Anda di halaman 1dari 3

:: Si Jangoi ::

Jangoi adalah julukan untuk anak yang nakal, yang suka mengusik orang. Apalagi mengusik
anak dara, tak perduli pagi, siang, petang ataupun malam. Di saat orang menjaring, Jangoi
pun suka merusak jaring orang. Alkisah, adaaaa saja yang dikerjakan atau diganggunya.
Pernah juga orang-orang kampong merasa geram dan marah kepada Jangoi, hingga suatu
ketika Jangoi ditangkap dan diikat di sebuah pohon. Tetapi entah bagaimana, eeh! Tahu-tahu
si Jangoi lepas dari ikatan dan menghilang. Orang kampong pun jadi heran. Padahal ikatan di
pohon itu begitu kuat, tapi ternyata si Jangoi dapat melepaskan diri.
Untuk beberapa hari, sejak Jangoi di tangkap dan menghilang,? keadaan kampong agak
tenang. Tak pernah terdengar lagi soal si Jangoi yang suka mengganggu orang. Tapi
ketentraman itu tidak lama. Rupanya entah dari mana, tahu-tahu si Jangoi muncul lagi. Kali
ini kelakuannya lebih jahat. Tidak hanya suka mengganggu ataupun mengusik, tapi sengaja
mengejar-ngejar anak-anak perempuan ataupun anak dara yang mau pergi atau pulang
mengaji. Sehingga sebagian anak-anak dara ataupun anak-anak takut pergi untuk mengaji.
Malahan suatu ketika, pada suatu malam Jangoi bersembunyi pada sebuah pohon yang
rimbun, ia memakai pakaian putih, layaknya mayat yang baru keluar dari lobang kubur.
Entah mukena siapa yang dicurinya. Begitu orang-orang pulang dari surau dan melewati
pokok rimbun itu, Jangoi pun keluar dengan melompat-lompat layaknya sebagai lembaga
atau hantu. Maka berhamburan berlari-lari sambil berteriak-teriak ketakutan orang-orang itu,
khususnya orang perempuan dan anak-anak. Penduduk setempat sangat marah! Maka
dicarilah akal untuk menangkap si Jangoi. Orang-orang kampong sengaja mengintai dan
mencari kelengahan Jangoi.
Alhasil, pada suatu ketika, dapatlah si Jangoi ditangkap oleh orang kampong. Beramai-ramai
orang kampong itu mengarak si Jangoi. Kedua tangannya diikat ke belakang. Sesampainya di
sebuah pohon yang besar, si Jangoi diikat. Sekali ini, si Jangoi tidak ditinggal begitu saja.
Melainkan dijaga oleh orang dewasa. Jaganya bergantian. Pokoknya, istilah kata orang, tak
boleh leke.
“Huh! Baru kau rasa sekarang, ya? Kau tak akan dapat lepas lagi, Jangoi. Kami jaga engkau
berganti-ganti,” kata orang yang menjaganya.
Apa jawab si Jangoi?
“Kalau ada orang menjaga enak juga. Engkau orang jadi pengawal aku, si Jangoi!” Ejek
Jangoi.
“Kurang ajar! Dasar anak bertuah!” kata si penjaganya dengan marah.
“Aku diikat, engkau orang menjaga. Engkau orang juga yang penat!” Ejek Jangoi lagi. Naik
pitam juga orang yang menjaganya melihat perangai si Jangoi.
“Hei, dengar! Budak macam kau ni tak perlu dilayan!” Kata si Penjaganya dengan geram.
“Tak, layan sudah! Akupun tak rugi!” Jawab si Jangoi sambil ketawa-ketawa.
“Iiih ! Kalau bukan masih budak lagi, sudah aku lumat-lumatkan, engkau ni!” Begitu
geramnya di Penjaga itu melihat perangai Jangoi. Adaaaa saja jawabnya. Maka si Penjaga
itupun tak hendak melayan si Jangoi lagi.
Memang sungguh luar biasa, istilah kata orang, tak boleh leke. Padahal orang yang
menjaganya betul-betul dan dijaga secara berganti-ganti. Tapi dalam sekelip mata, si Jangoi
boleh hilang dari pokok tempat ia diikat. Para penjaga kalang-kabut mencari-cari, sampai
kemerata tempat. Tapi si Jangoi hilang macam di telan bumi.
Akhirnya, orang-orang kampong jadi putus asa. Mereka tak tahu lagi bagaimana untuk
mencari dan menangkap si Jangoi. Orang-orang kampong sangat khawatir kalau-kalau si
Jangoi muncul lagi dan buat perangai yang lebih teruk. Dan betul saja, tak sampai sepekan si
Jangoi pun muncul. Sekali ini bukan anak dara, anak-anak ataupun orang perempuan,
melainkan orang-orang tua pun diusik dan ditakuti-takuti. Layaknya jadi macam orang
minyak!
Suasana kampong betul-betul kelam-kabut dibuat ulah si Jangoi!. Maka akhirnya orang
kampong berkumpul dengan dipimpin oleh Orang Tua di kampong itu.? Mereka
bermusyawarah untuk mencari jalan keluar yang terbaik. “Wahai orang-orang kampong,
nampaknya perangai si Jangoi, tak boleh kita diamkan begitu saja. Si Jangoi telah membuat
kerusuhan di kampong kita ini!” kata? Orang Tua itu.
“Kalau dapat sekali ini, kita rejam saja, Tok!” ujar salah seorang penduduk.
“Tapi si Jangoi itu masih budak-budak? lagi, takkanlah hendak direjam pula!” kata penduduk
yang lain.
“Memang masih budak-budak, tapi kelakuannya sudah melampau batas! Sudah membuat
kampong kita ini kacau balau!” Kata salah seorang penduduk yang lainnya pula.
“Yang penting kita dapat menangkap dahulu budak yang bernama Jangoi itu. Bagaimana dan
apa yang patutu kita buat, biarlah nanti kalau si Jangoi sudah tertangkap. Kita jangan biarkan
lagi si Jangoi itu buat kerusuhan di kampong kita ini. Itu yang penting!” akhirnya Orang Tua
yang memimpin musyawarah itu berkata.
Banyak orang kampong yang memburu dan hendak menangkap si Jangoi. Pada hari petang
menjelang maghrib, si Jangoi mulai dengan perangainya mengusik orang yang akan pergi
sembahyang. Maka serentak orang-orang kampong yang sudah bersiap sedia, langsung
mengejar Jangoi.
Maka terjadilah kejar-mengejar, walaupun ramai orang yang memburunya, tak mudah untuk
menangkap Jangoi. Jangoi pandai menggelecek, lari sana, sembunyi di sini. Badannya pun
macam belut, licin. Payah di tangkap. Tetapi dengan usaha yang gigih dari orang-orang
kampong, akhirnya Jangoi dapat tertangkap. Begitu jangoi dapat tertangkap, langsung diikat
serta diapit oleh beberapa orang dewasa sehingga tak dapat lari. Langsung dibawa kehadapan
Orang Tua.
“Hei Jangoi ! Aku hendak bertanya kepadamu. Jawablah dengan jujur ! Apa sebenarnya
maksudmu suka mengganggu orang-orang kampong, hingga kelakuanmu seperti orang
minyak!” Tanya Orang Tua. Tapi si Jangoi tidak menjawab, ia hanya tertawa-tawa saja.
“Baiklah, kalau kamu tidak mau menjawab. Tapi beritahukan kepadaku, ilmu apa yang kamu
pakai sehingga dapat melepaskan ikatan dan menghilangkan diri ,” Tanya lagi si Orang Tua
dengan sabar.
Ternyata si Jangoi masih belum ingin menjawab, ia masih diam dan hanya tersenyum-
senyum. Orang Tua itu pun hampir habis kesabarannya, tapi masih juga ditahannya. Lalu
Orang Tua itu berkata lagi, “Sekarang jelaskan apa syaratnya supaya kamu tidak boleh
melepaskan diri dan menghilang lagi!”
“Benarkah orang-orang kampong ingin menyingkirkan aku dari kampong ini?” Tiba-tiba si
Jangoi bicara.
“Kamu budak yang sangat nakal, yang hilang sama sekali dari kampong ini!” ujar seorang
penduduk dengan geram.
“Kalau kau tak mau memberi tahu syaratnya, tubuhmu akan kami bakar hidup-hidup!” kata
orang? yang lainnya pula. Mendengar tubuhnya mau dibakar, si Jangoi ketakutan. “Jangan,
jangan dibakar. Aku tidak akan mati, tapi akan sangat menderita ,” Ujar si Jangoi ketakutan.
“Kalau begitu katakanlah syaratnya!” Ujar Orang Tua di kampong itu.
“Baiklah! Jika orang-orang kampong sangat benci padaku, dan ingin melenyapkan aku,
mudah saja. Syaratnya, pisahkan tubuhku menjadi tiga bahagian. Kepala, badan dan kaki.”
Jelas Jangoi menerangkan.
Mendengar penjelasan dari si Jangoi, orang-orang kampong sangat terkejut. Terumanya si
Orang Tua. Sungguhnya itu hanya ingin menakuti-nakuti. Tak akan tergamak atau sampai
hati mereka untuk membakar si Jangoi hidup-hidup, apalagi harus memenggal tubuh si
Jangoi menjadi tiga bahagian, kepala,badan serta kaki.
Melihat orang-orang kampong sangat terkejut dan sepertinya tak sampai hati untuk
memenggal dirinya menjadi tiga bahagian, si Jangoi pun berkata, “Kenapa orang-orang
menjadi ketakutan dan tak sampai hati untuk memenggal aku? Kalau tubuhku tidak
dipisahkan, aku tidak akan mati dan aku akan terus mengacau!” Ujar si Jangoi.
Kata-katanya, betul-betul membuat orang kampong serba salah. Kalau tidak melakukan
seperti apa kata si Jangoi. Kampong tidak akan aman. Tapi kalau melakukan syarat yang
dikatakan oleh Jangoi, mereka juga tak sampai hati. Dengan berbagai pertimbangan, akhirnya
si Jangoi di bunuh. Namun orang kampong tidak mengikut arahannya dari Jangoi untuk
memisahkan ketiga bahagian tubuhnya.
Akhirnya, tak sampai seminggu si Jangoi bangkit dari kuburnya, dan hidup kembali, serta
mengacau orang kampong lebih dahsyat. Si Jangoi betul-betul jadi macam orang minyak.
Terpaksalah orang kampong mencari orang yang berilmu, orang pandai, untuk menangkap
Jangoi. Setelah berusaha dengan keras, akhirnya si Jangoi dapat tertangkap.
“Wahai orang kampong sekaliannya, kita memang harus melakukan seperti arahan yang
diberikan oleh si jangoi ini. Sebab itulah petuahnya, jika kita tidak melakukannya. Si Jangoi
akan terus dengan perangkainya. Bahkan semakin hari, semakin jahat. Memang kita tak
sampai hati, sebab si jangoi masih budak lagi. Demi kepentingan orang banyak, terpaksalah
kita harus mengorbankan si Jangoi!” Demikian kata orang pandai itu dengan panjang lebar.
Akhirnya dengan perasaan serba salah, orang-orang kampongpun melakukan seperti apa yang
dikatakan oleh Jangoi. Konon, kepala Jangoi di tanam di Pulau Los, badannya di tanam di
Pulau Penyengat, sedangkan kakinya di tanam di Pulau Paku. Memang sungguh ajaib!
Sejak kejadian itu si Jangoi memang tak pernah muncul lagi. Kampong itupun kembali
tentram seperti semula.
Oleh sebab itu, kalau ada anak nakal, selalu disebut orang,
“Huh! Kelaku macam si Jangoi!”

Anda mungkin juga menyukai