Anda di halaman 1dari 41

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keberhasilan pembangunan di bidang kesehatan telah menurunkan angka


kematian umum, angka kematian bayi, dan angka kelahiran. Hal ini berdampak
pada meningkatnya usia harapan hidup bangsa Indonesia dan meningkatnya
jumlah penduduk golongan lanjut usia.

Pertumbuhan jumlah penduduk lanjut usia (lansia) di Indonesia tercatat


sebagai paling pesat di dunia dalam kurun waktu tahun 1990-2025. Jumlah lansia
yang kini sekitar 16 jutaorang, akan menjadi 25,5 juta pada tahun 2020, atau
sebesar 11,37 persen dari jumlah penduduk. Itu berarti jumlah lansia di Indonesia
akan berada di peringkat empat dunia, di bawah Cina, India, dan Amerika Serikat.

Menurut data demografi internasional dari Bureau of


the Census USA (1993), kenaikan jumlah lansia Indonesia antara tahun 1990-2025
mencapai 414%, tertinggi di dunia. Kenaikan pesat itu berkait dengan usia harapan
hidup penduduk Indonesia.

Dalam sensus Badan Pusat Statistik (BPS) 1998, harapan hidup penduduk
Indonesia rata-rata 63 tahun untuk kaum pria, dan wanita 67 tahun. Tetapi menurut
kajian WHO (1999) harapan penduduk Indonesia rata-rata 59,7 tahun, menempati
peringkat ke-103 dunia. Nomor satu adalah Jepang (74,5 tahun).

Perhatian pemerintah terhadap keberadaan lansia sudah meningkat. GBHN


1993 mengamanatkan agar lansia yang masih produktif dan mandiri diberi
kesempatan berperan aktif dalam pembangunan.. Pemerintah juga menetapkan
tanggal 29 mei sebagai Hari Lansia Nasional, sedang DPR menerbitkan UU no 13
tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia.

Dengan makin bertambahnya penduduk usia lanjut, bertambah pula


penderita golongan ini yang memerlukan pelayanan kesehatan. Berbeda dengan
segmen populasi lain, populasi lanjut usia dimanapun selalu menunjukkan
morbiditas dan mortalitas yang lebih tinggi dibanding populasi lain. Disamping
itu, oleh karena aspek disabilitas yang tinggi pada segmen populasi ini selalu
membutuhkan derajat keperawatan yang tinggi.

Keperawatan pada usia lanjut merupakan bagian dari tugas dan profesi
keperawatan yang memerlukan berbagai keahlian dan keterampilan yang spesifik,
sehingga di bidang keperawatan pun saat ini ilmu keperawatan lanjut usia
berkembang menjadi suatu spesialisasi yang mulai berkembang.

Keperawatan lanjut usia dalam bahasa Inggris sering dibedakan


atas Gerontologic nursing (=gerontic nursing) dan geriatric nursing sesuai
keterlibatannya dalam bidang yang berlainan. Gerontologic nurse atau perawat
gerontologi adalah perawat yang bertugas memberikan asuhan keperawatan pada
semua penderita berusia diatas 65 tahun (di Indonesia dan Asia dipakai batasan
usia 60 tahun) tanpa melihat apapun penyebabnya dan dimanapun dia bertugas.
Secara definisi, hal ini berbeda dengan perawat geriatrik, yaitu mereka yang
berusia diatas 65 tahun dan menderita lebih dari satu macam penyakit (multipel
patologi), disertai dengan berbagai masalah psikologik maupun sosial.

B. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

a. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Komunitas III


b. Agar mahasiswa mampu memahami gangguan-gangguan biologis yang
terjadi pada lansia.

c. Agar mahasiswa mampu memahami dan membuat Asuhan Keperawatan


pada Lansia dengan Gangguan Biologis.

2. Tujuan Khusus

a. Mengenal masalah kesehatan lansia.

b. Memutuskan tindakan yang tepat untuk mengatasi masalah kesehatan


pada lansia.

c. Melakukan tindakan perawatan kesehatan yang tepat kepada lansia.

d. Memelihara/memodifikasi lingkungan keluarga (fisik, psikis, sosial)


sehingga dapat meningkatkan kesehatan lansia.

e. Memanfaatkan sumber daya yang ada di masyarakat (fasilitas pelayanan


kesehatan).

C. Manfaat Penulisan

Manfaat yang diperoleh dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:

a. Mahasiswa dapat mengenal masalah kesehatan yang muncul pada lansia.

b. Mahasiswa dapat memberikan tindakan perawatan yang tepat terhadap lansia.

c. Mahasiswa memiliki gambaran tentang proses perawatan terhadap lansia.


BAB 2

TINJAUAN TEORITIS

1) Pengertian Lansia

Lansia adalah tahap akhir siklus hidup manusia, merupakan bagian dari
proses kehidupan yang tak dapat dihindarkan dan akan dialami oleh setiap
individu. Pada tahap ini individu mengalami banyak perubahan baik secara fisik
maupun mental, khususnya kemunduran dalam berbagai fungsi dan kemampuan
yang pernah dimilikinya. Perubahan penampilan fisik sebagian dari proses
penuaan normal, seperti rambut yang mulai memutih, kerut-kerut ketuaan di
wajah, berkurangnya ketajaman panca indera, serta kemunduran daya tahan tubuh,
merupakan acaman bagi integritas orang usia lanjut. Belum lagi mereka harus
berhadapan dengan kehilangan-kehilangan peran diri, kedudukan sosial, serta
perpisahan dengan orang-orang yang dicintai. Semua hal tersebut menuntut
kemampuan beradaptasi yang cukup besar untuk dapat menyikapi secara bijak
(Soejono, 2000). Penuaan merupakan proses normal perubahan yang berhubungan
dengan waktu, sudah dimulai sejak lahir dan berlanjut sepanjang hidup. Usia tua
adalah fase akhir dari rentang kehidupan.

Pengertian lansia (Lanjut Usia) adalah fase menurunnya kemampuan akal


dan fisik, yang di mulai dengan adanya beberapa perubahan dalam hidup. Sebagai
mana di ketahui, ketika manusia mencapai usia dewasa, ia mempunyai
kemampuan reproduksi dan melahirkan anak. Ketika kondisi hidup berubah,
seseorang akan kehilangan tugas dan fungsi ini, dan memasuki selanjutnya, yaitu
usia lanjut, kemudian mati. Bagi manusia yang normal, siapa orangnya, tentu telah
siap menerima keadaan baru dalam setiap fase hidupnya dan mencoba
menyesuaikan diri dengan kondisi lingkunganya (Darmojo, 2004).
Pengertian lansia (lanjut usia) menurut UU No. 4 Tahun 1965 adalah
seseorang yang mencapai umur 55 tahun, tidak berdaya mencari nafkah sendiri
untuk keperluan hidupnya sehari-hari dan menerima nafkah dari orang lain
(Wahyudi, 2000) sedangkan menurut UU No. 12 tahun 1998 tentang kesejahteraan
lansia (lanjut usia) adalah seseorang yang telah mencapai usia diatas 60 tahun
(Depsos, 1999). Usia lanjut adalah sesuatu yang harus diterima sebagai suatu
kenyataan dan fenomena biologis. Kehidupan itu akan diakhiri dengan proses
penuaan yang berakhir dengan kematian (Hutapea, 2005).

Sedangkan menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pengertian lansia


digolongkan menjadi 4, yaitu:

1. Usia pertengahan (middle age) 45 -59 tahun

2. Lanjut usia (elderly) 60 -74 tahun

3. Lanjut usia tua (old) 75 – 90 tahun

4. Lansia sangat tua (very old) diatas 90 tahun.

Lansia (lanjut usia) adalah kelompok penduduk yang berusia 60 tahun ke


atas (Hardywinoto dan Setiabudhi, 1999). Pada lanjut usia akan terjadi proses
menghilangnya kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan
mempertahankan fungsi normalnya secara perlahan-lahan sehingga tidak dapat
bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang terjadi
(Constantinides, 1994).

Lanjut usia merupakan istilah tahap akhir dari proses penuaan. Dalam
mendefinisikan batasan penduduk lanjut usia menurut Badan Koordinasi Keluarga
Berencana Nasional ada tiga aspek yang perlu dipertimbangkan yaitu aspek
biologi, aspek ekonomi dan aspek sosial (BKKBN 1998).
Secara biologis penduduk lanjut usia adalah penduduk yang mengalami
proses penuaan secara terus menerus, yang ditandai dengan menurunnya daya
tahan fisik yaitu semakin rentannya terhadap serangan penyakit yang dapat
menyebabkan kematian. Hal ini disebabkan terjadinya perubahan dalam struktur
dan fungsi sel, jaringan, serta sistem organ.

Menurut Bernice Neugarten (1968) James C. Chalhoun (1995) masa tua


adalah suatu masa dimana orang dapat merasa puas dengan keberhasilannya.
Tetapi bagi orang lain, periode ini adalah permulaan kemunduran. Usia tua
dipandang sebagai masa kemunduran, masa kelemahan manusiawi dan sosial
sangat tersebar luas dewasa ini. Pandangan ini tidak memperhitungkan bahwa
kelompok lanjut usia bukanlah kelompok orang yang homogen. Usia tua dialami
dengan cara yang berbeda-beda. Ada orang berusia lanjut yang mampu melihat arti
penting usia tua dalam konteks eksistensi manusia, yaitu sebagai masa hidup yang
memberi mereka kesempatan-kesempatan untuk tumbuh berkembang dan bertekad
berbakti . Ada juga lanjut usia yang memandang usia tua dengan sikap- sikap yang
berkisar antara kepasrahan yang pasif dan pemberontakan, penolakan, dan
keputusasaan. Lansia ini menjadi terkunci dalam diri mereka sendiri dan dengan
demikian semakin cepat proses kemerosotan jasmani dan mental mereka sendiri.

Disamping itu untuk mendefinisikan lanjut usia dapat ditinjau dari


pendekatan kronologis. Menurut Supardjo (1982) usia kronologis merupakan usia
seseorang ditinjau dari hitungan umur dalam angka. Dari berbagai aspek
pengelompokan lanjut usia yang paling mudah digunakan adalah usia kronologis,
karena batasan usia ini mudah untuk diimplementasikan, karena informasi tentang
usia hampir selalu tersedia pada berbagai sumber data kependudukan.

Sedangkan menurut Prayitno dalam Aryo (2002) mengatakan bahwa setiap


orang yang berhubungan dengan lanjut usia adalah orang yang berusia 56 tahun ke
atas, tidak mempunyai penghasilan dan tidak berdaya mencari nafkah untuk
keperluan pokok bagi kehidupannya sehari-hari. Saparinah (1983) berpendapat
bahwa pada usia 55 sampai 65 tahun merupakan kelompok umur yang mencapai
tahap praenisium pada tahap ini akan mengalami berbagai penurunan daya tahan
tubuh/kesehatan dan berbagai tekanan psikologis. Dengan demikian akan timbul
perubahan-perubahan dalam hidupnya.

2) Ciri-ciri Lansia

Menurut Hurlock (Hurlock, 1980: 380) terdapat beberapa ciri-ciri orang lanjut
usia, yaitu:

a. Usia lanjut merupakan periode kemunduran

Kemunduran pada lansia sebagian datang dari faktor fisik dan


faktor psikologis. Kemunduran dapat berdampak pada psikologis lansia.
Motivasi memiliki peran yang penting dalam kemunduran pada lansia.
Kemunduran pada lansia semakin cepat apabila memiliki motivasi yang rendah,
sebaliknya jika memiliki motivasi yang kuat maka kemunduran itu akan lama
terjadi.

b. Orang lanjut usia memiliki status kelompok minoritas

Lansia memiliki status kelompok minoritas karena sebagai akibat dari sikap
sosial yang tidak menyenangkan terhadap orang lanjut usia dan diperkuat oleh
pendapat-pendapat klise yang jelek terhadap lansia. Pendapat-pendapat klise itu
seperti: lansia lebih senang mempertahankan pendapatnya dari pada
mendengarkan pendapat orang lain.

c. Menua membutuhkan perubahan peran

Perubahan peran tersebut dilakukan karena lansia mulai mengalami


kemunduran dalam segala hal. Perubahan peran pada lansia sebaiknya
dilakukan atas dasar keinginan sendiri bukan atas dasar tekanan dari
lingkungan.

d. Penyesuaian yang buruk pada lansia

Perlakuan yang buruk terhadap orang lanjut usia membuat lansia cenderung
mengembangkan konsep diri yang buruk. Lansia lebih memperlihatkan bentuk
perilaku yang buruk. Karena perlakuan yang buruk itu membuat penyesuaian
diri lansia menjadi buruk.

3) Teori Proses Menua

Proses menua bersifat individual:

1. Tahap proses menua terjadi pada orang dengan usia berbeda.

2. Setiap lanjut usia mempunyai kebiasaan yang berbeda.

3. Tidak ada satu faktor pun yang ditemukan dapat mencegah proses menua.

Teori Biologis

Teori genetic clock. Teori ini merupakan teori intrinsic yang


menjelaskan bahwa di dalam tubuh terdapat jam biologis yang mengatur gen dan
menentukan proses penuaan. Teori ini menyatakan bahwa menua itu telah
terprogram secara genetic untuk spesies tertentu. Setiap spesies di dalam inti
selnya memiliki suatu jam genetik/jam biologis sendiri dan setiap spesies
mempunyai batas usia yang berbeda-beda yang telah diputar menurut replikasi
tertentu sehingga bila jenis ini berhenti berputar, ia akan mati.

Teori mutasi somatik. Menurut teori ini, penuaan terjadi karena adanya
mutasi somatik akibat pengaruh lingkungan yang buruk. Terjadi kesalahan dalam
proses transkripsi DNA atau RNA dan dalam proses translasi RNA
protein/enzim. Kesalahan ini terjadi terus menerus sehingga akhirnya akan terjadi
penurunan fungsi organ atau perubahan sel menjadi kanker atau penyakit. Setiap
sel pada saatnya akan mengalami mutasi, sebagai contoh yang khas adalah
mutasi sel kelamin sehingga terjadi penurunan kemampuan fungsional sel
(Suhana, 1994; Constantinides, 1994).

Teori Nongenetik

Teori penurunan sistem imun tubuh (auto-immune theory). Mutasi


yang berulang dapat menyebabkan berkurangnya kemampuan sistem imun tubuh
mengenali dirinya sendiri. Jika mutasi yang merusak membran sel, akan
menyebabkan sistem imun tidak mengenalinya sehingga merusaknya. Hal inilah
yang mendasari peningkatan penyakit auto-imun pada lanjut usia (Goldstein,
1989). Dalam proses metabolisme tubuh, diproduksi suatu zat khusus. Ada
jaringan tubuh tertentu yang tidak tahan terhadap zat tersebut sehingga jaringan
tubuh menjadi lemah dan sakit. Sebagai contoh, tambahan kelenjar timus yang
pada usia dewasa berinvolusi dan sejak itu terjadi kelainan auto-imun.

Teori kerusakan akibat radikal bebas (free radical theory). Teori


radikal bebas dapat terbentuk di alam bebas dan di dalam tubuh karena adanya
proses metabolisme atau proses pernapasan di dalam mitokondria. Radikal bebas
merupakan suatu atom atau molekul yang tidak stabil karena mempunyai
electron yang tidak berpasangan sehingga sangat reaktif mengikat atom atau
molekul lain yang menimbulkan berbagai kerusakan atau perubahan dalam
tubuh. Tidak stabilnya radikal bebas (kelompok atom) mengakibatkan oksidasi
oksigen bahan organik, misalnya karbohidrat dan protein. Radikal bebas ini
menyebabkan sel tidak dapat beregenerasi (Halliwel, 1994). Radikal bebas
dianggap sebagai penyebab penting terjadinya kerusakan fungsi sel. Radikal
bebas yang terdapat di lingkungan seperti asap kendaraan bermotor, asap rokok,
zat pengawet makanan, radiasi, sinar ultraviolet yang mengakibatkan terjadinya
perubahan pigmen dan kolagen pada proses menua.
Teori menua akibat metabolisme. Telah dibuktikan dalam berbagai
percobaan hewan, bahwa pengurangan asupan kalori ternyata bisa menghambat
pertumbuhan dan memperpanjang umur, sedangkan perubahan asupan kalori
yang menyebabkan kegemukan dapat memperpendek umur (Bahri dan Alem,
1989; Boedhi Darmojo, 1999).

Teori rantai silang (cross link theory). Teori ini menjelaskan bahwa
menua disebabkan oleh lemak, protein, karbohidrat, dan asam nukleat (molekul
kolagen) bereaksi dengan zat kimia dan radiasi, mengubah fungsi jaringan yang
menyebabkan perubahan pada membrane plasma, yang mengakibatkan
terjadinya jaringan yang kaku, kurang elastis, dan hilangnya fungsi pada proses
menua.

Teori Fisiologis. Teori ini merupakan teori intrinsik dan ekstrinsik.


Terdiri atas teori oksidasi stress, dan teori dipakai-aus (wear and tear theory). Di
sini terjadi kelebihan usaha dan stress menyebabkan sel tubuh lelah dipakai
(regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan kstabilan lingkungan
eksternal).

4) Perubahan Biologis Pada Lansia

Banyak kemampuan berkurang pada saat orang bertambah tua. Dari


ujung rambut sampai ujung kaki mengalami perubahan dengan makin
bertambahnya umur. Menurut Nugroho (2000) perubahan fisik yang terjadi pada
lansia adalah sebagai berikut:

a. Sel

1. Jumlah sel menurun/menjadi sedikit.

2. Ukuran sel lebih besar.

3. Berkurangnya cairan tubuh dan cairan intra seluler.


4. Menurunnya proporsi protein di otak, otot, ginjal, dan hati.

5. Jumlah sel otak menurun.

6. Terganggunya mekanisme perbaikan sel.

7. Otak menjadi atrofi, beratnya berkurang 5-10%.

8. Lekukan otak akan menjadi lebih dangkal dan melebar.

b. Sistem Respirasi

1. Otot pernafasan mengalami kelemahan akibat atrofi, kehilangan

kekuatan, dan menjadi kaku.

2. Aktivitas silia menurun.

3. Paru kehilangan elastisitas, kapasitas residu meningkat, menarik nafas


lebih berat, kapasitas pernafasan maksimum menurun dengan kedalaman
bernafas menurun.

4. Ukuran alveoli melebar (membesar secara progresif) dan jumlah


berkurang.

5. Berkurangnya elastisitas bronkus.

6. Oksigen pada arteri menurun menjadi 75 mmHg.

7. Karbondioksida pada arteri tidak berganti. Pertukaran gas terganggu.

8. Refleks dan kemampuan untuk batuk berkurang.

9. Sensitivitas terhadap hipoksia dan hiperkarbia menurun.

10. Sering terjadi emfisema senilis.


11. Kemampuan pegas dinding dada dan kekuatan otot pernafasan menurun
seiring pertambahan usia.

c. Sistem Kardiovaskuler

1. Katup jantung menebal dan menjadi kaku.

2. Elastisitas dinding aorta menurun

3. Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah


berumur 20 tahun. Hal ini menyebabkan kontraksi dan volume menurun
(frekuensi denyut jantung maksimal= 200-umur)

4. Curah jantung menurun.

5. Kehilangan sensitivitas dan elastisitas pembuluh darah, efektivitas


pembuluh darah perifer untuk oksigenasi berkurang, perubahan posisi dari
tidur ke duduk (duduk ke berdiri) bisa menyebabkan tekanan darah menurun
menjadi 65mmHg (mengakibatkan pusing mendadak).

6. Kinerja jantung lebih rentan terhadap kondisi dehidrasi dan perdarahan.

7. Tekanan darah meninggi akibat meningkatnya resistensi dari pembuluh


darah perifer, sistol normal ±170 mmHg, diastol normal ± 95 mmHg.

d. Sistem Persarafan

1. Respon menjadi lambat dan hubungan antara persyarafan menurun.

2. Berat otak menurun 10-20% (sel saraf otak setiap orang berkurang setiap
harinya).

3. Mengecilnya saraf panca indra sehingga mengakibatkan berkurangnya


respon penglihatan dan pendengaran, mengecilnya saraf penciuman dan
perasa, lebih sensitif terhadap suhu, ketahanan tubuh terhadap dingin rendah.
4. Kurang sensitif terhadap sentuhan.

5. Defisit memori.

e. Sistem Pencernaan

1. Kehilangan gigi, penyebab utama periodontal disease yang biasa terjadi


setelah umur 30 tahun. Penyebab lain meliputi kesehatan gigi dan gizi yang
buruk.

2. Indra pengecap menurun, adanya iritasi selaput lendir yang kronis, atrofi
indra pengecap (±80%), hilangnya sensitivitas saraf pengecap di lidah,
terutama rasa manis dan asin, hilangnya sensitivitas saraf pengecap terhadap
rasa asin, asam, dan pahit.

3. Esofagus melebar.

4. Rasa lapar menurun (sensitivitas lapar menurun), asam lambung


menurun, motilitas dan waktu pengosongan lambung menurun.

5. Peristaltik lemah dan biasanya timbul konstipasi.

6. Fungsi absorbsi melemah (daya absorbsi terganggu, terutama


karbohidrat).

7. Hati semakin mengecil dan tempat penyimpanan menurun, aliran darah


berkurang.

f. Sistem Genitourinaria

1. Ginjal merupakan alat untuk mengeluarkan sisa metabolisme tubuh,


melalui urine darah yang masuk ke ginjal, disaring oleh satuan (unit) terkecil
dari ginjal yang disebut nefron (tepatnya di gromerulus). Mengecilnya nefron
akibat atrofi, aliran darah ke ginjal menurun sampai 50% sehingga fungsi
tubulus berkurang. Akibatnya, kemampuan mengonsentrasi urine menurun,
berat jenis urine menurun, proteinuria (biasanya +1), BUN (blood urea
nitrogen) meningkat sampai 21 mg%, nilai ambang ginjal terhadap glukosa
meningkat. Keseimbangan elektrolit dan asam lebih mudah terganggu bila
dibandingkan dengan usia muda. Renal plasma flow (RPF) dan glomerular
filtration rate (GFR) atau klirens kreatinin menurun secara linier sejak usia 30
tahun. Jumlah darah yang difiltrasi oleh ginjal berkurang.

2. Vesika urinaria. Otot menjadi lemah, kapasitasnya menurun sampai 200


ml atau menyebabkan frekuensi buang air kecil meningkat. Pada pria lanjut
usia, vesika urinaria sulit dikosongkan sehingga mengakibatkan retensi urine
meningkat.

3. Pembesaran prostat. Kurang lebih 75% dialami oleh pria usia di atas 65
tahun.

g. Sistem Muskuloskeletal

1. Tulang kehilangan densitas (cairan) dan semakin rapuh.

2. Gangguan tulang, yakni mudah mengalami demineralisasi.

3. Kekuatan dan stabilitas tulang menurun, terutama vertebrata,


pergelangan, dan paha. Insiden osteoporosis dan fraktur meningkat pada area
tulang tersebut.

4. Kartilago yang meliputi permukaan sendi tulang penyangga rusak dan


aus.

5. Kifosis.

6. Gerakan pinggang, lutut dan jari-jari pergelangan terbatas.

7. Gangguan gaya berjalan.


8. Kekakuan jaringan penghubung.

9. Diskus intervertebralis menipis dan menjadi pendek (tingginya


berkurang).

10. Persensian membesar dan menjadi kaku.

11. Tendon mengerut dan mengalami sklerosis.

12. Atrofi serabut otot, serabut otot mengecil sehingga gerakan menjadi
lamban, otot kram, dan menjadi tremor (perubahan pada otot cukup rumit dan
sulit dipahami).

13. Komposisi otot berubah sepanjang waktu (myofibril digantikan oleh


lemak, kolagen, dan jaringan parut).

14. Aliran darah ke otot berkurang sejalan dengan proses menua.

15. Otot polos tidak begitu berpengaruh.

h. Sistem Penglihatan

1. Sfingter pupil timbul sklerosis dan respons terhadap sinar menghilang.

2. Kornea lebih berbentuk sferis (bola).

3. Lensa lebih suram (kekeruhan pada lensa), menjadi katarak, jelas


menyebabkan gangguan penglihatan.

4. Meningkatnya ambang, pengamatan sinar, daya adaptasi terhadap


kegelapan lebih lambat, susah melihat dalam gelap.

5. Penurunan/hilangnya daya akomodasi, dengan manifestasi presbiopia,


seseorang sulit melihat dekat yang dipengaruhi berkurangnya elastisitas lensa.

6. Lapang pandang menurun: luas pandangan berkurang.


7. Daya membedakan warna menurun, terutama warna biru atau hijau pada
skala.

i. Sistem Pendengaran

a. Gangguan pendengaran. Hilangnya daya pendengaran pada telinga dalam,


terutama terhadap bunyi suara atau nada yang tinggi, suara yang tidak jelas,
sulit mengerti kata-kata, 50% terjadi pada usia di atas umur 65 tahun.

b. Membran timpani menjadi atrofi menyebabkan otosklerosis.

c. Terjadi pengumpulan serumen, dapat mengeras karena meningkatnya


keratin.

d. Fungsi pendengaran semakin menurun pada lanjut usia yang mengalami


ketegangan/stress.

e. Tinitus (bising yang bersifat mendengung, bisa bernada tinggi atau


rendah, bisa terus menerus atau intermitten).

f. Vertigo (perasaan tidak stabil yang terasa seperti bergoyang atau


berputar).

j. Sistem pengaturan suhu tubuh

Pada pengaturan suhu hipotalamus dianggap bekerja sebagai suatu


thermostat yaitu menetapkan suatu suhu tertentu. Kemunduran terjadi karena
beberapa faktor yang mempengaruhinya yang sering ditemukan antara lain:

1. Temperatur tubuh menurun (hipotermia) secara fisiologis ±350C ini


akibat metabolisme yang menurun.

2. Pada kondisi ini, lanjut usia akan merasa kedinginan dan dapat pula
menggigil, pucat, dan gelisah.
3. Keterbatasan reflek menggigil dan tidak dapat memproduksi
panas yang banyak sehingga terjadi penurunan aktivitas otot.

k. Sistem Reproduksi

Wanita

1. Vagina mengalami kontraktur dan mengecil.

2. Ovarium menciut, uterus mengalami atrofi.

3. Atrofi payudara.

4. Atrofi vulva.

5. Selaput lender vagina menurun, permukaan menjadi halus, sekresi


berkurang, sifatnya menjadi alkali dan terjadi perubahan warna.

Pria

1. Testis masih dapat memproduksi spermatozoa, meskipun ada penurunan


secara berangsur-angsur.

2. Dorongan seksual menetap sampai usia di atas 70 tahun, asal kondisi


kesehatannya baik.

l. Sistem Endokrin

Kelenjar endokrin adalah kelenjar buntu dalam tubuh manusia yang


memproduksi hormon. Hormon pertumbuhan berperan sangat penting dalam
pertumbuhan, pematangan, pemeliharaan, dan metabolisme organ tubuh.
Yang termasuk hormon kelamin adalah:

1. Estrogen, progesterone, dan testosterone yang memelihara alat reproduksi


dan gairah seks. Hormon ini mengalami penurunan.
2. Kelenjar pankreas (yang memproduksi insulin dan sangat penting dalam
pengaturan gula darah).

3. Kelenjar adrenal/anak ginjal yang memproduksi adrenalin. Kelenjar yang


berkaitan dengan hormon pria/wanita. Salah satu kelenjar endokrin dalam
tubuh yang mengatur agar arus darah ke organ tertentu berjalan dengan baik,
dengan jalan mengatur vasokontriksi pembuluh darah. Kegiatan kelenjar
adrenal ini berkurang pada lanjut usia.

4. Produksi hampir semua hormon menurun.

5. Fungsi paratiroid dan sekresinya tidak berubah.

6. Hipofisis: pertumbuhan hormon ada, tetapi lebih rendah dan hanya di


dalam pembuluh darah; berkurangnya produksi ACTH, TSH, FSH, dan LH.

7. Aktivitas tiroid, BMR (basal metabolic rate) dan daya pertukaran zat
menurun.

8. Produksi aldosteron menurun.

9. Sekresi hormon kelamin, misalnya progesterone, estrogen, dan


testosterone menurun.

m. Sistem Integumen

1. Kulit menjadi keriput dan mengkerut akibat kehilangan jaringan lemak.

2. Permukaan kulit cenderung kusam, kasar, dan bersisik (karena kehilangan


proses keratinasi serta perubahan ukuran dan bentuk sel epidermis).

3. Timbul bercak pigmentasi akibat proses melanogenesis yang tidak merata


pada permukaan kulit sehingga tampak berbintik-bintik atau noda cokelat.
4. Terjadi perubahan pada daerah sekitar mata, tumbuhnya kerut-kerut halus di
ujung mata akibat lapisan kulit menipis.

5. Respons terhadap trauma menurun.

6. Mekanisme proteksi kulit menurun: produksi serum menurun, produksi


vitamin D menurun, pigmentasi kulit terganggu.

7. Kulit kepala dan rambut menipis dan berwarna kelabu.

8. Rambut dalam hidung dan telinga menebal.

9. Berkurangnya elastisitas akibat menurunnya cairan dan vaskularisasi.

10. Pertumbuhan kuku lebih lambat.

11. Kuku jari menjadi keras dan rapuh.

12. Kuku menjadi pudar, kurang bercahaya.

13. Kuku kaki tumbuh secara berlebihan dan seperti tanduk.

14. Jumlah dan fungsi kelenjar keringat berkurang.

5) Penyakit-Penyakit Pada Lansia

1. Sistem Pernapasan

a. Emfisema

Emfisema dapat didefinisikan sebagai suatu perubahan struktur


paru-paru dalam bentuk pelebaran saluran napas di ujung akhir bronkus
disertai dengan kerusakan dinding alveolus. Penyakit ini termasuk dalam
penyakit paru obstruktif kronik yang menimbulkan kesulitan pengeluaran
udara pernapasan. Penyakit ini bersifat progresif dan biasanya diawali
dengan sesak napas. Gejala emfisema dapat berupa batuk yang disertai
dahak berwarna putih atau mukoid, dan jika terdapat infeksi, sputum
tersebut menjadi purulen. Badan terlihat lelah, nafsu makan berkurang, dan
berat badan pasien menurun.

b. Asma

Asma adalah penyakit inflamasi kronis saluran pernapasan yang


menyebabkan hiperresponsivitas jalan napas. Penyakit asma ditandai
dengan 3 hal, antara lain penyempitan saluran napas, pembengkakan, dan
sekresi lendir yang berlebih di saluran napas. Secara umum gejala asma
adalah sesak napas, batuk berdahak, dan suara napas yang
berbunyiwheezing, yang biasanya timbul secara episodic pada pagi hari
menjelang waktu subuh karena pengaruh keseimbangan hormone kortisol
yang kadarnya rendah saat pagi hari dan berbagai faktor lainnya.

c. Pneumonia

Pneumonia merupakan salah satu masalah kesehatan yang penting


pada lansia. Penyakit ini menduduki peringkat keempat penyebab kematian
dan infeksi paru dan sering merupakan penyakit terminal yang dialami
lansia. Pneumonia pada lansia dapat bersifat akut atau kronis. Gejala
pneumonia bermacam-macam bergantung pada kondisi tubuh dan jenis
kuman penyebab infeksi. Beberapa tanda dan gejala pneumonia meliputi
demam, batuk, napas pendek, berkeringat, menggigil, dada terasa berat dan
nyeri saat bernapas (pleuritis), nyeri kepala, nyeri otot dan lesu. Pada
lansia, gejala dan tanda-tanda ini lebih ringan, bahkan suhu tubuh dapat
lebih rendah dari nilai normal.

d. Bronkitis

Bronkitis merupakan peradangan membran mukosa yang melapisi


bronkus dan/atau bronkiolus, yaitu jalan napas dari trakea ke paru-paru.
Bronkitis dapat dibagi menjadi 2 kategori, yaitu akut dan kronis. Bronkitis
akut ditandai dengan batuk dengan atau tanpa sputum, terdiri atas mucus
yang diproduksi di saluran napas. Sedangkan bronkitis kronis merupakan
satu dari penyakit paru obstruktif kronis dengan batuk produktif yang
berlangsung sampai 3 bulan atau lebih setiap tahunnya selama 2 tahun.

2. Sistem Kardiovaskuler

a.Hipertensi

Hipertensi merupakan kondisi ketika seseorang mengalami


kenaikan tekanan darah baik secara lambat atau mendadak (akut).
Hipertensi menetap (tekanan darah yang tinggi yang tidak menurun)
merupakan faktor risiko terjadinya stroke, penyakit jantung koroner, gagal
jantung, gagal ginjal, dan aneurisma. Meskipun peningkatan tekanan darah
relative kecil, hal tersebut dapat menurunkan angka harapan hidup.
Biasanya penyakit ini tidak memperlihatkan gejala, meskipun beberapa
pasien melaporkan nyeri kepala, lesu, pusing, pandangan kabur, muka yang
terasa panas atau telinga mendenging.

b.Penyakit Jantung Koroner (PJK)

Serangan jantung biasanya terjadi jika bekuan darah menutup aliran


darah di arteri coronaria, yaitu pembuluh darah yang menyalurkan
makanan ke otot jantung. Penghentian suplai darah ke jantung akan
merusak atau mematikan sebagian jaringan otot jantung. Gejala yang sering
muncul pada serangan jantung dapat berupa rasa tertekan, rasa penuh atau
nyeri yang menusuk di dada dan berlangsung selama beberapa menit. Nyeri
tersebut juga dapat menjalar dari dada ke bahu, lengan, punggung dan
bahkan dapat juga ke gigi dan rahang. Episode ini dapat semakin sering
dan semakin lama. Kadang-kadang, gejala yang timbul berupa sesak napas,
berkeringat (dingin), rasa cemas, pusing, atau mual sampai muntah. Pada
perempuan, gejala-gejala tersebut dirasa kurang menonjol. Namun, gejala
tambahan dapat timbul, berupa nyeri perut seperti terbakar, kulit dingin,
pusing, rasa ringan di kepala, dan terkadang disertai rasa lesu yang luar
biasa tanpa sebab yang jelas.

c.Gagal Jantung

Gagal jantung sering terjadi pada umur 65 tahun atau lebih, dan
insiden meningkat pada lansia yang berumur lebih dari 70 tahun. Keadaan
ini merupakan ketidakmampuan jantung memompa darah sesuai kebutuhan
fisiologis. Angka rawat inap gagal jantung pada pasien lansia semakin
bertambah dalam 20 tahun terakhir. Gagal jantung pada usia tua biasanya
disebabkan hipertensi arterial yang memengaruhi pemompaan darah yang
akhirnya menyebabkan gagal jantung atau terjadi akibat PJK. Hipertensi
dan PJK juga mengganggu curah jantung. Kelainan katup menyebabkan
gangguan ejeksi, pengisisan dan preload kronis yang diakhiri dengan gagal
jantung.

3. Sistem Persarafan

a. Penyakit Alzheimer

Penyakit ini merupakan bagian dari demensia. 50-60% demensia


ditimbulkan penyakit Alzheimer. Istilah demensia digunakan untuk
menggambarkan sindrom klinis dengan gejala penurunan daya ingat dan
kemunduran fungsi intelektual lainnya. Pasien mengalami kemunduran
fungsi intelektual yang bersifat menetap, yakni adanya gangguan pada
sedikitnya 3 dari 5 komponen fungsi neurologis, yang mencakup fungsi
berbahasa, mengingat, melihat, emosi, dan memahami.

b. Stroke
Stroke terjadi bila aliran darah ke otak mendadak terganggu atau
jika pembuluh darah di otak pecah sehingga darah mengalir keluar ke
jaringan otak disekitarnya. Sel-sel otak akan mati jika tidak
mendapatkan oksigen dan makanan atau akan mati akibat perdarahan
yang menekan jaringan otak sekitar. Stroke dapat dibagi atas 2 kategori
besar, yaitu stroke iskemik dan stroke hemoragik. Yang pertama terjadi
akibat penyumbatan aliran darah sedangkan yang kedua karena
pecahnya pembuluh darah. Delapan puluh persen kasus stroke
disebabkan oleh iskemia dan sisanya akibat perdarahan.

c. Penyakit Parkinson

Penyakit Parkinson merupakan suatu penyakit saraf dengan


gejala utama berupa tremor, kekakuan otot, dan postur tubuh yang
tidak stabil. Penyakit ini terjadi akibat sel saraf (neuron) yang
mengatur gerakan mengalami kematian. Ciri penyakit Parkinson
merupakan kelompok gejala yang tergabung dalam kelainan gerakan.
Empat gejala utama Parkinson adalah tremor atau gemetar di tangan,
lengan, rahang, atau kepala; kekakuan di otot atau ekstremitas;
bradikinesia, atau perlambatan gerakan; postur tubuh yang tidak stabil
atau gangguan keseimbangan. Gejala biasanya timbul secara perlahan
dan semakin lama semakin parah. Pada taraf gejala maksimal, pasien
tidak dapat berjalan, berbicara, atau bahkan melakukan suatu
pekerjaan yang sederhana. Penyakit ini bersifat menahun, progresif,
tidak menular, dan tidak diturunkan.
4. Sistem Pencernaan

a. Inkontinensia Alvi

Keadaan ketika seseorang kehilangan kontrolnya dalam


mengeluarkan tinja, yaitu pasien mengeluarkan tinja tidak pada
waktunya, tidak dapat menahannya atau terjadi kebocoran produk
ekskresi tersebut. Mereka dengan keluhan ini dalam pergaulan merasa
tersisihkan dan rendah diri yang akhirnya dapat menimbulkan
gangguan jiwa.

b. Diare

Keadaan ketika seseorang mengalami peningkatan frekuensi


BAB lebih dari 3 kali dalam sehari dengan konsistensi feses yang cair,
terkadang terdapat ampas dan lendir. Hal ini terjadi karena fungsi
fisiologis sistem pencernaan lansia yang sudah mulai menurun dan
juga disebabkan oleh bakteri dan faktor psikologis.

5. Sistem Perkemihan

a. Gagal Ginjal Akut

Terjadi penurunan mendadak fungsi ginjal dalam membuang


cairan dan ampas darah ke luar tubuh. Jika ginjal tidak mampu
menyaring darah, cairan dan ampas tersebut akan menumpuk dalam
tubuh. Keadaan ini dapat pulih kembali dan jika kondisi pasien cukup
baik fungsi ginjal dapat kembali normal dalam beberapa minggu,
misalnya akibat penyakit kronis seperti PJK, stroke, infeksi berat
ataupun penyakit penyerta lainnya. Tanda dan gejalanya dapat berupa
penurunan jumlah pengeluaran urine meskipun sesekali pengeluaran
masih dapat terjadi, retensi air yang dapat menimbulkan edema
tungkai, mengantuk, sesak napas, lesu, bingung, kejang atau koma
pada kasus berat, dan nyeri dada akibat perikarditis. Biasanya pasien
tidak memperhatikan tanda/gejala awal ini tetapi lebih terfokus pada
keluhan penyakit penyerta.

b. Gagal Ginjal Kronis

Terjadi penurunan fungsi ginjal yang lambat dengan


tanda/gejala yang minimal. Banyak pasien yang tidak menyadari
timbulnya keadaan tersebut sampai fungsi ginjal hanya tinggal 25%.
Penyebabnya adalah diabetes dan hipertensi. Beberapa tanda dan
gejala yang mungkin dapat diketahui adalah hipertensi, penurunan
berat badan tanpa sebab yang jelas, anemia, mual dan muntah, lesu
dan gelisah, kelelahan, nyeri kepala tanpa sebab yang jelas, penurunan
daya ingat, kedutan dan kram otot, BAB berdarah, kulit kekuningan,
dan rasa gatal.

c. BPH (Benign Prostat Hiperplasia/Hipertropi)

BPH adalah pembesaran jinak kelenjar prostat, disebabkan


oleh karena hiperplasia beberapa atau semua komponen prostat,
meliputi antara lain: jaringan kelenjar dan jaringan fibromuskular yang
menyebabkan penyumbatan uretra pars prostatika. Gejala klinik terjadi
oleh karena 2 hal, yaitu penyempitan uretra yang menyebabkan
kesulitan berkemih dan Retensi air kemih dalam kandung kemih yang
menyebabkan dilatasi kandung kemih, hipertrofi kandung kemih dan
cystitis. Gejala klinik dapat berupa frekuensi berkemih bertambah,
berkemih pada malam hari, kesulitan dalam hal memulai dan
menghentikan berkemih, air kemih masih tetap menetes setelah selesai
berkemih, rasa nyeri pada waktu berkemih.
d. Inkontinensia Urine

Terjadinya pengeluaran urine secara spontan pada sembarang


waktu di luar kehendak. Keadaan ini umum dijumpai pada lansia. Dari
segi medis, inkontinensia mempermudah timbulnya ulkus dekubitus,
infeksi saluran kemih, sepsis, gagal ginjal, dan peningkatan angka
kematian.
BAB III

PEMBAHASAN

A. Identitas diri klien

Nama : Ny. T

Umur : 60 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Alamat : Rajek Lor RT 01 Tirtoadi , Mlati Sleman.

Status perkawinan : Janda

Agama : Islam Suku : Jawa P

endidikan : SR

Pekerjaan : IRT

Sumber : Klien dan keluarga

B. Struktur Keluarga

No Nama JK Hub dgn Klien Umur Pen- didikn Agama Pekerjaan 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.


Ny. T K Ny. T Ny S Tn. P Sdr. W W Sdri. E N Sdri. D F An. M H P P P L L P P P
Ibu Adik Anak Menantu Keponakan Keponakan Keponakan Cucu 85 th 38 th 29 th
27 th 19 th 18 th 17 th 3 th TS SD SLTA SMEA PT SMU SMU BS Islam Islam
Islam Islam Islam Islam Islam Islam Pijat Bayi Buruh IRT Bengkel Mahasiswa
Pelajar Pelajar Tidak ada Genogram : Keterangan : : Laki-laki : Perempuan : Pasien :
Tinggal satu rumah
C. Riwayat Keluarga Keluarga klien mengatakan keluarganya tidak ada yang
menderita penyakit kronis atau penyakit keturunan yang lain.

D. Riwayat Penyakit Keluhan utama saat ini: Klien mengeluh seluruh tubuhnya terasa
kaku. Klien tidak bisa miring kanan/ kiri dan duduk sendiri. Kedua ekstremitas bawah
ka/ki kaku dan tidak bisa lurus. Tekanan darah 140 / 80 mmHg. Pada bagian bokong
klien nampak kemerahan. Apa yang dipikirkan saat ini: Pasien mengatakan
memikirkan penyakitnya mengapa tidak sembuh-sembuh dan bagaimana supaya bisa
cepat sembuh. Padahal tingkat ekonomi klien tergolong pas-pasan. Siapa yang paling
dipikirkan saat ini: Dirinya sendiri. Riwayat penyakit dahulu: Klien mengatakan
menderita Hipertensi sejak ± 13 tahun yang lalu, pada awalnya klien rutin kontol ke
dokter dan minum obat secara teratur. Namun karena keterbatasan ekonomi dan tidak
punya dana lagi untuk pengobatan, klien akhirnya tidak control dan minum obat lagi.
Pada bulan Juli tahun 1997 klien mengalami stroke yang pertama kalinya. Klien
mengalami kelumpuhan pada ekstremitas kiri. Namun klien dapat sembuh kembali
dengan minum obat tanpa perawatan di rumah sakit. Pada bulan Desember tahun
1998 klien mengalami stroke kembali untuk kedua kalinya dan dirawat di Rumah
Sakit Murangan selama ± 5 hari. Setelah serangan tersebut klien dapat sembuh
kembali dengan gejala sisa (klien berjalan dengan kakinya diseret-seret). Dan Pada
Bulan April 2003 klien mengalami serangan kembali untuk yang ketiga kalinya,
sampai saat ini klen masih terbaring kaku di tempat tidur.

E. Pengkajian Persepsi dan pemeliharaan kesehatan Klien mengatakan sehat itu


adalah bila kondisi klien mampu melakukan kegiatan sehari-hari, dan keadaan sakit
bila klien sudah tidak bisa bangun. Bila merasa sakit akan periksa ke dokter atau
puskesmas. Pola nutrisi Jumlah : Frekuensi 2 x perhari. Makan utama 1/2 piring nasi
tiap kali makan, 1 potong lauk nabati, , 2 sendok sayur. Pada sore harinya klien
ngemil (kue atau gorengan) tidak tentu jumlahnya. Minum kira-kira 1,5 gelas besar
perhari. Jenis : Nasi, lauk nabati, sayur, tidak ada alergi makanan, pantangan tidak
ada. Jenis minuman: air putih Pola eliminasi B.a.b : Tidak teratur, 2-3 hari sekali
B.a.k : Teratur 3-4 kali sehari, tidak ada keluhan. Pola aktivitas dan latihan
Kemampuan perawatan diri 0 1 2 3 4 Makan / minum V Mandi V Toileting V
Berpakaian V Mobilitas di tempat tidur V Berpindah / berjalan V Ambulasi / ROM V
Keterangan : 0 : mandiri, 1 : alat bantu, 2 : dibantu orang lain, 3 : dibantu orang lain
dan alat, 4: tergantung total. Pola tidur dan istirahat Klien terbiasa tidur mulai pukul
19.00 – 05.30 WIB, sering terbangun sendiri. Klien tidur siang mulai pukul 12.30 –
14.00 WIB namun kadang tidak menentu. Pola perceptual Penglihatan : Dapat
melihat dengan jelas dalam jarak tertentu, tidak pakai kaca mata. Pendengaran :
Masih dapat mendengar namun kurang jelas, tidak menggunakan alat bantu dengar.
Pengecap : Masih dapat membedakan rasa antara manis, pahit, asam dan asin. Sensasi
: Klien kurang dapat membedakan panas, dingin, sakit maupun nyeri. Pola persepsi
diri Gambaran diri Klien tidak merasa terganggu dengan keadaannya/penampilan
sekarang ini. Ideal diri Klien merasa puas apa yang didapatkannya selama ini. Harga
diri Klien merasa bahwa dirinya tidak berguna lagi namun klien punya semangat
untuk sembuh walaupun kadang klien merasa putus asa dengan keadaannya sekarang
ini. Identitas diri Klien sudah dapat menerima keadaannya, tidak merasa malu dengan
keadaannya, keluarganya juga selalu memperhatikan. Peran diri Klien sudah tidak
dapat lagi menjalankan perannya sebagai ibu rumah tangga, anak maupun sebagai
seorang nenek. Pola peran hubungan Di dalam komunikasi sehari-hari klien tidak
mengalami hambatan. Dalam berkomunikasi menggunakan Bahasa Jawa. Klien
tinggal di rumah bersama ibunya dan 1 orang adik dan 1 orang anak dan menantu
serta 1 orang cucunya dan 3 orang keponakan. Pola managemen koping stress
Perubahan terbesar dalam hidup pada akhir-akhir ini adalah keadaan sakitnya yang
tidak sembuh-sembuh. Keadaan sakit saat ini hanya dibiarkan tanpa pengobatan
apapun dan dirawat di rumah oleh anggota keluarga untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari. Hal ini dilakukan karena klien dan keluarga tidak mempunyai dana lagi
untuk pengobatan.klien baik medis maupun alternatif. Sistem nilai dan keyakinan
Klien beragama Islam, namun pada saat ini klien tidak menjalankan sholat lagi. Klien
tidak dapat lagi mengikuti kegiatan keagamaan. Klien mengatakan penyakit yang
dialamimya merupakan suatu hukuman dan cobaan dari Allah atas dosa-dosanya
selama ini.

F. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik Tingkat kesadaran : Compos Mentis TD :


140/80mmHg. Nadi: 88x/menit, Respirasi : 20x/menit dan Temperatur : 37°C, BB :
Kg dan TB : Cm Kepala : Kulit kepala bersih dan rambut nampak berminyak Mulut :
bibir lembab, mukosa merah muda Leher : tidak ada pembesaran vena jugularis
Thorak : Bentuk dada simetris, retraksi otot dada (-), tidak ada ketinggalan gerak
Paru-paru : vesikuler (+), sonor (+) Abdomen : Tidak ada ascites, tidak kembung,
nyeri tekan(-), turgor kulit baik Ekstremitas : Kaku, kuku jari tangan dan kaki
panjang. Neurologi : Refleks patologis : Refleks fisiologis : Gerakan : Tonus otot :
Kekuatan : Trofi : Pemeriksaan Panca Indera Penglihatan (mata) : Bola mata :
simetris tidak ada kelainan Konjunctiva : tidak anemis Sklera : tidak ikterik Reaksi
cahaya : +/+ Visus : 5/6 Pendengaran (telinga) : Bentuk telinga simetris Nyeri tekan
tidak ada Liang telinga : nampak kotor Terjadi penurunan fungsi pendengaran
Pengecapan (mulut ) Gigi geligi karies (+), gigi tanggal (+) Lidah bersih Sensasi rasa
manis, asin dan pahit (+) Sensasi (kulit) Sensasi nyeri (+), sensasi taktil (+), sensasi
suhu (+) Turgor kulit : baik Penciuman (hidung) Lubang hidung simetris Septum nasi
: lurus Konka : normal Tidak ada sekret.

G. Analisa Data DATA PROBLEM ETIOLOGI Data Subjektif : Klien mengatakan


seluruh tubuhnya terasa kaku, tidak bisa miring kanan/kiri sendiri Klien mengatakan
lumpuh sejak tahun 1997 Klien mengatakan saat ini serangan stroke ketiga kalinya
Klien mengatakan semua aktivitas dibantu keluarga Data Objektif : Klien nampak
terbaring kaku di tempat tidur. Kedua ekstremitas bawah kanan/kiri kaku dan tidak
bisa lurus Keterbatasan ROM Derajat kekuatan otot : 2 (gerakan tanpa menahan gaya
berat) Semua aktivitas dibantu orang lain TD : 130 / 80 mmHg N : 80 x/m, RR : 20
x/m Kerusakan mobilitas fisik Kerusakan neuromuskuler, kekakuan sendi/ kontraktur
Data Subjektif : Klien mengatakan sejak April tahun 2003 sudah terbaring di tempat
tidur Klien mengatakan posisi baring jarang diubah karena tidak bisa sendiri dan
tidak merasa nyaman Keluarga mengatakan melakukan perawatan kulit hanya sebatas
memandikan klien Data Objektif : Keterbatasan ROM Klien nampak terbaring kaku
di tempat tidur Pada bagian bokong klien nampak kemerahan Risiko kerusakan
integritas kulit Imobilitas fisik Data Subjektif : Klien mengatakan semua aktivitas
dibantu keluarga Klien mengatakan seluruh tubuhnya terasa kaku Data Objektif :
Keterbatasan ROM Klien nampak terbaring kaku di tempat tidur Liang telinga kotor
Gigi karies (+) Defisit perawatan diri : mandi/ kebersihan, berhias, makan, toileting
Kelemahan, kerusakan neuromuskuler Data Subjektif : Klien mengatakan semua
aktivitas dibantu keluarga Klien mengatakan makan sesuai dengan menu keluarga
yang seadanya Data Objektif : Keterbatasan ROM Klien nampak terbaring kaku di
tempat tidur Resiko konstipasi Kurang aktivitas fisik Data Subjektif : Klien merasa
tidak berguna lagi, kadang klien merasa putus asa Klien mengatakan penyakitnya
merupakan suatu hukuman dari Yang Kuasa Klien merasa tidak berdaya dan bertanya
kapan penyakitnya bisa sembuh Data Objektif : Klien nampak menangis Ekspresi
wajah nampak sedih Harga diri rendah fungsional Kerusakan/ gangguan fungsi H.
Diagnosa Keperawatan Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan
neuromuskuler, kekakuan sendi/ kontraktur Defisit perawatan diri : mandi/
kebersihan, berhias, makan, toileting berhubungan dengan kelemahan, kerusakan
neuromuskuler Harga diri rendah fungsional berhubungan dengan kerusakan/
gangguan fungsi Risiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan imobilitas
fisik Risiko konstipasi berhubungan dengan kurang aktivitas fisik

PERENCANAAN KEPERAWATAN DIAGNOSA KEPERAWATAN RENCANA


KEPERAWATAN TUJUAN INTERVENSI (1) (2) (3) Kerusakan mobilitas fisik
berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler kekakuan sendi/ kontraktur TIU :
Setelah dilakukan perawatan selama 1 minggu klien dapat meningkatkan kekuatan
dan fungsi bagian tubuh yang terkena. TIK : Setelah dilakukan asuhan keperawatan
selama 1 minggu klien dapat : Memahami tentang pengertian dan tujuan mobilisasi
dini (latihan aktif-pasif pasca stroke) Mendemonstrasikan garis besar program
mobilisasi dini Melakukan latihan sesuai jadwal secara teratur Tanggal : 2/11-2004
Kaji kemampuan secara fungsional/ luasnya kerusakan awal dengan
mengklasifikasikan melalui skala 0-4. Kaji keterbatasan pergerakan sendi dan
akibatnya pada fungsi Kaji motivasi klien untuk melakukan latihan aktif-pasif
Jelaskan pada klien dan keluarga tentang pengertian dan tujuan mobilisasi dini
(latihan aktif-pasif pasca stroke) Monitor adanya ketidaknyamanan selama aktivitas
latihan Anjurkan klien menggunakan pakaian yang longgar Lindungi klien dari
trauma selama latihan Bantu klien melakukan latihan ROM aktif-pasif Motivasi klien
melakukan latihan sesuai dengan jadwal dan secara teratur Ajarkan pada klien atau
keluarga bagaimana melakukan latihan ROM aktif-pasif Anjurkan klien untuk
beristirahat bila kelelahan Beri reinforcement positif bila klien dapat melakukan
dengan baik. Defisit perawatan diri : mandi/ kebersihan, berhias, makan, toileting
berhubungan dengan kelemahan, kerusakan neuromuskuler TIU : Setelah dilakukan
perawatan selama 1 minggu klien dapat melakukan perawatan diri secara optimal TIK
: Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1 minggu klien/ keluarga dapat:
Melakukan perawatan : mandi, berpakaian dan berhias secara optimal Melakukan
perawatan : makan secara optimal Melakukan perawatan : toileting secara optimal
Tanggal : 2/11-2004 Kaji kemampuan klien untuk kemandirian perawatan diri Kaji
kebutuhan klien untuk perlengkapan adaptif kebersihan personal, berpakaian/ berhias,
toileting dan makan. Anjurkan keluarga untuk membantu menyediakan kebutuhan
yang dibutuhkan klien Anjurkan keluarga menyediakan bantuan sampai klien mampu
secara penuh melakukan perawatan diri Bantu klien menerima kebutuhan
ketergantungan Ajarkan keluarga untuk mendukung kemandirian klien,
mengintervensi hanya pada saat klien tidak dapat melakukan Anjurkan keluarga
untuk menetapkan rutinitas aktivitas perawatan diri Harga diri rendah fungsional
berhubungan dengan kerusakan/ gangguan fungsi TIU : Setelah dilakukan perawatan
selama 1 minggu klien dapat menerima keadaan dirinya. TIK : Setelah dilakukan
asuhan keperawatan selama 1 minggu klien dapat : Mengungkapkan perasaannya
dengan orang terdekat tentang situasi dan perubahan yang terfjadi. Mengungkapkan
penerimaan pada diri sendiri dalam situasi Tanggal : 2/11-2004 Kaji pernyataan harga
diri klien Tentukan percaya diri klien menurut pandangan klien Dukung klien untuk
mengidentifikasi kekuatan Bantu klien untuk mengidentifikasi respon positif dari
orang lain Dukung kontak mata pada saat berkomunikasi dengan klien Tunjukkan
kepercayaan mengenai kemampuan klien untuk mengatasi situasi Bantu klien untuk
mengidentifikasi kembali persepsi negative tentang diri Eksplorasi keberhasilan klien
yang sebelumnya dicapai Bantu klien untuk mengidentifikasi tindakan yang akan
meningkatkan harga diri Libatkan keluarga dalam perawatan klien Risiko kerusakan
integritas kulit berhubungan dengan imobilitas fisik TIU : Setelah dilakukan
perawatan selama 1 minggu integritas kulit klien terjaga : kulit intact/utuh. TIK :
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1 minggu klien/keluarga dapat :
Memahami pentingnya perawatan kulit bagi klien Menjaga kebersihan kulit
Melakukan perawatan kulit dan daerah penekanan Tanggal : 2/11-2004 Kaji klien
terhadap factor resiko kerusakan integritas kulit Kaji kulit akan adanya kemerahan,
lesi, melepuh, atau bengkak Kaji daerah penekanan (bony prominence) Jelaskan pada
klien dan keluarga tentang perawatan kulit pada usia lanjut pasif. Ajarkan pada
keluarga tentang perawatan kulit yaitu masase kulit dan lubrikasi dengan lotion jika
tidak ada kemerahan. Anjurkan keluarga untuk membersihkan kulit klien dengan baik
dan keringkan kulit secara keseluruhan Anjurkan keluarga untuk merubah posisi klien
dengan sering ( setiap 2 jam) Anjurkan keluarga untuk mengganti alas tempat tidur
setiap hari dan pertahankan alas tempat tidur tetap rapi, kering, tidak kusut dan
bersih. Risiko konstipasi berhubungan dengan kurang aktivitas fisik TIU : Setelah
dilakukan perawatan selama 1 minggu klien tidak mengalami konstipasi TIK :
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1 minggu klien dapat : Pola eliminasi
BAB normal (ketepatan jumlah dan konsistensi) Mengkonsumsi diet tinggi serat
Tanggal : 2/11-2004 Kaji klien terhadap adanya factor resiko untuk konstipasi Kaji
kebiasaan frekuensi BAB, konsistensi, volume dan warna feses Monitor bising usus,
pergerakan usus termasuk frekuensinya Identifikasi factor seperti pengobatan,
imobilisasi dan diet yang dapat menyebabkan konstipasi Anjurkan meningkatkan
intake cairan Anjurkan klien/ keluarga mengkonsumsi makanan yang tinggi serat
Anjurkan klien untuk meningkatkan latihan/ aktivitas PELAKSANAAN NO DX
TANGGAL IMPLEMENTASI EVALUASI (1) (2) (3) (4) 1. 1/11-2004 Mengkaji
kemampuan klien secara fungsional/ luasnya kerusakan awal dengan
mengklasifikasikan melalui skala 0-4. Mengkaji keterbatasan pergerakan sendi dan
akibatnya pada fungsi Mengukur tanda-tanda vital klien. Mengkaji motivasi klien
untuk melakukan latihan aktif-pasif Menjelaskan pada klien dan keluarga pentingnya
latihan aktif-pasif pasca stroke S : Ny. T mengatakan badannya sudah lama kaku jadi
sulit untuk digerakkkan Ny T mengatakan selama ini tidak pernah latihan karena
anaknya sibuk O : Ny. T tampak memperhatikan penjelasan dari petugas A : Masalah
teratasi sebagian P : Lanjutkan inetrvensi perawatan 1. 3/11-2004 Mengajarkan dan
membantu klien melakukan latihan ROM aktif-pasif pasca stroke Memonitor adanya
ketidaknyamanan selama aktivitas latihan dan melindungi klien dari trauma selama
latihan Mengajarkan pada klien dan keluarga bagaimana melakukan latihan ROM
dengan benar Menganjurkan klien untuk beristirahat bila merasa lelah Mengukur
tanda-tanda vital klien sebelum dan sesudah melakukan latihan ROM Memberi pujian
atas hasil yang telah dicapai Memotivasi klien melakukan latihan sesuai dengan
jadwal dan secara teratur S : Ny. T mengatakan akan mencoba latihan yang diajarkan
petugas Ny T mengatakan seluruh tubuhnya sulit untuk digerakkan kecuali tangan,
itupun hanya perlahan-lahan O : Ny. T tampak antusias melakukan latihan ROM
yang di demonstrasikan dan dibantu petugas Ny. T mencoba mempraktekan sendiri
latihan ROM yang diajarkan petugas terutama gerakan tangan A : Masalah teratasi
sebagian P : Lanjutkan intervensi perawatan 1. 5/11-2004 Mengajarkan dan
membantu klien melakukan latihan ROM aktif-pasif pasca stroke Memonitor adanya
ketidaknyamanan selama aktivitas latihan dan melindungi klien dari trauma selama
latihan Menganjurkan klien untuk beristirahat bila merasa lelah Memberi pujian atas
hasil yang telah dicapai Mengukur tekanan darah sebelum dan sesudah latihan ROM
Memotivasi klien melakukan latihan sesuai dengan jadwal dan secara teratur S : Ny.
T mengatakan sudah bisa latihan tangan sendiri Ny T mengatakan tidak bisa latihan
gerakan-gerakan tertentu karena tidak ada yang membantu O : Ny. T tampak antusias
melakukan latihan ROM yang di demonstrasikan petugas Ny. T mencoba
mempraktekan sendiri latihan ROM yang diajarkan petugas A : Masalah teratasi
sebagian P : Motivasi Ny. T dan keluarga untuk melakukan gerakan ROM yang
diajarkan setiap hari sesuai dengan kemampuan klien 2. 2/11-2004 Mengkaji
kemampuan klien untuk kemandirian perawatan diri Menganjurkan keluarga untuk
membantu menyediakan kebutuhan sehari-hari yang dibutuhkan klien Menganjurkan
keluarga untuk menyediakan bantuan sampai klien mampu secara penuh melakukan
perawatan diri Mengajarkan keluarga untuk mendukung kemandirian klien dengan
membantu hanya pada saat klien tidak dapat melakukan sendiri S : Ny. T mengatakan
bisa makan dengan tangan sendiri asalkan piringnya didekatkan di tempat tidur Ny T
mengatakan semua aktivitas sehari-hari dibantu oleh keluarganya kecuali makan
Keluarga mengatakan Ny T memang dibiasakan untuk makan sendiri, tapi untuk
kegiatan yang lain belum mampu O : Ny. T tampak kaku di tempat tidur Makanan
diletakkan didekat tempat tidur yang bisa dijangkau A : Masalah teratasi sebagian P :
Motivasi keluarga untuk memandirikan Ny T sesuai kemampuannya 3. 4/11-2004
Mengkaji pernyataan harga diri klien Mendukung klien untuk mengidentifikasi
kekuatan Membantu klien untuk mengidentifikasi respon positif dari orang lain
terhadap klien Mendukung kontak mata pada saat berkomunikasi dengan klien
Menunjukkan kepercayaan mengenai kemampuan klien untuk mengatasi situasi
Melibatkan keluarga dalam perawatan klien S : Ny. T mengatakan merasa sudah tidak
berguna lagi dan hanya menjadi beban bagi keluarganya Ny T mengatakan kasihan
pada ibu dan anaknya yang selalu direpotkan Ny T mengatakan ibu dan anaknya yang
selalu membantu memenuhi kebutuhannya O : Ny. S tampak menangis sambil
bercerita dengan petugas Ny T sudah mau mengungkapkan perasaannya pada petugas
A : Masalah teratasi sebagian P : Motivasi keluarga untuk selalu memberi support
kepada klien dan selalu mendengarkan keluaannya 4. 6/11-2004 Mengkaji klien
terhadap factor resiko kerusakan integritas kulit Mengkaji kulit akan adanya
kemerahan, lesi, melepuh atau bengkak Mengkaji daerah penekanan (bony
prominence) Menjelaskan pada klien dan keluarga tentang perawatan kulit pada usia
lanjut yang pasif seperti pasca stroke Mengajarkan pada keluarga tentang perawatan
kulit yaitu masase kulit dan lubrikasi dengan lotion. Menganjurkan keluarga untuk
membersihkan kulit klien dengan baik dan keringkan kulit secara keseluruhan
Menganjurkan keluarga untuk merubah posisi klien dengan sering (setiap 2 jam)
Menganjurkan klien untuk mengganti alas tempat tidur setiap hari atau pertahankan
alas tempat tidur tetap rapi, kering, tidak kusut dan bersih. S : Ny. T mengatakan
punggungnya terasa panas dan dibagian bokong terasa sakit Ny T mengatakan tidak
bisa membalikkan badan sendiri Keluarga mengatakan akan mengikuti anjuran
petugas O : Ny. T tampak segar setelah kulitnya dirawat dengan sabun dan lotion
Tidak terdapat tanda-tanda kerusakan integritas kulit pada klien A : Masalah
kerusakan integritas kulit masih beresiko P : Motivasi keluarga untuk melakukan
perawatan kulit setiap hari menjelang tidur secara teratur 5. 6/11-2004 Mengkaji klien
terhadap adanya factor resiko untuk konstipasi Mengkaji kebiasaan frekuensi BAB
Mendengarkan bising usus klien Menganjurkan klien dan keluarga untuk
meningkatkan masukan cairan seperti air putih setiap hari Menganjurkan klien dan
keluarga untuk mengkonsumsi makanan yang tinggi serat seperti buah papaya
Menganjurkan klien untuk tetap latihan tiap hari secara teratur S : Ny. T mengatakan
BAB 1 kali tiap hari dengan konsistensi padat Bising usus normal O : - A : Masalah
konstipasi masih beresiko P : Motivasi Ny. T atau keluarga untuk meningkatkan
masukan cairan dan mengkonsumsi makanan yang tinggi serat
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Proses menua merupakan kombinasi dari bermacam-macam faktor yang


saling berkaitan. Fungsi masing-masing organ pada usia lanjut menurun secara
kualitatif dan kuantitatif, dan ini sudah dimulai sejak usia 30 tahun. Telah
diuraikan berbagai penyakit yang mungkin timbul pada lansia dengan pencegahan
dan penatalaksanaannya. Bagaimana menjaga kebugaran pada lansia dengan
olahraga dan pedoman umum gizi seimbang. Menjadi tua adalah proses alamiah,
tetapi tentu saja setiap orang mendambakan untuk tetap sehat di usia tua. Hal ini
sesuai dengan slogan Tahun Usia Lanjut WHO: do not put years to life but life
into years, yang artinya usia panjang tidaklah ada artinya bila tidak berguna dan
bahagia, mandiri sejauh mungkin dengan mempunyai kualitas hidup yang baik.

B. Saran

Adapun saran yang ingin penulis sampaikan pada mahasiswa.

1. Dalam membuat makalah, kelompok diharapkan dapat


menjelaskan asuhan keperawatan pada lansia dengan gangguan biologis.

2. Proses penuaan yang dialami dapat menimbulkan berbagai masalah fisik,


psikis dan sosial bagi pasien dan keluarga. Oleh karena itu perawat sebaiknya
meningkatkan pendekatan-pendekatan melalui komunikasi terapeutik,
sehingga akan tercipta lingkungan yang nyaman dan kerja sama yang baik
dalam memberikan asuhan keperawatan gerontik.
3. Perawat sebagai anggota tim kesehatan yang paling banyak berhubungan
dengan pasien dituntut meningkatkan secara terus menerus dalam hal
pemberian informasi dan pendidikan kesehatan sesuai dengan latar belakang
pasien dan keluarga.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah, Vol. 3. Jakarta:
EGC.

Lukman dan Nurna Ningsih. 2012. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan
Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Jakarta: Salemba Medika.

Nugroho, Wahjudi. 2008. Keperawatan Gerontik & Geriatrik, Ed. 3. Jakarta: EGC.

Pudjiastuti, Sri Surini dan Budi Utomo. 2003. Fisioterapi pada Lansia. Jakarta:
EGC.

Agoes, Azwar, dkk. 2010. Penyakit di Usia Tua. Jakarta: EGC.


KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulillah saya panjatkan ke hadirat Allah SWT,


karena hanya dengan segala rahmat-Nyalah akhirnya saya bisa menyusun
makalah dengan tema ‘Proses keperawatan komunitas,gerontik’ ini tepat pada
waktunya. Saya juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Adil
candra.,S.Kep.,Ners.,M.Kep selaku guru pembimbing saya yang telah
memberikan tugas ini kepada saya sehingga saya mendapatkan banyak
tambahan pengetahuan khususnya dalam masalah proses keperawatan
komunitas,gerontik.

Saya selaku penyusun berharap semoga makalah yang telah saya


susun ini bisa memberikan banyak manfaat serta menambah pengetahuan
terutama dalam hal.

Saya menyadari bahwa makalah ini masih memiliki banyak


kekurangan yang membutuhkan perbaikan, sehingga kami sangat
mengharapkan masukan serta kritikan dari para pembaca.

Tanjungpinang,15 Februari 2019

Elsa Shafira Nurmalida


MAKALAH

PROSES KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH METODOLOGI

OLEH :

NAMA : ELSA SHAFIRA NURMALIDA

NIM : P07220118 1505

D0SEN PENGAMPU :

ADIL CANDRA.,S.Kep.,Ners.,M.Kep

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNGPINANG

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

TAHUN 2019/2020

Anda mungkin juga menyukai