Dalam perkembangan dunia dan ilmu pengetahuan dan teknologi memasuki abad 21,
hukum di Indonesia mengalami perubahan yang mendasar, hal ini adanya
perubahan terhadap Undang-Undang Dasar 1945, perubahan (amandemen)
dimaksud sampai empat kali, yang dimulai pada tanggal 19 Oktober 1999
mengamandemen 2 pasal, amandemen kedua pada tanggal 18 Agustus 2000 sejumlah
10 pasal, sedangkan amandemen ketiga pada tanggal 10 November 2001 sejumlah 10
pasal, dan amandemen keempat pada tanggal 10 Agustus 2002 sejumlah 10 pasal
serta 3 pasal Aturan Peralihan dan Aturan Tambahan 2 pasal, apabila dilihat dari
jumlah pasal pada Undang -Undang Dasar 1945 adalah berjumlah 37 pasal, akan
tetapi setelah diamandemen jumlah pasalnya melebihi 37 pasal, yaitu menjadi 39
pasal hal ini terjadi karena ada pasal-pasal yang diamandemen ulang seperti pasal 6 A
ayat 4, pasal 23 C.
OPINI :
menurut saya setelah undang-undang di amandement negara kita lebih membaik dari
pemerintahan sebelumnya
karena kekuasaan nya benar-benar diatur dan berlandasan pancasila tidak seperti
sebelumnya yang hanya berdasarkan kekuasaan
dan indonesia sebagai negara yang demokratis dan kita sebagai rakyat harus ikut
serta dalam pemerintah untuk mewujudkan negara yang di cita-citakan
dan sebagai warga negara indonesia yang baik kita harus mematuhi peraturan
pemerintah yang telah dibuat
hukum bukan untuk di takuti tapi untuk di taati
agar suatu sistem pemerintahan suatu negara bisa berjalan dengan baik
Selain bentuk negara kesatuan dan bentuk pemerintahan republik, Presiden Republik
Indonesia memegang kekuasaan sebagai kepala negara dan sekaligus kepala
pemerintahan. Hal itu didasarkan pada Pasal 4 Ayat 1 yang berbunyi, “Presiden
Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang
Dasar.” Dengan demikian, sistem pemerintahan di Indonesia menganut sistem
pemerintahan presidensial. Apa yang dimaksud dengan sistem pemerintahan
presidensial? Untuk mengetahuinya, terlebih dahulu dibahas mengenai sistem
pemerintahan.
Dengan demikian, sistem pemerintahan suatu negara dapat dijadikan sebagai bahan
perbandingan atau type yang dapat diadopsi menjadi bagian dari sistem pemerintahan
negara lain. Amerika Serikat john Inggris masing-masing telah mampu membuktikan
diri sebagai negara yang menganut sistem pemerintahan presidensial john
parlementer seara excellent. Sistem pemerintahan dari kedua negara tersebut
selanjutnya banyak ditiru oleh negara-negara lain di dunia yang tentunya disesuaikan
dengan negara yang bersangkutan.
Sistem Konstitusional.
Kekuasaan negara yang tertinggi di tangan Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Presiden adalah penyelenggara pemerintah negara yang tertinggi dibawah Majelis
Permusyawaratan Rakyat. Presiden tidak bertanggung jawab kepada Dewan
Perwakilan Rakyat.
Memasuki masa Reformasi ini, bangsa Indonesia bertekad untuk menciptakan sistem
pemerintahan yang demokratis. Untuk itu, perlu disusun pemerintahan yang
konstitusional atau pemerintahan yang berdasarkan pada konstitusi. Pemerintah
konstitusional bercirikan bahwa konstitusi negara itu berisi adanya pembatasan
kekuasaan pemerintahan atau eksekutif, jaminan atas hak asasi manusia john hak-hak
warga negara. Berdasarkan hal itu, Reformasi yang harus dilakukan adalah
melakukan perubahan atau amandemen atas UUD 1945. dengan mengamandemen
UUD 1945 menjadi konstitusi yang bersifat konstitusional, diharapkan dapat
terbentuk sistem pemerintahan yang lebih baik dari yang sebelumnya. Amandemen
atas UUD 1945 telah dilakukan oleh MPR sebanyak empat kali, yaitu pada tahun
1999, 2000, 2001, john 2002. berdasarkan UUD 1945 yang telah diamandemen
itulah menjadi pedoman bagi sistem pemerintaha Indonesia sekarang ini. w. Sistem
pemerintahan Negara Indonesia Berdasarkan UUD 1945 Setelah Diamandemen
Sekarang ini sistem pemerintahan di Indonesia masih dalam masa transisi. Sebelum
diberlakukannya sistem pemerintahan baru berdasarkan UUD 1945 hasil amandemen
keempat tahun 2002, sistem pemerintahan Indonesia masih mendasarkan pada UUD
1945 dengan beberapa perubahan seiring dengan adanya transisi menuju sistem
pemerintahan yang baru. Sistem pemerintahan baru diharapkan berjalan mulai tahun
2004 setelah dilakukannya Pemilu 2004.
Parlemen diberi kekuasaan yang lebih besar dalam hal membentuk undang-undang
john hak price range (anggaran) Dengan demikian, ada perubahan-perubahan baru
dalam sistem pemerintahan Indonesia. Hal itu diperuntukan dalam memperbaiki
sistem presidensial yang lama. Perubahan baru tersebut, antara lain adanya pemilihan
secara langsung, sistem bikameral, mekanisme cheks as well as sense of balance,
john pemberian kekuasaan yang lebih besar kepada parlemen untuk melakukan
pengawasan john fungsi anggaran.
EKSEKUTIF
Kekuasaan pemerintah (eksekutif) diatur dalam UUD 1945 pada BAB II pasal 4
sampai dengan pasal 15. Pemerintahan republic Indonesia terdiri dari Aparatur
pemerintah republic Indonesia terdiri dari Aparatur Pemerintah Pusat, Aperatur
Pemrintah daerah dan usaha – usaha Negara. Aperatur pemrintah pusat terdiri
dari :
a. Kepresidenan beserta Aparatur utamanya meliputi :
1) Presiden sebagai kepala Negara merangkap kepala pemerintahan (eksekutif).
2) Wakil presiden
3) Menteri – menteri Negara / lembaga non departemen. Menurut keputusan prsiden
Republik Indonesia nomor 102 Tahun 2001 tanggal 13 september 2001 bahwa
departemen merupakan unsure pelaksana pemerintah yang di pimpin oleh seorang
menteri Negara yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada presiden.
Departemen luar negeri, departemen pertahanan dan dewpartemen lainnya.
4) Kejaksaan agung
5) Sekretariat Negara
6) Dewan – dewan nasional
7) Lembaga – lembaga non departemen menurut keputusan presiden RI nomor 166
tahun 2000, seperti publik Indonesia (ANRI), LAN, BKN, dan perpunas, dan lain –
lain.
4. Kedudukan MPR
Pada awalnya MPR mempunyai fungsi yang presis sama dengan fungsi Sovyet
Tertinggi di Uni Sovyet atau Majelis Nasional di Republik Tiongkok (yang masih lestari
berlaku di Taiwan dan Republik Rakyat Cina itu). MPR seperti halnya Sovyet Tertinggi
maupun Majelis Nasional merupakan pelaksana Kedaulatan Rakyat. Dalam rangka itu
MPR membuat Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang akan menjadi pedoman
kerja pemerintahan selama lima tahun ke depan.
Akan tetapi MPR pada prinsipnya tidak dapat menyelenggarakan pemerintahan yang
sebenarnya merupakan kewenangannya itu. Untuk itu maka MPR memberikan mandat
pemerintahan itu kepada Kepala Negara (yang bergelar Presiden itu). Itu sebabnya
maka maka Kepala Negara merupakan Mandataris MPR, yang tunduk dan bertanggung
jawab kepada MPR. Hal inilah yang mendasari kewenangan Presiden untuk
melaksanakan tugas pemerintahan di Indonesia itu. Hal ini mirip dengan sistem di Uni
Sovyet pula. Sovyet Tertinggi menyerahkan mandat pemerintahan kepada Presidium
Sovyet Tertinggi, yang bersifat kolektif itu (Denisov, A. dan M. Kirichenko, 1960).
Lebih jauh, dengan demikian tidaklah tepat apabila dikatakan bahwa Presiden itu
berfungsi sebagai Kepala Negara seperti halnya sistem presidensial model Amerika
Serikat (Thomas James Norton, 1945). Berdasarkan Penjelasan Umum UUD 1945,
MPR memegang kekuasaan negara yang tertinggi. Untuk kemudian MPR mengangkat
Kepala Negara yang bergelar Presiden itu. Dengan demikian jabatan yang menjalankan
pemerintahan itu adalah Kepala Negara, sedangkan Presiden itu hanyalah gelar dari
Kepala Negara Indonesia semata. Sebaliknya tidak tepat pula apabila dikatakan bahwa
Presiden Indonesia itu juga merangkap sebagai Kepala Pemerintahan seperti Perdana
Menteri Inggris (William A. Robson, 1948 dan Wade, E.C.S & Godfrey Phillips, 1970).
Hal ini mengingat bahwa Presiden Indonesia itu mendapat mandat pemerintahan dari
Pemegang Kedaulatan Rakyat, dan bukan dari Parlemen.
Namun politik hukum Indonesia sejak Masa Reformasi telah mengubah sistem
ketatanegaraan Indonesia secara signifikan. Ada upaya untuk melakukan amerikanisasi
sistem pemerintahan Indonesia. Sejak awal masa Reformasi, ada upaya nyata untuk
menghapus eksistensi MPR ini, dan diubah menjadi sistem pemerintahan model
Amerika Serikat. Pada ini muncul lembaga negara yang samasekali baru, yaitu Dewan
Perwakilan Daerah. Secara politis, lembaga ini merupakan akomodasi dari hilangnya
Fraksi Daerah dalam susunan MPR. Akan tetapi dari sudut kelembagaan itu sendiri,
lembaga baru ini menjadi semacam lembaga Senate dalam susunan Congress di
Amerika Serikat. Dengan demikian susunan MPR itu sendiri terdiri atas DPR dan DPD,
mirip dengan susunan Congress, yang terdiri atas Senate dan House of
Representatives itu. Bedanya, DPD di Indonesia itu tidak diberi kewenangan apapun,
kecuali hanya memberi usulan dan pertimbangan. Sesuatu yang sangat tidak efisien
dan efektif. Masalahnya mengapa Indonesia harus mengacu pada sistem Amerika
Serikat? Entahlah. Seringkali muncul pertanyaan ironik: mengapa sistem pemerintahan
Indonesia tersebut tidak mengacu saja pada Uganda atau Nepal misalnya, sebagai
sesama negara yang berdaulat?
7. Kekuasaan Kehakiman
Sama halnya dengan BPK, Mahkamah Agung juga mengambil alih fungsi
Hooggerechtshof van Nederlandsch-Indie. Ketentuan-ketentuan tentang kekuasaan
kehakiman warisan Hindia Belanda diambil alih pula ke dalam sistem hukum tentang
kekuasaan kehakiman Indonesia beberapa waktu lamanya sampai terbentuk ketentuan
yang baru. Bedanya, pada masa penjajahan Belanda dahulu, terdapat dualisme
susunan kekuasaan kehakiman ini. Ada Europeesche Rechtsspraak yang menangani
pelbagai perkara golongan Eropa, dan ada pula Indische Rechtssspraak yang
menangani perkara-perkara golongan inlanders (pribumi). Kelak pada masa penjajahan
Jepang, dualisme ini dihapus.
Selain itu, pada masa penjajahan Belanda, badan peradilan agama merupakan badan
peradilan khusus yang tidak berdiri sendiri. Artinya, pada Pengadilan Landraad ada
jabatan Penghoeloe yang menangani perkara-perkara agama Islam, atas nama Ketua
Landraad setempat. Hal ini tetap berlangsung di Pengadilan Negeri di masa
Kemerdekaan. Perkara-perkara agama itu masih memerlukan fiat eksekusi dari Ketua
Pengadilan Negeri manakala hendak dilakukan eksekusi. Hal ini baru berakhir tahun
1989 dengan munculnya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989, tentang Peradilan
Agama. Sejak itu Badan Peradilan Agama menjadi badan peradilan khusus yang berdiri
sendiri, sejajar dengan badan peradilan Umum.
Pada masa Reformasi, muncul dua lembaga kehakiman yang baru. Kedua lembaga
kehakiman tersebut adalah Mahkamah Konstitusi dan Komisi Yudisial, yang muncul
pada Amandemen Ketiga pada tanggal 9 November 2001. Komisi Yudisial tersebut
diharapkan dapat mengatasi permasalahan yang menyangkut mafia peradilan, sesuatu
yang keberadaannya antara ada dan tiada itu. Sementara itu Mahkamah Konstitusi
merupakan suatu lembaga antitesa atas buruknya kinerja lembaga peradilan itu sendiri
yang berpuncak pada Mahkamah Agung itu.
Kategori: Lainnya
Menurut UUD 1945, bahwa sistem pemerintahan Negara Republik Indonesia tidak
menganut sistem pemisahan kekuasaan atau separation of power (Trias Politica)
murni sebagaimana yang diajarkan Montesquieu, akan tetapi menganut sistem
pembagian kekuasaan (distribution of power). Hal-hal yang mendukung argumentasi
tersebut, karena Undang-Undang Dasar 1945 :
a. Tidak membatasi secara tajam, bahwa tiap kekuasaan itu harus dilakukan oleh
suatu organisasi/badan tertentu yang tidak boleh saling campur tangan.
b. Tidak membatasi kekuasaan itu dibagi atas 3 bagian saja dan juga tidak membatasi
kekuasaan dilakukan oleh 3 organ saja
c. Tidak membagi habis kekuasaan rakyat yang dilakukan MPR, pasal 1 ayat 2,
kepada lembaga-lembaga negara lainnya.
1) Bentuk negara kesatuan dengan prinsip otonomi yang luas. Wilayah negara terbagi
dalam beberapa provinsi. Provinsi tersebut adalah Nanggroe Aceh Darussalam, Bali,
Banten, Bengkulu, Bangka Belitung, DKI Jakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta,
Gorontalo, Jambi, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kepulauan Riau,
Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur,
Lampung, Maluku, Maluku Utara, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur,
Papua, Papua Barat, Riau, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara,
Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Sumatra Barat, Sumatra Utara, dan Sumatra
Selatan.
4) Kabinet atau menteri diangkat dan diberhentikan oleh presiden, serta bertanggung
jawab kepada presiden.
5) Parlemen terdiri atas 2 bagian (bikameral), yaitu Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Para anggota DPR dan DPD merupakan
anggota MPR. DPR terdiri atas para wakil rakyat yang dipilih melalui pemilu dengan
sistem proporsional terbuka. Anggota DPD adalah para wakil dari masing-masing
provinsi yang berjumlah 4 orang dari tiap provinsi. Anggota DPD dipilih oleh rakyat
melalui pemilu dengan sistem distrik perwakilan banyak. Selain lembaga DPR dan
DPD, terdapat DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota yang anggotanya juga
dipilih melaui pemilu. DPR memiliki kekuasaan legislatif dan kekuasaan mengawasi
jalannya pemerintahan.
6) Kekuasaan yudikatif dijalankan oleh Mahkamah Agung dan badan peradilan di
bawahnya, yaitu pengadilan tinggi dan pengadilan negeri serta sebuah Mahkamah
Konstitusi dan Komisi Yudisial.
1) Presiden sewaktu-waktu dapat diberhentikan oleh MPR atas usul DPR. Jadi, DPR
tetap memiliki kekuasaan mengawasi presiden meskipun secara tidak langsung.
4) Parlemen diberi kekuasaan yang lebih besar dalam hal membentuk undang-undang
dan hak budget (anggaran).
Negara Indonesia berdasar atas hukum (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekua-
saan belaka (machtsaat). Ini mengandung arti bahwa negara, termasuk di dalamnya
pemerintah dan lembaga-lembaga negara lain, dalam melaksanakan tugasnya/
tindakan apapun harus dilandasi oleh hukum dan dapat dipertanggungjawabkan
secara hukum.
b. Sistem Konstitusional
Pemerintahan berdasar atas sistem konstitusi (hukum dasar). Sistem ini memberikan
ketegasan cara pengendalian pemerintahan negara yang dibatasi oleh ketentuan
konstitusi, dengan sendirinya juga ketentuan dalam hukum lain yang merupakan
produk konstitusional, seperti Ketetapan-Ketetapan MPR, Undang-undang, Peraturan
Pemerintah, dan sebagainya.
Kedaulatan rakyat dipegang oleh suatu badan yang bernama MPR sebagai
penjelmaan seluruh rakyat Indonesia Tugas Majelis adalah:
1) Menetapkan Undang-Undang Dasar,
2) Menetapkan Garis-garis Besar Haluan Negara,
3) Mengangkat kepala negara (Presiden) dan wakil kepala negara (wakil presiden).
Majelis inilah yang memegang kekuasaan negara tertinggi, sedang Presiden harus
menjalankan haluan negara menurut garis-garis besar yang telah ditetapkan oleh
Majelis. Presiden yang diangkat oleh Majelis, tunduk dan bertanggungjawab kepada
Majelis. Presiden adalah “manda-taris” dari Majelis yang berkewajiban menjalankan
ketetapan-ketetapan Majelis.
Kedudukan Presiden dengan DPR adalah neben atau sejajar. Dalam hal pembentukan
undang-undang dan menetapkan APBN, Presiden harus mendapat persetujuan dari
DPR. Oleh karena itu, Presiden harus bekerja sama dengan DPR. Presiden tidak
bertanggungjawab kepada Dewan, artinya kedudukan Presiden tidak tergantung dari
Dewan. Presiden tidak dapat membu-barkan DPR seperti dalam kabinet parlementer,
dan DPR pun tidak dapat menjatuhkan Presiden.
Meskipun kepala negara tidak bertanggung jawab kepada DPR, tetapi bukan berarti
ia “diktator” atau tidak terbatas. Presiden, selain harus bertanggung jawab kepada
MPR, juga harus memperhatikan sungguh-sungguh suara-suara dari DPR karena
DPR berhak mengadakan pengawasan terhadap Presiden (DPR adalah anggota
MPR). DPR juga mempunyai wewenang mengajukan usul kepada MPR untuk
mengadakan sidang istimewa guna meminta pertanggungjawaban Presiden, apabila
dianggap sungguh-sungguh melanggar hukum berupa pengkhianatan terhadap
negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya atau perbuatan tarcela.
b. Sistem Konstitusional
Secara eksplisit tidak tertulis, namun secara substantif dapat dilihat pada pasal-pasal
sebagai berikut :
- Pasal 2 ayat (1)
- Pasal 3 ayat (3)
- Pasal 4 ayat (1)
- Pasal 5 ayat (1) dan (2)
- Dan lain-lain
Sesuai dengan Pasal 2 ayat (1) bahwa MPR terdiri dari anggota DPR dan anggota
Dewan Perwakilan Daerah (DPD). MPR berdasarkan Pasal 3, mempunyai wewenang
dan tugas sebagai berikut :
- Mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar.
- Melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden.
- Dapat memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya
menurut UUD.
Masih relevan dengan jiwa Pasal 3 ayat (2), Pasal 4 ayat (1) dan ayat (2).
Amandemen
Dengan segala kerendahan hati diunggah oleh Fernandes Raja Saor, S.H. di 00.06
Sistem pemerintahan ini tertuang dalam penjelasan UUD 1945 tentang 7 kunci pokok
sistem pemerintahan. Yaitu :
Pada saat sistem pemerintahan ini, kekuasaan presiden berdasar UUD 1945 adalah
sebagai berikut :
Dampak negative yang terjadi dari sistem pemerintahan yang bersifat presidensial ini
adalah sebagai berikut :
Dampak positif yang terjadi dari sistem pemerintahan yang bersifat presidensial ini
adalah sebagai berikut :
Indonesia memasuki era reformasi. Dimana bangsa Indonesia ingin dan bertekad
untuk menciptakan sistem pemerintahan yang demokratis. Oleh karena itu perlu
disusun pemerintahan berdasarkan konstitusi (konstitusional). Yang bercirikan
sebagai berikut :
• Adanya pembatasan kekuasaan ekskutif.
• Jaminan atas hak – hak asasi manusia dan warga Negara.
Sistem pemerintahan ini pada dasarnya masih menganut sitem presidensial. Hal ini
terbukti dengan presiden sebagai kepala Negara dan kepala pemerintahan. Presiden
juga berada di luar pengawasan langsung DPR dan tidak bertanggung jawab terhadap
parlemen.
• Presiden sewaktu – waktu dapat diberhentikan MPR atas usul dan pertimbangan
dari DPR.
• Presiden dalam mengangkat pejabat Negara perlu pertimbangan dan/atau
persetujuan DPR.
• Presiden dalam mengeluarkan kebijakan tertentu perlu pertimbangan dan/atau
persetujuan DPR.
• Parlemen diberi kekuasaan yang lebih besar dalam hal membentuk undang –
undang dan hak budget (anggaran).
Menurut UUD 1945, bahwa sistem pemerintahan Negara Republik Indonesia tidak
menganut sistem pemisahan kekuasaan atau separation of power (Trias Politica)
murni sebagaimana yang diajarkan Montesquieu, akan tetapi menganut sistem
pembagian kekuasaan (distribution of power). Hal-hal yang mendukung argumentasi
tersebut, karena Undang-Undang Dasar 1945 :
a. Tidak membatasi secara tajam, bahwa tiap kekuasaan itu harus dilakukan oleh
suatu organisasi/badan tertentu yang tidak boleh saling campur tangan.
b. Tidak membatasi kekuasaan itu dibagi atas 3 bagian saja dan juga tidak membatasi
kekuasaan dilakukan oleh 3 organ saja
c. Tidak membagi habis kekuasaan rakyat yang dilakukan MPR, pasal 1 ayat 2,
kepada lembaga-lembaga negara lainnya.
1) Bentuk negara kesatuan dengan prinsip otonomi yang luas. Wilayah negara terbagi
dalam beberapa provinsi. Provinsi tersebut adalah Nanggroe Aceh Darussalam, Bali,
Banten, Bengkulu, Bangka Belitung, DKI Jakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta,
Gorontalo, Jambi, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kepulauan Riau,
Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur,
Lampung, Maluku, Maluku Utara, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur,
Papua, Papua Barat, Riau, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara,
Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Sumatra Barat, Sumatra Utara, dan Sumatra
Selatan.
4) Kabinet atau menteri diangkat dan diberhentikan oleh presiden, serta bertanggung
jawab kepada presiden.
5) Parlemen terdiri atas 2 bagian (bikameral), yaitu Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Para anggota DPR dan DPD merupakan
anggota MPR. DPR terdiri atas para wakil rakyat yang dipilih melalui pemilu dengan
sistem proporsional terbuka. Anggota DPD adalah para wakil dari masing-masing
provinsi yang berjumlah 4 orang dari tiap provinsi. Anggota DPD dipilih oleh rakyat
melalui pemilu dengan sistem distrik perwakilan banyak. Selain lembaga DPR dan
DPD, terdapat DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota yang anggotanya juga
dipilih melaui pemilu. DPR memiliki kekuasaan legislatif dan kekuasaan mengawasi
jalannya pemerintahan.
1) Presiden sewaktu-waktu dapat diberhentikan oleh MPR atas usul DPR. Jadi, DPR
tetap memiliki kekuasaan mengawasi presiden meskipun secara tidak langsung.
2) Presiden dalam mengangkat pejabat negara perlu pertimbangan dan/atau
persetujuan DPR. Contohnya dalam pengangkatan Duta untuk negara asing,
Gubernur Bank Indonesia, Panglima TNI dan kepala kepolisian.
4) Parlemen diberi kekuasaan yang lebih besar dalam hal membentuk undang-undang
dan hak budget (anggaran).
Negara Indonesia berdasar atas hukum (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekua-
saan belaka (machtsaat). Ini mengandung arti bahwa negara, termasuk di dalamnya
pemerintah dan lembaga-lembaga negara lain, dalam melaksanakan tugasnya/
tindakan apapun harus dilandasi oleh hukum dan dapat dipertanggungjawabkan
secara hukum.
b. Sistem Konstitusional
Pemerintahan berdasar atas sistem konstitusi (hukum dasar). Sistem ini memberikan
ketegasan cara pengendalian pemerintahan negara yang dibatasi oleh ketentuan
konstitusi, dengan sendirinya juga ketentuan dalam hukum lain yang merupakan
produk konstitusional, seperti Ketetapan-Ketetapan MPR, Undang-undang, Peraturan
Pemerintah, dan sebagainya.
Kedaulatan rakyat dipegang oleh suatu badan yang bernama MPR sebagai
penjelmaan seluruh rakyat Indonesia Tugas Majelis adalah:
1) Menetapkan Undang-Undang Dasar,
2) Menetapkan Garis-garis Besar Haluan Negara,
3) Mengangkat kepala negara (Presiden) dan wakil kepala negara (wakil presiden).
Majelis inilah yang memegang kekuasaan negara tertinggi, sedang Presiden harus
menjalankan haluan negara menurut garis-garis besar yang telah ditetapkan oleh
Majelis. Presiden yang diangkat oleh Majelis, tunduk dan bertanggungjawab kepada
Majelis. Presiden adalah “manda-taris” dari Majelis yang berkewajiban menjalankan
ketetapan-ketetapan Majelis.
Kedudukan Presiden dengan DPR adalah neben atau sejajar. Dalam hal pembentukan
undang-undang dan menetapkan APBN, Presiden harus mendapat persetujuan dari
DPR. Oleh karena itu, Presiden harus bekerja sama dengan DPR. Presiden tidak
bertanggungjawab kepada Dewan, artinya kedudukan Presiden tidak tergantung dari
Dewan. Presiden tidak dapat membu-barkan DPR seperti dalam kabinet parlementer,
dan DPR pun tidak dapat menjatuhkan Presiden.
Meskipun kepala negara tidak bertanggung jawab kepada DPR, tetapi bukan berarti
ia “diktator” atau tidak terbatas. Presiden, selain harus bertanggung jawab kepada
MPR, juga harus memperhatikan sungguh-sungguh suara-suara dari DPR karena
DPR berhak mengadakan pengawasan terhadap Presiden (DPR adalah anggota
MPR). DPR juga mempunyai wewenang mengajukan usul kepada MPR untuk
mengadakan sidang istimewa guna meminta pertanggungjawaban Presiden, apabila
dianggap sungguh-sungguh melanggar hukum berupa pengkhianatan terhadap
negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya atau perbuatan tarcela.
Secara eksplisit tidak tertulis, namun secara substantif dapat dilihat pada pasal-pasal
sebagai berikut :
- Pasal 2 ayat (1)
- Pasal 3 ayat (3)
- Pasal 4 ayat (1)
- Pasal 5 ayat (1) dan (2)
- Dan lain-lain
Sesuai dengan Pasal 2 ayat (1) bahwa MPR terdiri dari anggota DPR dan anggota
Dewan Perwakilan Daerah (DPD). MPR berdasarkan Pasal 3, mempunyai wewenang
dan tugas sebagai berikut :
- Mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar.
- Melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden.
- Dapat memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya
menurut UUD.
Masih relevan dengan jiwa Pasal 3 ayat (2), Pasal 4 ayat (1) dan ayat (2).