Arti Qanaah adalah suatu sikap yang rela menerima dan selalu merasa cukup
dengan hasil yang sudah diusahakan serta menjauhkan diri dari rasa tidak puas
juga perasaan kurang. Dan seseorang bisa disebut bersifat qonaah apabila
memiliki pendirian dengan apa yang telah diperoleh atau bersyukur atas yang
ada pada dirinya karena semua adalah kehendak Allah.
Pendeknya dengan qona’ah ini kita akan lebih bersyukur dengan yang telah
Allah tetapkan kepada kita. Balasan dari Allah untuk mereka yang bersikap
qonaah selama di bumi yaitu kita akan merasakan kehidupan di dunia ini dengan
lebih baik lagi. Sebagaimana Allah Subhanahu wata’ala telah berfirma dalam
suarat An-Nahal:97
ً صا ِل ًحا ِم ْن ذَك ٍَر أ َ ْو أ ُ ْنث َ ٰى َوه َُو ُمؤْ ِم ٌن فَلَنُحْ ِي َينَّهُ َحيَاة
َ ط ِيبَةً ۖ َولَنَجْ ِز َينَّ ُه ْم أَجْ َر ُه ْم ِبأَحْ َس ِن َما كَانُوا يَ ْع َملُونَ َم ْن َع ِم َل
َ
Sikap Qana’ah
Setelah dijelaskan bahwa qana’ah merupakan sikap ridho menerima dan merasa
cukup terhadap hasil yang telah diusahkannnya serta menjaukan diri dari rasa
tidak puas serta perasaan kurang. Meskipun demikian, orang yang memiliki
sikap qa’naah tidak berarti serta merta menerima nasib begitu saja tanpa ikhtiar.
Seorang Muslim kaya bisa saja memiliki harta berlimpah. Namun bukan untuk
menumpuk kekayaannya tersebut. Tetapi kekayaan yang dimilikinya di dunia
dibatasi dengan rambu-rambu yang telah Allah dan RasulNya tetapkan. Dari
mulai dari mana dia mendapatkan, untuk apa harta tersebut dia pergunakan dan
semisalnya.
Artinya; “Lihatlah orang yang di bawah kalian dan janganlah melihat orang di
atas kalian, karena yang demikian itu lebih layak bagi kalian agar kalian tidak
memandang hina nikmat Allah yang dilimpahkan kepada kalian.” )Muttafaqun
Alaih)
7 Faedah Qona’ah
a. Hati akan dipenuhi dengan keimanan kepada Allah
Seorang yang qana’ah akan yakin terhadap ketentuan yang ditetapkan
Allah ta’ala sehingga diapun ridha terhadap rezeki yang telah ditakdirkan dan
dibagikan kepadanya. Hal ini erat kaitannya dengan keimanan kepada takdir
Allah. Seorang yang qana’ah beriman bahwa Allah ta’ala telah menjamin dan
membagi seluruh rezeki para hamba-Nya, bahkan ketika sang hamba dalam
kondisi tidak memiliki apapun. Sehingga, dia tidak akan berkeluh-kesah
mengadukan Rabb-nya kepada makhluk yang hina seperti dirinya.
“Momen yang paling aku harapkan untuk memperoleh rezeki adalah ketika
mereka mengatakan, “Tidak ada lagi tepung yang tersisa untuk membuat
makanan di rumah” [Jami’ul ‘Ulum wal Hikam].
ِ س ُّر أَي
َّامي إِل َ َ َي ٌء ََأ ْ ُ ي يَ ْو ٌم أ
َ صبِ ُح َولَي
ْ ْس ِع ْندِي ش َّ
“Hari yang paling bahagia menurutku adalah ketika saya memasuki waktu
Subuh dan saya tidak memiliki apapun.” [Shifatush Shafwah 3/345].
b. Memperoleh kehidupan yang baik
Allah ta’ala berfirman )yang artinya(, “Barangsiapa yang mengerjakan amal
saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka
sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan
sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang
lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan” [QS. An-Nahl: 97].
Kehidupan yang baik tidaklah identik dengan kekayaan yang melimpah ruah.
Oleh karenanya, sebagian ahli tafsir mengatakan bahwa yang dimaksud
dengan kehidupan yang baik dalam ayat di atas adalah Allah memberikannya
rezeki berupa rasa qana’ah di dunia ini, sebagian ahli tafsir yang lain
menyatakan bahwa kehidupan yang baik adalah Allah menganugerahi rezeki
yang halal dan baik kepada hamba [Tafsir ath-Thabari 17/290; Maktabah asy-
Syamilah].
Dapat kita lihat di dunia ini, tidak jarang, terkadang diri kita mengorbankan
agama hanya untuk memperoleh bagian yang teramat sedikit dari dunia. Tidak
jarang bahkan kita menerjang sesuatu yang diharamkan hanya untuk
memperoleh dunia. Ini menunjukkan betapa lemahnya rasa qana’ah yang ada
pada diri kita dan betapa kuatnya rasa cinta kita kepada dunia.
Tafsir kehidupan yang baik dengan anugerah berupa rezeki yang halal dan baik
semasa di dunia menunjukkan bahwa hal itu merupakan nikmat yang harus kita
usahakan. Harta yang melimpah ruah sebenarnya bukanlah suatu nikmat jika
diperoleh dengan cara yang tidak diridhai oleh Allah. Tapi sayangnya,
sebagian besar manusia berkeyakinan harta yang sampai ketangannya
meski diperoleh dengan cara yang haram itulah rezeki yang halal. Ingat,
kekayaan yang dimiliki akan dimintai pertanggungjawaban dari dua sisi, yaitu
bagaimana cara memperolehnya dan bagaimana harta itu dihabiskan. Seorang
yang dianugerahi kekayaan melimpah ruah tentu pertanggungjawaban yang
akan dituntut dari dirinya di akhirat kelak lebih besar.
d. Memperoleh keberuntungan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyatakan bahwa seorang yang
qana’ah akan mendapatkan keberuntungan. Fudhalah bin Ubaid radhiallalahu
‘anhu pernah mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan,
“Sungguh beruntung orang yang memeluk Islam, diberi rezki yang cukup dan
Allah menganugerahi sifat qana’ah atas apa yang telah diberikan-Nya” [HR.
Muslim: 1054; Tirmidzi: 2348].
“Al Yaqin adalah engkau tidak mencari ridha manusia dengan kemurkaan
Allah, engkau tidak dengki kepada seorangpun atas rezeki yang ditetapkan
Allah, dan tidak mencela seseorang atas sesuatu yang tidak diberikan Allah
kepadamu. Sesungguhnya rezeki tidak akan diperoleh dengan ketamakan
seseorang dan tidak akan tertolak karena kebencian seseorang. Sesungguhnya
Allah ta’ala –dengan keadilan, ilmu, dan hikmah-Nya- menjadikan ketenangan
dan kelapangan ada di dalam rasa yakin dan ridha kepada-Nya sserta
menjadikan kegelisahan dan kesedihan ada di dalam keragu-raguan (tidak
yakin atas takdir Allah( dan kebencian )atas apa yang telah ditakdirkan Allah(”
[Diriwayatkan Ibnu Abid Dunya dalam Al Yaqin (118) dan Al Baihaqi dalam
Syu’abul Iman )209(].
Ada ulama yang mengartikan bahwa kekayaan dalam ayat tersebut adalah
kekayaan hati, karena ayat ini termasuk ayat Makkiyah (diturunkan sebelum
nabi hijrah ke Madinah). Dan pada saat itu, sudah dimaklumi bahwa nabi
memiliki harta yang minim [Fath al-Baari 11/273].
Hal ini selaras dengan hadits-hadits nabi yang menjelaskan bahwa kekayaan
sejati itu letaknya di hati, yaitu sikap qana’ah atas apa yang diberikan-Nya,
bukan terletak pada kuantitas harta. Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
Apa yang dinyatakan di atas dapat kita temui dalam realita kehidupan sehari-
hari. Betapa banyak mereka yang diberi kenikmatan duniawi yang melimpah
ruah, dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan diri dan keturunannya
selama berpuluh-puluh tahun, namun tetap tidak merasa cukup sehingga
ketamakan telah merasuk ke dalam urat nadi mereka. Dalam kondisi demikian,
bagaimana lagi dia bisa perhatian terhadap kualitas keagamaan yang dimiliki,
bukankah waktunya dicurahkan untuk memperoleh tambahan dunia?
َما َمالُكَ ؟
“Apa hartamu”,
beliau menjawab,
ُ ْ َو ْاليَأ،ِاَّلل
س ِم َّما ف َّ ِ الثِقَةُ ب:اال ِن َال أ َ ْخشَى َمعَ ُه َما ْالفَ ْق َر ِ َّي أ َ ْيدِي الن
َ اسَِ ِلي َم
“Saya memiliki dua harta dan dengan keduanya saya tidak takut miskin.
Keduanya adalah ats-tsiqqatu billah (yakin kepada Allah atas rezeki yang
dibagikan) dan tidak mengharapkan harta yang dimiliki oleh orang lain
[Diriwayatkan Ad Dainuri dalam Al Mujalasah )963(; Abu Nu’aim dalam Al
Hilyah 3/231-232].
Sebagian ahli hikmah pernah ditanya, “Apakah kekayaan itu?” Dia menjawab,
“Minimnya angan-anganmu dan engkau ridha terhadap rezeki yang
mencukupimu” [Ihya ‘Ulum ad-Diin 3/212].
g. Memperoleh kemuliaan
Kemuliaan terletak pada sifat qana’ah sedangkan kehinaan terletak pada
ketamakan. Mengapa demikian, karena seorang yang dianugerahi sifat qana’ah
tidak menggantungkan hidupnya pada manusia, sehingga dirinya pun
dipandang mulia. Adapun orang yang tamak justru akan menghinakan dirinya di
hadapan manusia demi dunia yang hendak diperolehnya. Jibril
‘alaihissalam pernah berkata,
ف ْال ُمؤْ ِم ِن قِيَا ُم اللَّ ْي ِل َو ِع ُّزهُ ا ْستِ ْغنَا ُؤهُ َع ِن النَّا ِس
ُ يَا ُم َح َّم ُد ش ََر
Al Hasan berkata,
، َ فَإِذَا فَعَ ْلتَ ذَلِكَ ا ْست َ َخفُّوا بِك،اط َما فِي أ َ ْيدِي ِه ْم ُ َّاس – أ َ ْو َال يَزَ ا ُل الن
ِ َاس يُ ْك ِر ُمونَكَ َما لَ ْم تُع ِ َّعلَى الن
َ َال ت َزَ ا ُل ك َِري ًما
ََوك َِرهُوا َحدِيثَكَ َوأ َ ْبغَضُوك
“Siapa tokoh agama di kota ini?” Penduduk Bashrah menjawab, “Al Hasan.”
Arab badui bertanya kembali, “Dengan apa dia memimpin mereka?” Mereka
menjawab, “Manusia butuh kepada ilmunya, sedangkan dia tidak butuh dunia
yang mereka miliki” [Jami’ al-‘Ulum wa al-Hikam 2/206].
Agama
Rukun Iman
Iman, bila ditinjau dalam bahasa arab, maka anda akan mendapatkan artinya yakni percaya.
Sedangkan apabila anda meninjaunya dalam segi istilah, maka anda akan mendapatkan bahwa
pengertian dari iman adalah membenarkan dengan hati, diucapkan oleh lisan dan diwujudkan
melalui perbuatan. Sedangkan dalam hadis, iman berarti membenarkan secara batin.
Membenarkan dalam hati bermakna bahwa apabila anda melihat atau mendengar sesuatu, maka
anda akan meyakini secara penuh. Tidak akan ada rasa gundah dikala anda harus meyakini dan
mempercayai informasi yang anda dapatkan. Terutama saat anda harus meyakini dalam hati
bahwa hanya Allah lah tuhan yang berhak untuk disembah dan tiada sekutu bagi Nya.
Mengucapkan secara lisan, adalah apabila kita telah meyakininya dalam hati, maka anda bisa
menyebarkan apa yang anda yakini, sehingga apa yang anda yakini tersebut dapat juga di terima
oleh orang-orang yang berada di sekitar anda. Dengan hal tersebut, akan banyak dukungan yang
mengalir untuk anda bila orang-orang di sekitar anda juga turut mempercayai dan
mengimaninya.
Sedangkan mewujudkannya dalam perbuatan adalah perwujudan fisik apa yang kita yakini. Tak
hanya butuh di yakini ataupun diucapkan. Namun sikap kita sebagai seorang yang beriman juga
harus menunjukkan ataupun menggambarkan bahwa anda telah beriman dengan mengamalkan
apa yang Dia perintahkan dan menjauhi dan menghindari apa yang Dia larang.
Sedangkan apabila kita melihat kata rukun iman, maka anda akan mendapatkan arti, suatu rukun
untuk menunjukkan kemantaban hati dalam jalan islam. Dimana rukun iman diwujudkan dalam
enam isi yang apabila anda mengamalkan keenamnya, maka akan bertambah pula keimanan
anda dalam menjalankan segala ajaran dan syariat islam.
PENGERTIAN RUKUN IMAN
Rukun Iman
Rukun Iman adalah tiang-tiang fondasi keimanan dari seorang muslim, apabila ia memiliki dan
mengamalkan rukun iman, maka dia akan memiliki keimanan yang kuat. Dan apabila ia
mengabaikan rukun iman dalam hidupnya, maka ia akan dengan mudah diguncang hatinya
dengan berbagai masalah dan kegelisahan dalam keimanan.
Terdapat enam rukun iman, yang didasarkan pada ayat-ayat Jibril pada kitab Shahih Bukhari dan
Shahih Muslim yang diriwayatkan oleh Umar bin Khattab. Berikut keenam rukun iman tersebut:
1. Iman kepada Allah
2. Iman kepada Malaikat
3. Iman kepada kitab-kitab Allah
4. Iman kepada rasul
5. Iman kepada hari akhir
6. Iman kepada qodho dan qodar
AL-QUR’AN DAN HADIS TENTANG RUKUN IMAN
Rukun Iman
Rukun iman telah dicantumkan atau disebutkan di dalam al qur’an pada surat Al Baqarah ayat
177 yang artinya: “Akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu adalah beriman kepada Allah, hari
kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi.” Disini disebutkan terdapat lima hal yang
mampu menjadi dasar keimanan atau sumber kebaikan dalam islam.
Sedangkan dalam ayat lain menyebutkan : “Rasul telah beriman kepada Al Qur’an yang
diturunkan kepadanya dari tuhannya demikian pula orang-orang beriman. Semuanya beriman
kepada Allah, Malaikat-malaikat Nya, kitab-kitab Nya, dan rasul-rasul Nya. Kami tidak
membeda-bedakan antara seorang rasul dengan yang lainnya.” Ayat ini merupakan ayat pada
surat Al Baqarah ayat 285.
Sedangkan khusus untuk beriman kepada takdir, Allah telah berfirman secara khusus pada ayat
49 surat Al Qomar yang artinya “Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut
ukuran.” Menurut ayat ini, Allah telah menuliskan takdir dari tiap-tiap makhluk Nya tidak secara
acak ataupun kebetulan, melainkan semuanya dalam keadaan telah diperhitungkan baik dan
buruknya.
Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Muslim, Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa salam
pernah bersabda bahwa “Iman adalah: kamu beriman kepada Allah dan malaikat-malaikat Nya,
kitab-kitab Nya, rasul-rasul Nya, hari kemudian dan takdir yang baik maupun yang buruk.”
Dalam redaksi definisi rukun iman dalam enam isi disebutkan dalam hadis ini.
RUKUN IMAN YANG KE-1: IMAN KEPADA ALLAH
Rukun Iman
Hal pertama yang wajib di amalkan oleh seorang muslim untuk menambah keimanannya dalam
islam adalah anda harus mengimani tentang keberadaan Allah Subhanallahu wa ta’ala. Seperti
halnya saat anda ingin menjadi seorang muslim sepenuhnya, maka anda harus mengucapkan dua
kalimat syahadat yang menunjukkan bahwa anda bersedia untuk beriman.
“Aku bersaksi tiada tuhan selain Allah dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah utusan
Allah.” Hal ini menunjukkan bahwa saat anda memilih islam sebagai agama anda, maka anda
harus mengakui keesaan dari Allah dan tidak ada dzat apapun yang mampu menjadi pesaing
maupun mampu menjadi sekutu Nya.
Cara beriman kepada Allah ada dua macam, yaitu beriman kepada Allah secara rububuiah yang
berarti bahwa tiada yang mampu mencipta, menguasai dan mengatur alam semesta kecuali Allah.
Dan secara uluhiah yang berarti bahwa tidak ada dzat yang berhak disembah kecuali Allah dan
mengingkari adanya tuhan lain selain Allah.
Mengimani sifat Allah, yakni wujud, qidam, baqa’, almumatsalatu lil hawaditsi, qiyamuhu
binafsihi, wahdaniyat, qudrat, iradah, ilmu, hayat, sama’, bashar’ kalam, qadiran, muridan,
‘aliman, hayyan, samian, basyiran, mutakalliman. Mengimani sifat Allah dapat membantu anda
untuk terus menambah keimanan kepada Allah.
RUKUN IMAN YANG KE-2: IMAN KEPADA MALAIKAT
Rukun Iman
Malaikat merupakan makhluk Allah yang diciptakan dari cahaya, malaikat juga memiliki sifat
untuk selalu patuh dan taat kepada apa yang diperintahkan oleh Allah. Malaikat tidak memiliki
nafsu, sehingga malaikat tidak makan ataupun minum, melainkan malaikat selalu berdzikir
kepada Allah Subhanallahu wa ta’ala.
Sebagai makhluk yang selalu taat kepada perintah Allah, malaikat berhak di yakini dan diakui
keberadaannya. Salah satu cara untuk mengimani keberadaan malaikat adalah dengan
menghafalkan dan memahami nama maupun tugas dari masing-masing malaikat Allah. Anda
juga cukup mengetahui dan menghafal 10 malaikat utama beserta tugas-tugasnya, yakni:
1. Malaikat Jibril, memiliki tugas menyampaikan wahyu dari Allah kepada para Nabi atau rasul Nya.
2. Malaikat Mikail, memiliki tugas untuk menurunkan hujan dan memberikan rezeki kepada setiap makhluk
Allah.
3. Malaikat Isrofil, memiliki tugas meniup sangkakala di hari penghabisan.
4. Malaikat Izroil, memiliki tugas untuk mencabut nyawa.
5. Malaikat Rakib, memiliki tugas mencatat amal baik manusia.
6. Malaikat Atid, memiliki tugas mencatat amal buruk manusia.
7. Malaikat Mungkar, memiliki tugas untuk menanyai roh dalam kubur.
8. Malaikat Nakir, memiliki tugas untuk menanyai roh dalam kubur.
9. Malaikat Malik, memiliki tugas untuk menjaga pintu gerbang neraka.
10. Malaikat Ridwan, memiliki tugas untuk menjaga pintu gerbang surga.
RUKUN IMAN YANG KE-3 : IMAN KEPADA KITAB-KITAB ALLAH
Rukun Iman
Allah telah menurunkan beberapa kitab yang berisi tentang wahyu dan petunjuk kepada nabi
ataupun rasul, sehingga dapat mereka jadikan petunjuk untuk para umat dan pengikutnya.
Berdasarkan Al Qur’an, Allah telah menurunkan empat buah kitab melalui malaikat jibril
ataupun secara langsung kepada masing-masing nabi dan rasul Nya. Berikut ini adalah keempat
dari kitab-kitab tersebut:
1. KITAB TAURAT
Kitab taurat merupakan kitab yang diturunkan kepada Nabi Musa AS sebagai petunjuk kepada
kaumnya. Karena Nabi Musa saat itu menjadi Nabi yang diutus kepada Bani Israil, maka kitab
Taurat merupakan kitab petunjuk yang di gunakan sebagai pedoman bagi Bani Israil. Isi dari
kitab Taurat merupakan 10 perintah tuhan atau dikenal sebagai The Ten Commandements.
2. KITAB ZABUR
Kitab Zabur diturunkan kepada Nabi Daud AS. Kitab ini ditujukan sebagai petunjuk dan
pedoman kepada para kaum Nabi Daud. Kitab ini disebut juga sebagai “Mazmur” dan memiliki
isi berupa nyanyian dan pujian kepada Allah Subhanallahu wa ta’ala atas segala nikmat dan
rahmat yang telah Dia berikan kepada kaum Nabi Daud pada saat itu.
3. KITAB INJIL
Kitab Injil diturunkan kepada Nabi Isa AS. Sama halnya dengan kitab Taurat, kitab Injil
diturunkan sebagai petunjuk dan pedoman bagi kaum Israil. Isi dari kitab Injil adalah pokok
tatacara untuk menjadalani kehidupan secara zuhud, dimana kita di haruskan untuk
meninggalkan berbuat kerusakan dan memiliki sifat ketamakan saat di dunia.
4. KITAB AL QUR’AN
Berbeda dengan kitab-kitab yang lainnya, Al Qur’an merupakan kitab yang di turunkan kepada
Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa salam untuk digunakan sebagai pedoman seluruh umat
manusia di dunia. Kitab ini diturunkan melalui perantara malaikat Jibril dan secara berangsur-
angsur atau tidak secara langsung, serta apabila kita membacanya maka kita mendapat pahala.
Baca : Rukun Sholat
Rukun Iman
Salah satu cara mengimani nabi dan rasul Allah adalah dengan cara mempercayai bahwa Allah
telah mengutus manusia dengan segala kelebihannya untuk memberikan petunjuk kepada
kaumnya dan juga seluruh umat manusia di muka bumi ini untuk beriman dan mengakui keesaan
Allah Subhanallahu wa ta’ala. Serta mengenal dan mengetahui 25 nama-nama wajib Nabi dan
rasul:
1. Nabi Adam As.
2. Nabi Idris As.
3. Nabi Nuh As.
4. Nabi Hud As.
5. Nabi Sholeh As.
6. Nabi Ibrahim As.
7. Nabi Luth As.
8. Nabi Ismail As.
9. Nabi Ishak As.
10. Nabi Yakub As.
11. Nabi Yusuf As.
12. Nabi Ayub As.
13. Nabi Sueb As.
14. Nabi Musa As.
15. Nabi Harun As.
16. Nabi Zulkifli As.
17. Nabi Daud As.
18. Nabi Sulaiman As.
19. Nabi Ilyas As.
20. Nabi Ilyasa As.
21. Nabi Yunus As.
22. Nabi Zakariya As.
23. Nabi Yahya As.
24. Nabi Isa As.
25. Nabi Muhammad SAW.
Diantara 25 nabi ini terdapat 5 orang rasul yang memiliki kelebihan dibandingkan nabi-nabi lain
dan memiliki gelar Ulul Azmi yang berarti Nabi atau rasul yang memiliki kesabaran yang luar
biasa. 5 orang rasul tersebut adalah Nabi Nuh, Nabi Ibrahim, Nabi Musa, Nabi Isa dan Nabi
Muhammad. Kelima Nabi atau rasul ini wajib memiliki sifat jujur, dapat dipercaya, amanah dan
cerdas.
RUKUN IMAN YANG KE-5: IMAN KEPADA HARI AKHIR
Rukun Iman
Hari akhir atau disebut juga hari kiamat merupakan akhir dari seluruh kehidupan di dunia. Pada
saat itu, dunia dan seluruh isinya akan hancur secara berkeping-keping. Tidak akan ada
kehidupan satu pun baik manusia maupun makhluk gaib seperti malaikat maupun iblis. Pada hari
kiamat ini tidak akan ada satupun makhluk yang bisa lolos dari kehancuran yang membinasakan.
Menanamkan keyakinan bahwa hari akhir itu akan benar-benar ada dan terjadi membuat anda
menjadi lebih meningkatkan ketakwaan kepada Allah Subhanallahu wa ta’ala, agar mendapatkan
ampunan dari segala dosa dan diselamatkan dan di berikan tempat di surga nantinya. Hari kiamat
da kedahsyatannya pun telah banyak disebutkan serta dikisahkan dalam Al Qur’an maupun
hadis.
Allah berfirman dalam surat Al Hajj atay 6-7, yang artinya “Yang sedemikian itu supaya kamu
mengerti bahwa Tuhan Allah itu Tuhan yang benar dan Tuhan itu menghidupkan segala yang
telah mati. Lagi Allah itu maha kuasa atas segala sesuatu. Dan sesungguhnya kiamat itu pasti
datang, tidak ragu lagi. Tuhan Allah benar-benar akan membangkitkan orang-orang yang ada
dalam kubur.”
Allah juga berfirman dalam surat Az Zumar ayat 68, bahwa “Sungguh pada hari kiamat akan
ditiup sangkakala (terompet) lantas matilah sekalian apa yang ada di langit dan yang di bumi,
kecuali siapa yang dikehendaki Allah. Kemudian akan ditiup padanya sekali lagi, kemudian
mereka sekalian akan bangkit memandang (menunggu keputusan).”
Baca : Sunan Gunung Jati
Rukun Iman
Qodho merupakan suatu keputusan atau nasib dari seseorang yang telah bersifat tetap dan tidak
bisa di ubah lagi, seperti hari kematian. Sedangkan qodar adalah takdir atau nasib yang masih
berupa perkiraan atau masih dapat diusahakan untuk diperbaiki atau diarahkan ke arah yang
lebih baik, dan tentunya atas izin Allah Subhanallahu wa ta’ala, salah satunya adalah kapan
rezeki akan di berikan.
Saat anda ingin mengimani qodho dan qodar Allah maka anda juga harus mengimana 4 perkara,
yakni percaya bahwa Allah telah mengimani seluruh apa yang telah maupun yang belum terjadi,
Allah telah menuliskan segala ketentuan dan takdir makhluk hidup dan menuliskannya di lauh
al-Mahfudz, tidak ada segala sesuatu yang diam atau bergerak tanpa izin Allah dan semua adalah
ciptaan Allah.
Menyantuni Kaum Dhu’afa
Pengertian Kaum Dhu’afa
Kaum dhuafa adalah golongan manusia yang hidup dalam kemiskinan, kesengsaraan, kelemahan,
ketakberdayaan, ketertindasan, dan penderitaan yang tiada putus. Kaum dhuafa terdiri dari orang-
orang yang terlantar , fakir miskin, anak-anak yatim dan orang cacat.
Dari segi ekonomi : adalah mereka yang fakir dan miskin (tertekan keadaan) bukan malas.
Dari segi Fisik : adalah mereka yang kurang tenaga (bukan karena malas).
Dari segi Otak : adalah mereka yang kurang cerdas (bukan karena malas)
Dari segi Sikap : adalah mereka yang terbelakanag (bukan karena malas)
Maksud dari menyantuni kaum dhuafa ialah memberikan harta atau barang yang bermanfaat untuk
dhuafa, dan menurut para ulama menyantuni kaum dhuafa akan menyelamatkan diri kita dari api
neraka. Untuk anak yatim, Islam memerintahkan kita untuk memeliharanya, memuliakannya dan
menjaga hartanya sampai anak yatim tersebut dewasa, mandiri dan bisa mengurus hartanya sendiri.
Untuk fakir miskin, kita harus menganjurkan orang untuk memberi makan.
Artinya :
(26) Dan berikanlah haknya kepada kerabat dekat, juga kepada orang miskin dan orang yang dalam
perjalanan; dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros.
(27) Sesungguhnya orang-orang yang pemboros itu adalah saudara setan dan setan itu sangat
ingkar kepada Tuhannya.(Q.S. Al-Isra,17:26-27)
Artinya:
Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi
Sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari Kemudian, malaikat-malaikat, kitab-
kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim,
orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta;
dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang
yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan,
penderitaan dan dalam peperangan. mereka Itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka
Itulah orang-orang yang bertakwa.(Q.S. Al-Baqarah, 2:177)
Kandungan Q.S. Al-Baqarah, 2: 177
Isi Kandungan Surah Al Baqarah Ayat 177:
Yang dimaksud dengan kebaikan pada surah Al Baqarah Ayat 177 ini adalah beriman kepada Allah,
hari akhir, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan senantiasa mewujudkan keimanannya di
dalam kehidupan sehari-hari.
Contoh-contoh dari perbuatan baik tersebut antara lain sebagai berikut.
a. Memberi harta yang dicintainya kepada karib kerabat yang membutuhkannya.
b. Memberikan bantuan kepada anak yatim.
c. Memberikan harta kepada musafir yang membutuhkan.
d. Memberi harta kepada orang-orang yang terpaksa meminta-minta.
e. Memberikan harta untuk memerdekakan hamba sahaya.
f. Memjalankan ibadah yang telah diperintahkan Allah denagn penuh keikhlasan.
g. Menunaikan zakat kepada orang yang berhak menerimanya sebagaimana yang tersebut dalam
surah At Taubah Ayat 60.
h. Menepati janji bagi mereka yang mengadakan perjanjian.
Akan tetapi, terhadap janji yang bertentangan dengan hokum Allah (syariat islam) seperti janji dalam
perbuatan maksiat, maka janji itu tidak boleh (haram) dilakukan.
Nilai amal shaleh sangat erat kaitannya denagn iman. Sebaliknya, amal saleh bila tidak didasari
dengan iman (bukan karena Allah), maka dosa itu tidak bias ditebus dengan amal saleh sebesar
apapun sehingga perbuatan-perbuatan baik yang telah dilakukan tidaka akan bernilai (pahala) dan
sia-sia. Al Quran dalam hal ini menyatakan sebagai berikut :
a. Orang yang mati dalam kekafiran akan dihapus amalannya.
b. Orang-orang yang musyrik akan dihapus amalannya.
c. Amal perbuatan orang0orang kafir akan sia-sia.
d. Orang kafir akan ditimpakan siksa di dunia dan di akhirat
e. Orang kafir dan musyrik akan dimasukkan ke dalam neraka.
f. Orang yang tidak beriman kepada akhirat hanya mendapatkan kehidupan dunia saja.
Penerapan Sikap Menyantuni Kaum Dhu’afa
Pencerminan terhadap Surah Al Isra ayat 26-27 dan Al Baqarah Ayat 177 dapat melahirkan
perilaku, antara lain sebagai berikut:
1. Bekerja dengan tekun untuk mencari nafkah demi keluarga.
2. Suka menabung dan tidak pernah berlaku boros meskipun memiliki banyak harta.
3. Menjauhi segala macam kegiatan yang sia-sia dan menghabiskan waktu percuma.
4. Suka bersedekah, khusunya terhadap orang yang kekurangan dimulai dari keluarga dan tetangga
terdekat.
5. Mempelajari ilmu agama dan mengamalkan dalam kehidupan sehari-hari.
Muamalah dalam Islam – Arti, Prinsip
dan larangannya
By Abughazi 18/04/2018 Ekonomi Syariah 0 Comments
Dalam islam, terdapat aturan yang harus diterapkan dalam amaliyah individu dengan Allah
subhanahu wa ta’ala (ibadah) dan juga amaliyah antara individu dengan individu lainnya
(muamalah). Sehingga muamalah dalam islam merupakan salah satu cabang ilmu yang perlu
dipahami oleh setiap umat islam, agar dapat menjadikan setiap aktivitas kehidupan dunianya
bernilai kebaikan yang berujung pahala.
Apalagi fitrah manusia sebagai makhluk sosial. Yaitu makhluk yang memenuhi kebutuhan
hidupnya melalui interaksi dengan orang lain. Sehingga beragam contoh muamalah rutin
dipraktekkan dalam interaksi dengan individu lainnya. Oleh sebab itu, Pengertian muamalah
dalam islam perlu dipahami, baik secara bahasa maupun istilah.
Secara bahasa kata muamalah berasal dari kata bahasa arab ‘amala –yu’amilu – mu’amalatan.
Kata tersebut memiliki arti saling bertindak, saling berbuat atau saling mengamalkan. Kata
“saling” dalam kamus besar bahasa indonesia merupakan kata yang menerangkan perbuatan
yang berbalas-balasan. Sehingga secara bahasa pengertian muamalah menunjukkan dimensi
sosial ajaran islam, melalui interaksi antar individu.
Sedangkan, pengertian muamalah secara istilah tidak berbeda jauh dengan pengertian muamalah
secara bahasa. Namun, saat ini terdapat pergeseran pengertian mumalah dalam kehidupan sehari-
hari. Yaitu, definisi umum dan definisi khusus muamalah.
Definisi umum – merupakan pengertian muamalah yang lebih luas. Muamalah adalah peraturan-
peraturan Allah subhanahu wa ta’ala yang harus diikuti dan ditaati dalam hidup bermasyarakat.
Contoh muamalah dalam kehidupan sehari-hari berdasarkan definisi ini meliputi interaksi hidup
bertetangga atau berteman.
Definisi khusus – merupakan pengertian muamalah yang lebih spesifik, yaitu aturan-aturan Allah
yang mengatur hubungan manusia dengan manusia dalam memperoleh dan mengembangkan harta.
Atau secara sederhananya, muamalah merupakan serangkaian aturan dalam kegiatan ekonomi yang
dilakukan manusia.
Jenis muamalah menurut definisi khusus ini adalah aktivitas jual beli, macam-macam syirkah
dalam islam, dan macam-macam muamalah dalam kehidupan sehari-hari lainnya.
Prinsip muamalah dalam islam
Peran muamalah dalam aktivitas sehari-hari sangat krusial, sebab meliputi aspek pemenuhan
kebutuhan hidup manusia. Sehingga praktek muamalah dilakukan sesuai dengan nilai kebenaran
yang menjadi pokok dasar dalam berpikir dan bertindak saat melakukan macam-macam transaksi
muamalah.
Berikut ini adalah beberapa prinsip muamalah yang perlu diperhatikan agar tujuan muamalah
dapat tercapai.
1. Hukum muamalah mubah – pada dasarnya segala bentuk muamalah hukumnya adalah boleh.
Kecuuali aktivitas atau perbuatan muamalah yang dilarang dalam Al-quran dan Al-hadist. Hal ini
memberikan kesempatan dan peluang untuk terciptanya aneka muamalah baru sesuai perkembangan
zaman.
2. Atas dasar sukarela – pengertian muamalah dalam islam bermakna saling berbuat, dengan
ketentuan tidak ada paksaan diantara pihak yang saling melakukan perbuatan muamalah tersebut.
Hal ini menjamin kebebasan para pihak dalam memilih meneruskan atau menghentikan transaksi,
salah satu contohnya adalah praktek macam-macam khiyar dalam jual beli.
3. Mendatangkan manfaat, menghindari mudharat – hal ini mengarahkan para pihak yang
bermuamalah unutk menghindari perbuatan yang sia-sia dan mubazir. Serta mewaspadai potensi
risiko yang akan terjadi.
4. Memelihara nilai keadilan – muamalah yang dilakukan adalah perbuatan yang menghindari unsur-
unsur penganiayaan dan penindasan. Dan juga mengambil kesempatan dalam kesulitan orang lain
Ke-empat pokok prinsip muamalah tersebut sejalan dengan karakteristik ekonomi syariah.
Sekaligus menjadi landasan bagi prinsip ekonomi islam, seperti yang dipraktekkan pada
lembaga-lembaga keuangan syariah.
Larangan-larangan dalam muamalah
Sesuai dengan prinsip muamalah dalam islam, maka pada dasarnya setiap aktivitas sosial
masyarakat, khususnya dalam aktivitas ekonomi boleh dilakukan. Dengan ketentuan tidak ada
larangan agama atas akivitas tersebut. Oleh karena itu, dalil muamalah merupakan larangan-
larangan yang terdapat dalam sumber hukum muamalah yang utama, yaitu Al-quran dan Al-
hadist.
Setidaknya ada 5 transaksi yang terlarang dilakukan dalam muamalah. Kelima jenis transaksi
tersebut adalah:
1. Maisyir – merupakan transaksi memperoleh keuntungan secara untung-untungan atau dari kerugian
pihak lain. Dalil muamalah larangan masyir terdapat dalam Al-Quran surat Al-Baqarah ayat
219 dan surat Al-maidah ayat 90. Contoh transaksi maysir dalam kehidupan sehari-hari adalah
perjudian atau perlombaan memancing yang hadiahnya berasal dari uang pendaftaran peserta.
2. Gharar – adalah muamalah yang memiliki ketidakjelasan obyek transaksinya. Seperti barang yang
dijual tidak dapat diserah-terimakan, tidak jelas jumlah, harga dan waktu pembayarannya.
3. Haram–tidak diperbolehkan melakukan transaksi atas benda atau hal-hal yang diharamkan.
Sehingga tidak sah transaksi jual beli jika obyek jual belinya adalah khamar atau narkoba.
4. Riba – pengertian riba dalam islam adalah tambahan dalam aktivitas hutang piutang dan jual beli.
Terdapat macam-macam riba dalam kehidupan sehari-hari yang perlu ditinggalkan, seperti riba
jahiliyah dan riba nasiah dalam transaksi perbankan konvensional.
5. Bathil – transaksi bathil dalam muamalah terlarang untuk dilakukan. Karena telah ditegaskan dalam
Al-Quran surat An-nissa ayat 29-30.
"Materi Puasa"
Puasa dalam Bahasa Arab berasal dari kata soum atau siyam yang artinya sama dengan imsak
yaitu menahan. Sedangkan menuru istilah syariat islam puasa adalah suatu amal ibadah yang
dilakukan denggan menahan diri dari segala sesuatu yang membatalkan puasa mulai dari
terbitnya fajar sampai terbenamnya matahari disertai sengan niat karena Allah dengan syarat dan
rukun tertentu, Ramadhan berarti panas terik dari sengatan matahari/ membakar/ bulan yang
membakar dosa. Jadi puasa ramadhan adalah suatu amal ibadah puasa yang dilakukan dalam
bulan ramadhan. Dalil Diwajibkanya Puasa
"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas
orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa."(Q.S. Al-baqarah;183)
Syarat Wajib:
b) Baligh : (umur 15 tahun ke atas) atau tanda yang lain. Anak kecil tidak wajib puasa.
d) Mampu melaksanakan puasa : Orang yang tidak mampu samada kerana tua atau sakit
tidak diwajibkan ke atas mereka berpuasa.
Syarat Sah:
b) Mumayyiz (iaitu dapat membezakan yang baik dengan yang tidak baik).
c) Suci dari haid (darah kotoran) dan nifas (darah setelah melahirkan anak). Orang yang
kedatangan haid atau nifas tidak sah berpuasa tetapi keduanya wajib mengganti (membayar)
puasa yang tertinggal itu secukupnya. (Qada': Ialah membayar kewajipan yang ditinggalkan
sesudah waktunya, seperti orang yang meninggalkan puasa kerana haid, wajib ke atasnya
menebus puasa yang ditinggalkan itu di dalam bulan lain. Kalau ketinggalan 3 hari, wajib ke
atasnya qada' 3 hari juga).
C. Rukun Puasa
a) Niat di dalam hati , niat ini diwajibkan pada tiap-tiap malam, kerana ibadat puasa pada tiap-
tiap hari dalam bulan Ramadhan adalah perbuatan yang terpisah di antara hari dengan hari yang
lain Sebagaimana Hadis Nabi SAW :
Artinya :"Barang siapa yang tidak berniat puasa sebelum fajar maka tiada puasa
baginya"(Diriwayatkan oleh Ahmad dan Asbus Sunan).
b) Menahan diri daripada makan dan minum atau menahan dari segala sesuatu yang
membatalkan puasa dari keluarnya fajar hingga tenggelamnya matahari.
D. Hikmah-hikmah berpuasa
Berpuasa disamping dapat menambah takewa pada Allah, juga mengandung beberapa hikmah
diantaranya sbb:
Akan timbul rasa hibah terhadap fakir miskin yang sering kali tidak makan sehingga timbul
keinginan untuk menolong.
Dapat mendidik diri untuk bersabar dalam menghadapai cobaan dan penderitaan. Sebab orang
yang berpuasa itu harus mampu menahan penderitaan lapar dan haus, sehingga akan terlatih
kesabaran hatinya.
Dapat mendidik diri untuk bersifat amanah dan percaya diri. Karena orang yang berpuasa dengan
menahan lapar dan haus tidak ada orang yang tahu kecuali hanya Allah, sehingga akan terlatih
sifat amanah dan percaya dirinya.
Dapat mendidik untuk tidak berbuat dusta dan berkata keji
Dapat memelihara kesehatan tubuh.
Web : http://ilmu-lovers.blogspot.com/2013/07/puasa-ramadhan-pengertian-syarat-sah.html
1. Puasa Ramadan
Puasa Ramadhan merupakan jenis puasa paling umum karena merupakan puasa wajib selama
sebulan penuh pada bulan Ramadhan bagi setiap umat Islam yang sudah baligh. Kewajiban
melaksanakan ibadah puasa pada bulan Ramadhan terdapat dalam Al-Qur'an surat Al-baqarah
ayat 183.
2. Puasa nazar
Jenis kedua dari puasa wajib adalah puasa nazar yaitu puasa karena sebuah janji. Nazar sendiri
secara bahasa berarti janji, sehingga puasa yang dinazarkan memiliki hukum wajib.
Jenis terakhir dari puasa wajib adalah puasa denda, yakni puasa yang dilakukan untuk
menggantikan dam atau denda atas pelanggaran berhukum wajib contohnya tidak melaksanakan
puasa. Puasa ini bertujuan untuk menghapus dosa yang telah dilakukan.
4. Puasa Syawal
Jenis puasa pertama dari puasa sunnah adalah puasa Syawal. Syawal sendiri adalah nama bulan
setelah bulan Ramadhan. Puasa Syawal adalah berpuasa selama enam hari di bulan Syawal.
Puasa ini bisa dilakukan secara berurutan dimulai dari hari kedua syawal ataupun bisa dilakukan
secara tidak berurutan.
5. Puasa Arafah
Puasa arafah adalah jenis puasa sunnah yang sangat dianjurkan bagi umat Islam yang tidak
sedang berhaji. Sedangkan bagi umat Islam yang sedang berhaji, tidak ada keutamaan untuk
puasa pada hari arafah atau tanggal 9 Dzulhijjah. Puasa arafah sendiri mempunyai keistimewaan
bagi pelaksananya yaitu akan dihapuskan dosa-dosa pada tahun lalu serta dosa-dosa di tahun
yang akan datang (HR. Muslim).
6. Puasa Tarwiyah
Puasa Tarwiyah adalah puasa yang dilaksanakan pada hari tarwiyah yakni tanggal 8 Dzulhijjah.
Istilah tarwiyah sendiri berasal dari kata tarawwa yang berarti membawa bekal air. Hal tersebut
karena pada hari itu, para jamaah haji membawa banyak bekal air zam-zam untuk persiapan
arafah dan menuju Mina.
Jenis puasa satu ini juga merupakan puasa sunnah terpopuler. Puasa senin kamis berawal ketika
Nabi Muhammad SAW memerintah umatnya untuk senantiasa berpuasa di hari senin dan kamis.
Karena hari senin merupakan hari kelahiran beliau sedangkan hari kamis adalah hari pertama
kali Al-Qur'an diturunkan.
8. Puasa Daud
Jenis puasa ini merupakan puasa unik karena pasalnya puasa Daud adalah puasa yang dilakukan
secara selang-seling (sehari puasa, sehari tidak). Puasa Daud bertujuan untuk meneladani
puasanya Nabi Daud As. Puasa jenis ini juga ternyata sangat disukai Allah SWT.
9. Puasa 'Asyura
Bulan Muharram adalah bulan yang disunnahkan untuk memperbanyak puasa, boleh di awal
bulan, pertengahan, ataupun di akhir. Namun, puasa paling utama adalah pada hari Asyura yakni
tanggal sepuluh pada bulan Muharram. Puasa ini dikenal dengan istilah Yaumu Asyura yang
artinya hari pada tanggal kesepuluh bulan Muharram.
Umat Islam disunnahkan berpuasa minimal tiga kali dalam sebulan. Namun puasa lebih utama
dilakukan pada ayyamul bidh, yaitu pada hari ke-13, 14, dan 15 dalam bulan Hijriyah atau bulan
pada kalender Islam. Ayyamul bidh sendiri mempunyai arti hari putih karena pada malam-
malam tersebut bulan purnama bersinar dengan sinar rembulannya yang putih.
Tidak hanya bulan Ramadhan yang mempunyai keistimewaan, bulan Sya'ban juga memiliki
keistimewaan tersendiri. Pada bulan Sya'ban dianjurkan agar umat Islam mencari pahala
sebanyak-banyaknya. Salah satunya adalah dengan melakukan puasa pada awal pertengahan
bulan Sya'ban sebanyak-banyaknya.
Web : https://www.tokopedia.com/blog/jenis-jenis-puasa-dalam-islam/
Sebelum melaksanakan puasa, kita wajib berniat terlebih dahulu. Puasa kita niatkan sebelum
terbit fajar, berdasarkan hadits Rosulullah shollallahu 'alaihi wa sallam
(( ))
"Barangsiapa yang tidak niat untuk melakukan puasa sebelum fajar, maka tidak ada puasa
baginya"
Khusus untuk puasa yang sunnah, kita boleh berniat puasa setelah fajar terbit apabila sebelumnya
kita belum makan. Rosulullah shollallahu 'alaihi wa sallam pernah datang ke 'Aisyah pada selain
bulan Romadhon, kemudian beliau bersabda:
(( ))
"Apakah engkau punya santapan siang? Maka jika tidak ada aku akan berpuasa" (HR. Muslim).
2. WAKTU PUASA
Puasa dimulai dari terbitnya fajar hingga hilangnya siang dengan datangnya malam, dengan kata
lain hilangnya bundaran matahari di ufuk.
Dalilnya adalah:
][
Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar.
Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam (Al-Baqarah: 187)
3. SAHUR
Adik-adik, hendaknya sebelum melaksanakan ibadah puasa, kita makan sahur terlebih dahulu.
Kita disunahkan untuk mengakhirkan makan sahur sesaat menjelang tibanya waktu subuh.
Dalilnya adalah hadits Anas bin Malik berikut:
"Kami makan sahur bersama Rosulullah shollallahu 'alaihi wa sallam kemudian beliau shalat"
Aku tanyakan (kata Anas), "Berapa lama jarak antara adzan dan sahur?" Zaid menjawab, "Kira-
kira 50 ayat membaca Al-Qur'an" (HR. Al-Bukhori dan Muslim)
Makan sahur yang diperintahkan oleh Rosulullah shollallahu 'alaihi wa sallam memiliki beberapa
hikmah, antara lain:
1. Membedakan puasa kita dengan puasanya Ahul Kitab (orang Yahudi dan Nashoro):
Rosulullah shollallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
(( ))
"Pembeda antara puasa kita dengan puasanya ahli kitab adalah makan sahur" (HR. Muslim)
(( ))
"Makan sahurlah kalian karena dalam sahur ada barakah" (HR. Al-Bukhori dan Muslim).
Dengan makan sahur, berarti kita telah mengikuti sunnahnya Rosulullah shollallahu 'alaihi wa
sallam. Selain itu, sahur juga akan menguatkan badan, menambah semangat, serta membuat
puasa menjadi lebih ringan.
Adik-adikku sayang, sebagian kaum muslimin memiliki kebiasaan yang jelek ketika sahur.
Mereka biasanya melakukan sahur dalam waktu yang lama sebelum subuh tiba, kemudian tidur
lagi sampai subuh berlalu. Ini mengakibatkan mereka jatuh kepada beberapa kesalahan:
1. Berpuasa sebelum waktunya
2. Meninggalkan shalat jamaah
3. Terkadang karena tidurnya terlalu nyenyak, mereka bangun kesiangan dan kehilangan sholat
sama sekali
Oleh karena itu hendaknya waktu sahur kita akhirkan dan sebaiknya setelah sahur, kita jangan
tidur lagi. Persiapkanlah diri kita untuk shalat subuh yang akan segera tiba.
Adik-adik, barokallahu fiikum. Kalian harus mengetahui perkara-perkara yang bisa membatalkan
puasa. Di antara perkara-perkara tersebut kita adalah:
(( . ))
"Jika seseorang lupa ketika ia berpuasa, lalu dia makan dan minum, maka hendaklah
menyempurnakan puasanya, karena sesungguhnya Allah yang memberinya makan dan minum."
(HR. Al-Bukhori dan Muslim).
2. Muntah dengan Sengaja
Muntah dengan sengaja dapat membatalkan puasa. Dalilnya adalah hadits Rosulullah shollallahu
'alaihi wa sallam:
(( ))
"Barangsiapa yang terpaksa muntah, maka tidak wajib baginya untuk mengqadha (mengganti)
puasanya, dan barangsiapa muntah dengan sengaja, maka wajib baginya mengqadha puasanya".
Sebenarnya ada beberapa hal lain yang bisa membatalkan puasa. Insya Allah kalian bisa
mempelajarinya ketika kalian beranjak dewasa.
Adik-adik, selain menjaga mulut kita dari makan dan minum, ketika berpuasa kita juga harus
menjaga mulut kita dari berkata-kata kotor, keji dan dusta. Perbuatan ini memang tidak boleh
kita lakukan baik di ketika berpuasa ataupun tidak. Namun hal ini lebih ditekankan lagi apabila
kita sedang berpuasa.
(( ))
"Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta dan melakukannya, maka Allah Azza wa
Jalla tidaklah butuh atas perbuatannya meninggalkan makan dan minum" (HR. Al-Bukhori)
(( , ))
"Puasa bukanlah dari makan, minum (semata), tetapi puasa itu menahan diri dari perbuatan sia-
sia dan keji. Jika ada orang yang mencelamu atau tidak mengetahui perkaramu, maka,
katakanlah: Aku sedang puasa, aku sedang puasa"
Oleh karena itu, jagalah lisanmu dari berkata-kata yang kotor, keji dan dusta agar puasamu tidak
sia-sia, sebagaimana sabda Rosulullah shollallahu 'alaihi wa sallam,
(( ))
"Berapa banyak orang yang puasa, bagian dari puasanya hanyalah lapar dan haus (semata)"
(( ))
"Seandainya tidak memberatkan umatku, niscaya aku suruh mereka untuk bersiwak setiap kali
akan sholat" (HR. Al-Bukhori dan Muslim).
(( ))
Rosulullah shollallahu 'alaihi wa sallam mengguyurkan air ke kepalanya dalam keadaan puasa
karena haus atau kepanasan.
7. BERBUKA PUASA
Ketika matahari telah terbenam dan malam hari pun tiba, kita sudah diperbolehkan untuk makan
dan minum. Bahkan kita dianjurkan untuk menyegerakan berbuka puasa. Rosulullah shollallahu
'alaihi wa sallam bersabda:
(( ))
"Senantiasa manusia berada di dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka puasa"
(HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Berbukalah dengan Buah Kurma
Pada saat berbuka, kita disunnahkan untuk membatalkan puasa kita dengan kurma, baik yang
basah maupun yang kering. Namun apabila tidak ada, maka kita berbuka dengan air sebagaimana
kebiasaan Rosulullah shollallahu 'alaihi wa sallam. Anas bin Malik rodhiyallahu 'anhu pernah
bercerita,
"Rosulullah shollallahu 'alaihi wa sallam berbuka dengan kurma basah (ruthob) sebelum sholat.
Apabila tidak ada yang basah, maka beliau berbuka dengan kurma kering (tamr). Jika tidak ada
juga, maka beliau minum dengan satu tegukan air"
Setelah berbuka (membatalkan puasa) secukupnya, hendaknya kita bersiap-siap untuk shalat
maghrib.
Makna Sabar
Sabar adalah sikap yang tahan (tidak mudah / lekas marah) terhadap cobaan yang diberikan
Allah kepadanya atau kepada hamba-Nya. Sabar merupakan pilar kebahagiaan seorang hamba.
Dengan kesabaran itulah seorang hamba akan terjaga dari kemaksiatan, konsisten menjalankan
ketaatan, dan tabah dalam menghadapi berbagai macam cobaan. Ibnul Qayyim rahimahullah
mengatakan, “Kedudukan sabar dalam iman laksana kepala bagi seluruh tubuh. Apabila kepala
sudah terpotong maka tidak ada lagi kehidupan di dalam tubuh.” (Al Fawa’id).
Sabar merupakan sebuah istilah yang berasal dari bahasa Arab, dan sudah menjadi istilah dalam
bahasa Indonesia. Asal katanya adalah "Shobaro", yang membentuk infinitif (masdar) menjadi
"shabran". Dari segi bahasa, sabar berarti menahan dan mencegah. Menguatkan makna seperti ini
adalah firman Allah dalam Al-Qur'an:
“ Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan
senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari
mereka (karena) mengharapkan perhiasan kehidupan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti
orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan
adalah keadaannya itu melewati batas.” (QS. Al-Kahfi/ 18 : 28).
Perintah untuk bersabar pada ayat di atas, adalah untuk menahan diri dari keingingan ‘keluar’
dari komunitas orang-orang yang menyeru Rab nya serta selalu mengharap keridhaan-Nya.
Perintah sabar di atas sekaligus juga sebagai pencegahan dari keinginan manusia yang ingin
bersama dengan orang-orang yang lalai dari mengingat Allah SWT.
Sedangkan dari segi istilahnya, sabar adalah menahan diri dari sifat kegegundahan dan rasa
emosi, kemudian menahan lisan dari keluh kesah serta menahan anggota tubuh dari perbuatan
yang tidak terarah.
Amru bin Usman mengatakan, bahwa sabar adalah keteguhan bersama Allah, menerima ujian
dari-Nya dengan lapang dan tenang. Hal senada juga dikemukakan oleh Imam al-Khowas, bahwa
sabar adalah refleksi keteguhan untuk merealisasikan Al-Qur'an dan Sunnah. Sehingga
sesungguhnya sabar tidak identik dengan kepasrahan dan ketidak mampuan. Justru orang yang
seperti ini memiliki indikasi adanya ketidak sabaran untuk merubah kondisi yang ada, ketidak
sabaran untuk berusaha, ketidak sabaran untuk berjuang dan lain sebagainya.
Rasulullah SAW memerintahkan umatnya untuk sabar ketika berjihad. Padahal jihad adalah
memerangi musuh-musuh Allah, yang klimaksnya adalah menggunakan senjata (perang).
Artinya untuk berbuat seperti itu perlu kesabaran untuk mengenyampingkan keinginan jiwanya
yang menginginkan rasa santai, bermalas-malasan dan lain sebagainya. Sabar dalam jihad juga
berarti keteguhan untuk menghadapi musuh, serta tidak lari dari medan peperangan. Orang yang
lari dari medan peperangan karena takut, adalah salah satu indikasi tidak sabar.
Dari Suhaib ra, bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Sungguh menakjubkan perkaranya orang
yang beriman, karena segala urusannya adalah baik baginya. Dan hal yang demikian itu tidak
akan terdapat kecuali hanya pada orang mu'min: “Yaitu jika ia mendapatkan kebahagiaan, ia
bersyukur, karena (ia mengetahui) bahwa hal tersebut merupakan yang terbaik untuknya. Dan
jika ia tertimpa musibah, ia bersabar, karena (ia mengetahui) bahwa hal tersebut merupakan hal
terbaik bagi dirinya." (HR. Muslim).
Syaikh Al Imam Al Mujaddid Al Mushlih Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullahu ta’ala
membuat sebuah bab di dalam Kitab Tauhid beliau yang berjudul, “Bab Minal iman billah, ash-
shabru ‘ala aqdarillah” (Bab Bersabar dalam menghadapi takdir Allah termasuk cabang
keimanan kepada Allah).
Syaikh Shalih bin Abdul ‘Aziz Alusy Syaikh hafizhahullahu ta’ala mengatakan dalam
penjelasannya tentang bab yang sangat berfaedah ini, “Sabar tergolong perkara yang menempati
kedudukan agung (di dalam agama). Ia termasuk salah satu bagian ibadah yang sangat mulia. Ia
menempati relung-relung hati, gerak-gerik lisan, dan tindakan anggota badan. Sedangkan hakikat
penghambaan yang sejati tidak akan terealisasi tanpa kesabaran.
Hal ini dikarenakan ibadah merupakan perintah syari’at (untuk mengerjakan sesuatu), atau
berupa larangan syari’at (untuk tidak mengerjakan sesuatu), atau bisa juga berupa ujian dalam
bentuk musibah yang ditimpakan Allah kepada seorang hamba supaya dia mau bersabar ketika
menghadapinya.
Hakikat penghambaan adalah tunduk melaksanakan perintah syari’at serta menjauhi larangan
syari’at dan bersabar menghadapi musibah-musibah. Musibah yang dijadikan sebagai batu ujian
oleh Allah SWT untuk menimpa hamba-hamba-Nya. Dengan demikian, ujian itu bisa melalui
sarana ajaran agama dan melalui sarana keputusan takdir.
Adapun ujian dengan dibebani ajaran-ajaran agama adalah sebagaimana tercermin dalam firman
Allah SWT kepada Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam di dalam sebuah hadits qudsi riwayat
Muslim dari ‘Iyaadh bin Hamaar. Dia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah
bersabda “Allah ta’ala berfirman: ‘Sesungguhnya Aku mengutusmu dalam rangka menguji
dirimu. Dan Aku menguji (manusia) dengan dirimu’.”
Maka hakikat pengutusan Nabi ‘alaihish shalaatu was salaam adalah menjadi ujian. Sedangkan
adanya ujian jelas membutuhkan sikap sabar dalam menghadapinya. Ujian yang ada dengan
diutusnya beliau sebagai Rasul ialah dengan bentuk perintah dan larangan.
Untuk melaksanakan berbagai kewajiban tentu saja dibutuhkan bekal kesabaran. Untuk
meninggalkan berbagai larangan dibutuhkan bekal kesabaran. Begitu pula saat menghadapi
keputusan takdir kauni (yang menyakitkan) tentu juga diperlukan bekal kesabaran. Oleh sebab
itulah sebagian ulama mengatakan, “Sesungguhnya sabar terbagi tiga; sabar dalam berbuat taat,
sabar dalam menahan diri dari maksiat dan sabar tatkala menerima takdir Allah yang terasa
menyakitkan.”
Karena amat sedikitnya dijumpai orang yang sanggup bersabar tatkala tertimpa musibah, maka
Syaikh pun membuat sebuah bab tersendiri, semoga Allah merahmati beliau. Hal itu beliau
lakukan dalam rangka menjelaskan bahwasanya sabar termasuk bagian dari kesempurnaan
tauhid. Sabar termasuk kewajiban yang harus ditunaikan oleh hamba, sehingga ia pun bersabar
menanggung ketentuan takdir Allah.
Ungkapan rasa marah dan tak mau sabar itulah yang banyak muncul dalam diri orang-orang
tatkala mereka mendapatkan ujian berupa ditimpakannya musibah. Dengan alasan itulah beliau
membuat bab ini, untuk menerangkan bahwa sabar adalah hal yang wajib dilakukan tatkala
tertimpa takdir yang terasa menyakitkan. Dengan hal itu beliau juga ingin memberikan
penegasan bahwa bersabar dalam rangka menjalankan ketaatan dan meninggalkan kemaksiatan
hukumnya juga wajib.
Secara bahasa sabar artinya tertahan. Orang Arab mengatakan, “Qutila fulan shabran” (artinya si
polan dibunuh dalam keadaan “shabr”) yaitu tatkala dia berada dalam tahanan atau sedang diikat
lalu dibunuh, tanpa ada perlawanan atau peperangan. Dan demikianlah inti makna kesabaran
yang dipakai dalam pengertian syar’i.
Ia disebut sebagai sabar karena di dalamnya terkandung penahanan lisan untuk tidak berkeluh
kesah, menahan hati untuk tidak merasa marah dan menahan anggota badan untuk tidak
mengekspresikan kemarahan dalam bentuk menampar-nampar pipi, merobek-robek kain dan
semacamnya. Maka menurut istilah syari’at sabar artinya: Menahan lisan dari mengeluh,
menahan hati dari marah dan menahan anggota badan dari menampakkan kemarahan dengan
cara merobek-robek sesuatu dan tindakan lain semacamnya.
Imam Ahmad rahimahullah berkata, “Di dalam al-Qur’an kata sabar disebutkan dalam 90 tempat
lebih. Sabar adalah bagian iman, sebagaimana kedudukan kepala bagi jasad. Sebab orang yang
tidak punya kesabaran dalam menjalankan ketaatan, tidak punya kesabaran untuk menjauhi
maksiat serta tidak sabar tatkala tertimpa takdir yang menyakitkan maka dia kehilangan banyak
sekali bagian keimanan”
Perkataan beliau “Bab Minal imaan, ash shabru ‘ala aqdaarillah” artinya: salah satu ciri
karakteristik iman kepada Allah adalah bersabar tatkala menghadapi takdir-takdir Allah.
Keimanan itu mempunyai cabang-cabang. Sebagaimana kekufuran juga bercabang-cabang.
Maka dengan perkataan “Minal imaan ash shabru” beliau ingin memberikan penegasan bahwa
sabar termasuk salah satu cabang keimanan. Beliau juga memberikan penegasan melalui sebuah
hadits yang diriwayatkan oleh Muslim yang menunjukkan bahwa niyaahah (meratapi mayit) itu
juga termasuk salah satu cabang kekufuran. Sehingga setiap cabang kekafiran itu harus dihadapi
dengan cabang keimanan. Meratapi mayit adalah sebuah cabang kekafiran maka dia harus
dihadapi dengan sebuah cabang keimanan yaitu bersabar terhadap takdir Allah yang terasa
menyakitkan”.
“Dan para malaikat masuk kepada tempat-tempat mereka dari semua pintu (sambil
mengucapkan); keselamatan atas kalian berkat kesabaran kalian. Maka alangkah baiknya tempat
kesudahan itu.” (QS. Ar-Ra’d : 23-24).
Abu Thalib al-Makky mengutip sebagian perkataan sebagian ulama: “Adakah yang lebih
utama dari pada sabar, Allah telah menyebutkannya di dalam kitab-Nya lebih dari 90 tempat.
Kami tidak mengetahui sesuatu yang disebutkan Allah sebanyak ini kecuali sabar.”
Sabar menurut bahasa berarti menahan dan mengekang. Di antaranya disebutkan pada QS.Al-
Kahfi : 28,
صبِ ْر ن ْفسك م ْ َالعشِي ِ ي ُِريدُون وَبَّ ُهم بِ ْالغداةِ وَع الَّذِين يدْعُون رَوا
ْ ْعد ُ عيْناك ع ْن ُه ْم ت ُ ِريد ُ ِزينةَجْ ههُ ول ت
ْ ْ ْ
ِ طا“<سورة الكهفَن ِذ ْك ِرنا واتَّبع هَ ْغفلنا قلبهُ ع
{َط ْع م ْن أ َُل تَالحياةِ الدُّ ْنيا و ً واهُ وكان أ ْم ُرهُ فُ ُر28
“Dan tahanlah dirimu bersama dengan orang-orang yang menyeru Rabbnya di pagi dan di senja
hari dengan mengharap keridhaanNya, dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka.”
Kebalikan sabar adalah jaza’u (sedih dan keluh kesah), sebagaimana di dalam firman Allah QS.
Ibrahim : 21,
وبر ُزواْ ِلل ِهج ِميعًافقال الضُّعفاء ِللَّذِيناسْت ْكب ُرواْإِنَّا ُكنَّال ُك ْمتبعًافه ْْلنتُم ُّم ْغنُونعنَّا ِم ْنعذابِاللِ ِمن
يص
ٍ امن َّم ِحِ ش ْيءٍ قالُواْل ْوهداناالل ُهلهديْنا ُك ْمسواءعليْنآأج ِزعْناأ ْمصب ْرناما لن
“Dan mereka semuanya (di padang Mahsyar) akan berkumpul menghadap ke hadirat Allah, lalu
berkatalah orang-orang yang lemah kepada orang-orang yang sombong:` Sesungguhnya kami
dahulu adalah pengikut-pengikutmu, maka dapatkah kamu menghindarkan daripada kami azab
Allah (walaupun) sedikit saja? Mereka menjawab: `Seandainya Allah memberi petunjuk kepada
kami, niscaya kami dapat memberi petunjuk kepadamu. Sama saja bagi kita, apakah kita
mengeluh ataukah bersabar. Sekali-kali kita tidak mempunyai tempat untuk melarikan diri`.
(QS. Ibrahim : 21)
Ingatlah bagaimana kisah Bilal bin Rabah radhiyallahu ‘anhu yang tetap berpegang teguh dengan
Islam meskipun harus merasakan siksaan ditindih batu besar oleh majikannya di atas padang
pasir yang panas. Ingatlah bagaimana siksaan tidak berperikemanusiaan yang dialami oleh
Ammar bin Yasir dan keluarganya. Ibunya Sumayyah disiksa dengan cara yang sangat keji
sehingga mati sebagai muslimah pertama yang syahid di jalan Allah.
Lihatlah keteguhan Sa’ad bin Abi Waqqash radhiyallahu ‘anhu yang dipaksa oleh ibunya untuk
meninggalkan Islam sampai-sampai ibunya bersumpah mogok makan dan minum bahkan tidak
mau mengajaknya bicara sampai mati. Namun dengan tegas Sa’ad bin Abi Waqqash
mengatakan, “Wahai Ibu, demi Allah, andaikata ibu memiliki seratus nyawa kemudian satu
persatu keluar, sedetikpun ananda tidak akan meninggalkan agama ini…”. Inilah akidah, inilah
kekuatan iman, yang sanggup bertahan dan kokoh menjulang walaupun diterpa oleh berbagai
badai dan topan kehidupan.
Saudaraku, ketahuilah sesungguhnya cobaan yang menimpa kita pada hari ini, baik yang berupa
kehilangan harta, kehilangan jiwa dari saudara yang tercinta, kehilangan tempat tinggal atau
kekurangan bahan makanan, itu semua jauh lebih ringan daripada cobaan yang dialami oleh
salafush shalih dan para ulama pembela dakwah tauhid di masa silam.
Mereka disakiti, diperangi, didustakan, dituduh yang bukan-bukan, bahkan ada juga yang
dikucilkan. Ada yang tertimpa kemiskinan harta, bahkan ada juga yang sampai meninggal di
dalam penjara, namun sama sekali itu semua tidaklah menggoyahkan pilar keimanan mereka.
Ingatlah firman Allah ta’ala yang artinya, “Dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan
dalam keadaan sebagai seorang muslim.” (QS. Ali ‘Imran : 102).
Ingatlah juga janji Allah yang artinya, “Barang siapa yang bertakwa kepada Allah niscaya akan
Allah berikan jalan keluar dan Allah akan berikan rezeki kepadanya dari jalan yang tidak
disangka-sangka.” (QS. Ath Thalaq : 2-3).
Disebutkan dalam sebuah riwayat bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Ketahuilah, sesungguhnya datangnya kemenangan itu bersama dengan kesabaran. Bersama
kesempitan pasti akan ada jalan keluar. Bersama kesusahan pasti akan ada kemudahan.” (HR.
Abdu bin Humaid di dalam Musnadnya dan Al Haakim dalam Mustadrak ‘ala Shahihain,
III/624).
2.4. Hakikat Kesabaran
Kesabaran terdiri atas ilmu, keadaan, dan perbuatan. Ilmu diibaratkan sebuah pohon, keadaan
seperti rantingnya, dan perbuatan seperti buahnya. Orang yang bersabar akan mendekatkan diri
kepada Allah SWT. dengan sepenuh hati. Kesabaran karena ibadah akan memperoleh
kebahagiaan untuk selama-lamanya.
Ketahuilah kiranya, bahwa sabar itu suatu maqam (tingkat) dari tingkat-tingkat agama. Dan suatu
kedudukan dari kedudukan orang yang berjalan menuju kepada Allah (saalikiin). Dan semua
maqam agama itu hanya dapat tersusun baik dari tiga hal: ma’rifah (ketetapan hati yang dalam
mempunyai hadirnya wujud yang wajib adanya yang menggambarkan segala kesempurnaan),
ahwal (keadaan), dan amal. Maka ma’rifah itu adalah pokok, dialah yang mewariskan ahwal, dan
ahwal itu yang membuahkan amal.
Ma’rifah itu adalah seperti pohon kayu, ahwal adalah seperti ranting, dan amal seperti buah. Dan
ini terdapat pada semua kedudukan para saalikiin. Seperti demikian pula sabar. Tiada akan
sempurna sabar itu selain dengan ma’rifah yang mendahuluinya dan dengan ahwal yang tegak
berdiri.
Adapun insan itu, maka sesungguhnya ia diciptakan pada permulaan masa kecilnya tanpa
keinginan selain keinginan makan. Kemudian lahirlah keinginan bermain dan berhias, kemudian
nafsu keinginan kawin. Dan tak ada sekali-kali pada insan pada masa kecil tersebut kekuatan
sabar. Pada anak kecil itu yang ada hanyalah tentara hawa nafsu, seperti yang ada pada hewan.
Akan tetapi, Allah Ta’ala dengan kurnia-Nya dan keluasan kepemurahan-Nya, memuliakan anak
Adam dan meninggikan derajat mereka dari derajat hewan-hewan. Maka Allah Ta’ala
mewakilkan kepada manusia itu ketika sempurna dirinya dengan mendekati kedewasaan, dua
malaikat. Yang satu memberinya petunjuk dan yang satu lagi menguatkannya. Maka berbedalah
manusia itu dengan pertolongan dua malaikat tadi dari hewan-hewan.
Maka jadilah insan itu dengan sinar petunjuk, mengetahui bahwa mengikuti nafsu syahwat itu
tidak disukai pada akibatnya. Akan tetapi, petunjuk itu tidaklah memadai, selama tidak ada
baginya kemampuan untuk meninggalkan yang mendatangkan melarat. Lalu ia memerlukan
kepada kemampuan dan kekuatan yang dapat menolakkannya kepada menyembelih nafsu
syahwatnya itu. Lalu ia melawan nafsu syahwat tersebut dengan kekuatan itu. Sehingga
diputuskannya permusuhan nafsu syahwat tadi darinya. Maka Allah Ta’ala mewakilkan seorang
malaikat lain padanya yang membetulkannya, meneguhkannya dan menguatkannya dengan
tentara yang tiada engkau dapat melihatnya. Ia memerintahkan tentara ini, untuk memerangi
tentara nafsu syahwat. Maka sekali tentara ini yang lemah dan sekali ia yang kuat.
Hendaklah dipahami, bahwa peperangan itu, terjadi antara penggerak agama dan penggerak
hawa nafsu. Dan peperangan antara yang dua tadi, berlaku terus menerus. Dan medan
peperangan ini ialah qalb hamba.
Sumber bantuan kepada penggerak agama itu datangnya dari para malaikat, yang menolong
barisan (tentara) Allah Ta’ala. Dan sumber bantuan penggerak nafsu syahwat itu, datangnya dari
syaitan-syaitan yang membantu musuh-musuh Allah Ta’ala.
Maka sabar itu adalah ibarat dari tetapnya penggerak agama menghadapi penggerak nafsu
syahwat. Kalau penggerak agama itu tetap, sehingga dapat memaksakan penggerak nafsu
syahwat dan terus-menerus menantangnya, maka penggerak agama itu telah menolong tentara
Allah. Dan berhubung dengan orang-orang yang sabar. Dan kalau ia tinggalkan dan lemah,
sehingga ia dikalahkan oleh nafsu syahwat dan ia tidak sabar pada menolaknya, niscaya ia
berhubungan dengan mengikuti syaitan-syaitan.
Jadi, meninggalkan perbuatan-perbuatan yang penuh dengan nafsu syahwat itu adalah amal
perbuatan yang dihasilkan oleh suatu ahwal, yang dinamakan sabar, yaitu tetapnya penggerak
agama yang berhadapan dengan penggerak nafsu syahwat. Tetapnya penggerak agama itu adalah
suatu hal yang dihasilkan oleh iman, dengan memusuhi nafsu syahwat dan melawannya, karena
sebab-sebab kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
Sesungguhnya semua yang tersebut itu, adalah isyarat yang mengisyaratkan kepada hal-hal yang
lebih tinggi dari ilmu mu’amalah. Maka kami terangkan, bahwa telah jelas sabar itu adalah ibarat
dari tetapnya penggerak agama pada melawan penggerak hawa nafsu. Dan perlawanan ini adalah
termasuk ciri khas anak-anak Adam, karena diwakilkan kepada mereka, malaikat-malaikat yang
mulia yang menuliskan amal perbuatan mereka.
2.5. Sabar Sebagaimana Digambarkan Dalam Al-Qur'an
اج ِه ْموذُ ِريَّا ِت ِه ْموالمالئِكةُيدَسال ٌمعل ْي ُكم ِبماصب ْرت ُ ْمف ِن ْعمعُ ْقبىالد َِّارجنَّاتُعدْنٍيدْ ُخلُونهاوم ْن ص
ِ بََِ ُخلُونعل ْي ِهممَْلح ِم ْنآبائِ ِه ْموأ ْزو
ٍ ن ُك ِلبا
“…Dan para malaikat masuk kepada tempat-tempat mereka dari semua pintu (sambil
mengucapkan); keselamatan atas kalian berkat kesabaran kalian. Maka alangkah baiknya tempat
kesudahan itu.” (QS. Ar-Ra’d : 23-24).
\
Sabar termasuk akhlak yang paling utama yang banyak mendapat perhatian Al-Qur’an dalam
surat-suratnya. Imam al-Ghazali berkata, “Allah swt menyebutkan sabar di dalam al-Qur’an
lebih dari 70 tempat.”
Ibnul Qoyyim mengutip perkataan Imam Ahmad: “Sabar di dalam al-Qur’an terdapat di sekitar
90 tempat.”
Abu Thalib al-Makky mengutip sebagian perkataan sebagian ulama: “Adakah yang lebih utama
dari pada sabar, Allah telah menyebutkannya di dalam kitab-Nya lebih dari 90 tempat. Kami
tidak mengetahui sesuatu yang disebutkan Allah sebanyak ini kecuali sabar.”
Sabar adalah suatu perbuatan mulia. Sabar merupakan amalan yang mengantarkan pelakunya
kepada kasih sayang Allah Swt.
Sabar termasuk salah satu bagian keimanan. Sabar berpasangan dengan syukur. Kedua bagian
keimanan ini ibarat dua sisi koin. Satu sisi adalah sabar dan satu sisi sebelahnya adalah syukur.
Sebagai orang yang beriman, saat diberi cobaan atau ujian kita harus senantiasa bersabar. Begitu
pula saat diberi kenikmatan dan kebahagiaan kita harus senantiasa bersyukur.
Orang yang diberi cobaan dan ujian harus senantiasa bersabar karena sabar merupakan kunci dari
segala persoalan. Sifat sabar harus senantiasa melekat pada diri kita selama hidup di dunia.
Orang sabar akan mendapatkan balasan pahala di sisi Allah SWT.
Firman Allah berikut.
“Dan sesungguhnya Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang
bersabar.”(QS. An-Nahl: 96)
“Seseungguhnya hanya orang-orang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa
batas.” (QS. Az-Zumar: 10).
Dalam al-Qur'an banyak sekali ayat-ayat yang berbicara mengenai kesabaran. Jika ditelusuri
secara keseluruhan, terdapat 103 kali disebut dalam al-Qur'an, kata-kata yang menggunakan kata
dasar sabar; baik berbentuk isim maupun fi'ilnya. Hal ini menunjukkan betapa kesabaran menjadi
perhatian Allah SWT, yang Allah tekankan kepada hamba-hamba-Nya. Dari ayat-ayat yang ada,
para ulama mengklasifikasikan sabar dalam al-Qur'an menjadi beberapa macam;
1. Sabar merupakan perintah Allah SWT. Hal ini sebagaimana yang terdapat dalam QS. Al-
Baqarah/2 : 153, "Hai orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan kepada Allah dengan
sabar dan shalat, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar." Ayat-ayat lainnya yang
serupa mengenai perintah untuk bersabar sangat banyak terdapat dalam Al-Qur'an. Diantaranya
adalah dalam QS. Ali Imran/3: 200, An-Nahl/16: 127, Al-Anfaal/8: 46, Yunus/10:109, Hud/11:
115 dsb.
2. Larangan isti'ja l(tergesa-gesa/ tidak sabar), sebagaimana yang Allah firmankan (QS. Al-
Ahqaf/ 46: 35): "Maka bersabarlah kamu seperti orang-orang yang mempunyai keteguhan hati
dari rasul-rasul dan janganlah kamu meminta disegerakan (azab) bagi mereka…"
3. Pujian Allah bagi orang-orang yang sabar, sebagaimana yang terdapat dalam QS. Al-
Baqarah/2: 177: "…dan orang-orang yang bersabar dalam kesulitan, penderitaan dan dalam
peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar imannya dan mereka itulah orang-orang yang
bertaqwa.
4. Allah SWT akan mencintai orang-orang yang sabar. Dalam surat Ali Imran (3: 146) Allah
SWT berfirman : "Dan Allah mencintai orang-orang yang sabar."
5. Kebersamaan Allah dengan orang-orang yang sabar. Artinya Allah SWT senantiasa akan
menyertai hamba-hamba-Nya yang sabar. Allah berfirman (QS. Al-Anfaal/8: 46) ; "Dan
bersabarlah kamu, karena sesungguhnya Allah itu beserta orang-orang yang sabar."
6. Mendapatkan pahala surga dari Allah. Allah mengatakan dalam al-Qur'an (Ar-Ra’d/13: 23 -
24); "(yaitu) surga `Adn yang mereka masuk ke dalamnya bersama-sama dengan orang-orang
yang saleh dari bapak-bapaknya, isteri-isterinya dan anak cucunya, sedang malaikat-malaikat
masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu; (sambil mengucapkan): "Salamun `alaikum
bima shabartum" (keselamatan bagi kalian, atas kesabaran yang kalian lakukan). Maka alangkah
baiknya tempat kesudahan itu."
Aspek kesabaran sangat luas, lebih luas dari apa yang selama ini dipahami oleh orang mengenai
kata sabar. Imam Al-Ghazali berkata, “Bahwa sabar itu ada dua; pertama bersifat badani (fisik),
seperti menanggung beban dengan badan, berupa pukulan yang berat atau sakit yang kronis.
Yang kedua adalah al-shabru Al-Nafsi (kesabaran moral) dari syahwat-syahwat naluri dan
tuntutan-tuntutan hawa nafsu.
Kebanyakan akhlak keimanan masuk ke dalam sabar, ketika pada suatu hari Rasulullah saw
ditanya tentang iman, beliau menjawab: Iman adalah sabar. Sebab kesabaran merupakan
pelaksanaan keimanan yang paling banyak dan paling penting. “Dan orang-orang yang sabar
dalam musibah, penderitaan dan dalam peperangan mereka itulah orang-orang yang benar
imannya, dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa” (QS. Al-Baqarah : 177).
Dari itu kita dapat memahami mengapa al-Qur’an menjadikan masalah sabar sebagai
kebahagiaan di akhirat, tiket masuk ke surga dan sarana untuk mendapatkan sambutan para
malaikat. Dalam surat Al-Insan: 12, “Dan Dia memberi balasan kepada mereka atas kesabaran
mereka dengan surga dan (pakaian) sutera”. Dalam surat Ar-Ra’d : 23-24 “...Dan para malaikat
masuk kepada tempat-tempat mereka dari semua pintu (sambil mengucapkan); keselamatan atas
kalian berkat kesabaran kalian.b Maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu.”
Sebagaimana dalam al-Qur'an, dalam hadits juga banyak sekali sabda-sabda Rasulullah SAW
yang menggambarkan mengenai kesabaran. Dalam kitab Riyadhus Shalihin, Imam Nawawi
mencantumkan 29 hadits yang bertemakan sabar. Secara garis besar, hadits-hadits tersebut
menggambarkan kesabaran sebagai berikut:
1. Kesabaran merupakan "dhiya' " (cahaya yang amat terang). Karena dengan kesabaran inilah,
seseorang akan mampu menyingkap kegelapan. Rasulullah SAW mengungkapkan, "…dan
kesabaran merupakan cahaya yang terang…" (HR. Muslim).
2. Kesabaran merupakan sesuatu yang perlu diusahakan dan dilatih secara optimal. Rasulullah
SAW pernah menggambarkan: "…barang siapa yang mensabar-sabarkan diri (berusaha untuk
sabar), maka Allah akan menjadikannya seorang yang sabar…" (HR. Bukhari).
3. Kesabaran merupakan anugrah Allah yang paling baik. Rasulullah SAW mengatakan,
"…dan tidaklah seseorang itu diberi sesuatu yang lebih baik dan lebih lapang daripada
kesabaran." (Muttafaqun Alaih).
4. Kesabaran merupakan salah satu sifat sekaligus ciri orang mu'min, sebagaimana hadits yang
terdapat pada muqadimah; "Sungguh menakjubkan perkara orang yang beriman, karena segala
perkaranya adalah baik. Jika ia mendapatkan kenikmatan, ia bersyukur karena (ia mengatahui)
bahwa hal tersebut adalah memang baik baginya. Dan jika ia tertimpa musibah atau kesulitan, ia
bersabar karena (ia mengetahui) bahwa hal tersebut adalah baik baginya." (HR. Muslim).
5. Seseorang yang sabar akan mendapatkan pahala surga. Dalam sebuah hadits digambarkan;
Dari Anas bin Malik ra berkata, bahwa aku mendengar Rasulullah SAW bersabda,
Sesungguhnya Allah berfirman, "Apabila Aku menguji hamba-Ku dengan kedua matanya,
kemudian diabersabar, maka aku gantikan surga baginya." (HR. Bukhari).
6. Sabar merupakan sifat para nabi. Ibnu Mas'ud dalam sebuah riwayat pernah mengatakan:
Dari Abdullan bin Mas'ud berkata"Seakan-akan aku memandang Rasulullah SAW menceritakan
salah seorang nabi, yang dipukuli oleh kaumnya hingga berdarah, kemudia ia mengusap darah
dari wajahnya seraya berkata, 'Ya Allah ampunilah dosa kaumku, karena sesungguhnya mereka
tidak mengetahui." (HR. Bukhari).
7. Kesabaran merupakan ciri orang yang kuat. Rasulullah SAW pernah menggambarkan dalam
sebuah hadits; Dari Abu Hurairah ra berkata, bahwa Rasulullah SAW bersabda,"Orang yang kuat
bukanlah yang pandai bergulat, namun orang yang kuat adalah orang yang memiliki jiwanya
ketika marah." (HR. Bukhari).
8. Kesabaran dapat menghapuskan dosa. Rasulullah SAW menggambarkan dalam sebuah
haditsnya; Dari Abu Hurairah ra bahwa Rasulullan SAW bersabda, "Tidaklah seorang muslim
mendapatkan kelelahan, sakit, kecemasan, kesedihan, mara bahaya dan juga kesusahan, hingga
duri yang menusuknya, melainkan Allah akan menghapuskan dosa-dosanya dengan hal
tersebut." (HR. Bukhari & Muslim).
9. Kesabaran merupakan suatu keharusan, dimana seseorang tidak boleh putus asa hingga ia
menginginkan kematian. Sekiranya memang sudah sangat terpaksa hendaklah ia berdoa kepada
Allah, agar Allah memberikan hal yang terbaik baginya; apakah kehidupan atau kematian.
Rasulullah SAW mengatakan; Dari Anas bin Malik ra, bahwa Rasulullah SAW bersabda,
"Janganlah salah seorang diantara kalian mengangan-angankan datangnya kematian karena
musibah yang menimpanya. Dan sekiranya ia memang harus mengharapkannya, hendaklah ia
berdoa, 'Ya Allah, teruskanlah hidupku ini sekiranya hidup itu lebih baik unttukku. Dan
wafatkanlah aku, sekiranya itu lebih baik bagiku." (HR. Bukhari Muslim).
Dalam hadits-hadits Rasulullah SAW, terdapat beberapa hadits yang secara spesifik
menggambarkan aspek-aspek ataupun kondisi-kondisi seseroang diharuskan untuk bersabar.
Meskipun aspek-aspek tersebut bukan merupakan ‘pembatasan’ pada bidang-bidang kesabaran,
melainkan hanya sebagai contoh dan penekanan yang memiliki nilai motivasi untuk lebih
bersabar dalam menghadapi berbagai permasalahan lainnya. Diantara kondisi-kondisi yang
ditekankan agar kita bersabar adalah :
Sabar terhadap musibah merupakan aspek kesabaran yang paling sering dinasehatkan banyak
orang. Karena sabar dalam aspek ini merupakan bentuk sabar yang Dalam sebuah hadits
diriwayatkan, dari Anas bin Malik ra, bahwa suatu ketika Rasulullah SAW melewati seorang
wanita yang sedang menangis di dekat sebuah kuburan. Kemudian Rasulullah SAW bersabda,
‘Bertakwalah kepada Allah, dan bersabarlah.’ Wanita tersebut menjawab, ‘Menjauhlah dariku,
karena sesungguhnya engkau tidak mengetahui dan tidak bisa merasakan musibah yang
menimpaku.’ Kemudian diberitahukan kepada wanita tersebut, bahwa orang yang menegurnya
tadi adalah Rasulullah SAW. Lalu ia mendatangi pintu Rasulullah SAW dan ia tidak
mendapatkan penjaganya. Kemudian ia berkata kepada Rasulullah SAW, ‘(maaf) aku tadi tidak
mengetahui engkau wahai Rasulullah SAW.’ Rasulullah bersabda, ‘Sesungguhnya sabar itu
terdapat pada hentakan pertama.’ (HR. Bukhari Muslim).
Dalam sebuah riwayat, Rasulullah bersabda : Dari Abu Hurairah ra berkata, bahwa Rasulullah
SAW bersabda, ‘Janganlah kalian berangan-angan untuk menghadapi musuh. Namun jika kalian
sudah menghadapinya maka bersabarlah (untuk menghadapinya).” HR. Muslim.
Dalam sebuah riwayat digambarkan : Dari Usaid bin Hudhair bahwa seseorang dari kaum
Anshar berkata kepada Rasulullah SAW; ‘Wahai Rasulullah, engkau mengangkat (memberi
kedudukan) si Fulan, namun tidak mengangkat (memberi kedudukan kepadaku). Rasulullah
SAW bersabda, Sesungguhnya kalian akan melihat setelahku ‘atsaratan’ (yaitu setiap orang
menganggap lebih baik dari yang lainnya), maka bersabarlah kalian hingga kalian menemuiku
pada telagaku (kelak). (HR. Turmudzi).
Dalam sebuah hadits diriwayatkan, Rasulullah SAW bersabda, ‘Seorang muslim apabila ia
berinteraksi dengan masyarakat serta bersabar terhadap dampak negatif mereka adalah lebih baik
dari pada seorang muslim yang tidak berinteraksi dengan masyarakat serta tidak bersabar atas
kenegatifan mereka. (HR. Turmudzi).
"Ya, (cukup), jika kamu bersabar dan bertakwa, dan mereka datang menyerang kamu dengan
seketika itu juga, niscaya Allah menolong kamu dengan lima ribu malaikat yang memakai tanda.
Dan Allah tidak menjadikan pemberian bala bantuan itu melainkan sebagai kabar gembira bagi
(kemenangan)mu, dan agar tenteram hatimu karenanya. Dan kemenanganmu itu hanyalah dari
Allah yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.”(Ali Imran: 125-126).
“Dan jika kamu bersabar dan bertakwa, niscaya tipu daya mereka sedikitpun tidak
mendatangkan kemudharatan kepadamu.” (Ali Imran:120).
“Dan jika kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk
dengan perintah Kami ketika mereka sabar. Dan mereka meyakini ayat-ayat kami.” (As-
Sajdah:24).
“Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa
batas.” (Az-Zumar:10).
“Dan Allah menyukai orang-orang yang sabar.” (Ali Imran:146).
“Dan bersabarlah, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” (Al-Anfal:46).
“Mereka itulah orang-orang yang dibalas dengan martabat yang tinggi (dalam surga) karena
kesabaran mereka, dan mereka disambut dengan penghormatan dan ucapan selamat di
dalamnya.” (Al-Furqan:75).
“Sesungguhnya Aku memberi balasan kepada mereka di hari ini, karena kesabaran mereka,
sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang menang.” (Al-Mukminun : 111).
“Dan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal yang shaleh, sesungguhnya akan
Kami tempatkan mereka pada tempat-tempat yang tinggi di dalam surga, yang mengalir sungai-
sungai di bawahnya, mereka kekal di dalamnya. Itulah sebaik-baik pembalasan bagi orang-orang
yang beramal, (yaitu) yang bersabar dan bertawakkal kepada Rabbnya.” (Al-Ankabut : 58-59).
“Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah
bersiap siaga (diperbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu beruntung.”
(Ali Imran : 200).
“Mereka itu diberi pahala dua kali disebabkan kesabaran mereka.” (Al-Qashash : 54).
“Tetapi orang yang bersabar dan memaafkan sesungguhnya (perbuatan) yang demikian itu
termasuk hal-hal yang diutamakan.” (Asy-Syura : 43).
“Dan orang-orang yang sabar karena mengharapkan wajah Rabbnya.” (Ar-Ra'd : 22).
“Bahwasanya orang-orang dari kalangan Anshar meminta (harta) kepada Rasulullah. Beliau
pun memberikan kepada mereka. Kemudian mereka meminta lagi, beliaupun memberikan
kepada mereka. Kemudian mereka minta lagi, maka beliaupun memberikan kepada mereka.
Kemudian mereka meminta lagi, maka beliaupun memberikannya, sampai habis harta yang ada
di sisinya. Beliau bersabda, "Harta apapun yang ada di sisiku, maka saya tidak akan
menyimpannya dari kalian. Barangsiapa yang bersifat menahan diri, niscaya Allah akan
mencukupkannya, dan barangsiapa yang merasa cukup, niscaya Allah akan mengkayakannya,
dan barangsiapa yang berusaha sabar, niscaya Allah memberikan kesabaran kepadanya. Tidak
ada seorangpun yang diberikan pemberian yang lebih baik dan lebih luas daripada sabar.”
(Diriwayatkan pula oleh Muslim 1053, Abu Daud 1644, at Tirmidzi 2025, an-Nasa'i 5:95...).
“Sungguh akan Kami berikan cobaan kepada kamu sekalian dengan sedikit ketakutan,
kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikan kabar gembira kepada orang-
orang yang sabar.” (QS. Al Baqarah:155)
“Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahalanya tanpa batas.”
(QS. Az Zumar:10).
“Mohon pertolonganlah kamu sekalian dengan sabar dan mengerjakan shalat. Sesungguhnya
Allah beserta orang-orang yang sabar.” (QS. Al Baqarah:153).
“Sungguh Kami benar-benar akan menguji kamu sekalian agar Kami mengetahui orang-orang
yang berjuang dan orang-orang yang sabar di antara kamu sekalian.” (QS. Muhammad:31)
b. Hadits
Dari Abu Malik Al Haris bin ‘Ashim Al Asy’ari ra berkata, Rasulullah saw bersabda: “Suci
adalah sebagian dari iman, Alhamdulillah itu dapat memenuhi timbangan, Subhanallah dan
Alhamdulillah itu dapat memenuhi apa yang ada di antara langit dan bumi, Shalat itu adalah
cahaya, Shadaqah itu adalah bukti iman, sabar itu adalah pelita, dan Al Quran itu adalah hujjah
(argumentasi) terhadap apa yang kamu sukai ataupun terhadap apa yang kamu tidak sukai.
Semua orang pada waktu pagi menjual dirinya, ada yang membebaskan dirinya dan ada pula
yang membinasakan dirinya.” (HR. Muslim).
Dari Abu Sa’id Sa’d bin Malik bin Sinan Al Khudry ra bahwasannya ada beberapa orang sahabat
Anshar meminta kepada Nabi Muhammad saw maka beliau memberinya, kemudian mereka
meminta lagi dan beliau pun memberinya sehingga habislah apa yang ada pada beliau. Ketika
beliau memberikan semua apa yang ada di tangannya, beliau bersabda kepada mereka: “Apapun
kebaikan yang ada padaku tidak akan aku sembunyikan pada kamu sekalian. Barangsiapa yang
menjaga kehormatan dirinya maka Allah pun akan menjaganya. Barangsiapa yang menyabarkan
dirinya maka Allah pun akan memberikan kesabaran padanya. Dan seseorang itu tidak akan
mendapatkan anugerah yang lebih baik atau lebih lapang melebihi kesabaran.” (HR. Bukhari
Muslim).
Nabi Muhammad saw bersabda, “Memang sangat menakjubkan keadaan orang mukmin itu;
karena segala urusannya sangat baik baginya dan ini tidak akan terjadi kecuali bagi seseorang
yang beriman dimana bila mendapatkan kesenangan ia bersyukur maka yang demikian itu sangat
baik baginya, dan bila ia tertimpa kesusahan ia sabar maka yang semikian itu sangat baik
baginya.” (HR. Muslim).
Dari Anas ra berkata, saya mendengar Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya Allah swt
berfirman: “Apabila Aku menguji salah seorang hambaKu dengan buta kedua matanya
kemudian ia sabar maka Aku akan menggantikannya dengan sorga.” (HR. Bukhari).
Pentingnya Kesabaran
Agama tidak akan tegak, dan dunia tidak akan bangkit kecuali dengan sabar. Sabar adalah
kebutuhan duniawi keagamaan. Tidak akan tercapai kemenangan di dunia dan kebahagaiaan di
akhirat kecuali dengan sabar.
Pembagian Sabar
Setiap muslim diharuskan sabar dalam menjalankan dan melaksanakan ketaatan kepada Allah
Swt. Sabar dalam menjalankan ibadah pahalanya lebih besar daripada sabar dalam menghadapi
musibah. Sabar seperti ini dapat dibangkitkan dengan mengingat janji Allah akan pahala yang
segera turun atau yang akan datang.
Orang yang senantiasa berada dalam kesabaran seperti ini dapat mencapai derajat kedekatan
kepada Allah. Jika telah mencapai tempat atau kedudukan dekat dengan Allah, orang tersebut
akan merasakan puncak kenikmatan serta keintiman yang tak dapat dijelaskan dengan kata-kata.
Kemudian untuk dapat merealisasikan kesabaran dalam ketaatan kepada Allah diperlukan
beberapa hal :
1) Dalam kondisi sebelum melakukan ibadah berupa memperbaiki niat, yaitu kikhlasan. Ikhlas
merupakan kesabaran menghadapi duri-duri riya'.
2) Kondisi ketika melaksanakan ibadah, agar jangan sampai melupakan Allah di tengah
melaksanakan ibadah tersebut, tidak malas dalam merealisasikan adab dan sunah-sunahnya.
3) Kondisi ketika telah selesai melaksanakan ibadah, yaitu untuk tidak membicarakan ibadah
yang telah dilakukannya supaya diketahui atau dipuji orang lain.\
Sabar dalam menghadapi kemaksiatan dapat terwujud dengan menjauhkan diri dari tempat-
tempat yang menjurus ke arahnya. Meninggalkan kemaksiatan juga membutuhkan kesabaran
yang besar, terutama pada kemaksiatan yang sangat mudah untuk dilakukan, seperti ghibah
(baca; ngerumpi), dusta, memandang sesuatu yang haram dsb. Karena kecenderungan jiwa insan,
suka pada hal-hal yang buruk dan "menyenangkan". Dan perbuatan maksiat identik dengan hal-
hal yang "menyenangkan". Di samping itu, cegah dan pelihara hati agar tidak cenderung kepada
hal-hal yang membawa kepada kemaksiatan. Dan sabar dalam menahan diri akan melakukan
maksiat pahalanya jauh lebih besar daripada dua jenis sabar yang lainnya.
Dengan mengingat perbuatan dosa yang telah dilakukan dapat memacu diri agar senantiasa
berbuat lebih baik. Diri merasa jijik atau cemas jika perbuatan dosa itu terulang kembali.
Kesabaran seperti ini akan memuliakan pelakunya dan enggan melakukan dosa yang telah
dilakukan.
Kesabaran dalam menghadapi kesulitan dapat berupa penyakit atau musibah yang datang dari
Allah atau kesulitan yang datang disebabkan oleh manusia. Sabar dalam menghadapi penyakit
atau musibah dilakukan dengan menghindari kesedihan dan penyesalan yang berlebihan. Sabar
dalam menghadapi musibah pahalanya lebih besar. Bahkan menurut AlQuran, pahalanya
diberikan tanpa perhitungan : Allah memberikan pahala kepadanya tanpa perhitungan (QS.Az-
Zumar 10).
Syaikh Nu’man mengatakan, “Betapa banyak gangguan yang harus dihadapi oleh seseorang
yang berusaha menuntut ilmu. Maka dia harus bersabar untuk menahan rasa lapar, kekurangan
harta, jauh dari keluarga dan tanah airnya. Sehingga dia harus bersabar dalam upaya menimba
ilmu dengan cara menghadiri pengajian-pengajian, mencatat dan memperhatikan penjelasan serta
mengulang-ulang pelajaran dan lain sebagainya.
Semoga Allah merahmati Yahya bin Abi Katsir yang pernah mengatakan, “Ilmu itu tidak akan
didapatkan dengan banyak mengistirahatkan badan”, sebagaimana tercantum dalam shahih Imam
Muslim. Terkadang seseorang harus menerima gangguan dari orang-orang yang terdekat darinya,
apalagi orang lain yang hubungannya jauh darinya, hanya karena kegiatannya menuntut ilmu.
Tidak ada yang bisa bertahan kecuali orang-orang yang mendapatkan anugerah ketegaran dari
Allah.”
Syaikh Nu’man mengatakan, “Dan orang yang ingin beramal dengan ilmunya juga harus
bersabar dalam menghadapi gangguan yang ada di hadapannya. Apabila dia melaksanakan
ibadah kepada Allah menuruti syari’at yang diajarkan Rasulullah niscaya akan ada ahlul bida’
wal ahwaa’ yang menghalangi di hadapannya, demikian pula orang-orang bodoh yang tidak
kenal agama kecuali ajaran warisan nenek moyang mereka.
Sehingga gangguan berupa ucapan harus diterimanya, dan terkadang berbentuk gangguan fisik,
bahkan terkadang dengan kedua-keduanya. Dan kita sekarang ini berada di zaman di mana orang
yang berpegang teguh dengan agamanya seperti orang yang sedang menggenggam bara api,
maka cukuplah Allah sebagai penolong bagi kita, Dialah sebaik-baik penolong”
Syaikh Nu’man mengatakan, “Begitu pula orang yang berdakwah mengajak kepada agama Allah
harus bersabar menghadapi gangguan yang timbul karena sebab dakwahnya, karena di saat itu
dia tengah menempati posisi sebagaimana para Rasul. Waraqah bin Naufal mengatakan kepada
Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Tidaklah ada seorang pun yang datang dengan
membawa ajaran sebagaimana yang kamu bawa melainkan pasti akan disakiti orang.”
Sehingga jika dia mengajak kepada tauhid didapatinya para da’i pengajak kesyirikan tegak di
hadapannya, begitu pula para pengikut dan orang-orang yang mengenyangkan perut mereka
dengan cara itu. Sedangkan apabila dia mengajak kepada ajaran As Sunnah maka akan
ditemuinya para pembela bid’ah dan hawa nafsu. Begitu pula jika dia memerangi kemaksiatan
dan berbagai kemungkaran niscaya akan ditemuinya para pemuja syahwat, kefasikan dan dosa
besar serta orang-orang yang turut bergabung dengan kelompok mereka.
Mereka semua akan berusaha menghalang-halangi dakwahnya karena dia telah menghalangi
mereka dari kesyirikan, bid’ah dan kemaksiatan yang selama ini mereka tekuni.”
Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah berkata, “Allah ta’ala berfirman
kepada Nabi-Nya, “Dan sungguh telah didustakan para Rasul sebelummu, maka mereka pun
bersabar menghadapi pendustaan terhadap mereka dan mereka juga disakiti sampai tibalah
pertolongan Kami.” (QS. Al An’aam [6]: 34).
Semakin besar gangguan yang diterima niscaya semakin dekat pula datangnya kemenangan. Dan
bukanlah pertolongan/kemenangan itu terbatas hanya pada saat seseorang (da’i) masih hidup saja
sehingga dia bisa menyaksikan buah dakwahnya terwujud. Akan tetapi yang dimaksud
pertolongan itu terkadang muncul di saat sesudah kematiannya. Yaitu ketika Allah menundukkan
hati-hati umat manusia sehingga menerima dakwahnya serta berpegang teguh dengannya.
Sesungguhnya hal itu termasuk pertolongan yang didapatkan oleh da’i ini meskipun dia sudah
mati.
Maka wajib bagi para da’i untuk bersabar dalam melancarkan dakwahnya dan tetap konsisten
dalam menjalankannya. Hendaknya dia bersabar dalam menjalani agama Allah yang sedang
didakwahkannya dan juga hendaknya dia bersabar dalam menghadapi rintangan dan gangguan
yang menghalangi dakwahnya. Seperti para Rasul shalawatullaahi wa salaamuhu ‘alaihim.
Mereka juga disakiti dengan ucapan dan perbuatan sekaligus.
Allah ta’ala berfirman yang artinya, “Demikianlah, tidaklah ada seorang Rasul pun yang datang
sebelum mereka melainkan mereka (kaumnya) mengatakan, ‘Dia adalah tukang sihir atau orang
gila’.” (QS. Adz Dzariyaat [51]: 52). Begitu juga Allah ‘azza wa jalla berfirman, “Dan
demikianlah Kami menjadikan bagi setiap Nabi ada musuh yang berasal dari kalangan orang-
orang pendosa.” (QS. Al Furqaan [25]: 31). Namun, hendaknya para da’i tabah dan bersabar
dalam menghadapi itu semua…”
Ketidaksabaran merupakan salah satu penyakit hati, yang harus diantisipasi dan diterapi sejak
dini. Karena hal ini memilki dampak negatif dari amalan yang dilakukan seorang insan. Seperti
hasil yang tidak maksimal, terjerumus kedalam kemaksiatan, enggan untuk melaksanakan ibadah
kepada Allah dsb. Oleh karena itulah, diperlukan beberapa kiat, guna meningkatkan kesabaran.
Diantara kiat-kiat tersebut adalah :
1. Mengikhlaskan niat kepada Allah SWT, bahwa ia semata-mata berbuat hanya untuk-Nya.
Dengan adanya niatan seperti ini, akan sangat menunjang munculnya kesabaran kepada Allah
SWT.
2. Memperbanyak tilawah (baca; membaca) al-Qur'an, baik pada pagi, siang, sore ataupun
malam hari. Akan lebih optimal lagi manakala bacaan tersebut disertai perenungan dan
pentadaburan makna-makna yang dikandungnya. Karena al-Qur'an merupakan obat bagi hati
insan. Masuk dalam kategori ini juga dzikir kepada Allah.
3. Memperbanyak puasa sunnah. Karena puasa merupakan hal yang dapat mengurangi hawa
nafsu terutama yang bersifat syahwati dengan lawan jenisnya. Puasa juga merupakan ibadah
yang memang secara khusus dapat melatih kesabaran.
4. Mujahadatun Nafs, yaitu sebuah usaha yang dilakukan insan untuk berusaha secara giat dan
maksimal guna mengalahkan keinginan-keinginan jiwa yang cenderung suka pada hal-hal
negatif, seperti malas, marah, kikir, dsb.
5. Mengingat-ingat kembali tujuan hidup di dunia. Karena hal ini akan memacu insan untuk
beramal secara sempurna. Sedangkan ketidaksabaran (isti'jal), memiliki prosentase yang cukup
besar untuk menjadikan amalan seseorang tidak optimal. Apalagi jika merenungkan bahwa
sesungguhnya Allah akan melihat "amalan" seseorang yang dilakukannya, dan bukan melihat
pada hasilnya.
6. Perlu mengadakan latihan-latihan untuk sabar secara pribadi. Seperti ketika sedang sendiri
dalam rumah, hendaklah dilatih untuk beramal ibadah dari pada menyaksikan televisi misalnya.
Kemudian melatih diri untuk menyisihkan sebagian rezeki untuk infaq fi sabilillah, dsb.
7. Membaca-baca kisah-kisah kesabaran para sahabat, tabi'in maupun tokoh-tokoh Islam
lainnya. Karena hal ini juga akan menanamkan keteladanan yang patut dicontoh dalam
kehidupan nyata di dunia.
Jauhilah Sikap Sombong
Muhammad Abduh Tuasikal, MSc. 8 Juni 2010 38 Comments
Share on Facebook
Share on Twitter
Islam adalah agama yang mengajarkan akhlak yang luhur dan mulia. Oleh
karena itu, banyak dalil al Quran dan as Sunnah yang memerintahkan kita
untuk memiliki akhlak yang mulia dan menjauhi akhlak yang tercela. Demikian
pula banyak dalil yang menunjukkan pujian bagi pemilik akhlak baik dan celaan
bagi pemilik akhlak yang buruk. Salah satu akhlak buruk yang harus dihindari
oleh setiap muslim adalah sikap sombong.
ب ُك َّل
ُّ للا الَ يُ ِح
َ ض َم َرحا إِ َّنِ اس َوالَ ت َ ْم ِش فِي الأل َ ْر َ ُ َوالَ ت
ِ َّص ِع ْر َخد ََّك ِللن
}18{ ُم ْختَا ٍل فَ ُج ْو ٍر
“Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena
sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi
membanggakan diri.” )QS. Luqman:18(
َيس أ َبَى َوا ْست َ ْكبَ َر َو َكانَ ِمن َ ََوإِ ْذ قُ ْلنَا ِل ْل َمَلَئِ َك ِة ا ْس ُجدُوا ِل َ َد َم ف
َ س َجدُوا إِالَّ إِ ْب ِل
}34{ َال َكافِ ِرين
“Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: “Sujudlah kalian
kepada Adam,” maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur
(sombong) dan ia termasuk golongan orang-orang yang kafir“ )QS. Al
Baqarah:34)
Qotadah berkata tentang ayat ini, “Iblis hasad kepada Adam ‘alaihis
salaam dengan kemuliaan yang Allah berikan kepada Adam. Iblis mengatakan,
“Saya diciptakan dari api sementara Adam diciptakan dari tanah”.
Kesombongan inilah dosa yang pertama kali terjadi . Iblis sombong dengan
tidak mau sujud kepada Adam” )Tafsir Ibnu Katsir, 1/114, cet al Maktabah at
Tauqifiyah)
Hakekat Kesombongan
Diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu dari Nabi shalallahu
‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,
َّ َال يَ ْد ُخ ُل ْال َجنَّةَ َم ْن َكانَ فِي قَ ْل ِب ِه ِمثْقَا ُل ذَ َّرةٍ ِم ْن ِكب ٍْر قَا َل َر ُج ٌل إِ َّن
الر ُج َل
ب ْال َج َما َل َ سنا َونَ ْعلُهُ َح
َّ سنَة قَا َل إِ َّن
ُّ َّللاَ َج ِمي ٌل يُ ِح َ ب أ َ ْن يَ ُكونَ ث َ ْوبُهُ َحُّ يُ ِح
اس ُ غ ْم
ِ َّط الن َ ق َوِ ط ُر ْال َح َ َْال ِكب ُْر ب
“Tidak akan masuk surga seseorang yang di dalam hatinya terdapat
kesombongan sebesar biji sawi.” Ada seseorang yang bertanya, “Bagaimana
dengan seorang yang suka memakai baju dan sandal yang bagus?” Beliau
menjawab, “Sesungguhnya Allah itu indah dan menyukai keindahan. Sombong
adalah menolak kebenaran dan meremehkan orang lain.“ (HR. Muslim no.
91)
An Nawawi rahimahullah berkata, “Hadist ini berisi larangan dari sifat sombong
yaitu menyombongkan diri kepada manusia, merendahkan mereka, serta
menolak kebenaran” )Syarah Shahih Muslim Imam Nawawi, II/163, cet. Daar
Ibnu Haitsam)
Kesombongan ada dua macam, yaitu sombong terhadap al haq dan sombong
terhadap makhluk. Hal ini diterangkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam pada hadist di atas dalam sabda beliau, “sombong adalah menolak
kebenaran dan suka meremehkan orang lain”. Menolak kebenaran adalah
dengan menolak dan berpaling darinya serta tidak mau menerimanya.
Sedangkan meremehkan manusia yakni merendahkan dan meremehkan orang
lain, memandang orang lain tidak ada apa-apanya dan melihat dirinya lebih
dibandingkan orang lain. (Syarh Riyadus Shaalihin, II/301, Syaikh Muhammad
bin Shalih al ‘Utsaimin, cet Daar Ibnu Haitsam(
Orang yang sombong terhadap ajaran rasul secara keseluruhan maka dia telah
kafir dan akan kekal di neraka. Ketika datang kebenaran yang dibawa oleh
rasul dan dikuatkan dengan ayat dan burhan, dia bersikap sombong dan
hatinya menentang sehingga dia menolak kebenaran tersebut. Hal ini seperti
yang Allah terangkan dalam firman-Nya,
َُّور ِه ْم إِال
ِ صدُ ان أ َتَا ُه ْم إِن فِي
ٍ طَ ت للاِ بِغَي ِْر س ْل ِ إِ َّن الَّذِينَ يُ َجا ِدلُونَ فِي َءايَا
}56{ ير
ُ صِ َس ِمي ُع ْالبَّ ِكب ٌْر َّما ُهم بِبَا ِل ِغي ِه فَا ْست َ ِع ْذ بِاهللِ إِنَّهُ ُه َو ال
“Sesungguhnya orang-orang yang memperdebatkan tentang ayat-ayat Allah
tanpa lasan yang sampai pada mereka tidak ada dalam dada mereka
melainkan hanyalah (keinginan akan) kesombongan yang mereka sekali-klai
tiada akan mencapainya, maka mintalah perlindungan kepada Allah.
Sesungguhnya Dia Maha Mnedengar lagi Maha Melihat” )QS. Ghafir:56(
Adapun orang yang sombong dengan menolak sebagian al haq yang tidak
sesuai dengan hawa nafsu dan akalnya –tidak termasuk kekafiran- maka dia
berhak mendapat hukuman (adzab) karena sifat sombongnya tersebut.
Maka wajib bagi para penuntut ilmu untuk memiliki tekad yang kuat
mendahulukan perkataan Rasul shalallahu ‘alaihi wa sallam di atas perkataan
siapa pun. Karena pokok kebenaran adalah kembali kepadanya dan pondasi
kebenaran dibangun di atasnya, yakni dengan petunjuk Nabi shalallahu ‘alaihi
wa sallam. Kita berusaha untuk mengetahui maksudnya, dan mengikutinya
secara lahir dan batin. (Lihat Bahjatu Qulubil Abrar, hal 194-195, Syaikh Nashir
as Sa’di, cet Daarul Kutub ‘Ilmiyah)
ش َج َر َب ْينَ ُه ْم ث ُ َّم الَ َي ِجدُواْ فِي َ فََلَ َو َربِ َك الَيُؤْ ِمنُونَ َحتَّى يُ َح ِك ُم
َ وك ِفي َما
}65{ س ِل ُموا ت َ ْس ِليما َ ُْت َوي َ َأَنفُ ِس ِه ْم َح َرجا ِم َّما ق
َ ضي
“Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka
menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan,
kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap
putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya” )QS.
An Nisaa’: 65(
بِ ِش َما ِل ِه فَقَا َل « ُك ْل-صلى للا عليه وسلم- َِّللا َّ سو ِلُ أ َ َّن َر ُجَل أ َ َك َل ِع ْن َد َر
قَا َل. َما َمنَعَهُ إِالَّ ا ْل ِكب ُْر.» تَ ط ْعَ َ قَا َل الَ أ َ ْست َ ِطي ُع قَا َل « الَ ا ْست.» بِيَ ِمينِ َك
.فَ َما َرفَعَ َها إِلَى فِي ِه
“Ada seorang laki-laki makan di samping Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam dengan tangan kirinya. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, “Makanlah dengan tangan kananmu!” Orang tersebut
malah menjawab, “Aku tidak bisa.” Beliau bersabda, “Apakah kamu tidak bisa?”
-dia menolaknya karena sombong-. Setelah itu tangannya tidak bisa sampai ke
mulutnya” )H.R. Muslim no. 3766(.
Termasuk buah dari lmu yang paling agung adalah sikap tawadhu’. Tawadhu’
adalah ketundukan secara total terhadap kebenaran, dan tunduk terhadap
perintah Allah dan rasul-Nya dengan melaksanakan perintah dan menjauhi
larangan disertai sikap tawdahu’ terhadap manusia dengan bersikap
merenadahkan hati, memperhatikan mereka baik yang tua maupun muda, dan
memuliakan mereka. Kebalikannya adalah sikap sombong yaitu menolak
kebenaran dan rendahkan manusia. (Bahjatu Qulubil Abrar, hal 110)
A. Pengertian Zakat
Menurut segi bahasa, kata Zakat merupakan kata dasar (mashdar) yang berasal dari kata Zakaa
yang artinya berkah, tumbuh, bersih, dan baik. Sesuatu itu zakaa berarti sesuatu itu tumbuh dan
berkembang, dan seseorang itu zakaa, berarti orang itu baik.
Dari kata zakaa, menjadi kata "zakat", yaitu sesuatu yang dikeluarkan oleh manusia dari harta
yang dimilikinya untuk disalurkan kepada fakir miskin dan golongan yang berhak menerima.
Disebut demikian karena padanya ada harapan untuk mendapat berkah atau membersihkan jiwa
atau menumbuhkannya dengan kebaikan dan berkah.
Zakat menurut bahasa berarti berkembang dan suci. Yakni membersihkan jiwa atau
mengembangkan keutamaan-keutamaan jiwa dan menyucikannya dari dosa-dosa dengan
menginfakkan harta di jalan Alloh dan menyucikannya dari sifat kikir, bakhil, dengki, dan lain-
lain.
Zakat menurut syara' adalah memberikan (menyerahkan) sebagian harta tertentu untuk orang
atau golongan tertentu yang telah ditentukan syara' dengan niat karena Allah SWT.
Web : http://www.artikelmateri.com/2017/04/zakat-pengertian-hukum-dan-macam-fitrah-
maal.html
Ibadah ini disebut-sebut sebagai saudara kandung dari ibadah shalat karena seringkali dalam
banyak ayat dan hadits, perintahnya disandingkan secara langsung dengan perintah shalat.
Sebagai contoh dalam Surat Al-Baqarah ayat ke-110 berikut.
Web : http://www.nu.or.id/post/read/83738/sejarah-awal-dan-dalil-kewajiban-zakat
B. Macam-Macam Zakat
Secara umum, zakat terbagi menjadi dua macam, yaitu zakat fitrah dan zakat maal.
1. Zakat Fitrah
Zakat fitrah adalah zakat jiwa yang wajib untuk dikeluarkan oleh umat islam yang mampu bagi
dirinya sendiri dan juga orang-orang yang berada dalam tanggungannya. Zakat fitrah bertujuan
untuk mensucikan atau membersihkan jiwa.
Jumlahnya sebanyak satu Sha' (1.k 3,5 liter/2,5 Kg) per orang, yang didistribusikan pada tanggal
1 Syawal setelah sholat shubuh sebelum sholat Iedul Fitri.
Hukum zakat fitrah adalah wajib. Seperti yang diterangkan dalam hadits yang diterima oleh Ibnu
Abbas yang artinya:
"Rosululloh SAW telah mewajibkan zakat fitri untuk menyucikan orang yang shaum dari segala
perkataan yang keji dan buruk yang mereka lakukan selama mereka shaum, dan untuk menjadi
makanan bagi orang-orang yang miskin". (H.R. Abu Daud)
Zakat Maal adalah zakat yang harus dikeluarkan dari harga seseorang dengan tujuan untuk
mensucikan atau membersihkan harta yang dimilikinya.
Ketentuan harta yang harus dizakati berkembang seiring dengan berkembangnya waktu.
Awalnya, pada masa Rasulullah SAW, hanya beberapa harta saja yang wajib untuk dizakati.
Harta itu antara lain hasil pertanian (kurma, gandum, dan anggur), hewan ternak (unta, sapi,
kambing), emas, perak, dan juga harta perniagaan. Kemudian, Sayyid Sabiq menambahkan
ma'din (barang tambang) dan juga rikaz (harta karun). Jenis benda yang harus dizakati pun
menjadi bertambah variasinya. Contohnya hasil pertanian tidak cuma sebatas kurma, anggur, dan
juga gandum saja, namun berkembang menjadi semua hasil pertanian yang mempunyai nilai
ekonomis. Selanjutnya pada masa berikutnya, para ulama kemudian memunculkan satu jenis
zakat lagi yaitu zakat atas profesi.
Nisab Emas adalah sebesar 20 dinar atau 96. Sedangkan untuk perak, nisabnya yaitu sebesar 672
gram atau setara dengan 200 dirham. Jika kita mempunyai emas atau perak yang jumlahnya
sudah memenuhi nisab dan mencapai haul (telah dimiliki dalam waktu satu tahun) maka kita
harus mengeluarkan zakat sebesar 2,5%. Dewasa ini, pengertian dari emas dan perak menjadi
meluas pada seluruh harta kekayaan yang bisa untuk dimiliki oleh manusia, seperti deposito,
tabungan, saham perusahaan, sampai dengan tanah investasi. Dengan demikian harta-harta
tersebut juga harus dikeluarkan zakatnya.
- Hewan Ternak
Pada masa Nabi Muhammad SAW, untuk hewan ternak yang wajib untuk dikeluarkan zakatnya
berupa unta, sapi atau kerbau dan juga kambing atau domba.
Selain hewan ternak tersebut, para ulama juga menambahkan semua hewan yang diusahakan
oleh manusia harus dikeluarkan zakatnya termasuk juga untuk burung kicau, ayam petelur/
pedaging, sampai dengan ikan yang dibudidayakan. Untuk nisab dari hewan-hewan tersebut
adalah dipersamakan dengan nisab emas dengan besar zakat 2,5%.
- Hasil Pertanian
Pada masa Nabi Muhammad SAW, zakat dari hasil pertanian berlaku untuk jewawut atau
gandum, kurma, dan juga anggur. Adapun nisab dari ke-3 hasil pertanian tersebut adalah sebesar
5 wasaq atau setara dengan 653 kilogram.
dan apabila dalam masa tanam menggunakan air yang membeli dan tidak membeli dalam kurun
waktu yang sama, sebagian ulama berpendapat besarnya zakat adalah sebesar 7,5%.
- Barang Perdagangan
Para ulama mensyaratkan bahwa barang dagangan itu adalah dimiliki melalui perdagangan,
bukan melalui warisan, hibah, wasiat ataupun melalui sedekah. Adapun untuk nisab barang
perdagangan adalah setara dengan nisabnya dari emas. Dasar yang dipakai adalah merujuk hadits
Nabi Muhammad, SAW yang diriwayatkan oleh Abu Daud dari Samurah bin Jundub bahwa
orang yang mempunyai harta perdagangan senilai 200 dirham atau 20 dinar wajib untuk
mengeluarkan zakat sebesar seperempat puluh atau 2,5%. Sehingga, nisab harta perdagangan
adalah sebesar 96 gram emas dengan kadar 2,5% dalam masa kepemilikan 1 tahun.
Pengertian Ma'adin adalah merupakan sebutan untuk barang tambang, yaitu barang yang
ditambang dari dalam bumi. Adapun pengertian rikaz adalah merupakan harta peninggalan orang
jaman dahulu yang terpendam lalu kita temukan, atau dikenal dengan harta karun. Zakat ma'adin
dan rikaz tidak mengenal haul. Ini berarti bahwa pada waktu ditemukan/ diolah, barang tambang
atau harta temuan tersebut wajib dikeluarkan zakatnya. Sebagian besar ulama tidak memberikan
batas terhadap nisab barang tambang dan barang temuan. Kadar zakat barang tambang sebesar
2,5% sedangkan untuk zakat barang temuan adalah sebesar 20 % dari nilai harta yang
ditemukannya.
Zakat profesi atau Penghasilan adalah zakat yang wajib dikeluaran dari hasil usaha yang kita
lakukan atau penghasilan yang kita peroleh.
Dari berbagai pendapat dinyatakan bahwa nisab zakat profesi mengacu pada zakat hasil
pertanian yaitu sebesar 5 wasaq atau 653 kg padi atau gabah atau 522 kg beras dengan kadar
zakat sebesar 2,5%. Zakat profesi sebaiknya dibayarkan ketika memperoleh penghasilan tersebut
atau setiap bulannya.
Web : http://www.artikelmateri.com/2017/04/zakat-pengertian-hukum-dan-macam-fitrah-
maal.html
a. Islam
Jadi, zakat tidak diwajibkan untuk dikeluarkan atas mereka yang bukan muslim. Hal ini
sebagaimana ditegaskan dalam hadits yang diinformasikan oleh Abu Bakar :
:
.) (
Artinya :
Berkata Abu Bakar Shiddiq :"Inilah sedekah yang diwajibkan Rasulullah SAW atas orang --
orang muslim".
Nishab adalah batas minimal mulainya harta wajib dizakati. Dan nishab tersebut berbeda -- beda
atas benda -- benda yang wajib zakat.
d. Merdeka.
Maka dengan demikian zakat itu tidak wajib bagi budak.
e. Mencapai haul.
Artinya bahwa pemilikan senishab itu berlangsung genap satu tahun qamariyah. Jadi zakat tidak
wajib dikeluarkan dari harta berapapun jumlahnya, kecuali bila pemilikannya telah genap satu
tahun penuh. Sesuai dengan sabda Nabi Muhammad SAW :
.()
Artinya :
"Tidak ada kewajiban zakat pada harta sehingga ia berulang tahun".
D. Rukun Zakat
Rukun zakat ialah mengeluarkan sebagian dari nishab (harta) dengan melepaskan kepemilikan
terhadapnya, menjadikannya sebagai milik orang fakir, dan menyerahkannya kepadanya atau
harta tersebut diserahkan kepada wakilnya, yakni imam atau orang yang bertugas untuk
memungut zakat.
Web : http://perahujagad.blogspot.com/2015/11/syarat-syarat-zakat-dan-rukun-zakat.html
Menolong orang yang susah dan lemah dalam hal ekonomi, agar ia dapat menunaikan
kewajibannya kepada Allah dan terhadap makhluk-Nya.
Membersihkan diri yang mengeluarkan zakat dari sifat kikir dan akhlak yang tercela, serta
mendidik agar bersifat mulia dan pemurah dengan membiasakan diri membayarkan amanat
kepada orang yang berhak menerimanya.
Sebagai ungkapan syukur dan terima kasih atas nikmat kekayaan yang telah diberikan oleh Allah
kepada orang yang mengeluarkan zakat.
Untuk mendekatkan hubungan dan menghindari kesenjangan sosial antara yang miskin dan yang
kaya
Web : https://zakat.or.id/hikmah-berzakat/
Zakat bisa diberikan dalam bentuk makanan pokok (seperti beras, gandum, dll) ataupun uang
sebesar harga makanan pokok tersebut.
Takaran zakat makanan pokok yang diberikan adalah 1 sha' (sekitar 2,5 kg).
Waktu pembayaran zakat sebagaimana dikemukakan oleh Syeikh al-Bajuri bahwa zakat boleh
ditunaikan sejak awal bulan Ramadan. Namun waktu yang paling afdhal adalah sebelum shalat
idulfitri.