Asuhan Keperawatan Tuberkulosis
Asuhan Keperawatan Tuberkulosis
1. Pengertian
Tuberkulosis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium
tubeculosis.
2. Etiologi
Jenis kuman berbentuk batang, ukuran panjang 1-4/um dan tebal 0,3-0,6/um. Sebagian
besar kuman berupa lemak/lipid sehingga kuman tahan terhadap asam dan lebih tahan
terhadap kimia , fisik. Sifat lain dari kuman ini adalah aerob yang menyukai daerah yang
banyak oksigin, dalam hal ini lebih menyenangi daerah yang tinggi kandunagn oksiginnya
yaitu. daerah apikal paru, daerah ini yang menjadi prediksi pada penyakit Tuberkulosis
3. Proses Penularan
Tuberkulosis tergolong airborne disease yakni penularan melalui droplet nuclei yang
dikeluarkan ke udara oleh individu terinfeksi dalam fase aktif. Setiapkali penderita ini batuk
dapat mengeluarkan 3000 droplet nuclei. Penularan umumnya terjadi di dalam ruangan
dimana droplet nuclei dapat tinggal di udara dalam waktu lebih lama. Di bawah sinar
matahari langsung basil tuberkel mati dengan cepat tetapi dalam ruang yang gelap lembab
dapat bertahan sampai beberapa jam. Dua faktor penentu keberhasilan pemaparan
Tuberkulosis pada individu baru yakni konsentrasi droplet nuclei dalam udara dan panjang
waktu individu bernapas dalam udara yang terkontaminasi tersebut di samping daya tahan
tubuh yang bersangkutan.
Di samping penularan melalui saluran pernapasan (paling sering), M.
tuberculosis juga dapat masuk ke dalam tubuh melalui saluran pencernaan dan luka terbuka
pada kulit (lebih jarang).
4. Patofisiologi
Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveoli biasanya diinhalasi sebagai suatu
unit yang terdiri dari satu sampai tiga basil karena gumpalan yang lebih besar cenderung
tertahan di rongga hidung dan dan tidak menyebabkan penyakit (Dannenberg, 1981 dikutip
dari Price, 1995). Setelah berada dalam ruang alveolus (biasanya di bagian bawah lobus atas
atau di bagian atas lobus bawah) basil tuberkulosis ini membangkitkan reaksi peradangan.
Lekosit polimorfonuklear tampak pada tempat tersebut dan mefagosit bakteri tetapi tidak
membunuh organisme tersebut. Sesudah hari-hari pertama maka lekosit diganti oleh
makrofag. Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala-gejala
pneumonia akut. Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya tanpa menimbulkan
kerusakan jaringan paru atau proses dapat berjalan terus dan bakteri terus difagosit atau
berkembang biak di dalam sel. Basil juga menyebar melalui kelenjar limfe regional.
Makrofag yang mengalami infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga
membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limfosit. Reaksi ini biasanya
berlangsung selama 10-20 hari.
Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif padat seperti keju, lesi
nekrosis ini disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang mengalami nekrosis kaseosa dan jaringan
granulasi disekitarnya yang terdiri dari sel epiteloid dan fibroblas menimbulkan respon
berbeda. Jaringan granulasi menjadi lebih fibrosa, membentuk jaringan parut yang akhirnya
membentuk suatu kapsul yang mengelilingi tuberkel.
Lesi primer paru-paru disebut fokus Ghon dan gabungan terserangnya kelenjar limfe
regional dan lesi primer dinamakan kompleks Ghon. Kompleks Gohn yang mengalami
perkapuran ini dapat dilihat pada orang sehat yang kebetulan menjalani pemeriksaan
radiogram rutin.
Respon lain yang terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan dimana bahan cair
lepas ke dalam bronkus dan menimbulkan kavitas. Materi tuberkular yang dilepaskan dari
dinding kavitas akan masuk ke percabangan trakeobronkial. Proses ini dapat terulang kembali
pada bagian lain dari paru atau basil dapat terbawa ke laring, telinga tengah atau usus.
Kavitas kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan dan meninggalkan jaringan
parut fibrosa. Bila peradangan mereda lumen bronkus dapat menyempit dan tertutup oleh
jaringan parut yang terdapat dekat dengan perbatasan bronkus. Bahan perkejuan dapat
mengental sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran yang ada dan lesi mirip dengan lesi
berkapsul yang tidak terlepas. Keadaan ini dapat tidak menimbulkan gejala dalam waktu
lama atau membentuk lagi hubungan dengan bronkus dan menjadi tempat peradangan aktif.
Penyakit dapat menyebar melalui saluran limfe atau pembuluh darah
(limfohematogen). Organisme yang lolos dari kelenjar limfe akan mencapai aliran darah
dalam jumlah yang lebih kecil yang kadang-kadang dapat menimbulkan lesi pada berbagai
organ lain (ekstrapulmoner). Penyebaran hematogen merupakan suatu fenomena akut yang
biasanya menyebabkan tuberkulosis milier. Ini terjadi bila fokus nekrotik merusak pembuluh
darah sehingga banyak organisme masuk ke dalam sistem vaskuler dan tersebar ke dalam
sistem vaskuler ke organ-organ tubuh.
5. Gambaran Klinik
Tuberkulosis sering dijuluki “the great imitator” yaitu suatu penyakit yang mempunyai
banyak kemiripan dengan penyakit lain yang juga memberikan gejala umum seperti
lemah dan demam. Pada sejumlah penderita gejala yang timbul tidak jelas sehingga
diabaikan bahkan kadang-kadang asimtomatik.
Gambaran klinik TB paru dapat dibagi menjadi 2 golongan, gejala respiratorik dan
gejala sistemik:
6. Klasifikasi
Sesuai dengan program Gerdunas P2TB klasifikasi TB Paru dibagi sebagai berikut:
1. TB Paru BTA Positif dengan kriteria:
- Dengan atau tanpa gejala klinik
- BTA positif: mikroskopik positif 2 kali, mikroskopik positif 1 kali disokong biakan positif 1
kali atau disokong radiologik positif 1 kali.
- Gambaran radiologik sesuai dengan TB paru.
2. TB Paru BTA Negatif dengan kriteria:
- Gejala klinik dan gambaran radilogik sesuai dengan TB Paru aktif
- BTA negatif, biakan negatif tetapi radiologik positif.
3. Bekas TB Paru dengan kriteria:
- Bakteriologik (mikroskopik dan biakan) negatif
- Gejala klinik tidak ada atau ada gejala sisa akibat kelainan paru.
- Radiologik menunjukkan gambaran lesi TB inaktif, menunjukkan serial foto yang tidak
berubah.
- Ada riwayat pengobatan OAT yang adekuat (lebih mendukung).
7. Terapi
Tujuan pengobatan pada penderita TB Paru selain untuk mengobati juga mnecegah
kematian, mencegsah kekambuhan atau resistensi terhadap OAT serta memutuskan mata
rantai penularan.
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase
lanjutan (4-7 bulan). Paduan obat yang digunakan terdiri dari obat utama dan obat tambahan.
Jenis obat utama yang digunakan sesuai dengan rekomendasi WHO adalah Rifampisin, INH,
Pirasinamid, Streptomisin dan Etambutol. Sedang jenis obat tambahan adalah Kanamisin,
Kuinolon, Makrolide dan Amoksisilin + Asam Klavulanat, derivat Rifampisin/INH. Cara
kerja, potensi dan dosis OAT utama dapat dilihat pada tabel berikut:
Rekomendasi Dosis (mg/kg BB)
Obat Anti TB
Aksi Potensi Per Minggu
Esensial Per Hari
3x 2x
Isoniazid (H) Bakterisidal Tinggi 5 10 15
Rifampisin (R) Bakterisidal Tinggi 10 10 10
Pirasinamid (Z) Bakterisidal Rendah 25 35 50
Streptomisin (S) Bakterisidal Rendah 15 15 15
Etambutol (E) Bakteriostatik Rendah 15 30 45
Untuk keperluan pengobatan perlu dibuat batasan kasus terlebih dahulu berdasarkan
lokasi tuberkulosa, berat ringannya penyakit, hasil pemeriksaan bakteriologik, hapusan dahak
dan riwayat pengobatan sebelumnya. Di samping itu perlu pemahaman tentang strategi
penanggulangan TB yang dikenal sebagai Directly Observed Treatment Short Course
(DOTS) yang direkomendasikan oleh WHO yang terdiri dari lima komponen yaitu:
1. Adanya komitmen politis berupa dukungan pengambil keputusan dalam penanggulangan TB.
2. Diagnosis TB melalui pemeriksaan dahak secara mikroskopik langsung sedang pemeriksaan
penunjang lainnya seperti pemeriksaan radiologis dan kultur dapat dilaksanakan di unit
pelayanan yang memiliki sarana tersebut.
3. Pengobatan TB dengan paduan OAT jangka pendek dengan pengawasan langsung oleh
Pengawas Menelan Obat (PMO) khususnya dalam 2 bulan pertama dimana penderita harus
minum obat setiap hari.
4. Kesinambungan ketersediaan paduan OAT jangka pendek yang cukup.
5. Pencatatan dan pelaporan yang baku.
Pneumothorax adalah keadaan dimana terdapat udara dalam rongga pleura. Normalnya pleura
tidak berisi udara, supaya paru-paru leluasa mengembang terhadap rongga dada. Udara
masuk dalam rongga pleura melalui 3 jalan, yakni:
1. Udara atmosfir masuk ke dalam rongga pleura melalui penetrasi di dinding dada misalnya
pada trauma (pneumothorax traumatik).
2. Pembentukan gas oleh mikroorganisme dalam dinding pleura pada penyakit ifeksi paru
(pneumothorax spontan)
3. Pneumothorax artifisial yang sengaja dilakukan melalui tidakan pembedahan pada trauma.
Penumothorax pada TB paru merupakan pneumothorax spontan yang timbul akibat nekrosis
jaringan yang menjalar sampai pinggir jaringan parut parenkim paru, membentuk bulla yang
selanjutnya robek ke dalam pleura.
9. Tes Diagnostik
Tes Kulit (PPD, Mantoux, Vollmer) Reaksi positif (area indurasi 10 mm atau
lebih) menunjukkan infeksi masa lalu dan
adanya antibodi tetapi tidak berarti untuk
menunjukkan keaktivan penyakit.
Biopsi jarum pada jaringan paru Positif untuk gralunoma TB, adanya giant cell
menunjukkan nekrosis.
Darah:
-LED Indikator stabilitas biologik penderita, respon
terhadap pengobatan dan predeksi tingkat
penyembuhan. Sering meningkat pada proses
aktif.
PENATALAKSANAAN :
Penyuluhan
Pencegahan
Pemberian obat-obatan :
1. OAT (obat anti tuberkulosa) :
2. Bronchodilatator
3. Expektoran
4. OBH
5. Vitamin
Fisioterapi dan rehabilitasi
Konsultasi secara teratur
ASUHAN KEPERAWATAN
PENGKAJIAN
a. Pola aktifitas dan istirahat :
Fatique, Aktivitas berat timbul sesak (nafas pendek), Sulit tidur, Berkeringat pada malam hari
b. Pola Nutrisi :
Anorexia, Mual, tidak enak diperut, BB menurun
c. Respirasi :
Batuk produktif (pada tahap lanjut), sesak nafas, Nyeri dada.
d. Riwayat Keluarga :
Biasanya keluarga penderita ada yang mempunyai kesulitan yang sama (penyakit yang sama)
e. Riwayat lingkungan :
Lingkungan kurang sehat (polusi, limbah), pemukiman padat, ventilasi rumah yang kurang,
jumlah anggauta keluarga yang banyak.
f. Aspek Psikososial :
Merasa dikucilkan
Tidak dapat berkomunikasi dengan bebas, menarik diri.
Biasanya pada keluarga yang kurang mampu.
Masalah berhubungan dengan kondisi ekonomi, untuk sembuh perlu waktu yang lama dan
biaya yang bayak.
Masalah tentang masa depan/pekerjaan pasien.
Tidak bersemangat, putus harapan.
g. Riwayat Penyakit sebelumnya :
Pernah sakit batuk yang lama dan tidak sembuh sembuh.
Pernah berobat, tetapi tidak sembuh.
Pernah berobat tetapi tidak teratur (drop out).
Pengobatan:
1. Nama obat : INH
Dosis : 1 x 400 mg
Farmakokinetik:
Diabsorbsi : dari saluran pencernaan, makanan mengurangi kecepatan dan tingkat absorbsi
Puncak : 1 - 2 jam
Distribusi : Keseluruh jaringan tubuh dan cairan termasuk CNS, melewati plasenta
Metabolisme : Tidak diaktifkan oleh acetylation di dalam hati
Eliminasi : waktu paruh 1 - 4 jam, 75 - 96% diekresikan dalam urin dalam 24 jam,
diekskresikan dalam air susu
Efek samping : biasanya dihubungkan dengan dosis
CNS : parestesias, perifeal neuropaty, nyeri kepala, kelemahan, tinitus, pusing, vertigo,
ataxia, somnolen, insomnia, amnesia,euphoria, toxis psikosis, perubahan tingkah laku,
depresi, kerusakan memori, hyperpireksia, halusinasi, konvulsi, otot kejang, mimpi yang
berlebihan , menstruasi
Mata : Penglihatan kabur, terganggunya penglihatan, optik neuritis, atropi
GI : Mual , muntah , epigastrium distress, mulut kering, konstipasi
Hematologi : Agranulositosis, hemolitik atau anemia aplastik, trombositopenia, eosinophilia,
methemoglobinemia
Hepatotoksisitas: panas dingin, kulit yang melepuh (mosbiliform, macula papular, purpura,
urticaria) limpadenitis, vaskulitis
Metabolik endokrin : Penurunan absorbsi vitamin B12, defisiensi pridoksin (vitamin B6),
pellagra, gynecomastia, hyperglikemia, glikosuria, hyperkalemia, hipophosphathemia,
hipokalsemia, acetonia, asidosis metabolik, proteinemia
Lain-lain : dyspnea, retensi urine, demam yangdisebabkan obat-obat, rematik, lupus
erythromatosus syndrome, iritasi di tempat bekas injeksi.
Implikasi perawatan :
Pengelolaan :
Obat oral INH lebih baik diberikan sebelum makan 1 - 2 jam sebelum makanan
diabsorbsi, jika terjadi iritasi GI, obat boleh diberikan bersama makanan
Isoniazid dalam bentuk larutan disimpan dalam bentuk kristal dan disimpan dalam
temperatur yang rendah. Jika hal ini terjadi obat disimpan ditempat yang hangat atau dalam
temperatur ruangan.
Nyeri lokal sementara setelah injeksi IM, massage daerah injeksi dengan cara memutar
daerah injeksi
Obat disimpan harus ditutup rapat, temperatur 15 - 30 C kecuali diberikan secara
sebaliknya
Pengkajian /efek obat :
Tes adanya kelemahan yang tepat, sebelum pemberian therapy untuk mendeteksi
kemungkinan bakteri yang resisten
Efek therapetik biasanya menjadi jelas dalam 2 - 3 minggu pertama pemberian therapi.
Lebih dari 90% pasien yang diberikan therapi mempunyai sputum yang berkurang setelah 6
bulan
Pemeriksaan mata
Monitor Tekanan darah selama pemberian obat
Pasien seharusnya secara hati-hati dengan interview dan diperiksa dalam interval bulanan
untuk mendeteksi dini dari tanda dan gejala hepatotoksisitas
Therapi INH yang kontinyu setelah onset dari disfungsi hepatik meningkatkan resiko
kerusakan hati yang lebih berat
Isoniazid hepatitis (kadang-kadang fatal) biasanya berkembang selama 3 - 6 bulan
pertama, tetapi mungkin terjadi setiap waktu selama pemberian therapi, hal ini lebih banyak
frekwensinya pada pasien dengan umur 35 tahun atau lebih atau terutama yang meminum
alkohol setiap hari
Cek berat badan 2 kali seminggu, di bawah kondisi standart
Pasien DM seharusnya diabsorbsi untuk hilangnya kontrol diabetes antara glikosuria yang
nyata dan tes benedik positif; yang palsu segera dilaporkan
Neuritis peripheral lebih banyak menimbulkan afek toksik seringkali didahului oleh
parestesikaki dan tangan. Pasien yang bebas kerentanan meliputi (termasuk) alkoholik atau
pasien denga penyakit liver, malnutrisi, diabetik, inaktivator lambat, wanita hamil dan
kekuatan.
Pendidikan kesehatan kepada keluarga dan pasien
Memeperingatkan pasien terhadap makanan yang mengandung tyramine (keju, ikan)
yang menjadi penyebab dari palpitasi, peningktan tekanan darah.
Instruksi pasien untuk melapor kepada medis bila ada tanda dan gejala dari
perkembangan hepatotoksik
Memperingatkan pasien terhadap makanan yang mengandung histamin (ikan tuna) yang
bisa menjadi penyebab dari palpitasi memperbesar respon obat (nyeri kepala,
hipotensi,palpitasi,berkeringat, diare)
Umumnya therapi INH diberikan 6 bulan - 2 tahun untuk pengobatan TBC yang aktif,
bila digunakan untuk terapi preventif, INH diberikan 12 bulan.
2. Nama obat : Ethambutol hydrochloride
Dosis: Dewasa 15 mg/kgBB (oral), untuk pengobatan ulang mulai dengan 25 mg kg/BB/hari
atau 60 hari, kemudian diturunkan sampai 15 mg/kgBB/hr
Anak: : 6 - 12 tahun: 10 - 15 mg/kgBB/hari
Farmakokinetik:
Absorbsi : 70% - 80% diabsorbsi di saluran pencernaan
Puncak 2 - 4 jam
Distribusi: diodistribusi ke seluruh jaringan tubuh, konsentrasi tertinggi dalam eritrosit,
ginjal, paru-paru, saliva, melalui plasenta, didistribusi kedalam air susu.
Metabolisme: dimetabolisme dalam hati
Eliminasi : waktu paruh 3 - 4 jam, 50% diekresikan dalam urin selama 24 jam, 20 - 22 % dikeluarkan
dalam feses
Efek samping :
CNS : Nyeri kepala , pening/pusing, kebingungan, halusinasi, parestesia, neuritis
peripheral, nyeri tulang sendi, kelemahan pada ekstremitas bagian bawah
Mata : Toksisitas bola mata : neuritis retrabulbar optik, kemungkinan neuritis anterior
optik dengan penurunan dalam ketajaman penglihatan, menyempitnya luas lapang pandang,
kebutaan pada warna merah-hijau, skotoma pada bagian pusat dan periferal, mata nyeri,
fotophobia, perdarahan dan edema retina.
Saluran pencernaan : anoreksia, mual, muntah, nyeri abdomen
Hypersensitifitas : pruritis , dermatitis, anafilaktis
Hyperuresemia, demam , malaise, leukopenia (jarang), sputum yang mengandung darah,
gangguan sementara dalam fungsi liver (kemungkinan hepatotoksisitas), nefrotoksisitas, gout
artritis akut, abnormalitas EKG, pengeluaran keringat
Implikasi Perawatan
Ethambutol mungkin diberikan setelah makan jika iritasi saluran pencernaan terjadi.
Absorpsi tidak begitu dipengaruhi oleh makanan dalam perut.
Lindungi ethambutol dari cahaya, kelembaman dan panas. Letakan dalam kemasan yang
tertutup rapat-rapat pada suhu 15 - 30 C kecuali kalau diberikan langsung .
Pengkajian dan efek obat
Kultur dan tes kerentanan seharusnya seharusnya ditentukan sebelum dimulainya
tindakan/dan pengulangan secara periodik pada terapi secara keseluruhan .
Toksisitas okuli secara umum kelihatan dalam 1 - 7 bulan setelah dimulainya tyerapi.
Gejala biasanya tidak tampak selama beberapa minggu sampai beberapa bulan setelah obat
tidak dilanjutkan
Uji opthalmoskopik meliputi tes luas lapang pandang , tes untuk ketajaman penglihatan
menggunakan kertas mata, dan tes untuk penggolongan diskriminasi warna seharusnya
ditentukan lebih dulu untuk memulai therapi dan dalam interval bulanan selama therapi. Mata
seharusnya dites secara terpisah sama baiknya secara bersama-sama
Monitor rasio input dan output pada pasien dengan kerusakan ginjal . Laporkan adanya
oliguria atau perubahan yang penting pada ratio atau dalam laporan laboratorium tentang
fungsi ginjal. Akumulasi sistemik dengan toksisitas dapat dihasilkan dari ekresi obat-obat
yang lambat
Tes fungsi ginjal dan hepatik, hitung sel darah dan determinan serum asam urat
seharusnya ditentukan dalam interval yang teratur pada terapi secara menyeluruh.
Secara umum, therapi dapat berlanjut selama 1-2 terapi lebih lama, meskipun teraturnya
pengobatan yang lebih pendek bisa digunakan dengan baik
Jika pasien hamil, selama pengobatan sarankan untuk melaporkan pada dokter dengan
segera . Obat seharusnya tersendiri.
Sarankan pasien untuk melaporkan dengan tepat pada dokter tentang kejadian
mengaburnya pandangan , perubahan persepsi warna, mengecilnya luas lapang pandang ,
beberapa gejala penglihatan lainnya. Pasien seharusnya secara periodik ditanyakan tentang
matanya
Jika dideteksi secara dini, defek visual secara umum tidak kelihatan lebih dari beberapa
minggu sampai beberapa bulan. Pada beberapa instansi (jarang), pemulihan mungkin lambat.
Selama setahun atau lebih atau defek mungkin irreversibel.
3. Nama obat : Rifampisin
Dosis : 1 x 450 mg
Farmakokinetik:
Absorbsi: Dengan mudah diabsorbsi di saluran pencernaan
Puncak: 2 - 4 jam
Distribusi : didistribusikan kemana-mana meliputi CSF, melalui plasenta, didistribusikan
ke dalam air susu
Metabolisme: Dimetabolisme dalam liver untuk metabolisme aktif dan inaktif siklus
enterohepatik
Eliminasi : Waktu paruh 3 jam. Sampai 30 % diekresikan dalam urin 60% - 65% dalam feses
Efek samping :
CNS: fatigue, drowsiness, nyeri kepala, ataxia, kebingungan, pusing, ketidak mampuan
berkonsentrasi, mati rasa secara umum, nyeri pada ekstremitas, kelemahan otot, gangguan
penglihatan , konjungtivitis, hilangnya pendengaran frekuensi rendah, secara sementara.
GI : heart burn, distress epigastrium, mual, muntah, anoreksia, flaturens, kram, diare,
kolitis pseudomembran
Hematologi : Trombositopenia, leukopeni sementara, anemia, meliputi (termasuk) anemia
hemolitik
Hypersensitivitas : panas, pruritis, urtikaria, erupsi kulit, rasa sakit pada mulut dan lidah,
eosinophilia, hemolisis
Ginjal : hemoglobinuria, hematuria, Akut Renal Failure
Lain-lain: hemoptisis, light-chain proteinuria, sindrom “flulike”, gangguan menstruasi,
sindroma hepatorenal (dengan terapi intermitten). Peningkatan sementara pada tes fungsi hati
(bilirubin, BSP, alkaline fosfatase,ALT,AST), pankreatitis
Overdosis: Gejala GI, meningkatnya lethargi, pembesaran liver dan pengerasan, jaundice,
berkeringat, saliva, air mata, feces
Implikasi Perawatan
Kapsul bisa dibuka diisi dan diminum/diteguk dengan air atau dicampur dengan makanan
Suspensi oral dapat disiapkan dari kapsul untuk digunakan pada pasien pediatri
Berikan 1 jam sebelum atau 2 jam setelah makan. Puncak dari tingkat serum diperlambat
dan mungkin agak rendah ketika diberikan dengan makanan
Pengawetan seharusnya dijaga dalam kapsul yang dikemas dalam botol , dapat menjadi
tidak stabil dalam keadaan lembab
Pengkajian dan efek obat
Tes serologi dan kerentanan seharusnya ditentukan paling utama selama dan dalam
keadaan / waktu kultur positif
Disarankan tes fungsi hepatik secara periodik . Pasien dengan penyakit hepar harus
dimonitor secara tertutup (closely)
Jika pasien juga mendapat anti koagulan , waktu protrombin seharusnya ditentukan secara
harian atau seringkali untuk membuat dan menjaga aktifitas antikoagulan
Pendidikan kepada pasien dan keluarga
Informasikan kepada pasien bahwa obat bisa memberi warna pada urin merah -oranye,
feces, sputum, keringat dan air mata. Terutama yang menggunakan kontak lensa atau kaca
berwarna lainnya yang permanen
Pasien dengan kontrasepsi oral, seharusnya mempertimbangkan alternatif metode-metode
kontrasepsi. Hal-hal yang sama menggunakan Rimfapisin dan kontrasepsi oral menurunkan
keefektifan dari kontrasepsi dan untuk gangguan menstruasi (spotting, perdarahan)
Perhatikan pasien agar menjaga obat dari jangkauan anak-anak
4. Nama obat : Pyrazinamide
Dosis : 2 x 500 mg
Farmakokinetik :
Absorbsi : Langsung diabsorpsi dari saluran pencernaan
Puncak : 2 jam
Distribusi : Melewati barier darah otak
Metabolisme : di metabolisme di hati
Eliminasi : waktu paruh 9 - 10 jam, diekresikan secara perlahan-lahan di dalam urin
Efek samping :
Astralgia, aktif gout, kesulitan dalam kencing, nyeri kepala, fotosensitif, urtikaria, skin rash
(jarang), anemia hemolitik, splenomegali, limphadenopathy, hemoptisis, peptik ulser, uric
asid dalam serum, hepatotoksik, tes fungsi ginjal yang abnormal, penurunan plasma
protrombin.
Implikasi perawatan
Obat seharusnya tidak dilanjutkan jika ada reaksi hepar (jaundice,pruritis, sklera ikterik,
yellow skin) atau hyperursemia dan akut gout
Tempatkan dalam tempat tertutup (suhu 15 - 13 C)
Efek obat
Pasien harus diobservasi dan mendapat petunjuk dari supervisi medis
Pasien harus diperiksa secara teratur , dan kemungkinan adanya tanda toksik: pembesaran
hepar, jaundice, kerusakan integritas vaskuler (echymosis, ptekie, perdarahan abnormal)
Reaksi hepar lebih sering terjadi pada pasien yang diberikan dosis tinggi
Tes fungsi liver (AST, ALT, serum bilirubin) harus diperiksa 2-4 minggu selama terapi
Pendidikan kesehatan kepada pasien dalam keluarga
Laporkan adanya kesulitan dalam pengosongan
Pasien seharusnya berkeinginan untuk intake cairan 2000 ml/hari jika memungkinkan
Pasien dengan diabetes melitus seharusnya terbuka untuk memonitor dan meminta saran
terhadap kemungkinan kehilangan kontrol glikemia
5. Nama obat : Aldactone
Dosis : 2 x 100 mg
Farmakokinetik :
Absorbsi : 73% disaluran pencernaan, onset : perlahan-lahan.
Puncak : 2-3 hari , max. efeknya 2 minggu.
Durasi : 2-3 hari atau lebih.
Distribusi : melalui placenta, didistribusikan melalui air susu.
Metabolisme : di hati dan di ginjal.
Eliminasi : Waktu paruh : 1,3 - 2,4 Jam parent kompound, 18 - 32 jam dimetabolisme, 40
- 57% di ekskresikan didalam urin , 35 - 40% di dalam empedu.
Efek samping :
Letargi, Fatique(penurunan BB yang cepat), nyeri kepala dan ataksia.
Endokrin : genekomastik, ketidakmampuan untuk mempertahankan ereksi , efek
endogenik (ketidakteraturan mens, hersutisme, suara dalam) , berubahnya para tyroid,
menurunnya glukosetoleransi .
GI : Kram abdominal, nausea, muntah, anoreksia, diare.
Kulit : Makulopapular, erythematosus rash, urtikaria.
Lain-lain: Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit (hiperkalemia, hiponatremia),
peningkatan BUN, asidosis, agranulasitosis, SLE, hipertensi(post sympatectomi) ,
hiperurecemia, Gout.
Implikasi perawatan :
Pengelolaan :
Berikan dengan makanan untuk mempertinggi absorbsi makanan.
Haluskan tablet sebelum diberikan dengan cairan yang dipilih oleh pasien.
Obat disimpan dalam tempat tertutup, dalam kemasan tahan cahaya, dalam bentuk
suspensi lebih tahan dalam waktu I bulan dibawah refrigeration.
Alsagaff Hood, Abdul Mukty, (1995). Dasar – Dasar Ilmu Penyakit Paru. Airlangga University Press.
Surabaya.
Amin muhammad, Hood Alsagaff. (1989). Pengantar Ilmu Penyakit Paru. Airlangga University Press.
Surabaya.
B.AC,Syaifudin, Anatomi dan fisiologi untuk perawat. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Blac,MJ Jacob. (1993). l.uckman & Sorensen’s Medical surgical Nursing A Phsycopsicologyc Approach.
W.B. Saunders Company. Philapidelpia.
Carpenito, Lynda Juall. (1995). Diagnosa keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinik. Edisi 6, Penerbit
Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Carpenito, Lynda Juall. (1999). Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan. Edisi. 2. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta.
Engram Barbara. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Volume 1. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta.
Ganong F. William. (1998). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 17. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Jakarta.
Gibson, John, MD. (1995). Anatomi Dan Fisiologi Modern Untuk Perawat.Penerbit Buku Kedokteran
EGC. Jakarta.
Hudak & Gallo, ( 1997 ). Keperawatan kritis : suatu pendekatan holistic,Penerbit Buku Kedokteran EGC,
Jakarta
Laboratorium Ilmu Penyakit Paru FK UNAIR. (1994). Dasar – Dasar Diagnostik Fisik Paru. Surabaya.
Soeparman, Sarwono Waspadji. (1990). Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Balai Penerbit FKUI. Jakarta.
Susan Martin Tucker. (1998). Standar Perawatan Klien. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Sylvia Anderson Price, Lorraine McCarty Wilson. (1995). Patofisiologi Konsep Klinis Proses - Proses
Penyakit. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
- Kelainan suara nafas Menunjukkan jalan nafas Anjurkan pasien untuk istirahat
(rales, wheezing) yang paten (klien tidak dan napas dalam setelah kateter
merasa tercekik, irama dikeluarkan dari nasotrakeal
- Kesulitan berbicara
nafas, frekuensi Monitor status oksigen pasien
- Batuk, tidak efekotif atau pernafasan dalam rentang
tidak ada normal, tidak ada suara Ajarkan keluarga bagaimana cara
nafas abnormal) melakukan suksion
- Mata melebar
Mampu Hentikan suksion dan berikan
- Produksi sputum mengidentifikasikan dan oksigen apabila pasien
- Gelisah mencegah factor yang menunjukkan bradikardi,
dapat menghambat jalan peningkatan saturasi O2, dll.
- Perubahan frekuensi dan nafas
irama nafas
Airway Management
Faktor-faktor yang Buka jalan nafas, guanakan
berhubungan: teknik chin lift atau jaw thrust
bila perlu
- Lingkungan : merokok,
Posisikan pasien untuk
menghirup asap rokok,
perokok pasif-POK, infeksi memaksimalkan ventilasi
Respiratory status :
Ventilation Airway Management
Definisi : Pertukaran udara Buka jalan nafas, guanakan
inspirasi dan/atau ekspirasi Respiratory status : Airway teknik chin lift atau jaw thrust
tidak adekuat patency bila perlu
Vital sign Status
Posisikan pasien untuk
Batasan karakteristik : Kriteria Hasil : memaksimalkan ventilasi