Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

KEJANG DEMAM KOPMPLEKS (KDK)


Tugas ini diajukan untuk memenuhi tugas stase Keperawatan Anak
Dosen Pengampu : Uus Husni Mahmud, Skp., M.Psi

Disusun Oleh :
Husnul Khotimah
NIM : 190721045

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH CIREBON
2020
I. KONSEP KEJANG DEMAM
A. Definisi
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh (suhu mencapai >380C). kejang demam dapat terjadi karena proses intracranial
maupun ekstrakranial. Kejang demam terjadi pada 2-4% populasi anak berumur 6
bulan sampai dengan 5 tahun (Amid dan Hardhi, NANDA NIC-NOC, 2013).
Kejang demam merupakan salah satu kelainan neurologis yang paling sering
dijumpai pada bayi dan anak. Dari penelitian oleh beberapa pakar didapatkan bahwa
sekitar 2,2%-5% anak pernah mengalami kejang demam sebelum mereka mencapai
umur 5 tahun. Penelitian di jepang bahkan mendapatkan angka kejadian (inseden)
yang lebih tinggi, mendapatkan angka 9,7% (pada pria 10,5% dan pada wanita 8,9%
dan Tsuboi mendapatkan angka sekitar 7%. (Maeda DKK, 2016)

B. Klasifikasi
1. Kejang demam sederhana
1) Dikeluarga penderita tidak ada riwayat epilepsi
2) Sebelumnya tidak ada riwayat cedra otak oleh penyakit apapun
3) Serangan kejang demam yang pertama terjadi antara usia 6 bulan – 6 tahun
4) Lamanya kejang berlangsung < 20 menit
5) Kejang tidak bersifat tonik klonik
6) Tidak didapatkan gangguan atau abnormalitas pasca kejang
7) Sebelumnya juga tidak didapatkan abnormalitas neurologi atau abnormalitas
perkembangan
8) Kejang tidak berulang dalam waktu sngkat
9) Tanpa gerakan focal dan berulang dalam 24 jam (H. Nabiel Ridha, 2014)
2. Kejang demam kompleks
Terdapat gangguan kesadaran, walaupun pada awalnya sebagai kejang parsial
simpleks. Dapat mencangkup otomatisme atau gerakan otomatik; mengecap-
ecapkan bibir, mengunyah, gerakan mencongkel yang berulang-ulang pada
tangan, dan gerakan tangan lainnya. Dapat tanpa otomatisme tatapan terpaku.
(Cecily L.Betz dan Linda A.Sowden, 2002)
C. Etiologi
1) Faktor-faktor prenatal
2) Malformasi otak congenital
3) Faktor genetika
4) Penyakit infeksi (ensefalitis, meningitis)
5) Demam
6) Gangguan metabolisme
7) Trauma
8) Neoplasma, toksin
9) Gangguan sirkulasi
10) Penyakit degeneratif susunan saraf.
11) Respon alergi atau keadaan imun yang abnormal.

D. Manifestasi Klinis
Ada 2 bentuk kejang demam (menurut Lwingstone), yaitu:
1. Kejang demam sederhana (Simple Febrile Seizure), dengan ciri-ciri gejala klinis
sebagai berikut :
a. Kejang berlangsung singkat, < 15 menit
b. Kejang umum tonik dan atau klonik
c. Umumnya berhenti sendiri
d. Tanpa gerakan fokal atau berulang dalam 24 jam
2. Kejang demam komplikata (Complex Febrile Seizure), dengan ciri-ciri gejala klinis
sebagai berikut :
a. Kejang lama > 15 menit
b. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial
c. Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.
E. Patofisiologi
Pada keadaan demam, kenaikan suhu sebanyak 1º C akan menyebabkan
kenaikan kebutuhan metabolisme basal 10-15% dan kebutuhan oksigen meningkat
sebanyak 20%. Pada seorang anak yang berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65%
dari seluruh tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Pada
kenaikan suhu tubuh tertentu dapat menyebabkan terjadinya perubahan keseimbangan
dari membran sel neuron. Dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion Kalium
maupun ion Natrium melalui membran tadi, akibatnya terjadinya lepasan muatan
listrik. Lepasan muatan listrik ini dapat meluas ke seluruh sel maupun membran sel
tetangganya dengan bantuan neurotransmitter dan terjadilah kejang. Tiap anak
mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung pada tinggi atau rendahnya
ambang kejang seseorang anak pada kenaikan suhu tubuhnya. Kebiasaannya, kejadian
kejang pada suhu 38ºC, anak tersebut mempunyai ambang kejang yang rendah,
sedangkan pada suhu 40º C atau lebih anak tersebut mempunyai ambang kejang yang
tinggi. Dari kenyataan ini dapat disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam lebih
sering terjadi pada ambang kejang yang rendah (Latief et al., 2007).
F. Pathway

Infeksi bakteri
Virus dan parasit

Reaksi inflamasi

Proses demam
Ketidakseimbangan
Hipertermia potensial membran
ATP ASE
Resiko kejang berulang
difusi Na+ dan K+

Pengobatan perawatan
Kondisi, prognosis, lanjut kejang resiko cedera
Dan diit

Kurang informasi, kondisi kurang dari lebih dari 15 menit dan berulang

Prognosis/pengobatan 15 menit
Dan perawatan perubahan suplay
Tidak menimbulkan Darah ke otak
Kurang pengetahuan/ gejala sisa
Inefektif
Penatalaksanaan kejang resiko kerusakan sel
Ansietas Neuron otak
Cemas

Hospitalisasi
Perfusi jaringan cerebral tidak efektif
G. Komplikasi
1. Kerusakan sel otak
2. Penurunan IQ pada kejang demam yang berlangsung lama lebih dari 15 menit dan
bersifat unilateral
3. Kelumpuhan

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG (DIAGNOSTIK)


1. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak rutin padakejang demam, dapat untuk
mengevaluasisumber infeksi penyebab demam, ataukeadaan lain misalnya
gastroenteritisdehidrasi disertai demam. Pemeriksaanlaboratorium antara lain
pemeriksaan darahperifer, elektrolit, dan gula darah.
2. Fungsi Lumbal
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukanuntuk menegakkan atau
menyingkirkankemungkinan meningitis. Risiko meningitisbakterialis adalah 0,6–
6,7%. Pada bayi, seringsulit menegakkan atau menyingkirkandiagnosis meningitis
karena manifestasiklinisnya tidak jelas. Oleh karena itu, pungsi
lumbal dianjurkan pada:
1. Bayi kurang dari 12 bulan – sangatdianjurkan
2. Bayi antara 12-18 bulan – dianjurkan
3. Bayi >18 bulan – tidak rutinBila klinis yakin bukan meningitis, tidakperlu
dilakukan pungsi lumbal.
3. Elektroensefalografi
Pemeriksaan elektroensefalografi (electroencephalography/EEG) tidak
direkomendasikan karena tidak dapat memprediksi berulangnya kejang atau
memperkirakan kemungkinan epilepsi pada pasien kejang demam. Pemeriksaan
EEG masih dapat dilakukan pada keadaan kejang demam yang tidak khas,
misalnya pada kejang demam kompleks pada anak usia lebih dari 6 tahun,atau
kejang demam fokal.
4. Pencitraan
MRI diketahui memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang lebih tinggi
dibandingkan CT scan, namun belum tersedia secara luasdi unit gawat darurat. CT
scan dan MRI dapat mendeteksi perubahan fokal yang terjadi baikyang bersifat
sementara maupun kejang fokal sekunder. Foto X-ray kepala dan pencitraan
seperti Computed Tomography scan (CT-scan)atau Magnetic Resonance Imaging
(MRI) tidakrutin dan hanya atas indikasi seperti:
1. Kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis)
2. Paresis nervus VI
3. Papiledema

I. Penaktalaksanaan Medis
1. Pengobatan
a. Pengobatan fase akut
Obat yang paling cepat menghentikan kejang demam adalah diazepam yang
diberikan melalui interavena atau indra vectal.
Dosis awal : 0,3 – 0,5 mg/kg/dosis IV (perlahan-lahan).
Bila kejang belum berhenti dapat diulang dengan dosis yang sama setelah 20
menit.
b. Turunkan panas
Anti piretika : parasetamol / salisilat 10 mg/kg/dosis.
Kompres air PAM / Os
c. Mencari dan mengobati penyebab
Pemeriksaan cairan serebro spiral dilakukan untuk menyingkirkan
kemungkinan meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama,
walaupun demikian kebanyakan dokter melakukan pungsi lumbal hanya pada
kasus yang dicurigai sebagai meningitis, misalnya bila aga gejala meningitis
atau bila kejang demam berlangsung lama.
d. Pengobatan profilaksis
Pengobatan ini ada dalam cara : profilaksis intermitten / saat demam dan
profilaksis terus menerus dengan antikanulsa setiap hari. Untuk profilaksis
intermitten diberikan diazepim secara oral dengan dosis 0,3 – 0,5
mg/hgBB/hari.
e. Penanganan sportif
1) Bebaskan jalan napas
2) Beri zat asam
3) Jaga keseimbangan cairan dan elektrolit
4) Pertahankan tekanan darah
2. Pencegahan
a. Pencegahan berkala (intermitten) untuk kejang demam sederhana. Beri
diazepam dan antipiretika pada penyakit-penyakit yang disertai demam.
b. Pencegahan kontinu untuk kejang demam komplikata
Dapat digunakan :
– Fero barbital : 5-7 mg/kg/24 jam dibagi 3 dosis
– Fenitorri : 2-8 mg/kg/24 jam dibagi 2-3 dosis
– Klonazepam : (indikasi khusus)

II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN KEJANG DEMAM


A. Pengkajian Keperawatan
Anamnesa
a. Aktivitas atau Istirahat
Keletihan, kelemahan umum
Keterbatasan dalam beraktivitas, bekerja, dan lain-lain
b. Sirkulasi
Iktal : Hipertensi, peningkatan nadi sinosis
Posiktal : Tanda-tanda vital normal atau depresi dengan penurunan nadi dan
pernafasan
c. Intergritas Ego
Stressor eksternal atau internal yang berhubungan dengan keadaan dan atau
penanganan
Peka rangsangan : pernafasan tidak ada harapan atau tidak berdaya Perubahan
dalam berhubungan
d. Eliminasi
1) Inkontinensia epirodik
2) Makanan atau cairan
3) Sensitivitas terhadap makanan, mual atau muntah yang berhubungan dengan
aktivitas kejang
e. Neurosensori
1) Riwayat sakit kepala, aktivitas kejang berulang, pinsan, pusing riwayat trauma
kepala, anoreksia, dan infeksi serebal
2) Adanya area (rasangan visual, auditoris, area halusinasi)
3) Posiktal : Kelamaan, nyeri otot, area paratise atau paralisis
f. Kenyamanan
1) Sakit kepala, nyeri otot, (punggung pada periode posiktal)
2) Nyeri abnormal proksimal selama fase iktal
g. Pernafasan
1) Fase iktal : Gigi menyetup, sinosis, pernafasan menurun cepat peningkatan
sekresi mulus
2) Fase posektal : Apnea
h. Keamanan
1) Riwayat terjatuh
2) Adanya alergi
i. Interaksi Sosial
Masalah dalam hubungan interpersonal dalam keluarga lingkungan sosialnya
1. Pemeriksaan Fisik
a. Aktivitas
1) Perubahan tonus otot atau kekuatan otot
2) Gerakan involanter atau kontraksi otot atau sekelompok otot
b. Integritas Ego
1) Pelebaran rentang respon emosional
c. Eleminasi
Iktal : penurunan tekanan kandung kemih dan tonus spinter
Posiktal : otot relaksasi yang mengakibatkan inkonmesia
d. Makanan atau cairan
1) Kerusakan jaringan lunak (cedera selama kejang)
2) Hyperplasia ginginal
e. Neurosensori (karakteristik kejang)
1) Fase prodomal : Adanya perubahan pada reaksi emosi atau respon
efektifitas yang tidak menentu yang mengarah pada fase area.
2) Kejang umum
Tonik – klonik : kekakuan dan postur menjejak, mengenag peningkatan
keadaan, pupil dilatasi, inkontineusia urine
3) Fosiktal : pasien tertidur selama 30 menit sampai beberapa jam, lemah
kalau mental dan anesia
4) Absen (patitmal) : periode gangguan kesadaran dan atau makanan
5) Kejang parsial
Jaksomia atau motorik fokal : sering didahului dengan aura, berakhir 15
menit tdak ada penurunan kesadaran gerakan ersifat konvulsif
f. Kenyamanan
Sikap atau tingkah laku yang berhati-hati
Perubahan pada tonus otot
Tingkah laku distraksi atau gelisah
g. Keamanan
Trauma pada jaringan lunak
Penurunan kekuatan atau tonus otot secara menyeluruh

B. Diagnosa Keperawatan
1. Hipertermi Berhubungan dengan proses penyakit
2. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan kerusakan sel neuron otak
3. Resiko tinggi cedra berhubungan dengan spasme otot ektermitas
4. Kurang pengetahuan keluarga tentang cara penanganan kejang berhubungan dengan
kurangnya informasi.

C. Rencana Keperawatan
No Dx Tujuan dan kriteria hasil Intervensi
1. Hipertermi Setelah dilakukan asuhan 1. Monitor suhu tubuh sesering mungkin
berhubungan keperawatan selama 2. Monitor warna kulit
dengan proses 2x24 jam diharapkan 3. Monitor tekanan darah, nadi dan RR
infeksi tidak terjadi hipertermi 4. Monitor penurunan tingkat kesadaran
atau peningkatan suhu 5. Tingkatkan sirkulasi udara dengan
tubuh dengan kriteria membatasi pengunjung
hasil: 6. Berikan cairan dan elektrolit sesuai
a. Suhu tubuh dalam kebutuhan
rentan normal (36,5- 7. Menganjurkan menggunakan pakaian
37oC) yang tipis dan menyerap keringat
b. Nadi dalam rentan 8. Berikan edukasi pada keluarga tentang
normal 80-120x/menit kompres hangat dilanjutkan dengan
c. RR dalam rentan kompres dingin saat anak demam
normal 18-24x/menit 9. Kolaborasi dengan dokter dalam
d. Tidak ada perubahan pemberian obat penurun panas
warna kulit dan tidak
ada pusing.
2. Gangguan perfusi Setelah diberikan asuhan 1. Monitor TD, nadi, suhu dan RR
jaringan cerebral keperawatan selama 2. Catat adanya penginkatan TD
berhubungan 2x24 jam diharapkan 3. Monitor jumlah dan irama jantung
dengan kerusakan pasien tampak tidak 4. Monitor tingkat kesadaran
neuromuskular lemah, tidak pucat, kulit 5. Monitor GCS
otak tidak kebiruan dengan
kriteria hasil:
a. TD sistole dan
diastole dalam batas
normal 80-100/60
mmHg
b. RR normal 20-30
x/menit
c. Nadi normal 80-90
x/menit
d. Suhu normal 36-37
derajat celcius
e. GCS 456
3. Resiko tinggi Setelah dilakukan 1. Sediakan lingkungan yang aman
cedra tindakan keperawatan untuk pasien
berhubungan selama 2x24 jam 2. Identifikasi kebutuhan dan keamanan
dengan spasme diharapkan masalah tidak pasien
otot ekstermitas menjadi aktual dengan 3. Menghindarkan lingkungan yang
kriteria hasil: berbahaya
a. Tidak terjadi 4. Memasang side rail tempat tidur
kejang 5. Menyediakan tempat tidur yang
b. Tidak terjadi nyaman dan bersih
cedra 6. Membatasi pengunjung
7. Memberikan penerangan yang cukup
8. Menganjurkan keluarga untuk
menemani pasien
9. Mengontrol lingkungan dari
kebisingan
10. Edukasi tentang penyakit kepada
keluarga.
4. Kurangnya Setelah di lakukan 1. Informasi keluarga tentang kejadian
pengetahuan tindakan keperawatan kejang dan dampak masalah, serta
keluarga tentang selama 2x24 jam beritahukan cara perawatan dan
penanganan keluarga mengerti pengobatan yang benar.
penderita selama maksud dan tujuan 2. Informasikan juga tentang bahaya yang
kejang dilakukan tindakan dapat terjadi akibat pertolongan yang
berhubungan perawatan selama salah.
dengan kurangnya kejang.kriteria hasil : 3. Ajarkan kepada keluarga untuk
informasi. a. Keluarga mengerti memantau perkembangan yang terjadi
cara penanganan akibat kejang.
kejang dengan 4. Kaji kemampuan keluarga terhadap
b. Keluarga tanggap dan penanganan kejang.
dapat melaksanakan
peawatan kejang.
c. Keluarga mengerti
penyebab tanda yang
dapat menimbulkan
kejang.

Anda mungkin juga menyukai