Anda di halaman 1dari 19

TUGAS INDIVIDU

MATA KULIAH AYAT & HADITS EKONOMI ISLAM

HADITS TENTANG MAYSIR

DALAM PERSPEKTIF MUAMALAH ISLAM

PROGRAM MAGISTER ISLAMIC ECONOMIC FINANCE

UNIVERSITAS TRISAKTI

KELAS 26

TAHUN AJARAN

2019/2020

DOSEN:

RUSLAN MARASABESI, SE, ME

DISUSUN OLEH:

AGUS DARMAWAN

(NO MHS: 1210218 00005)


1
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang,
Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami bisa selesaikan makalah
“Hadits Tentang Maysir Dalam Persepktif Muamalah Islam”.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna baik dari segi
susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, kami terbuka untuk menerima
segala masukan dan kritik yang bersifat membangun sehingga makalah ini menjadi jauh
lebih baik.

Akhir kata kami berharap semoga makalah dengan topik “Hadits Tentang Maysir
Dalam Perspektif Muamalah Islam” ini dapat memberikan inspirasi serta manfaat bagi
semua pihak yang membaca.

. Jakarta, Februari 2020

. Penyusun

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ………………………………..……………. i

KATA PENGANTAR ………….……………………..………….. ii

DAFTAR ISI ……………………..……………………………… iii

BAB I: PENDAHULUAN ………………………….…………... 1

1.1. Latar Belakang Masalah……..………………………………... 4

1.2. Perumusan Masalah ….………………………………………….. 5

1.3. Tujuan Penulisan ..….………………………………………………… 6

BAB II: PEMBAHASAN ………………………………..………..……… 7

2.1. Pengertian Maisir …………….………………………….........………. 7


2.2. Dalil-Dalil Pengharaman Maisir ……………………………………… 8
2.3. Pandangan Para Fuqaha Tentang Maisir ………………………………13
2.4. Maisir Kontemporer ……………...…………………………………... 15

BAB III: KESIMPULAN ……………...…………………………………. 18

DAFTAR PUSTAKA ……………….….…………………………..……. 19

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah:


Masalah maisir atau pejudian telah dikenal sejak lama sepanjang sejarah
masyarakat. Sejak zaman dahulu, masalah perjudian merupakan suatu realita & gejala
sosial yang ada ditengah-tengah masyarakat. Kehidupan masyarakat yang mempunyai
tata nilai dan aturan berusaha menanggulangi masalah ini, namun perjudian terasa
semakin menjamur di tengah-tengah dan seluruh lapisan masyarakat.

Bagaimanapun kenyataannya di dalam masyarakat, perjudian dapat


menimbulkan berbagai akibat negatif yang membahayakan dan meresahkan
masyarakat, seperti sering terjadinya pencurian, hancurnya kehidupan rumah tangga,
perkelahian, rusak moral generasi muda (pemalas), serta identik dengan maraknya
penjualan minuman keras dan pelacuran (mabuk-mabukan dan perzinahan).

Semua ini terjadi karena orang yang kalah berjudi akan goncang jiwanya dan
akan berusaha untuk mendapatkan gantinya dengan cara yang cepat dan mudah tanpa
mengindahkan norma-norma susila dan agama. Sebaliknya apabila seseorang menang
dalam perjudian, ia akan terdorong untuk mengeluarkan harta ke jalan yang sesat
karena ia mendapatkan harta dengan cara yang mudah dan cepat tanpa harus banyak
bekerja.

Islam melarang bermain judi karena permainan judi itu dapat menimbulkan
permusuhan dan pertentangan antara pemain-pemain itu sendiri, kendati nampak dari
mulutnya bahwa mereka telah saling merelakan sebab bagaimanapun akan selalu ada
pihak yang menang dan yang kalah, yang dirampas dan yang merampas. Sedang yang
kalah apabila diam, maka diamnya itu penuh kebencian dan kedongkolan.

Walaupun perjudian itu telah dilarang oleh agama Islam, dan pemerintah
dengan segala macam hukumannya tetapi sampai sekarang masih ada orang yang
membuka arena perjudian. Islam mengajarkan kepada umatnya untuk bekerja tidak
boleh malas, oleh karena itu Islam menyuruh untuk menjauhi judi, karena dengan

4
adanya permainan judi itu akan membuat seseorang berangan-angan, apabila ia
menang maka akan menjadi kaya-raya tanpa usaha dan kerja keras. Sedangkan
apabila ia kalah, maka kerugiannya itu mendorong pihak yang kalah untuk mengulangi
lagi dengan ulangan yang kedua, sehingga dapat menutup kerugiannya yang pertama.
Sedangkan yang menang, karena didorong oleh lezatnya menang, maka ia tertarik
untuk mengulangi lagi kemenangannya yang sedikit itu mengajak untuk dapat lebih
banyak. Sama sekali dia tidak ada keinginan untuk berhenti dan makin berkurang
pendapatannya, makin dimabuk oleh kemenangan sehingga dia beralih dari
kemegahan kepada suatu kesusahan yang mendebarkan (Qardhawi, Yusuf, hal 418).

Begitulah berkaitnya putaran dalam permainan judi, sehingga hampir kedua


putaran ini tidak pernah berpisah. Belum pernah tercatat dalam sejarah ada orang
kaya karena judi dan perjudian itu sendiri dapat mengakibatkan roda kehidupan
menjadi terbengkalai, karena selamanya pemain judi sibuk dengan sesamanya.
Sehingga lupa akan kewajibannya kepada Tuhan, kewajiban dirinya, keluarga, dan
kewajibannya akan umat.

1.2. Perumusan Masalah

Sebagaimana disampaikan diatas, bahwa maisir atau judi memberikan dampak


negatif yang sangat besar baik terhadap individu maupun dalam tatanan sosial
masyarakat. Oleh karena itu maisir secara tegas dilarang ajaran agama Islam. Namun
demikian, seiring perkembangan jaman, maisir atau judi tersebut telah bermetamorfosa
menjadi bentuk-bentuk atau transaksi yang beraneka ragam dan pola, bahkan secara
sepintas tidak menunjukkan bahwa transaksi tersebut adalah judi.

Dari 3 jenis larangan muamalah dalam Islam, yaitu maisir, gharar dan riba,
praktek maisir memiliki sudut pandang dan dimensi yang sangat luas dibanding 2
kategori lainnya tersebut. Dimensi yang luas, baik dari sisi dimensi batasan maisir itu
sendiri maupun dimensi waktu seiring dengan perkembangan jaman (kontemporer),
menyebabkan menjadi pentingnya memahami dalil-dalil atau nash maisir yang
tercantum dalam Al Qur’an maupun Hadits sehingga kita dapat menginterprestasikan
apakah setiap perbuatan/transaksi tersebut masuk kategori maisir atau tidak.
5
Mempertimbangkan hal tersebut diatas, maka penulis tertarik untuk mengupas
lebih jauh dalam makalah ini tentang maisir, khususnya dilihat dari sudut pandang dalil-
dalil atau nash yang tercantum dalam Al Qur’an dan Hadits.

1.3.Tujuan Penulisan

Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas individu untuk mata kuliah
Ayat & Hadits Ekonomi Islam pada program Magister Ekonomi Islam Universitas
Trisakti. Penulis berharap, dengan makalah ini pembaca dapat memahami:

a. Apa yang dimaksud dengan maisir, baik secara bahasa maupun istilah
b. Dalil-dalil yang mengharamkan maisir dari sudut pandang Al Qur’an &
Hadits
c. Pandangan fuqoha tentang maisir
d. Maisir kontemporer.

6
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Maisir

Kata maisir dalam bahasa Arab memiliki padanan kata “qimar” dan “azlam”,
yang memiliki arti berjudi, bertaruh atau undian. Secara harfiah pengertian maisir adalah
memperoleh sesuatu dengan sangat mudah tanpa kerja keras atau mendapat keuntungan
tanpa bekerja, yang biasa juga disebut berjudi. Istilah maisir dalam al-Quran adalah
“azlam” yang berarti praktek perjudian.

Secara terminologi maisir adalah setiap muamalah yang orang masuk


kedalamnya hanya ada 2 kemungkinan, yaitu mungkin rugi dan mungkin untung. Kalimat
“mungkin rugi dan mungkin untung”, juga ada dalam muamalah jual beli, sebab orang
yang berdagang mungkin untung mungkin rugi. Namun muamalah jual beli ini berbeda
dengan maisir, seorang pedagang bila mengeluarkan uang maka ia memperoleh barang
dan dengan barang itu ia bermuamalah untuk meraih keuntungan walaupun mungkin ia
mendapat kerugian. Dalam konteks maisir, begitu seseorang mengeluarkan uang maka
mungkin ia rugi atau tidak dapat apapun dan mungkin ia beruntung atau zero sum game
(Dr. Oni Sahroni, Praktek Maisir).

Walaupun sebagian orang mengartikan maisir ini ke dalam bahasa Indonesia


dengan pengertian sempit, yaitu judi. Judi dalam terminologi agama diartikan sebagai
“suatu transaksi yang dilakukan oleh dua pihak untuk kepemilikan suatu benda atau jasa
yang menguntungkan satu pihak dan merugikan pihak lain dengan cara mengaitkan
transaksi tersebut dengan suatu tindakan atau kejadian tertentu”.

Prinsip berjudi adalah terlarang, baik itu terlibat secara mendalam maupun hanya
berperan sedikit saja atau tidak berperan sama sekali, mengharapkan keuntungan semata
(misalnya hanya mencoba-coba) di samping sebagian orang-orang yang terlibat
melakukan kecurangan, kita mendapatkan apa yang semestinya kita tidak dapatkan, atau

7
menghilangkan suatu kesempatan. Melakukan pemotongan dan bertaruh benar-benar
masuk dalam kategori definisi berjudi.

Judi pada umumnya (maisir) dan penjualan undian khususnya (azlam) dan segala
bentuk taruhan, undian atau lotre yang berdasarkan pada bentuk-bentuk perjudian adalah
haram di dalam Islam. Rasulullah s.a.w melarang segala bentuk bisnis yang
mendatangkan uang yang diperoleh dari untung-untungan, spekulasi dan ramalan atau
terkaan (misalnya judi) dan bukan diperoleh dari bekerja.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa maisir atau berjudi pada intinya
adalah setiap segala sesuatu yang mengandung unsur taruhan dan atau terdapat unsur
kalah atau menang bagi kedua belah pihak yang bersangkutan di dalam satu majelis.

2.2. Dalil – dalil Pengharaman Maisir

Taruhan atau perjudian itu adalah termasuk sebagian dari dosa besar, oleh karena judi
termasuk dalam kategori dosa yang besar maka hal tersebut disejajarkan dengan takaran
dosa meminum khamer atau minuman keras, pengorbanan demi berhala dan taruhan.

Lafadz yang dipakai dalam al-Qur’an terkait judi ialah maisir. Dalam al-Qur’an tidak
ditemukan lafadz qimar. Kata maisir pada asal bahasa ialah berqimar dengan anak panah,
baik untuk mencari tahu siapa yang mempunyai nasib baik, dapat bagian banyak ataupun
yang tidak bernasib baik dan tidak mendapatkan bagian apapun, kemudia lafadz maisir
ini dipakai untuk segala macam bentuk qimar (Syaikh Ahmad Muhammad, hal 479).

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :

ِ ‫ش ْي َط‬
‫ان‬ َ ‫س ِم ْن‬
َّ ‫ع َم ِل ال‬ ٌ ْ‫اب َواأل َ ْزالَ ُم ِرج‬ ُ ‫ص‬َ ‫يَا أَيُّ َها الَّ ِذينَ آ َمنُواْ إِنَّ َما ا ْل َخ ْم ُر َوا ْل َم ْيس ُِر َواألَن‬
َ ‫ش ْي َطانُ أَن يُو ِق َع َب ْي َن ُك ُم ا ْل َعد‬
‫َاوةَ َوا ْل َب ْغضَاء ِفي ا ْل َخ ْم ِر‬ َّ ‫ ِإ َّن َما يُ ِري ُد ال‬. َ‫فَاجْ ت َ ِنبُو ُه لَ َعلَّ ُك ْم ت ُ ْف ِل ُحون‬
َ‫صالَ ِة فَ َه ْل أَنتُم ُّمنت َ ُهون‬ ُ ‫َوا ْل َم ْيس ِِر َو َي‬
َّ ‫ص َّد ُك ْم عَن ِذك ِْر ّللاِ َوع َِن ال‬

8
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, maisir, (berkorban
untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan
syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.
Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian
di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari
mengingat Allah dan sembahyang; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan
itu)”. (QS. Al-Ma`idah : 90-91).

Dan dalam hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu riwayat Al-Bukhary dan Muslim,
Nabi shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam bersada :

َ َ ‫ام ْركَ فَ ْليَت‬


‫صدَّقْ بِش َْيء‬ ِ ‫احبِ ِه ت َ َعا َل أ ُ َق‬
ِ ‫ص‬َ ‫َم ْن قَا َل ِل‬

“Siapa yang berkata kapada temannya : “Kemarilah saya berqimar denganmu”, maka
hendaknya ia bershodaqoh.” (HR. Bukhari-Muslim)

Qimar menurut sebagian ulama sama dengan maisir, dan menurut sebagian ulama
lain qimar hanya pada muamalah yang berbentuk perlombaan atau pertaruhan. Dan hadits
di atas menunjukan haramnya maisir/qimar dan ajakan melakukannya dikenakan kaffarah
(denda) dengan bershodaqoh. Dan tidak ada perselisihan pendapat di kalangan para
‘ulama tentang haramnya maisir.

“Diriwayatkan oleh Abdullah bin Omar bahwa Rasulullah s.a.w. melarang


berjual beli yang disebut habal-al-habla semacam jual beli yang dipraktekkan pada
zaman Jahiliyah. Dalam jual beli ini seseorang harus membayar seharga seekor unta
betina yang unta tersebut belum lahir tetapi akan segera lahir sesuai jenis kelamin yang
diharapkan “.

9
“Diriwayatkan oleh beberapa sahabat Nabi, termasuk Jabir, Abu Hurairah, Abu
Said Khudri, Said bin Al Musayyib dan Rafiy bin Khadij bahwa Rasulullah s.a.w.
melarang transaksi muzabanah dan muhaqalah”.

Kedua jenis bisnis transaksi diatas sangat merakyat pada zaman sebelum Islam.
Muzabanah adalah tukar menukar buah yang masih segar dengan yang sudah kering
dengan cara bahwa jumlah buah yang kering sudah dapat dipastikan jumlahnya
sedangkan buah yang segar ditukarkan hanya dapat ditebak karena masih berada di
pohon. Sama halnya dengan muhaqalah yaitu penjualan gandum ditukar dengan gandum
yang masih ada dalam bulirnya yang jumlahnya masih ditebak-tebak.

Disebabkan karena kejahatan judi itu lebih parah dari pada keuntungan yang
diperolehnya, maka dalam al-Qur`an, Allah swt sangat tegas dalam melarang maisir (judi
dan semacamnya) sebagaimana ayat berikut:

“Mereka akan bertanya kepadamu tentang minuman keras dan judi, katakanlah: pada
keduanya terdapat dosa besar dan manfaat bagi manusia. Tetapi dosanya lebih besar
dari pada manfaatnya…” (QS. Al Baqarah 2:219).

Ayat di atas secara tegas menunjukkan keharaman judi. Selain judi itu rijs yang
berarti busuk, kotor, dan termasuk perbuatan setan, ia juga sangat berdampak negatif pada
semua aspek kehidupan. Mulai dari aspek ideologi, politik, ekonomi, social, moral,
sampai budaya. Bahkan , pada gilirannya akan merusak sendi-sendi kehidupan berbangsa
dan bernegara. Sebab, setiap perbuatan yang melawan perintah Allah SWT pasti akan
mendatangkan celaka.

10
Karena itu merupakan perbuatan setan, maka wajar jika kemudian muncul upaya-
upaya untuk menguburkan makna judi. Sebab salah satu tugas setan, yang terdiri dari jin
dan manusia, adalah mengemas sesuatu yang batil (haram) dengan kemasan bisnis yang
baik dan menarik, atau dengan nama-nama yang indah, cantik, dan memiliki daya tarik,
hingga tampaknya seakan-akan halal. Allah SWT berfirman:

“Dan demikianlah kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu setan-setan (dari
jenis) manusia dan (dari jenis) jin. Sebagian mereka membisikkan kepada sebagian yang
lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu manusia” (QS. Al-An`am:
112)
Juga perhatikan firman-Nya:

“Dan setan pun menampakkan kepada mereka kebagusan keindahan apa yang selalu
mereka kerjakan” (QS. Al-An`am: 43)

Rasulullah SAW juga mensinyalir perbuatan setan yang demikian itu sebagai,
“Surga itu dikelilingi oleh sesuatu yang tidak menyenangkan, sedangkan mereka (setan)
dikelilingi oleh sesuatu yang menyenangkan”. (HR. Bukhari – Muslim).

Berbicara tentang Maisir dalam beberapa hadist juga dijelaskan, bahwa Nabi Muhammad
SAW telah melarang perbuatan maisir sebagaimana terlihat dalam sebuah hadist di mana
Rasululllah SAW bersabda sebagai berikut:

11
‫ من أدخل فرسا بين فرسين وهو ال يأمن أن‬:‫ قال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم‬:‫عن أبي هريرة رضي هللا عنه قال‬
(‫يسبق فليس بقمار ومن أدخل فرسا بين فرسين وهو يأمن أن يسبق فهو قمار )رواه أبو داود‬

Artinya : Dari Abu Hurairah ra. Berkata : Bersabda Rasulullah SAW : Barang siapa yang
memasukkan seekor kuda di antara yang berpacu dan ia tidak pasti akan menang, maka
hal itu bukanlah judi. Dan barang siapa memasukkan kuda di antara dua kuda yang
berlomba dan ia merasa akan menang, maka hal ini adalah qimar ( judi). (HR.Abu Daud).

Berdasarkan hadist tersebut di atas, maka dapat diketahui bahwa maisir (judi)
merupakan salah satu perbuatan haram, sehingga Rasulullah SAW menentukan tentang
jenis dan bentuk perbuatan yang di kategorikan sebagai judi (maisir ).
Lebih jauh lagi di dalam kitab Nailul Authar karangan Al-Imam Muhammad Asy-
Syaukani di jelaskan bahwasanya Nabi Muhammad SAW bersabda sebagai diriwayatkan
oleh Bukhari-Muslim dari Abu Hurairah ra. Berikut ini :

,‫ال اله اال هللا‬: ‫ من حلف فقال في حلفه بالالت والعزى فليقل‬: ‫عن أبي هريرة عن النبي هللا صلى هللا عليه وسلم قال‬
(‫ومن قال لصاحبه تعال اقمارك فليتصدق )متفق عليه‬

Artinya : Dari Abi Hurairah ra. Dari Nabi Muhammad SAW bersabda : Barang siapa yang
bersumpah, ia berkata dalam sumpahnya demi latta dan Uzza hendaknya ia mengatakan:
Tiada Tuhan Selain Allah “ dan barang siapa yang berkata kepada kawannya “ kemarilah
engkau saya mau berjudi dengan mu, maka hendaknya ia bersedekah. ( Disepakati
Bukhari Muslim ).

Berdasarkan uraian-uraian di atas, maka dapatlah di simpulkan bahwa dalam


ajaran Islam perbuatan maisir merupakan suatu perbuatan yang di haramkan, hal ini
dengan jelas terlihat dari beberapa makna ayat al-Quran serta hadist yang menjelaskan
tentang haramnya maisir tersebut sebagaimana telah di uraikan di atas.

12
2.3. Pandangan Para Fuqoha Tentang Maisir

Menurut Ibnul Qayyim “Apabila anda menelaah keadaan al mughalabat


(perlombaan dengan taruhan harta), dalam hal ini pasti melihatnya seperti khamr (miras):
sedikitnya menyeret kepada banyak menghalanginya dari semua hal dicintai oleh Allah
dan Rasul-Nya, serta menjerumuskan ke dalam perbuatan yang dibenci oleh Allah dan
RasulNya. Ibnul Qayyim menyatakan juga, “Semua muamalah yang dilarang Nabi
shallallahu „alaihi wa sallam itu ada kalanya masuk dalam Riba‟ dan adakalanya masuk
dalam Maisir (perjudian).”

Sedangkan menurut Ibnu Taimiyah, “Sesungguhnya, mayoritas muamalah yang


dilarang dalam Al-Quran dan Sunnah kembali pada realisasi keadilan dan larangan
berbuat zalim baik yang kecil atau pun besar seperti: memakan harta orang lain dengan
batil, dan sejenisnya. Oleh sebab itu, syariat melarang jual-beli gharar dan jual-beli yang
berisi perjudian, karena di dalamnya terdapat unsur memakan harta dengan batil. Selain
itu, kedua jenis jual-beli tersebut menjadi faktor penyebab terjadinya permusuhan dan
kebencian di antara manusia.

Beberapa dampak dan bahaya yang sangat besar baik terhadap pelaku maupun
lingkungannya, antara lain:
a. Mendatangkan permusuhan dan dendam diantara pelaku.
b. Menghalangi dan menolak untuk mengingat Allah saw serta sholat.
c. Dapat menghancurkan keutuhan rumah tangga dan sumber-sumber kekayaan
secara dramatis dan tiba-tiba.
d. Krisis moral dan menurunkan etos kerja, akibat terbiasa dan terdidik dengan
perbuatan tersebut.
e. Merusak masyarakat, merajalelanya maisir (perjudian atau spekulasi) maka
timbul tindak kriminal lainnya.

13
Adapun Imam Malik, membagi maisir menjadi 2 golongan, yaitu maisir lahwi
(permainan) dan maisir qimar (pertaruhan). Maisir lahwi adalah semua bentuk permainan
yang melalaikan, seperti main dadu, kartu, catur dan sebagainya. Sementara maisir qimar
adalah semua bentuk taruhan.

Imam Syafi’i dalam kitabnya Al-Umm menyatakan apabila ada dua orang yang
demikian (dua orang yang berpacu) yang masing-masing dari mereka mengeluarkan
seperti yang dikeluarkan oleh temannya. Dan mereka memasukkan seorang Muhallil
diantara mereka. Kalau muhallil itu mendahului maka baginya semua yang demikian.
Kalau ia didahului oleh orang lain maka tiadalah atasnya sesuatu.12

Ibnu Katsir dalam kitabnya “An-nihayah” yang dikutip oleh Hasby Ash-
Shididdiqy mengatakan “maisir ialah berjudi dengan dadu, segala apa saja yang padanya
mengandung makna judi maka ia dipandang maisir”68 Sedangkan yang dimaksud dengan
qimar ialah “bertaruh dengan mata uang, dengan benda-benda tertentu, dengan
menggunakan kecakapan dan nasib. Perjudian adalah pertaruhan dengan sengaja yaitu
mempertaruhkan satu nilai atau sesuatu yang dianggap sengaja bernilai, dengan
menyadari adanya resiko dan harapan-harapan tertentu pada peristiwa-peristiwa
permainan, pertandingan, perlombaan dan kejadian-kejadian yang tidak / belum pasti
hasilnya (Hasbi Ash-Shiddieqy, hal. 98).

Menurut Yusuf Qardhawi, beliau mendefinisikan maisir dengan:


Artinya: Setiap permainan yang dicampuri dengan judi (taruhan) adalah haram, yaitu
permainan yang tidak sunyi atau lepas dari untung maupun rugi atau untung-untungan
(M. Ali Hasan, hal 147). Sementara itu Dr. Oni Sahroni (Konsultasi Syariah: Telaah
Maisir) menyampaikan 4 substansi yang ada pada maisir, yaitu:
a. Taruhan (moqotoroh/murohana)
b. Pelaku mencari uang dengan cara spekulasi (mengadu nasib dengan berjudi)
c. Pemenang mengambil hak orang lain yang kalah (zero sum game)
d. Harta yang dipertaruhkan diambil dari peserta, bukan sponsor.

14
2.4. Maisir Kontemporer
Praktik maisir atau perjudian pada dasarnya sudah terjadi sejak jaman pra Islam
atau jaman jahiliyah. Praktik maisir tersebut dilakukan dengan berbagai bentuk dan cara,
mulai dari mengundi nasib melalui anak panah bukan sekedar mempertaruhkan harta
benda saja bahkan mempertaruhkan anak dan istri dalam mengundi nasib tersebut.

Maisir masa jahiliyah juga bisa berwujud jual beli, dimana seseorang harus
membayar seharga seekor unta betina yang unta tersebut belum lahir tetapi akan segera
lahir sesuai jenis kelamin yang diharapkan. Bentuk maisir jual beli masa Jahiliyah
lainnya, disebut muzabanah adalah tukar menukar buah yang masih segar dengan yang
sudah kering dengan cara bahwa jumlah buah yang kering sudah dapat dipastikan
jumlahnya sedangkan buah yang segar ditukarkan hanya dapat ditebak karena masih
berada di pohon. Sama halnya dengan muhaqalah yaitu penjualan gandum ditukar dengan
gandum yang masih ada dalam bulirnya yang jumlahnya masih ditebak-tebak. Kedua
jenis bisnis transaksi diatas sangat merakyat pada zaman sebelum Islam.

Bahkan masa Jahiliyah praktik maisir ada yang dikemas dalam bentuk kebaikan,
yaitu praktik ribabah, dengan jalan mengisi mangkok dengan daging kambing yang
disembelih atas nama bersama (peserta) untuk disedekahkan kepada fakir miskin.
Mangkok ini berjumlah 9 buah, tetapi yang berisi daging hanya 6 mangkok, sedangkan
sisanya dikosongkan. Setelah mangkok itu digoyang-goyangkan dalam sebuah karung,
yang mereka namakan ribabah, kemudian satu-persatu mangkok itu dikeluarkan. Apabila
peserta mendapat mangkok kosong, maka peserta tersebut harus mengganti uang
pembelian kambing itu (Halimah Sadiyah, Kompasiana)

Praktik maisir terus mengalami metamorfosa seiring dengan kemajuan peradaban,


bahkan bentuk-bentuk muamalah kontemporer saat ini, khususnya terkait transaksi
kuangan dikemas sedemikian rupa sehingga tidak kelihatan bahwa praktik tersebut
merupakan praktik maisir. Contoh praktik modern maisir (perjudian) adalah spekulasi
mata uang, spekulasi di pasar modal, money game dalam multi level marketing (MLM),
asuransi konvensional, dan perlombaan yang hadiahnya dari uang pendaftaran peserta
atau taruhan dalam permainan.
15
a. Bermain valas

Bermain valas dikategorikan perjudian karena pemilik dana menyerahkan sejumlah


uang tertentu pada agen untuk mendapatkan keuntungan tanpa adanya proses jual beli
valas yang sesungguhnya. Transaksi ini dikemas dengan nama investasi pada pasar uang.
Sesungguhnya tidak ada barang yang ditransaksikan, semuanya bersifat semu. Pemilik
dana tidak menerima valuta asing yang dibelinya, agen tidak menyerahkan valas yang
diamanatkan untuk dibeli oleh pemilik dana. Transaksi seperti ini dikategorikan perjudian
dan haram dilakukan.

b. Bermain Indeks Harga Saham

Berbeda dengan jual beli saham, di mana pemilik dana membeli saham dan
memperoleh sertifikat saham senilai uang yang diserahkannya. Dalam transaksi ini yang
ditransaksikan adalah indeks harga sahamnya dan bukan sahamnya. Pemilik dana
menyerahkan uang tertentu kepada agen untuk ditransaksikan dalam indeks harga saham.
Transaksi seperti ini haram karena mengandung unsur maisir (perjudian). Tidak ada
transaksi barang dii dalamnya, yang ada adalah jual beli secara semu. Investor
mempertaruhkan uangnya untuk mendapatkan keuntungan dari transaksi (permainan)
tersebut tanpa adanya transaksi jual beli secara riil.

c. Bermain Bursa Emas

Tidak jauh berbeda dengan dua contoh di atas, dalam kegiatan ini emas yang
ditransaksikan bersifat semu. Pemilik dana menyerahkan sejumlah uang kepada agen
untuk dimainkan dalam bursa emas. Manajer investasi akan memberitahukan
perkembangan harga emas dunia dan memberikan saran untuk membeli atau menjual
emas yang dimiliki pemilik dana. Emas yang dimaksud di sini tidak pernah diterima
barangnya oleh pemilik dana. Karena bersifat permainan untuk mengambil keuntungan
tanpa adanya transaksi riil, maka hukumnya haram karena masuk dalam kategori jual beli
’inah atau jual beli yang tidak terpenuhi syarat rukunnya (Ri Fatul, Jauhilah Bisnis Yang
mengandung Perjudian).

16
d. Asuransi Konvensional

Dalam industri asuransi konvensional, adanya maisir disebabkan karena adanya


gharar sistem dan mekanisme pembayaran klaim. Jadi judi atau gambling terjadi illat-
nya karena disana ada gharar. Unsur gharar menimbulkan qimar, sementara qimar sama
dengan maisir. Artinya ada salah satu pihak yang untung tetapi ada pula pihak lain yang
dirugikan.

Dengan argumentasi yang hampir sama, Syafi`i Antonio mengatakan bahwa unsur
maisir artinya adanya salah satu pihak yang untung namun dilain pihak justru mengalami
kerugian. Hal ini tampak jelas apabila pemegang polis dengan sebab-sebab tertentu
membatalkan kontraknya sebelum masa reversing period, biasanya tahun ketiga (untuk
produk tertentu) maka yang bersangkutan tidak akan menerima kembali uang yang telah
dibayarkan kecuali sebagian kecil saja.

Pada kesempatan lain Syafi`i Antonio menjelaskan tentang maisir dalam asuransi
konvensional sebagai berikut: Maisir adalah suatu bentuk kesepahaman antara beberapa
pihak, namun ending yang dihasilkan hanya satu atau sebagian kecil saja yang
diuntungkan. Sedangkan maisir (gambling/untung-untungan) dalam asuransi
konvensional terjadi dalam tiga hal:

 Ketika seorang pemegang polis mendadak kena musibah sehingga memperoleh


hasil klaim, padahal baru sebentar menjadi klien asuransi dan baru sedikit
membayar premi. Jika ini terjadi, nasabah diuntungkan
 Sebaliknya jika hingga akhir masa perjanjian tidak terjadi sesuatu, sementara ia
sudah membayar premi secara penua/lunas. Maka perusahaanlah yang
diuntungkan
 Apabila pemegang polis dengan sebab-sebab tertentu membatalkan kontraknya
sebelum masa reserving period, maka yang bersangkutan tidak akan menerima
kembali uang yang telah dibayarkan (cash value) kecuali sebagian kecil saja,
bahkan uangnya dianggap hangus (Halimah, Sadiyah, Kompasiana).

17
BAB III
KESIMPULAN

1. Maisir atau berjudi pada intinya adalah setiap segala sesuatu yang mengandung
unsur taruhan dan atau terdapat unsur kalah atau menang bagi kedua belah pihak
yang bersangkutan di dalam satu majelis
2. Menurut Dr. Oni Sahroni, ada 4 substansi yang ada pada maisir, yaitu, taruhan
(moqotoroh/murohana), pelaku mencari uang dengan cara spekulasi (mengadu
nasib dengan berjudi), pemenang mengambil hak orang lain yang kalah (zero sum
game) dan harta yang dipertaruhkan diambil dari peserta, bukan sponsor
3. Secara tegas & jelas praktik maisir dilarang dalam al Qur’an dan Hadits
4. Praktik maisir atau perjudian sudah terjadi sejak jaman pra Islam atau jaman
jahiliyah, mulai dari mengundi nasib melalui anak panah dengan mempertaruhkan
harta bahkan anak dan istri, praktik judi yang dikemas jual beli, yaitu melalui
praktik muzabanah dan muhalaqah sampai praktik maisir yang dikemas dalam
bentuk kebaikan, yaitu praktik ribabah, yaitu mengisi mangkok dengan daging
kambing yang disembelih atas nama bersama (peserta) untuk disedekahkan
kepada fakir miskin. Mangkok ini berjumlah 9 buah, tetapi yang berisi daging
hanya 6 mangkok, sedangkan sisanya dikosongkan. Setelah mangkok itu
digoyang-goyangkan dalam sebuah karung, yang mereka namakan ribabah,
kemudian satu-persatu mangkok itu dikeluarkan. Apabila peserta mendapat
mangkok kosong, maka peserta tersebut harus mengganti uang pembelian
kambing itu
5. Praktik maisir terus mengalami metamorfosa seiring dengan kemajuan peradaban,
bahkan bentuk-bentuk muamalah kontemporer saat ini, khususnya terkait
transaksi kuangan dikemas sedemikian rupa sehingga tidak kelihatan bahwa
praktik tersebut merupakan praktik maisir. Contoh praktik modern maisir
(perjudian) adalah spekulasi mata uang, spekulasi di pasar modal, money game
dalam multi level marketing (MLM) asuransi konvensional, dan perlombaan yang
hadiahnya dari uang pendaftaran peserta atau taruhan dalam permainan.

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Asy-Syafi’i, Al-Imam R.A, “Al-Umm (Kitab Induk)”, Penterjemah Ismail Yakub,


Faizan, Jakarta Selatan, th
2. Ash-Shiddieqy, Hasbi, “Kumpulan Soal Jawab”, Jakarta: PT Bulan Bintang, th.
3. A’la, Abul Almaududi, “Skripsi Perjudian Menurut Hukum Pidana Islam”. Jakarta: UIN
Syarif Hidayatullah, 2009
4. Fatul, Ri, “Jauhilah Bisnis Yang Mengandung Perjudian (Maisir)”, website
kompasiana.com, 08 Mei 2017
5. Hasan, M. Ali, “Berbagai Transaksi Dalam Islam (Fiqh Muamalah), Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, th
6. Sadiyah, Halimah, “Praktik Maisir Dalam Kehidupan Sehari-Hari”, website
kompasiana.com, 06 Maret 2018
7. Sahroni, Oni, “Konsultasi Syariah: Kriteria Maisir”, website republika.co.id, 12 Oktober
2018.
8. Qardhawi, Yusuf, “Halal dan Haram Dalam Islam”, Alih Bahasa Mu'amal Hamidi.
Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1999
9. Zulfa, Ainuz Fakhrina, “Skripsi Telah Terhadap Konsep Al-Maisir Dalam Praktik
Bermuamalah”. Jogjakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2018.

19

Anda mungkin juga menyukai