LP Late HPP
LP Late HPP
BAB 1
PENDAHULUAN
1.2 TUJUAN
1.2.1 Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memberikan asuhan kebidanan pada ibu dengan late HPP.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.2 Epidemiologi
2222Perdarahan post partum dini jarang disebabkan oleh retensi potongan plasenta
yang kecil, tetapi plasenta yang tersisa sering menyebabkan perdarahan pada akhir
masa nifas (Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadi T, 2002). Kadang-kadang
plasenta tidak segera terlepas. Bidang obstetri membuat batas-batas durasi kala tiga
secara agak ketat sebagai upaya untuk mendefenisikan retensio plasenta shingga
perdarahan akibat terlalu lambatnya pemisahan plasenta dapat dikurangi. Combs
dan Laros meneliti 12.275 persalinan pervaginam tunggal dan melaporkan median
durasi kala III adalah 6 menit dan 3,3% berlangsung lebih dari 30 menit. Beberapa
tindakan untuk mengatasi perdarahan, termasuk kuretase atau transfusi, menigkat
pada kala tiga yang mendekati 30 menit atau lebih.
4
— Efek perdarahan banyak bergantung pada volume darah pada sebelum hamil
dan derajat anemia saat kelahiran. Gambaran perdarahan post partum yang dapat
mengecohkan adalah nadi dan tekanan darah yang masih dalam batas normal
sampai terjadi kehilangan darah yang sangat banyak.
Frekuensi perdarahan post partum 4/5-15 % dari seluruh persalinan.
Berdasarkan penyebabnya:
1. Atoni uteri (50-60%).
2. Retensio plasenta (16-17%).
3. Sisa plasenta (23-24%).
4. Laserasi jalan lahir (4-5%).
5. Kelainan darah (0,5-0,8%).
2.1.3 Klasifikasi
Klasifikasi perdarahan postpartum :
1. Perdarahan post partum primer / dini (early postpartum hemarrhage), yaitu
perdarahan yang terjadi dalam 24 jam pertama. Penyebab utamanya adalah
atonia uteri, retention plasenta, sisa plasenta dan robekan jalan lahir. Banyaknya
terjadi pada 2 jam pertama.
2. Perdarahan Post Partum Sekunder / lambat (late postpartum hemorrhage), yaitu-
perdarahan yang terjadi setelah 24 jam pertama.
2.1.4 Etiologi
— Etiologi dari perdarahan post partum berdasarkan klasifikasi di atas, adalah :
1. Etiologi perdarahan postpartum dini :
1) Atonia uteri
— Perdarahan postpartum dapat terjadi karena terlepasnya sebagian plasenta
dari rahim dan sebagian lagi belum; karena perlukaan pada jalan lahir atau karena
atonia uteri. Atoni uteri merupakan sebab terpenting perdarahan postpartum.
Atonia uteri dapat terjadi karena proses persalinan yang lama; pembesaran rahim
yang berlebihan pada waktu hamil seperti pada hamil kembar atau janin besar;
persalinan yang sering (multiparitas) atau anestesi yang dalam. Atonia uteri juga
dapat terjadi bila ada usaha mengeluarkan plasenta dengan memijat dan
mendorong rahim ke bawah sementara plasenta belum lepas dari rahim.
Perdarahan yang banyak dalam waktu pendek dapat segera diketahui. Tapi bila
5
perdarahan sedikit dalam waktu lama tanpa disadari penderita telah kehilangan
banyak darah sebelum tampak pucat dan gejala lainnya. Pada perdarahan karena
atonia uteri, rahim membesar dan lembek.
Terapi terbaik adalah pencegahan. Anemia pada kehamilan harus diobati
karena perdarahan yang normal pun dapat membahayakan seorang ibu yang telah
mengalami anemia. Bila sebelumnya pernah mengalami perdarahan postpartum,
persalinan berikutnya harus di rumah sakit. Pada persalinan yang lama diupayakan
agar jangan sampai terlalu lelah. Rahim jangan dipijat dan didorong ke bawah
sebelum plasenta lepas dari dinding rahim.
Pada perdarahan yang timbul setelah janin lahir dilakukan upaya
penghentian perdarahan secepat mungkin dan mengangatasi akibat perdarahan.
Pada perdarahan yang disebabkan atonia uteri dilakukan massage rahim dan
suntikan ergometrin ke dalam pembuluh balik. Bila tidak memberi hasil yang
diharapkan dalam waktu singkat, dilakukan kompresi bimanual pada rahim, bila
perlu dilakukan tamponade utero vaginal, yaitu dimasukkan tampon kasa kedalam
rahim sampai rongga rahim terisi penuh. Pada perdarahan postpartum ada
kemungkinan dilakukan pengikatan pembuluh nadi yang mensuplai darah ke rahim
atau pengangkatan rahim.
Faktor predisposisi terjadinya atoni uteri adalah :
a. Umur yang terlalu muda / tua
b. Prioritas sering di jumpai pada multipara dan grande multipara
c. Partus lama dan partus terlantar
d. Uterus terlalu regang dan besar, misal pada gemelli, hidromnion / janin besar
e. Kelainan pada uterus seperti mioma uteri, uterus couveloair pada solusio
plasenta
f. Faktor sosial ekonomi yaitu malnutrisi
vagina.
b) Robekan Vagina
Perlukaan vagina yang tidak berhubungan dengan luka perineum tidak
sering dijumpai. Mungkin ditemukan setelah persalinan biasa, tetapi
lebih sering terjadi sebagai akibat ekstraksi dengan cunam, terlebih
apabila kepala janin harus diputar. Robekan terdapat pada dinding lateral
dan baru terlihat pada pemeriksaan speculum.
c) Robekan Perineum
Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama dan
tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. Robekan perineum umumnya
terjadi digaris tengah dan bisa menjadi luas apabila kepala janin lahir
terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih kecil daripada biasa, kepala janin
melewati pintu panggul bawah dengan ukuran yang lebih besar daripada
sirkum ferensia suboksipito bregmatika.
c. Rupture uteri
3) Hematoma
7
5) Penyakit darah
Kelainan pembekuan darah misalnya afibrinogenemia /hipofibrinogenemia.
Tanda yang sering dijumpai :
a. Perdarahan yang banyak.
b. Solusio plasenta.
c. Kematian janin yang lama dalam kandungan.
d. Pre eklampsia dan eklampsia.
e. Infeksi, hepatitis dan syok septik.
b. Plasenta sudah terlepas dari dinding rahim namun belum keluar karena atoni
uteri atau adanya lingkaran konstriksi pada bagian bawah rahim (akibat
kesalahan penanganan kala III) yang akan menghalangi plasenta keluar
(plasenta inkarserata). Bila plasenta belum lepas sama sekali tidak akan terjadi
perdarahan tetapi bila sebagian plasenta sudah lepas maka akan terjadi
perdarahan. Ini merupakan indikasi untuk segera mengeluarkannya.
Plasenta mungkin pula tidak keluar karena kandung kemih atau rektum penuh.
Oleh karena itu keduanya harus dikosongkan.
2.1.5 Patofisiologi
Dalam persalinan pembuluh darah yang ada di uterus melebar untuk
meningkatkan sirkulasi ke sana, atoni uteri dan subinvolusi uterus menyebabkan
kontraksi uterus menurun sehingga pembuluh darah-pembuluh darah yang melebar
tadi tidak menutup sempurna sehingga perdarahan terjadi terus menerus. Trauma
jalan lahir seperti episiotomi yang lebar, laserasi perineum, dan rupture uteri juga
menyebabkan perdarahan karena terbukanya pembuluh darah, penyakit darah
pada ibu; misalnya afibrinogemia atau hipofibrinogemia karena tidak ada atau
kurangnya fibrin untuk membantu proses pembekuan darah juga merupakan
penyebab dari perdarahan postpartum. Perdarahan yang sulit dihentikan bisa
mendorong pada keadaan shock hemoragik.
Perbedaan perdarahan pasca persalinan karena atonia uteri dan robekan jalan lahir
adalah:
1. Atonia uteri (sebelum/sesudah plasenta lahir)
1) Kontraksi uterus lembek, lemah, dan membesar (fundus uteri masih tinggi.
2) Perdarahan terjadi beberapa menit setelah anak lahir.
3) Bila kontraksi lemah, setelah masase atau pemberian uterotonika, kontraksi
yang lemah tersebut menjadi kuat.
2. Robekan jalan lahir (robekan jaringan lunak)
10
2.1.6 Diagnosis
— Untuk membuat diagnosis perdarahan postpartum perlu diperhatikan ada
perdarahan yang menimbulkan hipotensi dan anemia. apabila hal ini dibiarkan
berlangsung terus, pasien akan jatuh dalam keadaan syok. perdarahan postpartum
tidak hanya terjadi pada mereka yang mempunyai predisposisi, tetapi pada setiap
persalinan kemungkinan untuk terjadinya perdarahan postpartum selalu ada.
— Perdarahan yang terjadi dapat deras atau merembes. Perdarahan yang deras
biasanya akan segera menarik perhatian, sehingga cepat ditangani sedangkan
perdarahan yang merembes karena kurang nampak sering kali tidak mendapat
perhatian. Perdarahan yang bersifat merembes bila berlangsung lama akan
mengakibatkan kehilangan darah yang banyak. Untuk menentukan jumlah
perdarahan, maka darah yang keluar setelah uri lahir harus ditampung dan dicatat.
— Kadang-kadang perdarahan terjadi tidak keluar dari vagina, tetapi menumpuk
di vagina dan di dalam uterus. Keadaan ini biasanya diketahui karena adanya
kenaikan fundus uteri setelah uri keluar. Untuk menentukan etiologi dari
perdarahan postpartum diperlukan pemeriksaan lengkap yang meliputi anamnesis,
pemeriksaan umum, pemeriksaan abdomen dan pemeriksaan dalam.
— Pada atonia uteri terjadi kegagalan kontraksi uterus, sehingga pada palpasi
abdomen uterus didapatkan membesar dan lembek. Sedangkan pada laserasi jalan
lahir uterus berkontraksi dengan baik sehingga pada palpasi teraba uterus yang
keras. Dengan pemeriksaan dalam dilakukan eksplorasi vagina, uterus dan
pemeriksaan inspekulo. Dengan cara ini dapat ditentukan adanya robekan dari
serviks, vagina, hematoma dan adanya sisa-sisa plasenta.
Manifestasi Klinis
Gejala Klinis umum yang terjadi adalah kehilangan darah dalam jumlah yang
banyak (> 500 ml), nadi lemah, pucat, lochea berwarna merah, haus, pusing,
11
gelisah, letih, dan dapat terjadi syok hipovolemik, tekanan darah rendah,
ekstremitas dingin, mual.
c. Retensio plasenta
Gejala yang selalu ada: plasenta belum lahir setelah 30 menit, perdarahan segera,
kontraksi uterus baik
Gejala yang kadang-kadang timbul: tali pusat putus akibat traksi berlebihan, inversi
uteri akibat tarikan, perdarahan lanjutan
e. Inversio uterus
Gejala yang selalu ada: uterus tidak teraba, lumen vagina terisi massa, tampak tali
pusat (jika plasenta belum lahir), perdarahan segera, dan
nyeri sedikit atau berat.
Gejala yang kadang-kadang timbul: Syok neurogenik dan pucat
12
setengah jam setelah janin lahir. Sedangkan sisa plasenta merupakan tertinggalnya
bagian plasenta dalam uterus yang dapat menimbulkan perdarahan post partum
primer atau perdarahan post partum sekunder.
— Sewaktu suatu bagian plasenta (satu atau lebih lobus) tertinggal, maka uterus
tidak dapat berkontraksi secara efektif dan keadaan ini dapat menimbulkan
perdarahan. Gejala dan tanda yang bisa ditemui adalah perdarahan segera, uterus
berkontraksi tetapi tinggi fundus tidak berkurang.
— Apabila plasenta belum lahir sama sekali, tidak terjadi perdarahan, jika lepas
sebagian terjadi perdarahan yang merupakan indikasi untuk mengeluarkannya.
Plasenta belum lepas dari dinding uterus bisa karena:
1. Kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta ( plasenta adhesiva)
2. Plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab vili korialis menembus
desidua sampai miometrium.
— Plasenta yang sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar,
disebabkan tidak adanya usaha untuk melahirkan, atau salah penanganan kala tiga,
sehingga terjadi lingkaran konstriksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi
keluarnya plasenta.
3. Lakukan eksplorasi (bila servik terbuka) dan mengeluarkan bekuan darah atau
jaringan sisa plasenta. Eksplorasi manual uterus menggunakan teknik yang serupa
dengan teknik yang digunakan untuk mengeluarkan plasenta yang tidak keluar.
Bila servik hanya dapat dilalui oleh instrument, lakukan evakuasi sisa plasenta
dengan AMV atau dilatasi dan kuretase.
4. Lakukan pemeriksaan histologi dari jaringan hasil kuret atau histerektomi, jika
memungkinkan, untuk menyingkirkan penyakit trofoblas ganas.
5. Jika perdarahan berlanjut, lakukan uji pembekuan darah dengan menggunakan
uji pembekuan darah sederhana. Kegagalan terbentuknya bekuan darah setelah 7
menit atau terbentuknya bekuan darah yang lunak yang mudah hancur
menunjukkan adanya kemungkinan koagulopati.
6. Bila kadar Hb<8 gr% atau hematokrit kurang dari 20% berikan transfusi darah
dan berikan sulfas ferrosus 600 mg atau ferous fumarat 120 mg ditambah asam
folat 400 mcg per oral sekali sehari selama 6 bulan. Bila kadar Hb>8 gr%,
berikan sulfas ferosus 600 mg atau ferous fumarat 60 mg ditambah asam folat
400 mcg per oral sekali sehari selama 6 bulan.
7. Jika terdapat tanda-tanda infeksi (demam, sekret vagina yang berbau), berikan
antibiotik untuk metritis:
- Ampisillin 2 g IV setiap 6 jam
- Ditambah gentamisin 5 mg/kgBB IV tiap 24 jam
- Ditambah metronidazol 500 mg IV tiap 8 jam
- Jika demam masih ada 72 jam setelah terapi, kaji ulang diagnosa.
Catatan : Antibiotika oral tidak diperlukan setelah terapi suntikan
— Tindakan operatif yang dapat dilakukan dalam kala uri persalinan adalah :
1. Perasat Crede’
15
2. Manual Plasenta
1). Indikasi
— Indikasi pelepasan plasenta secara manual adalah pada keadaan perdarahan
pada kala tiga persalinan kurang lebih 400 cc yang tidak dapat dihentikan dengan
uterotonika dan masase, retensio plasenta setelah 30 menit anak lahir, setelah
persalinan buatan yang sulit seperti forsep tinggi, versi ekstraksi, perforasi, dan
dibutuhkan untuk eksplorasi jalan lahir dan tali pusat putus.
- doek steril, kain alas bokong, kain penutup kaki bagian dalam,
penutup perut bagian bawah
- medikamentosa
Analgesik : petidin 1-2 mg/kgBB
Sedativa : dizepam 10 mg
SA : 0,2 – 0,5 mg/ml
Uterotonika
Antibiotik profilaksis
- antiseptik : povidon iodine 10%
- alat : - spuit 5 ml (1) - Sendok kuret
- Spuit 3 ml (1) - Kateter
- Spekulum Sim’s (2) - Businator
- Tenakulum (1) - Cunam tampon (1)
- Sonde Uterus (1) - Kassa
n. Pegang gagang sendok kuret dengan ibu jari dan telunjuk, masukkan ujung
sendok kuret melalui kanalis serviks ke dalam uterus hingga menyentuh
fundus
o. Lakukan kerokan dinding uterus secara sistematis dan searah jarum jam
hingga bersih
p. Evaluasi dengan kasa, lihat OUE masih perdarahan atau tidak
q. Lepaskan jepitan tenakulum pada serviks, evaluasi tempat jepitan lalu
bersihkan dengan povidon iodine 10%
r. Kumpulkan jaringan untuk lab patologi anatomi
4)Riwayat obstetrik
a. Riwayat menstruasi meliputi: Menarche, lamanya siklus, banyaknya,
baunya , keluhan waktu haid, HPHT
b. Riwayat perkawinan meliputi : Usia kawin, kawin yang keberapa, Usia
mulai hamil
c. Riwayat hamil, persalinan dan nifas yang lalu
a). Riwayat hamil meliputi: Waktu hamil muda, hamil tua, apakah
ada abortus, kehamilan kembar, hidramnion retensi plasenta
b). Riwayat persalinan meliputi: Tua kehamilan, cara persalinan,
penolong, tempat bersalin, apakah ada kesulitan dalam persalinan
anak lahir atau mati, berat badan anak waktu lahir, panjang
waktu lahir
c). Riwayat nifas meliputi: Keadaan lochea, apakah ada pendarahan,
ASI cukup atau tidak dan kondisi ibu saat nifas, tinggi fundus uteri
dan kontraksi
d. Riwayat Kehamilan sekarang
a). Hamil muda, keluhan selama hamil muda
b). Hamil tua, keluhan selama hamil tua, peningkatan berat badan,
tinggi badan, suhu, nadi, pernafasan, peningkatan tekanan darah,
keadaan gizi akibat mual, keluhan lain
e. Riwayat antenatal care meliputi : Dimana tempat pelayanan, beberapa
kali, perawatan serta pengobatannya yang didapat
3. Pola aktifitas sehari-hari
1). Makan dan minum, meliputi komposisi makanan dan frekuensi. Adapun
makan dan minum pada masa nifas harus bermutu dan bergizi, cukup kalori,
makanan yang mengandung protein, banyak cairan, sayur-sayuran dan buah –
buahan.
2). Eliminasi, meliputi pola dan defekasi, jumlah warna, konsistensi. Adanya
perubahan pola miksi dan defeksi.
3). Istirahat atau tidur meliputi gangguan pola tidur karena perubahan peran dan
melaporkan kelelahan yang berlebihan.
4). Personal hygiene meliputi : Pola atau frekuensi mandi, menggosok gigi,
keramas.
19
1. Pemeriksaan fisik
Tanda vital: TD, Nadi, Pernafasan,Suhu,Kesadaran
Inspeksi mata : Adanya tanda-tanda anemia
2. Pemeriksaan Palpasi abdomen
Tinggi fundus uteri dan kontraksi uterus. Pada hari ke 14 tinggi fundus uteri
sudah tidak teraba lagi.
3. Pemeriksaan In Spekulo
Pemeriksaan bertujuan untuk mengetahui apakah perdarahan berasal dari
osteum uteri eksternum atau dari ostium uteri internum,
4. Pemeriksaan Ultrasonografi
Dengan pemeriksaan ini dapat ditentukan adanya sisa plasenta
5. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Haemoglobin untuk menentukan tingkat anemia akibat
perdarahan yang terjadi.
2.2.3 ASSESMENT
2.2.4 PLANNING
1) Memberikan penjelasan pada ibu tentang keadaan penyakitnya
2) Melakukan pemasangan infus
3) Melakukan pemeriksaan laboratorium lengkap
4) Melakukan pemeriksaan dalam untuk memastikan adanya sisa plasenta
5) Melaksanakan kolaborasi dengan dokter untuk tindakan kuretase
6) Melakukan observasi perdarahan, tanda-tanda vital
20
BAB 3
TINJAUAN KASUS
Umur : 33 Th Umur : 45 Th
Pendidikan : SD Pendidikan : SD
Kesadaran : Composmentis
TTV : TD: 130/90 mmHg; Nadi: 100 x/menit; Pernafasan: 28 x/menit; Suhu: 37˚C
Globulin 2,9
Hgb 9,3 gr/dL 11,0 – 18,0
Hct 28,8 % 35,0 – 60,0
Plt 363 L x 103 ul 150 – 450
2.3 Assesment
2.4 Planning
1) Memberikan penjelasan kepada ibu tentang hasil pemeriksaan
E/ Ibu mengerti tentang penjelasan petugas dan lebih kooperatif untuk
pelaksanaan tindakan pemeriksaan dan perawatan.
2) Informed consent pro kuretase
E/ Ibu dan suami telah menandatangani informent concent untuk dilakukan
tindakan curetage
3) Mempersiapkan alat dan obat
E/ Persiapan alat : - spuit 5 ml (1) - Sendok kuret
- Spuit 3 ml (1) - Kateter
- Spekulum Sim’s (2) - Businator
- Tenakulum (1) - Cunam tampon (1)
- Sonde Uterus (1) - Kassa
- antisepik : povidon iodine 10%
Persiapan obat : - Analgesik : Petidin 1-2 mg/kkBB
- Sedativa : Diazepam 10 mg
- Uterotonika
24
- Antibiotoka Profilaksis
4) Mempersiapkan ibu untuk pelaksanaan kuretase
E/ Ibu tidur dalam posisi lithotomi
Terpasang O2
BAB 4
PEMBAHASAN
Dari asuhan kebidanan yang dilakukan pada Ny. “M” P2002 dengan late hpp
di Gynek Akut RSUD dr. Soetomo Surabaya dengan menggunakan alur pikir 7
langkah varney, didapatkan:
1. Pengkajian data
Pengkajian data terlaksana dengan baik karena adanya kerjasama yang baik
antara pasien dengan petugas
2. Identitas masalah
Berdasarkan hasil anamneses, data subyektif maupun obyektif muncul diagnosa:
P2002 dengan late hpp dalam praktek sudah dikatakan adanya indikasi untuk
melakukan kuretase terhadap adanya sisa plasenta. Hal ini sesuai dengan teori
bahwa perdarahan postpartum sekunder dapat disebabkan oleh adanya sisa
plasenta, dan perlu untuk dikeuarkan sisa plasenta tersebut dengan melakukan
tindakan kuretase.
3. Antisipasi masalah potensial
26
7. Evaluasi
Setelah semua rencana sudah dilakukan maka ditemukan keberhasilan dalam
melakukan asuhan, dan tidak ditemukan perbedaan antara teori dan praktek
karena semua rencana yang telah disusun sudah dilakukan pada klien.
27
BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari uraian tentang masalah penerapan manajemen kebidanan dalam
memberikan asuhan kebidanan, diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
1. Dalam melakukan pengkajian diperlukan komunikasi yang baik dan dapat
membangun hubungan saling percaya antar klien dengan bidan.
2. Dalam menganalisa data dengan cermat maka dapat dibuat diagnosa, masalah,
dan kebutuhan klien yang sesuai.
3. Dalam menyusun rencana tindakan asuhan tidak mengalami kesulitan jika ada
kerja sama yang baik dengan klien.
4. Pelaksanaan tindakan disesuaikan dengan prioritas masalah dan disadarkan
pada perencanaan tindakan yang disusun.
5. Hasil evaluasi dan kegiatan yang telah dilaksanakan merupakan penilaian
tentang keberhasilan asuhan kebidanan dan pelaksanaan diagnosa.
5.2 Saran
28
Tidak sedikit kasus Late HPP. Hal tersebut perlu perhatian lebih dari tenaga
kesehatan khususnya yang berhubungan dengan obstetric ginekologi. Pemahaman
pada masyarakat lebih awal untuk mengenali tanda gejala perlu diberikan secara
jelas sehingga tidak sampai terjadi komplikasi yang lebih parah lagi, seperti syok
hipovolemik.
DAFTAR PUSTAKA
LAPORAN KASUS
BAB 1
30
DISUSUN OLEH :
LEMBAR PENGESAHAN
Mahasiswa
Mengetahui,
Kepala Sub Unit IRD Lt II
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami ucapkan Kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan
bimbingan-Nya kami dapat menyelesaikan Laporan Pendahuluan dengan judul
“Asuhan Kebidanan Gangguan Reproduksi Pada Ibu dengan Late HPP”. Asuhan
kebidanan ini merupakan salah satu tugas dalam rangkaian kegiatan Pendidikan
Profesi pada program studi S1 Pendidikan Bidan Fakultas Kedokteran Universitas
Airlangga Surabaya.
Bersama ini perkenankanlah saya mengucapkan terima kasih yang sebesar–besarnya
dengan hati yang tulus kepada:
1. dr. Sunjoto, Sp. OG (K), selaku ketua Program Studi Pendidikan Bidan Fakultas
Kedokteran Universitas Airlangga sekaligus pembimbing akademik yang telah
memberikan kesempatan kepada kami untuk menyelesaikan program
pendidikan profesi bidan.
2. Dr. Baksono Sp.OG (K) selaku pembimbing akademis di ginek akut IRD lt. II
RSUD dr. Soetomo Surabaya.
3. Ibu Choiriyah, Amd. Keb, selaku kepala ruangan Sub Unit IRD lt.II RSUD
dr. Soetomo Surabaya yang telah memberikan kesempatan dan bimbingan
kepada kami untuk mengasah dan menerapkan keterampilan kami dalam
memberikan asuhan kebidanan.
4. Ibu Kalis Sulastri, S.Pd, M.MKes selaku pembimbing klinik yang telah merelakan
waktunya untuk membimbing kami dalam menerapkan asuhan kebidanan.
5. Seluruh staf Gynekologi Akut– IRD lt II RSUD dr. Soetomo Surabaya yang telah
memberikan bimbingan serta dukungan kepada kami selama menjalani
program pendidikan profesi bidan.
Semoga Allah SWT membalas budi baik semua pihak yang telah memberi
kesempatan dan bantuan dalam proses pembelajaran ini.
Penulis berharap semoga dengan tersusunnya laporan ini dapat bermanfaat bagi
peneliti dan pembaca.
Penulis