Anda di halaman 1dari 17

Laporan Praktikum Fisiologi Tumbuhan

RESPIRASI
(Mengamati pengaruh suhu terhadap kecepatan respirasi kecambah
kacang hijau (Phaseolus radiatus))

Oleh :
Nadya Eka Aristyasari 17030204044
Pedidikan Biologi Unggulan 2017

UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN BIOLOGI
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
2019
A. Rumusan Masalah
Bagaimana pengaruh suhu terhadap kecepatan respirasi kecambah?
B. Tujuan Percobaan
Mengamati pengaruh suhu terhadap kecepatan respirasi kecambah.
C. Hipotesis
H1 : Terdapat pengaruh suhu terhadap kecepatan respirasi kecambah.
H0 : Tidak terdapat pengaruh suhu terhadap kecepatan respirasi kecambah.
D. Kajian Pustaka
Reaksi respirasi merupakan reaksi katabolisme yang memecah molekul-
molekul gula menjadi molekul anorganik berupa CO2 dan H2O (Salisbury & Ross,
1995).
Fotosintesis menyediakan molekul organik yang dibutuhkan oleh tumbuhan
dan mahluk hidup lainnya. Fotosintesis juga terjadi proses metabolisme lain yang
disebut respirasi. Respirasi merupakan proses katabolisme atau penguraian senyawa
organik menjadi senyawa anorganik. Respirasi sebagai proses oksidasi bahan organik
yang terjadi didalam sel dan berlangsung secara aerobik maupun anaerobik. Dalam
respirasi aerob diperlukan oksigen dan dihasilkan karbondioksida serta energi.
Sedangkan dalam respirasi anaerob dimana oksigen tidak atau kurang tersedia dan
dihasilkan senyawa selain karbondiokasida, seperti alkohol, asetaldehida atau asam
asetat dan sedikit energi (Lovelles, 1997).
Bahan organik yang dioksidasi adalah glukosa (C6H12O6) maka persamaan
reaksi dapat dituliskan sebagai berikut:

C6H12O6 + 6 O2 6CO2 + 6H2O + Energi (Krisdianto, 2005).

Respirasi adalah suatu proses pengambilan O2 untuk memecah senyawa-


senyawa organik menjadi CO2 , H2O dan energi . Respirasi dan metabolisme karbon
yang terkait di dalamnya melepas energi yang tersimpan di dalam senyawa karbon
dengan cara yang terkontrol untuk digunakan oleh sel. Pada waktu yang bersamaan,
respirasi menghasilkan banyak senyawa karbon yang dibutuhkan sebagai prekursor
untuk biosintesis senyawa organik lainnya. Respirasi aerob merupakan proses yang
umum terjadi dalam hampir semua organisme eukariot, dan secara umum proses
respirasi di dalam tumbuhan mirip dengan apa yang dijumpai di dalam hewan dan
eukoriot tingkat rendah, tetapi beberapa aspek khusus dari respirasi tumbuhan
membedakannya dari respirasi hewan. Respirasi aerob adalah proses biologi yang
memobilisasi dan mengoksidasi molekul organik secara terkontrol. Selama respirasi,
energi bebas dilepas dan disimpan sementara dalam bentuk ATP yang siap digunakan
untuk aktifitas sel dan perkembangan tumbuhan (Tjitrosomo, 1987).
Proses respirasi diawali dengan adanya penangkapan O2 dari lingkungan.
Oksigen yang digunakan dalam respirasi masuk ke dalam setiap sel tumbuhan dengan
jalan difusi melalui ruang antar sel, dinding sel, sitoplasma dan membran sel.
Demikian juga halnya dengan CO2 yang dihasilkan respirasi akan berdifusi ke luar
sel dan masuk ke dalam ruang antar sel. Sedangkan untuk menghitung respirasi dapat
menggunakan koefisian respirasi (KR), yaitu perbandingan CO2 dengan O2
(Kamariyani, 1984).
Perbedaan antara jumlah CO2 yang dilepaskan dan jumlah O2 yang
digunakan biasa dikenal dengan Respiratory Ratio atau Respiratory Quotient dan
disingkat RQ. Nilai RQ ini tergantung pada bahan atau subtrat untuk respirasi dan
sempurna atau tidaknya proses respirasi tersebut dengan kondisi lainnya (Simbolon,
1989).
Substrat respirasi meliputi senyawa karbohidrat, glukosa, fruktosa, sukrosa,
pati, lipid, asam-asam organik, dan protein. Proses respirasi yang dominan terjadi
pada bagian tumbuhan yang sedang aktif tumbuh dan melakukan metabolisme, yaitu:
tunas, biji yang berkecambah, ujung tunas, ujung akar, serta kuncup
bunga. Hubungan respirasi dengan lintasan metabolisme lain di dalam tumbuhan
dapat dilihat melalui glikolisis, lintasan pentosa fosfat, serta siklus asam sitrat
(Achmad, 2010).
Kecambah melakukan pernapasan untuk mendapatkan energi yang dilakukan
dengan melibatkan gas oksigen (O2) sebagai bahan yang diserap atau diperlukan dan
menghasilkan gas karbondioksida (CO2 ), air (H2O) dan sejumlah energi (Putra,
2010).
Oksigen sangat penting dalam perkembangan kecambah, karena kecambah
melakukan respirasi aerob untuk memecahkan cadangan makanan dalam endosperma
yang kaya akan lemak. Cadangan makanan yang digunakan dalam respirasi ini,
berfungsi sebagai substrat yang dapat menghasilkan energi dalam menyokong proses
pembelahan sel dan metabolisme sel lainnya (tahap awal pertumbuhan) (Achmad,
2010).
Faktor yang mempengaruhi laju respirasi ada dua, yaitu faktor internal dan
faktor eksternal. Faktor internal meliputi tingkat perkembangan, susunan kimia
jaringan, ukuran produk, pelapis alami dan jenis jaringan. Sedangkan faktor eksternal
meliputi suhu, gas etilen, ketersediaan O2 dan CO2 . Laju respirasi menentukan daya
tahan produk yang disimpan sehingga produk yang laju respirasinya rendah umumnya
disimpan lebih lama dalam kondisi yang baik. Respirasi pada tumbuhan ditandai oleh
penurunan konsentrasi gas O2 dan peningkatan konsentrasi CO2 dalam chamber
(Wills et al., 1981).
Temperatur mempunyai pengaruh besar terhadap kegiatan respirasi. Pada O0C
respirasi sangatlah sedikit, sedang pada 300C-400C sangatlah cepat. Tetapi apabila
temperatur terus menerus diatas 300C maka kegiatan respirasi tersebut hanya sebentar
saja. Sehabis 3 jam tampaklah berkurangnnya kegiatan tersebut. Mungkin hal ini
disebabkan karena non-aktifnya enzim-enzim, bertimbun tumbuhnya CO2 ,
kurangnya O2 dan kurangnay persediaan substrat. Antara 100-300 kegiatan kenaikan
respirasi ada 2 sampai 2,5 kali, dengan kata lain perkataan, Q10-nya antara
temperatur-temperatur optimum, respirasi makin berkurang. Dibawah 00C respirasi
sangatlah sukar untuk diselidiki, namun ada beberapa jaringan tanaman yang masih
dapat diamati kegiatan respirasinya pada temperature -20C (D. Dwidjoseputro, 1985).
Berbagai faktor lingkungan dapat mempengaruhi laju respirasi, diantaranya
adalah sebagai berikut :
1. Ketersediaan substrat
Respirasi bergantung pada ketersediaan substrat. Tumbuhan yang
kandungan pati, fruktan, atau gulanya rendah, melakukan respirasi pada laju
yang rendah. Tumbuhan yang banyak gula sering melakukan respirasi lebih
cepat bila gula disediakan. Bahkan laju respirasi daun sering lebih cepat
setelah matahari tenggelam, saat kandungan gula tinggi dibandingkan dengan
ketika matahari terbit, saat kandungan gulanya lebih rendah (Salisbury &
Ross, 1995).
2. Ketersediaan oksigen
Ketersediaan oksigen akan mempengaruhi laju respirasi, namun
besarnya pengaruh tersebut berbeda bagi masing-masing spesies dan bahkan
berbeda antara organ pada tumbuhan yang sama. Fluktuasi normal kandungan
oksigen di udara tidak banyak mempengaruhi laju respirasi, karena jumlah
oksigen yang dibutuhkan tumbuhan untuk berespirasi jauh lebih rendah dari
oksigen yang tersedia di udara (Yasa, 2009).

3. Suhu
Pengaruh faktor suhu bagi laju respirasi tumbuhan sangat terkait
dengan faktor Q10, dimana umumnya laju reaksi respirasi akan meningkat
untuk setiap kenaikan suhu sebesar 10oC, namun hal ini tergantung pada
masing-masing spesies. Bagi sebagian besar bagian tumbuhan dan spesies
tumbuhan, Q10 respirasi biasanya 2,0 sampai 2,5 pada suhu antara 5 dan 25°C.
Bila suhu meningkat lebih jauh sampai 30 atau 35°C, laju respirasi tetap
meningkat, tapi lebih lambat, jadi Q10 mulai menurun (Salisbury & Ross,
1995).
4. Jenis dan Umur Tumbuhan
Masing-masing spesies tumbuhan memiliki perbedaan metabolisme,
dengan demikian kebutuhan tumbuhan untuk berespirasi akan berbeda pada
masing-masing spesies. Tumbuhan muda menunjukkan laju respirasi yang
lebih tinggi dibanding tumbuhan yang tua. Demikian pula pada organ
tumbuhan yang sedang dalam masa pertumbuhan (Grander, 1991).
E. Variabel Penelitian
Variabel yang digunakan dalam praktikum ini antara lain:
1. Variabel kontrol : Ukuran Erlenmeyer, volume larutan NaOH, massa
kecambah, waktu penyimpanan kecambah, volume BaCL2, dan jumlah tetesan PP.
Variabel manipulasi : Suhu
2. Variabel respon : Laju respirasi kecambah
F. Definisi Operasional Variabel
1. Variabel manipulasi adalah variabel yang memengaruhi dan yang menyebabkan
timbulnya atau berubahnya variabel respon. Variabel manipulasi yang digunakan
dalam praktikum ini adalah suhu, suhu yang digunakan dalam praktikum ini yaitu
suhu ruang sebesar 30oC dan suhu inkubator sebesar 37 oC.
2. Variabel kontrol adalah variabel yang sengaja dibuat sama sebagai acuan untuk
perbandingan variabel respon. Variabel ini berfungsi untuk memengaruhi variabel
respon serta memperjelas hubungan antara variabel manipulasi dengan variabel
respon. Variabel kontrol yang digunakan pada praktikum ini adalah ukuran
erlenmeyer yaitu 250 ml, volume NaOh yang digunakan yaitu sebesar 30 ml,
massa kecambah yang digunakan yaitu sebesar 5 gram, waktu penyimpanan
kecambah selama 2 hari, volume BaCL2 yang digunakan yaitu sebesar 2,5 gram,
jumlah tetesan PP yaitu sebanyak 2 tetes.
3. Variabel respon adalah variabel yang dipengaruhi karena adanya variabel
manipulasi dan merupakan hasil dari variabel manipulasi dan variabel kontrol.
Variabel respon dalam praktikum ini adalah laju respirasi kecambah yang diberi
perlakuan berbeda yaitu pada suhu ruang dan pada suhu inkubator.
G. Alat dan Bahan
Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah kecambah kacang hijau umur 2
hari, larutan NaOH 0,5 M, HCl 0,5 N, larutan BaCl2 0,5 N, larutan Phenolftalin (PP),
kain kasa, dan plastik.
Alat yang digunakan pada praktikum ini yaitu erlenmeyer 250 ml 6 buah,
timbangan, Buret (beserta statif dan klem), dan pipet.

H. Rancangan Percobaan

Menyiapkan 6 erlenmeyer dan masing-masing diisi


dengan 30 ml larutan NaOH 0,5 M

Menimbang 5 gram kecambah lalu dibungkus dengan


kain kasa dan diikat dengan seutas tali

Memasukkan kedalam Erlenmeyer dan menggantungkannya


di atas larutan NaOH lalu ditutup rapat-rapat

Menyimpan 2 erlenmeyer berisi kecambah dan 1 erlenmeyer tanpa


kecambah (kontrol) masing-masing diletakkan
di suhu ruangan (30oC) dan yang lain di inkubator (suhu 37oC)
selama 24 jam
Setelah 24 jam, erlenmeyer yang ada pada suhu inkubator dikeluarkan dari
inkubator untuk dilakukan titrasi begitu pula dengan erlenmeyer yang ada
pada suhu ruang

I.
Melakukan titrasi dengan cara mengambil 5 ml larutan NaOH yang ada
pada erlenmeyer kemudian ditetesi 2,5 ml BaCl2 dan 2 tetes PP sampai J.
larutan berwarna merah, lalu titrasi dengan HCl 0,5 M sampai K.
warna merah tepat hilang
L.

I. Langkah Kerja
1. Menyiapkan bahan dan alat yang diperlukan.
2. Menyiapkan 6 erlenmeyer kemudian mengisi masing – masing dengan 30 ml larutan
NaOH 0,5 M.
3. Menimbang 5 gramkecambah yang disediakan kemudian membungkus dengan kain
kasa dan mengikat dengan seutas tali. Masing – masing 2 sampel untuk suhu
ruangan dan 2 sampel untuk suhu di dalam ruang inkubator.
4. Memasukkan ke dalam erlenmeyer dan menggantungkan bungkusan kecambah
tersebut diatas larutan NaOH dengan bantuan talinya, kemudian menutup rapat –
rapat botol tersebut dengan plastik.
5. Menyimpan 2 botol berisi kecambah dan 1 botol tanpa kecambah (kontrol) masing –
masing di dalam ruang dengan suhu ruangan dan yang lain di dalam inkubator
bersuhu 37o C.
6. Setelah 24 jam melakukan titrasi untuk mengetahui jumlah gas CO2 yang
dilepaskan selama respirasi kecamba.
7. Mengambil 5 ml larutan NaOH dalam botol, memasukkan dalam erlenmeyer.
Kemudian menambahkan 2,5 ml BaCl2 dan menetesi dengan 2 tetes PP sehingga
larutan berwarna merah. Selanjutnya larutan tersebut ditritasi dengan HCl 0,5 N.
Titrasi dihentikan setelah warna merah tepat hilang.
Hasil Pengamatan
1. Menghitung banyaknya CO2 yang dibebaskan pada respirasi kecambah tersebut
pada suhu yang berbeda.
2. Membuat tabel hasil pengamatan untuk merekam hasil pengamatan.
3. Membuat histogram yang menyatakan hubungan antara suhu ruangan terhadap
kecepatan respirasi kecambah.
J. Rancangan Tabel Pengamatan

Tabel 1. Pengaruh Suhu terhadap Kecepatan Respirasi Kecambah.


Suhu Erlenmeyer V. HCl (ml) V. CO2 CO2 (ml) Laju respirasi
terikat (ml) hasil respirasi (ml/jam)

Suhu ruang K 2,2 16,8


(30oC)
A 1,4 21,6 0,6 0,025
B 2,8 13,2
Suhu K 2,2 16,8
Inkubator
(37oC) A 2 18 1,2 0,05
B 2 18

0.06

0.05 0.05
Laju Respirasi (ml/jam)

0.04

0.03
0.025
0.02

0.01

0
30°C 37°C
Suhu

Grafik 1. Laju respirasi kecambah kacang hijau (Phaseolus radiatus) pada suhu yang
berbeda
K. Rencana Analisis Data
Berdasarkan data hasil pengamatan pada tabel diatas tentang pengaruh suhu
terhadap kecepatan respirasi kecambah diperoleh hasil bahwa pada suhu inkubator
laju respirasi lebih cepat daripada pada suhu ruang. Hasil pengamatan kcepatan laju
respirasi tersebut disajikan dalam tabel 1. dimana jumlah CO2 terikat lebih banyak
pada erlenmeyer yang diletakkan di suhu inkubator daripada pada erlenmeyer yang
diletakkan di suhu ruang.
Pada suhu ruang 30oC diperoleh hasil pada erlenmeyer K didapatkan volume
HCl hasil titrasi sebesar 2,2 ml, volume CO2 terikat sebesar 16,8 ml. Pada
erlenmeyer A didapatkan volume HCl hasil titrasi sebesar 1,4 ml, volume CO2
terikat sebesar 21,6 ml. Pada erlenmeyer B didapatkan volume HCl hasil titrasi
sebesar 2,8 ml, volume CO2 terikat sebesar 13,2 ml dan didapatkan jumlah CO2
hasil respirasi sebesar 0,6 ml serta laju respirasi sebesar 0,025 (ml/jam).
Pada suhu inkubator 37oC diperoleh hasil pada erlenmeyer K didapatkan
volume HCl hasil titrasi sebesar 2,2 ml, volume CO2 terikat sebesar 16,8 ml. Pada
erlenmeyer A didapatkan volume HCl hasil titrasi sebesar 2 ml, volume CO2 terikat
sebesar 18 ml. Pada erlenmeyer B didapatkan volume HCl hasil titrasi sebesar 2 ml,
volume CO2 terikat sebesar 18 ml dan didapatkan jumlah CO2 hasil respirasi
sebesar 1,2 ml serta laju respirasi sebesar 0,05 (ml/jam). Hal tersebut menunjukkan
bahwa pada suhu inkubator 37oC memiliki jumlah CO2 hasil respirasi dan laju
respirasi yang lebih besar daripada jumlah CO2 hasil respirasi dan laju respirasi pada
suhu ruang 30oC.
Berdasarkan Grafik.1 diatas dapat dilihat bahwa grafik menunjukkan garis
memuncak ke atas hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi suhu suatu lingkungan
tempat dimana tumbuhan hidup, maka semakin besar pula nilai laju respirasi
tumbuhan.
L. Hasil Analisis Data
Pada praktikum yang berjudul pengaruh suhu terhadap kecepatan respirasi
kecambah diperoleh hasil bahwa pada suhu yag lebih tiggi kecepatan respirasi
meningkat dibanding dengan suhu yang lebih rendah. Hal ini sesuai dengan teori
Salisbury&Ross (1995) yang mengatakan bahwa “ umumnya laju reaksi respirasi
akan meningkat untuk setiap kenaikan suhu sebesar 10oC, namun hal ini tergantung
pada masing-masing spesies, semakin tinggi suhu maka kecepatan reaksi juga akan
semakin meningkat. “

Berdasarkan analisis diatas maka dapat diketahui bahwa besarnya suhu


mempengaruhi kadar CO2 yang dilepaskan dari proses respirasi kecambah, dimana
pada suhu inkubator (37oC) diperoleh volume CO2 hasil respirasi lebih besar
dibandingkan pada suhu ruangan. Hal ini dikarenakan pada suhu inkubator, keadaan
suhunya lebih konstan (stabil), dimana pada suhu yang konstan (stabil) kerja enzim
akan lebih optimal tanpa mengalami kerusakan. Seperti yang diketahui bahwa proses
respirasi melibatkan kerja berbagai enzim. Karena enzim tidak mengalami kerusakan
maka enzim akan mempercepat pengubahan glukosa menjadi karbon dioksida. Oleh
karena itu, CO2 yang dilepaskan dari respirasi kecambah lebih besar. Selain itu, pada
suhu yang lebih tinggi volume CO2 akan lebih banyak diikat oleh NaOH sehingga
kadar CO2 yang dilepaskan makin besar (D. Dwidjoseputro, 1985).
Pada percobaan ini, digunakan kecambah yang masih muda yaitu kecambah
yang berumur 2 hari karena kecambah muda masih aktif melakukan metabolisme
yang menghasilkan energi. Energi tersebut digunakan untuk pertumbuhan kecambah.
Sedangkan kotiledon yang merupakan cadangan makanan kecambah yang
mengandung banyak pati. Pati merupakan substrat dalam respirasi kecambah,
sehingga sebagian besar pati akan hilang selama pertumbuhannya (Lovelles. A. R.
1997).

Kecambah yang diuji digantung di dalam Erlenmeyer yang berisi 30 ml NaOH


yang berfungsi untuk mengikat CO2 hasil respirasi kecambah. Dibutuhkan waktu 24
jam untuk mengamati respirasi kecambah. NaOH yang didapat dari erlenmeyer
direaksikan dengan BaCl2 kemudian ditirasi dengan HCl untuk mengetahui
banyaknya CO2 yang dibebaskan. Reaksi kimia yang berlangsung sebagai berikut :
· Proses pengambilan NaOH dari tabung Erlenmeyer terjadi reaksi:

CO2 + NaOH Na HCO3 + H2O

oksidasi asam basa garam air

Saat NaOH ditambahkan BaCl2 maka terjadi reaksi :

NaOH + BaCl2 NaCl2 + Ba(OH)2

Basa garam garam basa

Setelah ditambahkan PP dan dititrasi dengan HCl maka didapatkan reaksi :

Ba(OH)2 + HCl 2H 2O + BaCl2

Basa asam air garam

Tidak semua CO2 dapat diikat oleh NaOH, NaOH yang tidak mengikat CO2
tersebut tidak semuanya bereaksi dengan BaCl2 dan menghasilkan Ba(OH)2 yang
berwarna bening. Kemudian Ba(OH)2 tersebut diuji dengan PP, terjadi perubahan
warna menjadi merah. Warna merah menunjukkan bahwa Ba(OH)2 bersifat basa.
Ketika Ba(OH)2 sebanyak 7,5 ml dititrasi dengan HCl maka menghasilkan garam
BaCl2 dengan indikasi perubahan warna Ba(OH)2 yang asalnya merah berubah
menjadi bening (warna merah tepat hilang). Pada saat warna merah tepat hilang itulah
dihitung volume HCl yang dibutuhkan untuk menetrasi Ba(OH)2. Volume HCl
tersebut sebanding dengan volume NaOH yang tidak mengikat CO2, sehingga dari
volume HCl dapat diketahui volume NaOH yang mengikat CO2 (Simbolon, 1989).
Pada suhu ruang (30oC) volume CO2 hasil respirasi kecambah lebih rendah
daripada suhu inkubator (37oC). Hal ini disebabkan karena pada suhu yang lebih
rendah, kerja enzim tidak optimal sehingga mengakibatkan reaksi pengubahan
glukosa menjadi CO2 lebih lambat sehingga volume CO2 yang dilepaskan dari
proses respirasi lebih sedikit. Selain itu, pada suhu yang lebih rendah, volume CO2
akan lebih sedikit diikat oleh NaOH sehingga CO2 yang dilepaskan dari proses
respirasi lebih kecil (D. Dwidjoseputro, 1985).
Erlenmeyer kontrol pada percobaan ini adalah Erlenmeyer yang hanya diisi
NaOH tanpa kecambah, ternyata menunjukkan nilai respirasi yang lebih tinggi. Pada
Erlenmeyer tanpa kecambah diduga terdapat mikroorganisme yang melakukan
respirasi, karena pada saat melakukan praktikum semua alat yang digunakan kurang
disterilkan.

M. Kesimpulan
1. Terdapat perbedaan pengaruh suhu terhadap kecepatan respirasi kecambah.
2. Semakin tinggi suhu suatu lingkungan maka semakin besar pula nilai kecepatan
laju respirasi kecambah.

N. Daftar Pustaka
Achmad, D Sediaoetama. (2010). Ilmu Gizi. Jakarta : Dian Rakyat
D. Dseputro.1985. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta: Gramedia
Gardner, 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Jakarta: Indonesia University Press
Kamariyani.1984. Fisiologi Pasca Panen. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.
Lovelles. A. R. 1997. Prinsip-prinsip Biologi Tumbuhan untuk daerah Tropik.
Jakarta: PT Gramedia.

Putra, Dewantara.2010. Pengaruh suhu terhadap respirasi. Jakarta: Bintang Pustaka

Salisbury, Frank B dan Cleon W Ross. 1995. Fisiologi Tanaman Jilid 2 terjemahan

Lukman dan Sumaryono. Bandung: ITB.


Simbolon, Hubu, dkk. 1989. Biologi Jilid 3. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Tjitrosomo, Siti Sutarmi. 1987. Botani Umum 2. Bandung: Angkasa
Wills Rhh, Lee TH, graham D, Mcglasso,WB & Hall EG, 1981.Physiology of Plants..
Kensington Australia: New South Wales University Press Limited
LAMPIRAN

Perhitungan laju respirasi yang terdapat pada erlenemyer di suhu inkubator dan suhu ruangan.

1. Suhu Inkubator (37oC)


a. NaOH Bebas erlenmeyer K = V. NaOH awal x V. Titrasi HCl
V. NaOH akhir
= 30 x 2,2 ml
5
= 13,2 ml
b. NaOH Bebas erlenmeyer A = 30 x 2 = 12 ml
5
c. NaOH Bebas erlenmeyer B = 30 x 2 = 12 ml
5
d. NaOH terikat CO2 erlenmeyer K = V. NaOH awal – NaOH bebas
= 30 – 13,2
= 16,8 ml
e. NaOH terikat CO2 erlenmeyer A = 30 – 12 = 18 ml
f. NaOH terikat CO2 erlenmeyer B = 30 – 12 = 18 ml
g. CO2 hasil respirasi = NaOH terikat (A) + NaOH terikat (B) - NaOH terikat (K)
2
= 18 + 18 – 16,8
2
= 1,2 ml
h. Laju Respirasi = CO2 hasil respirasi = 1,2 = 0,05 ml/jam
24 24
2. Suhu Ruang (30oC)
a. NaOH Bebas erlenmeyer K = V. NaOH awal x V. Titrasi HCl
V. NaOH akhir
= 30 x 2,2 ml
5
= 13,2 ml
b. NaOH Bebas erlenmeyer A = 30 x 1,4 = 8,4 ml
5
c. NaOH Bebas erlenmeyer B = 30 x 2,8 = 16,8 ml
5
d. NaOH terikat CO2 erlenmeyer K = V. NaOH awal – NaOH bebas
= 30 – 13,2
= 16,8 ml
e. NaOH terikat CO2 erlenmeyer A = 30 – 8,4 = 21,6 ml
f. NaOH terikat CO2 erlenmeyer B = 30 – 12 = 13,2 ml
g. CO2 hasil respirasi = NaOH terikat (A) + NaOH terikat (B) - NaOH terikat (K)
2
= 21,6 + 13,2 – 16,8
2
= 0,6 ml
h. Laju Respirasi = CO2 hasil respirasi = 0,6 = 0,025 ml/jam
24 24
LAMPIRAN

No. Foto Keterangan

Menimbang 5 gram
kecambah kacang hijau
1 yang telah direndam
selama 2 hari

Setelah ditimbang,
kecambah dibungkus

2 dengan kain kasa dan


diikat dengan tali

3 Erlenmeyer K, A, dan B
Pengambilan NaOH
4 sebanyak 5ml dari
erlenmeyer untuk dititrasi

Kemudian ditambakan
5
BaCl2 sebanyak 2,5 ml

Setelah diberi 2 tetes


6
larutan PP
Warna larutan menjadi
7 bening setelah dititrasi
dengan HCl

Anda mungkin juga menyukai