Anda di halaman 1dari 13

TUGAS

Wawasan Ipteks
( Pertumbuhan Pengetahuan )

Kelompok 2
Fadhil Khusnul Hakim
D121191049
Anugrah Theosyaf Willy Adji
D121191055
Kelompok 2

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa
pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah
ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda
tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di
akhirat nanti. Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan
nikmat sehat-Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis
mampu untuk menyelesaikan pembuatan tugas makalah tentang “Pertumbuhan
Pengetahuan” Dalam mata kuliah Wawasan Ipteks (Ilmu Pengetahuan Teknologi
dan Seni). Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya.
Untuk itu, penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini,
supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi.

Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis


mohon maaf yang sebesar-besarnya. Penulis juga mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak khususnya kepada dosen Universitas Hasanuddin dalam mata
kuliah Wawasan Ipteks yang telah memberi kami tugas untuk sebagai bahan
pembelajaran.

Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Makassar, 31 Agustus 2019

Penulis

i
Kelompok 2

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i


DAFTAR ISI.......................................................................................................... ii
BAB I ...................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ................................................................................................. 1
A. Latar Belakang...................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................................ 1
C. Tujuan .................................................................................................................... 1
BAB II .................................................................................................................... 2
PEMBAHASAN .................................................................................................... 2
A. Belajar berkolaborasi menyusun pengetahuan.................................................. 2
B. Melahirkan Kreatifitas dan Inovasi .................................................................... 3
C. Kearifan Mengemas Amal Pengetahuan ............................................................ 5
D. Metodologi Pengembangan Pengetahuan ........................................................... 6
BAB III ................................................................................................................... 8
PENUTUP .............................................................................................................. 8
A. Kesimpulan ............................................................................................................ 9
B. Saran ...................................................................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 10

ii
Kelompok 2

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pertumbuhan pengetahuan yang dialami manusia sebenarnya dilandasi
dengan adanya pola pikir manusia yang terus berkembang dan aktivitas-
aktivitas yang dilakukannya. Pertumbuhan pengetahuan ini ada karena manusia
sangat membutuhkannya untuk memenuhi kehidupan sehari-harinya, baik
secara jasmani dan rohani. Kemajuan dan pertumbuhan ilmu pengetahuan dan
teknologi tidak dapat bisa di pisahkan dari lembaga pendidikan. Dimana pada
abad 20 peran ilmu pengetahuan dan teknologi sangat berarti bagi lembaga
pendidikan. Sehingga pada abad 20 mampu mendorong lebih cepat dalam
industri. Dalam rangka membantu pertumbuhan pengetahuan manusia
dibutuhkan beberapa faktor khususnya dalam bidang pendidikan merupakan
sarana dan wadah yang sangat sentral dalam pembangunan Sumber Daya
Manusia. Oleh karena itu pendidikan perlu mendapatkan perhatian, penanganan
yang serius dari pemerintah, keluarga dan para pengelola pendidikan. Banyak
cara yang bisa dilakukan manusia untuk mengembangkan ilmu pengetahuan
seperti, melalui audio atau pendengaran, melalui visual atau penglihatan dan
melalui rabaan atau sentuhan.

B. Rumusan Masalah
1. Cara belajar berkolaborasi menyusun pengetahuan ?
2. Cara melahirkan kreativitas dan inovasi ?
3. Cara mengemas amal pengetahuan ?
4. Apa saja metodologi untuk mengembangkan pengetahuan ?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui belajar berkolaborasi menyusun pengetahuan.
2. Untuk mengetahui cara melahirkan kreativitas dan inovasi.
3. Untuk mengetahui cara mengemas amal pengetahuan.
4. Untuk mengetahui metodologi untuk mengembangkan pengetahuan.

1
Kelompok 2

BAB II
PEMBAHASAN

A. Belajar berkolaborasi menyusun pengetahuan

Belajar adalah kegiatan produktif yang menggunakan kemampuan


mengindera, melakukan, imajinasi, dan melakukan kegiatan berpikir. Belajar
yang produktif adalah belajar yang berhasil guna, tepat kompetensi dan tepat
waktu. Universitas secara bersama-sama, dosen dan mahasiswa, berkewajiban
menumbuhkan suasana dan program yang menyenangkan. Model pembelajaran
telah bergeser dari ‘teaching’ ke ‘learning’. Metode pembelajaran learning
lebih banyak disebut sebagai pembelajaran mandiri yang berpusat pada
pembelajar, dan sudah mendapatkan pengalaman yang positif.

Secara bertahap dosen dipersiapkan sebagai fasilitator dalam metode


pembelajaran berbasis student-centered learning (SCL), sedangkan mahasiswa
diberi pembekalan basic study skills (BSS). Pergeseran metode pembelajaran
dari ‘teaching’ ke ‘learning’ akan memberi pengaruh terhadap bagi penghuni
global dewasa ini, minimal mencakup tiga pencpaian, yaitu :

1. Kearifan untuk memandang keterhubungan dengan sesame dalam


kehidupan.
2. Mendorong untuk berpendapatan, sekaligus siap menerima
keberagaman yang ada dan berkembang bersama dari keberagman yang
ada.
3. Bersimpati untuk memilhara suatu empati imajinatif yang menjangkau
di lingkungan sekitar maupun luar lingkugan sekitar

Tiga pencapaian ini diupayakan untuk mencegah jangan sampai kondisi


persaingan hebat yang saling memusnahkan benar-benar terjadi (zero sum
game).Upaya ini dibangun melalui tawaran pembelajaran mandiri secara
kolaboratif. Dilenburg (1999) dari University of Geneva menyatakan bahwa
pembelajaran kolaborasi paling tidak berkaitan empat kriteria, yaitu: situasi,
interaksi, proses, dan faedah. Senhingga hasilnya akan berdasar pada situasi dan
tempat pembelajaran, melalui model interaksi khas yang dibagun oleh
partisipan degan kemampuan yang bersangkutan. Pembelajara berkolaborasi
2
menurut pendapat dari Roschelle’s dan Teasley’s (1995) yaitu : pembelajaran
koba
Kelompok 2

tempat pembelajaran, melalui model interaksi khas yang dibagun oleh


partisipan degan kemampuan yang bersangkutan. Pembelajaran berkolaborasi
menurut pendapat dari Roschelle’s dan Teasley’s (1995) yaitu : pembelajaran
kolaboratif adalah susatu kegiatan koordinasi dan sinkronisasi yang
menghasilkan upaya berlanjut untuk membangun dan memelihara kbersamaan
dalam menyusun konsep dari suatu masalah secara bersama.

Masa-masa di waktu umur muda seperti umur mahasiswa adalah masa


keemasan untuk belajar, semakin umur bertambah umur akan semakin
berkurang potensi untuk belajar. Kecenderungan ini diriwayatkan oleh Ath-
Thabrani dan Abu Darda dalam Suwaid (2010:496) bahwa “permisalan orang
yang menuntut ilmu di masa kecilnya, seperti pahatan di atas batu; dan
permisalan orang yang belajar di masa tua, seperti pahatan di atas air.”

B. Melahirkan Kreatifitas dan Inovasi

Proses penting dalam pembelajaran agar dapat memproduksi pengetahuan


adalah dengan berpikir sebagai proses rohaniah. Menurut Vincent Ruggierro
(1988) dan Elaine B, Johnson (2006), berpikir adalah segala aktivitas yang
membantu:

1. Merumuskan atau memecahkan masalah.


2. Membuat keputusan atau memenuhi keinginan untuk memahami. Maka
berpikir adalah sebuah pencarian jawaban, dan pencapaian makna.

Elaine B. Johnson (2006) menjelaskan bahwa berpikir kritis adalah


sebuah proses terorganisasi yang memungkinkan pembelajar mengevaluasi
bukti, asumsu, logika dan Bahasa yang mendasari pernyataan. Tujuan dari
berpikir
berpikir kritis kritis
adalahadalah untuk mencapai
untuk mencapai pemahaman
pemahaman mendalam,
mendalam, yang
yang membuat
membuat maksud
kita mengerti kita mengerti maksud
di balik suatu di balik
gagasan, suatumengungkap
dan yang gagasan, dan yang
makna di
balikmengungkap makna
suatu kejadian. di balikberpikir
Sedangkan suatu kejadian. Sedangkan
kreatif adalah sebuahberpikir kreatif
kebiasaan dari
adalah
pikiran yangsebuah
dilatihkebiasaan dari pikiran yang
degan memperhatikan dilatih
instuisi, degan memperhatikan
menghidupkan imajinasi,
instuisi, menghidupkan
mengungkapkan imajinasi, mengungkapkan
berbagai kemungkinan baru, membukaberbagai kemungkinan
sudut pandang yang

3
Kelompok 2

baru, membuka sudut pandang yang menakjubkan, dan membangkitkan


gagasan yang tidak terduga. Berpikir kritis dan kreatif adalah ibarat dua
sisi yang berbeda dari satu mata uang.
Harvard Business School (HBS, 2003) telah melakukan telaah
mendalam tentang aktivitas berpikir. Berpikir melahirkan kreativitas dan
inovasi . HBS ternyata mengungkapkan bahwa berkolerasi dengan
kreativitas sampai tahap tertentu. HBS mengulas formulasi Teresa M.
Amabile (1998) bahwa dalam setiap individu terdapat krativitas yang
merpakan 3 komponen, yaitu keahlian, kemampuan berpikir kreatif, dan
motivasi :
1. Keahlian tercermin dari pekerjaan, pengetahuan, keterapilan,
prosedur, dan kecendekiaan.
2. Kemampuan berpikir kreatif akan tampak dari cara menetukan
seberapa jauh fleksibiltas dan imaginivitas yang ditempuh
3. Motivasi, terutama motivasi intrinsik yang melahirkan kreativitas
dari kecintaan dan keikhlasannya terhadap lingkungan
pekerjaannya, bukan karena iming-iming kesenangan dari luar
(ekstrinsik).

Faktor budaya ternyata merupakan masalah yang rumit terkait


dengan semangat inovasi. Perubahan budaya jauh lebih sulit, rumit dan
memerlukan opportunity cost yang mahal. Oleh karena itu patut
dikembangkan suatu inovasi yang ramah budaya, yaitu suatu inovasi yang
tumbuh bersama perubahan secara perlahan dari akar budaya dan tradisi
local yang sudah memiliki kandungan teknologi yang awal dan terdukung
oleh sumber daya manusia yang handal. Untuk merencanakan inovasi yang
ramah budaya, maka diperlukan beberapa tahapan seperti:

1. Pengembangan budaya yang menumbuh kembangkan kreativitas


dan inovasi
2. Penetapan strategi yang menetapkan darimana inovasi dimulai
Kelompok 2

3. Partisipasi aktif dalam proses dari kelahiran gagasan inovasi


sampai pada tahap pemasaran.
4. Sifat terbuka terhadap gagasan baru dengan tetap memelihara
pemikiran kritis dan skeptisisme.
5. Perbaikan menerus mengenai proses dari gagasan menuju
4
pemasaran.
6. Pendalaman pemikiran tentang gagasan dan pekerjaan dalam
bentuk portofolio menyangkut resiko dan dimensi manfaat
baliknya.
7. Penugasan staf sesuai keahliannya.

Menjadi orang sukses tidaklah mudah. Sukses merupakan sebuah kata yang
indah setelah ditempa oleh sandungan. Gagal dalam berinovasi boleh jadi
karena tidak tepat dalam menyusun tahapan yang harus ditempuh, oleh karena
itu sejumlah scenario alternantif perlu ditetapkan. Dalam kaitan ini. Konfusius
berpesan “Ketika jelas bahwa target tidak bisa dicapai, jangan mengubah
target tetapi ubahlah tahapannya.”

C. Kearifan Mengemas Amal Pengetahuan

Dalam menilai outcome dari suatu proses pembelajaran, maka ukurannya


adalah seberapa tebal perolehan ilmu itu dikemas oleh budi pekerti (adab) atau
kesusilaan, kemasan itu suatu yang harus diupayakan. Salah seorang yang
berkata kepada anaknya dalam Suwaid (2010: 402), “Anakku, engkau
mempelajari satu bab tentang adab lebih aku sukai daripada engkau pelajari
tujuh puluh bab tentang ilmu.” Budi pekerti yang penting diterapkan adalah
terhadap sesame makhluk dan alam sekitar , dan buah dari pembelajarannya
adalah berupa kearifan (wisdom). Kemasan adab terhadap ilmu yang diperoleh
peserta didik akan menjadi pembinaan karakter, yaitu karakter yang
menumbuhkan kepedulian, ketangguhan, kejujuran, dan kecerdasan.

Menurut Thabal (2011:153-154) jelas bahwa ilmu merupakan alat untuk


beramal, sehingga apbila ada orang yang mehabiskan umurnya mencari alat,

5
Kelompok 2

lalu kapan dia mampu beramal? Padanan yang paling dekat dengan hal ini
adalah bahwa amalan itu merupakan zakat dari kepemilikan ilmu. Tidak boleh
ilmu ditumpuk tanpa dikeluarkan zakat amalannya. Apabila jilmu ditumpuk
tanpa amalan, maka dengan sendirinya ilmu itu akan sirna, pemiliknya akan
berada dalam penyesalan, dan selanjutnya tidak akan pernah menghampiri
kebenaran. Para ulama mengingatkan bahwa diperlukan keseimbangan secara
menerus antara ikhtiar mempelajari ilmu dan melaksanakan
amalannya.”Karena tanpa keseimbangan di antara keduanya, bagaikan sayap
burung yang satu gemuk sementara yang satunya kurus, ketika hendak terbang
tnggi hilang keseimbangan dan akhirnya jatuh remuk. ”

Dengan ini pihak yang bersangkutan perlu memiliki prinsip kehatia-hatian


dalam kiprahnya untuk menjaga keseimbangan antara pengembangan target-
target kemajuan dalam bidang keilmuan dengan pengamalannya di bidang
teknologi. Pengertian teknologi menurut Frederick Ferre (1988) adalah
kecerdasan pengamalan praktis dari ilmu pengetahuan tentang ketertiban alam
dan manusia, yang dapat diwujudkan dalam bentuk dunia kebendaan dan dunia
kecerdasan. Akhir-akhir ini kita disibukkan dengan perkembangan teknologi
informatika, kapan saja dan di mana saja informasi datang lewat komunikasi
internet atau telpon seluler, seperti facebook, instagram, line, whatsapp, dll.

D. Metodologi Pengembangan Pengetahuan

Di tengah-tengah kesibukkan menghasilkan berbagai ilmu pengetahuan,


biasa berlangsung pengumulan bolak-baliknya pendulum antara pandangan
atomisme dari Demokritus dan pandangan organisme dari Aristoteles. Dalam
pandangan atomisme, perilaku benda-benda di ala mini tidak lebih dari efek-
efek gerak dan pertumbuhan atomos-atomos, sementara pandangan organisme
perilaku benda-benda di alam itu merupakan kesatuan-kesatuan yang organis
yang mengatasi dan tidak dapat diterangkan hanya dengan merujuk pada
gerakan bagian-bagian.
Pandangan atomisme melahirkan aliran positivisme yang bersifat
reduksionistik dan mekanistik. Pandangan postovisme ini tidak memuaskan

6
Kelompok 2

para seniman dan sastrawan, yang melalui perasaan dan imajinasinya


menangkap ‘kesatuan’ organik manusia pada hubungan antara tubuh dan roh,
antara individualita dan kolektivita, anatara masyarakat dan bangsa-bangsa, dan
amatara diri-diri dan alam semesta.
Dalam perkembangan berikutnya, aliran positivisme yang tetap tidak
bergeming dari pandangan reduksionisnya kemudian melahirkan aliran
materialisme yang tetap mendasarkan ontologinya pada otomisme mekanistik.
Dari sinilah Marx dengan semangat organismiknya mengajukan filsafat yang
disebut materialisme dialektik, tetapi tidak serta-merta diterima secara utuh oleh
para ilmuwan positivistik, karena Marx memasukkan dimensi-dimensi
kualitatif yang tak dapat diukur. Pembahasan materialisme dialektik oleh Frans
Magnis-Suseno (2001:216) menyebutkan bahwa Friedrich Engels (1820-1894)
sebagai salah seorang penganut sekaligus pengembangnya menjelaskan bahwa
perkembangan materi dari bentuk gerak yang sederhana ke yang paling tinggi
dapat dijelaskan dengan tiga buah hukum dialektika berikut:
1. Hukum loncatan dialektis dari perkembangan kuantitatif ke perubahan
kualitatif.
2. Hukum saling peresapan kontradiksi, karena beragam kontradiksi inilah
segala bentuk perubahan dan perkembangan dapat berlangsung.
3. Hukum negasi terhadap negasai, yang cenderung melahirkan system
baru sebagai penyangkalan terhadap sistem lama, tetapi terkadang
mengulanginya lagi dalam segi-segi tertentu, sehingga sistem
berkembang seperti spiral.
Ketiga buah hukum dialektika ini memberikan peluang kepada para
ilmuwan untuk berpikir organismik bahwa sebagai subsistem dalam suatu
sistem yang lebih besar berpeluang untuk berinteraksi saling memberikan
positive feedback dan negative feedback. Sehingga pada akhirnya sistem itu
akan memiliki keberlanjutan apabila terdukung oleh positive feedback dan
sebaliknya.
Dan selanjutnya bagaimana nasib peradaban kita di masa akan datang?
Pertanyaan inilah yang harus kita pikirkan bersama dengan memanfaatkan

7
Kelompok 2

paradigma interaktif yang terlah dipaparkan tadi. Ada sisi pesimis jika kita
mengingat hadis diriwayatkan oleh Bukhari: “Sebaik-baiknya zaman adalah
zamanku, setelah itu zaman berikutnya dan kemudian zaman sesudahnya.”
Tapi sisi pesimis ini diimbangi oleh optimism periodic dalam suatu hadis
Rasullullah SAW bersabda: “Allah mengurus pada umat ini di setiap awal
serratus tahun orang yang akan memperbaharui urusan agamanya
(mujaddid).” Sebaiknya dengan kedua hadis ini tidak menjadikan kita pasif
menunggu-nunggu, tetapi hendaknya menjadi motivator untuk
mempersiapkannya melalui pendidikan.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Implementasi dari sebuah ilmu pengetahuan dan pengamalannya


adalah agar bermanfaat seluas-luasnya bagi kesejahteraan umat manusia,
yaitu melalui pembangunan ruang sosial. Dalam kaitan ini pembangunan
adalah sebuah dialog dalam ruang social dengan menggunakan Bahasa yang
berujung pada wujud kerja. Ilmu pengetahuan dari hulu bergerak ke hilir
menjadi teknologi yang tetap bermanfaat dalam bingkai nilai luhur budaya.

Bagi masyarakat Sulawesi Selatan pandangan ini merupakan sikap


“toddo puli” (tonggak yang tidak goyah), yang memotivasi orang agar
menepati ucapannya, memenuhi janjinya, dan berbuat seperti
diucapkannya: “Sadda mappabati ada, ada mappabati gau, gau mappabati
tau.” (Suara menjelmakan kata, kata menjelmalkan perbuatan, perbuatan
menjelmakan manusia).

Kombinasi kecerdasan biologis dan kecerdasan artifisial


membentuk kecerdasan bumi yang selalu berada dalam takdir dari
kecerdasan langit yang termanifestasi dalam kitab suci.
Kelompok 2

B. Saran
Kita sebagai makhluk yang berpikir harus memanfaatkan
pemikiran-pemikiran yang ada untuk diri kita sendiri atau untuk orang lain
8
jagan sampai tingkah laku kita yang berasal dari pemikiran mansusia
menjadi tingkah laku seperti makhluk yang tidak berpikir.
Kelompok 2

DAFTAR PUSTAKA

 Suriamihardja, Dadang dkk. 2015. Wawasan Ipteks Ilmu Pengetahuan


Teknologi dan Seni. `Jakarta: Penerbit Erlangga. 9
 Rahardjo, Mudjia (2010, 4 Maret). Penelitian dan Pengembangan Ilmu
Pengetahuan. Dikutip 31 Agustus 2019 dari pertumbuhan pengetahuan
:https://www.uin-malang.ac.id/r/100301/penelitian-dan-pengembangan-ilmu-
pengetahuan.html

10

Anda mungkin juga menyukai