Anda di halaman 1dari 55

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masa remaja merupakan masa peralihan antara masa kanak-kanak

dan masa dewasa, yang dimulai pada usia 11 atau 12 tahun sampai 20

tahun, yaitu menjelang masa dewasa muda. Masa remaja sering

digambarkan sebagai masa yang paling indah, dan tidak dapat

terlupakan karena penuh dengan kegembiraan dan tantangan. Masa

remaja juga identik dengan kata ‘pemberontakan’, dalam istilah psikologi

sering disebut sebagai masa storm and stress karena banyaknya

goncangan-goncangan dan perubahan-perubahan yang cukup radikal dari

masa sebelumnya (Soetjiningsih,2004).

Kematangan yang sehat pada remaja dapat dicapai melalui bimbingan

tentang diri dan lingkungannya. Dalam proses perkembangan itu tidak

selalu berjalan dalam alur yang linier, lurus atau searah dengan potensi,

harapan dan nilai-nilai yang dianut, karena banyak faktor yang

menghambat. Dalam kondisi seperti inilah, banyak remaja yang

meresponnya dengan sikap dan perilaku yang kurang wajar dan bahkan

amoral yang memicu timbulnya kenakalan pada remaja, seperti

1
kriminalitas, meminum minuman keras, penyalahgunaan obat terlarang,

tawuran dan hubungan seksual tanpa nikah yang berisiko tinggi tertular

penyakit HIV (Soetjiningsih, 2004).

Kenakalan remaja dapat didefinisikan sebagai kelainan tingkah laku

atau tindakan remaja yang bersifat antisosial, melanggar norma sosial,

agama serta ketentuan hukum yang berlaku dalam masyarakat yang

dapat menimbulkan berbagai masalah, seperti masalah kesehatan

(Poltekkes Depkes Jakarta I,2010). Permasalahan kesehatan remaja yang

dihadapi salah satunya adalah HIV/AIDS yang kasusnya terus meningkat

dari tahun ketahun. Kasus Human Immunodeficiency Virus (HIV) di

Indonesia secara komulatif hingga pengidap infeksi HIV dan kasus AIDS

sampai tahun 2014 sebanyak 7335 kasus serta 3197 orang telah

meninggal (Ditjen PP dan PL Depkes RI, 2014).

Kasus HIV/AIDS di Propinsi Sulawesi Tenggara selalu meningkat dari

tahun ke tahun.Pada tahun 2010 terdapat 12 kasus HIVIAIDS meningkat

menjadi 120 kasus pada tahun 2015. Proporsi penderita lebih banyak

pada perempuan (57%) dibandingkan laki-laki (43%). Kelompok umur

terbanyak pada umur 25-49 tahun sebesar 76%, kemudian kelompok

umur 20-24 tahun sebesar 11% dan kelompok umur 15-19 tahun sebesar

3%. Dilihat dari hasil tersebut maka penderita mulai terjangkit HIV pada

usia remaja karena masa inkubasi penyakit ini membutuhkan waktu 5-10

2
tahun, yang artinya remaja memiliki ancaman paling besar untuk terinfeksi

HIV/AIDS (Dinkes Sultra, 2016).

Pencegahan HIV/AIDS dapat di lakukan dengan cara promotif yaitu

dengan pendidikan kesehatan. Pendidikan kesehatan tentang

pencegahan HIV/AIDS perlu dilakukan agar bisa mencegah berbagai

masalah kesehatan reproduksi. Pendidikan kesehatan ini bisa langsung

dilakukan secara perorangan maupun berkelompok dengan

menggunakan media audiovisual, media cetak seperti leaflet, poster, atau

spanduk dan media massa yang dapat berupa media cetak seperti koran,

majalah, maupun media elektronik seperti radio dan televisi (Widodo,

2004).

Media audio visual merupakan salah satu media yang menyajikan

informasi atau pesan secara audiovisual (Dermawan & Setiawati, 2008).

Audiovisual memberikan kontribusi yang sangat besar dalam perubahan

perilaku masyarakat, terutama dalam aspek informasi dan persuasi.

Media audiovisual memiliki dua elemen yang masing masing mempunyai

kekuatan yang akan bersinergi menjadi kekuatan yang besar. Media ini

memberikan stimulus pada pendengaran dan penglihatan, sehingga hasil

yang diperolah lebih maksimal. Hasil tersebut dapat tercapai karena

pancaindera yang paling banyak menyalurkan pengetahuan ke otak

adalah mata (kurang lebih 75% sampai 87%), sedangkan 13% sampai

3
25% pengetahuan diperoleh atau disalurkan melalui indera yang lain

(Maulana, 2009).

Terdapat beberapa penelitian yang mengkaji peran dari video,

penelitian yang dilakukan Satri (2014) yang berjudul efektifitas pendidikan

kesehatan menggunakan media audiovisual terhadap perilaku

pencegahan filariasis didapatkan hasil setelah diberikan pendidikan

kesehatan menggunakan media audiovisual perilaku responden terhadap

pencegahan filariasis menjadi lebih tinggi dibandingkan sebelum diberikan

pendidikan kesehatan menggunakan media audiovisual dengan nilai p

value (0,00) < α (0,05), maka Ho ditolak. dan penelitian yang dilakukan

Yessy (2014) yang berjudul efektivitas pendidikan kesehatan

menggunakan media audiovisual terhadap perilaku personal hygiene

(genitalia) remaja putri dalam mencegah keputihan hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa pendidikan kesehatan menggunakan media

audiovisual efektif terhadap perilaku personal hygiene (genitalia) remaja

putri dalam mencegah keputihan.

Survey data awal yang dilakukan di Jurusan Kebidanan Politeknik

Kesehatan Kendari diperoleh data bahwa Jurusan Kebidanan merupakan

salah satu Jurusan di Politeknik Kesehatan Kendari yang memiliki jumlah

mahasiswi yang besar yaitu 558 mahasiswi. Walaupun di Jurusan

Kebidanan Politeknik Kesehatan Kendari belum ditemukan adanya

mahasiswi yang mengalami HIV/AIDS, namun karena banyaknya jumlah

4
mahasiswi sehingga bisa berpotensi mengalami penyakit HIV/AIDS. Hasil

wawancara pada 10 mahasiswi, diperoleh data bahwa 6 siswa belum

mengerti tentang pencegahan penyakit HIV/AIDS sehingga tidak

mengetahui cara pencegahannya. Dari 10 mahasiswi terdapat 1

mahasiswi pernah melakukan hubungan seksual. Data tersebut

menunjukan bahwa mahasiswi Jurusan Kebidanan Politeknik Kesehatan

Kendari berpotensi mengalami penyakit HIV/AIDS.

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian dengan judul “Efektivitas pendidikan kesehatan

menggunakan media audio visual terhadap perilaku pencegahan

HIV/AIDS pada Mahasiswi Jurusan Kebidanan Politeknik Kesehatan

Kendari”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, dapat dirumuskan masalah penelitian

adalah bagaimana efektivitas pendidikan kesehatan menggunakan media

audio visual terhadap perilaku pencegahan HIV/AIDS pada Mahasiswi

Jurusan Kebidanan Politeknik Kesehatan Kendari?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

5
Untuk mengetahui efektivitas pendidikan kesehatan

menggunakan media audiovisual terhadap perilaku pencegahan

HIV/AIDS pada Mahasiswi Jurusan Kebidanan Politeknik Kesehatan

Kendari

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengidentifikasi perilaku pencegahan HIV/AIDS pada

Mahasiswi Jurusan Kebidanan Politeknik Kesehatan Kendari

sebelum diberikan pendidikan kesehatan menggunakan media

audiovisual

b. Untuk mengidentifikasi perilaku pencegahan HIV/AIDS pada

mahasiswi jurusan kebidanan Politeknik Kesehatan Kendari

sesudah diberikan pendidikan kesehatan menggunakan media

audio visual

c. Untuk menganalisis efektivitas pendidikan kesehatan

menggunakan media audiovisual terhadap perilaku pencegahan

HIV/AIDS pada mahasiswi jurusan kebidanan Politeknik Kesehatan

Kendari

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Menambah pengetahuan bagi ilmu kesehatan terutama

mengenai pendidikan kesehatan menggunakan media audiovisual

6
terhadap perilaku pencegahan HIV/AIDS pada Mahasiswi Jurusan

Kebidanan Politeknik Kesehatan Kendari.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi tempat penelitian

Diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan pustaka atau

informasi tambahan untuk pengembangan ilmu pengetahuan

khususnya tentang pencegahan HIV/AIDS.

b. Bagi peneliti

Merupakan pengalaman yang sangat berharga bagi peneliti

dalam mengaplikasikan ilmunya dan hasil peneitian ini

diharapkan dapat menjadi referensi bagi peneliti selanjutnya.

E. Keaslian Penelitian

1. Penelitian Satri Mayu Santi, dkk (2014) tentang efektifitas

pendidikan kesehatan menggunakan media audiovisual terhadap

perilaku pencegahan filariasis. Perbedaan penelitian adalah

variabel dependen, penelitian. Variabel dependen penelitian ini

adalah perilaku pencegahan HIV/AIDS, sedangkan variabel

dependen penelitian Satri Mayu Santi, dkk adalah perilaku

pencegahan filariasis.

2. Penelitian Yessy Yulistasari, dkk (2014) tentang efektivitas

pendidikan kesehatan menggunakan media Audiovisual terhadap

7
perilaku personal hygiene(genitalia) remaja putri dalam Mencegah

keputihan Perbedaan penelitian adalah variabel dependen,

penelitian. Variabel dependen penelitian ini adalah perilaku

pencegahan HIV/AIDS, variabel dependen penelitian Yessy

Yulistasari, dkk adalah perilaku personal hygiene(genitalia) remaja

putri dalam Mencegah keputihan.

8
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Telaah Pustaka

1. Perilaku Pencegahan HIV/AIDS

a. Perilaku

Perilaku adalah segenap manifestasi hayati individu dalam

berinteraksi dengan lingkungan, mulai dari perilaku yang paling

nampak sampai yang tidak tampak, dari yang dirasakan sampai

paling yang tidak dirasakan (Okviana, 2015).

Perilaku merupakan hasil daripada segala macam pengalaman

serta interaksi manusia dengan lingkunganya yang terwujud dalam

bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan. Perilaku merupakan

respon/reaksi seorang individu terhadap stimulus yang berasal dari

luar maupun dari dalam dirinya (Notoatmojo, 2010). Sedangkan

menurut Wawan (2011) Perilaku merupakan suatu tindakan yang

dapat diamati dan mempunyai frekuensi spesifik, durasi dan tujuan

baik disadari maupun tidak. Perilaku adalah kumpulan berbagai

faktoryang saling berinteraksi.

Skiner (1938) dalam Notoatmodjo (2011) merumuskan bahwa

perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap

stimulus (rangsangan dari luar). Pengertian ini dikenal dengan teori

9
„S-O‟R” atau “Stimulus-Organisme-Respon”. Respon dibedakan

menjadi dua yaitu:

1. Respon respondent atau reflektif

Adalah respon yang dihasilkan oleh rangsangan-rangsangan

tertentu. Biasanya respon yang dihasilkan bersifat relatif tetap

disebut juga eliciting stimuli. Perilaku emosional yang menetap

misalnya orang akan tertawa apabila mendengar kabar gembira

atau lucu, sedih jika mendengar musibah, kehilangan dan gagal

serta minum jika terasa haus.

2. Operan Respon

Respon operant atau instrumental respon yang timbul dan

berkembang diikuti oleh stimulus atau rangsangan lain berupa

penguatan. Perangsang perilakunya disebut reinforcing stimuli

yang berfungsi memperkuat respon. Misalnya, petugas

kesehatan melakukan tugasnya dengan baik dikarenakan gaji

yang diterima cukup, kerjanya yang baik menjadi stimulus untuk

memperoleh promosi jabatan.

1. Bentuk-bentuk perilaku

Menurut Notoatmodjo (2011), dilihat dari bentuk respons

terhadap stimulus, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua.

a) Bentuk pasif /Perilaku tertutup (covert behavior)

10
Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk

terselubung atau tertutup. Respons atau reaksi terhadap

stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi,

pengetahuan atau kesadaran dan sikap yang terjadi pada

seseorang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat

diamati secara jelas oleh orang lain.

b) Perilaku terbuka (overt behavior)

Respons terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk

tindakan atau praktik, yang dengan mudah dapat diamati atau

dilihat orang lain.

2. Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku

Menurut Sunaryo (2004) faktor yang mempengaruhi

perilaku manusia yaitu ;

a) Faktor genetik atau faktor endogen

Faktor genetik atau keturunan merupakan konsepsi dasar atau

modal untuk kelanjutan perkembangan perilaku makhluk hidup

itu. Faktor genetik berasal dari dalam diri individu (endogen),

antara lain:

a. Jenis ras, setiap ras didunia memiliki perilaku yang spesifik,

saling berbeda satu dengan yang lainnya.

b. Jenis kelamin, perbedaan perilaku pria dan wanita dapat

dilihat dari cara berpakaian dan melakukan pekerjaan

11
sehari-hari. Pria berperilaku atas dasar pertimbangan

rasional atau akal, sedangkan wanita atas dasar

pertimbangan emosional atau perasaan. Perilaku pada pria

disebut maskulin sedangkan pada wanita disebut feminin.

c. Sifat fisik, kalau kita amati perilaku individu akan berbeda-

beda karena sifat fisiknya, misalnya perilaku individu yang

pendek dan gemuk berbeda dengan individu yang memiliki

fisik tinggi kurus.

d. Sifat kepribadian. Salah satu pengertian kepribadian yang

dikemukakan oleh Maramis (1999) adalah “keseluruhan pola

pikiran, perasaan, dan perilaku yang sering digunakan oleh

seseorang dalam usaha adaptasi yang terus menerus

terhadap hidupnya”. Kepribadian menurut masyarakat awam

adalah bagaimana individu tampil dan menimbulkan kesan

bagi individu lainnya.

e. Bakat pembawaan. Bakat merupakan interaksi dari faktor

genetik dan lingkungan serta bergantung pada adanya

kesempatan untuk pengembangan.

f. Intelegensi. Adalah kemampuan untuk membuat kombinasi,

sedangkan individu yang intelegen yaitu individu yang dalam

mengambil keputusan dapat bertindak tepat, cepat, dan

12
mudah. Sebaliknya bagi individu yang memiliki intelegensi

rendah dalam mengambil keputusan akan bertindak lambat.

b) Faktor eksogen atau faktor dari luar individu

a. Faktor lingkungan. Lingkungan di sini menyangkut segala

sesuatu yang ada di sekitar individu, baik fisik, biologis

maupun sosial.

b. Pendidikan. Secara luas pendidikan mencakup seluruh

proses kehidupan individu sejak dalam ayunan hingga liang

lahat, berupa interaksi individu dengan lingkungannya, baik

secara formal maupun informal. Proses dan kegiatan

pendidikan pada dasarnya melibatkan masalah perilaku

individu maupun kelompok.

c. Agama. merupakan tempat mencari makna hidup yang

terakhir atau penghabisan. Agama sebagai suatu keyakinan

hidup yang masuk ke dalam konstruksi kepribadian

seseorang sangat berpengaruh dalam cara berfikir,

bersikap, bereaksi, dan berperilaku individu.

d. Sosial ekonomi. telah disinggung sebelumnya bahwa salah

satu lingkungan yang berpengaruh terhadap perilaku

seseorang adalah lingkungan sosial. Lingkungan sosial

dapat menyangkut sosial budaya dan sosial ekonomi.

13
e. Kebudayaan. merupakan ekspresi jiwa terwujud dalam cara-

cara hidup dan berpikir, pergaulan hidup, seni kesusastraan,

agama, rekreasi dan hiburan.

c) Faktor-faktor Lain

a. Susunan Saraf Pusat

Memegang peranan penting karena merupakan sarana

untuk memindahkan energi yang berasal dari stimulus

melalui neuron ke system saraf tepi yang setrusnya akan

berubah menjadi perilaku.

b. Persepsi

Merupakan proses diterimanya rangsangan melalui panca

indera yang didahului oleh perhatian (attention) sehingga

individu sadar tentang sesuatu yang ada didalam maupun

diluar dirinya.

c. Emosi

Emosi adalah manifestasi perasaan atau efek karena

disertai banyak komponen fisiologik, biasanya berlangsung

tidak lama.

b. Pencegahan

Pencegahan adalah mengambil suatu tindakan yang diambil

terlebih dahulu sebelum kejadian, dengan didasarkan pada

14
data/keterangan yang bersumber dari hasil analisis epidemiologi

atau hasil pengamatan /penelitian epidemiologi (Nasry, 2006).

Pencegahan merupakan komponen yang paling penting dari

berbagai aspek kebijakan publik. Konsep pencegahan adalah

suatu bentuk upaya sosial untuk promosi, melindungi, dan

mempertahankan kesehatan pada suatu populasi tertentu. Menurut

Leavell dan Clark (1965), dari sudut pandang kesehatan

masyarakat, terdapat 5 tingkat pencegahan terhadap penyakit,

yaitu : Promotion of health, Specifik protection , Early diagnosis and

prompt treatment, Limitation of disability dan Rehablitation.

Organisasi kesehatan dunia WHO telah merumuskan suatu bentuk

definisi mengenai promosi kesehatan :“ Health promotion is the

process of enabling people to increase control over, and improve,

their health. To reach a state of complete physical, mental, and

social, well-being, an individual or group must be able to identify

and realize aspirations, to satisfy needs, and to change or cope

with the environment “.(Ottawa Charter,1986) Dalam garis besar

usaha kesehatan, dapat dibagi dalam 3 golongan, yaitu :

1) Usaha pencegahan (usaha preventif)

Upaya preventif adalah sebuah usaha yang dilakukan

individu dalam mencegah terjadinya sesuatu yang tidak

diinginkan. Preventif secara etimologi berasal dari bahasa latin,

15
praventive yang artinya datang sebelum atau antisipasi atau

mencegah untuk tidak terjadi sesuatu. Dalam pengertian yang

sangat luas, preventif diartikan sebagai upaya secara sengaja

dilakukan untuk mencegah terjadinya gangguan, kerusakan,

atau kerugian bagi seseorang atau masyaraka. Upaya preventif

bertujuan untuk mencegah terjadinya penyakit dan gangguan

kesehatan individu, keluarga, kelompok dan masyarakat.

Usaha-usaha yang dilakukan, yaitu Pemakaian kondom saat

berhubungan seksual bagi Wanita Pekerja Seks Komersial,

Jangan berganti ganti pasangan saat berhubungan seksual,

hindari pemakaian perlatan tajam secara bergantian (jarum

suntik, jarum tattoo, jarum tindik, pisau cukur) ,cuci tangan

sebelum dan sesudah tindakan,disinfeksi dengan larutan klorin

2) Usaha pengobatan (usaha kuratif)

Upaya kuratif bertujuan untuk merawat dan mengobati

anggota keluarga, kelompok yang menderita penyakit atau

masalah kesehatan.Usaha-usaha yang dilakukan, yaitu program

Voluntary Counseling Test (VCT) melalui pre test konseling dan

post tes konseling berperan penting untuk meenmukan kasus

HIV, sehingga pengobatan dini dapat dilakukan.

3) Usaha rehabilitasi

16
Merupakan upaya pemulihan kesehatan bagi penderita-

penderita yang dirawat dirumah, maupun terhadap kelompok-

kelompok tertentu yang menderita penyakit yang sama. Usaha

yang dilakukan, yaitu, program ART atau Strategic Use of ARV

(SUFA) menyediakan pengobatan kepada semua orang yang

terinfeksi HIV dengan CD4<350 dan semua ODHA tanpa

memandang status CD4, termasuk ibu hamil, pasangan

serodiskordan, pasien ko-infeksi TB-HIV atau HBV-HIV, wanita

pekerja seks,LSL, penasun, dan warga binaan Lapas

(MoH,NAC,UNAIDS,WHO 2013). Dari ketiga jenis usaha ini,

usaha pencegahan penyakit mendapat tempat yang utama,

karena dengan usaha pencegahan akan diperoleh hasil yang

lebih baik, serta memerlukan biaya yang lebih murah

dibandingkan dengan usaha pengobatan maupun rehabilitasi.

Tingkat-tingkat pencegahan menurut Leavell dan Clark dalam

bukunya “Preventive Medicine for the Doctor in his Community”,

membagi usaha pencegahan penyakit dalam 5 tingkatan yang

dapat dilakukan pada masa sebelum sakit dan pada masa sakit.

Usaha-usaha pencegahan itu adalah :

a. Masa sebelum sakit

Mempertinggi nilai kesehatan (Health Promotion) adalah

usaha mempromosikan kesehatan kepada masyarakat.

17
Upaya promotif dilakukan untuk meningkatkan kesehatan

individu, keluarga, kelompok dan masyarakat. Setiap

individu berhak untuk menentukan nasib sendiri, mendapat

informasi yang cukup dan untuk berperan di segala aspek

pemeliharaan kesehatannya. Usaha ini merupakan

pelayanan terhadap pemeliharaan kesehatan pada

umumnya. Beberapa usaha diantaranya : a) Penyediaan

makanan sehat cukup kualitas maupun kuantitasnya b)

Perbaikan hygiene dan sanitasi lingkungan, seperti :

penyediaan air rumah tangga yang baik, perbaikan cara

pembuangan sampah, kotoran dan air limbah dan

sebagainyaa c) Pendidikan kesehatan kepada masyarakat

sesuai kebutuhannya d) Usaha kesehatan jiwa agar

tercapai perkembangan kepribadian yang baik. Memberikan

Perlindungan Khusus Terhadap Suatu Penyakit (Specific

Protection) Usaha ini merupakan tindakan pencegahan

terhadap penyakit-penyakit tertentu yang gangguan

kesehatan individu, keluarga, kelompok dan masyarakat.

Beberapa usaha diantaranya adalah: a) Memberikan

imunisasi pada golongan yang rentan untuk mencegah

terhadap penyakit-penyakit tertentu. Contohnya : imunisasi

hepatitis diberikan kepada mahasiswi kebidanan yang akan

18
praktek di rumah sakit. b) Isolasi terhadap penderita

penyakit menular. Contohnya : isolasi terhadap pasien

penyakit flu burung. c) Perlindungan terhadap kemungkinan

kecelakaan di tempat-tempat umum dan di tempat kerja.

Contohnya : di tempat umum, misalnya adanya rambu-

rambu zebra cross agar pejalan kaki yang akan

menyebrang tidak tertabrak oleh kendaraan yang sedang

melintas. Sedangkan di tempat kerja : para pekerja yang

memakai alat perlindungan diri. d) Peningkatan

keterampilan remaja untuk mencegah ajakan menggunakan

narkotik. Contohnya : kursus-kursus peningkatan

keterampilan, seperti kursus menjahit, kursus otomotif. e)

Penanggulangan stress.Contohnya : membiasakan pola

hidup yang sehat , dan seringnya melakukan relaksasi.

b. Pada masa sakit

Mengenal dan Mengetahui jenis penyakit pada Tingkat

awal serta mengadakan pengobatan yang tepat dan segera

(Early Diagnosis And Prompt Treatment) Early diagnosis

mengandung pengertian diagnosa dini atau tindakan

pencegahan pada seseorang atau kelompok yang memiliki

resiko terkena penyakit.Tindakan yang berupaya untuk

menghentikan proses penyakit pada tingkat permulaan

19
sehingga tidak akan menjadi parah. Prinsipnya diterapkan

dalam program pencegahan, pemberantasan dan

pembasmian macam penyakit baik menular ataupun tidak

dan memperhatikan tingkat kerawanan penyakit terhadap

masyarakat yang tinggi. Misalnya : TBC paru-paru, kusta,

kanker, diabetes, jantung dll.

Sedangkan Prompt treatment memiliki pengertian

pengobatan yang dilakukan dengan tepat dan segera untuk

menangani berbagai masalah yang terjadi. Prompt

treatment merupakan tindakan lanjutan dari early diagnosis.

Pengobatan segera dilakukan sebagai penghalang agar

gejala tidak menimbulkan komplikasi yang lebih parah.

Tujuan utama dari usaha ini adalah :

1) Pengobatan yang setepat-tepatnya dan secepatnya

dari setiap jenis penyakit sehingga tercapai

penyembuhan yang sempurna dan segera.

2) Pencegahan menular kepada orang lain, bila

penyakitnya menular.

3) Mencegah terjadinya kecacatan yang diakibatkan

suatu penyakit.

4) Pencegahan dan Penanggulangan HIV/AIDS

Pencegahan HIV/AIDS dapat di cegah melalui

20
beberapa hal, yaitu serangkaian upaya yang sering di

sebut Abstinance (A), Be Faithfull (B), Condom (C),

Don’t Inject (D) dan Education (E). Abstinance yaitu tidak

melakukan seks bebas atau tidak melakukan hubungan

seksual dengan penderita HIV/AIDS, setia kepada

pasangan (Be Faithfull), menggunakan kondom jika

melakukan hubungan seks berisiko (Condom), tidak

menggunakan jarum suntik yang bergantian dengan

orang lain atau pemakaian jarum yang tidak steril, tato

atau akupuntur (Don’t inject) dan mencari informasi yang

benar dan tepat tentang HIV/AIDS (Education) (Murni,

dkk, 2009).

Kegiatan pokok penanggulangan HIV/AIDS yaitu

berupa:

a. Kegiatan pencegahan IMS dan HIV/AIDS

b. Komunikasi, informasi dan edukasi

c. Monitoring dan evaluasi

d. Dukungan pengobatan dan perawatan

e. Testing dan konseling

f. Pendidikan dan pelatihan

g. Penelitian dan pengembangan

h. Peraturan dan perundangan

21
i. Kerjasama Internasional (Depkes, 2007)

Oleh karena belum ada obat yang dapat mengusir

HIV/AIDS dari tubuh, maka yang menjadi sangat penting

agar tidak terinfeksi adalah dengan menghindari kontak

dengan virus yang berasal dari penderita baik secara

langsung maupun tidak langsung. Untuk mencegah

penyebaran HIV/AIDS masyarakat harus mencegah

terjadinya paparan yang terjadi baik melalui tranfusi

darah, persalinan, penularan dari ibu ke anak,

penggunaan jarum suntik bersama, hubungan seksual

baik yang heteroseksual maupun homoseksual atau

perilaku seksual lainya. Penanggulangan penularan

HIV/AIDS ada tiga tahap yaitu, melalui promotif,

pencegahan dan deteksi dini. Penanggulangan

penyebaran orang terinfeksi HIV/AIDS dengan

pencegahan deteksi dini, maksudnya mereka yang

masih sehat jangan sampai tertular virus HIV/AIDS.

Sementara mereka yang sudah tertular HIV jangan

sampai jatuh ke stadium AIDS, demikian pula mereka

yang sudah mengidap AIDS diupayakan agar jumlah

yang meninggal bisa dikurangi (Depkes, 2007).

22
Beberapa program yang terbukti sukses

diterapkan di beberapa Negara dan amat dianjurkan

oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO) untuk dilaksanakan

yaitu:

a. Pendidikan kesehatan reproduksi untuk remaja dan

dewasa muda

b. Program penyuluhan sebaya untuk berbagai

kelompok sasaran

c. Program kerjasama dengan media cetak dan

elektronik

d. Paket pencegahan komprehensif untuk pengguna

narkotika, termasuk pengadaan jarum suntik steril

e. Program pendidikan agama

f. Program layanan pengobatan infeksi menular seksual

g. Program promosi kondom di lokalisasi pelacuran dan

panti pijat

h. Pelatihan ketrampilan hidup

i. Program pengadaan tempat-tempat untuk tes HIV

dan konseling

j. Dukungan untuk anak jalanan dan pengentasan

prostitusi anak

23
k. Integrasi program pencegahan dengan program

pengobatan, perawatan, dan dukungan ODHA

l. Program pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak

dengan pemberian obat ARV (Sudoyo et al,2010)

Ada enam strategi konsep kerangka program

pencegahan dan pemberantasan AIDS, yaitu:

a. Pencegahan penularan melalui hubungan seksual,

untuk itu perlu penyebarluasan informasi dan

pendidikan menuju perubahan jangka waktu panjang

b. Pencegahan penularan melalui darah

c. Pencegahan penularan perinatal

d. Pencegahan penyebaran dari orang-orang yang

terinfeksi HIV melalui bahan, peralatan pengobatan

e. Pencegahan penyebaran melalui vaksinasi

f. Menurunkan dampak infeksi HIV pada perorangan,

kelompok dan masyarakat. (WHO,1992)

c. HIV/AIDS

Aquired immune deficiency syndrome (AIDS) merupakan

suatu kumpulan gejala penyakit kerusakan sistem kekebalan

tubuh, bukan penyakit bawaan tetapi didapat dari hasil

penularan HIV/AIDS. Penyakit ini merupakan penyakit menular

24
seksual yang disebabkan oleh human immune deficiency virus

(HIV) (Widoyono, 2014).

1) Patofisiologis HIV/AIDS

Virus HIV menyerang sistem kekebalan tubuh dengan

merusak sel-sel darah putih (sel T) sebagai penangkal infeksi

sehingga lama kelamaan tubuh berkurang serta mudah terkena

penyakit. Virus HIV terdapat di cairan tubuh dan yang terbukti

menularkan adalah darah, sperma/air mani, cairan vagina dan

ASI. Sementara air mata, air ludah, air kencing dan keringat

belum ada laporan menularkan penyakit AIDS. Bila seseorang

dalam darahnya terdapat virus HIV maka orang tersebut

dikatakan positif HIV. Kerusakan pada sistem kekebalan tubuh

seseorang akan menyebabkan seseorang rentan dan mudah

terjangkit bermacam macam penyakit. Serangan penyakit yang

biasanya tidak berbahayapun lama kelamaan dapat

menyebabkan sakit parah bahkan berujung pada kematian.

Sehingga AIDS disebut sebagai Syndrome atau kumpulan dari

berbagai gejala penyakit (KPAI, 2010).

Virus HIV pertama kali ditemukan pada bulan Januari

1983 oleh Dr.Luc Montagnier, dan kawan-kawan dari Institute

Pasteur Perancis. Virus diisolasi dari kelenjar getah bening

yang membengkak pada tubuh penderita HIV/AIDS, sehingga

25
awalnya penyakit ini disebut Lymphadenopathy Associated

Virus (LAV). Kemudian bulan Juli 1984 dr.Roberth Gallo dari

Lembaga Kanker nasional (NIC) Amerika juga menyatakan

menemukan virus baru dari seseorang yang terinfeksi HIV

dengan menyebutkan Human T-Lymphoytic Virus Tipe III (HTLV

III). Selain itu ilmuwan J.Levy juga menemukan virus penyebab

AIDS yang dinamakan AIDS Related Virus (ARV). Akhirnya

pada bulan Mei 1986, Komisi Taksonomi Internasional sepakat

menyebut nama virus penyebab AIDS dengan Human

Immunodeficiency Virus (HIV). (Despkes RI, 2003).

Seseorang yang terinfeksi virus HIV dan menderita AIDS

sering disebut ODHA, yaitu singkatan dari orang yang hidup

dengan HIV/AIDS. Penderita yang terinfeksi HIV dinyatakan

sebagai penderita AIDS jika menunjukkan gejala atau penyakit

tertentu yang merupakan suatu akibat dari penurunan sistem

kekebalan tubuh yang disebabkan oleh virus HIV atau hasil tes

darah menunjukkan jumlah CD<200/mm (Depkes,2007) Virus

ini hidup dalam empat jenis cairan tubuh manusia yaitu darah,

sperma, cairan vagina dan Air Susu Ibu (ASI), tidak hidup dalam

cairan tubuh lain seperti air ludah (air liur), air mata ataupun

keringat.

26
Penyakit HIV/AIDS belum diketemukan vaksin

pencegahan atau obat untuk menyembuhkannya. Masa

inkubasi pada orang dewasa memakan waktu rata-rata 2-3

tahun, bahkan ada yang sampai 5 tahun. Selama waktu

tersebut walaupun seseorang sudah terkena virus HIV akan

masih tampak sehat. Hal ini orang tersebut dapat menularkan

virus HIV kepada orang lain baik secara sadar atau tidak, dalam

penyebutan penderita penyakit ini dibedakan penderita HIV dan

penderita AIDS. Penderita HIV adalah seseorang yang telah

positif terinfeksi virus HIV tetapi beum menunjukkan adanya

tanda-tanda sakit (masih tampak sehat), sedangkan penderita

AIDS adalah seseorang yang telah terinfeksi virus HIV dan

sudah menderita dengan munculnya berbagai gejala AIDS

seperti kondisi badan lemah, terjadinya infeksi pada kulit dan

paru-paru ataupun peradangan pada tenggorokan (DepKes

RI,2004).

HIV termasuk golongan retrovirus (kelompok virus yang

mampu mengkopi-cetak materi genetik diri di dalam materi

genetik yang ditumpanginya) yang biasanya menyerang sistem

imun manusiayaitu menyerang limfosit T helper yang memiliki

reseptor CD4+ dipermukaanya, menghancurkan dan

menggangu fungsinya. Limfosit T helper berfungsi

27
menghasilkan zat kimia yang berperan sebagai perangsang

pertumbuhan dan pembentukan sel-sel lain dalam system

kekebalan tubuh serta sebagai pembentukan anti bodi,

sehingga yang terganggu bukan hanya Limfosit T saja tetapi

juga limfosit B, monosit, makrofag dan lain sebagainya. Apabila

HIV telah membunuh sel T CD4+ hingga jumlahnya menyusut

menjadi kurang dari 200 per mikro liter darah (πL) darah maka

kekebalan pada tingkat sel akan hilang sehinggan kondisi pada

saat seperti ini di sebut AIDS. (Komisi Penanggulangan AIDS

Indonesia,2010)

2) Diagnosis HIV/AIDS

Seorang pengidap HIV biasanya mengalami beberapa

variasi manifestasi klinis yang dapat berlangsung dalam kurun

waktu cukup lama (biasanya 5-10 tahun, tidak sama pada

setiap orang). Pasien dapat mengalami hidup sehat tanpa

gejala apa-apa (asymptomatic) dan menghadapi kematian.

Masa inkubasi sangat tergantung pada daya tahantubuh tiap

orang, rata-rata 5-10 tahun. Selama masa ini penderita tidak

memperlihatkan gejala-gejala, tetapi kekebalan tubuhnya

semakin menurun dimana fungsi sistem kekebalan tubuh

rusak. Bila kerusakan sistem kekebalan semakin parah,

penderita akan mulai menampakkan gejala-gejala AIDS.

28
Secara singkat perjalanan HIV/AIDS dapat dibagi dalam empat

stadium

a) Stadium Pertama : awal infeksi HIV

Infeksi dimulai dengan masuknya HIV kedalam tubuh dan

di ikuti terjadinya perubahan serologik ketika antibodi

terhadap virus berubah dari negatif menjadi positif.

Rentang , waktu dari masuknya HIV hingga tes antibodi

positif di sebut Window Periode, lamanya 1-6 bulan. Pada

stadium ini dapat menularkan bahkan sangat menular.

Gejala-gejala yang ditunjukkan seperti: demam, kelelahan,

nyeri sendi, pembesaran kelenjar getah bening, gejala –

gejala ini menyerupai influenza/monokleo-sis.

b) Stadium Dua : Asimtomatik (tanpa gejala)

Asimptomatik berarti bahwa di dalam organ tubuh terdapat

HIV tetapi tubuh tidak menunjukkan gejala sakit. Keadaan

ini dapat berlangsung rata-rata 5-10 tahun. Fase ini juga

menular walau penderita tampak sehat-sehat saja.

c) Stadium Tiga : ARC (AIDS Related Complex)

Fase ini ditandai dengan demam > 38°C secara berkala

terus menerus, menurunya berat badan lebih dari 10%

dalam waktu tiga bulan, pembesaran kelenjar limfe secara

menetap dan merata, tidak hanya muncul pada satu tempat

29
dan berlangsung lebih dari satu bulan, diare secara

berkala/ terus-menerus dalam waktu yang lama tanpa

sebab yang jelas, kelemahan tubuh yang menurunkan

aktifitas fisik, berkeringat pada waktu malam hari.

d) Stadium Empat : AIDS

Gejala yang ditunjukkan berupa gejalaklinis utama yaitu

terdapatnya kanker kulit yang disebut dengan Sarcoma

Kaposi, kanker kelenjar getah bening (limfe), infeksi

penyakit penyerta misalnya : pneumonia yang disebabkan

oleh pneumocytis carinii, TBC, peradangan otak/ selaput

otak (Depkes RI,1997).

Menurut Soedarto (2009) cara lain untuk mendiagnosa

AIDS adalah dengan memperhatikan gejala mayor dan

gejala minor, penderita (orang dewasa) patut dicurigai

sebagai gejala AIDS bila terdapat dua gejala mayor dan

satu gejala minor yang bukan disebabkan immunosuspensi

seperti kanker, kurang gizi, atau sebab lain. Untuk gejala

mayor dan minor adalah sebagai berikut: Berat badan

menurun > 10% dalam 1 bulan, diare kronis yang

berlangsung lebih dari satu bulan, demam lebih dari satu

bulan Penurunan kesadaran dan gangguan neurologis,

demensia dan gejala minor: adalah batuk menetap lebih

30
dari satu bulan, Pruritus Dermatitis Zoster, adanya herpes

zoster, Limfadenopati generalisata, kandidiasis mulut dan

orofaring, Infeksi jamur berulang pada alat kelamin wanita.

Cara mendiagnosa yang paling spesifik adanya infeksi

HIV adalah dengan membuktikan secara langsung adanya

virus HIV dalam jaringan penderita melalui isolasi HIV,

tetapi hal ini masih kurang sensitive dan belum tersedia.

Untuk itu perlu tes penjaringan antibodi HIV positif berulang

yaitu misalnya dengan Elisa yang mana pada hasil tes

tambahan misalnya tes Western blot jugan positif harus

dianggap sebagai terinfeksi atau menginfeksi. Cara

Penularan HIV dapat ditemukan pada darah dan cairan

seksual (cairan semen pada laki lakidan cairan sekresi

vagina pada wanita). Banyak orang mendapatkan HIV

dengan melalui hubungan seksual yang tidak terlindungi,

dan wanita lebih beresiko mendapatkan HIV. Selain itu juga

disebabkan oleh darah yang terinfeksi yang kemudian

masuk ke dalam tubuh. Bisa melalui tranfusi darah, dari

jarun jahit atau pisau bedah yang telah terinfeksi dan tidak

steril, jarum suntik, berbagi atau bergantian menggunakan

pisau cukur, HIV juga bisa ditularkan dari ibu dan bayinya

(WHO,1992). Sampai saat ini hanya darah dan air

31
mani/cairan semen dan sekresi serviks/ vagina yang

terbukti sebagai sumber penularan serta ASI yang dapat

menularkan HIV dari ibu ke bayinya. Oleh karena itu HIV

dapat tersebar melalui hubungan seks baik pada

homoseksual maupun heteroseksual, bisa melalui

penggunaan jarum yang tercemar pada penyalahgunaaan

NAPZA, tertusuk jarum atau alat yang tajam saat terjadi

kecelakaan kerja pada sarana pelayanan kesehatan,

melalui tranfusi darah, donor organ, in utero, serta

pemberian ASI dari ibu ke anak. Tidak ada bukti bahwa HIV

dapat menular melalui kontak sosial, alat makan toilet,

kolam renang, udara ruangan, maupun oleh karena gigitan

nyamuk atau serangga (Depkes RI, 2006).

Menurut Munijayya (1999), beberapa faktor resiko

penularan HIV (situasi dan perilaku) yang berkembang

dimasyarakt patut diwaspadai karena kemungkinan akan

menjadi pemicu ledakan HIV di Indonesia, diantaranya

adalah kasus praktik pelacuran yang semakin berkembang

tidak saja di kota kota besar akan tetapi sudah merambah

ke pedesaan, pergaulan bebas yang menjurus ke perilaku

seks bebas, masih tingginya penggunaan jarum suntik dan

peralatan kedokteran lainya yang kurang steril di pusat-

32
pusat pelayanan kesehatan. Situasi lain yang ikut

menyuburkan terjadinya perilaku beresiko adalah

rendahnya tingkat pengetahuan masyarakat tentang cara

penularan AIDS (aspek kemiskinan pengetahuan ). Situasi

ini dapat dilihat dari masih berkembangnya stigma dan

persepsi salah tentang cara penularan HIV yang berakibat

pada pengucilan pengidap HIV. Masih berkembangnya

sikap masyarakat yang hanya menyalahkan kelompok-

kelompok tertentu (denial attitude) sebagai sumber

penularan HIV dimasyarakat juga merupakan indikator

masih rendahnya kesadaran masyarakat akan masalah

HIV/AIDS.

HIV/AIDS dapat menular melalui beberapa cara yaitu:

1) Lewat cairan darah:

a. Melalui tranfusi darah/ produk darah yang

tercemar HIV

b. Lewat pemakai jarum suntik yang tercemar HIV,

yang dipakai secara bergantian tanpa sisterilkan,

misalnya pemakaian jarum suntik pada kalangan

pengguna narkoba suntikan atau penasun.

33
c. Melalui pemakaian jarum suntik yang berulang kali

dalam kegiatan lain misalnya penyuntikan

imunisasi dan obat.

d. Pemakaian alat tusuk yang menembus kulit,

misalnya alat tindik, tato dan alat facial wajah.

2) Lewat cairan sperma dan cairan vagina

Melalui hubungan seks penetrative (penis masuk

kedalam vagina atau anus) tanpa menggunakan

kondom, sehingga memungkinkan terjadi adanya luka

(untuk hubungan seks lewat vagina), atau tercampunya

cairan sperma dengan darah, yang mungkin terjadi

dalam hubungan seks lewat anus.

3) Lewat Air Susu Ibu

Penularan ini dimungkinkan dari ibu hamil yang

positif HIV dan melahirkan melalui vagina, kemudian

menyusui bayinya dengan ASI. Kemungkinan

tertularnyadari ibu ke bayinya (mother to child

transmition) ini berkisar hingga 30% artinya dari setiap

sepuluh kehamilan dari ibu HIV positif kemungkinan ada

tiga bayi yang lahir dengan HIV positif (Dekes RI, 2003).

HIV tidak menular dan menularkan dengan melalui:

34
a) Hidup serumah dengan penderita HIV/AIDS, asal

tidak berhubungan seksual

b) Menjabat tangan, mengobrol, memeluk, berciuman

pipi, bersenggolan badan dengan penderita HIV/AIDS

c) Penderita HIV/AIDS bersin, batuk, berkeringat,

mengeluarkan air mata

d) Digigit serangga, nyamuk dan binatang peliharaan

e) Berenang bersama-sama dikolam renang

f) Menggunakan toilet bersama-sama

g) Melalui makan dan minum bersama, menggunakan

sisir bersama, handuk dan baju (WHO,1992).

2. Pendidikan Kesehatan Menggunakan Media Audiovisual

a. Pendidikan kesehatan

Pendidikan kesehatan menurut Notoatmojo (2007)

adalah suatu upaya atau kegiatan untuk menciptakan perilaku

masyarakat yang kondusif untuk kesehatan. Yang artinya,

bahwa pendidikan kesehatan berupaya agar masyarakat

menyadari atau mengetahui bagaimana cara memelihara

kesehatan mereka, bagaimana menghindari atau mencegah

hal–hal yang merugikan kesehatan mereka dan kesehatan

35
orang lain, kemana seharusnya mencari pengobatan jika sakit

dan lain sebagainya.

Sedangkan menurut Depkes RI (2006) pendidikan

kesehatan adalah upaya memberdayakan perorangan,

kelompok dan masyarakat agar memelihara, meningkatkan dan

melindungi kesehatannya melalui peningkatan pengetahuan,

kemauan dan kemampuan serta mengembangkan iklim yang

mendukung, dilakukan dari, oleh dan untuk masyarakat sesuai

dengan faktor budaya setempat.

1. Tujuan Pendidikan Kesehatan

Menurut Effendy dalam Hendra (2010) tujuan dari

penyuluhan kesehatan ada 3 yaitu sebagai berikut :

a) Tercapainya perubahan perilaku individu, keluarga dan

masyarakat dalam membina dan memelihara perilaku

sehat dan lingkungan sehat serta berperan aktif dalam

upaya mewujudkan derajat kesehatan yang optimal.

b) Terbentuknya perilaku sehat pada individu, keluarga,

kelompok dan masyarakat yang sesuai dengan konsep

hidup sehat baik fisik, mental maupun sosial sehingga

dapat menurunkan angka kesakitan dan angka kematian.

c) Dapat merubah perilaku perseorangan dan atau

masyarakat dalam bidang kesehatan.

36
2. Ruang Lingkup Pendidikan Kesehatan

Menurut Effendy dalam Notoatmodjo (2005) bahwa

ruang lingkup pendidikan kesehatan dibagi menjadi lingkup

sasaran, materi dan metode. Berikut penjelasan dari ketiga

lingkup tersebut.

a) Sasaran

Untuk sasaran pendidikan kesehatan adalah individu,

keluarga, kelompok dan masyarakat yang dijadikan

subyek serta obyek perubahan perilaku, sehingga

diharapkan mereka dapat memahami, menghayati dan

mengaplikasikan cara hidup sehat dalam kehidupan

sehari-hari. Faktor yang harus diperhatikan dalam

keberhasilan pendidikan kesehatan adalah tingkat

pendidikan, sosial ekonomi, adat istiadat, kepercayaan

masyarakat dan ketersediaan waktu dari masyarakat.

b) Materi

Untuk materi yang akan disampaikan kepada masyarakat

harus sesuai dengan kebutuhan kesehatan dan

keperawatan dari individu, keluarga, kelompok dan

masyarakat. Sehingga manfaatnya dapat dirasakan

secara langsung dan materi yang akan disampaikan

dengan bahasa yang mudah dipahami oleh masyarakat,

37
menggunakan alat peraga dan merupakan kebutuhan

dari sasaran.

c) Metode

Metode yang digunakan hendaknya metode yang dapat

mengembangkan komunikasi antara yang memberi

pendidikan dan yang menerima pesan, sehingga yang

menerima pesan paham dan mengerti apa yang

disampaikan oleh pemberi pendidikan. Untuk metode

yang digunakan dikelompokkan menjadi 2 metode, yaitu

didaktif dan sokratik.

3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi

Menurut pendapat Effendy (2005) faktor-faktor yang

mempengaruhi keberhasilan suatu pendidikan kesehatan

dapat dilihat dari orang yang memberikan pendidikan,

sasaran atau dalam proses pendidikan kesehatan itu sendiri.

a) Faktor Pemberi Pendidikan

1) Kurangnya persiapan.

2) Kurang menguasai materi yang akan disampaikan.

3) Penampilan kurang membuat yakin sasaran.

4) Bahasa dan istilah yang digunakan kurang dimengerti

oleh sasaran.

5) Suara kurang dapat didengar oleh sasaran.

38
6) Penyampaian materi terlalu monoton jadi

membosankan.

b) Faktor Sasaran

1) Pendidikannya terlalu rendah sehingga sulit untuk

menerima pesan yang disampaikan.

2) Tingkat sosial ekonomi rendah sehingga mereka lebih

memikirkan kebutuhan yang mendesak daripada

memperhatikan materi yang disampaikan.

3) Kepercayaan dan adat yang telah tertanam sehingga

sulit dirubah.

4) Kondisi lingkungan yang tidak mungkin terjadi

perubahan perilaku.

c) Faktor Proses dalam Pendidikan

1) Waktu pendidikan tidak sesuai dengan waktu yang

diinginkan sasaran.

2) Tempat pendidikan dilakukan dekat tempat

keramaian sehingga mengganggu proses pendidikan

kesehatan.

3) Jumlah sasaran terlalu banyak sehingga sulit untuk

menarik perhatian dalam memberikan pendidikan

kesehatan.

39
4) Alat peraga kurang ditunjang oleh alat peraga yang

dapat mempermudah pemahaman sasaran.

5) Metode yang digunakan kurang tepat.

b. Media AudioVisual

Menurut Rohani (dalam Harmawan 2007) media audio

visual adalah media instruksional modern yang sesuai dengan

perkembangan zaman (kemajuan IPTEK) meliputi media yang

dapat dilihat dan didengar. Media audio visual memiliki

kemampuan lebih baik karena meliputi dua jenis media, yaitu

media audio dan media visual. Karakteristik audio visual

meliputi dua macam, yaitu media audio visual gerak dan diam.

Media ini selain untuk media hiburan dan komunikasi juga dapat

digunakan sebagai media edukasi yang mudah dipahami

masyarakat dari anak-anak hingga dewasa asal bahasa

penyampaiannya jelas dengan bahasa yang mudah dimengerti

semua golongan dan usia (Rusliani, Itriya, dan Shofani, 2011).

Jenis media audio visual dibagi menjadi dua macam

yaitu media audio visual murni dan tak murni. Audio visual

murni adalah unsur suara maupun gambar berasal dari satu

sumber, sedangkan media audio visual tak murni adalah unsur

suara dan gambarnya berasal dari sumber yang berbeda.

40
Selain mengesankan, menurut Edgar Dale media audio visual

mempunyai banyak manfaat yaitu sebagai berikut :

1. Memberikan dasar-dasar konkrit untuk berpikir.

2. Membuat pembelajaran lebih menarik.

3. Memungkinkan hasil pembelajaran lebih tahan lama.

4. Memberikan pengalaman-pengalaman yang nyata.

5. Mengembangkan keteraturan dan kontinuitas berpikir.

6. Dapat memberikan pengalaman–pengalaman yang tidak

diperoleh dengan cara lain membuat kegiatan belajar lebih

mendalam, efisien dan beranekaragam.

7. Dapat digunakan berulang-ulang.

3. Hubungan Pendidikan Kesehatan Menggunakan Media

Audiovisual dengan Perilaku pencegahan HIV/AIDS

Pendidikan kesehatan menggunakan media video memiliki

kelebihan dalam hal memberikan visualisasi yang baik sehingga

memudahkan proses penyerapan pengetahuan. Video termasuk

dalam media audio visual karena melibatkan indera pendengaran

sekaligus indera penglihatan. Media audio visual ini mampu

membuahkan hasil belajar yang lebih baik untuk tugas-tugas

seperti mengingat, mengenali, mengingat kembali dan

menghubung-hubungkan fakta dan konsep (Kustandi, 2011).

41
Berdasarkan penelitian Satri (2014), efektifitas pendidikan

kesehatan menggunakan media audiovisual terhadap perilaku

pencegahan filariasis, hasil penelitian menunjukan bahwa ada

perbedaan perilaku responden sebelum diberikan pendidikan

kesehatan menggunakan media audiovisual dengan setelah

diberikan pendidikan kesehatan menggunakan media audiovisual.

Setelah diberikan pendidikan kesehatan menggunakan media

audiovisual perilaku responden terhadap pencegahan filariasis

menjadi lebih tinggi dibandingkan sebelum diberikan pendidikan

kesehatan menggunakan media audiovisual.

B. Landasan Teori

Aquired immune deficiency syndrome (AIDS) merupakan suatu

kumpulan gejala penyakit kerusakan sistem kekebalan tubuh,

bukan penyakit bawaan tetapi didapat dari hasil penularan

HIV/AIDS. Penyakit ini merupakan penyakit menular seksual yang

disebabkan oleh human immune deficiency virus (HIV) (Widoyono,

2014).

Penyakit HIV/AIDS disebabkan oleh beberapa faktor penyebab

diantaranya hubungan seksual, kontak langsung dengan darah,

jarum suntik yang tidak steril/pemakaian jarum suntik bersamaan

dan sempritnya para pecandu narkoba suntik, transfusi darah yang

42
tidak steril/produk darah yang tercemar HIV, penularan lewat

kecelakaan, tertusuk jarum pada petugas kesehatan, dari ibu hamil

pengidap HIV kepada bayinya, baik selama hamil, saat melahirkan,

atau setelah melahirkan (Nursalam, 2013).

Pencegahan HIV/AIDS dapat di cegah melalui beberapa hal,

yaitu serangkaian upaya yang sering di sebut Abstinance (A), Be

Faithfull (B), Condom (C), Don’t Inject (D) dan Education (E).

Abstinance yaitu tidak melakukan seks bebas atau tidak melakukan

hubungan seksual dengan penderita HIV/AIDS, setia kepada

pasangan (Be Faithfull), menggunakan kondom jika melakukan

hubungan seks berisiko (Condom), tidak menggunakan jarum

suntik yang bergantian dengan orang lain atau pemakaian jarum

yang tidak steril, tato atau akupuntur (Don’t inject) dan mencari

informasi yang benar dan tepat tentang HIV/AIDS (Education)

(Murni, dkk, 2009).

Menurut Depkes RI (2006) pendidikan kesehatan adalah upaya

memberdayakan perorangan, kelompok dan masyarakat agar

memelihara, meningkatkan dan melindungi kesehatannya melalui

peningkatan pengetahuan, kemauan dan kemampuan serta

mengembangkan iklim yang mendukung, dilakukan dari, oleh dan

untuk masyarakat sesuai dengan faktor budaya setempat.

43
Menurut Rohani (dalam Harmawan 2007) media audio visual

adalah media instruksional modern yang sesuai dengan

perkembangan zaman (kemajuan IPTEK) meliputi media yang

dapat dilihat dan didengar. Media audio visual memiliki

kemampuan lebih baik karena meliputi dua jenis media, yaitu

media audio dan media visual. Karakteristik audio visual meliputi

dua macam, yaitu media audio visual gerak dan diam. Media ini

selain untuk media hiburan dan komunikasi juga dapat digunakan

sebagai media edukasi yang mudah dipahami masyarakat dari

anak-anak hingga dewasa asal bahasa penyampaiannya jelas

dengan bahasa yang mudah dimengerti semua golongan dan usia

(Rusliani, Itriya, dan Shofani, 2011).

44
C. Kerangka Teori

Faktor Genetik/Faktor
Endogen
1. Jenis Ras
2. Jenis kelamin
3. Sifat Fisik
4. Sifat Kepribadian
5. Bakat Pembawaan
6. Intelegensi

Faktor Eksogen/Luar
Individu
1. Faktor Lingkungan
Perilaku Pencegahan
2. Pendidikan
3. Agama
4. Sosial Ekonomi HIV/AIDS
5. Kebudayaan

Faktor Lain
1. Susunan Saraf
Pusat
2. Persepsi
3. Emosi

Gambar 1. Kerangka Teori Penelitian

45
D. Kerangka Konsep

Berdasarkan uraian tersebut maka dapat dibuat kerangka

konsep sebagai berikut:


Pendidikan Kesehatan
Menggunakan Media Perilaku pencegahan

Audiovisual HIV/AIDS

Gambar 2. Kerangka Konsep Penelitian

Variabel bebas : Pendidikan Kesehatan Menggunakan Media

Audiovisual

Variabel Terikat : Perilaku pencegahan HIV/AIDS

E. Hipotesis Penelitian

Ho : Pendidikan Kesehatan Menggunakan Media Audiovisual

tidak efektif terhadap Perilaku pencegahan HIV/AIDS

Ha : Pendidikan Kesehatan Menggunakan Media Audiovisual

efektif terhadap Perilaku pencegahan HIV/AIDS

46
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu atau

quasy experiment dengan rancangan nonequivalent control group

design. Desain ini hampir sama dengan pretest and posttest control

group design, hanya pada desain ini kelompok eksperimen maupun

kelompok kontrol tidak dipilih secara random (Sugyono,2017:Hal. 116).

Desain ini digunakan untuk mengetahui Efektivitas pendidikan

kesehatan menggunakan media audio visual terhadap perilaku

pencegahan HIV/AIDS pada Mahasiswi Jurusan Kebidanan Politeknik

Kesehatan Kendari.

Skema Rancangan Penelitian

Subyek Pre-test Perlakuan Post-test


Kelompok yang diberikan 01 X 02
pendidikan kesehatan
menggunakan media audio
visual
Kelompok yang tidak diberikan 01 X 02
pendidikan kesehatan
menggunakan media audio
visual
Gambar 4. Skema Rancangan Eksperimen Kuasi

Keterangan:

01 : Pengukuran pertama sebelum di berikan intervensi.

47
X : Perlakuan (Pendidikan Kesehatan)

02 : Pengukuran kedua sesudah di berikan intervensi

B. Waktu Dan Tempat Penelitian

1. Waktu penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Februari 2020.

2. Tempat penelitian

Lokasi penelitian yang dipilih yaitu di Politeknik Kesehatan

Kendari.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi merupakan subjek dimana sebagian subjek atau objek

yang akan diambil untuk dilakukan pengukuran. Populasi dalam

penelitian ini adalah semua mahasiswa Tingkat 1 Jurusan Kebidanan

Politeknik Kesehatan Kendari yang berjumlah 150 orang.

2. Sampel

Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti

(Arikunto,2010). Besar sampel diperoleh dengan rumus Slovin yaitu:


𝑁
n = 1+𝑁(𝑑)²

150
n = 1+150(0,1)²

48
150
= 1+150(0,01)

150
= 1+1,50

150
= 2,50

= 60

keterangan :

N: Besar populasi

d: Tingkat kepercayaan/ketepatan yang diinginkan

n: Besar sampel

Pengambilan sampel dalam penelitian ini secara probability

sampling dengan teknik simple random sampling, yaitu pengambilan

sampel dengan cara acak tanpa memperhatikan strata yang ada

dalam anggota populasi (Hidayat, 2007). Sampel diambil dengan

membuat daftar elemen atau anggota populasi secara acak semua

mahasiswi tingkat 1. Teknik ini dipilih dikarenakan populasi

mempunyai kesempatan yang sama untuk menjadi responden.

Pengambilan sampel sebanyak 60 orang dari seluruh mahasiswi

tingkat 1 yang berjumlah 3 kelas, sehingga masing-masing kelas

diambil 20 mahasiswi dengan cara diundi.

a. Kriteria Inklusi

49
Kriteria inklusi adalah batasan ciri atau karakter umum pada

suatu obyek penelitian. Adapun kriteria inklusi dari subyek

penelitian adalah sebagai berikut:

1) Tingkat 1 Jurusan Kebidanan

2) Bersedia menjadi responden

3) Yang hadir saat penelitian

b. Kriteria Eksklusi

Kriteria Eksklusi adalah sebagian subyek yang tidak memenuhi

criteria inklusi yang harus dikeluarkan dari penelitian karena

berbagai sebab yang dapat memenuhi hasil penelitian.

Kriteria eksklusi dari subyek penelitian adalah sebagai berikut:

1) Tidak bersedia menjadi responden

2) Tidak hadir pada saat dilakukan penelitian

D. Identifikasi Variabel Penelitian

1. Variabel terikat (dependent) yaitu perilaku pencegahan HIV/AIDS.

2. Variabel bebas (independen) yaitu pendidikan kesehatan

menggunakan media audio visual.

E. Defini Operasional

1. Perilaku Pencegahan HIV/AIDS.

50
Perilaku pencegahan HIV/AIDS adalah skor respon mahasiswi

terhadap perilaku di lingkungan yang diperoleh dengan menggunakan

kuesioner yang berisi pernyataan tentang pencegahan HIV/AIDS

(meliputi : pengertian HIV/AIDS, proses terjadinya HIV/AIDS, cara

penularan HIV/AIDS, cara mengidentifikasi HIV/AIDS dan cara

pencegahan HIV/AIDS). Skala ukur adalah ordinal.

Kriteria Objektif :

a. Perilaku baik : jika skor jawaban benar 76–100%

b. Perilaku cukup: jika skor jawaban benar 56%-75%

c. Perilaku kurang : jika skor jawaban benar <56%

(Nursalam, 2013)

2. Pendidikan kesehatan menggunakan media audio visual.

Pendidikan kesehatan menggunakan media audio visual adalah

pemberian informasi pencegahan HIV/AIDS dengan materi yang

meliputi : pengertian HIV/AIDS, proses terjadinya HIV/AIDS, cara

penularan HIV/AIDS, cara mengidentifikasi HIV/AIDS dan cara

pencegahan HIV/AIDS. Pendidikan kesehatan menggunakan media

audio visual tentang pencegahan HIV/AIDS akan dilakukan satu kali

namun sebelumnya akan diberikan pretest dan setelah diputarkan

video pencegahan HIV/AIDS akan dilakukan posttest.

51
F. Instrumen Penelitian

1) Alat Penelitian

a) LCD

b) Laptop

c) Kuisioner penelitian

d) Pulpel

2) Format persetujuan kesediaan untuk menjadi respoden (Infomed

Consent).

G. Alur Penelitian

Pembuatan Proposal

Ujian Proposal

Melakakukan registrasi dan


Infomed consent sampel

melakukan Pre-test

melakukan pendidikan kesehatan


dengan media video

Melakukan Post-test

Analisis Data

52
Hasil dan Pembahasan

Kesimpulan dan Saran

Gambar. 2 Alur penelitian

H. Analisis Data

Analisa data yang digunakan adalah analisa univariat dan

analisa bivariat. Dimana untuk analisa univariat untuk mendapatkan

gambaran tentang distribusi karakteristik responden seperti usia,

agama, dan suku. Analisa ini merupakan distribusi frekuensi yang

menggambarkan normalitas variabel secara umum. Untuk analisa

bivariat menggunakan uji parametrik yaitu t- dependent dan t-

independent, yang dilakukan sesuai dengan tujuan penelitian.

1) Univariat

Data diolah dan disajikan kemudian dipresentasikan dan

uraikan dalam bentuk table dengan menggunakan rumus:


x
X = 𝑓𝑛 K

Keterangan :

f : variabel yang diteliti

n : jumlah sampel penelitian

K: konstanta (100%)

53
X : Persentase hasil yang dicapai

2) Bivariat

Untuk mendeskripsikan hubungan antara independent

variable dan dependent variable. Uji statistik yang digunakan

adalah uji t (independent sample t-test) dengan p=0,05.

I. Etika Penelitian

Menurut Sugiyono (2012), etika penelitian merupakan masalah yang

sangat penting dalam penelitian. Mengingat penelitian berhubungan

langsung dengan manusia, maka segi etika penelitian harus diperhatikan

antara lain sebagai berikut:

1. Informed consent

Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti

dengan responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan

kepada responden untuk menjadi responden. Tujuannya agar subjek

mengetahui maksud, tujuan, dan dampak penelitian.Jika responden

bersedia, mereka harus tanda tangan.

2. Anonimity (tanpa nama)

merupakan pemberian jaminan dalam penggunaan subjek

penelitian dengan cara tidak memberikan atau mencantumkan nama

responden pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan kode pada

lembar pengumpulan data.

3. Kerahasiaan (confidentiality)

54
Kerahasiaan (confidentiality) merupakan etika dalam pemberian

jaminan kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun masalah-

masalah informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya

oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu.

55

Anda mungkin juga menyukai