Anda di halaman 1dari 19

BORANG PORTOFOLIO EMERGENSI

Nama Peserta: dr. Belinda Stefani Tendeanan


Nama Wahana: RS Tk. II Pelamonia Makassar
Topik: Cholelithiasis
Tanggal (Kasus): 06 Januari 2020
Nama Pasien: Tn. M No. RM: 250109
Tanggal Presentasi: Februari 2020 Pendamping: dr. Asniwati Andi Malkab
Tempat Presentasi: RS Tk. II Pelamonia Makassar
Objek Presentasi:
Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan pustaka
Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil
Deskripsi:
Seorang pria berusia 67 tahun datang ke IGD RS Tk. II Pelamonia dengan penurunan
kesadaran sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien tiba-tiba tidak merespon ketika dipanggil
oleh keluarga. Awalnya pasien mengeluhkan nyeri kepala disertai mual muntah 2x. Riwayat
hipertensi (+).
Tujuan: menegakkan diagnosis kasus medik dan memberikan pertolongan pertama sesuai
kompetensi sampai tuntas.
Bahan Tinjauan Riset Kasus Audit
Bahasan: pustaka
Cara Diskusi Presentasi dan e-mail Pos
Membahas: diskusi

Data Pasien: Nama: Tn. M No. Registrasi: 250109


Nama Klinik: RS Tk. II Pelamonia
Makassar
Data Utama Untuk Bahan Diskusi:
Diagnosis/Gambaran Klinis:
Keluhan utama: Penurunan kesadaran sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit.
Pasien tiba-tiba tidak merespon setelah pulang bekerja dari sawah ketika dipanggil oleh keluarga.
Awalnya pasien mengeluhkan nyeri kepala disertai dengan mual dan muntah 2x berisi makanan serta
cairan dan lendir. Riwayat demam (-). Riwayat trauma (-). BAB dan BAK biasa.
Riwayat Pengobatan:
Riwayat pengobatan untuk keluhan yang sama tidak ada.
Riwayat Kesehatan/Penyakit:
Riwayat hipertensi (+) sejak ± 7 tahun yang lalu, pasien tidak berobat teratur. Riwayat DM tidak
diketahui.
Riwayat Keluarga:
Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga (-).
Riwayat Sosial:
Pasien bekerja sebagai petani. Pasien adalah seorang perokok aktif selama ± 20 tahun 1 bungkus/hari.
Riwayat Alergi:
Riwayat alergi tidak ada.
Daftar Pustaka:

1
BORANG PORTOFOLIO EMERGENSI

1. Kelompok Studi Stroke Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia.Guideline


Stroke 2007. Edisi Revisi. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia: Jakarta, 2007.
2. Nasissi, Denise. Hemorrhagic Stroke Emedicine. Medscape, 2010. Available at:
http://emedicine.medscape.com/article/793821-overview. Access on : September 29, 2012.
3. Price, Sylvia A. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit ed.6.EGC, Jakarta. 2006
4. Sjahrir, Hasan. Stroke Iskemik. Yandira Agung: Medan, 2003
5. Ropper AH, Brown RH. Adams dan Victor’s Principles of Neurology. Edisi 8. BAB 4. Major
Categories of Neurological Disease: Cerebrovascular Disease. McGraw Hill: New York.2005
6. Sotirios AT,. Differential Diagnosis in Neurology and Neurosurgery.New York. Thieme
Stuttgart. 2000.
7. Silbernagl, S., Florian Lang. Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi. EGC: Jakarta, 2007.
8. MERCK, 2007. Hemorrhagic Stroke.
9. Samino. Perjalanan Penyakit Peredaran Darah Otak. FK UI/RSCM, 2006.
10. Mesiano, Taufik. Perdarahan Subarakhnoid Traumatik. FK UI/RSCM, 2007.
11. Poungvarin, N. Skor Siriraj stroke dan studi validasi untuk membedakan perdarahan
intraserebral supratentorial dari infark.

Hasil Pembelajaran:
1. Pengertian Stroke dan Stroke Hemoragik
2. Etiologi Stroke Hemoragik
3. Patogenesis terjadinya Stroke Hemoragik
4. Faktor Risiko Stroke Hemoragik
5. Gejala klinis Stroke Hemoragik
6. Diagnosa Stroke Hemoragik vs Non Hemoragik
7. Penatalaksanaan Stroke Hemoragik
8. Pencegahan Stroke Hemoragik
9. Melakukan rujukan ke dokter spesialis bedah saraf untuk penanganan pasien lebih lanjut.
Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio
1. Subjektif
Seorang pria berusia 67 tahun datang ke IGD RS Tk. II Pelamonia dengan penurunan
kesadaran sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien tiba-tiba tidak merespon setelah pulang
bekerja dari sawah ketika dipanggil oleh keluarga. Awalnya pasien mengeluhkan nyeri kepala
disertai dengan mual dan muntah 2x berisi makanan serta cairan dan lendir. Riwayat demam (-).
Riwayat trauma (-). BAB dan BAK biasa. Riwayat hipertensi (+) sejak ± 7 tahun yang lalu, pasien
tidak berobat teratur. Riwayat DM tidak diketahui. Pasien bekerja sebagai petani. Pasien adalah
seorang perokok aktif selama ± 20 tahun 1 bungkus/hari.
2. Objektif
PEMERIKSAAN FISIS
 KU: Sakit berat/Sopor
 GCS 9 (E2V5M2)
 TD= 200/110 mmHg, HR = 114x/menit, P = 26 x/menit, S = 37.20C
 Pemeriksaan regional:
 Kepala: anemis -/-; Sklera ikterik -/-; Pupil isokor 3mm/3mm, refleks cahaya +/+ normal;
Sianosis -/-
 Leher: benjolan (-)
2
BORANG PORTOFOLIO EMERGENSI

 Thorax: dalam batas normal


 Jantung: dalam batas normal
 Abdomen: dalam batas normal
 Ekstremitas: Edema -/-; Akral Hangat; Capillary refill < 2 detik
 Genitalia: tidak dilakukan pemeriksaan
 Pemeriksaan fisis neurologis:
 Kesadaran: Sopor ; GCS : E2V5M2
 Tanda rangsang meningeal: (+)
 Saraf cranial:
- N I (olfactorius) : sulit dinilai
- N II (optikus) : pupil bulat isokor 3mm/3mm, RCL +/+, RCTL +/+
- N III (okulomotorius) : gerak bola mata sulit dinilai
- N IV (troklearis) : gerak bola mata sulit dinilai
- N V (trigeminus) : sulit dinilai
- N VI (abdusen) : sulit dinilai
- N VII (fasialis) : sulit dinilai
- N VIII (vestibulo-koklearis) : sulit dinilai
- N IX (glosofaringeus) : sulit dinilai
- N X (vagus) : sulit dinilai
- N XI (assesorius) : sulit dinilai
- N XII (hipoglosus) : sulit dinilai
 Motorik: kesan lateralisasi kanan

Refleks fisiologis  +
 +
Refleks patologis + -
+ -
 Sensorik: Sulit dinilai

PEMERIKSAAN LABORATORIUM (05 Januari 2020)


Darah Lengkap Nilai Satuan Nilai Normal
Hemoglobin 15.1 gr/dl 11-17
Hematokrit 46.1 % 35-55
Trombosit 369 103/mm3 150 - 400
Leukosit 19.9 103/mm3 4.0-12
Fungsi hati Nilai Satuan Nilai Normal
AST/SGOT 21 U/L <50
ALT/SGPT 16 U/L <50
Fungsi ginjal Nilai Satuan Nilai normal
Ureum 20 mg/dL 4.7-23.0
Kreatinin 1.0 mg/dL 0.7-1.2
Metabolisme Karbohidrat Nilai Satuan Nilai normal
Glukosa Darah Sewaktu 99 mg/dL <200

PEMERIKSAAN EKG (06 Januari 2020): LVH


3
BORANG PORTOFOLIO EMERGENSI

PEMERIKSAAN CT SCAN KEPALA NON KONTRAS (06 Januari 2020)

Hasil baca foto:


 Sistem ventrikel melebar dengan lesi hiperdens didalamnya
 Midline shift dan herniasi tidak tampak
 Orbita, sinus paranasalis dan cavum nasi baik
 Tulang-tulang intake
Kesan:
 Perdarahan intraventrikel dengan tanda-tanda hidrosefalus obstruktif
Assessment
D. Klinis : Kesadaran menurun, Hipertensi emergensi
D. Topis : Intraventrikel
D. Etiologis : Stroke hemoragik ec IVH

1. Pengertian Stroke dan Stroke Hemoragik


Menurut definisi WHO, stroke adalah suatu tanda klinis yang berkembang secara cepat akibat
gangguan otak fokal (atau global) dan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih
dan dapat menyebabkan kemat ian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskular.
Stroke hemoragik adalah stroke yang terjadi apabila lesi vaskular intraserebrum mengalami ruptur
sehingga terjadi perdarahan ke dalam ruang subaraknoid atau langsung ke dalam jaringan otak [3]

4
BORANG PORTOFOLIO EMERGENSI

2. Etiologi Stroke Hemoragik


Penyebab stroke hemoragik sangat beragam, yaitu: 5
 Perdarahan intraserebral primer (hipertensif)
 Ruptur kantung aneurisma
 Ruptur malformasi arteri dan vena
 Trauma (termasuk apopleksi tertunda paska trauma)
 Kelainan perdarahan seperti leukemia, anemia aplastik, ITP, gangguan fungsi hati,
komplikasi obat trombolitik atau anti koagulan, hipofibrinogenemia, dan hemofilia.
 Perdarahan primer atau sekunder dari tumor otak.
 Septik embolisme, myotik aneurisma
 Penyakit inflamasi pada arteri dan vena
 Amiloidosis arteri
 Obat vasopressor, kokain, herpes simpleks ensefalitis, diseksi arteri vertebral, dan acute
necrotizing haemorrhagic encephalitis.

Pembahasan
Pasien Tn. M mengalami stroke akibat adanya riwayat hipertensi lama dan pasien tidak berobat
rutin

3. Patofisiologi Stroke Hemoragik


Penghentian total aliran darah ke otak menyebabkan hilangnya kesadaran dalam waktu 15-20
detik dan kerusakan otak yang irreversibel terjadi setelah tujuh hingga sepuluh menit. Penyumbatan
pada satu arteri menyebabkan gangguan di area otak yang terbatas (stroke). Mekanisme dasar
kerusakan ini adalah selalu defisiensi energi yang disebabkan oleh iskemia. Perdarahan juga
menyebabkan iskemia dengan menekan pembuluh darah di sekitarnya. [7]
Pembengkakan sel, pelepasan mediator vasokonstriktor, dan penyumbatan lumen pembuluh
darah oleh granulosit kadang-kadang mencegah reperfusi, meskipun pada kenyataannya penyebab
primernya telah dihilangkan. Kematian sel menyebabkan inflamasi, yang juga merusak sel di tepi
area iskemik (penumbra). Gejala ditentukan oleh tempat perfusi yang terganggu, yakni daerah yang
disuplai oleh pembuluh darah tersebut. [7]
Penyumbatan pada arteri serebri media yang sering terjadi menyebabkan kelemahan otot dan
spastisitas kontralateral, serta defisit sensorik (hemianestesia) akibat kerusakan girus lateral
presentralis dan postsentralis. Akibat selanjutnya adalah deviasi okular, hemianopsia, gangguan
bicara motorik dan sensorik, gangguan persepsi spasial, apraksia, dan hemineglect. [7]
Penyumbatan arteri serebri anterior menyebabkan hemiparesis dan defisit sensorik
kontralateral, kesulitan berbicara serta apraksia pada lengan kiri jika korpus kalosum anterior dan
hubungan dari hemisfer dominan ke korteks motorik kanan terganggu. Penyumbatan bilateral pada
arteri serebri anterior menyebabkan apatis karena kerusakan dari sistem limbik. [7]
Penyumbatan arteri serebri posterior menyebabkan hemianopsia kontralateral parsial dan
kebutaan pada penyumbatan bilateral. Selain itu, akan terjadi kehilangan memori. [7]
Penyumbatan arteri karotis atau basilaris dapat menyebabkan defisit di daerah yang disuplai
oleh arteri serebri media dan anterior. Jika arteri koroid anterior tersumbat, ganglia basalis
(hipokinesia), kapsula interna (hemiparesis), dan traktus optikus (hemianopsia) akan terkena.
Penyumbatan pada cabang arteri komunikans posterior di talamus terutama akan menyebabkan
defisit sensorik.[7]
5
BORANG PORTOFOLIO EMERGENSI

Penyumbatan total arteri basilaris menyebabkan paralisis semua eksteremitas dan otot-otot
mata serta koma. Penyumbatan pada cabang arteri basilaris dapat menyebabkan infark pada
serebelum, mesensefalon, pons, dan medula oblongata. Efek yang ditimbulkan tergantung dari lokasi
kerusakan:[7]
a. Pusing, nistagmus, hemiataksia (serebelum dan jaras aferennya, saraf vestibular).
b. Penyakit Parkinson (substansia nigra), hemiplegia kontralateral dan tetraplegia
(traktus piramidal).
c. Hilangnya sensasi nyeri dan suhu (hipestesia atau anastesia) di bagian wajah
ipsilateral dan ekstremitas kontralateral (saraf trigeminus [V] dan traktus
spinotalamikus).
d. Hipakusis (hipestesia auditorik; saraf koklearis), ageusis (saraf traktus salivarus),
singultus (formasio retikularis).
e. Ptosis, miosis, dan anhidrosis fasial ipsilateral (sindrom Horner, pada kehilangan
persarafan simpatis).
f. Paralisis palatum molle dan takikardia (saraf vagus [X]). Paralisis otot lidah (saraf
hipoglosus [XII]), mulut yang jatuh (saraf fasial [VII]), strabismus (saraf
okulomotorik [III], saraf abdusens [V]).
g. Paralisis pseudobulbar dengan paralisis otot secara menyeluruh (namun kesadaran
tetap dipertahankan).

4. Faktor Resiko Stroke Hemoragik


Faktor yang berperan dalam meningkatkan resiko terjadinya stroke hemoragik dijelaskan
dalam table berikut : [6]
Faktor Resiko Keterangan
Umur Umur merupakan faktor risiko yang paling kuat untuk stroke.
Sekitar 30% dari stroke terjadi sebelum usia 65; 70% terjadi pada
mereka yang 65 ke atas. Risiko stroke adalah dua kali ganda untuk
setiap 10 tahun di atas 55 tahun.
Hipertensi Risiko stroke berkaitan dengan tingkat sistolik hipertensi. Hal ini
berlaku untuk kedua jenis kelamin, semua umur, dan untuk resiko
perdarahan, atherothrombotik, dan stroke lakunar, menariknya,
risiko stroke pada tingkat hipertensi sistolik kurang dengan
meningkatnya umur, sehingga ia menjadi kurang kuat, meskipun
masih penting dan bisa diobati, faktor risiko ini pada orang tua.
Seks Infark otak dan stroke terjadi sekitar 30% lebih sering pada laki-laki
berbanding perempuan, perbedaan seks bahkan lebih tinggi sebelum
usia 65.
Riwayat keluarga Terdapat lima kali lipat peningkatan prevalensi stroke antara
kembar monozigotik dibandingkan dengan pasangan kembar laki-
laki dizigotik yang menunjukkan kecenderungan genetik untuk
stroke. Pada 1913 penelitian kohort kelahiran Swedia menunjukkan
tiga kali lipat peningkatan kejadian stroke pada laki-laki yang ibu
kandungnya meninggal akibat stroke, dibandingkan dengan laki-laki
tanpa riwayat ibu yang mengalami stroke. Riwayat keluarga juga
tampaknya berperan dalam kematian stroke antara populasi
6
BORANG PORTOFOLIO EMERGENSI

Kaukasia kelas menengah atas di California.


Diabetes mellitus Setelah faktor risiko stroke yang lain telah dikendalikan, diabetes
meningkatkan risiko stroke tromboemboli sekitar dua kali lipat
hingga tiga kali lipat berbanding orang-orang tanpa diabetes.
Diabetes dapat mempengaruhi individu untuk mendapat iskemia
serebral melalui percepatan aterosklerosis pembuluh darah yang
besar, seperti arteri koronari, arteri karotid atau dengan, efek lokal
pada mikrosirkulasi serebral.
Penyakit jantung Individu dengan penyakit jantung dari jenis apa pun memiliki lebih
dari dua kali lipat risiko stroke dibandingkan dengan mereka yang
fungsi jantungnya normal.

Penyakit Arteri koroner :


Indikator kuat kedua dari keberadaan penyakit difus vaskular
aterosklerotik dan potensi sumber emboli dari thrombi mural karena
miocard infarction.

Gagal Jantung kongestif, penyakit jantung hipertensi :


Berhubungan dengan meningkatnya kejadian stroke
Fibrilasi atrial :
Sangat terkait dengan stroke emboli dan fibrilasi atrial
karena penyakit jantung rematik; meningkatkan risiko stroke
sebesar 17 kali.

Lainnya :
Berbagai lesi jantung lainnya telah dikaitkan dengan stroke, seperti
prolaps katup mitral, patent foramen ovale, defek septum atrium,
aneurisma septum atrium, dan lesi aterosklerotik dan trombotik dari
ascending aorta.
Merokok Beberapa laporan, termasuk meta-analisis angka studi,
menunjukkan bahwa merokok jelas menyebabkan peningkatan
risiko stroke untuk segala usia dan
kedua jenis kelamin, tingkat risiko berhubungan dengan jumlah
batang rokok yang dihisap, dan penghentian merokok mengurangi
risiko, dengan resiko kembali seperti bukan perokok dalam masa
lima tahun setelah penghentian.
Peningkatan Penigkatan viskositas menyebabkan gejala stroke ketika hematokrit
hematokrit melebihi 55%. Penentu utama viskositas darah keseluruhan adalah
dari isi sel darah merah;
plasma protein, terutamanya fibrinogen, memainkan peranan
penting. Ketika meningkat viskositas hasil dari polisitemia,
hyperfibrinogenemia, atau paraproteinemia, biasanya menyebabkan
gejala umum, seperti sakit kepala, kelesuan, tinnitus, dan
penglihatan kabur. Infark otak fokal dan oklusi vena retina jauh
kurang umum, dan dapat mengikuti disfungsi trombosit akibat
7
BORANG PORTOFOLIO EMERGENSI

trombositosis. Perdarahan Intraserebral dan subarachnoid kadang-


kadang dapat terjadi.
Peningkatan Tingkat fibrinogen tinggi merupakan faktor risiko untuk stroke
tingkat fibrinogen trombotik. Kelainan sistem pembekuan darah juga telah dicatat,
dan kelainan seperti antitrombin III dan kekurangan protein C serta protein S dan
system pembekuan berhubungan dengan vena thrombotic.
Penyalahgunaan Obat yang telah berhubungan dengan stroke termasuk
obat methamphetamines, norepinefrin, LSD, heroin, dan kokain.
Amfetamin menyebabkan sebuah vaskulitis nekrosis yang dapat
mengakibatkan pendarahan petechial menyebar, atau fokus bidang
iskemia dan infark. Heroin dapat timbulkan sebuah hipersensitivitas
vaskular menyebabkan alergi . Perdarahan subarachnoid dan
difarction otak telah dilaporkan setelah penggunaan kokain.
Hiperlipidemia Meskipun tingkat kolesterol tinggi telah jelas berhubungan dengan
penyakit jantung koroner, mereka sehubungan dengan stroke kurang
jelas. Peningkatan kolesterol tidak muncul untuk menjadi faktor
risiko untuk aterosklerosis karotis, khususnya pada laki-laki di
bawah 55 tahun. Kejadian hiperkolesterolemia menurun dengan
bertambahnya usia. Kolesterol berkaitan dengan perdarahan
intraserebral atau perdarahan subarachnoid. Tidak ada hubungan
yang jelas antara tingkat kolesterol dan infark lakunar.
Kontrasepsi oral Pil KB, estrogen tinggi yang dilaporkan meningkatkan risiko stroke
pada wanita muda. Penurunan kandungan estrogen menurunkan
masalah ini, tetapi tidak dihilangkan sama sekali. Ini adalah faktor
risiko paling kuat pada wanita yang lebih dari 35 tahun . Mekanisme
diduga meningkat koagulasi, karena stimulasi estrogen tentang
produksi protein liver, atau jarang penyebab autoimun
Diet Konsumsi alkohol :
Ada peningkatan risiko infark otak, dan perdarahan subarakhnoid
dikaitkan dengan penyalahgunaan alkohol pada orang dewasa
muda. Mekanisme dimana etanol dapat menghasilkan stroke
termasuk efek pada darah tekanan, platelet, osmolalitas plasma,
hematokrit, dan sel-sel darah merah. Selain itu, alkohol bisa
menyebabkan miokardiopati, aritmia, dan perubahan di darah aliran
otak dan autoregulasi.

Kegemukan :
Diukur dengan berat tubuh relatif atau body mass indexs, obesitas
telah secara konsisten meramalkan berikutnya
stroke. Asosiasi dengan stroke dapat dijelaskan sebagian oleh
adanya hipertensi dan diabetes. Sebuah berat relatif lebih dari 30%
di atas rata-rata kontributor independen ke-atherosklerotik infark
otak berikutnya.
Infeksi Infeksi meningeal dapat mengakibatkan infark serebral melalui
pengembangan perubahan inflamasi dalam dinding pembuluh darah.
8
BORANG PORTOFOLIO EMERGENSI

Sifilis meningovaskular dan mucormycosis dapat menyebabkan


arteritis otak dan infark.

Pembahasan
Pada pasien ini ditemukan faktor risiko dari pasien meliputi usia 67 tahun, jenis kelamin laki-
laki, kebiasaan merokok yang lama serta riwayat hipertensi yang dibuktikan dengan tensi pasien
pada saat datang 200/110 mmHg.

5. Gejala Klinis Stroke Hemoragik


Gejala klinis stroke ada berbagai macam, diantaranya adalah ditemukan perdarahan
intraserebral (ICH) yang dapat dibedakan secara klinis dari stroke iskemik, hipertensi biasanya
ditemukan, tingkat kesadaran yang berubah atau koma lebih umum pada stroke hemoragik
dibandingkan dengan stroke iskemik. Seringkali, hal ini disebabkan peningkatan tekanan
intrakranial. Meningismus dapat terjadi akibat adanya darah dalam ventrikel. [2]
Defisit neurologis fokal. Jenis defisit tergantung pada area otak yang terlibat. Jika belahan
dominan (biasanya kiri) terlibat, suatu sindrom yang terdiri dari hemiparesis kanan, kerugian
hemisensory kanan, meninggalkan tatapan preferensi, bidang visual kana terpotong, dan aphasia
mungkin terjadi. Jika belahan nondominant (biasanya kanan) terlibat, sebuah sindrom hemiparesis
kiri, kerugian hemisensory kiri, preferensi tatapan ke kanan, dan memotong bidang visual kiri.
Sindrom belahan nondominant juga dapat mengakibatkan pengabaian dan kekurangan perhatian pada
sisi kiri.[2]
Jika cerebellum yang terlibat, pasien beresiko tinggi untuk herniasi dan kompresi batang otak.
Herniasi bisa menyebabkan penurunan cepat dalam tingkat kesadaran, apnea, dan kematian. Tanda-
tanda lain dari keterlibatan cerebellar atau batang otak antara lain: ekstremitas ataksia, vertigo atau
tinnitus, mual dan muntah, hemiparesis atau quadriparesis, hemisensori atau kehilangan sensori dari
semua empat anggota, gerakan mata yang mengakibatkan kelainan diplopia atau nistagmus,
kelemahan orofaringeal atau disfagia, wajah ipsilateral dan kontralateral tubuh. [2]

 Perdarahan Intraserebral
Sebuah perdarahan intraserebral dimulai tiba-tiba. Di sekitar setengah dari jumlah penderita,
serangan dimulai dengan sakit kepala parah, sering selama aktivitas. Namun, pada orang tua, sakit
kepala mungkin ringan atau tidak ada. Gejala disfungsi otak menggambarkan perkembangan yang
terus memburuk sebagai perdarahan. Beberapa gejala, seperti kelemahan, kelumpuhan, hilangnya
sensasi, dan mati rasa, sering hanya mempengaruhi satu sisi tubuh. Orang mungkin tidak dapat
berbicara atau menjadi bingung. Visi dapat terganggu atau hilang. Mata dapat menunjukkan arah
yang berbeda atau menjadi lumpuh. Mual, muntah, kejang, dan hilangnya kesadaran yang umum dan
dapat terjadi dalam beberapa detik untuk menit. [8]

 Perdarahan Subaraknoid
Sebelum robek, aneurisma yang biasanya tidak menimbulkan gejala kecuali menekan pada saraf atau
kebocoran sejumlah kecil darah, biasanya sebelum pecah besar (yang menyebabkan sakit kepala),
menghasilkan tanda-tanda peringatan, seperti berikut:[8]
a) Sakit kepala, yang mungkin luar biasa tiba-tiba dan parah (kadang-kadang disebut sakit
kepala halilintar)
b) Sakit pada mata atau daerah fasial
9
BORANG PORTOFOLIO EMERGENSI

c) Penglihatan ganda
d) Kehilangan penglihatan tepi
Tanda-tanda peringatan dapat terjadi menit ke minggu sebelum pecahnya aneurisma. Individu harus
melaporkan setiap sakit kepala yang tidak biasa ke dokter segera. [8]
Aneurisma yang pecah biasanya menyebabkan sakit kepala, tiba-tiba parah dan mencapai
puncak dalam beberapa detik. Hal ini sering diikuti dengan kehilangan kesadaran singkat. Hampir
setengah dari orang yang terkena meninggal sebelum mencapai rumah sakit. Beberapa orang tetap
berada dalam koma atau tidak sadar dan sebagian lainnya bangun, merasa bingung, dan mengantuk.
Dalam beberapa jam atau bahkan menit, penderita mungkin menjadi tidak responsif dan sulit untuk
dibangunkan. [8]
Dalam waktu 24 jam, darah dan cairan serebrospinal di sekitar otak mengiritasi lapisan
jaringan yang menutupi otak (meninges), menyebabkan leher kaku serta sakit kepala terus, sering
dengan muntah, pusing, dan nyeri pinggang. [2]
Sekitar 25% dari orang yang mengalami gejala-gejala yang mengindikasikan kerusakan pada
bagian tertentu dari otak, seperti berikut: [2,8]
a) Kelemahan atau kelumpuhan pada satu sisi tubuh (paling umum)
b) Kehilangan sensasi pada satu sisi tubuh
c) Kesulitan memahami dan menggunakan bahasa
Gangguan berat dapat berkembang dan menjadi permanen dalam beberapa menit atau jam.
Demam adalah gejala umum selama 5 sampai 10 hari pertama. Sebuah perdarahan subaraknoid dapat
menyebabkan beberapa masalah serius lainnya, seperti: [2,8]
a) Hydrocephalus: Dalam waktu 24 jam, darah dari perdarahan subaraknoid dapat membeku.
Darah beku dapat mencegah cairan di sekitar otak (cairan serebrospinal) dari pengeringan
seperti biasanya tidak. Akibatnya, darah terakumulasi dalam otak, peningkatan tekanan
dalam tengkorak. Hydrocephalus mungkin akan menyebabkan gejala seperti sakit kepala,
mengantuk, kebingungan, mual, dan muntah-muntah dan dapat meningkatkan risiko koma
dan kematian.
b) Vasospasme: Sekitar 3 sampai 10 hari setelah pendarahan itu, arteri di otak dapat kontrak
(kejang), membatasi aliran darah ke otak. Kemudian, jaringan otak tidak mendapatkan
oksigen yang cukup dan dapat mati, seperti pada stroke iskemik. Vasospasm dapat
menyebabkan gejala mirip dengan stroke iskemik, seperti kelemahan atau hilangnya sensasi
pada satu sisi tubuh, kesulitan menggunakan atau memahami bahasa, vertigo, dan koordinasi
terganggu.
c) Pecah kedua: Kadang-kadang pecah kedua terjadi, biasanya dalam seminggu.

6. Diagnosis Stroke Hemoragik


Untuk membedakan stroke tersebut termasuk jenis hemoragis atau non hemoragis. antara
keduanya, dapat ditentukan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan klinis neurologis, algoritma dan
penilaian dengan skor stroke, dan pemeriksaan penunjang.
 Anamnesis
Bila sudah ditetapkan sebagai penyebabnya adalah stroke, maka langkah berikutnya adalah
menetapkan stroke tersebut termasuk jenis yang mana, stroke hemoragis atau stroke non hemoragis.
Untuk keperluan tersebut, pengambilan anamnesis harus dilakukan seteliti mungkin.Berdasarkan
hasil anamnesis, dapat ditentukan perbedaan antara keduanya, seperti tertulis pada tabel di bawah ini.
Tabel. Perbedaan stroke hemoragik dan stroke infark berdasarkan anamnesis
10
BORANG PORTOFOLIO EMERGENSI

 Pemeriksaan klinis neurologis


Pada pemeriksaan ini dicari tanda-tanda (sign) yang muncul, bila dibandingkan antara
keduanya akan didapatkan hasil sebagai berikut :
Tabel 2. Perbedaan Stroke Hemoragik dan Stroke Infark berdasarkan tanda-tandanya.

 Algoritma dan penilaian dengan skor stroke.


Terdapat beberapa algoritma untuk membedakan stroke antara lain dengan :

3.a. Penetapan Jenis Stroke berdasarkan Algoritma Stroke Gadjah Mada

11
BORANG PORTOFOLIO EMERGENSI

Gambar. Algoritma Stroke Gadjah Mada

3.b. Penetapan jenis stroke berdasarkan Djoenaedi stroke score

Tabel. Djoenaedi Stroke Score


Bila skor > 20 termasuk stroke hemoragik, skor < 20 termasuk stroke non-hemoragik.
12
BORANG PORTOFOLIO EMERGENSI

Ketepatan diagnostik dengan sistim skor ini 91.3% untuk stroke hemoragik, sedangkan pada
stroke non-hemoragik 82.4%. Ketepatan diagnostik seluruhnya 87.5%.

3.c. Penetapan jenis stroke berdasarkan Siriraj stroke score

Tabel. Siriraj Stroke Score (SSS)


SSS> 1 = Stroke hemoragik; SSS < -1 = Stroke non hemoragik

Pembahasan
Tn. M datang dengan tanda-tanda deficit neurologis fokal yaitu kesadaran yang menurun
sehabi aktivitas disertai dengan kesan lateralisasi ekstremitas ke dextra. Keluhan sebelumnya juga
disertai dengan nyeri kepala dan muntah yang menandakan adanya tanda-tanda peningkatan TIK.
Hal tersebut mendukung diagnose pasien kea rah stroke hemoragik Ada juga ditemukan rangsang
menings (+) yang dapat ditemukan pada SAH dan IVH.

 Pemeriksaan Penunjang
Tabel. Gambaran CT-Scan Stroke Infark dan Stroke Hemoragik

Tabel. Karakteristik MRI pada stroke hemoragik dan stroke infark


13
BORANG PORTOFOLIO EMERGENSI

Tabel. Perbedaan jenis stroke dengan menggunakan alat bantu lainnya.

Pembahasan

Hasil CT Scan Tn. M menunjukkan adanya lesi hiperdens di


area ventrikel yang menandakan adanya perdarahan
intraventrikel.

7. Penatalaksanaan Stroke Hemoragik


14
BORANG PORTOFOLIO EMERGENSI

A. Penatalaksanaan di Ruang Gawat Darurat


1. Evaluasi cepat dan diagnosis
2. Terapi umum (suportif)
a. stabilisai jalan napas dan pernapasan
 Pemberian oksigen dianjurkan pada keadaan dengan saturasi oksigen < 95 %
 Perbaiki jalan nafas, termasuk pemasangan pipa orofaring pada pasien yang tidak sadar.
Berikan bantuan ventilasi pada pasien yang mengalami penurunan kesadaran atau
disfungsi bulbar dengan gangguan jalan napas
 Intubasi ETT atau LMA diperlukan pada pasien dengan hipoksia ( pO2 < 60 mmHg atau
pCO2 > 50 mmHg), atau syok, atau pada pasien yang berisiko untuk terjadi aspirasi
b. stabilisasi hemodinamik/sirkulasi
 Berikan cairan kristaloid atau koloid intravena (hindari cairan hipotonik seperti glukosa)
 Optimalisasi tekanan darah
 Bila terdapat adanya penyakit jantung kongestif, segera atasi
c. pemeriksaan awal fisik umum
 Tekanan darah
 Pemeriksaan jantung
 Pemeriksaan neurologi umum awal (derajat kesadaran, pemeriksaan pupil dan
okulomotor, dan keparahan hemiparesis)
d. pengendalian peninggian TIK
 Pemantauan ketat terhadap penderita dengan risiko edema serebral
 Monitor TIK harus dipasang pada pasien dengan GCS < 9 dan penderita yang mengalami
penurunan kesadaran karena peningkatan TIK
 Sasaran terapi adalah TIK < 20 mmHg dan CPP > 70 mmHg
 Penatalaksanaan penderita dengan peningkatan TIK :
a) Tinggikan posisi kepala 20° – 30°
b) Hindari penekanan vena jugular
c) Hindari pemberian cairan glukosa atau cairan hipotonik
d) Hindari hipernatremia
e) Jaga normovolemia
f) Osmoterapi atas indikasi :
 Manitol 0.25 – 0.5 gr/KgBB selama > 20 menit, diulang setiap 4 – 6 jam dengan target
≤ 310 mOsm/L.
 Furosemid dengan dosis inisial 1 mg/KgBB IV bila perlu
g) Intubasi untuk menjaga normoventilasi
h) Kortikosteroid tidak direkomendasi untuk mengatasi edema otak dan tingginya TIK pada
stroke iskemik
i) Drainase ventrikular dianjurkan pada hidrosefalus akut akibat stroke iskemik serebelar
j) Tindakan bedah dekompresif pada keadaan iskemik serebelar yang menimbulkan efek
masa, merupakan tindakan yang dapat menyelamatkan nyawa
e. penanganan transformasi hemoragik
f. pengendalian kejang
 Bila kejang, berikan diazepan bolus lambat IV 5 – 20 mg dan diikuti oleh fenitoin loading
dose 15 – 20 mg/Kg bolus dengan kecepatan maksimum 50 mg/menit
 Bila kejang belum teratasi, rawat di ICU

15
BORANG PORTOFOLIO EMERGENSI

 Pada stroke pendarahan intraserebral, obat antikonvulsan profilaksis dapat diberikan


selama 1 bulan, kemudian diturunkan, dan dihentikan bila tidak ada kejang selama
pengobatan
g. pengendalian suhu tubuh
 Setiap penderita stroke yang disertau demam harus diberikan obat antipiretik dan diatas
penyebabnya
 Beriksan acetaminophen 650 mg bila suhu > 38.5°C atau > 37.5°C
 Pada pasien febris atau berisiko terjadi infeksi, harus dilakukan kultur dan diberikan
antibiotik
 Jika didapatkan meningitis, segera diikuti dengan terapi antibiotik
h. pemeriksaan penunjang
 EKG
 Laboratorium (kimia darah, fungsi ginjal, hematologi, faal hemostasis, kadar gula darah,
analisis urin, analisa gas darah, dan elektroklit)
 Bila ada kecurigaan pendarahan subaraknoid, lakukan pungsi lumbal untu pemeriksan
CSF
 Pemeriksaan radiologi (foto rontgen dada dan CT scan).
3. Penatalaksanaan Hipertensi Pada Stroke Akut
 Pada pasien stroke pendarahan intraserebral akut, apabila TDS > 200 mmHg atau MAP > 150
mmHg, tekanan darah diturunkan secara kontinyu dengan pemantauan tekanan darah setiap 5
menit
 Apabila TDS > 180 mmHg atau MAP > 130 mmHg disertai dengan gejala dan tanda
peningkatan TIK, lakukan pemantauan TIK.
 Tekanan darah dapat diturunkan dengan menggunakan obat antihipertensi intravena secara
kontinyu atau intermiten dengan pemantauan tekanan perfusi serebral ≥ 60 mmHg
 Apabila TDS > 180 mmHg atau MAP > 130 mmHg tanpa disertai dengan gejala dan tanda
peningkatan TIK, tekanan darah diturunkan secara hati – hati dengan menggunakan obat
antihipertensi intravena kontinu atau intermiten dengan pemantauan tekanan darah setiap 15
menit hingga MAP 110 mmHg atau tekanan darah 160/90 mmHg.
 Pada pasien stroke pendarahan intraserebral dengan TDS 150 – 220 mmHg, penurunan
tekanan darah dengan cepat hingga TDS 140 mmHg cukup aman
 Penanganan nyeri termasuk upaya penting dalam penurunan tekanan darah pada penderita
stroke pendarahan intraserebral
 Pemakaian obat antihipertensi parenteral golongan beta blocker (labetalol dan esmolol),
calcium channel blocker (nikardipin dan diltiazem) intravena digunakan dalam upaya diatas.
 Target penurunan tersebut adalah 15 – 25 % pada jam pertama, dan TDS 160/90 mmHg pada
6 jam pertama.

B. Penatalaksanaan Khusus Stroke Akut.


 Penatalaksanaan Stroke Perdarahan Intra Serebral (PIS)
Terapi medik pada PIS akut:
a. Terapi hemostatik 1
 Eptacog alfa (recombinant activated factor VII [rF VIIa]) adalah obat haemostasis yang
dianjurkan untuk pasien hemofilia yang resisten terhadap pengobatan faktor VIII
replacement dan juga bermanfaat untuk penderita dengan fungsi koagulasi yang normal.
16
BORANG PORTOFOLIO EMERGENSI

 Aminocaproic acid terbuktitidak mempunyai efek menguntungkan.


 Pemberian rF VIIa pada PIS pada onset 3 jam hasilnya adalah highly-significant, tapi
tidak ada perbedaan bila pemberian dilakukan setelah lebih dari 3 jam.
b. Reversal of anticoagulation 1
 Pasien PIS akibat dari pemakaian warfarin harus secepatnya diberikan fresh frozen
plasma atau prothrombic complex concentrate dan vitamin K.
 Prothrombic-complex concentrates suatu konsentrat dari vitamin K dependent
coagulation factor II, VII, IX, dan X, menormalkan INR lebih cepat dibandingkan FFP
dan dengan jumlah volume lebih rendah sehingga aman untuk jantung dan ginjal.
 Dosis tunggal intravena rFVIIa 10-90µg/kg pada pasien PIS yang memakai warfarin
dapat menormalkan INR dalam beberapa menit. Pemberian obat ini harus tetap diikuti
dengan coagulation-factor replacement dan vitamin K karena efeknya hanya beberapa
jam.
 Pasien PIS akibat penggunaan unfractionated atau low moleculer weight heparin
diberikan Protamine Sulfat, dan pasien dengan trombositopenia atau adanya gangguan
fungsi platelet dapat diberikan dosis tunggal Desmopressin, transfusi platelet, atau
keduanya.
 Pada pasien yang memang harus menggunakan antikoagulan maka pemberian obat dapat
dimulai pada hari ke-7-14 setelah erjadinya perdarahan.
c. Tindakan bedah pada PIS berdasarkan EBM
 Keputusan mengenai apakah dioperasi dan kapan dioperasi masih tetap kontroversial.
 Tidak dioperasi bila: 1
 Pasien dengan perdarahan kecil (<10cm3) atau defisit neurologis minimal.
 Pasien dengan GCS <4. Meskipun pasien GCS <4 dengan perdarahan intraserebral
disertai kompresi batang otak masih mungkin untuk life saving.
 Dioperasi bila: 1
 Pasien dengan perdarahan serebelar >3cm dengan perburukan klinis atau kompresi
batang otak dan hidrosefalus dari obstruksi ventrikel harus secepatnya dibedah.
 PIS dengan lesi struktural seperti aneurisma malformasi AV atau angioma cavernosa
dibedah jika mempunyai harapan outcome yang baik dan lesi strukturnya terjangkau.
 Pasien usia muda dengan perdarahan lobar sedang s/d besar yang memburuk.
 Pembedahan untuk mengevakuasi hematoma terhadap pasien usia muda dengan
perdarahan lobar yang luas (>50cm3) masih menguntungkan.

 Penatalaksanaan Perdarahan Sub Arakhnoid


1. Pedoman Tatalaksana 1
a. Perdarahan dengan tanda-tanda Grade I atau II (H&H PSA):
 Identifikasi yang dini dari nyeri kepala hebat merupakan petunjuk untuk upaya
menurunkan angka mortalitas dan morbiditas.
 Bed rest total dengan posisi kepala ditinggikan 30 dalam ruangan dengan lingkungan
yang tenang dan nyaman, bila perlu diberikan O2 2-3 L/menit.
 Hati-hati pemakaian obat-obat sedatif.
 Pasang infus IV di ruang gawat darurat dan monitor ketat kelainan-kelainan neurologi
yang timbul.
17
BORANG PORTOFOLIO EMERGENSI

b. Penderita dengan grade III, IV, atau V (H&H PSA), perawatan harus lebih intensif: 1
 Lakukan penatalaksanaan ABC sesuai dengan protocol pasien di ruang gawat darurat.
 Intubasi endotrakheal untuk mencegah aspirasi dan menjamin jalang nafas yang
adekuat.
 Bila ada tanda-tanda herniasi maka dilakukan intubasi.
 Hindari pemakaian sedatif yang berlebhan karena aan menyulitkan penilaian status
neurologi.
2. Tindakan untuk mencegah perdarahan ulang setelah PSA 1
a. Istirahat di tempat tidur secara teratur atau pengobatan dengan antihipertensi saja tidak
direkomendasikan untuk mencegah perdarahan ulang setelah terjadi PSA, namun kedua hal
tersebut sering dipakai dalam pengobatan pasien dengan PSA.
b. Terapi antifibrinolitik untuk mencegah perdarahan ulang direkomendasikan pada keadaan
klinis tertentu. Contohnya pasien dengan resiko rendah untuk terjadinya vasospasme atau
memberikan efek yang bermanfaat pada operasi yang ditunda.
c. Pengikatan karotis tidak bermanfaat pada pencegahan perdarahan ulang.
d. Penggunaan koil intra luminal dan balon masih uji coba.
3. Operasi pada aneurisma yang rupture 1
a. Operasi clipping sangat direkomendasikan untuk mengurangi perdarahan ulang setelah
rupture aneurisma pada PSA.
b. Walaupun operasi yang segera mengurangi resiko perdarahan ulang setelah PSA, banyak
penelitian memperlihatkan bahwa secara keseluruhan hasil akhir tidak berbeda dengan
operasi yang ditunda. Operasi yang segera dianjurkan pada pasien dengan grade yang lebih
baik serta lokasi aneurisma yang tidak rumit. Untuk keadaan klinis lain, operasi yang segera
atau ditunda direkomendasikan tergantung pada situasi klinik khusus.
c. Aneurisma yang incompletely clipped mempunyai resiko yang tinggi untuk perdarahan ulang.

Pembahasan
Pasien mendapat penatalaksanaan umum stroke akut berupa:
 Stabilisasi jalan nafas dan pernapasan: O2 3lpm via nasal kanul
 Stabilisasi hemodinamik: IVFD NaCl 0.9% 20lpm
 Pem. Awal fisik umum: TTV, Pemfis, Pem. Neurologis
 Penatalaksanaan dengan tanda peningkatan TIK: Head up 30 derajat, pemberian mannitol
6x100cc, pro EVD untuk hidrosefalus akut
 Penanganan transformasi hemoragik: Perbaiki perfusi dengan citicoline 500mg/12jam/iv
 Pengendalian kejang
 Pengendalian suhu tubuh: Cegah infeksi pemberian antibiotic Ceftriaxone 2gr/24jam/iv
 Pem. Penunjang: EKG: LVH, Lab: Leukositosis, CT scan: Perdarahan Intraventrikel

8. Pencegahan Stroke Hemoragik


Pencegahan primer pada stroke meliputi upaya memperbaiki gaya hidup dan mengatasi berbagai
faktor risiko. Upaya ini ditujukan pada orang sehat maupun kelompok risiko tinggi yang berlum
pernah terserang stroke. Beberapa pencegahan yang dapat dilakukan adalah:1
 Mengatur pola makan yang sehat
 Melakukan olah raga yang teratur
 Menghentikan rokok
18
BORANG PORTOFOLIO EMERGENSI

 Menhindari minum alkohol dan penyalahgunaan obat


 Memelihara berat badan yang layak
 Perhatikan pemakaian kontrasepsi oral bagi yang beresiko tinggi
 Penanganan stres dan beristirahat yang cukup
 Pemeriksaan kesehatan teratur dan taat advis dokter dalam hal diet dan obat
 Pemakaian antiplatelet
Pada pencehagan sekunder stroke, yang harus dilakukan adalah pengendalian faktor risiko
yang tidak dapat dimodifikasi, dan pengendalian faktor risiko yang dapat dimodifikasi seperti
hipertensi, diabetes mellitus, riwayat TIA, dislipidemia, dan sebagainya. 1
4. Plan
 Diagnosis kerja: Stroke hemoragik ec IVH
 Terapi:
 O2 3L/menit via nasal kanul
 Elevasi kepala 30o
 IVFD NaCl 0.9 % 20 tpm
 Inj. Citicolin 500mg/12jam/iv
 Inj. Ranitidine 50mg/12jam/iv
 Manitol 20% (100 –100 – 100 – 100 – 100 - 100)
 Ceftriaxone 2gr/24jam/iv
 Pasang NGT
 Pasang Kateter urine
 Pro EVD (07 Januari 2020)
 Konsultasi: perlu dilakukan konsultasi ke dokter spesialis bedah saraf.
 Rujukan: pada kasus ini, rujukan tidak perlu dilakukan karena masih dapat ditindaklanjuti
menggunakan sarana dan prasarana yang ada.
 Kontrol: pantau tanda-tanda vital
 Prognosis: Dubia ad Bonam

Makassar, Februari 2020

Peserta, Pendamping,

dr. Belinda Stefani Tendeanan dr. Asniwati Andi Malkab π

19

Anda mungkin juga menyukai