Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

JUDUL: IKTERUS NEONATORUM


Oleh: Nur Laili Fatmawati, S. Kep.

1. Kasus
Ikterus Neonatorum
2. Proses terjadinya masalah
a. Pengertian
Ikterus (Jaundice) terjadi apabila terdapat akumulasi bilirubin dalam darah,
sehingga kulit (terutama) dan/sklera bayi (neonatus) tampak kekuningan.
Hiperbilirubinemia neonatal adalah peningkatan kadar bilirubin total pada
minggu pertama kelahiran. Kadar normal maksimum adalah 12-13 mg%
(205-220 µmol/L).2
1) Ikterus Fisiologis
Ikterus pada neonatus tidak selamanya patologis. Ikterus fisiologis
adalah ikterus yang memiliki karakteristik sebagai berikut (Hanifa,
1987):
a. Timbul pada hari kedua-ketiga
b. Kadar biluirubin indirek setelah 2 x 24 jam tidak melewati 15
mg% (pada neonatus cukup bulan) dan 10 mg % (pada neonatus
kurang bulan).
c. Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg % per
hari
d. Kadar bilirubin direk kurang dari 1 mg %
e. Ikterus hilang pada 10 hari pertama
f. Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologis
tertentu
2) Ikterus Patologis/Hiperbilirubinemia
Ikterus patolgis adalah suatu keadaan di mana kadar bilirubin dalam
darah mencapai nilai yang mempunyai potensi untuk menimbulkan
“kern ikterus” bila tidak ditanggulangi dengan baik, atau mempunyai
hubungan dengan keadaan patologis. Brown menetapkan kondisi
hiperbilirubinemia terjadi bila kadar bilirubin mencapai 12 mg% (pada
bayi cukup bulan) dan 15 mg % (pada bayi kurang bulan). Utelly
menetapkan 10 mg% dan 15 mg%.
3) Kern Ikterus
Kern ikterus merupakan suatu kerusakan otak akibat perlengketan
bilirubin indirek pada otak terutama pada Korpus Striatum, Talamus,
Nukleus Subtalamus, Hipokampus, Nukleus merah, dan Nukleus pada
dasar Ventrikulus IV.
Jenis-jenis Ikterus Menurut Waktu Terjadinya
1. Ikterus yang timbul pada 24 jam pertama
Ikterus yang terjadi pada 24 jam pertama sebagian besar disebabkan:
a. Inkompatibilitas darah Rh, ABO, atau golongan lain
b. Infeksi intra uterine
c. Kadang-kadang karena defisiensi enzim G-6-PD
2. Ikterus yang timbul 24-72 jam sesudah lahir
a. Biasanya ikterus fisiologis.
b. Masih adanya kemungkinan inkompatibilitas darah Rh, ABO atau
golongan lain.
c. Defisiensi enzim G-6-PD atau enzim eritrosit lain juga masih
mungkin.
d. Polisitemia
e. Hemolisis perdarahan tertutup
3. Ikterus yang timbul sesudah 72 jam pertama sampai akhir minggu
pertama
a. Sepsis
b. Dehidrasi dan asidosis Defisiensi G-6-PD
c. Pegaruh obat-obatan
d. Sindroma Criggler-Najjar dan sindroma Gilbert
e. Ikterus yang timbul pada akhir minggu pertama dan selanjutnya
f. Ikterus obstruktif
g. Hipotiroidisme
h. Breast milk jaundice
i. Infeksi
j. Hepatitis neonatal
k. Galaktosemia
b. Penyebab
1. Peningkatan produksi
a. Hemolisis, misal pada inkompatibilitas yang terjadi jika terdapat
ketidaksesuaian golongan darah ibu dan anak pada penggolongan
Rhesus dan ABO.
b. Pendarahan tertutup misalnya pada trauma kelahiran.
c. Ikatan bilirubin dengan protein terganggu seperti adanya gangguan
metabolik yang terdapat pada bayi hipoksia atau asidosis .
d. Defisiensi G6PD/Glukosa 6 Phospat Dehidrogenase.
e. Ikterus ASI yang disebabkan oleh dikeluarkannya pregnan 3 (alfa),
20 (beta), dan diol (steroid).
f. Kurangnya Enzim Glukoronil Transeferase, sehingga kadar dari
bilirubin indirek meningkat misalnya pada berat lahir rendah.
g. Kelainan kongenital ataupun gangguan Rotor Syndrome dan Dubin
Hiperbilirubinemia.
2. Gangguan transportasi akibat ada penurunan kapasitas pengangkutan
misalnya pada hipoalbuminemia ataupun karena pengaruh obat-obat
tertentu misalnya Sulfadiasine.
3. Gangguan fungsi hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme
atau toksion yang dapat langsung merusak sel hati dan darah merah
seperti infeksi, toksoplasmosis, sifilis.
4. Gangguan ekskresi yang terjadi intra atau ekstra hepatik. Peningkatan
sirkulasi Enterohepatik misalnya pada Ileus Obstruktif
c. Patofisiologi
Peningkatan dari kadar Bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa
keadaan. Kejadian yang sering ditemukan adalah jika terdapat penambahan
beban Bilirubin pada sel hepar yang berlebihan. Hal ini dapat ditemukan
bila terdapat peningkatan penghancuran eritrosit, polisitemia.
Gangguan pemecahan bilirubin plasma juga dapat menimbulkan
peningkatan kadar bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar
protein Y dan Z berkurang, atau pada bayi hipoksia, asidosis. Keadaan lain
yang memperlihatkan peningkatan kadar bilirubin adalah apabila
ditemukan gangguan konjugasi hepar ataupun neonatus yang mengalami
gangguan ekskresi misalnya sumbatan saluran empedu.
Pada derajat tertentu bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak
jaringan tubuh. Toksisitas terutama ditemukan pada Bilirubin indirek yang
bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. Sifat ini
memungkinkan terjadinya efek patologis pada sel otak apabila bilirubin
tadi dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak
disebut Kern Ikterus. Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada saraf
pusat tersebut mungkin akan timbul apabila kadar bilirubin indirek lebih
dari 20 mg/dl.
Mudah tidaknya kadar bilirubin melewati sawar darah otak ternyata
tidak hanya tergantung pada keadaan neonatus. Bilirubin indirek akan
mudah melalui sawar darah otak apabila bayi terdapat keadaan berat badan
lahir rendah, hipoksia, dan hipoglikemia (AH. Markum, 1991).
d. Tanda dan Gejala
Menurut Handoko (2003) gejala secara umum adalah warna kuning
(ikterik) pada kulit, membran mukosa, dan bagian putih (sklera) mata
terlihat saat kadar bilirubin darah mencapai sekitar 40 µmol/l.
Surasmi (2003) menjelaskan gejala hiperbilirubinemia dikelompokkan atas:
a. Gejala akut: gejala yang dianggap sebagai fase pertama kernikterus
pada neonatus adalah letargi, tidak mau minum dan hipotoni.
b. Gejala kronik: tangisan yang melengking (high pitch cry) meliputi
hipertonus dan opistonus (bayi yang selamat biasanya menderita gejala
sisa berupa paralysis serebral dengan atetosis, gangguan pendengaran,
paralisis sebagian otot mata dan displasia dentalis).
e. Penatalaksanaan
Tujuan utama dari penatalaksanaan ikterus neonatorum adalah untuk
mengendalikan agar kadar bilirubin serum tidak mencapai nilai yang dapat
menbimbulkan kern-ikterus ataupun ensefalopati bilirubin, serta mengobati
penyebab langsung dari ikterus tadi. Pengendalian kadar bilirubin dapat
dilakukan dengan mengusahakan agar konjugasi bilirubin dapat lebih cepat
berlangsung. Hal ini dapat dilakukan dengan merangsang terbentuknya
glukoronil transferase dengan pemberian obat-obatan (luminal).
Pemberian substrat yang dapat menghambat metabolisme bilirubin
(plasma atau albumin), mengurangi sirkulasi enterohepatik (pemberian
kolesteramin), terapi sinar atau transfusi tukar, merupakan tindakan yang
juga dapat mengendalikan kenaikan kadar bilirubin. Obat-obatan (IVIG:
Intra Venous Immuno Globulin dan Metalloporphyrins) dipakai dengan
tujuan menghambat hemolisis, meningkatkan konjugasi, ekskresi bilirubin.

Tabel 1. Penanganan ikterus berdasarkan kadar serum bilirubin


Terapi Sinar Transfusi Tukar
Usia Bayi sehat Faktor resiko Bayi sehat Faktor resiko
Mg/dL µmol/L Mg/dL µmol/L Mg/dL µmol/L Mg/dL µmol/L
Hari 1 Setiap ikterus yang terlihat 15 260 13 220
Hari 2 15 260 13 220 25 425 15 260
Hari 3 18 310 16 270 30 510 20 340
Hari 4 20 340 17 290 30 510 20 340
dst.

Berdasarkan penyebabnya, manejemen bayi dengan hiperbilirubinemia


diarahkan mencegah anemia dan membatasi efek dari hiperbilirubinemia.
Pengobatan mempunyai tujuan yaitu:
1. Menghilangkan anemia
2. Menghilangkan antibodi maternal dan eritrosit tersensitisasi
3. Meningkatkan badan serum albumin
4. Menurunkan serum bilirubin
5. Metode terapi pada hiperbilirubinemia meliputi: fototerapi, transfusi
pengganti, infus albumin, dan terapi obat

Foto terapi
Foto terapi dapat digunakan sendiri ataupun dikombinasi dengan
transfusi pengganti untuk menurunkan bilirubin. Kegiatan memaparkan
neonatus pada cahaya dengan intensitas yang tinggi (a boun of fluorencent
light bulbs or bulbs in the blue-light spectrum) akan menurunkan bilirubin
dalam kulit. Fototerapi akan menurunkan kadar bilirubin dengan cara
memfasilitasi eksresi biliar bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini terjadi jika
cahaya yang diabsorsi jaringan mengubah bilirubin tak terkonjugasi
menjadi dua isomer yang disebut fotobilirubin. Fotobilirubin bergerak dari
jaringan ke pembuluh darah melalui mekanisme difusi. Di dalam darah
fotobilirubin berikatan dengan albumin dan dikirim ke hati. Fotobilirubin
kemudian bergerak ke empedu dan diekskresi ke dalam deodenum untuk
dibuang bersama feses tanpa adanya proses konjugasi oleh hati (Avery &
Taeusch, 1984). Hasil fotodegradasi terbentuk ketika sinar mengoksidasi
Bilirubin dapat dikeluarkan melalui urine.
Fototherapi mempunyai peranan dalam pencegahan peningkatan
kadar Bilirubin, tetapi tidak dapat mengubah penyebab kekuningan dan
hemolisis dapat menyebabkan anemia. Secara umum fototerapi harus
diberikan pada kadar bilirubin indirek 4 -5 mg/dl. Neonatus yang sakit
dengan berat badan kurang dari 1000 gram harus di fototerapi dengan
konsentrasi bilirubun 5 mg/dl. Beberapa ilmuan mengarahkan untuk
memberikan fototherapi propilaksis pada 24 jam pertama pada bayi resiko
tinggi dan berat badan lahir rendah.
Komplikasi Fototerapi

Tabel 2. Komplikasi fototerapi


Kelainan Mekanisme
Tanning (perub.wrn kulit) Induksi sintesis melanin
Sindrom bayi bronze ↓ekskresi hepatik dr foto produk bilirubin
Diare Bilirubin menginduksi sekresi usus
Intoleransi laktosa Trauma mukosa epitel villi
Hemolisis Traua fotosensitif pada eritrosit sirkulasi
Paparan berlebihan karena emisi gelombang
Kulit terbakar
pendek lampu fluoresesn
↑ kehilangan air yang tak disadari karena energi
Dehidrasi
foto yang diabsorpsi
Trauma fotosensitif pada sel mast kulit dengan
Ruam kulit
pelepasan histamin
Tranfusi Pengganti
Transfusi pengganti atau imediat diindikasikan adanya faktor-faktor:
1. Titer anti Rh lebih dari 1 : 16 pada ibu.
2. Penyakit Hemolisis berat pada bayi baru lahir.
3. Penyakit Hemolisis pada bayi saat lahir perdarahan atau 24 jam
pertama.
4. Tes Coombs Positif
5. Kadar Bilirubin Direk lebih besar 3,5 mg / dl pada minggu pertama.
6. Serum Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg / dl pada 48 jam pertama.
7. Hemoglobin kurang dari 12 gr / dl.
8. Bayi dengan Hidrops saat lahir.
9. Bayi pada resiko terjadi Kern Ikterus.
Transfusi pengganti digunakan untuk:
1. Mengatasi anemia sel darah merah yang tidak suseptible (rentan)
terhadap sel darah merah terhadap antibodi maternal.
2. Menghilangkan sel darah merah untuk yang tersensitisasi (kepekaan)
3. Menghilangkan serum bilirubin
4. Meningkatkan albumin bebas bilirubin dan meningkatkan keterikatan
dengan bilirubin
Pada Rh Inkomptabiliti diperlukan transfusi darah golongan O
segera (kurang dari 2 hari), Rh negatif whole blood. Darah yang dipilih
tidak mengandung antigen A dan antigen B yang pendek. setiap 4 - 8 jam
kadar bilirubin harus dicek. Hemoglobin harus diperiksa setiap hari sampai
stabil.

Terapi Obat
Phenobarbital dapat menstimulasi hati untuk menghasilkan enzim
yang meningkatkan konjugasi bilirubin dan mengekresinya. Obat ini akan
efektif baik diberikan pada ibu hamil untuk beberapa hari sampai beberapa
minggu sebelum melahirkan. Penggunaan penobarbital pada post natal
masih menjadi pertentangan karena efek sampingnya (letargi). Colistrisin
dapat mengurangi bilirubin dengan mengeluarkan lewat urine sehingga
menurunkan siklus enterohepatika.

3. Pohon Masalah
Hemoglobin

Globin Heme

Beliverdin Fe co

Peningkatan destruksi eritrosit (gangguan konjugasi bilirubin/gangguan transport


bilirubin/ peningkatan siklus enterohepatik) Hb dan Eritrosit Abnormal

Pemecahan bilirubin berlebih/ bilirubin yang tidak berikatan


dengan albumin meningkat

Suplai bilirubin melebihi kemampuan hepar

Hepar tidak mampu melakukan konjugasi

Sebagian masuk kembali emerohepatik

Peningkatan bilirubin unonjungned dlm darah pengeluaran mekonium


terlambat/obstrutruksi usus tinja berwarna pucat

Ikterus sclera leher dan badan, peningkatan bilirubin


Gangguan integritas indirect >12 mg/dl
kulit

Indikasi fototerapi

Gangguan suhu
Resti injuri Sinar dengan intensitas tinggi
tubuh

Kurang volume cairan tubuh


Konsep Keperawatan
Pengkajian
1. Riwayat Penyakit
Perlunya ditanyakan apakah dulu pernah mengalami hal yang sama, apakah
sebelumnya pernah mengkonsumsi obat-obat ataupun jamu tertentu baik dari
dokter maupun yang dibeli sendiri, apakah adanya riwayat kontak dengan
penderita sakit kuning, adakah riwayat operasi empedu, adakah riwayat
mendapatkan suntikan, ataupun transfusi darah. Ditemukan adanya riwayat
gangguan hemolissi darah (ketidaksesuaian golongan Rh atau darah ABO),
polisitemia, infeksi, hematoma, gangguan metabolisme hepar, obstruksi dari
saluran pencernaan dan ASI, dan ibu menderita DM.
2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik didapatkan pemeriksaan derajat ikterus, ikterus
terlihat pada sklera, tanda-tanda penyakit hati kronis yaitu eritema palmaris,
jari tubuh (clubbing), ginekomastia (kuku putih) dan termasuk pemeriksaan
organ hati (tentang ukuran, tepi, dan permukaan); ditemukan ada pembesaran
limpa (splenomegali), pelebaran kandung empedu, dan masa abdominal,
selaput lendir, kulit berwarna merah tua, urin pekat warna teh, letargi,
hipotonus, reflek menghisap kurang/lemah, peka rangsang, tremor, kejang,
dan tangisan melengking. Adapun pemeriksaan yang lainnya adalah sebagai
berikut:
 Umum : keadaan umum (seperti gangguan nafas, apnea, instabilitas suhu)
 Khusus : dengan cara menekan kulit ringan dengan memakai jari tangan
dan dilakukan pada pencahayaan yang memadai.
 Berdasarkan kriteria Kramer dibagi atas:

Tabel 3. Kriteria Kramer


Derajat
Daerah Ikterus Perkiraan Kadar Bilirubin
Ikterus
I Kepala dan leher 5,0 mg%
II Sampai badan atas (di atas umbilikus) 9,0 mg%
III Sampai badan bawah (di bawah 11,4 mg/dl
umbilikus) hingga tungkai atas (di atas
lutut)
IV Sampai lengan, tungkai bawah lutut 12,4 mg/dl
V Sampai telapak tangan dan kaki 16,0 mg/dl

Klasifikasi Ikterus
Tabel 4. Klasifikasi ikterus
Tanya dan Lihat Tanda/ Gejala Klasifikasi
Mulai kapan? Ikterus segera setelah lahir Ikterus
Ikterus pada 2 hr pertama Patologis
Ikterus pada usia >14 hr
Daerah mana? Ikterus lutut/siku/lebih
Bayi kurang bulan? Bayi kurang bulan
Warna tinja? Tinja Pucat
Ikterus usia 3-13 hari Ikterus
Tanda Patologis (-) Fisiologis

Secara klinis ikterus pada neonatus dapat dilihat segera setelah lahir
atau beberapa hari kemudian. Amati ikterus pada siang hari dengan lampu
sinar yang cukup. Ikterus akan terlihat lebih jelas dengan sinar lampu dan
bisa tidak terlihat dengan penerangan yang kurang, terutama pada neonatus
yang kulitnya gelap. Penilaian ikterus akan lebih sulit lagi apabila penderita
sedang mendapatkan terapi sinar.
Tekan kulit yang ringan memakai jari tangan untuk memastikan warna
kulit dan jaringan subkutan:
a. Pada hari pertama, tekan pada ujung hidung atau dahi
b. Pada hari ke 2, tekan pada lengan atau tungkai
c. Pada hari ke 3 dan seterusnya, tekan pada tangan dan kaki
3. Pengkajian Psikososial
Pengkajian psikososial antara lain dampak sakit pada anak hubungan dengan
orang tua, apakah orang tua merasa bersalah, merasa bonding, perpisahan
dengan anak.
4. Perpisahan Keluarga
Penyebab penyakit dan pengobatan, perawatan lebih lanjut, apakah mengenal
keluarga lain yang memiliki yang sama, tingkat pendidikan, dan kemampuan
mempelajari hiperbilirubinemia.
5. Laboratorium
Pada bayi denagn hiperbilirubinemia pada pemeriksaan laboratorium akan
ditemukan adanya Rh darah ibu dan janin berlainan, kadar bilirubin bayi
aterm lebih dari 12,5 mg/dl, prematur lebih dari 15 mg/dl, dan dilakukan tes
Comb.

Diagnosa Keperawatan, Tujuan , dan Intervensi Keperawatan


a. Kurangnya volume cairan berhubungan dengan tidak adekuatnya intake cairan,
fototerapi, dan diare.
Tujuan: Cairan tubuh neonatus adekuat.
Intervensi:
1) Catat jumlah dan kualitas feses
2) Pantau turgor kulit
3) Pantau intake out put
4) Beri air diantara menyusui atau memberi botol
b. Peningkatan suhu tubuh (hipertermi) berhubungan dengan efek fototerapi.
Tujuan: Kestabilan suhu tubuh bayi dapat dipertahankan
Intervensi:
1) Beri suhu lengkungan yang netral
2) Pertahankan suhu antara (35,5-37)oC
3) Cek tanda-tanda vital tiap 2 jam
c. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan hiperbilirubinemia dan diare.
Tujuan: Keutuhan kulit bayi bisa dipertahankan
Intervensi:
1) Kaji warna kulit tiap 8 jam
2) Pantau bilirubin direk dan indirek
3) Rubah posisi setiap 2 jam
4) Masase daerah yang menonjol
5) Jaga kebersihan kulit dan kelembabannya
d. Gangguan parenting berhubungan dengan pemisahan
Tujuan:
1) Orang tua dan bayi menunjukkan tingkah laku attachment
2) Orang tua dapatmengekspresikan ketidakmengertian proses bonding
Intervensi:
1) Bawa bayi ke ibu untuk disusui
2) Buka tutup mata saat disusui untuk stimulasi social dengan ibu
3) Anjurkan orang tua untuk mengajak bicara anaknya
4) Libatkan orang tua dalam perawatan bila mmungkin dan ekspresi perasaan
e. Kecemasan meningkat berhubungan dengan terapi yang diberikan pada bayi
Tujuan: Orang tua mengerti tentang perawatan, dapat mengidentifikasi gejala-
gejala untuk menyampaikan pada tim kesehatan.
Intervensi:
1) Kaji pengetahuan keluarga klien
2) Beri pendidikan kesehatan penyebab, proses terapi, perawatan ikterus.
3) Beri pendidikan kesehatan mengenai cara perawatan bayi di rumah

Evaluasi
a. Tidak terjadi kern ikterus pada neonatus
b. Tanda vital dan suhu tubuh bayi stabil dalam batas normal
c. Keseimbangan cairan dan elektrolit bayi terpelihara
d. Integritas kulit baik/utuh
e. Bayi menunjukkan partisipasi terhadap rangsangan visual
f. Terjalin interaksi bayi dan orang tua

Daftar Pustaka
Bobak , L. (2004). Keperawatan Maternitas. Jakarta : EGC.

Doenges, M., dkk., 2001, Rencana Perawatan Maternal Bayi, EGC, Jakarta.

Manuaba, I. B. G. 1998, Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga


Berencana Untuk Pendidikan Bidan, EGC, Jakarta.

Manuaba, I. B. 2008, Operasi Kebidanan Kandungan Dan Keluarga Berencana


Untuk Dokter Umum, EGC, Jakarta.
McCloskey, & Bulechek. 2006, Nursing Interventions Classifications, 2nd Edition,
Mosby-Year book.Inc, New York.

Mansjoer, A., Suprohaita, Wardhani, W. S., & Setiowulan, W., 2008, Kapita
Selekta Kedokteran, Media Aesculapius, Jakarta.

NANDA, 2005-2006, Nursing Diagnosis: Definitions and Classification,


Philadelphia, USA.

Saifuddin A.B. 2002, Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal Dan
Neonatal, Penerbit yayasan bina pustaka sarwono prawirohardjo, Jakarta.

University IOWA., NIC and NOC Project., 2001, Nursing outcome


Classifications, Philadelphia, USA.

Anda mungkin juga menyukai