DEFINISI
B. ETIOLOGI
Mycobacterium tuberkulosis merupakan jenis kuman berbentuk batang
berukuran panjang 1-4 mm dengan tebal 0,3-0,6 mm. sebagian besar
komponen M. tuberkulosis adalah berupa lemak atau lipid sehingga kuman
mampu tahan terhadap asam serta sangat tahan terhadap zat kimia dan faktor
fisik. Mikroorganisme ini adalah bersifat aerob yakni menyukai daerah yang
banyak oksigen. oleh karena itu, M. tuberkulosis senang tinggal di daerah apeks
paru-paru yang kandungan oksigennya tinggi. daerah tersebut menjadi tempat
yang kondusif untuk penyakit tuberkulosis.
C. MANIFESTASI KLINIS
Gejala utama TB paru adalah batuk lebih dari 4 minggu dengan atau
tanpa sputum, malaise, gejala flu, demam derajat rendah, nyeri dada, dan batuk
darah.
Pasien TB Paru menampakkan gejala klinis, yaitu :
a. Tahap asimtomatis.
b. Gejala TB Paru yang khas, kemudian stagnasi dan regresi.
c. Eksaserbasi yang memburuk
d. Gejala berulang dan menjadi kronik.
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda-tanda :
a. Tanda-tanda infiltrate (redup, bronchial, ronki basah, dan lain-lain)
b. Tanda-tanda penarikkan paru, diafragma, dan mediatinum.
c. Secret di saluran napas dan ronkhi.
d. Suara napas amforik karena adanya kavitas yang berhubungan langsung
dengan bronkus.
D. PATOFISIOLOGI
Ketika seorang klien TB Paru batuk, bersin, atau berbicara, maka secara
tidak sengaja keluarlah droplet nuclei dan jatuh ke tanah, lantai, dan tempat
lainnya. Akibat terkena sinar matahari atau suhu udara yang panas, droplet
nuclei menguap. Menguapnya bakteri droplei ke udara dibantu dengan
pergerakan angin akan membuat bakteri tuberculosis yang mengandung dalam
droplet nuclei terbang ke udara. Apabila bakteri ini dihirup oleh orang sehat,
maka orang itu berpotensi terkena infeksi bakteri tuberculosis. Penularan
bakteri lewat udara disebut dengan istilah air borne infection. Bakteri yang
terhisap akan melewati pertahanan mukosilier saluran pernapasan dan masuk
hingga alveoli. Pada titik lokasi dimana terjadi implantasi bakteri, bakteri akan
menggandakan diri (multiplying). Bakteri tuberculosis dan focus ini disebut
focus primer, lesi primer, atau focus Ghon. Reaksi juga terjadi pada jaringan
limfe regional, yang bersama dengan focus primer disebut sebagai kompleks
primer. Dalam waktu 3-6 minggu, inang yang baru terkena infeksi akan menjdi
sensitive terhadap protein yang dibuat bakteri tuberculosis dan bereaksi positif
terhadap tes tuberculin atau tes Mantoux.
Berpangkal dari komples primer, infeksi dapat menyebar ke seluruh
tubuh melalui berbagai jalan, yaitu :
1. Percabangan bronkus
2. Penyebaran infeksi lewat percabangan bronchus dapat mengenai area paru
atau melalui sputum menyebar ke laring (menyebabkan ulserasi laring),
maupun ke saluran pencernaan.
3. Sistem saluran limfe
4. Penyebaran lewat saluran limfe menyebabkan adanya regional
limfadenopati atau akhirnya secara tak langsung mengakibatkan penyebaran
lewat darah melalui duktus limfatikus dan menimbulkan tuberculosis milier.
5. Aliran darah
6. Aliran vena pulmonalis yang melewati ke paru dapat membawa atau
mengangkat material yang mengandung bakteri tuberculosis dan bakteri ini
dapat mencapai berbagai organ melalui aliran darah, yaitu tulang, ginjal,
kelenjar adrenal, otak, dan meningen.
7. 4. Reaktivasi infeksi primer (infeksi pasca-primer)
8. Jika pertahanan tubuh (inang) kuat, maka infeksi primer tidak berkembang
lebih jauh dan bakteri tuberculosis tak dapat berkembang biak lebih lanjut
dan menjadi dorman (tidur). Ketika suatu saat kondisi inang melemah
akibat sakit keras atau memakai obat yang dapat melemahkan daya tahan
tubuh terlalu lama, maka bakteri tuberculosis yang dorman dapat aktif
kembali. Inilah yang disebut sebagai reaktivasi infeksi primer atau infeksi
pasca primer. Infeksi ini dapat terjadi bertahun-tahun setelah infeksi primer
terjadi. Selain itu, infeksi pasca primer juga dapat diakibatkan oleh bakteri
tuberculosis baru. Biasanya infeksi pasca primer terjadi didaerah apeks
paru.
Tuberkulosis Primer
Tuberculosis primer adalah infeksi penderita TB dari penderita yang
belum mempunyai reaksi spesifik terhadap bakteri TB. Bila banteri TB terhirup
dari udara melalui saluran pernapasan dan mencapai alveoli atau bagian
terminal saluran pernapasan, maka bakteri akan ditangkap dan dihancurkan oleh
makrofag yang berada di alveolar. Jika pada proses ini bakter ditangkap oleh
makrofag lemah, maka bakteri akan berkembang biak dalam tubuh makofag
yang lemah dan menghancurkan makrofag. Dari proses ini dihasilkan bahan
kemoktasis yang menarik monosit dan aliran darah membentuk tuberkel.
Bakteri TB menyebar melalui saluran pernapasan ke kelenjar getah
bening regional (hilus) membentuk epiteloid granuloma. Granuloma mengalami
nekrosis sentral sebagai akibat timbulnya hipersensitivitas seluler (delayed
hipersensitivitas) terhadap bakteri TB. Hal ini terjadi sekitar 2-4 minggu dan
akan terlihat pada tes tuberkulin.
Bakteri TB yang berada di alveoli akan membentuk focus Ghon,
sedangkan focus inisial bersama-sama dengan limfadenopati bertempat di hilus
dan disebut juga TB Primer. Bakteri menyebar lebih lanjut melalui saluran
limfe atau aliran darah dan akan tersangkut pada berbagai organ. Jadi TB
Primer merupakan infeksi yang bersifat sistematis
Tuberculosis Sekunder
Setelah terjadi resolusi dari infeksi primer, sejumlah kecil bakteri TB
masih hidup dalam keadaan dorman di jaringan parut. Sebanyak 90% di
antaranya tidak mengalami kekambuhan. Reaktivasi penyakit TB terjadi bila
daya tahan tubuh menurun.
Berbeda dengan TB Primer, pada TB sekunder kelenjar limfe regional
dan organ lainnya jarang terkena. Lesi lebih terbatas dan terlokalisasi. Reaksi
imunologis terjadi dengan adanya pembentukan granuloma. Nekrosis jaringan
lebih mencolok dan menghasilkan lesi kaseosa (perkijuan) yang luas dan
disebut tuberkuloma. Protease yang dikeluarkan oleh makrofag aktif akan
menyebabkan pelunakan bahan kaseosa. Secara umum dapat dikatakan bahwa,
pembentukan kavitas dan manifestasi lainnnya dari TB Sekunder adalah akibat
dari reaksi nekrotik yang dikenal sebagai hipersensitivitas seluler (delayed
hipersensitivitas).
TB Paru pasca primer dapat disebabkan oleh infeksi lanjutan dari
sumber eksogan, terutama pada usia tua, yang semasa mudanya pernah
mempunyai riwayat terkena TB. Lesi sekunder berkaitan dengan kerusakan
paru, kerusakan paru diakibatkan oleh produksi sitokin yang berlebihan.
Kavitas yang terjadi diliputi oleh jaringan fibrotic yang tebal dan berisi
pembuluh darah pulmonal. Kavitas yang kronis diliputi oleh jaringan fibrotic
yang tebal. Masalah lain pada kavitas yang kronis adalah kolonisasi jamur
seperti aspergillus yang menumbuhkan mycetoma (Isa,2001).
E. PATHWAYS TB PARU
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan Rontgen Thoraks sangat berguna untuk mengevaluasi hasil
pengobatan dan ini tergantung pada tipe keterlibatan dan kerentanan bakteri
tuberkel terhadap OAT, apakah sama baiknya dengan respon dari klien.
Penyembuhan yang lengkap sering kali yang terjadi di beberapa area dan ini
adalah observasi yang dapat terjadi pada penyembuhan yang lengkap.
b. CT scan atau MRI memperlihatkan adanya gangguan meluasnya kerusakan
paru.
c. Radiologis TB Paru Milier
Pemeriksaan Laboratorium
Diagnostic terbaik dari penyakit TB diperoleh dengan pemeriksaan
mikrobiologi melalui isolasi bakteri. Bahan pemeriksaan untuk isolasi
Mycobacterium Tuberculosis berupa :
a. Sputum, diambil pada pagi hari / sputum yang baru keluar.
b. Urine. Urine pertama di pagi hari
c. Cairan kumbah lambung. Pemeriksaan ini digunakan jika klien tidak dapat
d. mengeluarkan sputum.
e. Bahan-bahan lain, misalnya pus.
G. KOMPLIKASI
A. Kerusakan jaringan paru yang masif
B. Gagal napas
C. Fistula bronkopleural
D. Pneumotoraks
E. Efusi Pleura
F. Pneumonia
G. Infeksi organ tubuh lain oleh focus mikrobakterial kecil
H. Penyakit hati terjadi sekunder akibat terapi obat
H. PENATALAKSANAAN
Zain (2001) membagi penatalaksanaan tuberculosis paru menjadi tiga
bagian yaitu pencegahan, pengobatan, dan penemuan penderita (active case
finding).
Pencegahan TB Paru
1. Pemeriksaan kontak yaitu pemeriksaan terhadap individu yang bergaul erat
dengan penderita TB BTA positif. Pemeriksaan meliputi : tes
tuberculin, klinis, dan radiologis. Bila tes tuberculin positif maka
pemeriksaan radiologis foto thoraks diulang pada 6 dan 12 bulan
mendatang. Bila masih negative diberikan BCG vaksinasi.
2. Mass chest X-ray, yaitu pemeriksaan terhadap kelompok-kelompok
populasi tertentu, misal : penghuni rumah tahanan, petugas kesehatan,
siswa-sisiwi pesantren.
3. Vaksinasi BCG
4. Kemoprofilaksis dengan menggunakan INH 5 mg/kgBB selama 6-12 bulan
dengan tujuan menghancurkan atau mengurangi populasi bakteri yang
masih sedikit.
5. Komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) tentang penyakit tuberculosis
kepada masyarakat di tingkat puskesmas maupun di tingkat rumah sakit.
I. PENGKAJIAN
Anamnese
a. Biodata
Nama, umur, kuman TBC menyerang semua umur, jenis kelamin,
tempat tinggal (alamat), pekerjaan, pendidikan dan status ekonomi menengah
kebawah dan satitasi kesehatan yang kurang ditunjang dengan padatnya
penduduk dan pernah punya riwayat kontak dengan penderita TB patu yang
lain. (dr. Hendrawan Nodesul, 1996)
b. Keluhan Utama
· Keluhan Respiratorik, meliputi batuk, batuk darah, sesak napas, nyeri dada.
· Keluhan sistemis, meliputi demam, hilang timbul, dan keluahn sistemis
lainnya seperti anoreksia, penurunan BB, malaise, dan keringat malam.
c. Riwayat penyakit sekarang
Meliputi keluhan atau gangguan yang sehubungan dengan penyakit
yang di rasakan saat ini. Dengan adanya batuk, nyeri dada, keringat malam,
nafsu makan menurun dan suhu badan meningkat mendorong penderita untuk
mencari pengonbatan. Perlu juga ditanyakan mulai kapan keluhan itu muncul.
Apa tindakan yang telah dilakukan untuk menurunkan atau menghilangkan
keluhan-keluhannya tersebut.
d. Riwayat Penyakit dahulu
Pengkajian yang mendukung adalah dengan mengkaji apakah
sebelumnya klien pernah menderita TB Paru, keluhan batuk lama pada masa
kecil, pembesaran getah bening, dan penyakit lain yang memperberat TB
seperti diabetes mellitus.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Secara patologi TB Paru tidak diturunkan, tapi hal ini perlu ditanyakan sebagai
factor predisposisi penularan di dalam rumah
f. Pemeriksaan
a. Pemeriksaan Umum
Klien dengan TB paru biasanya didapatkan peningkatan suhu tubuh secara
signifikan, frekuensi napas meningkat apabila disertai sesak, denyut nadi
meningkat, hipertensi.
b. b.Pemeriksaan Fisik
B1 (Breathing)
1. Inspeksi :
2. Bentuk dada dan gerakan pernapasan. Adanya penurunan proporsi diameter
bentuk dada antero-posterior dibandingkan proporsi diameter lateral.
Gerakan pernapasan tidak simetris, sehingga terlihat pada sisi sakit
pergerakan dadanya tertinggal. Batuk dan sputum.
3. Palpasi : palpasi trachea dan gerakan dinding thoraks anterior / ekskrusi
pernapasan.
4. Perkusi : terdapat bunyi sonor pada seluruh lapang paru.
5. Auskultasi : terdapat bunyi tambahan ronkhi.
B2 (Blood)
1. Inspeksi : inspeksi tentang adanya parut dan keluhan kelemahan fisik.
2. Palpasi : denyut nadi perifer melemah.
3. Perkusi : batas jantung mengalami pergeseran.
4. Auskultasi : TD normal, tidak terdapat bunyi jantung tambahan.
5. B3 (Brain)
Kesadaran compos mentis.
B4 (Bladder)
Dibiasakan dengan urine yang berwarna jingga pekat dan berbau yang
menandakan fungsi ginjBal masih normal sebagai ekskresi karena minum OAT.
B5 (Bowel)
Biasanya mengalami mual, muntah, anoreksia, penurunan BB.
B6 (Bone)
Gejala yang muncul antara lain kelemahan, kelelahan, insomnia, pola hidup
menetap, dan jadwal olahraga tidak teratur.
Bersihan jalan Setelah diberikan a. Kaji ulang a. Penurunan bunyi napas indikasi
napas tidak efektif tindakan fungsi atelektasis, ronki indikasi akumulasi
berhubungan keperawatan pernapasan: bunyi secret/ketidakmampuan
dengan sekret kebersihan jalan napas, kecepatan, membersihkan jalan napas sehingga
kental atau sekret napas efektif, dengan irama, kedalaman otot aksesori digunakan dan kerja
darah, kelemahan, criteria hasil: dan penggunaan pernapasan
upaya batuk buruk, otot meningkat. b. Pengeluaran sulit bila
edema Mempertahankan aksesori.b. Catat sekret tebal, sputum berdarah akibat
trakeal/faringeal. jalan napas kemampuan untuk kerusakan paru atau luka bronchial
pasien. mengeluarkan yang memerlukan evaluasi/intervensi
Mengeluarkan secret atau batuk lanjut .
sekret tanpa efektif, catat
bantuan. karakter, jumlah c. Meningkatkan ekspansi paru,
Menunjukkan sputum, adanya ventilasi maksimal membuka area
prilaku untuk atelektasis dan peningkatan gerakan
hemoptisis.
memperbaiki sekret agar mudah dikeluarkan.
bersihan jalan c. Berikan
napas. pasien posisi semi d. Mencegah obstruksi/aspirasi.
atau Fowler, Suction dilakukan bila pasien tidak
Berpartisipasi
mampu mengeluarkan sekret.
dalam program Bantu/ajarkan
pengobatan batuk efektif dan
sesuai kondisi. latihan napas e. Membantu mengencerkan secret
dalam. sehingga mudah dikeluarkan.
Mengidentifikasi
potensial
komplikasi dan d. Bersihkan f. Mencegah pengeringan membran
melakukan sekret dari mulut mukosa.
tindakan tepat. dan trakea,
suction bila perlu. g. Menurunkan kekentalan sekret,
lingkaran ukuran lumen
e. Pertahankan trakeabronkial, berguna jika terjadi
intake cairan
minimal 2500 hipoksemia pada kavitas yang luas
ml/hari kecuali
kontraindikasi.
f. Lembabkan
udara/oksigen
inspirasi.
Kolaborasi:
g. Berikan obat:
agen mukolitik,
bronkodilator,
kortikosteroid
sesuai ndikasi.
d. Anjurkan
untuk bedrest,
batasi dan bantu
aktivitas sesuai
kebutuhan.
e. Monitor
GDA.
f. Kolaborasi:
Berikan oksigen
sesuai indikasi.
f. Lakukan
perawatan mulut
sebelum dan
sesudah tindakan
pernapasan.
g. Anjurkan
makan sedikit dan
sering dengan
makanan tinggi
protein dan
karbohidrat.
Kolaborasi:
h. Rujuk ke ahli
gizi untuk
menentukan
komposisi diet.
i. Awasi
pemeriksaan
laboratorium.
(BUN, protein
serum, dan
albumin).
f. Kolaborasi
dalam pemberian
analgesik sesuai
indikasi
f. Kolaboras
i : pemberian
cairan intravena
dan pemberian
obat sesuai
program.
d. Bantu pasien
memilih posisi
nyaman untuk
istirahat.
e. Bantu
aktivitas
perawatan diri
yang diperlukan.
Berikan kemajuan
peningkatan
aktivitas selama
fase
penyembuhan.
Kurang Setelah diberikan a. Kaji a. Kemampuan belajar berkaitan
pengetahuan tindakan ulang kemampua dengan keadaan emosi dan kesiapan
tentang kondisi, keperawatan tingkat n belajar pasien fisik. Keberhasilan tergantung pada
pengobatan, pengetahuan pasien misalnya: kemarnpuan pasien.b. Informasi
pencegahan meningkat, dengan perhatian, tertulis dapat membantu
berhubungan kriteria hasil: kelelahan, tingkat mengingatkan pasien.
dengan tidak ada partisipasi,
yang menerangkan, Menyatakan lingkungan c. Meningkatkan partisipasi pasien
interpretasi yang pemahaman belajar, tingkat mematuhi aturan terapi dan mencegah
proses putus obat.
salah, informasi pengetahuan,
penyakit/prognos
yang didapat tidak isdan kebutuhan media, orang d. Mencegah keraguan terhadap
lengkap/tidak pengobatan. dipercaya.b. Ber
pengobatan sehingga mampu
akurat, terbatasnya ikan Informasi
Melakukan menjalani terapi.
pengetahuan/kogni perubahan yang spesifik
tif prilaku dan pola dalam bentuk e. Kebiasaan minurn alkohol
hidup unruk tulisan misalnya: berkaitan dengan terjadinya hepatitis
memperbaiki jadwal minum
kesehatan umurn obat.
f. Efek samping etambutol:
dan menurunkan
menurunkan visus, kurang mampu
resiko c. Jelaskan melihat warna hijau.
pengaktifan penatalaksanaan
ulang obat: dosis,
luberkulosis g. Debu silikon beresiko keracunan
frekuensi, silikon yang mengganggu fungsi
paru. tindakan dan paru/bronkus.
Mengidentifikasi perlunya terapi
gejala yang dalam jangka
mernerlukan waktu lama. h. Pengetahuan yang cukup dapat
evaluasi/interven Ulangi mengurangi resiko penularan/
si. penyuluhan kambuh kembali. Komplikasi
tentang interaksi Tuberkulosis: formasi abses,
Menerima
obat Tuberkulosis empisema, pneumotorak, fibrosis,
perawatan
dengan obat lain. efusi pleura, empierna, bronkiektasis,
kesehatan hernoptisis, u1serasi Gastro,
adekuat Instestinal (GD, fistula bronkopleural,
d. Jelaskan Tuberkulosis laring, dan penularan
tentang efek
samping obat: kuman.
mulut kering,
konstipasi,
gangguan
penglihatan, sakit
kepala,
peningkatan
tekanan darah.
e. Anjurkan
pasien untuk tidak
minurn alkohol
jika sedang terapi
INH.
f. Rujuk
perneriksaan mata
saat mulai dan
menjalani terapi
etambutol.
g. Berikan
gambaran tentang
pekerjaan yang
berisiko terhadap
penyakitnya
misalnya: bekerja
di pengecoran
logam,
pertambangan,
pengecatan.
h. Review
tentang cara
penularan
Tuberkulosis dan
resiko kambuh
lagi.
f. Identifikasi
individu yang
berisiko tinggi
untuk terinfeksi
ulang
Tuberkulosis
paru, seperti:
alkoholisme,
malnutrisi,
operasi bypass
intestinal,
menggunakan
obat penekan
imun/
kortikosteroid,
adanya diabetes
melitus, kanker.
g. Tekankan
untuk tidak
menghentikan
terapi yang
dijalani.
Kolaborasi:
h. Pemberian
terapi INH,
etambutol,
Rifampisin.
i. Pemberian
terapi
Pyrazinamid
(PZA)/Aldinamid
e, para-amino
salisik (PAS),
sikloserin,
streptomisin.
j. Monitor
sputum BTA.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny “ S “
OLEH :
NIM : 16CP1010
SISTEM PERNAFASAN
“ TB PARU ”
OLEH :
NIM : 16CP1010
SISTEM NEUROLOGI
OLEH :
NIM : 16CP1010