Oleh:
Ridha Chaharsyah Mulya
Aulia Rachman
Panji Anugerah
1
BAB I
PENDAHULUAN
Gangguan anxietas adalah keadaan tegang yang berlebihan atau tidak pada
tempatnya yang ditandai oleh perasaan khawatir, tidak menentu atau takut.
Gngguan anxietas mencakup gangguan anxietas fobik, gangguan panik, gangguan
anxietas menyeluruh, gangguan campuran anxietas dan depresi serta gangguan
1
obsesi kompulsif.
Pembagian gangguan anxietas dapat dilihat dari table berikut:
Gangguan Anxietas
Gangguan panik merupakan salah satu jenis gangguan cemas kronik yang
ditandai oleh serangan panik parah yang berulang dan tak terduga, frekuensi
serangannya bervariasi mulai dari beberapa kali serangan dalam setahun
hingga beberapa serangan dalam sehari. Serangan panik dapat pula terjadi
pada jenis gangguan cemas yang lain, namun hanya pada gangguan panik,
serangan terjadi meskipun tidak terdapat faktor presipitasi yang jelas. 2,3
Serangan panik dapat terjadi secara spontan ataupun sebagai respon
terhadap situasi tertentu. Variasi serangan sangat berfariasi, ada yang sering
(setiap minggu), tetapi berlangsung berbulan-bulan. Ada juga yang mengalami
serangkaian serangan tetapi diikuti periode tenang selama berminggu-minggu.
1
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Istilah “panik” berasal dari kata Pan, dewa Yunani yang setengah
hantu, tinggal di pegunungan dan hutan, dan perilakunya sangat sulit
diduga. Tahun 1895 deskripsi gangguan panik pertama kali dikemukakan
oleh Sigmund Freud dalam kasus agorafobia. Serangan panik merupakan
ketakutan akan timbulnya serangan serta diyakini akan segera terjadi.
Individu yang mengalami serangan panik berusaha untuk melarikan diri
dari keadaan yang tidak pernah diprediksi. 4
3
Terdapat 3 model fenomenologi gangguan panik yaitu :
b. Antisipasi kecemasan
Ditandai dengan perasaan takut bahwa serangan akan timbul
kembali. Keadaan ini jarang kembali normal karena sesudah serangan
biasanya penderita sudah dalam kondisi kronis dan selalu mengantisipasi
terhadap onset serangan. 4
c. Menghindari fobia
Adalah kondisi panik yang berkembang menjadi perilaku
menghindar atau fobia. Penderita menjadi ketakutan akan timbulnya
serangan panik sehingga penderita menghindari situasi tersebut. 4
2.2 Epidemiologi
Jenis Kelamin wanita 2-3 kali lebih sering terkena dari pada laki-
laki, walaupun kurangnya diagnosis gangguan panik pada laki-laki
mungkin berperan dalam distribusi yang tidak sama tersebut. Perbedaan
antara kelompok Hispanik, kulit putih non-Hispanik, dan kulit hitam
adalah sangat kecil. Faktor sosial satu-satunya yang dikenali berperan
dalam perkembangan gangguan panik adalah riwayat perceraian atau
4
perpisahan yang belum lama. Gangguan paling sering berkembang pada
dewasa muda - usia rata-rata timbulnya adalah kira-kira 25 tahun, tetapi
baik gangguan panik maupun agorafobia dapat berkembang pada setiap
usia. Sebagai contohnya. gangguan panik telah dilaporkan terjadi pada
anak-anak dan remaja. dan kemungkinan kurang diagnosis pada mereka. 5,6
5
kecemasan. Apa yang sebelumnya merupakan suatu sinyal kecemasan ringan
menjadi suatu perasaan ketakutan yang melanda, lengkap dengan gejala somatik.
4,5,6
2.5 Diagnosis
6
Menurut DSM-IV, kriteria diagnosis gangguan panik harus dibuktikan
dengan adanya serangan panik yang berkaitan dengan kecemasan persisten
berdurasi lebih dari 1 bulan terhadap: (1) serangan panik baru (2)
konsekuensi serangan, atau (3) terjadi perubahan perilaku yang signifikan
berhubungan dengan serangan. Selain itu untuk mendiagnosis serangan
panik, kita harus menemukan minimal 4 gejala dari 13 gejala berikut ini:
a. Merasa pusing, tidak stabil berdiri, hingga pingsan
b. Merasa kehilangan kontrol, seperti mau gila
c. Takut mati
d. Leher serasa dicekik
e. Palpitasi, berdebar-debar, denyut jantung bertambah cepat
f. Nyeri dada, rasa tidak nyaman di dada
g. Merasa sesak, bernapas pendek
h. Mual atau distress abdominal
i. Gemetaran
j. Berkeringat
k. Rasa panas dikulit, menggigil
l. Mati rasa, kesemutan
m. Derealisasi, depersonalisasi (merasa seperti terlepas dari diri
sendiri) 4,5
7
terjadi juga “anxietas antipsikotik” yaitu anxietas yang terjadi setelah
membayangkan sesuatu yang mengkhawatirkan akan terjadi. 7
Etiologi Contoh
Penyakit kardiovaskuler Anemia, angina, gagal jantung kongesif,
keadaan adrenergik beta hiperaktif, hiertensi,
prolapsus katup mitral, infark miokardium,
takikardi atrium paradoksal.
Penyakit pulmonal Asma, hiperventilasi, embolus paru-paru
Penakit neuroloigs Penyakit serebrovaskuler, epilepsy, penyakit
Huntington, infeksi, penyakit eniere, mifran,
sklerosis multiple, serangan iskemik transien,
tumor, penyakit Wilson.
Penyakit endokrin Penyakit Addison, sindrom karsinoid,
sindrom chusing, diabetes, hipertiroidisme,
hipoglikemia, hipopaatiroidismer, ganguan
menopause, feokromasitoma, sindrom
prementruasi
Intoksikasi obat Amfetamin, amyl ntrite, antikolinergik,
kokain
Halusinogen Marijuana, nikotin, theophyline.
Putus obat Alcohol, antihipertensi, opiate dan opioid,
sedative-ipnotik
Kondisi lain Anafilaksis, defisiensi B12, gangguan
elektrolit, keracunan logam berat, infeksi
sistemik, Lupus, eritemtous sistemik, arteritis
temporalis, uremia.
2.8 Terapi
8
2.8.1 Psikoterapi
9
a. Hiperventilasi disengaja – ini dapat mengakibatkan kepala pusing, derealisasi,
dan pandangan menjadi kabur
b. Melakukan putaran pada kursi ergonomis – ini dapat mengakibatkan rasa
pusing dan disorientasi
c. Bernapas melalui pipet – ini dapat mengakibatkan sesak napas dan konstriksi
saluran napas
d. Menahan napas - ini dapat menciptakan sensasi seperti pengalaman
menjelang ajal
e. Menegangkan badan – untuk menciptakan perasaan tegang dan waspada
Semua tindakan di atas dilakukan tidak boleh lebih dari 1 menit. Kuncinya
dari teknik di atas adalah menciptakan sejumlah stimulus yang menyerupai
serangan panik. Latihan-latihan tersebut diulangi 3-5 kali sehari hingga pasien
tidak lagi merasakan kepanikan terhadap stimulus seperti itu. Biasanya butuh
waktu hingga beberapa minggu untuk dapat mencapai hal itu.10
Pemaparan terhadap stimulus tersebut dilakukan agar pasien dapat belajar
melalui pengalaman bahwa semua sensasi internal yang dia rasakan seperti sesak
napas, pusing dan pandangan yang kabur bukanlah hal yang harus ditakuti. Ketika
pasien mulai menyadari hal tersebut maka secara otomatis, hippocampus dan
amygdala, yang merupakan pusat emosi, akan ikut mempelajarinya sebagai hal
yang tidak perlu ditakuti, sehingga respon sistem simpatik akan ikut berkurang.10
2.8.2 Farmakoterapi
Terdapat 3 golongan besar obat yang dianjurkan untuk mengatasi gangguan
panik, yakni golongan SSRI, trisiklik, dan MAOI (Monoamine oxidase inhibitor).
Sedangkan golongan benzodiazepin hingga saat ini masih dianggap kontoversial
dalam terapi gangguan panik.10,11,12,13,14
1. Golongan SSRI (Serotonin-selective reuptake inhibitors)
Penggunaan SSRI dan follow up keberhasilannya sebaiknya dimulai dalam
rentang 2 minggu sejak serangan panik terjadi karena SSRI dapat memicu
serangan panik pada pemberian awal. Oleh karena itu dosis SSRI dimulai dari
yang terkecil lalu ditingkatkan secara perlahan di setiap kesempatan follow up
berikutnya.
SSRI merupakan obat psikotropik pertama yang dianggap memiliki desain
obat rasional, karena cara kerjanya benar-benar spesifik pada suatu target biologi
tertentu dan memberikan efek berdasarkan target tersebut. Oleh karena itu SSRI
10
digunakan secara luas di hampir semua negara sebagai lini pertama pengobatan
antipanik.9,10,12
SSRI dapat diberikan selama 2-4 minggu, dan dosisnya dapat ditingkatkan
secara bertahap tergantung pada kebutuhan. Semua jenis SSRI yang dikenal saat
ini memiliki efektifitas yang baik dalam menangani gangguan panik. Salah
satunya, Fluoxetine dalam salut memiliki masa paruh waktu yang panjang
sehingga cocok digunakan untuk pasien yang kurang patuh minum obat. Selain itu
waktu paruh yang panjang dapat meminimalisir efek withdrawl yang dapat terjadi
ketika pasien lelah atau tiba-tiba menghentikan penggunaan SSRI.10,12
Contoh Obat Golongan SSRI 9,10
a. Fluoxetine (Prozac)
Fluoxetine secara selektif menghambat reuptake seotonin presinaptik,
dengan efek minimal atau tanpa efek sama sekali terhadap reuptake
norepinephrine atau dopamine.
b. Paroxetine (Paxil, Paxil CR)
Ini merupakan SSRI alternatif yang bersifat sedasi karena cara kerjanya
berupakan inhibitor selektif yang poten terhadap serotonin neuronal dan memiliki
efek yang lemah terhadap reuptake norepinephrine dan dopamine.
c. Sertraline (Zoloft)
Cara kerjanya mirip fluoxetine namun memiliki efek inhibisi yang lemah
pada reuptake norephinephrine dan dopamine neuronal.
d. Fluvoxamine (Luvox, Luvox CR)
Fluoxamine merupakan inhibitor selektif yang juga poten pada reuptake
serotonin neuronal serta secara signifikan tidak berikatan pada alfa-adrenergik,
histamine atau reseptor kolinergik sehingga efek sampingnya lebih sedikit
dibanding obat-obatan jeis trisiklik.
e. Citalopram (Celexa)
Citalopram meningkatkan aktivitas serotonin melalui inhibisi selektif
reuptake serotonin pada membran neuronal. Efek samping antikolinergik obat ini
lebih sedikit.
11
f. Escitalopram (Lexapro)
Escitalopram merupakan enantiomer citalopram. Mekanisme kerjanya mirip
dengan citalopram.
Efek Samping SSRI
Efek samping SSRI biasanya timbul selama 1-4 minggu pertama ketika
tubuh mulai mencoba beradaptasi dengan obat (kecuali efek samping seksual yang
timbul pada fase akhir pengobatan). Biasanya penggunaan SSRI mencapai 6-8
minggu ketika obat mulai mendekat potensi terapi yang menyeluruh. Adapun
beberapa efek samping SSRI antara lain: anhedonia, insomnia, nyeri kepala,
tinitus, apati, retensi urin, perubahan pada perilaku seksual, penurunan berat
badan, mual, muntah dan yang ditakutkan adalah efek sampinng keinginan bunuh
diri dan meningkatkan perasaan depresi pada awal pengobatan.10, 12
12
2. Golongan Tricyclic/Trisiklik
Golongan trisiklik zat kimia heterosiklik yang awalnya digunakan untuk
mengatasi depersi. Pada awal penemuannya, golongan trisiklik merupakan pilihan
pertama untuk terapi depresi. Meskipun masih dianggap memiliki efektifitas yang
tinggi, namun saat ini penggunaannya mulai digantikan oleh golongan SSRI dan
antidepresan lain yang terbaru.10,11
13
3. MAO Inhibitor
Monoamine oxidase inhibitors (MAOIs) merupakan salah satu jenis
antidepresi yang dapat digunakan untuk mengatasi gangguan panik. Pada masa lalu
golongan ini digunakan untuk mengatasi gangguan panik dan depresi yang sudah
resisten terhadap golongan trisiklik. 10
14
menggantikan norepinefrin pada penyimpanannya di vesikel, dalam hal ini
norepinefrin terdepak oleh tiramin. Hal ini dapat memicu aliran pengeluaran
norepinefrin sehingga dapat menyebabkan krisis hipertensi. Teori lain menyatakan
bahwa proliferasi dan akumulasi katekolamin yang menyebabkan krisis hipertensi.
Beberapa makanan yang mengandung tiramin antara lain hati, makanan yang
difermentasi dan zat-zat lain yang mengandung levodopa seperti kacang-kacangan.
Makanan-makanan itu harus dihindarkan dari pengguna MAOI.
4. Golongan Benzodiazepin
Pemakaian benzodizepin untuk gangguan panik adalah terbatas karena
permasalahan tentang ketergantungan, gangguan kognitif dan penyalahgunaan.
Tetapi benzodizepin efektif dalam gangguan panik dan mungkin memiliki onset yang
lebih cepat (onset mencapai satu sampai dua minggu, mencapai puncak setelah
empat sampai delapan minggu) dibandingkan farmakoterapi lainnya. 5
Ada 3 jenis benzodiazepin yakni yang short acting, intermediate acting dan
long acting. Benzodiazepin short- dan intermediate acting digunakan untuk
mengatasi insomnia sedangkan yang golongan long-acting digunakan untuk
mengatasi gangguan panik.
Contoh Obat Benzodiazepin9,10
a. Lorazepam (Ativan)
Lorazepam merupakan suatu hipnotik-sedatif yang memiliki efek onset singkat
dan paruh waktunya tergolong intermediate. Dengan meningkatkan aksi GABA,
yang merupakan inhibitor utama di otak, lorazepam dapat menekan semua kerja SSP,
termasuk sistem limbik dan formasi retikuler.
b. Clonazepam (Klonopin)
Clonazepam menfasilitasi inhibisi GABA dan transmiter inhibitorik lainnya.
Selain itu, obat ini memiliki waktu paru yang relatif panjang sekitar 36 jam.
c. Alprazolam (Xanax, Xanax XR)
Alprazolam merupakan terapi pilihan untuk manajemen serangan panik. Obat
ini dapat terikat pada reseptor-reseptor pada beberapa bagian otak, termauk sistem
limbik dan RES. Meskipun begitu banyak ahli yang tidak menyarankan penggunaan
alprazolam dalam waktu lama karena tingkat ketergantungannya sangat tinggi.
d. Diazepam (Valium, Diastat, Diazepam Intensol)
Diazepam meruapakan salah satu jenis benzodiazepin yang potensinya rendah.
Namun dapat digunakan untuk mengatasi serangan panik.
15
Efek Samping Benzodiazepin
Efek samping yang paling sering ditemukan pada benzodiazepin biasanya
berkaitan dengan efek sedasi dan relaksan ototnya. Beberapa di antaranya adalah
mengantuk, pusing, dan penurunan konsentrasi dan kewaspadaan. Kurangnya
koordinasi bisa mengakibatkan jatuh dan kecelakaan, terutama pada orang tua.
Akibat lain dari benzodiazepin adalah penurunan kemampuan menyetir sehingga
dapat berakibat pada tingginya angka kecelakaan.
Efek samping lainnya adalah hipotensi dan penekanan pusat pernapasan
terutama pada penggunaan intravena. Beberapa efek samping lain yang dapat timbul
pada penggunaan benzodiazepin adalah mual, muntah, perubahan selera makan,
pandangan kabur, bingung, euforia, depersonalisasi dan mimpi buruk. Beberapa
kasus juga menunjukkan bahwa benzodiazepin bersifat liver toksik.10,12
Gangguan panik biasanya memiliki onsetnya selama masa remaja akhir atau
masa dewasa awal, walaupun onset selama masa anak-anak, remaja awal, dan usia
pertengahan dapat terjadi. Biasanya kronik dan bervariasi tiap individu. Frekuensi
dan kepasrahan serangan panik mungkin berfluktuasi. Serangan panik dapat terjadi
beberapa kali sehari atau kurang dari satu kali dalam sebulan. Penelitian follow up
jangka panjang gangguan panik sulit diinterpretasikan. Namun demikian kira-kira
30-40% pasien tampaknya bebas dari gejala follow up jangka panjang, kira-kira 50%
memiliki gejala yang cukup ringan yang tidak mempengaruhi kehidupannya secara
bermakna dan kira-kira 10-21 % terus memiliki gejala yang bermakna. 5,6
16
Depresi dapat mempersulit gambaran gejala pada kira-kira 40-80 % dari semua
pasien. Pasien dengan fungsi premorbid yang baik dan lama gejala singkat
cenderung memiliki prognosis yang baik. 5,6
BAB III
KESIMPULAN
17
DAFTAR PUSTAKA
11. Kusumadewi I, Elvira SD. Gangguan Panik. In: Elvira SD, Hadisukanto G,
editors. Buku Ajar Psikiatri. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2010. p. 235-41.
18
13. Maslim R. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa. Jakarta: Bagian Ilmu
Kedokteran Jiwa FK-Unika Atma Jaya; 2001.
14. Maslim R. Penggunaan Klinis Obat Psikotropik. 3rd ed. Jakarta: Bagian Ilmu
Kedokteran Jiwa FK-Unika Atma Jaya; 2007
19