Anda di halaman 1dari 8

A.

Sinopsis Tari Silampari

Tari Silam Pari Oleh Sanggar Seni Sastra Mataya Palembang Sumatra

Di antara ragam tarian di Sumatera Selatan, ada Tarian Silampari atau yang
bernama lain Tari Silampari Kahyangan Tinggi. Sebagaimana Tarian Gending
Sriwijaya dan Tarian Tanggai di Palembang, tari ini juga merupakan tari
penyambutan. Namun lebih berkembang di Lubuklinggau dan Musi Rawas.
Perihal namanya “Silampari” berasal dari gabungan kata dalam bahasa
Palembang, “silam” berarti hilang dan “pari” berarti peri. Dinamakan seperti itu,
karena tari ini menceritakan seorang putri yang menghilang setelah berubah
menjadi peri. Sebuah kisah rakyat mengenai Dayang Torek dan Bujang Penulup.
Disebut sebagai Tari “Silampari” jika tarian ini hidup di Kabupaten Musi Rawas
dengan sumber cerita Bujang Panulup. Sementara itu, penamaan “Silampari
Kahyangan Tinggi” adalah bentuk perkembangannya di Kota Lubuklinggau,
sumber ceritanya Dayang Torek dengan sedikit perbedaan dalam gerak dan
iringan. Seperti halnya tarian sambut lain di Sumatera Selatan, dalam tarian ini
juga ada prosesi penyuguhan tepak berisi sirih, kapur, gambir, pinang, dan
tembakau. Tepak sirih dimaksudkan sebagai simbol penghormatan.

Perihal Legenda dan Sejarah Tari Silampari


Lubuklinggau dulunya adalah ibukota kabupaten Musi Rawas di Sumatera
Selatan. Setidaknya hingga tahun 2001, saat terjadi pemekaran dan Lubuklinggau
berpisah menjadi Kota Madya. Ibukota Musi Rawas pun berpindah ke Muara
Beliti. Seperti daerah lain di Indonesia, wilayah ini juga memiliki kisah rakyat
tersendiri.

1
Sehubungan dengan Tari Silampari, ada kisah Bujang Penulup dan kisah Dayang
Torek. Keduanya mengisahkan hilangnya putri naik ke kahyangan. Bujang
Penulup mirip cerita Jaka Tarub, perbedaannya hanya dalam penyimpanan
selendangnya. Jaka Tarub di lumbung padi, sementara Bujang penulup di tanah
dapo (dapur).

Sementara itu, cerita Dayang Torek berkaitan dengan asal-usul


Lubuklinggau. Dayang Torek adalah gadis rupawan yang memiliki kakak sakti
dan juga tampan, Linggau namanya. Dayang Torek sangat cantik sehingga banyak
raja yang ingin mempersuntingnya dan Linggau berusaha keras melindungi
adiknya. Segala cara dilakukan para raja agar bisa meminang Dayang Torek. Inti
cerita ini adalah usaha Linggau menyelamatkan adiknya. Ia menyembunyikan
adiknya dengan membuat lubuk yang dalam di dasar sungai berbekal sebuah
taring. Lubuk yang dibuat Linggau itulah yang kemudian menjadi cikal bakal
nama Lubuklinggau. Ada yang mengatakan, lubuk tersebut berada di Sungai
Kelingi di kaki Bukit Sulap. Sementara itu, Dayang Torek akhirnya memohon
pada dewata agar diangkat ke kahyangan dan ia pun menghilang. Oleh karena itu,
tari di Lubuklinggau dinamakan Silampari Kahyangan Tinggi sebagai pembeda
Silampari di Musi Rawas.

Lahirnya Silampari Kahyangan Tinggi berkaitan dengan terpisahnya


Lubuklinggau dari Kabupaten Musi Rawas. Di awal, keduanya berebut Tarian
Silampari yang akhirnya menjadi milik Musi Rawas. Adapun Lubuklinggau
menciptakan Tarian Silampari yang baru dengan penambahan Kahyangan Tinggi
pada namanya. Tari Silampari mulai dikenal saat ditampilkan pada tahun 1941,
bertepatan dengan pembuatan Watervang, sebuah bendungan buatan Belanda di
Lubuklinggau. Adapun pembaruannya menjadi Silampari Kahyangan Tinggi
pertama kali dipentaskan tahun 2004 pada acara lomba tari dan lagu daerah se-
Sumatera Selatan di Lubuklinggau.

Di Kota Lubuklinggau dikemas untuk sajian para tamu agung, sehingga


beberapa bagian dalam Tari Silampari Kahyangan Tinggi telah diubah, yaitu (1)
iringan yang awal tarian ini hanya menggunakan kendang dan gong, sekarang
menggunakan accordion, robana, kendang besar dan kecil, dan djembe; (2) lirik
dari notasi lagu ada penambahan dengan kata-kata Lubuklinggau (3) kostum dari

2
tari ini yang awalnya menggunakan kemben atau dodotan, sekarang menggunakan
baju kurung (4) properti, pada zamannya dulu tidak menggunakan properti,
sekarang menggunakan tepak sebagai tanda kehormatan kepada para tamu agung

B. Kostum Tari Silampari

Busana
Tata Busana adalah segala aturan atau ketentuan mengenai pada tari
tradisional bersifat sangat sederhana, namun desain dan simbolisnya harus tetap
dipertahankan (Soedarsono, 1976: 5). Busana yang dikenakan oleh para penari
Tari Silampari Kahyangan Tinggi berasal dari pakaian peri saat zaman dahulu
yang hanya menggunakan dodot, selendang tenun, dan kain tekolok. Busana ini
terdiri dari :
1. Sewet songket
Sewet songket dipakai pria maupun wanita, terbuat dari benang sutera
yang ditenun dengan benang emas. Benang-benang tersebut disusun,
dicukit menurut corak, motif, dan jenis sesuai dengan tujuannya. Sewet
songket dipakai penari untuk menutupi tubuh bagian bawah, sama halnya
dengan pemakaian jarik di Jawa.
2. Baju Kurung
Baju kurung ini dipakai oleh panari untuk menutupi bagian atas, kalau dahulu
menggunaka dodot. Akan tetapi setelah tari ini di resmikan dan di pentaskan
pertama kembali pada tahun 2004 tari Silampari kahyangan Tinggi ini
menggunakan Baju Kurung.

3
Baju Kurung
3. Cempako atau Beringin
Cempako adalah hiasan kepala yang berbentuk bunga, terbuat dari kuningan
atau emas.

cempako atau beringin


4. Gelang Burung
Gelang burung dipakai atau diikat di bahu terbuat dari bahan kuningan atau
emas yang berbentuk burung.

gelang burung
 Gelang Kano
Terbuat dari bahan kuningan atau emas , berbentuk bulat, berukir-ukir dengan ukuran
yang lebih besar dari gelang biasa. Biasanya dipakai di tangan penari.

Gelang Kano
 Kalung Kebo Munggah
Kalung yang terbuat dari emas atau berbahan kuningan yang memiliki tingkat tiga secara
susun.

4
Kalung Kebo Munggah
 Pending Ikat Pinggang
Yang terbuat dari tembaga, perak, ataupun emas yang diberi motif tumbuh-tumbuhan
atau binatang. Pada kepala pending biasanya ada ukiran yang berbentuk naga atau ular.

Ikat Pinggang
 Kembang urai
Kembang urai terbuat dari kertas yang berwarna dominan kuning yang dikombinasikan
dengan warna hijau dan merah.

Kembang Urai
 Antingan
Adalah hiasan anting-anting yang dipasang di telinga terbuat dari bahan kuningan
atau emas.

Antingan
 Sanggul

5
Sanggul
 Pilis

Pilis

 Gandik

Gandik
Meyiapkan Sirih Dalam Tepak

C. Jumlah Penari Tari Silampari

Tari Silampari dibawakan oleh enam orang perempuan dan satu laki-laki.
Tari ini diangkat dari kehidupan masyarakat Kota Lubuklinggau, yang lebih
dikenal dengan nama Silampari. Sebagai kota transit, tentunya akan banyak
pengaruh budaya yang datang dan silih berganti, tetapi itu tidak menyurutkan
semangat generasi muda Kota Lubuklinggau untuk tetap mempertahankan adat
budayanya sebagai Bumi Silampari Lubuklinggau. Materi gerak ini merupakan
pengembangan dari aspek ruang, waktu, dan ttenaga, Tetapi masih dalam tataran
gerak yang berkembang di Lubuklinggau pada umumnya.

D. Pola Lantai pada Tari Silampari

6
Pola tari Silampari merupakan pola Lantai Garis Melengkung, Penari membentuk
garis lingkaran. Tari rakyat dan tari tradisional banyak menggunakan pola ini.
Pola lantai ini memberi kesan lemah dan lembut.

Sumber

7
https://id.wikipedia.org/wiki/Tari_Silampari_Kahyangan_Tinggi
https://blogkulo.com/tari-silampari-kahyangan-tinggi-sumsel/

Anda mungkin juga menyukai