Anda di halaman 1dari 8

URGENSI KURIKULUM PENDIDIKAN KEBENCANAAN

BERBASIS KEARIFAN LOKAL DI INDONESIA

Mirza Desfandi
Universitas Syiah Kuala Banda Aceh
Email: mirza_des@yahoo.com

Abstract
This article was written to give an idea of the urgency of disaster education curriculum based on local
wisdom in Indonesia. For that purpose, the author uses the method of literature. As a country which has
enormous potential for disaster, Indonesia needs to implement a disaster curriculum in educational institutions so
that students have the knowledge and insight about the disaster. This disaster education have a common goal to
provide an overview and reference in the learning process of disaster preparedness. Through education students are
expected to be able to think and act fast, precise, and accurate in the face of disaster. Empathy toward victims can
also be constructed so that learners can help others appropriately and carefully. Pattern and diversity of natural
disasters faced also vary because each region has different characteristics as well. Then, disaster curriculum should
accommodate local wisdom, as an effort to provide appropriate education to deal simultaneously with a disaster.
Curriculum based on local wisdom will explain the relationship between humans and the natural environment
and cultural environment around them.
Keywords:disaster education curriculum, local wisdom

Abstrak
Artikel ini menjelaskan urgensi kurikulum pendidikan kebencanaan berbasis kearifan lokal
di Indonesia. Untuk maksud tersebut penulis menggunakan metode kepustakaan. Sebagai negara
yang memiliki potensi bencana sangat besar, Indonesia perlu menerapkan kurikulum kebencanaan
di lembaga-lembaga pendidikan agar peserta didik memiliki pengetahuan dan wawasan tentang
kebencanaan. Pendidikan kebencanaan ini memiliki tujuan umum untuk memberikan gambaran
dan acuan dalam proses pembelajaran siaga bencana. Melalui pendidikan diharapkan peserta
didik mampu berpikir dan bertindak cepat, tepat, dan akurat saat menghadapi bencana. Sikap
empati terhadap korban bencana juga dapat dibangun agar peserta didik dapat membantu orang
lain secara tepat dan cermat. Pola dan ragam bencana alam yang dihadapi juga berbeda-beda
karena setiap daerah memiliki karakteristik yang berbeda-beda pula. Maka, kurikulum bencana
harus mengakomodasi kearifan lokal yang ada, sebagai upaya memberikan pendidikan yang
tepat untuk menghadapi sekaligus menangani bencana. Kurikulum berbasis kearifan lokal akan
menjelaskan hubungan antara manusia dengan lingkungan alam dan lingkungan budaya yang
ada di sekitarnya.
Kata kunci: kurikulum pendidikan kebencanaan, kearifan lokal

A. Pendahuluan memiliki resiko tinggi bagi terjadinya bencana


Berbagai bencana di Indonesia sebagian karena secara geologis terletak pada pertemuan
besar terkait secara langsung dengan proses Lempeng Eurasia, Indo-Australia, dan Lempeng
geologi (geological seperti gempa bumi
dan vulkanisme, proses hidro-meteorologi pegunungan Sirkum Mediterania dan Sirkum
(hydrometeorological) seperti kekeringan,
kebakaran, longsor, abrasi, erosi, angin topan,
banjir, dan lain-lain. Dilihat dari letak dan merupakan negara kepulauan, dengan bentuk
192 Sosio Didaktika: Vol. 1, No. 2 Des 2014

Kondisi tersebut berpotensi menimbulkan Pemahaman masyarakat berupa pengetahuan


bencana, dengan karakteristik yang berbeda, persepsi yang teraktualisasi dalam sikap dan
sehingga penanganan terhadap setiap atau tindakan dalam menghadapi bencana. Hasil
dari sikap dan/atau tindakan masyarakat dalam
karakteristik dan potensi bencana baik secara menghadapi bencana adalah strategi adaptasi
nasional maupun lingkungan sekitar, sangat yang berarti penyesuaian yang dilakukan akibat
diperlukan pengetahuan untuk pengurangan dari ancaman lingkungan.3
risiko bencana. Pemahaman tentang dinamika Wilayah Indonesia banyak gunung api,
di permukaan bumi (alam dan manusia), yang memberikan banyak pengalaman empiris
tentang kejadian bencana yang membawa
alam di suatu wilayah memiliki implikasi korban. Dari pengalaman ini, masyarakat lokal
secara langsung terhadap masyarakat di umumnya memiliki pengetahuan lokal, kearifan
wilayah tersebut. Partisipasi masyarakat untuk dalam memprediksi dan melakukan mitigasi
mengurangi dan menghindari risiko bencana bencana alam di daerahnya. Pengetahuan
penting dilakukan dengan cara meningkatkan lokal tersebut diperoleh dari pengalaman
kesadaran dan kapasitas masyarakat.1 akibat berinteraksi dengan lingkungannya.
Masyarakat menjadi objek utama saat Sebagai contoh, masyarakat yang bermukim di
terjadi bencana, seharusnya masyarakat lereng Gunung Merapi, di Jawa Tengah, telah
mempunyai kemampuan untuk mengetahui mempunyai kemampuan untuk memprediksi
kerentanan yang ada, sehingga dapat menjadi kemungkinan terjadinya letusan. Selain masih
pelaku (subjek) utama dalam usaha-usaha kuatnya keyakinan spiritual, masyarakat di sana
pengurangan risiko bencana, sehingga kerugian biasanya membaca tanda-tanda alam melalui
dapat diminimalisir. Hal itu hanya dapat terjadi perilaku hewan, seperti turunnya hewan-
jika masyarakat mempunyai perencanaan untuk hewan dari puncak atau keluar dari rimbun
mengurangi risiko bencana dan mempunyai hutan, burung-burung atau hewan lainnya
pengetahuan serta mengerti tentang apa yang mengeluarkan bunyi suara yang tidak biasa, atau
seharusnya dilakukan pada saat bencana belum adanya pohon-pohon di sekeliling kawah yang
terjadi (prabencana), pada saat tanggap darurat, kering dan layu.
dan pada saat pasca bencana. Pentingnya Berdasarkan hal tersebut, disadari bahwa
peningkatan pemahaman dan ketahanan pemahaman tentang bencana alam harus dimiliki
terhadap bencana itu harus ditanamkan kepada oleh semua orang. Diperlukan upaya konkret
masyarakat sekitar, terutama anak di usia dini dalam memahami dan mengantisipasi kondisi
yang masih belum mengerti tentang hal-hal alam secara terpadu. Salah satu wujudnya,
apa yang harus mereka lakukan saat peristiwa melalui upaya pengurangan risiko bencana yang
bencana tidak terduga terjadi. berbasis komunitas. Pendidikan menjadi salah
Masyarakat merupakan elemen yang satu sarana yang efektif untuk mengurangi risiko
memiliki pengalaman langsung dalam kejadian bencana dengan memasukkan materi pelajaran
bencana sehingga pemahaman yang dimiliki tentang bencana alam sebagai pelajaran wajib
menjadi modal bagi pengurangan risiko bagi setiap siswa di semua tingkatan, terutama
bencana.2 Dalam konteks manajemen bencana di sekolah-sekolah yang berada di wilayah risiko
alam, respon masyarakat terhadap bencana bencana. Kurikulum yang berbasis kearifan
sangat penting untuk dipahami. Respon lokal, diharapkan dapat diterima dan dapat
merupakan awal dari sebuah strategi adaptasi dengan mudah di pahami oleh siswa.
oleh masyarakat yang dihasilkan melalui
pemahaman terhadap bencana alam yang terjadi. B. Pembahasan
Bencana adalah peristiwa atau rangkaian
1 Suryanti, dkk, 2010. Motivasi dan Partisipasi Masyarakat dalam Upaya
Pengurangan Multirisiko Bencana di Kawasan Kepesisiran Parangtritis dalam Penaksiran peristiwa yang mengancam dan mengganggu
Multirisiko Bencana di Wilayah Kepesisiran Parangtritis, Yogyakarta. Yogyakarta: PSBA
Universitas Gadjah Mada.
kehidupan dan penghidupan masyarakat, yang
2 M. Zein, A. 2010. Community Based Approach to Flood Hazard
and Vulnerability Assessment in Flood Prone Area: A Case Study in Kelurahan 3 Su Rito Hardoyo. 2011. Strategi Adaptasi Masyarakat Dalam Meng-
Sewu, Surakarta City, Indonesia. Thesis, ITC, The Netherland. hadapi Bencana Banjir Pasang Air Laut di Kota Pekalongan. Yogyakarta: Fakultas Geo-
Mirza Desfandi: Urgensi Kurikulum Pendidikan Kebencanaan 193

disebabkan baik oleh faktor alam dan/atau fak- Penanggulangan bencana adalah serangkaian
tor nonalam, maupun faktor manusia, sehingga upaya yang meliputi penetapan kebijakan
mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, pembangunan yang berisiko timbulnya bencana,
kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat,
dan dampak psikologis.4 Pengertian bencana dan rehabilitasi. Penanggulangan bencana
ini menunjukkan bahwa tinggi rendahnya risiko bertujuan untuk: (1) memberikan perlindungan
dampak bencana bergantung pada kerentanan kepada masyarakat dari ancaman bencana, (2)
setiap komponen yang terkena dampak. Hal ini menyelaraskan peraturan perundang-undangan
seperti yang diungkap Hyogo Framework for Ac- yang sudah ada, (3) menjamin terselenggaranya
tion 2005-2015, bahwa risiko bencana akan me- penanggulangan bencana secara terencana,
terpadu, terkoordinasi, dan menyeluruh, (4)
ekonomi, dan lingkungan. Sebelumnya para ahli menghargai budaya lokal, (5) membangun
telah mengungkap tentang tiga sistem utama partisipasi dan kemitraan publik serta swasta,
yang mengalami kerugian akibat bencana yai- (6) mendorong semangat gotong royong,
physical environment), sosial kesetiakawanan, dan kedermawanan, dan (7)
kependudukan (socio-demographic), dan lingkun- menciptakan perdamaian dalam kehidupan
gan terbangun (built environment).5 Karakteristik bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
dari ketiga sistem tersebut menentukan dera- Terdapat 4 fase dalam penanganan
jat atau tingkat kerugian dari sebuah bencana bencana, yaitu prevention/mitigation, preparadness,
alam. Hyogo Framework for Action 2005-2015, response dan recovery. Pertama, prevention/Mitigation
mengungkap bahwa kerugian bencana akan se- adalah serangkaian upaya untuk mencegah
makin besar oleh kerentanan yang disebabkan dan mengurangi risiko bencana, baik melalui
-
nomi dan teknologi, pembangunan pada zona dan peningkatan kemampuan menghadapi
bahaya tinggi, degradasi lingkungan, perubahan ancaman bencana. Upaya yang dilakukan
iklim, bahaya geologi, kelangkaan sumberdaya, untuk mencegah terjadinya bencana (jika
dan dampak epidemi. Bencana dikategorikan 3 mungkin dengan meniadakan bahaya) misalnya
jenis, yaitu: melarang pembakaran hutan dalam perladangan
dan melarang penambangan batu di daerah
1. Bencana alam adalah bencana yang curam. Kedua, preparadness adalah serangkaian
diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi
peristiwa yang disebabkan oleh alam bencana melalui pengorganisasian serta melalui
antara lain berupa gempa bumi, tsunami, langkah yang tepat guna dan berdaya guna.
gunung meletus, banjir, kekeringan, angin Misalnya: Penyiapan sarana komunikasi, pos
topan, dan tanah longsor. komando, penyiapan lokasi evakuasi, rencana
2. Bencana nonalam adalah bencana yang Kontinjensi, dan sosialisasi peraturan/pedoman
diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian penanggulangan bencana. Ketiga, response adalah
peristiwa nonalam yang antara lain berupa serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan
gagal teknologi, gagal modernisasi, segera pada saat kejadian bencana untuk
epidemi, dan wabah penyakit. menangani dampak buruk yang ditimbulkan,
3. Bencana sosial adalah bencana yang yang meliputi kegiatan penyelamatan dan
diakibatkan oleh peristiwa atau evakuasi korban, harta benda, pemenuhan
serangkaian peristiwa yang diakibatkan kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan
pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan
antarkelompok atau antar komunitas prasarana dan sarana. Keempat, recovery adalah
masyarakat, dan teror. 6 proses pemulihan darurat kondisi masyarakat
yang terkena bencana, dengan memfungsikan
4 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 Ten-
tang Penaggulangan Bencana
kembali prasarana dan sarana pada keadaan
5 D.S. Mileti & L.P. Gottschlich, Hazards and Sustainable Develop- semula. Upaya yang dilakukan adalah
ment in the United States. Journal Risk Management, Vol. 3, No. 1: 61-70, 2001.
6 Ibid 4
194 Sosio Didaktika: Vol. 1, No. 2 Des 2014

memperbaiki prasarana dan pelayanan dasar mulai jenjang pendidikan SD hingga SMA.
(jalan, listrik, air bersih, pasar, puskesmas, dll). 7 Namun pada praktiknya tidak dimasukkan
Mitigasi bencana merupakan suatu aktivitas langsung jadi mata pelajaran atau kurikulum
yang berperan sebagai tindakan pengurangan khusus bencana, tetapi dimasukkan ke dalam
dampak bencana, atau usaha-usaha yang mata pelajaran secara faktual dalam memahami
dilakukan untuk megurangi korban ketika dan mengantisipasi kondisi alam secara
bencana terjadi, baik korban jiwa maupun terpadu.9 Salah satu wujudnya, melalui upaya
harta. Dalam melakukan tindakan mitigasi pengurangan risiko bencana yang berbasis
bencana, langkah awal yang kita harus lakukan komunitas, dan pendidikan sebagai salah satu
ialah melakukan kajian risiko bencana terhadap sarana yang efektif untuk mengurangi risiko
daerah tersebut. Dalam menghitung risiko bencana dengan memasukkan materi pelajaran
bencana sebuah daerah kita harus mengetahui tentang bencana alam sebagai pelajaran wajib
bahaya (hazard), kerentanan (vulnerability) bagi setiap siswa di semua tingkatan, terutama
dan kapasitas (capacity) suatu wilayah yang di sekolah-sekolah yang berada di wilayah risiko
bencana.
dan wilayahnya. Mitigasi bencana merupakan Pendidikan kebencanaan dapat disisipkan
kewajiban berbagai pihak, pemerintah, para ahli pada mata pelajaran IPA, IPS, Bahasa Indonesia,
dan masyarakat.8 Pengenalan dan pemahaman Matematika, Agama atau juga mata pelajaran
bencana, proses terjadinya, dan penilaian yang lain. Pendidikan kebencanaan ini memiliki
merupakan tugas para ahli. Pengetahuan, tujuan umum untuk memberikan gambaran dan
pemahaman dan kesiapsiagaan perlu acuan dalam proses pembelajaran siaga bencana.
disosialisasikan kepada masyarakat agar dapat Guru dan kepala sekolah mendapat pendidikan
mengantisipasi, mengatasi, dan meminimalkan dan pelatihan untuk dapat menerapkan
kerugian. pendidikan dan keterampilan siaga bencana.
Kegiatan mitigasi bencana hendaknya Melalui pendidikan ini diharapkan siswa
merupakan yang bersifat rutin dan berkelanjutan mampu berpikir dan bertindak cepat, tepat, dan
(sustainable disaster mitigation). Kegiatan mitigasi akurat saat menghadapi bencana. Sikap empati
seharusnya sudah dilakukan dalam periode terhadap korban bencana juga dibangun agar
jauh-jauh hari seebelum kejadian bencana, siswa dapat membantu orang lain. Pendidikan
yang seringkali datang lebih cepat dari waktu- yang diberikan tidak mencakup bencana
waktu yang diperkirakan, dan bahkan memiliki sosial seperti kerusuhan dan tawuran. Hanya
intensitas yang lebih besar dari yang diperkirakan seputar bencana alam saja. Edukasi bencana
semula. Selain itu pemerintah hendaknya juga dapat dilaksanakan dengan tiga cara. Apabila
aktif memberikan berbagai arahan yang tepat kebutuhan sekolah hanya sekadar pengetahuan
dan berkesinambungan dalam memghadapi saja, maka bahan ajar akan berintegrasi dengan
peristiwa bencana atau dengan kata lain bisa mata pelajaran. Bisa masuk dalam pelajaran
beradaptasi dengan resiko potensi bencana
alam yang ada. pengetahuan alam. Jika kebutuhan dirasa perlu
Dalam konteks pengurangan risiko bencana, mencakup pelatihan, maka dapat dimuat dalam
mitigasi bencana juga dipahami sebagai upaya muatan lokal dan Pendidikan Kecakapan Hidup
meningkatkan kapasitas masyarakat yang berada (PKH). Pelaksanaan pendidikan dapat pula
di kawasan rawan bencana untuk menghilangkan meluas hingga kegiatan ekstrakurikuler.
atau mengurangi akibat dari ancaman dan Pembelajaran bencana yang telah
tingkat bencana. Sektor pendidikaan merupakan dilaksanakan sekarang hanya berupa tema yang
penentu dalam pengurangan risiko bencana. disiapkan pada mata pelajaran lain, sehingga
Karena itu diperlukan upaya konkret Pada hasilnya masih belum optimal. Sebagai negara
tahun 2011 Kementerian Pendidikan Nasional yang memiliki potensi bencana sangat besar,
telah mulai menerapkan kurikulum bencana 9 Karyono, 2010. Pendidikan Mitigasi Bencana Dalam Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Sosial di Indonesia. Dalam Halim, Muliha. (pyt.) Prosiding Makalah
7 Ibid. h. 4 Seminar Nasional Pendidikan IPS. Bandung: Sekolah Pasca Sarjana Universitas
8 Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 131 Tahun 2003 Tentang Pendidikan Indonesia.
Pedoman Penanggulangan Bencana Dan Penanganan Pengungsi Di Daerah.
Mirza Desfandi: Urgensi Kurikulum Pendidikan Kebencanaan 195

Indonesia perlu menerapkan kurikulum Prinsip relevansi mengandung arti bahwa sebuah
kebencanaan di lembaga-lembaga pendidikan kurikulum harus relevan dengan perkembangan
agar anak didik memiliki pengetahuan dan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek), relevan
wawasan tentang potensi bencana yang sangat dengan kebutuhan dan karakteristik siswa, dan
rawan terjadi di dalam negeri khususnya. relevan dengan kebutuhan dan karakteristik
Pentingnya kurikulum kebencanaan adalah masyarakat.12
bagaimana siswa bisa terlibat langsung dalam Prinsip efesiensi dan efektivitas terkait
penanganan bencana. Upaya ini sebaiknya dengan biaya yang akan digunakan dan
dilakukan sejak dini melalui pendidikan formal hasil yang akan dicapai dalam implementasi
mulai dari Sekolah Dasar sampai Perguruan kurikulum. Sebuah kurikulum dikatakan
Tinggi, yaitu dengan menyiapkan kurikulum memenuhi prinsip efesiensi apabila kurikulum
berdasarkan konsep dan pelaksanaannya, tersebut memerlukan waktu, tenaga, dan biaya
maupun kurikulum berdasarkan struktur dan yang tidak terlalu besar. Semakin sedikit/kecil
materi pelajarannya. menumbuhkan kesadaran waktu, tenaga, dan biaya yang dikeluarkan dalam
kesiapsiagaan bencana penting dilakukan sejak mengembangkan dan melaksanakan kurikulum,
usia dini sehingga menanamkan di benak anak- maka semakin efesien kurikulum tersebut.
anak bagaimana upaya menjaga keselamatan Namun penerapan prinsip ini jangan sampai
minimal dirinya sendiri dari dampak bencana.
Hal itu akan lebih efektif jika dilakukan secara apapun suatu kurikulum, tapi kalau tidak
berkelanjutan melalui kurikulum di sekolah- efektif, juga tidak ada artinya. Prinsip efektivitas
sekolah.10 terkait dengan besarnya atau banyaknya tujuan
Kurikulum bencana alam penting di kurikulum yang dicapai. Semakin banyak
negara rawan bencana termasuk Indonesia agar tujuan pendidikan yang dicapai melalui proses
sejak dini anak-anak diberi pengetahuan soal pembelajaran (implementasi kurikulum), maka
kebencanaan, kurikulum bencana lebih efektif dikatakan kurikulum tersebut efektif.
diingat dalam kurikulum pendidikan sekolah
dasar dan menengah ketimbang praktik yang keluwesan dalam tahap implementasi
justru mudah dilupakan.11 Ini secara alami
yang kita butuhkan masyarakat yang sudah kurikulum adalah bahwa suatu kurikulum harus
paham, khususnya di daerah-daerah yang rawan
bencana gempa bumi. Indonesia rawan bencana saat diimplementasikan memungkinkan untuk
gempa dan tsunami serta meletusnya gunung dilakukan perubahan untuk disesuaikan dengan
api. Peta rawan tsunami dan gunung api sudah kondisi yang ada yang tidak terprediksi saat
dikeluarkan oleh pemerintah, sehingga perlu kurikulum tersebut dirancang. Bagi kurikulum
edukasi. Oleh sebab itu, sejak masih sekolah
seluruh masyarakat Indonesia bisa menyadari perbedaan kondisi tidak menghambat
potensi bencana di wilayah masing-masing keberlangsungan pembelajaran. Dengan sedikit
dan bisa segera menghindari bencana tersebut. melakukan perubahan pada aspek media yang
Kalau sudah mendarah daging pengetahuan digunakan pembelajaran tetap dapat berlangsung
bencana maka harapan kita akibat bencana bisa namun tetap mengarah pada pencapaian tujuan
diminimalisir. yang diharapkan.
Untuk mendapatkan kurikulum Kurikulum dikatakan baik apabila mampu
kebencanaan yang bermakna, kurikulum harus memfasilitasi dan menstimulasi potensi
dikembangkan dengan memperhatikan prinsip- yang dimiliki siswa agar menjadi kompetensi
prinsip yang tepat. Ada sejumlah prinsip yang dapat digunakan untuk membangun
pengembangan kurikulum, di antaranya prinsip lingkungannya di era global. Kurikulum yang
mampu menghasilkan siswa yang kreatif dan
10 Siti Irene Astuti dan Sudaryono. 2010. Peran Sekolah Dalam Pem- inovatif, mampu mengangkat potensi diri
belajaran Mitigasi Bencana. Jurnal Dialog Penanggulangan Bencana. Volume 1 No.
1/2010 h. 30-42. 12 Khaerudin. 2009. Pengembangan Kurikulum Berbasis Lokal Berwawasan
11 Syafri Burhanuddin,. 2010. Kurikulum Bencana Alam untuk Tahun Aja- Global. Diakses pada tanggal 11 November 2013 dari: http://ilmupendidikan.net.
ran 2010-2011. Diakses pada tanggal 7 Oktober 2013 dari: www.poskotanews.com.
196 Sosio Didaktika: Vol. 1, No. 2 Des 2014

siswa dan daerahnya menjadi sesuatu yang Keempat, cara penyebarluasan kearifan lokal
bernilai tambah. Kurikulum yang mampu yang bersifat non formal memberi sebuah
mendidik siswanya menghadapi tantangan contoh yang baik untuk upaya pendidikan lain
globalisasi dan mengelolalnya sedemikian rupa dalam hal pengurangan risiko bencana.
sehingga menjadi peluang untuk mendapatkan Masing-masing daerah memiliki
manfaat yang besar dari kondisi tersebut. Ini pengetahuan dan kearifan lokal yang beragam
artinya sebuah kurikulum yang baik harus dan berbeda bentuknya. Walaupun istilah
memperhatikan minimal tiga aspek, yaitu yang digunakan berbeda dan cara-cara yang
potensi siswa, kondisi lingkungan lokal, dan sudah menjadi tradisi tidak sama, semua
kondisi lingkungan global.13 ini merupakan potensi dalam membangun
Di samping bertujuan mengembangkan mitigasi bencana yang berbasis pada potensi
potensi siswa menjadi kompetensi, kearifan lokal. Kearifan lokal dapat dijadikan
pendidikan juga harus mampu mendidik dan suatu cara mengantisipasi bencana lebih awal.
mempersiapkan siswa menjadi manusia yang Kearifan lokal adalah salah satu langkah yang
mampu berkiprah di dalam masyarakatnya. dapat dijadikan antisipasi bencana. Meskipun
Untuk itu, setiap individu harus memiliki tanpa menggunakan rumus, ataupun teori dari
pengetahuan yang memadai tentang seluk-beluk akademis, alam telah mengajarkan manusia
daerah asal dan sekitarnya, agar mereka tahu banyak hal. Kearifan lokal lebih efektif dalam
betul akan sejarah, kebutuhan, dan karakteristik membentuk kesadaran tentang kebencanaan
daerahnya. Kalau kita kaitkan dengan bencana, dibanding imbauan aparat.14 Edukasi tentang
setiap daerah memiliki karakteristik yang kebencanaan akan lebih cepat meresap jika
berbeda-beda, pola dan ragam bencana alam dilakukan lewat tokoh masyarakat. Peninggalan
yang dihadapi juga berbeda-beda. Kurikulum berupa warisan kearifan lokal dari generasi
bencana harus mengakomodasi kearifan sebelumnya sangat bijak jika diteruskan
lokal yang ada karena hampir seluruh wilayah ke generasi seterusnya. Kearifan lokal itu
Indonesia yang rawan bencana, sebagai upaya merupakan pelajaran yang komprehensif dalam
memberikan pendidikan yang tepat tentang mendeteksi bencana di sebuah daerah. Dengan
menghadapi sekaligus menangani bencana. Di belajar seperti itu, kita lebih mengenal bencana
tengah keterbatasan teknologi dalam mitigasi yang sering terjadi di kawasan di mana kita
bencana, kearifan lokal bisa menjadi alternatif berada. Karena itu kegiatan penanggulangan
dalam upaya pengurangan risiko bencana. yang berdimensi mitigasi dan kesiapsiagaan
Dalam khasanah pustaka pengurangan yang menyentuh akses kearifan lokal, perlu di
risiko bencana, ada empat argumen dasar yang kembangkan.
mendukung pentingnya kearifan lokal. Pertama, Praktik kearifan lokal terbukti telah
mengurangi dampak bencana alam, misalnya di
asli yang terkandung di dalam kearifan lokal, tiga pulau di Sumatera, yakni Simeulue, Nias,
yang telah terbukti sangat berharga dalam dan Siberut. Dengan kebudayaan yang berbeda-
menghadapi bencana-bencana alam, dapat beda, ketiga pulau itu, yang dalam kurun waktu
ditransfer dan diadaptasi oleh komunitas- sepuluh tahun terakhir mengalami bencana
komunitas lain yang menghadapi situasi serupa. gempa bumi dan tsunami, telah mengangkat
Kedua, pemaduan kearifan lokal ke dalam ke permukaan pelbagai praktik kearifan
praktik dan kebijakan yang ada akan mendorong lokal yang sebelumnya luput dari perhatian
partisipasi masyarakat yang terkena bencana masyarakat internasional yang peduli pada
dan memberdayakan para anggota masyarakat upaya pengurangan risiko bencana. Praktik
untuk mengambil peran utama dalam semua yang mencakup antara lain seperti sarana
kegiatan pengurangan risiko bencana. Ketiga, komunikasi tradisional, metode pembangunan
informasi yang terkandung di dalam kearifan dan perencanaan hunian, serta upacara ritual
lokal dapat membantu memberikan informasi yang terkait.
yang berharga tentang konteks setempat.
14 Surono. 2013. Kearifan Lokal, Senjata Tangguh Hadapi Bencana. Diakses
13 Ibid. h.12 pada tanggal 7 Oktober 2013 dari: www.metrotvnews.com.
Mirza Desfandi: Urgensi Kurikulum Pendidikan Kebencanaan 197

Masyarakat Simeulue menggunakan kata berbasis kearifan lokal perlu dibangun sejak
smong untuk menyebut peristiwa tsunami. dini dalam diri setiap elemen masyarakat untuk
Adanya istilah lokal untuk menyebut peristiwa mewujudkan masyarakat yang berdaya sehingga
tsunami membuktikan bahwa masyarakat dapat meminimalkan dampak yang ditimbulkan
setempat memiliki pengetahuan hingga tingkat oleh bencana. Dalam hal ini, mitigasi dibangun
tertentu berkaitan dengan fenomena alam itu. bukan pula hanya sebagai sistem peringatan dini
Ketika Tsunami 2004 lalu korban yang jatuh di tetapi ia menjadi sebuah budaya dalam perilaku
daerah tersebut relatif kecil jika dibandingkan masyarakat. Langkah efektif yang bisa dilakukan
dengan wilayah lain, yaitu sekitar 44 jiwa. Hal antara lain adalah melalui pembekalan kepada
ini terjadi karena para orangtua di daerah masyarakat baik melalui pendidikan di bangku
tersebut telah mengetahui apa yang mereka sekolah maupun pelatihan kepada masyarakat
anggap sebagai pertanda. Jika laut surut tidak umum. Pendidikan di sekolah bagi siswa sangat
seperti biasanya secara mendadak, kemudian strategis untuk menanamkan pengetahuan
banyak ikan yang menggelepar di garis pantai, tentang kebencanaan sejak usia dini dan
maka akan terjadi bencana. Para tetua di sana sosialisasi tentang kearifan lokal yang dimiliki
kemudian memerintahkan agar penduduk daerah tersebut. Sekolah adalah sarana yang
Simeulue untuk mengungsi ke tempat yang efektif, di mana dengan peran guru terhadap
lebih tinggi.15 murid mampu mendorong terbangunnya
Smong adalah kearifan lokal masyarakat di budaya mitigasi dalam lingkup sekolah dan
Pulau Simeulue dalam membaca fenomena alam keluarga.
pantai telah menyelamatkan banyak masyarakat Berkaitan dengan kurikulum pendidikan
dari bencana tsunami. Teriakan smong merupakan kebencanaan berbasis kearifan lokal, Indonesia
peringatan dini yang diartikan adanya situasi memerlukan kurikulum yang mengajarkan local
dimana air laut surut dan masyarakat harus lari wisdom atau kearifan lokal suatu daerah agar
ke bukit. Ini adalah pengetahuan yang diperoleh masyarakatnya tangguh menghadapi bencana.17
dari leluhur belajar dari kejadian bencana yang Ketangguhan masyarakat dalam menghadapi
pernah terjadi puluhan tahun lalu. Smong ini bencana itu diperoleh dari pemahaman secara
yang menyelamatkan masyarakat di pulau menyeluruh tentang kearifan di daerahnya.
ketangguhan masyarakat dalam menghadapi
sangat dekat dengan pusat gempa. Smong bagi bencana itu diperoleh dari pemahaman secara
masyarakat pulau Simeulue disosialisasikan menyeluruh tentang kearifan di daerahnya.
turun temurun melalui dongeng dan legenda Sehingga dalam konteks mitigasi pengurangan
oleh tokoh masyarakat sehingga istilah ini jadi risiko bencana, adanya kurikulum berbasis
melekat dan membudaya di hati masyarakat kearifan lokal akan dapat menjelaskan tentang
pulau itu. Dengan pengetahuan yang dimiliki hubungan manusia dengan alam dan budayanya.
orang Simeulue banyak masyarakat pesisir Karena masyarakat yang tangguh terhadap
pantai lainnya di Aceh terselamatkan saat bencana adalah masyarakat yang toleran
tsunami terjadi.16 terhadap alamnya dan memahami alam yang
Penggalian terhadap kearifan lokal sangat ditempatinya.
diperlukan karena memberikan pemahaman dan
panduan dalam lingkup tradisi lokal bagaimana C. Penutup
menjalani kehidupan sehari-hari, termasuk Dilihat secara geologis, geomorfologis dan
pengetahuan ciri-ciri bencana dan larangan
melakukan kegiatan yang merusak lingkungan bencana, terutama bencana geologis dan hidro-
atau keseimbangan ekosistem. Budaya mitigasi
potensi bencana baik yang ada di Indonesia
15 Borokoa. 2010. Membangun Budaya Mitigasi Bencana Berbasis Potensi Ke-
arifan Lokal Nias. Diakses pada tanggal 11 November 2013 dari: http://niasonline. maupun lingkungan sekitar sangat diperlukan
net.
16 Respati Wikantiyoso, 2010. Mitigasi Bencana Di Perkotaan; Adap-
sebagai pengetahuan terhadap pengurangan
tasi Atau Antisipasi Perencanaan Dan Perancangan Kota? (Potensi Kearifan Lokal risiko bencana. Selain itu, partisipasi masyarakat
Dalam Perencanaan Dan Perancangan Kota Untuk Upaya Mitigasi Bencana). Jur-
nal Local Wisdom. Volume 2 No. 1/Januari 2010 H. 18-29. 17 Ibid. h. 14
198 Sosio Didaktika: Vol. 1, No. 2 Des 2014

untuk mengurangi dan menghindari risiko M. Zein, A. 2010. Community Based Approach
bencana penting dilakukan dengan cara to Flood Hazard and Vulnerability
meningkatkan kesadaran dan kapasitas Assessment in Flood Prone Area: A Case
masyarakat. Pentingnya kurikulum kebencanaan Study in Kelurahan Sewu, Surakarta City,
adalah bagaimana siswa dapat terlibat langsung Indonesia. Thesis, ITC, The Netherland.
dalam penanganan bencana. Upaya ini sebaiknya Respati Wikantiyoso. 2010. Mitigasi Bencana
dilakukan sejak dini melalui pendidikan formal Di Perkotaan; Adaptasi atau Antisipasi
mulai dari SD sampai Perguruan Tinggi, yaitu Perencanaan dan Perancangan Kota?
dengan menyiapkan kurikulum berdasarkan (Potensi Kearifan Lokal Dalam
konsep dan pelaksanaannya, maupun kurikulum Perencanaan dan Perancangan Kota
berdasarkan struktur dan materi pelajarannya. Untuk Upaya Mitigasi Bencana). Jurnal
Kurikulum bencana harus mengakomodasi Local Wisdom. Volume 2 No. 1/Januari
kearifan lokal yang ada karena hampir seluruh 2010.
wilayah Indonesia yang rawan bencana, sebagai Siti Irene Astuti dan Sudaryono. 2010. Peran
upaya memberikan pendidikan yang tepat Sekolah dalam Pembelajaran Mitigasi
tentang menghadapi sekaligus menangani Bencana. Jurnal Dialog Penanggulangan
bencana. Bencana. Volume 1 No. 1/2010.
Su Rito Hardoyo. 2011. Strategi Adaptasi
Daftar Pustaka Masyarakat Dalam Menghadapi Bencana
Banjir Pasang Air Laut di Kota Pekalongan.
Borokoa. 2010. Membangun Budaya Mitigasi
Bencana Berbasis Potensi Kearifan Lokal Nias. Gadjah Mada.
Diakses pada 11 November 2013 dari: Surono. 2013. Kearifan Lokal, Senjata Tangguh
http://niasonline.net. Hadapi Bencana. Diakses pada 7 Oktober
D.S. Mileti & L.P. Gottschlich. 2001. Hazards 2013 dari: www.metrotvnews.com.
and Sustainable Development in the Suryanti, dkk. 2010. Motivasi dan Partisipasi
United States. Journal of Risk Management, Masyarakat dalam Upaya Pengurangan
Vol. 3, No. 1. 2001. Multirisiko Bencana di Kawasan Kepesisiran
Karyono. 2010. Pendidikan Mitigasi Bencana Parangtritis dalam Penaksiran Multirisiko
Dalam Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Bencana di Wilayah Kepesisiran Parangtritis,
di Indonesia. Dalam Halim, Muliha. (pyt.) Yogyakarta. Yogyakarta: PSBA Universitas
Prosiding Makalah Seminar Nasional Gadjah Mada.
Pendidikan IPS. Bandung: Sekolah Syafri Burhanuddin. 2010. Kurikulum Bencana
Pascasarjana Universitas Pendidikan Alam untuk Tahun Ajaran 2010-2011.
Indonesia. Diakses pada 7 Oktober 2013 dari: www.
Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor poskotanews.com.
131 Tahun 2003 Tentang Pedoman Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
Penanggulangan Bencana Dan 24 Tahun 2007 Tentang Penaggulangan
Penanganan Pengungsi di Daerah. Bencana.
Khaerudin. 2009. Pengembangan Kurikulum
Berbasis Lokal Berwawasan Global. Diakses
pada 11 November 2013 dari: http://
ilmupendidikan.net.

Anda mungkin juga menyukai