Anda di halaman 1dari 4

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Keluarga merupakan bagian dari masyarakat yang peranannya sangat penting untuk
masa depan anak-anak. Keluarga menurut UU No. 10 tahun 1992 merupakan unit
terkecil dari masyarakat yang terdiri dari suami, istri, dan anaknya (Harnilawati,
2013). Keluarga mempunyai ciri-ciri memiliki ikatan yang kuat, merupakan
kesatuan yang utuh, dipimpin oleh seorang suami, dan menghormati satu sama lain.
Keluarga juga memiliki peran penting dalam pembentukan kararkter dan perilaku
seseorang. Baik buruknya seseorang akan sangat tergantung pada ajaran di rumah
(Ali, Z., 2010).

Keluarga dengan remaja mempunyai tugas tambahan, karena masa remaja


merupakan masa yang paling sulit dilalui bagi seorang individu. Masa ini dapat
dikatakan sebagai masa paling kritis bagi perkembangan pada tahap-tahap
kehidupan selanjutnya (Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN),
2016). Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2016, memperkirakan
bahwa jumlah remaja di dunia 1,2 milyar atau 18% dari jumlah penduduk di dunia.
Berdasarkan hasil Survei Penduduk Antar Sensus (Supas) pada tahun 2015, jumlah
usia produktif (15-64 tahun) sebanyak 18,2 juta jiwa. Remaja sendiri memiliki rasa
ingin tahu yang tinggi dan cenderung ingin berpetualang (InfoDATIN, 2017).

Remaja dengan rasa ingin tahu harus dibarengi oleh pola asuh orang tua yang tepat.
Orang tua harus mampu mengontrol dan membatasi pergaulan remaja, namun tetap
tidak terkesan mengekang (Tridonanto, A., 2014). Anak usia remaja adalah harapan
orang tua, bahkan dalam pandangan yang lebih luas, remaja merupakan harapan
bangsa. faktor yang membentuk seorang anak melakukan perilaku menyimpang
adalah sikap orang tua yang buruk (Sa’id 2017).
Remaja akan cenderung menuntut supaya pendapat, pikiran, gagasan atau ide-ide
mereka didengar. Apabila pendapat mereka tidak didengar maka mereka akan
melakukan apapun agar aspirasi mereka didengar. Hal ini akan memicu tindakan
negatif, salah satunya dengan sex bebas (Surbakti, EB., 2014). Sex bebas
merupakan pola perilaku sex yang bebas tanpa batasan yang dilakukan sebelum
adanya ikatan pernikahan (Nenggala, Asep K., 2016).

Mengatakan bahwa di Amerika Serikat 48% dari siswa SMA telah melakukan
hubungan seksual, dan 15% telah memiliki empat atau lebih pasangan seks selama
berhubungan seksual dalam hidup mereka. 39% siswa SMA yang aktif melakukan
hubungan seks dilaporkan tidak menggunakan kondom. Studi penelitian yang
dilakukan di Kenya pada tahun 2014, menyatakan bahwa 13% remaja perempuan
dan 17% laki-laki memiliki lebih dari empat pasangan seks dalam hidup mereka.
Center for Disease Control and Prevention (CDC) menyebutkan bahwa pada tahun
2017, total 210.000 bayi dilahirkan dari wanita berusia 15-19 tahun. Sedangkan
pada tahun 2016, hampir 194.377 bayi lahir dari remaja usia 15-19 tahun (Mayabi
2016).

Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI, 2017) pada remaja
di Indonesia, kehamilan tidak diinginkan kelompok umur 15-19 tahun dua kali
lebih besar (16%) dibandingkan kelompok umur 20-24 tahun. Jumlah aborsi akibat
kehamilan remaja yang tidak diinginkan sebanyak 700-800 ribu dari 2,4 juta
penduduk Indonesia. Kasus HIV/AIDS pada remaja sebanyak 52.000 kasus
(Kemenkes RI, 2015). Pada riset yang dilakukan pada bulan januari-oktober pada
tahun 2016 terdapat 17.000 anak lesbian, gay, biseksual, LGBT tersebar di Jawa
Barat (KPAI, 2017). Di Cirebon, sebanyak 100% remaja pernah tertarik pada
seseorang, 67,9% remaja memiliki pacar dan 56,7% remaja pergi berkencan.
Diantara mereka, hampiir 50% remaja pernah melakukan kissing, sebanyak 23,8%
remaja meraba-raba dada, 14,2% remaja meraba alat kelamin, 7,1% remaja
melakukan oral seks, dan sebanyak 4,1% bahkan sampai melakukan hubungan
seksual (Lisnawati, 2015).
Berdasarkan Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Jawa Tengah pada tahun
2018, penularan HIV/AIDS tertinggi pada kaum heteroseksual mencapai 85,57%.
Kemudian disusul penularan akibat penggunaan jarum suntik 5,17%, perinatal
5,23%, homoseksual 4,69%, sisanya akibat transfusi darah 0,13%.

1.2 Tujuan Penulisan


1.2.1 Tujuan Umum
Mengidentifikasi hubungan pola asuh keluarga dengan persepsi remaja tentang
perilaku seksual pranikah

1.2.2 Tujuan Khusus


1.2.2.1 Mengidentifikasi karakteristik remaja berdasarkan jenis kelamin, usia,
tingkat pendidikan
1.2.2.2 Mengidentifikasi pola asuh keluarga
1.2.2.3 Mengidentifikasi persepsi remaja tentang perilaku seksual pranikah
1.2.2.4 Menganalisis hubungan pola asuh keluarga dengan persepsi remaja tentang
perilaku seksual pranikah

1.3 Manfaat Penulisan


1.3.1 Manfaat Aplikatif
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi orang tua dalam
persepsi remaja tentang perilaku seksual pranikah dan juga menjadi sumber
informasi orang tua maupun pembaca.

1.3.2 Manfaat Keilmuan


Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi salah satu sumber referensi mata kuliah
tentang bagaimana pola asuh keluarga dengan persepsi remaja tentang perilaku
seksual pranikah

1.3.3 Manfaat Metodologi


Hasil penelitian ini bermanfaat untuk penelitian selanjutnya dalam menentukan
permasalahan lebih detail tentang masalah penelitian yang akan dikembangkan
selanjutnya
DAFTAR PUSTAKA

Harnilawati (2013). Konsep dan proses keperawatan keluarga Sulawesi Selatan:


pustaka As Salam. Hal:1-3.
Ali, z.(2010). Pengantar keperawatan keluarga. Jakarta:buku kedokteran EGG.
Hal:5.
Tridoharto, A. (2014). Mengembangkan pola asuh demokratis. Jakarta:PT Elex
media kompitundo.
Surbakti, EB. (2014). Kenakalan orang tua penyebab kenakalan remaja.
Jakarta:PT Elex media kompitundo.
Nenggala, Asep K. (2016). Pendidikan jasmani dan kesehatan. Bandung: grafindo
media pratama

Anda mungkin juga menyukai