Anda di halaman 1dari 11

Faktor-Faktor Endokrin

Faktor-faktor endokrin yang dapat mempengaruhi peningkatan risiko gagalnya kehamilan antara
lain penyakit tiroid, diabetes mellitus, sindrom polikistik ovarium (PCOS), dan defisiensi fase
luteal.

Hipotiroidisme

Risiko gagalnya kehamilan dapat meningkat pada wanita dengan hipotiroidisme subklinis
maupun yang secara klinis jelas tidak terkoreksi.Secara umum, penyakit subklinis atau ringan di
waktu lalu dianggap tidak memiliki konsekuensi klinis yang penting.Akan tetapi, hasi-hasil
penelitian yang dilakukan pada luaran wanita hamil dengan hipotiroidisme ternyata bertentangan
dengan pernyataan itu. Insiden gagalnya kehamilan sangat rendah pada wanita hipotiroidisme
yang diobati yang ditunjukkan dengan fungsi tiroid yang kembali normal, namun sangat tinggi
pada wanita dengan kadar hormone TSH yang meningkat, termasuk juga wanita dengan penyakit
subklinis yang tidak diobati dan mereka dengan penyakit klinis yang jelas yang menerima sulih
hormon tiroid eksogen yang tidak adekuat. Bukti mengindikasikan pasien dengan hipotiroidisme,
bahkan hipotiroidisme subklinis, memiliki tingkat keguguran spontan yang tinggi. Penelitian ini
menunjukkan bahwa hipotiroidisme subklinis tidak sepenuhnya benigna dan selanjutnya
menyarankan perlunya rekomendasi awal untuk melakukan skrining TSH pada pemeriksaan
wanita dengan keguguran berulang. Diagnosis dan pengobatan bahkan pada penyakit tiroid
yang ringan dapat memberikan manfaat yang penting bagi wanita dengan keguguran berulang.

Ingatlah (lihat Bab 20) bahwa ketika hamil, wanita yang diobati untuk hipotiroidisme
memerlukan peningkatan tiroksin (20-50%) selama kehamilan, yang dimulai pada minggu ke-5
kehamilan. Ketika wanita yang sebelumnya didiagnosa hipotiroid menjadi hamil, paling baik
meningkatkan dosis levotroksin secara empiris sekitar 30% segera setelah diagnosa kehamilan,
dengan penyesuaian lanjutan berdasarkan kadar TSH. TSH sebaiknya dipantau setiap bulan
dan pada periode postpartum, dan dosis sebaiknya disesuaikan untuk menjaga kadar TSH
setengah lebih rendah dari kisaran normal, <2.5mU/mL pada trimester pertama dan <3.0
mU/mL pada sisa kehamilan. Pada postpartum, dosis sebaiknya segera dikurangi pada level

1
kehamilan. Kebutuhan akan monitoring yang tepat dan pengobatan yang adekuat tidak dapat
terlalu ditekankan. Wanita dengan autoimunitas tiroid (adanya antibody tiroid) harus dipantau
dengan kadar TSH setidaknya 6 bulan setelah persalinan karena risiko untuk tiroiditis
postpartumnya meningkat.

Diabetes Mellitus

Wanita diabetes dengan kontrol metabolik yang baik tidak lebih mungkin menderita keguguran
daripada wanita non diabetes, namun wanita diabetes dengan kadar gula darah dan hemoglobin
terglikosilasi (A1c) yang tinggi pada trimester pertama memiliki peningkatan risiko yang
signifikan untuk keguguran spontan. Diantara wanita dengan kontrol diabetik yang buruk, risiko
keguguran meningkat seiring dengan meningkatnya kadar hemoglobin A1c. Pada wanita
dengan keguguran berulang, evaluasi dengan kadar gula darah dan hemoglobin A1c
diindikasikan untuk mereka dengan yang didapati atau dicurigai menderita diabetes tetapi
sebaliknya tidak dituntut. Wanita diabetes dengan keguguran berulang dan peningkatan
konsentrasi hemoglobin A1c sebaiknya disarankan menunda rencana untuk hamil lagi sampai
kadarnya kembali ke kisaran normal.

Sindrom Polikistik Ovarium

Sejumlah studi telah menunjukkan korelasi antara peningkatan kadar LH dan keguguran
berulang. Di masa lampau,observasi yang dilakukan ditujukan kepada efek buruk LH itu sendiri
atau hiperandrogenisme yang diinduksi oleh hipersekresi LH pada wanita dengan PCOS.Akan
tetapi, supresi sekresi LH dengan agonis GnRH sebelum induksi ovulasi dengan gonadotropin
eksogen dosis-rendah tidak memiliki efek terhadap luaran kehamilan pada wanita dengan
PCOS.Hiperinsulinemia dan tingginya aktivitas PAI merupakan penyebab yang paling mungkin
dalam meningkatkan insiden keguguran (30-50%) yang diamati pada wanita dengan
PCOS.Metformin adalah obat sensitasi-insulin dengan manfaat yang teruji klinis untuk induksi
ovulasi pada wanita anovulatoar dengan PCOS, dan juga telah terbukti menurunkan aktivitas
PAI. Berdasarkan hal itu, pengobatan dengan metformin sebelum konsepsi dan selama

2
kehamilan merupakan salah satu cara untuk menurunkan risiko keguguran pada wanita dengan
PCOS.

Hasil-hasil studi retrospektif menunjukkan bahwa metformin dapat mengurangi atau


menghilangkan tingginya risiko keguguran pada wanita dengan PCOS. Akan tetapi, uji random
yang membandingkan metformin dan klomifen, sendiri atau dalam bentuk kombinasi,
menemukan bahwa klomifen jelas lebih unggul daripada metformin dan bahwa pengobatan
kombinasi tidak lebih baik daripada pengobatan dengan klomifen saja. Dalam uji tunggal yang
terbesar, angka kelahiran hidup yang dicapai dengan klomifen secara signifikan lebih tinggi
daripada metformin (22.5% vs 7.2%) dan hasil-hasil pengobatan kombinasi tidak berbeda secara
signifikan (26.8%). Meskipun beberapa telah menganjurkan metformin untuk mengurangi
peningkatan risiko keguguran pada wanita dengan PCOS, yang mungkin berhubungan dengan
gangguan metabolik, namun dalam uji random yang besar tidak ada perbedaan tingkat
keguguran pada wanita yang menerima atau tidak menerima metformin.Meta-analisis dari 17
uji random menyimpulkan bahwa metformin tidak memiliki efek terhadap risiko keguguran.
Metformin dapat ditambahkan dalam regimen pengobatan jika klomifen saja gagal memperbaiki
fungsi ovulasi normal.Pengobatan dengan metformin dapat dihentikan setelah konsepsi atau
setelah akhir trimester pertama, atau dilanjutkan selama kehamilan dengan harapan mengurangi
risiko terjadinya diabetes gestasional. Metformin dikelompokkan sebagai obat kategori B (tidak
ada efek teratogenik yang ditunjukkan dalam studi terhadap hewan) dan tidak teratogenik atau
tidak ada efek samping serius lainnya yang teramati dalam dalam studi yang terbatas pada wanita
sejauh ini. Akan tetapi, pengobaan dengan metformin selama kehamilan terkait dengan
peningkatan prevalensi pre-eklampsia dan peningkatan mortaitas perinatal pada beberapa studi,
meskipun tidak pada yang lainnya. Saat ini, pengobatan rutin metformin selama kehamilan tidak
direkomendasikan untuk wanita dengan PCOS.

Defisiensi Fase Luteal

Penyebab yang begitu bevariasi dari fungsi luteal dan metode untuk diagnosis klinis defisiensi
fase luteal yang buruk dibahas panjang lebar dalam konteks evaluasi infertilitas wanita pada Bab
27. Pembahasan disini terbatas pada ringkasan patofisiologi, diagnosis, dan pengobatan

3
defisiensi fase luteal pada wanita dengan keguguran berulang. Beberapa bukti menunjukkan
bahwa keberhasilan awal kehamilan bergantung pada dukungan progestasional dari korpus
luteum sampai sekitar kehamilan 7 minggu (tanggal menstruasi). Pengukuran serial 17-
hidroksiprogesteron (diproduksi oleh korpus luteum tapi tidak oleh tropoblas), progesteron,
estradiol, dan human chorionic gonadotropin (hCG) selama awal kehamilan spontan dan
kehamilan yang dicapai melalui fertilisasi in vitro (FIV) menggunakan donor oosit pada wanita
dengan kegagalan ovarium menunjukkan bahwa pergantian luteal-plasental tidak terjadi secara
tiba-tiba namun membutuhkan waktu perlahan mulai dari minggu kelima sampai minggu
kesembilan kehamilan. Penelitian klasik luaran kehamilan pada wanita yang melakukan
terminasi kehamilan melalui prosedur luteektomi pada waktu yang bervariasi selama awal
kehamilan menunjukkan bahwa kehamilan sebenarnya tidak tergantung pada korpus luteum
selama kurang lebih 7 minggu kehamilan; luteektomi yang dilakukan di awal kehamilan pada
umumnya mengakibatkan keguguran spontan.

Konsentrasi progesteron pada awal kehamilan baik normal maupun abnormal menunjukkan
kontribusi bersama dari korpus luteum dan trofoblast yang sedang berkembang, dalam kisaran
yang besar dan cenderung tumpang tindih. Pengukuran kadar progesteron serum untuk
menentukan kualitas fungsi luteal pada awal kehamilan dan untuk mengindentifikasi
kehamilan berisiko yang masih mungkin diselamatkan dengan dukungan terapi progesteron
eksogen sebenarnya sia-sia. Konsentrasi progesteron yang rendah selama awal kehamilan dapat
menunjukkan adanya defek korpus luteum, konseptus abnormal secara intrinsik, atau
keduanya.Pendekatan alternatif, diagnosis siklus nonkonsepsi dan terapi untuk mengoreksi
defisiensi fase luteal sebelum konsepsi berikutnya dapat dilakukan namun sangat terbatas dan
juga dapat disesatkan oleh metode diagnosis yang bervariasi.

Konsentrasi progesteron serum secara umum berfluktuasi dan tidak mudah diinterpretasikan
karena sekresi progesteron korpus luteum sifatnya pulsatif. Biopsi endometrium sifatnya invasif,
sakit, dan mahal, walaupun metode histologis tersebut masih dianggap sebagai alat diagnostik
yang valid. Akibatnya, durasi fase luteal yang pendek (kurang dari 13 hari), yang digambarkan
dengan baik oleh interval antara deteksi lonjakan LH pertengahan siklus sampai onset
menstruasi, merupakan kriteria diagnosis yang paling obyektif dan dapat dipercaya. Ketika

4
kriteria tersebut ditemukan, determinasi serum prolaktin diindikasikan untuk menyingkirkan
kemungkinan adanya prolaktinemia dan untuk menentukan pilihan terapi terbaik. Estimasi
prevalensi defisiensi fase luteal diantara wanita dengan keguguran berulang sangat bervariasi
seiring dengan adanya berbagai metode diagnosis; prevalensi pastinya dan kepentinganya
sebagai penyebab keguguran berulang masih tidak diketahui, namun kemungkinan sangat kecil
(dibawah 10%).

Kami memandang defisiensi fase luteal sebagai bentuk awal dari disfungsi ovulasi dan sangat
baik diterapi dengan pengobatan yang sama yang digunakan untuk induksi ovulasi pada wanita
infertil anovulatoar (Bab 31). Dengan pertimbangan bahwa wanita dengan defisiensi fase luteal
telah berovulasi, walaupun sedikit, mereka umumnya tidak membutuhkan terapi agresif.
Determinasi prolaktin dan TSH diindikasikan, dan klomifen sitrat merupakan pilihan logis pada
wanita euprolaktinemik eutiroid. Terdapat banyak bukti klinis dan eksperimental yang
menunjukkan bahwa kadar FSH fase folikuler rendah pada siklus dengan fase luteal yang pendek
dan bahwa klomifen dapat mengoreksi abnormalitas itu secara efektif. Ada yang lebih suka
mengobati defisiensi fase luteal dengan suplementasi progesteron eksogen yang dimulai 2
sampai 3 hari setelah ovulasi, tetapi pendekatan ini sering menunda menstruasi, menciptakan
harapan palsu akan kehamilan, meningkatkan stress, dan mengundang kekecewaan.

Ringkasan Fakta-fakta Kunci Yang Terkait Dengan Faktor-faktor Endokrin

Faktor-faktor endokrin relatif jarang menyebabkan keguguran berulang. Gangguan tiroid


mudah untuk diidentifikasi dan diobati dan harus dieksklud dengan pengukuran TSH;
walaupun abnormalitasnya dalam tahap awal, namun dapat membahayakan luaran
kehamilan. Pemeriksaan gula darah dan kadar hemoglobin A1c diindikasikan untuk
wanita yang diketahui ataupun dicurigai menderita diabetes mellitus, namun sebaliknya
tidak dibenarkan. Risiko keguguran meningkat pada wanita dengan sindrom polikistik
ovarium dan secara substansial dapat berkurang dengan terapi metformin; untuk wanita
dengan sindrom polikistik ovarium dan hiperinsulinemia yang memerlukan induksi
ovulasi, metformin merupakan terapi awal terbaik.Defisiensi fase luteal tidak dapat
didiagnosa selama kehamilan; durasi fase luteal yang secara konsisten memendek

5
merupakan kriteria diagnosis yang paling dapat dipercaya.Klomifen sitrat merupakan
terapi efektif untuk defisiensi fase luteal dan dapat menghindarkan pasien dari
kebingungan, kecemasan, dan kekecewaan yang terjadi karena menstruasi yang tertunda
akibat terapi progesteron eksogen.

Penyebab Infeksi

Secara keseluruhan, data mengenai kemungkinan bahwa infeksi servikovaginal menjadi


penyebab keguguran pada awal kehamilan relatif jarang. Meskipun laporan periodik
menunjukkan agen infeksius spesifik sebagai faktor risiko keguguran, tetap tidak ada bukti yang
memastikan bahwa infeksi bakteri atau virus merupakan penyebab keguguran berulang. Infeksi
Chlamydia trachomatis dilibatkan dalam satu penelitian yang menemukan prevalensi anti-
Chlamydia antibodi yang tinggi pada wanita dengan keguguran berulang, kemungkinan
menunjukkan reaksi imunologik maternal yang berlebihan terhadap organisme tersebut, namun
penelitian prospektif terakhir menemukan tidak ada hubungan antara anti- Chlamydiaantibodi
dengan keguguran spontan. Penelitian lain melaporkan hubungan antara keguguran spontan
dengan Ureaplasma genital (U. urealyticum) atau infeksi Mycoplasma(M. hominis). Toxoplasma
gondii, Listeria monocytogenes,Campylobacter species, virus herpes, dan cytomegalovirus juga
pernah dilibatkan.

Ada hubungan antara risiko keguguran dengan vaginosis bakteri. Dalam satu penelitian yang
besar, diagnosis vaginosis bakteri pada pemeriksaan prenatal pertama sebelum kehamilan 14
minggu terkait dengan peningkatan risiko keguguran 5 kali lipat sebelum kehamilan 20 minggu.
Penelitian lain yang melibatkan wanita infertil yang berusaha hamil dengan IVF menunjukkan
tidak ada perbedaan tingkat konsepsi antara wanita dengan atau tanpa vaginosis bakteri , namun
mereka yang mengalami vaginosis bakteri dan hamil memiliki kemungkinan dua kali lebih besar
untuk mengalami keguguran dibandingkan dengan mereka yang tanpa vaginosis bakteri.
Penelitian besar ketiga menemukan bahwa vaginosis bakteri tidak memperkirakan keguguran
pada awal kehamilan namun terkait dengan peningkatan risiko keguguran setelah kehamilan 13
minggu. Bukti lain menunjukan bahwa endometritis subklinis kronik relatif umum pada wanita
dengan infeksi saluran kemih bagian bawah simptomatik, termasuk servisitis dan vaginosis

6
bakteri, menunjukkan sebuah mekanisme yang dapat menjelaskan hubungan antara vaginosis
bakteri dengan keguguran.

Data yang tersedia tidak dapat menunjukkan uji serologis rutin untuk paparan Chlamydia yang
lalu, kultur servikal, atau biopsi endometrium untuk evaluasi pada wanita dengan keguguran
berulang. Akan tetapi, pada wanita infertil, evaluasi dan pengobatan lanjutan adalah wajar dan
bijaksana pada wanita dengan keguguran berulang yang memiliki servisitis klinis, vaginosis
bakteri berulang atau kronik atau gejala lainnya yang menunjukkan infeksi pelvis.Penelitian
tidak terkontrol menunjukkan bahwa terapi antibiotik empiris dapat menurunkan risiko
keguguran pada wanita dengan infeksi mycoplasma genital dan pada wanita dengan keguguran
berulang. Mengingat biaya yang relatif rendah dan risiko yang dapat diabaikan, rangkaian
terapi antibiotik empiris selama 2 minggu (azithromycin, erythromycin, or doxycycline) lebih
masuk akal dibandingkan dengan sejumlah pemeriksaan kulturyang berulang.

Analisis dari dua uji klinis besar yang menegakkan efikasi vaksin bivalen terhadap human
papillomavirus (HPV) tipe 16 dan 18 dapat mendeteksi tidak ada peningkatan dalam tingkat
keguguran dengan membandingkan wanita yang telah divaksin dengan kelompok kontrol.

Ringkasan Fakta-fakta Kunci yang Terkait dengan Penyebab Infeksi

Uji serologis rutin, kultur serviks, dan biopsi endometrium untuk mendeteksi infeksi genital
pada wanita dengan keguguran berulang tidak dapat memberi kepastian. Pemeriksaan harus
dibatasi pada wanita dengan servisitis klinis, vaginosis bakteri berulang atau kronik, atau
gejala-gejala inveksi pelvis lainnya. Terapi antibiotik empiris pada wanita dengan suspek
infeksi mycoplasma genital lebih murah dan tidak terlalu rumit daripada kultur serial.

Faktor-faktor Lingkungan

Merokok, alkohol, dan konsumsi kopi yang berat dihubungkan sebagai faktor-faktor lingkungan
yang memberi kecenderungan untuk keguguran.

7
Sejumlah studi telah meneliti hubungan antara merokok dan risiko keguguran. Dalam
kesimpulannya, mereka mendukung kesimpulan bahwa merokok meningkatkan risiko keguguran
spontan berdasarkan dosisnya, efek samping rokok menjadi lebih nyata pada perokok yang
mengkonsumsi sedikitnya 10 batang per hari.Mekanismenya masih belum jelas namun
vasokonstriksi dan aksi antimetabolik dari beberapa komponen rokok seperti nikotin,
karbondioksida, dan sianida dapat mempengaruhi insufiensi plasenta.

Alkohol dikenal sebagai teratogen dengan efek samping tergantung dosis. Konsumsi alkohol
lebih dari dua gelas per hari diperkirakan meningkatkan dua kali risiko keguguran spontan.
Meskipun tingkat konsumsi yang rendah tidak menunjukkan dampak terukur terhadap risiko
keguguran, namun tidak ada penetapan batas aman. Efek samping alkohol dapat bertambah pada
mereka yang merokok.

Kebanyakan, tapi tidak semua, studi yang telah meneliti hubungan antara konsumsi kafein oleh
ibu dan risiko keguguran menemukan bahwa konsumsi kafein yang banyak (lebih dari 300
mg/hari, setara dengan 3 cangkir kopi) terkait dengan peningkatan (kurang dari 2 kai lipat) risiko
keguguran spontan.

Pasangan yang mengalami keguguran berulang kadang mengkhawatirkan bahwa toksin-toksin


lingkungan memiliki kontribusi terhadap kesulitan reproduksi mereka.Pertanyaan ini sulit
dijawab karena infromasi mengenai efek toksin-toksin potensial pada kehamilan belum
tersedia.Gas-gas anestesi, perchorethylene (detergen), larutan organik lainnya dan paparan logam
berat (mercury, timbal) telah terbukti sebagai agen kausatif keguguran. Paparan terhadap
terminal video bukan merupakan faktor risiko. Program latihan tidak meningkatkan risiko, dan
istirahat di tempat tidur tidak akan menurunkan risiko keguguran berulang. Isotretinoin
(Accutane) sangat berhubungan dengan peningkatan insiden keguguran spontan. Peningkatan
risiko keguguran dilaporkan terjadi pada pelukis dan pekerja pabrik, namun tidak pada asisten
dokter gigi dan laboran atau tukang kebun. Penggunaan selimut listrik dan kasur air hangat juga
tidak terkait dengan peningkatan risiko keguguran spontan.

8
Tampaknya sangat tepat memasukkan obesitas dalam daftar di bawah faktor-faktor lingkungan
karena kelebihan berat badan sebagian besar merupakan konsekuensi dari gaya hidup. Indeks
Massa Tubuh (IMT) yang sama atau lebih dari 25 terkait dengan risiko keguguran yang leih
besar, dan studi orang Cina dan Inggris telah membuktikan hubungan antara obesitas dengan
keguguran berulang.

Ringkasan Fakta-fakta Kunci yang Terkait Faktor-faktor Lingkungan

Merokok meningkatkan risiko keguguran dan harus dihindari. Konsumsi alkohol lebih dari 2
gelas per hari dan konsumsi kafein lebih dari 300 mg per hari dapat meningkatkan risiko
keguguran dan sebaiknya dihindari. Wanita yang mengalami keguguran sebaiknya
diperingati mengenai toksin-toksin lingkungan yang diketahui. Peningkatan risiko keguguran
merupakan satu lagi alasan untuk menentang obesitas dengan penuh semangat.

Keguguran Berulang yang Penyebabnya Tidak Diketahui

Bahkan setelah evaluasi yang teliti dan sistematis, lebih setengah dari semua wanita dengan
keguguran berulang memiliki faktor-faktor predisposisi yang tidak teridentifikasi yang dapat
menjelaskan riwayat reproduksi mereka yang jelek, dan mayoritas melakukan yang baik pada
kehamilan berikutnya. Mereka dengan keguguran trimester kedua sebelumnya memiliki
prognosis yang lebih jelek dan berisiko tinggi untuk persalinan preterm, kematian janin dan
kematian neonatal. Komunikasi yang sering, optimisme, dan dukungan emosional selama
trimester pertama kehamilan berikutnya jelas memiliki nilai teraupetik tersendiri. Dengan upaya
tertentu, 70-75% wanita dengan keguguran berulang yang tidak diketahui penyebabnya akhirnya
berhasil hami. Harus dilakukan monitoring secara cermat sebab wanita dengan keguguran
berulang juga berisiko untuk mengalami kehamilan ektopik.

Banyak klinisi menawarkan atau merekomendasikan suplementasi progesteron eksogen secara


empiris selama awal kehamilan pada wanita dengan keguguran berulang yang tidak diketahui
penyebabnya. Setiap klinisi akan melakukan apapun yang dapat dilakukan untuk meningkatkan
kesempatan untuk hamil. Menimbang bahwa dua pertiga atau lebih dari kehamilan berikutnya

9
pada wanita dengan keguguran berulang yang tidak diketahui penyebabnya mungkin berhasil,
dengan atau tanpa terapi, mudah dimengerti mengapa begitu banyak yang meyakini bahwa terapi
memiliki nilai ketika tidak ada bukti kuat untuk efektivitasnya. Terapi aspirin dosis-rendah
adalah terapi lain yang biasa direkomendasikan untuk wanita dengan keguguran berulang di awal
kehamilan yang tidak diketahui penyebabnya, meskipun uji random membuktikan bahwa tidak
ada manfaatnya. Pada dosis umum yang diberikan, suplementasi progesteron eksogen dan aspirin
dosis-rendah menimbulkan beberapa risiko dan sulit untuk disalahkan, namun tanpa bukti yang
jelas untuk efektivitasnya, tidak dapat direkomendasikan.

Ringkasan Fakta-fakta Kunci Terkait Keguguran Berulang yang Tidak Diketahui


Penyebabnya

Evaluasi menyeluruh mengungkapkan tidak ada bukti untuk faktor-faktor predisposisi pada
lebih dari setengah dari semua wanita dengan keguguran berulang.Dalam keadaan seperti
itu, prognosis jangka panjang untuk mencapai kehamilan sangat baik.Dukungan emosional
dan monitoring secara cermat selama awal kehamilan dapat membantu meningkatkan luaran
kehamilan. Terapi empiris dengan progesterone eksogen atau aspirin pada wanita dengan
keguguran berulang yang tidak diketahui penyebabnya tidak terbukti bermanfaat.

Ringkasan Evaluasi dan Terapi Terhadap Keguguran Berulang

Sebagai referensi, berikut ini adalah tabel ringkasan evaluasi dan terapi yang kami
rekomendasikan untuk faktor-faktor yang diketahui mempengaruhi untuk keguguran berulang.
Pemeriksaan dan terapi yang ditetapkan ditunjukkan dalam cetak tebal. Pemeriksaan dan
terapi harus diaplikasikan secara selektif dan belum ditetapkan sebagai standar.

10
Kategori Evaluasi Penatalaksanaan
Genetik Penentuan Kariotipe, kedua pasangan Konseling
Uji cadangan ovarium Donor Gamet yang sesuai
Hibridisasi genomik komparatif Diagnosis genetik preimplantasi
Anatomi Sonohisterografi atau HSG Septoplasti Histeroskopik
MRI Miomektomi Histeroskopik
IVP atau ultrasonografi renal Adhesiolysis Histeroskopik
Metroplasti Abdominal
Miomektomi Abdominal
Cerclage serviks
Imunologi Antikoagulan Lupus Aspirin dan heparin
Antibodi antikardiolipin
Antibodi Anti-β-1glikoprotein 1
Trombofilia Faktor V Leiden Heparin
Mutasi Gen Prothrombin
Resistensi Protein C aktif
Homosistein
Protein C
Protein S
Antithrombin III
Endokrin TSH Tiroksin
Durasi Fase Luteal Chlomiphene citrate
Kadar gluosa darah, HgbA1c Metformin
Prolaktin Agonis Dopamin
Infeksi Seperti yang diindiasikan oleh gejala Antibiotik Empiris
yang ada
Lingkungan Riwayat Perubahan perilau/gaya hidup

11

Anda mungkin juga menyukai