Anda di halaman 1dari 22

BAB I.

PENDAHULUAN

Paru merupakan organ penting bagi tubuh yang mempunyai fungsi


utama sebagai alat pernafasan (respirasi). Proses pernafasan yaitu pengambilan
oksigen dari udara luar dan pengeluaran CO2 dari paru – paru. Sistem pernafasan
membawa udara melalui hidung ke dalam alveoli. Dirongga hidung udara
dibersihkan dari debu ukuran 2 – 10 u, dipanaskan dan dilembabkan oleh bulu dan
lendir hidung sebelum masuk ke trakea.1
Debu yang lolos ditangkap oleh lendir dari sel-sel mukosa di bronkus
dan bronkioli, cilia set mukosa ini bergerak berirama mendorong kotoran keluar
dengan kecepatan 16 mm/menit. Proses transfer oksigen setelah sampai di alveoli
terjadi proses difusi oksigen ke eritrosit yang terikat oleh haemoglobin sejumlah
20 ml/100 ml darah dan sebagian kecil larut dalam plasma 0,3 ml/ 100 CC, jika
Hb 15 gr% Dan sebaliknya karbondioksida dari darah dibawa ke alveoli untuk
dikeluarkan melalui udara ekspirasi. Proses ventilasi (keluar masuknya udara)
didukung oleh unsur-unsur jalan nafas, jaringan paru, rongga thorax, otot natas
dan saraf nafas.1
Paru berada dalam rongga pleura yang tekanannya selalu negatif selama
siklus nafas (tekanan udara di luar dianggap = 0) Paru mengembang sampai
menempel pleura. Bila tekanan rongga pleura jadi positif, paru-paru akan collaps.
Hal ini terjadi pada:
1. Pneumothorax karena luka tusuk dari luar
2. Pneumothorax karena pecahnya blebs, caverne tbc atau pccahnya bronkus
pada trauma .
3. Hidro/hemato-thoraks. Pleural effusion.1
Gangguan - gangguan itu menyebabkan restriksi pengembangan para.
Collaps paru karena pneumothorax disebut coppression atelectasis, sedangkan
yang disebabkan obstruksi jalan nafas disebut dengan resorbtion atelectasis.1
Insidensi tahunan untuk pneumothoraks primer adalah 18-28/100000
populasi untuk laki-laki dan 1.2-6/100000 populasi untuk perempuan. Sedangkan
insiden tahunan untuk pneumothoraks sekunder adalah 6.3/100000 populasi untuk
laki-laki dan 2.0/100000 populasi untuk perempuan. Angka perawatan rumah

1
sakit untuk kedua jenis pneumothoraks ini dilaporkan sebanyak 5.9/100000 orang
per tahun untuk perempuan dan 16.7/100000 orang per tahun untuk laki-laki.
Sedangkan angka kematian pada tahun 1991 dan 1995 mencapai 0.62/juta orang
per tahun untuk wanita dan 1.26/juta orang per tahun untuk laki-laki.2,3
Kata penumothoraks pertama kali digunakan pada tahun 1803 oleh
seorang murid Laennec yang bernama Itard. Laennec sendiri kemudian
menggambarkan gambaran klinis dari pneumothoraks pada tahun 1819. Ia
menunjukkan bahwa hampir semua pneumothorkas disebabkan oleh tuberculosis
paru, walaupun ia menyadari pneumothoraks dapat terjadi pada orang sehat yang
kemudian dinamakan pneumothoraks sederhana. Pneumothoraks primer pertama
dikenalkan oleh Kjaergard pada tahun 1932 yang kemudian menjadi masalah
global. pneumothoraks primer ini lebih banyak ditemukan pada orang berusia
muda sedangkan pneumothoraks sekunder lebih sering ditemukan pada orang
berusia tua dengan usia puncak >55 tahun. Insidensi tahunan untuk
pneumothoraks primer adalah 18-28/100000 populasi untuk laki-laki dan 1.2-
6/100000 populasi untuk perempuan. Sedangkan insiden tahunan untuk
pneumothoraks sekunder adalah 6.3/100000 populasi untuk laki-laki dan
2.0/100000 populasi untuk perempuan. Angka perawatan rumah sakit untuk kedua
jenis pneumothoraks ini dilaporkan sebanyak 5.9/100000 orang per tahun untuk
perempuan dan 16.7/100000 orang per tahun untuk laki-laki. Sedangkan angka
kematian pada tahun 1991 dan 1995 mencapai 0.62/juta orang per tahun untuk
wanita dan 1.26/juta orang per tahun untuk laki-laki.2,3
Kejadian pneumotoraks pada umumnya sulit ditentukan karena banyak
kasus-kasus yang tidak didiagnosis sebagai pneumotoraks karena berbagai sebab.
Johnston & Dovnarsky memperkirakan kejadian pneumotoraks berkisar antara
2,4-17,8 per 100.000 per tahun. Beberapa karakteristik pada pneumotoraks antara
lain: laki-laki lebih sering daripada wanita (4: 1); paling sering pada usia 20–30
tahun Pneumotoraks spontan yang timbul pada umur lebih dan 40 tahun sering
disebabkan oleh adanya bronkitis kronik dan empisema. Lebih sering pada orang
orang dengan bentuk tubuh kurus dan tinggi (astenikus) terutama pada mereka
yang mempunyai kebiasaan merokok.4

2
Pneumotoraks lebih sering ditemukan pada hemitoraks kanan daripada
hemitoraks kiri. Pneumotoraks bilateral kira-kira 2% dari seluruh pneumotoraks
spontan. Insiden dan prevalensi pneumotoraks ventil 3 — 5% dari pneumotoraks
spontan. Kemungkinan berulangnya pneumotoraks menurut James dan Studdy
20% untuk kedua kali,dan 50% untuk yang ketiga kali.5

3
BAB II. ISI

A. Definisi Pneumothorax

Pneumothoraks didefinisikan sebagai suatu keadaan terdapatnya


udara di dalam rongga pleura. Pneumothoraks yang terjadi pada orang sehat
tanpa adanya penyakit paru  disebut sebagai pneumothoraks primer.
Sedangkan pneumothoraks yang diebabkan oleh penyakit paru disebut
sebagai pneumothoraks sekunder.6,7

Gambar. Pneumothotax

B. Etiologi dan Klasifikasi Pneumothorax

Pneumothoraks terjadi akibat peninggian tekanan intrabronkus dan


intra-alveolus pada suatu tempat lemah dalam jaringan paru yang pecah,
sehingga udara dapat masuk ke dalam rongga pleura.

4
Tempat lemah dapat berupa bula dalam parenkim paru bagian
perifer atau emfisema interstitialis lokal (bleb) atau proses paru yang
menimbulkan destruksi parenkim bagian perifer dan pleura berdekatan,
sehingga terbentuk suatu fistel bronkopleural.
Pneumothoraks dapat terjadi bila terjadi ruptur pada dinding paru,
yang menyebabkan udara keluar dari paru dan masuk ke dalam rongga pleura.
Pneumothoraks juga dapat terjadi bila terdapat tusukan pada dinding dada
sehingga udara luar masuk ke dalam rongga pleura. Pneumothoraks dapat
terjadi secara tiba-tiba (misalnya pada laki-laki kurus yang menderita
sindroma Marfan) sebagai dari akibat trauma dada, barotrauma pada paru,
penyakit paru seperti emfisema, infeksi akut, infeksi kronis (TBC), kerusakan
paru akibat kistik fibrosis, kanker, katamenial pneumothoraks  (yang
disebabkan oleh endometriosis pada dinding paru),  dll. Pada bayi baru lahir,
pneumothoraks dapat merupakan komplikasi pada penyakit membran hialin,
pneumonia, resusitasi dengan tekanan positif dan sering pula timbul secara
spontan tanpa diketahui penyebabnya. Pada anak yang lebih besar
pneumothoraks merupakan komplikasi pneumonia, tuberkulosis dan asma
bronkial.3, IKA UI
Pneumotoraks dapat dibagi berdasarkan atas beberapa hal, yaitu :5
1. Berdasarkan etiologinya.
(a) Pneumothoraks simptomatika
(b) Pneumothoraks idiopatika
Pneumothoraks yang etiologinya tidak diketahui secara pasti.
2. Berdasarkan terjadinya.
(a) Pneumotoraks spontan primer
Pneumotoraks yang ditemukan pada penderita yang sebelumnya tidak
menunjukkan tanda-tanda sakit.
(b) Pneumotoraks spontan sekunder
Pneumotoraks yang ditemukan pada penderita yang sebelumnya telah
menderita penyakit, mungkin merupakan komplikasi dari pneumonia,
abses paru, tuberkulosis paru, asma kistafibrosis dan karsinoma bronkus.
(c) Pneumotoraks traumatika

5
Pneumotoraks yang timbul disebabkan robeknya pleura viseralis maupun
pleura parietalis sebagai akibat dari trauma.
(d) Pneumotoraks artifisialis
Pneumotoraks yang sengaja dibuat dengan memasukkan udara ke dalam
rongga pleura, dengan demikian jaringan paru menjadi kolaps sehingga
dapat beristirahat. Pada zaman dulu pneumotoraks artifisialis sering
dikerjakan untuk terapi tuberkulosis paru.
3. Berdasarkan lokalisasi.
(a) Pneumotoraks parietalis
(b) Pneumotoraks mediastinalis
(c) Pneumotoraks basalis
4. Berdasarkan derajat kolaps jaringan paru.
(a) Pneumotoraks totalis, apabila seluruh jaringan paru dari satu
hemitoraks mengalami kolaps.
(b) Pneumotoraks parsialis, apabila jaringan paru yang kolaps hanya
sebagian.
Derajat kolaps paru pada pneumothorak totalis dapat dinyatakan dalam
persen dengan rumus sebagai berikut:
Rumus mengukur volumenya : (A x B) – (a x b) X 100%
(A x B)

Gambar: Menghitung Volume Collaps Paru


5. Berdasarkan jenis fistel.
(a) Pneumotoraks ventil (pneumothoraks tension)

6
Di mana fistelnya berfungsi sebagai ventil sehingga udara dapat masuk ke
dalam rongga pleura tetapi tidak dapat ke luar kembali. Akibatnya tekanan
udara di dalam rongga pleura makin lama makin tinggi dan dapat
mendorong mediastinum ke arah kontra lateral.
(b) Pneumotoraks terbuka
Di mana fistelnya terbuka sehingga rongga pleura mempunyai hubungan
terbuka dengan bronkus atau dengan dunia luar; tekanan di dalam rongga
pleura sama dengan tekanan di udara bebas.
(c) Pneumotoraks tertutup
Di mana fistelnya tertutup udara di dalam rongga pleura, terkurung, dan
akan diresobsi spontan. Pembagian pneumotoraks berdasarkan jenis
fistelnya ini sewaktu-waktu dapat berubah. Pneumotoraks tertutup
sewaktu-waktu dapat berubah menjadi pneumotoraks terbuka, dan dapat
pula berubah menjadi pneumotoraks ventil.

C. Diagnosis Pneumothorax
1. Gejala klinis
Pada anak besar sering didapatkan rasa nyeri yang timbul pada sisi
thoraks yang terkena, yang kemudian disusul oleh dispneu. Gejala ini sering
dikira suatu serangan angina pectoris. Pada sebagian penderita kadang-
kadang ditemukan faktor pencetus berupa batuk, bersin atau latihan jasmani
yang berat. Namun, kadang-kadang pneumothoraks dapat terjadi pada waktu
tidur.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan di sisi thoraks yang terkena, perkusi
hipersonor atau timpani, disertai bising nafas yang berkurang (lemah) atau
menghilang pada auskultasi. Diagnosis baru dapat dipastikan dengan
pemeriksaan rontgen thoraks.
Adanya keluhan-keluhan dan gejala-gejala klinis pneumothoraks amat
tergantung pada besarnya lesi pneumothoraks dan ada tidaknya komplikasi
penyakit paru. Beberapa pasien menunjukkan keadaan asimtomatik dan

7
kelainan hanya dapat ditemukan pada pemeriksaaan foto dada rutin. Pada
beberapa kasus, pneumothoraks terluput dari pengamatan.8
Gejala yang utama adalah berupa rasa sakit yang tiba-tiba dan bersifat
unilateral serta diikuti sesak nafas. Kelainan ini ditemukan pada 80-90%
kasus. Gejala-gejala ini lebih mudah ditemukan bila penderita melakukan
aktivitas berat. Tetapi pada sebagian kasus, gejala-gejala masih gampang
ditemukan pada aktivitas biasa atau waktu istirahat.8
Rasa sakit tidak selalu timbul. Rasa sakit ini bisa menghemat atau
menetap bila terjadi perlengketan antara pleura viseralis dan pleura parietalis.
Suatu waktu perlengketan ini bisa sobek pada tekanan kuat dari
pneumothoraks, sehingga terjadi perdarahan intrapleura (hemato-
pneumothoraks). Kadang-kadang gejala klinis dapat ditemukan walaupun
kelainan pneumothoraksnya sedikit, misalnya perkusi yang hipersonor,
fremitus yang melemah sampai menghilang, suara nafas yang melemah
sampai menghilang pada sisi yang sakit.8
Pada lesi yang lebih besar atau pada tension pneumothoraks, trakea dan
mediastinum dapat terdorong kesisi kontralateral. Diafragma tertekam ke
bawah, gerakan pernafasan tertinggal pada sisi yang sakit. Fungsi respirasi
menurun, terjadi hipoksemia arterial dan curah jantung menurun. Kebanyakan
pneumothoraks terjadi pada sisi kanan (53%), sedangkan sisi kiri (45%) dan
bilateral hanya 2 %. Hampir 25 % dari pneumothoraks spontan berkembang
menjadi hidropneumothoraks. Disamping keluhan-keluhan dan gejala-gejala
klinis tersebut diatas, diagnosis lebih meyakinkan lagi dengan pemeriksaan
sinar tembus dada.7,8

2. Gambaran Radiologis
Bayangan udara dalam rongga pleura memberikan bayangan radiolusen
yang tanpa struktur jaringan paru (avascular pattern) dengan batas paru
berupa garis radioopak tipis yang berasal dari pleura viseral.
Pada foto terlihat bayangan udara dari pneumothoraks yang berbentuk
cembung, yang memisahkan pleura parietalis dengan pleura viseralis. Bila
penumothoraksnya tidak begitu besar, foto dengan pernafasan dalam

8
(inspirasi penuh) pun tidak akan menunjukkan kelainan yang jelas. Dalam hal
ini dianjurkan membuat foto dada dengan inspirasi dan ekspirasi penuh.
Selama ekspirasi maksimal udara dalam rongga pleura lebih didorong ke
apeks, sehingga rongga intrapleura di apeks jadi lebih besar. Selain itu
terdapat perbedaan densitas antara jaringan paru dan udara intrapleura
sehingga memudahkan dalam melihat pneumothoraks, yakni terdapatnya
kenaikan densitas jaringan paru selama ekspirasi tapi tidak menaikkan
densitas pneumothoraks.8

Gambar: Pneumotoraks Partial

Gambar: Pneumotoraks Total


Suatu hasil rontgen diperoleh sehabis ekspirasi maksimum akan
membantu dalam menetapkan diagnosa, sebab paru-paru kemudian secara
relatif lebih tebal/padat dibanding pneumothoraks itu. Penurunan volume
paru terjadi sehabis ekspirasi tetapi ruang pneumothoraks tidak berubah. Oleh
karena itu secara relatif pneumothoraks lebih berhubungan dengan paru-paru
sehabis ekspirasi dibanding inspirasi dan kiranya pleura viseral lebih kecil
berhubungan dengan pneumothoraks. Sehingga lebih mudah untuk

9
menggambarkannya. Foto lateral decubitus pada sisi yang sehat dapat
membantu dalam membedakan pneumothorak dengan kista atau bulla. Pada
pneumothorak udara bebas dalam rongga pleura lebih cenderung berkumpul
pada bagian atas sisi lateral.7,8
Jika pneumothoraks luas, akan menekan jaringan paru kearah hilus atau
paru menjadi kuncup/kolaps di daerah hilus dan mendorong mediastinum ke
arah kontralateral. Selain itu sela iga menjadi lebih lebar (2). Udara dalam
ruang pleura jadi lebih radiolusen dibandingkan paru-paru yang bersebelahan
dengan pneumothoraks tersebut, terutama sekali jika paru-paru berkurang
volumenya, dimampatkan atau terkena penyakit yang meningkatkan
kepadatan paru.
Ketika pneumothoraks terjadi pada pasien dengan atelektase lobus, udara
terkumpul dalam ruangan pleura yang dekat dengan paru-paru yang
mengempis. Oleh karena itu distribusi yang udara yang tidak normal pada
pasien ini menyebabkan pengempisan lobus. Pada tension pneumothoraks
pergeseran dari struktur mediastinal kesan pada paru dan kesan pada difragma
sudah terlihat. Ketika kehadiran cairan sebagai tambahan dari udara atau gas
pada film dengan cahaya horisontal memperlihatkan tingkat atau batas udara
dengan cairan. Ketika udara intrapleura terperangkap pada posisi yang tidak
biasa oleh karena penggabungan kadang-kadang pneumothoraks bisa terlihat
pada subpulmonary, terutama pada pasien COPD (Chronic Pulmonary
Obstruktif Disease) dan penurunan dari fungsi paru dan juga diobservasi
sepanjang permukaan tengah dari paru bayi yang baru lahir sering diperiksa
dengan posisi terlentang. Dalam situasi ini harus dibedakan dengan
pneumomediastinum. Ketika garis sambungan depan terlihat pada neonatus,
yang mengindikasikan pneumothoraks bilateral, karena garis ini biasanya
tidak terlihat pada pada pasien. Pada bayi neonatus pneumothorak dapat
dievaluasi dengan foto anteroposterior atau lateral pada
saat yang sama.8
Pada orang dewasa yang sakit kritis diuji dengan posisi setengah duduk
atau terlentang, udara dalam ruang pleura mungkin nampak anteromedial
sepanjang medistinum, pada suatu posisi subpulmonary, pada posisi

10
apicolateral atau posteromedial dalam area paraspinal. Udara mungkin dapat
diamati dalam celah interlobaus, terutama sekali didalam celah kecil sisi
kanan pneumothoraks. Tanda cekungan yang dalam diuraikan oleh Gordon
pada foto posisi terlentang pada pasien pneumothoraks. Foto ini terdiri dari
radiolusen yang relatif pada kedalaman sulcus costophrenicus samping yang
menandakan udara dalam area ini.
Hasil diagnosa mungkin tidak dapat terlihat dalam foto polos. Oleh
karena itu, CT dapat digunakan jika informasi mengenai kehadiran atau
ketidakhadiran pneumothoraks adalah hal yang sangat penting, karena
pneumothoraks relatif lebih mudah dideteksi pada CT sesuai potongan aksis.
Secara ringkas, hasil diagnosa pneumothorax mungkin sulit untuk dibuat
dalam pemeriksaan hasil radiografi dada. Terutama sekali pada foto pasien
dalam posisi terlentang, proyeksi samping mungkin bisa untuk
mengkonfirmasikan kehadiran pneumothoraks manakala proyeksi dari depan
samar-samar. Ketika pneumothoraks kecil foto pada saat inspirasi seringkali
berharga; dan ada kalanya, ketika lokasi pneumothoraks disekeliling hadir,
foto oblique dan foto lateral diperlukan untuk visualisasi yang nyata.
Adakalanya lingkaran radioopak ditemukan pada hilus atau dibawah hilus
pada pasien pneumothoraks yang besar atau luas.

D. Patofisiologi Pneumothorax

Pada manusia normal tekanan dalam rongga pleura adalah negatif.


Tekanan negatif disebabkan karena kecenderungan paru untuk kolaps (elastic
recoil) dan dinding dada yang cenderung mengembang. Bilamana terjadi
hubungan antara alveol atau ruang udara intrapulmoner lainnya (kavitas,
bulla) dengan rongga pleura oleh sebab apapun, maka udara akan mengalir
dari alveol ke rongga pleura sampai terjadi keseimbangan tekanan atau
hubungan tersebut tertutup. Serupa dengan mekanisme di atas, maka bila ada
hubungan antara udara luar dengan rongga pleura melalui dinding dada; udara
akan masuk ke rongga pleura sampai perbedaan tekanan menghilang atau
hubungan menutup.3

11
Pneumotoraks spontan terjadi oleh karena pecahnya bleb atau kista
kecil yang diameternya tidak lebih dari 1-2 cm yang berada di bawah
permukaan pleura viseralis, dan sering ditemukan di daerah apeks lobus
superior dan inferior. Terbentuknya bleb ini oleh karena adanya perembesan
udara dari alveoli yang dindingnya ruptur melalui jaringan intersisial ke
lapisan jaringan ikat yang berada di bawah pleura viseralis. Sebab pecahnya
dinding alveolus ini belum diketahui dengan pasti, tetapi diduga ada dua
faktor sebagai penyebabnya.
1) Faktor infeksi atau radang paru.
Infeksi atau radang paru walaupun minimal akan membentuk jaringan parut
pada dinding alveoli yang akan menjadi titik lemah.
2) Tekanan intra alveolar yang tinggi akibat batuk atau mengejan.
Mekanisme ini tidak dapat menerangkan kenapa pneumotoraks spontan
sering terjadi pada waktu penderita sedang istirahat. Dengan pecahnya bleb
yang terdapat di bawah pleura viseralis, maka udara akan masuk ke dalam
rongga pleura dan terbentuklah fistula bronkopleura. Fistula ini dapat terbuka
terus, dapat tertutup, dan dapat berfungsi sebagai ventil.5

E. Komplikasi
Selalu harus diingat akan terjadinya:
1. Tension Pneumothoraks dengan gejala dispneu yang makin berat, sianosis,
gelisah: komplikasi ini terjadi karena tekanan dalam rongga pleura
meningkat sehingga paru mengempis lebih hebat, mediastinum tergeser
kesisi lain dan mempengaruhi aliran darah vena ke atrium kanan. Pada
foto sinar tembus dada terlihat mediastinum terdorong dan diafragma pada
sakit tertekan kebawah. Keadaan ini dapat mengakibatkan fungsi
pernafasan sangat terganggu yang harus segera ditangani kalu tidak akan
berakibat fatal.
2. Piopneumothoraks: Berarti terdapatnya pneumothoraks disertai empiema
secara bersamaan pada satu sisi paru.

3. Hidro-pneumothoraks/Hemo-pneumothoraks: Pada kurang lebih 25%


penderita pneumothoraks ditemukan juga sedikit cairan dalam pleuranya.

12
Cairan ini biasanya bersifat serosa, serosanguinea atau kemerahan
(berdarah). Hidrothorak dapat timbul dengan cepat setelah terjadinya
pneumothoraks pada kasus-kasus trauma/perdarahan intrapleura atau
perforasi esofagus (cairan lambung masung kedalam rongga pleura).
Hemopneumothoraks selain terdapat gejala dispneu dan sianosis, disertai
pula gejala akibat kehilangan darah seperti anemia, renjatan dan lain-lain.

4. Pneumomediastinum dan emfisema subkutan: Pneumomediastinum dapat


ditegakkan dengan pemeriksaan foto dada. Insidensinya adalah 1% dari
seluruh pneumothoraks. Kelainan ini dimulai robeknya alveoli kedalam
jaringan interstitium paru dan kemungkinan didikuti oleh pergerakan udara
yang progresif kearah mediastinum (menimbulkan pneumomediastinum)
dan kearah lapisan fasia otot-otot leher (menimbulkan emfisema
subkutan).

5. Pneumothoraks simultan bilateral: Pneumothoraks yang terjadi pada kedua


paru secara serentak ini terdapat pada 2% dari seluruh pneumothoraks.
Keadaan ini timbul sebagai lanjutan pneumomediastinum yang secara
sekunder berasal dari emfisem jaringan interstitiel paru. Sebab lain bisa
juga dari emfisem mediastinum yang berasal dari perforasi esofagus.

6. Pneumothoraks kronik: Menetap selama lebih dari 3 bulan. Terjadi bila


fistula bronko-pleura tetap membuka. Insidensi pneumothoraks kronik
dengan fistula bronkopleura ini adalah 5 % dari seluruh pneumothoraks.
Faktor penyebab antara lain adanya perlengketan pleura yang
menyebabkan robekan paru tetap terbuka, adanya fistula bronkopelura
yang melalui bulla atau kista, adanya fistula bronko-pleura yang melalui
lesi penyakit seperti nodul reumatoid atau tuberkuloma.8

F. Diagnosis Banding

1. Emfisema pulmonum
2. Kavitas raksasa
3. Kista paru
4. Infarkjantung

13
5. Infark paru
6. Pleuritis
7. Abses paru dengan kavitas.8

G. Penatalaksanaan Pneumothorax

Setelah diagnosis pneumotoraks dapat ditegakkan, langkah


selanjutnya yang terpenting adalah melakukan observasi yang cermat. Oleh
karena itu penderita sebaiknya dirawa di rumah sakit, mengingat sifat fistula
pneumotoraks dapat berubah sewaktu-waktu yaitu dari pneumotoraks terbuka
menjadi tertutup ataupun ventil. Sehingga tidak jarang penderita yang
tampaknya tidak apa-apa tiba-tiba menjadi gawat karena terjadi
pneumotoraks ventil atau perdarahan yang hebat. Penderita diberi obat sedatif
untuk mengurangi rasa nyeri dan untuk menenangkan (morfin atau petidin).
Batuk perlu dicegah (misalnya dengan kodein) dan sedapatnya faktor etiologi
dihilangkan.
Anak dengan pneumothoraks spontan diobati secara konservatif,
karena pada umumnya resorpsi udara dan pengembangan kembali jaringan
paru berjalan cepat. Namun bila didapatkan pneumothoraks tension segera
dilakukan pungsi rongga pleura yang bersangkutan, dengan jarum dan
kemudian dilakukan pemasangan water sealed drainage. Pada pneumothoraks
yang terjadi berulang-ulang dapat diberikan suntikan larutan glukosa 50% ke
dalam rongga pleura untuk menimbulkan pleuritis secara kimiawi sehingga
terjadi perlekatan antara pleura viseralis dan parietalis.
Tindakan bedah hanya dilakukan bila:
 Cara konservatif tidak berhasil mengembangkan paru kembali
 Pneumothoraks spontan terjadi berulang kali
 Terdapat kista atau bula yang terlampau besar
 Pneumothoraks disebabkan oleh trauma tembus.

1. Pneumothoraks primer dengan gejala minimal
Pasien dengan pneumothoraks spontan kecil, tertutup, dengan gejala
minimal tatalaksana yang diperlukan hanyalah observasi di rumah sakit

14
selama beberpa saat kemudian pasien diijinkan pulang.  Akan tetapi perlu
ditekankan bahwa sebelum dipulangkan , pasien ini harus diingatkan untuk
segera kembali ke rumah sakit bila terjadi sesak nafas atau kesulitan
bernafas. Pasien-pasien seperti ini biasanya memerlukan selang drainase
interkostal dan menjadi pneumothoraks sekunder.
2. Pneumothoraks sekunder dengan gejala minimal
Observasi di rumah sakit diperlukan pada pasien dengan pneumothoraks
sekunder berukuran <1 cm atau asimptomatik tanpa harus dilakukan
intervensi aktif seperti aspirasi atau pemasangan selang drainase.
3. Pneumothoraks primer maupun sekunder simptomatik
Pada pneumothoraks yang telah mempunyai gejala klinis yang
mengganggu misalnya kesulitan bernafas atau sesak harus dilakukan
intervensi lebih lanjut. Sangat tidak tepat bila hanya dilakukan observasi.
Kesulitan bernafas pada pasien pneumothroraks primer kecil (dengan
diameter <2cm) akan menyebabkan penumothoraks tension. Oksigen
dalam konsentrasi tinggi (10 liter/menit) harus segera diberikan karena
inhalasi oksigen dalam konsentrasi tinggi akan mengurangi tekanan total
dalam kapiler pleura dengan mengurangi tekanan parsial nitrogen. Hal ini
akan meningkatkan selisih tekanan antara kapiler pleura dan rongga pleura
yang kemudian akan menyebabkan absorpsi udara dalam rongga pleura.
a. Metode Aspirasi
Selain pemberian oksigen, aspirasi juga merupakan salah satu tatalaksana
utama dalam kasus pneumothoraks yang memerlukan intervensi. Aspirasi
hanya boleh dilakukan pada pneumothoraks berukuran kecil (<2cm)
dengan kesulitan bernafas pada pasien dibawah umur 50 tahun. Pasien
yang berhasil di terapi dengan aspirasi harus dirawat inap dan di observasi
selama paling kurang 24 jam sebelum boleh dipulangkan. Menurut Harvey
dan Prescott dari the British Thoracic Society aspirasi sederhana sama
efektifnya dengan pemasangan selang drainase pada target rekurensi
pneumothoraks minimal 12 bulan. Keuntungan lebih dari aspirasi jika
disbanding dengan pemasangan selang drainase adalah berkurangnya
jumlah angka sakit ketika di rawat dan mengurangi masa rawatan di rumah

15
sakit. Pada pneumothoraks berukuran besar (), resiko gagal dan angka
rekurensi lebih tinggi terutama pada pasien berumur lebih dari 50 tahun,
oleh karena itu sebaiknya dipertimbangkan dengan menggunakan selang
drainase.
b. Metode penggunaan water seal drainage (WSD)
Penggunaan WSD dengan selang dada pertama kali dikenalkan pada tahun
1875, dan penggunaan missal pertama adalah pada tahun 1917 ketika
terjadi epidemic influenza. Selang drainase interkostal atau WSD dalam
bentuk modern telah digunakan sejak tahun 1916 ketika Kenyon
menggambarkan sebuah “Siphon” metode untuk terapi hemothoraks akibat
trauma. Walaupun alat ini sangat efektif dalam pengobatan, akan tetapi
kelemahan alat ini berkisar antara trauma pada dada dan abdominal bagian
viscera dari trocars yang tajam di tangan operator yang belum ahli.
Kelemahan yang lain dari pemasangan selang ini adalah terbentuknya
fissura pada dindig dada. Selang drainase yang masih mengeluarkan
gelembung udara sangat berbahaya untuk di klem, karena hal tersebut
dapat mengubah pneumothoraks yang awalnya minimal menjadi
pneumothoraks tension. Keberhasilan akan dicapai bila paru-paru
mengembang dengan sempurna paling kurang selama 24 jam sebelum
selang drainase boleh dicabut. Cara yang effisien untuk mendeteksi sisa
udara dalam paru adalah dengan meng-klem selang drainase tersebut
selama beberapa jam dan kemudian dilakukan foto thorkas , kebocoran
udara sedikit atau sedang yang masi ada dapat dideteksi dengan cara ini
sehingga dapat dihindarkan penggunaan selang drainase yang berulang.
Penggunaan analgetik dalam selang drainase ini masi kurang di teliti.
Injeksi anestesi local pada intrapleura (20-25 ml = 200-250mg, 1%
lignocaine) secara bolus dengan interval 8 jam dapat dengan aman
mengurangi rasa sakit tanpa mempengaruhi gas darah.9,10
Pemasangan WSD:9,10
1) Pasien dalam keadaan posisi ½ duduk (+ 45 °).
2) Dilakukan desinfeksi dan penutupan lapangan operasi dengan doek
steril.

16
3) Dilakukan anestesi setempat dengan lidocain 2% secara infiltrasi pada
daerah kulit sampai pleura.
4) Tempat yang akan dipasang drain adalah :
- Linea axillaris depan, pada ICS IX-X (Buelau).
Dapat lebih proximal, bila perlu. Terutama pada anak- anak
karena letak diafragma tinggi.
- linea medio-clavicularis (MCL) pada ICS II-III (Monaldi)
5) Dibuat sayatan kulit sepanjang 2 cm sampai jaringan bawah kulit
(Gambar. B).
6) Dipasang jahitan penahan secara matras vertikal miring dengan side
0.1.
7) Dengan gunting berujung lengkung atau klem tumpul lengkung,
jaringan bawah kulit dibebaskan sampai pleura, dengan secara pelan
pleura ditembus hingga terdengar suara hisapan, berarti pleura
parietalis sudah terbuka (Gambar. C dan D).
Catatan : pada hematothoraks akan segera menyemprot darah keluar, pada
pneumothoraks, udara yang keluar.

A B

C D

17
Gambar: Cara Pemasangan Selang WSD

Gambar: Cara Pemasangan Selang WSD


Komplikasi dari pemasangan selang drainse interkostal ini adalah
penetrasi pada organ mayor seperti paru-paru, perut, limpa, hati, jantung,
dan pembuluh darah besar sehingga akan berakibat fatal. Kejadian ini akan
terjadi bila trocar besi yang dimasukkan secara tidak benar dalam
prosedur pemasangan. Infeksi pleura merupakan komplikasi lain dari
pemasangan selang drainase ini, sehingga pemberian antibiotic profilaksis
harus dipertimbangkan dan teknik aseptic harus diterapkan pada segala
teknik pemasangan serta manipulasi dari system selang dada ini.
Komplikasi lain yang paling banyak terjadi adalah emfisema, walaupun ini
hanya mengganggu dalam hal kosmetik selama beberapa hari. Emfisema
ini terjadi karena terbentuknya rongga berisi udara pada jaringan subkutan.
Hal ini dapat terjadi bila selang dada yang dipasang malposisi atau
bergulung atau selang yang di klem. Emfisema juga dapat timbul bila
selang yang digunakan berukuran lebih kecil dari daerah bocor. Penaganan
dari emfisema ini biasanya secara konservatif, akan tetapi bila dalam
kondisi menyebabkan bahaya pada nyawa pasien makan dapat dilakukan
trakeostomi, dekompresi insisi kulit, dan pemasangan selang pada daerah
subkutan.2,11

18
BAB III. KESIMPULAN

Paru merupakan organ penting bagi tubuh yang mempunyai fungsi


utama sebagai alat pernafasan (respirasi). Paru berada dalam rongga pleura yang
tekanannya selalu negatif selama siklus nafas (tekanan udara di luar dianggap = 0)
Paru mengembang sampai menempel pleura. Bila tekanan rongga pleura jadi
positif, paru-paru akan collaps. Hal ini terjadi pada pneumothorax karena luka
tusuk dari luar, pneumothorax karena pecahnya blebs, caverne tbc atau pccahnya
bronkus pada trauma dan pada hidro/hemato-thoraks atau Pleural effusion.
Beberapa karakteristik pada pneumotoraks antara lain: laki-laki lebih sering
daripada wanita (4: 1); paling sering pada usia 20–30 tahun Pneumotoraks
spontan yang timbul pada umur lebih dan 40 tahun sering disebabkan oleh adanya
bronkitis kronik dan empisema. Lebih sering pada orang orang dengan bentuk
tubuh kurus dan tinggi (astenikus) terutama pada mereka yang mempunyai
kebiasaan merokok. Pneumotoraks lebih sering ditemukan pada hemitoraks kanan
daripada hemitoraks kiri. Pneumotoraks bilateral kira-kira 2% dari seluruh
pneumotoraks spontan. Insiden dan prevalensi pneumotoraks ventil 3 — 5% dari
pneumotoraks spontan.

19
Pneumothoraks didefinisikan sebagai udara yang berada dalam rongga
pleura. Pneumothoraks yang terjadi pada orang sehat tanpa adanya penyakit paru 
disebut sebagai pneumothoraks primer. Sedangkan pneumothoraks yang
diebabkan oleh penyakit paru disebut sebagai pneumothoraks sekunder.
Pneumothoraks dapat terjadi bila terjadi ruptur pada dinding paru, yang
menyebabkan udara keluar dari paru dan masuk ke dalam rongga pleura.
Pneumotoraks dapat dibagi berdasarkan atas beberapa hal, yaitu :5
1) Berdasarkan kejadian.
(a) Pneumotoraks spontan primer
(b) Pneumotoraks spontan sekunder
(c) Pneumotoraks traumatika
(d) Pneumotoraks artifisialis
2) Berdasarkan lokalisasi.
(a) Pneumotoraks parietalis
(b) Pneumotoraks mediastinalis
(c) Pneumotoraks basalis
3) Berdasarkan tingkat kolaps jaringan paru.
(a) Pneumotoraks totalis,
(b) Pneumotoraks parsialis,
4) Berdasarkan jenis fistel.
(a) Pneumotoraks ventil
(b) Pneumotoraks terbuka
(c) Pneumotoraks tertutup
Pada manusia normal tekanan dalam rongga pleura adalah negatif.
Tekanan negatif disebabkan karena kecenderungan paru untuk kolaps (elastic
recoil) dan dinding dada yang cenderung mengembang. Bilamana terjadi
hubungan antara alveol atau ruang udara intrapulmoner lainnya (kavitas, bulla)
dengan rongga pleura oleh sebab apapun, maka udara akan mengalir dari alveol ke
rongga pleura sampai terjadi keseimbangan tekanan atau hubungan tersebut
tertutup. Serupa dengan mekanisme di atas, maka bila ada hubungan antara udara
luar dengan rongga pleura melalui dinding dada; udara akan masuk ke rongga
pleura sampai perbedaan tekanan menghilang atau hubungan

20
menutup.Penatalaksanaan pneumothorax dapat dilakukan dengan metode aspirasi
dan pemasangan water seal drainage (WSD)

DAFTAR PUSTAKA

1. Rahardjo E. Penanganan Gangguan Nafas Dan Pernafasan Buatan Mekanik.


1997: 1- 5.

2. J. P. Janssen, M. Noppen. 2006. Management Of Spontaneous


Pneumothoraks State Of The Art. European Respiratory Journal. Diunduh
Dari Http://Www.Ers.Com/

3. Canadian Lung Association. Pneumothorax. Agustus 2009. Diunduh Dari


Http://Www.Canadianlung.Com/

4. Boedi Swidarmoko. Penatalaksanaan Konservatif Pneumotoraks Spontan.


Bagian Pulmonologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/Unit Paru
RS Persahabatan, Jakarta. Cermin Dunia Kedokteran No. 101, 1995: 13-17

5. H, Mukti A. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Airlangga University


Press.Edisi 2. Surabaya: 2002.

6. R. Sjamsuhidayat, Wim De Jong. Dinding Toraks Dan Pleura. Buku Ajar


Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta; Egc. 408-410.

21
7. Anonym.Http://Medicastore.Com/Penyakit/148/Kolaps_ParuParu_Pneumot
horax.Html:Http://En.Wikipedia.Org/Wiki/Pneumothorax

8. Amirulloh R. Penatalaksanaan Pneumotoraks Di Dalam Praktek. Cermin


Dunia Kedokteran No. 38 1985: 22-25

9. Noppen, Et Al. Manual Aspiration Vs CT Drainage In 1st Epidsodes Of PSP:


A Multicenter Prospective Randomized Pilot Study. Am J Respir Crit Care
Med. May 2002.

10. Onuki, Et Al. Thoracoscopic Surgery For PTX In Older Patients. Surg
Endosc Feb 2002.

11. M Henry, T Arnold. 2003. BTS Guidelines For The Management Of


Spontaneous Pneumothorax. Thorax. Diunduh Dari
Http://Www.Thorax.Bmj.Com/

22

Anda mungkin juga menyukai