Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN MINGGUAN

PRAKTIKUM EVALUASI GIZI DALAM PENGOLAHAN PANGAN

ACARA II
KERUSAKAN VITAMIN SELAMA PROSES PENGOLAHAN

DISUSUN OLEH :

LAELY FITRI HANDAYANI

J1A012065

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PANGAN DAN AGROINDUSTRI
UNIVERSITAS MATARAM
2014
HALAMAN PENGESAHAN

Mataram, 05 Juni 2014.

Mengetahui,

Co.Ass Praktikum Kimia Pangan II praktikan,

Muhammad Husni Laely Fitri Handayani


NIM : C1C 011 058 NIM : J1A 012 065
ACARA II
KERUSAKAN VITAMIN SELAMA PROSES PENGOLAHAN

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Bahan pangan pada umumnya tidak dikonsumsi dalam bentuk seperti

bahan menyahnya, tetapi sebagian besar diolah menjadi berbagai bentuk dan

jenis pangan lainnya. Selain untuk menambah ragam pangan, pengolahan

pangan juga bertujuan untuk memperpanjang masa simpan bahan pangan

tersebut (Muchtadi, 2013). Proses pengolahan dapat berlangsung dengan

beberapa proses diantanya direbus, dikukus, penggorengan, pemanasan,

pengeringan dan lain-lain. Selama proses pengolahan tentunya ada beberapa

kandungan gizi dari makanan akan hilang baik itu yang ikut terlarut ataupun

mengalami penguapan selama proses berlangsung terutama kandungan yang

mudah terlarut dalam air atau senyawa yang rentan terhadap panas (pengolahan

suhu termal). Vitamin merupakan salah satu kandungan gizi dalam makanan

yang sangat mudah rusak. Salah satu contohnya adalah vitamin C yang mudah

terlarut dalam air dan rentan terhadap perlakuan panas. Oleh karena itu, pada

praktikum ini dilakukan pengujian terhadap kerusakan vitamin selama proses

pengolahan.

Tujuan praktikum

Adapun tujuan pada praktikum ini adalah untuk mempelajari pengaruh

tingkat kemasakan terhadap kadar vitamin C dalam buah-buahan dan

mempelajari pengaruh pengolahan (pemanasan) terhadap kadar vitamin C dalam

buah-buahan.
TINJAUAN PUSTAKA

Vitamin adalah senyawa-senyawa organik tertentu yang diperlukan dalam

jumlah kecil dalam diet seseorang tetapi esensial untuk reaksi metabolism dalam

sel dan penting untuk melangsungkan pertumbuhan normal serta memelihara

kesehatan. Kebanyakan vitamin-vitamin ini tidak dapat disintesis oleh tubuh,

beberapa di antaranya masih dapat dibentuk dalam tubuh namun kecepatan

pembentukannya sangat kecil sehingga jumlah yang terbentuk tidak dapat

memenuhi kebutuhan tubuh (Almatsier, 2010). Vitamin dapat dibagi dalam dua

golongan yaitu golongan pertama yang disebut dengan prakoenzim dan bersifaf

larut dalam air, tidak disimpan oleh tubuh, tidak beracun, diekskresi dalam urine.

Yang termasuk ke dalam golongan ini adalah tiamin, riboflavin, asam nikotinat,

piridoksin, asam kolat, biotin, asam pantotenat, vitamin B dan vitamin C.

Golongan kedua yang larut dalam lemak disebut alosterin dan dapat disimpan

dalam tubuh. Apabila vitamin ini terlalu banyak dimakan, akan tersimpan dalam

tubuh dan memberikan gejala penyakit tertentu atau yang disebut dengan

hipervitaminosis yang juga membahayakan. Kekurangan vitamin mengakibatkan

terjadinya penyakit defisiensi tetapi biasanya gejala penyakit akan hilang kembali

apabila kecukupan vitamin tersebut terpenuhi (Bram,2011).

Asam L-askorbat (C6H8O6) merupakan nama umum untuk vitamin C, yang

telah diterima oleh komisi Union Of Biochemestry (IUPAC-IUB) pada penamaan

biokimia. Penandaan nama sistematiknya adalah 2,3-endiol-L-asam glukonat-ã-

lakton. Vitamin C merujuk pada semua senyawa yang menunjukkan sebagian

atau keseluruhan aktivitas biologis asm L-askorbat. Asam L-askorbat merupakan

serbuk kristal berwarna putih sampai putih agak kuning dengan kelarutan dalam

air yang sangat tinggi (30 gr/100 mL) pada suhu kamar. Garamnya mempunyai
kelarutan yang lebih tinggi lagi. Semua bentuk komersial selain ester asam lemak

seperti askorbil palmitat tidak larut dalam minyak atau lemak. Kristal asam L-

askorbat sangat stabil dengan adanya oksigen jika aktivitas ait tetap rendah.

Dalam larutan, sifat mereduksinya yang kuat dapat berperan pada perubahan

oksidatif yang cepat menjadi asam dehidroaskorbat. Adanya agen mereduksi

dapat mengubah kembali asam dehidroaskorbat ke bentuk asam askorbat dalam

sistem biologis. Oksigen, suhu, sinar, katalis logam, pH dan adanya asam

askorbat oksidase dalam sistem biologis dapat berinteraksi untuk menghasilkan

serangkaian interaksi yang kompleks yang berpengaruh pada stabilitas oksidatif.

Adanya katalis logam dapat meningkatkan kecepatan degradasi, dibandingkan

dengan oksidasi yang tidak dikatalis. Kecepatan degradasi meningkat dengan

meningkatnya pH mendekati pK1 asam L-askorbat (4,04) (Rohman,2011).

Sumber vitamin C sebagian besar berasal dari sayuran dan buah-buahan,

terutama buah yang segar. Widya Karya Pangan Nasional NAS-LIPI, 1978,

menyarankan konsumsi vitamin C perhari untuk anak dan orang dewasa

Indonesia antara 20-30 mg, sedang untuk ibu mengandung dan menyusui perlu

ditambah 20 mg. Kekurangan vitamin C akan menyebabkan penyakit sariawan

atau skorbut. Biasanya penyakit skorbut jarang terjadi pada bayi, bila terjadi pada

anak, biasanya terjadi pada usia setelah 6 bulan dan di bawah 12 bulan. Gejala-

gejala penyakit skorbut ialah terjadinya pelembekan tenunan kolagen, infeksi,

dan demam. Juga timbul sakit, pelunakan, dan pembengkakan kaki bagian paha.

Pada anak yang giginya telah keluar, gusi membengkak, empuk, dan terjadi

pendarahan. Pada orang dewasa skorbut terjadi setelah beberapa bulan

menderita kekurangan vitamin C dalam makanannya. Gejala-gejalanya

adalahpembengkakan dan pendarahan pada gusi, gingivalis, kaki menjadi


empuk, anemia, dan deformasi tulang. Akibat yang parah dari keadaan ini ialah

gigi menjadi goyang dan dapat lepa (Winarno, 2004).

Terjadinya kerusakaan bahan pangan disebabkan beberapa faktor, di

antaranya faktor intrinsik misalnya aktivitas air (aw) dan kadar air, tingkat

kematangan dan sifat bahan pangan itu sendiri. Kandungan air dalam bahan

pangan merupakan faktor yang paling dominan sebagai sebagai penyebab

kerusakan bahan pangan setelah lepas panen. Pada tingkatan kadar air yang

cukup tinggi setelah panen, maka kegiatan biologis dalam bahan pangan masih

tetap berlangsung. Kegiatan tersebut adalah secara biokimia, dan kimia seperti

aktivitas enzim, respirasi, dan mikrobiologis sehingga bahan pangan menjadi

cepat rusak dan akhirnya busuk (Afrianti, 2013).

Terdapat beberapa metode untuk mengetahui kadar vitamin C pada suatu

bahan pangan yaitu metode titrasi dan metode spektrofotometri. Metode titrasi

dibagi dalam beberapa jenis diantaranya metode titrasi Iodium. Metode ini paling

banyak digunakan, karena murah, sederhana, dan tidak memerlukan peralatan

laboratorium yang canggih. titrasi ini memakai Iodium sebagai oksidator yang

mengoksidasi vitamin C dan memakai amilum sebagai indikatornya. (Zahro,

2013). Metode titrasi iodometri langsung (iodimetri) mengacu kepada titrasi

dengan suatu larutan iod standar. Metode titrasi iodometri tak langsung

(iodometri) adalah berkenaan dengan titrasi dari iod yang dibebaskan dalam

reaksi kimia (Bassett, 1994). Larutan standar yang digunakan dalam kebanyakan

proses iodometri adalah natrium tiosulfat. Garam ini biasanya berbentuk sebagai

pentahidrat Na2S2O3.5H2O. Larutan tidak boleh distandarisasi dengan

penimbangan secara langsung, tetapi harus distandarisasi dengan standar


primer. Larutan natrium thiosulfat tidak stabil untuk waktu yang lama (Day &

Underwood, 1981).

Pisang sebagai bahan konsumsi adalah buah yang sangat bergizi yang

merupakan sumber vitamin, mineral dan juga karbohidrat. Pisang dijadikan buah

meja, sale pisang, pure pisang dan tepung pisang. Kulit pisang dapat

dimanfaatkan untuk membuat cuka melalui proses fermentasi alkohol dan asam

cuka. Daun pisang dipakai sebagai pembungkus berbagai macam makanan

trandisional Indonesia. Batang pisang abaca diolah menjadi serat untuk

pakaian, kertas dsb. Batang pisang yang telah dipotong kecil dan daun

pisang dapat dijadikan makanan ternak ruminansia (domba, kambing) pada saat

musim kemarau dimana rumput tidak/kurang tersedia. Secara radisional, air

umbi batang pisang kepok dimanfaatkan sebagai obat disentri dan pendarahan

usus besar sedangkan air batang pisang digunakan sebagai obat sakit kencing

dan penawar racun. Kandungan gizi pisang terdiri dari air, karbohidrat protein,

lemak dan vitamin A, B1, B2 dan C (Direktorat Pengolahan Dan Pemasaran

Hasil Hortikultura, 2005)


PELAKSANAAN PRAKTIKUM

Waktu dan Tempat Praktikum

Praktikum ini dilaksanakan pada hari Sabtu, 1 Juni 2014 di Laboratorium

Kimia dan Biokimia dan Laboratorium Pengolahan Pangan Fakultas Teknologi

Pangan dan Agroindustri Universitas Mataram.

Alat dan Bahan Praktikum

a. Alat-alat Praktikum

Adapun alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah sendok,

penggorengan, kompor, sutil, Erlenmeyer 250 ml, Erlenmeyer 100 ml, mortar,

pisau, piring, timbangan analitik, labu ukur 100 ml, buret, bulp, gelas timbang,

oven, eksikator, batang pengaduk, gelas arloji, corong, kertas saring dan panci.

b. Bahan-bahan Praktikum

Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah minyak

goreng, pisang kepok mentah, pisang kepok matang, pisang kepok lewat

matang, aquades, larutan iodium 0,01 N dan amilum 1%.

Prosedur Kerja

a. Penentuan Kadar Vitamin C dengan Metode Iodium

1. Disiapkan pisang kepok mentah, pisang kepok matang optimal dan pisang

kepok lewat matang.

2. Diberi perlakuan awal pada masing-masing sampel pisang:

- Pisang tanpa perlakuan (sampel segar).

- Direbus pisang tanpa dikupas kulitnya selama 15 menit.

- Dikupas pisang dan digoreng selama 5 menit.


- Dikeringkan pisang dengan cabinet dryer/oven selama 1 jam (T=70oC).

3. Dihaluskan pisang dan ditimbang sebanyak 10 gram.

4. Dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml dan diencerkan hingga tanda batas

dan digojog.

5. Disaring dan ditampung dalam Erlenmeyer 250 ml.

6. Dipipet filtratnya sebanyak 25 ml dan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer

100 ml.

7. Ditambah beberapa tetes amilum 1%.

8. Dititrasi dengan larutan iodium 0,01 N.

9. Dihitung kadar vitamin C dengan rumus:

T  0,88  FP
Kadar vitamin C (mg/100 gram bahan)   100%
W

Keterangan:

T = Volume titrasi Iodium (ml)

W = Berat bahan (g)

FP = Faktor pengenceran

b. Penentuan Kadar Air

1. Ditimbang sampel sebanyak 2 gram dan dimasukkan ke dalam botol

timbang.

2. Dimasukkan ke dalam oven dan dikeringkan selama 3-5 jam.

3. Didinginkan dalam eksikator dan ditimbang.

4. Dipanaskan kembali dalam oven selama 30 menit,


5. Didinginkan kembali dalam eksikator dan ditimbang.

6. Diulang langkah ke-4 dan ke-5 sampai berat konstan.

7. Dihitung kadar air sampel dengan rumus:

W3
% kadar air wet basis (wb) =  100%
W1

W3
% kadar air dry basis (db) =  100%
W2

W2
% total padatan =  100%
W1

W3 = W 1-W 2

Keterangan:

W1 = Berat sampel 9g)

W2 = Berat sampel setelah dipanaskan (g)

W3 = Kehilangan berat (g)


HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN

Hasil Pengamatan

Tabel 2.1. Hasil Pengamatan Kadar Vitamin C Pada Pisang


Kadar
Berat
Hasil Titrasi Vitamin
Sampel Perlakuan Sampel FP
(mL) C
(gr)
(%)
Tanpa
10,02 0,6 4 21.08
Pisang Perlakuan
Kepok Direbus 10,02 0,6 4 21,08
Mentah Digoreng 10,01 0,6 4 21,098
Dikeringkan 10,00 0,2 4 7,04
Tanpa
Pisang 10,02 1,0 4 35,13
Perlakuan
Kepok
Direbus 10,01 0,4 4 14,04
Matang
Digoreng 10,01 0,7 4 24,61
Optimal
Dikeringkan 10,02 0,9 4 31,61
Tanpa
Pisang 10,12 0,9 4 31,30
Perlakuan
Kepok
Direbus 10,01 0,5 4 17,58
Kelewat
Digoreng 10,18 0,9 4 31,11
Matang
Dikeringkan 10,02 0,5 4 17,56

Tabel 6.2. Hasil Pengamatan Kadar Air pada Pisang


Berat Kadar air
Berat botol
Berat
Sampel Perlakuan botol timbang wb db Tp
akhir
timbang +sampe (%) (%) (%)
l
Tanpa
25,9556 27,9046 26,6848 4,371 4,571 95,628
Pisang perlakuan
kepok Direbus 27,3845 29,3773 28,1184 4,285 4,477 95,714
mentah Digoreng 23,3234 25,3320 24,3416 3,909 4,068 96,090
Dikeringkan 26,6747 28,6748 27,4411 4,302 4,495 95,697
Tanpa
Pisang 26,3870 28,4162 27,1725 4,376 4,577 95,62
perlakuan
kepok
Direbus 27,4388 29,5095 28,2371 4,311 4,506 95,688
matang
Digoreng 25,9366 27,9366 26,8424 3,909 4,068 96,090
optimal
Dikeringkan 26,5503 28,5448 27,2958 4,375 4,575 95,624
Tanpa
33,1379 35,1576 33,8183 3,808 3,959 96,199
Pisang perlakuan
kepok Direbus 26,5216 28,6014 27,2033 4,888 5,139 95,111
lewat Digoreng 25,2512 27,3282 26,0432 4,702 4,934 95,297
matang 4,764
Dikeringkan 26,9861 28,9945 27,6131 5,002 95,235
Hasil Perhitungan

Hasil perhitungan kadar vitamin C pada pisang

 Pisang kepok mentah

 Tanpa perlakuan

T  0,88  FP
Kadar Vitamin C (mg/100 gram bahan)   100%
W

0,6  0,88  4
  100%
10,02

 21,08%

 Direbus

T  0,88  FP
Kadar Vitamin C (mg/100 gram bahan)   100%
W

0,6  0,88  4
  100%
10,02

 21,08%

 Digoreng

T  0,88  FP
Kadar Vitamin C (mg/100 gram bahan)   100%
W

0,6  0,88  4
  100%
10,01

 21,098%

 Dikeringkan

T  0,88  FP
Kadar Vitamin C (mg/100 gram bahan)   100%
W

0,2  0,88  4
  100%
10,00
 7,04%

 Pisang kepok matang optimal

 Tanpa perlakuan

T  0,88  FP
Kadar Vitamin C (mg/100 gram bahan)   100%
W

1,0  0,88  4
  100%
10,02

 35,13%

 Direbus

T  0,88  FP
Kadar Vitamin C (mg/100 gram bahan)   100%
W

0,4  0,88  4
  100%
10,01

 14,06%

 Digoreng

T  0,88  FP
Kadar Vitamin C (mg/100 gram bahan)   100%
W

0,7  0,88  4
  100%
10,01

 24,61%

 Dikeringkan

T  0,88  FP
Kadar Vitamin C (mg/100 gram bahan)   100%
W

0,9  0,88  4
  100%
10,02

 31,61%
 Pisang kepok kelewat matang

 Tanpa perlakuan

T  0,88  FP
Kadar Vitamin C (mg/100 gram bahan)   100%
W

0,9  0,88  4
  100%
10,12

 31,30%

 Direbus

T  0,88  FP
Kadar Vitamin C (mg/100 gram bahan)   100%
W

0,5  0,88  4
  100%
10,01

 17,58%

 Digoreng

T  0,88  FP
Kadar Vitamin C (mg/100 gram bahan)   100%
W

0,9  0,88  4
  100%
10,18

 31,11%

 Dikeringkan

T  0,88  FP
Kadar Vitamin C (mg/100 gram bahan)   100%
W

0,5  0,88  4
  100%
10,02

 17,56%

Hasil perhitungan kadar air pada pisang

 Pisang kepok mentah


 Tanpa perlakuan

W3  W1  W2

 27,9046  26,6848

 1,2198 gr

W3
% kadar air wet basis (wb) =  100%
W1

1,2198
  100%
27,9046

 4,371%

W3
% kadar air dry basis (db) =  100%
W2

1,2198
  100%
26,6848

 4,571%

W2
% total padatan =  100%
W1

26,6848
  100%
27,9046

 95,628%

 Direbus

W3  W1  W2

 29,3773  28,1184

 1,2589 gr

W3
% kadar air wet basis (wb)=  100%
W1
1,2589
  100%
29,3773

 4,285%

W3
% kadar air dry basis (db) =  100%
W2

1,2589
  100%
28,1184

 4,477%

W2
% total padatan =  100%
W1

28,1184
  100%
29,3773

 95,714%

 Digoreng

W3  W1  W2

 25,3320  24,3416

 0,9904 gr

W3
% kadar air wet basis (wb)=  100%
W1

0,9904
  100%
25,3320

 3,909%

W3
% kadar air dry basis (db) =  100%
W2

0,9904
  100%
24,3416
 4,068%

W2
% total padatan =  100%
W1

24,3416
  100%
25,3320

 96,090%

 Dikeringkan

W3  W1  W2

 28,6748  27,4411

 1,2337 gr

W3
% kadar air wet basis (wb)=  100%
W1

1,2337
  100%
28,6748

 4,302%

W3
% kadar air dry basis (db) =  100%
W2

1,2337
  100%
27,4411

 4,495%

W2
% total padatan =  100%
W1

27,4411
  100%
28,6748

 95,697%
 Pisang kepok matang optimal

 Tanpa perlakuan

W3  W1  W2

 28,4162  27,1725

 1,2437 gr

W3
% kadar air wet basis (wb) =  100%
W1

1,2437
  100%
28,4162

 4,376%

W3
% kadar air dry basis (db) =  100%
W2

1,2437
  100%
27,1725

 4,577%

W2
% total padatan =  100%
W1

27,1725
  100%
28,4162

 95,62%

 Direbus

W3  W1  W2

 29,5095  28,2371

 1,2724 gr
W3
% kadar air wet basis (wb)=  100%
W1

1,2724
  100%
29,5095

 4,311%

W3
% kadar air dry basis (db) =  100%
W2

1,2724
  100%
28,2371

 4,506%

W2
% total padatan =  100%
W1

28,2371
  100%
29,5095

 95,688%

 Digoreng

W3  W1  W2

 27,9346  26,8424

 1,0922 gr

W3
% kadar air wet basis (wb)=  100%
W1

1,0922
  100%
27,9346

 3,909%

W3
% kadar air dry basis (db) =  100%
W2
1,0922
  100%
26,8424

 4,068%

W2
% total padatan =  100%
W1

26,8424
  100%
27,9346

 96,090%

 Dikeringkan

W3  W1  W2

 28,5448  27,2958

 1,249 gr

W3
% kadar air wet basis (wb)=  100%
W1

1,249
  100%
28,5448

 4,375%

W3
% kadar air dry basis (db) =  100%
W2

1,249
  100%
27,2958

 4,575%

W2
% total padatan =  100%
W1

27,2958
  100%
28,5448
 95,624%

 Pisang kepok kelewat matang

 Tanpa perlakuan

W3  W1  W2

 35,1574  33,8183

 1,3391 gr

W3
% kadar air wet basis (wb) =  100%
W1

1,3391
  100%
35,1574

 3,808%

W3
% kadar air dry basis (db) =  100%
W2

1,3391
  100%
33,8183

 3,959%

W2
% total padatan =  100%
W1

33,8183
  100%
35,1574

 96,1911%

 Direbus

W3  W1  W2

 28,6014  27,2033
 1,3981 gr

W3
% kadar air wet basis (wb)=  100%
W1

1,3981
  100%
28,6014

 4,888%

W3
% kadar air dry basis (db) =  100%
W2

1,3981
  100%
27,2033

 5,139%

W2
% total padatan =  100%
W1

27,2033
  100%
28,6014

 95,111%

 Digoreng

W3  W1  W2

 27,3282  26,0432

 1,285 gr

W3
% kadar air wet basis (wb)=  100%
W1

1,285
  100%
27,3282

 4,702%
W3
% kadar air dry basis (db) =  100%
W2

1,285
  100%
26,0432

 4,934%

W2
% total padatan =  100%
W1

26,0432
  100%
27,3282

 95,297%

 Dikeringkan

W3  W1  W2

 28,9945  27,6131

 1,3814 gr

W3
% kadar air wet basis (wb)=  100%
W1

1,3814
  100%
28,9945

 4,764%

W3
% kadar air dry basis (db) =  100%
W2

1,3814
  100%
27,6131

 5,002%

W2
% total padatan =  100%
W1
27,6131
  100%
28,9945

 95,235%
PEMBAHASAN

Vitamin C adalah komponen berharga dalam makanan karena sangat

berguna sebagai antioksidan dan mengandung khasiat pengobatan. Menurut

Muchtadi (2013), Pada umumnya vitamin C banyak terdapat pada bahan nabati.

Bahan makanan yang merupakan bahan sumber vitamin C adalah jeruk, tomat

dan cabe hijau.kentang juga mengandung vitamin C walaupun dalam jumlah

sedikit. Vitamin C mudah rusak karena oksidasi, terutama pada suhu tinggi.

Vitamin ini mudah hilang selama pengolahan dan penyimpanan.

Menurut Afrianti (2013) penggunaan suhu tinggi sudah diterapkan dalam

metode pengawetan makanan misalnya memasak, membakar, mengukus,

menggoreng, dan cara-cara lain yang menggunakan suhu panas. Suhu panas

digunakan dengan tujuan tertentu yaitu makanan menjadi lebih lunak, lebih enak

dan dengan adanya panas maka akan terjadi penonaktifan enzim-enzim dan

mematikan mikroba. Akan tetapi, perlakuan pemanasan menimbulkan perubahan

pada tekstur, warna (pigmen alami, pembentukan pigmen akibat pencoklatan

enzimatis dan non enzimatis), cita rasa dan nilai gizi. Pemanasan menyebabkan

hilangnya vitamin C, vitamin larut lemak, mempengaruhi nilai cerna protein dan

zat pati.

Praktikum ini menggunakan pisang dengan tingkat kemasakan yang

berbeda yaitu pisang mentah, pisang yang masak optimal dan pisang keleat

matang. Di samping itu, ketiga tingkat kemasakan pisang tersebut diberikan

beberapa perlakuan diantaranya dibiarkan tanpa perlakuan, direbus, digoren dan

dikeringkan. Suyanti (2008) menyatakan bahwa buah pisang mempunyai gisi

yang baik, pisang kaya akan mineral seperti kalium, magnesium, besi, fosfor, dan

kalsium serta mengandung vitamin B, B6 dan vitamin C. Pada percobaan ini


kemudian dilakukan pengujian terhadap kandungan vitamin C dan kadar air yang

terkandung di dalam pisang. Proses pengolahan dapat mempengaruhi jumlah

Vitamin C pada bahan pangan karena vitamin C yang bersifat mudah larut dalam

air dan rentan terhadap panas sehingga dalam mengolah bahan pangan yang

mengandung vitamin C kita hurus berhati-hati agar kerusakan vitamin dalam

pengolahan dapat diminimalkan.

Berdasarkan hasil pengujian yang dilakukan hasil yang didapatkan adalah

kandungan vitamin C pad pisang mentah adalah 21,08 % untuk pisang yang

tanpa perlakuan, direbus 21,08%, digoreng sebanyak 21,098 % dan dikeringkan

sebanyak 7,04 %. Pisang yang matang optimal memiliki kandungan vitamin

35,13 tanpa perlakuan, direbus sebanyak 14,13 %, digoreng 24,61 % dan untuk

yang dikeringkan ialah 31,61 %. Untuk pisang yang kelewat matang, kadar

vitamin yang didapatkan adalah sebanyak 31,30% untuk pisang tanpa perlakuan,

direbus sebanyak 17,58 %, digoren 31,11 % dan yang dikeringkan sebanyak

17,56 %. Berdasarkan hasil tersebut, pisang yang matang optimal dan tanpa

diberikan perlakuan apapun memiliki kandungan vitamin C yang paling tinggi

yaitu 35,13 %. Winarno (2004) menjelaskan bahwa pada buah yang masih

mentah lebih banyak kandungan vitamin C-nya, dan semakin tua buah semakin

berkurang kandungan vitamin C-nya. Selain itu pengolahan dengan suhu tingg

(pengolahan dengan suhu termal)i juga akan mempengaruhi kandungan vitamin

dalam suatu makanan.

Pengujian terhadap kadar air pada pisang didapatkan hasil bahwa pada

pisang mentah yang tidak diberikan perlakuan memilik % total padatan

didapatkan sebanyak 95,628%, direbus 95,714%, digoreng 96,090% ,

dikeringkan sebanyak 95,697 %. Untuk pisang matang opitimal adalah 95,62%


untuk pisang yang tanpa perlakuan, 95,688% pada pisang yang direbus, 96,090

yang digoreng, dan untuk pisang yang dikeringkan jumlahnya 95,624%. Pada

pisang yang kelewat matang jumlah kadar airnya sebanyak 96,199% pada

pisang tanpa perlakuan, 95,111% untuk pisang yang direbus, 95,297% untuk

pisang yang digoreng dan pisang yang dikerigkan kadar airnya sebanyak

95,235%. Kadar air tertinggi pisang adalah pada pisang kelewat masak yang

direbus. Hal ini karena, pada saat direbus terjadi penyerapan air oleh bapan

yang direbus saat preses pemasakannya. Sedangkan untuk kadar terendah

secara keseluruhan adalah pada prosese penggorengan. Pemanasan akibat

penggorengan akan menurunkan aktivitas air (aw) bahan pangan baik pada

bagian permukaan (untuk produk gorengan yang tebal), maupun pada seluruh

bagian produk pangan (untuk produk gorengan yang tipis). Aktivitas air yang

menurun akan mengurangi ketersediaan air dalam bahan pangan tersebut. kadar

air dalam bahan pangan dapat menyebabkan vitamin C dalam pangan menjadi

larut, sehingga semakin tinggi kadar air dalam suatu bahan pangan maka

kandungan vitamin C semakin rendah (Muchtadi,2013).


KESIMPULAN

Berdasarkan pengamatan dan pembahasan, maka dapat di tarik

beberapa kesimpulan sebagai berikut.

1. Vitamin C adalah komponen berharga dalam makanan karena sangat

berguna sebagai antioksidan dan mengandung khasiat pengobatan

2. Vitamin dibagi menjadi dua golongan yaitu vitamin yang larut dalam lemak

dan vitamin yang larut dalam air.

3. Kandungan Vitamin C paling tinggi adalah pada pisang yang matang optimal

dan tanpa perlakuan yaitu sebanyak yaitu 35,13 %.

4. Kadar air tertinggi ada pada pisang yang dikerigkan kadar airnya sebanyak

95,235%.

5. Pemanasan akibat penggorengan akan menurunkan aktivitas air (aw) bahan

pangan.

6. Semakin tinggi kadar air suatu bahan maka kandungan vitamin C dalam

bahan tersebut semakin sedikit.

7. Vitamin C mudah larut dalam air dan sangat rentan terhadap perlakuan

panas ( pengolahan dengan suhu termal).


DAFTAR PUSTAKA

Afrianti, 2013. Teknologi pengawetan pangan. Alfabeta. Bandung.

Almatsier.S., 2010. Prinsip Dasar Ilmu Gizi Cetakan kesembilan. PT gramedia


Pustaka Utama. Jakarta.

Bram U. Pendit, 2011. Biokimia Harpen. Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta.

Day, R.A. dan A.L. Underwood. 1981. Analisa Kimia Kuantitatif, Edisi
Keempat. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Direktorat Pengolahan Dan Pemasaran Hasil Hortikultura, 2005. ROAD MAP


PISANGPasca Panen, Pengolahan Dan Pemasaran Hasil Pisang

Kusnandar.F.,2010. Kimia Pangan Komponen Makro. Dian Rakyat. Jakarta.

Makfoeld,2006. Kamus Istilah Pangan dan Nutrisi. UGM. Yogyakarta.

Muchtadi,2013. Prinsip dan Proses Teknologi Pengolahan. Alfabeta. Bandung.

Rohman.A., 2011. Analisis Bahan Pangan. Pustaka Belajar. Yogyakarta.

Winarno, 2004. Kimia Pangan dan Gizi. PT gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Zahro, 2013. Analisis Mutu Pangan dan Hasil Pertanian. Universitas Jember.
Jawa Timur.

Anda mungkin juga menyukai