Gas Cromatografi I
Gas Cromatografi I
Instrumentasi
Trisna Fadliyah
331 07 055 / II B
I. TUJUAN
Dapat menjelaskan prinsip kromatografi gas.
Dapat menganalisa sample yang sederhana dengan menggunakan kromatografi
gas beserta integratornya (memilih kolom yang sesuai dan kondisi analisa yang
terbaik).
V. DASAR TEORI
Definisi
Kromatografi gas adalah suatu cara untuk memisahkan zat-zat dalam campuran satu
sama lain dengan menggunakan kolom yang mengandung fasa cair yang dapat
dialiri oleh gas pembawa zat.
Asal nama kromatografi
)
Kata kromatografi berasal dari bahasa yunani kuno,yaitu dari kata crwoS =
)
warna dan kata �rajiv = menulis atau merekam. Jadi kromatografi adalah cara
untuk merekam warna, karena Mr.Tswett yang telah menemukan cara kromatografi
itu pertama kali memisahkan zat warna karotin dalam sari tomat dan wortel dengan
kolom yang terisi serbuk aluminium oksida.
Beberapa cara kromatografi
Kromatografi gas adalah salah satu modifikasi dari beberapa cara kromatografi
sebagai berikut :
a) Kromatografi kolom
b) Kromatografi kertas
c) Kromatografi lapisan tipis
d) Kromatografi cairan tekanan tinggi (HPLC)
Unsur-unsur kromatografi
Semua cara kromatografi pada dasarnya memakai unsur yang sama sebagai berikut:
a) Zat penyerapan atau adsorben
Adsorben pada umumnya merupakan serbuk halus yang dimasukkan dalam
kolom atau tersebar dilempeng kaca(KLT). Kromatografi kertas menggunakan
serat-serat halus selulose dalam kertas sebagai adsorben.Adsorben harus
mempunyai permukaan dalam yang luas. Adsorben yang paling sering dipakai
adalah silica yang partikelnya sangat halus serta berpori-pori. Selain itu
adsorben harus cukup aktif untuk menyerap zat-zat organic secara selektif
dengan ikatan van der Waals atau ikatan jembatan hydrogen.
b) Eluen
Sampel yang terserap dalam kolom dikeluarkan dengan pelarut yang
disebuit eluen. Eluen harus mempunyai daya larut yang cukup untuk
melepaskan zat-zat yang terserap melalui pembentukan ikatan dengan adsorben,
atau dengan kata lain, eluen harus mempunyai afinitas terhadap sample. Proses
elusi terlihat digambar yang berikut:
Corong pemisah dalam gambar etrisi dua fasa, yaitu kloroform dan air. Sifat fasa
adalah homogenitas serta tidak dapat dicampur dengan fasa yang lain..
Setelah dimasukkan zat A 0,1 Mol corong pemisahkan dikocok sampai tercapainya
kesetimbangan zat A antara kedua fasa tersebut,. Setalah pengocokan terdapat 0
kosentrasi A dalam fasa air (A1) = 0,02 Mol dan kosentrasi a dalam fasa
kloroform(A2) = 0,08 Mol.
Dengan demikian perbandingan kosentrasi (A2)/(A2) adalah
( A2) 0,08
4K
( A1) 0,02
Perbandingan tersebut adalah tetap (konstan) dan disebutkan tetapan partisi Nernst,
berdasarkan hokum partisi Nernst.
Apabila klorofrom diganti, lalu diekstrksi dilanjutkan, maka pada setiap kali
pengocokan kosentrasi zat A dalam fasa air akan menurun sesuai dengan tetapan
Nernst sebagai berikut:
0,08 0,016 0,0032 0,00004
. 1. 0,02 2.
0,004
3.
0,0008
4.
0,000016
Berarti sehabis ekstraksi empat kali kosentrasi (A1) menurun dari 0,02 Mol menjadi
0,000016 Mol. Penurunan kosentrasi tersebut terlihat dalam grafik sebagai berikut:
λ1
0.02
1 2 3 4 Jumlah ekstraksi
Suhu
Makin tinggi suhu oven makin singkat waktu retensi.Yaitu sekitar dua kali
per 300C perbedaan suhu.Injektor serta detector harus lebih panas daripada
oven.Kalau dipakai fasa cair yang tidak polar, maka seyogyanya suhu oven
kurang lebih 300C lebih tinggi dari titik didih tertinggi dari komponen-
komponen didalam sample. Suhu yang tinggi bias merusakkan fasa cair
( terutama yang ester) dan zat-zat yang peka terhadap panas.
a) Kecepatan aliran gas bahan baker ( detector FID, AFID, FPD)
Detektor ID pada umumnya paling peka pada aliran gasH 2 30 ml/menit dan
udara 300 ml/menit. Biola kurang atau lebih banyak gas yang mengalir, maka
kepekaannya menurun. Kecepatan aliran gas bahan baker untuk AFID dan FPD
lebih kecil dan perlu diatur secara teliti.
Membuka kram gas pembawa (N2),pada tabung ,memutar berlawanan pada arah
jarum jam.
Membuka katup gas pembawa pada GC, memilih injection port B, memutar
kekiri dengan pelan-pelan sampai display menunjukka 30 ml/menit.
Menunggu 30 menit-1jam, supaya system flow sensing elektrannya menjadi
panas sehingga pembacaannya menjadi akurat.
Mengatur kecepatan gas pembawa, menentukan injection b, memutar kekiri
dengan pelan-pelan hingga terbaca pada display 30 ml/menit.
Menset suhu injector, menekan “INJ B TEMP” “150” “ENTER”.
Menset suhu detector FID, menekan “DET B TEMP” “150” “ENTER”
Menunggu sampai detector panas.
Membuka gas udara menekan pada tabung, memutar berlawanan arah jarum
jam.
Membuka katup udara menekan pada GC, pada DET B yang telah dipanaskan
memutar kekiri sampai full.
Membuka kran hydrogen pada tabung, memutar berlawanan arah jarum jam.
Membuka katup hydrogen pada GC pada DET B yang dipanaskan ,memutar
kekiri sampai full.
Menyalakan flame pada DET B yang telah dipanaskan ,menekan tombol “ FID
IGNITOR” kalau flame sedang menyala ada bunyi.
Mencek nyala dengan menggunakn plat besi dan letaknya diatas flame sampai
ada uap pada plat.
Menyalakan detector , menekan “DET” “B” “ON”
Mencek signal, menekan “SIG” “B” “ENTER“ “SIG 1”
Menset suhu oven, menekan “OVEN TEMP” 1000C lalu “ENTER”
Menyalakan integrator, menekan on/of dengan bagian belakang dari alat,
sampai ada respon.
VIII. PEMBAHASAN
Pada percobaan yang kami lakukan untuk suhu 90ºC, didapatkan waktu retensi
yang tidak seimbang antara waktu retensi yang dimiliki oleh sampel Ethanol
murni dengan pada campuran bahan tersebut dengan toluena (perbandingan 1 : 1),
dimana Etanol murni mempunyai waktu retensi selama 1,88 sedangkan untuk
campurannya didapatkan waktu rentensi selama 1,39 hal ini mungkin disebabkan
karena tidak seimbangnya campuran tersebut (campuranya tidak tepat 1 :1), atau
mungkin volume yang diinjeksikan tidak tepat 1l.
Sedangkan untuk percobaan pada suhu 150ºC waktu retensinya pun memiliki
perbedaan yang sangat kecil (antara 1,49 dengan 1,48), hal ini mungkin bisa kita
abaikan karena kesalahan yang terjadi mungkin karena suntik yang kita gunakan
itu tidak steril (dalam artian bahwa masih mengandung zat pengotor karena tidak
terlalu bersih ketika dilakukan pembilasan dengan sampel tersebut).
Dari kedua percoaan yang dilakukan ternyata terlihat bahwa campuran antara
Ethanol dan Toluen mempunyai zat pengotor yang lain, hal ini dapat dibuktikan
dengan melihat kurva yang terbentuk, ternyata mengandung banyak sudut-sudut
yang lain.
Keberadaan jarum suntik yang agak lama didalam detektor akan menimbulkan
pengaruh terjadinya peak broadening ( puncak kurang tajam ).
Waktu Retensi setiap zat tersebut dipengaruhi pula oleh Gas pembawanya serta
pada suhu berapa gas tersebut terbawa, dengan kata lain temperatur pikut pula
menentukan waktu retensi setiap zat
IX. KESIMPULAN
Waktu retensi adalah metode pengukuran secara kualitatif untuk GC
Waktu retensi yang dimiliki oleh setiap zat harus hanya tergambar 1 pada kurvanya
dan apabila ada beberapa puncak yang terbentuk itu berarti sampel mempunyai zat
pengotor.
X. DAFTAR PUSTAKA
Buku Petunjuk Praktikum “Analisis Instrument” Jurusan Teknik Kimia Politeknik
Negeri Ujung Pandang.
Trisna Fadliyah
331 07 055