Anda di halaman 1dari 21

PANDUAN

PELAYANAN
PASIEN
PENYAKIT
MENULAR

RSU BHAKTI RAHAYU AMBON


KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, kami
telah berhasil membuat Panduan Pelayanan Pasien Penyakit Menular di RSU
Bhakti Rahayu Ambon.
Panduan Pelayanan Pasien Penyakit Menular di RSU Bhakti Rahayu Ambon
akan digunakan sebagai acuan dalam menjalankan program Rumah Sakit dan
sebagai acuan dalam penatalaksanaan dan pemberian asuhan terhadap pasien dengan
penyakit menular.
Pada kesempatan ini, kami menyampaikan terima kasih serta penghargaan
yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam
memberikan masukan dalam penyusunan panduan pelayanan pasien penyakit
menular di RSU Bhakti Rahayu Ambon

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................. i

DAFTAR ISI ............................................................................................. ii

I. DEFINISI ................................................................................. 1

II. RUANG LINGKUP .................................................................. 1

A. TUBERKULOSIS................................................................ 4

B. PROSES PERAWATAN RUANG ISOLASI..................... 10

C. DEMAM BERDARAH DENGUE...................................... 15

III. TATALAKSANA...................................................................... 18

IV. DOKUMENTASI .................................................................... 18

ii
PANDUAN PELAYANAN PASIEN PENYAKIT MENULAR

I. DEFINISI

Penyakit menular (Communicable diseases) adalah penyakit infeksi yang


dapat dari orang atau hewan sakit, dari resevoar ataupun dari benda-benda yang
mengandung bibit penyakit lainnya ke manusia yang sehat
Penyakit menular dapat didefinisikan sebagai sebuah penyakit yang dapat
ditularkan (berpindah dari orang satu ke orang yang lain, baik secara langsung
maupun perantara). Penyakit menular ini ditandai dengan adanya agent atau
penyebab penyakit yang hidup dan dapat berpindah serta menyerang host atau
inang (penderita).

II. RUANG LINGKUP


Etiologi/Penyebab
Penyakit menular disebabkan oleh sebuah agen biologi (seperti virus, bakteria
atau parasit), bukan disebabkan faktor fisik (seperti luka bakar) atau kimia (seperti
keracunan).

Cara penularan
Cara - cara penularan penyakityaitu :
1. Media Langsung dari Orang ke Orang (Permukaan Kulit)
Jenis Penyakit yang ditularkan antara lain mealui cara ini adalah:
1.Penyakit kelamin
2. Rabies
3. Trakoma
4. Skabies
5. Erisipelas
6. Antraks
7. Gas-gangren
8. Infeksi luka aerobik
1
9. Penyakit pada kaki dan mulut
Pada penyakit kelamin seperti GO, sifiis, dan HIV, agen penyakit
ditularkan langsung dan seorang yang infeksius ke orang lain melalui
hubungan intim. Cara memutuskan rantai penularannya adalah dengan
mengobati penderita dan tidak melakukan hubungan intim dengan
pasangan bukan suami atau istri. Khusus untuk HIV, jangan
mempergunakan alat suntik bekas dan menggunakan darah donor
penderita HIV.

2. Melalui Media Udara Penyakit yang dapat ditularkan dan menyebar secara
langsung maupun tidak langsung melalui udara pernapasan disebut sebagai air
borne disease.
Jenis Penyakit yang ditularkan antara lain:
a. TBC Paru
b. Varicella
c. Difteri
d. Influenza
e. Variola
f. Morbili
g. Meningitis
h. Demam skarlet
i. Mumps
j. Rubella
k. Pertussis
Cara pencegahan penularan penyakit antara lain memakai masker, menjauhi
kontak serta mengobati penderita TBC yang sputum BTA-nya positif.

3. Melalui Media Air Penyakit dapat menular dan menyebar secara langsung
maupun tidak langsung melalui air. Penyakit-penyakit yang ditularkan melalui
air disebut sebagai water borne disease atau water related disease.

2
Agen Penyakit:
1. Virus : hepatitis virus, poliomielitis
2. Baktcri : kolera, disentri, tifoid, diare
3. Protozoa : amubiasis, giardiasis
4. Helmintik : askariasis, penyakit cacing cambuk, penyakit hidatid
5.Leptospira : penyakit Weil Pejamu akuatik: 1. Bermultiplikasi di
air :skistosomiasis (vektor keong) 2. Tidak bermultiplikasi :Guinea’s worm
dan fish tape worm (vektor cyclop)
Penyakit-penyakit yang berhubungan dengan air, dapat dibagi dalam empat
kelompok menurut cara penularannya:
a) Water borne mechanisme Kuman patogen yang berada dalam air dapat
menyebabkan penyakit pada manusia, ditularkan melalui mulut atau
sistem pencernaan. Contoh: kolera, tifoid, hepatitis virus, disentri basiler
dan poliomielitis.
b) Water washed mechanisme jenis penyakit water washed mechanism yang
berkaitan dengan kebersihan individu dan umum dapat berupa: a. Infeksi
melalui alat pencernaan, seperti diare pada anak-anak. b. Infeksi melalui
kulit dan mata, seperti skabies dan trakoma. c. Penyakit melalui gigitan
binatang pengerat, seperti Ieptospirosis.
c) Water based mechanisme jenis penyakit dengan agen penyakit yang menjalani
sebagian siklus hidupnya di dalam tubuh vektor atau sebagai pejamu
intermediate yang hidup di dalam air. Contoh: skistosomiasis, Dracunculus
medinensis.
d) Water related insect vector mechanisme Jenis penyakit yang ditularkan
melalui gigitan serangga yang berkembang biak di dalam air. Contoh:
filariasis, dengue, malaria, demam kuning (yellow fever).

Cara pencegahan penularan penyakit melalui media air atau makanan dapat
dilakukan antara lain dengan cara:
a. Penyakit infeksi melalui saluran pencernaan, dapat dilakukan dengan cara
Sanitation Barrier yaitu memutus rantai penularan, seperti menyediakan
3
air bersih, menutup makanan agar tidak terkontaminasi oleh debu dan
lalat, buang air besar dan membuang sampah tidak di sembarang tempat.
b. Penyakit infeksi yang ditularkan melalui kulit dan mata, dapat dicegah dengan
higiene personal yang baik dan tidak memakai peralatan orang lain seperti sapu
tangan, handuk dan lainnya, secara sembarangan.
c. Penyakit infeksi lain yang berhubungan dengan air melalui vektor seperti
malaria dan demam berdarah dengue (DBD) dapat dicegah dengan
pengendalian vektor.

4. Melalui Media Vektor Penyakit Artbropod-borne diseases atau sering juga


disebut sebagai vector-borne diseases merupakan penyakit penting yang
seringkali bersifat endemis maupun epidemis dan sering menimbulkan
bahaya kematian.

A. TUBERKULOSA

Pengertian
Tuberkulosisadalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang parenkim paru.
TBC adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri “Mycobacterium
Tuberculosis”,bersifattahan asam dan mudah menular melalui udara.

Etiologi
Tuberkulosis disebabkan oleh Bakteri Mycobacterium Tuberkulosis. Bakteri
tersebut merupakan batang aerobik tahan asam yang tumbuh dengan lambat dan
sensitif terhadap panas sinar ultraviolet.

Cara Penularan
1) Secara langsung
(1) Berbicara berhadapan
(2) Air Born/percikan air ludah
(3) Berciuman
4
(4) Udara bebas (dalam satu kamar)

2) Secara tidak langsung/melalui alat-alat yang tercemar basil.


(1) Makanan/minuman
(2) Tidur
(3) Saputangan
(4) Mandi

Cara penularan TBC adalah :


1) Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif.
2) Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam
bentukpercikandahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan
3000 percikan dahak.
3) Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada
dalam waktuyang lama. Ventilasi dapat mengurangi percikan, sementara sinar
matahari langsungdapat membunuh kuman. Percikan dapat bertahan
selama beberapa jam dalam keadaan gelap dan lembab.
4) Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang
dikeluarkan dariparunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil
pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut.
5) Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh
konsentrasi percikandalam udara dan lamanya menghirup udara tersebu

5
Tanda dan Gejala
Gejala dan tanda yang ditemukan pada penderita Tuberkulosis adalah:
1) Batuk-batuk kurang lebih 2 minggu
2) Keluaran mukus/dahak kurang lebih 2 minggu
3) Anoreksia/nafsu makan menurun
4) Badan lemah, letih dan cepat lelah
5) Dada terasa sakit
6) Sering terjadi febris, temperature naik 38-39ºC (jika terjadi komplikasi
temperatur lebih dari 39ºC).
7) Hiperpireksia kurang lebih 2 minggu
8) Bila berat terjadi Caverne dan batuk darah/hemoptoe
9) Kadang-kadang terjadi dispnoe sampai cyanosis.
10) Pemeriksaan Laboratorium:
(1) Leukosistosis
(2) Hb turun/anemia
(3) LED meningkat/tinggi
(4) Eritrosit menurun jika kronis
(5) Sputum BTA +
(6) Faeses/urine basil positif
11) Pemeriksaan Radiologi/foto thoraks menunjukan adanya kesan:
(1) Koch Pulmonal aktif
(2) Adanya jaringan parut/fibrosis
(3) Gambaran keruh

2) Perawatan
(1) Perawatan bagi TBC aktif dan TBC pasif walaupun menggunakan obat anti
tubercolusis (OAT) yang sama namun periode perawatannya berbeda.
Penderita TBC pasif (infeksi TBC) cukup diberi perawatan dalam waktu 6
bulan yang dikenal dengan perawatan pencegahan. Sedangkan penderita TBC
aktif (penyakit TBC) memerlukan waktu 6-9 bulan dan tindakan isolasi
6
mungkin diperlukan ketika dianggap menular. Perawatan dalam kedua
keadaan itu disertai dengan mengkonsumsi makanan bergizi, istirahat yang
cukup dan mengikuti saran-saran dokter.
(2) Karena pengobatan ini memerlukan waktu yang lama dan obat-obatan yang
diminum juga banyak, maka faktor kepatuhan penderita minum obat sangat
diperlukan untuk mencegah kegagalan terapi atau resistensi. Untuk itu
dilakukan strategi penyembuhan TBC jangka pendek dengan pengawasan
langsung atau dikenal dengan istilah DOTS (Directly Observed Treatment
Shortcourse).Dalam DOTS ada seseorang yang akan mengawasi serta
mengingatkan penderita minum OAT yang disebut dengan Pengawas Minum
Obat (PMO). Biasanya PMO ini berasal dari keluarga atau kerabat dekat
penderita.Dengan menggunakan strategi DOTS, proses penyembuhan TBC
dapat secara cepat dan tepat. DOTS (Directly Observed Treatment
Shortcourse) adalah strategi penyembuhan TBC jangka pendek dengan
pengawasan secara langsung.Strategi DOTS memberikan angka kesembuhan
yang tinggi, bisa mencapai 95%.
(3) Strategi DOTS terdiri dari 5 komponen, yaitu:
a) Adanya komitment politis dari pemerintah untuk bersungguh-sungguh
menanggulangiTBC,sehingga dengan adanya peran serta berbagai unsur
pemerintah dan masyarakatdiharapkanprogram ini berjalan sukses.
b) Meningkatkan deteksi dini dan kemampuan diagnosis penyakit TBC di pusat
pelayanan kesehatan perifier (Puskesmas)
c) Pengobatan TBC dengan Obat Anti TBC (OAT) jangka pendek dengan
diawasi secara langsung oleh Pengawas Minum Obat (PMO)
d) Tersedianya OAT yang terjangkau penderita secara konsisten
e) Pencatatan dan pelaporan penderita TBC
Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitarnya (Depkes RI, 2005)
1) Laporkan segera kepada instansi kesehatan setempat jika ditemukan
penderita TB atau yang diduga menderita TB.
2) Isolasi: Untuk penderita TB paru untuk mencegah penularan dapat
dilakukan dengan pemberian pengobatan spesifik sesegera mungkin.
7
Konversi sputum biasanya terjadi dalam 4 – 8 minggu. Pengobatan dan
perawatan di Rumah Sakit hanya dilakukan terhadap penderita berat dan
bagi penderita yang secara medis dan secara sosial tidak bisa dirawat di
rumah.
3) Pencegahan infeksi: Cuci tangan dan praktek menjaga kebersihan rumah harus
dipertahankan sebagai kegiatan rutin. Tidak ada tindakan pencegahan
khusus untuk barang-barang (piring, sprei, pakaian dan lainnya).
Dekontaminasi udara dengan cara ventilasi yang baik dan bisa ditambahkan
dengan sinar UV.
4) Karantina: Tidak diperlukan.
5) Penanganan kontak. Di AS terapi preventif selama 3 bulan bila skin tes
negatif harus diulang lagi, imunisasi BCG diperlukan bila ada kontak
dengan penderita.
6) Investigasi kontak, sumber penularan dan sumber infeksi: Tes PPD
direkomendasikan untuk seluruh anggota keluarga bila ada kontak. Bila
hasil negatif harus diulang 2-3 bulan kemudian. Lakukan X-ray bila ada
gejala yang positif. Terapi preventif bila ada reaksi positif dan memiliki
risiko tinggi terjadi TBC aktif (terutama untuk anak usia 5 tahun atau lebih)
dan mereka yang kontak dengan penderita HIV (+).
7) Terapi spesifik: Pengawasan Minum obat secara langsung terbukti sangat efektif
dalam pengobatan TBC di AS dan telah direkomendasikan untuk diberlakukan
di AS.

Yang menjadi sumber penyebaran TBC adalah penderita TBC, hal yang
paling efektif adalah mengurangi penderita TBC. Ada dua cara yang dilakukan
pada saat ini dalam mengatasi penyebaran, yaitu terapi dan imunisasi. Untuk
terapi, WHO merekomendasikan strategi DOTS. Dalam hal ini ada tiga tahapan
penting, yaitu mendeteksi pasien, melakukan pengobatan dan melakukan
pengawasan secara langsung. Cara kedua adalah imunisasi. Imunisasi akan
memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit TBC. Vaksin TBC, yang dikenal
dengan nama BCG (Bacillus Calmette Guerin) terbuat dari bakteri Mycobacteria
8
Tubercolusis Strain BCG. Bakteri ini menyebabkan TBC pada sapi, tapi tidak
pada manusia. Vaksin BCG hanya diperlukan sekali seumur hidup. Di Indonesia
diberikan kepada balita sebelum berumur dua bulan. BCG tidak dapat mencegah
serangan TBC namun memberikan perlindungan kepada anak pada bagian vital
lain seperti otak (meningitis tuberkolusis) yang dapat berakibat buruk pada
perkembangan otak anak. Karena sumber penularan TB adalah orang-orang
dewasa yang sehari-hari dekat dengan anak, maka mereka lah yang harus
ditangani dengan baik dan benar. Jika orangtua mencurigai dirinya atau anggota
keluarga (yang serumah) lain memiliki gejala-gejala TBC, segera periksakan ke
dokter untuk memastikan apakah menderita TBC aktif atau tidak. Jika ternyata
ada yang positif mengidap TBC aktif, tentunya anak harus diberi profilaksis INH,
dan orang-orang lain yang tinggal serumah juga harus segera diperiksa kondisi
kesehatannya. Sedangkan orang yang positif mengidap TBC aktif harus
dipastikan mengkonsumsi OAT-nya secara teratur sampai masa pengobatannya
selesai. Akan lebih baik apabila screening ini dilakukan sebelum bayi lahir
atau bahkan sebelum ibu hamil. Imunisasi dengan vaksin BCG sangat penting
untuk mengendalikan penyebaran penyakit TBC. Vaksin ini akan memberi tubuh
kekebalan aktif terhadap penyakit TBC. Vaksin ini hanya perlu diberikan sekali
seumur hidup, karena pemberian lebih dari sekali pun tidak berpengaruh. Tetapi
imunisasi BCG juga tidak sepenuhnya dapat melindungi manusia dari serangan
TBC. Tingkat efektivitas vaksin BCG memang ’hanya’ 70-80 %. Beberapa
negara maju menetapkan kebijakan tidak perlu imunisasi BCG, cukup mengawasi
dengan ketat kelompok yang beresiko tinggi. Tetapi untuk Indonesia, vaksin ini
masih sangat dibutuhkan, mengingat posisi Indonesia yang no 3 di dunia sebagai
negara dengan jumlah penderita TBC terbanyak. Vaksin BCG akan sangat efektif
bila diberikan segera setelah lahir atau paling lambat 2 bulan setelah lahir (dengan
catatan selama itu bayi tidak kontak dengan pengidap TB aktif). Meskipun BCG
tidak dapat 100% mencegah TBC paru-paru, tetapi pemberian vaksin ini akan
melindungi anak dari bentuk-bentuk TBC yang lebih ganas (meningeal TB dan
miliary TB). Anak yang sudah diimunisasi BCG, lalu terinfeksi kuman TB,
umumnya tidak berkembang menjadi sakit. Kalaupun sampai berkembang
9
menjadi TB aktif, biasanya perkembangbiakan kuman akan terlokalisir di paru-
paru saja (pulmonary TB). Selain imunisasi, orangtua juga harus memperhatikan
asupan gizi anak. Asupan gizi yang baik ditambah imunisasi BCG, diharapkan
cukup ampuh menangkal serangan bakteri TB. Kalaupun anak sampai terinfeksi,
dampaknya akan lebih ringan. Pengobatan untuk penyakit-penyakit lain selama
pengobatan TBC pun sebaiknya harus diatur dokter untuk mencegah efek samping
yang lebih serius/berbahaya.

Penyakit TBC dapat dicegah dengan cara:


1. Mengurangi kontak dengan penderita penyakit TBC aktif.
2. Menjaga standar hidup yang baik, dengan makanan bergizi, lingkungan yang
sehat, dan berolahraga.
3. Pemberian vaksin BCG (untuk mencegah kasus TBC yang lebih berat).
Vaksin ini secara rutin diberikan pada semua balita.

Jika batuk anda berkepanjangan, periksakan ke dokter, cek lendir/dahak


yang dihasilkan. Sering berjemur dipagi hari sekitar jam 7-8 pagi selama 25-30
menit untuk membuat tubuh berenergi. Jaga kebersihan tubuh dan tangan. selain
itu juga hindari kontak langsung dengan orang yang menderita TBC. Perhatikan
pola makan yang kaya akan vitamin dan mineral untuk meningkatkan sistem
kekebalan tubuh.

B. PROSES PERAWATAN RUANG ISOLASI

2.1. Pengertian ruang Isolasi


Ruang Isolasi adalah dilakukan terhadap penderita penyakit menular,
isolasi menggambarkan pemisahan penderita atau pemisahan orang atau binatang
yang terinfeksi selama masa inkubasi dengan kondisi tertentu untuk mencegah
atau mengurangi terjadinya penularan baik langsung maupun tidak langsung dari
orang atau binatang yang rentan.Sebaliknya, karantina adalah tindakan yang

10
dilakukan untuk membatasi ruang gerak orang yang sehat yang di duga telah
kontak dengan penderita penyakit menular tertentu.
CDC telah merekomendasikan suatu “Unversal Precaution atau
Kewaspadaan Umum” yang harus diberlakukan untuk semua penderita baik yang
dirawat maupun yang tidak dirawat di Rumah Sakit terlepas dari apakah penyakit
yang diderita penularanya melalui darah atau tidak.
Hal ini dilakukan dengan asumsi bahwa darah dan cairan tubuh dari
penderita (sekresi tubuh biasanya mengandung darah, sperma, cairan vagina,
jaringan, Liquor Cerebrospinalis, cairan synovia, pleura, peritoneum, pericardial
dan amnion) dapat mengandung Virus HIV, Hepatitis B dan bibit penyakit lainnya
yang ditularkan melalui darah.

2.2. Tujuan isolasi

Tujuan dari pada di lakukannya “Kewaspadaan Umum” ini adalah agar para
petugas kesehatan yang merawat pasien terhindar dari penyakit-penyakit yang di
tularkan melalui darah yang dapat menulari mereka melalui tertusuk jarum karena
tidak sengaja, lesi kulit, lesi selaput lendir.

Alat-alat yang dipakai untuk melindungi diri antara lain pemakaian sarung
tangan, Lab jas, masker, kaca mata atau kaca penutup mata.Ruangan khusus
diperlukan jika hygiene penderita jelek.Limbah Rumah Sakit diawasi oleh pihak
yang berwenang.

2.3. Macam-macam isolasi


1. Isolasi ketat
Kategori ini dirancang untuk mencegah transmisi dari bibit penyakit yang
sangat virulen yang dapat ditularkan baik melalui udara maupun melalui
kontak langsung.Cirinya adalah selain disediakan ruang perawatan khusus
bagi penderita juga bagi mereka yang keluar masuk ruangan diwajibkan

11
memakai masker, lab jas, sarung tangan.Ventilasi ruangan tersebut juga
dijaga dengan tekanan negatif dalam ruangan.

2. Isolasi kontak
Diperlukan untuk penyakit-penyakit yang kurang menular atau infeksi
yang kurang serius, untuk penyakit-penyakityang terutama ditularkan secara
langsung sebagai tambahan terhadap hal pokok yang dibutuhkan, diperlukan
kamar tersendiri, namun penderita dengan penyakit yang sama boleh dirawat
dalam satu kamar, masker diperlukan bagi mereka yang kontak secara
langsung dengan penderita, lab jas diperlukan jika kemungkinan terjadi
kontak dengan tanah atau kotoran dan sarung tangan diperlukan jika
menyentuh bahan-bahan yang infeksius.

3. Isolasi pernafasan;
Dimaksudkan untuk mencegah penularan jarak dekat melalui udara,
diperlukan ruangan bersih untuk merawat penderita, namun mereka yang
menderita penyakit yang sama boleh dirawat dalam ruangan yang sama.
Sebagai tambahan terhadap hal-hal pokok yang diperlukan, pemakaian
masker dianjurkan bagi mereka yang kontak dengan penderita, lab jas dan
sarung tangan tidak diperlukan.

4. Isolasi terhadap Tuberculosis (Isolasi BTA)


Ditujukan bagi penderita TBC paru dengan BTA positif atau gambaran
radiologisnya menunjukkan TBC aktif. Spesifikasi kamar yang diperlukan
adalah kamar khusus dengan ventilasi khusus dan pintu tertutup. Sebagai
tambahan terhadap hal-hal pokok yang dibutuhkan masker khusus tipe
respirasi dibutuhkan bagi mereka yang masuk ke ruangan perawatan, lab jas
diperlukan untuk mencegah kontaminasi pada pakaian dan sarung tangan
atidak diperlukan.

12
5. Kehati-hatian terhadap penyakit Enterie
Untuk penyakit-penyakit infeksi yang ditularkan langsung atau tidak
langsung melalui tinja.Sebagai tambahan terhadap hal-hal pokok yang
diperlukan, perlu disediakan ruangan khusus bagi penderita yang hygiene
perorangannya rendah. Masker tidak diperlukan jika ada kecenderungan
terjadi soiling dan sarung tangan diperlukan jika menyentuh bahan-bahan
yang terkontaminasi

2.4. Prinsip isolasi


Prinsip kewaspadaan airborne harus diterapkan di setiap ruang perawatan isolasi
yaitu:
1. Ruang rawat harus dipantau agar tetap dalam tekanan negatif dibanding
tekanan di koridor.
2. Pergantian sirkulasi udara 6-12 kali perjam
3. Udara harus dibuang keluar, atau diresirkulasi dengan menggunakan
filter HEPA (High-Efficiency Particulate Air)
Setiap pasien harus dirawat di ruang rawat tersendiri. Pada saat petugas
atau orang lain berada di ruang rawat, pasien harus memakai masker bedah
(surgical mask) atau masker N95 (bila mungkin). Ganti masker setiap 4-6
jam dan buang di tempat sampah infeksius. Pasien tidak boleh membuang
ludah atau dahak di lantai gunakan penampung dahak/ludah tertutup sekali
pakai (disposable).

2.5. prosedur perawatan di ruang isolasi


1. Persiapan sarana
Baju operasi yang bersih, rapi (tidak robek) dan sesuai ukuran badan.
Sepatu bot karet yang bersih, rapih (tidak robek) dan sesuai ukuran kaki.
Sepasang sarung tangan DTT (Desinfeksi Tingkat Tinggi) atau steril ukuran
pergelangan dan sepasang sarung bersih ukuran lengan yang sesuai dengan ukuran
tangan.Sebuah gaun luar dan apron DTT dan penutup kepala yang bersih. Masker

13
N95 dan kaca mata pelindung Lemari berkunci tempat menyimpan pakaian dan
barang – barang pribadi.

2. Langkah awal saat masuk ke ruang perawatan isolasi


Lakukan hal sebagai berikut:
a. Lepaskan cincin, jam atau gelang
b. Lepaskan pakaian luar
c. Kenakan baju operasi sebagai lapisan pertama pakaian
d. Lipat pakaian luar dan simpan dengan perhiasan dan barang–barang
pribadi lainnya di dalam lemari berkunci yang telah disediakan.
3. Mencuci tangan
4. Kenakan sepasang sarung tangan sebatas pergelangan tangan
5. Kenakan masker

2 Ruangan Isolasi
Penyebaran dari infeksi nosokomial juga dapat dicegah dengan membuat
suatu pemisahan pasien.Ruang isolasi sangat diperlukan terutama untuk penyakit
yang penularannya melalui udara, contohnya tuberkulosis, dan SARS, yang
mengakibatkan kontaminasi berat.Penularan yang melibatkan virus, contohnya
DHF dan HIV.Biasanya, pasien yang mempunyai resistensi rendah seperti
leukimia dan pengguna obat immunosupresan juga perlu diisolasi agar terhindar
dari infeksi.Tetapi menjaga kebersihan tangan dan makanan, peralatan kesehatan
di dalam ruang isolasi juga sangat penting.Ruang isolasi ini harus selalu tertutup
dengan ventilasi udara selalu menuju keluar. Sebaiknya satu pasien berada dalam
satu ruang isolasi, tetapi bila sedang terjadi kejadian luar biasa dan penderita
melebihi kapasitas, beberapa pasien dalam satu ruangan tidaklah apa-apa selama
mereka menderita penyakit yang sama.

14
C. DEMAM BERDARAH DENGUE

Definisi
Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan bentuk infeksi Dengue yang
disertai dengan manisfasi perdarahan dari ringan sampai berat. DBD menja di
problem kesehatan baik didaerah tropic maupun didaerah sub tropik (sebagai
“imported cases”, kasus yang dibawah dari daerah tropik).

Etiologi
Sejak munculnya penyakit ini beberapa dekade yang lalu, sampai saat ini
praktis tidak ada penurunan baik insiden maupun prevalensinya. Demam dengue
adalah Demam yang disebabkan oleh infeksi virus Dengue.
Dikenal 4 macam jenis Virus Dengue yaitu : Den-1,Den-2.Den-3,dan Den-4.

Tanda dan gejala klinik


Biasanya asimptomatik (tanpagejala).Pasien dibawa ke RS biasanya sudah
dalam keadaan yang berat.Gejala dan tanda-kliniknya berupa sindrom
(kumpulangejala) dari ringan berupa demam ringan sampai syok karena
perdarahan yang hebat.
Perdarahan dan plasma leakage (kebocoran pembuluh darah) yang terjadi
biasanya karena penderita mendapatkan serangan infeksi oleh satu jenis virus
Dengue.Didaerah endemic (seperti Indonesia) sebaiknya kita mencurigai setiap
demam yang terjadi sebagai Demam berdarah sampai pemeriksaan selanjutnya
membuktikan bahwa ternyata bukan Demam berdarah.
Para dokter spesialis bedah (yang menduga ada radang usus buntu) dan
dokter spesialis kandungan (yang menduga terdapat Kehamilan di
luar kandungan) harus waspada bila berhadapan dengan penderita yang berasal
dari daerah endemic atau baru kembali dari daerah endemic dengan demam tinggi
disertai nyeri abdomen (perut).

15
Jangan tergesa-gesa melakukan operasi, sebelum yakin bahwa nyeri
perutnya bukan karena demam berdarah.Sebab gejalanya mirip antara Demam
berdarah Dengue dengan Radang usus buntu, maupun Kehamilan di luar
kandungan (kehamilan ektopik terganggu).
Pemeriksaan laboratorium ditandai dengan penurunan trombosit dan tanda-
tanda plasma Leakage (perembesan plasma akibat kebocoran pembuluh darah) yaitu
terjadinya hemokonsentrasi (kadar hematokrit meningkat). Perubahan klinik dan
laboratorik penderita DHF Sangat cepat, sehingga diperlukan monitoring tanda vital
secara ketat serta pemeriksaan laborat secara serial (tiap 12 jam atau 24 jam).
Kriteria WHO masih dipakai untuk diagnosis DHF.Akan Tetapi dalam
keadaan tertentu kita tidak boleh hanya berpegangan dengan satu macam
pemeriksaan. Nilaitrombosit yang kurang dari 100.000 ( saja ) tidak bias dijadikan
pegangan untuk memasukkan penderita ke Rumah sakit, karena trombosit yang
masih diatas 100.000/mm3 dapat mendadak turun secara drastis. Sehingga kalau
penderita masih dirumah tentu sangat membahayakan jiwa penderita.
Diagnosis DBD dengan pemeriksaan serologi ELISA maupun rapidtest
(tescepat) dengan Dengue blot.Untuk Dengue Blot biasanya baru positif di hari
kelima demam. Ada pemeriksaan lain: Antigen NS1,dianjurkan untuk pasien
dengan demam kurang 3 hari, bila positif mendukung kearah Demam Dengue,
Tetapi bila hasilnya negative harus dikonfirmasi lagi dengan Dengue Blot setelah
hari ke 5 demam.

Penatalaksanaan

Terapi Demam Berdarah Dengue bersifat suportif (meningkatkan daya


tahan tubuh) dan simtomatis (menghilangkan gejala). Belum ditemukan obat
khusus untuk membunuh virus Dengue.
Perlu mengganti kehilangan cairan akibat kebocoran plasma (virus Dengue
menyerang dinding pembuluh darah) dan memberikan terapi substitus (pengganti)

16
komponen darah bilamana diperlukan. Jika jumlah trombosit sangat rendah dan
timbul perdarahan, maka diberikan transfuse trombosit.
Dalam pemberian terapi cairan, perlu pemantauan pemberian cairan.
Dengan memperhatikan pasien baik secara klinis maupun laboratories (melihat
kadar Hemoglobin, Hematokrit, dantrombosit). Proses kebocoran plasma dan
terjadinya trombositopenia (trombosit yang turun) umumnya terjadi hari ke 4
hingga 6 sejak demam. Dengan demikian, perlu waspada bila merawat DBD di
hari ke 4 hinggi ke 6.Pada hari tersebut pasien sering tidak mengeluh panas dan
cenderung minta rawat jalan.
Hari ke-7 demam, proses kebocoran plasma akan berkurang dan cairan
kembali dari ruang interstitial (di sekitar pembuluh darah) ke intravascular (ke
dalam pembuluh darah). Terapi cairan pada keadaan tersebut secara bertahap
harus dikurangi. Sebab, akan menimbulkan timbunan cairan yang cukup banyak
di pembuluh darah. Perlu pemantauan kemungkinan terjadinya kelebihan cairan
serta terjadinya efusi pleura (penumpukan cairan di lapisan paru) atau pun asites
(penumpukan cairan di rongga perut). Dapat dilihat dari gejala klinis : sesak nafas,
nafas terasa berat, dan perasaan tidak nyaman.
Terapi nonfarmakologis (tanpa obat) yang meliputi tirah baring (pada
trombosit openia= penurunan jumlah trombosit yang berat). Kadar trombosit
normal: 150 ribu sampai 450 ribu. Apabila turun di bawah 100 ribu, sebaiknya
dirawat di rumah sakit. Karena dikhawatirkan akan terjadi perdarahan dan
kemungkinan Syok (Sindrom Syok pada Dengue).
Pemberian makanan dengan kandungan gizi: nasi biasa atau nasi lunak
sesuai dengan selera pasien. Diperlukan makanan yang tidak mengandung zat atau
bumbu yang mengiritasi saluaran cerna (pedas, asam).
Terapi simptomatis (penghilang gejala), diberikan antipiretik (obat
penurun panas): parasetamol, mengatasi keluhan dyspepsia (rasa tidaknyaman di
uluhati, berupa mual, muntah, sebah, mudah kenyang, kembung, sering sendawa).
Protokol pemberian cairan sebagai komponen utama penatalaksanaan DBD
dewasa mengikuti 5 protokol, yang mengacu pada protokol WHO.

17
Protokol tersebut terbagi dalam 5 kategori, sebagai berikut:
1. Penanganan tersangka DBD tanpa syok.
2. Pemberian cairan pada tersangka DBD dewasa di ruang rawat.
3. Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan hematokrit (kekentalan darah)
>20%
4. Penatalaksanaan perdarahan spontan pada DBD dewasa
5. Tatalaksana sindroma syok dengue pada dewasa

Demam Berdarah Dengue akan selalu ada sepanjang tahun. Kita bisa
mencegah penularan penyakit ini dengan bersama-sama mengusahakan
pemutusan rantai penularan dengan pemberantasan sarang nyamuk.

III. TATA LAKSANA


A. Dokter mendiagnosa penyakit yang diderita pasien
B. Bila diagnose dokter merupakan penyakit menular TB dan HIV AIDS
pasien di rawat di ruang isolasi
C. Pasien dengan penyakit menular Demam Berdarah dapat di rawat di
ruang biasa
D. Bila ruang isoalsi penuh,pasien dapat di rawat diruang biasa
E. Perawatan diruang isolasi dilakukan sesuai dengan persyaratan ruang
isolasi.

IV. DOKUMENTASI
Semua pelayanan pasien penyakit menular

18

Anda mungkin juga menyukai