Anda di halaman 1dari 37

ASUHAN KEPEREWATAN PADA PASIEN Tn.

H DENGAN
DIAGNOSA HIPERTENSI DIRUANG IGD RSUD MASOHI
KABUPATEN MALUKU TENGAH

LAPORAN INDIVIDU

DI SUSUN OLEH :

NAMA : EKA AMELIA YULIANI SARDJOKO

NPM : 1540118114

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


PROGRAM STUDI D-III KEBIDANAN
MALUKU HUSADA
2020
BAB I

PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG
Hipertensi merupakan resiko morbiditas dan mortalitas premature, yang meningkat sesuai
dengan peningkatan tekanan sistolik dan diastolik. Kedaruratan hipertensi terjadi terjadi
apabila peningkatan tekanan darah harus diturunkan dalam 1 jam. Peningkatan tekanan darah
akut yang mengancam jiwa ini memerlukan penanganan segera dalam perawatan intensif
karena dapat menimbulkan kerusakan serius pada organ lain di tubuh.

Kedaruratan hipertensi terjadi pada penderita dengan hipertensi yang tidak terkontrol atau
mereka yang tiba-tiba menghentikan pengobatan. Adanya gagal ventrikel kiri atau disfungsi
otak menunjukkan kebutuhan akan perlunya menurunkan tekanan darah segera. Hal ini
memerlukan kesigapan perawat dalam menangani perawatannya.

Mengingat peningkatan tekanan darah yang dapat mengancam jiwa ini maka penyusun
tertarik untuk menyusun asuhan keperawatan dengan hipertensi ini.

2. TUJUAN
A. Tujuan Umum
Untuk mendapatkan pemahaman tentang pelaksanaan Asuhan Keperawatan pada
Hipertensi.

B. Tujuan Khusus
1) Dapat melaksanakan pengkajian pada klien dengan hipertensi.
2) Dapat menyusun perencanaan keperawatan pada klien dengan hipertensi.
3) Dapat melaksanakan tindakan keperawatan pada klien dengan hipertensi.
4) Dapat melaksanakan evaluasi tindakan keperawatan pada klien dengan hipertensi.
5) Dapat mendokumentasikan hasil Asuhan Keperawatan dengan baik dan benar.
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. PENGERTIAN

Hipertensi adalah tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya di atas 140

mmHg dan tekanan diastoliknya di atas 90 mmHg. Pada populasi manula, hipertensi

didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmhg dan tekanan diastolic 90 mmHg ( Smeltzer,

2001).

Menurut Price (2005) Tekanan darah tinggi atau hipertensi adalah kondisi medis di

mana terjadi peningkatan tekanan darah secara kronis (dalam jangka waktu lama). Penderita

yang mempunyai sekurang-kurangnya tiga bacaan tekanan darah yang melebihi 140/90

mmHg saat istirahat diperkirakan mempunyai keadaan darah tinggi.

Hipertensi berasal dari dua kata yaitu hiper yang berarti tinggi dan tensi yang

artinya tekanan darah. Menurut American Society of Hypertension (ASH), pengertian

hipertensi adalah suatu sindrom atau kumpulan gejala kardiovaskuler yang progresif,

sebagai akibat dari kondisi lain yang kompleks dan saling berhubungan (Sani, 2008).

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan, hipertensi adalah peningkatan tekanan

darah secara kronis dan persisten dimana tekanan sistolik diatas 140 mmHg dan tekanan

diastoliknya di atas 90 mmHg.

B. ETIOLOGI

Sekitar 20% populasi dewasa mengalami hipertensi, lebih dari 90% diantara mereka

menderita hipertensi essensial (primer), dimana tidak dapat ditentukan penyebab medisnya.

Sisanya mengalami kenaikan tekanan darah dengan penyebab tertentu (hipertensi sekunder).

( Smeltzer, 2001).
Hipertensi berdasarkan penyebabnya dibagi menjadi 2 jenis :

1. Hipertensi primer atau esensial adalah hipertensi yang tidak / belum diketahui

penyebabnya (terdapat pada kurang lebih 90 % dari seluruh hipertensi).

2. Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang disebabkan/ sebagai akibat dari

adanya penyakit lain. ( Smeltzer, 2001).

Hipertensi primer kemungkinan memiliki banyak penyebab, seperti; beberapa

perubahan pada jantung dan pembuluh darah kemungkinan bersama-sama menyebabkan

meningkatnya tekanan darah. (Price, 2005)

Jika penyebabnya diketahui, maka disebut hipertensi sekunder. Pada sekitar 5-10%

penderita hipertensi, penyebabnya adalah penyakit ginjal. Pada sekitar 1-2%, penyebabnya

adalah kelainan hormonal atau pemakaian obat tertentu (misalnya pil KB). ( Smeltzer, 2001)

Penyebab hipertensi lainnya yang jarang adalah feokromositoma, yaitu tumor pada

kelenjar adrenal yang menghasilkan hormon epinefrin (adrenalin) atau norepinefrin

(noradrenalin). (Price, 2005)

Beberapa penyebab terjadinya hipertensi sekunder :

1. Penyakit Ginjal

a. Stenosis arteri renalis

b. Pielonefritis

c. Glomerulonefritis

d. Tumor-tumor ginjal

e. Penyakit ginjal polikista (biasanya diturunkan)

f. Trauma pada ginjal (luka yang mengenai ginjal)

g. Terapi penyinaran yang mengenai ginjal.


2. Kelainan Hormonal

a. Hiperaldosteronism

b. Sindroma Cushing

c. Feokromositoma

3. Obat-obatan

a. Pil KB

b. Kortikosteroid

c. Siklosporin

d. Eritropoietin

e. Kokain

f. Penyalahgunaan alkohol

g. Kayu manis (dalam jumlah sangat besar)

4. Penyebab Lainnya

a. Koartasio aorta

b. Preeklamsi pada kehamilan

c. Porfiria intermiten akut

d. Keracunan timbal akut

Adapun penyebab lain dari hipertensi yaitu :

a. Peningkatan kecepatan denyut jantung

b. Peningkatan volume sekuncup yang berlangsung lama

c. Peningkatan TPR yang berlangsung lama


D. Faktor predisposisi

Berdasarkan faktor pemicu, Hipertensi dapat disebabkan oleh beberapa hal seperti umur,

jenis kelamin, dan keturunan. Hipertensi juga banyak dijumpai pada penderita kembar

monozigot (satu telur), apabila salah satunya menderita Hipertensi. Dugaan ini menyokong

bahwa faktor genetik mempunyai peran didalam terjadinya Hipertensi. (Smeltzer, 2001).

Sedangkan yang dapat dikontrol seperti kegemukan/obesitas, stress, kurang olahraga,

merokok, serta konsumsi alkohol dan garam. Faktor lingkungan ini juga berpengaruh terhadap

timbulnya hipertensi esensial. Hubungan antara stress dengan Hipertensi, diduga melalui

aktivasi saraf simpatis. Saraf simpatis adalah saraf yang bekerja pada saat kita beraktivitas,

saraf parasimpatis adalah saraf yang bekerja pada saat kita tidak beraktivitas. (Price, 2005)

Peningkatan aktivitas saraf simpatis dapat meningkatkan tekanan darah secara intermitten

(tidak menentu). Apabila stress berkepanjangan, dapat mengakibatkan tekanan darah menetap

tinggi. Walaupun hal ini belum terbukti, akan tetapi angka kejadian di masyarakat perkotaan

lebih tinggi dibandingkan dengan di pedesaan. Hal ini dapat dihubungkan dengan pengaruh

stress yang dialami kelompok masyarakat yang tinggal di kota. (Price, 2005)

Berdasarkan penyelidikan, kegemukan merupakan ciri khas dari populasi Hipertensi

dan dibuktikan bahwa faktor ini mempunyai kaitan yang erat dengan terjadinya Hipertensi

dikemudian hari. Walaupun belum dapat dijelaskan hubungan antara obesitas dan hipertensi

esensial, tetapi penyelidikan membuktikan bahwa daya pompa jantung dan sirkulasi volume

darah penderita obesitas dengan hipertensi lebih tinggi dibandingan dengan penderita yang

mempunyai berat badan normal. ( Smeltzer, 2001).


E. Patofisiologi

Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak di

pusat vasomotor, pada medulla di otak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf

simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla

spinalis ke ganglia simpatis di torak dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan

dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui system saraf simpatis ke ganglia

simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang merangsang

serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya norepinefrin

mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan

dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsangan vasokonstriktor. Individu

dengan hipertensi sangat sensitive terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan

jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi. (Smeltzer, 2001).

Pada saat bersamaan dimana system simpatis merangsang pembuluh darah

sebagai respon rangsang emosi. Kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan

aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang menyebabkan

vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat

memperkuat respon vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan

penurunan aliran darah ke ginjal, mengakibatnkan pelepasan rennin. Renin merangsang

pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, saat

vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks

adrenal. Hormone ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal,

menyebabkan peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor tersebut cenderung

mencetuskan keadaan hipertensi. (Price, 2005)


F. PATHWAY (Smeltzer, 2001).

G. Manefestasi Klinis

Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala; meskipun secara

tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan dipercaya berhubungan dengan tekanan

darah tinggi (padahal sesungguhnya tidak). Gejala yang dimaksud adalah sakit kepala,

perdarahan dari hidung, pusing, wajah kemerahan dan kelelahan; yang bisa saja terjadi baik

pada penderita hipertensi, maupun pada seseorang dengan tekanan darah yang normal.

(Price, 2005)

Jika hipertensinya berat atau menahun dan tidak diobati, bisa timbul gejala berikut:

1. Sakit kepala

2. Kelelahan

3. Mual

4. Muntah

5. Sesak nafas

6. Gelisah

Pandangan menjadi kabur yang terjadi karena adanya kerusakan pada otak, mata, jantung

dan ginjal. (Price, 2005)

Kadang penderita hipertensi berat mengalami penurunan kesadaran dan bahkan koma karena

terjadi pembengkakan otak. Keadaan ini disebut ensefalopati hipertensif, yang memerlukan

penanganan segera. (Price, 2005)


H. Klasifikasi

The Joint National Committee on Detection, Evaluation and Treatment of High Blood

Pressure membuat suatu klasifikasi baru yaitu :

Klasifikasi Tekanan Darah untuk Dewasa Usia 18 Tahun atau Lebih *


Kategori Sistolik (mmhg) Diastolik (mmhg)
Normal < 130 <85
Normal tinggi 130-139 85-89
Hipertensi
Tingkat 1 (ringan) 140-159 90-99
Tingkat 2 (sedang) 160-179 100-109
Tingkat 3 (berat) ≥180 ≥110

Tidak minum obat antihipertensi dan tidak sakit akut. Apabila tekanan sistolik dan

diastolik turun dalam kategori yang berbeda, maka yang dipilih adalah kategori yang lebih

tinggi. berdasarkan pada rata-rata dari dua kali pembacaan atau lebih yang dilakukan pada

setiap dua kali kunjungan atau lebih setelah skrining awal. (Smeltzer, 2001).

Pada pemeriksaan tekanan darah akan didapat dua angka. Angka yang lebih tinggi

diperoleh pada saat jantung berkontraksi (sistolik), angka yang lebih rendah diperoleh pada

saat jantung berelaksasi (diastolik). Tekanan darah kurang dari 120/80 mmHg didefinisikan

sebagai "normal". Pada tekanan darah tinggi, biasanya terjadi kenaikan tekanan sistolik dan

diastolik. Hipertensi biasanya terjadi pada tekanan darah 140/90 mmHg atau ke atas, diukur

di kedua lengan tiga kali dalam jangka beberapa minggu. (Price, 2005)

Pada hipertensi sistolik terisolasi, tekanan sistolik mencapai 140 mmHg atau lebih,

tetapi tekanan diastolik kurang dari 90 mmHg dan tekanan diastolik masih dalam kisaran

normal. Hipertensi ini sering ditemukan pada usia lanjut. Sejalan dengan bertambahnya usia,

hampir setiap orang mengalami kenaikan tekanan darah; tekanan sistolik terus meningkat

sampai usia 80 tahun dan tekanan diastolik terus meningkat sampai usia 55-60 tahun,

kemudian berkurang secara perlahan atau bahkan menurun drastis. (Price, 2005)
Disamping itu juga terdapat hipertensi pada kehamilan (pregnancy-induced

hypertension/PIH) PIH adalah jenis hipertensi sekunder karena hipertensinya reversible

setelah bayi lahir. PIH tampaknya terjadi akibat dari kombinasi peningkatan curah jantung

dan TPR. Selama kehamilan normal volume darah meningkat secara drastis. Pada wanita

sehat, peningkatan volume darah diakomodasikan oleh penurunan responsifitas vascular

terhadap hormon-hormon vasoaktif, misalnya angiotensin II. Hal ini menyebabkan TPR

berkurang pada kehamilan normal dan tekanan darah rendah. Pada wanita dengan PIH, tidak

terjadi penurunan sensitivitas terhadap vasopeptida-vasopeptida tersebut, sehingga

peningkatan besar volume darah secara langsung meningkatkan curah jantung dan tekanan

darah. PIH dapat timbul sebagai akibat dari gangguan imunologik yang mengganggu

perkembangan plasenta. PIH sangat berbahaya bagi wanita dan dapat menyebabkan kejang,

koma, dan kematian. (Smeltzer, 2001)

I. Komplikasi

Adapun komplikasi yang dapat terjadi pada penyakit hipertensi menurut TIM

POKJA RS Harapan Kita (2003:64) dan Dr. Budhi Setianto (Depkes, 2007) adalah

diantaranya :

1. Penyakit pembuluh darah otak seperti stroke, perdarahan otak, transient ischemic attack

(TIA).

2. Penyakit jantung seperti gagal jantung, angina pectoris, infark miocard acut

(IMA).

3. Penyakit ginjal seperti gagal ginjal.

4. Penyakit mata seperti perdarahan retina, penebalan retina, oedema pupil.


J. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang menurut FKUI (2003:64) dan Dosen Fakultas kedokteran

USU, Abdul Madjid (2004), meliputi :

1. Pemeriksaan laboratorium rutin yang dilakukan sebelum memulai terapi bertujuan

menentukan adanya kerusakan organ dan factor resiko lain atau mencari penyebab

hipertensi. Biasanya diperiksa urin analisa, darah perifer lengkap, kimia darah (kalium,

natrium, kreatinin, gula darah puasa, kolesterol total, HDL, LDL

2. Pemeriksaan EKG. EKG (pembesaran jantung, gangguan konduksi), IVP (dapat

mengidentifikasi hipertensi, sebagai tambahan dapat dilakukan pemerisaan lain, seperti

klirens kreatinin, protein, asam urat, TSH dan ekordiografi.

3. Pemeriksaan diagnostik meliputi BUN /creatinin (fungsi ginjal), glucose (DM) kalium

serum (meningkat menunjukkan aldosteron yang meningkat), kalsium serum

(peningkatan dapat menyebabkan hipertensi: kolesterol dan tri gliserit (indikasi

pencetus hipertensi), pemeriksaan tiroid (menyebabkan vasokonstrisi), urinanalisa

protein, gula (menunjukkan disfungsi ginjal), asam urat (factor penyebab hipertensi).

4. Pemeriksaan radiologi : Foto dada dan CT scan


KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

Aktivitas dan Istirahat

Gejala : kelemahan, keletihan, napas pendek, gaya hidup monoton.

Tanda : frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung, takipnea

Sirkulasi

Gejala : riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner/katup dan penyakit

serebrovaskular. Episode palpitasi, perspirasi.

Tanda : kenaikan TD (pengukuran serial dari kenaikan tekanan darah diperlukan untuk

menegakan diagnosis). Hipotensi postural (mungkin berhubungna dengan regimen obat ).

Nadi : denyutan jelas dari karotis, jugularis, radialis ; perbedaan denyut seperti denyut

femoral melambat sebagai kompensasi denyutan radialis atau brakialis; denyut popliteal,

tibialis posterior, pedalis tidak teraba atau lemah. Frekuensi/irama : takikardia berbagai

disritmia. Bunyi jantung : terdengar S2 pada dasar ; S3 (CHF dini); S4 (pergeseran ventrikel

kiri/hipertrofi ventrikel kiri). Murmur stenosis valvular. Ekstremitas ; perubahan warna kulit,

suhu dingin (vasokonstriksi perifer) ; pengisian kapiler mungkin melambat /tertunda

(vasokonstriksi)

3. Integritas ego

Gejala : riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euphoria, atau marah kronik

(dapat mengindikasikan kerusakan serebral). Faktor-faktor stress multiple(hubungan,

keuangan, yang berkaitan dengan pekerjaan).


Tanda : letupan suara hati, gelisah, penyempitan kontinu perhatian, tangisan yang meledak.

Gerak tangan empati, otot muka tegang (khusus sekitar mata), gerakan fisik cepat,

pernapasan menghela, peningkatan pola bicara.

Eliminasi

Gejala : gangguan ginjal saat ini atau yang lalu (seperti, infeksi/obstruksi atau riwayat

penyakit ginjal dimasa lalu).

Makanan dan Cairan

Gejala : makanan yang disukai, yang dapat mencakup makanan tinggi garam, tinggi lemak,

tinggi kolesterol (seperti makanan yang digoreng, keju, telur); kandungan tinggi kalori.

Mual, muntah. Perubahan berat badan akhir-akhir ini (meningkat/menurun).

Tanda : berat badan normal atau obesitas. Adanya edema (mungkin umum atau tertentu);

kongesti vena; glukosuria (hampir 10% pasien hipertensi adalah diabetik)

Neurosensori

Gejala : keluhan pening/pusing. Berdenyut. Sakit kepala suboksipital (terjadi saat bangun

dan menghilang secara spontan stelah beberapa jam ). Episode kebas/kelemahan pada satu

sisi tubuh. Gangguan penglihatan (diplopia, penglihatan kabur).

Tanda : status mental : perubahan keterjagaan, orientasi, pola/isi bicara, afek, proses pikir,

atau memori (ingatan). Respon motorik : penurunan kekuatan genggaman tangan dan /atau

reflex tendon dalam. Perubahan-perubahan retinal optik: dari sklerosis/penyempitan arteri

ringan sampai berat dan perubahan sklerotik dengan edema atau papiledema, eksudat, dan

hemoragi tergantung pada berat/lamanya hipertensi.

Nyeri dan ketidaknyamanan


Gejala : angina (penyakit arteri koroner/keterlibatan jantung). Nyeri hilang timbul pada

tungkai/klaudasi (indikasi arteriosklerosis pada arteri ekstremitas bawah). Sakit kepala

oksipital berat seperti yang pernah terjadi sebelumnya. Nyeri abdomen/massa

(feokromositoma)

Pernafasan

Gejala : dispnea yang berkaitan dengan aktivitas/kerja. Takipnea, ortopnea, dispnea

nokturnal paroksismal. Batuk dengan/tanpa pembentukan sputum, riwayat merokok.

Tanda : distress respirasi/penggunaan otot aksesori pernapasan. Bunyi napas tambahan

(krekles/mengi). Sianosis.

Keamanan

Gejala : gangguan koordinasi/cara berjalan. Episode parestesia unilateral transien.

Hipotensi posturnal.

Pembelajaran dan Penyuluhan

Gejala : faktor-faktor risiko keluarga :hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung, DM,

penyakit serebrovaskular/ginjal.
C. Diagnosa dan Rencana Keperawatan

No Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional


1. Pola nafas tidak efektif Setelah diberikan asuhan keperawatan 1. Kaji frekwensi kedalamam 1. Kedalaman dan kecepatan pernafasan bervariasi
diharapkan pola nafas pasien kembali efektif, pernafasan dan ekspansi dada. tergantung derajat gagal nafas. Ekspansi dada yan
dengan kriteria hasil : Catat upaya pernafasan termasuk terbatas berhubungan dengan atelektasis / nyeri
1. RR 16-20 x/mnt penggunaan otot-otot bantu dada pleuritik.
2. Tidak ada pernafasan cuping hidung, dan 2. Askultasi bunyi nafas dan catat 2. Penurunan bunyi nafas akibat obstruksi sekunder
retraksi dada adanya bunyi nafas adventisius, spt terhadap perdarahan, kolaps jalan nafas serta
3. Bunyi nafas normal (vesikuler) :krekels,mengi, gesekan pleural kegagalan jalan nafas
tidak ada bunyi nafas tambahan spt : 3. Berikan posisi semi fowler bila
krakels, ronchi tidak ada kontra indikasi 3. Memperbaiki jalan dan saturasi pernafasan
4. Ekspansi dada simetris 4 Kolaborasi pemberian oksigen
5. Secara verbal tidak ada keluhan sesak 4. Memaksimalkan pernafasan dan menurunkan kerj
otot pernafasan
2 Gangguan perfusi serebral Setelah diberikan asuhan keperawatan 1. Pantau TD, catat adanya hipertensi 1. Normalnya autoregulasi mempertahankan aliran
diharapkan Perfusi jaringan serebral pasien sistolik secara terus menerus dan darah otak yang konstan pada saat ada fluktuasi
kembali efektif, dengan kriteria hasil : tekanan nadi yang semakin berat. TD sistemik. Kehilangan autoregulasi dapat
1. GCS normal ( 15 ) mengikuti kerusakan kerusakan vaskularisasi
2. Nilai TIK dalam batas normal ( 0-15 serebral lokal/menyebar.
mmHg ) 2. Perubahan pada ritme (paling sering Bradikardi)
3. TTV normal ( RR 16-20 ) 2. Pantau frekuensi jantung, catat dan Disritmia dapat timbul yang mencerminkan
adanya Bradikardi, Tacikardia atau adanya depresi/trauma pada batang otak pada
bentuk Disritmia lainnya. pasien yang tidak memiliki kelainan jantung
sebelumnya.
3. Napas yang tidak teratur dapat menunjukkan loka
adanya gangguan serebral dan memerlukan
3. Pantau pernapasan meliputi pola intervensi yang lebih lanjut.
dan iramanya 4. Pengkajian kecenderungan adanya perubahan
tingkat kesadaran adalah sangat berguna dalam
menentukan lokasi penyebaran/luasnya dan
4. Catat status neurologis dengan perkembangan dari kerusakan serebral.
teratur dan bandingkan dengan 5. Efektif dalam menurunkan tekanan
5. keadaan normalnya

6. Berikan obat anti hipertensi


3 Penurunan curah jantung Setelah diberikan asuhan keperawatan 1. Pantau TD. Ukur pada kedua tangan 1. Perbandingan dari tekanan memberikan gambaran
diharapkan curah jantung pasien mulai untuk evaluasi awal. Gunakan yang lebih lengkap tentang keterlibatan/ bidang
normal dengan criteria hasil : ukuran manset yang tepat dan teknik masalah vaskular.
1. tidak adanya sianosis yang akurat. 2. Denyutan karotis ,jugularis,radialis dan femoralis
2. CRT < 2 dtk 2. Catat keberadaan, kualitas denyutan mungkin terpalpasi. Denyut pada tungkai mungkin
3. Akral hangat sentral dan perifer menurun, mencerminkan efek dari vasokontriksi (
4. RR Normal ( 16-20 x/mnt) 3. Auskultasi tonus jantung dan bunyi peningkatan SVR ) dan kongesti vena
5. Tidak ada bunyi jantung tambahan nafas 3. S4 umum terdengar pada pasien hipertensi berat
6. GCS normal (E,V,M = 15) 4. Amati warna kulit, kelembaban, suhu karena adanya hipertrofi atrium. Adanya krakel,
7. 7. Haluaran urine dalam batas normal dan masa pengisian kapiler mengi dapat mengindikasikan kongesti paru
(400 ml / 24 jam) warna kuning jernih. 5. Pertahankan pembatasan aktivitas sekunder terhadap terjadinya atau gagal jantung
seperti istirahat di tempat tidur/ kursi, kronik
jadwal periode istirahat tanpa 4. Adanya pucat, dingin, kulit lembab dan masa
gangguan, bantu pasien melakukan pengisian kapiler lambat mungkin berkaitan denga
aktivitas perawatan diri sesuai vasokontriksi atau mencerminkan
kebutuhan dekompensasi/penurunan curah jantung.
6. Berikan lingkungan tenang, nyaman, 5. Menurunkan stres dan ketegangan yang
kurangi aktivitas / keributan mempengaruhi tekanan darah dan perjalanan
lingkungan. Batasi jumlah penyakit hipertensi
pengunjung dan lamanya tinggal. 6. Membantu untuk menurunkan rangsang simpatis;
7. Kolaborasi : Berikan obat-obat sesuai meningkatkan relaksasi.
indikasi seperti Diuretik dan tiazid 7. Tiazid mungkin digunakan sendiri atau dicampur
dengan obat lain untuk menurunkan TD pada pasi
dengan fungsi ginjal yang relatif normal. Diuretik
ini memperkuat agen-agen antihipertensi lain
dengan membatasi retensi cairan. Vasodilator
menurunkan aktivitas kontriksi arteri dan vena pad
ujung saraf simpatik.
4 Nyeri akut / kronis Setelah diberikan asuhan keperawatan 1. Kaji derajat nyeri 1. Mengetahui derajat nyeri yang dirasakan pasien
diharapkan Nyeri pasien berkurang dengan 2. Pertahankan tirah baring selama dan mempermudah intervensi
kriteria hasil : fase akut 2. Meminimalkan stimulasi/meningkatkan relaksas
1. Mengungkapkan metode yang 3. Berikan tindakan nonfarmakologi 3. Tindakan yang menurunkan tekanan vaskular
memberikan pengurangan untuk menghilangkan sakit kepala serebral dan yang memperlambat/ memblok
2. Mengikuti regimen farmakologi yang atau nyeri dada misal, kompres respon simpatis efektif dalam menghilangkan
diresepkan dingin pada dahi, pijat punggung sakit kepala dan komplikasinya.
3. Skala nyeri 0-1 dan leher, teknik relaksasi 4. Aktivitas yang meningkatkan vasokontriksi
4. Wajah tidak meringis / wajah nampak (panduan imajinasi, distraksi) dan menyebabkan sakit kepala pada adanya
rileks aktivitas waktu senggang. penigkatan tekanan vaskular serebral.
5. 5. Menyatakan nyeri berkurang 4. Minimalkan aktivitas vasokontriksi 5. Mengetahui keadaan umum pasien. Peningkatan
yang dapat meningkatkan sakit tanda-tanda vital mengindikasikan nyeri belum
kepala misalnya, mengejan saat dapat terkontrol.
BAB, batuk panjang, 6. Menurunkan/mengontrol nyeri dan menurunkan
membungkuk. rangsang sistem saraf simpatis.
5. Kaji tanda-tanda vital
6. Kolaborasi :
7. Analgesik,Antiansietas mis,
lorazepam, diazepam

5 Kelebihan volume cairan Setelah diberikan asuhan keperawatan 1. Awasi denyut jantung, TD, CVP 1. Tacikardi dan hipertensi terjadi karena kegagala
berhubungan dengan edema diharapkan pasien menunjukkan 2. Catat pemasukan dan pengeluaran ginjal untuk mengeluarkan urine, pembatasan
keseimbangan volume cairan dengan kriteria secara akurat. cairan berlebih selama mengobati
: 3. Awasi berat jenis urine hipovolemia/hipotensi atau perubahan fase oligu
1. Masukan dan haluaran seimbang 4. Timbang tiap hari dengan alat dan gagal ginjal dan perubahan pada renin-
2. BB stabil pakaian yang sama angiotensin.
3. Tanda vital dalam rentang normal ( N : 70 5. Kaji kulit, wajah area tergantung 2. Perlu untuk menentukan fungsi gnjal, kebutuhan
– 80 x mnt, R : 16 – 20 x /mnt, S : 36 – untuk edema penggantian cairan
37,2, T : 120 / 80 mmHg) 2. 5.6 Berikan obat sesuai indikasi 3. Mengukur kemampuan ginjal untuk
4. Oedema tidak ada (diuretik) mengkonsentrasikan urine
4. Penimbangan berat badan harian adalah
pengawasan status cairan terbaru. Peningkatan
berat badan lebih dari 0,5 kg per hari diduga ada
retensi cairan.
5. Edema terjadi terutama pada jaringan yang
tergantung pada tubuh contoh : tangan, kaki, are
lumbosakral
6. 6. Membantu dalam pengeluaran cairan
6 Intoleransi aktivitas Setelah diberikan asuhan keperawatan 1. Kaji respon pasien terhadap 1. Menyebutkan parameter membantu dalam
diharapkan pasien dapat berpartisipasi dalam aktivitas, perhatikan frekuensi nadi mengkaji respons fisiologi terhadap stres aktivit
aktivitas yang diinginkan/diperukan dengan lebih dari 20 kali per menit di atas dan bila ada, merupakan indikator dari kelebihan
kriteria hasil : frekuensi istirahat, peningkatan kerja yang berkaitan dengan tingkat aktivitas.
1. Melaporkan peningkatan dalam toleransi tekanan darah yang nyata selama 2. Teknik menghemat energi mengurangi penggunaa
aktivitas yang dapat diukur /sesudah aktivitas, dpsnea atau energi, juga membantu keseimbangan antara supla
2. Menunjukkan penurunan dalam tanda- nyeri dada, keletihan dan dan kebutuhan oksigen.
tanda intoleransi fisiologi kelemahan yang berlebihan, 3. Mengidentifikasi sejauh mana kemampuan pasien
diaforesis, pusing atau pingsan dalam melakukan aktivitas dan prwt diri.
2. Instruksikan pasien tentang teknik 4. Kemajuan aktivitas bertahap mencegah peningkat
penghematan energi , misalnya kerja jantung tiba-tiba. Memberikan bantuan hany
menggunakan kursi saat mandi, sebatas kebutuhan hanya akan mendorong
duduk saat menyisir rambut atau kemandirian dalam melakukan aktivitas
menggosok gigi, melakukan
aktivitas dengan perlahan
3. Kaji sejauh mana aktivitas yang
dapat ditoleransi
4. Mendorong kemandirian dalam
melakukan aktivitas
7 Gangguan persepsi sensori : Setelah diberikan tindakan keperawatan, 1. Kaji kemampuan melihat pasien 1. Untuk mengidentifikasi kemampuan melihat dan
penglihatan diharapkan pengelihatan pasien semakin 2. Berikan kompres hangat pada mata menyusun rencana tindakan.
membaik, dengan criteria : 3. Bantu kebutuhan pasien dalam 2. Meningkatkan vaskularisasi pada area mata
1. Menyatakan pengelihatan semakin rentang pasien mengalami 3. Menghindari resiko cidera dan kesalahan intepreta
membaik penurunan pengelihatan yang dapat mengancam jiwa pasien
2. Visus normal ( 6/6 ) 4. Kolaborasi dalam pemeriksaan 4. Menghindari disorientasi waktu, orang dan tempa
3. Refraksi mata baik mata dan penggunaan alat bantu
4. Tidak ada disorientasi waktu, orang dan pengelihatan
tempat
8 Risiko cedera Setelah diberikan asuhan keperawatan 1. Jauhkan dari benda-benda tajam 1. Meminimalkan risiko cedera
diharapkan pasien tidak mengalami cidera 2. Berikan penerangan yg cukup 2. Meminimalkan terjadinya benturan
dengan kriteria hasil : 3. Usahakan lantai tidak licin dan 3. Meminimalkan klien jatuh
1. Pasien tidak mengalami cedera. basah 4. Menghindari klien terjatuh pada saat istirahat
2. Tidak 4. Pasang side rail 5. Untuk meningkatkan menjaga keamanan
5. Anjurkan pada keluarga klien untuk
selalu menemani klien dalam
beraktivitas
9 PK : Gagal Jantung Setelah diberikan tindakan keperawatan, 1. Pantau adanya tanda – tanda gagal 1. Pemantauan, penanganan sedini mungkin dan
diharapkan pasien tidak mengalami gagal jantung mencegah kerusakan lebih lanjut
jantung 2. Kolaborasi dengan dokter bagian 2. Pemberian therapi sedini mungkin dengan
1. Nadi 70 – 80 x/mnt dalam ( jantung) pertimbangan therapi yang tepat akan mampu
2. Nyeri tidak ada menyelamatkan jiwa pasien
3. Sianosis tidak ada
LAPORAN KASUS KELOLAAN HIPERTENSI

PADA Tn.H DI RUANG IGD RSUD MASOHI

PROGRAM STUDI D-III KEBIDANAN

STIKES MALUKU HUSADA

PENGKAJIAN

A.IDENTITAS DIRI

1. Klien

a. Nama : Tn.H
b. TTL/Umur : 4/April/1959 (61 Thn)
c. Jenis Kelamin : Laki - Laki
d. Agama : Islam
e. Pendidikan : SMA
f. Pekerjaan : Pensiunan TNI
g. Suku : Maluku
h. Status Perkawinan : Sudah Menikah
i. Alamat :Wahai
j. Sumber Imformasi : Pasien dan Keluarga
k. Tanggal Pengkajian:16 Januari 2020
l. Tanggal Masuk RS : 16 Januari 2020 pkl 15.12 Wit
m. No Rm : 083906

2. Penanggung Jawab :

a. Nama : Ny.R
b. Umur : 59 Thn
c. Alamat : Wahai
d. Hub.Dengan Klien : Istri

B. RIWAYAT KESEHATAN
1. Keluhan Utama Saat Masuk RS : Pasien Masuk RS dengan keluhan nyeri
kepala
2. Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien mengatakan nyeri kepala, selain itu
pasien merasa lemas dan nyeri pada kaki kiri
akibat tertimpa motor.Karena kuatir dengan
kondisi pasien keluarga membawa pasien ke
PUSKESMAS wahai, untuk mendapatkan
penanganan,pada saat di PUSKESMAS
pasien belum juga ada perubahan sehingga
pasien di rujuk ke RSUD Masohi pada
tanggal 16 januari 2020 pkl 11.00 Wit untuk
mendapatkan penanganan lebih lanjut.

3. Riwayat Penyakit Dahulu :Pasien memiliki riwayat penyakit hipertensi


sejak 4 tahun yang lalu
4. Riwayat Kasus Kelolaan (data di Ruang IGD)
Tanggal Dx Medis Pemeriksaan Penunjang Terapi / Tindaklan
yang Dilakukan
16/01/2020 Hipertnsi  Hb 12,2 Gr %  IVFD NACL 0,9% 2
Urgency (11,5 – 16,5 13,5 – 18) 20 Tpm
 Leokosit 4.200/mm 3
 Inj.Keterolac 30 mg/8
(4.000 – 10.000) jam
 GDS 128 mg/dl  Drips NB 1 A/24 jam
 Inj.Omeprazole 40 mg
/12 jam
 Inj.Ondansentron 4
mg/12 jam
 Captropil 25 mg/8 jam
(PO)
 Amlodipine 5 mg (0-
0-1) (PO)

C. PENGKAJIAN SAAT INI


1. Persepsi dan Pemeliharaan Kesehatan : Pasien mengatakan sebelumnya belum
pernah di rawat di RS.Selain itu pasien
selalu mengganggap kesehatan adalah
hal yang sangat penting. Sehingga bila
sakit pasien langsung berobat ke
PUSKESMAS setempat.

2. Pola Nutrisi / Metabolik


Intake Makanan Sebelum Masuk RS Saat Masuk RS
Frekuensi 3x1 3x1
Jumlah 1 Porsi 1 Porsi
Makanan selingan Tidak Ada Tidak Ada
Jenis Makanan Nasi, ikan, sayur Bubur, ikan, sayur,
tempe
Makanan yang disukai Nasi goring Bubur
Keluhan Makan Tidak ada keluhan Tidak ada keluhan
Intake Minuman Sebelum Masuk RS Saat Masuk RS
Frekuensi 6 – 7 gelas 6 gelas
Jumlah 1400 cc 1100 cc
(Normal : 7 – 8 gelas (Normal : 7 – 8 gelas
± 1600 cc/hari) ± 1600 cc/hari)
Minum selingan Kopi Air putih
Jenis Minum Air putih, kopi Air putih
Minuman yang disukai Kopi Air putih

3. Pola Eliminasi
BAB Sebelum Masuk RS Saat Masuk RS
Frekuensi 1 - 2 x/hari Pasien belum saat di igd
Konsistensi Lunak -
Warna Kekuningan -
Keluhan Tidak ada keluhan Tidak ada keluhan
Jumlah 500cc -
BAK Sebelum Masuk RS Saat Masuk RS
Frekuensi 4 – 5 x/hari 1 x/hari
Jumlah ± 1400 cc 500 cc
Warna Putih Jernih Putih keruh
Jenis Minum Air putih, kopi Air putih
Keluhan Tidak ada Tidak ada
Menggunakan alat bantu Tidak ada Tidak ada

4. Pola Aktivitas dan Latihan

Kemampuan perawatan diri 0 1 2 3 4


Makan dan minum √
Mandi √
Toileting √
Berpakaian √
Mobilitas di tempat tidur √
Berpindah √
Ambulasi / ROM √
Ket : 0 : Mandiri 1 : Alat bantu 2 : Dibantu orang lain
3 : Dibantu orang lain dan alat 4 : Tergantung total
5. Pola Tidur dan Istirahat
Sebelum Masuk RS : Pasien mengatakan tidur siang 1 - 2 jam (14.00 -
15.00 wit) dan tidur malam 7 – 8 jam (22.30 –
06.30 wit), tidak ada gangguan tidur.

Saat Masuk RS : Pasien mengatakan saat tiba di IGD pasien tidur


2 jam, dan tidak mengalami gangguan tidur.

6. Pola Perceptual
a. Penglihatan : Pasien tidak mengalami gangguan penglihatan,
pasien tidak menggunakan alat bantu penglihatan
seperti kaca mata.
b. Pendengaran : Pasien tidak mengalami gangguan pendengaran,
pasien tidak menggunakan alat bantu
pendengaran.
c. Pengecapan : Pasien tidak mengalami gangguan pengecapan,
pasien dapat membedakan rasa makanan
d. Penciuman : Pasien tidak mengalami gangguan penciuman,
pasien dapat membedakan jenis bau
7. Pola Persepsi Diri
Body Image : Pasien mengatakan tidak keberatan kalau di
rawat di RS,asalkan pasien dapat di obati hingga
sembuh, sehingga pasien dapat kembali
beraktivitas. Selain itu pasien juga menganggap
ini merupakan cobaan dari tuhan.
8. Pola Seksualitas dan Reproduksi : Pasien mengatakan sesekali masih melakukan
hubungan seksualitas dengan istrinya.
9. Pola Peran Hubungan : Hubungan pasien dengan keluarga maupun orang
lain baik.
10. Pola manajemen koping stress:Pada saat pengkajian pasien tampak tenang, pasien
mengatakan pada saat ada masalah pasien lebih
memilih berdoa agar di berikan jalan keluar dari
masalah yang di hadapinya.
11. Sistem Nilai dan Keyakinan :Pasien beragama islam, sebelum sakit pasien rajin
beribadah, namun saat sakit pasien hanya bisa
berdoa di atas tempat tidur.
D. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum saat pengkajian : Pasien tampak lemas, meringis, aktivitas pasien di
bantu keluarga.
Kesadaran : Compos mentis, dengan nilai GCS : 15 (E4V5M6)
Keterangan :
Eye 4 : Klien dapat membuka mata secara
spontan
Verbal 5 : Klien dapat menjawab semua
pertanyaan
dengan benar:
Motorik 6 : Dapat bergerak mengikuti perintah
Tanda – Tanda Vital :
TD : 180/110 mmHg N : 88 x/ S : 36,8ºC RR: 18 x/m
Saturasi : 96 % Skala nyeri : 8 (skala berat)

 Kepala
Inspeksi : Bentuk kepala simetris kiri dan kanan, rambut lurus, warna rambut
hitam, tidak ada ketombe, dan kulit kepala bersih, tidak ada alopesia
(kerontokan), dan penyebaran rambut merata.
Palpasi : Tidak terdapat benjolan pada kepala, terdapat nyeri kepala dan
rambut tidak muda rontok.
Data pengkajian nyeri :

P: Peningkatan pembuluh darah otak meningkat

Q: Seperti ditusuk tusuk

R: Kepala

S: Skala nyeri 8

T: 1 menit

 Mata
Inspeksi :Bentuk kedua bola mata simetris kiri dan kanan, tidak ada ikterus,
kunjungtiva tidak anemis, keadaan bola mata dapat bergerak dengan
normal, refleks terhadap cahaya baik. Pasien tidak mengalami
gangguan penglihatan dan tidak menggunakan alat bantu penglihatan.
 Hidung

Inspeksi : Bentuk hidung simetris kiri dan kanan, tidak ada mucus/secret, tidak
ada polip, tidak ada sinusitis, tidak menggunakan pernapasan cuping
hidung, frekuensi pernapasan 18 x/m.
Palpasi : Hembusan udara pada bagian kiri dan kanan sama, tidak teraba
massa dan tidak ada nyeri tekan.

 Telinga
Inspeksi : Bentuk simetris bagian kiri dan kanan, tidak terdapat serumen,
terlihat membran timpani, pasien tidak mengalami gangguan
pendengaran dan tidak menggunakan alat bantu pendengaran, tidak
ada benjolan pada kedua telinga.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan pada telinga.
 Mulut
Inspeksi : Bentuk bibir simetris bagian atas dan bawah, tidak terdapat sianosis,
bibir lembab, lidah bersih, tidak ada gigi yang tanggal, dan fungsi
menelan baik.
 Leher
Inspeksi : Bentuk leher simetris kiri dan kanan, tampak vena jigularis.
Palapasi : Tidak teraba pembesaran kelenjar tiroid, teraba arteri karotis, tidak
ada nyeri tekan dan tidak terdapat krepitasi pada leher.

 Thorax
Inspeksi :Bentuk dada simetris kiri dan kanan, pergerakan dada simetris kiri dan
kanan, frekuensi pernapasan 18x/m.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
Perkusi : Terdengar bunyi sonor pada seluruh lapang dada
Auskultasi :Tidak ada bunyi ronchi atau weezing
 Paru
Inspeksi : Tidak terdapat bantuan otot pernapasan, inspirasi dan ekspirasi
seimbang
Palpasi : Tidak terdapat nyeri tekan atau krepitasi
Perkusi : Terdengar bunyi sonor pada thorax bagian kiri dan kanan.
Auskultasi : Tidak Terdengar bunyi ronchi atau weezing
 Jantung
Inspeksi : Tidak ada ikterus kordi
Auskultsi : Terdengar bunyi S1 dan S2, dan bunyi jantung teratur
 Abdomen
Inspeksi : Bentuk perut datar, tidak terdapat asites
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, tidak ada massa
Perkusi : Terdapat bunyi timpani
Auskultasi : Terdengar Bising usus normal 8x/m.
 Genetalia dan Perianal
Inspeksi :Pasien tidak menggunakan kateter, pada saat pengkajian keadaan
genetalia bersih, dan tidak ada hemoroid.
 Ekstremitas
Atas (tangan) :Bentuk simetris tangan kiri dan kanan, tidak ada kelainan pada
kedua tangan, pada lengan kiri terpasang IVFD dengan cairan yang
terpasang Nacl 0,9% + Drips NB 1 Amp dengan kecepatan 20 Tpm.
Kekuatan 5/5 (kekuatan penuh)
Bawah (kaki) : Bentuk simetris kaki kiri dan kanan, Terdapat bengkak pada
punggung kaki kiri akibat tertimpa motor, pasien belum mampu
berjalan sendiri karena pasien merasa lemas.kekuatan otot 5/5
(kekuatan penuh).

 uatan otot : Normal (kekuatan penuh)


5 5

5 5

E. PROGRAM TERAPI F. PEMERIKSAAN PENUNJANG


16 Januari 2020 16 Januari 2020
 IVFD NACL 0,9% 2 20 Tpm  Hb 12,2 Gr %
 Inj.Keterolac 30 mg/8 jam (11,5 – 16,5 13,5 – 18)
 Drips NB 1 A/24 jam  Leokosit 4.200/mm3
 Inj.Omeprazole 40 mg /12 jam (4.000 – 10.000)
 Inj.Ondansentron 4 mg/12 jam  GDS 128 mg/dl
 Captropil 25 mg/8 jam (PO)
- Amlodipine 5 mg (0-0-1) (PO)

Perhitungan IMT ( Indeks Masa Nilai IMT


Tubuh )
IMT = BB (Kg) : kuadrat TB (M)  (18,5 – 22,9) : Normal
= 75 Kg : 170 Cm 1,70 M  < 18,5 : BB di bawah normal
= 75 Kg : 1,70  > 25 : Obesitas
= 44,11  ( 23 – 24,9) : Kelebihan BB
G. KLASIFIKASI DATA

Data Subjektif Data Objektif


 Pasien mengatakan nyeri kepala dan  Pasien tampak meringis
punggung kaki kiri  Skala Nyeri 8
 Pasien mengatakan lemas  Pasien tampak lemas
 Pasien mengatakan belum dapat  BB sebelum sakit 75 setelah sakit 75
melakukan aktivitas secara mandiri kg
 IMT : 44,11
 TB : 170 Cm
 Aktivitas pasien di bantu keluarga
 Punggung kaki kiri nyeri n bengkak
bengkak
 uatan otot : Normal (kekuatan penuh)
5 5

5 5

 TTV : TD 180/110, N :88 x/, S :


36,8ºC,
P : 18x/m

A. ANALISA DATA
INTERPRETASI DATA DAN
No DATA KEMUNGKINAN MASALAH
PENYEBAB

1. DS : Stimulasi baroreceptor dari Nyeri


sinus karotis & arkus aorta
 Pasien mengatakan nyeri
pada kepala Saraf simpatis
 Nyeri pada punggung (pelepasan kolekolamin)
kaki kiri dan bengkak
Aktivitas epineprin &
DO : norepineprin

 Pasien tampak meringis Vasokontriksi


 Skala nyeri 8
 TD : 180/110 Peningkatan tekanan darah
N : 88 x/m
Gangguan sirkulasi
S: 36,8 C
P: 18x/m Otak

Resistensi pembuluh darah


otak meningkat

Nyeri kepala

Ganguan sirkulasi
2 DS : Intoleransi Aktivitas
Pembuluh darah
 Pasien mengatakan
lemas Sistemik
 Pasien mengatakan
belum dapat Vasokontriksi
melakukan aktivitas
secara mandiri Afterload meningkat

DO : Fatique

 Aktivitas pasien di
bantu keluarga Intoleransi
 Punggung kaki kiri aktivitas
nyeri n bengkak
bengkak

 uatan otot : Normal


(kekuatan penuh)
5 5

5 5
J. IMPLEMENTASI
Tanggal dan Diagnosa Nama dan
Implementasi
Waktu Keperawatan Paraf

16-1-2020 1 1. Mengkaji karakteristik nyeri PQRST

15.17 Wit R/ P: Peningkatan pembuluh darah otak


meningkat

Q: Seperti ditusuk tusuk

R: Kepala

S: Skala nyeri 8

T: 1 menit

2. Mempertahankan tirah baring selama


15.17 Wit fase akut
R/ Pasien mau mengikuti anjuran dari
perawat
3. Menganjurkan pasien untuk
15.18 Wit meminimalkan aktivitas
vasokontriksi yang dapat
meningkatkan sakit kepala
R/Pasien mau mengikuti anjuran dari
perawat
4. Mengobservasi TTV
15.19 Wit
R/ TD : 180/110mmhg
N : 88x/m
S: 36,8 C
P : 18x/m
5. Berkolaborasi dengan dokter dalam
pemberian terapi Analgesik
IVFD Nacl 0.9 % 20 tpm
Injeksi Keterolac 1 Ampl
R/Setelah suntik pasien mengatakan
masih merasa nyeri.

15.21 Wit II 1. Mengaji kemampuan pasien untuk


melakukan aktivitas
R/Pasien mengatakan merasa
lemas,sehingga tidak dapat
melakukan aktivitas secara mandiri
15.22 Wit 2. Mengkaji kekuatan otot pasien
R/ Kekuatan otot :

5 5

5 5
15.23 Wit
3. Menganjurkan keluarga untuk
membantu memenuhi kebutuhan pasien
R/Keluarga mengatakan akan mengikuti
anjuran perawat
K. EVALUASI
Tangga Perkembangan Nama
DX
l dan dan
No.
Waktu Paraf

1 16-01- S:
2020
- Pasien mengatakan nyeri berkurang
20.40 - Paien mengatakan masih lemas
Wit O:

- Wajah tampak meringis


- Pasien tampak lemas
- Skala nyeri 5
- TD : 160/100 mmhg
N : 82 x/m
S : 36 C
P : 20 x/m
- Kekuatan otot :
5 5

5 5
A:

- Masalah belum teratasi.


P : Intervensi dilanjutkan

1. Kaji karakteristik nyeri PQRST


2. Pertahankan tirah baring selama fase akut
3. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi
4. Kaji pola aktivitas pasien
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah Vol 2, Jakarta :
EGC
Chung, E.K. 1995. Penuntun Praktis Penyakit Kardiovaskuler, Edisi III, diterjemahkan
oleh Petrus Andryanto, Jakarta : EGC
Doenges,M. E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3. Jakarta : EGC
Gunawan, Lany. 2001. Hipertensi : Tekanan Darah Tinggi , Yogyakarta, Penerbit
Kanisius
Marvyn, Leonard. 1995. Hipertensi : Pengendalian lewat vitamin, gizi dan diet, Jakarta :
Penerbit Arcan
NANDA.2006. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda 2005-2006: definisi dan
Klasifikasi. Jakarta : EGC.
NANDA, 2007-2008. Diagnosa Nanda (Nic & Noc), Disertai Dengan Discharge
Planning.
Price, S, A. 2005. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6 volume
1. Jakarta ; EGC
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Keperawatan Medikal-Bedah edisi 8 volume 2. Jakarta
:EGC
Sobel, Barry J, et all.1999. Hipertensi : Pedoman Klinis Diagnosis dan Terapi, Jakarta :
Penerbit Hipokrates
Tom, S. 1995. Tekanan darah Tinggi : Mengapa terjadi, Bagaimana mengatasinya ?,
Jakarta : Arcan
Peter.S. 1996. Tekanan Darah Tinggi, Alih Bahasa : Meitasari Tjandrasa Jakarta : Arcan.
Tucker, S.M, et all . 1998. Standar Perawatan Pasien : Proses Keperawatan, diagnosis
dan evaluasi , Edisi V, Jakarta : EGC
Doengoes , Marilin .2002.Rencana Asuhan Keperawatan , Edisi : 3.Jakarta : EGC
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNCUL
 Nyeri
 Intoleransi Aktivitas

C. INTERVENSI
No Diagnosa Keperawatan Intervensi
Tujuan Intervensi Rasional
1 Nyeri Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji karakteristik 1. Mengidentifikasi
keperawatan selama 8 jam nyeri PQRST karakteristik nyeri
diharapkan masalah nyeri dapat merupakan factor
berkurang atau hilang dengan yang penting untuk
kriteria hasil : menemukan terapi
 Pasien mengatakan nyeri yang cocok serta
berkurang atau hilang dengan mengevaluasi
skala 0-3 keefektifan dari
 TTV dalam batas normal : terapi.
TD : 110/80 – 120/80 mmhg
N : 70 – 80 x/m 2.Pertahankan tirah 2.Meminimalkan
S : 36 – 37 C baring selama fase stimulasi atau
P : 18 – 20 x/m akut meningkatkan
relaksasi

3. Ajurkan pasien 3.Aktivitas yang


untuk meningkatkan
meminimalkan vasokontriksi
aktivitas menyebabkan sakit
vasokontriksi yang kepala pada adanya
dapat meningkatkan peningkatan tekanan
sakit kepala vaskuler selebral
4. Observasi TTV 4.Untuk mengetahui
perkembangan
kondisi pasien

5. Berkolaborasi 5.Menurunkan atau


dengan dokter mengontrol nyeri
dalam pemberian
obat analgesic
2 Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji kemampuan 1. Mempengaruhi
keperawatan selama 8 jam pasien untuk
pilihan intervensi
diharapkan masalah intoleransi melakukan aktivitas
aktifitas dapat teratasi dengan 2. Kaji kekuatan otot 2. Untuk mengetahui
kriteria hasil : pasien tingkat kemampuan
 Pasien mampu melakukan pasien dalam
aktifitas secara mandiri melakukan aktivitas
 Kekuatan otot normal 3. Anjurkan keluarga 3. Agar kebutuhan
5 5 untuk membantu pasien dapat
memenuhi kebutuhan terpenuhi dengan
pasien baik
5 5

Anda mungkin juga menyukai

  • Veska File
    Veska File
    Dokumen7 halaman
    Veska File
    Jullovchin Julensechin
    Belum ada peringkat
  • Echin File Kasus
    Echin File Kasus
    Dokumen7 halaman
    Echin File Kasus
    Jullovchin Julensechin
    Belum ada peringkat
  • Bab 1
    Bab 1
    Dokumen5 halaman
    Bab 1
    Jullovchin Julensechin
    Belum ada peringkat
  • Bab 1
    Bab 1
    Dokumen5 halaman
    Bab 1
    Jullovchin Julensechin
    Belum ada peringkat
  • Bab 1
    Bab 1
    Dokumen5 halaman
    Bab 1
    Jullovchin Julensechin
    Belum ada peringkat
  • 01 GDL Dayuerysus 1764 1 Ktidayu
    01 GDL Dayuerysus 1764 1 Ktidayu
    Dokumen109 halaman
    01 GDL Dayuerysus 1764 1 Ktidayu
    yola listantia
    Belum ada peringkat