Anda di halaman 1dari 30

Pelatihan dan Pengembangan Sumber Daya

Manusia
A. Pendahuluan.

Pelatihan dan pengembangan sering kita dengar dalam dunia kerja di perusahaan,
organisasi, lembaga, atau bahkan dalam instansi pendidikan. Hal ini dapat diasumsikan
bahwa pelatihan dan pengembangan sangat penting bagi tenaga kerja untuk bekrja lebih
menguasai dan lebih baik terhadap pekerjaan yang dijabat atau akan dijabat kedepan. Tidak
terlalu jauh dalam instansi pendidikan, pelatihan dan pengembangan sering dilakukan
sebagai upaya meningkatkan kinerja para tenaga kerja pendidikan yang dianggap belum
mampu untuk mengemban pekerjaannya karena faktor perkembangan kebutuhan
masyarakat dalarn pendidikan. Secara deskripsi tertentu potensi para pekerja pendidikan
mungkin sudah memenuhi syarat administarasi pada pekerjaanya, tapi secara aktüal para
pekerja pendidikan harus mengikuti atau mengimbangi perkembangan pendidikan sesuai
dengan tugas yang dijabat atau yang akan dijabatnya. Hal ini yang mendorong pihak
instansi pendidikan untuk memfasilitasi atau memiasililatori pelatihan dan pengembangan
karir para tenaga kerja pendidikan guna mendapatkan hasil kinerja yang balk, etèktif dan
efisien.

Salah satu fungsi manajemen surmberdaya manusia adalah training and


development artinya bahwa untuk mendapatkan tenaga kerja pendidikan yang
bersumberdaya manusia yang baik dan tepat sangat perlu pelatihan dan pengembangan.
Hal ini sebagal upaya untuk mempersiapkan para tenaga kerja pendidikan untuk
menghadapi tugas pekerjaan jabatan yang dianggap belum menguasainya. Management
thought yang dikernukakan Taylor, bahwa tenaga kerja membutuhkan latihan kerja yang
tepat. Teori ini sangat tepat untuk rnenghindari kemungkinan terburuk dalam kemampuan
dan tanggungjawab bekerja, sehingga dalam menyelesaikan tugas jabatan lebih efektif dan
efIsien sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan. Dalam instansi pendidikan biasanya
para tenaga kerja yang akan menduduki jabatan baru yang tidak didukung dengan
pendidikannya atau belum mampu melaksanakan tugasnya, biasanya upaya yang ditempuh
adalah dengan melakukan pelatihan dan pengembangan karir. Dengan melalui pelatihan
dan pengembangan, tenaga kerja akan mampu mengerjakan, meningkatkan,
mengembangkan pekerjaannya. Dalarn kaitannya dengan tema iin, pemakalah mencoba
dengan menyajiKan point-point penting yang ada kaitannya dengan pelatihan dai
pengembangan sebagai berikut: Pengertian, tujuan, jenis-jenisnya, tahapan-tahapannya,
tekniknya, manfaat dan kelemahannya.

B. Pengertian pelatihan dan pengembangan.

Pelatihan (training) merupakan proses pembelajaran yang melibatkan perolehan


keahlian, konsep, peraturan, atau sikap untuk meningkatkan kinerja tenga kera.
(Simamora:2006:273). Menurut pasal I ayat 9 undang-undang No.13 Tahun 2003. Pelatihan
kerja adalah keseluruhan kegiatan untuk memberi, memperoleh, meningkatkan, serta
mengembangkan kompetensi kerja, produktivitas, disiplin, sikap, dan etos kerja pada tingkat
ketrampilan dan keahlian tertentu sesuai dengan jenjang dan kualifikasi jabatan dan
pekerjaan.

Pengembangan (development) diartikan sebagai penyiapan individu untuk memikul


tanggung jawab yang berbeda atau yang Iebih tinggi dalam perusahaan, organisasi,
lembaga atau instansi pendidikan,

Menurut (Hani Handoko:2001:104) pengertian latihan dan pengembangan adalah


berbeda. Latihan (training) dimaksudkan untuk memperbaiki penguasaan berbagal
ketrampilan dan teknik pelaksanaan kerja tertentu, terinci dan rutin. Yaitu latihan
rnenyiapkan para karyawan (tenaga kerja) untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan sekarang.
Sedangkan pengembangan (Developrnent) mempunyai ruang lingkup Iebih luas dalam
upaya untuk memperbaiki dan meningkatkan pengetahuan, kemampuan, sikap dlan sifat-
sifat kepribadian.

(Gomes:2003:197) Mengemukakan pelatihan adalah setiap usaha untuk


memperbaiki performansi pekerja pada suatu pekerjaan tertentu yang sedang menjadi
tanggungjawabnya. Menurutnya istilah pelatihan sering disamakan dengan istilah
pengembangan, perbedaannya kalau pelatihan langsung terkait dengan performansi kerja
pada pekerjaan yang sekarang, sedangkan pengembangan tidaklah harus, pengembangan
mempunyai skcope yang lebih luas dandingkan dengan pelatihan.

Pelatihan Iebih terarah pada peningkatan kemampuan dan keahlian SDM organisasi
yang berkaitan dengan jabtan atau fungsi yang menjadi tanggung jawab individu yang
bersangkutan saat ini ( current job oriented). Sasaran yang ingin dicapai dan suatu program
pelatihan adalah peningkatan kinerja individu dalam jabatan atau fungsi saat ini.

Pengembangan cenderung lebih bersifat formal, menyangkut antisipasi kemampuan


dan keahhan individu yang harus dipersiapkan bagi kepentingan jabatan yang akan datang.
Sasaran dan program pengembangan menyangkut aspek yang lebih luas yaitu peningkatan
kemampuan individu untuk mengantisipai perubahan yang mungkin terrjadi tanpa
direncanakan(unplened change) atau perubahan yang direncanakan (planed change).
(Syafaruddin:200 1:2 17).

Hal serupa dikemukakan (Hadari:2005:208). Pelatihan adaah program- program


untuk memperbaiki kernampuan melaksanakan pekerjaan secara individual, kelompok
dan/atau berdasarkan jenjang jabatan dalam organisasi atau perusahaan. Sedangkan
pengembangan karir adalah usaha yang diakukan secara formal dan berkelanjutan dengan
difokuskan pada peningkatan dan penambahan kemampuan seorang pekerja. Dan
pengertian ini menunjukkan bahwa fokus pengernbangan karir adalah peningkatan
kemampuan mental tenaga kerja.

lstilah pelatihan dan pengembangan merujuk pada struktur total dan program di
dalam dan luar pekerjaan karvawan yang dimanfaatkan perusahaan dalam
mengembangkan keterampilan dan pengetahuan, utamanya untuk kinerja pekerjaan dan
promosi karir. Biasanya pelatihan merujuk pada pengembangan ketrampilan bekerja
(vocational) yang dapat digunakan dengan segera. (Sjafri :2003: 135).
.

C. Jenis pelatihan dan pengembangan

Terdapa banyak pendekatan untuk pelatlian. Menurut (Simamora:2006 :278) ada


lima jenis-jenis pelatihan yang dapat diselenggarakan:

1. Pehtihan Keahlian.

Pelatihan keahlian (skils training) merupakan pelatihan yang sering di jumpai


dalam organisasi. program pelatihaannya relatif sederhana: kebutuhan atau
kekuragan diidentifikasi rnelalui penilaian yang jeli. kriteria penilalan efekifitas
pelatihan juga berdasarkan pada sasaran yang diidentifikasi dalam tahap
penilaian.

2. Pelatihan Ulang.

Pelatihan ulang (retraining) adalah subset pelatihan keahilan. Pelatihan ulang


berupaya memberikan kepada para karyawan keahlian-keahlian yang mereka
butuhkan untuk menghadapi tuntutan kerja yang berubah-ubah. Seperti tenaga
kerja instansi pendidikan yang biasanya bekerja rnenggunakan mesin ketik
manual mungkin harus dilatih dengan mesin computer atau akses internet

3. Pelatihan Lintas Fungsional.

Pelatihan lintas fungsional (cros fungtional training) melibatkan pelatihan


karyawan untuk melakukan aktivitas kerja dalam bidang lainnya selain dan
pekerjan yang ditugaskan.

4. Pelatihan Tim.

Pelatihan tim merupakan bekerjasarna terdiri dari sekelompok Individu untuk


menyelesaikan pekerjaan demi tujuan bersama dalam sebuah tim kerja.

5. Pelatihan Kreatifitas.

Pelatihan kreatifitas(creativitas training) berlandaskan pada asumsi hahwa


kreativitas dapat dipelajari. Maksudnya tenaga kerja diberikan peluang untuk
mengeluarkan gagasan sebebas mungkin yang berdasar pada penilaian rasional
dan biaya dan kelaikan.

Adapun perbedaan antara pelatihan dan pengembangan menurut (Syafaruddin:2001


:217).

a. Pelatihan.

Tujuan: Peningkatan kemampuan individu bagi kepentingan jabatan saat ini. Sasaran:
Peningkatan kinerja jangka pendek.
Orientasi: Kebutuhan jabatan sekarang.

Efek terhadap karir: Keterkaitan dengan karir relatif rendah.

b. Pengembangan.

Tujuan: Peningkatan kemampuan individu bagi kepentingan jabatan yang akan datang.

Sasaran: Peningkatan kinerja jangka panjang.

Orientasi: Kebutuhan perubahan terencana atau tidak terencana.

Efek terhadap karir: Keterkaitan dengan karir relatif tinggi.

D. Tahapan proses pelatihan dan pengembangan.

Sebelum pelatihan dapat diselenggarakan, kabutuhan akan hal itu perlu dianalisis
lebih dahulu. Hal demikian disebut sebagai langkah/tahapan penilaian dari proses pelatihan.
Menurul (Sjafri:2003:140). setelah tahap analisis kebutuhan dilakukan, maka harus
melakukan beberapa tahapan berikutnya:

1. Penilaian kebutuhan pelatihan.

a. Penilaian kebtuhan perusahaan.

b. Penilaian kebutuhan tugas.

c. Penilaian kebutuhan karyawan.

2. Perumusan tujuan pelatihan.

Perumusan tujuan pelatihan harus ada keterkaitan antara input, output,


outcome, dan impact dan pelatihan itu sendiri.

3. Prinsip-prinsf p pelatihan.

a. partisipasi

b. pendalaman

c. relevansi

d. pengalihan

e. umpan balik

f. suasana nyaman
g. memiliki kriteria

4. Merancang dan menyeleksi prosedur pelatihan.

a. Pelatihan instruksi pekerjaan

b. Perputaran pekerjaan

c. Magang dan pelatihan

d. Kuliah dan presentasi

e. Permainan peran dan pemodelan perilaku

f. Studi kasus

g. Simulasi

h. Studi mandiri dan pembelajaran program

i. Pelatihan laboratorium

j. Pembelajaran aksi

Dalam tahapan ini menurut (Gomes:2003:204) terdapat paling kurang tiga


tahapan utama dalam pelatihan dan pengembangan, yakni: penentuan kebutuhan
pelatihan, desain program pelatihan, evaluasi program pelatihan.

1. Penentuan kebutuhan pelatihan (assessing training needs)

Adalah lebih sulit untuk menilai kebutuhan-kebutuhan pelatihan bagi


para pekerja yang ada daripada mengorientasikan para pegawai yang
baru. Dari satu segi kedua-duanya sama. Tujuan penentuan kebutuhan
pelatihan ini adalah untuk mengumpulkan sebanyak mungkin informasi
yang relevan guna mengetahui dan atau/menentukan apakah perlu atau
tidaknya pelatihan dalam organisasi tersebut.

Dalam tahapan ini terdapat tiga macam kebutuhan akan pelatihan yaitu:

a). General treatment need, yaitu penilaian kebutuhan pelatihan bagi


semua pegawai dalam suatu klasifikasi pekerjaan tanpa memperhatikan
data mengenai kinerja dari seseorang pegawai tertentu.

b). Oversable performance discrepancies, yaitu jenis penilaian


kebutuhan pelatihan yang didasarkan pada hasil pengamatan terhadap
berbagai permasalahan, wawancara, daftar pertanyaan, dan
evaluasi/penilaian kinerja, dan dengan cara meminta para pekerja untuk
mengawasi sendiri hasil kerjanya sendiri.
c). Future human resources neeeds, yaitu jenis keperluan pelatihan ini
tidak berkaitan dengan ketidak sesuaian kinerja, tetapi Iebih berkaitan
dengan sumberdaya manusia untuk waktu yang akan datang.

2. Mendesain program pelatihan (desaigning a training program)

Sehenarnya persoalan performansi bisa disiatasi melalui perubahan


dalam system feedback, seleksi atau imbalan, dan juga melalui
pelatihan. Atau akan Iebih mudah dengan melakukan pemecatan
terhadap pegawai selama masa percobaannya.

Jika pelatihan merupakan Solusi terbaik maka para manajer atau


supervisor harus memutuskan program pelatihan yang tepat yang
bagaimana yang harus dijalankan. Ada dua metode dan pririsip bagi
pelatihan:

a. Metode pelatihan.

Metode peIathan yang tepat tergantung kepada tujuannya. Tujuan


atau sasaran pelatihan yang berbeda akan berakibat pemakaian
metode yang berheda pula.

b. Prinsip umum bagi metode pelatihan

Terlepas dari berhagai metode yang ada, apapun bentuk metode


yang dipilh, metode tersebut harus rnemenuhi prinsip—prnsip seperti:
1 .Memotivasi para peserta pelatihan. 2. Memperlihatkan ketrampilan-
ketrampilan. 3. Harus konsisten dangan isi pelatihan. 4.Peserta
berpartisipasi aktif. 5. Memberikan kesempatan untuk perluasan
ketrampilan. 6. Memberikan feedback. 7. Mendorong dari hasil
pelatihan ke pekerjaan. 8. Harus efektif dari segi biaya.

3. Evaluasi efektifitas program (evaluating training program


effectivenees).

Supaya efektif, pelatihan haru merupakan suatu solusi yang tepat bagi
permasalahan organisasi, yakni bahwa pelatihan tersebut dimaksudkan
untuk memperbaiki kekurangan keterampilan. Untuk meningkatkan
usaha belajarnya,para pekerja harus menyadari perlunya perolheanb
informasi baru atau mempelajari keterampilan-keterampilan baru, dan
keinginan untuk belajar harus dipertahankan. Apa saja standar kinerja
yang telah ditetapkan, sang pegawai tidak harus dikecewakan oleh
pelatih yang menuntut terlalu banyak atau terlalau sedikit.

Tujuan dari tahapan ini adalah untuk menguji apakah pelatihan tersebut
efektif di dalam mencapai sasaran-sasarannya yang telah ditetapkan. Ini
menghendaki identifikasi dan pengembangan criteria tertentu.

a. Tipe-tipe efektifitas program pelatihan.


Program pelatihan bisa dievaluasi berdasarkan informasi yang bisa
diperoleh pada lima tingkatan: 1. reaction, 2. learning, 3. behaviors,
4. organizational result, 5. cost efectivity. Pertanyaan-pertanyaan
pada masing-masing kriteria tersebut, seperti diuraikan dibawah ini,
memungkinkan penyaringan informasi yang bisa menjelaskan
seberapa efektif program pelatihan yang dilaksanakan tersebut.

Reaksi : Seberapa baik para peserta menyenangi

pelatihan?

Belajar : Seberapa jauh para peserta mempelajari fakta-

fakta, prinsip-prinsip, dan pendekatan-

pendekatan yang terdapat didalam pelatihan?

Behavior : Seberapa jauh perilaku kerja para pekerja

berubah karena pelatihan?

Hasil-hasil : Apakah peningkatan produktivitas atau

penurunan biaya telah dicapai?

Efektivitas biaya : Katakan bahawa pelatihan efektif, apakah itu

merupakan metode yang paling murah dan

menyelesaikan masalah?

1. reactions: Ukuran mengenai reaksi ini didesain untuk


mengetahui opini dari para peserta mengenai program
pelatihan. Usaha untuk mendapatkan opini para peserta
tentang pelatihan ini, terutama didasarkan pada beberapa
alasan utama, seperti: untuk mengetahui sejauh mana para
peserta merasa puas dengan program untuk maksud
diadakannya bebrapa revisi atas program pelatihan, untuk
menjamin agar para peserta yang lain bersikap represif untuk
mengikuti program pelatihan.

2. Learning: Informasi yang ingin diperoleh melalui jenis


evaluasi ini adalah mengetahi seberapa jauh para peserta
menguasai konsep-konsep, pengetahuan, keterampilan-
keterampilan yang diberikan selama pelatihan.

3. Behaviors: Perilaku dari para peserta, sebelum dan sesudah


pelatihan, dapat dibandingkan guna mengetahui tingkat
pengaruh pelatihan terhadap perubahan performansi mereka.
Langkah ini penting karena sasaran dari pelatihan adalah
untuk mengubah perilaku atau performansi para peseerta
pelatihan setelah diadakan program pelatihan.

4. Organizational result: tujuan dari pengumpulan informasi


pada level ini adalah untuk menguji dampak pelatihan
terhadap kelompok kerja atau organisasi secara keseluruhan.

5. Cost effectivity: ini dimaksudkan untuk mengetahui besarnya


biaya yang dihabiskan bagi program pelatihan, dan apakah
besarnya biaya untuk pelatihan tersebut terhitung kecil atau
besar dibandingkan biaya yang timbul dari permasalah yang
dialami oleh organisasi.

b. Model-model penialaian effektifitas pelatihan.

Proses evaluasi itu sendiri bisa mendorong para pegawai untuk


meningkatkan produktifitasnya. Untuk mengetahui dampak dari
pelatihan itu secara keseluruhan terhadap hasil atau performansi
seseorang atau suatu kelompok tertentu, umumnya terdapat dua
pilihan model penilaian yaitu: 1. Uncontrolled model. 2. Controlled
model.

Model pertama ini bisanya tidak memakai kelompok pembanding


dalam melakukan penilaian damapak pelatihan terhadap hasil
dan/atau performansi kerjanya.

Sedangkan model kedua adalah model yang dalam melakukan


penilaian efektivitas program pelatihan menggunakan sestem
membanding yaitu membandingkan hasil dari orang atau kelompok
yang tidak mengikuti pelatihan.

Menurut (Dessler:2004:217). Program pelatihan terdiri dari lima langkah:

Pertama: Langkah analisis kebutuhan, yaitu mengetahui keterampilan kerja


spesifik yang dibutuhkan, menganalisa keterampilan dan kebutuhan calon yang
akan dilatih, dan mengembangkan pengetahuan khusus yang terukur serta tujuan
perestasi.

Kedua: Merancang instruksi, untuk memutuskan, menyusun, dan


menghasilkan isi program pelatihan, termasuk buku kerja, latihan dan aktivitas.

Ketiga: lagkah validasi, yaitu program pelatihan dengan menyajiakn kepada


beberapa orang yang bisa mewakili.

Keempat: menerapkan program itu, yaitu melatih karyawan yang ditargetkan.

Kelima: Langkah evaluasi dan tindak lanjut, dimana manejemen menilai


keberhasilan atau kegagalan program ini:
Terdapat tiga tahapan yang harus tercakup dalam proses pelatihan
(Simamora:2006:285) yaitu:

1. Tahapan penilaian

2. Tahapan pelatihan dan pengembangan

3. Tahapan evaluasi

E. Tujuan pelatihan dan pengembangan

Tujuan diselenggarakan peltihan dan pengembangan kerja menurut


(Simamora:2006:276) diaeahkan untuk membekali, meningkatkan, dan
mengembangkan kompetensi kerja guna meningkatkan kemampuan, produktivitas
dan kesejahteraan. Adapun tujuan-tujuannya sebagai berikut:

1. Memperbaiki kinerja karyawan-karyawannya yang bekerja secara tidak


memuaskan karena kekurangan keterampilan merupakan calon utama
pelatihan, kendatipun tidak dapat memecahkan semua masalah kinerja yang
efektif, progaram pelatihan dan pengembangan yang sehat sering berfaedah
dalam meminimalkan masalah ini.

2. Memuktahirkan keahlian para karyawan sejalan dengan kemajuan teknologi.


Melalui pelatihan, pelatih memastikan bahwa karyawan dapat
megaplikasikan teknologi baru secara efektif. Perubahan teknologi pada
gilirannya, berarti bahwa pekerjaan senantiasa berubah dan keahlian serta
kemampuan karyawan haruslah dimuktahirkan melalui pelatihan, sehingga
kemajuan teknologi dapat diintgrasikan dalam organisasi secara sukses.

3. Mengurangi waktu pembelajaran bagi karyawan baru agar kompoten dalam


pekerjaan. Seorang karywan baru acap kali tidak menguasai keahlian dan
kemampuan yang dibutukan untuk menjadi ”job comotent” yaitu mencapai
output dan standar mutu yang diharapkan.

4. Membantu memecahkan msalah orperasional. Para manejer harus mencapai


tujuan mereka dengan kelangkaan dan kelimpahan suber daya: kelangkaan
sumberdaya finansial dan sumberdaya teknologis manusia (human
tecnilogical resourse), dan kelimpahan masalah keuangan, manusia dan
teknologis.

5. Mempersiapkan karyawan untuk promosi satu cara untuk menarik, menahan,


dan memotivasi karyawan adalah melalui program pengembangan karir yang
sistematis. Pengembangan kemampuan promosional karyawan konsisten
dengan kebijakan sumberdaya manusia untuk promosi dari dalam: pelatihan
adalah unsur kunci dalam sistem pengembangan karir. Dengan secara
berkesinambungan mengembangkan dan mempromosikan semberdaya
manusianya melalui pelatihan, manejer dapat menikmati karyawan yang
berbobot, termotivasi dan memuaskan.
6. Mengorientasikan karyawan terhadap organisasi, karena alasan inilah,
beberapa penyelenggara orientasi melakukan upaya bersama dengan tujuan
mengorientasikan para karyawan baru terhadap organisasi dan bekerja
secara benar.

7. Memenuhi kebutuhan pertumbuhan pribadi. Misalnya sebagian besar manejer


adalah berorientasi pencapaian dan membutuhkan tantangan baru
dipekerjaannya. Pelatihan dan pengembangan dapat memainkan peran
ganda dengan menyediakan aktivitas-aktivitas yang menghasilkan efektifitas
organisasional yang lebih besar dan meningkatkan pertumbuhan pribadi bagi
semua karyawan.

F. Manfaat pelatihan dan pengembangan

Pelatihan mempunyai andil besar dalam menentukan efektifitas dan efisiensi


organisasi. Beberapa manfaat nyata yang ditangguk dari program pelatihan dan
pengembangan (Simamora:2006:278) adalah:

1. Meningkatkan kuantitas dan kualitas produktivitas.

2. Mengurangi waktu belajar yang diperlukan karyawan untuk mencapai


standar kinerja yang dapat diterima.

3. Membentuk sikap, loyalitas, dan kerjasama yang lebih menguntungkan.

4. Memenuhi kebutuhan perencanaan semberdaya manusia

5. Mengurangi frekuensi dan biaya kecelakaan kerja.

6. Membantu karyawan dalam peningkatan dan pengembangan pribadi


mereka.

Manfaat di atas membantu baik individu maupun organisasi. Program


pelatihan yang efektif adalah bantuan yang berharga dalam perencanaan
karir dan sering dianggap sebagai penyembuh penyakit organisasional.
Apabila produktivitas tenaga kerja menurun banyak manejer berfikir bahwa
solusinya adalah pelatihan. Program pelatihan tidak mengobati semua
masalah organisasional, meskipun tentu saja program itu berpotensi untuk
memperbaiki situasi tertentu sekiranya program dijalankan secara benar.

G. Kelemahan pelatihan dan pengembangan

Beberapa kelemahan pelatih dapat menyebabkan gagalnya sebuah program


peltihan. Suatu pemahaman terdahap masalah potensial ini harus dijelaskan selama
pelatihan pata trainer. (Simamora:2006:282). Kelemahan-kelemahan meliputi:
1. Pelatihan dan pengembangan dianggap sebagai obat untuk semua
penyakit organisasional.

2. Partisipan tidak cukup termotivasi untuk memusatkan perhatian dan


komitmen mereka.

3. Sebuah teknik dianggap dapat diterapkan disemua kelompok, dalam


semua situasi, dengan keberhasilan yang sama.

4. Kinerja partisipan tidak dievaluasi begitu kayawan telah kembali


kepekerjaannya.

5. Informasi biaya-manfaat untuk mengevaluasi program pelatihan tidak


dikumpulkan.

6. Ketidakadaan atau kurangnya dukungan manajemen.

7. Peran utama penyelia/atasan tidak diakui.

8. Pelatihan bakal tidak akan pernah cukup kuat untuk menghasilkan


perbaikan kinerja yang dapat diveifikasi.

9. Sedikit atau tidak ada persiapan untuk tindak lanjut.

H. Teknik-teknik pelatihan dan pengembangan

Program-program pelatihan dan pengembangan dirancang untuk meningkatkan


perestasi kerja, mengurangi absensi dan perputaran, serta memperbaiki kepuasan
kerja. Ada dua kategor pokok program pelatihan dan pengembangan manajemen.
(Decenzo&Robbins:1999:230):

The most popular training and development methods used by organization can be
classified as either on-the-job training. In the following pages, we will briefly introsce
the better know techniques of each category.

1. Metode praktis (on the job training)

2. Teknik-teknik presentasi informasi dan metode-metode simulasi (off the job


training)

Masing-masing kategori mempunyai sasaran pengajaran sikap konsep atau


pengetahuan dan/atau keterampilan utama yang berbeda. Dalam pemilihan
teknik tertentu untuk dugunakan pada program pelatihan dan pengembangan,
ada beberapa trade offs. Ini berarti tidak ada satu teknik yang selalu baik: metode
tergantung pada sejauh mana suatu teknik memenuhi faktor-faktor berikut:

1. Efektivitas biaya.
2. Isi program yang dikehendaki

3. Kelayakan fasilitas-fasilitas

4. Preferensi dan kemampuan peserta

5. Preferensi dan kemampuan instruktur atau pelatih

6. Prinsip-prinsip belajar

Teknik-teknik on the job merupakan metode latihan yang paling banyak


digunakan. Karyawan dilatih tentang pekerjaan baru dengan sepervise langsung
seorang pelatih yang berpengalaman (biasanya karyawan lain). Berbagai macam
teknik ini yang bisa digunakan dalam praktek adalah sebagai berikut:

1. Rotasi jabatan

2. Latihan instruksi pekerjaan

3. Magang (apprenticeships)

4. Coaching

5. Penugasan sementara

Teknik-teknik off the job, dengan pendekatan ini karyawan peserta latihan menerima
representasi tiruan (articial) suatu aspek organisasi dan diminta untuk
menanggapinya seperti dalam keadaan sebenarnya. Dan tujuan utama teknik
presentrasi (penyajian) informasi adalah untuk mengajarkan berbagai sikap, konsep
atau keterampilan kepada para peserta. Metode yang bisa digunakan adalah:

1. Metode studi kasus

2. Kuliah

3. Studi sendiri

4. Program computer

5. Komperensi

6. Presentasi

Implementasi program pelatihan dan pengembangan berfungsi sebagai proses


transformasi. Pata tenaga kerja (karyawan) yang tidak terlatih diubah menjadi
karyawan-karyawan yang berkemampuan dan berkulitas dalam bekerja, sehingga
dapat diberikan tanggungjawab lebih besar.

.
I. Penutup

Pelatihan lebih terarah pada peningkatan kemampuan dan keahlian SDM


organisasi yang berkaitan dengan jabatan atau fungsi yang menjadi tanggung jawab
individu yang bersangkutan saat ini (current job oriented). Sasaran yang ingin
dicapai dari suatu program pelatihan adalah peningkatan kinerja individu dalam
jabatan atau funsi saat ini.

Pengembangan lebih cenderung bersifat formal, menyangkut antisipasi


kemampuan dan keahlian inividu yang harus dipersiapkan bagi kepentingan jabatan
yang akan datang.

Pelatihan dan pengembangan merupakan salah satu solusi terhadap


sejumlah problem penurunan kualitas kinerja organisasi atau lembaga dan instansi
yang disebabkan oleh penurunan kemampuan dan keusangan keahlian yang dimiliki
oleh karyawan atau tenaga kerja.

Pelatihan dan pengembangan bukanlah solusi utama yang dapat


menyelesaikan semua persoalan organisasi, lembaga atau sebuah instansi. Tetapi
mengarah pada peningkatan kinerja para karyawan atau tenaga kerja yang baik dan
benar. Dan tujuan pelatihan dan pengembangan adalah untuk merubah sikap,
perilaku, pengalaman dan performansi kinerja.

Pelatihan merupakan penciptaan suatu lingkungan dimana kalangan tenaga


kerja dapat memperoleh dan mempejari sikap, kemampuan, keahlian, pengetahuan
perilaku spesifik yang berkaitan dengan pekerjaan. Pelatihan merupakan
serangkaian aktivitas yang dirancang untuk meningkatkan keahlian, pengetahuan,
pengalaman, ataupun perubahan sikap seseorang inidividu.

Pengembangan adalah penyiapan individu untuk mengemban tanggung


jawab yang berbeda atau lebih tinggi di dalam organisasi. Pengembangan biasanya
berkaitan dengan peningkatan kemampuan intelektual atau emosional yang
diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan yang lebih baik.

Dalam pelatihan pengembangan terdapat tiga tahapan penting yang harus


dilakukan oleh sebuah organisasi atau instansi. Pertama tahapan penilaian. Kedua
tahapan pelatihan dan pengembangan. Ketiga tahapan evaluasi.

Daftar Pustaka

Alwi, Syafaruddin. (200 ). Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta:


BPFE Decenzo, D.A.( 1999). Human recources Managemen. Sixth edition. Newyork:
John Wiley & Sons.lnc

Dessler, Gary. (2004). Sumber Daya Manusia, Penerjemah Eli Tanya Jakarta:
PT. Indeks. Judul asli Human Resource Managemen .(2003) pretince-Hall, inc,
Upper Saddle River. New Jersey

Gomes, Faustinc C. (2003). Manajemen Suber Daya Manusia. Yogyakarta:


CV. Andi Offsetl
Handoko, T. Hani. (2001). Manajemen personalia dan Sumber Daya
Manusia. Yogyakarta: BPFE

Mangkuprawira. Sjafri. (2003). Mananjemen Sumber Daya Manusia Strategik.


Jakarta: Ghalia Indonesia

Nawawi, Hadari (2005). Manajemen Sumber Dava Manusia: Yogyakarta:


Gadjah Mada University Press

Sirnamora, Henry. (2006). Manajemen Sumber Daya Manusia: Yogyakarta:


STIE YKPN
Makalah : Peranan Pendidikan dan Pelatihan dalam
Pengembangan SDM Aparatur

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sumber daya manusia merupakan elemen utama organisasi dibandingkan dengan


elemen lain seperti modal, teknologi, dan uang sebab manusia itu sendiri yang
mengendalikan yang lain. Membicarakan sumberdaya manusia tidak terlepas dari
kegiatan-kegiatan atau proses manajemen lainnya seperti strategi perencanaan,
pengembangan manajemen dan pengembangan organisasi. Keterkaitan antara
aspek-aspek manajemen itu sangat erat sekali sehingga sulit bagi kita untuk
menghindari dari pembicaraan secara terpisah satu dengan lainnya.

Pengelolaan sumber daya manusia tidak hanya terpusat pada kegiatan seleksi,
penempatan, pengupahan, pelatihan, transfer, promosi serta berbagai tindakan lainnya,
yang fokusnya adalah pada kepentingan organisasi kerja. Tugas utama dari pengelolaan
sumber daya seringkali hanya mengusahakan agar personil dapat bekerja secara efektif.
Dalam artian yang luas pengembangan sumber daya manusia terutama meliputi pendidikan
dan pelatihan, peningkatan kesehatan manusiawi, yang menyegarkan dalam organisasi, dan
pertemuan ilmiah seperti seminar, simposium perlu untuk ditingkatkan.

Ciri yang konkrit dari program pendidikan dan pelatihan dalam peningkatan mutu unjuk kerja
personil selalu berkembang, karena kebutuhan organisasi kerja dan masyarakat selalu
berubah. Kekuatan potensial yang dapat menimbulkan perubahan adalah yang saling
berkaitan. Pelatihan dan pengembangan SDM menjadi suatu keniscayaan bagi organisasi,
karena penempatan karyawan secara langsung dalam pekerjaan tidak menjamin mereka
akan berhasil. Karyawan baru sering sering merasa tidak pasti tentang peranan dan
tanggung jawab mereka. Permintaan pekerjaan dan kapasitas karyawan haruslah seimbang
melalui program orietasi dan pelatihan. Keduanya sangat dibutuhkan. Sekali para karyawan
telah dilatih dan telah menguasai pekerjaannya, mereka membutuhkan pengembangan lebih
jauh untuk menyiapkan tanggung jawab mereka di masa depan. Ada kecenderungan yang
terus terjadi, yaitu semakin beragamnya karyawan dengan organisasi yang lebih datar, dan
persaingan global yang meningkat, upaya pelatihan dan pengembangan dapat
menyebabkan karyawan mampu mengembangankan tugas kewajiban dan tanggung
jawabnya yang lebih besar.

Di tengah-tengah berbagai sumber kekuatan atau berbagai jenis potensi untuk program
yang mengandung potensi untuk menimbulkan perubahan organisasi, maka hal penting
yang bersumber dari peraturan dan program pendidikan dan pelatihan yang mampu
berperan sebagai “pemicu” dalam perubahan organisasi atau pencapaian tujuan yang telah
ditetapkan.
Dari uraian diatas maka judul dalam pembahasan makalah ini adalah “PERANAN
PENDIDIKAN DAN PELATIHAN DALAM PENGEMBANGAN SDM APARATUR DI
PEMERINTAH PUSAT MAUPUN DAERAH”

1.2. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang permasalan diatas, maka perumusan permasalahan adalah :

a. Bagaiama kondisi SDM pada saat ini?


b. SDM Seperti apa yang diharapkan pada masa depan?
c. Bagaimana Strategi Pengembangan SDM yang akan dilakukan?

1.3. Tujuan

Tujuan dari dibuatnya makalah ini adalah untuk penyerapan ilmu mata kuliah manajemen
SDM khususnya dalam hal peranan pelatihan dan pendidikan yang juga berperan pada
pengembangan SDM yang merupakan bagian dari Manajemen SDM itu sendiri. Tujuan
khusus dalam pembuatan malkalah ini adalah melengkapi tugas dalam mata kuliah
Manajemen Sumber Daya Manusia.

1.4. Kegunaan/Manfaat

a. Kegunaan

Kegunaan yang bersifat teoritis, dimana dalam makalah ini banyak hal yang sangat
bermanfaat tentunya dalam penulisan serta teori – teori yang dimasukkan dan menambah
wawasan kami dalam menyusun makalah ini. Kegunaan praktis yang merupakan sebagai
hasil dari kemampuan yang ada dalam mempelajari teori – teori yang kami dapatkan serta
hasil studi dari riset pustaka.

b. Manfaat

1. Secara akademis sebagai bahan masukan yang didapat dari kajian literatur ilmiah
bagi instansi terkait tentang pentingnya peranan Pendidikan dan Pelatihan terhadap
Pengembangan SDM.

2. Sebagai bahan masukan yang dapat dimanfaatkan oleh penulis selanjutnya untuk
dikembangkan dalam penulisan makalah ini.

3. Menambah wawasan penulis dalam mengembangkan sumber daya manusia.

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Pengertian Pelatihan dan Pengembangan


Wexley dan Yukl (1976 : 282) mengemukakan : “training and development are terms
reffering to planned efforts designed facilitate the acquisiton of relevan skills,
knowledge, and attitudes by organizational members”. Dapat diartikan : Pelatihan
dan Pengembangan adalah kondisi yang tepat untuk berencana upaya mendisain
memudahkan acquisiton dari keterampilan relevan, pengetahuan, dan sikap oleh
anggota organisasi.

Selanjutnya Wexley dan Yukl menjelaskan pula : “development focusses more on


improving the decision making and human relation skills of middle and upper level
management, while training involves lower level employees and the presentation of
more factual and narrow subject matter”. (pengembangan difokuskan untuk
meningkatkan hubungan pembuatan keputusan dan keterampilan manusia dari
tingkat tengah dan bagian atas manajemen, sementara pelatihan melibatkan tingkat
karyawan yang lebih rendah dan perwakilan berdasarkan fakta dan pembahasan
objek yang kecil).

Pendapat Wexley dan Yukl tersebut lebih memperjelas penggunaan istilah pelatihan
dan pengembangan. Mereka berpendapat bahwa pelatihan dan pengembangan
merupakan istilah-istilah yang berhubungan dengan usaha-usaha berencana, yang
diselenggarakan untuk mencapai penguasaan skill, pengetahuan, dan sikap-sikap
pegawai atau anggota organisasi.
Pengembangan lebih difokuskan pada peningkatan kemampuan dalam pengambilan
keputusan dan memperluas hubungan manusia (human relation) bagi manajemen
tingkat atas dan manajemen tingkat menengah sedangkan pelatihan dimaksudkan
untuk pegawai pada tingkat bawah (pelaksana).

Istilah pelatihan ditujukan pada pegawai pelaksana untuk meningkatkan


pengetahuan dan keterampilan teknis, sedangkan pengembangan ditujukan pada
pegawai tingkat manajerial untuk meningkatkan kemampuan konseptual,
kemampuan dalam pengambilan keputusan, dan memperluas human relation.

Mariot Tua Efendi H (2002) latihan dan pengembangan dapat didefinisikan sebagai
usaha yang terencana dari organisasi untuk meningkatkan pengetahuan,
keterampilan, dan kemampuan pegawai.

Selanjutnya mariot Tua menambahkan pelatihan dan pengembangan merupakan


dua konsep yang sama, yaitu untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan
kemampuan. Tetapi, dilihat dari tujuannya, umumnya kedua konsep tersebut dapat
dibedakan. Pelatihan lebih ditekankan pada peningkatan kemampuan untuk
malakukan pekerjaan yang spesifik pada saat ini, dan pengembangan lebih
ditekankan pada peningkatan pengetahuan untuk melakukan pekerjaan pada masa
yang akan datang, yang dilakukan melalui pendekatan yang terintegrasi dengan
kegiatan lain untuk mengubah perilaku kerja.

Sjafri Mangkuprawira (2004) pelatihan bagi karyawan merupakan sebuah proses


mengajarkan pengetahuan dan keahlian tertentu serta sikap agar karyawan semakin
terampil dan mampu melaksanakan tanggung jawabnya dengan semakin baik,
sesuai dengan standar. Sedangkan pengembangan memiliki ruang lingkup lebih
luas. Dapat berupa upaya meningkatkan pengetahuan yang mungkin digunakan
segera atau sering untuk kepentingan di masa depan. Pengembangan sering
dikategorikan secara eksplisit dalam pengembangan manajemen, organisasi, dan
pengembangan individu karyawan. Penekanan lebih pokok adalah pada
pengembangan manajemen. Dengan kata lain, fokusnya tidak pada pekerjaan kini
dan mendatang, tetapi pada pemenuhan kebutuhan organisasi jangka panjang.

Menurut Sondang P Siagian (2008), letak penting pengembangan sumber daya


manusia adalah pada kemampuan pegawai baru yang digabunug dengan program
pengenalan dan pelatihan tertentu belum sepenuhnya menjamin hilangnya
kesenjangan antara kemampuan kerja dan tuntutan tugas.

Pengembangan manajemen merupakan suatu usaha untuk meningkatkan kinerj


amterial dengan menanamkan pengetahuan, merubah sikap atau meningkatkan
keahlian (Dessler, 2000). Tujuan akhir pengembangan manajemen adalah
meningkatkan kinerja organisasi itu sendiri di masa yang akan datang.

2.2. Metode Pelatihan dan Pengembangan SDM

Sebelum penentuan metode maka ada beberapa langkah yang akan ditempuh dalam pelatihan dan
pengembangan SDM (Siagian, 2008), yaitu :

a. Penentuan Kebutuhan
b. Penentuan Sasaran;
c. Penetapan isi program;
d. Identisikasi prinsip – prinsip belajar;
e. Pelaksanaan program;
f. Identifikasi manfaat;
g. Dan penilaian pelaksanaan program.

Menurut Sondang P. Siagian (2008), tambahan karena investasi yang dibuat organisasi di
bidang sumber daya manusia tidak kecil dalam bentuk biaya, tenaga dan waktu, maka perlu
diupayakan benar – benar agar program pelatihan dan pengembangan disusun berdasarkan
analisis kebutuhan yang tepat, dengan sasaran yang jelas, isi program yang paling sesuai
dengan kebutuhan, penerapan prinsip – prinsip belajar yag paling relevan, pelaksanaan
program dengan menggunakan teknik – teknik belajar – mengajar yang paling cocok dan
penilaian berdasarkan criteria yang obyektif, tidak hanya melihat dari sudut teknikal, akan
tetapi juga pelatihan dan pengembangan yang telah diselenggarakan.

Berbagai metode dapat digunakan dalam program pengembangan. Metode pengembangan yang
paling terkenal dan banyak digunakan, antara lain :

a) Metode Understudy

Teknik pengembangan understudy serupa dengan metode on the job. Belajar dengan berbuat
ditekankan melalui kebiasaan. Pada tehnik understudy tidak melakukan tugas secara penuh, tetapi
diberikan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Dalam understudy, peserta diberikan latar
belakang masalah dan pengalaman-pengalaman tentang suatu kejadian, kemudian mereka harus
menelitinya dan membuat rekomendasi secara tertulis tentang masalah-masalah yang berhubungan
dengan tugas-tugas unit kerja. Motivasi dan minat kerja pada umumnya tinggi apabila digunakan
tehnik understudy. Konsep understudy memungkinkan perencanaan pegawai secara sistematis dan
terkoordinasi serta dapat digunakan dengan jarak waktu yang lama.
b) Metode Job Rotasi dan kemajuan berencana

Job rotasi yang melibatkan perpindahan peserta dari suatu pekerjaan pada pekerjaan lainnya. Kadang-
kadang dari suatu penempatan pada penempatan lainnya yang direncanakan atas dasar tujuan belajar.
Keuntungan job rotasi adalah antara lain

: pegawai peserta mendapatkan gambaran yang luas mengenai berbagai macam jenis pekerjaan,
mengembangkan kerjasama antarapegawai, menentukan jenis pekerjaan yang sanagt diminati oleh
pegawai, mempermudah penyesuaiaan diri dengan lingkungan tempat bekerja, sebagai bahan
pertimbangan dalam menentukan penempatan kerja yang sesuai dengan potensi pegawai.

c) Metode Coaching-Counseling

Coaching adalah suatu prosedur mengajarkan pengetahuan dan ketrampilan. ketrampilan kepada
pegawai bawahan. Counseling merupakan pemberian bantuan kepada pegawai agar dapat menerima
diri, memahami diri dan merealisasikan diri, sehingga potensinya dapat berkembang secara optimal
dan tujuan perusahaan dapat tercapai.

BAB III

METODE PENULISAN

3.1. Obyek Penulisan

Obyek pada penulisan makalah ini adalah mengenai pendidikan dan pelatihan yang
mempunyai peranan penting dalam pengembangan manajemen SDM aparatur dan juga
sangat berfungsi bagi organisasi. Dalam pendidikan dan pelatihan yang dilakukan
organisasi banyak hal yang dilakukan dengan beberapa cara. juga mengenai
pengembangan SDM banyak teori serta pendapat ahli yang mengemukakannya. Jika dilihat
hubungan dari semua teori tersebut maka kammi berusaha menghubungkan peranan
pendidikan dan pelatihan terhadap pengembangan SDM. Hal ini juga terperinci dalam Bab –
bab yang telah disusun.

Hal yang menjadi pembahasan pada masalah terperinci pada Bab IV yang mengemukakan
kondisi SDM aparatur saat ini, kualifikasi SDM di masa depan dan bagaimana strategi yang
digunakan untuk pengembangan SDM dimasa yang akan datang. Tempat atau lokus yang
menjadi masalah dalam pembahasan makalah ini adalah pada organisasi pemerintahan
tepatnya di pemerintah daerah. Karena kita ketahui banyak kelemahan dan kesempatan
yang belum terlihat dari pelaksanaan pendidikan dan pelatihan serta pengembangan SDM
aparatur pemerintahan itu sendiri.

3.2. Metode Penulisan

Metode penulisan dalam penyusunan makalah ini adalah melalui riset kepustakaan atau
lebih dikenal dengan study terhadap buku. Riset kepustakaan ini bertujuan mencari
landasan teori yang berhubungan dengan penyusunan makalah dengan membaca buku –
buku referensi dan makalah – makalah yang didapatkan melalui internet dan juga bahan
bacaan lainnya. Metode ini dimaksudkan untuk memperoleh secara teoritis sebagai bahan
yang mendasari penyusunan makalah serta analisis yang dilakukan.

Adapun sistematika penulisan yang ditempuh sesuai dengan tahapan – tahapan sebagai
berikut :

BAB I : PENDAHLUAN

Bab ini menerangkan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan


dan kegunaan/manfaat dari penyusunan makalah ini.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Dalam bab ini dilakukan suatu study atas teori – teori yang akan dijadikan
landasan dalam memecahkan permasalahan. Tinjauan pustaka yang
dilakukan mengenai risest kepustakaan dengan membaca buku – buku dan
makalah serta bahan – bahan lainnya yang berhubungan dengan Manajemen
SDM, pelaksanaan pendidikan dan diklat serta dalam pengembangan SDM
juga dengan bacaan yang berhubungan dengan SDM Aparatur
pemerintahan.

BAB III : METODE PENULISAN

Dalam bab ini menjelaskan tentang obyek penulisan serta sistematika


penulisan makalah.

BAB IV : PEMBAHASAN

Pada bab ini diawali dengan uraian singkat keadaan sekarang, yang akan
datang dan juga strategi yang akan dilakukan untuk pengembangan SDM
yang akan datang.

BAB V : PENUTUP

Bab ini berisikan kesimpulan dan saran atas teori – teori yang ada serta
pembahasan sehingga dapat dilihat strategi yang tepat dalam
pengembangan SDM.

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1. Kondisi SDM Aparatur Saat ini


Kondisi saat ini menunjukkan bahwa SDM aparatur yang ada sangat jauh dari apa yang
diharapkan. Potret SDM aparatur saat ini yang menunjukkan profesionalisme rendah,
banyaknya praktek KKN yang melibatkan aparatur, tingkat gaji yang tidak memadai,
pelayanan kepada masyarakat yang berbelit-belit, kurang kreatif dan inovatif, bekerja
berdasarkan juklak dan juknis serta mungkin masih banyak potret negatif lainnya yang
intinya menunjukkan bahwa aparatur di Indonesia masih lemah.

Gambaran tersebut memberikan dorongan bagi kita untuk melakukan perubahan pada SDM
aparatur Indonesia (kita sebut dengan istilah Reformasi Birokrasi). Reformasi telah
melahirkan berbagai perubahan dalam sistem penyelenggaraan pemerintahan, salah
satunya adalah perubahan sistem pemerintahan daerah sejak diberlakukannya UU No. 22
Tahun 1999 yang kemudian disempurnakan dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah. Perubahan mendasar pada undang-undang ini terletak pada
paradigma yang digunakan, yaitu dengan memberikan kekuasaan otonomi melalui
kewenangan-kewenangan untuk menyelenggarakan urusan rumah tangga daerahnya,
khususnya kepada Daerah Kabupaten dan Daerah Kota, dengan berpedoman kepada
peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam kerangka Negara Kesatuan RI.

Melalui undang-undang ini Bangsa Indonesia telah mengambil langkah untuk meninggalkan
paradigma pembangunan sebagai pijakan pemerintah untuk beralih kepada paradigma
pelayanan dan pemberdayaan masyarakat. Perubahan paradigma ini tidak berarti bahwa
Pemerintah sudah tidak lagi memiliki komitmen untuk membangun, tetapi lebih pada
meletakkan pembangunan pada landasan nilai pelayanan dan pemberdayaan

Terjadinya perubahan sistem pemerintahan daerah tersebut berimplikasi pada perubahan


UU Nomor 8 Tahun 1974 menjadi UU No. 43 Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok
Kepegawaian. Perubahannya yang paling mendasar adalah tentang manajemen
kepegawaian yang lebih berorientasi kepada profesionalisme SDM aparatur (PNS), yang
bertugas memberikan pelayanan kepada masyarakat secara jujur, adil, dan merata dalam
penyelenggaraan tugas negara, pemerintahan dan pembangunan, tidak partisan dan netral,
keluar dari pengaruh semua golongan dan partai politik dan tidak diskriminatif dalam
memberikan pelayanan kepada masyarakat.

Untuk melaksanakan tugas pelayanan masyarakat dengan persyaratan yang demikian,


SDM aparatur dituntut memiliki profesionalisme, memiliki wawasan global, dan mampu
berperan sebagai unsur perekat Negara Kesatuan Republik Indonesia. Lahirnya Undang-
Undang No. 43 Tahun 1999 sebagai penganti UU No. 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok
Kepegawaian tersebut membawa perubahan mendasar guna mewujudkan SDM aparatur
yang profesional yaitu dengan pembinaan karir Pegawai Negeri Sipil yang dilaksanakan atas
dasar perpaduan antara sistem prestasi kerja dan karir yang dititikberatkan pada sistem
prestasi kerja yang pada hakekatnya dalam rangka peningkatan pelayanan publik.

Manajemen pelayanan pada sektor publik sebagai suatu keseluruhan kegiatan pengelolaan
pelayanan yang dilakukan oleh pemerintah dituntut memiliki karakteristik, memiliki dasar
hukum yang jelas dalam penyelenggaraannya, memiliki kelompok kepentingan yang luas
termasuk kelompok sasaran yang ingin dilayani memiliki tujuan social serta akuntabel pada
publik. Sejalan dengan perkembangan manajemen penyelenggaraan negara, dan dalam
upaya mewujudkan pelayanan prima dan berkualitas, paradigma pelayanan publik
berkembang dengan fokus pengelolaan yang berorientasi pada kepuasan pelanggan
(customer-driven government) yang dicirikan dengan lebih memfokuskan diri pada fungsi
pengaturan, pemberdayaan masyarakat, serta menerapkan sistem kompetisi dan
pencapaian target yang didasarkan pada visi, misi, tujuan, dan sasaran. Pada prinsipnya, di
dalam diri setiap aparatur pemerintah melekat peran, tugas, dan tanggung jawab yang
dilandasi oleh nilai, kode etik, dan moral.

Pelayanan publik adalah suatu bentuk kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh instansi
pemerintah baik di pusat, di daerah, BUMN, dan BUMD dalam bentuk barang maupun jasa
dalam rangka pemenuhan kebutuhan (kepuasan) masyarakat sesuai peraturan
perundangan-undangan yang berlaku. Seiring dengan berlakunya otonomi daerah, maka
tingkat pelayanan di tingkat lokal akan sangat benarbenar bisa dirasakan oleh masyarakat di
dalam peningkatan kualitas pelayanan publik. Ini berarti bahwa SDM aparatur merupakan
sebagian dari keseluruhan elemen system pelayanan publik yang begitu luas dan kompleks,
karena tugas dan fungsi SDM aparatur yang begitu penting dan strategis. Dewasa ini, fungsi
SDM aparatur menjadi lebih kompleks tidak sekedar fungsi pengaturan, pengelolaan, dan
pengendalian saja, akan tetapi lebih berorientasi pada fungsi pemberdayaan (empowering),
kesempatan (enabling), keterbukaan (democratic), dan kemitraan (partnership) dalam
pengambilan keputusan, pembuatan dan pelaksanaan kebijakan dalam upaya pelayanan
publik.

Tugas pokok dan fungsi dari SDM aparatur pada intinya adalah menjadi pelayan masyarakat
yaitu memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat; menjadi stabilisator yaitu
sebagai penyangga persatuan dan kesatuan bangsa; menjadi motivator yaitu
memberdayakan masyarakat agar terlibat secara aktif dalam pembangunan; menjadi
innovator dan creator yaitu menghasilkan inovasi-inovasi baru dalam pelayanan masyarakat
agar menghasilkan pelayanan yang baru, efektif dan efisien dan menjadi inisiator yaitu
selalu bersemangat mengabdi dengan berorientasi pada fungsi pelayanan, pengayoman,
dan pemberdayaan masyarakat yang dilandasi dengan keikhlasan dan ketulusan. Dalam
melaksanakan tugas pokok dan fungsinya tersebut, tentu saja perlu diperhatikan hak dari
aparatur itu sendiri, yaitu mendapatkan kehidupan yang sejahtera baik dari aspek material
maupun spiritual.

Secara garis besar kewajiban yang harus dilaksanakan oleh aparatur di Indonesia adalah
memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada masyarakat (excellent service for people).
Agar tugas pokok dan fungsi serta kewajiban tersebut dapat terlaksana dengan baik, maka
harus didukung dengan sarana dan prasarana yang memadai. Adanya peraturan yang jelas
serta didukung dengan sumber daya manusia yang profesional dan handal merupakan
factor pendukung yang tidak boleh ditinggalkan. Sarana dan prasarana yang memadai,
lengkap dan canggih akan mempercepat proses pelayanan yang diberikan kepada
masyarakat, peraturan yang jelas dalam pemberian pelayanan masyarakat akan
memberikan pedoman bagi aparatur dalam memberikan pelayanan. Selain itu, masyarakat
diberi akses untuk dapat mengontrol dan mengawasi kualitas dan prosedur pelayanan yang
diberikan. Di samping hal-hal tersebut, adanya dukungan SDM aparatur dalam
melaksanakan tugas pokok dan fungsi serta kewajibannya mempunyai kemampuan atau
kompetensi yang baik, pelayanan diberikan secara transparan, fair, tidak membeda-bedakan
dan dilaksanakan secara akuntabel serta penuh keikhlasan dan ketulusan.
Untuk membentuk sosok SDM aparatur seperti tersebut memang memerlukan waktu dan
proses yang lama serta upaya yang tidak boleh berhenti. Perubahan yang segera dapat
dilakukan adalah peningkatan kemampuan atau kompetensi yang dilakukan melalui
pendidikan dan pelatihan (diklat) maupun non diklat. Perubahan melalui diklat dapat
dilakukan dengan melakukan berbagai kursus, pendidikan formal maupun non formal atau
pendidikan lainnya yang berkaitan dengan peningkatan kemampuan atau kompetensi teknis
maupun perubahan pola pikir, moral, dan perilaku SDM aparatur. Meskipun merubah pola
pikir, moral dan perilaku SDM aparatur melalui diklat memang tidak mudah, akan tetapi tetap
perlu dilakukan. Sementara peningkatan kemampuan atau kompetensi melalui non diklat
dapat dilakukan dengan menciptakan situasi dan kondisi kerja yang kondusif untuk
terjadinya peningkatan kemampuan, melakukan mutasi secara berkala, menciptakan
hubungan antar personal yang harmonis dan lain sebagainya.

Eksistensi SDM aparatur perlu mendapat perhatian khusus, berkaitan dengan strategi
peningkatan kualitas dan kompetensinya. Peningkatan kompetensi SDM aparatur dalam
mengemban tugas atau jabatan birokrasi melalui diklat adalah berorientasi pada standar
kompetensi jabatan sesuai tantangan reformasi dan globalisasi yang tentu saja disesuaikan
dengan kebutuhan stakeholder-nya. Kualitas aparatur tidak mungkin meningkat tanpa
adanya usaha-usaha yang konkrit untuk meningkatkannya. Oleh karena itu diklat perlu terus
ditingkatkan agar SDM aparatur benar-benar memiliki kompetensi dalam melaksanakan
tugasnya secara profesional.

Kompetensi jabatan SDM aparatur (PNS), secara umum berarti kemampuan dan
karakteristik yang dimiliki seorang PNS berupa pengetahuan, keterampilan, sikap, dan
perilaku, yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas jabatannya (Mustopadidjaja, 2002).

Disinilah kompetensi menjadi satu karakteristik yang mendasari individu atau seseorang
mencapai kinerja tinggi dalam pekerjaannya. Karakteristik itu muncul dalam bentuk
pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill), dan perilaku (attitude) untuk menciptakan
aparatur yang memiliki semangat pengabdian yang tinggi dalam melayani masyarakat yang
selalu bertindak hemat, efisien, rasional, transparan, dan akuntabel. Jadi, pelayanan publik
merupakan pemberdayaan masyarakat yang pada gilirannya dapat menggerakkan roda
perekonomian menuju Kesejahteraan. Untuk itu, diperlukan strategi peningkatan kompetensi
SDM aparatur, melalui pelatihan dan pendidikan yang bertujuan untuk pengembangan SDM
yang memadai merupakan sesuatu yang sangat mutlak yang perlu dipahami dan
dilaksanakan oleh seluruh jajaran aparatur pemerintah baik di pusat maupun di daerah.

4.2. Kualifikasi SDM yang diperlukan masa depan

Tuntutan kebutuhan masyarakat yang akan datang ditandai dengan dominasi teknologi
komunikasi, sebagian besar pekerjaan terletak pada sektor jasa dan informasi. Informasi
merupakan kekuatan dan kekuasaan pada zaman pasca modern. Dunia sedang bergulat
dalam masa transisi menuju ekonomi jasa. Teknologi komunikasi menghilangkan batas
ruang dan waktu. Pertukaran informasi di antara penduduk dunia berlangsung dengan cepat
dalam jumlah yang banyak. Manusia harus bereaksi dengan cepat, padahal alternatif yang
tersedia sangat beragam. Karena luasnya perubahan yang terjadi seluruh aspek kehidupan
kita terpengaruh keluarga, pekerjaan, pendidikan, rekreasi, bahkan kehidupan beragam.
Manusia dikatakan sehat secara psikologis bila dapat memberikan reaksi yang tepat pada
lingkungannya, bila ia bias menyesuaikan diri dengan baik, memiliki kemampuan
beradaptasi memberikan kesan bahwa ia mampu memahami dan mengendalikan
lingkungan. Ia memiliki ketrampilan dan memperlihatkan unjuk kerja yang optimal. Mutu
unjuk kerja yang diharapkan adalah tercapainya tingkat kematangan dalam menyelesaikan
tugas yang dibebankan kepada personil. Hersey dan Blanchard (1980:162) mengemukakan
variasi kematangan seseorang ditinjau dari tanggung jawab sebagai berikut:

(1) individuals who are neither willing nor able to take responsibility.

(2) individuals who are willing but not able to take responsebility

(3) individuals who are able but not willing to take responsibility, and

(4) individuals who are able to take responsibility.

Jadi tingkat kematangan seseorang yang memperlihatkan mutu unjuk kerja yang tinggi
adalah mereka yang memiliki keinginan bertanggung jawab dan dapat bertanggung jawab.

Kemudian ditegaskannya dua faktor kematangan yaitu, (1) “job maturity-ability and technical
knowledge to do the task, and (2) psychological maturityfeling of self confidence and self
respect about one self as and individual” (Hersey dan Blanchard, 1980:163).

Jadi orang yang matang atau memperhatikan mutu unjuk kerja yang tinggi tidak hanya
memiliki kemampuan dan pengetahuan untuk mengerjakan tugas, tapi juga memiliki rasa
kepercayaan pada diri sendiri dan merasa baik dari apa yang dilakukannya. Mampu
mengadakan segala perubahan karena salah satu ciri kehidupan adalah perubahan. Mereka
yang tidak mengikuti perubahan zaman akan tinggal menjadi manusia yang konservatif dan
menghalangi kemajuan. Personil yang memiliki mutu unjuk kerja tinggi akan lebih peka
(sensitif) terhadap nilai-nilai yang sifatnya rohani atau spiritual, pertumbuhan kepribadian
tidak menyimpang dengan norma.

4.3. Strategi Pengembangan SDM melalui Pendidikan dan Pelatihan

Dari sudut pandang langsung organisasi, pengembangan seseorang di tempat kerja dapat
membantunya untuk secara lebih kompeten melakukan pekerjaannya. Ini akan makin meningkatkan
produktivitasnya sendiri dan produktivitas organisasi tersebut. Pengembangan staf yang ada pun jauh
lebih murah daripada merekrut dan mendidik karyawan-karyawan baru. Berinvestasi dalam orang dan
pengembangannya akan mengurangi biaya operasi organisasi dan menghasilkan kepuasan pelanggan
yang lebih besar.Jawaban yang paling sederhana dari pertanyaan mengapa pelatihan dan
pengembangan tenaga kerja harus dikembangkan adalah jika perusahaan tidak mengembangkannya,
maka perusahaan akan kehilangan karyawannya.

Organisasi yang tidak memberi harapan bagi orang-orang yang mempunyai keterampilan
kemungkinan hanya akan memiliki staf yang tidak terampilan dan tidak dapat diandalkan. Dalam kata
– kata yang lebih positif, manusia yang berkembang adalah sumber yang lebih berharga.
Pengembangan sering diartikan pelatihan dan terlalu sering pelatihan itu berarti kursus. Namun,
sebenarnya pengembangan adalah suatu proses yang jauh lebih luas dan lebih kaya daripada hanya
mengikuti kursus pelatihan. Belajar seumur hidup yang sesungguhnya dapat terjadi dalam bentuk
berbagai cara, lingkungan social, hubungan dan pembicaraan.

Untuk pembinaan serta pengembangan sumber daya manusia diperlukan suatu strategi
tertentu, sehingga hasil yang diharapkan bisa tercapai. Henry Mintzberg yang menjelaskan
bahwa, A strategy is the pattern or plan that integrates an organization’s gloals, policies, and
action sequences into a cohesive whole. (Henry Mintzberg, 1982:5). Farky Gaffar
menegaskan bahwa strategi adalah mekanisme organisasi yang menjabarkan visi secara
operasional dan menterjemahkan kebijaksanaan dalam bentuk tindakan nyata. Strategi
adalah cara yang tepat untuk melaksanakan kebijakan (1994:7).

Strategi yang dapat ditempuh dalam pembinaan pengembangan SDM dalam manajemen
dimulai dari pengkajian kebutuhan (need assesment) untuk suatu program, persiapan dan
pelaksanaan pendidikan, evaluasi dan pembinaan untuk meningkatkan effisiensi dan
efektivitas implementasi pendidikan dan pelatihan. Mengembangkan kerja sama dengan
pihak pemakai untuk mendukung pelaksanaan pendidikan dan pelatihan merupakan strategi
yang cukup penting. Kegiatan tersebut akan dibahas satu persatu berikut ini.

1. Pengkajian Kebutuhan (Need Assesment)

Salah satu kegiatan dalam pengkajian ini adalah mengkaji mutu unjuk kerja personil. Agar
perencanaan pendidikan dan pelatihan mencapai sasaran, maka organisasi pemakai perlu
mengkaji mutu unjuk kerja personil di lingkungannya secara komprehensif. Daniel L.
Stufflebeam dkk (1985:6-7) mengemukakan beberapa definisi kebutuhan dalam mengkaji
kebutuhan adalah sebagai berikut:

Discrepancy view: A need is discrepancy between desired performance and observed or


predicted performance”. Democratic view: A need is a charge desired by a mayority of some
referance group. Analytic View: A need is direction in wich improvement can be predicted to
accur, given information about current status. Diagnostic view: A need is something who
absence or defiency proves harmfull.

Kebutuhan akan pendidikan dan pelatihan bukan hanya dilakukan secara kuantitatif tapi
perlu dilakukan secara komprehensif yakni dengan mengkaji dan menginventarisasi mutu
unjuk kerja personil yang ada sekarang dengan yang seharusnya untuk mampu
menyelesaikan pekerjaan.

2. Persiapan dan Pelaksanaan Pendidikan dan Pelatihan

Pelaksanaan pendidikan dan pelatihan memerlukan persiapan. Di antara persiapan itu


adalah membuat kebijakan pertemuan dengan penatar, membuat jadwal, mempersiapkan
fasilitas proses belajar mengajar.

Untuk membuat persiapan pendidikan dan pelatihan Diklat perlu mengadakan pertemuan
dengan seluruh penatar. Kita tidak boleh berasumsi bahwa silabi sudah cukup memadai
untuk pegangan menyampaikan materi. Pertemuan dengan seluruh penatar pada dasarnya
untuk mencegah terlalu jauh menyimpang dari tujuan yang telah ditetapkan. Koordinasi di
antara adanya pertemuan bersama semua gerak langkah terkoordinasi dengan baik. Dalam
hal seperti ini perlu sikap hati-hati dalam membuat suatu asumsi seperti yang disarankan
oleh Michael W. Apple (1995:153), “We should cautions of technical solutions to political
problems. We should cautions about fine-sounding words that may not take account of daily
lives of the people who work in this institutions”.

Tantangan dalam pengembangan program dan pelaksanaan kurikulum adalah faktor


penatar, panitia, dan sistem organisasi. Dalam kondisi seperti ini dituntut tanggungjawab
pimpinan sebagai perancang program. “In dedigning profesional development programs for
those responsible for instructions, instructional leaders should address the technical skills
needed to develop and implement an outcome-based instructional system…” (Kathleen A.
Fitzpatrick, 1995:127).

Dari pembahasan di atas jelaslah bahwa kurikulum perlu diupayakan untuk dihubungkan
dengan tugas personil di lapangan yang menyangkut berbagai ketrampilan. Keterhubungan
itu memang perlu diperhatikan dalam merancang kurikulum. Substansi Kurikulum perlu
menyentuh seluruh kebutuhan organisasi dan pertumbuhan kepribadian peserta. Jika dilihat
dari materi kurikulum, agar peserta mengalami perubahan yang mendasar sebagai aparat
pemerintah, maka kurikulum seyogyanya secara substansi memuat tentang: tecnical skill,
conceptual skill, human skill, political skill, dan personal growth.

Ketrampilan teknis (technical skill) yaitu kemampuan untuk menggunakan alat-alat, prosedur
dan teknik dari suatu bidang kegiatan tertentu. Ketrampilan manusiawi (human skill) yaitu
kemampuan untuk bekerja dengan orang lain, memahami dan merancang serta mendorong
orang lain. Orang lain itu termasuk bawahan. Ketrampilan konseptual (conceptual skill)
adalah kemampuan mengkoordinasi dan mengintegrasikan seluruh kepentingan dan
kegiatan organisasi sehingga organisasi dapat dilihat sebagai satu kesatuan yang utuh.
Ketrampilan politis (Political skill) dimaksudkan adalah ketrampilan yang mampu
memperoleh kekuatan untuk mencapai tujuan organisasi. Ketrampilan politis termasuk
menentukan hubungan yang benar dan mempengaruhi orang yang benar.

Ketrampilan politis termasuk memenangkan pengaruh dari orang lain, merebut kekuatan
ataupun mempertahankan kekuatan. Ketrampilan ini memungkinkan seorang untuk terus
mengembangkan kariernya. “Recently, Pfeffer (1989) suggested that a political focus may
be an important, yet overlook. persfective in understanding career success”. (Timothy A.
Judge, 1994:44).

Pertumbuhan kepribadian (personal growth) diharapkan tumbuh sikap yang positif terhadap
keseluruhan tugas pengabdiannya, dan kedewasaan bertindak. Pemahaman, penghayatan,
dan penampilan nilai-nilai yang seyogyanya dianut oleh seorang pemimpin. Penampilan
untuk menjadikan dirinya sebagai panutan dan teladan bagi stafnya. Peserta sebagai input
diasumsikan sudah memiliki (K) Knowledge: Pengetahuan, (S) Skill: Ketrampilan, dan (A)
Atitude: Sikap. Setelah selesai mengikuti pendidikan diharapkan lebih menekankan pada
perubahan Atitude (Sikap), setelah itu Skill (Ketrampilan), dan terakhir memiliki knowledge
(pengetahuan). Upaya untuk menguasai KSA menjadi ASK tidak hanya dalam semboyan
tapi diwujudkan dalam setiap penyampaian aspek kurikulum, dengan terintegratif dalam
setiap proses belajar mengajar. Aspek tersebut memang tidak terlihat secara eksplisit dalam
kurikulum, aspek tersebut seakan-akan tersembunyi di dalam setiap piranti, dan nyata
hingga tidak perlu penyampaian secara monolitik.

Performance instruktur mencakup aspek-aspek: a) Kemampuan profesional, b) Kemampuan


sosial, c) Kemampuan personal. Ketiga standar umum ini sering dijabarkan sebagai berikut:
(Johnson, 1980). Kemampuan profesional seorang pelatih atau instruktur meliputi: (1)
Penguasaan materi pelajaran yang terdiri dari bahan yang akan diajarkan, dan konsep dasar
keilmuan dari bahan yang diajarkan itu: (2) Penguasaan dan penghayatan atas landasan
dan wawasan kependidikan dan keguruan; (3) Penguasaan proses kependidikan, keguruan
dan pembelajaran siswa. Kemampuan sosial menyangkut kemampuan menyesuaikan diri
kepada tuntutan kerja dan lingkungan sekitar pada waktu membawakan tugasnya sebagai
instruktur. Kemampuan personal (pribadi) mencakup: (1) Penampilan sikap yang positif
terhadap keseluruhan tugasnya sebagai seorang pelatih beserta unsurunsurnya:

(2) Pemahaman, penghayatan, dan penampilan nilai yang seyogyanya dianut oleh seorang
instruktur: (3) Penampilan upaya untuk menjadikan dirinya panutan dan teladan bagi peserta
latihan.

Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa profesi instruktur perlu mendapat
pengakuan dan perlindungan hukum. Sehingga tidak semua orang mempunyai peluang
untuk tampil menyelenggarakan proses belajar mengajar.

Metode yang dipergunakan dalam melaksanakan proses belajar mengajar dalam persepsi
peserta seyogyanya dapat membangkitkan keakraban emosional dan memberikan
kepercayaan intelektual.

Evaluasi atau penilaian dilakukan pada dasarnya untuk mengetahui keberhasilan proses
belajar mengajar yang telah dilakukan, dalam upaya menyerap kurikulum yang telah
ditetapkan.

Dengan evaluasi dapat diektahui bagian kurikulum yang dapat dikembangkan terutama yang
masih lemah. Evaluasi juga dapat mengetahui faktor penyebab kelemahan kurikulum dan
proses belajar mengajar. Dengan demikian dapat diupayakan cara pemecahannya.

3. Penempatan dan peningkatan Kinerja Pegawai.

Penempatan kembali personil setelah mengikuti pendidikan merupakan sebagai salah satu
tindakan manajemen. Penempatan ini menunjukkan berbagai variasi. Ada di antara mereka
yang dipromosikan atau ditempatkan pada posisi yang lebih tinggi dari sebelum mengikuti
pelatihan. Ada yang menempati posisi semula yang sama, dan ada pula yang dialihtugaskan
pada posisi lain dengan eselon yang sama. Salah satu tugas Bagian Personalia adalah
mengatur penempatan pegawai dan terus mengatur personil selama berada dalam
organisasi. Prinsip yang dikembangan the right man on the right place , harus menjadi
acuan bagaiaman menempatkan kembali pegawai yan telah mengikuti diktlat tersebut
.Tentu harapan pegawai dapat ditempatkan sesuai dengan skill, ketrampilan dan
kemampuan kerjanya.
Dalam pembinaan personil pimpinan perlu mengembangkan strategi self management bagi
personil yang telah selesai mengikuti pendidikan dan pelatihan, supaya mereka mampu
menyelesaikan pekerjaan sendiri, melalui tanggung jawabnya bertindak melalui manipulasi
peristiwa internal dan eksternal. Mereka dapat mengubah dan mengembangkan perilakunya
sesuai dengan potensi yang telah dimilikinya. Bahkan diharapkan mereka dapat komitmen
dengan perilaku positif yang dicapainya. Nahoney & Arnkoff, menegaskan bahwa “The self
management literature treats individuals as if they were isolated system, who sole task are
those of observing their own behaviors, setting up cues and reimforcing and punishing
themselves” (tsui, Ashford, 1974:96).

Perubahan lingkungan terjadi karena adanya penyederhanaan dari hal-hal yang dipandang
sangat kritis dalam organisasi. Organisasi perlu menyesuaikan diri, termasuk perubahan di
lingkungan dan staf (Gutherie et-al, 1993:889). Pimpinan perlu memotivasi pegawai setelah
Pendidikan dan Pelatihan, termasuk memperhatikan faktor yang sangat penting dalam
peningkatan kualitas manusia adalah kesehatan personil dalam organisasi.

Menjaga kesehatan personil dalam artian yang luas termasuk kesehatan lingkungan, dan
mental merupakan upaya pembinaan sumber daya manusia. Personil yang matang tanpa
dukungan dan organisasi yang mapan juga tidak akan mendatangkan produtkivitas yang
tinggi. Agar produktivitas organisasi semakin meningkat, maka penggunaan (deployment)
pegawai setelah pelatihan perlu dilakukan secara tepat.

Proses pengembangan terdiri atas tindakan memutuskan kompetensi, ketrampilan atau pengetahuan
yang perlu dikembangkan, dan bagaimana mencapainya. Sebagaimana dengan kebanyakan keputusan
manajerial, seorang manajer harus mengambil keputusan ini berdasarkan sumber daya dan
kesempatan yang tersedia. Tidak ada gunanya merencanakan program pengembangan besar-besaran
jika sumber dayanya habis ditengah jalan. Tidak ada gunanya mengirim seorang anggota tim untuk
mengikuti kursus pelatihan berbiaya mahal jika ia tidak diberi kesempatan untuk mempraktekkan
ketrampilan yang ia peroleh tersebut setelah kembali bekerja.

Setelah mengidentifikasi kebutuhan – kebutuhan pengembangan tersebut, seorang manajer dapat


menyusun suatu rencana pengembangan. Pastikan bahwa rencana tersebut mencakup tindakan-
tindakan SMART : spesifik (specific), dapat di ukur (measurable), dapat dicapai (achievable), realistis
(realistic), dan terutama tepat waktu (timely). Barangkali sulit merencanakan pengembangan atau
pelatihan untuk waktu yang paling sesuai, tetapi kegiatan-kegiatan yang terlalu cepat atau terlalu
lambat akan kehilangan banyak nilai.

Lain halnya dengan fungsi pelatihan, arti pentingnya pengembangan manajer baru disadari dan
diterima secara luas dewasa ini. Alasan mengapa pengembangan sangat penting adalah sama dengan
alas an mengapa pelatihan penting. Jika kita berpendapat bahwa training dan re-training adalah suatu
proses terus menerus yang tiada akhirnya, maka kita juga harus menerima pendapat pengembangan
manajer yang terus menerus; dimana setiap manajer berkembang melalui serangkaian posisi atau
jabatan operasional.

BAB V
PENUTUP

5.1. Kesimpulan

a. Kondisi saat ini menunjukkan bahwa SDM aparatur yang ada sangat jauh dari
apa yang diharapkan. Potret SDM aparatur saat ini yang menunjukkan
profesionalisme rendah, banyaknya praktek KKN yang melibatkan aparatur,
tingkat gaji yang tidak memadai, pelayanan kepada masyarakat yang berbelit-
belit, kurang kreatif dan inovatif, bekerja berdasarkan juklak dan juknis.Hal ini
dikarenakan dengan sering terjadi perubahan terhadap pelaksanaan
pemerintahan, sehingga terjadi perubahan terhadap aturan – aturan yang
mendasari pelayanan publik

b. Dengan keadaan sekarang dikhawatirkan akan tidak adanya terjadi perubahan,


maka di masa yang akan datang maka SDM aparatur harus ditingkatkan,
bermacam cara untuk meningkatkan aparatur SDM baik di tingkat pusat maupun
daerah salah satu cara yang tepat adalah melalui pendidikan dan pellatihan pada
saat memulai kerja, atau sedang dalam masa kerja tersebut baik terhadap
pegawai yang baru bahkan sampai level pegawai yang paling tinggi guna untuk
meningkat kompetensi dan mendukung pengembangan SDM aparatur itu sendiri

c. Pengembangan kualitas Sumber Daya Manusia, mempunyai posisi yang


sangat dibutuhkan dalam upaya menjembatani perkembangan dunia yang
semakin transparan dan global. Untuk itu perlu ada strategi untuk meningkatkan
kualitas sumber daya manusianya, yang mengarah pada pembangunan sumber
daya manusia yang seutuhnya baik pembangunan dalam bidang jasmani
maupun rohani. Hal itu dilakukan melalui proses pendidikan,pelatihan dan
pembinaan serta menciptakan kondisi yang dibangun oleh setiap manajer dalam
suatu organisasi baik bisnis maupun organisasi publik secara terstruktur dan
profesional.

5.2. Saran

a. oleh karena profesionalisme aparatur SDM yang diharapkan sangat tinggi, maka hendaknya
pemerintah pusat maupun daerah hendaknya lebih bijak menghadapi permasalahan ini karena
masyarakat membutuhkan pelayanan yang terbaik, bukan hanya sekedar pembangunan yang
baik. Dengan cara meningkatkan pembinaan dan evaluasi baik terhadap pegawai ditingkat
paling rendah maupun pejabat yang memegang peranan penting.
b. Para aparatur harus siap dengan kemajuan, baik dengan cara personal maupun organisasi
harus mendukung kemanjuan tersebut serta menjembatani agar para pegawai tidak kaku,
canggung terhadap kemajuan teknologi guna pembangunan yang lebih baik serta pelayanan
masyarakkat yang terbaik. Agar para pegawai menjadi pegawai yang tepat diharapkan yang
mampu menyesuaiakan diri dalam keadaan apapun.
c. Cara yang paling tepat dengan mengadakan kegiatan pembelajaran personal atau dengan
pendidikan pelatihan yang mendukung kemajuan teknologi global. Pendidikan dan pelatihan
dimaksud agar dapat disusun sesuai dengan konsep dan teori yang ada juga disesuaikan
dengan kondisi dan keadaan yang sekarang berjalan. Sesuai dengan strategi pengembangan
yang tentunya melalui pendidikan dan pelatihan terhadap aparatur SDM pemerintah pusat
maupun daerah.
DAFTAR PUSTAKA

1. Buku – buku / Makalah

Dessler, G., Human Resource management. 8thEdition. New jersey: Prentice-Hall.Inc, 2000

———–, Human resource management /gary dessler : alih bahasa, benyamin Molan ; penyunting,
Triyana Iskandarsyah. Ed7, Jakarta: PT. Prenhallindo, 1997

Siagian, Sondang P., Manajemen Sumber Daya Manusia Ed. 1, cet. 15. Jakarta: PT. Bumi Aksara,
2008

———-, Organisasi, kepemimpinan dan Perilaku Administrasi. Jakarta: C.V. Haji Masagung, 1986

Susilo, Heru, Mencari Starategi Pengembangan Sumberdaya manusia dalam


Organisasi,Malang ,FIA Unibraw dan IKIP Malang, 1995

Tim Studi Pengembangan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (2000),


Manajemen Pemerintahan Baru, Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan, Jakarta,
2000

———-,Manajemen Sumber Daya A paratur Pemerintah Daerah (Pusat Kajian


Pemerintahan STPDN), Fokus Media kerjasama dengan Pusat kajian Pemerintahan
STPDN, Cetakan Pertama, Bandung, 2002

Usmara, A, Paradigma Baru Manajemen Sumber Daya Manusia, Yogyakarta, Amara


books, 2002

Iswanto, Yun, Materi Pokok Manajemen Sumber Daya Manusia;1-


9;EKMA4214/3sks, cet.6, Universitas Terbuka, Jakarta, 2009

A. Aziz Sanapiah, Makalah “STRATEGI PENINGKATAN KOMPETENSI


SUMBER DAYA MANUSIA APARATUR MELALUI PENDIDIKAN DAN
PELATIHAN”

Anda mungkin juga menyukai