Anda di halaman 1dari 5

TUGAS KIMIA MEDISINAL I

1. JELASKAN TENTANG DRUG DEVELOPMENT !


Jawab :
Drug Development bisa dikatakan proses ditemukannya atau di identifikasinya suatu
senyawa utama obat melalui proses penemuan obat, yang nantinya akan diperkenalkan atau
dibawa kepada pasar. Proses pengembangan obat melibatkan pengujian yang ketat dan
optimalisasi senyawa yang dipilih untuk mendapatkan obat yang paling efektif. Pengujian ini
dilakukan secara in-vitro ( dalam sel ) dan secara in-vivo ( pada hewan ) untuk mempelajari
metabolisme dan memastikan bahwa menghasilkan produk yang aman dan telah melalui
semua persyaratan.
Pengembangan obat dilakukan secara coba-coba ( trial and error ), 5000- 10000
senyawa baru disintesis atau yang didapat dari sumber alam ( riset dasar ), setelah melalui
penampisan dengan berbagai uji kimia, fisika, aktivitas, toksisitas, farmakokinetik,
farmakodinamik, dan uji klinis, kemungkinan hanya satu senyawa yang secara klinik dapat
digunakan sebagai obat. Waktu yang dibutuhkan untuk riset penemuan senyawa penuntun,
mulai dari proses sintesis atau ekstraksi, penampisan farmakologi, uji pre-klinis sampai
evaluasi klinis, persetujuan pendaftaran dan ijin edar, memakan waktu lebih kurang 10-14
tahun. Hal ini disebabkan oleh ketatnya peraturan-peraturan tentang obat baru untuk
dizinkan dapat dipasarkan. Biaya pengembangan dan penemuan obat baru sangat mahal,
pada tahun 2013 untuk satu jenis obat mulai dari riset dasar sampai dapat dipasarkan
dibutuhkan biaya lebih kurang Rp 12 triliun.

Tahapan pengembangan obat


A. Penemuan Obat
B. Karakteristik Produk
Ketika senyawa molekul obat baru menunjukan aktivitas terapi yang menjanjikan maka
senyawa tersebut dikarakteristikkan, diantaranya yaitu ukuran, bentuk, kekuatan, kelemahan,
cara penggunaan,efek toksik, dan aktivitas biologisnya . Tahap awal studi farmakologis
sangat membantu untuk mengkarakterisasi mekanisme aksi dari senyawa obat baru tersebut.
C. Formulasi Dan Pengembangan
Selama studi praformulasi, parameter yang harus di evaluasi adalah :
• Kelarutan dalam berbagai media dan pelarut
• Disolusi dari active pharmaceutical ingredient (API)
• Stabilitas dalam berbagai kondisi
• Sifat solid state (polimorf, ukuran partikel, bentuk partikel dll.)
• Formulation Services dan kapabilitas
• Pengembangan formulasi new chemical entities (NCE)
• Optimalisasi formulasi yang ada
• Pengembangan proses untuk bentuk sediaan yang dipilih
• Formulasi baru meningkatkan penghantaran bentuk sediaan yang ada
• Rilis terkontrol dan formulasi rilis berkelanjutan
• Sistem penghantaran obat self-emulsifying
• Sistem pemberian obat koloid
• Emulsi nano emulsi dan sub-mikron
D. Farmakokinetik Dan Disposisi Obat
Studi farmakokinetik memberikan data yang berguna untuk formulasi. Studi-studi ini
menyediakan data tentang parameter-parameter seperti Cmax, Tmax, A.U.C dan sebagainya,
E. Pengujian Toksikologi Preklinis Dan Aplikasi IND
Pengujian toksisitas untuk senyawa baru sangat penting dalam proses pengembangan
obat. Toksisitas suatu zat dapat diamati dengan mempelajadi paparan dari obat yang tidak
sengaja terhadap suatu zat menggunakan studi in vitro sel, dan paparan in vivo ke hewan
percobaan. Pengujian toksisitas praklinis ini sangat membantu untuk menghitung tingkat
efek samping yang diamati.
F. Pengujian Bioanalitik
Untuk mendukung sebagian besar kegiatan lain terkait proses pengembangan obat. Ini
dilakukan untuk mengkarakterisasi yang tepat dari molekul obat dan mengembangkan
metode yang optimal.
G. Uji klinis
a. Uji klinis fase I
Fase ini merupakan pengujian suatu obat baru untuk pertama kalinya pada manusia. Hal
yang diteliti di sini ialah keamanan obat, bukan efektifitasnya dan dilakukan pada
sukarelawan sehat. Tujuan fase ini ialah menentukan besarnya dosis tunggal yang dapat
diterima, artinya yang tidak menimbulkan efek samping serius. Dosis oral (lewat mulut)
yang diberikan pertama kali pada manusia biasanya 1/50 x dosis minimal yang menimbulkan
efek pada hewan. Tergantung dari data yang diperoleh pada hewan, dosis berikutnya
ditingkatkan sedikit-sedikit atau dengan kelipatan dua sampai diperoleh efek farmakologik
atau sampai timbul efek yang tidak diinginkan. Untuk mencari efek toksik yang mungkin
terjadi dilakukan pemeriksaan hemato-logi, faal hati, urin rutin dan bila perlu pemeriksaan
lain yang lebih spesifik.
Uji klinik fase I ini dilaksanakan secara terbuka, artinya tanpa pembanding dan tidak
tersamar, pada sejumlah kecil subjek dengan pengamatan intensif oleh orang-orang ahli
dibidangnya, dan dikerjakan di tempat yang sarananya cukup lengkap. Total jumlah subjek
pada fase ini bervariasi antara 20-50 orang.
b. Uji klinis fase II
Pada fase ini obat dicobakan untuk pertama kalinya pada sekelompok kecil penderita
yang kelak akan diobati dengan calon obat. Tujuannya ialah melihat apakah efek
farmakologik yang tampak pada fase I berguna atau tidak untuk pengobatan. Fase II ini
dilaksanakan oleh orang-orang yang ahli dalam masing-masing bidang yang terlibat. Mereka
harus ikut berperan dalam membuat protokol penelitian yang harus dinilai terlebih dulu oleh
panitia kode etik lokal. Protokol penelitian harus diikuti dengan dengan ketat, seleksi
penderita harus cermat, dan setiap penderita harus dimonitor dengan intensif. Pada fase II ini
tercakup juga penelitian dosis-efek untuk menentukan dosis optimal yang akan digunakan
selanjutnya, serta penelitian lebih lanjut mengenai eliminasi obat, terutama metabolismenya.
Jumlah subjek yang mendapat obat baru pada fase ini antara 100-200 penderita.
c. Uji klinis fase III
Uji klinik fase III dilakukan untuk memastikan bahwa suatu obat-baru benar-benar
berkhasiat (sama dengan penelitian pada akhit fase II) dan untuk mengetahui kedudukannya
dibandingkan dengan obat standar. Bila hasil uji klinik fase III menunjukkan bahwa obat
baru ini cukup aman dan efektif, maka obat dapat diizinkan untuk dipasarkan. Jumlah
penderita yang diikut sertakan pada fase III ini paling sedikit 500 orang.
d. Uji klinis fase IV
Fase ini sering disebut post marketing drug surveillance karena merupakan pengamatan
terhadap obat yang telah dipasarkan. Fase ini bertujuan menentukan pola penggunaan obat di
masyarakat serta pola efektifitas dan keamanannya pada penggunaan yang sebenarnya.
Survei ini tidak tidak terikat pada protokol penelitian; tidak ada ketentuan tentang pemilihan
penderita, besarnya dosis, dan lamanya pemberian obat. Pada fase ini kepatuhan penderita
makan obat merupakan masalah. Penelitian fase IV merupakan survei epidemiologi
menyangkut efek samping maupun efektifitas obat.
Pada fase IV ini dapat diamati (1) efek samping yang frekuensinya rendah atau yang
timbul setelah pemakaian obat bertahun-tahun lamanya, (2) efektifitas obat pada penderita
berpenyakit berat atau berpenyakit ganda, penderita anak atau usia lanjut, atau setelah
penggunaan berulangkali dalam jangka panjang, dan (3) masalah penggunaan berlebihan,
penyalahgunaan, dan lainlain. Studi fase IV dapat juga berupa uji klinik jangka panjang
dalam skala besar untuk menentukan efek obat terhadap morbiditas dan mortalitas sehingga
datanya menentukan status obat yang bersangkutan dalam terapi. Setelah suatu obat
dipasarkan dan digunakan secara luas, dapat ditemukan kemungkinan manfaat lain yang
mulanya muncul sebagai efek samping. Obat demikian kemudian diteliti kembali di klinik
untuk indikasi yang lain, tanpa melalui uji fase I.
H. Tinjauan peraturan
Setelah selesai uji klinis, data yang diperoleh dalam uji klinis menunjukkan apakah ada
bukti yang mendukung keamanan dan kemanjuran obat dalam mengobati kondisi penyakit.
Pada tahap ini, data dikumpulkan diajukan kepada pihak berwenang untuk mendapatkan
persetujuan untuk memasarkan obat.
I. Memasarkan produk atau obat-obatan
Merupakan tahap terakhir proses pengembangan obat, setelah di setujui atau memenuhi
peraturan yang ada, produsen dapat mengirimkan obat tersebut ke wilayah dimana mereka
ingin menjual produknya.
J. Uji coba pemantauan pemasaran.
Digunakan untuk untuk menilai keamanan obat di pasaran.

2. JELASKAN PULA HUBUNGAN DRUG DEVELOPMENT DENGAN INSILICO


STUDY ( DOCKING OBAT-RESEPTOR ) !
Jawab :
Proses penemuan obat bertujuan untuk mencari molekul obat baru yang dapat mengikat
target yang spesifik yang diketahu dapat menyebabkan penyakit atau terlibat dan bisa
mengubah fungsi target agar berkurang atau tidak menyebabkan penyakit lagi. Identifikasi
target dari obat yang cocok adalah tugas yang pertama dan diutamakan dalam proses
penemuan obat baru. Target yang dimaksud ini adalah biomolekul yang terutama mencakup
DNA, RNA dan protein (seperti reseptor, transporter, enzim dan saluran ion).Untuk
menunjukkan cukup kepercayaan dan mengetahui relevansi farmakologi dari obat untuk
penyakit yang diamati perlu dilakukan validasi dari target tersebut. Penggunaan Komputasi (
in silico) ini secara luas telah diterapkan dalam penemuan obat, dengan menggunakan
insilico study bisa diprediksi afinitas pengikatan molekul obat dengan target yang diinginkan
dan didapatkan visualisasi dari obat baru tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
1. Siswandono. 2016. Kimia Medisinal 1 edisi 2. Surabaya : Airlangga University Press.
2. Taylor. D., 2016, The Pharmaceutical Industry and the Future of Drug Development,
Royal Society of Chemistry, United kingdom.
3. Elhassa GO, Alfarouk KO.(2015). Drug Development : Stages of Drug Development. J
Pharmacovigilance 3: e141. doi:10.4172/2329-6887.1000e141.
4. Baig MH, Ahmad K, Adil M, Khan ZA, Khan MI, et al. (2014). Drug Discovery and In
Silico Techniques: A Mini-Review . Enz Engn 4:123. doi:10.4172?2329-6674.1000123.
5. Rahmatini. (2010). Evaluasi Khasiat dan Keamanan Obat ( Uji Klinik ). Majalah
Kedokteran Andalas 34(1).

Anda mungkin juga menyukai