Anda di halaman 1dari 40

FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA

(UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA)


Jl. Arjuna Utara No.6 Kebon Jeruk-Jakarta Barat

KEPANITERAAN KLINIK
STATUS ILMU PENYAKIT KANDUNGAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
SMF ILMU KEBIDANAN
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CENGKARENG

Nama : Gabriella Franly Theodorus Tanda Tangan


NIM : 11.2018.071
Dr penguji/ Pembimbing : dr.Prahadi Rahardjo, Sp.OG .....................

IDENTITAS PASIEN
Nama lengkap : Ny. B (67-80-30) Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 29 tahun () Suku Bangsa : Betawi

Status : Menikah Agama : Islam

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Pendidikan : SMA

Alamat : Jl. RT 002/RW 002, Tegal Alur, Cengkareng, Jakarta Barat 11750

ANAMNESIS

Diambil dari : Auto-anamnesis pada tanggal 18 Juli 2019 jam 08.05 WIB di Poli
Kebidanan

Keluhan Utama

1
Pasien wanita G2P1A0 hamil 9 minggu datang ke Poli Kebidanan RSUD
Cengkareng dengan keluhan perdarahan pervaginam sejak 4 hari SMRS.

Riwayat Penyakit Sekarang


Sejak 1 minggu (Kamis, 11/07/2019) SMRS, Pasien wanita G2P1A0
janin tunggal hidup hamil 9 minggu mengaku keluarnya flek berwarna merah
kecoklatan dari vagina. Keluhan disertai rasa perih pada perut bagian bawah dan
vagina. 4 hari (Minggu, 14/07/2019) SMRS, Pasien mengatakan keluarnya
perdarahan pervagiam sebanyak 3 pembalut. Keluhan perih pada perut bagian
bawah dan vagina disangkal. Keesokan harinya (3 hari SMRS, Senin
15/07/2019), pasien masih mengeluh keluhan yang sama. Keluhan disertai pusing
berputar serta perut terasa melilit.

2 hari (Selasa, 16/07/2019) SMRS, pasien datang ke RSUD Kalideres


untuk memeriksakan kehamilannya. Setelah di USG, pasien di diagnosa Blighted
Ovumdan. Pasien sudah dijadwalkan tindakan kuret 2 hari kedepan (Kamis,
18/07/19), tetapi dokter yang menangani berhalangan. Pasien langsung mencari
rumah sakit terdekat lainnya (RSUD Cengkareng) untuk di kuret.

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien memiliki riwayat kontrasepsi menggunakan suntik KB selama 5 tahun dari
tahun 2012 s/d 2017. Suntik KB diberikan 40 hari setelah persalinan section
caesar kelahiran pertamanya (7 tahun yang lalu).

Riwayat Menstruasi
 Menarche : 13 tahun Menopause : (-)
 Dismenorrhea : (-) Siklus haid : tidak teratur (28hari)
 Leukorrhea : (-) Lama haid : 7 hari

Riwayat Perkawinan
 Menikah 1 kali dengan usia perkawinan 8 tahun

2
Riwayat Kehamilan dan Kelahiran
Hamil Usia Jenis Penyulit Penolong Jenis BB/TB Umur
ke kehamilan persalinan kelamin lahir sekarang
1 Cukup Normal - Bidan Perempuan 2800g 7 tahun
bulan
2 Hamil ini

Riwayat kehamilan ini:


 HPHT : 11-05-2019
 HPL : 02-12-2019
Riwayat Kontrasepsi (Keluarga Berencana)
 ( - ) Pil KB ( - ) IUD
 ( + ) Suntikan KB ( - ) Lain-lain
 ( - ) Susuk KB
*Suntik dari 40 hari setelah melahirkan sejak 2012-2017
Riwayat Penyakit Dahulu
(−) Alergi (−) Diabetes (−) Hepatitis
(−) Asma (−) Gastritis (−) Hipertensi
(−) Tuberkulosis (−) HIV (−)Penyakit Jantung

Riwayat Penyakit Keluarga


Penyakit Ya Tidak Hubungan
Alergi - √
Asma - √
Tuberkulosis - √
Diabetes - √
Gastritis - √
HIV - √
Hipertensi - √
Penyakit jantung - √

Riwayat Operasi: Sectio Saecar kehamilan pertama 2012

3
A. PEMERIKSAAN FISIK
Tanda- Tanda Vital
Keadaan Umum : Tampak Sakit Sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Nadi : 80x/menit (kuat angkat, teratur)
Suhu : 37,1o C
Pernafasaan : 18x/menit. Abdomino-torakal
GCS : E4M6V5
Tinggi Badan : 164cm
Berat Badan : 70 kg (sebelumnya 51kg)

Pemeriksaan Umum

Kepala : Normocephal, rambut hitam, distribusi merata


Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Kulit : Warna sawo matang, turgor kulit baik, ikterus (-)
Telinga : Serumen -/-, membrane timpani +/+, nyeri -/-
serta gangguan pendengaran (-)
Hidung : mimisan (-), secret (-), tidak terdapat gangguan penghidu,
krepitasi (-)
Mulut : gusi berdarah (-), lidah kotor (-), tonsil T1/T1, trismus,
bibir pucat (-), post nasal drip (-)
Leher : benjolan(-), nyeri menelan(-), perubahan suara (-), KGB(-)
Jantung : BJ I-II regular murni, gallop (-), murmur (-)
Pulmo : SN vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen : Linea nigra (-), striae gravidarum (-). Bising usus (+),
nyeri tekan (-) kontraksi (-)
Genitalia : Lendir (+), darah (-), cairan jernih (-)
Ekstremitas : Tangan Edema -/-, kaki edema +/+, reflex fisiologis (+/+),
reflex patologis (-/-), Akral tangan dan kaki hangat (+/+),
clubbing finger (-/-), sianosis (-/-)

4
Kejiiwaan : Tingkah laku tenang, perasaan biasa, proses pikir wajar

B. PEMERIKSAAN OBSTETRIKUS
Pemeriksaan Luar
Wajah : chloasma gravidarum (-)
Payudara : pembesaran (+), puting susu menonjol (-), nipple discharge(-)
Abdomen : membuncit, linea nigra (+), striae gravidarum (-), bekas SC (+)
Leopold : tidak dilakukan (usia kehamilan belum mencapai 24 minggu)
TFU : tidak teraba (9 minggu)
Vulva : lesi (-), edem (-), kondiloma (-), kista (-)
Vagina : discharge (-) darah (-) cairan ketuban (-), varises (-)
Pemeriksaan Dalam
*harus melakukan Vagina Tuchae
Portio : tidak dilakukan
Pembukaan : tidak dilakukan
Ketuban : tidak dilakukan
Posisi terendah : tidak dilakukan
Hodge : tidak dilakukan
Handscoon : tidak dilakukan
PEMERIKSAAN PENUNJANG
 USG:
Ny. B (67-80-30)/ G2P1A0 Hamil 9 minggu dengan Blighted Ovum
Foto: -
Kesan:
(hasil laporan di catat langsung saat kontrol di poli)
Fetal pole (-)/ DJJ (-)/ GS: 22,16mm/GA: 9w3d
C. RESUME
Pasien wanita G2P1A0 Hamil 9 minggu datang ke Poli Kebidanan RSUD
Cengkareng dengan keluhan keluar perdarahan pervaginam sejak 4 hari
SMRS, sebanyak 3 pembalut. Sebelumnya pasien mengaku keluarnya flek

5
dari vagina disertai perih pada perut bagian bawah dan vagina sejak 1 minggu
yang lalu. Keluhan disertai rasa perih pada perut bagian bawah dan vagina.
3hari SMRS, pasien masih mengeluh keluhan yang sama disertai pusing
berputar dan rasa melilit pada bagian abdomen.
Sebelumnya pasien didiagnosa Blighted Ovum di RSUD Kalideres sudah
dijadwalkan tindakan kuret 2 hari kedepan (Kamis, 18/07/19), tetapi dokter
yang menangani berhalangan. Pasien langsung datang ke rumah sakit terdekat
lainnya (RSUD Cengkareng) untuk di kuret.
Diketahui HPHT: 11-05-2019, HPL: 02-12-2019, KU Tampak Sakit
Sedang, CM, TD 120/80 mmHg, HR 80x/menit, RR 18x/menit, T 37,1°C.
Pada pemeriksaan USG didapatkan: fetal pole (-)/ DJJ (-)/ GS: 22,16mm/GA:
9w3d

D. DIAGNOSIS
G2P1A0 Hamil 9 minggu dengan Blighted Ovum

E. DIAGNOSIS BANDING
1. Abortus imminens
 Data yang mendukung: ẞ-hCG (+), adanya flek/perdarahan pervaginam <
20 minggu
 Data yang tidak mendukung: pemeriksaan USG didapati hasil konsepsi
baik hidup ataupun tidak.
2. Mola Hidatidosa
 Data yang mendukung: ẞ-hCG (+), adanya flek/perdarahan pervaginam <
20 minggu, kehamilan tidak mengandung embrio, perut membesar seperti
hamil.
 Data yang tidak mendukung: terdapat tanda kehamilan pasti, seperti
terdapatnya gerakan janin dan adanya DJJ, serta tidak ditemukannya snow
flake pattern pada pemeriksaan USG.

6
F. PENATALAKSANAAN

Kontrol rutin 1 bulan kedepan (Senin, 13/08/2019)

G. PROGNOSIS
 Quo ad Vitam : dubia ad bonam
 Quo ad Fungsionam : dubia ad bonam
 Quo ad Sanationam : dubia

7
Pendahuluan
Proses kehamilan merupakan mata rantai yang berkesinambungan dan
terdiri dari: ovulasi, migrasi spermatozoa dan ovum, konsepsi dan pertumbuhan
zigot, nidasi (implantasi) pada uterus, pembentukan plasenta, dan tumbuh-
kembang hasil konsepsi sampai aterm. Dihitung dari saat fertilisasi sampai
kelahiran bayi, kehamilan normal biasanya berlangsung dalam waktu 40 minggu.
Selama kehamilan normal, hampir semua sistem organ mengalami perubahan
anatomis dan fungsional yang dapat berubah secara bermakna.1,2
Tubuh perempuan sudah dirancang sedemikian rupa untuk mempersiapkan
sebuah kehamilan. Perubahan anatomi dan fisiologis pada perempuan hamil
sebagian besar sudah terjadi segera setelah fertilisasi dan terus berlanjut selama
kehamilan, perubahan yang terjadi ini merupakan respon terhadap terhadap
adanya janin didalam Rahim seorang ibu hamil. Perubahan-perubahan yang
terjadi selama kehamilan berlangsung secara alamiah dan akan kembali menjadi
bentuknya semula seperti sebelum hamil setelah persalinan dan juga menyusui.
Adaptasi yang terjadi meliputi adaptasi anatomis, fisiologis, dan metabolisme,
adaptassi ini sangat menentukan keberhasilan kehamilan.1,2
Mendiagnosis kehamilan dapat dilakukan dengan memerhatikan tanda-tanda
presumtif sesuai apa yang dirasakan oleh ibu, dan juga dapat diperjelas dengan
melakukan pemeriksaan untuk mencari adanya tanda-tanda kemungkinan hamil
dan juga tanda pastinya. Selain dari itu ada banyak pemeriksaan penunjang berupa
pemeriksaan laboratorium untuk menunjang tegaknya sebuah kehamilan.1,2,3

Salah satu komplikasi terbanyak pada kehamilan ialah terjadinya


perdarahan. Perdarahan dapat terjadi pada setiap usia kehamilan. Pada kehamilan
muda sering dikaitkan dengan kejadian abortus, miscarriage, early pregnancy
loss. Melihat terjadinya perdarahan pada kehamilan maka harus mengetahui
akibat dari perdarahan yang menyebabkan kegagalan kelangsungan kehamilan itu
sendiri.8
Perdarahan pada kehamilan muda sering disebut abortus. Abortus atau
keguguran adalah pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup diluar

8
kandungan pada kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari
500 gram. 8
Blighted ovum merupakan salah satu jenis keguguran yang terjadi pada awal
kehamilan yang disebut juga dengan anembryonic pregnancy. Seorang wanita
yang mengalami blighted ovum juga merasakan gejala-gejala kehamilan seperti
terlambat menstruasi, mual dan muntah pada awal kehamilan (morning sickness),
payudara mengeras, serta terjadi pembesaran perut, bahkan saat dilakukan tes
kehamilan maupun pemeriksaan laboratorium hasilnya pun positif. 8,9
Kasus blighted ovum umum terjadi pada kehamilan. Bahkan, terjadi
sedikitnya 60% dari semua keguguran dari setiap trimester kehamilan. Namun,
karena blighted ovum terjadi sangat awal, banyak wanita tidak menyadari bahwa
ketika mereka sedang hamil, mereka menderita blighted ovum. 8,9
Blighted ovum terjadi ketika telur yang dibuahi berhasil melekat pada
dinding rahim, tetapi tidak berisi embrio, hanya terbentuk plasenta dan selaput
ketuban. Sebagian besar kasus blighted ovum akan dikeluarkan secara alamiah,
tetapi terkadang kondisi ini memerlukan tindakan medis. 8,9
Pada kehamilan dengan blighted ovum, kantung uterus akan berhenti
perbesarannya. Pada waktu itu embrio tiada lagi berkembang lalu mati.
Kemudian, terjadi keguguran atau pengeluaran produk kehamilan. Proses
keguguran itu bisa berlangsung berminggu-minggu, dimulai dengan keluarnya
bercak-bercak kecoklatan hingga perdarahan dalam jumlah banyak. Tak jarang
keguguran berlangsung secara spontan. Berdasakan penelitian, hamil yang
keguguran spontan sekitar 50% merupakan kehamilan blighted ovum. Jadi, ketika
janin tidak berkembang, secara almiah mekanisme tubuh akan mengeluarkannya.
8,9

KEHAMILAN
Definisi
Kehamilan adalah fertilisasi atau penyatuan dari spermatozoa dan ovum dan
dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi. Dihitung dari saat fertilisasi sampai
kelahiran bayi, kehamilan normal biasanya berlangsung dalam waktu 40 minggu.
Usia kehamilan tersebut dibagi menjadi 3 trimester yang masing-masing

9
berlangsung dalam beberapa minggu. Trimester 1 selama 12 minggu, trimester 2
selama 15 minggu (minggu ke-13 sampai minggu ke-27), dan trimester 3 selama
13 minggu (minggu ke-28 sampai minggu ke-40).2,3

Fertilisasi Ovum dan Pembelahan Zigot


Untuk terjadi kehamilan harus ada spermatozoa , ovum, pembuahan ovum
(konsepsi), dan nidasi (implantasi) hasil konsepsi. Setiap spermatozoa terdiri atas
3 bagian yaitu kaput atau kepala yang berbentuk lonjong agak gepeng dan
mengandung bahan nucleus, ekor, dan bagian yang silindrik (leher)
menghubungkan kepala dengan ekor. Dengan getaran ekornya spermatozoa dapat
bergerak cepat. Ovulasi membebaskan oosit sekunder dan sel aderen pada
kompleks oosit cumulus dari ovarium.
Meskipun secara teknis ini massa sel dilepaskan ke dalam rongga
peritoneum, oosit cepat ditelan oleh fimbriae infundibulum dari tuba fallopi.
Transportasi lebih lanjut melalui saluran telur dilakukan dengan gerakan arah silia
dan peristaltik tuba. Ovum dilingkari oleh zona pelusida. Di luar zona pelusida ini
ditemukan sel-sel korona radiata dan didalamnya terdapat perivititelina, tempat
benda-benda kutub. Bahan-bahan dari sel-sel korona dapat disalurkan ke ovum
melalui saluran saluran halus di zona pelusida. Jumlah sel-sel korona radiata di
dalam perjalanan ovum di ampula tuba makin berkurang, sehingga ovum hanya
dilingkari oleh zona pelusida pada waktu berada dekat pada perbatasan ampula
dan isthmus tuba, tempat pembuahan umumnya terjadi.2,3,4,5
Jutaan spermatozoa ditumpahkan di forniks vagina dan disekitar porsio pada
waktu koitus. Hanya beberapa ratus ribu spermatozoa dapat terus ke kavum uteri
dan tuba, dan hanya beberapa ratus dapat sampai ke bagian ampula tuba dimana
spermatozoa dapat memasuki ovum yang telah siap untuk dibuahi. Hanya satu
spermatozoa yang mempunyai kemampuan (kapasitasi) untuk membuahi. Pada
spermatozoa ditemukan pningkatan konsentrasi DNA di nukleusnya, dan
kaputnya lebih mudah menembus dinding ovum oleh karena diduga dapat
melepaskan hialuronidase.2,3,5

10
Gambar 1. Pembuahan Ovum
(A, B, C dan D) Ovum dengan korona radiata; (E) Ovum dimasuki spermatozoa; (F dan G)
Pembentukan benda kutub II dan akan bersatunya kedua pronukleus yang haploid untuk menjadi
zigot.

Gambar 2. Diagram Reaksi Akrosom

Fertilisasi (pembuahan) adalah penyatuan ovum (oosit sekunder) dan


spermatozoa yang biasanya berlangsung di ampula tuba. Fertilisasi meliputi
penetrasi spermatozoa ke dalam ovum, fusi spermatozoa dan ovum diakhiri
dengan fusi materi genetik. Hanya satu spermatozoa yang telah mengalami proses
kapasitasi mampu melakukan penetrasi membran sel ovum. Untuk mencapai
ovum, spermatozoa harus melewati korona radiata (lapisan luar sel ovum) dan
zona pelusida (suatu bentuk glikoprotein ekstraseluler), yaitu dua lapisan yang
menutupi dan mencegah ovum mengalami fertilisasi lebih dari satu spermatozoa.
Suatu molekul komplemen khusus di permukaan kepala spermatozoa kemudian
mengikat ZP3 glikoprotein di zona pelusida. Pengikatan ini memicu akrosom
melepaskan enzim yang membantu spermatozoa menembus zona pelusida.3,6

11
Gambar 3. Pembelahan sel mulai dari hasil konsepsi sampai stadium morula

Pada saat spermatozoa menembus zona pelusida terjadi reaksi korteks


ovum. Granula korteks di dalam ovum (oosit sekunder) berfusi dengan membran
plasma sel, sehingga enzim di dalam granula-granula dikeluarkan secara
eksositosis ke zona pelusida. Hal ini yang menyebabkan glikoprotein di zona
pelusida berikatan satu sama lain membentuk suatu materi yang keras dan tidak
dapat ditembus spermatozoa. Proses ini mencegah ovum dibuahi lebih dari satu
sperma.3,6
Pembuahan ini akan membentuk zigot yang terdiri dari bahan genetik dari
perempuan dan laki-laki. Pada manusia terdapat 44 kromosom otosom dan 2
kromosom kelamin; pada seorang laki-laki satu X dan satu Y. Sesudah
pembelahan kematangan, maka ovum matang mempunyai 22 kromosom otosom
dan 1 kromosom X atau 22 kromosom otosom serta 1 kromosom Y. Zigot sebagai
hasil pembuahan yang memiliki 44 kromosom otosom serta 2 kromosom X maka
tumbuh sebagai janin perempuan, sedangkan yang memiliki 44 kromosom otosom
serta 1 kromosom X dan 1 kromosom Y akan tumbuh sebagai janin laki-laki.3,7,8
Dalam beberapa jam setelah pembuahan terjadi, mulailah pembelahan zigot.
Hal ini dapat berlangsung oleh karena sitoplasma ovum mengandung banyak zat
asam amino dan enzim. Segera setelah pembelahan ini terjadi, pembelahan-
pembelahan selanjutnya berjalan dengan lancar, dalam 3 hari terbentuk suatu
kelompok sel yang sama besarnya. Hasil konsepsi berada dalam stadium morula
dimana kelompok sel tersebut menyerupai buah murbei.
Dalam morula terbentuk suatu rongga yang disebut eksoselom. Rongga ini
terletak tidak ditengah-tengah, tetapi eksentris. Dengan demikian sel morula saat
ini terbagi menjadi 2 jenis, yaitu:
1. Sel-sel yang terletak di sebelah luar, yang merupakan dinding dari telur
disebut trofoblast. Fungsi trofoblast ini adalah untuk mencari makanan
bagi sel telur.

12
2. sel-sel yang terletak di sebelah dalam, yang merupakan kelompok sel,
disebut bintik benih atau nodus embrionale. Bayi akan terbentuk dari sel
ini.
Kemudian hasil konsepsi disalurkan ke pars ismika dan pars interstitialis tuba
(bagian-bagian tuba yang sempit) dan terus disalurkan ke arah kavum uteri oleh
arus getaran silia pada permukaan sel-sel tuba dan kontraksi tuba. 2,3

Nidasi
Selanjutnya pada hari ke empat hasil konsepsi mencapai stadium blastula
yang disebut blastokista, suatu bentuk yang di bagian luarnya adalah trofoblast
dan di bagian dalamnya disebut masa inner cell. Massa inner cell ini berkembang
menjadi janin dan trofoblast akan berkembang menjadi plasenta.
Dengan demikian, blastokista diselubungi oleh suatu simpai yang disebut
trofoblast. Trofoblast ini sangat kritis untuk keberhasilan kehamilan terkait
dengan keberhasilan nidasi (implantasi), produksi hormon kehamilan, proteksi
imunitas bagi janin, peningkatan aliran darah maternal ke dalam plasenta dan
kelahiran bayi. Sejak trofoblast terbentuk, produksi hormon human chorionic
gonadotropin (hCG) dimulai, suatu hormone yang memastikan bahwa
endometrium akan menerima (reseptif) dalam proses implantasi embrio. 2,3,4,9
Trofoblast yang mempunyai kemampuan menghancurkan dan mencairkan
jaringan menemukan endometrium dalam masa sekresi, dengan sel-sel desidua
yang besar-besar dan mengandung lebih banyak glikogen serta mudah
dihancurkan oleh trofoblast. Nidasi diatur oleh suatu proses yang kompleks antara
trofoblas dan endometrium. Di satu sisi trofoblast mempunyai kemampuan invasi
yang kuat, di sisi lain endometrium mengontrol trofoblast dengan menyekresikan
faktor-faktor yang aktif lokal, yaitu inhibitor cytokines dan protease. Keberhasilan
nidasi dan plasentasi yang normal adalah hasil keseimbangan proses antara
trofoblast dan endometrium.
Trofoblas ekstravili ditemukan di luar villus dan dapat dibagi dalam kategori
endovascular dan interstitial. Trofoblas endovascular menyerang dan mengubah
spiral arteri selama kehamilan untuk membuat aliran darah resistansi rendah yang

13
merupakan karakteristik dari plasenta. Sedangkan trofoblas interstitial menyerang
desidua dan mengelilingi arteri spiral ibu. 2,3,4,9,10
Kelainan dalam optimalisasi aktivitas trofoblast dalam proses nidasi akan
berlanjut dengan berbagai penyakit dalam kehamilan. Apabila invasi trofoblast ke
arteri spiralis maternal lemah atau tidak terjadi, maka arus darah uteroplasenta
rendah dan menimbulkan sindrom preeklampsia. Kondisi ini akan menginduksi
plasenta menyekresikan substansi vasoaktif yang memicu hipertensi maternal.
Kenaikan tekanan darah ibu dapat merusak arteri spiralis dan tersumbat, sehingga
terjadi infark plasenta. Sebaliknya, invasi trofoblast yang tidak terkontrol akan
menimbulkan penyakit trofoblast gestational seperti mola hidatidosa dan
koriokarsinoma.11
Dalam tingkat nidasi, trofoblast antara lain menghasilkan hormon hCG.
Produksi hormone hCG meningkat sampai kurang lebih hari ke-60 kehamilan
kemudian turun lagi. Diduga bahwa fungsinya ialah mempengaruhi korpus luteum
untuk tumbuh terus dan menghasilkan terus progesteron, sampai plasenta dapat
membuat cukup progesteron sendiri. Hormon korionik gonadotropin inilah yang
khas untuk menentukan ada tidaknya kehamilan. Hormon tersebut dapat
ditemukan dalam air kemih ibu hamil.2,3,4
Nidasi terjadi 6 atau 7 hari pasca fertilisasi. Pada umumnya blastokista
masuk di endometrium dengan bagian di mana massa inner-cell berlokasi.
Dikemukakan bahwa hal inilah yang menyebabkan tali pusat berpangkal sentral
atau parasentral. Bila sebaliknya dengan bagian lain blastokista memasuki
endometrium, maka terdapatlah tali pusat dengan insersio velamentosa. Umumnya
nidasi terjadi di dinding depan atau belakang uterus, dekat pada fundus uteri. Jika
nidasi ini terjadi barulah dapat disebut adanya kehamilan.2,3,9

14
Gambar 4. Masa tumbuhnya mudigah (embrio)
(A) Blastokista dengan masa inner-cell
(B dan C) Blastokista dalam tingkat lebih jauh

Setelah nidasi berhasil, selanjutnya hasil konsepsi akan bertumbuh dan


berkembang di dalam endometrium. Kemudian terjadi diferensiasi sel-sel
blastokista. Dalam blastokista terdapat suatu embryonal plate yang dibentuk
antara 2 ruangan, yakni ruang amnion dan yolk sac. Pertumbuhan embrio terjadi
dari embryonal plate yang selanjutnya terdiri atas tiga unsur lapisan, yakni sel-sel
ectoderm, mesoderm dan endoderm. Ruangan amnion kelak akan menjadi besar
dan meliputi seluruh embrio.
Dalam ruangan inilah embrio akan tumbuh. Sel-sel yang membatasi ruangan
ini disebut ectoderm yang akan membentuk kulit, rambut, kuku gigi dan susunan
saraf. Sel-sel yang berada disekitar yolk sac disebut endoderm. Dari endoderm
terbentuk usus, saluran pernapasan, kandung kencing dan hati. Kemudian timbul
lapisan sel yang lain, yang masuk antara lapisan ektoderm dan entoderm yang
menghasilkan jaringan otot, tulang, jaringan ikat, jantung dan pembuluh-
pembuluh darah maupun pembuluh limfe. Sistem kardiovaskular janin dibentuk
kira-kira minggu ke-10. Organogenesis diperkirakan selesai pada minggu ke-12,
disusul masa fetal dan perinatal.2,3,7,8

Plasentasi
Plasentasi adalah proses pembentukan stuktur dan jenis plasenta. Setelah
nidasi embrio ke dalam endometrium, plasentasi dimulai. Pada manusia,

15
plasentasi berlangsung sampai 12-18 minggu setelah fertilisasi.9 Pada dasarnya,
plasenta berasal dari sel trofoblas yang mulai terbentuk pada stadium morula dan
akhirnya berdifferensiasi sehingga membentuk satu lapisan sel trofoblas yang
mengelilingi blastosis. Sehingga kehamilan menjadi matang, trofoblas memainkan
peranan penting dalam hubungan antara feto-maternal. Trofoblas memamerkan
pelbagai struktur, fungsi, dan bentuk pertumbuhan pada semua komponen
plasenta.10

Pada hari ke-8 setelah fertilisasi, setelah aposisi, sel trofoblas


berdiferensiasi menghasilkan dua lapis trofoblas. Lapisan dalam disebut
sitotrofoblas, merupakan sel mononuklear dengan batas sel yang tegas, disebut
juga dengan sel Langhan. Lapisan luar disebut sinsitiotrofoblas, berupa sel
multinuklear dengan batas sel yang tidak tegas, berasal dari lapisan sitotrofoblas.10
Setelah implantasi selesai, trofoblas akan berdiferensiasi mengikuti dua
jalur utama, yang membentuk vili dan ekstravili. Trofoblas vili akan menjadi vili
korion dimana berfungsi untuk membawa oksigen dan nutrisi diantara fetus dan
ibu. Manakala trofoblas ektravili akan bermigrasi ke dalamdesidua dan
miometrium dan juga berfungsi untuk menginvasi pembuluh darah ibu. Oleh itu,
trofoblas ekstravili dapat diklasifikasikan lagi sebagai trofoblas interstisial dan
trofoblas endovaskular. Trofoblas interstisial akan menginvasi desidua dan
akhirnya tembus ke miometrium untuk membentuk sel giant pada placental bed.
Selain itu, trofoblas ini juga akan bertanggungjawab untuk menginvasi arteri
spiralis.10

DEFINISI
Blighted ovum (kehamilan kosong) merupakan salah satu jenis
keguguran yang terjadi pada awal kehamilan. Disebut juga anembryonic
pregnancy, blighted ovum terjadi ketika telur yang dibuahi berhasil melekat pada
dinding rahim, tetapi tidak berisi embrio, hanya terbentuk plasenta dan kulit
ketuban yang ditandai dengan adanya kantung gestasi. Kegagalan biasanya
terjadi saat usia 6 minggu, sehingga dapat diabsorbsi kembali oleh uterus.12,13

16
Kasus ini ditandai dengan ancaman keguguran atau abortus sebelumnya.
Abortus merupakan suatu keadaan dimana terjadinya pengeluaran hasil konsepsi
pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat hasil konsepsi kurang
dari 500 gram. Abortus merupakan komplikasi paling sering dari kehamilan
dan dapat menjadi stress emosional bagi pasangan yang mengharapkan anak.
Pada kehamilan yang secara klinis diketahui, angka gagalnya kehamilan sebesar
15% untuk usia gestasi 20 minggu dihitung dari haid pertama haid terakhir.
Blighted ovum dianggap merupakan kejadian kromosomal random yang terjadi
pada sekitar 1:5 hingga 1:10 kasus abortus.12-14
Pada saat konsepsi, sel telur (ovum) yang matang bertemu sperma.
Perkembangan kehamilan dimulai dengan tumbuhnya villi korionik pada
permukaan luar blastokist dan berimplantasi ke dinding rahim. Villi memproduksi
gonadotropin yang merangsang pituitary melepaskan lutenizing hormone (LH),
yang berperan memicu corpus luteum di ovarium membentuk progesterone dalam
jumlah banyak. Normalnya, pada tingkat ini, massa inner cell mulai membelah
dan berdiferensiasi menjadi organ-organ. Sekitar usia 6 minggu, fetus mulai
mengembangkan sirkulasinya, dan setelah 8 minggu villi chorialis mengatur
sirkulasi dan membentuk plasenta.14,15
Namun pada blighted ovum, kantung amnion tidak berisi fetus yang
disebabkan berbagai faktor maka sel telur yang telah dibuahi sperma tidak dapat
berkembang sempurna, dan hanya terbentuk plasenta yang berisi cairan. Meskipun
demikian plasenta tersebut tetap tertanam di dalam rahim. Plasenta menghasilkan
hormon hCG (human chorionic gonadotropin) dimana hormon ini akan
memberikan sinyal pada indung telur (ovarium) dan otak sebagai pemberitahuan
bahwa sudah terdapat hasil konsepsi di dalam rahim. Hormon hCG yang
menyebabkan munculnya gejala-gejala kehamilan seperti mual, muntah, dan
menyebabkan tes kehamilan menjadi positif.13,14

ETIOLOGI
Sekitar 60% blighted ovum disebabkan kelainan kromosom dalam proses
pembuahan sel telur dan sperma. Infeksi TORCH, rubella dan streptokokus,

17
penyakit kencing manis (diabetes mellitus) yang tidak terkontrol, rendahnya kadar
beta-hCG serta faktor imunologis seperti adanya antibodi terhadap janin juga
dapat menyebabkan blighted ovum. Risiko juga meningkat bila usia suami atau
istri semakin tua karena kualitas sperma atau ovum menjadi turun. Teori lain
menunjukkan bahwa blighted ovum disebabkan sel telur yang normal dibuahi
sperma yang abnormal. Penyebab terjadinya blighted ovum ini sulit dipisahkan
dengan penyebab abortus pada umumnya, karena faktor-faktor penyebab
gagalnya perkembangan hasil konsepsi ini dapat mengarah ke gagalnya
mempertahankan kehamilan.15-17 Berikut ini ialah penyebab terjadinya blighted
ovum:
 Faktor Genetik
Abnormalitas kromosom orang tua dan beberapa faktor imunologi
berhubungan dengan blighted ovum dan abortus secara umum telah diteliti.
Pada tahun 1981 Granat dkk mendeskripsikan adanya translokasi 22/22 pada
pria yang istrinya mengalami 6 kali abortus secara berurutan.12,16
Pada tahun 1990, Smith dan Gaha menemukan insiden yang cukup besar
dari carrier translokasi kromosom pada suatu penelitian terhadap keluarga abortus
habitualis dan didapatkan 15 balanced reciprocal translocations dan 9 fusi
robertsonian pada populasi ini. Kelainan kromosom yang paling banyak
menyebabkan abortus habitualis adalah balanced translocation yang menyebabkan
konsepsi trisomi. Kelainan struktural kromosom yang lain adalah mosaicism,
single gene disorder dan inverse dapat menyebabkan abortus habitualis. Single
gene disorder dapat diketahui dengan melakukan pemeriksaan yang seksama
terhadap riwayat keluarga atau dengan mengidentifikasi pola dari kelainan
yang dikenal dengan pola keturunan.15-17

 Kelainan Anatomi
Kelainan anatomi mungkin berupa kelainan kongenital atau kelainan yang
didapat. Kelainan kongenital termasuk fusi duktus Mulleri yang inkomplit atau
defek resorpsi septum, paparan diethylstilbestrol (DES) dan kelainan servik
uterus. Wanita dengan septum intrauterin memiliki risiko abortus spontan sebesar

18
60%, kebanyakan abortus pada trimester dua, tetapi dapat juga terjadi pada
trimester pertama. Apabila embrio berimplantasi pada septum karena
endometrium pada septum berkembang buruk dapat menyebabkan kelainan
plasenta. Pada paparan diethylstilbestrol (DES) intrauterine dapat menyebabkan
kelainan uterus, yang paling sering adalah hipoplasia yang dapat menyebabkan
abortus pada trimester pertama dan kedua, serviks inkompeten dan persalinan
prematurus.14,18
Kelainan anatomi didapat yang potensial menyebabkan abortus seperti
adhesi intrauterine (Sindroma Asherman) yang disebabkan oleh kuretase
endometrium atau evakuasi hasil konsepsi yang terperangkap terlalu dalam dan
berulang, leiomioma yang mempengaruhi arah dari kavum uteri dan
endometriosis. Hubungan keadaan ini dengan adanya keguguran berulang secara
teori ialah bahwa pada kasus adesi dan leiomioma terjadi adanya gangguan suplai
darah, sementara pada endometriosis berhubungan dengan faktor imunologi.18,19

 Kelainan Hormonal
Faktor-faktor endokrinologi yang berhubungan dengan abortus dan
blighted ovum termasuk insufisiensi fase luteal dengan atau tanpa kelainan
dimana luteinizing hormone (LH) hipersekresi, diabetesmellitus, dan penyakit
tiroid. Perkembangan pada kehamilan awal tergantung pada produksi estrogen
yang dihasilkan oleh korpus luteum sampai kecukupannya terpenuhi diproduksi
oleh perkembangan trofoblast, yang terjadi pada usia kehamilan 7-9 minggu.18
Abortus spontan terjadi pada kehamilan kurang dari 10 minggu jika korpus
luteum gagal untuk memproduksi progesteron yang cukup, adanya gangguan
distribusi progesteron ke uterus, atau bila pemakaian hormon progesteron pada
endometrium dan desidua terganggu. Keguguran juga dapat terjadi apabila
trofoblas tidak dapat menghasilkan progesteron yang seharusnya menggantikan
progesteron dari korpus luteum ketika korpus luteum menghilang.
Sekresi LH yang abnormal juga memiliki akibat langsung pada
perkembangan oosit, menyebabkan penuaan yang prematur, dan pada
endometrium menyebabkan maturasi yang tidak sinkron. Dipihak lain, sekresi

19
luteinizing hormone yang abnormal dapat menimbulkan keguguran secara tidak
langsung dengan cara meningkatkan kadar hormon testosteron.
Keadaan gangguan sekresi luteinizing hormone biasanya berhubungan
dengan adanya polikistik ovarium. Mekanisme yang mungkin menyebabkan
terjadinya keguguran pada penderita diabetes mellitus ialah gangguan aliran
darah pada uterus terutama sekali pada kasus-kasus dengan diabetes mellitus
tahap lanjut. Hipotiroid merupakan gangguan endokrin lain yang dihubungkan
dengan adanya abortus berulang, terutama sekali sebagai akibat disfungsi
korpus luteum dan ovulasi yang sering menyertai penyakit tiroid.
Antitiroid antibodi juga dihubungkan dengan abortus berulang. Karena
pada awal kehamilan tubuh membutuhkan kadar hormon tiroid yang lebih tinggi,
adanya antitiroid antibodi dapat menjadi suatu petanda bagi seseorang untuk
terjadi peningkatan risiko terjadinya abnormalitas tiroid yang dapat berakhir
pada keguguran. Kelainan-kelainan regulasi hormonal tersebut juga mampu
menyebabkan kegagalan perkembangan atau pembentukan janin. 17-19

 Infeksi Saluran Reproduksi20,21


Walaupun keguguran telah dihubungkan dengan organisme seperti:
a. Ureaplasma urealyticum
b. Mycoplasma
c. hominis
d. Chlamydia
e. Trachomatis
f. Toxoplasma gondii
Adanya organisme tersebut pada saat terjadinya keguguran tidak dapat
dianggap sebagai bukti organisme tersebut sebagai penyebab dari keguguran.
Organisme-organisme tersebut dapat menjadi penyebab keguguran apabila:
a. Telah ada dalam waktu yang lama tanpa menimbulkan gejala pada ibu
secara nyata sehingga keadaan ini menjadi tidak terdiagnosis dan tidak
diobati

20
b. Memiliki jalur untuk masuk ke lingkungan intrauteri sehingga menginfeksi
jaringan fetus dan/atau menstimulasi terjadinya proses radang.
Terdapat bukti bahwa vaginosis bakterialis berhubungan dengan keguguran
dan juga menjadi faktor risiko terjadinya persalinan preterm. Bakterial vaginosis
disebabkan karena terganggunya flora normal dari vagina. Terjadi pertumbuhan
berlebih dari bakteri anaerob dan lactobacilli yang normal tidak ada atau
sedikit. Tidak didapatkan adanya hubungan yang nyata dengan keguguran dan
hubungan ini masih perlu dibuktikan. Terdapat teori yang menyatakan bahwa
keguguran merupakan akibat dari aktivasi imunologi sebagai respon dari
adanya organisme patologis.

 Imunologik16,18,19
Respon imunologi diatur oleh gen-gen dari major histocompability
complex (MHC) yang berlokasi pada kromosom G. Antigen MHC golongan I
(human leucocyte antigens (HLA)-A, HLA-B dan HLA-C) dan antigen MHC
golongan II (HLA-DF, HLA-DP dan HLA-DQ) menentukan kompatibilitas
imunologik jaringan. Golongan I antigen MHC penting utnuk mengenali
struktur dalam menolak respon mediator dengan limposit T sitotoksik. Golongan
II antigen MHC menunjukkan antigen untuk limposit T dan memulai imunitas.
Golongan II gen-gen MHC desebut gen-gen respon imun, secara genetik diatur
dan dipercaya untuk menyebabkan penyakit.
Akhir-akhir ini, antigen golongan I MHC nonclassical truncated yang
dikenal HLA-G telah dipaparkan dalam sitotrofoblas manusia dan sel
trofoblas JEG-3, tatapi kemaknaan HLA-G masih spekulasi karena ia
merupakan trofoblas yang unik dan ada hipotasis yang mengatakan bahwa
HLA-G penting untuk gestasi yang berhasil dan respon terhadap HLA-G yang
menyimpang akan mengakibatkan abortus. Faktor-faktor imunologi terbagi dua,
yaitu:
a. Kelainan imunitas seluler
Endometrium dan desisua manusia penuh dengan sel-sel imun dan inflamasi
yang mampu mensekresi sitokin. Respon imun seluler T helper 1 yang abnormal

21
melibatkan sitokin interferon dan tumor nekrosis factor (TNF) merupakan
hipotesis yang paling sering dikemukakan untuk kegagalan imunologi
reproduksi.
Hipotesis ini menyatakan bahwa konseptur merupakan target local dan
respon cell mediate imun yang akan menyebabkan abortus. Pada wanita-wanita
yang mengalami abortus, antigen Trofoblas mengaktivasi makrofag dan limfosit,
mengakibatkan respon imun seluler oleh sitokin T helper 1, IFN- dan TNF
yang ditunjukkan dengan menghambat pertumbuhan embrio in vitro dan
perkembangan serta fungsi dari trofoblast. Kadar TNF dan interleukin 2 yang
tinggi didapatkan di serum perifer pada wanita- wanita yang mengalami abortus
dibandingkan dengan wanita hamil normal, tetapi mekanisme dari hubungan ini
belum dapat dijelaskan.
Mekanisme imun seluler lain yang berperan dalam abortus seperti
defisiensi sel supresor dan aktivasi makrofag berhubungan dengan kematian
janin, meskipun mekanismenya belum bisa dipaparkan. Ekspresi antigen
golongan II MHC yang abnormal atau ekspresi Golingan I MHC yang tinggi
pada sitotrofoblas menimbulkan respon dari IFN yang mengakibatkan abortus
melalui serangan sitotoksik sel T yang tinggi.
b. Kelainan imunitas humoral
Antifosfolipid antibodi adalah autoantibodi yang ditujukan melawan
fosfolipid yang bermuatan negatif, yang merupakan komponen esensial dari
membran sel yang memiliki peranan penting dalam fusi sel-membran sel.
Antifosfolipid antibodi termasuk juga lupus antikoagulan (walaupun tidak
terdapat sistemik lupus eritematosus) dan antibodi terhadap kardiolipin dan
phospatydilgliserin. Secara klinis antifosfolipid antibodi dihubungkan dengan
trombositopenia, trombosis dan keguguran berulang. Juga dihubungkan sebagai
penyebab dari komplikasi kehamilan yang lain apabila kehamilan berlanjut
hingga trimester ketiga, seperti persalinan prematur, ketuban pecah sebelum
waktunya, kematian janin dalam rahim, pertumbuhan janin terhambat dan
juga preeklampsia.

22
Uteroplasental trombosis, dianggap sebagai penyebab utama dari
berakhirnya kehamilan. Lupus antikoagulan menyebabkan tes koagulasi yang
bergantung dengan phospholipid seperti activated partial thromboplastin time
(APTT) menjadi memanjang dan dan tetap demikian walaupun telah ditambah
dengan plasma yang normal. Anti kardiolipin IgG atau IgM dapat diidentifikasi
dengan pemeriksaan ELISA.
Hasil pemeriksaan yang positif sebaiknya dulangi kembali setelah
beberapa minggu untuk memastikan kebenaran hasil positif ini. Prevalensi dari
antifosfolipid antibodi ini pada populasi antenatal secara umum adalah sekitar 2%
dibandingkan dengan ibu-ibu yang mengalami keguguran berulang yaitu sekitar
15%. Tingkat keberhasilan kehamilan pada keadaan yang tidak diobati ialah
sekitar 10- 15% dan keguguran berulang seringkali merupakan manifestasi awal
penyakit.
Mekanisme untuk terjadinya keguguran akibat dari antifosfolipid
antibodi adalah Peningkatan tromboksan dan penurunan sintesis prostasiklin
sehingga menimbulkan adesi platelet pada pembuluh darah di plasenta. Keadaan
immunologik lain yang mungkin juga menyebabkan terjadinya keguguran ialah
antibodi antisperma, antibodi antitrofoblas, dan defisiensi blocking antibody.
Namun keadaan ini masih belum dapat dibuktikan.

 Faktor Lain
Faktor lain yang berhubungan dengan keguguran berulang termasuk
juga zat-zat racun pada lingkungan, terutama logam berat dan paparan yang lama
terhadap pelarut organik, obat-obatan seperti antiprogestogen, obat
antineoplasma, anestesi, nikotin dan alkohol, demikian juga radiasi. Latihan
yang berat juga belum dapat dibuktikan secara pasti menyebabkan terjadinya
keguguran berulang. Koitus dihubungkan dengan adanya persalinan preterm
tetapi untuk terjadinya keguguran belum dapat dipastikan.22,23

PATOFISIOLOGI
Proses awal kehamilan blighted ovum terjadi sama pada kehamilan

23
umumnya. Sel telur dibuahi oleh sel sperma, kemudian terjadi penggabungan
pronukleus. Hari ke-4 setelah fertilisasi terbentuk menjadi blastosit yang dilapisi
trofoblas. Trofoblas akan memicu produksi hormon-hormon kehamilan termasuk
hormon hCG. Pemeriksaan tes kehamilan positif dan kehamilan klinis akan
terjadi. Kehamilan blighted ovum terjadi penuruna hormon kehamilan
(progesteron, estrogen, dan hCG). Penurunan tersebut dapat terjadi karena
beberapa faktor penyebab. Kasus blighted ovum dilakukan pemeriksaan
menggunakan USG ditemukan gestational sac, yolk sac dan tidak ditemukan
embrio di dalam gestational sac. Hal ini disebabkan kegagalan perkembangan
embrio pada 6-7 minggu pasca fertilisasi.8,9
Pada saat pembuahan, sel telur yang matang dan siap dibuahi bertemu
sperma. Namun dengan berbagai penyebab (diantaranya kualitas telur/sperma
yang buruk atau terdapat infeksi torch), maka unsur janin tidak berkembang sama
sekali. Hasil konsepsi ini akan tetap tertanam didalam rahim lalu rahim yang
berisi hasil konsepsi tersebut akan mengirimkan sinyal pada indung telur dan otak
sebagai pemberitahuan bahawa sudah terdapat hasil konsepsi didalam rahim.
Hormon yang dikirimkan oleh hasil konsepsi tersebut akan menimbulkan
gejala-gejala kehamilan seperti mual, muntah dan lainya yang lazim dialami ibu
hamil pada umumnya hal ini disebabkan Plasenta menghasilkan hormon hCG
(human chorionic gonadotropin) dimana hormon ini akan memberikan sinyal pada
indung telur (ovarium) dan otak sebagai pemberitahuan bahwa sudah terdapat
hasil konsepsi di dalam rahim. Hormon hCG yang menyebabkan munculnya
gejala-gejala kehamilan seperti mual, muntah, ngidam dan menyebabkan tes
kehamilan menjadi positif. Karena tes kehamilan baik test pack maupun
laboratorium pada umumnya mengukur kadar hormon hCG (human chorionic
gonadotropin) yang sering disebut juga sebagai hormon kehamilan. 20-23

FAKTOR RESIKO20-23
Blighted ovum adalah keadaan dimana seorang wanita merasa hamil
tetapi tidak ada bayi di dalam kandungan. Selain adanya tanda-tanda
kehamilan, berikutnya akan pasien mengalami keguguran pada umumnya.

24
Keluhan antara lain berupa keluar bercak darah akibat berkurangnya kadar
hormon, dan keluhan kehamilan akan berkurang. Jika mulai terjadi proses
keguguran atau sirkulasi fetus dan villi korialis mulai tidak stabil, sekitar usia 10
minggu, dapat terjadi perdarahan intermiten atau kontinu, yang diikuti nyeri dan
abortus komplit. Faktor resiko pada kasus ini apabila kondisi ibu memiliki:
 Kelainan kromosom
Pada saat proses pembuahan sel telur dan sel sperma (kualitas sel telur yang
tidak bagus).sekitar 50% keguguran trimester pertama dan biasanya
merupakan akibat dari masalah kromosom. Tubuh wanita mengenali
kromosom abnormal pada janin dan secara alami tidak mencoba untuk
melanjutkan kehamilan karena janin tidak akan berkembang menjadi bayi
yang sehat. Hal ini dapat disebabkan oleh pembelahan sel abnormal, atau
kualitas sperma yang buruk atau telur.
Sekitar 60% blighted ovum disebabkan kelainan kromosom dalam proses
pembuahan sel telur dan sperma. Tubuh ibu mengenali adanya kromosom
yang abnormal pada janin dan secara alami tubuh berusaha untuk tidak
melanjutkan kehamilan karena janin tidak akan berkembang menjadi bayi
normal yang sehat. Hal ini dapat disebabkan oleh pembelahan sel yang
abnormal, atau kualitas sperma atau telur yang kurang baik
 Faktor usia
Semakain tinggi usia suami atau istri, semakin tinggi pula peluang terjadinya
blighted ovum.
 Infeksi (streptokokus) dari torch, kelainan imunologi dan penyakit diabetes
tidak terkontrol dapat menjadi penyebab. Meskipun prosentasenya tidak
terlalu besar, infeksi rubella, infeksi TORCH, kelainan imunologi, dan sakit
kencing manis/diabetes melitus yang tidak terkontrol.pada ibu hamil dapat
menjadi menyebabkan terjadinya kehamilan kosong.
 Rendahnya kadar beta HCG
 Faktor imunologis seperti adanya antibodi terhadap janin juga dapat
menyebabkan blighted ovum. Risiko juga meningkat bila usia suami atau istri
semakin tua karena kualitas sperma atau ovum menjadi turun.

25
DIAGNOSIS
 Anamnesis20-23
Seorang wanita yang mengalami kasus ini merasakan adanya tanda-tanda
kehamilan seperti terlambat menstruasi, mual dan muntah pada awal
kehamilan (morning sickness), payudara mengeras, serta terjadi pembesaran
perut, bahkan saat dilakukan tes kehamilan baik planotest maupun
laboratorium hasilnya pun positif.
 Pemeriksaan kehamilan1,2,6,20-23
1. Feeling atau Intuisi
Tes kehamilan paling sederhana adalah menggunakan feeling atau
intuisi. Beberapa hari setelah masa konsepsi (pertemuan antara sel
telur dan sperma) seorang perempuan dapat merasakan perubahan
pada tubuhnya.Sense of motherhood mulai berkembang. Bahkan,
meski dinyatakan tidak hamil olehd okter yang memeriksa, seorang
perempuan dapat mempunyai pendapat yang berbeda. Pemeriksaan
secara fisik dengan menggunakan USG hanya akan efektif diatas usia
kehamilan 4 minggu, tetapi dengan feeling dapat lebih cepat.
Keefektifan penggunaan feeling tentunya tergantung sensitivitas dari
perempuan yang bersangkutan.

2. Pemeriksaan dengan inspekulo


Perlu diperhatikan pada kasus ini, ostium uteri pasien bisa tertutup
(yang terdiagnosis dengan abortus imminens) atau terbuka (abortus
inkomplit). Pada beberapa kasus, dapat terjadi resorpsi kehamilan
kosong, sehingga tanda-tanda hamil dapat menghilang dan akhirnya
pada pemeriksaan, pasien dianggap tidak hamil.

3. Tes Fisik
Tes kehamilan secara fisik dilakukan oleh bidan atau dokter
kandungan.Bidan akan meraba perut untuk menentukan fundus

26
(puncak) dari rahim dan juga menentukan perubahan tekstur rahim.
Tes ini dapat dilakukan pada rentang kehamilan 4-6 minggu (paling
cepat dua minggu setelah telat haid).

 Pemeriksaan penunjang20-23
1. Test-Pack (Home Pregnancy Test)
Pasangan yang menginginkan segera hamil, biasanya menyediakan tes
kehamilan jenis ini. Selain dijual bebas dan memiliki rentang variasi
harga yang lebar, test-pack juga mudah untuk digunakan.Test-pack
menggunakan ukuran kadar hormone hCG (Human chorionic
gonadotropin) yang dihasilkan oleh plasenta janin. Setiap test-pack
mempunyai kadar sensitivitas berbeda, biasanya pada kisaran 25 mIU/ml
hCG.
Test-pack mulai dapat digunakan 14 hari setelah waktu konsepsi atau
sehari setelah periode haid terlambat. Tetapi dianjurkan tujuh hari setelah
berhubungan suami istri. Diperlukan urin segar pertama di pagi hari agar
kadar hCG dalam urin cukup untuk diukur.

2. Tes Urin
Tes kehamilan ini juga mengecek kadar hCG dalam urin Keakuratan
mendekati 100% dan tidak harus menggunakan urin pertama yang keluar
di pagi hari. Tes dapat dilakukan 7-14 hari setelah konsepsi. Tes hCG (
hormone chorionic gonadotropin). Dilakukan dengan mendeteksi
hormone hCG dalam urin. Kadar terendah yang memberihasil positif
yaitu 0,5 hCG per ml urin, kadar tertinggi 500 SI hCG

3. Tes Darah
Seperti tes urin di lab, keakuratan tes kehamilan jenis ini mendekati
100%. Kadar hCG dapat dideteksi dari beberapa tetes darah. Kelebihan
tes darah adalah juga dapat memperkirakan umur kehamilan awal karena
seiring dengan pertambahan usia kehamilan kadar hCG bertambah. Tes

27
ini dapat dilakukan paling cepat satu minggu setelah konsepsi.

4. Tes USG
Menurut WHO, sebaiknya dilakukan 4 kali selama kehamilan yaitu
selama trimester pertama, trimester kedua, serta dua kali selama trimester
ketiga. Pemeriksaan dengan menempelkan alat bernama transducer yang
mengeluarkan gelombang suara ultra diperut sehingga di monitor tampak
tampilan fisik yang dikandung.Tujuan untuk mengetahui kondisi fisik
bayi, berapa usia bayi, kapan prediksi persalinan, ada atau tidak cacat
janin dan mengetahui jumlah janin.
Untuk memastikan lakukan pemeriksaan dengan USG. Diagnosis
kehamilanan embrionik bisa dilakukan saat kehamilan memasuki usia 6-7
minggu. Sebab saat itu diameter kantung kehamilan sudah >16 mm sehingga
bisa terlihat lebih jelas. Dari situ juga akan tampak, adanya kantung
kehamilan yang kosong dan tidak berisi janin. Diagnosis kehamilan
anembriogenik dapat ditegakkan bila diameter kantong gestasi minimal
30mm, tidak dijumpai adanya struktur janin (mudigah) dan kantong kuning
telur.

Gambar 1 : Blighted Ovum

28
Gambar 2 : Kehamilan Normal
Hingga saat ini belum ada cara untuk mendeteksi dini kehamilan
blighted ovum. Dapat diindikasikan USG transvaginal, apabila pasien
terdiagnosis blighted ovum. Karena gejalanya yang tidak spesifik, maka
biasanya blighted ovum baru ditemukan setelah tejadi keguguran spontan
dimana muncul keluhan perdarahan. Selain blighted ovum, perut yang
membesar seperti hamil, dapat disebabkan hamil anggur (mola
hidatidosa), tumor rahim atau penyakit usus.
Blighted ovum dapat segera terdeteksi segera pada pemeriksaan
ultrasonografi pada minggu 6, karena tidak tampaknya fetus. Pada usia
7 minggu dipastikan tidak ada fetus. Pencitraan USG dapat dilakukan
transabdominal maupun transvaginal, namun cara yang kedua lebih
akurat pada usia kehamilan yang sangat dini. Pada usia 8 dan 9 minggu,
jika perhitungan HPHT tepat, detak jantung bayi atau pulsasi sudah dapat
terdeteksi. Kantung gestasi mulai tampak pada pertengahan minggu ke 4,
dan yolk sac normalnya tampak pada minggu 5. Sehingga, embrio dapat
terlihat jelas mulai pertengahan minggu 5 pada pemeriksaan USG
tranvaginal.
Dibandingkan dengan Kehamilan Normal Tidak ditemukan fetal
pole, dengan kantung gestasi (ges sac) diameter lebih dari 10 mm tanpa
yolk sac, diameter 15 mm tanpa mudigah pada USG transvaginal atau
lebih dari 25 mm pada USG transabdominal. Sedangkan pada gambar di
sebelah kanan tampak gambaran hiperechoic berupa fetal pole di dalam
ges sac. Gambar 2. Blighted ovum pada uterus bicornu unicolis
Pemeriksaan kadar hormon pada kehamilan dapat juga membantu

29
pemeriksaan dimana beta-hCG dibentuk oleh plasenta. Normalnya,
pada pemeriksaan darah hormon ini dapat dideteksi pada hari 11 setelah
konsepsi, dan pada tes urin pada hari ke 12-14 hari. Produksi
hormone ini akan menjadi 2 kali lipat tiap 72 jam. Kadarnya akan
mencapai jumlah tertinggi pada kehamilan usia 8-11 minggu lalu
menurun. Jika penurunan kadar beta- hCG ini terjadi lebih dini, dapat
dicurigai terjadinya blighted ovum.

Hal ini sangat berhubungan dengan etiologi dari keguguran, sehingga


deteksi penyebab dan penatalaksanaan yang tepat perlu dilakukan. Apabila,
tindakan evakuasi dilakukan untuk mengeluarkan sisa hasil konsepsi, penting
untuk untuk diperiksa apakah terdapat kelainan pada uterus seperti uterus
bikornus, adanya septum uterus.Pada terhentinya kehamilan pada trimester
pertama, hasil konsepsi sebaiknya dikirim ke bagian histologi untuk
konfirmasi diagnosis dan untuk kariotiping.23-25
Pada keguguran dimana fetus telah terbentuk maka kariotipe fetus harus
diperiksa dan pasangan tersebut disarankan agar bersedia dilakukan pemeriksaan
autopsi. Kemudian harus dilakukan follow up dan konseling pada pasien.
Pemeriksaan yang sebaiknya dilakukan rutin apabila menemukan adanya abortus
dan blighted ovum ialah sebagai berikut:23-25
1. Periksa kariotipe kedua pasangan
2. Lakukan histerosalfingografi atau apabila terdapat ahlinya lakukan
ultrasonografi transvaginal atau histeroskopi untuk melihat kelainan
bentuk uterus, panjang serviks, ataupun adanya adhesi intrauterus
3. Pemeriksaan luteinizing hormon pada hari 3-6 siklus, pemeriksaan
Follicle Stimulating hormone serta testosteron untuk memeriksa adanya
hipersekresi Luteinizing hormone atau adanya sindroma polikistik
ovarium. Selain itu ultrasonografi transvaginal juga berperan dalam
menentukan adanya polikistik ovarium selain untuk memeriksa kelainan
pada uterus atau rongga uterus.
Gangguan fase luteal ditegakkan dengan cara pemeriksaan suhu basal
dimana fase luteal berlangsung selama kurang dari 10 hari, atau kadar

30
progesteron serum kurang dari 15 nmol/L selama lima siklus berturut-
turut. Namun pada penelitian ternyata didapatkan bahwa tidak adanya
bukti yang mendukung secara nyata bahwa pemberian hormon
progesteron tidak mengurangi risiko terjadinya keguguran. Hipersekresi
luteinizing hormon ditegakkan apabila kadar hormon tersebut pada
pemeriksaan darah meningkat 10 IU/L atau lebih, sehingga perlu
dilakukan pemeriksaan darah secara serial. Sebagai alternatif dapat
dilakukan pemeriksaan kadar luteinizing hormon pada urine dimana
hipersekresi lutinizing hormon ditegakkan bila konsentrasi dala urin
sebesar 100IU/L atau lebih. Pengobatan keadaan ini dadalah dengan
pemberian GNRH analog yang akan menekan luteinizing hormone.17,18
4. Pemeriksaan Glycosylated hemoglobin (HbA1c) apabila pasien diketahui
mengidap diabetes mellitus atau memiliki riwayat keluarga dengan
diabetes mellitus. Pemeriksaan bagi wanita tanpa adanya gejala atau
riwayat diabetes mellitus tidak perlu dilakukan. Pengendalian kadar
gula darah yang optimal sebelum kehamilan merupakan Cara untuk
keberhasilan kehamilan.17,18
5. Penapisan antifosfolipid antibodi untuk Lupus antikoagulan, IgG dan IgM
anticardiolipin antibodi dan antinuclear faktor. Hal ini juga berarti
dilakukannya pemeriksaan VDRL dan APTT
6. Uji fungsi tiroid, termasuk hormone stimulasi tiroid dan antibodi
antitiroid. Pemeriksaan tiroid secara rutin juga belum dapat mendeteksi
gangguan fungsi tiroid. Biasanya pemeriksaan ini dilakukan apabila
telah ditemukan adanya gejala gangguan tiroid.17,18
7. Pemeriksaan platelet
8. Kultur serviks untuk mikoplasma, ureaplasma dan klamidia.
9. Pemeriksaan sperma
Hal-hal yang perlu diperiksa pada sediaan sperma antara lain volume,
waktu mencairnya, jumlah sel sperma per mililiter, gerakan sperma, PH, jumlah
sel darah putih dan kadar fruktosanya. Sebelum dilakukan pengambilan sampel

31
sperma (semen) harus melakukan abstinen/tidak mengeluarkan sperma/ ejakulasi
2-5 hari sebelumnya. Hal ini bertujuan agar sperma dalam kondisi paling baik.
10. Pemeriksaan lain dilakukan setelah pemeriksaan rutin ini didapatkan
penemuan yang positif, yaitu: 23-25
1. Faktor Genetik Bila ditemukan adanya tanda-tanda abnormalitas dari
genetik maka perlu dilakukan konsultasi terhadap ahli genetik. Perlu
dilakukan konseling terhadap pasangan karena pemeriksaan dari
keadaan ini memerlukan biaya yang besar, selain itu kemungkinan untuk
terjadinya kehamilan yang normal kecil.
2. Kelainan Anatomi Bentuk dari kavum uteri harus diperiksa pada
setiap wanita yang mengalami keguguran tiga kali atau lebih secara
berturut-turut untuk mengeluarkan kemungkinan penyebab berupa
kelainan bentuk dari uterus.
Metode pemeriksaan yang dapat digunakan ialah histerosalfingografi, tetapi
dapat dilakukan pemeriksaan ultrasonografi transvaginal atau histeroskopi untuk
memeriksa kelainan tersebut.
Defek yang kecil tidak berarti harus dilakukan operasi. Tindakan
metroplasti abdominal dilakukan pada keadaan terdapatnya septum uterus,
tetapi tindakan ini belum pernah dilakukan evaluasi prospektif secara baik dan
dikatakan memiliki hubungan dengan keadaan infertilitas postperatif. Tindakan
operatif untuk menghilangkan septum uterus ataupun perlengketan dapat
dilakukan dengan cara reseksi transervikal histeroskopi, dikatakan bahwa
tindakan ini memiliki hasil yang cukup memuaskan, namun tindakan operatif
ini hanya dapat dilakukan oleh klinisi yang telah mendapatkan pelatihan yang
memadai serta memiliki pengalaman dalam tindakan operatif dengan histeroskopi.
Ada peningkatan risiko terjadinya persalinan preterm dan juga abortus
pada wanita dengan kelainan uterus walaupun telah dilakukan perawatan
antenatal yang intensif. Hal ini sering dihubungkan dengan adanya inkompeten
serviks. Pemberian tokolitik oral sebagai profilaksis tidak disarankan, tetapi
evaluasi rutin mengenai pendataran dan dilatasi serviks perlu dilakukan setiap

32
kunjungan antenatal, dan lebih baik bila dilakukan pemeriksaan ultrasonografi
transvaginal.
Pada keadaan adhesi intrauterin (Sindroma Asherman), diagnosis didapatkan
dari histerosalfingografi atau dari histeroskopi. Perlengketan dapat dilepaskan
dengan menggunakan histeroskopi kemudian dialkukan pemasangan IUD selama
6 minggu untuk mencegah terjadinya perlengketan kembali. Antibiotik
berspektrum luas perlu diberikan sampai 1 minggu postoperasi. Perkembangan
janin pada kehamilan setelah tindakan harus diawasi secara hati-hati karena
adanya kemungkinan implantasi pada tempat yang kurang ideal. Mengenai
leiomyoma maka perlu dilakukan tindakan operatif bila mioma tersebut
berupa mioma submukosa. Tindakan operatif tersebut berupa miomektomi.
Pemberian GnRH selama tiga bulan juga dapat mengurangi ukuran dari mioma
tersebut. 23-25

5. Histopatologi
Pada penelitian awal didapatkan adanya gambaran infark yang luas dan
nekrosis pada plasenta wanita yang mengalami abortus yang disebabkan
antifosfolipid antibodi. Berdasarkan dari penelitian ini dan adanya hubungan
antara antifosfolipid antibodi (aPL) dengan adanya trombosis plasenta pada
abortus habitualis, para penemu sepakat mengatakan bahwa adanya trombosis
pada plasenta menyebabkan infark dan menimbulkan kematian fetus.
Pada penelitian De Wolf dkk, didapatkan adanya gambaran vaskulopati
(penggumpalan) desidua yang nekrotik pada pasien dengan aPL. Ciri-cirinya
adalah nekrosis fibrinoid, atherosis pembuluh desidua (infiltrasi dinding pembuluh
darah oleh sel-sel dengan sitoplasma yang jernih atau foamy cytoplasm) dan inti
yang menebal. Ia juga menemukan bukti adanya vaskulopati desidua pada suatu
model murine (uji coba tikus) dengan kehamilan antifosfolipid. Pada penelitian ini
didapatkan administrasi sistemik pada fraksi IgG pada wanita dengan aPL
menyebabkan abortus. Pada pemeriksaan histologik didapatkan deposit IgG
dan fibrin di dalam atau disekeliling desidua. 17,18

33
Pada penelitian kasus-kontrol yang lain didapatkan mengenai hubungan
antara patologi plasenta dan aPL dan didapatkan bahwa 47 kehamilan
menghasilkan janin mati. Plasenta dari wanita yang menderita aPL memiliki
plasenta yang lebih fibrosis, villi hipovaskular, trombosis dan membran yang
infark dan sedikit memiliki vaskulosinsitial dibandingkan dengan wanita tanpa
aPL. Kenyataannya pada wanita dengan aPL didapatkan plasentanya trombosis
atau infark. Penelitian ini memberikan bukti yang kuat untuk penyebab
trombosis pada janin mati pada wanita dengan aPL.
Penelitian lain menyebutkan adanya hubungan antara peningkatan kadar
MSAFP dan keguguran dengan wanita dengan aPL. Peningkatan kadar ini
tidak bias dijelaskan dan ditemukan pada 13 dari 60 kehamilan dengan aPL. Pada
penelitian ini juga didapatkan bahwa dengan peningkatan kadar MSAFP
menyebabkan peningkatan insiden kematian janin (63% berbanding 6%) dan
kematian perinatal (77% berbanding 15%) dibandingkan dengan kadar yang
normal.
Pada aPL peningkatan kadar MSAFP pada trimester dua bisa merupakan
marker untuk kerusakan palsenta pada trimester dua. Plasenta dari embrio dengan
kromosom trisomi jarang memiliki gambaran yang bervariasi bila dilihat dengan
mata telanjang meskipun ada yang tampak mikrositik, perubahan vesikuler yang
fokal tetapi hampir 50% secara makroskopik normal. Pada pemeriksaan
histologi sebagaian dari plasenta ini menunjukkan perubahan fokal villi-villi yang
hidrofili dan difus, tampak villi trofoblas hipoplastik dan tampak sel
sitotrofoblastik dalams troma villi, sel-sel tersebut merupakan gambaran khas dari
plasenta trisomi dan adanya deskuamasi dari lapisan trofoblastik.
Sel-sel tampak pada seluruh jenis sindroma trisomy, adanya intrastroma
bukan merupakan gambaran yang spesifik pada plasenta trisomi karena mungkin
sel-sel ini didapatkan pada kromosom normal. Hampir 50% pada plasenta
trisomi, villinya tidak menunjukkan perubahan villi tetapi ada juga yang
menunjukkan sel-sel stroma immatur yang persisten dari sel-sel sitotrofoblastik
intra stroma. 19,20,22,23

34
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan kasus blighted ovum dilakukan dengan metode terminasi
dilatasi dan kuretase secara elektif. Pada pasien diterapi dengan pemberian
preparat misoprostol, setelah terjadi dilatasi serviks kemudian dilakukan
kuretase.8
Dilatasi dilakukan menggunakan dilatator terkecil sampai kanalis servikalis
dapat dilalui oleh sendok kuret. Pemeriksaan kedalaman dan lengkung rahim
menggunakan penera kavum uteri, kemudian melakukan pembersihan isi kavum
uteri dengan sistematis melakukan kerokan pada dinding rahim.7
Mengenai penatalaksanaan pada pasien infeksi saluran reproduksi cukup
disesuaikan dengan jenis organisme yang menginfeksi. Belum ditemukan
perlunya dilakukan imunisasi kecuali pada kasus penyakit rubella.16,19,20
Sedangkan pemeriksaan anticardiolipin pada ibu dengan kondisi imunologik,
harus dilakukan terutama dengan riwayat abortus berulang. Tanpa pengobatan
hanya didapatkan 10-15% kehamilan yang berhasil. Pengobatan dengan aspirin
dosis rendah (75 mg/hari) atau heparin dosis rendah (5000-10000 unit tiap 12 jam)
telah dilakukan dan menunjukkan adanya perbaikan pada kehamilan baik itu
dipergunakan sebagai obat tunggal atau kombinasi. Tetapi pemakaian obat-
obatan ini memiliki risiko. Heparin jangka panjang diketahui dapat menyebabkan
osteoporosis, dan aspirin dapat menimbulkan perdarahan gastrointestinal.18,21,22
Jika telah didiagnosis blighted ovum, maka tindakan selanjutnya adalah
mengeluarkan hasil konsepsi dari rahim (kuretase). Hasil kuretase akan dianalisis
untuk memastikan apa penyebab blighted ovum lalu mengatasi penyebabnya.
Jika karena infeksi maka dapat diobati sehingga kejadian ini tidak berulang. Jika
penyebabnya antibodi maka dapat dilakukan program imunoterapi sehingga kelak
dapat hamil sungguhan.
Hasil kuretase akan dianalisis untuk memastikan apa penyebab blighted ovum
lalu mengatasi penyebabnya. Jika karena infeksi maka maka dapat diobati agar
tidak terjadi kejadian berulang. Jika penyebabnya antibodi maka dapat dilakukan
program imunoterapi sehingga kelak dapat hamil sungguhan. Penyebab blighted

35
ovum yang dapat diobati jarang ditemukan, namun masih dapat diupayakan jika
kemungkinan penyebabnya diketahui.
Sebagai contoh, tingkat hormon yang rendah mungkin jarang menyebabkan
kematian dini ovum. Dalam kasus ini, pil hormon seperti progesteron dapat
bekerja. Namun efek samping dari pemakaian hormon adalah sakit kepala,
perubahan suasana hati, dan lain-lain. Jika terjadi kematian telur di awal
kehamilan secara berulang, maka pembuahan buatan mungkin efektif dalam
memproduksi kehamilan. Dalam hal ini perlu donor sperma atau ovum untuk
memiliki anak. Akan tetapi, pembuahan buatan itu mahal dan tidak selalu bekerja
dan risiko kelahiran kembar seringkali lebih tinggi. Jika belum berhasil maka
adopsi adalah pilihan lain bagi banyak pasangan. 18,19,22,23
Untuk mencegah terjadinya blighted ovum, maka dapat dilakukan
beberapa tindakan pencegahan seperti pemeriksaan TORCH, imunisasi rubella
pada wanita yang hendak hamil, bila menderita penyakit disembuhkan dulu,
dikontrol gula darahnya, melakukan pemeriksaan kromosom terutama bila usia
di atas 35 tahun, menghentikan kebiasaan merokok agar kualitas
sperma/ovum baik, memeriksakan kehamilan yang rutin dan membiasakan pola
hidup sehat.
Penderita keguguran akan memiliki pertanyaan menyangkut risiko
berulangnya keguguran atau blighted ovum. Beberapa peneliti menyatakan
riwayat blighted ovum tidak memberikan risiko keguguran selanjutnya, dan 80-
85% kehamilan selanjutnya pada berlangsung hingga aterm. Namun, berbagai
penelitian menggambarkan 25-50% wanita dengan riwayat keguguran dapat
mengalami keguguran ulang.

KOMPLIKASI
Komplikasi post kuretase23-25

1. Robekan serviks yang disebabkan oleh tenakulum.

Penanganan: Jika terjadi perdarahan, serviks yang robek


dijahit kembali untuk menghentikan perdarahan.

36
2. Perforasi yang disebabkan oleh sonde uterus, abortus tank,
dan alat kuretnya.
Penanganan :
Hentikan tindakan dan konsultasi dengan bagian bedah bila ada indikasi
untuk dilakukan laparatomi.
3. Perdarahan post kuretase yang disebabkan oleh atonia uteri,
trauma dan sisa hasil konsepsi perdarahan memanjang.
Penanganan :
Profilaksis dengan pemberian uterotonika, konsultasi dengan bagian bedah
dan kuretase ulang. Profilaksis menggunakan metergin dengan dosis Oral
0,2-0,4 mg , 2-4 kali sehari selama 2 hari dan IV / IM 0,2 mg , IM boleh
diulang 2–4 jam bila perdarahan hebat.
Jika terjadi atonia uteri dilakukan penanganan atonia uteri yaitu
memposisikan pasien trendelenburg, memberikan oksigen dan
merangsang kontraksi uterus dengan cara masase fundus uteri dan
merangsang puting susu, memberikan oksitosin, kompresi bimanual
ekternal, kompresi bimanual internal dan kompresi aorta abdominalis. Jika
semua tindakan gagal lakukan tindakan operatif laparatomi dengan pilihan
bedah konservatif (mempertahankan uterus) atau dengan histerektomi.
4. Infeksi post tindakan ditandai dengan demam dan tanda infeksi lainnya
Penanganan :
Berikan profilaksis dengan pemberian uterotonika yaitu menggunakan
metergin dengan dosis Oral 0,2-0,4 mg , 2-4kali sehari selama 2 hari dan
IV/IM 0,2 mg, IM boleh diulang 2–4jam bila perdarahan hebat.

37
PENCEGAHAN23-25
 Dalam banyak kasus blighted ovum tidak bisa dicegah. Beberapa pasangan
seharusnya melakukan tes genetika dan konseling jika terjadi keguguran
berulang di awal kehamilan. Blighted ovum sering merupakan kejadian satu
kali, dan jarang terjadi lebih dari satu kali pada wanita.
 Untuk mencegah terjadinya blighted ovum, maka dapat dilakukan beberapa
tindakan pencegahan seperti pemeriksaan TORCH, imunisasi rubella pada
wanita yang hendak hamil, bila menderita penyakit disembuhkan dulu,
dikontrol gula darahnya, melakukan pemeriksaan kromosom terutama bila
usia di atas 35 tahun, menghentikan kebiasaan merokok agar kualitas
sperma/ovum baik, memeriksakan kehamilan yang rutin dan membiasakan
pola hidup sehat.

Kesimpulan
Blighted ovum adalah kegagalan perkembangan hasil fertilisasi ovum
ditahap awal atau 6-7 minggu usia kehamilan, dimana hasil pemeriksaan
penunjang ditemukan kantung kehamilan tanpa ada embrio dalam kantung
kehamilan. Dalam banyak kasus blighted ovum tidak bisa dicegah. Beberapa
pasangan dapat melakukan tes genetika dan konseling jika terjadi keguguran
berulang di awal kehamilan. Blighted ovum sering merupakan kejadian satu kali,
dan jarang terjadi lebih dari satu kali pada wanita. Penatalaksanaan kasus
blighted ovum dilakukan dengan metode terminasi dilatasi dan kuretase secara
elektif.

38
DAFTAR PUSTAKA

1. Manuaba IAC, Manuaba IBGF, Manuaba IBGM. Ilmu kebidanan, penyakit kandungan,
dan KB. 2nd ed. Jakarta: EGC. 2010
2. Cunningham, et al. Williams obstetrics. 23rd ed. USA: McGraw and Hills. 2010
3. Prawirohardjo S, Saifuddin AB, Rachimhadhi T, Iknjosastro GH. Ilmu kebidanan. 4th
ed. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2011
4. Gabbe, S.G., Niebyl, J.R., Simpson, J.L Obstetrics Normal and Problem Pregnancies,
ed.4, Churchill Livingstone, New York. 2002
5. Hanafiah M. Perkembangan janin. Available from: URL: www.usu.ac.id. Accesed on :
24th July 2019
6. Moore KL, Persaud TVN. The developing human. 7th ed. Philadelphia: WB Saunders
Company. 2003
7. Hamilton WJ, Boyd JD, Mossman HW. Human embryology. Baltimore: The Williams
and Wilkins Co. 1952
8. Patten BM. Human embryology. 2nd ed. New York: Blackiston Co Inc. 1953
9. Rachimhadji T., Wiknjosastro G.H., Ilmu Kebidanan: Pembuahan, Nidasi dan
Plasentasi, Plasenta dan Cairan Amnion, 4th ed, 2008, Jakarta, PT Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo, pg 143-55
10. John C., Hauth C., Leveno K. J., Gilstrap III L., Bloom Steven, Wenstrom
KD.,Williams Obstetrics: Implantation, Embryogenesis, and Placental Development,
23nd ed, 2010, USA, McGraw-Hill Companies, Inc., pg 34-46
11. Mochtar, Rustam. Sinopsis obstetri : obstetri fisiologi, obstetri patologi. 2nd ed. Jakarta:
EGC. 1998
12.
13. Perubahan Anatomi pada Ibu Hamil Tiap Trimester [Internet]. Semarang: Jurnal Bidan
Diah; 2012 [updated 2012 Nov 15; cited 2012 Dec 3]. Available from: URL:
http://jurnalbidandiah.blogspot.com/2012/11/perubahan-anatomi-pada-ibu-hamil-
tiap_2825.html
14. Guyton and hall. Textbook of Medical Physiology . 11th ed. Philadelphia: Saunders.
2005
15. Morgan, Geri, dkk. Obstetri dan ginekologi panduan praktik. Jakarta: EGC. 2009
16. Hacker NF. Endokrinologi kehamilan. In: Nugroho E. Esensial obstetri dan ginekologi.
2nd ed. Jakarta: Hipokrates. 2001

39
17. Wibowo B, Wiknjosastro H: Kelainan dalam lamanya kehamilan. Dalam:
Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadhi T: Ilmu kebidanan. Edisi ketiga. Jakarta:
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 1994; 302-12
18. Hill JA: Recurrent spontaneous early pregnancy loss. In: Berekj JS, Adashi
edition. Pennsylvania: Williams & Wilkins Co, 1996 : h.963-79
19. Schorge JO, Schaffer JI, Halvorson LM, Hoffman BL, Bradshaw KD, Cunningham
FG. First trimester abortion. In: Williams Gynecology 22nd ed.New York:
McGraw-Hill; 2008:298-325
20. Obstetric and Gynecology 10th ed. New York. Lippincott Williams & Wilkins;
2009:61-70
21. Prawirohardjo S, Wiknjosastro H: Gangguan bersangkutan dengan konsepsi.
Dalam: Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadhi T: Ilmu kandungan. Edisi kedua.
Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 1997; 246-50
22. Hatasaka HH: Recurrent miscarriage: epidemiologic factors, definitions and
incidence. In: Clin obstet gynecol 37; 1994; 625-34
23. Schorge JO, Schaffer JI, Halvorson LM, Hoffman BL, Bradshaw KD, Cunningham
FG. First trimester abortion. In: Williams Gynecology 22nd ed. New York: McGraw-
Hill, 2008.
24. Hunt JS, Roby KF: Implantation factors. In: Clin obstet gynecol 37; 1994; 635-45
25. Brent RL, Beckman DA: The contributional of environmental teratogens to
embryonic and fetal loss. In: Clin obstet gynecol 37; 1994; 646-64

40

Anda mungkin juga menyukai