Anda di halaman 1dari 13

Majalah Kesehatan FKUB Vol 4, No 1, Maret 2017

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG KUSTA DENGAN KEPATUHAN MINUM MDT


(MULTIDRUG THERAPY) PADA PASIEN KUSTA DI PUSKESMAS KEJAYAN DAN
PUSKESMAS POHJENTREK KABUPATEN PASURUAN

Sutik Meru*, Sri Winarsih**, Tony Suharsono*

Abstrak

Kusta merupakan penyakit kronis yang disebabkan Mycobacterium leprae yang menyerang kulit dan saraf
tepi. Untuk menunjang keberhasilan program terapi kusta, pemerintah menggunakan rekomendasi WHO yaitu
program MDT (Multidrug Therapy) selama 12 bulan. Penelitian ini berjenis deskriptif analitik observasional
dengan desain croos sectional. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan
pasien kusta dengan kepatuhan minum MDT. Populasi yang digunakan adalah penderita kusta di wilayah kerja
Puskesmas Kejayan dan Puskesmas Pohjentrek Kabupaten Pasuruan. Sampel diambil secara purposive
sampling, yaitu penderita kusta yang masih aktif mengikuti program MDT dan penderita masa pengamatan
yang memenuhi kriteria inklusi, berjumlah 41 orang. Data tingkat pengetahuan diperoleh melalui kuesioner, data
kepatuhan diperoleh melalui lembar observasi yang dibantu petugas kusta. Hasil yang diperoleh dari tingkat
pengetahuan pasien kusta dalam katagori tinggi (70,7%), dengan kepatuhan dalam katagori patuh (56,1%).
Analisis bivariat dengan menggunakan chi square didapatkan koefisien kontigensi sebesar 6,667 dengan
signifikansi p value sebesar 0,025** (p < 0,05). Dapat disimpulkan ada hubungan bermakna antara tingkat
pengetahuan pasien kusta dengan kepatuhan minum MDT dengan hubungan keeratan rendah. Kepatuhan
didukung oleh tingkat pengetahuan yang tinggi, petugas kesehatan yang profesional dan dukungan keluarga
melalui peran serta masyarakat. Ketidakpatuhan lebih banyak terdapat pada aspek pengobatan.

Kata Kunci: kepatuhan, kusta, multidrug therapy, tingkat pengetahuan.

THE CORRELATION OF KNOWLEDGE LEVEL ON LEPROSY WITH THE DRINKING OBEDIENCE


OF MDT (MULTIDRUG THERAPY) IN LEPROSY PATIENTS AT PUBLIC HEALTH CENTER
KEJAYAN AND PUBLIC HEALTH CENTER POHJENTREK PASURUAN

Abstract

Leprosy is a chronic disease due to Mycobacterium leprae that infecting the skin and peripheral nerves.
Indonesian government apply MDT (Multidrug Therapy) program for 12 months as a WHO recommendation on
leprosy treatment. This research was descriptive analytic with cross sectional observasional design. The goal of
the research was to find out the correlation between knowledge level on leprosy with obedience in taking MDT
(Multidrug Therapy). The samples derived from leprosy patients in public health center in Kejayan and in
Pohjentrek Pasuruan that were chosen by purposive sampling. They were still active leprosy following the MDT
program, also in observation period who met the inclusion criteria, totaling 41 people. The data of level
knowledge was obtained by using questionnaires, data obtained through observation that assisted leprosy
officer. The result showed that the knowledge of leprosy patient was high (70.7%), with compliance level was in
the category of obedient (56.1%). The result of chi square showed that contingency coefficient analysis of two
variables was 6.667 with p value was 0.025** (p < 0.05). It is concluded there was a significant correlation
knowledge level leprosy with obedience in applying MDT (Multidrug Therapy) but the association is weak.
Obedience is supported by a high level of knowledge, health professional and family support through community
participation. Disobedience is more prevalent on the aspects treatment.

Keywords: leprosy, level of knowledge, multidrug therapy, obedience

*Program Studi Ilmu Keperawatan, FKUB


*Lab Mikrobiologi, FKUB


wiensri238@gmail.com

17
Meru S, et al. Hubungan Tingkat Pengetahuan tentang Kusta
Pendahuluan penyebaran penyakit kusta di Jawa Timur
terutama berada di pantai utara Pulau Jawa
Penyakit kusta merupakan jenis penyakit dan Pulau Madura.5 Melihat masalah di atas,
kronis dan menular yang dapat menimbulkan kusta perlu mendapat perhatian serius
kecacatan. Penyakit kusta tidak hanya sehingga penemuan dan pengobatan
menimbulkan masalah kesehatan melainkan penderita sampai sembuh merupakan salah
juga masalah ekonomi, sosial, dan budaya satu kunci pemberantasan kusta. Untuk
bagi penderitanya terutama di negara-negara mencapai kesembuhan penyakit kusta
berkembang seperti Indonesia. Penyakit kusta diperlukan keteraturan atau kepatuhan
dapat menyerang semua golongan umur dan berobat bagi setiap penderita. Kendala
terdapat perbedaan dalam hal ras maupun pengobatan kusta yaitu kondisi ekonomi
geografis.1 masyarakat dan bukti pasti menunjukan
Salah satu program yang ditetapkan kepatuhan menjalani pengobatan masih
untuk mencapai tujuan dan sasaran rendah.
pembangunan di bidang kesehatan adalah Tahun 2006 WHO mengeluarkan
pencegahan dan pemberantasan penyakit kebijakan Global Strategy for Further
menular. Penyakit menular yang masih Reducing the Leprosy Burden and Suistaning
menimbulkan masalah kesehatan masyarakat Leprosy Control Activities (2006-2010) yaitu
adalah penyakit kusta.2 untuk menurunkan beban penyakit dan
Masalah kusta bukan hanya masalah kesinambungan program pemberantasan
kesehatan (medis) saja, tetapi juga masalah penyakit kusta, dengan cara menurunkan
sosial ekonomi dan psikiologis. Secara sosial angka kesakitan atau angka prevalensi kurang
ekonomi penderita kusta sebagian besar dari 1 per 10.000 penduduk, serta untuk
adalah golongan ekonomi lemah, dengan mencapai eliminasi kusta masih diperlukan
adanya cacat akibat penyakit kusta akan peningkatan kualitas program kegiatan yang
memburuk kondisi ekonominya karena meliputi penemuan penderita baru,
kehilangan lapangan pekerjaan dan pengobatan yang tepat dengan Multidrug
kehilangan kesempatan untuk bekerja. Secara Therapy (MDT), tingkat kepatuhan
psikologis bercak dan benjolan-benjolan pada pengobatan dan pemantauan kasus,
kulit penderita kusta membentuk paras yang pencegahan cacat, rehabilitasi non medis atau
menakutkan. Hal ini menyebabkan penderita sosial dan promosi kesehatan. Akhir tahun
kusta merasa rendah diri, depresi, menyendiri 2005 lebih dari 60% wilayah (17 propinsi dan
bahkan sering dikucilkan oleh keluarga 315 kabupaten/kota) sudah mencapai
maupun masyarakat sekitarnya.3 eliminasi. Pengobatan kusta merupakan
Penderita kusta tersebar di seluruh dunia, Program Kementrian Kesehatan RI yang
ada pendapat penyakit kusta berasal dari Asia memerlukan waktu lama antara 6-12 bulan,
Tengah kemudian menyebar ke Mesir, Eropa, serta memiliki resiko tentang ketidakpatuhan
Afrika dan Amerika. Indonesia merupakan berobat dan mengkonsumsi obat.6
negara ketiga terbanyak penderita kusta di Berdasarkan Profil Kesehatan Kabupaten
bawah India dan Brazil dengan jumlah kasus Pasuruan, pada tahun 2011 Kabupaten
16.572.4 Berdasarkan Profil Kesehatan Pasuruan berada diurutan ke 11 daerah high
Propinsi Jawa Timur, Jawa Timur menempati prevalens dari 38 kabupaten/kota se-Jawa
urutan ke tujuh di antara provinsi lainya di Timur, insiden di Kabupaten Pasuruan dengan
Indonesia dengan jumlah penderita kusta jumlah penduduk 1.528.385 terdapat 371
terdaftar 6.833 dan angka prevalensi 1,83 per kasus kusta terdaftar yang terbagi menjadi
10.000 penduduk. Sepertiga jumlah penderita 304 penderita tipe MB dan 67 penderita tipe
kusta di Indonesia berada di Jawa Timur, PB dan kasus berhenti berobat (drop out) 31

18
Majalah Kesehatan FKUB Vol 4, No 1, Maret 2017

penderita kusta, berarti angka kesakitan Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui
(prevalensi) 2,43 per 10.000 penduduk. Angka hubungan tingkat pengetahuan tentang kusta
ini sangat tinggi dibandingkan target dengan kepatuhan minum MDT pada pasien
prevalensi kusta nasional. Berdasarkan data kusta di Puskesmas Kejayan dan Puskesmas
rekam medis penderita kusta di Puskesmas Pohjentrek Kabupaten Pasuruan, sehingga
Kejayan pada bulan Desember 2011 terdapat dapat digunakan sebagai dasar untuk
28 penderita kusta yang terbagi menjadi 24 menentukan kebijakan Pemerintah Kabupaten
penderita tipe MB dan 4 penderita tipe PB, Pasuruan dalam rangka mensukseskan
dan 7 penderita sudah berhenti mengambil program eliminasi kusta dan target standar
obat MDT (drop out), serta data rekam medik pelayanan minimal.
penderita kusta di Puskesmas Pohjentrek Manfaat penelitian dalam bidang
berjumlah 23 penderita yang terbagi menjadi akademis yaitu untuk pengembangan ilmu
19 penderita tipe MB dan 4 penderita tipe PB, kesehatan khususnya tentang konsep
dan 3 penderita sudah berhenti mengambil kepatuhan minum MDT penderita kusta serta
obat MDT (drop out). mendukung penelitian lain untuk mencari
Angka prevalensi penderita kusta di solusi pemecahan masalah yang lebih baik
Puskesmas Kejayan menempati urutan dalam mencapai tujuan terapi pasien kusta
kelima, serta Puskesmas Pohjentrek secara optimal.
menempati urutan kedelapan dari sebanyak Manfaat untuk praktek keperawatan hasil
33 Puskesmas se-Kabupaten Pasuruan. penelitian dapat digunakan untuk
Daerah endemis dan penyebaran pasien meningkatkan pemahaman tenaga kesehatan
kusta di dua wilayah Puskesmas sudah di Puskesmas Kejayan dan Puskesmas
tercatat. Penderita kusta sudah tahu tentang Pohjentrek tentang kepatuhan minum MDT
penyakitnya dan berobat, tetapi masih ada penderita kusta sehingga dapat mengkaji dan
yang tidak patuh mengambil obat paket MDT. memberikan intervensi lebih optimal pada
Penderita kusta yang sudah berobat, ada pasien kusta yang tidak terkontrol dalam
yang tidak mengambil obat MDT karena malas pengawasan minum obat.
dan merasa sudah sembuh.
Ketaatan dan kepatuhan minum obat Bahan dan Metode
MDT pada penderita kusta dipengaruhi oleh Desain penelitian yang digunakan adalah
lamanya masa pengobatan sehingga analitik korelasi dengan pendekatan cross
diperlukan keuletan dan ketekunan karena sectional. Teknik sampling yang digunakan
dapat menimbulkan rasa bosan, adanya dalam penelitian ini adalah dengan teknik
perasaan sudah sembuh mengakibatkan nonprobability sampling secara purposive
penderita menghentikan pengobatan sebelum sampling. Cara pengambilan sampel
masa akhir pengobatan selesai.7 menggunakan kriteria inklusi dan eksklusi.10
Keberhasilan suatu pengobatan Populasi dalam penelitian ini adalah semua
ditentukan oleh kepatuhan dalam menjalankan pasien yang didiagnosa menderita penyakit
terapi pengobatan. Berbagai faktor dapat kusta dan mendapatkan program terapi MDT
mempengaruhi kepatuhan minum obat selama 12 bulan serta pasien kusta dalam
meliputi usia, jenis kelamin, status sosial masa pengamatan sampai 24 bulan di
ekonomi yang rendah, tingkat keparahan Puskesmas Kejayan Kabupaten Pasuruan
penyakit, golongan obat yang diresepkan, dengan jumlah populasi sebanyak 28 orang
jumlah obat yang diminum, efek samping obat, yang didapatkan dari rekam medis penderita
pengetahuan tentang penyakit yang diderita kusta di Puskesmas Kejayan, ditambah
dan pengetahuan mengenai pentingnya populasi sebanyak 23 orang yang didapatkan
pengobatan.8

19
Meru S, et al. Hubungan Tingkat Pengetahuan tentang Kusta
dari rekam medis penderita kusta di Luas wilayah kerja Puskesmas Pohjentrek
Puskesmas Pohjentrek Kabupaten Pasuruan. 122,4 Ha, terdiri dari 9 Desa, 31 Dusun, 51
RW dan 170 RT dengan jumlah penduduk
Hasil 29.367 jiwa per Desember 2011. Batas
Gambaran Umum wilayah kerja yaitu utara: Kota Pasuruan,
Puskesmas Kejayan merupakan salah selatan: Puskesmas Kejayan, timur:
satu Puskesmas yang terletak di wilayah Puskesmas Gondang Wetan, barat:
Kabupaten Pasuruan Propinsi Jawa Timur. Puskesmas Ngempit-Kraton.
Luas wilayah kerja Puskesmas Kejayan Berdasarkan hasil pengumpulan data
4513,162 Ha, terdiri dari 17 Desa, 63 Dusun, kuesioner tentang tingkat pengetahuan dan
98 RW dan 252 RT dengan jumlah penduduk serangkaian observasi kepatuhan terhadap
39.605 jiwa per Desember 2011. Batas program terapi yang dilakukan di Puskesmas
wilayah kerja yaitu utara: Puskesmas Kejayan dan Puskesmas Pohjentrek
Pohjentrek, selatan: Puskesmas Ambal-Ambil, Kabupaten Pasuruan disajikan dalam bentuk
timur: Puskesmas Gondang Wetan, barat: analisis distribusi frekuensi univariat, gambar
Kecamatan Kraton. Program pemberantasan diagram dan analisis deskripsi bivariat
penyakit kusta adalah salah satu program dengan metode statistik menggunakan
pendukung dalam menyelenggarakan program SPSS.
pelayanan kesehatan di komunitas
masyarakat serta untuk mensukseskan Distribusi Frekuensi Karakteristik
program pemerintah dalam rangka mencapai Responden
target MDGs 2015, khususnya pencegahan Hasil distribusi karakteristik pasien kusta
dan pemberantasan penyakit menular. di dua puskesmas yang bersedia mengiikuti
Puskesmas Pohjentrek juga merupakan proses penelitian dapat terlihat pada Tabel 1
salah satu Puskesmas yang terletak di wilayah berikut.
Kabupaten Pasuruan Propinsi Jawa Timur.

Tabel 1. Frekuensi karakteristik umur


Variabel Mean St.Deviasi Min-Max 95% CI

Umur 31.02 15.09 12 - 65 26.26 - 35.78

Pada Tabel 1 di atas, dapat diketahui yang mengikuti program MDTmayoritas laki-
rentang umur responden yang mengikuti laki 26 orang (63,4%), Pendidikan responden
program MDT di Puskesmas Kejayan dan mayoritas menengah yaitu SLTP/MTS
Puskesmas Pohjentrek mayoritas dengan sebanyak 19 orang (46,3%), status pekerjaan
rentang usia termuda berumur 12 tahun dan responden sebagian besar bekerja pada
usia tertua 65 tahun. Sementara pada Tabel sektor informal/swasta sebanyak 22 orang
2, untuk jenis kelamin sebagian besar sampel (53,7%).

20
Majalah Kesehatan FKUB Vol 4, No 1, Maret 2017

Tabel 2. Frekuensi jenis kelamin, pendidikan, dan pekerjaan pasien kusta


Variabel N Persentase (%)
Jenis Kelamin
Laki-Laki 26 63.4
Perempuan 15 36.6
Jumlah 41 100.0
Tingkat Pendidikan
SD 18 43.9
SLTP/MTS 19 46.3
SLTA 4 9.8
Jumlah 41 100.0
Pekerjaan
Petani 19 46.3
Swasta 22 53.7
Jumlah 41 100.0

Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan sebanyak 23 orang (56,1%), dan sebagian


tentang Kusta dan Kepatuhan Minum MDT kecil responden yaitu 18 orang responden
Pada Tabel 3, diketahui bahwa mayoritas (43,9%) yang tidak patuh minum MDT.
pasien kusta memiliki tingkat pengetahuan Sebagian besar responden tidak patuh dalam
yang tinggi yaitu sebanyak 29 orang (70,7%), aspek pengobatan meliputi: lupa minum obat,
dan hanya sebagian kecil responden yang efek samping MDT yaitu Dapsone
memiliki tingkat pengetahuan sedang tentang (pusing/mual), Lamprene (kulit tampak
pengobatan yaitu sebanyak 12 orang menghitam) dan Rifampisin (urine berwarna
(29,3%). Sebagian besar responden pasien merah) di Puskesmas Kejayan dan
kusta memiliki kepatuhan minum MDT yaitu Puskesmas Pohjentrek.

Tabel 3. Frekuensi tingkat pengetahuan tentang kusta dan kepatuhan minum MDT
Variabel Frekuensi Persentase (%)
Tingkat Pengetahuan
Sedang 12 29,3
Tinggi 29 70,7
Jumlah 41 100,0
Kepatuhan Minum MDT
Tidak patuh 18 43,9
Patuh 23 56,1
Jumlah 41 100,0

Hubungan antara Tingkat Pengetahuan tentang kusta dengan variabel dependen


tentang Kusta dengan Kepatuhan Minum kepatuhan minum MDT di Puskesmas
MDT Kejayan dan Puskesmas Pohjentrek dapat
Hasil analisis hubungan antara variabel
dilihat pada Tabel 4 berikut.
independen tingkat pengetahuan responden

Tabel 4. Kontigensi hubungan tingkat pengetahuan tentang kusta dengan kepatuhan minum MDT
21
Meru S, et al. Hubungan Tingkat Pengetahuan tentang Kusta

Kepatuhan minum MDT Odds Ratio


Pengetahuan Tidak Patuh Patuh Total % 95% Confidence P value
interval
N % N %
Sedang 9 22 3 7,3 12 29,3 OR = 6,667 0,025
Tinggi 9 22 20 48,8 29 70,7 1,451-30,64
Total 18 44 23 56 41 100

Hasil uji chi square pada Tabel 4 terdapat nilai Puskesmas Pohjentrek, yang sedang
signifikansi P value sebesar 0,025** (p < 0,05) menjalankan pengobatan aktif serta penderita
dengan hasil perhitungan chi square sebesar masa pengamatan.
6.667 yaitu lebih besar dari tabel X2. Hal ini
berarti bahwa Ho ditolak dan H1 diterima. Tingkat Pengetahuan tentang Kusta
Sementara untuk membandingkan antara Pengetahuan adalah hasil penginderaan
tingkat pengetahuan terhadap kepatuhan manusia atau hasil tahu seseorang terhadap
minum MDT, berdasarkan nilai odds ratio objek melalui indera yang dimilikinya. Dengan
sebesar 6,667 yang berarti bahwa tingkat sendirinya pada waktu penginderaan sampai
pengetahuan sedang lebih banyak yang tidak menghasilkan pengetahuan tersebut sangat
patuh minum obat MDT, namun tingkat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan
pengetahuan tinggi lebih banyak yang patuh persepsi terhadap objek. Sebagian besar
minum obat MDT. Analisis data tersebut pengetahuan seseorang diperoleh melalui
menunjukkan terdapat hubungan antara tingkat indera pendengaran dan indera penglihatan.8
pengetahuan tentang kusta dengan kepatuhan Berdasarkan penelitian yang telah
minum MDT di Puskesmas Kejayan dan dilakukan didapatkan mayoritas tingkat
Puskesmas Pohjentrek Kabupaten Pasuruan. pengetahuan pasien kusta tentang pengobatan
Arah hubungan antara dua variabel positif dan dalam tingkat yang baik/tinggi. Dari 41
nilai kontigensinya termasuk dalam katagori responden, terdapat 29 responden (70,7%)
agak rendah.11 yang memiliki tingkat pengetahuan tinggi, 12
responden (29,3%) memiliki tingkat
Pembahasan pengetahuan sedang.

Karakteristik Umum Responden Hubungan Usia Responden dengan Tingkat


Jumlah responden dalam penelitian ini Pengetahuan tentang Kusta
adalah sebanyak 41 orang, yang meliputi 27 Data hasil penelitian menyebutkan bahwa
penderita kusta di wilayah kerja Puskesmas karakteristik usia responden dibagi menjadi 2
Kejayan dan 14 penderita kusta di wilayah yaitu usia paling muda 12 tahun dan paling tua
kerja Puskesmas Pohjentrek Kabupaten yaitu 65 tahun. Peneliti juga mendapatkan
Pasuruan. Hal ini bukan berarti sejumlah 41 beberapa penderita kusta berada dalam usia
penderita kusta saja yang terdaftar, tetapi sekolah, sehingga perlu adanya perhatian
fenomena yang terjadi pada penderita kusta khusus terhadap lingkungan sekolah untuk
seperti fenomena gunung es dalam artian dilakukan penyuluhan tentang kusta karena
bahwa jumlah penderita kusta yang belum lingkungan sekolah dengan anak didik usia
ditemukan dan terdeteksi jauh lebih besar dari remaja cenderung untuk kontak lebih erat
jumlah yang sudah ditemukan. Dalam dengan teman sebayanya. Usia adalah jumlah
penelitian kali ini peneliti hanya mengambil hari, bulan, tahun yang telah di lalui sejak lahir
sampel penelitian berdasarkan kriteria inklusi sampai dengan waktu tertentu. Usia juga bisa
dan ekslusi penderita kusta yang terdiagnosis diartikan sebagai satuan waktu yang
kusta oleh Puskesmas Kejayan dan mengukur waktu keberadaan suatu benda atau

22
Majalah Kesehatan FKUB Vol 4, No 1, Maret 2017

makhluk, baik yang hidup maupun yang mati.


Misalnya umur manusia dikatakan lima belas Hubungan Pendidikan dengan Tingkat
tahun diikuti sejak dia lahir hingga waktu umur Pengetahuan tentang Kusta
Pendidikan responden mayoritas
itu dihitung.12
menengah (SLTP/MTS) sebanyak 19 orang
Individu yang berumur lebih dewasa
(46,3%), dan tingkat pengetahuan tentang
cenderung proaktif dalam mengikuti program
kusta dalam tingkat yang tinggi 29 orang
kesehatan karena faktor pengalaman dan
(70,7%). Pendidikan seseorang merupakan
bertambahnya usia. Hasil penelitian ini tidak
salah satu proses perubahan tingkah laku,
didapatkan hubungan yang bermakna antara
semakin tinggi pendidikan seseorang maka
kelompok umur responden dengan tingkat
dalam memilih tempat pelayanan kesehatan
pengetahuan pasien kusta tentang
semakin di perhitungkan.14
pengobatan, sehingga tidak sesuai dengan
Hal ini menunjukkan bahwa penyakit kusta
pendapat Notoatmodjo (2007) bahwa
tidak hanya didominasi oleh pendidikan
pengetahuan dipengaruhi oleh usia
rendah, tetapi yang berpendididkan menengah
responden. 9 Pada strategi peningkatan
ke atas mungkin juga untuk terserang penyakit
pengetahuan, individu yang lebih tua
kusta. Meskipun pendidikan formal yang
cenderung kurang dapat mengambil nilai lebih
diterima akan sangat berpengaruh terhadap
dari stimulus atau suatu materi yang
pengetahuan yang dimiliki oleh responden,
diterimanya, walaupun stimulus itu tetap dapat
namun masih banyak faktor lain yang
diproses sesuai dengan objek yang diberikan
mempengaruhi pengetahuan seseorang
untuk menghasilkan suatu pengetahuan, akan
terhadap penyakit kusta misalnya media
tetapi pengetahuan didapat dari pengalaman
cetak, media elektronik atau pengalaman,
belajar individu itu sendiri. 13
namun semuanya akan mempengaruhi
terbentuknya sebuah tingkah laku.9
Hubungan Jenis Kelamin dengan Tingkat
Pengetahuan tentang Kusta Dengan pendidikan yang baik maka
Menurut Notoatmodjo (2007) jenis kelamin pengetahuan dan penangkapan informasi akan
merupakan identitas responden yang dapat baik pula. Pendidikan responden mayoritas
digunakan untuk membedakan pasien laki-laki menengah (SLTP/MTS) kurang memberikan
atau perempuan. Hasil penelitian menunjukkan kemudahan bagi pasien kusta dalam
mayoritas jenis kelamin pasien kusta yang berkomunikasi dan menerima informasi
menjalani program terapi MDT di Puskesmas terutama dalam bidang kesehatan. Dengan
Kejayan dan Puskesmas Pohjentrek adalah cara berfikir yang baik maka seseorang akan
laki-laki 26 orang (63,4%), serta sebagian lebih cepat dalam mengambil keputusan dalam
perempuan sebanyak 15 orang (36,6%). bidang kesehatan. Sebaliknya pendidikan yang
Hasil yang diperoleh dari uji statistik tidak kurang akan menghambat perkembangan
didapatkan hubungan yang bermakna antara sikap seseorang terhadap nilai baru yang
jenis kelamin dengan pengetahuan pasien diperkenalkan.10
kusta tentang pengobatan. Hal ini dapat terjadi
karena sebagian besar laki-laki menghabiskan Hubungan Jenis Pekerjaan dengan Tingkat
waktu hidupnya di luar rumah sehingga Pengetahuan tentang Kusta
Berdasarkan pekerjaan responden
kemungkinan adanya pengaruh dari
dibedakan menjadi tidak memiliki pekerjaan,
pengalaman yang di dapatkan dari lingkungan
pekerjaan informal dan formal, diketahui
dari orang lain seperti tetangga, media
bahwa sebagian besar responden memilki
informasi yang mereka dengar maupun lihat
pekerjaan informal (wiraswasta) sebanyak 22
tentang program terapi MDT lebih mudah
orang (53,7%). dan sebanyak 19 orang
dapat di terima.9
(46,3%) responden bekerja di sawah sebagai

23
Meru S, et al. Hubungan Tingkat Pengetahuan tentang Kusta

petani. Hal ini memungkinkan responden pengobatannya. Sehingga fungsi


kontak aktif dengan banyak orang di mengingatpun berjalan dengan baik. Dengan
masyarakat sehingga dapat menularkan penerimaan informasi yang baik penderita
penyakit kusta pada orang lain. Sesuai dengan dapat memepertahankan informasi tersebut
pernyataan Suparman (1990), bahwa penyakit untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari
kusta sebagian besar menyerang kalangan khususnya tentang pengobatan kusta. 16
ekonomi rendah.15 Hal ini juga didukung oleh Notoatmodjo
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak (2007) yang mengatakan pengetahuan atau
terdapat hubungan yang bermakna antara kognitif merupakan domain yang sangat
pekerjaan dengan tingkat pengetahuan pasien penting untuk terbentuknya tindakan
kusta tentang pengobatan. Pembagian jenis seseorang (overt behavior) karena dari
pekerjaan ini menentukan tinggi rendahnya pengalaman dan penelitian perilaku yang
kebutuhan ilmu yang dapat membentuk pola didasarkan oleh pengetahuan akan lebih
kemampuan menyerap, mengolah dan langgeng daripada perilaku yang tidak didasari
memahami suatu informasi. Bekerja juga akan oleh pengetahuan.9
memudahkan seseorang untuk menjangkau Sebelum orang mengadopsi perilaku baru
informasi. Tetapi seperti dijelaskan bahwa (berperilaku baru), di dalam diri seseorang
kebutuhan akan ilmu (tingkat pengetahuan) tersebut terjadi proses yang berurutan yaitu:
dan sumber informasi tidak berhubungan awarenes (kesadaran), interest (merasa
dengan pekerjaan, maka pekerjaan formal tertarik), evaluation (menimbang-nimbang),
yang membutuhkan pendidikan tinggi sehingga trial (mencoba), adoption (adopsi). Meskipun
seseorang mudah mendapatkan sumber ada beberapa orang yang mengalami
informasi perubahan perilaku tanpa melewati tahap-
Hasil penelitoan juga menunjukkan bahwa tahap tersebut. Namun apabila perubahan
sebanyak 70,7% responden memiliki tingkat perilaku baru melewati semua tahapan di atas
pengetahuan tentang kusta dalam katagori dengan didasari oleh pengetahuan, kesadaran
tinggi. Sedangkan responden yang memiliki dan sikap yang positif, maka perilaku tersebut
tingkat pengetahuan tentang kusta katagori akan bersifat langgeng (long lasting).
sedang sebanyak 29,3%. Tingkat pengetahuan Sebaliknya apabila perilaku itu tidak didasari
tentang kusta dipengaruhi oleh beberapa hal, oleh pengetahuan atau kesadaran akan tidak
salah satu diantaranya adalah pendidikan permanen.
formal. Faktor lain yang mempengaruhi
pengetahuan responden adalah pengalaman. Hubungan Usia Responden dengan
Pada responden kusta masa pengamatan Kepatuhan Minum MDT
memungkinkan mempunyai pengalaman yang Data hasil penelitian menyebutkan bahwa
cukup mengenai pengobatan kusta. Hal ini pasien kusta sebagian besar yang menjalani
dikarenakan penderita kusta kronis lebih lama program terapi MDT berusia termuda 12 tahun
mengenal penyakit kusta, lebih lama dan tertua berumur 65 tahun, dan katagori
mendapatkan informasi dari media cetak, patuh minum MDT sebanyak 23 orang
media elektronika dan lebih sering melakukan (56,1%). Akan tetapi pada uji statistik tidak
kontak dengan petugas kesehatan. ditemukan hubungan antara kelompok umur
Hal ini didukung oleh hasil penelitian dengan kepatuhan minum MDT.
terdahulu bahwa berbagai strategi telah
dicoba untuk meningkatkan kepatuhan salah Hubungan Jenis Kelamin dengan
satunya yaitu dengan memberikan informasi Kepatuhan Minum MDT
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
yang jelas kepada penderita mengenai
sebagian besar pasien kusta yang menjalani
penyakit yang dideritanya serta cara
program terapi MDT adalah laki-laki 26 orang

24
Majalah Kesehatan FKUB Vol 4, No 1, Maret 2017

(63,4%). Hal ini kemungkinan terkait dengan yang menjelaskan pekerjaan adalah suatu
laki-laki lebih banyak dipengaruhi oleh kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan
lingkungan teman dan aktivitasnya. Hasil uji upah atau imbalan. Jika upah atau imbalan
statistik tidak ditemukan hubungan jenis tinggi maka tingkat pekerjaan semakin berat
kelamin dengan kepatuhan minum MDT. Hal dan repot sehingga berpengaruh pada motivasi
ini karena penelitian dilakukan hanya pada seseorang.17
satu tempat yang sama dan populasi yang Pengetahuan berperan sebagai salah
ditemukan sebagian besar laki- laki. satu faktor internal yang mempengaruhi
terbentuknya perilaku, selain juga dipengaruhi
Hubungan Pendidikan dengan Kepatuhan oleh faktor eksternal seperti dukungan dari
Minum MDT tenaga kesehatan. Penderita kusta yang telah
Pada penelitian ini pendidikan responden mendapatkan informasi tentang pengobatan
sebagian besar menengah (SLTP/MTS) kusta dari petugas kesehatan dan dapat
sebanyak 19 orang (46,3%) dan yang memilki menerima dengan baik akan cenderung
katagori patuh minum MDT yaitu 23 orang berusaha melaksanakannya. Didukung pula
(56,1%). Dari hasil uji statistik tidak terdapat oleh tenaga kesehatan yang melakukan
hubungan yang bermakna antara pendidikan kunjungan rumah secara berkala pada
dengan kepatuhan minum MDT. Hal ini sesuai penderita kusta, sehingga dapat memantau
dengan pendapat Sunaryo (2004), pendidikan penatalaksanan pengobatan kusta.
adalah mencakup seluruh proses kehidupan Adanya dukungan dari profesi kesehatan
individu sejak dalam ayunan hingga liang lahat dapat mempengaruhi perilaku kepatuhan.
baik secara formal maupun informal. Proses Dukungan mereka terutama dalam perilaku
dan kegiatan pada dasarnya melibatkan hidup sehat. Mereka juga memepengaruhi
masalah perilaku individu maupun kelompok. perilaku pasien dengan cara menyampaikan
Sehingga perlu adanya proses pelayanan dan antusias mereka terhadap tindakan tertentu
pendekatan yang berbeda dalam menimbulkan dari pasien, dan secara terus menerus melalui
motivasi pada setiap individu atau kelompok. pemberian penghargaan yang positif bagi
Makin tinggi pendidikan seseorang makin pasien yang telah mampu beradaptasi dengan
mudah menerima informasi sehingga program pengobatan dan perawatannya.18
menimbulkan kepatuhan dan dorongan yang Interaksi profesional kesehatan dengan
tinggi untuk terlibat dalam program pengobatan penderita kusta adalah suatu hal yang penting
atau kesehatan yang optimal. Kepatuhan yang untuk memberikan umpan balik pada pasien
timbul dari proses yang dipelajari akan setelah memberikan informasi tentang
menimbulkan sikap atau perilaku yang diagnosis. Penderita kusta membutuhkan
permanen atau bersifat terus menerus dan penjelasan kondisinya, apa penyebabnya dan
bertahan lama.9 apa yang dapat mereka lakukan dengan
kondisinya. Hal ini didukung oleh Safarino
Hubungan Jenis Pekerjaan dengan (1990), bahwa salah satu strategi untuk
Kepatuhan Minum MDT
meningkatkan kepatuhan adalah memperbaiki
Hasil peneltian terhadap 41 orang
komunikasi antara tenaga kesehatan dan
responden tehadap jenis pekerjaan yang
penderita kusta. 16 Berbagai komunikasi antara
sebagian besar bekerja di bidang informal
petugas kesehatan dan penderita kusta akan
(wiraswasta) sebanyak 22 orang (53,7%) serta
mempengaruhi kepatuhan, misalnya informasi
memiliki katagori patuh yaitu sebanyak 23
dengan pengawasan yang baik, kepuasan
orang (56,1%). Pada penelitian ini tidak
aspek hubungan emosional, dan kepuasan
ditemukan hubungan korelasi bermakna antara
terhadap pengobatan yang diberikan.
karakteristik jenis pekerjaan dengan kepatuhan
Frekuensi pengawasan, dukungan atau
minum MDT. Hal ini tidak sesuai dengan teori

25
Meru S, et al. Hubungan Tingkat Pengetahuan tentang Kusta

tindakan lanjutan juga cukup penting untuk lingkungan fisik yang mendukung penyebaran
diperhatikan. penyakit kusta.19
Faktor lain yang mempengaruhi Faktor sosial ekonomi yang rendah sangat
kepatuhan adalah dukungan keluarga. berpengaruh terhadap pengobatan kusta
Dukungan sosial dalam bentuk dukungan karena memungkinkan kemampuan penderita
emosional dari anggota keluarga, teman, kusta untuk memodifikasi lingkungan sangatlah
waktu dan finansial merupakan faktor-faktor kurang. Salah satu diantaranya adalah
penting dalam kepatuhan terhadap program- memenuhi kebutuhan gizi untuk menunjang
program medis. Keluarga dan teman dapat pengobatan kusta. Keadaan ini sesuai dengan
membantu mengurangi ansietas yang hasil penelitian bahwa penderita kusta tidak
disebabkan oleh penyakit tertentu, mereka patuh dalam mengkonsumsi makanan tinggi
dapat menghilangkan godaan pada protein dan memisahkan peralatan makan
ketidaktaatan dan mereka sering kali dapat penderita kusta dengan anggota keluarga yang
menjadi kelompok pendukung untuk mencapai lainnya. Hal ini dapat dimungkinkan karena
kepatuhan.18 salah satunya adalah keadaan sosial ekonomi
Niven (2002) mengatakan bahwa rendah yang didukung oleh karakteristik
derajat ketidakpatuhan bervariasi sesuai responden sebagian besar (53,7%) bekerja di
dengan apakah pengobatan tersebut kuratif, sektor swasta. Dengan sosial ekonomi yang
preventif, jangka pendek atau jangka panjang. rendah maka pemenuhan kebutuhan
Adanya kegagalan untuk mengikuti program kesehatanpun tidak dapat terpenuhi dengan
pengobatan jangka panjang yang bukan dalam baik.15
kondisi akut, dimana derajat
ketidakpatuhannya rata-rata 50% dan derajat Hubungan Tingkat Pengetahuan tentang
tersebut bertambah buruk sesuai waktu. Kusta dengan Kepatuhan Minum MDT
Salah satu faktor internal yang Hasil penelitian menunjukkan bahwa
mempengaruhi ketidakpatuhan responden terdapat hubungan yang bermakna antara
adalah pengetahuan. Meskipun pendidikan variabel tingkat pengetahuan tentang kusta
formal bukan satu-satunya sumber informasi dengan variabel kepatuhan minum MDT
untuk responden mempunyai pengetahuan dengan koefisien kontigensi sebesar OR =
yang baik, namun hal ini akan sangat 6,667 dan signifikansi sebesar 0,025** (p <
mempengaruhi perilaku seseorang. Faktor 0,05) yang berarti keeratan hubungan dua
internal lainnya yang mempengaruhi variabel dalam katagori agak rendah.11
ketidakpatuhan adalah pengalaman terutama Pengetahuan akan program terapi MDT
bagi penderita kusta baru. Hal ini dapat diperoleh dari pengalaman pribadi dalam
memungkinkan penderita kusta baru belum kehidupan sehari-harinya. Dengan
paham mengenai pengobatan karena baru pengalaman ini pengetahuan pasien kusta
pertama kali menderita penyakit tersebut. menjadi meningkat, yang menjadi dasar
Faktor eksternal lain yang mempengaruhi pembentukan sikap dan dapat mendorong
ketidakpatuhan adalah tingkat sosial ekonomi perilaku kepatuhan mereka untuk selalu
rendah. Fasilitas lingkungan rumah yang tidak datang dan menjalankan program terapi
mendukung kesehatan akan berpengaruh MDT.17 Hubungan antara dua variabel ini
terhadap pengobatan kusta. Peneliti sesuai dengan apa yang dikatakan oleh
menemukan beberapa responden tinggal Notoatmodjo (2007) bahwa pengetahuan
dalam rumah dengan kondisi lingkungan sangat penting dalam terbentuknya sebuah
rumah yang tidak menunjang kesehatan. perilaku. Perilaku dimulai dari stimulus yang
Rumah yang kurang ventilasi, lantai yang diterima oleh akal yang merupakan respon
lembab dan kurang pencahayaan merupakan atau reaksi seseorang terhadap stimulus dari

26
Majalah Kesehatan FKUB Vol 4, No 1, Maret 2017

luar. Selanjutnya manusia membayangkan mengambarkan kepatuhan secara utuh


stimulus tersebut sehingga manusia dapat terhadap pasien. Peneliti tidak mampu
mengadakan pilihan atau seleksi terhadap mengikuti perilaku kepatuhan pasien kusta
berbagai alternatif dalam lingkungannya untuk dalam kurun waktu selama 3 bulan, tetapi
mencapai efektifitas yang optimal dalam karena terbatasnya waktu yang tersedia,
mempertahankan hidupnya. peneliti hanya melakukan observasi selama 3
Hal ini menunjukkan bahwa perilaku yang bulan, yang seharusnya selama 12 bulan.
didasarkan pada pengetahuan akan lebih
permanen dan bermanfaat bagi kehidupan Kesimpulan
individu yang akan dating.9 Individu akan
mengulangi perilaku yang dianggap efektif Kesimpulan dari penelitian ini diketahui
untuk mengatasi masalah yang sama. Dalam bahwa tingkat pengetahuan responden tentang
epidemiologi penyakit menular pengetahuan kusta adalah dalam katagori tinggi yaitu 29
berperan sebagai faktor risiko dari penularan orang (70,7%). Kepatuhan responden terhadap
penyakit kusta sehingga hal ini sangat perlu minum sebagian besar adalah dalam katagori
untuk diperhatikan. patuh yaitu 23 responden (56,1%). Terdapat
Berdasarkan analisis di atas menunjukkan hubungan yang bermakna (p = 0,025**; p <
bahwa tingkat pengetahuan yang tinggi akan 0,05) antara tingkat pengetahuan tentang
membentuk perilaku kesehatan yang baik kusta dengan kepatuhan minum MDT pada
sehingga resiko penyebaran penyakit kusta pasien kusta di Puskesmas Kejayan dan
semakin berkurang. Meskipun pengetahuan Puskesmas Pohjentrek Kabupaten Pasuruan.
yang tinggi tidak selalu dimiliki oleh penderita Jadi, semakin tinggi tingkat pengetahuan
yang berpendidikan menengah keatas, karena tentang kusta maka akan semakin patuh
informasi merupakan stimulus dari luar yang minum MDT (OR = 6,667).
tidak hanya didapatkan dari pendidikan formal
tetapi bisa didapatkan dari penyuluhan, media Saran
masa, media elektronik ataupun pengalaman
yang akan tampak dalam perilaku individu Untuk Peneliti Selanjutnya
tersebut.9 1) Diharapkan ada penelitian lanjutan untuk
mengetahui faktor lain yang lebih
Keterbatasan Penelitian mempengaruhi kepatuhan minum MDT,
Keterbatasan yang dihadapi oleh peneliti seperti faktor dukungan keluarga dan
adalah instrumen yang digunakan dalam dukungan petugas kesehatan.
penelitian ini merupakan kuesioner yang dibuat 2) Dengan keterbatasan penelitian
sendiri oleh peneliti, Pengambilan data dengan diharapakan kepada peneliti selanjutnya
kuisioner bersifat sangat subjektif sehingga tidak hanya dengan menggunakan
kebenaran data sangat tergantung pada instrumen berupa kuesioner sehingga
kejujuran responden dan pertanyaan bersifat teknik pengambilan data lebih akurat dan
tertutup sehingga kurang dapat menggali hasilnya lebih sempurna di masa yang
permasalahan yang ada pada diri setiap akan datang.
responden. Pada observasi kepatuhan untuk
mengetahui ketepatan dan kepatuhan terapi Untuk Instansi Terkait
tidak dapat dilakukan selama 24 jam penuh, 1) Diharapkan hasil penelitian dapat
dengan demikian kemungkinan ada manipulasi digunakan sebagai sumber informasi
perilaku penderita pada saat pelaksanaan yang dapat meningkatkan kualitas
terapi. Observasi dengan melihat sekali waktu pelayanan dan pemberantasan penyakit
dalam periode tertentu tidak bisa kusta.

27
Meru S, et al. Hubungan Tingkat Pengetahuan tentang Kusta

2) Diharapkan petugas kusta Puskesmas Kabupaten Cirebon Tahun 2005. Jurnal


yang terlibat dapat mengoptimalkan Kesehatan Masyarakat Nasional. 2005;
waktu penemuan dini dan pelayanan I(2).
yang intensif serta merubah stigma 3. Kandun N. Manual Pemberantasan
negatif bagi petugas kesehatan dan Penyakit Menular. Jakarta: Dirjen P2M &
masyarakat untuk mendukung dan PL. 2007.
berperan serta aktif khususnya di bidang 4. Chin J. Manual Pemberantasan Penyakit
penyuluhan kesehatan yaitu program Menular. I Nyoman Kandun
terapi MDT bagi pasien kusta secara (Penerjemah). Jakarta: Ditjen PPM &
efektif dan berkesinambungan. PLP. 2000.
3) Diharapkan petugas kusta Puskesmas 5. Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Timur.
mencari faktor penyebab ketidakpatuhan Profil Kesehatan Propinsi Jawa Timur
minum MDT dengan mengontrol Tahun 2009. Surabaya. 2009.
pengambilan obat paket MDT setiap 6. Departemen Kesehatan Rl. Buku
bulan, mengawasi penuh keteraturan Pedoman Nasional Pengendalian
minum obat MDT setiap hari dengan Penyakit Kusta. Dirjen Pengendalian
bantuan keluarga, kunjungan rumah Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.
secara berkala ke penderita kusta, Jakarta: Depkes RI. 2007.
penanganan pasien kusta tulus sepenuh 7. Nukman. Psikologi untuk Keperawatan.
hati tidak memarahi/membentak terhadap Jakarta: EGC. 1997.
pasien yang tidak patuh minum obat 8. Hashmi. Faktor-Faktor yang
MDT. Berhubungan dengan Ketidakteraturan
Berobat Penderita Kusta di Kabupaten
Untuk Instansi Pendidkan Majalengka Tahun 1998-2000. Tesis.
1) Diharapkan penelitian ini dapat Jakarta: Program Pasca Sarjana
digunakan sebagai dasar untuk Fakultas Kesehatan Masyarakat UI.
mengembangkan ilmu dan pendidikan 2007.
keperawatan serta mencegah atau 9. Notoatmodjo S. Metodologi Penelitian
merawat penyakit kusta dan dampak Kesehatan. Edisi Revisi ke-1. Jakarta:
buruk yang ditimbulkannya. Penerbit Rineka Cipta. 2007.
2) Diperlukan adanya pengembangan dan 10. Nursalam. 2009. Konsep dan Penerapan
inovasi baru dari ilmu kesehatan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan,
khususnya keperawatan komunitas yang Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen
dapat meningkatkan kepatuhan minum Penelitian Keperawatan. Edisi ke-2.
MDT dan keteraturan pasien kusta untuk Jakarta: Salemba Medika.
menjalankan program terapi serta 11. Arikunto S. Prosedur Penelitian suatu
perubahan stigma negatif dari masyarakat, Pendekatan Praktik. Jakarta: Penerbit
serta mendorong program terapi MDT Rineka Cipta. 2006.
sebagai program terapi pilihan utama 12. Hurlock BE. Psikologi Perkembangan.
pengobatan pasien kusta. Edisi Ke-5. Jakarta: Penerbit Erlangga.
1993.
Daftar Pustaka 13. Irwanto. 2010. Psikologi Umum. Jakarta.
PT.Gramedia Pustaka Utama
1. Amirudin. Ilmu Penyakit Kulit. Cetakan I. 14. Azwar S. Sikap Manusia, Teori dan
Jakarta: Penerbit Hipokrates. 2005. Pengukurannya. Edisi Ke-2. Jakarta:
2. Haeria. Pengembangan Sistem Informasi Penerbit Pustaka Pelajar. 2007.
Program Kusta Berbasis Geografis di

28
Majalah Kesehatan FKUB Vol 4, No 1, Maret 2017

15. Suparman. Penderita Kusta di Indonesia


Harus Sembuh Total pada 2005.
(Online).
1990.http://www.Gizi.Net/cgibin/berita/full
news.Cgi?Newsid1082349328.7519985.
Diakses 17-5-2012.
16. Smet B. Psikologi Kesehatan. Jakarta:
Grasindo. 1994.
17. Purwanto N. Psikologi Pendidikan.
Bandung: Remaja Rosdakarya. 2010.
18. Niven N. Psikologi Kesehatan: Pengantar
untuk Perawat dan Profesional
Kesehatan Lain. Jakarta: EGC. 2002.
19. Noor. Penyakit Kusta dan Masalah yang
Ditimbulkannya. Medan: Fakultas
Kesehatan Masyarakat USU. 1997.

29

Anda mungkin juga menyukai