Anda di halaman 1dari 37

PENGARUH MUTU PELAYANAN LABORATORIUM MALARIA

PUSKESMAS TERHADAP PENURUNAN ANGKA ANNUAL PARASITE


INCIDENCE DI KABUPATEN MANGGARAI TIMUR

Proposal Skripsi

Diajukan Sebagai Syarat Untuk Menyelesaikan Program Studi Sarjana Terapan


Jurusan Analis Kesehatan

Disusun Oleh:
FABIANUS JEBANUR
NIM P17334119513

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKNIK KESEHATAN BANDUNG
JURUSAN ANALIS KESEHATAN
2020
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Malaria masih merupakan masalah kesehatan yang serius di Indonesia.

Penyakit yang ditularkan oleh nyamuk Anopheles betina ini mengakibatkan

morbiditas dan mortalitas terutama pada anak dan ibu hamil. Penyakit ini masih

endemis di sebagian besar wilayah Indonesia. (Elsa Herdinana

Murhandarwati.,dkk 2018). Kerugian ekonomis akibat sakit malaria selama satu

tahun di Indonesia dapat mencapai Rp366.576.409.496,-. Dari total 252 juta

penduduk Indonesia pada tahun 2014, 186 juta penduduk (74%) telah hidup di

daerah bebas penularan malaria, 36 juta penduduk hidup di daerah risiko rendah

penularan malaria, sedangkan sisanya (30 juta) hidup di daerah risiko sedang dan

tinggi malaria. (Ivan Elisabeth Purba., dkk 2016)

Sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor

293/Menkes/SK/IV/2009 tanggal 28 April 2009 tentang “Eliminasi Malaria di

Indonesia” dan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri kepada seluruh gubernur dan

bupati/walikota Nomor 443.41/465/SJ tanggal 8 Februari 2010 tentang “Pedoman

Pelaksanaan Program Eliminasi Malaria di Indonesia yang harus dicapai secara

bertahap mulai dari tahun 2010 sampai seluruh wilayah Indonesia bebas malaria

selambat-lambatnya tahun 2030”, maka program malaria di Indonesia bertujuan

untuk mencapai eliminasi. . (Kemenkes RI., 2018)

Persentasi pencapaian eliminasi sangat bervariasi diantara provinsi di

Indonesia. Provinsi yang kabupaten/kotanya belum satupun mencapai eliminasi


ada di wilayah Indonesia timur, yaitu Papua, Papua barat, NTT, Maluku dan

Maluku Utara. Provinsi yang memiliki presentasi kabupaten/kota mencapai

eliminasi diatas 80% yaitu DKI Jakarta, Bali, Jawa Timur, Jawa Barat, Sumatera

Barat, Jawa Tengah, dan DI Jogyakarta. Terdapat tiga (3) Provinsi yang 100%

kabupaten/kotanya telah mencapai bebas penularan Malaria yaitu DKI Jakarta,

Bali dan Jawa Timur. (Kemenkes RI., 2018)

Prevalensi malaria di Indonesia bagian Timur lebih tinggi daripada di bagian

Barat, dan umumnya malaria disebabkan oleh Plasmodium falciparum dan P.

Vivax. Pada Tahun 2014 situasi Malaria di Provinsi NTT dengan angka API

malaria tinggi (12,81%) dengan urutan ketiga setelah Papua (29,63%) dan Papua

Barat (20,85%). (Ivan Elisabeth Purba., dkk 2016). Walapun mengalami

penurunan angka API di 2017 (5.76) dibawah Papua Barat (14,97) dan Papua

(59,0), tetapi sampai dengan 2018 Propinsi NTT belum memiliki kabupaten/ kota

yang bebas Malaria. (Kemenkes RI., 2018).

Berdasarkan data malaria per kabupaten, sebanyak 5 kabupaten/kota (yaitu

Manggarai, Timor Tengah Utara, Kota Kupang, Ngada dan Manggarai Timur)

menunjukkan sudah mencapai tahap pre-eliminasi (SPR < 5%). Selain itu,

sebanyak 3 kabupaten/kota (yaitu Manggarai, Manggarai Timur dan Kota

Kupang) sudah mencapai tahap eliminasi (API < 1 per 1000 penduduk). (Ivan

Elisabeth Purba., dkk 2016). Kebijakan nasional eliminasi malaria (SK Menkes

No 293 tahun 2009) akan berjalan dengan baik apabila dinas-dinas kesehatan di

tingkat provinsi dapat mengimplementasikannya sampai ke tingkat

kabupaten/kota secara baik. (BPS Matim., 2017).


Manggarai Timur merupakan satu dari tiga kabupaten/ kota di NTT yang

mencapai tahap eliminasi Malaria (API < 1 per 1000 penduduk). (BPS

Matim.,2017) Data Tahun 2014 menunjukan angka SPR Kabupaten Manggarai

Timur 4,68 dan API 0.54 yang menunjukan kinerja pengendalian malaria

Kabupaten Manggarai Timur berjalan cukup baik. (Ivan Elisabeth Purba.,2016)

Menurunnya angka API ke tahap eliminasi menunjuktan bahwa mutu pelayanan

laboratorium malaria berperan penting dalam mendukung eliminasi malaria di

kabupaten Manggarai Timur.

Berdasarkan pengamatan dan observasi awal peneliti terhadap dua

Laboratorium Puskesmas, kualitas pelayanan laboratorium malaria belum

memenuhi kualifikasi sesuai dengan persyaratan yang tertuang dalam

PERMENKES NO 68 TAHUN 2015.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka mendorong penulis untuk


melakukan penelitian tentang “PENGARUH MUTU PELAYANAN
LABORATORIUM MALARIA PUSKESMAS TERHADAP PENURUNAN
ANGKA ANNUAL PARASITE INCIDENCE DI KABUPATEN
MANGGARAI TIMUR
1.2.RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas maka dapat

diambil suatu rumusan masalah “ Apakah ada pengaruh mutu pelayanan

laboratorium malaria terhadap turunnya angka API (annual parasite incidence) di

Kabupaten Manggarai Timur?”

1.3. TUJUAN PENELITIAN

1.3.1. Tujuan Umum


Untuk mengetahui sejauh mana kualitas pelayanan Laboratorium Malaria

Puskesmas di Kabupaten Manggarai Timur.

1.3.2. Tujuan Khusus

Untuk mengetahui mutu pelayanan Laboratorium Malaria Puskesmas yang

meliputi Sumber Daya Manusia, Fasilitas Laboratorium dan kualitas pemeriksaan

dan hubungannya dengan turunnya angka API di Kabupaten Manggarai Timur.

1.4. MANFAAT PENELITIAN

1. Bagi Peneliti

Sebagai sarana mengimplementasikan ilmu dan ketrampilan yang

diperoleh di bangku kuliah.

2. Bagi Institusi Pendidikan

Untuk menambah referensi pada perpustakaan Progran Studi Analis

Kesehatan Poltekkes Kupang.

3. Bagi Pemda Manggarai Timur

Sebagai acuan dalam pengambilan kebijakan dalam rangka Eliminasi

Malaria
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. MALARIA
2.1.1. EPIDEMOLOGI MALARIA
Diperkirakan 35% penduduk Indonesia tinggal di daerah yang berisiko

tertular malaria. Dari 497 Kabupaten/Kota yang ada di Indonesia saat ini, 54%

masih merupakan wilayah endemis malaria. Secara nasional kasus malaria tahun

2005-2011, berdasarkan laporan rutin, cenderung menurun yaitu sebesar 4,10‰

(tahun 2005) menjadi 1,38‰ (tahun 2013). Namun begitu, di daerah endemis

tinggi angka API masih sangat tinggi dibandingkan angka nasional, sedangkan di

daerah endemis rendah sering terjadi KLB (Kejadian Luar Biasa) sebagai akibat

adanya kasus import. Pada tahun 2010 jumlah kematian malaria yang dilaporkan

adalah 432 kasus. (Ivan Elisabeth Purba., dkk 2016)

Di Indonesia, tingginya kasus malaria dan KLB malaria sangat berkaitan

erat dengan hal-hal sebagai berikut:

1. Mobilitas penduduk yang cukup tinggi;

2. Perubahan iklim yang menyebabkan musim hujan lebih panjang dari

musim kemarau;

3. Krisis ekonomi yang berkepanjangan, berdampak pada masyarakat di

daerah tertentu, mengalami gizi buruk sehingga lebih rentan untuk

terserang malaria;

4. Tidak efektifnya pengobatan karena terjadi resisten klorokuin dan

meluasnya daerah resisten, serta


5. Menurunnya perhatian dan kepedulian pemerintah dan masyarakat

terhadap upaya pengendalian malaria secara terpadu.

Daerah dengan kasus malaria tinggi dilaporkan dari Kawasan Timur

Indonesia (provinsi Papua, Papua Barat, Nusa Tenggara Timur, Maluku dan

Maluku Utara). Di kawasan lain juga dilaporkan masih cukup tinggi antara lain di

provinsi Bengkulu, Bangka Belitung, Kalimanatan Tengah, Lampung, dan

Sulawesi Tengah.

Upaya untuk menekan angka kesakitan dan kematian dilakukan melalui

program pengendalian malaria yang kegiatannya antara lain meliputi diagnosis

dini, pengobatan tepat, surveilans dan pengendalian vektor, pemberdayaan

masyarakat dan kemitraan dengan berbagai sektor yang kesemuanya ditujukan

untuk memutus mata rantai penularan malaria.

Kasus resistensi parasit malaria terhadap klorokuin ditemukan pertama kali

di Kalimantan Timur pada tahun 1973 untuk P.falcifarum, dan tahun 1991 untuk

P.vivax di Nias. Sejak tahun 1990, kasus resistensi tersebut dilaporkan makin

meluas di seluruh provinsi di Indonesia.

Selain itu, dilaporkan juga adanya resistensi terhadap Sulfadoksin-

Pirimethamin (SP) di beberapa tempat di Indonesia. Keadaan ini dapat

meningkatkan morbiditas dan mortalitas malaria. Oleh sebab itu, untuk

menanggulangi masalah pengobatan yang resisten tersebut (multiple drugs

resistance) maka obat anti malaria baru yang lebih poten telah merekomendasikan

sebagai obat pilihan pengganti klorokuin dan SP yaitu kombinasi derivat

artemisinin dengan obat anti malaria lainnya yang biasa disebut dengan ACT

(artemisinin based combination therapy


2.1.2. SIKLUS HIDUP MALARIA
2.1.2.1. Pada Nyamuk
Fase Seksual terjadi pada lambung nyamuk. Segera setelah nyamuk

Anopheles betina menghisap darah penderita malaria, gametosit jantan akan

mengeluarkan 4-8 flagel. Dengan flagel, gametosit jantan bergerak menuju ke

gametosit betina dan membuahinya. Hasil fertilisasi bergerak menembus dinding

lambung dan membentuk kista sepanjang dinding lambung nyamuk. Bila kista

pecah akan keluar sporozoit yang akan masuk ke kelenjar liur nyamuk dan siap

menginfeksi manusia.

Rentang waktu antara masuknya gametosit sampai terbentuknya

sporozoit adalah 1-2 minggu, tergantung spesies dan suhu sekitarnya.

2.1.2.2 . Pada Manusia

a. Fase Hati

Bila nyamuk Anopheles betina yang infektif menggigit manusia,

maka parasit malaria akan ditularkan ke orang tersebut. Parasit

mengikuti sirkulasi darah dan masuk ke dalam sel hati. Jarak waktu

dari mulai masuknya sporozoit sampai ke sel hati adalah 30 menit.

Dalam waktu 7-21 hari parasit akan tumbuh dan berkembang biak,

sehingga memenuhi seluruh sel hati. Selanjutnya sel hati pecah dan

parasit masuk ke aliran darah, menginfeksi sel darah merah. Hal ini

berlaku untuk infeksi P. Falciparum dan P. Malariae. Pada infeksi P.

Vivax dan P. Ovale, sejumlah parasit tetap berada dalam hati dan tidak

berkembang biak (dorman). Parasit yang dorman ini dapat


menyebabkan kekambuhan pada pasien dengan infeksi P. Vivax dan P.

Ovale.

b. Fase Sel Darah Merah

Fase ini merupakan fase aseksual. Pada saat merozoit dalam sel

hati pecah, maka akan membebaskan tropozoit yang selanjutnya

menginfeksi sel darah merah. Tropozoit akan terus mengalami

perkembangan menjadi skizon. Skizon akan berkembang menjadi

merozoit dan pecah membebaskan tropozoit. Siklus ini akan berlanjut

sampai 3 kali. Kemudian sebagian Merozoit akan berkembang

menjadi bentuk gametosit dan bila terhisap oleh nyamuk Anopheles sp

betina siap melakukan perkembangbiakan seksual di dalam tubuh

nyamuk

2.1.3. PENYEBAB MALARIA


Penyebab Malaria adalah parasit Plasmodium yang ditularkan melalui

gigitan nyamuk anopheles betina. Dikenal 5 (lima) macam spesies yaitu:

Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax, Plasmodium ovale, Plasmodium

malariae dan Plasmodium knowlesi. Parasit yang terakhir disebutkan ini belum

banyak dilaporkan di Indonesia.

2.1.3.1. Jenis Malaria

a. Malaria Falsiparum

Disebabkan oleh Plasmodium falciparum. Gejala demam timbul

intermiten dan dapat kontinyu. Jenis malaria ini paling sering menjadi

malaria berat yang menyebabkan kematian.


b. Malaria Vivaks

Disebabkan oleh Plasmodium vivax. Gejala demam berulang dengan

interval bebas demam 2 hari. Telah ditemukan juga kasus malaria berat

yang disebabkan oleh Plasmodium vivax.

c. Malaria Ovale

Disebabkan oleh Plasmodium ovale. Manifestasiklinis biasanya bersifat

ringan. Pola demam seperti pada malaria vivaks.

d. Malaria Malariae

Disebabkan oleh Plasmodium malariae. Gejala demam berulang dengan

interval bebas demam 3 hari.

e. Malaria Knowlesi

Disebabkan oleh Plasmodium knowlesi. Gejala demam menyerupai

malaria falsiparum.

2.1.3.2. GEJALA MALARIA


Gejala demam tergantung jenis malaria. Sifat demam akut (paroksismal)

yang didahului oleh stadium dingin (menggigil) diikuti demam tinggi kemudian

berkeringat banyak. Gejala klasik ini biasanya ditemukan pada penderita non

imun (berasal dari daerah non endemis). Selain gejala klasik di atas, dapat

ditemukan gejala lain seperti nyeri kepala, mual, muntah, diare, pegal-pegal, dan

nyeri otot . Gejala tersebut biasanya terdapat pada orang-orang yang tinggal di

daerah endemis.

Bahaya Malaria

1. Jika tidak ditangani segera dapat menjadi malaria berat yang

menyebabkan kematian
2. Malaria dapat menyebabkan anemia yang mengakibatkan penurunan

kualitas sumber daya manusia.

3. Malaria pada wanita hamil jika tidak diobati dapat menyebabkan

keguguran, lahir kurang bulan (prematur) dan berat badan lahir rendah

(BBLR) serta lahir mati.

2.2. DIAGNOSIS DAN PEMERIKSAAN MALARIA


Pemeriksaan laboratorium malaria ditujukan untuk kepentingan diagnosis,

penentuan berat ringannya penyakit, pemantauan dan efektivitas pengobatan, serta

surveilans. Diagnosis pasti malaria bisa dilakukan dengan pemeriksaan darah,

baik secara mikroskopis, maupun uji diagnosis cepat (Rapid Diagnostic Test /

RDT), dan dapat juga diperiksa dengan Polymerase Chain Reaction (PCR). Saat

ini metode pemeriksaan dengan mikroskopis merupakan standar baku emas (gold

standard).

2.2.1. STANDAR DIAGNOSIS

a. Setiap individu yang tinggal di daerah endemik malaria yang menderita

demam atau memiliki riwayat demam dalam 48 jam terakhir atau tampak

anemia, wajib diduga malaria tanpa mengesampingkan penyebab demam

yang lain.

b. Setiap individu yang tinggal di daerah non endemik malaria yang

menderita demam atau riwayat demam dalam 7 hari terakhir dan

memiliki risiko tertular malaria, wajib diduga malaria. Risiko tertular

malaria termasuk riwayat bepergian ke daerah endemik malaria atau

adanya kunjungan individu dari daerah endemik malaria di lingkungan

tempat tinggal kasus.


c. Setiap kasus yang diduga malaria harus diperiksa darah malaria dengan

mikroskop atau RDT.

d. Untuk mendapatkan pengobatan yang cepat maka hasil diagnosis malaria

harus didapatkan dalam waktu kurang dari 1 hari terhitung sejak pasien

memeriksakan diri

2.2.2. PEMERIKSAAN MIKROSKOPIS MALARIA MALARIA SESUAI


PERMENKES NOMOR 293/MENKES/SK/IV/2009

Pemeriksaan malaria secara mikroskopis adalah pemeriksaan sediaan

darah (SD) tebal dan tipis, dengan pewarnaan Giemsa. Pemeriksaan dilakukan

dengan mikroskop pembesaran okuler 10 kali dan objektif 100 kali menggunakan

minyak imersi. SD tebal ditujukan untuk mengidentifikasi parasit secara cepat dan

menghitung jumlah parasit, sedangkan SD tipis untuk melihat morfologi (jenis

dan stadium) parasit lebih detail.

2.2.2.1. UJI DIAGNOSIS CEPAT (RDT)

Kebijakan penggunaan RDT :

1. Pada puskesmas terpencil di daerah endemis, yang belum dilengkapi

dengan mikroskop atau sarana laboratorium, di Pustu, Polindes dan

Poskesdes.

2. Pada kondisi kegawatdaruratan pasien yang memerlukan

penatalaksanaan dengan segera (hanya untuk diagnosis awal).

3. Pada daerah dengan KLB malaria dan bencana alam di daerah endemis

malaria yang belum dilengkapi fasilitas laboratorium malaria.

Pemeriksaan diagnostik secara cepat ditujukan untuk mendeteksi adanya

antigen atau produk parasit yang dihasilkan oleh keempat spesies Plasmodium.

Antigen yang dipakai sebagai target adalah :


1. HRP II (Histidin Rich Protein), adalah antigen yang disekresi ke

sirkulasi darah kasus oleh stadium tropozoit dan gametosit muda

P.falciparum.

2. PLDH (Pan Lactate Dehydrogenase), antigen yang dihasilkan oleh

keempat spesies plasmodium stadium seksual dan aseksual. Antigen ini

dapat membedakan spesies P.falciparum dan P.vivax.

3. Pan aldolase, adalah enzim yang dihasilkan keempat spesies

Plasmodium yang menginfeksi darah manusia.

Pemeriksaan RDT bersifat kualitatif, tidak dapat digunakan untuk

pemantauan pengobatan.

2.2.2.2. PEMERIKSAAN PCR (Polimerase Chain Reactions)

Pemeriksaan Polimerase Chain Reactions (PCR) adalah suatu pemeriksaan

parasit malaria secara molekuler terhadap rantai DNA. PCR saat ini digunakan

dalam penelitian dan dapat digunakan untuk diagnosis malaria apabila jumlah

parasit berada di bawah ambang mikroskop (yaitu pasien diduga malaria tapi tidak

terdeteksi pada pemeriksaan mikroskop), bisa dikonfirmasi dengan menggunakan

PCR.

2.3. STANDAR LABORATORIUM MALARIA MALARIA SESUAI


PERMENKES NOMOR 293/MENKES/SK/IV/2009
2.3.1 Laboratorium Pelayanan

a. Persyaratan ruang

1. Ukuran minimal 3x4 m

2. Memiliki Standar Prosedur Operasional (SPO)

3. Bench Aid (Atlas Malaria)

4. Penerangan yang cukup


5. Ventilasi

6. Air bersih mengalir

7. Persyaratan peralatan

8. Memiliki 1 unit mikroskop binokuler dengan pembesaran

okuler 10x dan objektif 100x

b. Persyaratan pengolahan limbah

1. Memiliki tempat sampah infeksius dan non infeksius

2. Alat penghancur jarum dan spuit

c. Persyaratan sumber daya manusia

1. Paling sedikit 1 orang tenaga dengan pendidikan paling rendah

diploma tiga ahli teknologi laboratorium medik

2. Memiliki kompetensi paling rendah tingkat advance

3. Sudah mengikuti pelatihan sesuai standar program nasional 3 tahun

terakhir

d. Penanggung jawab: pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan atau

Kepala instalasi

Catatan : Ruangan laboratorium di puskesmas dapat juga digunaka untuk

pemeriksaan laboratorium lainnya.

2.4. PEMANTAPAN MUTU LABORATOTIUM MALARIA SESUAI


PERMENKES NOMOR 293/MENKES/SK/IV/2009
2.4.1. Pemantapan Mutu Internal

Pemantapan Mutu Internal (PMI) adalah kegiatan pencegahan dan

pengawasan yang dilaksanakan oleh masing-masing laboratorium secara terus

menerus agar tidak terjadi atau mengurangi kejadian error/penyimpangan

sehingga diperoleh hasil pemeriksaan yang tepat.


PMI sangat penting dan harus dilaksanakan oleh petugas laboratorium

untuk memeriksa kinerja mereka dan untuk memastikan kemampuan pemeriksaan

serta sensitivitas dan spesifisitas diagnosis laboratorium. Kegiatan ini tidak dapat

dipisahkan dari aspek kualitas pemeriksaan laboratorium, oleh karena itu setiap

laboratorium wajib meningkatkan dan mempertahankan mutu kinerja dengan

melaksanakan PMI yang berkesinambungan.

2.4.2. Pemantapan Mutu Eksternal

Pemantapan Mutu (PME) merupakan kegiatan yang diselenggarakan

secara periodik oleh pihak lain di luar laboratorium yang bersangkutan untuk

memantau dan menilai penampilan suatu laboratorium dalam bidang pemeriksaan

tertentu. Penyelenggaraan kegiatan PME dilaksanakan oleh pihak pemerintah,

swasta atau internasional.

Tujuan PME Laboratorium Malaria:

1. Memperoleh informasi tentang kinerja petugas laboratorium yang dapat

dimanfaatkan sebagai data untuk melakukan pembinaan.

2. Meningkatkan kualitas hasil pemeriksaan malaria untuk mendapatkan

diagnosis dini yang tepat dan follow up pengobatan.

3. Sebagai bahan evaluasi untuk meningkatkan kinerja laboratorium.

Tiga metode yang dipakai untuk melaksanakan PME Laboratorium Malaria,

terdiri dari:

1. Uji Silang Mikroskopis (Cross Check)

Uji silang dilaksanakan sebagai salah satu cara pemantapan mutu eksteranal

untuk pemeriksaan mikroskopis malaria. Uji silang adalah kegiatan

pemeriksaan ulang terhadap sediaan darah malaria yang dilakukan oleh


laboratorium rujukan uji silang jenjang di atasnya untuk menilai ketepatan hasil

pemeriksaan mikroskopis malaria dan menilai kinerja laboratorium.

Ketidaktepatan dalam pemeriksaan dapat disebabkan oleh petugas yang kurang

terampil, peralatan yang kurang memadai, bahan dan reagen tidak sesuai

standar, atau jumlah sediaan yang diperiksa melebihi beban kerja.

a) Prinsip Uji Silang

Dalam melakukan uji silang harus memperhatikan hal-hal berikut:

1) Uji silang dilakukan oleh laboratorium di tingkat lebih tinggi

2) Uji silang dilakukan oleh tenaga terlatih yang ditunjuk sebagai

tenaga pelaksana uji silang (cross-checker).

3) Uji silang dilakukan secara blinded artinya tenaga pelaksana uji

silang pada laboratorium rujukan uji silang tidak mengetahui hasil

pembacaan dari laboratorium pelayanan mikroskopis malaria yang

diuji.

4) Metode uji silang dalam pedoman ini menggunakan metode

konvensional atau Lot Quality Assurance System (LQAS).Pada

daerah dengan beban kerja uji silang yang tinggi, metode uji silang

yang digunakan adalah metode LQAS.

b) Indikator Keberhasilan Uji Silang Mikroskopis Malaria di

Kabupaten/Kota

1) Cakupan ≥ 90%

Jumlah laboratorium pelayanan yang mengikuti uji silang di

kabupaten/kota dibandingkan dengan jumlah seluruh laboratorium


pelayanan yang memeriksa mikroskopik malaria di kabupaten/kota

≥ 90%

2) Hasil Baik ≥ 80%

Jumlah laboratorium pelayanan yang memiliki hasil baik ≥ 80%

dibandingkan dengan jumlah laboratorium pelayanan yang

mengikuti uji silang.

a) Hasil uji silang laboratorium pelayanan dikatakan baik

apabila memiliki nilai : sensitivitas ≥ 70%, spesifisitas ≥

70%, akurasi ≥ 70%

b) Pencapaian indikator Hasil Baik Uji Silang dikatakan baik

apabila ≥ 80% laboratorium pelayanan yang mengikuti uji

silang memiliki nilai : sensitivitas ≥ 70%, spesifisitas ≥ 70%,

akurasi ≥ 70%

Penghitungan indikator hasil baik uji silang:


c) Penilaian kinerja petugas laboratorium

1) Kinerja Laboratorium Baik:

Nilai Sensitivitas ≥70%, Spesifisitas ≥70%, Akurasi spesies ≥70%.

2) Kinerja Laboratorium Cukup

Nilai Sensitivitas 60-69%, Spesifisitas 60-69%, Akurasi spesies 60-69

%.

3) Kinerja Laboratorium Kurang:

Nilai Sensitivitas <60%, Spesifisitas <60%, Akurasi spesies <60%.

d) Alur Uji Silang


Keterangan:

(1) Sediaan darah uji silang dikirimkan oleh Laboratorium Pelayanan atau

diambil oleh Pengelola Program Malaria Dinkes Kabupaten/Kota.

(2) Pengelola Program Malaria mengirimkan sediaan darah uji silang ke

Laboratorium Rujukan Tingkat Kabupaten/Kota.

(3) Laboratorium Rujukan Tingkat Kabupaten/Kota melakukan analisis uji

silang dan mengirim umpan balik ke Laboratorium Pelayanan, Dinas

Kesehatan Kabupaten/Kota

(4) Laporan Rekapitulasi Hasil Uji Silang Kabupaten/Kota disampaikan

secara berjenjang ke Laboratorium Rujukan Tingkat Provinsi,

Laboratorium Rujukan Tingkat Nasional, Dinas Kesehatan Provinsi

dan Kementerian Kesehatan.

(5) Bila terjadi ketidaksesuaian (discordance), Laboratorium Rujukan

Tingkat Kabupaten/Kota akan mengirimkan sediaan darah uji silang

untuk dilakukan pemeriksaan ulang oleh Laboratorium Rujukan

Tingkat Provinsi.

e) Penetapan Tenaga Pelaksana Uji Silang

Penetapan tenaga pelaksana uji silang mikroskopik dilakukan oleh Dinas

Kesehatan Kabupaten/Kota dan Dinas Kesehatan Provinsi dengan

persyaratan sebagai berikut:

1) Telah melaksanakan pemeriksaan mikroskopik malaria secara rutin

dengan akurasi spesies minimal 80% untuk Kabupaten/Kota dan

minimal 90% untuk provinsi, yang dibuktikan dengan laporan

pelaksanaan pemeriksaan.
2) Merupakan tenaga terlatih dan memiliki sertifikat lulus pelatihan.

3) Memiliki tingkat kemampuan minimal:

a. Reference untuk tingkat Kabupaten/Kota

b. Expert untuk tingkat Provinsi

c. Expert untuk tingkat pusat

4) Memiliki komitmen untuk melaksanakan tugasnya minimal 3 tahun.

f) Tim Pemantapan Mutu Laboratorium Malaria

Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, Laboratorium Rujukan Tingkat

Nasional perlu dibantu oleh Tim Pemantapan Mutu Laboratorium Malaria

untuk memberi masukan dan pertimbangan kepada Laboratorium Rujukan

Tingkat Nasional. Tim Pemantapan Mutu Laboratorium Malaria

ditetapkan dengan Surat Keputusan Menteri Kesehatan dan beranggotakan

ahli laboratorium malaria perwakilan dari instansi dan organisasi profesi

terkait pemeriksaan laboratorium malaria. Tim ini mempunyai tugas:

1) Membantu pelaksanaan tugas dan fungsi Laboratorium Rujukan Malaria

Nasional dalam melakukan perencanaan, pemantauan, evaluasi,

bimbingan teknis, dan pemantapan mutu laboratorium malaria.

2) Memberikan masukan kepada Laboratorium Rujukan Nasional untuk

manajemen pengembangan laboratorium malaria.

3) Membantu melaksanakan sosialisasi, koordinasi, dan advokasi jejaring

laboratorium malaria di provinsi.

4) Membantu pembinaan Sumber Daya Manusia laboratorium malaria

melalui Peningkatan Kemampuan Teknis Tenaga Laboratorium

Malaria.
2. Bimbingan Teknis

Bimbingan teknis adalah kegiatan yang sistematis untuk memberikan

pemahaman, pengetahuan dan keterampilan, meningkatkan kinerja petugas,

mempertahankan kompetensi dan motivasi petugas yang dilakukan secara

langsung dalam rangka peningkatan mutu laboratorium. Bimbingan teknis

pada fasilitas laboratorium pelayanan mikroskopis malaria sangat penting

dalam memperkuat komunikasi antara laboratorium pelayanan dan

laboratorium rujukan dengan tujuan untuk mengidentifikasikan

permasalahan kinerja yang kurang baik dan merekomendasikan tindakan

yang harus dilakukan.

Bimbingan teknis yang efektif memerlukan:

a) Sumber daya manusia yang kompeten

b) Perencanaan finansial yang baik dan berkesinambungan

c) Waktu kunjungan yang adekuat

d) Perencanaan secara menyeluruh agar tersedia sebuah struktur untuk

menilai aktifitas dan permasalahan kinerja di suatu laboratorium

e) Pencatatan dan pelaporan hasil bimbingan teknis

f) Tindak lanjut yang efektif untuk melakukan perbaikan di laboratorium.

Hal yang harus diperhatikan dalam melaksanakan bimbingan teknis:

1) Bimbingan Teknis harus dilaksanakan secara rutin dan teratur pada

semua tingkat. Kegiatan ini dilakukan atas dasar prioritas permasalahan

yang terjadi.

2) Pada keadaan tertentu frekuensi bimbingan teknis perlu ditingkatkan,

yaitu:
a) Evaluasi pasca pelatihan

b) Pada tahap awal pelaksanaan program

c) Sosialisasi informasi dan pengetahuan terbaru

d) Hasil uji silang cukup dalam empat bulan berturut-turut dan/atau

kurang.

e) Laboratorium tidak melaporkan hasil kegiatan.

c) Jenjang laboratorium

Bimbingan Teknis dilakukan secara berjenjang dari unit laboratorium

rujukan sampai dengan laboratorium pelayanan.

d) Kualifikasi petugas

Kriteria petugas yang melakukan bimbingan teknis laboratorium

mikroskopik :

1)Petugas memiliki keterampilan dan pengetahuan teknis serta

kemampuan berkomunikasi yang baik (profesional dan kompeten).

2)Berpengalaman dalam pemeriksaan mikroskopis malaria minimal 2

tahun.

3) Memiliki kemampuan manajerial laboratorium.

e) Frekuensi Bimbingan Teknis

Kunjungan bimbingan teknis ke laboratorium pelayanan mikroskopis

dilakukan minimal 1 tahun sekali untuk setiap laboratorium, kecuali untuk

laboratorium yang bermasalah.

f) Persiapan Bimbingan Teknis

Sebelum kunjungan lapangan dilaksanakan, perlu dipersiapkan hal-hal

sebagai berikut:
1) Menentukan petugas pelaksana sesuai dengan kriteria yang telah

ditetapkan.

2) Melakukan koordinasi dengan Dinas Kesehatan setempat.

3) Menentukan prioritas laboratorium yang akan dikunjungi berdasarkan

data-data terkait laboratorium.

4) Mempelajari laporan bimbingan teknis periode sebelumnya.

5) Menyusun rencana jadwal kunjungan dan memberitahukan kepada

laboratorium yang akan dikunjungi sekurangkurangnya satu minggu

sebelumnya.

6) Membawa alat bantu daftar tilik (check list).

7) Membawa sediaan darah standar untuk meningkatkan kemampuan

dalam identifikasi parasit.

8) Membawa peralatan untuk menguji kualitas dari reagen yang

digunakan.

g) Kegiatan saat bimbingan teknis

Hal-hal yang harus diperhatikan selama bimbingan teknis:

1) Setiap petugas yang melaksanakan bimbingan teknis harus bersikap

profesional, membina dan memberikan usulan perbaikan.

2) Observasi difokuskan pada kegiatan yang berdampak terhadap mutu

hasil pemeriksaan laboratorium.

3) Mengidentifikasi masalah.

4) Merekomendasi pemecahan masalah.

5) Mengevaluasi perbaikan yang telah dilakukan berdasarkan hasil

kunjungan terdahulu.
6) Menyusun rencana tindak lanjut.

h) Kegiatan pasca bimbingan teknis

1. Bersama dengan dinas kesehatan kabupaten/kota yang bersangkutan

melaporkan hasil temuan dan rekomendasi kepada atasan langsung dan

pimpinan di dinas kesehatan kabupaten/kota 1 minggu setelah

bimbingan teknis dilakukan.

2. Melakukan analisis dan umpan balik hasil kunjungan.

3. Hasil-hasil yang diperoleh dari kunjungan bimbingan teknis dilakukan

pembahasan secara berkala dengan melibatkan jejaring laboratorium

yang ada di wilayahnya.

3. Tes Panel/Tes Profisiensi

Tes panel/tes profisiensi merupakan suatu metode untuk mengetahui kinerja

laboratorium dengan cara membandingkan kemampuan mikroskopis

terhadap nilai rujukan.

a. Tujuan

Tes panel/tes profisiensi bertujuan untuk mengetahui kinerja mikroskopis

di laboratorium pelayanan, laboratorium rujukan tingkat kabupaten/kota

dan laboratorium rujukan tingkat provinsi.

b. Penyelenggara

Tes Panel/tes profisiensi diselenggarakan secara berjenjang oleh

laboratorium rujukan tingkat provinsi dan laboratorium rujukan tingkat

nasional.

c. Mekanisme
Tes panel/tes profisiensi dilaksanakan melalui mekanisme sebagai

berikut:

1) Pengiriman sediaan Melalui pos Dibawa bersamaan waktu bimbingan

teknis

2) Interpretasi dan evaluasi hasil pemeriksaan tes panel/tesprofisiensi

Cara menginterpretasi hasil pemeriksaan sediaan tes panel harus

sama dengan cara yang dipergunakan untuk menginterpretasi hasil

pemeriksaaan sediaan yang berasal dari pasien sehari-hari. Evaluasi

hasil pemeriksaan dilakukan oleh laboratorium penyelenggara tes

panel

3) Umpan Balik

Setelah dilakukan penilaian, laboratorium penyelenggara harus segera

mengirimkan hasil penilaian ke setiap laboratorium peserta, dengan

tembusan ke Dinas Kesehatan setempat. Laboratorium penyelenggara

membuat rekapitulasi hasil penilaian tes panel/tes profisiensi

kemudian melaporkannya kepada Dinas Kesehatan Provinsi dan

Kementerian Kesehatan

e) Persiapan Tes Panel

Persiapan yang harus dilaksanakan sebelum memulai tes panel

1. Pembuatan sediaan darah tebal dan tipis yang berkualitas.

2. Menetapkan jumlah sediaan darah untuk tes panel.

3. Mengidentifikasi spesies pada sediaan darah.

4. Menentukan laboratorium yang akan dikirim tes panel


5. Menetapkan cara pengiriman sediaan ke laboratorium malaria jenjang

di bawahnya

6. Menyiapkan formulir yang diperlukan untuk pencatatan hasil.

7. Menetapkan waktu yang dibutuhkan dan disediakan untuk petugas

laboratorium menyelesaikan pemeriksaan tersebut dan melaporkan

hasilnya.

8. Menetapkan kriteria evaluasi untuk kinerja.

9. Membuat umpan balik.

10. Membuat Rencana Tindak Lanjut (RTL) bila diperlukan.

2.5. PELAYANAN LABORATORIUM MALARIA PUSKESMAS DI


KABUPATEN MANGGARAI TIMUR

Salah satu upaya pemerintah dalam rangka pemerataan pelayanan

kesehatan kepada masyarakat adalah dengan menyediakan fasilitas kesehatan

yang menjangkau semua lapisan masyarakat di berbagai daerah wilayah

Kabupaten Manggarai Timur. Hingga saat ini fasilitas kesehatan yang ada di

Kabupaten Manggarai Timur terdiri dari Puskesmas sebanyak 29 unit, Puskesmas

Pembantu (Pustu) 40 unit, Poskedes 86 unit dan Polindes 27 unit yang tersebar di

sembilan kecamatan. Dan untuk optimalisasi pelayanan kesehatan kepada

masyarakat, pemerintah Kabupaten Manggarai Timur telah membangun sebuah

Rumah Sakit Umum Daerah yang berlokasi di Lehong Kecamatan Borong, dan

secara operasional mulai digunakan tahun 2019

Dari 29 unit Puskesmas yang ada di Manggarai Timur, tidak semua

Puskesmas menyediakan Pelayanan Laboratorium. Hal ini disebabkan karena

kurangnya fasilitas dan sumber daya manusia yang kurang memadai.


2.6. KERANGKA KONSEP

Kerangka konsep adalah suatu uraian dari visualisasi hubungan atau kaitan

antara konsep satu terhadap konsep yang lainnya, atau antara variabel yang satu

dengan variabel yang lain dari masalah yang diteliti. (Notoadmodjo, 2012).

Ruang Laboratorium

 Ukuran
 SOP
 Atlas Malaria
 Penerangan dan
Ventilasi
 Air Bersih

Peralatan dan Reagen

 Jenis
 Kesesuaian
 Kelengkapan

SDM Laboratorium Penurunan API


 Pendidikan (annual parasite
 Komptensi incidence)
 Pelatihan 3 Thn
terakhir

Pengolahan Limbah

 Jenis
 kesesuaian

PMI dan PME

 Uji kualitas Reagen


 Uji Silang
 Uji Profisiensi

Gambar 2.1. Skema Kerangka Konsep


2.7. DEFINISI OPERASIONAL

No Variabel Defenisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala


Ukur
Ruang Fasilitas tempat Mengisi Lembar Dibuat Kategori: Ordinal
Laboratorium dilaksanakannya daftar Observasi 1. Ada, jika
Pelayanan checklist melakukan
Laboratorium pelayanan
Malaria 2. Tidak ada, jika
tidak melakukan
Pelayanan
a. Ukuran Menyatakan ukuran Mengisi Lembar Dibuat Kategori: Ordinal
luas ruangan daftar Observasi 1. Sesuai, jika luas
Laboratorium checklist sesuai standar
minimal
2. Tidak sesuai,
jika luas lebih
kecil dari standar
b. Atlas Instrumen yang Mengisi Lembar Dibuat Kategori: Ordinal
Malaria digunakan responden daftar Observasi 1. Ada
dalam menunjang checklist 2. Tidak ada
ketepatan diagnosa
c. SOP Dokumen yang Mengisi Lembar Dibuat Kategori: Ordinal
berkaitan dengan daftar Observasi 1. Ada
prosedur checklist 2. Tidak ada
pemeriksaan
d. Penerang Kondisi atau Mengisi Lembar Dibuat Kategori: Ordinal
an dan keadaan penerangan daftar Observasi 1. Sangat baik
ventilasi dan sirkulasi udara checklist 2. Baik
di Laboratorium 3. Kurang Baik

e. Air Bahan yang dipakai Mengisi Lembar Dibuat Kategori: Ordinal


Mengalir untuk menunjang daftar Observasi 1. Ada
pelaksanaan checklist 2. Tidak ada
pekerjaan
Laboratorium
2. Peralatan Instrumen dan bahan Mengisi Lembar Dibuat Kategori: Ordinal
dan habis pakai yang daftar Observasi 1. Baik, jika
Reagen digunakan dalam checklist peralatan dan
melakukan Reagen yg
Pemeriksaan digunakan
Sesuai SOP
2. Kurang Baik,
jika salah satu
dari kriteria baik
tidak terpenuhi

a. Jenis Jenis alat dan reagen Mengisi Lembar Dibuat soal dengan Ordinal
yang digunakan Kuisioner Observasi Pilihan alat dan
untuk melakukan bahan sesuai SOP
pemeriksaan
b. Kesesuaia Instrumen dan Mengisi Lembar Dibuat Soal dengan Ordinal
n reagen yang daftar observasi pilihan:
digunakan responden checklist 1. Sesuai, jika alat
untuk pemeriksaan yang digunakan
sesuai dengan SOP sesuai SOP
2. Tidak, jika alat
yang digunakan
tidak sesuai SOP
c. kelengkap Instrumen dan Mengisi kuisioner Dibuat Kategori: Ordinal
an reagen yang kuisioner 1. lengkap jika
digunakan responden semua alat dan
untuk pemeriksaan bahan tersedia.
lengkap sesuai SOP 2. Tidak Lengkap
jika salah satu
alat dan bahan
tidak tersedia.
3. SDM Karateristik Mengisi Kuisioner Dikelompokan Ordinal
Laboratorium responden yang Kuisioner berdasarkan
meliputi: pendidikan formal
Pendidikan, yang sudah di
kompetensi dan tempuh
Pelatihan
a. Pendidika Pendidikan Formal Mengisi Kuisioner Dikelompokan: Ordinal
n terakhir yang Kuisioner 1. D IV Analis
diselesaikan hingga Kesehatan
dilakukan penelitian 2. D III Analis
Keseharan
3. SMAK/ SMA/
Perawat Terlatih
b. Kompeten Kualifikasi minimal Mengisi Kuisioner Dikelompokan: Ordinal
si responden dan Kuisioner 1. Kompetensi
memiliki sertifikat dengan Advance atau
kompetensi pilihan diatasnya
mikroskopis Malaria 1= Pernah 2. Kompetensi
( hasil uji Basic
Kompeten 3. Belum Uji
si) Kompetensi
2= Belum
Pernah
c. Pelatihan Pendidikan/khursus Mengisi kuisioner Dibuat Kategori: Ordinal
3 Tahun yang perna diikuti Kuisioner 1. Baik, jika
Terakhir dalam bidang dengan mengikuti
Malaria 3 Tahun pilihan pelatihan tiap
terakhir 1= Pernah tahun.
2= Belum 2. Cukup, jika
Pernah mengikuti 1 kali
pelatihan dalam
3 tahun
3. Kurang, jika
belum pernah
mengikuti
pelatihan

4 Pengolahan Proses Penanganan Mengisi Lembar Dibuat Kategori: Ordinal


Limbah limbah hasil aktifitas Kuisioner Observasi 1. Baik, jika
laboratorium pengolahan
limbah sesuai
dengan jenis
limbah
2. Kurang Baik,
jika salah satu
dari kriteria baik
tidak terpenuhi
a. Jenis Jenis tempat dan alat Mengisi Lembar Dibuat soal dengan Ordinal
pengolahan limbah Kuisioner Obsrvasi Pilihan:
1. Tempat Sampah
infeksius
2. Tempatr Sampah
Non Infeksius
3. Penghancur
Jarum
b. Kesesuai Instrumen Mengisi Lembar Dibuat sola dengan Ordinal
an pengolahan limbah Kuisioner observasi pilihan:
yang digunkaan 1. Sesuai, jika
sesuai dengan semua
limbah pengolahan
limbah sesuai
jenis
2. Tidak, jika
pengolahan
limbah tidak
sesaui jenis
limbah
5 PMI dan Pemantapan mutu Mengisi Kuisioner/ Dibuat Kategori: Ordinal
PME internal dan Kuisioner lembar 1. Baik, jika
eksternal dan observasi melakukan
laboratorium untuk checklist semua PMI dan
menunjang kualitas PME tiap bulan
pemeriksaan 2. Cukup, jika
melakukan PMI
dan PME
sesekali
3. Kurang, jika
tidak melakukan
a. Uji Proses pelaksanaan Mengisi Lembar Dibuat Kategori: Ordinal
Kualitas uji kualitas reagen daftar observasi 1. Baik, jika
Reagen pemeriksaan dalam checklist melakukan tiap
jangan waktu bulan
tertentu 2. Cukup, jika
melakukan
kadang-kadang
3. Kurang, jika
tidak melakukan
b. Uji silang Kegiatan Mengisi Kuisioner Ordinal
pemeriksaan ulang Kuisioner
terhadap sediaan
darah Malaria yg
dilakukan
Laboratorium
rujukan untuk
menilai kinerja
Mikroskopis
c. Uji Metode untuk Mengisi Kuisioner Ordinal
Profisiens mengetahui kinerja Kuisioner
i Laboratorium
dengan cara
membandingkan
kemampuan
mikroskopis
terhadap nilai
rujukan
5 API Angka Kesakitan Mengisi Kuisioner Ordinal
Malaria Berdasarkan Kuisioner
hasil Pemeriksaan
Laboratorium per
1000 penduduk
dalam satu Tahun
Tabel 2.1. Defenisi Operasional
2.8. HIPOTESIS

Hipotesis adalah jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan

penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul. (Arikunto, 2012).

Dari Kajian diatas Hipotesis dari Penelitian ini adalah : apakah Mutu

Pelayanan Laboratorium Malaria berpengaruh terhadap menurunnya angka API di

Kabupaten Manggarai Timur?


BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Jenis dan Desain Penelitian

Jenis dan desain penelitian yang digunakan adalah penelitian survey yang

dilakukan dalam sebuah populasi dengan tujan menemukan hubungan antar

variabel.

3.2. Populasi dan Sampel

Populasi dan sampel dalam penelitian ini adalah seluruh Puskesmas dan

Tenaga Laboratorium Mikroskopis Malaria Puskesmas di Wilayah Kerja Dinkes

Manggarai Timur, NTT

3.3. Waktu dan Tempat Penelitian

a. Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Maret 2020.

b. Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di Kabupaten Manggarai Timur, NTT

3.4. Cara Pengumpulan Data

3.4.1. Jenis Data

Jenis data dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data

primer diperoleh melalui lembar kuisioner dan lembar assesment yang

dikumpulkan peneliti dari responden. Data Sekunder diperoleh dari bagian P2M

Dinkes Manggarai Timur.


3.4.2. Teknik Pengumpulan Data

1. Wawancara

Wawancara dilakukan dengan menggunakan yang merupakan cara

pengumpulan data data suatu penelitian dengan cara mengedarkan

daftar pertanyaan kepada responden. (Notoadmodjo.,2010)

2. Assesment

Lembar asessment dalam penelitian ini berupa daftar cheklist yang

dibuat oleh peneliti berdasarrkan observasi langsung yang dilakukan

terhadap responden dan fasilitas laboratorium yang menjadi sampel

penelitian.

3.5. Rencana Pengolahan dan Analisis Data

3.5.1. Cara Pengolahan Data

Pengolahan data dalam penelitian ini dilakukan secara bertahap dengan

proses sebagai berikut:

1. Editing

Data yang sudah terkumpul diperiksa dan dicek mengenai kelengkapan

jawaban dari responden. Lembar jawaban yang tidak lengkap tidak diolah

oleh peneliti.

2. Scoring

Pemberian bobot poin pada setiap jawaban pertanyaan dengan memberikan

angka-angka menggunakan score


3. Coding

Memberikan kode pada setiap pertanyaan dalam kuisioner dengan angka

untuk mempermudah saat analisa data, juga mempercepat proses pada saat

entri data

4. Procesing

Setelah dilakukan pengkodean dan scoring Selanjutnya data diproses dengan

menggunakan software SPSS.

5. Cleaning

Data yang telah diproses lalu dilakukan pembersihan data yaitu pengecekan

kembali apakah ada kesalahan atau tidak dalam entri data komputer. Hasil

dari pengolahan data akan dianalisa dan disajikan dalam bentuk tabel dan

narasi.

3.5.2. Analisis Data

3.5.2.1. Analisis Univariat

Analisis data pada penelitian ini adalah dengan menggunakan analisis

Univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik setiap

variabel penelitian. Pada umumnya dalam analisis ini hanya menghasilkan

distribusi frekuensi dan persentase dari tiap variabel. Kemudian data ini disajikan

dalam bentuk tabel distribusi frekuensi. (Notoadmodjo., 2010)

3.5.2.2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan terhadap dua variabel yang diduga berhubungan

atau berkorelasi. Dalam analisis ini dilakukanbeberapa tahap, antara lain:


1. Analisis proporsi atau persentase, dengan membandingkan distribusi silang

antara dua variabel yang bersangkutan.

2. Analisis dari hasil uji statistik, melihat dari hasil uji ini akan dapat

disimpulkan adanya hubungan dua variabel tersebut bermakna atau tidak

bermakna. Analisis uji statistik penelitian ini menggunakan chi square karena

data berbentuk kategorik. (Notoatmodjo,2010)

3.6. Etika Penelitian

Dalam melakukan penelitian, peneliti mengajukan surat permohonan kepada

Bagian Administrasi Umum Jurusan Analis Kesehatan Poltekkes Bandung untuk

mendapatkan izin persetujuan penelitian. Selain itu peneliti mengajukan surat

permohonan tersebut kebagian Diklat Dinkes Manggarai Timur untuk

pengambilan data awal dan pengambilan data selama proses penelitian.

Penelitian ini memiliki beberapa hal yang berkaitan dengan permasalahan

etik, yaitu memberikan penjelasan kepada calon responden tentang tujuan

penelitian dan prosedur pelaksanaan penelitian. Untuk dapat memberikan manfaat

pada subjek maupun institusi, diakhir penelitian subjek akan diberi informasi yang

penting diketahui dan institusi mendapat laporan penelitian disertai saran

perbaikan/pengembangan.

Apabila calon responden bersedia, maka responden dipersilakan untuk

menandatangani informed consent. Tetapi jika calon responden tidak bersedia,

makacalon responden berhak untuk menolak selama proses pengumpulan data

berlangsung.
DAFTAR PUSTAKA

Ivan Elisabeth Purba dkk. 2016. Analisis Pengendalian Malaria Di Provinsi Nusa
Tenggara Timur Dan Rencana Strategis Untuk Mencapai Eliminasi Malaria,
Program Pasca Sarjana.- Deli Serdang : Universitas Sari Mutiara Indonesia.

Endah Aryanti [et al.2012. Cross-checking malaria smears in monitoring


dyhydroartemisininpiperakuin In kalimantan and sulawesi [Journal].- Indonesia :
Media Litbangkes.

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


293/MENKES/SK/IV/2009 Tentang Eliminasi Malaria Di Indonesia Menteri
Kesehatan Republik Indonesia

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 68 Tahun 2015 Tentang


Pedoman Jejaring Dan Pemantapan Mutu Laboratorium Malaria Menteri
Kesehatan Republik Indonesia

Ditjen P2P. 2017. Pedoman Teknis Pemeriksaan Malaria. Kementrian Kesehatan


Repoblik Indonesia.

Revolusi KIA NTT. 2017. Profil Kesehatan Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Dinkes NTT

Dinkes Manggarai Timur. 2017. Updating Data Satistik Daerah Kabupaten


Manggarai Timur. Badan Pusat Statistik Manggarai Timur.

Anda mungkin juga menyukai