Anda di halaman 1dari 312

buku tanya jawab tijani

M. Yunus A. Hamid

THARIQAH AT TIJANIYAH

Dalam neraca Al Qur’an dan As Sunnah

( Tanya – Jawab )
Diterbitkan oleh :

YAYASAN PENDIDIKAN DAN DAKWAH

“TARBIYAH At TIJANIYAH”

Kebon Sirih – Menteng – Jakarta Pusat

Jakarta, Rabiul Awwal 1430 H.

Motto :
َ‫سيِّ ُدنَا قَا َل‬ ْ ُ‫ي التِّ َجانِّيَ ُم َح َّمدَ ابْنَُ أ َ ْح َم َُد ْال َم ْكت ُ ْو َُم ا َ ْلق‬
َ ‫طبَُ َوقُد َْوتُنَا‬ ََ ‫ض‬ َ : “‫سمِّ ْعت َُْم اِّذَا‬
ِّ ‫ع ْن َه ُ هللا َر‬ َ ‫ش ْيئًا‬
َ ‫عنِّي‬ َ ُ‫ان فَ ِّزنُ ْوَه‬
َِّ َ‫عِّ بِّمِّ يْز‬ َّ ‫فَ ُخذُ ْوَهُ َوافَقََ فَ َما ال‬
َ ‫ش ْر‬
ََ َ‫فَاتْ َر ُك ْوَهُ خَال‬
‫ف َو َما‬

Berkata Junjungan dan pemimpin kamial Qhutb al Maktum Ahmad bin Muhammad At Tijani r.a.:

“Apabila kalian mendengar sesuatu dariku, maka timbanglah dengan neraca syariat Islam (Alquran
dan Hadits), maka apa saja yang cocok ambillah dan apa saja yang tidak cocok tinggalkanlah”.

‫الرحيم الرحمن هللا بسم‬

Muqaddimah
َ‫ي للَِّ ا َ ْل َح ْم ُد‬َْ ‫ن الَّ ِّذ‬َْ ِّ‫س ِّي َِّد أ ُ َّم َِّة َج َع َلنَام‬ َ ‫ط ِّر ْي َق َِّة ِّإ َلى َو َه َدانَا َو ْال ُم ْر‬
َ َِّ‫س ِّليْنََ األ ْن ِّب َياء‬ َ ‫صالََة ُ ْال ُم َح َّم ِّد ِّييْنََ األ َ ْو ِّل َياءَِّ َختْ َِّم‬ َّ ‫علَى َوال‬
َّ ‫سالَ َُم َوال‬ َ ‫س ِّي ِّدنَا‬ َِّ ‫ْالفَات‬
َ َ‫ِّح ُم َح َّمد‬
‫علَى ْال َعالَمِّ يْنََ ِّل َجمِّ ي َِّْع‬ َ ‫ص َحابِّ َِّه أ َ ِّل َِّه َو‬ ْ َ ‫ْن يَ ْو َِّم ِّإلَى ْال ُم ْهت َ ِّديْنََ ْال َها ِّديْنََ َوأ‬ ِّ ‫ أ َّمابَ ْع َُد‬:
َِّ ‫الدي‬

Alhamdulillah, dengan rahmat, nikmat, hidayah dan ‘inayah Allah SWT saat ini telah hadir di hadapan
sidang pembaca sebuah buku tanya jawab sederhana yang berjudul “THARIQAH AT TIJANIYAH dalam
timbangan AL Qur’an dan Sunnah” yang secara khusus membahas Thariqah At Tijaniyah berdasarkan
neraca syariah yaitu Al Qur’an dan Hadits Rasulullah SAW.

Perlu kita maklumi bersama bahwa Thariqah At Tijaniyah adalah satu satunya Thariqah yang paling
mu’tabar dan murni dalam Islam. Maksudnya adalah, segala sesuatu dalam Thariqah At Tijaniyah
baik amalan (Aurad Al Lazimah dan Aurad Al Ikhtiyariyah), kaifiat, syarat syarat maupun dhamanat
(jaminan) murni semuanya berdasarkan apa yang telah disampaikan oleh Sayyidul Wujud Rasulullah
SAW kepada guru dan panutan kita As Sayyid Asy Syarif Al Quthbi Al Maktum Wal Khatmi Al
Muhammadiy Al Ma’lum Abil Abbas Ahmad bin Muhammad At Tijany ra.

Oleh karena itu, kita selaku pengamal Thariqah At Tijaniyah wajib tahu dasar hukum seluruh bagian
dalam Thariqah ini dengan sebaik baiknya, tujuan utamanya adalah agar supaya hati kita bisa
menjadi tenang dan marem serta yakin tanpa keraguan sedikitpun dalam mengamalkan, karena kita
bukan hanya ikut ikutan tapi kita juga tahu dasar hukumnya berdasarkan neraca syariah yaitu Al
Qur’an dan Al Hadits An Nabawiyah. Lebih jauh dari itu kitapun bisa menjawab berbagai pertanyaan
dari orang orang yang benar benar ingin tahu, maupun dari orang orang yang sengaja mencari cari
dalih untuk menistakan amalan dan pengamal thariqah.

Insya-Allah buku ini bisa memberikan jawaban yang memuaskan bagi penanya yang hatinya ikhlas
karena benar benar ingin tahu dan mencari kebenaran, tapi buku ini tidak akan mampu memuaskan
hati orang yang bertanya hanya untuk berdebat dan tidak mau tahu. Karena dalil paling akurat bagi
orang yang tidak mau tahu hanya satu, yaitu kalimat “Anda adalah orang paling tahu, paling ‘alim
dan paling benar. Sedangkan orang lain termasuk saya (penulis) tidak tahu apa apa dalam agama
ini”.

Jika ada yang salah dan khilaf dalam tulisan ini, penulis dengan senang hati menerima teguran dan
masukan demi perbaikan, akhirnya hanya kepada Allah SWT kami berharap akan limpahan rahmat
dan karunia, kepada Rasul dan Kekasih Allah kami mohon syafaat dan bimbingan, juga kepada guru
kami Sayyidul Auliya’ Al Quthbi Al Maktum kami labuhkan sejuta harapan dan sandaran, serta
kepadanya kami wakafkan segenap hidmat dan pengabdian.

Penulis,

Daftar isi

Halaman Judul

Halaman Motto.

Halaman pendahuluan
Halaman daftar isi

Bab. I. Tashawwuf, Thariqah dan Wali Allah…

Tashawwuf ……………………………………………………..

Thariqah ………………………………………………………..

Difinisi tashawwuf itu…………………………………

Ilmu tashawwuf antara sunnah dan bid’ah.

1, Difinisi thariqah ……………………………..

2. Hubungan antara tashawwuf dan thariqah…………

3. Asal usul wirid thariqah dan rahasianya…

4. Dasar hukum dan bukti kebenaran dan keistimewaan wirid thariqah Selain Al Qur’an dan
Hadits………

Hukum melakukan wirid dengan batasan batasan, seperti jumlah dan waktu tertentu……….

Dasar hukumnya berdzikir dan menghitung jumlah bacaannya dengan pakai tasbih ( alat hitung ),
……

Dasar hukumnya bai’at thariqah ……………………….

Hukum masuk salah satu thariqah Mu’tabarah dan mengamalkannya, …………………………..

Hukum mengajarkan ilmu haqiqah, tanpa mengerjakan syariat agama Islam ……………………….
Difinisi THARIQAH MU’TABARAH………………

Jumlah thariqah mu’tabarah yang diakui keabsahannya oleh para ulama tashawwuf ………

Perbedaan antara thariqah mujahadah dan thariqah mahabbah ……………………………………..

Thariqah yang masuk dan berkembang di Indonesia..

Hukum masuk dan mengamalkan wirid salah satu thariqah mu’tabarah, kemudian berhenti
mengamalkan,

c. Wali Allah dalam pandangan Islam berdasarkan Al Qur’an dan Sunnah (Al Hadits).

1. Pengertian wali Allah …………………………………..

2. Arti karomah dan dasar hukumnya……………………

Macam macam ilmu yang diberikan Allah SWT kepada Rasulullah SAW………………………

Perbedaan sabda Rasulullah SAW yang berupa berita atau pesan yang diberikan ketika beliau
masih hidup dan setelah beliau wafat……………………….

Pandangan ulama terhadap perkataan Rasulullah SAW ketika beliau hidup (Hadits) dan perkataan
beliau setelah wafatnya (Bisyarah)…………………

Pandangan Islam terhadap istidraj…………………

Perbedaan antara Mu’jizat para Nabi dan Karomah para Wali………………………………


Bab II. THARIQAH AT TIJANIYAH dalam neraca hukum Islam.

Pengertian thariqah At Tijaniyah………………….

Profil Sayyidi Syeikh Ahmad bin Muhammad At Tijany ra..

Tahun dan tempat Sayyidi Syeikh Ahmad bin Muhammad At Tijany ra. dilahirkan……………

Prestasi Sayyidi Syeikh dimasa kecil sampai masa remaja..

Wafatnya kedua orang tua Sayyidi Syeikh..

Periode mempelajari dan mengamalkan ilmu tashawwuf

Sayyidi Syeikh melaksanakan ibadah haji dan ziarah ke maqam Rasulullah SAW?

Para Wali besar yang beliau temui pada masa pengembaraan ruhani Sayyidi Syeikh, serta kesan
dan pesan mereka kepada beliau?

Al Fathul akbar,………………………………..

Rasulullah SAW menyempurnakan wirid Thariqah At Tijaniyah,

Tahun dan tempat wafatnya Sayyidi Syeikh……..

Sejarah dibongkarnya kuburan Sayyidi Syeikh …………..

Karomah Sayyidi Syeikh Ahmad bin Muhammad At Tijany ra..

Karomah dzahir yang dimiliki Sayyidi Syeikh Ahmad bin Muhammad At Tijany radiyallaahu anhu..

Karomah maknawi yang dimiliki oleh Sayyidi Syeikh Ahmad bin Muhammad At Tijany ra…

Pengertian istilah: Al Qutbaniyyatul ‘Udzma, Al Quthbul Aqthab, Al Qutbul Maktum, Al Khatmul


Muhammadiy dan Al Barzahul Mahtum dalam perspektif tasawwuf………

Maksud istilah Khatmul Anbiya’ wal Mursaliin dan Khatmul Auliya’ Al


Muhammadiyyin……………………..

Maksud hadits “Al Ulama waratsatul Anbiya”…………….

Auliya’ yang menjadi pewaris khusus Rasulullah SAW (Al Waratsah Al Muhammadiyah Al
Khashshah).

20. Bukti atau tanda tanda dari waratsah Al Muhammadiyyah tersebut.


21. Amalan Thariqah At Tijaniyah……………………….

22. Waktu membaca wirdus shabah dan wirdul masa’ (wirid yang wajib dibaca pada waktu pagi dan
sore) dan caranya..

23. Keistimewaan yang terdapat pada waktu pagi dan sore.

24. Hukum mentaqdim (mengajukan waktu) wirid pagi (wirdush shabah) setiap hari dalam keadaan
hidup normal

25. Hukum mentaqdim (mengajukan waktu) melakukan wirid pagi (wirdush shabah) yang ternyata
belum selesai ketika adzan Subuh………………………….

Hukum mengerjakan wirdus shabah dan wirdul masa’ dengan mengahirkan waktunya, tanpa ada
udzur syar’i…

Waktu membaca Wirid Wadzifah dan bagaimana kaifiahnya

Waktunya membaca Dzikrul Hailalah (Dzikrul Jum’ah) dan kaifiahnya..

Hukum jika tidak sempat mengerjakan Aurad Al Lazimah (karena ada udzur syar’i)…

Hukum orang sakit parah dan perempuan yang sedang haid dan nifas…

Hukum membaca wirid thariqah At Tijaniyah jika terjadi kurang atau lebih hitungannya yang
disebabkan oleh kelalaian…

Hukum membaca wirdush shabah dan wirdul masa’ (wirid lazim pagi dan sore) berjamaah……..

Hukum ijtima’ dalam membaca wirid wadzifah (setiap hari) dan dzikir hailalah jum’at……………..

Hukum melaksanakan wirid wdzifah sendirian (tidak berjamaah) padahal di daerah tersebut ada
ihwan…

Hukum membaca wirid thariqah At Tijaniyah (wirid lazim pagi / sore, wirid wadzifah dan dzikir
hailalah) dengan niat dihadiahkan untuk keluarga atau siapa saja orang muslim yang sudah mati,
seperti pada acara 7 hari, 40 hari atau lainnya….

Hukum membaca auradul lazimah (wirid pagi dan sore, wirid wadzifah dan dzikir hailalah) di
kuburan…………

Hukum membaca wirid wadzifah di tempat yang sempit….


Caranya membaca wirid, pada saat sedang berhadas besar dan tidak ada air untuk mandi dan
wudhu’……..

Syarat syarat khusus dalam membaca shalawat Jauharatul kamal……………..

Dasar hukum wirid thariqah At Tijani ?..

Keutamaan shalawat kepada Rasulullah SAW…

Keutamaan shalawat Al Fatih apa atas shalawat lain ……..

Keutamaan wirid wadzifah dan Hailalah Jum’at

44.Keutamaan shalawat Jauharotul Kamal………………..

45. Waktu untuk membaca dzikir hailalah……………..

46. Keutamaan waktu ba’da ashar sampai maghrib di hari Jum’at…

47. Keutamaan bagi orang yang meyakini dan menghormati Sayyidi Syeikh Ahmad At Tijani….

48. Keutamaan Bagi Orang yang baiat Thariqah At Tijany…

BAB III. Syarat-syarat, kewajiban, anjuran dan larangan dalam Thariqah At Tijany

a. Syarat syarat masuk kedalam thariqah At Tijaniyah dan dasar hukumnya …

Guru (Mukoddam/Mursyid) yang mentalqinnya telah mendapat idzin yang syah untuk memberi
wirid.
Di Talqin / mendapat idzin/ bai’at mengamalkan wirid Thariqah Tijaniyah.

Kewajiban Ikhwan Thariqah At Tijani dan dasar hukumnya

Harus menjaga dan mengamalkan syari’at dengan baik dan sempurna.

Harus menjaga sholat lima waktu dengan berjama’ah bila memungkinkan dan tidak ada udzur
syar’i,

harus mencintai Sayyidi Syeikh Ahmad At Tijany selama-lamanya (sampai mati).

Harus menghormati siapa saja yang punya hubungan dengan Sayyidi Syeikh Ahmad At Tijany.

Harus menghormati semua wali Allah Swt. dan semua Thariqah.

Harus mantap pada Thariqah, tidak boleh ragu-ragu.

Selamat dari mencela Thariqah At Tijaniyah.

Harus berbuat baik dengan kedua orang tuanya.

Harus menjauhi orang yang mencela Thariqah At Tijaniyah.

Harus mengamalkan Thariqah At Tijaniyah sampai akhir hayatnya.

C. Larangan yang wajib dijauhi oleh ikhwan thariqah At Tijaniyah dan dasar hukumnya.

Tidak boleh mencaci, membenci dan memusuhi Sayyidi Syeikh Ahmad bin Muhammad At Tijany
RA.

Tidak boleh ziarah kepada wali lain yang bukan pengamal Thariqah Tijany.

Tidak boleh memberikan wirid Thariqah At Tijaniyah kepada orang lain tanpa ada izin yang syah
untuk memberikan (sebelum dilantik menjadi Muqaddam).

Tidak boleh meremehkan (mengentengkan) wirid Thariqah At Tijaniyah, seperti mengahirkan


waktunya tanpa udzur syar’i, atau mengerjakan secara asal asalan.
Tidak boleh memutus hubungan dengan sesama muslim tanpa ada idzin syar’i terutama dengan
ikhwan thariqah At Tijany.

Tidak boleh merasa aman dari Makrillah (ancaman murka Allah)

Bab IV. Peraturan dalam berdzikir

1. Aturan aturan yang wajib dipenuhi oleh ihwan sehingga wiridnya menjadi shah dan diterima dan
dasar hukumnya.

Wirid lazim harus dibaca sendirian (tidak boleh berjama’ah) dengan suara pelan, cukup terdengar
oleh telinga si pembaca sendiri.

Harus suci dari najis, baik badan, pakaian, tempat dan apa saja yang dibawanya.

Harus suci dari hadats, baik dari hadats kecil maupun dari hadats besar.

Harus menutupi aurat sebagai mana sholat, baik bagi pria maupun wanita.

Tidak boleh berbicaraselama baca wirid.

Harus menghadap qiblat

Harus duduk sempurna

Harus Ijtima’ (berjama’ah) dalam melaksanakan wirid Wadhifah (setiap hari) dan Hailalah sesudah
shalat ‘ashar pada hari jum’at apabila di daerahnya ada ikhwan dan tidak ada udzur syar’i..

Aturan tambahan dalam melaksanakan wirid Thariqah At Tijaniyah?

Aturan khusus membaca shalawat Al Fatih

Aturan khusus mengamalkan shalawat Jawharatul kamal….

Alasan Aturan khusus dalam mengamalkan shalawat Jawharatul kamal

Bab V. Pelanggaran yang menyebabkan putusnya bai’at


dan keluar dari Thariqah At Tijaniyah.

Mengambil wirid selain dari wirid Thariqah At Tijaniyah.

Melanggar larangan ziarah pada wali diluar Thariqah At Tijany.

Berhenti / tidak membaca wirid Thariqah Tijaniyah dengan sengaja tidak mau membaca karena
hatinya menolak bahwa wirid itu sebagai kewajiban.

Membenci atau memusuhi Sayyidi Syeikh dan semua yang bertalian dengannya

Memberikan izin melaksanakan wirid thariqah tanpa ada izin shahih.

Memberikan wirid thariqah At Tijani tanpa menjelaskan syarat syarat dan rukunnya terlebih
dahulu. (point ini khusus para Muqaddam),

Mengingkari keberadaan dirinya sebagai ikhwan atau muqaddam thariqah At Tijani,

Murtad / keluar dari agama Islam.

Bab VI. Penutup


Bab I

Pengertian tentang

Tashawuf, Thariqah dan Wali.

Tashawwuf.

Apa Tashawwuf itu?

Dalam kitab “Qawaid at Tashawwuf”, Al ‘AllamahAhmad Zaruq mengatakan bahwa kata


tashawwuf telah didefinisikan dan ditafsirkan dari berbagai aspek, sehingga jika dihitung bisa
mencapai dua ribu definisi. Tapi inti dan maksud dari seluruh panafsiran dan difinisi tersebut kalau
disimpulkan, Tashawwuf adalah sebuah disiplin ilmu dan amalan yang mana titik berat
pembahasannya adalah pada sisi batiniyah manusia, yaitu bagaimana cara menata hati (ahlak hati /
batiniyah) agar supaya seluruh lini ibadah kita (baik ibadah mahdhah maupun ghairu mahdhah) bisa
mencapai syarat diterima oleh Allah SWT, dan bisa dijadikan media untuk mengantar kita kepada
predikat hamba yang tulus ikhlash, ridha dan diridhai serta cinta dan dicintai oleh Allah SWT. Firman
Allah SWT :

َ‫تَعَالَى هللا قَا َل‬: ‫لَّ َو َماأُمِّ ُر ْوا‬ ِّ ‫صالََة َ َويُ ِّق ْي ُم ْوا ُحنَفَا ََء ال ِّدّيْنََ لَ َهُ ُم ْخل‬
َ ِّ‫ِّصيْنََ هللاََ ِّليَ ْعبُد ُْوا إ‬ َّ ‫الزكَاَة َ َويُؤْ ت ُ ْوا ال‬ ْ ( ‫البينة‬: 5)
َّ ََ‫القَيِّ َم َِّة ِّديْنَُ َوذَالِّك‬.
Firman Allah SWT: “Dan tidaklah kami menyuruh kepada kalian semua, kecuali agar supaya kalian
menyembah kepada Allah SWT (bertauhid) dengan tulus / ikhlash kepadanya (dalam menjalankan)
agama dengan lurus. Dan agar supaya mereka menegakkan shalat dan menunaikan zakat, dan yang
demikian itulah agama yang lurus”. (QS. Al Bayyinah: 5)

‫َاب ِّإلَيْكََ أ َ ْنزَ ْلنَا ِّإنَّا‬


ََ ‫ق ْال ِّكت‬
َِّ ‫هللاَ فَا ْعبُ َِّد بِّ ْال َح‬
َ ُ‫صالَ َه‬
ً ‫ال ِّديْنََ ُم ْخ ِّل‬. (‫الزمر‬:2)

Firman Allah SWT: Sesungguhnya kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Qur an) dengan (membawa)
kebenaran. Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan pada-Nya. (QS. Az Zumar : 2)

‫س يَأَيَّت ُ َها‬ ْ ‫ي * ْال ُم‬


َُ ‫ط َمئِّنَّ َةُ النَّ ْف‬ َْ ‫اضيَ َةً َر ِّبكَِّ ِّإلَى ِّإ ْر ِّج ِّع‬
ِّ ‫ضيَّ َةً َر‬ َْ ‫ي فِّى فَا ْد ُخ ِّل‬
ِّ ‫ي * َم ْر‬ َْ ِّ‫ الفجر ( * َجنَّت‬: 27 – 30)
َْ ‫ي َوا ْد ُخ ِّل‬
َْ ‫ى * ِّعبَا ِّد‬

Artinya: “ Wahai jiwa yang tenang (27) kembalilah kamu kepada Tuhan (pencipta dan pemelihara
kamu) dalam keadaan ridha (terhadap segala ketetapan Allah) dan diridhai (oleh Allah SWT) (28)
maka masuklah kamu kedalam ( golongan) hamba hambaKU (29) dan masuklah kamu kedalam
SurgaKU (30).( Al Fajr: 27 -30).

Sabda Rasulullah SAW :

َ‫ع ْن‬َ ‫ْر َو‬ َِّ ‫ع َم ََر َح ْفصَ أَبِّى ْال ُمؤْ مِّ نِّيْنََ أَمِّ ي‬ ُ ‫ْن‬ َِّ ‫ب ب‬ َّ ‫ي ْالخ‬
َِّ ‫َطا‬ ََ ‫ض‬ َ ُ ‫ع ْن َه‬
ِّ ‫هللاُ َر‬ َ ‫ل‬ ََ ‫قَا‬: َُ‫سمِّ ْعت‬ َ ‫ل‬ ََ ‫صلَّى هللاَِّ َرسُ ْو‬ َ ُ‫هللا‬ َ ‫سلَّ ََم‬
َ ‫علَ ْي َِّه‬ َ ‫ل َو‬ َُ ‫إِّنَّ َمااأل َ ْع َما‬
َُ ‫يَقُ ْو‬: ‫ل‬
َِّ ‫ب ِّّال ِّنيَّا‬
‫ت‬ ِّ ، ‫ل َو ِّإنَّ َما‬ َِّ ُ‫ن َمان ََوى ا ْم ِّرئَ ِّلك‬ َْ ‫سو ِّل َِّه هللاَِّ ِّإلَى هِّجْ َرت ُ َهُ كاَنَتَْ فَ َم‬ ُ ‫س ْو ِّل َِّه هللاَِّ ِّإلَى فَ ِّهجْ َرت ُ َهُ َو َر‬
ُ ‫و َر‬،
َ ‫ن‬ َْ ‫الد ْن َيا ِّإلَى هِّجْ َرت ُ َهُ كَانَتَْ َو َم‬
‫ُص ْيبُ َها‬ ِّ ‫ي‬، ‫ ِّإلَ ْي َِّه َما َه َج ََر ِّإلَى فَ ِّهجْ َرت ُ َه ُ يَ ْن ِّك ُح َها ِّإ ْم َرأَةَ أ َ َْو‬،(‫) عليه متفق‬.

Diriwayatkan oleh Amiirul Mukminiin Abi Hafsh Umar Ibnul Khattab RA: saya mendengar Rasulullah
SAW bersabda: “Sesungguhnya setiap pekerjaan itu tergantung pada niatnya, Sesungguhnya setiap
orang mempunyai sesuatu yang diniati (baik atau buruk). Barangsiapa yang hijrahnya (dari Mekah ke
Madinah) untuk mencari dan mendapatkan ridha Allah dan Rasulnya, maka hijrahnya untuk Allah
dan Rasul-Nya (diterima dan berpahala). Dan barangsiapa yang hijrahnya untuk mendapatkan
(kekayaan) dunia, atau untuk perempuan yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya hanya bernilai
sesuai dengan yang diniati tersebut. (tidak bernilai ibadah dan tidak berpahala). (Hadits Muttafaqun
‘alaih)

َ‫ع ْن‬ َ ‫ع ْب َِّد ه َُري َْرَة َ أ َ ِّبى َو‬


َ ‫ن‬َِّ ‫الرحْ َم‬َّ ‫ْن‬ َِّ ‫ص ْخرَ ب‬ َ ‫ي‬ ََ ‫ض‬ِّ ‫ع ْن َه ُ هللا َر‬ ََ ‫قَا‬: ‫ل‬
َ ‫ل‬ َُ ‫صلَّى هللاَِّ َرسُ ْو‬
ََ ‫ل قَا‬ َ ‫سلَّ ََم‬
َ ‫علَ ْي َِّه هللا‬ َ ‫و‬:
َ ‫ن‬ ََ ‫سامِّ ُك َْم ِّإلَى لَ َي ْنظُ َُر‬
ََّ ‫هللا ِّإ‬ َ ‫أ َ ْج‬، ‫َولَ ِّإلَى‬
‫ص َو ِّر ُك َْم‬
ُ ، ‫ِّن‬ َْ ‫ظ َُر َولَك‬ ُ ‫وأ َ ْع َما ِّل ُك َْم قُلُ ْوبِّ ُك َْم ِّإلَى يَ ْن‬.(‫رواه‬
َ ‫)مسلم‬

Dan diriwayatkan oleh Abi Hurairah Abdurrahman bin Shakher RA: Bersabda Rasulullah SAW:
Sesungguhnya Allah SWT tidak melihat (menilai) tubuh dan rupa kamu, tapi yang diperhatikan
(dinilai) oleh Allah SWT adalah (ketulusan) hatimu dan (baik tidaknya) perbuatan kamu. (HR. Muslim)

Kesimpulannya :

Islam adalah agama yang paling sempurna (paripurna), Didalamnya ada tiga pilar yaitu: Al Islam yang
membahas amaliah dzahir seperti ikrar Syahadatain, Shalat, zakat, puasa dan haji serta berbagai
muamalah lain baik wajib, sunnah, makruh, jaiz dan haram. Juga ada Al Iman yang membahas
masalahbatin yaitu berupa keyakinan kepada segala yang ghaib, seperti yakin adanya Allah,
malaikat, kitab kitab Allah, Nabi dan Rasul, kiamat dan taqdir. Perpaduan antara keduanya (Islam
dan Iman) ini adalah Al Ihsan, yaitu beribadah kepada Allah SWT dengan meniru cara ibadah
Rasulullah SAW secara khusyu’, ikhlas sehingga mencapai kondisi merasa selalu dilihat Allah dan
puncaknya seakan akan melihat Allah SWT.

Jadi syari’ah itu adalah ilmu dhahir, sedangkan tashawwuf itu ilmu batin. Ibadah yang benar secara
syariah yaitu artinya sudah shah secara tuntutan syar’i, sedangkan ibadah yang benar secara batin
ialah artinya sudah shah secara tasawwuf, yaitu khusyu’, ikhlas, hingga merasa selalu dilihat Allah
dan puncaknya seakan akan melihat Allah SWT. Oleh karenanya ibadah yang benar secara dzahir dan
batin maka itulah ibadah yang diterima, tapi ibadah yang dilakukan secara dzahir dan batin dengan
dasar pengabdian yang tulus tanpa pamrih surga maupun karena takut neraka, dilakukan karena
cinta dan rindu yang sangat akan pertemuan dengan Dzat Maha Pencipta, itulah hakekat ibadah,
ibadah yang benar, ibadah yang diterima dan ibadah yang tak ternilai derajatnya disisi Allah SWT dan
ibadah inilah yang jauh lebih baik dari pada seluruh dunia dan seisinya.

Untuk mencapai martabat ini tidak ada jalan lain bagi kita ummat Islam kecuali harus mempelajari,
mengetahui secara akurat tentang rahasia hati dan mengamalkan amalan amalan yang bisa
membersihkan dan mensucikan hati serta mengantarkannya ke hadrah Al Qudsiyah Allah SWT.
Sabda Rasulullah SAW :

‫ن أَآل‬ َ ‫ضغَةَ ْال َج‬


ََّ ِّ‫س َِّد فِّى إ‬ ْ ‫صلُ َحتَْ إذَا ُم‬ ََ ُ‫صل‬
َ ‫ح‬ َ ‫س َدتَْ َوإِّذَا ُكل َهُ ْال َج‬
َ ‫س َُد‬ َ َ‫س ََد ف‬ َ ‫ِّي أَآل ُكل َهُ ْال َج‬
َ َ‫س َُد ف‬ ََ ‫)ومسلم البخاري رواه( ْالقَ ْلبَُ َوه‬

“Sesungguhnya dalam tubuh manusia ada segumpal darah, jika itu baik maka baiklah (ahlak dan
amal) seluruh tubuhnya, jika itu rusak maka rusaklah (ahlak dan amaliah) seluruh tubuhnya, ingatlah
segumpal darah itu adalah hati”. (HR. Bukhari dan Muslim).

Ilmu yang membahas teori, amalan serta bimbingan untuk mencapai kebersihan dan kesucian hati
dalam rangka mencapai derajat ridha dan diridhai serta cinta dan dicintai Allah SWT ini namanya
Ilmu tashawwuf. Pada zaman Rasulullah SAW nama ilmu Tashawwuf memang belum ada, tapi
eksistensi teori dan praktek yang dibahas dalam ilmu tashawwuf seperti sabar, qanaah, saja’ah,
ridha, ikhlas dan lain lain sudah ada.

Apakah Tashawwuf sudah ada sejak zaman Nabi Muhammad SAW, atau barang baru yang masuk
kategori bid’ah?
Jawab : Istilah tashawwuf dan pendidikan ilmu tashawwuf pada zaman Rasulullah SAW masih hidup
tidak dikenal secara explicit. Jadi Rasulullah SAW selama hidupnya hanya menerima wahyu (Al
Qur’an) dan menyampaikan Al Qur’an apa adanya, kemudian beliau memberikan contoh dari
pengamalan Al Qur’an tersebut dalam setiap lini kehidupan sehari hari. Tapi secara substansi semua
yang dibahas dalam ilmu tashawwuf itu bersumber dari Al Qur’an dan contoh amaliah sehari hari
Rasulullah SAW (baik bersifat qauliyah, fi’liyah maupun taqririyah).

Demikian juga dizaman Rasulullah SAW tidak ada istilah ilmu tawhid, ilmu tajwid, ilmu tafsir, ilmu
hadits, ilmu fiqh, ilmu nahwu, ilmu sharaf dan lain lain. Termasuk juga pembukuan Al Qur’an dalam
satu mushaf seperti saat ini , apalagi dicetak offset dan diperjual belikan di toko buku. Jadi jika kita
beranggapan bahwa segala sesuatu (istilah) yang tidak ada di zaman Rasulullah SAW dan para
Sahabat itu bid’ah semua, dan setiap bid’ah itu dhalalah dan masuk neraka. Maka yang sesat dan
masuk neraka bukan hanya ahli tashawwuf, tapi ahli tajwid, ahli fiqh, ahli nahwu, ahli tafsir dan lain
lainnya juga sesat dan masuk neraka. Karena semua itu tidak ada istilahnya dizaman Rasulullah SAW.

Tapi kalau kita bicara substansi, praktek tashawwuf, fiqh, tafsir, nahwu, sharaf dan berbagai
persoalan lainnya sejak awal Islam semua sudah ada, yaitu berupa uswah dalam kehidupan pribadi
Rasulullah SAW tanpa nama dan tidak ada penjelasannya, lalu dikemudian hari karena ternyata
begitu kompleks permasalahan yang ada dalam agama ini, maka para ulama terdahulu berijtihad
dengan cara memilah milah masalah agama Islam ini sesuai dengan bidangnya masing masing.
Sehingga secara bertahap muncul bermacam macam istilah dan disiplin ilmu dan amal dalam kancah
kehidupan beragama ini. Dan kini kita tinggal menikmati buahnya, yaitu kemudahan kemudahan
dalam mempelajari dan mengamalkan ajaran agama Islam tercinta ini dari segala lini dan jenis
bahasannya.

3. Jadi apa sesungguhnya bid’ah itu ?.


Jawab: Untuk membahas masalah ini mari kita merujuk pada kalamullah (Al Qur’an) dan hadits
Rasulullah SAW:

َ‫تَعَالَى هللا قَا َل‬: ‫ن‬ َ ُ‫ل هللاَِّ إِّلَى فَ ُرد ْوَه‬
َْ ِّ ‫شيْئَّ فِّى تَنَازَ ْعت َُْم فَإ‬ َِّ ‫الرسُ ْو‬
َّ ‫النساء( َو‬:59)

Artinya: “Jika kalian bersengketa dalam suatu masalah, maka kembalilah kepada Allah SWT dan
kepada RasulNya”.(QS. An Nisa: 59)

ََّ َ ‫ي َهذَا َوأ‬


َ‫تَعَالَى هللا قَا َل‬: ‫ن‬ ََ ُ‫ن بِّ ُك َْم فَتَف ََّرقُ ْوا السب‬
ِّ ‫ل َولَتَتَّبِّعُ ْوا فَاتَّبِّعُ ْوَهُ ُم ْست َ ِّق ْي ًما‬
َْ ِّ‫ص َراط‬ َْ ‫ع‬ َ ‫تَتَّقُ ْونََ لَعَلَّ ُك َْم بِّ َِّه َوصا َ ُك َْم ذَا ِّل ُك َْم‬. (‫النعام‬:153)
َ ‫سبِّ ْي ِّل َِّه‬

Artinya : “Dan sesungguhnya (agama Islam) ini adalah jalanKu yang lurus.maka ikutilah dan
janganlah kalian mengikuti jalan jalan (selain Al Islam). Yang menyebabkan kamu berpecah belah
(keluar) dari jalan Allah SWT. Yang demikian itu diperintahkan kepadamu agar kamu bertaqwa” (QS.
Al An’am: 153).

َ‫ل قَا َل‬ َُ ‫س ْو‬ َ ‫صلَّى‬


ُ ‫هللاِّ َر‬ َ ‫علَ ْي َِّه هللا‬ َ ‫سلَّ ََم‬َ ‫و‬:َ ‫ن‬َْ ‫ث َم‬ََ ‫ْس َه َذا أ َ ْم ِّرنَا فِّى أَحْ َد‬ ََ ‫ردَ فَ ُه ََو مِّ ْن َهُ َما َلي‬. َْ َ ‫ن أ‬
َ (‫ى )عليه متفق‬ ََ ‫اْل ْسالَ َِّم فِّى أَحْ َد‬
َْ ‫ث َم‬ ِّ ْ ‫ْس‬
ََ ‫مِّ نََ َمالَي‬
‫اْل ْسالَ َِّم‬ِّ ‫ي‬ َ ، ‫صلَ لَ َهُ يُ ْش َه َْد َولَ َْم‬
َْ ِّ‫شيْئَ ف‬ ْ َ‫ن أ‬ ُ ُ ‫لَ َم ْرد ُْودَ فَ ُه ََو أ‬
َْ ِّ‫ص ْو ِّل َِّه م‬ َ ‫ ِّإلَ ْي َِّه ي ُْلتَفَتَُ َو‬. (‫الصالحين رياض‬: 87)

Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa yang membuat sesuatu yang baru dalam urusanku (Agama
Islam) ini yang tidak ada dasar hukumnya (baik Al Qur’an maupun Al Hadits) maka hal tersebut
ditolak, dan jangan menoleh terhadap hal tersebut“. (HR. Muttafaqun ‘alaih).

Maksudnya, Barang siapa membuat sesuatu yang baru dalam agama Islam padahal perbuatan
tersebut bukan dari Islam sama sekali (artinya tidak ada dalil baik dalam Al Qur’an maupun Hadits
yang membenarkan terhadap perbuatan tersebut, dan tidak diketahui asal muasalnya (baik berupa
ijma’ ulama’ maupun qias) yang bisa mendukung dan membenarkan perbuatan tersebut, maka hal
tersebut tertolak dan hendaklah jangan condong pada hal baru tersebut. (Riyadhus Shalihiin: 87)

َ‫ل قَا َل‬


َُ ‫س ْو‬ َ ‫صلَّى‬
ُ ‫هللاِّ َر‬ َ ‫سلَّ ََم‬
َ ‫علَ ْي َِّه هللا‬ َ ‫و‬:
َ ‫ن‬َْ ‫ل َم‬ َ ً‫ال‬
ََ ِّ‫عم‬ َ ‫ع َم‬
َ ‫ْس‬ َ ‫ردَ فَ ُه ََو أ َ ْم ُرنَا‬.
ََ ‫علَ ْي َِّه لَي‬ َ (‫)مسلم رواه‬

Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa yang berbuat sesuatu (yang baru dalam Agama Islam) yang
tidak aku perintahkan maka hal tersebut ditolak”. (HR. Muslim).

Ayat ayat dan hadits yang punya pengertian senada dengan ayat dan hadits tersebut diatas sangat
banyak, dan ayat ayat dan hadits inilah yang selalu dijadikan senjata untuk saling menikam dan
mendiskriditkan masing masing kelompok yang bersebrangan. Padahal kalau kita mau bersabar dan
berfikir jernih serta ikhlas dalam beramal juga dalam dakwah, kenyataan saling menikam dan saling
memojokkan tersebut tidak harus terjadi. Karena tidak semua hal baru itu sesat dan ditolak. Secara
substansi kita setuju bahwa bid’ah itu barang terlarang dan harus dijauhkan dari kehidupan ummat
Islam. Tapi sebenarnya bukan masalah bid’ah ini yang jadi masalah, tapi mendefinisikan masalah
baru itu yang sering berbeda dan bermasalah.

Ulama Ahlus sunnah wal jamaah berpendapat bahwa kaedah penetapan hukum dalam Islam rujukan
utamanya adalah Al Qur’an, jika tidak ditemukan secara tersurat dalam Al Qur’an maka dicari dasar
hukumnya dengan merujuk pada Hadits hadits Rasulullah SAW, baik berupa hadits qauliyah
(ucapan), fi’liyah (perbuatan) atau taqririyah (diamnya Nabi dalam menyikapi fenomena yang terjadi
atau perbuatan sahabat). Karena jika fenomena atau perbuatan tersebut dilarang dalam Islam,
niscaya Nabi Muhammad SAW langsung mencegah atau melarang. Tapi jika beliau setuju karena
tidak termasuk larangan, maka beliau diam saja.
Jika masalah tersebut tidak juga ditemukan dalam Al Qur’an maupun Hadits, maka golongan Ahlus
Sunnah wal Jamaah memperhatikan ijma’ (kesepakatan) para ulama yangtelah teruji kadar
ketinggian ilmunya sehingga memenuhi syarat untuk berijtihad, juga kadar keimanan, kejujuran dan
dedikasinya terhadap Islam. Jika masalah itu belum juga ditemui dalam ijma’ ulama’ maka dikiaskan
(dicocokkan) dengan sumber sumber rujukan hukum tersebut diatas dengan cara mencari ‘ilat
persamaannya(dianalogkan atau dikiaskan), maka dengan kias itulah akhirnya ditetapkan status
hukum masalah tersebut.

Kelompok lain dari ummat Islam ada yang maunya hanya merujuk pada Al Qur’an dan hadits saja.
Dan haditsnyapun harus yang shahih, marfu’ dan hasan. Sedangkan hadits hadits dhaif mereka tolak
seluruhnya, apalagi pendapat (ijma’) ulama dan kias. Dan ada juga kelompok yang lebih ekstrim lagi,
yaitu kelompok Islam ingkar sunnah. Mereka hanya mau bertahkim dengan Al Qur’an saja. Dengan
hadits Nabi SAW mereka tidak mau walaupun statusnya hadits shahih. Bagi mereka Nabi adalah
manusia biasa. Sama saja dengan kita, makan minum, beristri dan lain lain. Mereka tidak sadar dan
tidak mau tahu siapa dan bagaimana kedudukan Nabi Muhammad SAW di hadirat Allah SWT.

Dari kenyataan tersebut diatas, perbedaan persepsi dari yang ringan sampai taraf yang paling berat,
akhirnya menjadi sebuah keniscayaan yang tak terhindarkan, bahkan berujung sampai pada taraf
desintegrasi ummat. Bagi kami ahlus sunnah wal jamaah berpendapat bahwa tidak semua hal baru
itu bid’ah dan dhalalah. Karena bagi kami perkara baru tersebut ada dua macam. ada perkara baru
yang tergolong sunnahhasanah disamping ada juga yang tergolongbid’ah dhalalah. Dasarnya adalah
hadits Rasulullah SAW:

َ‫ل قَا َل‬


َُ ‫س ْو‬ َ ‫صلَّى‬
ُ ‫هللاِّ َر‬ َ ‫علَ ْي َِّه هللا‬َ ‫سلَّ ََم‬
َ ‫و‬: َ ‫ن‬َْ ‫ن َم‬ َ ‫اْل ْسالَ َِّم فِّى‬
ََّ ‫س‬ ِّ ً‫سنَّ َة‬
ُ ً‫سنَ َة‬
َ ‫ن َوأَجْ َُر أَج ُْرهَا فَلَ َهُ َح‬
َْ ‫ل َم‬ ََ ‫ع ِّم‬َ ‫ن بِّ َها‬ َْ ِّ‫ْر م‬
َِّ ‫غي‬ َْ َ ‫ص أ‬
ََ ‫ن‬ َْ ِّ‫أ ُ ُج ْو ِّر ِّه َْم م‬
ََ ُ‫ن يَ ْنق‬
َ‫شيْئ‬َ ،‫ن‬ َْ ‫ن َم‬
ََّ ‫س‬ ِّ ً‫سنَّ َة‬
َ ‫اْل ْسالَ َِّم فِّى‬ ُ ً‫سيِّئ َ َة‬
َ ُ‫ن َو ِّو ْز َُر ِّو ْز ُرهَا فَلَ َه‬َْ ‫ل َم‬ ََ ِّ‫عم‬ َْ ِّ‫ْر م‬
َ ‫ن بِّ َها‬ َِّ ‫غي‬ َْ َ ‫ص أ‬
َ ‫ن‬ ََ ُ‫ن يَ ْنق‬َْ ِّ‫شيْئَ أ َ ْوزَ ِّار ِّه َْم م‬ َ ، (‫)مسلم رواه‬.

Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa yang merintis perbuatan yang baik (sunnah hasanah) dalam
Islam, maka dia mendapat pahala perbuatan itu dan pahala perbuatan orang orang yang menirunya
tanpa dikurangi sedikitpun. Barangsiapa yang merintis perbuatan yang tidak terpuji (maksiat) dalam
Islam (sehingga tergolong bid’ah syyiah), maka dia mendapat dosa perbuatan itu dan dosa dari
perbuatan orang orang yang menirunya tanpa dikurangi sedikitpun”. (HR. Muslim)

Dari hadits ini, terbuka kemungkinan dan bolehnya kita yang telah memenuhi syarat berijtihad untuk
berkreasi (berijtihad) dalam Islam demi menjawab tuntutan zaman yang makin kompleks dengan
kreasi inovatif yang jelas telah diketahui tidak diterangkan oleh Alqur’an, dan tidak pula dijelaskan
dan tidak diperbuat sama sekali oleh Nabi SAW dan para sahabatnya, dan tidak terdapat pula pada
ijma’ ulama. Cuma yang perlu diingat disini adalah ladang garapan yang bisa kita berijtihad dan
merenovasi adalah pada bagian bagian furu’iyah (fiqh) bukan ushuluddin (aqidah/tauhid), yaitu
masalah pokok dalam agama.

Contoh: Masalah yang tergolong pokok dalam agama (aqidah/tauhid) seperti keimanan dan aqaid
lima puluh, orang yang berijtihad dengan cara menentang salah satunya, maka orang tersebut kafir,
seperti Muktazilah, qodariyah,jabariyah dan lain sebagainya. Demikian puladalam masalah furuiyyah
yang telah jelas diketahui nash dan ijma’ (maklum fi al din bi al dloruri) seperti shalat lima waktu, ini
adalah masalah yang tidak ada ruang untuk berijtihad. Demikian juga jumlah rakaat shalat lima
waktu. Kalau ada pihak yang menambah atau mengurangi maka mereka tergolong sesat (kafir),
karena perbuatan tersebut berlawanan dengan ketentuan agama yang telah maklum ” fi al din bi al
dloruri“.

Demikian juga perbedaan yang mengada ngada tanpa dasar hukum yang jelas seperti menambah
rukun shalat, menterjemahkan bacaan shalat ketika shalat, puasa pati genni, puasa terus menerus
tanpa berbuka dan sahur, membolehkan ibadah haji diluar tanggal dan bulan haji yang ditentukan Al
Qur’an, atau ditempat lain selain di tanah haram Mekkah Al Mukarramah dll adalah bid’ah dhalalah
yang tergolong kafir, sesat dan menyesatkan.
Tapi dalam masalah khilafiyah furu’iyah, yaitu yang tidak ditetapkan dalam nash Al Qur’an dan Al
Hadits seperti syarat syarat serta rukun shalat diantara ulama ada perbedaan pendapat. Seperti
sikap kita ketika berdiri dalam shalat, Imam Syafii menganjurkan meletakkan kedua tangan pas di
tengah tengah antara dada dan perut, yang lain seperti Imam Abu Hanifah menganjurkan agar
keatas tepat di depan dada, Imam Ahmad bin Hambal menganjurkan tepat diatas perut (pusar)
sedangkan Imam Malik berpendapat tidak perlu, maksudnya berdiri biasa dan tangan disamping
pinggang.

Perbedaan dalam masalah furu’ yang tidak ditetapkan nash Al Qur’an dan Al Hadits seperti ini
namanya madzhab dan tidak tergolong sesat selama pendapat tersebut mempunyai dasar yang jelas
dan kuat. Demikian juga, fenomena ahir zaman yang tidak pernah terjadi dan terbahas pada masa
hidup Nabi, Sahabat dan tabiin serta tabiit tabiin. Kalau kita selaku muslim menolaknya mentah
mentah tanpa mengolahnya secara arif dan bijak, niscaya kita (umat Islam) menjadi ummat
terbelakang dan tertinggal serta tergilas roda zaman yang senantiasa bergulir tanpa henti.

Sebagai contoh kita ambil fenomena dakwah. ummat agama lain sudah terbiasa memakai fasilitas
modern seperti koran, majalah dan berbagai piranti elektronik, dari yang sederhana seperti radio
sampai pada piranti super canggih berupa televisi, internet, facebook dan mungkin sebentar lagi
akan muncul berbagai piranti yang jauh lebih canggih lagi. Kalau kita berpendapat bahwa semua
fenomena yang tidak ada dan tidak dilakukan oleh Nabi dan para sahabatnya adalah bid’ah. Maka
menggunakan berbagai piranti canggih yang ada saat ini adalah bid’ah. Kalau setiap perkara baru
dianggap bid’ah dhalalah (tidak ada sunnah hasanah), dan setiap bid’ah dhalalah itu masuk neraka,
maka semua lembaga dakwah yang ada di seluruh dunia, termasuk yang ada di negeri ini telah
melakukan bid’ah dhalalah semua, yang berarti calon penghuni neraka semua.

Sebaliknya jika kita mengambil pendapat yang setuju bahwa perkara baru itu terbagi menjadi dua
macam (sunnah hasanah dan bid’ah dhalalah), dan penggunaan media untuk memudahkan dan
lebih mengefektifkan tugas dalam dakwah. Maka semua hal baru yang tidak ada pada zaman Nabi
dan sahabatnya tapi sangat bermanfaat untuk menunjang tugas dakwah serta kemaslahatan ummat,
pada prinsipnya boleh boleh saja dan tidak termasuk pada bid’ah yang dilarang agama.
Untuk lebih memperkaya wawasan, berikut ini penulis sajikan dua pendapat Ulama terkenal yang
membahas masalah bid’ah. Menurut pendapat Syeikh Zaruq, bid’ah itu ada 3 macam:

Bid’ah sharihah, adalah bid’ah yang jelas kesesatannya. Karena bid’ah jenis ini terlihat jelas
pertentangan dan penyelewengannya terhadap hukum hukum Islam yang ada. Seperti berpuasa
terus menerus tanpa buka dan sahur, melakukan dan menganjurkan shalat sunnah pada waktu yang
dilarang melakukan shalat sunnah (setelah shalat subuh dan ashar). Sengaja berpuasa pada hari hari
yang dilarang berpuasa seperti pada hari tasyrik. Dan lain lain.

Bid’ah Idhafiah, yaitu bid’ah yang disandarkan pada suatu yangdapat diterima dan tidak wajar
untuk dijadikan perdebatan. Seperti shalat tarawih berjamaah, membukukan Al Qur’an dalam satu
mushaf dan mencetaknya secara massal, dan lain lain.

Bid’ah Khilafiah, yaitu bid’ah yang didasarkan pada dua sumber yang saling tarik menarik antar
keduanya sehingga sampai kapanpun tetap menjadi perbedaan, akibatnya satu pihak mengatakan
sunnah sementara pihak lain mengatakan bid’ah. seperti dzikir berjamaah, membaca maulid dan lain
lain.

Syaikhul Islam Al Imam Abdu as Salam membagi bid’ah menjadi lima golongan, antara lain:

Bid’ah wajib, seperti belajar berbagai jenis ilmu yang tidak ada di zaman Nabi SAW dan para
sahabatnya, diantaranya ilmu tajwid, nahwu, sharraf, hisab, hadits, fiqh, tashawwuf dan lain lain.

Bid’ah haram (sesat), seperti paham qadariyah, jabariyah, mujassimah, Ahmadiah Qadiani serta
berbagai firqah aqidah lain yang menyimpang dan keluar dari firqah ahlus sunnah wal jamaah.

Bid’ah sunnah, seperti membangun pondok pesantren, yayasan yatim piatu, mendirikan madrasah
/ sekolah, menghitung dzikir dengan tasbih, melafadzkan niat (sunnah menurut Imam Syafi’i),
membuat bulletin Jum’at, majalah dan buku buku islami, serta semua jenis kebaikan yang membawa
kearah kemajuan ummat yang tidak pernah ada pada zaman Nabi SAW dan para sahabatnya.

Bid’ah makruh, seperti menghias masjid dan menghiasi mushaf dan lain lain.

Bid’ah mubah, seperti berjabat tangan setelah shalat, shalat dengan pakaian daerah (dengan
catatan, harus memenuhi syarat untuk shahnya shalat) dan lain lain.
Berbeda dengan Syeikh Zaruq dan Al Imam Abdus Salam sebagaimana tersebut diatas, Al Syeikh
Sayyidi Mukhtar Ahmad Fal Al ‘Alawi Al Tijani Al Sinqithy ra, dalam kitabnya yang berjudul “Risalat Al
Bayan wa Al Tibyan Fi Anna Al Sufiyata Madzhabuha Al Sunnah wa Al Qur’an” pada halaman 19 pasal
3: Fi Bayaani Al Farqu baina Bid’ati Al Dhalalati wa Al Sunnati Al Hasanati. Berdasarkan hadits Nabi
Muhammad SAW:

َ‫ل قَا َل‬


َُ ‫س ْو‬ َ ‫صلَّى‬
ُ ‫هللاِّ َر‬ َ ‫علَ ْي َِّه هللا‬َ ‫سلَّ ََم‬
َ ‫و‬: َ ‫ن‬َْ ‫ن َم‬ َ ‫اْل ْسالَ َِّم فِّى‬
ََّ ‫س‬ ِّ ً‫سنَّ َة‬
َُ ً‫سنَ َة‬
َ ‫ن َوأَجْ َُر أَج ُْرهَا فَلَ َهُ َح‬
َْ ‫ل َم‬ ََ ‫ع ِّم‬َ ‫ن ِّب َها‬ َْ ِّ‫ْر م‬
َِّ ‫غي‬ َْ َ ‫ص أ‬
َ ‫ن‬ َْ ِّ‫أ ُ ُج ْو ِّر ِّه َْم م‬
ََ ُ‫ن َي ْنق‬
َ‫شيْئ‬َ ،‫ن‬ َْ ‫ن َم‬
ََّ ‫س‬ ِّ ً‫سنَّ َة‬
َ ‫اْل ْسالَ َِّم فِّى‬ ُ ً‫س ِّيئ َ َة‬
َ ُ‫ن َو ِّو ْز َُر ِّو ْز ُرهَا فَلَ َه‬َْ ‫ل َم‬ ََ ِّ‫عم‬ َْ ِّ‫ْر م‬
َ ‫ن ِّب َها‬ َِّ ‫غي‬ َْ َ ‫ص أ‬
َ ‫ن‬ ََ ُ‫ن يَ ْنق‬َْ ِّ‫شيْئَ أ َ ْوزَ ِّار ِّه َْم م‬ َ ، (‫)مسلم رواه‬.

Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa yang merintis perbuatan yang baik (sunnah hasanah) dalam
Islam, maka dia mendapat pahala perbuatan itu dan pahala perbuatan orang orang yang menirunya
tanpa dikurangi sedikitpun. Barangsiapa yang merintis perbuatan yang tidak terpuji (maksiat) dalam
Islam (sehingga tergolong bid’ah syyiah), maka dia mendapat dosa perbuatan itu dan dosa dari
perbuatan orang orang yang menirunya tanpa dikurangi sedikitpun”. (HR. Muslim)

Juga berdasarkan beberapa riwayat hadits yang punya arti dan makna sama dengan hadits tersebut
diatas. Maka beliau tidak berkenan membagi bid’ah menjadi dua macam (bid’ah hasanah dan bid’ah
dhalalah). Karena menurut beliau, kata bid’ah walaupun ada embel embel hasanah, tetap
mempunyai konotasi kurang baik dan membuka peluang untuk berdebat. Oleh karena itu beliau
lebih senang menyebut perkara baru dengan dua macam istilah yaitu:

Sunnah Hasanah yaitu setiap perkara baru yang tidak ada dalil sharih baik dalam Al Qur’an
maupun Sunnah Rasulullah SAW, atsar shahabat maupun ijma’ ulama. Sedangkan perkara tersebut
nyata perkara yang baik dan bermanfaat serta tidak ada larangannya jelas dalam agama Islam.

Bid’ah Dhalalah. yaitu setiap perkara baru yang bukan dari Islam dan tidak ada dalil dan contoh
yang sharih baik dalam Al Qur’an maupun Sunnah Rasulullah SAW, atsar shahabat maupun ijma’
ulama. Sedangkan perkara tersebut nyata kesesatan dan keburukannya,
Dengan memilah perkara baru menjadi dua macam sebagaimana tersebut diatas, maka tertutup
pintu dan dalih untuk menolak perkara baru yang baik dan secara hukum diperbolehkan dalam
Islam.

Dalil yang selalu dijadikan hujjah untuk menolak setiap perkara baru dengan istilah bid’ah, walaupun
hal tersebut baik dan bermanfaat adalah hadits Nabi Muhammad SAW:

‫وسلم عليه هللا صلى هللا رسول قال‬: …‫بعد أما‬: ‫ن‬ ََّ ِّ ‫ْر فَإ‬ َِّ ‫هللاِّ ِّكت َابَُ ْال َح ِّد ْي‬
ََ ‫ث َخي‬ َ ، ‫ْر‬ َ ‫ي ْال َه ْد‬
ََ ‫ي ِّ َو َخي‬ َُ ‫صلَّى ًم َح َّمدَ َه ْد‬ َ ‫سلَّ ََم‬
َ ‫علَ ْي َِّه هللا‬ َ ‫و‬، ََّ ‫األ ُ ُم ْو َِّر َوش‬
َ ‫َر‬
‫ ُمحْ َدثَات ُ َها‬، َ‫عةَ َو ُكل‬
َ ‫ضالَلَةَ بِّ ْد‬
َ . (‫)مسلم رواه‬

Sabda Rasulullah SAW: … Amma ba’du: Maka sesungguhnya sebaik baik perkataan adalah kitabullah,
sebaik baik petunjuk adalah petunjuk Nabi Muhammad SAW. sejelek jelek perkara adalah perkara
baru (yang diada adakan) dan setiap perkara baru (bid’ah) adalah dhalalah. (HR. Muslim)

Mereka menafsirkan kata “kullu..” dengan makna “kulliyyah..” (semua tanpa kecuali), yang mana
makna tersebut sebenarnya menjadi blunder bagi mereka sendiri yang mensifati gerakannya sebagai
gerakan pembaharu dalam Islam. Jika setiap yang baru itu bid’ah dan setiap bid’ah dhalalah dan
setiap dhalalah itu pasti masuk neraka. Maka merekapun sebenarnya calon ahli neraka semua,
sesuai dengan difinisi yang mereka buat sendiri. Subhanallah…
Thariqah.

Apakah thariqah itu?

Jawab : Kata thariqah berasal dari kata benda thariq yang berarti jalan. Kalau di negara arab kata
thariq ini punya pengertian jalan besar atau jalan tol antar kota. Seperti diluar kota Mekkah ada
Thariq Jeddah dan Madinah, yaitu jalan tol (bebas hambatan) yang menghubungkan antara kota
Mekkah, Jeddah dan Madinah. Kata thariqah ini juga mempunyai arti cara atau metode dalam
melakukan sesuatu.

Dalam tatanan teori, praktek dan buah atau hasil pengamalan agama Islam, dikenal istilah Syariah,
thariqah, haqiqah dan ma’rifah ilallah. Agar tidak bingung mari kita telaah istilah tersebut satu
persatu dan terpadu, karena pada dasarnya keempat istilah tersebut diatas adalah masalah yang
tidak bisa dipisah pisah seperti antara induk, telur dan anak.

Syariah yang di masyarakat sering di sebut syareat : Adalah hukum Islam yaitu Al qur’an dan sunnah
Nabawiyah / Al Hadist yang merupakan sumber acuan utama dalam semua produk hukum dalam
Islam, yang selanjutnya menjadi Madzhab-madzhab ilmu Fiqih, Aqidah dan berbagai disiplin ilmu
dalam Islam yang dikembangkan oleh para ulama dengan memperhatikan atsar para shahabat ijma’
dan kiyas.
Dalam hasanah ilmu keislaman terdapat 62 madzhab fiqh yang dinyatakan mu’tabar (Shahih dan bisa
dipertanggung jawabkan kebenarannya) oleh para ulama. Sedangkan dalam hasanah ilmu Tauhid
(keimanan), juga dikenal dengan ilmu kalam. Ahirnya ummat Islam terpecah menjadi 73 golongan /
firqah dalam konsep keyakinan. Perbedaan ini terdiri dari perbedaan tentang konsep konsep, baik
menyangkut keyakinan tentang Allah SWT, para malaikat, kitab kitab Allah, para Nabi dan Rasul, Hari
Qiamat dan Taqdir.

Namun dalam masalah keimanan berbeda dengan Fiqih. Dalam Fiqh masih ada toleransi atas
perbedaan selama perbedaan tersebut tetap merujuk pada Al Qur’an dan Sunnah, dan hujjah
hujjahnya sudah teruji kebenarannya serta diakui kemu’tabarannya oleh para ulama yang kompeten.
Akan tetapi dalam konsep keimanan, dari 73 golongan yang ada, hanya satu golongan yang benar
dan menjadi calon penghuni surga, yaitu golongan yang konsisten / istiqamah berada dibawah panji
Tauhidnya Rasulullah SAW dan Khulafa Ar Rasyidiin Al Mahdiyyin yang selanjutnya dikenal dengan
Ahlu As Sunnah wal Jamaah. Sedangkan firqah / golongan lainnya dinyatakan sesat dan kafir. Jika
tidak bertaubat maka mereka terancam masuk dalam neraka. Na’udzubillah.

Sedangkan thariqah yang di masyarakat dikenal dengan sebutan tarekat :Adalah jalan / cara /
metode implementasi syariat. Yaitu cara / metode yang ditempuh oleh seseorang dalam
menjalankan Syariat Islam, sebagai upaya pendekatan diri kepada Allah Swt. Jadi orang yang
berthariqah adalah orang yang melaksanakan hukum Syariat, lebih jelasnya Syariah itu hukum
teoritis dan Thariqah itu praktek pelaksanaannya.

Pengertian Thariqah ada 2(dua) macam :


Thariqah secara pengertian bahasa, bukan Thoriqoh yang dimaksud Thoriqoh kaum Sufi. Thoriqoh ini
yang disebut Thariqah ‘Aam : yaitu adalah melaksanakan hukum Islam sebagaimana masyarakat
pada umumnya, yaitu melaksanakan semua perintah, menjauhi semua larangan agama Islam dan
anjuran anjuran sunnah serta berbagai ketentuan hukum lainnya sebatas pengetahuan dan
kemampuannya tanpa ada bimbingan khusus dari guru / mursyid / muqaddam.

Thariqah secara istilah kaum Sufi yang disebut Thariqah Khas : Yaitu melaksanakan hukum Syariat
Islam melalui bimbingan lahir dan batin dari seorang guru / Syeikh / Mursyid / Muqaddam.
Bimbingan lahir dengan menjelaskan secara intensif tentang hukum-hukum Islam dan cara
pelaksanaan yang benar. Sedangkan bimbingan batin adalah tarbiyah rohani dari sang guru / Syeikh
/ Mursyid / Muqaddam dengan izin bai’at khusus yang sanadnya sambung sampai kepada Baginda
Nabi, Rasulullah SAW. Thariqah Khas ini lebih dikenal dengan nama Thariqah as Sufiyah atau
Thariqah al Auliya’ disebut juga dengan Thariqah al Mu’tabarah.

Lebih kongkritnya thariqah dalam istilah tatanan ilmu tashawwuf ini mempunyai arti metode
pendekatan diri kepada Allah SWT melalui amalan amalan yang harus dikerjakan secara rutin
(istiqamah), dan amalan tersebut harus bersumber dari Al Qur’an dan Hadits (ma’tsur), yang
diterima dengan syarat syarat dan rukun rukun tertentu melalui ijazah atau baiat dengan sanad
(silsilah) yang sambung sampai kepada Baginda Nabi Muhammad Rasulullah SAW. Amalan ma’tsur
(diambil dari Al Qur’an atau hadits) tapi tidak punya sanad yang menyambung kepada Nabi SAW
tidak termasuk thariqah.

Thariqah Sufiyah yang mempunyai izin dan sanad yang sampai kepada Rasulullah itu berjumlah 360
Thariqah. Dalam riwayat lain mengatakan 313 thariqah. Sedang yang masuk ke Indonesia dan
direkomendasikan oleh Nahdlatul Ulama’ berjumlah 44 Thariqah, dikenal dengan Thariqah Al
Mu’tabaroh An Nahdliyah dengan wadah organisasi yang bernama Jam’iyah Ahlu Al Thariqah Al
Mu’tabarah Al Nahdliyah.
Sebagai perbandingan kami ambil contoh dunia pengobatan. Saat ini banyak buku buku ilmu
kesehatan dan kedokteran beredar luas di toko toko buku. Ada orang yang tertarik dan merasa
punya bakat di bidang kesehatan membeli buku buku tersebut, lalu dipelajari, didalami dan
dipraktekkan. Ada lagi yang secara formal mengambil kuliah di fakultas kedokteran. Mereka belajar
dan dibimbing oleh para dokter senior yang memang ahli dan berkompeten di bidang tersebut.
Sampai mereka lulus dan mendapat sertifikat sarjana ilmu kedokteran dan izin praktek resmi dari
Departemen Kesehatan.

Berobat kepada orang yang sekedar bakat dan mengetahui ilmu kedokteran, dan berobat kepada
dokter ahli yang punya izin praktek resmi jelas berbeda. Berobat diluar rumah sakit resmi bisa saja
sembuh dan sehat, tapi tidak ada garansi bahwa obat yang dipakai itu tidak membawa efek samping
negatif terhadap kondisi tubuh pasien. Karena orang umum tidak tahu rahasia masing masing zat
kimia dan efek sampingnya terhadap kesehatan tubuh. Sedangkan dokter ahli bukan hanya tahu
jenis penyakit dan obatnya, tapi juga tahu rahasia setiap penyakit dan juga rahasia setiap obat.
Sehingga dia bisa memberi obat terbaik dengan dosis yang tepat dan efek samping yang minimal.

Demikian juga para guru sufi. Mereka bukan hanya tahu rahasia hati dan penyakit penyakitnya, tapi
juga tahu rahasia keutamaan setiap amalan dan rahasia lain yang ada dibalik amalan tersebut.
Sehingga ketika memberi amalan kepada muridnya, dia dengan pandangan bashirah (mata hati)nya
tahu persis terhadap kondisi hati sang murid baik berupa kelebihan ataupun penyakit yang ia alami,
juga tahu persis amalah apa yang bisa jadi obat yang cocok untuk murid tersebut.

Lebih dari itu, sebenarnya setiap amalan (terutama amalan khusus) itu mempunyai nur (cahaya)
asrar (rahasia). Yang mana nur dan asrar tersebut nantinya menjadi tameng pelindung bagi
pengamalnya dari godaan dan tipu daya syetan. Jika amalan itu diberikan oleh seorang Syeikh yang
punya izin mengamalkan dan izin memberikan, maka nur dan asrar amalan tersebut akan ikut turun.
Tapi kalau sekedar dari baca kitab / buku agama, apalagi hanya dari majalah, maka nur dan asrarnya
tidak akan ikut turun. Sehingga pengamalnya beresiko tinggi kena efek samping negatifnya. Banyak
terjadi orang menjadi stress bahkan gila setelah dengan sembarangan mengamalkan amalan
tertentu tanpa izin resmi dari guru atau syeikh yang punya izin dengan sanad yang sambung sampai
Baginda Rasulullah SAW.

Contah lain, saya tamsilkan dengan PERJALANAN IBADAH HAJI. Bagi ummat Islam Indonesia yang
ingin berangkat menunaikan ibadah haji, pemerintah menyediakan sarana yang bernama ONH.
Dimana orang orang yang telah memenuhi syarat dan terdaftar diberi fasilitas berupa : dokumen
perjalanan, kendaraan dari tanah air ke tanah suci PP, pemondokan dan lain lain, termasuk
bimbingan manasik selama di tanah air, juga pembimbing baik kloter, kelompok maupun regu serta
team kesehatan.

Namun seringkali terjadi, yang ditunjuk sebagai pembimbing itu justru orang yang hanya tahu ilmu
dan hukum haji, tapi belum pernah melaksanakan ibadah haji, sehingga tidak tahu persis kondisi
lapangan baik di Mekkah maupun di Madinah. Karena dibimbing orang yang tidak tahu dan mengerti
kondisi medan, maka banyak jamaah haji termasuk juga para pembimbing tidak berpengalaman
tersebut yang kebingungan dan nyasar nyasar tidak tahu jalan dan lupa apa yang harus dikerjakan.
Akhirnya mereka pulang dengan rasa gamang serta penuh dengan rasa kecewa karena ragu apakah
ibadah hajinya sudah benar atau salah.

Ada beberapa kelompok yang melaksanakan ibadah haji ikut KBIH (Kelompok Bimbingan Ibadah Haji)
atau Travel Haji Umrah (Haji Khusus), yang mana disitu disediakan team pembimbing secara khusus
yang membimbing teori sejak di tanah air dan praktek secara langsung di tanah suci. Otomatis
mereka ini lebih terjamin keabsahan ibadahnya, lebih terjamin pula kekhusyu’an dan
kenyamanannya karena semua urusan baik yang wajib maupun sunnah setiap saat ada petugas yang
mengawasi dan membenarkan jika ada kekeliruan.
Demikian pula perjalanan ruhani dalam pengabdiannya kepada Allah SWT. Kebanyakan ummat Islam
jalan sendiri sendiri semampu ilmu, tenaga, dan kesungguh- sungguhannya dalam beribadah kepada
Allah SWT. Kebanyakan mereka walaupun dengan susah payah tidak akan sampai pada tujuan,
melainkan mereka gagal ditengah jalan, ada yang kehabisan tenaga dan bekal, ada yang tersesat,
ada yang bimbang dan bingung, bahkan akhirnya ada yang ngoceh dan ketawa sendiri karena jiwa
dan akalnya sudak kena rampok oleh sekawanan syetan sebagai akibat dari kebodohannya,
na’udzubillah.[1]

Bagi mereka yang mendapat rahmat dan pertolongan Allah SWT, bergurulah mereka dengan para
Ahlullah, yaitu para Wali Allah yang mana mereka adalah orang yang dapat bimbingan Rasulullah
SAW baik langsung maupun melalui guru (wasithah) dan telah sampai perjalanan batinnya ke hadirat
Allah SWT. sehingga mereka sudah punya pengalaman yang bisa mengantarkan dirinya dan orang
lain yang mengikutinya untuk sampai di Hadrah Al Qudsiyah, Rabbul ‘alamiin. Beribadah dengan cara
ikut cara para Wali Allah yang mendapat bimbingan dan mandat dari Rasulullah SAW untuk
membimbing ummat inilah yang disebut berthariqah ilallah atau ikut thariqah mu’tabarah.

Adakah hubungan antara tashawwuf dengan thariqah?… Apakah termasuk bid’ah atau tidak
dalam pandangan Islam? …

Jawab : Pada prinsipnya, tashawwuf adalah istilah untuk sebuah disiplin ilmu dan amaliyah yang
muncul sekitar abad kedua – ketiga hijriyah, tergugah oleh rasa prihatin para ulama’ shalihin pada
saat itu, dimana ummat Islam mengalami kemunduran yang disebabkan berbagai peristiwa baik
sosial, politik, ekonomi maupun budaya. Sehingga nilai nilai Islam cenderung diabaikan karena begitu
kuatnya obsesi duniawi. Bahkan para ulama’ shalihin dijadikan musuh baik oleh masyarakat maupun
pejabat. Diantara mereka banyak yang dibunuh karena dianggap opposan.
Untuk itulah banyak ulama’ yang shalih menyinggkir kepinggiran kota bahkan kegunung gunung dan
membuat zawiyah (pusat kegiatan pendidikan dan riyadhah ruhani) dengan disiplin yang ketat
mengacu pada kehidupan Rasulullah SAW dan para sahabatnya (ahlus shuffah). Dimana mereka
berusaha menata dan memelihara hati agar terhindar dari sifat sifat tercela dan menghias dengan
sifat sifat terpuji seperti ikhlas, qonaah, sabar dll. Intinya adalah mengatur hati agar tidak dikuasai
dunia tapi harus menguasai dunia.

Dari para ulama’ yang sekaligus Auliya’ (pada masing masing daerah dan zaman) itulah muncul
metode metode khusus untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. dimana didalamnya sarat
dengan amalan amalan baik berupa bacaan bacaan dan disiplin latihan atau riyadhah ruhani dengan
tata cara dan syarat syarat tertentu yang mereka tetapkan. Amalan amalan ini bersumber dari
Rasulullah SAW dengan sanad jelas atau silsilah yang sambung. Amalan seperti inilah yang
selanjutnya disebut thariqah. Adapun thariqah yang mu’tabar / mempunyai sanad yang sambung
sampai pada Baginda Nabi Muhammad SAW jumlahnya sekitar 360 thariqah.

Jadi tashawwuf itu adalah teori dan praktek Al Islam dengan acuan utama mencontoh cara hidup
dan kehidupan Rasulullah SAW dan para sahabatnya. Sedangkan thariqah adalah amalan resminya.
Pada zaman Nabi Muhammad SAW istilah tashawwuf memang belum ada, tapi prakteknya sudah
ada. Ya sama dengan nama teori dan praktek mengajarkan baca tulis Al Qur’an, ada Qiroati, Iqro’, Al
Barqi dll. Pada zaman Nabi tidak ada tapi selaras dengan perkembangan zaman dan kebutuhan juga
bertambah maka lahirlah istilah dan nama nama tersebut dalam hasanah dunia Islam. Mengapa
tidak dicap bid’ah?….

Kalau setiap hal baru seperti tashawwuf dicap bid’ah karena tidak ada di zaman Nabi, maka seluruh
organisasi yang ada saat ini bid’ah semua. Seperti organisasi Islam NU, Muhammadiyah, PERSIS,
Hamas, Fatah, FPI, Lasykar Jihad, Jamaah Islamiyah dan lain sebagainya itu bid’ah juga. Jika setiap
bid’ah dhalalah dan masuk neraka, maka semuanya dhalalah dan masuk neraka.
Demikian juga praktek menentukan awal dan akhir bulan pada zaman Nabi tidak pakai hisab dan
tidak pakai computer. Berarti yang pakai hisab dan computer itu bid’ah – dhalalah dan masuk neraka
semua. Al Qur’an di zaman Nabi tidak dibukukan, dizaman sahabat dibukukan diatas lembaran dari
bahan kulit dan ditulis tangan kemudian disimpan tidak di letakkan dimasjid untuk dibaca umum.
Sekarang dicetak offset dalam jumlah masal kemudian disebar di masjid masjid dan mushalla. berarti
tidak sama dengan zaman Nabi dan sahabat. Apakah tidak bid’ah juga?….

Kesimpulannya, jika tashawwuf dan thariqah kita lihat hanya dari sebatas nama yang mana hal itu
tidak ada dizaman nabi. Kemudian setiap yang tidak ada di zaman nabi itu bid’ah dhalalah, maka
tashawwuf itu termasuk bid’ah dhalalah, termasuk bid’ah dhalalah juga organisasi NU,
Muhammadiyah, PERSIS dan lain lain karena tidak ada dizaman nabi. Jika tashawwuf dan amalannya
(thariqah) kita lihat dari segi isinya, yang mengacu pada kehidupan Rasulullah dan para sahabatnya,
sedangkan thariqah adalah amalan yang jelas sanadnya sambung pada Rasulullah SAW. maka
tashawwuf dan thariqah adalah bagian terpenting dalam Islam yang harus kita perjuangkan dan
pelihara eksistensinya.

Dari mana asal usul wirid thariqah dan apa rahasianya sehingga mempunyai keutamaan beda
dengan wirid selain thariqah ?…

Jawab : Sebuah bacaan rutin / wirid baru disebut sebagai wirid thariqah jika bacaan tersebut berasal
dari Rasulullah SAW dengan sanad yang jelas dan shahiih. Wirid ma’tsur yang ada dasar
pengambilannya baik dari Al Qur’an maupun hadits yang disusun dan dibaca oleh seseorang tanpa
sanad yang sambung sampai baginda Nabi SAW seperti bacaan bacaan setelah shalat ( Subhanallah
33X, Alhamdulillah 33X, Allaahu akbar 33X ) dan berbagai bacaan lainnya yang dibaca sekedar hasil
niru saja atau hasil dari membaca kitab kitab / buku buku lalu disusun sendiri hukumnya bukan
thariqah.
Termasuk juga dzikir yang dibaca di berbagai majlish dzikir yang disusun sebdiri oleh seorang tokoh
seperti Ustadz Arifin Ilham dengan Adz Dzikra, maupun oleh tokoh besar seperti Syaikhul Islam Al
Imam Al Ghazali misalnya, juga bukan thariqah. Akan tetapi wirid tersebut tetap mempunyai
keutamaan sesuai janji Allah dan Rasul-Nya juga. Sedangkan wirid thariqah disamping mendapatkan
keutamaan dan pahala sebagaimana tersebut diatas, juga mendapatkan pahala dan keutamaan
tambahan, yaitu pahala dan keutamaan serta keistimewaan dari sanad yang sambung dengan
Rasulullah SAW,dimana dengan asrar sanad muttashil tersebut seorang hamba akan diantar menuju
Al Hadrah Al Ilahiyah sehingga ia mendapatkan limpahan fuyudhat dan tajalliyat yang akan
membuka seluruh hijab yang menyelimuti hatinya sehingga secara bertahap ia akan berada dalam
kondisi hati yang muhadharah, mukasyafah dan puncaknya mu’ayanah atau makrifah kepada Allah
SWT.

Dari semua thariqah yang ada di hasanah dunia Islam, ternyata ada yang diijazahkan oleh
Rasulullah SAW ketika beliau masih hidup, ada juga yang beliau ijazahkan melalui pertemuan
langsung setelah beliau wafat. Apa bedanya?

Jawab: Sanad thariqah ada dua macam. Yaitu sanad hissy dan sanad barzakhy. Sanad Hissy artinya
sanad ijazah / izin yang diberikan oleh Rasulullah SAW ketika beliau masih hidup. Seperti sanad
Thariqah Qadiriyah asalnya dari Rasulullah SAW kepada Sayyidina Ali bin Abi Thalib Karramallaahu
wajhahu, sedangkan Sayyidi Syeikh abdul Qadir Al Jailani hanyalah pelanjut, dimana dia
mendapatkan ijazah dari Wali yang menjadi guru beliau kemudian beliau amalkan dan kembangkan
sehingga selanjutnya amalan tersebut dinisbatkan pada beliau.
Demikian juga Thariqah Naqsyabandiyah, aslinya yang mendapat ijazah langsung dari Rasulullah
SAW adalah Sahabat Abu Bakar Al Shiddiq ra. yang selanjutnya diijazahkan kepada Sahabat Salman
Al Farisy lalu pada Imam Ja’far Shadiq yang ahirnya sampai pada Sayyidi Syeikh Bahauddin Al
Naqsyabandy. Beliau menghidupkan lagi dan memasyrakatkannya dengan gencar. Sehingga
selanjutnya lebih dikenal sebagai thariqah Al Naqsyabandiyah.

Adapun Sanad Barzakhy adalah sanad ijazah wirid yang diperoleh dari Rasulullah SAW melalui
pertemuan langsung dalam sadar / bukan mimpi setelah beliau wafat. Sanad barzakhy diakui dan
diyakini kebenaran dan keabsahannya oleh kalangan muhaqqiqiin dan ‘arifiin.

Thariqah yang sanadnya didapat secara barzakhi, satu-satunya adalah thariqah At Tijany. Hal ini yang
menjadi salah satu keistimewaan thariqah At Tijany, yaitu sanadnya langsung dari Rasulullah SAW
kepada Sayyidi Syeikh Ahmad At Tijani ra, tanpa perantara (bukan dari sesama Wali) sehingga sanad
yang sampai pada kitapun jauh lebih dekat dengan Baginda Rasulullah SAW dibanding sanad sanad
yang ada pada thariqah yang lain .

Selain dasar Al Qur’an dan Hadits, apa yang menjadi bukti kebenaran dan keistimewaan wirid
thariqah ?..

Jawab : Bukti yang paling jelas diantaranya adalah, adanya perubahan tingkah laku pengamal
thariqah yang secara bertahap namun pasti. Dari ahlak yang jelek, kasar dan tidak peduli dengan
agama, berubah menjadi baik, lembut, kasih sayang kepada sesama dan perhatian penuh pada
seluruh aspek agama.
Bagi mereka yang benar benar istiqamah, pada saat yang dikehendaki oleh Allah SWT mereka akan
mendapat anugrah predikat sebagai wali / kekasih Allah SWT dan sebagai bukti kewaliannya, Allah
SWT memberi mereka kekaramatan baik hissy maupun ma’nawy. Dari mereka inilah memancar sinar
keimanan yang begitu kuat dan dahsyat sehingga mampu menembus berbagai demensi pada
seluruh mahluk disekitarnya.

Bagaimana hukumnya melakukan wirid dengan batasan batasan tertentu, seperti jumlah dan
waktu tertentu. Apakah ada di zaman Nabi atau tidak, dan apakah ada dasarnya baik dalam Al
Qur’an maupun Hadits ?….

Jawab : Anjuran untuk dzikir kepada Allah SWT dengan istiqamah baik waktu maupun dengan jumlah
tertentu, banyak sekali kita jumpai baik dalam dalam Al Qur’an maupun hadits, diantaranya:

َ‫تَعَالَى هللا قَا َل‬: ‫( َكثِّي ًْرا ِّذ ْك ًرا هللاََ ا ْذ ُك ُروا أ َ َمنُ ْوا الَّ ِّذيْنََ يَاأَي َها‬41 ) ُ‫سبِّ ُح ْوَه‬
َ ‫الً بُ ْك َرَة ً َو‬
َ ‫أص ْي‬
ِّ ‫( َو‬42) (‫ألحزاب‬:41-42)

Firman Allah SWT:”Wahai orang orang yang beriman, berdzikirlah kamu (dengan menyebut nama)
Allah, dengan (dzikir) sebanyak banyaknya (41) dan bertasbihlah kamu kepada-Nya setiap pagi dan
petang(42) (QS. Al Ahzab:41-42)

َ َ ‫ل مِّ نََ ْال َج ْه َِّر َود ُْونََ َوخِّ ْيفَ َةً ت‬


َ‫ت َ َعالَى هللا َوقَا َل‬: ‫ضرعًا نَ ْفسِّكََ فِّى َربَّكََ َوا ْذ ُك َْر‬ َِّ ‫لِّّ ِّب ْالغُدُوَ ْالقَ ْو‬ َْ ‫العرف( ْالغَا ِّف ِّليْنََ مِّ نََ َولَت َ ُك‬:205)
َ َ ‫ن َواأل‬
َِّ ‫صا‬
Firman Allah SWT:”Dan sebutlah nama Tuhanmu dalam hati kamu dengan penuh merendahkan diri
dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu
termasuk orang orang yang lalai”. (QS. Al A’raf:205)

Ayat ayat diatas adalah sebagian dari ayat Al Qur’an yang menganjurkan dzikir istiqamah pada
waktunya, yaitu waktu pagi dan sore. Adapunn Hadits Nabi yang menganjurkan amalan wirid / dzikir
dengan jumlah tertentu secara istiqamah sangat banyak kita temui dalam berbagai literatur dan
kitab kitab hadits, diantaranya :

َ‫ع ْن‬َ ‫ي ه َُري َْرَة َ أَبِّي َو‬ ََ ‫ض‬ َ ُ‫ع ْن َه‬


ِّ ‫هللاُ َر‬ َ ‫ل‬ ََ ‫قَا‬: ‫ل‬ ََ ‫ل قَا‬َُ ‫س ْو‬ُ ‫صلَّى هللاَِّ َر‬ َ ‫سلَّ ََم‬
َ ‫علَ ْي َِّه هللا‬ َ ‫ح َم ْن‬
َ ‫و‬:”َ ََ َّ‫سب‬َ َِّ‫ل فِّى هللا‬ َِّ ‫صالَةَ ُدب ُِّر ُك‬َ ‫وثَالَثِّيْنََ ثَالَثَا‬، َ ‫ثَالَثَا هللاََ َو َحمِّ ََد‬
ََ‫ َوثَالَ ِّثيْن‬، ‫هللا َو َكب َََّر‬
ََ ‫ َوثَالَ ِّثيْنََ ثَالَثَا‬، ‫ل‬ ْ َ‫لَّ لَ ِّإلَ َه‬
ََ ‫ال َمائ َ َِّة ت َ َما َُم َوقَا‬: َ ُ‫لَ َهُ لَش َِّريْكََ َوحْ َدَه‬، ُ‫ال َح ْم َُد َولَ َهُ ْال ُم ْلكَُ لَ َه‬،
َ ‫هللاُ ِّإ‬ ْ ‫علَى َوه ََُو‬ َ ‫ل‬ َِّ ‫شيْئَ ُك‬ َ َ‫قَ ِّديْر‬،
َْ‫غف َِّرت‬ َ ‫ن َخ‬
ُ ُ‫طا َياَه‬ َْ ‫ل كَانَتَْ َو ِّإ‬ ََ ْ‫”البَحْ َِّر زَ َب َِّد مِّ ث‬.
ْ ( ‫) مسلم رواه‬

Diriwayatkan oleh Imam Abi Hurairah ra: Bersabda Rasulullah SAW “Barangsiapa bertasbih 33X pada
setiap selesai shalat, dan bertahmid 33X, bertakbir 33X, dan genapnya menjadi 100X, ditambah
membaca laailaaha illallahu wahdahu laa syariika lahu, lahul mulku walahul hamdu, wahuwa ‘alaa
kulli syai’in qodiir, maka Allah mengampuni dosanya walaupun sebanyak busa di lautan. (HR.
Muslim)

َ ‫ي ه َُري َْرَة َ أ َ ِّبي َو‬


َ‫ع ْن‬ ِّ ‫ع ْن َهُ هللا َر‬
ََ ‫ض‬ ََ ‫قَا‬: َُ‫سمِّ ْعت‬
َ ‫ل‬ َ ‫ل‬ َ ‫صلَّى‬
ُ ‫هللاِّ َر‬
ََ ‫س ْو‬ َ ‫سلَّ ََم‬
َ ‫علَ ْي َِّه هللا‬ َ ‫يقول َو‬:”َِّ‫ي َوهللا‬
َْ ِّ‫ِّر ِّإن‬ ََ َُ‫ن أ َ ْكث َ ََر ْال َي ْو َِّم فِّى ِّإلَ ْي َِّه َوأَت ُ ْوب‬
َُ ‫هللا َأل َ ْست َ ْغف‬ َْ ِّ‫م‬
َ ً ‫” َم َّرةَ مِّ ائَةََ“ مسلم رواية وفى ) البخاري رواه ( ” َم َّرَة‬.
ََ‫س ْب ِّعيْن‬
Diriwayatkan oleh Imam Abi Hurairah ra: “Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda”: “Demi Allah
saya (Rasulullah SAW) selalu mohon ampun dan bertaubat kepada Allah dalam sehari lebih dari 70
kali” (HR. Bukhari ) dalam hadits riwayat Imam Muslim 100X.

َ‫ل قَا َل‬


َُ ‫س ْو‬ َ ‫صلَّى‬
ُ ‫هللاِّ َر‬ َ ‫سلَّ ََم‬
َ ‫علَ ْي َِّه هللا‬ َ ‫و‬:
َ ‫ن‬َْ ‫صلَّى َم‬ َ ‫ف ْال َي ْو َِّم فِّى‬
ََّ َ‫عل‬
َ ‫ي‬ ََ ‫ى َي ُمتَْ لَ َْم َم َّرةَ أ َ ْل‬ ْ (‫)الحديث‬
ََّ ‫ال َجنَّ َِّة مِّ نََ َم ْق َع َدَهُ َي َرى َحت‬.

Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa bershalawat kepadaku sebanyak seribu kali dalam sehari,
tidak akan mati sampai ia melihat tempatnya di surga”. (Al Hadits)

َ‫ل قَا َل‬


َُ ‫س ْو‬ َ ‫صلَّى‬
ُ ‫هللاِّ َر‬ َ ‫سلَّ ََم‬
َ ‫علَ ْي َِّه هللا‬ َ ‫و‬:
َ ‫ن‬َْ ‫صلَّى َم‬ ََّ َ‫عل‬
َ ‫ي‬ َِّ ‫ضى َم َّرةَ مِّ ائ َ َةَ َي ْومَ ُك‬
َ ‫ل فِّى‬ َ َ‫هللاُ ق‬ َ ‫ار مِّ نََ ِّعتْقُ َهُ أ َ ْي‬
َ ُ‫س ُرهَا َحا َجةَ مِّ ائ َ َةَ لَ َه‬ َِّ َّ‫)الحديث( الن‬

Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa bershalawat kepadaku sebanyak seratus kali dalam sehari,
maka Allah SWT kabulkan banginya seratus hajat. Hajat yang paling mudah diantaranya ialah Allah
membebaskan baginya dari api neraka”. (Al Hadits)

َ‫ل قَا َل‬


َُ ‫س ْو‬ َ ‫صلَّى‬
ُ ‫هللاِّ َر‬ َ ‫علَ ْي َِّه هللا‬ َ ‫سلَّ ََم‬
َ ‫و‬:َ َ ‫ل َم ْن‬ ََ ‫لَّ لَ ِّإلَ َهَ قَا‬
َ ِّ‫هللاُ إ‬ َ ََ‫علَى َوه ََُو ْال َح ْم َُد َولَ َهُ ْال ُم ْلكَُ لَ َهُ لَ َهُ ش َِّريْك‬
َ ُ‫لَ َوحْ َدَه‬ َِّ ‫شيْئَ ُك‬
َ ‫ل‬ َ َ‫عش ََر َم َّراتَ قَ ِّديْر‬
َ
ََ‫ن كَان‬ َْ ‫ن أ َ ْنفُسَ أ َ ْربَعَ َةَ أ َ ْعت َقََ َك َم‬
َْ ِّ‫ل َولَ َِّد م‬
ََ ‫إِّ ْس َما ِّع ْي‬. (‫)عليه متفق‬

Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa membaca dzikir :

“ََ‫لَّ لَ ِّإلَه‬ َ ََ‫علَى َوه ََُو ْال َح ْم َُد َولَ َهُ ْال ُم ْلكَُ لَ َهُ لَ َهُ ش َِّريْك‬
َ ُ‫لَ َوحْ َدَه‬
َ ‫هللاُ ِّإ‬ َ َ‫”قَ ِّدَْير‬
َِّ ُ‫شيْئَ ك‬
َ ‫ل‬
Sebanyak sepuluh kali, Dia mendapatkan pahala seperti memerdekakan empat orang keturunan
Nabi Ismail as dari perbudakan”. (HR. Muttafaqun ‘alaih).

َ‫ل قَا َل‬


َُ ‫س ْو‬ َ ‫صلَّى‬
ُ ‫هللاِّ َر‬ َ ‫سلَّ ََم‬
َ ‫علَ ْي َِّه هللا‬ َ ‫و‬: َِّ ‫هللاِّ ِّإلَى األ َ ْع َما‬
َ “َ‫ل أ َحب‬ ََّ َ‫) مسلم و البخاري روه ( ”ق‬
َْ ‫ل َوَِّإ‬
َ ‫ن أد َْو ُم َها‬

Rasulullah SAW bersabda: “Perbuatan (amal) yang paling disenangi oleh Allah adalah amal yang
langgeng/rutin atau istiqamah, walaupun sedikit”. ( HR. Bukhari dan Muslim ) .

Masalah menentukan waktu dzikir, juga banyak riwayat hadits yang menjelaskan waktu maupun
tempat istijabah untuk berdoa dan beribadah. Waktu yang sangat baik untuk munajat kepada Allah
SWT pada 1/3 malam terakhir, pagi dan sore, bulan Ramadhan, hari jum’at sebagaimana hadits Nabi
SAW :

َ‫ع ْن‬ َ ِّ ‫ْن أ َ َْو‬


َ ‫س َو‬ َِّ ‫ي أ َ ْوسَ ب‬ ِّ ‫ع ْن َه ُ هللا َر‬
ََ ‫ض‬ ََ ‫قَا‬: ‫ل‬
َ ‫ل‬ َُ ‫صلَّى هللاَِّ َرسُ ْو‬
ََ ‫ل قَا‬ َ ‫سلَّ ََم‬
َ ‫علَ ْي َِّه هللا‬ َ ‫و‬: َْ ِّ‫ل م‬
َ “َ‫ن إِّ َّن‬ َِّ ‫ض‬ ْ ‫ي فَأ ْكث ُِّروا‬
َ ‫ال ُج ْمعَ َِّة يَ ْو ََم أَيَّامِّ ُك َْم أ َ ْف‬، ََّ َ‫عل‬
َ ََ‫مِّ ن‬
ِّ‫صالََة‬ ََّ ِّ ‫صالَت َ ُك َْم فَإ‬
َّ ‫فِّ ْي َِّه ال‬، ‫ن‬ َ َ‫ضة‬
َ ‫ي َم ْع ُر ْو‬ َ ” ‫فَقَالُ ْوا‬: ‫ل‬
ََّ َ‫عل‬ ََ ‫ارسُ َْو‬ ََ ‫ض َو َكي‬
َ َ‫هللاَِّ ي‬، ‫ْف‬ َ ‫…أ َ َر ْمتَ ؟ َوقَ َْد‬. ‫ل‬
َ ََ‫علَيْك‬
َُ ‫صالَتُنَا ت ُ ْع َر‬ َُ ‫يَقُ ْو‬: ََ‫ب ِّليْت‬،
ََ ‫قَا‬: ‫ل‬

ََ ‫علَى َح َّر ََم‬


َ‫قَا َل‬:”َ‫هللا ِّإ َّن‬ َ ‫ض‬ َ ‫) اود د ابو رواه (“ األ ْن ِّب َياءَِّ أ َ ْج‬
َ ِّ ‫سا ََد األ َ ْر‬

Diriwayatkan oleh Aus bin Aus RA : Rasulullah SAW bersabda : “Sesungguhnya hari yang paling
utama bagimu adalah hari Jum’at. Maka perbanyaklah membaca shalawat untukku didalamnya.
Sesungguhnya shalawat kalian disampaikan kepadaku”. Para sahabat bertanya : Ya Rasulallah,
Bagaimanakah shalawat kami disampaikan kepada Tuan, padahal Tuan sudah berkalang tanah?…
Rasulullah SAW menjawab: “Sesungguhnya Allah SWT mengharamkan bagi tanah untuk makan jasad
para Nabi”. ( HR. Abu Daud ).

Sedangkan tempat istijabah untuk berdoa, selain di Haramain Al Syarifain (Mekkah dan Madinah)
juga di masjid masjid, termasuk juga didalam rumah dianjurkan untuk dijadikan tempat ibadah
seperti shalat shalat sunnah dan baca Al Qur’an agar bercahaya dan hidup tidak seperti kuburan.

Bagaimana hukumnya berdzikir dan menghitung jumlah bacaannya dengan pakai tasbih ( alat
hitung ), apakah termasuk bid’ah atau tidak ?…

Jawab : Sebagaimana jawaban penulis terhadap pertanyaan terdahulu. Kalau berpendapat bahwa
segala sesuatu yang tidak ada pada zaman Nabi SAW itu bid’ah, dhalalah dan haram hukumnya,
maka pakai tasbih / alat hitung lainnya juga bid’ah, dhalalah dan haram hukumnya. Bid’ah, dhalalah
dan haram juga khutbah jum’at dan shalat jum’at pakai sound system. Demikian juga termasuk
bid’ah menentukan awal dan akhir bulan Ramadhan pakai telescope dan menghitung ( hisab ) pakai
computer dan alat lainnya seperti dilakukan oleh PP. Muhammadiyah setiap tahunnya.

Tapi kalau mengacu pada hadits Nabi yang menentukan jumlah bacaan 33X, 70X, 100X dan lain
sebagainya, kemudian memakai alat hitung untuk memudahkan dan memelihara kehusyu’an, maka
hukumnya boleh bahkan dianjurkan.
Ketika I’tikaf di masjid Al Haram Mekkah, penulis pernah ditegor oleh seorang pemuda terpelajar
Saudi yang memberi peringatan pada penulis agar sebaiknya menghitung dzikir dengan ruas ruas jari
tangan saja karena kata dia, dengan merujuk pada sebuah riwayat hadits bahwa ruas ruas tulang dan
sel sel daging selalu bertasbih kepada Allah SWT.

Penulis jawab tegoran tersebut dengan merujuk pada firman Allah SWT :

ََ َِّ‫ت َمافِّى لل‬


َ‫س َّب َح‬ َِّ ‫س َم َو‬
َّ ‫ض ال‬
َ ِّ ‫األر‬ َُ ‫ ْال َح ِّك ْي َُم اْلعَ ِّزي‬، ( ‫ الحديد‬: 1)
ْ ‫ْز َوه ََُو َو‬

“Segala sesuatu yang ada di langit dan di bumi bertasbih kepada Allah, dan Dialah Dzat yang Maha
Perkasa lagi Maha Bijaksana”. (QS. Al Hadid ).

Kalau alasannya menghitung dengan ruas ruas jari adalah karena tasbihnya, sedangkan benda benda
diseantero jagad raya juga sama sama bertasbih kepada Allah SWT. maka pakai tasbih (alat hitung)
lebih utama. Sebab kalau pakai tangan hitungannya hanyalah tasbih kita saja, tapi kalau pakai alat /
benda, benda benda yang kita pakai berdzikir akan sangat berterima kasih kepada kita dan so pasti
mendoakan kita juga dengan dzikirnya kepada allah SWT agar kita tambah rajin wirid dan memakai
benda tersebut sebagai alat dan temannya.

Untuk memasuki atau mengikuti dan mengamalkan ajaran thariqah, seseorang harus berbai’at
dulu. Bagaimana hukumnya dan apa dasar hukumnya? …
Jawab : Bai’at artinya perjanjian setia lahir batin, sehidup semati serta siap berbuat dan menanggung
resiko apa saja sebagai akibat dari perjanjian tersebut. Orang yang mau masuk suatu thariqah
apapun namanya harus bai’at dulu. Yaitu ikrar janji setia kepada Allah SWT melalui Guru / Syeikh
(Mursyid atau Muqaddam thariqah) bahwa dia akan berusaha semaksimal mungkin untuk
melaksanakan seluruh kewajiban Syariat Islam dan menjauhi semua larangannya serta memenuhi
seluruh persyaratan yang ditentukan oleh thariqah yang dianutnya.

Praktek dan istilah bai’at sudah ada sejak zaman Nabi SAW hidup. Dalam sejarah ketika Fathul
Makkah, dikatakan bahwa penduduk Mekkah ramai ramai bai’at masuk Islam kepada Baginda Nabi
Muhammad SAW, ketika Sahabat Utsman bin Affan ra. ditawan dan dijadikan sandra, Rasulullah
SAW menyerukan jihad untuk membela Utsman. Lalu para sahabat ramai ramai bai’at pada Nabi
dibawah pohon di Hudaibiyah, demikian juga dalam berbagai kesempatan lain. Sebagaimana firman
Allah SWT dalam Al Qur’an:

َ‫هللا يُبَا ِّيعُ ْونََ ِّإنَّ َما يُبَا ِّيعُ ْونَكََ الَّ ِّذيْنََ ِّإ َّن‬،
ََ َِّ‫أ َ ْي ِّد ْي ِّه َْم فَ ْوقََ يَ ُدهللا‬، ‫ن‬
َْ ‫ث فَ َم‬ َُ ‫علَى يَ ْن ُك‬
ََ ‫ث فَإِّنَّ َما نَ ََك‬ َْ ‫ع َه ََد ِّب َما أ َ ْوفَى َو َم‬
َ ‫نَ ْف ِّس َِّه‬، ‫ن‬ َ ‫علَ ْي َِّه‬
َ ُ‫هللا‬ َ َ‫أَجْ ًرا ف‬
َ ‫سيُؤْ تِّ ْي َِّه‬
‫عظِّ ْي ًما‬َ . ( ‫ الفتح‬: 10 )

“Bahwasanya orang orang yang berbai’at ( berjanji setia) kepada kamu, sesungguhnya mereka
berbai’at kepada Allah. Tangan Allah diatas tangan mereka,maka barangsiapa yang melanggar
janjinya, niscaya akibat melanggar janji tersebut akan menimpa dirinya sendiri, dan barangsiapa
yang menepati janjinya kepada Allah, maka Allah akan memberinya pahala yang besar”. (QS. Al Fath
: 10 ).

َ‫ي لَ َق ْد‬
ََ ‫ض‬
ِّ ‫هللاُ َر‬
َ ‫ن‬ َ ََ‫ش َج َرَةِّ تَحْ تََ ِّإ ْذيُبَايِّعُ ْونَكََ ْال ُمؤْ مِّ نِّيْن‬
َِّ ‫ع‬ ََ َ‫س ِّك ْينَ َةَ فَأ َ ْنز‬
َّ ‫ل قُلُ ْوبِّ ِّه َْم َمافِّى فَ َعل ََِّم ال‬ َ ‫قَ ِّر ْيبًا فَتْ ًحا َوأَثَابَ ُه َْم‬.( ‫الفتح‬: 18 )
َّ ‫علَ ْي ِّه َْم ال‬

“Sesungguhnya Allah benar benar ridha kepada orang orang mu’min, ketika mereka berbai’at
(berjanji setia) kepadamu dibawah pohon.maka Allah mengetahui apa yang ada dihati mereka,
kemudian Allah menurunkan ketenangan pada hati mereka dan memberi balasan untuk mereka
berupa kemenangan yang dekat (waktunya)”. (QS. Al Fath : 18 )
Ulama beda pendapat dalam menyikapi hukumnya bai’at. Ada yang mewajibkan dan ada yang
menyatakan sunnah. Tapi pada prinsipnya bai’at itu adalah bagian dari syariat islam dan sunnah Nabi
Muhammad SAW.

Bagaimana hukumnya masuk salah satu thariqah Mu’tabarah dan mengamalkannya, apakah wajib
atau sunnah atau makruh atau mubah ?…

Jawab : Kalau yang dikehendaki masuk thariqah itu belajar membersihkan hati dari sifat sifat yang
rendah, dan menghiasnya dengan sifat sifat terpuji, maka hukumnya fardu ‘ain (wajib bagi setiap
orang). Sebagaimana hadits Nabi SAW : “Menuntut ilmu diwajibkan bagi orang Islam baik laki laki
maupun perempuan.

Tetapi kalau yang dikehendaki masuk thariqah mu’tabaroh itu khusus untuk dzikir dan wirid, maka
termasuk sunnah Rasulullah SAW. adapun mengamalkan dzikir dan wirid setelah bai’at. Maka
hukumnya wajib untuk memenuhi janji. Dan tentang Mursyid/Muqaddam menalqinkan
(mengajarkan) dzikir dan wirid kepada para murid maka hukumnya sunnah karena sanad thariqah
kepada Rasulullah SAW itu sanad yang shahih. Keterangan ini diambil dari kitab Al Ma’ariful
Muhammadiyyah hal.81 dan Al Adzkiya’. (Hasil keputusan Mu’tamar ke 1 Jam’iyyah Ahlu Thariqah Al
Mu’tabarah An Nahdliyah di Tegal Rejo Tgl: 18 – 3 – 1377 H. / 12 – 10 – 1957 M.)
Bagaimana hukumnya masuk dan mengamalkan wirid salah satu thariqah mu’tabarah, kemudian
orang tersebut berhenti mengamalkan ( keluar / batal thariqahnya ), apakah ada sangsi / resiko bagi
orang tersebut ?……

Jawab : Masuk thariqatul auliya’ yang dinyatakan dengan bai’at (ikrar janji setia kepada Allah SWT
melalui Mursyid atau Muqaddam yang punya izin dan sanad shahiih / sambung sampai ke
Rasulullah) kemudian keluar / ingkar janji hukumnya dosa besar, bahkan terancam mati suul
khatimah. Ibaratnya sama dengan seseorang yang masuk menjadi anggota meliter kemudian desersi
(lari dari tugas / berhenti) resikonya sangat besar.

Lain halnya kalau hanya bekerja di perusahaan swasta, keluar masuk / pindah kerja beberapa kali
dalam sebulan tidak ada resikonya. Tapi kalau diterima jadi pegawai negri sipil saja misalnya, yang
mana penerimaan tersebut melalui proses sumpah jabatan dan mendapat SK pengangkatan, orang
tersebut tidak bisa seenaknya keluar begitu saja. Apalagi diterima jadi anggota meliter, jangankan
balelo, terlambat datang upacara saja sudah dihukum berat. Demikian juga jika masuk anggota
thariqahnya Wali Allah, mereka sebenarnya masuk dalam barisan tentara Allah SWT.Lebih jelasnya
mari kita renungkan makna dari Firman Allah SWT surat Al Fath ayat 10 berikut ini:

َ‫تَعَالَى هللا قَا َل‬: ‫ن‬ ََّ ِّ‫هللاََ يُبَايِّعُ ْونََ إِّنَّ َما يُبَايِّعُ ْونَكََ الَّ ِّذيْنََ إ‬، َِّ‫أ َ ْي ِّد ْي ِّه َْم فَ ْوقََ يَ ُدهللا‬، ‫ن‬ ََ ‫ث فَإِّنَّ َما نَك‬
َْ ‫َث فَ َم‬ َْ ‫ع َه ََد بِّ َما أ َ ْوفَى َو َم‬
َ ‫نَ ْف ِّس َِّه‬، ‫ن‬
َُ ‫علَى يَ ْن ُك‬ َ ‫علَ ْي َِّه‬
َ ُ‫هللا‬
َ
‫سَيُؤْ تِّ ْي َِّه‬ َ
َ َ‫عظِّ ْي ًما أج ًْرا ف‬ َ . ( ‫ الفتح‬: 10 )

“Bahwasanya orang orang yang berbai’at ( berjanji setia) kepada kamu (Rasulullah SAW),
sesungguhnya mereka berbai’at kepada Allah. Tangan Allah diatas tangan mereka, maka barangsiapa
yang melanggar janjinya, niscaya akibat melanggar janji tersebut akan menimpa dirinya sendiri, dan
barangsiapa yang menepati janjinya kepada Allah, maka Allah akan memberinya pahala yang besar”.
(QS. Al Fath : 10 ).

Diantara makna ayat diatas, berbai’at (dalam rangka masuk) ke dalam suatu thariqah mu’tabarah
melalui seorang mursyid thariqah (dalam thariqah At Tijaniyah dikenal sebagai – Muqaddam) yang
punya izin membai’at yang shahih dengan sanad sambung sampai kepada Baginda Rasulullah SAW,
pada hakekatnya sama dengan berbai’at kepada Rasulullah SAW, berbai’at kepada Rasulullah SAW
pada hakekatnya berbai’at kepada Allah SWT. Maka barangsiapa yang menepati janji (dalam bai’at)
maka dia menepati janji kepada Allah SWT, sebaliknya bagi yang melanggar janji atau ingkar maka
ingkar janji kepada Allah SWT.

Untuk penjelasan resiko keluar dari Thariqah At Tijaniyah, silahkan telaah dengan teliti kitab Al
Faidhur Rabbany yang disusun oleh Syeikh Umar Baidhawi Basyaiban halaman: 27.

ََّ ‫ن ُك‬
َ‫ل َو ِّإ َّن‬ َْ ‫ل َم‬ َْ ِّ‫ج ُز ْم َرتِّنَا ف‬
ََ ‫ي َد َخ‬ ََ ‫غي ِّْرهَا إِّلَى مِّ ْن َها َوخ ََر‬ َ ُ‫هللا‬
َ ، ُ‫ط َّر َدَه‬ َ ‫ن‬ َ ‫سلَبَ َهُ َحض َْرتِّ َِّه‬
َْ ‫ع‬ َ ‫ن َمنَ َح َهُ َما َو‬َْ ِّ‫ن بِّاللَِّ َو ْال ِّعيَا َذُ كَاف ًِّرا َويَ ُم ْوتَُ َم َحبَّتِّنَا م‬
َْ ِّ‫م‬
َُ َ‫صادِّقَ ِّب َوعْدَ َو َهذَا َماكَانََ األ َ ْو ِّل َياءِّ كَائِّنًا مِّنََ َولِّيَ َولَ َي ْنفَعُ َهُ أ َ َبدًا َولَ َي ْفل‬
‫ح هللاَِّ َم ْك َِّر‬ َ ُ‫صلَّى مِّ ْن َه‬
َ ُ‫هللا‬ َ ‫سلَّ ََم‬
َ ‫علَ ْي َِّه‬ َ ‫الرباني الفيض( ِّإلَ ْينَا َو‬:27)

Sesungguhnya setiap orang yang masuk golongan kami kemudian keluar dan masuk Thariqah
lainnya, maka Allah SWT campakan orang itu dari hadrahNya dan Allah mencabut cintanya kepadaku
(Sayyidi Syeikh Ahmad bin Muhammad At Tijany ra.) yang telah diberikan olehNya kepadanya dan ia
akan mati kafir. Kami berlindung dari murkaNya. Dan ia tidak akan beruntung selamanya. Dan tak
seorang walipun yang ada dimuka bumi ini yang bisa membantunya. Dan ini adalah janji yang benar
dari Baginda Rasulullah Saw. kepada kami (Syeikh Ahmad At Tijany). (Al Faidlur Rabbani ; 27)
Bagaimana hukumnya orang yang mengajarkan ilmu haqiqah, sedangkan ia sendiri tidak
mengerjakan syariat agama Islam ?…

Jawab : Hukumnya haram serta sesat dan menyesatkan juga termasuk salah satu bentuk
penyelewengan dalam Agama. Dan orang yang bertashawwuf tanpa mengamalkan syariat itu kafir
zindiq. Sebaliknya orang yang melaksanakan syariat tanpa tashawwuf cenderung fasiq. (Keterangan
diambil dari kitab Kifayatul Atqiya’) dan dari hasil bahsul masail Mu’tamar NU.

Apa yang dimaksud dengan THARIQAH MU’TABARAH?,

Jawab : Arti thariqah sudah dijelaskan panjang lebar pada jawaban atas pertanyaan no 1 – 8.
sedangkan arti kata MU’TABARAH menurut kamus Idris Al Marbawi berasal dari akar kata ‘IBARAH
yang berarti pengajaran atau teladan. Selanjutnya dalam kaidah ilmu sharaf menjadi kalimat I’TIBAR
– MU’TABAR artinya yang dijadikan tauladan atau pengajaran. Sehingga secara harfiah thariqah
mu’tabarah adalah cara / metode yang diambil untuk jadi pelajaran atau teladan.

Dalam perspektif ilmu tashawwuf yang dimaksud dengan istilah THARIQAH MU’TABARAH adalah
Thariqatul Auliya’ yang mempunyai sanad shahiih yang bersambung sampai pada Baginda Nabiyullah
Rasulullah Muhammad SAW baik secara langsung pada orang yang menjadi nisbat nama thariqah itu
seperti Thariqah At Tijaniyah atau melalui wasithah (perantara) guru guru para perintis thariqah
tersebut seperti Thariqah Qadiriyah dan Thariqah Naqsabandiyah.
Perintah dzikir dalam Al Qur’an secara textual lebih banyak memerintahkan agar menyebut dalam
hati dengan penuh merendahkan diri dan rasa takut. Tapi ada juga ayat yang menyiratkan makna
dzikir berjamaah. Apa dasar hukum dzikir atau wirid yang dibaca keras dan berjamaah?

Jawab: Perintah dzikir khafi (samar – menyebut dalam hati) adalah dzikir yang dikerjakan sendirian.
Adapun anjuran dzikir dengan suara dikeraskan, itu khusus dalam kondisi berjamaah, karena tidak
mungkin dzikir berjamaah bisa dilakukan jika masing masing jamaah hanya berdzikir / menyebut
Nama Allah dan Ayat ayat Al Qur’an di dalam hatinya. Sebagai dasar dibolehkannya dzikir berjamaah
dengan suara keras, terdapat banyak hadits Nabi Muhammad SAW baik berupa hadits fi’liyah
(contoh perbuatan Nabi), dan hadits qauliyah (sabda Nabi) dan hadits taqririyah (diamnya Nabi)
menyikapi prilaku sahabat dalam beribadah dan hidup sehari hari. Diamnya beliau berarti
dibolehkan, karena jika perbuatan sahabat itu termasuk yang terlarang, maka spontan Nabi SAW
memberikan larangan atas perbuatan tersebut.

Dalam satu riwayat, dikatakan bahwa Sahabat Abu Bakar Ash Shiddiq ra kalau dzikir dia biasa
membaca dalam hati (tanpa suara). Ketika ditanya apa sebabnya berdzikir dengan cara begitu oleh
Rasulullah SAW, dia menjawab karena takut dengan sifat riya’. Kemudian Rasulullah SAW
menyarankan agar disuarakan walaupun dengan suara lirih cukup didengar dan bisa dirasa oleh diri
sendiri saja. Sebaliknya sahabat Umar Ibnul Khattab ra, kalau berdzikir walaupun ketika sendirian
(tidak berjamaah) selalu dengan suara keras, ketika ditanya sebabnya oleh Rasulullah SAW. Beliau
menjawab untuk mengusir rasa kantuk dan juga untuk mengusir ganguan syeithan. Lalu Rasulullah
menyarankan agar depelankan sedikit sehingga tidak berisik dan mengganggu orang lain.

Dzikir berjamaah dengan suara keras dalam ibadah ibadah wajib juga ada dalam Islam, seperti pada
dua rakaat pertama Shalat Maghrib dan Isya’ jaga dalam shalat subuh. Demikian juga dalam shalat
jum’at. Untuk shalat shalat sunnah seperti pada shalat tarawih, shalat witir, shalat hari raya baik fitri
maupun adha. Bertalbiah dalam ibadah haji dan umrah juga diucapkan bersama sama (berjamaah)
dan dengan suara keras.

Adapun dzikir (menyebut Nama Allah SWT) dan kalimat kalimat thayyibah dalam kegiatan lain,
seperti wirid setelah shalat dan bacaan bacaan pada acara dzikir bersama, dalam hal ini ulama
berbeda pendapat. Ada pendapat yang membolehkan bahkan menganjurkan, tapi ada pula
pendapat ulama yang tidak membolehkan. Dalam hal ini sebaiknya kita (ummat Islam) jangan terlalu
membesar besarkan, karena hal ini BUKAN MASALAH YANG TELAH DITENTUKAN DALAM AGAMA
(USHULUDDIN, masalah qoth’iyyah,masalah maklum fid din), tapi hanya masalah furu’iyyah
Ijtihadiyyah (fiqh) yang mana Islam memberi peluang untuk ber IJTIHAD. Dalam masalah furu’iyyah
Ijtihadiyyah PERBEDAAN PENDAPAT tidak menjadikan seseorang jatuh kedalam jurang KESESATAN
atau KEKAFIRAN.

Contoh masalah qoth’iyyah dan masalah maklum fid din adalah Shalat lima waktu. Orang yang
berbeda dengan ketentuan ini adalah sesat. Misalnya shalat dijadikan empat waktu atau enam
waktu maka dia sesat. Shalat dzuhur, ashar dan isya’ 4 (empat) rakaat, maghrib 3 (tiga) rakaat, subuh
2 (dua) rakaat, ini masalah prinsip. Yang mengubah bararti sesat dan kafir.Tapi kalau hanya berbeda
pendapat tentang bacaan basmalah pada surat Al Fatihah antara dibaca keras dan disamarkan, ini
masalah furu’iyyah Ijtihadiyyah yang berada pada wilayah ijtihad yang dibolehkan. Berbeda
pendapat dalam hal ini tidak sesat dan tidak kafir. Demikian pula dalam banyak masalah furu’
lainnya.

Demikian pula dzikir berjamaah dengan suara dikeraskan, ini termasuk masalah furu’iyyah
Ijtihadiyyah yang mana kita bebas untuk mengikuti ulama baik yang membolehkan termasuk juga
yang tidak membolehkan. Yang lebih penting disini jangan bertengkar dan berpecah belah gara gara
hanya karena masalah yang tidak prinsip. Silahkan saja pendapat mana yang mau diikuti. Asal saja
jangan saling menyakiti, karena menyakiti hati sesama muslim itu dosanya sangat berat disisi Allah
SWT. Luka dikulit bisa diobati dan rasa sakitnya cukup beberapa hari, tapi kalau melukai hati, belum
tentu hilang sakitnya dalam hitungan bulan bahkan tahun.
Menurut ulama yang setuju dan menganjurkan wirid / dzikir berjamaah dengan suara dikeraskan,
sebagian dari dasar hukumnya antara lain:

َ‫ت َ َعالَى هللا قَا َل‬: ‫صبِّ َْر‬ َ ‫ِّي ِّ بِّ ْالغَ َداةَِّ َربَّ ُه َْم يَ ْدع ُْونََ الَّ ِّذيْنََ َم ََع نَ ْف‬
ْ ‫سكََ َوا‬ َ ‫ع ْينَكََ َولَت َ ْع َُد َوجْ َه َهُ ي ُِّر ْيد ُْونََ َو ْال َعش‬
َ ‫ع ْن ُه َْم‬
َ . (‫الكهف‬:28)

Firman Allah SWT: Dan bersabarlah kamu bersama orang orang yang senantiasa berseru kepada
tuhannya pada waktu pagi dan sore, mereka mengharap keridaan Allah, dan janganlah kedua
matamu berpaling dari mereka”. (QS. Al Kahfi: 28).

Dalam kitab tafsir Ibnu Katsir jilid 3 halaman 73-74, mengomentari ayat ini terdapat beberapa
riwayat hadits shahih yang menjelaskan betapa Rasulullah SAW menyenangi dzikir bersama di waktu
pagi lebih beliau senangi dari pada terbitnya matahari dan di waktu sore yang diisi dengan dzikir
bersama lebih beliau senangi dari pada memerdekakan delapan orang budak dari keturunan Nabi
Ismail. Juga hadits Rasulullah SAW:

َ‫ل قَا َل‬َُ ‫س ْو‬ َ ‫صلَّى‬


ُ ‫هللاِّ َر‬ َ ‫سلَّ ََم‬
َ ‫علَ ْي َِّه هللا‬ َ ‫هللا يَ ْذ ُك ُر ْونََ قََ ْومَ لَيَ ْقعُ َُد‬
َ ‫و‬: َ ‫غ ِّشيَتْ ُه َُم ْال َمالَئِّ َك َةُ َحفَتْ ُه َُم ِّإ‬
ََ َّ‫ل‬ َ ‫الرحْ َم َة ُ َو‬ َ ُ‫س ِّك ْينَ َة‬
َّ َْ‫علَ ْي ِّه َُم َونَزَ لَت‬ َّ ‫َوذَك ََر ُه َُم ال‬
ُ‫هللا‬
َ ‫ن‬ َْ ‫ ِّع ْن َدَهُ فِّ ْي َم‬. (‫)مسلم رواه‬

Bersabda Rasulullah SAW: “Tidaklah duduk (berkumpul) suatu kaum dalam rangka berdzikir
(menyebut Nama Allah) kecuali disitu dipenuhi oleh para malaikat, dan Allah siramkan kepada
mereka rahmat-Nya, dan diturunkan ke (dalam hati) mereka ketenangan, dan Allah sebut sebut
mereka dihadapan para malaikat disisi-Nya” (HR. Muslim).
Sesungguhnya ayat Al Qur’an maupun Hadits yang menerangkan keutamaan dzikir berjamaah itu
sangat banyak. Mengingat keterbatasan tempat, maka penulis sajikan satu ayat Al Qur’an dan satu
Hadits Nabi saja untuk mewakilinya. Adapun mengeraskan suara dalam dzikir berjamaah adalah
akibat (‘aridi) dari kondisi berjamaah tersebut, karena tidak mungkin terjadi dzikir berjamaah jika
masing masing orang berdzikir sendiri sendiri dengan suara lirih (pelan).

Sebagian dari ummat Islam seperti golongan PENGANUT MADZHAB WAHHABI berpendapat
bahwa THARIQAH itu tidak ada dalam Islam, mereka menganggapnya sebagai BID’AH DHALALAH
karena tidak ada di zaman Nabi, dan tidak dicontohkan oleh Nabi SAW. Benarkan demikian?…

Jawab : Kalau argument mereka hanya sekedar tidak ada contoh di zaman Nabi dan para sahabat.
Lalu menfonis thariqah adalah perkara baru yang tergolong bid’ah dhalalah. Maka saya tegaskan
bahwa yang diperbuat oleh kelompok wahhabi yang mengaku dirinya sebai golongan salafi itu juga
banyak yang tidak ada contohnya di zaman Nabi dan Sahabat. Diantaranya yang bisa saya sebutkan :

Diantara media dakwah mereka adalah mencetak buku buku, Koran, majalah dan bulletin.
Pernahkah semua ini diperbuat dan dicontohkan oleh Nabi dan sahabatnya ?.

Pemerintah Saudi Arabia yang menjadi sponsor utama gerakan wahabi, salah satu kegiatannya
mencetaf offset kitab Al Qur’an dan dibagi bagikan secara gratis kepada segenap jamaah haji dan
umrah. Adakah Nabi dan para sahabatnya mencontohkan demikian?.

Pemerintah Saudi Arabia membangun masjid masjid, terutama masjid Haram Mekkah dan Nabawi
dengan bangunan megah dari bahan beton. Adakah contoh dan perintah begitu di zaman Nabi?..
padahal Masjid Nabawi yang asli tidak pakai atap, yang ada atapnya hanya mihrabnya saja, bahkan
Nabi Muhammad SAW pernah melarang sahabat untuk meninggikan atap mihrab masjid tersebut,
karena beliau lebih suka dengan atap rendah yang bisa tersentuh oleh ujung jari beliau ketika
mengangkat dan menadahkan tangan dalam berdoa.

Mereka para pembenci thariqah berdakwah dibawah naungan organisasi seperti Dewan Dakwah
Islimiah Indonesia, PERSIS dan organisasi Islam lainnya. Adakah Nabi menyuruh membuat organisasi
semacam itu ?.. dan masih banyak bukti lain yang mereka ada adakan juga sebagaimana umat Islam
lainnya.

Kalau segala sesuatu yang tidak ada dan tidak dicontohkan langsung oleh Nabi dan para sahabatnya
itu bid’ah semua, dan setiap bi’ah itu dhalalah (sesat) dan setiap yang sesat itu masuk neraka, maka
merekapun termasuk juga golongan yang mengada ngada, ahli bid’ah juga dan calon masuk neraka
juga.

Demikian juga berbagai disiplin ilmu, seperti Ulumul Al Qur’an, Fiqh, Hadits, Nahwu, Sharaf, qiraat,
hisab, faraid, termasuk juga tashawwuf dan thariqah semua belum ada di zaman Nabi dan Sahabat.
Semua disiplin ilmu ini timbul kemudian sebagai hasil ijtihad para ulama salaf untuk memudahkan
generasi penerus mereka dalam mempelajari Islam dengan berbagai demensinya. Semua
mempunyai bidang garapan dengan fokusnya sendiri. Ulumul Qur’an membahas cara baca Al Qur’an
beserta kaedah kaedahnya, Ilmu Tafsir membahas kandungan Al Qur’an dari segi maknanya, Fiqhi
fokus pada tata cara ibadah, muamalah dan siasah (ilmu ahlak dzahir dalam ibadah dan muamalah
serta siasah/politik), sedangkan tashawwuf dan thariqah fokus membahas ahlak hati (batin) dalam
ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Lalu kenapa mereka selalu mengatakan bahwa tashawwuf dan thariqah itu saja yang tergolong
bid’ah dhalalah karena tidak ada di zaman Nabi dan Sahabat?.. padahal disiplin ilmu yang lainpun
juga tidak ada pada zaman Nabi dan Sahabat. Jawabnya adalah benturan kepentingan politiklah yang
menjadi sebabnya. Dan inipun jika mereka fikirkan secara halus dan tenang, niscaya klaim demikian
itu malah jadi boomerang bagi mereka sendiri. Sebab jika tashawwuf dan thariqah tergolong bid’ah
dhalalah dengan alasan tidak ada pada zaman Nabi dan Sahabat, maka secara hukum bid’ah
dhalalah juga ilmu tafsir, hadits, tajwid, nahwu, sharraf, dan berbagai disiplin ilmu yang lainnya.
Karena semua itu tidak ada di zaman Nabi dan para Sahabat.

Apakah setiap kegiatan yang berkaitan dengan agama (Islam) yang disitu tidak ditemukan adanya
perintah dan larangannya baik dalam Al Qur’an dan Hadits itu mutlak bid’ah dan dhalalah?..

Jawab : Tidak. Agama Islam adalah agama yang dinamis. Allah SWT dan Rasul-Nya Muhammad SAW
tidak pernah melarang secara mutlak semua kegiatan yang bertalian atau berkaitan dengan agama
yang akan terjadi dan dilakukan oleh ummat Islam setelah Rasulullah SAW wafat, dimana ketika
beliau dan para sahabatnya masih hidup hal tersebut tidak pernah dilakukan. Selama hal tersebut
bukan masalah ushul dan bukan masalah Qhot’i dalam agama. Untuk masalah ushul seperti aqidah
dan masalah qoth’I seperti kewajiban sholat, para ulama mutlak sepakat bahwa kedua masalah
tersebut tidak bisa diganggu gugat dan tidak ada pintu ijtihad.

Tapi dalam masalah furu’ ijtihadi baik dalam ibadah maupun mu’amalah, pintu ijtihad terbuka luas
sampai hari kiamat, dengan catatan yang berijtihad adalah orang yang memenuhi syarat untuk itu,
yaitu orang yang benar benar penguasaan ilmu pengetahuan tentang Islam sudah tidak diragukan
lagi dari semua seginya dan juga betul betul mengetahui secara pasti pokok masalah yang sedang
dalam pembahasan untuk ijtihadnya.

Contoh ijtihad yang dilarang. Misalnya shalat fardu jumlahnya 5 waktu. Ini masalah qoth’i dan
maklum fid din. Kita tidak bisa berijtihad untuk mengubahnya, baik mengurangi maupun menambah.
Juga jumlah raka’at shalat, ini semuanya tidak bisa diperdebatkan lagi oleh siapapun dan se’alim
apapun. Tapi masalah menjamak taqdim dan ta’khir juga boleh tidaknya mengqashar shalat yang
terdiri dari empat raka’at dan masalah furu’ lainnya. Ini semua adalah masalah yang bisa
diperselisihkan (dalam berpendapat) tapi harus dengan cara yang santun dan tidak saling kafir
merngkafirkan antara kelompok yang satu dengan kelompok lainnya. Oleh karena itu Rasulullah
SAW memberikan berita gembira dalam hal ini dengan sabdanya:

َ‫ل قَا َل‬


َُ ‫س ْو‬ َ ‫صلَّى‬
ُ ‫هللاِّ َر‬ َ ‫علَ ْي َِّه هللا‬َ ‫سلَّ ََم‬
َ ‫و‬: َ ‫ن‬َْ ‫ن َم‬ َ ‫اْل ْسالَ َِّم فِّى‬
ََّ ‫س‬ ِّ ً‫سنَّ َة‬
ُ ً‫سنَ َة‬
َ ‫ن َوأَجْ َُر أَج ُْرهَا فَلَ َهُ َح‬
َْ ‫ل َم‬ ََ ‫ع ِّم‬َ ‫ن بِّ َها‬ َْ ِّ‫ْر م‬
َِّ ‫غي‬ َْ َ ‫ص أ‬
َ ‫ن‬ َْ ِّ‫أ ُ ُج ْو ِّر ِّه َْم م‬
ََ ُ‫ن يَ ْنق‬
َ‫شيْئ‬َ ،‫ن‬ َْ ‫ن َم‬
ََّ ‫س‬ ِّ ً‫سنَّ َة‬
َ ‫اْل ْسالَ َِّم فِّى‬ ُ ً‫سيِّئ َ َة‬
َ ُ‫ن َو ِّو ْز َُر ِّو ْز ُرهَا فَلَ َه‬َْ ‫ل َم‬ ََ ِّ‫عم‬ َْ ِّ‫ْر م‬
َ ‫ن بِّ َها‬ َِّ ‫غي‬ َْ َ ‫ص أ‬
َ ‫ن‬ ََ ُ‫ن يَ ْنق‬َْ ِّ‫شيْئَ أ َ ْوزَ ِّار ِّه َْم م‬ َ ، (‫مسلم رواه‬

Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa yang merintis perbuatan / kegiatan yang baik dalam Islam,
maka dia mendapat pahala dari pekerjaannya dan pahala dari perbuatan orang orang yang meniru
(melanjutkan) kegiatan tersebut tanpa dikurangi sedikitpun. Barangsiapa yang merintis perbuatan /
kegiatan yang buruk dalam Islam, maka dia mendapat dosa dari pekerjaannya dan dosa dari
perbuatan orang orang yang meniru (melanjutkan) kegiatan tersebut tanpa dikurangi sedikitpun”.
(HR. Muslim)

َ‫ع ْن‬ َ ‫ي َو‬ َْ ‫ع ْق َب َةَ َم ْسعُ َْو َِّد أ َ ِّب‬


ُ ‫ْن‬
َِّ ‫ع ْمرو ب‬
َ ‫ي‬
َْ ‫ار‬
ِّ ‫ص‬ َْ ‫ي ا َ ْل َبد ِّْر‬
َ ‫ي األ َ ْن‬ ََ ‫ض‬ َ ُ‫ع ْن َه‬
ِّ ‫هللاُ َر‬ ََ ‫قَا‬: ‫ل‬
َ ‫ل‬ َُ ‫صلَّى هللاَِّ َرسُ ْو‬
ََ ‫ل قَا‬ َ ‫سلَّ ََم‬
َ ‫علَ ْي َِّه هللا‬ َ ‫و‬:
َ ‫ن‬ ََّ ‫علَى َد‬
َْ ‫ل َم‬ َُ ْ‫مِّ ث‬
َ َ‫ل فَلَ َهُ َخيْر‬
‫فَا ِّع ِّل َِّه أَجْ َِّر‬. (‫)مسلم رواه‬

Dan diriwayatkan oleh Abi Mas’ud Uqbah bin ‘Amru Al Anshari Al Badri ra. Bahwa Rasulullah SAW
bersabda:” Barangsiapa yang memberi petunjuk untuk perbuatan yang baik, maka dia mendapat
pahala sepadan dengan orang yang melakukannya”. (HR. Muslim).

َ‫ع ْن‬
َ ‫ي َو‬َْ ِّ‫ي أَب‬
ََ ‫ض‬ ِّ ‫هللاُ ه َُري َْرة ََر‬َ ُ‫ع ْن َه‬
َ ،‫ن‬ ََّ ‫ل ِّإ‬ ُ ‫صلَّى هللاَِّ َر‬
َُ ‫س ْو‬ َ ‫سلَّ ََم‬
َ ‫علَ ْي َِّه هللا‬ َ ‫ل َو‬ ََ ‫قَا‬: ‫ن‬ َْ ‫عا َم‬ َ ‫ْر مِّ نََ لَ َهُ كَانََ ُهدًى ِّإلَى َد‬ َِّ ‫ل األَج‬ َُ ْ‫ن أ ُ ُج ْو َِّر مِّث‬
َْ ‫لَ تَبِّ َع َهُ َم‬
َ
َُ ُ‫ن ذَلِّكََ يَ ْنق‬
‫ص‬ ُ
َْ ِّ‫ش ْيئًا أ ُج ْو ِّر ِّه َْم م‬
َ ،‫ن‬ َْ ‫عا َم‬ َ ‫ضالَلَةَ إِّلَى َد‬ َ ََ‫علَ ْي َِّه كَان‬ ْ
َ ََ‫اْلث َِّم مِّ ن‬
ِّ ‫ل‬ ْ
َُ ‫ام مِّ ث‬ َ
َِّ َ ‫ن أث‬ َُ ُ‫ن ذَلِّكََ لََّ يَ ْنق‬
َْ ‫ص تَبِّعَ َهُ َم‬ َ
َْ ِّ‫ش ْيئًا أثَامِّ ِّه َْم م‬ َ ، (‫)مسلم رواه‬
Diriwayatkan oleh Abi Hurairah ra. Bahwa Rasulullah SAW bersabda:”Barangsiapa yang mengajak
kepada petunjuk Allah, maka dia mendapat pahala sepadan dengan pahala perbuatan orang orang
yang mengikutinya tanpa dikurangi sedikitpun. Barangsiapa yang mengajak ke jalan kesesatan, maka
dia mendapatkan dosa sepadan dengan dosa para pengikutnya tanpa dikurangi sedikitpun”. (HR.
Muslim).

Kegiatan kegiatan yang kita lakukan di ahir zaman seperti saat ini, baik itu dalam bentuk ibadah
maupun mu’amalah sudah banyak sekali yang tidak terbahas secara tersurat baik dalam Al Qur’an
maupun Hadits Nabi Muhammad SAW. Lalu apakah karena kita tidak menemukan dasar secara
tersurat kemudian masalah itu harus kita tinggalkan semuanya?.. tentu saja tidak. Kita diberi
peluang oleh Allah SWT dan Rasulullah SAW untuk berijtihad dengan mengambil kias (mencocokkan)
terhadap fenomena hukum yang sudah ada sebelumnya. Termasuk juga dengan ijma’ ulama
terdahulu.

Seperti Ilmu Tashawwuf yang mengkhususkan pembahasannya terhadap berbagai masalah batin
dalam kaitannya dengan masalah agama seperti: Rahasia hati, hawa, nafsu, tipu daya syethan dan
lain sebagainya. Aslinya semua masalah ini juga dibahas dalam Islam (Al Qur’an dan Hadits) secara
umum. Tapi karena masalah ini amat sangat fital, maka sebagian ‘ulama dengan ketinggian
dedikasinya terhadap Islam dan Ummat Islam generasi yang akan datang. Mereka berijtihad
membentuk kajian keilmuan secara khusus yang selanjutnya terkenal dengan istilah ilmu tashawwuf.

Sama saja dengan ulama fiqh, istilah fiqh di zaman Rasulullah SAW dan para sahabat masih hidup
juga tidak ada kajiannya secara khusus. Yang ada hanya contoh langsung dari Rasulullah SAW dengan
petunjuk Allah SWT melalui Al Qur’an. Tapi pada zaman selanjutnya, seiring dengan perkembangan
zaman dan permasalahannya yang semakin kompleks. Maka timbullah kajian ilmu aqidah, ilmu
tafsir, ilmu Hadits, ilmu Fiqh juga ilmu tashawwuf dan lain lainnya. Kalau tashawwuf dianggap bid’ah
dhalalah dengan alasan tidak ada di zaman Nabi SAW, maka kajian ilmu yang lain juga bi’ah dhalalah
dan masuk neraka.
Demikian juga thariqah (dalam bahasa terkininya adalah metode), memang tidak ada di zaman
Rasulullah SAW dan para sahabatnya masih hidup. Sama dengan ilmu tajwid dan metode belajar
baca tulis Al Qur’an seperti Qira’ati, Al Barqi, Iqra’, Quantum dan lain lain. Semua bertujuan untuk
memudahkan dan mengantarkan ummat pada tujuan yang sebenar benarnya dengan mudah, sukses
dan selamat. Kalau metode Iqra’ dan yang lain berusaha membimbing ummat agar cepat bisa
membaca Al Qur’an dengan baik dan benar, sedangkan Thariqah Mu’tabarah / Thariqatul Auliya’
adalah metode beribadah kepada Allah SWT agar sesuai dengan tuntunan Al Qur’an dan contoh dari
Rasulullah SAW dengan melalui pendidikan dan ijazah amalan yang punya sanad (silsilah) yang
sambung langsung kepada Baginda Rasulullah SAW. Lalu dimana letak bid’ahnya?…

Berapa jumlah thariqah mu’tabarah yang diakui keabsahannya oleh para ulama tashawwuf ?

Jawab : Dalam kitab Mizan Al Kubra yang dikarang oleh Imam Asy Sya’rany ada sebuah hadits yang
menyatakan :

َ َ‫ط ِّر ْيقَ َةً َو ِّستِّيْنََ ثَالَثَمِّ ائ َة‬


َْ ِّ‫علَى َجائ َتَْ ش َِّر ْيعَت‬
َ‫ي ِّإ َّن‬ َ ‫ط ِّر ْيقَ َةً أ َ َحدَ َما‬
َ ََ‫سلَك‬ َ ‫ إِّلَّنَ َجا مِّ ْن َها‬.( ‫ الشعرني لالمام الكبرى ميزان في الطبرني رواه‬: 1 /
30)
“Sesungguhnya syariatku datang dengan membawa 360 thariqah (metoda pendekatan kepada
Allah), siapapun yang menempuh salah satunya pasti selamat”. ( HR Thabrani dalam kitab Mizan Al
Qubra karangan Al Imam Asy Sya’rani jus 1 halaman 30 )

Apa perbedaan antara thariqah mujahadah dan thariqah mahabbah ?.

Jawab : Dari semua thariqah sufiyah yang ada dalam Islam, pada perinsip pengamalannya terbagi
menjadi dua macam. Yaitu thariqah mujahadah dan Thariqah Mahabbah. Thariqah mujahadah
adalah thariqah / metode pendekatan kepada Allah SWT dengan mengandalkan kesungguhan dalam
beribadah, sehingga melalui kesungguhan beribadah tersebut diharapkan secara bertahap seorang
hamba akan mampu menapaki jenjang demi jenjang martabah (maqamat) untuk mencapai derajat
kedekatan disisi Allah SWT dengan sedekat dekatnya. Sebagian besar thariqah yang ada adalah
thariqah mujahadah.

Sedangkan thariqah mahabbah adalah thariqah yang mengandalkan rasa syukur dan cinta, bukan
banyaknya amalan yang menjadi kewajiban utama. Dalam perjalanannya menuju hadirat Allah SWT
seorang hamba memperbanyak ibadah atas dasar cinta dan syukur akan limpahan rahmat dan
nikmat Allah SWT, tidak ada target maqamat dalam mengamalkan kewajiban dan berbagai amalan
sunnah dalam hal ini. Tapi dengan melaksanakan ibadah secara ikhlash tanpa memikirkan maqamat
dan pahala, baik pahala dunia maupun pahala ahirat , kerinduan si hamba yang penuh cinta pada Al
Khaliq akan terobati. Yang terpenting dalam thariqah mahabbah bukan kedudukan / jabatan disisi
Allah. tapi menjadi kekasih yang cinta dan dicintai oleh Allah SWT. Habibullah adalah kedudukan
Nabi kita Muhammad SAW. (Adam shafiyullah, Ibrahim Khalilullah, Musa Kalimullah, Isa Ruhullah
sedangkan Nabi Muhammad SAW Habibullah). Satu satunya thariqah yang menggunakan metode
mahabbah adalah Thariqah At Tijany.
Thariqah apa saja yang masuk ke Indonesia dan berapa jumlahnya ?..

Jawab : Berdasarkankeputusan Kongres & Mubes Jam’iyah Ahli Thariqah Mu’tabaroh An Nahdliyah,
pada hasil Mu’tamar kedua di Pekalongan tanggal 8 Jumadil Ula 1379 H / 9 November 1959. Nama-
nama thariqah yang masuk ke Indonesia dan telah diteliti oleh para Ulama NU yang tergabung dalam
Jam’iyyah Ahluth Thariqah Al Mu’tabarah An Nahdliyah dan dinyatakan Mu’ tabar (benar dan
sanadnya sambung sampai pada Baginda Rasulullah SAW) berjumlah 44, antara lain :

1. Umariyah 23. Usysyaqiyyah

2. Naqsyabandiyah 24. Bakriyah

3. Qadiriyah 25. Idrusiyah

4. Syadziliyah 26. Utsmaniyah

5. Rifaiyah 27. ‘Alawiyah

6. Ahmadiyah 28. Abbasiyah

7. Dasuqiyah 29. Zainiyah

8. Akbariyah 30. Isawiyah

9. Maulawiyah 31. Buhuriyyah


10. Kubrawiyyah 32. Haddadiyah

11. Sahrowardiyah 33. Ghaibiyyah

12. Khalwatiyah 34. Khodiriyah

13. Jalwatiyah 35. Syathariyah

14. Bakdasiyah 36. Bayumiyyah

15. Ghazaliyah 37. Malamiyyah

16. Rumiyah 38. Uwaisiyyah

17. Sa’diyah 39. Idrisiyah

18. Jusfiyyah 40. Akabirul Auliya’

19. Sa’baniyyah 41. Subbuliyyah

20. Kalsaniyyah 42. Matbuliyyah

21. Hamzaniyyah 43. TIJANIYAH

22. Bairumiyah 44. Sammaniyah.


*/ Diambil dari buku hasil keputusan Kongres & Mubes Jam’iyah Ahli Thariqah Mu’tabaroh An
Nahdliyah, pada hasil Mu’tamar kedua di Pekalongan tanggal 8 Jumadil Ula 1379 H / 9 November
1959. halaman 25.

C. Wali Allah dalam pandangan Islam berdasarkan Al Qur’an dan Sunnah (Al Hadits).

1. Apakah pengertian wali Allah itu ?


Jawab : Sebagian ummat Islam ada yang mengingkari adanya para Wali Allah. Mengingkari
keberadaan para Wali Allah itu berarti mengingkari salah satu azas kepercayaan (keimanan) tentang
perkara ghaib seperti adanya Nabi dan Rasul yang dalilnya baik dari ayat Al Qur’an maupun Hadits
sama sama ada. Firman Allah dalam Al Qur’an :

‫ن أَآل‬
ََّ ِّ‫هللاِّ أ َ ْو ِّليَآ ََء إ‬
َ َ‫علَ ْي ِّه َْم لَخ َْوف‬ َ ‫(يَحْ زَ نُونََ َولَ ُه َْم‬62) ََ‫( يَتَّقُونََ َوكَانُ ْوا أ َ َمنُ ْوا اَلَّ ِّذيْن‬63) ‫األَخِّ َرةَِّ َوفِّى الد ْنيَا ال َحيَوةَِّ فِّى البُ ْش َرى لَ ُه َُم‬، ‫ل‬
ََ ‫لَت َ ْب ِّد ْي‬
َ
َِّ ‫هللاَِّ ِّل َك ِّل َما‬، ََ‫العَظِّ ي َِّْم الف َْو َُز ه ََُو ذلِّك‬.(64)(‫يونس‬: 62-64)
‫ت‬

“Ingatlah !, Sesungguhnya para wali Allah itu adalah mereka yang tidak merasa takut (akan
kematian) dan mereka tidak bersedih hati (karena berbagai cobaan dan kesulitan dunia). (62) Yaitu
orang orang yang beriman dan mereka selalu bertaqwa (63). Bagi mereka berita gembira di dalam
kehidupan dunia dan dalam kehidupan akhirat. Tidak ada perubahan bagi kalimat kalimat (janji janji)
Allah, yang demikian itu adalah kemenangan yang sangat besar.(64). (Q.S. Yunus: 62-64)

Penjelasan ayat Al Qur’an diatas benar benar tersurat dengan gamblang, dimana Wali Allah itu
mempunyai beberapa kreteria, diantaranya:

Mereka tidak punya rasa takut kecuali hanya kepada Allah SWT. menurut penjelasan Tafsir Ibnu
Katsir : Takut yang dimaksud pada ayat tersebut adalah takut akan kematian. Karena mati adalah
sesuatu yang paling ditakuti oleh orang hidup secara normal pada umumnya. Tapi bagi wali Allah
mati justru menjadi idaman yang ditunggu tunggu, karena dengan mati itulah mereka akan segera
lepas dari keruwetan dunia dan pintu menuju keabadian dengan Al khaliq serta mendapatkan janji
janji Allah yang pasti benar. Dan yang lebih penting lagi, rasa takut pada selain Allah SWT untuk
orang khas dan khawasul khawas adalah sesuatu yang paling menjadi pantangan, karena itu
termasuk syirik.

Mereka tidak lagi berduka cita / bersedih hati dengan segala sesuatu yang terjadi di dunia ini.
Karena bagi mereka kesenangan dan kesulitan dunia adalah sama sama ujian Allah. andai mereka
mendapatkan karunia rizki duniawi yang melimpah ruah, cukup mereka pegang / kuasai ditangan
saja, tidak sampai masuk kedalam hati. Hati mereka selalu sibuk dengan berdzikir dan berhidmat
kepada Allah SWT walau jasad dan tangan mereka bermandikan harta. Andai mereka mendapatkan
kesulitan dunia bahkan ancaman yang paling mengerikan sekalipun, hatinya tidak akan bergeming.
Karena hatinya senantiasa bersama dan bermesraan dengan Allah SWT.

Mereka adalah orang orang yang mencapai dan merasakan lezatnya Iman. Sehingga segala
sesuatu yang mereka kerjakan selalu dikerjakannya dengan ikhlas / semata mata mengharap ridha
dan cinta Allah SWT, mereka selalu yakin dan membenarkan dengan segala janji dan ancaman-Nya.
Dan yang terpenting lagi mereka senantiasa berada dalam ketenangan jiwa karena hatinya
senantiasa dekat dan ingat pada kekasihnya (Allah SWT), sehingga mereka benar benar menikmati
kehidupan dunia ini sebagai karunia sang Pencipta.

Mereka senantiasa bertaqwa kepada Allah SWT. Taqwa adalah puncak derajat seorang muslim.
Hanya orang orang bertaqwalah yang akan mampu menapaki derajat iman dan menikmati manis
dan lezatnya. Dengan ketaqwaan dan keimanan maka nantinya seseorang akan sampai juga pada
maqam Al Ihsan. Taqwa adalah raga / lahiriyahnya, sedangkan iman adalah jiwa / batiniyahnya.
Manusia yang utuh adalah terdiri dari jasad dan jiwa / rohani. Demikian pula agama Islam seseorang
baru berwujud jika lengkap komponen lahir ban batinnya. Syareat lahiriyah adalah Al Islam
sedangkan pondasi batinnya adalah Al Iman , jika keduanya sudah tersedia dengan utuh maka
tercapailah pulau tujuan yaitu Al Ihsan.

Mereka mendapatkan Al Busyra / berita gembira, yaitu kebahagiaan hidup yang hakiki selama di
dunia dan keselamatan serta kebahagiaan abadi bagi kehidupan akhiratnya. Jaminan ini ada yang
hanya berlaku bagi dirinya sendiri, ada juga yang berlaku bagi orang orang lain yang dikehendaki
oleh Allah SWT untuk mendapatkan bagian karenanya. Dan inilah bagian terpenting tentang wali
Allah, yaitu orang yang sudah dapat jaminan dari Allah dan Rasul-Nya bahwa dia pasti selamat, dan
bisa menjamin keselamatan bagi orang lain dengan izin Allah SWT bukan dengan kehendak
nafsunya.

Inilah dia wali wali Allah SWT, yang merupakan salah satu dari sekian banyak pintu rahmat dan
ampunan-Nya. Mereka adalah pewaris tugas para nabi, yaitu orang orang yang dalam hidupnya
hanya untuk berhidmat kepada Allah, dan mohon keselamatan bagi orang lain dengan izin Allah.
dalam sebuah Hadits lebih jauh Rasulullah SAW menjelaskan:

َ‫ثوا لَ َْم األ َ ْنبِّيَاءَِّ َو َرث َ َةُ اَلعُلَ َما ُء‬ ً ‫لَ دِّين‬
ُ ‫َارا يَ ِّر‬ ُ ‫ن الع ِّْل ََم َو َر‬
َ ‫د ِّْر َه ًما َو‬، َ ‫ثوا َوإِّنَّمَا‬ َْ ‫واِّفرَ بِّ َحظَ أ َ َخذََهُ أ َ َخذََهُ َو َم‬.
َ (‫)البخاري رواه‬
“Al Ulama’ adalah pewaris para Nabi (bukan para Rasul), mereka tidak mewariskan dinar dan dirham
(harta kekayaan), dan mereka semata mata hanya mewariskan ilmu, dan barangsiapa yang
mengambilnya, maka ia mengambil ilmu itu dengan keberuntungan yang banyak sekali”. (HR.
Bukhori)

Yang jadi pertanyaan pada kita saat ini adalah, mungkinkah kita bisa mencapai derajat tersebut?….
untuk ini Rasulullah SAW memberikan isyarat cara cara pendekatan diri kepada Allah SWT yang
ahirnya akan membawa pada keberuntungan besar, dalam sebuah hadits qudsi beliau bersabda:

‫عنه هللا رضي هريرة أبي عن‬، ‫وسلم عليه هللا صلى هللا رسول قال‬:َ‫هللا ِّإ َّن‬ ََ ‫ع ََّز‬ َ ‫ل‬ ََّ ‫قال َو َج‬: ‫ن‬ َْ ‫عا َدى َم‬ َ ‫ب أَذَ ْنت ُ َهُ فَقَ َْد َو ِّليًّا لِّي‬
َِّ ‫بِّال َح ْر‬،
ََ ‫ي َو َماتَقَ َّر‬
‫ب‬ ََّ َ‫عبدِّي إِّل‬ َ َ‫شيْئ‬ َ ِّ‫ي أ َحبَ ب‬ َ ََّ َ‫علَ ْي َِّه ا ْفت ََرضْتَُ مِّ َّما إِّل‬
َ ، ‫ل َو َما‬ َُ ‫عبدِّي يَزَ ا‬ َ َُ‫ي يَتَقَ َّرب‬ ََّ َ‫ل إِّل‬ ُ َ
َِّ ِّ‫أحِّ بَّ َهُ َحتَّى بِّالنَّ َواف‬، ‫س ْمعَ َه ُ ُك ْنتَُ أحْ بَ ْبت ُ َهُ فَإِّذَا‬َ
َّ
َْ ‫ص َرَهُ بِّ َِّه يَ ْس َم َُع ال ِّذ‬
‫ي‬ َ َ‫ي َوب‬ َّ
َْ ‫ْص ُربِّ َِّه ال ِّذ‬ ِّ ‫ي َويَ َدَهُ يُب‬ َّ َ َّ
َُ ِّ‫ي الذِّي َو ِّرجل َهُ بِّ َها يُبْط‬
َْ ‫ش ال ِّذ‬ َْ ‫ن بِّ َها يَ ْم ِّش‬ ْ
َ ِّ‫سألنِّي وإ‬ َ َ َّ ُ
َ َّ ُ‫ِّن لعْطِّ يَن َه‬ َ ‫أل ُ ِّع ْيذن َهُ َّ ا ْستَعَاذنِّي َولئ‬.
ْ َ َ َ َّ َ َ (‫رواه‬
‫)البخاري‬

Diriwayatkan oleh Imam Abi Hurairah RA, bersabda Rasulullah SAW: “Sesungguhnya Allah Azza wa
Jalla berfirman: Barangsiapa yang menyakiti WALIKU maka benar benar Aku umumkan perang
dengannya. Dan tidaklah seorang hamba mendekatkan diri kepada-Ku dengan sesuatu yang paling
Aku sukai yaitu sesuatu yang telah Aku wajibkan kepadanya, dan hambaku senantiasa mendekatkan
diri kepadaku dengan sunnah sunnah sampai Aku mencintainya, Apabila aku mencintainya, maka
akulah yang menjadi pendengarannya yang mana ia akan mendengarkan dengannya, dan Akulah
yang jadi matanya ketika ia melihat dengannya, dan Akulah yang jadi tangannya ketika ia memegang
dengannya, dan Akulah yang jadi kakinya ketika ia berjalan dengannya, dan jika ia meminta
kepadaku maka aku benar benar memberinya, dan jika ia mohon perlindungan kepada-Ku niscaya
Aku benar benar melindunginya”. (HR. Bukhari).

Hadits Nabi Muhammad SAW diatas, memberikan gambaran amat jelas pada kita, bagaimana cara
mendapatkan cinta Allah SWT, dan kondisi ketika seorang hamba dicintai Allah. pada hadits tersebut
diatas dikatakan bahwa Allah yang menjadi pendengaran, mata, tangan dan telinga dan lain
sebagainya. Kalimat kalimat tersebut adalah kalimat kalimat kiasan yang tidak boleh kita fahami
secara harfiyah tanpa ada penafsiran yang tepat dan benar.

Kalau diartikan secara harfiah, maka akan terasa sangat janggal, dimana Allah SWT sebagai Dzat yang
maha kuasa dan maha segala galanya menjadi telinga, mata, tangan dan kaki bagi hamba-Nya.
Pemahaman yang paling tepat dari hadits qudsi diatas adalah jika Allah SWT berkenan menerima
ibadah seorang hamba dan berkenan memberikan cinta dan kasih sayang-Nya secara khusus, maka
segenap jiwa dan raga hamba tersebut senantiasa berada dalam bimbingan Allah SWT, sehingga
apapun yang dia kerjakan senantiasa benar dan sesuai dengan Qudrat dan Iradah Allah SWT.

Jika seorang hamba berada dalam kondisi tersebut, tampaklah padanya kekaramatan yang luar
biasa. Jika ia berdoa / mohon sesuatu pada Allah SWT, maka permohonannya langsung terkabul. Jika
dia mengatakan sesuatu tentang masa depan seseorang atau suatu kaum, maka terjadilah apa yang
dia katakan. Jika dia mohon perlindungan pada Allah dari kejahatan seseorang atau suatu kaum,
maka tampaklah perlindungan Allah SWT secara khusus terjadi sesuai permohonannya. Mengapa
demikian ?….. hal itu terjadi karena apapun yang mereka lakukan, tidak lagi berdasarkan keinginan
nafsu pribadinya. Tapi berdasarkan kehendak dan bimbingan Allah SWT.

Sebaliknya jika ada orang minta didoakan tapi Allah tidak berkenan dengan keinginan orang
tersebut, maka dia tidak akan berdoa walaupun dipaksa, karena dia tahu benar bahwa doa seorang
hamba tidak bisa mengubah qudrat dan Iradah serta taqdir Allah SWT. Itulah salah satu tanda
ma’rifah seseorang akan kedudukan dia sebagai hamba dan kedudukan Allah SWT yang menjadi
pencipta dan penguasa penuh akan dirinya.

Ketika Nabi masih hidup, maka setiap persoalan hidup seruwet apapun akan ada jalan keluar, karena
ada Nabi sebagai tempat melabuhkan segala persoalan. Tapi bagaimana ketika Nabi wafat, kepada
siapakah seluruh persoalan dan perselisihan akan diajukan untuk mendapatkan penyelesaian sesuai
hukum Allah SWT? untuk itu Allah Azza wa Jalla dengan sifat Rahman dan Rahim-Nya telah
menetapkan sejak zaman azali bahwa para Nabi dan Rasul sebagai mahluk hidup harus mengalami
kematian sebagaimana manusia lainnya. Tapi tugas kenabian dan kerasulan harus tetap terjaga dan
harus ada yang melanjutkan.

Pelanjut tugas kenabian inilah yang selanjutnya disebut para Wali Allah. oleh karena itu Sayyid
Muhammad Al ‘Araby bin As Sa’ih Al ‘Umari At Tijany dalam kitabnya yang berjudul ‘Bughyatul
Mustafid ala Syarkhi Munyatul Murid mengatakan bahwa:

َ‫ض فِّى َو َر ََد َو َق ْد‬ َِّ ‫علَى األ َ َحا ِّد ْي‬
َ ِّ ‫ث بَ ْع‬ َِّ َ‫خ أَثْب‬
َ ‫ت‬ َِّ ِّ‫ن ُكتُبِّ ِّه َْم فِّى ْال َمشَاي‬
ََّ َ ‫خ أ‬ َّ ‫أ ُ َّمتِّ َِّه فِّى كَالنَّبِّي قَومِّ َِّه فِّى ال‬. (‫المريد منية شرح على المستفيد بغية‬:
ََ ‫ش ْي‬
300)

Dan benar benar telah diriwayatkan dalam beberapaHaditsbahwa para Masyayikh menetapka dalam
kitab kitab mereka bahwa: “Sesungguhnya Seorang Syeikh ( Wali Allah) di sisi kaumnya (mengemban
tugas) bagaikan seorang Nabi disisi ummatnya”. (Bughyatul Mustafid: halaman 300).

2. Dalam kehidupan sehari hari kita sering mendengar istilah “Karomah”. Apakah arti karomah itu
dan apa dasar hukumnya?

Jawab : Sebagai pejabat ruhani / pegawai Allah, para Nabi mendapat bekal mukjizat sebagai hujjah
yang haq kepada seantero alam raya. Demikian pula para Wali Allah, mereka mendapat bekal khusus
sebagai bukti kebenaran dakwah mereka berupa karomah, yang mana karomah itu sendiri
sebenarnya sebagai berita gembira dari Allah SWT sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Yunus
ayat 64 :

َ‫األَخِّ َرةَِّ َوفِّى الدَ ْنيَا ال َحيَوةَِّ فِّى البُ ْش َرى لَ ُه ُم‬، ‫ل‬
ََ ‫ت لَت َ ْب ِّد ْي‬ َ ، ََ‫العَظِّ ي َِّْم الف َْو َُز ه ََُو ذَلِّك‬.(64)(‫يونس‬: 64)
َِّ ‫هللاِّ ِّل َك ِّل َما‬

Bagi mereka BERITA GEMBIRA di dalam kehidupan dunia dan dalam kehidupan akhirat. Tidak ada
perobahan bagi kalimat kalimat (janji janji) Allah, yang demikian itu adalah kemenangan yang sangat
besar.(64). (Q.S. Yunus: 64)

Syaikhul Islam Al Imam Al Hafidz Imaduddiin, Abil Fida’ Ismail bin Katsir dalam kitab tafsirnya yang
terkenal dengan Tafsir Ibnu Katsir, beliau menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan “Berita
gembira” pada surat Yunus ayat 64 tersebut diatas adalah:

‫عنه هللا رضي الدرداء أبي عن‬, ‫قوله فى وسلم عليه هللا صل النبي عن‬:(َ‫ُشرى لَ ُه ُم‬ َ ‫ِّي )األَخِّ َرةَِّ َوفِّى الدن َيا ال َح َيوةَِّ فِّى الب‬
ََ ‫الرؤ َيا ه‬
ُ‫صا ِّل َح َة‬ َّ ‫ لَ َه ُ ت ُ َرى أَو ْال ُم ْس ِّل َُم‬, ُ‫ش َراَه‬
َُ ‫الر ُج‬
َّ ‫ل يَ َراهَا ال‬ َّ َ‫الَجنَّ َةَ ْاألَخِّ َرةَِّ فِّى َوب‬. (‫) وغيرهما والحاكم جرير وءابن أحمد رواه‬
َّ َ‫ش َراَهُ الد ْنيَا ال َحيَاةَِّ فِّى ب‬

“Dari Abi Darda’ ra. dari Rasulullah SAW menjelaskan firman Allah SWT yang artinya ‘Bagi mereka
berita gembira di dalam kehidupan dunia dan dalam kehidupan akhirat‘ adalah mimpi baik seorang
muslim, atau melihat langsung (dalam sadar) terhadap (fenomena) yang menjadi kabar gembira
baginya untuk kehidupan dunia dan kabar gembira baginya untuk kehidupan akhirat berupa surga”.
(HR. Ahmad, Ibnu Jarir dan Al Hakim serta ulama’ Hadits lainnya)

َّ ‫َام فِّى ْال ُمؤْ مِّ نَُ ْالعَ ْب َُد يَ َراهَا ال‬
‫صا ِّل َح َِّة اَلرؤْ َيا‬ َِّ ‫ِّي ْال َمن‬ َْ ِّ‫س ْب ِّعيْنََ أ َ َْو ُج ْزَأ ً َوأ َ ْربَ ِّعيْنََ أ َ ْربَعَ َِّة م‬
ََ ‫ن ُج ْزءَ أ َ ْوت ُ َرىلَ ُه َوه‬ َ ً ‫النب َُّوةَِّ مِّ نََ ُج ْزَأ‬. (‫تفسيرالقران‬
‫كثير ءابن – العظيم‬: 2/364)
“Berita baik bagi hamba Allah yang mukmin yang didapat melalui mimpi atau melihatnya secara
langsung (secara sadar), hal seperti ini adalah 1/44 atau 1/70 bagian dari ilmu kenabian”. (Tafsir Ibnu
Katsir : Jilid 2 halaman 364).

Pendapat ini dijelaskan secara panjang lebar dalam kitab tafsir Ibnu Katsir, dengan dasar beberapa
riwayat hadits shahiih mengenai maksud ayat tersebut diatas. Demikian juga Syaikhul Islam Al Imam
Jalaluddin Al Suyuthy dalam kitab tafsir Jalalain menjelaskan maksud ayat ini dengan penafsiran yang
sama yaitu ru’yah al shalihah. Dalam beberapa riwayat hadits ru’yah al shalihah ini termasuk satu
bagian dari 44 bagian ilmu kenabian (nubuwah), riwayat lain menyebut satu bagian dari 70 bagian
ilmu nubuwwah.

Ceritera tentang karomah para wali zaman dulu (sebelum kelahiran dan kenabian Muhammad SAW
dalam Al Qur’an cukup banyak, demikian juga riwayat hadits maupun ceritera para sahabat dan para
ulama yang menceriterakan kekaramatan para sahabat juga banyak, diantaranya peristiwa ajaib
yang dialami oleh Sayyidah Maryam ibunda Nabiyullah Isa as. Ketika dalam proses melahirkan dalam
keadaan terkucil sendirian, dia dapat perintah untuk menggoyang pohon kurma yang sudah kering /
mati yang berada di dekatnya, sebagaimana diceriterakan dalam Al Qur’an surah Maryam ayat 25
berikut ini:

ْ ‫ْعِّ إِّلَيْكَِّ َوه ُِّز‬


َ‫ي‬ َْ ‫ساق‬
َ ‫ِّط النَّ ْخلَ َِّة بِّ ِّجد‬ َ ُ ‫علَيْكَِّ ت‬ َ ‫ َجنِّيَّا ُر‬. (‫مريم‬:25)
َ ‫طبًا‬

“Dan goyanglah pohon kurma itu kearahmu, niscaya (pohon kurma) itu akan menjatuhkan buah
buah kurma yang masak kepadamu”.(QS. Maryam: 25)

Demikian juga dalam surah Ali Imran yang menjelaskan bahwa Sayyidah Maryam mendapat rizki
makanan yang datang langsung dari Allah SWT:
‫ل ُكلَّ َما‬ ََ ‫ ِّر َْزقَا ً ِّع ْن َدهَا َو َج ََد ْالمِّ حْ َر‬. ‫ل‬
َ َّ ‫اب زَ ك َِّريَا‬
ََ ‫علَ ْي َها َد َخ‬ ََ ‫ن ه ََُو قَالَتَْ َهذَا؟ لَكَِّ أَنَّى يَا َم ْريَ َُم قَا‬
َْ ِّ‫هللاَِّ ِّع ْن َِّد م‬، ‫ن‬
ََّ ‫هللا ِّإ‬
ََ ‫ق‬ َُ ‫ن يَ ْر ُز‬
َْ ‫ْر يَشَا َُء َم‬
َِّ ‫سابَ بِّغَي‬
َ ِّ‫ح‬.
(‫عمران أل‬:37)

“Setiap Nabi Zakariya memasuki mihrab (untuk menemui Sayyidah Maryam), dia selalu mendapati
makanan disisinya. (Nabi Zakariya) bertanya: Wahai Maryam, dari mana asal (makanan) ini?..
Maryam menjawab: Dari sisi Allah SWT. Sesungguhnya Allah memberi rizki kepada siapa saja yang
dikehendaki tanpa perhitungan”. (QS. Ali Imran : 37).

Ceritera lain tentang karomah para Wali pada zaman sebelum kelahiran Rasulullah SAW diantaranya
adalah ceritera tentang Ashhabul Kahfi yang lari dari penguasa tiran yang kafir karena ingin
menyelamatkan agamanya. Mereka diselamatkan dan mendapat pemeliharaan khusus dari Allah
SWT, sehingga mereka bisa bertahan hidup dalam tidur panjang mereka yang diperkirakan mencapai
300 (tiga ratus) tahun lebih.

Disitulah Allah menunjukkan tanda tanda kebesaranNya, dengan cara tetap memberlakukan
sebagian dari sunnatullah atas mahluk-Nya berupa pengaturan sempurna sampainya cahaya
matahari pada tubuh tubuh mereka selama tidur panjang dalam gua itu, sehingga secara alami
selamat dari pembusukan. Sebagaimana termaktub dalam surah Al Kahfi berikut ini:

َ‫لَّ يَعبُدُونََ َو َما ا ْعت َزَ لت ُ ُموهُم َو ِّإ َذ‬ َ ‫هللا ِّإ‬
ََ ‫أوا‬ ُ َ‫ش ْرلَ ُك َْم ال َك ْهفَِّ ِّإلَى ف‬
ُ ‫ن َرب ُك َْم يَ ْن‬ َْ ِّ‫ن لَ ُك َْم َويُ َه ِّيئ َر ْح َمتِّ َِّه م‬
َْ ِّ‫مر ُك َْم م‬ِّ َ ‫(مِّ ْرفَقَا أ‬16) ‫س َوت ََرى‬ ََ ‫ش ْم‬َّ ‫ِّإذَا ال‬
َْ‫طلَ َعت‬َ ‫ن ت َزَ َاو َُر‬ َ ‫ْن ذَاتََ َك ْه ِّف ِّه َْم‬
َْ ‫ع‬ ُ ‫ل ذَاتََ ت َ ْق ِّر‬
َِّ ‫ض ُه َْم غ ََربَتَْ َو ِّإذَا اليَمِّ ي‬ َِّ ‫مِّ ْن َهُ فَجْ َوةَ فِّي َوهُم ال ِّش َما‬, ََ‫ن ذَلِّك‬ َْ ِّ‫ت م‬َِّ ‫هللاَِّ أَيَا‬، ‫ن‬
َْ ‫هللاُ يَ ْه َِّد َم‬ ْ
َ ‫ال ُم ْهت ََِّد فَ ُه ََو‬،
‫ِّل َو َمن‬ َْ ‫ضل‬
ْ ُ‫ن ي‬ َْ َ‫( ُم ْر ِّشدًا َو ِّليًّا لَ َهُ ت َِّج ََد فَل‬17) (‫الكهف‬: 16-17)

“Dan apabila kamu meninggalkan mereka dan apa yang mereka sembah selain Allah, maka carilah
tempat berlindung ke dalam gua itu, niscaya Tuhanmu akan melimpahkan sebagian rahmat-Nya
kepadamu dan menyediakan sesuatu yang berguna bagi urusanmu (16) Dan kamu akan melihat
matahari ketika terbit condang dari gua mereka dari sebelah kanan, dan jika terbenam menjauhi
mereka dari sebelah kiri, sedang mereka berada di tempat yang luas di gua itu. Itu adalah sebagian
dari tanda tanda (kebesaran dan kekuasaan) Allah. Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah,
maka dialah yang mendapat petunjuk, dan barangsiapa yang disesatkan-Nya, niscaya kamu tidak
akan dapat menemukan seorang pemimpinpun yang dapat memberikan petunjuk kepadanya. (QS.
Al Kahfi: 16-17)

Dalam satu kisah Al Qur’an yang menceriterakan karomah wali pada zaman Nabi Sulaiman as,
terungkap jelas bahwa sesungguhnya manusia (pada hakekatnya) adalah mahluk terbaik bahkan
terkuat dari semua mahluk ciptaan Allah lainnya. Pada ayat sebelumnya Ifrit yang berasal dari
bangsa jin golongan terkuat, dia sanggup memindahkan singgasana Ratu Balqis sebelum Nabi
Sulaiman as berdiri dari tempat duduknya, tapi seorang manusia (Asif bin Barkhaya) yang berilmu
tinggi sehingga dia bisa mengaktifkan potensi ruhaninya, mampu memindahkannya hanya dalam
waktu satu kedip (sebelum mata Nabi Sulaiman berkedip). Buktinya mari kita renungkan firman Allah
SWT:

َ‫ب مِّ نََ عِّلمَ ِّع ْن َدهَ الَّ ِّذيْنََ قَا َل‬ َِّ ‫ل بِّ َِّه أَتِّيْكََ أَنَا ال ِّكت َا‬
ََ ‫ط ْرفُكََ إِّلَيكََ يَرت َََّد أَن قَ ْب‬
َ ، ‫ل ِّع ْن َدَهُ ُم ْستَقَ ًّرا َرأ ََهُ فَلَ َّما‬
ََ ‫ن َهذَا قَا‬
َْ ِّ‫ل م‬ َ ‫أ ََْم َءا َ ْش ُك َُر ِّليَ ْبلُ َونِّي‬
ْ َ‫ربِّي ف‬،
َِّ ‫ض‬
‫أ َ ْكفُ َُر‬، ‫ن‬
َْ ‫َر َو َم‬ ََ ‫شك‬ َ َ ‫ ِّلنَ ْف ِّس َِّه يَ ْش ُك َُر فَإِّنَّمَا‬، ‫ن‬
َْ ‫ن َكف َََر َو َم‬ ََّ ِّ ‫غنِّيَ َربِّي فَإ‬
َ َ‫ك َِّريم‬. (‫النمل‬: 40)

“Berkata seorang yang mempunyai ilmu dari Al Kitab; ‘Aku akan membawa singgasana itu kepadamu
sebelum matamu berkedip’ maka tatkala Nabi Sulaiman as melihat singgasana itu terletak
dihadapannya, iapun berkata; ‘ini adalah sebagian dari karunia Tuhanku, untuk mengujiku apakah
aku mau bersyukur atau mengingkari (nikmat-Nya). Dan barangsiapa yang bersyukur maka
sesungguhnya ia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri, dan barangsiapa yang ingkar, maka
sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya lagi Maha Mulya”. (QS. An Naml: 40).

Dari sekian banyak amanat Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW adalah amanat ILMU, ada
berapa macam ilmu yang diberikan Allah SWT kepada Rasulullah SAW?
Jawab: Amanat Ilmu yang diberikan Allah SWT kepada Rasul dan KekasihNya, Nabi Muhammad SAW.
adalah terbagi menjadi tiga macam yaitu:

Ilmu yang mutlak wajib disampaikan semuanya tanpa ada pengurangan dan penambahan, yaitu
ilmu Syariat Islam.

Ilmu yang tidak boleh disampaikan kepada semua orang / ummat Islam, tapi wajib disampaikan
kepada orang orang tertentu saja diantara hamba hamba Allah, yaitu para Wali Allah SWT. karena
ilmu ini menyangkut rahasia dan hakekat Rabubiyah dan Uluhiyyah dimana tidak semua orang
mampu untuk menerima dan menyandangnya. Ilmu jenis inilah yang dimaksud pada surat Yunus
ayat 64 tersebut diatas sebagai busyra / berita gembira dalam kehidupan dunia yang merupakan
1/44 atau 1/70 bagian ilmu nubuwwah.

Sedangkan berita gembira bagi kehidupan akhirat adalah janji Allah SWT dan Rasulullah SAW Al
Amiin dengan pahala yang sangat besar serta berbagai nikmat hakiki dalam kehidupan abadi di
Surga. Bagi para Nabi dan Wali Allah, janji / jaminan keselamatan dan kebahagiaan hidup baik di
dunia maupun di akhirat bukan hanya berlaku bagi dirinya, tapi juga berlaku bagi orang orang yang
mengikuti khittah dan thariqahnya. Dimana masing masing nabi dan wali diberi hak untuk memberi
syafaat atas idzin Allah kepada siapapun yang dikehendaki sesuai dengan tingkatan derajat / maqam
mereka disisi Allah SWT.

c. Ilmu yang mutlak tidak boleh disampaikan kepada siapapun, karena ini adalah ilmu amat sangat
rahasia yang khusus Allah berikan kepada Baginda Rasulullah SAW sebagai Khatamul Anbiya’ wal
Mursaliin.
Adapun dasar hukumnya adalah firman Allah SWT:

َ‫تعالى هللا قال تَعَالَى هللا قَا َل‬: ََ‫َاب أَت َ ْينَا ُه َُم الَّذِّينََ أُولَئِّك‬
ََ ‫ن َوالنب َُّوَة َ َوال ُح ْك ََم ْال ِّكت‬
َْ ِّ ‫سوا قَو ًما بِّ َها َو َّك ْلنَا فَقَ َْد َه ُؤلَءَِّ يَ ْكفُ ْربِّهَا َ فَإ‬
ُ ‫بِّكَاف ِِّّريْنََ بِّ َها َلَ ْي‬
(‫األنعام‬:89)

Allah SWT berfirman :“Mereka (para Nabi dan Rasul) itulah orang orang yang kami telah berikan
kepada mereka Al kitab, Al hikmah dan Al Nubuwah*/, jika mereka (orang orang Quraisy)
mengingkarinya, maka sesungguhnya kami akan menyerahkannya kepada kaum yang sekali kali tidak
akan mengingkarinya. (QS. Al An’am : 89)

Catatan penting */:

Al Kitab adalah ilmu yang diberikan khusus kepada para Rasul untuk disampaikan utuh (tidak
ditambah dan tidak dikurangi) kepada seluruh manusia tanpa kecuali.

Al Hikmah adalah ilmu khusus (ilmu ghaib) yang diberikan kepada para Rasul untuk disampaikan
kepada orang orang tertentu pada waktu tertentu yakni golongan khawas dari para auliya’.

Al Nubuwah adalah ilmu super khusus (ilmu ghaib) yang amat sangat rahasia yang dikhususkan
kepada para nabi saja, yang tidak boleh disampaikan kepada siapapun.

Apakah sabda Rasulullah SAW berupa berita gembira yang disampaikan setelah beliau wafat itu
termasuk Hadist sama seperti sabda beliau ketika masih hidup?

Jawab: Sabda Rasulullah SAW, termasuk berita gembira, yang disampaikan ketika beliau masih hidup
disebut HADITS, sedangkan sabda Rasulullah SAW yang disampaikan oleh Rasulullah SAW setelah
beliau wafat disebut BISYARAH yang artinya berita gembira,biasanya isi bisyarah itu memuat
masalah-masalah khusus seperti keutamaan-keutamaan amalan tertentu (fadlo’ilul a’mal), ilmu
asror, dan hikmah, bukan masalah syariah yang sudah paten dan lengkap sempurna yang semuanya
telah disampaikan ketika beliau masih hidup.

Mendapatkan ilmu ini melalui penyampaian langsung dari Rasulullah SAW setelah wafatnya adalah
tergolong mukasyafah, atau futuh, atau ladunni yang arti semua itu ialah mendapat ilmu langsung
dari Allah SWT. Mukasyafah / futuh melalui Rasul-Nya Al Amiin SAW ini, oleh para ulama ahli hakikat
disebut “mukasyafah / futuh inda Nabi” (mendapat ilmu/derajat langsung dari Allah SWT dihadapan
Nabi), suatu mukasyafah/futuh yang sangat tinggi dan aman dari bujukan syaithan. Ilmu
mukasyafah/futuh langsung dari Allah SWT adalah sebagian dari ilmu kenabian. Oleh karenanya para
Wali Allah Radliyallaahu ‘anhum yang mendapatkan ilmu mukasyafah/futuh ini adalah pewaris Nabi
yang melanjutkan tugas khusus para Nabi ‘alaihimus shalaatu was salam,

Sebagai pejabat ruhani yang bertugas menjaga kesetabilan dan keamanan dunia dari balik alam
nyata. Munajat doa dan derai air mata taubat mereka bukan untuk menebus dosa dosa mereka
sendiri, tapi untuk mohon ampunan bagi seluruh manusia dan turunnya rahmat bagi alam semesta
beserta seluruh isinya.

Dari lisan dan hati mereka, mengalir deras pujian dan panggilan asma asma Allah yang mulia, bahkan
dari lisan dan hati mereka pula para wali Khawasul khawas keluar sebutan mutiara ISMUL A’DZAM
yang mana jika berdoa dengan Nama tersebut Allah langsung menjawabnya, dan jika meminta
dengan menyebut nama tersebut Allah SWT langsung memberinya. Dan dengan Ismul A’dzam
tersebut mereka juga akan berusaha untuk mencapai puncak kedekatan dan kecintaan pada Allah
SWT serta dengan Ismul A’dzam itu pula mereka mendapatkan limpahan karunia / fuyudlat, tajalliyat
serta berbagai karunia rahasia lainnya yang hanya Allah SWT dan Rasulullah SAW serta mereka saja
yang tahu hakekatnya. Adapun dasar hukumnya terdapat dalam surah Yunus ayat ke 64, dimana
Allah SWT berfirman:
َ‫يونس( …األَخِّ َرةَِّ َوفِّى الد ْنيَا ال َحيَوةَِّ فِّى البُ ْش َرى لَ ُه ُم‬: 64)

Bagi mereka berita gembira di dalam kehidupan dunia dan dalam kehidupan akhirat….. (QS. Yunus:
64)

Berdasarkan hadits Nabi Muhammad SAW, bahwa yang dimaksud dengan berita gembira pada surah
Yunus ayat 64 tersebut diatas adalah:

‫عنه هللا رضي الدرداء أبي عن‬, ‫قوله فى وسلم عليه هللا صل النبي عن‬:(َ‫ُشرى لَ ُه ُم‬ َ ‫ِّي )األَخِّ َرةَِّ َوفِّى الدنيَا ال َحيَوةَِّ فِّى الب‬
ََ ‫الرؤيَا ه‬
ُ‫ح َة‬
ََ ‫صا ِّل‬ ْ َ
َّ ‫ش َراَهُ لَ َه ُ ت ََرى أو ال ُم ْس ِّل َُم‬
َُ ‫الر ُج‬
َّ ‫ل يَ َراهَا ال‬ َّ َ‫ش َراَهُ الد ْنيَا ال َحيَاةَِّ فِّى ب‬ َ
َّ َ‫الَجنَّ َةَ ْاألخِّ َرَةِّ فِّى َوب‬. (‫) وغيرهما والحاكم جرير وءابن أحمد رواه‬

“Dari Abi Darda’ ra. dari Rasulullah SAW menjelaskan firman Allah SWT yang artinya ‘Bagi mereka
berita gembira di dalam kehidupan dunia dan dalam kehidupan akhirat‘ adalah mimpi baik seorang
muslim atau melihat langsung (dalam sadar) terhadap (fenomena) yang menjadi kabar gembira
baginya untuk kehidupan dunia dan kabar gembira baginya untuk kehidupan akhirat berupa surga”.
(HR. Ahmad, Ibnu Jarir dan Al Hakim serta ulama’ Hadits lainnya)

Hadits lain yang menjelaskan masalah bisyarah:

‫قال عنه هللا رضي مالك بن أنس وعن‬, ‫وسلم عليه هللا صل النبي قال‬: ‫ن‬ ََّ ِّ‫سالَ َةَ إ‬ ِّ َ ‫طعَتَْ قَ َْد َوالنب َُّوَة‬
َ ‫الر‬ َ َ‫إِّ ْنق‬, َ‫ال‬ َ َ‫ل ف‬
ََ ‫سو‬ ََّ ِّ‫ َولَنَب‬: ‫ل‬
ُ ‫ي بَ ْعدِّي َر‬ ََ ‫قَا‬
َ َ
ََ‫على ذلِّكََ فَشَق‬َ ‫اس‬ َّ ََ ‫فَقَا‬: ‫ِّن‬
َ ِّ ‫الن‬, ‫ل‬ َ
ََّ ‫ت َولك‬ ْ ُ َ
َِّ ‫ال ُمبَ ِّش َرا‬. ‫ل قالوا‬ ْ
َ َ‫ل َو َماال ُمبَ ِّش َراتُ ؟ هللاَِّ ي‬
ََ ‫ارسُو‬ َ
ََ ‫قا‬: ‫ل ُرؤيَا‬ َُ ‫الر ُج‬ ْ
َّ ‫ِّي ال ُم ْسل َِِّّم‬ ْ َ
ََ ‫النب َُّوةَِّ أجْ زَ اءَِّ مِّ ن ُجزءَ َوه‬.
(‫)غريب صحيح وقال الترمذي رواه‬

“Dan diriwayatkan dari Anas bin Malik ra, dia berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya
kerasulan dan kenabian(wahyu, syari’at) sudah putus(ditutup). Maka tidak ada lagi Rasul danNabi
setelahku”. Sahabat berkata: (Manusia pasti rusak jika begitu). Kemudian Rasulullah SAW bersabda:
“Tapi ada mubasysyirat”. Sahabat bertanya: Ya Rasulallah, apa mubasysyirat itu?. Rasulullah SAW
bersabda: “Mimpi seorang laki laki muslim termasuk bagian dari kenabian”. (HR. Turmudzi, dan dia
mengatakan bahwa hadits ini shahiih gharib).

Riwayat hadits yang mempertegas adanya mubasysyirat (berita gembira) untuk para auliya’
radliyallaahu anhum sebenarnya sangat banyak, untuk menambah wawasan berikut ini kami
sampaikan lagi sebuah hadits:

‫عن‬ َ ‫ن‬ َِّ ‫عبَ ْي َِّد بِّن عُث َما‬


ُ ‫الرا ِّسبِّي‬
َّ ‫ل‬ َ ‫ل أَبَا‬
ََ ‫قَا‬, َُ‫سمِّ ْعت‬ َِّ ‫طفَ ْي‬ ُ ‫ي ال‬ ََ ‫ض‬ ِّ ‫ع ْن َه ُ هللا َر‬ َ ‫ل‬ َُ ‫يَقُو‬: ‫ل‬ ََ ‫ل النَّبِّيَ قَا‬ ََّ ‫ص‬ َ ‫سلَّ ََم‬
َ ‫علَي َِّه هللا‬ َ َ ‫لَّ بَ ْعدِّي لَنُب َُّوَة‬
َ ‫و‬: َ ِّ‫إ‬
ْ ‫قِّي َل‬:َُ‫اال ُم َب ِّش َرات‬
َِّ ‫ال ُم َب ِّش َرا‬.َ
‫ت‬ ْ ‫ل َو َم‬ ََ ‫سو‬ ‫ار‬
ُ َ َ ‫ي‬ ‫هللا؟‬ َ
‫ل‬َ ‫ا‬ َ ‫ق‬ : َ َ
‫ا‬‫ي‬ ْ‫ؤ‬ ‫لر‬ َ ‫ا‬ َ
‫ة‬ ‫ن‬
َ
ِّ َ َ ‫س‬ ‫ح‬ ْ
‫ال‬. ‫و‬ َ ‫أ‬ َ
‫ل‬
َ ‫ا‬َ ‫ق‬ : َ َ
‫ا‬‫ي‬ ْ‫ؤ‬ ‫لر‬ َ ‫ا‬ َ
‫ة‬ ‫ح‬ ‫ل‬‫ا‬‫ص‬
ِّ َ ِّ َّ ‫ال‬. (‫رواه‬ ‫)أحمد‬

Diriwayatkan oleh Utsman bin Ubaid Ar Rasibi yang mengatakan: Saya mendengar Aba Ath Thufail ra
mengatakan: Rasulullah SAW bersabda:“Tidak ada lagi (wahyu) kenabian setelahku, kecuali Al
Mubasysyirat”. Sahabat bertanya: “Apakah Al Mubasysyirat itu ya Rasulallah?” Rasulullah SAW
menjawab: Mimpi yang baik”. (HR. Ahmad).

Apakah Hadist dan Bisyarah itu status hukumnya punya kedudukan yang sama dalam hukum
Syari’at ?

Jawab: Al Hadits, yang telah diteliti oleh ulama ahli hadits terutama yang berkategori Shahih, marfu’,
mursal, hasan dll selain yang maudhu’ (palsu) maka hukumnya wajib untuk kita percayai dan kita
amalkan menjadi hujjah dalam Syari’at, yang menolak hukumnya kafir. Sedangkan Bisyarah, yang
biasanya untuk menjelaskan perkara perkara khusus dan rahasia, ummat Islam tidak wajib secara
mutlak mempercayai (taslim) dan tidak wajib mengamalkannya sebagai wujud pembenaran
(tashdik), kecuali murid Wali yang mendapat bisyaroh tersebut.
Orang yang tidak percaya pada bisyarah wali, dengan catatan tidak mencela hukumnya tidak kafir,
hanya saja tidak mendapat bagian keutamaannya. Tapi jika tidak percaya lalu mencelanya, maka
yang bersangkutan bisa celaka dan su’ul khatimah. Karena ia telah menyakiti wali Allah SWT, dimana
Allah SWT berjanji akan memerangi orang yang menyakiti wali-Nya.

Bolehnya mimpi para Nabi dan Rasul dijadikan hujjah, karena mimpi para Nabi dan Rasul alaihimus
salam tersebut adalah wahyu. Adapun mimpi para wali sebenarnya juga wajib dipercayai karena
mimpi wali itu adalah isyarah rabbaniyah, walaupun mimpi para wali tidak bisa menjadi hujah
hukum syari’at, tapi mimpi para wali bisa dijadikan landasan bagi perkara fadho’il a’mal.

Dalil yang menunjukkan bahwa mimpi bisa dijadikan hujjah Syar’i, adalah firman Allah SWT dalam Al
Qur’an:

َ‫ص َدقََ لَ َق ْد‬ َ ُ‫س ْولُ َه‬


َ ُ‫هللا‬ ُ ‫ق الر ْء َيا َر‬ َِّ ‫ن ِّب ْال َح‬
ََّ ُ‫ام ْال َمس ِّْج ََد لَت َ ْد ُخل‬
ََ ‫ن ْال َح َر‬ َ ََ‫س ُك َْم ُم َحلَّ ِّقيْنََ أَمِّ ِّنيْن‬
َْ ‫هللاُ شَا ََء ِّإ‬ ِّ َ‫ل ت َ ْعلَ ُم ْوا َمالَ َْم فَ َعل ََِّم لَتَخَافُ ْونََ َو ُمق‬
َ ‫ص ِّريْنََ ُر ُؤ‬ ََ ‫فَ َج َع‬
َْ ِّ‫ن م‬
‫ن‬ َِّ ‫ قَ ِّر ْيبًا فَتْ ًحا ذَلِّكََ د ُْو‬. ( ‫ الفتح‬: 27 )

Sesungguhnya Allah akan membuktikan kepada Rasul-Nya tentang kebenaran mimpinya dengan
sebenar benarnya bahwa, sesungguhnya kamu akan memasuki Masjid Al Haram insya-Allah dengan
aman, dengan mencukur rambut kepala dan mengguntingnya. Sedangkan kamu tidak merasa takut.
Maka Allah Maha mengetahui apa yang tidak kamu ketahui, dan Dia memberikan selain itu
kemenangan yang dekat. (QS. Al Fath : 27).

Nabi Ibrahin Al Khalil as. berkorban dengan menyembelih putranya Nabi Ismail as. perintahnya juga
lewat mimpi.
‫ي َمعَ َهُ بَلَ ََغ فَلَ َّما‬
َُ ‫س ْع‬ ََ ‫ي قَا‬
َّ ‫ل ال‬ َِّ ‫ت ََرى َماذَا فَا ْنظُ َْر أ َ ْذبَ ُحكََ إِّنِّي ْال َمن‬، ‫ل‬
ََّ َ‫َام فِّى أ َ َرى إِّنِّي يَابُن‬ َِّ َ‫ل يَأَب‬
ََ ‫ت قَا‬ َْ َ‫ست َِّج ُدنِّي تُؤْ َم َُر َما ا ْفع‬ َْ ِّ‫شا ََء إ‬
َ ‫ن‬ ََ ُ‫هللا‬
َ ََ‫صبِّ ِّريْنََ مِّ ن‬
َّ ‫ال‬،
(‫الصفات‬: 102 )

“Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama sama Ibrahim, Ibrahim
berkata; ‘Wahai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi, bahwa aku menyembelihmu,
maka fikirkanlah apa pendapatmu?’, Ia menjawab; ‘Wahai Bapakku, kerjakanlah apa yang
diperintahkan (oleh Allah) kepadamu, Insya-Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang orang
yang sabar”. (QS. As Shaffat : 102)

Demikian juga Nabi Yusuf yang bermimpi bintang, bulan dan matahari sujud sebagai kabar gembira
bahwa dia akan jadi raja.

َ‫ل ِّإ ْذ‬


ََ ‫سف َِِّل َ ِّب ْي َِّه قَا‬ َِّ ‫َر أ َ َح ََد َرأَيْتَُ ِّإنِّي َيأ َ َب‬
ُ ‫ت ي ُْو‬ ََ ‫عش‬
َ ًَ‫س ك َْوكَب‬ َّ ‫س ِّج ِّديْنََ لِّي َرأ َ ْيت ُ ُه َْم َو ْالقَ َم ََر َوال‬
ََ ‫ش ْم‬ َ ( ‫ يوسف‬: 4 )

“Ketika Yusuf berkata pada ayahnya; Wahai ayahku, sesungguhnya aku bermimpi melihat sebelas
bintang dan matahari serta bulan sujud kepadaku”, (QS. Yusuf : 4 )

Sedangkan dalil yang membolehkannya mimpi para wali bisa digunakan sebagai hujjah fadhailul
a’mal adalah hadits Rasulullah SAW:

َ‫ع ْن‬
َ َِّ‫ع ْب ِّدهللا‬
َ ‫ْن‬َِّ ‫ع َم ََر ب‬
ُ ‫ن‬ َِّ ‫ع‬ َ ‫ل النَّ ِّب‬
َ ِّ ‫ي‬ ََّ ‫ص‬ َ ‫علَ ْي َِّه‬
َ ُ‫هللا‬ َ ‫ قَ ْو ِّل َِّه فِّى َو‬: (َ‫)وفِّىاألَخِّ َرَةِّ الد ْنيَا ْال َحيَوةَِّ فِّى البُ ْش َرى لَ ُه ُم‬
َ ‫سلَّ ََم‬ ََ ‫صا ِّل َح َِّة الرؤْ يَا َ ه‬
َ ‫ِّي‬ َّ ‫يُبَش ُِّرهَا ال‬
ْ
َُ‫ن ُج ْزءَ ال ُمؤْ مِّ ن‬ َ ً
َْ ِّ‫النَبُ َّوةَِّ مِّ نََ ُج ْزَأ َوأ ْربَ ِّعيْنََ تِّ ْسعَةَ م‬، ‫ن‬ َ ْ
َْ ‫بِّ َها فَالي ُْخبِّ َْر ذَلِّكََ َرأى فَ َم‬، ‫ن‬ َ
َْ ‫ان مِّ نََ ه ََُو فَإِّنَّ َما ذَلِّكََ س َِّوى َرأى َو َم‬ َ ‫ش ْي‬
َِّ ‫ط‬ َْ ُ‫فَ ْليَ ْنف‬
َّ ‫ث ِّليُحْ ِّزنَ َهُ ال‬
َْ ‫ع‬
‫ن‬ َ ‫س ِّرَِّه‬َ َ‫لَ َو ْليُكَبِّ َْر ثَالَثًا ي‬
َ ‫أ َ َحدًا ي ُْخبِّ ْرهَا َو‬. (‫)وغيرهما جرير وءابن أحمد رواه‬
“Diriwayatkan oleh Abdullah bin Umar, dari Nabi SAW, menjelaskan firman Allah SWT yang artinya
‘Bagi mereka berita gembira di dalam kehidupan dunia dan dalam kehidupan akhirat‘ maksudnya
adalah mimpi baik seorang mukmin adalah satu bagian dari empat puluh sembilan bagian ilmu
kenabian. Barang siapa mengalaminya maka hendaklah hal tersebut diceriterakan, dan bagi siapa
saja yang bermimpi buruk maka itu dari syeitan yang bertujuan menyusahkan kita, maka (ketika
terbangun) meludahlah tiga kali ke sebelah kiri dan bertakbirlah, dan jangan ceriterakan (mimpi
buruk tersebut) kepada siapapun”(HR. Ahmad dan Ibnu Jarir dan ulama’ Hadits lainnya).

Apa bedanya Mu’jizat para Nabi dan Karomah para Wali?

Jawab : Menurut para ulama’, difinisi mu’jizat ialah:

ُ ‫ق األ َ ْم َُر ا َ ْل ُم ْع ِّجزَ َة‬ ِّ ‫ِّق بِّالت َّ َحدِّى ْال َم ْق ُرونَُ ل ِّْلعَا َدةَِّ ْالخ‬
َُ ‫َار‬ َُ ‫ع َد َِّم َم ََع لِّل َّدع َْوى ا َ ْل ُم َواف‬
َ ‫َان‬
َِّ ‫ضتِّ َِّه إِّ ْمك‬
َ ‫ار‬
َ َ‫ ُمع‬، (‫ العوام كفاية‬: 73)

Mukjizat adalah suatu perkara yang menyalahi adat yang disertai tantangan sesuai dengan dakwah
(kenabian)serta tidak mungkin tertandingi. (Kifaayatul ‘awam: 73)

Sedangkan Karomah para Wali pada hakekatnya adalah mukjizat para nabi yang menjadi
panutannya. Cuma ada sedikit perbedaan antara mukjizat dan karomah, kalau mukjizat
kemunculannya disertai tantangan, sedangkan karomah tidak selalu muncul karena adanya
tantangan. Adapun difinisi karomah adalah:
َُ ‫ي ل ِّْلعَا َدةَِّ الخ َِّر‬
ُ‫الك ََرا َم َة‬: ‫ق األ َ ْم َُر‬ ْ َ‫علَى ي‬
َْ ‫ظ َه َُر الَّ ِّذ‬ َ ‫عبْدَ يَ َِّد‬
َ ‫ِّر‬ َ ‫ح‬
َِّ ‫ظاه‬ َِّ َ‫صال‬
َّ ‫ العالمين على هللا حجة( ال‬: 13 – ‫)النبهاني يوسف‬

Karamah adalah sesuatu yang menyalahi hukum adat (bukan menyalahi hukum Islam / Syariah) yang
memancar dari tangan / anggota badan hamba Allah yang benar benar shalih. (Hujjatullah ‘alal
‘alamiin ; 13. oleh Yusuf An Nabhani)

Dalam banyak literatur sufi, seperti kitab Jami’ Karamatil Auliya’ banyak kita jumpai ceritera ceritera
tentang kekeramatan para Wali Allah. Dari kekaramatan dzahir seperti bisa terbang dan lain lain
sampai pada kekeramatan maknawi (batin). Sedangkan kekaramatan maknawi adalah karomah yang
mempunyai nilai tertinggi disisi Allah SWT maupun bagi kebaikan manusia. Puncak dari karomah
maknawi adalah karunia pertemuan khusus dalam keadaan sadar dan bercakap cakap langsung
dengan Rasulullah SAW. Ini pula yang menjadi standart paling akurat dari ketinggian derajat seorang
Wali Allah termasuk juga standart terbaik dari tingkat kemakrifahannya disisi Allah SWT.
Sebagaimana diterangkan dalam kitab Rimah jilid 1 halaman 210 dijelaskan :

َُ‫سمِّ ْعت‬َ ‫سيِّدِّي‬ َ ‫ع ِّليًّا‬ ََ ‫ل َت َ َعالَى هللا َرحِّ َم َهُ ا َ ْلخ ََو‬
َ ‫اص‬ َُ ‫يَقُ ْو‬: ‫ل‬
َُ ‫عبْدَ َليَ ْك ُم‬
َ ‫ام فِّي‬ َِّ َ‫ى ْالع ِّْرف‬
َِّ َ‫ان َمق‬ ََّ ‫ْر َحت‬ ِّ َ‫ل يَجْ تَمِّ َُع ي‬
ََ ‫صي‬ ُ ‫صلَّى هللاَِّ بِّ َر‬
َِّ ‫س ْو‬ َ ‫سلَّ ََم‬
َ ‫علَ ْي َِّه هللا‬ َ ‫َو‬
ً‫ظ َة‬َ ‫رماح( َو ُمشَافَ َه َةً يَ ْق‬: 1/210)

Saya mendengar Sayyidi Ali Al Khawwash Rahimahullaahu ta’ala berkata: “Tidak sempurna
kedudukan seorang hamba pada maqam MA’RIFAH sampai hamba tersebut bertemu l berkumpul
dengan Rasulullah SAW secara langsung (musafahah) dan dalam kondisi sadar / yaqadzah (bukan
hanya melalui mimpi).
Karomah dalam segala bentuknya selama itu tidak bertentangan dengan syariah (hukum Islam)
adalah sesuatu yang mumkin / boleh terjadi sebagaimana adanya mukjizat bagi para Nabi. Dalam
kitab Al Fatawi haditsiyah – Ibnu Hajar Al Haitami halaman 256 dikatakan bahwa:

ََّ َ ‫ِل َ ْن ِّب َياءَِّ َما َجازََ أ‬


َ‫ن تَقَ َّر ََر َو َق ْد‬ َ ‫ع َد َِّم ِّبش َْرطَِّ ك ََرا َم َةً ِّلِل َ ْو ِّل َياءَِّ َجازََ ُم ْع ِّجزَ َة ً ِّل‬
َ ‫الت َّ َحدِّى‬.(‫ الهيتمي حجر لبن الحديثية الفتاوى‬: 258)

Dan telah menjadi ketetapan bahwa jika para Nabi bisa diberi mukjizat, maka bisa juga para wali
mempunyai kekaramatan, dengan syarat tidak disertai tantangan.(Al Fatawa haditsiyah – Ibnu Hajar
Al Haitsami halaman 256)

Keistimewaan atau kemampuan supra natural sering terjadi juga pada para ahli ibadah atau
pejuang Islam (bukan para wali), tapi ada kalanya juga terjadi pada ahli maksiat. Bagaimana
pandangan Islam terhadap fenomena ini?

Jawab : Bagi para Wali, Allah SWT memberikan hujjah berupa karomah, lalu bagaimana dengan
hamba hamba Allah / ahli ibadah yang shalih ?.. Bagi mereka Allah juga memberikan keistimewaan
sebagai karunia untuk menambah keyakinan mereka serta berita gembira akan kebenaran janji Allah
SWT atas hamba hamba-Nya yang beribadah dengan baik dan istiqamah yaitu berupa pertolongan
khusus dari Allah yang disebut dengan istilah MA’UNAH. Sebagaimana firman Allah SWT dalam Al
Qur’an:

ُ ‫هللاُ َولَيَ ْن‬


َ‫ص َر َّن‬ َ ‫ن‬ ُ ‫يَ ْن‬، ‫ن‬
َْ ‫ص ُرَهُ َم‬ َ َ‫ع ِّزيزَ لَقَ ِّوي‬
ََّ ‫هللاَ ِّإ‬ َ (‫الحج‬:40)
“Allah pasti menolong orang orang yang berjuang diatas Agama-Nya, sesungguhnya Allah Maha Kuat
lagi Maha Perkasa”. (Al Haj:40)

ََّ ً ‫هللاَ أ‬
َ‫ن فَا ْعلَ ُموا ت ََولَّ ْوا َو ِّإ ْن‬ َ ‫ْر َونِّ ْع ََم ال َم ْولَى نِّ ْع ََم َم ْولَكَ َّ َّ ُّ م‬ ِّ َّ‫الن‬. (‫األنفال‬:40)
َُ ‫صي‬

“Dan jika mereka berpaling, maka ketahuilah bahwasanya Allah pelindungmu. Dia adalah sebaik baik
pelindung dan sebaik baik penolong”. (QS. Al Anfal : 40)

Adapun keistimewaan atau kelebihan supra natural yang menyalahi hukum syariah dan terjadi pada
ahli maksiat disebut ISTIDRAJ yaitu salah satu bentuk pemberian Allah SWT kepada ahli maksiat yang
bermanfaat dalam melanggengkan maksiatnya sampai batas yang ditentukan, seperti kehebatan
tukang sihir, tukang ramal, dukun dukun syirik, termasuk juga kekuatan supra natural pada raja raja
dzalim, orang orang kaya yang serakah dan lain lain. Sebagaimana digambarkan Allah dalam Al
Qur’an :

‫سى قَالُ ْوا‬


َ ‫ن إِّ َّما يَ ُم ْو‬ ََ ‫ن ت ُ ْلق‬
َْ َ ‫ِّي أ‬ َْ َ ‫(ال ُم ْل ِّقيْنََ نَحْ نَُ نَ ُك ْونََ َوإِّ َّماأ‬115)
ْ ََ ‫سخ َُر َْوا أ َ ْلقُ ْوا فَلَ َّما أ َ ْلقُ ْوا قَا‬
‫ل‬ َ ََ‫اس أ َ ْعيُن‬
َ ِّ َّ‫عظِّ يْمَ بِّسِّحْرَ َو َجا َُؤ َوا ْست َْر َهب ُْو ُه َْم الن‬
َ
(116) (‫ األعرف‬: 115-116)

“Mereka (tukang sihir Fir’aun) itu berkata : ‘Hai Musa, apakah kamu yang akan melemparkan (sihir)
lebih dulu atau kami yang akan melempar lebih dulu?’ (115) Nabi Musa berkata :’lemparkanlah
olehmu lebih dulu!’ maka ketika mereka melemparkan (tampar tampar) itu, mereka sihir mata
orang, dan menjadikan orang banyak itu takut. Dan mereka datangkan sihir yang sangat
menakjubkan” (116). (QS. Al A’raf 115 – 116).
Bab II

THARIQAH AT TIJANIYAH

Dalam neraca hukum Islam

Apa thariqah At Tijaniyah itu?

Jawab : Thariqah At Tijany adalah salah satu dari Thariqah al Auliya‘ / Thariqah al Sufiyah yang
dirintis oleh seorang wali besar akhir zaman Yaitu Sayyidi Syekh Al Qutbi Al Maktum Wal Khatmi Al
Muhammady Al Ma’lum Ahmad bin Muhammad At Tijany Radhiyallaahu anhu. At Tijany adalah
nama sebuah suku tempat asal kelahiran dan keluarga besar beliau yaitu suku Tijanah di daerah
Ainul Madi, saat ini masuk dalam wilayah Negara Al Jazair, Afrika Utara.
Siapakah Sayyidi Syeikh Ahmad bin Muhammad At Tijany ra itu ?..

Jawab : Beliau adalah seorang bangsawan / Syarif yang tergolong dalam trah / keturunan Ahlul Baiti
Rasulullah Saw. dengan nasab dari Sayyidah Fatimah Az Zahra dan Sayyidina Ali bin Abi Thalib
Karramallaahu Wajhahu (Ba ’Alawi / Alawiyyin) dari garis Sayyidina Hasan (Al Hasany). Beliau
keturunan ke 24 dari Rasulullah Saw.

Lengkapnya adalah : Ahmad bin Muhammad bin Mukhtar bin Ahmad bin Muhammad bin Salim bin
Al ‘iid bin Salim bin Ahmad Al Alwany bin Ahmad bin Ali bin Abdillah bin Abbas bin Abdil Jabbar bin
Idris bin Ishaq bin Zainal ‘Abidin bin Ahmad bin Muhammad An Nafsiz Zakiyyah bin Abdullah al Kamil
bin Hasan Al Mutsanna bin Hasan As Sibti bin Ali bin Abi Tholib dari Sayyidah Fatimah Al Zahra Al
Batul binti Rasulullah Saw.

Ibu beliau adalah seorang wanita shalihah, Sayyidah Aisyah binti Sayyid Al Jalil Abi Abdillah bin
Sanusi At Tijany Al Madhowi, Al Madhowi bernisbat pada desa Ain Al Madi sebuah desa yang
terkenal di Gurun Sahara timur. Saat ini masuk wilayah Negara Al Jazair Afrika utara */ Al Faidlur
Rabbani : 5 – 6.

Tahun berapa dan di Negara mana Sayyidi Syeikh Ahmad bin Muhammad At Tijany ra. Dilahirkan?

Jawab : Beliau dilahirkan tahun 1150 Hijriyah di desa Ain Al Madi, saat ini masuk wilayah Negara Al
Jazair – Afrika Utara.
Prestasi apa saja yang beliau capai dimasa kecilnya sampai masa remaja?..

Jawab : Sayyidi Syeikh Ahmad bin Muhammad At Tijany ra hafal Al Qur’an dengan sempurna ketika
berumur 7 tahun, kemudian belajar berbagai disiplin ilmu seperti Fiqh, Tauhid, Tafsir, sejarah dan
lain lain yang diperlukan sampai benar benar menguasai, dan sudah dipercaya dan berhak
mengeluarkan fatwa (Mufti) sejak masih muda yaitu ketika berumur 16 tahun. beliau sibuk
menuntut berbagai ilmu dzahir sampai berumur 20 tahun,

Kapan kedua orang tua beliau wafat?..

Kedua orang tua beliau wafat bersamaan karena wabah penyakit pada tahun 1166 H, ketika itu umur
beliau masih 16 tahun .

Sejak kapan beliau mulai mempelajari ilmu tashawwuf dan mengamalkan.


Jawab : Sejak Umur 21 tahun beliau mendalami Ilmu-ilmu Tashawwuf dan mengamalkan serta
banyak mengunjungi wali-wali besar yang ada pada zaman itu.

7. Pada tahun berapakah beliau melaksanakan ibadah haji dan ziarah ke maqam Rasulullah SAW?

Jawab: Pada tahun 1186 H. beliau menunaikan ibadah Haji dan ziarah ke makam As Syarif Rasulullah
SAW. dan dalam kesempatan itu pula beliau mengunjungi wali-wali besar baik selama perjalanan
berangkat menuju Makkah dan Madinah juga ketika beliau tinggal di kedua kota suci tersebut, serta
dalam perjalanan pulangnya.

8. Siapa saja Wali besar yang beliau temui pada masa pengembaraan ruhani beliau dan apa saja
kesan dan pesan mereka kepada beliau?

Jawab: Wali-wali besar yang beliau temui antara lain :

Abu Muhammad At Tayyib bin Muhammad bin Abdillah.

Sayyid Muhammad Al Wanjali digunung Zabib mengatakan : engkau pasti mencapai maqam /
pangkatnya As Syadzily.

Sayyidi Abdullah bin Al Araby bin Muhammad Al Andalusi yang mengatakan kepada beliau :
َ َ ‫ ِّب َيدِّكََ َيأ ْ َخ َذُ ا‬، ُ‫لل‬
ُ‫لل‬ َ َ ‫ ِّب َيدِّكََ َيأ ْ َخ َذُ ا‬، ُ‫لل‬
َ َ ‫ِّب َيدِّكََ َيأ ْ َخ َذُ ا‬

Allah yang membimbingmu 3X.

Abu Abbas Ahmad At Thawasy.

Abu Abdillah bin Abdir Rahman Al Azhary darinya beliau mendapat talkin thoriqoh Holwatiyah.

Sayyid Mahmud Al Kurdi yang pada awal pertemuannya mengatakan:

ََ‫َواألَخِّ َرةَِّ الد ْنيَا فِّي هللاَِّ ِّع ْن ََد َمحْ ب ُْوبَ أ َ ْنت‬

Kamu adalah kekasih Allah Swt. di dunia dan Akhirat.

Syaikhul Imam Abil Abbas Sayyidi Muhammad bin Abdillah Al Hindi, darinya beliau mendapat ilmu,
asror, hikmah dan cahaya, tanpa melalui pertemuan, cukup melalui risalah yang di sampaikan oleh
khodamnya, yang menegaskan bahwa : “Engkau yang mewarisi ilmuku, Asrorku, Wibawaku dan
Cahayaku”.

Al Quthbil Kabir As Samman RA. yang memberi tahu bahwa dia adalah Al Quthbul Jami’.

9. Kapan dan dimana beliau mendapatkan karunia AL FATHUL AKBAR, dan pesan apa yang beliau
dapatkan pada kesempatan tersebut?
Jawab: Pada tahun 1196 H. bertempat di Qasra Abi Samghun dan syalalah di gurun Sahara bagian
timur. Beliau mendapat Fathul Akbar yaitu bertemu langsung dengan Rasulullah Saw. Dalam sadar /
tidak tidur / bukan mimpi. Ketika bertemu langsung dengan Rasulullah Saw tersebut. Beliau
mendapat amanat wirid Istigfar 100x dan sholawat 100x untuk ditalqinkan kepada semua orang yang
ingin kembali dan mendekatkan diri kepada Allah Swt.

Dalam kesempatan itu pula Rasulullah menjelaskan kepada beliau bahwa : “Tidak ada karunia bagi
mahluk atas kamu dari para masyayikh Thariqah. Maka akulah (Rasulullah) sesungguhnya yang
menjadi guru dan pembimbing kamu, oleh karena itu tinggalkan semua wirid yang kamu ambil dari
Thariqah Thariqah lain.

Pada tahun berapakah Rasulullah menyempurnakan wirid Thariqah At Tijaniyah, dan jaminan apa
yang beliau dapatkan baik untuk beliau sendiri juga bagi orang yang mengikuti beliau?

Jawab: Pada tahun 1200 H. Rasulullah Saw. menyempurnakan wirid Thariqah At Tijany dengan
Hailalah 100x, dan Rasulullah menjamin kepada Syeikh Ahmad At Tijany RA dengan sabdaNya: “
Engkau ya Ahmad adalah pintu keselamatan bagi orang-orang yang berdosa yang ingin kembali
kejalan Allah dengan cara mengikuti thariqahmu”. Sejak saat itulah beliau turun kelapangan da’wah
dan dari segala penjuru, banyak orang yang menyambut dan mengikuti da’wahNya. Kemudian beliau
pindah ke kota Fas di Afrika barat, saat ini kota tersebut masuk wilayah kerajaan Maroko (Al
Mamlakah Al Maghribiah) dan beliau tinggal disana berjihad dan berdakwah serta menjadi
penasehat Raja sampai akhir hayatnya.
Pada tanggal berapa tepatnya beliau wafat dan dimana beliau di makamkan?

Jawab: Pada hari kamis 17 Syawwal 1230 H. pada usia 80 tahun, setelah menunaikan sholat subuh,
beliau berbaring miring kesamping kanan , beliau minta air dan meminumnya, setelah beliau
berbaring kembali sebagaimana semula maka berangkatlah ruh suci beliau menemui Dzat Al Khaliq,
kekasih dan pujaanNya selama hidup dengan dijemput manusia terkasih guru besar pembimbing
ruhani dan Datuknya, Baginda Rasulullah Saw. Beliau dimakamkan di dalam Zawiyah Kubra, tempat
beliau merintis dan mengembangkan dakwahnya di kota Fas – Maroko.

Dalam sejarah, diceriterakan bahwa kuburan beliau pernah dibongkar dan janazah beliau dicuri
dan dibawa kabur, benarkah ceritera tersebut dan keistimewaan apa yang ada pada jasad beliau?

Jawab: Memang benar, kira kira dua tahun setelah beliau wafat, kuburan beliau dibongkar dan
janazah beliau dibawa kabur (dicuri), tapi Alhamdulillah setelah melalui proses yang rumit, akhirnya
janazah beliau dikembalikan. Pada saat itu tampak beberapa keistimewaan (karomah) yang terlihat
pada jasad beliau setelah 2 tahun wafat antara lain:

Janazah beliau tetap segar, kain kafannya tetap seperti sedia kala. Dan tanah tempat beliau
dikubur beraroma harum.
Ketika beliau dikeluarkan dari peti janazah yang digunakan untuk membawa kabur jasad suci
beliau, ada sepotong paku yang menggores tepat mengenai paha beliau sehingga menimbulkan luka.
Dari luka tersebut ternyata mengeluarkan darah segar seperti darah orang yang masih hidup sehat,
Subhanallah !!!.

Setiap wali mempunyai kakaramatan sebagai hujjah kebenaran dakwahnya. Karomah apa saja
yang dimiliki oleh Sayyidi Syeikh Ahmad bin Muhammad At Tijany radiyallaahu anhu ?..

Jawab : Sesuai dengan ketinggian dan keagungan maqamnya dalam tatanan dunia para Auliya’, Al
Quthbi Al Maktum wal Khatmi Al Muhammady Al Ma’lum Abil Abbas Ahmad bin Muhammad AT
Tijany ra secara garis besar, beliau mempunyai dua jenis kekaramatan yaitu :

Karamah dhahir (hissi) yaitu karomah yang kelihatan seperti keluasan ilmu dzahir dan ilmu batin
yang beliau kuasai yang tak tertandingi baik pada masa sebelum dan sesudahnya, bisa hadir
memberi tarbiyah pada murid muridnya di banyak tempat yang berjauhan di waktu yang sama dan
lain lain.

Karomah maknawi yaitu karamah batiniyah yang juga tidak tertandingi nilai dan jumlahnya,
seperti ketinggian ma’rifahnya kepada Allah SWT, mengetahui Ismul a’dzam, senantiasa bersama
Rasulullah SAW dan dapat bimbingan langsung dari beliau.

Apa saja karamah dzahir / hissi yang dimiliki Sayyidi Syeikh Ahmad bin Muhammad At Tijany ra. ?..
Jawab : Karomah dzahir atau Hissiyah Sayyidi Syeikh Ahmad bin Muhammad At Tijany sangat
banyak, diantaranya adalah :

Ketika beliau dilantik “ Wali Al Quthbaniatul ‘Udzma”, pada bulan Muharram 1200 H. oleh
Rasulullah Saw. rumah beliau dikota Fas Maroko (Afrika paling barat /Magribi), sedangkan
pelaksanaan pelantikannya dijabal Rahmah Padang Arafah. (dapat menempuh jarak perjalanan jauh
dalam sekejap).

Beliau bisa menampakan diri dan memberikan bimbingan pada murid-muridnya di berbagai
tempat yang berbeda dan berjauhan dalam waktu yang sama.

Pada bulan Muharram 1279 H. (49 tahun setelah beliau wafat) dimana pada saat itu terjadi
kekeringan yang panjang dan sangat sulit air. dari kubur beliau memancar keluar air susu yang
sangat lezat dan banyak, sehingga banyak orang berbondong-bondong datang untuk mengambil
dan meminumnya, sampai saat ini susu tersebut masih ada tersisa (dimusiumkan) dan tetap tidak
mengalami perubahan / tidak basi.

Rasulullah Saw. sangat mencintai Sayyidi Syeikh Ahmad At Tijany RA. melebihi cinta seorang ayah
kepada seorang anaknya.

Barang siapa yang cinta kepada Sayyidi Syeikh Ahmad At Tijany RA. tidak akan mati kecuali telah
menyandang predikat wali Allah.

Barang siapa mencela / mencerca / menghujat Sayyidi Syeikh Ahmad At Tijany RA. kemudian tidak
bertobat akan mati kafir ( hal ini jaminan dan peringatan langsung dari Rasulullah Saw).

َ‫س ِّي َُد لِّى َوقَا َل‬ َ ‫ل‬ َُ ‫سو‬ُ ‫ِّّ َر‬ ِّ ‫هللاِّ ْال ُو ُج ْود‬
َ ‫صلَّى‬ َ ‫علَ ْي َِّه‬
َ ُ‫هللا‬ َ ‫سلَّ ََم‬
َ ‫و‬: َ ‫ن َياأَحْ َم َُد‬ ََّ ‫ن ِّإ‬ َْ ‫سبَّكََ َم‬ َ ‫لَّ لَ َي ُم ْوتَُ َيتُبَْ َولَ َْم‬ َ ‫ن كَاف ًِّرا ِّإ‬ َْ ‫ج َو ِّإ‬ََّ ‫و َجا َه ََد َح‬، َ َُ‫ل لَ َهُ قُ ْلت‬ََ ‫سو‬ُ ‫ار‬
َ ‫َي‬
َِّ‫ن هللا‬ ََّ ‫ف ِّإ‬ ِّ ‫ي ِّباللَِّ ْال َع‬
ََ ‫ار‬ َْ ‫س ِّي ِّد‬
َ ‫ن‬ َِّ ‫الرحْ َم‬
َّ ‫ع ْب َد‬
ََ ‫شامِّ ى‬ َّ ‫َر ال‬ََ ‫ن ذَك‬ ََّ ‫علَى لَ َي ُم ْوتَُ ْال َحا‬
ََّ ‫ج ِّإ‬ َ َِّ‫س ْوء‬
ُ ‫الخَاتِّ َم َِّة‬،ْ ‫ل‬ ََ ‫س ِّي َُد لِّى قَا‬ َ ‫ال ُو ُج ْو َِّد‬: ْ ‫ن َياأَحْ َم َُد‬ َْ ‫سبَّكََ َم‬
ََّ ‫ن ِّإ‬ َ
‫ج كَاف ًِّرا َماتََ يَتُبَْ َولَ َْم‬ ََّ ‫و َجا َه ََد َولَ ْو َح‬،
َ َ ُ
َ
‫د‬ ‫م‬ ْ‫ح‬َ ‫أ‬‫ا‬َ ‫ي‬ ‫ل‬
َ ُ
‫ك‬ َ
‫ن‬ْ ‫م‬ َ َ‫ى‬ ‫ع‬‫س‬َ ‫ِّي‬ ‫ف‬ ََ‫ِّك‬ ‫ك‬ َ ‫ال‬ ‫ه‬
َ ‫َا‬ ‫ن‬َ ‫أ‬َ ‫ف‬ َُ‫ان‬‫ب‬
َ ‫ض‬
ْ ‫غ‬
َ َ
‫ه‬
ِّ ‫ي‬
ْ َ ‫ل‬‫ع‬َ ، َ
‫م‬
ْ َ ‫ل‬‫و‬ َ َْ‫َب‬ ‫ت‬‫ك‬ْ ُ ‫ت‬ ُ َ
‫ه‬ َ ‫ل‬ ُ َ
‫ه‬ ُ ‫ت‬َ ‫ال‬ ‫ص‬َ ُ َ
‫ه‬ ُ ‫ع‬َ ‫ف‬‫ن‬ْ َ ‫ت‬َ ‫ل‬‫و‬،
َ (‫الفيض‬ ‫الرباني‬:
28)

“Berkata kepadaku Rasulullah Saw. : Ya Ahmad, sesungguhnya barang siapa mencelamu dan tidak
bertobat tidak akan mati kecuali dalam kekafiran, walau haji dan berjihad. Saya berkata : Ya
Rasulallah, sesungguhnya Al ‘Arif billah Sayyidy Abdurrahman As Syami mengatakan bahwa orang
yang haji tidak akan mati su’ul khatimah, berkata kepadaku Sayyidul Wujud Rasulullah Saw. : Ya
Ahmad, barang siapa mencelamu dan tidak bertobat, maka ia pasti mati kafir walaupun ia haji dan
berjihad. Ya Ahmad barang siapa yang berusaha mencelakakanmu akulah yang marah kepadanya,
dan tidak akan dicatat sholatnya, serta tidak akan membawa manfaat baginya”. (Al Faidl al Rabbani :
28).
Hal tersebut diatas sesuai dengan hadits qudsi :

َِّ ‫بِّ ْال َح ْر‬.( ‫) البخاري رواه‬


َ ‫ب أَذَ ْنت ُ َهُ فَقَ َْد َو ِّليًّا لِّى‬
َ‫عا َدى َم ْن‬

“Barang siapa menyakiti wali-Ku, maka kuumumkan perang kepadanya”. (HR. Bukhori).

Adakah orang yang mampu dan menang jika perang melawan Allah Swt ? Dan masih banyak lagi
karomah-karomah lain dan masyhur, diantara para sahabat dan murid-muridnya.

Apa saja karomah maknawi yang dimiliki oleh Sayyidi Syeikh Ahmad bin Muhammad At Tijany ra.
?..

Jawab : Kekeramatan Ma’nawy beliau juga sangat banyak dan jauh lebih tinggi nilainya, antara lain :
Beliau sangat besar perhatian dan patuhnya terhadap Syariat Islam Lahir dan batin, dalam segala
aspeknya, dalam segala hal ihwal menjiplak / taqlid pada Rasulullah Saw. jadi tidak nyeleneh-
nyeleneh / berbuat macam-macam yang membuat orang bingung, bahkan beliau bersabda : “
Barang siapa mendengar sesuatu dariku cocokanlah dengan timbangan Syar’i (Al Qur’an dan
Sunnah), jika cocok ambillah jika tidak tinggalkanlah”.

Bisa melihat dan selalu bersama Rasulullah Saw., dalam keadaan sadar tidak pernah terhalang
dengan beliau walau sekejap mata dan beliau selalu mendapat bimbingan dari Rasulullah Saw.
dalam segala hal ikhwalnya.

Barang siapa bertemu / bermimpi beliau (Syeikh Ahmad At Tijany) pada hari senin atau jum’at
masuk surga tanpa hisab dan tanpa di siksa atas jaminan Rasulullah Saw. dari Allah Swt.

Syeikh Ahmad At Tijany RA. dapat melakukan dzikir, menemui tamu dan berfatwa pada umat dan
menulis dalam waktu dan tempat yang sama tanpa merasa sibuk.

Beliau menguasai semua ilmu yang manfaat, sehingga mampu menjawab dan membahas semua
masalah yang diajukan kepadanya dengan mudah dan tepat serta sangat memuaskan. Digambarkan
seakan akan ada papan (yang berisi semua ilmu) dihadapannya.

Syeikh Ahmad At Tijany adalah pemegang mahkota kewalian tertinggi yaitu Al Khatmul Aulia’ Al
Muhammady, sebagai mana Rasulullah Saw. adalah Al Khatmul Anbiya’. Dari beliaulah (Syeikh
Ahmad At Tijany RA.) semua wali Allah sejak dari zaman Nabi Adam sampai hari kiamat mendapat
aliran / masyrab ilmu kewalian , Fuyudlat dan Tajalliat serta Asror-Asror yang mengalir dari
Rasulullah Saw. baik mereka menyadari atau tidak,sebagaimana para nabi terdahulu, mereka
mendapat Masyrab ilmu kenabian dari Rasulullah Saw. selaku Khatmul Anbiya’. (lebih jelas silahkan
pelajari Ar Rimah Juz 2/17)”. Al Masyrabul Kitmani”.

Beliau mengetahui “Ismul A’dzam” dan berdzikir dengannya

Dan masih banyak lagi karomah beliau yang tidak disebutkan dalam buku singkat ini.

Dalam literature / kitab kitab At Tijany dijumpai istilah istilah mengenai pangkat Sayyidi Syeikh
Ahmad At Tijany, diantaranya : Al Qutbaniyyatul ‘Udzma, Al Quthbul Aqthab, Al Qutbul Maktum, Al
Khatmul Muhammadiy dan Al Barzahul Mahtum. Apa maksud atau pengertian dari istilah istilah
tersebut ?…
Jawab : Istilah istilah tersebut diatas adalah istilah untuk maqam atau pangkat kewalian tingkat
tinggi dan sangat khusus, yang sampai saat ini banyak ‘Ulama yang belum mengerti secara tahqiq,
karena memang jarang sekali kitab kitab sufi yang membahasnya secara detail karena memang baru
Sayyidi Syeikh Ahmad bin Muhammad At Tijany ra. Yang membahasnya secara panjang lebar dan
sangat detail, sebab dialah satu satunya yang mengalami dan merasakan kedudukan tersebut.
Sedangkan para auliya’ lain walaupun ada yang membahas, bahasannya kurang pas karena dia hanya
tahu secara wacana tapi tidak mengalaminya sendiri. Untuk sekedar tambahan pengetahuan bagi
ihwan penulis mencoba membahasnya sedikit sejauh kemampuan penulis.

Al Quthbaniyyatul ‘Udzma artinya adalah Wali Quthub yang agung. Yaitu sebutan bagi maqam /
pangkat kewalian tertinggi dalam suatu masa / waktu tertentu. Dimana wali quthub adalah wali yang
menjadi pemimpin dan tumpuan sandaran para wali di seantero jagad raya pada zamannya. Wali
Quthub tersebut yang menerima berbagai limpahan karunia ruhaniah dari Khatmul Auliya’ yang
berasal dari sumber utamanya yaitu Rasulullah SAW. Wali Quthub jenis ini hanya satu jumlahnya
dalam setiap zaman, jika ia wafat maka diganti oleh Wali Quthub baru yang menjadi penggantinya.

Al Quthbul Aqthab artinya adalah Wali Quthub yang menjadi tumpuan sandaran para wali kutub
pada zamannya.

Al Quthbul Maktum artinya adalah Wali Quthub yang di rahasiakan. Karena keberadaan Al
Quthbul Aqthab itu amat sangat rahasia, tidak ada seorang wali besarpun yang tahu keberadaan
sifat sifat dan tanda tandanya secara pasti kecuali Allah SWT dan Rasulullah SAW. Dan tidak ada pula
yang tahu hakekatnya kecuali wali itu sendiri, Rasulullah SAW dan Allah SWT. Satu satunya Wali yang
mendapat gelar Al Quthbul Maktum itu adalah Sayyidi Syeikh Ahmad bin Muhammad At Tijany ra.
Oleh karena itu sebelum beliau tampil dalam kancah dakwah ruhaniah, tak seorangpun auliya’ yang
membahas maqam Al Quthbi Al Maktum secara detail dan tahqiq, karena mereka memang tidak
punya pengetahuan khusus tentang masalah tersebut dengan pasti.
Al Khatmu Al Muhammadiy disebut juga Al Khatmul Auliya’ Al Muhammadiyyah. Adalah sebutan
lain atas gelar Al Quthbul Maktum. Karena Al Quthbul Maktumadalah Al Khatmu Al Muhammadiy.
Yaitu wali yang menjadi penutup dari puncak martabat kewalian dari golongan ummat Nabi
Muhammad SAW. Dialah penutup martabat para Wali Allah SWT yang tiada lagi pangkat kewalian
yang lebih tinggi diatasnya, sebagaimana Rasulullah SAW adalah Al Khatmul Anbiya’i wal Mursaliin,
yaitu beliau Rasulullah SAW adalah Nabi terahir yang menjadi penutup puncak pangkat kenabian,
yang tiada lagi pangkat disisi Allah SWT yang lebih tinggi dari beliau baik sebelum maupun
setelahnya.

Untuk Khatmul Anbiya’ ini juga menjadi penutup secara fisik maupun pangkat, karena tidak ada nabi
lagi yang diturunkan ke dunia ini setelah diutusnya Rasulullah SAW. Sedangkan pada tatanan dunia
kewalian, setelah wafatnya Khatmul Auliya’ Sayyidi Syeikh Ahmad bin Muhammad At Tijani ra, masih
tetap harus ada para Wali sebagai petugas ruhani (tentara Allah SWT). Sampai turunnya Al Khatmul
Auliya’ Al Muhammadiy ‘aamah yaitu Nabi Isa bin Maryam as yang turun dari langit bukan sebagai
Nabi yang membawa Syariah baru, tapi sebagai ummat Muhammad Rasulullah SAW dan menjabat
sebagai Wali terakhir dan penutup riwayat adanya wali di alam semesta ini. Setelah beliau wafat
maka tidak ada lagi Wali Allah di muka bumi ini yang berarti dekatnya kiamat qubra.

Al Barzahul makhtum artinya sekat / barzah terahir. Istilah ini juga merupakan sebutan bagi
maqam / pangkat Al Quthbi Al Maktum Sayyidi Syeikh Ahmad bin Muhammad At Tijany ra. Dimana
kedudukan beliau adalah kedudukan yang amat sangat tinggi dalam tatanan dunia kewalian. Maqam
beliau adalah maqam terakhir yang tidak ada lagi kedudukan diatasnya kecuali kedudukan para
Shahabat, para Nabi dan para Rasul.

Al Barzahul Mahtum adalah satu satunya Wali yang langsung menerima berbagai jenis karunia
ruhaniyah seperti fuyudhat, tajalliyat dan asrar ar Rabbani dari telaga ilmu Rasulullah SAW dan dari
telaga para Nabi (sejak Nabi Adam as sampai dengan Nabi Isa bin Maryam alaihimus salam). Dan dari
telaga Al Barzahul Mahtum ini para petinggi Auliya’ sejak zaman Nabi Adam as sampai kiamat
mengambil limpahan ilmu kewalian baik mereka tahu (sadar) ataupun tidak tahu.

Apa maksud istilah Khatmul Anbiya’ wal Mursaliin dan Khatmul Auliya’ Al Muhammadiyyin ?

Jawab : Khatmul Anbiya’I wal Mursaliin artinya Nabi dan Rasul yang menjadi penutup puncak
martabat kenabian dan kerasulan, juga sekaligus penutup tugas kenabian dan kerasulan yang mana
tidak ada lagi Nabi dan Rasul yang diutus Allah SWT dimuka bumi ini setelah beliau lahir dan diutus
untuk membimbing ummat sampai wafatnya. Dia adalah Junjungan kita Nabi besar Muhammad
SAW.

Disamping tugas diatas, Khatmul Anbiya’ wal Mursaliin adalah manusia pilihan Allah SWT yang
menjadi pusat turunnya rahmat Allah SWT atas alam semesta, dari khatmul Anbiya’ wal Mursalin
rahmat itu dibagi bagi kepada para Nabi dan Rasul sejak Nabi Adam as sampai dengan nabi Isa bin
Maryam as. Juga kepada Al Khatmul Auliya’ Al Muhammadiy.

Sedangkan istilahAl Khatmul Auliya’ Al Muhammadiy mempunyai tiga macam pengertian, antara lain
:

1. Sebagai Wali tertinggi pada masing masing zaman.sejak Nabi Adam a.s. sampai hari kiamat.
Maksudnya, dalam setiap zaman itu harus ada para wali yang jumlahnya (menurut pendapat yang
paling kuat) 124000 (seratus dua puluh empat ribu) dengan tugas tugas yang telah ditentukan oleh
Allah SWT. Maqam / derajat mereka juga berbeda beda, dari yang paling rendah sampai yang
tertinggi. Jabatan dan derajat tertinggi diantara semuanya adalah Al Khatmul Auliya’. Dia adalah
seorang Wali Quthub yang menjadi sandaran para auliya’ dan seluruh mahluk pada zaman tersebut.

Mereka yang tergolong Al Khatmul Awliya’ pada masing masing zaman, diantaranya adalah Sayyidi
Syeikh Abdul Qadir Al Jailani ra, Sayyidi Syeikh Abul Hasan Asy Syadzili, Sayyidi Syeikh Ibrahim Al
Matbuli dan lain lain. Yang mana ketika mereka wafat. maka tugas, jabatan maupun maqamnya
ditempati Wali Quthub lain yang menjadi penggantinya.

2. Al Khatmul Auliya’ Al ‘Ammah. Artinya penutup keberadaan para Auliya’ di dunia ini secara umum,
yang mana setelah Al Khatmul Auliya’ tersebut wafat, maka tidak ada lagi seorang walipun di muka
bumi ini. Dengan demikian secara bertahap tapi pasti, seluruh manusia berjalan menuju puncak
kerusakan aqidah dan ahlak secara total, sampai ahirnya tak seorangpun manusia penghuni bumi ini
yang mengenal dan mampu menyebut nama Allah SWT. Jika hal ini telah terjadi maka kiamat akan
tiba. Al Khatmul Auliya’ jenis ini hanya satu adanya yaitu Sayyiduna Isa ibnu Maryam yang akan turun
kembali kebumi, beliau turun kebumi bukan sebagai Nabi yang membawa syariah atau agama baru,
tapi turun sebagai ummat Nabi Muhammad SAW yang berpredikat sebagai Wali Allah SWT.

Al Khatmul Auliya’ Al Muhammadiy Al Khashah.

Artinya adalah Wali Quthub yang menjadi penutup puncak martabat kewalian sejak alam raya
pertama kali diciptakan sampai ditiupnya sangkakala yang menjadi pertanda terjadinya kiamat
kubra. Dialah Wali Allah yang menyandang martabat tertinggi yang tiada lagi pangkat diatasnya
kecuali pangkat kenabian, dia pula yang menjadi sandaran, panutan dan pemilik telaga ilmu kewalian
yang diminum oleh seluruh auliya’ sejak zaman Nabi Adam as sampai kiamat baik mereka (para Wali
Allah) itu mengetahui atau tidak.
Dia adalah Guru besar dan panutan kita tercinta, Sayyidul Auliya’ (penghulu semua Wali Allah) Al
Quthbi, Al Maktum wal Khatmi Al Muhammadiyyil ma’lum Abil ‘Abbas Ahmad bin Muhammad At
Tijani ra.

18. Apa maksud hadits “Al Ulama waratsatul Anbiya’ ?”

Jawab: Al ‘Ulama disini pengertiannya adalah Al Auliya’. Hal ini merujuk pada ayat Al Qur’anul Karim
surat Fatir ayat 28 :

‫هللا يَ ْخشَى إِّنَّ َما‬


ََ ‫ن‬ َْ ِّ‫ن ْالعُلَ َما َُء ِّعبَا ِّدَِّه م‬
ََّ ِّ‫هللا إ‬ َ َ‫غفُ ْور‬
ََ َ‫ع ِّزيْز‬ َ . (‫الفاطر‬:28)

Sesungguhnya orang yang takut kepada Allah diantara hamba hamba-Nya hanyalah Al Ulama’.
Sesungguhnya Allah maha perkasa lagi maha pengampun”. (Al Faathir: 28).

Makna ayat ini, menurut pendapat KH. Fauzan Adziman Fathullah dalam bukunya “Thariqat Tijaniyah
mengemban Amanat Rahmatan lil ‘Alamin” hal:54 dikatakan : “Tanda takut kepada Allah SWT ialah
tekun beribadah mengamalkan ilmunya. Umat Islam yang berilmu tinggi tentang Agama Islam tapi
tidak mengamalkan ilmunya bukan ‘ulama’. Al Ulama’ adalah Al Auliya’ yang menonjolkan ilmunya,
sedangkan Al Auliya’ adalah Al’Ulama’ yang menonjolkan ibadahnya”.

Penjelasan tersebut diatas dipertegas lagi oleh firman Allah SWT yang secara khusus menjelaskan ciri
ciri wali Allah dalam surat Yunus ayat 62 – 64 :
َ‫علَ ْي ِّه َْم لَخ َْوفَ أ َ ْو ِّليَآ َءهللاَِّ أَآل ِّإ َّن‬
َ ‫(يَحْ زَ نُونََ َولَ ُه َْم‬62) ََ‫(يَتَّقُونََ ََوكَانُ ْوا أ َ َمنُ ْوا اَلَّ ِّذيْن‬63) ‫األَخِّ َرةَِّ الد ْنيَ َاوفِّى ال َحيَوةَِّ فِّى البُ ْش َرى لَ ُه َُم‬، ‫ل‬
ََ ‫لَت َ ْب ِّد ْي‬
َ
َِّ ‫هللاَِّ ِّل َك ِّل َما‬، ََ‫العَظِّ ي َِّْم الف َْو َُز ه ََُو ذلِّك‬.(64)(‫يونس‬: 62-64)
‫ت‬

“Ingatlah !, Sesungguhnya para wali Allah itu adalah tidak merasa takut (akan kematian) dan tidak
bersedih hati (karena berbagai cobaan dan kesulitan dunia). (62) Yaitu orang orang yang beriman
dan mereka selalu bertaqwa (63). Bagi mereka berita gembira di dalam kehidupan dunia dan dalam
kehidupan akhirat. Tidak ada perobahan bagi kalimat kalimat (janji janji) Allah, yang demikian itu
adalah kemenangan yang sangat besar.(64). (Q.S. Yunus: 62-64)

Sabda Rasulullah SAW :

َ‫ثوا لَ َْم األ َ ْنبِّيَاءَِّ َو َرث َ َةُ اَلعُلَ َما ُء‬ ً ‫لَ دِّين‬
ُ ‫َارا يَ ِّر‬ ُ ‫ن الع ِّْل ََم َو َر‬
َ ‫د ِّْر َه ًما َو‬، َ ‫ثوا َوإِّنَّمَا‬ َْ ‫واِّفرَ بِّ َحظَ أ َ َخذََهُ أ َ َخذََهُ َو َم‬.
َ (‫)البخاري رواه‬

“Al Ulama’ adalah pewaris para Nabi (bukan para Rasul), mereka tidak mewariskan dinar dan dirham
(harta kekayaan), dan mereka semata mata hanya mewariskan ilmu, dan barangsiapa yang
mengambilnya, maka ia mengambil ilmu itu dengan keberuntungan yang banyak sekali”. (HR.
Bukhori)

Hadits tersebut diatas sangat jelas dan gamblang bahwa para ulama yang juga berpredikat sebagai
para auliya’ dari ummat Rasulullah SAW itu adalah pewaris para Nabi (dari Nabi Adam as sampai
dengan Nabi Muhammad SAW). Baik jenis ilmu maupun karomahnya ada kemiripan antara para
auliya’ itu dengan ilmu dan mu’jizat para Nabi alaihimus shalaatu was salam. Seperti karomah
melawan sihir sama dengan mu’jizat Nabi Musa as, berbicara dengan hewan dan menundukkah
sekumpulan jin seperti mu’jizat Nabi Sulaiman as, menghidupkan orang atau hewan yang sudah mati
dengan izin Allah SWT sama dengan mu’jizat Nabi Isa as, dll. Lalu yang mewarisi ilmu dan karomah
yang sangat mirip bahkan sama dengan Rasulullah SAW siapa?..
19. Siapakah Auliya’ yang menjadi pewaris khusus Rasulullah SAW (Al Waratsah Al
Muhammadiyah)?.

Jawab : Pewaris Ilmu dan Mu’jizat Al Khatmul Anbiya’i wal Mursaliin, Rasulullah SAW secara khusus
adalah Al Khatmul Auliya’ Al Quthbi Al Maktum Sayyidina wa Qudwatina Ahmad bin Muhammad At
Tijani ra. Jadi pewaris tunggal Al Khatmul Anbiya’ adalah Al Khatmul Auliya’. Karena Al Khatmul
Anbiya’ adalah pusat sandaran para Nabi, sedangkan Al Khatmul Auliya’ adalah pusat sandaran para
Wali Allah SWT.

Apa saja bukti atau tanda tanda dari waratsah Al Muhammadiyyah tersebut yang ada pada diri
Sayyidi Syeikh Ahmad bin Muhammad At Tijany ra?.

Jawab : Disini sepakat para ‘ulama yakni para Wali dan ‘Arifiin bahwa pewaris tunggal ilmu, sifat,
asrar, fadhal dan berbagai kekhususan Khatmul Anbiya’ wal Mursaliin Nabi kita Muhammad SAW
adalah Khatmul auliya Al Muhammadiy. Dialah orangnya, yaitu Sayyidi Syeikh Ahmad bin
Muhammad At Tijany ra. Sebagai bukti, berikut ini kami uraikan beberapa persamaan dan kemiripan
yang tanpak jelas dan amat sangat dekat antara pribadi Khatmul Anbiya’ wal Mursaliin Rasulullah
Muhammad SAW dengan Saikhuna wa Murabbina Al Khatmul Auliya’ Al Muhammadiy Al Qutbi Al
Maktum Ahmad bin Muhammad At Tijany ra:

Persamaan yang sangat sempurna yang menjadi tanda bahwa Sayyidi Syeikh Ahmad At Tijani ra
sebagai pewaris khusus Rasulullah SAW (waratsah Al Muhammadiyyah Al Khashah) antara lain.

I. Persamaan (waratsah) dalam hal waktu.

1. Rasulullah SAW : Lahir di akhir zaman, paling akhir diantara para Nabi dan Rasul. Yang mana
tidak ada Nabi dan Rasul lage setelah Beliau.

Sayyidi Syeikh Ahmad bin Muhammad At Tijany ra.: Juga lahir di akhir zaman, 12 abad setelah
hijrahnya Rasulullah SAW. Yang mana tidak ada Wali Quthub lagi setelahnya yang mendapat mandat
/ tugas untuk menyampaikan amalan thariqah mu’tabarah lagi setelah beliau.

2. Rasulullah SAW : Jauh sebelum beliau lahir, namanya sudah mashur dan tertulis dalam kitab kitab
para Nabi sebelumnya, seperti pada Taurat dan Injil bahkan pada kitab kitab suci lainnya.

Sayyidi Syeikh Ahmad bin Muhammad At Tijany ra.: Jauh sebelum beliau lahir, namanya juga sudah
tercantum dalam kitab kitab sufi para auliya’ sebelumnya, diantaranya dalam kitab Futuhatul
Makiyah dan kitan Anqaul Maghribi fi Syamsil Maghribi.
3. Rasulullah SAW : Para Nabi dan Rasul serta ummatnya iman kepada Nabi Muhammad SAW
sebelum beliau lahir, setelah Nabi lahir orang Yahudi dan Nashara malah ingkar.

Sayyidi Syeikh Ahmad bin Muhammad At Tijany ra.: Para auliya’ terdahulu dan murid muridnya iman
akan kewalian dan ketinggian maqam Sayyidi Syeikh Ahmad bin Muhammad At Tijany ra., tapi
setelah beliau lahir sebagian besar murid murid para wali terdahulu itu ingkar.

4. Rasulullah SAW : Tidak ada lagi agama samawi yang dinyatakan benar dan berlaku setelah adanya
agama Islam.

Sayyidi Syeikh Ahmad bin Muhammad At Tijany ra.: Tidak ada lagi thariqah yang mu’tabar keluar
setelah thariqah At Tijaniyah.

5. Rasulullah SAW : Syariat Islam sangat cocok dengan kondisi ummat akhir zaman, karena
kesempurnaan dan nilainya tapi sangat ringan kewajiban kewajibannya.

Sayyidi Syeikh Ahmad bin Muhammad At Tijany ra.: Amalan Thariqah At Tijaniah sangat cocok
dengan kondisi ummat akhir zaman, karena ringan dan sedikit jumlah wiridnya tapi sangat agung
dan tinggi keutamaannya.

6. Rasulullah SAW : Mu’jizat Nabi Muhammad SAW banyak yang langgeng sampai kiamat,
diantaranya Al Qur’an.
Sayyidi Syeikh Ahmad bin Muhammad At Tijany ra.: Karomah Sayyidi Syeikh langgeng sampai kiamat,
salah satunya “Siapa saja yang percaya akan kewalian dan ketinggian martabat beliau disisi Allah
SWT dan mencintai beliau karena Allah, (walaupun orang tersebut tidak pernah berjumpa dengan
beliau) maka orang tersebut dijamin tidak akan mati kecuali telah menyandang predikat sebagai wali
Allah”.

II. Persamaan (waratsah) dalam biografi (riwayat hidup)

1. Rasulullah SAW : Namanya Muhammad

Sayyidi Syeikh Ahmad bin Muhammad At Tijany ra.: Namanya Ahmad

2. Rasulullah SAW : Nasab Rasulullah SAW adalah nasab bangsawan dan paling afdhal yaitu Bani
Hasyim Al Quraisy, dari bani Qinanah dari Nabi Ismail dan Nabi Ibrahim as.

Sayyidi Syeikh Ahmad bin Muhammad At Tijany ra. : Nasab Sayyidi Syeikh Ahmad bin Muhammad At
Tijany ra adalah nasab bangsawan yang sambung secara sempurna dari kedua orang tua beliau pada
Rasulullah SAW yang juga bersambung sampai pada Nabi Ibrahim as.
3. Rasulullah SAW : Wajah Nabi Muhammad SAW sangat mirip dengan wajah Nabiyullah Ibrahim Al
Khalil as.

Sayyidi Syeikh Ahmad bin Muhammad At Tijany ra :Wajah Sayyidi Syeikh Ahmad bin Muhammad
At Tijany ra sangat mirip dengan wajah Sayyidul Wujud Rasulullah SAW.

4. Rasulullah SAW : Akal Rasulullah SAW adalah akal yang paling sempurna dan paling jenius, yaitu
akal yang mencapai puncak tertinggi diatas ketinggian akal semua Nabi dan Rasul.

Sayyidi Syeikh Ahmad bin Muhammad At Tijany ra :Akal Sayyidi Syeikh Ahmad bin Muhammad
At Tijany raadalah akal paling cerdasdiatas kecerdasan akal semua wali Allah SWT.

5. Rasulullah SAW : Qalbu / hati Rasulullah SAWadalah hati yang selalu jaga / tidak pernah tidur
walaupun kedua mata beliau yang mulya itu sedang terlelap.

Sayyidi Syeikh Ahmad bin Muhammad At Tijany ra :Qalbu / hati Sayyidi Syeikh Ahmad bin
Muhammad At Tijany rajuga hati yang selalu jaga dan tidak tidur seperti Rasulullah SAW.

6. Rasulullah SAW : Ahlak Rasulullah SAWadalah ahlak yang paling agung dan mulya menurut Allah
SWT.

Sayyidi Syeikh Ahmad bin Muhammad At Tijany ra :Ahlak Sayyidi Syeikh Ahmad bin Muhammad At
Tijany ra adalah ahlak Rasulullah SAW. Segala aktifitas Beliau menjiplakatau menyesuaikan diri
dengan ahlak Rasulullah SAW.
7. Rasulullah SAW : Menu Makanan faforit Rasulullah SAWadalah daging kambing dan susu serta
madu.

Sayyidi Syeikh Ahmad bin Muhammad At Tijany ra : Menu Makanan faforit Sayyidi Syeikh Ahmad bin
Muhammad At Tijany rasama dengan Rasulullah SAW.

8. Rasulullah SAW : adalah kota Ilmu sedangkan Sayyidina Ali bin Abi Thalib adalah pintu gerbangnya.

Sayyidi Syeikh Ahmad bin Muhammad At Tijany ra :adalah gudang ilmu kewalian, sedangkan Sayyidi
Ali Harazim adalah pintu futuhnya.

9. Salah satu sahabat besar Rasulullah SAW bernama Umar Ibnul Khattab ra. Dia seorang Khalifah,
ulama’, dan Panglima perang tangguh yang meninggal secara syahid.

Salah satu sahabat besar Sayyidi Syeikh Ahmad bin Muhammad At Tijany ra adalah Sayyidi Umar Al
Futi. Dia seorang Khalifah, ulama’, dan Panglima perang tangguh yang syahid.

10. Diantara sahabat Rasulullah SAW ada yang dimakamkan di padang Badar

Sahabat dan murid kepercayaan Sayyidi Syeikh Ahmad bin Muhammad At Tijany ra, Sayyidi Ali
Harazim ra. meninggal dan dimakamkan juga di padang Badar.
11. Rasulullah SAW : sepanjang hayatnya selalu berdakwah dan berjihad melawan kaum musyrikin,
kafir Yahudi, Nasrani dan penghianat agama Islam

Sayyidi Syeikh Ahmad bin Muhammad At Tijany ra :sepanjang hayatnya juga disamping berdakwah
juga berjuang melawan penjajah Prancis, kaum musyrikin dan penghianat agama

12. Rasulullah SAW : lahir di Mekkah kemudian hijrah, wafat dan dikubur di kota Madinah Al
Munawwaroh tempat dia berjuang dan mencapai kemenangan dan kejayaan.

Sayyidi Syeikh Ahmad bin Muhammad At Tijany ra :Lahir di Ainul Madi (saat ini masuk wilayah
Negara Aljazair) kemudian hijrah dan wafat lalu dikubur di kota Fas – Maroko tempat dia berjuang
dan mencapai kemenangan dan kejayaan.

13. Rasulullah SAW : lahir di Mekkah lalu hijrah ke Madinah, dan dari kota Madinah itu Beliau
menyusun kekuatan sehingga bisa menaklukkan kota Mekkah dan seluruh dunia dengan Islam

Sayyidi Syeikh Ahmad bin Muhammad At Tijany ra :Lahir di Ainul Madi kemudian ahirnya hijrah ke
Fas, dari situlah beliau merintis perjuangan sufinya sehingga Thariqahnya juga menguasai tanah
kelahiran beliau dan juga bisa menyebar ke seluruh dunia.
14. Rasulullah SAW : adalah Al Khatmul Anbiya’ wal Mursaliin.

Sayyidi Syeikh Ahmad bin Muhammad At Tijany ra :. Adalah Al Khatmul Auliya’ Al Muhammadiyyiin

15. Jenazah Rasulullah SAW beberapa kali mengalami pendzaliman, digali dan ingin dicuri tapi tidak
berhasil.

Jenazah Sayyidi Syeikh Ahmad bin Muhammad At Tijany ra. Juga pernah dicuri dan mau dibawa ke
Ainul Madi – Aljazair tapi ahirnya dikembalikan.

16. Cucu Rasulullah SAW Al Hasan bin Ali ra. wafat diracun oleh musuh politiknya, sedang kan Al
Husain dipenggal oleh tentara Yazid bin Mu’awiyah di Karbala.

Putera Sayyidi Syeikh Ahmad bin Muhammad At Tijany ra, Sayyidi Muhammad Al Kabir Juga
didzalimi dan dibunuh oleh tentara penguasa tiran.

17. Rasulullah SAW memerintahkan kepada para sahabatnya agar berdakwah dan menyebarkan
ajaran Islam ke seluruh pelosok dunia
Sayyidi Syeikh Ahmad bin Muhammad At Tijany ra. Juga memerintahkan kepada para sahabat dan
murid muridnya yang sudah futuh untuk berdakwah dan menyebarkan Thariqah At Tijaniyah ke
seluruh pelosok dunia.

18. Istri istri Rasulullah SAW : berasal dari berbagai qabilah / suku bangsa.

Dua istri Sayyidi Syeikh Ahmad bin Muhammad At Tijany ra :Juga berasal dari dua suku bangsa
berbeda.

19. Rasulullah SAW diutus oleh Allah SWT dengan perintah melalui wahyu yang sharih. Sebagaimana
firman Allah dalam surah Yasin ayat 1-3 :

َِّ َ ‫س ِّليْنََ لَمِّ نََ إِّنَّكََ * ْال َح ِّكي َِّْم َو ْالقُ ْرا‬
‫ن * يس‬ َ ‫ْال ُم ْر‬

Sayyidi Syeikh Ahmad bin Muhammad At Tijany ra. dilantik sebagai Wali Al Quthbi Al Maktum wal
Khatmi Al Muhammadiy dan mendapat amanat amalan Thariqah melalui pertemuan langsung
dengan Rasulullah SAW dalam kondisi sadar bukan mimpi.

Persamaan dan kemiripan dalam maqam, ajaran dan mu’jizat (Nabi SAW) dam Karomah Sayyidi
Syeikh Ahmad bin Muhammad At Tijany radliyallaahu anhu.
1. Agama Islam adalah agama penerus Millah Ibrahim Yang haniif

Thariqah At Tijaniyah adalah Thariqah Rasulullah yang juga sambung dengan Nabi Ibrahim sehingga
juga dikenal dengan sebutan Thariqah Al Ahmadiyyah Al Muhammadiyyah Al Ibrahimiyyah Al
Haniifiyyah.

2. Agama Islam mendapat tantangan diingkari orang-orang jahiliyah dan penganut agama lain
terutama Yahudi dan Nasrani yang tidak setia kepada agamanya. Dan pengingkaran tersebut bukan
karena ajaran Islam salah, tapi karena sifat iri dan kedengkian orang Yahudi dan Nasrani.

Thariqah At Tijaniyah juga diingkari orang orang bodoh yang tidak mengerti thariqah, terutama para
pengikut thariqah thariqah sebelumnya yang tidak setia kepada thariqahnya. Dan sebabnya juga
bukan karena amalan Thariqah At Tijany itu melanggar Syariat Islam, tapi karena sifat iri dan dengki
mereka pada Tijani.

3. Tidak ada lagi agama samawi yang turun setelah turunnya agama Islam.

Tidak ada lagi Thariqah mu’tabarah (Thariqah yang sanadnya sambung sampai kepada Rasulullah
SAW) setelah turunnya Thariqah At Tijaniyah.

4. Agama Islam adalah agama Allah dan agama Rasullullah SAW, segala aturannya langsung berasal
dari sisi Allah SWT. Bukan buatan / karangan Rasulullah SAW.
Thariqah At Tijaniyah adalah Thariqah Rasulullah SAW, semua ketentuan, aturan, syarat dan
rukunnya berasal dari Rasulullah SAW langsung bukan dibuat oleh Sayyidi Ahmad bin Muhammad At
Tijany radiyallaahu anhu.

5. Agama Islam adalah agama terakhir dan paling utama baik di dunia maupun di akhirat.

Thariqah At Tijaniyah adalah Thariqah terakhir dan paling utama baik di dunia maupun di akhirat.

6. Rasulullah SAW atas izin dan ridha Allah SWT menjamin kepada orang yang masuk Islam dengan
jaminan surga secara pasti

Sayyidi Syeikh Ahmad bin Muhammad At Tijany ra. Mendapat jaminan dari Rasulullah SAW bahwa
semua pengikut / pengamal Thariqah At Tijany yang benar dan istiqamah termasuk juga istrinya,
anak anaknya, kedua orang tua dan mertuanya dijamin akan masuk surga tanpa hisab dan tanpa
disiksa (dengan catatan: mereka muslim, percaya dan mendukung).

7. Salah satu amalan wajib bagi ummat Islam adalah membaca As Sab’ul matsani, yakni suratul
Fatihah yang merupakan ummul Qur’an (induk dari seluruh ayat Al Qur’an)

Salah satu amalan wajib dalam Thariqah At Tijaniyah adalah membaca induk dan afdhalus shalawat
kepada Rasulullah SAW yaitu SHALAWAT AL FATIH.

8. Kewajiban utama orang Islam adalah menegakkan Shalat lima waktu yang asalnya 50 waktu.
Salah satu kewajiban bagi ikhwan Thariqah At Tijany adalah membaca Shalawat Al Fatih 50 kali
setiap hari dalam wirid wadhifah.

9. Rasulullah SAW memberi berita gembira dengan janji surga bagi para sahabat dan ummatnya

Sayyidi Syeikh Ahmad bin Muhammad At Tijany ra. Memberi berita gembira dengan FATHUL AKBAR
bagi para sahabat sahabatnya, dan mimpi bertemu Rasulullah SAW, serta ruhnya akan dijumput
Rasulullah pada saat ajal bagi murid muridnya.

10. Sesungguhnya Rasulullah SAW hadir ruh dan jasadnya dalam setiap ibadah shalat ummatnya,
buktinya redaksi shalawat dalam bacaan tahiyyat adalah sbb:

َ‫الَ ُم‬
َ‫س‬ َ ‫َوبَ َركَات ُ َهُ هللاَِّ َو َرحْ َم َةُ النَّبِّيَ أَي َها‬
َّ ‫علَيْكََ اَل‬

Sesungguhnya Rasulullah SAW dan Sayyidi Syeikh Ahmad bin Muhammad At Tijany ra bersama
sahabat yang empat hadir ruh dan jasadnyadalam setiap pembacaan wirid wadzifah, terutama pada
bacaan jawharatul kamal ketujuh dan seterusnya.

11. Wajib bagi ummat Islam shalat Jum’at berjamaah jika tidak ada ‘udzur syar’i
Wajib bagi Ihwan Thariqah At Tijaniyah hadir membaca Wadzifah dan Hailalah berjamaah, ba’da
ashar pada setiap hari Jum’at jika tidak ada ‘udzur syar’i dan di daerah itu ada ikhwan.

12. Kewajiban shalat lima waktu ada yang harus dibaca jelas (jahr) jika berjamaah yaitu shalat
Maghrib, Isya’ dan Shubuh. Juga pada shalat Jum’at. Sedangkan shalat dzuhur dan ashar tidak boleh
dibaca keras (harus dibaca sir / pelan) walaupun berjamaah.

Wirid wajib Thariqah At Tijaniyah ada yang wajib dibaca keras (jahr) kalau berjamaah, yaitu wirid
Wadzifah dan Dzikir Hailalah Jum’at. Sedangkan wirid pagi dan sore tidak boleh dibaca dengan keras
(wajib dibaca pelan / sir).

13. Sesungguhnya Rasulullah SAW benar benar bertemu dan melihat Allah SWT pada malam Isra’
dan Mi’raj.

Demikian pula Sayyidi Syeikh Ahmad bin Muhammad At Tijany ra. Melihat Allah SWT dalam
mimpinya, dimana beliau membaca Al Qur’an di hadirat Allah swt dengan bacaan riwayat WARASY
dan langsung hafal seluruhnya dengan kaedah bacaan tersebut

14. Rasulullah SAW mendapat amanat dari Allah SWT syariat Islam yang ringan tapi paling besar
keutamaannya.

Sayyidi Syeikh Ahmad bin Muhammad At Tijany ra. Mendapat amanat Thariqah At Tijaniyah yang
ringan dan sedikit amalannya tapi paling besar keutamaannya.
15. Semua agama samawi sebelum Islam menjadi batal tidak berlaku setelah kehadiran agama Islam.

Semua Thariqah Mu’tabarah akan punah kecuali Thariqah At Tijaniyah yang akan tetap bertahan
sampai kiamat.

16. Syariat Islam adalah kumpulan dari semua syariat yang turun kepada para nabi sebelumnya, dan
bertugas untuk menyempurnakan aturan aturan tersebut

Amalan Thariqah At Tijaniyah adalah kumpulan dari amalan semua Thariqah sebelumnya, dan
bertugas menyempurnakan. Contoh: amalan Thariqah Naqsyabandiyah adalah dzikir khafi Ismu Dzat
‘Allah, Allah, Allah’ saja, Qadiriyah hailalah saja, ada yang istigfar saja atau shalawat saja. Tapi
amalam Thariqah At tijany mencakup semua; Istighfar, shalawat dan hailalah juga Allah, Allah, Allah .

17. Para Ulama / Wali adalah pewaris ilmu dan asrar para Nabi. Yakni semua Nabi dari zaman Nabi
Adam s/d Nabi Muhammad SAW

Sayyidi Syeikh Ahmad bin Muhammad At Tijany ra. Adalah pewaris ilmu dan asrar Rasulullah
SAW secara khusus dalam kapasitasnya sebagai Khatmul Auliya’

18. Para Nabi dan Rasul dari Nabi Adam as s/d Nabi Isa as mengambil ilmu dan asrar dari telaga
kenabian Nabi Muhammad SAW dalam kapasitasnya sebagai Khatmul Anbiya’.
Para Wali dari zaman Nabi Adam as sampai kiamat mengambil ilmu dan asrar kewaliannya dari
telaga Khatmul Auliya’ Sayyidi Syeikh Ahmad At Tijany ra. (Al Masyrabul Kitmani).

19. Mu’jizat para Nabi alaihimus salam menjadi karamah bagi para auliya’ dari ummat Nabi
Muhammad SAW.

Mu’jizat Rasulullah SAW secara khusus menjadi karomah Sayyidi Syeikh Ahmad At Tijany ra.

20. Rasulullah SAW mempunyai banyak sahabat.

Sahabat dan murid Sayyidi Syeikh Ahmad At Tijany ra. Diakui juga sebagai sahabat dan murid
Rasulullah SAW.

Rasulullah SAW adalah Nabi yang paling utama dari semua nabi sebelumnya, begitu pula
ummatnya adalah ummat paling utama dari semua ummat para Nabi dan Rasul sebelumnya.

Sayyidi Syeikh Ahmad At Tijany ra adalah Wali Quthub yang paling utama sedangkan murid muridnya
juga paling utama dan mempunyai pertalian khusus dengan para Sahabat Rasulullah SAW. Oleh
sebab itu derajat ihwan Thariqah At Tijany disisi Allah SWT lebih tinggi nilainya dari pada para Wali
Qutub walaupun mereka termasuk golongan orang awam.
22. Sesungguhnya Allah SWT sangat mencintai Nabi Muhammad SAW, dan Dia sangat perhatian dan
besar cemburunya sehingga dia berfirman :

َ‫األ َ ْبت ََُر ه ََُو شَانِّئ َكََ ِّإ َّن‬

“Sesungguhnya orang yang membencimu, dialah yang terputus (dari rahmat dan kasih sayang Allah
SWT)”.

Sesungguhnya Rasulullah SAW sangat mencintai Sayyidi Syeikh Ahmad At Tijany ra, dan dia sangat
cemburu kepada orang yang menyakitinya. Rasulullah SAW bersabda kepada Sayyidi Syeikh : “Ya
Ahmad : Siapa saja yang mencelamu dan tidak bertaubat, tidak akan mati kecuali dalam kekafiran)”.

23. Para Nabi dan Rasul sebelum Rasulullah SAW sangat senang jika ada ummatnya yang beriman
kepada Rasulullah dan masuk Islam.

Para Auliya’ terdahulu sangat senang jika ada diantara murid muridnya yang percaya dan masuk
thariqah Sayyidi Syeikh Ahmad At Tijani ra.

24. Rasulullah SAW adalah BARZAHUL AKBAR (sekat pemisah terbesar antara Dzat Pencipta dengan
seluruh mahluk).

Sayyidi Syeikh Ahmad At Tijany ra, adalah Barzahul Barazah / Al Barzahul mahtum yang menjadi
sekat pemisah terakhir antara Rasulullah SAW dengan seluruh mahluk selain dia.
25. Sesungguhnya Rasulullah SAW adalah kekasih Allah SWT, barang siapa yang cinta kepada
Rasulullah SAW Allah cinta kepadanya.

Sayyidi Syeikh Ahmad At Tijany ra, adalah kekasih Allah SWT dan Kekasih Rasulullah SAW.
Barangsiapa yang cinta kepada Sayyidi Syeikh maka dia dicintai Allah dan RasulNya dan tidak akan
mati kecuali sudah menyandang predikat sebagai Wali Allah.

26. Ruh Rasulullah SAW tempat bersandarnya para Nabi dan Rasul.

Ruh Sayyidi Syeikh Ahmad At Tijany ra, adalah tempat bersandarnya para Wali sejak zaman Nabi
Adam as. sampai hari kiamat.

27. Barangsiapa meninggalkan agamanya (selain Islam) karena ingin masuk Islam, maka Allah SWT
ampuni seluruh dosanya dan dijamin masuk surga. Sebaliknya jika keluar dari Islam untuk masuk
agama lain maka dia kafir dan rugi dunia akhirat serta akan masuk neraka.

Barangsiapa meninggalkan thariqahnya (selain Tijany) karena ingin masuk Thariqah At Tijaniyah,
maka dijamin aman dan surga oleh Allah SWT. Sebaliknya jika meninggalkan Thariqah At Tijaniyah
karena mau masuk thariqah lain yang mu’tabar maka Allah SWT campakkan dia dari hadrah-Nya dan
dicabut seluruh karunia khususiyahnya dan terancam akan mati kafir. Na’udzubillah !.
28. Rasulullah SAW adalah hamba dan kekasih Allah SWT dengan firman langsung dari Allah SWT.

Sayyidi Syeikh Ahmad bin Muhammad At Tijani ra. Adalah kekasih Allah SWT dan Rasulullah SAW,
dengan pernyataan langsung dari Rasulullah SAW melalui pertemuan dalam sadar (yaqadzah) bukan
dalam mimpi.

29. Rasulullah SAW menduduki maqamsebagai Al Fatihi lima ughliqa dari kalangan para Nabi dan
Rasul.

Sayyidi Syeikh Ahmad bin Muhammad At Tijani ra. menduduki maqamsebagai Al Fatihi lima ughliqa
dari kalangan para Awliya’.

30. Rasulullah SAW menduduki maqamsebagai Al Khatimi lima sabaqa dari kalangan para Nabi dan
Rasul.

Sayyidi Syeikh Ahmad bin Muhammad At Tijani ra. menduduki maqamsebagai Al khatimi lima sabaqa
dari kalangan para Awliya’.
31. Rasulullah SAW selama hidupnya tidak pernah mengalami fana’ sebagaimana para Nabi
sebelumnya pada waktu tertentu, seperti Nabi Musa as lupa diri dan semuanya pada saat mendapat
kesempatan berbicara langsung dengan Allah SWT.

Sayyidi Syeikh Ahmad bin Muhammad At Tijani ra.Juga tidak pernah mengalami fana’ (lupa diri dan
semuanya) walaupun sedang mengalami kondisi tanjakan ruhani seperti saat bertemu langsung
dengan Rasulullah SAW dalam sadar (bukan mimpi). Tapi para wali quthub sebelumnya semua
pernah mengalami fana’ dan jadzab.

32. Rasulullah SAW. Menerima wahyu pertama melalui malaikat Jibril saat beliau khalwat di gua
hira’.

Sayyidi Syeikh Ahmad bin Muhammad At Tijani ra.ketika mendapat Al Fathul Akbar dan bertemu
langsung dengan baginda Rasulullah SAW (dalam sadar bukan mimpi) yang mana beliau dilantik
sebagai Wali Quthub oleh Rasulullah SAW pada saat beliau berada di dalam sebuah gua yang sangat
mirip kondisinya dengan gua Hira di tengah gurun pasir daerah Abu Syamghun dan syalalah.
Wallaahu a’lam.
Amalan wajib dalam thariqah At Tijaniyah

21. Amalan apa saja yang ada dalam thariqah At Tijaniyah?

Jawab: Amalan dalam Thariqah At Tijaniyah ada 2 (dua) macam, antara lain :

1) Auradul Laazimah / wirid wajib,

Yakni wirdus shabah dan wirdul masa’, wirid wadzifah dan Hauilalah jum’ah. Adalah amalan wajib
yang harus di amalkan oleh murid / Ihwan Thariqah At Tijaniyah dengan istiqamah sesuai dengan
waktu dan jumlah yang telah ditentukan, sebagai konsekwensi dari bai’at yang didalamnya berisi
ikrar dan nadzar untuk selalu berpegang teguh dan mengamalkan thariqah sesuai dengan syarat
syarat dan rukun yang telah ditentukan.

Aurad Thariqah At Tijaniyah adalah aurad yang disusun dan diijazahkan juga dijamin (digaransi) oleh
Baginda Rasulullah SAW kepada Sayyidi Syeikh Ahmad bin Muhammad At Tijani ra, secara langsung
dalam sadar bukan melalui mimpi. Jadi aurad Thariqah At Tijaniyah baik lazimah (wajib) maupun
ikhtiyariyah (sunnah) semuanya berasal dari Rasulullah SAW. Sayyidi Syeikh Ahmad At Tijani
hanyalah penerima amanat dan bertugas sebagai penyampai tanpa menambah dan mengurangi
walaupun hanya satu huruf sekalipun. Jadi jika ada pihak yang berani mengurangi atau menambah
walaupun hanya satu huruf berarti ia telah menyalahi Sayyidi Syeikh Ahmad At Tijani radliyallaahu
anhu juga menyalahi Rasulullah SAW.
Auradul lazimah juga menjadi penentu apakah seseorang itu berhak disebut ikhwan thariqah At
Tijaniyah atau tidak. Oleh karenanya jika sengaja ditinggalkan (tidak dikerjakan) tanpa ada udzur
syar’i dan dengan i’tikad ingkar akan kewajibannya maka batal thariqahnya. Tapi jika amalan ini,
yakni wirdus shabah dan wirdul masa’ dan wirid wadzifah ditinggalkan karena ada udzur syar’i maka
wajib diqadha’, sedangkan dzikir hailalah Jum’at jika ditinggalkan tidak bisa diqadha’, karena
waktunya hanya pada hari Jum’at setelah shalat ashar sampai masuk waktu shalat maghrib.

Di beberapa daerah penulis bertemu dengan ikhwan yang hanya mengerjakan Wirid lazim pagi dan
sore saja tanpa mengerjakan Wirid Wadzifah dan Dzikir Hailalah Jum’at. Alasan mereka karena
bai’atnya memang baru wirid lazim saja. Sehingga banyak diantara mereka selama bertahun tahun
merasa tidak wajib Wirid Wadzifah dan Dzikir Hailalah. Anggapan seperti ini menurut hemat penulis
tidak benar.

Berdasarkan penjelasan para Masyayikh dan didukung keterangan dari berbagai kitab Tijani yang
mu’tabar, yang dimaksud Wirid Lazimah Thariqah At Tijaniyah adalahWirdus shabah dan wirdul
masa’, Wirdul Wadzifah dan Dzikrul Hailalah dalam satu paket.

Sebagai dasar hukum dalam hal ini kami kutip keterangan dalam kitab Rimah Juz 2 Pasal 33 sbb :

َ‫ص ُل‬َْ َ‫ِّث ا َ ْلف‬


َُ ‫والثَّالَث ُ ْونََ الثَّال‬:‫ِّى‬ َ ‫ان ف‬ ِّ ‫ط ِّر ْيقَ َِّة األ َ ْذك‬
َِّ ‫َارالالَّ ِّز َم َِّة َب َي‬ َ ‫اْلب َْراهِّمِّ يَّ َِّة ْال ُم َح َّم ِّديَّ َِّة األَحْ َم ِّديَّ َِّة ل ِّْل‬
ِّ ‫الت َجا ِّنيَّ َِّة ْال َح ِّن ْي ِّفيَّ َِّة‬.
ِّ ‫ل‬ َُ ‫ َفأَقُ ْو‬: َِّ‫ت َ َعا َلى َو ِّبالل‬
َُ ‫ي الت َّ ْوفِّي‬
‫ْق‬ َْ ‫ق ِّإلَى ِّب َمنِّ َِّه َوه َُو ْال َها ِّد‬ َّ ِّ‫س َواء‬
َِّ ‫الط ِّر ْي‬ ََّ َ ‫شيْخِّ نَا أ َ ْو َرا ََد أ‬
َ : ‫ن ِّإ ْعلَ َْم‬ َ ‫ي‬ ََ ‫ض‬ ِّ ‫هللاُ َر‬ َ ‫ع ْن َهُ ت َ َعالَى‬ َ ‫ق ِّلكَافَ َِّة يُلَقَّنُ َها الَّتِّي‬ َِّ ‫مِّ ْن َها ْالخ َْل‬،‫ َكثِّي َْرة‬:ََ‫َماكَان‬
َّ ‫غي ُْرهَا ل‬
‫ِّلط ِّر ْيقَ َِّة لَ ِّز ًما‬ َ ‫ومِّ ْن َها‬، َ (1)‫َار أ َ َّما‬ َُ ‫فَمِّ ْن َهاا َ ْل ِّو ْر َُد الالَّ ِّز َم َةُ األ َ ْذك‬، ‫ الخ َم َّرةَ مِّ ائ َ َةَ أ َ ْست َ ْغف ُِّرهللا َو َُه ًَو‬..(2)ََ‫َار َومِّ ن‬ َ ‫ل ِّْل‬
َِّ ‫ط ِّر ْيقَ َِّة الالَّ ِّز َم َِّة األ َ ْذك‬
ُ‫ا َ ْل َوظِّ ْيفَ َة‬.َ‫ِّي‬ ََ ‫ي ْال َعظِّ ي َِّْم أ َ ْست َ ْغف ُِّر‬
َ ‫هللا َوه‬ َْ ‫الخ ثَالَثِّيْنََ ْالقَي ْو َُم ِّإلَّه َُو ْال َحيَ لَ ِّإلَ َهَ اَلَّ ِّذ‬،ً‫ َم َّرة‬..(3) ََ‫َار َومِّ ن‬ َ ‫ْال ُمش ََّرفَ َِّة ِّذ ْك ُر ْال َك ِّل َم َِّة ل ِّْل‬
َِّ ‫ط ِّر ْيقَ َِّة الالَّ ِّز ََم َِّة األ َ ْذك‬
ْ َ‫ال ُج ْمعَ َِّة يَ ْو ََم بَ ْع َد ْالع‬،
‫ص َِّر بِّت َ َمامِّ َها‬ ْ ‫لَّ لَإِّلَ َهَ َوه ََُو‬ ِّ ‫ت هللا هللا َوه ًُوهللا ْالف َْر َُد أ َ ِّو‬
َ ‫الذ ْك َُر‬
َ ِّ‫هللاُ إ‬ َِّ ‫اْلثْبَا‬
ِّ ْ ِّ‫ن ب‬
َْ ِّ‫ْر م‬ َ ‫الخ‬،‫الثاني جزء رماح(…نَ ْفي‬: 469)
َِّ ‫غي‬

“Pasal 33. Dalam menjelaskan Adzkar Al Lazimah bagi Thariqah Al Ahmadiyyah Al Muhammadiyyah
Al Ibrahimiyyah Al Hanifiyyah At Tijaniyyah. Maka saya katakan bahwa Sesungguhnya dari Allah At
Taufiq yaitu petunjuk yang di curahkan oleh-Nya menuju jalan yang benar. Tahukah kalian bahwa
sesungguhnya aurad guru kita radliyallaahu ‘anhu, yang di talqinkan kepada sekalian mahluk itu
banyak. Diantaranya adalah Wirid wajib bagi Thariqah (At Tijaniyah). Dan sebagian lagi adalah Wirid
ghairul lazim (yakni ikhtiyari)”.

Adapun Dzikir dzikir lazim (dzikir wajib) salah satunya adalah WIRID, (yakni wirdus shabah dan wirdul
masa’) yaitu Istighfar 100 kali dan seterusnya….

“(2) Dan termasuk wirid lazim dalam Thariqah (At Tijaniyah) adalah Wirid Wadzifah, yaitu membaca :
“Astaghfirullaahal ‘adziimi alladzi laailaaha illa huwal hayyul qayyuumu”30 kali. Dan seterusnya…

“(3) Dan diantara dzikir dzikir yang wajib dikerjakan dalam thariqah adalah dzikir kalimat yang mulya
dengan sempurna setelah shalat ‘ashar pada hari Jum’at. Yaitu kalimat Lailaaha illallah, atau dzikir
isim mufrad yaitu lafadz Allah Allah Allah, tanpa didahului lafadz laailaaha (kalimat nafyi) dan
seterusnya…. (Rimah, Juz 2 hal:469).
2) Aurad Ihtiyariyah (ghairu lazim) :

Yaitu wirid tambahan, tidak wajib dilakukan, Cuma sangat dianjurkan bagi mereka yang bisa
memeliharanya dengan istiqomah, seperti istighatsah, berbagai macam shalawat, hizib-hizib seperti
hizbus Saifi, hizbul mughni, hizbul bahar dan lain-lain. Jika ingin mengamalkan harus ada izin khusus
dari muqaddam yang berhak memberi izin untuk membaca aurad ikhtiriyah .

Ada berapa macamnya auraadul laazimah atau wirid wajib dalam thariqah At Tijaniyah ?..

Jawab: Auraadul laazimah atau wirid wajib dalam thariqah At Tijaniyah ada 4 macam, yaitu :

Wirdus shabah (wirid yang wajib dibaca pada waktu pagi)

Wirdul masa’ (wirid yang wajib dibaca pada waktu sore), rukunnya ada 3 (tiga) yaitu :.

Ä Istigfar yaitu kalimat “Astaghfirullah” saja, (tidak boleh ditambah dengan Al ‘Adzim) 100x

Ä Sholawat 100x (Al Afdlal Sholawat Al Fatih)


Ä Hailalah (laailaaha illallah) 100x

Hal ini sesuai dengan penjelasan kitab Al Fathur Rabbani pada halaman 69 yang tertulis sbb:

َ‫فَأَقُ ْو ُل‬: ‫ظ‬َُ ‫هللا”ال ِّو ْر َِّد أ َ ْلفَا‬


ْ ‫ط ”أ َ ْست َ ْغف ُِّر‬ َْ َ‫ َم َّرةَ مِّ ائ َ َةُ فَق‬، ُ ‫صالََة‬ َّ ‫علَى َوال‬ َ ِّ ‫ي‬ َ ِّ‫صلَّى النَّب‬ َ ُ‫هللا‬ َ ‫علَ ْي َِّه‬ َ ‫سلَّ ََم‬ َ ‫ي ِّ َو‬ َ َ ‫ص ْيغَةَ بِّأ‬
ِّ َ‫ َم َّرةَ مِّ ائ َ َة‬، ‫ن‬َْ ِّ‫ت َوإ‬َِّ َ‫ح كَان‬ ََ ِّ‫ي الفَات‬ ََ ‫فَ ِّه‬
َُ ‫ض‬
‫ل‬ َ ‫ن بِّ َكثِّيْرَ أ َ ْف‬
َْ ِّ‫غي ِّْرهَا م‬ َ ‫ض ِّل َها‬ ْ َ‫ي ِّلف‬ َْ ‫لَ َح َّدلَ َهُ ا َّل ِّذ‬، ‫ن‬ َْ ‫ن أ َ َرا ََد َو َم‬ َْ َ ‫غي َْرهَا يَ ْذ ُك ََر أ‬ َ ‫ل‬ َْ ُ‫فَ ْليَق‬: ‫ل اَلل ُه ََّم‬ َِّ ‫ص‬ َ ‫س ِّل َْم‬ َ ‫علَى َو‬ َ َ‫علَى ُم َح َّمد‬
َ ‫سيِّ ِّدنَا‬ َ ‫أ َ ِّل َِّه َو‬، ‫ي‬ ََ ‫فَ ِّه‬
َُ‫سن‬ َ
َ ْ‫ص ْيغَةَ أح‬ ِّ ‫ن‬ َ
َْ ‫ار أ َرا ََد ِّل َم‬ََ ‫ص‬ َ ِّ‫اْل ْخت‬. ِّ َ‫صالََة ُ َونَص‬ َ ‫ِّح‬ ْ
َِّ ‫الفَات‬: ‫ل اَلل َُه ََّم‬ َِّ ‫ص‬َ ‫ع َلى‬ َ ‫سيِّ ِّدنَا‬ َ َ‫ِّح ُم َح َّمد‬ ْ ُ ْ
َِّ ‫أ ْغلِّقََ ِّل َما الفَات‬، ‫سبَقََ َوالخَات َِِّّم‬ َ ‫ ِّل َما‬، ‫ق‬ ْ
َِّ ‫َاص ِّرال َح‬ ِّ ‫ن‬
ْ
َِّ ‫بِّال َح‬، ‫ي‬
‫ق‬ ْ َ
َْ ‫ص َراطِّ كََ إِّلى َوال َها ِّد‬ ْ
ِّ ‫ال ُم ْست َ ِّقي َِّْم‬، ‫على‬ َ َ ‫ق أ ِّل َِّه َو‬ ْ ْ َ
ََّ ‫العَظِّ ي َِّْم َومِّ ق َد ِّارَِّه َقد ِّْرَِّه َح‬. َ‫ل َولَإِّل َه‬ َّ َ ْ ْ
َ ‫ َم َّرةَ مِّ ائ َ َة‬. ‫صبَا ًحا يُق َرا َُء ال ِّو ْر َُد َو َه َذا‬
َ ِّ‫هللاُ إ‬ َ
َ‫سا ًء‬
َ ‫و َم‬.(‫الفتح‬
َ ‫الرباني‬:69) ‫الثاني جزء رماح( فى وهكذا‬: 462)

“Maka saya katakan, Lafadz wirid (yakni wirid pagi dan wirid sore) adalah: ‘Astaghfirullah’ saja (tidak
ada tambahannya) 100 kali, dan Shalawat kepada Rasulullah SAW dengan redaksi yang mana saja
100 kali, jika dengan Al Fatih itu lebih utama dari shalawat yang lain karena keutamaannya yang
tidak terhingga. Kalau mau membaca shalawat selain Al Fatih bacalah: “Allaahumma shalli ‘alaa
sayyidinaa Muhammadin wa’alaa aalihi” ini redaksi terbaik bagi mereka yang ingin meringkas.
Sedangkan lafadz shalawat Al Fatih adalah sebagai berikut: “Allaahumma shalli ‘alaa sayyidina
Muhammadinil faatihi lima ughliqa, wal khotimi lima sabaqa, naashiril haqqi bil haqqi wal haadi ilaa
shiraatikal mustaqiimi, wa’alaa aalihi haqqa qadrihi wamiqdaarihil ‘adziimi”. Dan kalimat “Laailaaha
illallaah” 100 kali.Dan ini adalah wirid (Thariqah At Tijani) yang dibaca tiap pagi dan sore. (diambil
dari kitab Al Fathur Rabbani: 69) demikian juga senada dengan keterangan diatas yang ada dalam
kitab Rimah, juz 2 hal:462).

Dalam kitab yang lain dijelaskan:


َُ‫ثَالَثَةَ ْال ِّو ْر َِّد فَأ َ ْركَان‬: ‫ل‬ َُ ‫األو‬:َ
َّ ‫َار‬ ُ ‫اْل ْستِّ ْغف‬ ِّ َِّ‫ْر ”أ َ ْست َ ْغف ُِّرهللا“ بِّلَ ْفظ‬ َ َ‫ل‬، ‫ي‬
َُ ‫غي‬ َْ ِّ‫الثَّان‬: ُ ‫صالََة‬
َّ ‫علَى ال‬ َ ‫ل‬ َُ ‫صلَّى َر‬
َِّ ‫س ْو‬ َ ‫هللاُ الل ِّه‬ َ ‫علَ ْي َِّه‬َ ‫سلَّ ََم‬ َ َ ‫ص ْيغَةَ بِّأ‬
َ ‫ي ِّ َو‬ ِّ
َْ ِّ‫صيَغَِّ م‬
‫ن‬ ِّ َِّ‫صالَة‬ َ ‫صلَّى‬
َّ ‫علَ ْي َِّه ال‬ َ ‫علَ ْي َِّه‬
َ ُ‫هللا‬ َ ‫سلَّ ََم‬ َ ِّ‫ل ا ُ ْغلِّقََ ِّل َما ْالفَاتِّحَِّ َوب‬
َ ‫صالَةَِّ َو‬ َ ‫ن أ َ ْف‬
َُ ‫ض‬ َْ ِّ‫غي ِّْرهَا م‬
َ . ‫ِّث‬َُ ‫اَلثَّال‬: ُ‫لَّ آلإِّلَ َهَ َك ِّل َم َة‬ َ ‫لَ الَّ ْفظَِّ بِّ َهذَا‬
َ ِّ‫هللاُ إ‬ َ ‫ْر‬ َُ ‫غي‬َ . ‫فَ َه ِّذَِّه‬
َِّ ‫اح ِّو ْر َِّد ْال ِّو ْر َدي‬
َُ‫ْن أ َ ْركَان‬ َِّ ‫ص َب‬
َّ ‫ساءَِّ َو ِّو ْر َِّد ال‬ ْ (‫الطريقة الوافية الخالصة‬: 58)
َ ‫ال َم‬.

“Maka rukun wirid (wirid lazim pagi dan sore) yakni bacaan wajibnya itu ada tiga. Pertama: Istighfar
dengan lafadz “Astaghfirullah” saja tidak ada tambahannya, kedua: Shalawat kepada Rasulullah SAW
dengan redaksi yang mana sajadari semua shalawat kepada Rasulullah SAW. Dan jika dengan
shalawat Al Fatihi lima ughliqa itu lebih utama dari shalawat yang lainnya, ketiga: membaca kalimat
“Laailaaha illallaah” dengan lafadz tersebut tidak ada tambahannya. Maka inilah rukun 2 macam
wirid yakni wirdus shabah dan wirdul masa’. (Al Khalashatul Wafiah halaman: 56)

Syarat – syarat membaca wirdus shabah dan wirdul masa’ antara lain :

Niat melaksanakan wirid karena Allah SWT. Tentukan apakah wirid (pagi atau sore, ada’an atau
qadha’an) harus jelas.

Suci dari hadats besar dan kecil, baik dengan wudhu’ atau dengan tayammum.

Suci dari najis baik badan, tempat dan pakaiannya.

Menutup aurat sesuai syariah sebagaimana kondisi shalat.

Tidak berbicara sejak dimulai wirid sampai selesai.

Menghadap kiblat jika dalam kondisi normal. Jika dalam perjalanan boleh dikerjakan sesuai
kondisi.

Duduk dengan sempurna, kecuali jika ada udzur syar’i, seperti dalam perjalanan atau karena sakit
sehingga tidak mampu duduk.

Dibaca dengan suara lirih, cukup terdengar telinga sendiri, makruh jika dibaca dengan suara keras.

Dibaca sendiri sendiri (munfarid), tidak berjamaah.

Bacaan wirid harus tertib urutannya, tidak boleh diubah.

Tidak boleh meremehkan wirid dengan cara membaca wirid sambil duduk bersandar, tidur
tiduran, duduk tidak sopan atau dengan mengahirkan waktunya.

Wirid Wadzifah, rukunnya ada 4 (empat) yaitu :


Ä Istigfar (khusus wadzifah) 30x

Ä Sholawat Al fatih 50x (tidak bisa diganti dengan shalawat lain)

Ä Hailalah (laailaaha illallah)100x

Ä Shalawat Jauharotul kamal 12x (bisa diganti dengan Shalawat Al Fatih 20x) bagi yang belum hafal,
atau sebab tempatnya sempit, berdzikir dikendaraan (mobil, pesawat maupun di mushalla kapal
laut) atau karena bersuci dengan tayammum.

Berikut ini penulis kutip keterangan yang menjelaskan rukun wirid wadzifah dari kitab Rimah dan Al
Khalashatul Wafiah. Keterangan senada dengan redaksi berbeda juga terdapat dalam kitab kitab
fiqih Tijani lainnya, seperti Al Fathur Rabbani, Al Jaisul Kafiil, Al Hidayatur Rabbani dan lain lain,
Shahibur Rimah menjelaskan:

َّ ‫ا َ ْل َوظِّ ْيفَ َةُ ل‬. ‫ِّي‬


ََ‫ِّلط ِّر ْيقَ َِّة األ َ ْذكا َ ِّرالالَّ ِّز َم َِّة َومِّ ن‬ ََ ‫ي ْالعَظِّ ي ََْم أ َ ْست َ ْغف ُِّرهللاََ َوه‬ َْ ‫ َم َّرَة ً ثَالَثِّيْنََ ْالقَي ْو َُم إِّلَّه َُو ْال َحيَ لَإِّلَ َهَ اَلَّ ِّذ‬، ُ ‫صالََة‬ َ ‫ِّح َو‬ َِّ ‫َخ ْم ِّسيْنََ ِّل َماأ ُ ْغلِّقََ ْالفَات‬
ً ‫ َم َّرَة‬، ‫غي ُْرهَا ْال َوظِّ ْيفَ َِّة فِّى َولَيَ ْكفِّى‬ َ ‫ِّي‬ََ ‫ل اَلل ُه ََّم َوه‬ َِّ ‫ص‬َ ‫علَى‬ َ َ‫أ ُ ْغلِّقََ ِّل َما ْالفَاتِّحَِّ ُم َح َّمد‬، ‫سبَقََ َو ْالخَات َِِّّم‬
َ ‫سيِّ ِّدنَا‬ َ ‫ ِّل َما‬، ‫ق‬ َِّ ‫َاص ِّر ْال َح‬ ِّ ‫ق ن‬ َِّ ‫بِّ ْال َح‬، ‫ي‬
َْ ‫إِّلَى َو ْال َها ِّد‬
ََ‫ص َراطِّ ك‬ ْ ‫علَى‬
ِّ ‫ال ُم ْست َ ِّقي َِّْم‬، ْ ‫ َم َّرةَ مِّ ائ َ َةَ ِّإلَّهللا لَ ِّإلَ َهَ ث ََُّم‬. ‫ل َج ْوه ََرَة ُ ث ََُّم‬
ََّ ‫العَظِّ ي َِّْم َومِّ ْق َد ِّارَِّه قَد ِّْرَِّه َح‬.
َ ‫ق أ ِّل َِّه َو‬ َِّ ‫عش ََرَة َ َْال َك َما‬ َ ‫ ِّإثْنَت َا‬. (‫الثاني جزء رماح‬:
469)

Dan termasuk wirid lazim dalam Thariqah (At Tijaniyah) adalah Wirid Wadzifah, yaitu :
“Astaghfirullaahal ‘adziimi alladzi laailaaha illa huwal hayyul qayyuumu” 30 kali. Dan Shalawat Al
Fatih 50 kali dan tidak bisa diganti dengan shalawat yang lain. Kemudian lafadz “Laailaaha illallah”
100 kali, terahir membaca Shalawat Jauharatul kamal 12 kali. (Diambil dari kitab Rimah, Juz 2 hal
469)
َُ‫أ َ ْربَ َعةَ ْال َوظِّ ْيفَ َِّة َوأ َ ْركَان‬: ‫ل‬
َُ ‫األو‬:
َّ ََ ‫ي ْالعَظِّ ي ََْم بِّلَ ْفظِّ أ َ ْست َ ْغف ُِّر‬
َُ ‫هللا ا ِّل ْستِّ ْغف‬
‫َار‬ َْ ‫ْر ْالقَي ْو َُم ِّإلَّه َُو ْال َحيَ لَ ِّإلَ َهَ اَلَّ ِّذ‬ َ َ‫ َم َّرَة ً ثَالَثِّيْنََ ل‬، ‫الثَّانِّي‬: ُ ‫صالََة‬
َُ ‫غي‬ َِّ ‫ْالفَات‬
َ ‫ِّح‬
َُ ‫الثَّال‬:ََ‫هللاُ لَ ِّإلَه‬
ََ‫ َم َّرَة ً َخ ْم ِّسيْنََ الخ ِّل َماا ُ ْغلِّق‬، ‫ِّث‬ َ َّ‫ َم َّرةَ مِّ ائ َ َةَ ِّإل‬. ‫الرابِّ َُع‬:
َّ ُ ‫ل َج ْوه ََرَة‬ ْ
َِّ ‫عش ََرَة َ ال َك َما‬ ْ
َ ‫ ِّإثنَت َا‬.(‫الطريقة الوافية الخالصة‬: 58)

Dan rukun Wadzifah itu ada empat, yang pertama: Istighfar dengan lafadz: “Astaghfirullaahal
‘adziimi alladzi laailaaha illa huwal hayyul qayyuumu” saja(tidak boleh ditambah)30 kali. Kedua:
Shalawat Al Fatih 50 kali dan tidak bisa diganti dengan shalawat yang lain. Ketiga: lafadz Laailaaha
illallah 100 kali. Keempat: membaca “Shalawat Jauharatul kamal” 12 kali.. (Diambil dari kitab Al
Khalashatul Wafiah halaman: 58)

Syarat – syarat membaca wirid wadzifah antara lain:

Niat melaksanakan wirid wadzifah karena Allah SWT. Bagi yang mengerjakan dua kali sehari
semalam, tentukan (untuk pagi atau sore), juga apakah ada’an atau qadha’an, bagi yang satu kali
dalam sehari semalam cukup apakah untuk ada’an atau qadha’an.

Suci dari hadats besar dan kecil, baik dengan wudhu’ atau dengan tayammum.

Suci dari najis baik badan, tempat maupun pakaiannya.

Menutup aurat sesuai syariah sebagaimana kondisi shalat.

Tidak boleh membaca shalawat jauharatul kamal kecuali bersuci dengan wudhu’. Jikabersuci
dengan tayammum, jauharatul kamal yang 12 kali diganti dengan membaca shalawat Al Fatih 20 kali.

Tempatnya harus tempat permanent (rumah, mushalla, masjid atau zawiyah) dan luasnya cukup
untuk 7 orang, (bukan dalam kendaraan baik darat, laut maupun udara). Kalau tempatnya tidak
memenuhi syarat, maka jauharatul kamal yang 12 kali harus diganti dengan shalawat Al faatih 20
kali.

Tidak berbicara sejak dimulai wirid sampai selesai.

Menghadap kiblat jika dalam kondisi normal. Jika dalam perjalanan boleh dikerjakan sesuai
kondisi.

Duduk dengan sempurna, kecuali jika ada udzur syar’i, seperti dalam perjalanan atau sakit parah
sehingga tidak mampu duduk.
Wajib berjamaah dalam melaksanakan wirid wadzifah jika di daerah tersebut ada ikhwan dan tidak
ada udzur syar’i. JIKA TIDAK ADA IKHWAN ATAU ADA UDZUR SYAR’I MAKA BOLEH DIBACA
SENDIRIAN.

Membaca wirid wadzifah dengan suara keras (sesuai kebutuhan) jika dikerjakan dengan
berjamaah, tapi kalau baca sendirian cukup dengan suara lirih.

Bacaan wirid harus tertib urutannya, tidak boleh diubah.

Tidak boleh meremehkan wirid dengan cara membaca wirid sambil duduk bersandar, tidur
tiduran, duduk tidak sopan, mata jelalatan atau dengan mengahirkan waktunya.

Dzikir Hailalah (laailaaha illallah) atau baca lafadz Ismu Dzat (Allah, Allah, Allah…) minimum 1000
kali / 1200 kali /1600 kali / 2000 kali. atau tanpa hitungan dibaca mulai selesai shalat ‘ashar sampai
menjelang adzan maghrib. Shahibur Rimah Sayyidi Syeikh Umar bin Said Al Futhi menjelaskan dalam
kitabnya:

ََ‫َار َومِّ ن‬ َِّ ‫ِّلط ِّر ْيقَ َِّة الالَّ ِّز َم َِّة األ َ ْذك‬ َّ ‫ص َِّر بَ ْع ََد بِّت َ َمامِّ َها ْال ُمش ََّرفَ َِّة ْال َك ِّل َم َِّة ِّذ ْك َُر ل‬ ْ َ‫ال ُج ْمعَ َِّة يَ ْو ََم ْالع‬، ْ ‫لَّ لَإِّلَ َهَ َوه ََُو‬ َ ِّ‫أو هللا إ‬ َْ ‫هللا هللا هللا ْال ُم ْف َر َُد ال ِّذ ْك َُر‬
َِّ ‫ن ِّبالِّثْ َبا‬
‫ت‬ َْ ِّ‫غي ِّْرنَ ْفيَ م‬ َ ،‫ن‬ َْ ‫ْر َوكَانُ ْوا ِّإ ْخ َوانَ ْال َبلَ َِّد فِّى كَانََ َو ِّإ‬ ََ ‫غي‬ َ ََ‫ساف ِِّّريْن‬ َ ‫لِّل ِّذ ْك َِّر َيجْ تَمِّ عُ ْونََ فَإِّنَّ ُه َْم ُم‬، ََ‫صالََِّة َب ْع ََد َو َي ْذ ُك ُر ْون‬ َ ‫ص َِّر‬ ْ ‫ب ِّإلَى ْال َع‬ َِّ ‫الغُ ُر ْو‬، ْ
‫ن‬ ُ ُ
َْ ِّ‫صالَةَِّ بَ َْع ََد َولَيَ ْب َدأ ْونََ يُ َؤخِّ ُر ْونََ شَأ ْوا َوإ‬ َ ‫ص ِّر َحتَّى‬ ْ
ْ َ‫ب َوبَيْنََ إِّ ْبتِّ َدائِّ ِّه َْم بَيْنََ يَ ْبقَى الع‬ َِّ ‫عةَ الغُ ُر ْو‬ ْ َ ‫سا‬ َ ‫َان قَد ُْر‬ َِّ ‫اْل ْمك‬ ِّ ‫بِّقَد ِّْر‬، ‫ن‬ َْ ِّ‫يَ ْبت َ ِّدئ ُ ْونََ شَا ُء ْوا َوإ‬
ََِّ‫ن ْال َوظِّ ْيفَ َِّة بِّق َِّرأة‬ َ ُ ُ
َْ ِّ‫قَ َرأ ْوهَا قَ َْد يَك ْونُ ْوا ل َْم َوإ‬، ‫ي ال ِّذك ََر يَفعَل ْونََ ث ََّم‬ ُ ُ ْ ْ َّ
َْ ‫ل ال ِّذ‬ ْ
َُ َ‫ص َِّر بَ ْع ََد يَفع‬ ْ ‫ع‬ ْ
َ ‫على َويَك ْونَُ ال ُج ْمعَ َِّة يَ ْو َِّم‬ ُ َ َ َ‫ال َحال‬ ً َ‫ص‬ ِّ َّ ‫ب ُمت‬ َِّ ‫بِّ ْالغُ ُر ْو‬. ‫ن‬ َْ ِّ‫إ‬
ُ ْ َ َ ْ َ
‫ن بِّت َمامِّ َها الش ِّر ْيف َة الك ِّل َم َة يَذك ُر ْونََ شَا ُء ْوا‬ َ َّ َ ْ
َ ِّ‫ل م‬ َ َ ْ
َِّ ‫َص ُر ْونََ أ َْو أخِّ ِّرَِّه ال ِّذك ِّرإِّلى أ َّو‬ َ َ ْ
ِّ ‫على يَقت‬ َ ْ
َ ‫ن الف َْر َِّد ال ِّذك َِّر‬ ْ ْ
َ ِّ‫ل م‬ َِّ ‫أخِّ ِّرَِّه إِّلى ال َِّذك َِّر أ َّو‬. ََ‫بِّ ْال َك ِّل َم َِّة َويَ ْب َدئ ْون‬
َ ْ َ َ ُ
‫علَى ِّبال ِّذ ْك ِّر ْالف َْر َِّد أَخِّ ِّرال ِّذ ْك َِّر فِّى َو َي ْخ ِّت ُم ْونََ ِّبت َ َمامِّ َها‬ َ ِّ ‫ي‬ َ َ ‫أَجْ زَ َأ َ ذَك َُر ْوا ْال ُو ُج ْوَِّه َه ِّذَِّه مِّ نََ َو ْجهَ أ‬. ‫ن‬ َْ ‫ساف ِِّّريْنََ كَانُ ْوا َو ِّإ‬ َ ‫الَ ُم‬ َ َ‫ع َي ْلزَ ُم ُه َُم ف‬ َُ ‫اْلجْ ِّت َما‬ ِّ
‫علَ ْي ِّه َْم َو ِّإنَّ َما‬ َ ‫ِّذ‬
َ ‫ئ‬‫ن‬
َ ‫ي‬
ْ ِّ‫ح‬ َ
‫ن‬ْ َ ‫أ‬ َ
‫ر‬َ َ ُ
‫ك‬ ْ
‫ذ‬ ‫ي‬ ‫ل‬
َ ُ
‫ك‬ ‫د‬
َ ِّ‫اح‬‫و‬ َ ََ َ
‫ة‬ ‫م‬ ‫ل‬
ِّ َ
‫ك‬ ْ
‫ال‬ َ َ
‫ة‬ َ ‫ف‬ ‫ي‬
ْ ‫ر‬ِّ َّ
‫ش‬ ‫ال‬ ‫ا‬ ‫ه‬‫ل‬ِّ ‫ا‬‫م‬ َ
‫ك‬
َ َ ِّ ِّ َ ‫ب‬ َ
‫و‬ َ ‫أ‬ َ
‫ر‬ ْ
‫ك‬ ‫ذ‬
ِّ ‫ال‬ َ
‫د‬
َ ‫َر‬ْ ‫ف‬ ْ
‫ال‬ ‫ى‬ َ ‫ل‬ ‫ع‬
َ ْ َ
‫ي‬ َ ‫أ‬ ‫ه‬
َ ‫ج‬
ْ ‫و‬َ ََ‫َان‬
‫ك‬ ََ‫ن‬ ِّ‫م‬ َ
‫ه‬
ِّ ‫و‬ ‫ج‬ ُ
ْ ُ َ ُ ‫و‬ ْ
‫ال‬ َ
‫ة‬
ِّ ‫م‬‫د‬ِّ َ ‫ق‬َ ‫ت‬ ‫م‬ ْ
‫ال‬ ‫ا‬ ً ‫ف‬ ْ
‫أل‬ ‫َة‬
َ ‫ئ‬ ‫ا‬ ِّ‫م‬‫س‬َ ‫و‬،
‫م‬ْ ‫خ‬
َ َ ‫أو‬ َْ ‫ْألفًا‬
َ‫ َم َّرَة ً َو ِّستَّمِّ ائ َة‬، ‫ي َوال ُم ْنف َِّر َُد‬ ْ َّ
َْ ‫ن لَ َْم ال ِّذ‬ ْ
َْ ‫ َه َكذَا إِّ ْخ َوانَ البِّلَ َِّد فِّى لَ َهُ يَ ُك‬، ‫ن‬ َْ ِّ‫ساف ُِّر ْونََ شَا ََء َوإ‬ ْ
َ ‫ن ال ُم‬ َ
َْ ‫ع َة َويَذ ُك ُر ْوا يَجْ تَمِّ عُ ْوا أ‬ ْ ً َ ‫ع َددَ َج َما‬ َ َ‫ذَلِّكََ فَلَ ُه َْم بِّال‬. ‫ن‬ َْ ‫َو َم‬
ْ
ََ‫ت َحتَّى يَفعَل َه ُ َولَ َْم ال ِّذك ََر َهذَا ت ََرك‬ ْ ْ َِّ َ‫س غ ََرب‬ َُ ‫ش ْم‬ َّ ‫ضا ََء ال‬ َ َ‫علَ ْي َِّه فَالَق‬ َ . (‫رماح‬، ‫الثاني جزأ‬: 469-470)

“Dan diantara dzikir dzikir yang wajib dikerjakan dalam thariqah adalah dzikir kalimat yang mulya
dengan sempurna setelah shalat ‘ashar pada hari Jum’at. Yaitu kalimat Laailaaha illallaah, atau dzikir
isim mufrad yaitu lafadz Allah Allah Allah, tanpa didahului lafadz Laailaaha (kalimat nafyi). Jika di
daerah itu ada ikhwan dan tidak melakukan perjalanan jauh, maka mereka wajib berjamaah, dan
berdzikirlah bersama mulai selesai shalat ‘ashar sampai terbenam matahari. Jika memungkinkan
akhirkan waktunya jangan terlalu awal, sampai satu jam menjelang waktu maghrib. Kalau bisa (jika
waktunya cukup – yakni kurang lebih satu setengah jam sebelum maghrib) maka bacalah wadzifah
lebih dulu lalu bacalah dzikir hailalah sampai tiba waktu shalat maghrib. Tapi kalau waktu (menjelang
maghrib) tinggal satu jam maka langsung saja baca dzikir hailalah sampai tiba waktu shalat maghrib”.

“Jika memungkinkan bacalah kalimat laailaaha illallaah saja secara sempurna dari awal sampai
selesai. Atau diringkas (boleh) membaca lafadz Allah Allah Allah saja dari awal sampai selesai, atau
Laailaaha illallaah dulu kemudian ditutup dengan membaca lafadz Allah Allah Allah. Semuanya boleh
dan shah”.

Jika berada dalam perjalanan jauh, maka boleh tidak berjamaah. Lakukanlah / berdzikirlah sendirian
dengan salah satu cara tersebut diatas. Jumlahnya bisa 1500 kali, atau 1600 kali. Tapi jika
memungkinkan untuk berjamaah walaupun dalam perjalanan, maka lebih baik berjamaah.
Berdzikirlah dengan salah satu cara tersebut diatas tanpa dihitung. Barangsiapa yang meninggalkan
dzikir, dan tidak mengerjakannya sampai waktu shalat maghrib tiba, maka dzikir tersebut tidak bisa
diqadha’. (karena waktunya hanya pada waktu ‘ashar hari Jum’at, tidak bisa di waktu yang lain).
(Diambil dari kitab Rimah cetakan terbaru ‘Daarul Baidha’ Maghribi’ Juz 2 halaman 469-470)

‘Maka dzikir tersebut tidak bisa diqadha’. Maksudnya khusus dzikir HAILALAH jika ditinggalkan atau
ketinggalan tidak bisa diqadha’ diwaktu yang lain dimanapun dan sampai kapanpun,karena
waktunya hanya ada pada waktu ‘ashar hari Jum’at, tidak bisa di waktu yang lain. Dan ikhwan yang
tidak membaca dzikir HAILALAH tersebut benar benar telah mengalami kerugian yang amat sangat
besar baik selama di dunia maupun di akhirat.untuk itu mari kita simak penjelasan Sayyid Al Ba’qili
dalam .kitab Iroatu ‘Araisy Juz 2 halaman 72, dikatakan bahwa: untuk mengimbangi kerugian yang
disebabkan tidak mengerjakan Dzikir Hailalah tersebut, dianjurkan agar membaca shalawat fatih
sebanyak 1000 kali dan banyak beristighfar sampai tiba hari jum’at berikutnya. Dan pahala Al Fatih
1000 kali dan istighfar tanpa batas sampai tiba hari Jum’at berikutnya inipun belum cukup untuk
menutup kerugian meninggalkan Dzikir Hailalah satu kali karena lalai. Masya Allah…
Karena pada hakekatnya, meninggalkan Dzikir Hailalah Jum’at disamping telah kehilangan
kesempatan berdzikir itu sendiri, juga telah kehilangan kesempatan dalam pertemuan khusus
dengan Rasulullah SAW yang disertai oleh Sayyidi Syeikh dan keempat Khalifah Ar Rasyidin. Dimana
Rasulullah SAW telah mengharuskan bagi diri beliau untuk menghadiri majlis Dzikir Hailalah dari
awal sampai selesai, sebagai apresiasi (penghormatan) atas keagungan Dzikir tersebut disisi Allah
SWT dan Rasulullah SAW.

Sedangkan Sayyid Muhammad Saad Ar Rabathabi dalam kitabnya menyatakan bahwa:

َ‫صالَةَِّ َب ْع ََد َو ْقت ُ َهُ ْال ُج ْمعَ َِّة َو ِّذ ْك ُر‬ َِّ ‫ص ََر الذَّاك‬
َ ‫ِّر‬ ْ ‫عةَِّّ ِّبمِّ ْق َدار َو َي ِّجبَُ ال َع‬
َ ‫سا‬
َ َ‫صف‬ ََ ‫ب قَ ْب‬
ْ ِّ‫ل َون‬ ْ ‫لَّ لَ ِّإلَ َهَ َوه َُو‬
َِّ ‫الغُ ُر ْو‬.َ َ ‫أو هللا ِّإ‬ ِّ ‫هللا هللا هللا ْال ُم ْف َر َُد‬،
َْ ‫اْل ْس َُم‬
‫ َمعًا ا َ ْو ُه َما‬.(‫ التجاني الرباطابى سعد محمد الشيخ للسيد الوافية الخالصة‬:66-67)

“Dan dzikir (Hailalah) Jum’at waktunya adalah setelah selesai shalat ‘ashar. Diwajibkan (waktu
membacanya) kira kira 1,5 (satu setengah) jam sebelum matahari terbenam. Wiridnya adalah
kalimat “Laailaaha illallaah” saja atau dzikir isim mufrad yaitu lafadz “Allah Allah Allah” saja. Atau
membaca keduanya sekaligus. (diambil dari kitab Al Khalasatul Wafiah halaman 66-67)

Dari penjelasan para ahli yang penulis ambil dari tiga kitab tersebut diatas juga dari kitab kitab lain
yang tidak kami cantumkan nukilannya, maka bisa disimpulkan sebagai berikut::

Waktu ikhtiyari (waktu yang diperbolehkan menunda) untuk Dzikrul Hailalah Jum’at adalah
sehabis shalat ‘ashar (di awal waktu) hingga sampai 1 jam (menurut kitab Rimah) atau 1,5 jam
(menurut kitab Al Khalasatul Wafiah) menjelang adzan maghrib.

Pada saat waktu ikhtiyari ini masih ada, kita boleh menunda Hailalah hingga batas waktu tersebut
dan mendahulukan membaca wirid yang lain seperti menbaca wirid lazim sore dan ijtima’ membaca
wirid wadzifah.
Waktu dharuri (waktu yang tidak bisa ditunda) untuk dzikir hailalah adalah 1,5 (satu setengah) jam
menurut kitab Khalashatul Wafiah, atau paling sedikit 1 (satu) jam menurut kitab Rimah dari sehabis
shalat ‘ashar (di awal waktu) sampai menjelang waktu adzan shalat Maghrib.

Jika sudah masuk waktu dharuri untuk dzikir hailalah, kita tidak boleh membaca wirid lain seperti
wirid lazim dan ijtima’ untuk membaca wadzifah. Karena kedua wirid ini bisa dikerjakan di waktu lain
misalnya setelah shalat maghrib., sedangkan dzikir hailalah waktunya hanya pada waktu selesai
shalat ashar sampai masuk waktu maghrib di hari Jum’at saja. Jika tidak dikerjakan pada waktu
tersebut tidak bisa diqadha’ di waktu lain sepanjang masa, (bukan tidak wajib qadha’).

Jika waktu dzikir hailalah tinggal 1 jam, lalu kita memaksakan diri membaca wadzifah lebih dulu
dengan bacaan cepat, lalu baca hailalah dengan cepat juga atau membaca sedikit (tidak sampai 1000
kali) maka hal tersebut tergolong tahawun (main main / tidak serius) dalam berthariqah. Adapun
resikonya selain dosa dan rugi besar, yang bersangkutan terancam kena sangsi (hukuman) berupa
kerusakan pada ekonomi atau badan (terkena penyakit) bahkan terancam su’ul khatimah,
Na’udzubillah !!!…

Kalau ketinggalan waktu baca dzikir hailalah karena ‘udzur syar’i hukumnya di ma’fu (tidak dosa),
tapi jika tidak ada ‘udzur syar’i hukumnya haram (dengan dosa besar) dan tergolong tahaawun juga
(main main / tidak serius) dalam mengamalkan thariqah, dengan resiko sebagaimana tersebut
diatas.

Dzikrul Jum’ah bisa dengan kalimat Laailaaha illallaah secara sempurna, atau dzikir lafadz Allah
Allah Allah saja atau paduan keduanya tanpa dihitung dalam waktu minimal 1 atau 1,5 jam sebelum
maghrib, tapi paling sedikit 1000kali tidak boleh kurang.

Hitungan dzikrul hailalah Jum’at jumlah paling sedikit adalah 1000 kali tidak boleh kurang. Lebih
dari 1000 kali bisa 1200 kali, 1500 kali atau 1600 kali bahkan 2000 kali atau lebih banyak yang tanpa
hitungan itu sangat dianjurkan.

Jika waktu ‘ashar tinggal 1,5 jam apalagi tinggal 1 jam, maka kerjakanlah Dzikir Hailalah saja dulu,
sedangkan wirid wadzifah bisa dikerjakan setelah shalat maghrib.

Jika waktunya masih panjang (paling akhir 1.5 jam sebelum adzan maghrib), maka boleh
mengerjakan wirid wadzifah berjamaah lebih dulu, lalu secepatnya diteruskan dengan berjamaah
dzikir Hailalah Jum’at.

Kebaikan seorang murid adalah terletak pada ketulusan hati dan kesetiaannya mengikuti
bimbingan gurunya, sedangkan keburukan dan kerusakan adalah akibat dari penolakan atau ketidak
setiaan kepada gurunya. Itulah obat penyakit hati yang terbaik bagi dirinya.

Sampai detik ditulisnya buku ini, penulis belum pernah bertemu dengan keterangan Sayyidi
Syeikh yang mengatakan bahwa “jumlah dzikir hailalah jum’at boleh kurang dari seribu kali, baik
untuk mereka yang mengerjakan secara berjamaah maupun sendirian”. Wallaahu a’lam!.
Syarat – syarat membaca dzikir hailalah antara lain:

Niat melaksanakan dzikir hailalah karena Allah SWT.

Suci dari hadats besar dan kecil, baik dengan wudhu’ atau dengan tayammum.

Suci dari najis baik badan, tempat maupun pakaiannya.

Menutup aurat sesuai syariah sebagaimana kondisi shalat.

Tidak berbicara sejak dimulai wirid sampai selesai.

Menghadap kiblat jika dalam kondisi normal. Jika dalam perjalanan boleh dikerjakan sesuai
kondisi.

Duduk dengan sempurna, kecuali jika ada udzur syar’i, seperti dalam perjalanan atau sakit
kerassehingga tidak mampu duduk.

Wajib berjamaah dalam melaksanakan dzikir hailalah jika di daerah tersebut ada ikhwan dan tidak
ada udzur syar’i.

Membaca dzikir hailalah dengan suara keras (sesuai kebutuhan) jika dikerjakan dengan berjamaah,
tapi kalau baca sendirian cukup dengan suara lirih.

Tidak boleh meremehkan wirid dengan cara membaca wirid sambil duduk bersandar, tidur
tiduran, duduk tidak sopan, mata jelalatan atau dengan mengahirkan waktunya.

Syarat – syarat kesempurnaan pada Aurad Al Laazimah.

Istihdlarul qudwah yaitu waktu melaksanakan wirid dari awal sampai akhir membayangkan
seakan-akan berada dihadapan Syeikh Ahmad At Tijany ra. dan lebih utama lagi jika merasa berada
dihadapan Sayyidil Wujud Rasulullah Saw. dengan keyakinan bahwa beliau pembimbing kita untuk
menghantarkan kita wushul ilallah.

Mengigat dan membayangkan makna wirid dari awal sampai akhir. Kalau tidak bisa, maka
dianjurkan agar supaya memperhatikan dan mendengarkan bacaan wiridnya dengan sempurna.

Membaca wirid dengan tartil (tidak terburu buru).

Membaca maqasid wirid.


Diam selama beberapa saat setelah selesai membaca wirid dengan kepala menunduk dan
merasakan adanya tarbiyah langsung dari Rasulullah SAW dan Sayyidi Syeikh ra.

Bersabar selama beberapa waktu setelah selesai wirid (minimal setengah jam) untuk tidak
berbicara, makan dan minum, kecuali sangat mendesak. Karena asrar wirid akan menghilang pada
saat mulai berbicara, makan dan minum.

Tertib urutan dalam wirid thariqah At Tijaniyah adalah; istighfar, shalawat, hailalah (tahlil). Apa
rahasia dan dasar hukumnya?….

Jawab: Tertiburutan wirid thariqah At Tijaniyah adalah ; Istighfar, shalawat dan hailalah (kalimat
yang agung” laailaaha illallah”) harus urut dan tertib, tidak bisa dan tidak boleh diubah ubah. Rahasia
dari tertib urutan ini adalah kembali kepada maksud atau tujuan dari wirid atau dzikir itu sendiri
yaitu perjalanan ruhani kembali menuju hadrah Allah SWT. Dzat yang Maha Suci, Maha Agung dan
Maha Perkasa. Karena kita mau menghadap Dzat Yang Maha Suci maka kita bersihkan dulu diri kita
dari kotoran dosa dengan istigfar, agar supaya diterima dengan baik dan mudah oleh Allah SWT,
maka kita butuh syafaat Rasulullah SAW. Kita baca shalawat dalam rangka upaya mendapatkan
syafaat tersebut. Ketika kita dalam kondisi bersih dan dapat syafaat itulah kita maju menuju Hadrah
Al Qudsiyah Allah SWT dengan pujian terbaik yang menjadi panji tugas para Nabi dan Rasul yaitu
membaca kalimat yang mulya nan agung “Laailaaha illallaah”. hal ini sesuai dengan firman Allah
SWT:

َ‫ظلَ ُم ْوا َولَ ْوأَنَّ ُه ْم‬ َ ُ‫ل َوا ْست َ ْغف ََرلَ ُه َُم هللاََ فَا ْست َ ْغف َُروا َجاؤُكََ أ َ ْنف‬
َ ‫س ُه َْم إِّ ْذ‬ َّ ‫النساء( َرحِّ ْي َما ت ََّوابًا هللاََ لَ َو َجدُوا‬:64)
َُ ‫الرسُ ْو‬

“Sesungguhnya mereka ketika berbuat aniaya pada diri mereka (berbuat dosa) datang kepadamu
(Muhammad SAW). Kemudian mereka minta ampunan kepada Allah SWT dan Rasulpun memohon
ampun (kepada Allah) untuk mereka niscaya mereka mendapati Allah SWT sebagai Dzat Maha
Penerima Taubat lagi Maha Penyayang”.(QS. An Nisa’: 64).
Secara spesifik maksud yang tersirat dari kalimat kalimat pada ayat Al Qur’an tersebut diatas adalah:
“datang kepadamu (Muhammad SAW)” adalah datang untuk mendapatkan bimbingan Rasulullah
SAW menuju hadrat Allah SWT dengan cara berbai’at. “Kemudian mereka mohon ampunan kepada
Allah SWT” dengan cara beristighfar sebanyak banyaknya. “Dan Rasulpun mohon ampunan untuk
mereka” sebagai balasan atas shalawat yang mereka hadiahkan ke hadirat Rasulullah SAW. “niscaya
mereka mendapati Allah SWT sebagai Dzat Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang”. Oleh
karena itu kita memuji Allah SWT dengan kalimat paling agung bagi Allah SWT yang menjadi
mahkota dakwah para Nabi dan Rasul yaitu dzikir paling afdhal “Laailaaha illallaah”.

Pembahasan lebih detail tentang hal ini kita merujuk kepada hakekat wirid Thariqah At Tijaniyah
sesuai dengan maqam masing masing pembaca. Apakah ia berada di maqam Al Islam (muslimin atau
muslimat), Al Iman (mu’miniin atau mu’minat) atau Al Ihsan (muhsiniin atau muhsinaat).

Bagi mereka yang berada di maqam Al Islam, dimana pada maqam ini terdapat 3 manzilah yaitu At
Taubah, Al Istiqamah dan At Taqwa. maka istighfar berfungsi untuk membersihkan hati seorang
hamba dari karat karat dan kotoran dosa baik besar maupun kecil ( at taubah), sedangkan shalawat
adalah alat untuk mendekatkan hati dengan Rasulullah SAW sehingga mendapat bimbingan batin
untuk mencapai istiqamah. Sedangkan kalimat yang mulya ‘Laailaaha illallaah’ adalahikrar yang tulus
untuk mencapai ketaqwaan sempurna di hadirat Allah SWT.

Bagi mereka yang berada di maqam Al Iman, dimana pada maqam ini terdapat 3 manzilah yaitu Al
Ikhlash, Ash Shiddiq dan At Tuma’ninah. maka istighfar berfungsi untuk membersihkan hati seorang
hamba dari karat karat dan kotoran nafsu jahat serta berbagai ambisi baik duniawi maupun ukhrawi,
sehingga hatinya menjadi kosong dari semua anasir dan hijab (Al Ikhlas), kemudian shalawat adalah
alat untuk mendekatkan hati dengan Rasulullah SAW sehingga mendapat bimbingan batin untuk
mencapai puncak kemantapan hati dalam iman (Ash Shiddiq). Sedangkan kalimat yang mulya
‘Laailaaha illallaah’ adalahikrar yang tulus untuk mencapai ketenangan paripurna dengan senantiasa
berdzikir di hadirat Allah SWT. (Ath Thuma’ninah) sebagaimana firman Allah:
ْ ‫بت‬
َ‫َط َمئِّنَ هللاَِّ أَلَ ِّب ِّذ ْك ِّر‬ ََ ‫ – الرعد ( ْالقُلُ ْو‬۲۸)

“Ingat hanya dengan mengingat Allah hati akan menjadi tenang”.

(Ar ro’d : 28)

Bagi mereka yang berada di maqam Al Ihsan, dimana pada maqam ini terdapat 3 manzilah yaitu At
Muraqabah, Al Musyahadah dan Al Ma’rifah. maka istighfar berfungsi untuk membersihkan hati
seorang hamba dari berbagai keinginan nafsiah yang sangat samar dan menghijab hati seperti ingin
kekaramatan, kemampuan supra natural dan sejenisnya sehingga hati senantiasa merasa di monitor
terus oleh Allah SWT. kemudian shalawat adalah alat untuk mendekatkan hati dengan Rasulullah
SAW sehingga mendapat bimbingan batin untuk mencapai persaksian sempurna akan ketauhidan
dan keagungan Allah SWT (Musyahadah). Sedangkan kalimat yang mulya ‘Laailaaha illallaah’
adalahikrar yang tulus untuk mencapai puncak persaksian yang sempurna dari Allah, oleh Allah,
dalam (bimbingan) Allah dan untuk Allah SWT. (ma’rifah ilallah).

َُ‫سان‬ ِّ “َ‫ن ت ََراَهُ كَأنَّكََ هللا ت َ ْعبُ ََد أ َ ْن‬


َ ْ‫اْلح‬ َْ ‫”يَ َراكََ فَإِّنَّ َهُ ت ََراَهُ ت َ ُك‬.
َْ ِّ ‫ن لَ َْم فَإ‬

(‫)مسلم رواه‬

“Ihsan adalah kamu menyembah Allah seakan akan kamu melihatNya, jika kamu tidak melihatNya,
sesungguhnya Dia melihat kamu”. (HR. Muslim).
24. Bagaimana proses talqin wirid / bai’at thariqah, apa cukup satu kali untuk seluruh auradul
laziimah atau bertahap, misalnya talqin pertama untuk wirid pagi sore lalu talqin kedua untuk wirid
wadzifah dan talqin ketiga untuk hailalah?

Jawab: Talqin wirid / bai’at Thariqah cukup satu kali dan berlaku untuk seluruh Auradul lazimah
(wirid lazim pagi dan sore, wirid wadzifah dan dzikir hailalah)tanpa harus ditalqin lagi, sebagaimana
dijelaskan dalam kitab Iroatu ‘Araisy berikut ini:

َ‫ل يُلَقِّنَُ الالَّ ِّز َُم فَ ْال ِّو ْر ُد‬ َِّ ‫ن ِّل ُك‬ َ ِّ ‫ص ْدقَ َهُ ْال ُمقَد ََِّّم ا ْستِّثْن‬
َ ‫َاس َب ْع ََد‬
َْ ‫طلَ َب َهُ َم‬ ِّ ‫ل‬ ََ ‫ش ُروطِّ َِّه َوقَب ُْو‬ ُ ، ‫ْر‬
َُ ‫غي‬َ ‫ط الالَّ ِّز َِّم َو‬ َُ ‫ش ُر ْوطَ ِّف ْي َِّه ت ُ ْشت ََر‬ُ ‫أ ُ ْخ َرى‬، ُ‫لَ َف ْال َوظِّ ْي َف َة‬ َ ‫ل‬ َُ ‫ت َ ْد ُخ‬
َّ
‫لَ الط ِّر ْيقَ َِّة فِّى‬ َ ‫ج َو‬َُ ‫ِّن ت َْخ ُر‬ ْ ْ
َْ ‫ْن ِّع ْن ََد ال ُمقَ َّد َُم نَ ِّسيَ َها َولَ َْو ال ِّو ْر َِّد بِّلُ ُز ْو َِّم ت َِّجبَُ لَك‬ ْ ْ
َْ ُ‫سكَتََ ال ِّو ْر ََد لَقَّنَ َه‬
َِّ ‫أو التَّل ِّقي‬ َ ‫ن َو‬ َِّ ‫ع‬ ْ ْ
َ ‫فَإِّنَّ ُه َما ال ُج ْمعَ َِّة َو َه ْيلَلَ َِّة ال َوظِّ ْيفَ َِّة‬
َ ُ ْ َ َ
َِّ ‫أبَدًا تَال ُز ًما ال ِّو ْر َِّد بِّل ُز ْو َِّم ل ِّز َم‬. (‫التجاني السيد محمد الشيخ للعالمة التجانية الطريقة فقه فى الربانية الهداية‬، ‫ص‬:11، ‫ارأة فى وكذا‬
‫ان‬
‫ص عرائس‬:62)

“Maka wirid lazim ditalqinkan kepada setiap orang yang minta setelah muqaddam (yang akan
menalqin) mengetahui kesungguhannya dan kesiapan peminta untuk menerima syarat syarat
thariqah At Tijany yang telah ditetapkan. Sedangkan untuk wirid selain wirid lazim (yakni wirid
ikhtiyariyah) terdapat syarat syarat lain. Sedangkan wirid wadzifah tidak masuk wirid thariqah tapi
juga tidak keluar dari wirid thariqah. Namun wajib dikerjakan karena sudah kena kewajiban
mengerjakan wirid (pagi dan sore) dengan kewajiban selamanya”.

“Walaupun Muqaddam lupa menyebutkan (Wadzifah dan Hailalah) ketika menalqin. Atau
Muqaddam tersebut telah menalqinkan wirid (pagi dan sore) dan tidak menyebutkan Wadzifah dan
Hailalah Jum’at, maka keduanya tetap wajib sebagai akibat diwajibkannya wirid (pagi dan sore)
dengan kewajiban selamanya”. (diambil dari kitab “Al Hidayatur Rabbaniyah fi Fiqhith thariqatit
Tijaniyati” karangan As Syeikh Muhammad As Sayyid At Tijani. Halaman 11, redaksi yang sama
terdapat pada kitab Iraatu ‘Arois halaman 62).
Kondisi ini sebenarnya sama dengan orang masuk Islam. Ketika dia berikrar dua kalimat syahadat,
maka wajib baginya untuk menegakkan shalat lima waktu. Demikian juga wajib baginya untuk
melaksanakan ibadah puasa dan zakat juga ibadah haji jika mampu walaupun tidak mengikrarkan,
dan tidak harus mengikrarkannya, dan tidak harus pula bersyahadat lagi, sebagai ikrar masuk Islam
untuk menjalankan zakat, puasa, haji tersebut. Mengambil kias dari masuk Islam ini, seorang ikhwan
setelah dibai’at oleh Muqaddam dengan shahih, maka wajib baginya melazimkan wirid pagi dan
sore. Serta wajib pula baginya untuk melaksanakan Wirid Wadzifah dan Dzikir Hailalah tanpa harus
menjalani bai’at kedua kali (untuk Wadzifah) dan ketiga kalinya (untuk Hailalah). Wallaahu a’lam !!!.

25. Kapan waktunya membaca wirdus shabah dan wirdul masa’ (wirid yang wajib dibaca pada waktu
pagi dan sore) dan bagaimana caranya ?..

Jawab: wirdus shabah dan wirdul masa’ (wirid yang wajib dibaca pada waktu pagi dan sore)
dikerjakan sendiri sendiri (tidak berjamaah), dan dibaca dengan suara pelan / sir. Waktu ihtiyari
(waktu bebas, tidak mendesak dan tidak karena dlorurot) untuk wirid lazim pagi dimulai selesai
sholat subuh sampai waktu duha berahir atau sebelum dzuhur, sedangkan waktu dlaruri (waktu
dlorurot karena ada udzur syar’i) dimulai selesai sholat dzuhur sampai waktu ashar sebelum
nenjalankan sholatnya. Kalau ada udzur syar’I tidak bisa menjalankan wirid lazim pagi pada waktu
ihtiyari maka menjalankannya pada waktu dloruri ini, tetapi tidak boleh dengan sengaja tanpa ada
udzur. Kalau pada waktu dloruri ini belum juga sempat mengerjakan (masih ada udzur syar’i), maka
wajib menjalankan wirid lazim pagi pada waktu setelah habis waktu dloruri tersebut (setelah sholat
Ashar) dengan niat qodha’.

Untuk wirid lazim sore, waktu ihtiari dimulai selesai sholat ashar sampai dengan waktu isya’ (jika
wirid lazim pagi sudah selesai dikerjakan.), sedangkan waktu dlaruri mulai waktu isya’ sampai terbit
fajar (masuk waktu shalat subuh).
Untuk wirid lazim pagi hari bisa di takdim yaitu dilakukan malam hari lewat dari jam 21.00 (09.00
malam) sampai sebelum terbit fajar, dengan catatan harus selesai sebelum masuk waktu shalat
subuh. Sedangkan wirid lazim sore tidak boleh ditakdim kecuali ada udzur syar’i yang memastikan
bahwa dia tidak mungkin bisa mengerjakan baik pada sore hari dan pada waktu malam harinya.
Namun cara mentakdimnya adalah pada malam hari setelah mentakdim wirid lazim pagi dan harus
selesai sebelum masuk waktu subuh.

26. Keistimewaan apa yang terdapat pada waktu pagi dan sore?

Waktu sore dan pagiadalah waktu yang mempunyai rahasia dan keutamaan tersendiri. Mungkin
itulah yang menyebabkan waktu tersebut dipilih oleh Rasulullah SAW sebagai waktu terbaik untuk
melakukan wirid wajib dalam thariqah At Tijaniyah. Keutamaan tersebut dinyatakan dalam Al
Qur’an:

‫تعالى هللا قال‬: ‫( َكثِّي ًْرا ِّذ ْك ًرا هللاََ ا ْذ ُك ُروا أ َمنُ ْوا الَّ ِّذيْنََ يَاأي َها‬41) ُ‫سبِّ ُح ْوَه‬
َ ‫الً بُ ْك َرَة ً َو‬ ِّ َ ‫( َوأ‬42) (‫األحزاب‬: 41-42)
َ ‫ص ْي‬

Firman Allah SWT: “Wahai orang orang yang beriman, Ingatlah (berdzikirlah) kalian kepada Allah
dengan dzikir yang banyak (41) Dan bertasbihlah kepada-Nya setiap pagi dan sore (42) (QS. Al Ahzab:
41-42).

Maksud dari firman Allah SWT surat Al Ahzab ayat 41 tersebut diatas: “Wahai orang orang yang
beriman, BERDZIKIRLAH KALIAN kepada Allah”yang mana khithab (obyek yang diperintah) adalah
orang banyak, menurut pendapat para ulama tashawwuf, kalimatini jelasmenunjukkan adanya
anjuran untuk berdzikir bersama (berjamaah) sedangkan ayat 42: “Dan bertasbihlah kepada-Nya
setiap pagi dan sore” ini menunjukkan waktu terbaik (yang dianjurkan dan dipilih oleh Allah SWT)
untuk berdzikir kepada -Nya. Ayat ayat lain yang punya arti dan makna senada dengan ayat tersebut
diatas sangat banyak kita jumpai dalam Al Qur’an.

Keutamaan waktu pagi dan petang (sore) juga diterangkan melalui banyak riwayat hadits. Berikut ini
kami sajikan salah satu dari riwayat hadits Rasulullah SAW yang menerangkan keutamaan berdzikir
di waktu pagi dan sore:

َ‫ع ْن‬ َ ‫َس‬ َ ِّ ‫ي أن‬ ََ ‫ض‬ ِّ ‫ع ْن َهُ هللا َر‬ َ ‫ل‬ََ ‫قَا‬: ‫ل‬ ََ ‫ل قَا‬ َُ ‫ل هللاَِّ َرسُو‬ ََّ ‫ص‬ َ ‫سلَّ ََم‬
َ ‫علَي َِّه هللا‬ َ ‫و‬: َْ َ ‫ِّس أل‬
َ َّ ‫ن‬ ََ ‫ن هللاََ يَ ْذ ُك ُر ْونََ قَ ْو ًما أَُّ َجال‬ َ َِّ‫عِّ إِّلَى ْالغَ َداة‬
َْ ِّ‫صالَةَِّ م‬ ُ ‫س‬
َ ‫طلُ ْو‬ َّ ‫ال‬
َ ِّ ‫ش ْم‬
َ‫ي أ َحب‬ َ َ ِّ
ََّ ‫ن ال‬ ْ
َ ِّ‫ن م‬ ْ
َ‫تأ‬ َ َ َ
َِّ َ‫س طلع‬ َّ
َُ ‫الش ْم‬، ‫ن‬ ْ َ ُ ْ َ
َ ‫ن هللاََ أذك ََر َوأل‬ ْ َ
َ ِّ‫صالةَِّ م‬
َ ‫ص َِّر‬ ْ َ
ْ َ‫ب الى الع‬ِّ ُ
َِّ ‫س غ ُر ْو‬ َّ
َ ِّ ‫ي أ َحبَ الش ْم‬ َ َ ِّ
ََّ ‫ن ال‬ ْ
َ ِّ‫أن م‬ ْ ُ ً َ
َ ََ‫ن ث َمانِّيَ َة أ ْعتِّق‬ ْ َ
َ ِّ‫َول َِّد م‬
ََ ‫ ِّإ ْس َما ِّع ْي‬، ُ‫ل ِّد َي َة‬
‫ل‬ َِّ ‫َر ِّإثْنَا مِّ ْن ُه َْم َواحِّ دَ ُك‬
ََ ‫عش‬ َ ‫ا‬ً ‫ف‬ ْ
‫أل‬. (‫رواه‬ ‫أبو‬ ‫داود‬ )

“Diriwayatkan dari Anas ra. Bersabda Rasulullah SAW: Dan sesungguhnya jika duduk suatu kaum
untuk berdzikir kepada Allah dari waktu pagi sampai terbitnya matahari lebih aku sukai dari pada
terbitnya matahari itu sendiri, dan sesungguhnya berdzikir kepada Allah dari waktu shalat ‘ashar
sampai terbenamnya matahari lebih aku sukai dari pada memerdekakan 8 (budak) dari keturunan
Nabi Ismail, masing masing senilai 12.000”. (HR. Abu Daud).

Bagaimana hukumnya setiap hari mentaqdim (mengajukan waktu) wirid pagi (wirdush shabah),
padahal orang tersebut tidak ada udzur syar’i (dalam keadaan hidup normal, tidak sakit dan bukan
dalam perjalanan) ?

Jawab: Boleh bahkan dianjurkan. Karena mengerjakan wirdus shabah dimalam hari (terutama 1/3
malam terahir) mendapat keutamaan dilipat gandakan pahalanya sebanyak 500 (lima ratus) kali
lipat, dibanding dengan dikerjakan di waktu biasanya (pagi setelah shalat subuh), yaitu caranya
seperti keterangan diatas .

Bagaimana hukumnya mentaqdim (mengajukan waktu) melakukan wirid pagi (wirdush shabah)
yang ternyata belum selesai ketika adzan Subuh?

Jawab: jika mentaqdim wirdush shabah, lalu ketika pas adzan subuh ternyata belum selesai,
walaupun sisa hanya tinggal satu kali (1X) laailaaha illallah, maka wirid tersebut batal (tidak dihitung
wirdush shabah). Tapi tetap harus disempurnakan (diselesaikan). Lalu wajib mengerjakan kembali
setelah shalat subuh seperti biasa. Untuk wirid sore tidak bisa ditaqdim di siang hari, kecuali shalat
asharnya di taqdim juga.

Bagaimana hukumnya mengerjakan wirdus shabah dan wirdul masa’ (wirid yang wajib dibaca pada
waktu pagi dan sore) dengan mengahirkannya dari waktu ikhtiyari dan dikerjakan pada waktu
dloruri, padahal tidak ada udzur syar’i?…

Jawab: Tidak boleh dan orang tersebut tergolong main main (tidak serius dalam berthariqah).
Hukumnya sama dengan mengahirkan shalat fardu tanpa udzur syar’i. segera menunaikan kewajiban
/ haq Allah SWT sangat dianjurkan dan termasuk jihad fi sabilillah yang sangat besar pahalanya.
ُ ِّ‫عش َََر ا َ ْلخَام‬
َ‫س‬ َ : ‫ع َد َُم‬
َ ‫ن‬ ُ ‫ن َكت َأْخِّ ي ِّْرَِّه ِّب ْال ِّو ْر َِّد الت َّ َه‬
َِّ ‫او‬ َ ‫ي َو ْق ِّت َِّه‬
َْ ‫ع‬ ِّ ‫ن ا ِّل ْخ ِّت َي‬
َْ ‫ار‬ َْ ِّ‫ْر م‬ َ َ‫ع ْذر‬
َِّ ‫غي‬ َُ ‫لَ َهُ َي ْع ُر‬، ‫ل‬
ُ َ‫ض ش َْرعِّي‬ ََ ‫ي قَا‬ َ ‫ي أَحْ َم َُد‬
َْ ‫س ِّي ِّد‬ َْ ‫ي ال ِّت َجا ِّن‬
ََ ‫ض‬
ِّ ‫هللاُ َر‬
َ
ُ‫ع ْن َه‬ َْ ‫أو ُك ِّليًا ت َْر ًكا َوت ََر َك َه ُ أ َخذََهُ َو َم‬
َ ‫ن‬ َْ ََ‫عقُ ْو َبةَ ِّب َِّه َحلَّتَْ ِّب َِّه ت َ َه َاون‬ ُ ‫ال َهالَكَُ َو َيأتِّ ْي َِّه‬.ْ (‫ السنية الدرر‬: 6-7)

“Syarat nomor 15: Tidak boleh main main dengan wirid, seperti mengakhirkan dari waktu ikhtiyari
tanpa udzur syar’i yang menimpanya. Berkata Sayyidi Syeikh Ahmad bin Muhammad At Tijani ra:
Barangsiapa yang mengambil wirid Thariqah At Tijaniah kemudian meninggalkannya secara penuh
atau main main (tidak serius) melakukan wirid, dia pantas mendapat hukuman dan akan mengalami
kerusakan (harta, fisik dan yang paling bahaya adalah rusak imannya). (diambil dari kitab Ad Durarus
Saniyah, hal: 6-7)

Kapan waktunya membaca Wirid Wadzifah dan bagaimana kaifiah (cara) nya?

Jawab: Wirid Wadzifah wajib dikerjakan setiap hari dengan berjamaah jika ada ihwan di daerah
tersebut dan tidak ada udzur syar’i seperti sakit atau perjalanan. Asal mula perintah kewajiban
Wadzifah adalah 2 kali dalam sehari semalam dengan waktu sama seperti wirid pagi dan wirid sore,
tapi karena sulit untuk berjamaah dzikir 2 kali dalam sehari semalam, maka Rasulullah SAW memberi
ruhshah (keringanan) kepada Sayyidi Syeikh dan murid muridnya cukup 1 kali saja dalam sehari
semalam. kalau dikerjakan satu kali dalam sehari semalam, waktunya tidak mengikat, yaitu dari
selesai sholat ashar sampai dengan waktu ‘ashar esok harinya. Yang afdhal dikerjakan di malam hari,
sebab waktu malam mempunyai nilai lebih untuk dzikir karena tingkat kelezatan dan nilai pahalanya
yang lebih besar, terutama waktu sepertiga malam terahir (menjelang waktu subuh), pahala dzikir
pada waktu malam dilipat gandakan 500 kali lipat di waktu lainnya.

Kapan waktunya membaca Dzikrul Hailalah (disebut juga Dzikrul Jum’ah atau Hadharat), berapa
jumlahnya dan bagaimana kaifiahnya?
Jawab: Dzikrul Hailalah atau Hadharat dikerjakan satu minggu sekali, yaitu setiap hari jum’at selesai
sholat ‘ashar. Diwajibkan Dzikrul Hailalah secara berjama’ah jika di daerah itu ada ikhwan dan yang
bersangkutan tidak ada udzur Syar’i. caranya berjama’ah dzikir wadzifah dulu, lalu dzikir Hailalah,
diutamakan lagi agar selesai pas menjelang adzan maghrib.Untuk lebih jelasnya mari kita kaji
penjelasan Sayyidi Syeikh ‘Umar Al Futi dalam kitab Rimah berikut ini:

ََ‫َار َومِّ ن‬ َِّ ‫ِّلط ِّر ْيقَ َِّة الالَّ ِّز َم َِّة األ َ ْذك‬ َّ ‫ص َِّر بَ ْع ََد بِّت َ َمامِّ َها ْال ُمش ََّرفَ َِّة ْال َك ِّل َم َِّة ِّذ ْك َُر ل‬ ْ َ‫ال ُج ْمعَ َِّة يَ ْو ََم ْالع‬، ْ ‫لَّ لَإِّلَ َهَ َوه ََُو‬ َ ِّ‫أو هللا إ‬ َْ ‫هللا هللا هللا ْال ُم ْف َر َُد ال ِّذ ْك َُر‬
َِّ ‫ن ِّبالِّثْ َبا‬
‫ت‬ َْ ِّ‫غي ِّْرنَ ْفيَ م‬ َ ،‫ن‬ َْ ‫ْر َوكَانُ ْوا ِّإ ْخ َوانَ ْال َبلَ َِّد فِّى كَانََ َو ِّإ‬ ََ ‫غي‬ َ ََ‫ساف ِِّّريْن‬ َ ‫لِّل ِّذ ْك َِّر َيجْ تَمِّ عُ ْونََ فَإِّنَّ ُه َْم ُم‬، ََ‫صالَةَِّ َب ْع ََد َو َي ْذ ُك ُر ْون‬ َ ‫ص َِّر‬ ْ ‫ب ِّإلَى ْال َع‬ َِّ ‫الغُ ُر ْو‬، ْ
‫ن‬ ُ ُ
َْ ِّ‫صالَةَِّ بَ ْع ََد َولَيَ ْب َدأ ْونََ يُ َؤخِّ ُر ْونََ شَأ ْوا َوإ‬ َ ‫ص ِّر َحتَّى‬ ْ
ْ َ‫ب َوبَيْنََ إِّ ْبتِّ َدائِّ ِّه َْم بَيْنََ يَ ْبقَى الع‬ ْ
َِّ ‫عةَ الغُ ُر ْو‬ َ ‫سا‬ َ ‫َان قَد ُْر‬
َِّ ‫اْل ْمك‬ ِّ ‫بِّقَد ِّْر‬، ‫ن‬ َْ ِّ‫يَ ْبت َ ِّدئ ُ ْونََ شَا ُء ْوا َوإ‬
ََِّ‫ن ْال َوظِّ ْيفَ َِّة بِّق َِّرأة‬َْ ِّ‫قَ َرأ ُ ْوهَا قَ َْد يَ ُك ْونُ ْوا لَ َْم َوإ‬، ‫ي ال ِّذ ْك ََر يَ ْفعَلُ ْونََ ث ََُّم‬ َّ
َْ ‫ل ال ِّذ‬ ْ
َُ َ‫ص َِّر بَ ْع ََد يَفع‬ ْ ‫ع‬ ْ ُ
َ ‫على َويَك ْونَُ ال ُج ْمعَ َِّة يَ ْو َِّم‬ َ َ َ‫ال َحال‬ ً َ‫ص‬ َِّ ‫بِّ ْالغُ ُر ْو‬. ‫ن‬
ِّ َّ ‫ب ُمت‬ َْ ِّ‫إ‬
‫ش ِّر ْيفَ َةَ ْال َك ِّل َم َةَ َي ْذ ُك ُر ْونََ شَا ُء ْوا‬ َّ ‫ن ِّبت َ َمامِّ َها ال‬ َْ ِّ‫ل م‬ َِّ ‫َص ُر ْونََ أ َ َْو أَخِّ ِّرَِّه ال ِّذ ْك ِّر ِّإلَى أ َ َّو‬ ِّ ‫علَى َي ْقت‬ َ ‫ن ْالف َْر َِّد ال َِّذ ْك َِّر‬
َْ ِّ‫ل م‬ َِّ ‫أَخِّ ِّرَِّه ِّإلَى ال ِّذ ْك َِّر أ َ َّو‬. ََ‫ِّب ْال َك ِّل َم َِّة َو َي ْب َدئ ُ ْون‬
‫علَى ِّبال ِّذ ْك ِّر ْالف َْر َِّد أَخِّ ِّرال ِّذ ْك َِّر فِّى َو َي ْختِّ ُم ْونََ ِّبت َ َمامِّ َها‬ َ ِّ ‫ي‬ َ َ ‫أَجْ زَ َأ َ ذَك َُر ْوا ْال ُو ُج ْوَِّه َه ِّذَِّه مِّ نََ َو ْجهَ أ‬. ‫ن‬ َْ ‫ساف ِِّّريْنََ كَانُ ْوا َو ِّإ‬ َ َ‫ع َي ْلزَ ُم ُه َُم ف‬
َ ‫الَ ُم‬ َُ ‫اْلجْ تِّ َما‬ ِّ
‫علَ ْي ِّه َْم َو ِّإنَّ َما‬ َ َ‫ن حِّ ْينَئِّذ‬َْ َ ‫ش ِّر ْيفَ َةَ ْال َك ِّل َم َةَ َواحِّ دَ ُكلَ يَ ْذ ُك ََر أ‬ َّ ‫علَى ْالف َْر ََد ال ِّذ ْك ََر أ َ َِّو ِّب َك َما ِّل َها ال‬ َ ‫ي‬ َْ َ ‫سمِّ ائ َةَ ْألفًا ْال ُمتَقَ ِّد َم َِّة ْال ُو ُج ْوَِّه مِّ نََ كَانََ َو ْجهَ أ‬ َ ‫و‬،‫م‬ ْ ‫خ‬
َ َ ‫أو‬ َْ
ْ
‫ َم َّرَة ً َو ِّستَّمِّ اَئ َةَ ألفًا‬، ‫ي َوال ُم ْنف َِّر َُد‬ ْ َّ
َْ ‫ن لَ َْم ال ِّذ‬ ْ
َْ ‫ َه َكذَا إِّ ْخ َوانَ البِّلَ َِّد فِّى لَ َهُ يَ ُك‬، ‫ن‬ َْ ِّ‫ساف ُِّر ْونََ شَا ََء َوإ‬ ْ
َ ‫ن ال ُم‬ َ ْ
َْ ‫ع َة َويَذ ُك ُر ْوا يَجْ تَمِّ عُ ْوا أ‬ ً َ ‫ع َددَ َج َما‬ َ َ‫ذَلِّكََ فَلَ ُه َْم بِّال‬.
َ ْ َ
َْ ‫ت َحتى يَفعَل َهُ َول َْم ال ِّذك ََر َهذا ت ََركََ َو َم‬
‫ن‬ ْ ْ َّ َِّ َ‫س غ ََرب‬ َُ ‫ش ْم‬ َّ ‫ضا ََء ال‬ َ َ
َ ‫عل ْي َِّه فَالق‬ َ َ . (‫رماح‬، ‫الثاني جزأ‬: 469-470)

“Dan diantara dzikir dzikir yang wajib dikerjakan dalam thariqah adalah dzikir kalimat yang mulya
dengan sempurna setelah shalat ‘ashar pada hari Jum’at. Yaitu kalimat LAAILAAHA ILLALLAAH, atau
dzikir isim mufrad yaitu lafadz ALLAH ALLAH ALLAH, tanpa didahului lafadz LAAILAAHA. Jika di
daerah itu ada ikhwan dan tidak melakukan perjalanan jauh, maka mereka wajib berjamaah, dan
berdzikirlah bersama mulai selesai shalat ‘ashar sampai terbenam matahari. Jika memungkinkan
akhirkan waktunya jangan terlalu awal, sampai satu jam menjelang waktu maghrib. Kalau bisa (jika
waktunya cukup – yakni kurang lebih satu setengah jam sebelum maghrib) maka bacalah wadzifah
lebih dulu lalu bacalah dzikir hailalah sampai tiba waktu shalat maghrib.. Tapi kalau waktu
(menjelang maghrib) tinggal satu jam maka langsung saja baca dzikir hailalah sampai tiba waktu
shalat maghrib”.

“Jika memungkinkan bacalah kalimat laailaaha illallaah saja secara sempurna dari awal sampai
selesai. Atau diringkas (boleh) membaca lafadz Allah Allah Allah saja dari awal sampai selesai, atau
Laailaaha illallaah dulu kemudian ditutup dengan membaca lafadz Allah Allah Allah. Semuanya boleh
dan shah”.

Jika berada dalam perjalanan jauh, maka boleh tidak berjamaah. Lakukanlah / berdzikirlah sendirian
dengan salah satu cara tersebut diatas. Jumlahnya bisa 1500 kali, atau 1600 kali. Tapi jika
memungkinkan untuk berjamaah walaupun dalam perjalanan, maka lebih baik berjamaah. Bagi
musafir boleh menjalankan dzikrul hailalah dengan salah satu cara tersebut diatas tanpa dihitung.
Barangsiapa yang meninggalkan dzikir, dan tidak mengerjakannya sampai waktu shalat maghrib tiba,
maka dzikir tersebut tidak bisa diqadha’. (karena waktunya hanya pada waktu ‘ashar hari Jum’at,
tidak bisa di waktu yang lain). (Diambil dari kitab Rimah cetakan terbaru ‘Daarul Baidha’ Maghribi’
Juz 2 halaman 469-470)

َ‫صالَةَِّ بَ ْع ََد َو ْقت ُ َهُ ْال ُج ْمعَ َِّة َو ِّذ ْك ُر‬ ْ َ‫ار َويَ ِّجبَُ الذَّاك ِِّّرالع‬
َ ‫ص ََر‬ َِّ ‫عةَ بِّمِّ ْق َد‬
َ ‫سا‬
َ َ‫صف‬
ْ ِّ‫ل َون‬ َِّ ‫ َْالغُ ُر ْو‬.َ‫لَّ لَإِّلَ َهَ َوه َُو‬
ََ ‫ب قَ ْب‬ َ ِّ‫أو هللا إ‬ ِّ ‫هللا هللا هللا ْال ُم ْف َر َُد‬،
َْ ‫اْل ْس َُم‬
‫ َمعًا ا َ ْو ُه َما‬.(‫ الوافية الخالصة‬:66-67)

“Dan dzikir (Hailalah) Jum’at waktunya adalah setelah selesai shalat ‘ashar. Diwajibkan (waktu
membacanya) kira kira 1,5 (satu setengah) jam sebelum matahari terbenam. Wiridnya adalah
kalimat “Laailaaha illallaah” saja dengan sempurna atau dzikir isim mufrad yaitu lafadz Allah Allah
Allah saja. Atau membaca keduanya sekaligus. (diambil dari kitab Al Khalasatul Wafiah karangan
Sayyidi Syeikh Muhammad Sa’ad Arribaatibi At Tijani, halaman 66-67)

َ َ‫علَى َمايَ ِّجبَُ َوأَق‬


‫ل‬ َ ‫ظ َِّم ْال َخ ِّل ْيفَ َِّة ِّر َوايَ َةُ أ َ ْلفَ ْال ُج ْمعَ َِّة يَ ْو ََم ْال َه ْيلَلَ َِّة مِّ نََ ْال ُم ِّر ْي َِّد‬ َ ‫ْن ُم َح َّم ََد َم ْولَنَا األ َ ْع‬ َِّ ‫ي ب‬ َْ ِّ‫ص َِّر أَب‬ ِّ َّ‫ي الن‬ َْ ‫ن ا َ ْلعَلَ ِّو‬ َِّ ‫ع‬ َ ‫ْخ‬ َِّ ‫شي‬َّ ‫ي ال‬ََ ‫ض‬ ِّ ‫هللاُ َر‬
َ
ُْ‫عن َه‬ َ
َ ‫َر إِّثنَى أ َْو‬ْ ََ ‫عش‬ ً َ ُ
َ ‫سيِّ َِّد ِّر َوايَ َة مِّ ائ َة‬ َّ ‫ي ال َحافِّظَِّ ُم َح َّمدَ ال‬ ْ ْ
َْ ِّ‫أو ال ِّشن ِّجيْط‬ َ َ َّ
َْ ‫عش َََر ِّست َة‬ ً َ
َ ‫ن مِّ ائ َة‬ َِّ ‫ع‬ َ ‫سيِّ َِّد‬َّ ‫ي الغَاِّلي ُم َح َّمدَ ال‬ ْ ََ ‫ض‬ ِّ ‫هللاُ َر‬ َ ُ‫عن َه‬ ْ َ ‫َب‬ َ
ََ ‫َوكت‬
‫س ِّي ُدنَا‬
َ َ َ
‫ي‬ ‫ض‬ِّ ‫ر‬َ ُ َ
‫هللا‬ ُ َ
‫ه‬ ْ
‫ن‬ ‫ع‬
َ ّ َ
‫ام‬
ِّ ‫م‬ ْ
‫لْل‬
ِّ َ ِّ ِّ َ َ َ
‫د‬ِّ ‫ي‬‫س‬َّ ‫ال‬ َ
‫ْم‬‫ي‬‫ه‬ِّ ‫ا‬‫ْر‬ ‫ب‬‫إ‬ ‫ى‬ ِّ‫اح‬ ‫ي‬
َ ‫الر‬
ِّ ْ َ
‫م‬ ُ
‫ك‬ ‫م‬ُ َ‫ز‬ ‫ل‬ْ ‫ي‬
َ َ
‫د‬َ ‫ع‬
ْ ‫ب‬
َ َ
‫ر‬ ِّ ‫ص‬
ْ ‫ع‬
َ َ
‫م‬ِّ ‫و‬ْ ‫ي‬
َ َ
‫ة‬
ِّ ‫ع‬
َ ‫م‬
ْ ‫ج‬
ُ ْ
‫ال‬ َ
‫َان‬
ِّ ‫ف‬ ْ
‫أل‬ َ
‫ن‬ْ ِّ‫م‬ َ َ
‫ه‬ َ ‫ل‬‫إ‬ َ ‫ل‬
ِّ ِّ َّ َ
‫ل‬ ‫إ‬ ‫هللا‬ َ
‫أو‬ ْ َ َ
‫ة‬ ‫س‬
َ ‫م‬
ْ ‫خ‬َ َ
‫َر‬
َ ‫ع‬ ‫ش‬ َْ ‫َر ِّإثْنَى‬
َ ‫أو‬ ََ ‫عش‬ َ
َْ َ‫لَ ألف‬
‫أو‬ ْ َ ‫ل َو‬ َ ْ َ ُ
ََّ َ‫ي قَ ْولَ َه ُ فَا ْنظ َْر األلفَِّ مِّ نََ أق‬ ََ ‫ض‬ َ ُ‫ع ْن َه‬
ِّ ‫هللاُ َر‬ َ (ََ‫ل َول‬ ْ َ
ََّ َ‫ض ُر ْو َرةَِّ َمايَلزَ ُمكََ ِّشفَا ًَء فِّ ْي َِّه ت ََِّج َُد )األلفَِّ مِّ نََ أق‬ ْ ْ
َ ‫ت َ ُخص َها أ ْحكَامَ َولِّل‬ َ
‫الز َوا ِّوي‬ َّ َ‫ض ُر ْو َرَة َ ف‬ َ َ‫صافيَ غَا ِّلبًا فِّ ْي َها ل‬ ُ
َّ ‫ت ْر ِّش َُد فَال‬, ‫ن‬ َْ ‫ص َو َم‬ ََ َ‫ن نَق‬ َِّ ‫ع‬ ْ
َ َِّ‫ارقََ األلف‬ َ َ‫سنَّت َ َها ف‬ ُ , ‫ْر‬ ْ ُ
َُ ‫اعِّ فِّى كل َه ُ فَال َخي‬ َ َ‫اْلتِّب‬ ِّ َ‫شر‬ َّ ‫اعِّ فِّى ُكل َهُ َوال‬ َ ‫اْل ْبتِّ َد‬,
ِّ ‫ِّن‬َْ ‫لَك‬
َِّ‫طنَةَ أ ْعذَارَ ل ِّْلفُقَ َراء‬ َ ‫لَّ لَيَ ْعلَ ُم َها ُم ْست َ ْب‬ َ ِّ‫هللاُ إ‬ َّ َ‫ع َها ف‬
َ . ُ‫الط ِّر ْيقَ َة‬ َ ‫ل ش ََر‬ َُ ‫صلَّى هللاَِّ َرسُ ْو‬ َ ُ‫هللا‬ َ ‫علَ ْي َِّه‬ َ ‫سلَّ ََم‬ َ ‫لَ فِّ ْي َها لَإِّجْ تِّ َها ََد َو‬ َ ‫ي َو‬ ََ ْ‫ َرأ‬.(‫للعالمة عرائس ءارأة‬
‫الثاني جزء البعقيلي محمد بن الحسن الشيخ اليسد العرفان مركز القطب‬:73)
“Dzikir Hailalah Jum’at yang diwajibkan bagi murid (ikhwan) Tijani paling sedikit, menurut riwayat Al
Khalifah Al A’dzam Maulaana Muhammad bin Abi Nasher Al ‘Alawi yang di dapatkan dari Sayyidi
Syeikh ra. adalah 1000 kali. Atau 1200 kali menurut riwayat Sayyidi Muhammad Al Hafidz As Sinjithi.
Atau 1600 menurut riwayat Sayyidi Syeikh Muhammad Al Ghali Abu Thalib ra. Dan Sayyidi Syeikh
Ahmad At Tijani ra. Menetapkan kepada Al Imam Sayyidi Ibrahim Ar Riyahi bahwa baginya wajib
membaca dzikir setelah ‘ashar pada hari Jum’at kalimat Laailaaha illallaah sebanyak 2000 kali, atau
1500 kali, atau 1200 kali atau 1000 kali, dan tidak boleh kurang dari 1000 kali. sebagaimana
keterangan Sayyidi Seikh Ahmad At Tijani ra: (Dzikir Hailalah Jum’at tidak boleh kurang dari 1000
kali). maka kamu akan mendapatkan obat yang kamu butuhkan. Untuk kondisi dharurat hukumnya
khusus (untuk kondisi tersebut). Untuk (dzikir) di zawiyah zawiyah maka tidak berlaku hukum
dharurat. Orang orang yang bersih (hatinya menerima tanpa banyak Tanya) maka anda dapat
membimbingnya, barangsiapa yang membaca kurang dari 1000 kali maka dia sudah memisahkan diri
(keluar) dari aturannya”.

“Maka kebaikan adalah terletak pada kepatuhan dan ketaatan, sedangkan keburukan terletak pada
hal yang mengada ngada (tidak tunduk, patuh sepenuhnya). Akan tetapi bagi fuqara’ (ihwan Tijani)
terdapat kesulitan kesulitan yang tidak diketahui kecuali oleh Allah SWT. Maka sesungguhnya
Thariqah (At Tijani) ini yang membuat aturannya adalah Rasulullah SAW. Yang mana kita tidak boleh
berijtihad dan berpendapat sendiri sendiri”. (diambil dari kitab Ira’atu ‘Araaisy karangan Al
‘Allaamah, Wali Qutub yang menjadi pusat ilmu Ma’rifah, Sayyidi Syeikh Al Ahsan bin Muhammad Al
Ba’qiili juz: 2 halaman: 73)

Dari penjelasan para ahli yang penulis ambil dari tiga kitab tersebut diatas juga dari kitab kitab lain
yang tidak kami cantumkan nukilannya, maka bisa disimpulkan sebagai berikut::

Waktu ikhtiyari (waktu yang diperbolehkan menunda) untuk Dzikrul Hailalah Jum’at adalah
sehabis shalat ‘ashar (di awal waktu) hingga sampai 1 jam (menurut kitab Rimah) atau 1,5 jam
(menurut kitab Al Khalasatul Wafiah) menjelang adzan maghrib.

Pada saat waktu ikhtiyari ini masih ada, kita boleh menunda Hailalah hingga batas waktu tersebut
dan mendahulukan membaca wirid yang lain seperti menbaca wirid lazim sore dan ijtima’ membaca
wirid wadzifah.
Waktu dharuri (waktu yang tidak bisa ditunda) untuk dzikir hailalah adalah 1,5 (satu setengah) jam
menurut kitab Khalashatul Wafiah, atau paling sedikit 1 (satu) jam menurut kitab Rimah dari sehabis
shalat ‘ashar (di awal waktu) sampai menjelang waktu adzan shalat Maghrib.

Jika sudah masuk waktu dharuri untuk dzikir hailalah, kita tidak boleh membaca wirid lain seperti
wirid lazim dan ijtima’ untuk membaca wadzifah. Karena kedua wirid ini bisa dikerjakan di waktu lain
misalnya setelah shalat maghrib., sedangkan dzikir hailalah waktunya hanya pada waktu selesai
shalat ashar sampai masuk waktu maghrib di hari Jum’at saja. Jika tidak dikerjakan pada waktu
tersebut tidak bisa diqadha’ di waktu lain sepanjang masa, (bukan tidak wajib qadha’).

Jika waktu dzikir hailalah tinggal 1 jam, lalu kita memaksakan diri membaca wadzifah lebih dulu
dengan bacaan cepat, lalu baca hailalah dengan cepat juga atau membaca sedikit (tidak sampai 1000
kali) maka hal tersebut tergolong tahawun (main main / tidak serius) dalam berthariqah. Adapun
resikonya selain dosa dan rugi besar, yang bersangkutan terancam kena sangsi (hukuman) berupa
kerusakan pada ekonomi atau badan (terkena penyakit) bahkan terancam su’ul khatimah,
Na’udzubillah !!!…

Kalau ketinggalan waktu baca dzikir hailalah karena ‘udzur syar’i hukumnya di ma’fu (tidak dosa),
tapi jika tidak ada ‘udzur syar’i hukumnya haram (dengan dosa besar) dan tergolong tahaawun juga
(main main / tidak serius) dalam mengamalkan thariqah, dengan resiko sebagaimana tersebut
diatas.

Dzikrul Jum’ah bisa dengan kalimat Laailaaha illallaah secara sempurna, atau dzikir lafadz Allah
Allah Allah saja atau paduan keduanya tanpa dihitung dalam waktu minimal 1 atau 1,5 jam sebelum
maghrib, tapi paling sedikit 1000kali tidak boleh kurang.

Hitungan dzikrul hailalah Jum’at jumlah paling sedikit adalah 1000 kali tidak boleh kurang. Lebih
dari 1000 kali bisa 1200 kali, 1500 kali atau 1600 kali bahkan 2000 kali atau lebih banyak yang tanpa
hitungan itu sangat dianjurkan.

Jika waktu ‘ashar tinggal 1,5 jam apalagi tinggal 1 jam, maka kerjakanlah Dzikir Hailalah saja dulu,
sedangkan wirid wadzifah bisa dikerjakan setelah shalat maghrib.

Jika waktunya masih panjang (paling akhir 1.5 jam sebelum adzan maghrib), maka boleh
mengerjakan wirid wadzifah berjamaah lebih dulu, lalu secepatnya diteruskan dengan berjamaah
dzikir Hailalah Jum’at.

Kebaikan seorang murid adalah terletak pada ketulusan hati dan kesetiaannya mengikuti
bimbingan gurunya, sedangkan keburukan dan kerusakan adalah akibat dari penolakan atau ketidak
setiaan kepada gurunya. Itulah obat penyakit hati yang terbaik bagi dirinya.

Sampai detik ditulisnya buku ini, penulis belum pernah bertemu dengan keterangan Sayyidi Syeikh
yang mengatakan bahwa “jumlah dzikir hailalah jum’at boleh kurang dari seribu kali, baik untuk
mereka yang mengerjakan secara berjamaah maupun sendirian”. Wallaahu a’lam!.
32.. Bagaimana hukumnya jika tidak sempat mengerjakan Aurad Al Lazimah karena ada udzur syar’i?

Jawab: Untuk wirdus shabah dan wirdul masa’ serta wirid wadzifah jika udzur dan tidak
dilaksanakan, misalnya dalam perjalanan dan sebagainya , maka wajib qadla’. Sedangkan dzikir
hailalah jum’at tidak bisa diqadla’ karena waktu mengerjakannya hanya pada waktu selesainya
shalat ‘ashar di hari Jum’at ,oleh karena itu jangan sampai dilalaikan, karena meninggalkan wirid
sebab lalai itu dosa besar, dan yang bersangkutan akan menerima akibat kelalaiannya, baik berupa
hukuman dunia seperti rusak ekonomi atau hilang barokah rizkinya, atau rusak badannya karena
penyakit. dan yang paling bahaya adalah rusak imannya.

Bagaimana hukumnya melaksanakan wirid lazim ; pagi-sore, wadzifah, halailah bagi orang sakit
parah dan perempuan yang sedang haid dan nifas? Wajib atau tidak ?

Jawab: Orang yang haid dan nifas juga orang yang sakit parah dan tidak mampu melaksanakan wirid
tidak wajib membaca wirid dan tidak wajib qadla’. Tapi kalau sakitnya ringan dan memungkinkan
untuk membaca wirid, maka tetap wajib mengerjakan wirid lazimah ( yakni wirdus shabah, wirdul
masa’, wirdul wadzifah dan dzikrul hailalah jum’ah).

Bagaimana hukumnya membaca wirid thariqah At Tijaniyah jika terjadi kurang atau lebih
hitungannya yang disebabkan oleh kelalaian?
Jawab: Dalam melaksanakan wirid harus tartil dan tertib urutan-urutannya jadi tidak boleh diubah,
dikurangi maupun ditambah. Kalau sengaja mengurangi atau menambah jumlah hitungan wirid
wajib maka wiridnya batal (tidak shah), termasuk juga batal wiridnya jika urutan urutannya (istighfar,
shalawat dan hailalah) sengaja diubah. Tapi kalau terjadi kelalaian (karena lupa atau ngantuk)
sampai lebih hitungan wiridnya, maka wajib bayar denda dengan baca istigfar 100 kali seusai wirid
dengan niat jabar (bayar denda) setelah selesai wirid. Jika kurang dan ragu berapa jumlah
kekurangannya maka harus ditetapkan (dengan keyakinan) berapa kekurangan itu dengan asumsi
hitungan lebih rendah, misalnya ragu antara kurang 50 atau 45 maka tetapkan kurang 50 lalu
lengkapi kekurangan tersebut kemudian bacalah istighfar 100 kali seusai wirid sebagai dendanya.

Bagaimana kaifiyah (cara) membaca wirdush shabah dan wirdul masa’ (wirid lazim pagi dan sore),
dibaca sendirian atau berjamaah?

Jawab: Untuk wirdush shabah dan wirdul masa’ (wirid lazim pagi dan sore) tidak ada perintah untuk
berjamaah, sepengetahuan penulis, baik ketika berkunjung ke zawiyah Sayyidi Syeikh di kota Fas
Maroko, dan di tempat lain seperti di Makkah dan Madinah juga di zawiyah kubra Sayyid
Muhammad Al Hafidz At Tijani Cairo Mesir, wirid pagi dan sore dikerjakan sendiri-sendiri dengan
suara lirih cukup didengar telinga sendiri. Dan Al Faqir penulis mendapat penjelasan dari beberapa
Masyayikh yang berpendapat makruh jika wirdus shabah dan wirdul masa’ dibaca dengan suara
keras sampai terdengar orang lain. Karena wirid ini tergolong wirid khafi dalam Thariqah At
Tijaniyah. Dalam kitab Ad Durarus Saniyah halaman 7 dinyatakan:

َ‫َر اَلتَّا ِّس َع‬


ََ ‫عش‬
َ : ‫ار‬ ِّ ‫ن ْال ِّو ْر َِّد ق َِّرأَةَِّ فِّى‬
َُ ‫اْلس َْر‬ َْ ِّ‫ن َولَبُ ََّد أَخِّ ِّرَِّه ِّإلَى أ َ َّو ِّل َِّه م‬
َْ َ ‫س َهُ يُسْمِّ ََع أ‬
َ ‫صلَّى ِّلقَ ْو ِّل َِّه ِّو ْر ِّدَِّه ق َِّرأَة َ نَ ْف‬
َ ُ‫هللا‬ َ ‫سلَّ ََم‬
َ ‫علَ ْي َِّه‬ َ ‫و‬:
َ ‫ل‬ َ ‫ْال ِّعبَا َدةَِّ أ َ ْف‬
َُ ‫ض‬
‫ا ِّْخفَا ُؤهَا‬. (‫ السنية الدرر‬: 7)

“Syarat Thariqah nomor 19: Membaca wirid (wirid lazim pagi dan sore) dengan suara pelan dari awal
sampai selesai. Tapi bacaan wirid tersebut harus terdengar oleh dirinya sendiri. Sebagaimana sabda
Rasulullah SAW: Ibadah paling utama adalah yang tersembunyi”. (Ad Durarus Saniyah, halaman: 7).
Berikut ini kami paparkan juga pernyataan seorang Wali Quthub Sayyidi Syeikh Al Ahsan bin
Muhammad Al Ba’qiili dalam kitab Ira’atu ‘Araaisy:

َ‫ن َو ْال َوظِّ ْيفَ َةُ يُ ْذك َُرس ًِّّرا َو ْال ِّو ْر ُد‬
َْ ِّ‫ل النَّاِّس َم ََع كَانََ َج ْه ًراإ‬ َ ِّ‫غي ُْر ْال ُمقَد ََِّّم َولَيُ ْفشِّى ذَك ََرهَاس ًِّّرا َوإ‬
َْ ِّ‫لَّ قَ َد ََر إ‬
َْ َ‫ن َولَ ْو َو ْح َدَهُ ب‬ ََّ ‫فَإِّنَّ َهُ ِّأل َ َحدَ ْال ِّو ْر َِّد س‬
َ ‫ِّر‬
‫س ْو َُء‬
ُ ‫ب‬ َِّ ‫اْأل َ َد‬. (‫ الثانى جزء البعقيلي محمد بن األحسن الشيخ اليسد مركزالعرفان القطب للعالمة العرائس إرأة‬: 62)

“Dan (pelaksanaan) wirid (maksudnya adalah wirdus shabah dan wirdul masa’) dibaca pelan (sirri),
sedangkan Wadzifah dibaca dengan suara keras (Jahr) jika dibaca bersama orang lain, bahkan
walaupun sendirian hendaklah dibaca jahr (keras) jika memungkinkan, kalau tidak bacalah dengan
suara pelan. Dan bagi selain muqaddam tidak diperbolehkan menerangkan rahasia wirid kepada
orang lain, karena hal tersebut termasuk su’ul adab”. (diambil dari kitab Ira’atu ‘Araaisy karangan Al
‘Allaamah, Wali Qutub yang menjadi pusat ilmu Ma’rifah, Sayyidi Syeikh Al Ahsan bin Muhammad Al
Ba’qiili juz: 2 halaman: 62),

Pernyataan ini juga senada dengan kitab “Hidayatur Rabbani fi Fiqhith thariqatit Tijaniyati” karangan
As Syeikh Muhammad As Sayyid At Tijani. Halaman 11. oleh karena wirid (pagi dan sore) harus
dibaca sir (pelan) maka tidak mungkin dikerjakan dengan cara berjamaah. Karena berjamaah tidak
bisa atau tidak mungkin dilakukan tanpa ada kekompakan, dan kekompakan tidak mungkin terjadi
jika masing masing hanya tahu bacaannya sendiri dan tidak mendengar bacaan orang lain.

Bagaimana hukumnya membaca wirid wadzifah (setiap hari) dan dzikir hailalah jum’at, apakah
wajib berjamaah atau boleh sendirian?
Jawab: Untuk wirid wadzifah (setiap hari) dan dzikir hailalah (setiap jum’at sore ba’da ashar) wajib
berjama’ah, jika ada ikhwan di daerah tersebut. Jika memang tidak ada ihwan di daerah tersebut
atau ada udzur syar’i seperti sakit, hujan atau kondisi keamanan yang buruk atau berbagai sebab lain
sehingga memang sulit untuk berjamaah maka boleh membaca wirid wadzifah dan hailalah
sendirian.

‫َر اَلثَّانِّي‬ََ ‫عش‬


َ :‫ع‬ ِّ ‫ص َِّر بَ ْع ََد ْال َه ْيلَلَ َِّة َو ِّذ ْك َُر ل ِّْل َوظِّ ْيفَ َِّة‬
َُ ‫اْلجْ تِّ َما‬ ْ َ‫ال ُج ْمعَ َِّة يَ ْو ََم ْالع‬،
ْ ‫ن يَ ْعنِّي‬
ََّ ِّ‫ن إ‬ ُ ‫ع ْال َوظِّ ْيفَ َِّة‬
َْ ِّ‫ش ُر ْوطَِّ م‬ َِّ ‫اْل ْخ َو‬
ِّ ‫ان َم ََع ِّلق َِّرائَتِّ َها‬
َُ ‫اْلجْ تِّ َما‬ ِّ ‫ن‬َْ ِّ‫إ‬
ََ‫ْس إِّ ْخ َوانَ ث َََّم كَان‬ََ ‫عذرَ لَ َهُ لَي‬ْ ُ ُ‫ونَحْ ُوَه‬. َ (‫الرباني الفتح‬:130)

“(Syarat thariqah) nomor 12 adalah: Berkumpul (berjamaah) dalam rangka wirid wadzifah (tiap hari)
dan dzikrul Hailalah setelah shalat ‘ashar di hari Jum’at.Maksudnya sesungguhnya diantara syarat
syarat melakukan wirid wadzifah (setiap hari) adalah berjamaah dengan ikhwan jika ada, dan ikhwan
tersebut tidak punya udzur syar’i dan alasan lain yang menghalangi bisanya berkumpul”. (Diambil
dari kitab Al Fathur Rabbaani karangan Syeikh Muhammad bin Abdullah bin Husnain Asy Syafii Ath
Thasfawi At Tijani, cetakan PP Badrid Duja Kraksan: halaman 130)

Bagaimana hukumnya melaksanakan wirid wadzifah sendirian (tidak berjamaah) padahal di


daerah tersebut ada ihwan dan memungkinkan untuk berjamaah?

Jawab: Tidak boleh. Dalam kitab “AL HIDAYATUR RABBANIYYAH FI FIQHITH THARIQATIT TIJANIYYAH”
yang disusun oleh Syeikh MUHAMMAD AS SAYYID AT TIJANI diterangkan sebagai berikut:
َ‫إن‬ ْ ‫ع ت ََركََ َو‬ ََ ‫اْلجْ تِّ َما‬ ِّ ْ ‫ع ْمدًا‬
َ ‫ل‬ َْ ‫ن لَ؟ أ ََْم َوحْ َدَهُ ق َِّرأَت ُ َهُ تُجْ ِّزئ ُ َهُ فَ َه‬ َِّ َ‫ط قَ ْول‬ َُ ‫ع َد َُم ا َ ْألَحْ َو‬َ َِّ‫اْ ِّْلجْ زَ اء‬، ‫ان َم ََع َواْ ِّْلجَْزَ ا َُء‬ ْ ‫ ُمت َ َها ِّونَ َوه ََُو ْال ِّع‬، ‫ن‬
َِّ َ‫صي‬ َْ ‫َو َم‬
ْ ْ َّ ُ ُ ْ
ََ‫عق ْوبَ َة َو ِّد ْينِّ َِّه َوبَ َدنِّ َِّه َما ِّل َِّه فِّى العُق ْوبَ َة بِّ َِّه َحلتَْ َوال َوظِّ ْيفَ َِّة بِّال ِّو ْر َِّد ت َ َه َاون‬ ً ُ َ
ُ ُ‫ل َه‬، ‫ن‬ َْ ِّ ‫ت فَإ‬ َ
َِّ ‫األ‬َ ‫ن ت َ َم‬ ْ
َُ ‫اْلخ َوا‬ ْ َ ْ
ِّ ‫على البَل َِّد فِّى‬ َ َ َِّ‫اعِّ ت َْرك‬
َ ‫اْلجْ تِّ َم‬ ْ
ِّ َْ‫بِّ ِّه َْم نَزَ لَت‬
َ‫ص ْي َبة‬ ِّ ‫ ُم‬، ‫اْل ْق ِّلي ََْم تَعُمَ َو ُر َب َما‬
ِّ ْ ‫ن‬ ََّ َ ‫ع ْال َوظِّ ْيفَ َِّة إِّقَا َم َةَ ِّأل‬ ِّ ْ ‫ ِّل ّْ ِّْل ْق ِّلي َِّْم أ َمانَ َوق َِّرائَت َ َها لَ َها َو‬، ‫علَ ْي َِّه‬
ََ ‫اْلجْ تِّ َما‬ َ ‫الَّ ْال ِّجي َْرانَُ فَ َيقُ ْو ُم ُه َُم َو‬ َ ِّ ‫ْالعُ ُه ْو َِّد ِّبنَ ْق‬
َ َ ‫ض َي ْه ِّل ُك ْو ُه َْم ِّلئ‬
َْ ‫سبَبَُ الَّ ِّذ‬
‫ي‬ َ ‫الَكَِّ ه َُو‬ َ ‫ل َك َما ْال َه‬ ََ ‫تَعَاَلى هللا َقا‬: “‫ن فِّتْنَ َةً َواتَّقُ ْوا‬ ََّ َ‫ص ْيب‬ ِّ ُ ‫ظ َل ُم ْوا الَّ ِّذيْنََ لَت‬َ ‫ص َةً مِّ ْن ُك َْم‬
َ ‫”خَا‬. ُ‫الرحْ َم َة‬ َّ ‫هللاَِّ لِّحِّ ْك َم َِّة تَعُمَ َو ْال ِّفتْنَ َةُ ت َ ُخصَ َف‬. (‫الهداية‬
‫التجانية الطريقة فقه فى الربنية‬، ‫ التجاني السيد محمد الشيخ تأليف‬: 15-16)

“Dan sesungguhnya meninggalkan (wirid wadzifah) berjamaah dengan sengaja lalu membaca
sendirian, apakah cukup atau tidak?… jawabnya ada dua pendapat. Pendapat paling kuat tidak
cukup, pendapat kedua tetap cukup tapi hukumnya maksiat (berdosa) dan itu meremehkan”.

“Barangsiapa meremehkan wirid (maksudnya wirid lazim pagi dan sore) dan wirid wadzifah maka
orang itu pasti dijatuhi siksa (musibah) baik padahartanya, badannya atau pada agamanya sebagai
hukuman baginya”.

“Jika disuatu daerah terdapat, banyak ihwan kompak meninggalkan (wadzifah) berjamaah, maka
akan turun kepada mereka musibah. Terkadang musibah itu merata kepada seluruh daerahnya,
karena berjamaah membaca wadzifah adalah menjadi sebab amannya daerah. Oleh karena itu
kendaklah para ikhwan mendirikan wirid wadzifah berjamaah dengan para tetangga agar Allah tidak
menurunkan azab yang mengakibatkan banyak kerusakan yang disebabkan oleh ketidak
konsekwenan kita melaksanakan janji (bai’at thariqah) kepada Allah SWT”.

Firman Allah SWT: “Takutlah kamu terhadap fitnah atau musibah yang akan menimpa bukan hanya
dikhususkan kepada orang orang yang berbuat dzalim (dosa) saja diantara kalian”. Karena
sesungguhnya rahmat itu diturunkan secara khusus (tertentu), sedangkan fitnah atau musibah itu
diturunkan merata secara umum (kena semua walaupun orang tidak ikut berdosa) karena hikmah
dari Allah SWT.
Diterangkan juga dalam kitab AL Khalashatul Wafiah yang disusun oleh Al Syeikh Muhammad Saad
Ar Ribathabi Al Tijani, halaman 50 dijelaskan:

َ‫سيِّدِّى قَا َل‬ َ ‫ت فِّى اَل ِّش ْنقِّطِّ ى التِّ َجانِّى أحْ َم َُد‬ َِّ ‫الربَّانِّيَّ َِّة ْالفُتُو َحا‬
َّ (َ‫اعِّ ت َْركَُ )ت َ ْنبِّيْه‬
َ ‫اْلجْ تِّ َم‬ِّ ْ ‫ن ل ِّْل َوظِّ ْيفَ َِّة‬
َْ ِّ‫ع ْذرش َْرعِّيَ م‬
ُ ‫غي ِّْر‬
َ ‫ض‬
َُ ‫ت فِّى يُ ْع ُر‬ َِّ ‫َو َكذَالِّكََ ْال َو ْق‬
‫ل ت َْر ُك َها‬ ََّ ‫ت ُك‬ َ ْ ْ
َِّ ‫ي ِِّّّ لِّلعُذر األ ْوقَا‬
َ ‫ش ْر ِّع‬ َّ ‫ق فِّى ِّع ْن َدنَا َم ْمنُ َْوعَ ال‬ َّ َ
ََّ ‫ل أ‬
َِّ ‫الط ِّر ْي‬، ‫ن بِّ َم ْعنَى‬ ُ
ََ ‫ق فِّى ُم َؤ َّكدًا ل ُز ْو ًما لَ َهُ لَ ِّزمَ ه ََُو َما ت ََركََ ذَلِّكََ فَا ِّع‬ َّ َ‫فَيُعَد‬
َِّ ‫الط ِّر ْي‬
َ ‫ن َم ْرت َعَِّ َوخَا َم َةُ يَ ْخفَى َو‬
‫لَ بِّ َها ُمت َ َها ِّونًا‬ ُ ‫بِّاللَِّ َو ْال ِّعيَا َذُ الت َّ َه‬. (‫للطريقة والوظيفة الالزمة األوراد شرح فى الطريقة الوافية الخالصة‬
َِّ ‫او‬
‫التجانى الرباطابى سعد محمد الشيخ تأليف الشريفة التجانية‬: ‫ ص‬50)

Berkata Sayyidi Ahmad At Tijani Al Syingqithi dalam kitab Al Futuhatur Rabbaniyah. “Peringatan!..
meninggalkan ijtima’ (berjamaah) untuk membaca wirid wadzifah tanpa ada udzur syar’I yang terjadi
pada sewaktu-waktu, demikian juga meninggalkan ijtima’ wadzifah setiap waktu (setiap hari)
walaupun ada udzur syar’I, adalah dilarang dalam Thariqah At Tijaniyah. Maksudnya, sesungguhnya
pelaku tersebut (orang yang tidak berjamaah wadzifah) telah meninggalkan kewajiban yang telah
ditetapkan dalam thariqah, oleh karenanya orang tersebut tergolong main main (meremehkan)
dalam berthariqah. Dan sudah jelas (banyak diterangkan) bahayanya main main (dalam thariqah).
Kita berlindung kepada Allah (dari resiko main main ).

Dalam buku Tanya Jawab Fiqh Thariqah At Tijaniyah karangan Sayyidi Syeikh Muhammad Al Ahsan Al
Jakkani yang diterjemahkan oleh KH. Maftuh Said Pengasuh PP. Al Munawwariyah Malang, pada
jawaban pertanyaan ke 9, halaman 8. dinyatakan bahwa pekerjaan / bisnis tidak termasuk udzur
syar’i, sehingga tidak ada keringanan untuk menunda, apalagi meninggalkan wirid thariqah. Pada
halaman 9 dinyatakan bahwa orang yang meninggalkan wadzifah berjamaah tanpa ada udzur syar’i
sebanyak 3 (tiga) kali berturut turut, maka martabat orang tersebut telah jatuh (dalam thariqah)
sebagai akibat dari meremehkan wirid, dan Sayyidi Syeikh tidak berani mempertanggung jawabkan
orang tersebut kepada Rasulullah SAW. Dan Rasulullah SAW pun tidak memperhatikan dia lagi
(secara khusus) sebagaimana perhatian dan perlakuan khusus beliau kepada seluruh ihwan Thariqah
At Tijaniyah. Sebagai akibatnya ikhwan tersebut akan dapat peringatan atau tegoran berupa
musibah musibah berupa kerusakan atau kerugian dibidang ekonomi, bisa juga fisiknya kena
penyakit bahkan imannya bisa menyusut bahkan hilang, Na’udzubillah.
Apa yang harus dilakukan seorang ikhwan yang ketinggalan ijtima’ wadzifah, dan dia tidak
menemukan teman lagi untuk membaca wadzifah?.

Jawab. Jika dia benar benar tidak menemukan teman lagi untuk diajak berjamaah wirid
wadzifahmaka dia boleh wadzifah sendirian, dengan I’tikad bahwa ia berjamaah bersama para
malaikat. Karena Rasulullah SAW memberi anugrah 70.000 malaikat kepada Sayyidi Syeikh untuk
menemani beliau dan para muridnya berdzikir. Dan para malaikat ini selalu menemani ikhwan ketika
mereka berdzikir, demikian juga pahala dzikir para malaikat tersebut diberikan kepada ikhwan yang
berjamaah bersama mereka.

Rahasia inilah sebenarnya yang memperkuat fatwa Sayyidi Syeikh tentang larangan merokok bagi
ikhwan Tijani. Karena jika ikhwan itu merokok maka lisannya, badan serta pakaiannya bau rokok.
Akibatnya (menurut para Masyayikh yang mendapat kasyaf), para malaikat tersebut tidak mau
mendekat kepada ikhwan yang mana lisan, tubuh dan pakaiannya bau rokok.

Bagaimana hukumnya jika seorang ikhwan terlambat datang ketempat ijtima’ Hailalah, sehingga
dia hanya bisa baca sedikit, tidak sampai 1000 kali. Atau benar benar terlambat sehingga tidak
sempat membaca walau hanya satu kalimat, Apakah harus menambah hailalahnya (bagi yang
kurang) atau mengqadha’nya (bagi yang ketinggalan penuh) setelah shalat maghrib atau
bagaimana?..

Jawab: Jika sudah terbenam matahari maka habislah waktu untuk membaca Dzikir Hailalah Jum’at.
Dan ikhwan tersebut telah mengalami kerugian besar yang tidak bisa diganti dengan apapun yang
ada di alam semesta ini. Karena waktu Dzikir Hailalah hanya ada pada waktu setelah shalat ashar
sampai masuk waktu maghrib. Diwaktu yang lain sebelum dan sesudahnya tidak shah, sehingga tidak
ada qadha’ bagi Dzikir Hailalah.

Tidak adanya qadha’ disini jangan dianggap remeh, dan bisa seenaknya meninggalkan Dzikir. Karena
Dzikir Hailalah yang ditinggalkan tanpa ada udzur syar’i hukumnya dosa besar, sebab ia telah
melalaikan kewajiban yang terjadi karena ikrarnya sendiri kepada Allah SWT, kepada Rasulullah SAW
dan Sayyidi Syeikh, juga kepada Muqaddam yang membai’atnya. Jika tidak mendapat rahmat dari
Allah SWT, dia akan mendapat hukuman karena lalai, baik berupa kerusakan pada harta kekayaan,
rugi usaha dan bisnisnya dll atau rusak badannya, bahkan bisa rusak imannya. Na’udzubillah.

Dalam kitab Iroatu ‘Araisy Juz 2 halaman 72, dikatakan bahwa: untuk mengimbangi kerugian yang
disebabkan tidak mengerjakan Dzikir Hailalah tersebut, dianjurkan agar membaca shalawat fatih
sebanyak 1000 kali dan banyak beristighfar sampai tiba hari jum’at berikutnya. Dan pahala Al Fatih
1000 kali dan istighfar tanpa batas sampai tiba hari Jum’at berikutnya inipun belum cukup untuk
menutup kerugian meninggalkan Dzikir Hailalah satu kali karena lalai. Masya Allah…

Karena pada hakekatnya, meninggalkan Dzikir Hailalah Jum’at disamping telah kehilangan
kesempatan berdzikir itu sendiri, juga telah kehilangan kesempatan dalam pertemuan khusus
dengan Rasulullah SAW yang disertai oleh Sayyidi Syeikh dan keempat Khalifah Ar Rasyidin. Dimana
Rasulullah SAW telah mengharuskan bagi diri beliau untuk menghadiri majlis Dzikir Hailalah dari
awal sampai selesai, sebagai apresiasi (penghormatan) atas keagungan Dzikir tersebut disisi Allah
SWT dan Rasulullah SAW.

Dalam sebuah keterangan dikatakan bahwa: “Duduk dihadapan seorang wali selama waktu
menyusui anak kambing (kurang lebih setengan jam) itu nilainya disisi Allah SWT lebih utama dari
pada ibadah selama 1000 tahun. Lalu seperti apa keutamaan dan pahala duduk di hadirat Rasulullah
SAW, kekasih Allah SWT, yang menjadi sumber utama rahmat bagi alam semesta, dan orang
terpenting bagi seluruh mahluk yang punya hak untuk memberi syafaat di hadirat Allah SWT pada
saat tak seorang Nabipun mampu berbuat sesuatu karena dahsyatnya huru hara di hari kiamat.
Betapa besarnya kerugian meninggalkan Dzikir Hailalah?…

Bagaimana hukumnya jika wudu’ batal pada saat membaca wirid belum selesai?

Jawab: Batal wiridnya dan harus diulang dari awal.

Apa yang harus dilakukan seorang ikhwan yang sedang wirid lazim sore, dimana pada saat itu
sedang dimulai jamaah shalat maghrib atau Isya’?..

Jawab: Hentikan wiridnya dan beri tanda apa yang dibaca dan berapa jumlah yang telah dibaca, lalu
ikutilah shalat jamaah maghrib atau isya’ tersebut, setelah selesai lanjutkan sisa wirid yang belum
dilaksanakan tanpa mengulang dari awal lagi.

Apa yang harus dilakukan jika seorang ikhwan membaca wirid (sore misalnya) dengan tayammum,
lalu ada shalat jamaah maghrib atau isya’?..
Jawab. Hentikan dulu wiridnya, lalu tayammum dulu untuk shalat maghrib atau isya’, kemudian
ikutlah shalat berjamaah. Setelah shalat jamaah selesai langsung melanjutkan sisa wiridnya dengan
tayammum yang pertama (untuk wirid) tanpa harus tayammum lagi.

Bagaimana hukumnya ikhwan yang sedang baca wirid sore padahal dia belum shalat ashar kerena
lupa?.

Jawab : Hentikan wiridnya lalu shalat ashar, dan lakukan wirid dari awal. Karena wirid sore yang
dilakukan sebelum ashar itu tidak shah. Demikian juga wirid pagi sebelum shalat subuh tidak shah,
makanya harus diulang dari awal.

Bagaimana hukumnya jika sedang membaca wirid lazim, lalu hatinya ragu apakah wudhu’nya batal
atau tidak ?

Jawab. Lanjutkan wiridnya. Karena ketika masuk wirid dalam keadaan yakin mempunyai wudhu’
yang shah. Keyakinan yang shah tidak bisa dibatalkan oleh keraguan.
Bolehkan seorang ikhwan tidak ijtima’ wadzifah dan hailalah terus menerus dengan alasan sibuk
dengan bisnis atau pekerjaan atau terhalang jam kerja kantor ?

Jawab : Tidak boleh. Lihat keterangan soal 37. Seharusnya, sebelum di bai’at, seorang calon ikhwan
wajib tahu secara pasti lebih dulu syarat syarat dan kewajibann dalam thariqahnya. Oleh karena itu
setelah bai’at terjadi tidak ada alasan untuk meninggalkan kewajiban karena sudah ikrar. Menurut
pengarang kitab Iroatu ‘Araisy: Pekerjaan dan bisnis tidak termasuk udzur syar’ai. Jadi tidak ada
alasan untuk meninggalkan wirid karena sibuk kerja. Jika dia tetap lalai dengan kewajiban yang dia
sendiri berikrar sanggup untuk melakukan, maka dia telah ingkar janji kepada Allah SWT, kepada
Rasulullah SAW, juga kepada Sayyidi Syeikh dan Muqaddam yang membai’atnya. Barangsiapa yang
ingkar janji kepada manusia apalagi kepada Allah SWT maka tunggu saja tanggal datangnya azab
baginya.

Bolehkah kita membaca wirid thariqah At Tijaniyah (wirid lazim pagi / sore, wirid wadzifah dan
dzikir hailalah) dengan niat dihadiahkan untuk keluarga atau siapa saja orang muslim yang sudah
mati, seperti pada acara 7 hari, 40 hari atau lainnya?

Jawab: Pendapat yang paling kuat tidak boleh, artinya dilarang membaca wirid lazim Thariqah At
Tijaniyah (wirid lazim pagi sore, wirid wadzifah dan dzikir hailalah) dengan tujuan apapun selain
ibadah, termasuk untuk acara 7 hari, 40 hari dan lain lain. Karena status hukum Auradul lazimah
dalam Thariqah sama dengan shalat lima waktu bagi ummat Islam. Auradul lazimah dibaca semata
mata kewajiban, dan melaksanakan perintah mendekatkan diri kepada Allah SWT. Hukum wajib
Auradul lazimah itu timbul karena NADZAR, yaitu kita telah berjanji (bai’at) kepada Allah SWT.
bahwa kita siap melaksanakan wirid dengan istiqamah sampai akhir hayat. Hukum melaksanakan
janji kepada siapapun terutama kepada Allah adalah wajib syar’i.

Melaksanakan shalat lima waktu, zakat, puasa dan haji adalah wajib bagi ummat Islam. Kewajiban
tersebut timbul setelah adanya ikrar Syahadatain (dua kalimat syahadat). Ibadah shalat lima waktu,
zakat, puasa dan haji adalah ibadah khusus (mahdha) dengan tujuan melaksanakan perintah dan
upaya mendekatkan diri secara langsung kepada Allah SWT. Jadi tidak bisa digunakan untuk tujuan
lain seperti selamatan 7 hari, 40 hari, 100 hari dan lain lain.

Bolehkah kita membaca auradul lazimah (wirid pagi dan sore, wirid wadzifah dan dzikir hailalah) di
kuburan?

Jawab: Tidak boleh. Karena kuburan bukan tempat yang terhormat sehingga tidak memenuhi syarat
untuk dijadikan tempat dzikir wirid thariqah. Terutama wirid wadzifah dan dzikir hailalah, karena
ketika dibaca wirid tersebut, Rasulullah SAW bersama sahabat yang empat dan Sayyidi Syeikh
Ahmad bin Muhammad At Tijani ra. hadir di tempat wirid tersebut.

Bagaimana hukumnya membaca wirid wadzifah di tempat yang sempit dan di kendaraan?
Jawab: Boleh. Tapi shalawat jauharatul kamal yang 12 kali harus diganti dengan shalawat Al Fatih 20
kali. karena tidak boleh membaca shalawat jauharatul kamal di tempat sempit, ditempat yang kotor
apalagi ditempat yang najis, juga di kendaraan.

Bagaimana caranya kita bisa membaca wirid, sedangkan kita saat itu sedang berhadas besar dan
tidak ada air untuk mandi dan wudhu’?..

Jawab: Kalau kita berhadats kecil dan tidak ada air untuk berwudhu’ atau tidak bisa menggunakan air
untuk wudhu’ dikarenakan sakit atau suhu yang sangat dingin, maka boleh kita tayammum untuk
shalat fardu lalu tayammum lagi untuk wirid lazim (pagi dan sore). Kalau wirid wadzifah dan wirid
ihtiyariyah tidak wajib tayammum lagi, sedangkan shalawat Jauharatul Kamal yang 12 kali pada ahir
wadzifah wajib diganti dengan Shalawat Al Fatih 20 kali. Karena membaca Shalawat Jauharatul
kamal dan Suratul Fatihah dengan niat Ismul A’dzam harus bersuci dengan wudhu’ dan mandi besar,
tidak boleh bersuci hanya dengan tayammum.

Kalau kita berhadats besar, tayammumnya juga sama dengan kita tayammum untuk hadats kecil.
Cukup satu kali tayammum (untuk hadats besar dan kecil sekaligus) kemudian shalat fardu, lalu
tayammum lagi untuk wirid lazim pagi sore, dan tidak perlu tayammum lagi untuk wirid wadzifah.

Adakah syarat syarat khusus dalam membaca shalawat Jauharatul kamal dan apa alasannya?
Untuk sholawat jauharatul kamal, ada syarat-syarat khusus dalam mengerjakannya antara lain :

Harus punya wudhu’,tidak bisa dengan tayamum, kalau tidak maka saat wadhifah, jauharatul
kamal yang 12x diganti dengan sholawat fatih 20x.

Harus dibaca dalam keadaan duduk sempurna, tidak boleh dibaca dalam keadaan berdiri atau
tiduran maupun di kendaraan atau di kapal laut, pesawat dan kendaraan lainnya. Kalau terpaksa
wadzifah di kendaraan karena udzur perjalanan, maka jauharatul kamal yang 12x diganti dengan
sholawat fatih 20x.

Suci baik badan, pakaian dan tempat wirid.

Tempat wirid harus luas, minimal cukup untuk tempat duduk 7 orang termasuk yang berdzikir.

Istihdhar / khusyu’ karena Rasulullah SAW bersama sahabat yang 4 dan Sayyidi Syeikh Ahmad At
Tijany RA. hadir pada bacaan yang ke7 sampai selesai.

Alasan utama dengan adanya syarat syarat khusus dalam membaca shalawat Jauharatul kamal
adalah kehadiran Rasulullah SAW secara jasad dan ruh ditempat tersebut yang wajib kita sambut
dan hormati secara sempurna.

Apa dasar hukum wirid thariqah At Tijani ?..

Jawab : Dasar Hukum Aurad Thariqah At Tijany.


Adapun dasar hukum pada kesemua komponen diatas ( istighfar, shalawat, hailalah ), baik di Al
Qur’an dan sunnah (Al Hadist Shohih) tidak diragukan lagi keabsahannya.

1) Istighfar

o Firman Allah Swt.

َ ‫يَ ْست َ ْغف ُِّر ْونََ َو َُه َْم ُمعَ ِّذبَ ُه َْم‬.(‫ األنفال‬: 33)
ََ‫هللاُ َو َماكَان‬

“ Dan Allah tidak akan menyiksa suatu kaum sedangkan mereka ber istigfar (memohon ampun)”.
(QS. Al Anfaal : 33)

ً َّ‫غف‬
‫ارا كَانََ ِّإنَّ َهُ َر َّب ُك َْم ِّإ ْست َ ْغف ُِّر ْوا‬ َ – (‫ نوح‬: 29)

“ Mohonlah ampun (beristigfar) kepada tuhan kalian, sesungguhnya Dia Maha Pengampun “. (QS.
Nuh : 29)

o Al Hadits

َ‫ل قَا َل‬


َُ ‫سو‬ َ ‫صلَّى‬
ُ ‫هللاُ َر‬ َ ُ‫هللا‬ َ ‫سلَّ ََم‬
َ ‫علَ ْي َِّه‬ َ ‫و‬:
َ ‫ن‬َْ ‫َار لَ ِّز ََم َم‬ ِّ ْ ‫ل‬
ََ ‫اْل ْستِّ ْغف‬ َ ‫ن لَ َهُ تَعَالَى‬
ََ َ‫هللاُ َجع‬ َِّ ‫ضيْقَ ُك‬
َْ ِّ‫ل م‬ َ ‫ن َم ْخ َر ًجا‬ َِّ ُ‫ن َو َرزَ قَ َهُ فَ َر ًجا هَمَ ك‬
َْ ِّ‫ل َوم‬ َُ ‫َحي‬
َْ ِّ‫ْث م‬
َ‫ل‬َ َُ‫يَحْ تَسِّب‬. ( ‫) داود أبو رواه‬
“Barangsiapa melazimkan istigfar (baca dengan Istiqomah) maka AllahSwt. Memberi jalan keluar
atas kesulitannya dan kegembiraan atas semua kesusahannya serta memberinya rizki tanpa
perhitungan / dari jalan diluar dugaannya”. (HR. Abu Daud)

ْ ‫َب ت ُ ْذنِّب ُْوا لَ ْولَ َْم بِّيَ ِّدَِّه نَ ْفسِّى َوالَّ ِّذ‬
َ‫ى‬ َ ‫ِّر ت َ َعالَى هللا فَيَ ْست َ ْغف ُِّر ْونََ يُ ْذنِّب ُْونََ بِّقَ ْومَ َولَ َجا ََء بِّ ُك َْم ت َ َعالَى‬
ََ ‫هللاُ لَذَه‬ َُ ‫) مسلم رواه ( لَ ُه َْم فَيَ ْغف‬

“Dan demi Dzat yang jiwaku berada dalam genggamanNya, andaikan kalian tidak pernah berbuat
dosa, niscaya Allah membinasakan kamu semua, dan kemudian Allah mendatangkan (menciptakan)
satu kaum yang berbuat dosa kemudian mereka mohon ampunan, lalu Allah mengampuni mereka”.
(HR. Muslim)

Sholawat

Firman Allah

َ‫تَعَالَى هللا قا َ َل‬: ‫ن‬ َ ُ‫علَى ي‬


ََّ ِّ‫صل ْونََ َو َمالَئِّ َكت َ َهُ هللاََ إ‬ َِّ ِّ‫صل ْوا أ َ َمنُ ْوا الَّ ِّذيْنََ يَاأي َها النَّب‬
َ ‫ى‬ َ ‫علَ ْي َِّه‬ َ ‫ األحزاب( ت َ ْس ِّل ْي ًما َو‬:56)
َ ‫س ِّل ُم ْوا‬

“Sesungguhnya Allah dan para malaikatnya bersolawat atas Nabi Muhammad SAW. Wahai orang-
orang yang beriman bersholawatlah dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.” (QS. Al
Ahzaab : 56).

Dari ayat diatas yang perlu kita cermati yaitu perintah Allah yang didahului dengan pemberitahuan
bahwa Dia (Allah Swt.) sendiri dan para malaikatNya bershalawat kepada Nabi, baru kemudian Dia
memberikan himbauan / perintah untuk bershalawat kepada Rasulullah Saw. Oleh karena itu bisa
kita bayangkan betapa besar arti dan nilai shalawat bagi Allah Swt. Adapun hadits Nabi yang
menjelaskan keutamaan shalawat sangatlah banyak, diantaranya :

َ‫ع ْن‬ َ َِّ‫ْن هللا‬


َ ‫ع ْب َِّد َو‬ َِّ ‫ع ْم ُرو ب‬ َ ‫ْن‬ َ ِّ َ‫ي ْالع‬
َِّ ‫اص ب‬ ََ ‫ض‬ َ ُ‫سمِّ ََع أنَّ َه‬
ِّ ‫عن ُه َما هللا َر‬ ُ ‫صلَّى هللاَِّ َر‬
َ َ‫س ْو َل‬ َ ُ‫هللا‬ َ ‫سلَّ ََم‬
َ ‫علَ ْي َِّه‬ َُ ‫يَقُ ْو‬: “َ‫صلَّى َم ْن‬
َ ‫ل َو‬ ََّ َ‫عل‬
َ ‫ي‬ َ ً ‫صالََة‬
َ ،
‫ص َّلى‬
َ ُ‫هللا‬َ ‫علَ ْي َِّه‬َ ‫ع ْش ًرا ِّب ََها‬َ ” ( ‫) مسلم رواه‬

Diriwayatkan oleh Abdillah bin ‘Amru bin Al ’Ash Radiyallaahu ‘anhuma, sesungguhnya dia
mendengar Rasulullah SAW bersabda: ”Barangsiapa yang bershalawat kepadaku satu kali, maka
Allah membalas kepadanya dengan sepuluh shalawat”*/ (HR. Muslim) */(Shalawat Allah adalah
dengan menurunkan rahmat).

َ‫ع ْن‬
َ ‫ْن َو‬
َِّ ‫ي َم ْسعُ ْو َِّد ِّإب‬ ِّ ‫ع ْن َه ُ هللا َر‬
ََ ‫ض‬ ََّ ‫ل‬
َ ‫أن‬ ُ ‫صلَّى هللا َر‬
ََ ‫سو‬ َ ‫سلَّ ََم‬
َ ‫علَ ْي َِّه هللا‬ َ ‫ل َو‬ َ ِّ َّ‫ي أ َ ْكث َ ُر ُه َْم ْال ِّقيَا َم َِّة يَ ْو ََم بِّي الن‬
ََ ‫قَا‬: “‫اس أ َ ْولَى‬ ََّ َ‫عل‬
َ َ ‫صالََة‬
َّ ‫رواه( ”ال‬
‫) حسن حديث وقال – الترمذي‬

Dan diriwayatkan oleh Ibnu Mas’ud RA. sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda: “Orang yang paling
mulya disisiku pada hari qiyamat adalah yang paling banyak bershalawat kepadaku”. (HR. Al Turmidzi
– Hadits hasan).

َ‫ع ْن‬ َ ِّ ‫ْن أ َ ْو‬


َ ‫س َو‬ َ ِّ ‫ي أ َ ْو‬
َِّ ‫س ب‬ ََ ‫ض‬ َ ُ ‫ع ْن َه‬
ِّ ‫هللاُ َر‬ ََ ‫قَا‬: ‫ل‬
َ ‫ل‬ ََ ‫ل قَا‬ َ ‫صلَّى‬
َُ ‫هللاِّ َرسُو‬ َ ‫سلَّ ََم‬
َ ‫علَي َِّه هللا‬ َ ‫و‬: َْ ِّ‫ل م‬
َ “َ‫ن إِّ َّن‬ َِّ ‫ض‬ ْ ‫ي فَأ َ ْكث ُِّروا‬
َ ‫ال ُج ْمعَ َِّة يَ ْو ََم أيَّامِّ ُك َْم أ َ ْف‬، ََّ َ‫عل‬
َ ََ‫مِّ ن‬
ِّ‫صالََة‬ ََّ ِّ ‫صالَت َ ُك َْم فَإ‬
َّ ‫فِّ ْي َِّه ال‬، ‫ن‬ َ َ‫ضة‬
َ ‫ي َم ْع ُر ْو‬ َ ” ‫ فَقَالُ ْوا‬: ‫ل‬
ََّ َ‫عل‬ ََ ‫س ْو‬
ُ ‫ار‬ ََ ‫ض و َكي‬
َ ‫هللاَِّ َي‬، ‫ْف‬ َ ‫…أ َ َر ْمتَ ؟ َوقَ َْد‬. ‫ل‬
َ ََ‫علَيْك‬
َُ ‫صالَتُنَا ت ُ ْع َر‬ َُ ‫ َيقُ ْو‬: ََ‫ َب ِّليْت‬، ‫ل‬
ََ ‫قَا‬: ‫ل‬ ََ ‫قَا‬:
“َ‫علَى َح َّر ََم هللاََ إِّ َّن‬
َ ‫ض‬ َ ْ‫(”األ َ ْنبِّيَاءَِّ أَج‬
َ ِّ ‫سا ََد ْالَ ْر‬ ْ ‫)صحيح بإسناد داود أبو رواه‬

Diriwayatkan oleh Aus bin Aus RA : Rasulullah SAW bersabda : “Sesungguhnya hari yang paling
utama bagimu adalah hari Jum’at. Maka perbanyaklah membaca shalawat untukku didalamnya.
Sesungguhnya shalawat kalian disampaikan kepadaku”. Para sahabat bertanya : Ya Rasulallah,
Bagaimanakah shalawat kami disampaikan kepada Tuan, padahal Tuan sudah berkalang tanah?…
Rasulullah SAW menjawab: “Sesungguhnya Allah SWT mengharamkan bagi tanah untuk makan jasad
para Nabi”. ( HR. Abu Daud dengan sanad yang shahih ).
َ ‫ي ه َُري َْرَة َ أ َ ِّبي َو‬
َ‫ع ْن‬ ََ ‫ض‬ َ ُ‫ع ْن َه‬
ِّ ‫هللاُ َر‬ ََ ‫قَا‬: ‫ل‬
َ ‫ل‬ ََ ‫ل قَا‬ ُ ‫صلَّى هللاَِّ َر‬
َُ ‫سو‬ َ ‫سلَّ ََم‬
َ ‫علَي َِّه هللا‬ َ ‫و‬:”َ َُ ‫ل فَلَ َْم ِّع ْن َدَهُ ذُك ِّْرتَُ َر ُجلَ أ َ ْن‬
َ ‫ف َرغ َِّم‬ َِّ ‫ص‬
َ ُ‫ي ي‬ َ ” (‫الترمذي رواه‬
ََّ َ‫عل‬
)

Diriwayatkan oleh Abu Hurairah RA. Rasulullah SAW bersabda: “Sungguh hina bagi seseorang yang
mana ketika disebut namaku disisinya, dia tidak bershalawat kepadaku”. ( HR. Al Turmudzi )

َ‫ع ْن‬ َ ‫ي ه َُري َْرَة َ أَبِّي َو‬


ََ ‫ض‬ َ ُ‫ع ْن َه‬
ِّ ‫هللاُ َر‬ ََ ‫قَا‬: ‫ل‬
َ ‫ل‬ ََ ‫ل قَا‬ ُ ‫صلَّى هللاَِّ َر‬
َُ ‫سو‬ َ ‫سلَّ ََم‬
َ ‫علَي َِّه هللا‬ َ ‫س ِّل َُم أ َ َحدَ َمامِّ ْن‬
َ ‫و‬:”َ َ ُ‫ي ي‬ َ َّ‫ل‬
ََّ َ‫عل‬ َ ِّ‫هللاُ َر ََّد إ‬
َ ‫ي‬ َ ‫علَ ْي َِّه أ َ ُر ََّد َحت َى ُر ْوحِّ ي‬
ََّ َ‫عل‬ َ
‫سالَ ََم‬َّ ‫ ال‬، ( ‫)صحيح بإسناد داود أبو رواه‬

Diriwayatkan oleh Ibu Hurairah RA. Rasulullah SAW bersabda: “Tak seorangpun yang mengucapkan
salam kepadaku, kecuali Allah mengembalikan ruhku kepadaku, sehingga aku menjawab salamnya”.

(maksudnya : Allah mengembalikan ruh Rasulullah kedalam jasadnya sehingga dia bisa menjawab
setiap shalawat dan salam dari ummatnya. Akan tetapi karena Beliau ada di Alam Barzah maka tidak
semua orang bisa melihat dan mendengarnya).

َ ‫ضالَ َةَ َو‬


‫عن‬ َ ُ‫عبَيدَ بِّن ف‬
ُ ‫ي‬ ََ ‫ض‬ِّ ‫عن َهُ هللا َر‬
َ ‫ل‬ ََ ‫سمَِّ ََع قَا‬ ُ ‫صلَّى هللاَِّ َر‬
َُ ‫سو‬
َ ‫ل‬ َ ‫علَي َِّه‬
َ ُ‫هللا‬ َ ‫سلَّ ََم‬
َ ‫الً َو‬
َ ‫صالَتِّ َِّه فِّى يَ ْدع َُْو َر ُج‬ َ ‫هللا يُ َم ِّج َِّد لَ َْم‬
ََ ‫ل َولَ َْم تَعَالَى‬ َِّ ‫ص‬
َ ُ‫ي‬
‫علَى‬ َ ِّ‫صلَّى النَّب‬
َ ِّ ‫ي‬ َ ‫سلَّ ََم‬
َ ‫علَي َِّه هللا‬ َ ‫و‬:
َ ‫ل‬ََ ‫ل فَقَا‬َُ ‫س ْو‬ َ ‫صلَّى‬
ُ ‫هللاِّ َر‬ َ ُ‫هللا‬ َ ‫سلَّ ََم‬
َ ‫علَ ْي َِّه‬ َ ‫و‬:
َ “َ‫ع َّج َل‬ َ ‫عاَهُ ث ََُّم ” َهذَا‬
َ ‫ل َد‬ َ ‫فَ ْليَ ْب َدا َْء أ َ َح ُد ُك َْم‬
ََ ‫ ِّلغَي ِّْرَِّه أ َ َْو – لَ َهُ فَقَا‬-: ‫صلَّى إِّذَا‬

ُ َِّ‫علَ ْي َِّه َوالثَّنَاء‬


َ‫س ْب َحانَ َهُ َربِّ َِّه بِّتَحْ مِّ ْي ِّد‬ َ ، ‫صلِّى ث ََُّم‬
َ ُ‫علَى ي‬ َ ِّ‫صلَّى النَّب‬
َ ِّ ‫ي‬ َ ‫سلَّ ََم‬
َ ‫علَ ْي َِّه هللا‬ َ ‫وقال – والترمذي أبوداود رواه ( ”شَا ََء بِّ َما بَ ْع َُد يَ ْدع َُْو ث ََُّم‬
َ ‫و‬،
‫) صحيح حسن حديث‬

Diriwayatkan oleh Fudhalah bin ‘Ubaid RA berkata: “Rasulullah mendengar seorang laki laki yang
berdoa dalam shalatnya, dia tidak memuji Allah dan tidak bershalawat kepada Nabi SAW. lalu beliau
bersabda: ‘orang ini tergesa gesa’, kemudian beliau memanggilnya dan beliau bersabda kepada dia
dan orang lainnya : ‘Bila seorang diantaramu berdoa, maka hendaklah dimulai dengan memuji Allah,
Tuhannya. Kemudian bershalawat kepada Nabi SAW, lalu berdoalah sekehendaknya’.” (HR. Abu
Daud dan Al Turmudzi – Dia mengatakan bahwa Hadits ini Hasan shahiih).

Hailalah (kalimat laailaaha illallaah)

Firman Allah Swt

َ ‫ ت َ َعالَى‬: ‫لَّ لَ ِّإلَ َهَ أنَّ َه ُ فَا ْعلَ َْم‬


َ‫هللاُ قَا َل‬ َ ‫هللاُ ِّإ‬
َ . (‫محمد‬: 19)

“Maka ketahuilah sesungguhnya tiada tuhan selain Allah”. (QS. Muhammad : 19)

َُ ‫سو‬
‫ل قال‬ َ ‫صلَّى‬
ُ ‫هللاُ َر‬ َ ُ‫هللا‬ َ ‫سلَّ ََم‬
َ ‫علَ ْي َِّه‬ َ ‫و‬:
َ ‫ل‬ َ ‫ن َوالنَّبِّي ْونََ أنَا َ َماقُ ْلت ُ َه ُ أ ْف‬
َُ ‫ض‬ َْ ِّ‫لَّ لَإِّلَ َهَ قَ ْبلِّى م‬
َ ِّ‫هللاُ إ‬
َ . ( ‫) أنس بن مالك رواه‬

“Ucapan paling utama yang Aku ucapkan dan para nabi sebelumku adalah “Laa ilaaha illallah”. (HR.
Malik bin Anas)

َ‫ع ْن‬
َ ‫ْن َجابِّ َِّر‬ َُ ‫ يَقُ ْو‬، َُ‫سمِّ ْعت‬
َ َِّ‫ل هللا‬
َِّ ‫ع ْب َِّد ب‬ َ ‫ل‬
ََ ‫سو‬ َ ‫صلَّى‬
ُ ‫هللاُ َر‬ َ ُ‫هللا‬ َ ‫سلَّ ََم‬
َ ‫علَ ْي َِّه‬ َ ‫و‬:
َ ‫ل‬َُ ‫ض‬ َ َّ‫ إِّل‬. ( ‫) الترمذي رواه‬
َ ‫هللاُ آلإِّلَ َهَ ال ِّذ ْك َِّر أ ْف‬
“Dari Jabir bin Abdullah berkata; Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda : Dzikir paling utama
adalah ‘Laa ilaaha illallah’. (HR. Turmudzi)

َ‫ع ْن‬ َِّ َِّ‫قَالَتَْ هَانِّيء‬، ‫ل‬


َ ‫أم‬ ََ ‫ل قَا‬
َُ ‫سو‬ َ ‫صلَّى‬
ُ ‫هللاُ َر‬ َ ُ‫هللا‬ َ ‫سلَّ ََم‬
َ ‫علَ ْي َِّه‬ َ َ‫لَّ آلإِّلَ َه‬
َ ‫و‬: َ ِّ‫ع َملَ لَيَ ْسبَقُ َها هللا إ‬
َ َُ‫ذَ ْنبًا َولَتَتْ ُرك‬. (‫) ماجه ابن رواه‬

“Dari Ummu Hani’ berkata, Bersabda Rasulullah SAW : ‘Laailaaha illallah’ tidak ada satu amalpun
yang melebihi (keutamaannya), dan tidak menyisakan satu dosapun”. (HR. Ibnu Maajah).

َ‫ل قَا َل‬


َُ ‫سو‬ َ ‫صلَّى‬
ُ ‫هللاُ َر‬ َ ُ‫هللا‬ َ ‫سلَّ ََم‬
َ ‫علَ ْي َِّه‬ َ ‫ ِّإ ْي َمانَ ُك َْم َج ِّدد ُْوا‬، ‫ل‬
َ ‫و‬: ََ ‫ل ِّإ ْي َمانَنَا نُ َج ِّد َُد َو َكي‬
ََ ‫ْف قِّ ْي‬ ََ ‫س ْو‬
ُ ‫ار‬ ََ ‫قَا‬: ‫ن أ َ ْكث ُِّر ْوا‬
َ ‫ل هللاِّ؟ َي‬ َِّ ‫لَّ ِّإلَ َهَ آل قَ ْو‬
َْ ِّ‫ل م‬ َ ِّ‫هللاُ إ‬
َ .( ‫رواه‬
‫) والحكيم أحمد‬

“Perbaharuilah iman kalian!, lalu Rasulullah SAW ditanya; Bagaimana cara kami memperbaharui
iman kami ya Rasulullah? .. ‘Perbanyaklah mengucapkan Laailaaha illallah”. (HR. Imam Ahmad dan
Imam Al Hakim).

َ‫ل قَا َل‬ َُ ‫سو‬ َ ‫صلَّى‬


ُ ‫هللاُ َر‬ َ ُ‫هللا‬ َ ‫سلَّ ََم‬
َ ‫علَ ْي َِّه‬ َ ‫و‬: َ َ‫صا إِّلَّهللا آلإِّلَ َه‬
ََ ‫عبْدَ قَا‬
َ ‫ل َما‬ َْ ِّ‫لَّ قَ ْلبِّ َِّه م‬
ً ‫ن ُم ْخ ِّل‬ َ ِّ‫س َماءَِّ أب َْوابَُ لَ َه ُ فُتِّ َحتَْ إ‬ َ ِّ ‫ت ْالعَ ْر‬
َ ‫ش إِّلَى يَ ْف‬
َّ ‫ضى َحتَّى ال‬ َِّ َ‫َمااجْ تُنِّب‬
‫ ْالكبَاَئ ََِّر‬. ( ‫) والنسائى الترمذي رواه‬

“Tidaklah seorang hamba yang mengucapkan Laa ilaaha illallah dengan ikhlas dari hatinya, kecuali
dibuka baginya pintu-pintu langit sampai Arasy. Selama ia menjauhi dosa dosa besar”. (HR. Turmudzi
dan Nasai)

َ‫ل قَا َل‬


َُ ‫سو‬ َ ‫صلَّى‬
ُ ‫هللاُ َر‬ َ ُ‫هللا‬ َ ‫سلَّ ََم‬
َ ‫علَ ْي َِّه‬ َ ‫و‬:
َ ‫ل‬ َ َ‫أربَعَ َة ُ لَ َهُ ُه ِّد َمتَْ َو َم َّدهَا إِّلَّهللا لَإِّلَ َه‬
ََ ‫عبْدَ ماَقَا‬ ْ (‫) يلمي الد رواه‬
ْ َِّ‫ال َكبَائ َِِّّر مِّ نََ ذَ ْنبَ ألَف‬.
“Barang siapa mengucapkan “Laa ilaaha illallah” dengan memanjangkannya, maka dilebur untuknya
4000 dosa besar “. (HR. Al Dailamy)

َ‫ل قَا َل‬


َُ ‫سو‬ َ ‫صلَّى‬
ُ ‫هللاُ َر‬ َ ُ‫هللا‬ َ ‫سلَّ ََم‬
َ ‫علَ ْي َِّه‬ َ ‫و‬:
َ ‫ل‬َُ ‫ت َ َعالَى هللا َيقُ ْو‬:ََ‫لَّ لَ ِّإلَه‬
َ ‫صنِّى هللا ِّإ‬ َْ ‫ل فَ َم‬
ْ ِّ‫ن ح‬ ْ ِّ‫ن أَمِّ نََ ح‬
ََ ‫صنِّى َد َخ‬ َْ ِّ‫عذَا ِّبى م‬
َ .(‫رماح الحديث‬،‫القدسى‬:
2/92)

“Rasulullah SAW bersabda; Allah berfirman : Laa ilaaha illallah itu bentengku, barang siapa masuk
kedalamnya aman dari azabku”. ( Hadits Qudsi – Rimah 2/92)

52. . Apa saja keutamaan shalawat kepada Rasulullah SAW?

Jawab : Faedah dan keutamaan bershalawat kepada Penghulu para Nabi dan Rasul, Sayyidul wujud,
Habibullah, Rasulullah SAW. Amat sangat banyak, mengambil dasar firman Allah SWT dalam Al
Qur’anul karim :

َ‫تَعَالَى هللا قا َ َل‬: ‫ن‬ َ ُ‫علَى ي‬


ََّ ِّ‫صل ْونََ َو َمالَئِّ َكت َ َهُ هللاََ إ‬ َِّ ِّ‫صل ْوا أ َ َمنُ ْوا الَّ ِّذيْنََ يَاأي َها النَّب‬
ََ ‫ى‬ َ ‫علَ ْي َِّه‬ َ ‫ األحزاب( ت َ ْس ِّل ْي ًما َو‬:56)
َ ‫س ِّل ُم ْوا‬

“Sesungguhnya Allah dan para malaikatnya bersolawat atas Nabi Muhammad SAW. Wahai orang-
orang yang beriman bersholawatlah dan berilah salam penghormatan kepadanya dengan sebaik
baiknya.” (QS. Al Ahzaab : 56).
Juga sabda Rasulullah SAW:

َ‫ع ْن‬
َ ‫ْن َو‬
َِّ ‫ي َم ْسعُ ْو َِّد إِّب‬ ِّ ‫ع ْن َه ُ هللا َر‬
ََ ‫ض‬ ََّ ‫ل‬
َ ‫أن‬ ُ ‫صلَّى هللا َر‬
ََ ‫سو‬ َ ‫سلَّ ََم‬
َ ‫علَ ْي َِّه هللا‬ َ ‫ل َو‬ ََ َّ‫ي أ َ ْكث َ ُر ُه َْم ْال ِّقيَا َم َِّة يَ ْو ََم بِّي الن‬
ََ ‫قَا‬: “‫اس أ َ ْولَى‬ ََّ َ‫عل‬
َ َ ‫صالََة‬
َّ ‫رواه( ”ال‬
‫) حسن حديث وقال – الترمذي‬

Dan diriwayatkan oleh Ibnu Mas’ud RA. sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda: “Orang yang paling
mulya disisiku pada hari kiamat adalah yang paling banyak bershalawat kepadaku”. (HR. Al Turmidzi
– Hadits hasan).

Hadits Rasulullah SAW yang menerangkan keutamaan bershalawat jumlahnya amat sangat banyak,
dan dari sekian banyak hadits Nabi Muhammad SAW tersebut, para ulama shalih diantaranya guru
kami Sayyid Asy Syarif Muhammad bin Alawi Al Maliki Al Hasani dalam kitabnya “Khashaisu Ummatil
Muhammadiyyah” merangkum keutamaan keutamaan tersebut sebagai berikut:

Melaksanakan perintah Allah Swt.

Meniru Allah Swt. dalam shalawat pada Rasulullah Saw. perbedaannya shalawat kita adalah do’a
dan permohonan, sedangkan shalawat Allah Swt. adalah pujian dan kemulyaan atas Rasulullah Swt.

Meniru pekerjaan para Malaikat.

Mendapat imbalan 10 shalawat dari Allah untuk satu kali shalawat atas Rasulullah Saw.

Mendapat tambahan 10 derajat disisi Allah Swt.

Ditulis bagi orang yang bersholawat 10 kebaikan.

Dihapus darinya 10 keburukan / dosa.

Penyebab terkabulnya do’a, karena do’a yang didalamnya tidak ada sholawat maka do’anya akan
terkatung-katung antara langit dan bumi. Artinya doa tersebut tidak disampaikan kehadirat Allah
SWT.

Sarana untuk mendapatkan syafaat Rasulullah Saw.

Penyebab diampuninya dosa.

Penyebab tercapainya cita-cita.


Penyebab dekatnya seseorang dengan Rasulullah Saw. di hari kiamat.

Mendapat pahala shadaqah pada orang yang sedang kesulitan.

Penyebab tercapainya semua hajad.

Penyebab tercurahnya sholawat dari Allah Swt. dan para malaikat atas seorang hamba.

Sebagai zakat yang membersihkan hati dan jiwa.

Penyebab sampainya berita gembira masuk surga bagi seorang hamba sebelum mati,

Penyebab selamatnya seorang hamba dari dahsyatnya hari kiamat.

Mendapat jawaban / balasan shalawat langsung dari Rasulullah SAW bagi hamba yang
bershalawat kepadanya.

Sebagai obat lupa (untuk mengingat sesuatu yang terlupa). Dengan membaca shalawat.

Sebagai pensuci bagi majlis, karena orang yang datang di suatu majlis dimana didalamnya dibaca
shalawat maka dia akan kembali (pulang) dengan membawa keberuntungan dan (selamat dari
kerugian) di akhirat.

Untuk menghilangkan kefaqiran.

Untuk menghilangkan cap sebagai orang paling bakhil. Karena jika disebut nama Rasulullah SAW
dan orang yang mendengarnya tidak bershalawat, maka orang tersebut termasuk golongan orang
yang paling bakhil.

Penyelamat dari doa dihinakan (oleh Allah SWT) atas seorang hamba yang mendengar nama
Rasulullah SAW disebut, tapi dia tidak bershalawat.

Pembaca shalawat di letakkan dijalan menuju surga, dan orang itu akan lupa pada jalan surga itu
jika meninggalkan baca shalawat.

Selamat dari fitnah suatu majlis yang didalamnya tidak ada dzikir kepada Allah SWT dan shalawat
kepada Rasul dan Kekasih-Nya.

Suatu pembicaraan menjadi sempurna jika disebut Nama Allah dan shalawat kepada Rasulullah
SAW.

Orang yang banyak bershalawat akan memancarkan cahaya yang menuntunnya diatas shirath.

Menyelamatkan hamba dari hidup sia sia.

Mendapatkan pujian terus menerus dari Allah SWT dan dibanggakan kepada para malaikat-Nya.

Mendapatkan keberkahan dari Allah SWT atas diri, keluarga dan lingkungannya.

Mendapatkan Rahmat Allah SWT.

Menambah dan melipat gandakan rasa cinta kepada Rasulullah SAW.


Menambah dan melipat gandakan cinta Rasulullah SAW kepada hamba yang selalu bershalawat
kepadanya.

Mendapatkan tambahan hidayah Allah SWT dan hatinya senantiasa hidup (secara maknawi dan
hakiki) maksudnya selalu sambung dan ingat kepada Allah SWT serta ketundukan prima kepada
Rasul-Nya.

Nama orang yang selalu bershalawat ditulis dan disampaikan serta disebut sebut oleh Malaikat ke
hadirat Rasulullah SAW.

Dikuatkan dan dimantapkan kakinya ketika lewat diatas shirath.

Bershalawat termasuk juga sebagai bagian dari syukur akan rahmat dan nikmat Allah SWT.

Sebagai jaminan atas langgengnya dzikir kepada Allah dan syukur kepada-Nya. Dan ma’rifah atas
nikmat Allah yang diturunkan kepada mahluk dengan cara mengutus Rasulullah SAW..

Keutamaan shalawat tersebut diatas adalah keutamaan shalawat secara umum, sedangkan
shalawat Al Fatih apa saja keutamaannya atas shalawat lain ? .

Jawab : Keutaman Shalawat Al Fatihi Limaa Ughlig ada dua yaitu: Ketutamaan yang dirahasiakan dan
keutamaan yang bisa dijelaskan. Keutamaan yang bisa dijelaskan, antara lain :

Membaca 1x dalam sehari dijamin dengan mendapat kebahagiaan dunia akhirat.

Membaca 1x dapat menghapus semua dosa dan mempunyai pahala semua tasbih, dzikir dan do’a
yang diucapkan oleh semua orang tua dan muda yang terjadi pada waktu dibaca Al Fatih dan dilipat
gandakan sebanyak 600.000 kali.

10x sholawat Al Fatih pahalanya menyamai pahala ibadahnya wali ‘Ash sejuta tahun.

1x sholawat Al Fatih lebih utama dari 600.000x sholawatnya para Malaikat, manusia dan jin,
dihitung sejak dari baru pertamakali diciptakan sampai pada waktu dibacakannya sholawat Al Fatih.

Pembacaan ke2 ke3 danseterusnya mendapat kembali pahala yang pertama dan seterusnya.
Jelasnya bacaan ke2 mendapat tambahan pahala bacaan ke1. Bacaan ke3 mendapat tambahan
pahala bacaan ke 1 dan ke2, demikian pula bacaan ke 4 ke 5 dan seterusnya.
Jika ingin bermimpi jumpa Rasulullah Saw. bacalah sholawat Al Fatih 1000x tiga malam berturut-
turut ( malam Rabu, Kamis dan jum’at) dengan badan pakaian serta tempat tidur yang suci. Dan
masih banyak lagi keutamaan Al Fatih yang tidak ditulis dalam buku ini.

Yang kami sebutkan diatas, baru sebagian kecil dari keutamaan Shalawat Al Fatih yang bisa
dijelaskan. Yang tidak bisa dijelaskan dan berada diluar jangkauan akal jauh lebih banyak lagi.
Diantaranya dijelaskan oleh guru kita Al Quthbi Al Maktum wal Khatmi Al Muhammadiy Al Maklum
Sayyidi Syeikh Ahmad bin Muhammad At Tijani ra :

َ‫ش ْي ُخنَا قَا َل‬ َ ‫ض َيى‬ ِّ ‫ع ْن َهُ هللا َر‬ َ ُ ‫َاص َي َة‬
ِّ ‫ِّح َوخ‬ َِّ ‫ل ِّإلَ ِّهيَ أ ْمرَ أ ْغلِّقََ ِّل َما ْالفَات‬ َِّ ‫ل فِّي أ ُ َّمةَ ْألفَِّ مِّ ائ َ َةُ قَد َِّرتَْ فَلَ َْو ل ِّْلعُقُ ْو‬
ََ ‫ل فَِّْي َِّه لَ َم ْد َخ‬ َِّ ُ‫ف أ ُ َّمةَ ك‬
َُ ‫ي قَ ِّب ْيلَةَ أ َ ْل‬
َْ ِّ‫ف‬
ُ ْ
َِّ ‫اش َر ُجلَ ألفَِّ مِّ ائ َ َة قَبِّ ْيلَةَ ُك‬
‫ل‬ ََ ‫ع‬ ُ ْ
َِّ ُ‫عامَ ألفَِّ مِّ ائ َ َة مِّ ْن ُه َْم َواحِّ دَ ك‬
َ ‫ل َو‬ ْ
َ َ‫ل فِّي مِّ ْن ُه َْم َواحِّ دَ يَذ ُك ُر ُكل‬ ْ
َِّ ‫صالَةَ ألفَِّ ُّ مِّ ائة يَ ْومَ ُك‬ َ ‫علَى‬ َ ََِّّ‫صلَّى النَ ِّّبي‬ َّ َ
َ
‫عل ْي َِّه هللا‬ َّ
َ ‫سل ََم‬ َ ‫ن َو‬ ْ
َ ِّ‫ْر م‬ َِّ ‫غي‬ ْ
َ َِّ‫اب َوجُمِّ عَتَْ الفَاتِّح‬ َ ُ َّ ُ َّ ُ
ََ ‫َاركل َها َه ِّذَِّه فِّي كل َها ال ِّسنِّيْنََ َه ِّذَِّه ُمدةَِّ فِّي كل َها األ َم َِّم َه ِّذَِّه ث َو‬ ُ ْ ُ َ
ِّ ‫اب كل ُه َْم َمالحِّ ق ْوا األذك‬ ُ َ ً
ََ ‫َواحِّ َدَة َ َم َّرَة ث َو‬
َْ ِّ‫صالَةَِّ م‬
‫ن‬ َ ِّ َ
‫ِّح‬ ‫ت‬ ‫َا‬ ‫ف‬ ْ
‫ال‬ ‫ا‬‫م‬َ ‫ل‬
ِّ ََ‫ِّق‬
‫ل‬ ْ
‫غ‬ ‫أ‬، (‫القتح‬ ‫الرباني‬ ‫فيما‬ ‫يحتاج‬ ‫ءاليه‬ ‫المريد‬ ‫التجاني‬: 70)

“Keistimewaan sholawat faith adalah perkara Tuhan yang tidak bisa dijangkau akal. Andaikan umat
ada 100.000, masing masing umat terdapat 100.000 qabilah (suku), pada masing masing qabilah
terdapat 100.000 orang. Masing masing orang hidup 100.000 tahun, semuanya mereka setiap
harinya membaca sholawat sebanyak 100.000 kali dengan shalawat selain shalawat Al Fatih, jika
pahala shalawat semua umat sebanyak ini selama 100.000 tahun itu dikumpulkan jadi satu, maka
jumlah pahala tersebut belum cukup untuk menyamai pahala satu kali shalawat Al Fatih.”(Al Fathur
Rabbani : halaman 70).

Jadi hitungnnya sebagai berikut :

100.000 x 100.000 = 10.000.000.000qabilah

10.000.000.000 x 100.000 = 1000.000.000.000.000orang.


Sejumlah orang tersebut selama 100.000 tahun itu setiap harinya membaca sholawat selain
(sholawat faith) 100.000 x .

Pahala Al Fatih secara khusus tersebut diatas hanya bisa dicapai oleh hamba hamba Allah yang
punya izin membaca (diijazah/ditalqin)dengan sanad shahih yang sambung sampai pada Rasulullah
SAW, dan meyakini bahwa Al Fatih itu bukan karangan manusia tapi berasal dari Hadratul Ghaib Al
Qudsiyah.

Semua keutamaan yang kami sebutkan diatas adalah penjelasan Sayyidi Syeikh Ahmad At Tijani yang
beliau terima langsung dari Rasulullah SAW dalam keadaan sadar bukan mimpi. Pertemuan tersebut
termasuk bagian dari karomah Auliya’ yang dijamin oleh ayat Al Qur’an Surat Yunus ayat 62-64:

‫ن أَآل‬
ََّ ‫هللاِّ أ َ ْو ِّليَآ ََء ِّإ‬
َ َ‫لَخ َْوف‬ َ ‫(يَحْ زَ نُونََ َولَ ُه َْم‬62) ََ‫( يَتَّقُونََ َوكَانُ ْوا أ َ َمنُ ْوا اَلَّ ِّذيْن‬63) ‫األَخِّ َرةَِّ َوفِّى الد ْنيَا ال َحيَوةَِّ فِّى البُ ْش َرى لَ ُه َُم‬، ‫ل‬
َ ‫علَ ْي ِّه َْم‬ ََ ‫لَت َ ْب ِّد ْي‬
َِّ ‫هللاَِّ ِّل َك ِّل َما‬، ََ‫العَظِّ ي َِّْم الف َْو َُز ه ََُو ذَلِّك‬.(64)(‫يونس‬: 62-64)
‫ت‬

“Ingatlah !, Sesungguhnya para wali Allah itu adalah mereka yang tidak merasa takut (akan
kematian) dan mereka tidak bersedih hati (karena berbagai cobaan dan kesulitan dunia). (62) Yaitu
orang orang yang beriman dan mereka selalu bertaqwa (63). Bagi mereka berita gembira (Bisyaroh)
di dalam kehidupan dunia, dan dalam kehidupan akhirat. Tidak ada perobahan bagi kalimat kalimat
(janji janji) Allah, yang demikian itu adalah kemenangan yang sangat besar.(64). (Q.S. Yunus: 62-64)

Apa saja keutamaan wirid wadzifah dan Hailalah Jum’at ?


Jawab : Keutamaan wirid wadzifah adalah :

Menghapus dosa yang terjadi waktu antara dua wirid wadzifah.

Menghasilkan syafaat yang khusus dari Rasulullah Saw.

Sedangkan keutamaan Dzikir Hailalah Jum’at adalah Rasulullah Saw. hadir dan menyertai mereka
(dalam dzikir) mulai awal dibaca dzikir sampai selesai.

55. Apa Keutamaan shalawat Jauharotul Kamal?

Jawab : Shalawat Jauharatul Kamal adalah salah satu shalawat yang diajarkan langsung oleh Sayyidil
Wujud Rasulullah Saw. kepada Sayyidi Syeikh Ahmad At Tijany dalam keadaan sadar / jaga bukan
dalam mimpi. adapun keutamaannya sangat banyak, diantaranya :

1. 1x Sholawat Jauharatul Kamal menyamai tasbih seluruh alam 3x.

2. Jika dibaca sebanyak 7x tiap hari dengan istiqomah Rasulullah Saw. cinta kepada orang tersebut
dengan cinta dan perhatian yang khusus.
3. Jika dibaca 7x sebelum tidur dengan istiqomah akan bermimpi Rasulullah Saw. dengan catatan
ketika akan tidur harus punya wudlu’ dan pakaian serta tempat harus suci.

Rasulullah dan sahabat yang 4 serta Sayyidi Syeikh Ahmad At Tijany hadir pada bacaan ke 7 dan
tetap mendampinginya sampai berhenti membaca dan berbicara.

5. Jika dibaca 12x kemudian mengucapkan:

َ‫ل إِّلَيْكََ مِّ نِّى َه ِّديَّةَ َه ِّذ ِّه‬


ََ ‫س ْو‬
ُ ‫ار‬
َ َ‫ هللا ي‬،،، ‫الخ‬

Maka mendapat keutamaan sebagaimana ziarah kepada Nabi Muhammad Saw. dan para auliya’
serta shalihiin dari zaman awwalul wujud (mahluk pertama diciptakan) sampai dibacanya shalawat
Jauharatul Kamal.

6. Jika mengalami kesulitan yang sangat, bacalah Jauharatul Kamal 65x maka Allah akan melepas
kesusahan itu secepatnya.dan masih banyak lagi keutamaan Jauharatul Kamal yang tidak tersebut
dalam buku ini.

Kapan waktunya membaca dzikir hailalah Jum’at ?

Jawab: Waktu membaca dzikir hailalah jum’at dalam thariqah At Tijaniyah adalah pada waktu ashar,
maksudnya setelah selesai shalat Ashar sampai matahari terbenam (masuk waktu adzan maghrib).

Apa saja keutamaan waktu dzikir hailalah tersebut, yakni ba’da shalat ashar sampai ghurub pada
hari jum’at ?….
Jawab: Keutamaan waktu ashar di hari jum’at diantaranya tersirat pada makna ayat Al Qur’an surah
Al Jum’ah ayat 10.

َ‫ت‬ ِّ ُ‫صلَوةَِّ َوإِّذَاق‬


ِّ َ‫ضي‬ َّ ‫ض فِّى فَا ْنتَش ُِّر ْوا ال‬
َ ِّ ‫األر‬
ْ ‫ن‬ َْ ِّ‫ل َوا ْبتَغُ ْوام‬
َِّ ‫ض‬ َ َ‫الجمعة( ت ُ ْف ِّل ُح ْونََ لَعَلَّ ُك َْم َكثِّي ًْرا َوا ْذ ُك ُر ْوهللا‬:10)
ْ َ‫هللاِّ ف‬

“Dan jika telah ditunaikan sembahyang (shalat Jum’at) maka bertebaranlah dimuka bumi dan carilah
karunia Allah (bonus bonus dari Allah), dan berdzikirlah sebanyak banyaknya agar supaya kamu
beruntung”. (QS. Al Jum’ah:10)

Fadhlillah (karunia Allah SWT) diantara ulama menjelaskan dengan bahasa kekinian, bahwa yang
dimaksud fadhal (karunia) adalah bonus bonus khususiyah dari Allah SWT kepada mahluk-Nya.
Bonus adalah pemberian khusus yang diberikan oleh pemilik sebagai hadiah, sehingga dalam bonus
ada dua macam kaidah; pertama bonus umum yaitu hadiah yang diberikan dengan system
prosentasi (perhitungan) pencapaian prestasi, kedua adalah bonus khusus yaitu hadiah yang
diberikan dengan tidak menggunakan aturan dan perhitungan. Biasanya bonus jenis ini diberikan
pada waktu waktu atau hari hari tertentu seperti pada ulang tahun dan saat saat penting lainnya.
Bonus ini diberikan sesuai kemampuan dan kehendak pemiliknya. Contohnya: bonus hadiah mobil
mercy bagi penabung BCA, Bonus hadiah remisi (pengurangan masa hukuman), atau pembebasan
penuh bagi narapidana pada setiap ulang tahun kemerdekaan RI, dan lain lain.

Dalam Islam, disamping adanya orang dan tempat yang mustajabah, juga ada banyak waktu istijabah
dimana Allah SWT memberikan bonus bonus baik pahala maupun pembebasan dari ancaman api
nereka, seperti pada bulan Ramadhan, Idul Adha, Idul Fitri, serta hari hari lainnya. Sedangkan dalam
setiap minggunya Allah SWT menjadikan hari Jum’at seluruhnya sebagai penghulu dari hari hari
tersebut. Dan pada hari jum’at tersebut terdapat satu saat yang dirahasiakan dan sangat istijabah.
Para ulama dan ahli ibadah sama sama berlomba untuk mengetahui dan mengisi waktu terbaik
tersebut dengan ibadah ibadah khususiyah.

Diantara ulama ada yang berpendapat bahwa waktu itu terjadi pada saat saat menjelang waktu
subuh, ada yang berpendapat pada waktu duha, ada pula yang berpendapat pada saat khatib duduk
diantara dua khutbah shalat jum’at. Dan golongan terahir berpendapat bahwa saat istijabah
tersebut pada waktu selesai shalat ashar sampai mata hari terbenam. Untuk pendapat terahir ini
didukung oleh hadits Nabi SAW:

َ‫ل قَا َل‬ ََ ‫سو‬ُ ‫صلَّى هللا َر‬ َ ‫علَ ْي َِّه هللا‬ َ ‫سلَّ ََم‬
َ ‫و‬:ََ ‫ع ْن‬ َ ‫ي‬ َْ ِّ‫ل ه َُري َْرَة َ أَب‬ ََ ‫قَا‬: ‫ل‬ ََ ‫سو‬ ُ ‫صلَّى هللا أ َ َخذَ َر‬َ ‫علَ ْي َِّه هللا‬ َ ‫سلَّ ََم‬
َ ‫فقال بيدي َو‬: ََ‫هللاُ َخلَق‬ َ ‫ل‬ َ َ‫يَ ْو ََم اَلت َربَ َة‬
ََّ ‫ع َّز َو َج‬
َِّ ‫س ْب‬
‫ت‬ َّ ‫ل فِّ ْي َها َو َخلَقََ ال‬ ْ َ
ََ ‫ش َج ََر َو َخلَقََ األ َح َِّد يَ ْو ََم ال ِّجبَا‬ َّ ‫ْن يَ ْو ََم ال‬ ْ ْ
َِّ ‫األربِّعَاءَِّ يَ ْو ََم الن ْو ََر َو َخلَقََ الثالَثَاءَِّ يَ ْو ََم ال َم ْك ُر ْوهََ َو َخلَقََ الِّثنَي‬
ْ ‫ث‬ ََّ َ‫اب فِّ ْي َها َوب‬
ََ ‫الد ََّّو‬
‫ْس يَ ْو ََم‬ ْ َ َ
َ ِّ ‫عل ْي َِّه أ َد ََم َو َخلقََ الخَمِّ ي‬ َ
َ ‫سال َُم‬ َّ ‫ص َِّر بَ ْع ََد ال‬
ْ َ‫ن الع‬ ْ ْ ْ َ
َ ِّ‫ق أخِّ َِّر فِّي ال ُج ْمعَ َِّة يَ ْو َِّم م‬ ْ ْ
َِّ ‫عةَ فِّيأخِّ َِّر الخَل‬ َ ‫سا‬ َ ‫ن‬ ْ
َ ِّ‫ع َِّة م‬
َ ‫سا‬ ْ َ
َ ‫ص ِّرإِّلى بَيْنََ فِّ ْي َما ال ُج ْمعُ َِّة‬ ْ َ‫ْالع‬
ْ (‫)مسلم رواه‬
َِّ ‫اللَ ْي‬.
‫ل‬

Dari Abi Hurairah RA. ia berkata : “ Rasulullah Saw. memegang tanganku kemudian bersabda: Allah
Azza Wajalla menciptakan tanah ( bumi ) pada hari sabtu, dan Allah menciptakan gunung-gunung
diatas bumi pada hari ahad, dan menciptakan pepohonan pada hari senin, dan menciptakan
kemalangan pada hari selasa, menciptakan cahaya pada hari rabu, menebarkan binatang-binatang
melata pada hari kamis dan menciptakan nabi Adam AS, setelah ashar hari jum’at diakhir ciptaanNya
pada detik-detik terakhir hari jum’at yaitu diantara waktu ashar hampir maghrib ( malam ) ( HR.
Muslim )

َ‫عةَ ثِّ ْنت َا ْال ُج ْمعَ َِّة يَ ْو ُم‬


َ ‫سا‬
َ ‫عش ََر‬
َ ‫عةَ فِّ ْي َِّه‬ َ ‫ل فِّ ْي َها لَي ُْو َج َُد‬
َ ‫سا‬ َ ‫ش ْيئًا‬
َُ ‫هللاُ ُم ْسلِّميَسْأ‬ َ ‫عةَ إِّلَّأ َ ْع‬
َ ُ‫طاإِّيَّاَه‬ ُ ِّ‫ص َِّر فَ ْالتَم‬
َ َ ‫سوهَاأخِّ ُرسا‬ ْ َ‫بَ ْع َد ْالع‬.(‫الطالبين ءاعانة‬:
1/91)

Pada hari jum’at ada 12 saat / jam. Tak seorang muslimpun yang memohon sesuatu pada Allah SWT.
kecuali Allah akan memberinya, carilah waktu tersebut pada akhir saat setelah waktu ashar. (
I’anatut Tholibin juz 1 halaman 91 ).
Apa saja keutamaan dan jaminan bagi orang yang meyakini dan menghormati Sayyidi Syeikh
Ahmad At Tijani ra. Sebagai wali Allah SWT?.

Jawab : Keutamaan Thariqah At Tijany ada 2 (dua) :

Yang pertama keutamaan bagi semua orang yang menyakini kewalian Sayyidi Syeikh Ahmad At
Tijany ra dan hormat serta cinta kepada beliau juga senang dan hormat terhadap pengikut Thariqah
At Tijany sampai mati, dengan catatan “ Tidak pernah merasa aman dari ancaman murka Allah Swt”.
Maka ia akan mendapatkan jaminan Allah SWT melalui Rasulullah SAW dengan jaminan antara lain:

Akan mati membawa Islam Dan Iman.

Dimudahkan dalam sakaratul maut

Mendapat kemudahan dan kebahagiaan di alam kubur

Allah Swt. Menjamin keamanan baginya dari semua jenis siksaan dan semua kesulitan, sejak
matinya sampai masuk kedalam surga.

Diampuni semua dosanya yang terdahulu dan kemudian

Mendapat Rahmat Allah karena semata-mata karunia Allah Swt. Bukan karena kebaikan orang
tersebut.

Allah tidak akan menghisab / memperhitungkan amalnya dan tidak akan mengurangi sedikitpun
serta tidak akan ditanya apapun tentang amalnya di hari kiamat.

Allah memberi naungan dibawah Arasy di hari kiamat

Allah akan memberi kekuatan ketika melewati syirath, sehingga sampai kesurga dalam sekejap
mata dengan kawalan Malaikat.

Diberi minum oleh Allah Swt. Dari telaga Rasulullah Saw.

Masuk surga tanpa hisab dan tanpa disiksa dalam rombongan pertama bersama Rasulullah SAW.

Allah meletakkannya / memberi tempat tinggal di Illiyyiin dalam surga firdaus dan aden.
Rasulullah Saw. Cinta pada orang yang cinta Sayyidi Syeikh Ahmad At Tijany dan dia tidak akan
mati kecuali sudah menyandang predikat sebagai wali Allah.

Sayyidi Syeikh Ahmad At Tijany RA. Cinta pada orang yang cinta kepadanya.

Apa saja keutamaan dan jaminan Bagi Orang Yang Masuk (baiat) Thariqah At Tijany

Jawab : Bagi Mereka Yang Mengikuti / mengamalkan Thariqah At Tijany dengan baiat Shahiih akan
mendapatkan keutamaan dan jaminan yang lebih banyak lagi diantaranya :

Kedua orang tuanya, kedua mertuanya, istri istrinya serta anak anaknya dijamin masuk surga
tanpa hisab (tanpa dihitung amalnya) dan tanpa disiksa serta diampuni dosa dosanya baik besar
maupun kecil. Dengan catatan mereka itu semua orang Islam yang tidak benci dan tidak mencela
Sayyidi Syeikh Ahmad bin Muhammad At Tijany. Lebih terjamin lagi jika mereka itu cinta kepada
Sayyidi Syeikh Ahmad Bin Muhammad At Tijany RA, walaupun tidak ikut mengamalkan wirid
Thariqah At Tijany.

Rasulullah SAW menjadi sandaran utama mereka sebagaimana sabda Rasulullah SAW kepada
Sayyidi Syeikh Ahmad bin Muhammad At Tijany RA :

َ‫صلَّى قَا َل‬ َ ‫سلَّ ََم‬


َ ‫علَ ْي َِّه هللا‬ َ ‫ِّىوتَالَمِّ ْيذُ َكتَالَمِّ ْيذِّى فُقَ َرا ُءكََ“ َو‬
َ ‫ص َحابُكََ فُقَ َرائ‬ َُ ‫ضافَةُ؟ َه ِّذَِّه أ ْش َر‬
ْ ‫ف فَ َما“ أ‬
ْ ‫ص َحابِّى َوأ‬ َ ‫الرباني الفيض( ا ِّل‬:28)

Artinya : Bersabda Rasulullah SAW : “Para fuqara’ (yang menjadi tanggunganmu) itu adalah
fuqara’ku juga (tanggunganku juga), murid muridmu itu semua adalah murid muridku, sahabat
sahabatmu adalah sahabat sahabatku”. Adakah tempat bersandar yang lebih mulya dari Rasulullah
?…..
Ketika naza’ / sakaratul maut, Rasulullah SAW akan hadir menjemput ruhnya.

Rasulullah SAW akan mendampinginya ketika ditanya oleh 2 malaikat (Munkar dan Nakiir).

Imam Mahdi Al Muntadzar menjadi ihwan Thariqah At Tijany, dan sebagai tanda akan datangnya
Imam Mahdi Al Muntadzar yaitu jika Ihwan Thariqah At Tijany sudah banyak, merata, tersebar di
berbagai Negara sampai ke desa desa.

Martabatnya Ihwan Thariqah At Tijany lebih tinggi derajatnya dari martabatnya wali Qutub
walaupun mereka hanya sebagai orang awam.

َ‫صلَّى فَعَل َِّم‬ َ ‫سلَّ ََم‬


َ ‫علَ ْي َِّه هللا‬ َ ‫و‬: َ ‫ن‬ََّ ِّ‫ص َحابِّ َِّه بَيْنََ إ‬ْ َ‫ب أ‬
َِّ ‫ص َحا‬ ْ َ ‫شيْخَِّ َهذَا َوبَ ْينَأ‬ َ ‫ت َا َم َةً ُمنَا‬، ََ‫سبَ ِّةكَانُ ْوا َوبِّت ِّْلك‬
ََّ ‫سبَ َةً ال‬ َ ‫هللاِّ ِّع ْن ََد ْال ُمنَا‬
َ ‫ن‬ َْ ِّ‫ب أَكَابِّ َِّر أ َ ْكبَ ُرم‬ َ ‫األ َ ْق‬
َِّ ‫طا‬
ِّ ‫ث َو ْال َع‬
ََ‫ار ِّفيْن‬ َِّ ‫ن َواأل َ ْغ َوا‬ َْ ‫ِّر فِّى كَانُ ْوا َو ِّإ‬ َّ ‫ن‬
َِّ ‫الظاه‬ َْ ِّ‫ام ُج ْملَ َِّة م‬ ْ (‫ الرباني الفيض‬: 28)
َِّ ‫ال َع َو‬.

Rasulullah Saw. Memberi tahu kepada Syeikh Ahmad At Tijany Ra. Bahwa antara sahabat
Rasululullah dan sahabatnya Syeikh Ahmad At Tijany mempunyai persamaan yang sempurna dan
dengan kesamaan inilah ihwan Thariqah At Tijany bagi Allah Swt. lebih tinggi nilainya (bagi Allah
SWT) dari pada Wali Qutub, ‘Arifin dan Al Ghauts walaupun tampang dzohirnya hanyalah orang
awam. (Al Faidlur Rabbani : 28)

Pada saat mereka berdzikir, ikut berdzikir bersama mereka 70.000 malaikat selama dzikir
berlangsung dan pahala berdzikir para malaikat tersebut ditulis untuk mereka.

Dalam wirid lazim terdapat syighat ismul A’dzam Cuma berbeda dengan Syighat Ismul A’dzom
yang khusus untuk Nabi Saw.

Mendapat pahala membaca ismul A’dzam walaupun tidak mengetahui Ismul A’dzam tersebut.

Tidak akan mencicipi pedih / sakitnya prahara sakaratul maut.

Diakhirat mendapat tempat khusus dibawah naungan Arasy

Tidak mengalami atau merasakan dasyatnya mauqif / mahsyar, akan tetapi ihwan Tijani
dikumpulkan bersama orang-orang yang aman didekat pintu surga, sampai masuk kedalam surga
bersama Rasulullah Saw. dan para sahabatnya dirombongan pertama.
Menjadi tetangga Rasulullah dan para sahabat disurga.Dan masih banyak lagi keutamaan lainnya.

Apa dasar hukum dari keutamaan dan jaminan tersebut diatas ?….

Jawab:Dasar hukum atas keutamaan dan jaminan tersebut diatas antara lain:

Al Qur’anul Karim,

‫ن أَآل‬
ََّ ‫هللاِّ أَو ِّليَآ ََء ِّإ‬
َ َ‫علَ ْي ِّه َْم لَخَوف‬ َ ‫(يَحْ زَ نُونََ َولَ ُه َْم‬62) ََ‫(يَتَّقُونََ َوكَانُوا أ َ َمنُوا اَلَّ ِّذيْن‬63) ‫األَخِّ َرةَِّ الدنيَ َاوفِّى ْال َحيَوةَِّ فِّى البُ ْش َرى لَ ُه َُم‬،
ْ ‫ل‬ ََ ‫َلت َ ْب ِّد ْي‬
َِّ ‫هللاَِّ ِّل َك ِّل َما‬، ََ‫(العَظِّ ي َِّْم الف َْو َُز ه ََُو ذَلِّك‬64)(‫يونس‬: 62-64)
‫ت‬

“Ingatlah !, Sesungguhnya para Wali Allah itu adalah mereka yang tidak merasa takut (akan
kematian) dan mereka tidak bersedih hati (karena berbagai cobaan dan kesulitan dunia). (62) Yaitu
orang orang yang beriman dan mereka selalu bertaqwa (63). Bagi mereka berita gembira di dalam
kehidupan dunia dan dalam kehidupan akhirat. Tidak ada perobahan bagi kalimat kalimat (janji janji)
Allah, yang demikian itu adalah kemenangan yang sangat besar.(64). (Q.S. Yunus: 62-64)

Yang dimaksud berita gembira bagi para Awliya’ adalah dhamanat / jaminan Allah SWT kepada
Rasulullah SAW atas ummatnya sebagai syafaat yang mengalir melalui tangan para awliya’ yang
selanjutnya dikenal dengan istilah dhamanat maupun karomah awliya’.
Hadits Nabi Muhammad SAW. yang menjelaskan dhamanat bagi para awliya’ itu sangat banyak,
dalam kitab Musnad Imam Ahmad bin Hambal terdapat beberapa riwayat hadits Nabi yang
meriwayatkan dhamanat / jaminan bagi ummat Rasulullah SAW:

ُ ‫صلَّى هللا قَالَ َر‬


َ‫س ْو ُل‬ َ ‫علَ ْي َِّه هللا‬َ ‫سلَّ ََم‬
َ ‫و‬:
َ ‫ي‬ َْ ِّ‫ع َدن‬ َ ‫ي َو‬ َْ ‫ل َر ِّب‬ ََّ ‫ع َّز َو َج‬
َ ‫ن‬ ََ ‫ِّن ْال َجنَّ َةَ َي ْد ُخ‬
َْ َ ‫ل أ‬ َْ ِّ‫س ْب ِّعيْنََ أ ُ َّمت‬
َْ ‫ي م‬ َ ‫ْر ْألفًا‬ َ ‫عذَابَ َو‬
َ ِّ‫لَ ح‬
َِّ ‫سابَ ِّبغَي‬ َِّ ‫ْألفَ ُك‬
َ ، ‫ل َم ََع‬
َ ‫ن َوثَالَث ُ َحثَيَاتَ ْألفًا‬
ََ‫س ْبعُ ْون‬ َِّ ‫ي َحثَيَا‬
َْ ِّ‫ت م‬ َْ ‫ع ََّز َر ِّب‬
َ ‫ل‬ ََّ ‫مسند(و َج‬
َ ‫)حنبل بن أحمد إمام‬

Rasulullah SAW bersabda: Tuhanku berjanji kepadaku bahwa ummatku akan masuk surga tanpa
hisab dan tanpa disiksa sebanyak 70.000 (tujuh puluh ribu) orang, bersama setiap seribu orang
tersebut, 70.000 (tujuh puluh ribu) orang, dan (ditambah) dengan tiga cidukan dari cidukan Tuhanku
Yang Maha Mulya dan Maha Perkasa. (Musnad Imam Ahmad bin Hambal, hadits no. 22357)

َ‫ل قَا َل‬ َُ ‫س ْو‬ َ ‫صلَّى‬


ُ ‫هللاِّ َر‬ َ ‫سلَّ ََم‬
َ ‫علَ ْي َِّه هللا‬ َ ‫و‬: ََّ ‫ن‬
َ ‫إن‬ َْ ِّ‫ي م‬
َْ ِّ‫ن أ َّمت‬ َِّ ‫اس مِّ نََ ْال ِّفئ‬
َْ ‫َام فِّي يَ ْشفَ َُع َم‬ َ ِّ َّ‫الن‬، ‫ن َومِّ ْن ُه َْم‬ َ ‫ن ل ِّْلقَبِّ ْيلَة‬
َْ ‫ومِّ ْن ُه َْم يَ ْشفَ َُع َم‬،ِّ ْ ُ‫ل ِّْلع‬، ‫َومِّ ْن ُه َْم‬
َْ ‫صبَ َِّة يَ ْشفَ َُع َم‬
َْ ‫ل ِّْل َواحِّ َِّد يَ ْشفَ َُع َم‬، ‫ال َجنَّ َةَ يََ ْد ُخلُ ْوا َحتَّى‬.
‫ن‬ ْ (َُ‫ي َر َواه‬ َْ ‫ي َوإِّنَّ َما( َرزَ يْنَُ َوزَ ا ََد )الت ْرمِّ ِّذ‬ َْ ِّ‫عت‬
َ ‫شفَا‬
َ ‫ل فِّي‬ ْ ُ ‫أحمد إمام مسند( )بِّ َر ُجلَ لَيُؤْ َم َُر َوإنَّ َه‬
َِّ ‫ال َكبَائ َِِّّر أ ْه‬،
‫)حنبل بن‬

Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya sebagian dari ummatku ada yang bisa memberi syafaat
terhadap banyak golongan, ada yang bisa memberi syafaat kepada Qabilah / sukunya, ada yang bisa
memberi syafaat kepada keluarganya, ada yang bisa memberi syafaat kepada satu orang saja
sehingga mereka semuanya masuk surga. (HR. Thurmudzi) Dan Imam Razain dalam riwayatnya
menambahkan: “Sesungguhnya syafaatku akan diberikan kepada ahli kabair (pelaku dosa dosa
besar), dan hal tersebut akan dikuasakan (diwakilkan) kepada seorang laki laki (Wali Allah)”.
Catatan penting:

== 1 == “Sesungguhnya sebagian dari ummatku ada yang bisa memberi syafaat terhadap banyak
golongan, ada yang bisa memberi syafaat kepada Qabilah / sukunya, ada yang bisa memberi syafaat
kepada keluarganya”

InsyaAllah yang dimaksud oleh hadits tersebut diatas diantara ummat Rasulullah SAW yang bisa
memberi syafaat itu adalah ihwan Thjariqah Tijani, yang mana salah satu jaminan bagi pengamal /
ihwan Thariqah Tijani adalah Jaminan masuk surga tanpa hisab dan tanpa siksa bersama istri istrinya,
anak anaknya, kedua orang tua dan mertuanya

== 2 == “Sesungguhnya syafaatku akan diberikan kepada ahli kabair (pelaku dosa dosa besar), dan
hal tersebut akan dikuasakan (diwakilkan) kepada seorang laki laki (Wali Allah)”.

Kami yakin pula bahwa isyarah dari makna hadits tersebut diatas (dikuasakan (diwakilkan) kepada
seorang laki laki (Wali Allah)”. tertuju kepada guru kita Al Quthbi Al Maktum Abil Abbas Ahmad bin
Muhammad At Tijani ra. yang mana ketika beliau mendapat amanat dari Rasulullah SAW untuk
mengamalkan dan menyebarkan Thariqah Tijani yang mulya ini, beliau bertanya kepada Baginda
Nabi Muhammad SAW: “Apa jaminan yang Tuan berikan kepada hamba dan orang yang mengikuti
hamba?.. Nabi Muhammad SAW menjawab: Kamu adalah pintu rahmat Allah SWT bagi pelaku dosa
dosa besar dan ahli maksiat yang ingin bertaubat dan kembali ke jalan Allah SWT”. dari kitab yang
sama juga hadits:
‫ع ْب َُد َح َّدثَنَا‬ َ ‫ل هللا‬ ََ ‫ي قَا‬ َْ ِّ‫ي َح َّدثَن‬ َْ ِّ‫ل أَب‬ َْ ِّ‫ل ا َ ْلقَاس َِِّّم ب‬
ََ ‫ن هَا ِّش َْم ثَنَا قَا‬ ََ ‫ي ثَنَا قَا‬ َْ ‫ل ا َ ْل َم ْسعُ ْو ِّد‬
ََ ‫ْر ثَنَي قَا‬
َُ ‫ْن بَ ِّكي‬َِّ ‫َس ب‬ َ ِّ ‫ن األ َ ْخن‬ َْ ‫ع‬ََ َ‫ن َر ُجل‬ َْ ‫ع‬
َ ‫ي‬َْ ِّ‫ق بَ ْكرَ أَب‬ ِّ ‫ل ا َ ْل‬
َِّ ‫ص ِّد ْي‬ ََ ‫قَا‬،
ََ ‫ل قَا‬
‫ل‬ َُ ‫س ْو‬ُ ‫هللاِّ َر‬َ e َُ‫س ْب ِّعيْنََ أعْطِّ يْت‬ ُ ً ْ ُ َ
َ ‫ْر ال َجنَّ َة يَ ْد ُخل ْونََ ألفا‬ ْ َِّ ‫سابَ بِّغَي‬ ْ َ َ َ
َ ِّ‫ْر ل ْيل َة كَالقَ َم َِّر ُو ُج ْو ُه ُه َْم ح‬ ْ ُ ُ
َِّ ‫على َوقل ْوبُ ُه َْم البَد‬ َ ْ
َِّ ‫َواحِّ دفَا ْست َْز َدتَْ َر ُجلَ قَل‬
َ ‫ب‬
َْ ِّ‫ع َز َرب‬
‫ي‬ َّ َ ‫ل‬ ََّ ‫ي َو َج‬ َ
َْ ِّ‫ل َم ََع فزَ ا َدن‬ ُ
َِّ ‫س ْب ِّعيْنََ َواحِّ دَ ك‬ ً
َ ‫ل ألفا‬ ْ َ
ََ ‫َر أب َُْو قا‬ َِّ ‫ي بَك‬
ََ ‫ض‬ َ ُ‫عن َه‬
ِّ ‫هللاُ َر‬ ْ َ
َ َُ‫أن ف َرأيْت‬ َّ
َ ََ‫ت ذلِّك‬َ َِّ ‫على آ‬ َ َ ‫ل‬ َِّ ‫صيْبَُ ْالقُ َرى أه‬
ْ َْ ‫َم‬
ِّ ‫ن َو ُم‬
ََ‫ي َحافَات‬ ْ
َْ ‫مسند(”البَ َوا ِّد‬ ‫)حنبل بن أحمد إمام‬

Bersabda Rasulullah SAW:”Aku diberi (oleh Allah SWT) 70.000 (ummatku) akan masuk surga tanpa
hisab. Wajah wajah mereka bagaikan bulan purnama, sedangkan HATI MEREKA BERADA DI HATI
SEORANG LAKI LAKI (Wali Allah), kemudian Allah SWT memberi tambahan pada setiap orang (dari
jumlah 70.000 tersebut) sebanyak 70.000 orang. Berkata Abu Bakar As Shiddiq ra. Maka aku melihat
bahwa karunia tersebut diberikan kepada penduduk suatu kampung yang memenuhi sewluruh
lembah”.

Catatan penting:

Kalau kita hitung, dari jumlah 70.000 x 70.000 maka jumlah keseluruhannya sebanyak
4.900.000.000.- (empat milyar sembilan ratus juta). Subhanallah wa tabaarokallaah… semoga kita
tergolong pada jumlah tersebut.

HATI MEREKA BERADA DI HATI SEORANG LAKI LAKI (Wali Allah), Haqqul yaqin, Laki laki yang
dimaksud adalah guru kita, Al Quthbi Al Maktum Ahmad bin Muhammad At Tijani ra. dimana pada
posisi tersebut beliau juga dikenal sebagai HATI RASULULLAH atauQALBU MUHAMMADIYYAH. Yang
merupakan wadah dari lautan Rahmat Allah SWT. (Rahmatan lil ‘alamiin).
Dan masih banyak hadits serupa yang menjelaskan dhamanat (jaminan) dari Allah SWT kepada
Rasulullah SAW sebagai syafaat atas ummat beliau.

Kalau kita renungkan, andaikan seluruh ihwan Tijani dikumpulkan bersama istri istrinya, anak
anaknya, kedua orang tua dan mertuanya, kami yakin jumlah seluruhnya tidak akan mencapai 1/3
(sepertiga) dari jumlah ummat Rasulullah SAW. yang mana menurut riwayat hadits yang kedua
dalam rawi MAULID AD DIBA’I dinyatakan bahwa 1/3 ummat Rasulullah SAW akan masuk surga
tanpa hisab, 1/3 masuk surga melalui hisab yang ringan dan 1/3nya lagi akhirnya masuk surga juga
walaupun melalui hisab yang berat dan ketat,

Dengan demikian maka masuk akal / tidak mustahil bahkan wajar sekali apa yang dijanjikan
Rasdulullah SAW kepada Sayyidi Syeikh Ahmad Tijani ra. bahwa ihwan Tijani beserta anak anaknya,
istri istrinya, kedua orang tua dan kedua mertuanya dijamin masuk surga tanpa hisab dan tanpa siksa
berkat rahmat dan kasih sayang Allah SWT yang disebabkan tingginya martabat Sayyidi Syeikh ra.
bukan karena kemulyaan dari masing masing pribadi ihwan tersebut. Wallaahu a’lam.
BAB III
Syarat-syarat, kewajiban, anjuran dan larangan dalam Thariqah At Tijany

a. Syarat syarat masuk thariqah At Tijaniyah

Apa saja syarat-syarat masuk Thariqah At Tijaniyah dan apa dasar hukumnya :

Jawab : Syarat syarat masuk thariqah At Tijani ada 3 yaitu:

a). Calon Ikhwan Tijany tidak mempunyai dan mengamalkan Thariqah lain, jika sudah punya amalan
thariqah lain, dia wajib melepas thariqah tersebut dan seluruh amalannya lebih dulu.

Masuk dalam sebuah thariqah ibaratnya kita masuk menjadi pegawai suatu departemen atau
perusahaan. Seorang pegawai perusahaan yang kuat dan resmi, dilarang keras merangkap jabatan,
jika seorang pegawai ketahuan kalau dia merangkap jabatan, pasti disuruh memilih salah satu untuk
ditekuni dan melepas jabatan yang lain. Demikian juga jika kita masuk satu lembaga studi misalnya
Sekolah Menengah Umum. Seorang murid tidak diperkenankan sekolah ditempat lain kecuali dia
siap dipecat.

Demikian pula seorang yang masuk Islam, dia dituntut untuk menganut islam secara kaffah
(totalitas) dan dilarang keras menganut agama lainnya. Tidak terkecuali pula dalam thariqah. Hal ini
demi kemudahan bagi murid dalam menghadapkan dan memantapkan hatinya ke hadrah gurunya
agar supaya wushul kepada Allah SWT secepatnya. Dasar hukumnya :
‫البقرة( كَافَّ َةً ال ِّس ْل َِّم فِّى ا ْد ُخلُ ْوا أ َ َمنُ ْوا الَّ ِّذيْنََ يَاأي َها‬: 206)

“Wahai orang orang yang beriman, masuklah kalian kedalam agama Islam ini secara totalitas
(sempurna)” (QS : Al Baqarah:208)

Maksudnya Islam tidak bisa diamalkan sebagian yang cocok lalu membuang bagian lain yang tidak
cocok dengan nafsunya dan Islam tidak bisa dipadu dengan konsep agama lain sejak dulu sampai
kapanpun. jadi harus totalitas dalam segala aspeknya baik ibadah mahdha dan ghairu mahdha,
termasuk juga aspek social, ekonomi, politik, budaya dan hukum. Jika agama Islam mensyaratkan
demikian, maka thariqah At Tijaniyah yang mana tujuannya untuk memperkuat keimanan dan
keislaman maka syaratnya sama, tidak bisa dirangkap dengan thariqah lain.

‫ل َوأَطِّ ْيعُ ْوا هللاََ أَطِّ ْيعُ ْوا‬ َّ ‫النساء( مِّ ْن ُك َْم األ َ ْم َِّر َوأ ُ ْولِّى‬:59)
ََ ‫الرسُ ْو‬

“Taatlah kepada Allah, dan taatlah kepada Rasulullah, dan kepada orang yang mempunyai
wewenang dari kalian semua” (QS: An Nisa’ : 59)

Guru, Mursyid atau Muqaddam thariqah adalah termasuk dalam kategori Ulil amri yang wajib
dita’ati selama perintah dan larangan mereka tidak bertentangan dengan syariah Islam (yakni Al
Qur’an dan Sunnah Nabawiyah).

b). Muqaddam yang mentalqinnya telah mendapat idzin yang shah (dari Muqaddam yang berhak
melantik Muqaddam) untuk memberikan wirid.
c). Di Talqin / mendapat idzin / bai’at mengamalkan wirid Thariqah Tijaniyah.

Dari dua syarat tersebut diatas, bisa disimpulkan bahwa syarat paling utama dan mutlak harus
didapatkan agar resmi jadi ihwan sebuah thariqah adalah BAI’AT YANG SHAHIH dengan sanad yang
sambung sampai pada Baginda Rasulullah SAW. dasar hukumnya antara lain :

َ‫ي لَ َق ْد‬
ََ ‫ض‬
ِّ ‫هللاُ َر‬
َ ‫ن‬ َ ََ‫ش َج َرَةِّ تَحْ تََ يُ َبا ِّيعُ ْونَكََ ِّإ َْذ ْال ُمؤْ مِّ نِّيْن‬
َِّ ‫ع‬ ََ َ‫س ِّك ْينَ َةَ فَأ َ ْنز‬
َّ ‫ل قُلُ ْو ِّب ِّه َْم َمافِّى فَ َعل ََِّم ال‬ َ ‫ قَ ِّر ْيبًا فَتْ ًحا َوأَثَا َب ُه َْم‬. ( ‫ الفتح‬: 18 )
َّ ‫علَ ْي ِّه َْم ال‬

“Sesungguhnya Allah benar benar ridha kepada orang orang mu’min, ketika mereka berbai’at
(berjanji setia) kepadamu dibawah pohon.maka Allah mengetahui apa yang ada dihati mereka,
kemudian Allah menurunkan ketenangan pada hati mereka dan memberi balasan untuk mereka
berupa kemenangan yang dekat (waktunya)”. (QS. Al Fath : 18 )

Bai’at artinya perjanjian setia lahir batin, sehidup semati serta siap berbuat dan menanggung resiko
apa saja sebagai akibat dari perjanjian tersebut. Orang yang mau masuk suatu thariqah apapun
namanya harus bai’at dulu. Yaitu ikrar janji setia kepada Allah SWT melalui Guru / Syeikh (Mursyid
atau Muqaddam thariqah) bahwa dia akan berusaha semaksimal mungkin untuk melaksanakan
seluruh kewajiban Syariat Islam dan menjauhi semua larangannya serta memenuhi seluruh
persyaratan yang ditentukan oleh thariqah yang dianutnya.

Praktek dan istilah bai’at sudah ada sejak zaman Nabi SAW hidup. Dalam sejarah ketika Fathul
Makkah, dikatakan bahwa penduduk Mekkah ramai ramai bai’at masuk Islam kepada Baginda Nabi
Muhammad SAW, ketika Sahabat Utsman bin Affan ra. ditawan dan dijadikan sandra, Rasulullah
SAW menyerukan jihad untuk membela Utsman. Lalu para sahabat ramai ramai bai’at kepada Nabi
dibawah pohon di Hudaibiyah, demikian juga dalam berbagai kesempatan lain, termasuk pula baiat
kesetiaan untuk selalu konsisten dalam melaksanakan kebajikan dan menjauhi semua larangan
sebagaimana riwayat hadits berikut ini:

َ‫علَى َبا ِّيعُ ْو ِّن ْي‬َ ‫ن‬ َْ َ ‫شيْا ًَء ِّباللَِّ لَت ُ ْش ِّر ُك ْوا أ‬ َ ‫لَ تُس ِّْرقُ ْوا َو‬
َ َ‫ل‬ َ ‫لَ ت َْزنُ ْوا َو‬َ ‫لَ ْأولَ َد ُك َْم ت َ ْقتُلُ ْوا َو‬َ ‫أر ُج ِّل ُك َْم أ ْي ِّد ْي ُك َْم َبيْنََ ت َ ْفت َُر ْونَ َهُ ِّببُ ْهت َانَ ت َأت ُ ْوا َو‬
ْ ‫لَ َو‬ َ ‫َو‬
‫ص ْوا‬ ُ ‫ن َم ْع ُر ْوفَ فِّي ت َ ْع‬ َْ ‫علَى فَأجْ ُرَهُ مِّ ْن ُك َْم َوفَى فَ َم‬ َ ِّ‫هللا‬
َ ‫ن‬ َْ ‫اب َو َم‬
ََ ‫ص‬ َ ‫نأ‬ َْ ِّ‫ش ْيئًا ذَلِّكََ م‬ ََ ‫ارةَ فَ ُه ََو الد ْنيَا فِّى فَعُ ْوق‬
َ ‫ِّب‬ َ َّ‫ن لَ َه ُ َكف‬ َْ ‫اب َو َم‬ ََ ‫ص‬ َ ‫نأ‬ َ ‫ث ََُّم‬
َْ ِّ‫ش ْيئًا ذَلِّكََ م‬
ُ‫ست ََرَه‬ َ ُ‫هللا‬َ ‫ن هللاَِّ إِّلَى فَ ُه ََو‬ َْ ِّ‫ع ْن َهُ شَا ََء إ‬
َ ‫عفَا‬
َ ‫ن‬ َ ُ‫علَى فَبَايَ ْعنَاَه‬
َْ ِّ‫عاقِّبَ َهُ شَا ََء َوإ‬ َ ََ‫)والنسائ والترمذي مسلم و البخاري رواه( ذَلِّك‬

“Berjanjilah kalian kepadaku, untuk tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun, tidak
mencuri, tidak berzina, tidak membunuh anak anak kalian,tidak membuat kebohongan diantara
tangan dan kaki kalian dan tidak mendurhakai aku dalam kebajikan, barangsiapa yang memenuhi
janji diantara kalian, maka mendapat pahala dari Allah. Dan barangsiapa melanggar sebagian
darinya, kemudian mendapat hukuman di dunia, maka itu menjadi tebusan baginya. Dan
barangsiapa yang melanggar sebagian darinya, lalu Allah menutupinya, maka hukumannya
tergantung kepada Allah. Apakah Allah berkenan untuk mengampuninya atau mengadzabnya. Maka
kami berbaiat dengan hal tersebut. (HR. Buhari, Muslim, Tirmidzi dan Nasai)

Bagaimana hukumnya seorang ikhwan (bukan Muqaddam) memberi izin (ijazah) baiat wirid
thariqah At Tijani kepada orang lain?

Jawab: Hukumnya haram dan batal thariqahnya, sangat dilarang dan termasuk kesalahan fatal (su’ul
adab) yang menyebabkan thariqahnya batal. Jika tidak bertaubat yang bersangkutan terancam mati
su’ul khatimah. Naudzubillah,Sesuai dengan keterangan kitab Addurarus Saniyahsbb:

َ‫ص ُل‬ ْ َ‫الثَّانِّي ا َ ْلف‬، ‫اْل ْذنََ يَ ْرفَ َُع َما فِّ ْي َِّه ا َ ْذ ُك َُر‬ َِّ ‫ل إِّذَا ْال َحا‬
ِّ ْ ‫ل فِّى‬ َ ‫اْل ْذنََ يَ ْرفَ َُع مِّ َّما‬.(َ
ََ َ‫شيْا ًَء فَع‬ ِّ ْ ‫س‬ُ ِّ‫ْر )الخَام‬ َ ‫ن ْال ِّو ْر َِّد ِّ ِّْل ْع‬
ْ َّ ‫طاءَِّ اَلت‬
َُ ‫ص ِّدي‬ َْ ِّ‫ْر م‬ َ َ‫صحِّ يْحَ إِّ ْذن‬
َِّ ‫غي‬ َ
َ
َِّ‫اْل ْعطاء‬ ْ
ِّ ِّ‫ب‬. (‫ص هللا عبد بن سعيد محمد الفقير بقلم السنية الدرر‬،‫الرباطابي‬:10)
“Pasal 2. Penjelasan tentang hal hal yang menyebabkan dicabutnya izin / baiat langsung saat itu juga
jika hal hal berikut dilakukan. (larangan nomor 5) Memberikan / mentalqin wirid (Thariqah At Tijani)
tanpa ada izin shahih untuk memberikan. (Ad Durarus Saniyah yang ditulis Sayyid Muhammad Said
Ar Ribathabi, halaman: 10).

َ‫َر اَلسَّا ِّب َع‬


ََ ‫عش‬َ : ‫ع َد َُم‬
َ ‫صد َِّر‬ َ ‫ْر ْال ِّو ْر َِّد ِّ ِّْل ْع‬
َ َّ ‫طاءَِّ الت‬ َِّ ‫ن ل ِّْلغَي‬
َْ ِّ‫ْر م‬
َِّ ‫غي‬ َ َ‫صحِّ يْحَ ِّإ ْذن‬
َ ُ‫ْخ مِّنََ لَ َه‬ َّ ‫ي ال‬
َِّ ‫شي‬ ََ ‫ض‬ َ ُ‫ع ْن َه‬
ِّ ‫هللاُ َر‬ َ ‫أو‬ َْ ِّ‫ض م‬
َْ ‫ن‬ َّ
َ ِّ ‫الط ِّر ْيقَ َِّة َه ِّذَِّه ُمقَ َّدمِّ ي بَ ْع‬
َْ ‫ل يَتُبَْ لَ َْم َوا‬
‫ِّن‬ ََ ‫ل قَا‬ ْ
َُ ‫علَى يَ ُم ْوتَُ ال َك ْشفَِّ أ ْه‬ َ َ‫س ْوء‬ ْ ُ ْ َُ ‫هللاَ نَسْأ‬
ُ ‫ل بِّاللَِّ َوال ِّعيَا َذ الخَاتِّ َم َِّة‬ ْ
َ ََ‫الخَاتِّ َم َِّة ُحسْن‬,(‫بن سعيد محمد الفقير بقلم السنية الدرر‬
‫الرباطابي هللا عبد‬، ‫ص‬:7)

“Syarat Thariqah nomor tujuh belas: Tidak boleh memberikan izin mengerjakan wirid (yakni wirid
lazim thariqah) kepada orang lain tanpa ada izin yang shahih beginya dari Sayyidi Syeikh At Tijani ra.
Atau dari salah satu Muqaddam (yang berhak mengangkat Muqaddam) Thariqah At Tijaniyah. Jika
tidak bertaubat berkata ahli kasyaf, orang itu akan mati su’ul khatimah, dan kami mohon
perlindungan kepada Allah, dan kami mohon kepada Allah agar husnul Khatimah”.. (Ad Durarus
Saniyah yang ditulis Sayyid Muhammad Said Ar Ribathabi, halaman: 7).

Bagaimana hukumnya bila seorang muqaddam yang mengangkat muqaddam sebelum punya izin
mengangkat muqaddam?

Jawab: Hukumnya haram dan batal thariqah sekaligus jabatan muqaddamnya. Karena perbuatan
tersebut juga termasuk su’ul adab. Dan tidak berbuat demikian kecuali orang yang serakah terhadap
jabatan ruhaniah yang sangat tidak pantas bagi seorang Muqaddam thariqah, dimana seluruh lini
kegiatannya bertujuan untuk membersihkan hati dari sifat sifat tidak terpuji dan menggantikannya
dengan sifat sifat terpuji.
Bagaimana hukumnya seorang muqaddam yang mentalqin atau membai’at seseorang tanpa
menjelaskan apa dan bagaimana Thariqah At Tijaniyah, dan apa saja syarat syarat dan rukunnya?

Jawab: Batal dan gugur jabatan Muqaddamnya. Dasar hukumnya adalah:

َ‫ص ُل‬ْ َ‫الثَّانِّي َا َ ْلف‬، ‫ن َمايَ ْرفَ َُع فِّ ْي َِّه ا َ ْذ ُك َُر‬َِّ ‫اْل ْذ‬
ِّ ْ ‫ل فِّى‬ َِّ ‫ل ِّإذَا ْال َحا‬
ََ ‫شيْا ًَء فَ َع‬ َِّ ‫اْل ْذ‬.
َ ‫ن يَ ْرفَ َُع مِّ َّما‬ ِّ ْ (َ‫ِّس‬ َ ‫األو َرا َِّد ِّإ ْع‬
ُ ‫طا َُء )اَلسَّاد‬ ْ ‫علَى‬ َ ‫َو َهذَا‬
ُ ‫غي ِّْر‬
َ ‫ش ُر ْوطِّ َها‬
ْ
َ‫بِّال ُمقَ َّدمِّ يْنََ خَاص‬. ‫ن‬ َْ ‫ل فَ َم‬ ََ َ‫ع ْن َهُ ُرفِّ ََع ذَلِّكََ فَع‬ ْ
َ ََُُّ‫اْلذن‬ ِّ ْ ‫ل فِّى‬ ْ ََ ‫ض فِّى ذُك‬
َِّ ‫ِّر َك َما ال َحا‬ َ ِّ ‫ت بَ ْع‬ ِّ ْ (‫عبد بن سعيد محمد الفقير بقلم السنية الدرر‬
َِّ ‫اْل َجازَ ا‬.
‫ص هللا‬،‫الرباطابي‬:10)

“Pasal 2. Penjelasan tentang hal hal yang menyebabkan dicabutnya izin / baiat langsung saat itu juga
jika hal hal berikut dilakukan. (larangan nomor 6): Memberikan wirid wirid lazim thariqah tanpa
menjelaskan syarat syaratnya. Dan larangan ini khusus para Muqaddam. Barangsiapa (diantara
Muqaddam) berbuat demikian maka tercabut izinnya pada saat itu juga. Sebagaimana dibahas
dalam masalah pemberian izin”.(Ad Durarus Saniyah yang ditulis Sayyid Muhammad Said Ar
Ribathabi, halaman: 10).

Bagaimana hukumnya talkin / bai’at seorang Muqaddam yang hanya menyebutkan wirid saja
(yakni wirdus shabah dan wirdul masa’) tapi tidak menyebutkan wirid wadzifah dan hailalah. Apakah
shah bai’atnya? dan wajibkah murid / ikhwan tersebut mengerjakan wirid wadzifah dan hailalah?

Jawab : Talqinnya shah, dan ikhwan tersebut wajib melaksanakan wirid pagi dan sore, juga wirid
wadzifah serta hailalah Jum’at. Dasar hukumnya adalah:
َ‫ل يُلَقِّنَُ الالَّ ِّز َُم فَ ْال ِّو ْر ُد‬ َِّ ‫ن ِّل ُك‬ َ ِّ ‫ص ْدقَ َهُ ْال ُمقَد ََِّّم ا ْستِّثْنَا‬
َ ‫س بَ ْع ََد‬
َْ ‫طلَبَ َهُ َم‬ ِّ ‫ل‬ ََ ‫ش ُروطِّ َِّه َوقَب ُْو‬ ُ ، ‫ْر‬
َُ ‫غي‬َ ‫ط الالَّ ِّز َِّم َو‬َُ ‫ش ُر ْوطَ فِّ ْي َِّه ت ُ ْشت ََر‬ ُ ‫أ ُ ْخ َرى‬، ُ‫لَ فَ ْال َوظِّ ْيفَ َة‬ َ ‫ل‬ َُ ‫ت َ ْد ُخ‬
َّ
‫ل الط ِّر ْيقَ َِّة فِّى‬ َ َ ‫ج َو‬ ْ
َُ ‫ِّن ت َخ ُر‬ َ ُ ْ َ ْ ْ
َْ ‫ْن ِّعن ََد ال ُمقَ َّد َُم نَ ِّسيَ َها َول َْو ال ِّو ْر َِّد بِّل ُز ْو َِّم ت َِّجبَُ لك‬ ْ َّ
َِّ ‫أو التل ِّقي‬ َّ َ ْ
َْ ُ‫سكَتََ ال ِّو ْر ََد َلقنَ َه‬َ ‫ن َو‬ َِّ ‫ع‬ ْ َ َ ْ َّ
َ ‫فَإِّن ُه َما ال ُج ْمعَ َِّة َو َه ْيلل َِّة ال َوظِّ ْيفَ َِّة‬
َِّ ‫أ َ َبدًا تَالَ ُز ًما ْال ِّو ْر َِّد ِّبلُ ُز ْو َِّم لَ ِّز َم‬. (‫التجاني السيد محمد ألشيخ لعالمة التجانية الطريقة فقه فى الربانية الهداية‬، ‫ص‬:11)
‫ان‬

“Maka wirid lazim ditalqinkan kepada setiap orang yang minta setelah muqaddam (yang akan
menalqin) mengetahui kesungguhannya dan kesiapan peminta untuk menerima syarat syarat
thariqah At Tijany yang telah ditetapkan. Sedangkan untuk wirid selain wirid lazim (yakni wirid
ikhtiyariyah) terdapat syarat syarat lain. Sedangkan wirid wadzifah tidak masuk wirid thariqah tapi
juga tidak keluar dari wirid thariqah. Tapi wajib dikerjakan karena sudah kena kewajiban
mengerjakan wirid (pagi dan sore). Walaupun Muqaddam lupa menyebutkan (Wadzifah dan
Hailalah) ketika menalqin. Atau Muqaddam tersebut telah menalqinkan wirid (pagi dan sore) dan
tidak menyebutkan Wadzifah dan Hailalah Jum’at, maka keduanya tetap wajib sebagai akibat
diwajibkannya wirid (pagi dan sore) dengan kewajiban selamanya”.(diambil dari kitab “Hidayatur
Rabbaniyah fi Fiqhith thariqatit Tijaniyati” karangan As Syeikh Muhammad As Sayyid At Tijani.
Halaman 11.

Bagaimana hukumnya jika seorang ikhwan tijani ketika diberi mandat untuk memimpin dzikir
bersama di suatu acara, lalu bertawassul kepada Wali lain selain Sayyidi Syeikh Ahmad At Tijani
dengan alasan takut ditinggalkan jamaah?

Jawab: Tidak boleh dan batal thariqahnya. Sebagaimana diterangkan dalam kitab Ad Duraarus
Saniyah halaman 10:

َ‫ص ُل‬ْ َ‫الثَّانِّي ا َ ْلف‬، ‫اْل ْذنََ َمايَ ْرفَ َُع فَِّْي َِّه ا َ ْذ ُك َُر‬ َِّ ‫ل إِّذَا ْال َحا‬
ِّ ْ ‫ل فِّى‬ َ ‫اْل ْذنََ يَ ْرفَ َُع مِّ َّما‬.(‫ِّي‬
ََ َ‫شيْا ًَء فَع‬ ِّ ْ ‫اْل ْلتِّفَاتَُ )اَلثَّان‬
ِّ ‫ن‬َِّ ‫ع‬
َ ‫ْخ‬ َِّ ‫شي‬َّ ‫ي ال‬َْ ‫سيِّ ِّد‬
َ ‫التِّ َجانِّي أحْ َم ََد‬
ََ ‫ض‬
‫ي‬ َ ُ‫ع ْن َه‬
ِّ ‫هللاُ َر‬ َ َِّ‫ارة‬ َ ْ
َ َ‫ت األحْ يَاءَِّ األ ْو ِّليَاءَِّ بِّ ِّزي‬ َ ْ
َِّ ‫أو َواأل ْم َوا‬ َْ ‫ب‬ َ َ
َِّ ‫عاءَِّ طل‬ َ ‫أو مِّ َْن ُه َْم الد‬
َْ َِّ‫ب إِّ ْه َداء‬
َِّ ‫ت ث َوا‬َ ْ
َِّ ‫ن مِّ ن ال ِّعبَا َدا‬ ُ ْ
َِّ َ ‫صلَ َواتَ الق ْرا‬ َ ‫َونَ ْذرَ َوأ ْذكَارَ َو‬
َ‫ص َدقَة‬ َ ‫لَ ُه َْم ذَلِّكََ َونَحْ َِّو َو‬. (‫ص هللا عبد بن سعيد محمد الفقير بقلم السنية الدرر‬،‫الرباطابي‬:10)
“Pasal 2. Penjelasan tentang hal hal yang menyebabkan dicabutnya izin / baiat langsung saat itu juga
jika hal hal berikut dilakukan. (larangan nomor 2): Menyimpang (keluar dari asuhan) Sayyidi Syeikh
Ahmad bin Muhammad At Tijani ra. Dengan cara ziarah kepada wali (lain selain dari thariqah At
Tijani) baik yang masih hidup maupun yang sudah mati, atau meminta doa dari mereka, atau
menghadiahkan pahala ibadah membaca Al Qur’an, shalawat, dzikir, nadzardan shadaqah kepada
mereka”.“.(Ad Durarus Saniyah yang ditulis Sayyid Muhammad Said Ar Ribathabi, halaman: 10).

Bagaimana hukumnya seorang ikhwan yang ketika ditanya orang, dia mengingkari keterikatan
dirinya dengan thariqah At Tijani?..

Jawab : Batal thariqahnya. Dasar hukumnya adalah :

ْ َ‫الثَّانِّي ا َ ْلف‬، ‫اْل ْذنََ َما َي ْرفَ َُع فِّ ْي َِّه ا َ ْذ ُك َُر‬
َ‫ص ُل‬ ِّ ْ ‫ل فِّى‬ َِّ ‫ل ِّإذَا ْال َحا‬ َ ‫اْل ْذنََ َي ْرفَ َُع مِّ َّما‬.
ََ ‫شيْا ًَء فَ َع‬ ِّ ْ (َ‫َار )السَّا ِّب ُع‬ َّ ‫ْث‬
َُ ‫الط ِّر ْيقَ َِّة ِّإلَى نِّ ْس َبتِّ َِّه ِّإ ْنك‬ َُ ‫ار يُ ْم ِّكنُ َهُ َحي‬ ْ ِّ‫إ‬
َُ ‫ظ َه‬
ََ‫ن النِّ ْسبَ َِّة ت ِّْلك‬
َْ َ ‫ل َكأ‬
ََ ِّ‫سئ‬ َْ ‫ل تِّ ْي َجانِّيَ أ َ ْنتََ َه‬
ُ ‫ل‬ ََ ‫لَ فَقَا‬
َ،‫ب‬ ََ ‫س‬َ َ ‫ق مِّ نََ ِّلغَي ِّْرهَا ا َ ْواِّ ْنت‬
َِّ ‫الط ُر‬. (‫هللا عبد بن سعيد محمد الفقير بقلم السنية الدرر‬
‫ص‬،‫الرباطابي‬:10)

“Pasal 2. Penjelasan tentang hal hal yang menyebabkan dicabutnya izin / baiat langsung saat itu juga
jika hal hal berikut dilakukan. (larangan nomor 7): Mengingkari keterikatan dirinya terhadap
Thariqah At Tijaniyah, padahal memungkinkan (tidak ada masalah) baginya jika terus terang.
Misalnya ketika ditanya: Apakah kamu (pengamal) Thariqah At Tijani? Kemudian dia menjawab
tidak. Atau menyatakan dirinya terikat dengan thariqah yang lain. “.“.(Ad Durarus Saniyah yang
ditulis Sayyid Muhammad Said Ar Ribathabi, halaman: 10).

b. Kewajiban dan anjuran dalam Thariqah At Tijaniyah

1. Apa saja kewajiban Ikhwan Thariqah At Tijani dan apa dasar hukumnya ?

Jawab : Kewajiban ihwan thariqah At Tijaniyah ada 10 poin yaitu:

Harus menjaga dan mengamalkan syari’at dengan baik dan sempurna.

Harus menjaga sholat lima waktu dengan berjama’ah bila mungkin (jaga syarat-syarat berjama’ah
sholat).

harus mencintai Sayyidi Syeikh Ahmad At Tijany selama-lamanya (sampai mati).

Harus menghormati siapa saja yang ada hubungannya dengan Sayyidi Syeikh Ahmad At Tijany.

Harus menghormati semua wali Allah Swt. dan semua Thariqah.

Harus mantap pada Thariqah At Tijaniyah, tidak boleh ragu-ragu.

Selamat dari mencela Thariqah At Tijaniyah.

Harus berbuat baik dengan kedua orang tuanya.

Harus menjauhi orang yang mencela Thariqah At Tijaniyah.

Harus mengamalkan Thariqah At Tijaniyah sampai akhir hayatnya.


Dasar hukumnya adalah :

Harus menjaga dan mengamalkan syari’at dengan baik dan sempurna.

Ada sebagian kaum muslimin yang awam beranggapan bahwa orang masuk thariqah itu berarti
sudah lepas dari tuntutan syariah, dengan ibarat anak yang sudah belajar di jenjang sekolah
menengah berarti sudah lulus dari pendidikan dasar (SD) sehingga dia sudah tidak ada urusan lagi
dengan pendidikan dasar itu. Apalagi jika yang bersangkutan itu sudah naik lagi pada jenjang
pendidikan yang lebih tinggi seperti SMP, SMA dan perguruan tinggi (S1, S2 dan S3).

Pandangan seperti ini dijadikan ibarat untuk membahas jenjang pengetahuan, pengamalan dan
pemahaman agama yang diklasifikasikan dengan istilah : Syariah, Thariqah, Haqiqah dan Ma’rifah.
Analog seperti ini jelas tidak bisa dibenarkan dalam urusan agama Islam yang kita cintai. Dalam Islam
antara Syariah, Thariqah, Haqiqah dan Ma’rifah sebenarnya adalah suatu kesatuan yang harus utuh
dan tidak bisa dipisah pisahkan. Karena Syariah itu teorinya, thariqah itu prakteknya sedangkan
haqiqah dan ma’rifah adalah hasil pengalaman yang didapat dari pengamalan syariah.

Oleh karena, betapapun luas dan dalamnya seseorang menyelami dunia haqiqah dan ma’rifah dalam
agama ini, tetap mereka tidak bisa lepas dari syariah dan thariqah itu sendiri. Sebagaimana contoh
utama kita Rasulullah SAW yang menjadi satu satunya manusia yang mencapai puncak tertinggi
pengetahuan dan pendalaman makna dan hakekat agama ini, beliau tetap normal mengamalkan
syariah Islam ini dengan sempurna sebagaimana manusia pada umumnya yang menjadi ummatnya.
Thariqah At Tijaniyah adalah thariqah Rasulullah SAW yang diamanatkan kepada cucu beliau, guru
kami Sayyidi Syeikh Ahmad bin Muhammad At Tijani ra. oleh karena itu sebagai salah satu bentuk
pertanggung jawaban beliau bahwa thariqah At Tijaniyah ini adalah thariqah yang benar dan lurus
sesuai syariat Islam. Beliau menyarankan:

َ‫س ِّي ُدنَا قَا َل‬ ْ ُ‫ْن أ َ ْح َم ََد ْال َم ْكت ُ ْو َِّم ا َ ْلق‬
َ ‫طبَُ َوقُد َْوتُنَا‬ َِّ ‫ي التِّ َجانِّي ُم َح َّم َِّد ب‬
ََ ‫ض‬ َ : “‫س ِّّمعتُم اِّذَا‬
ِّ ‫ع ْن َهُ هللا َر‬ َ ‫ان فَ ِّزنُوَهُ شيئًا‬
َ ‫عني‬ َ ‫َوافَقََ فَ ََما الش‬
َِّ َ‫َرعِّ ِّبمِّ يز‬
ََ َ‫األحمدية الفادة( ”فَاتْ ُر ُكوَهُ خَال‬: 13)
ُ‫ف َو َما فَ ُخذُوَه‬

Berkata Junjungan dan pemimpin kamiAl Quthbi Al Maktum Ahmad bin Muhammad At Tijani
radiyallaahu anhu:

“Apabila kalian mendengar sesuatu dariku, maka timbanglah dengan neraca syariat Islam (Alquran
dan Hadits), maka apa saja yang cocok ambillah dan apa saja yang tidak cocok tinggalkanlah”.(Al
Ifaadatil Ahmadiyyah: 13)

Pernyataan ini sangat sesuai dengan firman Allah SWT:

‫لَ كَافَّ َةً ال ِّس ْل َِّم فِّى ا ْد ُخلُ ْوا أ َمنُ ْوا الَّ ِّذيْنََ أي َها يَا‬
َ ‫ت تَتَّبِّعُ ْوا َو‬ ُ ‫ان ُخ‬
َِّ ‫ط َوا‬ َ ‫ش ْي‬
َِّ ‫ط‬ َّ ‫عدُوَ لَكُ َْم إِّنَّ َهُ ال‬
َ َ‫البقرة( ُمبِّيْن‬: 208)
“Wahai orang orang yang beriman, masuklah kalian kedalam agama Islam ini secara totalitas
(sempurna), dan janganlah kamu mengikuti langkah langkah (agama) syetan, sesungguhnya Syetan
itu adalah musuh yang nyata bagimu” (QS : Al Baqarah:208)

َُ َّ‫ن ب ُْرهَانَ َجائ َ ُك َْم قَ َْد الن‬


‫اس يَاأي َها‬ َْ ِّ‫( ُمبِّ ْينًا نُ ْو ًرا إِّلَ ْي ُك َْم َوأ ْنزَ ْلنَا َربِّ ُك َْم م‬174) ‫َص ُم ْوابِّ َِّه بِّاللَِّ أ َمنُ ْوا الَّ ِّذيْنََ فَأ َّما‬
ِّ ‫سيُ ْدخِّ لُ ُه َْم َوا ْعت‬
َ َ‫مِّ ْن َهُ َرحْ َمةَ فِّى ف‬
َ ً
َ‫ص َراطا إِّل ْي َِّه َويَ ْه ِّد ْي ِّه َْم َوفَضْل‬
ِّ ‫( ُم ْست َ ِّق ْي ًما‬175) (‫النساء‬: 174-175)

“Wahai orang orang yang beriman, benar benar telah datang bukti kebenaran dari Tuhanmu
(Rasulullah dengan mukjizatnya) dan Kami telah menurunkan kepada kalian cahaya yang nyata (Al
Qur’an Al Karim) (174) Maka sesungguhnya orang orang yang beriman kepada Allah dan berpegang
teguh pada (agama) Nya, maka Allah akan memasukkan mereka kedalam rahmatNya yang agung
(surga) dan limpahan karunia serta akan menunjuki mereka ke jalan yang lurus (untuk sampai)
kepadanya (175) (QS.An Nisa’ : 174 – 175).

َ‫ِّك‬ َْ ‫علَى إِّنَّكََ إِّلَيْكََ ْأو َحي بِّالَّ ِّذ‬


ْ ‫ى فَا ْست َ ْمس‬ ِّ َ‫الزخرف( ُم ْست َ ِّقيْم‬:43)
َ َ‫ص َراط‬

Maka hendaklah kamu berpegang teguh terhadap apa yang Kami (Allah) wahyukan kepadamu,
sesungguhnya kamu berada pada jalan yang lurus (Agama Islam) (QS. Az Zuhruf:43).

Harus menjaga sholat lima waktu dengan berjama’ah bila mungkin (jaga syarat-syarat berjama’ah
sholat).
Shalat lima waktu adalah tiang penyangga agama kita, barangsiapa yang menegakkan shalat maka
tegaklah bangunan agamanya, barangsiapa yang melalaikan apalagi meninggalkan shalat, maka
runtuhlah bangunan agamanya. Berthariqah adalah upaya untuk menuju kesempurnaan agama,
oleh karena itu wirid wajib thariqah At Tijaniyah terutama wirid pagi dan sore serta dzikir hailalah
Jum’at, waktu membacanya selalu dikaitkan dengan waktu shalat lima waktu. Hal ini selaras dengan
Al Qur’an:

ُ ِّ‫علَى َحاف‬
‫تعالى هللا قال‬: ‫ظ ْوا‬ َِّ ‫صلَ َوا‬
َ ‫ت‬ َّ ‫صالَةَِّ ال‬ َ ‫قَانِّتِّيْنََ للَِّ َوقُ ْو ُم ْوا ْال ُو ْس‬. (‫البقرة‬:238)
َّ ‫طى َوال‬

“Allah SWT berfirman : Peliharalah (jaga waktu dan hak hak) seluruh shalatmu, dan shalat wustha
(shalat ‘ashar), dan tegakkanlah shalat dengan khusyu’ karena Allah” (QS.Al Baqarah: 238)

ََ‫علَى ُه َْم َوالَّ ِّذيْن‬ َ ََ‫المؤمنون( يُ َحافِّظُ ْون‬:9)


َ ‫صلَواتِّ ِّه َْم‬

“Dan orang orang yang menjaga shalatnya”. (Al Mu’minun:9)

َ‫ل قَا َل‬ َُ ‫س ْو‬ ُ ‫هللاِّ َر‬ َ ‫صلَّى‬ َ ُ‫هللا‬ َ ‫سلَّ ََم‬
َ ‫علَ ْي َِّه‬ َ ‫و‬:
َ ‫ن‬ََّ ِّ ‫ل َربَّ ُك َْم فَإ‬
ََّ ‫ع َّز َو َج‬
َ ‫ل‬ َْ ‫صلَّى َم‬
َُ ‫يَقُ ْو‬: ‫ن‬ َّ ‫ظ ل َِّو ْقتِّ َها ال‬
َ َ ‫صالََة‬ ََ َ‫علَ ْي َها َو َحاف‬
َ َ‫ل‬ َ ُ‫علَى فَلَ َه ُ بِّ َح ِّق َها اِّ ْستِّحْ فَافًا ي‬
َ ‫ضيِّعُ َها َو‬ َ
‫ع ْه َِّد‬
َ َ
‫ن‬ْ َ ‫أ‬ ُ َ
‫ه‬ َ ‫ل‬ ‫د‬ْ
ِّ‫َ خ‬ ُ ‫أ‬ َ َ
‫ة‬ َّ ‫ن‬‫ج‬ ْ
‫ال‬ (‫رواه‬ ‫)الطبراني‬

“Bersabda Rasulullah SAW: Sesungguhnya Tuhanmu yang Maha Agung dan Maha Perkasa berfirman:
Barangsiapa melaksanakan shalat tepat waktunya, dan menjaga serta tidak meremehkan hak
haknya, maka dia berhak atas janjiku untuk memasukkan dia kedalam surga” (HR. Thabrani).
َ‫ل قَا َل‬
َُ ‫س ْو‬ َ ‫صلَّى‬
ُ ‫هللاِّ َر‬ َ ‫علَ ْي َِّه‬
َ ُ‫هللا‬ َ : ُ ‫صالََة‬ َ ‫ل ْال َج َما‬
َ ‫ع َِّة‬ َ ‫ن أ ْف‬
َُ ‫ض‬ َ ‫سبْعَ َْالفَ َِّد‬
َْ ِّ‫صالَةَِّ م‬ َ ِّ‫ َد َر َج َةً َو ِّع ْش ِّريْنََ ب‬. (‫)عليه متفق‬

Rasulullah SAW bersabda: “Shalat berjamaah itu lebih utama dari pada shalat sendiri dengan
keutamaan 27 kali lipat” (HR. Muttafaqun ‘alaih).

Hadits Nabi yang menjelaskan keutamaan shalat berjamaah sangat banyak dengan berbagai riwayat
dan redaksi. Adapun yang kami cantumkan dalam tulisan ini hanyalah satu yang kami anggap bisa
mewakili semuanya.

Harus mencintai Sayyidi Syeikh Ahmad At Tijany selama-lamanya (sampai mati).

Cinta adalah salah satu dari sekian banyak rahasia Allah SWT yang diberikan kepada mahluk-Nya,
terutama manusia. Karena cinta adalah alat perekat hubungan baik antara sesama manusia
termasuk juga dengan Allah SWT. Hubungan yang didasari cinta adalah hubungan yang sangat kuat
dan erat yang tidak bisa diputuskan oleh ruang dan waktu serta oleh apapun. Oleh karena itu
diantara syarat kesempurnaan dalam hubungan kita dengan Allah SWT adalah rasa cinta, demikian
juga dengan Rasulullah SAW. Dalam hal ini Allah SWT berfirman:

َْ ُ‫ن ق‬
َ‫تَعَالَى قَا َل‬: ‫ل‬ َ ‫هللاُ ذُنُ ْوبَ ُك َْم َويَ ْغف ِّْرلَ ُك َْم‬
َْ ِّ‫هللاُ يُحْ بِّ ْب ُك َُم فَاتَّبِّعُ ْونِّي هللاََ تُحِّ ب ْونََ ُك ْنت َُْم إ‬ َ ‫غفُ ْورَ َو‬
َ َ‫رحِّ يْم‬،
َ (‫عمران أل‬:31)

“Allah SWT berfirman: Katakan (wahai Muhammad) jika kamu mencintai Allah maka ikutilah aku
niscaya Allah akan mencintaimu. Dan akan mengampuni dosa dosamu. Sesungguhnya Allah Maha
pengampun lagi Maha Penyayang”. (QS. Alu Imran: 31).
َ‫ع ْن‬ َْ ‫سى أ َ ِّب‬
َ ‫ي َو‬ َْ ‫ي األ َ ْش َع ِّر‬
َ ‫ي ُم ْو‬ ََ ‫ض‬ َ ُ‫ع ْن َه‬
ِّ ‫هللاُ َر‬ ََّ َ ‫ي أ‬
َ ‫ن‬ ََّ ‫صلَّى النَّ ِّب‬
َ ُ‫هللا‬ َ ‫سلَّ ََم‬
َ ‫علَ ْي َِّه‬ ََ ‫قَا‬: ‫ن َم ََع ا َ ْل َم َْر َُء‬
َ ‫ل َو‬ َْ ‫أ َ َحبََّ َم‬. (‫)عليه متفق‬

Diriwayatkan oleh Abi Musa Al Asy’ari ra. Sesungguhnya Nabi Muhammad SAW bersabda: Seseorang
(dikumpulkan) bersama orang yang dicintai”. (HR. Muttafaqun ‘alaih).

َ‫ع ْن‬
َ ‫َس َو‬ َ ِّ ‫ي أَن‬
ََ ‫ض‬ ِّ ‫هللاُ َر‬ َ ‫ل أَع َْر ِّبيًّا أن‬
َ ُ ‫ع ْن َه‬ ََ ‫ل قَا‬ َِّ ‫صلَّى هللاَِّ ل َِّرسُ ْو‬
َ ُ‫هللا‬ َ ‫سلَّ ََم‬
َ ‫علَ ْي َِّه‬ َ ‫عةُ؟ َمت َى‬
َ ‫و‬: ََ ‫ل قَا‬
َ ‫ل السَّا‬ ُ ‫صلَّى هللاَِّ َر‬
َُ ‫س ْو‬ َ ُ‫هللا‬ َ ‫سلَّ ََم‬
َ ‫علَ ْي َِّه‬ َ ‫و‬:
َ
ََ‫ل لَ َها؟ َماأ َ ْع َددْت‬ َ ُ‫س ْولُ َه‬
ََ ‫قَا‬: َ‫هللاُ ُحب‬ ُ ‫و َر‬،َ َ
‫ل‬
َ َ ‫ا‬‫ق‬: ََ‫ت‬‫ن‬ْ َ ‫أ‬ َ
‫ع‬ ‫م‬
َ َ َ َ
‫ن‬ْ ‫م‬ ََ‫ْت‬
‫ب‬ ‫ب‬
َ ْ‫ح‬َ ‫أ‬.(‫متفق‬ ‫)عليه‬

Dan diriwayatkan oleh Anas ra, sesungguhnya ada seorang arab bertanya kepada Rasulullah SAW:
‘Kapan kiamat akan datang ? Rasulullah SAW menimpalinya dengan pertanyaan juga: ‘Apa
persiapanmu (untuk kiamat) itu? Dia menjawab: Saya mencintai Allah dan Rasulnya’. Rasulullah
menjawab: ‘kamu bersama orang yang kamu cintai’. (HR. Muttafaqun ‘alaih, hadits ini redaksi dari
Imam Muslim).

َ‫ل قَا َل‬


َُ ‫س ْو‬ َ ‫صلَّى‬
ُ ‫هللاِّ َر‬ َ ُ‫هللا‬ َ ‫سلَّ ََم‬
َ ‫علَ ْي َِّه‬ َ ‫و‬:
َ ‫ن‬ََّ ِّ‫ل هللاََ إ‬ ْ ََ‫ي فِّي أُظِّ ل ُه َْم ا َ ْليَ ْو ََم بِّ َجالَلِّي؟ ْال ُمت َ َحاب ْونََ أَيْن‬
َُ ‫ال ِّقيَا َم َِّة يَ ْو ََم يَقُ ْو‬: َْ ‫إِّلَّظِّ ِّل‬.(‫رواه‬
ََّ ِّ‫ي لَظ‬
َْ ‫ل يَ ْو ََم ظِّ ِّل‬
‫)مسلم‬

Pada hari kiamat Allah SWT berfirman: “Dimana orang orang yang saling mencintai karena
menghormat kemulyaan-Ku? Hari ini kami beri mereka semua naungan di bawah naungan-Ku pada
hari tiada naungan kecuali naungan-Ku”. (HR. Muslim).
Ayat ayat dan Hadits tersebut diatas adalah bukti bahwa saling cinta untuk mengharap ridha Allah
itu wajib. Salah satu syarat dalam thariqah At Tijaniah adalah mencintai guru dan teladan kita Sayyidi
Syeikh Ahmad bin Muhammad At Tijani. Karena dialah yang akan membawa kita dan menuntun kita
menuju ma’rifah ke hadirat Allah SWT dan Rasulullah SAW.

َ‫ل قَا َل‬


َُ ‫س ْو‬ َ ‫صلَّى‬
ُ ‫هللاِّ َر‬ َ ُ‫هللا‬ َ ‫سلَّ ََم‬
َ ‫علَ ْي َِّه‬ َ َُ‫ِّن ِّإلَ ْي َِّه أ َ َحبَ أ ُك ْونََ َحتَّى أ َ َح ُد ُك َْم لَيُؤْ مِّ ن‬
َ ‫و‬: َ ِّ َّ‫)البخاري رواه( أَجْ َم ِّعيْنََ َوالن‬
َْ ‫اس َو َولَ ِّدَِّه َوا ِّل ِّدَِّه م‬

“Tidak sempurna iman siapapun diantara kalian sampai menjadikan aku lebih kalian cintai dari pada
orang tua mereka, anak anak mereka dan manusia semuanya”. (HR. Bukhari).

Rasulullah SAW memberi syarat kesempurnaan iman dengan ukuran cinta kepada beliau. Beliau
menuntut kecintaan paripurna dari ummatnya melebihi cinta pada siapapun baik diri sendiri, orang
tua, anak, istri dan manusia semuanya. Karena mencintai Rasulullah SAW membawa pada petunjuk
Allah dan keselamatan dunia ahirat, sedangkan cinta pada selainnya sering kali justru membawa
pada kecelakaan dunia akhirat. Demikian pula cinta kepada Sayyidi Syeikh, adalah suatu yang mutlak
harus ada melebihi cinta kepada semua mahluk dengan dosis dibawah cinta pada Rasulullah SAW.
Beliau wajib kita cintai karena beliau adalah cucu dan keluarga Rasulullah SAW yang sekaligus juga
orang yang mendekatkan kita pada hakekat cinta kepada Allah SWT dan kepada Rasulullah SAW.

Harus mencintai dan menghormati siapa saja yang ada hubungannya dengan Sayyidi Syeikh
Ahmad At Tijany ra.

Secara fitrah alamiah, perasaan cinta dan hormat selalu berjalan seiring. Karena rasa cinta timbul
rasa hormat dan ikrar untuk konsisten menjaga hak hak dan kehormatan orang yang dicintai, dan
rasa hormat yang timbul karena rasa cinta jauh lebih bersih dan mulia dibanding rasa hormat yang
ditimbulkan oleh anasir lain seperti karena kekayaan atau jabatan. Bukti kongkrit terjadi dimana
mana, rasa hormat yang timbul karena kekayaan dan jabatan akan hilang bersamaan dengan
hilangnya kekayaan dan jabatan tersebut dari diri seseorang. Tapi rasa hormat yang muncul karena
cinta, seperti cinta murid pada gurunya yang ikhlas dalam mendidik demi kebaikan dan kemajuan
bersama tidak akan hilang ditelan waktu.

Pendidik dan tauladan utama kita adalah Rasulullah SAW, Sayyidi Syeikh Ahmad bin Muhammad At
Tijani ra adalah cucu Rasulullah SAW yang sekaligus guru tauladan kita yang mengantar kita tahu
lebih jauh dan dalam tentang pribadi Rasulullah SAW. Allah SWT memerintahkan kepada Nabi,
kekasih dan Rasul-Nya untuk memberi tahu ummatnya agar cinta kepada Allah SWT melalui cinta
kepada Rasulullah SAW dan keluarga serta keturunannya dalam firmanNya:

َ ‫علَ ْي َِّه أ َ ْسأَلُ ُك َْم‬


َ‫لَ قُ ْل‬ َ ِّ‫الشورى( ْالقُ ْربَى فِّى َْال َم َو َّدَة َ ا‬:23)
َ ‫لَّ أَجْ ًرا‬

‘Katakan (Ya Muhammad), Aku tidak minta (balasan apapun) pada kalian (dalam tugas risalah dan
dakwah ini) kecuali kecintaan kalian pada kaum kerabatku (keluarga dan keturunanku)”. (QS. Asu
Syura: 23)

َ‫ت َ َعالََى قا َ َل‬:ََ‫ن ذَلِّك‬ َ َِّ‫ن فَإِّنَّ َها هللا‬


َْ ‫ش َعائ ََِّر يُ َعظِّ َْم َو َم‬ َِّ ‫الحج( ْالقُلُ ْو‬:32)
َْ ِّ‫ب ت َ ْق َوى م‬

“Allah SWT berfirman: Demikianlah (perintah Allah), barangsiapa yang mengagungkan Syi’ar syi’ar
Allah, maka itu timbul dari ketaqwaan hati” (QS. Al Haj:32)
Para Nabi, Rasul, Auliya’ dan ulama’ adalah bagian dari syi’ar syi’ar / panji panji agama Allah (Al
Islam) dimuka bumi ini.

َ‫ل قَا َل‬ َُ ‫س ْو‬ َ ‫صلَّى‬


ُ ‫هللاِّ َر‬ َ ‫سلَّ ََم‬
َ ‫علَ ْي َِّه‬
َ ُ‫هللا‬ َ َُ‫ن ِّإلَ ْي َِّه أ َ َحبَ أَكُ ْونََ َحتَّى أ َ َح ُد ُك َْم يُؤْ مِّ ن‬
َ َ‫ل‬
َ ‫و‬: َْ ‫ن ِّإلَ ْي َِّه أ َ َحبَ َوأ َ ْه ِّل‬
َْ ِّ‫نَ ْف ِّس َِّه م‬، ‫ي‬ َْ ِّ‫ي أ َ ْه ِّل َِّه م‬
َْ ‫ن ِّإلَ ْي َِّه أ َ َحبَ َو ِّعتْ َر ِّت‬
َْ ِّ‫م‬
‫ ِّعتْ َرتِّ َِّه‬. (‫)والهيثمي والبيهقي الطبرني رواه‬

“Sabda Rasulullah SAW: Tidaklah sempurna iman kalian sebelum mereka mencintai aku
(RasulullahSAW) lebih dari cinta mereka pada dirinya sendiri. Dan keluargaku lebih mereka cintai
dari pada keluarga mereka sendiri, serta keturunanku lebih mereka cintai dari pada keturunan
mereka sendiri”. (HR. Thabrani, Al Baihaqi dan Al Haitsami).

Sayyidi Syeikh Ahmad bin Muhammad At Tijani ra adalah seorang ulama shalih yang benar benar
konsisten dalam dakwahnya, seorang auliya’ yang sangat jelas keluhuran pangkat dan karamahnya,
sehingga dia adalah salah satu syiar agama Allah SWT di muka bumi ini, dan dia pula termasuk salah
satu dari sekian banyak keturunan ahlu bait Nabi saw. (‘itrah Rasulullah SAW) yang wajib kita
hormati dan kita cintai sesuai dengan perintah Allah SWT.

Harus menghormati semua wali Allah Swt. dan semua Thariqah.

َ‫تَعَالَى قا َ َل‬: ََ‫ن ذَلِّك‬


َْ ‫شعَائ ََِّر يُعَظِّ َْم َو َم‬ َ ‫ن فَإِّنَّ َها‬
َ ِّ‫هللا‬ َِّ ‫الحج( ْالقُلُ ْو‬:32)
َْ ِّ‫ب ت َ ْق َوى م‬

“Allah SWT berfirman: Demikianlah (perintah Allah), barangsiapa yang mengagungkan Syi’ar syi’ar
Allah, maka itu timbul dari ketaqwaan hati” (QS. Al Haj:32)
َْ ُ‫َل ق‬
َ‫ت َ َعالَى قَا َل‬: ‫ل‬ َْ ‫ي ه‬ َ ََ‫ب أ ُ ْولُ ْوا يَتَذَ َّك َُر ِّإنَّ َما يَ ْعلَ ُم ْون‬
َْ ‫لَ َوالَّ ِّذيْنََ يَ ْعلَ ُم ْونََ الَّ ِّذيْنََ يَ ْست َ ِّو‬ َِّ ‫الزمر ( األ َ ْلبَا‬:9)

“Katakanlah (Ya Muhammad): Apakah sama (kedudukan atau derajatnya) antara orang orang yang
mengetahui dan orang orang yang tidak mengetahui, sesungguhnya hanya orang orang berakallah
yang dapat menerima pelajaran”. (QS. Az Zumar: 9).

Thariqah dan para Auliya baik mereka sebagai perintis thariqah maupun pengamal thariqah adalah
termasuk bagian dari syiar syiar agama Allah SWT. Oleh karena itu kita wajib menhormatinya sesuai
tuntutan wahyu Allah SWT. Jika kita mencela dan menyakiti mereka maka Allah SWT tidak akan rela
jika salah satu panji kehormatan agama-Nya dihina dan dicerca dan Allah SWT umumkan perang bagi
pelakunya. Sebagaimana dinyatakan dalan sebuah hadits qudsi :

َِّ ‫ بِّ ْال َح ْر‬. ( ‫) البخاري رواه‬


َ ‫ب أَذَ ْنت ُ َهُ فَ ْق َْد َو ِّليًّا لِّى‬
َ‫عا َدى َم ْن‬

“Barang siapa menyakiti wali-Ku, maka kuumumkan perang kepadanya”.(HR. Buhori).

Harus mantap pada Thariqah At Tijaniyyah, tidak boleh ragu-ragu.

Kemantapan adalah modal utama untuk meraih keberhasilandalam segala lini kehidupan.Berbuat
sesuatu dalam menjalankan perintah dan anjuran serta menjauhi larangan serta segala sesuatu yang
terkait dengan agama Allah ini harus berdasarkan dalil yang pasti baik menurut Al Qur’an dan Hadits
Rasulullah SAW yang shahih. Jika sudah ada dalil yang jelas berdasarkan Al Qur’an maupun hadits
yang shahih maka kita harus mantap dan tidak boleh ragu lagi.

َ ‫ت َ َعلَى‬: ‫ْس‬
َ‫هللاُ قَا َل‬ ََ ‫ن ْال ِّبرَ لَي‬
َْ َ ‫ل ُو ُج ْو َه َُك َْم ت ُ َول ْوا أ‬ َِّ ‫ب ْال َم ْش ِّر‬
ََ ‫ق ِّق َب‬ َِّ ‫ِّن َو ْال َم ْغ ِّر‬ ََّ ‫ن ْالبِّ ََّر َولَك‬
َْ ‫ب َو ْال َم َل ِّئ َك َِّة ْاألَخِّ َِّر َو ْال َي ْو َِّم ِّباللَِّ أ َ َمنََ َم‬
َِّ ‫َوأَت َى َوال َّن ِّب ِّييْنََ َو ْال ِّكت َا‬
ََ ‫علَى ْال َما‬
‫ل‬ َ ‫سا ِّكيْنََ َو ْاليَت َا َمى ْالقُ ْربَى ذَ ِّوى ُحبِّ َِّه‬ َ ‫ل َوابْنََ َو ْال َم‬ َِّ ‫س ِّب ْي‬
َّ ‫ب َوفِّى َوالسَّائِّ ِّلَْينََ ال‬ َِّ ‫الرقَا‬
ِّ ‫ام‬ ََ َ‫صلَوَة َ َوأَق‬ َّ ‫الزكَوَة َ َوأَت َى ال‬ َّ ََ‫ِّإذَا ِّب َع ْه ِّد ِّه َْم َو ْال ُم ْوفُ ْون‬
‫ع َهد ُْوا‬َ ََ‫صابِّ ِّريْن‬
َّ ‫ساءَِّ فِّى َوال‬ ْ ْ
َ ‫س َوحِّ يْنََ َوالض ََّّراءَِّ البَأ‬ ْ ْ ُ َّ
َ ِّ ‫البَأ‬، ََ‫ص َدقُ ْوا ال ِّذيْنََ أ ْولَئِّك‬ ُ ْ
َ ََ‫ال ُمتَّقُ ْونََ ُه َُم َوأ ْولَئِّك‬. (‫البقرة‬:177)

Firman Allah SWT: “Bukanlah menghadapkan wajahmu kearah timur dan barat itu suatu bebajikan.
Tapi sesungguhnya kebajikan itu adalah beriman (mantap/yakin/percaya penuh) kepada Allah dan
hari akhir, iman kepada para malaikat, kitab kitab Allah dan para nabi. Dan memberikan harta yang
dicintainya kepada kerabatnya, dan anak anak yatim dan orang orang miskin dan musafir ( yang
perlu pertolongan) dan budak yang ingin memerdekakan diri. Dan mendirikan shalat, serta
menunaikan zakat, dan menepati janjinya jika berjanji, dan bersabar ketika dalam kesempitan,
penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang orang yang benar (keimanannya) / Al
Shiddiq. Dan mereka itulah orang orang yang bertaqwa. (QS.Al Baqarah: 177)

َ‫ع ْن‬ َ ‫ى‬ َْ ِّ‫ي َم ْسعُ ْو َِّد أَب‬


ََ ‫ض‬ ِّ ‫هللاُ َر‬ َ ُ‫ع ْن َه‬ َ ‫ن‬ َِّ ‫ع‬ َ ِّ‫صلَّى النَّب‬
َ ِّ ‫ي‬ َ ُ‫هللا‬ َ ‫سلَّ ََم‬
َ ‫علَ ْي َِّه‬ َ ‫ل َو‬ ََ ‫قَا‬: ‫ن‬ ََّ ‫الصدْقََ ِّإ‬ ْ ‫ن‬
ِّ ‫البِّ َِّر ِّإلَى يَ ْهدِّى‬، ََّ ‫ال َجنَّ َِّة ِّإلَى يَ ْهدِّى ْالبِّ ََّر َو ِّإ‬،
ْ ‫ن‬ ََّ ‫ل َو ِّإ‬
ََ ‫الر ُج‬
َّ
َُ ‫صد‬
‫ُق‬ ْ َ‫َب َحتَّى لَي‬ ََ ‫ص ِّد ْيقًا هللاَِّ ِّع ْن ََد يُ ْكت‬، ِّ ‫ن‬ ََّ ِّ‫ِّب َوإ‬ ْ ْ
ََ ‫الفُ ُج ْو َِّر اِّلَى يَ ْهدِّى ال َكذ‬، ‫ن‬ ْ
ََّ ِّ‫ار إِّلَى يَ ْهدِّى الفُ ُج ْو ََر َوإ‬
َِّ َّ‫الن‬، ‫ن‬ ََّ ِّ‫ل َوإ‬ َّ َُ‫َب َحتَّى لَيَ ْكذِّب‬
ََ ‫الر ُج‬ ََ ‫ِّع ْن ََد يُ ْكت‬
َّ َ
َِّ‫كذابًا هللا‬. ( ‫) عليه متفق‬.

Diriwayatkan oleh Ibnu Mas’ud RA, dari Nabi SAW beliau bersabda: “Sesungguhnya berkata benar
(jujur) itu menunjukkan pada kebaikan, dan kejujuran itu meluruskan jalan ke surga. Sesungguhnya
seorang laki laki akan selalu (berbuat dan berkata) benar/jujur maka ditulis disisi Allah SWT sebagai
orang yang jujur. Sesungguhnya kedurhakaan itu menggiring ke jalan neraka. Dan seorang laki laki
selalu berbohong sampai ditulis / dicap oleh Allah SWT sebagai pembohong. (Hadits Muttafaqun
‘alaih).

َ ‫ن ُم َح ََّم َِّد أَبِّى‬


َ‫ع ْن‬ َ ‫ْن ْال َح‬
َِّ ‫س‬ َِّ ‫ي ِّ ب‬
َ ‫ع ِّل‬
َ ‫ْن‬ َْ ِّ‫طالِّبَ أَب‬
َِّ ‫ى ب‬ َ ‫ى‬ََ ‫ض‬ َ ‫ع ْن ُه َما‬
ِّ ‫هللاُ َر‬ َ ‫ل‬ ْ ‫ن َحف‬
ََ ‫قَا‬: َُ‫ِّظت‬ َِّ ‫صلَّى هللاَِّ َرسُ ْو‬
َْ ِّ‫ل م‬ َ ُ‫هللا‬ َ ‫سلَّ ََم‬
َ ‫علَ ْي َِّه‬ َ ‫و‬:
َ ‫ع‬َْ ‫َما ِّإلَى َماي ُِّر ْيبُكََ َد‬
ََ‫ن لَي ُِّر ْيبُك‬
ََّ ِّ ‫الصدْقََ فَإ‬ ْ ُ ْ
ِّ َ‫ ط َمأنِّ ْينَة‬، َُ‫ر ْيبَةَ َوال َكذِّب‬. َ ( ‫الترمذى رواه‬، ‫) صحيح حديث وقال‬.
Diriwayatkan oleh Abi Muhammad, Al Hasan bin Ali RA, dia mengatakan: “Aku hafal dari Rasulullah
SAW (sebuah Hadits) : Tinggalkan apa saja yang meragukan kamu dan pindahlah pada yang tidak
meragukan. Karena berkata benar / jujur itu menenangkan, sedangkan kebohongan itu meragukan
(pikiran dan hati tidak tenang). (HR. Tirmidzy dan beliau berkata bahwa hadits ini shahiih).

Keyakinan dan kemantapan amat sangat besar pengaruhnya terhadap hasil tidaknya sebuah ikhtiyar
ataupun perjuangan. Berthariqah adalah salah satu ikhtiyar untuk mendapatkan jaminan
keselamatan, kecepatan dan sampai pada tujuan yang benar dalam perjalanan ruhani menuju
hadrah Allah SWT. oleh karena itu dalam hal ini, KEMANTAPAN adalah perkara yang sangat urgen.
Dalam muqaddimah kitab Imrithy terdapat satu maqalah:

َ‫َي ْنتَف َِّْع لَ َْم َي ْعت َ ِّق َْد لَ َْم َم ْن‬

“Barangsiapa yang tidak mantap maka tidak dapat manfaat”

Selamat dari mencela Thariqah At Tijaniyah.


Syarat ini sebenarnya tidak perlu dalil yang macam macam, karena dengan syarat syarat sebelumnya
dimana ihwan thariqah At Tijaniyah wajib cinta kepada Sayyidi Syeikh juga wajib yakin sepenuhnya
akan kebenaran dakwah Sayyidi Syeikh dan Thariqahnya, otomatis mereka itu tidak boleh mencela
Sayyidi Syeikh dan Thariqahnya. Jika terjadi, seorang ihwan thariqah At Tijaniyah mencela thariqah
At Tijaniyah dengan sendirinya dia telah lepas dari thariqah dan putus baiatnya. Karena hal itu
termasuk salah satu bukti nyata pengingkaran terhadap yang dia ikrarkan dalam bai’atnya. Hal ini
juga termasuk perbuatan menyakiti Wali Allah yang bisa menimbulkan kemurkaan dan adzab dari
sisi Allah SWT.

َ‫هللاِّ إِّنَّ َمايُبَايِّعُ ْونََ يُبَايِّعُ ْونَكََ الَّ ِّذيْنََ ِّإ َّن‬ َ ‫أ َ ْي ِّد ْي ِّه َْم فَ ْوقََ يَ ُد‬، ‫ن‬
َ ، ِّ‫هللا‬ ََ ‫ث فَإِّنَّ َما نَك‬
َْ ‫َث فَ َم‬ َْ ‫ع َه ََد بِّ َما أ َ ْوفَى َو َم‬
َ ‫نَ ْف ِّس َِّه‬، ‫ن‬
َُ ‫علَى يَ ْن َُك‬ َ ‫علَ ْي َِّه‬
َ ُ‫هللا‬ َ َ‫أَجْ ًرا ف‬
َ ‫سيُؤْ تِّ ْي َِّه‬
‫عظِّ ْي ًما‬َ . ( ‫ الفتح‬: 10 )

“Bahwasanya orang orang yang berbai’at ( berjanji setia) kepada kamu, sesungguhnya mereka
berbai’at kepada Allah. Tangan Allah diatas tangan mereka,maka barangsiapa yang melanggar
janjinya, niscaya akibat melanggar janji tersebut akan menimpa dirinya sendiri, dan barangsiapa
yang menepati janjinya kepada Allah, maka Allah akan memberinya pahala yang besar”. (QS. Al Fath
: 10 ).

َِّ ‫) البخاري رواه ( ِّب ْال َح ْر‬


َ ‫ب أَذَ ْنت ُ َهُ فَقَ َْد َو ِّليًّا لِّى‬
َ‫عا َدى َم ْن‬

“Barang siapa menyakiti wali-Ku, maka Ku-umumkan perang kepadanya”.(HR. Buhori).

Harus berbakti kepada kedua orang tuanya.


َ‫ت َ َعالَى قَا َل‬: ‫هللا َوا ْعبُدُوا‬
ََ َ‫ل‬َ ‫ش ْيئًا بِّ َِّه ت ُ ْش ِّر ُك ْوا َو‬ َِّ ‫ساًنا َوبِّ ْال َوا ِّل َدي‬
َ ‫ْن‬ َ ْ‫ِّإح‬

(‫النساء‬: 36)

Allah SWT berfirman:”Dan beribadahlah kepada Allah dan janganlah kalian menyekutukan Dia
dengan sesuatu apapun, dan hendaklah berbuat baik (berbakti) kepada kedua orang tua kalian”. (An
Nisa’:36)

َ‫تَعَالََى قَا َل‬: ‫ضى‬ َْ َ ‫لَ أ‬


َ َ‫ن َربكََ َوق‬ َ ‫لَّ ت َ ْعبُد ُْوا‬ َِّ ‫سانًا َوبِّ ْال َوا ِّل َدي‬
َ ِّ‫ْن إِّيَّاَهُ ا‬ َ ْ‫السرى( إِّح‬:23)

Allah SWT berfirman: “Dan Tuhanmu telah menetapkan (perintah) agar kamu tidak menyembah
kecuali kepadaNya, dan berbuat baik kepada kedua orang tua” (QS. Al Isra’:23).

Adapun hadits Nabi Muhammad SAW yang menegaskan juga keharusan kita berbakti kepada kedua
orang tua sangat banyak. Demikian juga diantara syarat syarat dalam thariqah At Tijaniyah adalah
berbakti kepada kedua orang tua kita dengan sebaik baiknya. Berkata guru dan panutan kita Sayyidi
Syeikh Ahmad bin Muhammad At Tijani ra:

َ‫لَ َوا ِّل َد ْي َِّه يَب ََُّر لَ َْم َم ْن‬ َُ ‫سلُ ْوكَُ لَ َهُ يَتَيَس‬
َ ‫َّر‬ َّ
ُ ‫الط ِّر ْيقَ َِّة َه ِّذَِّه‬

“Barang siapa yang tidak menghormati kedua orang tuanya, niscara sulit baginya untuk suluk
(mengadakan pengembaraan ruhani) melalui thariqah ini (Thariqah At Tijani)”.

Harus menjauhi orang yang mencela Thariqah At Tijaniyah.


Berkumpul dan berteman dengan orang orang yang membenci Sayyidi Syeikh dan Thariqahnya
termasuk salah satu perbuatan yang menyakiti perasaan Sayyidi Syeikh selaku guru dan pembimbing
ruhani kita. Larangan ini sangat fitrah dan manusiawi. Sehingga tidak memerlukan dalil yang detail
karena sudah termasuk dalam kandungan dalil dalil sebelumnya. masalah lain jika berkumpul
dengan mereka para pembenci dan pencela thariqah, akan timbul bahaya bahaya besar antara lain :

Jika mereka itu termasuk orang berilmu (tentang ayat ayat Al Qur’an dan Hadits). Mereka akan
mempengaruhi dengan dalil dalil yang mereka ada adakan, sehingga kita bisa ragu bahkan akhirnya
ikut menentang. Na’udzu billah !

Penentangan mereka terhadap para Wali Allah SWT dan Thariqah para auliya’ disebabkan adanya
penyakit hati dalam hati mereka yang diturunkan oleh guru gurunya, dan virus penyakit hati itu
bahaya penularannya jauh lebih cepat dan berbahaya dari pada virus penyakit fisik yang paling ganas
sekalipun. Karena jika seorang sakit dan mati karena penyakit fisik, orang itu tetap punya jaminan
dan harapan baik dalam kehidupan di alam barzah dan di ahirat kelak. Tapi jika kita mati dalam
keadaan kena penyakit hati yang merusak Iman dan Islam, maka tidak ada harapan kebaikan apapun
bagi kita baik di alam barzah maupun di alam akhirat.

‫طانَ َةً لَتَتَّخِّ ذُ ْوا أ َمنُ ْوا الَّ ِّذيْنََ يَاأي َها‬ َْ ِّ‫لً لَيَألُ ْونَ ُك َْم د ُْونِّ ُك َْم م‬
َ َِّ‫ن ب‬ َ ‫ َخبَا‬، ‫عنِّت َْم‬ َ ‫ت قَ َْد‬
َ ‫ود ْوا َما‬، َ ‫ن ْالبَ ْغ‬
َِّ ‫ضآ َُء بَ َد‬ ُ ‫أ َ ْكبَ َُر‬، ‫قَ َْد‬
َْ ِّ‫أ ْف َوا ِّه ِّه َْم م‬، ‫صد ُْو ُر ُه َْم َو َمات ُ ْخفِّى‬
َِّ َ ‫ن ْاألَيا‬
‫ت بَيَّنَّالَ ُك َُم‬ َْ ِّ‫ت َ ْع ِّقلُ ْونََ ُك ْنت َُْم إ‬.(‫عمران ال‬:118)

“Wahai orang orang yang beriman, janganlah kamu ambil sebagai teman kepercayaan orang orang
diluar kalanganmu, (karena) mereka tidak henti hentinya berbuat kecurangan kepadamu, Mereka
menyukai apa yang menyusahkan kamu, benar benar nyata kebencian keluar dari mulut mereka,
sedangkan (kebencian) yang tersimpan di dada mereka jauh lebih besar. Sungguh telah kami
terangkan ayat ayat kami kepada kalian, jika kalian memahami”. (QS. Ali Imran:118).
Menentang wali Allah berarti menentang Allah dan Allah umumkan perang terhadap mereka.
Berkumpul dengan orang yang diperangi Allah SWT adalah bahaya besar, karena akan kena imbas
secara langsung sebagai akibat dari penentangannya. Firman Allah SWT dalam sebuah hadits qudsi:

َِّ ‫ بِّ ْال َح ْر‬. ( ‫) البخاري رواه‬


َ ‫ب أذَ ْنت ُ َهُ فَقَ َْد َو ِّليًّا لِّى‬
َ‫عا َدى َم ْن‬

“Barang siapa menyakiti wali-Ku, maka kuumumkan perang kepadanya”.(HR. Buhori).

Kalau mereka (para pencela itu) termasuk golongan orang orang bodoh yang tidak mau diperbaiki,
maka amat sayang sekali, nikmat waktu yang diberikan oleh Allah SWT kepada kita, dihambur
hamburkan untuk hal hal yang merugikan. Renungkanlah peringatan Allah SWT dalam surat Al ‘Ashri.

ْ َ‫(و ْالع‬1)
َ‫ص ِّر‬ َ ‫ن‬ ِّ ْ ‫سرَ لَفِّى‬
َ ‫اْل ْن‬
ََّ ِّ‫سانََ إ‬ َ ِّ‫عمِّ لُوا الَّ ِّذيْنََ إ‬
َْ ‫( ُخ‬2) َّ‫ل‬ َ ‫ت آ َمنُ ْو َاو‬
َِّ ‫صا ِّل َحا‬
َّ ‫ص ْوا ال‬ َِّ ‫ص ْوا بِّ ْال َح‬
َ ‫ق َوت ََوا‬ َ ‫ْر َوت ََوا‬
َِّ ‫صب‬
َّ ‫بِّال‬،(3) (‫العصر‬:1-3)

“Demi masa (1) Sesungguhnya manusia selalu berada dalam kerugian (2) Kecuali mereka yang
beriman dan beramal baik dan saling menasehati dengan kebenaran dan kesabaran (3) (QS. Al
‘Ashr:1-3)

Harus mengamalkan Thariqah At Tijaniyah sampai akhir hayatnya.

Mengamalkan wirid thariqah apapun harus istiqamah dan tidak boleh berhenti sampai mati, karena
orang yang berbai’at itu pada hakekatnya berbai’at kepada Allah SWT, dan dalam bai’at tersebut
juga ada nadzar kepada Allah SWT, yaitu siap mengamalkan wirid thariqah tersebut dengan syarat
syarat dan rukun rukun yang telah ditentukan secara istiqamah sampai mati. Melaksanakan atau
menepati janji / nadzar kepada Allah SWT hukumnya wajib, meninggalkan atau mengingkari janji /
nadzar hukumnya haram (maksiat). Dan resiko paling bahaya dalam hal ini adalah kemungkinan mati
dalam keadaan su’ul khatimah, na’udzu billah.

َ‫هللاَِّ ِّإنَّ َمايُ َبا ِّيعُ ْونََ يُ َبا ِّيعُ ْونَكََ الَّ ِّذيْنََ ِّإ َّن‬، َِّ‫أ َ ْي ِّد ْي ِّه َْم فَ ْوقََ َي ُدهللا‬، ‫ن‬ ََ ‫ث فَإِّنَّ َما نَك‬
َْ ‫َث فَ َم‬ َْ ‫ع َه ََد ِّب َما أ َ ْوفَى َو َم‬
َ ‫نَ ْف ِّس َِّه‬، ‫ن‬
َُ ‫علَى َي ْن ُك‬ َ ‫علَ ْي َِّه‬
َ ُ‫هللا‬ َ َ‫أَجْ ًرا ف‬
َ ‫سيُؤْ تِّ ْي َِّه‬
‫عظِّ ْي ًما‬َ . ( ‫ الفتح‬: 10 )

“Bahwasanya orang orang yang berbai’at ( berjanji setia) kepada kamu, sesungguhnya mereka
berbai’at kepada Allah. Tangan Allah diatas tangan mereka, maka barangsiapa yang melanggar
janjinya, niscaya akibat melanggar janji tersebut akan menimpa dirinya sendiri, dan barangsiapa
yang menepati janjinya kepada Allah, maka Allah akan memberinya pahala yang besar”. (QS. Al Fath
: 10 ).

َ‫علَى بَا ِّيعُ ْو ِّن ْي‬َ ‫ن‬ َْ َ ‫شيْا ًَء ِّباللَِّ لَت ُ ْش ِّر ُك ْوا أ‬ َ ‫لَ تُس ِّْرقُ ْوا َو‬
َ َ‫ل‬ َ ‫لَ ت َْزنُ ْوا َو‬َ ‫لَ ْأولَ َد ُك َْم ت َ ْقتُلُ ْوا َو‬َ ‫أر ُج ِّل ُك َْم أ ْي ِّد ْي ُك َْم بَيْنََ ت َ ْفت َُر ْونَ َهُ ِّببُ ْهت َانَ ت َأت ُ ْوا َو‬
ْ ‫لَ َو‬ َ ‫َو‬
‫ص ْوا‬ ُ ‫ن َم ْع ُر ْوفَ فِّي ت َ ْع‬ َْ ‫علَى فَأجْ ُرَهُ مِّ ْن ُك َْم َوفَى فَ َم‬ َ ِّ‫هللا‬
َ ‫ن‬ َْ ‫اب َو َم‬
ََ ‫ص‬ َ ‫نأ‬ َْ ِّ‫ش ْيئًا ذَلِّكََ م‬ ََ ‫ارةَ فَ ُه ََو الد ْنيَا فِّى فَعُ ْوق‬
َ ‫ِّب‬ َ َّ‫ن لَ َه ُ َكف‬ َْ ‫اب َو َم‬ ََ ‫ص‬ َ ‫نأ‬ َ ‫ث ََُّم‬
َْ ِّ‫ش ْيئًا ذَلِّكََ م‬
ُ‫ست ََرَه‬ َ ُ‫هللا‬َ ‫هللاِّ إِّلَى فَ ُه ََو‬
َ ‫ن‬ َْ ِّ‫ع ْن َهُ شَا ََء إ‬
َ ‫عفَا‬
َ ‫ن‬ َ ُ‫علَى فَبَايَ ْعنَاَه‬
َْ ِّ‫عاقِّبَ َهُ شَا ََء َوإ‬ َ ََ‫)والنسائ والترمذي مسلم و البخاري رواه( ذَلِّك‬

“Berjanjilah kalian kepadaku, untuk tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun, tidak
mencuri, tidak berzina, tidak membunuh anak anak kalian,tidak membuat kebohongan diantara
tangan dan kaki kalian dan tidak mendurhakai aku dalam kebajikan, barangsiapa yang memenuhi
janji diantara kalian, maka mendapat pahala dari Allah. Dan barangsiapa melanggar sebagian
darinya, kemudian mendapat hukuman di dunia, maka itu menjadi tebusan baginya. Dan
barangsiapa yang melanggar sebagian darinya, lalu Allah menutupinya, maka hukumannya
tergantung kepada Allah. Apakah Allah berkenan untuk mengampuninya atau mengadzabnya. Maka
kami berbaiat dengan hal tersebut. (HR. Bukhari, Muslim, Tirmidzi dan Nasa’i)

Dari ayat Al Qur’an dan Hadits Nabi tersebut diatas, jelas sekali bahwa meninggalkan / berhenti
melakukan wirid thariqah itu resikonya sangat tinggi, dalam hal ini Sayyidi Syeikh Ahmad bin
Muhammad At Tijani ra menjelaskan lebih jauh resiko berhenti mengamalkan wirid thariqah At
Tijaniyah berupa peringatan dari beliau yang beliau terima langsung dari Rasulullah SAW melalui
pertemuan langsung dalam sadar bukan mimpi:

ََّ ‫ن ُك‬
َ‫ل َو ِّإ َّن‬ َْ ‫ل َم‬ ََ ‫ي َد َخ‬ ََ ‫غي ِّْرهَا ِّإلَى مِّ ْن َها َوخ ََر‬
َْ ِّ‫ج ُز ْم َرتِّنَا ف‬ َ ُ‫هللا‬
َ ، ُ‫ط َّر َدَه‬ َ ‫ن‬ َ ‫سلَبَ َهُ َحض َْرتِّ َِّه‬
َْ ‫ع‬ َ ‫ن َمنَ َح َهُ َما َو‬َْ ِّ‫ن ِّباللَِّ َو ْال ِّع َيا َذُ كَاف ًِّرا َو َي ُم ْوتَُ َم َحبَّتِّنَا م‬
َْ ِّ‫م‬
َُ َ‫صادِّقَ بِّ َوعْدَ َو َهذَا َماكَانََ األ َ ْو ِّليَاءِّ كَائِّنًا مِّنََ َولِّيَ َولَيَ ْنفَعُ َهُ أَبَدًا َولَيَ ْفل‬
‫ح هللاَِّ َم ْك َِّر‬ َ ُ‫صلَّى مِّ ْن َه‬
َ ُ‫هللا‬ َ ‫سلَّ ََم‬
َ ‫علَ ْي َِّه‬ َ ‫الرباني الفيض( ِّإلَ ْينَا َو‬:27)

Sesungguhnya setiap orang yang masuk golongan kami kemudian keluar dan masuk Thariqah
lainnya, maka Allah SWT campakan orang itu dari hadrahNya dan Allah mencabut semua karunia
yang telah diberikan oleh Allah kepadanya (yang dikarenakan) mahabbah kepada kami (Sayyidi
Syeikh Ahmad Tijani ra). dan ia akan mati kafir. Kami berlindung dari murkaNya. Dan ia tidak akan
beruntung selamanya. Dan tak seorang walipun yang ada dimuka bumi ini yang bisa membantunya.
Dan ini adalah janji yang benar dari Baginda Rasulullah Saw. kepada kami (Syeikh Ahmad At Tijany).
(Al Faidlur Rabbani ; 27)

C. Larangan atas Ikhwan Thariqah At Tijany

1. Larangan apa saja yang wajib dijauhi oleh ihwan thariqah At Tijaniyah dan apa dasar hukumnya ?.

Jawab: Terdapat enam larangan yang wajib dijauhi oleh ihwan thariqah At Tijaniyah, yaitu:

Tidak boleh mengambil dan mengamalkan wirid thariqah lain selain wirid thariqah At Tijaniyah.

Tidak bolen meninggalkan (berhenti) mengamalkan wirid thariqah At Tijaniyah dengan sengaja
dengan mengingkari kewajiban atas wirid tersebut.
Tidak boleh mencaci, benci dan memusuhi Sayyidi Syeikh Ahmad bin Muhammad At Tijany RA.

Tidak boleh ziarah kepada wali manapun yang bukan Tijany.

Tidak boleh memberikan wirid Thariqah At Tijaniyah pada orang lain tanpa ada izin yang syah
untuk memberikan (sebelum dilantik jadi Muqaddam).

Tidak boleh meremehkan wirid Thariqah At Tijaniyah, seperti mengakhirkan waktunya tanpa udzur
syar’i, atau mengerjakan secara asal asalan.

Tidak boleh memutuskan hubungan dengan siapapun tanpa ada idzin syar’i terutama dengan
ikhwan thariqah At Tijany.

Tidak boleh merasa aman dari Makrillah (ancaman murka Allah)

Tidak boleh mengambil dan mengamalkan wirid thariqah lain selain wirid thariqah At Tijaniyah.

Mengambil dan mengamalkan wirid thariqah lain selain thariqah At Tijaniyah termasuk kesalahan
yang sangat besar dan fatal dalam berthariqah ilallah. Alasannya adalah :

Karena semua wirid thariqah adalah wirid wajib yang diamalkan dengan jaminan wusul kehadirat
Allah SWT dan didasari dengan petunjuk dan izin resmi dari Rasulullah SAW. Jika wirid thariqah
diibaratkan sebagai kendaraan yang punya izin resmi untuk mengangkut penumpang agar sampai
dengan selamat ke tempat tujuan, pertanyaannya: Mungkinkah seseorang (yang hanya punya satu
tubuh) bisa sampai ketempat tujuan dengan naik dua kendaraan yang berbeda sekaligus?…
Demikian juga seseorang yang ingin tenang, tekun dan nyaman beribadah, cukup baginya ikut satu
madzhab. Jika dia ikut dua madzhab atau lebih pasti bingung.

Wali Quthub yang mendapat amalan wirid thariqah adalah orang yang bertanggung jawab penuh
atas keselamatan dan keberhasilan murid muridnya baik kepada Rasulullah SAW juga di hadirat Allah
SWT. (lihat dan renungkan Al Qur’an surat Yunus 62-64). Dalam hal ini seorang Wali adalah sebagai
seorang guru bagi murid muridnya, dimana seorang guru bisa mendidik lebih dari satu murid, tapi
tidak ada murid yang bisa didik oleh dua orang guru sekaligus dalam satu disiplin ilmu. Demikian juga
seorang pemimpin bisa punya banyak anak buah, tapi seorang anak buah tidak bisa punya lebih dari
satu pimpinan. jika seseorang ikut lebih dari satu thariqah, pertanyaannya: Maukah seorang wali
quthub yang kamil disaingi oleh wali quthub lain yang sama sama kamil dalam mentarbiyah seorang
murid?… jika misalnya murid tersebut berhasil, lalu siapakah dari kedua wali quthub (yang
mentarbiyah) tersebut yang berhak untuk mengklaim keberhasilan itu?…

Intinya thariqah At Tijaniyah tidak bisa di gabung dengan thariqah lain. Demikian juga thariqah
yang lainpun aslinya tidak bisa digabung gabung. Sebagaimana agama Islam tidak bisa digabung
dengan agama lain. Dan juga tidak ada cerita yang membenarkan adanya satu prosesi ibadah yang
mengabungkan syariat lebih dari satu agama.

Tidak boleh meninggalkan (berhenti) mengamalkan wirid thariqah At Tijaniyah dengan sengaja
serta mengingkari kewajiban atas wirid tersebut.

Dalam agama Islam, factor penentu apakah seseorang itu bisa diakui sebagai muslim atau tidak
adalah ibadah shalat. Sabda Nabi Muhammad SAW:

َ‫ع ْن‬
َ ‫ي ب َُر ْي َدةَِّ َو‬ ِّ ‫ع ْن َهَ هللا َر‬
ََ ‫ض‬ َ ‫ن‬
َِّ ‫ع‬ َ ِّ‫صلَّى النَّب‬
َ ِّ ‫ي‬ َ ُ‫هللا‬ َ ‫سلَّ ََم‬
َ ‫علَ ْي َِّه‬ ََ ‫قَا‬: “َ‫ي ا َ ْلعَ ْه ُد‬
َ ‫ل َو‬ َْ ‫صالََة ُ َوبَ ْينَ ُه َْم بَ ْينَنَا الَّ ِّذ‬ َْ ‫” َكف َََر فَقَ َْد ت ََر َك َها فَ َم‬. (‫رواه‬
َّ ‫اَل‬، ‫ن‬
‫الترمذي‬- ‫وقال‬: ‫)صحيح حسن حديث‬

Artinya: Dan diriwayatkan oleh Buraidah ra. bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda: “Ikatan
(perjanjian) antara kami dengan mereka adalah shalat, barangsiapa yang meninggalkannya adalah
kafir”. (HR. Turmudzi; dikatakan bahwa hadits ini hasan dan shahiih).

Demikian juga dalam bai’at Thariqah At Tijaniyah, perjanjian yang menjadi ikatan utama adalah siap
untuk mengerjakan wirid thariqah dengan istiqamah sesuai dengan sayarat syarat dan rukun yang
telah ditentukan. Oleh karena itu, jika meninggalkan wirid (berhenti total dengan sengaja) berarti
sudah keluar dari thariqah.
Tidak boleh mencaci, membenci dan memusuhi Sayyidi Syeikh Ahmad bin Muhammad At Tijany
RA.

Kewajiban ihwan thariqah At Tijaniyah adalah mencintai Sayyidi Syeikh Ahmad bin Muhammad At
Tijani ra sampai mati. Sebagai lawannya adalah larangan membenci, mencaci dan memusuhinya.
Karena suatu yang mustahil seorang yang benci kepada seorang tokoh tapi dia mau mengamalkan
amalannya dan mencontoh tingkah laku dan menjadikan orang yang dibenci tersebut sebagai
idaman atau idola dalam kehidupannya. Dalam masalah membenci dan mencaci maki serta
memusuhi Wali Allah ini, Rasulullah SAW memberi peringatan keras dalam sebuah hadits qudsi :

َِّ ‫) البخاري رواه (بِّ ْال َح ْر‬


َ ‫ب أَذَ ْنت ُ َهُ فَقَ َْد َو ِّليًّا لِّى‬
َ‫عا َدى َم ْن‬

“Barang siapa menyakiti wali-Ku, maka kuumumkan perang kepadanya”.(HR. Bukhari).

Siapakah orangnya yang mampu berperang melawan Allah SWT?.. dalam kitab Syawahidul Haq
Syekh Yusuf An Nabhaniy mengomentari Hadits qudsi yang membahas masalah memusuhi Wali
Allah ini sebagai berikut:

َ‫عا َدى َم ْن‬ َْ ‫اربَ أنِّي أ َ ْعلَ ْمت ُ َهُ بِّ ْال َح ْربِّأ‬
َ ‫ى أَذَ ْنت ُ َهُ فَقَ َْد َو ِّليًّا لِّى‬ ََ ‫صبَُ َولَ َْم األَئِّ َّم َةُ قَا‬
ِّ ‫لَ َهُ ُم َح‬، ‫ل‬ َ ‫صاةَِّ مِّنََ ِّأل َ َحدَ ا َ ْل ُم َح‬
َ ‫اربَ َةَ تَعَالَى‬
ِّ ‫هللاُ يَ ْن‬ َ ُ‫إِّلَّل ِّْل ُم ْنك ِِّّريْنََ ْالع‬
‫علَى‬ َ ‫ل ْأو ِّل َيا ِّئ َِّه‬
َِّ ‫الر َبا َوآ ِّك‬
ِّ ‫ن‬ َْ ‫ب َو َم‬ ََ ‫ار‬ َ ‫هللاُ َح‬َ ‫ح ت َ َعالَى‬ َُ ُ‫الحق شواهد( أ َ َبدًا لَ َي ْفل‬: 435)

“Barang siapa menyakiti wali-Ku, maka kuumumkan perang kepadanya, maksudnya Aku (Allah SWT)
beritahukan kepadanya bahwu Aku memerangi dia. Beberapa Imam berkata : Allah SWT tidak
pernah menantang perang kepada orang yang durhaka (kepada-Nya) kecuali kepada orang orang
yang mengingkari (menyakiti) Wali-Nya dan kepada pemakan riba. Dan barangsiapa yang diperangi
oleh Allah SWT, niscaya dia tidak akan pernah beruntung selamanya”. (Syawahidul Haq : 435)

Tidak boleh ziarah kepada wali manapun yang bukan Tijany.

Bagi seorang ihwan Tijani datang menziarahi wali selain wali dari thariqah At Tijaniyah adalah salah
satu bentuk perselingkuhan dan tanda tidak setianya seorang murid pada guru dalam penyerahan
dirinya untuk dibimbing dan diantar ke hadirat Allah SWT. Sehingga pelanggaran seperti ini termasuk
pelanggaran besar yang bisa mengeluarkan atau memutuskan seorang ihwan dari rantai ikatan
Thariqah At Tijaniyah. Karena setiap ziarah auliya’ itu pasti mengandung unsur ingin memperoleh
faedah faedah baik urusan dunia maupun ahirat.

Sedangkan orang yang berbaiat itu sudah berada dalam tanggungan guru yang membaiatnya. Kalau
sudah mendapatkan jaminan dari seorang Syeikh yang dijamin sepenuhnya oleh Rasulullah SAW, lalu
orang itu masih juga kelayapan ziarah untuk minta doa dan barokah dari wali lain, berarti dia belum
yakin akan keberkahan yang ada pada gurunya. Mungkinkah seorang Waliyullah mau mengantar dan
menjamin seorang murid yang tidak percaya pada dirinya?..

Contoh kongkritnya, seorang yang menjadi pegawai sebuah perusahaan ternama dan bonafid, yang
telah dijamin dengan gaji tinggi dan berbagai fasilitas lain yang telah mencukupi bahkan melebihi
seluruh kebutuhan hidupnya. Lalu pegawai tersebut merasa kurang dan datang pada perusahaan
lain untuk mendapatkan pekerjaan dan gaji tambahan bagi dirinya. Saya yakin setelah ketahuan
ulahnya, pasti dia akan dipecat oleh perusahaan tempat dia bekerja dan diapun akan ditolak oleh
perusahaan baru tempat cari tambahan gaji baginya, karena perusahaan bonafit tidak pernah mau
menerima pegawai yang hatinya mendua alias tidak setia.
Inti dari semuanya, tidak ada suami yang mau diduakan oleh istri istrinya, tidak ada seorang guru
(wali) yang mau diduakan oleh murid muridnya, juga tidak ada seorang Nabipun yang mau diduakan
oleh ummatnya, dan Allah SWT paling benci dengan adanya sekutu bagi-Nya.

َ‫هللا ِّإ َّن‬ َُ ‫أن لَ َي ْغف‬


ََ ‫ِّر‬ َُ ‫ن ذَلِّكََ َماد ُْونََ َو َي ْغف‬
َْ ََ‫ِّر ِّب َِّه يُ ْش َرك‬ َْ ‫عظِّ ْي ًما ِّإثْ ًما ا ْفت ََرى فَقَ َِّد ِّباللَِّ يُ ْش ِّر‬
َْ ‫ك َومن َيشَا َُء ِّل َم‬ َ ( ‫النساء‬: 48)َّ

“Sesungguhnya Allah SWT tidak akan memberi ampunan kepada semua dosa akibat syirik dan
berkenan memberi ampunan atas semua dosa dari selain syirik bagi mereka yang dikehendaki. Dan
barang siapa menyekutukan Allah, maka dia telah berbuat dosa yang sangat besar” (QS. An Nisa’:48)

َ‫ل قَا َل‬


َُ ‫س ْو‬ َ ‫صلَّى‬
ُ ‫هللاِّ َر‬ َ ُ‫هللا‬ َ ‫سلَّ ََم‬
َ ‫علَ ْي َِّه‬ َ َُ‫ِّن إِّلَ ْي َِّه أ َ َحبَ أ ُك ْونََ َحتَّى أ َ َح ُد ُك َْم لَيُؤْ مِّ ن‬
َ ‫و‬: َ ِّ َّ‫)البخاري رواه( أَجْ َم ِّعيْنََ َوالن‬
َْ ‫اس َو َولَ ِّدَِّه َوا ِّل ِّدَِّه م‬

Rasulullah SAW bersabda: “Tidak sempurna iman siapapun diantara kalian sehingga menjadikan aku
lebih kalian cintai dari pada orang tua mereka, anak anak mereka dan manusia semuanya”. (HR.
Bukhari).

Allah SWT menetapkan syarat kesetiaan dalam iman yaitu bertauhid hanya kepada Allah SWT tanpa
ada sekutu bagiNya. Sedangkan Rasulullah SAW menetapkan syarat untuk kesempurnaan iman
seseorang yaitu dengan mencintai beliau sampai ahir hayat dengan cinta tulus dan suci diatas kadar
cinta kepada siapapun selain beliau. Dalam kitab tafsir Al Qur’an Ibnu Katsir, diceriterakan bahwa
sahabat besar Rasulullah SAW, Sayyidina Umar Ibnul Khattab ra pada suatu hari ketahuan oleh
Rasulullah SAW sedang memegang kitab Taurat. Rasul bertanya mutifasi Sayyidina Umar ibnul
Khattab membaca kitab tersebut, Beliau menjelaskan tujuannya yaitu: untuk menambah wawasan.
Pada saat itu juga Rasulullah SAW bersabda:
ََ ‫صلَّى قَا‬
َ‫ل َو َق ْد‬ َ ‫سلَّ ََم‬
َ ‫علَ ْي َِّه هللا‬ َ (ََ‫سى لَ ْوكَان‬
َ ‫و‬: َ ‫سى ُم ْو‬ َِّ ‫لَّ َو ِّس َع ُه َما لَ َما َح َّيي‬
َ ‫ْن َو ِّع ْي‬ َ ‫ )أَتْ َبا‬.(‫كثير إبن القران تفسير‬:3\90)
َ ‫عنِّي إ‬

“Dan Rasulullah SAW benar benar bersabda: Andaikan Nabi Musa dan Isa masih hidup keduanya (di
muka bumi ini), maka tidak ada pilihan lain bagi keduanya kecuali menjadi pengikutku”.***/(Tafsir Al
Qur’an Ibnu Katsir: 3/90).

Pernyataan Rasulullah SAW tersebut diatas mengandung makna adanya kecemburuan dan ketidak
relaan beliau jika ada orang yang berada dalam asuhannya, punya hati dan perhatian yang tidak utuh
terhadap beliau. Demikian juga Thariqah At Tijaniyah, salah satu syaratnya adalah cinta sampai mati
kepada guru kita Sayyidi Syeikh Ahmad At Tijany ra. dan beliau melarang ziarah kepada wali lain atas
perintah Rasulullah SAW kepada beliau semata mata untuk menjaga hati para muridnya agar tenang
di hadirat gurunya dan tidak gonjang ganjing dengan hadirat wali lain selain beliau.

Larangan ziarah bukan hanya dilakukan oleh Sayyidi Syeikh Ahmad bin Muhammad At Tijani ra.
Semua Auliya’ (para guru dan mursyid thariqah) melarang murid muridnya ziarah kepada Wali lain,
hal ini di lakukan semata mata demi menjaga hati dan perhatian muridnya agar tidak pecah dan
bingung yang berakibat fatal dan menghambat laju perjalanan ruhaniahnya ke hadirat Allah SWT.
(suluknya terganggu).

Tidak boleh memberikan wirid Thariqah At Tijaniyah pada orang lain tanpa ada izin yang syah
untuk memberikan (sebelum dilantik jadi Muqaddam).

Wirid Thariqah adalah wirid khususiyah yang diberikan secara khusus oleh Sayyidul Wujud Rasulullah
SAW kepada orang orang tertentu (khusus) dengan cara yang khusus pula (yaitu) melalui dibai’at dan
ditalqin. Oleh karena itu berlaku pula aturan yang khusus, diantaranya seorang yang hanya punya
izin mengamalkan saja, tidak boleh berbuat lancang memberikan wirid kepada orang lain sebelum
dapat izin memberikan. Jika hal itu dilakukan maka putus izin mengamalkan tersebut. Sehingga baik
yang memberi dan yang diberi sama sama tidak dapat manfaat apapun. Bahkan bisa bisa yang
didapat justru mudharat. Banyak kita jumpai setelah mengamalkan wirid tertentu, malah yang
didapat bukan kebaikan tapi malah stress, kerasukan jin dan lain lain. Rasulullah Saw bersabda:

‫ْر ِّإلَى ْاأل ْم َُر ُو ِّس ََد ِّإذَا‬ َ ‫ع َةَ فَا ْنتَظِّ َِّر أ َ ْه ِّل َِّه‬
َِّ ‫غي‬ َ ‫)الحديث( السَّا‬

Jika suatu urusan diberikan kepada orang yang bukan ahlinya, maka tunggulah saat (kehancurannya)

Yang perlu diketahui, menurut guru kita Sayyidi Syeikh Ahmad bin Muhammad At Tijani ra:
sesungguhnya wirid khusus (thariqah) itu ada rahasia (asrar) khusus yang menyertainya. Jika wirid itu
diberikan oleh orang yang punya hak dan izin untuk memberikan, maka asrar tersebut turun (ikut)
kepada yang diberi dan menjadi cahaya pelindung dari syeithan baginya. Sebaliknya jika diberikan
oleh orang yang tidak punya hak dan izin memberikan, maka cahaya (asrar) wirid tersebut tidak
turun sehingga pembacanya rentan sekali dengan tipu daya syetan.

Tidak boleh meremehkan wirid Thariqah At Tijaniyah, seperti mengakhirkan waktunya tanpa udzur
syar’i, atau mengerjakan secara asal asalan.

Inti dan maksud dari larangan tersebut diatas adalah; kita wajib mengamalkan wirid thariqah itu
dengan istiqamah dzahir dan batin, diserta adab beribadah yang baik dan sopan santun di hadrah
Allah SWT dan Rasulullah SAW. Sesuai denga perintah Allah SWT dalam Al Qur’an:

َ‫ن أُمِّ ْرتََ َك َما فَا ْست َ ِّق ْم‬ ََ ‫لَ َمعَكََ ت‬
َْ ‫َاب َو َم‬ ْ ‫صيْرَ ت َ ْع َملُ ْونََ بِّ َما إِّنَّ َه ُ ت‬
َ ‫َطغ َْوا َو‬ ِّ َ‫ب‬. )‫هود‬: 112)
Artinya : “Maka tetaplah kamu pada jalan yang lurus (istiqamah), sebagaimana diperintahkan
kepadamu dan (juga) orang orang yang telah taubat beserta kamu dan janganlah kamu melampaui
batas. Sesungguhnya Dia Maha melihat terhadap apa yang kamu kerjakan (QS. Huud : 112)

َ‫هللاُ َربنَا قَالُ ْوا الَّ ِّذيْنََ ِّإ َّن‬


َ ‫ل ا ْستَقَا ُم ْوا ث ََُّم‬ َ ُ‫لَّ ْال َملَئِّ َك َة‬
َُ ‫علَ ْي ِّه َُم تَتَن ََّز‬ َ ‫لَ تَخَافُ ْوا أ‬ َ ‫عد ُْونََ ُك ْنت َُْم الَّتِّى بِّ َْال َجنَّ َِّة َوأ َ ْبش ُِّر ْوا تَحْزَ نُ ْوا َو‬
َ ‫( ت ُ ْو‬30) َُ‫أ َ ْولِّيآ ُؤ ُك َْم نَحْ ن‬
‫ي ِّف ْي َها َولَ ُك َْم اآلخِّ َرَةِّ َوفِّى الد ْن َيا ْال َح َيوَةِّ فِّى‬ َْ ‫س ُك َْم َمات َ ْشت َ ِّه‬ ُ ُ‫( َمات َ َّدع ُْونََ ِّف ْي َها َولَ ُك َْم أ ْنف‬31) ً‫ل‬ َ ‫ن نُ ُز‬ َْ ِّ‫غفُ ْورَ م‬ َ َ‫( َرحِّ يْم‬32) (‫ فصلت‬:30 -32)

Artinya : “Sesungguhnya orang orang yang mengatakan “Tuhan kami adalah Allah” kemudian
mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan
mengatakan) “janganlah kamu takut dan janganlah kamu merasa sedih; dan berilah berita gembira
pada mereka dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu. (30) Kamilah yang
menjadi pelindungmu dalam kehidupan dunia dan ahirat. Dan didalamnya kamu memperoleh apa
yang kamu inginkan dan apa yang kamu minta (31) Sebagai hidangan (bagimu) dari Tuhan yang
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (32) ”. (QS. Fushshilat ; 30 – 32).

َ‫هللاُ َربنَا قَالُ ْوا الَّ ِّذيْنََ ِّإ َّن‬


َ ‫علَ ْي ِّه َْم فَالَخ َْوفَ ا ْستَقَا ُم ْوا ث ََُّم‬ ْ ‫( بِّ َماكَانُ ْوايَ ْع َملُ ْونََ فِّ ْي َها َجزَ ا ًَء خَا ِّل ِّديْنََ ْال َجنَّ َِّة أ‬14)
َ ‫( يَحْ زَ نُ ْونََ َولَ ُه َْم‬13) ََ‫ص َحبَُ ْأولَئِّك‬
(‫األحقاف‬: 13-14)

Artinya : “Sesungguhnya orang orang yang mengatakan; “Tuhan kami adalah Allah”, kemudian
mereka Istiqamah (Tetap dalam pendiriannya) maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan
mereka tidak (pula) berduka cita. (13). Mereka itulah penghuni surga, mereka kekal didalamnya,
sebagai balasan terhadap apa yang mereka kerjakan”.(14) – (QS. Al Ahqaf : 13 – 14)

Hal ini juga direkomendasi oleh Rasulullah SAW, bahwa dalam beramal kita harus istiqamah baik
dalam jumlah, waktu, sebagai bagian dari adab ibadah kepada Allah SAW. karena istiqamah adalah
tanda sungguh sungguhnya seseorang dalam beribadah, dimana sifat sungguh sungguh tersebut
adalah lawan dari sifat meremehkan yang dilarang dalam thariqah. Mengenai masalah istiqamah ini
Rasulullah SAW bersabda bahwa :

َ‫ل أ َ َحب‬
َُ ‫ن أَد َْوا ُم َها هللاَِّ ِّع ْن ََد ْاأل ْع َما‬ ََّ َ‫)الحديث( ق‬
َْ ‫ل َو ِّإ‬

“Amal yang paling disenangi oleh Allah adalah amal yang langgeng (dawam / istiqamah)walaupun
sedikit” (Al Hadits).

Tidak boleh memutus hubungan dengan siapapun tanpa ada idzin syar’i terutama dengan ikhwan
thariqah At Tijany.

َ‫تَعَالَى قَا َل‬:َ‫اس‬ َْ ‫ن َخلَقَ ُك َْم الَّ ِّذ‬


ُ َّ‫ي َربَّ ُك َُم اتَّقُ ْوا يَاأي َهاالن‬ َْ ِّ‫ث زَ ْو َج َها مِّ ْن َها َو َخلَقََ َواحِّ َدةَ نَ ْقسَ م‬
ََّ َ‫لً مِّ ْن ُه َما َوب‬
َ َ ‫سا ًَء َكثَِّي ًْرا ِّرجا‬ َْ ‫الَّ ِّذ‬
َ َ‫ي َواتَّقُوهللا‬
َ ِّ‫ون‬،
ََ‫سائَلُ ْون‬ َِّ ‫و ْاأل ْر َح‬،
َ َ ‫ام بِّ َِّه ت‬ َ ‫ن‬ََّ ِّ‫علَ ْي ُك َْم كَانََ هللاََ إ‬
َ ‫النساء( َرقِّ ْيبًا‬:1)

Firman Allah SWT:” Wahai sekalian manusia, bertaqwalah kalian kepada Tuhan yang menciptakan
kamu dari seorang diri, dan dari padanya Tuhan menciptakan istrinya, dan dari keduanya Allah
memperkembang biakkan menjadi laki laki dan perempuan yang banyak, bertakwalah kepada Allah
yang dengan (mempergunakan nama-Nya) kamu saling meminta satu sama yang lain, dan
peliharalah hubungan persaudaraan (silaturrahim), sesungguhnya Allah selalu mengawasi kamu”.
(QS. An Nisa’:1)

َ‫تَعَالَى قَا َل‬:‫ص ِّل ُح ْوا إِّ ْخ َوةَ ْال ُمؤْ مِّ نُ ْونََ إِّنَّ َما‬
ْ َ ‫ت ُ ْر َح ُم ْونََ لَعَلَّ ُك َْم َواتَّقُ ْوهللاَ أَخ ََو ْي ُك َْم بَيْنََ فَأ‬. (‫الحجرت‬:10)
Allah SWT berfirman:”Sesungguhnya orang orang beriman itu bersaudara, maka berbuat baiklah
diantara saudara saudara kalian dan taqwalah kepada Allah agar supaya kamu mendapat rahmat
Allah”. (QS. Al Hujurat:10)

َُ ‫علَى أ َ ِّش ََّدا َُء َم َع َهُ َوالَّ ِّذيْنََ هللاَِّ َرسُ ْو‬
َ‫ت َ َعالَى قَا َل‬:َ‫ل ُم َح َّمد‬ َِّ َّ‫الفتح( َب ْينَ ُه َْم ُر َح َما َُء ْال ُكف‬:29)
َ ‫ار‬

Allah SWT berfirman : “Muhammad adalah utusan Allah, dan orang orang yang bersamanya sangat
tegas terhadap orang kafir dan sangat kasih sayang dengan sesama muslim”. (QS. Al Fath:29)

َ‫ل قَا َل‬ َُ ‫س ْو‬ َ ‫صلَّى‬


ُ ‫هللاِّ َر‬ َ ُ‫هللا‬ َ ‫سلَّ ََم‬
َ ‫علَ ْي َِّه‬ َ َ‫ل‬
َ ‫و‬: َ ‫لَ تَبَا‬
َ ‫غض ُْوا َو‬ َ ‫لَ ت َ َحا‬
َ ‫سد ُْوا َو‬ َ ‫لَ ت َ َدابَ ُر ْوا َو‬ َ ‫إِّحْ َوانًا ِّعبَا َدهللاَِّ َو ُك ْونُ ْوا تَقَا‬، َ‫ل‬
َ ‫طعُ ْوا َو‬ َْ َ ‫أ‬
َ ‫ن ِّل ُم ْسلِّمَ يَحِّ لَ َو‬
‫ث فَ ْوقََ أَخَاَهُ يَ ْه ُج ََر‬
ََ َ‫ثَال‬, (‫)عليه متفق‬

Bersabda Rasulullah SAW: “Janganlah kalian saling membenci, dan jangan saling dengki, dan jangan
saling membelakangi, dan jangan saling putus (hubungan), jadilah kalian wahai hamba-hamba Allah
dengan penuh persaudaraan. Dan tidak halal bagi seorang muslim mengucilkan (tidak bertegur sapa
dengan) saudaranya lebih dari tiga hari”. (Hadits Muttafaqun ‘alaih).

َ‫ل قَا َل‬


َُ ‫س ْو‬ َ ‫صلَّى‬
ُ ‫هللاِّ َر‬ َ ُ‫هللا‬ َ ‫سلَّ ََم‬
َ ‫علَ ْي َِّه‬ َ ‫و‬:َ ‫ن‬ َْ ‫ض ْيفَ َهُ فَ ْليُ ْك ِّر َُم ْاألَخِّ َِّر َو ْاليَ ْو َِّم بِّاللَِّ يُؤْ مِّ نَُ كَانََ َم‬ َْ ‫ل ْاألَخِّ َِّر َو ْاليَ ْو َِّم بِّاللَِّ يُؤْ مِّ نَُ كَانََ َم‬
َ ،‫نو‬ ِّ َ‫رحِّ َم َهُ فَ ْلي‬،
َْ ‫ص‬ َ ‫و‬
ْ‫ن‬ ِّ
َ ‫لل يُؤْ مِّ نَُ كَانََ َم‬ ْ َ ْ
َ ‫ل األخِّ َِّر َواليَ ْو َِّم بِّا‬ ْ ُ ْ َ َ
َ ‫ص ُمتَْ ا َْو َخي ًْرا فليَق‬ ْ َ‫ ِّلي‬.(‫)عليه متفق‬

Bersabda Rasulullah SAW: “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka
muliakanlah tamunya, dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka sambunglah
tali persaudaraan, dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah
berkata yang baik atau diam”. (HR. Muttafaqun ‘alaih).
َ‫ل قَا َل‬
َُ ‫س ْو‬ َ ‫صلَّى‬
ُ ‫هللاِّ َر‬ َ ُ‫هللا‬ َ ‫سلَّ ََم‬
َ ‫علَ ْي َِّه‬ َ ‫و‬:
َ ‫لرحِّ َُم‬ َ ِّ ‫ل ِّب ْال َع ْر‬
َّ َ ‫ش ُم َعلَّقَةَ ا‬ َُ ‫تَقُ ْو‬: ‫ن‬ َْ ِّ‫صلَن‬
َْ ‫ي َم‬ َ ‫صلَ َهُ َو‬
َ ‫هللاُ َو‬
َ ،‫ن‬ َْ ‫ي َو َم‬ َ َ‫ط َع َه ُ ق‬
َْ ِّ‫ط َعن‬ َ َ‫هللاُ ق‬
َ . (‫)عليه متفق‬

Bersabda Rasulullah SAW: Ar Rahim (tali persaudaraan) digantungkan (oleh Allah SWT) di ‘Arasy, Dia
berkata: Barangsiapa yang menyambungku maka Allah menyambungnya (dengan rahmat Allah),
barangsiapa memutuskanku maka Allah memutuskan dia (dari rahmat-Nya)”. (HR. Muttafaqun
‘alaih).

Tidak boleh merasa aman dari Makrillah (ujian dari Allah yang biasanya berbentuk kemudahan)

َِّ‫األعرف(الخَاس ُِّر ْونَا ِّإلَّ ْالقَ ْو َُم َم ْك َرهللاَِّ فَالَ َيأ ْ َمنَُ أَفَأمِّ نُ ْوا َم ْك َرهللا‬:99)
ْ

“Apakah kalian merasa aman dari makrillah, maka tidak ada yang merasa aman dari makrillah itu
kecuali orang orang yang merugi”. (QS. Al A’raf:99)

Makrillah adalah ujian Allah dalam wujud kemudahan kemudahan dan keistimewaan yang
mengakibatkan seorang ahli ibadah terlena merasa puas dan hebat serta merasa sudah wusul dan
diterima ibadahnya. Contohnya kekaramatan. Atau karunia lain yang menyenangkan, seperti
kekayaan, kewibawaan, ketenaran, kesaktian dan lain sebagainya. Setiap hamba yang beribadah
maka pada suatu saat Allah SWT memberikan ujian dalam bentuk kemudahan dan keistimewaan.
Orang bodoh mengira karunia seperti ini sebagai salah satu bentuk tanda tanda diterimanya ibadah
seseorang, bahkan juga dianggap sebagai puncak keberhasilan. Dia senang berlebihan, bahkan ada
yang kerjanya kesana kemari pamerkan kebolehan dan menawarkan berbagai jenis bantuan, seperti
pengobatan, ijazah kesaktian dan lain sebagainya. Sehingga tanpa mereka sadari, lama kelamaan
tujuan ibadah dan dakwahnya sedikit demi sedikit bergeser dan akhirnya melenceng jauh dari tujuan
semula. Yakni sudah tidak lillaahi ta’ala lagi, tapi karena ingin mempertahankan keistimewaan yang
ada pada dirinya.

Contoh kongkritnya begini: ada seorang hamba yang masuk thariqah dengan tujuan bertaubat dan
beribadah semata mata karena Allah SWT, dia tidak ingin pujian, tidak ingin kesaktian, bahkan tidak
ingin surga dan tidak takut neraka. Dia ibadah semata mata karena mencari keridhaan Allah SWT.
Pada suatu saat Allah membuka kemudahan kemudahan baginya berupa rizki yang melimpah,
sehingga ia sibuk dengan urusan bisnisnya dan mulai lalai pada ibadahnya. Sampai pada suatu saat
Allah mencabut nikmat tersebut darinya.

Sebagai manusia biasa dia merasa bingung dan susah atas musibah tersebut. Lalu dia berfikir dan
mencari apa yang menjadi penyebab dicabutnya karunia kekayaan yang ia peroleh selama ini.
Sampai pada suatu saat dia sadar dan ingat bahwa sudah sekian lama amalan amalan istiqamahnya
dilalaikan. Menyadari hal tersebut maka si hamba bodoh itu mulai giat kembali beribadah, bahkan
lebih giat dari pada sebelum dia menjadi kaya raya. Tapi niatnya tidak seperti dulu lagi, dulu niat
ibadahnya karena mencari ridha Allah. Sedangkan saat ini ibadahnya adalah upaya untuk bisa
menjadi kaya kembali. Ini adalah salah satu bentuk dari MAKRILLAH ITU!!! Na’udzubillaahi min
dzalik.

Sedangkan hamba yang ikhlas dan awas hatinya, mendapat karunia kemudahan dan keistimewaan
justru bertambah takutnya kepada Allah SWT. Jika ditambah lagi keistimewaan pada dirinya,
bertambah pula takutnya kepada Allah SWT. Semakin bertambah semakin takut akan tipu daya /
makrillah. Jangankan menawarkan bantuan pada orang lain karena keistimewaan (kesaktian) yang
ada pada dirinya, memberitahukan saja bahwa dia mampu berbuat sesuatu yang luar biasa dan lebih
istimewa dari orang lain dia tidak berani dan malu kepada Allah SWT. Mereka inilah orang orang
yang beruntung dan lolos dari lubang jarum ujian penuh jebakan dalam perjalanan ruhaninya
menuju kehadirat Allah SWT.
Bab III

Peraturan dalam berdzikir

1. Dalam melakukan wirid dan dzikir, adakah aturan aturan yang wajib dipenuhi oleh ihwan sehingga
wiridnya menjadi shah dan diterima dan apa dasar hukumnya?.

Jawab: Dalam melakukan wirid dan dzikir terdapat aturan yang harus dipenuhi oleh ihwan sebagai
syarat agar ibadahnya shah (benar dan sudah terlepas dari tuntutan kewajiban) yang disebut
syartush shihhah, dan ada syarat lain yaitu syartul qabul artinya syarat syarat yang harus dipenuhi
agar diterima oleh Allah SWT dan syartul kamal artinya syarat sempurnanya suatu ibadah. Adapun
syartush shihhah dalam wirid thariqah At Tijaniyah antara lain:

Suara dalam keadaan normal dan sendirian, bacaan dzikir cukup terdengar oleh telinga si
pembaca. Tapi kalau berjamaah harus dikeraskan sesuai kebutuhan.

Harus suci dari najis, baik badan, pakaian, tempat dan apa saja yang dibawanya.

Harus suci dari hadats, baik dari hadats kecil maupun dari hadats besar.

Harus menutupi aurat sebagai mana sholat, baik bagi pria maupun wanita.

Tidak boleh berbicara. (jika terpaksa karena dipanggil orang tua, suami atau muqaddam / guru
boleh menjawab tapi jangan lebih dari dua kata).

Harus menghadap qiblat (jika wirid sendiri atau ijtima’ dalam shaf).
Harus duduk sempurna (tidak boleh bersandar dan kaki selonjor, kecuali ‘udzur syar’i boleh tidak
duduk )

Harus Ijtima’ dalam melaksanakan wirid Wadhifah (setiap hari) dan Hailalah sesudah shalat ‘ashar
pada hari jum’at apabila di daerahnya ada ikhwan.

Dasar hukumnya adalah :

Dalil dalil yang penulis gunakan dalam bab ini, sebagian besar adalah dalil yang berkenaan dengan
shalat. Alasan penulis menggunakan dalil dalil tersebut diatas adalah:

Shalat itu sendiri sebenarnya adalah dzikir. Sebagaimana firman Allah dalam Al Qur’an yang
artinya: “Tegakkanlah shalat dalam rangka mengingatku (dzikir)”.

Yang kita bahas adalah wirid dan dzikir wajib thariqah, yang mana hukum wajibnya disebabkan
adanya janji / nadzar ketika bai’at, yaitu janji untuk melakukannya sesuai aturan yang telah
ditentukan oleh Baginda Rasulullah SAW sampai akhir hayat.

Dalam shalat ada bacaan bacaan yang wajib diucapkan dengan suara jahr (jelas dan keras) ketika
berjamaah, seperti pada dua rakaat pertama pada shalat Maghrib, Isya’dan Subuh. Dan ada yang
wajib dibaca pelan tanpa suara pada shalat Dzuhur dan ‘Ashar walaupun berjamaah. Demikian juga
dalam wirid thariqah At Tijaniyah, untuk wirid Wadzifah dan Hailalah wajib diucapkan secara jahr
(jelas dan keras) jika dilakukan dengan berjamaah.Tapi jika dilakukan sendiri cukup dengan suara
lirih yang bisa terdengar oleh telinga pembaca itu sendiri. Dan ada yang wajib dibaca sir dan tidak
boleh berjamaah yaitu wirdus shabah dan wirdul masa’.

Semua aturan yang ada dalam Thariqah At Tijaniyah adalah berasal dari petunjuk secara langsung
(dalam sadar bukan mimpi) dari Sayyidul wujud Rasulullah SAW kepada Sayyidi Syeikh Ahmad bin
Muhammad At Tijani ra.Jadi semua aturan dalam Thariqah At Tijaniyah itu bukan barang yang diada
adakan oleh Sayyidi Syeikh Ahmad bin Muhammad At Tijani ra.

Mari kita telaah satu persatu dasar hukum dari aturan wirid Thariqah At Tijaniyah ini dengan
seksama:
Suara dalam keadaan normal dan sendirian, bacaan dzikir cukup terdengar oleh telinga si
pembaca. Tapi kalau berjamaah harus dikeraskan sesuai kebutuhan.

Wirid lazimah (wajib) dalam thariqah At Tijaniyah ada tiga macam yaitu wirdus shabah dan wirdul
masa’ (wirid pagi dan wirid sore) yang wajib dikerjakan sendiri sendiri / tidak boleh berjamaah
(munfarid), dan harus dilakukan dengan suara lirih cukup didengar telinga sendiri dan makruh
hukumnya jika dikeraskan, hal ini sesuai dengan firman Allah SWT:

َ َ ‫ل مِّ نََ ْال َج ْه َِّر َود ُْونََ َوخِّ ْيفَ َةً ت‬


َ‫تَعَالَى هللا قَا َل‬: ‫ضرعًا نَ ْفسِّكََ فِّى َربَّكََ َوا ْذ ُك َْر‬ َِّ ‫ل بِّ ْالغُ ُد َِّو ْالقَ ْو‬ َ َ ‫لَ َو ْاأل‬
َِّ ‫صا‬ ْ (‫األعرف‬:205)
َْ ‫الغَافِّ ِّليْنََ مِّ نََ ت َ ُك‬.
َ ‫ن َو‬

Firman Allah SWT: Dan sebutlah (nama) Tuhanmu, dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa
takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu
termasuk sebagai orang orang yang lalai”. (QS. Al A’raf: 205).

Wirid kedua dan ketiga adalah Dzikrul Wadzifah (minimal sekali atau jika mampu istiqamah lebih
baik dua kali) dalam sehari semalam dan Hailalah yang wajib dikerjakan seminggu sekali setelah
shalat ‘ashar pada hari jum’at yang mana keduanya wajib dikerjakan secara berjamaah dengan suara
keras, jika di daerah itu ada ihwan yang bisa diajak berjamaah. Hal ini sesuai dengan firman Allah
SWT:

َ‫تَعَالَى هللا قَا َل‬: ‫صبِّ َْر‬ َ ‫ي ِّ بِّ ْالغَ َداةَِّ َربَّ ُه َْم يَ ْدع ُْونََ الَّ ِّذيْنََ َم ََع نَ ْف‬
ْ ‫سكََ َوا‬ َ ‫لَ َوجْ َه َهُ ي ُِّر ْيد ُْونََ َو ْالعَ ِّش‬ َ ‫ع ْن ُه َْم‬
َ ‫ع ْينَكََ ت َ ْع َُد َو‬ َ . (‫الكهف‬:28)

Firman Allah SWT: Dan bersabarlah kamu bersama orang orang yang senantiasa berseru kepada
tuhannya pada waktu pagi dan sore, mereka mengharap keridhaan Allah, dan janganlah kedua
matamu berpaling dari mereka”. (QS. Al Kahfi: 28).
Dalam kitab tafsir Ibnu Katsir jilid 3 halaman 73-74, dalam mengomentari ayat ini terdapat beberapa
riwayat hadits shahih yang menjelaskan betapa Rasulullah SAW menyenangi dzikir bersama di waktu
pagi lebih beliau senangi dari pada terbitnya matahari dan waktu sore yang diisi dengan dzikir
bersama lebih beliau senangi dari pada memerdekakan delapan orang budak dari keturunan Nabi
Ismail.

َ‫ل قَا َل‬ َُ ‫س ْو‬ َ ‫صلَّى‬


ُ ‫هللاِّ َر‬ َ ُ‫هللا‬ َ ‫سلَّ ََم‬
َ ‫علَ ْي َِّه‬ َ ‫هللا يَ ْذ ُك ُر ْونََ قَ ْومَ لَيَ ْقعُ َُد‬
َ ‫و‬: َ ِّ‫غ ِّشيَتْ ُه َُم ْال َمالَئِّ َك َةُ َحفَّتْ ُه َُم إ‬
ََ َّ‫ل‬ َ ‫الرحْ َم َة ُ َو‬ َ ُ‫س ِّك ْينَ َة‬
َّ َْ‫علَ ْي ِّه َُم َونَزَ لَت‬ َّ ‫هللاُ َوذَك ََر ُه َُم ال‬
َ
َْ ‫ ِّع ْن َدَهُ فِّ ْي َم‬. (‫)مسلم رواه‬
‫ن‬

Bersabda Rasulullah SAW: “Tidaklah duduk (berkumpul) suatu kaum dalam rangka berdzikir
(menyebut Nama Allah) kecuali disitu dipenuhi oleh para malaikat, dan Allah siramkan kepada
mereka rahmat-Nya, dan diturunkan ke (dalam hati) mereka ketenangan, dan Allah sebut sebut
mereka dihadapan para malaikat disisi-Nya” (HR. Muslim).

Sesungguhnya ayat Al Qur’an maupun Hadits yang menerangkan keutamaan dzikir berjamaah itu
sangat banyak. Mengingat keterbatasan tempat, maka penulis sajikan satu ayat Al Qur’an dan satu
Hadits Nabi saja untuk mewakilinya. Adapun mengeraskan suara dalam dzikir berjamaah adalah
akibat (‘aridi) dari kondisi berjamaah tersebut, karena tidak mungkin terjadi dzikir berjamaah jika
masing masing orang berdzikir sendiri sendiri dengan suara lirih (pelan).

Harus suci dari najis, baik badan, pakaian, tempat dan apa saja yang dibawanya.
ْ ‫( يَاأي َه‬1) ‫ِّر قُ َْم‬
َ‫ت َ َعالَى هللا قََا َل‬: ‫اال ُم َّدثِّ َْر‬ َ َ‫( ف‬4) ََ‫(فَا ْه ُج َْر َوالرجْ ز‬5) (‫المدثر‬:1-5)
َْ ‫( فَأ ْنذ‬2) ََ‫( فَ َكبِّ َْر َو َربك‬3) ََ‫ط ِّه َْر َوثِّيَابَك‬

Firman Allah SWT: Wahai orang yang berselimut (1) Bangunlah dan berilah peringatan (2) Dan
agungkan Tuhanmu (3) Dan Sucikan pakaianmu (4) Dan tinggalkanlah perbuatan dosa(5) (QS. Al
Muddatstsir: 1-5)

َ‫ل قَا َل‬ َُ ‫س ْو‬ َ ‫صلَّى‬


ُ ‫هللاِّ َر‬ َ ُ‫هللا‬ َ ‫سلَّ ََم‬
َ ‫علَ ْي َِّه‬ َ ‫و‬:َ
َ ‫لط ُه ْو ُر‬ ْ ‫ان ش‬
َّ َ ‫َط َُر ا‬ ِّ ْ ‫س ْب َحانََ للَِّ َو ْال َح ْم َُد‬
َِّ ‫اْل ْي َم‬، َ َ‫للِّ َو ْال َح ْم َُد هللاَِّ ت َ ْمالَ ُء ْالمِّ يْزَ ان‬
ُ ‫و‬، َ ‫ن‬َِّ َ ‫َما َبيْنََ ْأوت َ ْمالَ َُء ت َ ْم َِل‬
َِّ‫س َماء‬
َّ ‫ض ال‬ َ ِّ ‫و ْاأل َ ْر‬.
َ (‫)مسلم رواه‬

Bersabda Rasulullah SAW: “Kesucian adalah pakaian iman, dan Alhamdulillah memenuhi anak
timbangan (amal) dan Subhanallahi walhamdulillaahi memenuhi keduanya, atau memenuhi antara
langit dan bumi”. (HR. Muslim)

Harus suci dari hadats, baik dari hadats kecil maupun dari hadats besar.

َ‫ت َ َعالَى هللا قَا َل‬: ‫صلَوَِّة ِّإلَى قُ ْمت َُْم ِّإذَا أ َمنُ ْوا الَّ ِّذيْنََ َياأي َها‬ َّ ‫ق ِّإلَى َوأ َ ْي ِّد ْي ُك َْم ُو ُج ْو َه ُك َْم فَا ْغ ِّشلُ ْوا ال‬ َِّ ِّ‫س ُح ْوا ْال َم َراَف‬ َ ‫أر ُج ِّل ُك َْم ِّب ُر ُؤ ِّس ُك َْم َوا ْم‬ ْ ‫ْن ِّإلَى َو‬ ْ
َِّ ‫ال َك ْع َبي‬،
َْ ‫اط َّه ُر ْوا ُجنُبًا ُك ْنت َُْم َو ِّإ‬
‫ن‬ َّ َ‫ف‬، ‫ن‬ َْ ‫ضى ُك ْنت َُْم َو ِّإ‬ َ ‫علَى َم ْر‬ َ ‫سفَر ْأو َجا ََء ْأو‬ َ َ‫سا ََء ْأولَ َم ْست َُُم ْالغَائِّطَِّ مِّنََ مِّ ْن ُك َْم أ َحد‬ َ ِّ‫ص ِّع ْيدًا فَت َ َي َّم ُم ْوا َما ًَء ت َِّجد ُْوا فَلَ َْم الن‬ َ
‫طيِّبًا‬َ , ‫س ُح ْوا‬ َ ‫مِّ ْن َهُ َوأ ْي ِّد ْي ُك َْم بِّ ُو ُج ْو ِّه ُك َْم فَا ْم‬، ‫هللاُ َماي ُِّر ْي َُد‬
َ ‫ل‬ ََ َ‫علَ ْي ُك َْم ِّليَجْ ع‬ َْ ِّ‫ِّن َح َرجَ م‬
َ ‫ن‬ َْ ‫ط ِّه َر ُك َْم ي ُِّر ْي َُد َولَك‬ َ ‫ت َ ْش ُك ُر ْونََ لَعَلَّ ُك َْم‬.
َ ُ‫علَ ْي ُك َْم نِّ ْع َمت َ َهُ َو ِّليُتِّ ََّم ِّلي‬
(‫المائدة‬:6)

Firman Allah SWT: Wahai orang orang yang beriman, jika kamu hendak melaksanakan shalat, maka
cucilah mukamu dan tanganmu sampai ke siku, lalu kamu usaplah (sebagian) kepalamu dan cucilah
kedua kakimu sampai pada mata kaki. Jika kamu dalam keadaan junub, maka bersucilah (dengan
mandi besar). Jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau habis buang air besar atau menyentuh
kulit perempuan lalu kamu tidak menemukan air, maka bertayammumlah dengan debu yang suci.
Lalu usaplah wajah kamu dan kedua tanganmu dengan debu itu. Sesungguhnya Allah tidak ingin
menyulitkan kamu, tapi Allah hendak mensucikan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya atas
kamu agar kamu bersyukur”. (QS. Al Maidah : 6)
Harus menutupi aurat sebagai mana sholat, baik bagi pria maupun wanita.

Dalam kitab FIQHUS SUNNAH karangan Sayyid Sabiq; juz 1 halaman 138 dijelaskan:

َ‫ت َ َعالَى هللا قَا َل‬:َ‫ل ِّع ْن ََد ِّز ْينَت َ ُك َْم ُخذُ ْوا َيا َب ِّنيْأ َد َم‬َِّ ‫الز ْينَ َِّة َو ْال ُم َرا َُد )الية( َمس ِّْجدَ ُك‬ ْ ‫و ْال َمس ِّْج َُد‬:
ِّ ‫ال َع ْو َرَة َ َما َي ْست ُ َُر ِّب‬، َ ُ ‫صالََة‬َّ ‫ى اَل‬َْ ‫ع ْو َرت َ ُك َْم اِّ ْست َُر ْوا أ‬
َ ‫ِّع ْن ََد‬
َِّ ‫صالَةَ ُك‬
‫ل‬ َ .‫ن‬ َْ ‫ع‬َ ‫ن َو‬
َِّ ‫س‬ َ ‫ْن َح‬َِّ ‫علِّى ب‬ َ ‫ي‬ ََ ‫ض‬ ِّ ‫هللاُ َر‬َ ‫ع ْن ُه َما‬ ََ َ‫صالَةَِّ ِّإلَى ق‬
َ : ُ‫ام ِّإذَا كَانََ أنَّ َه‬ َّ ‫س ال‬ ََ ‫ثِّ َيا ِّب َهُ أ ْج َو ََد لَ ِّب‬، ‫ل‬
ََ ِّ‫سئ‬ َْ ‫ع‬
ُ َ‫ن ف‬ َ ََ‫ل ذَلِّك‬ََ ‫فَقَا‬: ‫ن‬
ََّ ‫هللا ِّإ‬
ََ َ‫يُحِّ بَ َجمِّ يْل‬
ََ ‫ل ْال َج َما‬
‫ل‬ َُ ‫ل َِّر ِّبي فَأت َ َج َّم‬، ‫ل َوه ََُو‬ َُ ‫يَقُ ْو‬: ‫ل ِّع ْن ََد ِّز ْينَت َ ُك َْم ُخذُ ْوا‬ َِّ ‫ َمس ِّْجد ُك‬.

Firman Allah SWT: “Wahai Bani Adam, pakailah perhiasanmu setiap kamu di masjid” (al ayat) yang
dimaksud perhiasan pada ayat tersebut diatas adalah pakaian yang menutup aurat, sedangkan
masjid maksudnya adalah shalat. Jadi maksud ayat diatas adalah “Pakailah pakaianmu untuk
menutup aurat kamu dalam setiap shalat”. Diriwayatkan dari Hasan bin Ali radiyallahu anhuma.
Sesungguhnya dia pada saat shalat selalu memakai pakaian yang paling bagus, kemudian dia ditanya
alasan dari perbuatan tersebut beliau menjawab: “Sesungguhnya Allah itu indah dan suka keindahan
maka aku berhias untuk menghadap Tuhanku”. Kemudian dia membaca ayat (yang artinya):
“Pakailah perhiasanmu setiap kamu di masjid”

Tidak boleh berbicara. (jika terpaksa karena dipanggil orang tua, suami atau muqaddam / guru
boleh menjawab tapi jangan lebih dari dua kata).
Dalam kitab FIQHUS SUNNAH karangan Sayyid Sabiq; juz 1 halaman 294 dijelaskan:

َِّ ‫أرقَ َِّم ب‬


َ‫ْن زَ ْي َِّد فَ َع ْن‬ ْ ‫ل‬ََ ‫قَا‬: ‫صالَةَِّ فِّى نَت َ َكلَّ َُم ُكنَّا‬ َّ ‫ال‬: ‫ل يُ َك ِّل َُم‬ َ ‫صالََةِّ فَى َج ْنبِّ َِّه إِّلَى َوه ََُو‬
َّ ‫صاحِّ بَ َه ُ مِّ نَّا‬
َُ ‫الر ُج‬ ُ ِّ‫علَى َحاف‬
َّ ‫ظ ْوا( نَزَ لَتَْ َحتَّى ال‬ َِّ ‫صلَوا‬
َ ‫ت‬ َّ ‫ال‬
ِّ‫صلَ َوَة‬ َّ ‫ى َوال‬ َ ‫الو ْس‬
َْ ‫ط‬ ُ ‫ِِّّّّ َوقُ ْو ُم ْوا‬ َِّ ‫ت فَا َ َم َرنَا )قَ ِّانِّتيْنََ لل‬ َِّ ‫كو‬ ْ ‫ن َونَ َه ْينَا بِّالس‬ َِّ ‫ع‬
َ ‫َالم‬ ْ
َِّ ‫الك‬. (‫)الجماعة رواه‬

Diriwatkan oleh Zaid bin Arqam, dia berceritera: Kami berbicara ketika shalat; ada seorang laki laki
yang sedang melaksanakan shalat berbicara kepada temannya disampingnya, sehingga kemudian
turun ayat “Peliharalah segala shalatmu, dan (peliharalah) shalat wustha (‘ashar) Maka tegakkanlah
shalat karena Allah dengan khusyu'” kemudian kami diperintah untuk diam (agar hidmat dan
khusyu’) dan dilarang berbicara (dalam shalat)” (HR.Jamaah)

Harus menghadap qiblat (jika wirid sendiri atau ijtima’ dalam shaf).

َ‫تَعَالَى هللا قَا َل‬: ‫ل‬ ْ ‫ام ْال َمس ِّْج َِّد ش‬
َِّ ‫َط ََر َوجْ َهكََ فَ َو‬ َِّ ‫ط َرَهُ ُو ُج ْو َه ُك َْم فَ َول ْوا ُكتْنُ َْم َو َح ْيث ُ َما ْال َح َر‬
َ ‫ش‬
َ ، (‫البقرة‬:144)

Firman Allah SWT: “Maka hadapkanlah wajahmu (ketika Shalat) ke arah Masjidil Haram, dan
dimanapun kamu berada maka hadapkanlah wajah kalian ke arah Masjidil Haram”. (QS. Al
Baqarah:144).

‫قال مالك بن أنس عن‬: ‫ل‬ ََ ‫ل قَا‬


َُ ‫س ْو‬ َ ‫صلَّى‬
ُ ‫هللاِّ َر‬ َ ُ‫هللا‬ َ ‫سلَّ ََم‬
َ ‫علَ ْي َِّه‬ َ ‫و‬:
َ ‫ن‬َْ ‫صلَّى َم‬
َ ‫صالَتَنَا‬ ََ َ‫ست َ ْقب‬
َ ‫ل‬ ََ ‫ى ذَبِّ ْي َحتَنَا َوأ َ َك‬
َْ ‫ل قِّ ْبلَتَنَا َوا‬ َْ ‫س ْو ِّل َِّه َو ِّذ َّم َة ُ هللاَِّ ِّذ َّم َة ُ لَ َهُ الَّ ِّذ‬
ُ ‫َر‬
َ‫ال‬َ ْ
َ ‫ ِّذ َّمتِّ َِّه فِّي هللاََ ت َخف َُر ْوا ف‬. (‫)البخاري رواه‬
Diriwayatkan oleh Anas bin Malik, Bersabda Rasulullah SAW: Barangsiapa shalat dengan cara kita,
dan menghadap kiblat kita, dan makan sembelihan kita yang menjadikan baginya mendapat
perlindungan Allah swt. dan Rasul-Nya,maka janganlah merusak/merobek perlindungan Nya. (HR.
Bukhari).

Harus duduk sempurna (tidak boleh bersandar dan kaki selonjor, kecuali ‘udzur syar’i boleh tidak
duduk )

Duduk sempurna dihadapan orang lain adalah sikap terhormat, demikian juga di hadirat Allah SWT
pada saat berdzikir. Dimana wirid dan dzikir thariqah adalah wirid dan dzikir yang diijazah langsung
dan dapat jaminan langsung secara khusus dari Rasulullah SAW yang mendapat pujian dari Allah
SWT :

َ‫عظِّ يْمَ ُخلُقَ لَعَلَى َوإِّنَّكََ تَعَالَى هللا قَا َل‬


َ (‫القلم‬:4)

“Dan sesungguhnya Engkau (Muhammad) adalah orang yang berahlak paling mulia”. (QS. Al
Qalam:4)

‫َار ََم ِّألُتَمِّ ََم بُعِّثْتَُ ِّإنَّ َما‬ ْ (‫)الحكم رواه‬


َِّ َ‫األخال‬
ِّ ‫ق َمك‬

“Sesungguhnya kami diutus dalam rangka menyempurnakan ahlak yang mulia”. (HR. Al Hakim).
Harus Ijtima’ dalam melaksanakan wirid wadzifah (setiap hari) dan dzikir hailalah sesudah shalat
‘ashar setiap hari jum’at apabila di daerahnya ada ikhwan.

َ‫ت َ َعالَى هللا قَا َل‬: ‫هللا ا ْذ ُك ُروا أ َ َمنُ ْوا الَّ ِّذيْنََ َياأَي َها‬ َ ‫الً بُ ْك َرَة ً َو‬
ََ ‫( َك ِّثي ًْرا ِّذ ْك ًرا‬41 ) ُ‫س ِّب ُح ْوَه‬ َ ‫أص ْي‬
ِّ ‫( َو‬42) (‫ألحزاب‬:41-42)

Firman Allah SWT: “Wahai orang orang yang beriman, Ingatlah (berdzikirlah) kalian kepada Allah
dengan dzikir yang banyak (41) Dan bertasbihlah kepada-Nya setiap pagi dan sore (42) (QS. Al Ahzab:
41-42).

Maksud dari firman Allah SWT surat Al Ahzab ayat 41 tersebut diatas: “Wahai orang orang yang
beriman, BERDZIKIRLAH KALIAN kepada Allah”yang mana khithab (obyek yang diperintah) adalah
orang banyak, menurut pendapat para ulama tashawwuf, kalimatini jelasmenunjukkan adanya
anjuran untuk berdzikir bersama (berjamaah) sedangkan ayat 42: “Dan bertasbihlah kepada-Nya
setiap pagi dan sore” ini menunjukkan waktu terbaik (yang dianjurkan dan dipilih oleh Allah SWT)
untuk berdzikir kepada -Nya.

َ‫ل قَا َل‬َُ ‫س ْو‬ َ ‫صلَّى‬


َُ ‫هللاِّ َر‬ َ ‫سلَّ ََم‬
َ ‫علَ ْي َِّه هللا‬ َ ‫هللا يَ ْذ ُك ُر ْونََ قَ ْومَ لَيَ ْقعُ َُد‬
َ ‫و‬: َ ِّ‫غ ِّشيَتْ ُه َُم ْال َمالَئِّ َك َةُ َحفَّتْ ُه َُم إ‬
ََ َّ‫ل‬ َ ‫الرحْ َم َة ُ َو‬ َ ُ‫س ِّك ْينَ َة‬
َّ َْ‫علَ ْي ِّه َُم َونَزَ لَت‬ َّ ‫َوذَك ََر ُه َُم ال‬
ُ‫هللا‬
َ ‫ن‬ َْ ‫ ِّع ْن َدَهُ فِّ ْي َم‬. (‫)مسلم رواه‬

Bersabda Rasulullah SAW: “Tidaklah duduk (berkumpul) suatu kaum dalam rangka berdzikir
(menyebut Nama Allah) kecuali disitu dipenuhi oleh para malaikat, dan Allah siramkan kepada
mereka rahmat-Nya, dan diturunkan ke (dalam hati) mereka ketenangan, dan Allah sebut sebut
mereka terhadap para malaikat disisi-Nya” (HR. Muslim).
Sedangkan maksud dari hadits Nabi tersebut diatas “Jika suatu kaum duduk berkumpul dalam
rangka berdzikir kepada Allah“ juga menunjukkan adanya anjuran untuk berdzikir secara berjamaah,
yang mana faedah atau keutamaannya adalah: “Maka para malaikat diperintah oleh Allah SWT
untuk memenuhi / berkerumun ditempat itu dan Allah turunkan rahmat dan ketenangan hati
kepada mereka dan Allah SWT sebut sebut amal mereka diantara para malaikat di sisi-Nya sebagai
kebanggaan dan sanjungan”.

Ayat Al Qur’an dan riwayat hadits tersebut diatas dan masih banyak lagi riwayat hadits tentang
keutamaan halaqah atau majlis dzikir merupakan dalil disyariatkannya dzikir berjamaah. Adapun
anjuran dzikir dengan suara keras timbul sebagai akibat dibolehkannya berjamaah, sebab tidak
mungkin bisa terjadi dzikir berjamaah jika masing masing orang walau berkumpul tapi berdzikir
sendiri sendiri dengan bacaan sir (pelan).

Sedangkan perintah dzikir berjamaah setelah shalat ‘Ashar pada hari jum’at sangat cocok dengan
hadits Rasulullah SAW yang menjelaskan bahwa pada hari Jum’at ada saat / waktu yang istijabah.
Salah satunya adalah setelah sholat ashar. Dalam kitab I’anatut Thalibin juz 1/ 91 disebutkan :

َ‫عةَ ثِّ ْنت َا ْال ُج ْمعَ َِّة يَ ْو ُم‬


َ ‫سا‬
َ ‫عش ََر‬
َ ‫عةَ فِّ ْي َِّه‬
َ ‫سا‬ َُ ‫ش ْيئًا هللاََ ُم ْسلِّميَسْأ‬
َ ‫ل فِّ ْي َها لَي ُْو َج َُد‬ َ ُ‫طاإِّيَّاَه‬ ُ ِّ‫عةَ فَ ْالتَم‬
َ ‫سوهَا إِّلَّأ َ ْع‬ َ َ ‫ص َِّر بَ ْع ََد أخِّ َرسا‬ ْ
ْ َ‫الع‬.(‫ءاعانة‬ ‫الطالبين‬:
1/91)

Pada hari jum’at ada 12 saat / jam. Tak seorang muslimpun yang memohon sesuatu pada Allah Swt.
kecuali Allah akan memberinya, carilah waktu tersebut pada akhir saat setelah waktu ashar. (
I’anatut Tholibin juz 1 halaman 91 ).

Juga terdapat riwayat hadits lain yang menyatakan bahwa:


َ‫ل قَا َل‬ ََ ‫سو‬ُ ‫صلَّى هللا َر‬ َ ‫علَ ْي َِّه هللا‬ َ ‫سلَّ ََم‬ َ ‫و‬:ََ ‫ع ْن‬ َ ‫ي‬ َْ ِّ‫ل ه َُري َْرَة َ أَب‬
ََ ‫قَا‬: َ‫ل أ َ َخ َذ‬ َُ ‫سو‬ ُ ‫صلَّى هللا َر‬ َ ‫علَ ْي َِّه هللا‬َ ‫سلَّ ََم‬
َ ‫ي َو‬ََّ ‫فقال بِّيَ َد‬: ََ‫هللاُ َخلَق‬
َ ‫ل‬ َ َ‫يَ ْو ََم اَلت ْربَ َة‬
ََّ ‫ع َّز َو َج‬
َّ ‫ل فِّ ْي َها َو َخلَقََ ال‬
َِّ ‫س ْب‬
‫ت‬ ْ َ
ََ ‫ش َج ََر َو َخلَقََ األ َح َِّد يَ ْو ََم ال ِّجبَا‬ َّ ‫ْن يَ ْو ََم ال‬ ْ ْ
َِّ ‫األربِّعَاءَِّ يَ ْو ََم الن ْو ََر َو َخلَقََ الثالَثَاءَِّ يَ ْو ََم ال َم ْك ُر ْوهََ َو َخلَقََ الِّثنَي‬
ْ ‫ث‬ ََّ َ‫فِّ ْي َها َوب‬
ََ ‫ْس يَ ْو ََم الد ََّّو‬
‫اب‬ ْ َ
َ ِّ ‫عل ْي َِّه أ َد ََم َو َخلقََ الخَمِّ ي‬ َ َ
َ ‫سال َُم‬ َّ ‫ص َِّر بَ ْع ََد ال‬ ْ
ْ َ‫ن الع‬ ْ ْ َ
َ ِّ‫ق أخِّ َِّر فِّي ال ُج ْمعَ َِّة يَ ْو َِّم م‬ ْ ْ
َِّ ‫عةَ فِّيأخِّ َِّر الخَل‬َ ‫سا‬ َ ‫ن‬ ْ
َ ِّ‫ع َِّة م‬ َ ‫بَيْنََ فِّ ْي َما ْال ُج ْم َعُ َِّة‬
َ ‫سا‬
ْ ‫ل ِّإلَى ْال َع‬
‫ص َِّر‬ ْ (‫)مسلم رواه‬
َِّ ‫اللَ ْي‬.

Dari Abi Hurairah RA. ia berkata : “ Rasulullah Saw. memegang tanganku kemudian bersabda: Allah
Azza Wajalla menciptakan tanah ( bumi ) pada hari sabtu, dan Allah menciptakan gunung-gunung
diatas bumi pada hari ahad, dan menciptakan pepohonan pada hari senin, dan menciptakan
kemalangan pada hari selasa, menciptakan cahaya pada hari rabu, menebarkan binatang-binatang
melata pada hari kamis dan menciptakan nabi Adam AS, setelah ashar hari jum’at diakhir ciptaanNya
pada detik-detik terakhir hari jum’at yaitu diantara waktu ashar hampir maghrib ( malam ) (HR.
Muslim )

2. Selain delapan aturan tersebut diatas, adakah aturan lain dalam melaksanakan wirid Thariqah At
Tijaniyah?

Jawab: Selain delapan peraturan itu masih ada peraturan untuk kesempurnaan yaitu :

Istihdlarul qudwah yaitu waktu melaksanakan wirid dari awal sampai akhir membayangkan
seakan-akan berada dihadapan Syeikh Ahmad At Tijany dan lebih utama merasa berada dihadapan
Sayyidil Wujud Rasulullah Saw. dengan keyakinan bahwa beliau pembimbing kita untuk
menghantarkan kita wushul ilallah. Hal ini sangat penting untuk menghindari angan angan melihat
wujud Allah SWT dalam dzikir yang berakibat fatal yang mengarah pada perbuatan syirik, karena
Allah SWT itu tidak bisa diserupakan dengan wujud apapun di alam semesta ini.

Mengingat dan membayangkan makna wirid dari awal sampai akhir wirid. Kalau tidak bisa, maka
supaya memperhatikan dan mendengarkan bacaan wiridnya. Hal ini sangat membantu untuk
kekhusyu’an, karena berdzikir dengan penuh kesadaran (mendengar bacaan yang ia baca) dan
meresapi arti dan maknanya itu sangat baik seraya menghindarkan diri dari membayangkan wujud
Allah SWT dalam wujud apapun.

Dalam Thariqah At Tijaniyah ada dua macam shalawat yang sangat dianjurkan dan menjadi amalan
pokok. Yaitu shalawat Al Fatih dan Jawharatul kamal. Untuk shalawat Al Fatih adakah aturan khusus
dalam mengamalkannya ?..

Jawab : Untuk Shalawat Al Fatih yang dibaca diluar wirid lazim pagi-sore atau wadzifah, tidak ada
kaifiah khusus dalam mengamalkan. Bahkan shalawat Al Fatih bisa dibaca sambil jalan, sambil
tiduran dan segala aktifitas kehidupan, kecuali pada saat berada di kamar mandi dan WC dan tempat
tidak terhormat lainnya.

4. Bagaimana dengan shalawat Jawharatul kamal, adakah aturan khusus dalam mengamalkannya?

Jawab: Untuk Shalawat Jauharatul Kamal apa bila dibaca di dalam wirid wadzifah atau diluar wirid
wadzifah, ada syarat-syarat membaca yang harus dipenuhi, yaitu :

1. Harus suci :

a. Dari najis badan, pakaian, tempat dan apa saja yang dibawanya.
b. Dari hadats, baik dari hadats kecil maupun dari hadats besar dan bersuci harus dengan air (baik
untuk wudlu maupun mandi wajib), tidak boleh dengan tayamum.

2. Harus menghadap qiblat

3. Harus duduk sempurna, tidak boleh bersandar atau kaki selonjor apalagi berjalan.

4. Tempatnya harus luas dan cukup untuk 7 orang

Kalau keempat syarat tidak terpenuhi, maka diganti dengan shalawat Al faatih 20x

5. Apa alasannya sehingga harus dengan aturan yang sangat ketat sebagai mana tersebut di atas?…

Jawab: Sebagaimana di jelaskan langsung oleh Rasulullah SAW kepada Sayyidi Syeikh Ahmad bin
Muhammad At Tijani ra. Bahwa jika dibaca Shalawat Jauharatul Kamal maka pada bacaan yang ke
tujuh kali, Rasulullah SAW pasti hadir di tempat tersebut bersama keempat Sahabat beliau (Abu
Bakar As Shiddiq ra, Umar Ibnul Khattab ra, Usman bin Affan ra, Ali bin Abi Thalib ra) juga bersama
Sayyidi Syeikh Ahmad bin Muhammad At Tijani ra. dan kholifahnya yaitu Sayyidi Syaikh Ali Harazim
ra.

Sehingga kegiatan membaca Shalawat Jauharatul Kamal pada hakekatnya sama dengan
mengundang kehadiran orang termulia di sisi Allah SWT dan termulya diantara seluruh mahluk sejak
alam pertama kali diciptakan sampai hari kiamat. Untuk itu kita wajib berbuat yang terbaik (baik
tempat maupun ahlak hati kita) untuk kehadiran mereka di tempat kita.
Oleh karena itu seyogyanya tidak membaca Jauharatul kamal diluar Wadzifah, bagi mereka yang
belum bisa khusyu’ (membaca dengan hati yang hadir).Karena hal itu merupakan su’ul adab kepada
Rasulullah SAW.

Logikanya kita mengundang Rasulullah SAW untuk hadir, ketika beliau hadir kita tidak menemuinya
(dengan hati khusyu’ dan hadir) karena hati kita sedang pergi kelayapan bersama sejuta angan angan
dan nafsu kita.
Bab IV

I. Pelanggaran yang menyebabkan putusnya bai’at dan keluar dari Thariqah At Tijaniyah.
1. Larangan apa saja yang menyebabkan putusnya bai’at dan dinyatakan keluar dari Thariqah At
Tijaniyah?..

Jawab: Hal hal / perbuatan yang menyebabkan putusnya bai’at dan yang bersangkutan dinyatakan
keluar dari Thariqah At Tijaniyah antara lain :

Mengambil wirid, selain dari wirid Thariqah At Tijaniyah.

Melanggar larangan ziarah pada wali diluar Thariqah At Tijany.

Berhenti / tidak membaca wirid Thariqah Tijaniyah dengan sengaja tidak mau membaca karena
hatinya menolak bahwa wirid itu sebagai kewajiban.

Membenci atau memusuhi Sayyidi Syeikh dan semua yang bertalian dengannya serta tidak
membenarkan terhadap berita dan seruan dari Sayyidi Syeikh.

Memberikan izin melaksanakan wirid thariqah tanpa ada izin shahih.

Memberikan wirid thariqah At Tijani tanpa menjelaskan syarat syarat dan rukunnya terlebih
dahulu. (point ini khusus para Muqaddam, jika seorang muqaddam memberikan baiat tanpa
menjelaskan lebih dulu secara detail syarat syarat dan rukun maupun larangan thariqah. Maka izin
muqaddamnya putus pada waktu itu juga).

Mengingkari keberadaan dirinya sebagai ikhwan atau muqaddam thariqah At Tijani, maksudnya
ketika ditanya orang apakah ia penganut / pengamal thariqah At Tijani, orang tersebut tidak mau
mengaku bahwa dirinya ihwan Tijani.

Murtad / keluar dari agama Islam.

Melanggar salah satu dari larangan tersebut diatas, maka ia telah keluar dari Thariqah At Tijaniyah /
batal Thariqahnya. Kami mohon perlindungan dari yang demikian itu kepada Allah SWT Yang Maha
Pengasih Lagi Maha Penyayang. Amiin.
2. Apa dasar hukum dari larangan tersebut ?..

Jawab: Thariqah adalah institusi ruhaniyah yang resmi direstui dan dikeluarkan (di Branded – pent)
oleh Rasulullah SAW. Dimana didalamnya terdapat keuntungan keuntungan dzahir dan bathin
berupa jaminan jaminan yang sangat agung baik untuk kemaslahatan hidup di dunia maupun
diahirat. Sebagaimana institusi dzahir maka thariqah juga mempunyai anggaran dasar dan anggaran
rumah tangga yang wajib diikuti, bila semua aturan itu diikuti dengan baik dan hati yang ikhlash
maka yang bersangkutan berhak atas jaminan tersebut. Sebaliknya jika dilanggar, terutama 8
larangan tersebut diatas maka yang bersangkutan dinyatakan batal thariqahnya dan sekaligus juga
batal atas hak pada jaminan yang dijanjikan. Larangan tersebut antara lain adalah:

Mengambil wirid, selain dari wirid Thariqah At Tijaniyah.

Bagi seorang ihwan Tijani mengambil wirid thariqah apapun selain wirid thariqah At Tijaniyah adalah
salah satu bentuk perselingkuhan dan tanda tidak percaya serta tidak setianya seorang murid pada
guru dalam penyerahan dirinya untuk dibimbing dan diantar ke hadirat Allah SWT. Sehingga
pelanggaran seperti ini termasuk pelanggaran besar yang bisa mengeluarkan atau memutuskan
seorang ihwan dari rantai ikatan Thariqah At Tijaniyah. Karena setiap wirid thariqah itu mempunyai
rahasia besar dan pertanggung jawaban khusus dari Rasulullah SAW.

Sedangkan orang yang berbaiat itu sudah berada dalam tanggungan guru yang membaiatnya
dibawah tanggung jawab dan jaminan Rasulullah SAW. Kalau sudah mendapatkan jaminan dari
seorang Syeikh yang dijamin sepenuhnya oleh Rasulullah SAW, lalu orang itu masih juga kelayapan
minta amalan thariqah dari wali lain, berarti dia belum yakin akan keberkahan dan jaminan yang ada
pada guru juga pada thariqah yang diambilnya. Mungkinkah seorang Waliyullah mau mengantar dan
menjamin seorang murid yang tidak percaya pada dirinya?..
Contoh kongkritnya, seorang yang menjadi pegawai sebuah perusahaan ternama dan bonafid, yang
telah dijamin dengan gaji tinggi dan berbagai fasilitas lain yang telah mencukupi bahkan melebihi
seluruh kebutuhan hidupnya. Lalu pegawai tersebut merasa kurang dan datang pada perusahaan
lain untuk mendapatkan pekerjaan dan gaji tambahan bagi dirinya. Saya yakin setelah ketahuan
ulahnya, pasti dia akan dipecat oleh perusahaan tempat dia bekerja dan diapun akan ditolak oleh
perusahaan baru tempat cari tambahan gaji baginya, karena perusahaan bonafit tidak pernah mau
menerima pegawai yang hatinya mendua alias tidak setia.

Inti dari semuanya, tidak ada suami yang mau diduakan oleh istri istrinya, tidak ada seorang guru
(wali) yang mau diduakan oleh murid muridnya, juga tidak ada seorang Nabipun yang mau diduakan
oleh ummatnya, dan Allah SWT paling benci dengan adanya sekutu bagi-Nya.

َ‫هللا ِّإ َّن‬ َُ ‫أن لَيَ ْغف‬


ََ ‫ِّر‬ َُ ‫ن ذَلِّكََ َماد ُْونََ َويَ ْغف‬
َْ ََ‫ِّر بِّ َِّه يُ ْش َرك‬ َْ ‫عظِّ ْي ًما إِّثْ ًما ا ْفت ََرى فَقَ َِّد بِّاللَِّ يُ ْش ِّر‬
َْ ‫ك َومن يَشَا َُء ِّل َم‬ َ ( ‫النساء‬: 48)َّ

“Sesungguhnya Allah SWT tidak akan memberi ampunan kepada semua dosa akibat syirik dan
berkenan memberi ampunan atas semua dosa dari selain syirik bagi mereka yang dikehendaki. Dan
barang siapa menyekutukan Allah, maka dia telah berbuat dosa yang sangat besar” (QS. An Nisa’:48)

Dalam masalah ini, Sayyidi Syeikh Ahmad bin Muhammad At Tijani ra memberikan warning
(peringatan keras) terhadap ihwan yang main main dengan Thariqahnya. Dan peringatan keras ini
adalah peringatan yang dijamin benar pasti terjadi dengan penjamin Sayyidul Wujud Rasulullah SAW
:

ََّ ‫ن ُك‬
َ‫ل َو ِّإ َّن‬ َْ ‫ل َم‬ ََ ‫ي َد َخ‬ ََ ‫غي ِّْرهَا ِّإلَى مِّ ْن َها َوخ ََر‬
َْ ِّ‫ج ُز ْم َرتِّنَا ف‬ َ ُ‫هللا‬
َ ، ُ‫ط َّر َدَه‬ َ ‫ن‬ َ ‫سلَبَ َهُ َحض َْرتِّ َِّه‬
َْ ‫ع‬ َ ‫ن َمنَ َح َهُ َما َو‬َْ ِّ‫ن ِّباللَِّ َو ْال ِّع َيا َذُ كَاف ًِّرا َو َي ُم ْوتَُ َم َحبَّتِّنَا م‬
َْ ِّ‫م‬
َُ َ‫صادِّقَ بِّ َوعْدَ َو َهذَا َماكَانََ األ َ ْو ِّليَاءِّ كَائِّنًا مِّنََ َولِّيَ َولَيَ ْنفَعُ َهُ أَبَدًا َولَيَ ْفل‬
‫ح هللاَِّ َم ْك َِّر‬ َ ُ‫صلَّى مِّ ْن َه‬
َ ُ‫هللا‬ َ ‫سلَّ ََم‬
َ ‫علَ ْي َِّه‬ َ ‫الرباني الفيض( ِّإلَ ْينَا َو‬:27)
” Sesungguhnya setiap orang yang masuk golongan kami kemudian keluar dan masuk Thariqah
lainnya, maka Allah SWT campakan orang itu dari hadrahNya dan Allah mencabut semua karunia
yang telah diberikan kepadanya yang Allah berikan karena cintanya kepada Sayyidi Syeikh Ahmad
Tijani ra, dan ia akan mati kafir. Kami berlindung dari murkaNya. Dan ia tidak akan beruntung
selamanya. Dan tak seorang walipun yang ada dimuka bumi ini yang bisa membantunya. Dan ini
adalah janji yang benar dari Baginda Rasulullah Saw. kepada kami (Syeikh Ahmad At Tijany). (Al
Faidlur Rabbani ; 27)

Melanggar larangan ziarah pada wali diluar Thariqah At Tijany.

Jawab: Iltifat dalam bahasa terkininya adalah selingkuh dengan cara ziarah pada wali lain untuk
minta doa, dan menghadiahkan pahala ibadah seperti baca Al Qur’an, dzikir, bernadzar dan
berkorban untuk Wali lain selain gurunya adalah pelanggaran sangat serius, yang berakibat fatal
yaitu terputusnya baiat dan tali rantai sanadnya yang sambung kepada Baginda Rasulullah SAW
melalui Sayyidi Syeikh Ahmad Bin Muhammad At Tijani ra. Dalam Kitab Al Faidlur Rabbani yang
disusun oleh Asy Syeikh Umar Baidhawi Basyaiban pada halaman 25-26 Rasulullah SAW menyatakan
:

َ‫ب‬ َ ِّ‫ي بِّ َِّه َومِّ َّما ُخ ْوط‬ََ ‫ض‬ َ ‫سيِّ ُدن‬
ِّ ‫َار‬ َ ُ‫ع ْن َه‬
َ ُ‫هللا‬ َ ‫طفَ ِّويَّ َِّة ْال َحض َْرةَِّ فِّى‬ َ ‫ص‬ ْ ‫صلَّى ْال ُم‬ َ ‫علَ ْي َِّه‬
َ ُ‫هللا‬ َ ‫سلَّ ََم‬ َ ‫و‬: َ ‫ص َحابَكََ أ َم َرنَا إِّنَّ َما يَاأحْ َم َُد‬ ْ ‫ارةَِّ بِّعَ َد َِّم أ‬ َ َ‫الزي‬ َِّ ‫ل ِّْلغَي‬
ِّ ‫ْر‬
‫ارا‬ ً َ‫وا ْمتِّ َحانًا إِّ ْختِّب‬،َ ‫صادِّقََ لَت َ ْعلَ ََم‬َّ ‫ب مِّ نََ ال‬ َُ ‫صاد‬
َِّ ‫الكَا ِّذ‬، ‫ِّق‬ َّ ‫ْن فِّى يَ ْرت َ ِّكبُ َه ُ َمات َأ ُم ُرَهُ كُلَ فَال‬ َِّ ‫ن ْالحِّ ي‬ َْ ِّ‫ْر م‬
َِّ ‫غي‬ َ َ‫ن َم ْعذ َِّرة‬ َْ ِّ‫ْر َوم‬ َِّ ‫غي‬ َ َ‫ب َم ََع ت ََردد‬ َ ‫س‬
َِّ ِّ‫طي‬ َ ِّ ‫د ُْونََ النَّ ْف‬
‫غي ِّْرَِّه‬ َ ، ‫ن نَ َه ْينَا ُه َْم َو ِّإنَّ َما‬
َْ ‫ع‬ َ َِّ‫ارة‬
َ َ‫ْر ِّزي‬ َِّ ‫ت َولَمِّ نََ ْاألَحْ يَاءَِّ لَمِّ نََ ْالغَي‬ َِّ ‫شيْخِّ ِّه َْم ِّل َحض َْرةَِّ ِّوجْ َهتِّ ِّه َْم ُوفُ ْو َِّر ِّل َع َد َِّم ْاأل َ ْم َوا‬ َ ، ‫صد ُْوا‬ َ َ‫ارَة َ فَلَ ْوق‬ َ َ‫َولِّيَ ِّزي‬
‫شيْخِّ ِّه َْم‬ َ ‫غي ِّْر‬ َ
َ َْ‫ن ِّوجْ َهت ُ ُه َْم َوت َ َح َّولت‬ َْ ‫ع‬ َ َِّ‫شيْخِّ ِّه َْم َحض َْرة‬ َ ،‫ت‬ َ
َِّ ‫صل‬ ُ َ
َ َ‫الرابِّط َة إِّ ْنف‬ َّ ‫شيْخِّ ِّه َْم َوبَيْنََ بَ ْينَ ُه َْم‬ َ
َ ، ‫ع ْن ُه َْم َوا ْنقَط ََع‬ َ ‫شيْخِّ ِّه َْم َحض َْرةَِّ َم َد َُد‬ َ ‫فَالَ ُه َْم‬
‫شيْخِّ ِّه َْم ِّب َحض َْرَِّة‬ َ ‫ارَِّة َولَ ُه َْم‬ ‫ي‬‫ز‬ ‫ب‬ َ
‫ه‬
َ َ ِّ ِّ ِّ ِّ ‫ْر‬ ‫ي‬‫غ‬َ ، َ
‫ل‬ ‫ع‬ ‫ج‬ ‫ا‬
َ َ َ َ ُ‫م‬ َ
‫هللا‬ ‫ل‬
َ ‫ج‬ ‫ِّر‬‫ل‬ َ
‫ن‬
ُ َ ِّ‫َ ِّ م‬ْ َ
‫ْن‬ ‫ي‬ ‫ب‬‫ل‬ْ َ ‫ق‬ ‫ِّى‬ ‫ف‬ َ
‫ه‬ ‫ف‬‫و‬ ‫ج‬ ، ‫ا‬
ِّ ِّ ْ َ َ ِّ َ ْ َ َ ‫م‬ َّ ‫ن‬ ‫إ‬ ‫و‬ َ
‫م‬ ُ
‫ه‬ ‫َا‬ ‫ن‬‫ي‬ْ ‫ه‬‫ن‬
َ َ
‫ن‬ْ ‫ع‬ ََ‫ِّك‬
‫ل‬ َ ‫ذ‬ ً َ
‫ة‬ ‫م‬َ ْ‫َ ح‬‫ر‬ ً َ
‫ة‬ َ ‫ف‬ْ ‫ئ‬‫ا‬ ‫ر‬ َ ً
َ َ ْ ُ َ ‫ِّبكََ َو ِّع‬
‫و‬ َ
‫م‬ ‫ه‬ ‫ل‬ َ
‫ة‬ ‫ي‬ ‫َا‬ ‫ن‬
ََ‫ص َحابِّك‬ ْ َ ‫وبِّأ‬،
َ ‫خ أ ْغفَلَ َهُ ْاأل َ ْم َُر َو َهذَا‬ َُ ‫الشي ُْو‬، ََ‫ل لَ َْم فَ ِّلذَلِّك‬َِّ ‫ص‬ ُ ْ‫علَى النَّ ْف َُع يَح‬ َ ‫سائ َِِّّر أ ْي ِّد ْي ِّه َْم‬
َ ‫ص َحابِّ ِّه َْم ِّل‬ ْ ‫أ‬.(‫عمربيضاوى الشيخ لسيد الربانى الفيض‬:
25-26)
“Dan diantara yang disabdakan kepada Beliau (Sayyidi Syeikh Ahmad At Tijani ra) oleh Baginda
Rasulullah SAW di Hadrah Al Mustafawiyyah SAW: Ya Ahmad, sesungguhnya Aku menyuruh sahabat
sahabatmu untuk tidak berkunjung (ziarah) kepada wali selain kamu, hanyalah untuk menguji supaya
diketahui olehmu siapa diantara mereka yang benar benar (percaya hatinya kepadamu) dan yang
mendustakanmu. Murid yang benar adalah mereka yang langsung mengerjakan seluruh perintahmu
seketika tanpa cari alasan dan tanpa keraguan dengan hati bersih tanpa ada maksud lain. Dan
sesungguhnya kami menyuruh mereka agar tidak ziarah kepada wali lain baik yang masih hidup
maupun yang sudah wafat karena ziarah tersebut adalah ketidak sempurnaan perhatian mereka
kepada guru mereka, jika mereka bermaksud ziarah kepada wali lain selain gurunya dan berpaling
hati mereka dari hadrah gurunya, niscaya putuslah rantai (bai’at) antara mereka dan gurunya. Dan
putus pula aliran pertolongan ruhani (madad) dari guru mereka, mereka tidak dapat manfaat apapun
dari gurunya dan dari wali lain yang diziarahinya. Sesungguhnya Allah tidak pernah menciptakan dua
hati dalam diri seseorang. Dan sesungguhnya kami menyuruh mereka agar tidak ziarah kepada wali
lain baik yang masih hidup maupun yang sudah wafat sebenarnya karena kasih sayangku kepada
mereka, juga karena perhatianku kepadamu dan para pengikutmu. Dan perkara ini sering dilupakan
oleh para guru (Masyayikh). Oleh karena itu Banyak Guru Thariqah tidak membawa manfaat bagi
murid muridnya”. (Al Faidlur Rabbani – susunan Hadratisy Syeikh Umar Baidhawi Basyaiban: 25-26)

Berhenti / tidak membaca wirid Thariqah Tijaniyah dengan sengaja tidak mau membaca karena
hatinya menolak bahwa wirid itu sebagai kewajiban.

Jawab: Amalan utama bagi ihwan Thariqah At Tijaniyah setelah rukun Islam yang lima adalah wirid
wirid lazimah (Wirid pagi dan sore, Wadzifah dan Hailalah). Dan wirid wirid inilah yang tercantum
dalam perjanjian bai’at untuk dikerjakan dengan istiqamah sampai mati. Jika seorang ihwan berhenti
membaca wirid dengan sengaja dengan I’tiqad ingkar terhadap kewajiban wirid tersebut atas
dirinya, maka putuslah ikatan bai’atnya. Jika dia ingin masuk kembali, maka dia wajib taubat dengan
cara mengqadha’ semua wirid yang ditinggalkan dan mengulang kembali bai’atnya. Jika tidak taubat
maka ia terancam su’ul khatimah dan terancam pula dengan mati dalam kekafiran. Na’udzubillaahi
min dzalik.
Membenci atau memusuhi Sayyidi Syeikh dan semua yang bertalian dengannya serta tidak
membenarkan terhadap berita dan seruan dari Sayyidi Syeikh.

Jawab: Kewajiban ihwan thariqah At Tijaniyah adalah mencintai Sayyidi Syeikh Ahmad bin
Muhammad At Tijani ra sampai mati. Sebagai lawannya adalah larangan membenci, mencaci dan
memusuhinya. Karena suatu yang mustahil seorang yang benci kepada seorang tokoh tapi dia mau
mengamalkan amalannya dan mencontoh tingkah laku dan menjadikan orang yang dibenci tersebut
sebagai idaman atau idola dalam kehidupannya. Dalam masalah membenci dan mencaci maki serta
memusuhi Wali Allah ini, Rasulullah saw memberi peringatan keras dalam sebuah hadits qudsi :

َِّ ‫ بِّ ْال َح ْر‬. ( ‫) البخاري رواه‬


َ ‫ب أَذَ ْنت ُ َهُ فَقَ َْد َو ِّليًّا لِّى‬
َ‫عا َدى َم ْن‬

“Barang siapa menyakiti wali-Ku, maka kuumumkan perang kepadanya”.(HR. Bukhari).

Siapakah orangnya yang mampu berperang melawan Allah SWT?.. dalam kitab Syawahidul Haq
Syekh Yusuf An Nabhaniy mengomentari Hadits qudsi yang membahas masalah memusuhi Wali
Allah ini sebagai berikut:

َ‫عا َدى َم ْن‬ َْ ‫اربَ أنِّي أ َ ْعلَ ْمت ُ َهُ ِّب ْال َح ْر ِّبأ‬
َ ‫ى أَذَ ْنت ُ َهُ فَقَ َْد َو ِّليًّا لِّى‬ ََ ‫صبَُ َولَ َْم األَئِّ َّم َةُ قَا‬
ِّ ‫لَ َهُ ُم َح‬، ‫ل‬ َ ‫صاَِّة مِّنََ ِّأل َ َحدَ ا َ ْل َم َح‬
َ ‫ار َب َةَ ت َ َعالَى‬
ِّ ‫هللاُ َي ْن‬ َ ُ‫ِّإلَّل ِّْل ُم ْنك ِِّّريْنََ ْالع‬
‫علَى‬ َ ‫ل ْأو ِّليَائِّ َِّه‬
َِّ ‫الربَا َوآ ِّك‬
ِّ ‫ن‬ َْ ‫ب َو َم‬ ََ ‫ار‬ َ ‫هللاُ َح‬ َ ‫ح تَعَالَى‬ َُ ُ‫الحق شواهد( أَبَدًا لَيَ ْفل‬: 435)

“Barang siapa menyakiti wali-Ku, maka kuumumkan perang kepadanya, maksudnya Aku (Allah SWT)
beritahukan kepadanya bahwu Aku memerangi dia. Beberapa Imam berkata : Allah SWT tidak
pernah menantang perang kepada orang yang durhaka (kepada-Nya) kecuali kepada orang orang
yang mengingkari (menyakiti) Wali-Nya dan kepada pemakan riba. Dan barangsiapa yang di perangi
oleh Allah SWT, niscaya dia tidak akan pernah beruntung selamanya”. (Syawahidul Haq : 435)
Hubungan antara Nabi dan ummatnya demikian juga hubungan antara Guru / Syeikh / Auliya’
dengan murid muridnya adalah hubungan yang didasari oleh cinta. Cinta adalah perekat utama
diantara kedua pihak dan tolok ukur keimanan sebagaimana Sabda Rasulullah SAW dalam satu
riwayat hadits:

َ‫ل قَا َل‬


َُ ‫س ْو‬ َ ‫صلَّى‬
ُ ‫هللاِّ َر‬ َ ُ‫هللا‬ َ ‫سلَّ ََم‬
َ ‫علَ ْي َِّه‬ َ َُ‫ِّن ِّإلَ ْي َِّه أ َ َحبَ أ ُك ْونََ َحتَّى أ َ َح ُد ُك َْم لَيُؤْ مِّ ن‬
َ ‫و‬: َ ِّ َّ‫)البخاري رواه( أَجْ َم ِّعيْنََ َوالن‬
َْ ‫اس َو َولَ ِّدَِّه َوا ِّل ِّدَِّه م‬

“Tidak sempurna iman siapapun diantara kalian sampai menjadikan aku lebih kalian cintai dari pada
orang tua mereka, anak anak mereka dan manusia semuanya”. (HR. Bukhari).

Membenci Rasulullah SAW adalah tanda paling jelas keluarnya seseorang dari naungan agama Islam.
Demikian juga membenci Sayyidi Syeikh yang kita cintai dan kita junjung tinggi martabatnya, karena
dialah yang mengantar kita tahu dan cinta kepada Rasulullah sebagaimana mestinya juga sebagai
tanda paling jelas putusnya baiat seorang ihwan dari naungan Thariqah At Tijaniyah.

Memberikan izin melaksanakan wirid thariqah tanpa ada izin shahih.

Jawab: Wirid Thariqah disamping merupakan wirid yang ma’tsur (ada dasar hukum dan diambil dari
Al Qur’an dan Hadits Nabi SAW) juga ada rahasia lain yang sangat penting. Yaitu adanya asrar ar
rabbaniyah dan asrar uluhiyah pada wirid tersebut. Jika wirid tersebut diberikan oleh seorang Syeikh
(Mursyid di thariqah lain atau Muqaddam dalam thariqah At Tijaniyah) yang memang mempunyai
hak shahih untuk memberikan, maka ikut turun pula asrar yang terkandung pada wirid tersebut,
yang memberikan dan yang mengamalkan terjamin aman dari akibat (efek samping) yang tidak
diinginkan.

Sebaliknya jika diberikan oleh orang yang tidak punya hak untuk memberikan (memberi ijazah /
talkin / bai’at), maka yang memberikan tanpa izin itu termasuk su’ul adab dan khianat kepada
gurunya dan kepada Sayyidi Syeikh serta kepada Allah dan Rasulullah SAW yang berakibat putus izin
mengamalkan yang ada pada dirinya, sedangkan orang yang diberi amalan tidak mendapat manfaat
apapun dari amalannya bahkan terancam kena akibat buruk yang disebabkan amalan tersebut tidak
ada asrar dan cahayanya yang bisa membentengi pengamalnya dari tipu daya syetan. Firman Allah
SWT:

ََ‫ل أ َمنُ ْوالَت َ ُخ ْونُ ْوهللاَ يَاأي َهاالَّ ِّذيْن‬


ََ ‫س ْو‬ َّ ‫ت َ ْعلَ ُم ْونََ َوأ ْنت َُْم أ َمانَاتِّ ُك َْم َوت َ ُخ ْونُ ْوا َو‬. (‫األنفال‬:27)
ُ ‫الر‬

“Wahai orang orang yang beriman, janganlah kamu berkhianat kepada Allah dan Rasul-Nya, dan
jangan mengkhianati amanat amanat yang dipercayakan kepadamu, sedangkan kamu mengetahui”.
(QS. Al Anfal:27)

Memberikan wirid thariqah At Tijani tanpa menjelaskan syarat syarat dan rukunnya terlebih
dahulu. (point ini khusus para Muqaddam, jika seorang muqaddam memberikan baiat tanpa
menjelaskan lebih dulu secara detail syarat syarat dan rukun maupun larangan thariqah. Maka izin
muqaddamnya putus pada waktu itu juga).
Jawab: Seorang yang dilantik menjadi seorang muqaddam, berarti dia mendapat amanat yang
sangat agung dari Allah SWT melalui Rasulullah SAW yang diteruskan oleh Sayyidi Syeikh Ahmad bin
Muhammad At Tijani ra dan selanjutnya sambung menyambung sampai ahir zaman melalui orang
terpercaya dan dipercaya untuk menyampaikan dan memberikan kepada orang orang yang
membutuhkan.

Mengingat wirid thariqah itu adalah wirid khusus yang di dalamnya terkandung asrar yang sangat
agung, dimana untuk mengamalkan wirid tersebut juga harus memenuhi syarat syarat dan rukun
thariqah yang telah ditentukan oleh Rasulullah SAW. Maka para Muqaddam ketika membai’at murid
muridnya wajib menjelaskan syarat syarat, rukun, larangan dan resiko serta keutamaannya. Dan
seorang murid baru bisa di bai’at setelah ia siap menerima dan mematuhi segala ketentuan tersebut.
Jika tidak siap maka tidak boleh di bai’at.

Jika seorang Muqaddam sembarang membai’at tanpa memberi tahu syarat syarat dan berbagai
ketentuan lainnya, maka dia termasuk khianat dengan amanat yang ditanggungnya, dan tergolong
juga sebagai orang yang menjerumuskan orang lain kedalam kesulitan yang tidak bisa mereka
tanggung. Karena bisa terjadi seorang ihwan merasa tertipu dan menyesal setelah ia dibai’at begitu
mengetahui kewajiban kewajiban yang harus dikerjakan, serta aturan aturan mengikat lainnya yang
tidak selaras dengan hawa nafsu dan keinginan. Jika terjadi penyesalan seperti itu, maka bisa jadi
baiatnya batal dan akhirnya si ihwan itu tidak mengerjakan wirid sebagaimana mestinya. Jika hal itu
terjadi maka dia termasuk orang yang merugi dunia dan akhirat, na’udzubillahi min dzalik.

Mengingkari keberadaan dirinya sebagai ikhwan atau muqaddam thariqah At Tijani, maksudnya
ketika ditanya orang apakah ia penganut / pengamal thariqah At Tijani, orang tersebut tidak mau
mengakui bahwa dirinya ihwan Tijani.
Jawab: Jika ada seorang muslim ditanya apakah dia seorang muslim atau bukan, lalu dia mengingkari
keislamannya, maka pada saat itu juga dia keluar dari Islam. Demikian juga jika ada seorang ihwan
Thariqah At Tijaniyah mengingkari dirinya sebagai ihwan, maka pada saat itu pula putus juga bai’at
thariqahnya. Orang seperti inijuga tergolong sebagai orang orang munafiq sebagaimana dilukiskan
oleh ayat Al Qur’an surat Al Baqarah ayat 14 – 16:

‫أ َمنَّا قَالُ ْوا أ َمنُ ْوا الَّ ِّذيْنََ َو ِّإذَالَقُ ْوا‬، ‫ش َياطِّ ْينِّ ِّه َْم ِّإلَى َو ِّإذَا َخلَ ْوا‬
َ ‫( ُم ْست َ ْه ِّزؤُنََ ِّإنَّ َمانَحْ نَُ َم َع ُك َْم ِّإنَّا قَالُ ْوا‬14) ُ‫لل‬ ُ
َُ ‫ط ْغ َيانِّ ِّه َْم فِّى َو َي ُمد ُه َْم ِّب ِّه َْم َي ْست َ ْه ِّز‬
َ َ ‫ئ َا‬
ََ‫( يَ ْع َم ُه ْون‬15) ََ‫ضالَلَ َةَ ا ْشت ََر ُوا الَّ ِّذيْنََ ْأولَئِّك‬ َّ ‫ارت ُ ُه َْم َربِّ َحتَْ فَ َما بِّ ْال ُه َدى ال‬ َ ‫( ُم ْهت َ ِّديْنََ َو َماكَانُوا تِّ َج‬16) (‫البقرة‬: 14-16)

“Dan jika mereka (orang orang munafik) bertemu dengan orang orang beriman mereka berkata
‘kami telah beriman’, dan apabila mereka telah berkumpul kembali dengan syetan syetan mereka,
mereka berkata ‘sesungguhnya kami sependirian dengan kalian’ sesungguhnya kami hanyalah
berolok olok (14). Allah membalas olok olok mereka dan membiarkan mereka terombang ambing
dalam kesesatan mereka (15). Mereka itulah orang yang membeli kesesatan dengan petunjuk, dan
tidaklah beruntung perdagangannya dan mereka tidaklah mendapatkan petunjuk (16). (QS. Al
Baqarah: 14-16).

Murtad / keluar dari agama Islam.

Jawab: Amalan thariqah adalah amalan tambahan yang hukumnya wajib dikerjakan karena adanya
bai’at dan nadzar berdasarkan hukum Islam. Oleh karena itu, orang yang murtad (keluar dari agama
Islam) maka secara otamatis putus dan lepas juga thariqahnya. Dan barang siapa yang putus
thariqahnya maka putus pula jaminan jaminan keutamaan yang bisa dia terima karena masuk
thariqah. Na’udzubillaahi min dzalik. Firman Allah SWT:

َ‫ن مِّ ْن ُك َْم َيرت َ ِّد َْد َو َم ْن‬


َْ ‫ع‬ َ ‫و ْاألَخِّ َرَِّة الد ْن َيا فِّى أ ْع َمالُ ُه َْم َح ِّب‬،
َ ‫طتَْ فَ ْأولَئِّكََ َوه َُوكَافِّرَ فَ َي ُمتَْ ِّد ْي ِّن َِّه‬ َ ََ‫ص َحابَُ َو ْأولَئِّك‬ ِّ َّ‫البقرة(خَا ِّلد ُْونََ ِّف ْي َها الن‬:
ْ ‫ار ُه َْم أ‬
217)
“Dan barangsiapa diantara kalian yang murtad (keluar) dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran,
maka leburlah (sia sialah) amal mereka baik di dunia maupun di akhirat. Mereka adalah penghuni
neraka dan kekal didalamnya”. (Al Baqarah:217).

َ‫ارتَد ُْوا الَّ ِّذيْنََ ِّإ َّن‬


ْ ‫علَى‬ ِّ ‫ن أ ْد َب‬
َ ‫ار ِّه َْم‬ ْ َُ‫طان‬
َْ ِّ‫ال ُه َدى لَ ُه َُم َمات َ َبيَّنََ َب ْع َِّد م‬، َ ‫ش ْي‬
َّ ‫ل اَل‬ َ ‫لَ ُه َْم َوأ ْملَى لَ ُه َْم‬. (‫محمد‬:25)
ََ ‫س َّو‬

“Sesungguhnya orang orang yang kembali menjadi kafir (murtad) setelah jelas adanya petunjuk
kepada mereka, syaithanlah yang memudahkan mereka (berbuat dosa) dan memanjangkan angan
angan mereka”. (QS.Muhammad:25).

II. Pelanggaran yang menyebabkan turunnya martabat seorang ikhwan baik di hadirat Allah SWT, di
hadirat Rasulullah SAW dan Sayyidi Syeikh Ahmad bin Muhammad At Tijani ra.

Pelanggaran apa yang menyebabkan turunnya martabat seorang ikhwan baik di hadirat Allah SWT,
di hadirat Rasulullah SAW dan Sayyidi Syeikh Ahmad bin Muhammad At Tijani ra ?.

Jawab: Hakekat Thariqah At Tijaniyahadalah agama Islam secara kaffah. Semua yang wajib dalam
Islam maka wajib bagi Thariqah, demikian juga ketentuan hukum lainnya tanpa kecuali. Jika ada
pernyataan yang keluar dari garis syariah Islam yang mulya dan sempurna ini, maka itu tidak bisa
dibenarkan dalam thariqah. Diantara pelanggaran agama yang sangat berpengaruh terhadap
martabat seseorang baik di hadirat Allah SWT, Rasulullah SAW dan Sayyidi Syeikh serta manusia
pada umumnya adalah :

Bergelimang dengan sifat sifat tercela seperti: riya’, (ingin terpandang dan selalu cari perhatian),
sum’ah (sifat ingin selalu dapat pujian dan terkenal), taajjub (selalu membanggakan dirinya) dan
takabbur (sombong).

Berkata dusta atau bohong.

Berkata atau berbicara yang kotor.

Mengumpat dan perkataan yang tidak sopan lainnya.

Mengadu domba dan memfitnah.

Melaknati dan mencaci maki orang lain.

Berbuat bid’ah mungkarat.

Bermusuhan dan pendendam dengan sesama muslim.

Serta semua perbuatan dan sifat tercela lainnya yang sudah benar benar nyata dilarang dan dikutuk
oleh agama Islam. Adapun dalil dalil baik dari Al Qur’an maupun hadits Nabi Muhammad SAW yang
menjelaskan bahaya dari sifat sifat dan perbuatan tersebut diatas adalah sangat banyak baik dalam
kitab kitab fiqh maupun tashawwuf.

Apa yang harus diperbuat oleh seorang ikhwan Tijani jika ia menyadari bahwa dia sedang kena
penyakit batin tersebut diatas?…

Jawab: Kita masuk dan mengamalkan thariqah tujuan utamanya adalah untuk mendapatkan
ampunan, ridha dan kasih sayang Allah SWT. Adapun sifat sifat tersebut diatas adalah sifat sifat yang
jelas jelas menjauhkan diri kita dari Allah SWT. Oleh karena itu, sebagai ikhwan Tijani kita wajib
mengadakan introspeksi (mawas diri) setiap saat sepanjang hidup kita. Orang bijak adalah orang
yang sibuk mencari kekurangan yang ada pada dirinya bukan sibuk mencari kekurangan orang lain
untuk dijadikan bahan ghibah, namimah dan lain lainnya.
Ketika kita sadar akan kekurangan kita yang banyak, maka setiap saat terutama ketika shalat dan
melaksanakan wirid wirid wajib, hendaknya kita selalu mohon pertolongan Allah SWT dengan
Syafaat Rasulullah SAW dan Karomah Sayyidi Syeikh agar cepat cepat dikeluarkan dari penjara sifat
sifat tercela tersebut.

III. Pelanggaran yang menyebabkan hilangnya asrar (keutamaan khusus) wirid Thariqah At
Tijaniyah.

1. Pelanggaran apa yang menyebabkan hilangnya asrar (keutamaan khusus / rahasia) wirid Thariqah
At Tijaniyah?.

Jawab: Diantara pelanggaran serius yang sering dianggap remeh baik oleh ikhwan bahkan juga
sebagian Muqaddam adalah kebiasaan merokok. Yang mana hukum rokok bagi Sayyidi Syeikh
Ahmad bin Muhammad At Tijani ra adalah satu macam, yaitu HARAM. Dan tidak bisa ditakwilkan
dan ditawar tawar lagi. Karena akibat dari kebiasaan merokok tersebut, disamping bebagai
kemudharatan yang telah dibahas baik oleh dunia medis (kedokteran), ahli ekonomi termasuk juga
oleh ulama tashawwuf, salah satu mudharatnya adalah menghilangkan asrar wirid / dzikir.
Disebutkan dalam ktab “Akhlaq At Tijaniyah” karya Syeikh Muhyiddin At Tha’ami dan dikomentari
dalam muqaddimahnya oleh Sayyid Ahmad bin Muhammad Al Hafidz At Tijani. Pada halaman 12,
akhlaq At Tijaniyah nomor 2 alinia ke 3 disebutkan bahwa kecerobohan para Masyayikh yang ikut
ikutan merokok dan membiarkan kebiasaan merokok bagi murid murid dihadapannya adalah karena
ketidak tahuan mereka bahwa para malaikat dan arwah arwah suci para anbiya’ dan auliya’ tidak
berkenan menghadiri majlis dzikir yang didalamnya terdapat bau rokok. Malah mereka menjauh dari
majlis tersebut. Karena rokok / tembakau itu termasuk kotoran yang menjadi hijab bagi para
malaikat dan arwah arwah suci tersebut.

Mengenai adanya para malaikat yang ikut berdzikir bersama ikhwan Tijani, dalam kitab Fiqh At
Thariqah At Tijaniyah karya Sayyid Ahmad Al Ahsan Al Jakkani ra, yang telah diterjemahkan kedalam
bahasa Indonesia oleh KH. Maftuh Said dan diterbitkan oleh PP. Al Munawwariyah Sudimoro –
Malang. Pada halaman 5 disebutkan: Jika seorang ikhwan tidak bisa menemukan teman untuk diajak
untuk wadzifah bersama, maka dia bisa membaca sendirian bersama dengan sekelompok malaikat.
Karena Baginda Nabi SAW memberikan anugrah kepada Sayyidi Syeikh Ahmad At Tijani ra sebanyak
70.000 (tujuh puluh ribu) malaikat yang senantiasa menemani beliau berdzikir. Dan Sayyidina ra.
telah memberikan anugrah tersebut kepada semua sahabat beliau. Adapun pahala dzikir para
malaikat tersebut diberikan kepada ikhwan yang berdzikir, hal ini juga disebutkan dalam ktab Al
Faidlur Rabbani yang disusun oleh KH. Mas Umar Baidlowi Sepanjang, Sidoarjo pada halaman 24.

2. Bagaimana hukum rokok menurut Sayyidi Syeikh Ahmad bin Muhammad At Tijani ra ?…
Jawab. Secara tegas dan lugas Guru dan Panutan kita Sayyidi Syeikh Ahmad bin Muhammad At Tijani
ra menyatakan bahwa hukum rokok itu haram. Dalam kitab kasyful hijab halaman 230 alinia ke 4
baris ke 7 dan 8 dari bawah, dijelaskan:

ََ‫س ِّي ُدنَا َوقَ ْدكَان‬


َ ‫ي‬
ََ ‫ض‬ َ ُ ‫ع ْن َه‬
ِّ ‫هللاُ َر‬ َُ ‫ َيقُ ْو‬: َ‫ل َح َرامَ ت َ ِّبغَة‬
َ ‫ل‬ ْ َ ‫صلَّى قَ ْولُ َهُ ُح ْر َمتِّ َها فِّى َو ْاأل‬
َُ ‫ص‬ َ ‫سلَّ ََم‬
َ ‫علَ ْي َِّه هللا‬ َ َ‫ِّي ُم ْفتِّر َح َرامَ كُل‬
َ ‫و‬: ََ ‫ت مِّ نََ َوه‬ ْ
َِّ ‫ال ُمفًتِّ َرا‬.

“Dan Guru kita Sayyidina (Ahmad bin Muhammad At Tijani ra) benar benar berkata bahwa: Rokok itu
haram, dan dasar hukum keharamannya adalah sabda Rasulullah SAW bahwa; segala sesuatu yang
menimbulkan ketergantungan (melemahkan) adalah haram, dan rokok termasuk barang yang
menimbulkan ketergantungan”.

3. Bagaimana sikap Sayyidi Syeikh dan para sahabatnya terhadap perokok?..

Jawab : Sikap Sayyidi Syeikh terhadap perokok sangat tegas dan lugas lagi, dijelaskan dalam kitab Al
Ifaadatul Ahmadiyyah halaman 46 pada bab huruf ta’ di jelaskan:

َِّ ‫ص( األَحْ َم ِّديَّ َِّة‬:46) َ‫ل َح َرامَ ت َ ِّبغَة‬


َ‫اْلفَا َدَةِّ فِّى َوقَا َل‬ َُ ‫ص‬ ْ َ ‫صلَّى قَ ْولُ َهُ ُح ْر َمتِّ َها فِّى َو ْاأل‬ َ ‫علَ ْي َِّه هللا‬ َ ‫سلَّ ََم‬
َ ‫و‬:َ َ‫ِّي ُم ْفتِّر َح َرامَ كُل‬ ََ ‫مِّ نََ َوه‬
‫ت‬ ْ ‫َان‬
َِّ ‫ال ُم ْفت َِّرا‬.َْ ‫ي َوك‬ََ ‫ض‬ ِّ ‫ع ْن َهُ هللا َر‬ َ ُ‫س ِّل َُم غَا َي َةً فِّ ْي َها ي‬
َ ‫ش ِّد َُد‬ ََ ‫ن قَ ْو‬
َ ُ‫ل َوي‬ ََ ‫ن قَا‬
َْ ‫ل َم‬ ََّ ‫صاحِّ َب َها ِّإ‬
َ ‫ي‬َْ ‫ن َيتُبَْ لَ َْم الَّ ِّذ‬ َ َُ‫علَى َي ُم ْوت‬
َْ ِّ‫لَ إِّ ْستِّ ْع َما ِّل َها م‬ َِّ ‫ْالخَاتِّ َم َِّة ُحس‬
َ ‫ْن‬
ََ ‫س‬
‫ب‬ َ َ‫ض ِّإلَى ذَلِّكََ َون‬
َ ِّ ‫اص ِّريِّيْنََ بَ ْع‬ ِّ َّ‫الن‬، ‫إنتهى‬.
Artinya: “Rokok itu haram, dan dasar hukum keharamannya adalah sabda Rasulullah SAW bahwa;
segala sesuatu yang menimbulkan ketergantungan (melemahkan) adalah haram, dan rokok
termasuk barang yang menimbulkan ketergantungan”. Dan Sayyidi Syeikh ra sangat menekankan
(keharaman rokok) ini, dan bahkan beliau membenarkan pendapat ulama yang mengatakan bahwa:
Perokok yang tidak bertobat tidak akan mati dalam keadaan khusnul khatimah, dan menggolongkan
mereka sebagai orang orang nashara (Kristen)”. Na’uudzubillah!!!.

4. Bagaimana sikap Sayyidi Syeikh dan para sahabatnya terhadap ikhwan perokok?..

Jawab : Sikap tegas Sayyidi Syeikh dan para sahabatnya terhadap ikhwan yang tidak mau berhenti
merokok tergambar dalam kitab Ghayatul amani halaman 33 yang menjelaskan:

َُ‫سمِّ ْعت‬
َ ‫س ِّي َدنَا‬
َ ‫ي‬
ََ ‫ض‬ َ ُ ‫ع ْن َه‬
ِّ ‫هللاُ َر‬ َُ ‫ َيقُ ْو‬: ‫ن‬
َ ‫ل‬ َّ ‫علَ ْي َِّه‬
َْ ‫إطلَ ْعت َُْم َم‬ َُ ِّ‫ِّي التَّا ِّبغَ َِّة َحام‬
َ ُ‫ل أنََّ َه‬ َُ ‫مِّ ْن َها فَأ َ ْخ ِّر ُج ْوَهُ ْال َوظِّ ْيفَ َِّة فِّى َوه ََُو ْال َم ْع ُر ْو‬.
ََ ‫ف الدخَانَُ َوه‬

Artinya: “Saya mendengar Sayyiduna (Ahmad At Tijani) ra berkata: Barangsiapa yang kalian
melihatnya membawa tembakau yang terkenal dengan nama rokok dan dia ditempat wadzifah maka
keluarkanlah (usirlah) dia dari tempat wadzifah”.

Dalam kitab Kasyful Hijab halamn 230 dijelaskan :


َْ ‫ن َبلَغَ ِّن‬
َ‫ي َو َق ْد‬ َْ ِّ‫ط ِّريْقَ م‬ ََّ ‫ْف ا َ ْل َب َر َك َةَ ْال ُمقَد َََّم‬
ََ ‫أن أَخ‬
َ ‫َر‬ َّ ‫س ِّيدِّى ال‬
ََ ‫ش ِّري‬ َ ‫سى‬
َ ‫ْن ُم ْو‬ َ َ‫ن َوي ُْخ ِّر ُج َهُ ِّبنَ ْف ِّس َِّه َيقُ ْو َُم ت َ ِّبغَةَ َمعَ َهُ ِّبأ َحد‬
َِّ ‫عل ََِّم ِّإذَا َم ْع ُز ْوز ََكانََ ب‬ َْ ِّ‫م‬
َِّ‫صف‬ َ ‫ظ ْيفَ َِّة‬ ْ
َ ‫ال َو‬،

Artinya: “Dan benar benar sampai (berita) kepada saya dari jalur lain, bahwa sesungguhnya
Muqaddam, Al Barakah Asy Syarif Sayyidi Musa bin Ma’zus jika mengetahui salah satu (ikhwan) yang
masih pecandu rokok, maka dia bangun dan mengusir sendiri (perokok) tersebut dari shaf wadzifah”.

5. Bagaimana sikap Sayyidi Syeikh dan para sahabat beliau terhadap calon ikhwan yang ingin bai’at
untuk masuk thariqah At Tijaniyah?…

Jawab : Dan ternyata juga, diantara syarat masuk dan diterima untuk bai’at thariqah At Tijaniyah
adalah tidak merokok atau siap berhenti bagi mereka yang sudah terlanjur merokok. Dalam kitab
Kasyful Hijab halaman 230 dijelaskan sebagai berikut.

َ‫ي ا َ ْل ُمقَ َّد َُم أيضًا بِّذَلِّكََ َو َح َّدث َ ِّن ْي‬


َْ ‫سيِّ ِّد‬
َ َُ‫لطيِّب‬ َّ َ ‫ظ َه ُ اَلس ْفيَانِّيَ ا‬
َ ‫هللا َح ِّف‬، ‫ب ت َ ْق ِّدي ََْم َرأَى اَنَّ َهُ َوذَك ََرلِّي‬ َِّ ِّ‫صاح‬ َ ‫ الت َّ ْر َج َم َِّة‬, ‫ن‬ َ ‫َهذَا َولَيُ ْع‬
َْ ِّ‫ َمافِّ ْي َِّه ُج ْملَ َِّة َوم‬: ‫طى‬
ْ
‫ن ال ِّو ْر َُد‬ َْ ‫ل ِّل َم‬
َُ ِّ‫ت يَ ْستَعْم‬ ْ
َِّ ‫ش ًّما القَاذَ َو َرا‬ ُ ‫ال‬ً ْ
َ ‫ش ْربًا َوأك‬ ُ ‫و‬، َ ََ‫ل َوذَلِّك‬ ْ َ ْ
َِّ ‫ش َِّة ال َخبِّ ْيث َِّة العُ ْشبَ َِّة كَإ ْست َ ْع َما‬ ْ
َ ‫ن َوالت َابِّغَ َِّة ال َح ِّش ْي‬ ُ ْ
َِّ ‫واألفِّي ُْو‬، َ ‫ل‬ َ
ََ َ‫يُ ْعطى ب‬
َِّ ‫َار‬
‫ب‬ ‫ش‬ ‫ل‬
ِّ ِّ ِّ َْ
‫ر‬ ‫م‬‫خ‬ َ ْ
‫ال‬ َ َ
‫ل‬ ‫و‬َ ‫ى‬ َ
‫ط‬ ‫ع‬ ‫ي‬
ُْ ُْ َ
‫م‬ ‫ه‬ َ ‫ل‬ . َ
‫ن‬َّ َ ‫أل‬
ِّ َ
‫ب‬ ‫َار‬ ‫ش‬
َ ِّ ِّ ْ َ
‫ر‬ ‫م‬ ‫خ‬َ ْ
‫ال‬ ‫ى‬ ‫ج‬ ‫ر‬
َ ْ َ ُْ ‫ت‬ ُ َ
‫ه‬ ُ ‫ت‬‫ب‬‫َو‬ ‫ت‬ َِّ‫ف‬َ ‫ال‬ ِّ‫ِّخ‬ ‫ب‬ َِّ‫ء‬َ ‫ل‬ ‫ؤ‬
ُ ‫ه‬
َ َ
‫م‬ ‫ه‬
ْ ُ َِّّ ‫ن‬‫إ‬َ ‫ف‬ ‫ِّى‬ ‫ف‬ َ
‫ب‬ ‫ل‬
ِّ ِّ ‫َا‬ ‫غ‬ ْ
‫ال‬ َ َ
‫ل‬ ََ‫ن‬ ‫ُو‬ ‫ب‬ ‫و‬ُ ‫ت‬ ‫ي‬ َ
‫ن‬ ْ
ْ ْ َ َ َ ‫ءانتهى( ت َ َعاطِّ ْي‬
‫ع‬ ‫ا‬ ‫ه‬
‫)بمعناه‬

Artinya : “Dan berceritera juga kepada saya dalam masalah rokok, Muqaddam Sayyidi Ath Thayyib As
Sufyani semoga dia selalu berada dalam lindungan Allah, beliau menceriterakan kepada saya bahwa
beliau menyaksikan pelantikan Mukoddam Shahibut Tarjamah (Syd Ahmad Syukairuj Al ‘Iyasi). Dan
diantara persyaratan yang ditentukan (dalam pelantikan tersebut): agar jangan memberikan wirid
(Thariqah At Tijaniyah) ini terhadap orang yang masih gemar dengan barang barang kotor baik dalam
bentuk buhur (yang dibakar), atau makanan dan minuman. Demikian juga dengan pemakai narkoba
seperti ganja, hasis, tembakau dan opium. Malah (wirid thariqah ini) boleh diberikan kepada
peminum minuman keras tapi jangan diberikan kepada mereka (perokok dan narkoba). Karena
peminum minuman keras bisa diharapkan taubatnya sedangkan perokok dan narkoba biasanya tidak
mau bertaubat dari ketergantungannya”.

6. Kitab (Thariqah At Tijaniyah) apa saja yang membahas masalah fatwa Sayyidi Syeikh tentan rokok
haram ini?..

Jawab: Kitab kitab Tijani yang membahas masalah fatwa Sayyidi Syeikh ra. tentang rokok haram ini
sangat banyak. Diantaranya yang penulis temukan dan membacanya adalah:

Kasyful Hijab pada karya Syd Ahmad Syukairij Al Anshari, halaman 229 -231.

Al Ifadatul Ahmadiyyah karya Syd Muhammad At Thayyib As Sufyani (Sahabat Sayyidi Syeikh)
halaman 46.

An Nahjul Hamiid fima yajibu ‘alal Muqaddami wal Muriid Karya Syd Ibrahim Shalih Al Husaini,
halaman 68.

Ghayatul Amani karya Syd Muhammad As Sayyid At Tijani, halaman 33. dan lebih rincinya pada
halaman 96.

Al Akhlaaqu At Tijaniyah karya Syd Muhyiddin At Tha’ami, halaman 12.

Apa bedanya fatwa Sayyidi Syeikh Ahmad bin Muhammad At Tijani ra dengan fatwa ulama’
mujtahid baik fatwa maupun madzhab?..
Jawab : Kalau kita lihat dari kaca mata hukum fiqh, ikhtilaf (beda pendapat) diantara ulama mujtahid
adalah biasa dan merupakan bagian dari dinamika berfikir ilmiah yang terjadi diantara para ulama,
bahkan hal tersebut termasuk rahmat Allah SWT. Tapi kalau kita lihat dengan kaca mata ilmu
tashawwuf hal ini amat sangat kontras bedanya. Fatwa ulama mujtahid adalah fatwa yang keluarkan
oleh para ulama’ sebagai hasil ijtihad mereka. Dimana sebelum berfatwa, mereka identifikasi dulu
masalahnya, kemudian mereka cari dasar hukumnya dalam Al Qur’an, Al Hadits, Ijma’ dan kias,
sesuai dengan metode yang lazim dalam istinbat hukum.

Sedangkan fatwa Sayyidi Syeikh Ahmad bin Muhammad At Tijani ra. dengan pangkat beliau sebagai
Al Quthbi Al Maktum wal Khatmi Al Muhammady Al Ma’lum adalah fatwa Rasulullah SAW yang
disampaikan melalui lisan beliau. Karena seorang yang berada pada posisi tersebut tidak akan
bergerak, diam, berbicara dan aktifitas hidup lainnya kecuali atas izin dan ridha Rasulullah SAW.
Demikian juga apapun yang dikatakan oleh Sayyidi Syeikh pada hakekatnya adalah menyampaikan
apa yang dikatakan Rasulullah dari alam barzah. Dalam kitab Al Faidlur Rabbani halaman 29
dikatakan :

‫عنِّي ُمت َْر ِّجمَ فَأ َ ْنتََ أ ْملَيْتََ َما ُكلَ أحْ َم َُد يَا‬
َ (‫الرباني الفيض‬:29)

“Ya Ahmad, semua yang kamu jelaskan, maka sesungguhnya kamu sebagai penterjemah atau
penyampai (pesan) dari aku (Rasulullah SAW)”. (Al Faidlur rabbani: 29)

Dari kenyataan tersebut diatas, untuk fatwa ulama’ fiqh berbeda pendapat dan mengambil salah
satunya adalah hal biasa. Tapi menolak fatwa Sayyidi Syeikh pada hakekatnya adalah menolak fatwa
(ketentuan) Rasulullah SAW.
9. Bagaimana kedudukan fatwa Sayyidi Syeikh Ahmad bin Muhammad At Tijani ra. bagi para ikhwan
dan muqaddam Thariqah At Tijaniyah ?.

Jawab : Kedudukan fatwa Sayyidi Syeikh bagi ikhwan dan Muqaddam Thariqah At Tijaniyah sangat
penting, karena hal ini berhubungan erat dengan syarat syarat thariqah. Adapun syarat thariqah
yang mempunyai hubungan erat dengan masalah ini adalah syarat nomor 9 dan 10. sebagaimana
berikut.

َ‫ص ُل‬ْ َ‫ل ا َ ْلف‬ َُ ‫األ َ َّو‬: ‫ش ُر ْوطَِّ فِّى‬ َّ ‫ار َك َِّة التِّ َجانِّيَ َِّة‬
ُ ‫الط ِّر ْيقَ َِّة‬ ْ ‫ألتَّا ِّس َُع‬: ‫ْخ فِّى ا َ ْ ِّْل ْعتِّقَا َُد‬
َ َ‫ال ُمب‬. َّ ‫ي ال‬
َِّ ‫شي‬ ََ ‫ض‬
ِّ ‫هللاُ َر‬ ْ ُ‫ب َوق‬
َ ُ‫طبَُ ْاأل َ ْو ِّليَاءَِّ خَات ََُم َوأنَّ َه‬
َ ُ‫ع ْن َه‬ َ ‫ْاأل َ ْق‬
َِّ ‫طا‬
ََ‫ن ْال ُم َح َّم ِّديِّيْن‬ َْ ‫يَ ْنتَف َِّْع يَ ْعت َ ِّق ْدلَ َْم لَ َْم َم‬. (‫الدررالسنية‬:5)

“Pasal Pertama, Pembahasan tentang syarat syarat dalam Thariqah At Tijaniyah yang penuh berkah.
Syarat nomor 9: Yakin sepenuhnya terhadap Sayyidi Syeikh bahwa Beliau adalah Hatmul Auliya’
Quthbul Aqthab Al Muhammadiyyiin. Orang yang tidak yakin tidak dapat manfaat”.(Ad Durarus
saniyah halaman 5).

Mengomentari syarat no 9 ini, berarti ada beberapa kewajiban kita untuk yakin sepenuhnya tanpa
keraguan sedikitpun akan kedudukan dan keutamaan Sayyidi Syeikh yang antara lain:

a. Beliau adalah seorang wali besar yang mencapai predikat atau maqam Al Quthbul Aqthab Al
Maktum wal khatmil Muhammadiyyil maklum, wal barzahul makhtum.

Beliau adalah seorang Dzurriyah Rasulullah SAW dan seorang Ulama yang menguasai ilmu dzahir
dan batin, yang ilmunya langsung dari Rasulullah SAW tanpa perantara, yang di jamin oleh Rasulullah
SAW bahwa segala sesuatu yang Beliau sampaikan adalah berasal darinya, dimana beliau juga
berfungsi sebagai mutarjim (penterjemah) dan penyampai pesan khusus (barzahi) Rasulullah SAW.
Artinya setiap perkataan beliau itu hakekatnya adalah perkataan Rasulullah Nabi Muhammad SAW.

Perkataan beliau itu jauh dari dorongan hawa nafsu, dijamin benar dan pasti Allah SWT dan
Rasulullah SAW ridha dengan fatwanya.

Kita ikut thariqah Sayyidi Syeikh karena kita semua yakin dengan seyakin yakinnya bahwa kita
mendapat jaminan keselamatan dan derajat yang tinggi di sisi Allah SWT di dunia dan di akhirat jika
kita konsisten dengan seluruh amalan thariqah baik yang wajib maupun sunnah termasuk juga fatwa
fatwanya.

Kalau kita memang yakin dengan sebenar benarnya, tentang maqam dan berbagai karunia yang
dilimpahkan oleh Allah SWT kepada guru kita Sayyidi Syeikh. Lalu pertanyaannya:

Pantaskah kita sebagai orang yang menyatakan diri sebagai murid beliau menjadi orang pertama
yang mengingkari fatwa beliau dengan cara membanding bandingkan dengan fatwa ulama atau
fatwa lain yang berlawanan dengan fatwa beliau?..

Kalau tidak mau dikatakan ingkar, ya termasuk orang yang tidak konsisten menjauhi perkara yang
dilarang Allah SWT dan Rasulullah melalui beliau, padahal dilain pihak, kita katanya mencari Ridha
Allah SWT dan Rasulullah SAW melalui jalan yang dilalui (thariqah) beliau. Lalu dimana
relevansinya?…

Ikut fatwa Sayyidi Syeikh dijamin selamat atas garansi / jaminan dari Rasulullah SAW, karena fatwa
beliau hakekatnya adalah fatwa Rasulullah SAW. Tapi kalau ikut fatwa dari ulama’ lain siapakah
penjaminnya?

Adakah diantara ulama yang menjadi peserta dan pemutus hukum dalam setiap bahsul masail itu
yang punya derajat setara dengan Sayyidi Syeikh ?.. kalau tidak ada, Adakah diantara mereka yang
berpangkat Wali Quthub?… kalau tidak juga, adakah diantara mereka yang ketika bahsul masail dan
berfatwa, bertemu Rasulullah dulu secara sadar dan bertanya langsung tentang masalah yang akan
mereka putuskan kepada Rasulullah SAW?..

Kalau tidak ada, pantaskah kita sebagai ikhwan membandingkan fatwa guru kita yang diharap
syafaatnya dengan fatwa ulama’ lain yang tidak sebanding derajatnya?… Subhanallah,
tabaarakallah…..
Dari sedikit renungan diatas, mari kita introspeksi atau mengoreksi diri sendiri. Dimana kita sebagai
ikhwan mendapat syarat untuk diakui sebagai Ikhwan Tijani berupa keyakinan penuh akan
kebenaran pangkat, ilmu termasuk fatwa Sayyidi Syeikh Ahmad bin Muhammad At Tijani ra. Apakah
sudah kita penuhi atau belum syarat ini?….kalau belum dipenuhi syarat ini, bagaimana status bai’at
thariqah kita?..

Syarat syarat berikutnya:

َ‫ا َ ْل َعاش ُِّر‬: ُ‫سالَ َم َة‬ ِّ ْ ‫ع َلى‬


َّ ‫اْل ْن ِّت َقا َِّد مِّ نََ اَل‬ َ ‫ْخ‬ َّ ‫ي ال‬
َِّ ‫شي‬ َْ ‫س ِّي ِّد‬َ ‫ْن أَحْ َم َِّد‬َِّ ‫ي ُم َح َّم َِّد ب‬
َْ ‫ي ال ِّت َجا ِّن‬ََ ‫ض‬ َ ُ ‫ع ْن َه‬
ِّ ‫هللاُ َر‬ َ ‫ن‬ َّ ‫ع َلى َم ْبنِّيَ الص ْو ِّفيَّ َِّة السَّا َدَِّة‬
ََّ َ ‫الط ِّر ْي َق َةُ ِّأل‬ َ ‫الت َّ ْس ِّلي َِّْم‬
َِّ ‫أو ِّب َِّه َيائْ ُم ُر ْونََ فِّ ْي َما التَّر ِّبيَّ َِّة ِّأل َ ْر َبا‬
‫ب‬ َ ‫علَى أ ُ َمنَا َُء ِّألَنَّ ُه َْم‬
َْ ََ‫ع ْن َهُ َي ْن َه ْون‬ َّ ‫ال‬. (‫الرباطابي هللا عبد سعد محمد لعالمة السنية الدرر‬:5)
َ ‫ش ِّر ْي َع َِّة‬

“Syarat nomor 10: Selamat dari penolakan terhadap (apa saja yang datang dari) Sayyidi Syeikh
Ahmad bin Muhammad At Tijani ra. Karena Thariqah para Ulama’ Sufi dibangun dengan azas
menerima (taslim) terhadap bimbingan para pembimbing, baik mengenai perintah maupun larangan
yang datang darinya. Karena mereka mengemban amanah untuk tegaknya syari’ah”..(Ad Durarus
saniyah halaman 5).

Mengomentarai syarat thariqah nomor 10 tersebut diatas ada beberapa hal yang harus kita
renungkan, antara lain:

Sebagai murid kita wajib menerima seutuhnya semua yang difatwakan oleh Sayyidi Syeikh, tanpa
ada pertanyaan apalagi penolakan. Termasuk juga amat sangat tidak pantas membandingkan fatwa
beliau dengan fatwa pihak lain atau pihak manapun yang ada di kolong langit ini.
Mempertanyakan fatwa Sayyidi Syeikh berarti ragu dengan ke’aliman Sayyidi Syeikh, ragu
terhadap kewaro’ian beliau. Jika seorang murid meragukan kealiman dan kewaro’ian gurunya berarti
ia tidak siap bahkan tidak pantas untuk jadi muridnya.

Membandingkan fatwa Sayyidi Syeikh dengan fatwa pihak lain kemudian dia lebih cenderung
terhadap fatwa pihak lain, hal tersebut termasuk su’ul adab yang luar biasa, yang sangat
menyakitkan hati seorang guru. Bayangkan saja jika kita jadi guru dan kita mengajarkan sesuatu, lalu
murid kita terang terangan justru mengikuti petunjuk orang lain selain dari petunjuk kita sebagai
gurunya.

Jika ada ikhwan dalam menyikapi fatwa Sayyidi Syeikh dengan cara diam (tidak berkomentar), tapi
dilain fihak tetap juga melanggar fatwa tersebut walaupun sembunyi sembunyi, maka sebenarnya
murid tersebut tergolong murid khianat pada gurunya. Kita berlindung kepada Allah SWT dari
menghianati Sayyidi Syeikh. Karena resikonya sangat berat. Sebagaimana diceriterakan dalam kitab
Kasyful Hijab halaman 230-231. dimana Khoddam yang mengabdikan diri seumur hidupnya kepada
Sayyidi Syeikh saat naza’ tidak bisa mengucapkan ikrar syahadatain, penyebabnya ternyata di
belakang Sayyidi Syeikh dia merokok secara sembunyi sembunyi. Untung akhirnya bisa juga
bersyahadat setelah bertaubat.

Saudaraku, Kalau guru kita Sayyidi Syeikh Ahmad At Tijani ra. mengatakan ROKOK ITU HARAM, lalu
kita yang memproklamirkan diri sebagai murid setia beliau, tapi dilain pihak melakukan sesuatu yang
beliau haramkan, ditambah lagi ada yang beralasan karena ada pendapat ulama lain yang tidak
mengharamkan tapi hanya menyatakan makruh. Pertanyaannya, mana akhlak kita sebagai murid
kepada guru kita?.. kalau melanggar fatwa guru yang masih hidup dan tidak wali dengan cara
melakukan pelanggaran secara sembunyi sembunyi, mungkin kita bisa. Tapi pertanyaannya: Setiakah
kita kepada guru, kalau berbuat begitu?..

Sedangkan guru kita Sayyidi Syeikh adalah seorang Wali Quthub, yang mana bagi beliaualam
semesta ini tidak lebih besar dari meja makan. Artinya Beliau itu ada dimana mana melihat dan
mengawasi kita setiap saat, kira kira bagaimana perasaan beliau melihat orang orang yang
memproklamirkan diri sebagai murid setianya tapi berbuat maksiat di depan mata beliau?….

Renungan !!!
Saudaraku,… ada lagiyang harus kita renungkan dengan hati yang jernih dan penuh ketaqwaan
kepada Allah SWT. Lepas dari fatwa Sayyidi Syeikh yang mengharamkan rokok. Kita ambil saja
misalnya fatwa ulama. Yang mengatakan bahwa :

Rokok itu hukumnya MAKRUH. Arti makruh adalah Allah SWT dan Rasulullah SAW

BENCI

Sebagai ikhwan Tijani, tiap hari kita baca wirid lazim pagi sore, wirid wadzifah dan dzikir hailalah
Jum’at. Tujuannya untuk mendapatkan maqam (posisi) yang dekat dengan Allah SWT setelah
diterima berada didekat-Nya ingin juga mendapat perhatian khusus yaitu cinta dan dicintai oleh
Allah SWT dan Rasulullah SAW.

Pertanyaannya, Sehatkah logika kita, jika ada diantara kita yang mencari cinta Allah SWT dan Cinta
Rasulullah SAW, tapi berbuat sesuatu yang Allah SWT dan Rasulullah SAW benci dihadrahNya ?…..

Renungkan!!!…., selanjutnya terserah anda…


Sebagai bahan renungan berikutnya mari kita telaah penjelasan Asy Syeikh Muhyiddin Ath Tha’amy
dalam kitabnya yang berjudul : “Al Akhlaqu At Tijaniyah” yang di beri muqaddimah oleh Sayyidi
Syeikh Al Khalifah Muhammad Al Hafidz At Tijani sbb:

َ‫ص ِّرنَا فِّى َرأ َ ْينَا َو َق ْد‬ ْ ‫ع‬ َ ‫ْر َهذَا‬ ََ ‫خ مِّ نََ ْال َكثِّي‬ َِّ ‫ف يَ ْدع ُْونََ الَّ ِّذيْنََ ْال َمشَا ِّي‬
ََ ‫صر‬ َُ ‫ْن مِّ نََ تَالَمِّ ْيذُ ُه َْم لَيَت ََو َّر‬
َ َّ ‫ع الت‬ َِّ ‫أ َما َم ُه َْم الت َّ ْدخِّ ي‬، ‫ل‬ َْ َ‫خ يَ ْدخِّ نَُ اَحْ يَانًا ب‬ َّ ‫س َهُ ال‬
َُ ‫ش ْي‬ ُ ‫نَ ْف‬
َ‫وإِّ ْد َمانَ بِّش ََراهَة‬، َ ‫ن يَ ْعلَ ُم ْوا َولَ َْم‬ َ
ََّ ‫ح ال َمالَئِّ َك َةَ أ‬ ْ ْ َّ
ََ ‫ُر الطاه َِّرَة َ َوالَ ْر َوا‬ َُ ‫ِّس لَتَحْ ض‬ ُ
ََ ‫َان َرائِّ َح َة فِّ ْي َِّه ِّذ ْكرَ َمجْ ل‬ َِّ ‫ل الدخ‬ َْ َ‫ح مِّ ْن َه ُ تَفِّرَ ب‬ َ ْ َّ
َُ ‫ن الطاه َِّرَة ُ األ ْر َوا‬ َ
ََّ ‫َه ِّذَِّه ِّأل‬
َّ
َ ‫ن الش َج َرَة‬ ْ
َ ِّ‫ث م‬ ْ
َِّ ِّ‫اجبَ َِّة ال َخبَائ‬ ْ َ ْ َّ
ِّ ‫الطاه َِّرةَِّ لِِّل ْر َواحَِّ ال َح‬. (‫تأليف المحمدية الحضرة عن المنبثقة التجانية األخالق‬: ‫الطعمي الدين محي‬:12)

“Dapat kita lihat di zaman kita ini, begitu banyaknya Masyayikh (guru thariqah) yang mengajak pada
perubahan (tingkah laku yang baik), yang tidak mengajarkan sikap hati hati / waro’i (dengan
membiarkan) murid muridnya merokok di depan gurunya. Bahkan mereka sendiri malah merokok
juga dengan seenaknya. Dan mereka tidak mengetahui (tidak menyadari) bahwa sesungguhnya para
malaikat */ dan para arwah suci (Rasulullah SAW, para Sahabat yang 4 dan Sayyidi Syeikh) tidak
berkenan untuk hadir di majlis dzikir yang berbau asap rokok. Malah mereka akan pergi menjauh,
karena rokok tergolong sebagai kotoran yang menjadi hijab (penghalang) terhadap arwah suci
tersebut”. (Al Akhlaaqu At Tijaniyah: halaman 12).

Dalam kitab Al Ajwibatusy Syafiyah ‘an ba’di masaailith Thariqatit Tijaniyah yang ditulis oleh Al ‘Arif
billah Al Haj Muhammad Balhasan Al Jakkani halaman 14 dijelaskan bahwa Rasulullah SAW memberi
karunia 70.000 malaikat yang berjamaah dengan ikhwan Tijani dalam setiap wadzifah baik
berjamaah maupun sendirian, disamping itu Rasulullah SAW bersama para sahabat yang empat dan
Sayyidi Syeikh serta diiringi oleh arwah para Nabi dan Auliya’ hadir dalam setiap wirid wadzifah
terutama pada bacaan shalawat Jauharatul kamal yang ke tujuh.

Tapi Jika pembaca wadzifah itu perokok maka bau rokok yang melekat pada badan, pakaian dan
mulut mereka membuat para malaikat dan arwah suci tersebut terhalang dan menjauh dari majlis
wadzifah tersebut. Sehingga wirid mereka (pecandu rokok) tidak jauh beda dengan wirid orang
awam karena kehilangan asrar (muatan rahasia yaitu kehadiran Rasulullah bersama para sahabat
yang empat dan Sayyidi Syeikh yang diiringi oleh arwah para Nabi dan Auliya’) yang mana hal
tersebut menjadi sebab keutamaannya.

Juga syarat syarat thariqh At Tijaniyah, yang berkenaan dengan hal hal yang membatalkan talqin
secara langsung bagi ihwan :

َ‫ص ُل‬ْ َ‫الثَّانِّي ا َ ْلف‬: ‫اْل ْذنََ َمايَ ْرفَ َُع فِّ ْي َِّه أ ْذ ُك َُر‬
ِّ ْ ‫ن‬ َِّ ‫ع‬ َ ‫ل فِّى ْال ُم ِّر ْي َِّد‬
َِّ ‫ل إِّذَا ْال َحا‬ َ ‫اْل ْذنََ يَ ْرفَ َُع ِّم َّما‬.
ََ َ‫شيْا ًَء فَع‬ ِّ ْ (َ‫لرابِّ ُع‬
َّ َ ‫صد ُْو َُر )ا‬ َ ‫ع َد َاوةَ أ َ َْو بُ ْغضَ أ َ َْو‬
ُ َ‫سب‬ َ ‫فِّى‬
َّ
َِّ ِّ‫ي الشيْخَِّ َجان‬
‫ب‬ ََ ‫ض‬ ِّ ‫عن َهُ هللا َر‬ ْ َ ‫أو‬َْ ‫ع َد َُم‬
َ ‫ص ِّدَْي ِّق َِّه‬ْ ‫يت‬ َ َْ ِّ‫ي ِّ ف‬ َ
َ ‫ش ْيءَ أ‬ َ
َ ‫ذك ََرَهُ مِّ َّما‬. (‫السنية الدرر‬:10)

“Pasal kedua: Pembahasan tentang masalah yang menyebabkan terputusnya izin (bai’at) dari
seorang murid secara langsung saat itu juga jika berbuat sesuatu yang dilarang tersebut. (larangan)
nomor 4: Mencela atau membenci atau memusuhi terhadap Sayyidi Syeikh dan dengan semua yang
berhubungan dengan beliau radliyallahu ‘anhu. Atau tidak mempercayai (dan tidak mau
mengamalkan) segala sesuatu yang datangnya dari beliau (baik berupa perintah maupun larangan).
(Ad Durarus saniah hal: 10).

Sebagai tambahan bahan renungan berikut ini penulis kutip penjelasan Sayyid Ibrahim Shalih Al
Husaini Al Hasani, mufti Nigeria yang juga seorang Muqaddam Thariqah At Tijaniyah. Pada kitab
beliau yang berjudul “An Nahjul Hamiid fii maa yajibu ‘alal muqaddami wal muriid pada halaman 68:

َ‫أن إِّ ْعلَ ْم‬ََّ ‫خ‬ ََ ‫ش ْي‬ َّ ‫ي ال‬ َْ ِّ‫َان فِّى لَ َهُ التِّ َجان‬َِّ ‫فَقَ َْد َواحِّ دَ قَ ْولَ الدخ‬، ‫بِّالتَّحْ ِّري َِّْم‬، ‫ل‬ ََ ‫علَ ْي َِّه َو َمازَ ا‬َ ‫ى‬ ََّ ‫ِّي َحت‬ ََ ‫هللاََ لَق‬، ‫ض‬ َُ ‫ت َوبَ ْع‬ َِّ ‫ع ْن َهُ ْال َو ِّار َدةَِّ ْالحِّ كَايَا‬
َ ‫اْل ْذنََ َر ْف ِّع َِّه فِّى‬
ِّ ْ
َْ ‫ع‬
‫ن‬ َ ‫َان ُمت َ َعاطِّ ى‬ َِّ ‫ي ِّ لَ َه ُ ُمشَافَ َه ِّت َِّه َب ْع ََد الدخ‬ َ ‫ ِّبالنَّ ْه‬، َ‫ل ِّع ْن ََد َمحْ ُم ْول‬ َِّ ‫ل َهذَا أ ْه‬ َِّ ‫علَى ْالقَ ْو‬ َ ُ‫او ِّن َِّه َي ُك ْونَُ قَ َْد أنَّ َه‬
ُ ‫ْخ ِّبأ ْم َِّر ِّلت َ َه‬ َّ ‫ال‬، ‫أو‬
َِّ ‫شي‬ َْ ‫ض ِّت َِّه‬
َ ‫ار‬ َ ‫ِّل ُم َع‬
‫ْخ ت َ ْق ِّل ْيدًا ْالع ِّْلمِّ يَّ َِّة ِّ ِّْل ْرشَا َدتِّ َِّه‬ َّ ‫ل فِّى ِّلغَي ِّْرال‬
َِّ ‫شي‬ ْ ‫أو‬
َِّ ‫الك ََرا َه َِّة أ َِّو التَّحْ ِّل ْي‬، َْ ‫ْخ فَ ْه َُم‬
َِّ ‫شي‬ ََ ‫ش ِّر ْيفَ َِّة بِّ ْأو َرا ِّدهَا التَّالَع‬
َّ ‫ُب مِّ ْن َهُ ال‬ َّ ‫ال‬. (‫يجب فيما الحميد النهج‬
‫والمريد المقدم على‬:68)
“Ketahuilah, sesungguhnya pendapat Sayyidi Syeikh Ahmad At Tijani ra dalam masalah rokok hanya
ada satu saja yaitu “HARAM”. Dan pendapat tersebut tidap pernah berubah sampai akhir hayat
beliau. Sebagian dari hikayat (ceritera ceritera sahabat Sayyidi Syeikh) yang berkenaan dengan
masalah rokok, adalah tercabutnya / batalnya izin wirid thariqah bagi pecandu rokok setelah tahu
(bertemu dengan penjelasan) bahwa Sayyidi Syeikh mengharamkan rokok (kemudian mereka tetap
merokok). Menurut mereka yang menyetujui pendapat ini, bahwa (pecandu rokok yang tidak mau
berhenti merokok) tergolong meremehkan larangan Sayyidi Syeikh. Atau menolak bimbingan ilmiah
Sayyidi Syeikh dengan cara memilih atau mengikuti pendapat ulama lain yang membolehkan atau
memakruhkan. Lebih jauh difahami sebagai orang yang mempermainkan wirid Sayyidi Syeikh yang
mulya ini”. (An Nahjul Hamiid fiima yajibu ‘alal muqaddami wal muriid: 68).

Sudah jelas masalah rokok Sayyidi Syeikh mengharamkannya. Kalau kita tetap merokok juga, lalu apa
artinya ?.. pantaskah kita dikatakan sebagai orang yang tunduk patuh dan mempercayai semua yang
datang dari Sayyidi Syeikh?… kami kemukakan semua ini semata mata untuk bahan introspeksi
bersama, demi cinta dan kasih sayang kita kepada sesama murid Sayyidi Syeikh. dan melalui buku ini
kami tegaskan, Demi Allah dan Rasul-Nya alfaqiir tidak bermaksud untuk menfonis sidang pembaca
dengan fonis apapun, apalagi menyatakan thariqah anda tidak shahih dan lain sebagainya. Semua
kami kembalikan kepada Allah SWT. Karena Dialah yang paling berhak untuk menilai, hanya Dia
pulalah satu satunya yang paling berhak untuk memutuskan apakah berkenan menerima kita
sebagai ikhwan Tijani atau bukan. Sebagaimana firman Allah dalam Al Qur’an:

ِّ‫لل‬
َ ‫س َم َوةَِّ َمافِّى‬ َ ِّ ‫ن ْاأل َ ْر‬
َّ ‫ض َو َمافِّى ال‬ َْ ِّ‫هللاِّ بِّ َِّه يُ َحا ِّس ْب ُك َْم ْأوتُحْ فُ ْوَهُ أ ْنفُ ِّس ُك َْم َمافِّى ت ُ ْبد ُْوا َوإ‬ َُ ‫ن فَيَ ْغف‬
َ ، ‫ِّر‬ َْ ‫ن َويُعَ ِّذبَُ يَشَا َُء ِّل َم‬ َ ‫علَى َو‬
َْ ‫يَشَا َُء َم‬، ُ‫هللا‬ َِّ ُ‫ك‬
َ ‫ل‬
َ َ‫قَ ِّديْر‬. (‫ البقرة‬: 284)
َ‫شيْئ‬

Artinya: “Kepunyaan (dibawah kuasa penuh) Allah segala sesuatu yang ada di tujuh petala langit dan
segala sesuatu yang ada di seluruh permukaan bumi. Dan andaikan kamu menampakkan apa yang
ada dalam jiwa kamu, atau kamu sembunyikan. Maka semuanya tetap akan diperhitungkan oleh
Allah. Maka Allah akan memberikan ampunan kepada orang orang yang dikehendaki, dan akan
mengadzab orang orang yang dikehendaki. Dan sesungguhnya Allah maha kuasa atas segala
sesuatu”. (QS. Al Baqarah : 284)
Kami tulis risalah ini semata mata rasa tanggung jawab moral dimana alfaqiir sebagai Muqaddam
Thariqah At Tijaniyah merasa terpanggil untuk menyampaikan pesan pesan penting yang datangnya
dari guru panutan dan pembimbing ruhani kita Sayyidi Syeikh Al Quthbul Maktum wal Khatmil
Muhammadiyyil ma’lum Abil Abbas Ahmad bin Muhammad At Tijani ra. Walaupun hal tersebut
terasa sekali pahitnya jika dikatakan, tapi alfaqiir yakin nanti akan terasa sekali manisnya jika
diamalkan.

Disamping itu semua, kami benar benar merasa su’ul adab kepada para Muqaddam yang sepuh
sepuh, terutama kepada mereka yang masih merokok, juga kepada para Muqaddam yang
sepantaran umurnya dengan alfaqiir. Timbul juga bisikan dari dalam hati yang rasanya dituduh
seperti orang yang paling baik, paling benar sendiri dan lain sebagainya. Tapi mau apalagi, rasanya
tidak ada pilihan lain bagi kami kecuali pesan ini wajib disampaikan. Sebagaimana firman Allah SWT:

َ ‫لَّ ََو َما‬


‫علَ ْينَا‬ َُ َّ‫يس( ْال ُم ِّبيْنَُ ْال َبال‬:17)
َ ‫غ ِّإ‬

“Dan kewajiban kami tidak lain hanyalah menyampaikan (perintah dan larangan Allah) dengan jelas”,
(QS. Yaasiin:17)

Juga dalam rangka melaksanakan perintah Allah SWT yang secara khusus mengingatkan seluruh
manusia akan tingginya nilai waktu disisi Allah SWT yang hanya bisa ditebus dengan mengisinya
dengan iman dan amal ibadah terus menerus serta saling menasehati agar tidak rugi:

ْ َ‫(و ْالع‬1)
َ‫ص ِّر‬ َ ‫ن‬ ِّ ْ ‫ي‬
َ ‫اْل ْن‬
ََّ ِّ‫سانََ إ‬ َ ِّ‫عمِّ لُوا أ َمنُ ْوا الَّ ِّذيْنََ إ‬
َْ ‫( ُخسْرَ لَ ِّف‬2) َّ‫ل‬ َ ‫ت َو‬
َِّ ‫صا ِّل َحا‬
َّ ‫ص ْوا ال‬ َِّ ‫ص ْوا بِّ ْال َح‬
َ ‫ق َوت ََوا‬ َ ‫ْر َوت ََوا‬
َِّ ‫صب‬
َّ ‫بِّال‬،(3) (‫العصر‬:1-3)
“Demi masa (1) Sesungguhnya manusia selalu berada dalam kerugian (2) Kecuali mereka yang
beriman dan beramal baik dan saling menasehati dengan kebenaran dan kesabaran (3) (QS. Al
‘Ashr:1-3)

Disamping itu, dalam kitab Kasyful hijab, di ahir maqalahnya, Sayyidi Syeikh Abdul Wahhab Beneis
berpesan:

َ‫علَ ْي ِّه‬ ََ ‫ي ْاأل ُم ْو َِّر مِّ نََ فَ ِّه‬


َ ‫ي َو‬ َْ ‫لَ ا َّل ِّت‬ َْ ‫أن َي ْن َب ِّغ‬
َ ‫ي‬ ََ ‫ن ْال ُم َق َّد ُم ْونََ َي ْغ َف‬
َْ ‫ل‬ َِّ ‫ع‬َ ‫ع َلَ ْي َها الت َّ ْن ِّب ْي َِّه‬ َْ ‫ ِّل َيجْ ت َ ِّنب ُْوهَا ْال ُم ِّر ْي ِّديْنََ مِّ نََ هللا َو َّف َق َه ُ ِّل َم‬، ََ‫َم ْذ ُم ْومَ ُكلَ َو َكذَلِّك‬
َ ‫ن‬
‫الً ش َْرعًا‬ َ ‫ع ْق‬ َ ‫أو ْأو‬ َْ ً ‫عا َدَة‬َ ‫ن‬ َْ ِّ‫وأ ْوفِّي ُْونَ َو َخ ِّش ْيشَةَ َو ُدخَانَ َخ ْمرَ م‬.(‫كشف‬ ُ َ ‫الحجاب‬:231)

“Oleh sebab itu, masalah (larangan merokok dan sejenisnya) ini adalah perkara yang tidak boleh
dilupakan oleh para Muqaddam untuk selalu mengingatkan para murid agar benar benar
menjauhinya. Demikian juga segala perbuatan tidak terpuji yang dilarang baik secara hukum, atau
menurut akal dan adat istiadat, seperti minum hamer (minuman keras), rokok, hasis ataupun
opium”. (Kasyful Hijab:231)

‫اعلم وهللا‬
BAB V
Kaifiyah Membaca Aurad Al Laazimah

Thariqah At Tijaniyah.

Sidang pembaca yang kami hormati, berikut ini kami sisipkan kaifiyah atau tata cara membaca wirid
– wirid lazim Thariqah At Tijaniyah. Namun ada beberapa hal yang wajib diketahui oleh para
pembaca yang budiman, antara lain:

Ini adalah wirid Thariqah At Tijaniyah yang shahih dengan sanad yang sambung sampai Baginda
Nabi, Rasulullah SAW. Oleh karena itu kami mohon kepada sidang pembaca yang belum berbai’at
Thariqah At Tijaniyah, agar bersabar tidak membaca wirid ini lebih dulu jika belum berbai’at dengan
bai’at yang shahiih dengan sanad yang sambung sampai kepada Baginda Nabi, Rasulullah SAW. Tapi
jika anda sudah mendapatkan bai’at yang shahih, maka kami persilahkan agar anda membacanya
dengan tartil, khusyu’ dan istiqamah sesuai dengan syarat syarat dan rukun serta kaifiyah yang
mu’tabar.

Jika anda ingin membacanya untuk latihan, sebagai persiapan agar kelak setelah bai’at bisa
membaca dengan mudah dan lancar, anda boleh membacanya dengan kaifiyah yang ada tapi tidak
boleh niat membaca wirid thariqah. Niatilah dengan niat tabarruk (ingin barokah) dzikir atau taubat
secara umum dulu.

Kaifiyah yang ada dalam buku ini, adalah kaifiyah yang secara istiqamah dilaksanakan di zawiyah
Sayyidi Syeikh Ahmad Tijani ra. di kota Fas, sejak beliau masih hidup maupun setelah wafatnya dan
tidak ada perubahan sampai saat ini. Kami berani berkata demikian karena kami (penulis) bersama
beberapa Muqaddam dari Indonesia telah menyaksikan dan melaksanakan sendiri bersama para
Muqaddam dari seluruh dunia ketika alfaqir hadir dalam pertemuan para Muqaddam di Fas pada
bulan Juli 2007 juga pada bulan Oktober 2009 yang lalu.

Di zawiyah Sayyidi Syeikh Ahmad At Tijani ra. Di kota Fas – Maroko, kami berjamaah wadzifah pagi
dan sore serta membaca dzikir Hailalah Jum’at yang dipimpin langsung oleh cucu Sayyidi Syeikh ra.
Asy Syarif Sayyidi Muhammad Al Kabiir At Tijani ra. Beliau adalah Khalifah ‘Aam Thariqah At Tijaniyah
saat ini. Dimana dalam kesempatan tersebut beliau menyatakan: “Ini adalah kaifiyah wirid Thariqah
At Tijaniyah yang shahih, yang telah dilaksanakan dengan istiqamah oleh Sayyidi Syeikh Ahmad bin
Muhammad At Tijani ra. Ketika beliau masih hidup dan tetap dilestarikan sampai saat ini tanpa ada
perubahan sedikitpun”. Beliau juga sangat menganjurkan agar kita menggunakan kaifiyah ini dan
menyebarkannya kepada para ihwan semua.

Al faqir (penulis) menyadari, mungkin ada diantara ihwan yang kaget karena kaifiyah wiridnya
sedikit beda dengan yang ada di buku ini. Kami tegaskan bahwa kami tidak ada maksud untuk
menyalahkan kaifiyah lain yang biasa di baca dan diajarkan oleh para muqaddam terdahulu. Karena
penulis sendiri menjumpai banyak kaifiyah / cara wirid yang beda beda dalam berbagai kitab
Thariqah At Tijaniyah yang diterbitkan oleh zawiyah para muqaddam dari berbagai Negara di Afrika.
Semuanya bisa diterima dan benar adanya, selama rukun (bacaan pokok)nya baik syighat bacaan
maupun jumlahnya sama. Termasuk juga ada yang diawali dengan maqasid dan lain lain, pada
prinsipnya benar dan baik semua. Tapi jika ingin yang sama persis dengan yang dipraktekkan oleh
Sayyidi Syeikh Ahmad Tijani ra semasa hidupnya, dan yang sama persis dengan yang dipraktekkan di
zawiyah induk di Fas sampai saat ini, ya inilah wiridnya.

WIRID (Wirdus Shabah dan Wirdul masa’)

1. Niat melaksanakan wirid (dibaca pelan dan dimantapkan kedalam hati):

َُ‫صبَا ًحا( الالَّ ِّز َِّم ِّو ْر َِّد بِّأ َ َداءَِّ تَعَالَى هللاَِّ إِّلَى التَّعَب ََد ن ََويْت‬ َ ‫ط ِّر ْيقَ َِّة اَل ِّت َجانِّيَ َِّة فِّى‬
َ ‫ط ِّر ْيقَتِّنَا) َم‬
َ / ‫سا ًَء‬ َ َ‫ش ْكرَ َح ْمد‬ َ ِّ‫تَعَالَى للَِّ َواحْ ت‬
ُ ‫سابًا إِّ ْي َمانًا َو‬

Nawaitu ta’abbuda ilallaahi ta’ala, bi adaai wirdul laazimi, (shabaahan / masa-an) fii thariiqatina At
Tijaniyati, thariiqati hamdin wa syukrin iimaanan wahtisaaban lillaahi ta’ala.

Saya niat ibadah kepada Allah, dengan melaksanakan wirid lazim ( pagi / sore ), dalam thariqah At
Tijaniyah, thariqah memuji dan bersyukur, dengan landasan iman dan melaksanakan perintah-Nya,
karena Allah Ta’ala.

Baca suratul Fatihah 1x


Baca shalawat Al Fatih 1x lalu membaca :

َ‫الَ َّ هللا ِّإ َّن‬ َ ُ‫علَى ي‬


َ ‫صل ْونََ ئِّ َكت َ َهُ َو َم‬ َ ‫علَ ْي َِّه أ َمنُوا الَّ ِّذيْنََ يَاأَي َها النَّبِّى‬
َ ‫صل ْوا‬
َ ‫س ِّل ُموا‬ َ ‫صلَّى َو‬ َ ‫علَ ْي َِّه‬
َ ،‫هللاُ ت َ ْس ِّل ْي ًما‬ َ ‫ت َ ْس ِّل ْي ًما َوسلَّ ََم َوصحْ بِّ َِّه أ ِّل َِّه ِّو‬،
َ ‫علَى‬
ََ‫س ْب َحان‬ُ ََ‫ب َر ِّبك‬َِّ ‫ع َّما ْالع َِّّزَِّة َر‬
َ ََ‫صفُ ْون‬ َ ‫علَى َو‬
ِّ ‫سالَمَ َي‬ َ ََ‫سلِّين‬ َ ‫ال ُم ْر‬، ْ ‫ب لل َو ْال َح ْم َُد‬
َِّ ‫الم ِّّيْنََ َر‬ ْ
َ ‫ال َع‬،

Innallaaha wamalaaikatahu yushalluuna ‘alan nabi, yaa ayyuhalladziina aamanu shalluu ‘alaihi
wasallimuu tasliima. Shallallaahu ‘alaihi wa ‘alaa aalihi washahbihi wasallama tasliima. Subhaana
rabbika rabbil ‘izzati ‘amma yashifuun, wasalaamun ‘alall mursaliin, walhamdu lillaahi rabbil
‘aalamiin.

Sesungguhnya Allah dan para malaikatnya bershalawat kepada Nabi, wahai orang orang yang
beriman, bershalawatlah kepada nabi, dan berilah salam kepadanya dengan penuh hormat. Semoga
rahmat Allah dan keselamatan yang sempurna tercurah kepadanya dan keluarga serta sahabatnya.
Maha suci Tuhanmu, Tuhan yang Maha Mulya (terbebas) dari segala sifat yang diberikan oleh musuh
musuh-Nya, dan salam sejahtera kepada para utusan Allah, dan segala puji bagi Allah yang menjadi
pemelihara alam semesta.

Baca istigfar 100 xyaitu lafadz “Astaghfirullah” saja, “tidak boleh ditambah atau dikurangi !!!”.

َ‫هللا أ َ ْست َ ْغف ُِّر‬100‫مرة‬

Artinya : “ Ya Allah, berilah kami ampunan” lalu ditutup :

ََ‫س ْب َحان‬ َِّ ‫ع َّما ْالع َِّّزةَِّ َر‬


ُ ََ‫ب َربِّك‬ َ ََ‫صفُ ْون‬ َ ‫علَى َو‬
ِّ َ‫سالَمَ ي‬ َ ََ‫سلِّين‬ ْ ‫ب لل َوا ْل ّْ َح ْم َُد‬
َ ‫ال ُم ْر‬، َِّ ‫الم ِّّيْنََ َر‬ ْ
َ َ‫الع‬،
Subhaana rabbika rabbil ‘izzati ‘amma yashifuun, wasalaamun ‘alall mursaliin, walhamdu lillaahi
rabbil ‘aalamiin.

Maha suci Tuhanmu, Tuhan yang Maha Mulya (terbebas) dari segala sifat yang diberikan oleh musuh
musuh-Nya, dan salam sejahtera kepada para utusan Allah, dan segala puji bagi Allah yang menjadi
pemelihara alam semesta.

4. Membaca Shalawat 100 x, minimal dengan lafadz

َ‫ل اَلل ُه َم‬


َِّ ‫ص‬
َ ‫لى‬
ََ ‫ع‬ َ َ‫علَى ُم َح َمد‬
َ َ ‫س ِّيدِّنَا‬ َ ‫أ ِّل َِّه َو‬

Allaahumma shalli ‘alaa sayyidina Muhammadin wa ‘ala aalihi.

Ya Allah, limpahkanlah rahmat-Mu atas junjungan kami Nabi Muhammad dan keluarganya.

Namun lebih afdhalnya baca shalawat Al Fatih 100 x – lalu ditutup :

ََ‫س ْب َحان‬ َِّ ‫ع َّما ْالع َِّّزَِّة َر‬


ُ ََ‫ب َر ِّبك‬ َ ََ‫صفُ ْون‬ َ ‫علَى َو‬
ِّ ‫سالَمَ َي‬ َ ََ‫سلِّين‬ ْ ‫ب لل َوا ْل ّْ َح ْم َُد‬
َ ‫ال ُم ْر‬، َِّ ‫الم ِّّيْنََ َر‬ ْ
َ ‫ال َع‬،

Subhaana rabbika rabbil ‘izzati ‘amma yashifuun, wasalaamun ‘alall mursaliin, walhamdu lillaahi
rabbil ‘aalamiin.
Maha suci Tuhanmu, Tuhan yang Maha Mulya (terbebas) dari segala sifat yang diberikan oleh musuh
musuh-Nya, dan salam sejahtera kepada para utusan Allah, dan segala puji bagi Allah yang menjadi
pemelihara alam semesta.

6. Membaca laailaaha illallaahu : 99 x

َ‫لَ آلإِّل َه‬


َ ِّ‫هللا إ‬

Lalu ditutup dengan lafal

َ‫لَ آل ِّإل َه‬ َُ ‫سو‬


َ ‫هللا ِّإ‬، َ‫ل ُم َح َمد‬ َ ‫سالَ َُم‬
ُ ‫ هللا َر‬، ‫عل َي َِّه‬ َ ‫ هللا‬،

Laaailaaha illallaah…, Muhammadur Rasulullah…. ‘alaihi salaamullaah… yang dibaca dengan suara
keras dan panjang

Tiada Tuhan selain Allah, Baginda Nabi Muhammad utusan Allah, kepadanya salam sejahtera dari
Allah.

Tahtim .
َ‫الَ َّ هللا ِّإ َّن‬
َ ‫صل ْونََ ئِّ َكت َ َهُ ََو َم‬ َ ‫علَ ْي َِّه أ َمنُوا الَّ ِّذيْنََ ي َها يَاَأ َ النَّبِّى‬
َ ُ‫علَى ي‬ َ ‫صل ْوا‬ َ ‫صلَّى َو‬
َ ‫س ِّل ُموا‬ َ ‫علَ ْي َِّه‬
َ ،‫هللاُ ت َ ْس ِّل ْي ًما‬ َ ‫ت َ ْس ِّل ْي ًما َوسلَّ ََم َوصحْ بِّ َِّه أ ِّل َِّه ِّو‬،
َ ‫علَى‬
ََ‫س ْب َحان‬ُ ََ‫ب َربِّك‬ َّ ْ
َِّ ‫ع َّما العِّزةَِّ َر‬ ُ
َ ََ‫صف ْون‬ َ
ِّ َ‫سالمَ ي‬ َ ‫على َو‬ َ َ ََ‫سلِّين‬ ْ ْ
َ ‫ال ُم ْر‬، ‫ب لل َوال َح ْم َُد‬َِّ ‫الم ِّّيْنََ َر‬ ْ
َ َ‫الع‬،

Lalu ditutup dengan membaca doa dan surah al fatihah.

2. DZIKRUL WADZIFAH

Niat (dibaca pelan dan dimantapkan kedalam hati):

َُ‫للِّ التَعَب ََد ن ََويت‬ َ ‫ط ِّر ْيقَ َِّة اَلتِّ َجانِّيَ َِّة ْال َوظي ِّ ّْفَ ِّةفِّى‬
َ ‫ط ِّر ْيقَتِّنَا ِّذ ْك َِّر بِّأََّ َداءَِّ تَعَالَى إِّلَىا‬ َ َ‫ش ْكرَ َح ْمد‬
ُ ‫سابًا إِّ ْي َمانًا َو‬ َ ‫تَعَالَى‬
َ ِّ‫للِّ َواحْ ت‬

Nawaitu ta’abbuda ilallaahi ta’ala, bi adaai dzikrul wadzifati, fii thariiqatina At Tijaniyati, thariiqati
hamdin wa syukrin iimaanan wahtisaaban lillaahi ta’ala.

Saya niat ibadah kepada Allah, dengan melaksanakan dzikir wadzifah, dalam thariqah At Tijaniyah,
thariqah memuji dan bersyukur, dengan landasan iman dan melaksanakan perintah-Nya, karena
Allah Yang Maha luhur.

2. Baca suratul fatihah 1x


3. Baca Istighfar (khusus wadzifah – tidak boleh diganti dengan sighat lain) sebanyak 30 x (langsung
setelah Al Fatihah tanpa ada bacaan lainnya).

َ‫ى ال َعظِّ ي ََْم َّ هللا أ َ ّْ ْست َ ْغف ُِّر‬ َ ِّ‫ْالقَي ْو َُم ْال َحيَ ه ََُو إ‬
َْ ‫لَّ آل ِّإلَ َهَ اَلَّ ِّذ‬

Astaghfirullaahal ‘adziimi, alladzii laailaaha illa huwal hayyul qayyuum.

“Berilah kami ampunan ya Allah yang Maha Agung, yang tiada tuhan selain Dia, Yang Maha Hidup
lagi Maha Perkasa“.

4. Langsung baca shalawat Al Fatih 50 x tanpa didahului “Subhana rabbika…” dandalam wadzifah
shalawat fatih tidak boleh diganti dengan shalawat lain.

َ ََ‫سبَقََ ِّل َما َو ْالخَات َِِّّم ُم َح َّمد ْالفَاتِّحِّ لِّماَا ُ ْغلِّق‬


َ ‫ص ِّلعَلَى‬
َ‫سيِّدِّنَا َ اَلل ُه َّم‬ َ ‫َاص َِّر‬ َِّ ‫ق ْال َح‬
ِّ ‫ق ن‬ َِّ ‫ص َراطِّ كََ اِّلَى َو ْال َهادِّى بِّ ْال َح‬
ِّ ‫علَى ْال ُم ْست َ ِّقي َِّْم‬ ََّ ‫َومِّ ْق َد ِّارَِّه قَد ِّْرَِّه َح‬
َ ‫ق ا َ ِّل َِّه َو‬
‫ْال َعظِّ ي َِّْم‬

Allaahumma shalli ‘alaa sayyidinaa Muhammadinil faatihi lima ughliqa, wal khatimi lima sabaqa,
naashiril haqqi bil haqqi, wal haadi ilaa shiraatikal mustaqiimi, wa ‘alaa aalihi haqqa qadrihi wa
miqdaarihil ‘adziimi.
Ya Allah, limpahkanlah rahmat-Mu kepada junjungan kami Nabi Muhammad yang telah membuka
segala yang terkunci, dan menjadi penutup (baik waktu maupun pangkat bagi para Nabi dan Rasul)
sebelumnya, yang memperjuangkan agama Islam (Al Haq) dengan cara benar (bil haqqi) dan
memberi petunjuk menuju jalan-Mu yang lurus, dan (semoga rahmat Allah tercurah juga) kepada
keluarga Nabi yang mempunyai martabat dan kedudukan yang agung.

Lalu ditutup dengan:

ََ‫س ْب َحان‬ َِّ ‫ع َّما ْالع َِّّزةَِّ َر‬


ُ ََ‫ب َربِّك‬ َ ََ‫صفُ ْون‬ َ ‫علَى َو‬
ِّ َ‫سالَمَ ي‬ َ ََ‫سلِّين‬ ْ ‫ب لل َوا ْل ّْ َح ْم َُد‬
َ ‫ال ُم ْر‬، َِّ ‫الم ِّّيْنََ َر‬ ْ
َ َ‫الع‬،

Subhaana rabbika rabbil ‘izzati ‘amma yashifuun, wasalaamun ‘alall mursaliin, walhamdu lillaahi
rabbil ‘aalamiin.

“Maha suci Tuhanmu, Tuhan yang Maha Mulya (terbebas) dari segala sifat yang diberikan oleh
musuh musuh-Nya, dan salam sejahtera kepada para utusan Allah, dan segala puji bagi Allah yang
menjadi pemelihara alam semesta”.

5, Baca kalimatut Tauhid ( laailaaha illallaah ) artinya (tiada tuhan yang wajib disembah selain Allah ).

َ‫لَ آل ِّإل َه‬


َ ‫ هللا ِّإ‬99 ‫مرة‬
Lalu ditutup dengan lafal

َ‫لَ آلإِّل َه‬ ُ ‫ هللا َر‬، ‫علَ ْي َِّه‬


َُ ‫س ْو‬
َ ِّ‫هللا إ‬، َ‫ل ُم َح َّمد‬ َ ‫سالَ َُم‬
َ ‫ هللا‬،

Laaailaaha illallaah…, Muhammadur Rasulullah…. ‘alaihi salaamullaah…

yang dibaca dengan keras dan panjang

Tiada Tuhan selain Allah, Baginda Nabi Muhammad utusan Allah, kepadanya salam sejahtera dari
Allah.

Baca Jauharatul Kamal 12 x .

pada bacaan ke 12 dibaca dengan menadahkan tangan (sikap berdoa).

َ‫ل اَلل ُه َم‬ َِّ ‫ص‬ َ ‫علَى َو‬


َ ‫س ِّل َْم‬ َ ‫ْن‬ َِّ ‫عي‬ َ ‫لرحْ َم َِّة‬ َّ ‫الربَّا ِّن َّي َِّة ا‬ َّ ‫ط َِّة ْال ُمت َ َح ِّققَ َِّة َو ْالياَقُوت َ َِّة‬
َ ِّ‫َز ْال َحائ‬َِّ ‫ان َو ْال َم َعاني ْالفُ ُه ْو َِّم ِّب َم ْرك‬ َِّ ‫ور ْاأل َ ْك َو‬ ِّ ُ‫ب ْاألَدَمِّ ى ْال ُمت َ َك ِّونَ َِّة َون‬ َِّ ِّ‫صاح‬ َ
َِّ ‫الربَّانِّى ال َح‬
‫ق‬ َّ ‫ق‬ َِّ ‫ط َِّع ا َ ْلبَ ْر‬ َ ‫ن ْاأل َ ْس‬ َِّ ‫اح بِّ ُم ُز ْو‬ َِّ َ‫ل ْال َما ِّلئ َ َِّة األ َ ْرب‬ َِّ ‫ى الالَّمِّ َِّع َونُ ْو ِّركََ َو ْاأل َ َوانِّى ْالبُ ُح ْو َِّر مِّ نََ ُمت َ َع ِّرضَ ِّل ُك‬ ْ
َْ ‫ط ك َْونَكََ بِّ َِّه َم َِلتََ الَّ ِّذ‬ ََ ِّ‫ْال َحائ‬
‫ل اَلل ُه ََم ْال َمكَانِّى بِّأ ْم ِّكنَ َِّة‬ َِّ ‫ص‬ َ ‫س ِّل َْم‬َ ‫علَى َو‬ َ ‫ْن‬ َِّ ‫عي‬َ ‫ق‬ َِّ ‫ش مِّ ْن َها تَت َ َجلَّى الَّتِّى ْال َح‬ َُ ‫ق ع ُُر ْو‬ َِّ ِّ‫ْن ْال َحقَائ‬ َِّ ‫عي‬َ َِّ‫ارف‬ ِّ َ‫ص َراطِّ كََ ْاأل َ ْق ََو َِّم ْال َمع‬ ِّ ‫ام‬ َِّ َّ ‫األ َ ْسقَ َِّم الت‬،ْ ‫ل اَلل ُه ََم‬ َِّ ‫ص‬ َ
‫س ِّل َْم‬ ‫و‬ ‫ى‬ َ ‫ل‬‫ع‬ َ
‫ة‬
َ َ َ ِّ َ ِّ َ ِّ َ‫ع‬ ‫ل‬ْ َ
‫ط‬ َ
‫ق‬ ‫ح‬ ْ
‫ال‬ َ
‫ق‬ ‫ح‬ ْ
‫ِّل‬‫ا‬ ‫ب‬ َ
‫ز‬ِّ ْ
‫ن‬ َ
‫ك‬ ْ
‫ال‬ َ
‫م‬
ِّ َ
‫ظ‬ ‫ع‬
ْ َ ْ
‫األ‬ َِّ‫ِّك‬ ‫ت‬‫ض‬ ‫ا‬َ ‫ف‬ ‫إ‬ ََ‫ك‬
َ ِّ ِّ‫ِّ م‬ ْ
‫ن‬ ََ‫ْك‬
‫ي‬ َ ‫ل‬‫إ‬ ‫ة‬
َ َ
‫ط‬ ‫ا‬‫ح‬ ‫إ‬ َ
‫م‬ ‫س‬ ْ
‫ل‬ ‫ط‬َ
َ ِّ ِّ َ ُ ِّ ْ ‫م‬ ْ
‫ال‬ ‫ر‬ ‫و‬ ُّ ‫الن‬ ‫ى‬ َّ ‫ل‬‫ص‬َ ‫هللا‬ ُّ َ
‫ه‬ِّ َ‫ي‬ْ َ ‫ل‬‫ع‬ ‫ى‬ َ ‫ل‬‫ع‬ ‫و‬ َ
‫ه‬
َ َ ِّ ِّ ‫ل‬ َ ‫أ‬ ً َ
‫ة‬َ ‫ال‬‫ص‬َ ‫َا‬ ‫ن‬ُ ‫ف‬ ‫ر‬ ُ
ِّ َ َ ِّ ُ ‫ ِّإ‬.
‫ع‬ ‫ت‬ ‫ا‬‫ه‬‫ب‬ َ
‫ه‬ ‫َّا‬ ‫ي‬

Allaahumma shalli wa sallim ‘alaa ‘ainir rahmatir rabbaaniyyah, wal yaquutatil mutahaqqiqatil
haaithati bimarkazil fuhuumi wal ma’aani, wanuuril akwaanil mutakawwinatil aadami, shaahibil
haqqir rabbaani, al barqil astha’, bimuzuunil arbaahil maaliati likulli muta’arridin minal buhuuri wal
awaani, wanuurikal laami’il ladzii mala’ta bihii kaunakal haaitha biamkinatil makaani. Allaahumma
shalli wa sallim ‘alaa ‘ainil haqqi allatii tatajalla minhaa ‘uruusyul haqaaiqi ‘ainil maarifil aqwam
shiraatikat taamil asqam. Allaahumma shalli wa sallim ‘alaa thal’atil haqqi bil haqqi al kanzil a’dzami
ifaadhatika minka ilaika ihaathatin nuuril muthalsam shallallaahu ‘alaihi wa’alaa aalihi shalaatan
tu’arrifuna biha iyyaahu.
Ya Allah, curahkanlah rahmat dan salam-Mu kepada sumber rahmat rabbani yakni (Rasulullah SAW),
dan permata yaqut nan indah yang merangkum segenap pemahaman dan makna makna (ilmu
hikmah yang mencakup haqiqah dan ma’rifah). Manusia yang menjadi cahaya bagi seluruh mahluk,
yang memegang amanat agama Allah, yang kilau cahayanya bagaikan kilat menyambar,sebagai
limpahan rahmat dan nikmat Allah yang jumlahnya tidak terhingga, (yang mana belkiau) menjadi
tumpuan harapan para Nabi dan Wali, dan kilat cahayamu memenuhi alam semesta, yang mana
dengan cahaya tersebut engkau terangi seluruh mahluk yang tersebar disegala penjuru.

Ya Allah, curahkanlah rahmat dan salam-Mu kepada sumber kebenaran, yang dengannya engkau
tampakkan singgasana hakekat, sumber pengetahuan yang kokoh, jalan agama-Mu yang sempurna
dan paling lurus.

Ya Allah, curahkanlah rahmat dan salam-Mu kepada juru penerang (Nabi Muhammad) yang
mengangkat / memperkenalkan (kepada seluruh mahluk) kebenaran (Agama Islam) dengan cara
yang benar (haq), perbendaharaan yang agung, yang mendapat curahan rahmatMu dariMu dan
untukMu, dengan liputan cahaya (petunjuk) yang mengandung rahasia hakekat ketuhanan (yang
terkandung dalam hakekat Al Muhammadiyyah). semoga rahmat Allah selalu tercurah kepadanya
dan atas keluarganya, yaitu rahmat yang mengantarkan kami menjadi ma’rifah kepada Beliau (Nabi
Muhammad SAW dengan segenap rahasia dan keagungannya).

Setelah selesai membaca yang ke 12 lalu dilanjutkan dengan membaca :

َ ُ‫علَى ي‬
َ‫صل ْونََ َو َمالَئِّ َكت َ َهُ َّ هللا ِّإ َّن‬ َ ‫صل ْوا أ َمنُ ْوا يَاأَي َهاالَّ ِّذيْنََ النَّبِّى‬
ََ ‫علَ ْي َِّه‬ َ ‫صلَّى َو‬
َ ‫س ِّل ُموا‬ َ ‫علَ ْي َِّه‬
َ ،‫هللاُ ت َ ْس ِّل ْي ًما‬ َ ‫ت َ ْس ِّل ْي ًما َوسلَّ ََم َوصحْ بِّ َِّه أ ِّل َِّه ِّو‬، ََ‫س ْب َحان‬
َ ‫علَى‬ ُ
ََ‫ب َربِّك‬ َِّ ‫ع َّما ْالع َِّّزَةِّ َر‬
َ ََ‫صفُ ْون‬ َ ‫علَى َو‬
ِّ َ‫سالَمَ ي‬ َ ََ‫سلِّين‬ ْ ‫ب لل َو ْال َح ْم َُد‬
َ ‫ال ُم ْر‬، َِّ ‫الم ِّّيْنََ َر‬
َ َ ‫ع‬ ْ
‫ال‬،

Innallaaha wamalaaikatahu yushalluuna ‘alan nabi, yaa ayyuhalladziina aamanu shalluu ‘alaihi
wasallimuu tasliima. Shallallaahu ‘alaihi wa ‘alaa aalihi washahbihi wasallama tasliima. Subhaana
rabbika rabbil ‘izzati ‘amma yashifuun, wasalaamun ‘alall mursaliin, walhamdu lillaahi rabbil
‘aalamiin.

Sesungguhnya Allah dan para malaikatnya bershalawat kepada Nabi, wahai orang orang yang
beriman, bershalawatlah kepada nabi, dan berilah salam kepadanya dengan penuh hormat. Semoga
rahmat Allah dan keselamatan yang sempurna tercurah kepadanya dan keluarga serta sahabatnya.
Maha suci Tuhanmu, Tuhan yang Maha Mulya (terbebas) dari segala sifat yang diberikan oleh musuh
musuh-Nya, dan salam sejahtera kepada para utusan Allah, dan segala puji bagi Allah yang menjadi
pemelihara alam semesta.

Kemudian membaca kalimat tawassul dan doa :

‫سيِّدِّى‬َ ‫ل يَا‬ََ ‫س ْو‬


ُ ‫ار‬ َ َ‫ن نِّيََابَ َةً إِّلَيْكََ مِّ نِّى َه ِّديَّةَ َه ِّذَِّه هللاَِّ ي‬ َْ ‫ع‬َ ‫سيِّدِّي‬ َ ‫ْخ‬َِّ ‫شي‬ َّ ‫ْن أَحْ َم ََد ال‬َِّ ‫ي التِّ َجانِّي ُم َح َمدَ ب‬ ََ ‫ض‬ ِّ ‫ع ْن َهُ ُّ هللا َر‬ َ ، ََ‫ضلِّك‬ ْ َ‫َوك ََرمِّ كََ فَا ْقبَ ْل َهابِّف‬
‫س ِّيدِّي‬َ ‫ل َيا‬
ََ ‫س ْو‬ُ ‫ار‬ َ ‫صلَّى هللاَِّ َي‬ َ ُ‫هللا‬َ ََ‫علَيك‬ َ ‫علَى‬ َ ‫ص َحا ِّبكََ أَلِّكََ َو‬ ْ ‫اجكََ َوأ‬ ِّ ‫وذُ ِّريَتِّكََ َوأ َ ْز َو‬.
َ ‫س ِّي َدنَا هللا َجزَ ى‬ َ ‫عنَّا‬َ ‫ش ِّف ْي َعنَا َ َونَ ِّب َّينَا‬َ ‫س ِّي َدنَا َر ِّبنَا ِّع ْن ََد َو‬
َ
‫صلَّى ُم َح َّمدًا َو َم ْولَنَا‬ َ ‫هللا‬ َ
‫ه‬
ِّ ‫ي‬
ْ َ ‫ل‬‫ع‬ َ
‫م‬ َّ
َ َ َ َ َ ‫ل‬‫س‬ ‫و‬ َ
‫ل‬
َ ‫ض‬ ْ
‫ف‬ ‫أ‬ ََ‫از‬ ‫ج‬ ‫ا‬‫م‬ َ
‫ه‬
ِّ ‫ب‬
َ َ ِّ ِّ َ َّ‫ًّا‬ ‫ي‬‫ب‬‫ن‬
َ َ
‫ن‬ْ ‫ع‬ َ
‫ه‬
ِّ ‫ت‬
ِّ ‫م‬ُ ‫أ‬، ‫ى‬ َ‫ز‬ ‫ج‬
َ ُ َ
‫هللا‬ ‫ا‬ َّ ‫ن‬‫ع‬َ ‫َا‬ ‫ن‬‫د‬َ ‫ي‬ ‫س‬
ِّ َ َ َ
‫ا‬ ‫َن‬ ‫ت‬‫ْو‬ ‫د‬ ُ ‫ق‬ ‫و‬ َ َ
‫ا‬
َ َ َ َ َ ِّ ِّ‫ن‬‫م‬‫ا‬ ‫م‬ ِّ ‫ا‬‫و‬ ‫ى‬ َ ‫ل‬‫إ‬ ِّ ‫هللا‬
َ َ
‫ب‬ ْ
‫ط‬ ُ ‫ق‬ ْ
‫ال‬ َ
‫م‬ ُ ْ ْ
ِّ ْ َ ‫أ ِّبى‬
‫و‬ ‫ت‬‫ك‬ ‫م‬‫ال‬
َ
َ ِّ ‫ْن أحْ َم ََد العَب‬
‫َّاس‬ َِّ ‫ي التِّ َجانِّى ُم َح َّمدَ ب‬ ََ ‫ض‬ َ ُ‫ع ْن َه‬
ِّ ‫هللاُ َر‬ ْ
َ ‫ال َجزَ اءَِّ َخي ًْرا‬، ‫هللاُ َجزَ ى‬ َ ‫عنَّا‬ َ َ‫سيِّ َدنَا َ َخ ِّل ْيفَ َة‬ َ ‫ي‬ ََ ‫ض‬ ِّ ‫ع ْن َهُ هللا َر‬ َ ‫سيِّدِّى‬ َ ‫اج‬ ْ
َِّ ‫ع ِّليًّا اَل َح‬
َ ‫ي َح َر ِّاز َِّم‬
ََ ‫ض‬
ِّ ‫َر‬
‫عن َهُ هللا‬ َ ْ
َ ‫ال َجزاءَِّ َخي َْرا‬، ‫عنا هللا َجزَ ا‬ َّ َ ‫سا َدتَنَا‬َ ‫ام‬ ْ ْ َ ْ
َِّ ‫ن لنَا َوال ُم ِّف ْي ِّديْنََ لنَا ال ُم ِّجي ِّْزيْنََ ال َِّك َر‬ َ َ ْ
َ‫ع‬ َ
َ ‫سيِّدِّنَا‬ َ ‫ي‬ ََ ‫ض‬ ِّ ‫عن َهُ هللا َر‬ َ ‫َيرا‬ َ ‫ال َجزَ اءَِّ خ‬،

َ‫ضا َدائ َِّرةَِّ فِّى َو ِّإيَّا ُه َْم غَمِّ سْنَا َ ألل ُه َم‬ َ ‫الر‬
ِّ ‫ان‬ َِّ ‫الرض َْو‬ ِّ ‫ل َدائ َِّرَةِّ فِّى َو ِّإيَّا ُه َْم َوأ َ ْغ ِّر ْقنَا َو‬ َِّ ‫ض‬ْ َ‫َان الف‬ ِّ ْ ‫و‬،
َِّ ‫ال ْمتِّن‬ َ ‫ن اَلل ُه ََّم‬ َْ ِّ‫عتَنَا أَم‬
َ ‫عت َ ُه َْم َر ْو‬
َ ‫ل َو َر ْو‬ َْ ِّ‫عثْ َرتَنَا َوأق‬
َ
‫عث َرت َ ُهم‬ ْ َ ‫ف َو‬ ُ ْ ً
َْ ‫عا ًما لطفا َوبِّ ِّه َْم بِّنَا َوالط‬ْ ُ َ ‫صا‬ ً ْ ُ َ َ
ً ‫علينَا َمال ُه َْم َوأ َِّد َولطفاخَا‬ َ َ ََ‫ق مِّ ن‬ ُ
َِّ ‫ت ال ُحق ْو‬ َِّ ‫ن َوالتَبِّعَا‬ َْ ِّ‫ن م‬
َِّ ِّ‫ض َرحْ َمتِّكََ خَزَ اء‬ َ ِّ ْ‫ض ِّّلِّكََ بِّ َمح‬ ْ َ‫ف‬
ََ‫ل َياذَا َومِّ نَّتِّك‬
َِّ ‫ض‬ ْ َ‫ن ْال َج ِّسي َِّْم ْالف‬ َِّ ‫س ْب َحانََ آمِّ يْن ْالعَظِّ ي َِّْم َو ْال َم‬ ََ‫ك‬ ‫ب‬ ‫ر‬
ُ ِّ َ ِّ َ ِّ َ
‫ب‬ ‫ر‬ َ
‫ة‬ َّ
‫ِّز‬‫ع‬ ْ
‫ال‬ ‫ا‬‫م‬ ‫ع‬ ََ‫ن‬‫و‬ ُ ‫ف‬‫ص‬
َّ َ ْ ِّ َ َ َ َ ‫ي‬ ‫م‬
َ َ ‫ال‬‫س‬ ‫و‬ ‫ى‬ َ ‫ل‬‫ع‬ ََ‫ْن‬
‫ي‬ ‫ل‬ ‫س‬ ‫ر‬
ِّ َ ْ ُ ‫م‬ ْ
‫ال‬، ُ
َ
‫د‬ ‫م‬ ‫ح‬
َْ َ ْ
‫ال‬‫و‬ ِّ ‫لل‬
َ ََّ ‫ب‬
ِّ ‫َر‬
ََ‫العَالَمِّ يْن‬،ْ

Ya sayyidi ya Rasuulallah, haadzihi hadiyatun minni ilaika niyabatan ‘an Sayyidi Syaikh Ahmada bin
Muhammad At Tijani radliyallaahu ‘anhu, faqbalhaa bifadhlika wakaramika ya sayyidii ya Rasulallah,
shallallaahu ‘alaika wa’alaa aalika wa ashhabika wa azwaajika wa dzurriyyatika. Jazallaahu ‘anna
sayyidana wa nabiyyana wa maulaana Muhammadan shallallaahu ‘alaihi wa sallama khairal jaza’,
jazallaahu ‘anna sayyidana wa qudwatana, wa imaamana ilallaahi, Abil ‘Abbaasi Ahmad bin
Muhammad At Tijany radhiyallaahu ‘anhu khairal jaza’. Jazallaahu ‘anna khalifati Sayyidana
radliyallaahu ‘anhu, sayyidi Al Haji Aliyan Haraazim radhiyallaahu ‘anhu khairal jaza’. Jazallaahu
‘annaa saadaatanal kiram, al mujiiziina lanaa wal mufiidiina lana ‘an sayyidi radhiyallaahu ‘anhu
khairal jazaa’.

Allahumma ghammisnaa wa iyyaahum fii daairatir ridhaa war ridwaan, wa aghriqna wa iyyaahum fii
daairatil fadhli wal imtinaan. Allahumma aamin raw’atana wa raw’atahum, wa aqil ‘atsratanaa wa
‘atsratahum, waltuf binaa wa bihim luthfan ‘aaman wa luthfan khaashan, wa addi maa lahum ‘alaina
minal huquuqi wat tabi’aati min hazaaini rahmatika bimahdhi fadhlika wa minnatika yaa dzal fadhlil
jasiimi wal mannil ‘adziimi, aamiin….. Subhaana rabbika rabbil ‘izzati ‘amma yashifuun, wasalaamun
‘alall mursaliin, walhamdu lillaahi rabbil ‘aalamiin.

Wahai junjunganku ya Rasulallah, inilah hadiah dari kami kepadamu dengan niatan mewakili Sayyidi
Syeikh Ahmad bin Muhammad At Tijani ra. maka terimalah dengan keutamaan dan kemulyaanmu
wahai junjunganku ya Rasulallah, semoga rahmat Allah senantiasa tercurah kepadamu, dan atas
keluarga, sahabat, isteri dan keturunanmu. Semoga Allah berkenan memberi balasan dari kami
kepada junjungan kami, nabi dan tuan kami Muhammad SAW dengan balasan yang terbaik.
Semoga Allah berkenan memberi balasan dari kami kepada junjungan kami, panutan dan pemimpin
kami Ahmad bin Muhammad At Tijany ra, dengan balasan yang terbaik. Semoga Allah berkenan
memberi balasan dari kami kepada khalifahnya, sayyidi Al Haji Ali Harazim dengan balasan yang
terbaik. Semoga Allah berkenan memberi balasan dari kami kepada para junjungan kami yang
mulya,( yaitu para khalifah dan muqaddam) yang telah memberikan izin dan manfaat kepada kami
dari junjungan kami Sayyidi Ahmad At Tijany, radhiyallaahu anhu, dengan balasan yang terbaik.

Ya Allah, celupkanlah kami dan mereka semua kedalam lingkungan yang ridha dan penuh keridhaan,
dan karamkan kami dan mereka kedalam lingkungan keutamaan dan kesempurnaan, Ya Allah,
peliharalah (amankanlah) tanggung jawab kami dan mereka, dan kasihanilah kami dan mereka
dengan kelembutan (kasih sayang) secara umum maupun khusus, dan berilah kami dan mereka
karunia dari gudang rahmat-Mu berkat beningnya keutamaan dan pertolonganMu, wahai Dzat
pemilik keutamaan besar dan karunia yang agung. Amin.
.

Maha suci Tuhanmu, Tuhan yang Maha Mulya (terbebas) dari segala sifat yang diberikan oleh musuh
musuh-Nya, dan salam sejahtera kepada para utusan Allah, dan segala puji bagi Allah yang menjadi
pemelihara alam semesta.

Catatan penting.

1.Tata cara wirid dan dzikir, khususnya wirid wadzifah dan hailalah yang ada pada risalah ini adalah
tata cara wadzifah dan hailalah sebagaimana dilaksanakan di Zawiyah Sayyidi Syeikh di Kota Fas
Maroko. Zawiyah yang menjadi induk semua zawiyah Thariqah At Tijani di seluruh dunia.

Kalau ada perbedaan tata cara wirid, selama itu ada dasar dan penjelasan tertulis dalam kitab
kitab Tijani yang mu’tabar, mohon jangan dipermasalahkan dan jangan dibesar besarkan serta
dijadikan alasan perpecahan. Karena perbedaan pendapat dan ijtihad dalam Islam itu rahmat,
demikian juga dalam thariqah At Tijaniyah.

Antara bacaan istighfar (khusus wadzifah) dan shalawat faith serta antara bacaan kalimat tahlil
dan shalawat jauharatul kamal tidak ada bacaan:

ََ‫س ْب َحان‬ َِّ ‫ع َّما ْالع َِّّزَِّة َر‬


ُ ََ‫ب َر ِّبك‬ َ ََ‫صفُ ْون‬ َ ‫علَى َو‬
ِّ ‫سالَمَ َي‬ َ ََ‫سلِّين‬ ْ ‫ب لل َوا ْل ّْ َح ْم َُد‬
َ ‫ال ُم ْر‬، َِّ ‫الم ِّّيْنََ َر‬ ْ
َ ‫ال َع‬،

Subhaana rabbika rabbil ‘izzati ‘amma yashifuun, wasalaamun ‘alall mursaliin, walhamdu lillaahi
rabbil ‘aalamiin.

Mengapa demikian?.. ya inilah yang dicontohkan oleh Sayyidi Syeikh Ahmad bin Muhammad At
Tijani ra. Dalilnya ada pada bab pembahasan auradul lazimah. Halaman 94 dan seterusnya.
4. Shalawat jauharatul kamal yang ada di dalam kitab “Al Fathur Rabbani” yang ditulis oleh Syd
Muhammad bin Abdullah bin Husnayaini Asy Syafi’i Ath Thasfawi At Tijani tetulis kalimat : “Bi
muzuunil aryaahi” sedangkan di kitab kitab lain seperti di Jawahirul ma’ani, Rimah dan lain lain
tertulis: “Bi muzuunil arbaahi”.

Menurut Sayyid Ahmad bin Muhammad bin Salim Barraadah cucu kelima dari Sayyidi Ali Harazim
Barraadah ra, dan di tegaskan juga oleh Sayyidi Asy Syarif Muhammad Al Kabiir At Tijani ra, cucu
kelima dari Sayyidi Syeikh Ahmad At Tijani ra, yang menjabat sebagai Khalifah ‘aam Thariqah At
Tijaniyah saat ini; yang benar adalah yang ada dalam kitab Jawahirul Ma’ani (kitab yang ditulis
berdasarkan imla’ / dikte langsung dari Sayyidi Syeikh ra. dan Rimah serta lainnya yaitu: “Bi muzuunil
arbaahi”.

Kalimat : “Bi muzuunil aryaahi” yang ada dalam kitab Al Fathur Rabbani sebenarnya terjadi karena
semata mata “salah cetak” oleh percetakan yang seharusnya huruf ba’ ditulis dengan huruf ya’.
Bukan kesalahan dan kesengajaan Syd Muhammad bin Abdullah bin Husnayaini Asy Syafi’I Ath
Thasfawi At Tijani selaku penulis kitab.

5. Oleh karena itu Sayyid Ahmad bin Muhammad bin Salim Barraadah cucu kelima dari Sayyidi Ali
Harazim Barraadah ra, dan Sayyidi Asy Syarif Muhammad Al Kabiir At Tijani ra, cucu kelima dari
Sayyidi Syeikh Ahmad At Tijani ra, yang menjabat sebagai Khalifah ‘aam Thariqah At Tijaniyah saat
ini. Beliau menghimbau agar mengikuti keterangan yang di tulis oleh Sidi Ali Harazim ra. dalam kitab
Jawahirul Ma’ani, karena memang itulah yang benar dan sesuai dengan yang diamalkan oleh Sayyidi
Syeikh Ahmad Tijani ra.

Wallaahu a’lam.
3. Dzikrul Hailalah ( ba’dal ‘Asri yaumil Jum’ah)

Niat (dibaca pelan dan dimantapkan kedalam hati).

َ ‫ط ِّر ْيقَ َِّة اَلتِّ َجانِّيَ َِّة ْال ُج ْمعَ ِّةفِّى‬


َُ‫ط ِّر ْيقَتِّنَا َه ْيلَلَ َِّة ِّذ ْك َِّر بِّأ َ َداءَِّ تَعَالَى إِّلَىاللَِّ التَعَب ََد ن ََويْت‬ َ َ‫ش ْكرَ َح ْمد‬ َ ِّ‫تَعَالَى للَِّ َواحْ ت‬
ُ ‫سابًا إِّ ْي َمانًا َو‬

Nawaitu ta’abbuda ilallaahi ta’ala, bi adaai dzikrul hailalati yaumil jum’ati fii thariiqatina At Tijaniyati,
thariiqati hamdin wa syukrin iimaanan wahtisaaban lillaahi ta’ala.

Saya niat ibadah kepada Allah, dengan melaksanakan dzikir hailalah hari Jum’at, dalam thariqah At
Tijaniyah, thariqah memuji dan bersyukur, dengan landasan iman dan melaksanakan perintah-Nya,
karena Allah Yang Maha luhur.

Membaca suratul Fatihah 1x.

Membaca Al Fatih 1x lalu membaca:


ََ‫س ْب َحان‬ َِّ ‫ع َّما ْالع َِّّزَِّة َر‬
ُ ََ‫ب َر ِّبك‬ َ ََ‫صفُ ْون‬ َ ‫علَى َو‬
ِّ ‫سالَمَ َي‬ َ ََ‫سلِّين‬ ْ ‫ب لل َوا ْل ّْ َح ْم َُد‬
َ ‫ال ُم ْر‬، َِّ ‫الم ِّّيْنََ َر‬ ْ
َ ‫ال َع‬،

Subhaana rabbika rabbil ‘izzati ‘amma yashifuun, wasalaamun ‘alall mursaliin, walhamdu lillaahi
rabbil ‘aalamiin.

“Maha suci Tuhanmu, Tuhan yang Maha Mulya (terbebas) dari segala sifat yang diberikan oleh
musuh musuh-Nya, dan salam sejahtera kepada para utusan Allah, dan segala puji bagi Allah yang
menjadi pemelihara alam semesta”.

4. Membaca “laailaaha illallah“

َ‫لَ آلإِّل َه‬


َ ِّ‫هللا إ‬

atau membaca lafal ( ‫) هللا‬atau kedua duanya tanpa dihitung sampai maghrib. Kalau dihitung maka
bacalah sebanyak 1600 x / 1500 x / 1200 x / paling sedikit 1000 X tidak boleh kurang, lalu akhiri
dengan lafadz:

َ‫لَ آلإِّل َه‬ َُ ‫سو‬


َ ِّ‫هللا إ‬، َ‫ل ُم َح َمد‬ ََ ‫سالَ َُم‬
ُ ‫ هللا َر‬، ‫عليَ َِّه‬ َ ‫ هللا‬،

Laaailaaha illallaah…, Muhammadur Rasulullah…. ‘alaihi salaamullaah…

yang dibaca dengan keras dan panjang

Tiada Tuhan selain Allah, Baginda Nabi Muhammad utusan Allah, kepadanya salam sejahtera dari
Allah
.

Lalu diteruskan dengan membaca:

َ‫الَ َّ هللا ِّإ َّن‬ َ ُ‫علَى ي‬


َ ‫صل ْونََ ئِّ َكت َ َهُ َو َم‬ َ ‫علَ ْي َِّه أ َمنُوا الَّ ِّذيْنََ ي َها يَاَأ َ النَّبِّى‬
َ ‫صل ْوا‬
َ ‫س ِّل ُموا‬َ ‫صلَّى َو‬ َ ‫علَ ْي َِّه‬
َ ،‫هللاُ ت َ ْس ِّل ْي ًما‬ َ ‫ت َ ْس ِّل ْي ًما َوسلَّ ََم َوصحْ بِّ َِّه أ ِّل َِّه ِّو‬،
َ ‫علَى‬
ََ‫س ْب َحان‬ُ ََ‫ب َر ِّبك‬َِّ ‫ع َّما ْالع َِّّزَِّة َر‬
َ ََ‫صفُ ْون‬
ِّ ‫سالَمَ َي‬ َ ‫علَى َو‬ َ ََ‫سلِّين‬ َ ‫ال ُم ْر‬،ْ ‫ب لل َو ْال َح ْم َُد‬
َِّ ‫الم ِّّيْنََ َر‬ ْ
َ ‫ال َع‬،

Innallaaha wamalaaikatahu yushalluuna ‘alan nabi, yaa ayyuhalladziina aamanu shalluu ‘alaihi
wasallimuu tasliima. Shallallaahu ‘alaihi wa ‘alaa aalihi washahbihi wasallama tasliima. Subhaana
rabbika rabbil ‘izzati ‘amma yashifuun, wasalaamun ‘alall mursaliin, walhamdu lillaahi rabbil
‘aalamiin.

Sesungguhnya Allah dan para malaikatnya bershalawat kepada Nabi, wahai orang orang yang
beriman, bershalawatlah kepada nabi, dan berilah salam kepadanya dengan penuh hormat. Semoga
rahmat Allah dan keselamatan yang sempurna tercurah kepadanya dan keluarga serta sahabatnya.
Maha suci Tuhanmu, Tuhan yang Maha Mulya (terbebas) dari segala sifat yang diberikan oleh musuh
musuh-Nya, dan salam sejahtera kepada para utusan Allah, dan segala puji bagi Allah yang menjadi
pemelihara alam semesta.

Tahtim / ditutup dengan do’a.

====$$$$$$OOO$$$$$$===
Beberapa masalah

Yang berkaitan dengan Aurad danTawassul dalam Kaifiyah Aurad Thariqah At Tijaniyah.

Dalam kaifiyah Aurad At Tijaniyah sebagaimana tertulis dalam buku ini, tidak kita temui kalimat
tawassul dengan:

‫ض َرةَِّ إلَى‬ َ َ‫صلَّى ُم َح َّمد‬


َ ‫س ِّي ِّدنَا النَّ ِّب‬
َ ‫ي ِّ َح‬ َ ‫سلَّ ََم‬
َ ‫علَ ْي َِّه هللا‬ َ ‫الخ َو‬

Bagaimana hukumnya ?…

Jawab : Pada buku yang alfaqir tulis sebelumnya, memang tercantum dalam kaifiyah wirid, kalimat
tawassul sebagaimana dimaksud. Hal ini karena pemahaman penulis masih mengacu pada kebiasaan
umumnya kaum nahdliyyin berdzikir baik perorangan maupun berjamaah. Hal ini juga dilakukan oleh
para Muqaddam Tijani terdahulu karena memang seperti itulah kebiasaan yang ada di Indonesia.
Tapi setelah alfaqir (penulis) berkunjung langsung bersama rombongan para Muqaddam ke Zawiyah
Sayyidi Syeikh Ahmad Tijani di kota Fas Maroko, dan selama beberapa hari berjamaah wadzifah dan
terahir ijtima’ Hailalah, ternyata cara tawassul seperti umumnya kaum Nahdliyyin di Indonesia itu
disana tidak ada. Setelah kami baca kitab kitab Thariqah At Tijaniyah jaga tidak kami temui.

Ketika Sayyid Ahmad Al Hadi At Tunisi berkunjung ke Indonesia, beliau sempat membaca buku
Risalah Singkat Thariqah At Tijaniyah yang Al Faqir tulis, dan ketika sampai pada bab kaifiyah dzikir
beliau memberi tahu alfaqir bahwa tawassul dengan kalimat “Ilaa hadlaratin nabi dst….” Tidak
dikenal dalam thariqah At Tijaniyah, dan panutan / imam kita Sayyidi Syeikh Ahmad Tijani ra (pendiri
Thariqah Tijani ini) dan para khalifahnya tidak pernah berbuat seperti itu.
Namun alfaqir tidak menyangkal apalagi mengingkari kaifiyah tersebut. Karena setelah kami teliti
dengan mengacu pada ayat ayat Al Qur’an dan riwayat hadits tentang adab berdoa, disana tersirat
kaifiyah tawassul tersebut. Jadi kalau langsung anjuran tawassul dengan kalimat: “Ilaa hadlaratin
nabi dst….” Memang tidak kita temui (tidak ada). Tapi kalimat kalimat ; baik ayat ayat Al Qur’an
maupun riwayat hadits yang maknanya mengacu pada tawassul tersebut ada.

Jadi cara tawassul dengan kalimat: “Ilaa hadlaratin nabi dst….” Sebagaimana para ulama dan
masyarakat Nahdliyyin lakukan dalam hal ini tidak perlu diperdebatkan. Tapi cara tersebut adalah
produk ulama diluar Thariqah At Tijaniyah. Kalau kita mau bertawassul dengan cara yang biasa
dilakukan oleh Sayyidi Syeikh ra, dan para khalifah serta para muqaddam dan murid muridnya, ya
seperti yang di buku inilah caranya.

Bagaimana kaifiyah tawassul yang benar dalam Islam juga dalam Thariqah At Tijaniyah maupun
lainnya ?…

Jawab : Hakekat tawassul yang paling shahih adalah berbai’at. Bai’atnya orang masuk Islam itu
membaca syahadatain, bai’atnya masuk thariqah adalah perjanjian untuk melaksanakan wirid
khusus sesuai dengan syarat dan rukun yang ditentukan oleh masing masing thariqah.
Bagi pengamal thariqah, dengan bai’at tersebut kita dijamin wusul (sampai) kehadirat Allah SWT,
melalui pintu rahmat terbesar pilihan-Nya yaitu Rasulullah SAW. Jadi jika kita mengerjakan wirid dan
semua rangkaian ibadah kita baik yang wajib maupun sunnah, semua berada dalam jaminan
Rasulullah SAW dan Wali Quthub yang mendapat mandat / amanat dari Rasulullah SAW. Walaupun
ketika kita akan berdzikir tidak membaca fatihah lebih dulu pada mereka. Karena dalam bai’at
tersebut terkandung kesanggupan untuk menerima semua syarat dan rukun dan beribadah sesuai
dengan kaifiyah yang telah ditentukan secara paten tanpa ada pengurangan dan penambahan.

Contoh dalam kaifiyah ibadah mahdha, yaitu shalat lima waktu serta shalat shalat sunnah lainnya.
Jika kita kerjakan dengan benar sesuai syarat syarat dan rukun yang ditentukan dalam kaedah syar’i,
yakni sesuai dengan contoh ibadah Rasulullah SAW, maka shalat kita shah atau benar dan jika kita
khusyu’ dan ikhlas maka Allah SWT berkenan menerimanya dan memberi pahala. Disitu kita lihat
sejak takbir sampai salam tidak ada tawassul pakai “Ilaa hadlaratin nabi dst….” Jika yang wajib saja
tidak pakai “Ilaa hadlaratin nabi dst….” Apalagi yang bersifat sunnah seperti wirid wirid ikhtiari dan
doa doa. Karena hakekat tawassul adalah itba’ (ikut atau mencontoh) cara ibadah orang yang kita
ikuti, yaitu Rasulullah SAW dan Sayyidi Syeikh ra.

Contoh kongkritnya, missal seseorang yang dilantik / diangkat menjadi pegawai negeri sipil di
Departemen Agama. Dalam pelantikan tersebut dia bersumpah setia untuk melaksanakan semua
kewajiban dan menjauhi semua larangan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Depag. Maka
sejak waktu itulah dia telah bekerja sebagai aparatur Negara dengan spesifikasi (kekhususan) kerja di
departemen tersebut. Tentu saja orang tersebut mendapatkan jaminan baik berupa gaji pokok,
tunjangan serta pendapatan lain yang halal serta jaminan pensiun di hari tua. Dalam bekerja dia
tidak harus nyebut nyebut nama Presiden dan Menteri Agama terus menerus, tapi yang ia kerjakan
adalah porsi kerja Presiden yang diamanatkan kepada Menteri Agama.

Demikan halnya orang masuk dan berbai’at thariqah. Mereka telah berjanji untuk melaksanakan
wirid thariqah dengan semua syarat dan rukunnya yang berasal dari Rasulullah SAW dan
diamanatkan kepada Sayyidi Syeikh ra. jika mereka melaksanakan tugas dan kewajiban dengan baik,
maka ia berhak pada seluruh jaminan yang telah ditentukan, tanpa harus nyebut terus menerus
Rasulullah SAW dan Sayyidi Syeikh ra.
Lalu bagaimana ibadahnya orang awam yang tidak masuk thariqah?… Jawabnya: ibadah mereka
kemungkinan diterima dan berpahala tetap ada, sebagaimana penduduk Indonesia yang bukan
pegawai negeri. Orang swasta jika bekerja dengan baik tetap akan dapat penghasilan sesuai dengan
jenis dan jam kerjanya, kalau kerja dapat tapi kalau tidak (nganggur) tidak dapat. dengan catatan
tidak tertipu, tidak ada penyakit atau bencana (pada usaha pertanian). Berbeda dengan pegawai
negeri, ketika libur, sakit atau ada hal lain yang menyebabkab tidak bisa kerja. Mereka tetap dapat
gaji penuh tanpa ada potongan. Demikian pula para pengamal thariqah, mereka adalah pegawai
Allah SWT. Yang tetap dapat jaminan pahala walaupun pada suatu saat mereka tidak dapat
melaksanakan wirid karena sakit atau sebab udzur lain yang dibenarkan oleh syar’i.

Apakah bertawassul itu harus dengan membaca surah Al Fatihah ?…

Jawab : tidak harus. Cara demikian hanyalah salah satu dari sekian banyak cara bertawassul yang
ada. Yang mana cara ini diambil dari pemahaman terhadap isyarah isyarah yang terkandung dalam
ayat ayat Al Qur’an dan riwayat Hadits yang berkenaan dengan adab berdoa. Sedangkan ayat ayat Al
Qur’an maupun riwayat hadits yang secara sorih menyuruh membaca surah Al Fatihah dan
dihadiahkan pahalanya kepada Nabi dan para Awliya’ dalam rangka tawassul sampai saat ini alfaqir
belum pernah bertemu dengan dalilnya.

Hadits tawassul yang shahiih dan sorih yang alfaqir jumpai adalah hadits riwayat Imam Bukhari dan
Imam Muslim yang menceriterakan tentang tiga orang yang terperangkap dalam gua. Mereka
berdoa kepada Allah SWT dengan menyebut amal baik yang pernah dilakukan oleh mereka, dan doa
mereka qabul sehingga bisa keluar dari dalam gua dengan selamat.
Bagaimana hukumnya bertawassul kepada lebih dari satu nabi dalam berdoa untuk minta syafaat,
seperti kalimat berikut:

‫ض َرةَِّ إلَى‬ َ َ‫صلَّى ُم َح َّمد‬


َ ِّ‫سيِّ ِّدنَا النَّب‬
َ ‫ي ِّ َح‬ َ ‫سلَّ ََم‬
َ ‫علَ ْي َِّه هللا‬ َ ‫ض َرَةِّ إِّلَى ث ََُّم َو‬ َ ‫… الخ ْال ُمقَ َّربِّيْنََ َو ْال َمالَئِّ َك َِّة َو ْال ُم ْر‬..
َ ‫س ِّليْنََ األ َ ْنبِّيَاءَِّ مِّ نََ إِّحْ َوانِّ َِّه َحمِّ يْعَِّ َح‬

Jawab : Hakekat tawassul adalah minta pembelaan (syafaat), kalau ibarat dalam perjalanan adalah
minta antar agar sampai tujuan dengan selamat. oleh karena itu tidak logis jika satu orang diantar
oleh dua orang dengan cara berbeda.Yang satu ngajak pakai bus satunya ngajak pakai kereta.
Apalagi harus diantar oleh banyak pengantar yang masing masing punya konsep sendiri sendiri. Dan
seorang pengantar yang sempurna dan bertanggung jawab, tidak mau mengantar orang yang sudah
diantarkan orang lain. Atau ngantar orang yang masih tolah toleh untuk mencari pengantar lain.

Inti dari semuanya, tidak ada suami yang mau diduakan oleh istri istrinya, tidak ada seorang guru
(wali) yang mau diduakan oleh murid muridnya, juga tidak ada seorang Nabipun yang mau diduakan
oleh ummatnya, dan Allah SWT paling benci dengan adanya sekutu bagi-Nya, sesuai firman-Nya:

َ‫هللا ِّإ َّن‬ َُ ‫أن لَ َي ْغف‬


ََ ‫ِّر‬ َُ ‫ن ذَلِّكََ َماد ُْونََ َو َي ْغف‬
َْ ََ‫ِّر ِّب َِّه يُ ْش َرك‬ َْ ‫عظِّ ْي ًما ِّإثْ ًما ا ْفت ََرى فَقَ َِّد ِّباللَِّ يُ ْش ِّر‬
َْ ‫ك َومن َيشَا َُء ِّل َم‬ َ ( ‫النساء‬: 48)

“Sesungguhnya Allah SWT tidak akan memberi ampunan kepada semua dosa akibat syirik dan
berkenan memberi ampunan atas semua dosa dari selain syirik bagi mereka yang dikehendaki. Dan
barang siapa menyekutukan Allah, maka dia telah berbuat dosa yang sangat besar” (QS. An Nisa’:48)
َ‫ل قَا َل‬ ُ ‫صلَّى هللاَِّ َر‬
َُ ‫س ْو‬ َ ُ‫هللا‬ َ ‫سلَّ ََم‬
َ ‫علَ ْي َِّه‬ َ َُ‫ن ِّإلَ ْي َِّه أ َ َحبَ أ ُك ْونََ َحتَّى أ َ َح ُد ُك َْم لَيُؤْ مِّ ن‬
َ ‫و‬: َ ِّ َّ‫)البخاري رواه( أَجْ َم ِّعيْنََ َوالن‬
َْ ِّ‫اس َو َولَ ِّدَِّه َوا ِّل ِّدَِّه م‬

Rasulullah SAW bersabda: “Tidak sempurna iman siapapun diantara kalian sampai menjadikan aku
lebih kalian cintai dari pada orang tua mereka, anak anak mereka dan manusia semuanya”. (HR.
Bukhari).

Allah SWT menetapkan syarat kesetiaan dalam iman yaitu bertauhid hanya kepada Allah SWT tanpa
ada sekutu bagi-Nya. Sedangkan Rasulullah SAW menetapkan syarat untuk kesempurnaan iman
seseorang yaitu dengan mencintai beliau sampai ahir hayat dengan cinta tulus dan suci diatas kadar
cinta kepada siapapun selain beliau. Beriman dan mencintai para nabi adalah kewajiban setiap
muslim, tapi untuk bertawassul dan mengikuti agama para nabi terdahulu walau sedikit sekalipun
tidak boleh. Karena agama Islam adalah agama yang paling sempurna sedangkan Nabi kita juga yang
paling mulia dan paling sempurna syafaatnya dunia akhirat. Sehingga dalam beribadah kita tidak ada
kepentingan untuk bertawassul pada nabi lain, cukup, cukup dan cukup bertawassul pada Rasulullah
SAW.

Andai syariah membolehkan untuk bertawassul pada para nabi disamping bertawassul kepada
Rasulullah SAW, bagi kita yang tidak bertawassul kepada nabi lain dalam ibadah, maka kita tidak
akan kena resiko apapun yang berakibat pada tertolaknya ibadah. Tapi jika dengan dalil tersebut
diatas syariah tegas melarang, maka bertawassul kesana kemari tersebut tergolong iltifat (selingkuh)
yang membuat ibadah tertolak karena tidak memenuhi syarat bertauhid dalan hal kenabian.

Syariat Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW adalah syariat / hukum Allah SWT yang paling
lengkap dan sempurna. Sebagai muslim sangat bodoh jika masih mencari syariat lain selain Al Qur’an
dan Hadits Rasulullah SAW. Dan Rasulullah SAW melarang kita mengikuti syariat para nabi terdahulu
(melarang ikut syariatnya berarti dilarang juga bertawassul pada mereka). Jangankan ikut /
mengamalkan, membaca kitab Taurat, Zabur dan Injil saja Rasulullah SAW melarang. Sebagaimana
terjadi pada sahabat Umar Ibnul Khattab yang minta izin membaca ketiga kitab tersebut sebagai
tambahan wawasan. Dan Rasulullah SAW bersabda:
ََ ‫صلَّى قَا‬
َ‫ل َو َق ْد‬ َ ‫سلَّ ََم‬
َ ‫علَ ْي َِّه هللا‬ َ (ََ‫سى لَ ْوكَان‬
َ ‫و‬: َ ‫سى ُم ْو‬ َِّ ‫لَّ َو ِّس َع ُه َما لَ َما َح َّيي‬
ََ ‫ْن َو ِّع ْي‬ َ ‫ )أتْ َبا‬.(‫كثير إبن القران تفسير‬:3\90)
َ ‫عنِّي إ‬

Dan Rasulullah SAW benar benar bersabda: “Andaikan Nabi Musa dan Isa masih hidup keduanya (di
muka bumi ini), maka tidak ada pilihan lain bagi keduanya kecuali menjadi pengikutku”.***/(Tafsir Al
Qur’an Ibnu Katsir: 3/90).

Dari riwayat hadits Nabi SAW tersebut diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa:

Nabi Musa as, dan Isa as, yang status kenabiannya sangat jelas bahkan tergolong ulul azmi,
andaikan mereka hidup di muka bumi ini, maka keduanya wajib melepas status kenabiannya dan
berubah menjadi ummat Rasulullah SAW.

Rasulullah SAW melarang kita membaca kitab sucinya, apalagi mengamalkan isinya walaupun
sama sama kitab suci dan firman Allah SWT.

Kalau kita dilarang mengikuti millahnya, apakah boleh bertawassul (minta bimbing, minta syafaat)
kepada mereka di hadirat Allah SWT?…

Bertawassul (mencari bimbingan dan syafaat) kepada nabi lain di hadirat Allah SWT, kalau kita
renungkan, pada hakekatnya sama dengan merasa kurang atau meragukan jaminan syafaat
Rasulullah SAW.

Untuk lebih hati hati dan mantapnya kita bertawassul hanya kepada Rasulullah SAW saja dan tidak
menambah dengan menyebut para nabi lainnya, mari kita renungkan sebuah pernyataan Syeikh
Muhammad Fathan bin Abdul Wahid As Susy An Nadzifi dalam kitab Ad Durratul Kharidah Syarah Al
Yaqutatul Fariidah jilid 2 halaman 174 yang menyatakan:
‫)ال َم َعانِّى َج َواه ُِّرَ( َوفِّى‬ ْ ‫ن‬ َْ ِّ‫ْخ بَيْنََ ا َ ْل َجامِّ َع َةُ الش ُر ْوطَِّ أ َ ْكبَ َِّر َوم‬ َِّ ‫شي‬ َّ ‫أن ه ََُو َو ُم ِّر ْي ِّدَِّه ال‬ ِّ ‫غي ِّْرَِّه َم َحبَّتِّ َِّه فِّى لَيُش‬
َْ َُ‫َارك‬ َ . َ‫ل‬
َ ‫تَعْظِّ يْمِّ َِّه فِّي َو‬، َ‫ل‬ َ ‫فِّي َو‬
ِّ ْ ُ‫اعِّ َولَفِّي مِّ ْن َه‬
‫اْل ْستِّ ْم َدا َِّد‬ َ ‫ط‬ َ ‫اْل ْن ِّق‬ ْ
ِّ ْ ‫بِّقَلبِّ َِّه إِّلَ ْي َِّه‬، ‫ل‬ َُ ‫ش ِّّ ْريَعَ َِّة فِّي ذَلِّكََ َويَت َا َء َّم‬ ََّ ‫ص‬
َ ‫ل نَبِّيِّ َِّه‬ َ ‫علَ ْي َِّه‬
َ ُ‫هللا‬ َّ
َ ‫سل ََم‬ َ ‫و‬. َ ‫ن‬ َْ ‫س َاوى َم‬
ََّ ِّ ‫ن فَإ‬ َ ‫َرتْبَ َِّة َم ََع نَبِّيِّ َِّه َرتْبَ َِّة‬
‫غي ِّْرَِّه‬
َ ََ‫ن مِّ ن‬ َْ ِّ‫س ِّليْنََ النَّبِّ ْيي‬ ْ ْ
َ ‫والتعْظِّ ي َِّْم ال َم َحبَّ َِّة فِّى َوال ُم ْر‬، َّ َ ‫اْل ْستِّ ْم َدا َِّد‬ ْ
ِّ ‫و‬، َ ِّ‫اع‬ َ
َ ‫اْل ْن ِّقط‬ ْ ْ ْ َّ
َِّ ‫ع ْن َوانَ فَإِّنَّ َه ُ َوالت ْش ِّري َِّْع بِّالقَل‬
ِّ ‫ب إِّلََّ ّْ ْي َِّه َو‬ ُ ‫علَى‬ َ ُ‫يَ ُم ْوتَُ أَنَّ َه‬
‫لَّ كَاف ًِّرا‬ َْ َُّ ُ‫ق ِّإلَ ِّه َّي َِّة ِّعنَا َي َِّة تُد ِّْرك‬
َ ‫أن ِّإ‬ َِّ ‫س ْب‬ َ ‫ربَّا ِّن َّي َِّة ُم َحبَّ َِّة ِّب‬.
َ (‫الفريدة الياقوتة شرح الخريدة الدرة‬: 2/174)

“Dan dalam (Kitab Jawahirul Ma’ani): Dan diantara syarat terbesar yang mengumpulkan antara
seorang guru dengan muridnya adalah tidak boleh mencintai guru lain (kecuali hanya pada gurunya).
Demikian pula (tidak boleh) punya rasa hormat. Dan ketergantungan (hati) serta menyatukan
perhatian (hanya pada seorang guru). Dan mari kita renungkan hal tersebut dengan Syariat nabi kita
Muhammad SAW. Maka barangsiapa yang menyamakan martabat nabinya dengan (martabat) nabi
nabi dan rasul rasul yang lain dalam mencintai dan menghormati, juga dalam menggantungkan
(harapan syafaat) serta menyatukan perhatian kepadanya demikian pula dalam syariat. Maka hal
tersebut adalah tanda tanda ia akan mati kafir, kecuali orang tersebut mendapatkan pertolongan
Allah SWT, dengan sebab kecintaan Allah SWT yang terdahulu (bersifat azali). (Ad Durratul Kharidah
Syarah Al Yaqutatul Fariidah jilid 2 hal: 174)

Bagaimana hukumnya bertawassul kepada lebih dari satu wali quthub agar wusul ke hadirat
Rasulullah SAW. Seperti kalimat berikut:

َ ‫صلَّى ُم َح َّمدَ النَّبِّي َح‬


‫ض َرةَِّ إِّلَى‬ َ ُ‫هللا‬ َ ‫سلَّ ََم‬
َ ‫علَ ْي َِّه‬ َ ‫علَى َو‬ َ ‫ص َحابِّ َِّه أ ِّل َِّه َو‬ْ ‫ل َوأ‬ َِّ ‫ض َرَةِّ إِّلَى ث ََُّم بَ ْيتِّ َِّه َوأ ْه‬َ ‫ب َح‬ ْ ُ‫َّاس أَبِّي ْال َم ْكت ُ ْو َِّم ْالق‬
َِّ ‫ط‬ َ ِّ ‫ْن أحْ َم ََد ْالعَب‬
َِّ ‫ُم َح َّمدَ ب‬
‫ي التِّ َجانِّي‬ ََ ‫ض‬ ‫ر‬
ِّ َ ‫هللا‬ ُ َ
‫ه‬ ْ
‫ن‬ ‫ع‬
َ ََّ
‫م‬ ُ ‫ث‬ ‫ى‬َ ‫ل‬‫إ‬ ‫و‬ ‫ة‬
َ
ِّ ‫ر‬
ِّ َ َ َ َ‫ض‬ ‫ح‬ َ
‫ب‬
ِّ ْ
‫ط‬ ُ ‫ق‬ ْ
‫ال‬ َ
‫ث‬
ِّ ‫َو‬ْ ‫غ‬ ْ
‫ال‬ َ
‫د‬ِّ ‫ي‬ ‫س‬
ِّ َ ِّ َ
‫ْخ‬‫ي‬‫ش‬َّ ‫ال‬ َ
‫د‬
َ ‫ب‬
ْ ‫ع‬
ِّ َ
‫ِّر‬
ُ ‫د‬ ِّ ‫ا‬ َّ َّ
‫الق‬ ‫ِّي‬ ‫ن‬‫ا‬ َ ‫ال‬‫ْل‬‫ي‬‫ج‬َ ْ
‫ل‬ َ ‫ا‬ ‫ي‬ ‫ض‬ ‫ر‬
ِّ َ ُ َ
‫هللا‬ ُ َ
‫ه‬ ْ
‫ن‬ ‫ع‬
َ ‫الخ‬ …..

Jawab : Tidak boleh, karena etika seorang Rijalullah tidak berkenan melayani murid yang masih
berstatus menjadi murid wali lain dan tidak berkenan menerima murid yang tolah toleh pada wali
lain selain dirinya.

Jika kita mengikuti kaedah hukum yang shahih, dimana Agama Islam adalah agama tauhid. Maka
tauhid kita bukan hanya kepada Allah SWT. Tapi tauhid kita juga menyangkut masalah kenabian yang
mana kita tidak boleh mengikuti lebih dari satu nabi, Jadi kita cukup ikut sayariat dan bertawassul
pada satu nabi. Demikian juga kita dilarang ikut thariqah lebih dari satu wali, cukup ikut thariqah dan
bertawassul pada satu wali quthub saja sebagai wasilah kita kehadirat Rasulullah SAW.
Contoh kongkritnya; Departemen Pertahanan tidak bersedia menerima seorang tentara yang
diterima di Angkatan Darat (AD) yang mana karena ayahnya dinas di Angkatan Laut (AL) tentara
tersebut bersikeras membantu tugas (kerja) ayahnya di AL. Jika terjadi hal demikian maka tentara
tersebut akan dipecat walaupun sama sama berada dibawah naungan Departemen Pertahanan,
karena masing masing angkatan mempunyai rahasia rahasia yang tidak boleh diketahui pihak lain
Demikian juga ihwan tijani tidak boleh baca wirid Qadiriyah dan tawassul pada Syeikh Abdul Qadir Al
Jailani walaupun ayahnya seorang pengikut Thariqah Qadiriyah. Karena masing masing thariqah
mempunyai rahasia yang sangat khusus yang tidak boleh diketahui pihak lain. Larangan seperti ini
tidak melanggar syariat (aturan agama Islam) yang mulia ini, justru aturan ini sangat cocok dengan
syariat Islam yang berlandaskan tauhid.

“Jadi dalam Thariqah Tijani menganut kaedah hanya menyembah satu tuhan yaitu Allah SWT dengan
bertawassul hanya pada satu nabi, yaitu Nabi Muhammad SAW juga bertawassul hanya pada satu
wali yaitu Sayyidi Syeikh Ahmad bin Muhammad At Tijani ra.”

Seseorang mengamalkan amalan yang sanadnya dari Al Khidhir ra. Bagaimana hukumnya
bertawassul pada Al Khidhir ra. jika beri’tikad sebagai nabi?…

Jawab : Tidak boleh dan tergolong penyimpangan aqidah. Karena selaku muslim, saat ini tidak ada
seorangpun yang berhak mengklaim sebagai nabi selain Nabi Muhammad SAW. Dengan dasar firman
Allah SWT:
ََ‫ن ُم َح َمدأبآ َماكَان‬ َْ ‫ل َولَك‬
َْ ِّ‫ِّن ِّر َجا ِّل ُك َْم أ َحدم‬ ََ ‫سو‬ َِّ ‫شيْئَ بِّ ُك‬
ُ ‫النَّبِّيِّنََ َوخَات َََم هللاَِّ َر‬، ََ‫ل َّ هللا َوكَان‬ َ .( َ ‫ بَْ األحْزَا‬: 40 )
َ ‫ع ِّل ْي ًما‬

“Muhammad itu sekali kali bukan bapak dari laki laki diantara kalian, tapi Dia adalah Rasulullah dan
penutup nabi nabi. Dan Dialah ( Allah ) Maha Mengetahui segala sesuatu”. (QS. Al Ahzab: 40).

Allah SWT juga berfirman:

ََ‫س ْلنَاك‬
َ ‫اس ِّإلَّكَافَ َةً َو َماأ َ ْر‬
َ ِّ َّ‫ِّيرا لِّلن‬
ً ‫ِّيرا بَش‬ ََّ ‫اس أَكث َ ََر َولَك‬
ً ‫ِّن َونَذ‬ َ ِّ َّ‫لَيَ ْعلَ ُمونََ الن‬.(‫سباء‬:28)

“Dan tidaklah kami mengutus kamu (Wahai Muhammad SAW) melainkan untuk seluruh manusia (di
seluruh dunia, baik di darat maupun di lautan), sebagai pembawa berita gembira dan sebagai
pemberi peringatan tetapi kebanyakan manusia tidak tahu” (QS. Saba: 28).

Hadits Nabi Muhammad SAW.

‫قال عنه هللا رضي مالك بن أنس وعن‬, ‫وسلم عليه هللا صل النبي قال‬: ‫ن‬ ََّ ِّ‫سالَ َةَ إ‬ ِّ َ ‫طعَتَْ قَ َْد َوالنب َُّوَة‬
َ ‫الر‬ َ َ‫إِّ ْنق‬, َ‫ال‬
َ َ‫ل ف‬ ََ ‫سو‬ ََّ ِّ‫ َولَنَب‬: ‫ل‬
ُ ‫ي بَ ْعدِّي َر‬ ََ ‫قَا‬
ََ‫علَى ذَلِّكََ فَشَق‬ َ ِّ َّ‫الن‬, ‫ل‬
َ ‫اس‬ ََّ ‫ت َولَك‬
ََ ‫فَقَا‬: ‫ِّن‬ ْ ‫ل قَالُوا‬
َِّ ‫ال ُمبَ ِّش َرا‬. َ َ‫هللاِّ ي‬
ََ ‫ارسُو‬ ْ ‫ل َو َم‬
َ ‫اال ُمبَ ِّش َراتُ ؟‬ ََ ‫قَا‬: ‫ل ُرؤيَا‬ َُ ‫الر ُج‬َّ ‫ِّي ْال ُم ْسل َِِّّم‬
ََ ‫النب َُّوةَِّ أَجْ زَ اءَِّ مِّ ن ُج ْزءَ َوه‬.
(‫)غريب صحيح وقال الترمذي رواه‬

“Dan diriwayatkan dari Anas bin Malik ra, dia berkata: Rasulullah SAW bersabda: Sesungguhnya
kerasulan dan kenabian sudah putus(ditutup). Maka tidak ada lagi Rasul danNabi setelahku. Sahabat
berkata: (Manusia pasti rusak jika begitu). Kemudian Rasulullah SAW bersabda: (Tapi ada
mubasysyirat). Sahabat bertanya: Ya Rasulallah, apa mubasysyirat itu?). Rasulullah SAW bersabda:
(Mimpi seorang laki laki muslim termasuk bagian dari berita ghaib kenabian). (HR. Turmudzi, dan dia
mengatakan bahwa hadits ini shahiih gharib).
Riwayat hadits yang mempertegas bahwa tidak ada nabi lagi setelah Nabi Muhammad SAW adalah:

‫عن‬ َ ‫ان‬ َِّ ‫عبَ ْي َِّد بِّن عُث َم‬


ُ ‫الرا ِّسبِّي‬َّ ‫ل‬ َ ‫ل أَبَا‬
ََ ‫قَا‬, َُ‫سمِّ عت‬ ُ ‫ي ال‬
َِّ ‫طفَ ْي‬ ََ ‫ض‬ ِّ ‫ع ْن َه ُ هللا َر‬
َ ‫ل‬ َُ ‫يَقُو‬: ‫ل‬ ََ ‫ل النَّبِّي قَا‬ ََّ ‫ص‬ َ ‫سلَّ ََم‬
َ ‫علَي َِّه هللا‬ َ َ ‫لَّ بَ ْعدِّي لَنُب َُّوَة‬
َ ‫و‬: َ ‫ِّإ‬
ْ ْ
َِّ ‫ال ُمبَ ِّش ََرا‬.َ‫قِّي َل‬:َُ‫ل َو َماال ُمبَ ِّش َرات‬
‫ت‬ ََ ‫سو‬
ُ ‫ار‬َ َ‫ل هللا؟ ي‬ ْ
َ ‫ال َح‬. ‫ل أَو‬
ََ ‫قَا‬: َ ‫سنَ َِّة اَلرؤْ يَا‬ ََ ‫قَا‬: َ ‫صا ِّل َح َِّة اَلرؤْ يَا‬
َّ ‫ال‬. (‫)أحمد رواه‬

Diriwayatkan oleh Utsman bin Ubaid Ar Rasibi yang mengatakan: Saya mendengar Aba Ath Thufail ra
mengatakan bahwa: Rasulullah SAW bersabda:“Tidak ada lagi (wahyu) kenabian setelahku, kecuali Al
Mubasysyirat”. Sahabat bertanya: “Apakah Al Mubasysyirat itu ya Rasulallah?” Rasulullah SAW
menjawab: Mimpi yang baik”. (HR. Ahmad).

Kalau kita bertahkim dengan Al Qur’an dan Hadits Rasulullah SAW, sudah jelas dzahir ayat dan hadits
tersebut diatas menjelaskan bahwa tidak ada nabi dan rasul lagi setelah kenabian Rasulullah SAW.
Andaikan ada nabi yang masih hidup, maka mereka (para nabi sebelum Rasulullah SAW) harus
meletakkan jabatan kenabiannya dan ikut menjadi ummat Rasulullah SAW. Sebagaimana sabda
Baginda Rasulullah SAW :

ََ ‫صلَّى قَا‬
َ‫ل َوقَ ْد‬ َ ‫سلَّ ََم‬
َ ‫علَ ْي َِّه هللا‬ َ ‫سى لَ ْوكَانََ( َو‬
َ ‫سى ُم ْو‬ َِّ ‫لَّ َو ِّسعَ ُه َما لَ َما َحيَّي‬
َ ‫ْن َو ِّع ْي‬ َ ‫ )أتْبَا‬.(‫كثير إبن القران تفسير‬:3\90)
َ ِّ‫عنِّي إ‬

“Dan Rasulullah SAW benar benar bersabda: Andaikan Nabi Musa dan Isa masih hidup keduanya (di
muka bumi ini), maka tidak ada pilihan lain bagi keduanya kecuali menjadi pengikutku”.***/(Tafsir Al
Qur’an Ibnu Katsir: 3/90).

Oleh karena itu bertawassul kepada Al Khidhir ra jika beranggapan / beri’tikad sebagai nabi secara
hukum tidak bisa diterima. Bahkan tergolong iltifat / selingkuh / mendua dalam kenabian yang mana
dalam Islam hal tersebut sangat dilarang.
Seseorang mengamalkan amalan yang sanadnya dari Al Khidhir ra. Bagaimana hukumnya
bertawassul pada Al Khidhir jika beri’tikad sebagai wali Allah?…

Jawab : Bagi masyarakat umum yang tidak mengamalkan thariqah (khususnya) thariqah At Tijaniyah,
bertawassul pada Al Khidhir ra. sebagai wali boleh. Tapi bagi ihwan thariqah At Tijaniyah mutlak
tidak boleh / dilarang keras.

Berkeyakinan bahwa Al Khidhir ra, masih hidup dan menjabat sebagai wali Allah dibawah naungan
Rasulullah SAW (sebagai ummat Muhammad SAW) boleh. Dan keyakinan ini yang dianjurkan oleh
para ulama’ khas dan khawasul khawas, yaitu para ‘aarifiin dan muhaqqiqiin. Pendapat ini
berdasarkan tafsir dari ayat Al Qur’an surah Al Kahfi ayat 65.

‫ع ْبدًا فَ َو َج َدا‬ َْ ِّ‫ِّن َرحْ َم َةً َوأَت َينَ َهُ ِّعبَا ِّدنَا م‬
َ ‫ن‬ َْ ‫علَّ ْمنَ َهُ ِّع ْندِّنَا َ م‬ َْ ِّ‫( ع ِّْل َما لَدُنَا َّ م‬65)
َ ‫ن َو‬

“Kemudian mereka berdua (Nabi Musa dan muridnya) bertemu dengan seorang hamba dari hamba
hamba kami, dan telah kami (Allah SWT) beri dia rahmat dari sisi kami, dan kami ajarkan kepadanya
ilmu (langsung tanpa perantara) dari sisi kami (ilmu ladunni). (QS. Al Kahfi: 65).

Keterangan ahli tafsir.


Dalam kitab Tafsir Jalalain yang ditulis oleh Al ‘Allaamah Jalaluddin bin Ahmad Al Mahalli dan
diteruskan oleh muridnya Al ‘Allaamah Jalaaluddin bin Abi Bakar As Suyuthi, halaman 201 sebagai
berikut:

(‫ع ْبدًا فَ َو َج َدا‬ َْ ِّ‫بَّ ادِّنَ َّ ا م‬


َ ‫ن‬ َُ ‫ن َرحْ َم َةً َوأَت َ ْينَهَُ( الخِّ ض‬
َ ِّّ ِّ‫ْر ه ََُو )ع‬ َِّ ‫علَ ْي َِّه أَخ‬
َْ ِّ‫قَ ْولَ فِّي نُب َُّوةَ ) ِّع ْن ِّدنَا م‬، َ‫َر فِّي َو ِّولَيَة‬ َ ‫العُلَ َماءَِّ أ َ ْكث َ َُر َو‬

“Lalu mereka berdua (Nabi Musa as dan muridnya) bertemu dengan seorang hamba diantara hamba
hamba Kami (menurut ahli tafsir yang dimaksud Hamba disini adalah Al Khidhir ra.), dan telah Kami
berikan kepadanya rahmat dari sisi kami (maksudnya pangkat kenabian) menurut pendapat sebagian
ulama, tapi kalangan ulama lain berpendapat: (kedudukan khusus sebagai wali) Ulama yang memilih
setuju dengan pendapat kedua ( Al Khidhir ra, sebagai wali) lebih banyak. (Tafsir Jalalain, halaman
201)

Asy syaikhul Islam Al Imam Al Ghazali mendukung pendapat ulama yang menyatakan bahwa Al
Khidhir ra. adalah wali bukan nabi, dalam kitab beliau yang menjadi rujukan dan kajian rutin para
ulama ahlus sunnah wal jamaah yaitu kitab Ihya’ Ulumiddin jilid 1 halaman 341. dimana beliau
mengutip penjelasan Rasulullah SAW kepada Syeikh Ibrahim Al Tiyami yang beliau alami dalam
mimpi. Dimana inti pembibacaan tersebut Rasulullah SAW menyatakan:

ََ‫ص َدق‬ َ ‫عا ِّل َُم َوه ََُو َحقَ فَ ُه ََو يُحْ ِّك ْي َِّه َما َوكُلَ ْال َخ‬
َ ‫ض َُر‬ َُ ‫ض أ َ ْه‬
َ ‫ل‬ َ ِّ ‫ْس َوه ََُو األ َ ْر‬ َِّ ‫ن َوه ََُو األ َ ْب َدا‬
َُ ‫ل َرئِّي‬ َ ِّ ‫علوم إحياء( ْاأل َ ْر‬
َْ ِّ‫ض فِّى تَعَالَى هللاَِّ ُجنُ ْو َِّد م‬
‫الدين‬: 1\341)

“Al Khidhir benar, dan semua yang ia ceriterakan itu benar, dia adalah penghuni bumi yang ‘alim,
dan dia adalah PEMIMPIN WALI ABDAL, dan Dia termasuk diantara tentara tentara Allah SWT di
muka bumi”. (Ihya’ Uluumud Diin Juz 1 halaman 431).
Adakah hubungan (korelasi) antara Al Khidir ra dengan thariqah At Tijaniyah, baik ia sebagai nabi
atau wali ?

Jawab : Tidak ada hubungan apapun dan tidak ada hubungan sedikitpun antara Al Khidhir ra, baik
sebagai nabi ataupun wali dengan thariqah At Tijaniyah. Karena Sayyidi Syeikh Ahmad At Tijani ra.
mendapatkan amanah Thariqah At Tijaniyah ini langsung dari Baginda Rasulullah SAW tanpa melalui
perantara siapapun. Oleh karena itu keliru besar jika ihwan Tijani ikut ikutan tawassul kepada Al
Khidhir ra. karena pada hakekatnya justru martabat ihwan tijani diatas Al Khidhir radliyallahu ‘anhu.
Hal tersebut diatas itu bisa terjadi karena jaminan Rasulullah SAW yang disampaikan secara khusus
kepada Sayyidi Syeikh ra. dalam keadaan sadar bukan mimpi, diantaranya adalah:

َ‫صلَّى فَ َعل َِّم‬ َ ‫سلَّ ََم‬


َ ‫علَ ْي َِّه‬
َ ُ‫هللا‬ َ ‫و‬: َ ‫ن‬ََّ ‫ص َحا ِّب َِّه َبيْنََ ِّإ‬ْ َ ‫ب َو َبيْنََ أ‬ َِّ ‫ص َحا‬ْ َ ‫ْخ أ‬ َِّ ‫شي‬ َ ‫و ِّبت ِّْلكََ ُمنَا‬،
َّ ‫س َب َةً َهذَاال‬ َ ‫ن ِّع ْن َدهللاَِّ كَانُ ْوا ْال ُمنَا‬
َ ً‫س َب َِّة ت َا َمة‬ َْ ِّ‫ب أَكَا ِّب َِّر أ َ ْك َب ُرم‬ َ ‫ْاأل َ ْق‬
َِّ ‫طا‬
ََ‫ارفِّيْن‬ ِّ ‫ث َو ْال َع‬
َِّ ‫ن َو ْاأل َ ْغ َوا‬ َْ ‫ِّر فِّى كَانُ ْوا َو ِّإ‬ َّ ‫ن‬
َِّ ‫الظاه‬ َْ ِّ‫ام ُج ْملَ َِّة م‬ ْ
َِّ ‫ال َع َو‬.(‫الفيض‬ ‫ الرباني‬: 28)

Rasulullah Saw. Memberi tahu kepada Syeikh Ahmaِّّd At Tijany Ra. bahwa antara sahabat
Rasululullah dan sahabatnya Syeikh Ahmad At Tijany mempunyai persamaan yang sempurna dan
dengan kesamaan inilah ihwan Thariqah At Tijaniyah bagi Allah Swt. lebih tinggi nilainya dari pada
para wali Qutub, ‘Arifin dan Al Ghauts walaupun tampang dhohir mereka hanyalah sebagai orang
awam. (Al Faidlur Rabbani : 28)

Hal tersebut diatas salah satu rahasianya adalah pernyataan Rasulullah SAW yang menyatakan
bahwa sahabat sahabat, murid murid dan para pengamal thariqah Sayyidi Syeikh Ahmad bin
Muhammad At Tijani ra sebagai sahabat sahabat, murid murid serta pengikut Rasulullah SAW secara
langsung. sebagaimana sabdanya yang disampaikan secara barzakhi kepada Sayyidi Syeikh Ahmad
bin Muhammad At Tijani ra:
َ‫صلَّى قَا َل‬ َ ‫سلَّ ََم‬
َ ‫علَ ْي َِّه‬
َ ُ‫هللا‬ َ ‫ِّىوتَالَمِّ ْيذُكََ فُقَ َرا ُء‬
َ ‫و‬:ََ‫ك‬ ْ َ ‫ى َوأ‬
َ ‫ص َحابُكََ تَالَمِّ ْيذِّى فُقَ َرائ‬ ْ َ ‫ الرباني الفيض ( أ‬: 29)
َْ ‫ص َحا ِّب‬

Artinya : Bersabda Rasulullah SAW (kepada Sayyidi Syeikh Ahmad At Tijani ra): “Para fuqara’mu
(sebutan bagi ihwan / pengamal thariqah Tijani) itu adalah fuqara’ku, murid muridmu itu semua
adalah murid muridku, sahabat sahabatmu adalah sahabat sahabatku”. (Al Faidlur Rabbani:29).

Wallaahu a’lam !!!


Bab VI

Penutup

Alhamdulillah, ahirnya penulisan buku tanya jawab dalam masalah tashawwuf dan thariqah At
Tijaniyah ini bisa kami selesaikan. Kami menyadari sebenarnya masih banyak masalah thariqah yang
belum tersentuh dan terbahas secara tuntas oleh tulisan ini, hal ini kami rasakan sendiri, dimana
setiap kami membaca kembali untuk mengedit tulisan ini, maka setiap kali itu pula kami menjumpai
adanya kekurangan. Hal ini terjadi karena memang keterbatasan ilmu penulis dalam masalah
thariqah At Tijaniyah itu sendiri.

Kelemahan, kekurangan dan semua sifat tidak sempurna lainnya adalah sifat yang melekat pada diri
setiap mahluk termasuk juga penulis. Dimana dibalik kekurangan kekurangan tersebut sebenarnya
justru terdapat berbagai rahasia yang ahirnya juga menjadi kelebihan. Allah SWT, Dzat Yang Maha
Sempurna, dengan segala sifat keperkasaan, keagungan dan kebesaran-Nya Dzat Yang Maha Dzahir
dan Maha Batin, Dzat Yang Maha Awal dan Maha Akhir, dibalik kelembutan sifat-Nya yang dengan
rapi menutupi rahasia rahasia semesta, telah menciptakan kelemahan dan kekurangan mahluk
sebagai titik awal dari kesempurnaannya.
Ada pepatah orang tua: “Tiada gading yang tidak retak”. Karena gading yang mulus tanpa retakan itu
adalah palsu, sedangkan gading yang terdapat banyak keretakan pada dirinya itulah yang asli, dan
retakan retakan itu justru menjadi seni yang bernilai tinggi, yang dicari cari kesana kemari oleh para
ahli. Demikianlah keadaan sebenarnya diri Al Faqir penulis buku ini. Al Faqir adalah seorang hamba
Allah yang penuh kekurangan dan kelemahan, tapi dibalik itu semua mencuat keinginan kuat untuk
berbuat sesuatu yang sekiranya membawa manfaat bagi kehidupan, khususnya dalam tatanan
berthariqah ilallah SWT.

Semoga Allah SWT, Dzat Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang berkenan untuk memberi
ampunan terhadap semua kesalahan dan kekurangan, dan berkenan pula untuk melimpahkan
tambahan ilmu dan keberkahan. Baik kepada diri Al Faqir juga kepada segenap pembaca buku ini.
Semoga madad (bimbingan ruhani) guru dan pembimbing kita Sayyidi Syeikh Ahmad bin Muhammad
At Tijani ra. Senantiasa mengalir kepada kita semua, bersama limpahan syafaat dari Nabi dan
Kekasih Allah, Ainur Rahmah Ar Rabbaniyah Rasulullah SAW.

َ‫ش ْرنَا َ اَلل ُه َّم‬ َ ِّ ‫التِّ َجانِّى ْالفَي‬


ُ ْ‫ْض اَبِّي ُز ْم َرَةِّ فِّى اح‬

َْ ِّ‫ْال ِّكتْ َمان‬


َ ‫ي ْاأل َ ْو ِّليَاءَِّ َختْمَ بِّ َم َد َِّد َواَمِّ دَّنَا‬

Jakarta, 17 Rabiuts tsani 1430 Hijriyah


DAFTAR PUSTAKA

Ali Harazim Ibnu Arabi Al Maghribi : Jawahirul Ma’ani Wa Bulughul Amani


A. Fauzan Fathullah H. : Biografi Al Quthbul Maktuum Sayyidul Auliya’ Syeikh Ahmad At Tijany dan
thariqah Al Tijaniyah.

A. Fauzan Fathullah H. : Thariqah At Tijaniyah Dalam Neraca Hukum Agama

A. Fauzan Fathullah H. : Thariqah At Tijaniyah mengemban amanah Rahmatan lil ‘alamiin.

Abi Bakar Ad Dimyati : I’anatut Thalibin.

Abi Zakariya Yahya bin Syarif An Nawawi Ad Damsyiqi : Riyadus Shalihin

Abu Arafat (Hasanuddin Bandung) Apakah Dzikir Arifin Ilham Bid’ah dalam Islam.

Afzalurrahman : Index Alqur’an.

Ahmad Al Marzuqi – Aqidatul ‘awam.

Ahmad Dimyathi Badruzzaman, MA.KH.: Amalan Dzikir Taubah M. Arifin Ilham ditinjau dari Syariat
Islam.

Ahmad Mustofa Jalaluddin Muhammad bin Abdul Qowi, Khatamul Auliya’.

Ahmad Sukairij Al Iyasi, Kasyful Hijab.

Ahmad Sunarto : Himpunan Hadits Qudsi.

Amien Noersyam : Tarjamah Keajaiban Hati – Al Ghazali.

Arifin S. Ag : Jalan menuju Ma’rifatullah.

Hasyim Asy’ari KH. Risalah Al Bid’ah wa Al Sunnah.

Ibrahim bin Abdullah Nias Al Kaulahi, Jawahirur Rasail alhawi ba’di ‘ulumil wasilatil wasaaili.

Ibrahim bin Abdullah Nias Al Kaulahi. Tanbiihul Adzkiya’ fi kaunisy Syeikh At Tijani Khatamil Auliya’.

Ibrahim Shalih Al Husaini, An Nahjul Hamiid fima yajibu ‘alal Muqaddami wal Muriid .

Imaduddin Abil Fida’ Ismail bin Katsir : Tafsir Al Qur’an Al ‘Adzim.

Jalaluddin bin Ahmad Al Mahalli, Jalaluddin bin Abi Bakar Al Suyuthi : Tafsir Jalalain.

Muhammad As Sayyid At Tijani, Ghayatul amani.

Muhammad bin Abdullah Asysyafi’I At Thasthafawi At Tijany : Al Fathur Rabbani

Muhammad bin Alwi Al Malliki Al Hasani : Hashaishu Al Ummati Al Muhammadiyyah

Muhammad bin Muhammad Al Shaghir Al Singgity : Al Jaisul Kafiil.

Muhammad Fathan bin Abdul Wahid As Susi An Nadzifi, Ad Durratul Kharidah syarh Al Yaqutatil
Faridah.

Muhyiddin Ath Tha’ami, Akhlaq At Tijaniyah.


M. Nafis bin Idris Al Banjari : Ad Durrun Nafis.

Muhammad Nashib Ar Rifai : Ihtishar Tafsir Ibnu Katsir.

Muhammad As Sayyid At Tijani, Al Hidayatur Rabbaniyah fi fiqhith thariqatit Tijaniyah.

Muhammad Said Al Rabathibi At Tijani, Al Khalashatul Waafiatith Thariqati fi Syarhil auradil


laazimati wal wadzifati lith thariqatit tijaniyatisy syarifati.

Muhammad Sayyid At Tijany, Ghayatul Amani.

M.S. Khalil Drs. : Kunci untuk mencari ayat Alqur’an.

Muhyiddin Ath Tha’ami. Akhlaaqu At Tijaniyah.

Muhyiddin bin Abi Zakariya Yahya bin Syarif An Nawawi : Al Adzkar An Nawawi.

M. Yunus A. Hamid Drs : Thariqah At Tijaniyah dasar dasar, prinsip amalan dan Keutamaannya.

M. Yunus A. Hamid Drs, Meraih mahkota mutiara haqaiqah dan ma’rifah, panduan perjalanan
ruhani menuju ma’rifah ilallah.

M. Yunus A. Hamid Drs, Risalah singkat Thariqah At Tijaniyah.

Muhammad Zuhri Drs. : Benteng Pengokoh Iman.

Sukmajaya Asyarie – Rosy Yusuf : Index Al Qu’an.

Umar Baidlowi Basyaiban KH : Al Faidur Robbani

Umar bin Said Al Futi : Rimah Hizbir Rohim

Umar Faroq : Jalan Hidup Kaum Sufi – terjamah Al Ghazali.

Zainuddin Al Milbari : Nadzam Hidayatul Azkiya’

Al Qur’an Al Karim dan Terjemahnya.

Al Masyrabul Kitmani lil Khatmil Muhammadiy Syeikh Ahmad bin Muhammad At Tijany.

Hasil Keputusan Konggres & Mubes Jam’iyah Ahli Thariqah Mu’tabaroh An Nahdliyah.
‫وعدتم إذا وأوفوا حدثتم إذا اصدقوا الجنة لكم أضمن ستا لي اضمنوا قال ‪ e‬النبي أن عنه هللا رضي الصامت بن عبادة وعن ‪4537‬‬
‫الحديث ائتمنتم إذا وأدوا‬

‫وتقدم والبيهقي والحاكم صحيحه في حبان وابن أحمد رواه‬

‫ومنهم ‪ ،‬الناس من الفئام في يشفع من أمتي من إن ( ‪ – e – :‬هللا رسول قال ‪ :‬قال – عنه هللا رضي – الخدري سعيد أبو ) ت ( ‪6768‬‬
‫في شفاعتي وإنما ( رزين وزاد ‪ .‬الترمذي أخرجه ) الجنة يدخلوا حتى ‪ ،‬للواحد يشفع ومنهم ‪ ،‬للعصبة يشفع من ومنهم ‪ ،‬للقبيلة يشفع من‬
‫برجل ليؤمر وإنه ‪ ،‬الكبائر أهل‬
‫قال الصديق بكر أبي عن رجل عن األخنس بن بكير ثني قال المسعودي ثنا قال القاسم بن هاشم ثنا قال أبي حدثني قال هللا عبد حدثنا ‪22‬‬
‫ربي فاستزدت واحد رجل قلب على وقلوبهم البدر ليلة كالقمر وجوههم حساب بغير الجنة يدخلون ألفا سبعين أعطيت ‪ e‬هللا رسول قال‬
‫البوادي حافات من ومصيب القرى أهل على آت ذلك أن فرأيت عنه هللا رضي بكر أبو قال ألفا سبعين واحد كل مع فزادني وجل عز‬

‫عن الهوزني اليمان وأبي الخبائزي عامر بن سليم عن عمرو بن صفوان حدثني خالد بن عصام ثنا أبي حدثني هللا عبد حدثنا ‪22210‬‬
‫السلمي األخنس بن يزيد فقال حساب بغير ألفا سبعين الجنة أمتي من يدخل ان وعدني وجل عز هللا ان قال ‪ e‬هللا رسول ان أمامة أبي‬
‫سبعون ألف كل مع ألفا سبعين وعدني قد وجل عز ربي كان ‪ e‬هللا رسول فقال الذبان في األصهب كالذباب ال أمتك في أولئك ما وهللا‬
‫ذهب من مثعبان فيه قال بيده يشير وأوسع وأوسع عمان إلى عدن بين كما قال هللا نبي يا حوضك سعة فما قال حثيات ثالث وزادني ألفا‬
‫بعدها يظمأ لم منه شرب من المسك من رائحة وأطيب العسل من مذاقة وأحلى اللبن من بياضا أشد قال هللا نبي يا حوضك فما قال وفضة‬
‫هو إنما خطأ ألنه عليه ضرب قد انه فظننت عليه ضرب وقد يده بخط أبي كتاب في الحديث هذا وجدت هللا عبد قال أبدا وجهه يسود ولم‬
‫أمامة أبي عن سالم أبي عن زيد عن‬

‫ربي وعدني قال ‪ e‬النبي عن أمامة أبي عن زياد ب محمد عن عياش بن إسماعيل ثنا اليمان أبو ثنا أبي حدثني هللا عبد حدثنا ‪22357‬‬
‫وجل عز ربي حثيات من حثيات وثالث ألفا سبعون ألف كل مع عذاب ول حساب بغير ألفا سبعين أمتي من الجنة يدخل أن وجل عز‬
‫)حنبل بن أحمد إمام مسند(‬
‫بعد مع اخرى ويسكن تارة يزحف الذي كالزمن الذكر طريق غير من والسالك ‪[1],‬‬

‫دخول غالبا له ليصح الطريق يسلك لم من ان وذلك ‪ 16‬السنية المنح‪.‬اه ‪.‬مقصده الى يصل ولم كله عمره هذا مثل قطع فربما القصد‬
‫هذه من الخروج الى يرشده شيخا يتخذله لم من كل ان فعلم ‪433:‬ص القلوب تنوير ‪ .‬يراه كأنه فيها هللا يعبد التي الحسان حضرة‬
‫الجيش ‪.‬اه ‪.‬العلوم في كتاب الف حفظ ولو شيخ بغير بنفسه العالج طريق الى ليهتدي لنه ولرسوله تعالى لل عاص فهو الصفات‬
‫‪ 129 .‬ص ‪ ,‬الكفيل‬

Anda mungkin juga menyukai