Anda di halaman 1dari 4

Nama : Yuda Tri Simon Sihotang (190510091)

Tingkat : I (B)
Semester :I
Mata Kuliah : Manusia dan Kebudayaan Indonesia
Dosen : Dr. Yustinus Slamet Antomo

PANDANGAN BANGSA INDONESIA MENGENAI BERBICARA MEMBACA DAN


MENULIS
Pendahuluan
Berbicara mengenai berbicara, membaca dan menulis, kita tidak dapat lepas dari bahasa
(Sastra). Ilmu sastar memiliki keistimewaan, atau juga keanehan yang berbeda dengan cabang
ilmu pengetahuan lainnya. Sastra dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Sansekerta: akar
katanya sas, dalam kata kerja turunan berarti mengarakan, mengajar, memberi petunjuk atau
instruksi.1 Akhiran -tra biasanya menunjukkan alat, sarana. Maka sastra dapat diartikan alat
untuk mengajar, buku petunjuk, buku instruksi atau pengajaran.
Dalam berbahasa(bersastra) dapat dibagi dalam dua bagian yaitu: bahasa lisan dan
bahasa tulisan. Budaya Indonesia sudah lama mengenal kebudayaan berbahasa ini sebelumya.
Dalam budaya jawa kesastraan jawa kuno termasuk sastra dunia yang mulia.2 Tetapi dalam
kehidupan sehari-hari bahasa lisan lebih menonjol karena bahasa lisan lebih banyak digunakan
bahkan sampai kepada bidang pendidikan. Inilah yang akan dibahas mengapa orang Indonesia
lebih suka berbicara dari pada membaca dan menulis.

Perbedaan Sastra Lisan (Berbicara) Dengan Sastra Tulisan3


A. Dalam situasi komunikasi, sastra tulis tidak memerlukan komunikasai langsung
antara pencipta dan pembaca atau penikmat sedangkan dalam sastra
lisan(berbicara) harus memiliki lawan bicara.
B. Cara penelitian kedua satra ini sangatlah berbeda bahkan dari segi teori dan
pendekatan ilmiah.
C. Satra lisan(berbicara) lebih banyak digunakan daripada satra lisan, terutama di
Indonesia. Berbicara lebih disukai karena tak banyak menuntut unsur-unsur dalam
penerapannya, sedangkan tulisan harus membutuhkan media seperti alat tulis,
kertas dan sebagainya.

1
A. TEEUW, SATRA DAN ILMU SATRA PENGANTAR TEORI SATRA (Jakarta, Pustaka Jaya-
Grimurti Pasaka), hlm 21
2
A. TEEUW, SATRA DAN ILMU SATRA PENGANTAR TEORI SATRA (Jakarta, Pustaka Jaya-Grimurti
Pasaka), hlm 23
3
A. TEEUW, SATRA DAN ILMU SATRA PENGANTAR TEORI SATRA (Jakarta, Pustaka Jaya-Grimurti
Pasaka), hlm 278

1
MENGAPA BANGSA INDONESIA LEBIH MENYUKAI BERBICARA DARIPADA
MEMBACA DAN MENULIS?
Berbicara dari dahulu sangatlah penting, sampai sekarang di berbagai budaya Indonesia
lebih banyak menggunakan satra lisan daripada tulisan. Hal itu tampak dari karya tulis yang
banyak disampaikan dengan berbicara atau tulis. Contoh yang kongkret adalah Puisi.
Masyarakat Indonesia lebih senang mendengar orang berpuisi daripada membaca dan menulis
puisi. Inilah alasan mengapa buhasa lisan lebih berkembang di Indonesia, sehinggan
masyarakat Indonesia malas untuk membaca dan menulis:
1. Masih banyaknya masyarakat Indonesia yang buta huruf
Ahmad Tohari seorang sastrawan mengadakan penilitian di sebuah dusun dan dalam
penelitiannya masyarakat dusun tersebut 100% buta huruf.
2. Informasi sehari-hari lebih banyak didapat dari bahasa lisan(berbicara)
Pariyem menyatakan bahwa hidupnya lebih banyak dipenuhi dari kelisanan. Seperti
kehidupan sehari-hari informasi yang diperoleh dari pembicaraan dengan orang sekitar.
Mengingat itu saya teringat bahwa kemerdekaan Indonesia pada awalnya juga diketahui
oleh masyarakat desa melalui bahasa lisan yaitu berita-berita yang disebarkan melalui
berbicara dan mendengar melalui radio.
3. Banyaknya buku-buku yang disampaikan dengan cara lisan daripada tulisan.
Pelajaran-pelajaran di sekolah buku-buku yang digunakan oleh guru-guru
disampaikan dengan cara lisan.
4. Sekolah-sekolah lebih mencanangkan budaya menghapal(mengingat)
Siswa-siswi sekolah di Indonesia lebih ditekankan untuk menghapal pelajaran daripada
menulis, sehingga minat membaca dan menulis menurun, karena siswa-siswi lebih senang
menyampaikan dengan bahasa lisan daripada tulisan.
5. Karya-karya yang disampaikan dengan berbicara
Banyak karya-karya sastra yang disampaikan melalui media lisan, contohnya: Puisi,
lagu, stand up comedy, dan lain sebagainya.
6. Membaca dan menulis membosankan
Membaca dan menulis membosankan, karena kurangnya kontak dengan daerah sekitar
karena dilakukan sendiri, sehingga cenderung membosankan.
7. Mutu buku bacaan yang rendah
Buku-buku yang ada tidak memiliki banyak wawasan atau pengetahuan yang dapat
diambil atau boleh dikatakan mutu buku sangat rendah.
8. Rendahnya mutu guru pada zaman sekarang yang kurang memberi semangat pada
siswanya dalam membaca dan menulis.4
9. Orangtua kurang tegas dalam membudayakan budaya membaca dan menulis.
Dari hal ini dapat kita lihat bagaimana bangsa Indonesia lebih senang berbicara daripada
menulis dan membaca dan hal itu sudah terjadi atau berlangsung dari dulunya.

SOLUSI MENINGKATKAN SEMANGAT MEMBACA DAN MENULIS


MASYARAKAT IMDONESIA

4
Yohanes Enggar Harususilo, Harian Kompas (19 September 2019), MEMAJUKAN LITERASI DI
DAERAH

2
Banyak hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi rendahnya semangat membaca dan
menulis masyarakat Indonesia ini antaralain:5
 Menumbuhkan semangat membaca dan menulis masyarakat
Memang mengatasi hal ini sangatlah sulit tetapi dapat dicoba dengan mengadakan
sosialisasi mengenai manfaat membaca dan menulis. Pemerintah juga harus setia dan
konsisten dalam pelaksanaannya agar masyarakat melihat bahwa hal itu memang sangat
penting dan berguna bagi kehidupan mereka.
 Memberantas buta huruf atau buta aksara
Setelah adanya pemahaman dasar maka mulailah dengan memberikan mereka
pendidikan membaca dan menulis secara gratis. Usahakan juga pemberantasan ini
intensif dan berjalan secara lancar dan efisien.
 Penyedian buku-buku di sekolah-sekolah yang di desa atau di daerah-daerah tertinggal.
 Meningkatkan mutu buku-buku pelajaran yang menarik dan berwawasan luas
Hal inilah yang terkadang membuat minat untuk membaca dan menulis sangat rendah,
karena mutu buku-buku yang rendah dan terbatas.
 Mengadakan lomba-lomba karya tulis
Dengan mengadakan lomba-lomba karya tulis bagi sekolah-sekolah atau instansi-
instansi tertentu.
 Menghargai karya-karya tulis
Pemerintah melalu sekolah-sekolah atau instansi-instansi memberikan penghargaan
pada mereka yang memiliki semangat membaca dan menulis.
 Pembangunan perpustakaan yang menciptakan suasana yang menarik dan
menyenangkan.
Hal inilah yang diinginkan oleh anak muda, tempat yang menarik dan dapat
merangsang semangat baca dari siswa atau mahasiswa, melalui tempat sekitar.

Kesimpulan
Rendahnya semangat membaca dan menulis sudahlah dari dulu kalah terjadi negara
kita. Masyarakat lebih suka berbicara daripada membaca karena, berbicara tak menuntut
banyak media. Ditamba lagi kemajuan zaman saat ini maka orang sudah meninggalkan budaya
membaca dan menulis, karena dianggap sebagai aktivitas yang membosankan.
Pada zaman sekarang itu juga semakin tampak pada generasi milenial saat ini, hal itu
karena budaya membaca dan menulis kurang diperhatikan dan tekankan, masyarakat lebih suka
berbicara satu dengan yang lain, sehingga pengetahuan menjadi terbatas.
Sebenarnya solusinya sederhana dan ada pada kita, tetapi kembali pada diri dan
semangat negara dan bangsa Indonesia ini, siap atau maukah mengembangkan semangat
membaca dan menulis dalam diri. Berbicara hanyalah mengetahui apa yang sudah dipelajari
seseorang dan bersifat terbatas, sebatas apa seseorang tersebut belajar dan mengingat sesuatu
hal tersebut. Sedangkan membaca dan menulis, tidak ada batasan dan tidak bersifat terbatas,
cakupannya pun luas dan tak terbatas.

5
Cahyu Cantika Amiranti, Kompas.com, SOLUSI MENINGKATKAN SEMANGAT MEMBACA
ANAK (22 JUNI 2017)

3
BIBLIOGRAFI PENULISAN
TEEUW.A. 1984. Indonesia Antara Kelisanan dan Keaksaraan. Jakarta. PT Pustaka Jaya-
Grimukti Pasaka.
TEEUW. A. 1988. Sastra dan Ilmu sastra: pengantar teori sastra. Jakarta. PT Pustaka Jaya-
Grimukti Pasaka.
Harususilo Enggar Yohanes. 2019. Memajukan Literasi di Daerah 3T (Tertular, Tertinggal,
Terdepan). Nusa Tenggara Timur. Harian Kompas.
Amiranti Cantika Cahyu. 2017. Solusi Meningkatkan Semangat Membaca Anak. Nusa
Tenggara Timur. Harian Kompas.

Anda mungkin juga menyukai