Anda di halaman 1dari 53

FARMAKOLOGI OBAT MATA

APAKAH OBAT MATA ITU?


• Kebanyakan obat mata berbentuk sediaan tetes mata,
viscous tetes mata (gel) dan salep mata, yang bekerja
secara topikal di permukaan bola mata.
• Pada kondisi pasien tertentu, adakalanya dokter Spesialis
Mata mengkombinasikan obat topikal tersebut dengan obat
berbentuk sediaan tablet, kapsul, atau injeksi dengan
tujuan meningkatkan tercapainya tujuan terapi yang
diharapkan.
• Obat mata adalah tetes mata, salap mata, pencuci mata
dan beberapa bentuk pemakaian yang khusus serta inserte
sebagai bentuk depo, yang ditentukan untuk digunakan
pada mata utuh atau terluka.
• Obat mata digunakan untuk menghasilkan efek diagnostik
dan terapetik lokal, dan yang lain untuk merealisasikan
kerja farmakologis, yang terjadi setelah berlangsungnya
penetrasi bahan obat dalam jaringan yang umumnya
terdapat disekitar mata.
• Pada umumnya bersifat isotonis dan isohidris
• Mata merupakan organ yang paling peka dari manusia.
• Oleh karena itu sediaan obat mata mensyaratkan kualitas
yang lebih tajam.
• Tetes mata harus efektif dan tersatukan secara fisiologis
(bebas rasa nyeri, tidak merangsang) dan steril.
UNTUK MEMBUAT SEDIAAN YANG TERSATUKAN, MAKA
FAKTOR-FAKTOR BERIKUT HENDAKNYA DIPERHATIKAN :
a. Steril atau miskin kuman
Pemakaian tetes mata yang terkontaminasi mikroorganisme
dapat terjadi rangsangan berat yang dapat menyebabkan
hilangnya daya penglihatan atau tetap terlukanya mata
sehingga sebaiknya dilakukan sterilisasi akhir (sterilisasi uap)
atau menyaring larutan dengan filter pembebas bakteri.
b. Kejernihan (bebas atau miskin bahan melayang)
Persyaratan ini dimaksudkan untuk menghindari rangsangan
akibat bahan padat. Sebagai material penyaring digunakan
leburan gelas, misalnya Jenaer Fritten dengan ukuran pori G 3
– G 5.
c. Pengawetan
Dengan pengecualian sediaan yang digunakan pada mata
luka atau untuk tujuan pembedahan, dan dapat dibuat
sebagai obat bertakaran tunggal, maka obat tetes mata
harus diawetkan.
Pengawet yang sering digunakan adalah thiomersal
(0.002%), garam fenil merkuri (0,002%), garam alkonium
dan garam benzalkonium (0,002-0,01%), dalam
kombinasinya dengan natrium edetat (0,1%), klorheksidin
(0,005-0,01%), klorbutanol (0,5%), dan benzilalkohol (0,5-
1%).
d. Tonisitas
Sediaan tetes mata sebaiknya dibuat mendekati isotonis
agar dapat diterima tanpa rasa nyeri dan tidak dapat
menyebabkan keluarnya air mata, yang dapat mencuci
keluar bahan obatnya.
Untuk membuat larutan mendekati isotonis, dapat digunakan
medium isotonis atau sedikit hipotonis, umumnya digunakan
natrium-klorida (0,7-0,9%) atau asam borat (1,5-1,9%) steril.
e. Pendaparan
Mirip seperti darah. Cairan mata menunjukan kapasitas dapar
tertentu. Yang sedikit lebih rendah oleh karena system yang
terdapat pada darah seperti asam karbonat, plasma, protein
amfoter dan fosfat primer – sekunder, juga dimilikinya kecuali
system – hemoglobin – oksi hemoglobin.
Harga pHnya juga seperti darah 7,4 akan tetapi hilangnya
karbondioksida dapat meningkatkannya smapai harga pH 8 – 9.
Pada pemakain tetes biasa yang nyaris tanpa rasa nyeri adalah
larutan dengan harga pH 7,3 – 9,7. daerah pH dari 5,5 – 11,4
masih dapat diterima.
Tetes mata didapar atas dasar beberapa alasan yang sangat
berbeda.
• Misalnya untuk memperbaiki daya tahan (penisilina),
• untuk mengoptimasikan kerja (misalnya oksitetrasiklin) atau
• untuk mencapai kelarutan yang memuaskan (misalnya
kloromfenikol).
• Pengaturan larutan pada kondisi isohidri (pH = 7,4) adalah
sangat berguna untuk mencapai rasa bebas nyeri yang
sempurna, meskipun hal ini sangat sulit direalisasikan.
• Oleh karena kelarutan dan stabilitas bahan obat dan
sebagian bahan pembantu juga kerja optimum disamping
aspek fisiologis (tersatukan) turut berpengaruh.
f. Viskositas dan aktivitas permukaan
Tetes mata dalam air mempunyai kerugian, oleh karena mereka dapat
ditekan keluar dari saluran konjunktival oleh gerakan pelupuk mata.
Oleh karena itu waktu kontaknya pada mata menurun.
Melalui peningkatan viskositas dapat dicapai distribusi bahan aktif
yang lebih baik didalam cairan dan waktu kontak yang lebih panjang.
Lagi pula sediaan tersebut memiliki sifat lunak dan licin sehingga
dapat mengurangi rasa nyeri.
Oleh Karena itu sediaan ini sering dipakai pada pengobatan
keratokonjunktifitis.
Sebagai peningkat viskositas digunakan metal selulosa dan
polivinilpiroridon (PVP).
CARA KERJA OBAT MATA DALAM ORGAN MATA
• Obat mata akan melakukan aksi penyembuhan dalam
tempat kerja obat yang disebut Reseptor.
• Ketika obat tetes mata atau salep mata masuk ke organ
mata, zat aktif obat tersebut akan diserap (di absorpsi) ke
pembuluh air mata, kemudian didistribusikan ke seluruh
bagian bola mata melalui air mata yang diproduksi di dari
bagian dalam bola mata (posterior) dan dialirkan ke bagian
luar bola mata (anterior). Setelah tahap distribusi, zat aktif
akan dimetabolisme dan bertemu dengan reseptornya,
sehingga terjadilah efek obat yang diinginkan.
HAMBATAN PEMBERIAN OBAT PADA MATA

• Eliminasi obat pada permukaan bola mata terjadi sesaat setelah


pemberian obat secara topikal, air mata akan mengencerkan
obat dan mengalirkan obat tersebut ke duktus nasolakrimal.
• Lapisan kornea yang memiliki sifat berbeda juga memberikan
hambatan bagi pemberian obat pada mata.
• Sembilan puluh persen dari obat yang diberikan secara topikal
akan dieliminasi secara sistemik di konjungtiva atau mukosa
nasolakrimal dan hanya sekitar sepuluh persen akan mencapai
jaringan yang dituju.
• Lapisan air mata terdiri dari tiga lapisan.
• Lapisan terluar adalah lapisan lemak yang dihasilkan oleh
kelenjar meibom di kelopak mata.
• Lapisan akuos di bagian tengah dihasilkan oleh kelenjar air
mata.
• Lapisan musin di bagian terdalam dihasilkan oleh sel goblet
konjungtiva.
• Air mata terdistribusi di permukaan bola mata dan akan
bermuara ke pungtum lakrima kemudian akan mengalir ke
rongga hidung melewati duktus nasolakrimal
• Kornea merupakan lapisan bola mata yang sangat
mempengaruhi penyerapan bola mata.
• Kornea mempunyai 5 lapisan dengan berbagai sifat yang
berbeda.
• Lapisan pertama adalah epitel kornea yang bersifat lipofilik dan
mampu menahan hampir 90% obat hidrofilik.
• Stroma merupakan lapisan kornea yang paling tebal dan
bersifat hidrofilik.
• Kedua lapisan tersebut dan tiga lapisan lainnya yaitu membran
bowman, membran descemet, dan endotel membentuk suatu
struktur yang sangat sulit untuk ditembus benda asing,
termasuk obat-obatan.
• Sistem sawar darah-bola mata merupakan hambatan fisik
antara pembuluh darah dan bagian mata yang berfungsi untuk
mempertahankan kejernihan dan fungsi dari bagian dalam bola
mata.
• Terdapat dua sawar utama, yaitu sawar darah-akuos dan sawar
darah-retina.
• Badan siliar dan iris merupakan dua komponen utama dari
sawar darah-akuos.
• Epitel tidak berpigmen dari badan siliar memproduksi humor
akuos.
• Humor akuos mempunyai komposisi yang berbeda dari plasma
yang terdapat di badan siliar dan plasma darah.
• Sawar untuk difusi molekul dibentuk oleh tautan kuat yang
membentuk epitel tidak berpigmen dari badan siliar.
• Tautan kuat antara endotel vaskular iris memiliki protein yang serupa
dengan tautan kuat yang membentuk epitel badan siliar, sehingga
dapat dikatakan bahwa sawar badan siliar merupakan sawar epitelial,
dan sawar pada iris merupakan sawar endotelial.
• Sawar darah-retina berfungsi untuk melindungi jaringan retina dari
berbagai molekul.
• Sawar darah-retina terdiri dari dua lapisan.
• Lapisan sawar darah-retina dalam dibentuk oleh tautan kuat antara
sel endotel pembuluh darah retina.
• Lapisan sawar-retina luar dibentuk oleh tautan kuat epitel pigmen
retina.
Gambar 2. Lapisan kornea
Dikutip dari: American Academy of Ophtalmology9
JALUR PENYERAPAN OBAT PADA MATA

• Permukaan konjungtiva berfungsi sebagai salah satu area


utama absorpsi obat pada permukaan mata.
• Konjungtiva dan sklera bertanggung jawab terhadap 20% dari
seluruh absorpsi obat ke dalam iris dan badan siliar.
• Sklera melapisi 80% dari keseluruhan permukaan mata.
• Sklera lebih permeabel terhadap substansi dengan berat
molekul rendah dan larut air.
• Obat yang diserap melalui jalur ini harus melewati epitel
konjungtiva terlebih dahulu.
• Stroma konjungtiva yang merupakan lapisan kaya akan
pembuluh darah akan menyerap sebagian besar obat yang
diteteskan ke dalam sirkulasi sistemik.
• Obat yang diteteskan di forniks inferior konjungtiva juga akan
segera mengalir ke duktus nasolakrimal kemudian ke rongga
hidung.
• Salah satu cara untuk meningkatkan waktu tinggal obat di
forniks adalah dengan cara menekan kantus medial agar duktus
nasolakrimal tertutup, atau dengan mengganti sediaan tetes
mata menjadi salep mata yang lebih padat dan tidak mudah
terlarut.
• Hal yang paling utama dalam pemilihan jalur pemberian obat
pada mata adalah target jaringan yang dituju.
• Pemberian obat secara topikal dan subkonjungtiva digunakan
untuk segmen anterior bola mata.
• Pemberian obat secara sistemik dan intravitreal digunakan
untuk mencapai segmen posterior
PEMBERIAN TOPIKAL
• Penyerapan obat yang diberikan secara topikal dapat dibagi
menjadi dua kelompok yaitu penyerapan transkorneal dan
penyerapan transkonjungtival atau disebut juga transkleral.
• Obat-obatan lipofilik mempunyai indeks penyerapan yang lebih
tinggi melalui rute transkorneal karena komposisi epitel kornea
yang sebagian besar tersusun oleh lemak.
• Obat yang bersifat hidrofilik dan bermolekul besar diserap lebih
baik secara transkonjungtiva.
BERBAGAI BENTUK SEDIAAN OBAT MATA
Tetes mata single dose,
• Obat jenis ini merupakan obat tetes mata tanpa pengawet.
• Kemasannya berbentuk botol-botol kecil dalam untaian,
yang jika akan digunakan, untaian tersebut dipatahkan dan
tutup botol dapat ditutup kembali.
• Sediaan ini memiliki 12 tetes tiap botolnya dan setelah
kemasan dibuka dapat digunakan paling lama 3 hari
setelah kemasan dibuka (Rekomendasi Manufactur)
Tetes mata multi dose,
• Obat jenis ini merupakan obat tetes mata dalam kemasan
botol yang dapat digunakan berulang kali sampai dengan 1
bulan setelah kemasan dibuka.
• Untuk mempertahankan kondisi obat tetap baik.Bentuk
sediaan ini mengandung pengawet yang sesuai digunakan
pada obat mata.
Viscous tetes mata (gel),
• Bentuk sediaan gel memiliki kekentalan (viskositas) yang
lebih tinggi dari tetes mata sehingga bentuk sediaan ini
dapat tinggal dalam organ mata dalam waktu yang lebih
panjang daripada sediaan tetes mata.
Salep mata single dose,
• Salep mata merupakan bentuk sediaan obat mata yang
memilki kekentalan paling tinggi diantara jenis obat mata di
atas.
• Sehingga waktu kontak dengan organ mata lebih lama.
Obat jenis ini merupakan obat salep mata tanpa pengawet.
• Kemasannya berbentuk botol-botol kecil dalam untaian,
yang jika akan digunakan, untaian tersebut dipatahkan dan
tutup botol dapat ditutup kembali.
• Sediaan ini setelah kemasan dibuka dapat digunakan
paling lama 3 hari setelah kemasan dibuka (Rekomendasi
Manufactur).
Salep mata multi dose,
• Kemasan salep mata jenis ini berada dalam bentuk tube,
yang dapat digunakan berulang kali dengan masa
kadaluarsa selama 1 bulan sejak tutup kemasan dibuka.
BAGAIMANA CARA MENGGUNAKAN OBAT MATA
Tetes Mata Mencuci tangan
• Buka tutup kemasan.
• Teteskan obat di bagian kelopak mata bawah (konjungtiva
bawah).
• Tutup kelopak mata sambil sedikit menekan ujung mata
bagian dalam (untuk menghindari aliran obat ke saluran
pencernaan).
• Cuci tangan kembali.
Salep Mata Mencuci tangan.
• Buka tutup kemasan
• Masukan obat ke kelopak mata bawah langsung dari tube
salep tanpa perantara.
• Tutup mata sambil melirikan bola mata ke kiri dan kanan
agar obat tersebar merata dalam bola mata.
• Cuci tangan kembali
Kombinasi penggunaan tetes mata dan salep mata
• Mencuci tangan.
• Menggunakan tetes mata terlebih dahulu diikuti dengan
salep mata dengan jeda waktu 5 – 10 menit.
• Cuci tangan kembali.

Obat mata yang sama tidak disarankan untuk digunakan pada


lebih dari 1 pengguna obat mata tersebut, hal ini adalah untuk
menghindari tertularnya penyakit dari pengguna satu terhadap
pengguna lain.
BAGAIMANA CARA MENYIMPAN OBAT MATA
YANG BENAR?
Agar efektifitas pemakaian obat mata optimal, maka
penyimpanan obat mata juga memberikan kontribusi yang
tinggi. Penyimpanan obat mata yang benar adalah sebagai
berikut:
• Perhatikan tanggal kadaluarsa (expire date) dari obat mata
yang kita simpan. Hal tersebut tertera dalam wadah obat.
• Perhatikan kondisi obat mata yang kita simpan dari bentuk
kemasan, apakah masih utuh atau ada bagian yang rusak.
Kemudian perhatikan apakah warna obat berubah atau
apakah ada endapan.
• Jauhkan dari panas dan paparan matahari langsung.
• Tidak semua obat mata harus disimpan dalam lemari
pendingin. Hal ini tergantung kepada instruksi yang
terdapat dalam kemasan obat atau etiket obat.
• Jauhkan dari jangkauan anak-anak.
• Pisahkan obat mata dengan obat lain yang memiliki bentuk
sediaan mirip ( seperti lem, obat sariawan, obat nyamuk,
dan sebagainya) yang dapat menimbulkan kesalahan
pengambilan obat.
• Etiket obat jangan sampai terlepas dari botol obat yang
bersangkutan, agar tidak terjadi kesalahan penggunaan
obat.
PEMUSNAHAN OBAT MATA YANG SUDAH TIDAK
DIGUNAKAN
• Obat mata yang sudah tidak digunakan atau sudah memasuki
masa kadaluarsa, harus dimusnahkan dengan cara
mengeluarkan seluruh isi obat mata ke dalam tempat sampah
infeksius.
• Membuang kemasan yang sudah kosong ke tempat sampah.
• Untuk obat berbentuk tablet, tablet dikeluarkan dari
kemasannya dan dihancurkan dengan cara ditumbuk sebelum
dibuang. Hal tersebut untuk menghindari penggunaan obat
kadaluarsa oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.
TETES MATA
• Tetes mata merupakan larutan steril dan sebagian besar bersifat
isotonik yang mengandung obat atau hanya sebagai air mata buatan.
• Metode pemberian ini sangat umum karena cara produksinya yang
sederhana, harga yang murah, dan mudah digunakan oleh pasien.
• Kekurangan dari sediaan ini adalah 95% dari obat ini dieliminasi oleh
aparatus lakrimal dan berbagai sawar mata dalam 15-30 detik setelah
pemberiannya.
• Bioavailabilitas okular dari tetes mata dapat ditingkatkan dengan cara
meningkatkan penyerapan melalui kornea dan waktu tinggal obat di
permukaan bola mata. Zat-zat yang digunakan untuk mencapai kedua
hal tersebut antara lain zat penguat, agen pengental, dan
siklodekstrin.
SALEP
• Sediaan salep mata adalah suatu sediaan yang steril, semi solid, dan
homogen.
• Sediaan ini membutuhkan zat non-akuos yang tidak mengiritasi mata.
• Salep mata memiliki empat jenis yang berbeda, Oleaginous base yang
mempunyai dasar minyak, absorption base yang digunakan sebagai
pelunak dan mengandung lanolin, water soluble base yang hanya
mengandung zat yang larut air dan mempunyai berat molekul yang
tinggi, dan water removable base yang merupakan minyak didalam
emulsi.
• Sediaan salep mata mengurangi kecepatan eliminasi obat oleh air
mata dan meningkatkan waktu tinggal obat di permukaan kornea.
Penggunaan sediaan ini disarankan pada malam hari karena
menyebabkan pandangan kabur
HIDROGEL

• Hidrogel dibentuk dari sediaan kental yang dilarutkan di air atau


cairan hidrofilik.
• Sediaan ini digunakan untuk meningkatkan waktu tinggal obat di
permukaan mata.
• Hidrogel lebih mudah diterima oleh pasien karena efek samping
• sistemik yang lebih sedikit.
• Terdapat dua tipe hidrogel yaitu preformed gel, dan in situ gel.
• Preformed gel berbentuk larutan kental sederhana yang
dioleskan ke mata.
• Gel polimerik ini sering digunakan sebagai hidrogel bioadhesive
untuk meningkatkan waktu tinggal obat di permukaan mata dan
mengurangi frekuensi pemberian.
• In situ gel diberikan dalam bentuk tetesan pada mata dan akan
mengalami perubahan dari larutan ke gel pada cul-de-sac
karena perubahan eksternal.
• Perubahan eksternal yang mempengaruhi bentuk in situ gel
adalah pH, temperatur, dan konsentrasi ion.
• Sediaan ini meningkatkan bioavailabilitas dengan meningkatkan
durasi kontak dengan kornea dan mengurangi frekuensi
pemberian
EMULSI
• Emulsi merupakan sediaan yang dibentuk dari dua cairan yang
tidak bercampur yang distabilkan oleh surfaktan.
• Emulsi memiliki sifat jernih dan stabil secara termodinamik.
• Terdapat dua tipe emulsi, yaitu oil in water (o/w) dan water in oil
(w/o).
• Sediaan yang lebih sering digunakan untuk obat mata adalah
emulsi o/w karena toleransi pasien yang lebih besar dan tingkat
iritasi yang lebih rendah.
• Sifat sediaan ini yang tahan lama dan tingkat bioavailabilitas
yang lebih tinggi membuat sediaan ini menjadi salah satu
sediaan yang potensial untuk dikembangkan lebih lanjut
OPHTALMIC INSERTS
• Sediaan ini terbuat dari materi polimerik yang diletakkan pada
cul-de-sac konjungtiva antara sklera dan kelopak mata.
• Bentuk sediaan ini dikembangkan untuk meningkatkan
bioavailabilitas dengan meningkatkan waktu kontak antara obat
dan permukaan bola mata.
• Teknik penghantaran zat aktif pada sediaan ini adalah secara
pelepasan dengan konsentrasi yang terkontrol selama waktu
yang ditentukan.
• Ophtalmic inserts tidak memerlukan pengawet, dan harus
segera diambil apabila sudah tidak diperlukan.
• Sediaan ini dibuat untuk meningkatkan bioavalabilitas dan
mekanisme kerja obat dengan cara meningkatkan waktu kontak
antara obat dan jaringan bola mata.
• Sediaan ini memiliki kekurangan pada segi kenyamanan pasien
karena bentuknya yang solid, penempatan, dan pelepasan yang
sulit.
LENSA KONTAK
• Lensa kontak merupakan plastik transparan yang
berbentuk bulat, tipis, dan melengkung yang diletakkan di
permukaan bola mata.
• Pemberian obat menggunakan lensa kontak akan
meningkatkan waktu tinggal obat di permukaan mata.
• Pemberian obat pada lensa kontak dilakukan dengan cara
pencetakan atau dengan cara perendaman sederhana.
• Hal yang harus diperhatikan pada pembuatan sediaan ini
adalah mempertahankan permeabilitas oksigen dan
kejernihan dari lensa kontak tersebut.
SEDIAAN LOKAL

• Pemberian obat secara lokal dapat melalui 2 cara yaitu


periokular dan intra okular.
• Pemberian dengan cara periokular terdiri dari rute
subkonjungtiva, subtenon, dan retrobulbar.
• Pemberian intraokular diberikan melalui intrakameral di bilik
mata depan dan intravitreus di rongga vitreus.
PERIOKULAR
• Pemberian obat secara periokular dapat dipertimbangkan
apabila diperlukan konsentrasi obat yang lebih tinggi
dibandingkan dengan pemberian topikal.
• Pemberian obat secara periokular termasuk injeksi
subkonjungtiva, subtenon, retrobulbar, dan peribulbar.
• Pemberian secara periokular dapat digunakan untuk target
jaringan sklera, koroid, epitel pigmen retina, retina neurosensori,
dan vitreous.
• Pemberian obat secara injeksi subkonjungtiva memiliki kadar
konsentrasi yang hampir serupa dengan pemberian topikal
secara berulang.
• Pemberian injeksi subkonjungtiva memiliki keuntungan antara
lain konsentrasi lokal yang lebih tinggi dengan penggunaan
jumlah obat yang lebih kecil sehingga efek samping sistemik
lebih rendah, konsentrasi obat di jaringan yang lebih tinggi
untuk obat-obatan yang memiliki daya tembus kornea yang
rendah, dan obat-obatan dapat disuntikkan saat akhir operasi
agar pemberian obat topikal dan sistemik tidak diperlukan lagi.
• Penyuntikan subkonjungtiva dilakukan dengan cara
menusukkan jarum di antara konjungtiva bulbar dan kapsula
tenon.
• Injeksi subtenon dilakukan dengan cara menyuntikkan obat ke
dalam kapsula tenon di sekitar otot rektus superior.
• Rongga subtenon adalah rongga antara kapsula tenon dan
sklera.
• Rongga ini dibagi menjadi 2 bagian, yaitu segmen anterior dan
posterior. Injeksi subtenon anterior memiliki resiko perforasi bola
mata yang cukup tinggi
• Injeksi retrobulbar dilakukan dengan cara meyuntikkan obat di
dalam konus otot di belakang bola mata.
• Teknik ini sering digunakan untuk anestesi pada operasi yang
berkaitan dengan kornea, bilik mata depan, dan lensa. Blok
retrobulbar bertujuan untuk anestesi nervus siliaris, ganglion
siliaris, dan nervus kranialis III, IV, VI.
• Pasien yang diberikan blok ini masih dapat menutup kelopak
mata karena tidak terbloknya nervus kranial III.
• Injeksi retrobulbar hanya membutuhkan jumlah obat yang
sedikit untuk mencapai konsentrasi dan kekuatan anestesi yang
tinggi, akan tetapi mempunyai risiko komplikasi yang tinggi.
• Komplikasi dari injeksi retrobulbar antara lain perdarahan
retrobulbar, perforasi bola mata, dan oklusi cabang vena retina.
• Injeksi peribulbar dilakukan dengan cara menyuntikkan obat di
luar konus otot.
• Teknik ini memerlukan jumlah obat yang lebih besar
dibandingkan teknik retrobulbar, dan tingkat akinesia dari bola
mata juga lebih rendah.

• Pemberian obat dengan cara ini sering dipilih karena tingkat
risiko yang lebih rendah dibandingkan dengan pemberian obat
dengan cara injeksi retrobulbar.
• Pemberian injeksi subkonjungtiva memiliki keuntungan antara
lain konsentrasi lokal yang lebih tinggi dengan penggunaan
jumlah obat yang lebih kecil sehingga efek samping sistemik
lebih rendah, konsentrasi obat di jaringan yang lebih tinggi
untuk obat-obatan yang memiliki daya tembus kornea yang
rendah, dan obat-obatan dapat disuntikkan saat akhir operasi
agar pemberian obat topikal dan sistemik tidak diperlukan lagi.
• Penyuntikan subkonjungtiva dilakukan dengan cara
menusukkan jarum di antara konjungtiva bulbar dan kapsula
tenon.
• Injeksi subtenon dilakukan dengan cara menyuntikkan obat
ke dalam kapsula tenon di sekitar otot rektus superior.
• Rongga subtenon adalah rongga antara kapsula tenon dan
sklera. Rongga ini dibagi menjadi 2 bagian, yaitu segmen
anterior dan posterior.
• Injeksi subtenon anterior memiliki resiko perforasi bola
mata yang cukup tinggi.
Gambar 2.4. Posisi penyuntikan periokular A. Subkonjungtiva, B.
Subtenon,
C. Retrobulbar. Dikutip dari : Bartlett4
INTRAOKULAR

• Penanganan farmakologis pada penyakit mata tetap menjadi


tantangan walaupun teknik pemberian obat secara topikal telah
banyak dikembangkan.
• Bioavailabilitas obat pada segmen posterior mata amat rendah
pada pemberian topikal ataupun sistemik akibat adanya sawar
darah-bola mata.
• Pemberian obat dengan rute intraokular menyebabkan
konsentrasi efektif zat suatu obat dapat langsung menuju
tempat target terapi, sehingga menyebabkan efek samping
sistemik yang sedikit walaupun efek samping okular akan
meningkat.
• Injeksi intrakameral dilakukan dengan cara memberikan obat
langsung ke bilik mata depan sehingga tidak perlu menembus
sawar kornea dan obat yang disuntikkan hanya akan berada di
segmen anterior bola mata.
• Pemberian obat dengan cara ini akan meningkatkan tekanan
inta okular, sehingga perlu berhati-hati pada pasien dengan
tekanan intraokular tinggi.
• Injeksi intravitreal juga telah banyak digunakan untuk pemberian
obat langsung ke dalam badan vitreus.
• Penanganan permasalahan pada segmen posterior mata amat
terhambat apabila menggunakan pemberian obat secara
sistemik karena adanya sawar darah-retina.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai