Anda di halaman 1dari 13

SATUAN ACARA PENYULUHAN

RETARDASI MENTAL DI RUANG POLI KESEHATAN ANAK DAN


REMAJA
RUMAH SAKIT JIWA MENUR KOTA SURABAYA

DisusunOleh :
Vriarno Umbu Rauta 40219021
Wildan Yoga Syahputra 40219022
Yessi Elita Okinawati 40219023
Yunita Sari 40219024
Dadang Ari Wibowo 40219025
Desy Enggar Pravita 40219026
Haris Tirta Kusuma 40219027

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA
KEDIRI
2020
LEMBAR PENGESAHAN

SATUAN ACARA PENYULUHAN


RETARDASI MENTAL DI RUANG POLI KESEHATAN ANAK DAN REMAJA
RUMAH SAKIT JIWA MENUR KOTA SURABAYA

Disusunoleh :

Vriarno Umbu Rauta 40219021


Wildan Yoga Syahputra 40219022
Yessi Elita Okinawati 40219023
Yunita Sari 40219024
Dadang Ari Wibowo 40219025
Desy Enggar Pravita 40219026
Haris Tirta Kusuma 40219027

PRODI : PENDIDIKAN PROFESI NERS

PEMBIMBING INSTITUSI PEMBIMBING KLINIK

(……………………..…..….) (……………………..…..….)
SATUAN ACARA PENYULUHAN
RETARDASI MENTAL DI RUANG POLI KESEHATAN ANAK DAN REMAJA
RUMAH SAKIT JIWA MENUR KOTASURABAYA

Topik : Retardasi Mental


Sasaran : Keluarga pasien di ruang poli kesehatan anak dan remaja
Tempat : Rumah Sakit Jiwa Menur
Hari/tanggal : Kamis, Februari 2020
Waktu : 09.00 – 10.00 WIB.
I. Tujuan Instruksional Umum
Setelah diberikan penyuluhan selama 25 menit, Setelah diberikan penyuluhan,
diharapkan keluarga dapat memahami tentang retardasi mental.
II. Tujuan Instruksional Khusus
Setelah mendapatkan penjelasan tentang retardasi mental, peserta penyuluhan
diharapkan mampu:
1. Mengetahui pengertian retardasi mental
2. Mengetahui tanda dan gejala retardasi mental
3. Mengetahui penyebab retardasi mental

III. Susunan anggota :


Penyaji :
Moderator :
Fasilitator :
Observer :
Dokumentasi :

IV. Metode
1. Ceramah
2. Diskusi tanya jawab
V. Media
1. Leaflet
VIII. Evaluasi
1) Kriteria Struktural:
a. Kontrak waktu dan tempat diberikan satu hari sebelum acara dilaksanakan
b. Pengumpulan SAP dilakukan satu hari sebelum pelaksanaan penyuluhan
c. Peserta hadir pada tempat yang telah ditentukan
d. Penyelenggaraan penyuluhan dilakukan oleh mahasiswa yang bekerja
sama dengan Tim Perawat Ruang poli kesehatan anak dan remaja RSJ
Menur Surabaya
e. Pengorganisasian penyelenggaraan penyuluhan dilakukan sebelum dan
saat penyuluhan dilaksanakan.
2) Kriteria Proses:
a. Acara dimulai tepatwaktu
b. Peserta antusias terhadap materi penyuluhan
c. Peserta mengikuti kegiatan sesuai dengan aturan yang telah dijelaskan
d. Peserta mendengarkan dan memperhatikan penyuluhan
e. Pelaksanaan kegiatan sesuai dengan POA (Plan of Action)
f. Pengorganisasian berjalan sesuai dengan jobdescription
3) KriteriaHasil:
a. Peserta yang datang sejumlah 50% dari jumlah pasien di ruang poli
kesehatan anak dan remaja
b. Ada umpan balik positif dari peserta, seperti dapat menjawab pertanyaan
yang diajukan oleh pemateri (penyaji)
c. Peserta ikut aktif dalam proses diskusi
d. Peserta mampu menjawab dengan benar sebanyak 75% dari pertanyaan
penyaji

VIII. Kegiatan penyuluhan.


No Waktu Kegiatan Penyuluhan Kegiatan Masyarakat
1 5 menit Pembukaan:
 Mengucapkan salam Menjawab salam
 Memperkenalkan diri Mendengarkan
 Menjelaskan topic dan tujuan pendidikan Mendengarkan
kesehatan
 Menanyakan kesiapan keluarga pasien Menjawab
 Review pengetahuan audience tentang
topik
2 20 Pelaksanaan:Penyampaian materi Mendengarkan
menit 1. Pengertian tentang retardasi mental
2. Penyebab terjadinya retardasi mental
3. Mengetahui tanda dan gejala retardasi Bertanya
mental
4. Mengetahui tentang retardasi mental
3 5 menit Evaluasi: Menjawab
 Menanyakan kembali hal-hal yang sudah
dijelaskan mengenai retardasi mental
 Reward
4 5 menit Penutup:
 Menutup pertemuan dengan Mendengarkan
menyimpulkan materi yang telah dibahas
 Memberikan salam penutup Menjawab salam
MATERI PENYULUHAN

A. Pengertian Retardasi Mental


Retardasi mental adalah suatu keadaan perkembangan mental yang terhenti
atau tidak lengkap, yang terutama ditandai oleh adanya keterbatasan keterampilan
selama masa perkembangan, sehingga berpengaruh pada semua tingkat inteligensia
yaitu kemampuan kognitif, bahasa, motorik dan sosial. Retardasi mental dapat terjadi
dengan atau tanpa gangguan jiwa atau gangguan fisik lainnya. Prevalensi dari
gangguan jiwa lainnya sekurang-kurangnya tiga sampai empat lipat pada populasi ini
dibanding dengan populasi umum.

B. Penyebab Retardasi Mental


1. Infeksi dan atau intoksinas
Infeksi yang terjadi pada masa prenatal dapat berakibat buruk pada perkembangan
janin, yaitu rusaknya jaringan otak. Begitu juga dengan terjadinya intoksinasi,
jaringan otak juga dapat rusak yang pada akhirnya menimbulkan retardasi mental.
Infeksi dapat terjadi karena masuknya rubella, sifilis, toksoplasma dan yang
lainnya ke dalam tubuah ibu yang sedang mengandung. Begitu pula halnya
dengan intoksinasi, karena masuknya “racun” atau obat yang semestinya
dibutuhkan.
2. Terjadinya rudapaksa dan / atau sebab fisik lain
Rudapaksa sebelum lahir serta trauma lainnya, seperti hiperradiasi, alat
kontrasepsi, dan usaha melakukan abortus dapat mengakibatkan kelainan berupa
retardasi mental. Pada waktu proses kelahiran (perinatal) kepala bayi dapat
mengalami tekanan sehingga timbul pendarahan di dalam otak. Mungkin juga
karena terjadi kekurangan oksigen yang kemudian menyebabkan terjadinya
degenerasi sel-sel korteks otak yang kelak mengakibatkan retardasi mental.
3. Gangguan metabolisme, pertumbuhan atau gizi
Semua retardasi mental yang langsung disebabkan oleh gangguan
metabolisme (misalnya gangguan metabolism karbohidrat dan protein), gangguan
pertumbuhan, dan gizi buruk termasuk dalam kelompok ini. Gangguan gizi yang
berat dan berlangsung lama sebelum anak berusia 4 tahun sangat mempengaruhi
perkembangan otak dan dapat mengakibatkan retardasi mental. Keadaan seperti
itu dapat diperbaiki dengan memberikan gizi yang mencukupi sebelum anak
berusia 6 tahun, sesudah itu biarpun anak tersebut dibanjiri dengan makanan yang
bergizi, inteligensi yang rendah tersebut sangat sukar untuk ditingkatkan.
4. Penyakit otak yang nyata
Dalam kelompok ini termasuk retardasi mental akibat beberapa reaksi sel-sel otak
yang nyata, yang dapat bersifat degeneratif, radang, dan yang lainnya. Penyakit
otak yang terjadi sejak lahir atau bayi dapat menyebabkan penderita mengalami
keterbelakangan mental.
5. Penyakit atau pengaruh prenatal
Keadaan ini dapat diketahui sudah ada sejak dalam kandungan, tetapi tidak
diketahui penyebabya.
6. Kelainan kromosom
Kelainan kromosom mungkin terjadi pada aspek jumlah maupun bentuknya.
Kelainan pada jumlah kromosom menyebabkan sindroma down yang dulu sering
disebut mongoloid. .
7. Prematuritas
Retardasi mental yang termasuk ini termasuk retrdasi mental yang berhubungan
dengan keadaan bayi yang pada waktu lahir berat badannya kurang dari 2500
gram dan/atau dengan masa kehamilan kurang dari 38 minggu.
8. Akibat gangguan jiwa yang berat
Retardasi mental juga dapat terjadi karena adanya gangguan jiwa yang berat pada
masa kanak-kanak.
9. Deprivasi psikososial
Devripasi artinya tidak terpenuhinya kebutuhan. Tidak terpenuhinya kebutuhan
psikososial awal-awal perkembangan ternyata juga dapat menyebabkan terjadinya
retardasi mental pada anak.

C. Ciri-Ciri Seseorang Dengan Retardasi Mental


Secara umum anak retardasi mental ringan mempunyai karakteristik sebagai berikut :
1. Karakteristik fisik anak tunagrahita ringan nampak seperti anak normal, hanya
sedikit mengalami kelambatan dalam kemampuan sensomotorik.
2. Karakteristik psikis anak tunagrahita ringan meliputi kemampuan berpikir rendah,
perhatian dan ingatannya lemah, sehingga mengalami kesulitan untuk mengerjakan
tugas-tugas yang melibatkan fungsi mental dan intelektualnya, kurang memiliki
perbendaharaan kata, serta kurang mampu berpikir abstrak.
3. Karakteristik sosial anak tunagrahita ringan yaitu mampu bergaul, menyesuaikan
diri dilingkungan yang tidak terbatas pada keluarga saja, namun ada yang mampu
mandiri dalam masyarakat, mampu melakukan pekerjaan yang sederhana dan
melakukannya secara penuh sebagai orang dewasa.
Tingkah laku anak retardasi mental yaitu :
1. Hiperaktivitas seperti meraih obyek tanpa tujuan, tidak bisa diam dan duduk lama
2. Mengganggu teman (anak lain) dengan memukul, meludahi, mencubit teman,
mengambil milik orang lain dan mengoceh/mengomel
3. Beralih perhatian yaitu sulit memusatkan perhatian pada suatu kegiatan/pekerjaan
dan cepat beralih perhatian atau merespon semua obyek yang ada di sekitarnya
4. Mudah frustasi yaitu menghentikan aktivitas/pekerjaan jika tidak berhasil dan
disalahkan orang lain (teman, guru)
5. Sering menangis yaitu menangis tanpa sebab yang jelas, menangis jika merasa
terganggu dan tidak terpenuhi keinginannya
6. Merusak benda/barang seperti merobek buku, menggigit pensil/pulpen, melempar
barang, menggigit meja/kursi, mencorat-coret meja, mengotori dinding,
membanting pintu/jendela dan melempar kaca jendela
7. Melukai diri dengan membentur-benturkan kepala, memukul-mukul pipi/dagu,
mengorek-ngorek luka di tangan atau kaki dan menjambak rambut
8. Meledak-ledak (impulsif) yaitu mudah marah/tersinggung dan tidak kooperatif
9. Menarik diri yaitu pemalu, tidak ada keberanian dalam komunikasi dan
berhadapan dengan orang lain, menutup wajah dan menundukkan kepala.
Ada beberapa ciri atau tanda-tanda dari disabilitas pada anak-anak. Tandanya
mungkin muncul selama masa kanak-kanak, atau mungkin tidak terlihat sampai anak
mencapai usia sekolah. Hal ini sering tergantung pada tingkat keparahannya. Beberapa
tanda yang paling sering adalah :
1. Keterlambatan dalam berguling, duduk, merangkak, atau berjalan.
2. Lambat atau mengalami masalah dengan berbicara/berbahasa.
3. Keterlambatan dalam menguasai hal-hal seperti toilet training, berpakaian, dan
makan sendiri.
4. Kesulitan untuk mengingat sesuatu.
5. Ketidakmampuan untuk menghubungkan antara tindakan dan konsekuensinya.
6. Adanya masalah perilaku seperti mengamuk yang meledak-ledak.
7. Kesulitan dengan pemecahan masalah atau berpikir logis.
8. Kurangnya rasa ingin tahu
Pada anak-anak dengan keterbelakangan intelektual berat atau mendalam,
mungkin ada masalah kesehatan lain juga. Masalah-masalah ini mungkin
termasuk kejang, gangguan mental, cacat motorik, masalah penglihatan, atau masalah
pendengaran. Seseorang dengan keadaan seperti ini akan sering memiliki beberapa
masalah perilaku seperti:
1. Sikapnya agresi.
2. Ketergantungan.
3. Penarikan dari kegiatan atau lingkungan sosial.
4. Perilaku mencari perhatian.
5. Depresi selama masa anak dan remaja.
6. Kurangnya kontrol impuls.
7. Pasif.
8. Kecenderungan melukai diri.
9. Sikap keras kepala.
10. Rendah diri.
11. Rendahnya toleransi terhadap frustasi.
12. Gangguan psikotik.
13. Kesulitan dalam perhatian.

D. Klasifikasi Retardasi Mental


1. Retardasi Mental Ringan
Retardasi Mental ringan ini secara kasar setara dengan kelompok retardasi yang
dapat dididik (educable). Kelompok ini membentuk sebagian besar (sekitar 85%)
dari kelompok retardasi mental. Pada usia pra sekolah (0-5 tahun) mereka dapat
mengembangkan kecakapan sosial dan komunikatif, mempunyai sedikit hendaya
dalam bidang sensorimotor, dan sering tidak dapat dibedakan dari anak yang
tanpa retardasi mental, sampai usia yang lebih lanjut. Pada usia remaja, mereka
dapat memperoleh kecakapan akademik sampai setara kira-kira tingkat enam
(kelas 6 SD). Sewaktu masa dewasa, mereka biasanya dapat menguasai kecakapan
sosial dan vokasional cukup sekedar untuk bisa mandiri, namun mungkin
membutuhkan supervisi, bimbingan dan pertolongan, terutama ketika mengalami
tekanan sosial atau tekanan ekonomi.
2. Retardasi Mental Sedang
Retardasi Mental sedang ini secara kasar setara dengan kelompok retardasi yang
dapat dilatih (trainable). Sebaiknya penggunaan terminologi dapat dilatih ini tidak
dapat digunakan, karena memberi kesan mereka dari kelompok ini tidak dapat
dididik (educable). Kelompok ini membentuk sekitar 10% dari kelompok retardasi
mental. Kebanyakan individu dengan tingkat retardasi ini memperoleh kecakapan
komunikasi selama masa anak dini. Mereka memperoleh manfaat dari latihan
vokasional, dan dengan pengawasan yang sedang dapat mengurus atau merawat
diri sendiri. Mereka juga memperoleh manfaat dari latihan kecakapan sosial dan
okupasional namun mungkin tidak dapat melampaui pendidikan akademik lebih
dari tingkat dua (kelas dua sekolah dasar). Mereka dapat bepergian di lingkungan
yang sudah dikenal. Selama remaja, mereka kesulitan dalam mengenal norma-
norma pergaulan lingkungan sehingga mengganggu hubungan persaudaraan. Pada
masa dewasa sebagian besar dapat melakukan kerja yang kasar (unskilled) atau
setengah kasar (semi skilled) di bawah pengawasan workshop yang dilindungi.
Mereka dapat menyesuaikan diri pada komunitas lingkungan dengan pengawasan
(supervisi).
3. Retardasi Mental Berat
Kelompok retardasi mental ini membentuk 3-4% dari kelompok retardasi mental.
Selama masa anak, mereka sedikit atau tidak mampu berkomunikasi. Sewaktu
usia sekolah mereka dapat belajar bicara dan dapat dilatih dalam kecakapan
mengurus diri secara sederhana. Mereka memperoleh jangkauan yang terbatas
pada instruksi pelajaran pra-akademik, seperti mengetahui huruf dan perhitungan
yang sederhana, tetapi bisa menguasai seperti belajar membaca melihat beberapa
kata. Sewaktu usia dewasa mereka dapat melakukan kerja yang sederhana bila
diawasi secara ketat. Kebanyakan dapat menyesuaikan diri pada kehidupan di
masyarakat, bersama keluarganya, jika tidak didapatkan hambatan yang menyertai
yang membutuhkan perawatan khusus.
4. Retardasi Mental Sangat Berat
Kelompok retardasi mental ini membentuk 2% dari kelompok retardasi mental.
Pada sebagian besar individu dengan diagnosis ini dapat diidentifikasi kelainan
neurologik, yang mengakibatkan retardasi mentalnya. Sewaktu masa anak, mereka
menunjukkan gangguan yang berat dalam bidang sensorimotor. Perkembangan
motorik dan mengurus diri dan kemampuan komunikasi dapat ditingkatkan
dengan latihan-latihan yang adekuat. Beberapa di antaranya dapat melakukan
tugas sederhana di tempat yang disupervisi dan dilindungi.
5. Retardasi Mental Tidak Tergolongkan
Diagnosis untuk retardasi mental tidak tergolongkan, seharusnya digunakan ketika
ada dugaan kuat retardasi mental tetapi seseorang tidak bisa dites dengan tes
inteligensi standar. Hal ini bisa terjadi saat anak-anak, remaja, atau dewasa ketika
mereka mengalami hendaya yang terlalu berat atau tidak bisa bekerjasama untuk
menjalani tes, atau pada bayi, saat ada keputusan klinik dari gangguan fungsi
intelektual secara signifikan, tetapi tes yang ada tidak dapat menghasilkan nilai IQ
E. Penanganan Seseorang Dengan Retardasi Mental
1. Remedial Teaching
Perlu pengulangan secara terus menerus di berbagai situasi dan kesempatan untuk
membantu mereka memahami hal-hal yang baru dipelajari.
2. Pelayanan Pendidikan
Pendidikan merupakan aspek yang paling penting berkaitan dengan cara
penyembuhan pada anak penderita retardasi mental. Pencapaian hasil yang baik
bergantung pada interaksi antara guru dan murid. Program pendidikan harus
berkaitan dengan kebutuhan anak dan mengacu pada kelemahan dan kelebihan
anak. Target pendidikan tidak hanya berkaitan dengan bidang akademik saja.
Secara umum, anak penderita retardasi mental membutuhkan bantuan
dalam memperoleh pendidikan dan keterampilan untuk mandiri.
3. Kebutuhan-kebutuhan kesenangan dan rekreasi
Idealnya, anak penderita retardasi mental dapat berpartisipasi dalam aktivitas
bermain dan rekreasi. Ketika anak tidak ikut dalam aktivitas bermain, pada saat
remaja akan kesulitan untuk dapat berinteraksi sosial dengan tepat dan tidak
kompetitif dalam aktivitas olahraga. Partisipasi dalam olahraga memiliki beberapa
keuntungan, yaitu pengaturan berat badan, perkembangan koordinasi fisik,
pemeliharaan kesehatan kardiovaskular, dan peningkatan gambaran diri.
4. Kontrol gangguan tingkah laku
Gangguan tingkah laku dapat dihasilkan dari ekspektasi/harapan orang tua yang
tidak tepat, masalah organik, dan atau kesulitan keluarga. Kemungkinan lain,
gangguan tingkah laku dapat muncul sebagai usaha anak untuk memperoleh
perhatian atau untuk menghindari frustrasi. Dalam mengukur tingkah laku, kita
harus mempertimbangkan apakah tingkah lakunya tidak sesuai dengan usia mental
anak, daripada dengan usia kronologisnya. Pada beberapa anak, mereka
memerlukan teknik manajemen tingkah laku dan atau penggunaan obat.
5. Mengatasi gangguan
Jika terdapat gangguan lain seperti gangguan visual dan pendengaran, gangguan
epilepsi, gangguan bicara dan gangguan lain dalam bahasa, tingkah laku dan
persepsi maka yang harus dilakukan untuk mencapai hasil yang optimal adalah
diperlukan terapi fisik terus menerus, terapi okupasi, terapi bicara-bahasa,
perlengkapan adaptif seperti kaca mata, alat bantu dengar, obat anti epilepsi dan
lain sebagainya. Perlu diagnosa yang tepat untuk menetapkan gangguan, diluar
hanya masalah taraf intelegensi.
6. Konseling Keluarga
Banyak keluarga yang dapat beradaptasi dengan baik ketika memiliki anak yang
menderita retardasi mental, tetapi ada pula yang tidak. Diantaranya karena faktor-
faktor yang berkaitan dengan kemampuan keluarga dalam menghadapi masalah
perkawinan, usia orang tua, banyaknya saudara kandung, status sosial ekonomi,
tingkat kesulitan, harapan orang tua & penerimaan diagnosis, dukungan dari
anggota keluarga dan tersedianya program-program dan pelayanan masyarakat.
F. Peran Keluarga Dalam Menghadapi Seseorang Dengan Retardasi Mental
1. Mengenal adanya penyimpangan awal sedini mungkin
2. Mengambil keputusan dalam mencari pertolongan atau bantuan kesehatan untuk
anggota keluarga
3. Memberi perawatan bagi anggota keluarga yang sakit, cacat, atau memerlukan
bantuan dan menanggulangi keadaan darurat
4. Menciptakan lingkungan keluarga yang sehat
5. Memanfaatkan sumber yang ada di masyarakat
6. Menciptakan lingkungan yang sehat jiwa bagi anggota keluarga
7. Saling mencintai, menghargai dan mempertcayai antar anggota keluarga
8. Saling membantu dan memberi antar anggota keluarga
9. Saling terbuka dan tidak ada dikriminasi
10. Memberi pujian dan punishment sesuai dengan perilaku
11. Menghadapi ketegangan dengan tenang dan menyelesaikan masalah secara tuntas
12. Menunjukan empati antar anggota keluarga
13. Membina hunbungan dengan masyarakat
14. Menyediakan waktu untuk kebersamaan, seperti : rekreasi bersama antar anggota

Yang dibutuhkan anak dengan retardasi mental yaitu :


1. Keikhlasan dan kekompakan orang tua beserta anggota keluarga lainnya
2. Kerja keras orang tua, tidak sekadar menunggu keajaiban anak bisa mandiri
3. Pendidikan dan pelatihan kemampuan sosial
4. Toilet training
5. Pendekatan perilaku
6. Upaya menumbuhkan kepercayaan diri dan penghargaan atas apa yang telah
dikerjakan
7. Sering konsultasi kepada ahli
8. Nutrisi dan stimulans yang cukup
DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI. Petunjuk Teknis Terapi Kelompok Pasien Mental di RS Jiwa.Direktorat


Kesehatan Jiwa, Jakarta..

Keliat Budi Ana. 1999. Proses Keperawatyan Kesehatan Jiwa. Edisi 1. EGC. Jakarta..

Stuart, G.W. dan Sundeen, S.J. 2002. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 3.Jakarta:
EGC.

Anda mungkin juga menyukai