FAKULTAS HUKUM
Nomor: 429/SK/BAN-PT/Akred/S/XI/2014
OLEH
NPM: 2013200079
PEMBIMBING
Penulisan Hukum
Disusun Sebagai Salah Satu Kelengkapan
Untuk Menyelesaikan Program Pendidikan Sarjana
Program Studi Ilmu Hukum
2017
Disetujui Untuk Diajukan Dalam Sidang
Pembimbing
Dekan,
i
PERNYATAAN INTEGRITAS AKADEMIK
Dalam rangka mewujudkan nilai-nilai ideal dan standar mutu akademik yang
setinggi-tingginya, maka Saya, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Katolik
Parahyangan yang bertandatangan di bawah ini:
NPM : 2013200079
Dengan ini menyatakan dengan penuh kejujuran dan dengan kesungguhan hati
dan pemikiran, bahwa karya ilmiha/ karya penulisan hukum yang berjudul:
secara tidak jujur dan secara langsung atau tidak langsung melanggar hak-hak atas
kekayaan intelektual orang lain, dan atau
dari segi akademik dapat dianggap tidak jujur dan melanggar nilai-nilai integritas
akademik dan itikad baik;
Seandainya di kemudian hari ternyata bahwa Saya telah menyalahi dan melanggar
pernyataan Saya di atas, maka Saya sanggup untuk menerima akibat-akibat dan
ii
atau sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku di lingkungan Universitas
Katolik Parahyangan dan atau peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pernyataan ini Saya buat dengan penuh kesadaran dan kesukarelaan, tanpa
paksaan dalam bentuk apapun juga.
2013200079
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan cinta-Nya
sehingga penulisan skripsi ini dapat selesai pada waktunya. Skripsi yang berjudul
“ANALISISANALISIS YURIDIS-NORMATIF TERHADAP PERATURAN
MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR 8 TAHUN
2017 TENTANG KONTRAK BAGI HASIL GROSS SPLIT”
Skripsi ini dapat selesai pada waktunya berkat dukungan dan penjelasan dari
pembimbing skripsi, pihak lain yang membantu, dan tentunya berkat dari Allah
sendiri. Maka dari itu penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:
iv
10. Grace Juanita, S.H., M.Kn, Wakil Dekana Bidang Kemahasiswaan dan
Alumni Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan.
11. Dadang Jumarsa selaku Kepala Tata Usaha yang telah membantu
melancarkan terselesaikannya skripsi ini.
12. Staf tata usaha, bapak/ibu pekarya Fakultas Hukum Universitas Katolik
Parahyangan, yang telah memberikan bantuan dan motivasi dalam proses
penulisan skripsi ini.
13. Suzanna dan Willem selaku motivator penulis yang telah memberikan doa
dalam penulisan skripsi ini.
14. Giovani, Marcella, Christina, Diwa, Wim, Caecilia, Eva, Davin, Aliyah,
Dea, Rendy, dan Rio selaku kakak-kakak dan adik-adik yang telah
memberikan bantuan berupa motivasi dan menemani dalam setiap proses
sulit penyusunan skripsi.
15. Gita Lorena dan Frieda Iona selaku sahabat kooperatif yang telah berjasa
dalam setiap proses skripsi ini.
16. Sharah Anzelia selaku kakak tingkat yang telah membantu memberi
masukan dan motivasi dalam proses penulisan skripsi ini.
17. Gina Levani, Christella Tesalonika, Aghina Natasza, Bernadetha
Kristaliani, dan Meutia Wulansatiti, selaku sahabat hura-hura
menghilangkan penat.
18. Ka Febiyanti, Ka Rectiora, Teteh Mia, Teteh Ati, Ka Tantri selaku teman
sedia menampung keluh kesah dan menemani dalam setiap proses
penyusunan skripsi.
19. Teman seangkatan 2013, Kakak Tingkat dan Adik Tingkat yang secara
langsung maupun tidak langsung memberikan bantuan dan doa dalam
penulisan skripsi ini.
Akhirnya penulis berharap semoga tulisan ini sungguh dapat membantu dan
bermanfaat bagi pembaca dalam memahami dan menambah cakrawala
pengetahuan khususnya dari situasi sosial yang ada di sekitar.
v
DAFTAR ISI
vi
3.1 Kedudukan Hukum Kontrak Bagi Hasil Gross Split terhadap Kontrak Bagi Hasil
Cost Recovery ............................................................................................................... 32
3.2 Landasan Hukum Kontrak Minyak dan Gas Bumi ................................................ 35
3.3 Kontrak Bagi Hasil ........................................................................................... 38
3.4 Pengelolaan Migas yang berakhir Kontrak Bagi Hasilnya ..................................... 40
3.5 Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral ..................................................... 42
3.6Satuan Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi ........................... 46
BAB IV ............................................................................................................................. 51
KEPASTIAN MENGENAI MASA BERLAKU POLA GROSS SPLIT PADA
KONTRAK-KONTRAK BAGI HASIL DI INDONESIA ............................................... 51
4.1 Pengelolaan Kekayaan Alam Demi Kesejahteraan Rakyat .................................... 54
4.2 Analisis Kontrak Bagi Hasil yang tepat digunakan untuk Negara Indonesia apabila
dilihat dari kekayaan alam demi kesejahteraan rakyat .................................................. 58
4.3 Aturan memulainya Kontrak Bagi Hasil Gross Split dan berakhirnya Kontrak Bagi
Hasil Cost Recovery ...................................................................................................... 63
4.4 Kesimpulan ............................................................................................................. 69
4.5 Saran ..................................................................................................................... 69
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 71
vii
ABSTRAK
Saat ini skema Cost Recovery dianggap tidak sesuai lagi, karena masalah tersebut
PSC dengan skema Cost Recovery sekarang tidak dipergunakan, dan kini diganti
dengan Kontrak Bagi Hasil Gross Split. Pada saat lahirnya Permen Gross Split
membuat sebutan PSC berubah menjadi Kontrak Bagi Hasil. Kontrak Bagi Hasil
tersebut dapat menyebabkan para pihak berkontrak dan tidak ada patokan yang
pasti dalam penggunaan Kontrak Bagi Hasil terutama dalam hal memulainya
Kontrak Bagi Hasil Gross Split dan berakhirnya Kontrak Bagi Hasil Cost
Recovery,akibatnya dari hal tersebut akan terjadinya tumpang tindih antara
peraturan yang ada sehingga tidak ada kepastian hukum yang jelas. Dalam
penelitian ini, penulis menggunakan metode yuridis normatif dengan meneliti
bahan pustaka atau data sekunder ataupun peraturan perundang-undangan dengan
menggunakan pendekatan metode interdisipliner.
Dari penelitian yang telah dilakukan, dapat ditarik kesimpulan bahwa Kontrak
Bagi Hasil Gross Split yang sesuai terhadap keadaan perkembangan jaman Negara
Indonesia yang dinamis bila ditinjau dari kepentingan Negara untuk melindungi
kekayaan alam yang seharusnya dikuasai untuk dipergunakan sebesar-besarnya
memenuhi hajat hidup orang banyak.
viii
ABSTRACT
Currently the Cost Recovery scheme is deemed unsuitable, as the PSC problem
with the Recovery scheme is now not being used, and is now replaced with a
Gross Split Revenue Contract. At the time of the birth of Candy Gross Split make
PSC designation turned into Production Sharing Contract. Such Production
Sharing Contracts may cause contracting parties and there is no definite
benchmark in the use of Production Sharing Contracts, particularly in terms of the
period of commencement of the Gross Split Revenue Sharing Contract and the
termination of the Cost Recovery Contract, resulting from the overlapping of
regulations there so there is no clear legal certainty. In this study, the authors use
normative juridical method by examining library materials or secondary data or
legislation by using interdisciplinary method approach.
From the research that has been done can be concluded that the appropriate Gross
Split Revenue Contracts against the state of the dynamic development of the State
of Indonesia when viewed from the interests of the State to protect the natural
resources that should be mastered to be used as much as possible to meet the
livelihood of the people.
ix
DAFTAR SINGKATAN
A. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
B. AKRONIM
x
• PSC : Production Sharing Contract
• IIAPCO : Independence Indonesian Americam Oil Company
• PSA : Russia’s Law on Production Sharing Agreement
• PSSC : Production Sharing Service Contract
• POD : plan of development
• BUMN : Badan Usaha Milik Negara
• KTDN :Tingkat Komponen Dalam Negeri
• PNBP :Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
Penyesuaian
xi
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR GAMBAR
• Tabel 4.1 : Keuntungan dan Kerugian Kontrak Bagi Hasil Gross Split dan Kontrak
Bagi Hasil Cost Recovery
• Tabel 4.2 : Pro dan Kontra Kontrak Bagi Hasil Gross Split
xii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Di era globalisasi saat ini hukum pertambangan terutama dalam sektor Minyak
dan Gas Bumi (Migas) memiliki porsi yang sangat besar dalam penerimaan
Negara. Kedudukan Migas memiliki posisi peringkat kedua setelah pajak.1 Oleh
karena itu, Negara membuat proyek kegiatan Migas berupa Kegiatan Usaha Hulu
Minyak dan Gas Bumi untuk mendukung pengembangan serta meningkatkan
penerimaan Negara dengan cara mengundang investor pada sektor Migas yang
mengarah kepada dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
“Negara membuat sebuah proyek kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi yang
pelaksana penyelenggaraan pengelolaan oleh Satuan Kerja Khusus Kegiatan Usaha
Hulu Minyak Dan Gas Bumi (SKK Migas) dibentuk berdasarkan Peraturan
Presiden Nomor 9 Tahun 2013.”
Industri Migas secara umum mencakup lima tahapan kegiatan yaitu eksplorasi,
ekploitasi, pengolahan, transportasi, dan pemasaran. Lima kegiatan pokok ini
dapat dibagi menjadi dua, yaitu Kegiatan Hulu (upstream) dan Kegiatan Hilir b
(downstream).Kegiatan Hulu (upstream) merupakan kegiatan eksploitasi yaitu
pencarian sumber ekplorasi dan eksploitasi. Kegiatan ekplorasi yaitu mencari
sumber minyak dan gas bumi dengan tehnik-tehnik tertentu, sedangkan eksploitasi
1
Abu Samman Lubis ,” Pengelolaan Sumber Penerimaan Pajak sebagai Sumber Pendanaan Utama
dalam Pembangunan” diakses dari http://www.bppk.kemenkeu.go.id/publikasi/artikel/147-artikel-
anggaran-dan-perbendaharaan/20495-pengelolaan-sumber-penerimaan-pajak-sebagai-sumber-
pendanaan-utama-dalam-pembangunan, pada tanggal18 Agustus 2017, pukul 15:54.
1
adalah proses pengambilan Migas dari dalam bumi ke permukaan. Kegiatan
upstream tidak mengolah sama sekali minyak atau gasnya akan tetapi hanya
mencari dan mengambil Migas dari dalam bumi ke permukaan. 2 Selanjutnya
mengenai kegiatan Hilir (downstream) adalah proses kelanjutan dari upstream,
yaitu mengolah bahan mentah baik minyak atau gas bumi menjadi bahan jadi.
Sektor hilir umumnya mengacu pada penyulingan minyak mentah dan proses
pemurnian gas alam. Lebih jauh dari kegiatan downstream, termasuk
mendistribusikan bahan jadi tersebut dan menjualnya.
Sejak krisis moneter pada tahun 1997, dalam kenyataan kegiatan hulu mengalami
penurunan produksi Migas dapat mencapai 16%. 4 Hal tersebut berawal dari
“benalu sosial” yang merusak struktur pemerintahan, dan menjadi penghambat
utama terhadap jalannya pemerintahan dan pembangunan Negara Bangsa
Indonesia yaitu Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) yang sudah ada sebelum
adanya aturan tersebut, dapat dilihat dari isi kebijakan rencana strategi
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM) yang menyebutkan
2
Indonesian Piping Knowledge,” Pengertian Upstream Downstream dalam Oil and Gas” diakses
dari http://www.idpipe.com/2014/09/pengertian-upstream-downstream-dalam-oil-and-gas.html,
pada tanggal 22 April 2017, pukul 16:20.
3
Pikiran Rakyat, “Perusahaan Asing Masih Kuasai Pengelolaan Migas” diakses dari
http://www.pikiran-rakyat.com/ekonomi/2013/03/20/227656/perusahaan-asing-masih-kuasai-
pengelolaan-migas , pada tanggal 18 Agustus 2017 , pukul 16:30.
4
Piter Abdullah, Industri Migas Nasional: Perkembangan ,Permasalahan, dan Kebijakan Dalam
Mendukung Stabilitas dan Pertumbuhan Ekonomi Nasional(Jakarta:Bank Indonesia,2005),hlm.15.
2
dalam meningkatkan pengawasan, manajemen dan kompetisi KESDM menitik
beratkan pada pembangunan bebas KKN. 5 Dari hal tersebut kaitan antara
kebijakan umum KESDM untuk bebas KKN dengan kegiatan hulu ialah
ketiadaannya penghambat utama terhadap jalannya pemerintahan dan
pembangunan Negara Bangsa Indonesia kearah yang lebih baik sehingga tidak
berdampak kepada produksi Migas yang menurun. Pada dasarnya kegiatan hulu
Migas bukan berarti anti asing apabila dikaitan dengan ide Bung Karno mengenai
“berdikari”, akan tetapi kegiatan hulu menginginkan kerjasama dengan
perusahaan-perusahaan seperti infrastruktur dalam mengatasi keterbatasan
mengenai modal, keahlian dan pengalaman dalam kegiatan Migas.
“Kontrak Kerja Sama adalah Kontrak Bagi Hasil atau bentuk kontrak kerja sama lain
dalam kegiatan eksploitasi dan ekplorasi yang lebih menguntungkan Negara dan
hasilnya dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”
Berdasarkan Pasal tersebut berarti ada jenis KKS selain Kontrak Bagi Hasil yang
masih diakui eksistensinya, hal ini terkait dengan perkembangan KKS yang ada di
Indonesia. Sejak zaman Hindia Belanda sampai sekarang tahun 2006 di Indonesia
telah terjadi dua kali pergantian sistem KKS dalam kegiatan hulu, sistem-sistem
tersebut sebagai berikut. 6 Pertama, sistem Konsesi dianut Indonesia pada era
5
Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral, “ Renstra KESDM 2015-2019 “ diakses dari
http://www.migas.esdm.go.id/public/images/uploads/posts/data-to-mail-new-rev-buku-renstra-
2015.pdf ,pada tanggal 18 Agustus 2017, pukul 17:03.
6
Adrian Sutedi, Hukum Pertambangan (Jakarta : Sinar Grafika, 2012),hlm.257.
3
kolonial Belanda sampai awal kemerdekaan. Karakteristiknya, semua hasil
produksi dalam wilayah konsesi dimiliki oleh perusahaan. Negara dalam sistem
ini hanya menerima royalti yang secara umum berupa persentase dari pendapatan
bruto dan pajak, keterlibatan Negara sangat terbatas. Kedua, sistem Kontrak
Karya memiliki karakteristik bahwa status perusahaan diturunkan dari pemegang
konsesi menjadi kontraktor Negara. Pada sistem ini, Negara dan perusahaan
berbagi hasil penjualan Migas. Peran pemerintah terbatas pada kapasitas
pengawasan. Meskipun perusahaan tidak lagi menjadi pemegang konsesi, kendali
manajemen masih berada di tangan mereka. Ketiga, Setelah berakhir sistem
Kontrak Karya pemerintah menetapkan sistem Kontrak Bagi Hasil atau
Production Sharing Contract (PSC) yang digunakan Indonesia sampai saat ini.
Sebutan PSC seiring jalannya waktu berubah menjadi Kontrak Bagi Hasil setelah
lahirnya Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia
Nomor 8 Tahun 2017 Tentang Kontrak Bagi Hasil Gross Split (Permen Gross
Split) yang merupakan skema pengganti Cost Recovery.
Sekilas sejarah mengenai PSC pertama kali berlaku tahun 1966 saat PERMINA
menandatangani Kontrak Bagi Hasil dengan Independence Indonesian Americam
Oil Company (IIAPCO).7 Kontrak ini tercatat sebagai PSC pertama dalam sejarah
industri Migas di dunia. Penerapan PSC di Indonesia dilatarbelakangi oleh
keinginan supaya Negara berperan lebih besar dengan mempunyai kewenangan
manajemen Kegiatan Usaha Hulu Migas. Dalam sistem ini perusahaan hanya
diberikan kuasa pertambangan dengan prinsip pembagiannya sedangkan
pemerintah dalam sistem ini membagi hasil produksi bersih kepada kontraktor
Migas. Perhitungan bagi hasil antara pemerintah dengan perusahaan Migas itu
dilakukan setiap tahun. Pada hakikatnya kontraktor menyediakan yang dibutuhkan
dalam kegiatan hulu seperti modal dan alat yang dibutuhkan.
Semua pengeluaran ini tentunya harus disetujui pemerintah, karena modal tersebut
akan dikembalikan oleh pemerintah kepada kontraktor kelak. Namun ada dua
keadaan yang dapat diterima kontraktor yaitu pertama, mendapat penggantian
7
Ibid,.
4
biaya saat kegiatan eksplorasi berhasil menemukan cadangan yang layak
dieksplorasi dan kegiatan hulu sudah dilakukan. Kedua, tidak mendapat
penggantian biaya setelah eksplorasi ternyata tidak dijumpai cadangan minyak
yang layak dieksploitasi, maka segala jenis pengeluaran yang telah dikeluarkan
kontraktor untuk eksplorasi tidak akan digantikan atau tidak recoverable.
Penggantian ini, dikenal dengan istilah skema Cost Recovery, penggantian biaya
dilakukan jika pada saat kegiatan hulu sudah dilakukan dan menemukan hasil
produksi Migas atau ada temuan cadangan Migas yang dapat dikembangkan.Jika
tidak, semua biaya ditanggung sepenuhnya oleh kontraktor. Saat kegiatan hulu
sudah menemukan temuan, biaya produksi akan dikurangkan terlebih dahulu
dengan modal kontraktor setelah dikurangkan, kontraktor harus mengembalikan
sisa dari hasil pengurangan tersebut dari kontraktor ke pemerintah, baru kemudian
dibagi antara pemerintah dengan kontraktor sesuai dengan kesepakatan dalam
kontrak. Demikianlah KKS bekerja.
5
Migas. 8 Namun sampai saat skema Cost Recovery dianggap tidak sesuai lagi,
karena masalah tersebut PSC dengan skema Cost Recovery sekarang tidak
dipergunakan, melainkan diganti dengan Kontrak Bagi Hasil Gross Split. Pada
saat lahirnya Permen Gross Split membuat sebutan PSC berubah menjadi Kontrak
Bagi Hasil. Akan tetapi Kontrak Bagi Hasil dalam melaksanakan dan
mengendalikan kegiatan hulu melalui KKS.
“Skema Gross Split atau sekarang disebut sebagai Kontrak Bagi HasilGross Split
adalah suatu Kontrak Bagi Hasil dalam Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas
Bumi berdasarkan prinsip pembagian gross produksi tanpa mekanisme
pengembalian biaya operasi.”
Tidak seperti Kontrak Bagi Hasil Cost Recovery, Kontrak Bagi Hasil Gross Split
tidak memiliki mekanisme modal yang akan dikembalikan kelak saat kegiatan
hulu sudah dilakukan. Modal yang dibutuhkan untuk operasi kegiatan hulu harus
didanai sepenuhnya oleh kontraktor, termaksud risiko operasi kegiatan hulu harus
ditanggung sepenuhnya oleh Kontraktor KKS. Sebagai kompensasi, biaya operasi
yang dikeluarkan oleh Kontraktor KKS dapat diperhitungkan sebagai
pengurangan kewajiban pajak penghasilan Kontraktor.
8
Ibid,.
6
tersebut nampak adanya masalah hukum pada saat Kontrak Bagi Hasil Gross Split
meniadakan Kontrak Bagi Hasil Cost Recovery tidak sepenuhnya meniadakan,
karena dalam SKK Migas tidak mengatur secara jelas mengenai waktu kapan
dimulainya Kontrak Bagi Hasil Gross Split pada kontrak.
Menurut ketentuan peralihan Permen Gross Split menyebutkan KKS yang telah
ditandatangani dalam bentuk Kontrak Bagi Hasil Cost Recovery, dinyatakan
berlaku sampai dengan tanggal berakhirnya KKS tersebut walaupun masa Kontrak
Bagi Hasil Cost Recovery sudah berganti dengan Kontrak Bagi Hasil Gross Split.
Akan tetapi, Permen Gross Split menyebutkan apabila sebelum berakhirnya KKS,
telah memiliki kesepakatan mengenai perpanjangan KKS dengan menggunakan
Kontrak Bagi Hasil Cost Recovery atau diubah menjadi Kontrak Bagi Hasil Gross
Split dapat dilakukan sebelum Permen Gross Split ditetapkan. Berikut bunyi
ketentuan peralihan Pasal 25 Permen Gross Split yaitu :
a. Kontrak Kerja Sama yang telah ditandatangani sebelum Peraturan Menteri ini
ditetapkan, dinyatakan tetap berlaku sampai dengan tanggal berakhirnya
kontrak yang bersangkutan.
b. Kontrak Kerja Sama yang jangka waktunya telah berakhir dan telah diberikan
persetujuan perpanjangan, dapat tetap menggunakan bentuk Kontrak Kerja
Sama semula atau mengusulkan perubahan bentuk Kontrak Kerja Sama
menjadi Kontrak Bagi HasilGross Split.
c. Kontraktor yang Kontrak Kerja Samanya telah ditandatangani sebelum
Peraturan Menteri ini ditetapkan, dapat mengusulkan perubahan bentuk
Kontrak Kerja Samanya menjadi Kontrak Bagi HasilGross Split.
d. Dalam hal kontraktor mengusulkan perubahan bentuk Kontrak Kerja Sama
sebagaimana dimaksud dalam huruf b dan huruf c, biaya operasi yang telah
dikeluarkan dan belum dikembalikan dapat diperhitungkan menjadi tambahan
split bagian Kontraktor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1).”
Dalam Permen Gross Split tidak menentukan batas waktu kapan berakhirnya
Kontrak Bagi Hasil Cost Recovery dan kapan diberlakukan Kontrak Bagi Hasil
Gross Split dalam kegiatan hulu hal tersebut dapat menjadi masalah hukum karena
SKK Migas tidak mengatur secara jelas mengenai keberlakuan Kontrak Bagi
Hasil Gross Split, hal tersebut dapat menyebabkan para pihak berkontrak tidak
ada patokan yang pasti dalam penggunaan Kontrak Bagi Hasil terutama dalam hal
7
keberlakuan memulainya Kontrak Bagi Hasil Gross Split dan berakhirnya Kontrak
Bagi Hasil Cost Recovery, akibatnya dari hal tersebut akan terjadinya tumpang
tindih antara peraturan yang ada sehingga tidak ada kepastian hukum yang jelas.
Maksudnya tumpang tindih adalah kontraktor memiliki kepentingan wajib
memenuhi kebutuhan Migas untuk keperluan dalam negeri.Selain itu KKS dalam
suatu skema dibuat berdasarkan kepada regulasi sehingga KKS tidak berpihak
kepada kepentingan perusahaan multinasional9 saja yaitu kontraktor, akan tetapi
berpihak juga kepada Negara Indonesia.
9
Arti Kata perusahaan multinasional menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) adalah:
per.u.sa.ha.an multinasional [Ek] perusahaan yg modalnya berasal dr orang-orang atau badan-
badan dr berbagai negara.
8
1.3.Tujuan Penelitian
1.4.Kegunaan Penelitian
1.4.1.Manfaat akademis
Untuk memberikan kajian ilmiah mengenai Kontrak Bagi Hasil
Gross Split dan Kontrak Bagi Hasil Cost Recovery sehingga dapat
membantu para peneliti, pengajar, atau akademisi lain dikemudian
hari.
1.4.2.Manfaat praktis
Untuk menggali lebih dalam mengenai Kontrak Bagi Hasil Gross
Split dan Kontrak Bagi Hasil Cost Recovery sehingga dapat
menemukan secara jelas regulasi mana saja yang digunakan.
9
1.5.Metode Penelitian
10
Metode Interdisipliner merupakan gabungan yang menggunakan verivikasi dan bantuan ilmu
lain. Lihat Johannes Gunawan, Metode Penelitian dan Penulisan Hukum 15 (25 Agustus 2009)
(diktat kuliah yang tidak diterbitkan, terdapat pada Fakultas Hukum Universitas Katolik
Parahyangan).
10
2. Sumber hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan
penjelasan mengenai bahan hukum primer seperti berbagai bahan
kepustakaan berupa buku, hasil penelitian, makalah dalam
seminar, dan jurnal yang berkaitan dengan pokok permasalahan
disini adalah artikel yang berkaitan dengan Kontrak Bagi Hasil
Gross Split .
3. Sumber hukum tertier, yaitu bahan-bahan yang memberikan
petunjuk maupun penjelasan terhadap definisi yang terdapat
dibahan hukum primer dan sekunder, contohnya adalah kamus,
ensiklopedia, dan lain-lain.
1.6.Sistematika Penulisan
❖ BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisikan tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan
penelitian, kegunaan penelitian , dan metode penelitian.
❖ BAB II KONTRAK BAGI HASIL COST RECOVERY DAN
KONTRAK BAGI HASIL GROSS SPLIT
Bab ini membahas tentang Pengelolaan kekayaan alam demi
kesejahteraan rakyat, Cost Recovery, Gross Split, alasan Kontrak Bagi
Hasil Gross Split meniadakan Kontrak Bagi Hasil Cost Recovery,
perbedaan dan persamaan Kontrak Bagi Hasil Cost Recovery dengan
Kontrak Bagi Hasil Gross Split, dan terakhir keuntungan dan kerugian
Kontrak Bagi Hasil Cost Recovery dengan Kontrak Bagi Hasil Gross
Split.
❖ BAB III KEBERLAKUAN KONTRAK BAGI HASIL DENGAN
SKEMA GROSS SPLIT
Bab ini membahas tentang Kedudukan hukum Kontrak Bagi Hasil
Gross Split terhadap Kontrak Bagi Hasil Cost Recovery, landasan
hukum kontrak minyak dan gas bumi, Kontrak Bagi Hasil ,
11
pengelolaan Migas yang berakhir Kontrak Bagi Hasilnya, Kementerian
Energi dan Sumber Daya Mineral, dan Satuan Khusus Pelaksana
Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi.
❖ BAB IV KEPASTIAN MENGENAI MASA BERLAKU POLA
GROSS SPLIT PADA KONTRAK-KONTRAK BAGI HASIL DI
INDONESIA
Bab ini berisikan analisis penulis terhadap pengelolaan kekayaan alam
demi kesejahteraan rakyat, analisis kontrak Bagi Hasil yang tepat
digunakan untuk Negara Indonesia apabila dilihat dari kekayaan alam
demi kesejahteraan rakyat, aturan waktu Kontrak Bagi Hasil Gross
Split, Kesimpulan dan Saran.
❖ DAFTAR PUSTAKA
12