersebut memiliki kemungkinan mortalitas 30%.
2.10 Komplikasi
a. Perdarahan
b. Infeksi luka operasi
Infeksi Luka Operasi (ILO)/ Infeksi Tempat Pembedahan (ITP)/Surgical Site Infection
(SSI) adalah infeksi pada luka operasi atau organ/ ruang yang terjadi dalam 30 hari paska operasi
atau dalm kurun 1 tahun apabila terdapat implant. Sumber bakteri pada ILO dapat berasal dari
pasien, dokter dan tim, lingkungan dan termasuk juga instrumentasi.
Menurut The National Nosocomial Surveillence Infection (NNSI), kriteria jenis-jenis SSI ada
tiga sebagai berikut :
1) Superficial Incision SSI ( ITP Superfisial )
Merupakan infeksi yang terjadi pada kurun waktu 30 hari paska operasi dan infeksi tersebut
hanya melibatkan kulit dan jaringan subkutan pada tempat insisi dengan setidaknya ditemukan
salah satu tanda sebagai berikut :
a. Terdapat cairan purulen.
b. Ditemukan kuman dari cairan atau tanda dari jaringan superfisial.
c. Terdapat minimal satu dari tanda-tanda inflammasi
d. Dinyatakan oleh ahli bedah atau dokter yang merawat.
2) Deep Insicional SSI ( ITP Dalam )
Merupakan infeksi yang terjadi dalam kurun waktu 30 hari paska operasi jika tidak
menggunakan implan atau dalam kurun waktu 1 tahun jika terdapat implan dan infeksi tersebut
memang tampak berhubungan dengan operasi dan melibatkan jaringan yang lebih dalam
( contoh, jaringan otot atau fasia ) pada tempat insisi dengan setidaknya terdapat salah satu tanda
:
a. Keluar cairan purulen dari tempat insisi.
b. Dehidensi dari fasia atau dibebaskan oleh ahli bedah karena ada tanda inflammasi.
c. Ditemukannya adanya abses pada reoperasi, PA atau radiologis.
d. Dinyatakan infeksi oleh ahli bedah atau dokter yang merawat
2.11 WOC
Tipe insisi, penutupan sayatan, jahitan bahan.
Post Operasi
Kebiasaan merokok, proses perkembangan yg cukup lama, pembedahan abdominal,
kegemukan
Usia, DM
Pre Operasi
Operas
i
Organ dan jaringan tubuh mengalami proses degenerasi, anemia, hypoproteinamia, kekurangan vitamin
luka
Kontraksi dinding abdomen
Tekanan tinggi di daerah lateral pd saat penutupan
Mengangkat beban berat, batuk dan bersin yang kuat, mengejan saat konstipasi.
Peningkatan dr intra-abdominal pressure
Burst Abdoment
B1
(Pernafasan)
B2
(Kardiovaskuler )
B3
(Persyarafan)
B4
(Perkemihan)
B5
(Pencernaan)
B6
(muskuloskeletal/integument)
Nyeri perut saat nafas
Pernafasan tidak
lancar
Cardiac output menurun
Perdarahan
Ganguan oksigenasi
Kerja jantung melemah
Perfusi jaringan ke otak
menurun
Tekanan darah menurun
Peningkatan intra-abdominal pressure
Luka/pecah perut/infeksi
Nyeri
Produksi ginjal menurun
Tekanan darah menurun
Perdarahan
Penurunan keluaran
urine
Perubahan nutrisi < kebutuhan
Rasa nyeri pada saat makan
Nafsu makan berkurang
Berat badan menurun
Inflamasi penyakit/luka
Ganguan intergritas kulit
Mengalami kelemahan & keletihan
Ganguan pola aktivitas
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN UMUM
3.1 Pengkajian
a. Identitas Klien :
a. Nama : Suami / Istri / Orangtua
b. Umur : Nama :
c. Jenis kelamin : Pekerjaan :
d. Agama : Alamat :
e. Suku/bangsa :
f. Bahasa : Penanggung jawab :
g. Pendidikan : Nama :
h. Pekerjaan : Alamat :
i. Status :
j. Alamat :
b. Keluhan utama
Keluhan yang sering muncul pada pasien burst abdomen adalah nyeri pada daerah sekitar luka
operasi di perut akibat membukanya luka bekas operasi atau akibat perut distended dikarenakan
adanya infeksi
c. Riwayat Penyakit sekarang
Mengkaji perjalanan penyakit pasien saat ini dari awal gejala muncul dan penanganan yang
telah dilakukan hingga saat dilakukan pengkajian. Menguraikan jenis insisi bedah pada klien.
d. Riwayat Penyakit dahulu
Perlu dikaji apakah pasien mempunyai riwayat penyakit yang berhubungan dengan burst
abdomen. Seperti anemia, DM, hipoproteinemia, defesiensi vitamin C, hipoalbumin, dan lain-
lain.
e. Riwayat penyakit keluarga
Perlu dikaji apakah dalam keluarga ada yang memiliki gejala penyakit yang sama seperti pasien.
a. Pola Fungsi Kesehatan :
1. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat.
Persepsi klien/keluarga terhadap konsep sehat sakit dan upaya klien/keluarga dalam bentuk
pengetahuan, sikap, dan perilaku yang menjadi gaya hidup klien/keluarga untuk
mempertahankan kondisi sehat.
2. Pola nutrisi dan metabolic
Kebiasaan klien dalam memenuhi kebutuhan nutrisi sebelum sakit sampai saat sakit (saat ini)
yang meliputi : jenis makanan dan minuman yang dikonsumsi, frekuensi makanan, porsi makan
yang di habiskan, makanan selingan, makanan yang di sukai, alergi makanan dan mamakan
pantangan. Keluhan yang berhubungan dengan nutrisi seperti mual, muntah, dan kesulitan
menelan, di buatkan deskripsi singkat dan jelas.Bila di perlukan, lakukan pengkajian terhadap
pengetahuan klien/keluarga tentang diet yang harus di ikuti serta bila ada larangan adat atau
agamapada suatu makanan tertentu.
3. Pola eliminasi
Kaji eliminasi alvi (buang air besar) dan eliminasi uri (buang air kecil) Pola eliminasi
menggambarkan keadaan eliminasi klien sebelum sakit sampai saat sakit (saat ini), yang meliputi
: frekuensi, konsistensi, warna, bau, adanya darah, dan lain-lain. Bila di temukan adanya keluhan
pada eliminasi, hendaknya dibuatkan deskripsi singkat dan jelas tentang keluhan yang di
maksud.
4. Pola aktivitas dan latihan
Kaji aktifitas rutin yang dilakukan klien sebelum sakit sampai saat sakit mulai dari bangun tidur
sampai tidur kembali, termasuk penggunaan waktu senggang.Mobilitas selama sakit di lihat dan
aktivitas perawatan diri, seperti makan-minum, mandi, toileting, berpakaian, berhias, dan
penggunaan instrumen.
5. Pola tidur dan istirahat
Kaji kualitas dan kuantitas istrahat tidur klien sejak sebelum sakit sampai saat sakity (saat ini),
meliputi jumlah tidur siang dan malam, penggunaan alat pengantar tidur, perasaan klien sewaktu
bangun tidur, dan kesulitan atau masalah tidur : sulit jatuh tidur, sulit tidur lama, tidak bugar saat
bangun, terbangun dini, atau tidak bisa melanjutkan tidur.
6. Pola hubungan dan peran
Kaji hubungan klien dengan anggota keluarga, masyarakat pada umumnya, perawat, dan tim
kesehatan yang lain, termasuk juga pola komunikasi yang di gunakan klien dalam berhubungan
dengan orang lain.
7. Pola sensori dan kognitif
Kaji kemampuan klien berkomunikasi (berbicara dan mengerti pembicaraan) status mental dan
orientasi, kemampuan pengindraan yang meliputi indra penglihatan, pendengaran, penciuman,
perabaan dan pengecapan.
8. Pola persepsi dan konsep diri
Kaji pada klien yang sudah dapat mengungkapkan perasaan yang berhubungan dengan kesadaran
akan dirinya meliputi : gambaran diri, ideal diri, harga diri, peran diri dan identitas diri.
9. Pola reproduksi dan seksual
Kaji pada usia 0-12 tahun di isi sesuai dengan tugas perkembangan psikoseksual. Usia remaja-
dewasa-lansia dikaji berdasarkan jenis kelamin.
10. Pola peran-berhubungan
Kaji hubungan klien dengan anggota keluarga, masyarakat pada umumnya, perawat, dan tim
kesehatan, termasuk juga pola komunikasi yang digunakan klien dalam berhubungan dengan
orang lain.
11. Pola mekanisme koping
Kaji mekanisme koping yang biasanya dilakukan klien ketika menghadapi masalah/ konflik/
stres/ kecemasa.
12. Pola nilai dan kepercayaan
Kaji nilai-nilai dan keyakinan klien terhadap sesuatu dan menjadi strategi yang amat kuat
sehingga mempengaruhi gaya hidup klien, dan berdampak pada kesehatan klien.
b. Pemeriksaan Fisik
1. B1 (Breath) : Terdapat RR yang meningkat.
2. B2 (Blood) : Jika terjadi pendarahan bisa timbul tekanan darah menurun, nadi meningkat namun
lemah, akral teraba basah, pucat dan dingin serta takikardia.
3. B3 (Brain) : Terjadi peningkatan tekanan pada intra-abdominal yang menyebabkan luka
sehingga menimbulkan rasa nyeri.
4. B4 (Bladder) : Berkurangnnya pemasukan cairan sehingga terjadi Penurunan keluaran urine
5. B5 (Bowel) : Nafsu makan turun, BB turun, pasien lemah, bibir kering. Dilanjutkan dengan
memeriksa bagian perut dimulai dengan :
a. Inspeksi : adakah pembesaran abdomen, peregangan atau tonjolan dan apakah ada distensi
abdomen. Pada pasien hipertermi luka post operasi biasanya sedikit bengkak dan terdapat
rembesan darah.
b. Palpasi : pada permukaan perut untuk menilai kekuatan otot-otot perut, nyeri 2 cm pada sekitar
luka.
c. Perkusi : normal atau tidak normal
d. Auskultasi : bising usus normal
6. B6 (Bone) : Lemah, turgor jelek
c. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium (Hematologi) :
a. Hemoglobin< dari 13-18 gr / dl ( turun )
b. Leukosit> 3,8 – 10,6 ribu mm3 (meningkat )
c. Hematokrit< dari 40-52%
d. Trombosit normal 150 – 440 ribu mm3
e. Albumin normal dewasa (3,5-5,0) g/dl
4.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, maka penulis memberikan saran sebagai berikut :
1. Pada Perawat
Agar meningkatkan kualitas dalam pelaksanaan Asuhan Keperawatan pada klien dengan Burst
Abdomen dan meningkatkan pengetahuan dengan membaca buku-buku dan mengikuti
seminar serta menindaklanjuti masalah yang belum teratasi.
2. Pada Mahasiswa
Diharapkan dapat melaksanakan tehknik komunikasi terapeutik dan melakukan pengkajian agar
kualitas pengumpulan data dapat lebih baik sehingga dapat melaksanakan Asuhan
Keperawatan dengan baik.
3. Pada Klien dan Keluarga
Diharapkan klien dapat melaksanakan anjuran dan penatalaksanaan pengobatan dan diit yang
telah diinstruksikan leh perawat dan dokter.
DAFTAR PUSTAKA
Airlangga, Saktya. 2011. Asuhan keperawatan pada burst abdomen.
Br Med J. 1966. Burst Abdoment. British Medical Journal :
Brunner & Suddarth. 1997. Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarta : EGC
Huda A.N, Kusuma H. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan
NANDA.MediAction Publishing. Edisi Revisi Jilid 2. 2013.
https://medium.com/@academia
http://saktyairlangga.wordpress.com/2011/11/27/asuhan-keperawatan-burst-abdoment/. Diaskes
pada 25 maret 2014
http://www.academia.edu/7630784/Makalah_BURST_ABDOMEN_edit
Kumalasari, Arief Mutaqqin. 2011. Ganguan Gastrointestinal. Jakarta: Salemba Medika.
Muttaqin,Arif.2012.Pengkajian keperawatan : Aplikasi pada praktik klinik.Jakarta :Selemba
Medika.
Diposting oleh mariatul qibtia di 06.28
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Posting Lebih BaruPosting LamaBeranda
Langganan: Posting Komentar (Atom)
Mengenai Saya
mariatul qibtia
Lihat profil lengkapku
Arsip Blog
· ▼ 2016 (11)
o ► September (1)
o ▼ Maret (10)
Asuhan keperawatan pada pasien dengan Kemiskinan d...
Asuhan Keperawatan Klien dengan Tumor Wilms
Asuhan keperawatan pada klien dengan Traksi
Asuhan keperawatan pada pasien dengan Dermatitis K...
Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Sifilis.
asuhan keperawatan pada pasien dengan hipertensi p...
SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP) PENCEGAHAN
PENYAKIT...
MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN GANGGUAN
SISTEM...
Asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit Ko...
MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN BURST ABDOMEN
· ► 2015 (5)
· ► 2014 (2)
Tema Kelembutan. Diberdayakan oleh Blogger.