Preeklampsi:Eklampsi
Preeklampsi:Eklampsi
Pengentian
Pre-eklampsia adalah salah satu kasus gangguan kehamilan yang bisa menjadi
penyebab kematian ibu. Kelainan ini terjadi selama masa kehamilan, persalinan, dan
masa nifas yang akan berdampak pada ibu dan bayi. Pre-eklampsia dalam kehamilan
adalah apabila dijumpai tekanan darah 140/90 mmHg setelah kehamilan 20 minggu
(akhir triwulan kedua sampai triwulan ketiga) atau bisa lebih awal terjadi.
Preeklamsi adalah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, proteinuria dan edema yang
ditimbul karena kehamilan. Penyakit ini umumnya terjadi dalam triwulan ke 3 pada
kehamilan, tetapi dapat terjadi sebelumnya misalnya pada mola hidatidosa
(prawirohardjo, 2005).
Preeklamsi adalah kumpulan gejala yang timbul pada ibu hamil, bersalin dan
dalam masa nifas yang terdiri dari trias yaitu hipertensi, proteinuria dan edema yang
kadang-kadang disertai konvulsi sampai koma, ibu tersebut tidak menunjukkan tanda-
tanda kelainan vascular atau hipertensi sebelumnya (muchtar, 1998)
Hipertensi (tekanan darah tinggi) di dalam kehamilan terbagi atas pre-eklampsia ringan,
preklampsia berat, eklampsia, serta superimposed hipertensi (ibu hamil yang sebelum
kehamilannya sudah memiliki hipertensi dan hipertensi berlanjut selama kehamilan).
Tanda dan gejala yang terjadi serta tatalaksana yang dilakukan masing-masing penyakit
di atas tidak sama.
B. Etiologi
Penyebab preeklampsia sampai saat ini masih belum diketahui secara pasti,
sehingga penyakit ini disebut dengan “The Diseases of Theories”. Beberapa faktor yang
berkaitan dengan terjadinya pre-eklampsia adalah :
1. Faktor Trofoblast
Semakin banyak jumlah trofoblast semakin besar kemungkina terjadinya
Preeklampsia. Ini terlihat pada kehamilan Gemeli dan Molahidatidosa. Teori ini
didukung pula dengan adanya kenyataan bahwa keadaan preeklampsia membaik
setelah plasenta lahir.
2. Faktor Imunologik
Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan jarang
timbul lagi pada kehamilan berikutnya. Secara Imunologik dan diterangkan bahwa
pada kehamilan pertama pembentukan “Blocking Antibodies” terhadap antigen
plasenta tidak sempurna, sehingga timbul respons imun yang tidak menguntungkan
terhadap Histikompatibilitas Plasenta. Pada kehamilan berikutnya, pembentukan
“Blocking Antibodies” akan lebih banyak akibat respos imunitas pada kehamilan
sebelumnya, seperti respons imunisasi.
Fierlie FM (1992) mendapatkan beberapa data yang mendukung adanya sistem
imun pada penderita Preeklampsia-Eklampsia :
a. Beberapa wanita dengan Preeklampsia-Eklampsia mempunyai komplek
imun dalam serum.
b. Beberapa studi juga mendapatkan adanya aktivasi system komplemen
pada Preeklampsia-Eklampsia diikuti dengan proteinuri.
Stirat (1986) menyimpulkan meskipun ada beberapa pendapat menyebutkan bahwa
sistem imun humoral dan aktivasi komplemen terjadi pada Preeklampsia, tetapi
tidak ada bukti bahwa sistem imunologi bisa menyebabkan Preeklampsia.
3. Faktor Hormonal
Penurunan hormon Progesteron menyebabkan penurunan Aldosteron antagonis,
sehingga menimbulkan kenaikan relative Aldoteron yang menyebabkan retensi air
dan natrium, sehingga terjadi Hipertensi dan Edema.
4. Faktor Genetik
Menurut Chesley dan Cooper (1986) bahwa Preeklampsia/eklampsia bersifat
diturunkan melalui gen resesif tunggal. Beberapa bukti yang menunjukkan peran
faktor genetic pada kejadian Preeklampsia-Eklampsia antara lain:
a. Preeklampsia hanya terjadi pada manusia.
b. Terdapatnya kecendrungan meningkatnya frekwensi Preeklampsia-
Eklampsia pada anak-anak dari ibu yang menderita Preeklampsia-
Eklampsia.
c. Kecendrungan meningkatnya frekwensi PreeklampsiaEklampsia pada
anak dan cucu ibu hamil dengan riwayat Preeklampsia-Eklampsia dan
bukan pada ipar mereka.
5. Faktor Gizi
Menurut Chesley (1978) bahwa faktor nutrisi yang kurang mengandung asam
lemak essensial terutama asam Arachidonat sebagai precursor sintesis
Prostaglandin akan menyebabkan “Loss Angiotensin Refraktoriness” yang memicu
terjadinya preeklampsia.
Jumlah primigravi, terutama primigravida muda
6. Distensi rahim berlebihan : hidramnion, hamil ganda, mola hidatidosa
7. Penyakit yang menyertai hamil : diaetes melitus, kegemukan
8. Jumlah umur ibu diatas 35 tahun ( Ida Bagus. 1998).
9. Pre-eklampsia ringan jarang menyebabkan kematian ibu, namun dapat berisiko
menjadi pre-eklampsia berat bahkan timbul eklampsia. Pada primigravida frekuensi
pre-eklampsia lebih tinggi bila dibandingkan dengan multigravida, terutama
primigravida muda. Diabetes militus, mola hidatidosa, kehamilan ganda, hidrops
fetalis, umur lebih dari 35 tahun, dan obesitas merupakan faktor predisposisi untuk
terjadinya pre-eklampsia.
Penangan preeklamsi ringan dapat dilakukan dua cara, tergantung gejala yang
timbul, yakni :
a. Penatalaksaan rawat jalan pasien preeklamsi ringan, dengan cara :
1) Ibu dianjurkan banyak istirahat (berbaring tidur/miring)
2) Diet: cukup protein, rendah lemak, rendah karbohidrat, dan rendah garam
3) Pemberian sedative ringan
4) Kunjungan ulang setiap 1 minggu
5) Pemeriksaan laboratorium (Hb, Hemotokrit, trombosit, urine lengkap,asam urat
darah, fungsi hati, fungsi ginjal)
b. Penatalaksaan rawat tinggal pasien preeklamsi ringan berdasarkan kriteria :
1) Setelah 2 minggu pengobatan rawat jalan tidak menunjukkan adanya perbaikan
dari gejala-gejala preeklamsi
2) Kenaikan berat badan ibu 1 kg atau lebih perminggu selama 2 kali berturut-turut
(2 minggu)
3) Timbul salah satu atau lebih gejala atau tanda-tanda preeklamsi berat
Perawatan obstetri pasien preeklamsi ringan :
a. Kehamilan preterm (kurang 37 minggu)
Bila desakan darah mencapai normotensif selama perawatan, persalinan
ditunggu sampai aterm. Namun bila desakan darah turun tetapi belum
mencapai normotensif selama perawatan maka kehamilannya dapat diakhiri
pada umur kehamilan 37 minggu atau lebih
b. Kehamilan aterm (37 minggu atau lebih)
Perslaian ditunnggu smapai terjadinya onset persaliana atau di
pertimbangkan untuk melakukan persalianan pada taksiran tanggal
persalinan
c. Cara persalinan
Persalian dapat dilakukan secara spontan bila memperpendek kala II
2. Preeklamsi berat
Preeklamsi berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang ditandai dengan
timbulnya hipertensi 160/110 mmHg atau lebih desertai proteinuria dan/atau edema
pada kehamilan 20 minggu atau lebih. Gejala dan tanda preeklamsi berat :
a. Tekanan darah sistolik > 160 mmHg, tekanan darah diastolik > 110 mmHg
b. Peningkatan kadar enzim hati atau/dan ikterus
c. Trombosit < 100.000/𝑚𝑚3
d. Oliguria < 400 ml/24 jam
e. Proteinuria > 3 gr/liter
f. Nyeri episgastrium
g. Skotoma dan gangguan visus lainnya atau nyeri frontal yang berat
h. Perdarahan retina
i. Odem pulmonum
Pada preeklamsi berat juga terdapat penyulit lain, diantaranya : kerusakan organ-organ
tubuh seperti jantung, gagal ginjal, gangguan fungsi hati, gangguan pembekuan darah,
sindrome HELLP, bahkan dapat terjadi kematian pada janin, ibu, atau keduanya bila
preeklamsi tak segera diatasi dengan baik dan benar. Penanganan preeklamsi berat,
yakni
a. Perawatan aktif, sedapat mungkin sebelum perawatan aktif pada setiap penderita
dilakukan pemeriksaan fetal assessment yakni pemeriksaan nonstress test (NST)
dan USG, dengan indikasi (salah satu atau lebih) :
1) Ibu : usia khamilan 37 minggu atau lebih; adanya tanda- tanda atau gejala
impending eklamsi, kehgagalan terapi konservatif yaitu setelah 6 jam
pengobatan meditasi terjadi kenaikan desakan darah atau setelah 24 jam
perwatan edicinal, ada gejala-gejala satus quo (tidak ada perbaikan)
2) Janin : hasil fetal assesment jelek (NST dan USG): adanya tanda Intravena
Uterine Growt retardatin (IUGR)
3) Hasil laboratorium: adanya “HELP syndrome” (hematolisis dan peningkatan
fungsi hepar, trombositopenia)
b. Pengobatan medisinal pasien preeklamsi berat (dilakukan dirumah sakit dan atas
instruksi dokter) yaitu : segera masuk RS: tirah baring kesatu sisi. Tanda-tanda vital
diperiksa setiap 30 menit, reflek patella setiap jam, infus RL dextrose 5% dimana
setiap 1 liter disleingi infus RL (60-125 cc/jam) 500CC, berikan antasida, diet
cukup protein, rendah karbohidrat, rendah lemak, dan rendah garam, pemberian
obat anti kejang, MgSO4, diuretik tidak diberikan kecuali bila ada tanda-tanda
edema paru, payah jantung kongestif atau edema anasarka, diberikan furosemid
injeksi 40mg/IM
c. Antidepresa diberikan bila : tekanan darah sistolis lebih 180 mmHg. Diastolis lebih
dari 110 mmHg atau MAP lebih 125 mmHg. Sasasaran pengobatan adalah tekanan
diastolis kurang 105 mmHg (bukan kurang 90 mmHg) karena akan menurunkan
perfusi plasenta, dosis antihipertensi sama dengan dosis antihipertensi pada
umumnnya.
d. Bila dibutuhkan penurunan tekanan darah secepatnya, dapat diberikan obat-obat
antihipertensi parenteral (tetesan kontinyu)
e. Bila tidak tersedia anti hipertensi parental dapat diberikan tablet anti hipertensi
secara sublingual diulang selang 1 jam, maksimal 4-5 kali. Bersama dengan awal
pemberian sublingual maka obat yang sama mulai diberikan secara oral (Syakib
Bakri, 1997)
f. Pengobatan jantung jika ada indikasinya yakni ada tanda-tanda menjurus payah
jantung, diberikan digitalisasi cepat dengan cedilanid
g. Lain-lain : konsul bagian penyakit dalam / jantung, mata.
E. Patofisiologi Pre-Eklampsia
F. Eklampsi
1. Defenisi
Eklamsi adalah kelainan akut pada wanita hamil, dalam persalinan atau masa nifas yang
ditandai dengan timbulnya kejang (bukan timbul akibat neurologik) dan/ atau koma
dimana sebelumnya sudah menunjukkan gejala- gejala preeklamsi.
Eklamsi adalah penyakit akut dengan kejang dan koma pada wanita hamil dan wanita
masa nifas disertai dengan hipertensi, oedema dan protenuria.
Eklamsi lebih sering terjadi pada kehamilan kembar, hydramnion, mola hydatidosa, dan
eklamsi dapat terjadi sebelum kehamilan bulan ke-6.
2. Tanda dan gejala
Pada umumnya kejang didahului oleh makin memburuknya preeklamsi dan terjadinya
gejala-gejala nyeri kepala di daerah frontal, gangguan penglihatan, mual, nyeri di
episgastrium, dan hiperrefleksia. Bila keadaan ini tidak dikenal dan diobati, akan timbul
kejang; terutama pada persalinan, ini bahaya besar. Konvulsi eklamsi dibagi dalam 4
tingkat, yaitu :
a. Tingkat awal atau aura. Gejala ini berlangsung kira-kira 30 detik. Mata terbuka
tanpa melihat, kelopak mata bergetar demikian pula tangannya, dan kepala diputar
kekanan atau ke kiri
b. Kemudian timbul tingkat kejang tonik yang berlangsung 30 detik. Dalam tingkat
ini seluruh otot menjadi kaku, wajahnya kelihatan kaku, tangan menggenggam, dan
kaki bengkok ke dalam. Pernafasan berhemti, muka mulai menjadi sianotik, lidah
dapat tergigit.
c. Stadium ini kemudian disusul oleh tingkat kejang klonik yang berlangsung antara
1-2 menit. Spasmus tonik menghilang. Semua otot berkontraksi dan berulang-ulang
dalam tempo yang cepat. Mulut membuka dan menutup dan lidah dapat tergigit
lagi. Bola mata menonjol. Dari mulut keluar lidah berbusa, muka menunjukkan
kongesti dan sianosis. Penderita menjadi tak sadar. Kejang klonik ini dapat
demikian hebatnya, sehingga penderita dapat terjatuh dari tempat tidurnya.
Akhirnya, kejang terhenti dan penderita menarik nafas secara mendengkur.
d. Sekarang masuk tingkat koma, lamanya ketidak sadaran tidak berlangsung lama.
Secara perlahan-lahan penderita menjadi sadar lagi, akan tetapi serangan ini dapat
terjadi secara berulang sehingga ia tetap koma.
e. Selama serangan tekanan darah meninggi, nadi cepat, dan suhu meninggkat sampai
40 derajat Celcius. Sehingga akibat serangan dapat terjadi komplikasi-komplikasi
seperti : lidah tergigit, sehingga terjadi perlukaan dan fraktura, gangguan
pernafasan, solusio plasenta, dan perdarahan otak.
3. Diagnosis
Dengan adanya tanda-tanda dan gejala preeklamsi yang disusul dengan serangan
kejang yang telah diuraikan diatas, maka diagnosis eklamsi sudah tidak diragukan.
Walaupun demikian eklamsi harus dibedakan antara :
a. Epilepsi; dalam anamesis diketahui adanya serangan sebelum hamil atau pada
hamil muda dan tanda preeklamsi tidak ada
b. Kejang karena obat anastesi; apabila obat anastesi lokal diinjeksikan kedalam vena,
dapat timbul kejang
c. Koma karena sebab seperti diabetes, perdarahan otak, meningitis, ensefalitis, dan
lain-lain