Anda di halaman 1dari 56

KEGUGURAN BERULANG DI AWAL KEHAMILAN

Abortus spontan atau keguguran didefinisikan sebagai berakhirnya kehamilan


secara tidak sengaja (involunter) sebelum usia 20 minggu kehamilan (sejak tanggal
periode menstruasi terakhir) atau berat janin di bawah 500 g. Keguguran setelah usia
kehamilan 20 minggu dianggap bayi lahir meninggal atau kelahiran preterm dan
umumnya memiliki penyebab yang berbeda dibandingkan dengan keguguran yang terjadi
pada awal kehamilan.
Secara historis, keguguran berulang atau "abortus habitualis" didefinisikan
sebagai tiga kali atau lebih keguguran spontan secara berturut-turut. Teori populer pada
tahun 1930-an dan 1940-an menyatakan bahwa risiko keguguran spontan meningkat
secara progresif pada setiap keguguran yang terjadi berturut-turut. Perhitungan
didasarkan pada asumsi oleh Malpas dan kemudian oleh Eastman yang menunjukkan
bahwa tiga kali keguguran berturut-turut menunjukkan kecenderungan untuk mengalami
keguguran lagi dengan peningkatan risiko keguguran spontan untuk kehamilan
berikutnya hingga 73-84%.1,2 Di era itu, "kontrol" untuk berbagai penelitian dalam
mengevaluasi efektivitas berbagai pengobatan untuk keguguran berulang (hormon,
vitamin, psikoterapi) lebih teoritis dibandingkan dengan kontrol nyata; kejadian yang
diamati pada wanita yang mengalami keguguran diobati dibandingkan dengan kejadian
yang diperkirakan atau diharapkan, tidak dengan membandingkan pengamatan pada
wanita yang tidak diobati atau yang diobati dengan plasebo. Sayangnya, salah satu
konsekuensi desain penelitian seperti itu adalah kesimpulan penatalaksanaan dapat
salah/’error’, termasuk pemberian dietilstilbestrol (DES), yang dulu efektif, padahal
sebenarnya tidak. Bertahun-tahun kemudian, studi klinis berdasarkan pengamatan
empiris menunjukkan bahwa risiko keguguran setelah tiga kali keguguran sebelumnya
sebenarnya jauh lebih rendah dari yang diperkirakan (30-45%) dan bervariasi dengan
jumlah kelahiran hidup sebelumnya (tidak ada, 40-45%; satu atau lebih, sekitar 30%).3-6

1
Tidak ada kriteria jumlah keguguran tertentu yang ditetapkan dalam
membenarkan evaluasi untuk keguguran berulang atau mendefinisikan ruang lingkup
penyelidikan. Kriteria tergantung individual masing-masing dan mempertimbangkan usia
pasangan wanita tersebut, waktu dan keadaan sekitar saat mengalami keguguran, unsur-
unsur riwayat kesehatan pribadi dan keluarga, dan tingkat kecemasan pasangan. Saat ini,
keguguran berulang biasanya didefinisikan sebagai keguguran tiga kali atau lebih (tidak
harus berturut-turut).7 Kebanyakan juga mempertimbangkan penyelidikan klinis dan
pengobatan yang tepat pada pasangan dengan dua kali keguguran spontan berturut-turut ,
sebaiknya didokumentasikan oleh USG atau pemeriksaan histopatologi. Evaluasi
terutama ditujukan ketika didapatkan salah satu dari keadaan berikut:
1. Aktivitas jantung embrio diamati sebelum keguguran sebelumnya.
2. Kariotipe normal pada hasil konsepsi dari keguguran sebelumnya.
3. Usia pasangan dari wanita lebih 35 tahun.
4. Infertilitas

Resiko Keguguran Berulang pada Kehamilan dini Pada Wanita Usia Muda 4-6
Keguguran yang pernah dialami % Resiko mengalami keguguran
sebelumnya di kehamilan berikutnya
Wanita yang pernah melahirkan
bayi hidup 0 12%
1 24%
2 26%
3 32%
4 26%
6 53%
Wanita yang belum pernah
melahirkan bayi hidup 2 atau lebih 40-45%

Sebagian besar dari semua keguguran di awal kehamilan terjadi akibat kelainan
kromosom yang timbul dalam telur, sperma, atau selama awal perkembangan embrio dan
merupakan peristiwa acak. Keguguran berulang bahkan dapat terjadi secara kebetulan

2
saja, tapi setidaknya beberapa pasangan yang mengalami memiliki faktor predisposisi. Di
antara semua faktor yang telah terlibat, satu-satunya penyebab yang tidak diragukan lagi
dari keguguran berulang adalah genetik (translokasi kromosom seimbang dari pasangan,
peningkatan usia perempuan berhubungan dengan prevalensi oosit aneuploid), anatomi
(kelainan rahim bawaan dan diperoleh), atau imunologi (komplikasi trombotik sindrom
antifosfolipid). Alloimmunopatologi, thrombophilia bawaan (Faktor V Leiden dan
lainnya), endokrinopati (gangguan tiroid, diabetes, defisiensi fase luteal), infeksi
(mycoplasmas genital), dan paparan lingkungan (merokok, konsumsi alkohol berat atau
kafein) telah terlibat namun tidak ditetapkan sebagai penyebab keguguran berulang.
Bahkan setelah melakukan evaluasi menyeluruh, keguguran berulang tetap tidak dapat
dijelaskan dengan baik lebih pada lebih dari separuh pasangan yang mengalaminya.
Untuk semua pasangan yang telah mengalami keguguran berulang, edukasi dapat
memberikan perspektif penting; sebagian besar pasangan menyambut tawaran evaluasi
untuk mengidentifikasi faktor predisposisi. Ketika kemungkinan penyebab bisa diketahui,
konseling spesifik dan pengobatan dapat meningkatkan prognosis untuk kehamilan yang
sukses. Bila tidak ada penyebab spesifik yang dapat ditemukan, keyakinan dan dorongan
semangat tidak kalah berharga.

Epidemiologi Keguguran Kehamilan

Keguguran di awal kehamilan adalah peristiwa yang sangat umum, sehingga


kebanyakan pasangan menyadarinya. Hampir semua konsepsi abnormal kromosom
secara spontan akan tergagalkan, sebagian besar sebelum usia kehamilan 10 minggu, dan
lebih dari 90% dari konsepsi yang memiliki kariotipe normal akan berlanjut.8-9
Keguguran dapat dipandang sebagai suatu proses seleksi alam untuk pengendalian
kualitas. Dengan memahami bahwa keguguran adalah kejadian umum, normal, dan tak
terelakkan, dalam kebanyakan kasus tidak menyembuhkan luka emosional yang
ditinggalkan akibat keguguran sebelumnya atau menghilangkan kecemasan yang dialami

3
pasangan memiliki ketika merenungkan upaya lain saat hamil, 10,11 tapi perspektif yang
akurat tetap penting dan sering sangat membantu.
Secara keseluruhan, sekitar 12-15% dari kehamilan yang diakui secara klinis berakhir
dengan keguguran spontan pada usia 4 dan 20 minggu kehamilan. Namun, tingkat
keguguran yang sebenarnya di awal kehamilan, termasuk keguguran yang ditemukan
secara klinis dan keguguran yang tidak dikenali, adalah dua hingga empat kali lebih
besar, tergantung pada usia. Studi detail pada siklus wanita muda sehat yang mencoba
hamil telah menunjukkan bahwa human chorionic gonadotropin (hCG) sering dapat
terdeteksi secara sementara dalam urine perempuan yang tidak cukup menyadari bahwa
mereka telah hamil dan kemudian mengalami keguguran.12-14 Tidak kurang dari 30% dan
sebanyak 60% dari semua konsepsi gagal dalam usia 12 minggu pertama kehamilan, dan
setidaknya setengah dari semua keguguran tersebut terjadi tanpa disadari. Kegagalan
reproduksi yang terjadi bahkan sebelum menstruasi pertama adalah substansial.15
Kebanyakan keguguran yang diketahui terjadi sebelum usia kehamilan 8 minggu, dan
relatif sedikit terjadi setelah usia 12 minggu kehamilan.16

Sejumlah penelitian telah mendokumentasikan bahwa risiko keguguran spontan


bervariasi dengan riwayat obstetri sebelumnya.3,16-18 Secara umum, wanita pada
kehamilan pertama mereka, yang kehamilan sebelumnya secara elektif berakhir, dan
wanita yang kehamilan sebelumnya berhasil lahir hidup memiliki risiko yang relatif
rendah dalam mengalami keguguran spontan (4-6%). Sebaliknya, wanita yang kehamilan
sebelumnya berakhir dengan keguguran memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami
keguguran pada kehamilan berikutnya (19-24%).16 Kecuali telah terjadi kehamilan yang

4
sukses berikutnya, bahkan keguguran tunggal meningkatkan risiko keguguran spontan
pada kehamilan berikutnya. Selain itu, bukti yang tersedia juga menunjukkan bahwa
risiko keguguran meningkat dengan jumlah keguguran sebelumnya, tapi sangat
bertahap.4-6 Secara keseluruhan, risiko masih kurang dari 40% setelah mengalami empat
kali keguguran sebelumnya dan tidak lebih tinggi dari sekitar 50% bahkan bila telah
mengalami enam atau lebih keguguran sebelumnya; risiko mungkin sedikit lebih tinggi
pada wanita dengan keguguran berulang dan yang belum pernah melahirkan bayi hidup
sebelumnya.
Independen dari riwayat obstetri terakhir, risiko keguguran spontan yang ditemukan
secara klinis meningkat seiring dengan usia. Risiko relatif rendah sebelum usia 30 (7-
15%) dan hanya sedikit lebih tinggi pada perempuan berusia 30-34 (8-21%), tetapi
kemudian meningkat lebih tajam di usia 35-39 (17-28%) dan wanita usia 40 atau lebih
(34-52%).19-23 Di antara perempuan dengan riwayat keguguran, usia lanjut menambah
risiko yang berkaitan dengan keguguran sebelumnya; risiko keguguran wanita di atas
usia 40 (52%) lebih dari dua kali lipat dibandingkan wanita di bawah usia 30 tahun (25
%).6 Jika mempertimbangkan keguguran yang dikenali maupun tidak dikenali, jumlah
resiko kehamilan gagal pada wanita di atas usia 40 dapat mencapai atau melebihi
75%.13,23,24
Dapat disimpulkan, sekitar 12-15 % dari seluruh kehamilan yang diketahui secara
klinis berakhir dengan keguguran, tetapi kejadian keguguran yang sebenarnya, termasuk
keguguran yang belum diketahui saat awal kehamilan, adalah dua sampai empat kali
lebih tinggi (30-60%). Risiko keguguran meningkat dengan jumlah keguguran yang
pernah sebelumnya tapi jarang melebihi 40-50%. Risiko keguguran juga meningkat
seiring meningkatnya usia ibu, yakni setelah usia 35 tahun dan lebih meningkat setelah
usia 40.

Nilai Prognostik Pengamatan USG Transvaginal


Pengamatan serial detail dan hati-hati selama awal kehamilan telah menunjukkan
bahwa risiko keguguran menurun seiring meningkatnya durasi kehamilan. Risiko

5
keguguran turun secara progresif setelah pengamatan kantung kehamilan/gestational sac
(12%), yolk sac (8%), dan seiring peningkatan perkembangan embryonic crown-rump
length (lebih dari 5 mm, 7%; 6-10 mm, 3%; lebih dari 10 mm, <1%).25 Pengamatan
aktivitas jantung embrio (sekitar 6 minggu usia gestasi) adalah sebuah tonggak
perkembangan penting dan indikator prognosis yang baik karena kehamilan yang paling
buruk gagal sebelum itu, tetapi nilai prediksi bervariasi sesuai dengan riwayat obstetri
terdahulu, keadaan klinis, dan usia. Pada wanita muda infertil maupun fertil, terlihatnya
aktivitas jantung embrio mengurangi risiko keguguran dari risiko global yakni sebesar
12-15% menjadi 3% hingga 5%.26,27 Pada wanita dengan riwayat keguguran berulang,
tingkat keguguran setelah terdeteksinya aktivitas jantung embrio masih tiga sampai lima
kali lebih tinggi (15-25%).28,29 Pada wanita dengan aborsi terancam, dan terbukti
didapatkan aktivitas jantung embrio, menjadi indikator prognosis yang lebih baik secara
keseluruhan (tingkat keguguran 15%), namun kejadian keguguran berikutnya menjadi
lebih tinggi bila ditemuan gambaran ultra-sonografi abnormal lainnya (aktivitas jantung
lambat atau terlambat muncul, perbedaan ukuran/tanggal, hematoma subkorionik).30-33
Pada akhirnya, nilai prognostik aktivitas jantung embrio menurun dengan meningkatnya
umur maternal; sedangkan risiko keguguran selanjutnya rendah (kurang dari 5%) pada
wanita usia <35 tahun, meningkat dua sampai tiga kali lebih tinggi (sekitar 10%) pada
wanita usia 36-39, dan 3 kali lipat (29%) pada wanita usia >40 tahun.

Faktor Genetik
Kebanyakan keguguran spontan diakibatkan oleh kelainan kromosom pada
embrio atau janin. Sejumlah penelitian di mana sejumlah besar jaringan abortus dikultur
dan ditentukan kariotipenya, menunjukkan sekitar 50 % keguguran di trimester pertama
kehamilan, 30% di trimester kedua, dan 3% dari bayi lahir mati kromosomnya adalah
abnormal.21, 22 ,35-37
Namun, penelitian ini sangat mungkin kurang memperhatikan
prevalensi kelainan kromosom antara jaringan abortus karena data bias oleh kontaminasi
sel tidak dikenali dari ibu dan karena sel-sel euploid normal (dari ibu atau jaringan
abortus) cenderung gagal dikultur dibandingkan dengan sel-sel yang abnormal.38–40

6
Analisis menggunakan teknik yang lebih baru tidak tergantung pada kultur sel
(hibridisasi fluorescence in situ, FISH, hibridisasi genomik komparatif, CGH), dan studi
sitogenetika terkini mempelajari aborsi early missed abortions menunjukkan bahwa
kejadian kelainan kromosom yang sebenarnya pada keguguran di awal kehamilan
mencapai hingga 75%.41,42
Lebih dari 90% kelainan kromosom yang diamati di jaringan abortus adalah
numerik (aneuploidi, poliploidi); sisanya dibagi antara kelainan struktural (translokasi,
inversi) dan mosaicism.42 ,43 Secara keseluruhan, trisomi autosomal adalah kelainan yang
paling umum (biasanya melibatkan kromosom 13-16, 21, atau 22), diikuti oleh
monosomi X (45, X) dan polyploidi.21,42,44,45 Di antara wanita dengan riwayat keguguran
berulang, jaringan abortus yang kromosomnya normal (euploid) lebih sering terjadi,
terutama pada mereka yang berusia <35.45-48 Distribusi kelainan kromosom diamati
antara jaringan abortus dari wanita dengan keguguran berulang dinyatakan tidak berbeda
dari yang terlihat pada populasi umum ketika diklasifikasikan berdasarkan usia ibu dan
usia gestasional.45 Tingginya angka kejadian keguguran spontan dan kelainan kromosom
acak bermakna bahwa beberapa keguguran pada wanita dengan keguguran berulang
adalah akibat dari kebetulan. Kemungkinan terjadinya abortus euploid meningkat dengan
jumlah keguguran sebelumnya dan setelah aborsi sebelumnya memiliki karyotipe
normal.24,47

Kelainan Kromosom Parental


Mayoritas konsepsi kromosom abnormal adalah hasil dari bersatunya satu gamet
normal dan satu gamet aneuploid atau akibat tidak terjadi pertemuan gamet selama
perkembangan awal embrio. Namun, dalam 4-8% dari pasangan dengan keguguran
berulang, satu atau pasangan lainnya memiliki kelainan kromosom yang secara jelas
meningkatkan probabilitas konsepsi dengan tidakseimbangan kromosom.49 - 54

Translokasi seimbang (timbal balik/resiprokal, Robertsonian) adalah kelainan yang


paling umum; mosaicism kromosom seks, inversi kromosom, dan kelainan struktural
lainnya juga dapat diamati.55,56

7
Dalam translokasi timbal balik/resiprokal yang seimbang, potongan dua autosom
yang berbeda (satu dari masing-masing dua pasang yang berbeda) mengalami translokasi
(bertukar). Dalam translokasi Robertsonian seimbang, sentromer dua kromosom
akrosentrik (nomor 13, 14, 15, 21, 22) menyatu untuk membentuk kromosom tunggal
yang terdiri dari lengan panjang dua kromosom yang terkena dampak; lengan pendek
hilang (yang mengandung sedikit atau tidak ada materi genetik penting). Dalam kasus
tersebut, pembawa translokasi secara genetik seimbang dan secara fenotip normal.
Sayangnya, ketika oogonium atau spermatogonium mengalami meiosis untuk
menghasilkan oosit haploid atau sperma, sebagian besar gamet berakhir dengan keadaan
genetik tidak seimbang dan tidak normal, memiliki satu kekurangan atau kelebihan bahan
genetik. Tergantung pada bagaimana kromosom berpisah saat meiosis, gamet mungkin
memiliki kromosom normal (hanya mengandung salinan normal masing-masing dua
pasang kromosom yang terkena), abnormal tapi seimbang (yang mengandung bagian
translokasi dari masing-masing dua pasang kromosom yang terkena), atau abnormal dan
tidak seimbang (mengandung dua salinan atau tidak ada salinan kromosom atau segmen
kromosom yang terkena). Ketika gamet yang kromosomnya tidak seimbang seperti itu
bergabung dengan gamet normal dari pasangan yang tidak terkena, hasil konsepsi akan
menjadi trisomi dan/atau monosomi dan akan hampir selalu gagal; sebuah konsepsi yang
tidak seimbang kadang-kadang dapat bertahan hidup, tetapi berada pada risiko tinggi
untuk mengalami malformasi dan retardasi mental.57\
Secara teori, seperempat dari gamet yang dihasilkan oleh pembawa/carrier
translokasi resiprokal seharusnya normal, seperempat abnormal tapi seimbang, dan
setengah abnormal dan tidak seimbang, menghasilkan probabilitas 50% kehamilan
normal (konsepsi normal atau seimbang) dan probabilitas 50% kehamilan abnormal
(abortus atau janin dapat hidup tetapi anomali), dengan asumsi penyatuan gamet dengan
yang pasangan kromosomnya normal. Demikian pula, mengingat tiga cara berbeda
translokasi kromosom Robertsonian dan anggota normal pasangan kromosom yang
terkena mungkin selaras dan mengalami segregasi/pemisahan selama meiosis, seperenam
dari gamet yang dihasilkan oleh carrier adalah normal, seperenam abnormal tapi

8
seimbang , dan dua pertiga sisanya abnormal dan tidak seimbang, sehingga menghasilkan
probabilitas 33% kehamilan normal (konsepsi normal atau seimbang) dan probabilitas
67% kehamilan abnormal (aborsi atau janin layak hidup tetapi anomali). Sekali lagi
dengan asumsi bahwa penyatuan dengan gamet pasangan yang kromosomnya normal.
Namun, ketika translokasi Robertsonian melibatkan kedua anggota dari pasangan tunggal
kromosom, carrier tidak akan menghasilkan gamet normal karena semuanya akan
memiliki dua salinan atau sama sekali tidak ada salinan kromosom.
Beberapa translokasi resiprokal cenderung untuk memiliki pola segregasi spesifik
dibandingkan dengan pola acak dan dapat menghasilkan distribusi tidak simetris dari
gamet-gamet normal, seimbang , dan tidak seimbang.58-60 Probabilitas kehamilan sukses
dan risiko janin hidup dengan kromosom abnormal bervariasi dengan kromosom spesifik
yang terlibat dan ukuran dan lokasi segment yang mengalami translokasi.43,57 Kelainan
beberapa kromosom (kromosom 21) ditoleransi lebih baik daripada kelainan lain dan
risiko konsepsi tidak seimbang tapi dapat hidup lebih tinggi bila segmen kromosom yang
bertukar sedikit/kecil. Sesuai dengan sifatnya, translokasi resiprokal cenderung agak
unik, sehingga biasanya tidak ada cara mudah untuk secara akurat memprediksi
kemungkinan hasil kehamilan yang spesifik untuk beberapa pasangan individu yang
terkena. Namun, kariotipe dari pasangan yang terkena dapat memungkinkan seseorang
untuk memprediksi pola segregasi yang paling mungkin untuk translokasi tertentu dan
untuk memperkirakan risiko keturunan yang tidak seimbang. Ketika pasangan laki-laki
adalah pembawa/carrier translokasi, distribusi sperma normal, seimbang, dan sperma
yang tidak seimbang serta prognosis untuk konsepsi yang sukses dapat diketahui lebih
akurat.60 Ketika pasangan wanita adalah carrier atau distribusi gamet dinyatakan
diketahui, riwayat reproduksi pasangan itu sendiri (dan anggota keluarga yang terkena
dampak yang sama) adalah ukuran terbaik. Satu pengecualian adalah translokasi
berulang tertentu yang melibatkan kromosom 11 dan 22, t(11; 22) (q23, q11), translokasi
resiprokal yang paling umum pada manusia; lebih dari 100 keluarga tidak berhubungan
yang terkena dampak terkait telah dilaporkan, dan kinerja reproduksi carrier telah
diketahui dengan baik.61-63

9
Inversi kromosom terjadi lebih jarang daripada translokasi dan dapat atau
mungkin tidak memiliki implikasi reproduksi, tergantung pada ukuran dan lokasi. Inversi
Pericentric (yang melibatkan sentromer) sering tidak memiliki dampak klinis; inversi
pericentric kromosom 9, inv(9) (p11q13), adalah umum (1-1,5% pada populasi umum)
hingga beberapa menganggapnya sebagai varian normal dengan tidak penting.64,65
Namun, persilangan/crossover dan rekombinasi yang dapat terjadi dengan inversi
paracentric (yang tidak terletak di sentromer) sering mengakibatkan kelebihan materi
genetik yang menyebabkan aborsi atau janin anomali.43
Seperti yang dapat diantisipasi, riwayat reproduksi paling umum pada pasangan
carrier translokasi mencakup anak normal dan keguguran di awal kehamilan (6-7%);
riwayat lain yakni keguguran spontan atau kombinasi anak-anak cacat, bayi lahir mati,
dan mengalami abortus yang sedikit jarang (4-5%).52 Kemungkinan mengidentifikasi
translokasi kromosom seimbang dalam beberapa pasangan dengan riwayat tiga kali
keguguran atau lebih sebelumnya tidak signifikan lebih tinggi dibandingkan mereka yang
hanya mengalami dua kali keguguran. Pada beberapa pasangan, riwayat keluarga
(keguguran berulang, bayi lahir mati, atau lahir cacat) menunjukkan kemungkinan suatu
kelainan kromosom okultisme setelah hanya setelah mengalami satu kali keguguran
spontan. Pasangan dengan keguguran yang diselingi dengan kehamilan normal dan
sebaiknya dievaluasi dengan cara yang sama seperti pada pasangan yang mengalami
keguguran berulang berturut-turut.66
Translokasi kromosom seimbang dapat ditemukan di salah satu pasangan, dan
keduanya harus dilakukan kariotipe untuk mengekslusikan kemungkinan.52 Setiap
translokasi seimbang diidentifikasi mungkin dapat berupa de novo atau diturunkan dari
salah satu orang tua carrier sendiri. Jika translokasi diturunkan, salah satu saudara
kandung carrier dan, pada gilirannya keturunan mereka mungkin juga akan
terpengaruh.67 Setiap kehamilan dari pasangan yang terkena menjadi kandidat untuk
studi diagnostik prenatal, terlepas dari usia ibu atau riwayat reproduksi sebelumnya.66
Akibatnya, konseling pasangan carrier translokasi dengan keguguran berulang sebaiknya
mempertimbangkan melakukan kariotype orang tua carrier dan, bila perlu, orang yang

10
berpotensi terkena dampak lainnya dalam keluarga. Untuk anak-anak kecil yang
mungkin menjadi carrier, karyotype sebaiknya ditunda sampai mereka mencapai usia di
mana mereka mampu memberikan informed consent.
Sangat mungkin dan bahkan nampaknya beberapa pasangan dengan keguguran
berulang memperkirakan kelainan genetik yang merupakan predisposisi risiko tinggi
keguguran namun tidak dapat dideteksi menggunakan teknik sitogenetika standar.
Kemungkinannya adalah gonad terisolasi atau mosaicism germline (termasuk garis sel
trisomi) dan cacat gen tunggal.43

Penuaan dan Gamet Aneuploidy


Mekanisme yang bertanggung jawab untuk peningkatan terkait dengan usia pada
kejadian keguguran dan penggunaan uji cadangan ovarium dalam evaluasi usia
reproduksi dan prognosis dibahas secara rinci dalam Bab 27. Faktor genetik yang
berkontribusi terhadap peningkatan kehamilan yang sia-sia terkait dengan penuaan
reproduksi dan utilitas pengujian cadangan ovarium pada wanita dengan keguguran
berulang hanya diringkas secara singkat di sini.
Beberapa bukti menunjukkan bahwa ketidakstabilan terkait usia atau degradasi
mekanisme seluler yang mengatur pembentukan meiosis spindle dan hasil fungsi dalam
peningkatan insiden kesalahan segregasi meiosis dan peningkatan pesat jumlah oosit
aneuploid selama tahun-tahun reproduksi akhir.68-74 Perkiraan terbaik yang tersedia
menunjukkan bahwa prevalensi oosit aneuploid relatif rendah sebelum usia 35 tahun
(kurang dari 10%), tetapi meningkat tiba-tiba setelah itu, mencapai 30% pada usia 40
tahun, 50% pada usia 43 tahun, dan hampir 100% setelah usia 45 tahun.68 Pengamatan ini
menawarkan penjelasan logis untuk peningkatan kejadian keguguran terkait usia secara
keseluruhan dan prevalensi aneuploidi yang lebih tinggi antara wanita yang mengalami
penuaan.19-22 Memang, sebagian besar trisomi diamati pada jaringan abortus yang
ditelusuri di meiosis error maternal dan oosit aneuploidi.75
Beberapa wanita yang sebaliknya mengalami keguguran berulang yang tidak
dapat dijelaskan memiliki cadangan ovarium yang sedikit, dan ini membantu untuk

11
menjelaskan rendahnya kinerja reproduksi mereka.76,77 Prevalensi uji cadangan ovarium
yang abnormal pada wanita dengan keguguran berulang yang tidak jelas lebih tinggi
dibandingkan pada wanita dengan keguguran berulang yang diketahui penyebabnya76
dan dapat dibandingkan dengan populasi umum wanita infertil yang diamati.77
Pengamatan ini menunjukkan bahwa perempuan pada stadium lanjut deplesi folikel
ovarium berada pada risiko tinggi mengalami keguguran, terlepas dari usia mereka. Bagi
mereka, kurva yang menggambarkan kenaikan resiko terkait usia terhadap kejadian
keguguran spontan bergeser ke kiri, dan kenaikan tajam risiko keguguran yang biasanya
dimulai pada usia 37 menjadi lebih awal.19-22 Beberapa wanita akan menderita deplesi
folikel ovarium prematur karena mereka dilahirkan dengan pool folikel ovarium yang
lebih kecil dari normal dan secara genetik ditakdirkan menjadi 10% dari wanita yang
mengalami menopause dini.78-82 Wanita yang memiliki abortus trisomi mengalami
menopause rata-rata pada usia dini.83 Wanita lainnya mungkin memiliki pool folikel
ovarium yang terdeplesi/habis akibat penyakit yang menghancurkan jaringan ovarium
atau akibat pengangkatan. Bagaimanapun, hasil akhirnya adalah sama –akselerasi deplesi
folikular, kesuburan menurun, dan peningkatan risiko keguguran dimulai lebih awal dari
usia normal. Wanita dengan cadangan ovarium yang rendah tampak memiliki tingkat
keguguran yang sangat tinggi, terlepas dari usia mereka.84
Selain menawarkan informasi yang dapat membantu untuk menjelaskan
keguguran berulang, pengujian cadangan ovarium dapat mengidentifikasi perempuan
muda yang memiliki peningkatan risiko janin aneuploidi pada kehamilan berikutnya
yang seharusnya tidak dianggap kandidat untuk studi diagnostik prenatal.85-89 Insiden
sindrom Down meningkat pada wanita dengan kadar serum follicle-stimulating hormone
(FSH) yang tinggi, tanpa memperhitungkan usia dan terlepas dari apakah cadangan
ovarium rendah, FSH yang tinggi tampak muncul secara alami atau akibat dari operasi
ovarium.85,87-89
Prevalensi inaktivasi kromosom X asimetris, yang didefinisikan sebagai
inaktivasi preferensial (lebih dari 90%) salah satu dari dua kromosom X dalam sel
perempuan, meningkat pada wanita dengan keguguran berulang,90-94 meskipun temuan

12
ini tidak dikonfirmasi dalam dua studi.95,96 Penelitian ini telah mendorong spekulasi
bahwa mutasi mematikan/lethal X-linked pada laki-laki menyebabkan inaktivasi
kromosom X asimetris pada carrier perempuan dan menjadi predisposisi aborsi
konseptus laki-laki dan meningkatkan prevalensi kelahiran hidup perempuan.92,97 Namun
penyelidikan ini masih belum mengkonfirmasi kelebihan prediksi jaringan abortus laki-
laki yang normal kromosomnya.93 Pengamatan peningkatan prevalensi abortus trisomi
antara perempuan dengan keguguran berulang dan inaktivasi kromosom X asimetris telah
menunjukkan hipotesis alternatif bahwa mutasi kromosom X atau translokasi-X autosom
mengakibatkan inaktivasi kromosom X asimetris dan pool folikel ovarium yang lebih
kecil dari normal atau akselerasi deplesi folikel yang merupakan predisposisi oosit
aneuploidi dan keguguran berulang.93,98
Konseptus kromosom abnormal yang bernasib buruk juga dapat dihasilkan dari
fertilisasi oosit euploid yang normal dengan sperma aneuploid. Sperma dari pria yang
pasangannya memiliki riwayat keguguran berulang dengan penyebab tidak jelas
menunjukkan prevalensi yang lebih tinggi dari morfologi abnormal, kromosom
aneuploidi, fragmentasi DNA, dan uji abnormal fungsi sperma seperti pembengkakan
hipo-osmotik.99-106 Insiden aneuploidi sperma meningkat seiring dengan usia paternal,
jika hanya sedikit,58,107 dan kejadian keguguran pada wanita muda dengan pasangan pria
yang lebih tua lebih tinggi dibandingkan mereka yang pasangannya masih muda.108
Secara bersama-sama, pengamatan ini menunjukkan bahwa kualitas air mani yang buruk,
cadangan ovarium yang rendah pada wanita, dapat mempengaruhi baik infertilitas dan
keguguran dini, dua titik yang berbeda pada sebuah rangkaian kegagalan reproduksi
memiliki dengan beberapa penyebab yang sama. Namun, aneuploidi sperma jarang naik
di atas sekitar 1-2%. Dibandingkan dengan pengaruh oosit aneuploidi terhadap risiko
keguguran, sperma kromosom abnormal relatif sedikit penting sebagai faktor
predisposisi pada keguguran berulang.

13
Menentukan Kariotipe Jaringan Abortus
Banyak yang menganggap bahwa menentukan kariotipe produk konsepsi setelah
keguguran sebagai hal yang yang tidak perlu dan sangat mahal. Beberapa juga
menganggapnya sangat penting untuk membedakan pasangan mana yang menjadi
kandidat evaluasi menyeluruh dari mana yang tidak. Tanpa menentukan karyotype,
wanita yang keguguran berulang kali umumnya diasumsikan kehilangan kehamilan
normal, padahal pada kenyataannya, sebagian besar tidak normal. Beberapa bahkan telah
menganjurkan menentukan kariotipe pada abortus pertama atau kedua, dengan alasan
bahwa perempuan yang menggugurkan kehamilan kromosom normal harus diskrining
penyebab keguguran yang dapat diobati lebih awal daripada terlambat. Sebaliknya,
mereka yang keguguran dengan kromosom abnormal mungkin tidak tercakup dalam
evaluasi tidak perlu dan mahal serta perawatan empiris.9
Sayangnya, kariotipe abortus tidak dapat memberikan informasi pasti; kariotipe
mungkin berguna namun memiliki keterbatasan dan perangkap yang harus
dipertimbangkan dengan cermat. Sebagian besar gagalnya kehamilan di usia dini
kehilangan viabilitas baik sebelum timbulnya gejala klinis keguguran atau penilaian lain
dari keguguran yang tak terelakkan; produk konsepsi tersebut mungkin gagal untuk
tumbuh saat dikultur. Spesimen jaringan secara spontan lebih mungkin gagal dikultur
dibandingkan dengan yang diperoleh melalui kuretase.45
Sebuah kariotipe abortus normal dapat ditafsirkan sebagai penunjuk bahwa faktor
genetik mungkin tidak bertanggung jawab, memfokuskan perhatian pada evaluasi
kemungkinan penyebab lain dari keguguran berulang.9 Sayangnya, kariotipe normal
46,XX juga dapat mewakili kontaminasi sel ibu dari spesimen jaringan dan pertumbuhan
yang lebih dahulu dari garis sel ibu normal dalam kultur, terutama ketika tidak ada
perawatan spesifik yang dilakukan untuk membedah, mengisolasi, dan menyerahkan villi
chorionic untuk kultur sel.38-40 Hasil embryoscopic dan studi sitogenetika menjawab
secara langsung gagasan bahwa kariotipe normal secara efektif mengeksklusikan
penyebab genetik untuk kehamilan yang gagal. Sedangkan 75% jaringan abortus adalah
kromosom abnormal, dua-pertiga dari sisa 25% memiliki karyotype normal (17% dari

14
total) memperlihatkan kelainan perkembangan umum sama parahnya dengan yang
diamati pada abortus aneuploid.42 Pengamatan ini sangat kuat menunjukkan bahwa lebih
dari 90% dari semua keguguran dini melibatkan hasil embrio yang diketahui mengalami
kesalahan genetik (genetic errors) dan menyiratkan bahwa sebagian besar kegagalan
kehamilan dini adalah akibat dari cacat genetik dalam proses organisasi dan
morphogenik yang tidak terdeteksi dengan teknik sitogenetika konvensional atau bahkan
metode yang lebih modern (FISH, hibridisasi genomik komparatif). Diperdebatkan,
kehamilan yang gagal sebelum embriogenesis dikenali (kantung kosong atau "ovum
suram/blighted") adalah lebih mungkin merupakan hasil dari kelainan kromosom, dengan
kesimpulan bahwa lebih dari 90% dari semua keguguran dini kehamilan dapat diaibatkan
oleh penyebab genetik.
Sebuah abortus kariotipe abnormal memperlihatkan trisomi, monosomi, atau
poliploidi menjelaskan keguguran spesifik tersebut, menunjukkan kemungkinan
kebetulan saja, dan umumnya telah dianggap sebagai bukti bahwa risiko berulang tidak
meningkat signifikan.24,48 Sedangkan penemuan tersebut menunjukkan bahwa tidak
terdapat evaluasi formal yang dibutuhkan, sehingga pasangan dengan penyebab spesifik
keguguran berulang setidaknya memiliki kesempatan acak yang sama untuk hamil
aneuploid seperti orang lain; mereka mungkin diabaikan jika evaluasi ditawarkan hanya
kepada mereka yang memiliki abortus kromosom normal. Selain itu, sebuah abortus
aneuploid mungkin juga menggambarkan pengaruh usia ibu yang lanjut atau cadangan
ovarium sediit yang tidak terduga, dalam hal ini risiko kekambuhan pada kehamilan
berikutnya jelas meningkat.84
Sebuah kariotipe dari abortus yang menunjukkan sebuah kromosom translokasi
tidak seimbang secara nyata menunjukkan bahwa orang tua mungkin merupakan carrier
translokasi seimbang yang sama, kecurigaan dengan mudah dikonfirmasi dengan
melakukan kariotipe pada kedua pasangan yang terkena.
Metode yang lebih mahal untuk skrining genetik mendeteksi varian yang
berhubungan dengan keguguran, FISH dan hibridisasi genomik komparatif dibahas di
berikut, dapat diterapkan pada pasangan yang mengalami keguguran berulang. Namun,

15
tes ini mahal, dan meskipun varian dan polimorfisme dapat dideteksi, kemungkinan
memiliki anak yang sehat, meskipun risiko tinggi keguguran, masih tinggi, mungkin
setinggi pasangan non-carrier.109

Diagnosis Genetik Praimplantasi dan Skrining Aneuploidi


Diagnosis genetik praimplantasi menggambarkan sejumlah teknik untuk evaluasi
genetik embrio prakonsepsi yang dihasilkan dari fertilisasi in vitro (IVF). Diagnosis
genetik praimplantasi dapat digunakan untuk mendeteksi numerik (aneuploidi) dan
kelainan kromosom struktural (translokasi, inversi), untuk mengidentifikasi oosit atau
embrio dengan kelainan gen tunggal turunan (cystic fibrosis, thalassemia, hemofilia,
distrofi otot Duchenne, dan banyak lainnya)110,111 atau untuk menentukan jenis
kelamin.112,113 Teknik ini memerlukan satu atau lebih sel yang dapat diperoleh pada tahap
perkembangan yang berbeda. Komposisi kromosom oosit dapat disimpulkan dari badan
kutub terekstrusi tersebut.110 Satu atau dua blastomer dapat diangkat dari tahap
pembelahan embrio. Biopsi trophoectoderm juga dapat dilakukan pada tahap blastokista.
Dalam skenario yang paling umum (biopsi tahap pembelahan embrio), laser atau larutan
encer asam Tyrode digunakan untuk membuat lubang kecil di zona pelusida dan satu
atau dua sel diaspirasi, biasanya pada hari ketiga setelah pengambilan dan pembuahan
oosit dan ketika embrio pada tahap 6-8 sel.113
FISH, hibridisasi in situ fluoresensi, adalah teknik untuk mendeteksi kelainan
kromosom numerik menggunakan probe berlabel dengan fluorochromes warna berbeda
yang spesifik mengikat urutan gen pada kromosom spesifik. Dalam konteks keguguran
berulang, teknik ini telah digunakan untuk skrining embrio yang dihasilkan dari IVF
untuk aneuploidi yang paling umum diamati pada jaringan abortus (XY, 13, 14, 15, 16,
18, 21, 22) dan juga untuk membedakan kromosom embrio yang normal, seimbang, dan
tidak seimbang pada pasangan carrier translokasi kromosom seimbang,113-115 Sebagai
metode skrining aneuploidi, FISH memiliki kelebihan dan keterbatasan. FISH relatif
mudah untuk dilakukan dan memberikan hasil dalam waktu transfer embrio secara
genetik yang dipilih 2 hari setelah biopsi embrio (5 hari setelah pengambilan dan

16
pembuahan oosit), pada tahap blastokista. Meskipun memungkinkan evaluasi sejumlah
kromosom terbatas (biasanya antara 5 dan 9), FISH masih dapat mendeteksi lebih 80%
dari semua kelainan kromosom karena biasanya mencakup semua kromosom yang
terlibat dalam sebagian besar aneuploidi.116 Karena probe berhibridisasi ke suatu lokus
spesifik atau sentromer, FISH memberikan informasi hanya tentang ada atau tidak
adanya segmen yang sangat kecil dari kromosom; aneuploidi parsial dapat tidak
terdeteksi.117 Selain itu, fragmentasi nuklear dalam biopsi blastomer relatif umum dan
dapat menyebabkan kromosom hilang, menghasilkan diagnosa aneuploidi yang keliru.118
Hibridisasi genomik komparatif adalah teknik di mana tes DNA (diekstraksi dari
blastomere tunggal) dan DNA referensi laki-laki normal (diekstraksi dari limfosit)
pertama kali diperkuat, kemudian diberi label dengan fluorochromes warna berbeda
(hijau/merah), dan sekaligus dihibridisasi ke template metafase kromosom dari limfosit
laki-laki normal; rasio fluoresensi hijau/merah mencerminkan jumlah salinan relatif
untuk setiap kromosom dalam tes DNA yang dibandingkan dengan DNA referensi
normal.117 Hibridisasi genomik komparatif memungkinkan analisis dari semua 24
kromosom (X,Y,22 autosom) dan deteksi kelainan lebih banya yang tidak dikenali oleh
keterbatasan analisis FISH.118,119 Teknik ini telah diterapkan pada evaluasi genetik janin
yang gugur; hasil diagnostik yang semakin baik dibandingkan dengan karyotype
konvensional, yang sering terhalang oleh kegagalan kultur atau kontaminasi ibu.120 , 121
Terlepas apakah FISH atau hibridisasi genomik komparatif digunakan, diagnosis
praimplantasi genetik umumnya melibatkan analisis hanya satu atau dua blastomer,
dengan asumsi bahwa blastomer yang dipilih secara akurat mewakili seluruh embrio.
Sayangnya, sejumlah studi telah menunjukkan bahwa mosaicism sangat umum di awal
kultur embrio manusia in vitro. Prevalensi mosaicism embrionik meningkat seiring
dengan usia ibu dan tahap perkembangan; sekitar setengah dari semua embrio tahap
pembelahan dan sampai 90% dari blastosis memperlihatkan beberapa tingkat mosaicism
kromosom,122-126 Kesalahan diagnostik, oleh karena itu, tidak dapat dihindari dan, hingga
batas tertentu, tidak dapat dihindari, namun dapat diminimalkan dengan menganalisis dua
atau bahkan tiga blastomer.126,127

17
Secara keseluruhan, hasil studi diagnosis genetik praimplantasi menggunakan
FISH dan hibridisasi genomik komparatif menunjukkan bahwa hanya sekitar 35-45%
embrio yang normal untuk semua kromosom yang diperiksa.128-131 Data berasal dari
berbagai penelitian mengungkapkan bahwa wanita yang lebih tua dan wanita dengan
riwayat keguguran berulang menghasilkan lebih banyak embrio aneuploid dibandingkan
wanita yang lebih muda dan mereka dengan riwayat reproduksi normal.132-136 Transfer
embrio yang dipilih dalam diagnosis genetik praimplantasi dapat meningkatkan tingkat
implantasi dan mengurangi angka aborsi pada wanita pada risiko tinggi untuk mengalami
keguguran.126-128,137,138 Dampak utama diagnosis genetik praimplantasi untuk skrining
aneuploidi terhadap angka kelahiran hidup wanita yang tua dan wanita dengan riwayat
keguguran berulang belum jelas, meskipun satu analisis biaya/manfaat menyimpulkan
bahwa IVF adalah pilihan yang paling hemat biaya untuk usia di bawah 40, tetapi di atas
usia 40, IVF saja dan IVF dengan diagnosis genetik praimplantasi adalah sama saja dari
segi biaya.139 Mungkin masuk akal untuk mempertimbangkan skrining diagnosis genetik
praimplantasi aneuploidi untuk ibu usia lanjut atau memiliki riwayat keguguran berulang
pada pasangan dengan indikasi spesifik lainnya untuk IVF, hasil yang dicapai dengan
diagnosis genetik praimplantasi sejauh ini tidak membenarkan IVF dan diagnosis genetik
praimplantasi untuk semua pasangan dengan usia ibu lanjut atau riwayat keguguran
berulang. Sampai saat ini, mayoritas diagnosis genetik praimplantasi telah dilakukan
sangat sedikit pusat di seluruh dunia, tetapi perbaikan lebih lanjut dalam teknologi dan
aplikasi yang lebih luas teknik ini masih mungkin berkembang.
Untuk pasangan dengan keguguran berulang yang salah satu pasangan adalah
carrier kromosom translokasi seimbang, IVF dan diagnosis genetik praimplantasi dan
transfer embrio normal dan seimbang dapat mencapai tingkat kehamilan sebanding
dengan yang diamati pada pasangan infertil yang tidak dipilih dengan secara substansial
menurun risiko keguguran spontan, meskipun tingkat kehamilan berbanding terbalik
dengan proporsi gamet abnormal.115,140-144 Ketika pasangan laki-laki membawa
translokasi seimbang, analisis FISH sperma dapat digunakan untuk menentukan proporsi
kromosom sperma yang tidak seimbang dan memprediksi kemungkinan konsepsi untuk

18
kehamilan yang sukses.60 Data menunjukkan bahwa ketika banyak embrio berkualitas
baik dan kurang dari 65% sperma yang tidak seimbang, pasangan pembawa translokasi
memiliki probabilitas yang cukup sukses dengan IVF dan diagnosis genetik
praimplantasi, tetapi tidak sebaliknya.60 Analisis FISH sperma dapat membuktikan
pasangan yang terkena dalam mempertiimbangkan pilihan IVF dan diagnosis genetik
praimplantasi dan terapi inseminasi sperma donor. Sayangnya, tidak ada cara untuk
mendapatkan informasi yang sama untuk perempuan pembawa translokasi seimbang;
tergantung pada sifat translokasi dan riwayat reproduksi, beberapa wanita yang
membawa translokasi seimbang dapat memilih untuk menerapkan kemampuan yang
tersedia untuk IVF dengan oosit donor daripada mencoba IVF dengan diagnosis genetik
praimplantasi.

Ringkasan Fakta kunci Berkaitan dengan Faktor Genetik


Secara keseluruhan, 50-75% keguguran spontan adalah akibat kelainan
kromosom numerik dalam embrio atau janin dan terjadi secara kebetulan; trisomi adalah
yang paling umum. Pada sekitar 5% dari pasangan dengan keguguran berulang, kariotipe
akan mengungkapkan translokasi kromosom seimbang yang secara nyata meningkatkan
risiko keguguran karena tingginya prevalensi aneuploidi dalam gamet dari orang tua
yang terkena. Penuaan usia reproduksi pada wanita dikaitkan dengan peningkatan risiko
keguguran, yang menggambarkan peningkatan prevalensi oosit aneuploidi. Pengujian
cadangan ovarium pada wanita dengan keguguran berulang yang tidak jelas penyebabnya
dapat mengungkapkan bukti penuaan dini reproduksi. Kariotipe dari abortus dapat
menjelaskan keguguran (aneuploidi), memberikan bukti untuk translokasi kromosom
pada orang tua (bila translokasi tidak seimbang diamati), atau menunjukkan penyebab
non-genetik (jika kromosom normal). Namun, karyotype normal tidak sepenuhnya
menyingkirkan penyebab genetik keguguran, dan kariotipe wanita normal (46, XX) bisa
terjadi akibat kontaminasi sel ibu dari spesimen jaringan kultur. IVF dengan diagnosis
genetik praimplantasi dan pilihan transfer embrio euploid adalah pengobatan yang dibuat
untuk pasangan dengan keguguran berulang ketika salah satu pasangan membawa

19
kromosom translokasi seimbang. IVF dengan diagnosis genetik praimplantasi
(menggunakan FISH) untuk ibu usia lanjut atau pasangan dengan keguguran berulang
yang tidak jelas penyebabnya dapat meningkatkan tingkat implantasi dan mengurangi
risiko keguguran, tetapi belum meningkatkan tingkat kelahiran hidup. Akibatnya, biaya
pada pasangan tanpa indikasi spesifik lainnya untuk IVF tidak dapat dibenarkan.

Faktor Anatomi
Kelainan anatomi uterus yang dapat menjadi predisposisi resiko keguguran lebih
tinggi yakni termasuk kelainan bawaan, leiomioma uterus, dan adhesi intrauterine.
Masing-masing telah dipertimbangkan secara rinci sebagai faktor yang juga dapat
berpengaruhi negatif terhadap kesuburan (Bab 4 dan 27); diskusi berikut terbatas pada
kepentingan dan manajemen kelainan tersebut pada wanita dengan riwayat keguguran
berulang.
Metode utama untuk evaluasi uterus termasuk hysterosalpingography tradisional
(HSG), ultrasonografi transvaginal, dan sonohysterography. Magnetic resonance
imaging (MRI) dan endoskopi (histeroskopi dan laparoskopi) umumnya menjadi
cadangan jika diperlukan untuk mendeskripsikan lebih baik identifikasi anomali/kelainan
atau ditunjukkan oleh metode yang lebih sederhana. Setiap metode dan keterbatasannya,
dan tingkat akurasi relatif telah dijelaskan panjang lebar dalam konteks evaluasi
infertilitas (Bab 27). Namun, nilai relatif mereka untuk evaluasi infertilitas dan
keguguran berulang agak berbeda. HSG memiliki beberapa keunggulan dibandingkan
teknik ultrasonografi untuk evaluasi faktor rahim pada wanita infertile karena juga
memberikan informasi tentang patensi tuba yang pada pemeriksaan ultrasonografi
transvaginal dan sonohysterography tidak dapat diketahui. Namun, untuk evaluasi
keguguran berulang, ultrasonografi transvaginal dan sonohysterography menawarkan
keuntungan yang berbeda dari HSG; gambar kontur eksternal fundus uteri, oleh karena
itu, lebih baik dalam membedakan uterus septate dan bikornuata.145-147 dan kedua
pemeriksaan ini umumnya lebih mudah untuk dilakukan dan ditoleransi lebih baik
daripada HSG. Dibandingkan dengan HSG, sonohysterography memiliki sensitivitas dan

20
spesifisitas yang lebih besar dan untuk mendeteksi massa lesi intracavum (mioma
submukosa, polip endometrium) dan memiliki kemanjuran yang sama untuk diagnosis
adhesi intrauterine.148-153 Ultrasonografi transvaginal tiga dimensi, dengan dan tanpa
kontras saline, dapat memberikan gambar kualitas tinggi sebanding dengan yang
dihasilkan oleh MRI.154,155 Sedangkan pada wanita dengan infertilitas, metode endoskopi
biasanya dapat dilakukan untuk eksisi lesi massa kavitas atau mengindentifikasi septa
intrauterine dengan metode yang lebih sederhana.

Malformasi uterus kongenital


Anomali perkembangan uterus telah lama dikaitkan dengan keguguran dan
komplikasi obstetri. Prevalensi malformasi uterus yang dilaporkan pada wanita dengan
keguguran berulang bervariasi banyak sesuai perbedaan metode dan kriteria
diagnostik.156-158 Data terbaik yang tersedia menunjukkan bahwa prevalensi utama
anomali uterus (tidak termasuk uteri arkuata) pada populasi umum adalah sekitar 2% dan
sekitar tiga kali lebih besar (6-7%) pada wanita dengan riwayat keguguran berulang,
mendukung gagasan bahwa malformasi uterus mungkin memang menjadi penyebab
langsung keguguran berulang pada sebagian kecil wanita.156,159-162 Keguguran kehamilan
dengan kelainan bawaan uterus biasanya terjadi kemudian dalam kehamilan pada
trimester kedua; Namun, kehadiran anomali rahim setelah keguguran berulang layak
dipertimbangkan untuk penatalaksanaan bedah.163,164 Patogenesis kehamilan gagal pada
wanita dengan kelainan rahim bawaan tidak pasti tetapi umumnya telah dikaitkan dengan
berkurangnya volume intrauterin atau pasokan vaskular yang buruk.165
Rahim unikornuata adalah akbat dari kegagalan pembentuan satu saluran
mullerian. Hasil kehamilan wanita dengan uteri unikornuata umumnya buruk; kira-kira
setengah dari seluruh kehamilan yang diakui gagal.166 Kebanyakan uteri unikornuata
berhubungan dengan tanduk uterus kontralateral non-communicating, beberapa di
antaranya memiliki rongga fungsional dan harus diangkat untuk mengurangi risiko
kehamilan ektopik, mesipun dinyatakan tidak perlu (nyeri, massa, endometriosis).167
Karena sekitar 40% uteri unikornuata berhubungan dengan agenesis ginjal ipsilateral,

21
evaluasi lebih lanjut dengan pyelogram intravena atau sonogram ginjal juga
diindikasikan.167 Tidak ada prosedur bedah yang dapat memperbesar uterus unikornuata.
Laporan anekdotal kehamilan yang sukses setelah servikal cerclage sangat banyak,
namun kemanjuran cerclage pada wanita dengan rahim unikornuata belum diteliti
dengan seksama. Bukti yang ada menunjukkan bahwa sebagian besar kehamilan pada
wanita dengan uteri unikornuata sebaiknya dikelola dengan cerclage serviks yang
diperuntukkan bagi mereka dengan riwayat keguguran sebelumnya di trimester kedua
kehamilan atau terdapat bukti pemendekan serviks progresif. 166
Uterus didelphys adalah akibat kegagalan total fusi duktus mullerian dan
diferensiasi normal masing-masing dalam membentuk leher rahim dan hemiuterus. Hasil
reproduksi wanita dengan uterus didelphys sedikit lebih baik dibandingkan wanita
dengan uteri unikornuata, mungkin karena peningkatan suplai darah kolateral antara dua
fusi tanduk. Namun demikian, sekitar 40% kehamilan pada wanita dengan rahim
didelphys berakhir menjadi keguguran spontan.166 Secara umum, satu-satunya operasi
yang diindikasikan pada wanita dengan uterus Didelphys adalah pengangkatan septum
longitudinal vagina yang menghalang (75% prevalensi).168 Prosedur penyatuan biasanya
tidak perlu dan mengganggu, tetapi dapat bermanfaat pada beberapa wanita dengan
keguguran beberapa kali atau kelahiran previable. Ketika operasi dilakukan, teknik yang
direkomendasikan menyatukan dua fundus dan meninggalkan dua serviks secara utuh.169
Uterus bikornuata adalah akibat dari fusi tidak lengkap saluran-saluran mullerian
se-tingkat fundus, menciptakan dua rongga rahim terpisah dengan segmen umum yang
lebih rendah dan leher rahim/serviks tunggal; pada bagian eksternal, uterus memiliki
celah garis tengah dengan kedalaman bervariasi terkait tingkat keparahan dari anomali
fusi. Data seri yang dikumpulkan dari wanita dengan uteri bikornuata mengungkapkan
keseluruhan angka kematian janin dan keguguran masing-masing sekitar 30% dan
40%.166 Risiko kelahiran prematur menurun seiring dengan peningkatan ukuran umum
kavum uterus bagian bawah.170 Meskipun manfaat prosedur penyatuan belum dievaluasi
secara sistematis, operasi umumnya dianggap tidak perlu dan sebaiknya dilakukan pada
mereka yang memiliki riwayat yang dinyatakan jelas, atau sebaliknya mengalami

22
keguguran berulang dengan penyebab tidak jelas atau kelahiran previable.166
Metroplasti abdominal Strassman adalah prosedur bedah pilihan dan membandingkan
antara hasil kehamilan sebelum dan sesudah penyatuan yang menunjukkan bahwa
operasi dapat bermanfaat pada perempuan yang dipilih.171,172 Insiden inkompetensi
serviks terkait dengan kelainan rahim kongenital dilaporkan tertinggi untuk mereka yang
memiliki rahim bikornuata, dan terdapat bukti dari serangkaian kasus bahwa cerclage
serviks dapat meningkatkan tingkat ketahanan hidup janin.173,174
Uterus septate adalah akibat dari resorpsi lengkap septum medial yang
memisahkan dua hemiuteri yang sebaliknya biasanya menyatu. Resorpsi septum
biasanya terjadi hanya setelah perkembangan urologi selesai; prevalensi anomali saluran
kemih, karena itu, tidak meningkat pada wanita dengan uterus septate. Uterus septate
adalah anomali perkembangan rahim yang paling umum, mencaup 80-90% dari semua
malformasi utama pada perempuan dengan keguguran berulang (prevalensi 3,5%) dan
pada populasi umum.145,160,162,175 Ini juga adalah malformasi yang sangat terkait dengan
hasil kehamilan yang buruk.145,176 Data dari berbagai seri kasus menunjukkan bahwa
tingkat keguguran yang terkait dengan uterus septate kira-kira 65%.166 Uterus septa
terkait dengan keguguran berulang tidak lebih luas atau lebih lama dari yang diamati
pada wanita dengan riwayat reproduksi normal. Namun, ukuran kavum yang tidak
terpengaruh (dibatasi oleh tepi septum di atas dan internal os serviks di bawah) lebih
kecil pada wanita dengan keguguran berulang,156 pengamatan tepercaya untuk hipotesis
bahwa implantasi pada septum yang tervaskularisasi buruk menjadi pemicu
keguguran.177-179 Meskipun septa rahim tidak selalu berhubungan dengan hasil kehamilan
yang buruk, penemuannya pada wanita dengan keguguran berulang menjadi indikasi
untuk dilakukan koreksi bedah. Septoplasti histeroskopi adalah prosedur endoskopi
langsung rawat jalan yang relatif singkat dan berhubungan dengan morbiditas rendah
dan secara dramatis meningkatkan hasil kehamilan pasca operasi (kelahiran aterm 80%,
kelahiran prematur 5%, keguguran 15%).145,166 Septoplasti hysteroskopi dapat dilakukan
dengan menggunakan gunting mikro, instrumen electrosurgical bervariasi, atau laser,
dan hasil yang sangat baik dapat dicapai dengan semua metode.145 Dengan beberapa

23
pengecualian, hanya insisi yang diperlukan dibandingkan eksisi, karena septum biasanya
memendek, menyisakan sedikit jika ada sisa. Prosedur biasanya selesai ketika kedua
ostia tuba dapat dilihat pada waktu yang sama. Hal ini berguna untuk mengingat bahwa
uterus arkuata umumnya dianggap sebagai varian normal dan septa sisa berukuran
kurang dari 1 cm tidak memiliki efek buruk pada hasil kehamilan.180
Hampir 70% wanita yang terpapar dietilstilbestrol (DES) in utero memiliki
kelainan perkembangan rahim.181 Kavum rahim berbentuk T adalah satu-satunya
kelainan yang paling umum; yang lainnya termasuk rahim hipoplasia, konstriksi cincin,
dan filling-defect ireguler intrauterin. Meskipun penggunaan DES pada kehamilan
dilarang pada tahun 1971 karena diamati adanya hubungan dengan sel adenokarsinoma
vagina dan wanita yang paling terkena sekarang melampaui tahun-tahun reproduksi
mereka,182 wanita yang terkena masih sesekali ditemui.
Rahim wanita yang terpajan DES berada pada peningkatan risiko hasil kehamilan
yang buruk, termasuk risiko keguguran spontan 2 kali lipat lebih tinggi (sekitar 24%) dan
risiko dramatis kehamilan ektopik 9 kali lipat lebih tinggi.183 Perubahan struktural dalam
kandungan kolagen serviks dapat mempengaruhi perempuan terhadap inkompetensi
serviks, dan data dari uji klinis non-random menunjukkan dibutuhkannya pertimbangan
serius cerclage pada wanita dengan riwayat keguguran di trimester kedua atau dengan
kelahiran prematur.184,185

Leiomioma Uteri
Tidak ada bukti substansial yang melibatkan mioma uteri sebagai penyebab
keguguran berulang. Bukti yang ada bersumber dari serangkaian kasus yang
membandingkan hasil reproduksi sebelum dan sesudah miomektomi.186,187 Semua
mekanisme yang diusulkan untuk menjelaskan bagaimana mioma menjadi predisposisi
keguguran berulang berhubungan dengan konsekuensi aliran darah regional yang
buruk.188 Sejumlah penelitian telah meneliti efek fibroid uterus pada kesuburan (Bab 4
dan 27), tetapi tidak ada yang secara khusus meneliti efek mioma pada hasil akhir
kehamilan wanita subur. Data terbaik yang tersedia berasal dari serangkaian studi yang

24
dirancang untuk menguji pengaruh mioma uteri pada hasil yang dicapai dengan fertilisasi
in vitro (IVF) pada wanita subur. Secara seimbang, data ini menunjukkan bahwa hasil
kehamilan, seperti kehamilan dan implantasi, terpengaruh buruk oleh mioma submukosa,
tetapi tidak oleh mioma subserosal atau mioma intramural dibawah ukuran 5-7cm.189-192
Akibatnya, rekomendasi manajemen untuk wanita yang keguguran berulang dengan
mioma uterus sebanding untuk wanita infertil dengan mioma uteri.
Secara umum, ketika mioma submukosa tunggal dan kecil, manfaat histeroskopi
miomektomi lebih besar daripada risiko yang ada.193-197 Ketika mioma submukosa
multipel atau ukurannya besar, miomektomi histeroskopi secara teknis lebih menantang
dan memiliki resiko yang lebih besar, termasuk sterilitas akibat adhesi berat intrauterin
pasca operasi. Ketika mioma submukosa membesar jauh ke dalam miometrium, pilihan
pengobatan adalah miomektomi histeroskopi subtotal dan miomektomi abdominal.
Ketika mioma memiliki dampak pasti namun terbatas pada rongga rahim, keputusan
untuk menunda atau melanjutkan penatalaksanaan bedah dapat bervariasi, tergantung
pada usia, riwayat reproduksi, ukuran dan lokasi mioma, dan kompleksitas dari setiap
penanganan lain yang diperlukan. Ketika mioma tidak mengganggu atau mendistorsi
rongga rahim, operasi tidak diindikasikan dengan tidak adanya gejala spesifik lain
disebabkan oleh mioma yang menuntut perlakuan dari diri mereka sendiri.

Adhesi Intrauterin (Sindrom Asherman)


Keguguran berulang mungkin salah satu penyebabnya adalah adhesi intrauterin,
tetapi gangguan haid (hypomenorrhea, amenore, dismenore) dan infertilitas adalah
presentasi klinis yang lebih umum.198,199 Setiap cedera yang cukup parah untuk
mengangkat atau menghancurkan endometrium dapat menyebabkan adhesi intrauterine,
dan uterus gravid tampaknya sangat rentan terhadap cedera.200,201 Menimbang bahwa
keguguran adalah salah satu indikasi paling umum kuretase uterus, adhesi intrauterin
awalnya dapat timbul dan kemudian menjadi penyebab kontribusi keguguran berulang.
Mekanisme adhesi intrauterin yang dapat menyebabkan keguguran berulang termasuk
penurunan volume fungsional intrauterin dan fibrosis endometrium dan inflamasi yang

25
dapat mempengaruhi insufisiensi plasenta.172 Hasil kehamilan dari wanita dengan adhesi
intrauterine umumnya buruk (40-80% berakhir dengan keguguran spontan dan sekitar
25% dengan kelahiran prematur) dan jauh lebih baik setelah adhesiolisis (50-90%
berakhir dengan kelahiran matur, 7-23% berakhir dengan keguguran); prognosis
umumnya berkorelasi dengan tingkat keparahan penyakit.199 , 200 , 202-205
Histeroskopi menyediakan sarana untuk mengkonfirmasi diagnosis adhesi
intrauterine yang ditunjukkan oleh sonohisterografi atau HSG dan juga merupakan
metode pilihan untuk pengobatan, yang keduanya lebih aman dan lebih efektif daripada
kuretase samar-samar. Tampilan histeroskopi adhesi dari berbagai tingkat keparahan,
teknik melisiskan, risiko operasi, dan terapi adjuvan dijelaskan secara rinci dalam Bab
27.

Ringkasan Fakta kunci Berkaitan dengan Faktor anatomi


Kelainan rahim bawaan dan diperoleh menjadi predisposisi peningkatan risiko
keguguran dan dapat diidentifikasi oleh sonohisterografi atau HSG tradisional; magnetic
resonance imaging mungkin diperlukan untuk secara akurat membedakan uterus septate
dan bikornuata. Uterus septate adalah anomali mullerian yang paling umum, yang
berkorelasi paling erat dengan keguguran, dan malformasi yang paling mudah dan
berhasil diperbaiki; septoplasti histeroskopi diindikasikan pada wanita dengan keguguran
berulang dan memiliki uterus septate. Prosedur metroplasty abdominal jarang
diindikasikan untuk wanita dengan uterus Didelphys atau uterus bikornuata. Cerclage
serviks dapat membantu meningkatkan hasil kehamilan pada wanita dengan
uterus bikornuata dan pada mereka dengan uterus unikornuata atau uterus Didelphys
yang memiliki riwayat persalinan previable atau menunjukkan pemendekan serviks
progresif selama awal kehamilan. Prevalensi kelainan saluran kemih meningkat pada
wanita yang memiliki rahim unikornuata atau bikornuata atau rahim Didelphys, tetapi
tidak pada mereka yang memiliki rahim septate. Leiomioma uterus sering diidentifikasi
pada wanita dengan keguguran berulang, tapi yang relevan hanya mioma submukosa dan
fibroid intramural yang besar yang secara jelas melanggar batas atau menggantikan

26
rongga rahim. Adhesi intrauterin tidak sering ditemukan tetapi merupakan penyebab jelas
keguguran berulang; hasil kehamilan jauh lebih baik setelah dilakukan lisis histeroskopi.

27
Faktor-Faktor Imunologi
Kedua mekanisme autoimun dan aloimun telah terlibat sebagai penyebab
keguguran berulang. Gangguan autoimun melibatkan respon imun terhadap bagian
tertentu dari host/penjamu; gangguan yang dikaitkan dengan keguguran berulang
termasuk penyakit autoimun klasik tertentu seperti lupus eritematosus sistemik dan
sindrom antifosfolipid. Gangguan aloimun melibatkan respon imun maternal yang
abnormal terhadap antigen janin atau plasenta; kemungkinan termasuk antibodi
sitotoksik ibu, tidak adanya antibodi penghalang ibu, dan gangguan fungsi dan distribusi
sel pembunuh alami/natural killer.

Gangguan autoimun
Lupus eritematosus sistemik telah lama dikaitkan dengan keguguran. Data dari
sejumlah serangkaian kasus menunjukkan bahwa risiko keguguran adalah sekitar 20%,
semua risiko kelebihan yang menyebabkan keguguran terjadi selama trimester kedua dan
ketiga kehamilan.206 Keguguran spontan tidak lebih sering terjadi pada wanita dengan
lupus sistemik dibandingkan pada populasi umum, namun kejadian keguguran kemudian
(6%) adalah dua sampai empat kali lebih tinggi.207 Hampir semua kematian janin yang
terjadi pada wanita dengan lupus sistemik berhubungan dengan antibodi antifosfolipid;
mereka adalah indikator paling sensitif dari gawat janin atau kematian.208-210 Penyakit
aktif pada saat pembuahan, timbulnya lupus eritematosus sistemik selama kehamilan,
dan penyakit ginjal juga meningkatkan risiko keguguran.207 Pemantauan seksama dan
intervensi tepat waktu dapat meningkatkan hasil kehamilan.211,212 Pengobatan ditujukan
untuk mencegah keguguran pada wanita dengan lupus sistemik dan antibodi
antifosfolipid mirip dengan yang untuk wanita dengan sindrom antifosfolipid, akan
dibahas kemudian. Secara umum, wanita dengan lupus eritematosus sistemik aktif
sebaiknya disarankan untuk menunda konsepsi sampai remisi dapat dibentuk, mereka
dengan insufisiensi ginjal sedang harus diberitahu tentang peningkatan risiko keguguran,
dan wanita dengan insufisiensi ginjal berat harus didorong untuk menghindari

28
kehamilan; bahkan kehamilan yang sukses akan meningkatkan risiko preeklampsia dan
kelahiran prematur.207
Sindrom antifosfolipid adalah gangguan yang autoimun memiliki fitur klinis dan
laboratorium tertentu; diagnosis memerlukan setidaknya satu dari masing-masing.213,214
Kriteria diagnostik klinis termasuk kejadian tromboemboli (arteri,vena,pembuluh kecil)
dan keguguran (tiga atau lebih keguguran berturut-turut pada usia kehamilan kurang dari
10 minggu, kematian janin setelah 10 minggu, kelahiran prematur kurang dari 34 minggu
terkait dengan preeklamsia berat atau plasenta insufisiensi). Terdapat juga tiga kriteria
diagnostik laboratorium. Salah satunya adalah antikoagulan lupus, diungkapkan oleh
tertundanya pembekuan dalam tes koagulasi dependent-fosfolipid (APTT, Pembekuan
waktu kaolin, cairan Russell’s viper venom), dikoreksi dengan penambahan kelebihan
fosfolipid tetapi tidak dengan plasma rendah platelet.215 Kriteria kedua adalah
demonstrasi antibodi anticardiolipin tingkat sedang sampai tinggi (IgG atau IgM); tingkat
rendah dapat diamati dalam 3-5% individu normal dan memiliki signifikansi yang tidak
pasti.216 Baru-baru ini, titer antibodi yang tinggi untuk β2-glikoprotein 1 juga dianggap
217
cukup untuk menegakkan diagnosis. Hasil tes laboratorium abnormal harus
diobservasi dalam setidaknya dua kesempatan yang terpisah setidaknya 12 minggu.

Definisi Konsensus Internasional untuk Diagnosis Sindrom Antifosfolipid218


Diagnosis Membutuhkan Salah Satu Kriteria Klinis Dan Salah Satu Temuan
Laboratorium
Kriteria klinis:
1 . Trombosis Vascular
2 . Kehamilan Morbiditas
a. Satu atau lebih keguguran setelah usia gestasi 10 minggu dengan morfologi
normal.
b. Satu atau lebih kelahiran prematur neonatus normal sebelum minggu ke-34
karena preeklamsia atau eklampsia atau insufisiensi plasenta.

29
c. Tiga atau lebih keguguran awal kehamilan tanpa penyebab jelas secara berturut-
turut.
Tes Laboratorium :
1. Antikoagulan lupus hadir pada dua atau tiga kali pemeriksaan yang setidaknya
berjarak 12 minggu.
2. Antibodi antikardiolipin IgG atau IgM isotipe dalam titer medium hingga tinggi
pada dua atau tiga kali pemeriksaan yang setidaknya berjarak 12 minggu terpisah.
3. Antibodi IgG atau IgM isotipe Anti-β2-glikoprotein 1 di titer persentil ke-99 pada
dua atau lebih kesempatan setidaknya berjarak 12 minggu terpisah.

Meskipun prevalensi sindrom antifosfolipid di antara semua wanita dengan


keguguran berulang sangat rendah (3-5%),219 gangguan ini tetap penyebab berpotensi
keguguran berulang yang dapat diobati. Tes untuk mendeteksi antikoagulan lupus dan
antibodi antifosfolipid spesifik di atas bersifat minimal invasif, relatif murah, dan,
karena itu, dibenarkan dalam evaluasi kebanyakan jika tidak semua wanita dengan
keguguran berulang.207 Tes untuk mendeteksi antibodi lain yang terkait dengan sindrom
ini (antiannexin, antiphosphatidylserine, antiphosphatidylethanolamine, antibodi
terhadap plasminogen dan plasminogen activator, dan lain-lain) telah dianjurkan dalam
evaluasi wanita dengan keguguran berulang, tetapi tidak memberikan informasi
tambahan yang penting.207
Uji untuk antibodi antifosfolipid selain antikoagulan lupus, anticardiolipin, dan anti-
β2-glikoprotein-1 belum dibakukan atau dipelajari secara ekstensif, relevansi klinis
mereka (independen antikoagulan lupus, anticardiolipin, dan anti-β2-glikoprotein-1)
belum ditetapkan, dan banyak wanita yang tampak sehat memiliki antibodi antifosfolipid
kadar rendah dalam sirkulasi.207,215,216,220
Bukti yang melibatkan antibodi antifosfolipid sebagai faktor predisposisi dalam
keguguran berulang sebagian besar mendalam tapi tetap cukup menarik. Sejumlah kecil
tapi penting perempuan dengan keguguran berulang memiliki antibodi antifosfolipid
dalam sirkulasinya.207 Wanita dengan antibodi antifosfolipid yang diidentifikasi oleh

30
skrining pada kehamilan awal memiliki peningkatan tingkat keguguran.221,222 Mereka
juga menunjukkan suatu peningkatan keguguran yang tidak biasa pada kehamilan
berikutnya, bahkan ketika diobati.223-226 Bukti tambahan berasal dari hewan model;
imunisasi pasif dengan antibodi antifosfolipid IgG dari wanita dengan sindrom
antifosfolipid menginduksi aborsi pada tikus. Sindrom antifosfolipid dapat ditemukan
berhubungan dengan lupus eritematosus sistemik atau pada wanita yang tidak ada bukti
lain penyakit autoimun.227-229
Berbeda dengan pengamatan di sebagian besar serial wanita dengan keguguran
berulang, antara sepertiga dan tiga-perempat dari keguguran yang berhubungan dengan
sindrom antifosfolipid adalah kematian janin (setelah usia kehamilan 10
minggu).223,230,231 Sering kali, kematian janin didahului oleh pengamatan pertumbuhan
janin yang buruk, oligohidramnion, kelainan denyut jantung dan preeklamsia atau
eklampsia, yang semuanya mungkin menggambarkan hipoksemia akibat insufisiensi
plasenta. Bukti menunjukkan bahwa antibodi antifosfolipid diarahkan terhadap trombosit
(mendorong adhesi) dan endotel pembuluh darah (di mana perubahan dalam metabolisme
prostasiklin/ tromboksan menyebabkan vasokonstriksi),232,233 kedua mekanisme menjadi
predisposisi trombosis. Antibodi antifosfolipid yang beredar juga telah dikaitkan dengan
penurunan tingkat protein antitrombotik pengikat fosfolipid pada permukaan trofoblas
dan sel endotel (annexin V).234,235 Tidak mengherankan, vasculopathy spiral arteriol
sering dapat ditunjukkan atau, dalam kasus yang parah, infark plasenta.236 Pengikatan
antibodi antifosfolipid pada sel trofoblas mengurangi proliferasi dan invasi, serta
melepaskan hCG. Dalam jaringan desidua, antibodi antifosfolipid mengurangi produksi
faktor pertumbuhan endotel vaskular (VEGF) dan matriks metaloproteinase, dan
pembentukan pembuluh darah baru. 237
Thrombosis dalam sirkulasi plasenta merupakan mekanisme yang masuk akal untuk
keguguran saat hamil pada wanita dengan sindrom antifosfolipid, tetapi tidak
menjelaskan keguguran yang terjadi sebelum usia kehamilan 10 minggu ketika hubungan
arteri maternal dengan ruang intervillous telah terbentuk. Bukti terbaru menunjukkan
bahwa mekanisme lain yang berhubungan dengan kelainan invasi trofoblas dini mungkin

31
terlibat, baik keguguran awal dan akhir kehamilan.238 Dalam kehamilan normal dini,
trofoblas ekstravili menyerang pembuluh desidua, pertama dengan membentuk sumbatan
yang kemudian berpisah saat trofoblas bermigrasi sepanjang sirkulasi arteri maternal
yang mengubah pembuluh uteroplasenta menjadi rangkaian resistansi rendah.239 Invasi
trofoblas tidak sempurna pada arteri uteroplasenta telah dijelaskan dengan baik dalam
hubungannya dengan komplikasi kehamilan selanjutnya, termasuk preeklampsia dan
pertumbuhan janin terhambat. Antibodi antifosfolipid pada permukaan trofoblas atau
dinding pembuluh maternal dapat menghambat invasi trofoblas endovascular, mencegah
pembentukan sumbatan yang biasanya berfungsi untuk membatasi aliran darah intervili
dan mencegah kerusakan yang disebabkan tekanan atau oksidatif pada trofoblas selama
perkembangan awal plasenta. Selain itu, antibodi antifosfolipid dapat merusak trofoblas
secara langsung. Selain itu, invasi trofoblas endovascular yang abnormal bisa
menjelaskan keguguran awal pada wanita dengan sindrom antifosfolipid dan, dalam
kasus yang kurang parah, perkembangan komplikasi kehamilan selanjutnya yang
berkaitan dengan insufisinesi pembuluh darah uteroplasenta.238 Patofisiologi melibatkan
peradangan pada hubungan maternal-fetus, mencegah perkembangan dan fungsi
trofoblas yang normal. 240
Pengobatan untuk sindrom antifosfolipid yakni memasukkan agen antiplatelet
(aspirin), antikoagulan (heparin), dan terapi imunosupresif (prednison, imunoglobulin
intravena). Sedangkan sebagian besar studi telah menemukan terapi heparin lebih efektif
daripada aspirin dan kombinasi pengobatan dengan aspirin dan heparin lebih unggul
sebagai pengobatan dibandingkan diberikan tunggal,222,225,241-243 dua percobaan
menemukan bahwa heparin tidak lebih jauh meningkatkan hasil yang dicapai dengan
aspirin.244,245 Rejimen pengobatan gabungan umum meliputi aspirin (75-85 mg/hari),
dikonsumsi mulai saat upaya konsepsi, dan heparin tak terpecah/unfractionated (5.000-
10.000 per subkutan dua kali sehari), mulai dari indikasi pertama kehamilan. Tingkat
kelahiran hidup wanita dengan sindrom antifosfolipid yang mendapatkan pengobatan
kombinasi aspirin dan heparin-unfractionated selama kehamilan (70-80%) jauh lebih
baik dari yang diamati pada perempuan yang menerima pengobatan aspirin saja atau

32
tanpa pengobatan (20-40%).241,242,246-248 Namun, pengobatan tidak menghilangkan risiko
tinggi komplikasi kehamilan (persalinan prematur, ketuban pecah dini, pertumbuhan
janin intrauterin terhambat dan kematian janin, preeklamsia, dan solusio plasenta) dan
menimbulkan risiko tambahan bagi ibu (perdarahan lambung, osteopenia).242,246 Uji
klinis acak telah menunjukkan bahwa terapi aspirin dan heparin terhadap wanita
dengan dua atau lebih keguguran berturut-turut dengan tidak adanya bukti sindrom
antifosfolipid (keguguran berulang penyebab belum dapat dijelaskan) tidak menghasilkan
manfaat.249,250
Heparin berat molekul rendah (LMWH) menawarkan sejumlah keunggulan
dibandingkan heparin-unfractionated. LMWH memiliki peningatan rasio antitrombotik
(mencegah pembekuan abnormal dengan lebih sedikit efek samping perdarahan) dan
terkait kejadian trombositopenia dan osteopenia yang lebih rendah; waktu paruh heparin
LMWH yang relatif lebih lama juga memungkinkan dosis lebih rendah dan
membutuhkan pemantauan yang tidak lebih sering, keduanya meningkatkan
pemenuhan.251 Meskipun pengalaman dengan heparin berat molekul rendah pada
kehamilan relatif terbatas, percobaan intervensi pada wanita dengan keguguran berulang
dan sindrom antifosfolipid dan trombofilia lainnya menunjukkan hal ini aman dan
efektif.225,252-254 Prednison mungkin memiliki kemanjuran dalam pengobatan wanita
dengan keguguran berulang dan sindrom antifosfolipid, tetapi risikonya (diabetes,
hipertensi, kelahiran prematur) lebih besar daripada manfaatnya.255,256 Pengobatan
kombinasi aspirin dan heparin efektif dan juga lebih aman. Imunoglobulin intravena juga
telah digunakan untuk mengobati perempuan dengan keguguran berulang dan sindrom
antifosfolipid; kemanjurannya masih belum dibandingkan secara langsung antara
heparin/aspirin atau heparin berat molekul rendah/aspirin. 257,258
Meskipun peningkatan prevalensi antibodi antitiroid dan antibodi antinuklear telah
diamati pada wanita dengan keguguran berulang, relevansinya masih belum pasti karena
tidak memprediksi hasil kehamilan berikutnya, dan tidak ada pengobatan yang logis dan
terbukti efektif yang ditawarkan.207,259,260

33
Pengobatan dengan levothyroxine pada perempuan dengan antibodi tiroid-positif
yang menjalani teknologi reproduksi bantuan tidak berdampak pada hasil.261 Tentu saja,
jika kadar TSH, bahkan di kisaran hipotiroidisme subklinis, sebagaimana dibahas
kemudian dalam bab ini, pengobatan diindikasikan. Tes untuk mendeteksi antibodi
antinuklear dan antitiroid tidak memiliki utilitas klinis pada wanita eutiroid dengan
keguguran berulang. Namun, perempuan dengan antibodi tiroid memiliki risiko
signifikan menjadi hipotiroid saat kehamilan berlanjut dan juga peningkatan risiko
tiroiditis postpartum.262
Sebuah kondisi autoimun yang jarang, penyakit celiac, dapat dihubungkan dengan
keguguran berulang dan mungkin memerlukan tes antibodi yang sesuai dalam bentuk
subklinisnya.263 Penyebab tidak biasa keguguran berulang lainnya adalah pembentukan
antibodi yang berhubungan dengan golongan darah yang langka, tipe P. Pasien dengan
kondisi ini diobati dengan plasmaferesis dan mampu mencapai kehamilan yang sukses.264

Ringkasan Fakta kunci Berkaitan dengan Faktor autoimun


Penyakit autoimun seperti lupus eritematosus sistemik dan sindrom antifosfolipid
adalah gangguan imunologi yang dapat diindentifikasi dan diobati terkait dengan
keguguran berulang. Berbagai mekanisme dapat menjelaskan bagaimana antibodi
antifosfolipid menjadi predisposisi trombosis plasenta atau mengganggu perkembangan
normal sirkulasi uteroplasenta yang menyebabkan keguguran baik di awal maupun di
akhir kehamilan. Pada saat ini, tes untuk antikoagulan lupus, antibodi antikardiolipin, dan
antibodi anti-β2-glikoprotein-1 adalah satu-satunya tes imunologi tervalidasi yang
memiliki utilitas klinis dalam evaluasi wanita dengan keguguran berulang. Sampai saat
ini, uji untuk antibodi antifosfolipid lainnya tidak memiliki nilai yang terbukti. Gabungan
terapi aspirin dan heparin telah terbukti efektif dan merupakan pengobatan pilihan untuk
wanita dengan keguguran berulang terkait dengan sindrom antifosfolipid.

Gangguan Aloimun

34
Secara teori, kehamilan normal membutuhkan pengenalan imunologi ibu dan
respon terhadap antigen yang berasal dari paternal pada jaringan embrio, dan kelainan
dalam respon aloimun maternal dapat mempengaruhi atau menyebabkan keguguran
berulang. Mekanisme yang ditunjukkan telah memasukkan produksi maternal antibodi
sitotoksik, kegagalan ibu untuk memproduksi hambatan antibodi untuk mencegah
serangan imun yang dimediasi sel ibu (mungkin karena ibu dan ayah terlalu serupa
secara antigen), dan mekanisme kekebalan disregulasi sitokin beroperasi pada hubungan
maternal-fetal.
Antibodi lymphocytotoxic antipaternal telah diusulkan sebagai penyebab
keguguran berulang.265 Namun, mereka juga hadir pada banyak wanita dengan kehamilan
normal dan lebih banyak ditemukan pada pasangan subur dibandingkan pada mereka
yang mengalami keguguran berulang.266,267 Observasi ini menyebabkan sebagian besar
menyimpulkan bahwa antibodi lymphocytotoxic menggambaran jumlah dan durasi
kehamilan dan tidak berpengaruh pada hasil akhir kehamilan berikutnya.267,268
Berbeda dengan teori antibodi sitotoksik, teori antibodi hambatan maternal pada
keguguran berulang menyatakan bahwa kegagalan ibu untuk mengenali dan menanggapi
antigen janin dengan produksi faktor blocking (mungkin antibodi) menyebabkan embrio
terpapar penolakan kekebalan lethal yang dimediasi sel.269 Respon ibu yang buruk untuk
sel paternal dalam kultur limfosit campuran dianggap sebagai bukti dugaan defisiensi
kekebalan tubuh pada wanita dengan keguguran berulang.270 Namun, antibodi hambatan
tidak selalu terdeteksi pada wanita dengan kehamilan normal,270 sering terdeteksi pada
wanita dengan keguguran berulang,271 dan kehadirannya tidak secara akurat memprediksi
hasil kehamilan berikutnya.268 Sekali lagi, efek ini lebih cenderung menggambarkan hasil
kehamilan sebelumnya daripada menjelaskan hasil kehamilan beriutnya.267,272
Peningkatan pembagian kompleks histokompatibilitas utama antigen leukosit
manusia (HLA) antara ibu dan ayah dipandang sebagai salah satu faktor yang mungkin
menghambat pengenalan maternal antigen fetal yang berasal dari ayah dan produksi
antibodi hambatan dianggap penting.269 Sejumlah penelitian telah meneliti pembagian
HLA pada pasangan dengan keguguran berulang, namun hasilnya sangat bervariasi.272

35
Bukti terbaik bahwa peningkatan pembagian HLA mungkin menjadi predisposisi
keguguran berulang berasal dari sebuah penelitian di Hutterit, sebuah sekte keagamaan
yang sangat keras dimana pembagian HLA dikaitkan dengan peningkatan risiko
keguguran, tetapi dalam populasi beresiko rendah untuk homogenitas HLA, pembagian
HLA tidak memprediksi hasil kehamilan dan pengujian tidak memiliki utilitas
klinis.273,274 Memang, dalam studi berikutnya dari Hutterit, genotip lokus HLA (studi
sebelumnya dengan pengukuran serologi) tidak bisa mendeteksi pengaruh HLA
haplotype pada kegagalan janin.275
Antigen-G leukosit manusia (HLA-G) memblok aktivitas sel pembunuh dengan
mengikat reseptor sel pembunuh. Urutan gen HLA-G menunjukkan berbagai perbedaan
pada wanita dengan keguguran berulang, polimorfisme dapat menjelaskan penurunan
kadar HLA-G dan peningkatan risiko keguguran.276,277 Lambat laun, jenis profil genetik
bisa menggambarkan mekanisme molekuler spesifik untuk penolakan janin.
Gagasan bahwa kehamilan sukses memerlukan beberapa jenis penekanan
kekebalan ibu tetap menarik. Konsep terbaru yang muncul telah melibatkan disregulasi
fungsi imun lokal pada hubungan maternal-fetal sebagai penyebab keguguran berulang.
Penyelidikan telah berfokus pada populasi limfosit granular besar yang unik terkait
dengan sel-sel pembunuh alami/natural killer (NK) yang mendominasi di desidua dan
pada pola sekresi sitokin oleh sel-sel kekebalan tubuh ibu sebagai respon terhadap
antigen trofoblas.
Limfosit granular besar hadir dalam desidua awal kehamilan tampaknya diatur
oleh perubahan hormon dan invasi trofoblas.278,279 Peningkatan jumlah sel NK pada
desidua ini telah diamati di model tikus dengan keguguran berulang, dan tingkat aborsi
pada tikus meningkat ketika sel-sel NK diaktifkan dan menurun ketika sel NK
habis.280,281 Pada wanita dengan keguguran berulang, peningkatan aktivitas sel NK
desidua telah diamati,282,283 dan peningkatan jumlah sel NK perifer telah dikaitkan
dengan kegagalan kehamilan berikutnya.284,285 Namun, apakah perubahan dalam sel-sel
NK perifer mencerminkan yang terjadi dalam desidua dan apakah perubahan yang
diamati pada desidua adalah hasil atau penyebab keguguran masih belum jelas.286,287

36
Respon imun rangsangan-antigen yang melibatkan limfosit T-helper memiliki
dua varietas dasar yang mencerminkan lingkungan di mana sel-sel matang dan
berdiferensiasi; mereka yang terkena interferon (INF)-γ menjadi sel limfosit-1 T-helper,
dan mereka yang terkena interleukin (IL)-4 menjadi sel limfosit-2 T-helper.288,289 respon
sel limfosit-1 T-helper berhubungan dengan peradangan dan biasanya ditandai dengan
pelepasan INF-γ dan IL-12, IL-2, dan tumor necrosis factor (TNF)-α. Respon sel
limfosit-2 T-helper yang berhubungan dengan produksi antibodi dan sitokin IL-10, IL-4,
IL-5, dan IL-6.290,291 TNF-α dapat disekresikan oleh sel limfosit-1 T-helper dan sel
limfosit-2 T-helper tetapi biasanya berhubungan dengan respon sel limfosit-1 T-
helper.291 Varian polimorfisme TNF-α telah diidentifikasi pada wanita dengan keguguran
berulang.292,293 Sedangkan sebagian besar wanita dengan kehamilan normal tampaknya
memiliki respon kekebalan limfosit-2 T-helper dominan terhadap antigen trofoblas yang
tidak jelas, beberapa wanita dengan keguguran berulang menunjukkan respon inflamasi
limfosit-1 T-helper yang dapat membahayakan embrio yang terimplantasi.294-298
Sekitar 15-20 % wanita dengan keguguran berulang yang belum jelas
penyebabnya menunjukkan respon imun seluler limfosit-1 T-helper yang abnormal
terhadap antigen trofoblas in vitro, dibandingkan dengan kurang dari 3% wanita dengan
riwayat reproduksi normal.294-296,299-301 Sel-sel T CD4(+) CD25(+) berperan dalam
mencegah penolakan janin; proporsi sel-sel ini lebih rendah pada desidua dan darah
wanita dengan eguguran berulang.302,303 Sekali lagi, apakah pola sekresi sitokin dari
limfosit perifer secara akurat mencerminkan apa yang terjadi pada hubungan feto-
maternal dan apakah pola respon limfosit-1 T-helper adalah penyebab atau efek dari
keguguran masih belum pasti dan masih kontroversial.
Penelitian telah menilai ekspresi sitokin dalam jaringan trofoblas, dengan asumsi
bahwa perubahan ekspresi diubah akan menjadi penanda untuk penolakan janin.
Memang, ekspresi interleukin meningkat pada jaringan plasenta yang diperoleh dari
pasien dengan keguguran berulang,304 tapi sekali lagi sulit untuk mengetahui apakah ini
merupakan keadaan primer atau sekunder. Pencarian polimorfisme sitokin pada wanita
dengan keguguran berulang belum berbuah.305-308

37
Gagasan bahwa respon imun selular atau humoral ibu yang abnormal untuk
antigen trofoblas mungkin menjadi penyebab keguguran berulang yang telah mendorong
perkembangan dua immunoterapi yang berbeda bagi perempuan dengan keguguran
berulang yang belum jelas penyebabnya dan dianggap dimediasi aloimun, satu
imunostimulan (imunisasi leukosit paternal) dan imunosupresif lainnya (imunoglobulin
intravena).
Imunisasi leukosit paternal didasarkan pada manfaat sosial bahwa leukosit donor
atau dari pihak ketiga memiliki allograft penolakan pada pasien transplantasi dan bukti
bahwa hal itu dapat menurunkan jumlah sirkulasi sel NK pada wanita dengan keguguran
berulang.309 Sejumlah kecil percobaan acak dan non-acak dan meta-analisis yang
menghasilkan hasil yang sangat beragam dan bertentangan.
Secara keseluruhan, mereka menunjukkan bahwa, efek pengobatan yang relatif
kecil (8-10% peningkatan dalam angka kelahiran hidup) harus mempertimbangkan biaya
dan risiko pengobatan (reaksi di tempat injeksi, demam, mialgia, alloimmunisasi
trombosit dan eritrosit).272 Sebuah uji coba besar mulitcenter acak terkontrol tidak
menemukan bukti bahwa imunisasi leukosit paternal efektif dalam pengobatan
keguguran berulang yang belum jelas penyebabnya, terlepas dari usia ibu, jumlah
keguguran sebelumnya, dan apakah pasangan memiliki kelahiran hidup sebelumnya, dan
menyimpulkan bahwa imunisasi leukosit paternal tidak boleh ditawarkan sebagai
pengobatan untuk keguguran berulang.310 Sebuah percobaan pengobatan meta-analisis
yang komprehensif menarik kesimpulan yang sama. 311
Imunoglobulin intravena disiapkan dengan mengisolasi dan menyatukan protein
imunoglobulin serum dari sejumlah besar donor darah sukarela (hingga 150 pendonor per
botol) dan umumnya dapat dianggap sebagai imunosupresif, bekerja melalui sejumlah
mekanisme berbeda.312 Pengobatan imunoglobulin intravena sangat mahal, memerlukan
sejumlah infus intravena selama kehamilan, dan membawa risiko termasuk penularan
infeksi (virus, prion) dan anafilaksis.313\
Sejumlah besar percobaan acak terapi imunoglobulin intravena pada wanita
dengan keguguran berulang tidak jelas kini telah dilakukan. Secara keseluruhan, hasil

38
gagal menunjukkan bahwa imunoglobulin intravena efektif dalam meningkatkan hasil
kehamilan untuk wanita dengan keguguran berulang yang tidak jelas. 272 , 311 , 314
Ulasan Cochrane dari percobaan acak (12 percobaan, 641 wanita) menyimpulkan
bahwa imunoterapi (termasuk imunisasi leukosit paternal, immunoglobulin intravena,
donor leukosit pihak ketiga, dan membran trofoblas) tidak meningkatkan angka kelahiran
hidup dibandingkan dengan pengobatan plasebo.315
Pilihan pengobatan baru termasuk faktor penghambat TNF dan granulocyte
colony-stimulating factor (GCSF). Pemberian GCSF sitokin dalam percobaan klinis kecil
meningkatkan angka kelahiran hidup pada wanita dengan keguguran berulang. 316

Ringkasan Fakta kunci Berkaitan dengan Faktor Aloimun


Pengenalan dan respon imunitas maternal pasti memainkan peran penting pada
kehamilan normal dan gangguan aloimun mungkin menjadi penyebab keguguran
berulang yang tidak jelas kausanya. Saat ini, disregulasi sitokin dari mekanisme
kekebalan beroperasi pada hubungan feto-maternal yang merupakan mekanisme
patofisiologis yang paling mungkin terlibat. Namun, semua metode untuk evaluasi
dugaan alloimmunopathologi saat ini, termasuk uji HLA, evaluasi sel kekebalan (kultur
limfosit campuran, uji sel NK) dan pengujian sitokin (untuk membedakan mereka
dengan pola respon imun limfosit-1 T-helper dan limfosit-2 T-helper terhadap antigen
trofoblas in vitro) harus dipertimbangkan secara seksama. Selain itu, tak satu pun dari
dua immunoterapi utama yang dianjurkan untuk pengobatan dugaan gangguan aloimun
pada wanita dengan keguguran berulang yang tidak jelas (imunisasi leukosit paternal,
imunoglobulin intravena) telah terbukti efektif.

Thrombophilia Turunan
Ketertarikan thrombophilia warisan sebagai penyebab potensial keguguran
berulang muncul secara alamiah setelah sindrom antifosfolipid (trombofilia yang
didapat) dinyatakan sebagai penyebab signifikan keguguran berulang dan dapat diobati.
Konsep patofisiologisnya sama: pada beberapa wanita dengan keguguran berulang,

39
perubahan thrombogenik kehamilan besar-besaran mengarahkan kecenderungan melekat
trombosis, sehingga mengurangi aliran darah uteroplasenta, trombosis plasenta, dan
akhirnya keguguran. Secara seimbang, hasil investigasi baru-baru ini mendukung
hipotesis, namun masih tetap banyak pertanyaan yang muncul. Terdapat sedikit argumen
bahwa kehamilan adalah keadaan thrombogenik, pentingnya thrombophilia turunan
sebagai penyebab keguguran berulang, indikasi untuk evaluasi, dan manfaat serta risiko
pengobatan masih belum diketahui.
Secara sederhana, trombosis patologis menyebabkan ketidakseimbangan antara
koagulasi dan fibrinolisis, yang menggambarkan ketidakseimbangan antara faktor
pembekuan, protein antikoagulan (protein C, protein S, antitrombin III), dan mekanisme
fibrinolitik. Kehamilan normal adalah keadaan hiperkoagulasi ditandai dengan
peningkatan kadar faktor V, VII, VIII, X dan fibrinogen, penurunan kadar protein S,
peningkatan ketahanan terhadap protein C aktif, konsentrasi inhibitor aktivator
plasminogen (PAI) yang lebih tinggi, dan kecenderungan peningkatan agregasi platelet,
yang semuanya mendukung trombosis.
Faktor Koagulasi:
Faktor-faktor yang mendukung pembekuan ketika meningkat
Fibrinogen
Faktor VII , VIII , X
Faktor-faktor yang mendukung pembekuan ketika menurun
Antitrombin III
Protein C
Protein S
Faktor Fibrinolisis:
Faktor-faktor yang mendukung pembekuan ketika meningkat
Plasminogen activator inhibitor-1 (PAI-1)
Faktor-faktor yang mendukung pembekuan ketika menurun
Antiplasmin

40
Berbagai mutasi genetik dapat menyebabkan predisposisi diwariskannya
trombosis. Di antaranya, mutasi faktor V Leiden (GA pada nukleotida 1691)317,318 dan
gen protrombin lain yang terlibatk (GA di nukleotida 20210)319 adalah yang paling
umum. Sebuah mutasi relatif umum ketiga melibatkan gen yang mengkode enzim
methylene tetrahydrofolate reductase (CT pada nukleotida 677); homozigot cenderung
untuk hyperhomocystinemia, faktor risiko yang diketahui untuk trombosis.320
Thrombophilia warisan lainnya yang dinyatakan termasuk defisiensi antitrombin III,
protein S, dan protein C. Kekurangan faktor XII (terlibat dalam koagulasi dan
fibrinolisis) adalah kelainan lain yang baru-baru ini terlibat sebagai predisposisi
trombosis dan keguguran.321
Protein C adalah komponen kunci dalam jalur antikoagulan dan ketika diaktifkan,
menghambat kerja faktor pembekuan V dan VIII; protein S berfungsi sebagai kofaktor
yang memfasilitasi aksi protein C aktif. Resistensi terhadap sifat antikoagulan protein C
aktif dapat diwariskan atau diperoleh dan, dalam kasus lain, menghasilkan peningkatan
generasi trombin dan keadaan hiperkoagulasi. Sekitar 95% dari resistensi protein C aktif
terkait dengan mutasi Faktor V Leiden, yang menghasilkan bentuk Faktor V yang
berubah dan resisten terhadap kerja protein C aktif.238,322 Prevalensi mutasi Faktor V
Leiden bervariasi antara 2 dan 10% pada populasi Barat. Risiko trombosis sistemik
meningkat 5 kali lipat dalam heterozigot dan 80 kali lebih tinggi pada mereka yang
homozigot untuk mengalami mutasi.238 Pada beberapa individu, ketahanan terhadap
protein C aktif diperoleh bukan diwariskan.
Semua faktor risiko trombosis meningkatkan risiko komplikasi kehamilan yang
berhubungan dengan trombosis, termasuk keguguran, preeklampsia, solusio plasenta,
pertumbuhan intrauterin janin terhambat, dan bayi lahir mati. Hubungan antara
trombofilia dan keguguran bervariasi dengan jenis keguguran (awal, akhir) dan
trombofilia tersebut. Sebuah meta-analisis termasuk data dari 31 studi menemukan
bahwa meskipun thrombophilia berhubungan dengan keguguran di awal dan akhir
kehamilan, hubungan yang kuat untuk keguguran di trimester kedua dibandingkan
dengan keguguran dini.323 Pengamatan ini tidak mengherankan bila kita menganggap

41
bahwa aliran darah intervili maternal tidak berkembang ke tingkat yang cukup sebelum
kehamilan sekitar 8 minggu (di awal); trombosis terkait dengan trombofilia, oleh karena
itu, kecil kemungkinan untuk menjelaskan keguguran kehamilan sebelumnya.324
Hubungan antara trombofilia dan keguguran juga lebih kuat dengan Faktor V
Leiden, mutasi gen protrombin, dan defisiensi protein S dibandingkan dengan cacat
trombofilik lainnya.323,325
Sejumlah penelitian telah membandingkan prevalensi berbagai trombofilia pada
wanita dengan keguguran berulang dengan kontrol, yang memiliki hasil yang
bertentangan. Beberapa telah mengamati peningkatan prevalensi thrombophilia antara
perempuan dengan keguguran berulang dan yang tidak.326-332 Dalam salah satu penelitian
terhadap 1.000 wanita Kaukasia dengan keguguran berulang, prevalensi mutasi Faktor V
Leiden pada wanita dengan keguguran dini (3,3%) dan keguguran saat hamil lanjut
(3,9%) adalah serupa dengan yang diamati pada kelompok kontrol (4,0%), tetapi
prevalensi resistensi protein C aktif yang didapatkan, secara signifikan lebih besar pada
antara perempuan dengan keguguran dini (8,8%) dan keguguran hamil lanjut (8,7%)
daripada kelompok kontrol parous normal (3,3%).333 Pengamatan ini menunjukkan
bahwa trombofilia yang diperoleh mungkin sama atau bahkan lebih penting daripada
cacat warisan sebagai penyebab keguguran berulang.
Kelompok studi lain telah mengambil pendekatan yang berlawanan dan
memeriksa kinerja reproduksi masa lalu perempuan yang diketahui mewarisi
thrombophilia dan, secara umum, menemukan hubungan yang relatif kuat antara cacat
trombofilik ibu dan akhir hasil kehamilan yang merugikan.334,335 Dalam sebuah
penelitian prospektif, angka kelahiran hidup yang diamati antara wanita yang tidak
diobati dengan riwayat keguguran berulang atau keguguran saat hamil dan heterozigot
untuk alel Faktor V Leiden (38%) adalah jauh lebih rendah daripada perempuan dengan
riwayat reproduksi sama yang memiliki genotipe Factor V normal (69%).324 Sedangkan
keguguran berulang perempuan dengan Faktor V Leiden terjadi baik di awal dan akhir,
semua keguguran diamati di antara wanita tanpa trombofilia terjadi sebelum usia
kehamilan 12 minggu. Bukti yang ada menunjukkan bahwa thrombophilia menjadi

42
predisposisi risiko yang lebih tinggi untuk keguguran dini dan akhir kehamilan.336,337
Namun, mereka juga menunjukkan bahwa kinerja reproduksi sepenuhnya normal bagi
banyak wanita yang memiliki trombofilia. Pada saat ini tidak dapat ditetapkan siapa di
antara wanita dengan keguguran berulang yang membawa trombofilia adalah benar-
benar memiliki peningkatan risiko keguguran.
Risiko trombosis sistemik meningkat ketika lebih dari satu trombofilia warisan
hadir, dan bukti menunjukkan bahwa hal yang sama mungkin benar untuk risiko hasil
kehamilan yang buruk berkaitan dengan thrombophilia ibu.334,335,337 Genotipe embrio
atau janin dapat juga memiliki pengaruh penting pada risiko keguguran wanita dengan
trombofilia; infark plasenta telah diamati lebih sering ketika janin juga membawa alel
Faktor V Leiden dibanding ketika ia memiliki genotipe Faktor V normal.338
Indikasi skrining wanita dengan keguguran berulang untuk meningkatnya jumlah
thrombophilias diakui belum ditetapkan. Saat ini, skrining tampaknya masuk akal untuk
wanita yang dinyatakan belum jelas kausa keguguran berulang yang mencurigakan
(setelah usia kehamilan 8 minggu atau deteksi aktivitas jantung embrio) atau riwayat
komplikasi kehamilan lain yang mungkin dihasilkan dari trombosis atau insufisiensi
plasenta (preeklampsia, hambatan pertumbuhan intrauterine, solusio plasenta).
Selain antikoagulan lupus, antikardiolipin, dan anti-β2-glikoprotein 1 untuk
diagnosis sindrom antifosfolipid (trombofilia didapat), termasuk uji skrining Faktor V
Leiden dan mutasi gen G20210A protrombin. Mereka adalah dua penyebab paling umum
tromboemboli vena warisan dan trombofilia paling sangat terkait dengan hasil kehamilan
yang buruk, tetapi ras juga harus diperhatikan. Prevalensi mereka relatif tinggi di antara
orang-orang keturunan Eropa, tetapi sangat rendah di Asia, Afrika, dan penduduk asli
Amerikan.339 Pengukuran resistensi protein C aktif adalah uji yang lebih global untuk
mendeteksi bentuk resistensi protein C baik yang diwariskan maupun yang didapatkan.
Skrining mutasi metilen tetrahydrofolate reductase (serum homosistein) dan
antitrombin III, protein S, dan kekurangan protein C juga memerlukan pertimbangan,
berdasarkan riwayat medis dan keluarga.

43
Indikasi pengobatan wanita dengan keguguran berulang terkait dengan
trombofilia masih belum ditetapkan. Dalam percobaan pengobatan terkontrol,
peningkatan tingkat kelahiran hidup telah diamati pada wanita dengan keguguran
berulang dan satu atau lebih cacat trombofilik setelah pengobatan dengan heparin,
tunggal atau dikombinasikan dengan aspirin.253,254,340,341 Meskipun ada kemungkinan
tidak semua wanita tersebut benar-benar memerlukan pengobatan, kriteria untuk lebih
selektif atau thromboprophylaxis bertarget harus berasal dari uji coba terkontrol acak
yang belum tersedia. Pengobatan aspirin rutin empiris pada wanita yang belum diuji
dengan keguguran di awal kehamilan terbukti tidak memiliki manfaat.327

Ringkasan Fakta kunci Berkaitan dengan Trombofilia Turunan


Thrombophilia turunan akibat mutasi genetik dalam faktor pembekuan telah
muncul sebagai penyebab potensial penting keguguran berulang, tapi banyak wanita
dengan mutasi ini memiliki kinerja reproduksi yang normal. Mengapa beberapa wanita
dengan thrombophilias mengalami keguguran dan hal lain masih belum diketahui; wanita
dengan lebih dari satu jenis mutasi atau yang janinnya mewarisi mutasi mungkin berada
pada risiko yang lebih besar. Saat ini, wanita dengan keguguran berulang harus
diskrining thrombophilia dan bagaimana mengevaluasi mereka tetap menjadi pertanyaan
yang belum terjawab. Skrining terpilih untuk kelainan yang paling umum pada wanita
yang dinyatakan mengalami keguguran berulang yang tidak dapat dijelaskan dengan
keguguran mencurigakan setelah kehamilan 8 minggu atau setelah deteksi aktivitas
jantung janin adalah wajar, namun skrining rutin semua wanita dengan keguguran
berulang tidak dapat dibenarkan. Sedangkan data awal menunjukkan bahwa pengobatan
dengan heparin dapat meningkatkan hasil kehamilan pada wanita dengan keguguran
berulang yang merupakan carrier trombofilia, pengobatan empiris aspirin pada wanita
belum yang teruji tidak terbukti memiliki manfaat.
Faktor Endokrin

44
Faktor endokrin yang mungkin menjadi predisposisi peningkatan risiko
keguguran termasuk penyakit tiroid, diabetes mellitus, sindrom ovarium polikistik
(PCOS), dan defisiensi fase luteal.

Hipothyroidisme
Risiko keguguran dapat meningkat pada wanita dengan penyakit ringan atau
subklinis atau bahkan jelas hipothyroidisme yang tidak dikoreksi.342 Hipotiroidisme
ringan atau subklinis dahulu umumnya tidak dianggap memiliki dampak klinis yang
penting.343,344 Namun, hasil penelitian terhadap hasil kehamilan pada wanita dengan
hipothyroidisme menantang pendapat tersebut. Insiden keguguran sangat rendah dalam
memperlakukan pada perempuan hipotiroid yang berobat dan memiliki indeks tiroid
normal, tetapi nyata meningkat pada wanita dengan peningkatan kadar thyroid-
stimulating hormone (TSH), termasuk wanita dengan penyakit subklinis yang tidak
diobati dan mereka dengan penyakit yang jelas yang tidak menerima penggantian
hormon tiroid eksogen yang memadai.342 Bukti menunjukkan bahwa pasien dengan
hipothyroidisme, bahkan hipotiroidisme subklinis, memiliki peningkatan kejadian
keguguran spontan.342,345-348 Pengamatan ini menunjukkan bahwa hipotiroidisme
subklinis tidak sepenuhnya jinak dan selanjutnya membenarkan rekomendasi
sebelumnya untuk memasukkan skrining TSH dalam evaluasi wanita dengan keguguran
berulang. Diagnosis dan pengobatan penyakit tiroid bahkan yang ringan dapat memberi
manfaat penting bagi wanita dengan keguguran berulang.
Sekali hamil, (lihat Bab 20) perempuan yang dirawat dengan hipotiroidisme
memerlukan peningkatan pemberian tiroksin selama kehamilan (20-50%), mulai sedini
mungin, di usia minggu ke-5 kehamilan.349-351 Ketika perempuan hipotiroid sebelumnya
didiagnosis hamil, yang terbaik adalah secara empiris meningkatkan dosis levothyroxine
sekitar 30% segera setelah didiagnosis hamil, dengan penyesuaian lebih lanjut sesuai
dengan tingkat TSH.351,352
TSH harus dipantau setiap bulan dan dipantau lagi di periode postpartum, dan
dosis harus disesuaikan untuk menjaga kadar TSH di bawah kisaran normal, <2,5

45
mU/mL pada trimester pertama dan <3,0mU/mL selama kehamilan selanjutnya. Pada
postpartum, dosis harus segera turun ke tingkat sebelum hamil. Perlunya pemantauan
yang tepat dan pengobatan yang memadai tidak bisa terlalu ditekankan. Wanita dengan
autoimunitas tiroid (kehadiran antibodi tiroid) harus dipantau kadar TSH selama minimal
6 bulan setelah melahirkan karena mereka berrisiko mengalami tiroiditis postpartum.

Diabetes Mellitus
Wanita diabetes dengan kontrol metabolik yang baik hampir sama dengan
perempuan nondiabetes yang menderita keguguran, tapi wanita diabetes dengan kadar
gula darah tinggi dan hemoglobin glikosilasi (A1c) di trimester pertama berisiko sangat
signifikan untuk mengalami keguguran spontan. Di antara perempuan dengan kontrol
diabetes yang buruk, risiko keguguran meningkat dengan kadar hemoglobin A1c.353-356
Pada wanita dengan keguguran berulang, evaluasi kadar glukosa darah dan hemoglobin
A1c diindikasikan untuk orang-orang dengan yang diketahui atau dicurigai diabetes
tetapi sebaliknya tidak dituntut. Wanita diabetes dengan keguguran berulang dan
konsentrasi hemoglobin A1c tinggi sebaiknya disarankan untuk menunda upaya hamil
hingga kadarnya kembali ke kisaran normal.

Sindrom Ovarium Polikistik


Sejumlah penelitian telah menunjukkan hubungan antara kadar luteinizing
hormone (LH) yang tinggi dan keguguran berulang.357,358 Di masa lalu, pengamatan ini
disebabkan oleh efek samping LH itu sendiri atau hiperandrogenisme yang diinduksi
oleh hipersekresi LH pada wanita dengan PCOS.359,360 Namun, penekanan sekresi LH
dengan agonis gonadotropin-releasing hormone (GnRH) sebelum induksi ovulasi
dengan dosis rendah gonadotropin eksogen tidak berpengaruh pada hasil akhir kehamilan
wanita dengan PCOS.361 Hyperinsulinemia dan tingginya kadar aktivitas PAI telah
terlibat sebagai penyebab langsung peningkatan insiden keguguran (30-50%) yang
diamati di antara perempuan dengan PCOS.357,360,362 Metformin adalah obat sensitisasi
insulin dengan utilitas klinis terbukti untuk induksi ovulasi pada wanita anovulasi dengan

46
PCOS363-366 dan juga telah ditunjukkan untuk mengurangi aktivitas PAI.367-370 Oleh
karena itu, pengobatan metformin sebelum konsepsi dan selama kehamilan telah
dievaluasi sebagai salah satu sarana yang menurunan risiko keguguran kehamilan pada
wanita dengan PCOS.
Hasil studi retrospektif menunjukkan bahwa pengobatan metformin dapat
mengurangi atau mengeleminasi peningkatan risiko keguguran pada wanita dengan
PCOS.371-374 Namun, percobaan acak membandingkan metformin dan clomiphene,
pemberian tunggal dan dalam kombinasi, telah menemukan bahwa clomiphene jelas lebh
unggul dari metformin dan kombinasi pengobatan tidak lebih baik daripada pengobatan
dengan clomiphene sendiri.375-377 Dalam percobaan tunggal yang besar, angka kelahiran
hidup dicapai dengan pengobatan clomiphene secara signifikan lebih tinggi dibandingkan
dengan metformin (22,5% vs 7,2%) dan hasil pengobatan kombinasi tidak berbeda secara
signifikan (26,8%).376 Meskipun beberapa telah menganjurkan pengobatan metformin
untuk mengurangi peningkatan risiko untuk keguguran pada wanita dengan PCOS, yang
mungkin berhubungan dengan gangguan metabolik yang mendasar,378 tidak ada
perbedaan tingkat keguguran perempuan yang mendapat pengobatan atau tidak
menerima pengobatan metformin yang diamati dalam studi penelitian acak yang luas.375-
377
Sebuah studi metaanalisis dari 17 percobaan acak menyimpulkan bahwa pengobatan
metformin tidak berpengaruh pada risiko keguguran.379
Metformin dapat ditambahkan ke rejimen pengobatan ketika pemberian klomifen
saja gagal mengembalikan fungsi ovulasi normal. Pengobatan metformin dapat
dihentikan setelah konsepsi atau setelah akhir trimester pertama, atau berlanjut sepanjang
kehamilan dengan harapan mengurangi risiko perkembangan diabetes gestational.380-382
Metformin diklasifikasikan sebagai obat kategori B (tidak ada efek teratogenik
ditunjukkan pada hewan penelitian) dan tidak teratogenik atau tidak ada efek samping
serius lainnya yang diamati dalam studi terbatas pada wanita sejauh ini. 381,383,384 Namun,
pengobatan dengan metformin selama kehamilan telah dikaitkan dengan peningkatan
prevalensi pre-eklampsia dan peningkatan mortalitas perinatal dalam beberapa studi,385

47
meskipun tidak pada studia lainnya.386 Saat ini, pengobatan metformin rutin selama
kehamilan tidak dianjurkan untuk wanita dengan PCOS.387

Defisiensi Fase Luteal


Banyak penyebab berbeda buruknya fungsi luteal dan metode diagnosis klinis
defisiensi fase luteal yang dibahas panjang lebar dalam konteks evaluasi perempuan
infertilitas pada Bab 27. Diskusi berikut terbatas pada ringkasan patofisiologi,
diagnosis, dan pengobatan defisiensi fase luteal pada wanita dengan keguguran berulang.
Beberapa bukti menunjukkan bahwa keberhasilan awal kehamilan tergantung
pada dukungan progestasional dari korpus luteum sampai usia kehamilan sekitar 7
minggu (tanggal menstruasi). Pengukuran serial 17-hidroksiprogesteron (diproduksi oleh
korpus luteum tetapi tidak oleh trofoblas), progesteron, estradiol, dan human chorionic
gonadotropin (hCG) selama kehamilan dini spontan dan kehamilan yang dicapai melalui
fertilisasi in vitro (IVF) menggunakan donor oosit pada wanita dengan kegagalan
ovarium menunjukkan bahwa pergeseran luteal-plasenta tidak terjadi secara tiba-tiba,
tetapi terjadi secara bertahap selama interval mencakup minggu kelima hingga minggu
kesembilan kehamilan 388 , 389
Studi klasik hasil kehamilan pada perempuan dengan terminasi kehamilan yang
menjalani bedah luteektomi pada berbagai waktu selama kehamilan awal dengan kuat
menunjukan bahwa kehamilan biasanya menjadi independen dari korpus luteum sekitar
usia 7 minggu kehamilan; luteektomi dilakukan di awal kehamilan yang bersamaan akan
menginduksi keguguran spontan.390,391
Konsentrasi progesteron di awal kehamilan baik normal dan abnormal
mencerminkan kontribusi gabungan dari korpus luteum dan perkembangan trofoblas,
jangkauan yang luas, dan tumpang tindih pada sebagian besar.388,392-395 Pengukuran
kadar progesteron serum untuk menentukan kualitas fungsi luteal pada awal kehamilan
dan untuk mengidentifikasi kehamilan yang berisiko yang mungkin diselamatkan oleh
dukungan terapi progesteron eksogen adalah sia-sia. Konsentrasi progesteron rendah
selama awal kehamilan dapat menggambarkan rusaknya corpus luteum, abnormalitas

48
intrinsik konsepsi, atau keduanya. Pendekatan alternatif, diagnosis dalam siklus non-
konsepsi dan pengobatan untuk memperbaiki defisiensi fase luteal sebelum konsepsi
berikutnya, adalah mungkin tetapi dengan semua keterbatasan dan kekurangan berbagai
metode diagnostik. Konsentrasi progesteron serum berfluktuasi secara luas dan tidak
dapat ditafsirkan secara langsung karena sekresi progesteron korpus luteum adalah
bersifat naik turun (pulsatile).396 Biopsi endometrium sifatnya invasif, menyakitkan, dan
mahal, bahkan jika penanggalan tradisional histologis masih dianggap sebagai alat
diagnostik sah.397 Akibatnya, durasi fase luteal pendek yang abnormal (kurang dari 13
hari), digambarkan paling baik melalui interval dari deteksi pertengahan siklus lonjakan
LH hingga timbulnya menstruasi, adalah kriteria diagnostik yang paling obyektif dan
dapat diandalkan. Ketika kriteria terpenuhi, penentuan serum prolaktin diindikasikan
untuk mengecualikan hiperprolaktinemia dan menentukan pilihan pengobatan terbaik.
Perkiraan prevalensi defisiensi fase luteal pada perempuan dengan keguguran berulang
sangat bervariasi dengan metode diagnosis49-51,53,54,398; prevalensi sebenarnya dan
pentingnya sebagai penyebab keguguran berulang tidak diketahui, tetapi mungkin cukup
rendah (kurang dari 10%).
Kami melihat defisiensi fase luteal sebagai bentuk halus disfungsi ovulasi yang
paling bagus dikoreksi dengan pengobatan yang sama dengan yang digunakan untuk
induksi ovulasi pada wanita infertil anovulasi (Bab 31). Memperhatikan bahwa wanita
dengan defisiensi fase luteal mampu berovulasi, meskipun buruk, mereka umumnya
tidak memerlukan pengobatan agresif. Penentuan prolaktin dan TSH diindikasikan, dan
clomiphene citrate adalah pilihan yang logis pada wanita euprolactinemic euthyroid.
Terdapat sejumlah besar bukti eksperimental dan klinis yang menunjukkan bahwa kadar
FSH fase folikular rendah dalam siklus dengan fase luteal pendek399-403 dan clomiphene
dapat efektif memperbaiki kelainan tersebut.404,405 Beberapa memilih untuk mengobati
defisiensi fase luteal dengan suplementasi progesteron eksogen mulai 2 sampai 3 hari
setelah ovulasi,406 namun pendekatan ini sering menunda menstruasi, memberikan
harapan palsu kehamilan, meningkatkan stres, dan mengundang kekecewaan.
Ringkasan Fakta kunci Berkaitan dengan Faktor Endokrin

49
Faktor endokrin adalah penyebab keguguran berulang yang relatif jarang.
Gangguan tiroid mudah untuk diidentifikasi dan diobati dan harus disingkirkan dengan
pengukuran TSH; bahkan kelainan halus dapat mempengaruhi hasil kehamilan. Evaluasi
kadar glukosa darah dan hemoglobin A1c diindikasikan untuk wanita dengan diabetes
mellitus yang diketahui atau dicurigai, tetapi sebaliknya tidak dibenarkan. Risiko
keguguran meningkat pada wanita dengan sindrom ovarium polikistik dan dapat secara
substansial dikurangi dengan pengobatan dengan metformin; untuk wanita dengan
sindrom ovarium polikistik dan hiperinsulinemia yang membutuhkan induksi ovulasi,
metformin adalah pengobatan awal terbaik. Defisiensi fase luteal tidak dapat didiagnosis
selama kehamilan; durasi fase luteal yang konsisten pendek adalah kriteria diagnostik
yang paling dapat diandalkan. Clomiphene citrate adalah pengobatan yang efektif untuk
defisiensi fase luteal dan menghindarkan dari kebingungan, kecemasan, dan kekecewaan
yang berhubungan dengan menstruasi tertunda yang sering dihasilkan dari terapi
progesteron eksogen.

Penyebab Infeksi
Secara keseluruhan, data mengenai kemungkinan bahwa infeksi servikovaginal
mungkin menjadi penyebab keguguran dini masih relatif langka. Meskipun laporan
periodik telah mengarahkan agen infeksi tertentu sebagai faktor risiko untuk keguguran,
tetap tidak ada bukti kuat bahwa infeksi bakteri atau virus adalah penyebab keguguran
berulang. Infeksi Chlamydia trachomatis yang terlibat dalam satu studi menemukan
prevalensi tinggi antibodi anti-Chlamydia di antara perempuan dengan keguguran
berulang, mungkin menggambarkan reaksi imunologi ibu yang berlebihan terhadap
organisme,407 tetapi studi prospektif kemudian tidak menemukan hubungan antara
antibodi anti-Chlamydia dan keguguran spontan.408 Laporan lain yaitu tentang hubungan
antara keguguran spontan dan infeksi Ureaplasma genital (U. urealyticum) atau
Mycoplasma (M. hominis).409 Toxoplasma gondii, Listeria monocytogenes, Spesies
Campylobacter, virus herpes, cytomegalovirus dan juga telah terlibat.

50
Terdapat hubungan antara risiko keguguran dan vaginosis bakteri. Dalam satu
studi besar, diagnosis vaginosis bakteri di kunjungan prenatal pertama sebelum 14
minggu kehamilan dikaitkan dengan peningkatan risiko keguguran sebelum 5 kali lipat
sebelum usia 20 minggu kehamilan. Studi lain yang melibatkan 410 wanita infertil yang
mencoba kehamilan via IVF mengamati tidak ada perbedaan antara angka konsepsi pada
wanita dengan dan tanpa vaginosis bakteri, tetapi mereka yang memiliki vaginosis
bakteri dua kali lebih mungkin mengalami keguguran dibandingkan dengan yang tanpa
vaginosis bakteri.411 Sebuah penelitian besar ketiga menemukan bahwa vaginosis bakteri
tidak memprediksi keguguran dini tetapi dikaitkan dengan sedikit peningkatan risiko
kehilangan kehamilan setelah usia kehamilan 13 minggu.412 Bukti lain bahwa
endometritis subklinis kronis relatif umum pada wanita dengan gejala infeksi saluran
genital bawah, termasuk servisitis dan vaginosis bakteri, menunjukkan mekanisme yang
mungkin menjelaskan hubungan antara vaginosis bakteri dan keguguran.413-415 \
Data yang tersedia tidak dapat membenarkan uji serologi rutin untuk paparan
masa lalu Chlamydia, kultur serviks, atau biopsi endometrium dalam evaluasi wanita
dengan keguguran berulang. Namun, seperti pada wanita subur, evaluasi dan perawatan
lebih lanjut adalah tepat dan bijaksana pada wanita dengan keguguran berulang yang
memiliki servisitis klinis, vaginosis bakteri kronis atau berulang, atau gejala lain yang
menunjukkan infeksi panggul. Studi tidak terkontrol menunjukkan bahwa pengobatan
antibiotik empiris dapat menurunkan risiko keguguran pada wanita dengan infeksi genital
mycoplasma416 dan pada wanita dengan keguguran berulang.417,418
Mengingat biaya yang relatif rendah dan risiko yang dapat diabaikan, 2 minggu
pengobatan empiris antibiotik (azitromisin, eritromisin, atau doksisiklin) adalah lebih
masuk akal daripada kultur yang banyak dan berulang.
Sebuah analisis dari dua uji klinis besar yang menetapkan efisiensi vaksin bivalen
terhadap human papillomavirus (HPV) tipe 16 dan 18 tidak mendeteksi adanya
peningkatan angka keguguran yang dibandingkan antara kelompok perempuan yang
divaksinasi dan kelompok kontrol.419

51
Ringkasan Fakta kunci Berkaitan dengan Penyebab Infeksi
Pengujian serologi rutin, kultur serviks, dan biopsi endometrium untuk
mendeteksi infeksi genital pada wanita dengan keguguran berulang tidak bisa
dibenarkan. Evaluasi harus dibatasi pada wanita dengan servisitis klinis, vaginosis
bakteri kronis atau berulang, atau gejala lain dari infeksi panggul. Pengobatan antibiotik
empiris pada wanita yang dicurigai infeksi Mycoplasma genital lebih murah dan tidak
lebih rumit daripada kultur serial.

Faktor Lingkungan
Merokok, alkohol, dan konsumsi kopi berat telah terlibat sebagai faktor
lingkungan predisposisi keguguran.
Sejumlah studi telah meneliti hubungan antara merokok dan risiko
keguguran.420,421 Singkatnya, mereka mendukung kesimpulan bahwa merokok
meningkatkan risiko keguguran spontan dalam keadaan tergantung dosis;422-428 Efek
buruk merokok menjadi jelas pada perokok yang mengkonsumsi sedikitnya 10 batang
per hari.421 Mekanisme yang bertanggung jawab masih belum jelas tapi vasokonstriksi
dan aksi antimetabolik beberapa komponen asap rokok, termasuk nikotin, karbon
dioksida, dan sianida, mungkin menjadi predisposisi insufisiensi plasenta.
Alkohol adalah teratogen yang dikenal dengan efek samping terait dosis.420,428-430
Konsumsi alkohol melebihi dua minuman per hari telah diperkirakan meningkatkan dua
kali lipat risiko keguguran spontan.420 Meskipun konsumsi tingkat rendah tidak memiliki
431
dampak terukur pada risiko keguguran, tidak ada ambang batas aman jelas yang
ditetapkan. Efek buruk alkohol mungkin semakin bertambah dengan orang-orang yang
merokok.
Kebanyakan, tetapi tidak semua, penelitian yang telah meneliti hubungan antara
konsumsi kafein ibu dan risiko keguguran telah menemukan bahwa konsumsi kafein
berat (lebih dari 300 mg/hari, setara dengan sekitar tiga cangkir kopi) dikaitkan dengan
peningkatan sederhana (kurang dari 2 kali lipat) dalam risiko untuk keguguran
spontan.432-439

52
Pasangan yang mengalami keguguran berulang kadang-kadang khawatir bahwa
racun lingkungan mungkin telah berkontribusi terhadap kesulitan reproduksi mereka.
Pertanyaan-pertanyaan mereka sulit untuk dijawab karena informasi mengenai efek dari
racun potensial pada kehamilan tidak tersedia. Gas anestesi, perchorethylene (pelarut
dry-cleaning), pelarut organik lainnya,440 dan paparan logam berat (merkuri, timbal)
telah terlibat sebagai penyebab agen keguguran.428 Paparan terminal video bukanlah
faktor.441 Program olahraga tidak meningkatkan risiko, dan istirahat di tempat tidur tidak
akan mengurangi risiko keguguran berulang. Isotretinoin (Accutane) jelas dikaitkan
dengan peningkatan insiden keguguran spontan.442 Peningkatan risiko keguguran telah
diamati di antara pelukis dan pekerja pabrik, tetapi tidak di antara asisten gigi dan asisten
laboratorium atau pekerja kebun.443,444
Penggunaan selimut listrik dan tempat tidur air panas juga tidak terkait dengan
peningkatan risiko keguguran spontan.445 Tampaknya tepat untuk memasukkan obesitas
sebagai faktor lingkungan karena kelebihan berat badan sebagian besar merupakan
konsekuensi dari gaya hidup. Indeks massa tubuh (BMI) yang sebanding dengan atau
lebih besar dari 25 dikaitkan dengan risiko keguguran yang lebih besar, dan studi Cina
dan Inggris telah mengaitkan obesitas dengan keguguran berulang.446-448

Ringkasan Fakta kunci berkaitan dengan Faktor Lingkungan


Merokok meningkatkan risiko keguguran dan harus dikurangi/dihentikan.
Konsumsi alkohol melebihi dua minuman per hari dan konsumsi kafein melebihi 300 mg
per hari dapat meningkatkan risiko keguguran dan sebaiknya dihindari. Wanita yang
telah mengalami keguguran harus berhati-hati dengan racun lingkungan yang diketahui.
Peningkatan risiko keguguran adalah salah satu alasan untuk giat menghadapi obesitas
(Bab 19).

Keguguran Berulang yang tidak dapat Dijelaskan


Bahkan setelah evaluasi menyeluruh dan sistematis, baik lebih dari setengah
perempuan dengan keguguran berulang tidak dapat teridentifikasi faktor-faktor

53
predisposisi yang menjelaskan riwayat reproduksi mereka yang buruk,, dan sebagian
besar lebih baik pada kehamilan berikutnya. Mereka dengan keguguran sebelumnya di
trimester kedua memiliki prognosis yang lebih buruk dan berada pada peningkatan risiko
untuk kelahiran prematur, lahir mati, dan kematian bayi.51-54,449,450 Komunikasi yang
sering, optimisme hati-hati, dan dukungan emosional selama trimester pertama
kehamilan berikutnya memiliki nilai terapi tersendiri yang berbeda.51 Dengan upaya yang
ditentukan, 70-75% dari wanita dengan keguguran berulang tidak jelas pada akhirnya
mencapai kehamilan.6 Pemantauan hati-hati dibenarkan karena wanita dengan keguguran
berulang juga pada peningkatan risiko untuk kehamilan ektopik. 451
Banyak dokter menawarkan atau merekomendasikan suplemen progesteron
eksogen empiris selama awal kehamilan untuk wanita yang mengalami keguguran
berulang tidak jelas. Setiap dokter yang bersangkutan ingin melakukan semua yang bisa
dilakukan untuk meningkatkan peluang kehamilan yang sukses. Menimbang bahwa dua
pertiga atau lebih dari kehamilan berikutnya pada perempuan dijelaskan keguguran
berulang kemungkinan besar akan berhasil, dengan atau tanpa pengobatan, hal itu juga
mudah untuk dipahami mengapa begitu banyak yang yakin bahwa pengobatan memiliki
452-454
nilai ketika tidak ada bukti kuat untuk efektivitasnya. Dosis rendah pengobatan
aspirin adalah pengobatan lain yang umumnya direkomendasikan untuk wanita dengan
keguguran berulang tidak jelas, meskipun uji acak telah menunjukkan bahwa ia tidak
memiliki manfaat.243,327
Dalam dosis yang biasa diberikan, suplementasi progesteron eksogen dan aspirin
dosis rendah menimbulkan beberapa risiko dan sulit untuk memperkirakan, tapi tanpa
bukti yang jelas untuk efektivitas mereka, tidak dapat direkomendasikan.

Ringkasan Fakta kunci Berkaitan dengan Keguguran berulang yang Tidak


Jelas
Bahkan evaluasi menyeluruh tidak mengungkapkan bukti faktor predisposisi pada
lebih dari setengah wanita dengan keguguran berulang. Dalam keadaan seperti itu,
prognosis jangka panjang untuk mencapai kehamilan yang sukses sangat baik. Dukungan

54
emosional dan pemantauan secara cermat selama awal kehamilan membantu untuk
meningkatkan hasil kehamilan. Perawatan empiris dengan progesteron eksogen atau
aspirin pada wanita dengan keguguran berulang yang tidak jelas telah terbukti tidak
memiliki nilai.

Ringkasan Evaluasi dan Pengobatan untuk Keguguran berulang


Sebagai referensi cepat, tabel berikut memberi ringkasan evaluasi yang kami dianjurkan
dan pengobatan untuk faktor-faktor yang diketahui mempengaruhi keguguran berulang.
Uji yang ditetapkan dan perawatan akan ditampilkan dalam huruf tebal. Uji dan/
perawatan harus diterapkan secara selektif dan mereka yang belum ditetapkan
ditampilkan dalam tipe standar.
Kategori Evaluasi Penatalaksanaan
Genetik Penentuan Kariotipe, kedua pasangan Konseling
Uji cadangan ovarium Donor Gamet yang sesuai
Hibridisasi genomik komparatif Diagnosis genetik preimplantasi
Anatomi Sonohisterografi atau HSG Septoplasti Histeroskopik
MRI Miomektomi Histeroskopik
IVP atau ultrasonografi renal Adhesiolysis Histeroskopik
Metroplasti Abdominal
Miomektomi Abdominal
Cerclage serviks
Imunologi Antikoagulan Lupus Aspirin dan heparin
Antibodi antikardiolipin
Antibodi Anti-β-1glikoprotein 1
Trombofilia Faktor V Leiden Heparin
Mutasi Gen Prothrombin
Resistensi Protein C aktif
Homosistein
Protein C
Protein S

55
Antithrombin III
Endokrin TSH Tiroksin
Durasi Fase Luteal Chlomiphene citrate
Kadar gluosa darah, HgbA1c Metformin
Prolaktin Agonis Dopamin
Infeksi Seperti yang diindiasikan oleh gejala Antibiotik Empiris
yang ada
Lingkungan Riwayat Perubahan perilau/gaya hidup

56

Anda mungkin juga menyukai