Anda di halaman 1dari 2276

NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kondisi perekonomian global saat ini tengah mengalami


pelemahan dan ketidakpastian. Pertumbuhan ekonomi global yang
melambat telah memberikan dampak yang cukup signifikan
terhadap perekonomian Indonesia. Untuk menjaga momentum
pertumbuhan ekonomi, Pemerintah terus berupaya untuk
mempertahankan daya beli masyarakat, mendorong peningkatan
konsumsi pemerintah serta meningkatkan kinerja investasi.
Gambar 1.1. Rata-rata Pertumbuhan Ekonomi dalam RPJMN
2020-2024

Sumber: Bappenas, 2019

Pertumbuhan ekonomi yang saat ini tengah mengalami


perlambatan dan hanya mencapai angka di kisaran 5 persen dinilai
belum cukup dalam menghindari ancaman Middle Income Trap
(MIT). Indonesia sendiri masih menjadi negara Upper Middle Income

1
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

pada tahun 2019 dengan GNI per kapita USD 6.010. Oleh karena
itu, dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional (RPJMN) Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
(Bappenas) Tahun 2020-2024, Pemerintah telah menargetkan
pertumbuhan ekonomi yang tumbuh rata-rata 6 persen dalam 5
tahun dan pertumbuhan PDB per kapita sebesar 4,0 +/- 1 persen.
Dalam jangka panjang, transformasi ekonomi yang dilakukan
pada tahun 2020-2024 akan membuat Indonesia keluar dari MIT di
tahun 2036. Dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi sebesar 5,70
persen dan pertumbuhan PDB riil per Kapita sebesar 5 persen,
pada tahun 2045 Indonesia diprediksi sudah menjadi negara maju.
Berdasarkan RPJMN 2020-2024, untuk mencapai target
pertumbuhan tersebut maka diperlukan peningkatan Tingkat
Partisipasi Angkatan Kerja sebesar 68-70 persen, pertumbuhan
investasi 6,9-8,1 persen, pertumbuhan Total Factor Productivity
sebesar 30-70 persen dan rata-rata lama sekolah 10 tahun dalam
setiap skenario. Investasi pada sektor industri yang bernilai tambah
tinggi akan membuat rata-rata pertumbuhan investasi sepanjang
2020-2024 mencapai 7.0%.
Total kebutuhan investasi untuk mencapai level tersebut adalah
sekitar Rp35.428 Triliun. Pembiayaan kebutuhan investasi
diupayakan dengan pendalaman sektor keuangan baik bank
maupun non-bank, antara lain melalui peningkatan inklusi
keuangan, perluasan inovasi produk keuangan, pengembangan
infrastruktur sektor jasa keuangan, dan optimalisasi alternatif
pembiayaan. Peningkatan investasi juga akan didorong oleh
peningkatan investasi pemerintah, termasuk Badan Usaha Milik
Negara (BUMN), terutama dalam melanjutkan pembangunan
infrastruktur. Dengan kata lain, peningkatan investasi akan
ditujukan dalam meningkatkan produktivitas dan daya saing yang
akan mendorong peningkatan efisiensi investasi.

2
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Grafik 1.1. Peringkat Kemudahan Berusaha (EoDB) dan Daya Saing


Bisnis dan Digital Indonesia

Sumber: Laporan EoDB (2020) dan Laporan IMD World


Competitiveness Center (2019)

Tantangan yang ada saat ini adalah iklim investasi dan daya
saing Indonesia masih rendah dan bahkan tertinggal dibandingkan
negara lain (peer group) seperti Malaysia dan Thailand. Berdasarkan
peringkat kemudahan berusaha (EoDB) pada Tahun 2020,
Indonesia berada pada peringkat 73, jauh di bawah Malaysia yang
memiliki peringkat 12 dan Thailand di peringkat 21. Dari sisi daya
saing berdasarkan Global Competitiveness Index (GCI) pada tahun
2019 Indonesia berada pada peringkat 50 sementara Malaysia di
peringkat 27 dan Thailand di peringkat 40. Bahkan dari sisi
digitalisasi, Daya Saing Bisnis Digital Indonesia pada tahun 2019
berada pada peringkat 56 sementara Malaysia di peringkat 26

Tabel 1.1. Peringkat EoDB 2019/2020

DB DB DB DB
Indikator
2020 2019 Change 2020 2019 Change
EoDB
Rank Rank Score Score
Starting a
140 134 -6 81,2 79,4 +1,8
Business

3
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Dealing with
Construction 110 112 +2 66,8 65,9 +0,9
Permits
Getting
33 33 0 87,3 86,4 +0,9
Electricity
Registering
106 100 -6 60 60,1 -0,1
Property
Getting
48 44 -4 70 70 0
Credit
Protecting
Minority 37 51 +14 70 70 0
Investors
Paying
81 112 +31 75,8 68,4 +7,4
Taxes
Trading
across 116 116 0 67,5 66,5 +1,0
Borders
Enforcing
139 146 +7 49,1 47,2 +1,9
Contracts
Resolving
38 36 -2 68,1 67,9 +0,2
Insolvency
TOTAL 73 73 0 69,6 67,96 +1,64
Sumber: EoDB, 2020

Jika diuraikan secara detail, permasalahan yang masih menjadi


penyebab rendahnya peringkat kemudahan berusaha disebabkan
oleh beberapa indikator seperti rumitnya perizinan dalam memulai
berusaha, pengadaan lahan yang rigid, sulitnya mendapatkan akses
pembiayaan, penyelesaian kepailitan. Indikator-indikator tersebut
tidak hanya memiliki peringkat yang rendah namun pada tahun
2020 mengalami penurunan peringkat yang dapat dikatakan justru
memburuk, sehingga perlu dilakukan sebuah upaya serius agar
iklim investasi dapat menjadi lebih baik.
Di sisi lain, efisiensi birokrasi di Indonesia juga masih perlu
ditingkatkan. Gambaran inefisiensi birokrasi muncul di laporan GCI
pada Pilar Institution. Indikator Burden of Government Regulation

4
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

pada sub pilar Public Sector Performance, mengalami penurunan


peringkat maupun skor. Indikator ini menunjukkan bahwa regulasi
yang dikeluarkan oleh pemerintah ternyata justru menjadi beban.
Padahal efisiensi birokrasi adalah modal utama untuk
meningkatkan kepercayaan asing berinvestasi di Indonesia.

Tabel 1.2. Peringkat dan Skor Pilar Institusi pada GCI 2018/2019

Peringkat Skor
Pilar, Sub Pilar, Indikator
2018 2019 2018 2019
Pilar 1: Institution 48 51 57.9 58.1
Sub Pilar: Security 63 62 76.99 77.2
Sub Pilar: Social Capital 10 12 63 63.2
Sub Pilar: Check and
52 39 55.16 57.2
Balances
Sub Pilar: Public Sector
38 54 56.45 54.6
Performance
Burden of government
26 29 52.01 50.8
regulation
Efficiency of legal framework
46 55 51.98 51.1
to settle disputes
E-Participation Index (0-1,
88 89 61.8 61.8
best)
Sub Pilar: Transparency 80 77 37 38,0
60
Sub Pilar: Property Rights 56,4

Sub Pilar: Future orientation


- 68 - 68
of government

Sumber: GCI 2019, World Economic Forum

5
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Salah satu strategi pemerintah dalam rangka mendorong


pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan investasi adalah
melakukan reformasi regulasi di bidang perizinan berusaha.
Reformasi perlu dilakukan untuk menyelesaikan hambatan investasi
yakni panjangnya rantai birokrasi, peraturan yang tumpang tindih,
dan banyaknya regulasi yang tidak harmonis terutama dalam
regulasi pusat dan daerah (hyper-regulation). Oleh karena itu,
diperlukan deregulasi terhadap ketentuan mengenai perizinan
berusaha, persyaratan investasi, ketenagakerjaan, Usaha Mikro
Kecil dan Menengah (UMKM), pengadaan lahan, pengembangan
kawasan ekonomi, pelaksanaan proyek pemerintah, serta ketentuan
mengenai administrasi pemerintahan dan pengenaan sanksi pidana
yang diatur dalam berbagai undang-undang.
Dalam hal proses deregulasi ini dilakukan secara biasa
(business as usual) yaitu dengan mengubah satu persatu undang-
undang, maka akan sulit untuk diselesaikan dalam waktu cepat dan
terintegrasi. Maka dari itu, diperlukan penerapan metode Omnibus
Law,1 dengan membentuk satu undang-undang tematik yang
mengubah berbagai ketentuan yang diatur dalam berbagai undang-
undang lainnya.
Berdasarkan hasil simulasi pertumbuhan ekonomi Indonesia
tahun 2020 yang telah dilakukan oleh Kementerian Koordinator
Bidang Perekonomian, pertumbuhan ekonomi secara alamiah hanya
akan mencapai sebesar 5,10 persen tanpa adanya extra effort.
Dalam mencapai pertumbuhan ekonomi sebesar 5,30 persen, maka
investasi atau PMTB harus diakselerasi. Investasi atau PMTB dapat
diakselerasi dengan asumsi utama bahwa Omnibus Law (RUU Cipta

1
Omnibus Law merupakan sebuah praktik penyusunan peraturan perundang-
undangan, yang banyak dilakukan di negara-negara yang menganut sistem common
law/anglo saxon seperti Amerika, Kanada, Inggris, Filipina dan lainnya. Prosesnya
disebut Omnibus Legislating dan produknya disebut Omnibus Bill. Kata Omnibus
berasal dari bahasa latin yang artinya segalanya atau semuanya (for everything).

6
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Lapangan Kerja dan RUU Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan untuk


Penguatan Perekonomian) telah efektif berlaku pada Semester II
tahun 2020 (seperti yang ditunjukkan pada grafik skenario optimis
Grafik 2).

Tabel 1.3. Skenario Baseline dan Optimis Pertumbuhan Ekonomi


2020

Komponen 2020

Pengeluaran Baseline Optimis

Konsumsi RT 5,04 5,01


Konsumsi
1,56 -1,59
LNPRT
Konsumsi
3,17 4,30
Pemerintah
PMTB 5,32 6,00
Ekspor 1,03 3,70
Impor -0,71 3,20
PDB 5,10 5,30

Sumber: Perhitungan Kemenko Perekonomian, 2019


Sementara itu, Presiden Jokowi menyatakan cita-cita Indonesia
Maju 2045 dalam pidato pelantikan di hadapan Sidang Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR) tanggal 20 Oktober 2019 dengan
tiga indikator, yaitu: Pertama, pendapatan per kapita mencapai
Rp320 juta per tahun; Kedua, Produk Domestik Bruto (PDB)

7
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

nominal mencapai USD 7 Triliun atau setara dengan Rp98.000,-


Triliun—dengan nilai tukar Rp14.000,- per USD; dan Ketiga, tingkat
kemiskinan mendekati nol. Mengawali langkah mewujudkan cita-
cita 25 tahun mendatang tersebut, Presiden menyebut lima pilar
pembangunan, salah satunya pemangkasan regulasi dan penyiapan
Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja.
Berpijak pada data Badan Pusat Statistik (BPS) Tahun 2018
sebagai basis langkah pencapaian, pendapatan (PDB) per kapita
secara nominal Rp56,- juta per tahun, nilai PDB nominal
Rp14.837,4 Triliun dan tingkat kemiskinan 9,66 persen. Berarti,
cita-cita Indonesia Maju 2045 harus dengan pertumbuhan ekonomi
yang bersifat eksponensial bukan linier dan memerlukan gagasan
kebijakan yang “no box” bukan “out of the box”. Secara cepat berapa
lama PDB per kapita dapat tumbuh hingga dua kali lipat dapat
dihitung dengan konsep Rule of 70, yaitu 70 dibagi dengan rata-rata
pertumbuhan PDB selama sepuluh tahun terakhir.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia rata-rata dalam 1 dekade
terakhir (2009-2018) secara nominal sebesar sepuluh persen. Untuk
melipatgandakan PDB per kapita tahun 2018 dari Rp56,- juta per
tahun menjadi Rp 112 juta per tahun, diperlukan waktu tujuh
tahun (70 dibagi 10). Dengan demikian, cita-cita pendapatan per
kapita Rp320,- juta per tahun dapat dicapai dalam tiga siklus
pengganda atau 21 tahun (lebih singkat dari 25 tahun). Namun,
perhitungan secara nominal ini berbeda dengan secara rill karena
adanya pengaruh faktor harga yang dinamis. Perhitungan
pertumbuhan ekonomi secara riil hanya melibatkan perubahan
volume atau nilai output dari kegiatan ekonomi.
PDB per kapita 2018 secara rill tercatat Rp39,4 juta per tahun
dan pertumbuhan ekonomi secara riil dalam satu dekade terakhir
5,4 persen. Dengan konsep Rule of 70, untuk melipatgandakan PDB
per kapita dari Rp 39,4 juta menjadi Rp 78,8 juta per tahun
memerlukan waktu 13 tahun. Dengan demikian, dengan

8
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

perhitungan pertumbuhan ekonomi secara riil, cita-cita Indonesia


Maju 2045 dengan pendapatan per kapita Rp320,- juta per tahun
belum dapat dicapai dalam waktu 39 tahun. Perhitungan
International Monetary Fund (IMF) juga menunjukkan kondisi serupa
dari grafik berikut ini.

Grafik 1.2. Perkembangan GDP Indonesia dan Beberapa Negara


di Dunia

Sumber: Shekhar Aiyar, Romain Duval, Damien Puy, Yiqun Wu,


and Longmei Zhang, 2013, Growth Slowdowns and the Middle-
Income Trap, IMF Working Paper.

Berdasarkan grafik di atas, 15 tahun setelah PDB per kapita


Indonesia mencapai USD 3.000 per tahun, Indonesia masih belum
berhasil melampaui level USD 4.000 per tahun. Artinya, lewat dari
waktu tujuh dan 13 tahun dengan perhitungan Rule of 70, PDB per
kapita Indonesia masih tetap sulit tumbuh dua kali lipat. Oleh
karena itu, kebijakan agresif dan transformatif mutlak diperlukan
apabila ingin mendongkrak pertumbuhan ekonomi yang
eksponensial, seperti Taiwan dan Korea Selatan.

9
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Berbagai konsep teori pertumbuhan menguatkan bahwa faktor


produksi paling utama dalam mendorong pertumbuhan ekonomi
adalah Sumber Daya Manusia (SDM) yang mampu menciptakan efek
pengganda ekonomi apalagi dilengkapi dengan pengetahuan. Oleh
karena itu, pembangunan SDM dengan meningkatkan produktivitas
merupakan kunci keberhasilan mewujudkan pertumbuhan ekonomi
secara kuadratik, keluar dari perangkap pendapatan kelas
menengah.
Berkaitan dengan pembangunan SDM, struktur demografi
sangat menentukan rancangan kebijakan peningkatan
produktivitas. Andrew Mason et.al (2010) dalam studinya
membuktikan bahwa negara-negara Asia termasuk Indonesia berada
di tengah perubahan demografi atau transisi demografi yang
digerakkan oleh penurunan angka kelahiran (fertilitas) dan
kematian (mortalitas). Transisi demografi berperan dalam mengubah
jumlah penduduk, tingkat pertumbuhan dan distribusi usia yang
selanjutnya menentukan rasio ketergantungan (dependency ratio).
Menurut Bappenas, struktur demografi Indonesia saat ini sangat
menguntungkan bagi pengembangan SDM karena didominasi oleh
usia produktif seperti berikut ini:

Grafik 1.3. Struktur Demografi Indonesia Tahun 1971 dan 2015

10
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Sumber: Maliki, 2018, Regional Disparity in Indonesia’s Demographic


Dividend, Bappenas and National Transfer Account.

Struktur demografi pada tahun 2015 yang didominasi oleh usia


angkatan kerja berubah drastis apabila dibandingkan dengan
struktur 1971. Melihat struktur tersebut, Indonesia tercatat sebagai
negara dengan usia penduduk produktif terbesar di Asia Tenggara.
Era bonus demografi tahap satu ini diperkirakan akan menyediakan
tenaga kerja yang efektif dengan perbandingan 60 tenaga kerja
efektif mendukung 100 penduduk. Bonus demografi tahap satu juga
akan berkontribusi rata-rata per tahun 0,2% terhadap pertumbuhan
ekonomi sebelum menjadi negatif dengan berakhirnya era bonus
demografi pertama pada 2030-2034. Namun, meskipun berada di
tengah periode bonus demografi tahap pertama, kondisi tenaga kerja
Indonesia justru tidak menguntungkan. Menurut BPS, jumlah
angkatan kerja 136,18 juta orang. Dari jumlah tersebut, yang
bekerja 129,36 juta orang dan 76,12 persen dari yang bekerja
berbekal pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) ke bawah.
Tenaga kerja dengan pendidikan SMP ke bawah rentan terhadap
ancaman disrupsi akibat adopsi teknologi di berbagai sektor.
Kondisi berubah menjadi dilematis. Pada saat pembangunan
ekonomi didorong untuk memanfaatkan teknologi agar
menghasilkan output dengan nilai tambah lebih tinggi, membenahi
sektor industri manufaktur, justru mengancam penyerapan tenaga
kerja karena tingkat pendidikan yang tidak memadai.
Kebijakan membangun SDM berproduktivitas tinggi mutlak
diperlukan dan menjadi fondasi bagi pembanguan ekonomi yang
berkelanjutan. Perubahan besar-besaran regulasi ketenagakerjaan
melalui Omnibus Law adalah upaya transformatif untuk memenuhi
cita-cita Indonesia Maju 2045 dengan memanfaatkan tahap satu
bonus demografi karena 25 tahun bukanlah masa yang pendek
untuk pembangunan ekonomi. Sementara sejak 2003 hingga saat

11
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

ini regulasi ketenagakerjaan belum cukup memacu peningkatan


produktivitas yang signifikan. Pengalaman berbagai negara
membuktikan bahwa perbaikan kualitas SDM mendongkrak
produktivitas, menurunkan tingkat kemiskinan dan akhirnya
mengangkat pendapatan per kapita. Dengan populasi penduduk
yang besar, SDM yang berkualitas menjadi mesin turbo pemacu laju
pertumbuhan ekonomi seperti halnya Korea Selatan dan Taiwan.
Penciptaan Lapangan Kerja berhubungan dengan berbagai
macam aspek dalam kehidupan masyarakat. Salah satunya,
hubungan antara penciptaan lapangan kerja yang berpengaruh
terhadap pertumbuhan ekonomi. Pada sisi lain, terdapat hubungan
antara proyeksi penduduk (population projection) dan kebutuhan
terhadap perekonomian Indonesia. Dalam kaitannya denga hal
tersebut, proyeksi pertumbuhan penduduk berimplikasi terhadap
aspek ketenagakerjaan.
Pembangunan ketenagakerjaan sebagai bagian integral dari
pembangunan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI
1945) dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia
Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia
seluruhnya untuk meningkatkan harkat, martabat, dan harga diri
tenaga kerja serta mewujudkan masyarakat sejahtera, adil,
makmur, dan merata baik materiil maupun spiritual.
Selanjutnya, pembangunan ketenagakerjaan memiliki berbagai
dimensi atau faktor terkait—tidak hanya menitikberatkan pada
kepentingan tenaga kerja semata tetapi berkaitan pula dengan
kepentingan ekonomi, sosial budaya, pemerintah, pelaku usaha,
dan masyarakat. Pencapaian sasaran pembangunan
ketenagakerjaan yang searah dengan pembangunan nasional
membutuhkan peraturan yang memberi keadilan, kepastian, dan
kemanfaatan, sebagaimana amanat Pembukaan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 27 ayat (2),

12
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Pasal 28D ayat (2), dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara


Republik Indonesia Tahun 1945 yang menjadi dasar bagi
Pemerintah dalam rangka mengatur sekaligus memberikan
perlindungan khususnya kepada pekerja atau buruh dan
pengusaha.
Sejalan dengan perkembangan teknologi, kebutuhan dan
kondisi saat ini, tantangan dan persoalan ketenagakerjaan
semakin kompleks dan beragam, khususnya dalam menghadapi
Revolusi Industri 4.0 dimana ke depannya era digitalisasi menjadi
lebih dominan dan adanya bonus demografi di Indonesia. Hal ini
tentunya akan membawa dampak khususnya di bidang
ketenagakerjaan.
Beberapa dampak yang muncul diantaranya, munculnya
polemik atas keberadaan dan jumlah Tenaga Kerja Asing (TKA)—
muncul anggapan bahwa TKA akan merebut tanah air; penerapan
outsourcing di masyarakat menciptakan pro kontra—memeras
tenaga dan waktu, baik terkait masalah perlakuan dan konsepsi
walaupun tidak dikenal dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan); dalam
penggunaan tenaga kerja tidak terlepas dari masalah waktu kerja
dan waktu istirahat dimana belum memberi keseimbangan bagi
tenaga kerja dan pelaku usaha, masalah penentuan upah
minimum di daerah masih banyak dipengaruhi faktor-faktor non
teknis sehingga tidak mencerminkan upah minimum sesuai
dengan kondisi daerah; permasalahan implementasi pemutusan
hubungan kerja dan pesangon berdasarkan UU Ketenagakerjaan
baik jangka waktu penyelesaian yang lama maupun pembayaran
jumlah uang pesangon yang tidak berkepastian, dan konsekuensi
sanksi; serta keberadaan serikat pekerja atauburuh dalam
ketenagkerjaan dan dunia usaha yang kondusif.
Lebih lanjut, berdasarkan data yang dipublikasikan oleh Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional, Badan Pusat Statistik dan

13
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

United Nations Population Fund, terkait Proyeksi Penduduk


Indonesia (Indonesia Population Projection) 2010-2035, hasil
proyeksi menunjukkan bahwa:

“…jumlah penduduk Indonesia selama dua puluh lima tahun


mendatang terus meningkat yaitu dari 238,5 juta pada tahun
2010 menjadi 305,6 juta pada tahun 2035. Walaupun demikian,
pertumbuhan rata-rata per tahun penduduk Indonesia selama
periode 2010-2035 menunjukkan kecenderungan terus
menurun. Dalam periode 2010-2015 dan 2030-2035 laju
pertumbuhan penduduk turun dari 1,38 persen menjadi 0,62
persen per tahun. Turunnya laju pertumbuhan ini ditentukan
oleh turunnya tingkat kelahiran dan kematian. Tingkat
penurunan karena kelahiran lebih cepat daripada tingkat
penurunan karena kematian. Angka Kelahiran Kasar (Crude
Birth Rate/CBR) turun dari sekitar 21,0 per 1000 penduduk
pada awal proyeksi menjadi 14,0 per 1000 penduduk pada akhir
periode proyeksi, sedangkan Angka Kematian Kasar (Crude
Dead Rate/CDR) naik dari 6,4 per 1000 penduduk menjadi 8,8
per 1000 penduduk dalam kurun waktu yang sama.”2

Asumsi tentang penurunan tingkat kelahiran dan kematian


Indonesia tersebut sangat mempengaruhi susunan umur
penduduk. Proporsi anak- anak berumur 0-14 tahun turun dari
28,6 persen pada tahun 2010 menjadi 21,5 persen pada tahun
2035. Dalam kurun waktu yang sama, mereka yang dalam usia
kerja, 15-64 tahun, meningkat dari 66,5 persen menjadi 67,9
persen dan mereka yang berusia 65 tahun ke atas naik dari 5,0
persen menjadi 10,6 persen. Perubahan susunan ini
mengakibatkan beban ketergantungan (dependency ratio) turun dari
50,5 persen pada tahun 2010 menjadi 47,3 persen pada tahun
2035. Menurunnya rasio beban ketergantungan menunjukkan

2 Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Badan Pusat Statistik, dan


United Nations Population Fund, Proyeksi Penduduk Indonesia (Indonesia Population
Projection) 2010-2035, (Jakarta: 2013), hal. 23.

14
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

berkurangnya beban ekonomi bagi penduduk umur produktif (usia


kerja) yang menanggung penduduk umur tidak produktif.3
BPS menyatakan bahwa interval proyeksi penduduk Indonesia
tahun 2010-2035 berdasarkan hasil sensus penduduk tahun 2010
akan memasuki periode di mana jumlah penduduk usia atau
sumber daya manusia (SDM) produktif (15-64 tahun) lebih besar
dibanding penduduk usia non produktif (0-14 tahun dan 65 tahun
ke atas) atau disebut bonus demografi.4 Pada tahun 2030 angkatan
usia produktif usia 15-64 tahun diperkirakan mencapai 200 juta
orang. Jumlah tersebut mewakili 68 persen dari total populasi
Indonesia. Sedangkan, angkatan tua usia 65 tahun ke atas hanya
sekitar sembilan persen.
Bonus demografi merupakan potensi yang jika dimanfaatkan
dengan baik dan maksimal, akan memberikan keuntungan besar
bagi perekonomian Indonesia. Namun, jika tidak dimanfaatkan
dengan baik justru dapat menimbulkan dampak negatif bagi
Indonesia seperti meningkatnya angka pengangguran dan
kemiskinan.
Apabila bonus demografi tersebut dimanfaatkan secara
maksimal, pada tahun 2050, Indonesia diproyeksikan menjadi
negara dengan perekonomian terbesar keempat di dunia,
sebagaimana tersaji dalam tabel berikut:

Tabel 1.4. Proyeksi GDP pada Sepuluh Negara

3 Ibid., hal. 26.


4 Ibid.

15
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Sumber: IMF for 2016 Estimates, Price Waterhouse Coopers (PWC)


Analysis for Projection to 2050

Tabel 1.4. mengisyaratkan bahwa di tahun 2016, pada sepuluh


negara tersebut, peringkat Indonesia berada di urutan nomor 8
setelah China, Amerika Serikat, India, Jepang, Jerman, Rusia, dan
Brazil. Di bawah Indonesia, terdapat Negara Inggris dan Perancis.
Sementara pada tahun 2050, Indonesia berada di urutan nomor 4,
setelah China, India, Amerika Serikat. Beberapa tantangan untuk
menjadikan perekonomian Indonesia maju dan berdaya saing,
antara lain persoalan daya saing yang relatif rendah, perlambatan
pertumbuhan ekonomi, dan pertumbuhan ekonomi yang kurang
merata.
Pertama, persoalan daya saing rendah. Berdasarkan sejumlah
kajian dan pemeringkatan dunia seperti S&P Global Ratings, Fitch
Ratings, dan Moody’s yang membandingkan kemudahan berusaha
dan daya saing Indonesia dengan negara lain di dunia,
menunjukkan bahwa Indonesia masih relatif tertinggal

16
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

dibandingkan dengan beberapa negara tetangga, terutama


Singapura, Malaysia, dan Thailand.
Pemerintah dengan adanya EoDB diharapkan dapat mengetahui
respon pelaku usaha terkait dengan peraturan perundang-
undangan yang ada. Selain itu pemerintah juga mampu merespon
sektor apa saja yang perlu dilakukan pembenahan agar dapat
meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dan pelaku usaha,
sehingga ke depan akan memudahkan masyarakat dan pelaku
usaha untuk melakukan usaha di Indonesia. Pemerintah juga
didorong untuk merancang kebijakan yang lebih efisien, mudah
diakses oleh semua pihak, dan dapat dilaksanakan dengan mudah.
Pencapaian peningkatan indeks EoDB Indonesia, diharapkan
mampu menciptakan iklim investasi yang baik dan mampu
merangsang usaha baru untuk tumbuh dan lebih berkembang di
Indonesia. Selain itu, peningkatan indeks EoDB diharapkan
mampu meningkatkan produk domestik bruto yang pada akhirnya
mampu meningkatkan daya saing nasional.5
Kedua, persoalan perlambatan pertumbuhan ekonomi. Tabel
1.2. Perlambatan Pertumbuhan Ekonomi Negara Asean dan Non
Asean Tahun 2010 sampai dengan 2018, menunjukkan posisi
perlambatan pertumbuhan ekonomi Indonesia sebagai berikut:

5 Doing Business Di Indonesia, Kemudahan Berusaha di Indonesia,


http://www. http://eodb.ekon.go.id, diakses tanggal 23 Juli 2019.

17
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Tabel 1.5. Perlambatan Pertumbuhan Ekonomi Negara Asean dan


Non Asean Tahun 2010 sampai dengan 2018

Sumber: World Bank, ADB, 2017 dan 2018 ADB Estimates

Ketiga, persoalan pertumbuhan ekonomi kurang merata. Grafik


1.4. Data Pertumbuhan Ekonomi Triwulan I Tahun 2017
menunjukkan bahwa:

Grafik 1.4. Data Pertumbuhan Ekonomi Triwulan I Tahun 2017

Sumber: BPS, diambil dari Komite Ekonomi dan Industri


Nasional

18
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Ketiga tantangan tersebut menujukkan bahwa investasi di


Indonesia rendah dan iklim berusaha di Indonesia tidak kondusif.
Pada sisi lain, Indonesia memiliki banyak potensi untuk investor,
diantaranya: (1) Sumber Daya Alam (SDA) yang melimpah; (2)
bonus demografi yang sangat besar sehingga mampu menyediakan
jumlah tenaga kerja yang sangat produktif; (3) jumlah penduduk
yang besar adalah potensial pasar yang besar; (4) keunggulan dari
sisi infrastruktur yang sangat memadai untuk menjangkau seluruh
wilayah Indonesia, mengisyaratkan bahwa perekonomian Indonesia
tahun 2050 berpotensi masuk empat besar dunia sebagaimana
proyeksi yang dibuat oleh PWC.
Banyaknya potensi yang dimiliki Indonesia untuk menarik
investor tersebut ternyata belum berbanding lurus dengan tingkat
investasi di Indonesia yang masih sangat rendah, jika dibandingkan
dengan negara di kawasan Asia Tenggara seperti Malaysia,
Singapura, Vietnam, dan Thailand. Investor asing lebih memilih
untuk berinvestasi di negara tersebut dibandingkan di Indonesia.
Sebagai contoh, beberapa waktu lalu 33 (tiga puluh tiga)
perusahaan asal Tiongkok memutuskan untuk menanamkan
investasi di luar negeri. Namun dari 33 (tiga puluh tiga) perusahaan
tersebut, tidak terdapat perusahaan yang berinvestasi di
Indonesia.6 Hal serupa juga terjadi pada tahun 2017, sebanyak 73
(tujuh puluh tiga) perusahaan Jepang memilih untuk melakukan
relokasi. Sebanyak 43 (empat puluh tiga) perusahaan memilih
melakukan penanaman modal di Vietnam. Sementara itu, 11
(sebelas) perusahaan memilih melakukan penanaman modal di

6 Ihsanuddin, "Presiden Jokowi Kecewa Calon Investor Banyak Lari ke Negara


Tetangga", https://nasional.kompas.com/read/2019/09/04/16425441/presiden-
jokowi-kecewa-calon-investor-banyak-lari-ke-negara-tetangga, diakses tanggal 10
November 2019

19
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Thailand, dan Filipina. Hanya sepuluh perusahaan Jepang yang


melakukan penanaman modal di Indonesia.7
Rendahnya minat investor asing yang melakukan penanaman
modal di Indonesia—di tengah begitu banyaknya potensi atau
faktor pendukung yang seharusnya mampu menarik investor
menanamkan modalnya di Indonesia—tentu merupakan satu
kondisi yang sangat mengkhawatirkan. Kondisi tersebut
disebabkan oleh rumit atau sulitnya berinvestasi di Indonesia
sehingga berimplikasi pada rendahnya daya saing Indonesia
dibandingkan negara tetangga. Untuk menggambarkan kerumitan
atau sulitnya berinvestasi, salah satunya dapat dilihat dari aspek
perizinan. Di Indonesia saat ini, untuk kegiatan investasi di
ketenagalistrikan dibutuhkan 19 (sembilan belas) instrumen izin
termasuk persyaratan pendukung bahkan untuk melakukan
investasi resort dibutuhkan lebih dari itu, yakni 22 (dua puluh dua)
instrumen perizinan. Kondisi tersebut, semakin sulit dikarenakan
melibatkan berbagai kementerian, lembaga, dan pemerintah
daerah. Terlebih lagi, jika membandingkan pengaturan Daftar
Negatif Investasi (DNI) di negara ASEAN, maka DNI Indonesia saat
ini sangat restricted karena tidak hanya diatur dalam Undang-
Undang Penanaman Modal tetapi juga diatur dalam berbagai
Undang-Undang sektor. Perbandingan pengaturan DNI di Indonesia
dibandingkan dengan beberapa negara di ASEAN terlihat pada
Tabel 1.5. Perbandingan DNI Indonesia dengan beberapa negara,
sebagai berikut:

7 Ibid.

20
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Tabel 1.5. Perbandingan DNI Indonesia dengan Beberapa Negara8

Bidang usaha
tertutup

Bidang Usaha
Terbuka dengan
persyaratan

Total

Sumber: Data Badan Koordinasi Penanaman Modal

Rumitnya berinvestasi dan rendahnya daya saing Indonesia


tentu tidak dapat dipertahankan sehingga diperlukan langkah
perbaikan di berbagai sektor untuk mendukung terwujudnya
kemudahan berusaha di Indonesia. Perbaikan kebijakan untuk
penyederhanaan prosedur termasuk penyederhanaan persyaratan
perizinan, percepatan waktu, dan penurunan biaya untuk
mendirikan, mengoperasikan, dan mengembangkan usaha telah
dilakukan pemerintah sejak tahun 2015 melalui kebijakan
Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP). PTSP merupakan kegiatan
penyelenggaraan suatu perizinan dan non perizinan yang
berdasarkan pendelegasian atau pelimpahan wewenang dari
lembaga atau instansi yang memiliki kewenangan perizinan dan

8 Indonesia, Peraturan Presiden Nomor 76 Tahun 2007 tentang Kriteria dan


Persyaratan Penyusunan Bidang Usaha Yang Tertutup dan Bidang Usaha yang
Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal dan Peraturan Presiden
Nomor 44 Tahun 2016 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha
yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal.

21
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

non perizinan yang proses pengelolaannya dimulai dari tahap


permohonan sampai dengan tahap terbitnya dokumen yang
dilakukan dalam satu tempat. Sistem ini dapat memangkas waktu
pengurusan beberapa perizinan, sehingga lebih efisien dan efektif.
Kehadiran PTSP membawa dampak yang positif dalam hal
pengurusan izin. Efisiensi dan efektivitas pengurusan izin setelah
hadirnya PTSP sebagaimana diuraikan dalam Tabel 1.6.
Perbandingan efisiensi dan efektivitas pengurusan izin sebelum dan
sesudah PTSP, sebagai berikut:

Tabel 1.6. Perbandingan Efisiensi dan Efektivitas Pengurusan Izin


Sebelum dan Sesudah PTSP

Sektor Sebelum PTSP Sesudah PTSP

Izin Waktu Izin Waktu


Diperlukan Diperlukan Diperlukan Diperlukan

Pertanian 20 izin 751 hari 12 izin 182 hari

Perindustrian 19 izin 672 hari 11 izin 152 hari

Pariwisata 17 izin 661 hari 11 izin 188 hari

Kelistrikan 49 izin 923 hari 25 izin 256 hari

Sumber: Dirjen Anggaran Kemenkeu9

Tabel 1.6 di atas mengisyaratkan bahwa terdapat efisiensi dan


efektivitas pengurusan izin melalui PTSP. Setelah meluncurkan
PTSP, pemerintah melakukan kajian terhadap peraturan
perundang-undangan di bidang perizinan yang masih beragam dan
tumpang tindih. Sepanjang tahun 2016, terdapat kurang lebih 180

9 PTSP dan Paket Kebijakan Ekonomi Untuk Menjaring Investasi, diakses


melalui https://www.kemenkeu.go.id/publikasi/berita/ptsp-dan-paket-kebijakan-
ekonomi-untuk-menjaring-investasi/, diakses pada tanggal 31 Oktober 2019.

22
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

(seratus delapan puluh) peraturan perundang-undangan yang


mengatur tentang perizinan yang berdampak pada banyaknya izin
di daerah. Jika dilihat pada bisnis proses perizinan, pada dasarnya
sama, perbedaannya terletak pada nama atau istilah yang
digunakan.
Kerja keras pemerintah untuk mendorong kemudahan berusaha
tidak hanya berhenti pada pembentukan PTSP saja. Pembenahan
terus dilakukan untuk meningkatkan iklim investasi di Indonesia,
serta membuka ruang bagi setiap orang yang ingin berusaha untuk
dapat bersaing secara sehat. Reformasi regulasi ditempatkan
sebagai strategi penting dalam meningkatkan daya saing.
Pemerintah gencar melakukan pemangkasan regulasi yang
dianggap menghambat investasi melalui Paket Kebijakan Ekonomi
(PKE). Hal ini dilaksanakan dengan pola memunculkan peraturan
baru yang dirumuskan dalam rangka percepatan investasi, yang
berdampak pada dicabutnya beberapa peraturan terkait yang
dituangkan melalui Peraturan Presiden Nomor 91 Tahun 2017
tentang Percepatan Pelaksanaan Berusaha.10 Dalam Peraturan
Presiden Nomor 91 Tahun 2017 pemerintah mengupayakan
simplifikasi dalam hal perizinan melalui:11
1. Bentuk pelayanan, pengawalan (end to end), dan peran aktif
penyelesaian hambatan pelaksanaan berusaha melalui
pembentukan satuan tugas pada tingkat nasional,
kementerian/ lembaga, daerah provinsi, dan daerah
kabupaten/kota, dalam rangka mendukung percepatan
pembentukan iklim investasi yang baik.
2. Bentuk pemenuhan persyaratan (checklist), dalam rangka
percepatan pelaksanaan berusaha di kawasan ekonomi khusus,

10 Bagian Menimbang, Peraturan Presiden Nomor 91 Tahun 2017 tentang


Percepatan Pelaksanaan Berusaha.
11 Ibid.

23
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas, kawasan


industri, dan/atau kawasan pariwisata.
3. Reformasi peraturan yang diperlukan untuk melaksanakan
kegiatan usaha, untuk penyederhanaan lebih lanjut perlu diatur
dan ditetapkan kembali standar pelayanan pada
kementerian/lembaga, daerah provinsi, dan daerah
kabupaten/kota, dengan tujuan agar selaras dan tidak tumpang
tindih.
4. Sistem Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik
(Online Single Submission), untuk mempercepat dan
mempermudah pelayanan untuk berusaha perlu menerapkan
penggunaan teknologi informasi.

Komitmen pemerintah di atas dilaksanakan oleh Presiden


dengan menetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2018
tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara
Elektronik (PP 24/2018) atau dikenal dengan nama Online Single
Submission (OSS). OSS merupakan perizinan berusaha yang
diterbitkan oleh Lembaga OSS untuk dan atas nama menteri,
pimpinan lembaga, gubernur, atau bupati/walikota kepada Pelaku
Usaha melalui sistem elektronik yang terintegrasi. Melalui
peraturan ini, pemerintah telah memangkas izin yang semula
berjumlah 537 (lima ratus tiga puluh tujuh) izin menjadi 237 (dua
ratus tiga puluh tujuh) izin dan 362 (tiga ratus enam puluh dua)
non izin menjadi 215 (dua ratus lima belas) non izin.12
Dalam kenyataannya, berbagai upaya yang dilakukan oleh
Pemerintah sebagaimana diuraikan di atas belum menunjukkan
hasil yang signifikan dan belum sesuai dengan yang diharapkan.
Hal tersebut dapat terlihat dari investasi dunia terhadap Indonesia
masih rendah (1,97 persen) dari rata-rata per tahun (2012-2016)

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan


12

Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik.

24
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

sebesar USD 1.417,8 miliar serta capaian target rasio investasi


sebesar 32,7 persen (2012-2016) yaitu di bawah target Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) sebesar 38,9
persen pada tahun 2019.13
Pemerintah terus menggali akar permasalahan kinerja realisasi
investasi yang belum mencapai target. Salah satu persoalan utama
diidentifikasi disebabkan karena kondisi regulasi di Indonesia yang
tidak terintegrasi sehingga menghambat realisasi investasi di
Indonesia.
Keberadaan PP 24/2018 untuk meningkatkan kinerja realisasi
investasi yang belum mencapai target dihadapkan pada persoalan
normatif, yakni terjadinya “benturan” norma dengan berbagai
norma perizinan yang diatur dalam berbagai Undang-Undang.
Sesuai dengan prinsip jenjang norma14 atau hierarki peraturan
perundang-undangan sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (2)
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan (UU 12/2011) yang menentukan
bahwa “Kekuatan hukum Peraturan perundang-undangan sesuai
dengan hierarki sebagaimana dimaksud pada ayat (1)”, merujuk
pada Pasal 7 ayat (1) menempatkan Peraturan Pemerintah berada
di bawah undang-undang, maka konsekuensinya norma yang
terdapat dalam PP 24/2018 memiliki kekuatan hukum di bawah
undang-undang, sehingga PP 24/2018 tidak dapat
mengesampingkan norma-norma perizinan yang tersebar dalam
berbagai undang-undang.
Berbagai uraian, penjelasan dan data di atas pada akhirnya
sampai pada satu titik persoalan, yakni persoalan rumit atau
sulitnya melakukan usaha di Indonesia disebabkan karena begitu
banyaknya regulasi (over regulated) di bidang perizinan yang

13 Pradany Hayyu, “Sinyal Baik dalam Kemudahan Berusaha”,


Mediakeuangan (Vol. XIII / No. 128 / Mei 2018), hlm. 17.
14 Asas lex superiori derogat legi inferiori.

25
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

substasinya tidak harmonis, tumpang tindih bahkan bertentangan


satu dengan yang lainnya. Regulasi yang demikian menciptakan
sistem perizinan yang panjang dan berbelit sehingga berakibat pada
iklim investasi di Indonesia menjadi rumit, tidak efektif dan efisien
serta tidak memberikan kepastian hukum. Pada akhirnya
berpengaruh terhadap turunnya minat investor asing untuk
berinvestasi di Indonesia. Upaya meningkatkan kemudahan
berusaha melalui pembentukan Peraturan Presiden Nomor 91
Tahun 2017 tentang Kemudahan Berusaha (Perpres 91/2017) dan
PP 24/2018 ternyata tidak dapat membenahi keseluruhan sistem
perizinan karena persoalan normatif yang dihadapi lebih kompleks
karena bersinggungan dengan berbagai undang-undang yang
memiliki dimensi perizinan yang jumlahnya kurang lebih 79 (tujuh
puluh sembilan) undang-undang.
Penataan regulasi berdimensi perizinan akan menciptakan
kemudahan berusaha dan meningkatkan investasi di Indonesia
yang pada gilirannya akan menciptakan lapangan kerja yang
mampu menyerap banyak pencari kerja. Penciptaan lapangan kerja
selain melalui kemudahan berusaha juga dilakukan melalui
pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil (UMK). Bagi pencari kerja yang
belum terserap dalam dunia kerja atau perusahaan, Pemerintah
dapat membuka peluang untuk tumbuh dan berkembangnya
kewirausahaan melalui upaya mengembangkan dan meningkatkan
kualitas UMK.
Dengan mengembangkan kewirausahaan melalui UMK, ada dua
keuntungan sekaligus yang akan didapat. Di satu sisi, UMK dapat
menjadi pilihan bagi masyarakat untuk berusaha sendiri dan
mendapatkan penghasilan. Di sisi lain UMK juga mampu
menciptakan lapangan kerja baru bagi masyarakat. Dengan dua
keuntungan tersebut, pengembangan UMK memberikan dampak
positif bagi persoalan sumber daya manusia Indonesia. Seiring
dengan itu, terdapat manfaat lain dalam pengembangan

26
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

kewirausahaan melalui UMK yakni meningkatkan nilai tambah


ekonomi yang berujung pada peningkatan Produk Domestik Bruto
(PDB) atau pertumbuhan ekonomi. Dengan demikian, penguatan
UMK menjadi salah satu aspek yang penting untuk menjadi salah
satu materi yang dikaji dalam upaya menciptakan lapangan kerja.
Selanjutnya, dalam rangka mewujudkan pembangunan
ketenagakerjaan untuk mewujudkan pembangunan nasional,
perubahan kondisi ketenagakerjaan perlu diakomodir dalam suatu
regulasi yang dapat menyesuaikan dengan perkembangan, sehingga
pemerintah hadir dalam memberikan perlindungan kepada tenaga
kerja baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Undang-Undang
Ketenagakerjaan yang berlaku selama ini dirasakan sudah tidak
sesuai dengan perkembangan kondisi dan kebutuhan pasar tenaga
kerja yang ada. Pembaharuan terhadap peraturan perundang-
undangan dalam rangka pembangunan hukum sangat diperlukan.
Oleh karena itu, tanpa pembaharuan dan pembangunan hukum
yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat akan menimbulkan
ketimpangan bahkan dapat menghambat pembangunan nasional.
Bertitik tolak dari persoalan di atas, dalam melakukan penataan
regulasi, Indonesia perlu menerapkan teknik legislasi baru yakni
teknik Omnibus Law. Dengan menggunakan teknik Omnibus Law,
persoalan dalam berbagai Undang-Undang tersebut dapat
diselesaikan tanpa harus merevisi berbagai Undang-Undang yang
substansinya terkait dengan perizinan, melainkan cukup dengan
membuat satu Undang-Undang baru yang mengamandemen pasal
dalam beberapa Undang-Undang.
Omnibus Law merupakan metode untuk membuat sebuah
regulasi atau Undang-Undang yang terdiri atas banyak subyek atau
materi pokok untuk tujuan tertentu guna menyimpangi suatu
norma peraturan. Omnibus berbeda dengan rancangan peraturan
kebanyakan dalam hal jumlah materi muatan yang dicakup,
banyaknya pasal yang diatur (ukuran), dan terakhir dari sisi

27
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

kompleksitas. Dalam sebuah Undang-Undang Omnibus mencakup


hampir semua substansi materi yang berhubungan. Undang-
Undang Omnibus mencerminkan sebuah integrasi, kodifikasi
peraturan yang tujuan akhirnya adalah untuk mengefektifkan
penerapan peraturan tersebut. Teknik legislasi omnibus law dari
segi teoretis maupun praktis masih belum terlalu dikenal di
Indonesia.
Omnibus law adalah suatu metode untuk menghasilkan
Undang-Undang yang berkualitas bukan bentuk produk hukum.
Seperti halnya berbagai teknik/metode pembentukan peraturan
perundang-undangan yang telah cukup populer di Indonesia
seperti: Regulatory Impact Assessment (RIA) dan Rule, Opportunity,
Capacity, Communication, Interest, Process, Ideology (ROCCIPI).
Dalam hal, terdapat norma dalam peraturan perundang-undangan
yang dihasilkan melalui teknik legislasi menghapus atau mengubah
satu norma dan mengaturnya kembali dalam Undang-Undang yang
dibentuk adalah suatu hal yang lazim dalam pembentukan
Undang-Undang. Namun, demikian mengingat teknik legislasi
omnibus law yang demikian masih sangat jarang dipraktikkan di
Indonesia, maka dalam penyusunan RUU Penciptaan Lapangan
Kerja yang akan dibentuk, keberadaan Naskah Akademik (NA)
menjadi sangat penting.
Kajian dan penelitian yang dilakukan melalui penyusunan NA
tidak saja memastikan bahwa penggunaan teknik legislasi omnibus
law dalam pembentukan RUU Penciptaan Lapangan Kerja mampu
menata dan mengharmoniskan dan menciptakan simplifikasi
peraturan perundang-undangan yang terkait dengan Penciptaan
Lapangan Kerja, mampu menghasilkan, melahirkan pelayanan
perizinan berusaha yang mudah, cepat dan terintegrasi, serta
memperkuat UMK. Tetapi, tidak kalah penting kehadiran NA juga
diharapkan untuk memastikan bahwa penerapan teknik legislasi

28
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

omnibus law tidak memberikan dampak negatif pada sistem


perundang-undangan.

B. Identifikasi Masalah

Adapun identifikasi masalah yang akan dikaji dalam Naskah


Akademik RUU tentang Cipta Lapangan Kerja, meliputi:
1. Permasalahan apa yang dihadapi dalam pelaksanaan RUU
tentang Cipta Lapangan Kerja bagi kehidupan berbangsa,
bernegara, dan bermasyarakat serta bagaimana permasalahan
tersebut dapat diatasi.
2. Mengapa perlu Rancangan Undang-Undang Penciptaan
Lapangan Kerja di Indonesia?
3. Apakah yang menjadi dasar pertimbangan atau landasan
filosofis, sosiologis dan yuridis pembentukan RUU tentang Cipta
Lapangan Kerja?
4. Apa sasaran yang akan diwujudkan, ruang lingkup pengaturan,
jangkauan dan arah pengaturan serta materi muatan dalam
penyusunan RUU tentang Cipta Lapangan Kerja?

C. Tujuan dan Kegunaan Kegiatan Penyusunan Naskah Akademik

1. Tujuan penyusunan Naskah Akademik RUU tentang Cipta


Lapangan Kerja, yaitu:
a. merumuskan permasalahan apa yang dihadapi dalam
pelaksanaan RUU tentang Cipta Lapangan Kerja bagi
kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat serta
bagaimana permasalahan tersebut dapat diatasi. .

29
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

b. merumuskan permasalahan hukum yang dihadapi sebagai


alasan pembentukan RUU tentang Cipta Lapangan Kerja
c. merumuskan hasil evaluasi dan analisis peraturan
perundang-undangan yang terkait dengan kebijakan
Penciptaan Lapangan Kerja.
d. merumuskan dasar pertimbangan atau landasan filosofis,
sosiologis dan yuridis pembentukan RUU tentang Cipta
Lapangan Kerja.
e. merumuskan sasaran yang akan diwujudkan, ruang lingkup
pengaturan, jangkauan dan arah pengaturan serta materi
muatan dalam penyusunan RUU tentang Cipta Lapangan
Kerja.
2. Kegunaan Naskah Akademik adalah sebagai acuan atau referensi
penyusunan dan pembahasan RUU tentang Cipta Lapangan
Kerja.

D. Metode

Metode penyusunan Naskah Akademik yang digunakan dalam


penyusunan Naskah Akademik dan RUU tentang Cipta Lapangan
Kerja adalah metode yuridis normatif yaitudengan cara melakukan
studi pustaka yang menelaah data sekunder berupa bahan hukum
primer dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum primer meliputi
peraturan perundang-undangan atau dokumen lainnya seperti
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan
peraturan perundang-undangan yang terkait dengan pengaturan
Penciptaan Lapangan Kerja, kemudahan berusaha, dan UMK.
Bahan hukum sekunder diperoleh melalui hasil penelitian, hasil
pengkajian, buku dan jurnal ilmiah yang terkait dengan perizinan
berusaha.
Data sekunder tersebut dapat dilengkapi dengan data primer
dari hasil wawancara, dan diskusi dengan narasumber yang
kompeten dan representatif yaitu pakar, akademisi maupun pelaku

30
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

usaha. Wawancara dan diskusi tersebut dilakukan dengan


melakukan pencarian dan pengumpulan data baik stakeholder di
pusat maupun di daerah. Metode yuridis normatif ini dilengkapi
dengan diskusi (focus group discussion), dan rapat dengan
stakeholder terkait dalam rangka mempertajam kajian dan analisis.
Pengolahan data dalam naskah ini dilakukan secara kualitatif.
Bahan-bahan hukum tertulis yang telah terkumpul diklasifikasikan
sesuai dengan permasalahan yang telah diidentifikasi, kemudian
dilakukan content analysis secara sistematis terhadap dokumen
bahan hukum dan dikomparasikan dengan informasi narasumber,
sehingga dapat menjawab permasalahan yang diajukan. Data
tersebut selanjutnya disusun, dikaji, dan dirumuskan sesuai
tahapan dalam penyusunan NA.

31
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

BAB II
KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIK EMPIRIS

A. Kajian Teoritis

1. Pertumbuhan Ekonomi dan Penciptaan Lapangan Kerja


Pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja
ibarat dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan.
Keduanya memiliki hubungan yang saling mempengaruhi
(reciprocal). Dalam rangka mengakselerasi hubungan tersebut,
diperlukan kebijakan stabilitas makro ekonomi yang diterapkan
oleh pemerintah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
Stabilitas makro ekonomi adalah prasyarat penting untuk
memastikan penciptaan lapangan kerja dan penghasilan—
termasuk upah minimum—bagi tenaga kerja di Indonesia. Salah
satu yang penting dilakukan oleh pemerintah adalah membuat
kebijakan baru yang mendorong investasi. Dalam konteks ini,
pertumbuhan ekonomi dianggap sebagai dasar untuk
meningkatkan status pekerjaan dan meningkatkan
pendapatan.15
Dengan demikian, dukungan dalam bidang
ketenagakerjaan perlu untuk diterapkan lebih efektif, oleh

15 Dao Ha dan Nguyen Van Ngoc, Relationship between Economic Growth and
Employment in Vietnam, October 2014,
https://www.researchgate.net/publication/319126019, diakses tanggal 23November
2019.

32
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

karena kenyataan menunjukkan bahwa Indonesia sedang


memasuki periode bonus demografi dimana berdasarkan
Proyeksi Penduduk Indonesia (Indonesia Population Projection)
2010-2035, menunjukkan bahwa jumlah penduduk Indonesia
selama dua puluh lima tahun mendatang terus meningkat yaitu
dari 238,5 juta pada tahun 2010 menjadi 305,6 juta pada tahun
2035. Penduduk yang dalam usia kerja, 15-64 tahun meningkat
dari 66,5% menjadi 67,9%.16 Peningkatan angka usia kerja
penduduk Indonesia, memerlukan kebijakan yang berfokus
pada perluasan produksi di sektor manufaktur dan konstruksi,
terutama industri skala kecil dan padat karya, mendorong
pengembangan usaha di sektor swasta, dan mendukung
wirausaha di daerah pedesaan. Selain itu, meningkatkan
penciptaan lapangan kerja juga merupakan solusi untuk
mengurangi tingkat pengangguran. Pemerintah pusat perlu
fokus pada pemberdayaan UMK melalui dukungan riset dan
inovasi.
Uraian tersebut di atas mengisyaratkan bahwa
ketenagakerjaan merupakan kategori makro ekonomi yang
penting. Ketenagakerjaan dapat dilihat dari pertumbuhan
ekonomi yang luas dan intensif. Dalam konteks pertumbuhan
yang luas, lapangan kerja lebih penting daripada kualitas
angkatan kerja. Sementara itu, pembangunan ekonomi
ditentukan dengan cara memanfaatkan tenaga kerja yang
menganggur, dan pertumbuhan intensif bergantung pada
pendidikan, research and design, informasi teknologi dan
inovasi. Dengan demikian untuk mempromosikan pertumbuhan
ekonomi intensif, sangat penting meningkatkan kualitas tenaga
kerja.

16 Bappenas, Ibid.

33
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Berbagai model digunakan untuk menentukan hubungan


antara pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja.
Kapos17 dan Dopke18 menemukan hubungan positif antara
pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja yang
bervariasi selama periode tertentu pada sebuah negara. Hal ini
mencerminkan reaksi yang berbeda oleh pasar tenaga kerja
terhadap pertumbuhan ekonomi. Schmid mengemukakan
bahwa model pertumbuhan yang ekstensif dan intensif adalah
penting untuk kemungkinan penciptaan lapangan kerja.
Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi sebagai reaksi
terhadap peningkatan permintaan agregat dapat dicapai dalam
situasi yang berbeda, seperti peningkatan input, produktivitas
faktor atau keduanya.19 Kapos menemukan hubungan antara
tingkat pertumbuhan dan kesempatan kerja di banyak negara-
negara dan memperkirakan elastisitas pekerjaan.20

2. Teori Hubungan Industrial


Hubungan industrial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1
angka 16 UU Ketenagakerjaan adalah suatu sistem hubungan
yang terbentuk antara para pelaku dalam proses produksi
barang dan/atau jasa yang terdiri dari unsur pengusaha,
pekerja/buruh dan pemerintah yang didasarkan pada nilai-nilai

17 Kapsos, S. (2005), “The Employment Intensity of Growth: Trends and

Macroeconomic Determinants”, Labor Markets in Asia: Issues and Perspectives, 143-


201, retrieved from
http://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/@ed_emp/@emp_elm/documents/public
ation/wcms_ 143163.pdf on Sep. 15, 2013.
18 Dopke, J. (2001), “The Employment Intensity of Growth in Europe”, Kiel

Working Paper, 1021, retrieved from http://www.ifw-members.ifw-


kiel.de/publications/theemployment-intensity-ofgrowth-in-europe/kap1021.pdf in
September 2011.
19 Schmid, G. (2008), Full Employment in Europe: Managing Labour Market

Transitions and Risks, MA: Edward Elgar.


20 Schmid, G. (2008), Full Employment in Europe: Managing Labour Market

Transitions and Risks, MA: Edward Elgar.

34
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik


Indonesia Tahun 1945.
Hubungan industrial juga telah didefinisikan oleh beberapa
sarjana, antara lain:
a. Sondang P Siagian:
“Secara umum hubungan industrial sering diartikan
sebagai hubungan formal yang terdapat antara kelompok
manajemen dan kelompok pekerja yang terdapat dalam
suatu organisasi”.21
b. Sri Haryani:
“Hubungan industrial (industrial relation) adalah hubungan
yang membahas seluruh aspek dan permasalahan
ekonomi, sosial, politik dan budaya baik secara langsung
maupun tidak langsung berkaitan dengan hubungan
pekerja/buruh dengan pengusaha.”22 Dalam hubungan
industrial muncul peran pemerintah yang disebut
tripartit.23
c. Sentanoe Kertonegoro:
“Istilah hubungan industrial memberikan kesan sempit
seakan-akan hanya menyangkut hubungan antara
pengusaha dengan pekerja. Padahal hubungan industrial
mencakup aspek yang sangat luas, yakni aspek sosial
budaya, psikologi, ekonomi, politik, hukum dan
hankamnas sehingga hubungan industrial tidak hanya
meliputi pengusaha dan pekerja, namun melibatkan
pemerintah dan masyarakat dalam arti luas.”24
Berdasarkan pengertian yang disampaikan baik
berdasarkan Undang-Undang Ketenagakerjaan maupun para
sarjana diatas, maka dapat diuraikan unsur-unsur hubungan
industrial yaitu:
a. adanya suatu sistem hubungan industrial.

21 Sondang P Siagian, Manajemen Sumber Daya Manusia, cet.20, Bumi Aksara,


Jakarta, 2002, hal. 327-328
22 Sri Haryani, Hubungan Industrial di Indonesia, UPP AMP YKPN, Yogyakarta,

2002, hal.3.
23 Loc. cit
24 Sentanoe Kertonegoro, Hubungan Industrial, Hubungan Antara Pengusaha

dan Pekerja (Bipartit) dan Pemerintah Tripartit, YTKI, Jakarta, tahun 1999, hal 14.

35
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

b. adanya pelaku yang meliputi pengusaha, pekerja/buruh


dan pemerintah.
c. adanya proses produksi barang dan/atau jasa.

Hubungan industrial merupakan istilah pengganti dari


istilah hubungan perburuhan (labour relation). Adapun alasan
penggantian istilah hubungan perburuhan menjadi hubungan
industrial, oleh karena dalam hubungan perburuhan hanya
membahas hubungan antara pekerja/buruh dan pengusaha.
Sedangkan dalam realitasnya, hubungan antara pekerja/buruh
dan pengusaha bukan merupakan masalah yang berdiri sendiri
karena banyak dipengaruhi oleh masalah lain, seperti ekonomi,
sosial, politik dan budaya sehingga istilah hubungan
perburuhan dianggap tidak tepat lagi dalam menggambarkan
permasalahan perburuhan yang sebenarnya.25
Dengan demikian hubungan perburuhan tidak hanya
terbatas pada hubungan antara pengusaha dan pekerja/buruh,
tetapi perlu adanya campur tangan pemerintah.

3. Teori Hubungan Kerja


Dalam UU Ketenagakerjaan, saat ini dikenal dua istilah
yaitu hubungan industrial dan hubungan kerja. Hubungan
industrial digunakan untuk menggambarkan hubungan antara
pengusaha, pekerja/buruh dan pemerintah. Sedangkan
hubungan kerja digunakan untuk menggambarkan hubungan
antara pengusaha dan pekerja/buruh dalam suatu perjanjian
kerja yang mengandung unsur pekerjaan, perintah dan upah.
Hal tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 1 angka 15
Undang-Undang Ketenagakerjaan yang menyebutkan bahwa
Hubungan Kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan

Hartono Widodo dan Yudiantoro, Segi Hukum Penyelesaian Perselisihan


25

Perburuhan, Rajawali Pers, Jakarta, 1989, hal.7.

36
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja yang mempunyai


unsur, pekerjaan, upah dan perintah.
a. Perjanjian Kerja
Hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha
dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja.
Dengan demikian, hubungan kerja tidak mempunyai
kekuatan hukum apabila tidak disertai dengan perjanjian
kerja. Demikian pula dalam Pasal 50 dikemukakan bahwa
Hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja
antara pengusaha dan pekerja/buruh.
Pasal 1 angka 14 UU Ketenagakerjaan menyebutkan
bahwa: “Perjanjian Kerja adalah perjanjian antara
pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang
memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak”.
Selanjutnya, Pasal 1601a KUHPerdata juga merumuskan
perjanjian kerja sebagai suatu perjanjian antara salah satu
pihak (pekerja/buruh) yang mengikatkan diri untuk bekerja
pada pihak lain (pengusaha), selama suatu waktu tertentu
dengan menerima upah.
Menurut Soepomo, rumusan perjanjian kerja
sebagaimana Pasal 1601a KUHPerdata kurang lengkap,
karena pihak pekerja/buruh saja yang mengikatkan diri,
sedangkan pihak pengusaha tidak. Kedua pihak seharusnya
saling mengikatkan diri. Soepomo menduga rumusan
perjanjian kerja yang demikian itu dipengaruhi oleh
pandangan yang menganggap kedudukan pekerja secara
ekonomis lebih rendah dibanding dengan kedudukan
pengusaha.26 Oleh karena itu, Soepomo memandang perlu
untuk merumuskan keterikatan pengusaha secara eksplisit

26 Imam Soepomo, Hukum Perburuhan, Bidang Hubungan Kerja, Penerbit


Djambatan, Jakarta,1980, hal.41.

37
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

dalam rumusan perjanjian kerja sehingga rumusan Pasal


1601a KUHPerdata menjadi:

“Perjanjian kerja adalah suatu perjanjian dimana


pihak yang satu (buruh) mengikatkan diri untuk
bekerja pada pihak yang lain (majikan) selama suatu
waktu tertentu dengan menerima upah dan pihak lain
(majikan) mengikatkan diri untuk mempekerjakan
pihak yang satu (buruh) dengan membayar upah”.27

Sedangkan Subekti memberikan pengertian Perjanjian


Kerja sebagai suatu perjanjian antara seorang majikan yang
ditandai dengan ciri-ciri adanya upah atau gaji tertentu,
adanya suatu hubungan atas bawah (dietsverhouding), yakni
suatu hubungan atas dasar pihak yang satu, majikan
berhak memberikan perintah yang harus ditaati oleh pihak
lainnya.28 Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa
dalam perjanjian kerja setidak-tidaknya mengandung 4
(empat) unsur yaitu ada unsur pekerjaan, upah, perintah
serta waktu tertentu.
Pendapat lain tentang perjanjian kerja dikemukakan
oleh Ridwan Halim yang menggunakan istilah perjanjian
perburuhan yang diartikan sebagai perjanjian yang
diadakan antara buruh dan majikan untuk saling
mengikatkan diri satu sama lain guna bekerjasama dengan
ketentuan bahwa buruh berjanji akan menyelenggarakan
perintah majikan sebagai pekerjaannya dengan baik dan
majikan akan menanggung kehidupan buruh (dan

27 Imam Soepomo, Hukum Perburuhan, Undang-Undang dan Peraturan-


Peraturan, Penerbit Djambatan, Jakarta, 1986, hal.39.
28 Adrian Sutedi, Hukum Perburuhan, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hal.46.

38
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

keluarganya) dengan baik pula selaras menurut kemampuan


dan persetujuan mereka masing-masing.29
Apabila ditinjau dari syarat perjanjian, Pasal 1320
KUHPerdata mengatur mengenai syarat sahnya suatu
persetujuan, yakni (1) kesepakatan para pihak yang
mengikatkan diri, (2) cakap untuk membuat perikatan, (3)
suatu hal tertentu/diperjanjikan dan (4) suatu sebab atau
causa yang halal (tidak bertentangan dengan ketertiban
umum, kesusilaan dan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
Pada awal perkembangannya, hukum ketenagakerjaan
sendiri termasuk dalam rumpun hukum privat/perdata
yang mengenal asas asas kebebasan berkontrak (pacta sunt
servanda). Asas ini menegaskankan bahwa bahwa setiap
orang diberi kebebasan untuk membuat perjanjian kepada
siapa saja dan kebebasan menentukan isi dan syarat-syarat
perjanjian, sebagaimana ketentuan Pasal 1338 KUHPerdata
yang menyebutkan bahwa semua persetujuan yang dibuat
sesuai dengan Undang-Undang berlaku sebagai Undang-
Undang bagi mereka yang membuatnya.
Pada prinsipnya, pekerja/buruh maupun pengusaha
bebas menerima atau menolak persyaratan kerja yang
diajukan oleh masing-masing pihak. Namun, pada
kenyataannya pekerja/buruh yang cenderung tidak memiliki
kekuatan sosial ekonomi dibandingkan dengan kekuatan
sosial ekonomi yang dimiliki pengusaha tidak mempunyai
kebebasan untuk menerima atau menolak syarat-syarat
kerja yang diajukan oleh pengusaha pada saat pembuatan
perjanjian kerja. Berbeda kondisinya dengan pengusaha

29A.Ridwan Halim seperti dikutip oleh Zainal Asikin dkk dalam Dasar-Dasar
Hukum Perburuhan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2008, hal. 68-69.

39
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

yang mempunyai kemampuan sosial ekonomi lebih besar


sebagai pemilik perusahaan sehingga bisa lebih leluasa
menekan pekerja/buruh untuk menerima apa yang
dikehendakinya dalam proses pembuatan perjanjian kerja.30
Dalam pembuatan perjanjian kerja, pada dasarnya
pekerja/buruh memiliki kepentingan untuk mendapatkan
pekerjaan dengan imbalan jasa yang dapat memenuhi
kebutuhan mereka dan keluarganya sehingga mereka
menghendaki upah yang tinggi. Sebaliknya, pengusaha
berkepentingan mengembangkan usahanya melalui langkah-
langkah efisiensi dan menekan upah pekerja/buruh
serendah-rendahnya. Pemenuhan kepentingan masing-
masing pihak ini seringkali menimbulkan konflik. Disinilah
peran hukum ketenagakerjaan dalam menjembatani
kepentingan-kepentingan yang berbeda sehingga tercipta
keseimbangan. Untuk menjembatani kepentingan
pekerja/buruh dan pengusaha, diperlukan pihak ketiga,
yaitu pemerintah yang salah satu perannya adalah
menyusun peraturan perundang-undangan yang lebih
spesifik dibidang ketenagakerjaan. Keterlibatan pemerintah
ini menyebabkan sifat hukum ketenagakerjaan yang semula
merupakan hukum privat mendapat nuansa hukum publik.
Peran pemerintah dalam pelaksanaan asas kebebasan
berkontrak dalam perjanjian kerja dimungkinkan dengan
beberapa alasan, antara lain31 yaitu pertama , para pihak,
yaitu pekerja/buruh dan pengusaha berada dalam posisi
yang tidak seimbang, dimana pengusaha memiliki posisi
yang lebih kuat. Oleh karena itu, peran pemerintah

30 Maarten L. Souhaka, dkk, Analsis Yuridis Mengenai Sifat Hukum


Ketenagakerjaan, diterbitkan oleh Sesditjen Pembinaan Hubungan Industrial dan
Jaminan Sosial Tenaga Kerja – Kemnakertrans, 2012, hal.2.
31 Tan Kamello dkk, ibid. hal.22-24.

40
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

dibutuhkan untuk menghilangkan ketimpangan yang ada.


Kedua, di era pasar bebas saat ini, negara justru harus ikut
campur tangan agar mekanisme pasar bebas dapat
terlaksana. Dalam sistem ekonomi pasar bebas, peraturan-
peraturan yang mengeliminasi hak-hak fundamental
pekerja/buruh dapat menghambat pasar bebas itu sendiri.
Ketiga, Affirmative Action menjadi landasan pembenar
adanya campur tangan negara dalam hukum
ketenagakerjaan sehingga sehingga tercipta keadilan sosial.
Menurut Tamara Lothion,32 model hukum
ketenagakerjaan di Indonesia merupakan model hukum
korporatis, dimana dalam model hukum ini hubungan
ketenagakerjaan diatur melalui jalan legislasi dalam bentuk
peraturan perundang-undangan sehingga hukum
ketenagakerjaan menjadi bagi dari hukum publik.
Meskipun secara formil kedudukan hukum
ketenagakerjaan berada dalam bidang hukum publik,
namun secara materi atau substansinya, selain memuat hal-
hal yang bersifat memaksa sebagaimana ciri hukum publik,
hukum ketenagakerjaan juga mengatur hal-hal yang bersifat
privat, mengingat pada awalnya hukum ketenagakerjaan
merupakan bagian dari hukum privat.

b. Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) dan Perjanjian Kerja


untuk Waktu Tidak Tertentu (PKWTT)
Jika ditinjau dari jenisnya, perjanjian kerja dibagi
menjadi dua yakni perjanjian kerja waktu tertentu dan
perjanjian kerja waktu tidak tertentu.33 Kemudian PKWT
dibedakan lagi antara PKWT berdasarkan jangka waktu dan

32 Ibid. hal.8.
33 Lihat ketentuan Pasal 56 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan.

41
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

selesainya pekerjaan.34 Artinya dasar pembuatan PKWT


dititikberatkan pada jangka waktu pelaksanaan pekerjaan
dan selesainya suatu pekerjaan. Pasal 1603e ayat 1
KUHPerdata juga diatur ketentuan PKWT :

“Hubungan kerja berakhir demi hukum, jika habis


waktunya yang ditetapkan dalam perjanjian atas
peraturan-peraturan atau dalam perundang-undangan
atau jika semua itu tidak ada menurut kebiasaan”.

Berdasarkan hal tersebut, maka PKWT dibagi menjadi 3


(tiga), yaitu :35
1. perjanjian kerja untuk waktu tertentu dimana waktu
berlakunya ditentukan menurut perjanjian, misalnya
dalam perjanjian kerja tertulis untuk waktu 2 (dua)
tahun dan sebagainya atau sampai proyek selesai.
2. perjanjian kerja untuk waktu tertentu dimana waktu
berlakunya ditentukan menurut undang-undang,
misalnya bila pengusaha mempekerjakan tenaga asing,
dalam perjanjian tertulis untuk waktu sekian tahun dan
sebagainya.
3. perjanjian kerja untuk waktu tertentu dimana waktu
berlakunya ditentukan menurut kebiasaan, misalnya di
perkebunan kopi terdapat pekerja pemetik kopi, jangka
waktu perjanjian kerja ditentukan oleh musim kopi yang
hanya berlangsung beberapa bulan dan setelah musim
kopi selesai, maka perjanjian kerja dianggap telah
berakhir.
Waktu tertentu sendiri diartikan sebagai suatu jangka
waktu yang sudah pasti ditentukan, tetapi juga jangka
waktu yang tidak ditentukan lebih dahulu yang
digantungkan pada jangka waktu sampai pekerjaan selesai.

34 Ibid., Pasal 56 ayat (2)


35Mochlm. Faisal Salam, op.cit. hal. 83-84.

42
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Dengan demikian, dalam perjanjian kerja yang tidak


ditentukan jangka waktunya, maka jangka waktu dalam hal
ini dikaitkan dengan lamanya pekerjaan selesai. Mengenai
pemahaman jangka waktu yang telah tertentu yang telah
dipastikan lebih dahulu dalam perjanjian kerja, dapat terjadi
benar-benar berdasarkan waktu tertentu (sehari, sebulan,
setahun) dan dapat pula dihubungkan dengan suatu jangka
waktu sesuai dengan tujuan penyelesaian kerja.36
Hubungan kerja akan dikatakan sebagai hubungan
kerja untuk waktu tertentu, jika berakhirnya tidak semata-
mata bergantung pada kehendak salah satu pihak. Apabila
tidak diperjanjikan bahwa perjanjian kerja diadakan untuk
waktu tertentu, dapat disimpulkan bahwa perjanjian kerja
itu diadakan untuk waktu tidak tertentu. Walaupun dalam
praktik sangat sulit untuk menetapkan bahwa suatu
perjanjian kerja dibuat untuk masa tertentu atau untuk
waktu tidak tertentu. Terutama jika :
- perjanjian kerja diadakan untuk waktu tertentu,
namun berakhirnya perjanjian disyaratkan adanya
pernyataan pengakhiran.
- perjanjian kerja diadakan untuk waktu tertentu,
namun hanya dapat dinyatakan berakhir pada hari-
hari tertentu.37

Payaman Simanjuntak menyatakan bahwa PKWT


adalah perjanjian kerja antara pekerja/buruh dengan
pengusaha untuk melaksanakan pekerjaan yang
diperkirakan selesai dalam waktu tertentu yang relatif
pendek yang jangka waktunya paling lama 2 (dua) tahun

36Yahya Harahap seperti dikutip dalam Mohd. Syaufii Syamsuddin, Perjanjian-


Perjanjian Dalam Hubungan Industrial , Sarana Bhakti Husada, Jakarta, 2010, hal.
92.
37 Ibid., hlm. 92-93.

43
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

dan hanya dapat diperpanjang satu kali untuk paling lama


sama dengan waktu perjanjian kerja pertama, dengan
ketentuan seluruh (masa) perjanjian tidak boleh melebihi
tiga tahun lamanya. Lebih lanjut dikatakan, perjanjian kerja
waktu tertentu yang dibuat untuk jangka waktu satu tahun,
hanya dapat diperpanjang satu kali dengan jangka waktu
(perpanjangan) maksimum satu tahun. Jika PKWT dibuat
untuk satu setengah tahun maka dapat diperpanjang
setengah tahun. Demikian juga apabila PKWT untuk dua
tahun, hanya dapat diperpanjang satu tahun sehingga
seluruhnya menjadi tiga tahun38.
a) Penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada
perusahaan lain (outsourcing)
Outsourcing adalah pemanfaatan tenaga kerja
untuk memproduksi atau melaksanakan suatu
pekerjaan oleh suatu perusahaan, melalui
perusahaan penyedia/pengerah tenaga kerja.39
Pendapat lain menyebutkan bahwa outsourcing
adalah pemindahan atau pendelegasian beberapa
proses bisnis kepada suatu badan penyedia jasa
untuk melakukan proses administrasi dan
manajemen berdasarkan definisi serta kriteria yang
telah disepakati oleh para pihak.40 Dari pengertian
tersebut dapat disimpulkan bahwa outsourcing
memanfaatkan tenaga kerja yang disediakan oleh
pihak ketiga untuk melaksanakan sebagian proses
bisnis berdarkan kesepakatan atau perjanjian.

38 Payaman Simanjuntak seperti dikutip Adrian Sutedi, Hukum Perburuhan,


Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hlm.48-49.
39 Lalu Husni, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia Edisi Revisi, Raja

Grafindo Persada, Jakarta, 2003, hlm. 177.


40 Tunggal, Imam Syahputra, Pokok-pokok Hukum Ketenagakerjaan,
Harvarindo, Jakarta, 2009, hlm. 308

44
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Outsourcing telah lama dipraktikkan dengan


berbagai model atau pola di banyak negara, baik
negara maju maupun berkembang. Penggunaan
istilahnya pun beragam, seperti subcontracting,
external manpower, externalization, Business Process
Outsourcing (BPO) dan transfer of undertaking. Namun
dalam prakteknya, tidak jauh berbeda dengan apa
yang dikenal dengan praktek hubungan kerja sistem
outsourcing pemborongan pekerjaan di Indonesia.
Praktik hubungan kerja sistem outsourcing telah
menjadi kebutuhan yang tidak terelakkan dan telah
meluas mengikuti perkembangan ekonomi global.
Sejak dekade pertengahan tahun 1990-an,
perkembangan praktek hubungan kerja sistem
outsourcing telah menyebar sangat cepat di banyak
negara terutama negara-negara maju seperti Jepang,
Inggris, Jerman, Amerika Serikat dan Prancis.
Praktek hubungan kerja sistem outsourcing telah
menjadi bagian dari perkembangan sektor-sektor
perekonomian di negara-negara tersebut terutama di
sektor industri pengolahan dan jasa, seperti jasa
perbankan, asuransi, pelayanan kesehatan,
transportasi, dan jasa perdagangan.41 Pelaksanaan
hubungan kerja sistem outsourcing di Indonesia
awalnya merupakan bagian dari insentif kemudahan
usaha kepada perusahaan-perusahaan yang
beroperasi di kawasan berikat (export processing
zones).

41 Hasil Kajian Tim Peneliti LIPI terhadap UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan, 2010.

45
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Kajian akademis Perguruan Tinggi terhadap UU


Ketenagakerjaan memaparkan beberapa isu utama
yang berkaitan dengan hubungan kerja outsourcing.
Isu pertama, mengenai pembatasan pemborongan
pekerjaan dan penyediaan jasa pekerja/buruh. Pihak
pengusaha menginginkan tidak adanya pembatasan
pekerjaan-pekerjaan yang dapat diborongkan kepada
pihak lain. Sebaliknya, pekerja/buruh menuntut
adanya pembatasan secara ketat seperti yang telah
diatur dalam UU Ketenagakerjaan. Isu kedua, terkait
dengan penentuan pekerjaan-pekerjaan yang
termasuk kompetensi (atau dapat saja disebut
kegiatan) inti dan bukan inti. Keragaman lintas sektor
dan lintas perusahaan menyebabkan sangat sulit
untuk menentukan pekerjaan-pekerjaan yang boleh
di-outsourcing-kan atau diborongkan secara rinci dan
tegas. Isu ketiga, menyangkut perbedaan antara
PKWT dan outsourcing pekerja. Perbedaan ini
didasarkan pada penggunaan agen penyedia jasa
tenaga kerja (APJT). Isu keempat adalah tentang
pengaturan hubungan kerja – apakah hubungan kerja
secara hukum terjadi antara buruh dan perusahaan
yang melakukan outsourcing pekerja/buruh atau
antara pekerja/buruh dan penyedia jasa
pekerja/buruh.42

4. Regulasi, Inovasi, dan Daya Saing


Regulasi pemerintah dapat memberikan dampak yang
positif dan negatif pada proses inovasi dan daya saing. Titik
tekan reformasi regulasi, dilakukan untuk memberikan

42 Kajian akdemis Independen Perguruan Tinggi, op.cit. hlm.3-43.

46
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

pengaruh atau dampak positif terhadap inovasi dan daya saing.


Reformasi regulasi diharapkan membantu memastikan bahwa
peraturan perundang-undangan di semua bidang kegiatan
sepenuhnya responsif terhadap perubahan kondisi ekonomi,
sosial, dan teknologi yang mengelilinginya. Proses pengaturan
memperhitungkan dampak dari regulasi yang berkaitan dengan
inovasi serta implikasi dari perubahan teknologi untuk alasan
dan desain regulasi. Regulasi dan reformasi regulasi dapat
mempengaruhi teknologi serta dapat mempengaruhi proses
inovasi.43
Regulasi secara langsung mempengaruhi proses inovasi,
sementara inovasi dan perubahan teknis memiliki dampak
signifikan terhadap regulasi. Keberhasilan dapat dicapai melalui
upaya reformasi regulasi dengan memperhitungkan keterkaitan
antara regulasi dan inovasi. Regulasi ekonomi (economic
regulation) dimaksudkan untuk meningkatkan efisiensi pasar
dalam mengirimkan barang dan jasa yang mempengaruhi
proses inovasi. Regulasi sosial (social regulation) melindungi
lingkungan dan keselamatan dan kesehatan masyarakat luas—
desainnya dapat mendorong atau menghambat inovasi. Regulasi
administratif (administrative regulation) mengatur fungsi praktis
masyarakat dan sektor swasta—mengatur beberapa kondisi
dasar untuk kemajuan teknologi.44
Reformasi regulasi diarahkan untuk memastikan bahwa
regulasi ini benar sepenuhnya responsif terhadap perubahan
kondisi ekonomi, sosial, dan teknis yang mengelilinginya.
Banyak reformasi didorong oleh perkembangan teknologi yang
telah mengubah biaya pokok dan struktur kompetitif dalam

43 Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD),


Regulatory Reform and Innovation, https://www.oecd.org/sti/inno/2102514.pdf, hlm.
3.
44 Ibid., hlm. 7.

47
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

industri mulai dari telekomunikasi, perbankan hingga


bioteknologi. Pada saat yang sama, reformasi regulasi adalah
stimulus yang kuat untuk inovasi.45
Reformasi peningkatan daya saing di sektor manufaktur
dan jasa penting untuk pengembangan dan difusi teknologi
baru, seperti internet, mesin teller otomatis dan pemindai optik
di supermarket. Desain ulang pendekatan untuk regulasi
lingkungan, keselamatan, dan kesehatan telah meningkatkan
fleksibilitas perusahaan dalam mengembangkan solusi inovatif
untuk masalah sosial dengan penekanan pada pencegahan dan
bukan hanya pengawasan. Simplifikasi regulasi telah
mengurangi beban kumulatif pada bisnis, membebaskan
sumber daya untuk penelitian dan pengembangan teknologi.
Reformasi regulasi ini telah meluncurkan putaran baru
perubahan teknis, efek samping yang tak terduga, dan dampak
teknologi yang berbeda mengenai perlunya dilakukan
perubahan regulasi.46
Peningkatan pengaruh positif regulasi terhadap inovasi
dilakukan melalui upaya: (1) memahami hubungan regulasi
atau teknologi. Proses pengaturan regulasi di bidang ekonomi,
sosial maupun administratif, memiliki kewaspadaan terhadap
dampak perubahan teknologi; (2) memperkenalkan daya saing.
Di semua sektor ekonomi, daya saing antar perusahaan penting
untuk inovasi; (3) melakukan perampingan regulasi, untuk
kepentingan efisiensi ekonomi dan inovasi, reformasi regulasi
berupaya menghapuskan duplikasi, regulasi yang menghambat,
dan tidak efisien, khususnya terhadap UMK; (4) menggunakan
pendekatan teknologi; (5) harmonisasi secara internasional
dimana negara mengejar kompatibilitas yang lebih besar dari

45 Ibid.
46 Ibid.

48
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

regulasi untuk menghilangkan ketidakpastian, inefisiensi, dan


hambatan pasar yang dapat memperlambat inovasi.47
Terdapat tiga tipe umum regulasi, yang mana ketiganya
berpengaruh terhadap inovasi. Pertama, economic regulation,
dimaksudkan untuk memastikan efisiensi pasar, sebagian
melalui promosi daya saing yang memadai di antara para pelaku
usaha. Kedua, social regulation, dimaksudkan untuk
mempromosikan internalisasi semua biaya yang relevan oleh
aktor. Ketiga, administrative regulation, bertujuan untuk
memastikan berfungsinya operasi sektor publik dan swasta. Hal
ini sebagaimana tersaji dalam sebagai berikut:

Tabel. 2.1.Tipe-Tipe Regulasi

Tipe Keterangan
Regulasi
Economic Economic regulation pada umumnya
Regulation dimaksudkan untuk meningkatkan efisiensi
pasar dalam mengirimkan barang dan jasa,
termasuk pembatasan yang diberlakukan
pemerintah pada keputusan perusahaan
terhadap harga, kuantitas, layanan masuk dan
keluar.

Social Social regulation dimaksudkan untuk


Regulation melindungi kesejahteraan dan hak-hak
masyarakat luas. Mencakup perlindungan
lingkungan, kesehatan dan keselamatan di
tempat kerja, perlindungan hak-hak pekerja,
dan perlindungan pembeli dari perilaku

47 Ibid., hlm. 8.

49
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Tipe Keterangan
Regulasi
penipuan atau tidak kompetennya penjual.
Administrative Administrative regulation berkaitan dengan
Regulation manajemen pemerintah dari kegiatan pada
sektor publik dan swasta. Mencakup peraturan
yang berkaitan dengan pajak, pengoperasian
bisnis, sistem distribusi, administrasi
perawatan kesehatan dan hak kekayaan
intelektual.

Sumber: OECD, Regulatory Reform and Innovation48

Reformasi regulasi diarahkan untuk memastikan bahwa


regulasi ini tetap sepenuhnya responsif terhadap perubahan
kondisi ekonomi, social, dan teknologi yang mengelilinginya.
Reformasi regulasi memiliki beberapa tipe. Dalam economic
regulation, reformasi dapat berarti deregulasi, privatisas, atau
pembukaan pasar untuk meningkatkan persaingan dan dalam
hal social regulation, reformasi pada umumnya berarti
meningkatkan fleksibilitas dan efektivitas biaya regulasi,
sedangkan administrative regulation, reformasi biasanya
diarahkan ke perampingan dan peningkatan efisiensi regulasi.
Dalam beberapa kasus, reformasi regulasi dapat berarti
peningkatan daripada penurunan tingkat regulasi atau
pengawasan pemerintah.
Regulasi berpengaruh terhadap inovasi, baik pengaruh
positif maupun negatif. Di bidang ekonomi, regulasi dapat
mempertahankan tingkat tertentu keterbukaan atau
persaingan. Di bidang sosial, regulasi dapat menempatkan

48 https://www.oecd.org/sti/inno/2102514.pdf, hlm. 11.

50
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

tuntutan teknis pada industri. Regulasi juga telah melahirkan


penciptaan industri baru dan produk seperti dalam kasus
“industri lingkungan”49. Sementara di bidang administratif,
regulasi memastikan terdapat “aturan dasar” yang adil untuk
semua aktor ekonomi dalam proses inovatif, seperti halnya
perlindungan hak atas kekayaan intelektual.50
Lebih lanjut, hubungan antara macro-level governance
institutions dan inovasi cenderung mengabaikan interaksi antara
market structure dan governance. Keefer dan Knack (1997: 591)
berpandangan bahwa perusahaan cenderung untuk
menginvestasikan lebih sedikit teknologi baru jika hukum yang
mengaturnya lemah dan risiko terhadap pengambilalihan tinggi.
Temuan ini didukung oleh Clarke, Lundvall, Dakhi and de
Clercq dan Gimenez and Sanau yang melaporkan bahwa
innovation performance cenderung lebih rendah pada negara
dimana risiko pengambilalihan lebih tinggi dan rule of law
lemah.51
Oleh karena itu, daya saing, inovasi, dan performa
perusahaan sangat bergantung pada sejauh mana lembaga
pemerintahan efektif dalam membina inovasi sebagai hasil dari
pengambilan risiko, menyelesaikan dan meminimalisir
permasalahan, memitigasi kegagalan pasar, dan menyelaraskan
kepentingan dari berbagai aktor seperti perusahaan dan
pembuat kebijakan. Performa inovasi bergantung kepada tingkat
daya saing, dimana tingkatan pre- dan post keberhasilan inovasi
dapat disesuaikan oleh innovator.
Governance institutions dapat dipertimbangan sebagai “the
rules of the game” dan terdiri atas kelembagaan formal dan

49 OECD, The Global Environmental Goods and Services Industry, Paris.


50 OECD, Regulatory Reform and Innovation, op.cit., hlm. 12.
51 Mehmet Ugur, Governance, Regulation and Innovation, Theory and Evidence

From Firmas and Nations, UK: Edward Elgar Publishing Limited, 2013, hlm. 3

51
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

informal. Kelembagaan formal terdiri dari hukum tertulis,


regulasi, hukum dan kontrak serta kelembagaan informal terdiri
atas norma, nilai dan trust (kepercayaan) dimana masyarakat
mengembangkan dan terinternalisasi sepanjang waktu. Dixit
berpandangan bahwa governance institutions berpengaruh
terhadap economic outcomes secara umum karena good
governance sangat penting untuk melindungi tiga esensi
prasyarat untuk ekonomi pasar: (1) perlindungan terhadap hak
milik; (2) penegakan hukum kontrak; (3) resolusi terhadap
permasalahan dalam tindakan kolektif. Relevansi persyaratan
ini untuk inovasi menjadi bukti.
Berkaitan dengan hal tersebut di atas, beberapa
pertanyaan yang timbul antara lain: Apakah governance
berpengaruh terhadap inovasi di tingkatan negara atau
perusahaan? Bagaimana governance dan struktur pasar
berinteraksi dan berpengaruh terhadap inovasi? Apakah
struktur pasar dan dimensi governance melengkapi atau
berpengaruh terhadap inovasi? Jika good governance
menumbuhkan inovasi, bagaimana inovasi mempengaruhi
reformasi kebijakan (policy reform) bertujuan untuk
meningkatkan governance? Jika regulasi berpengaruh terhadap
inovasi, bagaimana investasi dalam bidang inovasi berpengaruh
terhadap regulatory outcomes?52

5. Dinamika Perkembangan Administrasi Publik


Dalam perkembangannya telah terjadi proses evolusi dari
konsep dan bentuk bangsa—negara dari waktu ke waktu.

52 Ibid., hlm. 5-6.

52
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Berawal dari bentuk negara sebagai penjaga malam (night


watcher state atau police state), berkembang menjadi bentuk
negara kesejahteraan (welfare state), yang kemudian
berkembang lagi menjadi bentuk negara madani atau disebut
juga civil society yang lebih memberikan ruang bagi pelaku
usaha, masyarakat dan pasar, atau pada sisi yang lain disebut
juga nation wealth creation. Peranan tiga unsur penting yaitu
pemerintah (state), pelaku usaha (private sector) dan masyarakat
(civil society) menjadi penentu dalam terciptanya
penyelenggaraan negara yang baik dalam kerangka negara
hukum modern.
Konsep civil society ataupun national wealth creation tidak
jauh berbeda dengan karakteristik negara kesejahteraan.
Pemerintah tetap ditugaskan untuk melakukan campur tangan
atau interverensi demi mensejahterakan bangsa namun tetap
dengan memperhatikan keberadaan pasar. Dalam pola yang
ketiga ini, masyarakat dan bangsa diharapkan lebih aktif dalam
melakukan kegiatan tersebut, sementara pemerintah
diharapkan sebagai fasilitator saja. Namun, dengan melihat
faktanya pemerintah tetap dituntut oleh publik untuk tidak
lepas tangan dari suatu kondisi yang meskipun disukai pelaku
usaha namun ternyata merugikan kepentingan umum, maka
konsep welfare state tetap tidak dapat dipisahkan bagi bangsa
ini.
Konsep welfare state—dimana negara yang
direpresentasikan oleh pemerintah (administrasi negara) sebagai
pengurus—tugas pemerintah tidak hanya membuat dan
mempertahankan hukum, atau hanya menjaga ketertiban dan
ketentraman saja, melainkan lebih luas dari pada itu yakni
menyelenggarakan kepentingan umum seperti kesehatan
rakyat, pendidikan, perumahan, dan lain sebagainya.
Pemerintah juga diberikan tugas dan kewenangan untuk dapat

53
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

bertindak atas inisiatif dirinya sendiri dalam menyelesaikan


segala permasalahan yang ada pada warga masyarakat demi
melindungi kepentingan umum itu sendiri.
Dalam menyelenggarakan kepentingan umum tersebut,
secara garis besar menurut Stelinga, administrasi negara
mempunyai kewenangan antara lain: (a) melakukan penetapan
kebijakan, (b) melakukan pengaturan/regeling, (c) melakukan
pengamanan, (d) melakukan peradilan, dan (e) melakukan
pelayanan kepada warga negara.53 Sementara menurut Brown,
kegiatan kepentingan umum adalah dilakukan dengan
melakukan layanan publik yang merupakan kegiatan yang
menggunakan kewenangan publik, dan dilakukan untuk
memenuhi kepuasan kebutuhan publik.54
Berkaitan dengan hal tersebut, dikenal dua teori tentang
hak mengatur administrasi negara, yakni Red Light Theory dan
Green Light Theory, sebagaimana yang dikemukakan oleh
Harlow dan Rawling.55
a. Red Light Theory
Red light theory berasal dari suatu tradisi politik di abad
ke-19 yang menjunjung tinggi paham “laissez-faire” yang
menghendaki peran pemerintah dilakukan seminimal
mungkin terhadap hak dan kegiatan individu. Tidak
terdapat perbedaan status dan kedudukan hukum antara
individu warga negara (citizen) dengan pejabat administrasi
negara. Penganut teori ini menghendaki adanya kepastian
mekanisme ‘judicial review’ terhadap putusan administrasi

53 Prajudi Atmosodirjo, Hukum Administrasi Negara, cetakan kesepuluh,


(Jakarta: Ghalia Indonesia, 1983), hlm.213.
54 Safri Nugraha et. al., Hukum Administrasi Negara, edisi revisi., (Depok:

Center for Law and Good Governance Studies FHUI, 2007), hlm.83.
55 Carol Harlow and Richard Rawlings, Law and Administration, 2nd ed.,

(London: Butterworths, 1997), hlm.29-90.

54
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

negara sekiranya bertentangan dengan hukum dan/atau


adanya mekanisme sanksi hukum terhadap administrasi
negara apabila telah terjadi penyalahgunaan kekuasaan.
Prinsip kebebasan pengadilan dan prinsip tidak
memihak dipegang teguh, dimana pengadilan bebas
(otonom) dari pengaruh politik dan moral. Dalam red light
theory, sangat terasa penerapan aliran berpikir positivisme
dan formalism, dimana dalam lingkup hukum publik maka
seharusnya terdapat keseimbangan konstitusional
(balanced constitution) antara hak individual warga negara
dengan kekuasaan birokrasinya, dimana suatu putusan
administrasi negara (administrative decision-making)
dilakukan sesuai dengan persyaratan prosedural yang ketat
dan didasari oleh kewenangan tertentu (formalist) sesuai
hukum yang berlaku (lawful/intravires) serta dilandasi oleh
pertimbangan yang rasional.
b. Green Light Theory
Green light theory yang berasal dari tradisi utilitarian
(Bentham, Mill, dan Fabian 1884) berpendapat bahwa
pengaruh politik dan sosiologis terhadap hukum tidak
mungkin dapat dihindari. Dalam teori ini, sangat terasa
penerapan aliran pemikiran orang-orang yang ‘realist’ dan
‘functionalist’ dimana hukum hidup sesuai dinamika
masyarakat. Perbedaannya dengan red light theory adalah
pengembangan suatu model government yang lebih dinamis
dan bersahabat (more congenial). Jika dalam red-light, lebih
memperhatikan judicial control dari executive power, pada
green-light justru lebih dipercayakan (incline to pin their
hopes) kepada proses politik yang mendasari
perkembangan hukum. Dalam teori ini, dapat dikatakan
bahwa kewenangan pemerintah diperluas untuk membuat
peraturan sendiri, maupun pengawasan sendiri, karena

55
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

pembuat undang-undang (legislatif) dalam kenyataannya


dianggap gagal untuk itu. Paling tidak, secara substansial
setiap Undang-Undang adalah produk politik yang sulit
untuk menjabarkan ketentuan yang lebih teknis, oleh
karena itu pemerintah perlu mendapatkan ruang untuk
melakukan pengaturan demi kepentingan umum sesuai
kewenangannya.
Dalam hal ini, setelah dilakukan pengamatan maupun
pencermatan menganai apa yang dikerjakan atau
dijalankan oleh aparatur/administrasi negara, terlihat jelas
apa yang menjadi hak, kewajiban dan tanggung jawab
administratur negara digunakan untuk menjawab
kepentingan umum tersebut. Hak seorang aparatur negara
antara lain adalah: (a) melaksanakan kewenangannya
sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku; (b)
membuat kebijakan sesuai dengan ruang lingkup dan
kewenangan yang dimiliki, dan (c) hak-hak lain sesuai
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pada sisi
yang lain, kewajiban yang dijalankan oleh seorang aparatur
administrasi negara yaitu, seorang aparatur negara wajib
taat pada peraturan perundang-undangan dan seorang
aparatur negara wajib membuat suatu kebijakan terhadap
suatu hal walaupun tidak terdapat peraturan yang
mengaturnya.

Selanjutnya, kajian, dan praktik administrasi publik di


berbagai negara terus berkembang. Berbagai perubahan terjadi
seiring dengan berkembangnya kompleksitas persoalan yang
dihadapi oleh administrator publik. Kompleksitas ini di tanggapi
oleh para teoritis dengan terus mengembangkan ilmu
administrasi publik. Terdapat tiga perspektif dalam administrasi
publik, yaitu (a) Old Public Administration (OPA), New Public

56
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Managemen (NPM), dan New Public Service (NPS).56 Penjelasan


atas tiga prespektif tersebut sebagai berikut:
a. Old Public Administration (OPA)
Old Public Administration pertama kali dikemukan oleh
Woodrow Wilson. Prinsip dari Old Public Administration
yakni fokus pemerintah adalah pada pemberian layanan
langsung melalui agensi-agensi pemerintah yang eksis atau
melalui otoritas baru. Kebijakan memfokuskan pada tujuan
tunggal yang terdefinisi secara politis, administrator publik
memainkan sebuah peran terbatas dalam pengambilan
kebijakan dan penyelenggaraan pemerintahan mereka
bertanggung jawab terhadap implementasi kebijakan
publik.
Dalam hal ini, menurut pengalaman Wilson, negara
terlalu memberi peluang bagi para administrator untuk
mempraktekan sistem nepotisme dan spoil. Karenanya ia
mengeluarkan doktrin untuk melakukan pemisahan antara
dunia legislatif (politik) dengan dunia eksekutif, dimana
para legislator hanya merumuskan kebijakan dan para
administrator hanya mengeksekusi atau
mengimplementasikan kebijakan.
Birokrasi yang ditawarkan Wilson ini sejalan dengan
jiwa atau semangat bisnis. Wilson menuntut agar para
administrator publik selalu mengutamakan nilai efisiensi
dan ekonomis sehingga mereka harus diangkat
berdasarkan kecocokan dan kecakapan dalam bekerja
ketimbang keanggotaan atau kedudukan dalam suatu
partai politik. Ajakan Wilson untuk meniru dunia bisnis ini

56 Septiana Eka Silviana, “Perjalanan Old Public Administration (OPA), New


Public Management (NPM) Hingga New Public Sevice”, hlm.1.

57
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

membawa suatu implikasi penting dalam pemerintahan


yaitu bahwa prinsip-prinsip dalam dunia bisnis.
b. New Public Management (NPM)
Melihat gagalnya konsep Old Public Administration,
maka muncul suatu sistem baru yakni New Public
Management. Konsep New Public Management juga memiliki
keterkaitan dengan permasalahan manajemen kinerja
sektor publik karena pengukuran kinerja menjadi salah
satu prinsip yang utama. Prinsip New Public Management
yakni mencoba menggunakan pendekatan bisnis di sektor
publik, penggunaan terminologi dan mekanisme pasar,
administrasi ditantang untuk dapat menemukan dan
mengembangkan cara baru yang inovatif untuk mencapai
hasil dan fungsi-fungsi yang dijalankan pemerintah, “steer
not row” artinya birokrat tidak mesti menjalankan sendiri
tugas pelayanan publik.
New Public Management menekankan akuntabilitas
pada customer dan kinerja yang tinggi dan restruktuasi
birokrasi kemudian perumusan kembali misi organisasi,
perampingan prosedur dan desentralisasi dalam
pengambilan keputusan. Dalam era New Public
Management menjadikan birokrasi menjadi semakin mahal,
dimana para birokrat menjual birokrasi kepada “pelanggan”
dimana dampaknya adalah birokrasi hanya melayani orang
yang berduit, sementara syarat yang ekonomi rendah
kurang diprioritaskan. Kemudian, di sisi lain dalam
pandangan organisasi pemerintah diibaratkan sebagai
sebuah kapal.
Menurut Osborne dan Gaebler, peran pemerintah di
atas kapal tersebut hanya sebagai nahkoda yang
mengarahkan (steer) lajunya kapal bukan mengayuh (row)
kapal tersebut. Paradigma steering rather than rowing ala

58
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

New Public Management dikritik oleh Denhardt sebagai


paradigma yang melupakan siapa sebenarnya pemilik kapal
(who owned the boat). Seharusnya, pemerintah
memfokuskan usahanya untuk melayani dan
memberdayakan warga negara karena merekalah pemilik
“kapal”.
c. New Public Sevice (NPS)
New Public Service merupakan konsep yang
dimunculkan melalui tulisan Janet V. Dernhart dan Robert
B. Dernhart yang berjudul “The New Public Service, Serving
not Steering” Gagasan Denhardt tentang pelayanan publik
baru menegaskan bahwa pemerintah seharusnya tidak
dijalankan seperti layaknya sebuah perusahaan tetapi
melayani masyarakat secara demokratis, adil, merata, tidak
diskriminatif, jujur dan akuntabel. Di sini, pemerintah
harus menjamin hak-hak warga masyarakat, dan
memenuhi tanggungjawabnya kepada masyarakat dengan
mengutamakan kepentingan warga masyarakat. Menurut
Denhardt, administrasi publik dalam New Public Service
memenuhi kriteria yakni melayani warga masyarakat,
bukan pelanggan, mengutamakan kepentingan publik,
lebih menghargai kewarganegaraan daripada
kewirausahaan, berpikir strategis dan bertindak
demokratis, menyadari bahwa akuntabilitas bukan
merupakan suatu yang mudah, lebih menitikberatkan pada
pelayanan daripada mengendalikan, menghargai publik
bukan dari produktivitas semata.
1. Pengaruh Globalisasi Ekonomi Terhadap Hukum
Era globalisasi, terutama di bidang ekonomi, mempengaruhi
semua segi kehidupan masyarakat. Globalisasi ekonomi
menyebabkan terjadinya globalisasi hukum. Globalisasi hukum
tersebut tidak hanya didasarkan pada kesepakatan

59
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

internasional, tetapi juga memerlukan pemahaman perbedaan


tradisi hukum dan budaya antara barat dan timur serta
mengarah pada adanya integrasi antarnegara. Stiglitz
menyatakan bahwa:

“Globalization entails the closer integration of the countries of


the world and that means there is going to be more
interdependence. Our welfare, our well being, will depend on
others, and it will depend on how globalization is
managed”.57

Hal itu menunjukkan bahwa globalisasi bagi suatu negara


dapat menjadi bermanfaat atau merugikan tergantung
bagaimana pemimpin negara yang bersangkutan mengelolanya.
Oleh karena itu, aturan hukum sangat penting untuk mengatur
agar globalisasi bermanfaat positif bagi negara. Keterkaitan
dengan standar-standar internasional perlu menjadi perhatian
agar perusahaan atau industri nasional mempunyai daya saing
di era globalisasi. Reformasi di bidang hukum harus
memperhatikan tuntutan-tuntutan globalisasi, seperti
keterbukaan hukum nasional terhadap norma-norma hukum
yang berlaku secara internasional. Dalam kegiatan ekonomi
inilah justru hukum sangat diperlukan karena sumber-sumber
ekonomi yang terbatas, di satu pihak, dan tidak terbatasnya
permintaan atau kebutuhan akan sumber ekonomi, di pihak
lain. Dampaknya, akan sering terjadi konflik antarwarga dalam
memperebutkan sumber-sumber ekonomi tersebut.58

2. Peranan Hukum dalam Pembangunan Ekonomi

Joseph Stiglitz, “We have to make globalization work to all”, The Jakarta
57

Post, 22 Oktober 2003, hlm. 7.


58 Gunarto Suhardi. Peranan Hukum Dalam Pembangunan Ekonomi,
(Yogyakarta: Universitas Atmajaya, 2002), hlm. v.

60
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Faktor yang utama bagi hukum untuk dapat berperan


dalam pembangunan ekonomi adalah apakah hukum mampu
menciptakan stabilitas, dapat diprediksi, dan adil. Dua hal yang
pertama adalah prasyarat bagi sistem ekonomi untuk berfungsi.
Termasuk dalam lingkup stabilitas, bahwa potensi hukum
untuk menyeimbangkan dan mengakomodasi kepentingan-
kepentingan yang saling bersaing. Kebutuhan akan hukum yang
dapat diprediksi dinilai penting bagi negeri yang sebagian besar
rakyatnya, untuk pertama kali, memasuki hubungan-hubungan
ekonomi melampaui lingkungan sosial yang tradisional.
Aspek keadilan, seperti perlakuan yang sama dan standar
pola tingkah laku Pemerintah, diperlukan untuk menjaga
mekanisme pasar dan mencegah birokrasi yang berlebihan.59
Infrastruktur hukum bagi investor menjadi instrumen penting
dalam menjamin investasi mereka. Hukum memberikan
keamanan, kepastian, dan prediksi atas investasi para investor.
Semakin baik kondisi hukum dan undang-undang yang
melindungi investasi mereka, maka iklim investasi negara
tersebut dianggap semakin kondusif.60
Peran Pemerintah dalam menciptakan iklim investasi
diperlukan untuk mengatasi kegagalan pasar atau kegagalan
mencapai efisiensi. Untuk mengatasi kegagalan tersebut,
Pemerintah melakukan intervensi melalui hukum dan
pengaturan.61 Terkait dengan kegiatan ekonomi maka pelaku-
pelaku usaha memerlukan adanya kepastian untuk mengambil

59 Leonard J. Theberge, "Law and Economic Development", Journal of

lnternational Law and Politics, vol. 9(1989), hlm. 232.


60 Hikmahanto Juwana, “Arah Kebijakan Pembangunan Hukum Di Bidang

Perekonomian dan Investasi”, Majalah Hukum Nasional, No. 2, (Jakarta: BPHN,


2008), hlm. 71
61 Zulkarnain Sitompul, “Investasi Asing di Indonesia Memetik Manfaat

Liberalisasi”, Jurnal Legislasi Indonesia, Vol. 8, (Jakarta: Ditjen Peraturan


Perundang-undangan Departemen Hukum dan HAM, 2008), hlm. 84.

61
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

keputusan-keputusan ekonomi. Para pelaku usaha akan selalu


berpikir pentingnya kepastian.
Hal tersebut sebagaimana dikatakan oleh seorang ahli
ekonomi:

"In the context of uncertainty risk cannot be quantified. It


is therefore presence or lack of credible information, which
distinguishes risk which is not a problem, from
uncertainty, which is a problem. In theory, a firm will
invest in a high - medium – or low risk enterprise where
there is high degree of certainty (such that the risk
surrounding an investment can be quantified and costed)
but the higher the uncertainty, the less likely it is that any
investment will be made”. 62

Agar tercapai efisiensi ekonomi, prioritas perlu diberikan


pada undang-undang yang berkaitan dengan peningkatan
akumulasi modal untuk pembiayaan pembangunan dan
demokratisasi ekonomi. Dalam hal ini hukum berfungsi sebagai
fasilitator perkembangan bisnis. Optimalisasi sumber
pembiayaan pembangunan memerlukan pembaharuan undang-
undang yang terkait dengan penanaman modal, PT, dan pasar
modal. Di samping itu, Indonesia juga harus menerapkan
peraturan terkait dengan tindak pidana pencucian uang dengan
konsekuen. Ekonomi pasar menjadi tidak efisien serta
cenderung mendorong ketidakadilan dan pemerasan jika
didominasi oleh aktivitas pasar yang ilegal.63

3. Investasi
Sejarah ekonomi modern telah memposisikan investasi
sebagai sektor yang paling berpengaruh dalam setiap

62 Amanda J. Perry, "The Relationship Between Legal Systems and Economic


Development: Integrating Economic and Cultural Approaches," Journal of Law and
Society, Vol. 29, No. 2 (2002), hlm. 295
63 Frank B, Cross, "Law and Economic Growth", Texas Law Review, Vol. 80

(2002).

62
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

perekonomian suatu negara. Hal ini mengindikasikan bahwa


dengan merujuk pada besaran investasi, maka kita dapat
memperkirakan tingkat pertumbuhan ekonomi yang dicapai
negara yang bersangkutan. Investasi yang diharapkan bukan
hanya dari dalam negeri, melainkan juga dari luar negeri dalam
bentuk penanaman modal asing. Secara teoretis, faktor
eksternal yang dipelajari investor asing adalah bagaimana
tingkat daya saing negara tersebut (misalnya Indonesia)
dibandingkan dengan negara-negara lainnya. Tingkat daya saing
suatu negara merefleksikan risiko berinvestasi di negara
tersebut. Perhitungan tingkat daya saing negara-negara di dunia
biasanya dilakukan oleh lembaga-lembaga internasional
terkemuka seperti Center of International Development (CID),
yang bermarkas di Jenewa, Swiss, dan International Institute for
Management (IIM) yang bermarkas di Lausanne, Swiss. Setiap
tahun kedua lembaga tersebut menerbitkan tingkat daya saing
dari negara-negara yang menjadi tujuan investasi seluruh
dunia, yang sekaligus menjadi acuan bagi investor asing di
seluruh dunia. Metode penentuan tingkat daya saing tersebut
dilakukan melalui sebuah analisis tentang bagaimana
kemampuan suatu negara mengembangkan diri sebagai tempat
yang memberikan daya saing kepada berbagai jenis usaha.
Salah satu faktor daya saing kompetitif adalah kemudahan
dalam perizinan pendirian perusahaan. Waktu, prosedur, dan
biaya sangat mempengaruhi. Waktu yang panjang dengan
prosedur berbelit-belit serta biaya yang tidak pasti akan
mempengaruhi investor dalam menanamkan modalnya di suatu
negara. Investor akan selalu memperbandingkan kemudahan
investasi suatu negara dengan negara lain. Semakin mudah,
tertib, dan pasti aturan berinvestasi, maka investor akan
cenderung berinvestasi ke negara tersebut. Indonesia sebagai
negara yang membutuhkan investasi untuk membiayai

63
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

pembangunannya harus memperbaiki waktu, prosedur, dan


pembiayaan pendirian usaha bisnis terutama melalui kebijakan
dan regulasinya.

4. Regulasi Responsif Hak Konstitusi Implisit Presiden dalam


Mengeola Negara dan Pemerintahan

a. Regulasi Responsif
Regulasi responsif memiliki salah satu kriteria dalam
pembentukannya melibatkan, mendengarkan banyak
pemangku kepentingan dan membuat pilihan dan fleksibel
(responsif) terhadap strategi regulasi yang dapat diatur secara
konseptual. Regulasi yang responsif terhadap gerakan yang
dilakukan oleh pelaku usaha, terhadap konteks industri dan
lingkungan menampilkan tugas yang kompleks. Regulasi
responsif dibedakan (dari strategi tata kelola pasar lainnya)
baik apa yang memicu respons regulasi dan seperti apa
respons regulasi tersebut. Regulasi responsif terhadap
struktur industri, dimana struktur yang berbeda, konduktif
pada tingkat dan bentuk regulasi yang berbeda. Pemerintah
dalam hal ini seyogyanya mampu menyelaraskan motivasi
yang berbeda dari aktor yang diatur.
Responsif dalam hal ini mengisyaratkan tidak saja
pandangan baru mengenai apa yang memicu intervensi
regulasi, tetapi juga mengarahkan pada gagasan inovatif
tentang apa yang seharusnya menjadi respons. Regulasi
publik dapat mempromosikan tata kelola private sector
melalui delegasi fungsi regulasi. Di bawah regulasi responsif,

64
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

pelaku usaha menyadari manfaat lebih bagi ekosistem


investasi dibandingkan dengan rezim regulasi yang tidak
responsif.64 Regulasi rensponsif diharapkan mampu
menginduksi pelaku usaha untuk meningkatkan
investasinya.
Braithwaite, mengemukakan pandangan mengenai
regulasi rensponsive sebagai tripartisme dalam regulasi—
dengan titik tekan pada batasan regulasi sebagai transaksi
antara negara dan bisnis, kecuali terdapat pihak ketiga dalam
permainan regulasi, regulasi akan dikorupsi oleh kekuatan
uang. Regulasi responsif melibatkan banyak pemangku
kepentingan dan membuat pilihan yang responsif dari strategi
regulasi yang tersusun dalam piramida. Di bagian paling
bawah piramida, lebih sering digunakan sebagai strategi
pilihan pertama yang kurang koersif, kurang intervensi, dan
lebih murah.

b. Self-Regulatings System
Konsep “self-regulatings system” merupakan konsep yang
digunakan pada bentuk pemerintahan presidensial,
sebagaimana Amerika Serikat dan Indonesia. Self regulating
system dalam praktiknya memberikan kewenangan yang
tinggi kepada presiden untuk mengatur regulasi bagi dirinya
sendiri. Dalam hal ini kekuasaan presiden dalam membuat
regulasi, dilakukan untuk melakukan pengaturan baik pada
economic regulation, social regulation maupun administrative
regulation.

64 Lyon & Maxwell 2004, hlm. 133

65
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

c. Harmonisasi Hukum
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Harmonis
diartikan sebagai bersangkut paut dengan (mengenai)
harmoni; seia sekata. sedangkan mengharmoniskan diartikan
menjadikan harmonis, Pengharmonisan adalah proses, cara,
perbuatan mengharmoniskan dan keharmonisan diartikan
sebagai perihal (keadaan) harmonis; keselarasan; keserasian.
Harmonisasi peraturan perundang-undangan adalah proses
penyerasian dan penyelarasan antar peraturan perundang-
undangan sebagai suatu bagian integral atau sub sistem dari
sistem hukum guna mencapai tujuan hukum.
Dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan perundang-undangan diatur
mengenai sistem peraturan perundang-undangan yang
tersusun secara hierarkis. Berdasarkan Pasal 2 Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 2011 yang berbunyi Pancasila
merupakan sumber dari segala sumber hukum negara,
selanjutnya Pasal 3 ayat (1), yang berbunyi “Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan
hukum dasar dalam Peraturan perundang-undangan”, Pasal
7 ayat (1), yang bebunyi:

“Jenis dan hierarki Peraturan perundang-undangan


adalah sebagai berikut :
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945;
b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang;
d. Peraturan Pemerintah;
e. Peraturan Presiden;
f. Peraturan Daerah;
g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.”

Kemudian, Pasal 8 ayat (2) berbunyi:

66
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

“Jenis Peraturan perundang-undangan selain


sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diakui
keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum
mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk
berdasarkan kewenangan”.

Hirarki atau tata urutan peraturan perundang-undangan


di bawah Undang-Undang Dasar Tahun 1945 adalah sesuai
dengan ketentuan Pasal 7 ayat (1) tersebut di atas. Hirarki
atau tata urutan peraturan perundang-undangan tersebut
mempunyai arti penting dalam hal kekuatan hukum
peraturan perundang-undangan tersebut.
Materi peraturan perundang-undangan tidak boleh
mengandung substansi yang bertentangan dengan peraturan
yang lebih tinggi. Materi peraturan perundang-undangan
hanya dapat membuat aturan yang bersifat merinci dan
melaksanakan peraturan perundangan di atasnya. Dalam hal
ini berlaku asas lex superiori delogat legi inferiori, yang berarti
Peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi
mengesampingkan/ mengalahkan peraturan perundang-
undangan yang lebih rendah. Sehingga, dalam
penyusunannya pembentuk peraturan perundang-undangan
harus memastikan bahwa materi yang diatur dalam
peraturan perundang-undangan tidak bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan di atasnya.
Pembentuk peraturan perundang-undangan wajib
menyusun suatu peraturan perundang-undangan secara
selaras dengan pasal-pasal dalam peraturan perundang-
undangan yang lebih tinggi yang merupakan pasal yang
menjadi dasar pembentukan peraturan perundang-undangan
tersebut. Hal inilah yang disebut dengan harmonisasi vertikal
peraturan perundang-undangan, yakni harmonisasi

67
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

peraturan perundang-undangan dengan peraturan


perundang-undangan lain dalam hierarki yang berbeda.
Di samping harmonisasi vertikal tersebut di atas, di
dalam penyusunan peraturan perundang-undangan harus
diperhatikan pula harmonisasi yang dilakukan terhadap
peraturan perundang-undangan dalam struktur hierarki yang
sama atau sederajat. Jenis harmonisasi ini disebut dengan
Harmonisasi Horinsontal peraturan perundang-undangan.
Harmonisasi horisontal berangkat dari asas lex posterior
delogat legi priori yang artinya adalah suatu peraturan
perundang-undangan yang baru mengesampingkan/
mengalahkan peraturan perundang-undangan yang lama dan
asas lex specialist delogat legi generalis yang berarti suatu
peraturan perundang-undangan yang bersifat khusus
mengenyampingkan/mengalahkan peraturan perundang-
undangan yang bersifat umum.
Harmonisasi Horizontal peraturan perundang-
undangan yang dilandasi kedua asas tersebut sangat penting
artinya dalam penyusunan suatu peraturan perundang-
undangan dikarenakan pada hakikatnya suatu peraturan
perundang-undangan merupakan bentuk pengaturan yang
lintas sektoral dan tidak dapat berdiri sendiri. Di dalam
peraturan perundang-undangan tersebut terdapat berbagai
sektor dan bidang hukum yang berbeda-beda namun saling
kait mengkait dan terhubung satu sama lain sehingga
dibutuhkan suatu pengaturan yang komprehensif, bulat dan
utuh.
Harmonisasi Horisontal peraturan perundang-
undangan tersebut dilakukan berdasarkan asas Lex Posterior
Delogat Legi Priori terhadap suatu peraturan perudang-
undangan yang berada dalam hierarki yang sama dan
sederajat dan dalam prakteknya diatur dalam ketentuan

68
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

penutup pada suatu peraturan perundang-undangan. Dalam


ketentuan penutup suatu peraturan perundang-undangan
diatur status peraturan perundang-undangan yang sudah
ada apakah dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak
bertentangan atau dinyatakan tidak berlaku sama sekali.
Ketentuan ini sangat penting guna mengatur dan menata
berbagai aspek dan bidang hukum yang terkait dengan
peraturan perundang-undangan tersebut sehingga tidak
terjadi dualisme pengaturan suatu aturan hukum yang sama
dalam beberapa peraturan perundang-undangan. Sedangkan
penerapan Lex Specialist Delogat legi Generalis dalam
Harmonisasi Horisontal diperlukan guna membentuk suatu
peraturan perundang-undangan yang mempunyai bentuk dan
karakteristik khusus dan berbeda (sui generis) dengan
peraturan perundang-undangan yang lain guna mencapai
tujuan tertentu.

d. Konsep Hak Prerogatif Presiden


Hak prerogatif presiden meskipun secara eksplisit tidak
disebutkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945), namun dalam
pembahasan perubahan UUD 1945 isu tentang hak prerogatif
presiden menjadi perdebatan semua fraksi dan secara garis
besar hampir semua fraksi setuju adanya hak prerogatif
presiden dengan tetap dibatasi oleh mekanisme checks and
balances dalam rangka untuk membatasi besarnya dominasi
dan peran seorang presiden. Kontrol terhadap presiden secara
kelembagaan dapat dilakukan oleh DPR.
Dalam ketatanegaraan Indonesia yang terdapat dalam Pasal
10 UUD NRI Tahun 1945, dinyatakan bahwa Presiden
memegang kekuasaan tertinggi atas Angkatan Darat,

69
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Angkatan Laut, dan Angkatan Udara. Kemudian, pada Pasal


11 ayat (1), dinyatakan bahwa Presiden dengan persetujuan
DPR menyatakan perang, membuat perdamaian dan
perjanjian dengan negara lain. Lebih lanjut pada ayat (2)
dinyatakan bahwa Presiden dalam membuat perjanjian
internasional lainnya yang menimbulkan akibat yang luas
dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan
beban keuangan negara, dan/atau mengharuskan perubahan
atau pembentukan Undang-Undang, harus dengan
persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Lalu, Pasal 12
menyatakan bahwa Presiden menyatakan keadaan bahaya.
Syarat-syarat dan akibatnya keadaan bahaya ditetapkan
dengan Undang-Undang. Pasal 13 ayat (1) menyatakan bahwa
Presiden mengangkat duta dan konsul. Pada ayat (2) diatur
bahwa dalam hal pengangkatan duta, presiden
memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.
Kemudian, pada ayat (3), Presiden menerima penempatan
duta negara lain dengan memperhatikan pertimbangan
Dewan Perwakilan Rakyat. Pasal 14 ayat (1) menyatakan
bahwa Presiden memberi grasi dan rehabilitasi dengan
memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung. Kemudian
pada ayat (2) diatur bahwa jika Presiden memberi amnesti
dan abolisi dengan memperhatikan Dewan Perwakilan
Rakyat. Yang terakhir yaitu pada Pasal 15 diatur bahwa
Presiden memberi gelar, tanda jasa, dan lain-lain tanda
kehormatan yang diatur dengan Undang-Undang.
Selain Pasal 10, Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13, Pasal 14,
dan Pasal 15 dalam UUD NRI 1945 juga ada pasal-pasal lain
yang masih dapat dikategorikan sebagai kekuasaan
prerogatif. Hak atau kewenangan prerogatif presiden menurut
UUD NRI 1945 tersebut selanjutnya lebih tepat disebut
sebagai kewenangan konstitusional (constitutional power).

70
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

e. Diskresi
Pengaturan diskresi pejabat pemerintahan dalam
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi
Pemerintahan, dimaksudkan tidak hanya sebagai payung
hukum bagi penyelenggaraan pemerintahan, tetapi juga
sebagai instrumen hukum untuk meningkatkan pelayanan
pemerintahan kepada masyarakat, dan dapat mewujudkan
pemerintahan yang baik bagi semua badan atau pejabat
pemerintahan di pusat maupun di daerah.
Pelayanan pemerintahan sebagaimana diatur dalam
Pasal 1 butir (1) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009
tentang Pelayanan Publik menyebutkan bahwa pelayanan
publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka
pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk
atas barang, jasa dan/atau pelayanan administratif yang
disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik.
Penyelenggara pelayanan publik dalam bertindak
diwajibkan berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku. Aturan ini membatasi keleluasan pejabat
pemerintahan dalam mewujudkan pelayanan publik.
Tindakan diskresi pejabat pemerintahan merupakan
instrumen yang dapat menyelesaikan persoalan dalam
bertindak untuk melakukan inovasi pelayanan publik, dengan
ruang lingkup dan batasan diskresi yang telah diatur dalam
peraturan perundang-undangan.
Diskresi pejabat pemerintahan telah diatur dalam Pasal
1 angka (9) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30
Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Diskresi
adalah keputusan dan/atau tindakan yang ditetapkan

71
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

dan/atau dilakukan oleh pejabat pemerintahan untuk


mengatasi persoalan konkrit yang dihadapi dalam
penyelenggaraan pemerintahan dalam hal peraturan
perundang-undangan yang memberikan pilihan, tidak
mengatur, tidak lengkap atau tidak jelas, dan/atau adanya
stagnasi pemerintahan.
Ruang lingkup diskresi diatur dalam Pasal 23 Undang-
Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi
Pemerintahan menyatakan Diskresi Pejabat Pemerintahan
meliputi:
1) Pengambilan keputusan dan/atau tindakan berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang
memberikan suatu pilihan keputusan dan/atau
tindakan.
2) Pengambilan keputusan dan/atau tindakan karena
peraturan perundang-undangan tidak mengatur;
3) Pengambilan keputusan dan/atau tindakan karena
peraturan perundang-undangan tidak lengkap atau tidak
jelas; dan
4) Pengambilan keputusan dan/atau tindakan karena
adanya stagnasi pemerintahan guna kepentingan yang
lebih luas.

f. Penataan Kewenangan
Penataan kewenangan merupakan hal penting untuk
dievaluasi dengan meletakkan kedudukan Presiden dalam
sistem ketatanegaraan Indonesia yang pengaturan awalnya
ada dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 (UUD NRI 1945)—sebagai sumber hukum
tertinggi di Indonesia yang mencakup dasar-dasar normatif
yang mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara

72
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

termasuk penyelenggaraan pemerintahan. Berdasarkan UUD


NRI 1945, kewenangan tertinggi eksekutif berada di tangan
Presiden. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 4 ayat (1) UUD NRI
1945 yaitu “Presiden Republik Indonesia memegang
kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia”. Pasal 4 ayat (1) UUD NRI 1945
menyebutkan bahwa Presiden Indonesia sebagai pemegang
kekuasan pemerintahan tertinggi, menjalankan beberapa
kekuasaan berdasarkan amanat dari UUD NRI 1945.
Philipus M. Hadjon berpandangan bahwa terdapat tiga
kekuasaan yang dimiliki oleh Presiden berdasarkan UUD NRI
1945, yaitu kekuasaan dalam bidang pemerintahan
(eksekutif), kekuasaan dalam bidang perUndang-Undangan,
dan kekuasaan dalam bidang kekuasaan kehakiman.65 Pada
teori pembagian kekuasaan disebutkan bahwa kekuasaan
pemerintahan merupakan kekuasaan eksekutif yang
menjalankan pemerintahan itu sendiri. Penyelenggaraan
pemerintahan sehari-hari mencakup semua lapangan
administrasi negara, baik yang ditentukan dalam peraturan
perundang-undangan, ketentuan-ketentuan tidak tertulis
maupun berdasarkan kebebasan bertindak untuk mencapai
tujuan pembentukan pemerintahan seperti diamanatkan oleh
Pembukaan UUD NRI 1945. Kebebasan bertindak yang
dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut dalam hukum
administrasi disebut freis ermessen. Selanjutnya, untuk
menjalankan tugas, Presiden dapat mengangkat menteri. 66

Presiden sebagai pemegang kekuasaan Pemerintahan


sesuai dengan Pasal 4 ayat (1) UUD NRI 1945 dapat
bermakna tiga hal yaitu:

65 Philipus M. Hadjon,[et.,al.], Pengantar Hukum Administrasi Indonesia,


Gadjah Mada University Press, 2005, hlm. 85-89.
66 Indonesia, Undang-Undang NRI 1945, Ps. 17 ayat (1)

73
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

a. Presiden sebagai penguasa eksekutif umum yang


menyelenggarakan administrasi negara,;
b. Presiden sebagai penguasa eksekutif khusus yang
menyelenggarakan administrasi negara yang luas terkait
setiap perbuatan administrasi negara;
c. Presiden sebagai pemegang kuasa dan wewenang
administrasi pemerintah.

Salah satu bentuk wewenang Presiden sebagai penguasa


yang berwenang dalam administrasi pemerintahan adalah
wewenang dalam bidang pengaturan untuk menghadapi hal
yang individual dan konkrit berupa perizinan. Menurut N.M.
Spelt dan J.B.J.M ten Berge, izin merupakan suatu
persetujuan dari penguasa berdasarkan Undang-Undang
atau peraturan pemerintah untuk dalam keadaan tertentu
menyimpang dari ketentuan larangan perundang-undangan
(izin dalam arti sempit).67 Berdasarkan penjelasan tersebut,
dapat dipahami bahwa suatu pihak tidak dapat melakukan
sesuatu kecuali diizinkan. Dengan adanya izin, Pemerintah
dapat mengendalikan dan mengontrol kegiatan masyarakat.
Presiden sebagai puncak kekuasaan eksekutif memiliki
kewenangan untuk mengatur tata kelola dalam berbagai
aspek perizinan berusaha maupun administrasi
pemerintahan pada umumnya. Tindakan Presiden dalam
melakukan kegiatan mengatur dan mengurus dilegitimasi
melalui kebijakan yang tertuang dalam Peraturan perundang-
undangan yang tersusun secara hierarkis. Akan tetapi,
selama ini permasalahan regulasi perizinan di Indonesia
dipicu oleh delegasi peraturan perundang-undangan yang
diwarnai dengan ego sektoral. Permasalahan tersebut terjadi

67 N.M. Spelt dan J.B.J.M ten berge, ed. Philipus M. Hadjon, Pengantar Hukum
Perizinan, (Surabaya : Yuridika, 1993), hlm. 2-3.

74
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

karena terdapat peraturan perundang-undangan yang


menjadi dasar pendelegasian kewenangan pengaturan
perizinan kepada Menteri.
Dalam hal kewenangan pemerintahan, beberapa
ketentuan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, yang menjadi landasan bagi
pemerintahan dan pembagian wilayah, antara lain: (1)
Presiden memegang kekuasaan Pemerintahan (Pasal 4); (2)
Presiden dibantu oleh menteri-menteri negara (Pasal 17); (3)
Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas Daerah
Provinsi yang terdiri atas Kabupaten dan Kota (Pasal 18); dan
(4) Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan
menurut asas otonomi dan tugas pembantuan yang susunan
dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur
dalam Undang-Undang (Pasal 18). Dalam hal ini landasan
bagi pemerintahan dan pembagian wilayah dapat
digambarkan sebagai berikut:

UUD 1945

Legislatif Eksekutif Yudikatif

Presiden &
Wakil Presiden

Kementerian/
Lembaga

Pemda
KDH DPRD

Sumber: Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, 2019

75
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Presiden sebagai kepala Pemerintahan sebagai pemegang


kekuaan pemerintahan, melakukan penyelenggaraan
pemerintahan dengan dibantu oleh menteri-menteri negara.
Dalam ketatanegaraan Indonesia, Negara Kesatuan Republik
Indonesia dibagi atas Daerah Provinsi yang terdiri atas
Kabupaten dan Kota. Pemerintah Daerah Provinsi dan
Kabupaten/Kota mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan
yang susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan
daerah diatur dalam Undang-Undang.
Prinsip dasar susunan dan tata cara penyelenggaraan
pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Pemerintahan Daerah. Undang-Undang
Pemerintahan Daerah mengatur mengenai Kekuasaan
Pemerintahan sebagai berikut:
Pasal 5 menyebutkan bahwa:

1. “Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan


pemerintahan sesuai dengan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2. Kekuasaan Pemerintahan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diuraikan dalam berbagai Urusan
Pemerintahan.
3. Dalam menyelenggarakan Urusan Pemerintahan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Presiden
dibantu oleh menteri yang menyelenggarakan Urusan
Pemerintahan tertentu.
4. Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) di Daerah dilaksanakan
berdasarkan asas Desentralisasi, Dekonsentrasi, dan
Tugas Pembantuan.”

Pasal 6 menyebutkan bahwa:

“Pemerintah Pusat menetapkan kebijakan sebagai dasar


dalam menyelenggarakan Urusan Pemerintahan.”

76
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Pasal 7 menyebutkan bahwa:

(1) “Pemerintah Pusat melakukan pembinaan dan


pengawasan terhadap penyelenggaraan Urusan
Pemerintahan oleh Daerah.
(2) Presiden memegang tanggung jawab akhir atas
penyelenggaraan Urusan Pemerintahan yang
dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat dan Daerah.”

Pasal 8 menyebutkan bahwa:


(1) “Pembinaan dan pengawasan oleh Pemerintah Pusat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1)
terhadap penyelenggaraan Urusan Pemerintahan
oleh Daerah provinsi dilaksanakan oleh
menteri/kepala lembaga pemerintah
nonkementerian.
(2) Pembinaan dan pengawasan oleh Pemerintah Pusat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1)
terhadap penyelenggaraan Urusan Pemerintahan
oleh Daerah kabupaten/kota dilaksanakan oleh
gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat.
(3) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) secara nasional
dikoordinasikan oleh Menteri.”

Berdasarkan ketentuan tersebut di atas, Presiden


Republik Indonesia memegang kekuasan pemerintahan
sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945. Kekuasan Pemerintahan tersebut
diuraikan dalam berbagai Urusan Pemerintahan, yang
didefinisikan dalam Pasal 1 angka 5 Undang-Undang
Pemerintahan Daerah yang menyebutkan:

“Urusan Pemerintahan adalah kekuasaan pemerintahan


yang menjadi kewenangan Presiden yang
pelaksanaannya dilakukan oleh kementerian negara dan
penyelenggara Pemerintahan Daerah untuk melindungi,
melayani, memberdayakan, dan menyejahterakan
masyarakat.”

77
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Ketentuan Pasal 1 angka 5 Undang-Undang


Pemerintahan Daerah mengisyaratkan bahwa urusan
pemerintahan adalah kekuasaan pemerintahan yang menjadi
kewenangan Presiden. Kemudian urusan pemerintahan
tersebut dilaksanakan oleh kementerian negara dan
penyelenggara Pemerintahan Daerah. Pemerintahan Daerah
dimaksud, didefinisikan oleh Pasal 1 angka angka 2 UU
Pemerintahan Daerah yang menyebutkan bahwa:

“Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan


pemerintahan oleh pemerintah daerah dan dewan
perwakilan rakyat daerah menurut asas otonomi dan
tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-
luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan
Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.”

Dalam hal ini Presiden memiliki kewenangan untuk


menetapkan kebijakan penyelenggaraan urusan
pemerintahan (Pasal 6), melakukan pembinaan dan
pengawasan (Pasal 7 ayat 1), dan memegang tanggung jawab
akhir atas penyelenggaraan urusan pemerintahan (Pasal 7
ayat 2). Lebih lanjut, Pasal 16 Undang-Undang Pemerintahan
Daerah menyebutkan bahwa:

(1) “Pemerintah Pusat dalam menyelenggarakan urusan


pemerintahan konkuren sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 ayat (3) berwenang untuk:
a. menetapkan norma, standar, prosedur, dan
kriteria dalam rangka penyelenggaraan Urusan
Pemerintahan; dan
b. melaksanakan pembinaan dan pengawasan
terhadap penyelenggaraan Urusan Pemerintahan
yang menjadi kewenangan Daerah.
(2) Norma, standar, prosedur, dan kriteria sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a berupa ketentuan
peraturan perundang-undangan yang ditetapkan
oleh Pemerintah Pusat sebagai pedoman dalam

78
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

penyelenggaraan urusan pemerintahan konkuren


yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat dan
yang menjadi kewenangan Daerah.
(3) Kewenangan Pemerintah Pusat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh
kementerian dan lembaga pemerintah
nonkementerian.
(4) Pelaksanaan kewenangan yang dilakukan oleh
lembaga pemerintah nonkementerian sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) harus dikoordinasikan
dengan kementerian terkait.
(5) Penetapan norma, standar, prosedur, dan kriteria
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
dilakukan paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak
peraturan pemerintah mengenai pelaksanaan urusan
pemerintahan konkuren diundangkan.”

Pasal 16 ini mengisyaratkan bahwa Pemerintah


Pusat berwenang menetapkan norma, standar, prosedur, dan
kriteria serta melaksanakan pembinaan dan pengawasan
penyelenggaraan kewenangan daerah. Hubungan Pemerintah
Pusat dengan Daerah dapat dirunut dari alinea ketiga dan
keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945. Alinea ketiga memuat pernyataan
kemerdekaan bangsa Indonesia.68 Sedangkan alinea keempat
memuat pernyataan bahwa setelah menyatakan
kemerdekaan, yang pertama kali dibentuk adalah Pemerintah
Negara Indonesia yaitu Pemerintah Nasional yang
bertanggung jawab mengatur dan mengurus bangsa
Indonesia.69 Lebih lanjut dinyatakan bahwa tugas Pemerintah
Negara Indonesia adalah melindungi seluruh bangsa dan
tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum
dan mencerdaskan kehidupan bangsa serta ikut memelihara

68 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah,


Penjelasan.
69 Ibid.

79
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian


abadi, dan keadilan sosial.70
Selanjutnya Pasal 1 Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa Negara
Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik.
Konsekuensi logis sebagai Negara kesatuan adalah
dibentuknya pemerintah Negara Indonesia sebagai
pemerintah nasional untuk pertama kalinya dan kemudian
pemerintah nasional tersebutlah yang kemudian membentuk
Daerah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.71
Kemudian Pasal 18 ayat (2) dan ayat (5) Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan
bahwa Pemerintahan Daerah berwenang untuk mengatur dan
mengurus sendiri Urusan Pemerintahan menurut Asas
Otonomi dan Tugas Pembantuan dan diberikan otonomi
yang seluas-luasnya.72

g. Penguatan good governance


Presiden dalam menjalankan kewenangannya untuk
melakukan pengelolaan negara dan pemerintahan sebagaimana
tersebut di atas sejalan dengan pandangan Atmosudirjo bahwa:

“Administrasi negara dapat dilihat dari tiga dimensi:


Pertama, dimensi institusional, yaitu admin istrasi negara
terdiri atas berbagai organ yang berada di bawah Presiden.
Kedua, dimensi fungsional yaitu administrasi negara
berfungsi menerapkan Undang-Undang, serta ketiga,
dimensi prosesual yaitu administrasi negara merupakan

70 Ibid.
71 Ibid.
72 Ibid.

80
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

suatu proses tata kerja penyelenggaraan tugas-tugas


pemerintahan”.

Pendapat Atmosudirdjo menunjukkan bahwa berbagai


organ di bawah Presiden menjalankan fungsi menerapkan
Undang-Undang dengan dan melalui proses tata kerja yang
diatur dalam Undang-Undang. Namun fungsi dan proses
dimaksud baru terjadi apabila dalam Administrasi Negara
terdapat para administrator dalam berbagai perbuatannya baik
perbuatan materiil maupun perbuatan hukum.
Leyland dan Woods menyebut beberapa fungsi Hukum
Administrasi Negara, antara lain control function dan command
function. Kedua fungsi tersebut memiliki kaitan yang erat
dengan good governance. Fungsi pertama, Hukum Administrasi
Negara sebagai rem agar perbuatan dan Keputusan Administrasi
Negara tidak bertentangan dengan peraturan perundang-
undangan dan Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik
(AAUPB), tidak melampaui dan menyalahgunakan wewenang,
serta tidak sewenang-wenang.
Fungsi kedua, Hukum Administrasi Negara mewajibkan
para administrator melakukan setiap perbuatan dan
pengambilan keputusannya didasarkan hukum sesuai dengan
asas legalitas. Kedua fungsi tersebut seperti dua sisi dari mata
uang.
Secara eksplisit dan implisit kedua fungsi Hukum
Administrasi Negara tersebut mengisyaratkan bahwa setiap
tindakan pemerintahan baik dalam pengaturan maupun
pengurusan didasarkan pada hukum, baik hukum tertulis
khususnya maupun hukum tidak tertulis.
Menurut Kelsen, hukum tertulis tersebut tersusun secara
hierarki (stufentheorie). Pendapat Kelsen yang diterjemahkan
oleh Indrati menyatakan: “norma hukum itu berjenjang dalam

81
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

suatu tata susunan hierarki. Suatu norma yang lebih rendah


berlaku dan bersumber atas dasar norma yang lebih tinggi,
serta norma yang lebih tinggi itu, berlaku dan bersumber
kepada norma yang lebih tinggi lagi. Demikian seterusnya
sampai pada suatu norma yang tidak dapat ditelusuri, yang
bersifat hipotetis dan fiktif, yaitu yang dikenal dengan istilah
grundnorm (norma dasar).73
Teori hierarki hukum dimaksud dimanifestasikan dalam
tata urutan peraturan perundang-undangan di Indonesia dalam
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan perundang-undangan. Keputusan Administrasi
Negara selain berdasarkan hukum, proses pembuatannya juga
menjunjung tinggi prinsip good governance. Good governance
dapat dilihat sebagai salah satu dari tiga pilar dalam negara
selain rule of law dan democracy.74
Pilar pertama, rule of law, pada dasarnya adalah ide bahwa
setiap tindakan penguasa berdasarkan hukum dan subyek
hukum tidak akan terkena perbuatan sewenang-wenang
penguasa. Terdapat perbedaan antara tradisi common law (rule
of law) di negara Anglo Saxon dan Civil Law (Rechtsstaat) di
negara Eropa Kontinental.
Tradisi yang berbeda memiliki interpretasi yang berbeda
terhadap istilah rule of law. Menurut Dicey, konsep rule of law
ditandai oleh tiga unsur utama, yaitu (1) supremacy of law
(supremasi hukum); (2) equality before the law (persamaan di
depan hukum); dan (3) the constitution based on individual rights
(konstitusi yang didasarkan pada hak-hak perorangan).
Sementara Stahl merumuskan empat unsur pokok rechtsstaat,
yaitu (1) grondrechten (pengakuan dan perlindungan terhadap

73 Maria Farida, 2007: 41


74 (Asia Link, Source Book: Human Rights and Governance:2010).

82
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

hak asasi manusia); (2) scheiding van machten (negara


didasarkan pada teori trias politika); (3) wetmatigheid van het
bestuur (pemerintahan diselenggarakan berdasarkan Undang-
Undang); dan (4) administrative rechtspraak (peradilan
administrasi negara) yang bertugas menangani kasus perbuatan
melanggar hukum oleh pemerintah.
Pilar kedua, democracy (demokrasi) mengisyaratkan
pengaruh rakyat dalam kebijakan dan tindakan pemerintah
baik dilakukan secara langsung oleh rakyat (demokrasi
langsung) atau melalui wakil-wakil terpilih dari rakyat
(demokrasi perwakilan). Terakhir, pilar ketiga, good governance
adalah norma bagi pemerintah dan hak dari warga negara, yang
dirumuskan secara spesifik. Konsep good governance terkadang
diperluas mengandung norma untuk semua kekuasaan di
negara, namun konsep good governance terkadang juga
dirumuskan dengan cara yang lebih terbatas dalam arti bahwa
hanya berlaku untuk administrasi negara. Dalam perspektif
yang lebih luas, dibedakan antara tiga jenis prinsip dari tiap-
tiap tiga kekuatan yaitu (1) untuk legislatif berlaku Principles of
Good Legislation; (2) untuk eksekutif (administrasi negara)
berlaku Principles of Good Administration; (3) untuk yudikatif,
berlaku Principles of Good Procedures.
Konsep good governance telah dikembangkan pada tingkat
nasional, regional dan internasional, karena tiap-tiap tingkatan
memiliki masalah yang berbeda dalam hubungan antara
pemerintah dan masyarakat. Pada tingkat internasional,
masalah muncul dalam konteks kondisi keuangan negara,
dimana lembaga keuangan internasional merumuskan aturan
dalam kaitannya dengan pemberian bantuan keuangan.
Sementara itu di tingkat regional, misalnya di Uni Eropa,
terdapat masalah terkait kualitas administrasi, karena itu
dilakukan upaya preventif dengan mengembangkan peraturan,

83
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

serta upaya represif dengan cara ombudsman dan mahkamah


audit mengembangkan aturan tata pemerintahan yang baik.
Masalah terbesar ditemukan di tingkat nasional, dimana
banyak ditemukan masalah bad governance, dengan munculnya
sejumlah penyimpangan seperti korupsi, penyalahgunaan
wewenang (abuse of power), pelampauan batas kekuasaan
(excess of power). Upaya preventif untuk mencegah terjadinya
penyimpangan melalui hukum administrasi negara adalah
dengan good governance, yaitu penggunaan kekuasaan
pemerintah secara transparan dan partisipatif. Pada intinya
good governance menyangkut pemenuhan tiga tugas pokok
pemerintah yaitu (1) menjamin keamanan individu dan
masyarakat, (2) mengelola sektor publik secara efektif dan
bertanggung jawab, (3) mendorong tercapainya tujuan ekonomi
dan sosial negara sesuai dengan keinginan masyarakat.
Salah satu bentuk penerapan good governance adalah
penerapan Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB).
Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB) merupakan
terjemahan dari ‘Algemene Beginselen van Beboorlijk Bestuur
(ABBB)’, sebuah istilah dalam Bahasa Belanda. Menurut L.P
Suetens, ABBB diartikan sebagai prinsip-prinsip umum
pemerintahan yang baik (AUPB) yang pada dasarnya merupakan
aturan hukum publik yang wajib diikuti oleh Administrator
dalam melaksanakan hukum positif.
Menurut doktrin hukum, prinsip ABBB dibedakan menjadi
dua yaitu prinsip-prinsip yang bersifat prosedural dan bersifat
substansial. Prinsip yang bersifat prosedural berhubungan
dengan proses pengambilan kebijakan, misalnya kewajiban
penyelenggara pemerintahan untuk bertindak imparsial atau
tidak memihak (obligation of impartiality) dalam membuat
kebijakan, pengakuan hak untuk membela diri, dan kewajiban
pembuat kebijakan untuk memberikan alasan-alasan.

84
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Sedangkan prinsip yang bersifat substansial berkaitan dengan


materi atau isi dari kebijakan tersebut.
Materi atau isi dari kebijakan yang dibuat hendaknya
memperhatikan prinsip persamaan (principle of equality), prinsip
kepastian hukum (legal certainty), pelarangan penyalahgunaan
wewenang (prohibition of ‘machtsafwending’), kewajiban untuk
berhati-hati (duty of care) dan prinsip berdasarkan alasan
(principle of reasonableness). (Cekli Setya Pratiwi, Penjelasan
Hukum Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB).
Di Belanda, penerapan prinsip AUPB dipengaruhi oleh
konsep welfare state yang menempatkan penyelenggara
pemerintahan sebagai pihak yang bertanggungjawab terhadap
tercapainya kesejahteraan umum warga masyarakat. Untuk
mewujudkannya, Pemerintah diberi wewenang campur tangan
dalam segala urusan yang menyangkut kehidupan masyarakat.
Wewenang ini tidak hanya bersumber dari peraturan
perundang-undangan, tetapi dalam keadaan tertentu
Pemerintah dapat menggunakan wewenang bebas (diskresi).
Namun, adakalanya pelanggaran masih dilakukan oleh
Pemerintah dalam menjalankan perintah Undang-Undang.
Apalagi, jika kewenangan itu didasarkan oleh inisiatif sendiri.
Hal inilah yang menimbulkan kekhawatiran di kalangan warga
masyarakat karena potensi terjadinya benturan kepentingan
antara pemerintah dengan rakyat semakin tinggi.
Berbagai bentuk penyimpangan tindakan pemerintah
seperti onrechmatige overbeidsdaad (perbuatan melanggar
hukum yang dilakukan oleh pemerintah), detournement de
pouvoir (penyalagunaan kekuasaan), atau willekeur
(kesewenang-wenangan), dapat terjadi dan menyebabkan Hak
Asasi warga negara terlanggar atau terabaikan. Oleh karenanya,
Belanda dan beberapa negara Eropa lainnya menjamin dan
mengakui hak atas penerapan prinsip pemerintahan yang baik,

85
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

sebagai bagian dari HAM yang bersifat fundamental


(fundamental rights).75
Sejarah perkembangan AUPB di Indonesia dapat dilihat
dari perkembangan prinsip AUPB dalam berbagai peraturan
perundang-undangan, praktik penerapan AUPB dalam putusan
pengadilan atau yurisprudensi serta doktrin. Pada tahun 1986,
Indonesia mengesahkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986
tentang Peradilan Tata Usaha Negara, yang kemudian diubah
melalui Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004, dengan pokok
perubahan dimasukkannya prinsip AUPB di Pasal 53 ayat (2)
sebagai dasar gugatan.76
Pada tahun 1990-an, United Nations Development Program
(UNDP) memperkenalkan konsep good governance yang terdiri
dari delapan karakteristik yang saling terkait dalam perbuatan
hukum pemerintah. Delapan karakteristik good governance
yaitu Participation, Rule of Law, Transparency, Consensus
Orientation, Equity, Effectiveness and efficiency, Accountability
dan Strategic vision.
Konsep good governance tersebut diadopsi lebih lanjut
dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang
Penyelenggaraan Negara yang bersih dan Bebas dari KKN
dengan nama Asas-asas Umum Penyelenggaraan Negara
(AUPN). Perkembangan pengaturan prinsip AUPB semakin kuat
dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014
tentang Administrasi Pemerintahan.

75 (Jens-Peter Bonde, The Eropean Union Constitution: Art 107-Art 109).


76 Risalah Rapat Panitia Kerja Badan Legislasi DPR RI dengan Pemerintah c.q.
Dirjen Peraturan Perundang-undangan DEPKEH HAM dalam rangka pembahasan 5
(lima) RUU Integrated System: 358).

86
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

6. Konsep Pendekatan Regulasi (License Approach) dan


Pendekatan Berbasis Risiko (Risk Based Approach)
Dalam praktik yang terjadi di Indonesia saat ini,
Pemerintah menempatkan perizinan sebagai bentuk kewajiban
yang harus dipenuhi oleh pelaku usaha untuk dapat
melakukan kegiatan usaha secara legal (license approach).
Pelaku usaha dihadapkan dengan begitu banyaknya jumlah
atau jenis perizinan usaha yang diwajibkan sehingga
membebani kegiatan usaha serta mengakibatkan proses bisnis
menjadi tidak efektif dan efisien.
Pemerintah menggunakan pengaturan (regulasi) sebagai
kontrol terhadap segala risiko yang memiliki dampak terhadap
ekonomi, masyarakat dan lingkungan. Sistem regulasi tersebar
dan berlaku untuk berbagai aktivitas usaha, oleh karenanya
mempengaruhi hampir seluruh aspek kegiatan usaha.
Regulasi yang dirancang dan diberlakukan dengan tidak
baik memberikan dampak sebagai berikut: (a) membebani
dunia usaha dan konsumen, misalnya: terdapatnya duplikasi
persyaratan di berbagai level Pemerintahan yang berujung
pada meningkatnya biaya dari penerapan regulasi tersebut,
menargetkan inisiatif regulasi dan pelaksanaan yang tidak
proporsional terhadap ukuran bisnis, risiko hasil pengaturan
dan bentuk dari ketidakpatuhan; (b) mengurangi kinerja
regulator dengan mengalokasikan sumber daya terbatas untuk
inisiatif yang tidak mencapai pengurangan risiko yang
sepadan.
Pada dasarnya, Pemerintah dapat melakukan kontrol
terhadap segala risiko yang terjadi dalam dunia usaha dengan
menetapkan pengaturan penerapan standar untuk melakukan
suatu kegiatan usaha. Menggunakan Standar akan dapat
diidentifikasi kemungkinan/probabilitas terjadinya risiko dari
suatu kegiatan usaha. Dengan menggunakan konsep

87
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

penerapan standar berbasis risiko (risk based approach),


Pemerintah menetapkan jenis perizinan yang wajib dimiliki
oleh suatu kegiatan usaha serta kualitas dan kuantitas
inspeksi yang harus dilakukan dalam rangka pengawasan
pelaksanaan kegiatan usaha.
Dengan menerapkan regulasi berbasis risiko sebagai acuan
penetapan jenis perizinan berusaha yang disertai dengan
pelaksanaan inspeksi untuk kontrol yang efektif, akan
menyederhanakan mekanisme perizinan berusaha dan pada
akhirnya akan memberikan manfaat bagi perekonomian, sosial
dan lingkungan. Namun diperlukan komitmen yang kuat dari
Pemerintah untuk penerapan dan penegakan regulasi tersebut.

a. Pengertian Pendekatan Berbasis Risiko (Risk-Based


Approach)
Risk Based Approach adalah sebuah pendekatan dimana
tingkat risiko menjadi sebuah pertimbangan atas setiap
tindakan atau usaha yang dilakukan. Semakin tinggi potensi
risiko yang ditimbulkan oleh aktivitas bisnis tertentu, semakin
ketat kontrol dari Pemerintah dan semakin banyak perizinan
yang dibutuhkan atau inspeksi yang dilakukan. Sedangkan
untuk kegiatan berisiko rendah, perizinan dan inspeksi
umumnya tidak diperlukan. Konsep terkait risiko dapat
didefinisikan sebagai:

Tabel 3.2.
Konsep terkait Risiko
Konsep Pengertian
Risiko Kemungkinan dan konsekuensi dari
bahaya yang menyebabkan hasil yang
menyimpang dari apa yang diharapkan

88
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Bahaya Potensi sumber bahaya


Kemungkinan Peluang terjadinya bahaya
Konsekuensi Jumlah kerugian jika terjadinya bahaya

Sumber: Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, 2019

Risiko harus dapat dipahami sebagai kombinasi dari


kemungkinan terjadinya peristiwa yang merugikan (seperti
bahaya, kerugian) dan potensi besarnya kerusakan yang
disebabkan oleh peristiwa tersebut (merupakan kombinasi dari
jumlah orang yang terdampak serta keseriusan dari
kerusakan yang terjadi).
Metodologi atau alat yang tepat dibutuhkan untuk dapat
melakukan klasifikasi atas risiko tiap-tiap usaha atau kegiatan
yaitu melalui Matriks risiko. Matriks risiko adalah instrumen
fundamental yang digunakan untuk mengklasifikasikan
pendirian tergantung pada tingkat risiko usaha dan
menyesuaikannya dengan respons regulasi (misalnya inspeksi
dan perizinan yang benar-benar dibutuhkan). Hal ini bertujuan
agar sumber daya yang dimiliki dapat digunakan secara lebih
efektif dan efisien, dan beban administrasi Pemerintah dapat
diminimalkan.

Tingkat risiko = besarnya kerusakan x probabilitas

Berikut merupakan contoh matriks berbasis pendekatan


risiko di Inggris adalah sebagai berikut:

Tabel 3.3.
Contoh Matriks Pendekatan Risiko di Inggris

89
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Sumber: Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, 2019

Dalam matriks ini, tingkat "bahaya" (hazard) setara dengan


"besarnya kerusakan." Di Inggris, kemungkinan kepatuhan
lebih digunakan dari pada kemungkinan pelanggaran atau
kejadian merugikan. Faktor yang dapat menyebabkan risiko
dalam matriks pada tabel diatas, umumnya diterjemahkan
dalam aspek berikut ini:
1) Jenis kegiatan (beberapa jenis kegiatan secara fakta lebih
berbahaya daripada yang lain, karena lebih mungkin dapat
terjadi; Juga, beberapa dapat menyebabkan kerusakan
sangat parah, yang berarti keseriusan dampak lebih tinggi)
yang mempengaruhi besarnya dan probabilitas;
2) Ukuran pendirian (pendirian yang lebih besar akan
memiliki efek negatif lebih tinggi secara proporsional jika
terjadi kecelakaan) yang mempengaruhi besarnya;
3) Lokasi pendirian (isolasi berarti akan memiliki efek negatif
pada lingkungan; kedekatan dengan sumber daya alam
yang sensitif atau ke daerah padat penduduk akan
meningkatkan risiko) yang mempengaruhi besarnya;
4) Sejarah (pelanggaran yang sering atau diulang, atau
sebaliknya adalah "model pendirian," yang berarti dalam
kasus pertama bahwa kecelakaan lebih mungkin dan
sebaliknya) yang mempengaruhi probabilitas.

90
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Matriks risiko adalah instrumen fundamental yang


digunakan untuk mengklasifikasikan pendirian perusahaan
yang tergantung pada tingkat risiko usaha yang akan
dilakukannya dan mengkaitkannya dengan respons regulasi
(yaitu perizinan yang benar-benar dibutuhkan dan inspeksi
yang harus dilakukan). Hal ini bertujuan agar sumber daya
yang dimiliki dapat digunakan secara lebih efektif dan efisien,
dan beban administrasi Pemerintah dapat diminimalkan.

b. Manfaat Penggunaan RBA


Penerapan Risk Based Approach dalam regulasi
memberikan manfaat, antara lain:77
1) Bagi Institusi Pemerintah:
a) penyelarasan perencanaan strategis dan operasional
yang lebih baik diantara institusi atau lembaga
Pemerintahan;
b) keterlibatan yang lebih efektif dengan pemangku
kepentingan internal dan eksternal dengan
menunjukkan bagaimana inisiatif regulasi
berdampak pada hasil;
c) meningkatkan akuntabilitas internal untuk hasil
melalui penanaman kerangka kerja ke dalam strategi
perencanaan dan manajemen kinerja;
d) fleksibilitas yang lebih besar melalui peningkatan
informasi untuk menanggapi perubahan keadaan;
dan
e) peningkatkan produktivitas melalui pemahaman yang
lebih baik, efisiensi dan efektivitas.

77 Organization for Economic Cooperation and Development (OECD), “Risk and


Regulatory Policy. Improving the Governance of Risk”, hlm..25

91
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

f) efektifitas penggunaan sumber daya, dimana sumber


daya yang dipergunakan akan dialokasikan kepada
kegiatan yang memiliki risiko yang tinggi atau
sepadan;
2) Bagi Pelaku Usaha:
a) mengurangi izin usaha;
b) memangkas perizinan komersial/operasional
berdasarkan pendekatan risiko;
c) memangkas biaya yang dikeluarkan sehubungan dengan
kepatuhan, dimana aktivitas dengan risiko yang lebih
rendah akan membutuhkan standar, perizinan dan
inspeksi yang lebih ringan dari Pemerintah;
d) meningkatkan capaian kepatuhan terhadap hal-hal yang
memiliki risiko lebih tinggi.
3) Bagi konsumen akhir atau masyarakat:
Risk Based Approach meminimalisir risiko ketika membeli
produk atau jasa tertentu.

c. Faktor-Faktor Utama dalam Menentukan Risiko


Faktor-faktor yang dapat menyebabkan risiko, umumnya
diterjemahkan dalam aspek berikut ini:
1) Jenis Kegiatan
Semakin berbahaya suatu kegiatan atau semakin parah
suatu kerusakan yang ditimbulkan oleh suatu kegiatan,
tingkat keseriusannya semakin tinggi. Hal ini
mempengaruhi tingkat besarnya kerusakan dan
probabilitas.
2) Ukuran Pendirian
Pendirian yang lebih besar akan memiliki efek negatif lebih
tinggi secara proporsional jika terjadi kecelakaan. Hal ini
mempengaruhi tingkat besarnya kerusakan.
3) Lokasi Pendirian

92
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Lokasi yang berdekatan dengan sumber daya alam yang


sensitif atau ke daerah padat penduduk akan
meningkatkan risiko. Hal ini mempengaruhi tingkat
besarnya kerusakan.
4) Sejarah Kepatuhan
Seringnya terjadi pelanggaran dalam suatu aktivitas
menjadi indikator terjadinya risiko. Hal ini mempengaruhi
tingkat probabilitas.

d. Tahapan Pelaksanaan Pendekatan Berbasis Risiko (Risk-


Based Approach)
Tahapan Pelaksanaan Pendekatan Berbasis Risiko (Risk-
Based Approach) terdiri atas:
1) Mengidentifikasi Cakupan Risiko dan Mendefinisikan
Level Risiko
Risiko yang tidak teridentifikasi dapat berdampak
buruk terhadap hasil regulasi dan dapat merusak
kepercayaan publik terhadap Pemerintah. Pemerintah
harus mampu untuk mengidentifikasi risiko baik risiko
historis maupun risiko saat ini dengan menggunakan
data dan analisis. Pemerintah dapat bekerjasama
dengan beberapa lembaga lainnya, dengan
akuntabilitas yang jelas, untuk mengidentifikasi
sebanyak-banyaknya kemungkinan risiko. Untuk
dapat membedakan antara risiko historis dan saat ini,
Pemerintah dapat mengidentifikasinya melalui:
a) pemindaian data yang berkesinambungan dan
terkoordinasi dengan K/L Lainnya;
b) bersifat kualitatif dan kuantitatif melihat
keterbatasan data dan pengalaman;
c) mengadakan diskusi dengan para ahli terkait;
dan

93
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

d) membuat forum diskusi publik.


2) Menilai Risiko Menurut Potensi dan Probabilitas
Kerusakan (Damage) Kegiatan
Penilaian Risiko bertujuan untuk memahami tingkat
risiko melalui estimasi dengan mengidentifikasikan
ketidakpatuhan seperti kemungkinan terjadinya risiko
terhadap kegiatan usaha tertentu dalam satu waktu serta
konsekuensi dari dampak risiko tersebut. Kemungkinan
dan konsekuensi ditentukan dengan kombinasi data
kuantitatif dan kualitatif serta analisis dan penilaian
Pemerintah. Selain itu Pemerintah perlu mengelompokkan
dan memprioritaskan entitas dan perilaku yang diatur
menurut potensi dan probabilitas kerusakan dari kegiatan
usaha yang dilakukan. Untuk memungkinkan
dilakukannya penilaian risiko yang efektif dan menyeluruh,
Pemerintah perlu mempertimbangkan berbagai bukti
empiris dan mekanisme kontrol internal yang baik.
Data kuantitatif dan kualitatif adalah input
fundamental untuk penilaian risiko. Kualitas dan kuantitas
data dapat bervariasi dan biasanya tergantung pada: (1)
sifat dari entitas yang diatur; dan (b) sumber daya dan
tenaga teknis yang dimiliki oleh Pemerintah
Data kuantitatif dan kualitatif yang telah dikumpulkan
akan digabungkan dengan cara yang konsisten dan
transparan untuk menentukan skor keseluruhan. Proses
ini disebut ‘analisis semi-kuantitatif’ dan melibatkan: (1)
data kuantitaif dan kualitatif yang dapat dikelompokan dan
diklasifikasikan, dan (2) menggunakan penilaian subjektif
dari Pemerintah.

3) Mengurutkan (Ranking) Kegiatan sesuai dengan Level


Risiko

94
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Output penilaian risiko merupakan ukuran subyektif


berdasarkan kombinasi data kuantitatif, kualitatif, dan
berdasarkan penilaian Pemerintah sendiri. Salah satu cara
untuk mengurutkan ranking sesuai dengan level risiko
adalah dengan peta risiko yang berisi kategori subjektif
untuk peringkat kemungkinan dan konsekuensi dari risiko
aktivitas usaha tersebut.

Tabel 3.4.
Simulasi Risiko Potensi dan Probabilitas Kerusakan
Kegiatan

Kemungkinan
Jarang Mungkin Sering
Besar
Dampak Menengah
Kecil

Penting bagi regulator untuk mengembangkan dan


menanamkan mekanisme untuk mendukung konsistensi
penilaian risiko dan transparansi. Hal ini penting untuk:
1) menerapkan penilaian yang dapat
dipertanggungjawabkan;
2) menanamkan pemahaman proses dan prosedur
penilaian yang konsisten; dan
3) meningkatkan tingkat kepercayaan masyarakat
terhadap Pemerintah.

4) Mengalokasikan dan Menentukan Sumber Daya untuk


Penegakan dan Inpeksi sesuai dengan Urutan Kegiatan
Berdasarkan Level Risiko
Prinsip dasar dari pendekatan berbasis risiko untuk
kepatuhan dan penegakan hukum adalah bahwa
Pemerintah harus memfokuskan proporsi yang signifikan

95
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

dari sumber daya yang ada terhadap entitas yang memiliki


risiko tinggi dan memiliki cara pendekatan terstruktur
untuk membatu dan menegakan entitas terkait.
Setelah inisiatif perizinan dirancang, Pemerintah perlu
mengalokasikan dan menetapkan sumber daya secara
tepat dan cepat. Alokasi sumber daya disesuaikan menurut
prioritas yang lebih tinggi dan berkontribusi terhadap
dampak yang lebih besar, tanpa menghilangkan fokus
terhadap entitas dengan prioritas rendah. Oleh sebab itu
regulator perlu membuat jalur komunikasi yang jelas
dengan setiap entitas dengan prioritas yang berbeda.
Dalam penerapannya, regulator melakukan berbagai
pekerjaan proaktif dan reaktif dengan mempromosikan dan
menegakan kepatuhan entitas terkait yang mencakup
audit, inspeksi terencana, kampanye Pendidikan, insentif
keuangan, pemberitahuan yang berkelanjutan dan
tanggapan atas pengaduan yang diterima melalui pusat
panggilan.

e. Peralihan Tata Laksana Perizinan Berusaha Dari


Pendekatan Perizinan (License Approach) ke Pendekatan
Berbasis Risiko (Risk Based Approach) Di Indonesia
1) Implementasi Tahapan Pelaksanaan Pendekatan
Berbasis Risiko Di Indonesia
Dalam rangka melaksanakan konsep perizinan
berusaha dengan pendekatan berbasis risk (risk-based
approach), Pemerintah merujuk pada tahapan-tahapan
praktik terbaik (best practice) sebagaimana yang telah
diuraikan diatas. Langkah-langkah yang perlu
ditempuh untuk menerapkan pendekatan berbasis
risiko di Indonesia adalah sebagai berikut:

96
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

a) Identifikasi Cakupan/Ruang Lingkup Risiko


Kegiatan Usaha dan Definisi Level Risiko yang akan
Diterapkan di Indonesia
Merujuk pada pelaksanaan praktik terbaik (best
practices) sebagaimana yang telah diuraikan diatas,
cakupan/ruang lingkup risiko kegiatan usaha yang
akan diterapkan di Indonesia adalah risiko terhadap
Kesehatan, Keamanan dan Keselamatan, Lingkungan,
Moral dan Budaya, dan Finansial. Uraian mengenai
aspek dari masing-masing risiko diatas sebagai
berikut:
a) Aspek Lingkungan
Uraian mengenai risiko aspek lingkungan dapat
mengadopsi ketentuan Peraturan Menteri
Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 38
Tahun 2019 yang terdiri dari:
1) Kegiatan/usaha yang mengubah bentuk lahan
dan bentang alam;
2) Kegiatan/usaha mengeksploitasi Sumber Daya
Alam (SDA) Terbarukan dan/atau Tidak
Terbarukan;
3) Kegiatan/usaha yang sangat berpotensi
mencemari dan/atau merusak Lingkungan
Hidup dan mengurangi jumlah Sumber Daya
Alam (SDA) dalam pemanfaatannya;
4) Kegiatan/usaha yang mempengaruhi
lingkungan alam, lingkungan buatan, dan
lingkungan sosial-budaya;
5) Kegiatan/usaha yang mempengaruhi
pelestarian kawasan konservasi Sumber Daya
Alam (SDA) dan/atau cagar budaya;

97
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

6) Kegiatan/usaha yang melakukan introduksi


flora, fauna, dan jasad renik;
7) Kegiatan/usaha yang membuat dan
menggunakan bahan hayati dan bahan non-
hayati;
8) Kegiatan/usaha yang berisiko tinggi dan/atau
berpengaruh terhadap pertahanan negara;
dan/atau
9) Kegiatan/usaha yang menggunakan teknologi
dengan potensi besar terhadap lingkungan
hidup.
b) Aspek Kesehatan
Uraian mengenai risiko kesehatan dapat
mengadopsi pada ketentuan peraturan perundang-
undangan di bidang kesehatan, obat dan makanan
serta praktik terbaik (best practice) di negara
Malaysia dan Inggris.78 Risiko aspek kesehatan
terdiri dari:
1) Kegiatan/usaha yang membudidayakan,
memproduksi, dan/atau menyajikan bahan
pangan, pangan segara, pangan olahan,
pangan produk rekayasa, dan/atau pangan
siap saji;
2) Kegiatan/usaha yang memproduksi dan/atau
memperdagangkan bahan obat, obat, obat
tradisional, obat herbal, precursor, narkotika,
dan/atau psikotropika;

78 PP 66/2014, PP 28/2004, PerBPOM 27/2017, PP 72/1998, PP 44/2010,


Perka BPOM 00.05.41.1384, Control of Substances Hazardous to Health (Health and
Safety Executive, United Kingdom), dan Guidelines for Hazard Identification, Risk
Assesment, and Risk Control (Department of Occupational Safety and Health
Malaysia).

98
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

3) Kegiatan/usaha yang menimbulkan


zat/produk kimia, uap air, serbuk, debu,
kabut, gas, gas yang menimbulkan sesak nafas
(asphyxiating gas), kuman (germs) penyebar
penyakit, virus dan/atau jamur;
4) Kegiatan/usaha yang berkaitan dan
menimbulkan dampak terhadap air minum, air
hygiene, dan sanitasi, air kolam renang
dan/atau pemandian umum.

c) Aspek Keamanan dan Keselamatan


Uraian mengenai risiko keamanan dan
keselamatan mengadopsi pada ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang
penyelenggaraan jaminan sosial dan praktik
terbaik (best practice) di negara Malaysia.79 Risiko
aspek keamanan dan keselamatan terdiri dari:
1) Kegiatan/usaha yang berpotensi menimbulkan
kebisingan, getaran, gangguan penerangan,
dampak terhadap arus listrik, dan radiasi;
2) Kegiatan/usaha yang memiliki potensi
kecelakaan kerja;

d) Aspek Moral dan Budaya


Uraian mengenai risiko moral dan budaya
mengadopsi pada ketentuan peraturan perundang-
undangan di bidang perfilman. Aspek risiko moral
dan budaya diperuntukkan bagi kegiatan usaha
perfilman dan/atau penyediaan konten audio

79 PP 24/2011

99
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

dan/atau visual yang dapat dikonsumsi oleh


publik. Risiko moral dan budaya terdiri dari:
1) Kegiatan/usaha dengan judul, adegan (visual,
dialog, dan/atau monolog), dan/atau
substansi/konten yang mengandung
perbuatan kekerasan sadis terhadap manusia
dan hewan;
2) Kegiatan/usaha dengan judul, adegan (visual,
dialog, dan/atau monolog), dan/atau
substansi/konten yang meliputi pelaksanaan
judi berulang-ulang dan teknis berjudi;
3) Kegiatan/usaha dengan judul, adegan (visual,
dialog, dan/atau monolog), dan/atau
substansi/konten yang mengandung teknik
penggunaan narkotika, psikotropika, dan zat
adiktif lainnya secara vulgar dan mudah ditiru;
4) Kegiatan/usaha dengan judul, adegan (visual,
dialog, dan/atau monolog), dan/atau
substansi/konten yang mengandung
perbuatan nafsu, seks, dan perbuatan sejenis
yang vulgar;
5) Kegiatan/usaha dengan judul, adegan (visual,
dialog, dan/atau monolog), dan/atau
substansi/konten yang mengandung potensi
perseteruan komunitas politik dan komunitas
sosial, serta berpotensi memberikan kesan
merendahkan/ mendiskreditkan suku, ras,
kelompok, agama dan/atau golongan;
6) Kegiatan/usaha dengan judul, adegan (visual,
dialog, dan/atau monolog), dan/atau
substansi/konten yang mengandung
perbuatan melawan hukum, anarkisme, dan

100
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

perbuatan-perbuatan lain yang berkaitan


dengan Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal
Ika, Negara Kesatuan Republik Indonesia,
dan/atau lambing negara;
7) Kegiatan/usaha dengan judul, adegan (visual,
dialog, dan/atau monolog), dan/atau
substansi/konten yang mengandung potensi
perbuatan pelanggaraan hak asasi manusia.
e) Aspek Risiko Finansial
Uraian mengenai risiko finansial mengadopsi pada
praktik terbaik (best practices) di Australia.80 Aspek
risiko finansial diperuntukkan bagi kegiatan usaha
perbankan dan industri jasa keuangan. Risiko
finansial terdiri dari :
1) Kegiatan/usaha dengan risiko likuiditas
(liquidity risk) 81;

2) Kegiatan/usaha dengan risiko operasional


(operational risk)82;
3) Kegiatan/usaha dengan risiko kredit (credit
risk)83;
4) Kegiatan/usaha dengan risiko pasar dan
investasi (market and investment risk)84;
dan/atau

80 Australian Prudential Regulation Authority (APRA), Probability and Impact

Rating System (PAIRS), 2018.


81 Liquidity risk adalah kemungkinan risiko suatu entitas usaha tidak mampu

menjalankan kewajiban finansialnya dan pada saat jatuh tempo, menimbulkan biaya
tak terduga yang signifikan. Kondisi ini tercermin pada potensi jumlah arus kas
keluar yang dapat melebihi potensi jumlah arus kas masuk dalam periode waktu
tertentu.
82 Operational Risk adalah risiko kerugian yang dapat disebabkan oleh

kegagalan/tidak memadainya proses manajemen internal, manajemen sumber daya


manusia (SDM) dan sistem, serta faktor eksternal. Risiko ini dapat disebabkan oleh
gangguan tata kelola proses dan SDM, kegagalan teknologi, human-error, penipuan,
dan peristiwa eksternal (bencana alam).
83 Credit risk berkaitan dengan risiko gagal bayar (default) dan risiko

hilangnya nilai asset karena, penurunan kualitas kredit.

101
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

5) Kegiatan/usaha dengan risiko asuransi


(insurance risk).85
Atas aspek-aspek risiko sebagaimana yang telah
diuraikan diatas, akan dilakukan analisa dan
perhitungan untuk menemukan hasil akhir
kategori level risiko yang terdiri dari rendah,
menengah, dan tinggi.
f. Mengevaluasi Potensi dan Probabilitas Kerusakan
(Damage) Kegiatan Usaha Di Indonesia
Kementerian/Lembaga mengidentifikasi tingkat/level
risiko suatu kegiatan usaha (kode 5 digit klasifikasi baku
lapangan usaha Indonesia/KBLI) berdasarkan uraian aspek-
aspek risiko sebagaimana yang telah diuraikan diatas.
Tingkat/level risiko yang dapat ditimbulkan oleh suatu
kegiatan diidentifikasi secara kuantitatif dan obyektif
berdasarkan rumusan sebagai berikut:

Tabel 3.5
Identifikasi Risiko Kegiatan Berusaha berdasarkan Aspek
Risiko

Nama Kegiatan Usaha (Kode 5 Digit KBLI


Jenis Risiko Penilaian Dampak
(Damage Value)

84 Market risk adalah risiko kerugian yang dapat timbul dari pergerakan atau

volatilitas harga pasar atau harga lainnya (suku bunga, nilai tukar mata uang asing,
ekuitas, komoditas, properti dan/atau harga kredit). Investment risk refers to the risk
of an adverse movement in the value of on-balance sheet assets and/ or off-balance
sheet obligations and is derived from a number of sources, including market risk and
investment concentration risk
85 Insurance risk is the risk that for any class of risk insured, the present value

of actual claims payable, will exceed the present value of actual premium revenues
generated (net of reinsurance). When assessing the inherent risk associated with
insurance, APRA considers the gross risk underwritten by an entity for each class of
business, less reinsurance, to determine the level of risk retained.

102
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Kesehatan
Keamanan dan
Keselamatan 0 – 30 = Berdampak Rendah
Lingkungan 40 – 70 = Berdampak Menengah
Moral dan 80 – 100 = Berdampak Tinggi
Budaya
Finansial
Total

Sumber: Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, 2019

Setelah mengidentifikasi dan menilai dampak berdasarkan


aspek risiko sebagaimana yang telah diuraikan diatas maka,
Pemerintah kemudian mengidentifikasi potensi/probabilitas
kerusakan (damage) yang dapat terjadi.
Cara/metode yang dapat digunakan untuk mengukur
tingkat kerusakan diantaranya adalah:86
a. Any hazardous occurrence investigation reports;
b. First aid records and minor injury records;
c. Work place health protection programs;
d. Any results of work place inspections;
e. Any employee complaints and comments;
f. Any government or employer reports, studies and tests
concerning the health and safety of employees;
g. Any reports made under the regulation of Occupational
Safety and Health
h. The record of hazardous substances.

Cara/metode yang digunakan untuk mengukur tingkat


kerusakan akan menghasilkan gambaran mengenai

86 Risk and Regulatory Policy: Improving the Governance of Risk, OECD


Reviews of Regulatory Reform, OECD, 2010.

103
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

potensi/probabilitas kerusakan (damage) yang dapat terjadi


pada suatu kegiatan usaha:

Tabel 3.6
Cara Mengukur Tingkat Kerusakan
Nama Kegiatan Usaha (Kode 5 Digit KBLI)
Jenis Risiko Penilaian Potensi/Probabilitas
(Probability Value)
Kesehatan
Keamanan dan
Keselamatan 0 – 30 = Jarang Terjadi
Lingkungan 40 – 70 = Mungkin Terjadi
Moral dan 80 – 100 = Seringkali Terjadi
Budaya
Finansial
Total
Sumber: Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, 2019

Berdasarkan hasil identifikasi potensi/probabilitas


terjadinya kerusakan (damage) yang dilakukan dengan
cara/metode sebagaimana yang telah diuraikan diatas maka,
kategori/level risiko terhadap suatu kegiatan usaha dapat
ditentukan dengan rumus:

Risiko = Dampak x Potensi/Probabilitas

hasil dari perhitungan antara tingkat dampak dan tingkat


potensi/probabilitas terjadinya dampak suatu kegiatan usaha
tingkat dampak suatu kegiatan dapat menentukan level risiko
suatu kegiatan usaha:

Tabel 3.7
Simulasi Level Risiko Kegiatan Usaha

Tingkat Seringkali Mungkin Jarang


Dampak/Potensi Terjadi Terjadi Terjadi

104
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Terjadinya
Dampak
Berdampak Risiko Risiko Risiko
Tinggi Tinggi Tinggi Menengah
Berdampak Risiko Risiko Risiko
Menengah Tinggi Menengah Rendah
Berdampak Risiko Risiko Risiko
Rendah Menengah Rendah Rendah
Sumber: Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, 2019

1) Mengurutkan Kegiatan Usaha (Kode 5 Digit KBLI) sesuai


dengan Level Risiko
Pemeriksaan dan penilaian level risiko dari setiap kegiatan
usaha (kode 5 digit KBLI) di Indonesia akan diurutkan
(ranking) sehingga, Pemerintah memiliki gambaran mengenai
pemetaan kegiatan usaha berdasarkan risiko dari masing-
masing kegiatan usaha. Pemetaan ini berfungsi untuk
menentukan instrumen yang dapat dikeluarkan Pemerintah
dalam mengendalikan suatu kegiatan usaha dan menentukan
frekuensi inspeksi/pengawasan terhadap pelaku usaha.

Tabel 3.8
Urutan Kegiatan Usaha berdasarkan Level Risiko

Kegiatan Usaha
Level Risiko
(Kode 5 Digit KBLI)
00000 Risiko Rendah
00001 Risiko Rendah
00002 Risiko Menengah
12345 Risiko Menengah
54321 Risiko Menengah
23234 Risiko Tinggi

105
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

32325 Risiko Tinggi

Sumber: Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, 2019

2) Menentukan Instrumen Pengendalian Pemerintah Dan


Frekuensi Inspeksi Terhadap Kegiatan Usaha Berdasarkan
Ranking Level Risiko
Pemetaan setiap kegiatan usaha (kode 5 digit KBLI)
menjadi acuan bagi Pemerintah untuk dapat menentukan
instrumen dalam mengendalikan suatu kegiatan usaha dan
menentukan frekuensi pelaksanaan inspeksi/pengawasan.
Dalam konteks pengendalian kegiatan usaha di Indonesia
yang menerapkan pendekatan berbasis risiko, instrumen
pengendalian kegiatan berusaha yang digunakan adalah
pemberian perizinan berusaha dalam rangka operasional, dan
pelaksanaan inspeksi secara berkala.
Kualifikasi/jenis produk perizinan berusaha, meliputi:
a. Izin, diperuntukkan bagi kegiatan usaha yang memiliki
dampak tinggi;
b. Standar87, diperuntukkan bagi kegiatan usaha yang
memiliki dampak tinggi dan/atau menengah; dan
c. Registrasi, diperuntukkan bagi kegiatan usaha yang
memiliki dampak rendah.

Sedangkan, proses pelaksanaan inspeksi diperuntukkan


bagi setiap kegiatan usaha, dengan frekuensi pelaksanaan
inspeksi ditentukan sesuai dengan level risiko suatu kegiatan
usaha.

Tabel 3.9

87 Standar merupakan pedoman/ ketentuan baku pelaksanaan kegiatan


usaha yang dilakukan tanpa didahului proses evaluasi (standar) ataupun yang
dilakukan dengan didahului proses evaluasi (sertifikat/lisensi).

106
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Pengendalian Pemerintah dan Frekuensi Inspeksi terhadap


Kegaiatan Berusaha
Kegiatan Usaha
Level Instrumen Frekuensi
(Kode 5 Digit
Risiko Pengendalian Inspeksi
KBLI)
00000 Rendah Registrasi Jarang
00001 Rendah Registrasi Jarang
00002 Menengah Standar Cukup
12345 Menengah Standar Cukup
54321 Menengah Standar Cukup
Izin dan/atau Sering
23234 Tinggi
Standar
Izin dan/atau Sering
32325 Tinggi
Standar

Sumber: Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, 2019

7. Sanksi Pidana Administrasi (Administrative Penal Law)


Dalam konteks penyelenggaraan administrasi
pemerintahan, tidak dapat dipungkiri munculnya “administrative
penal law” atau yang dikenal dengan hukum pidana
administrasi—yaitu hukum pidana mengenai pengaturan atau
hukum pidana dari aturan-aturan.88 Hukum pidana administrasi
merupakan perwujudan dari kebijakan menggunakan hukum
pidana sebagai sarana untuk menegakkan atau melaksanakan
norma yang terdapat dalam hukum administrasi. Kebijakan ini
perlu memperhatikan bahwa penggunaan sanksi pidana dalam
hukum administrasi pada hakikatnya termasuk bagian dari
“kebijakan hukum pidana” (penal policy), artinya rambu-rambu

88Maroni, Pengantar Hukum Pidana Administrasi, (Bandar Lampung, Anugrah


Utama Raharja (AURA), 2015), hlm. 27.

107
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

penggunaan hukum pidana berlaku juga pada hukum pidana


administrasi.89
Menurut Sudarto bahwa peraturan perundang-undangan
pidana dapat dibagi menurut sifatnya, yaitu: a. Undang-Undang
Pidana dalam ‘arti sesungguhnya’, yaitu Undang-Undang yang
menurut tujuannya, bermaksud mengatur hak memberi pidana
dari negara, jaminan dari ketertiban hukum’, (wetten die, naar
algemene strekking en aanleg, beogenhet strafrecht van de staat,
waarborg der rechtsorde, teregelen), misalnya Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana (KUHP), Undang-Undang Lalu Lintas; b.
peraturan-peraturan hukum pidana dalam Undang-Undang
tersendiri, ialah peraturan-peraturan yang hanya dimaksudkan
untuk memberi sanksi pidana terhadap aturan-aturan mengenai
salah satu bidang yang terletak di luar hukum pidana
(bepalingen, enkel dienende ter strafrechtelijke sanctionnering van
voorschriften welke de regeling beogen van enig onderwerp van
staatszorg dat buiten het gebiet van het strafrechtligt), misalnya
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan.90 Berdasarkan uraian di atas, dapat
diidentifikasi atas karakteristik hukum pidana administrasi,
antara lain:
(1) Kriminalisasinya berkaitan dengan adanya modernisasi dan
perkembangan teknologi;
(2) Norma/aturannya menyimpang dari asas umum dalam
KUHP;
(3) Kejahatannya lebih bersifat terselubung (white collor crime);

89 Barda Nawawi Arief, Penggunaan Sanksi Pidana Dalam Hukum


Administrasi, Makalah yang disampaikan pada Penataran Nasional Hukum Pidana
dan Kriminologi, Diselenggarakan oleh ASPEHUPIKI bekersama dengan Fakultas
Hukum Universitas Surabaya, Hotel Surya Prigen – Pasuruan, Tanggal 13 – 19
Januari 2002, hlm. 2-3.
90 Bambang Suheryadi, Kedudukan Sanksi Pidana dan Sanksi/Tindakan

Administrasi Dalam Sistem Pidana dan Pemidanaan di Indonesia. Tesis Program


Magister Ilmu Hukum Undip, 2002, hlm. 11

108
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

(4) Pada umumnya tindak pidananya berkualifikasi pelanggaran,


namun ada juga kejahatan;
(5) Subyek hukumnya pada umumnya bersifat badan
hukum/korporasi selain manusia pribadi;
(6) Sanksinya dapat lebih berat dari sanksi tindak pidana umum
karena bersifat kumulatif;
(7) Pengaturan hukum pidana materiill dan formilnya dalam satu
Undang-Undang.91

Pedoman Penggunaan Ketentuan Pidana Dalam Peraturan


Perundang-Undangan Administrasi sejak berlakunya Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan, penggunaan ketentuan pidana dalam
perundang-undangan telah ditentukan secara limitatif.
Berdasarkan ketentuan Pasal 15 ayat (1) UU No. 12 Tahun 2011
ditentukan bahwa materi muatan mengenai ketentuan pidana
hanya dapat dimuat dalam: (a) Undang-Undang; (b) Peraturan
Daerah Provinsi; (c) Peraturan Daerah Kabupaten/ Kota.
Sedangkan ketentuan umum tentang jenis pidana (strafsoort) dan
lamanya sanksi pidana (strafmaat) yang dibolehkan diatur dalam
Peraturan Daerah Provinsi maupun Peraturan Daerah
Kabupaten/ Kota, menurut ketentuan Pasal 15 ayat (2) UU No.
12 Tahun 2011 yaitu berupa ancaman pidana kurungan paling
lama 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak Rp
50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). Pengecualian ketentuan
tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 15 ayat (3) UU No.12
Tahun 2011, yaitu Peraturan Daerah Provinsi dan Peraturan
Daerah Kabupaten/Kota dapat memuat ancaman pidana
kurungan atau pidana denda selain dimaksud pada Pasal 15 ayat
(2), sepanjang ada rujukannya yaitu seperti yang diatur dalam

91
Maroni, op.cit., hlm. 28-29.

109
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Peraturan Perundang-undangan lainnya. Pedoman tata cara


penggunaan ketentuan pidana dalam perundang-undangan,
telah ditentukan secara limitatif dalam Lampiran II sub C.3 butir
112 sampai dengan butir 126 UU Nomor 12 Tahun 2011, yaitu:

Tabel 2.2. Pedoman Tata Cara Penggunaan Ketentuan Pidana


dalam Peraturan Perundang-Undangan
Butir Ketentuan
112 Ketentuan pidana memuat rumusan yang menyatakan
penjatuhan pidana atas pelanggaran terhadap ketentuan
yang berisi norma larangan atau norma perintah.
113 Dalam merumuskan ketentuan pidana perlu diperhatikan
asas-asas umum ketentuan pidana yang terdapat dalam
Buku Kesatu Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, karena
ketentuan dalam Buku Kesatu berlaku juga bagi perbuatan
yang dapat dipidana menurut peraturan perundang-
undangan lain, kecuali jika oleh Undang- Undang ditentukan
lain (Pasal 103 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana).
114 Dalam menentukan lamanya pidana atau banyaknya denda
perlu dipertimbangkan mengenai dampak yang ditimbulkan
oleh tindak pidana dalam masyarakat serta unsur kesalahan
pelaku.
115 Ketentuan pidana ditempatkan dalam bab tersendiri, yaitu
bab ketentuan pidana yang letaknya sesudah materi pokok
yang diatur atau sebelum bab ketentuan peralihan. Jika bab
ketentuan peralihan tidak ada, letaknya adalah sebelum bab
ketentuan penutup.
116 Jika di dalam Peraturan Perundang-undangan tidak
diadakan pengelompokan bab per bab, ketentuan pidana
ditempatkan dalam pasal yang terletak langsung sebelum
pasal atau beberapa pasal yang berisi ketentuan peralihan.
Jika tidak ada pasal yang berisi ketentuan peralihan,
ketentuan pidana diletakkan sebelum pasal atau beberapa
pasal yang berisi ketentuan penutup.
117 Ketentuan pidana hanya dimuat dalam Undang-Undang,
Peraturan Daerah Provinsi, dan Peraturan Daerah
Kabupaten/Kota.
118 Rumusan ketentuan pidana harus menyebutkan secara tegas
norma larangan atau norma perintah yang dilanggar dan
menyebutkan pasal atau beberapa pasal yang memuat norma
tersebut. Dengan demikian, perlu dihindari yakni: a.

110
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

pengacuan kepada ketentuan pidana Peraturan Perundang-


undangan lain.

Sumber: Lampiran II sub C.3 butir 112 sampai dengan butir 126
UU Nomor 12 Tahun 2011.

Banyaknya Undang-Undang khusus tersebut juga memiliki


konsekuensi terhadap perkembangan hukum pidana karena
Undang-Undang khusus tersebut pada satu bagiannya
mengatur tentang ketentuan pidana. Undang-undang yang
sebelumnya diadakan untuk keperluan birokrasi pemerintahan
yang bercorak administratif dirumuskan untuk ditegakkan
dengan bantuan hukum pidana. Dari sinilah bermula satu
konsep tentang pidana administrasi karena hukum pidana
didayagunakan untuk membantu menegakkan hukum
administrasi pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya.92
Adanya aspek pidana di dalam Undang-Undang
Administrasi, menimbulkan konsekuensi bahwa penegakan
hukum terhadap Undang-Undang tersebut harus tunduk
dengan prinsip-prinsip yang berlaku di dalam penegakan
hukum pidana. Hal ini mengingat semua aspek pidana yang
terdapat di dalam Undang-Undang Administrasi tersebut
tunduk juga terhadap ketentuan umum hukum yang terdapat di
dalam Buku I KUHP sebagaimana amanat yang telah digariskan
secara tegas di dalam ketentuan Pasal 103 KUHP. Berdasarkan
alasan seperti tersebut di atas, wajar apabila Barda Nawawi
Arief selaku salah seorang Pakar Hukum Pidana Indonesia
mempertanyakan apakah penggunaan hukum pidana dalam
bidang administrasi di Indonesia dapat disamakan dengan
administratif penal law.93 Undang Nomor 31 Tahun 1964

92 Ibid., hlm. 37.


93 M. Arief Amrullah, Kebijakan Hukum Pidana Dalam Undang-Undang
Tentang Perkawinan, Makalah disampaikan sebagai bahan masukan atas Rancangan

111
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

tentang Tenaga Atom mencantumkan sanksi sampai pidana


mati.
Dengan demikian, apabila dibandingan dengan Belanda, di
Indonesia dalam mengimplementasikan kebijakan hukum
pidana (penal policy) di bidang hukum administrasi dapat
dikatakan tidak terdapat perbedaan dengan peraturan
perundang-undangan pidana. Bahkan sekarang terdapat
kecenderungan untuk mencantumkan ketentuan ancaman
pidana yang tinggi, baik pidana penjara maupun denda. Jadi,
lebih berorientasi kepada potential victim daripada actual victim,
atau dengan kata lain lebih ditujukan kepada perlindungan
masyarakat dan pelaku daripada ditujukan kepada
perlindungan korban nyata atau direct victim.94
Penggunaan hukum pidana dalam menanggulangi
kejahatan administrasi, perlu juga memperhatikan “prinsip-
prinsip pembatas” (the limiting principles) dalam menggunakan
sarana penal (hukum pidana), sebagaimana pendapat Nigel
Walker yakni antara lain: (a) jangan hukum pidana digunakan
semata-mata untuk tujuan pembalasan; (b) jangan
menggunakan hukum pidana untuk memidana perbuatan yang
tidak merugikan atau membahayakan; (c) jangan menggunakan
hukum pidana untuk mencapai suatu tujuan yang dapat
dicapai secara lebih efektif dengan sarana-sarana lain yang lebih
ringan; (d) jangan menggunakan hukum pidana apabila
kerugian atau bahaya yang timbul dari pidana lebih besar
daripada kerugian atau bahaya dari perbuatan atau tindak
pidana itu sendiri; (e) larangan-larangan hukum pidana jangan
mengandung sifat lebih berbahaya daripada perbuatan yang

Perubahan Undang-undang Nomor: 1 Tahun 1974 yang diusulkan oleh Badan


Legislasi DPR-RI, tanggal 17 Desember 2002 di Universitas Jember. hlm. 5

94 M. Arief Amrullah, op.cit.

112
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

akan dicegah; (f) hukum pidana jangan memuat larangan-


larangan yang tidak mendapat dukungan kuat dari publik.95

B. Kajian terhadap Asas/Prinsip yang Terkait dengan Penyusunan


Norma.

1. Prinsip good governance


Upaya preventif untuk mencegah terjadinya penyimpangan
melalui hukum administrasi negara adalah dengan good
governance, yaitu penggunaan kekuasaan pemerintah secara
transparan dan partisipatif. Prinsip ini pada dasarnya
merupakan aturan hukum publik yang wajib diikuti oleh
Administrator dalam melaksanakan hukum positif.
Pengaturan kedepannya akan terkait dengan prinsip yang
bersifat prosedural berhubungan dengan proses
pengambilan kebijakan dan prinsip yang bersifat substansial
berkaitan dengan materi atau isi dari kebijakan tersebut.
Materi atau isi dari kebijakan yang dibuat hendaknya
memperhatikan prinsip persamaan (principle of equality),
prinsip kepastian hukum (legal certainty), pelarangan
penyalahgunaan wewenang (prohibition of
‘machtsafwending’), kewajiban untuk berhati-hati (duty of

95 Barda Nawawi Arief, Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan


dan
 Pengembangan Hukum Pidana, (Semarang: PT. Citra Aditya Bakti, 1998),
hlm.48.

113
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

care) dan prinsip berdasarkan alasan (principle of


reasonableness).
2. Asas Kepastian Hukum, adalah asas dalam negara hukum
yang mengutamakan landasan ketentuan peraturan
perundang-undangan, kepatutan, keajegan, dan keadilan
dalam setiap kebijakan penyelenggaraan pemerintahan.
3. Asas Kemanfaatan, adalah manfaat yang harus diperhatikan
secara seimbang antara: (1) kepentingan individu yang satu
dengan kepentingan individu yang lain; (2) kepentingan
individu dengan masyarakat; (3) kepentingan Warga
Masyarakat dan masyarakat asing; (4) kepentingan
kelompok masyarakat yang satu dan kepentingan kelompok
masyarakat yang lain; (5) kepentingan pemerintah dengan
Warga Masyarakat; (6) kepentingan generasi yang sekarang
dan kepentingan generasi mendatang; (7) kepentingan
manusia dan ekosistemnya; (8) kepentingan pria dan wanita
4. Asas Ketidakberpihakan, adalah asas yang mewajibkan
Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dalam menetapkan
dan/atau melakukan Keputusan dan/atau Tindakan dengan
mempertimbangkan kepentingan para pihak secara
keseluruhan dan tidak diskriminatif.
5. Asas Kecermatan, adalah asas yang mengandung arti bahwa
suatu Keputusan dan/atau Tindakan harus didasarkan
pada informasi dan dokumen yang lengkap untuk
mendukung legalitas penetapan dan/atau pelaksanaan
Keputusan dan/atau Tindakan sehingga Keputusan
dan/atau Tindakan yang bersangkutan dipersiapkan dengan
cermat sebelum Keputusan dan/atau Tindakan tersebut
ditetapkan dan/atau dilakukan.
6. Asas tidak menyalahgunakan kewenangan, adalah asas yang
mewajibkan setiap Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan
tidak menggunakan kewenangannya untuk kepentingan

114
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

pribadi atau kepentingan yang lain dan tidak sesuai dengan


tujuan pemberian kewenangan tersebut, tidak melampaui,
tidak menyalahgunakan, dan/atau tidak
mencampuradukkan kewenangan.
7. Asas keterbukaan, adalah asas yang melayani masyarakat
untuk mendapatkan akses dan memperoleh informasi yang
benar, jujur, dan tidak diskriminatif dalam penyelenggaraan
pemerintahan dengan tetap memperhatikan perlindungan
atas hak asasi pribadi, golongan, dan rahasia negara.
8. Asas kepentingan umum, adalah asas yang mendahulukan
kesejahteraan dan kemanfaatan umum dengan cara yang
aspiratif, akomodatif, selektif, dan tidak diskriminatif.
9. Asas pelayanan yang baik, adalah asas yang memberikan
pelayanan yang tepat waktu, prosedur dan biaya yang jelas,
sesuai dengan standar pelayanan, dan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
10. Prinsip Most-Favoured-Nation (MFN), Asas ini menegaskan
bahwa pemerintah harus menerapkan perlakuan yang sama
dan tidak membedakan asal negara terhadap investor.
Maksudnya adalah asas perlakuan pelayanan non
diskriminasi baik terhadap investor domestik maupun
investor asing bahkan terhadap investor asing dari satu
negara dengan investor asing dari negara lainnya. Jadi pada
prinsipnya, semua negara harus diperlakukan atas dasar
yang sama dan semua negara menikmati keuntungan dari
suatu kebijaksanaan perdagangan. Maka berdasarkan
prinsip tersebut. Namun dalam hal pelaksanaannya, prinsip
ini mendapat pengecualian-pengecualian, khususnya
menyangkut kepentingan negara berkembang. Maka di
Indonesia pelaksanaan prinsip ini didasarkan pada
peraturan perundang-undangan dan dengan tetap
memperhatikan kepentingan nasional.

115
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

11. Prinsip National Treatment, Menurut prinsip ini, produk dari


suatu negara yang diimpor ke ke Indonesia harus
diperlakukan sama seperti halnya produk dalam negeri.
Prinsip ini juga berlaku terhadap segala macam pajak dan
pungutan-pungutan lainnya. Selain itu berlaku pula
terhadap berbagai persyaratan dan peraturan yang
mempengaruhi aktivitas perdagangan ataupun penggunaan
produk di pasar dalam negeri. Prinsip ini juga memberikan
perlindungan yang setara terhadap proteksionisme sebagai
akibat upaya-upaya atau kebijakan administratif atau
legislatif.

C. Kajian Terhadap Praktik Penyelenggaraan, Kondisi yang Ada,


Serta Permasalahan yang Dihadapi Masyarakat dalam
Penciptaan Lapangan Kerja di Indonesia.

Indonesia sejak 2010 sampai dengan 2035 memasuki


periode di mana jumlah penduduk usia produktif (15-64 tahun)
lebih besar dibanding penduduk usia non produktif (0-14 tahun
dan 65 tahun ke atas). Pada tahun 2030 angkatan usia
produktif usia 15-64 tahun diperkirakan mencapai 200 juta
orang. Jumlah tersebut mewakili 68 persen dari total populasi
Indonesia. Sedangkan, angkatan tua usia 65 tahun ke atas
hanya sekitar 9 persen. Dengan potensi tersebut, Indonesia
harus mengambil manfaat dari bonus demografi tersebut.
Tingginya angka penduduk usia produktif jika dapat
dimanfaatkan sebaik mungkin, maka akan memberikan
keuntungan besar bagi negara terutama di sektor
perekonomian. Namun, jika tidak maka dapat menimbulkan
dampak negatif bagi Indonesia, seperti tingkat kemiskinan akan
meningkat dengan pesat yang disebabkan oleh lapangan

116
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

pekerjaan yang kurang atau tenaga kerja yang kualitasnya


masih rendah sehingga masyarakat banyak yang menjadi
pengangguran. Hal ini mengakibatkan tenaga kerja tersebut
menjadi tidak produktif sehingga angka beban tanggungan
menjadi tinggi.
Indonesia pada saat ini tengah dihadapkan pada kondisi
pertumbuhan jumlah usia produktif tidak diimbangi dengan
peningkatan kualitas SDM dan ketersediaan lapangan
pekerjaan. Akibatnya, banyak masyarakat Indonesia tidak
memiliki pekerjaan. Rendahnya kualitas SDM membuat pencari
kerja tidak dapat bersaing pada formasi-formasi yang
dibutuhkan oleh dunia kerja atau perusahaan. Di sisi lain,
harus diakui ketersediaan lapangan pekerjaan sangat terbatas.
Selama ini, Pemerintah telah melakukan berbagai upaya
untuk menciptakan lapangan pekerjaan yang mampu menyerap
tingginya tenaga kerja di Indonesia, namun belum
menunjukkan hasil sesuai dengan harapan. Hal tersebut
dikarenakan upaya selama ini dilakukan masih bersifat Parsial.
Berbagai upaya menciptakan lapangan kerja selama ini
terus dilakukan, salah satunya dengan mendorong peningkatan
investasi. Namun, hal tersebut tidak memberikan pengaruh
yang signifikan karena investor enggan berinvestasi di
Indonesia. Salah satunya karena persoalan sulitnya berusaha di
Indonesia. Untuk itu, pemerintah Indonesia melakukan berbagai
upaya untuk meningkatkan kemudahan berusaha di Indonesia
terakhir dengan Presiden mengeluarkan Presiden Nomor 91
Tahun 2017 tentang Percepatan Pelaksanaan Berusaha.96
Dalam Peraturan Presiden Nomor 91 Tahun 2017 pemerintah
mengupayakan simplifikasi dalam hal perizinan dan Peraturan

96 Bagian Menimbang, Peraturan Presiden Nomor 91 Tahun 2017 tentang


Percepatan Pelaksanaan Berusaha.

117
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Pemerintah Nomor 24 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan


Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik atau dikenal dengan
nama Online Single Submission (OSS). Berbagai upaya yang
dilakukan oleh Pemerintah sebagaimana diuraikan di atas
belum menunjukkan hasil yang signifikan dan belum sesuai
dengan yang diharapkan. Hal tersebut dapat terlihat dari
investasi dunia terhadap Indonesia masih rendah (1,97 persen)
dari rata-rata per tahun (2012-2016) sebesar USD 1.417,8
miliar serta capaian target rasio investasi sebesar 32,7 persen
(2012-2016) yaitu di bawah target Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional (RPJMN) sebesar 38,9 persen pada
tahun 2019.97
Kondisi tersebut disebabkan oleh: pertama, tumpang tindih
peraturan. Rumitnya pengurusan perizinan berusaha di
Indonesia disebabkan oleh obesitas regulasi perizinan, yang
selanjutnya memicu terjadinya tumpang tindih peraturan
antara peraturan pusat dan peraturan pelaksana di tingkat
daerah. Permasalahan tumpang tindih ini, menjadi faktor
penyebab terhambatnya investasi di Indonesia karena masih
tingginya superioritas kewenangan pejabat pemberi izin dan ego
sektoral masing – masing kementerian/lembaga/daerah(K/L/D).
Kedua, disharmoni materi regulasi (bertentangan antara satu
dan yang lain). Acap kali, terdapat perbedaan pengaturan antara
pemerintah daerah dan pemerintah pusat dalam menentukan
persyaratan yang harus dipenuhi untuk mendapatkan izin
kegiatan berusaha. Hal ini menyebabkan adanya benturan
persyaratan izin dan kesulitan bagi para calon pelaku usaha di
Indonesia. Ketiga, prosedur perizinan berusaha yang berbelit-
belit. Mekanisme kerja pelayanan berusaha di Indonesia dinilai

97 Pradany Hayyu, “Sinyal Baik dalam Kemudahan Berusaha”,


Mediakeuangan (VOL. XIII / NO. 128 / Mei 2018), hlm. 17.

118
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

memakan waktu lama, tidak transparan, kurang informatif,


sarana dan prasarana pelayanan yang terbatas sehingga
membutuhkan biaya yang tinggi. Realitas tersebut, menjadi
pertimbangan terhadap urgensi mengintegrasikan peraturan
perundang-undangan sektor berusaha untuk mewujudkan
ketertiban, serta menjamin kepastian dan perlindungan hukum.
Perizinan berusaha yang semakin kompleks, saling
tumpang tindih, dualisme pengaturan, tidak harmonis dan
prosedur yang berbelit-belit mendesak pemerintah untuk
menciptakan langkah masif dan progresif yaitu meredesain
perizinan berusaha di Indonesia. Selain penyebab yang telah
dipaparkan di atas, urgensi redesain perizinan berusaha
dilatarbelakangi oleh lemahnya daya saing investasi dan
pertumbuhan sektor swasta di Indonesia. Agenda besar
membangun ekonomi berbasis investasi produktif terancam
kandas atau bergerak lambat jika segala sumbatan di ranah
administrasi dan kebijakan tersebut tak kunjung dilakukan
rekonstruksi.
Persoalan lainnya adalah dunia usaha atau industri
dihadapkan pada persoalan pencari kerja (tenaga kerja) di
Indonesia masih belum memiliki kemampuan atau skill yang
dibutuhkan oleh mereka. Hal tersebut menyebabkan menjadi
salah satu pertimbangan bagi investor untuk berinvestasi di
Indonesia. Di sisi lain, hal tersebut menyebabkan banyaknya
investor yang harus menggunakan tenaga kerja dari luar
Indonesia, sehingga memperkecil jumlah lapangan pekerjaan
bagi tenaga kerja di Indonesia. Persoalan inilah yang sekiranya
ke depan perlu menjadi perhatian serius untuk meningkatkan
kualitas SDM yang memiliki keahlian atau skill sesuai
kebutuhan dunia usaha.
Upaya penciptaan lapangan kerja dengan mendorong
pengembangan UMK-M juga dilakukan oleh Pemerintah. UMKM

119
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

merupakan salah satu pilar perekonomian penting di Indonesia.


Data Kementerian Koperasi dan UKM menunjukkan 62 juta
atau 99% usaha yang di Indonesia adalah UMKM dengan
serapan tenaga kerja sebesar 97%. Hal ini menggambarkan
bahwa lanskap skala usaha yang terdapat di Indonesia adalah
mayoritas merupakan UMKM. Namun, dengan jumlah unit
usaha yang begitu besar, UMKM dinilai belum mampu
mendorong tingkat kesejahteraan masyarakat, utamanya
masyarakat menengah ke bawah, ke arah yang lebih tinggi.
Linear dengan kondisi tersebut, berimplikasi pula terhadap
penyerapan jumlah tenaga kerja di Indonesia yang tidak
signifikan dari sektor UMKM. Hal ini tentunya menjadi
perhatian khusus karena mayoritas masyarakat Indonesia
bergantung pada UMKM.
a. Pengaturan Penyederhanaan Perizinan
Penyederhanaan Perizinan dikelompokkan ke dalam dua
bagian yaitu Perizinan Dasar dan Perizinan Sektor.
Perizinan dasar dikelompokkan dalam tiga bagian yaitu
Perizinan Lokasi, Perizinan Lingkungan, dan Perizinan
Bangunan Gedung (Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan
Sertifikat Layak Fungsi (SLF)).
1) Kondisi saat ini dan permasalahannya
Permasalahan pokok yang dihadapi pelaku usaha
dalam memulai usaha di Indonesia adalah tentang
sulitnya mengurus perizinan untuk melakukan usaha,
pelaku usaha dihadapkan kepada prosedur perizinan
berusaha yang berbelit-belit, banyaknya jenis dan
jumlah perizinan yang harus dimiliki, membutuhkan
waktu lama untuk memproses perizinan, serta biaya
yang tinggi untuk memulai dan menjalankan usaha di
Indonesia. Kondisi ini diperburuk dengan rendahnya
kualitas dan konsistensi regulasi serta maraknya

120
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

korupsi yang mengakibatkan tingginya biaya untuk


mendapatkan perizinan usaha.
Sistem OSS masih menghadapi banyak kendala
dalam implementasinya, permasalahan krusial dalam
implementasi sistem OSS mencakup masih banyaknya
regulasi yang bersifat tumpang tindih, belum
terintegrasinya sistem OSS secara utuh dengan sistem
Kementerian/Lembaga dan Daerah serta kendala masih
beragamnya pengaturan tata laksana (bisnis proses)
perizinan yang diatur dalam NSPK
Kementerian/Lembaga. Permasalahan ini yang
mengakibatkan keberadaan sistem OSS dalam proses
perizinan berusaha di Indonesia belum dapat
mewujudkan mekanisme perizinan berusaha yang ideal.
2) Kondisi yang diharapkan
Menyederhanakan perizinan berusaha, dimana
perizinan berusaha dilakukan dengan waktu yang
relatif singkat, prosedur yang tidak rumit, dan biaya
yang murah. Dengan menerapkan regulasi berbasis
risiko sebagai acuan penetapan jenis perizinan
berusaha yang disertai dengan pelaksanaan inspeksi
untuk kontrol yang efektif, akan menyederhanakan
mekanisme perizinan berusaha dan pada akhirnya
akan memberikan manfaat bagi perekonomian, sosial
dan lingkungan.
b. Pengaturan Persyaratan Investasi
1) Kondisi saat ini dan permasalahannya
Pembatasan jumlah besaran modal dan bidang usaha
investasi yang diatur dalam berbagai Peraturan
perundang-undangan mengakibatkan terhambatnya
pertumbuhan investasi di Indonesia. Berkaitan dengan
persyaratan investasi, terdapat permasalahan

121
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

berkaitan dengan (1) Daftar Negatif Investasi (DNI) dan


Portofolio; (2) Perubahan UU Sektor yang mengatur DNI
& Pembatasan Investasi; (3) Perlindungan UMK; (4)
Penyelenggaraan Urusan Penanaman Modal; (5)
Sengketa Penanaman Modal. Berbagai Undang-Undang
sektor mengatur sendiri-sendiri ketentuan investasi
dan perizinannya, sehingga tidak sinkron dan saling
mengunci baik dari segi kewenangan, persyaratan,
prosedur. Kementerian/Lembaga/Daerah dengan
kewenangan dari Undang-Undang sektor menetapkan
peraturan teknis yang lebih rigid tanpa memperhatikan
sektor lain dan ekosistem investasi.
2) Kondisi yang diharapkan
Pembatasan DNI cukup diatur dalam UU Penanaman
Modal; bidang usaha tertutup yang perlu diatur di UU
yaitu: produksi senjata, mesiu, alat peledak dan
peralatan perang; bidang usaha tertutup lainnya cukup
diatur di dalam Peraturan Presiden, diusulkan untuk
empat bidang usaha yaitu: budidaya ganja, perjudian
kasino, ketentuan CITES, dan pengambilan karang
/koral dari alam; Bidang usaha terbuka dengan
persyaratan: hanya untuk UMK (perlu
mempertimbangkan koperasi tidak masuk dalam DNI),
batasan maksimal PMA: 49%, 67%,75%
(memperhatikan ketentuan UU Perseroan Terbatas);
dan DNI tidak berlaku terhadap penanaman modal
melalui melalui portofolio (pasar modal). Muatan yang
akan diatur adalah mengubah UU Penanaman Modal
yang mengatur ketentuan DNI dan portofolio dan
mencabut ketentuan DNI pada 15 UU sektor: UU
Pelayaran, UU Penerbangan, UU Hortikultura , UU
Perkebunan, UU Peternakan dan Kesehatan Hewan, UU

122
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Jasa Konstruksi, UU Penyiaran, UU Pos, UU Minyak


dan Gas Bumi, UU Pendidikan Tinggi, UU Sistem
Pendidikan Nasional, UU Perbankan, UU Lembaga
Keuangan Mikro, UU Industri Pertahanan, UU Pers.
c. Pengaturan Ketenagakerjaan
1) Kondisi saat ini dan permasalahannya
Ketentuan mengenai upah minimum, outsourcing,
Tenaga Kerja Asing (TKA), Pesangon PHK, definisi kerja
dan jam kerja serta sanksi pidana dinilai masih
memberatkan pelaku usaha maupun tenaga kerja.
2) Kondisi yang diharapkan
Dilakukan pengaturan dengan melakukan perubahan
ketentuan yang mengatur mengenai upah minimum,
outsourcing, Tenaga Kerja Asing (TKA), Pesangon PHK,
definisi kerja dan jam kerja serta sanksi pidana.

d. Pengaturan Kemudahan Berusaha


1) Kondisi saat ini dan permasalahannya
Masih sulitnya kemudahan berusaha di Indonesia,
termasuk diantaranya kemudahan untuk mendapatkan
visa untuk kegiatan maintenance, vokasi, start up,
kunjungan bisnis/ business meeting dan lain
sebagainya.
2) Kondisi yang diharapkan
Perubahan dalam Kemudahan Berusaha, diantaranya:
(1) Investasi yang dapat dijadikan sebagai jaminan
untuk Izin Tinggal Sementara (ITAS)/Izin Tinggal Tetap
(ITAP) dan kemudahan untuk mendapatkan visa untuk
kegiatan maintenance, vokasi, start up, kunjungan
bisnis/ business meeting; (2) fleksibilitas kewajiban
membuat produk atau menggunakan proses paten di
Indonesia; (3) jaminan Impor bahan baku & bahan

123
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

penolong industri: Pengaturan dan penetapan hanya


oleh sektor industri; (4) Penghapusan biaya untuk
Usaha Mikro Kecil/UMK (Produsen); (5) Penghapusan
persyaratan modal Rp 50 juta untuk pendirian PT; (6)
Penyederhanaan bentuk badan usaha: menghapus CV &
UD dan perubahan firma dalam bentuk limited liability
partnership; (7) pendirian badan usaha oleh 1 pihak
yang disahkan oleh Pemerintah: Khusus untuk UMK; (8)
perubahan terhadap Undang-Undang Nomor 6 Tahun
2002 tentang Wajib Daftar Perusahaan; (9) perubahan
kewajiban mendaftar melalui OSS; dan (10) Mencabut
Hinder Ordonantie Stb. 1926 No. 226 juncto Stb. 1940
No.450.

e. Pengaturan Riset dan Inovasi


1) Kondisi saat ini dan permasalahannya
Permasalahan dalam perlindungna terhadap produk
inovasi nasional dalam pengendalian kebijakan
perdagangan luar negeri.
2) Kondisi yang diharapkan
Dalam konteks ini perlu dilakukan perlindungan
terhadap produk inovasi nasional dalam pengendalian
kebijakan perdagangan luar negeri. Lebih lanjut dapat
dilakukan penugasan khusus kepada BUMN untuk
riset, pengembangan dan inovasi. Terakhir, penyediaan
anggaran khusus untuk pembiayaan produk inovasi
strategis.

f. Pengaturan Pengadaan Lahan


1) Kondisi saat ini dan permasalahannya
Masih sulitnya memperoleh lahan dalam melakukan
investasi di Indonesia, terdapat ketidakharmonisan

124
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

antara Undang-Undang Penataan Ruang, UU Pokok-


Pokok Agraria, UU Kehuatanan dan UU sector lainnya.
2) Kondisi yang diharapkan
Kemudahan pengurusan lahan perlu diciptakan
untuk meningkatkan iklim investasi dan penciptaan
lapangan kerja. Salah satunya dengan mengubah
ketentuan Undang-Undang Penataan Ruang mengenai
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) sebelum jangka
waktu 5 tahun untuk kegiatan investasi dengan kriteria
dan persyaratan yang ketat penyusunan dan penetapan
Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) digital dalam jangka
waktu paling lama 1 (satu) tahun.
Kemudahan perlu untuk mengubah ketentuan
Undang-Undang Penataan Ruang dan Undang-Undang
Kehutanan mengenai batas maksimal 30% kawasan
hutan yang harus dipertahankan dari luas daerah aliran
sungai atau pulau.
Pengaturan dalam UU Pokok Agraria atau dalam
RUU tentang Pertanahan mengenai kemudahan dan
percepatan proses pengadaan tanah dan proses
perpanjangan dan pembaharuan Hak Atas Tanah (HGU,
HGB, Hak Pakai) dapat dilakukan di depan setelah
kegiatan usaha mulai beroperasi (tana menunggu
jangka waktu HGU dan HGB selesai/habis).

g. Pengaturan Kawasan Ekonomi


1) Kondisi saat ini dan permasalahannya
Penyelenggaraan KEK tidak terlepas dari hambatan dan
tantangan kedepan diantaranya: Pertama, regulasi
syarat dan prosedur terlalu banyak dan berbelit-belit,
pengaturan fasilitas fiskal banyak yang multi tafsir,
akibat K/L sering kembali mengacu kepada UU sektor.

125
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Kedua, kelembagaan keterbatasan kapasitas koordinasi


Sekretariat Dewan Nasional untuk rentan kendali K/L
dan daerah. Profesionalisme Administrator KEK,
keterbatasan anggaran dan prasarana yang diperoleh
dari Pemerintah Daerah. Ketiga, developer
profesionalitas pengembang kurang memadai,
khususnya dalam menggali sumber pembiayaan,
ketidak pastian besarnya fasilitas fiskal menimbulkan
keraguan pengembang. Keempat. perluasan lingkup
tuntutan agar KEK juga dikembangkan untuk sektor
non-industri memerlukan penyesuaian regulasi. Kelima,
daya saing keunggulan kawasan sejenis di negara
tetangga: fasilitas fiskal lebih pasti, Prosedur lebih
sederhana, proses lebih cepat. Keenam, pelayanan
Investasi Administrator sebagai ujung tombak
pelayanan harus diberi kebebasan menghadapi
dinamika dunia usaha, Sinkronisasi kebijakan sektoral
harus mampu dilaksanakan oleh Sekretariat Dewan
Nasional. Selain itu juga terdapat permasalahan
berkaitan dengan Kawasan Industri dan Kawasan
Ekonomi (Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan
Bebas).
2) Kondisi yang diharapkan
Perubahan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009
tentang Kawasan Ekonomi Khusus, sebagai penutup
dapat disimpulkan bahwa, penyelenggaraan kawasan
ekonomi khusus memelukan pentauran yang khusus
pula, tidak dirujuk kepada pengaturan yang umum
kembali, pengaturan penyelenggaraan kawasan ekonomi
khusus perlu adanya kebijakan yang bersifat strategis
dan terintegasi yang tidak memakan waktu dan
birokratisasi yaitu dapat dilakukan oleh Dewan

126
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Nasional. Arah perubahan dalam Rancangan Undang-


Undang Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 39
tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi Khusus ini,
diharapkan mampu menjawab perubahan ekonomi yang
tidak menentu dan cepat berkembang. Perubahan
terhadap Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang
Perindustrian dan Undang-Undang 44 Tahun 2007
tentang Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas yang
mengakselerasi penyelesaian hambatan regulasi.

h. Pengaturan Kemudahan dan Perlindungan UMK-M


1) Kondisi saat ini dan permasalahannya
UMK-M masih menghadapi permasalahan berkaitan
dengan kriteria UMK-M, Basis Data Tunggal,
Collaborative Processing Kemitraan, Perizinan, Insentif
Fiskal dan Pembiayaan dan Pembagian Urusan
Pemerintahan Bidang UMK-M sehingga dalam
penyelenggaraannya masih tidak efektif dan efisien.
2) Kondisi yang diharapkan
Perubahan berkaitan dengan pengaturan mengenai
kriteria UMK-M, Basis Data Tunggal, Collaborative
Processing Kemitraan, Perizinan, Insentif Fiskal dan
Pembiayaan dan Pembagian Urusan Pemerintahan
Bidang UMK-M.

i. Pengaturan Investasi dan Proyek Pemerintah


1) Kondisi saat ini dan permasalahannya
Masih menghadapi kendala dalam hal pengaturan
investasi dan kemudahan proyek pemerintah terutama
berkaitan dengan tanggung jawab Pemerintah untuk
menyediakan lahan bagi proyek prioritas Pemerintah.

127
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

2) Kondisi yang diharapkan


Melakukan perubahan terhadap Undang-Undang
existing yang mengatur mengenai investasi dan proyek
pemerintah terutama berkaitan dengan pengadaan
lahan.

j. Pengaturan Administrasi Pemerintahan


1) Kondisi saat ini dan permasalahannya
Masih banyaknya permasalahan terkait dengan
administrasi pemerintahan di Indonesia, terutama
berkaitan dengan kewenangan, diskresi yang
mengakibatkan hambatan dalam pelaksanaan
administrasi pemerintahan.
2) Kondisi yang diharapkan
Perubahan UU Administrasi Pemerintahan, UU
Pemerintahan Daerah berkaitan dengan penataan
kewenangan, diskresi dan lain sebagainya.

k. Pengaturan Pengenaan Sanksi


1) Kondisi saat ini dan permasalahannya
Pemberlakuan sanksi pidana dalam UU Administrasi,
menjadikan ketidakefektifan dalam penyelenggaraan
administrasi pemerintahan, penjara yang semakin
penuh akibat adanya pelanggaran pidana dalam UU
Administrasi.
2) Kondisi yang diharapkan
Perlunya adanya perubahan terkait dengan beberapa
pengenaaan sanksi pidana di dalam UU Administrasi.
Pendekatan dilakukan dengan pemberlakuan sanksi
administrasi dan sanksi keperdataan dibandingkan
dengan sanksi pidana.

128
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

D. Kajian terhadap implikasi penerapan sistem baru yang akan


diatur dalam Undang-Undang atau Peraturan Daerah terhadap
aspek kehidupan masyarakat dan dampaknya terhadap aspek
beban keuangan negara.

1. Implikasi Penerapan Sistem Baru yang Akan Diatur Dalam


Rancangan Undang-Undang Terhadap Kehidupan
Masyarakat.
Pada pokoknya RUU Penciptaan Lapangan Kerja
merupakan satu paket reformasi penciptaan lapangan
pekerjaan yang meliputi dua kebijakan utama, yakni:
1) mendorong peningkatan investasi di Indonesia melalui
kemudahan berusaha yang lebih ramah investasi,
meningkatkan daya saing dan menciptakan lapangan
kerja; dan
2) mengembangkan sektor UMK melalui dukungan riset
dan inovasi sehingga UMK dapat berkembang dan
mampu bersaing di dunia usaha.
Kebijakan utama di atas selain meningkatkan jumlah
investasi Indonesia juga meningkatkan jumlah UMK, pada
akhirnya akan berimplikasi terhadap penciptaan lapangan
kerja yang seluas-luasnya.

2. Implikasi Penerapan Sistem Baru yang akan diatur dalam


Undang-Undang terhadap Aspek Beban dan Pendapatan
Keuangan Negara
Pemberlakuan RUU tentang Penciptaan Lapangan
Kerja ini akan berimplikasi terhadap aspek keuangan
negara, baik pada penambahan beban keuangan negara
maupun terhadap peningkatan pendapatan negara.
Penambahan beban negara terjadi sebagai
konsekuensi membangun sistem yang mampu mendukung
kemudahan berusaha (termasuk sarana dan
pendukungnya), memperkuat UMK, membangun sistem

129
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

pendidikan yang mampu memiliki keterhubungan dan


keselarasan (link and match) antara dunia pendidikan
dengan dunia usaha atau industri serta untuk menyusun
berbagai peraturan pelaksana maupun sosialisasi Undang-
Undang Penciptaan Lapangan Kerja maupun peraturan
pelaksanaannya.
Penambahan pendapatan negara dapat terjadi karena
Rancangan Undang - Undang tentang Penciptaan Lapangan
Kerja sebagai efek dari meningkatnya investasi di
Indonesia. Peningkatan investasi akan berdampak pula
pada bertambahnya jumlah perusahaan yang berinvestasi
di Indonesia. Dalam rangka memulai kegiatan membangun
kegiatan berusaha, maka siklus perputaran dana akan
sangat meningkat, transaksi jual beli akan banyak.
Berbagai transaksi tersebut pada akhirnya akan
berkontribusi pada pendapatan negara dari sektor pajak.
Di sisi lain, semakin banyaknya perusahaan di Indonesia,
maka akan membuka lapangan pekerjaan. Sehingga,
jumlah penduduk indonesia yang bekerja akan semakin
meningkat. Hal tersebut tentu akan berpengaruh terhadap
daya beli masyarakat indonesia secara nasional. Akumulasi
dari hal tersebut akan berdampak pada pendapatan negara
dari sektor pajak pendapatan maupun pertambahan nilai.

130
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

BAB III
EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT

A. PENATAAN UNDANG-UNDANG YANG BERKAITAN DENGAN


PENCIPTAAN LAPANGAN KERJA
1. Klaster Undang-Undang yang Dilakukan Penataan dalam
Rangka Penciptaan Lapangan Kerja (RUU tentang Cipta
Lapangan Kerja)
Bab ini menguraikan hasil evaluasi dan analisis terhadap
peraturan perundang-undangan terkait, yang memuat kondisi
hukum yang ada dengan kebutuhan hukum untuk
melaksanakan tiga kebijakan pokok dalam menciptakan
lapangan kerja yaitu:
1. Investasi, yaitu menciptakan ekosistem investasi melalui
pengaturan:
a. Penyederhanaan Perizinan Berusaha—yang meliputi
18 sektor (Klaster 1);
b. Persyaratan Investasi (Klaster 2);
c. Ketenagakerjaan (Klaster 3);
d. Kemudahan Berusaha (Klaster 5);
e. Dukungan Riset dan Inovasi (Klaster 6);
f. Pengadaan Lahan (Klaster 9);
g. Kawasan Ekonomi (Klaster 11);
2. UMK-M, yaitu menciptakan kemudahan dan perlindungan
UMK-M melalui pengaturan:
a. Kriteria UMK-M (Klaster 4);
b. Basis Data Tunggal (Klaster 4);
c. Collaborative Processing (Klaster 4);
d. Kemudahan Perizinan Tunggal (Klaster 4);
e. Kemitraan, Insentif dan Pembiayaan (Klaster 4);

131
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

3. Pemerintah, yaitu Investasi dan Proyek Pemerintah yang


menjadi sumber penciptaan lapangan kerja melalui
pengaturan:
a. Investasi Pemerintah (Klaster 10);
b. Kemudahan Proyek Pemerintah (Klaster 10);
Klaster tersebut di atas merupakan klaster pokok dalam
Penciptaan Lapangan Kerja. Di luar itu, masih terdapat dua
klaster pendukung dari klaster pokok yaitu:
c. Administrasi Pemerintahan (Klaster 7); dan
d. Pengenaan Sanksi (Klaster 8).
Dalam kaitannya dengan hal tersebut di atas, evaluasi
dan analisis dilakukan terhadap 81 (delapan puluh satu)
Undang-Undang dengan penyajian analisis yang
dikelompokkan dalam 11 (sebelas) klaster, dengan
sistematika bahasan sebagai berikut:
Tabel 3.1
Pengklasteran Undang-Undang Terkait
Urutan Nama Klaster
Klaster
1. Penyederhanaan Perizinan Berusaha

132
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Urutan Nama Klaster


Klaster
a. Perizinan Lokasi
b. Perizinan Lingkungan
c. Perizinan Bangunan Gedung (IMB dan SLF)
d. Perizinan Sektor Pertanian
e. Perizinan Sektor Kehutanan
f. Perizinan Sektor Kelautan dan Perikanan
g. Perizinan Sektor ESDM
h. Perizinan Sektor Ketenaganukliran
i. Perizinan Sektor Perindustrian
j. Perizinan Sektor Perdagangan
k. Perizinan Sektor Kesehatan, Obat, dan Makanan
l. Perizinan Sektor Pariwisata
m. Perizinan Sektor Pendidikan dan Kebudayaan
n. Perizinan Sektor Keagamaan
o. Perizinan Sektor Transportasi
p. Perizinan Sektor PUPR
q. Perizinan Sektor Pos, Telekomunikasi, dan
Penyiaran
r. Perizinan Sektor Pertahanan dan Keamanan
2. Persyaratan Investasi
3. Ketenagakerjaan
4. Kemudahan dan Perlindungan UMKM
5. Kemudahan Berusaha
6. Dukungan Riset dan Inovasi
7. Kawasan Ekonomi
a. Kawasan Ekonomi Khusus (KEK)
b. Kawasan Industri (KI)
c. Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan
Bebas
8. Kemudahan dan Perlindungan UMK-M
a. Kriteria UMK-M;
b. Basis Data Tunggal;
c. Collaborative Processing;
d. Kemudahan Perizinan Tunggal;
e. Kemitraan;
f. Perizinan/Kemudahan Perizinan Tunggal;
g. Insentif Fiskal; dan
h. Pembagian Urusan Pemerintah Bidang UMK-M
9. Investasi dan Proyek Pemerintah
a. Investasi Pemerintah;
b. Kemudahan Proyek Pemerintah
10. Administrasi Pemerintahan
11. Pengenaan Sanksi

133
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

2. Daftar Undang-Undang yang Dilakukan Penataan dalam


Rangka Penciptaan Lapangan Kerja (RUU tentang Cipta
Lapangan Kerja)
1) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang;
2) Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2014;
3) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi
Geospasial;
4) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan;
5) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup;
6) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang
Bangunan Gedung;
7) Undang-Undang 6 Tahun 2017 tentang Arsitek;
8) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang
Perkebunan;
9) Undang–Undang Nomor 13 Tahun 2010 tentang
Hortikultura;
10) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2019 tentang Sistem
Budidaya Pertanian Berkelanjutan;
11) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2013 tentang
Perlindungan dan Pemberdayaan Petani;
12) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang
Peternakan dan Kesehatan Hewan;
13) Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2000 tentang
Perlindungan Varietas Tanaman;
14) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang
Kehutanan;

134
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

15) UU Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan


sebagaimana diubah terakhir dengan UU Nomor 45 Tahun
2009 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 2004
tentang Perikanan;
16) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2016 tentang
Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya
Ikan, dan Pertambak Garam;
17) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang
Pertambangan Mineral dan Batubara;
18) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak
dan Gas Bumi;
19) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2014 tentang Panas
Bumi;
20) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang
Ketenagalistrikan;
21) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang
Ketenaganukliran;
22) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang
Perindustrian;
23) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang
Perdagangan;
24) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi
Legal;
25) Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan
Produk Halal;
26) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan;
27) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan;
28) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika;
29) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang
Psikotropika;

135
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

30) Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah


Sakit;
31) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang
Kepariwisataan;
32) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar
Budaya;
33) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional;
34) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang
Pendidikan Tinggi;
35) Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2009 tentang Perfilman;
36) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan
Dosen;
37) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2019 tentang Kebidanan;
38) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2013 tentang Sistem
Pendidikan Kedokteran;
39) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang
Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah;
40) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang
Pelayaran;
41) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Pelayaran;
42) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu
Lintas Angkutan Jalan;
43) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang
Perkretaapian;
44) Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan;
45) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang
Perumahan dan Kawasan Permukiman;
46) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah
Susun;
47) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa
Konstruksi;

136
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

48) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2019 tentang SUmber


Daya Air;
49) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang
Telekomunikasi;
50) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang
Penyiaran;
51) Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2009 tentang Pos;
52) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2012 tentang Industri
Pertahanan;
53) Undang-Undang Nomro 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian;
54) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang
Penanaman Modal;
55) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers;
56) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
sebagaimana diubah terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan;
57) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang
Perbankan Syariah;
58) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan;
59) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial;
60) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem
Jaminan Sosial Nasional;
61) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang
Perlindungan Pekerja Migran;
62) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha
Mikro, Kecil, dan Menengah;
63) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas;

137
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

64) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib


Daftar Perusahaan;
65) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang
Keimigrasian;
66) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten;
67) Staatblad Tahun 1926 Nomor 226 jo. Staatblad Tahun
1940 Nomor 450 tentang Undang-Undang Gangguan
(Hinderordonatie);
68) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah;
69) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan
Usaha Milik Negara;
70) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa;
71) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah sebagaimana diubah terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang
Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2014 tentang Pemerintahan Daerah;
72) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang
Administrasi Pemerintahan;
73) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2014 tentang
Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian;
74) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2019 tentang Sistem
Ilmu Nasional Pengetahuan dan Teknologi;
75) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan
Praktrk Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat;
76) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan
Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum;
77) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang
Perlindungan Lahan Pertanian Berkelanjutan;
78) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kawasan
Ekonomi Khusus;

138
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

79) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2000 tentang


Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 2000 tentang Kawasan
Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas menjadi
Undang-Undang sebagaimana diubah dengan Undang-
Undang Nomor 44 Tahun 2007;
80) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang
Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan;
81) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang
Perkoperasian.

3. Pengelompokan Klaster Undang-Undang yang Dilakukan


Penataan dalam Rangka Kemudahan Berusaha
a. Klaster Penyederhanaan Perizinan
Penyederhanaan Perizinan dikelompokkan ke dalam dua
bagian yaitu Perizinan Dasar dan Perizinan Sektor.
Perizinan dasar dikelompokkan dalam tiga bagian yaitu
Perizinan Lokasi, Perizinan Lingkungan, dan Perizinan
Bangunan Gedung (Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan
Sertifikat Layak Fungsi (SLF)), sebagaimana diuraikan di
bawah ini:
1) Perizinan Lokasi
Perizinan lokasi diatur dalam empat Undang Undang,
yaitu:
a) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang;
b) Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil;

139
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

c) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang


Kelautan; dan
d) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang
Informasi Geospasial.
2) Perizinan Lingkungan
Perizinan Lingkungan diatur dalam dua Undang-
Undang, yaitu:
a) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup;
dan
b) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu
Lintas Angkutan Jalan.
3) Perizinan Bangunan Gedung (Izin Mendirikan
Bangunan (IMB) dan Sertifikat Layak Fungsi (SLF)
Perizinan Bangunan Gedung (Izin Mendirikan
Bangunan (IMB) dan Sertifikat Layak Fungsi (SLF)
diatur dalam dua Undang-Undang, yaitu:
a) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang
Bangunan Gedung; dan
b) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2017 tentang
Arsitek.

Kemudian Perizinan Sektor dikelompokkan dalam lima


belas sektor yaitu:
4) Perizinan Sektor Pertanian
Pengaturan perizinan sektor pertanian terdapat dalam
enam undang-undang, yaitu:
a) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang
Perkebunan;
b) Undang–Undang Nomor 13 Tahun 2010 tentang
Hortikultura;

140
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

c) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2019 tentang


Sistem Budidaya Pertanian Berkelanjutan;
d) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang
Peternakan dan Kesehatan Hewan jo Undang-Undang
Nomor 41 Tahun 2014;
e) Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2000 tentang
Perlindungan Varietas Tanaman; dan
f) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2013 tentang
Perlindungan dan Pemberdayaan Petani.
5) Perizinan Sektor Kehutanan
Peizinan Sektor Kehutanan terdiri atas dua Undang-
Undang, yaitu Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999
tentang Kehutanan.
6) Perizinan Sektor Kelautan dan Perikanan
Perizinan Sektor Kelautan dan Perikanan terdiri atas
empat Undang-Undang, yaitu:
a) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang
Perikanan sebagaimana diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun
2004 tentang Perikanan;
b) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2016 tentang
Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan,
Pembudidaya Ikan, dan Petambak Garam;
c) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang
Kelautan; dan
d) Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

141
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

7) Perizinan Sektor Energi dan Sumber Daya Mineral


(ESDM)
Perizinan Sektor Energi dan Sumber Daya Mineral
(ESDM) diatur dalam empat Undang-Undang, yaitu:
a) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang
Pertambangan Mineral dan Batubara;
b) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang
Minyak dan Gas Bumi;
c) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2014 tentang
Panas Bumi; dan
d) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang
Ketenagalistrikan.
8) Perizinan Sektor Ketenaganukliran
Perizinan Sektor Ketenaganukliran terdiri atas satu
Undang-Undang yaitu Undang-Undang Nomor 10
Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran.
9) Perizinan Sektor Perindustrian
Perizinan Sektor Perindustrian terdiri atas satu
Undang-Undang yaitu Undang-Undang Nomor 3 Tahun
2014 tentang Perindustrian.
10) Perizinan Sektor Perdagangan
Perizinan Sektor Perdagangan terdiri atas tiga Undang-
Undang, yaitu:
a) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang
Perdagangan;
b) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang
Metrologi Legal; dan
c) Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang
Jaminan Produk Halal.
11) Perizinan Sektor Kesehatan, Obat dan Makanan
Perizinan Sektor Kesehatan, Obat dan Makanan terdiri
atas lima Undang- Undang, yaitu:

142
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

a) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang


Pangan;
b) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan;
c) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika;
d) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang
Psikotropika; dan
e) Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang
Rumah Sakit.
12) Perizinan Sektor Pariwisata
Perizinan Sektor Pariwisata terdiri atas dua Undang-
Undang, yaitu:
a) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang
Kepariwisataan; dan
b) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang
Cagar Budaya.
13) Perizinan Sektor Pendidikan dan Kebudayaan
Perizinan Sektor Pendidikan dan Kebudayaan terdiri
atas tujuh Undang-Undang, yaitu:
a) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional;
b) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang
Pendidikan Tinggi;
c) Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2009 tentang
Perfilman;
d) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang
Cagar Budaya;
e) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru
dan Dosen;
f) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2019 tentang
Kebidanan; dan

143
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

g) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2013 tentang


Sistem Pendidikan Kedokteran.
14) Perizinan Sektor Keagamaan
Perizinan Sektor Keagamaan terdiri atas satu Undang-
Undang, yaitu Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019
tentang Ibadah Haji dan Umrah.
15) Perizinan Sektor Transportasi
Perizinan Sektor Transportasi terdiri atas empat
Undang-Undang, yaitu:
a) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang
Pelayaran;
b) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang
Penerbangan;
c) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu
Lintas Angkutan Jalan; dan
d) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang
Perkeretaapian.
16) Perizinan Sektor Pekerjaan Umum dan Perumahan
Rakyat (PUPR)
Perizinan Sektor Pekerjaan Umum dan Perumahan
Rakyat (PUPR) terdiri empat tiga Undang-Undang, yaitu:
a) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2019 tentang
Sumber Daya Air;
b) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2007 tentang Jasa
Konstruksi;
c) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang
Perumahan dan Kawasan Permukiman; dan
d) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang
Rumah Susun.
17) Perizinan Sektor Pos, Telekomunikasi dan Penyiaran
Perizinan Sektor Pos, Telekomunikasi dan Penyairan
terdiri atas tiga Undang-Undang, yaitu:

144
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

a) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang


Telekomunikasi;
b) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang
Penyiaran; dan
c) Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2009 tentang Pos
18) Perizinan Sektor Pertahanan dan Keamanan
Perizinan Sektor Pertahanan dan Keamanan terdiri atas
dua Undang-Undang, yaitu:
a) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2012 tentang
Industri Pertahanan; dan
b) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang
Kepolisian.

b. Klaster Persyaratan Investasi


Klaster Persyaratan Investasi terdiri atas 14 (empat belas)
Undang-Undang yaitu:
1) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang
Penanaman Modal;
2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2010 tentang
Hortikultura;
3) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang
Perkebunan;
4) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang
Peternakan dan Kesehatan Hewan jo Undang-Undang
Nomor 41 Tahun 2017;
5) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang
Penyiaran;
6) Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2009 tentang Pos;
7) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers;
8) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang
Penerbangan;

145
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

9) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang


Pelayaran;
10) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2012 tentang
Industri Pertahanan;
11) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa
Konstruksi;
12) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun
1998 tentang Perbankan;
13) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang
Perbankan Syariah; dan
14) Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil jo
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014.

c. Klaster Ketenagakerjaan
Klaster Ketenagakerjaan terdiri atas satu Undang-Undang,
yaitu Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan.

d. Klaster Kemudahan Berusaha


Klaster Kemudahan Berusaha terdiri atas sepuluh Undang-
Undang, yaitu:
1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang
Keimigrasian;
2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten;
3) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2016 tentang
Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan,
Pembudidaya Ikan, dan Petambak Garam;
4) Staatblad Tahun 1926 Nomor 226 jo. Staatblad Tahun
1940 Nomor 450 tentang Undang-Undang Gangguan
(Hinderordonnantie);

146
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

5) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang


Perseroan Terbatas;
6) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah;
7) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa;
8) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang
Pertambangan Mineral dan Batubara;
9) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak
dan Gas Bumi; dan
10) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang
Perkoperasian.

e. Klaster Dukungan Riset dan Inovasi


Klaster Dukungan Riset dan Inovasi terdiri atas dua
Undang-Undang, yaitu:
1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang
Perdagangan; dan
2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan
Usaha Milik Negara.

f. Klaster Pengadaan Lahan


Klaster Pengadaan Lahan terdiri atas lima Undang-Undang,
yaitu:
1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang
Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk
Kepentingan Umum;
2) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang
Kehutanan;
3) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2019 tentang Sistem
Budi Daya Pertanian Berkelanjutan;
4) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang
Perlindungan Lahan Pertanian Berkelanjutan; dan

147
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

5) RUU Pertanahan.

g. Klaster Kawasan Ekonomi


Klaster Kawasan Ekonomi dibagi menjadi tiga sub klaster
yaitu Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), Kawasan Industri
(KI), dan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan
Bebas (KPBPB). Kawasan Ekonomi Khusus dan Kawasan
Industri, terdiri atas 3 (tiga) Undang-Undang, yaitu:
1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang
Kawasan Ekonomi Khusus;
2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2000 tentang
Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebabas
(KPBPB) jo Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2007
tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 36 Tahun
2000; dan
3) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang
Perindustrian.

h. Klaster Kemudahan dan Perlindungan UMK-M


Klaster Kemudahan dan Perlindungan UMK-M terdiri atas
lima Undang-Undang, yaitu:
1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha
Mikro Kecil dan Menengah;
2) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang
Perindustrian;
3) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib
Daftar Perusahaan;
4) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2010 tentang
Hortikultura; dan
5) Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan.

i. Klaster Investasi dan Proyek Pemerintah

148
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Klaster Investasi dan Proyek Pemerintah meliputi Investasi


Pemerintah dan Kemudahan Proyek Pemerintah dimana
terdapat norma-norma baru yang dibentuk berkaitan
dengan kedua substansi tersebut.

j. Klaster Administrasi Pemerintahan


Klaster Administrasi Pemerintahan terdiri atas dua
Undang-Undang, yaitu:
1) Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi
Pemerintahan; dan
2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah jis Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2015 dan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015.

k. Klaster Pengenaan Sanksi


Klaster sanksi terdiri atas 50 (lima puluh) Undang-Undang,
yaitu:
1) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang;
2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun
2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-
Pulau Kecil;
3) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang
Kelautan;
4) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup;
5) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang
Bangunan Gedung;
6) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Arsitek;
7) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang
Perkebunan;

149
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

8) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2010 tentang


Hortikultur;
9) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2019 tentang
Sistem Budidaya Pertanian Berkelanjutan;
10) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 sebagaimana
telah diubah Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014
tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan;
11) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2013 tentang
Perlindungan dan Pemberdayaan Petani;
12) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang
Kehutanan;
13) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang
Perikanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-
Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan
atas;
14) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2016 tentang
Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan,
Pembudidaya Ikan, dan Petambak Garam;
15) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang
Pertambangan Mineral dan Batubara;
16) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang
Minyak dan Gas Bumi;
17) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2014 tentang Panas
Bumi;
18) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang
Ketenagalistrikan;
19) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 Tentang
Ketenaganukliran;
20) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang
Perindustrian;
21) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang
Perdagangan;

150
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

22) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2016 tentang


Jaminan Produk Halal;
23) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang
Pangan;
24) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika;
25) Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang
Rumah Sakit;
26) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan;
27) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang
Kepariwisataan;
28) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional;
29) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang
Pendidikan Tinggi;
30) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang
Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah;
31) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang
Pelayaran;
32) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang
Penerbangan;
33) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu
Lintas Angkutan Jalan;
34) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang
Perkeretaapian;
35) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa
Konstruksi
36) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang
Perumahan dan Kawasan Permukiman;
37) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang
Rumah Susun;

151
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

38) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2019 tentang


Sumber Daya Air;

39) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang


Telekomunikasi;

40) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang


Penyiaran;

41) Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2009 tentang Pos;

42) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2012 tentang


Industri Pertahanan;

43) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2014 tentang


Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian;

44) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2019 tentang


Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi;

45) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Praktek


Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat;

46) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang


Perlindungan Pekerja Migran Indonesia;

47) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers;

48) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang


Ketenagakerjaan;

49) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang


Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan;
dan

50) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang


Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.

152
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

B. ANALISA DAN EVALUASI TERKAIT PENYEDERHANAAN


PERIZINAN

Berdasarkan praktik internasional, perizinan digunakan


sebagai pengecualian untuk aktivitas usaha yang terbatas, dimana
terdapat kepentingan publik yang terdampak karena timbulnya
risiko terhadap kesehatan, keselamatan, keamanan, dan
lingkungan. Jaminan kepastian berusaha merupakan prasyarat
utama untuk melakukan kegiatan usaha di suatu negara. Dalam
konteks itu, perizinan merupakan pintu masuk untuk meyakinkan
pelaku usaha bahwa modal yang ditanam akan tumbuh dan
berkembang dalam suatu lingkungan usaha yang kondusif.
Dengan kondisi ideal tersebut, pelaku usaha dapat memperoleh
layanan dengan mudah, efisien dan berkepastian tanpa harus
mengorbankan aspek keselamatan lingkungan dan proteksi sosial
yang menjadi bagian penting dari setiap kegiatan perekonomian.
Dalam beberapa dekade terakhir permasalahan pokok yang
dihadapi pelaku usaha dalam memulai usaha di Indonesia adalah
tentang sulitnya mengurus perizinan untuk melakukan usaha,
pelaku usaha dihadapkan kepada prosedur perizinan berusaha
yang berbelit-belit, banyaknya jenis dan jumlah perizinan yang
harus dimiliki, membutuhkan waktu lama untuk memproses
perizinan, serta biaya yang tinggi untuk memulai dan
menjalankan usaha di Indonesia. Kondisi ini diperburuk dengan
rendahnya kualitas dan konsistensi regulasi serta maraknya
korupsi yang mengakibatkan tingginya biaya untuk mendapatkan
perizinan usaha.
Kehadiran sistem OSS sebagai mekanisme baru dalam bisnis
proses perizinan berusaha di Indonesia, sangat diharapkan
sebagai satu terobosan untuk mengatasi hambatan pelaksanaan
kegiatan usaha di Indonesia. Sistem OSS yang memanfaatkan
teknologi informasi dalam penyelenggaraan layanannya

153
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

merupakan reformasi layanan perizinan usaha di Indonesia,


dimana sistem OSS hadir dengan semangat untuk memberikan
kemudahan dan kepastian berusaha.
Namun demikian OSS masih menghadapi banyak kendala
dalam implementasinya, permasalahan krusial dalam
implementasi sistem OSS mencakup masih banyaknya regulasi
yang bersifat tumpang tindih, belum terintegrasinya sistem OSS
secara utuh dengan sistem Kementerian/Lembaga dan Daerah
serta kendala masih beragamnya pengaturan tata laksana (bisnis
proses) perizinan yang diatur dalam NSPK Kementerian/Lembaga.
Permasalahan ini yang mengakibatkan keberadaan sistem OSS
dalam proses perizinan berusaha di Indonesia belum dapat
mewujudkan mekanisme perizinan berusaha yang ideal.

1. Perizinan Dasar
Analisis dan evaluasi peraturan perundang-undangan
terkait perizinan dasar meliputi 3 (tiga) perizinan, yakni: (a)
Perizinan Lokasi; (b) Perizinan Lingkungan; dan (c) Perizinan
Bangunan Gedung (IMB dan SLF).
a. Perizinan Lokasi
Saat ini iklim investasi dan kemudahan berusaha di
Indonesia mengalami kendala, antara lain disebabkan
oleh kondisi peraturan perundang-undangan yang
melingkupinya. Proses atau alur perizinan dan starting
bussiness di Indonesia dibentuk dari berbagai peraturan
perundang-undangan tersebut. Setiap usaha memerlukan
lokasi atau tempat berusaha.
Berikut ini terdapat beberapa isu terkait lokasi
tersebut, yaitu:

154
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

(1) kesesuaian ruang antara lokasi kegiatan usaha


dengan rencana tata ruang dan kesesuaian
pemanfaatan lahan, baik di darat maupun di laut;
(2) kepastian penguasaan, pemanfaatan, pemilikan, dan
penggunaan tanah oleh investor; dan
(3) kepastian pengadaan tanah bagi investor, termasuk di
dalam kawasan hutan.

Kesesuaian rencana lokasi usaha dengan rencana


tata ruang memerlukan kriteria kepastian dan kecepatan
dalam pemberian rekomendasi kesesuaiannya. Untuk itu
diperlukan ketersediaan rencana tata ruang yang
menyeluruh dan komprehensif, serta tidak
membingungkan investor dalam pemenuhan kesesuaian
terhadap rencana tata ruang dan kesesuaian pemanfaatan
lahan. Disamping itu, kecepatan pemberian kepastian
kesesuaian lokasi menjadi sangat penting untuk
kemudahan berinvestasi. Untuk itu, seluruh pengaturan
terkait kecepatan dan pemenuhan kepastian terkait
kesesuaian lokasi tanah dan ruang terhadap suatu
rencana investasi atau usaha perlu ditinjau.
Terdapat dua aspek terkait pemenuhan kepastian
tersebut, yaitu pertama, segi ketersediaan rencana tata
ruang/rencana tata guna tanah sebagai dasar, termasuk
kepastian akan kesesuaian dalam kawasan hutan,
kesesuaian pemanfaatan ruang di dalam bumi, di atas
bumi, atau di perairan (aspek substansi), dan kedua, segi
tata cara pemenuhan kepastian kesesuaian rencana tata
ruang/tata guna tanah dengan lokasi investasi (aspek
formal). Sementara itu, kepastian terkait Penguasaan,
Pemanfaatan, Pemilikan, dan Penggunaan Tanah (P4T)
oleh investor adalah terkait kepastian terhadap

155
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

keberlangsungan usaha dan investasi dalam melakukan


pemanfaatan dan penggunaan tanah. Untuk itu,
pengaturan terkait P4T itu haruslah dapat menjamin
terhadap hal-hal tersebut. Kepastian terkait P4T tersebut
termasuk juga pemenuhan kepastian dalam rangka
pengadaan tanah bagi kepentingan investasi dan usaha.
Undang-Undang yang dianalisis terkait kesesuaian
lokasi dengan rencana tata ruang, adalah:

1) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang


Penataan Ruang

Dalam kaitan dengan omnibus law terhadap


Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang (UU Penataan Ruang) terdapat
ketentuan yang dilakukan perubahan.
Pertama, penyederhanaan hierarki Rencana Tata
Ruang, terkait dengan dihapuskannya ketentuan
mengenai:
 Rencana Tata Ruang Kawaan Strategis Provinsi (RTR
KSP), dan Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis
Kabupaten/Kota (RTR KS Kab/Kota);
 Rencana Tata Ruang Kawasan Megapolitan (RTR Kaw
Metropolitan);
 Rencana Tata Ruang Kawasan Perdesaan (RTR Kaw
Perdesaan);
 Rencana Tata Ruang Kawasan Agropolitan (RTR Kaw
Agropolitan).

Hal ini dilakukan dalam rangka


menyederhanakan hierarki peraturan perundang-
undangan, sehingga rencana tata ruang di daerah
difokuskan pada RTRW dan RDTR saja. Dengan
demikian hal ini berimplikasi terhadap pemerintah

156
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

yang fokus terhadap penyelesaian RTR yang memang


wajib disediakan yaitu RTRW dan RDTR.
Dengan adanya perubahan tersebut, maka
ketentuan dalam UU Penataan Ruang yang mengatur
mengenai RTR KSP, RTR KS Kab/Kota, RTR Kaw
Metropolitan, RTR Kaw Perdesaan, RTR Kaw
Agropolitan diubah atau dicabut sebagaimana
terlampir dalam Naskah Akademis Rancangan
Undang-Undang ini.
Kedua, khusus untuk RRTR/RDTR
mempertimbangkan hal tersebut di atas, dan cakupan
wilayahnya juga tidak terlalu besar, sehingga dapat
dipertimbangkan bahwa penetapan rencana rinci tata
ruang di daerah ditetapkan dengan Peraturan Kepala
Daerah dengan tetap memperhatikan aspirasi publik,
misalnya melalui Konsultasi Publik. Dalam konteks
ini, diarahkan bahwa sudah dilakukan konsultasi
publik termasuk dengan DPRD sebelum pengajuan
persetujuan substansi ke Menteri ATR/BPN. Dalam
hal telah diberikan persetujuan substansi Menteri
ATR/BPN, Pemerintah Kabupaten/Kota wajib
menetapkan Peraturan Kepala Daerah.
Apabila Rancangan Peraturan Kepala Daerah
tentang RDTR yang telah mendapatkan persetujuan
substansi menteri tidak ditetapkan dalam jangka
waktu 1 (satu) bulan maka maka Rancangan
Peraturan Kepala Daerah tentang RDTR ditetapkan
dalam bentuk Peraturan Menteri oleh menteri yang
membidangi penataan ruang.
Perubahan di atas berimplikasi pada waktu
penetapan RDTR lebih cepat, sehingga penyediaan
dasar kesesuaian lokasi usaha dengan rencana tata

157
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

ruang menjadi lebih cepat dan biaya yang murah.


Dalam konteks kurangnya legitimasi publik, dapat
diantisipasi dengan tetap melakukan konsultasi publik
yang dilakukan sesuai dengan Asas-Asas Umum
Pemerintahan Yang Baik (AAUPB). Oleh karena itu
diusulkan untuk penambahan pengaturan melalui
Omnibus Law ini, antara lain:
 Sebelum diajukan persetujuan substansi kepada
Menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang penataan ruang,
Rancangan Peraturan Kepala Daerah
Kabupaten/Kota tentang RDTR kabupaten/kota
terlebih dahulu dilakukan konsultasi publik
termasuk dengan DPRD. Dalam hal telah diberikan
persetujuan subtansi Menteri, Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota wajib menetapkan Peraturan
Kepala Daerah Kabupaten/Kota tentang RDTR
tersebut.
 Apabila bupati/walikota tidak menetapkan RDTR
dalam jangka waktu 1 (satu) bulan, maka RDTR
ditetapkan dengan Peraturan Menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
penataan ruang.

Lebih lanjut, dalam rangka mendukung upaya


percepatan penyusunan Rencana Tata Ruang yang
disusun oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah, dan
pembinaannya oleh Kementerian ATR/BPN secara
terkoordinasi lintas K/L, maka diperlukan
penyederhaaan dan pengintegrasian proses validasi
KLHS, rekomendasi Peta Dasar dan Peta Tematik.

158
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Dengan demikian diusulkan untuk penambahan


pengaturan melalui Omnibus Law ini, antara lain:
 Pelaksanaan penyusunan rencana tata ruang
dilakukan dengan tetap memperhatikan aspek daya
dukung dan daya tampung lingkungan hidup
sebagai suatu kajian lingkungan hidup strategis
serta kesesuaian ketelitian peta rencana tata ruang.
 Pemenuhan kajian lingkungan strategis dilakukan
melalui analisis daya dukung dan daya tampung
lingkungan hidup dalam proses penyusunan
rencana tata ruang.
 Pemenuhan kesesuaian ketelitian peta rencana tata
ruang dilakukan melalui penyusunan peta rencana
tata ruang berdasarkan peta Rupabumi Indonesia
yang ditetapkan oleh kementerian/ lembaga yang
membidangi informasi geospasial.
 Dalam hal peta Rupabumi Indonesia tidak tersedia,
maka penyusunan rencana tata ruang
mempergunakan peta format digital dengan
ketelitian detail informasi sesuai dengan skala
perencanaan rencana tata ruang; dan/atau peta
tematik pertanahan.
Ketiga, mencabut ketentuan mengenai rencana
rinci tata ruang sebagaimana diatur dalam ketentuan
Pasal 24 UU Penataan Ruang yang berbunyi: (1)
“Rencana rinci tata ruang sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 14 ayat (3) huruf b ditetapkan dengan
peraturan daerah provinsi. (2) Ketentuan mengenai
muatan, pedoman, dan tata cara penyusunan rencana
rinci tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan peraturan Menteri.”

159
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Keempat, perubahan terhadap Pasal 20 ayat (4)


dan ayat (5), Pasal 23 ayat (4) dan ayat (5), Pasal 26
ayat (5) dan ayat (6), yang mengatur mengenai jangka
waktu peninjauan kembali atas rencana tata ruang
yaitu 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun, dapat
ditafsirkan bahwa peninjauan kembali rencana tata
ruang dilakukan satu kali dalam lima tahun, baik di
tahun kedua, ketiga, keempat, dan kelima. Namun
demikian, perlu penegasan kriteria peninjauan
kembali dalam UU maupun peraturan
pelaksanaannya.
Saat ini, berdasarkan Permen Agraria dan Tata
Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 6
Tahun 2017 tentang Tata Cara Peninjauan Kembali
Rencana Tata Ruang Wilayah, Menteri Agraria dan
Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional
menafsirkan bahwa peninjauan kembali rencana tata
ruang dilakukan setelah rencana tata ruang tersebut
berlaku setelah 5 (lima) tahun. Kebijakan tersebut
mempertimbangkan bahwa mengingat suatu rencana
tata ruang dibuat seyogyanya tidak diubah dengan
mudah, oleh karena merupakan pedoman dalam
penyusunan kebijakan lainnya.
Terhadap hal tersebut, peninjauan kembali dapat
dilakukan sebelum rencana tata ruang tersebut
mencapai 5 (lima) tahun semenjak penetapannya.
Namun perlu terlebih dahulu ditentukan kriteria
kondisi atau kebutuhan khusus/strategis yang
memungkinkan dapat dilakukannya peninjauan
kembali selain bencana alam skala besar, perubahan
batas teritorial negara, dan perubahan batas wilayah
daerah.

160
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Kelima, diantara Pasal 33 dan Pasal 34


ditambahkan pasal baru, yakni Pasal 33A. Dalam
rangka mengakomodasi kegiatan pemanfaatan ruang
akibat adanya dinamika pembangunan dan kebijakan
nasional baru yang dapat memberikan manfaat bagi
kepentingan umum, perlu dibuka
kemungkinan dapat dilaksanakannya
kegiatan pemanfaatan ruang yang belum terakomodasi
dalam rencana tata ruang dengan kriteria dan
persyaratan tertentu. Hal ini memiliki implikasi positif
yaitu dapat lebih mengakomodasi perubahan
kebijakan nasional yang sangat diperlukan dan
bersifat mendesak, serta strategis dalam suatu
rencana tata ruang.
Keenam, ketentuan yang memuat pengaturan
terkait Izin Pemanfaatan Ruang diganti dengan
istilah/frasa “kesesuaian dengan rencana tata ruang”
sebagaimana dimuat dalam Pasal 1 angka 32, Pasal 20
ayat (1) huruf f, Pasal 23 ayat (1) huruf f, Pasal 26 ayat
(1) huruf f, Pasal 26 ayat (3), Pasal 35, Pasal 37, Pasal
44 ayat (2) huruf e, Pasal 51 ayat (2) huruf e, Pasal 60
huruf e dan f, Pasal 61 huruf b dan c, Pasal 63 huruf e
dan f, Pasal 70 ayat (1), Pasal 71, Pasal 73, dan Pasal
77 ayat (3).
Pengendalian kesesuaian pemanfaatan ruang
dengan rencana tata ruang dapat diwujudkan dalam
bentuk konfirmasi kesesuaian dengan rencana tata
ruang. Hal tersebut memerlukan beberapa kondisi
tertentu:
(1) Ketersediaan rencana rinci tata ruang/rencana
detail tata ruang (RRTR/RDTR) atau Rencana
Tata Ruang Wilayah yang telah mengakomodasi

161
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

aspek daya dukung daya tampung lingkungan


secara detail;
(2) RTRW atau RDTR tersebut telah berwujud data
digital sehingga dapat langsung diakses dan
diaplikasikan secara online;
(3) Perlunya pengaturan kelembagaan yang
menetapkan konfirmasi kesesuaian dengan
rencana tata ruang, yang dilakukan sesuai
dengan kewenangan dan dilaksanakan
terintegrasi dengan sistem OSS.

Berdasarkan hal tersebut, izin lokasi dapat


dilakukan tidak dalam bentuk izin tetapi dalam
bentuk konfirmasi tata ruang apabila kondisi tertentu
sebagaimana tersebut di atas terpenuhi.
Di samping pasal di atas, terdapat beberapa pasal
terkait dengan Izin Pemanfaatan Ruang, yakni Pasal 1
angka 32, Pasal 20 ayat (1) huruf f, Pasal 23 ayat (1)
huruf f, Pasal 26 ayat (1) huruf f, Pasal 26 ayat (3),
Pasal 35, Pasal 37, Pasal 44 ayat (2) huruf e, Pasal 51
ayat (2) huruf e, Pasal 60 huruf e dan f, Pasal 61 huruf
b dan c, Pasal 63 huruf e dan f, Pasal 70 ayat (1),
Pasal 71, Pasal 73, dan Pasal 77 ayat (3) berbagai
ketentuan ini menjadi salah satu penyebab lambannya
peroses perizinan, karena menambah perizinan yang
diperlukan untuk memulai kegiatan usaha. Oleh
karena itu, ketentuan yang memuat pengaturan
terkait Izin pemanfaatan ruang dalam berbagai pasal
tersebut diganti dengan istilah/frasa “kesesuaian
dengan rencana tata ruang”.

Ketujuh, perubahan dengan memberikan


kejelasan pengertian prinsip berjenjang dan

162
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

komplementer, sehingga dasar perizinan menjadi jelas.


Selama ini, prinsip berjenjang dan komplementer,
masih dirasakan belum jelas dalam implementasinya.
Hal ini dapat dilihat pada tahap penyusunan rencana
tata ruang dan pemanfaatan ruang.
Untuk menghindari pertentangan pengaturan
peruntukan ruang maupun dalam rencana struktur
ruang, antara yang diatur di dalam RTR KSN, RTRW
Provinsi maupun yang diatur di dalam RTRW
Kab/kota diperlukan penegasan terkait cakupan
pengaturan yang diatur dalam RTR Nasional, provinsi,
maupun kabupaten/kota, serta dalam hal terjadi
pertentangan perlu penegasan pengaturan bahwa
rencana tata ruang yang secara hierarki lebih tinggi
menafikan yang lebih rendah. Definisi “berjenjang”
pada Pasal 6 ayat (2) tersebut belum diatur secara
jelas kriterianya. Pada Penjelasan Pasal 6 ayat (2),
hanya dijelaskan “komplementer” dalam hal terjadinya
kondisi ideal, belum diatur dalam hal terjadinya
tumpang tindih.
Guna terjaganya keserasian dan keterpaduan
penataan ruang nasional provinsi, dan
kabupaten/kota, perlu adanya bridging kriteria
kedalaman substansi/materi muatan masing-masing
rencana umum tata ruang yang selanjutnya dirincikan
ke dalam Permen tentang Pedoman Penyusunan
rencana tata ruang. Dalam hal terdapat pertentangan
pengaturan rencana tata ruang pada tahap
penyusunannya, yang menjadi acuan adalah
peraturan yang lebih tinggi. Dalam hal terdapat
pertentangan antara peraturan yang lebih tinggi dan
yang lebih rendah maka yang digunakan dalam

163
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

pemberian izin pemanfaatan ruang adalah yang lebih


tinggi.
Dengan demikian, rumusan Penjelasan Pasal 6
ayat (2) ditambahkan dengan memberikan penjelasan
bahwa:

“yang dimaksud berjenjang adalah rencana tata


ruang wilayah nasional menjadi acuan dalam
penyusunan rencana tata ruang wilayah provinsi
dan kabupaten kota, dan rencana tata ruang
wilayah provinsi menjadi acuan bagi
penyusunan rencana tata ruang kabupaten/
kota.”

Kedelapan, perubahan berkaitan dengan


pengaturan ketentuan batas minimal kawasan hutan,
sebagaimana tertuang dalam Pasal 17 ayat (5) yang
menyebutkan bahwa:

“Dalam rangka pelestarian lingkungan, dalam


rencana tata ruang wilayah ditetapkan kawasan
hutan paling sedikit 30% dari luas daerah aliran
sungai (DAS).”

Pengaturan ketentuan batas minimal kawasan


hutan untuk beberapa kawasan tertentu sulit untuk
diimplementasikan seperti di Pulau Jawa, Lampung,
dan Bali. Namun perlu dirumuskan escape clause
dalam kondisi atau kriteria tertentu beberapa DAS
dapat kurang dari 30%, yang kriterianya diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Adapun
perubahan yang diusulkan menjadi:

a. “Dalam rangka pelestarian lingkungan, dalam


rencana tata ruang wilayah ditetapkan luas
kawasan hutan dan penutupan hutan untuk
setiap pulau, DAS, provinsi, kab/kota,

164
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

berdasarkan kondisi biogeofisik, iklim,


penduduk, keadaan sosial ekonomi
masyarakat setempat.
b. Luasan kawasan hutan untuk setiap provinsi
dan kab/kota ditetapkan dengan sebaran
proporsional.”

Hal ini memiliki implikasi positif yaitu


memastikan bahwa penetapan kawasan hutan untuk
dimuat dalam rencana tata ruang tersebut tidak
melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan.
Kesembilan, perubahan dengan menambahkan
penjelasan Pasal 8 ayat (1) huruf a, dari yang
sebelumnya “cukup jelas” ditambahkan menjadi:

“Bahwa pembinaan dari Pemerintah Pusat kepada


Pemda dalam pelaksanaan penataan ruang
wilayah provinsi dan kabupaten/kota termasuk
juga pemberian bantuan teknis bagi program yang
bersifat strategis nasional dan pembinaan teknis
dalam kegiatan penyusuan rencana tata ruang
wilayah provinsi, rencana tata ruang wilayah
kabupaten/kota, dan rencana detail tata ruang.”

Hal ini dilakukan untuk memberikan justifikasi


kepada pemerintah pusat agar dapat memberikan
bantuan teknis dalam kegiatan penyusunan RTRW
Provinsi, Kabupaten/Kota, dan RDTR sehingga dapat
mempercepat penetapannya. Implikasi positif dari
tambahan terhadap penjelasan ini adalah memberikan
ruang agar Pemerintah dapat mempercepat penetapan
RTRW dan RDTR dalam hal diperlukan percepatan
dengan memberikan bantuan teknis.
Kesepuluh, perlu dilakukan pendefinisian
terhadap Rencana Detail Tata Ruang, yang selanjutnya
disingkat RDTR adalah rencana secara terperinci

165
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

tentang tata ruang wilayah kabupaten/kota yang


dilengkapi dengan peraturan zonasi kabupaten/kota.
Dengan demikian, beberapa perubahan yang
dilakukan terhadap Undang-Undang Nomor 26 Tahun
2007 Tentang Penataan Ruang (UU Penataan Ruang)
berkaitan dengan perizinan lokasi dengan Pasal
terdampak sebagaimana tercantum Lampiran Naskah
Akademik Rancangan Undang-Undang ini.

2) Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang


Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
Dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007
tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil sebagaimana telah diubah dengan Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan
Atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (UU
Pengelolaan Wilayan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil)
terdapat beberapa ketentuan yang diubah atau
dicabut, antara lain:
Perubahan dilakukan dengan melakukan
integrasi rencana tata ruang darat, laut, udara dan
dalam bumi. Pengelolaan ruang meliputi perencanaan,
pemanfaatan, dan pengendalian pemanfaatan ruang,
sehingga dengan demikian pengelolaan ruang di laut
sebaiknya terintegrasi dengan pengelolaan ruang di
darat dan udara. Dengan demikian, pengaturan
pemanfaatan ruang laut tidak tepat jika diatur dalam

166
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

UU ini tetapi sebaiknya diatur dalam UU Penataan


Ruang.
UU Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil dan UU Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan
(UU Kelautan) seyogyanya dalam rangka pemanfaatan
sumber daya laut, dan dalam rangka diperlukan
untuk pengelolaan sumber daya kelautan, sehingga
tata kelola pemanfaatan sumber daya kelautan
tersebut dapat dilaksanakan dengan menerapkan
kriteria berdasarkan Risk Based Approach (RBA). UU
ini sebaiknya hanya memuat pengaturan terkait
pemanfaatan sumber daya kelautan saja tetapi tidak
mengatur pemanfaatan ruang, sehingga lebih tepat
jika izin yang diatur adalah terkait izin pengelolaan
yang terintegrasi dengan izin lingkungan.
Izin pengelolaan diubah menjadi perizinan
berusaha pemanfaatan laut dengan metode RBA, yang
akan dijadikan izin, standar, atau registrasi. Perizinan
tersebut dapat dijadikan standar yang dapat
dilakukan bersamaan dengan standar lingkungan
hidup. Selanjutnya izin pengelolaan akan disebut
perizinan berusaha pemanfaatan laut.
Pertama, berkaitan dengan perubahan frasa izin
lokasi menjadi keseuaian dengan rencana tata ruang
dan/atau rencana zonasi, perubahan izin pengelolaan
menjadi peruzunan berusaha pemanfaatan laut,
beberapa ketentuan yang diubah atau dicabut
sebagaimana diuraikan dalam Lampiran Naskah
Akademik Rancangan Undang-Undang ini.
Kedua, perubahan menjadi integrasi antara
tataruang darat, laut, udara dan dalam bumi.
Seyogyanya pengelolaan ruang laut terintegrasi dengan

167
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

pengelolaan ruang darat dan udara sebagaimana


diatur dalam UU Penataan Ruang Pasal 6 Ayat (3)
bahwa Penataan ruang wilayah nasional meliputi
ruang wilayah yurisdiksi dan wilayah kedaulatan
nasional yang mencakup ruang darat, ruang laut, dan
ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai
satu kesatuan.
Pengaturan bahwa ruang laut dan ruang udara,
pengelolaannya diatur dengan undang-undang
tersendiri (Pasal 6 Ayat (5) dalam UU Penataan Ruang)
adalah terkait pengelolaan sumber daya dan bukan
pengelolaan ruang (amanat Pasal 6 Ayat (5) dalam UU
Penataan Ruang tersebut dituangkan dalam UU
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
yang hanya mengatur pengelolaan Sumber Daya di
wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
Penjelasan Pasal 9 ayat (2) UU Pengelolaan
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil telah mengatur
bahwa RZWP-3-K Provinsi merupakan bagian dari Tata
Ruang Wilayah Provinsi atau Kabupaten/Kota sesuai
dengan Pasal 5 ayat (4) dan ayat (5) UU Penataan
Ruang.
Dalam kaitan dengan hal ini, maka muatan
Rencana Tata Ruang Laut diintegrasikan dengan
Rencana Tata Ruang yaitu dengan menyatukan
muatan RZWP3K dengan RTRW Provinsi atau dengan
menyerahkan Rencana Strategis WP3K untuk
diintegrasikan dan apabila dibutuhkan dapat
didetilkan dengan RZWP3K. Dengan demikian terdapat
beberapa pasal yang diubah atau dicabut sebagaimana
tercantum dalam Lampiran Naskah Akademik
Rancangan Undang-Undang ini.

168
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Dengan demikian, beberapa perubahan yang


dilakukan terhadap Undang-Undang Pengelolaan
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil berkaitan
dengan perizinan lokasi dengan Pasal terdampak
sebagaimana tercantum dalam Lampiran Naskah
Akademik Rancangan Undang-Undang ini.

3) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 Tentang


Kelautan

Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014


(UU Kelautan) ini perlu dilakukan perubahan.
Pengelolaan ruang meliputi perencanaan,
pemanfaatan, dan pengendalian pemanfaatan ruang,
sehingga pengelolaan ruang di laut sebaiknya
terintegrasi dengan pengelolaan ruang di darat dan
udara.
Dengan demikian, pengaturan pemanfaatan
ruang laut tidak tepat jika diatur dalam UU ini tetapi
sebaiknya diatur dalam UU Penataan ruang. UU ini
sebaiknya hanya memuat pengaturan terkait
pemanfaatan sumber daya kelautan saja tetapi tidak
mengatur pemanfaatan ruang. Disamping itu,
kesesuaian perencanaan kegiatan dengan rencana tata
ruang tidak dilakukan melalui izin lokasi dan/atau
izin pengelolaan tetapi melalui mekanisme konfirmasi.
Beberapa ketentuan dalam UU Kelautan yang
diubah atau dicabut sebagai tercantum dalam
Lampiran Naskah Akademik Rancangan Undang-
Undang ini.
Kedua, seyogyanya pengelolaan ruang laut
terintegrasi dengan pengelolaan ruang darat dan

169
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

udara sebagaimana diatur dalam UU 26/2007 tentang


Penataan Ruang Pasal 6 Ayat (3) bahwa Penataan
ruang wilayah nasional meliputi ruang wilayah
yurisdiksi dan wilayah kedaulatan nasional yang
mencakup ruang darat, ruang laut, dan ruang udara,
termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan.
Pengaturan bahwa ruang laut dan ruang udara,
pengelolaannya diatur dengan undang-undang
tersendiri (Pasal 6 Ayat (5) dalam UU 26/2007) terkait
pengelolaan sumber daya dan bukan pengelolaan
ruang (amanat Pasal 6 Ayat (5) dalam UU 26/2007
tersebut dituangkan dalam UU 27/2007 tentang
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
yang hanya mengatur pengelolaan Sumber Daya di
wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Muatan
Rencana Tata Ruang Laut diintegrasikan dengan
Rencana Tata Ruang Nasional yaitu dengan
menyatukan RZWP3K dengan RTRW Provinsi dan RZ
KSN dengan RTR KSN.
Ditambahkan rumusan pasal baru yaitu Pasal
43A yang dimaksudkan untuk saling melengkapi dan
saling mengacu antar rencana tata ruang dan/atau
rencana zonasi. Hal ini dilakukan untuk memberikan
penguatan bahwa setiap rencana tata ruang dan/atau
rencana zonasi agar saling mengacu. Rumusan baru
tersebut berbunyi:
Pasal 43A
(1) Perencanaan ruang Laut sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 43 ayat (1) dilakukan
secara berjenjang dan komplementer.
(2) Secara berjenjang dan komplementer
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan proses penyusunan antara:

170
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

a. rencana tata ruang laut;


b. RZ KAW;
c. RZ KSN;
d. RZ KSNT; dan
e. RZ WP-3-K.
yang saling mengacu dan memperhatikan
antara masing-masing hasil perencanaan ruang
laut.

Penjelasan Pasal 43A

a. Perencanaan Ruang Laut menggunakan sifat


berjenjang karena terkait dengan penetapan
atau legislasi hasil perencanaan ruang laut.
Dalam hal ini PP Nomor 32 Tahun 2019 tentang
Rencana Tata Ruang Laut harus menjadi
acuan dalam penyusunan:
1) RZ KAW, RZ KSN, RZ KSNT yang terkait
dengan situs warisan dunia dan
perlindungan lingkungan hidup;
2) RZWP-3-K; dan
3) RZ KSNT yang terkait dengan pulau-pulau
kecil terluar (PPKT);

b. Perizinan Berusaha Pemanfaatan Laut


diberikan berdasarkan Rencana Tata Ruang
dan/atau Rencana Zonasi.

c. Perencanaan Ruang Laut menggunakan sifat


komplementer antar hasil perencanaan
ruang. Apabila dalam dokumen perencanaan
ruang yang lebih rinci tidak terdapat alokasi
ruang atau pola ruang untuk suatu kegiatan
pemanfaatan ruang laut, maka menggunakan
rencana tata ruang atau rencana zonasi
Kawasan Antarwilayah.

Dengan demikian, beberapa perubahan yang


dilakukan terhadap berkaitan dengan perizinan lokasi
dengan Pasal terdampak sebagaimana tercantum

171
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

dalam Lampiran Naskah Akademik Rancangan


Undang-Undang ini.

4) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang


Informasi Geospasial
Dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011
tentang Informasi Geospasial (UU Informasi
Geospasial) dilakukan perubahan dengan
menyederhanakan peta dasar yang menjadi rujukan
penyusunan peta tematik. Sebelum melakukan
pembahasan berkaitan dengan penyederhanaan peta
dasar, terlebih dahulu perlu untuk ditambahkan
definisi mengenai:

1. Data Geospasial yang selanjutnya disingkat DG


adalah data tentang lokasi geografis, dimensi
atau ukuran, dan/atau karakteristik objek alam
dan/atau buatan manusia yang berada di
bawah, pada, atau di atas permukaan bumi.
2. Informasi Geospasial Dasar yang selanjutnya
disingkat IGD adalah IG yang berisi tentang
objek yang dapat dilihat secara langsung atau
diukur dari kenampakan fisik di muka bumi dan
yang tidak berubah dalam waktu yang relatif
lama.
3. Informasi Geospasial yang selanjutnya disingkat
IG adalah DG yang sudah diolah sehingga
dapat digunakan sebagai alat bantu dalam
perumusan kebijakan, pengambilan keputusan,
dan/atau pelaksanaan kegiatan yang
berhubungan dengan ruang kebumian.
Selain itu dilakukan perubahan terhadap:
Pertama, ketentuan Pasal 7 dan Pasal 12 dimana
dilakukan penggabungan dua pasal yaitu Pasal 7 dan
Pasal 12 serta menggabungkan peta dasar sehingga
hanya menjadi satu peta dasar, yaitu peta rupabumi
Indonesia, yang mencakup wilayah darat dan laut.

172
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Dengan adanya penggabungan rumusan ini maka


rumusan Pasal 1 angka 12, Pasal 1 angka 13 dan
Pasal 1 angka 14 dicabut. Ketentuan yang diubah dan
dicabut tertuang dalam Lampiran Naskah Akademik
Rancangan Undang-Undang ini.

Kedua, mengingat peta dasar sudah


diintegrasikan dalam satu peta rupabumi, dan
masing-masing jenis garis pantai diperlukan untuk
memenuhi berbagai penggunaan telah diakomodasi
dalam peta Rupabumi Indonesia secara terintegrasi.

Contoh penggunaan:
 Garis pantai pasang tertinggi digunakan sebagai
acuan untuk batas wilayah administrasi.
 Garis pantai surut terendah digunakan sebagai
acuan dalam penentuan batas maritim (teritorial,
ZEE, dsb) serta sebagai acuan kedalaman untuk
keperluan navigasi pelayaran.
 Garis pantai tinggi mua air laut rata2 digunakan
sebagai acuan tinggi tinggi di darat dan kedalaman
di laut (untuk keperluan rekayasa dan integrasi
darat dan laut).
Maka ayat (3) dan ayat (4) pada pasal 13 UU No 4
Tahun 2011 dihapus karena sudah diakomodasi dan
tidak diperlukan lagi. Pasal yang diubah atau dicabut
tercantum dalam Lampiran Naskah Akademik
Rancangan Undang-Undang ini.
Ketiga, mengingat IGD diperlukan sebagai dasar
penyusunan peta tematik baik oleh pemerintah
maupun badan usaha, diperlukan pengaturan
penetapan IGD oleh Kepala BIG, sehingga terdapat
kepastian sumber peta (IGD) mana yang menjadi dasar

173
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

penyusunan. Dalam hal ini ketentuan Pasal 17 ayat (4)


dan ayat (5) mengenai IGD ini diubah, sebagaimana
tercantum dalam Lampiran Naskah Akademik
Rancangan Undang-Undang ini.
Keempat, Penyederhanaan Peta Dasar membawa
implikasi pada penyederhanaan ragam peta skala
dasar yang diperlukan, sehingga BIG akan fokus
dalam penyediaan peta dasar skala tertentu dalam hal
ini peta 1:5.000 (skala besar), 1:25.000 (skala
menengah), 1:250.000 (skala kecil), mencakup seluruh
wilayah NKRI. Sementara itu, penyediaan peta dasar
1:1.000 dilakukan pada wilayah tertentu sesuai
prioritas kebutuhan, terutama kawasan metropolitan
dan kota-kota besar, kawasan dengan pertumbuhan
ekonomi tinggi, wilayah rawan bencana (terutama
tsunami, gempa bumi, dan banjir). Peta Rupabumi
Indonesia pada skala selain yang tersebut masih dapat
dibuat sesuai dengan kebutuhan. Dengan demikian
ketentuan Peta Rupabumi di dalam Pasal 18 perlu
diubah, sebagaimana tertuang dalam Lampiran
Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang ini.
Kelima, ketentuan mengenai penyelenggaraan
IGD yang diatur di dalam Pasal 22 perlu dilakukan
penambahan pengaturan. Hal ini dimaksudkan untuk
mempercepat penyediaan IGD. Adapun dapat
dilakukan alternatif kerjasama penyediaannya dengan
menggunakan mekanisme KPBU, untuk mengurangi
beban pembiayaan pemerintah dan mendorong
tumbuhnya industri informasi geospasial di Indonesia
yang dapat memberikan kontribusi yang cukup
signifikan terhadap GDP (Gross Domestic Product). Hal

174
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

ini dilakukan dengan menambahkan pengaturan Pasal


22A yang berbunyi:
(1) Penyelenggaraan IGD sebagaimana
dimaksud pada pasal 22 ayat (1) dapat
dilakukan melalui kerjasama antara
Pemerintah dengan Badan Usaha.
(2) Kerjasama antara Pemerintah dengan Badan
Usaha tersebut sebagaimana yang dimaksud
pada ayat (1) dengan memperhatikan
pembagian risiko diantara para pihak.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kerjasama
Pemerintah dengan Badan Usaha
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan Presiden.
Selain itu, diperlukan pula pengaturan bahwa
kegiatan pengumpulan Data Geospasial sejenis IGD
yang dilakukan pihak selain BIG, wajib melaporkan
dan menyerahkan Salinan data tersebut kepada BIG
untuk dilakukan validasi dan ditetapkan sebagai IGD,
dengan penambahan pengaturan Pasal 22B yang
berbunyi:
(1) Dalam hal pihak selain BIG melakukan
pengumpulan Data Geospasial berjenis IGD,
wajib memberikan laporan dan menyerahkan
salinan data kepada BIG untuk dilakukan
validasi.
(2) Hasil validasi Data Geospasial sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat ditetapkan
sebagai IGD.
Keenam, di dalam Pasal 28 yang mengatur
mengenai pengumpulan data geospasial, ditambahkan
rumusan terkait pemanfaatan tenaga asing, yang perlu
dilakukan dengan mekanisme persetujuan. Hal ini
dimaksudkan agar dalam pelaksanaan pengumpulan
data geospasial tersebut dapat terlaksana dengan baik
yang melingkupi perlindungan keamanan dan
keselamatan pengumpul data tersebut. Perubahan
terhadap Pasal 28 sebagaimana tercantum dalam

175
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Lampiran Naskah Akademik Rancangan Undang-


Undang ini.
Ketujuh, Pelaksanaan IG di dalam Pasal 55 perlu
diubah. Dalam rangka menjamin ketersediaan dan
akses terhadap IG yang dapat dipertanggung jawabkan
sebagaimana dimaksud pada pasal 3 UU Informasi
Geospasial, maka pelaksanaan penyelenggaraan IG
harus dilakukan oleh tenaga profesional yang
tersertifikasi. Hal ini dimaksudkan pula untuk
memberikan pelindungan dan kepastian hukum
kepada Surveyor dan tenaga profesional bidang IG
lainnya, pengguna jasa Surveyor, dan pemanfaat
informasi geospasial dalam pelaksanaan
penyelenggaraan informasi geospasial.
Dalam UU Informasi Geospasial, tenaga
profesional tersertifikasi bidang IG hanya diwajibkan
pada badan usaha sebagai pelaksana (Pasal 56 ayat (3)
huruf b), namun tidak diwajibkan pada orang
perseorangan maupun kelompok orang, padahal pada
prakteknya banyak pelaksana terdiri dari orang
perseorangan maupun kelompok orang, sehingga
membuka peluang penyelenggaraan IG tidak
dilaksanakan oleh tenaga profesional yang
tersertifikasi yang mengakibatkan hasil IG yang
dihasilkan memiliki kualitas yang rendah. Pengaturan
dan penyiapan tenaga profesional bidang IG menjadi
penting untuk mendukung visi Presiden RI 2019-2024
dalam mewujudkan ‘pembangunan SDM sebagai kunci
Indonesia maju di masa depan’.
Selanjutnya ketentuan yang dilakukan perubahan
diantaranya Pasal 55 UU Informasi Geospasial, yang
sebelumnya berbunyi:

176
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

(1) Pelaksanaan IG sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 54 yang dilakukan oleh orang
perseorangan wajib memenuhi Kualifikasi
kompetensi yang dikeluarkan oleh lembaga
yang berwenang sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(2) Pelaksanaan IG yang dilakukan oleh kelompok
orang wajib memenuhi kualifikasi sebagai
kelompok yang bergerak di bidang IG sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

Diubah menjadi:
Pelaksanaan IG sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 54 yang dilakukan oleh orang perseorangan
wajib memenuhi kualifikasi sebagai tenaga
profesional yang tersertifikasi di bidang IG.

Kemudian dilakukan penambahan rumusan Pasal


55 A yang berbunyi:

Pelaksanaan IG sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 54 yang dilakukan oleh kelompok orang
wajib memenuhi klasifikasi dan kualifikasi sebagai
penyedia jasa di bidang IG serta memiliki tenaga
profesional yang tersertifikasi di bidang IG.

Lebih lanjut dilakukan perubahan terhadap


ketentuan Pasal 56 ayat (6) yang berbunyi:

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara


sertifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
diatur dengan Peraturan Kepala Badan.

Diubah menjadi:
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
sertifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
diatur oleh Pemerintah dalam Peraturan
Pemerintah.

177
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Terakhir, dilakukan penambahan rumusan baru


yaitu Pasal 56A dan Pasal 56B sebagai berikut:

Pasal 56A
Ketentuan lebih lanjut mengenai klasifikasi dan
kualifikasi penyedia jasa bidang IG sebagaimana
dimaksud pada pasal 55A dan pasal 56 ayat (3)
huruf a diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Pasal 56B
(1) Tenaga profesional yang tersertifikasi di
bidang IG sebagaimana dimaksud dalam
pasal 55, 55A, dan 56, terdiri atas:
a. Surveyor;
b. Tenaga profesional lainnya yang
tersertifikasi di bidang IG.
(2) Sertifikat tenaga profesional sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diterbitkan oleh
lembaga yang berwenang sesuai dengan
ketentuan Peraturan Kepala Badan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tenaga
profesional yang tersertifikasi di bidang IG
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
oleh Pemerintah.
Dengan demikian beberapa perubahan yang
dilakukan terhadap Undang-Undang Informasi
Geospasial berkaitan dengan perizinan lokasi dengan
Pasal terdampak sebagaimana tercantum dalam
Lampiran Naskah Akademik Rancangan Undang-
Undang ini.

b. Perizinan Lingkungan
Berkaitan dengan Perizinan Lingkungan, penataan terhadap
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup (UU Pengelolaan Lingkungan Hidup) dan
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas

178
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Angkutan Jalan (UU Lalu Lintas Angkutan Jalan) perlu untuk


dilakukan.
1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup (UU Pengelolaan Lingkungan Hidup)
Perubahan mengenai izin lingkungan perlu dilakukan
dengan tidak lagi menggunakan terminologi izin lingkungan,
sebagaimana konsepsi yang akan dibangun dalam RUU Cipta
Lapangan Kerja. Dengan demikian terminologi izin lingkungan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka (35) dihapus.
Dalam praktek pelaksanaannya, usaha/kegiatan yang
wajib amdal ataupun UKL-UPL membutuhkan waktu maupun
biaya yang cukup besar untuk menyelesaikan dokumen
lingkungan tersebut. Standar yang dimaksud dalam usulan
perubahan pasal adalah:
Standar pengelolaan lingkungan berdasarkan resiko
dampak terhadap lingkungan (penting, sedang, maupun
rendah). Usaha dengan dampak penting terhadap lingkungan
membutuhkan mekanisme penilaian (assessment) atas kajian
kelayakan pengelolaan lingkungan yang selanjutnya diikuti
dengan persetujuan hingga diterbitkan izin lingkungan. Usaha
dengan dampak lingkungan sedang menggunakan mekanisme
pernyataan pemenuhan standar pengelolaan dampak
lingkungan sebagaimana yang telah ditetapkan pemerintah.
Mekanisme ini dapat dilaksanakan sepanjang telah ditetapkan
standar pengelolaan dampak lingkungan per-usaha dan/atau
kegiatan. Usaha dengan dampak lingkungan rendah
menggunakan mekanisme pernyataan pengelolaan
lingkungan atas usaha dan/atau kegiatan yang dilakukan.
Dengan demikian, perlu dilakukan perubahan terhadap
ketentuan Pasal 1 angka (12) berkaitan dengan Upaya
pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan
lingkungan hidup, yang selanjutnya disebut UKL-UPL, sebagai

179
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

standar dalam pengelolaan dan pemantauan terhadap usaha


dan/atau kegiatan yang berdampak kurang penting terhadap
lingkungan hidup.
Perubahan dalam bentuk standar ini membutuhkan syarat
perlu, yaitu:
(1) Tersedianya daftar usaha/kegiatan yang diklasifikasikan ke
dalam tiga kelompok berdasarnya potensi dampak lingkungan,
sebagaimana disebutkan di atas untuk dapat diberlakukan
secara seragam di seluruh wilayah Indonesia.
(2) Tersedianya standar pengelolaan dampak lingkungan baik
dengan resiko dampak penting, sedang maupun rendah.
Beberapa ketentuan Undang-Undang terkait Izin
Lingkungan yang diubah dan dihapus dengan alasan
penyederhanaan perizinan dan penyederhanaan perizinan
berusaha, sebagaimana tercantum dalam Lampiran Naskah
Akademik Rancangan Undang-Undang ini.
Pemerintah dalam hal ini memegang kendali terhadap
kebijakan penyelengaraan urusan pemerintahan di bidang
lingkungan hidup dalam rangka percepatan investasi dan
pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, beberapa ketentuan
lebih lanjut berkaitan dengan:
 kriteria usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting
terhadap lingkungan hidup, sosial, ekonomi, dan budaya;
 jenis kegiatan usaha;
 pelaksanaan uji kelayakan;
 proses pelibatan masyarakat terkena dampak langsung
terhadap rencana usaha dan/atau kegiatan dalam
penyusunan dokumen amdal;
 sertifikasi dan kriteria kompetensi penyusun amdal;
 pengintegrasian antara perizinan lingkungan dan
pengelolaan limbah B3;

180
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

 Tim Penilai.
diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Berkaitan dengan dokumen amdal merupakan dasar uji
kelayakan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 24, dilakukan perubahan. Uji kelayakan dapat dilakukan
sebelum atau pada saat sudah dimulainya kegiatan usaha
(commisioning) tergantung pada dampak lingkungan. Jika
beresiko tinggi (wajib amdal) maka uji kelayakan dilakukan
sebelum kegiatan berusaha. Pemerintah dalam melakukan Uji
Kelayakan dapat menunjuk lembaga dan/atau ahli bersertifikat.
Secara keseluruhan, perizinan berusaha dapat diterbitkan
sebelum atau setelah diterbitkannya surat keputusan kelayakan
lingkungan.
Selanjutnya perubahan juga dilakukan terhadap ketentuan
Pasal 25 huruf c, saran masukan serta tanggapan masyarakat
diberikan hanya dari masyarakat yang terkena dampak secara
langsung dan relevan terhadap rencana usaha dan/atau
kegiatan. Perubahan juga dilakukan terhadap Pasal 26 ayat (2)
dan (3), dimana keterlibatan masyarakat adalah faktor
fundamental dalam penyusunan Amdal.
Keterlibatan masyarakat oleh sebagian pihak dianggap
menjadi faktor penghambat investasi, sehingga perlu kehati-
hatian dalam perumusan pasal ini agar hak masyarakat tidak
sertamerta hilang. Dalam konteks ini, perubahan Pasal 26 ayat
(2) dan (3) berpotensi mempercepat penyelesaian izin
lingkungam, namun demikian risiko yang mungkin timbul
adalah potensi penolakan dari lembaga pemerhati lingkungan.
Pasal 32 ayat (1) dan (3) juga mengalami perubahan, dimana
frasa “kegiatan golongan ekonomi lemah” diganti dengan frasa
“Usaha Mikro dan Kecil”. Penyesuian ketentuan ini masih perlu
memperhatikan mengenai ada atau tidaknya kegiatan usaha

181
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

skala UMK dikenai kewajiban amdal atau dalam arti lain


memiliki risiko tinggi.
Perubahan terhadap Pasal 34, dilakukan dengan alasan
bahwa pengklasifikasian usaha dan/atau kegiatan berdasarkan
risiko dampak terhadap lingkungan dilakukan oleh pemerintah
pusat, dengan memperhatikan masukan dari pemerintah
daerah, baik provinsi maupun kabupaten/kota. Hal ini
dilakukan untuk meningkatkan transparansi mengenai
Kegiatan Berusaha Berbasis Risiko bagi pelaku usaha dan
memudahkan penyelesaian izin lingkungan. Lebih lanjut,
ketentuan Pasal 59 ayat (3) perlu untuk dilakukan perubahan,
Pasal ini untuk mengakomodir integrasi izin pengelolaan limbah
B3 maupun limbah cair dengan izin lingkungan. Integrasi
dengan izin lingkungan dilakukan melalui mekanisme
perubahan izin lingkungan. Dalam hal Limbah B3 merupakan
bagian dari hasil kegiatan usaha, Pengelolaan Limbah B3
tersebut dinyatakan dalam Amdal atau UKL-UPL.
Adapun berkaitan dengan beberapa ketentuan Pasal yang
dihapus, dikarenakan sudah diatur dalam Peraturan
Pemerintah, seperti kriteria mengenai penyusun amdal dan
sertifikat kompetensi penyusun amdal sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 28 ayat (2) dan (3). Penghapusan ketentuan Pasal
29, Pasal 30 dan Pasal 31, dilakukan dengan alasan Tim Penilai
diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 36 dihapus dengan alasan berdasarkan pengalaman
saat ini, usaha/kegiatan yang wajib amdal ataupun UKL-UPL
membutuhkan waktu maupun biaya yang cukup besar untuk
menyelesaikan dokumen lingkungan tersebut. Hal ini dilakukan
untuk memberikan kemudahan penyelesaian izin lingkungan
serta kemudahan dalam melakukan pengawasan, tanpa
mengurangi esensi dari perizinan lingkungan itu sendiri. Pasal
40 dihapus dengan alasan Izin Lingkungan tidak menjadi

182
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

prasyarat penerbitan izin usaha. Dengan demikian kegiatan


dapat dilakukan saat izin lingkungan belum diterbitkan dan
masih diproses. Apabila dari hasil kajian amdal kegiatan
dinyatakan tidak layak lingkungan, maka Izin Usaha dicabut,
pendekatan ini menimbulkan konsekuensi ketidakpastian
hukum bagi pelaku usaha. Penghapusan Pasal 40 dilakukan
berimplikasi meningkatkan transparansi mengenai Kegiatan
Berusaha Berbasis Risiko bagi pelaku usaha.
Dengan demikian beberapa perubahan yang dilakukan
terhadap Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup) berkaitan
dengan perizinan lingkungan hidup dengan Pasal terdampak
sebagaimana tercantum dalam Lampiran Naskah Akademik
Rancangan Undang-Undang ini.

2) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas


Angkutan Jalan (UU Lalu Lintas Angkutan Jalan)
Perlu dilakukan perubahan terhadap ketentuan Pasal 40
UU Lalu Lintas Angkutan Jalan yang menyebutkan bahwa
Pembangunan Terminal harus dilengkapi dengan: a. rancang
bangun; b. buku kerja rancang bangun; c. rencana induk
Terminal; d. analisis dampak Lalu Lintas; dan e. analisis
mengenai dampak lingkungan. UU Lalu Lintas Angkutan Jalan
telah mengamanatkan bahwa Analisis mengenai Dampak
Lingkungan Hidup dengan Analisis Dampak Lalu Lintas dapat
diintegrasikan. Pun menjadi suatu kesatuan yang tidak dapat
dipisahkan. Namun dalam permasalahannya, implementasi ini
tidak dapat dilakukan akibat dari kompetensi kementerian
terkait. Pasal ini perlu direvisi sehingga terdapat
pengintegrasian antara amdal dan andalalin.

183
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Perubahan dilakukan dengan memformulasi kembali


Pasal 40 huruf (d) dan (e), dengan menambahkan perizinan
lingkungan yang telah mencakup analisis mengenai dampak
lalu lintas. Dengan demikian berkaitan dengan
pengintegrasian amdal dan amdalalin maka Kementerian
Perhubungan dan Kementerian Lingkungan Hidup perlu
berkoordinasi terkait dengan adanya pengintegrasian Amdal
dan Andalalin ini.
Berikut tabel ketentuan Undang-Undang dan pasal yang
mengalami perubahan dalam klaster perizinan (jenis
Perizinan Lingkungan):

Tabel Perizinan Lingkungan

No. Rumusan Undang- Usulan Rumanusan Alasan


Undang Perubahan Perubahan
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup
1. Pasal 1 angka 11 Pasal 1 angka 11 Perlu
menambahkan
Analisis mengenai Analisis mengenai
termonologi
dampak lingkungan dampak lingkungan
perizinan
hidup, yang hidup, yang
berusaha
selanjutnya disebut selanjutnya disebut
Amdal, adalah kajian Amdal, adalah
mengenai dampak Kajian mengenai
penting suatu usaha dampak penting
dan/atau kegiatan pada lingkungan
yang direncanakan hidup dari suatu
pada lingkungan usaha dan/atau
hidup yang kegiatan yang
diperlukan bagi direncanakan untuk
proses pengambilan digunakan sebagai
keputusan tentang pertimbangan
penyelenggaraan pengambilan
usaha dan/atau keputusan tentang
kegiatan. penyelenggaraan
usaha dan/atau
kegiatan serta
termuat dalam

184
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Undang- Usulan Rumanusan Alasan


Undang Perubahan Perubahan
Perizinan Berusaha.
2. Pasal 1 angka 12 Pasal 1 angka 12 Berdasarkan
pengalaman saat
Upaya pengelolaan Upaya pengelolaan
ini,
lingkungan hidup lingkungan hidup
usaha/kegiatan
dan upaya dan upaya
yang wajib
pemantauan pemantauan
amdal ataupun
lingkungan hidup, lingkungan hidup,
UKL-UPL
yang selanjutnya yang selanjutnya
membutuhkan
disebut UKL-UPL, disebut UKL-UPL,
waktu maupun
adalah pengelolaan adalah standar
biaya yang
dan pemantauan dalam pengelolaan
cukup besar
terhadap usaha dan pemantauan
untuk
dan/atau kegiatan terhadap usaha
menyelesaikan
yang tidak dan/atau kegiatan
dokumen
berdampak penting yang tidak
lingkungan
terhadap lingkungan berdampak penting
tersebut.
hidup yang terhadap lingkungan
Standar yang
diperlukan bagi hidup yang termuat
dimaksud dalam
proses pengambilan dalam Perizinan
usulan
keputusan tentang Berusaha.
perubahan pasal
penyelenggaraan
adalah Standar
usaha dan/atau
pengelolaan
kegiatan.
lingkungan
berdasarkan
resiko dampak
terhadap
lingkungan
(penting, sedang,
maupun
rendah).
a. Usaha
dengan
dampak
penting
terhadap
lingkungan
membutuhka
n mekanisme
penilaian
(assessment)
atas kajian
kelayakan

185
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Undang- Usulan Rumanusan Alasan


Undang Perubahan Perubahan
pengelolaan
lingkungan
yang
selanjutnya
diikuti
dengan
persetujuan
hingga
diterbitkan
Keputusan
Kelayakan
Lingkungan.
(Jika kita
telah sepakat
dengan
menghilangk
an
terminologi
Izin
Lingkungan)
b. Usaha
dengan
dampak
lingkungan
sedang
menggunaka
n mekanisme
pernyataan
pemenuhan
standar
pengelolaan
dampak
lingkungan
sebagaimana
yang telah
ditetapkan
pemerintah.
Mekanisme
ini dapat
dilaksanakan
sepanjang
telah
ditetapkan
standar

186
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Undang- Usulan Rumanusan Alasan


Undang Perubahan Perubahan
pengelolaan
dampak
lingkungan
per-usaha
dan/atau
kegiatan.
c. Usaha
dengan
dampak
lingkungan
rendah
menggunaka
n mekanisme
pernyataan
pengelolaan
lingkungan
atas usaha
dan/atau
kegiatan
yang
dilakukan.
Perubahan
dalam bentuk
standar ini
membutuhkan
syarat perlu,
yaitu:
a. Tersedianya
daftar
usaha/kegiat
an yang
diklasifikasik
an ke dalam
tiga
kelompok
berdasarnya
potensi
dampak
lingkungan,
sebagaimana
disebutkan
di atas
untuk dapat

187
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Undang- Usulan Rumanusan Alasan


Undang Perubahan Perubahan
diberlakukan
secara
seragam di
seluruh
wilayah
Indonesia.
b. Tersedianya
standar
pengelolaan
dampak
lingkungan
baik dengan
resiko
dampak
penting,
sedang
maupun
rendah.
c. Dalam PP
akan diatur
lebih lanjut
daftar usaha
dan/atau
kegiatan
yang wajib
UKL-
UPL/standar
.
Usaha/kegia
tan yang
tidak masuk
ke dalam
wajib
UKL/UPL
maka tetap
wajib
mengelola
dampak
lingkungan
yg
dihasilkanny
a. Hal ini
dapat
dinyatakan

188
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Undang- Usulan Rumanusan Alasan


Undang Perubahan Perubahan
dalam
dokumen
Perizinan
Berusaha
(perlu
didiskusikan
dengan tim
RBA).
3. Pasal 1 angka 35 Pasal 1 angka 35 Terminologi Izin
Lingkungan
Izin lingkungan Dicabut dan
tidak digunakan.
adalah izin yang dinyatakan tidak
Sesuai dengan
diberikan kepada berlaku.
konsep Omnibus
setiap orang yang
Law
melakukan usaha
dan/atau kegiatan Dengan
yang wajib amdal dihapusnya
atau UKL-UPL dalam terminologi Izin
rangka perlindungan Lingkungan
dan pengelolaan maka
lingkungan hidup seharusnya
sebagai prasyarat dijelaskan dalam
untuk memperoleh definisi perizinan
izin usaha dan/atau berusaha bahwa
kegiatan. Perizinan
Berusaha
mencantumkan
persyaratan
aspek
lingkungan yang
dihasilkan dari
proses Amdal
dan UKL-UPL
4. Pasal 20 Pasal 20
(1) Penentuan (1) Penentuan
terjadinya terjadinya
pencemaran pencemaran
lingkungan lingkungan
hidup diukur hidup diukur
melalui baku melalui baku
mutu lingkungan mutu
hidup. lingkungan
hidup.
(2) Baku mutu

189
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Undang- Usulan Rumanusan Alasan


Undang Perubahan Perubahan
lingkungan (2) Baku mutu
hidup meliputi: lingkungan
a. baku mutu hidup meliputi:
air; b. baku a. baku mutu
mutu air limbah; air;
c. baku mutu air
laut; d. baku b. baku mutu
mutu udara air limbah;
ambien; e. baku c. baku mutu
mutu emisi; f. air laut;
baku mutu
gangguan; dan g. d. baku mutu
baku mutu lain udara
sesuai dengan ambien;
perkembangan e. baku mutu
ilmu emisi;
pengetahuan dan
f. baku mutu
teknologi.
gangguan;
(3) Setiap orang dan
diperbolehkan
g. baku mutu
untuk
lain sesuai
membuang
dengan
limbah ke media
perkembang
lingkungan
an ilmu
hidup dengan
pengetahua
persyaratan: a.
n dan
memenuhi baku
teknologi.
mutu lingkungan
hidup; dan b. (3) Setiap orang
mendapat izin diperbolehkan
dari Menteri, untuk
gubernur, atau membuang
bupati/walikota limbah ke
sesuai dengan media
kewenangannya. lingkungan
hidup dengan
(4) Ketentuan lebih
persyaratan:
lanjut mengenai
baku mutu a. memenuhi
lingkungan baku mutu
hidup lingkungan
sebagaimana hidup; dan
dimaksud pada b. mendapat
ayat (2) huruf a, persetujuan
huruf c, huruf d,

190
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Undang- Usulan Rumanusan Alasan


Undang Perubahan Perubahan
dan huruf g dari
diatur dalam Pemerintah.
Peraturan (4) Ketentuan lebih
Pemerintah. lanjut
(5) Ketentuan lebih mengenai baku
lanjut mengenai mutu
baku mutu lingkungan
lingkungan hidup
hidup sebagaimana
sebagaimana dimaksud pada
dimaksud pada ayat (2) diatur
ayat (2) huruf b, dengan
huruf e, dan Peraturan
huruf f diatur Pemerintah.
dalam peraturan
menteri.
5. Pasal 23 Pasal 23 Sesuai dengan
konsep Omnibus
(1) Kriteria usaha (1) Kriteria usaha
Law, Untuk
dan/atau dan/atau
penetapan jenis
kegiatan yang kegiatan yang
rencana usaha
berdampak wajib
dan/atau yang
penting yang dilengkapi
dapat dilengkapi
wajib dilengkapi dengan Amdal
dengan Amdal
dengan amdal merupakan
akan di atur
terdiri atas: proses dan
dalam PP yang
kegiatan yang
a. pengubahan dimana selama
berdampak
bentuk ini di atur dalam
penting
lahan dan bentuk permen,
terhadap
bentang terkait rumusan
lingkungan
alam; ini perlu
hidup, sosial,
b. eksploitasi diantisipasi
ekonomi, dan
sumber daya dinamika
budaya;
alam, baik perubahan yang
(2) Ketentuan terjadi cukup
yang
lebih lanjut cepat dan
terbarukan
mengenai banyak.
maupun
kriteria usaha
yang tidak
dan/atau
terbarukan;
kegiatan yang
c. proses dan berdampak
kegiatan penting
yang secara sebagaimana
potensial

191
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Undang- Usulan Rumanusan Alasan


Undang Perubahan Perubahan
dapat dimaksud
menimbulka pada ayat (1),
n diatur dalam
pencemaran Peraturan
dan/atau Pemerintah.
kerusakan
lingkungan
hidup serta
pemborosan
dan
kemerosotan
sumber daya
alam dalam
pemanfaatan
nya;
d. proses dan
kegiatan
yang
hasilnya
dapat
mempengaru
hi
lingkungan
alam,
lingkungan
buatan,
serta
lingkungan
sosial dan
budaya;
e. proses dan
kegiatan
yang
hasilnya
akan
mempengaru
hi
pelestarian
kawasan
konservasi
sumber daya
alam
dan/atau
perlindunga

192
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Undang- Usulan Rumanusan Alasan


Undang Perubahan Perubahan
n cagar
budaya;
f. introduksi
jenis
tumbuh-
tumbuhan,
hewan, dan
jasad renik;
g. pembuatan
dan
penggunaan
bahan hayati
dan
nonhayati;
h. kegiatan
yang
mempunyai
risiko tinggi
dan/atau
mempengaru
hi
pertahanan
negara;
dan/atau
i. penerapan
teknologi
yang
diperkirakan
mempunyai
potensi
besar untuk
mempengaru
hi
lingkungan
hidup.
(2) Ketentuan lebih
lanjut mengenai
jenis usaha
dan/atau
kegiatan yang
wajib dilengkapi
dengan amdal

193
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Undang- Usulan Rumanusan Alasan


Undang Perubahan Perubahan
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (1) diatur
dengan
peraturan
Menteri.
6. Pasal 24 Pasal 24 Uji kelayakan
dapat dilakukan
Dokumen amdal (1) Dokumen
sebelum atau
sebagaimana Amdal
pada saat sudah
dimaksud dalam merupakan
Pasal 22 merupakan dasar uji dimulainya
kegiatan usaha
dasar penetapan kelayakan
(commisioning)
keputusan kelayakan lingkungan
tergantung pada
lingkungan hidup. hidup.
dampak
(2) Uji Kelayakan lingkungan.
sebagaimana
dimaksud pada Jika beresiko
(1) tinggi (wajib
ayat
amdal) maka uji
dilakukan oleh
kelayakan
Pemerintah
dilakukan
Pusat.
sebelum
(3) Pemerintah kegiatan
Pusat dalam berusaha.
melakukan Uji
Perizinan
Kelayakan
berusaha dapat
sebagaimana
dimaksud pada diterbitkan
ayat (2) dapat sebelum atau
setelah
menunjuk
diterbitkannya
lembaga
dan/atau ahli surat keputusan
kelayakan
bersertifikat
lingkungan.
(4) Pemerintah
Jenis kegiatan
Pusat
usaha diatur di
menetapkan
Keputusan PP
kelayakan Pemerintah
lingkungan dapat menunjuk
hidup lembaga
berdasarkan uji dan/atau ahli
kelayakan tersertifikasi.
lingkungan

194
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Undang- Usulan Rumanusan Alasan


Undang Perubahan Perubahan
(5) Keputusan
kelayakan
lingkungan
hidup
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (4) sebagai
dasar
penerbitan
Perizinan
Berusaha
(6) Ketentuan lebih
lanjut
mengenai
pelaksanaan uji
kelayakan
diatur dengan
Peraturan
Pemerintah.
7. Pasal 25 Pasal 25 Agar
pembahasan
Dokumen amdal Dokumen Amdal
Amdal itu fokus
memuat: memuat:
dan tidak
a. pengkajian a. pengkajian melebar, maka
mengenai mengenai saran masukan
dampak rencana dampak serta tanggapan
usaha dan/atau rencana usaha masyarakat
kegiatan; dan/atau hanya dari
kegiatan; masyarakat yang
b. evaluasi
kegiatan di b. evaluasi terkena dampak
sekitar lokasi kegiatan di secara langsung
rencana usaha sekitar lokasi dan relevan
dan/atau rencana usaha terhadap
kegiatan; dan/atau rencana usaha
kegiatan; dan/atau
c. saran masukan kegiatan.
serta tanggapan c. saran
masyarakat masukan serta
terhadap tanggapan
rencana usaha masyarakat
dan/atau terkena
kegiatan; dampak
d. prakiraan langsung yang
relevan

195
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Undang- Usulan Rumanusan Alasan


Undang Perubahan Perubahan
terhadap terhadap
besaran dampak rencana usaha
serta sifat dan/atau
penting dampak kegiatan;
yang terjadi jika d. prakiraan
rencana usaha terhadap
dan/atau besaran
kegiatan dampak serta
tersebut sifat penting
dilaksanakan;
dampak yang
e. evaluasi secara terjadi jika
holistik rencana usaha
terhadap dan/atau
dampak yang kegiatan
terjadi untuk tersebut
menentukan dilaksanakan;
kelayakan atau e. evaluasi
ketidaklayakan secara holistik
lingkungan terhadap
hidup; dan dampak yang
f. rencana terjadi untuk
pengelolaan dan menentukan
pemantauan kelayakan
lingkungan atau
hidup. ketidaklayaka
n lingkungan
hidup; dan
f. rencana
pengelolaan
dan
pemantauan
lingkungan
hidup.
8. Pasal 26 Pasal 26 a. Keterlibatan
masyarakat
(1) Dokumen amdal (1) Dokumen
adalah faktor
sebagaimana Amdal
fundamental
dimaksud dalam sebagaimana
dalam
Pasal 22 dimaksud
penyusunan
disusun oleh dalam Pasal
Amdal.
pemrakarsa 22 disusun
dengan oleh b. Keterlibatan
melibatkan pemrakarsa. masyarakat

196
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Undang- Usulan Rumanusan Alasan


Undang Perubahan Perubahan
masyarakat. (2) Penyusunan oleh
dokumen sebagian
(2) Pelibatan
Amdal pihak
masyarakat
dilakukan dianggap
harus dilakukan
dengan menjadi
berdasarkan
melibatkan faktor
prinsip
masyarakat penghambat
pemberian
terkena investasi,
informasi yang
dampak sehingga
transparan dan
langsung perlu kehati-
lengkap serta
terhadap hatian dalam
diberitahukan
rencana usaha perumusan
sebelum
dan/atau pasal ini
kegiatan
kegiatan. agar hak
dilaksanakan.
masyarakat
(3) Ketentuan
(3) Masyarakat tidak serta
lebih lanjut
sebagaimana merta hilang.
mengenai
dimaksud pada
proses
ayat (1)
pelibatan
meliputi:
masyarakat
a. yang terkena sebagaimana
dampak; dimaksud
b. pemerhati pada ayat (2)
lingkungan diatur dengan
hidup; Peraturan
dan/atau Pemerintah.

c. yang
terpengaruh
atas segala
bentuk
keputusan
dalam
proses
amdal.
(4) Masyarakat
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (1) dapat
mengajukan
keberatan
terhadap
dokumen

197
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Undang- Usulan Rumanusan Alasan


Undang Perubahan Perubahan
amdal.
9. Pasal 27 Pasal 27
Dalam menyusun Dalam menyusun
dokumen amdal, dokumen Amdal,
pemrakarsa pemrakarsa
sebagaimana sebagaimana
dimaksud dalam dimaksud dalam
Pasal 26 ayat (1) Pasal 26 ayat (1)
dapat meminta dapat menunjuk
bantuan kepada pihak lain.
pihak lain.
10. Pasal 28 Pasal 28 Disesuaikan
(1) Penyusun amdal (1) Penyusun dengan konsep
RUU Omnibus
sebagaimana Amdal
Law, bahwa
dimaksud dalam sebagaimana
ketentuan
Pasal 26 ayat (1) dimaksud
dan Pasal 27 dalam Pasal 26 pelaksanaan
ayat (1) dan lebih lanjut
wajib memiliki
Pasal 27 wajib diatur dalam
sertifikat
Standar yang
kompetensi memiliki
berupa
penyusun amdal. sertifikat
Peraturan
kompetensi
(2) Kriteria untuk Pemerintah.
penyusun
memperoleh
Amdal. Kriteria
sertifikat
kompetensi (2) Ketentuan lebih mengenai
penyusun Amdal
penyusun amdal lanjut
dan Sertifikat
sebagaimana mengenai
dimasud pada sertifikasi dan kompetensi
penyusun amdal
ayat (1) meliputi: kriteria
diatur dalam PP .
a. penguasaan kompetensi
metodologi penyusun
penyusunan Amdal diatur
amdal; b. dengan
kemampuan Peraturan
melakukan Pemerintah.
pelingkupan,
prakiraan, dan
evaluasi dampak
serta
pengambilan
keputusan; dan
c. kemampuan

198
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Undang- Usulan Rumanusan Alasan


Undang Perubahan Perubahan
menyusun
rencana
pengelolaan dan
pemantauan
lingkungan
hidup.
(3) Sertifikat
kompetensi
penyusun amdal
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (1)
diterbitkan oleh
lembaga
sertifikasi
kompetensi
penyusun amdal
yang ditetapkan
oleh Menteri
sesuai dengan
ketentuan
peraturan
perundang-
undangan.
(4) Ketentuan lebih
lanjut mengenai
sertifikasi dan
kriteria
kompetensi
penyusun amdal
diatur dengan
Peraturan
Menteri.
11. Pasal 29 Pasal 29 Telah diakomodir
(1) Dokumen amdal Dicabut dan dalam Pasal 24.
dinilai oleh dinyatakan tidak Ketentuan lebih
lanjut mengenai
Komisi Penilai berlaku.
Tim Penilai
Amdal yang
diatur dalam
dibentuk oleh
Peraturan
Menteri,
Pemerintah tidak
gubernur, atau
dikunci dalam
bupati/walikota

199
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Undang- Usulan Rumanusan Alasan


Undang Perubahan Perubahan
sesuai dengan undang-undang.
kewenangannya.
(2) Komisi Penilai
Amdal wajib
memiliki lisensi
dari Menteri,
gubernur, atau
bupati/walikota
sesuai dengan
kewenangannya.
(3) Persyaratan dan
tatacara lisensi
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (2) diatur
dengan
Peraturan
Menteri.
12. Pasal 30 Pasal 30 Telah diakomodir
(1) Keanggotaan Dicabut dan dalam Pasal 24.
Ketentuan lebih
Komisi Penilai dinyatakan tidak
lanjut mengenai
Amdal berlaku.
Tim Penilai
sebagaimana
diatur dalam
dimaksud dalam
Peraturan
Pasal 29 terdiri
Pemerintah tidak
atas wakil dari
dikunci dalam
unsur:
undang-undang.
a. instansi
lingkungan
hidup;
b. instansi
teknis terkait;
c. pakar di
bidang
pengetahuan
yang terkait
dengan jenis
usaha
dan/atau
kegiatan yang
sedang dikaji;

200
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Undang- Usulan Rumanusan Alasan


Undang Perubahan Perubahan
d. pakar di
bidang
pengetahuan
yang terkait
dengan
dampak yang
timbul dari
suatu usaha
dan/atau
kegiatan yang
sedang dikaji;
e. wakil dari
masyarakat
yang
berpotensi
terkena
dampak; dan
f. organisasi
lingkungan
hidup.
(2) Dalam
melaksanakan
tugasnya, Komisi
Penilai Amdal
dibantu oleh tim
teknis yang
terdiri atas pakar
independen yang
melakukan
kajian teknis dan
sekretariat yang
dibentuk untuk
itu.
(3) Pakar
independen dan
sekretariat
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (3)
ditetapkan oleh
Menteri,
gubernur, atau
bupati/walikota

201
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Undang- Usulan Rumanusan Alasan


Undang Perubahan Perubahan
sesuai dengan
kewenangannya.

13. Pasal 31 Pasal 31 Telah diakomodir


Berdasarkan hasil Dicabut dan dalam Pasal 24.
penilaian Komisi dinyatakan tidak Ketentuan lebih
lanjut mengenai
Penilai Amdal, berlaku.
Tim Penilai
Menteri, gubernur,
diatur dalam
atau bupati/walikota
Peraturan
menetapkan
Pemerintah tidak
keputusan kelayakan
dikunci dalam
atau ketidaklayakan
undang-undang.
lingkungan hidup
sesuai dengan
kewenangannya.
14. Pasal 32 Pasal 32 Terminologi
golongan
(1) Pemerintah dan (1) Pemerintah
ekonomi lemah
pemerintah Pusat dan
disesuaikan
daerah Pemerintah
dengan klaster
membantu Daerah
UMK
penyusunan membantu
amdal bagi penyusunan
usaha dan/atau Amdal bagi
kegiatan usaha
golongan dan/atau
ekonomi lemah kegiatan
yang berdampak Usaha Mikro
penting dan Kecil yang
terhadap berdampak
lingkungan penting
hidup. terhadap
lingkungan
(2) Bantuan
hidup.
penyusunan
amdal (2) Bantuan
sebagaimana penyusunan
dimaksud pada Amdal
ayat (1) berupa sebagaimana
fasilitasi, biaya, dimaksud
dan/atau pada ayat (1)
penyusunan berupa
amdal. fasilitasi,

202
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Undang- Usulan Rumanusan Alasan


Undang Perubahan Perubahan
(3) Kriteria biaya,
mengenai usaha dan/atau
dan/atau penyusunan
kegiatan Amdal.
golongan (3) Penentuan
ekonomi lemah mengenai
diatur dengan usaha
peraturan dan/atau
perundang- kegiatan
undangan.
Usaha Mikro
dan Kecil
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)
dilakukan
berdasarkan
kriteria sesuai
dengan
ketentuan
peraturan
perundang-
undangan.
15. Pasal 34 Pasal 34 Pengklasifikasia
n usaha
Gubernur atau (1) Setiap usaha
dan/atau
bupati/walikota dan/atau
kegiatan
menetapkan jenis kegiatan yang
berdasarkan
usaha dan/atau tidak
resiko dampak
kegiatan yang wajib berdampak
terhadap
dilengkapi dengan penting
lingkungan
UKL-UPL. terhadap
dilakukan oleh
lingkungan
pemerintah
wajib
pusat, dengan
memenuhi
memperhatikan
standar UKL-
masukan dari
UPL.
pemerintah
(2) Pemenuhan daerah, baik
standar UKL- provinsi maupun
UPL dinyatakan kabupaten/kota.
dalam
perlu ada
pernyataan
pengklasifikasia
kesanggupan
n dampak
pengelolaan
penting/kurang

203
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Undang- Usulan Rumanusan Alasan


Undang Perubahan Perubahan
lingkungan penting/ tidak
hidup. penting
(3) Pemerintah
menetapkan
jenis usaha
dan/atau
kegiatan yang
wajib UKL-UPL.
(4) Ketentuan lebih
lanjut
mengenai jenis
usaha/dan
atau kegiatan
yang wajib
UKL-UPL
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (2) diatur
dengan
Peraturan
Pemerintah.
16. Pasal 35 Pasal 35
(1) Usaha dan/atau Dicabut dan
kegiatan yang dinyatakan tidak
tidak wajib berlaku.
dilengkapi UKL-
UPL
sebagaimana
dimaksud dalam
Pasal 34 ayat (2)
wajib membuat
surat pernyataan
kesanggupan
pengelolaan dan
pemantauan
lingkungan
hidup.
(2) Penetapan jenis
usaha dan/atau
kegiatan
sebagaimana
dimaksud pada

204
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Undang- Usulan Rumanusan Alasan


Undang Perubahan Perubahan
ayat (1)
dilakukan
berdasarkan
kriteria:
a. tidak
termasuk
dalam
kategori
berdampak
penting
sebagaimana
dimaksud
dalam Pasal
23 ayat (1);
dan
b. kegiatan
usaha mikro
dan kecil.
(3) Ketentuan lebih
lanjut mengenai
UKL-UPL dan
surat pernyataan
kesanggupan
pengelolaan dan
pemantauan
lingkungan
hidup diatur
dengan
peraturan
Menteri.
17. Pasal 36 Pasal 36 Berdasarkan
pengalaman saat
(1) Setiap usaha Dicabut dan
ini,
dan/atau dinyatakan tidak
usaha/kegiatan
kegiatan yang berlaku.
yang wajib
wajib memiliki
amdal ataupun
amdal atau UKL-
UKL-UPL
UPL wajib
membutuhkan
memiliki izin
waktu maupun
lingkungan.
biaya yang
(2) Izin lingkungan cukup besar
sebagaimana untuk
dimaksud pada

205
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Undang- Usulan Rumanusan Alasan


Undang Perubahan Perubahan
ayat (1) menyelesaikan
diterbitkan dokumen
berdasarkan lingkungan
keputusan tersebut.
kelayakan Dihapus karena
lingkungan substansi sudah
hidup diakomodir pada
sebagaimana pasal 24 ayat (5)
dimaksud dalam dan Pasal 34.
Pasal 31 atau
rekomendasi
UKL-UPL.
(3) Izin lingkungan
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (1) wajib
mencantumkan
persyaratan yang
dimuat dalam
keputusan
kelayakan
lingkungan
hidup atau
rekomendasi
UKL-UPL.
(4) Izin lingkungan
diterbitkan oleh
Menteri,
gubernur, atau
bupati/walikota
sesuai dengan
kewenangannya.
18. Pasal 37 Pasal 37
(1) Menteri, Perizinan Berusaha
gubernur, atau dapat dibatalkan
bupati/walikota apabila:
sesuai dengan a. persyaratan
kewenangannya yang diajukan
wajib menolak dalam
permohonan izin permohonan
lingkungan Perizinan
apabila Berusaha

206
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Undang- Usulan Rumanusan Alasan


Undang Perubahan Perubahan
permohonan izin mengandung
tidak dilengkapi cacat hukum,
dengan amdal kekeliruan,
atau UKL-UPL. penyalahgunaa
n, serta
(2) Izin lingkungan
ketidakbenaran
sebagaimana
dan/atau
dimaksud dalam
pemalsuan
Pasal 36 ayat (4)
data, dokumen,
dapat dibatalkan
dan/atau
apabila:
informasi;
a. persyaratan
b. penerbitannya
yang
tanpa
diajukan
memenuhi
dalam
syarat
permohonan
sebagaimana
izin
tercantum
mengandung
dalam
cacat hukum,
keputusan
kekeliruan,
kelayakan
penyalahgun
lingkungan
aan, serta
hidup atau
ketidakbenar
pernyataan
an dan/atau
kesanggupan
pemalsuan
pengelolaan
data,
lingkungan
dokumen,
dan/atau hidup; atau
informasi; c. kewajiban yang
ditetapkan
b. penerbitanny
dalam
a tanpa
dokumen
memenuhi
Amdal atau
syarat
UKL-UPL tidak
sebagaimana
dilaksanakan
tercantum
oleh
dalam
penanggung
keputusan
jawab usaha
komisi
dan/atau
tentang
kegiatan.
kelayakan
lingkungan
hidup atau
rekomendasi
UKL-UPL;

207
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Undang- Usulan Rumanusan Alasan


Undang Perubahan Perubahan
atau
c. kewajiban
yang
ditetapkan
dalam
dokumen
amdal atau
UKL-UPL
tidak
dilaksanakan
oleh
penanggung
jawab usaha
dan/atau
kegiatan.
19. Pasal 38 Pasal 38
Selain ketentuan Dicabut dan
sebagaimana dinyatakan tidak
dimaksud dalam berlaku.
Pasal 37 ayat (2), izin
lingkungan dapat
dibatalkan melalui
keputusan
pengadilan tata
usaha negara.
20. Pasal 39 Pasal 39
(1) Menteri, (1) Keputusan
gubernur, atau kelayakan
bupati/walikota lingkungan
sesuai dengan hidup
kewenangannya diumumkan
wajib kepada
mengumumkan masyarakat.
setiap (2) Pengumuman
permohonan dan sebagaimana
keputusan izin dimaksud pada
lingkungan. ayat (1)
(2) Pengumuman dilakukan
sebagaimana melalui sistem
dimaksud pada elektronik dan
ayat (1) atau cara lain

208
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Undang- Usulan Rumanusan Alasan


Undang Perubahan Perubahan
dilakukan yang
dengan cara ditetapkan oleh
yang mudah Pemerintah
diketahui oleh Pusat.
masyarakat.
21. Pasal 40 Pasal 40 Izin Lingkungan
dan tidak menjadi
(1) Izin lingkungan Dicabut
prasyarat
merupakan dinyatakan tidak
penerbitan izin
persyaratan berlaku.
usaha, dengan
untuk
ini maka
memperoleh izin
kegiatan dapat
usaha dan/atau
dilakukan saat
kegiatan.
izin lingkungan
(2) Dalam hal izin belum
lingkungan diterbitkan dan
dicabut, izin masih diproses.
usaha dan/atau Apabila dari
kegiatan hasil kajian
dibatalkan. Amdal kegiatan
(3) Dalam hal usaha dinyatakan tidak
dan/atau layak
kegiatan lingkungan,
mengalami maka Izin Usaha
perubahan, dicabut,
penanggung pendekatan ini
jawab usaha menimbulkan
dan/atau konsekuensi
kegiatan wajib ketidakpastian
memperbarui hukum bagi
izin lingkungan. pelaku usaha.
Kesepakatannya
adalah
persyaratan
aspek
lingkungan yang
dihasilkan dari
proses Amdal
dan UKL-UPL
menjadi
muatan/persyar
atan dalam
Perizinan

209
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Undang- Usulan Rumanusan Alasan


Undang Perubahan Perubahan
Berusaha yang
diterbitkan.
Sudah
diakomodir
dalam Pasal 24.

22. Pasal 55 Pasal 55


(1) Pemegang izin (1) Pemegang
lingkungan Perizinan
sebagaimana Berusaha wajib
dimaksud dalam menyediakan
Pasal 36 ayat (1) dana
wajib penjaminan
menyediakan untuk
dana penjaminan pemulihan
untuk pemulihan fungsi
fungsi lingkungan
lingkungan hidup.
hidup.
(2) Dana
(2) Dana penjaminan
penjaminan disimpan di
disimpan di bank bank
pemerintah yang pemerintah
ditunjuk oleh yang ditunjuk
Menteri, oleh
gubernur, atau Pemerintah
bupati/walikota Pusat.
sesuai dengan (3) Pemerintah
kewenangannya. Pusat dapat
(3) Menteri, menetapkan
gubernur, atau pihak ketiga
bupati/walikota untuk
sesuai dengan melakukan
kewenangannya pemulihan
dapat fungsi
menetapkan lingkungan
pihak ketiga hidup dengan
untuk menggunakan
melakukan dana
pemulihan fungsi penjaminan.

210
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Undang- Usulan Rumanusan Alasan


Undang Perubahan Perubahan
lingkungan (4) Ketentuan lebih
hidup dengan lanjut
menggunakan mengenai dana
dana penjaminan
penjaminan. sebagaimana
dimaksud pada
(4) Ketentuan lebih
ayat (1), ayat
lanjut mengenai
(2), dan ayat (3)
dana penjaminan
diatur dengan
sebagaimana
Peraturan
dimaksud pada
Pemerintah.
ayat (1) sampai
dengan ayat (3)
diatur dalam
Peraturan
Pemerintah.
23. Pasal 59 Pasal 59
(1) Setiap orang (1) Setiap orang
yang yang
menghasilkan menghasilkan
limbah B3 wajib limbah B3
melakukan wajib
pengelolaanlimba melakukan
h B3 yang pengelolaanlim
dihasilkannya. bah B3 yang
dihasilkannya.
(2) Dalam hal B3
sebagaimana (2) Dalam hal B3
dimaksud dalam sebagaimana
Pasal 58 ayat (1) dimaksud
telah dalam Pasal 58
kedaluwarsa, ayat (1) telah
pengelolaannya kedaluwarsa,
mengikuti pengelolaannya
ketentuan mengikuti
pengelolaan ketentuan
limbah B3. pengelolaan
limbah B3.
(3) Dalam hal setiap
orang tidak (3) Dalam hal
mampu setiap orang
melakukan tidak mampu
sendiri melakukan
pengelolaan sendiri
limbah B3, pengelolaan

211
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Undang- Usulan Rumanusan Alasan


Undang Perubahan Perubahan
pengelolaannya limbah B3,
diserahkan pengelolaannya
kepada pihak diserahkan
lain. kepada pihak
lain.
(4) Pengelolaan
limbah B3 wajib (4) Pengelolaan
mendapat izin limbah B3
dari Menteri, wajib mendapat
gubernur, atau izin dari
bupati/walikota Pemerintah
sesuai dengan Pusat.
kewenangannya. (5) Pemerintah
(5) Menteri, Pusat wajib
gubernur, atau mencantumkan
bupati/walikota persyaratan
wajib lingkungan
mencantumkan hidup yang
persyaratan harus dipenuhi
lingkungan dan kewajiban
hidup yang yang harus
harus dipenuhi dipatuhi
dan kewajiban pengelola
yang harus limbah B3
dipatuhi dalam izin.
pengelola limbah (6) Keputusan
B3 dalam izin. pemberian izin
(6) Keputusan wajib
pemberian izin diumumkan.
wajib (7) Pemerintah
diumumkan. Pusat atau
(7) Ketentuan lebih Pemerintah
lanjut mengenai Daerah wajib
pengelolaan menyediakan
limbah B3 diatur tempat
dalam Peraturan pengumpulan,
Pemerintah. pengangkutan,
dan
pemanfataatan,
pengolahan,
penimbunan,
dan/atau
dumping

212
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Undang- Usulan Rumanusan Alasan


Undang Perubahan Perubahan
limbah B3.
(8) Ketentuan lebih
lanjut
mengenai
pengelolaan
limbah B3
diatur dalam
Peraturan
Pemerintah.
24. Pasal 61 Pasal 61
(1) Dumping (1) Dumping
sebagaimana sebagaimana
dimaksud dalam dimaksud
Pasal 60 hanya dalam Pasal 60
dapat dilakukan hanya dapat
dengan izin dari dilakukan
Menteri, dengan
gubernur, atau persetujuan
bupati/walikota Pemerintah
sesuai dengan Pusat.
kewenangannya.
(2) Dumping
(2) Dumping sebagaimana
sebagaimana dimaksud pada
dimaksud pada ayat (1) hanya
ayat (1) hanya dapat
dapat dilakukan dilakukan di
di lokasi yang lokasi yang
telah ditentukan. telah
ditentukan.
(3) Ketentuan lebih
lanjut mengenai (3) Ketentuan lebih
tata cara dan lanjut
persyaratan mengenai tata
dumping limbah cara dan
atau bahan persyaratan
diatur dalam dumping
Peraturan limbah atau
Pemerintah. bahan diatur
dalam
Peraturan
Pemerintah.
25. Norma Baru Pasal 61A Pasal ini untuk

213
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Undang- Usulan Rumanusan Alasan


Undang Perubahan Perubahan
Dalam hal Pelaku mengakomodir
Usaha melakukan integrasi izin
kegiatan dan/atau pengelolaan
usaha yang dalam limbah B3
kegiatannya: maupun limbah
cair dengan izin
a. menghasilkan,
lingkungan.
mengangkut,
Integrasi dengan
mengedarkan,
izin lingkungan
menyimpan,
dilakukan
memanfaatkan,
melalui
membuang,
mekanisme
mengolah,
perubahan izin
dan/atau
lingkungan.
menimbun
bahan Mengenai
berbahaya dan pengintegrasian
beracun dan antara perizinan
pengelolaan lingkungan dan
limbah bahan pengelolaan
berbahaya dan limbah B3 diatur
beracun; dalam Peraturan
Pemerintah
b. melakukan
pembuangan
air limbah ke
laut;
c. melakukan
pembuangan
air limbah ke
sumber air;
dan/atau
d. memanfaatkan
air limbah
untuk aplikasi
ke tanah,
harus dinyatakan
dalam Amdal dan
UKL-UPL.
26. Pasal 63 Pasal 63 Kewenangan-
(1) Dalam Dalam perlindungan kewenangan
perlindungan dan pengelolaan terkait
dan pengelolaan lingkungan hidup, penerbitan
Perizinan

214
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Undang- Usulan Rumanusan Alasan


Undang Perubahan Perubahan
lingkungan Pemerintah bertugas Berusaha serta
hidup, dan berwenang: pembinaan dan
Pemerintah pengawasan
a. menetapkan
bertugas dan berada pada
kebijakan
berwenang: Pemerintah
nasional;
sesuai dengan
a. menetapkan b. menetapkan Konsep Omnibus
kebijakan norma, Law, pada
nasional; standar, pelaksanaannya
b. menetapkan prosedur, dan dapat
norma, kriteria; didelegasikan
standar, kepada
c. menetapkan
prosedur, Pemerintah
dan
dan kriteria; Daerah melalui
melaksanakan
c. menetapkan kebijakan Peraturan
dan mengenai Pemerintah.
melaksanaka RPPLH
n kebijakan nasional;
mengenai d. menetapkan
RPPLH dan
nasional; melaksanakan
d. menetapkan kebijakan
dan mengenai
melaksanaka KLHS;
n kebijakan e. menetapkan
mengenai dan
KLHS; melaksanakan
e. menetapkan kebijakan
dan mengenai
melaksanaka amdal dan
n kebijakan UKL-UPL;
mengenai f. menyelenggara
amdal dan kan
UKL-UPL;
inventarisasi
f. menyelenggar sumber daya
akan alam nasional
inventarisasi dan emisi gas
sumber daya rumah kaca;
alam g. mengembangka
nasional dan n standar kerja
emisi gas sama;
rumah kaca;
h. mengoordinasik

215
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Undang- Usulan Rumanusan Alasan


Undang Perubahan Perubahan
g. mengembang an dan
kan standar melaksanakan
kerja sama; pengendalian
pencemaran
h. mengoordina
dan/atau
sikan dan
kerusakan
melaksanaka
lingkungan
n
hidup;
pengendalian
pencemaran i. menetapkan
dan/atau dan
kerusakan melaksanakan
lingkungan kebijakan
hidup; mengenai
sumber daya
i. menetapkan
alam hayati
dan
dan nonhayati,
melaksanaka
keanekaragama
n kebijakan
n hayati,
mengenai
sumber daya
sumber daya
genetik, dan
alam hayati
keamanan
dan
hayati produk
nonhayati,
rekayasa
keanekaraga
genetik;
man hayati,
sumber daya j. menetapkan
genetik, dan dan
keamanan melaksanakan
hayati kebijakan
produk mengenai
rekayasa pengendalian
genetik; dampak
perubahan
j. menetapkan
iklim dan
dan
perlindungan
melaksanaka
lapisan ozon;
n kebijakan
mengenai k. menetapkan
pengendalian dan
dampak melaksanakan
perubahan kebijakan
iklim dan mengenai B3,
perlindungan limbah, serta
lapisan ozon; limbah B3;
k. menetapkan l. menetapkan

216
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Undang- Usulan Rumanusan Alasan


Undang Perubahan Perubahan
dan dan
melaksanaka melaksanakan
n kebijakan kebijakan
mengenai B3, mengenai
limbah, serta perlindungan
limbah B3; lingkungan
laut;
l. menetapkan
dan m. menetapkan
melaksanaka dan
n kebijakan melaksanakan
mengenai kebijakan
perlindungan mengenai
lingkungan pencemaran
laut; dan/atau
kerusakan
m. menetapkan
lingkungan
dan
hidup lintas
melaksanaka
batas negara;
n kebijakan
mengenai n. melakukan
pencemaran pembinaan dan
dan/atau pengawasan
kerusakan terhadap
lingkungan pelaksanaan
hidup lintas kebijakan
batas negara; nasional,
peraturan
n. melakukan
daerah, dan
pembinaan
peraturan
dan
kepala daerah;
pengawasan
terhadap o. melakukan
pelaksanaan pembinaan dan
kebijakan pengawasan
nasional, ketaatan
peraturan penanggung
daerah, dan jawab usaha
peraturan dan/atau
kepala kegiatan
daerah; terhadap
ketentuan
o. melakukan
perizinan
pembinaan
lingkungan dan
dan
peraturan
pengawasan
perundangund
ketaatan

217
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Undang- Usulan Rumanusan Alasan


Undang Perubahan Perubahan
penanggung angan;
jawab usaha p. mengembangka
dan/atau n dan
kegiatan menerapkan
terhadap instrumen
ketentuan lingkungan
perizinan hidup;
lingkungan
dan q. mengoordinasik
peraturan an dan
perundangun memfasilitasi
dangan; kerja sama dan
penyelesaian
p. mengembang perselisihan
kan dan antardaerah
menerapkan serta
instrumen penyelesaian
lingkungan sengketa;
hidup;
r. mengembangka
q. mengoordina n dan
sikan dan melaksanakan
memfasilitasi kebijakan
kerja sama pengelolaan
dan pengaduan
penyelesaian masyarakat;
perselisihan
antardaerah s. menetapkan
serta standar
penyelesaian pelayanan
sengketa; minimal;
r. mengembang t. menetapkan
kan dan kebijakan
melaksanaka mengenai tata
n kebijakan cara
pengelolaan pengakuan
pengaduan keberadaan
masyarakat; masyarakat
hukum adat,
s. menetapkan kearifan lokal,
standar dan hak
pelayanan masyarakat
minimal; hukum adat
t. menetapkan yang terkait
kebijakan dengan

218
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Undang- Usulan Rumanusan Alasan


Undang Perubahan Perubahan
mengenai perlindungan
tata cara dan
pengakuan pengelolaan
keberadaan lingkungan
masyarakat hidup;
hukum adat, u. mengelola
kearifan informasi
lokal, dan lingkungan
hak hidup nasional;
masyarakat
hukum adat v. mengoordinasik
yang terkait an,
dengan mengembangka
perlindungan n, dan
dan menyosialisasik
pengelolaan an
lingkungan pemanfaatan
hidup; teknologi
ramah
u. mengelola lingkungan
informasi hidup;
lingkungan
hidup w. memberikan
nasional; pendidikan,
pelatihan,
v. mengoordina pembinaan,
sikan, dan
mengembang penghargaan;
kan, dan
menyosialisas x. mengembangka
ikan n sarana dan
pemanfaatan standar
teknologi laboratorium
ramah lingkungan
lingkungan hidup;
hidup; y. menerbitkan
w. memberikan Perizinan
pendidikan, Berusaha di
pelatihan, sektor
pembinaan, Lingkungan
dan Hidup
penghargaan; z. menetapkan
x. mengembang wilayah
kan sarana ekoregion; dan
dan standar

219
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Undang- Usulan Rumanusan Alasan


Undang Perubahan Perubahan
laboratorium aa. melakukan
lingkungan penegakan
hidup; hukum
lingkungan
y. menerbitkan
hidup.
izin
lingkungan;
z. menetapkan
wilayah
ekoregion;
dan
aa. melakukan
penegakan
hukum
lingkungan
hidup.
(2) Dalam
perlindungan
dan pengelolaan
lingkungan
hidup,
pemerintah
provinsi bertugas
dan berwenang
a. menetapkan
kebijakan
tingkat
provinsi;
b. menetapkan
dan
melaksanaka
n KLHS
tingkat
provinsi;
c. menetapkan
dan
melaksanaka
n kebijakan
mengenai
RPPLH
provinsi;
d. menetapkan

220
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Undang- Usulan Rumanusan Alasan


Undang Perubahan Perubahan
dan
melaksanaka
n kebijakan
mengenai
amdal dan
UKL-UPL;
e. menyelenggar
akan
inventarisasi
sumber daya
alam dan
emisi gas
rumah kaca
pada tingkat
provinsi;
f. mengembang
kan dan
melaksanaka
n kerja sama
dan
kemitraan;
g. mengoordina
sikan dan
melaksanaka
n
pengendalian
pencemaran
dan/atau
kerusakan
lingkungan
hidup lintas
kabupaten/k
ota;
h. melakukan
pembinaan
dan
pengawasan
terhadap
pelaksanaan
kebijakan,
peraturan
daerah, dan
peraturan

221
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Undang- Usulan Rumanusan Alasan


Undang Perubahan Perubahan
kepala
daerah
kabupaten/k
ota;
i. melakukan
pembinaan
dan
pengawasan
ketaatan
penanggung
jawab usaha
dan/atau
kegiatan
terhadap
ketentuan
perizinan
lingkungan
dan
peraturan
perundang-
undangan di
bidang
perlindungan
dan
pengelolaan
lingkungan
hidup;
j. mengembang
kan dan
menerapkan
instrumen
lingkungan
hidup;
k. mengoordina
sikan dan
memfasilitasi
kerja sama
dan
penyelesaian
perselisihan
antarkabupat
en/antarkota
serta

222
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Undang- Usulan Rumanusan Alasan


Undang Perubahan Perubahan
penyelesaian
sengketa;
l. melakukan
pembinaan,
bantuan
teknis, dan
pengawasan
kepada
kabupaten/k
ota di bidang
program dan
kegiatan;
m. melaksanaka
n standar
pelayanan
minimal;
n. menetapkan
kebijakan
mengenai
tata cara
pengakuan
keberadaan
masyarakat
hukum adat,
kearifan
lokal, dan
hak
masyarakat
hukum adat
yang terkait
dengan
perlindungan
dan
pengelolaan
lingkungan
hidup pada
tingkat
provinsi;
o. mengelola
informasi
lingkungan
hidup tingkat

223
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Undang- Usulan Rumanusan Alasan


Undang Perubahan Perubahan
provinsi;
p. mengembang
kan dan
menyosialisas
ikan
pemanfaatan
teknologi
ramah
lingkungan
hidup;
q. memberikan
pendidikan,
pelatihan,
pembinaan,
dan
penghargaan;
r. menerbitkan
izin
lingkungan
pada tingkat
provinsi; dan
s. melakukan
penegakan
hukum
lingkungan
hidup pada
tingkat
provinsi.
(3) Dalam
perlindungan
dan pengelolaan
lingkungan
hidup,
pemerintah
kabupaten/kota
bertugas dan
berwenang:
a. menetapkan
kebijakan
tingkat
kabupaten/k

224
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Undang- Usulan Rumanusan Alasan


Undang Perubahan Perubahan
ota;
b. menetapkan
dan
melaksanaka
n KLHS
tingkat
kabupaten/k
ota;
c. menetapkan
dan
melaksanaka
n kebijakan
mengenai
RPPLH
kabupaten/k
ota;
d. menetapkan
dan
melaksanaka
n kebijakan
mengenai
amdal dan
UKL-UPL;
e. menyelenggar
akan
inventarisasi
sumber daya
alam dan
emisi gas
rumah kaca
pada tingkat
kabupaten/k
ota;
f. mengembang
kan dan
melaksanaka
n kerja sama
dan
kemitraan;
g. mengembang
kan dan
menerapkan

225
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Undang- Usulan Rumanusan Alasan


Undang Perubahan Perubahan
instrumen
lingkungan
hidup;
h. memfasilitasi
penyelesaian
sengketa;
i. melakukan
pembinaan
dan
pengawasan
ketaatan
penanggung
jawab usaha
dan/atau
kegiatan
terhadap
ketentuan
perizinan
lingkungan
dan
peraturan
perundangun
dangan;
j. melaksanaka
n standar
pelayanan
minimal;
k. melaksanaka
n kebijakan
mengenai
tata cara
pengakuan
keberadaan
masyarakat
hukum adat,
kearifan
lokal, dan
hak
masyarakat
hukum adat
yang terkait
dengan
perlindungan

226
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Undang- Usulan Rumanusan Alasan


Undang Perubahan Perubahan
dan
pengelolaan
lingkungan
hidup pada
tingkat
kabupaten/k
ota;
l. mengelola
informasi
lingkungan
hidup tingkat
kabupaten/k
ota;
m. mengembang
kan dan
melaksanaka
n kebijakan
sistem
informasi
lingkungan
hidup tingkat
kabupaten/k
ota;
n. memberikan
pendidikan,
pelatihan,
pembinaan,
dan
penghargaan;
o. menerbitkan
izin
lingkungan
pada tingkat
kabupaten/k
ota; dan
p. melakukan
penegakan
hukum
lingkungan
hidup pada
tingkat
kabupaten/k

227
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Undang- Usulan Rumanusan Alasan


Undang Perubahan Perubahan
ota.
27. Pasal 69 Pasal 69
(1) Setiap orang (1) Setiap orang
dilarang: dilarang:
a. melakuka a. melakuk
n an
perbuata perbuat
n yang an yang
mengakib mengaki
atkan batkan
pencemar pencem
an aran
dan/atau dan/ata
b. perusaka u
n b. perusak
lingkunga an
n hidup; lingkung
b.memas an
ukkan B3 hidup;
yang b.mema
dilarang sukkan
menurut B3 yang
peraturan dilarang
perundan menurut
g- peratura
undanga n
n ke perunda
dalam ng-
wilayah undanga
Negara n ke
Kesatuan dalam
Republik wilayah
Indonesia Negara
; Kesatua
c. memasuk n
kan Republi
limbah k
yang Indonesi
berasal a;
dari luar c. memasu
wilayah kkan
Negara limbah
Kesatuan yang

228
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Undang- Usulan Rumanusan Alasan


Undang Perubahan Perubahan
Republik berasal
Indonesia dari luar
ke media wilayah
lingkunga Negara
n hidup Kesatua
Negara n
Kesatuan Republi
Republik k
Indonesia Indonesi
; a ke
d. memasuk media
kan lingkung
limbah an
B3 ke hidup
dalam Negara
wilayah Kesatua
Negara n
Kesatuan Republi
Republik k
Indonesia Indonesi
; a;
e. membua d. memasu
ng kkan
limbah ke limbah
media B3 ke
lingkunga dalam
n hidup; wilayah
f. membua Negara
ng B3 Kesatua
dan n
limbah Republi
B3 ke k
media Indonesi
lingkunga a;
n hidup; e. membua
g. melepask ng
an limbah
produk ke
rekayasa media
genetik lingkung
ke media an
lingkunga hidup;
n hidup f. membua
yang ng B3

229
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Undang- Usulan Rumanusan Alasan


Undang Perubahan Perubahan
bertentan dan
gan limbah
dengan B3 ke
peraturan media
perundan lingkung
g- an
undanga hidup;
n atau g. melepas
izin kan
lingkunga produk
n; rekayas
h. melakuka a
n genetik
pembuka ke
an lahan media
dengan lingkung
cara an
membaka hidup
r; yang
i. menyusu bertenta
n amdal ngan
tanpa dengan
memiliki peratura
sertifikat n
kompeten perunda
si ng-
penyusun undanga
amdal; n atau
dan/atau izin
j. memberik lingkung
an an;
informasi h. melakuk
palsu, an
menyesat pembuk
kan, aan
menghila lahan
ngkan dengan
informasi cara
, membak
merusak ar;
informasi i. menyus
, atau un
memberik amdal
an tanpa

230
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Undang- Usulan Rumanusan Alasan


Undang Perubahan Perubahan
keteranga memiliki
n yang sertifika
tidak t
benar. kompete
(2) Ketentuan nsi
sebagaimana penyusu
dimaksud n amdal;
pada ayat (1) dan/ata
huruf h u
memperhatika j. memberi
n dengan kan
sungguh- informas
sungguh i palsu,
kearifan lokal menyesa
di daerah tkan,
masing- menghil
masing. angkan
informas
i,
merusak
informas
i, atau
memberi
kan
keterang
an yang
tidak
benar.
(2) Pengecualian
terhadap
ketentuan
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (1) huruf
c dan huruf d
diberikan
dalam batas
tertentu.
(3) Ketentuan
lebih lanjut
mengenai
batasan
tertentu
sebagaimana

231
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Undang- Usulan Rumanusan Alasan


Undang Perubahan Perubahan
dimaksud pada
ayat (2) diatur
dengan
Peraturan
Pemerintah.
28. Pasal 82 Pasal 82
(1) Menteri, (1) Pemerintah
gubernur, atau Pusat
bupati/walikota berwenang
berwenang untuk
untuk memaksa memaksa
penanggung penanggung
jawab usaha jawab usaha
dan/atau dan/atau
kegiatan untuk kegiatan untuk
melakukan melakukan
pemulihan pemulihan
lingkungan lingkungan
hidup akibat hidup akibat
pencemaran pencemaran
dan/atau dan/atau
perusakan perusakan
lingkungan lingkungan
hidup yang hidup yang
dilakukannya. dilakukannya.
(2) Menteri, (2) Pemerintah
gubernur, atau Pusat
bupati/walikota berwenang
berwenang atau atau dapat
dapat menunjuk menunjuk
pihak ketiga pihak ketiga
untuk untuk
melakukan melakukan
pemulihan pemulihan
lingkungan lingkungan
hidup akibat hidup akibat
pencemaran pencemaran
dan/atau dan/atau
perusakan perusakan
lingkungan lingkungan
hidup yang hidup yang
dilakukannya dilakukannya
atas beban biaya atas beban

232
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Undang- Usulan Rumanusan Alasan


Undang Perubahan Perubahan
penanggung biaya
jawab usaha penanggung
dan/atau jawab usaha
kegiatan. dan/atau
kegiatan
29. Pasal 88 Pasal 88

Setiap orang yang Setiap orang yang


tindakannya, tindakannya,
usahanya, dan/atau usahanya, dan/atau
kegiatannya kegiatannya
menggunakan B3, menggunakan B3,
menghasilkan menghasilkan
dan/atau mengelola dan/atau mengelola
limbah B3, dan/atau limbah B3,
yang menimbulkan dan/atau yang
ancaman serius menimbulkan
terhadap lingkungan ancaman serius
hidup bertanggung terhadap lingkungan
jawab mutlak atas hidup bertanggung
kerugian yang terjadi jawab atas kerugian
tanpa perlu yang terjadi
pembuktian unsur berdasarkan
kesalahan. pembuktian.

30. Pasal 93 Pasal 93 Nomenklatur Izin


(1) Setiap orang Dicabut dan merujuk kepada
dapat dinyatakan tidak Amdal
mengajukan berlaku.
gugatan
terhadap
keputusan tata
usaha negara
apabila:
a. badan atau
pejabat tata
usaha negara
menerbitkan
izin
lingkungan
kepada

233
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Undang- Usulan Rumanusan Alasan


Undang Perubahan Perubahan
usaha
dan/atau
kegiatan yang
wajib amdal
tetapi tidak
dilengkapi
dengan
dokumen
amdal;
b. badan atau
pejabat tata
usaha negara
menerbitkan
izin
lingkungan
kepada
kegiatan yang
wajib UKL-
UPL, tetapi
tidak
dilengkapi
dengan
dokumen
UKLUPL;
dan/atau
c. badan atau
pejabat tata
usaha negara
yang
menerbitkan
izin usaha
dan/atau
kegiatan yang
tidak
dilengkapi
dengan izin
lingkungan.
(2) Tata cara
pengajuan
gugatan
terhadap
keputusan tata
usaha negara

234
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Undang- Usulan Rumanusan Alasan


Undang Perubahan Perubahan
mengacu pada
Hukum Acara
Peradilan Tata
Usaha Negara.
1. Pasal 71 Pasal 71 Kewenangan
melakukan
(1) Menteri, (1) Pemerintah
perencanaan,
gubernur, atau Pusat sesuai
pembinaan,
bupati/walikota dengan
pengembangan,
sesuai dengan kewenanganny
dan pengawasan
kewenangannya a wajib
ketaatan
wajib melakukan melakukan
penanggungjawa
pengawasan pengawasan
b usaha yang
terhadap terhadap
sebelumnya
ketaatan ketaatan
merupakan
penanggung penanggung
kewenangan
jawab usaha jawab usaha
Menteri
dan/atau dan/atau
direformulasi
kegiatan atas kegiatan atas
menjadi
ketentuan yang ketentuan yang
kewenangan
ditetapkan dalam ditetapkan
Pemerintah.
peraturan dalam
perundang- peraturan Sesuai dengan
undangan di perundang- Pasal 4 ayat (1)
bidang undangan di UUD 1945 yang
perlindungan bidang menyebutkan
dan pengelolaan perlindungan bahwa Presiden
lingkungan dan sebagai
hidup. pengelolaan pemegang
lingkungan kekuasaan
(2) Menteri,
hidup. pemerintahan,
gubernur, atau
menempatkan
bupati/walikota (2) Pemerintah
dapat Pusat dapat Presiden secara
atribusi memiliki
mendelegasikan mendelegasika
kewenangan
kewenangannya n
dalam kewenanganny sebagaimana
melakukan a dalam disebutkan pada
Pasal 50.
pengawasan melakukan
kepada pengawasan Selama ini, kata
pejabat/instansi kepada “Pemerintah”
teknis yang pejabat/instans dimaknai
bertanggung i teknis yang sebagai
jawab di bidang bertanggung “Menteri”,
perlindungan jawab di bidang padahal

235
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Undang- Usulan Rumanusan Alasan


Undang Perubahan Perubahan
dan pengelolaan perlindungan berdasarkan
lingkungan dan ketentuan Pasal
hidup. pengelolaan 17 UUD NRI
lingkungan 1945, Menteri
(3) Dalam
hidup. merupakan
melaksanakan
pembantu
pengawasan, (3) Dalam
Presiden,
Menteri, melaksanakan
sehingga
gubernur, atau pengawasan,
kekusaan
bupati/walikota Pemerintah
pemerintahan
menetapkan menetapkan
tidak boleh
pejabat pejabat
terdegradasai
pengawas pengawas
oleh Menteri.
lingkungan lingkungan
hidup yang hidup yang
merupakan merupakan
pejabat pejabat
fungsional. fungsional.
2. Pasal 72 Pasal 72 Kewenangan
Menteri, gubernur, Dicabut dan melakukan
atau bupati/walikota dinyatakan tidak perencanaan,
pembinaan,
sesuai dengan berlaku.
pengembangan,
kewenangannya wajib
dan pengawasan
melakukan
ketaatan
pengawasan ketaatan
penanggungjawa
penanggung jawab
b usaha yang
usaha dan/atau
sebelumnya
kegiatan terhadap
merupakan
izin lingkungan.
kewenangan
Menteri
direformulasi
menjadi
kewenangan
Pemerintah.
Sesuai dengan
Pasal 4 ayat (1)
UUD 1945 yang
menyebutkan
bahwa Presiden
sebagai
pemegang
kekuasaan
pemerintahan,

236
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Undang- Usulan Rumanusan Alasan


Undang Perubahan Perubahan
menempatkan
Presiden secara
atribusi memiliki
kewenangan
sebagaimana
disebutkan pada
Pasal 50.
Selama ini, kata
“Pemerintah”
dimaknai
sebagai
“Menteri”,
padahal
berdasarkan
ketentuan Pasal
17 UUD NRI
1945, Menteri
merupakan
pembantu
Presiden,
sehingga
kekusaan
pemerintahan
tidak boleh
terdegradasai
oleh Menteri.
3. Pasal 73 Pasal 73
Menteri dapat Dicabut dan
melakukan dinyatakan tidak
pengawasan terhadap berlaku.
ketaatan penanggung
jawab usaha
dan/atau kegiatan
yang izin
lingkungannya
diterbitkan oleh
pemerintah daerah
jika Pemerintah
menganggap terjadi
pelanggaran yang
serius di bidang
perlindungan dan
pengelolaan

237
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Undang- Usulan Rumanusan Alasan


Undang Perubahan Perubahan
lingkungan hidup.

4. Pasal 74 Pasal 74
(1) Pejabat Dicabut dan
pengawas dinyatakan tidak
lingkungan berlaku.
hidup
sebagaimana
dimaksud dalam
Pasal 71 ayat (3)
berwenang:
g. melakukan
pemantauan;
h. meminta
keterangan;
i. membuat
salinan dari
dokumen
dan/atau
membuat
catatan yang
diperlukan;
j. memasuki
tempat
tertentu;
k. memotret;
l. membuat
rekaman
audio visual;
m. mengambil
sampel;
n. memeriksa
peralatan;
o. memeriksa
instalasi
dan/atau alat
transportasi;
dan/atau
p. menghentika

238
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Undang- Usulan Rumanusan Alasan


Undang Perubahan Perubahan
n
pelanggaran
tertentu.
2) Dalam
melaksanakan
tugasnya,
pejabat
pengawas
lingkungan
hidup dapat
melakukan
koordinasi
dengan pejabat
penyidik pegawai
negeri sipil.
3) Penanggung
jawab usaha
dan/atau
kegiatan dilarang
menghalangi
pelaksanaan
tugas pejabat
pengawas
lingkungan
hidup.
5. Pasal 75 Pasal 75
Ketentuan lebih Dicabut dan
lanjut mengenai tata dinyatakan tidak
cara pengangkatan berlaku.
pejabat pengawas
lingkungan hidup
dan tata cara
pelaksanaan
pengawasan
sebagaimana
dimaksud dalam
Pasal 71 ayat (3),
Pasal 73, dan Pasal
74 diatur dalam
Peraturan
Pemerintah.
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas

239
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Undang- Usulan Rumanusan Alasan


Undang Perubahan Perubahan
Angkutan Jalan
1. Pasal 40 Pasal 40 UU LLAJ telah
mengamanatkan
(1) Pembangunan (1) Pembangunan
bahwa Analisis
Terminal harus Terminal
mengenai
dilengkapi harus
Dampak
dengan: a. dilengkapi
Lingkungan
rancang bangun; dengan:
Hidup dengan
b. buku kerja a. rancang Analisis Dampak
rancang bangun; bangun; Lalu Lintas
c. rencana induk
b. buku kerja dapat
Terminal; d.
rancang diintegrasikan.
analisis dampak
bangun; Pun menjadi
Lalu Lintas; dan
suatu kesatuan
e. analisis c. rencana yang tidak dapat
mengenai induk dipisahkan.
dampak Terminal; Namun dalam
lingkungan. dan permasalahanny
(2) Pengoperasian d. dokumen a, implementasi
Terminal Amdal ini tidak dapat
meliputi yang telah dilakukan akibat
kegiatan: mencakup dari kompetensi
a. perencanaa analisis kementerian
n; mengenai terkait. Pasal ini
dampak perlu direvisi
b. pelaksanaan sehingga
lalu lintas.
; dan pengintegrasian
(2) Pembangunan
c. pengawasan antara AMDAL
Terminal
. dan ANDALALIN
sebagaimana
dapat
dimaksud
terimplementasi.
pada ayat (1)
dapat
dikerjasamaka
n dengan
pihak ketiga
sesuai dengan
ketentuan
peraturan
perundang-
undangan.
(3) Pengoperasian
Terminal
meliputi

240
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Undang- Usulan Rumanusan Alasan


Undang Perubahan Perubahan
kegiatan:
a. perencana
an;
b. pelaksana
an; dan
c. pengawasa
n
operasiona
l Terminal.
(4) Perencanaan
dan
pelaksanaan
dalam
pengoperasian
terminal
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (3)
huruf a dan
huruf b dapat
dikerjasamaka
n dengan
pihak ketiga
sesuai dengan
ketentuan
peraturan
perundang-
undangan.
2. Pasal 99 Pasal 99
(1) Setiap rencana (1) Setiap rencana
pembangunan pembangunan
pusat kegiatan, pusat
permukiman, kegiatan,
dan infrastruktur permukiman,
yang akan dan
menimbulkan infrastruktur
gangguan yang akan
Keamanan, menimbulkan
Keselamatan, gangguan
Ketertiban, dan Keamanan,
Kelancaran Lalu Keselamatan,
Lintas dan Ketertiban,

241
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Undang- Usulan Rumanusan Alasan


Undang Perubahan Perubahan
Angkutan Jalan dan
wajib dilakukan Kelancaran
analisis dampak Lalu Lintas
Lalu Lintas. dan Angkutan
Jalan wajib
(2) Analisis dampak
dilakukan
Lalu Lintas
analisis
sebagaimana
mengenai
dimaksud pada
dampak Lalu
ayat (1)
Lintas yang
sekurang-
terintegrasi
kurangnya
dengan Amdal
memuat: a.
atau UKL-UPL
analisis
.
bangkitan dan
tarikan Lalu (2) Ketentuan
Lintas dan lebih lanjut
Angkutan Jalan; mengenai
b. simulasi analisis
kinerja Lalu mengenai
Lintas tanpa dan dampak lalu
dengan adanya lintas
pengembangan; sebagaimana
c. rekomendasi dimaksud
dan rencana pada ayat (1)
implementasi diatur dengan
penanganan Peraturan
dampak; d. Pemerintah.
tanggung jawab
Pemerintah dan
pengembang
atau pembangun
dalam
penanganan
dampak; dan e.
rencana
pemantauan dan
evaluasi.
(3) Hasil analisis
dampak Lalu
Lintas
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (1)
merupakan salah

242
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Undang- Usulan Rumanusan Alasan


Undang Perubahan Perubahan
satu syarat bagi
pengembang
untuk
mendapatkan
izin Pemerintah
dan/atau
Pemerintah
Daerah menurut
peraturan
perundang-
undangan.
3. Pasal 100 Pasal 100 Diakomodir
(1) Analisis dampak Dicabut dan dalam Pasal 99.
Lalu Lintas dinyatakan tidak
sebagaimana berlaku.
dimaksud dalam
Pasal 99 ayat (1)
dilakukan oleh
lembaga
konsultan yang
memiliki tenaga
ahli bersertifikat.
(2) Hasil analisis
dampak Lalu
Lintas
sebagaimana
dimaksud dalam
Pasal 99 ayat (3)
harus
mendapatkan
persetujuan dari
instansi yang
terkait di bidang
Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan.
4. Pasal 101 Pasal 101 Diakomodir
Ketentuan lebih Dicabut dan dalam ketentuan
lanjut mengenai dinyatakan tidak Pasal 99.
pelaksanaan analisis berlaku.
dampak Lalu Lintas
sebagaimana
dimaksud dalam

243
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Undang- Usulan Rumanusan Alasan


Undang Perubahan Perubahan
Pasal 99 dan Pasal
100 diatur dengan
peraturan
pemerintah.

c. Perizinan Bangunan Gedung (Izin Mendirikan Bangunan (IMB)


dan Sertifikat Layak Fungsi (SLF)

Ketentuan yang mengatur Perizinan Bangunan Gedung (Izin


Mendirikan Bangunan dan Sertifikat Laik Fungsi) dilakukan
perubahan, di mana perizinan bangunan gedung berdasarkan Standar
Teknis Bangunan Gedung. Bisnis proses perizinan bangunan gedung
prototype dengan menggunakan standar dan konsultasi bersifat
sukarela. Di sisi lain, bisnis proses perizinan bangunan gedung dan
SLF untuk bangunan gedung non prototype yang memerlukan
konsultasi pengawasan melalui inspeksi per tahapan dalam proses
konstruksi.
Selanjutnya perubahan dilakukan dengan penggunaan jasa
profesional bersertifikat. Pengaturan mengenai standar teknis
bangunan gedung dan proses detail mengenai perizinan diatur melalui
Peraturan Pemerintah. Adapun penerbitan lisensi arsitek oleh
Pemerintah Pusat (sebelumnya pemerintah daerah), namun
pengaturan mengenai persyaratannya yang dapat mengandung unsur
lokal (misal tinggi bangunan di Bali tidak boleh melebihi ketinggian
tertentu) di setiap daerah akan diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Lebih lanjut, beberapa ketentuan diatur dalam Peraturan
Pemerintah, antara lain: kewajiban profesi ahli menyampaikan
pernyataan profesionalnya untuk setiap hasil pekerjaannya; kewajiban
Pelaku Usaha menyampaikan penunjukan kontraktor, arsitek dan
insinyur bangunan gedung yang ditunjuk dalam pelaksanaan
kontruksi bangunan gedung; kewajiban Pelaku Usaha melaporkan
jika terjadi perubahan pihak yang bertanggungjawab sebagai

244
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

kontraktor, arsitek dan insinyur bangunan gedung dalam proses


konstruksi.
Terakhir, penerbitan SLF secara otomatis berdasarkan
pernyataan pemenuhan kelaikan fungsi oleh Manajemen Konstruksi
atau Pengawas. Ketentuan yang mengatur terkait Perizinan Bangunan
Gedung (Izin Mendirikan Bangunan dan Sertifikat Laik Fungsi)
terdapat dalam beberapa Undang-Undang, yaitu:

5) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan


Gedung.
Perizinan dalam rangka mendirikan bangunan gedung
merupakan salah satu perizinan yang dibutuhkan di semua sektor
usaha apabila akan dilakukan pembangunan fasilitas bangunan
gedung untuk mendukung kegiatan usaha. Undang-Undang Nomor
28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (UU Bangunan Gedung)
telah mengatur penyelenggaraan bangunan gedung. Namun,
landasan hukum sebagaimana dimaksud, sudah tidak memadai
dalam mendukung peningkatan daya saing dan kemudahan
berusaha.
Berdasarkan implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 24
Tahun 2018 melalui OSS, dapat diketahui bahwa perizinan
bangunan gedung dilakukan melalui sistem terintegrasi secara
elektronik. Namun dalam perkembangannya, implementasi di
lapangan belum menghasilkan kemudahan dan kecepatan proses
sebagaimana diharapkan. Oleh karena itu, belajar dari negara-
negara lain dengan peringkat terbaik pada indikator perizinan
melakukan konstruksi dalam survei kemudahan berusaha oleh
Bank Dunia, perlu dilakukan penyesuaian pada Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung. Prinsip-prinsip
praktik terbaik di negara lain yaitu penggunaan atau adaptasi
standar dan pedoman bangunan gedung yang sudah berlaku di
negara lain, menitikberatkan pada peran dan tanggungjawab profesi

245
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

ahli konstruksi yang bersertifikat, pembinaan oleh Pemerintah


dalam memenuhi standar kompetensi profesi, dan pengawasan
kepatuhan terhadap standar dan pedoman oleh Pemerintah dalam
seluruh tahapan pembangunan, serta pembinaan dan pengawasan
terhadap kepatuhan praktik professional oleh organisasi profesi.
Selanjutnya dilakukan pencabutan terhadap Pasal 8 sampai
dengan Pasal 14; Pasal 16 sampai dengan Pasal 24; Pasal 26
sampai dengan Pasal 33; Pasal 36; dengan alasan untuk
penyederhanaan perizinan berusaha, dan alasan diantaranya sudah
didelegasikan dalam Pasal Pasal 7 ayat (5) dan untuk persyaratan
administratif dihapus dan persyaratan teknis sudah didelegasikan
dalam Peraturan Pemerintah.
Kemudian, dilakukan penambahan rumusan ketentuan dalam
Pasal 1 mengenai definisi operasional, yaitu mengenai Penyedia
Jasa Konstruksi, Profesi Ahli, dan Pemilik Bangunan Gedung.
Penambahan ketentuan Norma juga perlu dilakukan terhadap Pasal
36 (dengan menambahkan Pasal 36 A dan 36 B), Pasal 37 A
(dengan menambahkan Pasal 37A), Pasal 41 (dengan
menambahkan huruf f pada ayat (2) dan ayat (3), serta
penambahan ketentuan peralihan.

6) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2017 Tentang Arsitek


Salah satu aspek yang menjadi fokus utama analis terhadap
materi dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2017 tentang Arsitek
(UU Arsitek) berkaitan dengan profesi arsitek. Profesi Arsitek
merupakan salah satu profesi yang berperan penting dalam
pelaksanaan pembangunan yang dalam kaitannya dengan
kemudahan berusaha adalah pembangunan fasilitas bangunan
gedung untuk kegiatan usaha. UU Arsitek telah mengatur
penyelenggaraan jasa arsitekur dengan baik. Namun dalam
perkembangan kondisi terkini landasan hukum sebagaimana
dimaksud, perlu disesuaikan dalam mendukung proses

246
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

pembangunan yang efektif dan efisien untuk meningkatkan daya


saing dan kemudahan berusaha. Oleh karena itu, belajar dari
praktik terbaik di negara lain dengan peringkat terbaik pada
indikator perizinan melakukan konstruksi dalam survei kemudahan
berusaha oleh Bank Dunia, maka perlu dilakukan penyesuaian
terhadap penyelenggaraan praktik Arsitek dalam pelaksanaan
penyusunan rencana teknis bangunan gedung.
Prinsip-prinsip praktik terbaik di negara lain yaitu
penggunaan atau adaptasi standar dan pedoman bangunan
gedung yang sudah berlaku di negara lain, menitikberatkan pada
peran dan tanggungjawab profesi arsitek yang bersertifikat,
pembinaan oleh Pemerintah dalam memenuhi standar kompetensi
profesi, dan pengawasan kepatuhan terhadap standar dan
pedoman oleh Pemerintah dalam seluruh tahapan pembangunan,
serta pembinaan dan pengawasan terhadap kepatuhan praktik
professional oleh organisasi profesi.
Beberapa ketentuan dilakukan perubahan, antara lain:
(1) mengenai definisi arsitek dalam Pasal 1 sehingga berbunyi
“Arsitek adalah seseorang yang telah memenuhi syarat dan
ditetapkan oleh Dewan untuk melakukan Praktik Arsitek”;
(2) penambahan pengaturan mengenai Dewan Arsitek, yang
didefinisikan sebagai: Dewan yang dibentuk oleh Organisasi
Profesi dengan tugas dan fungsi membantu Pemerintah Pusat
dalam penyelenggaraan keprofesian Arsitek;
(3) Penambahan rumusan juga dilakukan dengan menambahkan
Pasal baru yaitu Pasal 6A yang berbunyi: “Dalam hal
penyelenggaraan kegiatan untuk menghasilkan karya Arsitektur
berupa bangunan gedung sederhana dan bangunan gedung
adat tidak wajib dilakukan oleh Arsitek”.
Berikut tabel ketentuan Undang-Undang dan Pasal yang
mengalami perubahan atau pencabutan:

247
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Tabel Perizinan Bangunan Gedung

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2017 tentang Arsitek
Pasal 1 angka 10 Pasal 1 angka 10 Perlu
menyempurnakan
Arsitek adalah Arsitek adalah
definisi arsitek
seseorang yang seseorang yang telah
untuk menengaskan
melakukan memenuhi syarat dan
bahwa arsitek
Praktik Arsitek. ditetapkan oleh Dewan
bangunan gedung
untuk melakukan
harus memiliki
Praktik Arsitek.
kapasitas yang
dipersyaratkan
Pasal 1 angka 12 Pasal 1 angka 12 Kewenangan
Pemerintah Dicabut dan perizinan
Daerah adalah dinyatakan tidak dikembalikan
kepada pemerintah
kepala daerah berlaku.
pusat (Presiden)
sebagai unsur
penyelenggara
Pemerintahan
Daerah yang
memimpin
pelaksanaan
urusan
pemerintahan
yang menjadi
kewenangan
daerah otonom.
Pasal 1 angka 13 Pasal 1 angka 13 Kewenangan
Menteri adalah Dicabut dan perizinan
menteri yang dinyatakan tidak dikembalikan
kepada pemerintah
menyelenggaraka berlaku.
pusat (Presiden)
n urusan
pemerintahan di
bidang pekerjaan
umum.
Norma Baru Pasal 1 angka 14 Perlu menambahkan
Dewan Arsitek ketentuan mengenai
Indonesia yang Dewan Aritek yang
selanjutnya disebut diberi tugas

248
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
Dewan adalah dewan pengawasan
yang dibentuk oleh
Organisasi Profesi
dengan tugas dan
fungsi membantu
Pemerintah Pusat
dalam
penyelenggaraan
keprofesian Arsitek.
Pasal 5 Pasal 5 Ketentuan lebih
lanjut yang bersifat
Pemberian Pemberian layanan
lebih teknis
layanan Praktik Arsitek
didelegasikan pada
Praktik wajib memenuhi
paraturan
Arsitek standar kinerja
perundang-
wajib Arsitek.
undangan
memenuhi Standar kinerja Arsitek pelaksananya (PP)
standar sebagaimana
kinerja dimaksud pada
Arsitek. ayat (l)
Standar kinerja mempakan tolok
Arsitek ukur yang
sebagaiman menjamin
a dimaksud elisiensi,
pada ayat (l) efektivitas, dan
mempakan syarat mutu yang
tolok ukur dipergunakan
yang sebagai pedoman
menjamin dalam
elisiensi, pelaksanaan
efektivitas, Praktik Arsitek.
dan syarat Ketentuan lebih lanjut
mutu yang mengenai standar
dipergunaka kinerja Arsitek
n sebagai sebagaimana
pedoman dimaksud pada
dalam ayat (1) diatur
pelaksanaan dengan Peraturan
Praktik Pemerintah.
Arsitek.
Standar kinerja
Arsitek
sebagaiman

249
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
a dimaksud
pada ayat
(1)
mencakup
kemampuan
Arsitek
dalam
menyediaka
n hasil:
dokumen
gambar
peranca
ngan;
dokumen
rencana
kerja
dan
syarat-
syarat;
dokumen
rencana
perhitun
gan
volume
pekerjaa
n;
dan/ata
u
dokumen
pengawa
san
berkala.
Ketentuan lebih
lanjut
mengenai
standar
kinerja
Arsitek
sebagaiman
a dimaksud
pada ayat
(1) diatur

250
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
dengan
Peraturan
Menteri.
Pasal 6 Pasal 6 Ketentuan mengenai
kualifikasi arsitek
Untuk menjadi Untuk melakukan
tidak dikecualikan,
Arsitek, Praktik Arsitek,
tanpa menyebutkan
seseorang seseorang wajib
objeknya
wajib memiliki Surat Tanda
memiliki Registrasi Arsitek.
Surat Tanda
Registrasi
Arsitek.
Ketentuan
sebagaiman
a dimaksud
pada ayat
(1)
dikecualika
n untuk
seseorang
yang
merancang
bangunan
gedung
sederhana
dan
bangunan
gedung
adat.
Norma Baru Pasal 6A Menyederhanakan
hal prosedur bagi
Dalam
bangunan
penyelenggaraan
sederhana dan
kegiatan untuk
bangunan adat
menghasilkan karya
Arsitektur berupa
bangunan gedung
sederhana dan
bangunan gedung adat
tidak wajib dilakukan
oleh Arsitek.
Pasal 13 Pasal 13 Delegasi UU

251
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
Ketentuan Ketentuan mengenai diberikan kepada
mengenai tata, tata, cara penerbitan peraturan
cara penerbitan dan pencabutan Surat pemerintah, bukan
dan pencabutan Tanda Registrasi peraturan menteri.
Surat Tanda Arsitek sebagaimana
Registrasi dimaksud dalam Pasal
Arsitek 6, Pasal 7, Pasal 9,
sebagaimana Pasal 10, dan Pasal 12
dimaksud dalam diatur dengan
Pasal 6, Pasal 7, Peraturan Pemerintah.
Pasal 9, Pasal
10, dan Pasal 12
diatur dengan
Peraturan
Menteri.
Pasal 14 Pasal 14 Kewenangan lisensi
Setiap Arsitek Setiap Arsitek dalam arsitek
dikembalikan
dalam penyelenggaraan
penyelengga bangunan gedung kepada Pemerintah
raan wajib memiliki Pusat
bangunan Lisensi.
gedung Dalam hal Arsitek
wajib sebagaimana
memiliki dimaksud pada
Lisensi. ayat (1) belum
Dalam hal memiliki Lisensi,
Arsitek Arsitek wajib
sebagaiman bekerja sama
a dimaksud dengan Arsitek
pada ayat yang memiliki
(1) tidak Lisensi.
memiliki Lisensi sebagaimana
Lisensi, dimaksud pada
Arsitek ayat (1)
wajib diterbitkan oleh
bekerja Pemerintah
sama Pusat.
dengan
Arsitek yang
memiliki
Lisensi.
Lisensi

252
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
sebagaiman
a dimaksud
pada ayat
(1)
diterbitkan
oleh
pemerintah
provinsi.
Ketentuan
mengenai
tata cara
penerbitan
Lisensi
diatur
dengan
Peraturan
Pemerintah.
Pasal 19 Pasal 19 Pengawasan arsitek
dilakukan oleh
Arsitek Asing Arsitek Asing harus
pemerintah pusat,
harus melakukan alih
dan delegasi
melakukan keahlian dan alih
ketentuan dari UU
alih pengetahuan.
diberikan kepada
keahlian Alih keahlian dan alih Peraturan
dan alih pengetahuan Pemerintah, bukan
pengetahua sebagaimana Peraturan Menteri.
n.
dimaksud pada
Alih keahlian ayat (1) dilakukan
dan alih dengan:
pengetahua mengembangkan
n dan
sebagaiman meningkatkan
a dimaksud jasa Praktik
pada ayat (i)
Arsitek pada
dilakukan kantor
dengan: tempatnya
mengemban bekerja;
gkan mengalihkan
dan pengetahuan
meningk dan
atkan kemampuan
jasa profesionalnya
Praktik kepada

253
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
Arsitek Arsitek;
pada dan/atau
kantor memberikan
tempatn pendidikan
ya dan/atau
bekerja; pelatihan
mengalihka kepada
n lembaga
pengetah pendidikan,
uan dan lembaga
kemamp penelitian,
uan dan/atau
profe lembaga
sionalny pengembanga
a kepada n dalam
Arsitek; bidang
dan Arsitektur
tanpa
memberikan
dipungut
pendidik
biaya.
an
dan/ata Pengawasan terhadap
u pelaksanaan
pelatiha kegiatan alih
n keahlian dan alih
kepada pengetahuan
lembaga sebagaimana
pendidik dimaksud pada
an, ayat (1)
lembaga dilaksanakan oleh
penelitia Pemerintah
n, Pusat.
dan/ata Ketentuan lebih lanjut
u mengenai tata
lembaga cara alih keahlian
pengemb dan alih
angan pengetahuan
dalam sebagaimana
bidang dimaksud pada
Arsitekt ayat (2) dan
ur tanpa pengawasan
dipungut sebagaimana
biaya. dimaksud pada
Pengawasan ayat (3) diatur

254
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
terhadap dengan Peraturan
pelaksanaan Pemerintah.
kegiatan
alih
keahlian
dan alih
pengetahua
n
sebagafunan
a dimaksud
pada ayat
(1)
dilaksanaka
n oleh
Menteri.
Ketentuan lebih
lanjut
mengenai
tata cara
alih
keahlian
dan alih
pengetahua
n
sebagaiman
a dimaksud
pada ayat
(2) dan
pengawasan
sebagaiman
a dimaksud
pada ayat
(3) diatur
dengan
Peraturan
Menteri.
Pasal 34 Pasal 34 Menyempurnakan
mendukung ketentuan norma
Dalam Dalam
agar lebih teas dan
mendukung keprofesian
efisien
keprofesian Arsitek,
Arsitek, Organisasi Profesi
Organisasi membentuk
Profesi dewan yang

255
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
membentuk bersifat mandiri
dewan yang dan independen.
bersifat Penjelasan Pasal
mandiri dan 34 ayat (1):
independen.
dicabut dan
Dewan dinyatakan tidak
sebagaiman berlaku.
a dimaksud
pada ayat Dewan sebagaimana
(1) memiliki dimaksud pada
tugas dan ayat (1)
fungsi beranggotakan 9
untuk (sembilan) orang
membantu yang terdiri atas
Pemerintah unsur:
Pusat dalam anggota
penyelengga Organisasi
raan Profesi;
keprofesian Pengguna Jasa
Arsitek. Arsitek; dan
Dewan perguruan tinggi.
sebagaiman Dewan sebagaimana
a dimaksud dimaksud pada
pada ayat ayat (1)
(1) dikukuhkan oleh
beranggotak Menteri.
an 9
(sembilan)
orang yang
terdiri atas
unsur:
anggota
Organisa
si
Profesi;
Pengguna
Jasa
Arsitek;
dan
perguruan
tinggi.
Dewan

256
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
sebagaiman
a dimaksud
pada ayat
(1)
dikukuhkan
oleh
Menteri.
Pasal 35 Pasal 35 Perlu menambahkan
ketentuan mengenai
Pemerintah Pemerintah Pusat
kewenangan
Pusat melakukan
pembinaan dari
melakukan pembinaan
pemerintah pusat
pembinaan terhadap profesi
atas profesi arsitek
terhadap Arsitek.
profesi Pembinaan
Arsitek. sebagaimana
Dalam dimaksud pada
melakukan ayat (1) dilakukan
pembinaan dengan:
sebagaiman menetapkan
a dirnaksud kebijakan
pada ayat
pengembanga
(1), n profesi
Pemerintah Arsitek dan
Pusat Praktik
bekerja Arsitek;
sarna
dengan melakukan
Organisasi pemberdayaan
Profesi. Arsitek; dan
melakukan
pengawasan
terhadap
kepatuhan
Arsitek dalam
pelaksanaan
peraturan dan
standar
penataan
bangunan dan
lingkungan.
Pemerintah Pusat
dalam melakukan

257
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
fungsi
pengaturan,
pemberdayaan,
dan pengawasan
Praktik Arsitek
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (1) dibantu
oleh Dewan.

Penjelasan ayat
(3):
Yang dimaksud
dengan
“pengaturan”
antara lain
peraturan terkait
penyelenggaraan
profesi Arsitek

Yang dimaksud
dengan
“pemberdayaan”
antara lain
berupa penetapan
gelar profesi
Arsitek (Ar.),
penetapan
standar
pendidikan
Arsitektur, dan
penetapan
standar Praktik
Arsitek.

Yang dimaksud
dengan
“pengawasan”
antara lain
pengendalian
Praktik Arsitek.

258
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
Ketentuan mengenai
pembinaan
Arsitek
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (1), ayat (2),
dan ayat (3)
diatur dengan
Peraturan
Pemerintah.
Pasal 36 Pasal 36 Ketentuan mengenai
dan teknis pembinaan
Pembinaan Dicabut
Arsitek dinyatakan tidak dan pemberdayaan
arsitek dituangkan
sebagaimana berlaku.
dalam materi
dimaksud dalam
pengaturan di
Pasal 35
bawah UU (PP atau
dilaksanakan
Perpres)
dengan:
menetapkan
kebijakan
pengembang
an profesi
Arsitek dan
Praktik
Arsitek;
melakukan
pemberdaya
an Arsitek;
dan
melakukan
pengawasan
terhadap
kepatuhan
Arsitek
dalam
pelaksanaan
peraturan
dan standar
penataan
bangunan
dan
lingkungan.

259
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
Pasal 37 Pasal 37 Delegasi UU menjadi
dan materi peraturan
Ketentuan Dicabut
tidak pelaksana di
mengenai dinyatakan
bawanya, yaitu PP
pembinaan berlaku.
atau Perpres
Arsitek
sebagaimana
dimaksud dalam
Pasal 35 dan
Pasal 36 diatur
dengan
Peraturan
Menteri.
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung
Pasal 1 angka 11 Pasal 1 angka 11 Penambahan
beberapa definisi
Pengkaji teknis Pengkaji Teknis adalah
baru dan perubahan
adalah orang
definisi Pengkaji
orang perseorangan
Teknis karena
perorangan, atau badan
penambahan dan
atau badan usaha, baik yang
perubahan sesuai
hukum yang berbadan hukum
konsep bisnis baru
mempunyai maupun tidak
sertifikat berbadan hukum,
keahlian yang mempunyai
untuk sertifikat
melaksanak kompetensi kerja
an kualifikasi ahli
pengkajian atau sertifikat
teknis atas badan usaha
kelaikan untuk
fungsi melaksanakan
bangunan pengkajian teknis
gedung atas kelaikan
sesuai fungsi Bangunan
dengan Gedung.
ketentuan
perundang-
undangan
yang
berlaku.
Pasal 1 angka 15 Pasal 1 angka 15
Pemerintah Dicabut dan

260
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
Daerah dinyatakan tidak
adalah berlaku.
kepala
daerah
kabupaten
atau kota
beserta
perangkat
daerah
otonom yang
lain sebagai
badan
eksekutif
daerah,
kecuali
untuk
Provinsi
Daerah
Khusus
Ibukota
Jakarta
adalah
gubernur.
Norma Baru Pasal 1 angka 16
Penyedia Jasa
Konstruksi
adalah pemberi
layanan Jasa
Konstruksi.
Norma Baru Pasal 1 angka 17
Profesi Ahli adalah
seseorang yang
telah memenuhi
standar
kompetensi dan
ditetapkan oleh
lembaga yang
diakreditasi oleh
Pemerintah.
Norma Baru Pasal 1 angka 18
Penilik Bangunan

261
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
Gedung yang
selanjutnya
disebut Penilik
adalah orang
perseorangan
yang memiliki
kompetensi, yang
diberi tugas oleh
Pemerintah untuk
melakukan
inspeksi terhadap
penyelenggaraan
Bangunan
Gedung.
Pasal 5 Pasal 5 Kebutuhan
identifikasi fungsi
Fungsi Setiap bangunan
dan juga klasifikasi
bangunan gedung memiliki
bangunan gedung
gedung fungsi dan
untuk
meliputi klasifikasi
menggunakan
fungsi bangunan
standar teknis.
hunian, gedung.
Selain itu adanya
keagamaan, Ketentuan lebih lanjut
kebutuhan untuk
usaha, mengenai fungsi mengadopsi fungsi
sosial dan dan klasifikasi dan klasifikasi
budaya, bangunan gedung bangunan
serta fungsi sebagaimana berdasarkan standar
khusus. dimaksud ayat (1) internasional
Bangunan diatur dengan
gedung Peraturan
fungsi Pemerintah.
hunian
sebagaiman
a dimaksud
dalam ayat
(1) meliputi
bangunan
untuk
rumah
tinggal
tunggal,
rumah
tinggal
deret,

262
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
rumah
susun, dan
rumah
tinggal
sementara.
Bangunan
gedung
fungsi
keagamaan
sebagaiman
a dimaksud
dalam ayat
(1) meliputi
masjid,
gereja, pura,
wihara, dan
kelenteng.
Bangunan
gedung
fungsi
usaha
sebagaiman
a dimaksud
dalam ayat
(1) meliputi
bangunan
gedung
untuk
perkantoran
,
perdaganga
n,
perindustria
n,
perhotelan,
wisata dan
rekreasi,
terminal,
dan
penyimpana
n.
Bangunan
gedung

263
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
fungsi sosial
dan budaya
sebagaiman
a dimaksud
dalam ayat
(1) meliputi
bangunan
gedung
untuk
pendidikan,
kebudayaan
, pelayanan
kesehatan,
laboratoriu
m, dan
pelayanan
umum.
Bangunan
gedung
fungsi
khusus
sebagaiman
a dimaksud
dalam ayat
(1) meliputi
bangunan
gedung
untuk
reaktor
nuklir,
instalasi
pertahanan
dan
keamanan,
dan
bangunan
sejenis yang
diputuskan
oleh
menteri.
Satu bangunan
gedung
dapat
memiliki

264
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
lebih dari
satu fungsi.
Pasal 6 Pasal 6 Perubahan
bangunan nomenklatur IMB
Fungsi Fungsi
menjadi Perizinan
bangunan gedung
Bangunan Gedung.
gedung sebagaimana
sebagaiman dimaksud dalam
a dimaksud Pasal 5 harus
dalam Pasal sesuai dengan
5 harus peruntukan
sesuai lokasi yang diatur
dengan dengan RDTR.
peruntukan Fungsi bangunan
lokasi yang gedung
diatur sebagaimana
dalam dimaksud pada
Peraturan ayat (1)
Daerah dicantumkan
tentang dalam
Rencana Persetujuan
Tata Ruang bangunan
Wilayah gedung.
Kabupaten/
Kota. Perubahan fungsi
bangunan gedung
Fungsi harus
bangunan
mendapatkan
gedung persetujuan
sebagaiman kembali dari
a dimaksud Pemerintah.
dalam ayat
(1) Ketentuan lebih lanjut
ditetapkan mengenai tata
oleh cara memperoleh
Pemerintah persetujuan
Daerah dan bangunan gedung
dicantumka sebagaimana
n dalam izin dimaksud pada
mendirikan ayat (2) dan ayat
bangunan. (3) diatur dengan
Peraturan
Perubahan Pemerintah.
fungsi
bangunan

265
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
gedung yang
telah
ditetapkan
sebagaiman
a dimaksud
dalam ayat
(2) harus
mendapatka
n
persetujuan
dan
penetapan
kembali oleh
Pemerintah
Daerah.
Ketentuan
mengenai
tata cara
penetapan
dan
perubahan
fungsi
bangunan
gedung
sebagaiman
a dimaksud
dalam ayat
(3) diatur
lebih lanjut
dengan
Peraturan
Pemerintah.
Pasal 7 Pasal 7 Penggunaan standar
teknis bangunan
Setiap bangunan Setiap bangunan
gedung sebagai
gedung gedung harus
acuan utama dalam
harus memenuhi
proses perencanaan,
memenuhi standar teknis
pelaksanaan dan
persyaratan bangunan gedung
pengawasan
administrati sesuai dengan
bangunan gedung
f dan fungsi dan
dan penghabpusan
persyaratan klasifikasi
persyaratan
teknis bangunan
sesuai administratif sesuai

266
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
dengan gedung. konsep proses bisnis
fungsi baru.
Dihapus.
bangunan
gedung. Dihapus.
Persyaratan Penggunaan ruang di
administrati atas dan/atau di
f bangunan bawah tanah
gedung dan/atau air
sebagaiman untuk bangunan
a dimaksud gedung harus
dalam ayat sesuai dengan
(1) meliputi ketentuan
persyaratan peraturan
status hak perundang-
atas tanah, undangan.
status Dalam hal bangunan
kepemilikan gedung
bangunan merupakan
gedung, dan bangunan gedung
izin adat dan cagar
mendirikan budaya,
bangunan. bangunan gedung
Persyaratan mengikuti
teknis ketentuan khusus
bangunan sesuai dengan
gedung ketentuan
sebagaiman peraturan
a dimaksud perundang-
dalam ayat undangan.
(1) meliputi Ketentuan lebih lanjut
persyaratan mengenai standar
tata teknis
bangunan sebagaimana
dan dimaksud pada
persyaratan ayat (1) diatur
keandalan dengan Peraturan
bangunan Pemerintah.
gedung.
Penggunaan
ruang di
atas
dan/atau di
bawah

267
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
tanah
dan/atau
air untuk
bangunan
gedung
harus
memiliki
izin
penggunaan
sesuai
ketentuan
yang
berlaku.
Persyaratan
administrati
f dan teknis
untuk
bangunan
gedung
adat,
bangunan
gedung semi
permanen,
bangunan
gedung
darurat, dan
bangunan
gedung yang
dibangun
pada daerah
lokasi
bencana
ditetapkan
oleh
Pemerintah
Daerah
sesuai
kondisi
sosial dan
budaya
setempat.
Pasal 8 Pasal 8 Penggunaan standar
Setiap bangunan Dicabut dan teknis bangunan

268
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
gedung dinyatakan tidak gedung sebagai
harus berlaku. acuan utama dalam
memenuhi proses perencanaan,
persyaratan pelaksanaan dan
administrati pengawasan
f yang bangunan gedung
meliputi: dan penghabpusan
persyaratan
status hak
administratif sesuai
atas
konsep proses bisnis
tanah,
baru.
dan/ata
u izin
pemanfa
atan dari
pemegan
g hak
atas
tanah;
status
kepemili
kan
banguna
n
gedung;
dan
izin
mendirik
an
banguna
n
gedung
sesuai
ketentua
n
peratura
n
perunda
ng-
undanga
n yang
berlaku.
Setiap orang
atau badan

269
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
hukum
dapat
memiliki
bangunan
gedung atau
bagian
bangunan
gedung.
Pemerintah
Daerah
wajib
mendata
bangunan
gedung
untuk
keperluan
tertib
pembangun
an dan
pemanfaata
n.
Ketentuan
mengenai
izin
mendirikan
bangunan
gedung,
kepemilikan
, dan
pendataan
bangunan
gedung
sebagaiman
a dimaksud
dalam ayat
(1), ayat (2),
dan ayat (3)
diatur lebih
lanjut
dengan
Peraturan
Pemerintah.

270
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
Pasal 9 Pasal 9 Sudah didelegasikan
Persyaratan tata Dicabut dan dalam Pasal 7 ayat
bangunan dinyatakan tidak (5).
sebagaiman berlaku.
a dimaksud
dalam Pasal
7 ayat (3)
meliputi
persyaratan
peruntukan
dan
intensitas
bangunan
gedung,
arsitektur
bangunan
gedung, dan
persyaratan
pengendalia
n dampak
lingkungan.
Persyaratan tata
bangunan
sebagaiman
a dimaksud
dalam ayat
(1)
ditetapkan
lebih lanjut
dalam
rencana tata
bangunan
dan
lingkungan
oleh
Pemerintah
Daerah. (3)
Ketentuan
mengenai
tata cara
penyusunan
rencana tata
bangunan

271
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
dan
lingkungan
sebagaiman
a dimaksud
dalam ayat
(2) diatur
lebih lanjut
dengan
Peraturan
Pemerintah.

Pasal 10 Pasal 10 Sudah didelegasikan


Persyaratan Dicabut dan dalam Pasal 7 ayat
peruntukan dinyatakan tidak (5).
dan berlaku.
intensitas
bangunan
gedung
sebagai-
mana
dimaksud
dalam Pasal
9 ayat (1)
meliputi
persyaratan
peruntukan
lokasi,
kepadatan,
ketinggian,
dan jarak
bebas
bangunan
gedung yang
ditetapkan
untuk lokasi
yang
bersangkuta
n.
Pemerintah
Daerah
wajib
menyediaka

272
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
n dan
memberikan
informasi
secara
terbuka
tentang
persyaratan
peruntukan
dan
intensitas
bangunan
gedung bagi
masyarakat
yang
memerlukan
nya.
Pasal 11 Pasal 11 Sudah didelegasikan
Persyaratan Dicabut dan dalam Pasal 7 ayat
peruntukan dinyatakan tidak (5).
lokasi berlaku.
sebagaiman
a dimaksud
dalam Pasal
10 ayat (1)
dilaksanaka
n
berdasarkan
ketentuan
tentang tata
ruang.
Bangunan
gedung yang
dibangun di
atas,
dan/atau di
bawah
tanah, air,
dan/atau
prasarana
dan sarana
umum tidak
boleh
mengganggu

273
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
keseimbang
an
lingkungan,
fungsi
lindung
kawasan,
dan/atau
fungsi
prasarana
dan sarana
umum yang
bersangkuta
n.
Ketentuan
mengenai
pembangun
an
bangunan
gedung
sebagaiman
a dimaksud
dalam ayat
(2) diatur
lebih lanjut
dengan
Peraturan
Pemerintah.
Pasal 12 Pasal 12 Sudah didelegasikan
Persyaratan Dicabut dan dalam Pasal 7 ayat
kepadatan dinyatakan tidak (5).
dan berlaku.
ketinggian
bangunan
sebagaiman
a dimaksud
dalam Pasal
10 ayat (1)
meliputi
koefisien
dasar
bangunan,
koefisien
lantai

274
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
bangunan,
dan
ketinggian
bangunan
sesuai
dengan
ketentuan
yang
ditetapkan
untuk lokasi
yang
bersangkuta
n.
Persyaratan
jumlah
lantai
maksimum
bangunan
gedung atau
bagian
bangunan
gedung yang
dibangun di
bawah
permukaan
tanah harus
mempertimb
angkan
keamanan,
kesehatan,
dan daya
dukung
lingkungan
yang
dipersyaratk
an.
Bangunan
gedung
tidak boleh
melebihi
ketentuan
maksimum
kepadatan
dan

275
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
ketinggian
yang
ditetapkan
pada lokasi
yang
bersangkuta
n.
Ketentuan
mengenai
tata cara
perhitungan
dan
penetapan
kepadatan
dan
ketinggian
sebagaiman
a dimaksud
dalam ayat
(3) diatur
lebih lanjut
dengan
Peraturan
Pemerintah.
Pasal 13 Pasal 13 Sudah didelegasikan
Persyaratan Dicabut dinyatakan dalam Pasal 7 ayat
(5)
jarak bebas tidak berlaku.
bangunan
gedung
sebagaiman
a dimaksud
dalam Pasal
10 ayat (1)
meliputi:
garis
sempada
n
banguna
n
gedung
dengan
as jalan,

276
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
tepi
sungai,
tepi
pantai,
jalan
kereta
api,
dan/ata
u
jaringan
tegangan
tinggi;
jarak antara
banguna
n
gedung
dengan
batas-
batas
persil,
dan
jarak
antara
as jalan
dan
pagar
halaman
yang
diizinka
n pada
lokasi
yang
bersang
kutan.
Persyaratan
jarak bebas
bangunan
gedung atau
bagian
bangunan
gedung yang
dibangun di
bawah
permukaan

277
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
tanah harus
mempertimb
angkan
batas-batas
lokasi,
keamanan,
dan tidak
mengganggu
fungsi
utilitas kota,
serta
pelaksanaan
pembangun
annya.
Ketentuan
mengenai
persyaratan
jarak bebas
bangunan
gedung
sebagaiman
a dimaksud
dalam ayat
(2) diatur
lebih lanjut
dengan
Peraturan
Pemerintah.
Pasal 14 Pasal 14 Sudah didelegasikan
Persyaratan Dicabut dan dalam Pasal 7 ayat
arsitektur dinyatakan tidak (5)
bangunan berlaku.
gedung
sebagaiman
a dimaksud
dalam Pasal
9 ayat (1)
meliputi
persyaratan
penampilan
bangunan
gedung, tata
ruang

278
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
dalam,
keseimbang
an,
keserasian,
dan
keselarasan
bangunan
gedung
dengan
lingkungann
ya, serta
pertimbanga
n adanya
keseimbang
an antara
nilai-nilai
sosial
budaya
setempat
terhadap
penerapan
berbagai
perkembang
an
arsitektur
dan
rekayasa.
Persyaratan
penampilan
bangunan
gedung
sebagaiman
a dimaksud
dalam ayat
(1) harus
memperhati
kan bentuk
dan
karakteristi
k arsitektur
dan
lingkungan
yang ada di
sekitarnya.

279
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
Persyaratan tata
ruang dalam
bangunan
sebagaiman
a dimaksud
dalam ayat
(1) harus
memperhati
kan fungsi
ruang,
arsitektur
bangunan
gedung, dan
keandalan
bangunan
gedung.
Persyaratan
keseimbang
an,
keserasian,
dan
keselarasan
bangunan
gedung
dengan
lingkungann
ya
sebagaiman
a dimaksud
dalam ayat
(1) harus
mempertimb
angkan
terciptanya
ruang luar
bangunan
gedung,
ruang
terbuka
hijau yang
seimbang,
serasi, dan
selaras
dengan

280
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
lingkungann
ya.
Ketentuan
mengenai
penampilan
bangunan
gedung, tata
ruang
dalam,
keseimbang
an, dan
keselarasan
bangunan
gedung
dengan
lingkungann
ya
sebagaiman
a dimaksud
dalam ayat
(1), ayat (2),
ayat (3), dan
ayat (4)
diatur lebih
lanjut
dengan
Peraturan
Pemerintah.
Pasal 15 Pasal 15 Menghapus kata
Persyaratan karena
Penerapan Penerapan
penggunaan standar
persyaratan pengendalian
termasuk di
pengendalia dampak
lingkungan hanya dalamnya terkait
n dampak
dampak lingkungan.
lingkungan berlaku bagi
hanya bangunan gedung
berlaku bagi yang dapat
bangunan menimbulkan
gedung yang dampak penting
dapat terhadap
menimbulka lingkungan.
n dampak Pengendalian dampak
penting lingkungan pada
terhadap

281
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
lingkungan. bangunan gedung
sebagaimana
Persyaratan
dimaksud pada
pengendalia
ayat (1)
n dampak
dilaksanakan
lingkungan
sesuai dengan
pada
ketentuan
bangunan
peraturan
gedung
perundang-
sebagaiman
undangan.
a dimaksud
dalam ayat
(1) sesuai
dengan
ketentuan
peraturan
perundang-
undangan
yang
berlaku
Pasal 16 Pasal 16 Sudah didelegasikan
Persyaratan Dicabut dan dalam Pasal 7 ayat
keandalan dinyatakan tidak (5).
bangunan berlaku.
gedung
sebagaiman
a dimaksud
dalam Pasal
7 ayat (3),
meliputi
persyaratan
keselamatan
, kesehatan,
kenyamana
n, dan
kemudahan.
Persyaratan
keandalan
bangunan
gedung
sebagaiman
a dimaksud
dalam ayat

282
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
(1)
ditetapkan
berdasarkan
fungsi
bangunan
gedung.
Pasal 17 Pasal 17 Sudah didelegasikan
Persyaratan Dicabut dan dalam Pasal 7 ayat
(5).
keselamatan dinyatakan tidak
bangunan berlaku.
gedung
sebagaiman
a dimaksud
dalam Pasal
16 ayat (1)
meliputi
persyaratan
kemampuan
bangunan
gedung
untuk
mendukung
beban
muatan,
serta
kemampuan
bangunan
gedung
dalam
mencegah
dan
menanggula
ngi bahaya
kebakaran
dan bahaya
petir.
Persyaratan
kemampuan
bangunan
gedung
untuk
mendukung
beban

283
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
muatannya
sebagaiman
a dimaksud
dalam ayat
(1)
merupakan
kemampuan
struktur
bangunan
gedung yang
stabil dan
kukuh
dalam
mendukung
beban
muatan.
Persyaratan
kemampuan
bangunan
gedung
dalam
mencegah
dan
menanggula
ngi bahaya
kebakaran
sebagaiman
a dimaksud
dalam ayat
(1)
merupakan
kemampuan
bangunan
gedung
untuk
melakukan
pengamana
n terhadap
bahaya
kebakaran
melalui
sistem
proteksi
pasif

284
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
dan/atau
proteksi
aktif.
Persyaratan
kemampuan
bangunan
gedung
dalam
mencegah
bahaya petir
sebagaiman
a dimaksud
dalam ayat
(1)
merupakan
kemampuan
bangunan
gedung
untuk
melakukan
pengamana
n terhadap
bahaya petir
melalui
sistem
penangkal
petir.
Pasal 18 Pasal 18 Sudah didelegasikan
Persyaratan Dicabut dan dalam Pasal 7 ayat
kemampuan dinyatakan tidak (5).
struktur berlaku.
bangunan
gedung yang
stabil dan
kukuh
dalam
mendukung
beban
muatan
sebagaiman
a dimaksud
dalam Pasal
17 ayat (2)

285
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
merupakan
kemampuan
struktur
bangunan
gedung yang
stabil dan
kukuh
sampai
dengan
kondisi
pembebana
n
maksimum
dalam
mendukung
beban
muatan
hidup dan
beban
muatan
mati, serta
untuk
daerah/zon
a tertentu
kemampuan
untuk
mendukung
beban
muatan
yang timbul
akibat
perilaku
alam.
Besarnya beban
muatan
dihitung
berdasarkan
fungsi
bangunan
gedung
pada
kondisi
pembebana
n

286
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
maksimum
dan variasi
pembebana
n agar bila
terjadi
keruntuhan
pengguna
bangunan
gedung
masih dapat
menyelamat
kan diri.

Ketentuan
mengenai
pembebana
n,
ketahanan
terhadap
gempa bumi
dan/atau
angin
sebagaiman
a dimaksud
dalam ayat
(1) dan ayat
(2) diatur
lebih lanjut
dengan
Peraturan
Pemerintah.
Pasal 19 Pasal 19 Sudah didelegasikan
Pengamanan Dicabut dan dalam Pasal 7 ayat
terhadap dinyatakan tidak (5)
bahaya berlaku.
kebakaran
dilakukan
dengan
sistem
proteksi
pasif
sebagaiman

287
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
a dimaksud
dalam Pasal
17 ayat (3)
meliputi
kemampuan
stabilitas
struktur
dan
elemennya,
konstruksi
tahan api,
komparteme
nisasi dan
pemisahan,
serta
proteksi
pada
bukaan
yang ada
untuk
menahan
dan
membatasi
kecepatan
menjalarnya
api dan
asap
kebakaran.
Pengamanan
terhadap
bahaya
kebakaran
dilakukan
dengan
sistem
proteksi
aktif
sebagaiman
a dimaksud
dalam Pasal
17 ayat (3)
meliputi
kemampuan
peralatan

288
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
dalam
mendeteksi
dan
memadamk
an
kebakaran,
pengendalia
n asap, dan
sarana
penyelamata
n
kebakaran.
Bangunan
gedung,
selain
rumah
tinggal,
harus
dilengkapi
dengan
sistem
proteksi
pasif dan
aktif.
Ketentuan
mengenai
sistem
pengamana
n bahaya
kebakaran
sebagaiman
a dimaksud
dalam ayat
(1), ayat (2),
dan ayat (3)
diatur lebih
lanjut
dengan
Peraturan
Pemerintah.
Pasal 20 Pasal 20 Sudah didelegasikan
Pengamanan Dicabut dan dalam Pasal 7 ayat

289
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
terhadap dinyatakan tidak (5).
bahaya petir berlaku.
melalui
sistem
penangkal
petir
sebagaiman
a dimaksud
dalam Pasal
17 ayat (4)
merupakan
kemampuan
bangunan
gedung
untuk
melindungi
semua
bagian
bangunan
gedung,
termasuk
manusia di
dalamnya
terhadap
bahaya
sambaran
petir.
Sistem
penangkal
petir
sebagaiman
a dimaksud
dalam ayat
(1)
merupakan
instalasi
penangkal
petir yang
harus
dipasang
pada setiap
bangunan
gedung yang
karena

290
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
letak, sifat
geografis,
bentuk, dan
penggunaan
nya
mempunyai
risiko
terkena
sambaran
petir.
Ketentuan
mengenai
sistem
penangkal
petir
sebagaiman
a dimaksud
dalam ayat
(2) diatur
lebih lanjut
dengan
Peraturan
Pemerintah.
Pasal 21 Pasal 21 Sudah didelegasikan
Persyaratan Dicabut dan dalam Pasal 7 ayat
kesehatan dinyatakan tidak (5)
bangunan berlaku.
gedung
sebagaimana
dimaksud dalam
Pasal 16 ayat (1)
meliputi
persyaratan
sistem
penghawaan,
pencahayaan,
sanitasi, dan
penggunaan
bahan bangunan
gedung.
Pasal 22 Pasal 22 Sudah didelegasikan
Sistem Dicabut dan dalam Pasal 7 ayat

291
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
penghawaan dinyatakan tidak (5)
sebagaiman berlaku.
a dimaksud
dalam Pasal
21
merupakan
kebutuhan
sirkulasi
dan
pertukaran
udara yang
harus
disediakan
pada
bangunan
gedung
melalui
bukaan
dan/atau
ventilasi
alami
dan/atau
ventilasi
buatan.
Bangunan
gedung
tempat
tinggal,
pelayanan
kesehatan,
pendidikan,
dan
bangunan
pelayanan
umum
lainnya
harus
mempunyai
bahan
untuk
ventilasi
alami.
Ketentuan
mengenai

292
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
sistem
penghawaan
sebagaiman
a dimaksud
dalam ayat
(1) dan ayat
(2) diatur
lebih lanjut
dengan
Peraturan
Pemerintah.
Pasal 23 Pasal 23 Sudah didelegasikan
Sistem Dicabut dan dalam Pasal 7 ayat
pencahayaa dinyatakan tidak (5)
n berlaku.
sebagaiman
a dimaksud
dalam Pasal
21
merupakan
kebutuhan
pencahayaa
n yang
harus
disediakan
pada
bangunan
gedung
melalui
pencahayaa
n alami
dan/atau
pencahayaa
n buatan,
termasuk
pencahayaa
n darurat.
Bangunan
gedung
tempat
tinggal,
pelayanan
kesehatan,

293
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
pendidikan,
dan
bangunan
pelayanan
umum
lainnya
harus
mempunyai
bukaan
untuk
pencahayaa
n alami.
Ketentuan
mengenai
sistem
pencahayaa
n
sebagaiman
a dimaksud
dalam ayat
(1) dan ayat
(2) diatur
lebih lanjut
dengan
Peraturan
Pemerintah.
Pasal 24 Pasal 24 Sudah didelegasikan
Sistem sanitasi Dicabut dan dalam Pasal 7 ayat
sebagaiman dinyatakan tidak (5).
a dimaksud berlaku.
dalam Pasal
21
merupakan
kebutuhan
sanitasi
yang harus
disediakan
di dalam
dan di luar
bangunan
gedung
untuk
memenuhi

294
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
kebutuhan
air bersih,
pembuanga
n air kotor
dan/atau
air limbah,
kotoran dan
sampah,
serta
penyaluran
air hujan.
Sistem sanitasi
pada
bangunan
gedung dan
lingkungann
ya harus
dipasang
sehingga
mudah
dalam
pengoperasi
an dan
pemeliharaa
nnya, tidak
membahaya
kan serta
tidak
mengganggu
lingkungan.
Ketentuan
mengenai
sistem
sanitasi
sebagaiman
a dimaksud
dalam ayat
(1) dan ayat
(2) diatur
lebih lanjut
dengan
Peraturan
Pemerintah.

295
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
Pasal 25 Pasal 25 Pasal 21 sudah
dihapuskan.
Penggunaan Dicabut dan
bahan dinyatakan tidak
bangunan berlaku.
gedung
sebagaiman
a dimaksud
dalam Pasal
21 harus
aman bagi
kesehatan
pengguna
bangunan
gedung dan
tidak
menimbulka
n dampak
negatif
terhadap
lingkungan.
Ketentuan
mengenai
penggunaan
bahan
bangunan
gedung
sebagaiman
a dimaksud
dalam ayat
(1) diatur
lebih lanjut
dengan
Peraturan
Pemerintah.
Pasal 26 Pasal 26 Sudah didelegasikan
Persyaratan Dicabut dan dalam Pasal 7 ayat
kenyamana dinyatakan tidak (5)
n bangunan berlaku.
gedung
sebagaiman
a dimaksud
dalam Pasal

296
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
16 ayat (1)
meliputi
kenyamana
n ruang
gerak dan
hubungan
antarruang,
kondisi
udara dalam
ruang,
pandangan,
serta tingkat
getaran dan
tingkat
kebisingan.
Kenyamanan
ruang gerak
sebagaiman
a dimaksud
dalam ayat
(1)
merupakan
tingkat
kenyamana
n yang
diperoleh
dari dimensi
ruang dan
tata letak
ruang yang
memberikan
kenyamana
n bergerak
dalam
ruangan.
Kenyamanan
hubungan
antarruang
sebagaiman
a dimaksud
dalam ayat
(1)
merupakan
tingkat

297
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
kenyamana
n yang
diperoleh
dari tata
letak ruang
dan
sirkulasi
antarruang
dalam
bangunan
gedung
untuk
terselenggar
anya fungsi
bangunan
gedung.
Kenyamanan
kondisi
udara dalam
ruang
sebagaiman
a dimaksud
dalam ayat
(1)
merupakan
tingkat
kenyamana
n yang
diperoleh
dari
temperatur
dan
kelembaban
di dalam
ruang untuk
terselenggar
anya fungsi
bangunan
gedung.
Kenyamanan
pandangan
sebagaiman
a dimaksud
dalam ayat

298
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
(1)
merupakan
kondisi
dimana hak
pribadi
orang dalam
melaksanak
an kegiatan
di dalam
bangunan
gedungnya
tidak
terganggu
dari
bangunan
gedung lain
di
sekitarnya.
Kenyamanan
tingkat
getaran dan
kebisingan
sebagaiman
a dimaksud
dalam ayat
(1)
merupakan
tingkat
kenyamana
n yang
ditentukan
oleh suatu
keadaan
yang tidak
mengakibat
kan
pengguna
dan fungsi
bangunan
gedung
terganggu
oleh getaran
dan/atau
kebisingan

299
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
yang timbul
baik dari
dalam
bangunan
gedung
maupun
lingkungann
ya.
Ketentuan
mengenai
kenyamana
n ruang
gerak, tata
hubungan
antarruang,
tingkat
kondisi
udara dalam
ruangan,
pandangan,
serta tingkat
getaran dan
kebisingan
sebagaiman
a dimaksud
dalam ayat
(2), ayat (3),
ayat (4),
ayat (5), dan
ayat (6)
diatur lebih
lanjut
dengan
Peraturan
Pemerintah.
Pasal 27 Pasal 27 Sudah didelegasikan
Persyaratan Dicabut dan dalam Pasal 7 ayat
kemudahan dinyatakan tidak (5).
sebagaiman berlaku.
a dimaksud
dalam Pasal
16 ayat (1)
meliputi

300
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
kemudahan
hubungan
ke, dari, dan
di dalam
bangunan
gedung,
serta
kelengkapan
prasarana
dan sarana
dalam
pemanfaata
n bangunan
gedung.
Kemudahan
hubungan
ke, dari, dan
di dalam
bangunan
gedung
sebagaiman
a dimaksud
dalam ayat
(1) meliputi
tersedianya
fasilitas dan
aksesibilitas
yang
mudah,
aman, dan
nyaman
termasuk
bagi
penyandang
cacat dan
lanjut usia.
Kelengkapan
prasarana
dan sarana
sebagaiman
a dimaksud
dalam ayat
(1) pada
bangunan

301
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
gedung
untuk
kepentingan
umum
meliputi
penyediaan
fasilitas
yang cukup
untuk ruang
ibadah,
ruang ganti,
ruangan
bayi, toilet,
tempat
parkir,
tempat
sampah,
serta
fasilitas
komunikasi
dan
informasi.
Ketentuan
mengenai
kemudahan
hubungan
ke, dari, dan
di dalam
bangunan
gedung,
serta
kelengkapan
prasarana
dan sarana
sebagaiman
a dimaksud
dalam ayat
(2) dan ayat
(3) diatur
lebih lanjut
dengan
Peraturan
Pemerintah.

302
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
Pasal 28 Pasal 28 Sudah didelegasikan
Kemudahan Dicabut dan dalam Pasal 7 ayat
hubungan dinyatakan tidak (5)
horizontal berlaku.
antarruang
dalam
bangunan
gedung
sebagaiman
a dimaksud
dalam Pasal
27 ayat (2)
merupakan
keharusan
bangunan
gedung
untuk
menyediaka
n pintu
dan/atau
koridor
antar ruang.
Penyediaan
mengenai
jumlah,
ukuran dan
konstruksi
teknis pintu
dan koridor
disesuaikan
dengan
fungsi ruang
bangunan
gedung.
Ketentuan
mengenai
kemudahan
hubungan
horizontal
antarruang
dalam
bangunan
gedung

303
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
sebagaiman
a dimaksud
dalam ayat
(1) dan ayat
(2) diatur
lebih lanjut
dengan
Peraturan
Pemerintah.
Pasal 29 Pasal 29 Sudah didelegasikan
Kemudahan Dicabut dan dalam Pasal 7 ayat
hubungan dinyatakan tidak (5)
vertikal berlaku.
dalam
bangunan
gedung,
termasuk
sarana
transportasi
vertikal
sebagaiman
a dimaksud
dalam Pasal
27 ayat (2)
berupa
penyediaan
tangga, ram,
dan
sejenisnya
serta lift
dan/atau
tangga
berjalan
dalam
bangunan
gedung.
Bangunan
gedung yang
bertingkat
harus
menyediaka
n tangga
yang

304
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
menghubun
gkan lantai
yang satu
dengan yang
lainnya
dengan
mempertimb
angkan
kemudahan,
keamanan,
keselamatan
, dan
kesehatan
pengguna.
Bangunan
gedung
untuk
parkir harus
menyediaka
n ram
dengan
kemiringan
tertentu
dan/atau
sarana
akses
vertikal
lainnya
dengan
mempertimb
angkan
kemudahan
dan
keamanan
pengguna
sesuai
standar
teknis yang
berlaku.
Bangunan
gedung
dengan
jumlah
lantai lebih

305
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
dari 5 (lima)
harus
dilengkapi
dengan
sarana
transportasi
vertikal (lift)
yang
dipasang
sesuai
dengan
kebutuhan
dan fungsi
bangunan
gedung.
Ketentuan
mengenai
kemudahan
hubungan
vertikal
dalam
bangunan
gedung
sebagaiman
a dimaksud
dalam ayat
(1), ayat (2),
ayat (3), dan
ayat (4)
diatur lebih
lanjut
dengan
Peraturan
Pemerintah.
Pasal 30 Pasal 30 Sudah didelegasikan
Akses evakuasi Dicabut dan dalam Pasal 7 ayat
dalam dinyatakan tidak (5)
keadaan berlaku.
darurat
sebagaiman
a dimaksud
dalam Pasal
27 ayat (2)

306
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
harus
disediakan
di dalam
bangunan
gedung
meliputi
sistem
peringatan
bahaya bagi
pengguna,
pintu keluar
darurat, dan
jalur
evakuasi
apabila
terjadi
bencana
kebakaran
dan/atau
bencana
lainnya,
kecuali
rumah
tinggal.
Penyediaan
akses
evakuasi
sebagaiman
a dimaksud
dalam ayat
(1) harus
dapat
dicapai
dengan
mudah dan
dilengkapi
dengan
penunjuk
arah yang
jelas. (3)
Ketentuan
mengenai
penyediaan
akses

307
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
evakuasi
sebagaiman
a dimaksud
dalam ayat
(1) dan ayat
(2) diatur
lebih lanjut
dengan
Peraturan
Pemerintah.
Pasal 31 Pasal 31 Sudah didelegasikan
Penyediaan Dicabut dan dalam Pasal 7 ayat
fasilitas dan dinyatakan tidak (5).
aksesibilitas berlaku.
bagi
penyandang
cacat dan
lanjut usia
sebagaiman
a dimaksud
dalam Pasal
27 ayat (2)
merupakan
keharusan
bagi semua
bangunan
gedung,
kecuali
rumah
tinggal.
Fasilitas bagi
penyandang
cacat dan
lanjut usia
sebagaiman
a dimaksud
dalam ayat
(1),
termasuk
penyediaan
fasilitas
aksesibilitas
dan fasilitas

308
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
lainnya
dalam
bangunan
gedung dan
lingkungann
ya.
Ketentuan
mengenai
penyediaan
aksesibilitas
bagi
penyandang
cacat dan
lanjut usia
sebagaiman
a dimaksud
dalam ayat
(1) dan ayat
(2) diatur
lebih lanjut
dengan
Peraturan
Pemerintah.
Pasal 32 Pasal 32 Sudah didelegasikan
Kelengkapan Dicabut dan dalam Pasal 7 ayat
prasarana dinyatakan tidak (5)
dan sarana berlaku.
sebagaiman
a dimaksud
dalam Pasal
27 ayat (3)
merupakan
keharusan
bagi semua
bangunan
gedung
untuk
kepentingan
umum.
Ketentuan
mengenai
kelengkapan

309
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
prasarana
dan sarana
sebagaiman
a dimaksud
dalam ayat
(1) diatur
lebih lanjut
dengan
Peraturan
Pemerintah.
Pasal 33 Pasal 33 Untuk persyaratan
Persyaratan Dicabut dan administratif
tidak dihapus dan
administratif dan dinyatakan
persyaratan teknis
teknis untuk berlaku.
sudah didelegasikan
bangunan
dalam Peraturan
gedung fungsi
Pemerintah.
khusus, selain
harus memenuhi
ketentuan dalam
Bagian Kedua,
Bagian Ketiga,
dan Bagian
Keempat pada
Bab ini, juga
harus memenuhi
persyaratan
administratif dan
teknis khusus
yang
dikeluarkan oleh
instansi yang
berwenang.
Pasal 34 Pasal 34 Mengganti
persyaratan
Penyelenggaraan Penyelenggaraan
teknis menjadi
bangunan bangunan gedung
standar teknis
gedung meliputi kegiatan
meliputi pembangunan, Menambahkan
kegiatan pemanfaatan, profesi ahli,
pembangun pelestarian, dan penilik
an, pembongkaran. bangunan dan
pemanfaata pengkaji teknis
Dalam
n, sebagai pihak
penyelenggaraan

310
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
pelestarian, bangunan gedung yang juga ikut
dan sebagaimana terlibat dalam
pembongkar dimaksud pada penyelenggaraan
an. ayat (1) bangunan
penyelenggara gedung dalam
Dalam
berkewajiban proses bisnis
penyelengga
memenuhi yang baru
raan
standar teknis Memperjelas bahwa
bangunan
bangunan
gedung pemenuhan
gedung.
sebagaiman secara bertahap
a dimaksud Penyelenggara berlaku pada
dalam ayat bangunan gedung kondisi adanya
(1) terdiri atas perubahan
penyelengga pemilik bangunan standar teknis
ra gedung, penyedia bangunan
berkewajiba jasa konstruksi, gedung
n memenuhi profesi ahli,
persyaratan penilik, pengkaji
bangunan teknis, dan
gedung pengguna
sebagaiman bangunan
a dimaksud gedung.
dalam Bab Dalam hal terdapat
IV perubahan
undangund standar teknis
ang ini. bangunan
Penyelenggara gedung, pemilik
bangunan bangunan gedung
gedung yang belum
terdiri atas memenuhi
pemilik standar teknis
bangunan sebagaimana
gedung, dimaksud pada
penyedia ayat (2) tetap
jasa harus memenuhi
konstruksi, ketentuan
dan standar teknis
pengguna secara bertahap.
bangunan
gedung.
Pemilik
bangunan
gedung yang

311
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
belum dapat
memenuhi
persyaratan
sebagaiman
a dimaksud
dalam Bab
IV undang-
undang ini,
tetap harus
memenuhi
ketentuan
tersebut
secara
bertahap.
Pasal 35 Pasal 35 Menambahkan
kriteria penyedia
Pembangunan Pembangunan
jasa perencana
bangunan bangunan gedung
konstruksi yang
gedung diselenggarakan
mampu mendukung
diselenggara melalui tahapan
konsep proses bisnis
kan melalui perencanaan,
baru agar dapat
tahapan pelaksanaan, dan
mencapai tujuan
perencanaa pengawasan.
yaitu
n dan Pembangunan
penyederhanaan
pelaksanaan bangunan gedung proses perizinan,
beserta dapat dilakukan, peningkatan
pengawasan baik di tanah pengawasan
nya. milik sendiri pelaksanaan
Pembangunan maupun di tanah bangunan gedung
bangunan milik pihak lain. serta pemenuhan
gedung K3L.
Pembangunan
dapat bangunan gedung Menambahkan
dilakukan di atas tanahketentuan pengujian
baik di milik pihak lain untuk rencana
tanah milik sebagaimana teknis yang tidak
sendiri dimaksud dalam sesuai dengan
maupun di ayat (2) dilakukan standar teknis yang
tanah milik berdasarkan berlaku untuk
pihak lain. perjanjian tertulismengakomodasi
Pembangunan antara pemilik rencana teknis yang
bangunan tanah dan pemilik mengadopsi standar
gedung di bangunan yang belum
atas tanah gedung. diberlakukan di

312
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
milik pihak Perencanaan Indonesia atau
lain sebagaimana inovasi yang dapat
sebagaiman dimaksud pada dibuktikan secara
a dimaksud ayat (1) harus ilmiah atau melalui
dalam ayat dilakukan oleh analisis atau
(2) penyedia jasa simulasi.
dilakukan perencana Menyesuaikan
berdasarkan konstruksi yang dengan proses bisnis
perjanjian memenuhi syarat baru
tertulis dan standar
antara kompetensi
pemilik sesuai dengan
tanah dan ketentuan
pemilik peraturan
bangunan perundang-
gedung. undangan.
Pembangunan
bangunan Penyedia jasa
gedung perencana
dapat konstruksi
dilaksanaka sebagaimana
n setelah
dimaksud pada
rencana ayat (4) harus
teknis merencanakan
bangunan bangunan gedung
gedung dengan acuan
disetujui standar teknis
oleh bangunan gedung
Pemerintah sebagaimana
Daerah dimaksud dalam
dalam Pasal 7 ayat (1).
bentuk izin
mendirikan Penjelasan ayat
bangunan, (5):
kecuali Yang dimaksud
bangunan dengan penyedia
gedung jasa perencana
fungsi konstruksi antara
khusus. lain Arsitek, Ahli
Struktur dan
Ahli Mechanical,
Electrical and
Plumbing.

313
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
Dalam hal bangunan
gedung
direncanakan
tidak sesuai
standar teknis
sebagaimana
dimaksud dalam
Pasal 7 ayat (5),
harus dilengkapi
hasil pengujian
untuk
mendapatkan
persetujuan
rencana teknis
dari Pemerintah
Hasil perencanaan
harus
dikonsultasikan
dengan
Pemerintah Pusat
untuk
mendapatkan
pernyataan
pemenuhan
standar teknis
bangunan
gedung.
Penjelasan ayat
(7):
Yang dimaksud
dengan
“pengujian”
antara lain
berupa hasil uji
laboratorium,
simulasi,
dan/atau
analisis.
Dalam hal
perencanaan
bangunan gedung
yang
menggunakan

314
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
prototipe yang
ditetapkan
Pemerintah
Pusat,
perencanaan
bangunan gedung
tidak memerlukan
kewajiban
konsultasi dan
tidak memerlukan
pemeriksaan
pemenuhan
standar.
Penjelasan ayat
(8):
Prototipe telah
menyesuaikan
dengan kondisi
geografis pada
rencana lokasi
bangunan
gedung.
Pasal 36 Pasal 36 Diatur baru dengan
Pengesahan Dicabut dan Pasal 36A
rencana dinyatakan tidak
teknis berlaku.
bangunan
gedung
untuk
kepentingan
umum
ditetapkan
oleh
Pemerintah
Daerah
setelah
mendapat
pertimbanga
n teknis dari
tim ahli.
Pengesahan
rencana

315
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
teknis
bangunan
gedung
fungsi
khusus
ditetapkan
oleh
pemerintah
setelah
mendapat
pertimbanga
n teknis tim
ahli.
Keanggotaan tim
ahli
bangunan
gedung
sebagaiman
a dimaksud
dalam ayat
(1) dan ayat
(2) bersifat
ad hoc
terdiri atas
para ahli
yang
diperlukan
sesuai
dengan
kompleksita
s bangunan
gedung.
Ketentuan
mengenai
tata cara
pengesahan
rencana
teknis
bangunan
gedung
sebagaiman
a dimaksud
dalam ayat
(1) dan ayat

316
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
(2) dan
keanggotaan
tim ahli
bangunan
gedung
sebagaiman
a dimaksud
dalam ayat
(3) diatur
lebih lanjut
dengan
Peraturan
Pemerintah.
Norma Baru Pasal 36A Menyesuaikan
dengan proses bisnis
Pelaksanaan
baru.
konstruksi
sebagaimana
dimaksud dalam
Pasal 35 ayat (1)
dilakukan setelah
mendapatkan
persetujuan
bangunan
gedung.
Persetujuan
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (1) diperoleh
setelah
mendapatkan
pernyataan
pemenuhan
standar teknis
bangunan gedung
dari Pemerintah
Pusat.
Persetujuan
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (1)
dimohonkan
kepada

317
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
Pemerintah Pusat
melalui sistem
elektronik yang
diselenggarakan
oleh Pemerintah
Pusat.
Penjelasan ayat
(3):
Yang dimaksud
dengan “sistem
elektronik yang
diselenggarakan
oleh Pemerintah”
merupakan
Sistem Informasi
Manajemen
Bangunan
Gedung yang
diperuntukkan
bagi bangunan
gedung non-
berusaha, dan
pelayanan
perizinan
berusaha
terintegrasi
secara elektronik
yang
diperuntukkan
bagi bangunan
gedung berusaha.

Norma Baru Pasal 36 B Menyesuaikan


dengan proses bisnis
Pelaksanaan
bangunan gedung baru.
dilakukan oleh
penyedia jasa
pelaksana
konstruksi yang
memenuhi syarat
dan standar
kompetensi

318
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
sesuai dengan
ketentuan
peraturan
perundang-
undangan.
Penyedia jasa
pengawasan atau
manajemen
konstruksi
melakukan
kegiatan
pengawasan dan
bertanggung
jawab untuk
melaporkan
setiap tahapan
pekerjaan.
Pemerintah Pusat
melakukan
inspeksi pada
setiap tahapan
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (2) sebagai
pengawasan yang
dapat
menyatakan
lanjut atau
tidaknya
pekerjaan
konstruksi ke
tahap berikutnya.
Tahapan sebagaimana
dimaksud pada
ayat (3) meliputi:
pekerjaan
struktur
bawah;
pekerjaan
basemen jika
ada;
pekerjaan

319
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
struktur atas;
dan
pengujian.
Penjelasan ayat
(4):
Yang dimaksud
dengan
“pengujian”
adalah
pelaksanaan
pengetesan
instalasi mekanis
dan elektrik
bangunan
gedung.
Dalam melaksanakan
inspeksi
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (3)
Pemerintah Pusat
menugaskan
Penilik.
Dalam hal proses
pelaksanaan
diperlukan
adanya
perubahan
dan/atau
penyesuaian
terhadap rencana
teknis, penyedia
jasa perencana
wajib melaporkan
kepada
Pemerintah untuk
mendapatkan
persetujuan
sebelum
pelaksanaan
perubahan dapat
dilanjutkan.

320
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan

Pasal 37 Pasal 37 Menyesuaikan


dengan proses bisnis
Pemanfaatan Pemanfaatan
bangunan bangunan gedung baru.
gedung dilakukan oleh
dilakukan pemilik dan/atau
oleh pemilik pengguna
atau bangunan gedung
pengguna setelah bangunan
bangunan gedung tersebut
gedung mendapatkan
setelah sertifikat laik
bangunan fungsi.
gedung Sertifikat Laik Fungsi
tersebut sebagaimana
dinyatakan dimaksud pada
memenuhi ayat (1) tidak
persyaratan diwajibkan untuk
laik fungsi. pemanfaatan
Bangunan bangunan gedung
gedung yang telah
dinyatakan terbangun
memenuhi sebelum undang-
persyaratan undang ini
laik fungsi berlaku.
apabila
Sertifikat laik fungsi
telah sebagaimana
memenuhi dimaksud pada
persyaratan ayat (1)
teknis, diterbitkan oleh
sebagaiman Pemerintah
a dimaksud berdasarkan
dalam Bab surat pernyataan
IV undang- kelaikan fungsi
undang ini. yang diajukan
Pemeliharaan, oleh Penyedia
perawatan, Jasa Pengawasan
dan atau Manajemen
pemeriksaa Konstruksi
n secara kepada
berkala Pemerintah Pusat
pada melalui sistem

321
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
bangunan elektronik yang
gedung diselenggarakan
harus oleh Pemerintah
dilakukan Pusat.
agar tetap Surat pernyataan
memenuhi kelaikan fungsi
persyaratan sebagaimana
laik fungsi. dimaksud pada
Dalam ayat (2)
pemanfaata diterbitkan
n bangunan setelah inspeksi
gedung, tahapan terakhir
pemilik atau sebagaimana
pengguna dimaksud dalam
bangunan Pasal 36B ayat (4)
gedung huruf d yang
mempunyai menyatakan
hak dan bangunan gedung
kewajiban memenuhi
sebagaiman standar teknis
a diatur bangunan
dalam gedung.
undang- Penerbitan sertifikat
undang ini. laik fungsi
Ketentuan bangunan gedung
mengenai dilakukan
tata cara bersamaan
pemeliharaa dengan
n, penerbitan surat
perawatan, bukti kepemilikan
dan bangunan
pemeriksaa gedung.
n secara Pemeliharaan,
berkala perawatan, dan
bangunan pemeriksaan
gedung secara berkala
sebagaiman pada bangunan
a dimaksud gedung harus
dalam ayat dilakukan untuk
(3) diatur memastikan
lebih lanjut bangunan gedung
dengan tetap memenuhi
Peraturan persyaratan laik

322
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
Pemerintah. fungsi.
Dalam pemanfaatan
bangunan
gedung, pemilik
dan/atau
pengguna
bangunan gedung
mempunyai hak
dan kewajiban
sebagaimana
diatur dengan
undang-undang
ini.
Norma Baru Pasal 37A Menyesuaikan
Ketentuan lebih lanjut dengan proses bisnis
baru.
mengenai
perencanaan,
pelaksanaan,
pengawasan dan
pemanfaatan
bangunan gedung
diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 39 Pasal 39 Menambahkan
ketentuan
Bangunan Bangunan gedung
pembongkaran pada
gedung dapat dibongkar
ayat (1) poin (d)
dapat apabila:
untuk
dibongkar tidak laik fungsi mengakomodir
apabila: dan tidak pembongkaran
tidak laik dapat bangunan yang
fungsi diperbaiki; masih dalam proses
dan konstruksi namun
berpotensi
tidak tidak sesuai standar
menimbulkan
dapat teknis.
bahaya dalam
diperbai pemanfaatan
ki; bangunan
dapat gedung
menimb dan/atau
ulkan lingkunganny
bahaya a;
dalam tidak memiliki

323
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
pemanfa persetujuan
atan bangunan
banguna gedung; atau
n ditemukan
gedung ketidaksesuai
dan/ata an antara
u pelaksanaan
lingkung dengan
annya; rencana
tidak teknis
memiliki bangunan
izin gedung yang
mendirik tercantum
an dalam
banguna persetujuan
n. saat
dilakukan
Bangunan
inspeksi
gedung yang
bangunan
dapat
gedung.
dibongkar
sebagaiman Bangunan gedung
a dimaksud yang dapat
dalam ayat dibongkar
(1) huruf a sebagaimana
dan huruf b dimaksud pada
ditetapkan ayat (1) huruf a
oleh dan huruf b
Pemerintah ditetapkan oleh
Daerah Pemerintah
berdasarkan Pusat
hasil berdasarkan hasil
pengkajian pengkajian teknis.
teknis. Pengkajian teknis
Pengkajian bangunan gedung
teknis sebagaimana
bangunan dimaksud pada
gedung ayat (2), kecuali
sebagaiman untuk rumah
a dimaksud tinggal, dilakukan
dalam ayat oleh pengkaji
(2), kecuali teknis.
untuk Pembongkaran
rumah bangunan gedung

324
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
tinggal, yang mempunyai
dilakukan dampak luas
oleh terhadap
pengkaji keselamatan
teknis dan umum dan
pengadaann lingkungan harus
ya menjadi dilaksanakan
kewajiban berdasarkan
pemilik rencana teknis
bangunan pembongkaran
gedung. yang telah
disetujui oleh
Pembongkaran
Pemerintah.
bangunan
gedung yang Ketentuan lebih lanjut
mempunyai mengenai tata
dampak cara
luas pembongkaran
terhadap bangunan gedung
keselamatan sebagaimana
umum dan dimaksud pada
lingkungan ayat (1), ayat (2),
harus ayat (3), dan ayat
dilaksanaka (4) diatur dengan
n Peraturan
berdasarkan Pemerintah.
rencana
teknis
pembongkar
an yang
telah
disetujui
oleh
Pemerintah
Daerah.
Ketentuan
mengenai
tata cara
pembongkar
an
bangunan
gedung
sebagaiman
a dimaksud
dalam ayat

325
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
(1), ayat (2),
ayat (3), dan
ayat (4)
diatur lebih
lanjut
dengan
Peraturan
Pemerintah.
Pasal 40 Pasal 40 Menambahkan
kewajiban
Dalam Dalam
menggunakan
penyelengga penyelenggaraan
penyedia jasa
raan bangunan
perencana,
bangunan gedung, pemilik
pelaksana,
gedung, bangunan gedung
pengawas, dan
pemilik mempunyai hak:
pengkajian teknis
bangunan mendapatkan yang memenuhi
gedung pengesahan syarat sesuai
mempunyai dari ketentuan peraturan
hak: Pemerintah perundang-
mendapatka atas rencana undangan untuk
n teknis melaksanakan
pengesa bangunan pekerjaan terkait
han dari gedung yang bangunan gedung.
Pemerint telah Hal ini sebagai salah
ah memenuhi satu prasyarat
Daerah persyaratan; dalam proses bisnis
atas melaksanakan baru.
rencana pembangunan
teknis bangunan
banguna gedung sesuai
n dengan
gedung persetujuan
yang yang telah
telah ditetapkan
memenu oleh
hi Pemerintah
persyara Pusat;
tan; mendapatkan
surat
melaksanak
ketetapan
an
bangunan
pembang
gedung
unan
dan/atau

326
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
banguna lingkungan
n yang
gedung dilindungi dan
sesuai dilestarikan
dengan dari
perizina Pemerintah
n yang Pusat;
telah mendapatkan
ditetapk insentif sesuai
an oleh dengan
Pemerint peraturan
ah perundang-
Daerah; undangan di
bidang Cagar
mendapatka
Budaya;
n surat
mengubah fungsi
ketetapa
bangunan
n
setelah
banguna
mendapat
n
persetujuan
gedung
dari
dan/ata
Pemerintah;
u
dan
lingkung
mendapatkan
an yang
ganti rugi
dilindun
sesuai dengan
gi dan
ketentuan
dilestari
peraturan
kan dari
perundang-
Pemerint
undangan
ah
dalam hal
Daerah;
bangunan
mendapatka gedung
n dibongkar
insentif oleh
sesuai Pemerintah
dengan bukan karena
peratura kesalahan
n pemilik
perunda bangunan
ng- gedung.
undanga Dalam
n dari penyelenggaraan
Pemerint bangunan
ah

327
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
Daerah gedung, pemilik
karena bangunan gedung
banguna mempunyai
nnya kewajiban:
ditetapk menyediakan
an rencana
sebagai teknis
banguna bangunan
n yang gedung yang
harus
memenuhi
dilindun standar teknis
gi dan bangunan
dilestari gedung yang
kan; ditetapkan
mengubah sesuai dengan
fungsi fungsinya;
banguna memiliki
n setelah perizinan
mendap bangunan
at izin gedung;
tertulis melaksanakan
dari pembangunan
Pemerint bangunan
ah gedung sesuai
Daerah; dengan
rencana
mendapatka
n ganti teknis;
meminta
rugi
pengesahan
sesuai
dari
dengan
Pemerintah
peratura
atas
n
perubahan
perunda
rencana
ng-
teknis
undanga
bangunan
n
gedung yang
apabila
terjadi pada
banguna
tahap
nnya
pelaksanaan
dibongk
bangunan;
ar oleh
dan
Pemerint
menggunakan
ah
penyedia jasa
Daerah

328
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
atau perencana,
pihak pelaksana,
lain yang pengawas,
bukan dan
diakibat pengkajian
kan oleh teknis yang
kesalaha memenuhi
nnya. syarat sesuai
ketentuan
Dalam
peraturan
penyelengga
perundang-
raan
undangan
bangunan
untuk
gedung,
melaksanakan
pemilik
pekerjaan
bangunan
terkait
gedung
bangunan
mempunyai
gedung.
kewajiban:
menyediaka
n
rencana
teknis
banguna
n
gedung
yang
memenu
hi
persyara
tan yang
ditetapk
an
sesuai
dengan
fungsiny
a;
memiliki
izin
mendirik
an
banguna
n (IMB);
melaksanak

329
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
an
pembang
unan
banguna
n
gedung
sesuai
dengan
rencana
teknis
yang
telah
disahka
n dan
dilakuka
n dalam
batas
waktu
berlakun
ya izin
mendirik
an
banguna
n;
meminta
pengesa
han dari
Pemerint
ah
Daerah
atas
perubah
an
rencana
teknis
banguna
n
gedung
yang
terjadi
pada
tahap
pelaksan
aan

330
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
banguna
n.
Pasal 41 Pasal 41 Menyesuaikan
nomenklatur
Dalam Dalam
persyaratan
penyelengga penyelenggaraan
keandalan
raan bangunan
pemilik bangunan gedung
bangunan gedung,
menjadi standar
gedung, dan/atau
teknis bangunan
pemilik dan pengguna
gedung.
pengguna bangunan gedung
bangunan mempunyai hak : Menambahkan
gedung mengetahui tata dalam ayat (2) poin f
mempunyai ketentuan tambahan
cara
hak : penyelenggara kriteria
mengetahui an bangunan pembongkaran
sebagaimana yang
tata gedung;
ditambahkan dalam
cara/pros mendapatkan Pasal 39 ayat (1)
es keterangan poin d.
penyeleng tentang
garaan peruntukan
bangunan
lokasi dan
gedung intensitas
mendapatka bangunan
n pada lokasi
keteranga dan/atau
n tentang ruang tempat
peruntuka bangunan
n lokasi akan
dan dibangun;
intensitas mendapatkan
bangunan keterangan
pada mengenai
lokasi
standar teknis
dan/atau bangunan
ruang gedung;
tempat dan/atau
bangunan
akan mendapatkan
dibangun; keterangan
mengenai
mendapatka bangunan
n gedung
keteranga dan/atau

331
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
n tentang lingkungan
ketentuan yang harus
persyarata dilindungi dan
n dilestarikan.
keandalan Dalam
bangunan penyelenggaraan
gedung; bangunan
mendapatka gedung, pemilik
n dan/atau
keteranga pengguna
n tentang bangunan gedung
ketentuan mempunyai
bangunan kewajiban:
gedung memanfaatkan
yang laik bangunan
fungsi; gedung sesuai
mendapatka dengan
n fungsinya;
keteranga memelihara
n tentang dan/atau
bangunan merawat
gedung bangunan
dan/atau gedung secara
lingkunga berkala;
n yang
harus melengkapi
dilindungi pedoman/pet
dan unjuk
dilestarika pelaksanaan
n. pemanfaatan
dan
Dalam pemeliharaan
penyelenggara bangunan
an bangunan gedung;
gedung,
pemilik dan melaksanakan
pengguna pemeriksaan
bangunan secara berkala
gedung atas kelaikan
mempunyai fungsi
kewajiban: bangunan
gedung.
memanfaatka
n memperbaiki
bangunan bangunan

332
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
gedung gedung yang
sesuai telah
dengan ditetapkan
fungsinya; tidak laik
fungsi;
memelihara
dan/atau membongkar
merawat bangunan
bangunan gedung dalam
gedung hal:
secara telah
berkala; ditetapkan
melengkapi tidak laik
pedoman/ fungsi dan
petunjuk tidak
pelaksanaa dapat
n diperbaiki;
pemanfaat berpotensi
an dan menimbul
pemelihara kan
an bahaya
bangunan dalam
gedung; pemanfaat
melaksanaka annya;
n tidak
pemeriksa memiliki
an secara persetujua
berkala n
atas bangunan
kelaikan gedung;
fungsi atau
bangunan
gedung. ditemukan
ketidakses
memperbaiki uaian
bangunan antara
gedung pelaksana
yang telah an dengan
ditetapkan rencana
tidak laik teknis
fungsi; bangunan
membongkar gedung
bangunan yang
gedung tercantum

333
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
yang telah dalam
ditetapkan persetujua
tidak laik n saat
fungsi dan dilakukan
tidak dapat inspeksi
diperbaiki, bangunan
dapat gedung.
menimbulk Kewajiban
an bahaya membongkar
dalam
bangunan gedung
pemanfaat sebagaimana
annya, dimaksud pada
atau tidak ayat (2) huruf f
memiliki dilaksanakan
izin dengan tidak
mendirika menganggu
n keselamatan dan
bangunan, ketertiban umum.
dengan
tidak
menggangg
u
keselamata
n dan
ketertiban
umum.
Pasal 43 Pasal 43 Menghapuskan
pembinaan oleh
Pemerintah Pemerintah
Pemerintah Daerah
menyelengg menyelenggaraka
arakan n pembinaan untuk mengurangi
bangunan gedung variasi dalam
pembinaan
bangunan secara nasional pengaturan
bangunan gedung di
gedung untuk
daerah.
secara meningkatkan
nasional pemenuhan
untuk persyaratan dan
meningkatk tertib
an penyelenggaraan
pemenuhan bangunan
persyaratan gedung.
dan tertib Sebagian
penyelengga penyelenggaraan
raan dan pelaksanaan

334
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
bangunan pembinaan
gedung. sebagaimana
dimaksud pada
Pemerintah
ayat (1) dilakukan
Daerah
bersama-sama
melaksanak
dengan
an
masyarakat yang
pembinaan
terkait dengan
penyelengga
bangunan
raan
gedung.
bangunan
gedung Ketentuan lebih lanjut
sebagaiman mengenai
a dimaksud pembinaan
dalam ayat bangunan gedung
(1) di sebagaimana
daerah. dimaksud pada
ayat (1) diatur
Sebagian
dengan Peraturan
penyelengga
Pemerintah.
raan dan
pelaksanaan
pembinaan
sebagaiman
a dimaksud
dalam ayat
(1) dan ayat
(2)
dilakukan
bersama-
sama
dengan
masyarakat
yang terkait
dengan
bangunan
gedung.
Pemerintah
Daerah dan
masyarakat
dalam
melaksanak
an
pembinaan
sebagaiman

335
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
a dimaksud
dalam ayat
(2) dan ayat
(3)
melakukan
pemberdaya
an
masyarakat
yang belum
mampu
untuk
memenuhi
persyaratan
sebagaiman
a dimaksud
dalam
Ketentuan
mengenai
pembinaan
bangunan
gedung
sebagaiman
a dimaksud
dalam ayat
(1), ayat (2),
ayat (3), dan
ayat (4)
diatur lebih
lanjut
dengan
Peraturan
Pemerintah.
Norma Baru Pasal 47A
Pemerintah
menetapkan
prototipe
bangunan gedung
sesuai
kebutuhan.
Prototipe bangunan
gedung
sebagaimana

336
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
dimaksud pada
ayat (1)
diutamakan
untuk bangunan
gedung sederhana
yang umum
digunakan
masyarakat.
Prototipe bangunan
gedung
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (2)
ditetapkan paling
lama 6 bulan
sejak Undang-
Undang ini
diundangkan.

2. Perizinan Sektor,
a. Perizinan Sektor Pertanian
Perubahan perizinan sektor pertanian dilakukan
antara lain:
(1) Penerapan Risk Based Approach untuk perizinan
sektor pertanian
(2) Penataan dan pengaturan kewenangan perizinan
sektor pertanian
(3) Kepemilikan modal asing ataupun kerja sama
modal akan diatur lebih lanjut dalam Undang-
Undang Penanaman Modal (Batasan kepemilikan
akan dimuat dalam Perpres mengenai Daftar
Negatif Investasi)
(4) Klasifikasi kegiatan usaha dan non kegiatan
usaha
(5) Penetapan sanksi administrasi ataupun sanksi

337
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

pidana
(6) Pengawasan Sumber Daya Genetik (SDG).
(7) Ketentuan mengenai:
(a) Usaha pengolahan hasil perkebunan yang
mensyaratkan minimal 20% bahan baku
harus berasal dari kebun sendiri;
(b) Izin usaha perkebunan (termasuk budidaya)
wajib memfasilitasi kebun masyarakat
minimal 20%;
(c) Unit pengolahan hasil perkebunan tertentu
yang berbahan baku impor wajib membangun
kebun maksimal 3 tahun;
yang semula diatur dalam undang-undang
dihapus untuk selanjutnya diatur dalam
Peraturan Pemerintah.
Berikut ketentuan Undang-Undang dan Pasal yang
mengalami perubahan:

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan
1. Pasal 14 Pasal 14 Syarat batasan
luas maksimum
(1) Pemerintah (1) Pemerintah Pusat
dan luas
Pusat menetapkan
minimum
menetapkan batasan luas penggunaan
batasan luas maksimum dan lahan untuk
maksimum luas minimum Usaha
dan luas penggunaan Perkebunan akan
minimum
lahan untuk diatur lebih
penggunaan
Usaha lanjut dalam
lahan untuk
Perkebunan. peraturan
Usaha
pemerintah yang
Perkebunan. (2) Ketentuan lebih mengatur NSPK.
(2) Penetapan lanjut mengenai
batasan luas penetapan
sebagaimana batasan luas
dimaksud diatur dengan

338
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
pada ayat (1) Peraturan
harus Pemerintah.
mempertimba
ngkan: (3) Dihapus.

a. jenis
tanaman;
b.
keters
ediaan
lahan
yang
sesuai
secara
agroklima
t;
c. modal;
d. kapasitas
pabrik;
e. tingkat
kepadata
n
penduduk
;
f. pola
pengemba
ngan
usaha;
g. kondisi
geografis;
h.
perke
mbangan
teknologi;
dan
i.
pema
nfaatan
lahan
berdasark
an fungsi
ruang

339
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
sesuai
dengan
ketentuan
peraturan
perundan
g-
undangan
di bidang
tata
ruang.
(3) Ketentuan
lebih lanjut
mengenai
penetapan
batasan luas
diatur dalam
Peraturan
Pemerintah.
31. Pasal 15 Pasal 15 Ketentuan luas
Perusahaan Dicabut dan maksimum dan
tidak luas minimum
Perkebunan dinyatakan
penggunaan
dilarang berlaku.
lahan untuk
memindahkan
Usaha
hak atas tanah
Perkebunan akan
Usaha
diatur lebih
Perkebunan yang
lanjut dalam
mengakibatkan
peraturan
terjadinya satuan
pemerintah yang
usaha yang
mengatur NSPK.
kurang dari luas
minimum
sebagaimana
dimaksud dalam
Pasal 14.
32. Pasal 16 Pasal 16 Ketentuan
(1) Perusahaan Dicabut dan kewajiban
Perkebunan dinyatakan tidak pengusahaan
akan diatur lebih
wajib berlaku.
lanjut dalam
mengusahak
peraturan
an Lahan
pemerintah yang
Perkebunan:
mengatur NSPK.

340
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
a. paling
lambat 3
(tiga)
tahun
setelah
pemberia
n status
hak atas
tanah,
Perusaha
an
Perkebun
an wajib
mengusa
hakan
Lahan
Perkebun
an paling
sedikit
30% (tiga
puluh
perseratu
s) dari
luas hak
atas
tanah;
dan
b. paling
lambat 6
(enam)
tahun
setelah
pemberia
n status
hak atas
tanah,
Perusaha
an
Perkebun
an wajib
mengusa
hakan
seluruh
luas hak

341
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
atas
tanah
yang
secara
teknis
dapat
ditanami
Tanaman
Perkebun
an.
(2) Jika Lahan
Perkebunan
tidak
diusahakan
sesuai
dengan
ketentuan
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1),
bidang Tanah
Perkebunan
yang belum
diusahakan
diambil alih
oleh negara
sesuai
dengan
ketentuan
peraturan
perundang-
undangan
33. Pasal 17 Pasal 17 Dalam Pasal 102
ketentuan
(1) Pejabat yang (1) Pejabat yang
mengenai sanksi
berwenang berwenang
pidana dihapus.
dilarang dilarang
menerbitkan menerbitkan
izin Usaha Perizinan
Perkebunan Berusaha terkait
di atas Tanah
perkebunan di
Hak Ulayat
atas Tanah Hak
Masyarakat
Ulayat

342
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
Hukum Adat. Masyarakat
(2) Ketentuan Hukum Adat.
larangan (2) Ketentuan
sebagaimana larangan
dimaksud sebagaimana
pada ayat (1) dimaksud pada
dikecualikan
ayat (1)
dalam hal
dikecualikan
telah dicapai
persetujuan dalam hal telah
antara dicapai
Masyarakat persetujuan
Hukum Adat antara
dan Pelaku Masyarakat
Usaha Hukum Adat dan
Perkebunan Pelaku Usaha
mengenai Perkebunan
penyerahan mengenai
Tanah dan penyerahan
imbalannya
Tanah dan
sebagaimana
imbalannya
dimaksud
dalam Pasal sebagaimana
12 ayat (1). dimaksud dalam
Pasal 12 ayat (1).

34. Pasal 18 Pasal 18 Karena Pasal 15


dan Pasal 16
(1) Perusahaan (1) Perusahaan
dihapus dan
Perkebunan Perkebunan yang
diaur dengan
yang melanggar Peraturan
melanggar ketentuan Pemerintah.
ketentuan sebagaimana
sebagaimana dimaksud dalam
dimaksud Pasal 14 dikenai
dalam Pasal sanksi
15 dan Pasal administratif.
16 dikenai (2) Ketentuan lebih
sanksi lanjut mengenai
administratif. jenis, besaran
(2) Sanksi denda, dan tata
administratif cara pengenaan
sebagaimana sanksi

343
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
dimaksud administratif
pada ayat (1) sebagaimana
berupa: dimaksud pada
a. denda; ayat (1) dan ayat
b. penghenti (2) diatur dengan
an Peraturan
sementar Pemerintah.
a dari
kegiatan
usaha;
dan/atau
c. pencabut
an izin
Usaha
Perkebun
an.
(3) Ketentuan
lebih lanjut
mengenai
jenis,
besaran
denda, dan
tata cara
pengenaan
sanksi
administratif
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)
dan ayat (2)
diatur dalam
Peraturan
Pemerintah.

35. Pasal 24 Pasal 24 a. Pemerintah


dalam hal ini
(1) Pemerintah (1) Pemerintah Pusat
Presiden
Pusat menetapkan jenis
merupakan
menetapkan benih Tanaman pemegang
jenis benih Perkebunan yang kekuasaaan
Tanaman pengeluaran dari pemerintahan
Perkebunan dan/atau
yang , termasuk

344
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
pengeluaran pemasukannya penerbitan
dari ke dalam wilayah perizinan
dan/atau Negara Kesatuan berusaha.
pemasukann Republik b. Lebih lanjut,
ya ke dalam Indonesia perizinan
wilayah memerlukan yang
Negara dilakukan
persetujuan.
Kesatuan secara
Republik (2) Pengeluaran elektronik
Indonesia benih dari memberikan
memerlukan dan/atau kemudahan,
izin. pemasukannya kepastian
(2) Pengeluaran ke dalam wilayah dan
benih dari Negara Kesatuan percepatan
dan/ atau proses
Republik
pemasukann perizinan.
Indonesia wajib
ya ke dalam
wilayah mendapatkan
Negara persetujuan dari
Kesatuan Pemerintah
Republik Pusat.
Indonesia (3) Pemasukan
wajib
benih dari luar
mendapatkan
negeri harus
izin Menteri.
(3) Pemasukan memenuhi
benih dari standar mutu
luar negeri atau persyaratan
harus teknis minimal.
memenuhi (4) Ketentuan lebih
standar mutu lanjut mengenai
atau
standar mutu
persyaratan
teknis dan persyaratan
minimal. teknis minimal
(4) Ketentuan sebagaimana
lebih lanjut dimaksud pada
mengenai ayat (3) diatur
standar mutu dalam Peraturan
atau Pemerintah.
persyaratan
teknis
minimal
sebagaimana

345
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
dimaksud
pada ayat (3)
diatur dalam
Peraturan
Pemerintah.
36. Pasal 30 Pasal 30
(1) Varietas hasil (1) Varietas hasil
pemuliaan pemuliaan atau
atau introduksi dari
introduksi luar negeri
dari luar sebelum
negeri diedarkan
sebelum
terlebih dahulu
diedarkan
harus dilepas
terlebih
dahulu harus oleh Pemerintah
dilepas oleh Pusat atau
Pemerintah diluncurkan oleh
Pusat atau pemilik varietas.
diluncurkan (2) Varietas yang
oleh pemilik
telah dilepas
varietas.
atau diluncurkan
(2) Ketentuan
lebih lanjut sebagaimana
mengenai dimaksud pada
syarat-syarat ayat (1) dapat
dan tata cara diproduksi dan
pelepasan diedarkan.
atau
(3) Varietas
peluncuran
sebagaimana
diatur
dengan dimaksud pada
Peraturan ayat (2) sebelum
Menteri. diedarkan harus
memenuhi
Perizinan
Berusaha dari
Pemerintah
Pusat.
(4) Ketentuan lebih
lanjut mengenai
syarat-syarat dan

346
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
tata cara
pelepasan atau
peluncuran serta
Perizinan
Berusaha diatur
dengan
Peraturan
Pemerintah.

37. Pasal 31 Pasal 31


(1) Varietas yang Dicabut dan
telah dilepas dinyatakan tidak
atau berlaku.
diluncurkan
sebagaimana
dimaksud
dalam Pasal
30 ayat (I)
dapat
diproduksi
dan
diedarkan.
(2) Varietas
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)
sebelum
diedarkan
harus
dilakukan
sertifikasi
dan diberi
label.
(3) Ketentuan
lebih lanjut
mengenai
produksi,
sertifikasi,
pelabelan,
dan
peredaran
diatur
dengan
Peraturan

347
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
Menteri.
38. Pasal 35 Pasal 35
(1) Dalam (1) Dalam rangka
rangka pengendalian
pengendalian organisme
organi sme pengganggu
pengganggu tumbuhan,
tumbuhan, setiap Pelaku
setiap Pelaku
Usaha
Usaha
Perkebunan
Perkebunan
berkewajiban berkewajiban
memiliki memenuhi
standar persyaratan
minimum minimum sarana
sarana dan dan prasarana
prasarana pengendalian
pengendalian organisme
organisme pengganggu
pengganggu Tanaman
Tanaman Perkebunan.
Perkebunan.
(2) Ketentuan (2) Ketentuan
mengenai mengenai
standar persyaratan
minimum minimum sarana
sarana dan dan prasarana
prasarana sebagaimana
sebagaimana dimaksud pada
dimaksud ayat (1) diatur
pada ayat (1)
dengan
diatur
Peraturan
dengan
Peraturan Pemerintah.
Menteri.
39. Pasal 42 Pasal 42
Kegiatan usaha (1) Kegiatan usaha
budi daya budi daya
Tanaman Tanaman
Perkebunan Perkebunan
dan/atau usaha dan/atau usaha
Pengolahan Hasil Pengolahan Hasil

348
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
Perkebunan Perkebunan
sebagaimana sebagaimana
dimaksud dalam dimaksud dalam
Pasal 41 ayat (1) Pasal 41 ayat (1)
hanya dapat hanya dapat
dilakukan oleh dilakukan oleh
Perusahaan
Perusahaan
Perkebunan
Perkebunan
apabila telah
mendapatkan hak apabila telah
atas tanah mendapatkan
dan/atau izin hak atas tanah
Usaha dan memenuhi
Perkebunan. Perizinan
Berusaha terkait
Perkebunan dari
Pemerintah.
(2) Ketentuan lebih
lanjut mengenai
Perizinan
Berusaha
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (1) diatur
dengan
Peraturan
Pemerintah.

40. Pasal 43 Pasal 43


Kegiatan usaha Kegiatan usaha
Pengolahan Hasil Pengolahan Hasil
Perkebunan Perkebunan dapat
dapat didirikan didirikan pada
pada wilayah wilayah Perkebunan
Perkebunan swadaya masyarakat
swadaya yang belum ada
masyarakat yang usaha Pengolahan
belum ada usaha Hasil Perkebunan
Pengolahan Hasil setelah memperoleh
Perkebunan hak atas tanah dan
setelah Perizinan Berusaha
memperoleh hak dari Pemerintah
atas tanah dan

349
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
izin Usaha Pusat.
Perkebunan.
41. Pasal 45 Pasal 45 Karena
(1) Untuk Dicabut dan berdasarkan
mendapatkan dinyatakan tidak Pasal 42 RUU
Omnibus diatur
izin Usaha berlaku.
dengan PP
Perkebunan
sebagaimana
dimaksud
dalam Pasal
42 harus
memenuhi
persyaratan:
a. izin
lingkunga
n;
b.
keses
uaian
dengan
rencana
tata
ruang
wilayah;
dan
c.
keses
uaian
dengan
rencana
Perkebun
an.
(2) Selain
persyaratan
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1):
a. usaha
budi daya
Perkebun
an harus

350
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
mempuny
ai sarana,
prasarana
, sistem,
dan
sarana
pengendal
ian
organisme
penggang
gu
tumbuha
n; dan
b. usaha
Pengolaha
n Hasil
Perkebun
an harus
memenuh
i
sekurang-
kurangny
a 20%
(dua
puluh
perseratu
s) dari
keseluruh
an bahan
baku
yang
dibutuhk
an
berasal
dari
kebun
yang
diusahak
an
sendiri.
42. Pasal 47 Pasal 47
(1) Perusahaan (1) Perusahaan
Perkebunan Perkebunan yang

351
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
yang melakukan
melakukan usaha budi daya
usaha budi Tanaman
daya Perkebunan
Tanaman dengan luasan
Perkebunan skala tertentu
dengan dan/atau usaha
luasan Pengolahan Hasil
skala Perkebunan
tertentu dengan
dan/atau kapasitas pabrik
usaha tertentu wajib
Pengolahan memenuhi
Hasil Perizinan
Perkebunan Berusaha dari
dengan Pemerintah
kapasitas Pusat.
pabrik (2) Ketentuan lebih
tertentu lanjut mengenai
wajib Perizinan
memiliki Berusaha
izin Usaha sebagaimana
Perkebunan pada ayat (1)
. diatur dalam
(2) Izin Usaha Peraturan
Perkebunan Pemerintah.
diberikan
dengan
mempertim
bangkan:
a. jenis
tanama
n;
b. kesesu
aian
Tanah
dan
agrokli
mat;
c. teknolo
gi;
d. tenaga
kerja;
dan

352
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
e. modal.
43. Pasal 48 Pasal 48 a. Pemerintah
dalam hal ini
(1) Izin Usaha Dicabut dan
Presiden
Perkebunan dinyatakan tidak
merupakan
sebagaiman berlaku.
pemegang
a dimaksud
kekuasaaan
dalam Pasal
pemerintahan
47 ayat (1)
, termasuk
diberikan
penerbitan
oleh:
perizinan
a. gubernur
berusaha.
untuk
b. Namun
wilayah
dalam
lintas
melaksanaka
kabupate
n
n/kota;
kekuasaanny
dan
a, Pemerintah
b. bupati/w
dapat
ali kota
mendelegasik
untuk
an
wilayah
kewenangan
dalam
kepada
suatu
pemerintah
kabupate
daerah.
n/kota.
c. Lebih lanjut,
(2) Dalam hal
perizinan
lahan
yang
Usaha
dilakukan
Perkebunan
secara
berada pada
elektronik
wilayah
memberikan
lintas
kemudahan,
provinsi,
kepastian
izin
dan
diberikan
percepatan
oleh
proses
Menteri.
perizinan.
(3) Perusahaan
Perkebunan
yang telah
mendapat
izin Usaha
Perkebunan

353
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
wajib
menyampai
kan laporan
perkembang
an
usahanya
secara
berkala
sekurang-
kurangnya
1 (satu)
tahun sekali
kepada
pemberi izin
sebagaiman
a dimaksud
pada ayat
(1) dan ayat
(2).
(4) Laporan
perkembang
an usaha
secara
berkala
sebagaiman
a dimaksud
pada ayat
(3) juga
disampaika
n kepada
Menteri.
44. Pasal 49 Pasal 49
Ketentuan lebih Dicabut dan
lanjut mengenai dinyatakan tidak
syarat dan tata berlaku.
cara pemberian
izin Usaha
Perkebunan,
luasan lahan
tertentu untuk
usaha budi daya
Tanaman
Perkebunan, dan

354
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
kapasitas pabrik
tertentu untuk
usaha Pengolahan
Hasil Perkebunan
sebagaimana
dimaksud dalam
Pasal 41 sampai
dengan Pasal 48
diatur dalam
Peraturan
Pemerintah.
45. Pasal 50 Pasal 50 Pemerintah
Menteri, Dicabut dan dalam hal ini
gubernur, dan dinyatakan tidak Presiden
merupakan
bupati/walikota berlaku.
pemegang
yang berwenang
kekuasaaan
menerbitkan izin
pemerintahan,
Usaha
termasuk
Perkebunan
penerbitan
dilarang:
perizinan
a. menerbitkan berusaha.
izin yang
tidak sesuai
peruntukkan;
dan/atau
b. menerbitkan
izin yang
tidak sesuai
dengan
syarat dan
ketentuan
peraturan
perundang-
undangan.
46. Pasal 58 Pasal 58 Persyaratan Izin
Usaha
(1) Perusahaan (1) Perusahaan
Perkebunan akan
Perkebunan Perkebunan yang
diatur lebih
yang melakukan lanjut dalam
memiliki kegiatan usaha peraturan
izin Usaha Perkebunan dan pemerintah yang
Perkebunan kegiatan usaha mengatur NSPK.
atau izin

355
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
Usaha Perkebunan budi
Perkebunan daya wajib
untuk budi memfasilitasi
daya wajib pembangunan
memfasilita kebun
si masyarakat.
pembangun
an kebun (2) Fasilitasi
masyarakat pembangunan
sekitar kebun
paling masyarakat
rendah sebagaimana
seluas 20% dimaksud pada
(dua puluh ayat (1) dapat
perseratus)
dilakukan
dari total
melalui pola
luas areal
kebun yang kredit, bagi hasil,
diusahakan bentuk
oleh kemitraan
Perusahaan lainnya atau
Perkebunan bentuk
. pendanaan lain
(2) Fasilitasi yang disepakati
pembangun sesuai dengan
an kebun ketentuan
masyarakat peraturan
sebagaiman perundang-
a dimaksud
undangan.
pada ayat
(1) dapat (3) Kewajiban
dilakukan memfasilitasi
melalui pola pembangunan
kredit, bagi kebun
hasil, atau sebagaimana
bentuk dimaksud pada
pendanaan
ayat (1) harus
lain yang
dilaksanakan
disepakati
sesuai dalam jangka
dengan waktu paling
ketentuan lambat 3 (tiga)
peraturan tahun sejak hak
perundang- guna usaha

356
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
undangan. diberikan.
(3) Kewajiban
(4) Fasilitasi
memfasilita
si pembangunan
pembangun kebun
an kebun masyarakat
sebagaiman sebagaimana
a dimaksud dimaksud pada
pada ayat ayat (1) harus
(1) harus dilaporkan
dilaksanaka kepada
n dalam Pemerintah
jangka Pusat.
waktu
paling (5) Ketentuan lebih
lambat 3 lanjut mengenai
(tiga) tahun fasilitasi
sejak hak pembangunan
guna usaha kebun
diberikan. masyarakat
(4) Fasilitasi sebagaimana
pembangun dimaksud pada
an kebun
ayat (4) diatur
masyarakat
dengan
sebagaiman
a dimaksud Peraturan
pada ayat Pemerintah.
(1) harus
dilaporkan
kepada
Pemerintah
Pusat dan
Pemerintah
Daerah
sesuai
dengan
kewenangan
nya.
47. Pasal 59 Pasal 59 Merujuk pada
Ketentuan lebih Dicabut dan catatan Pasal 58.
lanjut mengenai dinyatakan tidak
fasilitasi berlaku.
pembangunan

357
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
kebun
masyarakat
sebagaimana
dimaksud dalam
Pasal 58 diatur
dalam Peraturan
Pemerintah.
48. Pasal 67 Pasal 67 Persyaratan Izin
Usaha
(1) Setiap (1) Setiap Pelaku
Perkebunan akan
Pelaku Usaha
diatur lebih
Usaha Perkebunan lanjut dalam
Perkebunan wajib memelihara peraturan
wajib kelestarian pemerintah yang
memelihara fungsi mengatur NSPK.
kelestarian
lingkungan
fungsi
hidup.
lingkungan
hidup. (2) Kewajiban
(2) Kewajiban memelihara
memelihara kelestarian
kelestarian fungsi
fungsi lingkungan
lingkungan
hidup
hidup
sebagaimana
sebagaiman
a dimaksud dimaksud pada
pada ayat ayat (1)
(1) dilakukan sesuai
dilakukan dengan
sesuai ketentuan
dengan peraturan
ketentuan perundang-
peraturan undangan.
perundang-
undangan. (3) Ketentuan lebih
(3) Untuk lanjut mengenai
memelihara kewajiban
kelestarian memelihara
fungsi kelestarian
lingkungan diatur dalam
hidup Peraturan
sebagaiman Pemerintah.
a dimaksud

358
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
pada ayat
(1), sebelum
memperoleh
izin Usaha
Perkebunan
,
Perusahaan
Perkebunan
harus:
a. membuat
analisis
mengenai
dampak
lingkunga
n hidup
atau
upaya
pengelola
an
lingkunga
n hidup
dan
upaya
pemantau
an
lingkunga
n hidup;
b. memiliki
analisis
dan
manajeme
n risiko
bagi yang
menggun
akan
hasil
rekayasa
genetik;
dan
c. membuat
pernyataa
n
kesanggu
pan

359
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
untuk
menyedia
kan
sarana,
prasarana
, dan
sistem
tanggap
darurat
yang
memadai
untuk
menangg
ulangi
terjadinya
kebakara
n.
(4) Setiap
Perusahaan
Perkebunan
yang tidak
memenuhi
persyaratan
sebagaiman
a dimaksud
pada ayat
(3) ditolak
permohona
n izin
usahanya.
49. Pasal 68 Pasal 68 Persyaratan Izin
Setelah Dicabut dan Usaha
memperoleh izin dinyatakan tidak Perkebunan akan
diatur lebih
usaha berlaku.
lanjut dalam
perkebunan
peraturan
sebagaimana
pemerintah yang
dimaksud dalam
mengatur NSPK.
Pasal 67 ayat (3),
Pelaku Usaha
Perkebunan wajib
menerapkan:
a. analisis
mengenai

360
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
dampak
lingkungan
hidup atau
upaya
pengelolaan
lingkungan
hidup dan
upaya
pemantauan
lingkungan
hidup;
b. analisis risiko
lingkungan
hidup; dan
c. pemantauan
lingkungan
hidup.
50. Pasal 74 Pasal 74 Catatan:
(1) Setiap unit (1) Setiap unit Ketentuan ini
Pengolahan Pengolahan Hasil terpaksa tetap
Hasil Perkebunan dipertahankan
Perkebunan tertentu yang dengan
tertentu yang berbahan baku mengubah jangka
berbahan impor wajib waktu diatur
baku impor dalam Peraturan
membangun
wajib Pemerintah.
kebun dalam
membangun
jangka waktu Hal ini mengingat
kebun dalam
tertentu setelah pada komiditas
jangka waktu
unit gula, pabrik gula
paling lambat harus memenuhi
3 (tiga) tahun pengolahannya
syarat
setelah unit beroperasi.
mempunyai
pengolahann
(2) Ketentuan kebun maksimal
ya
mengenai jenis 3 tahun.
beroperasi.
(2) Ketentuan Pengolahan Hasil Walaupun untuk
mengenai Perkebunan sektor selain
jenis tertentu dan gula, misalnya
Pengolahan jangka waktu kakao, kopi,
Hasil tertentu karet, teh, dll
Perkebunan sebagaimana dapat dilakukan
tertentu dimaksud pada relaksasi.
sebagaimana ayat (1) diatur

361
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
dimaksud dengan
pada ayat (1) Peraturan
diatur Pemerintah.
dengan
Peraturan
Pemerintah.
51. Pasal 86 Pasal 86 Karena telah
diatur dalam
(1) Pemerintah Dicabut dan
Pasal 102 UU
Pusat dinyatakan tidak
22/2019
dan/atau berlaku.
Pemerintah
Daerah
sesuai
dengan
kewenangann
ya
berkewajiban
membangun,
menyusun,
mengembang
kan, dan
menyediakan
sistem data
dan informasi
Perkebunan
yang
terintegrasi.
(2) Sistem data
dan informasi
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)
paling sedikit
digunakan
untuk
keperluan:
a. perencan
aan;
b. pemantau
an dan
evaluasi;
c. pengelola
an

362
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
pasokan
dan
permintaa
n produk
Perkebun
an; dan
d. pertimban
gan
penanam
an modal.
(3) Pengembanga
n dan
penyediaan
sistem data
dan informasi
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)
dilaksanakan
oleh unit
kerja yang
menyelenggar
akan fungsi
di bidang
data dan
informasi
Perkebunan.
(4) Data dan
informasi
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (3)
paling sedikit
berupa:
a. letak dan
luas
wilayah,
kawasan,
dan budi
daya
Perkebun
an;
b. ketersedia
an sarana

363
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
dan
prasarana
Perkebun
an;
c. prakiraan
iklim;
d. izin
Usaha
Perkebun
an dan
status
hak
Lahan
Perkebun
an;
e. varietas
tanaman;
f. peluang
dan
tantangan
pasar;
g. permintaa
n pasar;
h. perkiraan
produksi;
i. perkiraan
pasokan;
dan
j. perkiraan
harga.

(5) Data dan


informasi
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (4)
dilakukan
pemutakhira
n data dan
informasi
secara
berkala.
(6) Data dan
informasi

364
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (5)
harus dapat
diakses
dengan
mudah dan
cepat oleh
Pelaku Usaha
Perkebunan
dan
masyarakat
sesuai
dengan
ketentuan
peraturan
perundang-
undangan.
52. Pasal 93 Pasal 93
(1) Pembiayaan (1) Pembiayaan
Usaha Usaha
Perkebunan Perkebunan yang
yang dilakukan oleh
dilakukan Pemerintah Pusat
oleh bersumber dari
Pemerintah anggaran
Pusat pendapatan dan
bersumber belanja negara.
dari anggaran (2) Pembiayaan
pendapatan penyelenggaraan
dan belanja Perkebunan yang
negara. dilakukan oleh
(2) Pembiayaan Pemerintah
penyelenggar Daerah sesuai
aan dengan
Perkebunan kewenangannya
yang bersumber dari
dilakukan anggaran
oleh pendapatan dan
Pemerintah belanja daerah.
Daerah (3) Pembiayaan

365
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
sesuai Usaha
dengan Perkebunan yang
kewenangann dilakukan oleh
ya bersumber Pelaku Usaha
dari anggaran Perkebunan
pendapatan bersumber dari
dan belanja penghimpunan
daerah. dana Pelaku
Usaha
(3) Pembiayaan
Perkebunan,
Usaha
dana lembaga
Perkebunan
pembiayaan,
yang
dana
dilakukan
masyarakat, dan
oleh Pelaku
dana lain yang
Usaha
sah.
Perkebunan
bersumber (4) Penghimpunan
dari dana
penghimpuna sebagaimana
n dana dimaksud pada
Pelaku Usaha ayat (3)
Perkebunan, digunakan untuk
dana lembaga pengembangan
pembiayaan, sumber daya
dana manusia,
masyarakat, penelitian dan
dan dana lain pengembangan,
yang sah. promosi
Perkebunan,
peremajaan
Tanaman
Perkebunan,
sarana dan
prasarana
Perkebunan,
pengembangan
perkebunan,
dan/atau
pemenuhan hasil
Perkebunan
untuk

366
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
kebutuhan
pangan, bahan
bakar nabati,
dan hilirisasi
Industri
Perkebunan.
(5) Dana yang
dihimpun oleh
pelaku usaha
perkebunan
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (3) dikelola
oleh badan
pengelola dana
perkebunan,
yang berwenang
untuk
menghimpun,
mengadministras
ikan, mengelola,
menyimpan dan
menyalurkan
dana tersebut.
(6) Ketentuan lebih
lanjut mengenai
penghimpunan
dana
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (4) diatur
dengan
Peraturan
Pemerintah.

53. Pasal 96 Pasal 96 Semua


kewenangan
(1) Pembinaan (1) Pembinaan
Pemerintah Pusat
Usaha Usaha
dan Pemerintah
Perkebunan Perkebunan Daerah ditarik
dilakukan dilakukan oleh terlebih dahulu

367
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
oleh Pemerintah menjadi
Pemerintah Pusat. kewenangan
Pusat dan (2) Pemerintah
Pembinaan (Presiden).
Pemerintah sebagaimana
Daerah dimaksud pada Dalam
sesuai ayat (1) meliputi: Pengaturan
dengan pelaksanaan di
kewenangann a. perencanaan; Peraturan
ya. b. pelaksanaan Pemerintah yg
menjadi amanat
(2) Pembinaan Usaha
UU Cipta
sebagaimana Perkebunan; Lapangan Kerja
dimaksud c. pengolahan kewenangan
pada ayat (1) dan Pemerintah di
meliputi: pemasaran Delegasikan
Hasil kepada
a. perencan
Perkebunan; Pemerintah Pusat
aan; dan Pemerintah.
b. pelaksana d. penelitian
Apabila
an Usaha dan
Pemerintah
Perkebun pengembanga Daerah tidak
an; n; melaksanakan
e. pengembanga kewajibannya
c. pengolaha
n sumber maka
n dan
daya kewenangan
pemasara tersebut ditarik
n Hasil manusia;
menjadi
Perkebun f. pembiayaaan kewenangan
an; Usaha Pemerintah
d. penelitian Perkebunan; Pusat.
dan dan
pengemba g. pemberian
ngan; rekomendasi
e. pengemba penanaman
ngan modal.
sumber (3) Ketentuan lebih
daya lanjut mengenai
manusia; pembinaan
f. pembiaya sebagaimana
aan dimaksud pada
Usaha ayat (1) diatur
dalam Peraturan

368
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
Perkebun Pemerintah.
an; dan
g. pemberia
n
rekomend
asi
penanam
an modal.

54. Pasal 97 Pasal 97 Semua


kewenangan
(1) Pembinaan (1) Pembinaan teknis
Pemerintah Pusat
teknis untuk untuk
dan Pemerintah
Perusahaan Perusahaan
Daerah ditarik
Perkebunan Perkebunan milik
terlebih dahulu
milik negara, negara, swasta
menjadi
swasta dan/atau
kewenangan
dan/atau Pekebun
Pemerintah
Pekebun dilakukan oleh
(Presiden).
dilakukan Pemerintah
oleh Menteri. Pusat. Dalam
(2) Evaluasi atas (2) Evaluasi atas Pengaturan
pelaksanaan di
kinerja kinerja
Peraturan
Perusahaan Perusahaan
Perkebunan milik Pemerintah yg
Perkebunan
milik negara negara dan/atau menjadi amanat
UU Cipta
dan/atau swasta
Lapangan Kerja
swasta dilaksanakan
dilaksanakan melalui penilaian kewenangan
Pemerintah di
melalui Usaha
Delegasikan
penilaian Perkebunan
Usaha secara rutin kepada
Pemerintah Pusat
Perkebunan dan/atau
dan Pemerintah.
secara rutin sewaktu-waktu.
dan/atau Apabila
(3) Ketentuan lebih
sewaktu- Pemerintah
lanjut mengenai
waktu. Daerah tidak
pembinaan teknis
melaksanakan
(3) Ketentuan dan penilaian
kewajibannya
lebih lanjut Usaha
maka
mengenai Perkebunan
kewenangan
pembinaan diatur dalam
tersebut ditarik
teknis dan Peraturan
menjadi
penilaian Pemerintah.
kewenangan

369
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
Usaha Pemerintah
Perkebunan Pusat.
diatur dalam
Peraturan
Pemerintah.

55. Pasal 99 Pasal 99 Semua


kewenangan
(1) Pengawasan (1) Pengawasan
Pemerintah Pusat
sebagaimana sebagaimana
dan Pemerintah
dimaksud dimaksud dalam Daerah ditarik
dalam Pasal Pasal 98 terlebih dahulu
98 dilakukan dilakukan menjadi
melalui: melalui: kewenangan
a. pelaporan a. pelaporan Pemerintah
dari dari Pelaku (Presiden).
Pelaku Usaha Dalam
Usaha Perkebunan; Pengaturan
Perkebun dan/atau pelaksanaan di
an; Peraturan
b. pemantauan Pemerintah yg
dan/atau dan evaluasi menjadi amanat
b. pemantau terhadap UU Cipta
an dan pelaksanaan Lapangan Kerja
evaluasi dan hasil kewenangan
terhadap Usaha Pemerintah di
pelaksana Perkebunan. Delegasikan
an dan kepada
(2) Dalam hal Pemerintah Pusat
hasil tertentu dan Pemerintah.
Usaha pengawasan
Perkebun Apabila
dapat dilakukan
an. Pemerintah
melalui Daerah tidak
(2) Dalam hal pemeriksaan melaksanakan
tertentu terhadap proses kewajibannya
pengawasan dan Hasil maka
dapat Perkebunan. kewenangan
dilakukan tersebut ditarik
(3) Pelaporan
melalui menjadi
sebagaimana
pemeriksaan kewenangan
dimaksud pada Pemerintah
terhadap ayat (1) huruf a Pusat.
proses dan merupakan

370
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
Hasil informasi publik
Perkebunan. yang diumumkan
dan dapat
(3) Pelaporan
diakses secara
sebagaimana
terbuka oleh
dimaksud
masyarakat
pada ayat (1)
sesuai dengan
huruf a
ketentuan
merupakan
peraturan
informasi
perundang-
publik yang
undangan.
diumumkan
dan dapat (4) Pemantauan dan
diakses evaluasi
secara sebagaimana
terbuka oleh dimaksud pada
masyarakat ayat (1) huruf b
sesuai dilakukan
dengan dengan
ketentuan mengamati dan
peraturan memeriksa
perundang- kesesuaian
undangan. laporan dengan
pelaksanaan di
(4) Pemantauan
lapangan.
dan evaluasi
sebagaimana (5) Ketentuan lebih
dimaksud lanjut mengenai
pada ayat (1) persyaratan dan
huruf b tata cara
dilakukan pengawasan
dengan diatur dengan
mengamati Peraturan
dan Pemerintah.
memeriksa
kesesuaian
laporan
dengan
pelaksanaan
di lapangan.
(5) Ketentuan
lebih lanjut

371
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
mengenai
persyaratan
dan tata cara
pengawasan
diatur
dengan
Peraturan
Menteri.

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2010 tentang Hortikultura


1. Pasal 15 Pasal 15 Semua
kewenangan
(1) Pelaku usaha (1) Pelaku Usaha di
Pemerintah Pusat
wajib bidang
dan Pemerintah
mengutamak Hortikultura Daerah ditarik
an dapat terlebih dahulu
pemanfaatan memanfaatkan menjadi
sumber daya sumber daya kewenangan
manusia manusia dalam Pemerintah
dalam negeri. negeri dan luar (Presiden).
negeri.
(2) Sumber daya
manusia dari (2) Pemanfaatan
luar negeri Sumber daya
dapat manusia
dimanfaatkan sebagaimana
dalam hal dimaksud pada
tidak ayat (1) sesuai
tersedianya dengan
sumber daya ketentuan
manusia peraturan
dalam negeri perundang-
yang undangan.
mempunyai
keahlian dan
kemampuan
tertentu di
bidang
hortikultura.
(3) Sumber daya
manusia dari

372
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
luar negeri
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (2)
dimanfaatkan
sesuai
dengan
ketentuan
peraturan
perundang-
undangan
setelah
mendapatkan
rekomendasi
dari asosiasi
pelaku
usaha.
(4) Ketentuan
lebih lanjut
mengenai
kualifikasi
keahlian dan
kemampuan
tertentu di
bidang
hortikultura
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (2)
diatur
dengan
Peraturan
Menteri.

2. Pasal 33 Pasal 33 Usulan baru


WTO
(1) Usaha (1) Sarana
hortikultura hortikultura
dilaksanakan sebagaimana
dengan dimaksud dalam
mengutamak pasal 32 berasal
an dari dalam negeri

373
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
penggunaan dan/atau luar
sarana negeri.
hortikultura (2) Sarana
dalam negeri. hortikultura
(2) Dalam hal sebagaimana
sarana dimaksud pada
hortikultura ayat (1) yang
dalam negeri diedarkan, harus
tidak memenuhi
mencukupi Perizinan
atau tidak Berusaha dari
tersedia, Pemerintah
dapat Pusat.
digunakan (3) Dalam hal
sarana sarana
hortikultura hortikultura
yang berasal merupakan atau
dari luar mengandung
negeri. hasil rekayasa
(3) Sarana genetik, selain
hortikultura memenuhi
yang berasal ketentuan
dari luar sebagaimana
negeri dimaksud pada
sebagaimana ayat (2),
dimaksud peredarannya
pada ayat (2) wajib mengikuti
harus: ketentuan
a. lebih peraturan
efisien; perundang-
b. ramah undangan di
lingkunga bidang
n; dan keamanan
c. diutamak hayati.
an yang
(4) Ketentuan lebih
mengand
lanjut mengenai
ung
kompone Perizinan
n hasil Berusaha terkait
produksi sarana
dalam hortikultura

374
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
negeri. diatur dengan
Peraturan
Pemerintah.

3. Pasal 35 Pasal 35 Substansi akan


(1) Sarana Dicabut dan diatur dalam PP
hortikultura dinyatakan tidak yang
diamanatkan
yang berlaku.
Pasal 33 ayat (4)
diedarkan RUU Omnibus.
wajib
memenuhi
standar mutu
dan terdaftar.
(2) Dalam hal
sarana
hortikultura
merupakan
atau
mengandung
hasil
rekayasa
genetik,
selain
memenuhi
ketentuan
ayat (1),
peredarannya
wajib
mengikuti
ketentuan
peraturan
perundang-
undangan di
bidang
keamanan
hayati.
(3) Apabila
standar mutu
sebagaimana

375
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
dimaksud
pada ayat (1)
belum
ditetapkan,
Menteri
menetapkan
persyaratan
teknis
minimal.
(4) Ketentuan
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)
dan ayat (3)
dikecualikan
untuk sarana
hortikultura
produksi
lokal yang
diedarkan
secara
terbatas
dalam satu
kelompok.
(5) Ketentuan
lebih lanjut
mengenai
tata cara uji
mutu dan
pendaftaran
diatur
dengan
Peraturan
Menteri.

4. Pasal 49 Pasal 49 Pemerintah


dalam hal ini
(1) Unit usaha (1) Unit usaha
Presiden
budidaya budidaya
merupakan
hortikultura hortikultura pemegang
mikro dan mikro dan kecil kekuasaaan

376
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
kecil sebagaimana pemerintahan,
sebagaimana dimaksud dalam termasuk
dimaksud Pasal 48 ayat (1) penerbitan
dalam Pasal huruf a dan perizinan
48 ayat (1) huruf b wajib berusaha.
huruf a dan didata oleh Lebih lanjut,
huruf b wajib Pemerintah perizinan yang
didata oleh Pusat. dilakukan secara
pemerintah elektronik
(2) Unit usaha memberikan
daerah. budidaya kemudahan,
(2) Unit usaha hortikultura kepastian dan
budidaya menengah percepatan
hortikultura sebagaimana proses perizinan.
menengah dimaksud dalam
sebagaimana Pasal 48 ayat (1)
dimaksud huruf d dan unit
dalam Pasal usaha budidaya
48ayat (1) hortikultura
huruf c dan besar
unit usaha sebagaimana
budidaya dimaksud dalam
hortikultura Pasal 48 ayat (1)
besar huruf d harus
sebagaimana memenuhi
dimaksud Perizinan
dalam Pasal Berusaha dari
48 ayat (1) Pemerintah
huruf d Pusat.
harus (3) Ketentuan lebih
dilengkapi lanjut mengenai
izin usaha perizinan
yang
berusaha
diterbitkan sebagaimana
oleh dimaksud pada
Pemerintah ayat (2) diatur
dan dengan
pemerintah Peraturan
daerah sesuai Pemerintah.
dengan
kewenangann

377
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
ya.
(3) Selain harus
dilengkapi
izin usaha
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (2),
unit usaha
budidaya
hortikultura
menengah
dan besar
yang
menggunaka
n lahan yang
dikuasai oleh
negara harus
dilengkapi
hak guna
usaha sesuai
dengan
ketentuan
peraturan
perundang-
undangan.
(4) Ketentuan
lebih lanjut
mengenai
pendataan
dan perizinan
unit usaha
budidaya
hortikultura
diatur
dengan
Peraturan
Menteri.

5. Pasal 52 Pasal 52 Pemerintah


dalam hal ini
(1) Usaha (1) Usaha
Presiden

378
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
hortikultura hortikultura merupakan
sebagaimana sebagaimana pemegang
dimaksud dimaksud dalam kekuasaaan
dalam Pasal Pasal 50 wajib pemerintahan,
50 wajib memenuhi termasuk
didaftar. Perizinan penerbitan
perizinan
Berusaha dari
(2) Pendaftaran berusaha.
Pemerintah
sebagaimana
Pusat. Lebih lanjut,
dimaksud perizinan yang
pada ayat (1) (2) Ketentuan lebih dilakukan secara
dilakukan lanjut mengenai elektronik
oleh perizinan memberikan
Pemerintah berusaha kemudahan,
dan/atau sebagaimana kepastian dan
pemerintah dimaksud pada percepatan
daerah. ayat (1) diatur proses perizinan.
dengan
(3) Ketentuan
Peraturan
lebih lanjut
Pemerintah.
mengenai
pendaftaran
usaha
hortikultura
diatur
dengan
Peraturan
Menteri.

6. Pasal 54 Pasal 54
(1) Pelaku usaha (1) Pelaku usaha
dalam dalam
melaksanaka melaksanakan
n usaha usaha
hortikultura hortikultura
wajib wajib memenuhi
memenuhi standar proses
standar atau persyaratan
proses atau teknis minimal.
persyaratan (2) Pelaku usaha
teknis dalam
minimal. memproduksi

379
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
(2) Pelaku usaha produk
dalam hortikultura
memproduksi wajib memenuhi
produk standar mutu
hortikultura dan keamanan
wajib pangan produk
memenuhi hortikultura.
standar mutu (3) Pemerintah Pusat
dan
membina dan
keamanan memfasilitasi
pangan pengembangan
produk usaha
hortikultura. hortikultura
(3) Pemerintah untuk memenuhi
dan/atau standar mutu,
pemerintah dan keamanan
daerah pangan produk
membina dan hortikultura.
memfasilitasi (4) Ketentuan lebih
pengembanga lanjut mengenai
n usaha standar mutu
hortikultura dan keamanan
agar pangan produk
memenuhi hortikultura
standar sebagaimana
proses dan dimaksud pada
persyaratan ayat (1) diatur
teknis dengan
minimal, Peraturan
standar Pemerintah.
mutu, dan
keamanan
pangan
produk
hortikultura.
(4) Ketentuan
lebih lanjut
mengenai
penerapan
standar

380
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
proses dan
persyaratan
teknis
minimal
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1),
standar mutu
dan
keamanan
pangan
produk
hortikultura
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (2),
dan
pembinaan
dan fasilitasi
pengembanga
n usaha
hortikultura
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (3)
diatur
dengan
Peraturan
Menteri.

7. Pasal 56 Pasal 56 Semua


kewenangan
(1) Usaha (1) Usaha
Pemerintah Pusat
hortikultura hortikultura
dan Pemerintah
dapat dapat dilakukan Daerah ditarik
dilakukan dengan pola terlebih dahulu
dengan pola kemitraan. menjadi
kemitraan. kewenangan
(2) Pola kemitraan
(2) Pola sebagaimana Pemerintah
kemitraan dimaksud pada (Presiden).
sebagaimana ayat (1)
dimaksud melibatkan

381
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
pada ayat (1) pelaku usaha
melibatkan hortikultura
pelaku usaha mikro, kecil,
hortikultura menengah, dan
mikro, kecil, besar.
menengah, (3) Kemitraan
dan besar. sebagaimana
(3) Pelaku usaha dimaksud pada
besar ayat (2)
sebagaimana dilaksanakan
dimaksud dengan pola:
pada ayat (2) a. inti-plasma;
wajib b. subkontrak;
melakukan c. waralaba;
kemitraan d. perdagangan
dengan umum;
pelaku usaha e. distribusi dan
mikro, kecil, keagenan;
dan dan;
menengah. f. bentuk
kemitraan
(4) Kemitraan lainnya.
sebagaimana
(4) Ketentuan lebih
dimaksud
lanjut mengenai
pada ayat (2)
pola kemitraan
dilaksanakan
sebagaimana
dengan pola:
dimaksud pada
a. inti- ayat (1) diatur
plasma; dengan
b. subkontra Peraturan
k;
Pemerintah.
c. waralaba;
d. perdagan
gan
umum;
e. distribusi
dan
keagenan;
dan
f. bentuk-
bentuk
kemitraan

382
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
lain.
(5) Ketentuan
lebih lanjut
mengenai
pola
kemitraan
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)
diatur
dengan
Peraturan
Menteri.

8. Pasal 57 Pasal 57
(1) Usaha (1) Usaha
perbenihan perbenihan
meliputi meliputi
pemuliaan, pemuliaan,
produksi produksi benih,
benih, sertifikasi,
sertifikasi, peredaran benih,
peredaran serta
benih, serta pengeluaran
pengeluaran benih dari dan
dan pemasukan
pemasukan benih ke dalam
benih dari wilayah negara
dan ke Republik
wilayah Indonesia.
negara (2) Dalam hal
Republik pemuliaan
Indonesia. sebagaimana
(2) Dalam hal dimaksud pada
pemuliaan ayat (1), dapat
sebagaimana dilakukan
dimaksud introduksi dalam
pada ayat (1), bentuk benih
dapat atau materi
dilakukan induk yang

383
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
introduksi belum ada di
dalam bentuk wilayah negara
benih atau Republik
materi induk Indonesia.
yang belum (3) Usaha
ada di perbenihan
wilayah hanya dapat
negara dilakukan oleh
Republik
pelaku usaha
Indonesia. yang memiliki
(3) Usaha sertifikat
perbenihan kompetensi atau
hanya dapat badan usaha
dilakukan yang bersertifikat
oleh pelaku dalam bidang
usaha yang perbenihan
memiliki dengan wajib
sertifikat menerapkan
kompetensi jaminan mutu
atau badan benih melalui
usaha yang penerapan
bersertifikat sertifikasi.
dalam bidang (4) Ketentuan
perbenihan sertifikat
dengan wajib kompetensi atau
menerapkan badan usaha
jaminan yang bersertifikat
mutu benih dan kewajiban
melalui menerapkan
penerapan jaminan mutu
sertifikasi. benih
(4) Ketentuan sebagaimana
sertifikat dimaksud pada
kompetensi ayat (3),
atau badan dikecualikan bagi
usaha yang pelaku usaha
bersertifikat perseorangan
dan atau kelompok
kewajiban yang melakukan
menerapkan usaha

384
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
jaminan perbenihan
mutu benih untuk
sebagaimana dipergunakan
dimaksud sendiri dan/atau
pada ayat (3), terbatas dalam 1
dikecualikan (satu) kelompok.
bagi pelaku (5) Ketentuan lebih
usaha lanjut mengenai
perseorangan
produksi benih,
atau sertifikasi,
kelompok peredaran benih,
yang serta
melakukan pengeluaran dan
usaha pemasukan
perbenihan benih
untuk sebagaimana
dipergunakan dimaksud pada
sendiri ayat (1),
dan/atau introduksi
terbatas sebagaimana
dalam 1
dimaksud pada
(satu) ayat (2),
kelompok. sertifikasi
(5) Ketentuan kompetensi,
lebih lanjut sertifikasi badan
mengenai usaha dan
produksi jaminan mutu
benih, sebagaimana
sertifikasi, dimaksud pada
peredaran ayat (3), serta
benih, serta pengecualian
pengeluaran kewajiban
dan penerapan
pemasukan sebagaimana
benih dimaksud pada
sebagaimana ayat (4) diatur
dimaksud dengan
pada ayat (1), Peraturan
introduksi Pemerintah.
sebagaimana
dimaksud

385
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
pada ayat (2),
sertifikasi
kompetensi,
sertifikasi
badan usaha
dan jaminan
mutu
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (3),
serta
pengecualian
kewajiban
penerapan
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (4)
diatur
dengan
Peraturan
Menteri.

9. Pasal 63 Pasal 63 Diatur dalam


(1) Pemasukan Dicabut dan Pasal 102 UU
dan dinyatakan tidak Sistem Budidaya
Pertanian
pengeluaran berlaku
Berkelanjutan
benih ke dan (UU 22/2019)
dari wilayah
negara
Republik
Indonesia
wajib
mendapatkan
izin.
(2) Pemasukan
benih ke
dalam
wilayah
negara
Republik
Indonesia

386
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
untuk
kepentingan
komersial
harus
memenuhi
persyaratan
mutu yang
ditetapkan.
(3) Pemasukan
benih ke
dalam
wilayah
negara
Republik
Indonesia
untuk
kepentingan
komersial
hanya
diperbolehka
n bila tidak
dapat
diproduksi
dalam negeri
atau
kebutuhan
dalam negeri
belum
tercukupi.
(4) Ketentuan
lebih lanjut
mengenai
pemasukan
dan
pengeluaran
benih ke dan
dari wilayah
negara
Republik
Indonesia

387
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1),
ayat (2), dan
ayat (3)
diatur
dengan
Peraturan
Menteri.

10. Pasal 68 Pasal 68 Persyaratan


perizinan akan
Ketentuan lebih Ketentuan lebih lanjut
diatur lebih
lanjut mengenai mengenai usaha
lanjut dalam
usaha budidaya budidaya
peraturan
sebagaimana sebagaimana
pemerintah yang
dimaksud dalam dimaksud dalam Pasal
mengatur NSPK.
Pasal 65, tata 65, tata cara
cara pendataan pendataan dan
dan pelaporan pelaporan
sebagaimana sebagaimana
dimaksud dalam dimaksud dalam Pasal
Pasal 66, dan 66, serta izin khusus
persyaratan izin sebagaimana
khusus dimaksud dalam Pasal
sebagaimana 67 ayat (2) diatur
dimaksud dalam dengan Peraturan
Pasal 67 ayat (2) Pemerintah.
diatur dengan
Peraturan
Menteri.
11. Pasal 73 Pasal 73 Semua
kewenangan
(1) Usaha (1) Usaha
Pemerintah Pusat
perdagangan perdagangan
dan Pemerintah
produk produk Daerah ditarik
hortikultura hortikultura terlebih dahulu
mengatur mengatur proses menjadi
proses jual jual beli kewenangan
beli antara antarpedagang Pemerintah
pedagang dan antara (Presiden).
dengan pedagang dengan
pedagang, konsumen.
dan pedagang

388
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
dengan (2) Pelaku usaha
konsumen. perdagangan
produk
(2) Dalam hal
hortikultura
proses jual
harus
beli
menerapkan
sebagaimana
sistem
dimaksud
pengkelasan
pada ayat (1),
produk
pelaku usaha
berdasarkan
perdagangan
standar mutu
produk
dan standar
hortikultura
harga secara
pasar modern
transparan.
wajib
memperdaga (3) Ketentuan lebih
ngkan lanjut mengenai
produk kewajiban sistem
hortikultura pengkelasan
dalam negeri. produk
berdasarkan
(3) Pelaku usaha
standar mutu
perdagangan
dan standar
produk
harga secara
hortikultura
transparan
harus
sebagaimana
menerapkan
dimaksud pada
sistem
ayat (3) diatur
pengkelasan
dengan
produk
Peraturan
berdasarkan
standar mutu Pemerintah.
dan standar
harga secara
transparan.
(4) Ketentuan
lebih lanjut
mengenai
kewajiban
memperdaga
ngkan
produk

389
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
hortikultura
dalam negeri
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (2),
dan
kewajiban
sistem
pengkelasan
produk
berdasarkan
standar mutu
dan standar
harga secara
transparan
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (3)
diatur
dengan
Peraturan
Menteri.

12. Pasal 88 Pasal 88 a. Pemerintah


dalam hal ini
(1) Impor produk (1) Impor produk
Presiden
hortikultura hortikultura
merupakan
wajib wajib pemegang
memperhatik memperhatikan kekuasaaan
an aspek: aspek: pemerintahan
a. keamana a. keamanan , termasuk
n pangan pangan penerbitan
produk produk perizinan
hortikultu hortikultura; berusaha.
ra; b. persyaratan b. Lebih lanjut,
b. ketersedia kemasan dan perizinan
an pelabelan; yang
produk c. standar dilakukan
hortikultu mutu; dan secara
ra dalam d. ketentuan elektronik
negeri; keamanan memberikan
c. penetapa dan kemudahan,
n sasaran perlindungan kepastian

390
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
produksi terhadap dan
dan kesehatan percepatan
konsumsi manusia, proses
produk hewan, perizinan.
hortikultu tumbuhan, c. Usulan baru
ra; dan WTO
d. persyarat lingkungan.
an
(2) Impor produk
kemasan
hortikultura
dan
pelabelan; dapat dilakukan
e. standar setelah
mutu; memenuhi
dan Perizinan
f. ketentuan Berusaha dari
keamana Pemerintah
n dan Pusat.
perlindun
(3) Impor produk
gan
terhadap hortikultura
kesehatan sebagaimana
manusia, dimaksud pada
hewan, ayat (1)
tumbuha dilakukan
n, dan melalui pintu
lingkunga masuk yang
n. ditetapkan.
(2) Impor produk (4) Ketentuan lebih
hortikultura lanjut mengenai
dapat Perizinan
dilakukan Berusaha
setelah sebagaimana
mendapat dimaksud pada
izin dari ayat (2) diatur
menteri yang dengan
bertanggungj Peraturan
awab di Pemerintah.
bidang
perdagangan
setelah
mendapat
rekomendasi

391
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
dari Menteri.
(3) Impor produk
hortikultura
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)
dilakukan
melalui pintu
masuk yang
ditetapkan.
(4) Setiap orang
dilarang
mengedarkan
produk segar
hortikultura
impor
tertentu yang
tidak
memenuhi
standar mutu
dan/atau
keamanan
pangan.
(5) Ketentuan
lebih lanjut
mengenai
tata cara
pemberian
rekomendasi
dari Menteri
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (2),
tata cara
penetapan
pintu masuk
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (3),
dan produk

392
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
segar
hortikultura
impor
tertentu
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (4)
diatur
dengan
Peraturan
Menteri.

13. Pasal 90 Pasal 90 Usulan baru


Pemerintah Pemerintah Pusat WTO
dan/atau dalam meningkatkan
pemerintah pemasaran
daerah bersama hortikultura
pelaku usaha memberikan informasi
menjaga pasar.
keseimbangan
pasokan dan
kebutuhan
produk
hortikultura
setiap saat
sampai di tingkat
lokal dengan:
a. memberikan
informasi
produksi dan
konsumsi
yang akurat;
atau
b. mengendalika
n impor dan
ekspor.
14. Pasal 92 Pasal 92 Usulan baru
WTO
(1) Penyelenggar (1) Penyelenggara
a pasar dan pasar dan tempat
tempat lain lain untuk
untuk perdagangan
perdagangan produk

393
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
produk hortikultura
hortikultura dapat
wajib menyelenggaraka
mengutamak n penjualan
an penjualan produk
produk hortikultura lokal
hortikultura dan asal impor.
lokal. (2) Penyelenggara
(2) Penyelenggar pasar dan tempat
a pasar dan lain untuk
tempat lain perdagangan
untuk produk
perdagangan hortikultura
produk sebagaimana
hortikultura dimaksud pada
sebagaimana ayat (1), wajib
dimaksud menyediakan
pada ayat (1), fasilitas
wajib pemasaran yang
menyediakan memadai.
fasilitas
pemasaran
yang
memadai.

15. Pasal 101 Pasal 101


Penanam modal Pelaku usaha
asing dalam hortikultura
usaha menengah dan besar
hortikultura wajib wajib memberikan
memberikan kesempatan
kesempatan pemagangan.
pemagangan dan
melakukan alih
teknologi bagi
pelaku usaha
dalam negeri.
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2019 tentang Sistem Budi
Daya Pertanian Berkelanjutan
1. Pasal 32 Pasal 32 Pemerintah
dalam hal ini

394
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
(1) Pengadaan (1) Pengadaan benih Presiden
benih unggul unggul melalui merupakan
melalui pemasukan dari pemegang
pemasukan luar negeri kekuasaaan
dari luar sebagaimana pemerintahan.
negeri dimaksud dalam
sebagaimana Pasal 31 ayat (1)
dimaksud dilakukan
dalam Pasal setelah mendapat
31 ayat (1) Perizinan
dilakukan Berusaha dari
setelah Pemerintah
mendapat Pusat.
izin dari (2) Pengeluaran
Menteri. benih unggul
(2) Pengeluaran dari wilayah
benih unggul negara Republik
dari wilayah Indonesia dapat
negara dilakukan oleh
Republik Pelaku Usaha
Indonesia berdasarkan
dapat Perizinan
dilakukan Berusaha dari
oleh instansi Pemerintah
pemerintah, Pusat.
Petani, atau (3) Dalam hal
Pelaku Usaha pemasukan dari
berdasarkan luar negeri
izin. sebagaimana
(3) Ketentuan dimaksud pada
lebih lanjut ayat (1) dan
mengenai izin pengeluaran
pemasukan benih unggul
sebagaimana dari wilayah
dimaksud Negara Republik
pada ayat (1) Indonesia
dan izin sebagaimana
pengeluaran dimaksud pada
sebagaimana ayat (2)
dimaksud dilakukan oleh
pada ayat (21 instansi
diatur pemerintah,
dengan harus
Peraturan mendapatkan

395
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
Menteri. persetujuan
Pemerintah
Pusat.
(4) Ketentuan lebih
lanjut mengenai
Perizinan
Berusaha
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (1) dan ayat
(2) diatur dengan
Peraturan
Pemerintah.
2. Pasal 43 Pasal 43 Pemerintah
dalam hal ini
Pengeluaran Pengeluaran
Presiden
Tanaman, Benih Tanaman, Benih
merupakan
Tanaman, Benih Tanaman, Benih
pemegang
Hewan, Bibit Hewan, Bibit Hewan,
kekuasaaan
Hewan, dan dan hewan dari
pemerintahan.
hewan dari wilayah negara
wilayah negara Republik Indonesia
Republik oleh Setiap Orang
Indonesia oleh dapat dilakukan jika
Setiap Orang keperluan dalam
dapat dilakukan negeri telah terpenuhi
jika keperluan setelah mendapat
dalam negeri Perizinan Berusaha
telah terpenuhi dari Pemerintah
dengan Pusat.
memperoleh izin
dari Menteri.
3. Pasal 44 Pasal 44 Pemerintah
dalam hal ini
(1) Pemasukan (1) Pemasukan
Presiden
Tanaman, Tanaman, Benih
merupakan
Benih Tanaman, Benih
pemegang
Tanaman, Hewan, Bibit
kekuasaaan
Benih Hewan, dan
pemerintahan.
Hewan, Bibit hewan dari luar
Hewan, dan negeri dapat
hewan dari dilakukan untuk:
luar negeri a.
dapat meningkat

396
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
dilakukan kan mutu
untuk: dan
a. meningka keragaman
tkan genetik;
mutu dan b.
keragama mengemb
n genetik; angkan ilmu
b. mengemb pengetahuan
angkan dan teknologi;
ilmu dan/atau
pengetah c. memenuhi
uan dan keperluan di
teknologi; dalam negeri.
dan/atau (2) Pemasukan
c. memenuh sebagaimana
i dimaksud pada
keperluan ayat (1) wajib
di dalam memenuhi
negeri. persyaratan.
(2) Pemasukan (3) Setiap Orang
sebagaimana yang melakukan
dimaksud pemasukan
pada ayat (1) sebagaimana
wajib dimaksud pada
memenuhi ayat (1) wajib
standar memenuhi
mutu. Perizinan
(3) Setiap Orang Berusaha dari
yang Pemerintah
melakukan Pusat.
pemasukan (4) Dalam hal
sebagaimana pemasukan
dimaksud sebagaimana
pada ayat (1) dimaksud pada
wajib ayat (1)
memperoleh dilakukan oleh
izin dari pemerintah,
Menteri. harus
mendapatkan
persetujuan dari
Pemerintah Pusat
4. Pasal 86 Pasal 86 Pemerintah
Orang dalam hal ini
(1) Setiap Orang (1) Setiap
Presiden

397
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
sebagaimana sebagaimana merupakan
dimaksud dimaksud dalam pemegang
dalam Pasal Pasal 84 ayat (1) kekuasaaan
84 ayat (1) yang melakukan pemerintahan
yang Usaha Budi Daya
melakukan Pertanian di atas
Usaha Budi skala tertentu
Daya wajib memenuhi
Pertanian di Perizinan
atas skala Berusaha dari
tertentu Pemerintah
wajib Pusat.
memiliki izin. (2) Pemerintah Pusat
(2) Pemerintah dilarang
Pusat dan memberikan
Pemerintah Perizinan
Daerah Berusaha terkait
sesuai Usaha Budi Daya
dengan Pertanian
kewenangann sebagaimana
ya dilarang dimaksud pada
memberikan ayat (1) di atas
izin Usaha tanah hak ulayat
Budi Daya masyarakat
Pertanian hukum adat .
sebagaimana (3) Ketentuan
dimaksud larangan
pada ayat (1) sebagaimana
di atas tanah dimaksud pada
hak ulayat ayat (2)
masyarakat dikecualikan
hukum adat. dalam hal telah
(3) Ketentuan dicapai
larangan persetujuan
sebagaimana antara
dimaksud masyarakat
pada ayat (2) hukum adat dan
dikecualikan Pelaku Usaha.
dalam hal
telah dicapai
persetujuan
antara
masyarakat
hukum adat

398
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
dan Pelaku
Usaha.
5. Pasal 102 Pasal 102 Memudahkan
Sistem informasi dalam Integrasi
(1) Sistem (1)
Data
informasi Pertanian
Pertanian mencakup
mencakup pengumpulan,
pengumpulan pengolahan,
, pengolahan, penganalisisan,
penganalisisa penyimpanan,
n, penyajian, serta
penyimpanan penyebaran data
, penyajian, Sistem Budi
serta Daya Pertanian
penyebaran Berkelanjutan.
data Sistem (2) Pemerintah Pusat
Budi Daya berkewajiban
Pertanian membangun,
Berkelanjuta menyusun, dan
n. mengembangkan
(2) Pemerintah sistem informasi
Pusat dan Pertanian yang
Pemerintah terintegrasi.
Daerah (3) Sistem informasi
sesuai sebagaimana
dengan dimaksud pada
kewenangann ayat (1) paling
ya sedikit
berkewajiban digunakan untuk
membangun, keperluan:
menyusun, a. perencanaan
dan b. pemantauan
mengembang dan evaluasi;
kan sistem c. pengelolaan
informasi pasokan dan
Pertanian permintaan
yang produk
terintegrasi. Pertanian;
(3) Sistem dan
informasi d. pertimbangan
sebagaimana penanaman
dimaksud modal.
pada ayat (1) (4) Kewajiban

399
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
paling sedikit Pemerintah Pusat
digunakan sebagaimana
untuk dimaksud pada
keperluan: ayat (2)
a. perencan dilaksanakan
aan oleh pusat data
b. pemantau dan informasi.
an dan (5) Pusat data dan
evaluasi; informasi
c. pengelola sebagaimana
an dimaksud pada
pasokan ayat (4)
dan berkewajiban
permintaa melakukan
n produk pemutakhiran
Pertanian; data dan
dan informasi Sistem
d. pertimban Budi Daya
gan Pertanian
penanam Berkelanjutan
an modal. secara akurat
(4) Kewajiban dan dapat
Pemerintah diakses oleh
Fusat dan masyarakat.
Pemerintah (6) Data dan
Daerah informasi
sebagaimana sebagaimana
dimaksud dimaksud pada
pada ayat (2) ayat (5) dapat
dilaksanakan diakses dengan
oleh pusat mudah dan cepat
data dan oleh Pelaku
informasi. Usaha dan
(5) Pusat data masyarakat.
dan informasi (7) Ketentuan lebih
sebagaimana lanjut mengenai
dimaksud sistem informasi
pada ayat (4) diatur dengan
berkewajiban Peraturan
melakukan Pemerintah.
pemutakhira
n data dan
informasi
Sistem Budi

400
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
Daya
Pertanian
Berkelanjuta
n secara
akurat dan
dapat diakses
oleh
masyarakat.
(6) Data dan
informasi
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (5)
dapat diakses
dengan
mudah dan
cepat oleh
Pelaku Usaha
dan
masyarakat.
(7) Ketentuan
lebih lanjut
mengenai
sistem
informasi
diatur
dengan
Peraturan
Menteri.

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan


Kesehatan Hewan sebagaimana telah diubah dengan Undang-
Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-
Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan
Kesehatan Hewan
1. Pasal 6 Pasal 6
(1) Lahan yang (1) Lahan yang telah
telah ditetapkan
ditetapkan sebagai kawasan
sebagai penggembalaan
kawasan umum harus

401
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
penggembala dipertahankan
an umum keberadaan dan
harus kemanfaatannya
dipertahanka secara
n keberadaan berkelanjutan.
dan (2) Kawasan
kemanfaatan penggembalaan
nya secara umum
berkelanjuta sebagaimana
n. dimaksud pada
(2) Kawasan ayat (1) berfungsi
penggembala sebagai:
an umum a. penghasil
sebagaimana tumbuhan
dimaksud pakan;
pada ayat (1) b. tempat
berfungsi perkawinan
sebagai: a. alami, seleksi,
penghasil kastrasi, dan
tumbuhan pelayanan
pakan; b. inseminasi
tempat buatan;
perkawinan c. tempat
alami, pelayanan
seleksi, kesehatan
kastrasi, dan hewan;
pelayanan dan/atau
inseminasi d. tempat atau
buatan; c. objek
tempat penelitian
pelayanan dan
kesehatan pengembanga
hewan; n teknologi
dan/atau d. peternakan
tempat atau dan
objek kesehatan
penelitian hewan.
dan (3) Pemerintah
pengembanga daerah
n teknologi kabupaten/kota
peternakan yang di
dan daerahnya
kesehatan mempunyai
hewan. persediaan lahan

402
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
(3) Pemerintah yang
daerah memungkinkan
kabupaten/k dan
ota yang di memprioritaskan
daerahnya budi daya ternak
mempunyai skala kecil
persediaan diwajibkan
lahan yang menetapkan
memungkink lahan sebagai
an dan kawasan
memprioritas penggembalaan
kan budi umum.
daya ternak (4) Pemerintah
skala kecil daerah
diwajibkan kabupaten/kota
menetapkan membina bentuk
lahan sebagai kerja sama
kawasan antara
penggembala pengusahaan
an umum. peternakan dan
(4) Pemerintah pengusahaan
daerah tanaman pangan,
kabupaten/k hortikultura,
ota membina perikanan,
bentuk kerja perkebunan, dan
sama antara kehutanan serta
pengusahaan bidang lainnya
peternakan dalam
dan memanfaatkan
pengusahaan lahan di kawasan
tanaman tersebut sebagai
pangan, sumber pakan
hortikultura, ternak murah.
perikanan, (5) Dalam hal
perkebunan, pemerintah
dan daerah
kehutanan kabupaten/kota
serta bidang tidak
lainnya menetapkan
dalam lahan sebagai
memanfaatka kawasan
n lahan di penggembalaan
kawasan umum
tersebut sebagaimana

403
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
sebagai dimaksud pada
sumber ayat (3),
pakan ternak Pemerintah Pusat
murah. dapat
(5) Ketentuan menetapkan
lebih lanjut lahan sebagai
mengenai kawasan
penyediaan penggembalaan
dan umum.
pengelolaan (6) Ketentuan lebih
kawasan lanjut mengenai
penggembala penyediaan dan
an umum pengelolaan
sebagaimana kawasan
dimaksud penggembalaan
pada ayat (3) umum
ditetapkan sebagaimana
dengan dimaksud pada
peraturan ayat (3)
daerah ditetapkan
kabupaten/k dengan
ota. Peraturan
Pemerintah.
2. Pasal 13 Pasal 13 a.
Memudahkan
Investasi dan
(1) Penyediaan (1) Penyediaan dan Usaha
dan pengembangan dibidang
pengembanga benih dan/atau Peternakan.
n benih, bibit dilakukan b. Usulan Baru
bibit, untuk memenuhi Wto
dan/atau kebutuhan
bakalan penyediaan benih
dilakukan dan/atau bibit.
dengan (2) Pemerintah
mengutamak berkewajiban
an produksi untuk
dalam negeri melakukan
dan pengembangan
kemampuan usaha
ekonomi pembenihan
kerakyatan. dan/atau
(2) Pemerintah pembibitan
berkewajiban dengan
untuk melibatkan peran

404
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
melakukan serta masyarakat
pengembanga untuk menjamin
n usaha ketersediaan
pembenihan benih, bibit,
dan/atau dan/atau
pembibitan bakalan.
dengan (3) Dalam hal usaha
melibatkan pembenihan
peran serta dan/atau
masyarakat pembibitan oleh
untuk masyarakat
menjamin belum
ketersediaan berkembang,
benih, bibit, Pemerintah Pusat
dan/atau membentuk unit
bakalan. pembenihan
(3) Dalam hal dan/atau
usaha pembibitan.
pembenihan
dan/atau (4) Setiap benih atau
pembibitan bibit yang
oleh beredar wajib
masyarakat memiliki
belum sertifikat layak
berkembang, benih atau bibit
Pemerintah yang memuat
membentuk keterangan
unit mengenai silsilah
pembenihan dan ciri-ciri
dan/atau keunggulan
pembibitan. tertentu.
(4) Setiap benih (5) Sertifikat layak
atau bibit benih atau bibit
yang beredar sebagaimana
wajib dimaksud pada
memiliki ayat (4)
sertifikat dikeluarkan oleh
layak benih lembaga
atau bibit sertifikasi benih
yang memuat atau bibit yang
keterangan terakreditasi.
mengenai
silsilah dan
ciri-ciri

405
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
keunggulan
tertentu.
(5) Sertifikat
layak benih
atau bibit
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (4)
dikeluarkan
oleh lembaga
sertifikasi
benih atau
bibit yang
terakreditasi
atau yang
ditunjuk oleh
Menteri.
3. Pasal 15 Pasal 15 Kemudahan
dalam proses
(1) Pemasukan (1) Pemasukan
pengajuan
Benih Benih dan/atau
dan/atau Bibit dari luar perizinan
Bibit dari negeri ke dalam berusaha
luar negeri ke wilayah Negara
dalam Kesatuan
wilayah Republik
Negara Indonesia dapat
Kesatuan dilakukan untuk:
Republik a. meningkatka
Indonesia n mutu dan
dapat keragaman
dilakukan genetik;
untuk: b. mengembang
a. meningka kan ilmu
tkan pengetahuan
mutu dan dan teknologi;
keragama c. mengatasi
n genetik; kekurangan
b. mengemb Benih dan/
angkan atau Bibit di
ilmu dalam negeri;
pengetah dan/atau
uan dan d. memenuhi
teknologi; keperluan

406
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
c. mengatasi penelitian
kekurang dan
an Benih pengembanga
dan/ atau n.
Bibit di (2) Setiap Orang
dalam yang melakukan
negeri; pemasukan
dan/atau Benih dan/atau
d. memenuh Bibit
i sebagaimana
keperluan dimaksud pada
penelitian ayat (1) wajib
dan memenuhi
pengemba Perizinan
ngan. Berusaha dari
(2) Pemasukan Pemerintah
Benih Pusat.
dan/atau (3) Ketentuan lebih
Bibit dari lanjut mengenai
luar negeri Perizinan
sebagaimana Berusaha
dimaksud sebagaimana
pada ayat (1) dimaksud pada
harus: ayat (3) diatur
a. memenuh dengan
i Peraturan
persyarat Pemerintah.
an mutu;
b. memenuh
i
persyarat
an teknis
Kesehata
n Hewan;
c. bebas
dari
Penyakit
Hewan
Menular
yang
dipersyar
atkan
oleh
otoritas

407
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
veteriner;
d. memenuh
i
ketentuan
peraturan
perundan
gundanga
n di
bidang
karantina
Hewan;
dan
e. memerhat
ikan
kebijakan
pewilayah
an
sumber
Bibit
sebagaim
ana
dimaksud
dalam
Pasal 14.
(3) Setiap Orang
yang
melakukan
pemasukan
Benih
dan/atau
Bibit
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)
wajib
memperoleh
izin dari
Menteri.
(4) Ketentuan
lebih lanjut
mengenai
persyaratan
mutu dan
persyaratan

408
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
teknis
Kesehatan
Hewan
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (2)
huruf a dan
huruf b
diatur
dengan
Peraturan
Menteri.
4. Pasal 16 Pasal 16 Kemudahan
dalam proses
(1) Pengeluaran (1) Pengeluaran
Benih dan/ Benih dan/ atau pengajuan
atau Bibit Bibit dari wilayah perizinan
dari wilayah Negara Kesatuan berusaha
Negara Republik
Kesatuan Indonesia ke luar
Republik negeri dapat
Indonesia ke dilakukan
luar negeri apabila
dapat kebutuhan
dilakukan dalam negeri
apabila telah terpenuhi
kebutuhan dan kelestarian
dalam negeri Ternak local
telah terjamin.
terpenuhi (2) Pengeluaran
dan sebagaimana
kelestarian dimaksud pada
Ternak local ayat (1) dilarang
terjamin. dilakukan
(2) Pengeluaran terhadap Benih
sebagaimana dan/atau Bibit
dimaksud yang terbaik di
pada ayat (1) dalam negeri.
dilarang (3) Setiap Orang
dilakukan yang melakukan
terhadap kegiatan
Benih sebagaimana
dan/atau dimaksud pada
Bibit yang ayat (1) wajib

409
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
terbaik di memenuhi
dalam negeri. Perizinan
(3) Setiap Orang Berusaha dari
yang Pemerintah
melakukan Pusat.
kegiatan (4) Ketentuan lebih
sebagaimana lanjut mengenai
dimaksud Perizinan
pada ayat (1) Berusaha
wajib sebagaimana
memperoleh dimaksud pada
izin dari ayat (3) diatur
Menteri. dalam Peraturan
Pemerintah.
5. Pasal 22 Pasal 22 Kemudahan
orang dalam proses
(1) Setiap orang (1) Setiap
pengajuan
yang yang
perizinan
memproduksi memproduksi
pakan pakan dan/atau berusaha
dan/atau bahan pakan
bahan pakan untuk diedarkan
untuk secara komersial
diedarkan wajib memenuhi
secara Perizinan
komersial Berusaha dari
wajib Pemerintah
memperoleh Pusat.
izin usaha. (2) Pakan yang
(2) Pakan yang dibuat untuk
dibuat untuk diedarkan secara
diedarkan komersial harus
secara memenuhi
komersial standar atau
harus persyaratan
memenuhi teknis minimal
standar atau dan keamanan
persyaratan pakan serta
teknis memenuhi
minimal dan ketentuan cara
keamanan pembuatan
pakan serta pakan yang baik
memenuhi yang ditetapkan
ketentuan dengan

410
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
cara Peraturan
pembuatan Pemerintah.
pakan yang (3) Pakan
baik yang sebagaimana
ditetapkan dimaksud pada
dengan ayat (2) harus
Peraturan berlabel sesuai
Menteri. dengan
(3) Pakan ketentuan
sebagaimana peraturan
dimaksud perundang-
pada ayat (2) undangan.
harus (4) Setiap orang
berlabel dilarang:
sesuai a. mengedarkan
dengan pakan yang
peraturan tidak layak
perundang- dikonsumsi;
undangan. b. menggunaka
n dan/atau
(4) Setiap orang mengedarkan
dilarang: pakan
a. mengedar ruminansia
kan yang
pakan mengandung
yang bahan pakan
tidak yang berupa
layak darah,
dikonsum daging,
si; dan/atau
b. menggun tulang;
akan dan/atau
dan/atau c. menggunaka
mengedar n pakan yang
kan dicampur
pakan hormon
ruminansi tertentu
a yang dan/atau
mengand antibiotik
ung imbuhan
bahan pakan.
pakan (5) Ketentuan lebih
yang lanjut
berupa sebagaimana

411
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
darah, dimaksud pada
daging, ayat (4) huruf c
dan/atau ditetapkan
tulang; dengan
dan/atau Peraturan
c. menggun Pemerintah.
akan
pakan
yang
dicampur
hormon
tertentu
dan/atau
antibiotik
imbuhan
pakan.
(5) Ketsentuan
lebih lanjut
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (4)
huruf c
ditetapkan
dengan
Peraturan
Menteri.
6. Pasal 29 Pasal 29 Kemudahan
Budidaya ternak dalam proses
(1) Budidaya (1)
pengajuan
ternak hanya hanya dapat
dapat dilakukan oleh perizinan
berusaha.
dilakukan peternak,
oleh perusahaan
peternak, peternakan, serta
perusahaan pihak tertentu
peternakan, untuk
serta pihak kepentingan
tertentu khusus.
untuk (2) Peternak yang
kepentingan melakukan budi
khusus. daya ternak
(2) Peternak dengan jenis dan
yang jumlah ternak di
melakukan bawah skala

412
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
budi daya usaha tertentu
ternak diberikan
dengan jenis Perizinan
dan jumlah Berusaha oleh
ternak di Pemerintah
bawah skala Pusat.
usaha (3) Perusahaan
tertentu peternakan yang
diberikan melakukan budi
tanda daftar daya ternak
usaha dengan jenis dan
peternakan jumlah ternak di
oleh atas skala usaha
pemerintah tertentu wajib
daerah memiliki
kabupaten/k Perizinan
ota. Berusaha dari
(3) Perusahaan Pemerintah
peternakan Pusat.
yang (4) Peternak,
melakukan perusahaan
budi daya peternakan, dan
ternak pihak tertentu
dengan jenis yang
dan jumlah mengusahakan
ternak di atas ternak dengan
skala usaha skala usaha
tertentu tertentu wajib
wajib mengikuti tata
memiliki izin cara budi daya
usaha ternak yang baik
peternakan dengan tidak
dari mengganggu
pemerintah ketertiban umum
daerah sesuai dengan
kabupaten/k pedoman yang
ota. ditetapkan oleh
(4) Peternak, Pemerintah
perusahaan Pusat.
peternakan, (5) Pemerintah Pusat
dan pihak berkewajiban
tertentu yang untuk
mengusahak melindungi
an ternak usaha

413
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
dengan skala peternakan
usaha dalam negeri dari
tertentu persaingan tidak
wajib sehat di antara
mengikuti pelaku usaha.
tata cara
budi daya
ternak yang
baik dengan
tidak
mengganggu
ketertiban
umum sesuai
dengan
pedoman
yang
ditetapkan
oleh Menteri.
(5) Pemerintah
berkewajiban
untuk
melindungi
usaha
peternakan
dalam negeri
dari
persaingan
tidak sehat di
antara
pelaku pasar.
7. Pasal 36B Pasal 36B Usulan Baru
WTO
(1) Pemasukan (1) Pemasukan
Ternak dan Ternak dan
Produk Produk Hewan
Hewan dari dari luar negeri
luar negeri ke ke dalam wilayah
dalam Negara Kesatuan
wilayah Republik
Negara Indonesia
Kesatuan dilakukan untuk
Republik memenuhi
Indonesia konsumsi
dilakukan masyarakat.

414
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
apabila (2) Setiap Orang
produksi dan yang melakukan
pasokan pemasukan
Ternak dan ternak
Produk sebagaimana
Hewan di dimaksud pada
dalam negeri ayat (1) wajib
belum memenuhi
mencukupi Perizinan
kebutuhan Berusaha dari
konsumsi Pemerintah
masyarakat. Pusat.
(2) Pemasukan (3) Pemasukan
Ternak Ternak dari luar
sebagaimana negeri harus:
dimaksud a. memenuhi
pada ayat (1) persyaratan
harus berupa teknis
Bakalan. Kesehatan
(3) Pemasukan Hewan;
Ternak b. bebas dari
ruminansia Penyakit
besar Hewan
Bakalan Menular yang
tidak boleh dipersyaratka
melebihi n oleh
berat Otoritas
tertentu. Veteriner;
(4) Setiap Orang dan
yang c. memenuhi
melakukan ketentuan
pemasukan peraturan
Bakalan perundang-
sebagaimana undangan di
dimaksud bidang
pada ayat (2) Karantina
wajib Hewan.
memperoleh (4) Ketentuan lebih
izin dari lanjut mengenai
Menteri. pemasukan
(5) Setiap Orang Ternak dan
yang Produk Hewan
memasukkan sebagaimana
Bakalan dari dimaksud pada

415
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
luar negeri ayat (1) diatur
sebagaimana dengan
dimaksud Peraturan
pada ayat (2) Pemerintah.
wajib
melakukan
penggemuka
n di dalam
negeri untuk
memperoleh
nilai tambah
dalam jangka
waktu paling
cepat 4
(empat) bulan
sejak
dilakukan
tindakan
karantina
berupa
pelepasan.
(6) Pemasukan
Ternak dari
luar negeri
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (2)
dan ayat (3)
harus:
a. memenuh
i
persyarat
an teknis
Kesehata
n Hewan;
b. bebas
dari
Penyakit
Hewan
Menular
yang
dipersyar
atkan
oleh

416
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
Otoritas
Veteriner;
dan
c. memenuh
i
ketentuan
peraturan
perundan
g-
undangan
di bidang
karantina
Hewan.
(7) Pemasukan
Ternak dari
luar negeri
untuk
dikembangbi
akan di
Indonesia
harus:
a. memenuh
i
persyarat
an teknis
Kesehata
n Hewan;
b. bebas
dari
Penyakit
Hewan
Menular
yang
dipersyar
atkan
oleh
Otoritas
Veteriner;
dan
c. memenuh
i
ketentuan
peraturan
perundan

417
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
g-
undangan
di bidang
karantina
Hewan.
(8) Ketentuan
lebih lanjut
mengenai
pemasukan
Ternak dan
Produk
Hewan
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)
serta berat
tertentu
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (3)
diatur
dengan
Peraturan
Menteri.
8. Pasal 36C Pasal 36C a. Kemudahan
dalam
(1) Pemasukan (1) Pemasukan Berusaha
Ternak Ternak khususnya
Ruminansia Ruminansia Perizinan;
Indukan ke Indukan ke b. Usulan Baru
dalam dalam wilayah WTO.
wilayah Negara Kesatuan
Negara Republik
Kesatuan Indonesia dapat
Republik berasal dari
Indonesia suatu negara
dapat berasal atau zona dalam
dari suatu suatu negara
negara atau yang telah
zona dalam memenuhi
suatu negara persyaratan dan
yang telah tata cara
memenuhi pemasukannya.
persyaratan (2) Persyaratan dan

418
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
dan tata cara tata cara
pemasukann pemasukan
ya. ternak
(2) Persyaratan ruminansia
dan tata cara indukan dari luar
pemasukan negeri ke dalam
Ternak wilayah Negara
Ruminansia Kesatuan
Indukan dari Republik
luar negeri ke Indonesia
dalam ditetapkan
wilayah berdasarkan
Negara analisis risiko di
Kesatuan bidang
Republik Kesehatan
Indonesia Hewan oleh
ditetapkan Otoritas
berdasarkan Veteriner.
analisis risiko (3) Pemasukan
di bidang Ternak
Kesehatan Ruminansia
Hewan oleh Indukan yang
Otoritas berasal dari zona
Veteriner sebagaimana
dengan dimaksud pada
mengutamak ayat (1), selain
an harus memenuhi
kepentingan ketentuan
nasional. sebagaimana
(3) Pemasukan dimaksud pada
Ternak ayat (2) juga
Ruminansia harus terlebih
Indukan yang dahulu:
berasal dari a. dinyatakan
zona bebas
sebagaimana Penyakit
dimaksud Hewan
pada ayat (1), Menular di
selain harus negara asal
memenuhi oleh otoritas
ketentuan veteriner
sebagaimana negara asal
dimaksud sesuai
pada ayat (2) dengan

419
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
juga harus ketentuan
terlebih yang
dahulu: ditetapkan
a. dinyataka badan
n bebas kesehatan
Penyakit hewan dunia
Hewan dan diakui
Menular oleh Otoritas
di negara Veteriner
asal oleh Indonesia;
otoritas b. dilakukan
veteriner penguatan
negara sistem dan
asal pelaksanaan
sesuai surveilan di
dengan dalam negeri;
ketentuan dan
yang c. ditetapkan
ditetapka tempat
n badan pemasukan
kesehatan tertentu.
hewan (4) Setiap Orang
dunia dan yang melakukan
diakui pemasukan
oleh Ternak
Otoritas Ruminansia
Veteriner Indukan
Indonesia; sebagaimana
b. dilakukan dimaksud pada
penguata ayat (l) wajib
n sistem memenuhi
dan Perizinan
pelaksana Berusaha dari
an Pemerintah.
surveilan (5) Ketentuan lebih
di dalam lanjut mengenai
negeri; pemasukan
dan Ternak
c. ditetapka Ruminansia
n tempat Indukan ke
pemasuka dalam wilayah
n Negara Kesatuan
tertentu. Republik
Indonesia dan

420
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
(4) Setiap Orang perizinan
yang berusaha diatur
melakukan dengan
pemasukan Peraturan
Ternak Pemerintah.
Ruminansia
Indukan
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (l)
wajib
memperoleh
izin dari
Menteri.
(5) Ketentuan
lebih lanjut
mengenai
pemasukan
Ternak
Ruminansia
Indukan ke
dalam
wilayah
Negara
Kesatuan
Republik
Indonesia
diatur
dengan
Peraturan
Menteri.
9. Pasal 37 Pasal 37 a.
Kemudahan
dalam
Pemerintah Pemerintah Pusat
Berusaha
membina dan membina dan
khususnya
memfasilitasi memfasilitasi
Perizinan;
berkembangnya berkembangnya
b. Usulan Baru
industri industri pengolahan
WTO.
pengolahan produk hewan dengan
produk hewan penggunaan bahan
dengan baku yang memenuhi
mengutamakan standar.
penggunaan
bahan baku dari

421
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
dalam negeri.
10. Pasal 52 Pasal 52 Kemudahan
orang dalam proses
(1) Setiap orang (1) Setiap
pengajuan
yang yang berusaha di
perizinan
berusaha di bidang
berusaha.
bidang pembuatan,
pembuatan, penyediaan,
penyediaan, dan/atau
dan/atau peredaran obat
peredaran hewan wajib
obat hewan memenuhi
wajib Perizinan
memiliki izin Berusaha dari
usaha sesuai Pemerintah
dengan Pusat.
ketentuan (2) Setiap orang
peraturan dilarang
perundang- membuat,
undangan. menyediakan,
(2) Setiap orang dan/atau
dilarang mengedarkan
membuat, obat hewan yang:
menyediakan a. berupa
, dan/atau sediaan
mengedarkan biologik yang
obat hewan penyakitnya
yang: tidak ada di
a. berupa Indonesia;
sediaan b. tidak
biologik memiliki
yang nomor
penyakitn pendaftaran;
ya tidak c. tidak diberi
ada di label dan
Indonesia; tanda; dan
b. tidak d. tidak
memiliki memenuhi
nomor standar
pendaftar mutu.
an; (3) Ketentuan lebih
c. tidak lanjut mengenai
diberi peizinan
label dan berusaha

422
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
tanda; sebagaimana
dan dimaksud pada
d. tidak ayat (1) diatur
memenuh dengan
i standar Peraturan
mutu. Pemerintah.
11. Pasal 54 Pasal 54 a. Kemudahan
dalam
(1) Penyediaan (1) Penyediaan obat Berusaha
obat hewan hewan dilakukan khususnya
dilakukan untuk memenuhi Perizinan dan
dengan kebutuhan obat memberikan
mengutamak hewan. kesempatan
an produksi (2) Penyediaan obat yang sama.
dalam negeri. hewan b. Usulan Baru
(2) Dalam hal sebagaimana WTO
obat hewan dimaksud pada
sebagaimana ayat (1) dapat
dimaksud berasal dari
pada ayat (1) produksi dalam
belum dapat negeri atau dari
diproduksi luar negeri.
atau belum (3) Pemasukan obat
mencukupi hewan untuk
kebutuhan diedarkan ke
dalam negeri, dalam wilayah
penyediaanny Negara Kesatuan
a dapat Republik
dipenuhi Indonesia harus
melalui memenuhi
produk luar persyaratan
negeri. peredaran obat
(3) Pemasukan hewan
obat hewan sebagaimana
untuk dimaksud dalam
diedarkan ke Pasal 50 ayat (1)
dalam dan peraturan
wilayah perundang-
Negara undangan di
Kesatuan bidang karantina
Republik (4) Pengeluaran obat
Indonesia hewan produksi
harus dalam negeri ke
memenuhi luar negeri harus

423
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
persyaratan sesuai standar.
peredaran (5) Ketentuan lebih
obat hewan lanjut mengenai
sebagaimana pemasukan dan
dimaksud pengeluaran dari
dalam Pasal dan ke luar
50 ayat (1) negeri
dan sebagaimana
peraturan dimaksud pada
perundang- ayat (2), ayat (3)
undangan di dan ayat (4)
bidang diatur dengan
karantina. Peraturan
(4) Pengeluaran Pemerintah.
obat hewan
produksi
dalam negeri
ke luar negeri
harus
mengutamak
an
kepentingan
nasional.
(5) Ketentuan
lebih lanjut
mengenai
pemasukan
dan
pengeluaran
dari dan ke
luar negeri
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (2),
ayat (3) dan
ayat (4)
diatur
dengan
Peraturan
Menteri.
12. Pasal 59 Pasal 59 Kemudahan
Orang dalam proses
(1) Setiap Orang (1) Setiap
pengajuan
yang akan yang akan
perizinan

424
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
memasukkan memasukkan berusaha.
Produk Produk Hewan ke
Hewan ke dalam wilayah
dalam Negara Kesatuan
wilayah Republik
Negara Indonesia wajib
Kesatuan memenuhi
Republik Perizinan
Indonesia Berusaha dari
wajib Pemerintah
memperoleh Pusat.
izin (2) Persyaratan dan
pemasukan tata cara
dari menteri pemasukan
yang produk Hewan
menyelenggar dari luar negeri
akan urusan ke dalam wilayah
pemerintaha Negara Kesatuan
n di bidang Republik
perdagangan Indonesia
setelah sebagaimana
memperoleh dimaksud pada
rekomendasi ayat (1) mengacu
dari: pada ketentuan
a. Menteri yang berbasis
untuk analisis risiko di
Produk bidang
Hewan Kesehatan
segar; Hewan dan
atau Kesehatan
b. pimpinan Masyarakat
lembaga Veteriner.
bidang (3) Ketentuan lebih
pengawas lanjut mengenai
an obat Perizinan
dan Berusaha
makanan sebagaimana
untuk dimaksud pada
produk ayat (1) diatur
pangan dalam Peraturan
olahan Pemerintah.
asal
Hewan.
(2) Produk

425
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
Hewan segar
yang
dimasukkan
ke dalam
wilayah
Negara
Kesatuan
Repubtik
Indonesia
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (l)
huruf a
harus berasal
dari unit
usaha
Produk
Hewan pada
suatu negara
yang telah
memenuhi
persyaratan
dan tatacara
pemasukan
Produk
Hewan.
(3) Dalam hal
produk
pangan
olahan asal
Hewan yang
akan
dimasukkan
ke dalam
wilayah
Negara
Kesatuan
Republik
Indonesia
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)
huruf b yang
mempunyai

426
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
risiko
penyebaran
Zoonosis
yang dapat
mengancam
kesehatan
manusia,
Hewan, dan
lingkungan
budi daya,
sebelum
diterbitkan
rekomendasi
oleh
pimpinan
lembaga
pemerintah
yang
melaksanaka
n tugas
pemerintaha
n di bidang
pengawasan
obat dan
makanan
harus
mendapatkan
persetujuan
teknis dari
Menteri.
(4) Persyaratan
dan tata cara
pemasukan
produk
Hewan dari
luar negeri ke
dalam
wilayah
Negara
Kesatuan
Republik
Indonesia
sebagaimana
dimaksud

427
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
pada ayat (21
dan ayat (3)
mengacu
pada
ketentuan
yang berbasis
analisis risiko
di bidang
Kesehatan
Hewan dan
Kesehatan
Masyarakat
Veteriner
serta
mengutamak
an
kepentingan
nasional.
13. Pasal 60 Pasal 60 Nomor kontrol
veteriner
(1) Setiap orang (1) Setiap orang
merupakan
yang yang mempunyai
persyaratan
mempunyai unit usaha
internasional
unit usaha produk hewan
seyogyanya tidak
produk wajib memenuhi
diubah.
hewan wajib Perizinan
mengajukan Berusaha berupa
permohonan nomor kontrol
untuk veteriner yang
memperoleh diterbitkan oleh
nomor Pemerintah
kontrol Pusat.
veteriner (2) Ketentuan lebih
kepada lanjut mengenai
pemerintah Perizinan
daerah Berusaha
provinsi sebagaimana
berdasarkan dimaksud pada
pedoman ayat (1) diatur
yang dengan
ditetapkan Peraturan
oleh Menteri. Pemerintah.
(2) Pemerintah
daerah

428
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
kabupaten/k
ota
melakukan
pembinaan
unit usaha
yang
memproduksi
dan/atau
mengedarkan
produk
hewan yang
dihasilkan
oleh unit
usaha skala
rumah
tangga yang
belum
memenuhi
persyaratan
nomor
kontrol
veteriner.
14. Pasal 62 Pasal 62 Kemudahan
dalam proses
(1) Pemerintah (1) Pemerintah
pengajuan
daerah daerah
perizinan
kabupaten/k kabupaten/kota
ota wajib wajib memiliki berusaha
memiliki rumah potong
rumah hewan yang
potong hewan memenuhi
yang persyaratan
memenuhi teknis.
persyaratan (2) Rumah potong
teknis. hewan
(2) Rumah sebagaimana
potong hewan dimaksud pada
sebagaimana ayat (1) dapat
dimaksud diusahakan oleh
pada ayat (1) setiap orang
dapat setelah
diusahakan memenuhi
oleh setiap Perizinan
orang setelah Berusaha dari

429
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
memiliki izin Pemerintah
usaha dari Pusat.
bupati/walik (3) Usaha rumah
ota. potong hewan
(3) Usaha rumah sebagaimana
potong hewan dimaksud pada
sebagaimana ayat (2) harus
dimaksud dilakukan di
pada ayat (2) bawah
harus pengawasan
dilakukan di dokter hewan
bawah berwenang di
pengawasan bidang
dokter hewan pengawasan
berwenang di kesehatan
bidang masyarakat
pengawasan veteriner.
kesehatan (4) Ketentuan lebih
masyarakat lanjut mengenai
veteriner. Perizinan
Berusaha rumah
potong
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (2) diatur
dalam Peraturan
Pemerintah.
15. Pasal 69 Pasal 69 Kemudahan
dalam proses
(1) Pelayanan (1) Pelayanan
kesehatan kesehatan hewan pengajuan
perizinan
hewan meliputi
meliputi pelayanan jasa berusaha
pelayanan laboratorium
jasa veteriner,
laboratorium pelayanan jasa
veteriner, laboratorium
pelayanan pemeriksaan dan
jasa pengujian
laboratorium veteriner,
pemeriksaan pelayanan jasa
dan medik veteriner,
pengujian dan/atau
veteriner, pelayanan jasa di

430
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
pelayanan pusat kesehatan
jasa medik hewan atau pos
veteriner, kesehatan
dan/atau hewan.
pelayanan (2) Setiap orang
jasa di pusat yang berusaha di
kesehatan bidang pelayanan
hewan atau kesehatan hewan
pos sebagaimana
kesehatan dimaksud pada
hewan. ayat (1) wajib
(2) Setiap orang memenuhi
yang Perizinan
berusaha di Berusaha dari
bidang Pemerintah
pelayanan Pusat.
kesehatan (3) Ketentuan lebih
hewan lanjut mengenai
sebagaimana Perizinan
dimaksud Berusaha
pada ayat (1) pelayanan
wajib kesehatan hewan
memiliki izin sebagaimana
usaha dari dimaksud pada
bupati/walik ayat (2) diatur
ota. dengan
Peraturan
Pemerintah.
16. Pasal 72 Pasal 72 Kemudahan
dalam proses
(1) Tenaga (1) Tenaga
pengajuan
kesehatan kesehatan hewan
perizinan
hewan yang yang melakukan berusaha.
melakukan pelayanan
pelayanan kesehatan hewan
kesehatan wajib memenuhi
hewan wajib
Perizinan
memiliki
Berusaha dari
surat izin
praktik Pemerintah
kesehatan Pusat.
hewan yang (2) Tenaga asing
dikeluarkan kesehatan hewan
oleh dapat melakukan

431
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
bupati/walik praktik
ota. pelayanan
(2) Untuk kesehatan hewan
mendapatkan di wilayah Negara
surat izin Kesatuan
praktik Republik
kesehatan
Indonesia
hewan
berdasarkan
sebagaimana
dimaksud perjanjian
pada ayat (1), bilateral atau
tenaga multilateral
kesehatan antara pihak
hewan yang Indonesia dan
bersangkutan negara atau
mengajukan lembaga asing
surat sesuai dengan
permohonan ketentuan
untuk peraturan
memperoleh
perundang-
surat izin
undangan.
praktik
kepada (3) Ketentuan lebih
bupati/walik lanjut mengenai
ota disertai Perizinan
dengan Berusaha
sertifikat sebagaimana
kompetensi dimaksud pada
dari
ayat (1) diatur
organisasi
dengan
profesi
kedokteran Peraturan
hewan. Pemerintah.
(3) Tenaga asing
kesehatan
hewan dapat
melakukan
praktik
pelayanan
kesehatan
hewan di
wilayah
Negara
Kesatuan

432
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
Republik
Indonesia
berdasarkan
perjanjian
bilateral atau
multilateral
antara pihak
Indonesia
negara atau
lembaga
asing sesuai
dengan
ketentuan
peraturan
perundang-
undangan.
Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan
Varietas Tanaman
1. Pasal 11 Pasal 11 Pemerintah
dalam hal ini
(1) Permohonan (1) Permohonan hak
Presiden
hak PVT PVT diajukan
merupakan
diajukan kepada Kantor pemegang
kepada PVT secara kekuasaaan
Kantor PVT tertulis dalam pemerintahan,
secara bahasa Indonesia dan sudah diatur
tertulis
dengan di Peraturan
dalam
membayar biaya Pemerintah
bahasa
sesuai dengan Nomor 35 Tahun
Indonesia
ketentuan 2016 Tentang
dengan
peraturan Jenis dan Tarif
membayar
perundang- atas jenis
biaya yang
undangan di Penerimaan
besarnya
negara Bukan
ditetapkan bidang
Pajak yang
oleh Menteri. Penerimaan
Berlaku pada
(2) Surat Negara Bukan Kementerian
permohonan Pajak. Pertanian.
hak PVT
harus (2) Dalam hal
memuat: permohonan hak
PVT diajukan
a. tanggal,
bulan, oleh:

433
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
dan a. orang atau
tahun badan hukum
surat selaku
permohon kuasa
an; pemohon
harus disertai
b. nama dan
surat
alamat
kuasa
lengkap
khusus
pemohon;
dengan
c. nama, mencantumk
alamat an nama dan
lengkap, alamat
dan lengkap
kewargan kuasa yang
egaraan berhak;
pemulia
b. ahli waris
serta
harus disertai
nama ahli
dokumen
waris
bukti ahli
yang
waris.
ditunjuk;
d. nama (3) Ketentuan lebih
varietas; lanjut mengenai
permohonan hak
e. deskripsi PVT diatur
varietas
dengan
yang
Peraturan
mencaku
p asal- Pemerintah.
usul atau
silsilah,
ciri-ciri
morfologi,
dan sifat-
sifat
penting
lainnya;
f. gambar
dan/atau
foto yang
disebut
dalam
deskripsi,

434
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
yang
diperluka
n untuk
memperje
las
deskripsi
nya.
(3) Dalam hal
permohonan
hak PVT
diajukan
oleh:
a. orang
atau
badan
hukum
selaku
kuasa
pemohon
harus
disertai
surat
kuasa
khusus
dengan
mencantu
mkan
nama dan
alamat
lengkap
kuasa
yang
berhak;
b. ahli waris
harus
disertai
dokumen
bukti
ahli
waris.
(4) Dalam hal
varietas
transgenik,

435
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
maka
deskripsinya
harus juga
mencakup
uraian
mengenai
penjelasan
molekuler
varietas yang
bersangkutan
dan stabilitas
genetik dari
sifat yang
diusulkan,
sistem
reproduksi
tetuanya,
keberadaan
kerabat
liarnya,
kandungan
senyawa yang
dapat
mengganggu
lingkungan,
dan
kesehatan
manusia
serta cara
pemusnahan
nya apabila
terjadi
penyimpanga
n; dengan
disertai surat
pernyataan
aman bagi
lingkungan
dan
kesehatan
manusia dari
instansi yang
berwenang.
(5) Ketentuan

436
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
mengenai
permohonan
hak PVT
diatur lebih
lanjut oleh
Pemerintah.

2. Pasal 29 Pasal 29 Pemerintah


dalam hal ini
(1) Permohonan (1) Permohonan
Presiden
pemeriksaan pemeriksaan
merupakan
substantif substantif atas pemegang
atas permohonan hak kekuasaaan
permohonan PVT harus pemerintahan,
hak PVT diajukan ke dan sudah diatur
harus
Kantor PVT di Peraturan
diajukan ke
secara tertulis Pemerintah
Kantor PVT
selambat- Nomor 35 Tahun
secara
lambatnya satu 2016 Tentang
tertulis
bulan setelah Jenis dan Tarif
selambat-
berakhirnya atas jenis
lambatnya
masa Penerimaan
satu bulan
negara Bukan
setelah pengumuman
Pajak yang
berakhirnya dengan
Berlaku pada
masa membayar biaya Kementerian
pengumuman pemeriksaan Pertanian.
dengan tersebut.
membayar
biaya (2) Besarnya biaya
pemeriksaan pemeriksaan
tersebut substantif
(2) Besarnya ditetapkan sesuai
biaya dengan
pemeriksaan ketentuan
substantif peraturan
ditetapkan perundang-
oleh Menteri.
undangan di
bidang
Penerimaan
Negara Bukan
Pajak.

437
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
3. Pasal 40 Pasal 40 Pemerintah
dalam hal ini
(1) Hak PVT (1) Hak PVT dapat
Presiden
dapat beralih beralih atau
merupakan
atau dialihkan karena: pemegang
dialihkan
a. pewarisan; kekuasaaan
karena:
b. hibah; pemerintahan,
a. pewarisan
c. wasiat; dan sudah diatur
;
d. perjanjian di Peraturan
b. hibah;
dalam bentuk Pemerintah
c. wasiat;
akta notaris; Nomor 35 Tahun
d. perjanjian
atau 2016 Tentang
dalam
e. sebab lain Jenis dan Tarif
bentuk
yang atas jenis
akta
dibenarkan Penerimaan
notaris;
oleh undang- negara Bukan
atau
undang. Pajak yang
e. sebab lain
Berlaku pada
yang (2) Pengalihan hak
Kementerian
dibenarka PVT sebagaimana Pertanian
n oleh dimaksud pada
undang- ayat (1) butir a,
undang. b, dan c harus
(2) Pengalihan
disertai dengan
hak PVT
dokumen PVT
sebagaimana
dimaksud berikut hak lain
pada ayat (1) yang berkaitan
butir a, b, dengan itu
dan c harus (3) Setiap
disertai pengalihan hak
dengan
PVT wajib
dokumen
dicatatkan pada
PVT berikut
hak lain yang Kantor PVT dan
berkaitan dicatat dalam
dengan itu Daftar Umum
(3) Setiap PVT dengan
pengalihan membayar biaya
hak PVT yang besarnya
wajib ditetapkan sesuai
dicatatkan dengan
pada Kantor ketentuan
PVT dan peraturan
dicatat dalam

438
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
Daftar Umum perundang-
PVT dengan undangan di
membayar bidang
biaya yang Penerimaan
besarnya Negara Bukan
ditetapkan Pajak
oleh Menteri.
(4) Syarat dan (4) Ketentuan lebih
tata cara lanjut mengenai
pengalihan syarat dan tata
hak PVT cara pengalihan
diatur lebih hak PVT diatur
lanjut oleh dengan
Pemerintah Peraturan
Pemerintah.

4. Pasal 43 Pasal 43 Pemerintah


dalam hal ini
(1) Perjanjian (1) Perjanjian lisensi
Presiden
lisensi harus harus dicatatkan
merupakan
dicatatkan pada Kantor PVT pemegang
pada Kantor dan dimuat kekuasaaan
PVT dan dalam Daftar pemerintahan,
dimuat dalam Umum PVT dan sudah diatur
Daftar Umum dengan di Peraturan
PVT dengan membayar biaya Pemerintah
membayar yang besarnya Nomor 35 Tahun
biaya yang ditetapkan sesuai 2016 Tentang
besarnya dengan Jenis dan Tarif
ditetapkan ketentuan atas jenis
oleh Menteri. peraturan Penerimaan
negara Bukan
perundang-
(2) Dalam hal Pajak yang
undangan di
perjanjian Berlaku pada
bidang Kementerian
lisensi tidak
Penerimaan Pertanian.
dicatatkan di
Negara Bukan
Kantor PVT
Pajak.
sebagaimana
dimaksud (2) Dalam hal
pada ayat (1), perjanjian lisensi
maka tidak dicatatkan
perjanjian di Kantor PVT
lisensi sebagaimana

439
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
tersebut dimaksud pada
tidak ayat (1), maka
mempunyai perjanjian lisensi
akibat tersebut tidak
hukum mempunyai
terhadap akibat hukum
pihak ketiga. terhadap pihak
ketiga.
(3) Ketentuan
mengenai (3) Ketentuan lebih
perjanjian lanjut mengenai
lisensi diatur perjanjian lisensi
lebih lanjut diatur dengan
dengan Peraturan
Peraturan Pemerintah.
Pemerintah.

5. Pasal 63 Pasal 63 Pemerintah


dalam hal ini
(1) Untuk (1) Untuk
Presiden
kelangsunga kelangsungan
merupakan
n berlakunya berlakunya hak
pemegang
hak PVT, PVT, pemegang
kekuasaaan
pemegang hak PVT wajib
pemerintahan,
hak PVT membayar biaya
dan sudah diatur
wajib tahunan.
di Peraturan
membayar (2) Untuk setiap
Pemerintah
biaya pengajuan
Nomor 35 Tahun
tahunan. permohonan hak
2016 Tentang
(2) Untuk setiap PVT, permintaan
Jenis dan Tarif
pengajuan pemeriksaan,
atas jenis
permohonan petikan Daftar
Penerimaan
hak PVT, Umum PVT,
negara Bukan
permintaan salinan surat
Pajak yang
pemeriksaan, PVT, salinan
Berlaku pada
petikan dokumen PVT,
Kementerian
Daftar Umum pencatatan
Pertanian
PVT, salinan pengalihan hak
surat PVT, PVT, pencatatan
salinan surat perjanjian
dokumen lisensi,
PVT, pencatatan
pencatatan Lisensi Wajib,
pengalihan serta lain-lainnya
hak PVT, yang ditentukan

440
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
pencatatan berdasarkan
surat undang-undang
perjanjian ini wajib
lisensi, membayar biaya
pencatatan (3) Ketentuan
Lisensi Wajib, mengenai besar
serta lain- biaya,
lainnya yang persyaratan dan
ditentukan tata cara
berdasarkan pembayaran
undang- biaya
undang ini sebagaimana
wajib dimaksud pada
membayar ayat (1) dan ayat
biaya (2) diatur sesuai
(3) Ketentuan dengan
mengenai ketentuan
besar biaya, peraturan
persyaratan perundang-
dan tata cara undangan di
pembayaran bidang
biaya Penerimaan
sebagaimana Negara Bukan
dimaksud Pajak.
pada ayat (1)
dan ayat (2)
diatur lebih
lanjut oleh
Menteri.
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan
dan Pemberdayaan Petani
1. Pasal 15 Pasal 15 a. Kemudahan
(1) Pemerintah Pusat dalam
(1) Pemerintah melakukan Berusaha
berkewajiban upaya khusunya
mengutamak peningkatan untuk
an produksi produksi meningkatka
Pertanian pertanian dalam n Produksi
dalam negeri negeri. Pertanian
untuk (2) Peningkatan dalam negeri
memenuhi produksi dengan
kebutuhan pertanian dalam petani
pangan negeri sebagai
nasional.

441
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
(2) Kewajiban sebagaimana pelaku
mengutamak dimaksud pada utama.
an produksi ayat (1) b. Usulan Baru
Pertanian dilakukan WTO.
dalam negeri melalui strategi
sebagaimana perlindungan
dimaksud petani
pada ayat (1) sebagaimana
dilakukan dimaksud dalam
melalui Pasal 7 ayat (2).
pengaturan
impor
Komoditas
Pertanian
sesuai
dengan
musim panen
dan/atau
kebutuhan
konsumsi
dalam negeri.
2. Pasal 30 Pasal 30 Usulan Baru
Setiap Orang (1) Ketersediaan WTO
(1)
kebutuhan
dilarang
konsumsi
mengimpor
dan/atau
Komoditas
cadangan pangan
Pertanian
pemerintah
pada saat
berasal dari
ketersediaan
produksi dalam
Komoditas
negeri dan
Pertanian
melalui impor.
dalam negeri
(2) Kecukupan
sudah
kebutuhan
mencukupi
konsumsi dan
kebutuhan
cadangan pangan
konsumsi
Pemerintah
dan/atau
sebagaimana
cadangan
dimaksud pada
pangan
ayat (1)
Pemerintah.
ditetapkan oleh
(2) Kecukupan Pemerintah
kebutuhan Pusat.
konsumsi

442
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
dan
cadangan
pangan
Pemerintah
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)
ditetapkan
oleh Menteri.

b. Perizinan Sektor Kehutanan


Perubahan dilakukan dalam perizinan sektor kehutanan
dengan penerapan Risk Based Approach untuk perizinan
sektor kehutanan. Selanjutnya Izin hanya diwajibkan untuk
aktivitas pemanfaatan hutan kayu, sedangkan untuk usaha
pemanfaatan hutan non kayu dan pemanfaatan jasa
lingkungan hanya menggunakan standar. Perlunya
percepatan proses pengukuhan kawasan hutan dengan
melalui percepatan kegiatan tata batas kawasan hutan,
kesesuaian dengan tata ruang, dan mendorong
pengintegrasian pemetaan kawasan hutan ke dalam One Map
Policy.
Selain itu dilakukan penegasan kewenangan Pemerintah
dalam menentukan perubahan peruntukan dan fungsi
kawasan hutan serta penggunaan kawasan hutan (melalui
izin pinjam pakai). Adapun analisa mengenai ketentuan
kewajiban mempertahankan luas kawasan hutan minimal
30% dari luas daratan secara nasional untuk mendukung
investasi dan pembangunan serta penyediaan lahan
pengganti. Ketentuan terkait luasan minimal kawasan hutan,
secara rinci akan diatur di dalam Peraturan Pemerintah.
Terakhir, pembatasan izin usaha pemanfaatan hutan

443
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

dilakukan dengan mempertimbangkan aspek kelestarian


hutan dan aspek kepastian usaha.
Beberapa perubahan yang dilakukan terhadap Undang-
Undang yaitu Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang
Kehutanan (UU Kehutanan) berkaitan dengan perizinan
sektor kehutanan, dengan Pasal terdampak sebagaimana
tercantum dalam Lampiran Naskah Akademik Rancangan
Undang-Undang ini.

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan
56. Pasal 26 Pasal 26 a. Ketentuan
Pasal 26 s.d
(1) Pemanfaatan (1) Pemanfaatan
Pasal 29 UU
hutan hutan dapat
Kehutanan
lindung dapat dilakukan di
perlu
berupa hutan lindung
dirumuskan
pemanfaatan dan hutan
ulang, karena
kawasan, produksi
pasal-pasal
pemanfaatan dengan
tersebut
jasa pemberian
mengatur
lingkungan, perizinan
jenis-jenis
dan berusaha dari
perizinan yang
pemungutan Pemerintah
jumlahnya
hasil hutan (2) Ketentuan lebih banyak,
bukan kayu. lanjut mengenai setidaknya
(2) Pemanfaatan perizinan terdapat 8 izin
hutan berusaha diatur yang
lindung dengan disebutkan
dilaksanakan Peraturan dalam UU
melalui Pemerintah. Kehutanan.
pemberian Sisanya diatur
izin usaha dalam
pemanfaatan peraturan
kawasan, izin pelaksanaan
usaha UU kehutanan
pemanfaatan (sekitar 48
jasa izin yang
lingkungan, tercatat dalam
dan izin Lampiran
pemungutan OSS).
hasil hutan

444
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
bukan kayu. b. Untuk itu
perlu ada
57. Pasal 27 Pasal 27 penyederhana
(1) Izin usaha Dicabut dan an jumlah
pemanfaatan dinyatakan tidak perizinan
kawasan berlaku. untuk
sebagaimana efisiensi biaya
dimaksud dan waktu
dalam Pasal bagi Pelaku
26 ayat (2) Usaha untuk
dapat mendapatkan
diberikan suatu
kepada: perizinan.
Diusulkan
a. peroranga
dari 9
n,
perizinan
b. koperasi. disederhanaka
(2) Izin usaha n menjadi 1
pemanfaatan izin yaitu Izin
jasa Usaha
lingkungan Pemanfaatan
sebagaimana Hasil Hutan.
dimaksud c. Sedangkan
dalam Pasal sisanya
26 ayat (2), menjadi jenis
dapat kegiatan yang
diberikan dilakukan
kepada: dengan
a. peroranga pemenuhan
n, standar.

b. koperasi, d. Hutan lindung


memiliki
c. badan fungsi sebagai
usaha tata air
milik sehingga
swasta harus lebih
Indonesia, hati-hati
d. badan dalam
usaha pemanfaatann
milik ya.
negara e. Standar harus
atau melekat
badan

445
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
usaha dengan
milik regulasinya.
daerah. “NSPK diatur
dalam aturan
(3) Izin
pemerintah”.
pemungutan
hasil hutan f. Kriteria usaha
bukan kayu juga harus
sebagaimana diatur
dimaksud bersama
dalam Pasal NSPK.
26 ayat (2),
dapat
diberikan
kepada:
a. peroranga
n,
b. koperasi.
58. Pasal 28 Pasal 28
(1) Pemanfaatan Dicabut dan
hutan dinyatakan tidak
produksi berlaku.
dapat berupa
pemanfaatan
kawasan,
pemanfaatan
jasa
lingkungan,
pemanfaatan
hasil hutan
kayu dan
bukan kayu,
serta
pemungutan
hasil hutan
kayu dan
bukan kayu.
(2) Pemanfaatan
hutan
produksi
dilaksanakan
melalui
pemberian

446
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
izin usaha
pemanfaatan
kawasan, izin
usaha
pemanfaatan
jasa
lingkungan,
izin usaha
pemanfaatan
hasil hutan
kayu, izin
usaha
pemanfaatan
hasil hutan
bukan kayu,
izin
pemungutan
hasil hutan
kayu, dan
izin
pemungutan
hasil hutan
bukan kayu.
59. Pasal 29 Pasal 29
(1) Izin usaha Dicabut dan
pemanfaatan dinyatakan tidak
kawasan berlaku.
sebagaimana
dimaksud
dalam Pasal
28 ayat (2)
dapat
diberikan
kepada:
a. peroranga
n,
b. koperasi,
(2) Izin usaha
pemanfaatan
jasa
lingkungan
sebagaimana

447
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
dimaksud
dalam Pasal
28 ayat (2)
dapat
diberikan
kepada:
a. peroranga
n,
b. koperasi,
c. badan
usaha
milik
swasta
Indonesia,
d. badan
usaha
milik
negara
atau
badan
usaha
milik
daerah.
(3) Izin usaha
pemanfaatan
hasil hutan
bukan kayu
sebagaimana
dimaksud
dalam Pasal
28 ayat (2)
dapat
diberikan
kepada:
a. peroranga
n,
b. koperasi,
c. badan
usaha
milik
swasta

448
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
Indonesia,
d. badan
usaha
milik
negara
atau
badan
usaha
milik
daerah.
(4) Izin usaha
pemanfaatan
hasil hutan
kayu
sebagaimana
dimaksud
dalam Pasal
28 ayat (2)
dapat
diberikan
kepada:
a. peroranga
n,
b. koperasi,
c. badan
usaha
milik
swasta
Indonesia,
d. badan
usaha
milik
negara
atau
badan
usaha
milik
daerah.
(5) Izin
pemungutan
hasil hutan

449
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
kayu dan
bukan kayu
sebagaimana
dimaksud
dalam Pasal
28 ayat (2)
dapat
diberikan
kepada:
a. Peroranga
n;
b. koperasi.
60. Pasal 30 Pasal 30
Dalam rangka Dalam rangka
pemberdayaan memberdayakan
ekonomi ekonomi masyarakat,
masyarakat, setiap badan usaha
setiap badan milik negara, badan
usaha milik usaha milik daerah,
negara, badan dan badan usaha
usaha milik milik swasta yang
daerah, dan memperoleh Perizinan
badan usaha Berusaha dari
milik swasta Pemerintah
Indonesia yang diwajibkan
memperoleh izin bekerjasama dengan
usaha koperasi masyarakat
pemanfaatan jasa setempat.
lingkungan, izin
usaha
pemanfaatan hasil
hutan kayu dan
bukan kayu,
diwajibkan
bekerjasama
dengan koperasi
masyarakat
setempat.
61. Pasal 31 Pasal 31 a. Penyesuaian
dengan
(1) Untuk (1) Untuk menjamin
penyerdehana
menjamin asas keadilan,
an izin dalam

450
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
asas pemerataan, dan rumusan
keadilan, lestari, Perizinan Pasal 26
pemerataan, Berusaha terkait sampai
dan lestari, pemanfaatan dengan Pasal
maka izin hutan dibatasi 29.
usaha dengan b. Dalam
pemanfaatan mempertimbang penjelasan UU
hutan kan aspek disebutkan
dibatasi kelestarian bahwa untuk
dengan hutan dan aspek
mewujudkan
mempertimba kelestarian asas keadilan,
ngkan aspek usaha. pemerataan
kelestarian (2) Pembatasan dan lestari,
hutan dan sebagaimana serta
aspek dimaksud pada kepastian
kepastian ayat (1) diatur usaha, maka
usaha. dengan perlu
(2) Pembatasan Peraturan diadakan
sebagaimana Pemerintah. penataan
dimaksud ulang
pada ayat (1) terhadap izin
diatur dengan usaha
Peraturan pemanfaatan
Pemerintah. hutan.
c. Selain itu,
Peraturan
Pemerintah
harus
memuat
pembatasan
luas,
pembatasan
jumlah izin
usaha, dan
penataan
lokasi usaha.
62. Pasal 32 Pasal 32
Pemegang izin Pemegang Perizinan
sebagaimana Berusaha
diatur dalam berkewajiban untuk
pasal 27 dan menjaga, memelihara
pasal 29 dan melestarikan

451
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
berkewajiban hutan tempat
untuk menjaga, usahanya.
memelihara dan
melestarikan
hutan tempat
usahanya.
63. Pasal 33 Pasal 33 Menegaskan
kewenangan ada
(1) Usaha (1) Usaha
pada Pemerintah.
pemanfaatan pemanfaatan
hasil hutan hasil hutan
meliputi meliputi
kegiatan kegiatan
penanaman, penanaman,
pemeliharaan pemeliharaan,
, pemanenan, pemanenan,
pengolahan, pengolahan, dan
dan pemasaran hasil
pemasaran hutan.
hasil hutan. (2) Pemanenan dan
(2) Pemanenan pengolahan hasil
dan hutan
pengolahan sebagaimana
hasil hutan dimaksud pada
sebagaimana ayat (1) tidak
dimaksud boleh melebihi
pada ayat (1) daya dukung
tidak boleh hutan secara
melebihi daya lestari.
dukung (3) Pengaturan,
hutan secara pembinaan dan
lestari. pengembangan
(3) Pengaturan, pengolahan hasil
pembinaan hutan
dan sebagaimana
pengembanga dimaksud pada
n pengolahan ayat (2) diatur
hasil hutan dengan
sebagaimana Peraturan
dimaksud Pemerintah.
pada ayat (2)
diatur oleh
Menteri.

452
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
64. Pasal 35 Pasal 35
(1) Setiap (1) Setiap pemegang
pemegang Perizinan
izin usaha Berusaha terkait
pemanfaatan pemanfaatan
hutan hutan
sebagaimana dikenakan
dimaksud Penerimaan
dalam Pasal Negara Bukan
27 dan Pasal Pajak dibidang
29, kehutanan.
dikenakan (2) Setiap pemegang
iuran izin Perizinan
usaha,
Berusaha terkait
provisi, dana pemanfaatan
reboisasi, dan hutan wajib
dana jaminan menyediakan
kinerja. dana investasi
(2) Setiap untuk biaya
pemegang pelestarian
izin usaha hutan.
pemanfaatan (3) Setiap pemegang
hutan Perizinan
sebagaimana Berusaha terkait
dimaksud pemungutan
dalam Pasal hasil hutan
27 dan Pasal hanya
29 wajib dikenakan
menyediakan Penerimaan
dana Negara Bukan
investasi Pajak dibidang
untuk biaya kehutanan
pelestarian berupa provisi.
hutan.
(4) Ketentuan lebih
(3) Setiap lanjut mengenai
pemegang pungutan
izin sebagaimana
pemungutan dimaksud pada
hasil hutan ayat (1), ayat (2),
sebagaimana dan ayat (3)
dimaksud diatur dengan
dalam Pasal Peraturan
27 dan Pasal

453
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
29 hanya Pemerintah.
dikenakan
provisi. (4)
(4) Ketentuan
lebih lanjut
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1),
ayat (2), dan
ayat (3)
diatur
dengan
Peraturan
Pemerintah.
65. Pasal 48 Pasal 48
(1) Pemerintah (1) Pemerintah
mengatur Pusat mengatur
perlindungan perlindungan
hutan, baik hutan, baik di
di dalam dalam maupun
maupun di di luar kawasan
luar kawasan hutan.
hutan. (2) Perlindungan
(2) Perlindungan hutan pada
hutan pada hutan negara
hutan negara dilaksanakan
dilaksanakan oleh Pemerintah
oleh Pusat.
Pemerintah. (3) Pemegang
(3) Pemegang Perizinan
izin usaha Berusaha terkait
pemanfaatan pemanfaatan
hutan hutan
sebagaimana serta pihak-
dimaksud pihak yang
dalam Pasal menerima
27 dan Pasal wewenang
29, serta pengelolaan
pihak-pihak hutan
yang sebagaimana
menerima dimaksud dalam
wewenang Pasal 34,

454
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
pengelolaan diwajibkan
hutan melindungi
sebagaimana hutan dalam
dimaksud areal kerjanya.
dalam Pasal (4) Perlindungan
34, hutan pada
diwajibkan hutan hak
melindungi dilakukan oleh
hutan dalam pemegang
areal
haknya.
kerjanya.
(5) Untuk menjamin
(4) Perlindungan pelaksanaan
hutan pada perlindungan
hutan hak hutan yang
dilakukan sebaik-baiknya,
oleh masyarakat
pemegang diikutsertakan
haknya. dalam upaya
(5) Untuk perlindungan
menjamin hutan.
pelaksanaan (6) Ketentuan lebih
perlindungan lanjut
hutan yang sebagaimana
sebaik- dimaksud pada
baiknya, ayat (1), ayat (2),
masyarakat ayat (3), ayat (4),
diikutsertaka dan ayat (5)
n dalam diatur dengan
upaya Peraturan
perlindungan Pemerintah.
hutan.
(6) Ketentuan
lebih lanjut
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1),
ayat (2), ayat
(3), ayat (4),
dan ayat (5)
diatur
dengan
Peraturan
Pemerintah.

455
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
66. Pasal 49 Pasal 49
Pemegang hak Pemegang hak atau
atau izin Perizinan Berusaha
bertanggung wajib melakukan
jawab atas upaya pencegahan
terjadinya dan pengendalian
kebakaran hutan kebakaran hutan di
di areal kerjanya. areal kerjanya.
67. Pasal 50 Pasal 50 a.
ayat (1)
dihapus
(1) Setiap orang (1) Dihapus.
karena telah
dilarang (2) Setiap orang diatur di UU
merusak yang diberikan No. 18 Tahun
prasarana
Perizinan 2013 tentang
dan sarana Berusaha di Pencegahan
perlindungan kawasan hutan dan
hutan. dilarang Pemberantasa
(2) Setiap orang melakukan n Perusakan
yang kegiatan yang Hutan.
diberikan izin menimbulkan b. Penjelasan
usaha kerusakan Pasal 50 ayat
pemanfaatan hutan. (3) huruf d
kawasan, izin (3) diusulkan
Setiap orang
usaha dihapus
dilarang:
pemanfaatan karena
jasa a. dihapus. dikhawatirkan
lingkungan, b. merambah menjadi
izin usaha kawasan alasan adanya
pemanfaatan hutan; pembakaran
hasil hutan hutan
kayu dan c. melakukan
sehingga
bukan kayu, penebangan
mencegah
serta izin pohon dalam
kebakaran
pemungutan kawasan
hutan yang
hasil hutan hutan
sering terjadi.
kayu dan dengan
bukan kayu, radius atau
dilarang jarak sampai
melakukan dengan :
kegiatan yang 1. 500 (lima
menimbulkan ratus)
kerusakan meter
hutan. dari tepi

456
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
(3) Setiap orang waduk
dilarang : atau
danau;
a. mengerja
kan dan 2. 200 (dua
atau ratus)
menggun meter
akan dan dari tepi
atau mata air
mendudu dan kiri
ki kanan
kawasan sungai di
hutan daerah
secara rawa;
tidak sah; 3. 100
b. meramba (seratus)
h meter
kawasan dari kiri
hutan; kanan
tepi
c. melakuka
sungai;
n
penebang 4. 50 (lima
an pohon puluh)
dalam meter
kawasan dari kiri
hutan kanan
dengan tepi anak
radius sungai;
atau jarak 5. 2 (dua)
sampai kali
dengan: kedalama
1. 500 n jurang
(lima dari tepi
ratus) jurang;
meter 6. 130
dari (seratus
tepi tiga
waduk puluh)
atau kali
danau selisih
; pasang
2. 200 tertinggi
(dua dan

457
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
ratus) pasang
meter terendah
dari dari tepi
tepi pantai.
mata d. membakar
air hutan;
dan
kiri Penjelasan
kanan Pasal 50 ayat
sungai (3) huruf d:
di Dihapus.
daera
h e. menggembal
rawa; akan ternak
di dalam
3. 100 kawasan
(serat hutan yang
us) tidak
meter ditunjuk
dari secara
kiri khusus
kanan untuk
tepi maksud
sungai tersebut oleh
; pejabat yang
4. 50 berwenang;
(lima f. dihapus
puluh)
meter g. dihapus
dari h. dihapus
kiri
i. dihapus
kanan
tepi j. dihapus
anak k. dihapus
sungai
; l. membuang
benda-benda
5. 2 yang dapat
(dua) menyebabka
kali n kebakaran
kedala dan
man kerusakan
jurang serta
dari membahayak
tepi an

458
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
jurang keberadaan
; atau
kelangsunga
6. 130
n fungsi
(serat
hutan ke
us tiga
dalam
puluh)
kawasan
kali
hutan; dan
selisih
pasan m. mengeluarka
g n, membawa,
terting dan
gi dan mengangkut
pasan tumbuh-
g tumbuhan
terend dan satwa
ah liar yang
dari tidak
tepi dilindungi
pantai undang-
. undang yang
berasal dari
d. membaka
kawasan
r hutan;
hutan tanpa
Penjelasa persetujuan
n pasal pejabat yang
50 ayat berwenang.
(3) huruf
(4) Ketentuan
d:
tentang
pembakar mengeluarkan,
an hutan membawa, dan
secara atau
terbatas mengangkut
diperkena tumbuhan dan
nkan atau satwa yang
hanya dilindungi,
untuk diatur sesuai
tujuan dengan
khusus peraturan
atau perundang-
kondisi undangan yang
yang berlaku.
tidak
dapat
dielakan

459
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
antara
lain 1)
pengendal
ian
kebakara
n hutan,
pembasmi
an hama
dan
penyakit,
serta
pembinaa
n habitat
tumbuha
n dan
satwa.
Pelaksana
an
pembakar
an secara
terbatas
tersebut
harus
mendapat
izin dari
pejabat
berwenan
g”,
menebang
pohon
atau
memanen
atau
memungu
t hasil
hutan di
dalam
hutan
tanpa
memiliki
hak atau
persetuju
an dari
pejabat

460
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
yang
berwenan
g;
e. menebang
pohon
atau
memanen
atau
memungu
t hasil
hutan di
dalam
hutan
tanpa
memiliki
hak atau
izin dari
pejabat
yang
berwenan
g;
f. menerima
, membeli
atau
menjual,
menerima
tukar,
menerima
titipan,
menyimpa
n, atau
memiliki
hasil
hutan
yang
diketahui
atau
patut
diduga
berasal
dari
kawasan
hutan
yang

461
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
diambil
atau
dipungut
secara
tidak sah;
g. melakuka
n
kegiatan
penyelidik
an umum
atau
eksplorasi
atau
eksploitas
i bahan
tambang
di dalam
kawasan
hutan,
tanpa izin
Menteri;
h. mengangk
ut,
menguasa
i, atau
memiliki
hasil
hutan
yang
tidak
dilengkapi
bersama-
sama
dengan
surat
keteranga
n sahnya
hasil
hutan;
i. menggem
balakan
ternak di
dalam

462
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
kawasan
hutan
yang
tidak
ditunjuk
secara
khusus
untuk
maksud
tersebut
oleh
pejabat
yang
berwenan
g;
j. membawa
alat-alat
berat dan
atau alat-
alat
lainnya
yang
lazim
atau
patut
diduga
akan
digunaka
n untuk
mengangk
ut hasil
hutan di
dalam
kawasan
hutan,
tanpa izin
pejabat
yang
berwenan
g;
k. membawa
alat-alat
yang
lazim

463
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
digunaka
n untuk
menebang
,
memotong
, atau
membelah
pohon di
dalam
kawasan
hutan
tanpa izin
pejabat
yang
berwenan
g;
l. membuan
g benda-
benda
yang
dapat
menyebab
kan
kebakara
n dan
kerusaka
n serta
membaha
yakan
keberadaa
n atau
kelangsun
gan
fungsi
hutan ke
dalam
kawasan
hutan;
dan
m. mengelua
rkan,
membawa
, dan
mengangk

464
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
ut
tumbuh-
tumbuha
n dan
satwa liar
yang
tidak
dilindungi
undang-
undang
yang
berasal
dari
kawasan
hutan
tanpa izin
pejabat
yang
berwenan
g.
(4) Ketentuan
tentang
mengeluarkan,
membawa, dan
atau
mengangkut
tumbuhan dan
atau satwa
yang
dilindungi,
diatur sesuai
dengan
peraturan
perundang-
undangan yang
berlaku.

c. Perizinan Sektor Kelautan dan Perikanan


Perubahan dilakukan terhadap perizinan sektor kelautan
dan perikanan dengan menerapkan Risk Based Approach
untuk perizinan sektor kelautan dan perikanan. Selanjutnya

465
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

dilakukan penetapan kriteria pelaku usaha nelayan kecil,


juga dilakukan perubahan Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP),
Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI), dan Surat Izin Kapal
Pengangkut Ikan (SIKPI) sebagai perizinan berusaha dengan
tingkat resiko yang berbeda.
Perizinan Sektor Kelautan dan Perikanan terdiri atas
empat Undang-Undang, yaitu:
1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang
Perikanan sebagaimana diubah terakhir dengan Undang-
Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang
Perikanan
2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2016 tentang
Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya
Ikan, dan Petambak Garam
3) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan
4) Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 1
Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil

No. Rumusan Undang- Usulan Rumusan Alasan


Undang Perubahan Perubahan
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45
Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31
Tahun 2004 tentang Perikanan
68. Pasal 1 angka 11 Pasal 1 angka 11 Perlu
11. Nelayan Kecil 11. Nelayan Kecil diharmonisasika
adalah orang adalah orang n dengan:
yang mata yang mata a. UU Nomor 7
pencahariann pencahariannya Tahun 2016

466
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Undang- Usulan Rumusan Alasan


Undang Perubahan Perubahan
ya melakukan melakukan tentang
penangkapan penangkapan Perlindungan
ikan untuk ikan untuk Nelayan,
memenuhi memenuhi Pembudi
kebutuhan kebutuhan hidup Daya Ikan,
hidup sehari- sehari-hari, baik dan
hari yang yang Petambak
menggunakan menggunakan Garam
kapal kapal penangkap (Nelayan
perikanan Ikan maupun kecil adalah
berukuran yang tidak yang
paling besar 5 menggunakan menggunaka
(lima) gross kapal penangkap n kapal
ton (GT). Ikan. berukuran
paling besar
10GT);
b. UU Nomor
17 Tahun
2015 tentang
Pelayaran,
(Kapal yang
dapat
didaftar di
Indonesia
dengan
ukuran
tonnage
kotor
sekurang-
kurangnya
7GT dan
untuk kapal
berukuran
kurang dari
7GT
diberikan
pas kecil).
69. Pasal 1 angka 16 Pasal 1 angka 16 a. Karena tidak
dikenali
16. Surat Izin Dicabut dan
adanya SIUP,
usaha dinyatakan tidak
namun
perikanan, berlaku.
perizinan
yang
selanjutnya secara global

467
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Undang- Usulan Rumusan Alasan


Undang Perubahan Perubahan
disebut SIUP, yaitu
adalah izin perizinan
tertulis yang berusaha;
harus dimiliki b. Adapun
perusahaan jenis-jenis
perikanan perizinan
untuk akan diatur
melakukan dalam
usaha Peraturan
perikanan
Pemerintah.
dengan
menggunakan
sarana
produksi yang
tercantum
dalam izin
tersebut.
70. Pasal 1 angka 17 Pasal 1 angka 17 a. Karena tidak
dikenali
17. Surat izin Dicabut dan
adanya SIPI,
penangkapan dinyatakan tidak
namun
ikan, yang berlaku.
perizinan
selanjutnya di
secara global
sebut SIPI,
yaitu
adalah izin
perizinan
tertulis yang
berusaha;
harus dimiliki
setiap kapal b. Adapun
perikanan jenis-jenis
untuk perizinan
melakukan akan diatur
penangkapan dalam
ikan yang Peraturan
merupakan Pemerintah.
bagian tidak
terpisahkan
dari SIUP.
71. Pasal 1 angka 18 Pasal 1 angka 18 a. Karena tidak
dikenali
18. Surat izin Dicabut dan
adanya
kapal dinyatakan tidak
SIKPI,
pengangkut berlaku.
namun
ikan, yang
selanjutnya perizinan
secara global

468
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Undang- Usulan Rumusan Alasan


Undang Perubahan Perubahan
disebut SIKPI, yaitu
adalah izin perizinan
tertulis yang berusaha;
harus dimiliki b. Adapun
setiap kapal jenis-jenis
perikanan perizinan
untuk akan diatur
melakukan dalam
penangkapan Peraturan
ikan.
Pemerintah.
72. Pasal 7 Pasal 7 a. Pemerintah
dalam hal ini
(1) Dalam rangka (1) Dalam rangka
Presiden
mendukung mendukung
merupakan
kebijakan kebijakan
pemegang
pengelolaan pengelolaan
kekuasaaan
sumber daya sumber daya
pemerintaha
ikan, Menteri ikan, Pemerintah
n, termasuk
menetapkan: Pusat
penerbitan
menetapkan:
a. rencana perizinan
pengelolaa a. rencana berusaha;
n pengelolaan
b. Semula
perikanan; perikanan;
ditetapkan
b. potensi b. potensi dan oleh Menteri
dan alokasi diubah
alokasi sumber daya menjadi
sumber ikan di ditetapkan
daya ikan wilayah oleh
di wilayah pengelolaan Pemerintah,
pengelolaa perikanan karena
n Republik kewenangan
perikanan Indonesia; perizinan
Republik akan ditarik
c. jumlah
Indonesia; ke Presiden,
tangkapan
c. jumlah yang sehingga
tangkapan diperbolehkan tidak ada
yang di wilayah lagi dari UU
diperboleh pengelolaan mendelegasi
kan di perikanan kan
wilayah Negara kewenangan
pengelolaa Republik perizinan
n Indonesia; langsung
perikanan kepada

469
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Undang- Usulan Rumusan Alasan


Undang Perubahan Perubahan
Negara d. potensi dan Menteri
Republik alokasi lahan c. Menghapus
Indonesia; pembudidayaa ayat (1)
n ikan di
d. potensi huruf n,
wilayah
dan karena
pengelolaan
alokasi perlindungan
perikanan
lahan pembudi
Negara
pembudid daya ikan
Republik
ayaan ikan sudah diatur
Indonesia;
di wilayah dalam UU
pengelolaa e. potensi dan Nomor 7
n alokasi induk Tahun 2016
perikanan serta benih tentang
Negara ikan tertentu Perlindungan
Republik di wilayah Nelayan,
Indonesia; pengelolaan Pembudi
perikanan Daya Ikan,
e. potensi
Negara dan
dan
Republik Petambak
alokasi
Indonesia; Garam.
induk
serta f. jenis, jumlah, d. Mengubah
benih ikan dan ukuran ayat (1)
tertentu di alat huruf u,
wilayah penangkapan menjadi
pengelolaa ikan; “jenis ikan
n dan genetik
g. jenis, jumlah,
perikanan ikan yang
ukuran, dan
Negara dilindungi”
penempatan
Republik karena
alat bantu
Indonesia; penetapan
penangkapan
oleh
f. jenis, ikan;
Pemerintah
jumlah, h. daerah, jalur, tidak
dan dan waktu terbatas
ukuran
atau musim pada jenis
alat penangkapan ikan saja,
penangkap ikan; tetapi juga
an ikan;
i. persyaratan genetik ikan.
g. jenis, atau standar e. Menghapus
jumlah, prosedur ayat (2)
ukuran, operasional huruf h,
dan penangkapan menyesuaika
penempata ikan; n dengan
n alat

470
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Undang- Usulan Rumusan Alasan


Undang Perubahan Perubahan
bantu j. pelabuhan perubahan
penangkap perikanan; pada ayat (1)
an ikan; huruf n;
k. sistem
h. daerah, pemantauan f. Mengubah
jalur, dan kapal ayat (2)
waktu perikanan; huruf n,
atau menyesuaika
l. jenis ikan
musim n perubahan
baru yang
penangkap pada ayat (1)
akan
an ikan; huruf u.
dibudidayaka
i. persyarata n; g. Komisi
n atau nasional
m. jenis ikan dan
standar dihapus,
wilayah
prosedur karena
penebaran
operasiona kewenangan
kembali serta
l penetapan
penangkapan
penangkap ditarik ke
ikan berbasis
an ikan; Pemerintah.
budi daya;
j. pelabuhan h. Menyesuaika
n. dihapus;
perikanan; n perubahan
o. pencegahan pada ayat
k. sistem pencemaran (4).
pemantau dan
an kapal kerusakan
perikanan; sumber daya
l. jenis ikan ikan serta
baru yang lingkunganny
akan a;
dibudiday p. rehabilitasi
akan; dan
m. jenis ikan peningkatan
dan sumber daya
wilayah ikan serta
penebaran lingkunganny
kembali a;
serta q. ukuran atau
penangkap berat
an ikan minimum
berbasis jenis ikan
budi daya; yang boleh
n. pembudid ditangkap;
ayaan ikan r. kawasan

471
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Undang- Usulan Rumusan Alasan


Undang Perubahan Perubahan
dan konservasi
perlindung perairan;
annya; s. wabah dan
o. pencegaha wilayah
n wabah
pencemara penyakit ikan;
n dan t. jenis ikan
kerusakan yang dilarang
sumber untuk
daya ikan diperdagangka
serta n,
lingkunga dimasukkan,
nnya; dan
p. rehabilitas dikeluarkan
i dan ke dan dari
peningkat wilayah
an sumber Negara
daya ikan Republik
serta Indonesia;
lingkunga dan
nnya; u. jenis ikan dan
q. ukuran genetik ikan
atau berat yang
minimum dilindungi.
jenis ikan (2) Setiap orang yang
yang boleh melakukan usaha
ditangkap; dan/atau
r. kawasan kegiatan
konservasi pengelolaan
perairan; perikanan wajib
mematuhi
s. wabah dan
ketentuan
wilayah
sebagaimana
wabah
dimaksud pada
penyakit
ayat (1) mengenai:
ikan;
a. jenis, jumlah,
t. jenis ikan
dan ukuran
yang
alat
dilarang
penangkapan
untuk
ikan;
diperdaga
ngkan, b. jenis, jumlah,
dimasukk ukuran, dan

472
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Undang- Usulan Rumusan Alasan


Undang Perubahan Perubahan
an, dan penempatan
dikeluarka alat bantu
n ke dan penangkapan
dari ikan;
wilayah c. daerah, jalur,
Negara dan waktu
Republik atau musim
Indonesia; penangkapan
dan ikan;
u. jenis ikan d. persyaratan
yang atau standar
dilindungi. prosedur
(2) Setiap orang operasional
yang penangkapan
melakukan ikan;
usaha e. sistem
dan/atau pemantauan
kegiatan kapal
pengelolaan perikanan;
perikanan
wajib f. jenis ikan
mematuhi baru yang
ketentuan akan
sebagaimana dibudidayaka
dimaksud n;
pada ayat (1) g. jenis ikan dan
mengenai: wilayah
a. jenis, penebaran
jumlah, kembali serta
dan penangkapan
ukuran ikan berbasis
alat budi daya;
penangkap h. dihapus;
an ikan;
i. pencegahan
b. jenis, pencemaran
jumlah, dan
ukuran, kerusakan
dan sumber daya
penempata ikan serta
n alat lingkunganny
bantu a;
penangkap
j. ukuran atau

473
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Undang- Usulan Rumusan Alasan


Undang Perubahan Perubahan
an ikan; berat
minimum
c. daerah,
jenis ikan
jalur, dan
yang boleh
waktu
ditangkap;
atau
musim k. kawasan
penangkap konservasi
an ikan; perairan;
d. persyarata l. wabah dan
n atau wilayah
standar wabah
prosedur penyakit ikan;
operasiona m. jenis ikan
l
yang dilarang
penangkap untuk
an ikan; diperdagangka
e. sistem n,
pemantau dimasukkan,
an kapal dan
perikanan; dikeluarkan
ke dan dari
f. jenis ikan
wilayah
baru yang
Negara
akan
Republik
dibudiday
Indonesia;
akan;
dan
g. jenis ikan
n. jenis ikan dan
dan
genetik ikan
wilayah
yang
penebaran
dilindungi.
kembali
serta (3) Kewajiban
penangkap mematuhi
an ikan ketentuan
berbasis mengenai sistem
budi daya; pemantauan
kapal perikanan
h. pembudid
sebagaimana
ayaan ikan
dimaksud pada
dan
ayat (2) huruf e,
perlindung
tidak berlaku bagi
annya;
nelayan kecil
i. pencegaha dan/atau

474
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Undang- Usulan Rumusan Alasan


Undang Perubahan Perubahan
n pembudi daya-
pencemara ikan kecil.
n dan (4) Pemerintah
kerusakan menetapkan
sumber potensi dan
daya ikan jumlah tangkapan
serta yang
lingkunga diperbolehkan
nnya; sebagaimana
j. ukuran dimaksud pada
atau berat ayat (1) huruf b
minimum dan huruf c.
jenis ikan
yang boleh
ditangkap;
k. kawasan
konservasi
perairan;
l. wabah dan
wilayah
wabah
penyakit
ikan;
m. jenis ikan
yang
dilarang
untuk
diperdaga
ngkan,
dimasukk
an, dan
dikeluarka
n ke dan
dari
wilayah
Negara
Republik
Indonesia;
dan
n. jenis ikan
yang
dilindungi.

475
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Undang- Usulan Rumusan Alasan


Undang Perubahan Perubahan
(3) Kewajiban
mematuhi
ketentuan
mengenai
sistem
pemantauan
kapal
perikanan
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (2)
huruf e, tidak
berlaku bagi
nelayan kecil
dan/atau
pembudi
daya-ikan
kecil.
(4) Menteri
menetapkan
potensi dan
jumlah
tangkapan
yang
diperbolehkan
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)
huruf b dan
huruf c
setelah
mempertimba
ngkan
rekomendasi
dari komisi
nasional yang
mengkaji
sumber daya
ikan.
(5) Komisi
nasional
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (4)

476
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Undang- Usulan Rumusan Alasan


Undang Perubahan Perubahan
dibentuk oleh
Menteri dan
beranggotaka
n para ahli di
bidangnya
yang berasal
dari lembaga
terkait.
(6) Menteri
menetapkan
jenis ikan
yang
dilindungi dan
kawasan
konservasi
perairan
untuk
kepentingan
ilmu
pengetahuan,
kebudayaan,
pariwisata,
dan/atau
kelestarian
sumber daya
ikan dan/atau
lingkunganny
a.
73. Pasal 25A Pasal 25A a. Mengubah
kata
(1) Pelaku usaha (1) Pelaku usaha
“memperhati
perikanan perikanan dalam
kan”,
dalam melaksanakan
menjadi
melaksanakan bisnis perikanan
memenuhi,
bisnis harus memenuhi
untuk
perikanan standar mutu
menjamin
harus hasil perikanan.
standar
memperhatika (2) Pemerintah mutu atas
n standar membina dan hasil
mutu hasil memfasilitasi perikanan.
perikanan. pengembangan
b. Menghapus
(2) Pemerintah usaha perikanan
frase
dan agar memenuhi
“Pemerintah

477
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Undang- Usulan Rumusan Alasan


Undang Perubahan Perubahan
pemerintah standar mutu Daerah”,
daerah hasil perikanan. karena
membina dan (3) kewenangan
Ketentuan lebih
memfasilitasi ditarik ke
lanjut mengenai
pengembanga Pemerintah.
standar mutu
n usaha hasil perikanan c. Mengubah
perikanan diatur dengan “Peraturan
agar Peraturan Menteri”
memenuhi Pemerintah. menjadi
standar mutu
“Peraturan
hasil Pemerintah”
perikanan. karena
(3) Ketentuan kewenangan
lebih lanjut ditarik ke
mengenai Pemerintah.
standar mutu
hasil
perikanan
diatur dalam
Peraturan
Menteri.
74. Pasal 26 Pasal 26 a. Karena tidak
dikenali
(1) Setiap orang (1) Setiap orang
adanya SIUP,
yang yang melakukan
namun
melakukan usaha perikanan
perizinan
usaha di wilayah
secara global
perikanan di pengelolaan
yaitu
bidang perikanan
perizinan
penangkapan, Negara Republik
berusaha;
pembudidayaa Indonesia wajib
n, memenuhi b. Adapun
pengangkutan perizinan jenis-jenis
, pengolahan, berusaha dari perizinan
dan Pemerintah. akan diatur
pemasaran dalam
(2) Jenis usaha
ikan di Peraturan
Perikanan
wilayah Pemerintah.
sebagaimana
pengelolaan dimaksud pada
perikanan ayat (1) terdiri
Republik dari usaha:
Indonesia
wajib memiliki a. penangkapan
Ikan;

478
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Undang- Usulan Rumusan Alasan


Undang Perubahan Perubahan
SIUP. b. pembudidayaa
n Ikan;
(2) Kewajiban
memiliki SIUP c. pengangkutan
sebagaimana Ikan;
dimaksud d. pengolahan
pada ayat (1), Ikan; dan
tidak berlaku
bagi nelayan e. pemasaran
kecil Ikan.
dan/atau
pembudi
daya-ikan
kecil.
75. Pasal 27 Pasal 27 Menyesuaikan
redaksi dengan
(1) Setiap orang (1) Setiap orang
mengubah
yang memiliki yang memiliki
nomenklatur
dan/atau dan/atau
SIPI menjadi
mengoperasik mengoperasikan
Perizinan
an kapal kapal penangkap
Berusaha.
penangkap ikan berbendera
ikan Indonesia yang
berbendera digunakan
Indonesia untuk
yang melakukan
digunakan penangkapan
untuk ikan di wilayah
melakukan pengelolaan
penangkapan perikanan
ikan di Negara Republik
wilayah Indonesia
pengelolaan dan/atau laut
perikanan lepas wajib
Negara memenuhi
Republik perizinan
Indonesia berusaha dari
dan/atau laut Pemerintah
lepas wajib Pusat.
memiliki SIPI. (2) Setiap orang
(2) Setiap orang yang memiliki
yang memiliki dan/atau
dan/atau mengoperasikan
mengoperasik kapal penangkap

479
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Undang- Usulan Rumusan Alasan


Undang Perubahan Perubahan
an kapal ikan berbendera
penangkap asing yang
ikan digunakan
berbendera untuk
asing yang melakukan
digunakan penangkapan
untuk ikan di ZEEI
melakukan wajib memiliki
penangkapan perizinan
ikan di ZEEI berusaha dari
wajib memiliki Pemerintah
SIPI. Pusat.
(3) Setiap orang (3) Setiap orang
yang yang
mengoperasik mengoperasikan
an kapal kapal penangkap
penangkap ikan berbendera
ikan Indonesia di
berbendera wilayah
Indonesia di pengelolaan
wilayah perikanan
pengelolaan Negara Republik
perikanan Indonesia atau
Negara mengoperasikan
Republik kapal penangkap
Indonesia ikan berbendera
atau asing di ZEEI
mengoperasik wajib membawa
an kapal dokumen
penangkap Perizinan
ikan Berusaha.
berbendera (4) Kapal penangkap
asing di ZEEI ikan berbendera
wajib Indonesia yang
membawa SIPI melakukan
asli. penangkapan
(4) Kapal ikan di wilayah
penangkap yurisdiksi negara
ikan lain harus
berbendera terlebih dahulu
Indonesia mendapatkan
yang persetujuan dari
melakukan Pemerintah.
penangkapan

480
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Undang- Usulan Rumusan Alasan


Undang Perubahan Perubahan
ikan di (5) Kewajiban
wilayah memiliki
yurisdiksi perizinan
negara lain berusaha
harus terlebih sebagaimana
dahulu dimaksud pada
mendapatkan ayat (1)
persetujuan dan/atau
dari membawa
Pemerintah. dokumen
perizinan
(5) Kewajiban
berusaha
memiliki SIPI
sebagaimana
sebagaimana
dimaksud pada
dimaksud
ayat (3), tidak
pada ayat (1)
berlaku bagi
dan/atau
nelayan kecil.
membawa SIPI
asli
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (3),
tidak berlaku
bagi nelayan
kecil.
76. Pasal 28 Pasal 28 Menyesuaikan
redaksi dengan
(1) Setiap orang (1) Setiap orang
mengubah
yang memiliki yang memiliki
nomenklatur
dan/atau dan/atau
SIKPI menjadi
mengoperasik mengoperasikan
Perizinan
an kapal kapal
Berusaha.
pengangkut pengangkut ikan
ikan berbendera
berbendera Indonesia di
Indonesia di wilayah
wilayah pengelolaan
pengelolaan perikanan
perikanan Negara Republik
Negara Indonesia wajib
Republik memenuhi
Indonesia Perizinan
wajib memiliki Berusaha dari
SIKPI. Pemerintah

481
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Undang- Usulan Rumusan Alasan


Undang Perubahan Perubahan
(2) Setiap orang Pusat.
yang memiliki (2) Setiap orang
dan/atau yang memiliki
mengoperasik dan/atau
an kapal mengoperasikan
pengangkut kapal
ikan pengangkut ikan
berbendera berbendera asing
asing yang yang digunakan
digunakan
untuk
untuk melakukan
melakukan pengangkutan
pengangkutan ikan di wilayah
ikan di pengelolaan
wilayah perikanan
pengelolaan Negara Republik
perikanan Indonesia wajib
Negara memenuhi
Republik Perizinan
Indonesia Berusaha dari
wajib memiliki Pemerintah
SIKPI. Pusat.
(3) Setiap orang (3) Setiap orang
yang yang
mengoperasik mengoperasikan
an kapal kapal
pengangkut pengangkut ikan
ikan di di wilayah
wilayah pengelolaan
pengelolaan perikanan
perikanan Negara Republik
Negara Indonesia wajib
Republik membawa
Indonesia dokumen
wajib perizinan
membawa berusaha.
SIKPI asli.
(4) Kewajiban
memiliki SIKPI (4) Kewajiban
sebagaimana memenuhi
dimaksud perizinan
pada ayat (1) berusaha
dan/atau sebagaimana
membawa dimaksud pada

482
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Undang- Usulan Rumusan Alasan


Undang Perubahan Perubahan
SIKPI asli ayat (1)
sebagaimana dan/atau
dimaksud membawa
pada ayat (3), dokumen
tidak berlaku perizinan
bagi nelayan berusaha.
kecil dan/atau sebagaimana
pembudi dimaksud pada
daya-ikan ayat (3), tidak
kecil. berlaku bagi
nelayan kecil
dan/atau
pembudi daya-
ikan kecil.
77. Pasal 28A Pasal 28A a. Mengubah
SIUP, SIPI,
Setiap orang Setiap orang dilarang:
dan SIKPI,
dilarang: a. memalsukan menjadi
a. memalsukan dokumen perizinan perizinan
SIUP, SIPI, dan berusaha; berusaha,
SIKPI; menyesuaika
b. menggunakan
dan/atau n redaksi
perizinan berusaha
b. menggunakan palsu; jenis
SIUP, SIPI, dan c. menggunakan perizinan
SIKPI palsu. tersebut
perizinan berusaha menjadi
milik kapal lain perizinan
atau orang lain; berusaha;
dan/atau
b. Menambahk
d. menggandakan an huruf c,
perizinan pengaturan
berusaha untuk larangan
digunakan oleh menggunaka
kapal lain n perizinan
dan/atau kapal berusaha
milik sendiri. milik kapal
atau orang
lain, dengan
pertimbanga
n selama ini
terjadi kapal
menggunaka
n dokumen

483
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Undang- Usulan Rumusan Alasan


Undang Perubahan Perubahan
milik kapal
lain atau
orang lain;
dan
c. Menambahk
an huruf d,
larangan
menggandak
an perizinan
berusaha
untuk
digunakan
oleh kapal
lain
dan/atau
kapal milik
sendiri,
mengingat
selama ini
terjadi
penggandaan
perizinan
berusaha.
78. Pasal 30 Pasal 30 a. Mengubah
“surat izin
(1) Pemberian (1) Pemberian
usaha
surat izin perizinan
perikanan”
usaha berusaha kepada
menjadi
perikanan orang dan/atau
perizinan
kepada orang badan hukum
berusaha,
dan/atau asing yang
menyesuaika
badan hukum beroperasi di
n redaksi
asing yang ZEEI harus
jenis
beroperasi di didahului dengan
perizinan
ZEEI harus perjanjian
tersebut
didahului perikanan,
menjadi
dengan pengaturan
perizinan
perjanjian akses, atau
berusaha.
perikanan, pengaturan
pengaturan lainnya antara b. Mengubah
akses, atau Pemerintah “izin usaha
pengaturan Republik perikanan”
lainnya antara Indonesia dan menjadi
Pemerintah pemerintah perizinan

484
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Undang- Usulan Rumusan Alasan


Undang Perubahan Perubahan
Republik negara bendera berusaha,
Indonesia dan kapal. menyesuaika
pemerintah n redaksi
(2) Perjanjian
negara jenis
perikanan yang
bendera perizinan
dibuat antara
kapal. tersebut
Pemerintah
menjadi
(2) Perjanjian Republik
perizinan
perikanan Indonesia dan
berusaha.
yang dibuat pemerintah
antara negara bendera
Pemerintah kapal
Republik sebagaimana
Indonesia dan dimaksud pada
pemerintah ayat (1), harus
negara mencantumkan
bendera kapal kewajiban
sebagaimana pemerintah
dimaksud negara bendera
pada ayat (1), kapal untuk
harus bertanggung
mencantumka jawab atas
n kewajiban kepatuhan orang
pemerintah atau badan
negara hukum negara
bendera kapal bendera kapal
untuk dalam mematuhi
bertanggung pelaksanaan
jawab atas perjanjian
kepatuhan perikanan
orang atau tersebut.
badan hukum (3) Pemerintah
negara menetapkan
bendera kapal pengaturan
untuk mengenai
mematuhi pemberian
perjanjian perizinan
perikanan berusaha kepada
tersebut. orang dan/atau
(3) Pemerintah badan hukum
menetapkan asing yang
pengaturan beroperasi di
mengenai ZEEI, perjanjian
pemberian perikanan,
izin usaha pengaturan

485
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Undang- Usulan Rumusan Alasan


Undang Perubahan Perubahan
perikanan akses, atau
kepada orang pengaturan
dan/atau lainnya antara
badan hukum Pemerintah
asing yang Republik
beroperasi di Indonesia dan
ZEEI, pemerintah
perjanjian negara bendera
perikanan, kapal.
pengaturan
akses, atau
pengaturan
lainnya antara
Pemerintah
Republik
Indonesia dan
pemerintah
negara
bendera
kapal.
79. Pasal 31 Pasal 31 Menyesuaikan
redaksi dengan
(1) Setiap kapal (1) Setiap kapal
mengubah
perikanan perikanan yang
nomenklatur
yang dipergunakan
SIPI dan SIKPI
dipergunakan untuk
menjadi
untuk menangkap ikan
Perizinan
menangkap di wilayah
Berusaha.
ikan di pengelolaan
wilayah perikanan
pengelolaan Republik
perikanan Indonesia wajib
Republik memenuhi
Indonesia Perizinan
wajib Berusaha dari
dilengkapi Pemerintah
SIPI. Pusat.
(2) Setiap kapal (2) Setiap kapal
perikanan perikanan yang
yang dipergunakan
dipergunakan untuk
untuk mengangkut ikan
mengangkut di wilayah
ikan di pengelolaan

486
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Undang- Usulan Rumusan Alasan


Undang Perubahan Perubahan
wilayah perikanan
pengelolaan Republik
perikanan Indonesia wajib
Republik memenuhi
Indonesia Perizinan
wajib Berusaha dari
dilengkapi Pemerintah
SIKPI. Pusat.
80. Pasal 32 Pasal 32 Karena sudah
dimuat dalam
Ketentuan lebih Ketentuan lebih lanjut
lanjut mengenai mengenai perizinan Pasal 26 ayat (3).
penerbitan, tata berusaha diatur
cara, dan syarat- dengan Peraturan
syarat pemberian Pemerintah.
SIUP, SIPI, dan
SIKPI diatur
dengan Peraturan
Menteri.
81. Pasal 33 Pasal 33 a. Menambahk
an ayat baru,
Ketentuan lebih (1) Kegiatan
yakni ayat
lanjut mengenai penangkapan
(1) dan ayat
penangkapan ikan ikan dan/atau
(2), untuk
dan/atau pembudidayaan
memperjelas
pembudidayaan ikan di wilayah
pengaturan
ikan di wilayah pengelolaan
mengenai
pengelolaan perikanan Negara
penangkapa
perikanan Republik
n ikan
Republik Indonesia Indonesia yang
dan/atau
yang bukan untuk bukan untuk
pembudidaya
tujuan komersial tujuan komersial
diatur dengan harus an ikan di
wilayah
Peraturan Menteri mendapatkan
pengelolaan
persetujuan dari
perikanan
Pemerintah.
Republik
(2) Jenis Indonesia
penangkapan yang bukan
ikan dan/atau untuk tujuan
pembudidayaan komersial.
ikan sebagaimana
dimaksud pada b. Mandat
semula
ayat (1) meliputi
diatur
kegiatan yang

487
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Undang- Usulan Rumusan Alasan


Undang Perubahan Perubahan
dilakukan oleh dengan
setiap orang Peraturan
dalam rangka Menteri,
pendidikan, diubah
penyuluhan, menjadi
penelitian atau Peraturan
kegiatan ilmiah Pemerintah.
lainnya,
kesenangan dan
wisata.
(3) Ketentuan lebih
lanjut mengenai
penangkapan
ikan dan/atau
pembudidayaan
ikan di wilayah
pengelolaan
perikanan
Republik
Indonesia yang
bukan untuk
tujuan komersial
diatur dengan
Peraturan
Pemerintah.
82. Pasal 35 Pasal 35 a. Semula wajib
mendapat
(1) Setiap orang (1) Setiap orang yang
persetujuan
yang membangun,
Menteri,
membangun, mengimpor, atau
diubah
mengimpor, memodifikasi
menjadi
atau kapal perikanan
persetujuan
memodifikasi wajib terlebih
Pemerintah.
kapal dahulu mendapat
perikanan persetujuan b. Mengubah
wajib terlebih Pemerintah. laik berlayar
dahulu menjadi laik
(2) Pembangunan
mendapat laut,
atau modifikasi
persetujuan mengingat
kapal perikanan
Menteri. laik berlayar
sebagaimana
merupakan
(2) Pembangunan dimaksud pada
kelaikan
atau ayat (1) dapat
kapal, awak,
modifikasi dilakukan, baik di
beserta

488
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Undang- Usulan Rumusan Alasan


Undang Perubahan Perubahan
kapal dalam maupun di muatan;
perikanan luar negeri, c. Semula
sebagaimana setelah mendapat pertimbanga
dimaksud pertimbangan n teknis laik
pada ayat (1) teknis laik laut berlayar dari
dapat dari Pemerintah. menteri yang
dilakukan, bertanggung
baik di dalam jawab di
maupun di bidang
luar negeri,
pelayaran,
setelah diubah
mendapat mejadi
pertimbangan pertimbanga
teknis laik n teknis laik
berlayar dari laut dari
Menteri yang pemerintah.
bertanggung
jawab di
bidang
pelayaran.
83. Pasal 36 Pasal 36 a. Mengubah
surat tanda
(1) Kapal (1) Kapal perikanan
kebangsaan
perikanan milik orang
menjadi
milik orang Indonesia yang
buku kapal
Indonesia dioperasikan di
perikanan,
yang wilayah
mengingat
dioperasikan pengelolaan
saat
di wilayah perikanan Negara
melakukan
pengelolaan Republik
pendaftaran
perikanan Indonesia dan
kapal sudah
Negara laut lepas wajib
dilengkapi
Republik didaftarkan
dengan surat
Indonesia dan terlebih dahulu
tanda
laut lepas sebagai kapal
kebangsaan.
wajib perikanan
didaftarkan Indonesia melalui b. Dihapus,
terlebih sistem perizinan karena
dahulu berusaha sudah
sebagai kapal terintegrasi secara diakomodasi
perikanan elektronik. dalam Pasal
Indonesia. 40.
(2) Dihapus.
(2) Pendaftaran (3) Dihapus.
kapal

489
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Undang- Usulan Rumusan Alasan


Undang Perubahan Perubahan
perikanan (4) Kapal perikanan
sebagaimana yang telah
dimaksud terdaftar
pada ayat (1) sebagaimana
dilengkapi dimaksud pada
dengan ayat (1), diberikan
dokumen buku kapal
yang berupa: perikanan.
a. bukti (5) Dihapus.
kepemilika
n;
b. identitas
pemilik;
dan
c. surat
ukur.
(3) Pendaftaran
kapal
perikanan
yang dibeli
atau diperoleh
dari luar
negeri dan
sudah
terdaftar di
negara asal
untuk didaftar
sebagai kapal
perikanan
Indonesia,
selain
dilengkapi
dengan
dokumen
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (2)
harus
dilengkapi
pula dengan
surat
keterangan
penghapusan

490
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Undang- Usulan Rumusan Alasan


Undang Perubahan Perubahan
dari daftar
kapal yang
diterbitkan
oleh negara
asal.
(4) Kapal
perikanan
yang telah
terdaftar
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1),
diberikan
surat tanda
kebangsaan
sesuai dengan
ketentuan
peraturan
perundang-
undangan.
(5) Ketentuan
lebih lanjut
mengenai
pendaftaran
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1),
ayat (2), dan
ayat (3) diatur
dengan
Peraturan
Menteri.
84. Pasal 38 Pasal 38 a. Mengubah
izin menjadi
(1) Setiap kapal (1) Setiap kapal
perizinan
penangkap penangkap ikan
berusaha,
ikan berbendera asing
mengingat
berbendera yang tidak
setiap jenis
asing yang memiliki
izin diubah
tidak memiliki perizinan
menjadi
izin berusaha untuk
perizinan
penangkapan melakukan
berusaha;
ikan selama penangkapan

491
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Undang- Usulan Rumusan Alasan


Undang Perubahan Perubahan
berada di ikan selama b. Menambahk
wilayah berada di wilayah an frase
pengelolaan pengelolaan “untuk
perikanan perikanan melakukan”,
Republik Republik sebagai
Indonesia Indonesia wajib penyempurn
wajib menyimpan alat aan redaksi.
menyimpan penangkapan
alat ikan di dalam
penangkapan palka.
ikan di dalam (2) Setiap kapal
palka. penangkap ikan
(2) Setiap kapal berbendera asing
penangkap yang telah
ikan memiliki
berbendera perizinan
asing yang berusaha untuk
telah memiliki melakukan
izin penangkapan
penangkapan ikan dengan 1
ikan dengan 1 (satu) jenis alat
(satu) jenis penangkapan
alat ikan tertentu
penangkapan pada bagian
ikan tertentu tertentu di ZEEI
pada bagian dilarang
tertentu di membawa alat
ZEEI dilarang penangkapan
membawa alat ikan lainnya.
penangkapan (3) Setiap kapal
ikan lainnya penangkap ikan
(3) Setiap kapal berbendera asing
penangkap yang telah
ikan memiliki
berbendera perizinan
asing yang berusaha untuk
telah memiliki melakukan
izin penangkapan
penangkapan ikan wajib
ikan wajib menyimpan alat
menyimpan penangkapan
alat ikan di dalam
penangkapan palka selama
ikan di dalam berada di luar

492
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Undang- Usulan Rumusan Alasan


Undang Perubahan Perubahan
palka selama daerah
berada di luar penangkapan
daerah ikan yang
penangkapan diizinkan di
ikan yang wilayah
diizinkan di pengelolaan
wilayah perikanan
pengelolaan Republik
perikanan Indonesia.
Republik
Indonesia
85. Pasal 40 Pasal 40 Mengubah
Ketentuan lebih Ketentuan lebih lanjut Peraturan
Menteri menjadi
lanjut mengenai mengenai
Peraturan
membangun, membangun,
Pemerintah,
mengimpor, mengimpor,
memodifikasi memodifikasi kapal, karena
kewenangan
kapal, pendaftaran,
kapal ditarik ke
pendaftaran, pengukuran
Pemerintah.
pengukuran kapal perikanan, pemberian
perikanan, tanda pengenal kapal
pemberian tanda perikanan, serta
pengenal kapal penggunaan 2 (dua)
perikanan, serta jenis alat
penggunaan 2 penangkapan ikan
(dua) jenis alat secara bergantian
penangkapan sebagaimana
ikan secara dimaksud dalam Pasal
bergantian 35, Pasal 36, Pasal 37,
sebagaimana Pasal 38, dan Pasal 39
dimaksud dalam diatur dengan
Pasal 35, Pasal Peraturan Pemerintah.
36, Pasal 37,
Pasal 38, dan
Pasal 39 diatur
dengan Peraturan
Menteri.
86. Pasal 41 Pasal 41 Mengubah ayat
(2), semula
(1) Pemerintah (1) Pemerintah
menyelenggar menyelenggaraka ditetapkan
akan dan n dan melakukan Menteri, diubah
melakukan pembinaan menjadi
ditetapkan

493
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Undang- Usulan Rumusan Alasan


Undang Perubahan Perubahan
pembinaan pengelolaan Pemerintah.
pengelolaan pelabuhan
pelabuhan perikanan.
perikanan. (2) Pemerintah dalam
(2) Penyelenggara menyelenggaraka
an dan n dan melakukan
pembinaan pembinaan
pengelolaan pengelolaan
pelabuhan pelabuhan
perikanan perikanan
sebagaimana sebagaimana
dimaksud dimaksud pada
pada ayat (1), ayat (1)
Menteri menetapkan:
menetapkan: a. rencana induk
a. rencana pelabuhan
induk perikanan
pelabuhan secara
perikanan nasional;
secara b. klasifikasi
nasional; pelabuhan
b. klasifikasi perikanan;
pelabuhan c. pengelolaan
perikanan; pelabuhan
c. pengelolaa perikanan;
n d. persyaratan
pelabuhan dan/atau
perikanan; standar teknis
d. persyarata dalam
n perencanaan,
dan/atau pembangunan
standar , operasional,
teknis pembinaan,
dalam dan
perencana pengawasan
an, pelabuhan
pembangu perikanan;
nan, e. wilayah kerja
operasiona dan
l, pengoperasian
pembinaa pelabuhan
n, dan perikanan

494
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Undang- Usulan Rumusan Alasan


Undang Perubahan Perubahan
pengawasa yang meliputi
n bagian
pelabuhan perairan dan
perikanan; daratan
tertentu yang
e. wilayah
menjadi
kerja dan
wilayah kerja
pengopera
dan
sian
pengoperasian
pelabuhan
pelabuhan
perikanan
perikanan;
yang
dan
meliputi
bagian f. pelabuhan
perairan perikanan
dan yang tidak
daratan dibangun oleh
tertentu Pemerintah.
yang (3) Setiap kapal
menjadi penangkap ikan
wilayah dan kapal
kerja dan pengangkut ikan
pengopera
harus
sian mendaratkan
pelabuhan ikan tangkapan di
perikanan; pelabuhan
dan perikanan yang
f. pelabuhan ditetapkan atau
perikanan pelabuhan
yang tidak lainnya yang
dibangun ditunjuk.
oleh (4) Dihapus.
Pemerinta
h.
(3) Setiap kapal
penangkap
ikan dan
kapal
pengangkut
ikan harus
mendaratkan
ikan
tangkapan di
pelabuhan

495
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Undang- Usulan Rumusan Alasan


Undang Perubahan Perubahan
perikanan
yang
ditetapkan
atau
pelabuhan
lainnya yang
ditunjuk.
(4) Setiap orang
yang memiliki
dan/atau
mengoperasik
an kapal
penangkap
ikan dan/atau
kapal
pengangkut
ikan yang
tidak
melakukan
bongkar muat
ikan
tangkapan di
pelabuhan
perikanan
yang
ditetapkan
atau
pelabuhan
lainnya yang
ditunjuk
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (3)
dikenai sanksi
administratif
berupa
peringatan,
pembekuan
izin, atau
pencabutan
izin.
(5) Ketentuan
lebih lanjut
mengenai

496
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Undang- Usulan Rumusan Alasan


Undang Perubahan Perubahan
pengenaan
sanksi
administratif
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (4)
diatur dalam
Peraturan
Menteri.
87. Pasal 43 Pasal 43 a. Mengubah
surat
Setiap kapal Setiap kapal perikanan
menjadi
perikanan yang yang melakukan
standar;
melakukan kegiatan perikanan
kegiatan perikanan wajib memenuhi b. Standar laik
wajib memiliki standar laik operasi operasi
surat laik operasi kapal perikanan dari untuk kapal
kapal perikanan pengawas perikanan perikanan
dari pengawas tanpa dikenai biaya. akan diatur
perikanan tanpa lebih lanjut
dikenai biaya. dalam
peraturan
pemerintah
yang
mengatur
NSPK.
88. Pasal 44 Pasal 44 a. Mengubah
surat
(1) Surat (1) Persetujuan
persetujuan
Persetujuan Berlayar
berlayar
Berlayar sebagaimana
menjadi
sebagaimana dimaksud dalam
dimaksud pasal 42 ayat (2) persetujuan
berlayar;
dalam pasal huruf a
42 ayat (2) dikeluarkan oleh b. Surat laik
huruf a syahbandar operasi
dikeluarkan setelah kapal diubah
oleh perikanan menjadi
syahbandar memenuhi standar laik
setelah kapal standar laik operasi.
perikanan operasi. c. Surat laik
mendapatkan (2) Pemenuhan operasi
surat laik standar laik diubah
operasi. operasi menjadi

497
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Undang- Usulan Rumusan Alasan


Undang Perubahan Perubahan
(2) Surat laik sebagaimana standar laik
operasi dimaksud pada operasi.
sebagaimana ayat (1) d. Mandat
dimaksud dikeluarkan oleh semula
pada ayat (1) pengawas diatur
dikeluarkan perikanan setelah dengan
oleh pengawas dipenuhi Peraturan
perikanan persyaratan Menteri,
setelah administrasi dan diubah
dipenuhi kelayakan teknis.
menjadi
persyaratan (3) Ketentuan lebih diatur
administrasi lanjut mengenai dengan
dan kelayakan persyaratan Peraturan
teknis. administrasi dan Pemerintah.
(3) Ketentuan kelayakan teknis
lebih lanjut sebagaimana
mengenai dimaksud pada
persyaratan ayat (2) diatur
administrasi dalam Peraturan
dan kelayakan Pemerintah.
teknis
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (2)
diatur dalam
Peraturan
Menteri.
89. Pasal 45 Pasal 45 Mengubah izin
berlayar menjadi
Dalam hal kapal Dalam hal kapal
persetujuan
perikanan berada perikanan berada
berlayar,
dan/atau dan/atau
menyesuaikan
berpangkalan di berpangkalan di luar
dengan
luar pelabuhan pelabuhan perikanan,
substansi dalam
perikanan, surat Persetujuan berlayar
Pasal 42.
izin berlayar diterbitkan oleh
diterbitkan oleh syahbandar setempat
syahbandar setelah diperoleh surat
setempat setelah laik operasi dari
diperoleh surat pengawas perikanan
laik operasi dari yang ditugaskan pada
pengawas pelabuhan setempat.
perikanan yang
ditugaskan pada

498
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Undang- Usulan Rumusan Alasan


Undang Perubahan Perubahan
pelabuhan
setempat.
90. Pasal 46 Pasal 46 a. Menghapus
frase
(1) Pemerintah (1) Pemerintah
“Pemerintah
dan menyusun dan
Daerah”,
pemerintah mengembangkan
mengingat
daerah sistem informasi
kewenangan
menyusun dan data statistik
ditarik ke
dan perikanan serta
Pemerintah.
mengembangk menyelenggaraka
an sistem n pengumpulan, b. Menghapus
informasi dan pengolahan, frase
data statistik analisis, Pemerintah
perikanan penyimpanan, Daerah,
serta penyajian, dan mengingat
menyelenggar penyebaran data kewenangan
akan potensi, ditarik ke
pengumpulan, pemutakhiran Pemerintah.
pengolahan, data pergerakan
analisis, ikan, sarana dan
penyimpanan, prasarana,
penyajian, produksi,
dan penanganan,
penyebaran pengolahan dan
data potensi, pemasaran ikan,
pemutakhiran serta data sosial
data ekonomi yang
pergerakan berkaitan dengan
ikan, sarana pelaksanaan
dan pengelolaan
prasarana, sumber daya ikan
produksi, dan
penanganan, pengembangan
pengolahan sistem bisnis
dan perikanan.
pemasaran (2) Pemerintah
ikan, serta mengadakan
data sosial pusat data dan
ekonomi yang informasi
berkaitan perikanan untuk
dengan menyelenggaraka
pelaksanaan n sistem
pengelolaan informasi dan

499
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Undang- Usulan Rumusan Alasan


Undang Perubahan Perubahan
sumber daya data statistik
ikan dan perikanan.
pengembanga
n sistem
bisnis
perikanan.
(2) Pemerintah
dan
pemerintah
daerah
mengadakan
pusat data
dan informasi
perikanan
untuk
menyelenggar
akan sistem
informasi dan
data statistik
perikanan.
91. Pasal 49 Pasal 49 a. Mengubah
kata izin
Setiap orang asing Setiap orang asing
menjadi
yang mendapat yang mendapat
perizinan
izin penangkapan perizinan berusaha
berusaha,
ikan di ZEEI untuk melakukan
menyesuaika
dikenakan penangkapan ikan di
n dengan
pungutan ZEEI dikenakan
perubahan
perikanan. pungutan perikanan.
jenis izin
menjadi
perizinan
berusaha;
b. Menambahk
an frase
“untuk
melakukan”
sebagai
penyempurn
aan redaksi.
92. Pasal 61 Pasal 61 Konsistensi
dengan Pasal 7
(1) Nelayan kecil (1) Nelayan kecil
ayat (1) kata
bebas bebas menangkap

500
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Undang- Usulan Rumusan Alasan


Undang Perubahan Perubahan
menangkap ikan di seluruh “Menteri” diubah
ikan di wilayah menjadi
seluruh pengelolaan “Pemerintah”.
wilayah perikanan
pengelolaan Republik
perikanan Indonesia.
Republik (2) Pembudi daya-
Indonesia. ikan kecil dapat
(2) Pembudi membudidayakan
daya-ikan komoditas ikan
kecil dapat pilihan di seluruh
membudidaya wilayah
kan pengelolaan
komoditas perikanan
ikan pilihan di Republik
seluruh Indonesia.
wilayah (3) Nelayan kecil dan
pengelolaan pembudi daya-
perikanan ikan kecil
Republik sebagaimana
Indonesia. dimaksud pada
(3) Nelayan kecil ayat (1) dan ayat
dan pembudi (2) wajib menaati
daya-ikan ketentuan
kecil konservasi dan
sebagaimana ketentuan lain
dimaksud yang ditetapkan
pada ayat (1) oleh Pemerintah.
dan ayat (2) (4) Nelayan kecil
wajib menaati atau pembudi
ketentuan daya-ikan kecil
konservasi harus ikut serta
dan ketentuan menjaga
lain yang kelestarian
ditetapkan lingkungan
oleh Menteri. perikanan dan
(4) Nelayan kecil keamanan
atau pembudi pangan hasil
daya-ikan perikanan sesuai
kecil harus dengan ketentuan
ikut serta yang berlaku.
menjaga (5) Nelayan kecil dan
kelestarian pembudi daya-

501
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Undang- Usulan Rumusan Alasan


Undang Perubahan Perubahan
lingkungan ikan kecil harus
perikanan dan mendaftarkan
keamanan diri, usaha, dan
pangan hasil kegiatannya
perikanan kepada instansi
sesuai dengan perikanan
ketentuan setempat, tanpa
yang berlaku. dikenakan biaya,
yang dilakukan
(5) Nelayan kecil
untuk keperluan
dan pembudi
statistik serta
daya-ikan
pemberdayaan
kecil harus
nelayan kecil dan
mendaftarkan
pembudi daya-
diri, usaha,
ikan kecil.
dan
kegiatannya
kepada
instansi
perikanan
setempat,
tanpa
dikenakan
biaya, yang
dilakukan
untuk
keperluan
statistik serta
pemberdayaa
n nelayan
kecil dan
pembudi
daya-ikan
kecil.
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan
Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan Petambak
Garam
1. Pasal 1 angka 4 Pasal 1 angka 4 Perlu
4. Nelayan Kecil 4. Nelayan Kecil diharmonisasika
adalah adalah orang n dengan
Nelayan yang yang mata a. UU Nomor
melakukan pencahariannya 31 Tahun
Penangkapan melakukan 2004 jo. UU

502
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Undang- Usulan Rumusan Alasan


Undang Perubahan Perubahan
Ikan untuk penangkapan Nomor 45
memenuhi ikan untuk Tahun 2009
kebutuhan memenuhi tentang
hidup sehari- kebutuhan hidup Perikanan
hari, baik sehari-hari, baik yang
yang tidak yang mengatur
menggunakan menggunakan bahwa
kapal kapal penangkap ukuran
penangkap Ikan maupun kapal
Ikan maupun yang tidak Nelayan kecil
yang menggunakan 5 GT;
menggunakan kapal penangkap b. UU Nomor
kapal Ikan. 17 Tahun
penangkap 2015 tentang
Ikan Pelayaran
berukuran
paling besar 1) Kapal
10 (sepuluh) yang
gros ton (GT). dapat
didaftark
an di
Indonesia
dengan
tonase
kotor
sekurang
-kuranya
7GT;
2) Kurang
dari 7 GT
diberikan
pas kecil.
2. Pasal 37 Pasal 37 a. Menghapus
kata “Pusat”,
(1) Pemerintah (1) Pemerintah
karena
Pusat mengendalikan
pemerintah
mengendalika impor Komoditas
pusat dalam
n impor Perikanan dan
RUU
Komoditas Komoditas
Omnibus
Perikanan dan Pergaraman
Law disebut
Komoditas berdasarkan
Pemerintah;
Pergaraman. neraca ikan
nasional dan b. Menambahk
(2) Pengendalian
neraca garam an neraca
impor

503
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Undang- Usulan Rumusan Alasan


Undang Perubahan Perubahan
Komoditas nasional yang ikan
Perikanan dan disepakati lintas nasional dan
Komoditas kementerian atau neraca
Pergaraman lembaga. garam
sebagaimana nasional
(2) Pengendalian
dimaksud sebagai
impor Komoditas
pada ayat (1) dasar dalam
Perikanan dan
dilakukan pengendalian
Komoditas
melalui impor.
Pergaraman
penetapan
sebagaimana c. Mengubah
tempat dimaksud pada kalimat
pemasukan, ayat (1) dilakukan “menteri
jenis dan melalui terkait harus
volume, waktu penetapan tempat mendapatka
pemasukan, pemasukan, jenis n
serta dan volume, rekomendasi
pemenuhan waktu dari Menteri”
persyaratan pemasukan, serta menjadi
administratif pemenuhan harus
dan standar persyaratan mendapatka
mutu. administratif dan n
(3) Dalam hal standar mutu. persetujuan
impor dari
(3) Impor Komoditas
Komoditas Pemerintah,
Perikanan dan
Perikanan dan karena
Komoditas
Komoditas kewenangan
Pergaraman,
Pergaraman, harus ditarik ke
menteri Pemerintah.
mendapatkan
terkait harus persetujuan dari
mendapatkan Pemerintah.
rekomendasi
dari Menteri. (4) Ketentuan lebih
lanjut mengenai
impor Komoditas
Perikanan dan
Komoditas
Pergaraman
diatur dengan
Peraturan
Pemerintah.
3. Norma Baru Pasal 37A Menambahkan
pasal baru,
(1) Terhadap impor
komoditas yakni Pasal 37A,

504
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Undang- Usulan Rumusan Alasan


Undang Perubahan Perubahan
perikanan dan mengingat
komoditas perlunya
pergaraman dilakukan
termasuk pengawasan
distribusinya dalam distribusi
wajib dilakukan komoditas
pengawasan impor.
(2) Pengawasan
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (1) dilakukan
oleh Pemerintah.
(3) Intensitas
pelaksanaan
pengawasan
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (2) dilakukan
berdasarkan
tingkat risiko
usaha dan/atau
kegiatan.
(4) Ketentuan lebih
lanjut mengenai
pelaksanaan
pengawasan
diatur dengan
Peraturan
Pemerintah.
4. Pasal 38 Pasal 38
Setiap Orang (1) Setiap Orang
dilarang dilarang
mengimpor mengimpor
Komoditas Komoditas
Perikanan dan Perikanan dan
Komoditas Komoditas
Pergaraman yang Pergaraman yang
tidak sesuai tidak sesuai
dengan tempat dengan tempat
pemasukan, jenis, pemasukan, jenis,
waktu pemasukan, waktu
dan/atau standar pemasukan,

505
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Undang- Usulan Rumusan Alasan


Undang Perubahan Perubahan
mutu wajib yang dan/atau standar
ditetapkan oleh mutu wajib yang
Menteri.s ditetapkan.
(2) Tempat
pemasukan, jenis,
waktu
pemasukan,
dan/atau standar
mutu
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (1)
ditetapkan
dengan Peraturan
Pemerintah.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan


1. Pasal 32 Pasal 32
Penggunaan area (1) Dalam rangka
operasional dari keselamatan
bangunan dan pelayaran semua
instalasi di Laut bentuk bangunan
yang melebihi dan instalasi di
daerah Laut tidak
keselamatan yang mengganggu, baik
telah ditentukan Alur Pelayaran
sebagaimana maupun Alur
dimaksud pada Laut Kepulauan
ayat (2) harus Indonesia.
mendapatkan izin (2) Area operasi dari
dari pihak yang bangunan dan
berwenang. instalasi di Laut
tidak melebihi
daerah
keselamatan yang
telah ditentukan.
(3) Penggunaan area
operasional dari
bangunan dan
instalasi di Laut
yang melebihi

506
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Undang- Usulan Rumusan Alasan


Undang Perubahan Perubahan
daerah
keselamatan yang
telah ditentukan
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (2) harus
mendapatkan
persetujuan dari
pihak yang
berwenang.
(4) Dalam hal
pendirian
bangunan dan
instalasi
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (3)
digunakan untuk
kegiatan usaha,
Pelaku Usaha
harus
mendapatkan
Perizinan
Berusaha dari
Pemerintah.
(5) Pendirian
dan/atau
penempatan
bangunan Laut
wajib
mempertimbangk
an kelestarian
sumber daya
pesisir dan pulau-
pulau kecil.
(6) Ketentuan lebih
lanjut mengenai
kriteria,
persyaratan, dan
mekanisme
pendirian
dan/atau
penempatan

507
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Undang- Usulan Rumusan Alasan


Undang Perubahan Perubahan
bangunan di Laut
diatur dalam
Peraturan
Pemerintah.
2. Pasal 47 Pasal 47 a. Perizinan
Berusaha
(1) Setiap orang Dicabut dan
Pemanfaatan
yang dinyatakan tidak
di Laut
melakukan berlaku
dalam
pemanfaatan
usulan
ruang Laut
perubahan
secara
Undang-
menetap di
Undang
wilayah
Nomor 32
perairan dan
Tahun 2014
wilayah
menggunaka
yurisdiksi
n
wajib memiliki
nomenklatur
izin lokasi.
yang sama
(2) Izin lokasi dengan
yang berada Perizinan
di wilayah Berusaha
pesisir dan Pemanfaatan
pulau-pulau di Laut
kecil dalam
dilakukan usulan
sesuai dengan perubahan
ketentuan Undang-
peraturan Undang
perundang- Nomor 27
undangan. Tahun 2007
(3) Setiap orang sebagaimana
yang diubah
melakukan dengan
pemanfaatan Undang-
ruang Laut Undang
secara Nomor 1
menetap di Tahun 2014;
wilayah b. Undang-
perairan dan Undang
wilayah Kelautan
yurisdiksi menerapkan
yang tidak prinsip-

508
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Undang- Usulan Rumusan Alasan


Undang Perubahan Perubahan
sesuai dengan prinsip yang
izin yang ada di
diberikan Konvensi
dikenai sanksi Hukum Laut
administratif Internasional
berupa: (UNCLOS),
sehingga
a. peringatan
pengaturann
tertulis;
ya seperti
b. penghentia yang ada di
n UNCLOS.
sementara
c. Pengaturan
kegiatan;
mengenai
c. penutupan Perizinan
lokasi; Berusaha
d. pencabuta yang berada
n izin; di Wilayah
Perairan dan
e. pembatala Wilayah
n izin; Yurisdiksi
dan/atau akan dibuat
f. denda oleh
administra Pemerintah,
tif. karena
kewenangan
(4) Ketentuan
ditarik ke
mengenai izin
Pemerintah.
lokasi di Laut
yang berada
di wilayah
perairan dan
wilayah
yurisdiksi
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)
dan tata cara
pengenaan
sanksi
administratif
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (3)
diatur dengan

509
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Undang- Usulan Rumusan Alasan


Undang Perubahan Perubahan
Peraturan
Pemerintah.
3. Norma Baru. Pasal 47A a. Seluruh
kegiatan
(1) Perizinan
pemanfaatan
Berusaha
ruang Laut
Pemanfaatan di
secara
Laut sebagaimana
menetap di
dimaksud dalam
Wilayah
Pasal 47
Perairan dan
diberikan
Wilayah
berdasarkan
Yurisdiksi
rencana tata
menjadi
ruang laut atau
kewenangan
rencana zonasi
Pemerintah
Kawasan
untuk
antarwilayah.
menerbitkan
(2) Perizinan Perizinan
Berusaha Berusaha di
Pemanfaatan di Pemanfaatan
Laut sebagaimana Laut;
dimaksud pada
ayat (1) diberikan b. Daftar
kegiatan
untuk kegiatan:
pemanfaatan
a. biofarmakologi ruang Laut
laut secara
b. bioteknologi menetap di
laut Wilayah
Perairan dan
c. pemanfaatan Wilayah
air laut selain Yurisdiksi
energi. dalam
d. wisata bahari; usulan
perubahan
e. pengangkatan
Pasal 47
benda
ayat (2)
muatan kapal
merupakan
tenggelam
kegiatan
f. telekomunikas pemanfaatan
i; ruang Laut
g. instalasi secara
ketenagalistri menetap di
kan; Wilayah

510
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Undang- Usulan Rumusan Alasan


Undang Perubahan Perubahan
h. perikanan; Perairan dan
Wilayah
i. perhubungan
Yurisdiksi
j. kegiatan secara
usaha minyak menetap
dan gas yang dapat
bumi; teridentifikas
k. kegiatan i hingga saat
usaha ini;
pertambangan c. Ayat (2)
mineral dan huruf a
batubara; sampai
l. pengumpulan dengan
data dan huruf q
penelitian; mengakomod
asi
m. pertahanan pengaturan
dan mengenai
keamanan; fungsi
n. penyediaan bangunan
sumber daya dan instalasi
air; di laut dalam
Pasal 32 UU
o. pulau buatan;
Nomor 2014
p. dumping; dan tentang
q. mitigasi Kelautan dan
bencana. peraturan
pelaksanaan
(3) Dalam hal nya.
terdapat kegiatan
pemanfaatan d. Untuk
ruang Laut secara mengakomod
menetap di asi daftar
Wilayah Perairan kegiatan
dan Wilayah pemanfaatan
Yurisdiksi yang ruang Laut
belum diatur secara
berdasarkan menetap di
ketentuan Wilayah
sebagaimana Perairan dan
dimaksud pada Wilayah
ayat (2) diatur Yurisdiksi
oleh Pemerintah. yang belum
tercantum
dalam daftar

511
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Undang- Usulan Rumusan Alasan


Undang Perubahan Perubahan
sebagaimana
diatur dalam
Pasal 47A
ayat (2).
Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan
Atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
1. Pasal 16 Pasal 16 a. Seluruh
kegiatan
(1) Setiap Orang (1) Dihapus.
pemanfaatan
yang (2) Pemanfaatan ruang
melakukan ruang perairan perairan dan
pemanfaatan dan sumber daya Sumber
ruang dari pesisir dan pulau- Daya Pesisir
sebagian pulau kecil secara dan Pulau-
Perairan menetap Pulau Kecil
Pesisir dan sebagaimana menjadi
pemanfaatan dimaksud pada kewenangan
sebagian ayat (1) meliputi: Pemerintah
pulau-pulau
a. produksi untuk
kecil secara
garam; menerbitkan
menetap wajib
Perizinan
memiliki Izin b. biofarmakologi Berusaha
Lokasi. laut Pemanfaatan
(2) Izin Lokasi c. bioteknologi di Laut;
sebagaimana laut b. Daftar
dimaksud
d. pemanfaatan kegiatan
pada ayat (1)
air laut selain pemanfaatan
menjadi dasar
pemberian energi; ruang
perairan dan
Izin e. wisata bahari;
Sumber
Pengelolaan.
f. pengangkatan Daya Pesisir
benda muatan dan Pulau-
kapal Pulau Kecil
tenggelam; dalam
g. telekomunikas usulan
i; perubahan
Pasal 16 ayat
h. instalasi (2)
ketenagalistri merupakan
kegiatan

512
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Undang- Usulan Rumusan Alasan


Undang Perubahan Perubahan
kan; pemanfaatan
ruang
Penjelasan:
perairan dan
instalasi Sumber
ketenagalistri Daya Pesisir
kan dapat dan Pulau-
berupa Pulau Kecil
kegiatan secara
pemanfaatan menetap
ruang yang dapat
perairan dan teridentifikas
Sumber Daya i hingga saat
Pesisir dan ini;
Pulau-Pulau
untuk c. Ayat (2)
Kecil
huruf a
energi baru
sampai
dan
dengan
terbarukan
huruf h
dan sumber
mengakomod
daya non
asi
konvensional.
pengaturan
i. hunian, dalam Izin
keagamaan, Pengelolaan
sosial, dan yang diatur
budaya; dalam Pasal
j. perikanan; 19 ayat (1)
UU Nomor 1
k. perhubungan Tahun 2014;
l. pengamanan d. Ayat (2)
pantai; huruf g
m. kegiatan sampai
usaha minyak dengan
dan gas huruf u
bumi; mengakomod
asi
n. kegiatan
pengaturan
usaha
mengenai
pertambangan
fungsi
mineral dan
bangunan
batubara;
dan instalasi
o. pengumpulan di laut dalam
data dan Pasal 32 UU
penelitian; Nomor 2014
tentang

513
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Undang- Usulan Rumusan Alasan


Undang Perubahan Perubahan
p. pertahanan Kelautan dan
dan RPP
keamanan; Bangunan
dan Instalasi
q. penyediaan
di Laut;
sumber daya
air;
r. reklamasi;
s. dumping; dan
Penjelasan:
dumping
berupa:
a. pembuang
an limbah
bahan
berbahaya
dan
beracun
dan
limbah
non bahan
berbahaya
dan
beracun di
laut;
b. pembuang
an kapal,
pesawat,
atau
Bangunan
dan
Instalasi di
Laut.
t. mitigasi
bencana.

Penjelasan ayat (2):


Yang dimaksud
dengan “secara
menetap” adalah

514
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Undang- Usulan Rumusan Alasan


Undang Perubahan Perubahan
kegiatan yang
menurut sifatnya
memerlukan ruang
laut secara terus
menerus selama paling
singkat 30 (tiga puluh)
hari.
2. Pasal 17 Pasal 17 a. Di wilayah
perairan 0
(1) Izin Lokasi Dicabut dan
s.d. 12 mil
sebagaimana dinyatakan tidak
laut terdapat
dimaksud berlaku.
kewenangan
dalam Pasal
pemerintah
16 ayat (1)
pusat di
diberikan
perairan
berdasarkan
KSN, KSNT
rencana
dan Kawasan
zonasi wilayah
Konservasi
pesisir dan
Nasional;
pulau-pulau
kecil. b. Menyesuaika
n dengan
(2) Pemberian
penambahan
Izin Lokasi
substansi
sebagaimana
dalam Pasal
dimaksud
7 yang
pada ayat (1)
mengatur
wajib
bahwa
mempertimba
perencanaan
ngkan
pengelolaan
kelestarian
Wilayah
Ekosistem
Pesisir dan
pesisir dan
Pulau-Pulau
pulau-pulau
Kecil
kecil,
meliputi
Masyarakat,
Rencana
nelayan
Zonasi
tradisional,
Kawasan
kepentingan
Strategis
nasional, dan
Nasional,
hak lintas
Rencana
damai bagi
Zonasi
kapal asing.
Kawasan
(3) Izin Lokasi Strategis

515
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Undang- Usulan Rumusan Alasan


Undang Perubahan Perubahan
sebagaimana Nasional
dimaksud Tertentu,
pada ayat (1) dan RZWP-3-
diberikan K.
dalam luasan c. Rencana
dan waktu zonasi akan
tertentu. berbentuk
(4) Izin Lokasi peta digital
tidak dapat sehingga
diberikan akan ada
pada zona inti arahan
di kawasan pemanfaatan
konservasi, ruang laut
alur laut, mana yang
kawasan diperbolehka
pelabuhan, n,
dan pantai diperbolehka
umum. n dengan
syarat, dan
dilarang.
3. Pasal 17A
(1) Dalam hal
terdapat kegiatan
bersifat strategis
nasional yang
belum terdapat
dalam alokasi
ruang dan/atau
pola ruang laut
dalam rencana
zonasi, Perizinan
Berusaha
Pemanfaatan di
Laut sebagaimana
dimaksud dalam
Pasal 16 ayat (1)
diberikan oleh
Pemerintah
berdasarkan
rencana tata
ruang laut
dan/atau rencana

516
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Undang- Usulan Rumusan Alasan


Undang Perubahan Perubahan
tata ruang.
Penjelasan ayat
(1):
Yang dimaksud
dengan "kegiatan
yang bernilai
strategis
nasional" antara
lain proyek
strategis nasional
atau kegiatan
strategis nasional
lainnya yang
ditetapkan
dengan Peraturan
Perundang-
undangan.
(2) Dalam hal
terdapat kegiatan
bersifat strategis
nasional tetapi
rencana zonasi
belum ditetapkan
oleh Pemerintah
atau Pemerintah
Daerah, Perizinan
Berusaha
Pemanfaatan di
Laut sebagaimana
dimaksud dalam
Pasal 16 ayat (1)
diberikan oleh
Pemerintah
berdasarkan
rencana tata
ruang laut.
(3) Dalam hal
terdapat
perubahan
peraturan
perundang-
undangan yang
menjadi acuan

517
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Undang- Usulan Rumusan Alasan


Undang Perubahan Perubahan
dalam
pelaksanaan
kegiatan yang
bernilai strategis
nasional
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (1) dan ayat
(2), maka
Perizinan
Berusaha
Pemanfaatan
Ruang di Laut
diberikan
berdasarkan
perubahan
peraturan
perundang-
undangan yang
menjadi acuan
dalam
pelaksanaan
kegiatan yang
bernilai strategis
nasional tersebut.

4. Pasal 19 Pasal 19 a. Izin


Pengelolaan
(1) Setiap Orang Dicabut dan
digabung
yang dinyatakan tidak
dengan
melakukan berlaku.
Perizinan
pemanfaatan
Berusaha
sumber daya
Pemanfaatan
Perairan
di Laut;
Pesisir dan
perairan b. Sudah
pulaupulau diakomodasi
kecil untuk dalam Pasal
kegiatan: 16 ayat (2).
a. produksi c. Untuk
garam; mengakomod
asi daftar
b. biofarmak

518
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Undang- Usulan Rumusan Alasan


Undang Perubahan Perubahan
ologi laut; kegiatan
pemanfaatan
c. bioteknolo
ruang
gi laut;
perairan dan
d. pemanfaat Sumber Daya
an air laut Pesisir dan
selain Pulau-Pulau
energi; Kecil yang
e. wisata belum
bahari; tercantum
dalam daftar
f. pemasang sebagaimana
an pipa diatur dalam
dan kabel Pasal 16 ayat
bawah (2).
laut;
dan/atau
g. pengangka
tan benda
muatan
kapal
tenggelam,
wajib
memiliki
Izin
Pengelolaa
n.
(2) Izin
Pengelolaan
untuk
kegiatan
selain
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)
diberikan
sesuai dengan
ketentuan
peraturan
perundang-
undangan.
(3) Dalam hal
terdapat

519
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Undang- Usulan Rumusan Alasan


Undang Perubahan Perubahan
kegiatan
pemanfaatan
sumber daya
Perairan
Pesisir dan
perairan
pulau-pulau
kecil yang
belum diatur
berdasarkan
ketentuan
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)
dan ayat (2)
diatur dengan
Peraturan
Pemerintah.
5. Pasal 20 Pasal 20
(1) Pemerintah (1) Pemerintah dan
dan Pemerintah
Pemerintah Daerah wajib
Daerah wajib memfasilitasi
memfasilitasi Perizinan
pemberian Berusaha
Izin Lokasi Pemanfaatan di
dan Izin Laut kepada
Pengelolaan Masyarakat
kepada Lokal.
Masyarakat (2) Perizinan
Lokal dan Berusaha
Masyarakat Pemanfaatan di
Tradisional. Laut sebagaimana
(2) Izin dimaksud pada
sebagaimana ayat (1) diberikan
dimaksud kepada
pada ayat (1) Masyarakat Lokal
diberikan yang melakukan
kepada pemanfaatan
Masyarakat ruang dan
Lokal dan sumber daya di
Masyarakat perairan pesisir
Tradisional, dan pulau-pulau

520
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Undang- Usulan Rumusan Alasan


Undang Perubahan Perubahan
yang kecil untuk
melakukan pemenuhan
pemanfaatan kebutuhan hidup
ruang dan sehari-hari.
sumber daya
Perairan
Pesisir dan
perairan
pulau-pulau
kecil, untuk
pemenuhan
kebutuhan
hidup sehari-
hari.
6. Pasal 22 Pasal 22
(1) Kewajiban (1) Kewajiban
memiliki izin memiliki
sebagaimana Perizinan
dimaksud Berusaha
dalam Pasal Pemanfaatan di
16 ayat (1) Laut sebagaimana
dan Pasal 19 dimaksud dalam
ayat (1) Pasal 16 ayat (1)
dikecualikan dan Pasal 19 ayat
bagi (1) dikecualikan
Masyarakat bagi Masyarakat
Hukum Adat. Hukum Adat di
wilayah kelola
(2) Masyarakat
Masyarakat
Hukum Adat
Hukum Adat.
sebagaimana
dimaksud (2) Perizinan
pada ayat (1) Berusaha
ditetapkan Pemanfaatan di
pengakuanny Laut sebagaimana
a sesuai dimaksud pada
dengan ayat (1) diberikan
ketentuan kepada
peraturan Masyarakat Lokal
perundang- yang melakukan
undangan. pemanfaatan
ruang dan
sumber daya di
perairan pesisir

521
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Undang- Usulan Rumusan Alasan


Undang Perubahan Perubahan
dan pulau-pulau
kecil untuk
pemenuhan
kebutuhan hidup
sehari-hari.
7. Pasal 22A Pasal 22A Peraturan yang
mengatur
Izin Lokasi (1) Perizinan
perizinan
sebagaimana Berusaha
berusaha untuk
dimaksud dalam Pemanfaatan di
kegiatan
Pasal 16 ayat (1) Laut sebagaimana
pemanfaatan
dan Izin dimaksud dalam
perairan pesisir
Pengelolaan Pasal 19 ayat (1)
yang dilakukan
sebagaimana diberikan kepada:
oleh pemerintah
dimaksud dalam a. orang dan pemerintah
Pasal 19 ayat (1) perseorangan daerah akan
diberikan kepada: warga negara dibuat oleh
a. orang Indonesia; Pemerintah,
perseorangan karena
b. korporasi
warga negara kewenangan
yang didirikan
Indonesia; ditarik ke
berdasarkan
b. korporasi hukum Pemerintah.
yang didirikan Indonesia;
berdasarkan c. koperasi yang
hukum dibentuk oleh
Indonesia; Masyarakat;
atau atau
c. koperasi yang d. masyarakat
dibentuk oleh lokal.
Masyarakat
(2) Pemanfaatan
ruang perairan
dan sumber daya
pesisir dan pulau-
pulau kecil yang
dilakukan oleh
Pemerintah atau
Pemerintah
Daerah dan tidak
termasuk dalam
kegiatan yang
bernilai strategis
nasional

522
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Undang- Usulan Rumusan Alasan


Undang Perubahan Perubahan
diberikan dalam
bentuk
konfirmasi
kesesuaian ruang
laut.
(3) Ketentuan lebih
lanjut mengenai
Perizinan
Berusaha
Pemanfaatan di
Laut untuk
kegiatan
pemanfaatan
sumber daya
perairan pesisir
dan pulau-pulau
kecil diatur
dengan Peraturan
Pemerintah.
8. Pasal 22 B Pasal 22 B
Orang Orang perseorangan
perseorangan warga Negara
warga Negara Indonesia atau
Indonesia atau korporasi yang
korporasi yang didirikan berdasarkan
didirikan hukum Indonesia dan
berdasarkan koperasi yang
hukum Indonesia dibentuk oleh
dan koperasi yang Masyarakat yang
dibentuk oleh mengajukan
Masyarakat yang pemanfaatan laut
mengajukan Izin wajib memenuhi
Pengelolaan harus Perizinan Berusaha
memenuhi syarat Pemanfaatan di Laut
teknis, dari Pemerintah.
administratif, dan
operasional.

9. Pasal 22C Pasal 22C


Ketentuan lebih Ketentuan lebih lanjut
lanjut mengenai mengenai Perizinan

523
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Undang- Usulan Rumusan Alasan


Undang Perubahan Perubahan
syarat, tata cara Berusaha diatur
pemberian, dengan Peraturan
pencabutan, Pemerintah.
jangka waktu,
luasan, dan
berakhirnya Izin
Lokasi dan Izin
Pengelolaan diatur
dengan Peraturan
Pemerintah.
10. Pasal 50 Pasal 50
(1) Menteri Dicabut dan
berwenang dinyatakan tidak
memberikan berlaku.
dan mencabut
Izin Lokasi
sebagaimana
dimaksud
dalam Pasal
16 ayat (1)
dan Izin
Pengelolaan
sebagaimana
dimaksud
dalam Pasal
19 ayat (1) di
wilayah
Perairan
Pesisir dan
pulau-pulau
kecil lintas
provinsi,
Kawasan
Strategis
Nasional,
Kawasan
Strategis
Nasional
Tertentu, dan
Kawasan
Konservasi
Nasional.
(2) Gubernur

524
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Undang- Usulan Rumusan Alasan


Undang Perubahan Perubahan
berwenang
memberikan
dan mencabut
Izin Lokasi
sebagaimana
dimaksud
dalam Pasal
16 ayat (1)
dan Izin
Pengelolaan
sebagaimana
dimaksud
dalam Pasal
19 ayat (1) di
wilayah
Perairan
Pesisir dan
pulau-pulau
kecil sesuai
dengan
kewenangann
ya.
(3) Bupati/wali
kota
berwenang
memberikan
dan mencabut
Izin Lokasi
sebagaimana
dimaksud
dalam Pasal
16 ayat (1)
dan Izin
Pengelolaan
sebagaimana
dimaksud
dalam Pasal
19 ayat (1) di
wilayah
Perairan
Pesisir dan
pulau-pulau
kecil sesuai
dengan

525
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Undang- Usulan Rumusan Alasan


Undang Perubahan Perubahan
kewenangann
ya.
11. Pasal 51 Pasal 51 Peraturan yang
mengatur
(1) Menteri (1) Menteri
mengenai tata
berwenang: berwenang:
cara penerbitan
a. menerbitk a. Dihapus dan pencabutan
an dan izin pemanfaatan
b. menetapkan
mencabut pulau kecil yang
perubahan
izin menimbulkan
status zona
pemanfaat Dampak Penting
inti pada
an pulau- dan Cakupan
Kawasan
pulau kecil yang Luas serta
Konservasi
dan Bernilai Strategis
Nasional.
pemanfaat terhadap
an (2) Ketentuan perubahan
perairan di mengenai tata lingkungan serta
sekitarnya cara penerbitan perubahan
yang dan pencabutan status zona inti
menimbul izin serta Kawasan
kan perubahan status konservasi akan
Dampak zona inti dibuat oleh
Penting sebagaimana Pemerintah,
dan dimaksud pada karena
Cakupan ayat (1) diatur kewenangan
yang Luas dengan Peraturan ditarik ke
serta Menteri. Pemerintah.
Bernilai
Strategis
terhadap
perubahan
lingkunga
n; dan
b. menetapka
n
perubahan
status
zona inti
pada
Kawasan
Konservasi
Nasional.
(2) Ketentuan

526
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Undang- Usulan Rumusan Alasan


Undang Perubahan Perubahan
mengenai tata
cara
penerbitan
dan
pencabutan
izin serta
perubahan
status zona
inti
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)
diatur dengan
Peraturan
Menteri.
12. Pasal 60 Pasal 60
(1) Dalam (1) Dalam
Pengelolaan Pengelolaan
Wilayah Wilayah Pesisir
Pesisir dan dan Pulau-Pulau
Pulau Pulau Kecil, Masyarakat
Kecil, mempunyai hak
Masyarakat untuk:
mempunyai a. memperoleh
hak untuk: akses
a. memperole terhadap
h akses bagian
terhadap Perairan
bagian Pesisir yang
Perairan sudah
Pesisir mendapat
yang Perizinan
sudah Berusaha
diberi Izin terkait
Lokasi dan Pemanfaatan
Izin di Laut.
Pengelolaa b. mengusulkan
n; wilayah
b. mengusul penangkapan
kan ikan secara
wilayah tradisional ke
penangkap dalam RZWP-

527
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Undang- Usulan Rumusan Alasan


Undang Perubahan Perubahan
an ikan 3-K;
secara c. mengusulkan
tradisional wilayah kelola
ke dalam Masyarakat
RZWP-3-K; Hukum Adat
c. mengusul ke dalam
kan RZWP-3-K;
wilayah d. melakukan
Masyaraka kegiatan
t Hukum pengelolaan
Adat ke Sumber Daya
dalam Pesisir dan
RZWP-3-K; Pulau-Pulau
d. melakuka Kecil
n kegiatan berdasarkan
pengelolaa hukum adat
n Sumber yang berlaku
Daya dan tidak
Pesisir dan bertentangan
Pulau- dengan
Pulau ketentuan
Kecil peraturan
berdasark perundang-
an hukum undangan;
adat yang e. memperoleh
berlaku manfaat atas
dan tidak pelaksanaan
bertentang Pengelolaan
an dengan Wilayah
ketentuan Pesisir dan
peraturan Pulau-Pulau
perundang Kecil;
-
undangan; f. memperoleh
informasi
e. memperole berkenaan
h manfaat dengan
atas Pengelolaan
pelaksana Wilayah
an Pesisir dan
Pengelolaa Pulau-Pulau
n Wilayah Kecil;
Pesisir dan
Pulau- g. mengajukan

528
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Undang- Usulan Rumusan Alasan


Undang Perubahan Perubahan
Pulau laporan dan
Kecil; pengaduan
kepada pihak
f. memperole
yang
h
berwenang
informasi
atas kerugian
berkenaan
yang menimpa
dengan
dirinya yang
Pengelolaa
berkaitan
n Wilayah
dengan
Pesisir dan
pelaksanaan
Pulau-
Pengelolaan
Pulau
Wilayah
Kecil;
Pesisir dan
g. mengajuka Pulau-Pulau
n laporan Kecil;
dan
h. menyatakan
pengadua
keberatan
n kepada
terhadap
pihak yang
rencana
berwenang
pengelolaan
atas
yang sudah
kerugian
diumumkan
yang
dalam jangka
menimpa
waktu
dirinya
tertentu;
yang
berkaitan i. melaporkan
dengan kepada
pelaksana penegak
an hukum akibat
Pengelolaa dugaan
n Wilayah pencemaran,
Pesisir dan pencemaran,
Pulau- dan/atau
Pulau perusakan
Kecil; Wilayah
Pesisir dan
h. menyataka
Pulau-Pulau
n
Kecil yang
keberatan
merugikan
terhadap
kehidupannya
rencana
;
pengelolaa
n yang j. mengajukan

529
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Undang- Usulan Rumusan Alasan


Undang Perubahan Perubahan
sudah gugatan
diumumka kepada
n dalam pengadilan
jangka terhadap
waktu berbagai
tertentu; masalah
Wilayah
i. melaporka
Pesisir dan
n kepada
Pulau-Pulau
penegak
Kecil yang
hukum
merugikan
akibat
kehidupannya
dugaan
;
pencemara
n, k. memperoleh
pencemara ganti rugi; dan
n, l. mendapat
dan/atau pendampinga
perusakan n dan
Wilayah bantuan
Pesisir dan hukum
Pulau- terhadap
Pulau
permasalahan
Kecil yang yang dihadapi
merugikan dalam
kehidupan Pengelolaan
nya; Wilayah
j. mengajuka Pesisir dan
n gugatan Pulau-Pulau
kepada Kecil sesuai
pengadilan dengan
terhadap ketentuan
berbagai peraturan
masalah perundang-
Wilayah undangan.
Pesisir dan (2) Masyarakat
Pulau- dalam
Pulau Pengelolaan
Kecil yang Wilayah Pesisir
merugikan dan Pulau-Pulau
kehidupan Kecil
nya; berkewajiban:
k. memperole a. memberikan
h ganti informasi

530
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Undang- Usulan Rumusan Alasan


Undang Perubahan Perubahan
rugi; dan berkenaan
dengan
l. bantuan
Pengelolaan
hukum
Wilayah
terhadap
Pesisir dan
permasala
Pulau-Pulau
han yang
Kecil;
dihadapi
dalam b. menjaga,
Pengelolaa melindungi,
n Wilayah dan
Pesisir dan memelihara
Pulau- kelestarian
Pulau Wilayah
Kecil Pesisir dan
sesuai Pulau-Pulau
dengan Kecil;
ketentuan c. menyampaika
peraturan n laporan
perundang terjadinya
- bahaya,
undangan. pencemaran,
(2) Masyarakat dan/atau
dalam kerusakan
Pengelolaan lingkungan di
Wilayah Wilayah
Pesisir dan Pesisir dan
Pulau-Pulau Pulau-Pulau
Kecil Kecil;
berkewajiban: d. memantau
a. memberik pelaksanaan
an rencana
informasi Pengelolaan
berkenaan Wilayah
dengan Pesisir dan
Pengelolaa Pulau-Pulau
n Wilayah Kecil;
Pesisir dan dan/atau
Pulau- e. melaksanakan
Pulau program
Kecil; Pengelolaan
b. menjaga, Wilayah
melindung Pesisir dan
i, dan Pulau-Pulau

531
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Undang- Usulan Rumusan Alasan


Undang Perubahan Perubahan
memelihar Kecil yang
a disepakati di
kelestarian tingkat desa.
Wilayah
Pesisir dan
Pulau-
Pulau
Kecil;
c. menyampa
ikan
laporan
terjadinya
bahaya,
pencemara
n,
dan/atau
kerusakan
lingkunga
n di
Wilayah
Pesisir dan
Pulau-
Pulau
Kecil;
d. memantau
pelaksana
an
rencana
Pengelolaa
n Wilayah
Pesisir dan
Pulau-
Pulau
Kecil;
dan/atau
e. melaksana
kan
program
Pengelolaa
n Wilayah
Pesisir dan
Pulau-
Pulau

532
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Undang- Usulan Rumusan Alasan


Undang Perubahan Perubahan
Kecil yang
disepakati
di tingkat
desa.

d. Perizinan Sektor Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM)


Perubahan terhadap perizinan sektor Energi dan
Sumber Daya Mineral dilakukan antara lain:

(1) Penerapan Risk Based Approach untuk perizinan sektor


ESDM.
(2) Penataan dan pengaturan kewenangan perizinan ESDM.
(3) Perubahan materi pengaturan pada subsektor Mineral
dan Batubara, meliputi:
a. Pengintegrasian Perizinan Tambang dengan
Perizinan Industri.
b. Kegiatan pertambangan yang terintegrasi dengan
pengolahan dan pemurnian, mengikuti perizinan
tambang (Izin Usaha Pertambangan sekaligus
berlaku sebagai Izin Usaha Industri).
c. Kegiatan usaha pemurnian (smelter) yag dapat
berdiri sendiri atau tidak terintegrsi dengan
kegiatan pertambangan (nikel atau bouksit)
mengikuti perizinan industri (Izin Usaha Industri
tanpa tanpa disyaratkan Izin Usaha Pertambangan
Khusus Operasi Produksi (IUPK OP)/Izin Usaha
Pertambangan Khusus Pengolahan dan Pemurnian)
d. Pengaturan kewajiban peningkatan nilai tambah
mineral dan batubara untuk mendorong hilirisasi
e. Pemegang PKP2B dan IUP/IUPK batubara yang
melakukan hilirisasi dipertimbangkan untuk:

533
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

i. tidak dikenai kewajiban Domestic Market


Obligation (DMO)
ii. diberikan insentif berupa pengenaan royalti
batubara sebesar 0 %
iii. diberikan jangka waktu izin selama umur
tambang
f. Luas wilayah IUPK OP Perpanjangan diberikan
sesuai dengan rencana kegiatan pada seluruh
wilayah perjanjian yang telah disetujui
g. Wilayah Kontrak Karya (KK) dan PK2B yang sudah
berakhir ditetapkan menjadi Wilayah Pencadangan
Nasional (WPN) yang pengusahaannya dilakukan
oleh Pemerintah melalui BUMN/BUMD (sejalan
putusan MK Nomor 25/PUU-VIII/2010 Juncto
Putusan MK Nomor 001-021-022/PUU-I/2003)
(4) Perubahan materi pengaturan pada subsektor Panas
Bumi, meliputi:
a. Perizinan berusaha untuk kegiatan panas bumi
diberikan oleh Pemerintah hanya untuk
pemanfaatan tidak langsung
b. Penghapusan kewenangan pemberian izin panas
bumi secara langsung oleh pemerintah provinsi dan
pemerintah kabupaten (diubah menjadi standar).
c. Ketentuan pemberian perizinan berusaha panas
bumi untuk pemanfaatan tidak langsung diatur
melalui Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria yang
diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
(5) Perubahan materi pengaturan pada subsektor
Ketenagalistrikan, meliputi:
a. Penyederhanaan perizinan kelistrikan menjadi satu
izin dengan berbagai hak kegiatan usaha (usaha
penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum,
usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan
sendiri dan usaha jasa penunjang tenaga listrik).

534
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

b. Penetapan tarif tenaga listrik untuk konsumen


tanpa melalui persetujuan DPR.
c. Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional tanpa
melalui konsultasi ke DPR.
Perubahan materi pengaturan pada subsektor
Minyak dan Gas Bumi, yakni Pemerintah sebagai
pemegang Kuasa Pertambangan membentuk BUMN
Khusus untuk melakukan kegiatan usaha hulu
Minyak dan Gas Bumi.

Berikut ketentuan Undang-Undang dan Pasal yang


mengalami perubahan:
Tabel Perizinan Sektor Energi dan Sumber Daya Mineral

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan
Mineral dan Batubara
93. Pasal 1 Pasal 1
20.Pengolahan 20.Pengolahan
dan mineral adalah
Pemurnian upaya
adalah meningkatkan
kegiatan mutu komoditas
usaha tambang mineral
pertambangan untuk
untuk menghasilkan
meningkatkan produk dengan
mutu mineral sifat fisik dan
dan/ atau kimia yang tidak
batubara serta berubah dari sifat
untuk komoditas
memanfaatka tambang asal
n dan untuk dilakukan
memperoleh pemurnian atau
mineral menjadi bahan
iltutan. baku industri.
94. Norma Baru Pasal 1
20a.Pemurnian

535
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
mineral adalah
upaya untuk
meningkatkan
mutu komoditas
tambang melalui
proses ekstraksi
serta proses
peningkatan
kemurnian lebih
lanjut untuk
menghasilkan
produk dengan
sifat fisik daan
kimia yang
berbeda dari
komoditas
tambang asal
sampai dengan
produk logam
sebagai bahan
baku industri.
95. Pasal 4 Pasal 4 1. Sesuai dengan
Pasal 4 ayat (1)
(1) Mineral dan (1) Mineral dan
UUD NRI 1945,
batubara batubara sebagai
Presiden
sebagai sumber daya
sebagai
sumber daya alam yang tak
pemegang
alam yang terbarukan
kekuasaan
tak merupakan
pemerintahan
terbarukan kekayaan
menempatkan
merupakan nasional yang
Presiden secara
kekayaan dikuasai oleh
atribusi
nasional negara untuk
memiliki
yang sebesar-besar
kewenangan
dikuasai oleh kesejahteraan
penyelenggaraa
negara untuk rakyat.
n penguasaan
sebesar- (2) Penguasaan
mineral dan
besar mineral dan
batubara.
kesejahteraa batubara oleh
2. Kewenangan
n rakyat. negara
penyelenggaraa
(2) Penguasaan sebagaimana
n penguasaan
mineral dan dimaksud pada
negara yang
batubara ayat (1)
awalnya juga
oleh negara diselenggarakan
secara atribusi

536
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
sebagaimana oleh Pemerintah diberikan ke
dimaksud Pusat. pemerintah
pada ayat (1) (3) Ketentuan lebih daerah
diselenggara lanjut mengenai berubah
kan oleh penyelenggaraan menjadi
Pemerintah penguasaan penyerahan
dan/atau mineral dan atau
pemerintah batubara diatur diserahkan
daerah. dengan Peraturan oleh
Pemerintah. Pemerintah
kepada
pemerintah
daerah.
3. Sumber daya
mineral dan
batubara,
khususnya
mieraral logam
dan batubara
merupakan
sumber daya
alam yang vital
dan strategis
harus dikuasai
oleh negara
untuk
kepentingan
nasional yang
lebih besar,
tidak hanya
terbatas pada
pengelolaan di
tingkat
provinsi.
96. Pasal 6 Pasal 6 1. Seluruh
perizinan
(1) Kewenangan Kewenangan
diberikan oleh
Pemerintah Pemerintah dalam
Pemerintah,
dalam pengelolaan
dalam hal ini
pengelolaan pertambangan
oleh Presiden
pertambanga mineral dan
sebagai
n mineral batubara, meliputi:
pemegang
dan a. penetapan kekuasaan
batubara, kebijakan pemerintahan.

537
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
antara lain, nasional; 2. Perizinan yang
adalah: b. pembuatan diberikan oleh
a. penetapan peraturan Pemerintah
kebijakan perundang- berlaku untuk
nasional; undangan; seluruh
b. pembuata c. penetapan norma, wilayah hukum
n standar, pertambangan
peraturan pedoman, dan Indonesia,
perundan kriteria; tidak berlaku
g- d. penetapan sistem lagi asas
undangan perizinan teritorial, misal
; pertambangan wilayah
c. penetapan mineral dan kabupaten/kot
standar batubara a diberikan
nasional, nasional; oleh
pedoman, e. pemberian bupati/walikot
dan perizinan a dan wilayah
kriteria; pertambangan lintas
d. penetapan mineral dan kabupaten/kot
sistem batubara di a diberikan
perizinan seluruh wilayah oleh gubernur
pertamba pertambangan; dalam UU No. 4
ngan f. penetapan WP Tahun 2009,
mineral yang dilakukan atau perizinan
dan setelah pertambangan
batubara berkoordinasi mineral untuk
nasional; dengan pemerintah
e. penetapan pemerintah daerah yang
WP yang daerah; diberikan oleh
dilakukan g. pembinaan, gubernur
setelah penyelesaian sebagaimana
berkoordi konflik diatur dalam
nasi masyarakat, dan UU No. 23
dengan pengawasan Tahun 2014
pemerinta usaha tentang
h daerah pertambangan; Pemerintah
dan h. penetapan Daerah.
berkonsul kebijakan 3. Perizinan yang
tasi produksi, diberikan oleh
dengan pemasaran, Pemerintah
Dewan pemanfaatan, dan untuk seluruh
Perwakila konservasi; wilayah hukum
n Rakyat i. penetapan pertambangan
Republik kebijakan kerja Indonesia

538
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
Indonesia; sama, kemitraan, dapat
f. pemberia dan didelegasikan
n IUP, pemberdayaan kepada
pembinaa masyarakat; pemerintah
n, j. perumusan dan daerah.
penyelesai penetapan 4. Pendegelagisan
an konflik penerimaan ini
masyarak negara bukan dimaksudkan
at, dan pajak dari hasil untuk
pengawas usaha memberikan
an usaha pertambangan kesempatan
pertamba mineral dan kepada
ngan yang batubara; pemerintah
berada k. penginventarisasi daerah tetap
pada an, penyelidikan, memiliki
lintas dan penelitian kewenangan
wilayah serta eksplorasi penyelenggaraa
provinsi dalam rangka n
dan/atau memperoleh data pertambangan
wilayah dan informasi mineral dan
laut lebih mineral dan batubara,
dari 12 batubara sebagai seperi perizinan
(dua bahan pertambangan
belas) mil penyusunan untuk batuan
dari garis wilayah yang tidak vital
pantai; pertambangan; dan strategis.
g. pemberia l. pengelolaan
n IUP, informasi geologi,
pembinaa informasi potensi
n, sumber daya
penyelesai mineral dan
an konflik batubara, serta
masyarak informasi
at, dan pertambangan
pengawas pada wilayah
an usaha hukum
pertamba pertambangan;
ngan yang m. pembinaan dan
lokasi pengawasan
penamban terhadap
gannya reklamasi dan
berada pascatambang;
pada n. penyusunan
lintas neraca sumber

539
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
wilayah daya mineral dan
provinsi batubara pada
dan/atau wilayah hukum
wilayah pertambangan;
laut lebih o. pengembangan
dari 12 dan peningkatan
(dua nilai tambah
belas) mil kegiatan usaha
dari garis pertambangan;
pantai; dan
h. pemberia p. peningkatan
n IUP, kemampuan
pembinaa aparatur
n, Pemerintah Pusat
penyelesai dan Pemerintah
an konflik Daerah dalam
masyarak penyelenggaraan
at, dan pengelolaan
pengawas usaha
an usaha pertambangan.
pertamba
ngan
operasi Penjelasan huruf l
produksi dan huruf n:
yang yang dimaksud
berdampa dengan Wilayah
k Hukum
lingkunga Pertambangan
n adalah Seluruh
langsung ruang darat, ruang
lintas laut, termasuk
provinsi ruang dalam bumi
dan/atau sebagai satu
dalam kesatuan wilayah
wilayah yakni kepulauan
laut lebih Indonesia, tanah di
dari 12 bawah perairan dan
(dua paparan benua.
belas) mil
dari garis
pantai;
i. pemberia
n IUPK
Eksplorasi

540
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
dan IUPK
Operasi
Produksi;
j. pengevalu
asian IUP
Operasi
Produksi,
yang
dikeluark
an oleh
pemerinta
h daerah,
yang telah
menimbul
kan
kerusaka
n
lingkunga
n serta
yang tidak
menerapk
an kaidah
pertamba
ngan yang
baik;
k. penetapan
kebijakan
produksi,
pemasara
n,
pemanfaat
an, dan
konservas
i;
l. penetapan
kebijakan
kerja
sama,
kemitraan
, dan
pemberda
yaan
masyarak
at;

541
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
m. perumusa
n dan
penetapan
penerimaa
n negara
bukan
pajak dari
hasil
usaha
pertamba
ngan
mineral
dan
batubara;
n. pembinaa
n dan
pengawas
an
penyeleng
garaan
pengelolaa
n
pertamba
ngan
mineral
dan
batubara
yang
dilaksana
kan oleh
pemerinta
h daerah;
o. pembinaa
n dan
pengawas
an
penyusun
an
peraturan
daerah di
bidang
pertamba
ngan;
p. penginven

542
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
tarisasian,
penyelidik
an, dan
penelitian
serta
eksplorasi
dalam
rangka
memperol
eh data
dan
informasi
mineral
dan
batubara
sebagai
bahan
penyusun
an WUP
dan WPN;
q. pengelolaa
n
informasi
geologi,
informasi
potensi
sumber
daya
mineral
dan
batubara,
serta
informasi
pertamba
ngan pada
tingkat
nasional;
r. pembinaa
n dan
pengawas
an
terhadap
reklamasi
lahan

543
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
pascatam
bang;
s. penyusun
an neraca
sumber
daya
mineral
dan
batubara
tingkat
nasional;
t. pengemba
ngan dan
peningkat
an nilai
tambah
kegiatan
usaha
pertamba
ngan; dan
u. peningkat
an
kemampu
an
aparatur
Pemerinta
h,
pemerinta
h
provinsi,
dan
pemerinta
h
kabupate
n/kota
dalam
penyeleng
garaan
pengelolaa
n usaha
pertamba
ngan.
(2) Kewenangan
Pemerintah

544
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)
dilaksanakan
sesuai
dengan
ketentuan
peraturan
perundang-
undangan.
97. Pasal 7 Pasal 7 Seluruh
(1) Kewenangan Dicabut dan kewenangan
pemerintah dinyatakan tidak pengelolaan
pertambangan
provinsi berlaku.
mineral dan
dalam
batubara oleh
pengelolaan
pemerintah
pertambanga
provinsi bersifat
n mineral
delegasian dari
dan
Pemerintah.
batubara,
antara lain,
adalah:
a. pembuat
an
peratura
n
perundan
g-
undanga
n daerah;
b. pemberia
n IUP,
pembinaa
n,
penyelesa
ian
konflik
masyarak
at dan
pengawas
an usaha
pertamba
ngan

545
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
pada
lintas
wilayah
kabupate
n/kota
dan/atau
wilayah
laut 4
(empat)
mil
sampai
dengan
12 (dua
belas)
mil;
c. pemberia
n IUP,
pembinaa
n,
penyelesa
ian
konflik
masyarak
at dan
pengawas
an usaha
pertamba
ngan
operasi
produksi
yang
kegiatann
ya berada
pada
lintas
wilayah
kabupate
n/kota
dan/atau
wilayah
laut 4
(empat)
mil
sampai

546
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
dengan
12 (dua
belas)
mil;
d. pemberia
n IUP,
pembinaa
n,
penyelesa
ian
konflik
masyarak
at dan
pengawas
an usaha
pertamba
ngan
yang
berdamp
ak
lingkunga
n
langsung
lintas
kabupate
n/kota
dan/atau
wilayah
laut 4
(empat)
mil
sampai
dengan
12 (dua
belas)
mil;
e. penginve
ntarisasia
n,
penyelidi
kan dan
penelitian
serta
eksploras

547
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
i dalam
rangka
memperol
eh data
dan
informasi
mineral
dan
batubara
sesuai
dengan
kewenang
annya;
f. pengelola
an
informasi
geologi,
informasi
potensi
sumber
daya
mineral
dan
batubara,
serta
informasi
pertamba
ngan
pada
daerah/w
ilayah
provinsi;
g. penyusun
an neraca
sumber
daya
mineral
dan
batubara
pada
daerah/w
ilayah
provinsi;
h. pengemb

548
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
angan
dan
peningkat
an nilai
tambah
kegiatan
usaha
pertamba
ngan di
provinsi;
i. pengemb
angan
dan
peningkat
an peran
serta
masyarak
at dalam
usaha
pertamba
ngan
dengan
memperh
atikan
kelestaria
n
lingkunga
n;
j. pengoordi
nasian
perizinan
dan
pengawas
an
pengguna
an bahan
peledak
di
wilayah
tambang
sesuai
dengan
kewenang
annya;

549
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
k. penyamp
aian
informasi
hasil
inventaris
asi,
penyelidi
kan
umum,
dan
penelitian
serta
eksploras
i kepada
Menteri
dan
bupati/w
alikota;
l. penyamp
aian
informasi
hasil
produksi,
penjuala
n dalam
negeri,
serta
ekspor
kepada
Menteri
dan
bupati/w
alikota;
m. pembinaa
n dan
pengawas
an
terhadap
reklamasi
lahan
pascatam
bang;
dan
n. peningkat

550
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
an
kemamp
uan
aparatur
pemerint
ah
provinsi
dan
pemerint
ah
kabupate
n/kota
dalam
penyeleng
garaan
pengelola
an usaha
pertamba
ngan.
(2) Kewenangan
pemerintah
provinsi
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)
dilaksanakan
sesuai
dengan
ketentuan
peraturan
perundang-
undangan.
98. Pasal 8 Pasal 8 1. Dalam UU No.
23 Tahun
(1) Kewenangan Dihapus dan
2014 tentang
pemerintah dinyatakan tidak
Pemerintahan
kabupaten/k berlaku.
Daerah,
ota dalam
kewenangan
pengelolaan
perizinan oleh
pertambanga
bupati/waliko
n mineral
ta diambil-alih
dan
oleh
batubara,
gubernur.
antara lain,
2. Seluruh

551
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
adalah: kewenangan
a. pembuat pengelolaan
an pertambangan
peratura mineral dan
n batubara oleh
perundan pemerintah
g- provinsi
undanga bersifat
n daerah; delegasian
b. pemberia dari
n IUP Pemerintah.
dan IPR,
pembinaa
n,
penyelesa
ian
konflik
masyarak
at, dan
pengawas
an usaha
pertamba
ngan di
wilayah
kabupate
n/kota
dan/atau
wilayah
laut
sampai
dengan 4
(empat)
mil;
c. pemberia
n IUP
dan IPR,
pembinaa
n,
penyelesa
ian
konflik
masyarak
at dan
pengawas

552
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
an usaha
pertamba
ngan
operasi
produksi
yang
kegiatann
ya berada
di
wilayah
kabupate
n/kota
dan/atau
wilayah
laut
sampai
dengan 4
(empat)
mil;
d. penginve
ntarisasia
n,
penyelidi
kan dan
penelitian
, serta
eksploras
i dalam
rangka
memperol
eh data
dan
informasi
mineral
dan
batubara;
e. pengelola
an
informasi
geologi,
informasi
potensi
mineral
dan

553
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
batubara,
serta
informasi
pertamba
ngan
pada
wilayah
kabupate
n/kota;
f. penyusun
an neraca
sumber
daya
mineral
dan
batubara
pada
wilayah
kabupate
n/kota;
g. pengemb
angan
dan
pemberda
yaan
masyarak
at
setempat
dalam
usaha
pertamba
ngan
dengan
memperh
atikan
kelestaria
n
lingkunga
n;
h. pengemb
angan
dan
peningkat
an nilai

554
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
tambah
dan
manfaat
kegiatan
usaha
pertamba
ngan
secara
optimal;
i. penyamp
aian
informasi
hasil
inventaris
asi,
penyelidi
kan
umum,
dan
penelitian
, serta
eksploras
i dan
eksploita
si kepada
Menteri
dan
gubernur
;
j. penyamp
aian
informasi
hasil
produksi,
penjuala
n dalam
negeri,
serta
ekspor
kepada
Menteri
dan
gubernur
;

555
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
k. pembinaa
n dan
pengawas
an
terhadap
reklamasi
lahan
pascatam
bang;
dan
l. peningkat
an
kemamp
uan
aparatur
pemerint
ah
kabupate
n/kota
dalam
penyeleng
garaan
pengelola
an usaha
pertamba
ngan.
(2) Kewenangan
pemerintah
kabupaten/k
ota
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)
dilaksanakan
sesuai
dengan
ketentuan
peraturan
perundang-
undangan.
99. Pasal 35 Pasal 35 Penyesuaian
nomenklatur izin.
Usaha (1) Usaha
pertambangan pertambangan

556
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
sebagaimana dilaksanakan
dimaksud dalam berdasarkan
Pasal 34 Perizinan
dilaksanakan Berusaha dari
dalam bentuk: Pemerintah.
(2) Usaha
a. IUP;
pertambangan
b. IPR; dan
sebagaimana
c. IUPK.
dimaksud pada
ayat (1) terdiri
atas :
a. Kegiatan
usaha
Pertambanga
n;
b. Kegiatan
usaha
Pertambanga
n Rakyat;
dan
c. Kegiatan
usaha
Pertambanga
n Khusus.
(3) Ketentuan lebih
lanjut mengenai
Perizinan
Berusaha terkait
usaha
pertambangan
sebagaimana
dimaksud dalam
ayat (1) diatur
dengan
Peraturan
Pemerintah.
100. Pasal 36 Pasal 36 Perizinan usaha
kegiatan usaha
(1) IUP terdiri (1) Kegiatan usaha
pertambangan
atas dua Pertambangan
hanya terdapat 1
tahap: dan kegiatan
(satu) izin usaha
a. IUP pertambangan
untuk seluruh
Eksploras khusus terdiri
kegiatan
i meliputi atas dua tahap
eksplorasi dan

557
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
kegiatan kegiatan: operasi produksi.
penyelidi a. Eksplorasi
kan yang
umum, meliputi
eksploras kegiatan
i, dan penyelidikan
studi umum,
kelayaka eksplorasi,
n; dan studi
b. IUP kelayakan;
Operasi b. Operasi
Produksi Produksi
meliputi yang
kegiatan meliputi
konstruk kegiatan
si, konstruksi,
penamba penambanga
ngan, n,
pengolah pengolahan
an dan dan/atau
pemurnia pemurnian,
n, serta pengangkuta
pengangk n dan
utan dan penjualan,
penjuala serta
n. reklamasi
(2) Pemegang dan pasca
IUP tambang.
Eksplorasi (2) Pelaku usaha
dan yang memiliki
pemegang Perizinan
IUP Operasi Berusaha
Produksi sebagaimana
dapat dimaksud pada
melakukan ayat (1) dapat
sebagian melakukan
atau seluruh sebagian atau
kegiatan seluruh kegiatan
sebagaimana usaha
dimaksud pertambangan
pada ayat (1). mineral dan
batubara.
(3) Pelayanan
perizinan

558
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
berusaha
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (2) wajib
menggunakan
sistem perizinan
terintegrasi
secara elektronik
yang dikelola oleh
Pemerintah.
(4) Ketentuan lebih
lanjut mengenai
Perizinan
Berusaha
sebagaimana
dimaksud dalam
Pasal 35 ayat (1)
diatur dengan
Peraturan
Pemerintah.
101. Pasal 37 Pasal 37 1. Seluruh
kewenangan
IUP diberikan Dicabut dan
perizinan
oleh: dinyatakan tidak
pertambangan
a. bupati/walik berlaku. mineral dan
ota apabila batubara oleh
WIUP berada pemerintah
di dalam provinsi
satu wilayah bersifat
kabupaten/k delegasian dari
ota; Pemerintah.
b. gubernur 2. Perizinan
apabila WIUP dilakukan
berada pada dengan
lintas menggunakan
wilayah perizinan
kabupaten/k terintegrasi
ota dalam 1 secara
(satu) elektronik yang
provinsi dikelola
setelah Pemerintah.
mendapatka
n

559
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
rekomendasi
dari
bupati/walik
ota setempat
sesuai
dengan
ketentuan
peraturan
perundang-
undangan;
dan
c. Menteri
apabila WIUP
berada pada
lintas
wilayah
provinsi
setelah
mendapatka
n
rekomendasi
dari
gubernur
dan
bupati/walik
ota setempat
sesuai
dengan
ketentuan
peraturan
perundang-
undangan.
102. Pasal 39 Pasal 39 Persyaratan
teknis di atur
(1) IUP Dicabut dan
Eksplorasi dinyatakan tidak melalui PP
sebagaimana berlaku.
dimaksud
dalam Pasal
36 ayat (1)
huruf a wajib
memuat
ketentuan
sekurang-

560
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
kurangnya:
a. nama
perusaha
an;
b. lokasi
dan luas
wilayah;
c. rencana
umum
tata
ruang;
d. jaminan
kesunggu
han;
e. modal
investasi;
f. perpanja
ngan
waktu
tahap
kegiatan;
g. hak dan
kewajiba
n
pemegan
g IUP;
h. jangka
waktu
berlakun
ya tahap
kegiatan;
i. jenis
usaha
yang
diberikan
;
j. rencana
pengemb
angan
dan
pemberda
yaan
masyarak
at di

561
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
sekitar
wilayah
pertamba
ngan;
k. perpajaka
n;
l. penyelesa
ian
perselisih
an;
m. iuran
tetap dan
iuran
eksploras
i; dan
n. amdal.
(2) IUP Operasi
Produksi
sebagaimana
dimaksud
dalam Pasal
36 ayat (1)
huruf b wajib
memuat
ketentuan
sekurang-
kurangnya:
a. nama
perusaha
an;
b. luas
wilayah;
c. lokasi
penamba
ngan;
d. lokasi
pengolah
an dan
pemurnia
n;
e. pengangk
utan dan
penjuala
n;

562
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
f. modal
investasi;
g. jangka
waktu
berlakun
ya IUP;
h. jangka
waktu
tahap
kegiatan;
i. penyelesa
ian
masalah
pertanah
an;
j. lingkunga
n hidup
termasuk
reklamasi
dan
pascatam
bang;
k. dana
jaminan
reklamasi
dan
pascatam
bang;
l. perpanja
ngan IUP;
m. hak dan
kewajiba
n
pemegan
g IUP;
n. rencana
pengemb
angan
dan
pemberda
yaan
masyarak
at di
sekitar

563
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
wilayah
pertamba
ngan;
o. perpajaka
n;
p. penerima
an negara
bukan
pajak
yang
terdiri
atas
iuran
tetap dan
iuran
produksi;
q. penyelesa
ian
perselisih
an;
r. keselama
tan dan
kesehata
n kerja;
s. konserva
si mineral
atau
batubara;
t. pemanfaa
tan
barang,
jasa, dan
teknologi
dalam
negeri;
u. penerapa
n kaidah
keekono
mian dan
keteknika
n
pertamba
ngan
yang

564
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
baik;
v. pengemb
angan
tenaga
kerja
Indonesia
;
w. pengelola
an data
mineral
atau
batubara;
dan
x. penguasa
an,
pengemb
angan,
dan
penerapa
n
teknologi
pertamba
ngan
mineral
atau
batubara.
103. Pasal 43 Pasal 43 Penyesuaian
(1) Dalam hal Dicabut dan dengan
kegiatan dinyatakan tidak penyederhanaan
izin. Hanya
eksplorasi berlaku.
dengan satu
dan kegiatan
perizinan
studi
berusaha untuk
kelayakan,
semua kegiatan
pemegang
pertambangan.
IUP
Eksplorasi
yang
mendapatka
n mineral
atau
batubara
yang tergali
wajib

565
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
melaporkan
kepada
pemberi IUP.
(2) Pemegang
IUP
Eksplorasi
yang ingin
menjual
mineral atau
batubara
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)
wajib
mengajukan
izin
sementara
untuk
melakukan
pengangkuta
n dan
penjualan.
104. Pasal 44 Pasal 44 Penyesuaian
Izin sementara Dicabut dan dengan
sebagaimana dinyatakan tidak penyederhanaan
izin. Hanya
dimaksud dalam berlaku.
dengan satu
Pasal 43 ayat (2)
perizinan
diberikan oleh
berusaha untuk
Menteri,
semua kegiatan
gubernur, atau
pertambangan.
bupati/walikota
sesuai dengan
kewenangannya.
105. Pasal 45 Pasal 45 Penyesuaian
Mineral atau Dicabut dan dengan
batubara yang dinyatakan tidak penyederhanaan
izin. Hanya
tergali berlaku.
dengan satu
sebagaimana
perizinan
dimaksud
berusaha untuk
dalam Pasal 43 semua kegiatan
dikenai iuran pertambangan.

566
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
produksi.
106. Pasal 47 Pasal 47 1. Penyesuaian
dengan
(1) IUP Operasi (1) Kegiatan Operasi
penyederhana
Produksi Produksi
an izin usaha
untuk pertambangan
pertambangan
pertambanga terdiri atas:
untuk semua
n mineral a. mineral
kegiatan
logam dapat logam;
usaha
diberikan b. mineral
pertambangan
dalam jangka bukan
2. Insentif bagi
waktu paling logam;
pelaku usaha
lama 20 (dua c. mineral
pertambangan
puluh) tahun bukan logam
batubara yang
dan dapat jenis
melakukan
diperpanjang tertentu;
peningkatan
2 (dua) kali d. batuan; dan
nilai tambah
masingmasin e. batubara
g 10 (2) Kegiatan Operasi
(sepuluh) Produksi
tahun. pertambangan
(2) IUP Operasi mineral logam
Produksi sebagaimana
untuk dimaksud pada
pertambanga ayat (1) huruf a
n mineral dapat diberikan
bukan logam dalam jangka
dapat waktu paling
diberikan lama 20 (dua
dalam jangka puluh) tahun dan
waktu paling dapat
lama 10 diperpanjang 2
(sepuluh) (dua) kali masing-
tahun dan masing 10
dapat (sepuluh) tahun.
diperpanjang (3) Kegiatan Operasi
2 (dua) kali Produksi
masing- pertambangan
masing 5 mineral bukan
(lima) tahun. logam
(3) IUP Operasi sebagaimana
Produksi dimaksud ayat (1)
untuk huruf b dapat
pertambanga diberikan dalam

567
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
n mineral jangka waktu
bukan logam paling lama 10
jenis tertentu (sepuluh) tahun
dapat dan dapat
diberikan diperpanjang 2
dalam jangka (dua) kali masing-
waktu paling masing 5 (lima)
lama 20 (dua tahun.
puluh) tahun (4) Kegiatan Operasi
dan dapat Produksi
diperpanjang pertambangan
2 (dua) kali mineral bukan
masing- logam jenis
masing 10 tertentu
(sepuluh) sebagaimana
tahun. dimaksud ayat (1)
(4) IUP Operasi huruf c dapat
Produksi diberikan dalam
untuk jangka waktu
pertambanga paling lama 20
n batuan (dua puluh)
dapat tahun dan dapat
diberikan diperpanjang 2
dalam jangka (dua) kali masing-
waktu paling masing 10
lama 5 (lima) (sepuluh) tahun.
tahun dan (5) Kegiatan Operasi
dapat Produksi
diperpanjang pertambangan
2 (dua) kali batuan
masing- sebagaimana
masing 5 dimaksud ayat (1)
(lima) tahun. huruf d dapat
(5) IUP Operasi diberikan dalam
Produksi jangka waktu
untuk paling lama 5
Pertambanga (lima) tahun dan
n batubara dapat
dapat diperpanjang 2
diberikan (dua) kali masing-
dalam jangka masing 5 (lima)
waktu paling tahun.
lama 20 (dua (6) Kegiatan Operasi
puluh) tahun Produksi

568
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
dan dapat pertambangan
diperpanjang batubara
. sebagaimana
dimaksud ayat (1)
huruf e dapat
diberikan dalam
jangka waktu
paling lama 20
(dua puluh)
tahun dan dapat
diperpanjang 2
(dua) kali masing-
masing 10
(sepuluh) tahun.
(7) Kegiatan Operasi
Produksi yang
melakukan
kegiatan
penambangan
yang terintegrasi
dengan kegiatan
pengolahan dan
pemurnian
mineral
sebagaimana
diatur pada
undang-undang
ini dapat
diberikan jangka
waktu selama 30
(tiga puluh) tahun
dan dapat
diperpanjang
setiap 10
(sepuluh) tahun
sampai dengan
seumur tambang.
(8) Kegiatan Operasi
Produksi yang
melakukan
kegiatan
pengembangan
dan pemanfaatan
batubara yang

569
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
terintegrasi
sebagaimana
diatur pada
undang-undang
ini dapat
diberikan jangka
waktu selama 30
(tiga puluh) tahun
dan dapat
diperpanjang
setiap 10
(sepuluh) tahun
sampai dengan
seumur tambang.
(9) Ketentuan lebih
lanjut mengenai
kegiatan
penambangan
yang terintegrasi
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (7) dan ayat
(8) diatur dengan
Peraturan
Pemerintah.
Catatan: ayat (2)
sampai (8)
disarankan diatur di
PP
107. Pasal 48 Pasal 48 1. Pemberian
perizinan
IUP Operasi Dicabut dan
dilakukan
Produksi dinyatakan tidak
oleh
diberikan oleh: berlaku.
Pemerintah.
a. bupati/walik 2. Namun
ota apabila demikian,
lokasi pemerintah
penambanga daerah dapat
n, lokasi menerima
pengolahan delegasian
dan kewenangan
pemurnian, pemberian
serta izin drai

570
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
pelabuhan Pemerintah.
berada di 3. Perizinan
dalam satu dilakukan
wilayah secara
kabupaten/k elektronik.
ota;
b. gubernur
apabila
lokasi
penambanga
n, lokasi
pengolahan
dan
pemurnian,
serta
pelabuhan
berada di
dalam
wilayah
kabupaten/k
ota yang
berbeda
setelah
mendapatka
n
rekomendasi
dari
bupati/walik
ota setempat
sesuai
dengan
ketentuan
peraturan
perundang-
undangan;
dan
c. Menteri
apabila
lokasi
penambanga
n, lokasi
pengolahan
dan
pemurnian,

571
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
serta
pelabuhan
berada di
dalam
wilayah
provinsi yang
berbeda
setelah
mendapatka
n
rekomendasi
dari
gubernur
dan
bupati/walik
ota setempat
sesuai
dengan
ketentuan
peraturan
perundang-
undangan.
108. Pasal 67 Pasal 67 Seluruh perizinan
dan diberikan oleh
(1) Bupati/walik Dicabut
Pemerintah,
ota dinyatakan tidak
dalam hal ini oleh
memberikan berlaku.
Presiden sebagai
IPR terutama
pemegang
kepada
kekuasaan
penduduk
pemerintahan.
setempat,
baik
perseorangan
maupun
kelompok
masyarakat
dan/atau
koperasi.
(2) Bupati/walik
ota dapat
melimpahka
n
kewenangan
pelaksanaan

572
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
pemberian
IPR
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)
kepada
camat sesuai
dengan
ketentuan
peraturan
perundang-
undangan.
(3) Untuk
memperoleh
IPR
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1),
pemohon
wajib
menyampaik
an surat
permohonan
kepada
bupati/walik
ota.
109. Pasal 72 Pasal 72 Penyesuaian
Ketentuan lebih Dicabut dan dengan ketentuan
lanjut mengenai dinyatakan tidak di UU 23/2014
tentang
tata cara berlaku.
Pemerintahan
pemberian IPR
Daerah.
diatur dengan
peraturan daerah
kabupaten/kota.
110. Pasal 73 Pasal 73 Penyesuaian
(1) Pemerintah Dicabut dan dengan ketentuan
kabupaten/ dinyatakan tidak di UU 23/2014
tentang
kota berlaku.
Pemerintahan
melaksanaka
Daerah.
n pembinaan
dibidang
pengusahaan

573
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
, teknologi
pertambanga
n, serta
permodalan
dan
pemasaran
dalam usaha
meningkatka
n
kemampuan
usaha
pertambanga
n rakyat.
(2) Pemerintah
kabupaten/
kota
bertanggung
jawab
terhadap
pengamanan
teknis pada
usaha
pertambanga
n rakyat
yang
meliputi:
a. keselam
atan
dan
kesehat
an
kerja;
b. pengelol
aan
lingkun
gan
hidup;
dan
c. pascata
mbang.
(3) Untuk
melaksanaka
n

574
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
pengamanan
teknis
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (2),
pemerintah
kabupaten/k
ota wajib
mengangkat
pejabat
fungsional
inspektur
tambang
sesuai
dengan
ketentuan
peraturan
perundangun
dangan.
(4) Pemerintah
kabupaten/
kota wajib
mencatat
hasil
produksi dari
seluruh
kegiatan
usaha
pertambanga
n rakyat
yang berada
dalam
wilayahnya
dan
melaporkann
ya secara
berkala
kepada
Menteri dan
gubernur
setempat.
111. Pasal 74 Pasal 74 Seluruh perizinan
dan diberikan oleh
(1) IUPK Dicabut
Pemerintah,

575
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
diberikan dinyatakan tidak dalam hal ini oleh
oleh Menteri berlaku. Presiden sebagai
dengan pemegang
memperhatik kekuasaan
an pemerintahan.
kepentingan
daerah.
(2) IUPK
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)
diberikan
untuk 1
(satu) jenis
mineral
logam atau
batubara
dalam 1
(satu)
WIUPK.
(3) Pemegang
IUPK
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)
yang
menemukan
mineral lain
di dalam
WIUPK yang
dikelola
diberikan
prioritas
untuk
mengusahak
annya.
(4) Pemegang
IUPK yang
bermaksud
mengusahak
an mineral
lain
sebagaimana
dimaksud

576
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
pada ayat (2),
wajib
mengajukan
permohonan
IUPK baru
kepada
Menteri.
(5) Pemegang
IUPK
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (2)
dapat
menyatakan
tidak
berminat
untuk
mengusahak
an mineral
lain yang
ditemukan
tersebut.
(6) Pemegang
IUPK yang
tidak
berminat
untuk
mengusahak
an mineral
lain yang
ditemukan
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (4),
wajib
menjaga
mineral lain
tersebut agar
tidak
dimanfaatka
n pihak lain.
(7) IUPK untuk
mineral lain
sebagaimana

577
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
dimaksud
pada ayat (4)
dan ayat (5)
dapat
diberikan
kepada pihak
lain oleh
Menteri.
112. Pasal 76 Pasal 76 Penyederhanaan
(1) IUPK terdiri Dicabut dan perizinan menjadi
atas dua dinyatakan tidak satu izin untuk
semua kegiatan
tahap: berlaku.
pertambangan.
a. IUPK
Eksploras
i meliputi
kegiatan
penyelidi
kan
umum,
eksploras
i, dan
studi
kelayaka
n;
b. IUPK
Operasi
Produksi
meliputi
kegiatan
konstruk
si,
penamba
ngan,
pengolah
an dan
pemurnia
n, serta
pengangk
utan dan
penjuala
n.
(2) Pemegang

578
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
IUPK
Eksplorasi
dan
pemegang
IUPK Operasi
Produksi
dapat
melakukan
sebagian
atau seluruh
kegiatan
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1).
(3) Ketentuan
lebih lanjut
mengenai
tata cara
memperoleh
IUPK
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)
diatur
dengan
peraturan
pemerintah.
113. Pasal 78 Pasal 78 Persyaratan
dan teknis perizinan
IUPK Eksplorasi Dicabut
tidak diatur melalui
sebagaimana dinyatakan
Peraturan
dimaksud dalam berlaku.
Pemerintah.
Pasal 76 ayat (1)
huruf a
sekurang-
kurangnya wajib
memuat:
a. nama
perusahaan;
b. luas dan
lokasi
wilayah;
c. rencana

579
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
umum tata
ruang;
d. jaminan
kesungguha
n;
e. modal
investasi;
f. perpanjanga
n waktu
tahap
kegiatan;
g. hak dan
kewajiban
pemegang
IUPK;
h. jangka waktu
tahap
kegiatan;
i. jenis usaha
yang
diberikan;
j. rencana
pengembang
an dan
pemberdayaa
n
masyarakat
di sekitar
wilayah
pertambanga
n;
k. perpajakan;
l. penyelesaian
perselisihan
masalah
pertanahan;
m. iuran tetap
dan iuran
eksplorasi;
dan

580
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
n. amdal.
114. Pasal 79 Pasal 79 Persyaratan
dan teknis perizinan
IUPK Operasi Dicabut
diatur melalui
Produksi dinyatakan tidak
Peraturan
sebagaimana berlaku.
Pemerintah.
dimaksud dalam
Pasal 76 ayat (1)
huruf b
sekurang-
kurangnya wajib
memuat:
a. nama
perusahaan;
b. luas wilayah;
c. lokasi
penambanga
n;
d. lokasi
pengolahan
dan
pemurnian;
e. pengangkuta
n dan
penjualan;
f. modal
investasi;
g. jangka waktu
tahap
kegiatan;
h. penyelesaian
masalah
pertanahan;
i. lingkungan
hidup,
termasuk
reklamasi
dan
pascatamban
g;

581
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
j. dana
jaminan
reklamasi
dan jaminan
pascatamban
g;
k. jangka waktu
berlakunya
IUPK;
l. perpanjanga
n IUPK;
m. hak dan
kewajiban;
n. pengembang
an dan
pemberdayaa
n
masyarakat
di sekitar
wilayah
pertambanga
n;
o. perpajakan;
p. iuran tetap
dan iuran
produksi
serta bagian
pendapatan
negara/daer
ah, yang
terdiri atas
bagi hasil
dari
keuntungan
bersih sejak
berproduksi;
q. penyelesaian
perselisihan;
r. keselamatan
dan
kesehatan

582
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
kerja;
s. konservasi
mineral atau
batubara;
t. pemanfaatan
barang, jasa,
teknologi
serta
kemampuan
rekayasa dan
rancang
bangun
dalam negeri;
u. penerapan
kaidah
keekonomian
dan
keteknikan
pertambanga
n yang baik;
v. pengembang
an tenaga
kerja
Indonesia;
w. pengelolaan
data mineral
atau
batubara;
x. penguasaan,
pengembang
an dan
penerapan
teknologi
pertambanga
n mineral
atau
batubara;
dan
y. divestasi
saham.

583
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
115. Pasal 81 Pasal 81 Penyederhanaan
(1) Dalam hal Dicabut dan perizinan, cukup
kegiatan dinyatakan tidak satu izin yaitu
perizinan
eksplorasi berlaku.
berusaha
dan kegiatan
pertambangan
studi
khusus untuk
kelayakan,
semua kegiatan
pemegang
pertambangan.
IUPK
Eksplorasi
yang
mendapatka
n mineral
logam atau
batubara
yang tergali
wajib
melaporkan
kepada
Menteri.
(2) Pemegang
IUPK
Eksplorasi
yang ingin
menjual
mineral
logam atau
batubara
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)
wajib
mengajukan
izin
sementara
untuk
melakukan
pengangkuta
n dan
penjualan.
(3) Izin
sementara
sebagaimana
dimaksud

584
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
pada ayat (2)
diberikan
oleh Menteri.
116. Pasal 82 Pasal 82 Penyesuaian
dan karena izin
Mineral atau Dicabut
sementara
batubara yang dinyatakan tidak
dihapus dan
tergali berlaku.
dijadikan satu izin
sebagaimana
saja.
dimaksud dalam
Pasal 81 dikenai
iuran produksi.
117. Pasal 83 Pasal 83 Memberikan
Persyaratan luas Persyaratan luas insentif bagi
pelaku usaha
wilayah dan wilayah dan jangka
batubara yang
jangka waktu waktu sesuai dengan
melakukan
sesuai dengan kelompok usaha
pengembangan
kelompok usaha pertambangan yang
dan pemanfaatan
pertambangan berlaku bagi pelaku
batubara.
yang berlaku bagi usaha pertambangan
pemegang IUPK khusus meliputi:
meliputi: a. luas 1 (satu)
a. luas 1 (satu) WIUPK untuk
WIUPK tahap kegiatan
untuk tahap eksplorasi
kegiatan pertambangan
eksplorasi mineral logam
pertambanga diberikan dengan
n mineral luas paling
logam banyak 100.000
diberikan (seratus ribu)
dengan luas hektare.
paling b. luas 1 (satu)
banyak WIUPK untuk
100.000 tahap kegiatan
(seratus ribu) eksplorasi
hektare. pertambangan
batubara
b. luas 1 (satu)
diberikan dengan
WIUPK
luas paling
untuk tahap
banyak 50.000
kegiatan
(lima puluh ribu)
operasi
hektare.

585
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
produksi c. Luas 1 (satu)
pertambanga WIUPK untuk
n mineral tahap kegiatan
logam Operasi Produksi
diberikan pertambangan
dengan luas mineral logam
paling dan batubara
banyak diberikan
25.000 (dua berdasarkan hasil
puluh lima evaluasi
ribu) Pemerintah Pusat
hektare. terhadap rencana
kerja seluruh
c. luas 1 (satu)
wilayah yang
WIUPK
diusulkan oleh
untuk tahap
pelaku usaha
kegiatan
pertambangan
eksplorasi
khusus.
pertambanga
d. jangka waktu
n batubara
kegiatan usaha
diberikan
pertambangan
dengan luas
khusus untuk
paling
kegiatan
banyak
Eksplorasi
50.000 (lima
pertambangan
puluh ribu)
mineral logam
hektare.
dapat diberikan
d. luas 1 (satu) paling lama 8
WIUPK (delapan) tahun.
untuk tahap e. jangka waktu
kegiatan kegiatan usaha
operasi pertambangan
produksi khusus untuk
pertambanga kegiatan
n batubara Eksplorasi
diberikan pertambangan
dengan luas batubara dapat
paling diberikan paling
banyak lama 7 (tujuh)
15.000 (lima tahun.
belas ribu) f. jangka waktu
hektare. kegiatan usaha
e. jangka waktu pertambangan
IUPK khusus untuk

586
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
Eksplorasi kegiatan Operasi
pertambanga Produksi mineral
n mineral logam atau
logam dapat batubara dapat
diberikan diberikan paling
paling lama lama 20 (dua
8 (delapan) puluh) tahun dan
tahun. dapat
diperpanjang 2
f. jangka waktu
(dua) kali masing-
IUPK
masing 10
Eksplorasi
(sepuluh) tahun.
pertambanga
g. Jangka waktu
n batubara
kegiatan usaha
dapat
pertambangan
diberikan
khusus mineral
paling lama
logam untuk
7 (tujuh)
tahap kegiatan
tahun.
operasi produksi
g. jangka waktu yang
IUPK Operasi melaksanakan
Produksi pengolahan dan
mineral pemurnian
logam atau mineral logam
batubara yang terintegrasi
dapat sebagaimana
diberikan diatur dalam
paling lama undang-undang
20 (dua ini dapat
puluh) tahun diberikan jangka
dan dapat waktu selama 30
diperpanjang (tiga puluh) tahun
2 (dua) kali dan dapat
masing- diperpanjang
masing 10 setiap 10
(sepuluh) (sepuluh) tahun
tahun. sampai dengan
seumur tambang
h. Jangka waktu
kegiatan usaha
pertambangan
khusus batubara
untuk tahap
kegiatan operasi

587
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
produksi yang
melaksanakan
pengembangan
dan pemanfatan
batubara yang
terintegrasi
sebagaimana
diatur dalam
undang-undang
ini dapat
diberikan jangka
waktu selama 30
(tiga puluh) tahun
dan dapat
diperpanjang
setiap 10
(sepuluh) tahun
sampai dengan
seumur tambang.
Catatan: Diusulkan
diatur dalam PP
118. Pasal 102 Pasal 102 Percepatan
hilirisasi mineral
Pemegang IUP (1) Pelaku usaha
dan batubara
dan IUPK wajib yang melakukan
diperlukan dalam
meningkatkan kegiatan usaha
rangka
nilai tambah pertambangan
meningkatkan
sumber daya mineral dan
penerimaan
mineral dan/atau batubara wajib
negara,
batubara dalam meningkatkan
penciptaan
pelaksanaan nilai tambah
lapangan kerja,
penambangan, sumber daya
pemenuhan
pengolahan dan Mineral dan/atau
kebutuhan
pemurnian, serta Batubara melalui:
industri dan
pemanfaatan
a. pengolahan sumber energi di
mineral dan
dan dalam negeri.
batubara.
Pemurnian
Mineral
logam;
b. pengolahan
Mineral bukan
logam;
c. pengolahan

588
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
batuan;
dan/atau
d. pengembanga
n dan
pemanfatan
batubara.
(2) Pelaku usaha
yang melakukan
kegiatan
pemanfaatan dan
pengembangan
batubara
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (1) dapat
dikecualikan dari
kewajiban
pemenuhan
kebutuhan
batubara di
dalam negeri.

Penjelasan:
Kewajiban
pemenuhan
kebutuhan dalam
negeri ditujukan
untuk pemenuhan
kebutuhan energi
untuk pembangkit
listrik atau industri
lainnya yang
ditetapkan oleh
Pemerintah.

Penjelasan:
Pasal 102
Huruf d.
Pengembangan dan
pemanfaatan

589
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
batubara antara lain:
a. peningkatan mutu
batubara (coal
upgrading)
b. pembuatan briket
batubara (coal
briquetting)
c. pembuatan kokas
(coking
d. pencairan
batubara (coal
liquefaction)
e. gasifikasi
batubara (coal
gasification)
termasuk
underground coal
gasification;
dan/atau
f. coal slurry/coal
water mixture.
119. Pasal 104 Pasal 104 1. Terjadi
tumpang
(1) Untuk (1) Kegiatan Operasi tindih
pengolahan Produksi untuk perizinan
dan kegiatan usaha antar sektor,
pemurnian, pertambangan sehingga perlu
pemegang dan kegiatan mengakomodir
IUP Operasi usaha pihak lain
Produksi dan pertambangan yang telah
IUPK Operasi khusus mendapatkan
Produksi sebagaimana izin (IUI)
sebagaimana dimaksud dalam untuk
dimaksud Pasal 103 dapat melakukan
dalam Pasal melakukan kegiatan
103 dapat kerjasama usaha
melakukan pengolahan pengolahan
kerja sama dan/atau dan/atau
dengan pemurnian pemurnian.
badan dengan Pelaku 2. Pihak lain
usaha, Usaha Kegiatan yang
koperasi, Operasi Produksi dimaksud
atau untuk kegiatan dapat
perseorangan usaha menerima

590
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
yang telah pertambangan sumber bahan
mendapatka dan kegiatan baku dari
n IUP atau usaha tambang legal.
IUPK. pertambangan
(2) IUP yang khusus lainnya,
didapat atau pihak lain
badan usaha yang melakukan
sebagaimana kegiatan usaha
dimaksud pengolahan
pada ayat (1) dan/atau
adalah IUP pemurnian.
Operasi (2) Kegiatan Operasi
Produksi Produksi untuk
Khusus kegiatan usaha
untuk pertambangan
pengolahan dan kegiatan
dan usaha
pemurnian pertambangan
yang khusus
dikeluarkan sebagaimana
oleh Menteri, dimaksud dalam
gubernur, Pasal 103 dapat
bupati/walik melakukan
ota sesuai kerjasama
dengan pengembangan
kewenangan pemanfaatan
nya. batubara dengan
Pelaku Usaha
Kegiatan Operasi
Produksi untuk
kegiatan usaha
pertambangan
dan kegiatan
usaha
pertambangan
khusus lainnya,
atau pihak lain
yang melakukan
kegiatan usaha
pengembangan
dan pemanfaatan
batubara.
120. Norma baru Pasal 128A Pemberian
usaha insentif kepada
(1) Pelaku

591
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
yang melakukan pelaku usaha
peningkatan nilai yang melakukan
tambah mineral peningkatan nilai
dan batubara tambah batubara.
yang terintegrasi
sebagaimana
dimaksud dalam
pasal 103, dapat
diberikan
perlakuan
tertentu terhadap
kewajiban
penerimaan
negara
sebagaimana
dimaksud dalam
pasal 128.
(2) Pemberian
perlakuan
tertentu terhadap
kewajiban
penerimaan
negara
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (1) untuk
kegiatan
peningkatan nilai
tambah batubara
berupa
pengenaan
royalty sebesar
0%.
(3) Ketentuan lebih
lanjut mengenai
perlakuan
tertentu
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (1) diatur
dengan Peraturan
Pemerintah.

592
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan

Penjelasan:
Pasal 128A
yang dimaksud
dengan peningkatan
nilai tambah
batubara dalam
ketentuan ini antara
lain:
a. Peningkatan
mutu batubara
(coal upgrading);
b. pembuatan kokas
(coking);
c. pencairan
batubara (coal
liquefaction);
d. gasifikasi
batubara (coal
gasification)
termasuk
underground coal
gasification;
dan/atau
e. coal slurry/coal
water mixture.
b
f
g
h
g
h
j
n
j
h
g
j
h
g
1. P
e
m

593
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
e
g
a
n
g
121. Norma baru Pasal 138A
(1) Pemerintah Pusat
melakukan
penyelesaian
permasalahan
hak atas tanah
untuk kegiatan
usaha
pertambangan
sebagaimana
dimaksud dalam
Pasal 134, Pasal
135, Pasal 136,
Pasal 137.
(2) Ketentuan lebih
lanjut mengenai
penyelesaian hak
atas tanah
sebagaimana
dimaksud dalam
ayat (1) diatur
dengan Peraturan
Pemerintah.
122. Norma baru Pasal 169A Untuk
(1) Kontrak Karya memberikan
dan perjanjian kepastian hukum
bagi pemegang KK
karya
dan PKP2B yang
pengusahaan
akan berakhir
pertambangan
masa kontraknya.
batubara:
a. yang belum
memperoleh
perpanjangan
dapat
diperpanjang
menjadi
Perizinan

594
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
Berusaha
terkait
Pertambangan
Khusus
perpanjangan
pertama
sebagai
kelanjutan
operasi tanpa
melalui lelang
setelah
berakhirnya
kontrak karya
atau
perjanjian
karya
pengusahaan
pertambangan
batubara
dengan
mempertimba
ngkan
peningkatan
penerimaan
negara; dan
b. yang telah
memperoleh
perpanjangan
pertama dapat
diperpanjang
menjadi
Perizinan
Berusaha
terkait
Pertambangan
Khusus
perpanjangan
kedua sebagai
kelanjutan
operasi tanpa
melalui lelang
setelah
berakhirnya
perpanjangan

595
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
pertama
kontrak karya
atau
perjanjian
karya
pengusahaan
pertambangan
batubara
dengan
mempertimba
ngkan
peningkatan
penerimaan
negara.
(2) Peningkatan
penerimaan
negara
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (1) untuk
Perizinan
Berusaha terkait
Pertambangan
Khusus
perpanjangan
sebagai
kelanjutan
operasi setelah
berakhirnya
kontrak karya
dan perjanjian
karya
pengusahaan
pertambangan
batubara
dilakukan
dengan:
a. pengaturan
kembali
pengenaan
pajak dan
penerimaan
negara bukan

596
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
pajak;
b. pemberian
luas wilayah
sesuai dengan
rencana
kegiatan pada
seluruh
wilayah
perjanjian
yang telah
disetujui oleh
Pemerintah
sebelum
Undang-
Undang ini
berlaku; dan
c. kewajiban
peningkatan
nilai tambah
mineral dan
batubara.
(3) Ketentuan lebih
lanjut mengenai
tata cara
pemberian
perpanjangan
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (1) diatur
dengan Peraturan
Pemerintah.
123. Norma baru Pasal 170A Insentif terhadap
BUMN yang
Bagi pemegang
melakukan
perizinan berusaha
peningkatan nilai
pertambangan hasil
tambah batubara.
penyesuaian dari
Kuasa Pertambangan
yang diberikan
kepada Badan Usaha
Milik Negara dapat
diberikan luas
wilayah sesuai

597
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
dengan luas wilayah
kegiatan usaha
pertambangan yang
telah diberikan
sebelumnya.
124. Norma baru Pasal 172A 1. untuk
memberikan
(1) IUP, IPR dan batasan
IUPK yang telah peralihan
diterbitkan oleh kekuasaan dari
Menteri atau Pemerintah
Pemerintah Daerah ke
Daerah sebelum Pusat
berlakunya 2. untuk
undang-undang memberikan
ini tetap berlaku batasan
sampai dengan peralihan dari
jangka waktunya sistem
berakhir dan perizinan lama
kewenangan ke sistem
pengelolaannya perizinan baru
berada pada (satu izin
Pemerintah untuk semua
Pusat. kegiatan
(2) Jangka waktu pertambangan)
dan luas wilayah
IUP atau IUPK
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (1) yang
melakukan
peningkatan nilai
tambah mineral
dan batubara
secara
terintegrasi
disesuaikan
dengan ketentuan
dalam Undang-
Undang ini.

125. Norma baru Pasal XX Untuk


(1) Semua frasa mengakomodir
wilayah izin perubahan semua

598
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
usaha nomenklatur
pertambangan, perizian
dan wilayah berusaha.
pertambangan
rakyat dalam
undang-undang
yang mengatur
tentang
Pertambangan
Mineral dan
Batubara diubah
menjadi wilayah
kegiatan usaha
pertambangan
sesuai dengan
ketentuan dalam
Undang-Undang
ini.
(2) Semua frasa izin
usaha
pertambangan,
dan izin
pertambangan
rakyat dalam
undang-undang
yang mengatur
tentang
Pertambangan
Mineral dan
Batubara diubah
menjadi Perizinan
Berusaha sesuai
dengan ketentuan
dalam Undang-
Undang ini.
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas
Bumi
1. Pasal 1 Pasal 1 1. Definisi
Pemerintah
21.Pemerintah 21.Pemerintah Pusat,
Pusat yang
Pusat, selanjutnya
selanjutnya
selanjutnya disebut
disebut
disebut Pemerintah,
Pemerintah
Pemerintah, adalah Presiden

599
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
adalah sebagai pemegang hanya
perangkat kekuasaan ditujukan
Negara pemerintahan kepada
Kesatuan negara sesuai pemegang
Republik Undang-Undang kekuasaan
Indonesia Dasar Negara pemerintahan
yang terdiri Republik negara sesuai
dari Presiden Indonesia Tahun Pasal 4 ayat
beserta para 1945. (1) UUD NRI
Menteri; 1945 yaitu
Presiden.
2. Selama ini,
kata
“Pemerintah”
dimaknai
sebagai
“Menteri”,
padahal
berdasarkan
ketentuan
Pasal 17 UUD
NRI 1945,
Menteri
merupakan
pembantu
Presiden,
sehingga
kekusaan
pemerintahan
tidak boleh
terdegradasai
oleh Menteri.
2. Pasal 4 Pasal 4 Mahkamah
Konstitusi Nomor
(1) Minyak dan (1) Minyak dan Gas
Nomor 36/PUU-
Gas Bumi Bumi sebagai
X/2012
sebagai sumber daya
dinyatakan bahwa
sumber daya alam strategis tak
dalam
alam terbarukan yang
menjalankan
strategis tak terkandung di
penguasan negara
terbarukan dalam Wilayah
atas sumber daya
yang Hukum
alam Migas,
terkandung Pertambangan
Pemerintah
di dalam Indonesia
melakukan

600
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
Wilayah merupakan tindakan
Hukum kekayaan pengurusan atas
Pertambanga nasional yang sumber daya alam
n Indonesia dikuasai oleh Migas dengan
merupakan negara. memberikan
kekayaan konsesi kepada
(2) Penguasaan oleh
nasional satu atau
negara
yang beberapa BUMN
sebagaimana
dikuasai oleh untuk mengelola
dimaksud pada
negara. kegiatan usaha
ayat (1)
Migas pada sektor
(2) Penguasaan diselenggarakan
hulu. Badan
oleh negara oleh Pemerintah
Usaha Milik
sebagaimana melalui kegiatan
Negara itulah
dimaksud usaha minyak
yang akan
dalam ayat dan gas bumi.
melakukan KKS
(1) (3) Kegiatan usaha dengan BUMD,
diselenggara minyak dan gas Koperasi, Usaha
kan oleh bumi Kecil, badan
Pemerintah sebagaimana hukum swasta,
sebagai dimaksud pada atau BUT.
pemegang ayat (2) terdiri
Kuasa
atas kegiatan
Pertambanga usaha hulu
n. minyak dan gas
(3) Pemerintah bumi dan
sebagai kegiatan usaha
pemegang hilir minyak dan
Kuasa gas bumi.
Pertambanga
n
membentuk
Badan
Pelaksana
sebagaimana
dimaksud
dalam Pasal
1 angka 23.

601
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
3. Norma baru Pasal 4A Sesuai Putusan
Mahkamah
(1) Kegiatan usaha
Konstitusi Nomor
hulu minyak dan
Nomor 36/PUU-
gas bumi
X/2012
diselenggarakan
dinyatakan bahwa
oleh Pemerintah
dalam
sebagai Pemegang
menjalankan
Kuasa
penguasan negara
Pertambangan.
atas sumber daya
(2) Pemerintah Pusat alam Migas,
sebagai pemegang Pemerintah
Kuasa melakukan
Pertambangan tindakan
membentuk pengurusan atas
Badan Usaha sumber daya alam
Milik Negara Migas dengan
Khusus sebagai memberikan
pelaksana konsesi kepada
kegiatan usaha satu atau
hulu minyak dan beberapa BUMN
gas bumi. untuk mengelola
(3) Badan Usaha kegiatan usaha
Milik Negara Migas pada sektor
Khusus hulu. Badan
sebagaimana Usaha Milik
dimaksud pada Negara itulah
ayat (2) yang akan
bertanggung melakukan KKS
jawab kepada dengan BUMD,
Pemerintah Koperasi, Usaha
Pusat. Kecil, badan
hukum swasta,
(4) Badan Usaha atau BUT.
Milik Negara
Khusus Mengacu pada
sebagaimana pertimbangan
dimaksud pada dalam Putusan
ayat (3) MK, Konsesi
melakukan diutamakan
kegiatan usaha diberikan kepada
hulu minyak dan BUMN.
gas bumi melalui Pengutamaan
kerja sama pengusahaan
dengan Badan

602
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
Usaha atau sumber daya alam
Bentuk Usaha migas kepada
Tetap. BUMN eksisting
(5) Pemerintah Pusat dan pembagian
risiko
menetapkan
Badan Usaha pengusahaan
atau Bentuk kepada BUMNK.
Usaha Tetap yang
akan bekerjasama
dengan Badan
Usaha Milik
Negara Khusus
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (4).
(6) Kerja sama
antara Badan
Usaha Milik
Negara Khusus
dengan Badan
Usaha atau
Bentuk Usaha
Tetap
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (5) dilakukan
berdasarkan
Kontrak Kerja
Sama.
(7) Kontrak Kerja
Sama
sebagaimana
dimaksud dalam
ayat (6) wajib
memuat paling
sedikit ketentuan-
ketentuan pokok
yaitu:
a. penerimaan
negara;
b. Wilayah Kerja
dan

603
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
pengembalian
nya;
c. kewajiban
pengeluaran
dana;
d. perpindahan
kepemilikan
hasil produksi
atas Minyak
dan Gas
Bumi;
e. jangka waktu
dan kondisi
perpanjangan
kontrak;
f. penyelesaian
perselisihan;
g. kewajiban
pemasokan
Minyak Bumi
dan/atau Gas
Bumi untuk
kebutuhan
dalam negeri;
h. berakhirnya
kontrak;
i. kewajiban
pascaoperasi
pertambangan
;
j. keselamatan
dan kesehatan
kerja;
k. pengelolaan
lingkungan
hidup;
l. pengalihan
hak dan
kewajiban;
m. pelaporan

604
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
yang
diperlukan;
n. rencana
pengembanga
n lapangan;
o. pengutamaan
pemanfaatan
barang dan
jasa dalam
negeri;
p. pengembanga
n masyarakat
sekitarnya
dan jaminan
hak-hak
masyarakat
adat;
q. pengutamaan
penggunaan
tenaga kerja
Indonesia.
Alternatif Pasal 4A:
(1) Kegiatan usaha
hulu minyak dan
gas bumi
diselenggarakan
oleh Pemerintah
sebagai Pemegang
Kuasa
Pertambangan.
(2) Pemerintah
sebagai pemegang
Kuasa
Pertambangan
dapat menunjuk
PT Pertamina
(persero) sebagai
pelaksana
kegiatan usaha
hulu minyak dan
gas bumi.

605
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
(3) PT Pertamina
(persero)
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (2)
bertanggung
jawab kepada
Pemerintah.
(4) Dalam hal PT
Pertamina
(persero) tidak
dapat
melaksanakan
sendiri kegiatan
usaha hulu
minyak dan gas
bumi PT
Pertamina
(persero) dapat
melakukan kerja
sama dengan
Badan Usaha
atau Bentuk
Usaha Tetap.
(5) Pemerintah
menetapkan
Badan Usaha
atau Bentuk
Usaha Tetap yang
akan bekerjasama
dengan PT
Pertamina
(persero)
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (2).
(6) Kerja sama
antara PT
Pertamina
(persero) dengan
Badan Usaha
atau Bentuk
Usaha Tetap

606
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (2) dilakukan
berdasarkan
Kontrak Kerja
Sama.
(7) Kontrak Kerja
Sama
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (6) wajib
memuat paling
sedikit ketentuan:
a. penerimaan
negara;
b. Wilayah Kerja
dan
pengembalian
nya;
c. kewajiban
pengeluaran
dana;
d. perpindahan
kepemilikan
hasil produksi
atas Minyak
dan Gas
Bumi;
e. jangka waktu
dan kondisi
perpanjangan
kontrak;
f. penyelesaian
perselisihan;
g. kewajiban
pemasokan
Minyak Bumi
dan/atau Gas
Bumi untuk
kebutuhan
dalam negeri;

607
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
h. berakhirnya
kontrak;
i. kewajiban
pascaoperasi
pertambangan
;
j. keselamatan
dan kesehatan
kerja;
k. pengelolaan
lingkungan
hidup;
l. pengalihan
hak dan
kewajiban;
m. pelaporan
yang
diperlukan;
n. rencana
pengembanga
n lapangan;
o. pengutamaan
pemanfaatan
barang dan
jasa dalam
negeri;
p. pengembanga
n masyarakat
sekitarnya
dan jaminan
hak-hak
masyarakat
adat;
q. pengutamaan
penggunaan
tenaga kerja
Indonesia
4. Pasal 5 Pasal 5 Penyederhanaan
Kegiatan usaha (1) Kegiatan usaha izin hanya dengan
minyak dan gas 1 izin dengan
Minyak dan Gas

608
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
Bumi terdiri atas bumi berbagai hak
: dilaksanakan usaha.
berdasarkan
(1) Kegiatan
Perizinan
Usaha Hulu
Berusaha dari
yang
Pemerintah
mencakup :
Pusat.
a. Eksploras
(2) Kegiatan usaha
i;
minyak dan gas
b. Eksploita bumi terdiri atas:
si.
a. Kegiatan
(2) Kegiatan usaha hulu
Usaha Hilir minyak dan
yang gas bumi; dan
mencakup :
b. Kegiatan
a. Pengolah usaha hilir
an; minyak dan
b. Pengangk gas bumi.
utan; (3) Kegiatan usaha
c. Penyimpa hulu minyak dan
nan; gas bumi
sebagaimana
d. Niaga. dimaksud pada
ayat (2) huruf a
terdiri atas:
a. Eksplorasi;
dan
b. Eksploitasi.
(4) Kegiatan usaha
hilir minyak dan
gas bumi
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (2) huruf b
terdiri atas:
a. pengolahan;
b. pengangkutan
;
c. penyimpanan;
dan

609
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
d. niaga.
5. Pasal 11 Pasal 11 Sesuai Putusan
Mahkamah
(1) Kegiatan (1) Pemerintah
Konstitusi Nomor
Usaha Hulu selaku pemegang
Nomor 36/PUU-
sebagaimana Kuasa
X/2012
dimaksud Pertambangan
dinyatakan bahwa
dalam Pasal sebagaimana
dalam
5 angka 1 dimaksud dalam
menjalankan
dilaksanakan Pasal 4 ayat (2)
penguasan negara
oleh Badan memberikan
atas sumber daya
Usaha atau Perizinan
alam Migas,
Bentuk Berusaha pada
Pemerintah
Usaha Tetap setiap Wilayah
melakukan
berdasarkan Kerja kepada
tindakan
Kontrak Badan Usaha
pengurusan atas
Kerja Sama Milik Negara
sumber daya alam
dengan Khusus
Migas dengan
Badan dan/atau PT
memberikan
Pelaksana. Pertamina
konsesi kepada
(persero) untuk
(2) Setiap satu atau
melaksanakan
Kontrak beberapa BUMN
kegiatan usaha
Kerja Sama untuk mengelola
hulu minyak dan
yang sudah kegiatan usaha
gas bumi.
ditandatanga Migas pada sektor
ni harus (2) Perizinan hulu. Badan
diberitahuka Berusaha kepada Usaha Milik
n secara PT Pertamina Negara itulah
tertulis (persero) yang akan
kepada sebagaimana melakukan KKS
Dewan dimaksud pada dengan BUMD,
Perwakilan ayat (1) diberikan Koperasi, Usaha
Rakyat untuk Kecil, badan
Republik melaksanakan hukum swasta,
Indonesia. kegiatan usaha atau BUT.
hulu yang
(3) Kontrak
operasinya
Kerja Sama
dilakukan secara
sebagaimana
sendiri.
dimaksud
dalam ayat
(1) wajib
memuat
paling sedikit

610
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
ketentuan-
ketentuan
pokok yaitu :
a. penerimaan
negara;
b.Wilayah
Kerja dan
pengemb
aliannya;
c. kewajiban
pengeluar
an dana;
d.perpindaha
n
kepemilik
an hasil
produksi
atas
Minyak
dan Gas
Bumi;
e. jangka
waktu
dan
kondisi
perpanja
ngan
kontrak;
f. penyelesaia
n
perselisih
an;
g.kewajiban
pemasok
an
Minyak
Bumi
dan/atau
Gas Bumi
untuk
kebutuha

611
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
n dalam
negeri;
h.berakhirny
a
kontrak;
i. kewajiban
pascaope
rasi
pertamba
ngan;
j. keselamata
n dan
kesehata
n kerja;
k.pengelolaan
lingkunga
n hidup;
l. pengalihan
hak dan
kewajiba
n;
m. pelaporan
yang
diperluka
n;
n.rencana
pengemb
angan
lapangan;
o.pengutama
an
pemanfaa
tan
barang
dan jasa
dalam
negeri;
p.pengemban
gan
masyarak
at

612
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
sekitarny
a dan
jaminan
hak-hak
masyarak
at adat;
q.pengutama
an
pengguna
an tenaga
kerja
Indonesia
.
6. Pasal 12 Pasal 12 1. Kewenangan
penetapan
(1) Wilayah (1) Wilayah Kerja
wilayah kerja
Kerja yang yang akan
secara
akan ditawarkan
atribusi
ditawarkan kepada Badan
berada dalam
kepada Usaha Milik
kewenangan
Badan Usaha Negara Khusus
Presiden.
atau Bentuk atau PT
Namun
Usaha Tetap Pertamina
demikian,
ditetapkan (persero)
Presiden
oleh Menteri ditetapkan oleh
dapat
setelah Pemerintah.
mendelegasika
berkonsultas (2) Ketentuan lebih
n kewengan
i dengan lanjut mengenai penawaran
Pemerintah tata cara wilayah kerja
Daerah. penetapan kepada
(2) Penawaran Wilayah Kerja Menteri.
Wilayah diatur dengan 2. Badan Usaha
Kerja Peraturan Khusus
sebagaimana Pemerintah. sebagai agen
dimaksud negara
dalam ayat diberikan
(1) dilakukan kewenangan
oleh Menteri. menetapkan
(3) Menteri pihak yang
menetapkan melakukan
Badan Usaha kegiatan
atau Bentuk usaha
Usaha Tetap Eksplorasi

613
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
yang diberi dan
wewenang Eksploitasi
melakukan pada Wilayah
kegiatan Kerja.
usaha
Eksplorasi
dan
Eksploitasi
pada Wilayah
Kerja
sebagaimana
dimaksud
dalam ayat
(2).

7. Pasal 23 Pasal 23 1. Perizinan


usaha
(1) Kegiatan (1) Kegiatan Usaha
kegiatan
Usaha Hilir Hilir sebagaimana
usaha hilir
sebagaimana dimaksud dalam
hanya
dimaksud Pasal 5 angka 2,
terdapat 1
dalam Pasal dapat
(satu) izin
5 angka 2, dilaksanakan oleh
usaha untuk
dapat Badan Usaha
seluruh
dilaksanakan setelah mendapat
kegiatan
oleh Badan Perizinan
usaha
Usaha Berusaha dari
pengelolaan,
setelah Pemerintah
pengangkutan
mendapat Pusat.
,
Izin Usaha (2) Badan Usaha penyimpanan,
dari yang memperoleh dan niaga.
Pemerintah. perizinan 2. Pengaturan
(2) Izin Usaha berusaha penegasan
yang sebagaimana Izin Usaha
diperlukan dimaksud dalam Hilir
untuk ayat (1) dapat dilaksanakan
kegiatan melakukan sesuai dengan
usaha kegiatan: kegiatan yang
Minyak Bumi diberikan izin
a. usaha
dan/atau pengusahaan
Pengolahan;
kegiatan nya
usaha Gas b. usaha 3. Kegiatan
Bumi Pengangkutan usaha

614
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
sebagaimana ; pengelolaan,
dimaksud pengangkutan
c. usaha
dalam ayat ,
Penyimpanan;
(1) penyimpanan,
dan/atau
dibedakan dan niaga
atas : d. usaha Niaga. dapat
dilakukan
a. Izin Usaha (3) Perizinan
Berusaha yang secara
Pengolah
telah diberikan terintegrasi
an;
sebagaimana atau tidak
b.Izin Usaha teritegrasi.
dimaksud pada
Pengangk 4. Pelayanan
ayat (1) hanya
utan; perizinan wajib
dapat digunakan
c. Izin Usaha sesuai dengan dilakukan
Penyimpa peruntukan melalui sistem
nan; kegiatan elektronik.
usahanya.
d.Izin Usaha
Niaga. (4) Permohonan
Perizinan
(3) Setiap Badan
Berusaha
Usaha dapat
sebagaimana
diberi lebih
dimaksud pada
dari 1 (satu)
ayat (1) wajib
Izin Usaha
dilakukan
sepanjang
menggunakan
tidak
sistem perizinan
bertentangan
terintegrasi
dengan
secara elektronik
ketentuan
yang dikelola oleh
peraturan
Pemerintah
perundang-
Pusat.
undangan
yang
berlaku.

8. Norma baru Pasal XX Untuk


Pada saat undang- mengakomodir
peralihan
undang ini berlaku:
kewenangan bari
a. dalam jangka Pemerintah
waktu paling
lama 6 (enam)
bulan dibentuk

615
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
organisasi Badan
Usaha Milik
Negara Khusus;
dan
b. ketentuan lebih
lanjut mengenai
susunan
organisasi, tugas,
personalia,
pengelolaan aset
dan tata kelola
diatur dengan
Peraturan
Presiden.
9. Norma baru Pasal XXX Untuk
Pada saat undang- mengakomodir
peralihan
undang ini berlaku:
kewenangan bari
a. Sebelum Pemerintah
terbentuknya
Badan Usaha
Milik Negara
Khusus:
1) Kegiatan
usaha hulu
migas tetap
dilaksanakan
berdasarkan
kontrak kerja
sama antara
Satuan Kerja
Khusus
Pelaksana
Kegiatan
Usaha Hulu
Minyak dan
Gas Bumi
dengan Badan
Usaha dan
Bentuk Usaha
Tetap.
2) Kegiatan
usaha hulu

616
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
migas
berdasarkan
kontrak kerja
sama antara
Satuan Kerja
Khusus
Pelaksana
Kegiatan
Usaha Hulu
Minyak dan
Gas Bumi
dengan Badan
Usaha dan
Bentuk Usaha
Tetap tetap
berlaku.
3) Satuan Kerja
Khusus
Pelaksana
Kegiatan
Usaha Hulu
Minyak dan
Gas Bumi
tetap
melaksanakan
tugas dan
fungsi
penyelenggara
an
pengelolaan
kegiatan
usaha hulu
Minyak dan
Gas Bumi
b. Dengan
terbentuknya
Badan Usaha
Milik Negara
Khusus, semua
hak dan
kewajiban serta
akibat yang
timbul terhadap
Satuan Kerja

617
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
Khusus
Pelaksana
Kegiatan Usaha
Hulu Minyak dan
Gas Bumi dari
Kontrak Kerja
Sama, beralih
kepada Badan
Usaha Milik
Negara Khusus.
c. Dengan
terbentuknya
Badan Milik
Negara Usaha
Khusus, Kontrak
lain yang
berkaitan dengan
Kontrak Kerja
Sama
sebagaimana
dimaksud pada
huruf a antara
Satuan Kerja
Khusus
Pelaksana
Kegiatan Usaha
Hulu Minyak dan
Gas Bumi dan
pihak lain beralih
kepada Badan
Usaha Milik
Negara Khusus.
d. Semua kontrak
sebagaimana
dimaksud pada
huruf a dan huruf
b dinyatakan
tetap berlaku
sampai dengan
berakhirnya
kontrak.
e. Hak, kewajiban,
dan akibat yang

618
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
timbul dari
kontrak,
perjanjian, atau
perikatan selain
sebagaimana
dimaksud pada
huruf a dan b
tetap
dilaksanakan oleh
Satuan Kerja
Khusus
Pelaksana
Kegiatan Usaha
Hulu Minyak dan
Gas Bumi sampai
dengan
terbentuknya
Badan Usaha
Milik Negara
Khusus.
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2014 tentang Panas Bumi
1. Pasal 4 Pasal 4 1. Sesuai dengan
Pasal 4 ayat (1)
(1) Panas Bumi (1) Panas Bumi
UUD NRI 1945,
merupakan merupakan
Presiden
kekayaan kekayaan
sebagai
nasional nasional yang
pemegang
yang dikuasai oleh
kekuasaan
dikuasai oleh negara dan
pemerintahan
negara dan dipergunakan
menempatkan
dipergunaka untuk sebesar-
Presiden secara
n untuk besar
atribusi
sebesar- kemakmuran
memiliki
besar rakyat.
kewenangan
kemakmuran (2) Penguasaan
penyelenggaraa
rakyat. Panas Bumi oleh n penguasaan
(2) Penguasaan negara panas bumi.
Panas Bumi sebagaimana 2. Kewenangan
oleh negara dimaksud pada penyelenggaraa
sebagaimana ayat (1) n panas bumi
dimaksud diselenggarakan untuk
pada ayat (1) oleh Pemerintah pemanfaatan
diselenggara Pusat. tidak langsung

619
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
kan oleh tidak
Pemerintah, didelegasikan
pemerintah kepada pemda
provinsi, dan dan sesuai
pemerintah dengan UU 21
kabupaten/k Tahun 2014
ota sesuai tentang Panas
dengan Bumi.
kewenangan
nya dan
berdasarkan
prinsip
pemanfaatan
.

2. Pasal 5 Pasal 5 1. Kewenangan


Pemerintah
(1) Penyelenggar (1) Pemerintah Pusat
dalam
aan Panas menyelenggaraka
penyelenggaraa
Bumi oleh n kegiatan panas
n kegiatan
Pemerintah bumi di seluruh
usaha panas
sebagaimana wilayah hukum
bumi
dimaksud panas bumi.
dipertegas
dalam Pasal (2) Wilayah hukum
dengan
4 ayat (2) panas bumi
kewenangan
dilakukan sebagaimana
Pemerintah di
terhadap: dimaksud pada
seluruh
ayat (1) meliputi
a. Panas wilayah NKRI.
seluruh wilayah
Bumi 2. Kewenangan
Negara Kesatuan
untuk penyelenggaraa
Republik
Pemanfaa n panas bumi
Indonesia,
tan untuk
termasuk
Langsung pemanfaatan
didalamnya
yang tidak langsung
kawasan hutan
berada tidak
dan wilayah
pada: didelegasikan
perairan
1. lintas kepada pemda
Indonesia.
wilaya
h
provin
si
terma
suk

620
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
Kawa
san
Hutan
produ
ksi
dan
Kawa
san
Hutan
lindu
ng;
2. Kawa
san
Hutan
konse
rvasi;
3. kawas
an
konse
rvasi
di
perair
an;
dan
4. wilaya
h laut
lebih
dari
12
(dua
belas)
mil
diuku
r dan
garis
panta
i ke
arah
laut
lepas
di
selur
uh

621
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
Indon
esia.
b. Panas
Bumi
untuk
Pemanfaa
tan Tidak
Langsung
yang
berada di
seluruh
wilayah
Indonesia
,
termasuk
Kawasan
Hutan
produksi,
Kawasan
Hutan
lindung,
Kawasan
Hutan
konserva
si, dan
wilayah
laut.
(2) Penyelenggar
aan Panas
Bumi oleh
pemerintah
provinsi
sebagaimana
dimaksud
dalam Pasal
4 ayat (2)
dilakukan
untuk
Pemanfaatan
Langsung
yang berada
pada:
a. lintas

622
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
wilayah
kabupate
n/kota
dalam
satu
provinsi
termasuk
Kawasan
Hutan
produksi
dan
Kawasan
Hutan
lindung;
dan
b. wilayah
laut
paling
jauh 12
(dua
belas) mil
diukur
dari garis
pantai ke
arah laut
lepas
dan/atau
ke arah
perairan
kepulaua
n.
(3) Penyelenggar
aan Panas
Bumi oleh
pemerintah
kabupaten/k
ota
sebagaimana
dimaksud
dalam Pasal
4 ayat (2)
dilakukan
untuk
Pemanfaatan

623
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
Langsung
yang berada
pada:
a. wilayah
kabupate
n/kota
termasuk
Kawasan
Hutan
produksi
dan
Kawasan
Hutan
lindung;
dan
b. wilayah
laut
paling
jauh 1/3
(satu per
tiga) dari
wilayah
laut
kewenang
an
provinsi.
3. Pasal 6 Pasal 6 1. Seluruh
perizinan
(1) Kewenangan (1) Kewenangan
diberikan oleh
Pemerintah Pemerintah dalam
Pemerintah,
dalam penyelenggaraan
dalam hal ini
penyelenggar Panas Bumi
oleh Presiden
aan Panas sebagaimana
sebagai
Bumi dimaksud dalam
pemegang
sebagaimana Pasal 5 ayat (1)
kekuasaan
dimaksud meliputi:
pemerintahan.
dalam Pasal a. pembuatan 2. Perizinan yang
5 ayat (1) kebijakan diberikan oleh
meliputi: nasional; Pemerintah
a. pembuat berlaku untuk
b. pengaturan di
an seluruh
bidang Panas
kebijakan wilayah panas
Bumi;
nasional; bumi

624
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
b. pengatur c. Perizinan Indonesia,
an di Berusaha tidak berlaku
bidang terkait Panas lagi asas
Panas Bumi; enteriial, enter
Bumi; wilayah
d. pembuatan
kabupaten/kot
c. pemberia norma,
a diberikan
n Izin standar,
oleh
Panas pedoman, dan
bupati/walikot
Bumi; kriteria untuk
a dan wilayah
kegiatan
d. pemberia lintas
pengusahaan
n Izin kabupaten/kot
Panas Bumi
Pemanfaa a diberikan
untuk
tan oleh gubernur
pemanfaatan
Langsung dalam UU
langsung;
pada Panas Bumi,
wilayah e. pembinaan atau perizinan
yang dan pertambangan
menjadi pengawasan; mineral untuk
kewenang pemerintah
f. pengelolaan
annya; daerah yang
data dan
e. pembinaa informasi diberikan oleh
n dan geologi serta gubernur
pengawas potensi Panas sebagaimana
an; Bumi; diatur dalam
UU No. 23
f. pengelola g. inventarisasi Tahun 2014
an data dan tentang
dan penyusunan Pemerintah
informasi neraca Daerah.
geologi sumber daya 3. Kewenangan
serta dan cadangan penyelenggaraa
potensi Panas Bumi; n panas bumi
Panas untuk
h. pelaksanaan
Bumi; pemanfaatan
Eksplorasi,
g. inventaris Eksploitasi, tidak langsung
asi dan dan/atau tidak
penyusun pemanfaatan didelegasikan
an neraca Panas Bumi; kepada pemda.
sumber dan 4. Pengusahaan
daya dan Panas Bumi
i. pendorongan
cadangan Pemanfaatan
kegiatan
Panas Langsung
penelitian,
Bumi; diusulkan tidak
pengembanga

625
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
h. pelaksan n, dan berupa izin
aan kemampuan dengan
Eksploras perekayasaan. mempertimban
i, gkan kriteria
(2) Dihapus.
Eksploita pengusahaan
si, Panas Bumi
dan/atau untuk
pemanfaa pemanfaatan
tan langsung
Panas merupakan
Bumi; kegiatan
dan pengusahaan
yang medium
i. pendoron
risk atau low
gan
risk.
kegiatan
penelitian
,
pengemb
angan
dan
kemamp
uan
perekaya
saan.
(2) Kewenangan
Pemerintah
dalam
penyelenggar
aan Panas
Bumi
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)
dilaksanakan
dan/atau
dikoordinasi
kan oleh
Menteri.

4. Pasal 7 Pasal 7 1. Seluruh


perizinan
Kewenangan Dihapus dan
pemerintah dinyatakan tidak diberikan oleh

626
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
provinsi dalam berlaku. Pemerintah,
penyelenggaraan dalam hal ini
Panas Bumi oleh Presiden
sebagaimana sebagai
dimaksud dalam pemegang
Pasal 5 ayat (2) kekuasaan
meliputi: pemerintahan.
2. Kewenangan
1. pembentuka
penyelenggaraa
n peraturan
n panas bumi
perundang-
untuk
undangan
pemanfaatan
daerah
tidak langsung
provinsi di
tidak
bidang Panas
didelegasikan
Bumi untuk
kepada pemda.
Pemanfaatan
3. Perizinan yang
Langsung;
diberikan oleh
2. pemberian Pemerintah
Izin untuk seluruh
Pemanfaatan wilayah panas
Langsung bumi dapat
pada wilayah didelegasikan
yang menjadi kepada
kewenangan pemerintah
nya; daerah.
3. pembinaan 4. Pendegelagisan
dan ini
pengawasan; dimaksudkan
untuk
4. pengelolaan memberikan
data dan kesempatan
informasi kepada
geologi serta pemerintah
potensi daerah tetap
Panas Bumi memiliki
pada wilayah kewenangan
provinsi; dan penyelenggaraa
5. inventarisasi n
dan pertambangan
penyusunan panas bumi,
neraca seperi perizinan
sumber daya pertambangan
dan untuk batuan

627
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
cadangan yang tidak vital
Panas Bumi dan strategis.
pada wilayah
provinsi.

5. Pasal 8 Pasal 8 1. Seluruh


perizinan
Kewenangan Dihapus dan
diberikan oleh
pemerintah dinyatakan tidak
Pemerintah,
kabupaten/kota berlaku.
dalam hal ini
dalam
oleh Presiden
penyelenggaraan
sebagai
Panas Bumi
pemegang
sebagaimana
kekuasaan
dimaksud dalam
pemerintahan.
Pasal 5 ayat (3)
2. Konsistensi
meliputi:
atas usulan
1. pembentuka untuk
n peraturan menghapuskan
perundang- izin
undangan pemanfaatan
daerah langsung
kabupaten/ menjadi hanya
kota di memenuhi
bidang Panas Norma,
Bumi untuk Standar,
Pemanfaatan Prosedur, dan
Langsung; Kriteria.
2. pemberian
Izin
Pemanfaatan
Langsung
pada wilayah
yang menjadi
kewenangan
nya;
3. pembinaan
dan
pengawasan;
4. pengelolaan
data dan
informasi

628
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
geologi serta
potensi
Panas Bumi
pada wilayah
kabupaten/k
ota; dan
5. inventarisasi
dan
penyusunan
neraca
sumber daya
dan
cadangan
Panas Bumi
pada wilayah
kabupaten/k
ota.
6. Pasal 11 Pasal 11 1. Perizinan
terpusat pada
(1) Setiap Orang (1) Setiap Orang
Pemerintah,
yang yang melakukan
dalam hal ini
melakukan pengusahaan
Presiden
pengusahaan Panas Bumi
sebagai
Panas Bumi untuk
pemegang
untuk Pemanfaatan
kekuasaan
Pemanfaatan Langsung
pemerintahan
Langsung sebagaimana
negara
sebagaimana dimaksud dalam
sebagaimana
dimaksud Pasal 9 ayat (1)
dimaksud
dalam Pasal huruf a wajib
dalam Pasal 4
9 ayat (1) memenuhi
ayat (1) UUD
huruf a wajib norma, standar,
NRI 1945.
terlebih prosedur dan
2. Perizinan
dahulu krititeria.
terkait yang
memiliki Izin (2) Dihapus. menjadi
Pemanfaatan
persyaratan
Langsung.
diperolehnya
(2) Izin Izin
Pemanfaatan Pemanfaatan
Langsung Panas Bumi,
sebagaimana seperti IPPKH
dimaksud dan Izin
pada ayat (1) Lingkungan

629
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
diberikan direformulasi
oleh Menteri menjadi
untuk Standar.
Pemanfaatan 3. Untuk Panas
Langsung Bumi Langsung
yang berada tidak mengenal
pada: konsep
perizinan.
a. lintas
wilayah
provinsi
termasuk
Kawasan
Hutan
produksi
dan
Kawasan
Hutan
lindung;
b. Kawasan
Hutan
konserva
si;
c. enteri
konserva
si di
perairan;
dan
d. wilayah
laut lebih
dari 12
(dua
belas) mil
diukur
dari garis
pantai
enteri
laut lepas
di
seluruh
Indonesia
.
(3) Izin

630
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
Pemanfaatan
Langsung
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)
diberikan
oleh
gubernur
untuk
Pemanfaatan
Langsung
yang berada
pada:
a. lintas
wilayah
kabupate
n/kota
dalam
satu
provinsi
termasuk
Kawasan
Hutan
produksi
dan
Kawasan
Hutan
lindung;
dan
b. wilayah
laut
paling
jauh 12
(dua
belas) mil
diukur
dan garis
pantai
enteri
laut lepas
dan/atau
enteri
perairan
kepulaua

631
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
n.
(4) Izin
Pemanfaatan
Langsung
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)
diberikan
oleh
bupati/wali
kota untuk
Pemanfaatan
Langsung
yang berada
pada:
a. wilayah
kabupate
n/kota
termasuk
Kawasan
Hutan
produksi
dan
Kawasan
Hutan
lindung;
dan
b. wilayah
laut
paling
jauh 1/3
(satu per
tiga) dari
wilayah
laut
kewenang
an
provinsi.
(5) Izin
Pemanfaatan
Langsung
sebagaimana
dimaksud

632
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
pada ayat
(2), ayat (3),
dan ayat (4)
diberikan
berdasarkan
permohonan
dari Setiap
Orang.
(6) Izin
Pemanfaatan
Langsung
diberikan
setelah
Setiap Orang
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (5)
mendapat
izin
lingkungan
sesuai
dengan
ketentuan
peraturan
perundang-
undangan di
bidang
perlindungan
dan
pengelolaan
lingkungan
hidup.
(7) Dalam hal
kegiatan
pengusahaan
Panas Bumi
untuk
Pemanfaatan
Langsung
sebagaimana
dimaksud
pada ayat
(2), ayat (3),
dan ayat (4)

633
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
berada di
Kawasan
Hutan,
pemegang
Izin
Pemanfaatan
Langsung
wajib
mendapatka
n izin dari
enteri yang
menyelengga
rakan
urusan
pemerintaha
n di bidang
kehutanan.
7. Pasal 12 Pasal 12 Pemerintah
(1) Dalam hal Dihapus dan memiliki
pengusahaan dinyatakan tidak kewenangan
pemanfaatan
Panas Bumi berlaku.
langsung di
untuk
seluruh wilayah,
Pemanfaatan
termasuk Wilayah
Langsung
Kerja. Hal ini
dilakukan
sebagaimana
pada wilayah
telah diformulasi
yang
dalam rumusan
ditetapkan
perubahan Pasal
sebagai
11.
Wilayah
Kerja,
gubernur
atau
bupati/wali
kota sebelum
memberikan
Izin
Pemanfaatan
Langsung
sebagaimana
dimaksud
dalam Pasal
11 ayat (3)

634
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
dan ayat (4)
wajib
mendapatka
n
persetujuan
Menteri.
(2) Dalam hal
akan
dilaksanakan
pengusahaan
Panas Bumi
untuk
Pemanfaatan
Langsung
pada wilayah
yang belum
ditetapkan
sebagai
Wilayah
Kerja,
gubernur
atau
bupati/wali
kota sebelum
memberikan
Izin
Pemanfaatan
Langsung
sebagaimana
dimaksud
dalam Pasal
11 ayat (3)
dan ayat (4)
harus
berkoordinas
i dengan
Menteri.
8. Pasal 13 Pasal 13 Konsistensi atas
dan usulan untuk
(1) Setiap Orang Dihapus
menghapuskan
yang dinyatakan tidak
izin pemanfaatan
memegang berlaku.
langsung menjadi
Izin
Pemanfaatan hanya memenuhi

635
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
Langsung Norma, Standar,
wajib Prosedur, dan
melakukan Kriteria.
pengusahaan
Panas Bumi
untuk
Pemanfaatan
Langsung
pada lokasi
yang
ditetapkan
dalam izin.
(2) Setiap Orang
yang
memegang
Izin
Pemanfaatan
Langsung
wajib
melakukan
pengusahaan
Panas Bumi
sesuai
dengan
peruntukann
ya.
9. Pasal 14 Pasal 14 Pengenaan harga
dan energi Panas
Harga energi Dihapus
tidak Bumi untuk
Panas Bumi dinyatakan
pemanfaatan
untuk berlaku.
langsung akan
Pemanfaatan
berpotensi
Langsung diatur
memunculkan
oleh Pemerintah.
pemungutan
PNBP ganda
untuk satu obyek.
10. Pasal 15 Pasal 15 Konsisten dengan
usulan
Ketentuan lebih Ketentuan lebih
pemanfaatan
lanjut mengenai lanjut mengenai
panas bumi
pengusahaan norma, standar,
langsung tidak
Panas Bumi prosedur dan kriteria
untuk pengusahaan Panas berupa izin, tetapi
hanya wajib

636
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
Pemanfaatan Bumi untuk memenuhi norma,
Langsung Pemanfaatan standar,
sebagaimana Langsung prosedur, dan
dimaksud dalam sebagaimana kriteria.
Pasal 11 dan dimaksud dalam
Pasal 12 serta Pasal 11 diatur
pengaturan harga dengan Peraturan
energi Panas Pemerintah.
Bumi
sebagaimana
dimaksud dalam
Pasal 14 diatur
dalam Peraturan
Pemerintah.
11. Pasal 23 Pasal 23 1. Kewenangan
pemberian
(1) Badan Usaha (1) Badan Usaha
izin panas
yang yang melakukan
bumi untuk
melakukan pengusahaan
pemanfaatan
pengusahaan Panas Bumi
tidak
Panas Bumi untuk
langsung,
untuk Pemanfaatan
yang
Pemanfaatan Tidak Langsung
sebelumnya
Tidak sebagaimana
diberikan oleh
Langsung dimaksud dalam
Menteri
sebagaimana Pasal 9 ayat (1)
direformulasi
dimaksud huruf b wajib
dengan
dalam Pasal terlebih dahulu
pemberian
9 ayat (1) memiliki
izin
huruf b wajib Perizinan
pemanfaatan
terlebih Berusaha terkait
tidak
dahulu Panas Bumi.
langsung oleh
memiliki Izin (2) Perizinan
Pemerintah.
Panas Bumi. Berusaha terkait 2. Pelaksanaan
(2) Izin Panas Panas Bumi lebih lanjut
Bumi sebagaimana dari perizinan
sebagaimana dimaksud pada diatur dalam
dimaksud ayat (1) diberikan NSPK. (telah
pada ayat (1) oleh Pemerintah diatur dalam
diberikan Pusat kepada PP Nomor 7
oleh Menteri Badan Usaha Tahun 2017).
kepada berdasarkan hasil
Badan Usaha penawaran
berdasarkan

637
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
hasil Wilayah Kerja.
penawaran (3) Ketentuan lebih
Wilayah lanjut mengenai
Kerja. pemberian
Perizinan
Berusaha terkait
Panas Bumi
untuk
Pemanfaatan
Tidak Langsung
diatur dengan
Peraturan
Pemerintah.
12. Pasal 24 Pasal 24 Format Izin Panas
1. Izin Panas Dihapus dan Bumi
Bumi dinyatakan tidak menyesuaikan
dengan NSPK
sebagaimana berlaku.
yang telah diatur
dimaksud
dalam PP Nomor 7
dalam Pasal
Tahun 2017.
23 ayat (2)
harus
memuat
ketentuan
paling sedikit:
a. nama
Badan
Usaha;
b. nomor
pokok
wajib
pajak
Badan
Usaha;
c. jenis
kegiatan
pengusah
aan;
d. jangka
waktu
berlakun
ya Izin

638
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
Panas
Bumi;
e. hak dan
kewajiba
n
pemegan
g Izin
Panas
Bumi;
f. Wilayah
Kerja;
dan
g. tahapan
pengemb
alian
Wilayah
Kerja.
2. Dalam hal
kegiatan
pengusahaan
Panas Bumi
untuk
Pemanfaatan
Tidak
Langsung
berada di
Kawasan
Hutan,
pemegang
Izin Panas
Bumi wajib:
a. mendapa
tkan:
(1) izin
pinja
m
pakai
untuk
meng
gunak
an
Kawa

639
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
san
Hutan
produ
ksi
atau
Kawa
san
Hutan
lindu
ng;
atau
(2) izin
untuk
mema
nfaat
kan
Kawa
san
Hutan
konse
rvasi,
dari
menteri
yang
menyelen
ggarakan
urusan
pemerint
ahan di
bidang
kehutana
n; dan
b. melaksa
nakan
kegiatan
pengusa
haan
Panas
Bumi
dengan
memper
hatikan
tujuan

640
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
utama
pengelol
aan
hutan
lestari
sesuai
dengan
ketentua
n
peratura
n
perunda
ng-
undanga
n.
3. Izin
memanfaatka
n enteri
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (2)
huruf a
angka 2
dilakukan
melalui izin
pemanfaatan
jasa
lingkungan.
13. Pasal 25 Pasal 25
Dalam hal Dihapus dan
kegiatan dinyatakan tidak
pengusahaan berlaku.
Panas Bumi
untuk
Pemanfaatan
Tidak Langsung
berada pada
wilayah
konservasi di
perairan,
pemegang Izin
Panas Bumi wajib
mendapatkan izin

641
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
dari menteri yang
menyelenggaraka
n urusan
pemerintahan di
bidang kelautan.
14. Pasal 36 Pasal 36 1. Kewenangan
menerbitkan
(1) Menteri (1) Pemerintah Pusat
izin ada di
dapat dapat mencabut
Pemerintah
mencabut Perizinan
maka
Izin Panas Berusaha terkait
kewenangan
Bumi Panas Bumi
untuk
sebagaimana sebagaimana
mencabut dan
dimaksud dimaksud dalam
membatalkan
dalam Pasal Pasal 33 huruf c
izin panas
33 huruf c jika pelaku usaha
bumi
jika Panas Bumi:
seharusnya
pemegang a. melakukan menjadi
Izin Panas pelanggaran kewenangan
Bumi: terhadap Pemerintah.
a. melakuka salah satu 2. Dalam hal
n ketentuan kewenangan
pelanggar yang mencabut dan
an tercantum membatalkan
terhadap dalam didelegasikan
salah Perizinan kepada Menteri
satu Berusaha perlu diatur di
ketentua terkait Panas dalam
n yang Bumi; Peraturan
tercantu dan/atau Pemerintah
m dalam sebagai
b. tidak
Izin turunan dari
memenuhi
Panas UU ini.
ketentuan
Bumi; peraturan
dan/atau perundang-
b. tidak undangan.
memenu (2) Sebelum
hi melaksanakan
ketentua pencabutan
n Perizinan
peratura Berusaha terkait
n Panas Bumi
perundan sebagaimana

642
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
g- dimaksud pada
undanga ayat (1),
n. Pemerintah Pusat
terlebih dahulu
(2) Sebelum
memberikan
melaksanaka
kesempatan
n
dalam jangka
pencabutan
waktu 6 (enam)
Izin Panas
bulan kepada
Bumi
pelaku usaha
sebagaimana
Panas Bumi
dimaksud
untuk memenuhi
pada ayat
kewajiban sesuai
(1), Menteri
dengan ketentuan
terlebih
yang diatur dalam
dahulu
Undang–Undang
memberikan
ini.
kesempatan
dalam jangka
waktu 6
(enam) bulan
kepada
pemegang
Izin Panas
Bumi untuk
memenuhi
ketentuan
yang
ditetapkan.

15. Pasal 37 Pasal 37 1. Kewenangan


menerbitkan
Menteri dapat Pemerintah dapat
izin ada di
membatalkan Izin membatalkan
Pemerintah
Panas Bumi Perizinan Berusaha
maka
sebagaimana terkait Panas Bumi
kewenangan
dimaksud dalam sebagaimana
untuk
Pasal 33 huruf d dimaksud dalam
mencabut dan
jika: Pasal 33 huruf d jika:
membatalkan
a. pemegang a. Pelaku usaha izin panas
Izin Panas Panas Bumi bumi
Bumi memberikan data, seharusnya
memberikan informasi, atau menjadi
data, keterangan yang kewenangan

643
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
informasi, tidak benar dalam Pemerintah.
atau permohonan; 2. Dalam hal
keterangan atau kewenangan
yang tidak membatalkan
b. Perizinan
benar dalam didelegasikan
Berusaha terkait
permohonan; kepada Menteri
Panas Bumi
atau perlu diatur di
dinyatakan batal
dalam
b. Izin Panas berdasarkan
Peraturan
Bumi putusan
Pemerintah
dinyatakan pengadilan.
sebagai
batal
turunan dari
berdasarkan
UU ini
putusan
pengadilan.

16. Pasal 38 Pasal 38 1. Kewenangan


menerbitkan
(1) Dalam hal (1) Dalam hal
izin ada di
Izin Panas Perizinan
Pemerintah
Bumi Berusaha terkait
maka
berakhir Panas Bumi
kewenangan
karena berakhir karena
untuk
alasan alasan
mencabut dan
sebagaimana sebagaimana
membatalkan
dimaksud dimaksud dalam
izin panas
dalam Pasal Pasal 33, pelaku
bumi
33, usaha Panas
seharusnya
pemegang Bumi wajib
menjadi
Izin Panas memenuhi dan
kewenangan
Bumi wajib menyelesaikan
Pemerintah.
memenuhi segala
2. Dalam hal
dan kewajibannya
kewenangan
menyelesaika sesuai dengan
mencabut dan
n segala ketentuan
membatalkan
kewajibanny peraturan
didelegasikan
a sesuai perundang-
kepada Menteri
dengan undangan.
perlu diatur di
ketentuan (2) Kewajiban pelaku dalam
peraturan usaha Panas Peraturan
perundang- Bumi Pemerintah.
undangan. sebagaimana
(2) Kewajiban dimaksud pada
pemegang ayat (1)

644
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
Izin Panas dinyatakan telah
Bumi terpenuhi setelah
sebagaimana mendapatkan
dimaksud persetujuan dari
pada ayat (1) Pemerintah.
dinyatakan (3) Pemerintah Pusat
telah menetapkan
terpenuhi persetujuan
setelah pengakhiran
mendapatka
Perizinan
n Berusaha terkait
persetujuan Panas Bumi
dari Menteri. setelah pelaku
(3) Menteri usaha Panas
menetapkan Bumi
persetujuan melaksanakan
pengakhiran pemulihan fungsi
lzin Panas lingkungan di
Bumi setelah Wilayah Kerjanya
pemegang serta kewajiban
Izin Panas lainnya
Bumi sebagaimana
melaksanaka dimaksud pada
n pemulihan ayat (1).
fungsi
lingkungan
di Wilayah
Kerjanya
serta
kewajiban
lainnya
sebagaimana
dimaksud
pada ayat
(1).
17. Pasal 42 Pasal 42 1. Konsisten
dengan usulan
(1) Dalam hal “Dalam hal pelaku
pemanfaatan
akan usaha pemanfaatan
panas bumi
menggunaka langsung atau pelaku
langsung tidak
n bidang- usaha Panas Bumi
berupa izin,
bidang tanah
tetapi hanya
negara, hak
atas tanah, wajib

645
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
tanah ulayat, memenuhi
dan/atau norma,
Kawasan standar,
Hutan di prosedur, dan
dalam kriteria.
Wilayah 2. Tidak ada lagi
Kerja, terminilogi
pemegang pemegang izin
Izin pemanfaatan
Pemanfaatan langsung
Langsung sehingga
atau diganti menjadi
pemegang pelaku usaha
Izin Panas
Bumi harus
terlebih
dahulu
melakukan
penyelesaian
penggunaan
laban dengan
pemakai
tanah di atas
tanah negara
atau
pemegang
hak atau izin
di bidang
kehutanan
sesuai
dengan
ketentuan
peraturan
perundang-
undangan.
(2) Dalam hal
Menteri
melakukan
Eksplorasi
untuk
menetapkan
Wilayah Kerja
sebagaimana
dimaksud

646
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
dalam Pasal
17 ayat (1),
sebelum
melakukan
Eksplorasi,
Menteri
melakukan
penyelesaian
penggunaan
lahan dengan
pemakai
tanah di atas
tanah negara
atau
pemegang
hak atau izin
di bidang
kehutanan
sesuai
dengan
ketentuan
peraturan
perundang-
undangan.
(3) Penyelesaian
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)
dan ayat (2)
dilakukan
secara
musyawarah
dan mufakat
dengan cara
jual beli,
tukar-
menukar,
ganti rugi
yang layak,
pengakuan
atau bentuk
penggantian
lain kepada
pemakai

647
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
tanah di atas
tanah negara
atau
pemegang
hak.
(4) Dalam hal
kegiatan
pengusahaan
Panas Bumi
dilakukan
oleh badan
usaha milik
negara yang
mendapat
penugasan
khusus dari
Pemerintah,
penyediaan
tanah
dilakukan
sesuai
dengan
ketentuan
peraturan
perundang-
undangan.
18. Pasal 43 Pasal 43 1. Konsisten
dengan usulan
(1) Pemegang (1) Pemegang
pemanfaatan
Izin Perizinan
panas bumi
Pemanfaatan Berusaha terkait
langsung tidak
Langsung Panas Bumi
berupa izin,
atau sebelum
tetapi hanya
Pemegang melakukan
wajib
Izin Panas pengusahaan
memenuhi
Bumi Panas Bumi di
norma,
sebelum atas tanah
standar,
melakukan negara, hak atas
prosedur, dan
pengusahaan tanah, tanah
kriteria
Panas Bumi ulayat, dan/ atau
2. Terkait dengan
di atas tanah Kawasan Hutan
Pemanfaatan
negara, hak harus:
Tidak
atas tanah, a. memperlihatk Langsung
tanah ulayat,

648
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
dan/ atau an Perizinan (PLTP) yang
Kawasan Berusaha memerlukan
Hutan harus: terkait Panas perizinan
Bumi atau berusaha di
a. memperli
salinan yang bidang panas
hatkan:
sah; bumi.
1. Izin
b. memberitahuk
Pema
an maksud
nfaata
dan tempat
n
kegiatan yang
Langs
akan
ung
dilakukan;
atau
dan
salina
n c. melakukan
yang penyelesaian
sah; atau jaminan
atau penyelesaian
yang disetujui
2. Izin
oleh pemakai
Panas
tanah di atas
Bumi
tanah negara
atau
dan/atau
salina
pemegang hak
n
sebagaimana
yang
dimaksud
sah;
dalam Pasal
b. memberit 42.
ahukan
(2) Jika pemegang
maksud
Perizinan
dan
Berusaha terkait
tempat
Panas Bumi telah
kegiatan
memenuhi
yang
ketentuan
akan
sebagaimana
dilakuka
dimaksud pada
n; dan
ayat (1), pemakai
c. melakuka tanah di atas
n tanah negara
penyelesa dan/ atau
ian atau pemegang hak
jaminan wajib
penyelesa mengizinkan
ian yang pemegang

649
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
disetujui Perizinan
oleh Berusaha terkait
pemakai Panas Bumi
tanah di untuk
atas melaksanakan
tanah pengusahaan
negara Panas Bumi di
dan/atau atas tanah yang
pemegan bersangkutan.
g hak
sebagaim
ana
dimaksud
dalam
Pasal 42.
(2) Jika
pemegang
Izin
Pemanfaatan
Langsung
atau
pemegang
Izin Panas
Bumi telah
memenuhi
ketentuan
sebagaimana
dimaksud
pada ayat
(1), pemakai
tanah di atas
tanah negara
dan/ atau
pemegang
hak wajib
mengizinkan
pemegang
Izin
Pemanfaatan
Langsung
atau
pemegang
Izin Panas
Bumi untuk

650
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
melaksanaka
n
pengusahaan
· Panas Bumi
di atas tanah
yang
bersangkuta
n.
19. Pasal 46 Pasal 46 1. Konsisten
dengan usulan
Setiap Orang Setiap Orang dilarang
pemanfaatan
dilarang menghalangi atau
panas bumi
menghalangi atau merintangi
langsung tidak
merintangi pengusahaan Panas
berupa izin,
pengusahaan Bumi yang telah
tetapi hanya
Panas Bumi yang memegang Perizinan
wajib
telah memegang: Berusaha terkait
memenuhi
Panas Bumi dan telah
a. Izin norma,
Pemanfaatan menyelesaikan standar,
kewajiban
Langsung; prosedur, dan
sebagaimana
atau kriteria
dimaksud dalam
b. Izin Panas Pasal 42. 2. Menghapuskan
Bumi ketentuan
pidana terkait
dan telah upaya
menyelesaikan menghalangi
kewajiban atau
sebagaimana merintangi
dimaksud dalam terhadap
Pasal 42. kegiatan
pemanfataan
langsung yang
bukan berupa
izin.
20. Pasal 47 Pasal 47 1. Konsisten
dengan usulan
Pemegang Izin Pelaku Usaha
pemanfaatan
Pemanfaatan Pemanfaatan
panas bumi
Langsung berhak Langsung berhak
langsung tidak
melakukan melakukan kegiatan
berupa izin,
pengusahaan pengusahaan Panas
tetapi hanya
Panas Bumi Bumi sesuai dengan
wajib
sesuai dengan Norma, Standar,
memenuhi
izin yang Prosedur, dan Kriteria

651
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
diberikan. Pengusahaan Panas norma,
Bumi untuk standar,
Pemanfaatan prosedur, dan
Langsung. kriteria
2. Penyesuaian
nomenklatur.
3. Kegiatan usaha
Pemanfaatan
Langsung
harus
menyesuaikan
dengan NPSK
yang telah
ditetapkan.
21. Pasal 48 Pasal 48 1. Konsisten
dengan usulan
Pemegang Izin Pelaku Usaha
pemanfaatan
Pemanfaatan Pemanfaatan
panas bumi
Langsung wajib: Langsung wajib:
langsung tidak
a. memahami a. memahami dan berupa izin,
dan menaati menaati tetapi hanya
peraturan peraturan wajib
perundang- perundang- memenuhi
undangan di undangan di norma,
bidang bidang standar,
keselamatan keselamatan dan prosedur, dan
dan kesehatan kerja kriteria
kesehatan serta 2. Penyesuaian
kerja serta perlindungan dan nomenklatur.
perlindungan pengelolaan
dan lingkungan hidup
pengelolaan dan memenuhi
lingkungan standar yang
hidup dan berlaku;
memenuhi b. melakukan
standar yang pengendalian
berlaku; pencemaran
b. melakukan dan/atau
pengendalian kerusakan
pencemaran lingkungan hidup
dan/atau yang meliputi
kerusakan kegiatan
lingkungan pencegahan,

652
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
hidup yang penanggulangan,
meliputi dan pemulihan
kegiatan fungsi lingkungan
pencegahan, hidup;
penanggulan c. dihapus.
gan, dan
pemulihan d. Dihapus.
fungsi
lingkungan
hidup;
c. menyampaik
an rencana
kerja dan
rencana
anggaran
kepada
Menteri,
gubernur,
atau
bupati/wali
kota sesuai
dengan
kewenangan
nya; dan
d. menyampaik
an laporan
tertulis
secara
berkala atas
pelaksanaan
rencana
kerja dan
rencana
anggaran
serta
kegiatan
pengusahaan
Panas Bumi
untuk
Pemanfaatan
Langsung
kepada
Menteri,
gubernur,

653
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
atau
bupati/wali
kota sesuai
dengan
kewenangan
nya
22. Pasal 49 Pasal 49 1. Konsisten
dengan usulan
(1) Pemegang (1) Pelaku Usaha
pemanfaatan
Izin Pemanfaatan
panas bumi
Pemanfaatan Langsung wajib
langsung tidak
Langsung memenuhi
berupa izin,
wajib kewajiban
tetapi hanya
memenuhi berupa:
wajib
kewajiban a. pajak daerah; memenuhi
berupa: dan norma,
a. iuran standar,
b. retribusi
produksi; prosedur, dan
daerah.
b. pajak kriteria
(2) Kewajiban 2. Penyesuaian
daerah; pemenuhan pajak nomenklatur.
dan daerah 3. Konsitensi
c. retribusi sebagaimana dengan usulan
daerah. dimaksud pada penghapusan
ayat (1) huruf b Pasal 14
(2) Kewajiban
dan retribusi
pemenuhan
pajak daerah daerah
sebagaimana
sebagaimana
dimaksud pada
dimaksud
ayat (1) huruf c
pada ayat (1)
dilaksanakan
huruf b dan
sesuai dengan
retribusi
ketentuan
daerah
peraturan
sebagaimana
perundang-
dimaksud
undangan.
pada ayat (1)
huruf c
dilaksanakan
sesuai
dengan
ketentuan
peraturan
perundang-

654
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
undangan.
23. Pasal 50 Pasal 50 1. Konsisten
dengan usulan
(1) Setiap Orang (1) Pemegang
pemanfaatan
pemegang Perizinan
panas bumi
Izin Berusaha terkait
langsung tidak
Pemanfaatan Pemanfaatan
berupa izin,
Langsung Langsung yang
tetapi hanya
yang tidak tidak memenuhi
wajib
memenuhi atau melanggar
memenuhi
atau ketentuan
norma,
melanggar sebagaimana
standar,
ketentuan dimaksud dalam
prosedur, dan
sebagaimana Pasal 48 huruf b,
kriteria
dimaksud huruf c, dan
2. Penyesuaian
dalam Pasal huruf d dan/atau
nomenklatur.
48 huruf b, Pasal 49 ayat (1)
3. Penyesuaian
huruf c, dikenai sanksi
sanksi
huruf d, administratif.
administrasi
dan/atau (2) Sanksi dengan
Pasal 49 ayat administratif menghilangkan
(1) dikenai sebagaimana nomenklatur
sanksi dimaksud pada pencabutan
administratif. ayat (1) berupa: karena bukan
(2) Sanksi berupa izin.
a. peringatan
administratif 1.
tertulis;
sebagaimana
dimaksud b. penghentian
pada ayat (1) sementara
berupa: kegiatan
pengusahaan
a. peringata Panas Bumi
n tertulis; untuk
b. penghenti Pemanfaatan
an Langsung;
sementar c. denda;
a seluruh dan/atau
kegiatan
pengusah d. pencabutan
aan Perizinan
Panas Berusaha
Bumi kegiatan
untuk pengusahaan
Pemanfaa Panas Bumi

655
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
tan untuk
Langsung Pemanfaatan
; Langsung.
dan/atau
c. pencabut
an Izin
Pemanfaa
tan
Langsung
.

24. Pasal 59 Pasal 59 1. Kewenangan


pembinaan dan
(1) Menteri (1) Pemerintah
pengawasan
melakukan melakukan
dilakukan oleh
pembinaan pembinaan dan
Pemerintah
dan pengawasan
sebagai
pengawasan terhadap
pemberi izin.
terhadap penyelenggaraan
2. Pembinaan dan
penyelenggar Panas Bumi
pengawasan
aan Panas untuk
dilakukan oleh
Bumi untuk pemanfaatan
Menteri.
Pemanfaatan langsung.
Langsung (2) Ketentuan lebih
yang lanjut mengenai
dilaksanakan pembinaan dan
oleh pengawasan
pemerintah penyelenggaraan
provinsi dan Panas Bumi
pemerintah untuk
kabupaten/k Pemanfaatan
ota. Langsung diatur
(2) Menteri dengan Peraturan
dapat Pemerintah.
melimpahka
n kepada
gubernur
untuk
melakukan
pembinaan
dan
pengawasan
penyelenggar

656
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
aan Panas
Bumi untuk
Pemanfaatan
Langsung
yang
dilaksanakan
oleh
pemerintah
kabupaten/k
ota.
25. Pasal 60 Pasal 60 Disesuaikan
(1) Menteri, Dicabut dan dengan
gubernur dinyatakan tidak kewenangan
pemberian izin
atau berlaku.
yang
bupati/wali
diselenggarakan
kota sesuai
oleh Pemerintah.
dengan
kewenangan
nya
melakukan
pembinaan
dan
pengawasan
atas
pelaksanaan
pengusahaan
Panas Bumi
untuk
Pemanfaatan
Langsung
yang
dilakukan
oleh
pemegang
Izin
Pemanfaatan
Langsung.
(2) Gubernur
dan
bupati/wali
kota sesuai
dengan
kewenangan

657
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
nya wajib
melaporkan
pelaksanaan
penyelenggar
aan Panas
Bumi untuk
Pemanfaatan
Langsung
setiap tahun
kepada
Menteri.
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang
Ketenagalistrikan
1. Pasal 1 Pasal 1 Izin terlalu rumit
10. Izin usaha 10. Perizinan dan banyak, perlu
penyediaan Berusaha terkait disederhanakan
tenaga listrik ketenagalistrikan menjadi satu izin
adalah izin adalah perizinan dengan berbagai
untuk untuk melakukan hak kegiatan
melakukan kegiatan usaha usaha.
usaha penyediaan tenaga
penyediaan listrik untuk
tenaga listrik kepentingan
untuk umum, usaha
kepentingan penyediaan tenaga
umum. listrik untuk
11. Izin operasi kepentingan
adalah izin sendiri, dan/atau
untuk usaha jasa
melakukan penunjang tenaga
penyediaan listrik.
tenaga listrik 11. Dicabut dan
untuk tidak berlaku
kepentingan 12. Wilayah usaha
sendiri. adalah wilayah
12. Wilayah yang ditetapkan
usaha adalah Pemerintah
wilayah yang sebagai tempat
ditetapkan badan usaha
Pemerintah melakukan usaha
sebagai distribusi
tempat badan dan/atau
usaha penjualan tenaga

658
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
melakukan listrik.
usaha
distribusi
dan/atau
penjualan
tenaga listrik
melakukan
usaha
penyediaan
tenaga listrik.
2. Pasal 3 Pasal 3 1. Sesuai dengan
Pasal 4 ayat (1)
(1) Penyediaan (1) Penyediaan
UUD NRI 1945,
tenaga listrik tenaga listrik
Presiden
dikuasai oleh dikuasai oleh
sebagai
negara yang negara yang
pemegang
penyelenggar penyelenggaraann
kekuasaan
aannya ya dilakukan oleh
pemerintahan
dilakukan Pemerintah.
menempatkan
oleh (2) Ketentuan lebih Presiden secara
Pemerintah lanjut mengenai atribusi
dan penyelenggaraan memiliki
pemerintah penyediaan kewenangan
daerah tenaga listrik penyelenggaraa
berlandaska diatur dengan n penguasaan
n prinsip Peraturan ketenagalistrik
otonomi Pemerintah. an.
daerah.
2. Kewenangan
(2) Untuk penyelenggaraa
penyelenggar n penguasaan
aan negara yang
penyediaan awalnya juga
tenaga listrik secara atribusi
sebagaimana diberikan ke
dimaksud pemerintah
pada ayat daerah
(1), berubah
Pemerintah menjadi
dan delegasian atau
pemerintah didelegasikan
daerah oleh
sesuai Pemerintah
dengan kepada
kewenangan pemerintah

659
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
nya daerah.
menetapkan 3. Ketenegalistrik
kebijakan, an merupakan
pengaturan, sumber daya
pengawasan, alam yang vital
dan dan strategis
melaksanaka harus dikuasai
n usaha oleh negara
penyediaan untuk
tenaga kepentingan
listrik. nasional yang
lebih besar,
tidak hanya
terbatas pada
pengelolaan di
tingkat
provinsi.
3. Pasal 4 Pasal 4 Konsistensi atas
usulan
(1) Pelaksanaan (1) Pelaksanaan
penyelenggaraan
usaha usaha penyediaan
usaha penyediaan
penyediaan tenaga listrik oleh
tenaga listrik
tenaga listrik Pemerintah Pusat
hanya dilakukan
oleh dilakukan oleh
oleh Pemerintah
Pemerintah badan usaha
Pusat.
dan milik negara.
pemerintah (2) Badan usaha
daerah milik daerah,
dilakukan Badan usaha
oleh badan swasta, koperasi,
usaha milik dan swadaya
negara dan masyarakat dapat
badan usaha berpartisipasi
milik daerah. dalam usaha
penyediaan
(2) Badan usaha
tenaga listrik.
swasta,
(3) Untuk
koperasi,
penyediaan
dan swadaya
tenaga listrik
masyarakat
sebagaimana
dapat
dimaksud dalam
berpartisipas
Pasal 3 ayat (1),
i dalam
Pemerintah Pusat
usaha
penyediaan dan pemerintah

660
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
tenaga daerah
listrik. menyediakan
dana untuk:
(3) Untuk
a. kelompok
penyediaan
masyarakat
tenaga listrik
tidak mampu;
sebagaimana
b. pembangunan
dimaksud
sarana
dalam Pasal
penyediaan
3 ayat (1),
tenaga listrik
Pemerintah
di daerah
dan
yang belum
pemerintah
berkembang;
daerahmenye
c. pembangunan
diakan dana
tenaga listrik
untuk:
di daerah
a. kelompok terpencil dan
masyarak perbatasan;
at tidak dan
mampu; d. pembangunan
b. pembang listrik
unan perdesaan.
sarana (4) Ketentuan lebih
penyedia lanjut mengenai
an tenaga penyediaan dana
listrik di sebagaimana
daerah dimaksud pada
yang ayat (3) diatur
belum dengan Peraturan
berkemba Pemerintah.
ng;
c. pembang
unan
tenaga
listrik di
daerah
terpencil
dan
perbatasa
n; dan
d. pembang
unan
listrik
perdesaa

661
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
n.
4. Pasal 5 Pasal 5 Dalam rangka
menjalankan
(1) Kewenangan (1) Kewenangan
Pemerintah Pemerintah Pusat Pasal 4 ayat (1)
di bidang di bidang UUD NRI 1945,
ketenagalistri ketenagalistrikan yang
penyelenggaraann
kan meliputi: meliputi:
ya dapat
a. penetapa a. penetapan didelegasikan
n kebijakan kepada Pemda.
kebijakan ketenagalistri Untuk itu,
ketenagal kan nasional; kewenangan ini
istrikan b. penetapan perlu dipertegas
nasional; peraturan menjadi
perundang- kewenangan
b. penetapa
undangan di Presiden yang
n
bidang tidak didegradasi
peratura
ketenagalistri langsung melalui
n
kan; pemberian
perundan
c. penetapan kewenangan
g-
standar, kepada Pemda.
undanga
pedoman, dan
n di
kriteria di
bidang
bidang
ketenagal
ketenagalistri
istrikan;
kan;
c. penetapa d. penetapan
n pedoman
pedoman, penetapan
standar, tarif tenaga
dan listrik untuk
kriteria di konsumen;
bidang e. penetapan
ketenagal rencana
istrikan; umum
d. penetapa ketenagalistri
n kan nasional;
pedoman f. pengesahan
penetapa rencana
n tarif usaha
tenaga penyediaan
listrik tenaga listrik;
untuk g. penetapan
konsume wilayah

662
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
n; usaha;
h. Perizinan
e. penetapa
Berusaha
n
penyediaan
rencana
tenaga listrik;
umum
i. penetapan
ketenagal
tarif tenaga
istrikan
listrik untuk
nasional;
konsumen
f. penetapan dari pemegang
wilayah Perizinan
usaha; Berusaha
g. penetapa untuk
n izin penyediaan
jual beli tenaga listrik
tenaga bagi
listrik kepentingan
lintas umum;
negara; j. penetapan
persetujuan
h. penetapa harga jual
n izin tenaga listrik
usaha dan sewa
penyedia jaringan
an tenaga tenaga listrik
listrik dari pemegang
untuk Perizinan
badan Berusaha
usaha untuk
yang: penyediaan
1. wilaya tenaga listrik
h bagi
usaha kepentingan
nya umum;
lintas k. penetapan
provin persetujuan
si; penjualan
kelebihan
2. dilaku
tenaga listrik
kan
dari pemegang
oleh
Perizinan
badan
Berusaha
usaha
untuk
milik
penyediaan
negar

663
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
a; dan tenaga listrik
bagi
3. menju
kepentingan
al
sendiri;
tenag
l. penetapan
a
Perizinan
listrik
Berusaha
dan/a
untuk
tau
kegiatan jasa
meny
penunjang
ewaka
tenaga listrik;
n
m. pembinaan
jaring
dan
an
pengawasan
tenag
kepada badan
a
usaha di
listrik
bidang
kepad
ketenagalistri
a
kan;
peme
n. pengangkatan
gang
inspektur
izin
ketenagalistri
usaha
kan;
penye
o. pembinaan
diaan
jabatan
tenag
fungsional
a
inspektur
listrik
ketenagalistri
yang
kan untuk
diteta
seluruh
pkan
tingkat
oleh
pemerintahan;
Pemer
dan
intah;
p. penetapan
i. penetapan sanksi
izin administratif.
operasi
(2) Dihapus.
yang
fasilitas (3) Dihapus.
instalasin
ya
mencaku
p lintas
provinsi;

664
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
j. penetapan
tarif
tenaga
listrik
untuk
konsume
n dari
pemegan
g izin
usaha
penyedia
an tenaga
listrik
yang
ditetapka
n oleh
Pemerint
ah;
k. penetapa
n
persetuju
an harga
jual
tenaga
listrik
dan sewa
jaringan
tenaga
listrik
dari
pemegan
g izin
usaha
penyedia
an tenaga
listrik
yang
ditetapka
n oleh
Pemerint
ah;
l. penetapan
persetuju
an

665
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
penjuala
n
kelebihan
tenaga
listrik
dari
pemegan
g izin
operasi
yang
ditetapka
n oleh
Pemerint
ah;
m. penetapa
n izin
usaha
jasa
penunjan
g tenaga
listrik
yang
dilakuka
n oleh
badan
usaha
milik
negara
atau
penanam
modal
asing/ma
yoritas
sahamny
a dimiliki
oleh
penanam
modal
asing;
n. penetapa
n izin
pemanfaa
tan
jaringan

666
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
tenaga
listrik
untuk
kepenting
an
telekomu
nikasi,
multimed
ia, dan
informati
ka pada
jaringan
milik
pemegan
g izin
usaha
penyedia
an tenaga
listrik
atau izin
operasi
yang
ditetapka
n oleh
Pemerint
ah;
o. pembinaa
n dan
pengawas
an
kepada
badan
usaha di
bidang
ketenagal
istrikan
yang
izinnya
ditetapka
n oleh
Pemerint
ah;
p. pengangk
atan

667
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
inspektur
ketenagal
istrikan;
q. pembinaa
n jabatan
fungsiona
l
inspektur
ketenagal
istrikan
untuk
seluruh
tingkat
pemerint
ahan;
dan
r. penetapa
n sanksi
administr
atif
kepada
badan
usaha
yang
izinnya
ditetapka
n oleh
Pemerint
ah.
(2) Kewenangan
pemerintah
provinsi di
bidang
ketenagalistri
kan meliputi:
a. penetapa
n
peratura
n daerah
provinsi
di bidang
ketenagal

668
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
istrikan;
b. penetapa
n
rencana
umum
ketenagal
istrikan
daerah
provinsi;
c. penetapa
n izin
usaha
penyedia
an tenaga
listrik
untuk
badan
usaha
yang
wilayah
usahanya
lintas
kabupate
n/kota;
d. penetapa
n izin
operasi
yang
fasilitas
instalasin
ya
mencaku
p lintas
kabupate
n/kota;
e. penetapa
n tarif
tenaga
listrik
untuk
konsume
n dari
pemegan

669
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
g izin
usaha
penyedia
an tenaga
listrik
yang
ditetapka
n oleh
pemerint
ah
provinsi;
f. penetapan
persetuju
an harga
jual
tenaga
listrik
dan sewa
jaringan
tenaga
listrik
untuk
badan
usaha
yang
menjual
tenaga
listrik
dan/atau
menyewa
kan
jaringan
tenaga
listrik
kepada
badan
usaha
yang
izinnya
ditetapka
n oleh
pemerint
ah
provinsi;

670
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
g. penetapa
n
persetuju
an
penjuala
n
kelebihan
tenaga
listrik
dari
pemegan
g izin
operasi
yang
izinnya
ditetapka
n oleh
pemerint
ah
provinsi;
h. penetapa
n izin
pemanfaa
tan
jaringan
tenaga
listrik
untuk
kepenting
an
telekomu
nikasi,
multimed
ia, dan
informati
ka pada
jaringan
milik
pemegan
g izin
usaha
penyedia
an tenaga
listrik

671
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
atau izin
operasi
yang
ditetapka
n oleh
pemerint
ah
provinsi;
i. pembinaan
dan
pengawas
an
kepada
badan
usaha di
bidang
ketenagal
istrikan
yang
izinnya
ditetapka
n oleh
pemerint
ah
provinsi;
j. pengangkat
an
inspektur
ketenagal
istrikan
untuk
provinsi;
dan
k. penetapa
n sanksi
administr
atif
kepada
badan
usaha
yang
izinnya
ditetapka

672
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
n oleh
pemerint
ah
provinsi.
(3) Kewenangan
pemerintah
kabupaten/k
ota di bidang
ketenagalistri
kan meliputi:
a. penetapa
n
peratura
n daerah
kabupate
n/kota di
bidang
ketenagal
istrikan;
b. penetapa
n
rencana
umum
ketenagal
istrikan
daerah
kabupate
n/kota;
c. penetapa
n izin
usaha
penyedia
an tenaga
listrik
untuk
badan
usaha
yang
wilayah
usahanya
dalam
kabupate

673
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
n/kota;
d. penetapa
n izin
operasi
yang
fasilitas
instalasin
ya dalam
kabupate
n/kota;
e. penetapa
n tarif
tenaga
listrik
untuk
konsume
n dari
pemegan
g izin
usaha
penyedia
an tenaga
listrik
yang
ditetapka
n oleh
pemerint
ah
kabupate
n/kota;
f. penetapan
persetuju
an harga
jual
tenaga
listrik
dan sewa
jaringan
tenaga
listrik
untuk
badan
usaha

674
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
yang
menjual
tenaga
listrik
dan/atau
menyewa
kan
jaringan
tenaga
listrik
kepada
badan
usaha
yang
izinnya
ditetapka
n oleh
pemerint
ah
kabupate
n/kota;
g. penetapa
n izin
usaha
jasa
penunjan
g tenaga
listrik
bagi
badan
usaha
yang
mayoritas
sahamny
a dimiliki
oleh
penanam
modal
dalam
negeri;
h. penetapa
n
persetuju
an

675
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
penjuala
n
kelebihan
tenaga
listrik
dari
pemegan
g izin
operasi
yang
izinnya
ditetapka
n oleh
pemerint
ah
kabupate
n/kota;
i. penetapan
izin
pemanfaa
tan
jaringan
tenaga
listrik
untuk
kepenting
an
telekomu
nikasi,
multimed
ia, dan
informati
ka pada
jaringan
milik
pemegan
g izin
usaha
penyedia
an tenaga
listrik
atau izin
operasi
yang

676
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
ditetapka
n oleh
pemerint
ah
kabupate
n/kota;
j. pembinaan
dan
pengawas
an
kepada
badan
usaha di
bidang
ketenagal
istrikan
yang
izinnya
ditetapka
n oleh
pemerint
ah
kabupate
n/kota;
k. pengangk
atan
inspektur
ketenagal
istrikan
untuk
kabupate
n/kota;
dan
l. penetapan
sanksi
administr
atif
kepada
badan
usaha
yang
izinnya
ditetapka

677
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
n oleh
pemerint
ah
kabupate
n/kota.
5. Pasal 7 Pasal 7 Mekanisme
umum konsultasi tidak
(1) Rencana (1) Rencana
dikenal di DPR,
umum ketenagalistrikan
yang ada adalah
ketenagalistri nasional disusun
persetujuan dan
kan nasional berdasarkan
disusun kebijakan energi penetapan.
berdasarkan nasional dan Dokumen RUKN
pada ditetapkan oleh maupun RUKD
kebijakan Pemerintah sudah dibahas
energi Pusat. dengan
nasional dan (2) Rencana umum stakeholder
ditetapkan ketenagalistrikan terkait.
oleh nasional
Pemerintah sebagaimana
setelah dimaksud pada
berkonsultas ayat (1) disusun
i dengan dengan
Dewan mengikutsertakan
Perwakilan pemerintah
Rakyat daerah.
Republik
Indonesia. (3) Ketentuan
mengenai
(2) Rencana pedoman
umum penyusunan
ketenagalistri rencana umum
kan nasional ketenagalistrikan
sebagaimana sebagaimana
dimaksud dimaksud pada
pada ayat (1) ayat (1) diatur
disusun dengan Peraturan
dengan Pemerintah.
mengikutsert
akan
pemerintah
daerah.
(3) Rencana
umum

678
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
ketenagalistri
kan daerah
disusun
berdasarkan
pada
rencana
umum
ketenagalistri
kan nasional
dan
ditetapkan
oleh
pemerintah
daerah
setelah
berkonsultas
i dengan
Dewan
Perwakilan
Rakyat
Daerah.
(4) Pedoman
penyusunan
rencana
umum
ketenagalistri
kan
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)
dan ayat (3)
ditetapkan
oleh Menteri.
6. Pasal 10 Pasal 10 Pada prinsipnya
untuk
(1) Usaha (1) Usaha
memperjelas
penyediaan penyediaan
listrik wilayah usaha
tenaga listrik tenaga
yang meliputi
untuk untuk
usaha distribusi
kepentingan kepentingan
dan penjualan,
umum umum
sehingga dalam
sebagaimana sebagaimana
hal usaha
dimaksud dimaksud dalam
dalam Pasal Pasal 9 huruf a penyediaan secara

679
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
9 huruf a meliputi jenis terintegrasi,
meliputi usaha: pembangkitan
jenis usaha: a. pembangkitan dan transmisi
a. tenaga listrik; dapat dilakukan
di luar wilayah
pemb b. transmisi
angkita tenaga listrik; usahanya.
n tenaga c. distribusi
listrik; tenaga listrik;
dan/atau
b.
d. penjualan
trans
tenaga listrik.
misi
tenaga (2) Usaha
listrik; penyediaan
tenaga listrik
c.
untuk
distri
kepentingan
busi
umum
tenaga
sebagaimana
listrik;
dimaksud pada
dan/ata
ayat (1) dapat
u
dilakukan secara
d. terintegrasi.
penju
(3) Usaha
alan
penyediaan
tenaga
tenaga listrik
listrik.
untuk
(2) Usaha kepentingan
penyediaan umum secara
tenaga listrik terintegrasi
untuk sebagaimana
kepentingan dimaksud pada
umum ayat (2) dilakukan
sebagaimana oleh 1 (satu)
dimaksud badan usaha
pada ayat (1) dalam 1 (satu)
dapat wilayah usaha.
dilakukan
(4) Dalam hal usaha
secara
pembangkitan,
terintegrasi.
transmisi,
(3) Usaha distribusi, dan
penyediaan penjualan
tenaga listrik dilakukan secara
untuk terintegrasi,

680
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
kepentingan usaha
umum pembangkitan
sebagaimana dan/atau
dimaksud transmisi dapat
pada ayat (2) dilakukan di luar
dilakukan wilayah
oleh 1 (satu) usahanya.
badan usaha (5) Usaha
dalam 1 penyediaan
(satu)
tenaga listrik
wilayah untuk
usaha. kepentingan
(4) Pembatasan umum dengan
wilayah jenis usaha
usaha distribusi tenaga
sebagaimana listrik dan/atau
dimaksud penjualan tenaga
pada ayat (3) listrik dilakukan
juga berlaku oleh 1 (satu)
untuk usaha badan usaha
penyediaan dalam 1 (satu)
tenaga listrik Wilayah Usaha.
untuk (6) Ketentuan lebih
kepentingan lanjut mengenai
umum yang Wilayah Usaha
hanya sebagaimana
meliputi dimaksud pada
distribusi ayat (3), ayat (4)
tenaga listrik dan ayat (5)
dan/atau diatur dengan
penjualan Peraturan
tenaga Pemerintah.
listrik.
(5) Wilayah
usaha
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (3)
dan ayat (4)
ditetapkan
oleh
Pemerintah

681
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
7. Pasal 11 Pasal 11 Disesuaikan dgn
menghapus
(1) Usaha (1) Usaha
kewenangan
penyediaan penyediaan
listrik Pemda dan
tenaga listrik tenaga
memaksimalkan
untuk untuk
potensi dalam
kepentingan kepentingan
negeri.
umum umum
sebagaimana sebagaimana
dimaksud dimaksud dalam
dalam Pasal Pasal 10 ayat (1)
10 ayat (1) dilaksanakan oleh
dilaksanakan badan usaha
oleh badan milik negara,
usaha milik badan usaha
negara, milik daerah,
badan usaha badan usaha
milik daerah, swasta, koperasi,
badan usaha dan swadaya
swasta, masyarakat yang
koperasi, berusaha di
dan swadaya bidang
masyarakat penyediaan
yang tenaga listrik.
berusaha di (2) Badan usaha
bidang milik negara
penyediaan sebagaimana
tenaga dimaksud pada
listrik. ayat (1) diberi
(2) Badan usaha prioritas pertama
milik negara melakukan usaha
sebagaimana penyediaan
dimaksud tenaga listrik
pada ayat (1) untuk
diberi kepentingan
prioritas umum.
pertama (3) Badan usaha
melakukan milik negara,
usaha badan usaha
penyediaan milik daerah,
tenaga listrik badan usaha
untuk swasta, koperasi,
kepentingan dan swadaya
umum. masyarakat

682
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
(3) Untuk dalam melakukan
wilayah yang usaha penyediaan
belum tenaga listrik
mendapatka untuk
n pelayanan kepentingan
tenaga umum wajib
listrik, mengutamakan
Pemerintah produk dan
atau potensi dalam
pemerintah negeri.
daerah (4) Untuk wilayah
sesuai yang belum
kewenangan mendapatkan
nyamemberi pelayanan tenaga
kesempatan listrik,
kepada Pemerintah
badan usaha memberi
milik daerah, kesempatan
badan usaha kepada badan
swasta, atau usaha milik
koperasi daerah, badan
sebagai usaha milik
penyelenggar swasta, atau
a usaha koperasi sebagai
penyediaan penyelenggara
tenaga listrik usaha penyediaan
terintegrasi. tenaga listrik
(4) Dalam hal terintegrasi.
tidak ada (5) Dalam hal tidak
badan usaha ada badan usaha
milik daerah, milik daerah,
badan usaha badan usaha
swasta, atau swasta, atau
koperasi koperasi yang
yang dapat dapat
menyediakan menyediakan
tenaga listrik tenaga listrik di
di wilayah wilayah tersebut,
tersebut, Pemerintah wajib
Pemerintah menugasi badan
wajib usaha milik
menugasi negara untuk
badan usaha menyediakan
milik negara

683
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
untuk tenaga listrik.
menyediakan
tenaga
listrik.

8. Pasal 13 Pasal 13 Memaksimalkan


potensi dalam
Usaha (1) Usaha
negeri.
penyediaan penyediaan
tenaga listrik tenaga listrik
untuk untuk
kepentingan kepentingan
sendiri sendiri
sebagaimana sebagaimana
dimaksud dalam dimaksud dalam
Pasal 12 dapat pasal 12
dilaksanakan dilaksanakan
oleh instansi hanya untuk
pemerintah, pemakaian
pemerintah sendiri beserta
daerah, badan afiliasinya.
usaha milik
(2) Usaha
negara, badan penyediaan
usaha milik tenaga listrik
daerah, badan untuk
usaha swasta, kepentingan
koperasi,
sendiri dapat
perseorangan, dilaksanakan
dan oleh instansi
lembaga/badan pemerintah,
usaha lainnya. pemerintah
daerah, badan
usaha milik
negara, badan
usaha milik
daerah, badan
usaha swasta,
koperasi,
perseorangan,
dan
lembaga/badan
usaha lainnya.
(3) Instansi

684
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
pemerintah
pusat,
pemerintah
daerah, badan
usaha milik
negara, badan
usaha milik
daerah, badan
usaha swasta,
koperasi,
perseorangan,
dan
lembaga/badan
usaha lainnya
dalam
melaksanakan
usaha penyediaan
tenaga listrik
untuk
kepentingan
sendiri wajib
mengutamakan
produk dan
potensi dalam
negeri.
9. Pasal 16 Pasal 16 Menambahkan
jenis usaha jasa
(1) Usaha jasa (1) Usaha jasa
penunjang, yakni
penunjang penunjang tenaga
sertifikasi badan
tenaga listrik listrik
usaha (sudah
sebagaimana sebagaimana
diatur dalam PP
dimaksud dimaksud dalam
dan Permen, dan
dalam Pasal Pasal 15 huruf a
sudah berjalan).
15 huruf a meliputi:
meliputi:
a. konsultansi
a. konsulta dalam bidang Memperluas
nsi dalam instalasi pelaku usaha jasa
bidang tenaga listrik; penunjang tenaga
instalasi b. pembangunan listrik, yakni BLU.
penyedia dan
an tenaga pemasangan
listrik; instalasi
b. pembang tenaga listrik;
unan dan c. pemeriksaan

685
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
pemasan dan pengujian
gan instalasi
instalasi tenaga listrik;
penyedia d. pengoperasian
an tenaga instalasi
listrik; tenaga listrik;
c. pemeriks e. pemeliharaan
aan dan instalasi
pengujian tenaga listrik;
instalasi f. penelitian dan
tenaga pengembanga
listrik; n;
d. pengoper g. pendidikan
asian dan pelatihan;
instalasi h. laboratorium
tenaga pengujian
listrik; peralatan dan
e. pemelihar pemanfaat
aan tenaga listrik;
instalasi i. sertifikasi
tenaga peralatan dan
listrik; pemanfaat
f. penelitian tenaga listrik;
dan j. sertifikasi
pengemb kompetensi
angan; tenaga teknik
g. pendidika ketenagalistri
n dan kan; atau
pelatihan k. sertifikasi
; badan usaha
h. laboratori jasa
um penunjang
pengujian tenaga listrik;
peralatan dan
dan l. usaha jasa
pemanfaa lain yang
t tenaga secara
listrik; langsung
i. sertifikasi berkaitan
peralatan dengan
dan penyediaan
pemanfaa tenaga listrik.
t tenaga (2) Usaha jasa
listrik; penunjang tenaga

686
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
j. sertifikasi listrik
kompeten sebagaimana
si tenaga dimaksud pada
teknik ayat (1)
ketenagal dilaksanakan
istrikan; oleh badan usaha
atau milik negara,
k. usaha badan usaha
jasa lain milik daerah,
yang badan usaha
secara swasta, badan
langsung layanan umum
berkaitan dan koperasi
dengan yang memiliki
penyedia sertifikasi,
an tenaga klasifikasi, dan
listrik. kualifikasi.
(2) Usaha jasa (3) Ketentuan lebih
penunjang lanjut mengenai
tenaga listrik sertifikasi,
sebagaimana klasifikasi, dan
dimaksud kualifikasi usaha
pada ayat (1) jasa penunjang
dilaksanakan tenaga listrik
oleh badan diatur dengan
usaha milik Peraturan
negara, Pemerintah.
badan usaha
milik daerah,
badan usaha
swasta, dan
koperasi
yang
memiliki
sertifikasi,
klasifikasi,
dan
kualifikasi
sesuai
dengan
ketentuan
peraturan
perundang-
undangan.

687
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
(3) Badan usaha
milik negara,
badan usaha
milik daerah,
badan usaha
swasta, dan
koperasi
dalam
melakukan
usaha jasa
penunjang
tenaga listrik
wajib
mengutamak
an produk
dan potensi
dalam negeri.
(4) Ketentuan
lebih lanjut
mengenai
sertifikasi,
klasifikasi,
dan
kualifikasi
usaha jasa
penunjang
tenaga listrik
diatur
dengan
Peraturan
Pemerintah.
10. Pasal 19 Pasal 19 Izin terlalu rumit
dan banyak, perlu
(1) Izin usaha (1) Perizinan
disederhanakan
untuk Berusaha
menjadi satu izin
menyediakan sebagaimana
tenaga listrik dimaksud dalam dengan berbagai
18, hak kegiatan
terdiri atas: Pasal
usaha.
diberikan kepada
a. Izin
badan usaha
usaha
untuk kegiatan:
penyedia
an tenaga a. usaha
listrik; penyediaan

688
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
dan tenaga listrik
untuk
b. Izin
kepentingan
operasi.
umum;
(2) Setiap orang
b. usaha
yang
penyediaan
menyelengga
tenaga listrik
rakan
untuk
penyediaan
kepentingan
tenaga listrik
sendiri;
untuk
dan/atau
kepentingan
umum wajib c. usaha jasa
memiliki izin penunjang
usaha tenaga listrik.
penyediaan (2) Perizinan
tenaga Berusaha untuk
listrik. kegiatan
penyediaan
tenaga listrik
untuk
kepentingan
umum
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (1) huruf a
termasuk untuk
kegiatan jual beli
lintas negara.
(3) Setiap orang yang
menyelenggaraka
n kegiatan usaha
penyediaan
tenaga listrik
untuk
kepentingan
umum, usaha
penyediaan
tenaga listrik
untuk
kepentingan
sendiri, dan
usaha jasa
penunjang tenaga

689
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
listrik wajib
memiliki
Perizinan
Berusaha
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (1).
11. Pasal 20 Pasal 20 Konsitensi dengan
penyederhanaan
Izin usaha Perizinan Berusaha
jenis izin menjadi
penyediaan untuk kegiatan
satu izin dengan
tenaga listrik penyediaan tenaga
berbagai hak.
sebagaimana listrik untuk
dimaksud dalam kepentingan umum
Pasal 19 ayat (1) sebagaimana
huruf a dimaksud dalam
ditetapkan sesuai Pasal 19 ayat (1)
dengan jenis huruf a ditetapkan
usahanya sesuai dengan jenis
sebagaimana usahanya
dimaksud dalam sebagaimana
Pasal 10 ayat (1). dimaksud dalam
Pasal 10 ayat (1).
12. Pasal 21 Pasal 21 Dalam rangka
menjalankan
Pemerintah atau (1) Pemerintah Pusat
Pasal 4 ayat (1)
pemerintah menetapkan
UUD NRI 1945,
daerah sesuai Perizinan
yang
dengan Berusaha.
penyelenggaraann
kewenangannya (2) Pemerintah Pusat ya dapat
menetapkan izin menetapkan didelegasikan
usaha norma, standar, kepada Pemda.
penyediaan prosedur, dan Untuk itu,
tenaga listrik. kriteria berkaitan kewenangan ini
dengan Perizinan perlu dipertegas
Berusaha. menjadi
kewenangan
Presiden yang
tidak didegradasi
langsung melalui
pemberian
kewenangan
kepada Pemda.

690
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
13. Pasal 22 Pasal 22 Penyesuaian
(1) Usaha Perizinan Berusaha nomenklatur izin.
penyediaan penyediaan tenaga
tenaga listrik listrik untuk
untuk kepentingan sendiri
kepentingan sebagaimana
sendiri dimaksud dalam
sebagaimana Pasal 19 ayat (1)
dimaksud huruf b diwajibkan
dalam Pasal untuk pembangkit
19 ayat (1) tenaga listrik dengan
huruf b kapasitas tertentu
diwajibkan yang diatur dengan
memiliki izin Peraturan
usaha Pemerintah.
penyediaan
tenaga listrik
untuk
kepentingan
sendiri.
(2) Dalam hal
usaha
penyediaan
tenaga listrik
untuk
kepentingan
sendiri pada
pembangkit
listrik
dengan
kapasitas
tertentu yang
terinterkonek
si dengan
pemegang
izin usaha
untuk
kegiatan
penyediaan
tenaga listrik
untuk
kepentingan
umum, izin

691
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
usaha untuk
kegiatan
penyediaan
tenaga listrik
untuk
kepentingan
sendiri
berupa
laporan.
(3) Dalam hal
usaha
penyediaan
tenaga listrik
untuk
kepentingan
sendiri, tidak
terinterkonek
si dengan
pemegang
izin usaha
untuk
kegiatan
penyediaan
tenaga listrik
untuk
kepentingan
umum, izin
usaha untuk
kegiatan
penyediaan
tenaga listrik
untuk
kepentingan
sendiri
berupa
laporan.
(4) Kapasitas
tertentu dan
laporan
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (2)
dan ayat (3)
diatur

692
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
dengan
Peraturan
Menteri.
14. Pasal 23 Pasal 23 Dalam rangka
menjalankan
(1) Izin operasi (1) Pelaku usaha
Pasal 4 ayat (1)
sebagaimana untuk kegiatan
UUD NRI 1945,
dimaksud penyediaan
yang
dalam Pasal tenaga listrik
penyelenggaraann
22 untuk
ya dapat
ditetapkan kepentingan
didelegasikan
oleh sendiri dapat
kepada Pemda.
Pemerintah menjual
Untuk itu,
atau kelebihan tenaga
kewenangan ini
pemerintah listrik untuk
perlu dipertegas
daerah dimanfaatkan
menjadi
sesuai bagi kepentingan
kewenangan
dengan umum setelah
Presiden yang
kewenangan mendapat
tidak didegradasi
nya. persetujuan dari
langsung melalui
Pemerintah.
(2) Izin operasi pemberian
sebagaimana (2) Penjualan kewenangan
dimaksud kelebihan tenaga kepada Pemda.
pada ayat (1) listrik untuk
ditetapkan kepentingan
setelah umum
memenuhi sebagaimana
persyaratan dimaksud pada
administratif, ayat (1) dapat
teknis, dan dilakukan dalam
lingkungan. hal wilayah
tersebut belum
(3) Pemegang
terjangkau oleh
izin operasi
pemegang
dapat
Perizinan
menjual
Berusaha untuk
kelebihan
kegiatan
tenaga listrik
penyediaan
untuk
tenaga listrik.
dimanfaatka
n bagi
kepentingan
umum
setelah

693
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
mendapat
persetujuan
dari
Pemerintah
atau
pemerintah
daerah
sesuai
dengan
kewenangan
nya.
15. Pasal 24 Pasal 24 Penyesuaian
Ketentuan lebih Ketentuan lebih nomenklatur izin.
lanjut mengenai lanjut mengenai
izin usaha Perizinan Berusaha
penyediaan untuk kegiatan usaha
tenaga listrik dan penyediaan tenaga
izin operasi listrik untuk
diatur dengan kepentingan umum
Peraturan dan usaha
Pemerintah. penyediaan tenaga
listrik untuk
kepentingan sendiri
diatur dengan
Peraturan
Pemerintah.
16. Pasal 25 Pasal 25 Tetap diperlukan
pengaturan
(1) Usaha jasa Penetapan Perizinan
mengenai
penunjang Berusaha penunjang
perizinan usaha
tenaga listrik tenaga listrik untuk
sebagaimana industri dilaksanakan industri
penunjang diatur
dimaksud sesuai dengan
dalam peraturan
dalam Pasal ketentuan peraturan
perundang-
15 huruf a perundang-undangan
undangan lain.
dan Pasal 16 di bidang
ayat (2) perindustrian.
dilaksanakan
setelah
mendapatka
n izin usaha
jasa
penunjang

694
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
tenaga listrik
dari
Pemerintah
atau
pemerintah
daerah
sesuai
dengankewe
nangannya.
(2) Penetapan
izin usaha
jasa
penunjang
tenaga listrik
dan izin
usaha
industri
penunjang
tenaga listrik
dilaksanakan
sesuai
dengan
ketentuan
peraturan
perundang-
undangan.
17. Pasal 27 Pasal 27 1. Penyesuaian
nomenklatur
(3) Untuk (1) Pelaku usaha izin
kepentingan untuk kegiatan 2. Banyak izin
umum, penyediaan lain yang
pemegang tenaga listrik terkait dengan
izin usaha untuk izin di sektor
penyediaan kepentingan ketenagalistrik
tenaga listrik umum dalam an yang
dalam melaksanakan mengenakan
melaksanaka usaha penyediaan pungutan di
n usaha tenaga listrik luar pajak yang
penyediaan sebagaimana nantinya akan
tenaga listrik dimaksud dalam menambah
sebagaimana Pasal 10 ayat (1) cost dan akan
dimaksud berhak untuk: di-passthrough
dalam Pasal ke BPP.
a. melintasi
10 ayat (1)

695
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
berhak sungai atau Contoh: sektor
untuk: danau, baik di LHK dan PUPR
atas maupun
a. melintasi
di bawah
sungai
permukaan;
atau
danau b. melintasi laut,
baik di baik di atas
atas maupun di
maupun bawah
di bawah permukaan;
permuka c. melintasi
an; jalan umum
b. melintasi dan jalan
laut baik kereta api;
di atas d. masuk ke
maupun tempat umum
di bawah atau
permuka perorangan
an; dan
c. melintasi menggunakan
jalan nya untuk
umum sementara
dan jalan waktu;
kereta e. menggunakan
api; tanah dan
d. masuk ke melintas di
tempat atas atau di
umum bawah tanah;
atau f. melintas di
perorang atas atau di
an dan bawah
menggun bangunan
akannya yang
untuk dibangun di
sementar atas atau di
a waktu; bawah tanah;
e. menggun dan
akan g. memotong
tanah dan/atau
dan menebang
melintas tanaman yang
di atas menghalangin

696
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
atau di ya;
bawah (2) Dalam
tanah; pelaksanaan
f. melintas kegiatan
di atas sebagaimana
atau di dimaksud pada
bawah ayat (1), pelaku
banguna usaha untuk
n yang kegiatan
dibangun penyediaan
di atas tenaga listrik
atau di harus
bawah melaksanakannya
tanah; berdasarkan
dan ketentuan
peraturan
g. memoton
perundang-
g
undangan.
dan/atau
meneban
g
tanaman
yang
menghala
nginya.
(4) Dalam
pelaksanaan
kegiatan
sebagaimana
dimaksud
pada ayat
(1),
pemegang
izin usaha
penyediaan
tenaga listrik
harus
melaksanaka
nnya
berdasarkan
peraturan
perundang-
undangan.

697
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
18. Pasal 28 Pasal 28 Penyesuaian
Pemegang izin Pelaku usaha untuk nomenklatur izin.
usaha penyediaan kegiatan penyediaan
tenaga listrik tenaga listrik untuk
wajib: kepentingan umum
wajib:
a. menyediakan
tenaga listrik a. menyediakan
yang tenaga listrik
memenuhi yang memenuhi
standar standar mutu dan
mutu dan keandalan yang
keandalan berlaku;
yang b. memberikan
berlaku; pelayanan yang
b. memberikan sebaik-baiknya
pelayanan kepada konsumen
yang sebaik- dan masyarakat;
baiknya c. memenuhi
kepada ketentuan
konsumen keselamatan
dan ketenagalistrikan;
masyarakat; dan
c. memenuhi d. mengutamakan
ketentuan produk dan
keselamatan potensi dalam
ketenagalistri negeri.
kan; dan
d. mengutamak
an produk
dan potensi
dalam negeri.
19. Pasal 29 Pasal 29 Penyesuaian
nomenklatur izin.
(1) Konsumen (1) Konsumen
berhak berhak untuk:
untuk: a. mendapat
pelayanan
a. mendapa
yang baik;
t
b. mendapat
pelayana
tenaga listrik
n yang
secara terus-
baik;
menerus
b. mendapa
dengan mutu
t tenaga

698
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
listrik dan
secara keandalan
terus- yang baik;
menerus c. memperoleh
dengan tenaga listrik
mutu dan yang menjadi
keandala haknya
n yang dengan harga
baik; yang wajar;
c. memperol d. mendapat
eh tenaga pelayanan
listrik untuk
yang perbaikan
menjadi apabila ada
haknya gangguan
dengan tenaga listrik;
harga dan
yang e. mendapat
wajar; ganti rugi
d. mendapa apabila terjadi
t pemadaman
pelayana yang
n untuk diakibatkan
perbaika kesalahan
n apabila dan/atau
ada kelalaian
gangguan pengoperasian
tenaga oleh pelaku
listrik; usaha untuk
dan penyediaan
e. mendapa tenaga listrik
t ganti untuk
rugi kepentingan
apabila umum sesuai
terjadi syarat yang
pemadam diatur dalam
an yang perjanjian jual
diakibatk beli tenaga
an listrik.
kesalaha (2) Konsumen wajib:
n a. melaksanakan
dan/atau pengamanan
kelalaian terhadap
pengoper bahaya yang

699
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
asian mungkin
oleh timbul akibat
pemegan pemanfaatan
g izin tenaga listrik;
usaha b. menjaga
penyedia keamanan
an tenaga instalasi
listrik tenaga listrik
sesuai milik
syarat konsumen;
yang c. memanfaatka
diatur n tenaga
dalam listrik sesuai
perjanjia dengan
n jual peruntukanny
beli a;
tenaga d. membayar
listrik. tagihan
pemakaian
(2) Konsumen
tenaga listrik;
wajib:
dan
a. Melaksan e. menaati
akan persyaratan
pengama teknis di
nan bidang
terhadap ketenagalistri
bahaya kan.
yang (3) Konsumen
mungkin bertanggung
timbul jawab apabila
akibat karena
pemanfaa kelalaiannya
tan mengakibatkan
tenaga kerugian pelaku
listrik; usaha untuk
b. menjaga kegiatan
keamana penyediaan
n tenaga listrik.
instalasi (4) Ketentuan lebih
tenaga lanjut mengenai
listrik tanggung jawab
milik konsumen
konsume sebagaimana
n; dimaksud pada
c. memanfa

700
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
atkan ayat (3) diatur
tenaga dengan Peraturan
listrik Pemerintah.
sesuai
dengan
peruntuk
annya;
d. membaya
r tagihan
pemakaia
n tenaga
listrik;
dan
e. menaati
persyarat
an teknis
di bidang
ketenagal
istrikan.
(3) Konsumen
bertanggung
jawab
apabila
karena
kelalaiannya
mengakibatk
an kerugian
pemegang
izin usaha
penyediaan
tenaga
listrik.
(4) Ketentuan
lebih lanjut
mengenai
tanggung
jawab
konsumen
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (3)
diatur
dengan
Peraturan

701
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
Menteri.
20. Pasal 30 Pasal 30 Penyesuaian
nomenklatur izin.
(1) Penggunaan (1) Penggunaan
tanah oleh tanah oleh pelaku
pemegang usaha untuk
izin usaha kegiatan
penyediaan penyediaan
tenaga listrik tenaga listrik
untuk untuk
melaksanaka melaksanakan
n haknya haknya
sebagaimana sebagaimana
dimaksud dimaksud dalam
dalam Pasal Pasal 27
27 dilakukan dilakukan dengan
dengan memberikan ganti
memberikan rugi hak atas
ganti rugi tanah atau
hak atas kompensasi
tanah atau kepada pemegang
kompensasi hak atas tanah,
kepada bangunan, dan
pemegang tanaman sesuai
hak atas dengan ketentuan
tanah, peraturan
bangunan, perundang-
dan tanaman undangan.
sesuai (2) Ganti rugi hak
dengan atas tanah
ketentuan sebagaimana
peraturan dimaksud pada
perundang- ayat (1) diberikan
undangan. untuk tanah yang
dipergunakan
(2) Ganti rugi
secara langsung
hak atas
oleh pemegang
tanah
Perizinan
sebagaimana
Berusaha untuk
dimaksud
kegiatan
pada ayat (1)
penyediaan
diberikan
tenaga listrik dan
untuk tanah
bangunan serta
yang
dipergunaka tanaman di atas

702
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
n secara tanah.
langsung (3) Kompensasi
oleh sebagaimana
pemegang dimaksud pada
izin usaha ayat (1) diberikan
penyediaan untuk
tenaga listrik penggunaan
dan tanah secara
bangunan tidak langsung
serta oleh pelaku
tanaman di usaha untuk
atas tanah. kegiatan
penyediaan
(3) Kompensasi
tenaga listrik
sebagaimana
yang
dimaksud
mengakibatkan
pada ayat (1)
berkurangnya
diberikan
nilai ekonomis
untuk
atas tanah,
penggunaan
bangunan, dan
tanah secara
tanaman yang
tidak
dilintasi transmisi
langsung
tenaga listrik.
oleh
(4) Ketentuan lebih
pemegang
lanjut mengenai
izin usaha
perhitungan
penyediaan
kompensasi
tenaga listrik
sebagaimana
yang
dimaksud pada
mengakibatk
ayat (3) diatur
an
dengan Peraturan
berkurangny
Pemerintah.
a nilai
(5) Dalam hal tanah
ekonomis
yang digunakan
atas tanah,
pelaku usaha
bangunan,
untuk kegiatan
dan tanaman
penyediaan
yang dilintasi
tenaga listrik
transmisi
terdapat bagian
tenaga
tanah yang
listrik.
dikuasai oleh
(4) Ketentuan pemegang hak
lebih lanjut atas tanah atau
mengenai pemakai tanah
perhitungan

703
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
kompensasi negara, sebelum
sebagaimana memulai
dimaksud kegiatan, pelaku
pada ayat (3) usaha untuk
diaturdengan kegiatan
Peraturan penyediaan
Pemerintah. tenaga listrik
wajib
(5) Dalam hal
menyelesaikan
tanah yang
masalah tanah
digunakan
tersebut sesuai
pemegang
dengan ketentuan
izin usaha
peraturan
penyediaan
perundang-
tenaga listrik
undangan di
terdapat
bidang
bagian-
pertanahan.
bagian tanah
(6) Dalam hal tanah
yang
yang digunakan
dikuasai oleh
pelaku usaha
pemegang
untuk kegiatan
hak atas
penyediaan
tanah atau
tenaga listrik
pemakai
terdapat tanah
tanah
ulayat,
negara,
penyelesaiannya
sebelum
dilakukan
memulai
berdasarkan
kegiatan,
peraturan
pemegang
perundang-
izin usaha
undangan di
penyediaan
bidang
tenaga listrik
pertanahan
wajib
dengan
menyelesaika
memperhatikan
n masalah
ketentuan hukum
tanah
adat setempat.
tersebut
sesuai
dengan
ketentuan
peraturan
perundang-
undangan di
bidang

704
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
pertanahan.
(6) Dalam hal
tanah yang
digunakan
pemegang
izin usaha
penyediaan
tenaga listrik
terdapat
tanah ulayat,
penyelesaian
nya
dilakukan
berdasarkan
peraturan
perundang-
undangan di
bidang
pertanahan
dengan
memperhatik
an ketentuan
hukum adat
setempat.
21. Pasal 32 Pasal 32 Penyesuaian
(1) Penetapan (1) Penetapan dan nomenklatur izin.
dan tata cara tata cara
pembayaran pembayaran ganti
ganti rugi rugi hak atas
hak atas tanah atau
tanah atau kompensasi
kompensasi sebagaimana
sebagaimana dimaksud dalam
dimaksud Pasal 30
dalam Pasal dilakukan sesuai
30 dilakukan dengan ketentuan
sesuai peraturan
dengan perundang-
ketentuan undangan.
peraturan (2) Ganti rugi hak
perundang- atas tanah atau
undangan. kompensasi
sebagaimana

705
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
(2) Ganti rugi dimaksud dalam
hak atas Pasal 30
tanah atau dibebankan
kompensasi kepada pelaku
sebagaimana usaha untuk
dimaksud kegiatan
dalam Pasal penyediaan
30 tenaga listrik.
dibebankan
kepada
pemegang
izin usaha
penyediaan
tenaga
listrik.
22. Pasal 33 Pasal 33 Disesuaikan dgn
(1) Harga jual (1) Harga jual tenaga menghapus
tenaga listrik listrik dan sewa kewenangan
dan sewa jaringan tenaga Pemda.
jaringan listrik ditetapkan
tenaga listrik berdasarkan
ditetapkan prinsip usaha
berdasarkan yang sehat.
prinsip (2) Pemerintah Pusat
usaha yang memberikan
sehat. persetujuan atas
harga jual tenaga
(2) Pemerintah
listrik dan sewa
atau
jaringan tenaga
pemerintah
listrik.
daerah
(3) Dihapus.
sesuai
dengan
kewenangan
nya
memberikan
persetujuan
atas harga
jual tenaga
listrik dan
sewa
jaringan
tenaga

706
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
listrik.
(3) Pemegang
izin usaha
penyediaan
tenaga listrik
dilarang
menerapkan
harga jual
tenaga listrik
dan sewa
jaringan
tenaga listrik
tanpa
persetujuan
Pemerintah
atau
pemerintah
daerah.
23. Pasal 34 Pasal 34 Disesuaikan dgn
(1) Pemerintah (1) Pemerintah Pusat menghapus
sesuai menetapkan tarif kewenangan
dengan tenaga listrik Pemda.
kewenangan untuk konsumen.
nya (2) Tarif tenaga
menetapkan listrik untuk
tarif tenaga konsumen
listrik untuk sebagaimana
konsumen dimaksud pada
dengan ayat (1),
persetujuan ditetapkan
Dewan dengan
Perwakilan memperhatikan
Rakyat keseimbangan
Republik kepentingan
Indonesia. nasional, daerah,
konsumen, dan
(2) Pemerintah
pelaku usaha
daerah
penyediaan
sesuai
tenaga listrik.
dengan
kewenangan (3) Tarif tenaga
listrik untuk
nya
konsumen
menetapkan
sebagaimana

707
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
tarif tenaga dimaksud pada
listrik untuk ayat (1) dapat
konsumen ditetapkan secara
dengan berbeda di setiap
persetujuan daerah dalam
Dewan suatu wilayah
Perwakilan usaha.
Rakyat
Daerah
berdasarkan
pedoman
yang
ditetapkan
oleh
Pemerintah.
(3) Dalam hal
pemerintah
daerah tidak
dapat
menetapkan
tarif tenaga
listrik
sebagaimana
dimaksud
pada ayat
(2),
Pemerintah
menetapkan
tarif tenaga
listrik untuk
daerah
tersebut
dengan
persetujuan
Dewan
Perwakilan
Rakyat
Republik
Indonesia.
(4) Tarif tenaga
listrik untuk
konsumen
sebagaimana
dimaksud

708
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
pada ayat
(1), ayat (2),
dan ayat (3)
ditetapkan
dengan
memperhatik
an
keseimbanga
n
kepentingan
nasional,
daerah,
konsumen,
dan pelaku
usaha
penyediaan
tenaga
listrik.
(5) Tarif tenaga
listrik untuk
konsumen
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)
dan ayat (2)
dapat
ditetapkan
secara
berbeda di
setiap daerah
dalam suatu
wilayah
usaha.
24. Pasal 35 Pasal 35 1. Disesuaikan
dgn
Pemegang izin Pelaku usaha untuk
menghapus
usaha kegiatan penyediaan
kewenangan
penyediaan tenaga listrik dilarang
Pemda
tenaga listrik menerapkan tarif
2. Penyesuaian
dilarang tenaga listrik untuk
nomenklatur
menerapkan tarif konsumen yang tidak
izin
tenaga listrik sesuai dengan
untuk konsumen penetapan
yang tidak sesuai Pemerintah Pusat

709
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
dengan sebagaimana
penetapan dimaksud dalam
Pemerintah atau Pasal 34.
pemerintah
daerah
sebagaimana
dimaksud dalam
Pasal 34.
25. Pasal 37 Pasal 37 Penyesuaian
Jual beli tenaga Jual beli tenaga nomenklatur izin.
listrik lintas listrik lintas negara
negara dilakukan dilakukan oleh
oleh pemegang pelaku usaha untuk
izin usaha kegiatan penyediaan
penyediaan tenaga listrik
tenaga listrik berdasarkan
berdasarkan izin Perizinan Berusaha.
Pemerintah.

26. Pasal 44 Pasal 44 Dalam rangka


melakukan
(1) Setiap (1) Setiap kegiatan
penyeragaman
kegiatan usaha
usaha ketenagalistrikan terhadap besaran
ketenagalistri wajib memenuhi kapasitas
pembangkit yang
kan wajib ketentuan
memerlukan SLO
memenuhi keselamatan
ketentuan ketenagalistrikan. (Perizinan
berusaha) atau
keselamatan (2) Ketentuan
standar.
ketenagalistri keselamatan
kan. ketenagalistrikan
sebagaimana
(2) Ketentuan
dimaksud pada
keselamatan
ayat (1) bertujuan
ketenagalistri
untuk
kan
mewujudkan
sebagaimana
kondisi:
dimaksud
a. andal dan
pada ayat (1)
aman bagi
bertujuan
instalasi;
untuk
mewujudkan b. aman dari

710
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
kondisi: bahaya bagi
manusia dan
a. andal
makhluk
dan
hidup lainnya;
aman
dan
bagi
c. ramah
instalasi;
lingkungan.
b. aman
(3) Ketentuan
dari
keselamatan
bahaya
ketenagalistrikan
bagi
sebagaimana
manusia
dimaksud pada
dan
ayat (1) meliputi:
makhluk
a. pemenuhan
hidup
standardisasi
lainnya;
peralatan dan
dan
pemanfaat
c. ramah
tenaga listrik;
lingkunga
b. pengamanan
n.
instalasi
(3) Ketentuan tenaga listrik;
keselamatan dan
ketenagalistri c. pengamanan
kan pemanfaat
sebagaimana tenaga listrik.
dimaksud (4) Setiap instalasi
pada ayat (1) tenaga listrik
meliputi: yang beroperasi
d. pemenuh wajib memiliki
an sertifikat laik
standardi operasi.
sasi (5) Setiap peralatan
peralatan dan pemanfaat
dan tenaga listrik
pemanfaa wajib memenuhi
t tenaga ketentuan
listrik; standar nasional
e. pengama Indonesia.
nan (6) Setiap tenaga
instalasi teknik dalam
tenaga usaha
listrik; ketenagalistrikan
dan wajib memiliki
f. pengama sertifikat

711
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
nan kompetensi.
pemanfaa (7) Ketentuan
t tenaga mengenai
listrik. keselamatan
ketenagalistrikan,
(4) Setiap
sertifikat laik
instalasi
operasi, standar
tenaga listrik
nasional
yang
Indonesia, dan
beroperasi
sertifikat
wajib
kompetensi
memiliki
sebagaimana
sertifikat laik
dimaksud pada
operasi.
ayat (1) sampai
(5) Setiap dengan ayat (7)
peralatan diatur dengan
dan Peraturan
pemanfaat Pemerintah.
tenaga listrik
wajib
memenuhi
ketentuan
standar
nasional
Indonesia.
(6) Setiap tenaga
teknik dalam
usaha
ketenagalistri
kan wajib
memiliki
sertifikat
kompetensi.
(7) Ketentuan
mengenai
keselamatan
ketenagalistri
kan,
sertifikat laik
operasi,
standar
nasional
Indonesia,
dan sertifikat

712
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
kompetensi
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)
sampai
dengan ayat
(6) diatur
dengan
Peraturan
Pemerintah
27. Pasal 45 Pasal 45 Pengaturan
mengenai izin
(1) Pemanfaatan (1) Pemanfaatan
pemanfaatan
jaringan jaringan tenaga
jaringan
tenaga listrik listrik untuk
mempersulit
untuk kepentingan
kepentingan
kepentingan telekomunikasi,
kepentingan
telekomunik multimedia, dan
telekomunikasi,
asi, informatika
multimedia, dan
multimedia, hanya dapat
informatika.
dan dilakukan
informatika sepanjang tidak
hanya dapat mengganggu
dilakukan kelangsungan
sepanjang penyediaan
tidak tenaga listrik.
mengganggu (2) Pemanfaatan
kelangsunga jaringan tenaga
n penyediaan listrik
tenaga sebagaimana
listrik. dimaksud pada
ayat (1) hanya
(2) Pemanfaatan
dapat dilakukan
jaringan
dengan
tenaga listrik
persetujuan
sebagaimana
pemilik jaringan.
dimaksud
(3) Pemilik jaringan
pada ayat (1)
sebagaimana
hanya dapat
dimaksud pada
dilakukan
ayat (2)
dengan
menyampaikan
persetujuan
laporan kepada
pemilik
Pemerintah.
jaringan.
(4) Ketentuan lebih

713
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
(3) Pemanfaata lanjut mengenai
n jaringan pemanfaatan
tenaga listrik jaringan tenaga
sebagaimana listrik
dimaksud sebagaimana
pada ayat (1) dimaksud pada
dilakukan ayat (1), ayat (2),
berdasarkan dan ayat (3)
izin diatur dengan
pemanfaatan Peraturan
jaringan Pemerintah
yang
diberikan
oleh
Pemerintah
atau
pemerintah
daerah
sesuai
dengan
kewenangan
nya.
(4) Ketentuan
lebih lanjut
mengenai
pemanfaatan
jaringan
tenaga listrik
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)
dan ayat (2)
diatur
dengan
Peraturan
Pemerintah.
28. Pasal 46 Pasal 46 1. Kewenangan
pembinaan
(1) Pemerintah (1) Pemerintah dan
atau melakukan pengawasan
pemerintah pembinaan dan diselenggarak
daerah pengawasan an oleh
sesuai terhadap usaha Pemerintah.
dengan penyediaan 2. Pemerintah

714
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
kewenangan tenaga listrik dapat
nya dalam hal: mendelegasika
melakukan n kewenangan
a. penyediaan
pembinaan pembinaan
dan
dan dan
pemanfaatan
pengawasan pengawasan
sumber energi
terhadap kepada
untuk
usaha pemerintah
pembangkit
penyediaan daerah.
tenaga listrik;
tenaga listrik
dalam hal: b. pemanfaatan
jaringan
a. penyediaa tenaga listrik
n dan untuk
pemanfaa kepentingan
tan telekomunikas
sumber i, multimedia,
energi dan
untuk informatika;
pembang
kit tenaga c. pemenuhan
listrik; kecukupan
pasokan
b. pemenuh tenaga listrik;
an
kecukupa d. pemenuhan
n persyaratan
pasokan keteknikan;
tenaga e. pemenuhan
listrik; aspek
c. pemenuh perlindungan
an lingkungan
persyarat hidup;
an f. pengutamaan
keteknika pemanfaatan
n; barang dan
d. pemenuh jasa dalam
an aspek negeri;
perlindun g. penggunaan
gan tenaga kerja
lingkunga asing;
n hidup;
h. pemenuhan
e. pengutam tingkat mutu
aan dan

715
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
pemanfaa keandalan
tan penyediaan
barang tenaga listrik;
dan jasa i. pemenuhan
dalam persyaratan
negeri; perizinan;
f. pengguna j. penerapan
an tenaga tarif tenaga
kerja listrik; dan
asing;
k. pemenuhan
g. pemenuh mutu jasa
an yang
tingkat diberikan oleh
mutu dan
usaha
keandala penunjang
n tenaga listrik.
penyediaa
n tenaga (2) Dalam
listrik; melakukan
pengawasan
h. pemenuh sebagaimana
an
dimaksud pada
persyarat ayat (1),
an Pemerintah Pusat
perizinan; dapat:
i. penerapa a. melakukan
n tarif inspeksi
tenaga pengawasan
listrik; di lapangan;
dan
b. meminta
j. pemenuh laporan
an mutu pelaksanaan
jasa yang usaha di
diberikan
bidang
oleh ketenagalistri
usaha kan;
penunjan
g tenaga c. melakukan
listrik. penelitian dan
evaluasi atas
(2) Dalam laporan
melakukan pelaksanaan
pengawasan usaha di
sebagaimana

716
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
dimaksud bidang
pada ayat ketenagalistri
(1), kan; dan
Pemerintah d. memberikan
dan sanksi
pemerintah administratif
daerah terhadap
dapat: pelanggaran
a. melakuka ketentuan
n perizinan
inspeksi berusaha.
pengawas (3) Dalam
an di melaksanakan
lapangan; pengawasan
b. meminta keteknikan
laporan sebagaimana
pelaksan dimaksud pada
aan ayat (1),
usaha di Pemerintah Pusat
bidang dibantu oleh
ketenagal inspektur
istrikan; ketenagalistrikan
dan/atau
c. melakuka
Penyidik Pegawai
n
Negeri Sipil.
penelitian
(4) Pemerintah Pusat
dan
dapat
evaluasi
mendelegasikan
atas
kewenangan
laporan
pembinaan dan
pelaksan
pengawasan
aan
sebagaimana
usaha di
dimaksud pada
bidang
ayat (1) kepada
ketenagal
pemerintah
istrikan;
daerah.
dan
(5) Ketentuan lebih
d. memberik lanjut mengenai
an sanksi pembinaan dan
administr pengawasan
atif diatur dengan
terhadap Peraturan
pelanggar Pemerintah.
an

717
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
ketentua
n
perizinan.
(3) Dalam
melaksanaka
n
pengawasan
keteknikan
sebagaimana
dimaksud
pada ayat
(1),
Pemerintah
dan
pemerintah
daerah
dibantu oleh
inspektur
ketenagalistri
kan
dan/atau
Penyidik
Pegawai
Negeri Sipil.
(4) Ketentuan
lebih lanjut
mengenai
pembinaan
dan
pengawasan
diatur
dengan
Peraturan
Pemerintah.

29. Pasal 48 Pasal 48


(1) Setiap orang (1) Setiap orang yang
yang melanggar
melanggar ketentuan
ketentuan sebagaimana
sebagaimana dimaksud dalam

718
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
dimaksud Pasal 16 ayat (3),
dalam Pasal Pasal 17 ayat (3),
16 ayat (3), Pasal 27 ayat (2),
Pasal 17 ayat Pasal 28, Pasal 33
(3), Pasal 27 ayat (3), Pasal 35,
ayat (2), Pasal 37, Pasal
Pasal 28, 42, atau Pasal 45
Pasal 33 ayat ayat (3) dikenai
(3), Pasal 35, sanksi
Pasal 37, administratif
Pasal 42, berupa:
atau Pasal a. teguran
45 ayat (3) tertulis;
dikenai
sanksi b. pembekuan
administratif kegiatan
berupa: sementara;
a. teguran c. denda;
tertulis; dan/atau
b. pembeku d. pencabutan
an Perizinan
kegiatan Berusaha.
sementar (2) Sanksi
a; administratif
dan/atau sebagaimana
c. pencabut dimaksud pada
an izin ayat (1)
usaha. ditetapkan oleh
Pemerintah.
(2) Sanksi (3) Ketentuan lebih
administratif lanjut mengenai
sebagaimana tata cara
dimaksud pengenaan sanksi
pada ayat (1) administratif
ditetapkan sebagaimana
oleh Menteri, dimaksud pada
gubernur, ayat (1) diatur
atau dengan Peraturan
bupati/walik Pemerintah.
ota sesuai
dengan
kewenangan
nya.

719
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
(3) Ketentuan
lebih lanjut
mengenai
tata cara
pengenaan
sanksi
administratif
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)
diatur
dengan
Peraturan
Pemerintah.
30. Pasal 50 Pasal 50 Penyesuaian
(1) Setiap orang (1) Setiap orang yang nomenklatur izin.
yang tidak tidak memenuhi
memenuhi keselamatan
keselamatan ketenagalistrikan
ketenagalistri sebagaimana
kan dimaksud dalam
sebagaimana Pasal 44 ayat (1)
dimaksud yang
dalam Pasal mengakibatkan
44 ayat (1) matinya
yang seseorang karena
mengakibatk tenaga listrik
an matinya dipidana dengan
seseorang pidana penjara
karena paling lama 10
tenaga listrik (sepuluh) tahun
dipidana dan denda paling
dengan banyak
pidana Rp500.000.000,0
penjara 0 (lima ratus juta
paling lama rupiah).
10 (sepuluh) (2) Apabila
tahun dan perbuatan
denda paling sebagaimana
banyak dimaksud pada
Rp500.000.0 ayat (1) dilakukan
00,00 (lima oleh pelaku
ratus juta usaha dipidana

720
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
rupiah). dengan pidana
penjara paling
(2) Apabila
lama 10 (sepuluh)
perbuatan
tahun dan denda
sebagaimana
paling banyak
dimaksud
Rp1.000.000.000,
pada ayat (1)
00 (satu miliar
dilakukan
rupiah).
oleh
(3) Selain pidana
pemegang
sebagaimana
izin usaha
dimaksud pada
penyediaan
ayat (2), pelaku
tenaga listrik
usaha juga
atau
diwajibkan untuk
pemegang
memberi ganti
izin operasi
rugi kepada
dipidana
korban.
dengan
(4) Penetapan dan
pidana
tata cara
penjara
pembayaran ganti
paling lama
rugi sebagaimana
10 (sepuluh)
dimaksud pada
tahun dan
ayat (3)
denda paling
dilaksanakan
banyak
sesuai dengan
Rp1.000.000.
ketentuan
000,00 (satu
peraturan
miliar
perundang-
rupiah).
undangan.
(3) Selain
pidana
sebagaimana
dimaksud
pada ayat
(2),
pemegang
izin usaha
penyediaan
tenaga listrik
atau
pemegang
izin operasi
juga
diwajibkan
untuk

721
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
memberi
ganti rugi
kepada
korban.
(4) Penetapan
dan tata cara
pembayaran
ganti rugi
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (3)
dilaksanakan
sesuai
dengan
ketentuan
peraturan
perundang-
undangan.

e. Perizinan Sektor Ketenaganukliran


Perubahan terhadap perizinan sektor ketenaganukliran
dilakukan antara lain:

1. Penerapan Risk Based Approach untuk perizinan sektor


ketenganukliran.
2. Penataan dan pengaturan kewenangan perizinan sektor
ketenaganukliran
3. Perizinan ketenaganukliran dilaksanakan oleh Badan
Pengawas (BAPETEN), sementara kegiatan usaha
ketenaganukliran dilaksanakan oleh Badan Pelaksana.
4. Cakupan kegiatan pertambangan bahan galian nuklir
meliputi: penyelidikan umum, eksplorasi, studi
kelayakan, Konstruksi, penambangan, pengolahan,
penyimpanan, pengalihan; dan/atau reklamasi dan

722
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

pascatambang.
5. Bahan Galian Nuklir meliputi bahan yang mengandung
unsur uranium dan thorium yang dikuasai oleh negara.
Pemerintah menetapkan wilayah usaha pertambangan
Bahan Galian Nuklir.
6. Badan Pelaksana dapat menugaskan BUMN untuk
melakukan kegitan pertambangan bahan galian nuklir.
7. Petugas tertentu yang bekerja pada pertambangan
Bahan Galian Nuklir wajib memiliki sertifikat.
8. Produksi dan/atau pengadaan bahan baku untuk
pembuatan bahan bakar nuklir hanya dilaksanakan oleh
Badan Pelaksana yang dapat bekerja sama dengan
Badan Usaha Milik Negara, koperasi, dan/atau badan
swasta.

Berikut ketentuan Undang-Undang dan Pasal yang


mengalami perubahan:

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
126. Norma Baru Pasal 3A
Pemerintah Pusat
berwenang
memberikan
perizinan Berusaha
terkait
ketenaganukliran.
127. Pasal Pasal 4 Perizinan
4 ketenaganuklira
(1) Pemerintah
n dilaksanakan
(1) Pemerintah Pusat
oleh Badan
membentu membentuk
Pengawas
k Badan Badan
(BAPETEN).
Pengawas Pengawas yang
yang berada di

723
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
berada di bawah dan
bawah dan bertanggung
bertanggun jawab langsung
g jawab kepada
langsung Presiden, yang
kepada bertugas
Presiden, melaksanakan
yang pengawasan
bertugas terhadap segala
melaksana kegiatan
kan pemanfaatan
pengawasa tenaga nuklir.
n terhadap (2) Untuk
segala melaksanakan
kegiatan tugas
pemanfaat sebagaimana
an tenaga dimaksud pada
nuklir. ayat (1), Badan
(2) Untuk Pengawas
melaksana menyelenggara
kan tugas kan peraturan
sebagaima dan kewenangan
na lain yang
dimaksud ditugaskan oleh
pada ayat Presiden.
(1), Badan
Pengawas
menyeleng
garakan Usulan BATAN:
peraturan,
perizinan, Untuk
dan melaksanakan tugas
inspeksi. sebagaimana
dimaksud pada ayat
(1), Badan Pengawas
menyelenggarakan
peraturan dan
inspeksi.

Usulan BAPETEN:
Pengawasan
sebagaimana
dimaksud pada ayat

724
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
(1) dilaksanakan
melalui peraturan,
perizinan, inspeksi,
dan kewenangan
lain yang ditugaskan
oleh Presiden.
128. Pasal Pasal 9
9 (1) Bahan Galian
(1) Penyelidika Nuklir dikuasai
n umum, oleh negara.
eksplorasi, (2) Pemerintah
dan Pusat
eksploitasi menetapkan
bahan wilayah usaha
galian pertambangan
nuklir Bahan Galian
hanya Nuklir sesuai
dilaksanak dengan
an oleh ketentuan
Badan peraturan
Pelaksana. perundang
(2) Badan undangan.
Pelaksana (3) Ketentuan
sebagaima lebih lanjut
na mengenai
dimaksud
bahan galian
pada ayat nuklir diatur
(1) dapat dengan
bekerja Peraturan
sama Pemerintah.
dengan
Badan
Usaha
Milik
Negara,
koperasi,
badan
swasta,
dan/atau
badan lain.

725
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
129. Pasal 9A Bahan galian
nuklir adalah
(1) Pemerintah
sumber daya alam
Pusat dapat
yang dikuasai
menetapkan
negara karena
badan usaha
merupakan
yang
mineral yang
melakukan
strategis untuk
kegiatan
energi masa
pertambangan
depan sehingga
Bahan Galian
cadangan dan
Nuklir
pengelolaaannya
sebagaimana
akan lebih bisa
dimaksud
dikendalikan bila
dalam Pasal 9.
negara memilki
(2) Badan usaha saham mayoritas
sebagaimana dalam badan
dimaksud usaha. Hal ini
dalam ayat (1) bisa dilakukan
wajib bila bentuknya
memenuhi BUMN.
Perizinan
Berusaha dari
Pemerintah
Pusat.
(3) Pertambangan
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (1)
termasuk
pertambangan
yang
menghasilkan
mineral ikutan
radioaktif.
(4) Badan usaha
pemegang
Perizinan
Berusaha
pertambangan
mineral dan
batubara yang
menghasilkan
Mineral Ikutan

726
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
Radioaktif
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (1) wajib
mengolah
dan/atau
menyimpan
sementara
Mineral Ikutan
Radioaktif
sesuai
ketentuan
peraturan
perundang-
undangan.
(5) Ketentuan lebih
lanjut mengenai
Perizinan
Berusaha diatur
dengan
Peraturan
Pemerintah.
130. Pasal 10 Pasal 10
(1) Produksi Dicabut dan
dan/atau dinyatakan tidak
pengadaan berlaku.
bahan baku
untuk
pembuatan
bahan bakar
nuklir
hanya
dilaksanaka
n oleh
Badan
Pelaksana.
(2) Badan
Pelaksana
sebagaiman
a dimaksud
pada ayat
(1) dapat

727
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
bekerja
sama
dengan
Badan
Usaha Milik
Negara,
koperasi,
dan/atau
badan
swasta.
131. Pasal Pasal 14
14 (1) Pengawasan
(1) Pengawasa terhadap
n terhadap pemanfaatan
pemanfaat tenaga nuklir
an tenaga dilaksanakan
nuklir oleh
dilaksanak Pemerintah
an oleh Pusat.
Badan (2) Pengawasan
Pengawas. sebagaimana
(2) Pengawasa dimaksud pada
n ayat (1)
sebagaima dilaksanakan
na melalui
dimaksud peraturan,
pada ayat perizinan, dan
(1) inspeksi.
dilaksanak
an melalui
peraturan, Usulan BATAN:
perizinan, Pasal 14 dihapus
dan karena sudah
inspeksi. terakomodir di
dalam Pasal 4.
132. Pasal 17 Pasal 17
(1) Setiap (1) Setiap kegiatan
pemanfaat pemanfaatan
an tenaga tenaga nuklir
nuklir wajib
wajib memenuhi
memiliki perizinan dari

728
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
izin, Pemerintah
kecuali Pusat, kecuali
dalam hal- dalam hal
hal tertentu yang
tertentu diatur dengan
yang diatur Peraturan
lebih lanjut Pemerintah.
dengan (2) Pembangunan
Peraturan dan
Pemerintah
pengoperasian
. reaktor nuklir
(2) Pembangu dan instalasi
nan nuklir lainnya
serta
dan dekomisioning
pengoperas reaktor nuklir
ian reaktor wajib
nuklir dan memenuhi
instalasi perizinan dari
nuklir Pemerintah
lainnya Pusat.
serta
(3) Dalam hal
dekomision kegiatan
ing reaktor pemanfaatan
nuklir tenaga nuklir
wajib sebagaimana
memiliki dimaksud pada
izin. ayat (1),
(3) Syarat- pembangunan,
syarat dan pengoperasian
tata cara reactor nuklir
perizinan sebagaimana
sebagaima dimaksud pada
na ayat (2)
dimaksud dilakukan oleh
pada ayat instansi
(1) dan Pemerintah
ayat (2) Pusat harus
diatur memperoleh
lebih lanjut persetujuan dari
dengan Pemerintah
Peraturan Pusat.
Pemerintah (4) Syarat-syarat

729
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
. dan tata cara
perizinan
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (1) dan
ayat (2) diatur
lebih lanjut
dengan
Peraturan
Pemerintah.
Usulan BAPETEN:
(1) Setiap kegiatan di
bidang
ketenaganukliran
wajib memenuhi
perizinan dari
Pemerintah,
kecuali dalam
hal-hal tertentu
yang diatur lebih
lanjut dengan
Peraturan
Pemerintah.
Usulan BATAN:
(1) Setiap
pemanfaaatan
tenaga nuklir
wajib memiliki
izin, kecuali
pemanfaatan
tenaga nuklir oleh
Pemerintah yang
telah
diamanatkan
peraturan
perundang
133. Pasal 18 Pasal 18 Setiap Perizinan
(1) Setiap izin Dicabut dan Berusaha
sebagaiman dinyatakan tidak dikenakan biaya
dan masuk
a berlaku.
PNBP.
dimaksud
dalam Pasal

730
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
17
dikenakan
biaya.
(2) Besar biaya
sebagaiman
a
dimaksud
pada ayat
ditetapkan
dengan
Keputusan
Menteri
Keuangan.
134. Pasal 20 Pasal 20
(1) Inspeksiter (1) Inspeksi
hadap terhadap
instalasi instalasi nuklir
nuklir dan dan instalasi
instalasi yang
yang memanfaatkan
memanfaat radiasi pengion
kan radiasi dilaksanakan
pengion oleh Pemerintah
dilaksanak Pusat.
an oleh Penjelasan:
Badan
Pengawas Inspeksi dalam
dalam rangka
rangka pengawasan
pengawasa terhadap
n terhadap ditaatinya
ditaatinya syarat-syarat
syarat- dalam perizinan
syarat dan peraturan
dalam Perundang-
perizinan undangan di
dan bidang
peraturan keselamatan
perundang nuklir.
undangan (2) Ketentuan lebih
di bidang lanjut mengenai
keselamata inspeksi
sebagaimana

731
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
n nuklir. dimaksud pada
ayat (1) diatur
(2) Inspeksi
dengan
sebagaima
Peraturan
na
Pemerintah.
dimaksud
pada ayat
dilaksanak Usulan BAPETEN :
an oleh
inspektur (2) Ketentuan
yang mengenai
diangkat inspeksi
dan sebagaimana
diberhentik dimaksud pada
an ayat
oleh (1) Pengawas.
Badan diatur
dalam
(3) Inspeksi peraturan
sebagaima perundang –
na undangan.
dimaksud
pada ayat (3) Dihapus.
dilaksanak
an secara
berkala Usulan BATAN :
dan Pasal 20 dihapus
sewaktu- dan diatur dalam
waktu. Peraturan
Pemerintah.

135. Pasal 25 Pasal 25 Konsisten


dengan Pasal 13
(1) Badan (1) Pemerintah
yang hanya
Pelaksana Pusat
berkonsultasi
menyediak menyediakan
dengan DPR
an tempat tempat
bukan sebuah
penyimpan penyimpanan
persetujuan.
an lestari lestari limbah
limbah radioaktif
radioaktif tingkat tinggi.
tingkat (2) Penentuan
tinggi. tempat
(2) Penentuan penyimpanan
tempat lestari
penyimpan sebagaimana
an lestari dimaksud pada

732
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
sebagaima ayat (1)
na ditetapkan oleh
dimaksud Pemerintah
pada ayat Pusat.
(1)
ditetapkan
oleh Usulan BAPETEN:
Pemerintah (1) Pemerintah
setelah bertanggung
mendapat jawab melakukan
persetujua penyimpanan
n Dewan permanen limbah
Perwakilan radioaktif dan
Rakyat bahan bakar
Republik nuklir bekas.
Indonesia. (2) Pemerintah
menetapkan
lokasi
penyimpanan
permanen limbah
radioaktif dan
bahan bakar
nuklir bekas.

Penjelasan Pasal 25
Ayat (1) dan ayat
(2)
Penentuan tempat
penyimpanan
lestari limbah
radioaktif tingkat
tinggi perlu
konsultasi Dewan
Perwakilan Rakyat
Republik Indonesia
karena
menyangkut
perubahan suatu
daerah yang
semula dapat
dimanfaatkan
menjadi suatu
daerah yang sama

733
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
sekali tidak dapat
dimanfaatkan
untuk kepentingan
lain. Limbah
radioaktif yang
berasal dari luar
negeri tidak
diizinkan disimpan
di wilayah hukum
Republik
Indonesia.

f. Perizinan Sektor Perindustrian


Perubahan terhadap perizinan sektor Perindustrian
dilakukan antara lain:

1. Penerapan Risk Based Approach untuk perizinan


berusaha sektor
2. Penataan dan pengaturan kewenangan perizinan sektor
perindustrian. Kewenangan di sektor perindustrian yang
sebelumnya merupakan kewenangan Menteri
direformulasi menjadi kewenangan Pemerintah.
3. Pengawasan terhadap penerapan SNI dilakukan oleh
Pemerintah Pusat serta dapat melibatkan Lembaga
terakreditasi yang berkompeten untuk melakukan
pengawasan.
4. Penghapusan kriteria industri kecil, menengah, dan
besar yang akan diatur dalam bagian UMK-M pada RUU
Penciptaan Lapangan Kerja.

Berikut ketentuan Undang-Undang dan Pasal yang


mengalami perubahan:

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
Undang-Undang 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian
136. Pasal 50 Pasal 50 4. Kewenangan
melakukan
(1) Menteri (1) Pemerintah Pusat perencanaan,
melakukan melakukan pembinaan,
perencanaan, perencanaan, pengembanga

734
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
pembinaan, pembinaan, n, dan
pengembanga pengembangan, pengawasan
n, dan dan pengawasan Standardisasi
pengawasan Standardisasi Industri yang
Standardisasi Industri. sebelumnya
Industri. (2) Standardisasi merupakan
(2) Standardisasi Industri kewenangan
Industri diselenggarakan Menteri
diselenggarak dalam wujud SNI, direformulasi
an dalam spesifikasi teknis, menjadi
wujud SNI, dan/atau kewenangan
spesifikasi pedoman tata Pemerintah.
teknis, cara. 5. Sesuai dengan
dan/atau (3) SNI, spesifikasi Pasal 4 ayat
pedoman tata teknis, dan/atau (1) UUD 1945
cara. pedoman tata cara yang
(3) SNI, berlaku di seluruh menyebutkan
spesifikasi wilayah Negara bahwa
teknis, Kesatuan Republik Presiden
dan/atau Indonesia. sebagai
pedoman tata pemegang
cara berlaku kekuasaan
di seluruh pemerintahan,
wilayah menempatkan
Negara Presiden
Kesatuan secara
Republik atribusi
Indonesia. memiliki
kewenangan
sebagaimana
disebutkan
pada Pasal 50.
6. Selama ini,
kata
“Pemerintah”
dimaknai
sebagai
“Menteri”,
padahal
berdasarkan
ketentuan
Pasal 17 UUD
NRI 1945,
Menteri

735
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
merupakan
pembantu
Presiden,
sehingga
kekusaan
pemerintahan
tidak boleh
terdegradasai
oleh Menteri.
137. Pasal 57 Pasal 57 1. Kewenangan
pembinaan
(1) Penerapan (1) Penerapan SNI dan
SNI secara secara sukarela pengawasan
sukarela sebagaimana terhadap
sebagaimana dimaksud dalam lembaga
dimaksud Pasal 51 dan penilaian
dalam Pasal pemberlakuan kesesuaian
51 dan SNI, spesifikasi yang
pemberlakua teknis, dan/atau sebelumnya
n SNI, pedoman tata merupakan
spesifikasi cara secara wajib kewenangan
teknis, sebagaimana Menteri
dan/atau dimaksud dalam direformulasi
pedoman tata Pasal 52 menjadi
cara secara dilakukan melalui kewenangan
wajib penilaian Pemerintah.
sebagaimana kesesuaian. 2. Pasal 57 ayat
dimaksud (2) Penilaian 3: usulan
dalam Pasal kesesuaian SNI klausul:
52 dilakukan yang diterapkan terakreditasi
melalui secara sukarela dan ditunjuk
penilaian sebagaimana oleh
kesesuaian. dimaksud pada pemerintah
(2) Penilaian ayat (1) dilakukan atas
kesesuaian oleh lembaga pertimbangan
SNI yang penilaian bahwa
diterapkan kesesuaian yang penunjukkan
secara telah oleh Menteri
sukarela terakreditasi. dimaksud
sebagaimana (3) Penilaian merupakan
dimaksud kesesuaian SNI, mekanisme
pada ayat (1) spesifikasi teknis, pembentukan
dilakukan dan/atau bargaining
oleh lembaga pedoman tata position

736
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
penilaian cara yang untuk
kesesuaian diberlakukan mendapatkan
yang telah secara wajib MRA (Mutual
terakreditasi. sebagaimana Recognition
(3) Penilaian dimaksud pada Agreement)
kesesuaian ayat (1) dilakukan dari negara
SNI, oleh lembaga tujuan ekspor
spesifikasi penilaian RI yang tidak
teknis, kesesuaian yang mengakui
dan/atau telah terakreditasi sertifikasi
pedoman tata dan ditunjuk oleh produk
cara yang pemerintah Indonesia
diberlakukan pusat. (sertifikat
secara wajib (4) Ketentuan lebih yang
sebagaimana lanjut mengenai dikeluarkan
dimaksud pembinaan dan Lembaga
pada ayat (1) pengawasan Penilaian
dilakukan terhadap lembaga Kesesuaian
oleh lembaga penilaian (LPK) yang
penilaian kesesuaian diatur diakreditasi
kesesuaian dalam Peraturan oleh KAN).
yang telah Pemerintah. 3. Lihat
terakreditasi harmonisasi
dan ditunjuk di UU
oleh Menteri. No.7/2014
(4) Pembinaan tentang
dan Perdagangan
pengawasan terkait
terhadap standar
lembaga pendaftaran
penilaian LPK.
kesesuaian 4. Pasal 57 ayat
sebagaimana 4 ditambahi
dimaksud objeknya yaitu
pada ayat (3) pengawasan
dilakukan terhadap
oleh Menteri. lembaga
penilaian
kesesuaian.
138. Pasal 59 Pasal 59 1. Selain
dilakukan
Menteri (1) Pemerintah Pusat oleh Menteri,
mengawasi mengawasi pengawasan
pelaksanaan pelaksanaan atas

737
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
seluruh rangkaian seluruh pelaksanaan
penerapan SNI rangkaian seluruh
sebagaimana penerapan SNI rangkaian
dimaksud dalam sebagaimana penerapan
Pasal 51 ayat (2) dimaksud dalam SNI
dan ayat (3) dan Pasal 51 ayat (2) seharusnya
pemberlakuan dan ayat (3) dan dapat
SNI, spesifikasi pemberlakuan dilakukan
teknis, dan/atau SNI, spesifikasi oleh lembaga
pedoman tata teknis, dan/atau yang
cara secara wajib pedoman tata berkompeten
sebagaimana cara secara wajib yang
dimaksud dalam sebagaimana diberikan
Pasal 52. dimaksud dalam tugas dan
Pasal 52. wewenang
(2) Dalam untuk
melaksanakan melakukan
kewenangan penilaian
pengawasan kesesuaian.
sebagaimana 2. Tujuannya
dimaksud pada agar
ayat (1), pengawasan
Pemerintah Pusat terhadap
dapat penerapan
bekerjasama SNI dapat
dengan lembaga berjalan lebih
terakreditasi. efektif karena
dilakukan
oleh lembaga
yang
berkompeten
yang memang
diberikan
wewenang
untuk
melakukan
kegiatan
sebagaimana
disebutkan.
3. Hal ini juga
sejalan
dengan
ketentuan
peraturan

738
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
pelaksaan
penerapan
SNI yang
diatur dalam
PP No. 34
Tahun 2018
tentang
Sistem
Standardisasi
Dan Penilaian
Kesesuaian
Nasional. PP
tersebut
mengatur
bahwa
Pengawasan
terhadap
penerapan
SNI dilakukan
oleh menteri
atau kepala
lembaga
pemerintah
nonkementeri
an sesuai
dengan
kewenangann
ya
berdasarkan
ketentuan
peraturan
perundang-
undangan
(Pasal 103
ayat 2).
4. Sehingga
pasal ini
diusulkan
untuk diubah
dan
disesuaikan
dengan
konsep
penerapan

739
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
OSS dalam
rangka
kemudahan
perizinan
berusaha dan
terjaganya
kestabilan
iklim
berusaha.
139. Pasal 84 Pasal 84 5. Kewenangan
sebagaimana
(1) Industri (1) Industri Strategis disebut pada
Strategis dikuasai oleh Pasal 84 yang
dikuasai oleh negara. sebelumnya
negara. (2) Industri Strategis merupakan
(2) Industri sebagaimana kewenangan
Strategis dimaksud pada Menteri
sebagaimana ayat (1) terdiri direformulasi
dimaksud atas Industri menjadi
pada ayat (1) yang: kewenangan
terdiri atas a. memenuhi Pemerintah.
Industri yang: kebutuhan 6. Sesuai dengan
a. memenuh yang penting Pasal 4 ayat
i bagi (1) UUD 1945,
kebutuha kesejahteraan Presiden
n yang rakyat atau memegang
penting menguasai kekuasaan
bagi hajat hidup pemerintahan
kesejahter orang banyak; menempatkan
aan b. meningkatkan Presiden
rakyat atau secara
atau menghasilkan atribusi
menguasa nilai tambah memiliki
i hajat sumber daya kewenangan
hidup alam sebagaimana
orang strategis; disebutkan
banyak; dan/atau pada Pasal 84.
b. meningka c. mempunyai 7. Selama ini,
tkan atau kaitan dengan kata
menghasil kepentingan “Pemerintah”
kan nilai pertahanan dimaknai
tambah serta sebagai
sumber keamanan “Menteri”,
daya alam negara. padahal

740
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
strategis; (3) Penguasaan berdasarkan
dan/atau Industri Strategis ketentuan
c. mempuny oleh negara Pasal 17 UUD
ai kaitan sebagaimana NRI 1945,
dengan dimaksud pada Menteri
kepenting ayat (1) dilakukan merupakan
an melalui: pembantu
pertahana a. pengaturan Presiden,
n serta kepemilikan; sehingga
keamana b. penetapan kekusaan
n negara. kebijakan; pemerintahan
(3) Penguasaan c. pengaturan tidak boleh
Industri perizinan terdegradasai
Strategis oleh berusaha; oleh Menteri.
negara d. pengaturan
sebagaimana produksi,
dimaksud distribusi, dan
pada ayat (1) harga; dan
dilakukan e. pengawasan.
melalui: (4) Pengaturan
a. pengatura kepemilikan
n Industri Strategis
kepemilik sebagaimana
an; dimaksud pada
b. penetapa ayat (3) huruf a
n dilakukan
kebijakan; melalui:
c. pengatura a. penyertaan
n modal
perizinan; seluruhnya
d. pengatura oleh
n Pemerintah;
produksi, b. pembentukan
distribusi, usaha
dan patungan
harga; antara
dan Pemerintah
e. pengawas dan swasta;
an. atau
(4) Pengaturan c. pembatasan
kepemilikan kepemilikan
Industri oleh penanam
Strategis modal asing.
sebagaimana (5) Penetapan

741
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
dimaksud kebijakan
pada ayat (3) Industri Strategis
huruf a sebagaimana
dilakukan dimaksud pada
melalui: ayat (3) huruf b
a. penyertaa paling sedikit
n modal meliputi:
seluruhny a. penetapan
a oleh jenis Industri
Pemerinta Strategis;
h; b. pemberian
b. pembentu fasilitas; dan
kan c. pemberian
usaha kompensasi
patungan kerugian.
antara (6) Perizinan
Pemerinta Berusaha terkait
h dan Industri Strategis
swasta; sebagaimana
atau dimaksud pada
c. pembatas ayat (3) huruf c
an diberikan oleh
kepemilik Pemerintah
an oleh Pusat.
penanam (7) Pengaturan
modal produksi,
asing. distribusi, dan
(5) Penetapan harga
kebijakan sebagaimana
Industri dimaksud pada
Strategis ayat (3) huruf d
sebagaimana dilakukan paling
dimaksud sedikit dengan
pada ayat (3) menetapkan
huruf b jumlah produksi,
paling sedikit distribusi, dan
meliputi: harga produk.
a. penetapa (8) Pengawasan
n jenis sebagaimana
Industri dimaksud pada
Strategis; ayat (3) huruf e
b. pemberia meliputi
n fasilitas; penetapan
dan Industri Strategis

742
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
c. pemberia sebagai objek
n vital nasional dan
kompensa pengawasan
si distribusi.
kerugian. (9) Ketentuan lebih
(6) Izin usaha lanjut mengenai
Industri Industri Strategis
Strategis sebagaimana
sebagaimana dimaksud pada
dimaksud ayat (1) diatur
pada ayat (3) dengan Peraturan
huruf c Pemerintah.
diberikan
oleh Menteri.
(7) Pengaturan
produksi,
distribusi,
dan harga
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (3)
huruf d
dilakukan
paling sedikit
dengan
menetapkan
jumlah
produksi,
distribusi,
dan harga
produk.
(8) Pengawasan
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (3)
huruf e
meliputi
penetapan
Industri
Strategis
sebagai objek
vital nasional
dan
pengawasan

743
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
distribusi.
(9) Ketentuan
lebih lanjut
mengenai
Industri
Strategis
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)
diatur dengan
Peraturan
Pemerintah.
140. Pasal 101 Pasal 101 1. Terdapat isu
kewenangan
(1) Setiap (1) Setiap kegiatan mengenai
kegiatan Industri wajib pendelegasian
Industri wajib memenuhi kewenangan
memiliki Izin Perizinan dalam hal
Usaha Berusaha dari penerbitan
Industri. Pemerintah izin usaha
(2) Kegiatan (2) Kegiatan usaha Industri.
usaha Industri 2. Perlu
Industri sebagaimana disesuaikan
sebagaimana dimaksud pada dengan
dimaksud ayat (1) meliputi: konsep baru
pada ayat (1) a. Industri kecil; dimana
meliputi: b. Industri kewenangan
a. Industri menengah; penerbitan
kecil; dan perizinan
b. Industri c. Industri dikeluarkan
menengah besar. oleh
; dan (3) Perusahaan Pemerintah
c. Industri Industri yang (dalam hal ini
besar. telah memperoleh Presiden).
(3) Izin usaha Perizinan 3. Sehingga
Industri Berusaha dapat
sebagaimana sebagaimana dirumuskan
dimaksud dimaksud pada bahwa:
pada ayat (1) ayat (1) wajib:
diberikan a. melaksanakan a. Pemberian
oleh Menteri. kegiatan perizinan
(4) Menteri dapat usaha dilakukan
melimpahkan Industri oleh
sebagian sesuai dengan Pemerinta

744
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
kewenangan Perizinan h.
pemberian Berusaha b. Namun
izin usaha yang dimiliki; demikian,
Industri dan pemerinta
kepada b. menjamin h daerah
gubernur dan keamanan dapat
bupati/walik dan menerima
ota. keselamatan delegasian
(5) Izin usaha alat, proses, kewenanga
Industri hasil
n
sebagaimana produksi, pemberian
dimaksud penyimpanan, izin dari
pada ayat (1) serta Pemerinta
meliputi: pengangkutan h.
a. Izin .
Usaha c. Perizinan
Industri dilakukan
Kecil; dengan
b. Izin mengguna
Usaha kan sistem
Industri terintegras
Menengah i secara
; dan elektronik
c. Izin yang
Usaha dikelola
Industri Pemerinta
Besar. h.
(6) Perusahaan 4. Pengklasifikas
Industri yang ian kriteria
telah Industri Kecil,
memperoleh Menengah,
izin dan Besar
sebagaimana diusulkan
dimaksud untuk
pada ayat (5) dihapus
wajib: karena
a. melaksan berdasarkan
akan Konsep
kegiatan Omnibus Law
usaha mengenai
Industri UMKM,
sesuai seharusnya
dengan kriteria
izin yang disamakan

745
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
dimiliki; menjadi satu
dan kriteria saja
b. menjamin yang
keamana ditetapkan
n dan oleh UU
keselamat UMKM.
an 5. Sehingga K/L
alat,prose seharusnya
s, hasil tidak perlu
produksi, membuat
penyimpa pengklasifikas
nan, serta ian kriteria
pengangk baru lagi
utan. terhadap
usaha di
sektornya.
141. Pasal 104 Pasal 104 1. Pelayanan
(1) Setiap (1) Setiap perizinan
Perusahaan Perusahaan berusaha saat
Industri yang Industri yang ini dilakukan
memiliki izin memiliki secara
usaha Perizinan elektronik
Industri Berusaha dengan
sebagaimana sebagaimana menggunakan
dimaksud dimaksud dalam sistem
dalam Pasal Pasal 101 ayat (3) terintegrasi
101 ayat (6) dapat melakukan secara
dapat perluasan sesuai elektronik
melakukan dengan ketentuan (OSS)
perluasan. peraturan 2. Sehingga
(2) Perusahaan perundang- diperlukan
Industri yang undangan penegasan
melakukan (2) Dihapus. mengenai
perluasan kewajiban
dengan menggunakan
menggunaka OSS dalam
n sumber rangka
daya alam pelayanan
yang perizinan
diwajibkan berusaha.
memiliki 3. Selain itu, Izin
Analisis Perluasan
Mengenai diusulkan
Dampak untuk

746
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
Lingkungan dihapus dan
wajib digantikan
memiliki izin dengan
perluasan. permohonan
pengembanga
n usaha
dengan
menggunakan
sistem OSS.
4. Pasal 104 ayat
1: Kriteria
Perluasan
meliputi:
penambahan
kapasitas
terpasang,
penambahan
jenis produk.
142. Pasal 105 Pasal 105 1. Terdapat isu
kewenangan
(1) Setiap (1) Setiap kegiatan mengenai
kegiatan usaha Kawasan pendelegasian
usaha Industri wajib kewenangan
Kawasan memenuhi dalam hal
Industri wajib Perizinan penerbitan
memiliki izin Berusaha dari izin usaha
usaha Pemerintah. Kawasan
Kawasan (2) Perusahaan Industri.
Industri. Kawasan Industri 2. Perlu
(2) Izin usaha wajib memenuhi disesuaikan
Kawasan standar Kawasan dengan
Industri Industri yang konsep baru
sebagaimana ditetapkan oleh dimana
dimaksud Pemerintah kewenangan
pada ayat (1) Pusat. penerbitan
diberikan (3) Perusahaan perizinan
oleh Menteri; Kawasan Industri dikeluarkan
(3) Menteri dapat dapat melakukan oleh
melimpahkan perluasan sesuai Pemerintah
sebagian dengan ketentuan (dalam hal ini
kewenangan peraturan Presiden).
pemberian perundang- 3. Sehingga
izin usaha undangan. dapat
Kawasan dirumuskan

747
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
Industri bahwa:
kepada a. Pemberian
gubernur dan perizinan
bupati/walik dilakukan
ota. oleh
(4) Perusahaan Pemerinta
Kawasan h.
Industri wajib
memenuhi b. Namun
standar demikian,
Kawasan pemerinta
Industri yang h daerah
ditetapkan dapat
oleh Menteri. menerima
(5) Setiap delegasian
Perusahaan kewenanga
Kawasan n
Industri yang pemberian
melakukan izin dari
perluasan Pemerinta
wajib h.
memiliki izin c. Perizinan
perluasan dilakukan
Kawasan dengan
Industri. mengguna
kan sistem
terintegras
i secara
elektronik
yang
dikelola
Pemerinta
h.
143. Pasal 106 Pasal 106 1. Terdapat isu
kewenangan
(1) Perusahaan (1) Perusahaan mengenai
Industri yang Industri yang pengecualian
akan akan terhadap
menjalankan menjalankan industri yang
Industri wajib Industri wajib berkewajiban
berlokasi di berlokasi di berlokasi di
Kawasan Kawasan Kawasan
Industri. Industri. Industri.
(2) Kewajiban (2) Kewajiban 2. Perlu

748
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
berlokasi di berlokasi di disesuaikan
Kawasan Kawasan Industri dengan
Industri sebagaimana konsep baru
sebagaimana dimaksud pada dimana
dimaksud ayat (1) kewenangan
pada ayat (1) dikecualikan bagi terkait hal ini
dikecualikan Perusahaan ditetapkan
bagi Industri yang oleh
Perusahaan akan Pemerintah
Industri yang menjalankan (dalam hal ini
akan Industri dan Presiden).
menjalankan berlokasi di 3. Sehingga
Industri dan daerah dapat
berlokasi di kabupaten/kota dirumuskan
daerah yang: bahwa
kabupaten/k a. belum pengecualian
ota yang: memiliki terhadap
a. belum Kawasan industri yang
memiliki Industri; berkewajiban
Kawasan b. telah memiliki berlokasi di
Industri; Kawasan Kawasan
b. telah Industri tetapi Industri
memiliki seluruh ditetapkan
Kawasan kaveling oleh
Industri Industri Pemerintah.
tetapi dalam
seluruh Kawasan
kaveling Industrinya
Industri telah habis;
dalam (3) Pengecualian
Kawasan terhadap
Industrin kewajiban
ya telah berlokasi di
habis; Kawasan Industri
(3) Pengecualian sebagaimana
terhadap dimaksud pada
kewajiban ayat (1) juga
berlokasi di berlaku bagi:
Kawasan a. Industri kecil
Industri dan Industri
sebagaimana menengah
dimaksud yang tidak
pada ayat (1) berpotensi
juga berlaku menimbulkan

749
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
bagi: pencemaran
a. Industri lingkungan
kecil dan hidup yang
Industri berdampak
menengah luas; atau
yang b. Industri yang
tidak menggunakan
berpotens Bahan Baku
i khusus
menimbul dan/atau
kan proses
pencemar produksinya
an memerlukan
lingkunga lokasi khusus.
n hidup (4) Perusahaan
yang Industri yang
berdampa dikecualikan
k luas; sebagaimana
atau dimaksud pada
b. Industri ayat (2) dan
yang Perusahaan
mengguna Industri
kan menengah
Bahan sebagaimana
Baku dimaksud pada
khusus ayat (3) huruf a
dan/atau wajib berlokasi di
proses kawasan
produksin peruntukan
ya Industri.
memerluk (5) Industri
an lokasi sebagaimana
khusus. dimaksud pada
(4) Perusahaan ayat (3)
Industri yang ditetapkan oleh
dikecualikan Pemerintah
sebagaimana Pusat.
dimaksud
pada ayat (2)
dan
Perusahaan
Industri
menengah
sebagaimana

750
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
dimaksud
pada ayat (3)
huruf a wajib
berlokasi di
kawasan
peruntukan
Industri.
(5) Industri
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (3)
ditetapkan
oleh Menteri.
144. Pasal 108 Pasal 108
Ketentuan lebih Ketentuan lebih
lanjut mengenai lanjut mengenai
pemberian izin pemberian Perizinan
usaha Industri Berusaha untuk
sebagaimana Usaha Industri
dimaksud dalam sebagaimana
Pasal 101, izin dimaksud dalam
perluasan Pasal 101, Pasal 104,
sebagaimana Pasal 105 dan
dimaksud dalam kewajiban berlokasi
Pasal 104, izin di Kawasan Industri
usaha Kawasan sebagaimana
Industri dimaksud dalam
sebagaimana Pasal 106 serta tata
dimaksud dalam cara pengenaan
Pasal 105 dan sanksi administratif
kewajiban dan besaran denda
berlokasi di administratif
Kawasan Industri sebagaimana
sebagaimana dimaksud dalam
dimaksud dalam Pasal 107 diatur
Pasal 106 serta dengan Peraturan
tata cara Pemerintah.
pengenaan sanksi
administratif dan
besaran denda
administratif
sebagaimana
dimaksud dalam

751
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
Pasal 107 diatur
dalam Peraturan
Pemerintah.
145. Pasal 115 Pasal 115 Disesuaikan
dengan konsep
(1) Masyarakat (1) Masyarakat dapat
RUU Omnibus
dapat berperan serta
Law, bahwa
berperan dalam
ketentuan
serta dalam perencanaan,
pelaksanaan lebih
perencanaan, pelaksanaan, dan
lanjut dari
pelaksanaan, pengawasan
perizinan
dan pembangunan
berusaha diatur
pengawasan Industri.
dalam NSPK
pembanguna (2) Peran serta
dalam bentuk
n Industri. masyarakat
Peraturan
(2) Peran serta sebagaimana
Pemerintah
masyarakat dimaksud pada
sebagaimana ayat (1)
dimaksud diwujudkan
pada ayat (1) dalam bentuk:
diwujudkan a. pemberian
dalam saran,
bentuk: pendapat, dan
a. pemberia usul;
n saran, dan/atau
pendapat, b. penyampaian
dan usul; informasi
dan/atau dan/atau
b. penyampa laporan.
ian (3) Ketentuan lebih
informasi lanjut mengenai
dan/atau peran serta
laporan. masyarakat
(3) Ketentuan dalam
lebih lanjut pembangunan
mengenai Industri
peran serta sebagaimana
masyarakat dimaksud pada
dalam ayat (1) diatur
pembanguna dengan Peraturan
n Industri Pemerintah.
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)

752
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
diatur dengan
Peraturan
Menteri.
146. Pasal 117 Pasal 117 1. Pengawasan
menjadi poin
(1) Menteri (1) Pemerintah penting dalam
melaksanaka melaksanakan pelaksanaan
n pengawasan dan perizinan
pengawasan pengendalian berusaha,
dan terhadap kegiatan karena di
pengendalian usaha Industri dalam konsep
terhadap dan kegiatan perizinan
kegiatan usaha Kawasan berusaha
usaha Industri. terintegrasi
Industri dan (2) Pengawasan dan secara
kegiatan pengendalian elektronik
usaha sebagaimana (OSS), pelaku
Kawasan dimaksud pada usaha akan
Industri. ayat (1) dilakukan dimudahkan
(2) Pengawasan untuk diawal dalam
dan mengetahui hal untuk
pengendalian pemenuhan dan mendapatkan
sebagaimana kepatuhan izin. Namun
dimaksud terhadap tindak
pada ayat (1) peraturan di lanjutnya
dilakukan bidang adalah
untuk Perindustrian pengawasan
mengetahui yang harus
pemenuhan dilaksanakan dilakukan
dan oleh Perusahaan lebih ketat
kepatuhan Industri dan dan lebih
terhadap Perusahaan tegas oleh
peraturan di Kawasan Pemerintah.
bidang Industri. 2. Kondisi
Perindustrian (3) Pemenuhan dan eksisting yang
yang kepatuhan sekarang,
dilaksanakan terhadap pengawasan
oleh peraturan di yang
Perusahaan bidang dilakukan
Industri dan Perindustrian oleh
Perusahaan yang Pemerintah
Kawasan dilaksanakan khususnya
Industri. oleh Perusahaan berkaitan
(3) Pemenuhan Industri dan dengan

753
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
dan Perusahaan perizinan
kepatuhan Kawasan Industri berusaha
terhadap sebagaimana sangatlah
peraturan di dimaksud pada minim.
bidang ayat (2) paling Setelah
Perindustrian sedikit meliputi: pelaku usaha
yang a. sumber daya mendapatkan
dilaksanakan manusia izin yang
oleh Industri; diproses
Perusahaan b. pemanfaatan dalam jangka
Industri dan sumber daya waktu yang
Perusahaan alam; lama, maka
Kawasan c. manajemen Pemerintah
Industri energi; cenderung
sebagaimana d. manajemen mengabaikan
dimaksud air; tugas dan
pada ayat (2) e. SNI, fungsinya
paling sedikit spesifikasi untuk
meliputi: teknis, melakukan
a. sumber dan/atau pengawasan
daya pedoman tata pelaksanaan
manusia cara; perizinan.
Industri; f. Data Industri Akibatnya
b. pemanfaa dan Data banyak
tan Kawasan pelaku usaha
sumber Industri; yang setelah
daya g. standar usahanya
alam; Industri berjalan
c. manajeme Hijau; ternyata tidak
n energi; h. standar sesuai dengan
d. manajeme Kawasan dokumen izin
n air; Industri; yang ia
e. SNI, i. perizinan dapatkan
spesifikasi Industri dan pada saat
teknis, perizinan pemrosesan
dan/atau Kawasan izin.
pedoman Industri; dan 3. Berdasarkan
tata cara; kondisi
f. Data tersebut,
Industri j. keamanan maka
dan Data dan pengaturan
Kawasan keselamatan mengenai
Industri; alat, proses, pengawasan
g. standar hasil harus diatur
produksi,

754
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
Industri penyimpanan, lebih ketat
Hijau; dan dan tegas lagi.
h. standar pengangkutan Selain itu,
Kawasan . mengenai
Industri; (4) Dalam bentuk
i. perizinan pelaksanaan pengawasan
Industri pengawasan dan yang
dan pengendalian dilakukan
perizinan sebagaimana oleh
Kawasan dimaksud pada Pemerintah
Industri; ayat (1), perlu
dan Pemerintah dapat ditegaskan
j. keamana bekerjasama dan diatur
n dan dengan lembaga secara jelas di
keselamat terakreditasi dalam
an alat, (5) Dihapus. peraturan
proses, (6) Ketentuan lebih perundang-
hasil lanjut mengenai undangan ini.
produksi, tata cara
penyimpa pengawasan dan
nan, dan pengendalian
pengangk usaha Industri
utan. dan usaha
(4) Pelaksanaan Kawasan Industri
pengawasan diatur dengan
dan Peraturan
pengendalian Pemerintah.
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)
dilakukan
oleh pejabat
dari unit
kerja di
bawah
Menteri
dan/atau
lembaga
terakreditasi
yang ditunjuk
oleh Menteri.
(5) Pemerintah,
Pemerintah
Daerah

755
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
provinsi, dan
Pemerintah
Daerah
kabupaten/k
ota secara
bersama
sama atau
sesuai
dengan
kewenangan
masing-
masing
melaksanaka
n
pengawasan
dan
pengendalian
sesuai
dengan
ketentuan
peraturan
perundang-
undangan.
(6) Ketentuan
lebih lanjut
mengenai
tata cara
pengawasan
dan
pengendalian
usaha
Industri dan
usaha
Kawasan
Industri
diatur dengan
Peraturan
Menteri.

g. Perizinan Sektor Perdagangan


Perubahan perizinan sektor perdagangan dengan menerapkan
Risk Based Approach (RBA). Pengaturan kriteria barang yang

756
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

dilarang dan dibatasi diatur lebih lanjut dalam Peraturan


Pemerintah dan mengatur detail jenis barangnya diatur lebih
lanjut dalam Peraturan Menteri. Perizinan Sektor
Perdagangan terdiri atas tiga Undang-Undang, yaitu:
1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang
Perdagangan
2) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi
Legal
3) Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan
Produk Halal

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan
Pasal 6 Pasal 6 Disesuaikan
(1) Setiap Pelaku 1) Setiap Pelaku dengan konsep
Usaha wajib Usaha wajib pengaturan di
menggunakan menggunakan Omnibus Law
atau atau melengkapi
melengkapi label berbahasa
label berbahasa Indonesia pada
Indonesia pada Barang yang
Barang yang diperdagangkan
diperdagangka di dalam negeri.
n di dalam 2) Ketentuan lebih
negeri. lanjut mengenai
(2) Ketentuan lebih penggunaan atau
lanjut kelengkapan label
mengenai berbahasa
penggunaan Indonesia diatur
atau dengan Peraturan
kelengkapan Pemerintah.
label berbahasa
Indonesia
diatur dengan
Peraturan
Menteri.

757
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Pasal 11 Pasal 11 Disesuaikan


Ketentuan lebih Ketentuan lebih dengan konsep
lanjut mengenai lanjut mengenai pengaturan di
Distribusi Barang Distribusi Barang Omnibus Law
diatur dengan diatur dengan
Peraturan Peraturan
Menteri. Pemerintah.
Pasal 14 Pasal 14 Disesuaikan
(1) Pemerintah (1) Pemerintah dengan konsep
dan/atau Pusat melakukan pengaturan di
Pemerintah pengaturan Omnibus Law
Daerah sesuai tentang
dengan pengembangan,
kewenangann penataan dan
ya melakukan pembinaan yang
pengaturan setara dan
tentang berkeadilan
pengembanga terhadap pasar
n, penataan rakyat, pusat
dan perbelanjaan,
pembinaan toko swalayan,
yang setara dan perkulakan
dan untuk
berkeadilan menciptakan
terhadap kepastian
Pasar rakyat, berusaha dan
pusat hubungan kerja
perbelanjaan, sama yang
toko seimbang antara
swalayan, dan pemasok dan
perkulakan pengecer dengan
untuk tetap
menciptakan memperhatikan
kepastian keberpihakan
berusaha dan kepada koperasi
hubungan serta usaha
kerja sama mikro, kecil, dan
yang menengah.
seimbang (2) Pengembangan,
antara penataan, dan
pemasok dan pembinaan

758
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

pengecer sebagaimana
dengan tetap dimaksud pada
memperhatika ayat (1) dilakukan
n melalui
keberpihakan pengaturan
kepada Perizinan
koperasi serta Berusaha, tata
usaha mikro, ruang, zonasi
kecil, dan dengan
menengah memperhatikan
(2) Pengembanga jarak dan lokasi
n, penataan, pendirian,
dan kemitraan, dan
pembinaan kerja sama
sebagaimana usaha.
dimaksud (3) Ketentuan lebih
pada ayat (1) lanjut mengenai
dilakukan Perizinan
melalui Berusaha, tata
pengaturan ruang, dan
perizinan, tata zonasi
ruang, zonasi sebagaimana
dengan dimaksud pada
memperhatika ayat (2) diatur
n jarak dan dengan
lokasi Peraturan
pendirian, Pemerintah.
kemitraan,
dan kerja
sama usaha
(3) Ketentuan
lebih lanjut
mengenai
pengaturan
perizinan, tata
ruang, dan
zonasi
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (2)
diatur dengan

759
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

atau
berdasarkan
Peraturan
Presiden.
Pasal 15 Pasal 15 Disesuaikan
(1) Gudang (1) Gudang dengan konsep
sebagaimana sebagaimana pengaturan di
dimaksud dimaksud dalam Omnibus Law
dalam Pasal 12 Pasal 12 ayat (1)
ayat (1) huruf d huruf d
merupakan merupakan salah
salah satu satu sarana
sarana Perdagangan
Perdagangan untuk mendorong
untuk kelancaran
mendorong Distribusi Barang
kelancaran yang
Distribusi diperdagangkan di
Barang yang dalam negeri dan
diperdagangka ke luar negeri.
n di dalam (2) Setiap pemilik
negeri dan ke gudang wajib
luar negeri. memenuhi
(2) Gudang Perizinan
sebagaimana Berusaha dari
dimaksud pada Pemerintah
ayat (1) wajib Pusat.
didaftarkan (3) Ketentuan lebih
oleh setiap lanjut mengenai
pemilik Gudang Perizinan
sesuai dengan Berusaha
penggolongan sebagaimana
Gudang dimaksud pada
menurut luas ayat (2) diatur
dan kapasitas dengan Peraturan
penyimpanann Pemerintah.
ya.
(3) Setiap pemilik
Gudang yang
tidak
melakukan

760
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

pendaftaran
Gudang
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (2) dikenai
sanksi
administratif
berupa
penutupan
Gudang untuk
jangka waktu
tertentu
dan/atau
denda paling
banyak
Rp2.000.000.0
00,00 (dua
miliar rupiah).
(4) Ketentuan
mengenai tata
cara
pendaftaran
Gudang
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (2) diatur
dalam
Peraturan
Menteri.
(5) Ketentuan
mengenai
pengenaan
sanksi
administratif
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (3) diatur
dengan atau
berdasarkan
Peraturan
Pemerintah.

761
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Pasal 17 Pasal 17 Disesuaikan


(1) Setiap (1) Setiap pemilik, dengan konsep
pemilik, pengelola, atau pengaturan di
pengelola, penyewa Gudang Omnibus Law
atau penyewa yang melakukan
Gudang yang penyimpanan
melakukan Barang yang
penyimpanan ditujukan untuk
Barang yang diperdagangkan
ditujukan harus
untuk menyelenggarakan
diperdagangka pencatatan
n harus administrasi paling
menyelenggar sedikit berupa
akan jumlah Barang
pencatatan yang disimpan dan
administrasi jumlah Barang
paling sedikit yang masuk dan
berupa yang keluar dari
jumlah Gudang.
Barang yang (2) Ketentuan lebih
disimpan dan lanjut mengenai
jumlah pencatatan
Barang yang administrasi
masuk dan Barang
yang keluar sebagaimana
dari Gudang. dimaksud pada
(2) Setiap ayat (1) diatur
pemilik, dengan Peraturan
pengelola, Pemerintah.
atau penyewa
Gudang yang
tidak
menyelenggar
akan
pencatatan
administrasi
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)

762
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

dikenai sanksi
dministrative
berupa
pencabutan
perizinan di
bidang
Perdagangan.
(3) Ketentuan
lebih lanjut
mengenai
pencatatan
administrasi
Barang
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)
diatur dalam
Peraturan
Menteri.
Pasal 24 Pasal 24 Penjelasan ayat
(1) Pelaku Usaha (1) Setiap Pelaku (3) mengenai
yang Usaha yang pengecualian
melakukan melakukan IUMK untuk
kegiatan usaha kegiatan usaha memiliki perizinan
Perdagangan Perdagangan wajib di bidang
wajib memiliki memenuhi perdagangan
perizinan di Perizinan perlu dinaikan
bidang Berusaha dari menjadi satu
Perdagangan Pemerintah Pusat. pasal tersendiri
yang diberikan (2) Pemerintah Pusat sehingga tegas
oleh Menteri. dapat memberikan bahwa untuk
(2) Menteri dapat pengecualian usaha mikro tidak
melimpahkan terhadap diperlukan
atau kewajiban perizinan
mendelegasika pemenuhan melainkan hanya
n pemberian perizinan IUMK yang
perizinan berusaha bersifat
kepada sebagaimana pendaftaran. Hal
Pemerintah dimaksud pada ini sejalan dengan
Daerah atau ayat (1) tujuan
instansi teknis (3) Ketentuan lebih penyederhanaan

763
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

tertentu. lanjut mengenai dan membantu


(3) Menteri dapat perizinan kemudahan
memberikan berusaha di perizinan mikro.
pengecualian bidang
terhadap Perdagangan
kewajiban sebagaimana
memiliki pada ayat (1) dan
perizinan di ayat (2) diatur
bidang dengan Peraturan
Perdagangan Pemerintah.
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (1).

Pasal 30 Pasal 30 Disesuaikan


(1) Menteri dapat (1) Pemerintah Pusat dengan konsep
meminta data dapat meminta pengaturan di
dan/atau data dan/atau Omnibus Law
informasi informasi kepada
kepada Pelaku Pelaku Usaha
Usaha mengenai
mengenai persediaan
persediaan Barang
Barang kebutuhan pokok
kebutuhan dan/atau Barang
pokok penting.
dan/atau (2) Pelaku Usaha
Barang penting. dilarang
(2) Pelaku Usaha melakukan
dilarang manipulasi data
melakukan dan/atau
manipulasi informasi
data dan/atau mengenai
informasi persediaan
mengenai Barang
persediaan kebutuhan pokok
Barang dan/atau Barang
kebutuhan penting.
pokok
dan/atau
Barang penting.

764
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Pasal 42 Pasal 42 Disesuaikan


(1) Ekspor (1) Ekspor Barang dengan konsep
Barang dilakukan oleh pengaturan di
dilakukan Pelaku Usaha Omnibus Law
oleh Pelaku yang telah
Usaha yang memenuhi
telah terdaftar perizinan
dan berusaha dari
ditetapkan Pemerintah Pusat.
sebagai (2) Ketentuan lebih
Eksportir,kec lanjut mengenai
uali perizinan
ditentukan berusaha
lain oleh sebagaimana
Menteri. dimaksud pada
(2) Ketentuan ayat (1) diatur
mengenai dengan Peraturan
penetapan Pemerintah.
sebagai
Eksportir
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)
diatur dengan
Peraturan
Menteri.
Pasal 45 Pasal 45 Disesuaikan
(1) Impor Barang (1) Impor Barang dengan konsep
hanya dapat hanya dapat pengaturan di
dilakukan dilakukan oleh Omnibus Law
oleh Importir Importir yang
yang memiliki memenuhi
pengenal perizinan
sebagai berusaha dari
Importir Pemerintah
berdasarkan Pusat.
penetapan (2) Dalam hal Impor
Menteri. tidak dilakukan
(2) Dalam hal untuk kegiatan
tertentu, usaha, importir
Impor Barang tidak memerlukan

765
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

dapat Perizinan
dilakukan Berusaha.
oleh Importir (3) Ketentuan lebih
yang tidak lanjut mengenai
memiliki Perizinan
pengenal Berusaha diatur
sebagai dengan Peraturan
Importir. Pemerintah.
(3) Ketentuan
mengenai
pengenal
sebagai
Importir
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)
diatur dalam
Peraturan
Menteri.
Pasal 47 Pasal 47 Disesuaikan
(1) Setiap Importir (1) Setiap Importir dengan konsep
wajib wajib mengimpor pengaturan di
mengimpor Barang dalam Omnibus Law
Barang dalam keadaan baru.
keadaan baru. (2) Dalam hal
(2) Dalam hal tertentu
tertentu Pemerintah Pusat
Menteri dapat dapat
menetapkan menetapkan
Barang yang Barang yang
diimpor dalam diimpor dalam
keadaan tidak keadaan tidak
baru. baru.
(3) Penetapan (3) Ketentuan lebih
sebagaimana lanjut mengenai
dimaksud pada penetapan
ayat (2) Barang yang
disampaikan diimpor dalam
kepada menteri keadaan tidak
yang baru
menyelenggara sebagaimana

766
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

kan urusan dimaksud pada


pemerintahan ayat (2) diatur
di bidang dengan
keuangan. Peraturan
(4) Ketentuan lebih Pemerintah.
lanjut
mengenai
penetapan
Barang yang
diimpor dalam
keadaan tidak
baru
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (2) diatur
dengan
Peraturan
Menteri.
Pasal 49 Pasal 49 Disesuaikan
(1) Untuk kegiatan Dihapus. dengan konsep
Ekspor dan pengaturan di
Impor, Menteri Omnibus Law
mewajibkan
Eksportir dan
Importir untuk
memiliki
perizinan yang
dapat berupa
persetujuan,
pendaftaran,
penetapan,
dan/atau
pengakuan.
(2) Menteri
mewajibkan
Eksportir dan
Importir untuk
memiliki
perizinan
sebagaimana
dimaksud pada

767
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

ayat (1) dalam


melakukan
Ekspor
sementara dan
Impor
sementara.
(3) Menteri dapat
melimpahkan
atau
mendelegasika
n pemberian
perizinan
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (1) kepada
Pemerintah
Daerah atau
instansi teknis
tertentu.
(4) Dalam rangka
peningkatan
daya saing
nasional
Menteri dapat
mengusulkan
keringanan
atau
penambahan
pembebanan
bea masuk
terhadap
Barang Impor
sementara.
(5) Ketentuan lebih
lanjut
mengenai
perizinan
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (1) dan
ayat (2) diatur

768
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

dengan
Peraturan
Menteri.
Pasal 51 Pasal 51 Disesuaikan
(1) Eksportir (1) Eksportir dilarang dengan konsep
dilarang mengekspor pengaturan di
mengekspor Barang yang Omnibus Law
Barang yang ditetapkan
ditetapkan sebagai Barang
sebagai Barang yang dilarang
yang dilarang untuk diekspor.
untuk (2) Importir dilarang
diekspor. mengimpor
(2) Importir Barang yang
dilarang ditetapkan
mengimpor sebagai Barang
Barang yang yang dilarang
ditetapkan untuk diimpor.
sebagai Barang (3) Ketentuan lebih
yang dilarang lanjut mengenai
untuk diimpor. kriteria barang
(3) Barang yang yang dilarang
dilarang sebagaimana
sebagaimana dimaksud pada
dimaksud pada ayat (1) dan ayat
ayat (1) dan (2) ditetapkan
ayat (2) dengan
ditetapkan Peraturan
dengan Pemerintah.
Peraturan
Menteri.
Pasal 52 Pasal 52 Disesuaikan
(1) Eksportir (1) Eksportir dilarang dengan konsep
dilarang mengekspor pengaturan di
mengekspor Barang yang tidak Omnibus Law
Barang yang sesuai dengan
tidak sesuai ketentuan
dengan pembatasan
ketentuan Barang untuk
pembatasan diekspor.
Barang untuk (2) Importir dilarang

769
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

diekspor. mengimpor
(2) Importir Barang yang tidak
dilarang sesuai dengan
mengimpor ketentuan
Barang yang pembatasan
tidak sesuai Barang untuk
dengan diimpor.
ketentuan (3) Ketentuan lebih
pembatasan lanjut mengenai
Barang untuk kriteria barang
diimpor. yang dibatasi
(3) Barang yang sebagaimana
dibatasi dimaksud pada
sebagaimana ayat (1) dan ayat
dimaksud (2) diatur dengan
pada ayat (1) Peraturan
dan ayat (2) Pemerintah.
ditetapkan
dengan
Peraturan
Menteri.
(4) Setiap
Eksportir
yang
mengekspor
Barang yang
tidak sesuai
dengan
ketentuan
pembatasan
Barang untuk
diekspor
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (3)
dikenai sanksi
administratif
dan/atau
sanksi lainnya
yang diatur
dalam

770
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

peraturan
perundang-
undangan.
(5) Setiap
Importir yang
mengimpor
Barang yang
tidak sesuai
dengan
ketentuan
pembatasan
Barang untuk
diimpor
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (3)
dikenai sanksi
administratif
dan/atau
sanksi lainnya
yang diatur
dalam
peraturan
perundang-
undangan.
(6) Ketentuan
mengenai
pengenaan
sanksi
administratif
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (4)
dan ayat (5)
diatur dengan
Peraturan
Menteri.
Pasal 53 Pasal 53 Disesuaikan
(1) Eksportir (1) Eksportir yang dengan konsep
yang dikenai dikenai sanksi pengaturan di
sanksi administratif Omnibus Law

771
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

administratif sebagaimana
sebagaimana dimaksud dalam
dimaksud Pasal 52 ayat (4)
dalam Pasal terhadap Barang
52 ayat (4) ekspornya
terhadap dikuasai oleh
Barang negara sesuai
ekspornya dengan
dikuasai oleh ketentuan
negara sesuai peraturan
dengan perundang-
ketentuan undangan.
peraturan (2) Importir yang
perundang- dikenai sanksi
undangan. administratif
(2) Importir yang sebagaimana
dikenai sanksi dimaksud dalam
administratif Pasal 52 ayat (5)
sebagaimana terhadap Barang
dimaksud impornya wajib
dalam Pasal diekspor kembali,
52 ayat (5) dimusnahkan
terhadap oleh Importir,
Barang atau ditentukan
impornya lain oleh
wajib diekspor Pemerintah
kembali, Pusat.
dimusnahkan
oleh Importir,
atau
ditentukan
lain oleh
Menteri.
Pasal 57 Pasal 57 Disesuaikan
(1) Barang yang (1) Barang yang dengan konsep
diperdagangka diperdagangkan pengaturan di
n di dalam di dalam negeri Omnibus Law
negeri harus harus memenuhi:
memenuhi: a. SNI yang telah
a. SNI yang diberlakukan
telah secara wajib;

772
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

diberlakuka atau
n secara b. persyaratan
wajib; atau teknis yang
b. persyaratan telah
teknis yang diberlakukan
telah secara wajib.
diberlakuka (2) Pelaku Usaha
n secara dilarang
wajib. memperdagangka
(2) Pelaku Usaha n Barang di
dilarang dalam negeri yang
memperdagang tidak memenuhi
kan Barang di SNI yang telah
dalam negeri diberlakukan
yang tidak secara wajib atau
memenuhi SNI persyaratan
yang telah teknis yang telah
diberlakukan diberlakukan
secara wajib secara wajib.
atau (3) Pemberlakuan
persyaratan SNI atau
teknis yang persyaratan
telah teknis
diberlakukan sebagaimana
secara wajib. dimaksud pada
(3) Pemberlakuan ayat (1)
SNI atau ditetapkan oleh
persyaratan Pemerintah
teknis Pusat.
sebagaimana (4) Pemberlakuan
dimaksud pada SNI atau
ayat (1) persyaratan
ditetapkan oleh teknis
Menteri atau sebagaimana
menteri sesuai dimaksud pada
dengan urusan ayat (3) dilakukan
pemerintahan dengan
yang menjadi mempertimbangk
tugas dan an aspek:
tanggung a. keamanan,
jawabnya keselamatan,

773
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

(4) Pemberlakuan kesehatan, dan


SNI atau lingkungan
persyaratan hidup;
teknis b. daya saing
sebagaimana produsen
dimaksud pada nasional dan
ayat (3) persaingan
dilakukan usaha yang
dengan sehat;
mempertimban c. kemampuan
gkan aspek: dan kesiapan
a. keamanan, dunia usaha
keselamata nasional;
n, dan/atau
kesehatan, d. kesiapan
dan infrastruktur
lingkungan lembaga
hidup; penilaian
b. daya saing kesesuaian.
produsen (5) Barang yang telah
nasional diberlakukan SNI
dan atau persyaratan
persaingan teknis secara
usaha yang wajib
sehat; sebagaimana
c. kemampua dimaksud pada
n dan ayat (1) wajib
kesiapan dibubuhi tanda
dunia SNI atau tanda
usaha kesesuaian atau
nasional; dilengkapi
dan/atau sertifikat
d. kesiapan kesesuaian yang
infrastruktu diakui oleh
r lembaga Pemerintah
penilaian Pusat.
kesesuaian. (6) Barang yang
(5) Barang yang diperdagangkan
telah dan belum
diberlakukan diberlakukan SNI
SNI atau secara wajib

774
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

persyaratan dapat dibubuhi


teknis secara tanda SNI atau
wajib tanda kesesuaian
sebagaimana sepanjang telah
dimaksud pada dibuktikan
ayat (1) wajib dengan sertifikat
dibubuhi tanda produk
SNI atau tanda penggunaan
kesesuaian tanda SNI atau
atau dilengkapi sertifikat
sertifikat kesesuaian.
kesesuaian (7) Pelaku Usaha
yang diakui yang
oleh memperdagangka
Pemerintah. n Barang yang
(6) Barang yang telah
diperdagangka diberlakukan SNI
n dan belum atau persyaratan
diberlakukan teknis secara
SNI secara wajib, tetapi tidak
wajib dapat membubuhi
dibubuhi tanda tanda SNI, tanda
SNI atau tanda kesesuaian, atau
kesesuaian tidak melengkapi
sepanjang telah sertifikat
dibuktikan kesesuaian
dengan sebagaimana
sertifikat dimaksud pada
produk ayat (5) dikenai
penggunaan sanksi
tanda SNI atau administratif.
sertifikat
kesesuaian.
(7) Pelaku Usaha
yang
memperdagang
kan Barang
yang telah
diberlakukan
SNI atau
persyaratan

775
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

teknis secara
wajib, tetapi
tidak
membubuhi
tanda SNI,
tanda
kesesuaian,
atau tidak
melengkapi
sertifikat
kesesuaian
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (5) dikenai
sanksi
administratif
berupa
penarikan
Barang dari
Distribusi.
Pasal 61 Pasal 61 Disesuaikan
(1) Tanda SNI, (1) Tanda SNI, tanda dengan konsep
tanda kesesuaian, atau pengaturan di
kesesuaian, sertifikat Omnibus Law
atau sertifikat kesesuaian
kesesuaian sebagaimana
sebagaimana dimaksud dalam
dimaksud Pasal 60 ayat (4)
dalam Pasal 60 diterbitkan oleh
ayat (4) lembaga penilaian
diterbitkan oleh kesesuaian yang
lembaga terakreditasi
penilaian sesuai dengan
kesesuaian ketentuan
yang peraturan
terakreditasi perundang-
oleh lembaga undangan.
akreditasi (2) Dalam hal
sesuai dengan lembaga penilaian
ketentuan kesesuaian
peraturan sebagaimana

776
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

perundang- dimaksud pada


undangan. ayat (1) belum
(2) Dalam hal ada yang
lembaga terakreditasi,
penilaian Pemerintah Pusat
kesesuaian dapat menunjuk
sebagaimana lembaga penilaian
dimaksud pada kesesuaian
ayat (1) belum dengan
ada yang persyaratan dan
terakreditasi, dalam jangka
Menteri atau waktu tertentu.
menteri sesuai (3) Lembaga
dengan urusan penilaian
pemerintahan kesesuaian
yang menjadi sebagaimana
tugas dan dimaksud pada
tanggung ayat (1) dan
jawabnya dapat ayat (2) harus
menunjuk terdaftar di
lembaga lembaga yang
penilaian ditetapkan oleh
kesesuaian Pemerintah
dengan Pusat.
persyaratan
dan dalam
jangka waktu
tertentu.
(3) Lembaga
penilaian
kesesuaian
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (1) dan
ayat (2) harus
terdaftar di
lembaga yang
ditetapkan oleh
Menteri.
Pasal 74 Pasal 74 Disesuaikan
(1) Pemerintah (1) Pemerintah Pusat dengan konsep

777
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

melakukan melakukan pengaturan di


pembinaan pembinaan Omnibus Law
terhadap terhadap Pelaku
Pelaku Usaha Usaha dalam
dalam rangka rangka
pengembanga pengembangan
n Ekspor Ekspor untuk
untuk perluasan akses
perluasan Pasar bagi Barang
akses Pasar dan Jasa produksi
bagi Barang dalam negeri.
dan Jasa (2) Pembinaan
produksi sebagaimana
dalam negeri. dimaksud pada
(2) Pembinaan ayat (1) dapat
sebagaimana berupa pemberian
dimaksud insentif, fasilitas,
pada ayat (1) informasi peluang
dapat berupa Pasar, bimbingan
pemberian teknis, serta
insentif, bantuan promosi
fasilitas, dan pemasaran
informasi untuk
peluang pengembangan
Pasar, Ekspor.
bimbingan (3) Pemerintah Pusat
teknis, serta dapat
bantuan mengusulkan
promosi dan insentif
pemasaran sebagaimana
untuk dimaksud pada
pengembanga ayat (2) berupa
n Ekspor. insentif fiskal
(3) Menteri dapat dan/atau nonfiskal
mengusulkan dalam upaya
insentif meningkatkan
sebagaimana daya saing Ekspor
dimaksud Barang dan/atau
pada ayat (2) Jasa produksi
berupa dalam negeri.
insentif fiskal (4) Pemerintah Pusat

778
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

dan/atau dalam melakukan


nonfiskal pembinaan
dalam upaya sebagaimana
meningkatkan dimaksud pada
daya saing ayat (1) dapat
Ekspor bekerja sama
Barang dengan pihak lain.
dan/atau (5) Ketentuan lebih
Jasa produksi lanjut mengenai
dalam negeri. pelaksanaan
(4) Pemerintah pembinaan
dalam sebagaimana
melakukan dimaksud pada
pembinaan ayat (1) diatur
sebagaimana dengan Peraturan
dimaksud Pemerintah.
pada ayat (1)
dapat bekerja
sama dengan
pihak lain.
(5) Ketentuan
lebih lanjut
mengenai
pelaksanaan
pembinaan
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)
diatur dengan
Peraturan
Menteri.
Pasal 77 Pasal 77 Disesuaikan
(1) Setiap Pelaku (1) Setiap Pelaku dengan konsep
Usaha yang Usaha yang pengaturan di
menyelenggar menyelenggarakan Omnibus Law
akan pameran pameran dagang
dagang dan dan peserta
peserta pameran dagang
pameran wajib memenuhi
dagang wajib perizinan berusaha
memenuhi dari Pemerintah

779
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Standar Pusat.
penyelenggara (2) Setiap Pelaku
an dan Usaha yang
keikutsertaan menyelenggarakan
dalam pameran dagang
pameran dengan
dagang. mengikutsertakan
(2) Setiap Pelaku peserta dan/atau
Usaha yang produk yang
menyelenggar dipromosikan
akan pameran berasal dari luar
dagang negeri wajib
dengan memperoleh
mengikutserta persetujuan dari
kan peserta Pemerintah
dan/atau Pusat.
produk yang (3) Ketentuan lebih
dipromosikan lanjut mengenai
berasal dari perizinan berusaha
luar negeri sebagaimana
wajib dimaksud pada
mendapatkan ayat (1) diatur
izin dari dengan Peraturan
Menteri. Pemerintah.
(3) Ketentuan
lebih lanjut
mengenai
Standar
penyelenggara
an dan
keikutsertaan
dalam
pameran
dagang
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)
diatur dengan
Peraturan
Menteri.
(4) Setiap Pelaku

780
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Usaha yang
menyelenggar
akan pameran
dagang dan
peserta
pameran
dagang yang
tidak
memenuhi
Standar
penyelenggara
an dan
keikutsertaan
dalam
pameran
dagang
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)
dikenai sanksi
administratif
berupa
penghentian
kegiatan.
Pasal 81 Pasal 81 Disesuaikan
Ketentuan lebih Ketentuan lebih dengan konsep
lanjut mengenai lanjut mengenai tata pengaturan di
tata cara cara Omnibus Law
penyelenggaraan, penyelenggaraan,
kemudahan, dan kemudahan dan
keikutsertaan keikutsertaan dalam
dalam Promosi Promosi Dagang
Dagang dalam dalam rangka
rangka kegiatan kegiatan pencitraan
pencitraan Indonesia diatur
Indonesia diatur dalam Peraturan
dengan Peraturan Pemerintah.
Menteri.
Pasal 98 Pasal 98 Pengawasan
(1) Pemerintah (1) Pemerintah menjadi salah
dan Pusat mempunyai satu kunci pokok

781
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Pemerintah wewenang dalam


Daerah melakukan pengembangan
mempunyai pengawasan proses bisnis baru
wewenang terhadap kegiatan yang akan
melakukan Perdagangan. dilakukan dimana
pengawasan (2) Dalam kemudahan
terhadap melaksanakan perizinan
kegiatan pengawasan diberikan yang
Perdagangan. sebagaimana perlu diimbangi
(2) (2) Dalam dimaksud pada dengan
melaksanakan ayat (1) pengawasan dari
pengawasan Pemerintah Pusat Pemerintah
sebagaimana menetapkan terhadap
dimaksud kebijakan pelaksanaan
pada ayat (1) pengawasan di perizinan,
Pemerintah bidang sehingga perlu
menetapkan Perdagangan. dijelaskan lebih
kebijakan (3) Kebijakan lanjut mengenai
pengawasan di pengawasan di lingkup kegiatan
bidang bidang pengawasan.
Perdagangan. Perdagangan
diatur dalam
Peraturan
Pemerintah.
Pasal 99 Pasal 99 Mengingat
(1) Pengawasan (1) Pengawasan pengawasan
oleh sebagaimana menjadi salah
Pemerintah dimaksud dalam satu poin penting
sebagaimana Pasal 98 dari kemudahan
dimaksud dilakukan oleh perizinan, maka
dalam Pasal 98 Pemerintah terhadap anomali
dilakukan oleh Pusat. kegiatan yang
Menteri. (2) Pemerintah Pusat tidak sesuai dan
(2) Menteri dalam dalam melakukan perlu
melakukan pengawasan ditindaklanjuti
pengawasan sebagaimana dengan sanksi
sebagaimana dimaksud pada maka diatur
dimaksud pada ayat (1) dengan jenis
ayat (1) mempunyai sanksi bertingkat
mempunyai wewenang yang variatif
wewenang melakukan: namun

782
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

melakukan: a. pelarangan terstandar,


a. pelarangan mengedarka sehingga terdapat
mengedark n untuk kesamaan
an untuk sementara tingkatan sanksi
sementara waktu pada setiap
waktu dan/atau kegiatan. Hal ini
dan/atau perintah kemudian perlu
perintah untuk diatur oleh lebih
untuk menarik detail oleh
menarik Barang dari masing-masing
Barang Distribusi sektor yaitu
dari atau kegiatan apa saja
Distribusi menghentika yang dapat
atau n kegiatan dikenakan sanksi
menghenti Jasa yang tertentu secara
kan diperdagang bertahap. Adapun
kegiatan kan tidak tujuan dari hal ini
Jasa yang sesuai adalah untuk
diperdagan dengan menciptakan
gkan tidak ketentuan ketertiban iklim
sesuai peraturan usaha bersamaan
dengan perundang- dengan
ketentuan undangan di kemudahan
peraturan bidang berusaha.
perundang Perdagangan
-undangan ; dan/atau;
di bidang b. pencabutan
Perdaganga perizinan
n; berusaha.
dan/atau;p
encabutan
perizinan
di bidang
Perdaganga
n.
Pasal 100 Pasal 100
(1) Dalam (1) Dalam
melaksanakan melaksanakan
pengawasan pengawasan
sebagaimana sebagaimana
dimaksud dalam dimaksud dalam

783
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Pasal 99 ayat (1), Pasal 99 ayat (1),


Menteri Pemerintah Pusat
menunjuk menunjuk petugas
petugas pengawas di bidang
pengawas di Perdagangan.
bidang (2) Petugas pengawas
Perdagangan. di bidang
(2) Petugas Perdagangan dalam
pengawas di melaksanakan
bidang pengawasan harus
Perdagangan membawa surat
dalam tugas yang sah dan
melaksanakan resmi.
pengawasan (3) Petugas Pengawas
harus membawa sebagaimana
surat tugas yang dimaksud pada ayat
sah dan resmi. (2) dalam
(3) Petugas melaksanakan
Pengawas kewenangannya
sebagaimana paling sedikit
dimaksud pada melakukan
ayat (2) dalam pengawasan
melaksanakan terhadap: a.
kewenangannya Perizinan berusaha
paling sedikit di bidang
melakukan Perdagangan;
pengawasan b. Perdagangan
terhadap: a. Barang yang diawasi,
perizinan di dilarang, dan/atau
bidang diatur;
Perdagangan; c. Distribusi Barang
b. Perdagangan dan/atau Jasa;
Barang yang d. pendaftaran
diawasi, dilarang, Barang Produk
dan/atau diatur; Dalam Negeri dan
c. Distribusi asal Impor yang
Barang dan/atau terkait dengan
Jasa; keamanan,
d. pendaftaran keselamatan,
Barang Produk kesehatan, dan
Dalam Negeri dan lingkungan hidup;

784
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

asal Impor yang e. pemberlakuan SNI,


terkait dengan persyaratan teknis,
keamanan, atau kualifikasi
keselamatan, secara wajib;
kesehatan, dan f. perizinan
lingkungan berusaha terkait
hidup; gudang; dan
e. pemberlakuan g. penyimpanan
SNI, persyaratan Barang kebutuhan
teknis, atau pokok dan/atau
kualifikasi secara Barang penting.
wajib; (4) Petugas Pengawas
f. pendaftaran sebagaimana
Gudang; dan dimaksud pada ayat
g. penyimpanan (3) dalam hal
Barang menemukan dugaan
kebutuhan pokok pelanggaran kegiatan
dan/atau Barang di bidang
penting. Perdagangan dapat:
(4) Petugas a.
Pengawas merekomendasikan
sebagaimana penarikan Barang
dimaksud pada dari Distribusi
ayat (3) dalam hal dan/atau
menemukan pemusnahan Barang;
dugaan b.
pelanggaran merekomendasikan
kegiatan di penghentian kegiatan
bidang usaha Perdagangan;
Perdagangan atau
dapat: a. c.
merekomendasika merekomendasikan
n penarikan pencabutan Perizinan
Barang dari Berusaha di bidang
Distribusi Perdagangan.
dan/atau (5) Dalam hal
pemusnahan melaksanakan
Barang; b. pengawasan
merekomendasika sebagaimana
n penghentian dimaksud pada ayat
kegiatan usaha (3) ditemukan bukti

785
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Perdagangan; awal dugaan terjadi


atau c. tindak pidana di
merekomendasika bidang Perdagangan,
n pencabutan petugas pengawas
perizinan di melaporkannya
bidang kepada penyidik
Perdagangan. untuk
(5) Dalam hal ditindaklanjuti.
melaksanakan (6) Petugas Pengawas
pengawasan sebagaimana
sebagaimana dimaksud pada ayat
dimaksud pada (1) dalam
ayat (3) melaksanakan
ditemukan bukti kewenangannya
awal dugaan dapat berkoordinasi
terjadi tindak dengan instansi
pidana di bidang terkait.
Perdagangan,
petugas
pengawas
melaporkannya
kepada penyidik
untuk
ditindaklanjuti.
(6) Petugas
Pengawas
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (1) dalam
melaksanakan
kewenangannya
dapat
berkoordinasi
dengan instansi
terkait.
Pasal 102 Pasal 102 Disesuaikan
Ketentuan lebih Ketentuan lebih dengan konsep
lanjut mengenai lanjut mengenai pengaturan di
pelaksanaan pelaksanaan Omnibus Law
pengawasan pengawasan kegiatan
kegiatan Perdagangan dan

786
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Perdagangan dan pengawasan terhadap


pengawasan Barang yang
terhadap Barang ditetapkan sebagai
yang ditetapkan Barang dalam
sebagai Barang pengawasan diatur
dalam dengan Peraturan
pengawasan Pemerintah.
diatur dengan
Peraturan
Menteri.
Pasal 13 Pasal 13 Disesuaikan
Menteri mengatur Pemerintah Pusat dengan konsep
tentang: mengatur tentang: pengaturan di
a. pengujian dan a. pengujian dan Omnibus Law
pemeriksaan pemeriksaan
alat-alat ukur, alat ukur,
takar, timbang takar, timbang
dan dan
perlengkapann perlengkapanny
ya; a;
b. pelaksanaan b. pelaksanaan
serta jangka serta jangka
waktu waktu
dilakukan tera dilakukan tera
dan tera ulang; dan tera ulang;
c. tempat-tempat c. tempat dan
dan daerah- daerah dimana
daerah dimana dilaksanakan
dilaksanakan tera dan tera
tera dan tera ulang alat-alat
ulang alat-alat ukur, takar,
ukur, takar, timbang dan
timbang dan perlengkapanny
perlengkapann a untuk jenis
ya untuk tertentu.
jenisjenis
tertentu.
Pasal 17 Pasal 17
Untuk membuat (1) Setiap Pelaku
dan atau Usaha yang
memperbaiki membuat

787
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

alat-alat ukur, dan/atau


takar, timbang memperbaiki
dan alat-alat ukur,
perlengkapannya takar, timbang
harus dan
memperoleh izin perlengkapanny
Menteri. a wajib
memenuhi
Perizinan
Berusaha Dari
Pemerintah
Pusat
(2) Setiap Pelaku
Usaha yang
melakukan
impor alat-alat
ukur, takar,
timbang dan
perlengkapanny
a ke dalam
wilayah
Republik
Indonesia harus
memenuhi
Perizinan
Berusaha dari
Pemerintah
Pusat

Penjelasan :

Karena penggunaan
alat-alat ukur takar,
timbang dari
perlengkapannya
berada di bawah
pengawasan instansi
Pemerintah Pusat
yang
bertanggungjawab di
bidang metrologi

788
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

maka seharusnyalah
pembuatan alat-alat
tersebut dengan
Perizinan Berusaha
dari Pemerintah
Pusat supaya
mudah mengawasi
dan membina,
sehingga alat-alat
itu dibuat oleh
orang-orang yang
benar-benar
mempunyai
keahlian. Demikian
pula untuk
memperbaiki
alatalat ukur, takar,
timbang dan
perlengkapannya
misalnya
memperbaiki
timbangan perlu
mendapat Perizinan
Berusaha dari
Pemerintah Pusat,
yaitu supaya mudah
mengawasi dan
membimbingnya.
Dengan demikian
diharapkan bahwa
pekerjaan
memperbaiki
timbangan dilakukan
oleh orang-orang
yang benar-benar
mempunyai keahlian
dalam bidang itu dan
dengan rasa penuh
tanggungjawab,
sehingga para pemilik
timbangan tidak akan

789
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

terperdaya oleh
orang-orang yang
mengaku sebagai
reparatir timbangan
padahal tidak
mempunyai keahlian
dalam pekerjaan
tersebut dan hanya
semata-mata mencari
keuntungan untuk
dirinya saja diri saja.
Pasal 18 Pasal 18
Setiap pemasukan Ketentuan lebih
alat-alat ukur, lanjut mengenai
takar, timbang perizinan berusaha
dan sebagaimana
perlengkapannya dimaksud pada pasal
ke dalam wlayah 17 diatur dengan
Republik Peraturan Pemerintah
Indonesia harus
dengan izin Penjelasan:
Menteri.
Perizinan Berusaha
dari Pemerintah
Pusat diperlukan
untuk menghindari
masuk dan
beredarnya alat-alat
ukur, takar, timbang
dan perlengkapannya
yang tidak memenuhi
persyaratan, sebab
jika ini terjadi akan
menyulitkan dalam
melaksanakan
Undang-undang ini.
Pasal 24
Ketentuan lebih
lanjut mengenai
barang dalam
keadaan terbungkus

790
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

sebagai mana
dimaksud dalam
Pasal 22 dan Pasal 23
diatur dengan
Peraturan
Pemerintah.

h. Perizinan Sektor Kesehatan, Obat dan Makanan


Perubahan perizinan sektor kesehatan, obat dan
makanan dilakukan dengan perubahan nomenklatur izin
dalam Undang-Undang menjadi perizinan berusaha. Hal ini
untuk merubah konsepsi kegiatan usaha yang sebelumnya
berbasis izin (license approach) menjadi penerapan standar
dan berbasis risiko (Risk-Based Approach/RBA). Izin hanya
untuk kegiatan usaha yang memiliki risiko tinggi terhadap:
kesehatan (health), keselamatan (safety), dan lingkungan
(environment) serta kegiatan pengelolaan sumber daya alam.
Kegiatan usaha dengan risiko rendah hanya mendatarkan,
sedangkan kegiatan usaha dengan risiko menengah
menggunakan standar.
Perizinan Sektor Kesehatan, Obat dan Makanan
terdiri atas lima Undang- Undang, yaitu:

1. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan


2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan
3. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika
4. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang
Psikotropika
5. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah
Sakit

791
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika
Pasal 5 Pasal 5 Penyeragaman
konsepsi
Psikotropika Psikotropika hanya
perizinan
hanya dapat dapat diproduksi
berusaha.
diproduksi oleh oleh pabrik obat
pabrik obat yang yang telah
telah memiliki memenuhi perizinan
izin sesuai berusaha dari
dengan ketentuan Pemerintah.
peraturan
perundang-
undangan yang
berlaku.
Pasal 9 Pasal 9 Penyeragaman
konsepsi
Psikotropika yang Psikotropika dalam perizinan
berupa obat bentuk obat berusaha;
hanya dapat jadi hanya Berdasarkan
diedarkan dapat Pasal 4 ayat
setelah diedarkan (1) UUD 1945,
terdaftar setelah maka
pada memenuhi kewenangan
departemen perizinan dalam
yang berusaha dari peraturan ini
bertanggung Pemerintah akan diatur
jawab di Pusat. lebih lanjut
bidang Ketentuan lebih dalam
kesehatan. lanjut mengenai peraturan
Menteri Perizinan pemerintah
menetapkan Berusaha yang akan
persyaratan sebagaimana mengatur
dan tata cara dimaksud pada pendelegasian
pendaftaran ayat (1) diatur kewenangan
psikotropika dengan dan tanggung
yang berupa Peraturan jawab ke K/L
obat. Pemerintah. atau
pemerintah
daerah.
Pasal 16 Pasal 16 Penyeragaman
konsepsi
Ekspor Ekspor psikotropika
perizinan
psikotropika hanya dapat
berusaha.
hanya dapat dilakukan oleh

792
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
dilakukan industri farmasi
oleh pabrik atau pedagang
obat atau besar farmasi
pedagang yang telah
besar memenuhii
farmasi yang perizinan
telah berusaha dari
memiliki izin Pemerintah.
sebagai Impor psikotropika
eksportir
hanya dapat
sesuai dilakukan oleh:
dengan
ketentuan Industri farmasi
peraturan atau
perundang- pedagang
undangan besar
yang farmasi
berlaku. yang telah
memenuhi
Impor perizinan
psikotropika berusaha
hanya dapat dari
dilakukan
Pemerintah
oleh pabrik Pusat;
obat atau
pedagang Lembaga
besar penelitian
farmasi yang atau
telah lembaga
memiliki izin pendidikan.
sebagai Lembaga penelitian
importir dan/atau
sesuai lembaga
dengan pendidikan
ketentuan sebagaimana
peraturan dimaksud pada
perundang- ayat (2) huruf b
undangan dilarang untuk
yang mengedarkan
berlaku, psikotropika
serta yang
lembaga diimpornya.
penelitian
atau lembaga Ketentuan lebih
pendidikan. lanjut mengenai

793
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
Lembaga perizinan
penelitian berusaha diatur
dan/atau dengan
lembaga Peraturan
pendidikan Pemerintah.
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (2)
dilarang
untuk
mengedarka
n
psikotropika
yang
diimpornya.
Pasal 18 Pasal 18 Penyeragaman
konsepsi
Untuk dapat Untuk dapat
perizinan
memperoleh memperoleh
berusaha;
surat surat
persetujuan persetujuan Alasan tetap
impor ekspor atau menggunakan
psikotropika, surat nommenklatu
eksportir persetujuan r Surat
atau importir impor, eksportir Persetujuan
sebagaimana atau importir Ekspor karena
dimaksud sebagaimana dikhawatirkan
dalam Pasal dimaksud akan
17 dalam Pasal 17 menimbulkan
mengajukan mengajukan multipersepsi
permohonan permohonan terkait
secara kepada perizinan
tertulis Pemerintah berusaha
kepada Pusat. yang
menteri. transaksional
Permohonan untuk
dan perizinan
Permohonan memperoleh
sarana.
secara surat
tertulis persetujuan Tetap
untuk ekspor menggunakan
memperoleh psikotropika nomneklatur
surat dilampiri surat
persetujuan dengan surat persetujuan
ekspor persetujuan ekspor atau
psikotropika Impor impor karena

794
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
dilampiri psikotropika ketentuan
dengan surat yang telah konvensi
persetujuan mendapat Internasional.
impor persetujuan
psikotropika dari dan/atau
yang telah dikeluarkan
mendapat oleh pemerintah
persetujuan negara
dari pengimpor
dan/atau psikotropika.
dikeluarkan Ketentuan lebih
oleh lanjut mengenai
pemerintah surat
negara persetujuan
pengimpor ekspor dan
psikotropika. surat
Menteri persetujuan
menetapkan impor diatur
persyaratan dengan
yang wajib Peraturan
dicantumkan Pemerintah.
dalam
permohonan
tertulis
untuk
memperoleh
surat
persetujuan
ekspor atau
surat
persetujuan
impor
psikotropika.
Pasal 19 Pasal 19 Kewenangan yang
sebelumnya
Menteri Pemerintah Pusat
merupakan
menyampaikan menyampaikan surat
kewenangan
salinan surat persetujuan impor
Menteri
persetujuan terkait impor
direformulasi
impor psikotropika kepada
menjadi
psikotropika pemerintah negara
kewenangan
kepada pengekspor
Pemerintah.
pemerintah psikotropika.
negara Sesuai dengan

795
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
pengekspor Pasal 4 ayat
psikotropika. (1) UUD 1945,
Presiden
sebagai
pemegang
kekusaan
pemerintahan
menempatkan
Presiden
secara
atribusi
memiliki
kewenangan
menyelenggar
akan urusan
pemerintahan.
Dalam hal ini
pengaturan
lebih lanjut
dapat
diturunkan ke
dalam
peraturan
pemerintah
terlebih
dahulu yang
kemudian
dalam
peraturan
tersebut dapat
mendelegasika
n kewenangan
dan tanggung
jawab.
Tetap
menggunakan
nomneklatur
surat
persetujuan
impor karena
ketentuan
konvensi
Internasional.

796
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
Pasal 20 Pasal 20
Ketentuan lebih Ketentuan lebih
lanjut yang lanjut mengenai
diperlukan bagi kegiatan ekspor atau
kegiatan ekspor impor psikotropika
atau impor diatur dengan
psikotropika Peraturan
diatur oleh Pemerintah.
Menteri.
Pasal 21 Pasal 21 Kewenangan yang
sebelumnya
Setiap Setiap pengangkutan
merupakan
pengangkuta ekspor
kewenangan
n ekspor psikotropika
Menteri
psikotropika wajib dilengkapi
direformulasi
wajib dengan surat
menjadi
dilengkapi persetujuan
kewenangan
dengan surat ekspor
Pemerintah.
persetujuan psikotropika
ekspor yang Sesuai dengan
psikotropika dikeluarkan Pasal 4 ayat
yang oleh Pemerintah (1) UUD 1945,
dikeluarkan Pusat. Presiden
oleh Menteri. Setiap pengangkutan sebagai
pemegang
Setiap impor
kekusaan
pengangkuta psikotropika
pemerintahan
n impor wajib dilengkapi
menempatkan
psikotropika dengan Surat
Presiden
wajib Persetujuan
secara
dilengkapi Ekspor
atribusi
dengan surat Psikotropika
memiliki
persetujuan yang
kewenangan
ekspor dikeluarkan
menyelenggar
psikotropika oleh pemerintah
akan urusan
yang negara
pemerintahan.
dikeluarkan pengekspor.
oleh Dalam hal ini
pemerintah pengaturan
negara lebih lanjut
pengekspor. dapat
diturunkan ke
dalam
peraturan

797
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
pemerintah
terlebih
dahulu yang
kemudian
dalam
peraturan
tersebut dapat
mendelegasika
n kewenangan
dan tanggung
jawab.
Tetap
menggunakan
nomneklatur
surat
persetujuan
impor karena
ketentuan
konvensi
Internasional.
Pasal 22 Pasal 22 Kewenangan yang
sebelumnya
Eksportir Eksportir
merupakan
psikotropika psikotropika
kewenangan
wajib wajib
Menteri
memberikan memberikan
direformulasi
surat surat
menjadi
persetujuan persetujuan
kewenangan
ekspor ekspor
Pemerintah.
psikotropika psikotropika
dari Menteri yang Sesuai dengan
dan surat diterbitkan oleh Pasal 4 ayat
persetujuan Pemerintah (1) UUD 1945,
impor Pusat dan surat Presiden
psikotropika persetujuan sebagai
dari impor pemegang
pemerintah psikotropika kekusaan
negara yang pemerintahan
pengimpor diterbitkan oleh menempatkan
kepada pemerintah Presiden
orang yang negara secara
bertanggung pengimpor atribusi
jawab atas kepada orang memiliki
perusahaan yang kewenangan

798
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
pengangkuta bertanggung menyelenggar
n ekspor. jawab atas akan urusan
perusahaan pemerintahan.
Orang yang
pengangkutan
bertanggung Dalam hal ini
ekspor.
jawab atas pengaturan
perusahaan Orang yang lebih lanjut
pengangkuta bertanggung dapat
n ekspor jawab atas diturunkan ke
wajib perusahaan dalam
memberikan pengangkutan peraturan
surat ekspor wajib pemerintah
persetujuan memberikan terlebih
ekspor surat dahulu yang
psikotropika persetujuan kemudian
dari Menteri ekspor dalam
dan surat psikotropika peraturan
persetujuan yang tersebut dapat
impor diterbitkan oleh mendelegasika
psikotropika Pemerintah n kewenangan
dari Pusat dan surat dan tanggung
pemerintah persetujuan jawab.
negara impor
Tetap
pengimpor psikotropika menggunakan
kepada yang nomneklatur
penanggung diterbitkan oleh surat
jawab Pemerintah persetujuan
pengangkut. negara impor karena
pengimpor
Penanggung ketentuan
kepada
jawab konvensi
penanggung
pengangkut Internasional.
jawab
ekspor
pengangkut.
psikotropika
wajib Penanggung jawab
membawa pengangkut
dan ekspor
bertanggung psikotropika
jawab atas wajib membawa
kelengkapan dan
surat bertanggung
persetujuan jawab atas
ekspor kelengkapan
psikotropika surat
dari Menteri persetujuan
dan surat ekspor

799
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
persetujuan psikotropika
impor yang
psikotropika diterbitkan oleh
dari Pemerintah
pemerintah Pusat dan surat
negara persetujuan
pengimpor. impor
psikotropika
Penanggung
yang
jawab
diterbitkan oleh
pengangkut
pemerintah
impor
negara
psikotropika
pengimpor.
yang
memasuki Penanggung jawab
wilayah pengangkut
Republik impor
Indonesia psikotropika
wajib yang memasuki
membawa wilayah
dan Republik
bertanggung Indonesia wajib
jawab atas membawa dan
kelengkapan bertanggung
surat jawab atas
persetujuan kelengkapan
impor surat
psikotropika persetujuan
dari Menteri impor
dan surat psikotropika
persetujuan yang
ekspor diterbitkan oleh
psikotropika Pemerintah
dari Pusat dan surat
pemerintah persetujuan
negara ekspor
pengekspor. psikotropika
yang
diterbitkan oleh
pemerintah
negara
pengekspor.
Pasal 1 angka 7 Pasal 1 angka 7 Kemudahan
Ketersediaan Ketersediaan Pangan dalam

800
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
Pangan adalah kondisi Berusaha
adalah tersedianya khususnya
kondisi Pangan dari Perizinan dan
tersedianya hasil produksi memberikan
Pangan dari dalam negeri, kesempatan
hasil Cadangan yang sama;
produksi Pangan Usulan Baru
dalam negeri Nasional, dan WTO.
dan Impor Pangan.
Cadangan
Pangan
Nasional
serta impor
apabila
kedua
sumber
utama tidak
dapat
memenuhi
kebutuhan.
Pasal 14 Pasal 14 Kemudahan
dalam
Sumber Sumber penyediaan
Berusaha
penyediaan Pangan berasal dari
khususnya
Pangan Produksi Pangan
Perizinan dan
berasal dari dalam negeri,
memberikan
Produksi Cadangan Pangan
kesempatan
Pangan Nasional, dan Impor
yang sama;
dalam negeri Pangan.
dan Usulan Baru
Cadangan WTO.
Pangan
Nasional.
Dalam hal
sumber
penyediaan
Pangan
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)
belum
mencukupi,
Pangan
dapat

801
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
dipenuhi
dengan
Impor
Pangan
sesuai
dengan
kebutuhan.
Pasal 15 Pasal 15 Kemudahan
dalam
Pemerintah Produksi pangan
Berusaha
mengutamak dalam negeri
khususnya
an Produksi digunakan
Perizinan dan
Pangan untuk
memberikan
dalam negeri memenuhi
kesempatan
untuk kebutuhan
yang sama;
pemenuhan konsumsi
kebutuhan pangan. Usulan Baru
konsumsi WTO.
Dalam hal
Pangan. Ketersediaan
Dalam hal Pangan untuk
Ketersediaan kebutuhan
Pangan konsumsi dan
untuk cadangan
kebutuhan Pangan sudah
konsumsi tercukupi,
dan kelebihan
cadangan Produksi Pangan
Pangan dalam negeri
sudah dapat digunakan
tercukupi, untuk keperluan
kelebihan lain.
Produksi
Pangan
dalam negeri
dapat
digunakan
untuk
keperluan
lain.
Pasal 36 Pasal 36 Kemudahan
dalam
Impor Pangan Impor Pangan
Berusaha
hanya dapat dilakukan untuk
khususnya
dilakukan memenuhi

802
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
apabila kebutuhan Perizinan dan
Produksi dalam negeri. memberikan
Pangan kesempatan
Impor Pangan Pokok
dalam negeri yang sama;
dilakukan untuk
tidak memenuhi Usulan Baru
mencukupi kebutuhan WTO.
dan/atau konsumsi dan
tidak dapat cadangan
diproduksi di pangan di dalam
dalam
negeri.
negeri.
Kebutuhan konsumsi
Impor Pangan pangan dan
Pokok hanya cadangan
dapat pangan di dalam
dilakukan negeri
apabila sebagaimana
Produksi dimaksud pada
Pangan ayat (2)
dalam negeri ditetapkan oleh
dan Pemerintah
Cadangan Pusat.
Pangan
Nasional
tidak
mencukupi.
Kecukupan
Produksi
Pangan
Pokok dalam
negeri dan
Cadangan
Pangan
Pemerintah
ditetapkan
oleh menteri
atau lembaga
pemerintah
yang
mempunyai
tugas
melaksanaka
n tugas
pemerintaha
n di bidang

803
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
Pangan.
Pasal 39 Pasal 39 Kemudahan
dalam
Pemerintah Pemerintah Pusat
Berusaha
menetapkan menetapkan
khususnya
kebijakan dan kebijakan dan
Perizinan dan
peraturan Impor peraturan Impor
memberikan
Pangan yang Pangan dalam rangka
kesempatan
tidak berdampak keberlanjutan usaha
yang sama;
negatif terhadap tani.
keberlanjutan Usulan Baru
usaha tani, WTO.
peningkatan
produksi,
kesejahteraan
Petani, Nelayan,
Pembudi Daya
Ikan, dan Pelaku
Usaha Pangan
mikro dan kecil.
Pasal 68 Pasal 68 Penerapan
standar
Pemerintah dan Pemerintah Pusat dan
secara
Pemerintah Pemerintah
bertahap
Daerah Daerah
tersebut perlu
menjamin menjamin
dihapus
terwujudnya terwujudnya
dengan
penyelenggar penyelenggaraan
pertimbangan
aan Keamanan
bahwa sejak
Keamanan Pangan di setiap
2012,
Pangan di rantai Pangan
seharusnya
setiap rantai secara terpadu.
Pangan seluruh
Pemerintah Pusat standar
secara menetapkan pangan pada
terpadu.
norma, standar, saat ini telah
Pemerintah prosedur, dan ada dan
menetapkan kriteria mampu untuk
norma, Keamanan diterapka oleh
standar, Pangan. pelaku usaha.
prosedur, Pelaku Usaha Pangan Memperjelas
dan kriteria termasuk Usaha bahwa
Keamanan Mikro dan Kecil Keamanan
Pangan. wajib Pangan

804
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
Petani, Nelayan, menerapkan dimaksudkan
Pembudi norma, standar, pula untuk
Daya Ikan, prosedur, dan mencakup hal
dan Pelaku kriteria yang terkait
Usaha Keamanan dengan mutu
Pangan wajib Pangan pangan.
menerapkan sebagaimana Persyaratan di
norma, dimaksud pada bidang
standar, ayat (2). pangan yang
prosedur,
Penerapan norma, harus
dan kriteria standar, dipenuhi
Keamanan prosedur, dan ditetapkan
Pangan kriteria sebagai
sebagaimana Keamanan standar.
dimaksud Pangan
pada ayat sebagaimana
(2). dimaksud pada
Penerapan ayat (3)
norma, dilakukan
standar, secara bertahap
prosedur, berdasarkan
dan kriteria jenis Pangan
Keamanan dan skala usaha
Pangan Pangan.
sebagaimana Pemerintah Pusat
dimaksud wajib membina
pada ayat (3) dan mengawasi
dilakukan pelaksanaan
secara penerapan
bertahap norma, standar,
berdasarkan prosedur dan
jenis Pangan kriteria
dan skala Keamanan
usaha Pangan
Pangan. sebagaimana
Pemerintah dimaksud pada
dan/atau ayat (3).
Pemerintah Ketentuan lebih
Daerah wajib lanjut mengenai
membina norma, standar,
dan prosedur, dan
mengawasi kriteria
pelaksanaan keamanan
penerapan

805
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
norma, Pangan
standar, termasuk
prosedur, pentahapannya
dan kriteria sebagaimana
Keamanan dimaksud pada
Pangan ayat (4) diatur
sebagaimana dengan
dimaksud Peraturan
pada ayat (3) Pemerintah.
dan ayat (4).
Pasal 74 Pasal 74 Untuk
Pemerintah Pemerintah Pusat memberikan
kemudahan
berkewajiban berkewajiban
berusaha kepada
memeriksa memeriksa
pelaku usaha.
keamanan keamanan
bahan yang bahan yang
akan akan digunakan
digunakan sebagai bahan
sebagai tambahan
bahan Pangan yang
tambahan belum diketahui
Pangan yang dampaknya bagi
belum kesehatan
diketahui manusia dalam
dampaknya kegiatan atau
bagi proses Produksi
kesehatan Pangan untuk
manusia diedarkan.
dalam Pemeriksaan
kegiatan keamanan
atau proses bahan tambahan
Produksi sebagaimana
Pangan dimaksud pada
untuk
ayat (1)
diedarkan. dilakukan dalam
Pemeriksaan rangka
keamanan pemenuhan
bahan Perizinan
tambahan Berusaha dari
sebagaimana Pemerintah
dimaksud Pusat.
pada ayat (1)
dilakukan

806
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
untuk
mendapatka
n izin
peredaran.
Pasal 77 Pasal 77
Setiap Orang Setiap Orang dilarang
dilarang memproduksi
memproduks Pangan yang
i Pangan dihasilkan dari
yang Rekayasa
dihasilkan Genetik Pangan
dari yang belum
Rekayasa memenuhi
Genetik Perizinan
Pangan yang Berusaha dari
belum Pemerintah
mendapatka Pusat.
n Setiap Orang yang
persetujuan melakukan
Keamanan kegiatan atau
Pangan proses Produksi
sebelum Pangan dilarang
diedarkan. menggunakan
Setiap Orang bahan baku,
yang bahan tambahan
melakukan Pangan,
kegiatan dan/atau bahan
atau proses lain yang
Produksi dihasilkan dari
Pangan Rekayasa
dilarang Genetik Pangan
menggunaka yang belum
n bahan memenuhi
baku, bahan perizinan
tambahan berusaha dari
Pangan, Pemerintah
dan/atau Pusat.
bahan lain Dihapus.
yang
dihasilkan Ketentuan lebih
dari lanjut mengenai
Rekayasa perizinan
Genetik berusaha

807
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
Pangan yang sebagaimana
belum dimaksud pada
mendapatka ayat (1) dan ayat
n (2) diatur
persetujuan dengan
Keamanan Peraturan
Pangan Pemerintah.
sebelum
diedarkan.
Persetujuan
Keamanan
Pangan
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)
dan ayat (2)
diberikan
oleh
Pemerintah.
Ketentuan
mengenai
tata cara
memperoleh
persetujuan
Keamanan
Pangan
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (3)
diatur dalam
Peraturan
Pemerintah.
Pasal 81 Pasal 81 Untuk
Iradiasi Pangan Iradiasi Pangan memberikan
kemudahan
sebagaimana sebagaimana
dimaksud dimaksud dalam berusaha kepada
dalam Pasal Pasal 80 ayat (1) pelaku usaha.
80 ayat (1) dilakukan
dilakukan setelah
berdasarkan memenuhi
izin perizinan
Pemerintah. berusaha dari

808
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
Izin Pemerintah Pemerintah
sebagaimana Pusat.
dimaksud Ketentuan lebih
pada ayat (1) lanjut mengenai
diberikan perizinan
setelah berusaha
memenuhi: sebagaimana
persyaratan dimaksud pada
kesehata ayat (1) diatur
n; dengan
Peraturan
prinsip
Pemerintah.
pengolah
an;
dosis;
teknik dan
peralatan
;
penanganan
limbah
dan
penanggu
langan
bahaya
zat
radioaktif
;
keselamatan
kerja;
dan
kelestarian
lingkung
an.
Ketentuan
mengenai
pemenuhan
izin
Pemerintah
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (2)
diatur dalam

809
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
Peraturan
Pemerintah.
Pasal 87 Pasal 87 Untuk
memberikan
Pemerintah dapat Dicabut dan
kemudahan
menetapkan dinyatakan tidak
berusaha kepada
persyaratan berlaku.
pelaku usaha.
agar Pangan
diuji di Pasal ini dihapus
laboratorium karena sudah
sebelum menjadi bagian
diedarkan. dalam
pemenuhan
Pengujian
standar dan
sebagaimana
sejalan dengan
dimaksud
konsep risk based
pada ayat (1)
approach
dilakukan di
laboratorium Subtansi ini akan
yang ditampung di PP
ditunjuk oleh sebagaimana
dan/atau amanat dalam
yang telah Pasal 86 ayat (3)
memperoleh (UU existing).
akreditasi
dari
Pemerintah.
Ketentuan
mengenai
persyaratan
pengujian
laboratorium
diatur dalam
Peraturan
Pemerintah.
Pasal 88 Pasal 88 Untuk
memberikan
Petani, Nelayan, Pelaku Usaha Pangan
kemudahan
Pembudi termasuk Pelaku
berusaha kepada
Daya Ikan, Usaha Pangan di
pelaku usaha.
dan Pelaku bidang Pangan
Usaha Segar harus Konsistensi
Pangan di memenuhi dengan pasal 68,
bidang standar alasan untuk

810
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
Pangan Keamanan penambahan ayat
Segar harus Pangan. 2 karena,
memenuhi mengingat profil
Pemerintah Pusat
persyaratan wajib membina, pelaku UMKM
Keamanan pangan segar
mengawasi, dan
Pangan dan sangat beragam
memfasilitasi
Mutu Pangan dalam penerapan
pengembangan
Segar. usaha Pangan standar sehingga
Pemerintah dan Segar untuk dibuat bertahap.
Pemerintah memenuhi
Daerah wajib standar
membina, Keamanan
mengawasi, Pangan.
dan Penerapan standar
memfasilitasi Keamanan
pengembang Pangan Segar
an usaha sebagaimana
Pangan dimaksud pada
Segar untuk ayat (1)
memenuhi dilakukan
persyaratan secara bertahap
teknis
sesuai dengan
minimal jenis Pangan
Keamanan Segar serta jenis
Pangan dan dan/atau skala
Mutu usaha.
Pangan.
Penerapan
persyaratan
teknis
Keamanan
Pangan dan
Mutu Pangan
Segar
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (2)
dilakukan
secara
bertahap
sesuai
dengan jenis
Pangan
Segar serta

811
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
jenis
dan/atau
skala usaha.
Pasal 91 Pasal 91 Untuk
Dalam hal Dalam hal memberikan
kemudahan
pengawasan pengawasan
berusaha kepada
keamanan, keamanan,
mutu, dan mutu, dan Gizi, pelaku usaha.
Gizi, setiap setiap Pangan
Pangan Olahan yang
Olahan yang dibuat di dalam
dibuat di negeri atau yang
dalam negeri diimpor untuk
atau yang diperdagangkan
diimpor dalam kemasan
untuk eceran, Pelaku
diperdagang Usaha Pangan
kan dalam wajib memenuhi
kemasan Perizinan
eceran, Berusaha dari
Pelaku Pemerintah
Usaha Pusat.
Pangan wajib Kewajiban memiliki
memiliki izin perizinan
edar. berusaha
Kewajiban sebagaimana
memiliki izin dimaksud pada
edar ayat (1)
sebagaimana dikecualikan
dimaksud terhadap produk
pada ayat (1) Pangan Olahan
dikecualikan tertentu yang
terhadap diproduksi oleh
Pangan Usaha Mikro
Olahan dan Kecil.
tertentu yang Ketentuan lebih
diproduksi lanjut memiliki
oleh industri perizinan
rumah berusaha
tangga. sebagaimana
Ketentuan dimaksud pada
mengenai ayat (1) dan ayat

812
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
kewajiban (2) diatur
memiliki izin dengan
edar Peraturan
sebagaimana Pemerintah.
dimaksud
pada ayat (1)
dan ayat (2)
dilaksanakan
sesuai
dengan
ketentuan
peraturan
perundang-
undangan.
Pasal 11 Pasal 11 Penyeragaman
konsepsi
Menteri memberi Industri farmasi
perizinan
izin khusus tertentu dapat
berusaha.
untuk memproduksi
memproduks narkotika Kewenangan yang
i Narkotika setelah sebelumnya
kepada memenuhi merupakan
Industri perizinan kewenangan
Farmasi berusaha dari Menteri
tertentu yang Pemerintah direformulasi
telah Pusat. menjadi
memiliki izin kewenangan
Pemerintah Pusat
sesuai Pemerintah.
melakukan
dengan pengendalian Berdasarkan
ketentuan terhadap Pasal 4 ayat
peraturan produksi (1) UUD 1945,
perundang- Narkotika sesuai maka
undangan dengan rencana kewenangan
setelah kebutuhan dalam
dilakukan
tahunan peraturan ini
audit oleh Narkotika akan diatur
Badan sebagaimana lebih lanjut
Pengawas dimaksud dalam dalam
Obat dan Pasal 9. peraturan
Makanan. pemerintah
Pemerintah Pusat
Menteri yang akan
melakukan
melakukan mengatur
pengawasan
pengendalian pendelegasian
terhadap bahan
terhadap kewenangan

813
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
produksi baku, proses dan tanggung
Narkotika produksi, dan jawab ke K/L
sesuai hasil akhir dari atau
dengan produksi pemerintah
rencana Narkotika sesuai daerah.
kebutuhan dengan rencana
tahunan kebutuhan
Narkotika tahunan
sebagaimana Narkotika
dimaksud sebagaimana
dalam Pasal dimaksud dalam
9. Pasal 9.
Badan Pengawas Ketentuan lebih
Obat dan lanjut mengenai
Makanan tata cara
melakukan pemberian
pengawasan Perizinan
terhadap Berusaha,
bahan baku, pengendalian,
proses dan pengawasan
produksi, sebagaimana
dan hasil dimaksud pada
akhir dari ayat (1), ayat
produksi (2), dan ayat (3)
Narkotika diatur dengan
sesuai Peraturan
dengan Pemerintah.
rencana
kebutuhan
tahunan
Narkotika
sebagaimana
dimaksud
dalam Pasal
9.

Ketentuan lebih
lanjut
mengenai
tata cara
pemberian
izin dan
pengendalian

814
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)
dan ayat (2)
diatur
dengan
Peraturan
Menteri.
Ketentuan lebih
lanjut
mengenai
tata cara
pengawasan
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (3)
diatur
dengan
Peraturan
Kepala
Badan
Pengawas
Obat dan
Makanan.
Pasal 15 Pasal 15 Penyeragaman
konsepsi
Menteri memberi Perusahaan pedagang
perizinan
izin kepada 1 besar farmasi
berusaha.
(satu) milik negara
perusahaan dapat Kewenangan yang
pedagang melaksanakan sebelumnya
besar impor narkotika merupakan
farmasi milik setelah kewenangan
negara yang memenuhi Menteri
telah perizinan direformulasi
memiliki izin berusaha dari menjadi
sebagai Pemerintah kewenangan
importir Pusat. Pemerintah.
sesuai Dalam keadaan Berdasarkan
dengan tertentu, Pasal 4 ayat
ketentuan Pemerintah (1) UUD 1945,
peraturan Pusat dapat maka
perundang- memberi kewenangan
undangan

815
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
untuk perizinan dalam
melaksanaka berusaha peraturan ini
n impor kepada akan diatur
Narkotika. perusahaan lebih lanjut
selain dalam
Dalam keadaan
perusahaan peraturan
tertentu,
milik negara pemerintah
Menteri
sebagaimana yang akan
dapat
dimaksud pada mengatur
memberi izin
ayat (1) yang pendelegasian
kepada
memenuhi kewenangan
perusahaan
perizinan dan tanggung
lain dari
berusaha. jawab ke K/L
perusahaan
atau
milik negara Ketentuan lebih
pemerintah
sebagaimana lanjut mengenai
daerah.
dimaksud perizinan
pada ayat (1) berusaha
yang sebagaimana
memiliki izin dimaksud pada
sebagai ayat (1) dan ayat
importir (2) diatur
sesuai dengan
dengan Peraturan
ketentuan Pemerintah.
peraturan
perundang-
undangan
untuk
melaksanaka
n impor
Narkotika.
Pasal 16 Pasal 16 Penyeragaman
konsepsi
Importir Importir Narkotika
perizinan
Narkotika harus memiliki
berusaha;
harus Surat
memiliki Persetujuan Kewenangan yang
Surat Impor yang sebelumnya
Persetujuan diterbitkan oleh merupakan
Impor dari Pemerintah kewenangan
Menteri Pusat untuk Menteri
untuk setiap setiap kali direformulasi
kali melakukan menjadi
melakukan kewenangan

816
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
impor impor Narkotika. Pemerintah.
Narkotika. Surat Persetujuan Berdasarkan
Surat Impor Narkotika Pasal 4 ayat
Persetujuan sebagaimana (1) UUD 1945,
Impor dimaksud pada maka
Narkotika ayat (1) kewenangan
sebagaimana diberikan dalam
dimaksud berdasarkan peraturan ini
pada ayat (1) hasil Pemerintah akan diatur
diberikan Pusat terhadap lebih lanjut
berdasarkan rencana dalam
hasil audit kebutuhan dan peraturan
Kepala realisasi pemerintah
Badan produksi yang akan
Pengawas dan/atau mengatur
Obat dan penggunaan pendelegasian
Makanan Narkotika. kewenangan
terhadap dan tanggung
Surat Persetujuan
rencana jawab ke K/L
Impor Narkotika
kebutuhan atau
Golongan I
dan realisasi pemerintah
dalam jumlah
produksi daerah
yang sangat
dan/atau terbatas hanya Alasan tetap
penggunaan dapat diberikan menggunakan
Narkotika. untuk nomenklatur
Surat kepentingan Surat
Persetujuan pengembangan persetujuan
Impor ilmu Impor
Narkotika pengetahuan Narkotika
Golongan I dan teknologi. Golongan I
dalam dan
Surat Persetujuan
jumlah yang menjelaskan
Impor
sangat bahwa Surat
sebagaimana
terbatas Persetujuan
dimaksud pada
hanya dapat Impor
ayat (1)
diberikan Narkotika
disampaikan
untuk Golongan I
kepada
kepentingan dalam jumlah
pemerintah
pengembang yang sangat
negara
an ilmu terbatas
pengekspor.
pengetahuan hanya dapat
dan diberikan
teknologi. untuk
kepentingan

817
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
pengembanga
n ilmu
Surat
pengetahuan
Persetujuan
dan teknologi
Impor
harus
sebagaimana
dibunyikan di
dimaksud
UU bukan di
pada ayat (1)
PP, karena hal
disampaikan
ini sesuai
kepada
konvensi
pemerintah
internasional.
negara
pengekspor.
Pasal 18 Pasal 18 Penyeragaman
konsepsi
Menteri memberi Perusahaan pedagang
perizinan
izin kepada 1 besar farmasi
berusaha;
(satu) dapat
perusahaan melaksanakan Kewenangan yang
pedagang ekspor narkotika sebelumnya
besar setelah merupakan
farmasi milik memenuhi kewenangan
negara yang perizinan Menteri
telah berusaha dari direformulasi
memiliki izin Pemerintah menjadi
sebagai Pusat. kewenangan
eksportir Pemerintah.
Penjelasan:
sesuai
Berdasarkan
dengan Perusahaan
Pasal 4 ayat
ketentuan pedagang besar
(1) UUD 1945,
peraturan farmasi dalam
maka
perundang ketentuan ini
kewenangan
undangan baik BUMN
dalam
untuk maupun swasta.
peraturan ini
melaksanaka Ketentuan lebih akan diatur
n ekspor lanjut mengenai lebih lanjut
Narkotika. perizinan dalam
berusaha peraturan
sebagaimana pemerintah
Dalam keadaan dimaksud pada yang akan
tertentu, ayat (1) diatur mengatur
Menteri dengan pendelegasian
dapat Peraturan kewenangan
memberi izin Pemerintah. dan tanggung
kepada

818
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
perusahaan jawab ke K/L
lain dari atau
perusahaan pemerintah
milik negara daerah.
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)
yang
memiliki izin
sebagai
eksportir
sesuai
dengan
ketentuan
peraturan
perundang-
undangan
untuk
melaksanaka
n ekspor
Narkotika.
Pasal 19 Pasal 19 Penyeragaman
konsepsi
Eksportir Eksportir Narkotika
perizinan
Narkotika harus memiliki
berusaha.
harus Surat
memiliki Persetujuan Kewenangan yang
Surat Ekspor yang sebelumnya
Persetujuan diterbitkan oleh merupakan
Ekspor dari Pemerintah kewenangan
Menteri Pusat untuk Menteri
untuk setiap setiap kali direformulasi
kali melakukan menjadi
melakukan ekspor kewenangan
ekspor Narkotika. Pemerintah.
Narkotika. Untuk memperoleh Berdasarkan
Untuk Surat Pasal 4 ayat
memperoleh Persetujuan (1) UUD 1945,
Surat Ekspor maka
Persetujuan Narkotika kewenangan
Ekspor sebagaimana dalam
Narkotika dimaksud pada peraturan ini
sebagaimana ayat (1), akan diatur
dimaksud pemohon harus lebih lanjut

819
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
pada ayat melampirkan dalam
(1), pemohon surat peraturan
harus persetujuan pemerintah
melampirkan yang diterbitkan yang akan
surat oleh negara mengatur
persetujuan pengimpor. pendelegasian
dari negara Ketentuan kewenangan
lebih
pengimpor. dan tanggung
lanjut mengenai
jawab ke K/L
Surat
atau
Persetujuan
pemerintah
Ekspor
daerah.
Narkotika
sebagaimana Alasan tetap
dimaksud pada menggunakan
ayat (1) dan ayat nomenklatur
(2) diatur Surat
dengan Persetujuan
Peraturan Ekspor
Pemerintah. Narkotika
karena hal ini
sesuai
konvensi
internasional.
Pasal 22 Pasal 22
Ketentuan lebih Ketentuan lebih
lanjut mengenai lanjut mengenai
syarat dan tata syarat dan tata cara
cara memperoleh memperoleh Surat
Surat Persetujuan Impor
Persetujuan dan Surat
Impor dan Surat Persetujuan Ekspor
Persetujuan diatur dengan
Ekspor diatur Peraturan
dengan Peraturan Pemerintah.
Menteri.
Pasal 24 Pasal 24 Penyeragaman
konsepsi
Setiap Setiap pengangkutan
perizinan
pengangkuta impor Narkotika
berusaha.
n impor wajib dilengkapi
Narkotika dengan Kewenangan yang
wajib dokumen atau sebelumnya
dilengkapi surat merupakan

820
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
dengan persetujuan kewenangan
dokumen ekspor Narkotika Menteri
atau surat yang sah sesuai direformulasi
persetujuan dengan menjadi
ekspor ketentuan kewenangan
Narkotika peraturan Pemerintah.
yang sah perundang- Berdasarkan
sesuai undangan di Pasal 4 ayat
dengan negara (1) UUD 1945,
ketentuan pengekspor dan
maka
peraturan Surat kewenangan
perundang- Persetujuan dalam
undangan di Impor Narkotika peraturan ini
negara yang diterbitkan akan diatur
pengekspor oleh Pemerintah lebih lanjut
dan Surat Pusat. dalam
Persetujuan Setiap pengangkutan peraturan
Impor ekspor Narkotika pemerintah
Narkotika wajib dilengkapi yang akan
yang dengan surat mengatur
dikeluarkan persetujuan pendelegasian
oleh Menteri. ekspor Narkotika kewenangan
Setiap yang diterbitkan dan tanggung
pengangkuta oleh Pemerintah jawab ke K/L
n ekspor Pusat dan atau
Narkotika dokumen atau pemerintah
wajib perizinan daerah.
dilengkapi berusaha terkait Alasan tetap
dengan impor Narkotika menggunakan
Surat yang sah sesuai nomenklatur
Persetujuan dengan Surat
Ekspor ketentuan Persetujuan
Narkotika peraturan Ekspor
yang perundang- Narkotika
dikeluarkan undangan di karena hal ini
oleh Menteri negara sesuai
dan pengimpor. konvensi
dokumen Ketentuan lebih internasional.
atau surat lanjut mengenai
persetujuan dokumen atau
impor surat
Narkotika persetujuan
yang sah ekspor dan
sesuai impor narkotika

821
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
dengan sebagaimana
ketentuan dimaksud pada
peraturan ayat (1) dan ayat
perundang- (2) diatur
undangan di dengan
negara Peraturan
pengimpor. Pemerintah.
Pasal 26 Pasal 26
Eksportir Eksportir Narkotika
Narkotika wajib
wajib memberikan
memberikan Surat
Surat Persetujuan
Persetujuan Ekspor
Ekspor Narkotika yang
Narkotika diterbitkan oleh
dari Menteri Pemerintah
dan Pusat dan
dokumen dokumen atau
atau Surat Surat
Persetujuan Persetujuan
Impor Impor Narkotika
Narkotika yang sah sesuai
yang sah dengan
sesuai ketentuan
dengan peraturan
ketentuan perundang-
peraturan undangan di
perundang- negara
undangan di pengimpor
negara kepada orang
pengimpor yang
kepada bertanggung
orang yang jawab atas
bertanggung perusahaan
jawab atas pengangkutan
perusahaan ekspor.
pengangkuta Orang yang
n ekspor. bertanggung
Orang yang jawab atas
bertanggung perusahaan
jawab atas pengangkutan
perusahaan ekspor wajib

822
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
pengangkuta memberikan
n ekspor Surat
wajib Persetujuan
memberikan Ekspor
Surat Narkotika yang
Persetujuan diterbitkan oleh
Ekspor Pemerintah
Narkotika Pusat dan
dari Menteri dokumen atau
dan Surat
dokumen Persetujuan
atau Surat Impor Narkotika
Persetujuan yang sah sesuai
Impor dengan
Narkotika ketentuan
yang sah peraturan
sesuai perundang-
dengan undangan di
ketentuan negara
peraturan pengimpor
perundang- kepada
undangan di penanggung
negara jawab
pengimpor pengangkut.
kepada Penanggung jawab
penanggung pengangkut
jawab ekspor Narkotika
pengangkut. wajib membawa
Penanggung dan bertanggung
jawab jawab atas
pengangkut kelengkapan
ekspor Surat
Narkotika Persetujuan
wajib Ekspor
membawa Narkotika yang
dan diterbitkan oleh
bertanggung Pemerintah
jawab atas Pusat dan
kelengkapan dokumen atau
Surat Surat
Persetujuan Persetujuan
Ekspor Impor Narkotika
Narkotika yang sah sesuai
dari Menteri dengan

823
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
dan ketentuan
dokumen peraturan
atau Surat perundang-
Persetujuan undangan di
Impor negara
Narkotika pengimpor.
yang sah
sesuai
dengan
ketentuan
peraturan
perundang-
undangan di
negara
pengimpor.

Pasal 36 Pasal 36 Penyeragaman


konsepsi
Narkotika dalam Narkotika dalam
perizinan
bentuk obat bentuk obat jadi
berusaha.
jadi hanya hanya dapat
dapat diedarkan Kewenangan yang
diedarkan setelah sebelumnya
setelah memenuhi merupakan
mendapatka Perizinan kewenangan
n izin edar Berusaha dari Menteri
dari Menteri. Pemerintah direformulasi
Pusat. menjadi
Ketentuan lebih
kewenangan
lanjut Ketentuan lebih
Pemerintah.
mengenai lanjut mengenai
syarat dan syarat dan tata Berdasarkan
tata cara cara perizinan Pasal 4 ayat
perizinan berusaha (1) UUD 1945,
peredaran sebagaimana maka
Narkotika dimaksud pada kewenangan
dalam ayat (1) diatur dalam
bentuk obat dengan peraturan ini
jadi Peraturan akan diatur
sebagaimana Pemerintah. lebih lanjut
dimaksud dalam
Dihapus.
pada ayat (1) peraturan
diatur Dihapus. pemerintah
dengan yang akan

824
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
Peraturan mengatur
Menteri. pendelegasian
kewenangan
Untuk
dan tanggung
mendapatka
jawab ke K/L
n izin edar
atau
dari Menteri,
pemerintah
Narkotika
daerah.
dalam
bentuk obat
jadi
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)
harus
melalui
pendaftaran
pada Badan
Pengawas
Obat dan
Makanan.
Ketentuan lebih
lanjut
mengenai
syarat dan
tata cara
pendaftaran
Narkotika
dalam
bentuk obat
jadi
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (3)
diatur
dengan
Peraturan
Kepala
Badan
Pengawas
Obat dan
Makanan.
Pasal 39 Pasal 39 Berdasarkan
Pasal 4 ayat (1)

825
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
Narkotika hanya Narkotika hanya UUD 1945, maka
dapat dapat disalurkan kewenangan
disalurkan oleh Industri dalam peraturan
oleh Industri Farmasi, ini akan diatur
Farmasi, pedagang besar lebih lanjut dalam
pedagang farmasi, dan peraturan
besar sarana pemerintah yang
farmasi, dan penyimpanan akan mengatur
sarana sediaan farmasi pendelegasian
penyimpana pemerintah kewenangan dan
n sediaan sesuai dengan tanggung jawab
farmasi ketentuan dalam ke K/L atau
pemerintah Undang-Undang pemerintah
sesuai ini. daerah.
dengan Industri Farmasi,
ketentuan pedagang besar
dalam farmasi, dan
Undang- sarana
Undang ini. penyimpanan
Industri Farmasi, sediaan farmasi
pedagang pemerintah
besar sebagaimana
farmasi, dan dimaksud pada
sarana ayat (1) wajib
penyimpana memenuhi
n sediaan perizinan
farmasi berusaha dari
pemerintah Pemerintah
sebagaimana Pusat.
dimaksud Ketentuan lebih
pada ayat (1) lanjut mengenai
wajib perizinan
memiliki izin berusaha
khusus sebagaimana
penyaluran dimaksud pada
Narkotika ayat (2) diatur
dari Menteri dengan
Peraturan
Pemerintah
Pasal 25 Pasal 25 Penyeragaman
konsepsi
Setiap Setiap penyelenggara
perizinan
penyelenggar Rumah Sakit

826
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
a Rumah wajib berusaha.
Sakit wajib memperoleh Kewenangan yang
memiliki izin. perizinan sebelumnya
berusaha dari
Izin sebagaimana merupakan
Pemerintah
dimaksud kewenangan
Pusat.
pada ayat (1) Menteri
terdiri dari Ketentuan lebih direformulasi
izin lanjut mengenai menjadi
mendirikan perizinan kewenangan
dan izin berusaha Pemerintah.
operasional. sebagaimana Berdasarkan
dimaksud pada
Izin mendirikan Pasal 4 ayat
ayat (1) diatur
sebagaimana (1) UUD 1945,
dengan
dimaksud maka
Peraturan
pada ayat (2) kewenangan
Pemerintah.
diberikan dalam
untuk jangka peraturan ini
waktu 2 akan diatur
(dua) tahun lebih lanjut
dan dapat dalam
diperpanjang peraturan
untuk 1 pemerintah
(satu) tahun. yang akan
mengatur
Izin operasional
pendelegasian
sebagaimana
kewenangan
dimaksud
dan tanggung
pada ayat (2)
jawab ke K/L
diberikan
atau
untuk jangka
pemerintah
waktu 5
daerah.
(lima) tahun
dan dapat
diperpanjang
kembali
selama
memenuhi
persyaratan.
Izin sebagaimana
dimaksud
pada ayat (2)
diberikan
setelah
memenuhi

827
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
persyaratan
sebagaimana
diatur dalam
Undang-
Undang ini.
Pasal 26 Pasal 26 Penyeragaman
konsepsi
Izin Rumah Sakit Pemerintah
perizinan
kelas A dan menetapkan
berusaha.
Rumah Sakit klasifikasi rumah
penanaman sakit Kewenangan yang
modal asing berdasarkan sebelumnya
atau tingkat layanan. merupakan
penanaman kewenangan
Dihapus.
modal dalam Menteri
negeri Dihapus. direformulasi
diberikan Dihapus. menjadi
oleh Menteri kewenangan
setelah Ketentuan lebih Pemerintah.
mendapatka lanjut mengenai
nrekomenda klasifikasi rumah Berdasarkan
sakit Pasal 4 ayat
si dari
sebagaimana (1) UUD 1945,
pejabat yang
dimaksud pada maka
berwenang di
ayat (1) diatur kewenangan
bidang
dengan dalam
kesehatan
Peraturan peraturan ini
pada
Pemerintah. akan diatur
Pemerintah lebih lanjut
Daerah dalam
Provinsi. peraturan
Izin Rumah Sakit pemerintah
penanaman yang akan
modal asing mengatur
atau pendelegasian
penanaman kewenangan
modal dalam dan tanggung
negeri jawab ke K/L
sebagaimana atau
dimaksud pemerintah
pada ayat (1) daerah.
diberikan
setelah
mendapat
rekomendasi

828
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
dari instansi
yang
melaksanaka
n urusan
penanaman
modal asing
atau
penanaman
modal dalam
negeri.
Izin Rumah Sakit
kelas B
diberikan
oleh
Pemerintah
Daerah
Provinsi
setelah
mendapatka
n
rekomendasi
dari pejabat
yang
berwenang di
bidang
kesehatan
pada
Pemerintah
Daerah
Kabupaten/
Kota.
Izin Rumah Sakit
kelas C dan
kelas D
diberikan
oleh
Pemerintah
Daerah
Kabupaten/
Kota setelah
mendapat
rekomendasi
dari pejabat
yang

829
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
berwenang di
bidang
kesehatan
pada
Pemerintah
Daerah
Kabupaten/
Kota.
Pasal 28 Pasal 28
Ketentuan lebih Ketentuan lebih
lanjut mengenai lanjut mengenai
perizinan diatur Perizinan Berusaha
dengan Peraturan terkait rumah sakit
Menteri. diatur dengan
Peraturan
Pemerintah.
Pasal 29 Pasal 29
Setiap Rumah Setiap Rumah Sakit
Sakit mempunyai
mempunyai kewajiban:
kewajiban : memberikan
memberikan informasi
informasi yang benar
yang tentang
benar pelayanan
tentang Rumah Sakit
pelayana kepada
n Rumah masyarakat;
Sakit memberi
kepada pelayanan
masyarak kesehatan
at; yang aman,
memberi bermutu,
pelayana antidiskrimin
n asi, dan
kesehata efektif
n yang dengan
aman, mengutamak
bermutu, an
antidiskri kepentingan
minasi, pasien sesuai

830
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
dan dengan
efektif standar
dengan pelayanan
menguta Rumah
makan Sakit;
kepenting memberikan
an pasien pelayanan
sesuai gawat
dengan darurat
standar
kepada
pelayana pasien sesuai
n Rumah dengan
Sakit; kemampuan
memberikan pelayananny
pelayana a;
n gawat berperan aktif
darurat dalam
kepada memberikan
pasien pelayanan
sesuai kesehatan
dengan pada
kemamp
bencana,
uan sesuai
pelayana dengan
nnya; kemampuan
berperan pelayananny
aktif a;
dalam menyediakan
memberi sarana dan
kan pelayanan
pelayana bagi
n masyarakat
kesehata tidak mampu
n pada atau miskin;
bencana,
sesuai melaksanakan
dengan fungsi sosial
kemamp antara lain
uan dengan
pelayana memberikan
nnya; fasilitas
pelayanan
menyediakan pasien tidak
sarana mampu/mis

831
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
dan kin,
pelayana pelayanan
n bagi gawat
masyarak darurat
at tidak tanpa uang
mampu muka,
atau ambulan
miskin; gratis,
pelayanan
melaksanaka
korban
n fungsi
bencana dan
sosial
kejadian luar
antara
biasa, atau
lain
bakti sosial
dengan
bagi misi
memberi
kemanusiaan
kan
;
fasilitas
pelayana membuat,
n pasien melaksanaka
tidak n, dan
mampu/ menjaga
miskin, standar
pelayana mutu
n gawat pelayanan
darurat kesehatan di
tanpa Rumah Sakit
uang sebagai
muka, acuan dalam
ambulan melayani
gratis, pasien;
pelayana menyelenggarak
n korban an rekam
bencana medis;
dan
kejadian menyediakan
luar sarana dan
biasa, prasarana
atau umum yang
bakti layak antara
sosial lain sarana
bagi misi ibadah,
kemanusi parkir, ruang
aan; tunggu,
sarana
membuat,

832
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
melaksan untuk orang
akan, cacat, wanita
dan menyusui,
menjaga anak-anak,
standar lanjut usia;
mutu melaksanakan
pelayana sistem
n rujukan;
kesehata
n di menolak
Rumah keinginan
Sakit pasien yang
sebagai bertentangan
acuan dengan
dalam standar
melayani profesi dan
pasien; etika serta
peraturan
menyelengga perundang-
rakan undangan;
rekam
medis; memberikan
informasi
menyediakan yang benar,
sarana jelas dan
dan jujur
prasaran mengenai
a umum hak dan
yang kewajiban
layak pasien;
antara
lain menghormati
sarana dan
ibadah, melindungi
parkir, hak-hak
ruang pasien;
tunggu, melaksanakan
sarana etika Rumah
untuk Sakit;
orang
cacat, memiliki sistem
wanita pencegahan
menyusui kecelakaan
, anak- dan
anak, penanggulan
lanjut

833
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
usia; gan bencana;
melaksanaka melaksanakan
n sistem program
rujukan; pemerintah
di bidang
menolak
kesehatan
keinginan
baik secara
pasien
regional
yang
maupun
bertentan
nasional;
gan
dengan membuat daftar
standar tenaga medis
profesi yang
dan etika melakukan
serta praktik
peratura kedokteran
n atau
perundan kedokteran
g- gigi dan
undanga tenaga
n; kesehatan
lainnya;
memberikan
informasi menyusun dan
yang melaksanaka
benar, n peraturan
jelas dan internal
jujur Rumah Sakit
mengenai (hospital by
hak dan laws);
kewajiba melindungi dan
n pasien; memberikan
menghormati bantuan
dan hokum bagi
melindun semua
gi hak- petugas
hak Rumah Sakit
pasien; dalam
melaksanaka
melaksanaka
n tugas; dan
n etika
Rumah memberlakukan
Sakit; seluruh
lingkungan
memiliki

834
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
sistem rumah sakit
pencegah sebagai
an kawasan
kecelakaa tanpa rokok.
n dan Pelanggaran atas
penanggu kewajiban
langan sebagaimana
bencana; dimaksud pada
melaksanaka ayat (1)
n dikenakan
program sanksi
pemerint admisnistratif
ah di Ketentuan lebih
bidang lanjut mengenai
kesehata kewajiban
n baik Rumah Sakit
secara sebagaimana
regional dimaksud pada
maupun ayat (1) dan
nasional; pengenaan
membuat sanksi
daftar administratif
tenaga sebagaimana
medis pada ayat (2)
yang diatur dengan
melakuka Peraturan
n praktik Pemerintah.
kedokter
an atau
kedokter
an gigi
dan
tenaga
kesehata
n
lainnya;
menyusun
dan
melaksan
akan
peratura
n internal
Rumah

835
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
Sakit
(hospital
by laws);
melindungi
dan
memberi
kan
bantuan
hokum
bagi
semua
petugas
Rumah
Sakit
dalam
melaksan
akan
tugas;
dan
memberlaku
kan
seluruh
lingkung
an
rumah
sakit
sebagai
kawasan
tanpa
rokok.
Pelanggaran atas
kewajiban
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)
dikenakan
sanksi
admisnistrati
f berupa:
teguran;
teguran
tertulis;

836
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
atau
denda dan
pencabut
an izin
Rumah
Sakit.
Ketentuan lebih
lanjut
mengenai
kewajiban
Rumah Sakit
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)
diatur
dengan
Peraturan
Menteri.
Pasal 40 Pasal 40
Dalam upaya Dalam upaya
peningkatan peningkatan
mutu mutu pelayanan
pelayanan Rumah Sakit
Rumah Sakit wajib dilakukan
wajib akreditasi secara
dilakukan berkala.
akreditasi Akreditasi Rumah
secara Sakit
berkala sebagaimana
menimal 3 dimaksud pada
(tiga) tahun ayat (1)
sekali. dilakukan oleh
Akreditasi Rumah suatu lembaga
Sakit independen, baik
sebagaimana dari dalam
dimaksud maupun dari
pada ayat (1) luar negeri,
dilakukan berdasarkan
oleh suatu standar
lembaga akreditasi yang
independen berlaku.
baik dari Lembaga independen

837
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
dalam sebagaimana
maupun dari dimaksud pada
luar negeri ayat (2)
berdasarkan ditetapkan oleh
standar Pemerintah
akreditasi Pusat.
yang Ketentuan lebih
berlaku. lanjut mengenai
Lembaga akreditasi
independen Rumah Sakit
sebagaimana sebagaimana
dimaksud dimaksud pada
pada ayat (2) ayat (1), dan ayat
ditetapkan (2) diatur dengan
oleh Menteri. Peraturan
Pemerintah.
Ketentuan lebih
lanjut
mengenai
akreditasi
Rumah Sakit
sebagaimana
dimaksud
pada ayat
(1), dan ayat
(2) diatur
dengan
Peraturan
Menteri.
Pasal 54 Pasal 54
Pemerintah dan Pemerintah Pusat
Pemerintah melakukan
Daerah pembinaan dan
melakukan pengawasan
pembinaan terhadap Rumah
dan Sakit dengan
pengawasan melibatkan
terhadap organisasi
Rumah Sakit profesi, asosiasi
dengan perumahsakitan,
melibatkan dan organisasi
organisasi kemasyaratan
profesi, lainnya sesuai

838
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
asosiasi dengan tugas
perumahsaki dan fungsi
tan, dan masing-masing.
organisasi Pembinaan dan
kemasyarata pengawasan
n lainnya sebagaimana
sesuai dimaksud pada
dengan tugas ayat (1)
dan fungsi diarahkan
masing-
untuk:
masing.
Pembinaan dan
pengawasan
sebagaimana pemenuhan
dimaksud kebutuhan
pada ayat (1) pelayanan
diarahkan kesehatan
untuk: yang
terjangkau
oleh
pemenuhan masyarakat;
kebutuha
n peningkatan
pelayana mutu
n pelayanan
kesehata kesehatan;
n yang keselamatan
terjangka pasien ;
u oleh
masyarak pengembangan
at; jangkauan
pelayanan;
peningkatan dan
mutu
pelayana peningkatan
n kemampuan
kesehata kemandirian
n; Rumah
Sakit.
keselamatan
pasien ; Dalam melaksanakan
tugas
pengembang pengawasan,
an Pemerintah
jangkaua Pusat
n mengangkat

839
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
pelayana tenaga pengawas
n; dan sesuai
kompetensi dan
peningkatan
keahliannya.
kemamp
uan Tenaga pengawas
kemandir sebagaimana
ian dimaksud pada
Rumah ayat (3)
Sakit. melaksanakan
pengawasan
Dalam
yang bersifat
melaksanaka
teknis medis dan
n tugas
teknis
pengawasan,
perumahsakitan.
Pemerintah
dan Dalam rangka
Pemerintah pembinaan dan
Daerah pengawasan,
mengangkat Pemerintah
tenaga Pusat
pengawas sebagaimana
sesuai dimaksud pada
kompetensi ayat (1) dan ayat
dan (2) dapat
keahliannya. mengenakan
sanksi
Tenaga pengawas
administratif
sebagaimana
dimaksud Ketentuan lebih
pada ayat (3) lanjut mengenai
melaksanaka pembinaan dan
n pengawasan
pengawasan sebagaimana
yang bersifat dimaksud pada
teknis medis ayat (1), ayat (2),
dan teknis ayat (3), ayat (4),
perumahsaki dan ayat (5)
tan. diatur dengan
Peraturan
Dalam rangka
Pemerintah.
pembinaan
dan
pengawasan
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)

840
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
dan ayat (2)
Pemerintah
dan
Pemerintah
Daerah
dapat
mengambil
tindakan
administratif
berupa:
teguran;
teguran
tertulis;
dan/atau
denda dan
pencabut
an izin.
Ketentuan lebih
lanjut
mengenai
pembinaan
dan
pengawasan
sebagaimana
dimaksud
pada ayat
(1), ayat (2),
ayat (3), ayat
(4), dan ayat
(5) diatur
dengan
Peraturan
Menteri.
Pasal 30 Pasal 30 Kewenangan yang
sebelumnya
Fasilitas Fasilitas pelayanan
merupakan
pelayanan kesehatan,
kewenangan
kesehatan, menurut jenis
Menteri
menurut pelayanannya
direformulasi
jenis terdiri atas:
menjadi
pelayananny pelayanan kewenangan
a terdiri atas: kesehatan Pemerintah.

841
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
pelayanan perseorangan Berdasarkan
kesehata ; dan Pasal 4 ayat
n (1) UUD 1945,
pelayanan
perseora maka
kesehatan
ngan; kewenangan
masyarakat.
dan dalam
Fasilitas pelayanan peraturan ini
pelayanan kesehatan akan diatur
kesehata sebagaimana lebih lanjut
n dimaksud pada dalam
masyarak ayat (1)meliputi: peraturan
at.
pelayanan pemerintah
Fasilitas yang akan
kesehatan
pelayanan mengatur
tingkat
kesehatan pendelegasian
pertama;
sebagaimana kewenangan
dimaksud pelayanan dan tanggung
pada ayat (1) kesehatan jawab ke K/L
meliputi: tingkat atau
kedua; dan pemerintah
pelayanan
kesehata pelayanan daerah
n tingkat kesehatan Penambahan
pertama; tingkat pasal karena
ketiga. fasyankes
pelayanan
kesehata Fasilitas pelayanan salah satunya
n tingkat kesehatan termasuk RS.
kedua; sebagaimana
dan dimaksud pada
ayat (1)
pelayanan dilaksanakan
kesehata oleh pihak
n tingkat Pemerintah,
ketiga. pemerintah
Fasilitas daerah, dan
pelayanan swasta.
kesehatan Setiap fasilitas
sebagaimana pelayanan
dimaksud kesehatan wajib
pada ayat (1) memiliki
dilaksanakan perizinan
oleh pihak berusaha dari
Pemerintah, Pemerintah
pemerintah Pusat.
daerah, dan

842
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
swasta.
Ketentuan
persyaratan
fasilitas
pelayanan
kesehatan
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (2)
dan ayat (3)
ditetapkan
oleh
Pemerintah
sesuai
ketentuan
yang
berlaku.
Ketentuan
perizinan
fasilitas
pelayanan
kesehatan
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (2)
dan ayat (3)
ditetapkan
oleh
Pemerintah
dan
pemerintah
daerah.
Pasal 35 Pasal 35
Pemerintah Ketentuan lebih
daerah dapat lanjut mengenai
menentukan fasilitas pelayanan
jumlah dan kesehatan dan
jenis fasilitas Perizinan Berusaha
pelayanan diatur dengan
kesehatan Peraturan
serta Pemerintah.
pemberian

843
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
izin
beroperasi di
daerahnya.
Penentuan
jumlah dan
jenis fasilitas
pelayanan
kesehatan
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)
dilakukan
oleh
pemerintah
daerah
dengan
mempertimb
angkan:
luas wilayah;
kebutuhan
kesehata
n;
jumlah dan
persebara
n
pendudu
k;
pola
penyakit;
pemanfaatan
nya;
fungsi sosial;
dan
kemampuan
dalam
memanfa
atkan
teknologi.
Ketentuan
mengenai
jumlah dan

844
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
jenis fasilitas
pelayanan
kesehatan
serta
pemberian
izin
beroperasi
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)
berlaku juga
untuk
fasilitas
pelayanan
kesehatan
asing.
Ketentuan
mengenai
jumlah dan
jenis fasilitas
pelayanan
kesehatan
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (2)
tidak berlaku
untuk jenis
rumah sakit
khusus
karantina,
penelitian,
dan asilum.
Ketentuan lebih
lanjut
mengenai
penyelenggar
aan fasilitas
pelayanan
kesehatan
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)
dan ayat (2)
diatur

845
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
dengan
Peraturan
Pemerintah.
Pasal 60 Pasal 60
Setiap orang yang Setiap orang yang
melakukan melakukan
pelayanan pelayanan
kesehatan kesehatan
tradisional tradisional yang
yang menggunakan
menggunaka alat dan
n alat dan teknologi wajib
teknologi memenuhi
harus perizinan
mendapat berusaha dari
izin dari Pemerintah
lembaga Pusat.
kesehatan Ketentuan lebih
yang lanjut mengenai
berwenang. perizinan
Penggunaan alat berusaha
dan teknologi sebagaimana
sebagaimana dimaksud pada
dimaksud ayat (1) diatur
pada ayat (1) dengan
harus dapat Peraturan
dipertanggun Pemerintah
gjawabkan
manfaat dan
keamananny
a serta tidak
bertentangan
dengan
norma
agama dan
kebudayaan
masyarakat.

Pasal 106 Pasal 106 Penyeragaman


Sediaan farmasi Setiap orang yang konsepsi

846
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
dan alat memproduksi perizinan
kesehatan dan/atau berusaha.
hanya dapat mengedarkan Kewenangan yang
diedarkan sediaan farmasi sebelumnya
setelah dan alat merupakan
mendapat kesehatan kewenangan
izin edar. harus Menteri
memenuhi
Penandaan dan direformulasi
Perizinan
informasi menjadi
Berusaha dari
sediaan kewenangan
Pemerintah
farmasi dan Pemerintah.
pusat.
alat Berdasarkan
kesehatan Sediaan farmasi dan Pasal 4 ayat
harus alat kesehatan (1) UUD 1945,
memenuhi hanya dapat maka
persyaratan diedarkan kewenangan
objektivitas setelah dalam
dan memenuhi peraturan ini
kelengkapan perizinan akan diatur
serta tidak berusaha dari lebih lanjut
menyesatkan Pemerintah dalam
. Pusat.
peraturan
Pemerintah Pemerintah pemerintah
berwenang berwenang yang akan
mencabut mencabut mengatur
izin edar dan perizinan pendelegasian
memerintahk berusaha dan kewenangan
an penarikan memerintahkan dan tanggung
dari penarikan dari jawab ke K/L
peredaran peredaran atau
sediaan sediaan farmasi pemerintah
farmasi dan dan alat daerah.
alat kesehatan yang
kesehatan telah
yang telah memperoleh
memperoleh perizinan
izin edar, berusaha, yang
yang terbukti tidak
kemudian memenuhi
terbukti persyaratan
tidak mutu dan/atau
memenuhi keamanan
persyaratan dan/atau
mutu kemanfaatan,

847
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
dan/atau dapat disita dan
keamanan dimusnahkan
dan/atau sesuai dengan
kemanfaatan ketentuan
, dapat disita peraturan
dan perundang-
dimusnahka undangan.
n sesuai Ketentuan lebih
dengan lanjut mengenai
ketentuan
perizinan
peraturan berusaha
perundang- sebagaimana
undangan. dimaksud pada
ayat (1) dan
ayat (2) diatur
dengan
Peraturan
Pemerintah
Pasal 111 Pasal 111
Makanan dan Makanan dan
minuman minuman yang
yang dipergunakan
dipergunaka untuk
n untuk masyarakat
masyarakat harus
harus didasarkan
didasarkan pada standar
pada standar dan/atau
dan/atau persyaratan
persyaratan kesehatan.
kesehatan. Makanan dan
Makanan dan minuman
minuman hanya dapat
hanya dapat diedarkan
diedarkan setelah
setelah memenuhi
mendapat perizinan
izin edar berusaha dari
sesuai Pemerintah
dengan Pusat.
ketentuan Makanan dan
peraturan minuman yang

848
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
perundang- tidak
undangan. memenuhi
ketentuan
Setiap makanan
standar,
dan
persyaratan
minuman
kesehatan,
yang
dan/atau
dikemas
membahayakan
wajib diberi
kesehatan
tanda atau
sebagaimana
label yang
dimaksud pada
berisi:
ayat (1) dilarang
Nama untuk
produk; diedarkan,
Daftar bahan ditarik dari
yang peredaran,
digunaka dicabut
n; perizinan
Berat bersih berusaha dan
atau isi disita untuk
bersih; dimusnahkan
Nama dan sesuai dengan
alamat ketentuan
pihak peraturan
yang perundang-
memprod undangan.
uksi atau
memasuk Ketentuan lebih
lanjut mengenai
an
perizinan
makanan
berusaha
dan
sebagaimana
minuman
dimaksud pada
kedalam
ayat (2) dan
wilayah
ayat (3) diatur
Indonesia
dengan
; dan
Peraturan
Tanggal,
Pemerintah.
bulan
dan
tahun
kadaluwa
rsa.
Pemberian tanda
atau label

849
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)
harus
dilakukan
secara benar
dan akurat.
Ketentuan lebih
lanjut
mengenai
tata cara
pemberian
label
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (3)
dilakukan
sesuai
dengan
ketentuan
peraturan
perundang-
undangan.
Makanan dan
minuman
yang tidak
memenuhi
ketentuan
standar,
persyaratan
kesehatan,
dan/atau
membahayak
an kesehatan
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)
dilarang
untuk
diedarkan,
ditarik dari
peredaran,
dicabut izin
edar dan

850
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
disita untuk
dimusnahka
n sesuai
dengan
ketentuan
peraturan
perundang-
undangan.

Pasal 182 Pasal 182 Penyeragaman


konsepsi
Menteri Pemerintah Pusat
perizinan
melakukan melakukan
berusaha.
pengawasan pengawasan
terhadap terhadap Kewenangan yang
masyarakat dan masyarakat dan sebelumnya
setiap setiap merupakan
penyelenggara penyelenggara kewenangan
kegiatan yang kegiatan yang Menteri
berhubungan berhubungan direformulasi
dengan sumber dengan sumber menjadi
daya di bidang daya di bidang kewenangan
kesehatan dan kesehatan dan Pemerintah.
upaya upaya Berdasarkan
kesehatan. kesehatan. Pasal 4 ayat
Menteri dalam Pemerintah Pusat (1) UUD 1945,
melakukan dalam maka
pengawasan melakukan kewenangan
dapat pengawasan dalam
memberikan izin dapat peraturan ini
terhadap setiap memberikan akan diatur
penyelengaraan perizinan lebih lanjut
upaya berusaha dalam
kesehatan. terhadap setiap peraturan
penyelengaraan pemerintah
Menteri dalam
upaya yang akan
melaksanakan
kesehatan. mengatur
pengawasan
pendelegasian
sebagaimana Pemerintah Pusat
kewenangan
dimaksud pada dalam
dan tanggung
ayat (1) dan ayat melaksanakan
jawab ke K/L
(2) dapat pengawasan
atau
mendelegasikan mengikut
kepada lembaga sertakan pemerintah

851
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
pemerintah non masyarakat. daerah
kementerian,
kepala dinas di
provinsi, dan
kabupaten/kota
yang tugas
pokok dan
fungsinya di
bidang
kesehatan.
Menteri dalam
melaksanakan
pengawasan
mengikutsertaka
n masyarakat.

i. Perizinan Sektor Pariwisata


Perubahan dilakukan pada perizinan sektor pariwisata,
dengan mengubah konsepsi kegiatan usaha dari berbasis izin
(license approach) menjadi penerapan standar dan berbasis
risiko (Risk-Based Approach/RBA). Izin hanya untuk kegiatan
usaha yang memiliki risiko tinggi terhadap: kesehatan
(health), keselamatan (safety), dan lingkungan (environment)
serta kegiatan pengelolaan sumber daya alam. Kegiatan
usaha dengan risiko rendah hanya mendaftarkan, sedangkan
kegiatan usaha dengan risiko menengah menggunakan
standar dimana penilaian standar (comply) dilakukan oleh
profesi bersertifikat.
Adapun jenis usaha pariwisata ditetapkan dalam Peraturan
Pemerintah. Sebagian besar perizinan usaha di sektor
pariwisata sudah masuk ke OSS, kecuali perizinan lintas
provinsi. Ketentuan perizinan berusaha (pendaftaran,
standar, izin) akan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Penghapusan ketentuan mengenai pendaftaran, pencatatan,

852
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

dan pendataan pendaftaran usaha pariwisata oleh Pemerintah


Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota karena sudah
diatur dalam OSS. Memberikan kesempatan kepada Badan
Usaha Milik Negara (BUMN) untuk mengelola secara
professional potensi pariwisata dari cagar budaya seperti
Borobudur dan Prambanan. Perizinan Sektor Pariwisata
terdiri atas dua Undang-Undang, yaitu:
1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang
Kepariwisataan
2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar
Budaya

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan
Pasal 14 Pasal 14 Pengaturan eksisting
memberi kewenangan
Usaha pariwisata Usaha pariwisata paling
yang tidak terbatas
meliputi, sedikit meliputi:
kepada Menteri
antara lain: daya tarik wisata; untuk mengatur
daya tarik produk izin,
kawasan pariwisata;
wisata; persyaratan, dan tata
jasa transportasi kelola perizinan. Hal
kawasan wisata; tersebut berpotensi
pariwisata;
jasa perjalanan wisata; memunculkan
jasa komplikasi dalam
transportasi jasa makanan dan
perizinan berusaha di
wisata; minuman;
bidang pariwisata.
jasa penyediaan komodasi; Untuk kewenangan
perjalanan penyelenggaraan Menteri perlu dibatasi
wisata; kegiatan hiburan pada penetapan
dan rekreasi; standard dan kriteria.
jasa
Bahwa prinsip
makanan penyelenggaraan omnibus law
dan pertemuan, mengembalikan
minuman; perjalanan kewenangan kepada
insentif, Presiden.
penyediaan konferensi,dan
akomodasi; pameran;
penyelenggar jasa infomrasi
aan

853
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
kegiatan pariwisata;
hiburan jasa konsultasi
dan pariwisata;
rekreasi; wisata tirta; dan
penyelenggar spa
aan
Ketentuan lebih lanjut
mengenai usaha
perte pariwisata selain
muan, sebagaimana
perjal dimaksud pada ayat
anan (1) diatur dengan
insentif, Peraturan Pemerintah.
konfer
ensi,
dan
pameran;
jasa
informasi
pariwisata; j.
jasa
konsultan
pariwisata;
k. jasa
pramuwisata
;
wisata tirta;
dan
spa.
Usaha pariwisata
selain
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)
diatur
dengan
Peraturan
Menteri.
Pasal 15 Pasal 15 Mekanisme
pendaftaran berusaha
Untuk dapat Untuk dapat
dinilai tidak
menyelengg menyelenggarakan

854
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
arakan usaha pariwisata substantif. Dengan
usaha sebagaimana konsep pengaturan
pariwisata dimaksud dalam dalam PP 24/2018
sebagaima Pasal 14, pengusaha menegaskan bahwa
na pariwisata wajib tidak ada lagi
dimaksud memenuhi Perizinan mekanisme perizinan
dalam Berusaha dari dan produk izin
Pasal 14, Pemerintah Pusat. diluar apa yang
pengusaha ditetapkan dalam PP.
Ketentuan lebih lanjut
pariwisata
mengenai Perizinan
wajib Berusaha
mendaftark sebagaimana
an dimaksud pada ayat
usahanya (1) diatur dengan
terlebih Peraturan Pemerintah.
dahulu
kepada
Pemerintah
atau
Pemerintah
Daerah.
Ketentuan
lebih lanjut
mengenai
tata cara
pendaftara
n
sebagaima
na
dimaksud
pada ayat
(1) diatur
dengan
Peraturan
Menteri.
Pasal 16 Pasal 16
Pemerintah atau Dicabut dan dinyatakan
Pemerintah tidak ber
Daerah dapat
menunda atau
meninjau
kembali
pendaftaran

855
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
usaha
pariwisata
apabila tidak
sesuai dengan
ketentuan tata
cara
sebagaimana
dimaksud dalam
Pasal 15.
Pasal 26 Pasal 26
Setiap Setiap pengusaha
pengusaha pariwisata
pariwisata berkewajiban:
berkewajiban: menjaga dan
menjaga dan menghormati
menghormati norma agama, adat
norma istiadat, budaya,
agama, adat dan nilai-nilai yang
istiadat, hidup dalam
budaya, dan masyarakat
nilai-nilai setempat;
yang hidup memberikan informasi
dalam yang akurat dan
masyarakat bertanggung
setempat; jawab;
memberikan memberikan
informasi pelayanan yang
yang akurat tidak diskriminatif;
dan
bertanggung memberikan
jawab; kenyamanan,
keramahan,
memberikan perlindungan
pelayanan keamanan, dan
yang tidak keselamatan
diskriminatif; wisatawan;
memberikan memberikan
kenyamanan, perlindungan
keramahan, asuransi pada
perlindungan usaha pariwisata
keamanan, dengan kegiatan
dan yang berisiko
keselamatan

856
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
wisatawan; tinggi;
memberikan mengembangkan
perlindungan kemitraan dengan
asuransi usaha mikro, kecil,
pada usaha dan koperasi
pariwisata setempat yang
dengan saling
kegiatan memerlukan,
yang berisiko memperkuat, dan
tinggi; menguntungkan;
mengembangka mengutamakan
n kemitraan penggunaan
dengan produk
usaha mikro, masyarakat
kecil, dan setempat, produk
koperasi dalam negeri, dan
setempat memberikan
yang saling kesempatan
memerlukan, kepada tenaga
memperkuat, kerja lokal;
dan meningkatkan
menguntung kompetensi tenaga
kan; kerja melalui
mengutamakan pelatihan dan
penggunaan pendidikan;
produk berperan aktif dalam
masyarakat upaya
setempat, pengembangan
produk prasarana dan
dalam negeri, program
dan pemberdayaan
memberikan masyarakat;
kesempatan
kepada turut serta
tenaga kerja mencegah segala
lokal; bentuk perbuatan
yang melanggar
meningkatkan kesusilaan dan
kompetensi kegiatan yang
tenaga kerja melanggar hukum
melalui di lingkungan
pelatihan dan tempat usahanya;
pendidikan;
memelihara

857
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
berperan aktif lingkungan yang
dalam upaya sehat, bersih, dan
pengembanga asri;
n prasarana memelihara
dan program kelestarian
pemberdayaa lingkungan alam
n dan budaya;
masyarakat;
menjaga citra negara
turut serta dan bangsa
mencegah Indonesia melalui
segala kegiatan usaha
bentuk kepariwisataan
perbuatan secara
yang bertanggung
melanggar jawab; dan
kesusilaan
dan kegiatan memenuhi Perizinan
yang Berusaha dari
melanggar Pemerintah Pusat.
hukum di Ketentuan lebih lanjut
lingkungan mengenai Perizinan
tempat Berusaha
usahanya; sebagaimana
memelihara dimaksud pada ayat
lingkungan (1) huruf n diatur
yang sehat, dengan Peraturan
bersih, dan Pemerintah.
asri;
memelihara
kelestarian
lingkungan
alam dan
budaya;
menjaga citra
negara dan
bangsa
Indonesia
melalui
kegiatan
usaha
kepariwisata
an secara
bertanggung

858
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
jawab; dan
menerapkan
standar
usaha dan
standar
kompetensi
sesuai
dengan
ketentuan
peraturan
perundang-
undangan.
Pasal 29 Pasal 29 karena sudah diatur
Pemerintah Dicabut dan dinyatakan dalam OSS, sehingga
sudah tercatat,
provinsi tidak berlaku.
terdaftar, dan terdata.
berwenang:
menyusun dan
menetapkan
rencana
induk
pembanguna
n
kepariwisata
an provinsi;
mengoordinasik
an
penyelenggar
aan
kepariwisata
an di
wilayahnya;
melaksanakan
pendaftaran,
pencatatan,
dan
pendataan
pendaftaran
usaha
pariwisata;
menetapkan
destinasi

859
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
pariwisata
provinsi;
menetapkan
daya tarik
wisata
provinsi;
memfasilitasi
promosi
destinasi
pariwisata
dan produk
pariwisata
yang berada
di
wilayahnya;
memelihara aset
provinsi yang
menjadi daya
tarik wisata
provinsi; dan
mengalokasikan
anggaran
kepariwisata
an.

Pasal 30 Pasal 30 karena sudah diatur


Pemerintah Dicabut dan dinyatakan dalam OSS, sehingga
sudah tercatat,
kabupaten/ tidak berlaku
terdaftar, dan terdata.
kota
berwenang:
menyusun dan
menetapkan
rencana
induk
pembanguna
n
kepariwisata
an
kabupaten/k
ota;

860
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
menetapkan
destinasi
pariwisata
kabupaten/k
ota;
menetapkan
daya tarik
wisata
kabupaten/k
ota;
melaksanakan
pendaftaran,
pencatatan,
dan
pendataan
pendaftaran
usaha
pariwisata;
mengatur
penyelenggar
aan dan
pengelolaan
kepariwisata
an di
wilayahnya;
memfasilitasi
dan
melakukan
promosi
destinasi
pariwisata
dan produk
pariwisata
yang berada
di
wilayahnya;
memfasilitasi
pengembanga
n daya tarik
wisata baru;
menyelenggarak
an pelatihan

861
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
dan
penelitian
kepariwisata
an dalam
lingkup
kabupaten/k
ota;
memelihara dan
melestarikan
daya tarik
wisata yang
berada di
wilayahnya;
menyelenggarak
an bimbingan
masyarakat
sadar wisata;
dan
mengalokasikan
anggaran
kepariwisata
an.
Pasal 54 Pasal 54 Standar usaha bidang
pariwisata sudah
Produk, Produk, pelayanan, dan
diatur dalam PP
pelayanan, pengelolaan usaha
24/2018.
dan pariwisata memiliki
pengelolaa standar usaha. Standar adalah
n usaha standar minimal
Standar usaha
pariwisata dengan acuan K3L.
sebagaimana
memiliki dimaksud pada ayat
standar (1) dilakukan dengan
usaha. memenuhi ketentuan
Standar usaha Perizinan Berusaha
sebagaima dari Pemerintah
na Pusat.
dimaksud Ketentuan lebih lanjut
pada ayat mengenai Perizinan
(1) Berusaha
dilakukan sebagaimana
melalui dimaksud pada ayat
sertifikasi (1) dan ayat (2) diatur

862
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
usaha. dengan Peraturan
Pemerintah.
Sertifikasi
usaha
sebagaima
na
dimaksud
pada ayat
(2)
dilakukan
oleh
lembaga
mandiri
yang
berwenang
sesuai
dengan
ketentuan
peraturan
perundang-
undangan.
Pasal 56 Pasal 56
Pengusaha
pariwisata Dicabut dan dinyatakan
dapat tidak berlaku
mempekerja
kan tenaga
kerja ahli
warga
negara
asing sesuai
dengan
ketentuan
peraturan
perundang-
undangan.
Tenaga kerja
ahli warga
negara
asing
sebagaiman
a dimaksud
pada ayat

863
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
(1) terlebih
dahulu
mendapat
rekomendas
i dari
organisasi
asosiasi
pekerja
profesional
kepariwisat
aan
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya
1. Pasal 97 Pasal 97 Sudah terdapat
Cagar Budaya yang
Pemerintah dan Pemerintah Pusat dan
dikelola BUMN;
Pemerintah Pemerintah Daerah
Meningkatkan
Daerah memfasilitasi
efisiensi dalam
memfasilitasi pengelolaan Kawasan
pengelolaan Cagar
pengelolaan Cagar Budaya.
Budaya (tidak
Kawasan Pengelolaan kawasan
membebani APBN);
Cagar sebagaimana dimaksud
Akuntabilitas
Budaya. pada ayat (1) dilakukan
pemisahan fungsi
Pengelolaan tidak bertentangan
regulator dan
kawasan dengan kepentingan
operator;
sebagaimana masyarakat terhadap
Sudah ada presedem
dimaksud Cagar Budaya dan
BUMN PT TWC
pada ayat (1) kehidupan sosial.
sebagai Badan
dilakukan Pengelolaan kawasan
pengelola yang
tidak sebagaimana dimaksud
sejak tahun 1980
bertentangan pada ayat (1) dilakukan
melakukan
dengan oleh badan pengelola
pengelolaan Zona 2
kepentingan yang dibentuk oleh
TWC Borobudur
masyarakat Pemerintah Pusat,
dan Prambanan.
terhadap Pemerintah Daerah,
Cagar dan/atau masyarakat
Budaya dan hukum adat.
kehidupan Badan Pengelola
sosial. sebagaimana dimaksud
Pengelolaan pada ayat (3) dapat
Kawasan terdiri atas unsur
Cagar Pemerintah pusat
Budaya dan/atau Pemerintah
sebagaimana Daerah, Badan Usaha
dimaksud Milik Negara, Badan

864
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
pada ayat (1) Usaha Milik Daerah,
dilakukan dunia usaha, dan
oleh badan masyarakat.
pengelola Ketentuan lebih lanjut
yang mengenai Pengelolaan
dibentuk Cagar Budaya diatur
oleh dalam Peraturan
Pemerintah, Pemerintah.
Pemerintah
Daerah,
dan/atau
masyarakat
hukum adat.
Badan Pengelola
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (3)
dapat terdiri
atas unsur
Pemerintah
dan/atau
Pemerintah
Daerah,
dunia usaha,
dan
masyarakat.
Ketentuan lebih
lanjut
mengenai
Pengelolaan
Cagar
Budaya
diatur dalam
Peraturan
Pemerintah.

j. Perizinan Sektor Pendidikan


Perubahan perizinan sektor Pendidikan, dilakukan dengan
penerapan Risk Based Approach (RBA). Perizinan Sektor
Pendidikan terdiri atas tujuh Undang-Undang, yaitu:
1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional

865
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

2) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan


Tinggi
3) Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2009 tentang Perfilman
4) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar
Budaya
5) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan
Dosen
6) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2019 tentang Kebidanan
7) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2013 tentang Sistem
Pendidikan Kedokteran

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional
Pasal 35 Pasal 35
Standar nasional Standar nasional
pendidikan pendidikan terdiri
terdiri atas atas standar isi,
standar isi, proses, kompetensi
proses, lulusan, tenaga
kompetensi kependidikan, sarana
lulusan, dan prasarana,
tenaga pengelolaan,
kependidikan, pembiayaan, dan
sarana dan penilaian pendidikan
prasarana, yang harus
pengelolaan, ditingkatkan secara
pembiayaan, berencana dan
dan penilaian berkala.
pendidikan Standar nasional
yang harus pendidikan
ditingkatkan digunakan sebagai
secara acuan pengembangan
berencana kurikulum, tenaga
dan berkala. kependidikan, sarana
Standar nasional dan prasarana,
pendidikan pengelolaan, dan
digunakan pembiayaan.
sebagai Pengembangan standar
acuan

866
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
pengembanga nasional pendidikan
n kurikulum, serta pemantauan
tenaga dan pelaporan
kependidikan, pencapaiannya
sarana dan secara nasional
prasarana, dilaksanakan oleh
pengelolaan, suatu badan
dan standardisasi,
pembiayaan. penjaminan, dan
pengendalian mutu
Pengembangan
pendidikan.
standar
nasional Selain standar nasional
pendidikan pendidikan
serta sebagaimana
pemantauan dimaksud pada ayat
dan (1), pendidikan tinggi
pelaporan juga harus memiliki
pencapaianny standar penelitian
a secara dan standar
nasional pengabdian kepada
dilaksanakan masyarakat.
oleh suatu
Ketentuan lebih lanjut
badan mengenai standar
standardisasi, nasional pendidikan
penjaminan, sebagaimana
dan dimaksud dalam ayat
pengendalian (1), ayat (2), ayat (3),
mutu dan ayat (4) diatur
pendidikan. dengan Peraturan
Ketentuan Pemerintah.
mengenai
standar
nasional
pendidikan
sebagaimana
dimaksud
dalam ayat
(1), ayat (2),
dan ayat (3)
diatur lebih
lanjut dengan
Peraturan
Pemerintah.

867
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
Pasal 51 Pasal 51
Pengelolaan Pengelolaan satuan
satuan pendidikan formal
pendidikan dilakukan oleh
anak usia Pemerintah Pusat,
dini, Pemerintah Daerah,
pendidikan dan/atau
dasar, dan masyarakat.
pendidikan
Pengelolaan satuan
menengah pendidikan anak usia
dilaksanakan dini, pendidikan
berdasarkan dasar, dan
standar pendidikan
pelayanan
menengah
minimal dilaksanakan
dengan berdasarkan standar
prinsip pelayanan minimal
manajemen dengan prinsip
berbasis manajemen berbasis
sekolah/madr sekolah/madrasah.
asah.
Pengelolaan satuan
Pengelolaan pendidikan tinggi
satuan dilaksanakan
pendidikan berdasarkan prinsip
tinggi otonomi,
dilaksanakan akuntabilitas,
berdasarkan jaminan mutu, dan
prinsip evaluasi yang
otonomi, transparan.
akuntabilitas,
jaminan Ketentuan lebih lanjut
mutu, dan mengenai
evaluasi yang pengelolaan satuan
transparan. pendidikan
sebagaimana
Ketentuan dimaksud dalam ayat
mengenai (1), ayat (2), dan ayat
pengelolaan (3) diatur dengan
satuan Peraturan
pendidikan Pemerintah.
sebagaimana
dimaksud
dalam ayat (1)
dan ayat (2)

868
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
diatur lebih
lanjut dengan
Peraturan
Pemerintah.
Pasal 53 Pasal 53 Ayat (1) hanya
mengatur didirikan
Penyelenggara Penyelenggara satuan
formal oleh masyarakat,
dan/atau pendidikan
bukan oleh
satuan dan nonformal yang
pemerintah.
pendidikan didirikan oleh
formal yang masyarakat Ayat (3) tidak jadi
didirikan oleh berbentuk badan dihapus, namun
Pemerintah hukum pendidikan. ditambahkan kata
atau “dapat” untuk
Badan hukum
masyarakat menjadi norma
pendidikan
berbentuk fakultatif serta
sebagaimana
badan hukum dimaksud dalam ayat mengakomodir
pendidikan. berfungsi satuan pendidikan
(1)
yang sudah
Badan hukum memberikan
berbentuk yayasan
pendidikan pelayanan
kepada dan non-yayasan,
sebagaimana pendidikan
seperti Perkumpulan
dimaksud peserta didik.
Muhammadiyah.
dalam ayat (1) Badan hukum
berfungsi pendidikan
memberikan sebagaimana
pelayanan dimaksud dalam ayat
pendidikan
(1) dapat berprinsip
kepada nirlaba dan dapat
peserta didik. mengelola dana
Badan hukum secara mandiri untuk
pendidikan memajukan satuan
sebagaimana pendidikan.
dimaksud Ketentuan lebih lanjut
dalam ayat (1)
mengenai badan
berprinsip hukum pendidikan
nirlaba dan diatur dengan
dapat Peraturan
mengelola Pemerintah
dana secara
mandiri
untuk
memajukan
satuan

869
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
pendidikan.
Ketentuan
tentang
badan hukum
pendidikan
diatur dengan
Undang-
undang
tersendiri
Pasal 62 Pasal 62 Banyak sub perizinan
satuan pendidikan
Setiap satuan Penyelenggaraan satuan
yang diatur dalam
pendidikan pendidikan formal
Peraturan Menteri
formal dan dan nonformal yang
terkait dan belum
nonformal diselenggarakan oleh
terpusat satu pintu.
yang masyarakat wajib
Izin satuan
didirikan memenuhi Perizinan
pendidikan bersifat
wajib Berusaha dari
administratif
memperoleh Pemerintah Pusat.
izin Syarat untuk
Pemerintah memperoleh Potensi Implikasi
atau
perizinan berusaha (NA):
Pemerintah meliputi isi
Daerah. efisiensi Perizinan
pendidikan, jumlah Berusaha setiap
Syarat-syarat dan kualifikasi satuan pendidikan
untuk pendidik dan tenaga formal dan nonformal
memperoleh kependidikan, sarana terpusat ke
izin meliputi dan prasarana pemerintah. Hal ini
isi pendidikan, menghemat waktu
pendidikan, pembiayaan dan biaya. Diatur
jumlah dan pendidikan, sistem lebih lanjut dalam
kualifikasi evaluasi dan Peraturan
pendidik dan sertifikasi, serta Pemerintah.
tenaga manajemen dan
kependidikan, proses pendidikan.
sarana dan Konskuensi dengan
Pemerintah Pusat
prasarana ayat (3) bertentangan
menerbitkan atau
pendidikan, dengan kewenangan
mencabut Perizinan
pembiayaan pemerintah pusat
Berusaha terkait
pendidikan, dalam lampiran
pendirian satuan
sistem konkuren
pendidikan yang
evaluasi dan diselenggarakan oleh
sertifikasi, masyarakat

870
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
serta sebagaimana Akan diatur dalam
manajemen dimaksud pada ayat peraturan pemerintah
dan proses (1) sesuai dengan
pendidikan. ketentuan peraturan
perundang-undangan Dalam ayat (5) tidak
Pemerintah atau tepat jika
Pemerintah menyebutkan
Daerah Ketentuan lebih lanjut ‘berbasis risiko’
memberi atau mengenai Perizinan dimana pada ayat (1)
mencabut izin Berusaha terkait sampai dengan ayat
pendirian satuan pendidikan (4a) tidak
satuan formal dan non menyebutkan kata
pendidikan formal yang berbasis risiko sama
sesuai diselenggarakan oleh sekali.
dengan masyarakat diatur
peraturan dengan Peraturan
perundang- Pemerintah
undangan
yang berlaku.
Pasal 65 Pasal 65 Kata ‘wajib
bekerjasama’ diubah
Lembaga Lembaga pendidikan
menjadi ‘dapat
pendidikan asing dapat
bekerjasama’ agar
asing yang menyelenggarakan
memberikan
terakreditasi pendidikan di
kesempatan yang
atau yang wilayah Negara
lebih luas untuk
diakui di Kesatuan Republik
investasi di
negaranya Indonesia sesuai
Indonesia, serta
dapat dengan ketentuan
mengantisipasi
menyelenggar peraturan
keberadaan SPK yang
akan perundang-
sudah ada di
pendidikan di undangan.
Indonesia yang
wilayah Lembaga pendidikan bekerjasama.
Negara asing pada tingkat
Kesatuan pendidikan dasar dan
Republik menengah wajib
Indonesia memberikan muatan
sesuai pendidikan agama,
dengan bahasa Indonesia,
peraturan dan
perundangun kewarganegaraan
dangan yang bagi peserta didik
berlaku. Warga Negara
Lembaga Indonesia

871
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
pendidikan
asing pada Kegiatan pendidikan
tingkat yang menggunakan
pendidikan sistem pendidikan
dasar dan negara lain yang
menengah diselenggarakan di
wajib wilayah Negara
memberikan Kesatuan Republik
pendidikan Indonesia dilakukan
agama dan
sesuai dengan
kewarganegar ketentuan peraturan
aan bagi perundang-undangan
peserta didik
Warga Negara Ketentuan mengenai
Indonesia. penyelenggaraan
pendidikan asing
Penyelenggaraan sebagaimana
pendidikan dimaksud dalam ayat
asing wajib (1), ayat (2), dan ayat
bekerja sama (4) diatur lebih lanjut
dengan dengan Peraturan
lembaga Pemerintah
pendidikan di
wilayah
Negara
Kesatuan
Republik
Indonesia
dengan
mengikutsert
akan tenaga
pendidik dan
pengelola
Warga Negara
Indonesia.
Kegiatan
pendidikan
yang
menggunakan
sistem
pendidikan
negara lain
yang
diselenggarak
an di wilayah

872
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
Negara
Kesatuan
Republik
Indonesia
dilakukan
sesuai
dengan
peraturan
perundang-
undangan
yang berlaku.
Ketentuan
mengenai
penyelenggar
aan
pendidikan
asing
sebagaimana
dimaksud
dalam ayat
(1), ayat (2),
ayat (3), dan
ayat (4) diatur
lebih lanjut
dengan
Peraturan
Pemerintah.
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi
Pasal 1 angka 2 Pasal 1 angka 2 Pendidikan Tinggi di
Indonesia perlu
untuk dikembangkan
Pendidikan Tinggi Pendidikan Tinggi adalah secara luas, sehingga
adalah jenjang jenjang pendidikan mampu memiliki
pendidikan setelah pendidikan daya saing global.
setelah menengah yang
pendidikan mencakup program
menengah yang diploma, program Hal tersebut secara
mencakup sarjana, program tidak langsung akan
program diploma, magister, program meningkatkan
program sarjana, doktor, dan program kualitas pendidikan
program profesi, serta program tinggi di Indonesia
magister, spesialis, yang serta menarik peserta
program doktor, diselenggarakan oleh didik asing untuk

873
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
dan program perguruan tinggi. ikut hadir mencari
profesi, serta dan mengembangkan
program ilmu di Indonesia.
spesialis, yang
diselenggarakan
oleh perguruan Pemerintah atau
tinggi pihak asing dapat
berdasarkan memberikan suntikan
kebudayaan permodalan bagi
bangsa Indonesia. pendidikan tinggi di
Indonesia.
Pasal 7 Pasal 7
Menteri Pemerintah Pusat
bertanggung bertanggung jawab
jawab atas atas penyelenggaraan
penyelenggar Pendidikan Tinggi.
aan Tanggung jawab
Pendidikan Pemerintah Pusat
Tinggi. atas penyelenggaraan
Tanggung jawab Pendidikan Tinggi
Menteri atas sebagaimana
penyelenggar dimaksud pada ayat
aan (1) mencakup
Pendidikan pengaturan,
Tinggi perencanaan,
sebagaimana pengawasan,
dimaksud pemantauan, dan
pada ayat (1) evaluasi serta
mencakup pembinaan dan
pengaturan, koordinasi.
perencanaan, Tugas dan wewenang
pengawasan, Pemerintah Pusat
pemantauan, atas penyelenggaraan
dan evaluasi Pendidikan Tinggi
serta meliputi:
pembinaan
dan kebijakan umum
koordinasi. dalam
pengembangan
Tugas dan dan koordinasi
wewenang Pendidikan
Menteri atas Tinggi sebagai
penyelenggar bagian dari
aan

874
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
Pendidikan sistem
Tinggi pendidikan
meliputi: nasional untuk
mewujudkan
kebijakan
tujuan
umum
Pendidikan
dalam
Tinggi;
pengemb
angan penetapan kebijakan
dan umum nasional
koordinas dan penyusunan
i rencana
Pendidika pengembangan
n Tinggi jangka panjang,
sebagai menengah, dan
bagian tahunan
dari Pendidikan
sistem Tinggi yang
pendidika berkelanjutan;
n peningkatan
nasional penjaminan
untuk mutu, relevansi,
mewujud
keterjangkauan,
kan pemerataan yang
tujuan berkeadilan, dan
Pendidika akses Pendidikan
n Tinggi; Tinggi secara
penetapan berkelanjutan;
kebijakan pemantapan dan
umum peningkatan
nasional kapasitas
dan pengelolaan
penyusu akademik dan
nan pengelolaan
rencana sumber daya
pengemb Perguruan
angan Tinggi;
jangka
panjang, pemberian dan
menenga pencabutan
h, dan perizinan
tahunan berusaha yang
Pendidika berkaitan dengan
n Tinggi penyelenggaraan
yang

875
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
berkelanj Perguruan Tinggi
utan; kebijakan umum
peningkatan dalam
penjamin penghimpunan
an mutu, dan
relevansi, pendayagunaan
keterjang seluruh potensi
kauan, masyarakat
pemerata untuk
an yang mengembangkan
berkeadil Pendidikan
an, dan Tinggi;
akses pembentukan
Pendidika dewan, majelis,
n Tinggi komisi,
secara dan/atau
berkelanj konsorsium yang
utan; melibatkan
pemantapan Masyarakat
dan untuk
peningka merumuskan
tan kebijakan
kapasitas pengembangan
pengelola Pendidikan
an Tinggi; dan
akademik pelaksanaan tugas
dan lain untuk
pengelola menjamin
an pengembangan
sumber dan pencapaian
daya tujuan
Pergurua Pendidikan
n Tinggi; Tinggi.
pemberian
dan
pencabut
an izin Dihapus.
yang
berkaitan
dengan Ketentuan lebih lanjut
penyelen mengenai tanggung
ggaraan jawab atas
Pergurua penyelenggaraan

876
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
n Tinggi Pendidikan Tinggi
kecuali sebagaimana
pendidika dimaksud pada ayat
n tinggi (2) serta tugas dan
keagama wewenang
an; sebagaimana
dimaksud pada ayat
kebijakan
(3) diatur dengan
umum
Peraturan
dalam
Pemerintah.
penghimp
unan dan
pendayag
unaan
seluruh
potensi
masyarak
at untuk
mengemb
angkan
Pendidika
n Tinggi;
pembentuka
n dewan,
majelis,
komisi,
dan/atau
konsorsiu
m yang
melibatka
n
Masyarak
at untuk
merumus
kan
kebijakan
pengemb
angan
Pendidika
n Tinggi;
dan
pelaksanaan
tugas lain
untuk

877
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
menjami
n
pengemb
angan
dan
pencapai
an tujuan
Pendidika
n Tinggi.
Dalam hal
penyelenggar
aan
pendidikan
tinggi
keagamaan,
tanggung
jawab, tugas,
dan
wewenang
dilaksanakan
oleh menteri
yang
menyelenggar
akan urusan
pemerintahan
di bidang
agama.
Ketentuan lebih
lanjut
mengenai
tanggung
jawab Menteri
atas
penyelenggar
aan
Pendidikan
Tinggi
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (2),
tugas dan
wewenang
Menteri
sebagaimana

878
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
dimaksud
pada ayat (3)
diatur dalam
Peraturan
Pemerintah.
Pasal 33 Pasal 33 Untuk mempermudah
Program Program pendidikan izin usaha sehingga
pendidikan dilaksanakan melalui persyaratan
minimum dihapus
dilaksanakan Program Studi.
melalui Program Studi memiliki
Program kurikulum dan Kata ‘perizinan
Studi. metode pembelajaran berusaha’ diganti
Program Studi sesuai dengan menjadi ‘izin
memiliki program Pendidikan. penyelenggaraan’
kurikulum Program studi karena
dan metode penyelenggaraan
diselenggarakan
pembelajaran pendidikan bersifat
berdasarkan
sesuai nirlaba
Perizinan Berusaha
dengan dari Pemerintah
program
Pendidikan. Pogram Studi dikelola Ayat 3:
oleh suatu satuan
Program Studi Kemenko menilai ayat
unit pengelola yang
diselenggarak ini masih perlu ada.
ditetapkan oleh
an atas izin Nanti dalam PP
Perguruan Tinggi.
Menteri berdasarkan RBA,
setelah Dihapus. perizinan berusaha
memenuhi bisa berbentuk
Dihapus.
persyaratan pemenuhan standar
minimum Dihapus. atau pendaftaran.
akreditasi. Ketentuan lebih lanjut
Program Studi mengenai Program
dikelola oleh Studi dan Perizinan
suatu satuan Berusaha diatur
unit pengelola dengan Peraturan
yang Pemerintah.
ditetapkan
oleh
Perguruan
Tinggi.
Program studi
sebagaimana
dimaksud

879
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
pada ayat (1)
mendapatkan
akreditasi
pada saat
memperoleh
izin
penyelenggar
aan.
Program Studi
wajib
diakreditasi
ulang pada
saat jangka
waktu
akreditasinya
berakhir.
Program Studi
yang tidak
diakreditasi
ulang
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (6)
dapat dicabut
izinnya oleh
Menteri.
Ketentuan lebih
lanjut
mengenai
metode
pembelajaran
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (2),
pemberian
izin Program
Studi
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (3),
dan
pencabutan
izin Program

880
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
Studi
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (7)
diatur dalam
Peraturan
Menteri.
Pasal 35 Pasal 35 Apabila Pasal 35 ayat
(3) tetap berlaku,
Kurikulum Kurikulum pendidikan
banyak lembaga
pendidikan tinggi merupakan
pendidikan yang
tinggi seperangkat rencana
memiliki mutu serta
merupakan dan pengaturan
pengakuan
seperangkat mengenai tujuan, isi,
internasional berpikir
rencana dan dan bahan ajar serta
ulang dalam ikut
pengaturan cara yang digunakan
serta
mengenai sebagai pedoman
mengembangkan
tujuan, isi, penyelenggaraan
pendidikan di
dan bahan kegiatan
Indonesia. Sebagai
ajar serta pembelajaran untuk
contoh Universitas
cara yang mencapai tujuan
Harvard atau
digunakan Pendidikan Tinggi.
Universitas Columbia
sebagai Kurikulum Pendidikan apabila membuka
pedoman Tinggi sebagaimana cabang di Indonesia
penyelenggar dimaksud pada ayat diwajibkan untuk
aan kegiatan (1) dikembangkan memberikan materi
pembelajaran oleh setiap Perguruan Pancasila dan bahasa
untuk Tinggi dengan Indonesia. Lebih
mencapai mengacu pada lanjut, mahasiswa
tujuan Standar Nasional asing juga segan
Pendidikan Pendidikan Tinggi untuk mengambil
Tinggi. untuk setiap Program Pendidikan di
Kurikulum Studi yang mencakup Indonesia.
Pendidikan pengembangan
Tinggi kecerdasan
sebagaimana intelektual, akhlak Sementara di sisi
dimaksud mulia, dan lain, apabila
pada ayat (1) keterampilan mahasiswa Indonesia
dikembangka Warga negara Indonesia mengambil studi di
n oleh setiap Pendidikan luar negeri tidak
pada
Perguruan Indonesia diwajibkan untuk
Tinggi
Tinggi dengan mengambil mata
sebagaimana
mengacu dimaksud pada ayat kuliah yang sifatnya
pada Standar ideologi suatu bangsa

881
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
Nasional (1) wajib mengikuti di mana mahasiswa
Pendidikan Kurikulum tersebut mengenyam
Tinggi untuk Pendidikan Tinggi pendidikan.
setiap yang memuat mata
Program kuliah:
Studi yang agama;
mencakup Pancasila;
pengembanga kewarganegaraan; dan
n kecerdasan bahasa Indonesia.
intelektual, Kurikulum Pendidikan
akhlak mulia, Tinggi sebagaimana
dan dimaksud pada ayat
keterampilan (1) dilaksanakan
Kurikulum melalui kegiatan
Pendidikan kurikuler,
Tinggi kokurikuler, dan
sebagaimana ekstrakurikuler.
dimaksud Mata kuliah
pada ayat (1) sebagaimana
wajib memuat dimaksud pada ayat
mata kuliah: (3) dilaksanakan
agama; untuk program
sarjana dan program
Pancasila; diploma.
kewarganega
raan; dan
bahasa
Indonesia
.

Kurikulum
Pendidikan
Tinggi
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)
dilaksanakan
melalui
kegiatan
kurikuler,
kokurikuler,
dan

882
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
ekstrakurikul
er. (5) Mata
kuliah
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (3)
dilaksanakan
untuk
program
sarjana dan
program
diploma.
Pasal 54 Pasal 54 Standar Pendidikan
Standar Dicabut dan dinyatakan Tinggi akan diatur
dalam Peraturan
Pendidikan tidak berlaku
Pemerintah
Tinggi terdiri
atas:
Standar
Nasional
Pendidika
n Tinggi
yang
ditetapkan
oleh
Menteri
atas usul
suatu
badan
yang
bertugas
menyusun
dan
mengemba
ngkan
Standar
Nasional
Pendidika
n Tinggi;
dan
Standar
Pendidika
n Tinggi
yang

883
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
ditetapkan
oleh setiap
Perguruan
Tinggi
dengan
mengacu
pada
Standar
Nasional
Pendidika
n Tinggi.
Standar Nasional
Pendidikan
Tinggi
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)
huruf a
merupakan
satuan
standar yang
meliputi
standar
nasional
pendidikan,
ditambah
dengan
standar
penelitian,
dan standar
pengabdian
kepada
masyarakat.
Standar Nasional
Pendidikan
Tinggi
dikembangka
n dengan
memperhatik
an kebebasan
akademik,
kebebasan
mimbar
akademik,

884
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
dan otonomi
keilmuan
untuk
mencapai
tujuan
Pendidikan
Tinggi.
Standar
Pendidikan
Tinggi
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)
huruf b
terdiri atas
sejumlah
standar
dalam bidang
akademik dan
nonakademik
yang
melampaui
Standar
Nasional
Pendidikan
Tinggi.
Dalam
mengembang
kan Standar
Pendidikan
Tinggi
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)
huruf b
Perguruan
Tinggi
memiliki
keleluasaan
mengatur
pemenuhan
Standar
Nasional
Pendidikan

885
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
Tinggi.
Menteri
melakukan
evaluasi
pelaksanaan
Standar
Pendidikan
Tinggi secara
berkala.
Menteri
mengumumk
an hasil
evaluasi dan
penilaian
Standar
Pendidikan
Tinggi kepada
Masyarakat.
Ketentuan
mengenai
evaluasi
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (6)
diatur dalam
Peraturan
Menteri.
Pasal 60 Pasal 60 Ayat (2) mengenai
nirlaba tidak jadi
PTN didirikan PTN didirikan oleh
dihapus tapi
oleh Pemerintah Pusat.
ditambahkan kata
Pemerintah. PTS yang didirikan oleh “dapat” untuk
PTS didirikan Masyarakat wajib menjadi norma
oleh memenuhi Perizinan fakultatif, serta
Masyarakat Berusaha dari mengakomodir
dengan Pemerintah Pusat satuan pendidikan
membentuk dan dapat berprinsip yang sudah
badan nirlaba. berbentuk yayasan
penyelenggar dan non-yayasan.
Dihapus.
a berbadan
hukum yang Dihapus.
berprinsip Perguruan Tinggi wajib Ayat (5) ini
nirlaba dan dihidupkan kembali

886
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
wajib memiliki Statuta. karena perguruan
memperoleh tinggi sebaiknya tetap
dihapus
izin Menteri. diwajibkan memiliki
Ketentuan lebih lanjut Statuta, namun
Badan mengenai pendirian NSPK-nya diatur
penyelenggar PTN dan PTS diatur dalam Pemerintah
a dengan Peraturan Pemerintah.
sebagaimana Pemerintah.
dimaksud
pada ayat (2)
dapat
berbentuk
yayasan,
perkumpulan,
dan bentuk
lain sesuai
dengan
ketentuan
peraturan
perundang-
undangan.
Perguruan Tinggi
yang
didirikan
harus
memenuhi
standar
minimum
akreditasi.
Perguruan Tinggi
wajib
memiliki
Statuta.
Perubahan atau
pencabutan
izin PTS
dilakukan
oleh menteri
sesuai
dengan
ketentuan
peraturan
perundang-

887
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
undangan.
Ketentuan lebih
lanjut
mengenai
pendirian
PTN dan PTS
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)
sampai
dengan ayat
(5) serta
perubahan
atau
pencabutan
izin PTS
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (6)
diatur dalam
Peraturan
Pemerintah.
Pasal 63 Pasal 63 penjelasan UU yang
Otonomi Otonomi pengelolaan mengatur kata
pengelolaan Perguruan Tinggi nirlaba dihapus agar
Perguruan Tinggi dilaksanakan konsisten
dilaksanakan berdasarkan prinsip:
berdasarkan akuntabilitas;
prinsip: transparansi;
akuntabilitas; dihapus
transparansi; penjaminan mutu; dan
nirlaba; efektivitas dan efisiensi.
penjaminan
mutu; dan
efektivitas dan
efisiensi.
Pasal 90 Pasal 90 Ayat 2:
Perguruan Tinggi Tetap diperlukan
Perguruan Tinggi
lembaga lembaga negara lain adanya Perizinan
negara lain dapat Berusaha
dapat menyelenggarakan

888
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
menyelenggar Pendidikan Tinggi di
akan wilayah
Pendidikan Negara Kesatuan
Tinggi di
Republik Indonesia
wilayah
Negara Perguruan Tinggi
Kesatuan Lembaga negara lain
Republik sebagaimana
Indonesia dimaksud pada ayat
sesuai (1) wajib memenuhi
dengan Perizinan Berusaha
ketentuan
dari Pemerintah
peraturan
perundang- Pusat
undangan. Dihapus.
Dihapus.
Perguruan Tinggi
lembaga Dihapus.
negara lain Ketentuan lebih lanjut
sebagaimana mengenai Perguruan
dimaksud Tinggi lembaga
pada ayat (1) negara lain diatur
sudah
dengan Peraturan
terakreditasi
Pemerintah.
dan/atau
diakui di
negaranya.
Pemerintah
menetapkan
daerah, jenis,
dan Program
Studi yang
dapat
diselenggarak
an Perguruan
Tinggi
lembaga
negara lain
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1).
Perguruan Tinggi
Lembaga
negara lain

889
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)
wajib:
Memperoleh
izin
pemerinta
h;
berprinsip
nirlaba;
bekerja sama
dengan
Perguruan
Tinggi
Indonesia
atas izin
Pemerinta
h; dan
mengutamak
an dosen
dan tenaga
kependidik
an warga
negara
Indonesia.
Perguruan Tinggi
lembaga
negara lain
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)
wajib
mendukung
kepentingan
nasional.
Ketentuan lebih
lanjut
mengenai
Perguruan
Tinggi
lembaga
negara lain
sebagaimana

890
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
dimaksud
pada ayat (2)
sampai
dengan ayat
(5) diatur
dalam
Peraturan
Menteri.
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2009 tentang Perfilman
Pasal 14 Pasal 14
Jenis usaha Jenis usaha perfilman
perfilman sebagaimana
sebagaimana dimaksud dalam
dimaksud pasal 8 ayat (2) wajib
dalam Pasal 8 memenuhi Perizinan
ayat (2) huruf Berusaha dari
a, huruf b, Pemerintah Pusat
dan huruf f Dihapus.
wajib
didaftarkan Dihapus.
kepada Dihapus.
Menteri tanpa
dipungut Perizinan Berusaha
biaya dan sebagaimana
diproses dimaksud pada ayat
dalam jangka (1) tidak termasuk
waktu paling Perizinan Berusaha
lama 5 (lima) terkait pertunjukan
hari kerja. film yang dilakukan
melalui penyiaran
Jenis usaha televisi atau jaringan
perfilman teknologi informatika
sebagaimana
dimaksud Dihapus.
dalam Pasal 8 Dihapus.
ayat (2) huruf
Ketentuan lebih lanjut
c, huruf d,
mengenai Perizinan
huruf e,
berusaha diatur
huruf g, dan
dengan Peraturan
huruf h wajib
Pemerintah.
memiliki izin
usaha,
kecuali usaha

891
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
penjualan
film dan/atau
penyewaan
film oleh
pelaku usaha
perseorangan.
Izin usaha
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (2)
diberikan
oleh Menteri
untuk setiap
jenis usaha:
usaha
pengedara
n film;
usaha ekspor
film;
dan/atau
usaha impor
film.
Izin usaha
diberikan
oleh bupati
atau walikota
untuk setiap
jenis usaha:
usaha
penjualan
dan/atau
penyewaan
film;
dan/atau
usaha
pertunjuka
n film.
Izin usaha
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (4)

892
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
huruf b tidak
termasuk izin
usaha
pertunjukan
film yang
dilakukan
melalui
penyiaran
televisi atau
jaringan
teknologi
informatika.
Izin usaha
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (3)
dan ayat (4)
diterbitkan
tanpa
dipungut
biaya dan
dalam jangka
waktu paling
lama 7 (tujuh)
hari kerja.
Izin usaha
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (5)
bagi usaha
pertunjukan
film yang
dilakukan
melalui
penyiaran
televisi atau
jaringan
teknologi
informatika

893
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
diberikan
sesuai
dengan
ketentuan
peraturan
perundang-
undangan.
Izin usaha tidak
dapat
diberikan
kepada
pelaku usaha
perfilman
yang dapat
mengakibatka
n terjadinya
integrasi
vertikal baik
secara
langsung
maupun tidak
langsung
sebagaimana
dimaksud
dalam Pasal
11 ayat (1).
Ketentuan lebih
lanjut
mengenai
syarat dan
tata cara
pendaftaran
usaha dan
permohonan
izin usaha
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1),
ayat (2), ayat

894
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
(3), ayat (4),
ayat (5), ayat
(6), dan ayat
(8) diatur
dalam
Peraturan
Menteri.
Pasal 17 Pasal 17
Pembuatan film Pembuatan film oleh
oleh pelaku pelaku usaha
usaha pembuat film
pembuatan sebagaimana
film dimaksud dalam
sebagaimana Pasal 16 ayat (3)
dimaksud harus memiliki
dalam Pasal Perizinan Berusaha
16 ayat (3) dari Pemerintah
harus Pusat
didahului
dengan
menyampaika Ketentuan lebih lanjut
n mengenai Perizinan
pemberitahua Berusaha terkait
n pembuatan pembuatan film
film kepada diatur dengan
Menteri Peraturan
dengan Pemerintah.
disertai judul
film, isi
cerita, dan
rencana
pembuatan
film.
Pemberitahuan
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)
dilaksanakan
tanpa
dipungut
biaya dan
dicatat dalam

895
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
jangka waktu
paling lama 3
(tiga) hari
kerja.
Menteri wajib:
melindungi
pembuatan
film yang
telah dicatat
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (2)
agar tidak
ada
kesamaan
judul dan isi
cerita.
mengumumkan
secara
berkala
kepada
publik data
judul-judul
film yang
tercatat.
Pelaku usaha
pembuatan
film
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)
wajib
melaksanaka
n pembuatan
film yang
dicatat paling
lama 3 (tiga)
bulan sejak
tanggal
pencatatan
pembuatan
film.
Dalam hal
rencana
pembuatan
film

896
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)
tidak
dilaksanakan
sesuai
ketentuan
sebagaimana
dimaksud
ayat (4),
pemberitahua
nnya
dinyatakan
batal.
Pasal 22 Pasal 22
Pembuatan film Pembuatan film oleh
oleh pihak pihak asing yang
asing yang menggunakan lokasi
menggunakan di Indonesia wajib
lokasi di memenuhi Perizinan
Indonesia Berusaha dari
dilakukan Pemerintah Pusat.
dengan izin Pembuatan film yang
Menteri. menggunakan insan
Pembuatan film perfilman asing
yang dilakukan sesuai
menggunakan dengan ketentuan
insan peraturan
perfilman perundang-
asing undangan.
dilakukan Ketentuan lebih lanjut
sesuai mengenai Pembuatan
peraturan Film oleh pihak asing
perundang- daitur dengan
undangan. Peraturan
Izin Menteri Pemerintah
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)
diterbitkan
tanpa
dipungut

897
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
biaya dan
dalam jangka
waktu paling
lama 7 (tujuh)
hari kerja.
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya
Pasal 26 Pasal 26
Pemerintah Pemerintah berkewajiban
berkewajiban melakukan pencarian
melakukan benda, bangunan,
pencarian struktur, dan/atau
benda, lokasi yang diduga
bangunan, sebagai Cagar
struktur, Budaya.
dan/atau Pencarian Cagar Budaya
lokasi yang atau yang diduga
diduga Cagar Budaya dapat
sebagai Cagar dilakukan oleh setiap
Budaya. orang dengan
Pencarian Cagar penggalian,
Budaya atau penyelaman,
yang diduga dan/atau
Cagar Budaya pengangkatan di
dapat darat dan/atau di
dilakukan air.
oleh setiap Pencarian sebagaimana
orang dengan dimaksud pada ayat
penggalian, (1) dan ayat (2) hanya
penyelaman, dapat dilakukan
dan/atau melalui penelitian
pengangkatan dengan tetap
di darat memperhatikan hak
dan/atau di
kepemilikan
air. dan/atau
Pencarian penguasaan lokasi.
sebagaimana Pemerintah Pusat
dimaksud memberikan
pada ayat (1) Perizinan Berusaha
dan ayat (2) terkait pencarian
hanya dapat Cagar Budaya atau
dilakukan yang diduga Cagar
melalui

898
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
penelitian Budaya dengan
dengan tetap penggalian,
memperhatik penyelaman,
an hak dan/atau
kepemilikan pengangkatan di
dan/atau darat dan/atau di air
penguasaan Ketentuan lebih lanjut
lokasi. mengenai pemberian
Setiap orang Perizinan Berusaha
dilarang sebagaimana
melakukan dimaksud pada ayat
pencarian (4) diatur dengan
Cagar Budaya Peraturan
atau yang Pemerintah.
diduga Cagar
Budaya
dengan
penggalian,
penyelaman,
dan/atau
pengangkatan
di darat
dan/atau di
air
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (2),
kecuali
dengan izin
Pemerintah
atau
Pemerintah
Daerah
sesuai
dengan
kewenangann
ya.
Ketentuan lebih
lanjut
mengenai
pemberian
izin
sebagaimana
dimaksud

899
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
pada ayat (4)
diatur dalam
Peraturan
Pemerintah.
Pasal 68 Pasal 68
Cagar Budaya, Cagar Budaya, baik
baik seluruh seluruh maupun
maupun bagiannya dapat
bagian- dibawa ke luar
bagiannya, wilayah
hanya dapat Kabupaten/Kota,
dibawa ke Provinsi, dan/atau
luar wilayah keluar Negara
Negara Kesatuan Republik
Kesatuan Indonesia
Republik berdasarkan
Indonesia Perizinan Berusaha
untuk dari Pemerintah
kepentingan Pusat
penelitian, Ketentuan lebih lanjut
promosi mengenai Perizinan
kebudayaan, Berusaha
dan/atau sebagaimana
pameran. dimaksud pada ayat
Setiap orang (1) diatur dengan
dilarang Peraturan
membawa Pemerintah.
Cagar Budaya
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1),
kecuali
dengan izin
Menteri.
Pasal 69 Pasal 69 Pengaturan pasal ini
Cagar Budaya, Dicabut dan dinyatakan sudah masuk dalam
perubahan Pasal 68.
baik seluruh tidak berlaku.
maupun
bagian-
bagiannya,
hanya dapat
dibawa ke

900
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
luar wilayah
provinsi atau
kabupaten/k
ota untuk
kepentingan
penelitian,
promosi
kebudayaan,
dan/atau
pameran.
Setiap orang
dilarang
membawa
Cagar Budaya
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1),
kecuali
dengan izin
gubernur
atau
bupati/wali
kota sesuai
dengan
kewenangann
ya.
Pasal 70 Pasal 70
Ketentuan lebih Dicabut dan dinyatakan
lanjut mengenai tidak berlaku
pemberian izin
sebagaimana
dimaksud dalam
Pasal 68 dan
Pasal 69 diatur
dalam Peraturan
Pemerintah.
Pasal 85 Pasal 85
Pemerintah, Pemerintah Pusat
Pemerintah memberikan
Daerah, dan Persetujuan untuk
setiap orang memanfaatkan Cagar
dapat

901
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
memanfaatka Budaya
n Cagar Pemanfaatan yang dapat
Budaya menyebabkan
untuk terjadinya kerusakan
kepentingan wajib didahului
agama, sosial, dengan kajian,
pendidikan, penelitian, dan/atau
ilmu analisis mengenai
pengetahuan, dampak lingkungan.
teknologi,
kebudayaan, Ketentuan lebih lanjut
dan mengenai
pariwisata. pemanfaatan Cagar
Budaya diatur
Pemerintah dan dengan Peraturan
Pemerintah Pemerintah
Daerah
memfasilitasi
pemanfaatan
dan promosi
Cagar Budaya
yang
dilakukan
oleh setiap
orang.
Fasilitasi
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (2)
berupa izin
Pemanfaatan,
dukungan
Tenaga Ahli
Pelestarian,
dukungan
dana,
dan/atau
pelatihan.
Promosi
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (2)
dilakukan
untuk

902
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
memperkuat
identitas
budaya serta
meningkatka
n kualitas
hidup dan
pendapatan
masyarakat.
Pasal 86 Pasal 86 Sudah masuk pasal
85
Pemanfaatan Dicabut dan dinyatakan
yang dapat tidak berlaku.
menyebabkan
terjadinya
kerusakan wajib
didahului dengan
kajian, penelitian,
dan/atau analisis
mengenai
dampak
lingkungan.
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
Pasal 1 angka 1 Pasal 1 angka 1 Ketentuan umum
saat ini menyulitkan
Dalam Undang- Dalam Undang-Undang
penciptaan lapangan
Undang ini yang ini yang dimaksud
kerja karena
dimaksud dengan:
menghasilkan
dengan: Guru adalah pendidik berbagai nomenklatur
Guru adalah profesional dengan tugas pendidik yang
pendidik utama mendidik, sebenarnya guru tapi
profesional mengajar, membimbing, tidak bisa disebut
dengan tugas mengarahkan, melatih, sebagai guru.
utama mendidik, menilai, dan
mengajar, mengevaluasi peserta
membimbing, didik. Selain itu, ketentuan
mengarahkan, umum terkait guru
melatih, menilai, tidak perlu
dan menyebutkan jalur
mengevaluasi pendidikan karena
peserta didik sudah diatur dalam
pada pendidikan Pasal 2.
anak usia dini
jalur pendidikan

903
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
formal, Ketentuan umum
pendidikan terkait guru yang
dasar, dan tanpa menyebutkan
pendidikan jalur pendidikan juga
menengah. konsisten dengan
ketentuan umum
terkait dosen.
Pasal 2 Pasal 2 Pendidik PAUD
banyak yang tidak
Guru mempunyai Guru mempunyai
terakomodasi dengan
kedudukan kedudukan sebagai
pengaturan bahwa
sebagai tenaga profesional
guru hanya
tenaga pada jenjang
merupakan tenaga
profesional pendidikan dasar,
profesional pada jalur
pada jenjang pendidikan
pendidikan formal.
pendidikan menengah, dan
dasar, pendidikan anak usia Profesionalisme
pendidikan dini yang diangkat bukan hanya
menengah, sesuai dengan didasarkan pada
dan ketentuan peraturan sertifikat pendidik.
pendidikan perundang-
anak usia undangan.
dini pada Pengakuan kedudukan
jalur guru sebagai tenaga
pendidikan profesional
formal yang sebagaimana
diangkat dimaksud pada ayat
sesuai (1) dapat dibuktikan
dengan dengan sertifikat
peraturan pendik.
perundang-
undangan.
Pengakuan
kedudukan
guru sebagai
tenaga
profesional
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)
dibuktikan
dengan
sertifikat

904
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
pendidik.
Pasal 3 Pasal 3 Profesionalisme
mempunyai bukan hanya
Dosen Dosen
didasarkan pada
mempunyai kedudukan sebagai
kedudukan tenaga profesional sertifikat pendidik.
sebagai pada jenjang
tenaga pendidikan tinggi
profesional yang diangkat sesuai
pada jenjang dengan ketentuan
pendidikan peraturan
tinggi yang perundang-
diangkat undangan.
sesuai Pengakuan kedudukan
dengan dosen sebagai tenaga
peraturan profesional
perundang- sebagaimana
undangan. dimaksud pada ayat
Pengakuan (1) dapat dibuktikan
kedudukan dengan sertifikat
dosen sebagai pendidik.
tenaga
profesional
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)
dibuktikan
dengan
sertifikat
pendidik.
Pasal 8 Pasal 8 Frasa “serta memiliki
kemampuan untuk
Guru wajib Guru wajib memiliki
mewujudkan tujuan
memiliki kualifikasi akademik,
pendidikan nasional”
kualifikasi kompetensi, sertifikat
terlalu umum dan
akademik, pendidik, sehat
tidak jelas
kompetensi, jasmani dan rohani.
definisinya.
sertifikat Kewajiban memiliki
pendidik, sehat sertifikat pendidik
jasmani dan sebagaimana Untuk kepentingan
rohani, serta dimaksud pada ayat penciptaan lapangan
memiliki (1) tidak berlaku bagi kerja, ketentuan lebih
kemampuan Guru warga negara lanjut tentang
untuk

905
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
mewujudkan asing. kualifikasi guru
tujuan diatur dalam
pendidikan Peraturan
nasional. Pemerintah, bukan
Undang-Undang.
Pasal 9 Pasal 9 Sesuai dengan usulan
perubahan pasal 8,
Kualifikasi Ketentuan lebih lanjut
diatur dalam
akademik mengenai kualifikasi
Peraturan
sebagaimana akademik, kompetensi,
Pemerintah.
dimaksud dalam dan sertifikat pendidik
Pasal 8 diperoleh sebagaimana dimaksud
melalui dalam pasal 8 diatur
pendidikan dengan Peraturan
tinggi program Pemerintah.
sarjana atau
program diploma
empat.
Pasal 10 Pasal 10 Sesuai dengan usulan
perubahan pasal 8,
Kompetensi guru Dicabut dan dinyatakan
diatur dalam
sebagaimana tidak berlaku.
Peraturan
dimaksud
Pemerintah.
dalam Pasal 8
meliputi
kompetensi
pedagogik,
kompetensi
kepribadian,
kompetensi
sosial, dan
kompetensi
profesional
yang
diperoleh
melalui
pendidikan
profesi.
Ketentuan lebih
lanjut
mengenai
kompetensi
guru
sebagaimana

906
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
dimaksud
pada ayat (1)
diatur dengan
Peraturan
Pemerintah.

Pasal 11 Pasal 11 Sesuai dengan usulan


perubahan pasal 8,
Sertifikat Dicabut dan dinyatakan
diatur dalam
pendidik tidak berlaku.
Peraturan
sebagaimana
Pemerintah.
dimaksud
dalam Pasal 8
diberikan
kepada guru
yang telah
memenuhi
persyaratan.
Sertifikasi
pendidik
diselenggarak
an oleh
perguruan
tinggi yang
memiliki
program
pengadaan
tenaga
kependidikan
yang
terakreditasi
dan
ditetapkan
oleh
Pemerintah.
Sertifikasi
pendidik
dilaksanakan
secara
objektif,
transparan,
dan
akuntabel.

907
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
Ketentuan lebih
lanjut
mengenai
sertifikasi
pendidik
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (2)
dan ayat (3)
diatur dengan
Peraturan
Pemerintah.
Pasal 12 Pasal 12 Sesuai dengan usulan
perubahan pasal 8,
Setiap orang yang Dicabut dan dinyatakan
diatur dalam
telah memperoleh tidak berlaku.
Peraturan
sertifikat
Pemerintah.
pendidik memiliki
kesempatan yang
sama untuk
diangkat menjadi
guru pada satuan
pendidikan
tertentu.
Pasal 35 Pasal 35 Ayat (2) diatur dalam
Beban kerja guru Beban kerja guru Peraturan Pemerintah
agar pengaturan
mencakup mencakup kegiatan
kegiatan pokok yaitu tentang beban kerja
konsisten dengan UU
pokok yaitu merencanakan
ASN.
merencanaka pembelajaran,
n melaksanakan Ketentuan ini juga
pembelajaran, pembelajaran, tidak sesuai dengan
melaksanaka menilai hasil
kurikulum. Pada
n pembelajaran, umumnya, beban
pembelajaran, membimbing dan
kerja guru mapel
menilai hasil melatih peserta didik,
matematika tidak
pembelajaran, serta melaksanakan akan sama dengan
membimbing tugas tambahan. beban kerja guru
dan melatih mapel agama. Saat
Dihapus.
peserta didik, ini beban kerja yang
serta Ketentuan lebih lanjut diatur dalam Undang-
melaksanaka mengenai beban Undang membuat
n tugas kerja guru jumlah guru yang

908
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
tambahan. sebagaimana direkrut tidak
dimaksud pada ayat fleksibel dan tidak
Beban kerja guru
(1) diatur dengan sesuai kebutuhan.
sebagaimana
Peraturan
dimaksud
Pemerintah.
pada ayat (1)
adalah
sekurang-
kurangnya 24
(dua puluh
empat) jam
tatap muka
dan
sebanyak-
banyaknya 40
(empat puluh)
jam tatap
muka dalam
1 (satu)
minggu.
Ketentuan lebih
lanjut
mengenai
beban kerja
guru
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)
dan ayat (2)
diatur dengan
Peraturan
Pemerintah.
Pasal 45 Pasal 45
Dosen wajib memiliki
kualifikasi
Dosen wajib akademik,
memiliki
kornpetensi,
kualifikasi
akademik, sertifikat pendidik,
kompetensi, sehat jasmani dan
sertifikat rohani, dan
pendidik, sehat memenuhi
jasmani dan kualifikasi lain yang
rohani, dan

909
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
memenuhi dipersyaratkan
kualifikasi lain satuan pendidikan
yang tinggi tempat
dipersyaratkan
bertugas, serta
satuan
pendidikan tinggi memiliki
tempat bertugas, kemampuan untuk
serta memiliki mewujudkan tujuan
kemampuan pendidikan nasional.
untuk Kewajiban memiliki
mewujudkan sertifikat pendidik
tujuan
sebagaimana
pendidikan
nasional. dimaksud pada ayat
(1) tidak berlaku
bagi Dosen warga
negara asing.
Pasal 46 Pasal 46
Ketentuan lebih lanjut
Kualifikasi
akademik mengenai kualifikasi
dosen akademik, kompetensi,
sebagaimana sertifikat pendidik, sehat
dimaksud jasmani dan rohani, dan
dalam Pasal kualifikasi lain diatur
45 diperoleh dengan Peraturan
melalui
Pemerintah.
pendidikan
tinggi
program
pascasarjana
yang
terakreditasi
sesuai
dengan
bidang
keahlian.
Dosen memiliki
kualifikasi
akademik
minimum: a.
lulusan
program
magister

910
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
untuk
program
diploma atau
program
sarjana; dan
b. lulusan
program
doktor untuk
program
pascasarjana.
Setiap orang
yang memiliki
keahlian
dengan
prestasi luar
biasa dapat
diangkat
menjadi
dosen.
Ketentuan lain
mengenai
kualifikasi
akademik
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)
dan ayat (2)
dan keahlian
dengan
prestasi luar
biasa
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (3)
ditentukan
oleh masing-
masing senat
akademik
satuan
pendidikan
tinggi.
Pasal 47 Pasal 47
Dicabut dan dinyatakan

911
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
Sertifikat tidak berlaku.
pendidik
untuk dosen
sebagaimana
dimaksud
dalam Pasal
45 diberikan
setelah
memenuhi
syarat
sebagai
berikut:
memiliki
pengalama
n kerja
sebagai
pendidik
pada
perguruan
tinggi
sekurang-
kurangnya
2 (dua)
tahun;
memiliki
jabatan
akademik
sekurang-
kurangnya
asisten
ahli; dan
lulus
sertifikasi
yang
dilakukan
oleh
perguruan
tinggi yang
menyeleng
garakan
program
pengadaan
tenaga
kependidik

912
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
an pada
perguruan
tinggi yang
ditetapkan
oleh
Pemerinta
h.
Pemerintah
menetapkan
perguruan
tinggi yang
terakreditasi
untuk
menyelenggar
akan program
pengadaan
tenaga
kependidikan
sesuai
dengan
kebutuhan.
Ketentuan lebih
lanjut
mengenai
sertifikat
pendidik
untuk dosen
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)
dan
penetapan
perguruan
tinggi yang
terakreditasi
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (2)
diatur dengan
Peraturan
Pemerintah.
Undang-Undang No. 4 Tahun 2019 tentang Kebidanan

913
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
Pasal 21 Pasal 21

Setiap Bidan Setiap Bidan yang akan


yang akan menjalankan Praktik
menjalankan Kebidanan wajib
Praktik memiliki STR.
Kebidanan STR sebagaimana
wajib dimaksud pada ayat
memiliki STR. (1) diberikan oleh
STR sebagaimana Konsil kepada Bidan
dimaksud yang memenuhi
pada ayat (1) persyaratan.
diberikan Ketentuan lebih lanjut
oleh Konsil mengenai STR diatur
kepada Bidan dengan Peraturan
yang Pemerintah.
memenuhi
persyaratan.
Persyaratan
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (2)
meliputi:
memiliki
ijazah dari
perguruan
tinggi yang
menyeleng
garakan
pendidika
n
Kebidanan
sesuai
dengan
ketentuan
peraturan
perundang
-
undangan;
memiliki
Sertifikat
Kompetens

914
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
i atau
Sertifikat
Profesi;
memiliki
surat
keteranga
n sehat
fisik dan
mental;
memiliki
surat
pernyataa
n telah
mengucap
kan
sumpah/ja
nji profesi;
dan
membuat
pernyataa
n tertulis
untuk
mematuhi
dan
melaksana
kan
ketentuan
etika
profesi.
Pasal 22 Pasal 22 Ketentuan lebih
lanjut mengenai STR
STR berlaku Dicabut dan dinyatakan
selama 5 sebagaimana diatur
tidak berlaku.
(lima) tahun dalam Peraturan
dan dapat Pemerintah
diregistrasi
ulang setelah
memenuhi
persyaratan.
Persyaratan
untuk
Registrasi
ulang
sebagaimana

915
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
dimaksud
pada ayat (1)
meliputi:
memiliki STR
lama;
memiliki
Sertifikat
Kompetens
i atau
Sertifikat
Profesi;
memiliki
surat
keteranga
n sehat
fisik dan
mental;
membuat
pernyataa
n tertulis
mematuhi
dan
melaksana
kan
ketentuan
etika
profesi;
telah
mengabdik
an diri
sebagai
tenaga
profesi
atau
vokasi;
dan
memenuhi
kecukupa
n dalam
kegiatan
pelayanan,
pendidika
n,
pelatihan,

916
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
dan/atau
kegiatan
ilmiah
lainnya.
Pasal 23 Pasal 23
Konsil harus Dicabut dan dinyatakan
menerbitkan STR tidak berlaku.
paling lama 30
(tiga puluh) hari
kerja terhitung
sejak pengajuan
STR diterima.
Pasal 24 Pasal 24
Ketentuan lebih Dicabut dan dinyatakan
lanjut mengenai tidak berlaku.
tata cara
Registrasi dan
Registrasi ulang
sebagaimana
dimaksud dalam
Pasal 21 sampai
dengan Pasal 23
diatur dalam
Peraturan Konsil.

Pasal 25 Pasal 25
Bidan yang akan Bidan yang akan
menjalankan menjalankan Praktik
Praktik Kebidanan wajib
Kebidanan memiliki persetujuan
wajib praktik.
memiliki izin Ketentuan lebih lanjut
praktik. mengenai
Izin praktik persetujuan praktik
sebagaimana dalam ayat (1) diatur
dimaksud dengan Peraturan
pada ayat (1) Pemerintah.
diberikan
dalam bentuk

917
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
SIPB.
SIPB
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (2)
diberikan
oleh
Pemerintah
Daerah
kabupaten/k
ota atas
rekomendasi
pejabat
kesehatan
yang
berwenang di
kabupaten/k
ota tempat
Bidan
menjalankan
praktiknya.
Pemerintah
Daerah
kabupaten/k
ota
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (3)
harus
menerbitkan
SIPB paling
lama 15 (lima
belas) hari
kerja sejak
pengajuan
SIPB
diterima.
Untuk
mendapatkan
SIPB
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (3),

918
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
Bidan harus
memiliki:
STR yang
masih
berlaku;
dan
tempat
praktik.

SIPB berlaku
apabila:
STR masih
berlaku;
dan
Bidan
berpraktik
di tempat
sebagaima
na
tercantum
dalam
SIPB.

Undang-Undang No. 20 Tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran


Pasal 9 Pasal 9 Sesuai dengan
Program studi Dicabut dan dinyatakan masukan KADIN
kedokteran tidak berlaku
dan program
studi
kedokteran
gigi hanya
dapat
menerima
Mahasiswa
sesuai dengan
kuota
nasional.
Ketentuan

919
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
mengenai
kuota
nasional
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)
diatur dengan
Peraturan
Menteri
setelah
berkoordinasi
dengan
menteri yang
menyelenggar
akan urusan
pemerintahan
di bidang
kesehatan.

Pasal 13 Pasal 13 Frasa atau ketentuan


“persyaratan lain
Pendidikan Pendidikan Profesi di
sesuai dengan
Profesi di rumah sakit
ketentuan peratruran
rumah sakit dilaksanakan setelah
perundang-undangan”
dilaksanakan rumah sakit
menimbulkan
setelah ditetapkan menjadi
ambiguitas serta
rumah sakit Rumah Sakit
dapat menimbulkan
ditetapkan Pendidikan.
interpretasi yang
menjadi Penetapan rumah sakit membuat rumit
Rumah Sakit menjadi Rumah Sakit dalam peraturan
Pendidikan. Pendidikan perundang-undangan
Penetapan sebagaimana di bawahnya – harus
rumah sakit dimaksud pada ayat sejalan dengan
menjadi (1) harus memenuhi semngat Omnibus
Rumah Sakit persyaratan dan Law.
Pendidikan standar.
sebagaimana Penetapan rumah sakit
dimaksud Hal tersebut untuk
menjadi Rumah Sakit
pada ayat (1) menghindari
Pendidikan
harus munculnya berbagai
dilakukan oleh
memenuhi persyaratan
Pemerintah Pusat.
persyaratan tambahan yang rumit
dan standar. Ketentuan lebih lanjut bagi pengembangan
mengenai penyelenggaraan
Persyaratan Persyaratan dan Pendidikan

920
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
sebagaimana standar penetapan kedokteran di rumah
dimaksud rumah sakit sakit.
pada ayat (2) pendidikan diatur
paling sedikit dengan Peraturan
sebagai Pemerintah. Usulan Kementerian
berikut: Dikbud tidak
diakomodir karena
mempunyai sesuai dengan konsep
Dosen omnibuslaw,
dengan kewenangan
kualifikasi penetapan RS
Dokter merupakan
dan/atau kewenangan
Dokter Pemerintah Pusat dan
Gigi sesuai hal-hal yang teknis
dengan diatur dalam PP.
ketentuan
Peraturan
Perundang
-
undangan;
memiliki
teknologi
kedoktera
n
dan/atau
kedoktera
n gigi yang
sesuai
dengan
Standar
Nasional
Pendidika
n
Kedoktera
n;
mempunyai
program
penelitian
secara
rutin; dan
d.
persyarata
n lain
sesuai

921
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
dengan
ketentuan
Peraturan
Perundang
undangan.
Penetapan
rumah sakit
menjadi
Rumah Sakit
Pendidikan
dilakukan
oleh menteri
yang
menyelenggar
akan urusan
pemerintahan
di bidang
kesehatan
setelah
berkoordinasi
dengan
Menteri.
Pasal 49 Pasal 49 Usulan dikbud tidak
dapat diterima karena
Biaya investasi Biaya investasi untuk pasal ini perlu diatur
untuk Fakultas Kedokteran dalam omnibus
Fakultas dan Fakultas terutama terkait
Kedokteran Kedokteran Gigi milik biaya investasi yang
dan Fakultas instansi pemerintah dapat
Kedokteran menjadi tanggung dikerjasamakan
Gigi milik jawab Pemerintah dengan pihak lain.
Pemerintah Pusat.
menjadi Biaya investasi untuk
tanggung Rumah Sakit
jawab Pendidikan milik
Menteri. instansi pemerintah
Biaya investasi menjadi tanggung
untuk Rumah jawab Pemerintah
Sakit Pusat yang
Pendidikan menyelenggarakan
milik urusan pemerintahan
Pemerintah di bidang kesehatan
menjadi Biaya investasi

922
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
tanggung sebagaimana
jawab Menteri dimaksud pada ayat
dan/atau (1) dan (2) dapat
menteri yang dikerjasamakan
menyelenggar dengan pihak lain.
akan urusan
pemerintahan
di bidang
kesehatan.

k. Perizinan Sektor Keagamaan


Perizinan sektor keagamaan dilakukan dengan penerapan
Risk Based Approach untuk perizinan sektor keagamaan.
Pasal yang diubah dalam UU Nomor 8 Tahun 2019 tentang
Ibadah Haji dan Umrah hanya pasal pasal terkait
Penyelenggaraan Ibadah Haji Khusus dan Ibadah Umrah.
Perizinan Sektor Keagamaan terdiri atas satu Undang-
Undang, yaitu Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang
Ibadah Haji dan Umrah (UU Ibadah Haji dan Umrah) dengan
perubahan berkaitan dengan perizinan sektor keagamaan
dengan Pasal terdampak sebagaimana tercantum dalam
Lampiran Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang ini.

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Ibadah Haji dan Umrah
Pasal 20 Pasal 20 Kewenangan
melaksanakan
Menteri Pemerintah Pusat
pengawasan yang
melakukan melakukan pengawasan
sebelumnya
pengawasan terhadap PIHK yang
merupakan
terhadap PIHK memberangkatkan warga
kewenangan Menteri
yang negara Indonesia yang
direformulasi menjadi
memberangkatka mendapatkan undangan
kewenangan
n warga negara visa haji mujamalah dari
Pemerintah
Indonesia yang pemerintah Kerajaan
mendapatkan Arab Saudi Sesuai dengan Pasal
undangan visa 4 ayat (1) UUD NRI

923
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
haji mujamalah 1945 yang
dari pemerintah menyebutkan bahwa
Kerajaan Arab Presiden sebagai
Saudi. pemegang kekuasaan
pemerintahan,
menempatkan
Presiden secara
atribusi memiliki
kewenangan
sebagaimana
dimaksud dalam
usulan rumusan
perubahan
Selama ini, kata
“Pemerintah”
dimaknai sebagai
“Menteri”, padahal
berdasarkan
ketentuan Pasal 17
UUD NRI 1945,
Menteri merupakan
pembantu Presiden,
sehingga kekuasaan
pemerintahan tidak
boleh terdegradasi
oleh Menteri
Pasal 59 Pasal 59 Kewenangan
sebagaimana
Pelaksanaan Pelaksanaan Ibadah Haji
dimaksud pada
Ibadah Haji khusus dilakukan
Pasal 59 yang
khusus oleh PIHK setelah
sebelumnya
dilakukan mendapat Perizinan
merupakan
oleh PIHK Berusaha dari
tanggung jawab
setelah Pemerintah Pusat.
Menteri
mendapat izin Perizinan Berusaha direformulasikan
dari Menteri. sebagaimana menjadi kewenangan
lzin dimaksud pada ayat Pemerintah yang
sebagaimana (1) berlaku selama mana dalam
dimaksud PIHK menjalankan pelaksanaannya
pada ayat (1) kegiatan usaha dapat didelegasikan
berlaku Penyelenggaraan kepada Menteri.
selama PIHK Ibadah Haji Khusus.
Sesuai dengan Pasal
menjalankan Ketentuan lebih lanjut 4 ayat (1) UUD NRI

924
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
kegiatan mengenai Perizinan 1945 yang
usaha Berusaha menyebutkan bahwa
Penyelenggara sebagaimana Presiden sebagai
an Ibadah dimaksud pada ayat pemegang
Haji Khusus. (1) diatur dengan kekuasaan
Peraturan pemerintahan,
Pemerintah. menempatkan
Presiden secara
atribusi memiliki
kewenangan
sebagaimana
dimaksud dalam
usulan rumusan
perubahan
Selama ini, kata
“Pemerintah”
dimaknai sebagai
“Menteri”, padahal
berdasarkan
ketentuan Pasal 17
UUD NRI 1945,
Menteri merupakan
pembantu Presiden,
sehingga kekuasaan
pemerintahan tidak
boleh terdegradasi
oleh Menteri.
Kewenangan yang
sebelumnya
merupakan
kewenangan Menteri
direformulasi menjadi
kewenangan
Pemerintah.
Berdasar pasal 4 ayat
(1) UUD 1945, maka
kewenangan dalam
peraturan ini akan
diatur lebih lanjut
dalam peraturan
pemerintah yang
akan mengatur
pendelegasian

925
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
kewenangan dan
tanggung jawab ke
K/L atau pemerintah
daerah.
Pasal 61 Pasal 61 Disesuaikan dengan
konsep RUU
Ketentuan lebih Ketentuan lebih lanjut
Omnibus Law,
lanjut mengenai mengenai persyaratan
bahwa ketentuan
persyaratan PIHK dan pembukaan
pelaksanaan lebih
PIHK, izin PIHK, kantor cabang PIHK
lanjut diatur melalui
dan pembukaan sebagaimana dimaksud
Peraturan
kantor cabang dalam Pasal 58, Pasal
Pemerintah
PIHK 59, dan Pasal 60 diatur
sebagaimana dengan Peraturan
dimaksud dalam Pemerintah.
Pasal 58 sampai
dengan Pasal 60
diatur dengan
Peraturan
Menteri.
Pasal 83 Pasal 83
Menteri Pemerintah Pusat
melakukan melakukan
pengawasan pengawasan dan
dan evaluasi evaluasi terhadap
terhadap PIHK paling lama 60
PIHK paling (enam puluh) Hari
lama 60 terhitung sejak
(enam selesainya
puluh) Hari Penyelenggaraan
terhitung Ibadah Haji Khusus.
sejak Hasil pengawasan dan
selesainya evalusi sebagaimana
Penyelenggar
dimaksud pada ayat
aan Ibadah (1) dilaporkan
Haji Khusus. kepada DPR RI.
Hasil
pengawasan
dan evaluasi
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)
dilaporkan

926
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
kepada DPR
RI.
Pasal 84 Pasal 84 Disesuaikan dengan
konsep RUU
Ketentuan Ketentuan mengenai tata
Omnibus Law,
mengenai tata cara pengawasan dan
bahwa ketentuan
cara pengawasan evaluasi oleh Pemerintah
pelaksanaan lebih
dan evaluasi oleh Pusat sebagaimana
lanjut diatur melalui
Menteri dimaksud dalam Pasal
Peraturan
sebagaimana 83 ayat (1) diatur dengan
Pemerintah
dimaksud dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 83 ayat (1)
diatur dengan
Peraturan
Menteri.
Pasal 85 Pasal 85 Kewenangan
sebagaimana
Menteri Pemerintah Pusat
dimaksud pada
melaksanakan melaksanakan
Pasal 85 yang
akreditasi akreditasi PIHK.
sebelumnya
PIHK. Akreditasi sebagaimana merupakan
Akreditasi dimaksud pada ayat tanggung jawab
sebagaimana (1) dilakukan untuk Menteri
dimaksud menilai kinerja dan direformulasikan
pada ayat (1) kualitas pelayanan menjadi kewenangan
dilakukan PIHK. Pemerintah yang
untuk menilai Pemerintah Pusat mana dalam
kinerja dan pelaksanaannya
menetapkan standar
kualitas dapat didelegasikan
akreditasi PIHK.
pelayanan kepada Menteri.
PIHK. Pemerintah Pusat
memublikasikan Sesuai dengan Pasal
Akreditasi 4 ayat (1) UUD NRI
hasil akreditasi PIHK
sebagaimana 1945 yang
sebagaimana
dimaksud menyebutkan bahwa
dimaksud pada ayat
pada ayat (1) Presiden sebagai
(1) kepada
dilaksanakan pemegang
masyarakat secara
setiap 3 (tiga) kekuasaan
elektronik dan/atau
tahun. pemerintahan,
nonelektronik
Menteri menempatkan
Ketentuan lebih lanjut Presiden secara
menetapkan mengenai akreditasi atribusi memiliki
standar PIHK diatur dengan kewenangan
akreditasi Peraturan sebagaimana
PIHK.

927
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
Menteri Pemerintah. dimaksud dalam
memublikasik usulan rumusan
an hasil perubahan
akreditasi Selama ini, kata
PIHK “Pemerintah”
sebagaimana dimaknai sebagai
dimaksud “Menteri”, padahal
pada ayat (1) berdasarkan
kepada ketentuan Pasal 17
masyarakat
UUD NRI 1945,
secara Menteri merupakan
elektronik pembantu Presiden,
dan/atau sehingga kekuasaan
nonelektronik pemerintahan tidak
Ketentuan lebih boleh terdegradasi
lanjut oleh Menteri.
mengenai
akreditasi
PIHK diatur
dengan
Peraturan
Menteri.
Pasal 89 Pasal 89 Ketentuan Pasal 89
dihapus karena
Untuk Untuk mendapatkan
terlalu teknis diatur
mendapatkan Perizinan Berusaha
dalam Undang-
izin menjadi menjadi PPIU, biro
Undang, sehingga
PPIU, biro perjalanan wisata harus
pengaturannya
perjalanan memenuhi persyaratan
didelegasikan melalui
wisata harus yang ditetapkan
Peraturan
memenuhi Pemerintah Pusat
Pemerintah.
persyaratan:
dimiliki dan
dikelola
oleh warga
negara
Indonesia
beragama
Islam;
terdaftar
sebagai
biro
perjalanan

928
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
wisata
yang sah;
memiliki
kemampu
an
manajerial
, teknis,
kompetens
i
personalia
, dan
kemampu
an
finansial
untuk
menyeleng
garakan
Ibadah
Umrah
yang
dibuktika
n dengan
jaminan
bank;
memiliki
mitra biro
penyeleng
gara
Ibadah
Umrah di
Arab
Saudi
yang
memperol
eh izin
resmi dari
pemerinta
h
Kerajaan
Arab
Saudi;
memiliki
rekam

929
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
jejak
sebagai
biro
perjalanan
wisata
yang
berkualita
s dengan
memiliki
pengalama
n
memberan
gkatkan
dan
melayani
perjalanan
ke luar
negeri;
dan
memiliki
komitmen
untuk
memenuhi
pakta
integritas
menyelengg
arakan
perjalanan
Ibadah
Umrah
sesuai
dengan
standar
pelayanan
minimum
yang
ditetapkan
oleh
Menteri
dan selalu
meningkatk
an kualitas
penyelengg
araan

930
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
Ibadah
Umrah.
Pasal 90 Pasal 90 Kewenangan
sebagaimana
Pelaksanaan Pelaksanaan Ibadah
dimaksud pada
Ibadah Umrah Umrah dilakukan
Pasal 90 yang
dilakukan oleh PPIU setelah
sebelumnya
oleh PPIU mendapat Perizinan
merupakan
setelah Berusaha dari
tanggung jawab
mendapat izin Pemerintah Pusat.
Menteri
dari Menteri. Perizinan sebagaimana direformulasikan
Izin sebagaimana dimaksud pada ayat menjadi kewenangan
dimaksud (1) berlaku selama Pemerintah yang
pada ayat (1) PPIU menjalankan mana dalam
berlaku kegiatan usaha pelaksanaannya
selama PPIU penyelenggaraan dapat didelegasikan
menjalankan Ibadah Umrah. kepada Menteri.
kegiatan
Sesuai dengan Pasal
usaha
4 ayat (1) UUD NRI
penyelenggara
1945 yang
an Ibadah
menyebutkan bahwa
Umrah.
Presiden sebagai
pemegang
kekuasaan
pemerintahan,
menempatkan
Presiden secara
atribusi memiliki
kewenangan
sebagaimana
dimaksud dalam
usulan rumusan
perubahan.
Selama ini, kata
“Pemerintah”
dimaknai sebagai
“Menteri”, padahal
berdasarkan
ketentuan Pasal 17
UUD NRI 1945,
Menteri merupakan
pembantu Presiden,
sehingga kekuasaan

931
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
pemerintahan tidak
boleh terdegradasi
oleh Menteri.
Selanjutnya,
disesuaikan dengan
konsep RUU
Omnibus Law,
bahwa ketentuan
pelaksanaan lebih
lanjut diatur melalui
Peraturan
Pemerintah.
Pasal 91 Pasal 91
PPIU dapat PPIU dapat membuka
membuka kantor cabang PPIU
kantor cabang di luar domisili
PPIU di luar perusahaan.
domisili Pembukaan kantor
perusahaan. cabang PPIU
Pembukaan sebagaimana
kantor cabang dimaksud pada ayat
PPIU (1) harus dilaporkan
sebagaimana kepada Pemerintah
dimaksud Pusat.
pada ayat (1)
harus
dilaporkan
kepada kantor
Kementerian
Agama di
kabupaten/ko
ta setempat
Pasal 92 Pasal 92 Disesuaikan dengan
konsep RUU
Ketentuan lebih Ketentuan lebih lanjut
Omnibus Law,
lanjut mengenai mengenai pemberian
bahwa ketentuan
pemberian izin Perizinan Berusaha dan
pelaksanaan lebih
dan pembukaan pembukaan kantor
lanjut diatur melalui
kantor cabang cabang PPIU
Peraturan
PPIU sebagaimana dimaksud
Pemerintah
sebagaimana dalam Pasal 89, Pasal
dimaksud dalam 90, dan Pasal 91 diatur

932
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
Pasal 90 dan dengan Peraturan
Pasal 91 diatur Pemerintah.
dengan Peraturan
Menteri.
Pasal 99 Pasal 99 Kewenangan
sebagaimana
Menteri Pemerintah Pusat
dimaksud pada
mengawasi mengawasi dan
Pasal 99 yang
dan mengevaluasi
sebelumnya
mengevaluasi penyelenggaraan
merupakan
penyelenggara Ibadah Umrah.
tanggung jawab
an Ibadah Pengawasan dan Menteri
Umrah. evaluasi direformulasikan
Pengawasan dan sebagaimana menjadi kewenangan
evaluasi dimaksud pada ayat Pemerintah yang
sebagaimana (1) dilaksanakan oleh mana dalam
dimaksud aparatur tingkat pelaksanaannya
pada ayat (1) pusat dan/atau dapat didelegasikan
dilaksanakan daerah terhadap kepada Menteri,
oleh aparatur pelaksanaan, aparatur tingkat
tingkat pusat pembinaan, pusat dan/atau
dan/atau pelayanan, dan daerah.
daerah pelindungan yang
Sesuai dengan Pasal
terhadap dilakukan oleh PPIU
4 ayat (1) UUD NRI
pelaksanaan, kepada Jemaah
1945 yang
pembinaan, Umrah.
menyebutkan bahwa
pelayanan,
Dalam melaksanakan Presiden sebagai
dan fungsi pengawasan pemegang
pelindungan dan evaluasi kekuasaan
yang pelaksanaan Ibadah pemerintahan,
dilakukan Umrah, Pemerintah menempatkan
oleh PPIU Pusat dapat Presiden secara
kepada membentuk tim atribusi memiliki
Jemaah koordinasi kewenangan
Umrah. pencegahan, sebagaimana
Dalam pengawasan, dan dimaksud dalam
melaksanaka penindakan usulan rumusan
n fungsi permasalahan perubahan
pengawasan penyelenggaraan
Selama ini, kata
dan evaluasi Ibadah Umrah.
“Pemerintah”
pelaksanaan
dimaknai sebagai
Ibadah
“Menteri”, padahal
Umrah,
berdasarkan

933
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
Menteri dapat ketentuan Pasal 17
membentuk UUD NRI 1945,
tim koordinasi Menteri merupakan
pencegahan, pembantu Presiden,
pengawasan, sehingga kekuasaan
dan pemerintahan tidak
penindakan boleh terdegradasi
permasalahan oleh Menteri.
penyelenggara Selanjutnya
an Ibadah
disesuaikan dengan
Umrah. konsep RUU
Ketentuan lebih Omnibus Law,
lanjut bahwa ketentuan
mengenai tim pelaksanaan lebih
koordinasi lanjut diatur melalui
diatur dengan Peraturan
Peraturan Pemerintah.
Menteri.

Pasal 101 Pasal 101 Disesuaikan dengan


konsep RUU
Hasil Hasil pengawasan dan
Omnibus Law,
pengawasan evaluasi
bahwa ketentuan
dan evaluasi pelaksanaan Ibadah
pelaksanaan lebih
pelaksanaan Umrah digunakan
lanjut diatur melalui
Ibadah sebagai dasar
Peraturan
Umrah akreditasi dan
Pemerintah
digunakan pengenaan sanksi.
untuk dasar Disesuaikan dengan
Ketentuan lebih lanjut
akreditasi konsep pengaturan di
mengenai
dan Omnibus Law
pengawasan dan
pengenaan evaluasi diatur
sanksi. dengan Peraturan
Ketentuan lebih Pemerintah.
lanjut
mengenai
pengawasan
dan evaluasi
diatur dengan
Peraturan
Menteri.

934
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
Bagian Ketujuh Pasal 103 Kewenangan
Akreditasi Pemerintah Pusat sebagaimana
dimaksud pada
Penyelenggara menetapkan
Pasal 103 yang
Perjalanan Ibadah standar akreditasi PPIU
sebelumnya
Umrah
merupakan
Pasal 103 tanggung jawab
Menteri Menteri
menetapkan direformulasikan
standar menjadi kewenangan
akreditasi PPIU Pemerintah yang
mana dalam
pelaksanaannya
dapat didelegasikan
kepada Menteri.
Sesuai dengan Pasal
4 ayat (1) UUD NRI
1945 yang
menyebutkan bahwa
Presiden sebagai
pemegang
kekuasaan
pemerintahan,
menempatkan
Presiden secara
atribusi memiliki
kewenangan
sebagaimana
dimaksud dalam
usulan rumusan
perubahan
Selama ini, kata
“Pemerintah”
dimaknai sebagai
“Menteri”, padahal
berdasarkan
ketentuan Pasal 17
UUD NRI 1945,
Menteri merupakan
pembantu Presiden,
sehingga kekuasaan
pemerintahan tidak
boleh terdegradasi

935
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
oleh Menteri.

Pasal 104 Pasal 104 Kewenangan


sebagaimana
Menteri Pemerintah Pusat
dimaksud pada
melakukan melakukan
Pasal 104 yang
akreditasi akreditasi PPIU.
sebelumnya
PPIU. Akreditasi sebagaimana merupakan
Akreditasi dimaksud pada ayat tanggung jawab
sebagaimana (1) dilakukan untuk Menteri
dimaksud menilai kinerja dan direformulasikan
pada ayat (1) kualitas pelayanan menjadi kewenangan
dilakukan PPIU. Pemerintah yang
untuk mana dalam
menilai pelaksanaannya
kinerja dan dapat didelegasikan
kualitas kepada Menteri,
pelayanan aparatur tingkat
PPIU. pusat dan/atau
Akreditasi daerah.
terhadap Sesuai dengan Pasal
PPIU 4 ayat (1) UUD NRI
dilakukan 1945 yang
setiap 3 (tiga) menyebutkan bahwa
tahun. Presiden sebagai
pemegang
kekuasaan
pemerintahan,
menempatkan
Presiden secara
atribusi memiliki
kewenangan
sebagaimana
dimaksud dalam
usulan rumusan
perubahan
Selama ini, kata
“Pemerintah”
dimaknai sebagai
“Menteri”, padahal
berdasarkan
ketentuan Pasal 17

936
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
UUD NRI 1945,
Menteri merupakan
pembantu Presiden,
sehingga kekuasaan
pemerintahan tidak
boleh terdegradasi
oleh Menteri.
Pasal 106 Pasal 106 Disesuaikan dengan
konsep RUU
Ketentuan lebih Ketentuan lebih lanjut
Omnibus Law,
lanjut mengenai mengenai akreditasi
bahwa ketentuan
akreditasi terhadap PPIU diatur
pelaksanaan lebih
terhadap PPIU dengan Peraturan
lanjut diatur melalui
diatur dengan Pemerintah.
Peraturan
Peraturan
Pemerintah
Menteri.

l. Perizinan Sektor Transportasi


Perubahan dilakukan pada perizinan sektor
perhubungan dengan penerapan Risk Based Approach untuk
perizinan sektor perhubungan. Perizinan yang telah sesuai
dengan ketentuan Internasional mengenai keselamatan dan
keamanan di sektor perhubungan antara lain International
Civil Aviation Organization, Solas 1974, Marpol, Load Line
1966, MLC 2006, BWM Convention, dan Fal Convention tetap
berlaku namun prosedurnya dapat disederhanakan.
Kerjasama penyediaan dan pemeliharaan fasilitas utama dan
fasilitas penunjang dengan pihak ketiga.
Perizinan Sektor Perhubungan terdiri atas empat
Undang-Undang, yaitu:
1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran
2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang
Penerbangan

937
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

3) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas


Angkutan Jalan
4)Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang
Perkeretaapian

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan
Pasal 13 Pasal 13
Pesawat udara,
mesin pesawat Pesawat udara, mesin
udara, dan pesawat udara,
baling-baling dan baling-baling
pesawat pesawat terbang
terbang yang yang akan dibuat
akan dibuat untuk digunakan
untuk secara sah
digunakan (eligible) harus
secara sah memiliki rancang
(eligible) harus bangun.
memiliki Rancang bangun
rancang pesawat udara,
bangun. mesin pesawat
Rancang bangun udara, dan
pesawat baling-baling
udara, mesin pesawat terbang
pesawat sebagaimana
udara, dan dimaksud pada
baling-baling ayat (1) harus
pesawat mendapat
terbang persetujuan dari
sebagaimana Pemerintah
dimaksud Pusat.
pada ayat (1)
harus
mendapat
surat
persetujuan
setelah
dilakukan
pemeriksaan
dan pengujian
sesuai dengan
standar
kelaikudaraan

938
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
.
Pemeriksaan dan
pengujian
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (2)
harus
memenuhi
standar
kelaikudaraan
dan ketentuan
perundang-
undangan.
Pasal 14 Pasal 14 Sertifikasi perlu
dilakukan oleh
Setiap orang yang Dicabut dan
sebuah badan yang
melakukan dinyatakan tidak
terakreditasi guna
kegiatan rancang berlaku.
menjamin orang
bangun pesawat
yang melakukan
udara, mesin
kegiatan rancang
pesawat udara,
bangun pesawat
dan baling-baling
udara, mesin
pesawat terbang
pesawat udara, dan
sebagaimana
baling-baling
dimaksud dalam
pesawat terbang
Pasal 13 harus
memiliki kualifikasi
mendapat surat
yang dibutuhkan.
persetujuan.
Pasal 15 Pasal 15 Penerapan standar
Pesawat udara, Pesawat udara, mesin
mesin pesawat udara, atau
pesawat baling-baling pesawat
udara, atau terbang yang dibuat
baling-baling berdasarkan rancang
pesawat bangun sebagaimana
terbang yang dimaksud dalam
dibuat Pasal 13 untuk
berdasarkan diproduksi harus
rancang memiliki sertifikat
bangun tipe.
sebagaimana
dimaksud
dalam Pasal
13 untuk

939
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
diproduksi
harus
memiliki
sertifikat
tipe.
Sertifikat tipe
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)
diberikan
setelah
dilakukan
pemeriksaan
kesesuaian
terhadap
standar
kelaikudaraa
n rancang
bangun
(initial
airworthines
s) dan telah
memenuhi
uji tipe.
Pasal 16 Pasal 16 Catatan Setkab:
Setiap pesawat Setiap pesawat Sertigikasi validasi
udara, mesin udara, mesin tipe tidak
pesawat pesawat udara, diperlukan,
udara, dan dan baling- mengingat pesawat
baling-baling baling pesawat udara, mesin
pesawat terbang yang pesawat udara, dan
terbang yang dirancang dan baling-baling
dirancang diproduksi di pesawat terbang
dan luar negeri dan yang dirancang dan
diproduksi di diimpor ke diproduksi di luar
luar negeri Indonesia harus negeri dan diimpor
dan diimpor mendapat ke Indonesia telah
ke Indonesia sertifikat sesuai dengan
harus validasi tipe. standar
mendapat internasional.
Sertifikasi validasi
sertifikat Sehingga, cukup
tipe
validasi tipe. dengan
sebagaimana
melampirkan

940
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
Sertifikasi validasi dimaksud pada sertifikat/keterang
tipe ayat (1) an dari otoritas
sebagaimana dilaksanakan negara asal.
dimaksud berdasarkan
pada ayat (1) perjanjian
dilaksanakan antarnegara di
berdasarkan bidang
perjanjian kelaikudaraan.
antarnegara
di bidang
kelaikudaraa
n.
Sertifikat validasi
tipe
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)
diberikan
setelah lulus
pemeriksaan
dan
pengujian.
Pasal 17 Pasal 17 Standar perizinan
Setiap perubahan Setiap perubahan
terhadap terhadap rancang
rancang bangun pesawat
bangun udara, mesin pesawat
pesawat udara, atau baling-
udara, mesin baling pesawat
pesawat terbang yang telah
udara, atau mendapat sertifikat
baling-baling tipe sebagaimana
pesawat dimaksud dalam
terbang yang Pasal 15 harus
telah mendapat
mendapat persetujuan dari
sertifikat tipe Pemerintah Pusat.
sebagaimana
dimaksud
dalam Pasal
15 harus
mendapat

941
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
surat peran.
Peran perubahan
rancang
bangun
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)
diberikan
setelah
dilakukan
pemeriksaan
kesesuaian
rancang
bangun dan
uji tipe
sebagaimana
dimaksud
dalam Pasal
15 ayat (2).
Peran perubahan
rancang
bangun
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)
berupa:
peran
perubaha
n
(modificat
ion);
sertifikat tipe
tambaha
n
(suppleme
nt); atau
amendemen
sertifikat
tipe
(amendm
ent).

942
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan

Pasal 18 Pasal 18 Termasuk


Ketentuan lebih Ketentuan lebih mengatur
lanjut mengenai lanjut mengenai tata mengenai lembaga
tata cara dan cara dan prosedur yang menerbitkan
sertifikat.
prosedur mendapatkan
mendapatkan persetujuan rancang
surat peran bangun, kegiatan
rancang bangun, rancang bangun, dan
kegiatan rancang perubahan rancang
bangun, dan bangun pesawat
perubahan udara, sertifikat tipe,
rancang bangun serta sertifikat
pesawat udara, validasi tipe diatur
sertifikat tipe, dengan Peraturan
serta sertifikat Pemerintah.
validasi tipe
diatur dengan
Peraturan
Menteri.
Pasal 19 Pasal 19 Penetapan NSPK
Setiap badan Setiap badan
hukum hukum
Indonesia Indonesia yang
yang melakukan
melakukan kegiatan
kegiatan produksi
produksi dan/atau
dan/atau perakitan
perakitan pesawat udara,
pesawat mesin pesawat
udara, mesin udara, dan/atau
pesawat baling-baling
udara, pesawat terbang
dan/atau wajib memiliki
baling-baling sertifikat
pesawat produksi.
terbang wajib Ketentuan lebih
memiliki lanjut mengenai
sertifikat sertifikasi
produksi. produksi
Untuk sebagaimana

943
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
memperoleh dimaksud pada
sertifikat ayat (1) diatur
produksi dengan
sebagaimana Peraturan
dimaksud Pemerintah.
pada ayat
(1), badan
hukum
Indonesia
harus
memenuhi
persyaratan:
memiliki
sertifikat
tipe (type
certificate
) atau
memiliki
lisensi
produksi
pembuat
an
berdasar
kan
perjanjia
n dengan
pihak
lain;
fasilitas dan
peralatan
produksi;
struktur
organisas
i
sekurang
-
kurangny
a
memiliki
bidang
produksi
dan
kendali

944
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
mutu;
personel
produksi
dan
kendali
mutu
yang
kompeten
;
sistem
jaminan
kendali
mutu;
dan
sistem
pemeriks
aan
produk
dan
pengujian
produksi.
Sertifikat
produksi
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)
diberikan
setelah
dilakukan
pemeriksaan
dan
pengujian
yang
hasilnya
memenuhi
standar
kelaikudaraa
n.
Pasal 20 Pasal 20
Ketentuan lebih Dicabut dan
lanjut mengenai dinyatakan tidak
tata cara dan

945
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
prosedur berlaku.
memperoleh
sertifikat produksi
pesawat udara
diatur dalam
Peraturan Menteri.
Pasal 21 Pasal 21
Proses sertifikasi Dicabut dan
pesawat udara, dinyatakan tidak
mesin pesawat berlaku.
udara, dan baling-
baling pesawat
terbang
sebagaimana
dimaksud dalam
Pasal 15, Pasal 16,
Pasal 17, dan
Pasal 19
dilaksanakan oleh
lembaga
penyelenggara
pelayanan umum.
Pasal 22 Pasal 22
Proses sertifikasi Dicabut dan
sebagaimana dinyatakan tidak
dimaksud dalam berlaku.
Pasal 21
dikenakan biaya.
Pasal 26 Pasal 26
Pendaftaran Pesawat udara yang
pesawat telah didaftarkan dan
udara memenuhi
sebagaimana persyaratan
dimaksud sebagaimana
dalam Pasal dimaksud dalam
25 diajukan Pasal 25, diterbitkan
oleh pemilik sertifikat
atau yang pendaftaran.
diberi kuasa
dengan
persyaratan:

946
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
menunjukka
n bukti
kepemilik
an atau
penguasa
an
pesawat
udara;
menunjukka
n bukti
penghapu
san
pendaftar
an atau
tidak
didaftark
an di
negara
lain;
memenuhi
ketentua
n
persyarat
an batas
usia
pesawat
udara
yang
ditetapka
n oleh
Menteri;
bukti
asuransi
pesawat
udara;
dan
bukti
terpenuhi
nya
persyarat
an
pengadaa
n

947
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
pesawat
udara.
Pesawat udara
yang telah
memenuhi
persyaratan
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)
diberi
sertifikat
pendaftaran.
Sertifikat
pendaftaran
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (2)
berlaku
selama 3
(tiga) tahun.
Pasal 30 Pasal 30
Ketentuan lebih Ketentuan lebih
lanjut mengenai lanjut mengenai tata
tata cara dan cara dan prosedur
prosedur pendaftaran dan
pendaftaran dan penghapusan tanda
penghapusan pendaftaran dan
tanda pendaftaran tanda kebangsaan
dan tanda Indonesia serta
kebangsaan pemberian sanksi
Indonesia serta administratif diatur
pemberian sanksi dengan Peraturan
administratif Pemerintah.
diatur dengan
Peraturan Menteri.
Pasal 31 Pasal 31
Proses sertifikasi Dicabut dan
pendaftaran dinyatakan tidak
pesawat udara berlaku.
sebagaimana
dimaksud dalam

948
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
Pasal 26 ayat (2)
dan penghapusan
tanda pendaftaran
sebagaimana
dimaksud dalam
Pasal 29
dilaksanakan oleh
lembaga
penyelenggara
pelayanan umum.
Pasal 32 Pasal 32
Proses sertifikasi Dicabut dan
pendaftaran dinyatakan tidak
pesawat udara berlaku.
sebagaimana
dimaksud dalam
Pasal 31
dikenakan biaya.
Pasal 33 Pasal 33
Ketentuan lebih Dicabut dan
lanjut mengenai dinyatakan tidak
lembaga berlaku.
penyelenggara
pelayanan umum,
serta proses dan
biaya sertifikasi
diatur dalam
Peraturan Menteri.
Pasal 37 Pasal 37 Konsistensi dengan
Pasal 34.
Sertifikat Sertifikat
kelaikudaraa kelaikudaraan
n standar standar
sebagaimana sebagaimana
dimaksud dimaksud dalam
dalam Pasal Pasal 36 terdiri atas:
36 terdiri sertifikat
atas: kelaikudaraan
sertifikat standar pertama
kelaikuda (initial
raan airworthiness
standar certificate) yang

949
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
pertama diberikan untuk
(initial pesawat udara
airworthi pertama kali
ness dioperasikan
certificate oleh setiap
) yang orang; dan
diberikan sertifikat
untuk kelaikudaraan
pesawat standar lanjutan
udara
(continous
pertama airworthiness
kali certificate) yang
dioperasi diberikan untuk
kan oleh pesawat udara
setiap setelah sertifikat
orang; kelaikudaraan
dan standar pertama
sertifikat dan akan
kelaikuda dioperasikan
raan secara terus
standar menerus.
lanjutan
(continous
airworthi
ness
certificate
) yang
diberikan
untuk
pesawat
udara
setelah
sertifikat
kelaikuda
raan
standar
pertama
dan akan
dioperasi
kan
secara
terus
menerus.
Untuk

950
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
memperoleh
sertifikat
kelaikudaraa
n standar
pertama
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)
huruf a,
pesawat
udara harus:
memiliki
sertifikat
pendaftar
an yang
berlaku;
melaksanaka
n proses
produksi
dari
rancang
bangun,
pembuat
an
kompone
n,
pengetesa
n
kompone
n,
perakitan
,
pemeriks
aan
kualitas,
dan
pengujian
terbang
yang
memenu
hi
standar
dan
sesuai

951
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
dengan
kategori
tipe
pesawat
udara;
telah
diperiksa
dan
dinyataka
n sesuai
dengan
sertifikat
tipe atau
sertifikat
validasi
tipe atau
sertifikat
tambaha
n validasi
Indonesia
; dan
memenuhi
persyarat
an
standar
kebisinga
n dan
standar
emisi gas
buang.
Untuk
memperoleh
sertifikat
kelaikudaraa
n standar
lanjutan
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)
huruf b,
pesawat
udara harus:
memiliki

952
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
sertifikat
pendaftar
an yang
masih
berlaku;
memiliki
sertifikat
kelaikuda
raan
yang
masih
berlaku;
melaksanaka
n
perawata
n sesuai
dengan
standar
perawata
n yang
telah
ditetapka
n;
telah
memenu
hi
instruksi
kelaikuda
raan
yang
diwajibka
n
(airworthi
ness
directive);
memiliki
sertifikat
tipe
tambaha
n apabila
terdapat
penamba
han

953
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
kemamp
uan
pesawat
udara;
memenuhi
ketentua
n
pengoper
asian;
dan
memenuhi
ketentua
n standar
kebisinga
n dan
standar
emisi gas
buang.
Pasal 40 Pasal 40
Ketentuan lebih Ketentuan lebih
lanjut mengenai lanjut mengenai tata
tata cara dan cara dan prosedur
prosedur untuk untuk memperoleh
memperoleh sertifikat
sertifikat kelaikudaraan
kelaikudaraan diatur dengan
dan pemberian Peraturan
sanksi Pemerintah.
administratif
diatur dengan
Peraturan
Menteri.
Pasal 41 Pasal 41
(1) Setiap orang (1) Setiap orang
yang yang
mengoperasi mengoperasikan
kan pesawat pesawat udara
udara untuk untuk kegiatan
kegiatan angkutan udara
angkutan wajib memiliki
udara wajib sertifikat.

954
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
memiliki (2) Sertifikat
sertifikat. sebagaimana
dimaksud pada
(2) Sertifikat
ayat (1) terdiri
sebagaimana
atas:
dimaksud
pada ayat (1) sertifikat
terdiri atas: operator
pesawat
sertifikat
udara (air
operator
operator
pesawat
certificate),
udara (air
yang
operator
certificate diberikan
kepada
), yang
badan
diberikan
hukum
kepada
Indonesia
badan
yang
hukum
mengoperasi
Indonesia
kan pesawat
yang
udara sipil
mengoper
untuk
asikan
angkutan
pesawat
udara niaga;
udara
atau
sipil
untuk sertifikat
angkutan pengoperasia
n pesawat
udara
udara
niaga;
(operating
atau
certificate),
sertifikat yang
pengoper diberikan
asian kepada
pesawat orang atau
udara badan
(operatin hukum
g Indonesia
certificate yang
), yang mengoperasi
diberikan kan pesawat
kepada udara sipil
orang untuk
atau angkutan

955
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
badan udara bukan
hukum niaga.
Indonesia (3) Ketentuan lebih
yang lanjut mengenai
mengoper sertifikasi
asikan operator
pesawat pesawat udara
udara dan sertifikat
sipil pengoperasian
untuk
pesawat udara
angkutan diatur dengan
udara Peraturan
bukan Pemerintah.
niaga.
(3) Sertifikat
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (2)
diberikan
setelah lulus
pemeriksaan
dan
pengujian
serta
pemohon
mendemonst
rasikan
kemampuan
pengoperasia
n pesawat
udara.
Pasal 42 Pasal 42 Konsepsi dasar
Untuk Dicabut dan perizinan.
mendapatkan dinyatakan tidak
sertifikat operator berlaku.
pesawat udara
sebagaimana
dimaksud dalam
Pasal 41 ayat (2)
huruf a operator
harus:
memiliki izin

956
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
usaha
angkutan
udara niaga;
memiliki dan
menguasai
pesawat
udara sesuai
dengan izin
usaha yang
dimiliki;
memiliki
dan/atau
menguasai
personel
pesawat
udara yang
kompeten
dalam
jumlah rasio
yang
memadai
untuk
mengoperasi
kan dan
melakukan
perawatan
pesawat
udara;
memiliki struktur
organisasi
paling sedikit
di bidang
operasi,
perawatan,
keselamatan,
dan jaminan
kendali
mutu;
memiliki personel
manajemen
yang
kompeten
dengan

957
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
jumlah
memadai;
memiliki
dan/atau
menguasai
fasilitas
pengoperasia
n pesawat
udara;
memiliki
dan/atau
menguasai
persediaan
suku cadang
yang
memadai;
memiliki
pedoman
organisasi
pengoperasia
n (company
operation
manual) dan
pedoman
organisasi
perawatan
(company
maintenance
manual);
memiliki standar
keandalan
pengoperasia
n pesawat
udara
(aircraft
operating
procedures);
memiliki standar
perawatan
pesawat
udara;
memiliki fasilitas

958
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
dan
pedoman
pendidikan
dan/atau
pelatihan
personel
pesawat
udara
(company
training
manuals);
memiliki sistem
jaminan
kendali mutu
(company
quality
assurance
manuals)
untuk
mempertaha
nkan kinerja
operasi dan
teknik secara
terus
menerus;
dan
memiliki
pedoman
sistem
manajemen
keselamatan
(safety
management
system
manual).
Pasal 43 Pasal 43 Sudah diatur
dan dalam muatan
Untuk Dicabut
memperoleh dinyatakan tidak pasal 42.
sertifikat berlaku.
pengoperasian
pesawat udara
sebagaimana

959
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
dimaksud dalam
Pasal 41 ayat (2)
huruf b, operator
harus memenuhi
persyaratan:
memiliki izin
kegiatan
angkutan
udara bukan
niaga;
memiliki dan
menguasai
pesawat
udara sesuai
dengan izin
kegiatan
yang dimiliki;
memiliki
dan/atau
menguasai
personel
operasi
pesawat
udara dan
personel ahli
perawatan
pesawat
udara;
memiliki standar
pengoperasia
n pesawat
udara; dan
memiliki standar
perawatan
pesawat
udara.
Pasal 45 Pasal 45
Ketentuan lebih Ketentuan lebih
lanjut mengenai lanjut mengenai tata
tata cara dan cara dan prosedur
prosedur memperoleh sertifikat

960
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
memperoleh operator pesawat
sertifikat operator udara atau sertifikat
pesawat udara pengoperasian
atau sertifikat pesawat udara dan
pengoperasian pengenaan sanksi
pesawat udara administratif diatur
dan pemberian dengan Peraturan
sanksi Pemerintah.
administratif
diatur dengan
Peraturan
Menteri.
Pasal 46 Pasal 46
Setiap orang yang Setiap orang yang
mengoperasi mengoperasikan
kan pesawat pesawat udara
udara wajib wajib merawat
merawat pesawat udara,
pesawat mesin pesawat
udara, mesin udara, baling-
pesawat baling pesawat
udara, terbang, dan
balingbaling komponennya
pesawat untuk
terbang, dan mempertahanka
komponenny n keandalan dan
a untuk kelaikudaraan
mempertaha secara
nkan berkelanjutan.
keandalan Dalam perawatan
dan pesawat udara,
kelaikudaraa mesin pesawat
n secara udara, baling-
berkelanjuta
baling pesawat
n. terbang, dan
Dalam perawatan komponennya
pesawat sebagaimana
udara, mesin dimaksud pada
pesawat ayat (1) setiap
udara, orang harus
baling-baling membuat
pesawat program
terbang, dan perawatan

961
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
komponenny pesawat udara
a yang disahkan
sebagaimana oleh Pemerintah
dimaksud Pusat.
pada ayat (1)
setiap orang
harus
membuat
program
perawatan
pesawat
udara yang
disahkan
oleh Menteri.
Pasal 47 Pasal 47
(1) Perawatan Perawatan pesawat
pesawat udara, mesin
udara, mesin pesawat udara serta
pesawat baling-baling
udara, pesawat terbang dan
balingbaling komponennya
pesawat sebagaimana
terbang dan dimaksud dalam
komponenny Pasal 46 hanya
a dapat dilakukan
sebagaimana oleh:
dimaksud perusahaan
dalam Pasal angkutan udara
46 hanya yang telah
dapat memiliki
dilakukan sertifikat
oleh: operator
perusahaan pesawat udara;
angkutan dan
udara badan hukum
yang organisasi
telah perawatan
memiliki pesawat udara
sertifikat yang telah
operator memiliki
pesawat sertifikat
udara; organisasi
badan perawatan

962
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
hukum pesawat udara
organisas (approved
i maintenance
perawata organization);
n atau
pesawat personel ahli
udara perawatan
yang pesawat udara
telah yang telah
memiliki memiliki lisensi
sertifikat ahli perawatan
organisas pesawat udara
i (aircraft
perawata maintenance
n engineer license).
pesawat
udara
(approved
maintena
nce
organizati
on); atau
personel ahli
perawata
n
pesawat
udara
yang
telah
memiliki
lisensi
ahli
perawata
n
pesawat
udara
(aircraft
maintena
nce
engineer
license).
(2) Sertifikat
organisasi
perawatan

963
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
pesawat
udara
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)
huruf b dan
lisensi ahli
perawatan
pesawat
udara
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)
huruf c
diberikan
setelah lulus
pemeriksaan
dan
pengujian.
Pasal 48 Pasal 48 Penetapan NSPK.
Untuk Dicabut dan
mendapatkan dinyatakan tidak
sertifikat berlaku.
organisasi
perawatan
pesawat udara
sebagaimana
dimaksud dalam
pasal 47 ayat (1)
huruf b harus
memenuhi
persyaratan:
memiliki atau
menguasai
fasilitas dan
peralatan
pendukung
perawatan
secara
berkelanjutan
;
memiliki atau

964
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
menguasai
personel yang
telah
mempunyai
lisensi ahli
perawatan
pesawat
udara sesuai
dengan
lingkup
pekerjaannya;
memiliki
pedoman
perawatan
dan
pemeriksaaan
;
memiliki
pedoman
perawatan
dan
pemeriksaan
(maintenance
manuals)
terkini yang
dikeluarkan
oleh pabrikan
sesuai
dengan jenis
pesawat
udara yang
dioperasikan;
memiliki
pedoman
jaminan
mutu (quality
assurance
manuals)
untuk
menjamin
dan
mempertahan
kinerja

965
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
perawatan
pesawat
udara, mesin,
baling-baling,
dan
komponen
secara
berkelanjutan
;
memiliki atau
menguasai
suku cadang
untuk
mempertahan
kan
keandalan
dan
kelaikudaraa
n
berkelanjutan
; dan
memiliki
pedoman
sistem
manajemen
keselamatan.
Pasal 51 Pasal 51
Ketentuan lebih Ketentuan lebih
lanjut mengenai lanjut mengenai tata
tata cara, cara, prosedur, dan
prosedur, dan pemberian sertifikat
pemberian organisasi
sertifikat perawatan pesawat
organisasi udara dan lisensi
perawatan ahli perawatan
pesawat udara pesawat udara dan
dan lisensi ahli pengenaan sanksi
perawatan administratif diatur
pesawat udara dengan Peraturan
dan pemberian Pemerintah.
sanksi
administratif
diatur dengan

966
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
Peraturan
Menteri.
Pasal 58 Pasal 58
Setiap personel Setiap personel
pesawat pesawat udara
udara wajib wajib memiliki
memiliki lisensi atau
lisensi atau sertifikat
sertifikat kompetensi.
kompetensi. Personel pesawat
Personel pesawat udara yang
udara yang terkait langsung
terkait dengan
langsung pelaksanaan
dengan pengoperasian
pelaksanaan pesawat udara
pengoperasia wajib memiliki
n pesawat lisensi yang sah
udara wajib dan masih
memiliki berlaku.
lisensi yang
sah dan
masih
berlaku.
Lisensi
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (2)
diberikan
oleh Menteri
setelah
memenuhi
persyaratan:
administratif;
sehat
jasmani
dan
rohani;
sertifikat
kompeten
si di
bidangny
a; dan

967
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
lulus ujian.
Sertifikat
kompetensi
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (3)
huruf c
diperoleh
melalui
pendidikan
dan/atau
pelatihan
yang
diselenggara
kan lembaga
yang telah
diakreditasi.
Pasal 60 Pasal 60
Lisensi personel Lisensi personel
pesawat udara pesawat udara yang
yang diberikan diberikan oleh
oleh negara lain negara lain dapat
dapat diakui diakui melalui
melalui proses proses pengesahan
pengesahan oleh oleh Pemerintah
Menteri. Pusat.
Pasal 61 Pasal 61
Ketentuan lebih Ketentuan lebih
lanjut mengenai lanjut mengenai
persyaratan, tata persyaratan, tata
cara dan cara dan prosedur
prosedur memperoleh lisensi,
memperoleh atau sertifikat
lisensi, atau kompetensi dan
sertifikat lembaga pendidikan
kompetensi dan dan/atau pelatihan
lembaga diatur dengan
pendidikan Peraturan
dan/atau Pemerintah.
pelatihan diatur
dengan Peraturan
Menteri.

968
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
Pasal 63 Pasal 63 Penataan
kewenangan
Pesawat udara Pesawat udara yang
kembali.
yang dapat dapat
dioperasikan dioperasikan di
di wilayah wilayah Negara
Negara Kesatuan
Kesatuan Republik
Republik Indonesia hanya
Indonesia pesawat udara
hanya Indonesia.
pesawat Dalam keadaan
udara tertentu dan
Indonesia. dalam waktu
Dalam keadaan terbatas pesawat
tertentu dan udara asing
dalam waktu dapat
terbatas dioperasikan
pesawat setelah
udara asing mendapat
dapat persetujuan dari
dioperasikan Pemerintah
setelah Pusat.
mendapat Pesawat udara sipil
izin dari asing dapat
Menteri. dioperasikan
Pesawat udara oleh perusahaan
sipil asing angkutan udara
dapat nasional untuk
dioperasikan penerbangan ke
oleh dan dari luar
perusahaan negeri setelah
angkutan adanya
udara perjanjian
nasional antarnegara.
untuk Pesawat udara sipil
penerbangan asing yang akan
ke dan dari dioperasikan
luar negeri sebagaimana
setelah dimaksud pada
adanya ayat (1) dan ayat
perjanjian (2) harus
antarnegara. memenuhi
Pesawat udara persyaratan

969
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
sipil asing kelaikudaraan
yang akan yang ditetapkan
dioperasikan oleh Pemerintah
sebagaimana Pusat.
dimaksud Setiap orang yang
pada ayat (1) melanggar
dan ayat (2) ketentuan
harus sebagaimana
memenuhi dimaksud pada
persyaratan
ayat (1), ayat (2),
kelaikudaraa ayat (3), dan
n. ayat (4) dikenai
Setiap orang yang sanksi
melanggar administratif.
ketentuan Ketentuan lebih
sebagaimana lanjut mengenai
dimaksud pengoperasian
pada ayat pesawat udara
(1), ayat (2), sipil dan
ayat (3), dan pengenaan
ayat (4) sanksi
dikenakan
administratif
sanksi sebagaimana
administratif dimaksud pada
berupa: ayat (5) diatur
Peringatan; dengan
Peraturan
pembekuan
Pemerintah.
sertifikat;
dan/atau
pencabutan
sertifikat.
Ketentuan lebih
lanjut
mengenai
pengoperasia
n pesawat
udara sipil
dan
pemberian
sanksi
administratif
sebagaimana

970
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
dimaksud
pada ayat (5)
diatur
dengan
Peraturan
Menteri.
Pasal 64 Pasal 64
Proses sertifikasi Dicabut dan
kelaikudaraan dinyatakan tidak
sebagaimana berlaku.
dimaksud dalam
Pasal 34 ayat (2),
sertifikasi operator
pesawat udara dan
sertifikasi
pengoperasian
pesawat udara
sebagaimana
dimaksud dalam
Pasal 41 ayat (2),
sertifikasi
organisasi
perawatan pesawat
udara
sebagaimana
dimaksud dalam
Pasal 48,
sertifikasi
organisasi
perawatan pesawat
udara di luar
negeri
sebagaimana
dimaksud dalam
Pasal 49, dan
lisensi personel
pesawat udara
sebagaimana
dimaksud dalam
Pasal 58 ayat (1)
dilaksanakan oleh
lembaga
penyelenggara

971
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
pelayanan umum.
Pasal 66 Pasal 66
Ketentuan lebih Ketentuan lebih
lanjut mengenai lanjut mengenai
lembaga proses dan biaya
penyelenggara sertifikasi diatur
pelayanan umum, dengan Peraturan
serta proses dan Pemerintah.
biaya sertifikasi
diatur dalam
Peraturan Menteri.
Pasal 67 Pasal 67 Penerapan standar.
Setiap pesawat (1) Setiap pesawat
udara negara udara negara
yang dibuat yang dibuat dan
dan dioperasikan
dioperasikan harus memenuhi
harus standar rancang
memenuhi bangun,
standar produksi, dan
rancang kelaikudaraan
bangun, yang ditetapkan
produksi, oleh Pemerintah
dan Pusat.
kelaikudaraa (2) Pesawat udara
n. negara
Pesawat udara sebagaimana
negara dimaksud pada
sebagaimana ayat (1) wajib
dimaksud memiliki tanda
pada ayat (1) identitas.
wajib
memiliki
tanda
identitas.
Pasal 84 Pasal 84
Angkutan udara Angkutan udara
niaga dalam niaga dalam negeri
negeri hanya hanya dapat
dapat dilakukan dilakukan oleh badan
oleh badan usaha usaha angkutan

972
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
angkutan udara udara nasional yang
nasional yang telah memenuhi
telah mendapat Perizinan Berusaha
izin usaha dari Pemerintah
angkutan udara Pusat.
niaga.
Pasal 85 Pasal 85 Penyeragaman
perizinan.
Angkutan udara Angkutan udara
niaga niaga berjadwal
berjadwal dalam negeri
dalam negeri hanya dapat
hanya dapat dilakukan oleh
dilakukan badan usaha
oleh badan angkutan udara
usaha nasional yang
angkutan telah mendapat
udara perizinan
nasional berusaha terkait
yang telah angkutan udara
mendapat niaga berjadwal.
izin usaha Badan usaha
angkutan angkutan udara
udara niaga niaga berjadwal
berjadwal. sebagaimana
Badan usaha dimaksud pada
angkutan ayat (1) dalam
udara niaga keadaan
berjadwal tertentu dan
sebagaimana bersifat
dimaksud sementara dapat
pada ayat (1) melakukan
dalam kegiatan
keadaan angkutan udara
tertentu dan niaga tidak
bersifat berjadwal
sementara setelah
dapat mendapat peran
melakukan dari Pemerintah
kegiatan Pusat.
angkutan Kegiatan angkutan
udara niaga udara niaga
tidak tidak berjadwal
berjadwal

973
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
setelah yang bersifat
mendapat sementara
peran dari sebagaimana
Menteri. dimaksud pada
ayat (2) dapat
Kegiatan
dilakukan atas
angkutan
inisiatif instansi
udara niaga
Pemerintah
tidak
dan/atau atas
berjadwal
permintaan
yang bersifat
badan usaha
sementara
angkutan udara
sebagaimana
niaga nasional.
dimaksud
pada ayat (2) Kegiatan angkutan
dapat udara niaga
dilakukan tidak berjadwal
atas inisiatif yang
instansi dilaksanakan
Pemerintah oleh badan
dan/atau usaha angkutan
atas udara niaga
permintaan berjadwal
badan usaha sebagaimana
angkutan dimaksud pada
udara niaga ayat (2) tidak
nasional. menyebabkan
Kegiatan terganggunya
pelayanan pada
angkutan
rute yang
udara niaga
menjadi
tidak
tanggung
berjadwal
jawabnya dan
yang
pada rute yang
dilaksanakan
masih dilayani
oleh badan
oleh badan
usaha
usaha angkutan
angkutan
udara niaga
udara niaga
berjadwal
berjadwal
lainnya.
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (2)
tidak
menyebabka
n

974
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
tergangguny
a pelayanan
pada rute
yang menjadi
tanggung
jawabnya
dan pada
rute yang
masih
dilayani oleh
badan usaha
angkutan
udara niaga
berjadwal
lainnya.
Pasal 91 Pasal 91 Penyeragaman
udara konsepsi dasar
Angkutan udara Angkutan
perizinan.
niaga tidak niaga tidak
berjadwal berjadwal dalam
dalam negeri negeri hanya
hanya dapat dapat dilakukan
dilakukan oleh badan usaha
oleh badan angkutan udara
usaha nasional yang
angkutan telah memenuhi
udara Perizinan
nasional Berusaha dari
yang telah Pemerintah
mendapat Pusat.
izin usaha Angkutan udara
angkutan niaga tidak
udara niaga berjadwal dalam
tidak negeri
berjadwal. sebagaimana
dimaksud pada
Angkutan udara
ayat (1)
niaga tidak
dilaksanakan
berjadwal
berdasarkan
dalam negeri
peran terbang
sebagaimana
(flight approval).
dimaksud
Badan usaha
pada ayat (1)
angkutan udara
dilaksanakan
berdasarkan niaga tidak

975
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
peran berjadwal dalam
terbang negeri dalam
(flight keadaan tertentu
approval). dan bersifat
sementara dapat
Badan usaha
melakukan
angkutan
kegiatan
udara niaga
angkutan udara
tidak
niaga berjadwal
berjadwal
setelah mendapat
dalam negeri
persetujuan dari
dalam
Pemerintah
keadaan
Pusat.
tertentu dan
Kegiatan angkutan
bersifat
udara niaga
sementara
berjadwal yang
dapat
bersifat
melakukan
sementara
kegiatan
sebagaimana
angkutan
dimaksud pada
udara niaga
ayat (3) dapat
berjadwal
dilakukan atas
setelah
inisiatif instansi
mendapat
Pemerintah,
peran
pemerintah
Menteri.
daerah dan/atau
Kegiatan badan usaha
angkutan angkutan udara
udara niaga niaga nasional.
berjadwal Kegiatan angkutan
yang bersifat udara niaga
sementara berjadwal
sebagaimana sebagaimana
dimaksud dimaksud pada
pada ayat (3) ayat (3) tidak
dapat menyebabkan
dilakukan terganggunya
atas inisiatif pelayanan
instansi angkutan udara
Pemerintah, pada rute yang
pemerintah masih dilayani
daerah oleh badan usaha
dan/atau angkutan udara
badan usaha niaga berjadwal
angkutan

976
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
udara niaga lainnya.
nasional.
Kegiatan
angkutan
udara niaga
berjadwal
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (3)
tidak
menyebabka
n
tergangguny
a pelayanan
angkutan
udara pada
rute yang
masih
dilayani oleh
badan usaha
angkutan
udara niaga
berjadwal
lainnya.
Pasal 93 Pasal 93 Pengembalian
kewenangan.
Kegiatan (1) Kegiatan
angkutan angkutan udara
udara niaga niaga tidak
tidak berjadwal luar
berjadwal negeri yang
luar negeri dilakukan oleh
yang badan usaha
dilakukan angkutan udara
oleh badan niaga nasional
usaha wajib
angkutan mendapatkan
udara niaga persetujuan
nasional terbang dari
wajib Pemerintah
mendapatka Pusat.
n peran (2) Kegiatan
terbang dari angkutan udara

977
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
Menteri. niaga tidak
berjadwal luar
Kegiatan
negeri yang
angkutan
dilakukan oleh
udara niaga
perusahaan
tidak
angkutan udara
berjadwal
niaga asing wajib
luar negeri
mendapatkan
yang
persetujuan
dilakukan
terbang dari
oleh
Pemerintah
perusahaan
Pusat.
angkutan
udara niaga
asing wajib
mendapatka
n peran
terbang dari
Menteri
setelah
mendapat
peran dari
menteri
terkait.
Pasal 94 Pasal 94
Perusahaan Kegiatan angkutan
angkutan udara niaga tidak
udara niaga berjadwal oleh
tidak perusahaan
berjadwal angkutan udara
asing yang asing yang
melayani rute melayani rute ke
ke Indonesia Indonesia
dilarang dilarang
mengangkut mengangkut
penumpang penumpang dari
dari wilayah wilayah
Indonesia, Indonesia, kecuali
kecuali penumpangnya
penumpangny sendiri yang
a sendiri yang diturunkan pada
diturunkan penerbangan
pada sebelumnya (in-
penerbangan

978
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
sebelumnya bound traffic).
(in-bound Perusahaan angkutan
traffic). udara asing yang
Perusahaan melanggar
angkutan ketentuan
udara niaga sebagaimana
tidak dimaksud pada
berjadwal ayat (1) dikenai
asing yang sanksi
melanggar administratif.
ketentuan
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)
dikenakan
sanksi
administratif
berupa denda
administratif.
Prosedur dan tata
cara
pengenaan
sanksi
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (2)
diatur dalam
Peraturan
Pemerintah
mengenai
penerimaan
negara bukan
pajak.
Pasal 95 Pasal 95 Pengembalian
kewenangan.
Perusahaan Perusahaan
angkutan angkutan udara
udara niaga niaga tidak
tidak berjadwal asing
berjadwal khusus
asing khusus pengangkut
pengangkut kargo yang
kargo yang melayani rute ke

979
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
melayani Indonesia
rute ke dilarang
Indonesia mengangkut
dilarang kargo dari
mengangkut wilayah
kargo dari Indonesia,
wilayah kecuali dengan
Indonesia, persetujuan
kecuali Pemerintah
dengan izin Pusat.
Menteri. Perusahaan
Perusahaan angkutan udara
angkutan niaga tidak
udara niaga berjadwal asing
tidak khusus
berjadwal pengangkut
asing khusus kargo yang
pengangkut melanggar
kargo yang ketentuan
melanggar sebagaimana
ketentuan dimaksud pada
sebagaimana ayat (1)
dimaksud dikenakan
pada ayat (1) sanksi
dikenakan administratif
sanksi berupa denda
administratif administratif.
berupa
denda
administratif.
Besaran denda
administratif
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (2)
diatur dalam
Peraturan
Pemerintah
mengenai
penerimaan
negara
bukan pajak.

980
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
Pasal 96 Pasal 96
Ketentuan lebih Ketentuan lebih
lanjut mengenai lanjut mengenai
angkutan udara angkutan udara
niaga, kerja sama niaga, kerja sama
angkutan udara angkutan udara dan
dan prosedur sanksi administratif
pengenaan sanksi termasuk prosedur
administratif dan tata cara diatur
diatur dengan dengan Peraturan
Peraturan Pemerintah.
Menteri.
Pasal 97 Pasal 97
Pelayanan yang Pelayanan yang
diberikan diberikan badan
badan usaha usaha angkutan
angkutan udara niaga
udara niaga berjadwal dalam
berjadwal menjalankan
dalam kegiatannya
menjalankan dapat
kegiatannya dikelompokkan
dapat paling sedikit
dikelompokk dalam:
an paling pelayanan
sedikit
dengan
dalam: standar
pelayanan maksimum
dengan (full
standar services);
maksimu pelayanan
m (full dengan
services); standar
pelayanan menengah
dengan (medium
standar services);
menenga atau
h pelayanan
(medium dengan
services); standar
atau minimum (no
pelayanan frills).

981
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
dengan Badan usaha
standar angkutan udara
minimum niaga berjadwal
(no frills). dalam
menyediakan
Pelayanan
pelayanan
sebagaimana
sebagaimana
dimaksud
dimaksud pada
pada ayat (1)
ayat (1) harus
huruf a
memberitahuka
adalah
n kepada
bentuk
pengguna jasa
pelayanan
tentang kondisi
maksimum
dan spesifikasi
yang
pelayanan yang
diberikan
disediakan.
kepada
penumpang
selama
penerbangan
sesuai
dengan jenis
kelas
pelayanan
penerbangan
.
Pelayanan
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)
huruf b
adalah
bentuk
pelayanan
sederhana
yang
diberikan
kepada
penumpang
selama
penerbangan
.
Pelayanan
sebagaimana

982
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
dimaksud
pada ayat (1)
huruf c
adalah
bentuk
pelayanan
minimum
yang
diberikan
kepada
penumpang
selama
penerbangan
.
Badan usaha
angkutan
udara niaga
berjadwal
dalam
menetapkan
kelas
pelayanan
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)
harus
memberitahu
kan kepada
pengguna
jasa tentang
kondisi dan
spesifikasi
pelayanan
yang
disediakan.
Pasal 99 Pasal 99 Pengembalian
Badan usaha Dicabut dan kewenangan.
angkutan dinyatakan tidak
udara niaga berlaku.
berjadwal
yang
berbasis
biaya operasi

983
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
rendah
sebagaimana
dimaksud
dalam Pasal
98 harus
mengajukan
permohonan
izin kepada
Menteri.
Menteri
menetapkan
badan usaha
angkutan
udara niaga
berjadwal
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)
setelah
memenuhi
persyaratan
yang
ditetapkan.
Terhadap badan
usaha
angkutan
udara niaga
berjadwal
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (2)
harus
dilakukan
evaluasi
secara
periodik.
Pasal 100 Pasal 100
Ketentuan lebih Ketentuan lebih
lanjut mengenai lanjut mengenai
pelayanan badan pelayanan badan
usaha angkutan usaha angkutan
udara niaga udara niaga

984
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
berjadwal diatur berjadwal diatur
dengan Peraturan dengan Peraturan
Menteri. Pemerintah.
Pasal 109 Pasal 109 Konsepsi perizinan.
Untuk Kegiatan angkutan
mendapatka udara niaga
n izin usaha sebagaimana
angkutan dimaksud dalam
udara niaga Pasal 83 ayat (1)
sebagaimana huruf a dilakukan
dimaksud oleh badan usaha di
dalam Pasal bidang angkutan
108, paling udara niaga nasional
sedikit harus setelah memenuhi
memenuhi Perizinan Berusaha
persyaratan: dari Pemerintah
Pusat.
akta
pendirian
badan
usaha
Indonesia
yang
usahanya
bergerak
di bidang
angkutan
udara
niaga
berjadwal
atau
angkutan
udara
niaga
tidak
berjadwal
dan
disahkan
oleh
Menteri
yang
berwenan
g;

985
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
nomor pokok
wajib
pajak
(NPWP);
surat
keteranga
n domisili
yang
diterbitka
n oleh
instansi
yang
berwenan
g;
surat peran
dari
instansi
yang
bertangg
ung
jawab di
bidang
penanam
an modal
apabila
yang
bersangk
utan
menggun
akan
fasilitas
penanam
an modal;
tanda bukti
modal
yang
disetor;
garansi/jami
nan
bank;
dan
rencana

986
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
bisnis
untuk
kurun
waktu
paling
singkat 5
(lima)
tahun.
Dokumen
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)
huruf a,
huruf b,
huruf c,
huruf d, dan
huruf e
diserahkan
dalam
bentuk
salinan yang
telah
dilegalisasi
oleh instansi
yang
mengeluarka
n, dan
dokumen
aslinya
ditunjukkan
kepada
Menteri.
Pasal 110 Pasal 110
Rencana bisnis Dicabut dan
sebagaimana dinyatakan tidak
dimaksud berlaku.
dalam Pasal
109 ayat (1)
huruf g
paling sedikit
memuat:
jenis dan
jumlah

987
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
pesawat
udara
yang
akan
dioperasi
kan;
rencana
pusat
kegiatan
operasi
penerban
gan dan
rute
penerban
gan bagi
badan
usaha
angkutan
udara
niaga
berjadwal
;
rencana
pusat
kegiatan
operasi
penerban
gan bagi
badan
usaha
angkutan
udara
niaga
tidak
berjadwal
;
aspek
pemasara
n dalam
bentuk
potensi
perminta
an pasar

988
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
angkutan
udara;
sumber daya
manusia
yang
terdiri
dari
manajem
en,
teknisi,
dan
personel
pesawat
udara;
kesiapan
atau
kelayaka
n operasi;
dan
analisis dan
evaluasi
aspek
ekonomi
dan
keuangan
.
Penentuan dan
penetapan
lokasi pusat
kegiatan
operasi
penerbangan
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)
huruf b
dilakukan
oleh Menteri
paling sedikit
dengan
mempertimb
angkan:
rencana tata

989
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
ruang
nasional;
pertumbuha
n
kegiatan
ekonomi;
dan
keseimbanga
n
jaringan
dan rute
penerban
gan
nasional.
Pasal 111 Pasal 111
Orang Dicabut dan
perseorangan dinyatakan tidak
dapat berlaku.
diangkat
menjadi
direksi
badan usaha
angkutan
udara niaga,
dengan
memenuhi
persyaratan:
memiliki
kemamp
uan
operasi
dan
manajeri
al
pengelola
an usaha
angkutan
udara
niaga;
telah
dinyataka
n lulus

990
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
uji
kepatuta
n dan uji
kelayaka
n oleh
Menteri;
tidak pernah
terlibat
tindak
pidana
berdasar
kan
putusan
pengadila
n yang
mempun
yai
kekuatan
hukum
tetap
yang
terkait
dengan
penyeleng
garaan
angkutan
udara;
dan
pada saat
memimpi
n badan
usaha
angkutan
udara
niaga,
badan
usahanya
tidak
pernah
dinyataka
n pailit
sesuai
dengan
peratura

991
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
n
perundan
g-
undanga
n.
Persyaratan
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)
tidak berlaku
bagi direktur
utama badan
usaha
angkutan
udara niaga.
Pasal 112 Pasal 112
Izin usaha Perizinan berusaha
angkutan sebagaimana
udara niaga dimaksud dalam
sebagaimana Pasal 109 ayat (1)
dimaksud berlaku selama
dalam Pasal pemegang perizinan
109 ayat (1) berusaha masih
berlaku menjalankan
selama kegiatan angkutan
pemegang udara secara nyata
izin masih dengan terus
menjalankan menerus
kegiatan mengoperasikan
angkutan pesawat udara
udara secara sesuai dengan
nyata dengan Perizinan Berusaha
terus yang diberikan.
menerus
mengoperasi
kan pesawat
udara sesuai
dengan izin
yang
diberikan.
Izin sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)

992
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
dievaluasi
setiap tahun.
Hasil evaluasi
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (2)
digunakan
sebagai
pertimbanga
n untuk
tetap
diperbolehka
n
menjalankan
kegiatan
usahanya.
Pasal 113 Pasal 113
Izin usaha Perizinan Berusaha
angkutan sebagaimana
udara niaga dimaksud dalam
sebagaimana Pasal 109 ayat (1)
dimaksud dilarang
dalam Pasal dipindahtangankan
109 ayat (1) kepada pihak lain
dilarang sebelum melakukan
dipindahtang kegiatan usaha
ankan angkutan udara
kepada pihak secara nyata dengan
lain sebelum mengoperasikan
melakukan pesawat udara
kegiatan sesuai dengan
usaha perizinan berusaha
angkutan yang diberikan.
udara secara
nyata dengan
mengoperasi
kan pesawat
udara sesuai
dengan izin
usaha yang
diberikan.
Pemindahtangana
n izin usaha

993
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
angkutan
udara niaga
hanya dapat
dilakukan
setelah
pemegang
izin usaha
beroperasi
dan
mendapatka
n peran
Menteri.
Pemegang Izin
usaha
angkutan
udara niaga
yang
melanggar
ketentuan
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)
dikenakan
sanksi
administratif
berupa
pencabutan
izin.
Pasal 114 Pasal 114
Ketentuan lebih Ketentuan lebih
lanjut mengenai lanjut mengenai
persyaratan, tata persyaratan, tata
cara, dan cara, dan prosedur
prosedur memperoleh
memperoleh izin perizinan berusaha
usaha angkutan terkait angkutan
udara niaga dan udara niaga diatur
pengangkatan dengan Peraturan
direksi Pemerintah.
perusahaan
angkutan udara
niaga diatur
dengan Peraturan

994
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
Menteri.
Pasal 118 Pasal 118
(1) Pemegang Dicabut dan
izin usaha dinyatakan tidak
angkutan berlaku.
udara niaga
wajib:
melakukan
kegiatan
angkutan
udara
secara
nyata
paling
lambat
12 (dua
belas)
bulan
sejak izin
diterbitka
n dengan
mengoper
asikan
minimal
jumlah
pesawat
udara
yang
dimiliki
dan
dikuasai
sesuai
dengan
lingkup
usaha
atau
kegiatann
ya;
memiliki dan
menguas
ai
pesawat
udara

995
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
dengan
jumlah
tertentu;
mematuhi
ketentua
n wajib
angkut,
penerban
gan sipil,
dan
ketentua
n lain
sesuai
dengan
peratura
n
perundan
g–
undanga
n;
menutup
asuransi
tanggung
jawab
pengangk
ut
dengan
nilai
pertangg
ungan
sebesar
santunan
penumpa
ng
angkutan
udara
niaga
yang
dibuktika
n dengan
perjanjia
n
penutupa
n

996
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
asuransi;
melayani
calon
penumpa
ng secara
adil
tanpa
diskrimin
asi atas
dasar
suku,
agama,
ras,
antargolo
ngan,
serta
strata
ekonomi
dan
sosial;
menyerahka
n laporan
kegiatan
angkutan
udara,
termasuk
keterlam
batan
dan
pembatal
an
penerban
gan,
setiap
bulan
paling
lambat
tanggal
10
(sepuluh)
bulan
berikutny
a kepada
Menteri;

997
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
menyerahka
n laporan
kinerja
keuangan
yang
telah
diaudit
oleh
kantor
akuntan
publik
terdaftar
yang
sekurang
-
kurangny
a
memuat
neraca,
laporan
rugi laba,
arus kas,
dan
rincian
biaya,
setiap
tahun
paling
lambat
akhir
bulan
April
tahun
berikutny
a kepada
Menteri;
melaporkan
apabila
terjadi
perubaha
n
penanggu
ng jawab
atau

998
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
pemilik
badan
usaha
angkutan
udara
niaga,
domisili
badan
usaha
angkutan
udara
niaga dan
pemilikan
pesawat
udara
kepada
Menteri;
dan
memenuhi
standar
pelayana
n yang
ditetapka
n.
Pasal 119 Pasal 119
Pemegang izin Dicabut dan
usaha dinyatakan tidak
angkutan berlaku.
udara niaga
dan
pemegang
izin kegiatan
angkutan
udara bukan
niaga yang
tidak
melakukan
kegiatan
angkutan
udara secara
nyata dengan
mengoperasi
kan pesawat

999
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
udara
selama 12
(dua belas)
bulan
berturut-
turut
sebagaimana
dimaksud
dalam Pasal
118 ayat (1)
huruf a, ayat
(3) huruf a,
dan ayat (4)
huruf a, izin
usaha
angkutan
udara niaga
atau izin
kegiatan
angkutan
udara bukan
niaga yang
diterbitkan
tidak berlaku
dengan
sendirinya.
Pemegang izin
usaha
angkutan
udara niaga
yang
melanggar
ketentuan
sebagaimana
dimaksud
dalam Pasal
118 ayat (1)
huruf c
dikenakan
sanksi
administratif
berupa
peringatan
dan/atau

1000
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
pencabutan
izin serta
denda.
Pemegang izin
usaha
angkutan
udara niaga
dan
pemegang
izin kegiatan
angkutan
udara bukan
niaga yang
melanggar
ketentuan
sebagaimana
dimaksud
dalam Pasal
118 ayat (1)
huruf d
dikenakan
sanksi
administratif
berupa
peringatan
dan/atau
pencabutan
izin.
Pemegang izin
kegiatan
angkutan
udara bukan
niaga yang
melanggar
ketentuan
sebagaimana
dimaksud
dalam Pasal
118 ayat (3)
huruf b dan
ayat (4)
huruf b
dikenakan
sanksi

1001
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
administratif
berupa
peringatan
dan/atau
pencabutan
izin serta
denda.
Pasal 120 Pasal 120
Ketentuan lebih Ketentuan lebih
lanjut mengenai lanjut mengenai
kewajiban kewajiban pemegang
pemegang izin perizinan berusaha,
angkutan udara, persyaratan, tata
persyaratan, tata cara, dan prosedur
cara, dan pengenaan sanksi
prosedur diatur dengan
pengenaan sanksi Peraturan
diatur dengan Pemerintah.
Peraturan
Menteri.
Pasal 131 Pasal 131 Penyederhanaan
perizinan.
Untuk Dicabut dan
menunjang dinyatakan tidak
kegiatan berlaku.
angkutan
udara niaga,
dapat
dilaksanakan
kegiatan
usaha
penunjang
angkutan
udara.
Kegiatan usaha
penunjang
angkutan
udara
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)
harus
mendapat

1002
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
izin dari
Menteri.
Pasal 132 Pasal 132 Penyederhanaan
Untuk Dicabut dan perizinan.
mendapatkan izin dinyatakan tidak
usaha penunjang berlaku.
angkutan udara
sebagaimana
dimaksud dalam
Pasal 131 ayat (2)
wajib memenuhi
persyaratan
memiliki:
akta pendirian
badan usaha
yang telah
disahkan
oleh menteri
yang
berwenang
dan salah
satu
usahanya
bergerak di
bidang
penunjang
angkutan
udara;
nomor pokok
wajib pajak
(NPWP);
surat keterangan
domisili yang
diterbitkan
oleh instansi
yang
berwenang;
surat peran dari
badan
koordinasi
penanaman
modal atau

1003
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
badan
koordinasi
penanaman
modal
daerah
apabila
menggunaka
n fasilitas
penanaman
modal;
tanda bukti
modal yang
disetor;
garansi/jaminan
bank; serta
kelayakan teknis
dan operasi.
Pasal 133 Pasal 133 Penyederhanaan
Ketentuan lebih Dicabut dan perizinan.
lanjut mengenai dinyatakan tidak
persyaratan, tata berlaku.
cara, dan
prosedur
pemberian izin
kegiatan usaha
penunjang
angkutan udara
diatur dengan
Peraturan
Menteri.
Pasal 205 Pasal 205 Peran dikeluarkan
oleh pemerintah.
Daerah Daerah lingkungan
lingkungan kepentingan
kepentingan bandar udara
bandar sebagaimana
udara dimaksud dalam
sebagaimana Pasal 202 huruf
dimaksud g merupakan
dalam Pasal daerah di luar
202 huruf g lingkungan kerja
merupakan bandar udara

1004
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
daerah di yang digunakan
luar untuk menjamin
lingkungan keselamatan
kerja bandar dan keamanan
udara yang penerbangan,
digunakan serta kelancaran
untuk aksesibilitas
menjamin penumpang dan
keselamatan kargo.
dan
Pemanfaatan daerah
keamanan lingkungan
penerbangan kepentingan
, serta bandar udara
kelancaran harus
aksesibilitas mendapatkan
penumpang persetujuan dari
dan kargo. Pemerintah
Pemanfaatan Pusat.
daerah
lingkungan
kepentingan
bandar
udara harus
mendapatka
n peran dari
Menteri.
Pasal 215 Pasal 215 Perizinan dasar
sudah masuk di
Izin mendirikan Dicabut dan
bangunan dinyatakan tidak dalam kajian IMB,
aturan lebih lanjut
bandar berlaku.
di peraturan
udara
pelaksana.
ditetapkan
oleh
Pemerintah
setelah
berkoordinas
i dengan
pemerintah
daerah.
Izin mendirikan
bangunan
bandar

1005
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
udara
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)
diterbitkan
setelah
memenuhi
persyaratan:
bukti
kepemilik
an
dan/atau
penguasa
an lahan;
rekomendasi
yang
diberikan
oleh
instansi
terkait
terhadap
utilitas
dan
aksesibili
tas dalam
penyeleng
garaan
bandar
udara;
bukti
penetapa
n lokasi
bandar
udara;
rancangan
teknik
terinci
fasilitas
pokok
bandar
udara;
dan

1006
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
kelestarian
lingkunga
n.
Pasal 218 Pasal 218
Ketentuan lebih Ketentuan lebih
lanjut mengenai lanjut mengenai
keselamatan dan keselamatan dan
keamanan keamanan
penerbangan, penerbangan,
pelayanan jasa pelayanan jasa
bandar udara, bandar udara, serta
serta tata cara tata cara dan
dan prosedur prosedur untuk
untuk memperoleh
memperoleh sertifikat bandar
sertifikat bandar udara atau register
udara atau bandar udara dan
register bandar pengenaan sanksi
udara dan administratif diatur
pengenaan sanksi dengan Peraturan
administratif Pemerintah.
diatur dengan
Peraturan
Menteri.
Pasal 219 Pasal 219
Setiap badan Setiap badan usaha
usaha bandar udara atau
bandar unit penyelenggara
udara atau bandar udara wajib
unit menyediakan fasilitas
penyelenggar bandar udara yang
a bandar memenuhi
udara wajib persyaratan
menyediakan keselamatan dan
fasilitas keamanan
bandar penerbangan, serta
udara yang pelayanan jasa
memenuhi bandar udara sesuai
persyaratan dengan standar yang
keselamatan ditetapkan.
dan
keamanan

1007
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
penerbangan
, serta
pelayanan
jasa bandar
udara sesuai
dengan
standar
pelayanan
yang
ditetapkan.
Setiap fasilitas
bandar
udara
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)
diberi
sertifikat
kelaikan oleh
Menteri.
Untuk
mempertaha
nkan
kesiapan
fasilitas
bandar
udara, badan
usaha
bandar
udara, atau
unit
penyelenggar
a bandar
udara wajib
melakukan
perawatan
dalam jangka
waktu
tertentu
dengan cara
pengecekan,
tes,
verifikasi,
dan/atau

1008
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
kalibrasi.
Untuk menjaga
dan
meningkatka
n kinerja
fasilitas,
prosedur,
dan personel,
badan usaha
bandar
udara atau
unit
penyelenggar
a bandar
udara wajib
melakukan
pelatihan
penanggulan
gan keadaan
darurat
secara
berkala.
Setiap orang yang
melanggar
ketentuan
sebagaimana
dimaksud
pada ayat
(1), ayat (3),
dan ayat (4)
dikenakan
sanksi
administratif
berupa:
peringatan;
pembekuan
sertifikat;
dan/atau
pencabutan
sertifikat.
Pasal 221 Pasal 221
Ketentuan lebih Ketentuan lebih
lanjut mengenai lanjut mengenai

1009
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
pengoperasian pengoperasian
fasilitas bandar fasilitas bandar udara
udara serta tata serta sanksi
cara dan administratif tata
prosedur cara dan prosedur
pengenaan sanksi dan tata cara
administratif pengenaan sanksi
diatur dengan administratif diatur
Peraturan dengan Peraturan
Menteri. Pemerintah.
Pasal 222 Pasal 222 Penetapan oleh
Setiap personel Setiap personel Pemerintah.
bandar bandar udara
udara wajib wajib memiliki
memiliki lisensi atau
lisensi atau sertifikat
sertifikat kompetensi.
kompetensi. Sertifikat kompetensi
Personel bandar sebagaimana
udara yang dimaksud pada
terkait ayat (1) diperoleh
langsung melalui
dengan pendidikan
pelaksanaan dan/atau
pengoperasia pelatihan yang
n dan/atau diselenggarakan
pemeliharaa lembaga yang
n fasilitas telah diakreditasi
bandar oleh Pemerintah
udara wajib Pusat.
memiliki
lisensi yang
sah dan
masih
berlaku.
Lisensi
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (2)
diberikan
oleh Menteri
setelah
memenuhi

1010
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
persyaratan:
Administratif
sehat
jasmani
dan
rohani;
memiliki
sertifikat
kompeten
si di
bidangny
a; dan
lulus ujian.
Sertifikat
kompetensi
sebagaimana
dimaksud
pada
ayat (3)
huruf c
diperoleh
melalui
pendidikan
dan/atau
pelatihan
yang
diselenggara
kan lembaga
yang telah
diakreditasi
oleh Menteri.
Pasal 224 Pasal 224 Validasi
personel dikembalikan ke
Lisensi personel Lisensi
bandar udara bandar udara yang pemerintah.
yang diberikan diberikan oleh negara
oleh negara lain lain dinyatakan sah
dinyatakan sah melalui proses
melalui proses pengesahan atau
pengesahan atau validasi oleh
validasi oleh Pemerintah Pusat.
Menteri.
Pasal 225 Pasal 225

1011
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
Ketentuan lebih Ketentuan lebih
lanjut mengenai lanjut mengenai
persyaratan, tata persyaratan, tata
cara dan cara dan prosedur
prosedur memperoleh lisensi,
memperoleh lembaga pendidikan
lisensi, lembaga dan/atau pelatihan,
pendidikan serta pengenaan
dan/atau sanksi administratif
pelatihan, serta diatur dengan
pengenaan sanksi Peraturan
administratif Pemerintah.
diatur dengan
Peraturan
Menteri.
Pasal 233 Pasal 233 Pengaturan
kembali konsep
Pelayanan jasa Pelayanan jasa
perizinan.
kebandaruda kebandarudaraan
raan sebagaimana
sebagaimana dimaksud dalam
dimaksud Pasal 232 ayat (2)
dalam Pasal dapat
232 ayat (2) diselenggarakan
dapat oleh:
diselenggara badan usaha bandar
kan oleh: udara untuk
badan usaha bandar udara
bandar yang diusahakan
udara secara komersial
untuk setelah
bandar memenuhi
udara perizinan
yang berusaha dari
diusahak Pemerintah
an secara Pusat; atau
komersial unit penyelenggara
setelah bandar udara
memperol untuk bandar
eh izin udara yang belum
dari diusahakan
Menteri; secara komersial
atau yang dibentuk

1012
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
unit oleh dan
penyeleng bertanggung
gara jawab kepada
bandar pemerintah
udara pusat.
untuk
bandar
udara
yang
belum
diusahak
an secara
komersial
yang
dibentuk
oleh dan
bertangg
ung
jawab
kepada
pemerint
ah
dan/atau
pemerint
ah
daerah.
Izin Menteri
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)
huruf a
diberikan
setelah
memenuhi
persyaratan
administrasi,
keuangan,
dan
manajemen.
Izin Menteri
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)
huruf a tidak

1013
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
dapat
dipindahtang
ankan.
Pelayanan jasa
terkait
dengan
bandar
udara
sebagaimana
dimaksud
dalam Pasal
232 ayat (3)
dapat
diselenggara
kan oleh
orang
perseorangan
warga negara
Indonesia
dan/atau
badan
hukum
Indonesia.
Badan usaha
bandar
udara yang
memindahta
ngankan izin
sebagaimana
dimaksud
ayat (3)
dikenakan
sanksi
administratif
berupa
pencabutan
izin.
Pasal 238 Pasal 238
Ketentuan lebih Ketentuan lebih
lanjut mengenai lanjut mengenai
kegiatan kegiatan
pengusahaan di pengusahaan di

1014
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
bandar udara, bandar udara, serta
serta tata cara tata cara dan
dan prosedur prosedur pengenaan
pengenaan sanksi sanksi administratif
administratif diatur dengan
diatur dengan Peraturan
Peraturan Pemerintah.
Menteri.
Pasal 247 Pasal 247 Izin pembangunan
rangka diberikan oleh
Dalam rangka Dalam
pemerintah.
menunjang menunjang
kegiatan kegiatan tertentu,
tertentu, instansi
Pemerintah, pemerintah Pusat,
pemerintah pemerintah
daerah, daerah, dan/atau
dan/atau badan hukum
badan Indonesia dapat
hukum membangun
Indonesia bandar udara
dapat khusus
membangun dilaksanakan
bandar setelah mendapat
udara persetujuan dari
khusus Pemerintah Pusat
setelah Ketentuan lebih
mendapat lanjut mengenai
izin persetujuan
pembanguna pembangunan
n dari sebagaimana ayat
Menteri. (1) diatur dengan
Izin Peraturan
pembanguna Pemerintah.
n bandar Ketentuan
udara keselamatan dan
khusus keamanan
sebagaimana penerbangan
dimaksud pada bandar
pada ayat (1) udara khusus
harus berlaku
memenuhi sebagaimana
persyaratan: ketentuan pada

1015
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
bukti bandar udara.
kepemilik
an
dan/atau
penguasa
an lahan;
rekomendasi
yang
diberikan
oleh
pemerint
ah
daerah
setempat;
rancangan
teknik
terinci
fasilitas
pokok;
dan
kelestarian
lingkunga
n.
Ketentuan
keselamatan
dan
keamanan
penerbangan
pada bandar
udara
khusus
berlaku
sebagaimana
ketentuan
pada bandar
udara.
Pasal 249 Pasal 249 Izin dikembalikan
Bandar udara Bandar udara khusus kepada pemerintah
khusus dilarang dilarang melayani pusat/ Presiden.
melayani penerbangan
penerbangan langsung dari
langsung dari dan/atau ke luar

1016
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
dan/atau ke luar negeri kecuali dalam
negeri kecuali keadaan tertentu dan
dalam keadaan bersifat sementara,
tertentu dan setelah memperoleh
bersifat persetujan dari
sementara, Pemerintah Pusat.
setelah
memperoleh izin
dari Menteri.
Pasal 250 Pasal 250 Izin dikembalikan
Bandar udara Bandar udara khusus kepada pemerintah
khusus dilarang dilarang digunakan pusat/ Presiden.
digunakan untuk untuk kepentingan
kepentingan umum kecuali dalam
umum kecuali keadaan tertentu
dalam keadaan dengan persetujuan
tertentu dengan dari Pemerintah.
izin Menteri, dan
bersifat
sementara.
Pasal 252 Pasal 252
Ketentuan lebih Ketentuan lebih
lanjut mengenai lanjut mengenai
izin persetujuan
pembangunan pembangunan dan
dan pengoperasian
pengoperasian bandar udara
bandar udara khusus, serta
khusus, serta perubahan status
perubahan status menjadi bandar
menjadi bandar udara yang dapat
udara yang dapat melayani
melayani kepentingan umum
kepentingan diatur dengan
umum diatur Peraturan
dengan Peraturan Pemerintah.
Menteri.
Pasal 253 Pasal 253 Izin dasar (IMB)
dijadikan standar.
Tempat Tempat pendaratan
pendaratan dan lepas landas
dan lepas helikopter

1017
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
landas (heliport) terdiri
helikopter atas:
(heliport) tempat
terdiri atas: pendaratan
tempat dan lepas
pendarat landas
an dan helikopter di
lepas daratan
landas (surface level
helikopte heliport);
r di tempat
daratan pendaratan
(surface dan lepas
level landas
heliport);
helikopter di
tempat atas gedung
pendarat (elevated
an dan heliport); dan
lepas tempat
landas
pendaratan
helikopte dan lepas
r di atas landas
gedung helikopter di
(elevated perairan
heliport);
(helideck).
dan
tempat
pendarat
an dan
lepas
landas
helikopte
r di
perairan
(helideck)
.
Izin mendirikan
bangunan
tempat
pendaratan
dan lepas
landas
helikopter

1018
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)
diberikan
oleh
pemerintah
daerah
setempat
setelah
memperoleh
pertimbanga
n teknis dari
Menteri.
Pertimbangan
teknis
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (2)
meliputi
aspek:
penggunaan
ruang
udara;
rencana jalur
penerban
gan ke
dan dari
tempat
pendarat
an dan
lepas
landas
helikopte
r; serta
standar
teknis
operasion
al
keselama
tan dan
keamana
n
penerban

1019
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
gan.
Pasal 254 Pasal 254 Pengembalian
kewenangan.
Setiap tempat Setiap tempat
pendaratan pendaratan dan
dan lepas lepas landas
landas helikopter yang
helikopter dioperasikan
yang wajib memenuhi
dioperasikan ketentuan
wajib keselamatan
memenuhi dan keamanan
ketentuan penerbangan.
keselamatan Tempat pendaratan
dan dan lepas landas
keamanan helikopter yang
penerbangan telah memenuhi
. ketentuan
Tempat keselamatan
pendaratan penerbangan
dan lepas sebagaimana
landas dimaksud pada
helikopter ayat (1)
yang telah diberikan tanda
memenuhi pendaftaran oleh
ketentuan Pemerintah
keselamatan Pusat.
penerbangan
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)
diberikan
register oleh
Menteri.
Pasal 255 Pasal 255
Ketentuan lebih Ketentuan lebih
lanjut mengenai lanjut mengenai tata
tata cara dan cara dan prosedur
prosedur pemberian
pemberian izin persetujuan
pembangunan pembangunan dan
dan pengoperasian tempat
pengoperasian pendaratan dan lepas

1020
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
tempat landas helikopter
pendaratan dan diatur dengan
lepas landas Peraturan
helikopter diatur Pemerintah.
dengan Peraturan
Menteri.
Pasal 275 Pasal 275 Pengembalian
kewenangan.
Lembaga Lembaga
penyelenggar penyelenggara
a pelayanan pelayanan
navigasi navigasi
penerbangan penerbangan
sebagaimana sebagaimana
dimaksud dimaksud dalam
dalam Pasal Pasal 271 ayat
271 ayat (2) (2) wajib
wajib memiliki
memiliki sertifikat
sertifikat pelayanan
pelayanan navigasi
navigasi penerbangan
penerbangan yang ditetapkan
yang oleh Pemerintah
ditetapkan Pusat.
oleh Menteri. Sertifikat
Sertifikat sebagaimana
sebagaimana dimaksud pada
dimaksud ayat (1)
pada ayat (1) diberikan
diberikan kepada masing-
kepada masing unit
masing- pelayanan
masing unit penyelenggara
pelayanan navigasi
penyelenggar penerbangan.
a navigasi Unit pelayanan
penerbangan penyelenggara
. navigasi
Unit pelayanan penerbangan
penyelenggar sebagaimana
a navigasi dimaksud pada
penerbangan ayat (2) terdiri

1021
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
sebagaimana atas:
dimaksud unit pelayanan
pada ayat (2) navigasi
terdiri atas: penerbangan
unit di bandar
pelayana udara;
n unit pelayanan
navigasi navigasi
penerban pendekatan;
gan di dan
bandar
udara; unit pelayanan
navigasi
unit penerbangan
pelayana
jelajah.
n
navigasi
pendekat
an; dan
unit
pelayana
n
navigasi
penerban
gan
jelajah.
Pasal 277 Pasal 277
Ketentuan lebih Ketentuan lebih
lanjut mengenai lanjut mengenai tata
tata cara dan cara dan prosedur
prosedur pembentukan dan
pembentukan sertifikasi lembaga
dan sertifikasi penyelenggara
lembaga pelayanan navigasi
penyelenggara penerbangan, serta
pelayanan biaya pelayanan jasa
navigasi navigasi penerbangan
penerbangan, diatur dengan
serta biaya Peraturan
pelayanan jasa Pemerintah.
navigasi
penerbangan
diatur dengan

1022
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
Peraturan
Menteri.
Pasal 292 Pasal 292 Persyaratan dan
kompetensi
Setiap personel Setiap personel
penerbitan lisensi
navigasi navigasi
dapat
penerbangan penerbangan
distandarkan, dan
wajib wajib memiliki
cukup diatur
memiliki lisensi atau
dalam peraturan
lisensi atau sertifikat
pemerintah
sertifikat kompetensi.
mengenai NSPK.
kompetensi. Personel navigasi
Personel navigasi penerbangan
penerbangan yang terkait
yang terkait langsung
langsung dengan
dengan pelaksanaan
pelaksanaan pengoperasian
pengoperasia dan/atau
n dan/atau pemeliharaan
pemeliharaa fasilitas navigasi
n fasilitas penerbangan
navigasi wajib memiliki
penerbangan lisensi yang sah
wajib dan masih
memiliki berlaku.
lisensi yang
sah dan
masih
berlaku.
Lisensi
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (2)
diberikan
oleh Menteri
setelah
memenuhi
persyaratan:
administratif;
sehat
jasmani
dan

1023
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
rohani;
memiliki
sertifikat
kompeten
si di
bidangny
a; dan
lulus ujian.
Sertifikat
kompetensi
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (3)
huruf c
diperoleh
melalui
pendidikan
dan/atau
pelatihan
yang
diselenggara
kan lembaga
yang telah
diakreditasi
oleh Menteri.
Pasal 294 Pasal 294 Pengembalian
Lisensi personel Lisensi personel kewenangan.
navigasi navigasi penerbangan
penerbangan yang diberikan oleh
yang diberikan negara lain
oleh negara lain dinyatakan sah
dinyatakan sah melalui proses
melalui proses pengesahan atau
pengesahan atau validasi oleh
validasi oleh Pemerintah Pusat.
Menteri.
Pasal 295 Pasal 295
Ketentuan lebih Ketentuan lebih
lanjut mengenai lanjut mengenai
persyaratan, tata persyaratan, tata cara
cara dan dan prosedur

1024
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
prosedur memperoleh lisensi,
memperoleh dan pengenaan
lisensi, lembaga sanksi administratif
pendidikan diatur dengan
dan/atau Peraturan
pelatihan, dan Pemerintah.
pengenaan sanksi
administratif
diatur dengan
Peraturan
Menteri.
Norma baru. Pasal 374A
(diantara pasal 374
dan 375)
Pesawat terbang dan
helikopter yang
telah
mempunyai
tanda
pendaftaran dan
kebangsaan
Indonesia dapat
dibebani
hipotek.
Pembebanan hipotek
pada pesawat
terbang dan
helikopter
sebagaimana
dimaksud dalam
ayat (1) harus
didaftarkan.
Ketentuan lebih
lanjut mengenai
pembebanan
hipotek pada
pesawat terbang
dan helikopter
sebagaimana
dimaksud dalam
ayat (2) diatur
dengan

1025
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
Peraturan
Pemerintah.
Pasal 389 Pasal 389 Penyeragaman
Setiap personel di Setiap personel di konsepsi perizinan.
bidang bidang penerbangan
penerbangan yang telah memiliki
yang telah sertifikat kompetensi
memiliki sebagaimana
sertifikat dimaksud dalam
kompetensi Pasal 388 dapat
sebagaimana diberi lisensi oleh
dimaksud dalam Pemerintah Pusat
Pasal 388 dapat setelah memenuhi
diberi lisensi oleh persyaratan.
Menteri setelah
memenuhi
persyaratan.
Pasal 392 Pasal 392
Ketentuan lebih Ketentuan lebih
lanjut mengenai lanjut mengenai
sertifikat sertifikat kompetensi
kompetensi dan dan lisensi serta
lisensi serta penyusunan program
penyusunan pelatihan diatur
program pelatihan dengan Peraturan
diatur dengan Pemerintah.
Peraturan Menteri.
Penjelasan Pasal Penjelasan Pasal 27
27 ayat (1) ayat (1)
Yang dimaksud Yang dimaksud
dengan “tanda dengan “tanda
kebangsaan kebangsaan
Indonesia” adalah Indonesia” adalah
pemberian identitas
pemberian
di pesawat udara
identitas di
yang digunakan
pesawat udara
negara kesatuan
yang saat ini
Republik Indonesia.
digunakan
Untuk itu tidak
Negara Kesatuan
semua pesawat udara
Republik
yang telah di
Indonesia terdiri

1026
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
dari 2 (dua) huruf daftarkan harus
yaitu PK. Untuk diberikan tanda
itu, tidak semua kebangsaan.
pesawat udara
yang telah
didaftarkan Tanda kebangsaan
harus diberikan Indonesia melekat
tanda pada sertifikat.
kebangsaan.

Tanda
Kebangsaan
Indonesia
melekat pada
sertifikat
pendaftaran.
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan
Pasal 19 Pasal 19
Jalan Jalan dikelompokkan
dikelompokka dalam beberapa
n dalam kelas
beberapa berdasarkan:
kelas fungsi dan
berdasarkan: intensitas
fungsi dan Lalu Lintas
intensitas guna
Lalu kepentingan
Lintas pengaturan
guna penggunaan
kepentinga Jalan dan
n Kelancaran
pengatura Lalu Lintas
n dan Angkutan
penggunaa Jalan; dan
n Jalan daya dukung
dan untuk
Kelancara menerima
n Lalu muatan
Lintas dan sumbu
Angkutan terberat dan

1027
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
Jalan; dan dimensi
Kendaraan
daya dukung
Bermotor.
untuk
menerima Ketentuan lebih
muatan lanjut mengenai
sumbu pengelompokan
terberat jalan menurut
dan kelas jalan diatur
dimensi dengan Peraturan
Kendaraan Pemerintah.
Bermotor.
Pengelompokan
Jalan
menurut kelas
Jalan
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)
terdiri atas:
jalan kelas I,
yaitu jalan
arteri dan
kolektor
yang dapat
dilalui
Kendaraan
Bermotor
dengan
ukuran
lebar tidak
melebihi
2.500 (dua
ribu lima
ratus)
milimeter,
ukuran
panjang
tidak
melebihi
18.000
(delapan
belas ribu)
milimeter,

1028
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
ukuran
paling
tinggi
4.200
(empat
ribu dua
ratus)
milimeter,
dan
muatan
sumbu
terberat 10
(sepuluh)
ton;
jalan kelas II,
yaitu jalan
arteri,
kolektor,
lokal, dan
lingkunga
n yang
dapat
dilalui
Kendaraan
Bermotor
dengan
ukuran
lebar tidak
melebihi
2.500 (dua
ribu lima
ratus)
milimeter,
ukuran
panjang
tidak
melebihi
12.000
(dua belas
ribu)
milimeter,
ukuran
paling
tinggi

1029
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
4.200
(empat
ribu dua
ratus)
milimeter,
dan
muatan
sumbu
terberat 8
(delapan)
ton;
jalan kelas III,
yaitu jalan
arteri,
kolektor,
lokal, dan
lingkunga
n yang
dapat
dilalui
Kendaraan
Bermotor
dengan
ukuran
lebar tidak
melebihi
2.100 (dua
ribu
seratus)
milimeter,
ukuran
panjang
tidak
melebihi
9.000
(sembilan
ribu)
milimeter,
ukuran
paling
tinggi
3.500 (tiga
ribu lima
ratus)

1030
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
milimeter,
dan
muatan
sumbu
terberat 8
(delapan)
ton; dan
jalan kelas
khusus,
jalan arteri
yang dapat
dilalui
Kendaraan
Bermotor
dengan
ukuran
lebar
melebihi
2.500 (dua
ribu lima
ratus)
milimeter,
ukuran
panjang
melebihi
18.000
(delapan
belas ribu
milimeter,
ukuran
paling
tinggi
4.200
(empat
ribu dua
ratus)
milimeter,
dan
muatan
sumbu
terberat
lebih dari
10
(sepuluh)

1031
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
ton.
Dalam keadaan
tertentu daya
dukung jalan
kelas III
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (2)
huruf c dapat
ditetapkan
muatan
sumbu
terberat
kurang dari 8
(delapan) ton.
Kelas jalan
berdasarkan
spesifikasi
penyediaan
prasarana
jalan diatur
sesuai dengan
ketentuan
peraturan
perundang-
undangan di
bidang Jalan.
Ketentuan lebih
lanjut
mengenai
jalan kelas
khusus
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (2)
huruf d diatur
dengan
peraturan
pemerintah.
Pasal 38 Pasal 38
Setiap Setiap penyelenggara
penyelenggara Terminal wajib

1032
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
Terminal wajib menyediakan
menyediakan fasilitas Terminal
fasilitas yang memenuhi
Terminal yang persyaratan
memenuhi keselamatan dan
persyaratan keamanan.
keselamatan Fasilitas Terminal
dan sebagaimana
keamanan. dimaksud pada
Fasilitas Terminal ayat (1) meliputi
sebagaimana fasilitas utama
dimaksud dan fasilitas
pada ayat (1) penunjang.
meliputi Untuk menjaga
fasilitas kondisi fasilitas
utama dan Terminal
fasilitas sebagaimana
penunjang. dimaksud pada
Untuk menjaga ayat (2),
kondisi penyelenggara
fasilitas Terminal wajib
Terminal melakukan
sebagaimana pemeliharaan.
dimaksud
pada ayat (2),
penyelenggara Penyediaan dan
Terminal wajib pemeliharaan
melakukan fasilitas utama
pemeliharaan. dan fasilitas
penunjang
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (1) dan ayat
(3) dapat
dikerjasamakan
dengan pihak
ketiga sesuai
dengan ketentuan
peraturan
perundang-
undangan.
Pasal 39 Pasal 39
(1) Lingkungan (1) Lingkungan

1033
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
kerja Terminal kerja Terminal
merupakan daerah merupakan daerah
yang yang diperuntukkan
diperuntukkan bagi fasilitas
bagi fasilitas Terminal.
Terminal. (2) Lingkungan
(2) Lingkungan kerja Terminal
kerja Terminal sebagaimana
sebagaimana dimaksud pada ayat
dimaksud pada (1) dikelola oleh
ayat (1) dikelola penyelenggara
oleh penyelenggara Terminal dan
Terminal dan digunakan untuk
digunakan untuk pelaksanaan
pelaksanaan pembangunan,
pembangunan, pengembangan, dan
pengembangan, pengoperasian
dan pengoperasian fasilitas Terminal.
fasilitas Terminal. (3) Lingkungan
(3) Lingkungan kerja Terminal
kerja Terminal sebagaimana
sebagaimana dimaksud pada ayat
dimaksud pada (1) ditetapkan dengan
ayat (1) ditetapkan peraturan daerah
dengan peraturan kabupaten/kota,
daerah khusus Provinsi
kabupaten/kota, Daerah Khusus
khusus Provinsi Ibukota Jakarta
Daerah Khusus ditetapkan dengan
Ibukota Jakarta Peraturan Daerah
ditetapkan dengan Provinsi.
Peraturan Daerah (4) Dalam hal
Provinsi. Pemerintah Pusat
sebagai
penyelenggara
terminal sebagaimana
dimaksud pada ayat
(2), pelaksanaannya
dapat
dikerjasamakan
dengan pihak lain.
Pasal 40 Pasal 40

1034
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
Pembangunan Pembangunan
Terminal Terminal harus
harus dilengkapi
dilengkapi dengan:
dengan: rancang bangun;
rancang buku kerja
bangun; rancang
buku kerja bangun;
rancang
rencana induk
bangun; Terminal;
rencana induk analisis dampak
Terminal; Lalu
analisis Lintas;dan
dampak analisis mengenai
Lalu dampak
Lintas;dan lingkungan.
analisis Pengoperasian
mengenai Terminal meliputi
dampak kegiatan:
lingkunga
n. perencanaan;
Pengoperasian pelaksanaan; dan
Terminal pengawasan
meliputi operasional
kegiatan: Terminal.
perencanaan; Pembangunan
pelaksanaan; Terminal
dan sebagaimana
dimaksud pada
pengawasan ayat (1) serta
operasiona perencanaan dan
l Terminal. pelaksanaan
dalam
pengoperasian
terminal
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (3) huruf a
dan huruf b
dapat
dikerjasamakan

1035
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
dengan pihak
ketiga sesuai
dengan ketentuan
peraturan
perundang-
undangan.
Pasal 43 Pasal 43
Penyediaan Penyediaan fasilitas
fasilitas Parkir Parkir untuk
untuk umum umum hanya
hanya dapat dapat
diselenggarak diselenggarakan
an di luar di luar Ruang
Ruang Milik Milik Jalan
Jalan sesuai setelah
dengan izin memenuhi
yang Perizinan
diberikan. Berusaha dari
Pemerintah
Penyelenggaraan
Pusat.
fasilitas Parkir
di luar Ruang Penyelenggaraan
Milik Jalan fasilitas Parkir di
sebagaimana luar Ruang Milik
dimaksud Jalan
pada ayat (1) sebagaimana
dapat dimaksud pada
dilakukan ayat (1) dapat
oleh dilakukan oleh
perseorangan perseorangan
warga negara warga negara
Indonesia Indonesia atau
atau badan badan hukum
hukum Indonesia berupa:
Indonesia usaha khusus
berupa: perparkiran;
usaha khusus atau
perparkira penunjang usaha
n; atau pokok.
penunjang Fasilitas Parkir di
usaha dalam Ruang
pokok. Milik Jalan hanya
Fasilitas Parkir di dapat

1036
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
dalam Ruang diselenggarakan
Milik Jalan di tempat tertentu
hanya dapat pada jalan
diselenggarak kabupaten, jalan
an di tempat desa, atau jalan
tertentu pada kota yang harus
jalan dinyatakan
kabupaten, dengan Rambu
jalan desa, Lalu Lintas,
atau jalan dan/atau Marka
kota yang Jalan.
harus Ketentuan lebih
dinyatakan lanjut mengenai
dengan Pengguna Jasa
Rambu Lalu fasilitas Parkir,
Lintas, Perizinan
dan/atau Berusaha,
Marka Jalan. persyaratan, dan
Ketentuan lebih tata cara
lanjut penyelenggaraan
mengenai fasilitas dan
Pengguna Parkir untuk
Jasa fasilitas umum diatur
Parkir, dengan Peraturan
perizinan, Pemerintah.
persyaratan,
dan tata cara
penyelenggara
an fasilitas
dan Parkir
untuk umum
diatur dengan
peraturan
pemerintah.
Pasal 50 Pasal 50
Uji tipe Uji tipe sebagaimana
sebagaimana dimaksud dalam
dimaksud Pasal 49 ayat (2)
dalam Pasal huruf a wajib
49 ayat (2) dilakukan bagi
huruf a wajib setiap Kendaraan
dilakukan Bermotor, kereta
bagi setiap gandengan, dan

1037
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
Kendaraan kereta tempelan,
Bermotor, yang diimpor,
kereta dibuat dan/atau
gandengan, dirakit di dalam
dan kereta negeri, serta
tempelan, modifikasi
yang diimpor, Kendaraan
dibuat Bermotor yang
dan/atau menyebabkan
dirakit di perubahan tipe.
dalam negeri, Uji tipe sebagaimana
serta dimaksud pada
modifikasi ayat (1)
Kendaraan dilaksanakan oleh
Bermotor yang Pemerintah Pusat
menyebabkan yang
perubahan pelaksanaannya
tipe. dapat
Uji tipe dikerjasamakan
sebagaimana dengan pihak
dimaksud lain.
pada ayat (1)
Ketentuan lebih
terdiri atas: lanjut mengenai
pengujian fisik uji tipe dan unit
untuk pelaksana
pemenuha sebagaimana
n dimaksud pada
persyarata ayat (1) dan ayat
n teknis (3) diatur dengan
dan laik Peraturan
jalan yang Pemerintah.
dilakukan
terhadap
landasan
Kendaraan
Bermotor
dan
Kendaraan
Bermotor
dalam
keadaan
lengkap;
dan

1038
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
penelitian
rancang
bangun
dan
rekayasa
Kendaraan
Bermotor
yang
dilakukan
terhadap
rumah-
rumah,
bak
muatan,
kereta
gandengan
, kereta
tempelan,
dan
Kendaraan
Bermotor
yang
dimodifika
si tipenya.
Uji tipe
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)
dilaksanakan
oleh unit
pelaksana uji
tipe
Pemerintah.
Ketentuan lebih
lanjut
mengenai uji
tipe dan unit
pelaksana
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)
dan ayat (3)
diatur dengan
peraturan

1039
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
pemerintah.
Pasal 53 Pasal 53
Uji berkala Uji berkala
sebagaimana sebagaimana
dimaksud dimaksud dalam
dalam Pasal Pasal 49 ayat (2)
49 ayat (2) huruf b
huruf b diwajibkan untuk
diwajibkan mobil penumpang
untuk mobil umum, mobil
penumpang bus, mobil
umum, mobil barang, kereta
bus, mobil gandengan, dan
barang, kereta kereta tempelan
gandengan, yang dioperasikan
dan kereta di Jalan.
tempelan yang Pengujian berkala
dioperasikan sebagaimana
di Jalan. dimaksud pada
Pengujian berkala ayat (1) meliputi
sebagaimana kegiatan:
dimaksud pemeriksaan dan
pada ayat (1) pengujian
meliputi fisik
kegiatan: Kendaraan
pemeriksaan Bermotor; dan
dan pengesahan hasil
pengujian uji.
fisik
Kendaraan Kegiatan
Bermotor; pemeriksaan dan
dan pengujian fisik
Kendaraan
pengesahan Bermotor
hasil uji. sebagaimana
Kegiatan dimaksud pada
pemeriksaan ayat (2) huruf a
dan pengujian dilaksanakan oleh
fisik Pemerintah Pusat
Kendaraan dan dapat
Bermotor dikerjasamakan
sebagaimana dengan pihak
dimaksud

1040
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
pada ayat (2) ketiga.
huruf a
dilaksanakan
oleh:
unit
pelaksana
pengujian
pemerinta
h
kabupaten
/ kota;
unit
pelaksana
agen
tunggal
pemegang
merek
yang
mendapat
izin dari
Pemerinta
h; atau
unit
pelaksana
pengujian
swasta
yang
mendapat
kan izin
dari
Pemerinta
h.
Pasal 60 Pasal 60
Bengkel umum Bengkel umum
Kendaraan Kendaraan
Bermotor Bermotor yang
berfungsi berfungsi untuk
untuk memperbaiki dan
memperbaiki, merawat
dan merawat Kendaraan
Kendaraan Bermotor wajib
Bermotor, memenuhi

1041
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
wajib persyaratan
memenuhi teknis dan laik
persyaratan jalan.
teknis dan Bengkel umum yang
laik jalan. mempunyai
Bengkel umum akreditasi dan
yang kualitas tertentu
mempunyai dapat melakukan
akreditasi dan pengujian berkala
kualitas Kendaraan
tertentu dapat Bermotor.
melakukan Penyelenggaraan
pengujian bengkel umum
berkala sebagaimana
Kendaraan dimaksud pada
Bermotor. ayat (1) wajib
Penyelenggaraan memenuhi
bengkel persyaratan yang
umum ditetapkan oleh
sebagaimana Pemerintah
dimaksud Pusat.
pada ayat (1) Penyelenggaraan
wajib bengkel umum
memenuhi sebagaimana
persyaratan dimaksud pada
yang ayat (2) harus
ditetapkan memenuhi
oleh Menteri Perizinan
yang Berusaha dari
bertanggung Pemerintah
jawab di Pusat.
bidang
industri. Pengawasan terhadap
bengkel umum
Penyelenggaraan
Kendaraan
bengkel Bermotor
umum sebagaimana
sebagaimana dimaksud pada
dimaksud ayat (1)
pada ayat (2) dilaksanakan
harus oleh Pemerintah
mendapatkan Pusat.
izin dari
pemerintah Ketentuan lebih

1042
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
kabupaten/ko lanjut mengenai
ta persyaratan dan
berdasarkan tata cara
rekomendasi penyelenggaraan
dari bengkel umum
Kepolisian diatur dengan
Negara Peraturan
Republik Pemerintah.
Indonesia.
Pengawasan
terhadap
bengkel
umum
Kendaraan
Bermotor
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)
dilaksanakan
oleh
pemerintah
kabupaten/ko
ta.
Ketentuan lebih
lanjut
mengenai
persyaratan
dan tata cara
penyelenggara
an bengkel
umum dengan
peraturan
pemerintah.
Pasal 78 Pasal 78
Pendidikan dan Pendidikan dan
pelatihan pelatihan
mengemudi mengemudi
diselenggarak diselenggarakan
an oleh oleh lembaga
lembaga yang yang mendapat
mendapat izin Perizinan
dan Berusaha dari

1043
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
terakreditasi Pemerintah
dari Pusat.
Pemerintah. Ketentuan lebih
Izin lanjut mengenai
penyelenggara Perizinan
an pendidikan Berusaha
dan pelatihan sebagaimana
mengemudi dimaksud pada
yang ayat (1) diatur
diberikan oleh dengan Peraturan
Pemerintah Pemerintah.
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)
dilaksanakan
oleh
Pemerintah
Daerah.
Izin
penyelenggara
an pendidikan
dan pelatihan
mengemudi
yang
diberikan oleh
Pemerintah
Daerah
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (2)
dilaksanakan
berdasarkan
norma,
standar,
prosedur, dan
kriteria yang
ditetapkan
oleh Menteri
yang
membidangi
sarana dan
Prasarana
Lalu Lintas
dan Angkutan

1044
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
Jalan serta
Kepala
Kepolisian
Negara
Republik
Indonesia.
Akreditasi
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)
dilakukan
oleh
Pemerintah
sesuai dengan
ketentuan
peraturan
perundang-
undangan.
Pasal 162 Pasal 162 Persyaratan untuk
Kendaraan Kendaraan Bermotor mendapatkan
Bermotor yang yang mengangkut rekomendasi
mengangkut barang khusus dihapus karena:
barang wajib: Instansi tidak jelas;
khusus wajib: memenuhi Sudah tercakup
memenuhi persyaratan dalam
persyarata keselamatan persyaratan
n sesuai dengan keselamatan.
keselamat sifat dan
an sesuai bentuk
dengan barang yang
sifat dan diangkut;
bentuk diberi tanda
barang
tertentu
yang sesuai dengan
diangkut; barang yang
diberi tanda diangkut;
tertentu memarkir
sesuai Kendaraan di
dengan tempat yang
barang ditetapkan;
yang
diangkut; membongkar dan

1045
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
memarkir memuat
Kendaraan barang di
di tempat tempat yang
yang ditetapkan
ditetapkan dan dengan
; menggunakan
alat sesuai
membongkar
dengan sifat
dan
dan bentuk
memuat
barang yang
barang di
diangkut; dan
tempat
yang beroperasi pada
ditetapkan waktu yang
dan tidak
dengan mengganggu
mengguna Keamanan,
kan alat Keselamatan,
sesuai Kelancaran,
dengan dan
sifat dan Ketertiban
bentuk Lalu Lintas
barang dan Angkutan
yang Jalan.
diangkut; Kendaraan Bermotor
beroperasi Umum yang
pada mengangkut alat
waktu berat dengan
yang tidak dimensi yang
menggang melebihi dimensi
gu yang ditetapkan
Keamanan sebagaimana
, dimaksud dalam
Keselamat Pasal 19 harus
an, mendapat
Kelancara pengawalan dari
n, dan Kepolisian Negara
Ketertiban Republik
Lalu Indonesia.
Lintas dan Pengemudi dan
Angkutan pembantu
Jalan; dan Pengemudi
mendapat Kendaraan
rekomenda Bermotor Umum

1046
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
si dari yang mengangkut
instansi barang khusus
terkait. wajib memiliki
kompetensi
Kendaraan
tertentu sesuai
Bermotor
dengan sifat dan
Umum yang
bentuk barang
mengangkut
khusus yang
alat berat
diangkut.
dengan
dimensi yang
melebihi
dimensi yang
ditetapkan
sebagaimana
dimaksud
dalam Pasal
19 harus
mendapat
pengawalan
dari
Kepolisian
Negara
Republik
Indonesia.
Pengemudi dan
pembantu
Pengemudi
Kendaraan
Bermotor
Umum yang
mengangkut
barang
khusus wajib
memiliki
kompetensi
tertentu
sesuai dengan
sifat dan
bentuk barang
khusus yang
diangkut.
Pasal 165 Pasal 165

1047
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
Angkutan umum Angkutan umum di
di Jalan yang Jalan yang
merupakan merupakan
bagian bagian angkutan
angkutan multimoda
multimoda dilaksanakan
dilaksanakan oleh badan
oleh badan hukum angkutan
hukum multimoda.
angkutan
Kegiatan angkutan
multimoda. umum dalam
Kegiatan angkutan angkutan
umum dalam multimoda
angkutan dilaksanakan
multimoda berdasarkan
dilaksanakan perjanjian yang
berdasarkan dibuat antara
perjanjian badan hukum
yang dibuat angkutan Jalan
antara badan dan badan
hukum hukum angkutan
angkutan multimoda
Jalan dan dan/atau badan
badan hukum hukum moda
angkutan lain.
multimoda Pelayanan angkutan
dan/atau multimoda harus
badan hukum terpadu secara
moda lain. sistem dan
Pelayanan memenuhi
angkutan Perizinan
multimoda Berusaha dari
harus terpadu Pemerintah.
secara sistem Ketentuan lebih
dan mendapat lanjut mengenai
izin dari angkutan
Pemerintah. multimoda,
Ketentuan lebih persyaratan, dan
lanjut tata cara
mengenai memperoleh
angkutan Perizinan
multimoda, Berusaha
persyaratan, sebagaimana

1048
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
dan tata cara dimaksud pada
memperoleh ayat (1) diatur
izin dengan Peraturan
sebagaimana Pemerintah.
dimaksud
pada ayat (1)
diatur dengan
peraturan
pemerintah.
Pasal 170 Pasal 170
Alat penimbangan Alat penimbangan
yang dipasang yang dipasang
secara tetap secara tetap
sebagaimana sebagaimana
dimaksud dimaksud dalam
dalam Pasal Pasal 169 ayat (4)
169 ayat (4) huruf a dipasang
huruf a pada lokasi
dipasang pada tertentu.
lokasi Penetapan lokasi,
tertentu. pengoperasian,
Penetapan lokasi, dan penutupan
pengoperasian alat penimbangan
, dan yang dipasang
penutupan secara tetap pada
alat Jalan
penimbangan sebagaimana
yang dipasang dimaksud pada
secara tetap ayat (1) dilakukan
pada Jalan oleh Pemerintah
sebagaimana Pusat.
dimaksud Pengoperasian dan
pada ayat (1) perawatan alat
dilakukan penimbangan
oleh yang dipasang
Pemerintah. secara tetap serta
Pengoperasian dan sistem informasi
perawatan manajemen
alat dilakukan oleh
penimbangan Pemerintah Pusat
yang dipasang dan dapat
secara tetap dikerjasamakan

1049
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
dilakukan dengan pihak
oleh unit ketiga sesuai
pelaksana dengan ketentuan
penimbangan peraturan
yang ditunjuk perundang-
oleh undangan.
Pemerintah. Petugas alat
Petugas alat penimbangan
penimbangan yang dipasang
yang dipasang secara tetap wajib
secara tetap mendata jenis
wajib mendata barang yang
jenis barang diangkut, berat
yang angkutan, dan
diangkut, asal tujuan.
berat
angkutan, dan
asal tujuan.
Pasal 173 Pasal 173 Ketentuan ini
sudah tidak
Perusahaan Perusahaan
relevan lagi
Angkutan Angkutan Umum
dikarenakan
Umum yang yang
konsep
menyelenggar menyelenggaraka
perizinan
akan n angkutan orang
diubah menjadi
angkutan dan/atau barang
perizinan
orang wajib memenuhi
berbasis risiko.
dan/atau Perizinan
Di luar itu,
barang wajib Berusaha dari
badan usaha
memiliki: Pemerintah
cukup
Pusat.
izin memenuhi
penyelengg Kewajiban memiliki standar
araan Perizinan tertentu.
angkutan Berusaha
Sehingga perlu
orang sebagaimana
disesuaikan
dalam dimaksud pada
dengan konsep
trayek; ayat (1) tidak
RUU Omnibus
berlaku untuk:
izin Law, bahwa
penyelengg pengangkutan ketentuan
araan orang sakit mengenai
angkutan dengan Perizinan
orang menggunakan Berusaha
tidak ambulans; Industri diatur

1050
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
dalam atau lebih lanjut
trayek; dalam
pengangkutan
dan/atau Peraturan
jenazah.
Pemerintah
izin Ketentuan lebih sebagaimana
penyelengg
lanjut mengenai telah
araan perizinan disebutkan di
angkutan
berusaha Pasal
barang sebagaimana sebelumnya.
khusus dimaksud pada
atau alat
ayat (1) diatur Peraturan
berat. Pemerintah
dengan Peraturan
tersebut
Kewajiban Pemerintah.
nantinya akan
memiliki izin
mengatur lebih
sebagaimana
detail mengenai
dimaksud
Perizinan
pada ayat (1)
Berusaha
tidak berlaku
Angkutan
untuk:
Umum.
pengangkutan
orang
sakit
dengan
mengguna
kan
ambulans;
atau
pengangkutan
jenazah.
Pasal 174 Pasal 174 Disesuaikan
dengan konsep
Izin sebagaimana Dicabut dan
RUU Omnibus
dimaksud dinyatakan tidak
Law, bahwa
dalam Pasal berlaku.
ketentuan
173 ayat (1)
pelaksanaan
berupa
lebih lanjut
dokumen
diatur dalam
kontrak
Peraturan
dan/atau
Pemerintah
kartu
elektronik Sudah tercakup
yang terdiri dalam pasal
atas surat 173 ayat (4)
keputusan,

1051
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
surat
pernyataan,
dan kartu
pengawasan.
Pemberian izin
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)
dilaksanakan
melalui seleksi
atau
pelelangan
sesuai dengan
ketentuan
peraturan
perundangan-
undangan.
Izin sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)
dapat berupa
izin pada 1
(satu) trayek
atau pada
beberapa
trayek dalam
satu kawasan.
Pasal 175 Pasal 175 Disesuaikan
dengan konsep
Izin Dicabut dan
RUU Omnibus
penyelenggara dinyatakan tidak
Law, bahwa
an angkutan berlaku.
ketentuan
umum
pelaksanaan
berlaku untuk
lebih lanjut
jangka waktu
diatur dalam
tertentu.
Peraturan
Perpanjangan izin Pemerintah
harus melalui
Sudah tercakup
proses seleksi
dalam pasal
atau
173 ayat (4)
pelelangan
sebagaimana
dimaksud

1052
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
dalam Pasal
174 ayat (2).
Pasal 176 Pasal 176 Disesuaikan
dengan konsep
Izin Dicabut dan
RUU Omnibus
penyelenggaraan dinyatakan tidak
Law, bahwa
angkutan orang berlaku.
ketentuan
dalam trayek
pelaksanaan
sebagaimana
lebih lanjut
dimaksud dalam
diatur dalam
Pasal 173 ayat (1)
Peraturan
huruf a diberikan
Pemerintah
oleh:
Sudah tercakup
Menteri yang
dalam pasal
bertanggung
173 ayat (4)
jawab di
bidang sarana
dan Prasarana
Lalu Lintas
dan Angkutan
Jalan untuk
penyelenggara
an angkutan
orang yang
melayani:
trayek lintas
batas
negara
sesuai
dengan
perjanjian
antarnegar
a;
trayek
antarkabu
paten/kot
a yang
melampaui
wilayah 1
(satu)
provinsi;
trayek
angkutan

1053
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
perkotaan
yang
melampaui
wilayah 1
(satu)
provinsi;
dan
trayek
perdesaan
yang
melewati
wilayah 1
(satu)
provinsi.
gubernur untuk
penyelenggara
an angkutan
orang yang
melayani:
trayek
antarkota
yang
melampaui
wilayah 1
(satu)
kabupaten
/kota
dalam 1
(satu)
provinsi;
trayek
angkutan
perkotaan
yang
melampaui
wilayah 1
(satu)
kabupaten
/kota
dalam
satu
provinsi;

1054
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
dan
trayek
perdesaan
yang
melampaui
wilayah 1
(satu)
kabupaten
dalam
satu
provinsi.
Gubernur Daerah
Khusus
Ibukota
Jakarta untuk
penyelenggara
an angkutan
orang yang
melayani
trayek yang
seluruhnya
berada dalam
wilayah
Provinsi
Daerah
Khusus
Ibukota
Jakarta.
Bupati untuk
penyelenggara
an angkutan
orang yang
melayani:
trayek
perdesaan
yang
berada
dalam 1
(satu)
wilayah
kabupaten
; dan

1055
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
trayek
perkotaan
yang
berada
dalam 1
(satu)
wilayah
kabupaten
.
walikota untuk
penyelenggara
an angkutan
orang yang
melayani
trayek
perkotaan
yang berada
dalam 1 (satu)
wilayah kota.
Pasal 177 Pasal 177 Disesuaikan
dengan konsep
Pemegang izin Dicabut dan
RUU Omnibus
penyelenggaraan dinyatakan tidak
Law, bahwa
angkutan orang berlaku.
ketentuan
dalam trayek
pelaksanaan
wajib:
lebih lanjut
melaksanakan diatur dalam
ketentuan Peraturan
yang Pemerintah
ditetapkan
Sudah tercakup
dalam izin
dalam pasal
yang
173 ayat (4)
diberikan; dan
mengoperasikan
Kendaraan
Bermotor
Umum sesuai
dengan
standar
pelayanan
minimal
sebagaimana
dimaksud

1056
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
dalam Pasal
141 ayat (1).
Pasal 178 Pasal 178 Disesuaikan
dengan konsep
Ketentuan lebih Dicabut dan
RUU Omnibus
lanjut mengenai dinyatakan tidak
Law, bahwa
izin berlaku.
ketentuan
penyelenggaraan
pelaksanaan
angkutan orang
lebih lanjut
dalam trayek
diatur dalam
diatur dengan
Peraturan
peraturan Menteri
Pemerintah
yang bertanggung
jawab di bidang Sudah tercakup
sarana dan dalam pasal
Prasarana Lalu 173 ayat (4)
Lintas dan
Angkutan Jalan.
Pasal 179 Pasal 179 Disesuaikan
dengan konsep
Izin Dicabut dan
RUU Omnibus
penyelenggara dinyatakan tidak
Law, bahwa
an angkutan berlaku.
ketentuan
orang tidak
pelaksanaan
dalam trayek
lebih lanjut
sebagaimana
diatur dalam
dimaksud
Peraturan
dalam Pasal
Pemerintah
173 ayat (1)
huruf b Sudah tercakup
diberikan dalam pasal
oleh: 173 ayat (4)
Menteri yang
bertanggu
ng jawab
di bidang
sarana
dan
Prasarana
Lalu
Lintas dan
Angkutan
Jalan
untuk

1057
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
angkutan
orang yang
melayani:
angkutan
taksi
yang
wilaya
h
operasi
nya
melam
paui 1
(satu)
daerah
provins
i;
angkutan
dengan
tujuan
tertent
u; atau
angkutan
pariwis
ata.
gubernur
untuk
angkutan
taksi yang
wilayah
operasinya
melampaui
lebih dari
1 (satu)
daerah
kabupaten
/kota
dalam 1
(satu)
provinsi;
Gubernur
Daerah
Khusus

1058
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
Ibukota
Jakarta
untuk
angkutan
taksi dan
angkutan
kawasan
tertentu
yang
wilayah
operasinya
berada
dalam
wilayah
Provinsi
Daerah
Khusus
Ibukota
Jakarta;
dan
bupati/waliko
ta untuk
taksi dan
angkutan
kawasan
tertentu
yang
wilayah
operasinya
berada
dalam
wilayah
kabupaten
/kota.
Ketentuan lebih
lanjut
mengenai tata
cara dan
persyaratan
pemberian izin
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)
diatur dengan

1059
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
peraturan
Menteri yang
bertanggung
jawab di
bidang sarana
dan Prasarana
Lalu Lintas
dan Angkutan
Jalan.
Pasal 180 Pasal 180 Disesuaikan
dengan konsep
Izin Dicabut dan
RUU Omnibus
penyelenggara dinyatakan tidak
Law, bahwa
an angkutan berlaku.
ketentuan
barang
pelaksanaan
khusus
lebih lanjut
sebagaimana
diatur dalam
dimaksud
Peraturan
dalam Pasal
Pemerintah
173 ayat (1)
huruf c Sudah tercakup
diberikan oleh dalam pasal
Menteri yang 173 ayat (4)
bertanggung
jawab di
bidang sarana
dan Prasarana
Lalu Lintas
dan Angkutan
Jalan dengan
rekomendasi
dari instansi
terkait.
Izin
penyelenggara
an angkutan
alat berat
sebagaimana
dimaksud
dalam Pasal
173 ayat (1)
huruf c
diberikan oleh
Menteri yang

1060
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
bertanggung
jawab di
bidang sarana
dan Prasarana
Lalu Lintas
dan Angkutan
Jalan.
Ketentuan lebih
lanjut
mengenai tata
cara dan
persyaratan
pemberian izin
penyelenggara
an angkutan
barang
khusus dan
alat berat
diatur dengan
peraturan
Menteri yang
bertanggung
jawab di
bidang sarana
dan Prasarana
Lalu Lintas
dan Angkutan
Jalan.
Pasal 185 Pasal 185
Angkutan Pemerintah Pusat
penumpang dan/atau
umum dengan Pemerintah
tarif kelas Daerah dapat
ekonomi pada memberikan
trayek subsidi angkutan
tertentu dapat pada trayek atau
diberi subsidi lintas tertentu.
oleh Ketentuan lebih
Pemerintah lanjut mengenai
dan/atau pemberian
Pemerintah subsidi angkutan
Daerah. sebagaimana

1061
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
Ketentuan lebih dimaksud pada
lanjut ayat (1) diatur
mengenai dengan peraturan
pemberian pemerintah.
subsidi
angkutan
Penumpang
umum
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)
diatur dengan
peraturan
pemerintah.
Pasal 220 Pasal 220
Pengembangan Rancang bangun
rancang Kendaraan
bangun Bermotor
Kendaraan sebagaimana
Bermotor dimaksud dalam
sebagaimana Pasal 219 ayat (1)
dimaksud huruf a dan
dalam Pasal pengembangan
219 ayat (1) riset dan rancang
huruf a dan bangun
pengembanga sebagaimana
n riset dimaksud pada
rancang ayat (2) huruf a
bangun dilakukan oleh:
sebagaimana Pemerintah
dimaksud Pusat;
pada ayat (2)
huruf a Pemerintah
dilakukan Daerah;
oleh: badan hukum;
Pemerintah; lembaga
Pemerintah penelitian;
Daerah; dan/atau
badan perguruan tinggi.
hukum; Dihapus.
lembaga Rancang bangun
penelitian;

1062
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
dan/atau sebagaimana
dimaksud pada
perguruan
ayat (1) harus
tinggi.
mendapatkan
Pengembangan pengesahan dari
rancang Pemerintah
bangun Pusat.
Kendaraan
Bermotor
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)
wajib
memperhatika
n:
dimensi
utama dan
konstruksi
Kendaraan
Bermotor;
kesesuaian
material;
kesesuaian
motor
penggerak;
kesesuaian
daya
dukung
jalan;
bentuk fisik
Kendaraan
Bermotor;
dimensi,
konstruksi
, posisi,
dan jarak
tempat
duduk;
posisi lampu;
jumlah tempat
duduk;

1063
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
dimensi dan
konstruksi
bak
muatan/v
olume
tangki;
peruntukan
Kendaraan
Bermotor;
dan
fasilitas keluar
darurat.
Rancang bangun
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (2)
harus
mendapatkan
pengesahan
dari Menteri
yang
bertanggung
jawab di
bidang sarana
dan Prasarana
Lalu Lintas
dan Angkutan
Jalan.
Pasal 222 Pasal 222 Ayat 3 dan ayat 4
Pusat dihapus untuk
Pemerintah wajib Pemerintah
selanjutnya diatur
mengembangk wajib
mengembangkan dalam Peraturan
an industri
Pemerintah.
dan teknologi industri dan
prasarana teknologi
yang prasarana yang
menjamin menjamin
Keamanan, Keamanan,
Keselamatan, Keselamatan,
Ketertiban, Ketertiban, dan
dan Kelancaran Lalu
Kelancaran Lintas dan
Lalu Lintas Angkutan Jalan.

1064
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
dan Angkutan Pengembangan
Jalan. industri dan
teknologi
Pengembangan
Prasarana Lalu
industri dan
Lintas dan
teknologi
Angkutan Jalan
Prasarana
dilakukan secara
Lalu Lintas
terpadu dengan
dan Angkutan
dukungan semua
Jalan
sektor terkait.
dilakukan
secara Dihapus
terpadu Dihapus
dengan
dukungan Pengembangan
semua sektor industri dan
terkait. teknologi
sebagaimana
Pengembangan dimaksud pada
industri dan ayat (2) harus
teknologi mendapatkan
sebagaimana pengesahan dari
dimaksud Pemerintah
pada ayat (1) Pusat.
meliputi
modernisasi
fasilitas:
pengatur Lalu
Lintas dan
Angkutan
Jalan;
penegakan
hukum;
uji kelaikan
Kendaraan
;
Keamanan,
Keselamat
an,
Ketertiban,
serta
Kelancara
n Lalu
Lintas dan

1065
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
Angkutan
Jalan;
pengawasan
Lalu
Lintas dan
Angkutan
Jalan;
registrasi dan
identifikasi
Kendaraan
Bermotor
dan
Pengemudi
;
Sistem
Informasi
dan
Komunika
si Lalu
Lintas dan
Angkutan
Jalan; dan
keselamatan
Pengemudi
dan/atau
Penumpan
g.
Metode
pengembanga
n industri dan
teknologi
meliputi:
pemahaman
teknologi;
pengalihan
teknologi;
dan
fasilitasi riset
teknologi.
Pengembangan
industri dan

1066
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
teknologi
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (3)
harus
mendapatkan
pengesahan
dari instansi
terkait.
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran
Pasal 5 Pasal 5 Sesuai dengan
Pasal 4 ayat (1)
Pelayaran Pelayaran dikuasai
UUD 1945 yang
dikuasai oleh oleh negara dan
menyebutkan
negara dan pembinaannya
bahwa Presiden
pembinaann dilakukan oleh
sebagai pemegang
ya dilakukan Pemerintah
kekuasaan
oleh Pusat.
pemerintahan,
Pemerintah. Pembinaan pelayaran
menempatkan
sebagaimana
Pembinaan Presiden secara
dimaksud pada
pelayaran atribusi memiliki
ayat (1) meliputi:
sebagaimana kewenangan
pengaturan;
dimaksud menyelenggarakan
pengendalian;
pada ayat (1) urusan
dan
meliputi: pemerintahan
pengawasan.
pengaturan; khususnya di
Pembinaan pelayaran
bidang Pelayaran.
pengendalian sebagaimana
; dan dimaksud pada Kewenangan
ayat (2) huruf a, penyelenggaraan
pengawasan. huruf b dan penguasaan negara
Pengaturan huruf c diatur yang awalnya
sebagaimana dengan Peraturan diberikan secara
dimaksud Pemerintah. atribusi kepada
pada ayat (2) pemerintah daerah,
huruf a berubah menjadi
meliputi bersifat
penetapan pendelegasian atau
kebijakan didelegasikan oleh
umum dan Pemerintah kepada
teknis, Pemerintah
antara lain, Daerah.
penentuan Kewenangan
norma,

1067
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
standar, pengaturan,
pedoman, pengendalian, dan
kriteria, pengawasan
perencanaan dilakukan oleh
, dan Pemerintah, agar
prosedur perizinan dan
termasuk pengawasan
persyaratan perizinan menjadi
keselamatan satu pintu.
dan
Adapun teknis
keamanan pengaturan,
pelayaran pengendalian, dan
serta pengawasan
perizinan. dituangkan dalam
Pengendalian NSPK.
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (2)
huruf b
meliputi
pemberian
arahan,
bimbingan,
pelatihan,
perizinan,
sertifikasi,
serta
bantuan
teknis di
bidang
pembanguna
n dan
pengoperasia
n.
Pengawasan
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (2)
huruf c
meliputi
kegiatan
pengawasan
pembanguna
n dan

1068
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
pengoperasia
n agar sesuai
dengan
peraturan
perundangu
ndangan
termasuk
melakukan
tindakan
korektif dan
penegakan
hukum.
Pembinaan
pelayaran
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (2)
dilakukan
dengan
memperhatik
an seluruh
aspek
kehidupan
masyarakat
dan
diarahkan
untuk :
memperlanca
r arus
perpinda
han
orang
dan/atau
barang
secara
massal
melalui
perairan
dengan
selamat,
aman,
cepat,
lancar,
tertib dan

1069
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
teratur,
nyaman,
dan
berdaya
guna,
dengan
biaya
yang
terjangka
u oleh
daya beli
masyarak
at;
meningkatka
n
penyeleng
garaan
kegiatan
angkutan
di
perairan,
kepelabu
hanan,
keselama
tan dan
keamana
n, serta
perlindun
gan
lingkunga
n maritim
sebagai
bagian
dari
keseluru
han
moda
transport
asi secara
terpadu
dengan
memanfa
atkan
perkemba

1070
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
ngan
ilmu
pengetah
uan dan
teknologi;
mengembang
kan
kemamp
uan
armada
angkutan
nasional
yang
tangguh
di
perairan
serta
didukung
industri
perkapala
n yang
andal
sehingga
mampu
memenu
hi
kebutuha
n
angkutan
, baik di
dalam
negeri
maupun
dari dan
ke luar
negeri;
mengembang
kan
usaha
jasa
angkutan
di
perairan
nasional

1071
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
yang
andal
dan
berdaya
saing
serta
didukung
kemudah
an
memperol
eh
pendanaa
n,
keringan
an
perpajaka
n, dan
industri
perkapala
n yang
tangguh
sehingga
mampu
mandiri
dan
bersaing;
meningkatka
n
kemamp
uan dan
peranan
kepelabu
hanan
serta
keselama
tan dan
keamana
n
pelayaran
dengan
menjami
n
tersedian
ya

1072
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
alurpelay
aran,
kolam
pelabuha
n, dan
Sarana
Bantu
Navigasi-
Pelayaran
yang
memadai
dalam
rangka
menunja
ng
angkutan
di
perairan;
mewujudkan
sumber
daya
manusia
yang
berjiwa
bahari,
profesion
al, dan
mampu
mengikut
i
perkemba
ngan
kebutuha
n
penyeleng
garaan
pelayaran
; dan
memenuhi
perlindun
gan
lingkunga
n maritim
dengan

1073
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
upaya
pencegah
an dan
penanggu
langan
pencemar
an yang
bersumbe
r dari
kegiatan
angkutan
di
perairan,
kepelabu
hanan,
serta
keselama
tan dan
keamana
n.
Pemerintah
daerah
melakukan
pembinaan
pelayaran
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (6)
sesuai
dengan
kewenangan
nya.
Pasal 8 Pasal 8
Kegiatan Kegiatan angkutan
angkutan laut dalam negeri
laut dalam dilakukan oleh
negeri perusahaan
dilakukan angkutan laut
oleh nasional dengan
perusahaan menggunakan
angkutan kapal berbendera
laut nasional Indonesia serta
dengan diawaki oleh

1074
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
menggunaka Awak Kapal
n kapal berkewarganegara
berbendera an Indonesia.
Indonesia Dalam hal untuk
serta diawaki kegiatan
oleh Awak angkutan laut
Kapal dalam negeri
berkewargan sebagaimana
egaraan dimaksud pada
Indonesia. ayat (1) belum
cukup tersedia
Kapal asing
kapal berbendera
dilarang
Indonesia,
mengangkut
perusahaan
penumpang
angkutan laut
dan/atau
nasional dapat
barang
menggunakan
antarpulau
kapal asing.
atau
Ketentuan lebih
antarpelabuh
lanjut mengenai
an di wilayah
penggunaan
perairan
kapal asing untuk
Indonesia.
kegiatan
angkutan laut
dalam negeri
diatur dengan
Peraturan
Pemerintah.
Pasal 9 Pasal 9
Kegiatan Kegiatan angkutan
angkutan laut dalam negeri
laut dalam disusun dan
negeri dilaksanakan
disusun dan secara terpadu,
dilaksanakan baik intra
secara maupun
terpadu, baik antarmoda yang
intra merupakan satu
maupun kesatuan sistem
antarmoda transportasi
yang nasional.
merupakan Kegiatan angkutan
satu laut dalam negeri

1075
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
kesatuan sebagaimana
sistem dimaksud pada
transportasi ayat (1)
nasional. dilaksanakan
dengan trayek
Kegiatan
tetap dan teratur
angkutan
(liner) serta dapat
laut dalam
dilengkapi dengan
negeri
trayek tidak tetap
sebagaimana
dan tidak teratur
dimaksud
(tramper).
pada ayat (1)
Kegiatan angkutan
dilaksanakan
laut dalam negeri
dengan
yang melayani
trayek tetap
trayek tetap dan
dan teratur
teratur dilakukan
(liner) serta
dalam jaringan
dapat
trayek.
dilengkapi
Jaringan trayek tetap
dengan
dan teratur
trayek tidak
sebagaimana
tetap dan
dimaksud pada
tidak teratur
ayat (3)
(tramper).
ditetapkan oleh
Kegiatan Pemerintah
angkutan Pusat.
laut dalam Pengoperasian kapal
negeri yang pada trayek tidak
melayani tetap dan tidak
trayek tetap teratur
dan teratur sebagaimana
dilakukan dimaksud pada
dalam ayat (2) dilakukan
jaringan oleh perusahaan
trayek. angkutan laut
Jaringan trayek nasional dan
tetap dan wajib dilaporkan
teratur kepada
angkutan Pemerintah
laut dalam Pusat.
negeri
disusun
dengan
memperhatik

1076
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
an:
pengembanga
n pusat
industri,
perdagang
an, dan
pariwisata;
pengembanga
n wilayah
dan/atau
daerah;
rencana
umum tata
ruang;
keterpaduan
intra-dan
antarmoda
transporta
si; dan
perwujudan
Wawasan
Nusantara.
Penyusunan
jaringan
trayek tetap
dan teratur
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (4)
dilakukan
bersama oleh
Pemerintah,
pemerintah
daerah, dan
asosiasi
perusahaan
angkutan
laut nasional
dengan
memperhatik
an masukan
asosiasi
pengguna
jasa

1077
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
angkutan
laut.
Jaringan trayek
tetap dan
teratur
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (5)
ditetapkan
oleh Menteri.
Pengoperasian
kapal pada
jaringan
trayek tetap
dan teratur
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (5)
dilakukan
oleh
perusahaan
angkutan
laut nasional
dengan
mempertimb
angkan:
kelaiklautan
kapal;
menggunakan
kapal
berbender
a
Indonesia
dan
diawaki
oleh warga
negara
Indonesia;
keseimbangan
permintaa
n dan
tersediany
a ruangan;

1078
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
kondisi alur
dan
fasilitas
pelabuhan
yang
disinggahi;
dan
tipe dan
ukuran
kapal
sesuai
dengan
kebutuhan
.
Pengoperasian
kapal pada
trayek tidak
tetap dan
tidak teratur
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (2)
dilakukan
oleh
perusahaan
angkutan
laut nasional
dan wajib
dilaporkan
kepada
Pemerintah.
Pasal 13 Pasal 13 Disesuaikan
dengan konsep
Kegiatan Kegiatan angkutan
RUU Omnibus Law,
angkutan laut khusus
bahwa ketentuan
laut khusus dilakukan oleh
pelaksanaan lebih
dilakukan badan usaha
lanjut diatur dalam
oleh badan untuk
Standar yang
usaha untuk menunjang
berupa Peraturan
menunjang usaha pokok
Pemerintah
usaha pokok untuk
untuk kepentingan Kemudahan dalam
kepentingan sendiri dengan perizinan angkutan
sendiri menggunakan laut, dengan

1079
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
dengan kapal pengaturan lebih
menggunaka berbendera lanjut terkait
n kapal Indonesia yang teknis dan tata
berbendera memenuhi kelola diatur dalam
Indonesia persyaratan NSPK.
yang kelaiklautan
memenuhi kapal dan
persyaratan diawaki oleh
kelaiklautan Awak Kapal
kapal dan berkewarganega
diawaki oleh raan Indonesia.
Awak Kapal Kegiatan angkutan
berkewargane laut khusus
garaan sebagaimana
Indonesia. dimaksud pada
Kegiatan ayat (1)
angkutan dilakukan
laut khusus berdasarkan
sebagaimana Perizinan
dimaksud Berusaha dari
pada ayat (1) Pemerintah
dilakukan Pusat.
berdasarkan
izin operasi
dari
Pemerintah.
Kegiatan
angkutan
laut khusus
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)
diselenggarak
an dengan
menggunaka
n kapal
berbendera
Indonesia
yang laik laut
dengan
kondisi dan
persyaratan
kapal sesuai
dengan jenis

1080
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
kegiatan
usaha
pokoknya.
Kegiatan
angkutan
laut khusus
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)
dilarang
mengangkut
muatan atau
barang milik
pihak lain
dan/atau
mengangkut
muatan atau
barang
umum
kecuali dalam
hal keadaan
tertentu
berdasarkan
izin
Pemerintah.
Keadaan tertentu
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (4)
berupa:
tidak
tersediany
a kapal;
dan
belum adanya
perusahaa
n
angkutan
yang
mampu
melayani
sebagian
atau

1081
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
seluruh
permintaa
n jasa
angkutan
yang ada.
Pelaksana
kegiatan
angkutan
laut asing
yang
melakukan
kegiatan
angkutan
laut khusus
ke pelabuhan
Indonesia
yang terbuka
bagi
perdagangan
luar negeri
wajib
menunjuk
perusahaan
angkutan
laut nasional
atau
pelaksana
kegiatan
angkutan
laut khusus
sebagai agen
umum.
Pelaksana
kegiatan
angkutan
laut khusus
hanya dapat
menjadi agen
bagi kapal
yang
melakukan
kegiatan yang
sejenis
dengan usaha

1082
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
pokoknya.
Pasal 27 Pasal 27 Disesuaikan
dengan konsep
Untuk melakukan Untuk melakukan
RUU Omnibus Law,
kegiatan angkutan kegiatan angkutan
bahwa ketentuan
di perairan orang di perairan, orang
pelaksanaan lebih
perseorangan perseorangan warga
lanjut diatur dalam
warga negara negara Indonesia
Standar yang
Indonesia atau atau badan usaha
berupa Peraturan
badan usaha wajib wajib memenuhi
Pemerintah.
memiliki izin perizinan berusaha
usaha. dari Pemerintah Persyaratan
Pusat. kegiatan usaha
dilakukan dengan
standar.
Pasal 28 Pasal 28
Izin usaha Dicabut dan
angkutan laut dinyatakan tidak
diberikan oleh: berlaku.
bupati/waliko
ta yang
bersangku
tan bagi
badan
usaha
yang
berdomisili
dalam
wilayah
kabupaten
/kota dan
beroperasi
pada lintas
pelabuhan
dalam
wilayah
kabupaten
/kota;
gubernur
provinsi
yang
bersangku

1083
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
tan bagi
badan
usaha
yang
berdomisili
dalam
wilayah
provinsi
dan
beroperasi
pada lintas
pelabuhan
antarkabu
paten/kot
a dalam
wilayah
provinsi;
atau
Menteri bagi
badan
usaha
yang
melakuka
n kegiatan
pada lintas
pelabuhan
antarprovi
nsi dan
internasio
nal.
Izin usaha
angkutan laut
pelayaran-
rakyat
diberikan oleh:
bupati/waliko
ta yang
bersangku
tan bagi
orang
perseorang
an warga
negara

1084
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
Indonesia
atau
badan
usaha
yang
berdomisili
dalam
wilayah
kabupaten
/kota dan
beroperasi
pada lintas
pelabuhan
dalam
wilayah
kabupaten
/kota;
atau
gubernur yang
bersangku
tan bagi
orang
perseorang
an warga
negara
Indonesia
atau
badan
usaha
yang
berdomisili
dan
beroperasi
pada lintas
pelabuhan
antarkabu
paten/kot
a dalam
wilayah
provinsi,
pelabuhan
antarprovi
nsi, dan
pelabuhan

1085
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
internasio
nal.
Izin usaha
angkutan
sungai dan
danau
diberikan oleh:
bupati/waliko
ta sesuai
dengan
domisili
orang
perseorang
an warga
negara
Indonesia
atau
badan
usaha;
atau
Gubernur
Provinsi
Daerah
Khusus
Ibukota
Jakarta
untuk
orang
perseorang
an warga
negara
Indonesia
atau
badan
usaha
yang
berdomisili
di Daerah
Khusus
Ibukota
Jakarta.
Selain memiliki izin
usaha

1086
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (3)
untuk
angkutan
sungai dan
danau kapal
yang
dioperasikan
wajib memiliki
izin trayek
yang diberikan
oleh:
bupati/waliko
ta yang
bersangku
tan bagi
kapal yang
melayani
trayek
dalam
wilayah
kabupaten
/kota;
gubernur
provinsi
yang
bersangku
tan bagi
kapal yang
melayani
trayek
antarkabu
paten/kot
a dalam
wilayah
provinsi;
atau
Menteri bagi
kapal yang
melayani
trayek
antarprovi

1087
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
nsi
dan/atau
antarnegar
a.
Izin usaha
angkutan
penyeberangan
diberikan oleh:
bupati/waliko
ta sesuai
dengan
domisili
badan
usaha;
atau
Gubernur
Provinsi
Daerah
Khusus
Ibukota
Jakarta
untuk
badan
usaha
yang
berdomisili
di Daerah
Khusus
Ibukota
Jakarta.
Selain memilik izin
usaha
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (5)
untuk
angkutan
penyeberangan
, kapal yang
dioperasikan
wajib memiliki
peran
pengoperasian

1088
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
kapal yang
diberikan oleh:
bupati/walikot
a yang
bersangku
tan bagi
kapal yang
melayani
lintas
pelabuhan
dalam
wilayah
kabupaten
/kota;
gubernur
provinsi
yang
bersangku
tan bagi
kapal yang
melayani
lintas
pelabuhan
antarkabu
paten/kot
a dalam
provinsi;
dan
Menteri bagi
kapal yang
melayani
lintas
pelabuhan
antarprovi
nsi
dan/atau
antarnegar
a.

Pasal 29 Pasal 29 Pasal 29 Masuk


klaster Persyaratan

1089
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
Untuk Dicabut dan Investasi.
mendapatkan dinyatakan tidak Disesuaikan
izin usaha berlaku. dengan Pasal 29
angkutan laut pada klaster
sebagaimana persyaratan
dimaksud investasi.
dalam Pasal 28 Konsekuensi
ayat (1) badan penghapusan pasal
usaha wajib 29, mengingat
memiliki kapal
materinya cukup
berbendera diatur dalam PP.
Indonesia
dengan
ukuran
sekurang-
kurangnya GT
175 (seratus
tujuh puluh
lima Gross
Tonnage).
Orang
perseorangan
warga negara
Indonesia atau
badan usaha
dapat
melakukan
kerja sama
dengan
perusahaan
angkutan laut
asing atau
badan hukum
asing atau
warga negara
asing dalam
bentuk usaha
patungan (joint
venture)
dengan
membentuk
perusahaan
angkutan laut
yang memiliki

1090
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
kapal
berbendera
Indonesia
sekurang-
kurangnya 1
(satu) unit
kapal dengan
ukuran GT
5000 (lima
ribu Gross
Tonnage) dan
diawaki oleh
awak
berkewarganeg
araan
Indonesia.

Pasal 30 Pasal 30
Ketentuan lebih Ketentuan lebih
lanjut mengenai lanjut mengenai
tata cara dan Perizinan Berusaha
persyaratan diatur dengan
perizinan Peraturan
angkutan di Pemerintah.
perairan diatur
dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 31 Pasal 31
Untuk kelancaran Untuk kelancaran
kegiatan kegiatan angkutan di
angkutan di perairan
perairan sebagaimana
sebagaimana dimaksud dalam
dimaksud Pasal 6 dapat
dalam Pasal 6 diselenggarakan
dapat usaha jasa terkait
diselenggaraka dengan angkutan di
n usaha jasa perairan.
terkait dengan
angkutan di
perairan.

1091
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
Usaha jasa terkait
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)
dapat berupa:
bongkar muat
barang;
jasa
pengurusa
n
transporta
si;
angkutan
perairan
pelabuhan
;
penyewaan
peralatan
angkutan
laut atau
peralatan
jasa
terkait
dengan
angkutan
laut;
tally mandiri;
depo peti
kemas;
pengelolaan
kapal (ship
manageme
nt);
perantara jual
beli
dan/atau
sewa kapal
(ship
broker);
keagenan
Awak
Kapal (ship
manning
agency);

1092
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
keagenan
kapal; dan
perawatan
dan
perbaikan
kapal (ship
repairing
and
maintenan
ce).
Pasal 32 Pasal 32 Diatur di Peraturan
(1) Usaha jasa Usaha jasa terkait Pemerintah, karena
terlalu rigid.
terkait sebagaimana
sebagaimana dimaksud dalam
dimaksud Pasal 31
dalam Pasal dilakukan oleh
31 ayat (2) Badan Usaha
dilakukan yang didirikan
oleh Badan khusus untuk
Usaha yang penyelenggaraan
didirikan usaha jasa terkait
khusus untuk dengan angkutan
itu. di perairan.
Selain Badan Usaha
(2) Selain Badan
yang didirikan
Usaha yang
khusus untuk itu
didirikan
sebagaimana
khusus untuk
dimaksud pada
itu
ayat (1) kegiatan
sebagaimana
angkutan
dimaksud
perairan
pada ayat (1)
pelabuhan dapat
kegiatan
dilakukan oleh
bongkar muat
perusahaan
dapat
angkutan laut
dilakukan
nasional.
oleh
perusahaan
angkutan laut
nasional
hanya untuk
kegiatan
bongkar muat
barang

1093
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
tertentu
untuk kapal
yang
dioperasikann
ya.
(3) Selain Badan
Usaha yang
didirikan
khusus untuk
itu
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)
kegiatan
angkutan
perairan
pelabuhan
dapat
dilakukan
oleh
perusahaan
angkutan laut
nasional.
(4) Kegiatan tally
yang bukan
tally mandiri
sebagaimana
dimaksud
dalam Pasal
31 ayat (2)
huruf e dapat
dilakukan
oleh
perusahaan
angkutan laut
nasional,
perusahaan
bongkar muat,
atau
perusahaan
jasa
pengurusan
transportasi,
terbatas

1094
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
hanya untuk
kegiatan
cargodoring,
receiving/deliv
ery, stuffing,
dan stripping
peti kemas
bagi
kepentinganny
a sendiri.
Pasal 33 Pasal 33 Ketentuan ini
sudah tidak
Setiap badan Badan Usaha yang
relevan lagi
usaha yang didirikan khusus
dikarenakan
didirikan khusus untuk usaha jasa
konsep perizinan
untuk usaha jasa terkait sebagaimana
diubah menjadi
terkait dimaksud dalam
perizinan berbasis
sebagaimana Pasal 32 ayat (1),
risiko. Di luar itu,
dimaksud dalam wajib memenuhi
badan usaha
Pasal 32 ayat (1) Perizinan Berusaha
cukup memenuhi
wajib memiliki izin dari Pemerintah
standar tertentu
usaha. Pusat.
Sehingga perlu
disesuaikan
dengan konsep
RUU Omnibus Law,
bahwa ketentuan
mengenai Perizinan
Berusaha
angkutan laut
diatur lebih lanjut
dalam Peraturan
Pemerintah
sebagaimana telah
disebutkan di Pasal
sebelumnya.
Peraturan
Pemerintah
tersebut nantinya
akan mengatur
lebih detail
mengenai Perizinan
Berusaha

1095
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
angkutan laut.
Peoses perizinan
sudah dilakukan
bersamaan dengan
pengajuan nomor
induk berusaha.
Pasal 34 Pasal 34
Ketentuan lebih Ketentuan lebih
lanjut mengenai lanjut mengenai tata
tata cara dan cara dan persyaratan
persyaratan Perizinan Berusaha
perizinan usaha jasa terkait dengan
jasa terkait angkutan di perairan
dengan angkutan diatur dengan
di perairan diatur Peraturan
dengan Peraturan Pemerintah
Pemerintah
Pasal 51 Pasal 51 Ketentuan ini
sudah tidak
Angkutan Angkutan multimoda
relevan lagi
multimoda dilakukan oleh
dikarenakan
dilakukan badan usaha
konsep perizinan
oleh badan yang telah
diubah menjadi
usaha yang memenuhi
perizinan berbasis
telah perizinan
risiko. Di luar itu,
mendapat izin berusaha untuk
badan usaha
khusus untuk melakukan
cukup memenuhi
melakukan angkutan
standar tertentu.
angkutan multimoda dari
multimoda Pemerintah. Sehingga perlu
dari disesuaikan
Badan usaha
Pemerintah. dengan konsep
sebagaimana
RUU Omnibus Law,
Badan usaha dimaksud pada
bahwa ketentuan
sebagaimana ayat (1)
mengenai Perizinan
dimaksud bertanggung
Berusaha
pada ayat (1) jawab terhadap
angkutan laut
bertanggung barang sejak
diatur lebih lanjut
jawab diterimanya
dalam Peraturan
(liability) barang sampai
Pemerintah
terhadap diserahkan
sebagaimana telah
barang sejak kepada penerima
disebutkan di Pasal
diterimanya barang.

1096
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
barang sebelumnya.
sampai Peraturan
diserahkan Pemerintah
kepada tersebut nantinya
penerima akan mengatur
barang. lebih detail
mengenai Perizinan
Berusaha
angkutan
multimoda.
Karena
pertanggungjawaba
n pengakutan
meruapakan
kewajiban badan
usaha yang sudah
tertuang dalam
kontrak.
Pasal 52 Pasal 52
Pelaksanaan Dicabut dan
angkutan dinyatakan tidak
multimoda berlaku.
dilakukan
berdasarkan 1
(satu) dokumen
yang diterbitkan
oleh penyedia jasa
angkutan
multimoda.
Pasal 53 Pasal 53
Tanggung jawab Dicabut dan
penyedia jasa dinyatakan tidak
angkutan berlaku.
multimoda
sebagaimana
dimaksud
dalam Pasal
51 ayat (2)
meliputi
kehilangan
atau

1097
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
kerusakan
yang terjadi
pada barang
serta
keterlambatan
penyerahan
barang.
Tanggung jawab
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)
dapat
dikecualikan
dalam hal
penyedia jasa
angkutan
multimoda
dapat
membuktikan
bahwa dirinya
atau agennya
secara layak
telah
melaksanakan
segala
tindakan
untuk
mencegah
terjadinya
kehilangan,
kerusakan
barang, serta
keterlambatan
penyerahan
barang.
Tanggung jawab
penyedia jasa
angkutan
multimoda
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)
bersifat
terbatas.

1098
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
Pasal 54 Pasal 54
Penyedia jasa Dicabut dan
angkutan dinyatakan tidak
multimoda wajib berlaku.
mengasuransikan
tanggung
jawabnya.
Pasal 59 Pasal 59
Setiap orang yang Setiap orang yang
melanggar melanggar
ketentuan ketentuan
sebagaimana sebagaimana
dimaksud dimaksud dalam
dalam Pasal 8 Pasal 8 ayat (2),
ayat (2), Pasal Pasal 9 ayat (5),
9 ayat (8), Pasal 11 ayat (4),
Pasal 28 ayat pasal 13 ayat (6),
(4) atau ayat Pasal 27, atau
(6), atau Pasal Pasal 33 dapat
33 dapat dikenakan sanksi
dikenakan administratif
sanksi berupa:
administratif peringatan;
berupa: denda
peringatan; administratif;
denda pembekuan izin
administra atau
tif; pembekuan
pembekuan sertifikat;
izin atau pencabutan izin
pembekua atau
n pencabutan
sertifikat; sertifikat;
atau atau
pencabutan tidak diberikan
izin atau pelayanan
pencabuta jasa
n kepelabuhana
sertifikat. n.
Setiap orang yang Ketentuan lebih
melanggar lanjut mengenai
ketentuan tata cara dan
Pasal 11 ayat prosedur

1099
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
(4) atau Pasal pengenaan sanksi
13 ayat (6) administratif
dapat sebagaimana
dikenakan dimaksud pada
sanksi ayat (1) diatur
administratif dengan Peraturan
berupa tidak Pemerintah.
diberikan
pelayanan
jasa
kepelabuhana
n.
Ketentuan
lebih lanjut
mengenai tata
cara dan
prosedur
pengenaan
sanksi
administratif
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)
dan ayat (2)
diatur dengan
Peraturan
Pemerintah.
Pasal 90 Pasal 90
Kegiatan Kegiatan
pengusahaan pengusahaan di
di pelabuhan pelabuhan terdiri
terdiri atas atas penyediaan
penyediaan dan/atau
dan/atau pelayanan jasa
pelayanan kepelabuhanan
jasa dan jasa terkait
kepelabuhana dengan
n dan jasa kepelabuhanan.
terkait dengan Penyediaan dan/atau
kepelabuhana pelayanan jasa
n. kepelabuhanan
Penyediaan sebagaimana
dan/atau dimaksud pada

1100
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
pelayanan ayat (1) meliputi
jasa penyediaan
kepelabuhana dan/atau
n pelayanan jasa
sebagaimana kapal,
dimaksud penumpang, dan
pada ayat (1) barang.
meliputi
penyediaan
dan/atau
pelayanan
jasa kapal,
penumpang,
dan barang.
Penyediaan
dan/atau
pelayanan
jasa kapal,
penumpang,
dan barang
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (2)
terdiri atas:
penyediaan
dan/atau
pelayanan
jasa
dermaga
untuk
bertambat;
penyediaan
dan/atau
pelayanan
pengisian
bahan
bakar dan
pelayanan
air bersih;
penyediaan
dan/atau
pelayanan
fasilitas
naik turun

1101
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
penumpan
g
dan/atau
kendaraan
;
penyediaan
dan/atau
pelayanan
jasa
dermaga
untuk
pelaksana
an
kegiatan
bongkar
muat
barang
dan peti
kemas;
penyediaan
dan/atau
pelayanan
jasa
gudang
dan
tempat
penimbun
an barang,
alat
bongkar
muat,
serta
peralatan
pelabuhan
;
penyediaan
dan/atau
pelayanan
jasa
terminal
peti
kemas,
curah cair,
curah

1102
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
kering,
dan Ro-Ro;
penyediaan
dan/atau
pelayanan
jasa
bongkar
muat
barang;
penyediaan
dan/atau
pelayanan
pusat
distribusi
dan
konsolidas
i barang;
dan/atau
penyediaan
dan/atau
pelayanan
jasa
penundaa
n kapal.
Kegiatan jasa
terkait dengan
kepelabuhana
n
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)
meliputi
kegiatan yang
menunjang
kelancaran
operasional
dan
memberikan
nilai tambah
bagi
pelabuhan.
Pasal 91 Pasal 91
Kegiatan Kegiatan penyediaan

1103
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
penyediaan dan/atau
dan/atau pelayanan jasa
pelayanan kepelabuhanan
jasa sebagaimana
kepelabuhana dimaksud dalam
n Pasal 90 ayat (1)
sebagaimana pada pelabuhan
dimaksud yang diusahakan
dalam Pasal secara komersial
90 ayat (1) dilaksanakan
pada oleh Badan
pelabuhan Usaha Pelabuhan
yang setelah
diusahakan memenuhi
secara Perizinan
komersial Berusaha dari
dilaksanakan Pemerintah
oleh Badan Pusat.
Usaha Kegiatan
Pelabuhan pengusahaan
sesuai dengan yang dilakukan
jenis izin oleh Badan
usaha yang Usaha Pelabuhan
dimilikinya. sebagaimana
Kegiatan dimaksud pada
pengusahaan ayat (1) dapat
yang dilakukan untuk
dilakukan lebih dari satu
oleh Badan terminal.
Usaha Kegiatan penyediaan
Pelabuhan dan/atau
sebagaimana pelayanan jasa
dimaksud kepelabuhanan
pada ayat (1) sebagaimana
dapat dimaksud dalam
dilakukan Pasal 90 ayat (1)
untuk lebih pada pelabuhan
dari satu yang belum
terminal. diusahakan
Kegiatan secara komersial
penyediaan dilaksanakan
dan/atau oleh Unit
pelayanan Penyelenggara
jasa Pelabuhan.

1104
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
kepelabuhana Dalam keadaan
n tertentu, terminal
sebagaimana dan fasilitas
dimaksud pelabuhan
dalam Pasal lainnya pada
90 ayat (1) pelabuhan yang
pada diusahakan Unit
pelabuhan Penyelenggara
yang belum Pelabuhan dapat
diusahakan dilaksanakan
secara oleh Badan
komersial Usaha Pelabuhan
dilaksanakan berdasarkan
oleh Unit perjanjian.
Penyelenggara Kegiatan jasa terkait
Pelabuhan. dengan
Dalam keadaan kepelabuhanan
tertentu, sebagaimana
terminal dan dimaksud dalam
fasilitas Pasal 90 ayat (1)
pelabuhan dapat dilakukan
lainnya pada oleh orang
pelabuhan perseorangan
yang warga negara
diusahakan Indonesia
Unit dan/atau Badan
Penyelenggara Usaha.
Pelabuhan
dapat
dilaksanakan
oleh Badan
Usaha
Pelabuhan
berdasarkan
perjanjian.
Kegiatan jasa
terkait dengan
kepelabuhana
n
sebagaimana
dimaksud
dalam Pasal
90 ayat (1)
dapat

1105
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
dilakukan
oleh orang
perseorangan
warga negara
Indonesia
dan/atau
Badan Usaha.
Pasal 96 Pasal 96 Ketentuan ini
sudah tidak
Pembangunan Pembangunan
relevan lagi
pelabuhan pelabuhan laut
dikarenakan
laut dilaksanakan
konsep perizinan
dilaksanakan setelah
diubah menjadi
berdasarkan memenuhi
perizinan berbasis
izin dari: Perizinan
Berusaha dari risiko. Di luar itu,
Menteri untuk badan usaha
Pemerintah
pelabuhan cukup memenuhi
Pusat.
utama dan standar tertentu.
pelabuhan Pelabuhan laut dapat
pengumpu dioperasikan
l; dan setelah selesai Sehingga perlu
dibangun dan disesuaikan
gubernur atau
memenuhi dengan konsep
bupati/wal
Perizinan RUU Omnibus Law,
ikota
Berusaha dari bahwa ketentuan
untuk
Pemerintah mengenai Perizinan
pelabuhan
Pusat. Berusaha
pengumpa
hal angkutan laut
n. Dalam
diatur lebih lanjut
pembangunan
Pembangunan dalam Peraturan
dan
pelabuhan Pemerintah
pengoperasian
laut
pelabuhan laut sebagaimana telah
sebagaimana disebutkan di Pasal
dilaksanakan
dimaksud
oleh instansi sebelumnya.
pada ayat (1)
pemerintah, Peraturan
harus
harus Pemerintah
memenuhi
mendapatkan tersebut nantinya
persyaratan
persetujuan dari akan mengatur
teknis
Pemerintah lebih detail
kepelabuhana
Pusat. mengenai Perizinan
n, kelestarian
Berusaha
lingkungan,
angkutan
dan
memperhatika multimoda.

1106
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
n keterpaduan
intradan
antarmoda
transportasi.
Pasal 97 Pasal 97 Ketentuan ini
sudah tidak
Pelabuhan laut Dicabut dan
tidak relevan lagi
hanya dapat dinyatakan
dikarenakan
dioperasikan berlaku.
konsep perizinan
setelah selesai
diubah menjadi
dibangun dan
perizinan berbasis
memenuhi
risiko. Di luar itu,
persyaratan
badan usaha
operasional
cukup memenuhi
serta
standar tertentu.
memperoleh
izin.
Izin Sehingga perlu
mengoperasik disesuaikan
an pelabuhan dengan konsep
laut diberikan RUU Omnibus Law,
oleh: bahwa ketentuan
mengenai Perizinan
Menteri untuk
Berusaha
pelabuhan
angkutan laut
utama dan
diatur lebih lanjut
pelabuhan
dalam Peraturan
pengumpu
Pemerintah
l; dan
sebagaimana telah
gubernur atau disebutkan di Pasal
bupati/wal sebelumnya.
ikota
untuk
pelabuhan Peraturan
pengumpa Pemerintah
n. tersebut nantinya
akan mengatur
lebih detail
mengenai Perizinan
Berusaha
angkutan
multimoda.
Pasal 98 Pasal 98 Ketentuan ini

1107
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
Pembangunan Pembangunan sudah tidak
pelabuhan pelabuhan sungai relevan lagi
sungai dan dan danau wajib dikarenakan
danau wajib memenuhi konsep perizinan
memperoleh Perizinan diubah menjadi
izin dari Berusaha dari perizinan berbasis
bupati/waliko Pemerintah risiko. Di luar itu,
ta. Pusat. badan usaha
Pembangunan cukup memenuhi
Pembangunan
pelabuhan sungai standar tertentu.
pelabuhan
dan danau
sungai dan
sebagaimana
danau
dimaksud pada Sehingga perlu
sebagaimana
ayat (1) disesuaikan
dimaksud
dilaksanakan dengan konsep
pada ayat (1)
berdasarkan RUU Omnibus Law,
dilaksanakan
persyaratan bahwa ketentuan
berdasarkan
teknis mengenai Perizinan
persyaratan
kepelabuhan, Berusaha
teknis
kelestarian angkutan laut
kepelabuhana
lingkungan, diatur lebih lanjut
n, kelestarian
dengan dalam Peraturan
lingkungan,
memperhatikan Pemerintah
dengan
keterpaduan sebagaimana telah
memperhatika
intra- dan disebutkan di Pasal
n keterpaduan
antarmoda sebelumnya.
intra- dan
transportasi. Peraturan
antarmoda
Pengoperasian Pemerintah
transportasi.
pelabuhan sungai tersebut nantinya
Pelabuhan sungai dan danau wajib akan mengatur
dan danau memenuhi lebih detail
hanya dapat Perizinan mengenai Perizinan
dioperasikan Berusaha dari Berusaha
setelah selesai Pemerintah angkutan
dibangun dan Pusat. multimoda.
memenuhi Dalam hal
persyaratan pembangunan
operasional dan
serta pengoperasian
memperoleh pelabuhan sungai
izin. dan danau
Izin dilakukan oleh
mengoperasik pemerintah,
an pelabuhan harus

1108
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
sungai dan mendapatkan
danau persetujuan dari
diberikan oleh Pemerintah
bupati/waliko Pusat.
ta.
Pasal 99 Pasal 99
Ketentuan lebih Ketentuan lebih
lanjut mengenai lanjut mengenai jenis
perizinan kegiatan
pembangunan dan pengusahaan di
pengoperasian pelabuhan, perizinan
pelabuhan diatur dari pemerintah
dengan Peraturan untuk pembangunan
Pemerintah. dan pengoperasian
pelabuhan diatur
dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 103 Pasal 103
Terminal khusus Dicabut dan
sebagaimana dinyatakan tidak
dimaksud dalam berlaku.
Pasal 102 ayat (1):
a. ditetapkan
menjadi bagian
dari pelabuhan
terdekat;
b. wajib memiliki
Daerah
Lingkungan
Kerja dan
Daerah
Lingkungan
Kepentingan
tertentu; dan
c. ditempatkan
instansi
Pemerintah
yang
melaksanakan
fungsi
keselamatan

1109
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
dan keamanan
pelayaran,
serta instansi
yang
melaksanakan
fungsi
pemerintahan
sesuai dengan
kebutuhan.
Pasal 104 Pasal 104 Ketentuan ini
sudah tidak
Terminal khusus Terminal khusus
relevan lagi
sebagaimana sebagaimana
dikarenakan
dimaksud dimaksud dalam
konsep perizinan
dalam Pasal Pasal 102 ayat (1)
diubah menjadi
102 ayat (1) hanya dapat
perizinan berbasis
hanya dapat dibangun dan
risiko. Di luar itu,
dibangun dan dioperasikan
badan usaha
dioperasikan dalam hal:
cukup memenuhi
dalam hal: pelabuhan standar tertentu.
pelabuhan terdekat tidak
terdekat dapat
tidak menampung Sehingga perlu
dapat kegiatan disesuaikan
menampu pokok dengan konsep
ng tersebut; atau RUU Omnibus Law,
kegiatan bahwa ketentuan
berdasarkan
pokok mengenai Perizinan
pertimbangan
tersebut; Berusaha
ekonomis dan
dan angkutan laut
teknis
diatur lebih lanjut
berdasarkan operasional
lebih dalam Peraturan
pertimban akan
gan efektif dan Pemerintah
ekonomis efisien serta sebagaimana telah
disebutkan di Pasal
dan teknis lebih
sebelumnya.
operasiona menjamin
l akan keselamatan
lebih dan Peraturan
efektif dan keamanan Pemerintah
efisien pelayaran tersebut nantinya
serta lebih apabila akan mengatur
menjamin membangun lebih detail
keselamat dan mengenai Perizinan

1110
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
an dan mengoperasik Berusaha
keamanan an terminal angkutan
pelayaran khusus. multimoda.
apabila Untuk membangun
membangu dan
n dan mengoperasikan
mengopera terminal khusus
sikan sebagaimana
terminal dimaksud pada
khusus.
ayat (1) wajib
Untuk membangun memenuhi
dan perizinan
mengoperasik berusaha dari
an terminal Pemerintah
khusus Pusat.
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)
wajib dipenuhi
persyaratan
teknis
kepelabuhana
n,
keselamatan
dan
keamanan
pelayaran,
dan
kelestarian
lingkungan
dengan izin
dari Menteri.
Izin pengoperasian
terminal
khusus
diberikan
untuk jangka
waktu
maksimal 5
(lima) tahun
dan dapat
diperpanjang
selama
memenuhi

1111
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
persyaratan
berdasarkan
Undang-
Undang ini.

Pasal 106 Pasal 106


Terminal khusus Terminal khusus
yang sudah tidak yang sudah tidak
dioperasikan dioperasikan sesuai
sesuai dengan izin dengan perizinan
yang telah berusaha yang telah
diberikan dapat diberikan dapat
diserahkan kepada diserahkan kepada
Pemerintah atau Pemerintah Pusat
dikembalikan atau dikembalikan
seperti keadaan seperti keadaan
semula atau semula atau
diusulkan untuk diusulkan untuk
perubahan status perubahan status
menjadi terminal menjadi terminal
khusus untuk khusus untuk
menunjang usaha menunjang usaha
pokok yang lain pokok yang lain atau
atau menjadi menjadi pelabuhan.
pelabuhan.
Pasal 107 Pasal 107
Terminal khusus Dicabut dan
sebagaimana dinyatakan tidak
dimaksud berlaku.
dalam Pasal
106 yang
diserahkan
kepada
Pemerintah
dapat berubah
statusnya
menjadi
pelabuhan
setelah
memenuhi
persyaratan:
sesuai dengan

1112
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
Rencana
Induk
Pelabuhan
Nasional;
layak secara
ekonomis
dan teknis
operasiona
l;
membentuk
atau
mendirika
n Badan
Usaha
Pelabuhan
;
mendapat
konsesi
dari
Otoritas
Pelabuhan
;
keamanan,
ketertiban,
dan
keselamat
an
pelayaran;
dan
kelestarian
lingkunga
n.
Dalam hal
terminal
khusus
berubah
status
menjadi
pelabuhan,
tanah daratan
dan/atau
perairan,
fasilitas
penahan

1113
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
gelombang,
kolam
pelabuhan,
alur-
pelayaran,
dan Sarana
Bantu
Navigasi-
Pelayaran
yang dikuasai
dan dimiliki
oleh pengelola
terminal
khusus
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)
diserahkan
dan dikuasai
oleh negara.
Pasal 124 Pasal 124
Setiap pengadaan, Setiap pengadaan,
pembangunan pembangunan, dan
, dan pengerjaan kapal
pengerjaan termasuk
kapal perlengkapannya
termasuk serta pengoperasian
perlengkapan kapal di perairan
nya serta Indonesia harus
pengoperasian memenuhi
kapal di persyaratan
perairan keselamatan kapal.
Indonesia
harus
memenuhi
persyaratan
keselamatan
kapal.
Persyaratan
keselamatan
kapal
sebagaimana
dimaksud

1114
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
pada ayat (1)
meliputi:
material;
konstruksi;
bangunan;
dan
perlistrika
n;
stabilitas;
tata susunan
serta
perlengkap
an
termasuk
perlengkap
an alat
penolong
dan radio;
dan
elektronika
kapal.
Pasal 125 Pasal 125 Disesuaikan
dengan konsep
Sebelum Sebelum
RUU Omnibus Law,
pembangunan pembangunan
bahwa ketentuan
dan dan pengerjaan
pelaksanaan lebih
pengerjaan kapal termasuk
lanjut diatur dalam
kapal perlengkapannya,
Standar yang
termasuk pemilik atau
berupa Peraturan
perlengkapan galangan kapal
Pemerintah.
nya, pemilik wajib membuat
atau galangan perhitungan dan Proses perizinan
kapal wajib gambar rancang melibatkan
membuat bangun serta stakeholder terkait
perhitungan data sehingga perizinan
dan gambar kelengkapannya. dapat dillakukan
rancang dengan satu pintu.
Pembangunan atau
bangun serta pengerjaan kapal
data yang merupakan
kelengkapann perombakan
ya. harus sesuai
Pembangunan atau dengan gambar
pengerjaan rancang bangun
kapal yang dan data yang

1115
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
merupakan telah memenuhi
perombakan perizinan
harus sesuai berusaha dari
dengan Pemerintah.
gambar Pengawasan terhadap
rancang pembangunan
bangun dan dan pengerjaan
data yang perombakan
telah kapal dilakukan
mendapat
oleh Pemerintah
pengesahan Pusat.
dari Menteri.
Pengawasan
terhadap
pembangunan
dan
pengerjaan
perombakan
kapal
dilakukan
oleh Menteri.
Pasal 126 Pasal 126
Kapal yang Kapal yang
dinyatakan dinyatakan
memenuhi memenuhi
persyaratan persyaratan
keselamatan keselamatan
kapal diberi kapal diberi
sertifikat sertifikat
keselamatan keselamatan oleh
oleh Menteri. Pemerintah
Sertifikat Pusat.
keselamatan Sertifikat
sebagaimana keselamatan
dimaksud sebagaimana
pada ayat (1) dimaksud pada
terdiri atas: ayat (1) terdiri
sertifikat atas:
keselamat sertifikat
an kapal keselamatan
penumpan kapal
g; penumpang;
sertifikat sertifikat

1116
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
keselamat keselamatan
an kapal kapal barang;
barang; dan
dan sertifikat kelaikan
sertifikat dan
kelaikan pengawakan
dan kapal
pengawaka penangkap
n kapal ikan.
penangkap
ikan.
Keselamatan kapal
ditentukan
melalui
pemeriksaan
dan
pengujian.
Terhadap kapal
yang telah
memperoleh
sertifikat
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)
dilakukan
penilikan
secara terus-
menerus
sampai kapal
tidak
digunakan
lagi.
Pemeriksaan dan
pengujian
serta
penilikan
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (3)
dan ayat (4)
wajib
dilakukan
oleh pejabat
pemerintah

1117
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
yang diberi
wewenang dan
memiliki
kompetensi.
Pasal 127 Pasal 127
Sertifikat kapal Dicabut dan
tidak berlaku dinyatakan tidak
apabila: berlaku.
masa berlaku
sudah
berakhir;
tidak
melaksana
kan
pengukuh
an
sertifikat
(endorsem
ent);
kapal rusak
dan
dinyataka
n tidak
memenuhi
persyarata
n
keselamat
an kapal;
kapal berubah
nama;
kapal berganti
bendera;
kapal tidak
sesuai lagi
dengan
data-data
teknis
dalam
sertifikat
keselamat
an kapal;
kapal
mengalami

1118
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
perombaka
n yang
mengakiba
tkan
perubahan
konstruksi
kapal,
perubahan
ukuran
utama
kapal,
perubahan
fungsi
atau jenis
kapal;
kapal
tenggelam
atau
hilang;
atau
kapal ditutuh
(scrapping)
.
Sertifikat kapal
dibatalkan
apabila:
keterangan
dalam
dokumen
kapal yang
digunakan
untuk
penerbitan
sertifikat
ternyata
tidak sesuai
dengan
keadaan
sebenarny
a;
kapal sudah
tidak
memenuhi
persyarata

1119
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
n
keselamat
an kapal;
atau
sertifikat
diperoleh
secara
tidak sah.
Ketentuan lebih
lanjut
mengenai tata
cara
pembatalan
sertifikat
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (2)
diatur dengan
Peraturan
Menteri.
Pasal 129 Pasal 129
Kapal berdasarkan Dicabut dan
jenis dan dinyatakan tidak
ukuran berlaku.
tertentu wajib
diklasifikasika
n pada badan
klasifikasi
untuk
keperluan
persyaratan
keselamatan
kapal.
Badan klasifikasi
nasional atau
badan
klasifikasi
asing yang
diakui dapat
ditunjuk
melaksanakan
pemeriksaan
dan pengujian

1120
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
terhadap
kapal untuk
memenuhi
persyaratan
keselamatan
kapal.
Pengakuan dan
penunjukan
badan
klasifikasi
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (2)
dilakukan
oleh Menteri.
Badan klasifikasi
yang ditunjuk
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (2)
wajib
melaporkan
kegiatannya
kepada
Menteri.
Pasal 130 Pasal 130
Setiap kapal yang Setiap kapal yang
memperoleh memperoleh sertifikat
sertifikat sebagaimana
sebagaimana dimaksud dalam
dimaksud Pasal 126 ayat (1)
dalam Pasal wajib dipelihara
126 ayat (1) sehingga tetap
wajib memenuhi
dipelihara persyaratan
sehingga tetap keselamatan kapal.
memenuhi
persyaratan
keselamatan
kapal.
Pemeliharaan
kapal
sebagaimana

1121
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
dimaksud
pada ayat (1)
dilakukan
secara berkala
dan sewaktu-
waktu.
Dalam keadaan
tertentu
Menteri dapat
memberikan
pembebasan
sebagian
persyaratan
yang
ditetapkan
dengan tetap
memperhatika
n keselamatan
kapal.
Pasal 133 Pasal 133
Ketentuan lebih Ketentuan lebih
lanjut mengenai lanjut mengenai tata
tata cara cara pengesahan
pengesahan gambar dan
gambar dan pembangunan kapal
pengawasan serta pemeriksaan
pembangunan dan sertifikasi
kapal, serta keselamatan kapal
pemeriksaan dan diatur dengan
sertifikasi Peraturan
keselamatan kapal Pemerintah.
diatur dengan
Peraturan Menteri.
Pasal 155 Pasal 155
Setiap kapal Setiap kapal sebelum
sebelum dioperasikan wajib
dioperasikan dilakukan
wajib pengukuran oleh
dilakukan pejabat pemerintah
pengukuran yang diberi wewenang
oleh pejabat oleh Pemerintah
pemerintah Pusat.

1122
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
yang diberi
wewenang
oleh Menteri.
Pengukuran kapal
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)
dapat
dilakukan
menurut 3
(tiga) metode,
yaitu:
pengukuran
dalam
negeri
untuk
kapal yang
berukuran
panjang
kurang
dari 24
(dua puluh
empat)
meter;
pengukuran
internasio
nal untuk
kapal yang
berukuran
panjang
24 (dua
puluh
empat)
meter atau
lebih; dan
pengukuran
khusus
untuk
kapal yang
akan
melalui
terusan
tertentu.
Berdasarkan

1123
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
pengukuran
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)
diterbitkan
Surat Ukur
untuk kapal
dengan
ukuran tonase
kotor
sekurang-
kurangnya GT
7 (tujuh Gross
Tonnage).
Surat Ukur
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (3)
diterbitkan
oleh Menteri
dan dapat
dilimpahkan
kepada
pejabat yang
ditunjuk.
Pasal 156 Pasal 156
Pada kapal yang Dicabut dan
telah diukur dinyatakan tidak
dan mendapat berlaku.
Surat Ukur
wajib
dipasang
Tanda Selar.
Tanda Selar harus
tetap
terpasang di
kapal dengan
baik dan
mudah
dibaca.
Pasal 157 Pasal 157
Pemilik, operator Dicabut dan

1124
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
kapal, atau dinyatakan tidak
Nakhoda berlaku.
harus segera
melaporkan
secara tertulis
kepada
Menteri
apabila terjadi
perombakan
kapal yang
menyebabkan
perubahan
data yang ada
dalam Surat
Ukur.
Apabila terjadi
perubahan
data
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1),
pengukuran
ulang kapal
harus segera
dilakukan.
Pasal 158 Pasal 158
Kapal yang telah Kapal yang telah
diukur dan diukur dan
mendapat mendapat Surat
Surat Ukur Ukur dapat
dapat didaftarkan di
didaftarkan di Indonesia oleh
Indonesia oleh pemilik kepada
pemilik Pejabat Pendaftar
kepada dan Pencatat
Pejabat Balik Nama Kapal
Pendaftar dan yang ditetapkan
Pencatat Balik oleh Pemerintah
Nama Kapal Pusat.
yang Kapal yang dapat
ditetapkan didaftar di
oleh Menteri. Indonesia yaitu:
Kapal yang dapat

1125
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
didaftar di kapal dengan
Indonesia ukuran tonase
yaitu: kotor tertentu
dan
kapal dengan
ukuran kapal milik warga
tonase negara
kotor Indonesia
sekurangk atau badan
urangnya hukum yang
GT 7 tujuh didirikan
Gross berdasarkan
Tonnage); hukum
Indonesia dan
kapal milik
berkedudukan
warga
di Indonesia.
negara
Indonesia Pendaftaran kapal
atau dilakukan dengan
badan pembuatan akta
hukum pendaftaran dan
yang dicatat dalam
didirikan daftar kapal
berdasark Indonesia.
an hukum Sebagai bukti kapal
Indonesia telah terdaftar,
dan kepada pemilik
berkedudu diberikan grosse
kan di akta pendaftaran
Indonesia; kapal yang
dan berfungsi pula
kapal milik sebagai bukti hak
badan milik atas kapal
hukum yang telah
Indonesia didaftar.
yang
Pada kapal yang telah
merupaka didaftar wajib
n usaha dipasang Tanda
patungan Pendaftaran.
yang
mayoritas
sahamnya
dimiliki
oleh warga
negara

1126
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
Indonesia.
Pendaftaran kapal
dilakukan
dengan
pembuatan
akta
pendaftaran
dan dicatat
dalam daftar
kapal
Indonesia.
Sebagai bukti
kapal telah
terdaftar,
kepada
pemilik
diberikan
grosse akta
pendaftaran
kapal yang
berfungsi pula
sebagai bukti
hak milik atas
kapal yang
telah didaftar.
Pada kapal yang
telah didaftar
wajib
dipasang
Tanda
Pendaftaran.
Pasal 159 Pasal 159 Cukup diatur
dan dalam Peraturan
Pendaftaran kapal Dicabut
Pemerintah.
dilakukan di dinyatakan tidak
tempat yang berlaku.
ditetapkan
oleh Menteri.
Pemilik kapal
bebas memilih
salah satu
tempat
pendaftaran
kapal

1127
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)
untuk
mendaftarkan
kapalnya.

Pasal 161 Pasal 161 Cukup diatur


dalam Peraturan
Grosse akta Dicabut dan
pendaftaran dinyatakan tidak Pemerintah.
kapal yang berlaku.
rusak, hilang,
atau musnah
dapat
diberikan
grosse akta
baru sebagai
pengganti.
Grosse akta
pengganti
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)
hanya dapat
diberikan oleh
pejabat
pendaftar dan
pencatat balik
nama kapal
pada tempat
kapal
didaftarkan
berdasarkan
penetapan
pengadilan
negeri.
Pasal 162 Pasal 162 Cukup diatur
dalam Peraturan
Pengalihan hak Dicabut dan
milik atas dinyatakan tidak Pemerintah.
kapal wajib berlaku.
dilakukan
dengan cara

1128
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
balik nama di
tempat kapal
tersebut
semula
didaftarkan.
Balik nama
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)
dilaksanakan
dengan
membuat akta
balik nama
dan dicatat
dalam daftar
induk kapal
yang
bersangkutan.
Sebagai bukti telah
terjadi
pengalihan
hak milik atas
kapal kepada
pemilik yang
baru
diberikan
grosse akta
balik nama
kapal.
Pasal 163 Pasal 163
Kapal yang Kapal yang didaftar di
didaftar di Indonesia dan
Indonesia dan berlayar di laut
berlayar di diberikan Surat
laut diberikan Tanda
Surat Tanda Kebangsaan
Kebangsaan Kapal Indonesia
Kapal oleh Pemerintah
Indonesia oleh Pusat.
Menteri. Kapal yang hanya
Surat Tanda berlayar di
Kebangsaan perairan sungai
Kapal dan danau

1129
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
Indonesia diberikan pas
sebagaimana sungai dan
dimaksud danau.
pada ayat (1)
diberikan
dalam bentuk:
Surat Laut
untuk
kapal
berukuran
GT 175
(seratus
tujuh
puluh lima
Gross
Tonnage)
atau lebih;
Pas Besar
untuk
kapal
berukuran
GT 7
(tujuh
Gross
Tonnage)
sampai
dengan
ukuran
kurang
dari GT
175
(seratus
tujuh
puluh lima
Gross
Tonnage);
atau
Pas Kecil
untuk
kapal
berukuran
kurang
dari GT 7
(tujuh

1130
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
Gross
Tonnage).
Kapal yang hanya
berlayar di
perairan
sungai dan
danau
diberikan pas
sungai dan
danau.
Pasal 168 Pasal 168
Ketentuan lebih Ketentuan lebih
lanjut mengenai lanjut mengenai tata
tata cara cara pengukuran dan
pengukuran dan penerbitan surat
penerbitan surat ukur, tata cara,
ukur, tata cara, persyaratan, dan
persyaratan, dan dokumentasi
dokumentasi pendaftaran kapal
pendaftaran kapal, serta tata cara dan
serta tata cara dan persyaratan
persyaratan penerbitan Surat
penerbitan Surat Tanda Kebangsaan
Tanda Kebangsaan Kapal diatur dengan
Kapal diatur Peraturan
dengan Peraturan Pemerintah.
Menteri.
Pasal 169 Pasal 169 Peraturan
Pemerintah
Pemilik atau Pemilik atau operator
tersebut nantinya
operator kapal kapal yang
yang mengoperasikan akan mengatur
lebih detail
mengoperasik kapal untuk jenis
mengenai Perizinan
an kapal dan ukuran
Berusaha
untuk jenis tertentu harus
perekerataapian.
dan ukuran memenuhi
tertentu harus persyaratan
memenuhi manajemen
persyaratan keselamatan dan
manajemen pencegahan
keselamatan pencemaran dari
dan kapal.
pencegahan Kapal yang telah

1131
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
pencemaran memenuhi
dari kapal. persyaratan
Kapal yang telah manajemen
memenuhi keselamatan dan
persyaratan pencegahan
manajemen pencemaran dari
keselamatan kapal
dan sebagaimana
pencegahan dimaksud pada
pencemaran ayat (1) diberi
dari kapal sertifikat.
sebagaimana Sertifikat manajemen
dimaksud keselamatan dan
pada ayat (1) pencegahan
diberi pencemaran dari
sertifikat. kapal
Sertifikat sebagaimana
manajemen dimaksud pada
keselamatan ayat (2) berupa
dan Dokumen
pencegahan Penyesuaian
pencemaran Manajemen
dari kapal Keselamatan
sebagaimana (Document of
dimaksud Compliance/DOC)
pada ayat (2)
untuk
berupa perusahaan dan
Dokumen Sertifikat
Penyesuaian Manajemen
Manajemen Keselamatan
Keselamatan
(Safety
(Document of Management
Compliance/D Certificate/SMC)
OC) untuk
untuk kapal.
perusahaan
dan Sertifikat Sertifikat
Manajemen sebagaimana
Keselamatan dimaksud pada
(Safety ayat (3)
Management diterbitkan
Certificate/SM setelah dilakukan
C) untuk audit eksternal
kapal. oleh pejabat
Sertifikat pemerintah yang
memiliki

1132
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
sebagaimana kompetensi atau
dimaksud lembaga yang
pada ayat (3) diberikan
diterbitkan kewenangan oleh
setelah Pemerintah
dilakukan Pusat.
audit Sertifikat Manajemen
eksternal oleh Keselamatan dan
pejabat Pencegahan
pemerintah
Pencemaran
yang memiliki diterbitkan oleh
kompetensi pejabat yang
atau lembaga ditunjuk oleh
yang Pemerintah
diberikan Pusat.
kewenangan
oleh Ketentuan lebih
Pemerintah. lanjut mengenai
Sertifikat tata cara audit
Manajemen dan penerbitan
Keselamatan sertifikat
dan manajemen
Pencegahan keselamatan dan
Pencemaran pencegahan
diterbitkan pencemaran
oleh pejabat diatur dengan
yang ditunjuk Peraturan
oleh Menteri. Pemerintah.

Pasal 170 Pasal 170 Peraturan


Pemerintah
Pemilik atau Pemilik atau operator
tersebut nantinya
operator kapal kapal yang
akan mengatur
yang mengoperasikan
lebih detail
mengoperasik kapal untuk
mengenai Perizinan
an kapal ukuran tertentu
Berusaha
untuk ukuran harus memenuhi
perekerataapian.
tertentu harus persyaratan
memenuhi manajemen Pengembalian
persyaratan keamanan kapal. kewenangan
manajemen kepada
Kapal yang telah
keamanan Pemerintah,
memenuhi
kapal. mengingat dalam
persyaratan
Kapal yang telah proses sertifikasi
manajemen

1133
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
memenuhi keamanan kapal melibatkan
persyaratan sebagaimana stakeholder terkait
manajemen dimaksud pada sehingga sertifikasi
keamanan ayat (1) diberi dapat dillakukan
kapal sertifikat. dengan satu pintu.
sebagaimana Sertifikat Manajemen
dimaksud Keamanan Kapal
pada ayat (1) sebagaimana
diberi dimaksud pada
sertifikat.
ayat (2) berupa
Sertifikat Sertifikat
Manajemen Keamanan Kapal
Keamanan Internasional
Kapal (International Ship
sebagaimana Security
dimaksud Certificate/ISSC).
pada ayat (2)
berupa Sertifikat
Sertifikat sebagaimana
Keamanan dimaksud pada
Kapal ayat (3)
Internasional diterbitkan
(International setelah dilakukan
Ship Security audit eksternal
Certificate/ISS oleh pejabat
C). pemerintah yang
Sertifikat memiliki
sebagaimana kompetensi atau
dimaksud lembaga yang
pada ayat (3) diberikan
diterbitkan kewenangan oleh
setelah Pemerintah
dilakukan Pusat.
audit Sertifikat Manajemen
eksternal oleh Keamanan Kapal
pejabat diterbitkan oleh
pemerintah pejabat
yang memiliki berwenang yang
kompetensi ditunjuk oleh
atau lembaga Pemerintah
yang Pusat.
diberikan
kewenangan Ketentuan lebih
oleh lanjut mengenai
tata cara audit

1134
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
Pemerintah. dan penerbitan
Sertifikat sertifikat
Manajemen manajemen
Keamanan keamanan kapal
Kapal diatur dengan
diterbitkan Peraturan
oleh pejabat Pemerintah.
berwenang
yang ditunjuk
oleh Menteri.
Pasal 197 Pasal 197 Peraturan
Pemerintah
Untuk Untuk kepentingan
tersebut nantinya
kepentingan keselamatan dan
akan mengatur
keselamatan keamanan
lebih detail
dan pelayaran, desain
mengenai Perizinan
keamanan dan pekerjaan
Berusaha
pelayaran, pengerukan alur-
perekerataapian.
desain dan pelayaran dan
pekerjaan kolam pelabuhan,
pengerukan serta reklamasi Pengembalian
alurpelayaran wajib memenuhi kewenangan
dan kolam perizinan kepada
pelabuhan, berusaha Pemerintah,
serta Pemerintah mengingat dalam
reklamasi Pusat. proses sertifikasi
wajib Pekerjaan melibatkan
mendapat izin pengerukan alur- stakeholder terkait
Pemerintah. pelayaran dan sehingga sertifikasi
Pekerjaan kolam pelabuhan dapat dillakukan
pengerukan serta reklamasi dengan satu pintu.
alur-pelayaran dilakukan oleh
dan kolam perusahaan yang
pelabuhan mempunyai
serta
kemampuan dan
reklamasi kompetensi dan
dilakukan dibuktikan
oleh dengan sertifikat
perusahaan yang diterbitkan
yang oleh instansi
mempunyai yang berwenang
kemampuan sesuai dengan
dan ketentuan
kompetensi peraturan

1135
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
dan perundang-
dibuktikan undangan.
dengan Ketentuan lebih
sertifikat yang lanjut mengenai
diterbitkan desain dan
oleh instansi pekerjaan
yang pengerukan alur-
berwenang pelayaran, kolam
sesuai dengan pelabuhan, dan
ketentuan
reklamasi serta
peraturan sertifikasi
perundang- pelaksana
undangan. pekerjaan diatur
Ketentuan lebih dengan Peraturan
lanjut Pemerintah.
mengenai
desain dan
pekerjaan
pengerukan
alur-
pelayaran,
kolam
pelabuhan,
dan reklamasi
serta
sertifikasi
pelaksana
pekerjaan
diatur dengan
Peraturan
Menteri.
Pasal 204 Pasal 204 Dalam hal ini, izin
salvage bermakna peran
Kegiatan salvage Kegiatan
(approval).
dilakukan dilakukan
terhadap terhadap Disesuaikan
kerangka kerangka kapal dengan konsep
kapal dan/atau RUU Omnibus Law,
dan/atau muatannya yang bahwa ketentuan
muatannya mengalami pelaksanaan lebih
yang kecelakaan atau lanjut diatur dalam
mengalami tenggelam. Standar yang
kecelakaan berupa Peraturan
Setiap kegiatan
atau salvage dan Pemerintah.

1136
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
tenggelam. pekerjaan bawah
Setiap kegiatan air harus
salvage dan memenuhi
pekerjaan perizinan
bawah air berusaha dari
harus Pemerintah
memperoleh Pusat.
izin dan
memenuhi
persyaratan
teknis
keselamatan
dan
keamanan
pelayaran dari
Menteri.
Pasal 282 Pasal 282
Selain penyidik Dicabut dan
pejabat polisi dinyatakan tidak
Negara berlaku
Republik
Indonesia dan
penyidik
lainnya,
pejabat
pegawai
negeri sipil
tertentu di
lingkungan
instansi yang
lingkup tugas
dan
tanggung
jawabnya di
bidang
pelayaran
diberi
wewenang
khusus
sebagai
penyidik
sebagaimana
dimaksud

1137
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
dalam
Undang-
Undang ini.
Dalam
pelaksanaan
tugasnya
pejabat
pegawai
negeri sipil
tertentu
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)
berada di
bawah
koordinasi
dan
pengawasan
penyidik polisi
Negara
Republik
Indonesia
Penjelasan Pasal Penjelasan Pasal 282
282 ayat (1) ayat (1)
Yang dimaksud Dicabut dan
dengan “penyidik dinyatakan tidak
lainnya” adalah berlaku.
penyidik sesuai
dengan ketentuan
peraturan
perundang-
undangan antara
lain Perwira
Tentara Nasional
Indonesia
Angkatan Laut.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian
Pasal 24 Pasal 24 Ketentuan ini
sudah tidak
Badan Usaha yang Badan Usaha yang
menyelenggaraka relevan lagi
menyelenggar
dikarenakan
akan n prasarana
prasarana perkeretaapian konsep perizinan

1138
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
perkeretaapia umum diubah menjadi
n umum sebagaimana perizinan berbasis
sebagaimana dimaksud dalam risiko. Di luar itu,
dimaksud Pasal 23 ayat (1) badan usaha
dalam Pasal wajib memenuhi cukup memenuhi
23 ayat (1) perizinan standar tertentu.
wajib berusaha
memiliki: prasarana
perkeretapian Sehingga perlu
izin usaha;
umum dari disesuaikan
izin Pemerintah dengan konsep
pembangu Pusat. RUU Omnibus Law,
nan; dan bahwa ketentuan
Ketentuan lebih mengenai Perizinan
izin operasi. lanjut tentang Berusaha Industri
Izin usaha perizinan diatur lebih lanjut
penyelenggara berusaha dalam Peraturan
an prasarana prasarana Pemerintah
perkeretaapia perkeretaapian sebagaimana telah
n umum umum diatur disebutkan di Pasal
sebagaimana dengan Peraturan sebelumnya.
dimaksud Pemerintah.
pada ayat (1)
huruf a Peraturan
diterbitkan Pemerintah
oleh tersebut nantinya
pemerintah. akan mengatur
Izin pembangunan lebih detail
prasarana mengenai Perizinan
perkeretaapia Berusaha
n umum perekeretaapian.
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)
huruf b
diterbitkan
setelah
dipenuhinya
persyaratan
teknis
prasarana
perkeretaapia
n.
Izin operasi
prasarana

1139
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
perkeretaapia
n umum
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)
huruf c
diterbitkan
setelah
dipenuhinya
persyaratan
kelaikan
operasi
prasarana
perkeretaapia
n.
Izin sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)
huruf b dan
huruf c
diberikan oleh
:
Pemerintah
untuk
penyelengg
araan
prasarana
perkeretaa
pian
umum
yang
jaringan
jalurnya
melintasi
batas
wilayah
provinsi;
pemerintah
provinsi
untuk
penyelengg
araan
prasarana
perkeretaa

1140
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
pian
umum
yang
jaringan
jalurnya
melintasi
batas
wilayah
kabupaten
/kota
dalam
satu
provinsi
setelah
mendapat
peran dari
Pemerinta
h; dan
pemerintah
kabupaten
/ kota
untuk
penyelengg
araan
perkeretaa
pian
umum
yang
jaringan
jalurnya
dalam
wilayah
kabupaten
/kota
setelah
mendapat
rekomenda
si
pemerinta
h provinsi
dan
persetujua
n
Pemerinta

1141
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
h.
Pasal 32 Pasal 32 Perizinan berusaha
Badan Usaha yang Badan Usaha yang dilakukan dengan
menyelenggar menyelenggaraka menggunakan
akan sarana n sarana perizinan
terintegrasi secara
perkeretaapia perkeretaapian
wajib elektronik yang
n umum umum
dikelola
sebagaimana memenuhi
Pemerintah Pusat.
dimaksud Perizinan
dalam Pasal Berusaha dari
25 wajib Pemerintah
memiliki: Pusat.
izin usaha; Ketentuan lebih
dan lanjut mengenai
perizinan
izin operasi.
berusaha terkait
Izin usaha penyelenggaraan
penyelenggara sarana
sarana perkeretaapian
perkeretaapia umum diatur
n umum dengan Peraturan
sebagaimana Pemerintah.
dimaksud
pada ayat (1)
huruf a
diterbitkan
oleh
Pemerintah.
Izin operasi sarana
perkeretaapia
n umum
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)
huruf b
diterbitkan
oleh:
Pemerintah
untuk
pengopera
sian
sarana
perkeretaa

1142
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
pian
umum
yang
jaringan
jalurnya
melintasi
batas
wilayah
provinsi
dan batas
wilayah
negara;
pemerintah
provinsi
untuk
pengopera
sian
sarana
perkeretaa
pian
umum
yang
jaringan
jalurnya
melintasi
batas
wilayah
kabupaten
/kota
dalam
satu
provinsi;
dan
pemerintah
kabupaten
/kota
untuk
pengopera
sian
sarana
perkeretaa
pian
umum
yang

1143
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
jaringan
jalurnya
dalam
wilayah
kabupaten
/kota.
Pasal 33 Pasal 33 Sesuai dengan
Pasal 4 ayat (1)
Penyelenggaraan Penyelenggaraan
UUD 1945 yang
perkeretaapia perkeretaapian
menyebutkan
n khusus khusus
bahwa Presiden
sebagaimana sebagaimana
sebagai pemegang
dimaksud dimaksud dalam
kekuasaan
dalam Pasal Pasal 17 ayat (2)
pemerintahan,
17 ayat (2) dilakukan oleh
menempatkan
dilakukan badan usaha
Presiden secara
oleh badan untuk menunjang
atribusi memiliki
usaha untuk kegiatan
kewenangan
menunjang pokoknya.
menyelenggarakan
kegiatan Badan usaha urusan
pokoknya. sebagaimana pemerintahan
Badan usaha dimaksud pada khususnya di
sebagaimana ayat (1) wajibbidang prasarana
dimaksud memenuhi perekerataapian
pada ayat (1) perizinan khusus.
wajib berusaha dari
memiliki: Pemerintah
izin Pusat. Kewenangan
pengadaan
atau Ketentuan lebih penyelenggaraan
pembangu lanjut mengenai penguasaan negara
yang awalnya
nan; dan perizinan
diberikan secara
izin operasi. berusaha
atribusi kepada
Perkeretaapian perkeretaapian
pemerintah daerah,
khusus khusus diatur
berubah menjadi
sebagaimana dengan Peraturan
bersifat
dimaksud Pemerintah.
pendelegasian atau
pada ayat (1) didelegasikan oleh
wajib Pemerintah kepada
memenuhi Pemerintah
persyaratan Daerah.
teknis
prasarana dan Perizinan berusaha
sarana dilakukan dengan

1144
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
perkeretaapia menggunakan
n. perizinan
Izin sebagaimana terintegrasi secara
dimaksud elektronik yang
pada ayat (2) dikelola
diberikan oleh Pemerintah Pusat.
:
Pemerintah
untuk
penyelengg
araan
perkeretaa
pian
khusus
yang
jaringan
jalurnya
melintasi
batas
wilayah
provinsi
dan batas
wilayah
negara;
pemerintah
provinsi
untuk
penyelengg
araan
perkeretaa
pian
khusus
yang
jaringan
jalurnya
melintasi
batas
wilayah
kabupaten
/kota
dalam
satu
provinsi
setelah

1145
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
mendapat
peran dari
Pemerinta
h; dan
pemerintah
kabupaten
/kota
untuk
penyelengg
araan
perkeretaa
pian
khusus
yang
jaringan
jalurnya
dalam
wilayah
kabupaten
/kota
setelah
mendapat
rekomenda
si
pemerinta
h provinsi
dan peran
Pemerinta
h.
Pasal 34 Pasal 34
Ketentuan lebih Dicabut dan
lanjut mengenai dinyatakan tidak
penyelenggaraan berlaku.
perkeretaapian
umum dan
penyelenggaraan
perkeretaapian
khusus diatur
dengan Peraturan
Pemerintah.

1146
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

m. Perizinan Sektor Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat


(PUPR)
Perubahan perizinan sektor pertanian dilakukan antara lain:
(1) Penerapan Risk Based Approach untuk perizinan
sektor pertanian
(2) Penataan dan pengaturan kewenangan perizinan
sektor pertanian
(3) Kepemilikan modal asing ataupun kerja sama
modal akan diatur lebih lanjut dalam Undang-
Undang Penanaman Modal (Batasan kepemilikan
akan dimuat dalam Perpres mengenai Daftar
Negatif Investasi)
(4) Klasifikasi kegiatan usaha dan non kegiatan
usaha
(5) Penetapan sanksi administrasi ataupun sanksi
pidana
(6) Pengawasan Sumber Daya Genetik (SDG).
(7) Ketentuan mengenai:
(a) Usaha pengolahan hasil perkebunan yang
mensyaratkan minimal 20% bahan baku
harus berasal dari kebun sendiri;
(b) Izin usaha perkebunan (termasuk budidaya)
wajib memfasilitasi kebun masyarakat
minimal 20%;
(c) Unit pengolahan hasil perkebunan tertentu
yang berbahan baku impor wajib membangun
kebun maksimal 3 tahun;
yang semula diatur dalam undang-undang
dihapus untuk selanjutnya diatur dalam
Peraturan Pemerintah.
Berikut ketentuan Undang-Undang dan Pasal yang
mengalami perubahan:

1147
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi
Pasal 5 Pasal 5 Sesuai dengan
(1) Untuk mencapai (1) Untuk mencapai Pasal 4 ayat (1)
tujuan tujuan UUD 1945 yang
sebagaimana sebagaimana menyebutkan
dimaksud dalam dimaksud dalam bahwa Presiden
Pasal 4 ayat (1) Pasal 4 ayat (1) sebagai pemegang
huruf a, huruf a, kekuasaan
Pemerintah Pemerintah Pusat pemerintahan,
Pusat memiliki memiliki menempatkan
kewenangan: kewenangan: Presiden secara
a. mengembang a. mengembangk atribusi memiliki
kan struktur an struktur kewenangan
usaha Jasa usaha Jasa menyelenggarakan
Konstruksi; Konstruksi; urusan
b. mengembang b. mengembangk pemerintahan
kan sistem an sistem antara lain dalam
persyaratan persyaratan bidang jasa
usaha Jasa usaha Jasa kontruksi.
Konstruksi; Konstruksi; Kewenangan
c. menyelenggar c. menyelenggar penyelenggaraan
akan akan penguasaan
registrasi perizinan negara yang
badan usaha berusaha awalnya diberikan
Jasa dalam rangka secara atribusi
Konstruksi; registrasi kepada
d. menyelenggar badan usaha pemerintah pusat
akan Jasa dan/atau
akreditasi Konstruksi; pemerintah
bagi asosiasi d. menyelenggara daerah, berubah
perusahaan kan akreditasi menjadi bersifat
Jasa bagi asosiasi pendelegasian
Konstruksi perusahaan atau didelegasikan
dan asosiasi Jasa oleh Presiden
yang terkait Konstruksi kepada
dengan rantai dan asosiasi Pemerintah
pasok Jasa yang terkait dan/atau
Konstruksi; dengan rantai Pemerintah
e. menyelenggar pasok Jasa Daerah.

1148
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

akan Konstruksi;
pemberian e. menyelenggara
lisensi bagi kan pemberian
lembaga yang lisensi bagi
melaksanaka lembaga yang
n sertifikasi melaksanakan
badan usaha; sertifikasi
f. mengembang badan usaha;
kan sistem f. mengembangk
rantai pasok an sistem
Jasa rantai pasok
Konstruksi; Jasa
g. mengembang Konstruksi;
kan sistem g. mengembangk
permodalan an sistem
dan sistem permodalan
penjaminan dan sistem
usaha Jasa penjaminan
Konstruksi; usaha Jasa
h. memberikan Konstruksi;
dukungan h. memberikan
dan dukungan dan
pelindungan pelindungan
bagi pelaku bagi pelaku
usaha Jasa usaha Jasa
Konstruksi Konstruksi
nasional nasional
dalam dalam
mengakses mengakses
pasar Jasa pasar Jasa
Konstruksi Konstruksi
internasional; internasional;
i. mengembang i. mengembangk
kan sistem an sistem
pengawasan pengawasan
tertib usaha tertib usaha
Jasa Jasa
Konstruksi; Konstruksi;
j. menyelenggar j. menyelenggara
akan kan penerbitan
penerbitan perizinan

1149
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

izin berusaha
perwakilan dalam rangka
badan usaha penanaman
asing dan modal asing;
Izin Usaha k. menyelenggara
dalam rangka kan
penanaman pengawasan
modal asing; tertib usaha
k. menyelenggar Jasa
akan Konstruksi
pengawasan asing dan Jasa
tertib usaha Konstruksi
Jasa kualifikasi
Konstruksi besar;
asing dan l. menyelenggara
Jasa kan
Konstruksi pengembangan
kualifikasi layanan usaha
besar; Jasa
l. menyelenggar Konstruksi;
akan m. mengumpulka
pengembanga n dan
n layanan mengembangk
usaha Jasa an sistem
Konstruksi; informasi yang
m. mengumpulk terkait dengan
an dan pasar Jasa
mengembang Konstruksi di
kan sistem negara yang
informasi potensial
yang terkait untuk pelaku
dengan pasar usaha Jasa
Jasa Konstruksi
Konstruksi di nasional;
negara yang n. mengembangk
potensial an sistem
untuk pelaku kemitraan
usaha Jasa antara usaha
Konstruksi Jasa
nasional; Konstruksi
n. mengembang nasional dan

1150
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

kan sistem internasional;


kemitraan o. menjamin
antara usaha terciptanya
Jasa persaingan
Konstruksi yang sehat
nasional dan dalam pasar
internasional; Jasa
o. menjamin Konstruksi;
terciptanya p. mengembangk
persaingan an segmentasi
yang sehat pasar Jasa
dalam pasar Konstruksi
Jasa nasional;
Konstruksi; q. memberikan
p. mengembang pelindungan
kan hukum bagi
segmentasi pelaku usaha
pasar Jasa Jasa
Konstruksi Konstruksi
nasional; nasional yang
q. memberikan mengakses
pelindungan pasar Jasa
hukum bagi Konstruksi
pelaku usaha internasional;
Jasa dan
Konstruksi r. menyelenggara
nasional yang kan registrasi
mengakses pengalaman
pasar Jasa badan usaha.
Konstruksi
internasional;
dan
r. menyelenggar
akan (2) Untuk mencapai
registrasi tujuan
pengalaman sebagaimana
badan usaha. dimaksud dalam
Pasal 4 ayat (1)
huruf b,
(2) Untuk mencapai Pemerintah Pusat
tujuan memiliki

1151
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

sebagaimana kewenangan:
dimaksud dalam a. mengembangk
Pasal 4 ayat (1) an sistem
huruf b, pemilihan
Pemerintah Penyedia Jasa
Pusat memiliki dalam
kewenangan: penyelenggara
a. mengembang an Jasa
kan sistem Konstruksi;
pemilihan b. mengembangk
Penyedia an Kontrak
Jasa dalam Kerja
penyelenggar Konstruksi
aan Jasa yang
Konstruksi; menjamin
b. mengembang kesetaraan
kan Kontrak hak dan
Kerja kewajiban
Konstruksi antara
yang Pengguna Jasa
menjamin dan Penyedia
kesetaraan Jasa;
hak dan c. mendorong
kewajiban digunakannya
antara alternatif
Pengguna penyelesaian
Jasa dan sengketa
Penyedia penyelenggara
Jasa; an Jasa
c. mendorong Konstruksi di
digunakanny luar
a alternatif pengadilan;
penyelesaian dan
sengketa d. mengembangk
penyelenggar an sistem
aan Jasa kinerja
Konstruksi di Penyedia Jasa
luar dalam
pengadilan; penyelenggara
dan an Jasa
d. mengembang Konstruksi.

1152
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

kan sistem
kinerja
Penyedia (3) Untuk mencapai
Jasa dalam tujuan
penyelenggar sebagaimana
aan Jasa dimaksud dalam
Konstruksi. Pasal 4 ayat (1)
huruf c,
Pemerintah Pusat
(3) Untuk mencapai memiliki
tujuan kewenangan:
sebagaimana a. mengembangk
dimaksud dalam an Standar
Pasal 4 ayat (1) Keamanan,
huruf c, Keselamatan,
Pemerintah Kesehatan,
Pusat memiliki dan
kewenangan: Keberlanjutan
a. mengembang dalam
kan Standar penyelenggara
Keamanan, an Jasa
Keselamatan, Konstruksi;
Kesehatan, b. menyelenggara
dan kan
Keberlanjuta pengawasan
n dalam penerapan
penyelenggar Standar
aan Jasa Keamanan,
Konstruksi; Keselamatan,
b. menyelenggar Kesehatan,
akan dan
pengawasan Keberlanjutan
penerapan dalam
Standar penyelenggara
Keamanan, an dan
Keselamatan, pemanfaatan
Kesehatan, Jasa
dan Konstruksi
Keberlanjuta oleh badan
n dalam usaha Jasa
penyelenggar Konstruksi;

1153
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

aan dan c. menyelenggara


pemanfaatan kan registrasi
Jasa penilai ahli;
Konstruksi dan
oleh badan d. menetapkan
usaha Jasa penilai ahli
Konstruksi; yang
c. menyelenggar teregistrasi
akan dalam hal
registrasi terjadi
penilai ahli; Kegagalan
dan Bangunan.
d. menetapkan
penilai ahli (4) Untuk mencapai
yang tujuan
teregistrasi sebagaimana
dalam hal dimaksud dalam
terjadi Pasal 4 ayat (1)
Kegagalan huruf d,
Bangunan. Pemerintah Pusat
memiliki
(4) Untuk mencapai kewenangan:
tujuan a. mengembangk
sebagaimana an standar
dimaksud dalam kompetensi
Pasal 4 ayat (1) kerja dan
huruf d, pelatihan Jasa
Pemerintah Konstruksi;
Pusat memiliki b. memberdayak
kewenangan: an lembaga
a. mengembang pendidikan
kan standar dan pelatihan
kompetensi kerja
kerja dan konstruksi
pelatihan nasional;
Jasa c. menyelenggara
Konstruksi; kan pelatihan
b. memberdaya tenaga kerja
kan lembaga konstruksi
pendidikan strategis dan
dan pelatihan percontohan;

1154
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

kerja d. mengembangk
konstruksi an sistem
nasional; sertifikasi
c. menyelenggar kompetensi
akan tenaga kerja
pelatihan konstruksi;
tenaga kerja e. menetapkan
konstruksi standar
strategis dan remunerasi
percontohan; minimal bagi
d. mengembang tenaga kerja
kan sistem konstruksi;
sertifikasi f. menyelenggara
kompetensi kan
tenaga kerja pengawasan
konstruksi; sistem
e. menetapkan sertifikasi,
standar pelatihan, dan
remunerasi standar
minimal bagi remunerasi
tenaga kerja minimal bagi
konstruksi; tenaga kerja
f. menyelenggar konstruksi;
akan g. menyelenggara
pengawasan kan akreditasi
sistem bagi asosiasi
sertifikasi, profesi dan
pelatihan, lisensi bagi
dan standar lembaga
remunerasi sertifikasi
minimal bagi profesi;
tenaga kerja h. menyelenggara
konstruksi; kan registrasi
g. menyelenggar tenaga kerja
akan konstruksi;
akreditasi i. menyelenggara
bagi asosiasi kan registrasi
profesi dan pengalaman
lisensi bagi profesional
lembaga tenaga kerja
sertifikasi konstruksi

1155
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

profesi; serta lembaga


h. menyelenggar pendidikan
akan dan pelatihan
registrasi kerja di bidang
tenaga kerja konstruksi;
konstruksi; j. menyelenggara
i. menyelenggar kan
akan penyetaraan
registrasi tenaga kerja
pengalaman konstruksi
profesional asing; dan
tenaga kerja k. membentuk
konstruksi lembaga
serta lembaga sertifikasi
pendidikan profesi untuk
dan pelatihan melaksanakan
kerja di tugas
bidang sertifikasi
konstruksi; kompetensi
j. menyelenggar kerja yang
akan belum dapat
penyetaraan dilakukan
tenaga kerja lembaga
konstruksi sertifikasi
asing; dan profesi yang
k. membentuk dibentuk oleh
lembaga asosiasi
sertifikasi profesi atau
profesi untuk lembaga
melaksanaka pendidikan
n tugas dan pelatihan.
sertifikasi
kompetensi
kerja yang (5) Untuk mencapai
belum dapat tujuan
dilakukan sebagaimana
lembaga dimaksud dalam
sertifikasi Pasal 4 ayat (1)
profesi yang huruf e,
dibentuk oleh Pemerintah Pusat
asosiasi memiliki

1156
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

profesi atau kewenangan:


lembaga a. mengembangk
pendidikan an standar
dan material dan
pelatihan. peralatan
konstruksi,
(5) Untuk mencapai serta inovasi
tujuan teknologi
sebagaimana konstruksi;
dimaksud dalam b. mengembangk
Pasal 4 ayat (1) an skema
huruf e, kerja sama
Pemerintah antara
Pusat memiliki institusi
kewenangan: penelitian dan
a. mengembang pengembangan
kan standar dan seluruh
material dan pemangku
peralatan kepentingan
konstruksi, Jasa
serta inovasi Konstruksi;
teknologi c. menetapkan
konstruksi; pengembangan
b. mengembang teknologi
kan skema prioritas;
kerja sama d. mempublikasi
antara kan material
institusi dan peralatan
penelitian konstruksi
dan serta teknologi
pengembanga konstruksi
n dan dalam negeri
seluruh kepada
pemangku seluruh
kepentingan pemangku
Jasa kepentingan,
Konstruksi; baik nasional
c. menetapkan maupun
pengembanga internasional;
n teknologi e. menetapkan
prioritas; dan

1157
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

d. mempublikas meningkatkan
ikan material penggunaan
dan peralatan standar mutu
konstruksi material dan
serta peralatan
teknologi sesuai dengan
konstruksi Standar
dalam negeri Nasional
kepada Indonesia;
seluruh f. melindungi
pemangku kekayaan
kepentingan, intelektual
baik nasional atas material
maupun dan peralatan
internasional; konstruksi
e. menetapkan serta teknologi
dan konstruksi
meningkatka hasil
n penelitian dan
penggunaan pengembangan
standar mutu dalam negeri;
material dan dan
peralatan g. membangun
sesuai sistem rantai
dengan pasok
Standar material,
Nasional peralatan, dan
Indonesia; teknologi
f. melindungi konstruksi.
kekayaan
intelektual
atas material
dan peralatan (6) Untuk mencapai
konstruksi tujuan
serta sebagaimana
teknologi dimaksud dalam
konstruksi Pasal 4 ayat (1)
hasil huruf f,
penelitian Pemerintah Pusat
dan memiliki
pengembanga kewenangan:

1158
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

n dalam a. meningkatkan
negeri; dan partisipasi
g. membangun masyarakat
sistem rantai yang
pasok berkualitas
material, dan
peralatan, bertanggung
dan teknologi jawab dalam
konstruksi. pengawasan
penyelenggara
(6) Untuk mencapai an Jasa
tujuan Konstruksi;
sebagaimana b. meningkatkan
dimaksud dalam kapasitas
Pasal 4 ayat (1) kelembagaan
huruf f, masyarakat
Pemerintah Jasa
Pusat memiliki Konstruksi;
kewenangan: c. memfasilitasi
a. meningkatka penyelenggara
n partisipasi an forum Jasa
masyarakat Konstruksi
yang sebagai media
berkualitas aspirasi
dan masyarakat
bertanggung Jasa
jawab dalam Konstruksi;
pengawasan d. memberikan
penyelenggar dukungan
aan Jasa pembiayaan
Konstruksi; terhadap
b. meningkatka penyelenggara
n kapasitas an Sertifikasi
kelembagaan Kompetensi
masyarakat Kerja; dan
Jasa e. meningkatkan
Konstruksi; partisipasi
c. memfasilitasi masyarakat
penyelenggar yang
aan forum berkualitas
Jasa dan

1159
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Konstruksi bertanggung
sebagai jawab dalam
media Usaha
aspirasi Penyediaan
masyarakat Bangunan.
Jasa (7) Dukungan
Konstruksi; pembiayaan
d. memberikan sebagaimana
dukungan dimaksud pada
pembiayaan ayat (6) huruf d
terhadap dilakukan dengan
penyelenggar mempertimbangk
aan an kemampuan
Sertifikasi keuangan negara.
Kompetensi (8) Untuk mencapai
Kerja; dan tujuan
e. meningkatka sebagaimana
n partisipasi dimaksud dalam
masyarakat Pasal 4 ayat (1)
yang huruf g,
berkualitas Pemerintah Pusat
dan memiliki
bertanggung kewenangan:
jawab dalam a. mengembangk
Usaha an sistem
Penyediaan informasi Jasa
Bangunan. Konstruksi
(7) Dukungan nasional; dan
pembiayaan b. mengumpulka
sebagaimana n data dan
dimaksud pada informasi Jasa
ayat (6) huruf d Konstruksi
dilakukan nasional dan
dengan internasional.
mempertimbang
kan kemampuan
keuangan
negara.

(8) Untuk mencapai


tujuan

1160
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

sebagaimana
dimaksud dalam
Pasal 4 ayat (1)
huruf g,
Pemerintah
Pusat memiliki
kewenangan:
a. mengembang
kan sistem
informasi
Jasa
Konstruksi
nasional; dan
b. mengumpulk
an data dan
informasi
Jasa
Konstruksi
nasional dan
internasional.
1. Pasal 6
Dicabut dan
dinyatakan tidak
berlaku
Pasal 7
Dicabut dan
dinyatakan tidak
berlaku
2. Pasal 8 Pasal 8 Sesuai dengan
Kewenangan Dicabut dan Pasal 4 ayat (1)
Pemerintah Daerah dinyatakan tidak UUD 1945 yang
kabupaten/kota berlaku menyebutkan
pada suburusan bahwa Presiden
Jasa Konstruksi sebagai pemegang
meliputi: kekuasaan
a. penyelenggar pemerintahan,
aan menempatkan
pelatihan Presiden secara
tenaga atribusi memiliki
terampil kewenangan
konstruksi; menyelenggarakan

1161
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

b. penyelenggar urusan
aan sistem pemerintahan
informasi antara lain dalam
Jasa bidang jasa
Konstruksi kontruksi.
cakupan Kewenangan
daerah penyelenggaraan
kabupaten/k penguasaan
ota; negara yang
c. penerbitan awalnya diberikan
Izin Usaha secara atribusi
nasional kepada
kualifikasi pemerintah pusat
kecil, dan/atau
menengah, pemerintah
dan besar; daerah, berubah
dan menjadi bersifat
d. pengawasan pendelegasian
tertib usaha, atau didelegasikan
tertib oleh Presiden
penyelenggar kepada
aan, dan Pemerintah
tertib dan/atau
pemanfaatan Pemerintah
Jasa Daerah.
Konstruksi. Diakomodir
sebagai NSPK.
3. Pasal 9 Pasal 9
Dalam Dalam
melaksanakan melaksanakan
kewenangan kewenangan
sebagaimana sebagaimana
dimaksud dalam dimaksud dalam
Pasal 5 sampai Pasal 5, Pemerintah
dengan Pasal 8, Pusat dapat
Pemerintah Pusat melibatkan
dan/atau masyarakat jasa
Pemerintah Daerah konstruksi
dapat melibatkan
masyarakat Jasa
Konstruksi.

1162
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

4. Pasal 10 Pasal 10
Ketentuan lebih Ketentuan lebih
lanjut mengenai lanjut mengenai
tanggung jawab tanggungjawab dan
dan kewenangan kewenangan serta
sebagaimana Perizinan Berusaha
dimaksud dalam sebagaimana
Pasal 4 sampai dimaksud dalam
dengan Pasal 9 Pasal 4, Pasal 5, dan
diatur dalam Pasal 9 diatur
Peraturan dengan Peraturan
Pemerintah. Pemerintah.

5. Pasal 20 Pasal 20
(1) Kualifikasi (1) Kualifikasi
usaha bagi usaha bagi
badan usaha badan usaha
sebagaimana sebagaimana
dimaksud dimaksud
dalam Pasal dalam Pasal
19 terdiri 19 terdiri atas:
atas: a. kecil; a. kecil;
b. menengah; b. menenga
dan c. besar. h; dan
(2) Penetapan c. besar.
kualifikasi (2) Penetapan
usaha kualifikasi
sebagaimana usaha
dimaksud sebagaimana
pada ayat (1) dimaksud
dilaksanakan pada ayat (1)
melalui dilaksanakan
penilaian melalui
terhadap: a. penilaian
penjualan terhadap: a.
tahunan; b. penjualan
kemampuan tahunan; b.
keuangan; c. kemampuan
ketersediaan keuangan; c.
tenaga kerja ketersediaan

1163
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

konstruksi; tenaga kerja


dan d. konstruksi;
kemampuan dan d.
dalam kemampuan
penyediaan dalam
peralatan penyediaan
konstruksi. peralatan
(3) Kualifikasi konstruksi.
usaha (3) Kualifikasi
sebagaimana usaha
dimaksud sebagaimana
pada ayat (1) dimaksud
menentukan pada ayat (1)
batasan menentukan
kemampuan batasan
usaha dan kemampuan
segmentasi usaha dan
pasar usaha segmentasi
Jasa pasar usaha
Konstruksi. Jasa
(4) Ketentuan Konstruksi.
lebih lanjut (4) Ketentuan
mengenai lebih lanjut
penetapan mengenai
kualifikasi penetapan
usaha kualifikasi
sebagaimana usaha
dimaksud sebagaimana
pada ayat (2) dimaksud
diatur dalam pada ayat (2)
Peraturan diatur dalam
Menteri. Peraturan
Pemerintah
6. Pasal 26 Pasal 26 Kualifikasi Badan
(1) Setiap usaha (1) Setiap usaha Usaha tetap
orang orang menjadi perhatian
perseorangan perseorangan dan utama dalam
sebagaimana badan usaha jasa penyelenggaraan
dimaksud dalam konstruksi jasa konstruksi,
Pasal 19 yang sebagaimana sehingga untuk
akan dimaksud dalam pemenuhan

1164
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

memberikan Pasal 19 yang kualifikasi


layanan Jasa akan tersebut
Konstruksi wajib memberikan seyogyanya perlu
memiliki Tanda layanan Jasa disusun standar
Daftar Usaha Konstruksi wajib kualifikasi untuk
Perseorangan. memenuhi penyelenggaraan
(2) Setiap badan perizinan jasa konstruksi.
usaha Jasa berusaha dari Standar tersebut
Konstruksi Pemerintah tetap
sebagaimana Pusat. membedakan
dimaksud dalam (2) Ketentuan lebih kategori usaha
Pasal 19 yang lanjut mengenai jasa konstruksi
akan perizinan untuk tetap
memberikan berusaha menjaga kualitas
layanan Jasa sebagaimana dan segmentasi
Konstruksi wajib dimaksud pada pasar jasa
memiliki Izin ayat (1) diatur kontruksi.
Usaha. dengan
Peraturan
Pemerintah.
7. Pasal 27 Pasal 27 Pasal 27 s.d 29
Tanda Daftar Dihapus. dihapus karena
Usaha merupakan
Perseorangan penjabaran dari
sebagaimana pasal 26 yang
dimaksud dalam telah diubah
Pasal 26 ayat (1)
diberikan oleh
Pemerintah Daerah
kabupaten/kota
kepada usaha
orang
perseorangan yang
berdomisili di
wilayahnya sesuai
dengan ketentuan
peraturan
perundang-
undangan.
8. Pasal 28 Pasal 28 Pasal 27 s.d 29
Izin Usaha Dihapus. dihapus karena

1165
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

sebagaimana merupakan
dimasud dalam penjabaran dari
Pasal 26 ayat (2) pasal 26 yang
diberikan oleh telah diubah
Pemerintah Daerah
kabupaten/kota
kepada badan
usaha yang
berdomisili di
wilayahnya sesuai
dengan ketentuan
peraturan
perundang-
undangan.
9. Pasal 29 Pasal 29 Pasal 27 s.d 29
(1) Izin Usaha dan Dihapus. dihapus karena
Tanda Daftar merupakan
Usaha penjabaran dari
Perseorangan pasal 26 yang
berlaku untuk telah diubah
melaksanakan
kegiatan usaha
Jasa Konstruksi
di seluruh
wilayah
Republik
Indonesia.
(2) Pemerintah
Daerah
kabupaten/kota
sebagaimana
dimaksud
dalam Pasal 27
dan Pasal 28
membentuk
peraturan di
daerah
mengenai Izin
Usaha dan
Tanda Daftar
Usaha

1166
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Perseorangan.
10. Pasal 30 Pasal 30 Pasal 30 dihapus
(1) Setiap badan Dihapus. karena sudah
usaha yang diatur dalam pasal
mengerjakan CATATAN: 26 (usulan baru)
Jasa Konstruksi Diusulkan rumusan Reformulasi
wajib memiliki tidak dihapus kewenangan yang
Sertifikat karena SBU masih sebelumnya ada di
Badan Usaha. dibutuhklan untuk Menteri menjadi
(2) Sertifikat Badan mengukur Pemerintah, agar
Usaha kompetensi sebuah penerbitan izin
sebagaimana badan usaha untuk juga melibatkan
dimaksud pada bekerja di bidang stakeholder terkait
ayat (1) jasa konstruksi guna menjamin
diterbitkan kualitas badan
melalui suatu usaha.
proses sertifikasi
dan registrasi
oleh Menteri.
(3) Sertifikat Badan
Usaha
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (1) paling
sedikit memuat:
a. jenis usaha;
b. sifat usaha;
c. klasifikasi
usaha; dan
d. kualifikasi
usaha.
(4) Untuk
mendapatkan
Sertifikat Badan
Usaha
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (1), badan
usaha Jasa
Konstruksi
mengajukan

1167
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

permohonan
kepada Menteri
melalui lembaga
Sertifikasi
Badan Usaha
yang dibentuk
oleh asosiasi
badanusaha
terakreditasi.
(5) Akreditasi
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (4)
diberikan oleh
Menteri kepada
asosiasi badan
usaha yang
memenuhi
persyaratan:
a. jumlah dan
sebaran
anggota;
b. pemberdayaa
n kepada
anggota;
c. pemilihan
pengurus
secara
demokratis;
d. sarana dan
prasarana di
tingkat pusat
dan daerah;
dan
e. pelaksanaan
kewajiban
sesuai
dengan
ketentuan
peraturan
perundangan

1168
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

-undangan.
(6) Setiap asosiasi
badan usaha
yang
mendapatkan
akreditasi wajib
menjalankan
kewajiban yang
diatur dalam
Peraturan
Menteri.
(7) Ketentuan lebih
lanjut mengenai
sertifikasi dan
registrasi badan
usaha
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (2) dan
akreditasi
asosiasi badan
usaha
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (4) diatur
dalam Peraturan
Menteri.

11. Pasal 31 Pasal 31 Pengakuan


(1) Untuk Dihapus. pengalaman dapat
mendapatkan dilakukan dalam
pengakuan rangka
pengalaman pemenuhan
usaha, setiap kualifikasi sebagai
badan usaha badan usaha
Jasa Konstruksi penyelenggara jasa
kualifikasi konstruksi,
menengah dan sehingga tidak
besar harus dalam kapasitas
melakukan Menteri untuk
registrasi memeriksa

1169
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

pengalaman pengalaman badan


kepada Menteri. usaha.
(2) Registrasi
pengalaman
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (1)
dibuktikan
dengan tanda
daftar
pengalaman.
(3) Tanda daftar
pengalaman
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (2) paling
sedikit memuat:
a. nama paket
pekerjaan;
b. Pengguna
Jasa;
c. tahun
pelaksanaan
pekerjaan;
d. nilai
pekerjaan;
dan
e. kinerja
Penyedia
Jasa.
(4) Pengalaman
yang diregistrasi
ke dalam tanda
daftar
pengalaman
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (3)
merupakan
pengalaman
menyelenggarak

1170
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

an Jasa
Konstruksi yang
sudah melalui
proses serah
terima.
(5) Ketentuan lebih
lanjut mengenai
registrasi
pengalaman
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (1) diatur
dalam Peraturan
Menteri.
12. Pasal 34 Pasal 34 Tidak
(1) Ketentuan Dihapus. berhubungan
mengenai kerja langsung dengan
sama modal filosofi uu jasa
sebagaimana konstruksi, yang
dimaksud seharusnya hanya
dalam Pasal 32 mengatur norma
huruf b keamanan dan
dilaksanakan keselamatan
sesuai dengan penyelenggaraan
ketentuan jasa konstruksi,
peraturan bukan mengatur
perundang- persyaratan
undangan. investasi di bidang
(2) Badan usaha jasa konstruksi.
Jasa Konstruksi
yang dibentuk
dalam rangka
kerja sama
modal
sebagaimana
dimaksud
dalam Pasal 32
huruf b harus
memenuhi
persyaratan
kualifikasi

1171
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

besar
sebagaimana
dimaksud
dalam Pasal 20
ayat (1) huruf c.
(3) Badan usaha
Jasa Konstruksi
yang dibentuk
dalam rangka
kerja sama
modal
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (2) wajib
memiliki Izin
Usaha.
(4) Izin Usaha
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (3)
diberikan oleh
Menteri sesuai
dengan
ketentuan
peraturan
perundang-
undangan.
13. Pasal 35 Pasal 35
Ketentuan lebih Dihapus.
lanjut mengenai
pemberian izin
perwakilan, tata
cara kerja sama
operasi, dan
penggunaan lebih
banyak tenaga kerja
Indonesia,
sebagaimana
dimaksud dalam
Pasal 33 ayat (1)
huruf b, huruf c,

1172
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

huruf d, dan
pemberian Izin
Usaha sebagaimana
dimaksud dalam
Pasal 34 ayat (4)
diatur dalam
Peraturan Menteri.
14. Pasal 36 Pasal 36 Usaha penyediaan
(1) Pengembangan Dihapus. bangunan bukan
jenis usaha Jasa merupakan jenis
Konstruksi usaha jasa
sebagaimaa konstruksi namun
dimaksud dalam termasuk investasi
Pasal 12 dapat
dilakukan melalui
UsahanPenyediaa
n Bangunan.
(2) Usaha
Penyediaan
Bangunan
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (1) terdiri
atas Usaha
Penyediaan
Bangunan gedung
dan Usaha
Penyediaan
Bangunan sipil.
(3) Usaha
Penyediaan
Bangunan
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (1) dibiayai
melalui investasi
yang bersumber
dari:
a. Pemerintah
Pusat;
b. Pemerintah

1173
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Daerah;
c. badan usaha;
dan/atau
d. masyarakat.
(4) Perizinan Usaha
Penyediaan
Bangunan
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (1) dilakukan
sesuai dengan
ketentuan
peraturan
perundang-
undangan.
(5) Ketentuan lebih
lanjut mengenai
Usaha
Penyediaan
Bangunan
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (1) sampai
dengan ayat (3)
diatur dalam
Peraturan
Presiden.
15. Pasal 38 Pasal 38 Mengubah Pasal
(1) Penyelenggaraan (1) Penyelenggaraan 38 ayat (1) dan
Jasa Konstruksi Jasa Konstruksi ayat (4),
terdiri atas dilakukan melalui menghapus Pasal
penyelenggaraan penyelenggaraan 38 Ayat (4)
usaha Jasa usaha Jasa khususnya terkait
Konstruksi dan Konstruksi. usaha penyediaan
penyelenggaraan (2) Penyelenggaraan bangunan.
Usaha Usaha Jasa
Penyediaan Konstruksi
Bangunan. sebagaimana
(2) Penyelenggaraan dimaksud pada
usaha Jasa ayat (1) dapat
Konstruksi dikerjakan

1174
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

sebagaimana sendiri atau


dimaksud pada melalui
ayat (1) dapat pengikatan Jasa
dikerjakan sendiri Kontruksi.
atau melalui (3) Dihapus.
pengikatan Jasa (4) Ketentuan lebih
Kontruksi. lanjut mengenai
(3) Penyelenggaraan penyelenggaraan
Usaha usaha Jasa
Penyediaan Konstruksi yang
Bangunan dikerjakan sendiri
sebagaimana sebagaimana
dimaksud pada dimaksud pada
ayat (1) dapat ayat (2) diatur
dikerjakan sendiri dengan Peraturan
atau melalui Pemerintah.
perjanjian
penyediaan
bangunan.
(4) Ketentuan lebih
lanjut mengenai
penyelenggaraan
usaha Jasa
Konstruksi yang
dikerjakan sendiri
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (2) dan
penyelenggaraan
Usaha
Penyediaan
Bangunan
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (3) diatur
dalam Peraturan
Presiden.

16. Pasal 42 Pasal 42


(1) Pemilihan Dihapus. Sistem pengadaan

1175
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Penyedia Jasa cukup diatur


sebagaimana dalam Peraturan
dimaksud dalam Presiden untuk
Pasal 41 yang pengadaan jasa
menggunakan konstruksi
sumber pemerintah,
pembiayaan dari sedangkan untuk
keuangan Negara non-pemerintah
dilakukan dilakukan dengan
dengan cara sistem bisnis yang
tender atau baik dan mapan.
seleksi,
pengadaan Usulan rapat
secara hotel lumire
elektronik, 18/11/2019
penunjukan
langsung, dan
pengadaan
langsung sesuai
dengan
ketentuan
peraturan
perundang-
undangan.
(2) Tender atau
seleksi
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (1) dapat
dilakukan
melalui
prakualifikasi,
pascakualifikasi,
atau tender
cepat.
(3) Pengadaan
secara elektronik
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (1)
merupakan

1176
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

metode
pemilihan
Penyedia Jasa
yangsudah
tercantum dalam
katalog.
(4) Penunjukan
langsung
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (1) dapat
dilakukan dalam
hal:
a. penanganan
darurat untuk
keamanan dan
keselamatan
masyarakat;
b. pekerjaan yang
kompleks yang
hanya dapat
dilaksanakan
oleh Penyedia
Jasa yang
sangat terbatas
atau hanya
dapat
dilakukan oleh
pemegang hak;
c. pekerjaan yang
perlu
dirahasiakan
yang
menyangkut
keamanan dan
keselamatan
negara;
d. pekerjaan yang
berskala kecil;
dan/atau
kondisi

1177
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

tertentu.
(5) Pengadaan
langsung
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (1)
dilakukan untuk
paket dengan
nilai tertentu.
(6) Ketentuan lebih
lanjut mengenai
kondisi tertentu
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (4) huruf e
dan nilai tertentu
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (5) diatur
dalam Peraturan
Pemerintah.
17. Pasal 57 Pasal 57 Sistem pengadaan
(1) Dalam pemilihan Dihapus. cukup diatur
Penyedia Jasa dalam Peraturan
sebagaimana Presiden untuk
dimaksud dalam pengadaan jasa
Pasal 42, konstruksi
Penyedia Jasa pemerintah,
menyerahkan sedangkan untuk
jaminan kepada non-pemerintah
Pengguna Jasa dilakukan dengan
untuk memenuhi sistem bisnis yang
kewajiban baik dan mapan.
sebagaimana Ketentuan ini
dipersyaratkan lebih tepat diatur
dalam dokumen dalam perpres
pemilihan pengadaan barag
Penyedia Jasa. dan jasa
(2) Jaminan
sebagaimana
dimaksud pada

1178
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

ayat (1) terdiri


atas: a. jaminan
penawaran; b.
jaminan
pelaksanaan; c.
jaminan uang
muka; d.
jaminan
pemeliharaan;
dan/atau e.
jaminan sanggah
banding.
(3) Jaminan
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (2) harus
dapat dicairkan
tanpa syarat
sebesar nilai
yang dijaminkan
dan dalam batas
waktu tertentu
setelah
pernyataan
Pengguna Jasa
atas wanprestasi
yang dilakukan
oleh Penyedia
Jasa.
(4) Jaminan
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (3) dapat
dikeluarkan oleh
lembaga
perbankan,
perusahaan
asuransi,
dan/atau
perusahaan
penjaminan

1179
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

dalam bentuk
bank garansi
dan/atau
perjanjian terikat
sesuai dengan
ketentuan
peraturan
perundang-
undangan.
(5) Perubahan atas
jaminan
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (2)
dilakukan
dengan
memperhatikan
dinamika
perkembangan
penyelenggaraan
Jasa Konstruksi
baik nasional
maupun
internasional.
(6) Ketentuan lebih
lanjut mengenai
jaminan
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (1) dan
perubahan atas
jaminan
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (5) diatur
dalam Peraturan
Presiden.
18. Pasal 58 Pasal 58
(1) Usaha Dihapus.
Penyediaan
Bangunan

1180
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

sebagaimana
dimaksud dalam
Pasal 36 ayat (1)
dapat dikerjakan
sendiri atau oleh
pihak lain.
(2) Dalam hal
dikerjakan oleh
pihak lain
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (1),
penyelenggaraan
Usaha
Penyediaan
Bangunan
dilakukan melalui
perjanjian
penyediaan
bangunan.
(3) Para pihak dalam
perjanjian
penyediaan
bangunan
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (2) terdiri
atas:
a. pihak pertama
sebagai
pemilik
bangunan;
dan
b. pihak kedua
sebagai
penyedia
bangunan.
(4) Para pihak
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (3) terdiri

1181
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

atas:
a. orang
perseorangan;
atau
b. badan.
(5) Penyediaan
bangunan
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (1) dapat
dilakukan melalui
kerja sama
Pemerintah Pusat
dan/atau
Pemerintah
Daerah dengan
badan usaha
dan/atau
masyarakat.
(6) Dalam perjanjian
penyediaan
bangunan
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (2),
penyelenggaraan
Jasa Konstruksi
harus dilakukan
oleh Penyedia
Jasa.
Ketentuan lebih
lanjut mengenai
perjanjian
penyediaan
bangunan
sebagaimana
dimaksud pada ayat
(2) diatur dalam
Peraturan Presiden.
19. Pasal 59 Pasal 59
(1) Dalam setiap (1) Dalam setiap

1182
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

penyelenggaraan penyelenggaraan
Jasa Konstruksi, Jasa Konstruksi,
Pengguna Jasa Pengguna Jasa
dan Penyedia dan Penyedia
Jasa wajib Jasa wajib
memenuhi memenuhi
Standar Standar
Keamanan, Keamanan,
Keselamatan, Keselamatan,
Kesehatan, dan Kesehatan, dan
Keberlanjutan. Keberlanjutan.
(2) Dalam (2) Ketentuan lebih
memenuhi lanjut mengenai
Standar penyelenggaraan
Keamanan, Jasa Konstruksi,
Keselamatan, Pengguna Jasa
Kesehatan, dan dan Penyedia
Keberlanjutan Jasa wajib
sebagaimana memenuhi
dimaksud pada standar
ayat (1) Keamanan,
Pengguna Jasa Keselamatan,
dan/atau Kesehatan, dan
Penyedia Jasa Keberlanjutan
harus sebagaimana
memberikan dimaksud pada
pengesahan ayat (1) diatur
atau dalam Peraturan
persetujuan Pemerintah.
atas: (3) Dihapus
a. hasil (4) Dihapus
pengkajian, (5) Dihapus
perencanaan,
dan/atau
perancangan;
b. rencana
teknis proses
pembanguna
n,
pemeliharaan
,

1183
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

pembongkara
n, dan/atau
pembanguna
n kembali;
c. pelaksanaan
suatu proses
pembanguna
n,
pemeliharaan
,
pembongkara
n, dan/atau
pembanguna
n kembali;
d. penggunaan
material,
peralatan
dan/atau
teknologi;
dan/atau
e. hasil layanan
Jasa
Konstruksi.
(3) Standar
Keamanan,
Keselamatan,
Kesehatan, dan
Keberlanjutan
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (1) paling
sedikit meliputi:
a. standar mutu
bahan;
b. standar mutu
peralatan;
c. standar
keselamatan
dan
kesehatan
kerja;

1184
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

d. standar
prosedur
pelaksanaan
Jasa
Konstruksi;
e. standar mutu
hasil
pelaksanaan
Jasa
Konstruksi;
f. standar
operasi dan
pemeliharaan
;
g. pedoman
pelindungan
sosial tenaga
kerja dalam
pelaksanaan
Jasa
Konstruksi
sesuai
dengan
ketentuan
peraturan
perundang-
undangan;
dan
h. standar
pengelolaan
lingkungan
hidup sesuai
dengan
ketentuan
peraturan
perundang-
undangan.
(4) Standar
Keamanan,
Keselamatan,
Kesehatan, dan

1185
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Keberlanjutan
untuk setiap
produk Jasa
Konstruksi
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (1) diatur
oleh menteri
teknis terkait
sesuai dengan
kewenangannya.
(5) Dalam
menyusun
Standar
Keamanan,
Keselamatan,
Kesehatan, dan
Keberlanjutan
untuk setiap
produk Jasa
Konstruksi,
menteri teknis
terkait
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (4)
memperhatikan
kondisi geografis
yang rawan
gempa dan
kenyamanan
lingkungan
terbangun.
20. Pasal 69 Pasal 69 Reformulasi
(1) Pelatihan tenaga (1) Pelatihan tenaga kewenangan yang
kerja konstruksi kerja konstruksi sebelumnya ada di
diselenggarakan diselenggarakan Menteri menjadi
dengan metode dengan metode Pemerintah, agar
pelatihan kerja pelatihan kerja penerbitan izin
yang relevan, yang relevan, juga melibatkan
efektif, dan
efektif, dan stakeholder terkait

1186
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

efisien sesuai efisien sesuai guna menjamin


dengan Standar dengan Standar kualitas badan
Kompetensi Kompetensi usaha.
Kerja. Kerja.
(2) Pelatihan (2) Pelatihan
sebagaimana sebagaimana
dimaksud pada
dimaksud pada
ayat (1)
ayat (1)
ditujukan untuk
ditujukan untuk meningkatkan
meningkatkan produktivitas
produktivitas kerja.
kerja. (3) Standar
(3) Standar Kompetensi
Kompetensi Kerja
Kerja sebagaimana
sebagaimana dimaksud pada
dimaksud pada ayat (1)
ayat (1) ditetapkan
sesuai dengan
ditetapkan
ketentuan
sesuai dengan
peraturan
ketentuan
perundang-
peraturan undangan.
perundang- (4) Pelatihan tenaga
undangan. kerja konstruksi
(4) Pelatihan tenaga sebagaimana
kerja konstruksi dimaksud pada
sebagaimana ayat (1)
dimaksud pada diselenggarakan
ayat (1) oleh lembaga
diselenggarakan pendidikan dan
oleh lembaga pelatihan kerja
sesuai dengan
pendidikan dan
ketentuan
pelatihan kerja
peraturan
sesuai dengan
perundang-
ketentuan undangan.
peraturan (5) Lembaga
perundang- pendidikan dan
undangan. pelatihan kerja
(5) Lembaga sebagaimana
pendidikan dan dimaksud pada
pelatihan kerja ayat (4)

1187
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

sebagaimana diregistrasi
dimaksud pada oleh
ayat (4) Pemerintah
diregistrasi oleh Pusat.
Menteri. (6) Pemerintah
(6) Menteri Pusat
sebagaimana
sebagaimana
dimaksud pada
dimaksud pada
ayat (5)
ayat (5) melakukan
melakukan registrasi
registrasi terhadap
terhadap lembaga
lembaga pendidikan dan
pendidikan dan pelatihan kerja
pelatihan kerja yang telah
yang telah memiliki
memiliki izin perizinan
dan/atau berusaha
dan/atau
terakreditasi
terakreditasi
sesuai dengan
sesuai dengan
ketentuan
ketentuan
peraturan peraturan
perundang- perundang-
undangan. undangan.
(7) Ketentuan lebih (7) Ketentuan lebih
lanjut mengenai lanjut
tata cara mengenai tata
registrasi cara registrasi
lembaga lembaga
pendidikan dan pendidikan dan
pelatihan kerja pelatihan kerja
sebagaimana
sebagaimana
dimaksud pada
dimaksud pada
ayat (5) diatur
ayat (5) diatur
dalam
dalam Peraturan Peraturan
Menteri. Pemerintah.
21. Pasal 72 Pasal 72
(1) Untuk (1) Untuk
mendapatka mendapatkan
n pengakuan pengakuan
pengalaman pengalaman

1188
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

profesional, profesional,
setiap tenaga setiap tenaga
kerja kerja
konstruksi konstruksi
harus harus
melakukanre melakukan
gistrasi registrasi
kepada kepada
Menteri. Pemerintah
(2) Registrasi Pusat.
sebagaimana (2) Registrasi
dimaksud sebagaimana
pada ayat (1) dimaksud
dibuktikan pada ayat (1)
dengan dibuktikan
tanda daftar dengan tanda
pengalaman daftar
profesional. pengalaman
(3) Tanda daftar profesional.
pengalaman (3) Ketentuan
profesional lebih lanjut
sebagaimana mengenai
dimaksud registrasi
pada ayat (2) sebagaimana
paling sedikit dimaksud
memuat: a. pada ayat (1)
jenis layanan diatur dengan
profesional Peraturan
yang Pemerintah
diberikan; b.
nilai
pekerjaan
konstruksi
yang terkait
dengan hasil
layanan
profesional;
c. tahun
pelaksanaan
pekerjaan;
dan d. nama

1189
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Pengguna
Jasa.
(4) Ketentuan
lebih lanjut
mengenai
registrasi
dan tata cara
pemberian
tanda daftar
pengalaman
profesional
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)
dan ayat (2)
diatur dalam
Peraturan
Menteri.
22. Pasal 74 Pasal 74 Norma dalam
(1) Pemberi kerja Dihapus. Pasal ini
tenaga kerja seharusnya ada
konstruksi asing dalam peraturan
wajib memiliki perundang-
rencana undangan di
penggunaan bidang
tenaga kerja ketenagakerjaan,
asing dan izin karena
mempekerjakan seharusnya uu
tenaga kerja jasa konstruksi
asing. hanya mengatur
(2) Tenaga kerja norma Keamanan,
konstruksi asing Keselamatan,
dapat Kesehatan, dan
melakukan Keberlanjutan
pekerjaan dalam
konstruksi di penyelenggaraan
Indonesia hanya jasa konstruksi.
pada jabatan
tertentu sesuai
dengan
ketentuan

1190
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

peraturan
perundang-
undangan.
(3) Tenaga kerja
konstruksi asing
pada jabatan
ahli yang akan
dipekerjakan
oleh pemberi
kerja
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (1) harus
memiliki surat
tanda registrasi
dari Menteri.
(4) Surat tanda
registrasi
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (3)
diberikan
berdasarkan
sertifikat
kompetensi
tenaga kerja
konstruksi asing
menurut hukum
negaranya.
(5) Tenaga kerja
konstruksi asing
pada jabatan
ahli wajib
melaksanakan
alih
pengetahuan
dan alih
teknologi kepada
tenaga kerja
pendamping
sesuai dengan

1191
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

ketentuan
peraturan
perundang-
undangan.
(6) Pengawasan
penggunaan
tenaga kerja
konstruksi asing
dilakukan oleh
pengawas
ketenagakerjaan
sesuai
denganketentua
n peraturan
perundang-
undangan.
(7) Ketentuan lebih
lanjut mengenai
tata cara
registrasi bagi
tenaga kerja
konstruksi asing
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (4) diatur
dalam Peraturan
Menteri.
23. Pasal 84 Pasal 84
(1) (1) Penyelenggaraan
Penyelenggaraan sebagian
sebagian kewenangan
kewenangan Pemerintah Pusat
Pemerintah Pusat sebagaimana
sebagaimana dimaksud dalam
dimaksud dalam Pasal 5
Pasal 5 mengikutsertaka
mengikutsertakan n masyarakat
masyarakat Jasa Jasa Konstruksi.
Konstruksi. (2) Keikutsertaan
(2) Keikutsertaan masyarakat Jasa
masyarakat Jasa Konstruksi

1192
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Konstruksi sebagaimana
sebagaimana dimaksud pada
dimaksud pada ayat (1)
ayat (1) dilakukan dilakukan
melalui satu melalui satu
lembaga yang lembaga yang
dibentuk oleh dibentuk oleh
Menteri. Pemerintah
(3) Unsur pengurus Pusat.
lembaga (3) Unsur pengurus
sebagaimana lembaga
dimaksud pada sebagaimana
ayat (2) dapat dimaksud pada
diusulkan dari: a. ayat (2) dapat
asosiasi diusulkan dari: a.
asosiasi
perusahaan yang
perusahaan yang
terakreditasi; b.
terakreditasi; b.
asosiasi profesi asosiasi profesi
yang terakreditasi; yang terakreditasi;
c. institusi c. institusi
pengguna Jasa pengguna Jasa
Konstruksi yang Konstruksi yang
memenuhi kriteria; memenuhi kriteria;
dan d. perguruan d. perguruan tinggi
tinggi atau pakar atau pakar yang
yang memenuhi memenuhi kriteria;
kriteria. dan e. asosiasi
terkait rantai
(4) Selain unsur
pasok konstruksi
sebagaimana
yang
dimaksud pada
terakreditasi.
ayat (3), pengurus (4) Penyelenggaraan
lembaga dapat sebagian
diusulkan dari kewenangan
asosiasi terkait yang dilakukan
rantai pasok oleh lembaga
konstruksi yang sebagaimana
terakreditasi. dimaksud pada
(5) Pengurus ayat (1) dibiayai
lembaga dengan anggaran
sebagaimana pendapatan dan
dimaksud pada belanja negara

1193
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

ayat (3) ditetapkan dan/atau


oleh Menteri sumber lain
setelah yang sah sesuai
mendapatkan dengan
persetujuan dari ketentuan
Dewan Perwakilan peraturan
Rakyat. perundang-
(6) Asosiasi yang undangan.
terakreditasi (5) Biaya yang
sebagaimana diperoleh dari
dimaksud pada masyarakat atas
ayat (3) diberikan layanan dalam
oleh Menteri penyelenggaraan
kepada yang sebagian
memenuhi kewenangan
persyaratan: yang dilakukan
a. jumlah dan lembaga
sebaran anggota; sebagaimana
b. pemberdayaan dimaksud pada
kepada anggota; ayat (3)
c. pemilihan merupakan
pengurus secara penerimaan
demokratis; negara bukan
d. sarana dan pajak sesuai
prasarana di dengan
tingkat pusat dan ketentuan
daerah; dan peraturan
e. pelaksanaan perundang-
kewajiban sesuai undangan.
dengan ketentuan (6) Ketentuan lebih
peraturan lanjut mengenai
perundang- penyelenggaraan
undangan. sebagian
(7) kewenangan
Penyelenggaraan Pemerintah Pusat
sebagian yang
kewenangan yang mengikutsertaka
dilakukan oleh n masyarakat
lembaga Jasa Konstruksi
sebagaimana dan
dimaksud pada pembentukan

1194
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

ayat (1) dibiayai lembaga diatur


dengan anggaran dengan
pendapatan dan Peraturan
belanja negara Pemerintah.
dan/atau sumber
lain yang sah
sesuai dengan
ketentuan
peraturan
perundang-
undangan.
(8) Biaya yang
diperoleh dari
masyarakat atas
layanan dalam
penyelenggaraan
sebagian
kewenangan yang
dilakukan lembaga
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (3) merupakan
penerimaan negara
bukan pajak sesuai
dengan ketentuan
peraturan
perundang-
undangan.
(9) Ketentuan
mengenai
penyelenggaraan
sebagian
kewenangan
Pemerintah Pusat
yang
mengikutsertakan
masyarakat Jasa
Konstruksi dan
pembentukan
lembaga
sebagaimana

1195
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

dimaksud pada
ayat (1) dan ayat
(2) diatur dengan
Peraturan Menteri.
24. Pasal 89 Pasal 89
(1) Setiap usaha (1) Dihapus
orang (2) Setiap usaha
perseorangan orang
yang tidak perseorangan dan
memiliki Tanda badan usaha jasa
Daftar Usaha konstruksi
Perseorangan
sebagaimana
sebagaimana dimaksud dalam
dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1)
Pasal 26 ayat (1) yang tidak
dikenai sanksi memenuhi
administratif kewajiban
berupa: perizinan
a. peringatan berusaha
tertulis; dikenakan sanksi
b. denda administrative
administratif; berupa:
dan/atau a. Peringatan
c. penghentian tertulis
sementara b. Denda
kegiatan administrative
layanan Jasa ; dan/atau
Konstruksi. c. Penghentian
(2) Setiap badan sementara
usaha dan badan kegiatan
usaha asing yang layanan jasa
tidak memenuhi konstruksi
kewajiban
memiliki Izin
Usaha yang
masih berlaku
sebagaimana
dimaksud dalam
Pasal 26 ayat (2)
dan Pasal 34 ayat
(3), dikenai sanksi
administratif
berupa:
a. peringatan
tertulis;
b.denda

1196
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

administratif;
dan/atau
c.penghentian
sementara
kegiatan
layanan Jasa
Konstruksi.
25. Pasal 90 Pasal 90

(1) Setiap badan


usaha yang Dicabut dan
mengerjakan Jasa dinyatakan tidak
Konstruksi tidak berlaku
memiliki Sertifikat
Badan Usaha
sebagaimana
dimaksud dalam
Pasal 30 ayat (1)
dikenai sanksi
administratif
berupa:
a. denda
administratif;
b. penghentian
sementara
kegiatan
layanan Jasa
Konstruksi;
dan/atau
c. pencantuman
dalam daftar
hitam.
(2) Setiap asosiasi
badan usaha yang
tidak melakukan
kewajiban sesuai
dengan ketentuan
peraturan
perundangundan
gan sebagaimana
dimaksud dalam
Pasal 30 ayat (6)
dikenai sanksi
administratif
berupa:
a. peringatan
tertulis;

1197
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

b. pembekuan
akreditasi;
dan/atau
c. pencabutan
akreditasi.
26. Pasal 95 Pasal 95
Setiap Penyedia (1) Setiap Penyedia
Jasa yang Jasa yang
melanggar melanggar
ketentuan ketentuan
pemberian pemberian
pekerjaan utama
pekerjaan
sebagaimana utama
dimaksud dalam sebagaimana
Pasal 53 ayat (1) dimaksud
dikenai sanksi dalam Pasal 53
administratif ayat (1) dikenai
berupa: a. sanksi
peringatan tertulis; administratif.
b. denda (2) Ketentuan lebih
administratif; c. lanjut
penghentian mengenai
sementara kegiatan sanksi
layanan Jasa administratif
Konstruksi; sebagaimana
dan/atau d. dimaksud pada
pembekuan izin. ayat (1) diatur
dengan
Peraturan
Pemerintah.
27. Pasal 96 Pasal 96
(1) Setiap Penyedia (1) Setiap Penyedia
Jasa dan/atau Jasa dan/atau
Pengguna Jasa Pengguna Jasa
yang tidak yang tidak
memenuhi memenuhi Standar
Standar Keamanan,
Keamanan, Keselamatan,
Keselamatan, Kesehatan, dan
Kesehatan, dan Keberlanjutan
Keberlanjutan dalam
dalam penyelenggaraan
penyelenggaraan Jasa Konstruksi
Jasa Konstruksi sebagaimana
sebagaimana dimaksud dalam
dimaksud dalam

1198
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Pasal 59 ayat (1) Pasal 59 ayat (1)


dikenai sanksi dikenai sanksi
administratif administratif
berupa: berupa:
a. peringatan a. peringatan
tertulis; tertulis;
b. denda b. denda
administratif; administratif;
c. penghentian c. penghentian
sementara sementara
kegiatan kegiatan
layanan Jasa Konstruksi;
Konstruksi; d. layanan Jasa
d. pencantuman pencantuman
dalam daftar dalam daftar
hitam; hitam;
e. pembekuan e. pembekuan
izin; dan/atau izin; dan/
f. pencabutan atau
izin. f. pencabutan
(2) Setiap Pengguna izin.
Jasa dan/atau (2) Setiap
Penyedia Jasa Pengguna Jasa
yang dalam dan/ atau
memberikan
Penyedia Jasa
pengesahan atau yang dalam
persetujuan memberikan
melanggar pengesahan
ketentuan atau
sebagaimana persetujuan
dimaksud dalam melanggar
Pasal 59 ayat (2) ketentuan
dikenai sanksi sebagaimana
administratif dimaksud
berupa: dalam Pasal 59
a. peringatan ayat (2) dikenai
tertulis; sanksi
b. denda administratif
administratif; berupa:
c. penghentian
sementara a. peringatan
kegiatan tertulis;
layanan Jasa b. denda
Konstruksi; administratif;
d. pencantuman c. penghentian
dalam daftar sementara
hitam; kegiatan

1199
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

e. pembekuan layanan Jasa


izin; dan/atau Konstruksi;
f. pencabutan d. pencantuman
izin. dalam daftar
hitam;
e. pembekuan
izin; dan/
atau
f. pencabutan
izin;
g. pencabutan
Sertifikat
Badan Usaha
untuk
Penyedia
Jasa
Konstruksi.
28. Pasal 99 Pasal 99 Usulan dari
a. Setiap tenaga (1) Setiap tenaga Klaster IMB dan
kerja konstruksi kerja konstruksi SLF
yang bekerja di yang bekerja di
bidang Jasa bidang Jasa
Konstruksi tidak Konstruksi tidak
memiliki memiliki Sertifikat
Sertifikat Kompetensi Kerja
Kompetensi Kerja sebagaimana
sebagaimana dimaksud dalam
dimaksud dalam Pasal 70 ayat (1)
Pasal 70 ayat (1) UU Nomor 2
tentang Jasa Tahun 2017
Konstruksi tentang Jasa
dikenai sanksi Konstruksi
administratif dikenai sanksi
berupa administratif
pemberhentian berupa
dari tempat pemberhentian
kerja. dari tempat kerja.
b. Setiap Pengguna (2) Setiap Pengguna
Jasa dan/atau Jasa dan/atau
Penyedia Jasa Penyedia Jasa
yang yang
mempekerjakan mempekerjakan
tenaga kerja tenaga kerja
konstruksi yang konstruksi yang
tidak memiliki tidak memiliki
Sertifikat Sertifikat
Kompetensi Kerja Kompetensi Kerja

1200
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

sebagaimana sebagaimana
dimaksud dalam dimaksud dalam
Pasal 70 ayat (2) Pasal 70 ayat (2)
dikenai sanksi dikenai sanksi
administratif administratif
berupa: berupa:
a. denda a. denda
administratif; administratif;
dan/atau dan/atau
b. penghentian b. penghentian
sementara sementara
kegiatan kegiatan
layanan Jasa layanan Jasa
Konstruksi. Konstruksi.
(3) Setiap lembaga
sertifikasi profesi Penambahan Ayat
yang tidak (2A) Setiap tenaga
mengikuti kerja konstruksi
ketentuan yang bekerja di
pelaksanaan uji bidang Jasa
kompetensi Konstruksi yang
sebagaimana memiliki Sertifikat
dimaksud dalam Kompetensi Kerja
Pasal 70 ayat (3) sebagaimana
dikenai sanksi dimaksud dalam
administratif Pasal 70 ayat (1)
berupa: UU Nomor 2
a. peringatan Tahun 2017
tertulis; tentang Jasa
b. denda Konstruksi yang
administratif; tidak berpraktek
c. pembekuan sesuai dengan
lisensi; standar
dan/atau kompetensi kerja
d. pencabutan nasional
lisensi. Indonesia, standar
internasional, dan
atau standar
khusus dikenakan
sanksi berupa:
a. peringatan
tertulis;
b. denda
administratif;
c. pembekuan
sertifikat
kompetensi

1201
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

kerja; dan/atau
d. pencabutan
sertifikat
kompetensi
kerja.
(3) Setiap lembaga
sertifikasi profesi
yang tidak
mengikuti
ketentuan
pelaksanaan uji
kompetensi
sebagaimana
dimaksud dalam
Pasal 70 ayat (3)
dikenai sanksi
administratif
berupa:
a. peringatan
tertulis;
b. denda
administratif;
c. pembekuan
lisensi;
dan/atau
d. pencabutan
lisensi.

n. Perizinan Sektor Pos, Telekomunikasi dan Penyiaran


Perubahan perizinan sektor pos, telekomunikasi, dan
penyiaran dilakukan antara lain:
1. Penerapan Risk Based Approach untuk perizinan sektor
pos, telekomunikasi, dan penyiaran
2. Penataan dan pengaturan kewenangan perizinan sektor
pos, telekomunikasi, dan penyiaran
3. Perubahan materi pengaturan pada bidang Pos, yakni
menghapus izin menteri untuk menjadi perusahan publik
sehingga mendorong kemudahan berusaha

1202
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

4. Perubahan materi pengaturan pada bidang


Telekomunikasi, yakni:
a) Pemerintah dapat menetapkan penggunaan bersama
spektrum frekuensi radio.
b) Kewajiban membayar biaya hak penggunaan spektrum
frekuensi radio oleh pemegang perizinan berusaha
penggunaan spektrum frekuensi radio, diperlukan
untuk menjamin kepastian berusaha
c) Penggunaan bersama infrastruktur pasif
telekomunikasi untuk memberikan kemudahan
investasi penyelenggaraan telekomunikasi
d) Pemerintah dapat menetapkan tarif batas atas
dan/atau batas bawah penyelenggaraan
telekomunikasi
5. Perubahan materi pengaturan pada bidang Penyiaran,
yakni:
a) Perizinan berusaha lembaga penyiaran disepakati
kewenangan Pemerintah, sedangkan KPI hanya
mengawasi isi/konten siaran (sesuai kesepakatan MK)
b) Penyesuaian kewajiban membayar biaya hak
penyelenggaraan penyiaran dari persentase
pendapatan penyelenggaraan penyiaran.
c) Fleksibilitas bagi badan usaha lembaga penyiaran
swasta dan lembaga penyiaran berlangganan untuk
menyelenggarakan lebih dari satu jenis bidang usaha,
khususnya dengan memperhatikan perkembangan
telekomunikasi, penyiaran, dan internet.
d) Kewajiban migrasi dari analog ke digital diperlukan
untuk efisiensi penggunaan spektrum frekuensi. Hasil
efisiensi yang digunakan kembali untuk internet
broadband akan menghasilkan multiplier effect untuk
ekonomi digital

1203
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

6. Penghapusan pembatasan penambahan modal asing pada


perusahaan pers yang harus dilakukan melalui pasar
modal tidak boleh mencapai mayoritas.

Berikut tabel ketentuan undang-undang dan pasal yang


mengalami perubahan:

Tabel Perizinan Sektor Pos, Telekomunikasi dan Penyiaran

1204
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi
147. Pasal 28 Pasal 28 Pemerintah dapat
menerapkan tarif
Besaran tarif (1) Besaran tarif
batas bawah untuk
penyelenggaraan penyelenggaraa
layanan
jaringan n jaringan
telekomunikasi
telekomunikasi telekomunikasi
tertentu.
dan atau jasa dan atau jasa
telekomunikasi telekomunikasi
ditetapkan oleh ditetapkan oleh Penetapan tarif batas
penyelenggara penyelenggara bawah dilakukan
jaringan jaringan dalam rangka:
telekomunikasi telekomunikasi
dan atau jasa dan atau jasa 1. menjaga
telekomunikasi telekomunikasi kesehatan
dengan dengan industri yang saat
berdasarkan berdasarkan ini sering kali
formula yang formula yang terjadi perang tarif
ditetapkan oleh ditetapkan oleh yang mengarah
Pemerintah. Pemerintah kepada
Pusat. ketidaksehatan
industri dan dapat
(2) Pemerintah
berdampak pada
Pusat dapat berkurangnya
menetapkan kemampuan
tarif batas atas operator untuk
dan/atau tarif berinvestasi dalam
batas bawah penetrasi dan
penyelenggaraa pengembangan
n teknologi dan
telekomunikasi layanan kepada
dengan masyarakat.
memperhatikan
kepentingan 2. dibutuhkan dalam
masyarakat dan hal terjadi
persaingan monopoli alamiah
usaha yang dimana dalam
sehat. satu wilayah
layanan tertentu
hanya ada satu
operator yang
menyediakan
layanan
komunikasi
sehingga

1205
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

berpotensi
menetapkan tarif
yang tidak
terjangkau
masyarakat,
khususnya pada
wilayah-wilayah
yang tidak
menarik secara
komersial (non-
comercially
viable).
3. menyediakan
layanan yang baik
kepada pengguna.
4. membutuhkan
investasi
tambahan dalam
penyediaannya.
148. Pasal 11 Pasal 11 Kewenangan Menteri
direformulasi menjadi
(1) Penyelenggara (1) Penyelenggaraan
kewenangan
an telekomunikasi
Pemerintah.
telekomunikas sebagaimana
i sebagaimana dimaksud dalam
dimaksud Pasal 7 ayat (1)
dalam Pasal 7 dapat
ayat (1) dapat dilaksanakan
diselenggaraka setelah
n setelah memenuhi
mendapat izin perizinan
dari Menteri. berusaha dari
Pemerintah
(2) Izin
Pusat.
sebagaimana
dimaksud (2) Ketentuan lebih
pada ayat (1) lanjut mengenai
diberikan Perizinan
dengan Berusaha
memperhatika sebagaimana
n: dimaksud pada
ayat (1) diatur
a. tata cara
dengan
yang
sederhana; Peraturan
Pemerintah.
b. proses
yang

1206
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

transparan
, adil dan
tidak
diskrimina
tif; serta
c. penyelesai
an dalam
waktu
yang
singkat.
(3) Ketentuan
mengenai
perizinan
penyelenggara
an
telekomunikas
i sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)
dan ayat (2)
diatur dengan
Peraturan
Pemerintah.
149. Pasal 30 Pasal 30 Perizinan berusaha
dapat berupa izin,
(1) Dalam hal (1) Dalam hal
standar, dan daftar.
penyelenggara penyelenggara
jaringan jaringan
telekomunikas telekomunikasi Kewenangan
i dan atau dan atau perizinan berusaha
penyelenggara penyelenggara oleh Menteri
jasa jasa dikembalikan kepada
telekomunikas telekomunikasi Pemerintah.
i belum dapat belum dapat
menyediakan menyediakan
akses di akses di daerah
daerah tertentu,
tertentu, maka penyelenggara
penyelenggara telekomunikasi
telekomunikas khusus
i khusus sebagaimana
sebagaimana dimaksud dalam
dimaksud Pasal 9 ayat (3)
dalam Pasal 9 huruf a dapat
ayat (3) huruf menyelenggarak
a, dapat an jaringan
menyelenggara telekomunikasi

1207
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

kan jaringan dan/atau jasa


telekomunikas telekomunikasi
i dan atau jasa sebagaimana
telekomunikas dimaksud dalam
i sebagaimana Pasal 7 ayat (1)
dimaksud huruf a dan
dalam Pasal 7 huruf b setelah
ayat (1) huruf memenuhi
a dan huruf b Perizinan
setelah Berusaha dari
mendapat izin Pemerintah
Menteri. Pusat.
(2) Dalam hal (2) Dalam hal
penyelenggara penyelenggara
jaringan jaringan
telekomunikas telekomunikasi
i dan atau jasa dan /atau jasa
telekomunikas telekomunikasi
i sudah dapat sudah dapat
menyediakan menyediakan
akses di akses di daerah
daerah sebagaimana
sebagaimana dimaksud pada
dimaksud ayat (1),
pada aya (1), penyelenggara
maka telekomunikasi
penyelenggara khusus tetap
telekomunikas dapat
i khusus melakukan
dimaksud penyelenggaraan
tetap dapat jaringan
melakukan telekomunikasi
penyelenggara dan /atau jasa
an jaringan telekomunikasi
telekomunikas (3) Ketentuan lebih
i dan atau jasa lanjut mengenai
telekomunikas Perizinan
i. Berusaha
(3) Syarat-syarat sebagaimana
untuk dimaksud pada
mendapatkan ayat (1) diatur
izin dengan
sebagaimana Peraturan
dimaksud Pemerintah.
pada ayat (1)
diatur dengan

1208
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Peraturan
Pemerintah.
150. Pasal 32 Pasal 32 Untuk
(1) Perangkat (1) Setiap alat mengendalikan
jumlah impor yang
telekomunikas dan/atau
akan membebani
i yang perangkat
neraca perdagangan
diperdagangka telekomunikasi
n, dibuat, yang dibuat, (yang menyebabkan
defisit neraca
dirakit, dirakit,
perdagangan) di
dimasukkan dimasukkan
Indonesia.
dan atau untuk
digunakan di diperdagangkan
wilayah dan/atau
Negara digunakan di
Republik wilayah Negara
Indonesia Republik
wajib Indonesia wajib
memperhatika memenuhi
n persyaratan standar teknis
teknis dan yang
berdasarkan diberlakukan
izin sesuai secara wajib.
dengan (2) Ketentuan
peraturan mengenai
perundang- standar teknis
undangan perangkat
yang berlaku. telekomunikasi
sebagaimana
(2) Ketentuan
mengenai dimaksud pada
ayat (1) diatur
persyaratan
dengan
teknis
Peraturan
perangkat
Pemerintah.
telekomunikas
i sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)
diatur dengan
Peraturan
Pemerintah.
151. Pasal 33 Pasal 33 Agar sistem perizinan
dikendalikan secara
(1) Penggunaan (1) Penggunaan
terpusat dan
spektrum spektrum
terintegrasi oleh
frekuensi frekuensi radio
dan orbit satelit Pemerintah, serta
radio dan orbit
akan lebih fleksibel

1209
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

satelit wajib oleh Pelaku untuk melakukan


mendapatkan Usaha wajib perubahan regulasi
izin memenuhi ketika Pemerintah
Pemerintah. Perizinan bermaksud untuk
Berusaha dari melakukan
(2) Penggunaan
Pemerintah perubahan kebijakan.
spektrum
Pusat.
frekuensi
radio dan orbit (1a) Penggunaan Spektrum frekuensi
satelit harus spektrum radio tidak dapat
sesuai dengan frekuensi radio dibatasi oleh wilayah
peruntukanny dan orbit satelit administratif dan
a dan tidak oleh selain
manajemen spektrum
saling Pelaku Usaha frekuensi radio
mengganggu. wajib dilakukan melalui
mendapatkan
(3) Pemerintah sistem nasional.
Persetujuan dari
melakukan
Pemerintah Khusus untuk
pengawasan
Pusat. pengawasan dan
dan pengendalian
pengendalian (2) Penggunaan penggunaan
penggunaan spektrum spektrum frekuensi
spektrum frekuensi radio radio dan orbit satelit
frekuensi dan orbit satelit dilaksanakan oleh
radio dan orbit sebagaimana Kementerian Kominfo
satelit. dimaksud pada melalui Unit
ayat (1) dan ayat
(4) Ketentuan Pelaksana Teknis
(1a) harus (UPT)
penggunaan Monitoring
sesuai dengan Spektrum Frekuensi
spektrum
peruntukannya
frekuensi Radio yang terdapat
dan tidak saling
radio dan orbit di setiap provinsi
mengganggu.
satelit yang yang wilayah
(3) Pemerintah
digunakan kerjanya sudah
Pusat dapat mencakup
dalam seluruh
menetapkan
penyelenggara wilayah NKRI.
penggunaan
an Penggunaan
bersama
telekomunikas Spektrum frekuensi
spektrum
i diatur radio diatur secara
frekuensi radio.
dengan internasional melalui
(4) Pemegang
Peraturan ITU sebagai badan
Perizinan
Pemerintah. PBB yang
Berusaha terkait membidangi
penggunaan telekomunikasi
spektrum termasuk sprektum
frekuensi radio frekuensi radio. ITU
untuk hanya mengakui 1
penyelenggaraan entitas administrasi
telekomunikasi telekomunikasi di

1210
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

sebagaimana masing-masing
dimaksud pada negara, dalam hal ini
ayat (1) dapat untuk Indonesia
melakukan : adalah Kementerian
Kominfo.
a. kerjasama
penggunaan
spektrum Ayat (4), (5), (6)
frekuensi diperlukan
radio; khususnya terkait
dan/atau pemanfaatan
b. pengalihan frekuensi untuk
penggunaan persinyalan kereta
spektrum cepat Jakarta –
frekuensi Bandung (PT. KCIC).
radio,
dengan
penyelenggar
a
telekomunik
asi lainnya.
(5) Kerjasama
dan/atau
pengalihan
penggunaan
spektrum
frekuensi radio
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (4) wajib
terlebih dahulu
mendapatkan
persetujuan dari
Pemerintah
Pusat.
(6) Pembinaan,
Pengawasan,
dan
Pengendalian
penggunaan
spektrum
frekuensi radio
dan orbit satelit
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (1) dan ayat
(1a)

1211
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

dilaksanakan
oleh Pemerintah.
(7) Ketentuan lebih
lanjut mengenai
Perizinan
Berusaha terkait
Penggunaan
spektrum
frekuensi radio
dan orbit satelit
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (1),
Persetujuan
Penggunaan
spektrum
frekuensi radio
dan orbit satelit
sebagaimana
dimaksud ayat
(1a),
penggunaan
bersama
spektrum
frekuensi radio,
kerja sama
penggunaan
spektrum
frekuensi radio,
dan pengalihan
penggunaan
spektrum
frekuensi radio
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (3) dan ayat
(4) diatur
dengan
Peraturan
Pemerintah.
152. Penjelasan Pasal Penjelasan Pasal 33
33 ayat (1) ayat (1)
Pemberian izin Slot orbit satelit
penggunaan bukan merupakan
spektrum aset nasional.
frekuensi radio Pemberian perizinan

1212
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

orbit satelit berusaha


didasarkan kepada penggunaan
ketersediaan spektrum frekuensi
spektrum radio dapat
frekuensi radio dilakukan melalui
yang telah mekanisme seleksi
dialokasikan untuk atau evaluasi.
keperluan Mekanisme seleksi
penyelenggaraan dapat berupa lelang
telekomunikasi harga dan/atau
termasuk siaran beauty contest.
sesuai
peruntukannya. Dalam hal
Tabel alokasi penggunaan
frekuensi radio spektrum frekuensi
disebarluaskan radio tidak optimal
dan dapat dan dinilai terdapat
diketahui oleh kepentingan umum
masyarakat secara yang lebih besar,
transparan. Pemerintah dapat
Apabila mencabut perizinan
ketersediaan berusaha
spektrum penggunaan
frekuensi radio dan spektrum frekuensi
orbit satelit tidak radio.
memenuhi
permintaan atau
kebutuhan
penyelenggaraan
telekomunikasi,
maka perolehan
izinnya antara lain
dimungkinkan
melalui mekanisme
pelelangan.
153. Penjelasan atas Penjelasan pasal 33
Norma Baru ayat (1a)
Pemberian perizinan
penggunaan
spektrum frekuensi
radio dilakukan
melalui mekanisme
evaluasi.
Dalam hal
penggunaan
spektrum frekuensi

1213
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

radio tidak optimal


dan dinilai terdapat
kepentingan umum
yang lebih besar,
Pemerintah dapat
mencabut perizinan
penggunaan
spektrum frekuensi
radio.
154. Pasal 34 Pasal 34 Untuk menghindari
terulangnya kasus
(1) Pengguna (1) Pemegang
IM2, sehingga
spektrum Perizinan
menjamin kepastian
frekuensi Berusaha untuk
berusaha.
radio wajib penggunaan
membayar spektrum
biaya frekuensi radio
penggunaan sebagaimana
frekuensi, dimaksud dalam
yang Pasal 33 ayat (1)
besarannya wajib membayar
didasarkan biaya hak
atas penggunaan
penggunaan spektrum
jenis dan lebar frekuensi radio,
pita frekuensi. yang besarannya
didasarkan atas
(2) Pengguna
penggunaan
orbit satelit
jenis dan lebar
wajib
membayar pita frekuensi
radio.
biaya hak
penggunaan (2) Dihapus.
orbit satelit. (3) Ketentuan
(3) Ketentuan mengenai biaya
mengenai hak penggunaan
biaya spektrum
sebagaimana frekuensi radio
dimaksud sebagaimana
pada ayat (1) dimaksud pada
dan ayat (2) ayat (1) diatur
diatur dengan dengan
Peraturan Peraturan
Pemerintah. Pemerintah.
155. Norma Baru Pasal 34A
(1) Pemerintah

1214
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Pusat dan
Pemerintah
Daerah
memberikan
fasilitasi
dan/atau
kemudahan
kepada
penyelenggara
telekomunikasi
untuk
melakukan
pembangunan
infrastruktur
telekomunikasi
secara
transparan,
akuntabel, dan
efisien.
(2) Dalam
penyelenggaraan
telekomunikasi,
Pemerintah
Pusat dan
Pemerintah
Daerah dapat
berperan serta
untuk
menyediakan
fasilitas bersama
infrastrukur
pasif
telekomunikasi
untuk
digunakan oleh
penyelenggara
telekomunikasi
secara bersama
dengan biaya
terjangkau.
(3) Ketentuan lebih
lanjut mengenai
peran
Pemerintah
Pusat dan
Pemerintah

1215
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Daerah
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (1) dan ayat
(2) diatur
dengan
Peraturan
Pemerintah.
156. Penjelasan atas Penjelasan Pasal AA
Norma Baru ayat (2):
Yang dimaksud
dengan
infrastruktur pasif
antara lain: ducting
(gorong-gorong),
tower, dan tiang
yang dapat
digunakan untuk
penggelaran
jaringan
telekomunikasi.
Masih memerlukan
penjelasan
infrastruktur aktif.
157. Norma Baru Pasal 34B Untuk percepatan
penetrasi dan
(1) Pelaku usaha
persebaran jaringan
yang memiliki
dan jasa
infrastruktur
telekomunikasi
pasif yang dapat
diperlukan kebijakan
digunakan
yang mendukung
untuk keperluan
efisiensi penggunaan
telekomunikasi
infrastrukur pasif
wajib membuka
(tower, ducting, pole)
akses
secara bersama
pemanfaatan
dengan prinsip
infrastruktur
kerjasama.
pasif dimaksud
kepada
penyelenggara
telekomunikasi.
(2) Pemanfaatan
infrastruktur
pasif
sebagaimana

1216
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

dimaksud pada
ayat (1)
dilakukan
berdasarkan
kerja sama
kedua belah
pihak secara
adil, wajar, dan
non
diskriminatif.
(3) Ketentuan lebih
lanjut mengenai
pemanfaatan
infrastruktur
pasif
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (1) dan ayat
(2) diatur
dengan
Peraturan
Pemerintah.
Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2009 tentang Pos
1. Pasal 10 Pasal 10 Kewenangan Menteri
(1) Badan usaha (1) Penyelenggaraan direformulasi menjadi
sebagaimana Pos dapat kewenangan
Pemerintah.
dimaksud dilakukan
dalam Pasal 4 setelah
ayat (1) wajib memenuhi
mendapat izin Perizinan
penyelenggara Berusaha dari
an Pos dari Pemerintah
Menteri. Pusat.
(2) Ketentuan (2) Ketentuan lebih
lebih lanjut lanjut mengenai
mengenai Perizinan
persyaratan Berusaha
dan tata cara sebagaimana
pemberian izin dimaksud pada
diatur dalam ayat (1) diatur
Peraturan dengan
Pemerintah. Peraturan
Pemerintah.

1217
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

2. Pasal 13 Pasal 13 Ketentuan ini


dan dihapus dalam
(1) Kerja sama Dicabut
tidak rangka menghapus
Penyelenggara dinyatakan
birokrasi yang tidak
Pos dengan berlaku.
perlu sehingga
Penyelenggara
mendorong
Pos asing
kemudahan
sebagaimana
berusaha.
dimaksud
dalam Pasal
11 dan Pasal
12
dilaksanakan
sesuai dengan
ketentuan
peraturan
perundang-
undangan.
(2) Penyelenggara
pos dapat
menjadi
perusahaan
publik atau
perusahaan
terbuka
setelah
mendapat izin
dari Menteri
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran
1. Pasal 16 Pasal 16 Memberikan
fleksibilitas bagi
(1) Lembaga (1) Lembaga
badan usaha untuk
Penyiaran Penyiaran
menyelenggarakan
Swasta Swasta
lebih dari 1 jenis
sebagaimana sebagaimana
bidang usaha
dimaksud dimaksud dalam
khususnya dengan
dalam Pasal Pasal 13 ayat (2)
perkembangan
13 ayat (2) huruf b adalah
konvergensi
huruf b lembaga
telekomunikasi,
adalah penyiaran yang
penyiaran, dan
lembaga bersifat
internet.
penyiaran komersial
yang bersifat berbentuk
komersial badan hukum
berbentuk Indonesia, yang
badan hukum bidang

1218
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

indonesia, usahanya
yang bidang menyelenggarak
usahanya an jasa
hanya penyiaran radio
menyelenggara atau televisi.
kan jasa (2) Warga negara
penyiaran asing dapat
radio atau menjadi
televisi. pengurus
(2) Warga negara Lembaga
asing dilarang Penyiaran
menjadi Swasta
pengurus sebagaimana
Lembaga dimaksud pada
Penyiaran ayat (1), hanya
Swasta, untuk bidang
kecuali untuk keuangan dan
bidang bidang teknik.
keuangan dan
bidang teknik.
2. Norma Baru Pasal AA 1. Migrasi teknologi
televisi terestrial
(1) Penyelenggaraan
dari analog ke
penyiaran
digital mendesak
dilaksanakan
dilakukan untuk
dengan
efisiensi
mengikuti
penggunaan
perkembangan
spektrum
teknologi
termasuk frekuensi. Pita
frekuensi 700 MHz
migrasi
yang saat ini
penyiaran dari
digunakan untuk
teknologi analog
penyiaran televisi,
ke teknologi
merupakan pita
digital.
frekuensi ”ëmas”
(2) Migrasi yang seluruh
penyiaran dunia
televisi terestrial mengupayakan
dari teknologi pemanfaatannya
analog ke untuk
teknologi digital meningkatkan
sebagaimana layanan akses
dimaksud pada internet
ayat (1) dan broadband.
penghentian
siaran analog 2. Dengan
pemanfaatan

1219
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

(analog switched teknologi digital


off) diselesaikan untuk penyiaran
paling lambat 2 televisi, maka
(dua) tahun akan dihasilkan
sejak mulai penggunaan
berlakunya efisiensi spektrum
undang-undang sebesar 112 MHz
ini. (Digital Dividen)
dari 320 MHz yang
(3) Ketentuan lebih
saat ini seluruhnya
lanjut mengenai
diperuntukan bagi
migrasi
penyiaran televisi
penyiaran dari
dengan teknologi
teknologi analog
analog.
ke teknologi
digital 3. Hasil kajian Boston
sebagaimana Consulting Group
dimaksud pada untuk Kementerian
ayat (1) dan ayat Kominfo di tahun
(2) diatur 2017, hasil
dengan efisiensi yang
Peraturan digunakan kembali
Pemerintah. untuk internet
broadband akan
menghasilkan
multiplier effect
untuk ekonomi
digital di Indonesia
(total antara tahun
2020-2026):
● 181 ribu
kegiatan usaha
baru
● 232 ribu
lapangan
pekerjaan baru
● US$ 5,5 miliar
pendapatan
negara dalam
bentuk pajak
dan PNBP
● US$ 31.7
milliar
kontribusi PDB
nasional
4. Sebaliknya

1220
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

penundaan migrasi
tersebut akan
berdampak pada
kehilangan
peluang ekonomi
digital, sementara
Singapura
(Desember 2018)
dan Malaysia
(Oktober 2019)
telah
menghentikan
siaran televisi
analog dan bersiap
memanfaatkan
internet broadband
5G.
5. Sebagaimana
putusan
Mahkamah Agung
yang telah in-
kracht, bahwa
migrasi teknologi
televisi terrestrial
ke digital dan
batas akhir
penggunaan
teknologi analog
(Analog Switch Off)
harus diatur dalam
Revisi Undang-
undang Penyiaran.
3. Penjelasan atas Penjelasan Pasal
Norma Baru AA
Ayat (1)
Penyelenggaraan
penyiaran harus
mengikuti
perkembangan
teknologi untuk
meningkatkan
efisiensi
pemanfaatan
spektrum
frekuensi radio

1221
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

dan spektrum
elektromagnetik
lainnya, kualitas
penerimaan dan
pilihan program
siaran radio dan
televisi bagi
masyarakat,
efisiensi dalam
operasional
penyelenggaraan
jasa penyiaran
radio dan televisi
dan pertumbuhan
industri – industri
yang terkait
dengan bidang
penyiaran.

Ayat (2)
Yang dimaksud
dengan migrasi
penyiaran televisi
terestrial dari
teknologi analog
ke teknologi
digital adalah
proses yang
dimulai dengan
penerapan sistem
penyiaran
berteknologi
digital untuk
penyiaran televisi
yang
diselenggarakan
melalui media
transmisi
terestrial dan
dilakukan secara
bertahap, serta
diakhiri dengan
penghentian
penggunaan
teknologi analog
dalam lingkup

1222
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

nasional.

Ayat (3)
Cukup jelas.
4. Pasal 33 Pasal 33 Ketentuan Pasal 33
(1) Sebelum (1) Penyelenggaraan ayat (1), (2), (3), (4),
penyiaran dapat (5), dan (6)
menyelenggara
dihapuskan dan
kan diselenggarakan
diatur dalam
kegiatannya setelah
peraturan yang lebih
lembaga memenuhi
teknis di bawah UU
penyiaran Perizinan
dari sehingga lebih
wajib Berusaha
fleksibel
memperoleh Pemerintah
izin Pusat. Ayat (7) PNBP dari
penyelenggara (2) Dihapus. kewajiban
an penyiaran. (3) Dihapus. pembayaran biaya
Pemohon izin (4) Dihapus. perizinan penyiaran
(2)
(5) Dihapus. di Indonesia masih
wajib
mencantumka (6) Lembaga relatif kecil
penyiaran wajib dibandingkan dengan
n nama, visi,
membayar biaya negara lain.
misi, dan
Perizinan
format siaran
Berusaha terkait
yang akan
penyelenggaraan
diselenggaraka
penyiaran dari
n serta
persentase
memenuhi
pendapatan
persyaratan
penyelenggaraan
sesuai dengan
penyiaran.
ketentuan
undangundan (7) Dihapus.
(8) Dihapus.
g ini.
(9) Ketentuan lebih
(3) Pemberian izin lanjut mengenai
penyelenggara Perizinan
an penyiaran Berusaha
sebagaimana sebagaimana
dimaksud dimaksud pada
dalam ayat (1) ayat (1) diatur
berdasarkan dengan
minat, Peraturan
kepentingan Pemerintah.
dan
kenyamanan
publik.

1223
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

(4) Izin dan


perpanjangan
izin
penyelenggara
an penyiaran
diberikan oleh
negara setelah
memperoleh:
a. masukan
dan hasil
evaluasi
dengar
pendapat
antara
pemohon
dan KPI;
b. rekomendasi
kelayakan
penyelengga
raan
penyiaran
dari KPI;
c. hasil
kesepakatan
dalam forum
rapat
bersama
yang
diadakan
khusus
untuk
perizinan
antara KPI
dan
Pemerintah;
dan
d. izin alokasi
dan
penggunaan
spektrum
frekuensi
radio oleh
Pemerintah
atas usul
KPI.

1224
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

(5) Atas dasar


hasil
kesepakatan
sebagaimana
dimaksud
dalam ayat (4)
huruf c,
secara
administratif
izin
penyelenggara
an penyiaran
diberikan oleh
Negara melalui
KPI.
(6) Izin
penyelenggara
an dan
perpanjangan
izin
penyelenggara
an penyiaran
wajib
diterbitkan
paling lambat
30 (tiga puluh)
hari kerja
setelah ada
kesepakatan
dari forum
rapat bersama
sebagaimana
dimaksud
dalam ayat (4)
huruf c.
(7) Lembaga
penyiaran
wajib
membayar izin
penyelenggara
an penyiaran
melalui kas
negara.
(8) Ketentuan
lebih lanjut
mengenai tata

1225
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

cara dan
persyaratan
perizinan
penyelenggara
an penyiaran
disusun oleh
KPI bersama
Pemerintah.
5. Pasal 34 Pasal 34 Ketentuan Pasal 34
dan dihapuskan dan
(1) Izin Dicabut
diatur dalam
penyelenggara dinyatakan tidak
peraturan yang lebih
an penyiaran berlaku.
teknis di bawah UU
diberikan
sehingga lebih
sebagai
fleksibel.
berikut:
a. izin
penyelengg
araan
penyiaran
radio
diberikan
untuk
jangka
waktu 5
(lima)
tahun;
b. izin
penyelengg
araan
penyiaran
televisi
diberikan
untuk
jangka
waktu 10
(sepuluh)
tahun.
(2) Izin
sebagaimana
dimaksud
dalam ayat (1)
huruf a dan
huruf b
masing-
masing dapat

1226
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

diperpanjang.
(3) Sebelum
memperoleh
izin tetap
penyelenggara
an penyiaran,
lembaga
penyiaran
radio wajib
melalui masa
uji coba siaran
paling lama 6
(enam) bulan
dan untuk
lembaga
penyiaran
televisi wajib
melalui masa
uji coba siaran
paling lama 1
(satu) tahun.
(4) Izin
penyelenggara
an penyiaran
dilarang
dipindahtanga
nkan kepada
pihak lain.
(5) Izin
penyelenggara
an penyiaran
dicabut
karena :
a. tidak lulus
masa uji
coba
siaran
yang telah
ditetapkan;
b. melanggar
penggunaa
n
spektrum
frekuensi
radio

1227
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

dan/atau
wilayah
jangkauan
siaran
yang
ditetapkan;
c. tidak
melakukan
kegiatan
siaran
lebih dari
3 (tiga)
bulan
tanpa
pemberitah
uan
kepada
KPI;
d. dipindahta
ngankan
kepada
pihak lain;
e. melanggar
ketentuan
rencana
dasar
teknik
penyiaran
dan
persyarata
n teknis
perangkat
penyiaran;
atau
f. melanggar
ketentuan
mengenai
standar
program
siaran
setelah
adanya
putusan
pengadilan
yang

1228
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

memperole
h
kekuatan
hukum
tetap.
(6) Izin
penyelenggara
an penyiaran
dinyatakan
berakhir
karena habis
masa izin dan
tidak
diperpanjang
kembali.

o. Perizinan Sektor Pertahanan dan Keamanan


Perubahan perizinan sektor pertanian dilakukan antara lain:

1. Penerapan Risk Based Approach untuk perizinan sektor


pertahanan dan keamanan
2. Penataan dan pengaturan kewenangan perizinan sektor
pertahanan dan keamanan
3. Persyaratan kepemilikan modal industri pertahanan atas
industri alat utama tidak diatur dalam udang-undang,
tetapi diatur dalam Peraturan Pemerintah
4. Cakupan wajib izin pada industri pertahanan hanya
untuk industri alat utama dan inovasi baru sedangkan
industri komponen utama dan/atau pendukung tidak
termasuk cakupan izin
5. Penambahan ayat 4A, 4B dan 4C pada Pasal 38 yang
berisi “Izin yang dimaksud dilakukan menggunakan
sistem perizinan yang dikelola Pemerintah (OSS)” serta
kategori Alpahankam yang bersifat strategis
6. Kegiatan mengekspor dan/atau melakukan transfer
Alpahankam yang bersifat strategis dan dengan standar

1229
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Alpahankam Indonesia wajib mendapat izin dari


Pemerintah
7. Pengaturan mengenai besaran modal dalam Peraturan
Presiden tentang Dafar Negatif Investasi untuk:
a. industri alat utama;
b. industri komponen utama dan/atau penunjang;
c. industri komponen dan/atau pendukung (perbekalan);
dan
d. industri bahan baku.
8. Surat keterangan Pemerintah kelaikan Alpahankam hanya
diberlakukan bagi Alpahankam yang bersifat strategis
atau inovasi baru.
9. Penegasan pemberian Izin Operasional untuk bidang jasa
pengamanan dilakukan melalui OSS (Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik
Indonesia).
Berikut tabel ketentuan undang-undang dan pasal yang
mengalami perubahan:

Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


No.
Undang-Undang Perubahan
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan
1. Pasal 38 Pasal 38 Pasal 38 perlu
(1) Kegiatan (1) Kegiatan produksi disempurnakan agar
produksi merupakan izin dari Pemerintah
merupakan pembuatan hanya berlaku bagi
pembuatan produk oleh alat peralatan
produk oleh Industri pertahanan dan
Industri Pertahanan keamanan yang
Pertahanan sesuai dengan bersifat strategis,
sesuai dengan perencanaan atau tidak
perencanaan produksi diwajibkan untuk
produksi sebagaimana setiap alat peralatan
sebagaimana dimaksud dalam pertahanan dan
dimaksud Pasal 37 ayat (1). keamanan.
dalam Pasal 37 (2) Dalam kegiatan
ayat (1). produksi Industri Jika tidak diubah
(2) Dalam kegiatan Pertahanan wajib maka produsen
produksi mengutamakan pentungan, pakaian

1230
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Industri penggunaan polisi/ tentara,


Pertahanan bahan mentah, pisau komando,
wajib bahan baku, dan bahkan cuma
mengutamakan komponen dalam sempritan polisi pun
penggunaan negeri. harus izin terlebih
bahan mentah, (3) Dalam kegiatan dulu, sehingga
bahan baku, produksi menghambat
dan komponen sebagaimana kegiatan usaha dan
dalam negeri. dimaksud pada investasi.
(3) Dalam kegiatan ayat (1) dapat
produksi dikembangkan 2 Dari aspek
sebagaimana (dua) fungsi pertahanan/
dimaksud pada produksi Industri keamanan,
ayat (1) dapat Pertahanan kewajiban
dikembangkan (4) Industri memperoleh izin
2 (dua) fungsi Pertahanan pada sektor industri
produksi dalam kegiatan pertahanan masih
Industri produksi harus diperlukan alat
Pertahanan terlebih dahulu peralatan
(4) Industri memenuhi pertahanan dan
Pertahanan Perizinan keamanan yang
dalam kegiatan Berusaha dari bersifat strategis.
produksi harus Pemerintah
terlebih dahulu Pusat.
memperoleh (5) Ketentuan lebih
izin produksi lanjut mengenai
dari kegiatan produksi
kementerian sebagaimana
yang dimaksud pada
menyelenggarak ayat (1) dan
an urusan Perizinan
pemerintahan Berusaha
di bidang sebagaimana
pertahanan. dimaksud pada
(5) Ketentuan lebih ayat (4) diatur
lanjut mengenai dengan Peraturan
kegiatan Pemerintah.
produksi
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (1) diatur
dengan
Peraturan
Presiden.
2. Pasal 55 Pasal 55
Pasal 55 perlu
Setiap orang yang
disempurnaka
mengekspor Setiap orang yang
n agar izin

1231
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

dan/atau mengekspor dari


melakukan dan/atau melakukan Pemerintah
transfer alat transfer alat terkait ekspor
peralatan yang peralatan yang atau transfer
digunakan untuk digunakan untuk Alpahankam
pertahanan dan pertahanan dan hanya berlaku
keamanan negara keamanan negara bagi
lain wajib lain wajib memenuhi Alpahankam
mendapat izin Perizinan Berusaha yang bersifat
menteri yang dari Pemerintah strategis, atau
menyelenggarakan Pusat. tidak
urusan diwajibkan
pemerintahan di untuk setiap
bidang pertahanan Alpahankam.
dan sesuai dengan
ketentuan Merujuk Pasal
peraturan 38
perundang-
undangan di
bidang
kepabeanan.
3. Pasal 56 Pasal 56 Perlu
(1) Pemasaran Alat (1) Pemasaran Alat disempurnakan agar
Peralatan Peralatan izin dari Pemerintah
Pertahanan dan Pertahanan dan terkait pemasaran
Keamanan Keamanan Alpahankam hanya
dilakukan dilakukan dengan berlaku bagi
dengan izin memenuhi Alpahankam yang
menteri yang Perizinan bersifat strategis,
menyelenggarak Berusaha dari atau tidak
an urusan Pemerintah diwajibkan untuk
pemerintahan Pusat. setiap Alpahankam.
di bidang
pertahanan (2) Dalam rangka
atas pertimbangan
pertimbangan kepentingan
KKIP. strategis nasional,
(2) Dalam rangka DPR dapat
pertimbangan melarang atau
kepentingan memberikan
strategis pengecualian
nasional, DPR penjualan produk
dapat melarang Alat Peralatan
atau Pertahanan dan
memberikan Keamanan
pengecualian tertentu sesuai
penjualan dengan politik

1232
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

produk Alat luar negeri yang


Peralatan dijalankan
Pertahanan dan Pemerintah
Keamanan Pusat.
tertentu sesuai (3) Alat Peralatan
dengan politik Pertahanan dan
luar negeri yang Keamanan
dijalankan sebagaimana
Pemerintah. (3) dimaksud pada
Ketentuan ayat (1) diatur
mengenai tata dengan Peraturan
cara pemberian Pemerintah.
izin pemasaran.
(3) Alat Peralatan
Pertahanan dan
Keamanan
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (1) diatur
dengan
Peraturan
Pemerintah.
4. Pasal 67 Pasal 67 Pasal 67 perlu
Setiap orang Setiap orang dilarang disempurnakan agar
dilarang memproduksi Alat larangan produksi
memproduksi Alat Peralatan Pertahanan Alpahankam tanpa
Peralatan dan Keamanan tanpa izin dari Pemerintah
Pertahanan dan memenuhi Perizinan hanya berlaku bagi
Keamanan tanpa Berusaha dari Alpahankam yang
mendapat izin Pemerintah Pusat. bersifat strategis,
menteri yang atau tidak
menyelenggarakan diwajibkan untuk
urusan setiap Alpahankam.
pemerintahan di
bidang pertahanan.
5. Pasal 68 Pasal 68 Menyesuaikan
Setiap orang Setiap orang dilarang ketentuan Pasal 68
dilarang menjual, menjual, UU, dengan
mengekspor, mengekspor, memberikan
dan/atau dan/atau melakukan pemahaman bahwa
melakukan transfer transfer Alat otoritas pemberi izin
Alat Peralatan Peralatan Pertahanan adalah Presiden,
Pertahanan dan dan Keamanan yang sedangkan para
Keamanan yang bersifat strategis menteri tersebut
bersifat strategis tanpa memenuhi mendapatkan
tanpa mendapat Perizinan Berusaha kewenangan
izin menteri yang dari Pemerintah memberikan izin

1233
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

menyelenggarakan Pusat. berdasakan


urusan pendelegasian dari
pemerintahan di Presiden
bidang pertahanan.
6. Pasal 69 Pasal 69 Menyesuaikan
Setiap orang Setiap orang dilarang ketentuan Pasal 68
dilarang membeli membeli dan/atau UU, dengan
dan/atau mengimpor Alat memberikan
mengimpor Alat Peralatan Pertahanan pemahaman bahwa
Peralatan dan Keamanan yang otoritas pemberi izin
Pertahanan dan bersifat strategis adalah Presiden,
Keamanan yang tanpa memenuhi sedangkan para
bersifat strategis Perizinan Berusaha menteri tersebut
tanpa mendapat dari Pemerintah mendapatkan
izin menteri yang Pusat. kewenangan
menyelenggarakan memberikan izin
urusan berdasakan
pemerintahan di pendelegasian dari
bidang pertahanan. Presiden
Pasal 69A
(1) Dalam hal
kegiatan
sebagaimana
dimaksud dalam
Pasal 55, Pasal
56, Pasal 67,
Pasal 68, dan
Pasal 69
dilakukan oleh
instansi
pemerintah wajib
mendapatkan
persetujuan dari
Pemerintah
Pusat.
(2) Ketentuan lebih
lanjut mengenai
Perizinan
Berusaha
sebagaimana
dimaksud dalam
Pasal 38, Pasal
39, dan Pasal 56
serta persetujuan
dari Pemerintah
Pusat
sebagaimana

1234
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

dimaksud dalam
Pasal 55, Pasal
56, Pasal 67,
Pasal 68, dan
Pasal 69 dan
Persetujuan
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (1) diatur
dengan Peraturan
Pemerintah.

UU Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara RI


7. Pasal 15 Pasal 15
Ketentuan Pasal 15
(1) Dalam rangka (1) Dalam rangka
ayat (2) huruf f perlu
menyelenggarak menyelenggaraka
direformasi,
an tugas n tugas
walaupun saat ini
sebagaimana sebagaimana
Kepolisian telah
dimaksud dimaksud dalam
menerapkan Sistem
dalam Pasal 13 Pasal 13 dan 14
OSS terkait izin
dan 14 Kepolisian Negara
operasional
Kepolisian Republik
terhadap badan
Negara Indonesia secara
usaha di bidang jasa
Republik umum
pengamanan.
Indonesia berwenang:
Namun hal ini perlu
secara umum
dilakukan guna
berwenang: a. menerim
memberikan
a
kepastian hukum
a. meneri laporan
ma dan/ata
lapora u
n pengadu
dan/at an;
au b. memban
penga tu
duan; menyele
b. memb saikan
antu perselisi
menyel han
esaika warga
n masyara
perseli kat yang
sihan dapat
warga menggan
masya ggu
rakat ketertiba
yang n

1235
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

dapat umum;
mengg c. mencega
anggu h dan
keterti menangg
ban ulangi
umum tumbuh
; nya
c. mence penyakit
gah masyara
dan kat;
menan d. mengaw
ggulan asi
gi aliran
tumbu yang
hnya dapat
penya menimb
kit ulkan
masya perpecah
rakat; an atau
d. menga menganc
wasi am
aliran persatua
yang n dan
dapat kesatua
menim n
bulkan bangsa;
perpec e. mengelu
ahan arkan
atau peratura
menga n
ncam kepolisia
persat n dalam
uan lingkup
dan kewenan
kesatu gan
an administ
bangsa ratif
; kepolisia
e. mengel n;
uarka f. melaksa
n nakan
peratu pemeriks
ran aan
kepolis khusus
ian sebagai
dalam bagian
lingku dari

1236
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

p tindakan
kewen kepolisia
angan n dalam
admini rangka
stratif pencega
kepolis han;
ian; g. melakuk
f. melaks an
anaka tindakan
n pertama
pemeri di
ksaan tempat
khusu kejadian
s ;
sebaga h. mengam
i bil sidik
bagian jari dan
dari identitas
tindak lainnya
an serta
kepolis memotre
ian t
dalam seseoran
rangka g;
penceg i. mencari
ahan; keterang
g. melak an dan
ukan barang
tindak bukti;
an j. menyele
pertam nggarak
a di an Pusat
tempat Informas
kejadia i
n; Kriminal
h. menga Nasional
mbil ;
sidik k. mengelu
jari arkan
dan surat
identit izin
as dan/ata
lainny u surat
a serta keterang
memot an yang
ret diperluk
seseor an

1237
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

ang; dalam
i. menca rangka
ri pelayana
ketera n
ngan masyara
dan kat;
barang l. memberi
bukti; kan
j. menyel bantuan
enggar pengama
akan nan
Pusat dalam
Inform sidang
asi dan
Krimin pelaksan
al aan
Nasion putusan
al; pengadil
k. mengel an,
uarka kegiatan
n instansi
surat lain,
izin serta
dan/at kegiatan
au masyara
surat kat;
ketera m. menerim
ngan a dan
yang menyim
diperlu pan
kan barang
dalam temuan
rangka untuk
pelaya sementa
nan ra
masya waktu.
rakat;
l. memb (2) Kepolisian Negara
erikan Republik
bantua Indonesia sesuai
n dengan ketentuan
penga peraturan
manan perundang-
dalam undangan
sidang berwenang :
dan
pelaks a. Memberi

1238
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

anaan kan izin


putusa dan
n mengaw
penga asi
dilan, kegiatan
kegiata keramai
n an
instan umum
si lain, dan
serta kegiatan
kegiata masyara
n kat
masya lainnya;
rakat; b. Menyele
m. meneri nggarak
ma an
dan registras
menyi i dan
mpan identifik
barang asi
temua kendara
n an
untuk bermotor
semen ;
tara c. Memberi
waktu. kan
surat
(2) Kepolisian izin
Negara mengem
Republik udi
Indonesia kendara
sesuai dengan an
peraturan bermotor
perundang- ;
undangan d. Menerim
lainnya a
berwenang : pemberit
ahuan
a. memb tentang
erikan kegiatan
izin politik
dan e. Memberi
menga kan izin
wasi dan
kegiata melakuk
n an
keram pengawa

1239
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

aian san
umum senjata
dan api,
kegiata bahan
n peledak,
masya dan
rakat senjata
lainny tajam
a; f. Memberi
b. menyel kan
enggar perizina
akan n
registr berusah
asi a dan
dan melakuk
identifi an
kasi pengawa
kendar san
aan terhadap
bermot badan
or; usaha di
c. memb bidang
erikan jasa
surat pengama
izin nan
menge sesuai
mudi dengan
kendar ketentua
aan n
bermot perunda
or; ng-
d. meneri undanga
ma n di
pembe bidang
ritahu Perizina
an n
tentan Berusah
g a
kegiata g. Memberi
n kan
politik; petunjuk
e. memb ,
erikan mendidi
izin k, dan
dan melatih
melak aparat
ukan kepolisia

1240
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

penga n
wasan khusus
senjat dan
a api, petugas
bahan pengama
peleda nan
k, dan swakars
senjat a dalam
a bidang
tajam; teknis
f. memb kepolisia
erikan n;
izin h. Melakuk
operas an kerja
ional sama
dan dengan
melak kepolisia
ukan n negara
penga lain
wasan dalam
terhad menyidi
ap k dan
badan member
usaha antas
di kejahata
bidang n
jasa internasi
penga onal
manan i. Melakuk
; an
g. memb pengawa
erikan san
petunj fungsion
uk, al
mendi kepolisia
dik, n
dan terhadap
melati orang
h asing
aparat yang
kepolis berada
ian di
khusu wilayah
s dan Indonesi
petuga a dengan
s koordina
penga si terkait

1241
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

manan j. Mewakili
swakar pemerint
sa ah
dalam Republik
bidang Indonesi
teknis a dalam
kepolis organisa
ian; si
h. melak kepolisia
ukan n
kerja internasi
sama onal
denga k. Melaksa
n nakan
kepolis kewenan
ian gan lain
negara yang
lain termasu
dalam k dalam
menyi lingkup
dik tugas
dan kepolisia
memb n
eranta
s
kejaha
tan
intern
asional
;
i. melak
ukan
penga
wasan
fungsi
onal
kepolis
ian
terhad
ap
orang
asing
yang
berada
di
wilaya
h

1242
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Indone
sia
denga
n
koordi
nasi
terkait
;
j. mewak
ili
pemeri
ntah
Republ
ik
Indone
sia
dalam
organi
sasi
kepolis
ian
intern
asional
k. melaks
anaka
n
kewen
angan
lain
yang
termas
uk
dalam
lingku
p
tugas
kepolis
ian.

1243
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

C. ANALISA DAN EVALUASI TERKAIT PERSYARATAN INVESTASI

Salah satu persoalan mendasar dalam mendorong


kemudahan berusaha atau meningkatkan investasi di Indonesia
yakni terkait dengan persyaratan investasi. Untuk keperluan
tersebut, maka pada subbagian ini akan dianalisis Undang-
Undang yang mengatur persyaratan investasi.
Pembatasan jumlah besaran modal dan bidang usaha
investasi yang diatur dalam berbagai Peraturan perundang-
undangan mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan investasi di
Indonesia. Berkaitan dengan persyaratan investasi, terdapat
permasalahan berkaitan dengan (1) Daftar Negatif Investasi (DNI)
dan Portofolio; (2) Perubahan UU Sektor yang mengatur DNI &
Pembatasan Investasi; (3) Perlindungan UMK; (4) Penyelenggaraan
Urusan Penanaman Modal; (5) Sengketa Penanaman Modal.
Pengembangan ekosistem investasi yang lebih menarik dan
berdaya saing, menjadikan perlunya dilakukan perubahan
(reformasi regulasi) melalui Omnibus Law. Hal ini dilakukan
mengingat banyaknya ketentuan mengenai investasi dan perizinan
yang diatur dalam berbagai Undang-Undang, antara lain:
1) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman
Modal;
2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2010 tentang Hortikultura;
3) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan;
4) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan
dan Kesehatan Hewan;
5) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran;
6) Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2009 tentang Pos;
7) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers;
8) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan;
9) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran;

1244
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

10) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2002 tentang Industri


Pertahanan; dan
11) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa
Konstruksi.

Berbagai Undang-Undang sektor tersebut mengatur sendiri-


sendiri ketentuan investasi dan perizinannya, sehingga tidak
sinkron dan saling mengunci baik dari segi kewenangan,
persyaratan, prosedur. Kementerian/Lembaga/Daerah dengan
kewenangan dari Undang-Undang sektor menetapkan peraturan
teknis yang lebih rigid tanpa memperhatikan sektor lain dan
ekosistem investasi. Oleh karena itu, untuk meningkatkan
ekosistem investasi yang lebih ramah investasi dan meningkatkan
daya saing, diperlukan perubahan (mencabut atau mengganti)
ketentuan yang terdapat dalam Undang-Undang sektor dan
Undang-Undang yang berkaitan dengan administrasi
pemerintahan dan penegakan hukum, yang mencakup bidang:
Penataan Kewenangan, Persyaratan Investasi, Kegiatan Berusaha
Berbasis Risiko, Pendukung Ekosistem, Pembinaan dan
Pengawasan dan Sanksi. Perubahan Undang-Undang sektor dan
Undang-Undang terkait lainnya dilakukan dengan Omnibus Law.
Dalam kaitan dengan Persyaratan Investasi, DNI saat ini
sangat restricted dibandingkan negara lain di ASEAN karena tidak
hanya diatur dalam UU Penanaman Modal tetapi juga diatur
dalam berbagai UU sektor (batasan PMA dan bentuk kerjasama
PMA dengan PMDN). Daftar Negatif Investasi (DNI) dalam hal ini,
setelah dilakukan kajian menunjukkan bahwa pembatasan DNI
cukup diatur dalam UU Penanaman Modal; bidang usaha tertutup
yang perlu diatur di UU yaitu: produksi senjata, mesiu, alat
peledak dan peralatan perang; bidang usaha tertutup lainnya
cukup diatur di dalam Peraturan Presiden, diusulkan untuk empat
bidang usaha yaitu: budidaya ganja, perjudian kasino, ketentuan

1245
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

CITES, dan pengambilan karang /koral dari alam; Bidang usaha


terbuka dengan persyaratan: hanya untuk UMK (perlu
mempertimbangkan koperasi tidak masuk dalam DNI), batasan
maksimal PMA: 49%, 67%,75% (memperhatikan ketentuan UU
Perseroan Terbatas); dan DNI tidak berlaku terhadap penanaman
modal melalui melalui portofolio (pasar modal). Muatan yang akan
diatur adalah mengubah UU Penanaman Modal yang mengatur
ketentuan DNI dan portofolio dan mencabut ketentuan DNI pada
15 UU sektor: UU Pelayaran, UU Penerbangan, UU Hortikultura ,
UU Perkebunan, UU Peternakan dan Kesehatan Hewan, UU Jasa
Konstruksi, UU Penyiaran, UU Pos, UU Minyak dan Gas Bumi, UU
Pendidikan Tinggi, UU Sistem Pendidikan Nasional, UU
Perbankan, UU Lembaga Keuangan Mikro, UU Industri
Pertahanan, UU Pers.
Dalam kaitan dengan Kegiatan Berusaha Berbasis Risiko,
perizinan saat ini berdasarkan License Approach yang
kewenangannya terbagi antara Pemerintah Pusat dan Pemda.
Kemudahan perizinan dapat dilakukan dengan penerapan Risk
Based License Approach dan penerapan standar serta menata
ulang pelaksanaan kewenangan perizinan. Muatan yang akan
diatur adalah: Menerapkan perizinan berbasis resiko (risk based).
Izin hanya untuk kegiatan usaha yang berkaitan dengan K3L
(Kesehatan, Keselamatan, Keamanan, dan Lingkungan) dan
pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) tertentu. Kegiatan usaha
yang tidak termasuk K3L dan pengelolaan SDA tertentu
dilaksanakan berdasarkan standar sektor (tidak memerlukan izin
dan hanya pernyataan untuk memenuhi standar sektor). Oleh
karena itu, beberapa hal yang perlu dilakukan antara lain:
a. menghapus/menyederhanakan ketentuan mengenai:
rekomendasi, persyaratan, standar, persetujuan, sertifikasi
dan pendaftaran yang diperlukan untuk kegiatan berusaha.

1246
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

b. menata kelola kewenangan perizinan Pemerintah Pusat dan


Pemerintah Daerah (menghapus tumpang tindih kewenangan
perizinan).
c. penyederhanaan peraturan teknis pelaksanaan UU sektor
dalam rangka menghapus obesitas: Peraturan Menteri,
Peraturan Kepala Lembaga, Peraturan Daerah, Peraturan
Kepala Daerah (cukup dengan NSPK sektor).
d. menegaskan penerapan diskresi untuk penyelesaian
hambatan pelaksanaan berusaha.
e. penegasan penerapan keputusan elektronik dan legalisasi
dokumen elektronik.
f. penerapan asas fiktif positif dengan beban pembuktian pada
pemerintah.
g. penegasan kewenangan pengawasan pelaksanaan kegiatan
berusaha oleh K/L dan OPD Teknis (Pengawasan tidak
dikaitkan dengan pemberian izin).

Muatan yang akan diatur antara lain: (1) mengubah


ketentuan pada tujuh puluh empat sektor mengenai: (a) perizinan
dan bisnis proses perizinan dalam rangka penerapan perizinan
berdasarkan risiko (risk based); (b) penghapusan atau
penyederhanaan rekomendasi, persyaratan, standar, persetujuan,
sertifikasi dan pendaftaran (dalam bentuk standar dan tidak
bersifat transaksional); (2) mengubah ketentuan UU Pemerintahan
Daerah (Pemda) dan UU Adminisrasi Pemerintahan mengenai
kewenangan Presiden dalam perizinan yang di delegasikan kepada
Menteri/Kepala Lembaga, Gubernur dan Bupati/Walikota.
(perubahan UU Pemda sekaligus mengatur kembali kewenangan
Presiden dalam mencabut Perda); (3) mengubah ketentuan pada
UU sektor, UU Pemda dan UU Administrasi Pemerintahan
mengenai: (a) pengaturan teknis pelaksanaan UU sektor (executive
order)); (b) pelaksanaan pengawasan; (4) Mengubah ketentuan UU

1247
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Administrasi Pemerintahan mengenai: (a) persyaratan diskresi


yang harus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan (dihapus); (b) keputusan dalam bentuk elektronik,
kriteria izin, asas fiktif positif, dan legalisasi dokumen dalam
bentuk elektronik.
Berikut adalah Undang-Undang dan Pasal terkait dengan
Persyaratan Investasi yang mengalami perubahan :
Rumusan Usulan Rumusan Alasan
No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal
1. Pasal 2 Pasal 2

Ketentuan dalam Ketentuan dalam Dalam kaitan


Undang - Undang Undang-Undang dengan hal ini
ini berlaku bagi ini berlaku dan perlu penegasan
penanaman modal menjadi acuan dengan
di semua sektor di utama bagi menambahkan
wilayah negara penanaman modal frasa menjadi
Republik Indonesia. di semua sektor di acuan utama,
wilayah negara dimana Undang-
kesatuan Republik Undang Nomor
Indonesia. 25 Tahun 2007
tentang
Penanaman
Modal (UU
Penanaman
Modal) menjadi
acuan utama bagi
penanaman
modal di semua
sektor di wilayah
negara Republik
Indonesia
sehingga tidak
ada lagi
pengaturan
penanaman
modal selain dari
ketentua pada

1248
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
undang-undang
ini.

2 Pasal 12 Pasal 12 Arah kebijakan


. Pemerintah
(1) Semua bidang (1) Semua
adalah mengatur
usaha atau jenis bidang usaha
bidang usaha
usaha terbuka terbuka bagi
yang prioritas
bagi kegiatan kegiatan
untuk di
penanaman penanaman
promosikan .
modal, kecuali modal, kecuali
Ketentuan di UU
bidang usaha bidang usaha
terbatas pada
atau jenis usaha yang dinyatakan
pengaturan
yang dinyatakan tertutup untuk
bidang usaha
tertutup dan penanaman
yang tertutup bagi
terbuka dengan modal atau
penanaman modal
persyaratan. kegiatan yang
dengan
(2) Bidang usaha hanya dapat
mempertimbangk
yang tertutup bagi dilakukan oleh
an kriteria
penanam modal Pemerintah
kepatutan dan
asing adalah: Pusat.
mengikuti
a. produksi Penjelasan ayat
kesepakatan
senjata, mesiu, (1):
konvensi
alat peledak,
Kegiatan yang internasional
dan peralatan
hanya dapat
perang; dan
dilakukan oleh
b. bidang usaha Pemerintah
yang secara merupakan
eksplisit kegiatan yang
dinyatakan bersifat
tertutup pelayanan atau
berdasarkan dalam rangka
undang- pertahanan
undang. dan keamanan,
mencakup
(3) Pemerintah
antara lain:
berdasarkan
Peraturan Alat utama

1249
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
Presiden sistem
menetapkan persenjataan,
bidang usaha museum
yang tertutup pemerintah,
untuk penanaman peninggalan
modal, baik asing sejarah dan
maupun dalam purbakala,
negeri, dengan penyelenggaraa
berdasarkan n navigasi
kriteria penerbangan,
kesehatan, moral, telekomunikasi
kebudayaan, /sarana bantu
lingkungan hidup, navigasi
pertahanan dan pelayaran dan
keamanan vessiel.
nasional, serta
kepentingan
nasional lainnya. (2) Bidang usaha
(4) Kriteria dan yang tertutup
persyaratan untuk
bidang usaha penanaman
yang tertutup dan modal
yang terbuka sebagaimana
dengan dimaksud pada
persyaratan serta ayat (1)
daftar bidang meliputi:
usaha yang a. budi daya
tertutup dan yang dan industri
terbuka dengan narkotika
persyaratan golongan I;
masing-masing b. segala
akan diatur bentuk
dengan Peraturan kegiatan
Presiden. perjudian
(5) Pemerintah dan/atau
menetapkan kasino
bidang usaha c. penangkapa
yang terbuka n Spesies
dengan Ikan yang

1250
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
persyaratan tercantum
berdasarkan dalam
kriteria Appendix I
kepentingan Convention
nasional, yaitu On
perlindungan International
sumber daya Trade In
alam, Endangered
perlindungan, Species Of
pengembangan Wild Fauna
usaha mikro, And Flora
kecil, menengah, (CITES);
dan koperasi, d. pemanfaata
pengawasan n atau
produksi dan pengambila
distribusi, n koral dan
peningkatan pemanfaata
kapasitas n atau
teknologi, pengambila
partisipasi modal n karang
dalam negeri, dari alam
serta kerja sama yang
dengan badan digunakan
usaha yang untuk
ditunjuk bahan
Pemerintah. bangunan/
kapur/kalsi
um,
akuarium,
dan
souvenir/pe
rhiasan,
serta koral
hidup atau
koral mati
(recent
death coral)
dari alam;
e. industri

1251
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
Pembuatan
Senjata
Kimia;
f. Industri
Pembuat
Chlor Alkali
dengan
Proses
Merkuri;
g. Industri
bahan kimia
industri dan
industri
bahan
perusak
lapisan
ozon.
(3) Ketentuan lebih
lanjut mengenai
persyaratan
penanaman
modal
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (1) dan
ayat (2) diatur
dengan
Peraturan
Presiden.
(4) Perizinan
Berusaha atas
kegiatan
penanaman
modal
dilakukan
berdasarkan
regulasi
penyederhanaa
n Perizinan

1252
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
Berusaha
berbasis risiko.
(5) Ketentuan lebih
lanjut mengenai
Perizinan
Berusaha
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (4) diatur
dengan
Peraturan
Pemerintah.
3. Pasal 13 Pasal 13

(1) Pemerintah wajib (1) Pemerintah Konteks ini perlu


menetapkan Pusat dilakukan
bidang usaha memberikan perubahan
yang dicadangkan kemudahan, dimana
untuk usaha pemberdayaan, Pemerintah
mikro, kecil, dan memberikan
menengah, dan perlindungan perlindungan bagi
koperasi serta bagi usaha usaha mikro,
bidang usaha mikro, kecil, kecil, menengah,
yang terbuka menengah, dan dan koperasi
untuk usaha koperasi dalam dalam
besar dengan pelaksanaan melaksanakan
syarat harus penanaman penanaman
bekerja sama modal. modal.
dengan usaha (2) Perlindungan
mikro, kecil, sebagaimana
menengah, dan dimaksud pada Perlindungan
koperasi. ayat (1) berupa tersebut berupa
pembinaan pembinaan dan
(2) Pemerintah
dan pengembangan
melakukan
pengembangan usaha mikro,
pembinaan dan
usaha mikro, kecil, menengah,
pengembangan
kecil, dan koperasi
usaha mikro,
menengah, dan melalui program
kecil, menengah,
koperasi kemitraan,
dan koperasi

1253
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
melalui program melalui peningkatan daya
kemitraan, program saing, pemberian
peningkatan daya kemitraan, dorongan inovasi
saing, pemberian pelatihan dan perluasan
dorongan inovasi sumber daya pasar, akses
dan perluasan manusia, pembiayaan,
pasar, serta peningkatan serta penyebaran
penyebaran daya saing, informasi yang
informasi yang pemberian seluas-luasnya.
seluas-luasnya. dorongan Kemitraan yang
inovasi dan dimaksud
perluasan dilakukan melalui
pasar, akses joint venture.
pembiayaan,
Kemitraan yang
serta
dimaksud
penyebaran
dilakukan terkait
informasi yang
dengan core
seluas-luasnya.
bisnis ( bukan
(3) Kemitraan
kegiatan
sebagaimana
penunjang ) dan
dimaksud pada
pelaksanaan
ayat (2)
kemitraan
merupakan
dilakukan selama
kemitraan yang
kegiatan usaha
dilakukan
dilaksanakan.
secara
langsung pada
bisnis inti (core
business) atas
dasar prinsip
saling
memerlukan,
mempercayai,
memperkuat,
dan
menguntungka
n selama
kegiatan usaha
dilaksanakan.

1254
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan

Penjelasan ayat
(3):Yang
dimaksud bisnis
inti adalah
kegiatan yang
terkait langsung
dengan proses
produksi,
termasuk rantai
pasok (supply
chain).

4. Pasal 18 Pasal 18 Sesuai dengan


usulan
(1) Pemerintah (1) Pemerintah
Kementerian
memberikan memberikan
Pariwisata pada
fasilitas kepada fasilitas kepada
rapat tanggal 18
penanam modal penanam modal
November 2019
yang melakukan yang
di Hotel
penanaman melakukan
Borobudur.
modal penanaman
(2) Fasilitas modal. Usulan: dalam
penanaman (2) Fasilitas pasal 18 UU
modal penanaman Penanaman
sebagaimana modal Modal agar
dimaksud pada sebagaimana diberikan
ayat (1) dapat dimaksud pada perluasan
diberikan kepada ayat (1) dapat terhadap
penanaman diberikan industri pionir
modal yang: kepada yaitu industri
a. Melakukan penanaman pariwisata.
perluasan modal yang:
usaha; atau, a. melakukan
b. Melakukan perluasan
penanaman usaha; atau,
modal baru b. melakukan
(3) Penanaman penanaman

1255
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
modal yang modal baru
mendapat fasilitas (3) Penanaman
sebagaimana modal yang
dimaksud pada mendapat
ayat (2) adalah fasilitas
yang sekurang- sebagaimana
kurangnya dimaksud pada
memenuhi salah ayat (2)
satu kriteria sekurang-
berikut ini: kurangnya
a. menyerap memenuhi
banyak tenaga kriteria:
kerja; a. menyerap
b. termasuk skala banyak
prioritas tinggi; tenaga
c. termasuk kerja;
pembangunan b. termasuk
infrastruktur; skala
d. melakukan prioritas
alih teknologi; tinggi;
e. melakukan c. termasuk
industri pionir; pembangun
f. berada di an
daerahterpenci infrastruktu
l, daerah r;
tertinggal, d. melakukan
daerah alih
perbatasan, teknologi;
atau daerah e. melakukan
lain yang industri
dianggap pionir;
perlu; f. berada di
g. menjaga daerah
kelestarian terpencil,
lingkungan daerah
hidup; tertinggal,
h. melaksanakan daerah
kegiatan perbatasan,
penelitian, atau daerah

1256
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
pengembangan lain yang
, dan inovasi; dianggap
i. bermitra perlu;
dengan usaha g. menjaga
mikro, kecil, kelestarian
menengah lingkungan
atau koperasi; hidup;
atau h. melaksanak
j. industri yang an kegiatan
menggunakan penelitian,
barang modal pengembang
atau mesin an, dan
atau peralatan inovasi;
yang i. bermitra
diproduksi di dengan
dalam negeri. usaha
(4) Bentuk fasilitas mikro, kecil,
yang diberikan menengah
kepada atau
penanaman koperasi;
modal j. industri
sebagaimana yang
dimaksud pada menggunak
ayat (2) dan ayat an barang
(3) dapat berupa: modal atau
a. pajak mesin atau
penghasilan peralatan
melalui yang
pengurangan diproduksi
penghasilan di dalam
netto sampai negeri;
tingkat dan/atau
tertentu k. termasuk
terhadap pengemban
jumlah gan usaha
penanaman pariwisata
modal yang
dilakukan
dalam waktu

1257
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
tertentu;
b. pembebasan
atau
keringanan
bea masuk
(4) Bentuk fasilitas
atas impor
yang diberikan
barang modal,
kepada
mesin, atau
penanaman
peralatan
modal
untuk
sebagaimana
keperluan
dimaksud pada
produksi yang
ayat (2) dan
belum dapat
ayat (3) dapat
diproduksi di
berupa:
dalam negeri
a. pajak
c. pembebasan
penghasilan
atau
melalui
keringanan
penguranga
bea masuk
n
bahan baku
penghasilan
atau bahan
netto
penolong
sampai
untuk
tingkat
keperluan
tertentu
produksi
terhadap
untuk jangka
jumlah
waktu tertentu
penanaman
dan
modal yang
persyaratan
dilakukan
tertentu;
dalam
d. pembebasan
waktu
atau
tertentu;
penangguhan
b. pembebasan
Pajak
atau
Pertambahan
keringanan
Nilai atas
bea masuk
impor barang
atas impor
modal atau
barang
mesin atau

1258
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
peralatan modal,
untuk mesin, atau
keperluan peralatan
produksi yang untuk
belum dapat keperluan
diproduksi di produksi
dalam negeri yang belum
selama jangka dapat
waktu diproduksi
tertentu; di dalam
e. penyusutan negeri
atau c.
amortisasi pembebasan
yang atau
dipercepat; keringanan
dan bea masuk
f. keringanan bahan baku
Pajak Bumi atau bahan
dan penolong
Bangunan, untuk
khususnya keperluan
untuk bidang produksi
usaha untuk
tertentu, pada jangka
wilayah atau waktu
daerah atau tertentu dan
kawasan persyaratan
tertentu. tertentu;
(5) Pembebasan atau d. pembebasan
pengurangan atau
pajak penghasilan penangguha
badan dalam n Pajak
jumlah dan waktu Pertambaha
tertentu hanya n Nilai atas
dapat diberikan impor
kepada barang
penanaman modal atau
modal baru yang mesin atau
merupakan peralatan

1259
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
industri pionir, untuk
yaitu industri keperluan
yang memiliki produksi
keterkaitan yang yang belum
luas, memberi dapat
nilai tambah dan diproduksi
eksternalitas yang di dalam
tinggi, negeri
memperkenalkan selama
teknologi baru, jangka
serta memiliki waktu
nilai strategis bagi tertentu;
perekonomian e. penyusutan
nasional. atau
(6) Bagi penanaman amortisasi
modal yang yang
sedang dipercepat;
berlangsung yang dan
melakukan f. keringanan
penggantian Pajak Bumi
mesin atau dan
barang modal Bangunan,
lainnya, dapat khususnya
diberikan fasilitas untuk
berupa bidang
keringanan atau usaha
pembebasan bea tertentu,
masuk pada
(7) Ketentuan lebih wilayah atau
lanjut mengenai daerah atau
pemberian kawasan
fasilitas fiskal tertentu.
sebagaimana (5) Pembebasan
dimaksud pada atau
ayat (4) sampai pengurangan
dengan ayat (6) pajak
diatur dengan penghasilan
Peraturan Menteri badan dalam
Keuangan. jumlah dan

1260
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
waktu tertentu
hanya dapat
diberikan
kepada
penanaman
modal baru
yang
merupakan
industri pionir
yang
memenuhi
kriteria industri
yang memiliki
keterkaitan
yang luas,
memberi nilai
tambah dan
eksternalitas
yang tinggi,
memperkenalk
an teknologi
baru, serta
memiliki nilai
strategis bagi
perekonomian
nasional.
(6) Bagi
penanaman
modal yang
sedang
berlangsung
yang
melakukan
penggantian
mesin atau
barang modal
lainnya, dapat
diberikan
fasilitas berupa

1261
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
keringanan
atau
pembebasan
bea masuk
(7) Ketentuan lebih
lanjut
mengenai
pemberian
fasilitas fiskal
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (4), ayat
(5), dan ayat (6)
diatur dengan
Peraturan
Menteri
Keuangan
5. Pasal 25 Pasal 25

(6) Penanam modal (1) Penanam modal


yang melakukan yang melakukan
penanaman modal penanaman
di Indonesia harus modal di
sesuai dengan Indonesia harus
ketentuan Pasal 5 sesuai dengan
Undang-Undang ketentuan Pasal
ini. 5 Undang-
(7) Pengesahan Undang ini.
pendirian badan (2) Pengesahan
usaha penanaman pendirian badan
modal dalam usaha
negeri yang penanaman
berbentuk badan modal dalam
hukum atau tidak negeri yang
berbadan hukum berbentuk
dilakukan sesuai badan hukum
dengan ketentuan atau tidak
peraturan berbadan
perundang- hukum

1262
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
undangan. dilakukan
(8) Pengesahan sesuai dengan
pendirian badan ketentuan
usaha penanaman peraturan
modal asing yang perundang-
berbentuk undangan.
perseroan terbatas (3) Pengesahan
dilakukan sesuai pendirian badan
dengan ketentuan usaha
peraturan penanaman
perundang- modal asing
undangan. yang berbentuk
(9) Perusahaan perseroan
penanaman modal terbatas
yang akan dilakukan
melakukan sesuai dengan
kegiatan usaha ketentuan
wajib memperoleh peraturan
izin sesuai dengan perundang-
ketentuan undangan.
peraturan (4) Perusahaan
perundang- penanaman
undangan dari modal yang
instansi yang akan melakukan
memiliki kegiatan usaha
kewenangan, wajib memenuhi
kecuali ditentukan Perizinan
lain dalam Berusaha dari
undang-undang. Pemerintah
(10) Izin Pusat
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (4) diperoleh
melalui pelayanan
terpadu satu
pintu.
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2010 tentang Hortikultura

1263
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
1. Pasal 100 Pasal 100

(1) Pemerintah (1) Pemerintah Usaha


mendorong mendorong hortikultura
penanaman penanaman dirasa kurang
modal dengan modal dalam berkembang jika
mengutamakan usaha hanya
penanaman hortikultura. mengutamakan
modal dalam (2) Pelaksanaan penanaman
negeri. penanaman modal dalam
modal negeri.
(2) Penanaman
sebagaimana
modal asing Tidak
dimaksud pada
hanya dapat membedakan
ayat (1) sesuai
dilakukan dalam penanaman
ketentuan
usaha besar modal dalam
peraturan
hortikultura. negeri dan
perundang-
penanaman
(3) Besarnya undangan di
modal asing
penanaman bidang
dalam usaha
modal asing penanaman
hortikultura
dibatasi paling modal.
banyak 30% (tiga
puluh persen).

(4) Penanam modal


asing
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (2) dan ayat
(3) wajib
menempatkan
dana di bank
dalam negeri
sebesar
kepemilikan
modalnya.

(5) Penanam modal


asing
sebagaimana

1264
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
dimaksud pada
ayat (2) dilarang
menggunakan
kredit dari bank
atau lembaga
keuangan milik
Pemerintah
dan/atau
pemerintah
daerah.

2Pasal 131 Pasal 131


.
(1) Pada saat
Undang-Undang
ini mulai berlaku,
persetujuan Dihapus
penanaman
modal asing
untuk usaha
hortikultura yang
izin
pelaksanaannya
telah diberikan
oleh Pemerintah
dinyatakan tetap
berlaku, kecuali
untuk
penambahan
modal baru
disesuaikan
dengan ketentuan
dalam Undang-
Undang ini.

(2) Dalam jangka


waktu 4 (empat)
tahun sesudah
UndangUndang
ini mulai berlaku,

1265
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
penanam modal
asing yang sudah
melakukan
penanaman
modal dan
mendapatkan izin
usaha wajib
memenuhi
ketentuan dalam
Pasal 100 ayat
(2), ayat (3), ayat
(4), dan ayat (5).

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan

1Pasal 39 Pasal 39
.
(1) Usaha Pelaku Usaha
Perkebunan dapat melakukan
dapat dilakukan Usaha
di seluruh Perkebunan di
wilayah Negara seluruh wilayah
Kesatuan Negara Kesatuan
Republik
Republik
Indonesia sesuai
Indonesia oleh
dengan ketentuan
Pelaku Usaha peraturan
Perkebunan perundang-
dalam negeri undangan di
atau penanam bidang
modal asing. penanaman
(2) Penanam modal modal.
asing
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (1) terdiri
atas: a. badan
hukum asing;
atau b.
perseorangan
warga negara

1266
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
asing.
(3) Penanam modal
asing
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (2) yang
melakukan
Usaha
Perkebunan
harus bekerja
sama dengan
Pelaku Usaha
Perkebunan
dalam negeri
dengan
membentuk
badan hukum
Indonesia.
2. Pasal 40 Pasal 40
(11) Pengalihan Klarifikasi
kepemilikan prosedur
Dihapus
Perusahaan pengalihan
Perkebunan kepemilikan
kepada perusahaan
penanam secara best
modal asing practice, apa
dapat memerlukan
dilakukan persetujuan
setelah menteri atau
memperoleh dapat dilakukan
persetujuan melalui pasar
Menteri. modal dengan
(12) Menteri dalam batasan
memberikan pengalihan
persetujuan saham merujuk
sebagaimana pada pengaturan
dimaksud pada dalam DNI jika
ayat (1) perusahaan
dilakukan belum Tbk??
berdasarkan

1267
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
kepentingan Hal ini mengingat
nasional. perusahaan
perkebunan ini
bersifat umum
tidak hanya
mencakup BUMN
yang didalamnya
terdapat saham
pemerintah.

3Pasal 95 Pasal 95
.
(1) Pemerintah Pusat (1) Pemerintah Bidang
mengembangkan Pusat perkebunan
Usaha mengembangka dirasa kurang
Perkebunan n Usaha berkembang jika
melalui Perkebunan hanya
penanaman melalui mengutamakan
modal dalam penanaman penanaman
negeri dan modal. modal dalam
penanaman (2) Pelaksanaan negeri.
modal asing. penanaman
(2) Pengembangan modal
Usaha sebagaimana Tidak
Perkebunan dimaksud pada membedakan
sebagaimana ayat (1) sesuai penanaman
dimaksud pada dengan modal dalam
ayat (1) ketentuan negeri dan
diutamakan peraturan penanaman
melalui perundang- modal asing
penanaman undnagan di dalam usaha
modal dalam bidang perkebunan
negeri. penanaman
modal.
(3) Besaran
(3) Dihapus
penanaman
(4) Dihapus
modal asing
(5) Dihapus
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (1) wajib

1268
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
dibatasi dengan
memperhatikan
kepentingan
nasional dan
Pekebun.

(4) Pembatasan
penananmam
modal asing
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (3) dilakukan
berdasarkan jenis
Tanaman
Perkebunan,
skala usaha, dan
kondisi wilayah
tertentu.

(5) Ketentuan
mengenai besara
penanaman
modal asing, jenis
Tanaman
Perkebunan,
skala usaha, dan
kondisi wilayah
tertentu diatur
dengan Peraturan
Pemerintah.

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan


Kesehatan Hewan sebagaimana telah diubah dengan Undang-
Undang Nomor 41 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan
Kesehatan Hewan
1. Pasal 30 Pasal 30

(1) Budi daya hanya (1) Pemerintah Permodalan di


dapat Pusat bidang

1269
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
diselenggarakan mengembangka peternakan dan
oleh perorangan n Usaha Budi kesehatan hewan
warga negara Daya melalui masih diatur
Indonesia atau penanaman dalam undang-
korporasi, baik modal oleh undang sektor
yang berbadan perorangan
kebijakan
hukum maupun warga negara
Pemerintah
yang tidak Indonesia atau
bentuk korporasi
berbadan hukum korporasi yang
adalah berbadan
Indonesia. berbadan
hukum indonesia
hukum
(2) Perorangan warga
(2) Pelaksanaan Tidak
negara Indonesia
penanaman membedakan
atau badan
modal penanaman modal
hukum Indonesia
sebagaimana dalam negeri dan
sebagaimana
dimaksud pada penanaman modal
dimaksud pada
ayat (1) asing dalam
ayat (1) dapat
dilakukan usaha budi daya
melakukan kerja
sesuai dengan
sama dengan
ketentuan
pihak asing
peraturan
sesuai dengan
perundang-
peraturan
undangan di
perundangundan
bidang
gan di bidang
penanaman
penanaman
modal.
modal dan
peraturan
perundang-
undangan lainnya
yang terkait.

1. Pasal 52 Pasal 52

(1) Kepemilikan Pemerintah Catatan:


modal atas mengembangkan Ketentuan Pasal

1270
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
industri alat industri komponen 52 UU Industri
utama utama dan/atau Pertahanan
seluruhnya penunjang, diubah
dimiliki oleh industri komponen sebagaimana
negara. dan/atau usulan dimaksud.
pendukung Dapat
(2) Kepemilikan
(perbekalan), dan disampaikan
modal atas
industri bahan bahwa Industri
industri
baku melalui Pertahanan akan
komponen utama
penanaman modal diatur dalam
dan/atau
sesuai dengan Pasal 12 UU
penunjang,
ketentuan Penanaman Modal
industri
peraturan yang ditelah
komponen
perundang- diubah dalam
dan/atau
undangan di RUU Omnibus
pendukung
bidang penanaman Law sebagai
(perbekalan), dan
modal. berikut:
industri bahan
baku yang (1) Semua bidang
merupakan usaha terbuka
badan usaha bagi kegiatan
milik negara, penanaman
paling rendah modal, kecuali
51% (lima puluh bidang usaha
satu persen) yang
modalnya dimiliki dinyatakan
oleh negara. tertutup untuk
penanaman
modal atau
kegiatan yang
hanya dapat
dilakukan oleh
Pemerintah.
Penjelasan:

Kegiatan yang
hanya dapat
dilakukan oleh
Pemerintah
merupakan

1271
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
kegiatan yang
bersifat pelayanan
atau dalam
rangka
pertahanan dan
keamanan, yang
mencakup antara
lain:

Alat utama sistem


persenjataan,
museum
pemerintah,
navigasi,
pengangkatan
Barang Muatan
Kapal Tenggelam
(BMKT)

(2) Bidang usaha


yang tertutup
untuk
penanaman
modal, adalah:
a. Budi daya
ganja;
b. Segala
bentuk
kegiatan
perjudian
dan/atau
kasino
c. Penangkapa
n Spesies
Ikan yang
Tercantum
dalam
Appendix
Convention
on

1272
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
International
Trade in
Endangered
Species of
Wild Fauna
and Flora
(CITES)
(judul
bahasa
indonesia)
d. Pemanfaata
n /
Pengambila
n
Koral/Kara
ng dari
Alam
Untuk:
Bahan
Bangunan/
Kapur/Kalsi
um,
Akuarium,
dan
Souvenir/Pe
rhiasan,
Serta Koral
Hidup atau
Koral Mati
(recent
death coral)
dari Alam.
e. Industri
Bahan
Kimia
Daftar-1
Konvensi
Senjata
Kimia

1273
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
Sebagaiman
a Tertuang
Dalam
Lampiran I
Undang-
Undang
Nomor 9
Tahun 2008
Tentang
Penggunaan
Bahan
Kimia
sebagai
Senjata
Kimia serta
produksi
senjata,
mesiu, alat
peledak,
dan
peralatan
perang
f. Industri
Pembuat
Chlor Alkali
dengan
Proses
Merkuri
(3) Ketentuan lebih
lanjut
mengenai
penanaman
modal
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (1) dan (2)
diatur dengan
Peraturan
Presiden.

1274
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
(4) Perizinan
Berusaha atas
kegiatan
penanaman
modal
dilakukan
berdasarkan
regulasi
berusaha
berbasis risiko
dengan
mempertimban
gkan jenis
usaha/
kegiatan, lokasi
usaha/
kegiatan,
kriteria usaha/
kegiatan
dan/atau
pemanfaatan
sumber daya.
(5) Ketentuan lebih
lanjut
mengenai
Perizinan
Berusaha
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (6) diatur
dengan
Peraturan
Pemerintah.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran

1Pasal 17 Pasal 17
.
(1) Lembaga (1) Pemerintah Ketentuan

1275
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
Penyiaran Swasta Pusat lembaga
sebagaimana mengembangka penyiaran swasta
dimaksud dalam n bidang usaha dalam hal modal
Pasal 16 ayat (1) Lembaga masih diatur
didirikan dengan Penyiaran dalam UU sektor
modal awal yang Swasta ini. Tidak
seluruhnya sebagaimana membedakan
dimaksud
dimiliki oleh penanaman modal
dalam Pasal 16
warga negara dalam negeri dan
ayat (1) melalui
Indonesia penanaman penanaman modal
dan/atau badan modal sesuai asing dalam
hukum dengan usaha Lembaga
Indonesia. ketentuan Penyiaran
peraturan
(2) Lembaga
perundang-
Penyiaran Swasta
undangan di
dapat melakukan
bidang
penambahan dan penanaman
pengembangan modal.
dalam rangka (2) Dihapus.
pemenuhan
modal yang (3) Lembaga
berasal dari Penyiaran
modal asing, yang Swasta wajib
jumlahnya tidak memberikan
lebih dari 20% kesempatan
(dua puluh per kepada
seratus) dari karyawan
seluruh modal untuk memiliki
dan minimum saham
dimiliki oleh 2 perusahaan
(dua) pemegang dan
saham. mendapatkan
bagian laba
(3) Lembaga perusahaan.
Penyiaran Swasta
wajib
memberikan
kesempatan
kepada karyawan
untuk memiliki
saham
perusahaan dan

1276
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
memberikan
bagian laba
perusahaan.

2. Pasal 25 Pasal 25
(1) Lembaga (1) Lembaga
Penyiaran Penyiaran
Berlangganan Berlangganan
sebagaimana sebagaimana
dimaksud dalam dimaksud dalam
Pasal 13 ayat (2) Pasal 13 ayat (2)
huruf d huruf d
merupakan merupakan
lembaga lembaga
penyiaran penyiaran
berbentuk badan berbentuk
hukum Indonesia, badan hukum
yang bidang Indonesia, yang
usahanya hanya bidang
menyelenggaraka usahanya
n jasa penyiaran menyelenggarak
berlangganan dan an jasa
wajib terlebih penyiaran
dahulu berlangganan.
memperoleh izin (1a) Pemerintah
penyelenggaraan Pusat
penyiaran mengembangka
berlangganan. n bidang usaha
(2) Lembaga Lembaga
Penyiaran Penyiaran
Berlangganan Berlangganan
sebagaimana
sebagaimana
dimaksud dalam
dimaksud pada
ayat (1)
memancarluaska ayat (1) melalui
n atau penanaman
menyalurkan modal sesuai
materi siarannya dengan
secara khusus ketentuan
kepada pelanggan peraturan
melalui radio, perundang-
televisi, multi- undangan di

1277
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
media, atau bidang
media informasi penanaman
lainnya. modal.
(2) Lembaga
Penyiaran
Berlangganan
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (1)
memancarluask
an atau
menyalurkan
materi
siarannya
secara khusus
kepada
pelanggan
melalui radio,
televisi, multi-
media, atau
media informasi
lainnya.

Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2009 tentang Pos

3. Pasal 12 Pasal 12
(1) Penyelenggara (1) Pemerintah Ketentuan
Pos asing dapat Pusat mengenai
menyelenggaraka mengembangka kerjasama
n pos di n usaha penyelenggara pos
Indonesia dengan penyelenggara dengan asing
syarat: Pos melalui diatur dalam
penanaman Undang-Undang
a. wajib bekerja modal sesuai
sektor ini
sama dengan dengan
Penyelenggara ketentuan Tidak
Pos dalam peraturan membedakan
negeri; perundnag- penanaman modal
undangan di dalam negeri dan
b. melalui usaha bidang penanaman modal
patungan penanaman
asing dalam
dengan modal
usaha

1278
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
mayoritas (2) Penyelenggara penyelenggaraan
saham dimiliki Pos asing yang pos
Penyelenggara telah memenuhi
Pos dalam persyaratan
negeri; dapat
menyelenggarak
c. Penyelenggara an pos di
Pos dalam Indonesia.
negeri yang (3) Ketentuan lebih
akan bekerja lanjut mengenai
sama persyaratan
sahamnya penyelenggara
tidak boleh Pos asing
dimiliki oleh sebagaimana
dimaksud pada
warga negara
ayat (2) diatur
atau badan
dengan
usaha asing
Peraturan
yang berafiliasi Pemerintah
dengan
Penyelenggara
Pos dalam
negeri;
d. Penyelenggara
Pos asing dan
afiliasinya
hanya dapat
bekerja sama
dengan satu
Penyelenggara
Pos dalam
negeri; dan
e. kerja sama
Penyelenggara
Pos asing
dengan
Penyelenggara
Pos dalam
negeri dibatasi
wilayah
operasinya
pada ibukota

1279
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
provinsi yang
telah memiliki
pelabuhan
udara
dan/atau
pelabuhan laut
internasional.
(2) Pengiriman
antarkota
dilaksanakan
oleh
Penyelenggara
Pos dalam negeri
bukan usaha
patungan
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (1) huruf b.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan

1. Pasal 108 Pasal 108


(1) Kegiatan (1) Dihapus Ketentuan Badan
angkutan udara (2) Pemerintah usaha angkutan
niaga Pusat udara niaga
sebagaimana mengembangk nasional terbatas
dimaksud dalam an usaha pada badan
Pasal 83 ayat (1) angkutan hukum Indonesia
huruf a udara niaga atau warga
nasional
dilakukan oleh negara Indonesia.
melalui
badan usaha di Perlu dilakukan
penanaman
bidang angkutan modal sesuai perkembangan
udara niaga dengan lebih lanjut.
nasional. ketentuan
(2) Badan usaha peraturan
perundang- Tidak
angkutan udara
undangan di membedakan
niaga nasional
bidang penanaman modal
sebagaimana
penanaman dalam negeri dan
dimaksud pada modal. penanaman modal
ayat (1), seluruh (3) Dihapus
asing dalam

1280
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
atau sebagian usaha angkutan
besar modalnya, udara niaga
harus dimiliki
oleh badan
hukum Indonesia
atau warga
negara Indonesia.

(3) Dalam hal modal


badan usaha
angkutan udara
niaga nasional
yang dimiliki oleh
badan hukum
Indonesia atau
warga negara
Indonesia
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (2) terbagi
atas beberapa
pemilik modal,
salah satu
pemilik modal
nasional harus
tetap lebih besar
dari keseluruhan
pemilik modal
asing (single
majority).
2. Pasal 237 Pasal 237
(1) Pengusahaan Usaha bandar
bandar udara udara modalnya
Pemerintah Pusat
sebagaimana dimiliki badan
mengembangkan
dimaksud dalam hukum Indonesia
usaha
Pasal 232 ayat (1) atau WNI dan
kebandarudaraan
yang dilakukan ketentuannya di
melalui
oleh badan usaha atur dalam UU ini
penanaman modal
bandar udara,
sesuai dengan

1281
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
seluruh atau ketentuan
sebagian besar peraturan
Tidak
modalnya harus perundang-
membedakan
dimiliki oleh undangan di
penanaman modal
badan hukum bidang penanaman
dalam negeri dan
Indonesia atau modal.
penanaman modal
warga negara
asing dalam
Indonesia.
usaha
(2) Dalam hal modal kebandarudaraan
badan usaha
bandar udara
yang dimiliki oleh
badan hukum
Indonesia atau
warga negara
Indonesia
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (1) terbagi
atas beberapa
pemilik modal,
salah satu
pemilik modal
nasional harus
tetap lebih besar
dari keseluruhan
pemegang modal
asing.

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran

1. Pasal 29 Pasal 29
(1) Untuk (1) Untuk Penerapan
mendapatkan memenuhi Regulasi berusaha
izin usaha Perizinan berbasis risiko
angkutan laut Berusaha terkait untuk perizinan
sebagaimana angkutan laut, berusaha
dimaksud dalam badan usaha

1282
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
Pasal 28 ayat (1) wajib memiliki angkutan laut
badan usaha kapal
wajib memiliki berbendera
kapal berbendera Indonesia Tidak
Indonesia dengan dengan kapal membedakan
ukuran ukuran tertentu. penanaman modal
sekurang- (2) Badan usaha
dalam negeri dan
sebagaimana
kurangnya GT penanaman modal
dimaksud pada
175 (seratus asing dalam
ayat (1) terbuka
tujuh puluh lima bagi penanam usaha angkutan
Gross Tonnage). modal sesuai laut
(2) Orang dengan
perseorangan ketentuan
peraturan
warga negara
perundang-
Indonesia atau
undangan di
badan usaha
bidang
dapat melakukan penanaman
kerja sama modal.
dengan (3) Ketentuan
perusahaan mengenai
angkutan laut ukuran tertentu
asing atau badan sebagaimana
hukum asing dimaksud pada
atau warga ayat (1) diatur
negara asing dengan
dalam bentuk Peraturan
usaha patungan Pemerintah.
(joint venture)
dengan
membentuk
perusahaan
angkutan laut
yang memiliki
kapal
berbendera
Indonesia
sekurang-
kurangnya 1
(satu) unit kapal
dengan ukuran
GT 5000 (lima

1283
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
ribu Gross
Tonnage) dan
diawaki oleh
awak
berkewarganegar
aan Indonesia.

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi

1Pasal 32 Pasal 32 Diatur dalam


. klaster
Badan usaha Jasa Badan usaha Jasa
Persyaratan
Konstruksi asing atau Konstruksi asing
Investasi
usaha perseorangan atau usaha
Jasa Konstruksi perseorangan Jasa
asing yang akan Konstruksi asing
melakukan usaha yang akan
Jasa Konstruksi di melakukan usaha
wilayah Indonesia Jasa Konstruksi di
wajib membentuk: wilayah Indonesia
wajib membentuk
a. kantor
badan usaha
perwakilan;
berbadan hukum
dan/atau
Indonesia sesuai
b. badan usaha dengan ketentuan
berbadan hukum peraturan
Indonesia melalui perundangan-
kerja sama modal undangan bidang
dengan badan penanaman modal.
usaha Jasa

1284
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
Konstruksi
nasional.
(2) Pasal 33 Pasal 33 Tidak
berhubungan
(1) Kantor
langsung dengan
perwakilan
Dihapus. filosofi uu jasa
sebagaimana
dimaksud dalam konstruksi, yang
Pasal 32 huruf a seharusnya hanya
wajib: mengatur norma
a. berbentuk keamanan dan
badan usaha keselamatan
dengan penyelenggaraan
kualifikasi jasa konstruksi,
yang setara bukan mengatur
dengan persyaratan
kualifikasi investasi di
besar; bidang jasa
b. memiliki izin konstruksi.
perwakilan
badan usaha
Jasa
Konstruksi
asing;
c. membentuk
kerja sama
operasi dengan
badan usaha
Jasa
Konstruksi
nasional
berkualifikasi
besar yang
memiliki Izin
Usaha dalam
setiap kegiatan
usaha Jasa
Konstruksi di
Indonesia;
d. mempekerjaka
n lebih banyak
tenaga kerja
Indonesia
daripada

1285
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
tenaga kerja
asing;
e. menempatkan
warga negara
Indonesia
sebagai
pimpinan
tertinggi
kantor
perwakilan;
f. mengutamaka
n penggunaan
material dan
teknologi
konstruksi
dalam negeri;
g. memiliki
teknologi
tinggi,
mutakhir,
efisien,
berwawasan
lingkungan,
serta
memperhatika
n
kearifanlokal;
h. melaksanakan
proses alih
teknologi; dan
i. melaksanakan
kewajiban lain
sesuai dengan
ketentuan
peraturan
perundang-
undangan.
(2) Izin perwakilan
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (1) huruf b
diberikan oleh
Menteri sesuai
dengan ketentuan

1286
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
peraturan
perundang-
undangan.
(3) Kerja sama
operasi
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (1) huruf c
dilakukan dengan
prinsip
kesetaraan
kualifikasi,
kesamaan
layanan, dan
tanggung renteng.
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10
Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1992 tentang Perbankan
1. Pasal 22 Pasal 22

(1) Bank Umum (1)Bank Umum


hanya dapat dapat didirikan
didirikan oleh: oleh:

a. warga negara a. warga negara


Indonesia dan Indonesia;
atau badan
b. badan
hukum
hukum
Indonesia; atau
Indonesia;
b. Warga negara dan/atau
Indonesia dan
c. badan
atau badan
hukum asing
hukum
secara
Indonesia
kemitraan.
dengan warga
negara asing (2) Ketentuan lebih
dan atau lanjut
badan hukum mengenai
asing secara persyaratan
pendirian yang

1287
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
kemitraan. wajib dipenuhi
pihak-pihak
(2) Ketentuan
sebagaimana
mengenai
dimaksud
persyaratan
dalam ayat (1)
pendirian yang
ditetapkan oleh
wajib dipenuhi
Bank
pihak-pihak
Indonesia.
sebagaimana
dimaksud dalam (3) Pendirian Bank
ayat (1) Umum oleh
ditetapkan oleh badan hukum
Bank Indonesia. asing
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (1) huruf
c, selain
memenuhi
ketentuan
persyaratan
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (2) juga
harus sesuai
dengan
ketentuan
peraturan
perundang-
undangan di
bidang
penanaman
modal.

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan


Syariah
1Pasal 9 Pasal 9
.
(1) Bank Umum (1) Bank Umum

1288
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
Syariah hanya Syariah hanya
dapat didirikan dapat didirikan
dan/atau dimiliki dan/atau
oleh: dimiliki oleh:
a. warga negara
a. warga negara
Indonesia;
Indonesia
b. badan
dan/atau
hukum
badan hukum
Indonesia;
Indonesia;
c. pemerintah
b. warga negara daerah;
Indonesia dan/atau
dan/atau d. badan
badan hukum hukum asing
Indonesia secara
dengan warga kemitraan.
negara asing
dan/atau
badan hukum
asing secara
kemitraan;
atau

c. pemerintah
daerah.

(2) Bank Pembiayaan


Rakyat Syariah
hanya dapat
didirikan (2) Bank
dan/atau dimiliki Pembiayaan
oleh: Rakyat Syariah
hanya dapat
a. warga negara
didirikan
Indonesia
dan/atau
dan/atau
dimiliki oleh:
badan hukum
a. warga negara
Indonesia yang
Indonesia
seluruh
dan/atau
pemiliknya
badan

1289
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
warga negara hukum
Indonesia; Indonesia
yang seluruh
b. pemerintah
pemiliknya
daerah; atau
warga negara
c. dua pihak atau Indonesia;
lebih
b. pemerintah
sebagaimana
daerah; atau
dimaksud
dalam huruf a c. dua pihak
dan huruf b. atau lebih
sebagaimana
(3) Maksimum
dimaksud
kepemilikan Bank
dalam huruf
Umum Syariah
a dan huruf
oleh warga negara
b.
asing dan/atau
badan hukum
asing diatur
dalam Peraturan
Bank Indonesia.

(3) Maksimum
kepemilikan
Bank Umum
Syariah dan
Bank
Pembiayaan
Rakyat Syariah
oleh badan
hukum asing
sesuai dengan
ketentuan
peraturan
perundang-
undangan di
bidang
penanaman
modal.
(4)

1290
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil sebagaimana diubah
dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan
Atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
1. Pasal 11 Pasal 11

Penambahan modal Pemerintah ketentuan


asing pada mengembangkan perusahaan pers
perusahaan pers usaha pers melalui dalam hal modal
dilakukan melalui penanaman modal masih diatur
pasar modal. sesuai dengan dalam UU sektor
ketentuan ini
peraturan
Penjelasan Atas perundang-
Undang-Undang undangan di
Republik Indonesia bidang penanaman
Nomor 40 Tahun modal
1999 Tentang P E R S

Pasal 11

Penambahan modal
asing pada
perusahaan pers
dibatasi agar tidak
mencapai saham
mayoritas dan
dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan
peraturan
perundang-undangan
yang berlaku

(2 Pasal 30 Pasal 30 permodalan di


8) bidang
(1) Budi daya hanya Pemerintah
peternakan dan
dapat mengembangkan
kesehatan hewan
diselenggarakan usaha budidaya
masih diatur

1291
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
oleh perorangan melalui dalam undang-
warga negara penanaman modal undang sektor
Indonesia atau sesuai dengan
korporasi, baik ketentuan
yang berbadan peraturan
hukum maupun perundang-
yang tidak undangan di
berbadan hukum bidang penanaman
Indonesia. modal

(2) Perorangan warga


negara Indonesia
atau badan
hukum Indonesia
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (1) dapat
melakukan kerja
sama dengan
pihak asing
sesuai dengan
peraturan
perundangundan
gan di bidang
penanaman
modal dan
peraturan
perundang-
undangan lainnya
yang terkait.

Pasal 26 A Pasal 26A

(1) Pemanfaatan Dalam rangka


pulau-pulau kecil penanaman modal
dan pemanfaatan asing, pemanfaatan
perairan di pulau-pulau kecil
sekitarnya dalam dan pemanfaatan
rangka perairan di
penanaman sekitarnya harus

1292
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
modal asing memenuhi
harus mendapat Perizinan Berusaha
izin Menteri. dari Pemerintah
(2) Penanaman Pusat dan sesuai
modal asing dengan ketentuan
sebagaimana peraturan
dimaksud pada perundang-
ayat (1) harus undangan di
mengutamakan bidang penanaman
kepentingan modal.
nasional.
(3) Izin sebagaimana
dimaksud pada
ayat (1) diberikan
setelah mendapat
rekomendasi dari
bupati/wali kota.
(4) Izin sebagaimana
dimaksud pada
ayat (1) harus
memenuhi
persyaratan
sebagai berikut:
a. badan
hukum
yang
berbentuk
perseroan
terbatas;
b. menjamin
akses
publik;
c. tidak
berpendud
uk;
d. belum ada
pemanfaata
n oleh
Masyarakat

1293
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
Lokal;
e. bekerja
sama
dengan
peserta
Indonesia;
f. melakukan
pengalihan
saham
secara
bertahap
kepada
peserta
Indonesia;
g. melakukan
alih
teknologi;
dan
h. memperhat
ikan aspek
ekologi,
sosial, dan
ekonomi
pada
luasan
lahan.
(5) Ketentuan
lebih lanjut
mengenai
pengalihan
saham dan
luasan lahan
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (4)
huruf f dan
huruf h diatur
dengan
Peraturan

1294
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
Presiden.

D. ANALISA DAN EVALUASI TERKAIT KETENAGAKERJAAN

E. ANALISA DAN EVALUASI TERKAIT RISET DAN INOVASI

Analisa dan evaluasi dilakukan terkait dengan riset dan


inovasi. Dalam konteks ini perlu dilakukan perlindungan terhadap
produk inovasi nasional dalam pengendalian kebijakan
perdagangan luar negeri. Lebih lanjut dapat dilakukan penugasan
khusus kepada BUMN untuk riset, pengembangan dan inovasi.
Terakhir, penyediaan anggaran khusus untuk pembiayaan produk
inovasi strategis. Berikut adalah Undang-Undang dan Pasal terkait
dengan Dukungan Riset danTeknologi yang mengalami perubahan:

Rumusan Undang- Usulan Rumusan


No. Alasan Perubahan
Undang Perubahan

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan

Pasal 38 Ketentuan Pasal


38 Undang-
(1) Pemerintah a. Memberikan
Undang
mengatur peluang yang
Perdagangan
kegiatan lebih luas dan
diubah, sehingga optimal
Perdagangan
Luar Negeri berbunyi sebagai terhadap
melalui berikut: penerapan,
kebijakan dan (1) Pemerintah penggunaan, dan/atau
pengendalian Pusat
b. Memberikan
di bidang mengatur
pelindungan
Ekspor dan kegiatan
yang
Impor. Perdagangan optimal
(2) Kebijakan Luar Negeri
dan pengendaliandan konstruktif Luar Neger
Perdagangan terha
melalui
a. peningkatan dayakebijakan
saing produk Ekspor Indonesia;
dan

1295
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

b. peningkatan danpengendalian
perluasan akses Pasar di luar negeri; dan
di bidang
c. peningkatan
Ekspor dan
kemampuan
Eksportir dan Impor
Importir (2) Kebijakan
sehingga dan
menjadi pengendalia
Pelaku Usaha n
yang andal. Perdaganga
n Luar
(3) Kebijakan Negeri
Perdagangan
sebagaiman
Luar Negeri
a dimaksud
paling sedikit
pada ayat
meliputi:
(1)
a. peningkatan diarahkan
jumlah dan jenis untuk
serta nilai meningkatk
tambah produk an:
ekspor;
a. daya
b. saing
pengharmonisasi produk
an Standar dan Ekspor
prosedur Indonesi
kegiatan a;
Perdagangan
b. perluasa
dengan negara
n akses
mitra dagang;
Pasar di
c. penguatan luar
kelembagaan di negeri;
sektor
c. kemamp
Perdagangan
uan
Luar Negeri;
Eksportir
d. dan
pengembangan Importir
sarana dan sehingga
prasarana menjadi
penunjang Pelaku
Perdagangan Usaha
Luar Negeri; dan yang
andal;
e. pelindungan dan
dan pengamanan
kepentingan d. pengemb
angan

1296
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

nasional dari produk


dampak negatif invensi
Perdagangan dan
Luar Negeri. inovasi
nasional
(4) Pengendalian
yang
Perdagangan Luar
diekspor
Negeri meliputi:
ke luar
a. perizinan; negeri

b. Standar; dan (3) Kebijakan


Perdagangan
c. pelarangan dan Luar Negeri
pembatasan. paling sedikit
meliputi:
h. pening
katan
jumlah
dan
jenis
serta
nilai
tamba
h
produk
ekspor:
i. pengha
rmonis
asian
Standa
r dan
prosed
ur
kegiata
n
Perdag
angan
dengan
negara
mitra
dagang
;
j. pengua
tan
kelemb

1297
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

agaan
di
sektor
Perdag
angan
Luar
Negeri;
k. penge
mbang
an
sarana
dan
prasar
ana
penunj
ang
Perdag
angan
Luar
Negeri;
dan
l. pelindu
ngan
dan
penga
manan
kepenti
ngan
nasion
al dari
dampa
k
negatif
Perdag
angan
Luar
Negeri.
(4) Pengendalian
Perdagangan
Luar Negeri
meliputi:
a. perizin
an;
b. Stand

1298
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

ar;
dan
c. pelara
ngan
dan
pemba
tasan.

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha


Milik Negara

Bab V Ketentuan Pasal Menyediakan


66 Undang- anggaran dari
Kewajiban Pelayanan laba bersih BUMN
Undang Badan
Umum untuk
Usaha Milik
Negara diubah kepentingan
Pasal 66
penelitian dan
sehingga
(1)Pemerintah pengembangan
berbunyi sebagai
dapat
berikut:
memberikan
penugasan (1)Pemerintah
khusus kepada Pusat dapat
BUMN untuk
menyelenggara memberikan
kan fungsi penugasan
kemanfaatan
umum dengan khusus
tetap kepada
memperhatikan
maksud dan BUMN untuk
tujuan kegiatan menyelenggar
BUMN.
akan fungsi
(2)Setiap penugasan
sebagaimana kemanfaatan
dimaksud dalam umum,
ayat (1) harus
terlebih dahulu penelitian
mendapatkan dan
persetujuan
RUPS/Menteri. pengembanga
n, serta
inovasi

1299
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

dengan tetap
memperhatik
an maksud
dan tujuan
kegiatan
BUMN.
(2)Setiap
penugasan
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)
harus terlebih
dahulu
mendapatkan
persetujuan
RUPS/Menter
i.

F. ANALISA DAN EVALUASI TERKAIT KEMUDAHAN BERUSAHA

Beberapa ketentuan yang perlu dilakukan perubahan dalam


Kemudahan Berusaha, diantaranya: (1) Investasi yang dapat
dijadikan sebagai jaminan untuk Izin Tinggal Sementara
(ITAS)/Izin Tinggal Tetap (ITAP) dan kemudahan untuk
mendapatkan visa untuk kegiatan maintenance, vokasi, start up,
kunjungan bisnis/ business meeting; (2) fleksibilitas kewajiban
membuat produk atau menggunakan proses paten di Indonesia;
(3) jaminan Impor bahan baku & bahan penolong industri:
Pengaturan dan penetapan hanya oleh sektor industri; (4)
Penghapusan biaya untuk Usaha Mikro Kecil/UMK (Produsen); (5)
Penghapusan persyaratan modal Rp 50 juta untuk pendirian PT;

1300
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

(6) Penyederhanaan bentuk badan usaha: menghapus CV & UD


dan perubahan firma dalam bentuk limited liability partnership; (7)
pendirian badan usaha oleh 1 pihak yang disahkan oleh
Pemerintah: Khusus untuk UMK; (8) perubahan terhadap Undang-
Undang Nomor 6 Tahun 2002 tentang Wajib Daftar Perusahaan;
(9) perubahan kewajiban mendaftar melalui OSS; dan (10)
Mencabut Hinder Ordonantie Stb. 1926 No. 226 juncto Stb. 1940
No.450.
Berikut Undang-Undang dan Pasal yang terkait dengan
Kemudahan Berusaha yang mengalami perubahan :

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
Staatblad Tahun 1926 Nomor 226 jo. Staatblad Tahun 1940 Nomor
450 tentang Undang-Undang Gangguan (Hinderordonnantie)
1. Ketentuan Dicabut dan Izin Gangguan atau
Staatblad Tahun dinyatakan tidak HO adalah produk
1926 Nomor 226 jo. berlaku. perizinan zaman
Staatblad Tahun kolonial, tepatnya
1940 Nomor 450 termaktub dalam
tentang Undang- Staatblad Tahun 1926
Undang Gangguan Nomor 226 jo.
(Hinderordonnantie) Staatblad Tahun 1940
Nomor 450 tentang
Undang-Undang
Gangguan
(Hinderordonnantie).
Izin Gangguan/HO
awalnya dibentuk
sebagai alat kendali
bagi industri/pabrik
yang berpotensi
menimbulkan
keributan/kebisingan
bagi lingkungan
sekitar, bahkan erat
kaitannya dengan
pembatasan usaha
yang dilakukan oleh
Golongan Bumiputera.

1301
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
Dalam konteks
kekinian, Izin
Gangguan/HO tidak
lagi relevan mengingat
sudah tidak sejalan
dengan semangat
kemudahan berusaha
sehingga harus
dihapus.
Izin Gangguan/HO
sudah menjadi concern
Pemerintah sejak
diterbitkannya PKE
XII. Izin Gangguan/HO
dianggap menjadi
penghambat investasi
sehingga perlu untuk
dihapus.
Produk dari PKE XII
adalah lahirnya
Permendagri Nomor
19/2017 guna
mencabut Izin
Gangguan/HO, namun
hal tersebut belum
cukup mengingat
staatblad sebagai
dasar pengaturan Izin
Gangguan/HO masih
belum dicabut.
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah
1. Pasal 141 Pasal 141 Sebagaimana arahan
Jenis Retribusi Jenis Retribusi kebijakan untuk Izin
Perizinan Tertentu Perizinan Tertentu Gangguan yang
dihapus melalui
adalah: meliputi:
pencabutan Staatblad
a. Retribusi Izin a. Retribusi Tahun 1926 Nomor
Mendirikan Perizinan 226 jo. Staatblad
Bangunan; Berusaha Tahun 1940 Nomor
b. Retribusi Izin terkait 450 tentang Undang-
Tempat pendirian Undang Gangguan

1302
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
Penjualan bangunan (Hinderordonnantie)
Minuman yang maka pada Undang-
Beralkohol; selanjutnya Undang Nomor 28
c. Retribusi Izin disebut Tahun 2009 tentang
Gangguan; Retribusi Izin Pajak Daerah dan
d. Retribusi Izin Mendirikan Retribusi Daerah juga
Trayek; dan Bangunan; harus diseleraskan.
e. Retribusi Izin b. Retribusi
Usaha Perizinan
Perikanan Berusaha
terkait tempat
penjualan
minuman
beralkohol
yang
selanjutnya
disebut Izin
Tempat
Penjualan
Minuman
Beralkohol;
c. Dihapus;
d. Retribusi
Perizinan
Berusaha
terkait trayek
yang
selanjutnya
disebut Izin
Trayek; dan
e. Retribusi
Perizinan
Berusaha
terkait
perikanan
yang
selanjutnya
disebut Izin
Usaha
Perikanan
2. Pasal 144 Pasal 144 Sebagaimana arahan
(1) Objek Retribusi Dicabut dan kebijakan untuk Izin
tidak Gangguan yang
Izin Gangguan dinyatakan
dihapus melalui

1303
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
sebagaimana berlaku. pencabutan Staatblad
dimaksud dalam Tahun 1926 Nomor
Pasal 141 huruf 226 jo. Staatblad
c adalah Tahun 1940 Nomor
pemberian izin 450 tentang Undang-
tempat Undang Gangguan
usaha/kegiatan (Hinderordonnantie)
kepada orang maka pada Undang-
pribadi atau Undang Nomor 28
Badan yang Tahun 2009 tentang
dapat Pajak Daerah dan
menimbulkan Retribusi Daerah juga
ancaman harus diseleraskan.
bahaya,
kerugian
dan/atau
gangguan,
termasuk
pengawasan dan
pengendalian
kegiatan usaha
secara terus-
menerus untuk
mencegah
terjadinya
gangguan
ketertiban,
keselamatan,
atau kesehatan
umum,
memelihara
ketertiban
lingkungan, dan
memenuhi
norma
keselamatan dan
kesehatan kerja.
(2) Tidak termasuk
objek Retribusi
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (1) adalah
tempat
usaha/kegiatan

1304
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
yang telah
ditentukan oleh
Pemerintah atau
Pemerintah
Daerah
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
1. Pasal 7 Pasal 7 Memberikan ruang
pengecualian untuk
(1) Perseroan (1) Perseroan
Perseroan Terbatas
didirikan oleh didirikan oleh
2 (dua) orang 2 (dua) orang untuk UMK di UU
atau lebih atau lebih 40/2007
dengan akta dengan akta
notaris yang notaris yang
dibuat dalam dibuat dalam
bahasa bahasa
Indonesia. Indonesia.
(2) Setiap pendiri (2) Setiap pendiri
Perseroan Perseroan
wajib wajib
mengambil mengambil
bagian saham bagian saham
pada saat pada saat
Perseroan Perseroan
didirikan. didirikan.
(3) Ketentuan (3) Ketentuan
sebagaimana sebagaimana
dimaksud dimaksud
pada ayat (2) pada ayat (2)
tidak berlaku tidak berlaku
dalam rangka dalam rangka
Peleburan. Peleburan.
(4) Perseroan (4) Perseroan
memperoleh memperoleh
status badan status badan
hukum pada hukum pada
tanggal tanggal
diterbitkannya diterbitkannya
keputusan keputusan
menteri Menteri
mengenai mengenai
pengesahan pengesahan

1305
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
badan hukum badan hukum
Perseroan. Perseroan.
(5) Setelah (5) Setelah
Perseroan Perseroan
memperoleh memperoleh
status badan status badan
hukum dan hukum dan
pemegang pemegang
saham saham
menjadi menjadi
kurang dari 2 kurang dari 2
(dua) orang, (dua) orang,
dalam jangka dalam jangka
waktu paling waktu paling
lama 6 (enam) lama 6 (enam)
bulan bulan
terhitung sejak terhitung
keadaan sejak keadaan
tersebut tersebut
pemegang pemegang
saham yang saham yang
bersangkutan bersangkutan
wajib wajib
mengalihkan mengalihkan
sebagian sebagian
sahamnya sahamnya
kepada orang kepada orang
lain atau lain atau
Perseroan Perseroan
mengeluarkan mengeluarkan
saham baru saham baru
kepada orang kepada orang
lain. lain.
(6) Dalam hal (6) Dalam hal
jangka waktu jangka waktu
sebagaimana sebagaimana
dimaksud dimaksud
pada ayat (5) pada ayat (5)
telah telah
dilampaui, dilampaui,
pemegang pemegang
saham tetap saham tetap
kurang dari 2 kurang dari 2
(dua) orang, (dua) orang,

1306
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
pemegang pemegang
saham saham
bertanggung bertanggung
jawab secara jawab secara
pribadi atas pribadi atas
segala segala
perikatan dan perikatan dan
kerugian kerugian
Perseroan, dan Perseroan,
atas dan atas
permohonan permohonan
pihak yang pihak yang
berkepentinga berkepentinga
n, pengadilan n, pengadilan
negeri dapat negeri dapat
membubarkan membubarkan
Perseroan Perseroan
tersebut. tersebut.
(7) Ketentuan (7) Ketentuan
yang yang
mewajibkan mewajibkan
Perseroan Perseroan
didirikan oleh didirikan oleh
2 (dua) orang 2 (dua) orang
atau lebih atau lebih
sebagaimana sebagaimana
dimaksud dimaksud
pada ayat (1), pada ayat (1),
dan ketentuan dan ketentuan
pada ayat (5), pada ayat (5),
serta ayat (6) serta ayat (6)
tidak berlaku tidak berlaku
bagi: bagi:
a. Persero a. Persero
yang yang
seluruh seluruh
sahamnya sahamnya
dimiliki dimiliki
oleh oleh
negara; negara;
atau b. Perseroan
b. Perseroan yang
yang mengelola

1307
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
mengelola bursa efek,
bursa efek, lembaga
lembaga kliring dan
kliring dan penjamina
penjamina n, lembaga
n, lembaga penyimpan
penyimpan an dan
an dan penyelesai
penyelesaia an, dan
n, dan lembaga
lembaga lain sesuai
lain dengan
sebagaima Undang-
na diatur Undang
dalam tentang
undangun Pasar
dang Modal;
tentang atau
Pasar c. Persero
Modal. untuk
Usaha
Mikro
Kecil.
(8) Usaha Mikro
dan Kecil
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (7)
huruf c
merupakan
usaha mikro
dan kecil
sebagaimana
diatur dalam
ketentuan
peraturan
perundang-
undangan di
bidang usaha
mikro, kecil,
dan
menengah.

1308
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
2. Pasal 30 Pasal 30 Kewenangan
(1) Menteri Dicabut dan pengumuman BN/TBN
mengumumka dinyatakan tidak dilakukan oleh Direksi.
n dalam berlaku.
Tambahan
Berita Negara
Republik
Indonesia:
a. akta
pendirian
Perseroan
beserta
keputusan
menteri
sebagaima
na
dimaksud
dalam
Pasal 7
ayat (4);
b. akta
perubahan
anggaran
dasar
Perseroan
beserta
keputusan
menteri
sebagaima
na
dimaksud
dalam
Pasal 21
ayat (1);
c. akta
perubahan
anggaran
dasar yang
telah
diterima
pemberitah
uannya
oleh
Menteri.

1309
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
(2) Pengumuman
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)
dilakukan oleh
Menteri dalam
waktu paling
lambat 14
(empat belas)
hari terhitung
sejak tanggal
diterbitkannya
keputusan
Menteri
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)
huruf a dan
huruf b atau
sejak
diterimanya
pemberitahua
n sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)
huruf c.
(3) Ketentuan
lebih lanjut
mengenai tata
cara
pengumuman
dilaksanakan
sesuai dengan
ketentuan
peraturan
perundang-
undangan.
3. Pasal 32 Pasal 32 Ketentuan mengenai
jumlah modal dasar
(1) Modal dasar (1) Perseroan
wajib memiliki perlu disesuaikan
Perseroan
sebagaimana
paling sedikit modal dasar
substansi pengaturan
Rp50.000.000, perseroan.
yang ada di PP
00 (lima puluh (2) Besaran

1310
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
juta rupiah). modal dasar 29/2016.
(2) Undang- perseroan Besaran modal awal
undang yang sebagaimana disetor sudah banyak
mengatur dimaksud tidak ditemukan di
kegiatan pada ayat (1) Negara lain, termasuk
usaha tertentu ditentukan Malaysia. Malaysia
dapat berdasarkan merujuk pada
menentukan keputusan Companies Act 2016
jumlah pendiri (Act 777) Article 9
minimum Perseroan.
huruf (b) modal dasar
modal (3) Ketentuan tidak disebutkan
Perseroan lebih lanjut sebagai dasar
yang lebih mengenai pendirian perseroan,
besar daripada modal dasar selain itu komponen
ketentuan perseroan ini dinilai menghambat
modal dasar diatur dengan proses starting
sebagaimana Peraturan business sebagai salah
dimaksud Pemerintah. satu komponen
pada ayat (1). penilaian di EODB.
(3) Perubahan
besarnya Selain Malaysia,
modal dasar Vietnam dalam Law on
sebagaimana Enterprises Number
dimaksud 68/2014/QH13 Article
pada ayat (1), 36 menyebutkan
ditetapkan Modal Awal yang
dengan dimaksud dalam
peraturan pendirian PT hanya
pemerintah. terkait modal yang
memang dibutuhkan
dalam pendirian
perusahaan misalnya
tanah yang dimiliki
pendiri yang dikonversi
menjadi modal dasar
perusahaan.
Jika memang
penghapusan modal
dasar dianggap terlalu
ekstrim maka dapat
diatur bahwa
nominalnya
dibebaskan tergantung
pendiri.

1311
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
4. Pasal 153 Pasal 153 Dihapus sebagai
antisipasi terhadap
Ketentuan Dicabut dan
mengenai biaya dinyatakan tidak biaya dalam bidang
layanan perseroan
untuk: berlaku.
terbatas sehingga
a. memperoleh memberikan
persetujuan kemudahan apabila
pemakaian akan dilakukan
nama pengaturan kembali.
Perseroan;
b. memperoleh
keputusan
pengesahan
badan hukum
Perseroan;
c. memperoleh
keputusan
persetujuan
perubahan
anggaran
dasar;
d. memperoleh
informasi
tentang data
Perseroan
dalam daftar
Perseroan;
e. Pengumuman
yang
diwajibkan
dalam
undang-
undang ini
dalam Berita
Negara
Republik
Indonesia dan
Tambahan
Berita Negara
Republik
Indonesia; dan
f. Memperoleh
menteri
keputusan

1312
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
menteri
mengenai
pengesahan
badan hukum
Perseroan atau
persetujuan
perubahan
anggaran
dasar
Perseroan
diatur dengan
peraturan
pemerintah.
5. Norma Baru Pasal 153A Untuk memberikan
Perseroan Terbatas pengaturan khusus
mengenai Perseroan
untuk Usaha Mikro
dan Kecil harus Terbatas untuk UMK.
mempunyai
maksud dan
tujuan serta
kegiatan usaha
yang tidak
bertentangan
dengan ketentuan
peraturan
perundang-
undangan,
ketertiban umum,
dan/atau
kesusilaan.
6. Norma Baru Pasal 153B Untuk memberikan
pengaturan khusus
(1) Pendiri
mengenai Perseroan
Perseroan
Terbatas untuk UMK.
Terbatas
untuk Usaha
Mikro dan
Kecil wajib
menyetorkan
modal dalam
bentuk saham
pada saat
Perseroan

1313
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
Terbatas
untuk Usaha
Mikro dan
Kecil
didirikan.
(2) Pemegang
saham
Perseroan
tidak
bertanggung
jawab atas
kerugian
Perseroan
melebihi
saham yang
dimiliki.
(3) Ketentuan
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)
tidak berlaku
apabila:
a. persyaratan
Perseroan
Terbatas
untuk
Usaha
Mikro dan
Kecil
sebagai
badan
hukum
belum atau
tidak
terpenuhi;
b. pemegang
saham yang
bersangkut
an, baik
langsung
maupun
tidak
langsung

1314
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
dengan
itikad
buruk
memanfaat
kan
Perseroan
Terbatas
untuk
Usaha
Mikro dan
Kecil bagi
kepentingan
pribadi;
c. pemegang
saham yang
bersangkut
an terlibat
dalam
perbuatan
melawan
hukum
yang
dilakukan
oleh
Perseroan
Terbatas
untuk
Usaha
Mikro dan
Kecil; atau
d. pemegang
saham yang
bersangkut
an, baik
langsung
maupun
tidak
langsung
secara
melawan
hukum
menggunak
an
kekayaan

1315
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
Perseroan
Terbatas
untuk
Usaha
Mikro dan
Kecil, yang
mengakibat
kan
kekayaan
Perseroan
Terbatas
untuk
Usaha
Mikro dan
Kecil
menjadi
tidak cukup
untuk
melunasi
utang
Perseroan
Terbatas
untuk
Usaha
Mikro dan
Kecil.
7. Norma Baru Pasal 153C Untuk memberikan
pengaturan khusus
(1) Modal
mengenai Perseroan
Perseroan
Terbatas untuk UMK
Terbatas
untuk Usaha
Mikro dan
Kecil terdiri
atas seluruh
nilai nominal
saham.
(2) Ketentuan
lebih lanjut
mengenai
modal
Perseroan
Terbatas
untuk Usaha

1316
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
Mikro dan
Kecil
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)
diatur dengan
Peraturan
Pemerintah.
8. Norma Baru Pasal 153D Untuk memberikan
pengaturan khusus
(1) Perseroan
mengenai Perseroan
Terbatas
Terbatas untuk UMK
untuk Usaha
Mikro dan
Kecil dilarang
mengalihkan
saham untuk
dimiliki oleh
orang lain.
(2) Ketentuan
larangan
kepemilikan
saham
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)
tidak berlaku
terhadap
kepemilikan
saham yang
diperoleh
berdasarkan
peralihan
karena hak
waris.
9. Norma Baru Pasal 153E Untuk memberikan
pengaturan khusus
(1) Perseroan
mengenai Perseroan
Terbatas
Terbatas untuk UMK
untuk Usaha
Mikro dan
Kecil
mempunyai
nama dan

1317
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
tempat
kedudukan
dalam wilayah
Negara
Kesatuan
Republik
Indonesia
yang
ditentukan
dalam
Pernyataan
Pendirian.
(2) Perseroan
Terbatas
untuk Usaha
Mikro dan
Kecil
mempunyai
alamat
lengkap
sesuai dengan
tempat
kedudukanny
a.
(3) Nama
Perseroan
Terbatas
untuk Usaha
Mikro dan
Kecil tidak
boleh
memakai
nama yang:
a. telah
dipakai
secara sah
oleh
Perseroan
lain atau
sama pada
pokoknya
dengan
nama

1318
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
Perseroan
lain;
b. bertentang
an dengan
ketertiban
umum
dan/atau
kesusilaan
;
c. sama atau
mirip
dengan
nama
lembaga
negara,
lembaga
pemerinta
h, atau
lembaga
internasio
nal,
kecuali
mendapat
izin dari
yang
bersangku
tan;
d. tidak
sesuai
dengan
maksud
dan
tujuan,
serta
kegiatan
usaha,
atau
menunjuk
kan
maksud
dan tujuan
Perseroan
saja tanpa

1319
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
nama diri;
e. terdiri atas
angka
atau
rangkaian
angka,
huruf atau
rangkaian
huruf yang
tidak
membentu
k kata;
atau
f. mempuny
ai arti
sebagai
Perseroan,
badan
hukum,
atau
persekutu
an
perdata.
10. Norma Baru Pasal 153F Untuk memberikan
pengaturan khusus
(1) Pernyataan
mengenai Perseroan
Pendirian
Terbatas untuk UMK
Perseroan
Terbatas
untuk Usaha
Mikro dan
Kecil memuat
maksud,
tujuan, dan
keterangan
lain berkaitan
dengan
pendirian
Perseroan.
(2) Pernyataan
Pendirian
sebagaimana
dimaksud

1320
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
pada ayat (1)
didaftarkan
secara
elektronik
kepada
Menteri
dengan
mengisi
format isian.
(3) Ketentuan
lebih lanjut
mengenai
keterangan
lain
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)
dan format
isian
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (2)
diatur dengan
Peraturan
Pemerintah.
11. Norma Baru Pasal 153G Untuk memberikan
pengaturan khusus
(1) Perubahan
mengenai Perseroan
Pernyataan
Terbatas untuk UMK
Pendirian
Perseroan
Terbatas
untuk Usaha
Mikro dan
Kecil
ditetapkan
oleh
pemegang
saham dan
diberitahukan
secara
elektronik
kepada

1321
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
Menteri.
(2) Perubahan
Pernyataan
Pendirian
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)
meliputi:
a. nama dan
tempat
keduduka
n;
b. maksud
dan
tujuan;
c. modal;
d. jangka
waktu;
e. direktur;d
an
f. pemegang
saham
karena
meninggal.
12. Norma Baru Pasal 153H Untuk memberikan
pengaturan khusus
(1) Direktur
mengenai Perseroan
menjalankan
Terbatas untuk UMK
pengurusan
Perseroan
Terbatas
untuk Usaha
Mikro dan
Kecil bagi
kepentingan
Perseroan dan
sesuai dengan
maksud dan
tujuan
Perseroan.
(2) Direktur

1322
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
berwenang
menjalankan
pengurusan
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)
sesuai dengan
kebijakan
yang dianggap
tepat, dalam
batas yang
ditentukan
dalam
Undang-
Undang ini
dan/atau
Pernyataan
Pendirian
Perseroan.
(3) Direktur
Perseroan
Terbatas
untuk Usaha
Mikro dan
Kecil terdiri
atas minimal
1 (satu) orang.
(4) Direktur
Perseroan
Terbatas
dapat
menunjuk
direktur lain.
(5) Ketentuan
mengenai gaji
dan tunjangan
anggota
direksi diatur
dengan
Peraturan
Pemerintah.
13. Norma Baru Pasal 153I Untuk memberikan

1323
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
(1) Saham pengaturan khusus
Perseroan mengenai Perseroan
Terbatas Terbatas untuk UMK.
untuk Usaha
Mikro dan
Kecil
dikeluarkan
atas nama
pemiliknya.
(2) Pemegang
Saham
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)
merupakan
orang
perseorangan
dan bukan
badan
hukum.
(3) Persyaratan
kepemilikan
saham harus
ditetapkan
dalam
Pernyataan
Pendirian
Perseroan.
(4) Nilai saham
harus
dicantumkan
dalam mata
uang rupiah.
(5) Saham tanpa
nilai nominal
tidak dapat
dikeluarkan.
(6) Perseroan
Terbatas
dilarang
memiliki
saham atau

1324
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
modal pada
Perseroan
Terbatas
lainnya.
(7) Dalam hal
pemegang
saham lebih
dari satu
orang dan
salah satunya
atau sebagian
akan
mengundurka
n diri dari
Perseroan
Terbatas,
maka dapat
diselesaikan
sesuai
kesepakatan
para pihak
dan
dicatatkan
dalam
Perubahan
Pernyataan
Pendirian
secara
elektronik.
(8) Pendiri
Perseroan
hanya dapat
mendirikan
Perseroan
Terbatas
untuk Usaha
Mikro dan
Kecil sejumlah
1 (satu)
Perseroan
Terbatas
untuk Usaha
Mikro dan
Kecil dalam 1

1325
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
(satu) tahun.
(9) Ketentuan
sebagaimana
ayat (8)
berlaku untuk
3 (tiga) kali
pendirian
Perseroan
Terbatas
dengan
membubarkan
terlebih
dahulu
Perseroan
Terbatas yang
didirikan
sebelumnya.
(10) Dalam hal
pengalihan
saham
berlaku
ketentuan
pengalihan
saham
sebagaimana
ketentuan
Perseroan
Terbatas pada
umumnya.
14. Norma Baru Pasal 153J Untuk memberikan
pengaturan khusus
(1) Perseroan
mengenai Perseroan
Terbatas
Terbatas untuk UMK.
untuk Usaha
Mikro dan
Kecil wajib
melaporkan
Data
Perseroan
secara
elektronik
kepada
Menteri.

1326
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
(2) Data
Perseroan
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)
terbuka untuk
publik.
15. Norma Baru Pasal 153K
(1) Direktur atau
direksi wajib
membuat
laporan
keuangan.
(2) Ketentuan
lebih lanjut
mengenai
kewajiban
membuat
laporan
keuangan
diatur dengan
Peraturan
Pemerintah.
16. Norma Baru Pasal 153L Untuk memberikan
pengaturan khusus
(1) Pembubaran
mengenai Perseroan
Perseroan
Terbatas untuk UMK
Terbatas
untuk Usaha
Mikro dan
Kecil
dilakukan
oleh
pemegang
saham yang
dituangkan
dalam
pernyataan
pembubaran
dan
diberitahukan
secara
elektronik

1327
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
kepada
Menteri.
(2) Pembubaran
Perseroan
Terbatas
untuk Usaha
Mikro dan
Kecil terjadi:
a. berdasark
an
keputusan
Pemegang
Saham;
b. karena
jangka
waktu
berdirinya
yang
ditetapkan
dalam
anggaran
dasar
telah
berakhir;
atau
c. berdasark
an
penetapan
pengadilan
;
(3) Status badan
hukum
Perseroan
Terbatas
untuk Usaha
Mikro dan
Kecil berakhir
sejak
terbitnya
pencatatan
pembubaran
badan hukum

1328
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
Perseroan
Terbatas
untuk Usaha
Mikro dan
Kecil oleh
Menteri.
17. Norma Baru Pasal 153M Untuk memberikan
pengaturan khusus
(1) Dalam hal
mengenai Perseroan
modal
Terbatas untuk UMK.
Perseroan
Terbatas
untuk Usaha
Mikro dan
Kecil melebihi
ketentuan
kriteria usaha
mikro dan
kecil
sebagaimana
dimaksud
peraturan
perundang-
undangan,
Perseroan
Terbatas
untuk Usaha
Mikro dan
Kecil harus
mengubah
statusnya
menjadi
Perseroan
Terbatas
sebagaimana
dimaksud
dalam
Undang-
Undang ini.
(2) Ketentuan
lebih lanjut
mengenai
pengubahan
status

1329
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
Perseroan
Terbatas
untuk Usaha
Mikro dan
Kecil menjadi
Perseroan
Terbatas
diatur dengan
Peraturan
Pemerintah.
18. Norma Baru Pasal 153N Untuk memberikan
pengaturan khusus
(1) Perseroan
mengenai Perseroan
Terbatas
Terbatas untuk UMK.
untuk Usaha
Mikro dan
Kecil dapat
dibebaskan
dari segala
biaya terkait.
(2) Ketentuan
lebih lanjut
mengenai
pembebasan
biaya
Perseroan
Terbatas
untuk Usaha
Mikro dan
Kecil
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)
diatur dengan
Peraturan
Pemerintah.
19. Norma Baru Pasal 153O Untuk memberikan
pengaturan khusus
Pengawasan
mengenai Perseroan
Perseroan Terbatas
untuk Usaha Mikro Terbatas untuk UMK
dan Kecil tunduk
pada ketentuan
peraturan

1330
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
perundang-
undangan di
bidang pengawasan
korporasi.
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian
1. Pasal 63 Pasal 63 Ketentuan yang
terdapat di Pasal 63 ini
(1) Orang Asing (1) Orang Asing
menyulitkan bagi
tertentu yang tertentu yang
investor yang ingin
berada di berada di
menanamkan
Wilayah Wilayah
modalnya di Indonesia,
Indonesia Indonesia
oleh karenanya perlu
wajib memiliki wajib memiliki
dibuat pengecualian
Penjamin yang Penjamin yang
atau relaksasi bagi
menjamin menjamin
Investor yang ingin
keberadaanny keberadaanny
menanamkan
a. a.
modalnya di Indonesia,
(2) Penjamin (2) Penjamin
dimana penjamin atau
bertanggung bertanggung
sponsor dapat
jawab atas jawab atas
digantikan dengan
keberadaan keberadaan
nilai investasi yang
dan kegiatan dan kegiatan
akan ditanamkan di
Orang Asing Orang Asing
Indonesia.
yang dijamin yang dijamin
selama tinggal selama tinggal
di Wilayah di Wilayah
Indonesia Indonesia
serta serta
berkewajiban berkewajiban
melaporkan melaporkan
setiap setiap
perubahan perubahan
status sipil, status sipil,
status status
Keimigrasian, Keimigrasian,
dan dan
perubahan perubahan
alamat. alamat.
(3) Penjamin (3) Penjamin
wajib wajib
membayar membayar
biaya yang biaya yang
timbul untuk timbul untuk
memulangkan memulangkan

1331
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
atau atau
mengeluarkan mengeluarkan
Orang Asing Orang Asing
yang yang
dijaminnya dijaminnya
dari Wilayah dari Wilayah
Indonesia Indonesia
apabila Orang apabila Orang
Asing yang Asing yang
bersangkutan: bersangkutan:
a. telah habis a. telah habis
masa masa
berlaku berlaku
Izin Izin
Tinggalnya; Tinggalnya
dan/atau ; dan/atau
b. dikenai b. dikenai
Tindakan Tindakan
Administra Administra
tif tif
Keimigrasi Keimigrasi
an berupa an berupa
Deportasi. Deportasi.
(4) Ketentuan (4) Ketentuan
mengenai mengenai
penjaminan penjaminan
tidak berlaku tidak berlaku
bagi Orang bagi:
Asing yang a. Orang
kawin secara Asing yang
sah dengan kawin
warga negara secara sah
Indonesia. dengan
(5) Ketentuan warga
sebagaimana negara
dimaksud Indonesia;
dalam Pasal dan
62 ayat (2) b. Pelaku
huruf g tidak Usaha
berlaku dalam dengan
hal pemegang kewargane
Izin Tinggal garaan
Tetap tersebut asing yang
putus menanam

1332
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
hubungan kan modal
perkawinanny sebagai
a dengan investasin
warga negara ya di
Indonesia Indonesia
memperoleh sesuai
penjaminan ketentuan
yang peraturan
menjamin perundang
keberadaanny -undangan
a sebagaimana di bidang
dimaksud penanama
pada ayat (1) n modal.
(5) Ketentuan
sebagaimana
dimaksud
dalam Pasal
62 ayat (2)
huruf g tidak
berlaku dalam
hal pemegang
Izin Tinggal
Tetap yang
putus
hubungan
perkawinanny
a dengan
warga negara
Indonesia
memperoleh
penjaminan
yang
menjamin
keberadaanny
a
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1).
(6) Dalam hal
investasi yang
ditanamkan di
Indonesia oleh
Pelaku Usaha
dengan

1333
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
kewarganegar
aan asing
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (4)
huruf b, nilai
investasinya
menjadi
pengganti
penjamin bagi
Pelaku Usaha
dengan
kewarganegar
aan asing
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1).
2. Pasal 71 Pasal 71 Ketentuan yang
terdapat di Pasal 71 ini
Setiap Orang Asing (1) Setiap Orang
menyulitkan bagi
yang berada di Asing yang
investor yang ingin
Wilayah Indonesia berada di
menanamkan
wajib: Wilayah
modalnya di Indonesia,
Indonesia
a. memberikan oleh karenanya perlu
wajib:
segala dibuat pengecualian
a. memberik
keterangan atau relaksasi bagi
an segala
yang Investor yang ingin
keteranga
diperlukan menanamkan
n yang
mengenai modalnya di Indonesia,
diperlukan
identitas diri Pelaku Usaha cukup
mengenai
dan/atau memperlihatkan tanpa
identitas
keluarganya harus menyerahkan
diri
serta Dokumen Perjalanan
dan/atau
melaporkan atau Izin Tinggal yang
keluargany
setiap dimilikinya.
a serta
perubahan
melaporka
status sipil,
n setiap
kewarganegara
perubahan
an, pekerjaan,
status
Penjamin, atau
sipil,
perubahan
kewargane
alamatnya
garaan,
kepada Kantor
Imigrasi pekerjaan,

1334
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
setempat; atau Penjamin,
b. memperlihatka atau
n dan perubahan
menyerahkan alamatnya
Dokumen kepada
Perjalanan Kantor
atau Izin Imigrasi
Tinggal yang setempat;
dimilikinya atau
apabila b. memperlih
diminta oleh atkan dan
Pejabat menyerah
Imigrasi yang kan
bertugas Dokumen
dalam rangka Perjalanan
pengawasan atau Izin
Keimigrasian. Tinggal
yang
dimilikinya
apabila
diminta
oleh
Pejabat
Imigrasi
yang
bertugas
dalam
rangka
pengawasa
n
Keimigrasi
an.
(2) Ketentuan
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)
dikecualikan
bagi Pelaku
Usaha dengan
kewarganegar
aan asing
yang
menanamkan
modal sebagai

1335
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
investasinya
di Indonesia
sesuai
ketentuan
peraturan
perundang-
undangan di
bidang
penanaman
modal.
(3) Dalam hal
Pelaku Usaha
dengan
kewarganegar
aan asing
ingin
menanamkan
modalnya di
Indonesia
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)
huruf b,
Pelaku Usaha
cukup
memperlihatk
an tanpa
harus
menyerahkan
Dokumen
Perjalanan
atau Izin
Tinggal yang
dimilikinya.
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten
1. Pasal 4 Pasal 4 Pasal 4 huruf f UU
Invensi tidak Invensi tidak Paten mengatur bahwa
investasi tidak dapat
mencakup: mencakup:
diberikan Paten dalam
a. kreasi estetika; a. kreasi hal investasi adalah
b. skema; estetika; suatu temuan
c. aturan dan b. skema; (discovery) yang
metode untuk c. aturan berupa:

1336
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
melakukan dan/atau a. penggunaan baru
kegiatan: metode untuk untuk produk yang
1. yang melakukan sudah ada dan/atau
melibatkan kegiatan: dikenal; dan/atau
kegiatan 1. yang b. bentuk baru dari
mental; melibatka senyawa yang
2. permainan; n kegiatan sudah ada yang
dan mental; tidak menghasilkan
3. bisnis. 2. permainan peningkatan khasiat
d. aturan dan ; dan bermakna dan
metode yang 3. bisnis. terdapat perbedaan
hanya berisi d. aturan dan struktur kimia
program metode yang terkait yang sudah
komputer; hanya berisi diketahui dari
e. presentasi program senyawa.
mengenai komputer;
suatu atau Keberadaan Pasal 4
informasi; dan e. presentasi dapat menurunkan
f. temuan mengenai inovasi dan investasi
(discovery) suatu dalam riset dan
berupa: informasi; pengembangan sector
1. penggunaa f. Dihapus. farmasi nasional.
n baru
untuk
produk
yang
sudah ada
dan/ atau
dikenal;
dan/atau
2. bentuk
baru dari
senyawa
yang
sudah ada
yang tidak
menghasilk
an
peningkata
n khasiat
bermakna
dan
terdapat
perbedaan

1337
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
struktur
kimia
terkait
yang
sudah
diketahui
dari
senyawa.
2. Pasal 20 Pasal 20 a. Perlu adanya
(1) Pemegang fleksibelitas
Dicabut dan
Paten wajib kewajiban membuat
dinyatakan tidak
membuat produk atau
berlaku.
produk atau menggunakan
menggunakan proses paten di
proses di Indonesia.
Indonesia. b. Pasal 20 UU Paten
(2) Membuat dinilai melanggar
produk atau ketentuan Pasal 27
menggunakan TRIPS Agreement
proses yang telah
sebagaimana diratifikasi oleh
dimaksud Pemerintah melalui
pada ayat (1) Undang-Undang
harus Nomor 7 Tahun
menunjang 1994 tentang
transfer Pengesahan
teknologi, Agreement
penyerapan Establishing The
investasi World Trade
dan/atau Organization
penyediaan (Persetujuan
lapangan Pembentukan
kerja. Organisasi
Perdagangan
Dunia). Pasal 20 UU
Paten dinilai
diskriminatif. Usul
kami untuk
dihapus.
c. Pasal 20 UU Paten
memberi kewajiban
bagi pemegang
paten untuk
memproduksi

1338
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
barang yang telah
memiliki paten atau
menggunakan
proses atas paten
yang telah
didaftarkan di
Indonesia, yang
dimana apabila
tidak melaksanakan
kewajiban tersebut
dapat berakibat
pada pencabutan
paten.
Kewajiban ini tidak
dapat dilakukan
untuk setiap
teknologi karena
pertimbangan biaya,
penguasaan
teknologi, SDM dll.
yang tidak mungkin
dilaksanakan.
Kewajiban ini
menjadi salah satu
faktor yang dapat
menurunkan
investasi asing.
Dalam prakteknya
kewajiban ini sulit
untuk dijalankan.
Transfer teknologi
susah dipraktekkan
industri dalam
negeri karena masih
kesulitan dalam
memperoleh bahan
baku.
3. Pasal 82 a. Pasal 82 UU Paten
Pasal 82
(1) Lisensi-wajib mengatur soal
merupakan (1) Lisensi-wajib pemberian Lisensi
Lisensi untuk merupakan Wajib dalam hal:
melaksanakan Lisensi untuk 1) Paten telah
Paten yang melaksanakan dilaksanakan
diberikan Paten yang oleh pemegang

1339
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
berdasarkan diberikan paten atau
Keputusan berdasarkan penerima Lisensi
Menteri atas Keputusan dalam bentuk
dasar Menteri atas dan dengan cara
permohonan dasar yang merugikan
dengan alasan: permohonan kepentingan
a. Pemegang dengan masyarakat;
Paten tidak alasan: atau
melaksana a. Pemegang 2) Paten hasil
kan Paten pengembangan
kewajiban tidak dari Paten yang
untuk melaksana telah diberikan
membuat kan sebelumnya
produk kewajiban tidak bisa
atau untuk dilaksanakan
mengguna membuat tanpa
kan proses produk menggunakan
di atau Paten pihak lain
Indonesia mengguna yang masih
sebagaima kan proses dalam
na di pelindungan.
dimaksud Indonesia b. Pasal 82 ayat (1)
dalam sebagaima huruf b khusus
Pasal 19 na untuk frasa bentuk
ayat (1) dimaksud dan dengan cara
dalam dalam yang merugikan
jangka Pasal 19 kepentingan
waktu 36 ayat (1) masyarakat perlu
(tiga puluh dalam untuk diperjelas
enam) jangka karena frasa ini
bulan waktu 36 menimbulkan
setelah (tiga puluh multitafsir. Selain
diberikan enam) itu frasa ini perlu di
Paten; bulan sesuaikan agar
b. Paten telah setelah dapat sejalan
dilaksanak diberikan dengan Pasal 31
an oleh Paten; huruf l butir (i)
Pemegang b. Paten hasil Perjanjian TRIPs
Paten atau pengemba yang menyatakan
penerima ngan dari invensi paten kedua
Lisensi Paten yang harus memiliki
dalam telah unsur
bentuk dan diberikan pembaharuan yang
dengan sebelumny signifikan dari segi

1340
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
cara yang a tidak teknis maupun
merugikan bisa ekonomi
kepentinga dilaksanak dibandingkan paten
n an tanpa pertama.
masyaraka mengguna c. Untuk
t; atau kan Paten mengakomodir
c. Paten hasil pihak lain kepentingan publik
pengemban yang dapat ditambahkan
gan dari masih satu klausul
Paten yang dalam tambahan bahwa
telah pelindung pemberian Lisensi
diberikan an; Wajib dilakukan
sebelumny c. Lisensi- untuk kebutuhan
a tidak wajib sangat mendesak
bisa dilakukan dan/atau keadaan
dilaksanak untuk darurat untuk
an tanpa kebutuhan kepentingan
mengguna sangat masyarakat.
kan Paten mendesak
pihak lain dan/atau
yang masih keadaan
dalam darurat
pelindunga untuk
n. kepentinga
(2) Permohonan n
Lisensi-wajib masyaraka
sebagaimana t.
dimaksud (2) Permohonan
pada ayat (1) Lisensi-wajib
dikenai biaya. sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)
dikenai biaya.
4. Pasal 84 Pasal 84 Pasal 84 ayat 1 butir c
(1) Lisensi-wajib UU Paten
(1) Lisensi- wajib
sebagaimana menyebutkan bahwa
sebagaimana
dimaksud Lisensi Wajib dapat
dimaksud
dalam Pasal diberikan bahwa
dalam Pasal
82 ayat (1) Lisensi Wajib dapat
82 ayat (1)
hanya dapat diberikan oleh Menteri
hanya dapat
diberikan oleh apabila Paten
diberikan oleh
Menteri jika: dimaksud dapat
Menteri jika:
a. pemohon dilaksanakan di
a. pemohon
atau Indonesia dalam skala

1341
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
kuasanya atau ekonomi yang layak
dapat kuasanya dan memberikan
mengajuka dapat manfaat kepada
n bukti mengajuka masyarakat.
mempunya n bukti Rumusan huruf c
i mempuny khususnya frasa
kemampua ai dalam skala ekonomi
n untuk kemampu yang layak dan
melaksana an untuk memberikan manfaat
kan sendiri melaksana
kepada masyarakat
Paten kan dinilai memberikan
dimaksud sendiri ketidakpastian hokum
secara Paten khususnya bagi
penuh dan dimaksud imnvestor/investasi,
mempunya secara agar dapat
i fasilitas penuh dan memberikan lebih
untuk mempuny kepastian hukum
melaksana ai fasilitas maka perlu dilimitai
kan Paten untuk dengan menambahkan
yang melaksana frasa mendesak
bersangkut kan Paten dan/atau keadaan
an dengan yang darurat dalam negeri,
secepatnya bersangku dan memberikan
; tan manfaat kepada
b. pemohon dengan masyarakat.
atau secepatnya
kuasanya ;
telah b. pemohon
berusaha atau
mengambil kuasanya
langkah- telah
langkah berusaha
dalam mengambil
jangka langkah-
waktu langkah
paling dalam
lama 12 jangka
(dua belas) waktu
bulan paling
untuk lama 12
mendapatk (dua belas)
an Lisensi bulan
dari untuk
Pemegang mendapat

1342
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
Paten atas kan
dasar Lisensi
persyarata dari
n dan Pemegang
kondisi Paten atas
yang wajar dasar
tetapi tidak persyarata
memperole n dan
h hasil; kondisi
dan yang wajar
c. Menteri tetapi
berpendap tidak
at Paten memperole
dimaksud h hasil;
dapat dan
dilaksanak c. Menteri
an di berpendap
Indonesia at Paten
dalam dimaksud
skala dapat
ekonomi dilaksanak
yang layak an di
dan Indonesia
memberika dalam
n manfaat skala
kepada ekonomi
masyaraka yang layak
t. untuk
(2) Bukti memenuhi
sebagaimana kebutuhan
dimaksud mendesak
pada ayat (1) dan/atau
huruf a harus keadaan
dilengkapi darurat
keterangan dalam
dari instansi negeri,
yang memiliki dan
kompetensi memberik
yang diberikan an
atas manfaat
permintaan kepada
pemohon atau masyaraka
Kuasanya. t.
(2) Bukti

1343
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)
huruf a harus
dilengkapi
keterangan
dari instansi
yang memiliki
kompetensi
yang
diberikan atas
permintaan
pemohon atau
Kuasanya.
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan
Pemberdayaan Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan Petambak Garam
1. Pasal 37 Pasal 37 Untuk mempermudah
ketersediaan bahan
(1) Pemerintah (1) Pemerintah
baku impor yang
Pusat Pusat
ditetapkan sektor
mengendalika mengendalika
industri.
n impor n impor
Komoditas Komoditas
Perikanan dan Perikanan dan
Komoditas Komoditas
Pergaraman. Pergaraman.
(2) Pengendalian (2) Ketentuan
impor lebih lanjut
Komoditas mengenai
Perikanan dan pengendalian
Komoditas impor
Pergaraman Perikanan dan
sebagaimana Komoditas
dimaksud Pergaraman
pada ayat (1) sebagaimana
dilakukan dimaksud
melalui pada ayat (1)
penetapan diatur dengan
tempat Peraturan
pemasukan, Pemerintah.
jenis dan
volume, waktu
pemasukan,
serta

1344
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
pemenuhan
persyaratan
administratif
dan standar
mutu.
(3) Dalam hal
impor
Komoditas
Perikanan dan
Komoditas
Pergaraman,
menteri terkait
harus
mendapatkan
rekomendasi
dari Menteri.
2. Pasal 38 Pasal 38 Untuk mempermudah
ketersediaan bahan
Setiap Orang Dicabut dan
baku impor yang
dilarang dinyatakan tidak
ditetapkan sektor
mengimpor berlaku.
industri.
Komoditas
Perikanan dan
Komoditas
Pergaraman yang
tidak sesuai
dengan tempat
pemasukan, jenis,
waktu pemasukan,
dan/atau standar
mutu wajib yang
ditetapkan oleh
Menteri.
3. Pasal 74 Pasal 74 Untuk mempermudah
ketersediaan bahan
Setiap Orang yang Dicabut dan
baku impor yang
melakukan impor dinyatakan tidak
ditetapkan sektor
Komoditas berlaku.
industri.
Perikanan dan
Komoditas
Pergaraman yang
tidak sesuai
dengan tempat
pemasukan, jenis,

1345
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
waktu pemasukan,
dan/atau standar
mutu wajib yang
ditetapkan oleh
Menteri
sebagaimana
dimaksud dalam
Pasal 38 dipidana
dengan pidana
penjara paling
lama 4 (empat)
tahun dan/atau
pidana denda
paling banyak
Rp6.000.000.000,0
0 (enam miliar
rupiah).
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar
Perusahaan

1. Undang-Undang Dicabut dan Ketentuan mengenai


Nomor 3 Tahun dinyatakan tidak Tanda Daftar
1982 tentang Wajib berlaku. Perusahaan (TDP)
Daftar Perusahaan. sudah diakomodir
dalam Nomor Induk
Berusaha (NIB)
sebagaimana diatur
dalam PP Nomor 24
Tahun 2018 tentang
Perizinan Berusaha
Terintegrasi Secara
Elektronik.

Undang-Undang Nomor Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa

1. Pasal 1 angka 6 Pasal 1 angka 6


Badan Usaha Milik Badan Usaha Milik
Desa, yang Desa, yang
selanjutnya disebut selanjutnya disebut
BUM Desa, adalah BUM Desa, adalah

1346
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
badan usaha yang badan usaha
seluruh atau berbentuk badan
sebagian besar hukum yang
modalnya dimiliki seluruh atau
oleh Desa melalui sebagian besar
penyertaan secara modalnya dimiliki
langsung yang oleh Desa melalui
berasal dari penyertaan secara
kekayaan Desa langsung yang
yang dipisahkan berasal dari
guna mengelola kekayaan Desa
aset, jasa yang dipisahkan
pelayanan, dan guna mengelola
usaha lainnya aset, jasa
untuk sebesar- pelayanan, dan
besarnya usaha lainnya
kesejahteraan untuk sebesar-
masyarakat Desa. besarnya
kesejahteraan
masyarakat Desa.

2. Pasal 87 Pasal 87
(1) Desa dapat (1) Desa dapat
mendirikan mendirikan
Badan Usaha BUM Desa.
Milik Desa yang (2) BUM Desa
disebut BUM
sebagaimana
Desa.
dimaksud pada
(2) BUM Desa
dikelola dengan ayat (1) dikelola
semangat dengan
kekeluargaan semangat
dan kekeluargaan
kegotongroyong dan
an. kegotongroyong
(3) BUM Desa
an.
dapat
(3) BUM Desa
menjalankan
usaha di bidang dapat

1347
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
ekonomi menjalankan
dan/atau usaha di
pelayanan bidang ekonomi
umum sesuai
dan/atau
dengan
pelayanan
ketentuan
peraturan umum sesuai
perundang- dengan
undangan. ketentuan
peraturan
perundang-
undangan.
(4) Ketentuan
lebih lanjut
mengenai BUM
Desa
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (1), ayat
(2), dan ayat (3)
diatur dengan
Peraturan
Pemerintah.

G. ANALISA DAN EVALUASI TERKAIT PENGADAAN LAHAN

Lahan menjadi salah satu isu utama dalam kegaiatan


berusaha. Kemudahan pengurusan lahan perlu diciptakan untuk
meningkat iklim investasi dan penciptaan lapangan kerja. Salah
satunya dengan mengubah ketentuan Undang-Undang Penataan
Ruang mengenai Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) sebelum
jangka waktu 5 tahun untuk kegiatan investasi dengan kriteria
dan persyaratan yang ketat penyusunan dan penetapan Rencana

1348
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Detai Tata Ruang (RDTR) digital dalam jangka waktu paling lama 1
(satu) tahun. Kemudian perlu untuk mengubah ketentuan
Undang-Undang Penataan Ruang dan Undang-Undang Kehutanan
mengenai batas maksimal 30% kawasan hutan yang harus
dipertahankan dari luas daerah aliran sungai atau pulau.
Pengaturan dalam UU Pokok Agraria atau dalam RUU tentang
Pertanahan mengenai kemudahan dan percepatan proses
pengadaan tanah dan proses perpanjangan dan pembaharuan Hak
Atas Tanah (HGU, HGB, Hak Pakai) dapat dilakukan di depan
setelah kegiatan usaha mulai beroperasi (tana menunggu jangka
waktu HGU dan HGB selesai/habis). Selain itu, mengubah
ketentuan Undang-Undang Kehutanan mengenai: 1) Perubahan
peruntukan kawasan hutan yang berdampak penting dan cakupan
yang luas serta bernilai strategis oleh pemerintah; 2) Penyusunan
peta digital kawasan hutan; 3) Kemudahan dan percepatan
perizinan; (IPKH, IPPKH, Pelepasan Kawasan Hutan). Berikut
adalah Undang-Undang dan Pasal terkait dengan Pengadaan
Lahan yang mengalami perubahan :

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah
untuk Kepentingan Umum
158. Pasal 8 Ketentuan Pasal 8 a. Apabila obyek
Undang-Undang pengadaaan
Pihak yang Pengadaan Tanah tanah masuk
Berhak dan Bagi Pembangunan dalam Kawasan
pihak yang Untuk Kepentingan Hutan, Tanah Kas
menguasai Objek
Umum diubah Desa (TKD),
Pengadaan
sehingga berbunyi Tanah Wakaf
Tanah untuk sebagai berikut: dan/atau Tanah
Kepentingan Aset Pemerintah/
wajib (1) Pihak yang
Umum Pemerintah
mematuhi Berhak dan Daerah/BUMN/B
ketentuan dalam
pihak yang UMD, maka
Undang-Undang status tanahnya
ini menguasai
berubah saat

1349
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
Objek Penetapan Lokasi;
b. Perubahan status
Pengadaan
tanah sesuai
Tanah untuk dengan
Kepentingan peruntukannya
pada saat
Umum wajib Penetapan Lokasi;
mematuhi c. Terkait dengan
Pengadaan Tanah
ketentuan
untuk seluruh
dalam Undang- proyek prioritas
Undang ini. Pemerintah yang
ditetapkan
(2) Dalam hal melalui peraturan
objek perundang-
undangan,
pengadaan
dilakukan melalui
tanah masuk mekanisme
dalam kawasan Perubahan
Peruntukan atau
hutan, tanah Pelepasan
kas desa, tanah Kawasan Hutan
(bukan IPPKH
wakaf
atau Izin Pinjam
dan/atau Pakai Kawasan
tanah aset Hutan)
d. pelepasan
Pemerintah kawasan hutan
Pusat, dalam hal
pengadaan tanah
Pemerintah
dilakukan oleh
Daerah, BUMN, instansi
atau BUMD, sedangkan jika
pengadaan tanah
status dilakukan oleh
tanahnya swasta dapat
diberikan
berubah pada
pelepasan
saat penetapan kawasan hutan
lokasi. atau pinjam pakai
kawasan hutan.

1350
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
(3) Perubahan
status tanah
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (2)
berubah
menjadi
kawasan yang
sesuai dengan
peruntukannya
pada saat
penetapan
lokasi.
(4) Perubahan
obyek
pengadaan
tanah yang
masuk dalam
kawasan hutan
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (2)
khususnya
untuk proyek
prioritas
Pemerintah
Pusat,
dilakukan
melalui

1351
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
mekanisme:
a. pelepasan
Kawasan
Hutan,
dalam hal
pengadaan
tanah
dilakukan
oleh
instansi;
atau
pelepasan
Kawasan
Hutan atau
Pinjam Pakai
Kawasan
Hutan dalam
pengadaan
tanah
dilakukan
oleh swasta
159. Pasal 10 Ketentuan Pasal 10 Dalam rangka
Undang-Undang mewujudkan
Tanah untuk Pengadaan Tanah kemandirian energi
Kepentingan Bagi Pembangunan dan terlepas dari
Umum Untuk Kepentingan beban import BBM.
sebagaimana
Umum diubah
dimaksud dalam sehingga berbunyi
pasal 4 ayat (1) sebagai berikut:
digunakan untuk
pembangunan:
“Tanah untuk
(1) P
Kepentingan Umum
ertanahan dan
sebagaimana
keamanan
dimaksud dalam
nasional;
Pasal 4 ayat (1)
(2) J
digunakan untuk
alan umum,

1352
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
jalan tol pembangunan :
terowongan, a. pertanahan
jalur kereta
dan keamanan
api, stasiun
kereta api dan nasional;
fasilitas b. jalan umum,
operasi kereta
api; jalan tol
(3) w terowongan,
aduk,
jalur kereta
bendungan,
bendung, api, stasiun
irigasi, saluran kereta api dan
air dan
sanitasi dan fasilitas
bangunan operasi kereta
pengairan
api;
lainnya;
(4) p c. waduk,
elabuhan, bendungan,
bandar udara
dan terminal; bendung,
(5) i irigasi, saluran
nfrastruktur
air dan
minyak, gas
dan panas sanitasi dan
bumi; bangunan
(6) p
embangkit, pengairan
transmisi, lainnya;
gardu,
d. pelabuhan,
jaringan, dan
distribusi bandar udara,
tenaga listrik; dan terminal;
(7) j
aringan e. infrastruktur
telekomunikasi minyak, gas,
dan
dan panas
informatika
pemerintah; bumi;
(8) t f. pembangkit,
empat

1353
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
pembuangan transmisi,
dan
gardu,
pengolahan
sampah; jaringan, dan
(9) r distribusi
umah sakit
pemerintah / tenaga listrik;
pemerintah g. jaringan
daerah ;
telekomunikas
(10) f
asilitas i dan
keselamatan informatika
umum;
(11) t pemerintah;
empat h. tempat
pemakaman
pembuangan
umum
pemerintah / dan
pemerintah pengolahan
daerah;
(12) f sampah;
asilias sosial, i. rumah sakit
fasilitas umum
Pemerintah
dan ruang
terbuka hijau Pusat atau
publik; Pemerintah
(13) c
agar alam dan Daerah ;
cagar budaya; j. fasilitas
(14) K
keselamatan
antor
Pemerintah / umum;
Pemerintah k. tempat
Daerah /
Desa; pemakaman
(15) p umum
enataan
Pemerintah
pemukiman
kumuh Pusat atau
perkotaan dan Pemerintah
/ atau
konsolidasi

1354
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
tanah serta Daerah;
perumahan
l. fasilias sosial,
untuk
masyarakat fasilitas umum
berpenghasila dan ruang
n rendah
dengan status terbuka hijau
sewa; publik;
(16) p
m. cagar alam
rasarana
pendidikan dan cagar
atau sekolah budaya;
Pemerintah /
Pemerintah n. Kantor
Daerah; Pemerintah
(17) p
Pusat,
rasarana
olahraga Pemerintah
Pemerintah / Daerah, atau
Pemerintah
Daerah; Desa;
(18) p o. penataan
asar umum
pemukiman
dan lapangan
parkir umum kumuh
perkotaan
dan/atau
konsolidasi
tanah serta
perumahan
untuk
masyarakat
berpenghasila
n rendah
dengan status
sewa;
usulan kadin:

1355
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
penataan
pemukiman
kumuh
perkotaan
dan/atau
konsolidasi
tanah serta
rumah umum,
rumah khusus
dan penataan
permukiman
kumuh untuk
masyarakat
berpenghasilan
rendah dengan
status sewa;

p. prasarana
pendidikan
atau sekolah
Pemerintah
Pusat atau
Pemerintah
Daerah;
q. prasarana
olahraga
Pemerintah
Pusat atau
Pemerintah
Daerah;
r. pasar umum
dan lapangan
parkir umum;
s. Kawasan

1356
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
Industri Hulu
dan Hilir
Minyak dan
Gas;
t. Kawasan
Ekonomi
Khusus yang
diprakarsai
dan dikuasai
oleh
Pemerintah
Pusat,
pemerintah
daerah,
BUMN, atau
BUMD;
u. Kawasan
Industri yang
diprakarsai
dan dikuasai
oleh
Pemerintah
Pusat,
pemerintah
daerah,
BUMN, atau
BUMD;
v. Kawasan
Pariwisata

1357
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
yang
diprakarsai
dan dikuasai
oleh
Pemerintah
Pusat,
pemerintah
daerah,
BUMN, atau
BUMD; dan
w. Kawasan
lainnya yang
diprakarsai
dan dikuasai
oleh
Pemerintah
Pusat,
pemerintah
daerah,
BUMN, atau
BUMD”.
(2) Pengadaan
tanah untuk
proyek
prakarsa
atau usulan
badan usaha
sebagaimana
diatur dalam

1358
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
peraturan
perundang-
undangan
terkait
dengan
kerjasama
antara badan
usaha
termasuk
dalam
lingkup
tanah untuk
kepentingan
umum.

160. Pasal 14 Ketentuan Pasal 14 (1) Penyertaan


Undang-Undang kementerian yang
(1) Instansi yang Pengadaan Tanah membidangi
memerlukan
Bagi Pembangunan urusan
tanah Untuk Kepentingan pemerintahan di
membuat Umum diubah, bidang
perencanaan sehingga berbunyi pertanahan
Pengadaan sebagai berikut: dimaksudkan
Tanah untuk
untuk
Kepentingan
(1) Instansi yang penyempurnaan
Umum
isi dari dokumen
menurut memerlukan perencanaan dan
ketentuan
tanah dapat
peraturan
dilaksanakan
perundangun membuat
dengan baik.
dangan.
perencanaan (2) Selama ini secara
(2) Perencanaan program dan
Pengadaan
Pengadaan anggaran
Tanah untuk Tanah untuk tanggung jawab
Kepentingan Kepentingan penyusunan

1359
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
Umum Umum dengan DPPT (Dokumen
sebagaimana Perencanaan
melibatkan
dimaksud Pengadaan
pada ayat (1) kementerian/le Tanah) dilakukan
didasarkan mbaga yang secara mandiri
atas Rencana oleh instansi yang
Tata Ruang menyelenggara memerlukan
Wilayah dan kan urusan tanah. Walaupun
prioritas dalam
pemerintahan
pembangunan pelaksanaannya
yang di bidang instansi tersebut
tercantum pertanahan dapat meminta
dalam batuan BPN
Rencana sesuai dengan setempat, namun
Pembangunan ketentuan karena tidak
Jangka tertuang dalam
peraturan
Menengah, aturan maka
Rencana perundang- tanggung jawab
Strategis, undangan. program dan
Rencana Kerja anggaran tidak
Pemerintah (2) Perencanaan dapat diberikan
Instansi yang Pengadaan kepada BPN
bersangkutan. secara langsung
Tanah untuk
Kepentingan
Umum
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (1)
didasarkan
atas Rencana
Tata Ruang
Wilayah dan
prioritas
pembangunan
yang tercantum

1360
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
dalam Rencana
Pembangunan
Jangka
Menengah,
Rencana
Strategis,
Rencana Kerja
Pemerintah/Ins
tansi yang
bersangkutan.

161. Pasal 19 Ketentuan Pasal 19 Perlu adanya norma


Undang-Undang tambahan pasal
(1) Konsultasi Pengadaan Tanah yang
Publik Bagi Pembangunan mengamanatkan
rencana Untuk Kepentingan adanya Standar
pembangunan
Umum diubah Umum sosialisasi
sebagaimana sehingga berbunyi yang wajib
dimaksud sebagai berikut: dilakukan agar
dalam Pasal
(1) Konsultasi Publik berjalan efektif dan
18 ayat (3) efisien, dengan
rencana
dilaksanakan mempertimbangkan
pembangunan
untuk luasan wilayah
sebagaimana
mendapatkan
dimaksud dalam proyek dan jumlah
kesepakatan
Pasal 18 ayat (3) Kepala Keluarga
lokasi rencana terdampak
dilaksanakan
pembangunan
untuk
dari Pihak
mendapatkan
yang Berhak.
kesepakatan
(2) Konsultasi lokasi rencana
Publik pembangunan
sebagaimana dari Pihak yang
dimaksud Berhak,
pada ayat (1) pengelola, dan
dilakukan pengguna asset.
dengan
(2) Konsultasi Publik
melibatkan

1361
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
Pihak yang sebagaimana
Berhak dan dimaksud pada
masyarakat ayat (1)
yang terkena dilakukan
dampak serta dengan
dilaksanakan melibatkan Pihak
di tempat yang Berhak dan
rencana masyarakat yang
pembangunan terkena dampak
Kepentingan serta
Umum atau di dilaksanakan di
tempat yang tempat rencana
disepakati. pembangunan
untuk
(3) Pelibatan
Kepentingan
Pihak yang
Umum atau di
Berhak
tempat yang
sebagaimana
disepakati.
dimaksud
pada ayat (2) (3) Pelibatan Pihak
dapat yang Berhak
dilakukan sebagaimana
melalui dimaksud pada
perwakilan ayat (2) dapat
dengan surat dilakukan
kuasa dari melalui
dan oleh perwakilan
Pihak yang dengan surat
Berhak atas kuasa dari dan
lokasi rencana oleh Pihak yang
pembangunan Berhak atas
lokasi rencana
(4) Kesepakatan
pembangunan
sebagaimana
dimaksud (4) Kesepakatan
pada ayat (1) sebagaimana
dituangkan dimaksud pada
dalam bentuk ayat (1)
berita acara dituangkan
kesepakatan dalam bentuk
berita acara
(5) Atas dasar
kesepakatan.
kesepakatan

1362
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
sebagaimana (5) Atas dasar
dimaksud kesepakatan
pada ayat (7), sebagaimana
Instansi yang dimaksud pada
memerlukan ayat (4), Instansi
tanah yang
mengajukan memerlukan
permohonan tanah
penetapan mengajukan
lokasi kepada permohonan
gubernur. penetapan lokasi
kepada gubernur.
(6) Gubernur
menetapkan (6) Gubernur
lokasi menetapkan
sebagaimana lokasi
dimaksud sebagaimana
pada ayat (5) dimaksud pada
dalam waktu ayat (5) dalam
paling lama waktu paling
14 (empat lama 14 (empat
belas) hari belas) hari kerja
kerja terhitung sejak
terhitung diterimanya
sejak pengajuan
diterimanya permohonan
pengajuan penetapan oleh
permohonan Instansi yang
penetapan memerlukan
oleh Instansi tanah.
yang (7) Dalam hal Pihak
memerlukan yang Berhak,
tanah. pengelola, atau
pengguna aset
tidak menghadiri
konsultasi publik
setelah diundang
3 (tiga) kali
secara patut,
dianggap
menyetujui
rencana

1363
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
pembangunan
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (1).
(8) Ketentuan lebih
lanjut mengenai
Konsultasi Publik
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (1) diatur
dengan Peraturan
Pemerintah.

162. Norma Baru Pasal 19A Sebagai alternatif


dalam pengadaan
(1) Dalam rangka
tanah bagi
efisiensi dan
pembangunan
efektifitas,
untuk kepentingan
pengadaan tanah
umum skala kecil ≤
untuk
5 Ha dapat
kepentingan
dilakukan melalui
umum yang
jual beli lahan
luasnya tidak
secara langsung
lebih dari 5 (lima)
atau dilakukan
hektar, dapat
berdasarkan UU
dilakukan
2/2012
langsung oleh
instansi yang
memerlukan
tanah dengan
pihak yang
berhak.
(2) Pengadaan tanah
untuk
kepentingan
umum yang
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (1) harus
sesuai dengan
kesesuaian tata
ruang wilayah.

1364
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan

163. Norma Baru Pasal 19B


Dalam hal
pengadaan tanah
untuk kepentingan
umum yang luasnya
kurang dari 5 (lima)
hektar antara pihak
yang berhak dengan
instansi yang
memerlukan tanah
sebagaimana
dimaksud dalam
Pasal 19A ayat (1),
penetapan lokasi
dilakukan oleh
Bupati/Walikota

164. Norma Baru Pasal 19C


Setelah penetapan
lokasi pengadaan
tanah tidak
diperlukan lagi
persyaratan
(1) kesesuaian
tata ruang;
(2) pertimbangan
teknis;
(3) diluar
kawasan
hutan dan
diluar
kawasan
pertambangan
;
(4) diluar
kawasan
gambut/sepad
an pantai;
(5) analisis

1365
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
mengenai
dampak
lingkungan
hidup

165. Pasal 24 Ketentuan Pasal 24 (1) Jangka waktu


Penetapan lokasi Undang-Undang berlakunya
Pengadaan Tanah Penlok sekaligus
pembangunan
Bagi Pembangunan diberikan 3 (tiga)
untuk
Untuk Kepentingan tahun
Kepentingan
Umum diubah (2) dapat
Umum diberikan
sehingga berbunyi
sebagaimana perpanjangan
dimaksud dalam sebagai berikut: waktu tanpa
Pasal 19 ayat (6) (1) Penetapan lokasi memulai proses
atau Pasal 22 pembangunan dari awal
ayat (1) diberikan untuk
dalam waktu 2 Kepentingan
(dua) tahun dan Umum
dapat sebagaimana
diperpanjang dimaksud dalam
paling lama 1 Pasal 19 ayat (6)
(satu) tahun. atau Pasal 22
ayat (1) diberikan
untuk jangka
waktu 3 (tiga)
tahun dan dapat
diperpanjang 1
(satu) kali untuk
1 (satu) tahun
dengan
melampirkan
surat keputusan
penetapan lokasi.
(2) Permohonan
Perpanjangan
waktu penetapan
lokasi
disampaikan
sekurang-
kurangnya 6

1366
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
(enam) bulan
sebelum masa
berlaku
penepatan lokasi
berakhir.

166. Pasal 28 Ketentuan Pasal 28 Selama ini terdapat


Undang-Undang kendala sumber
(1) Inventarisasi
Pengadaan Tanah daya dalam
dan
Bagi Pembangunan melakukan
identifikasi
Untuk Kepentingan pengumpulan data-
penguasaan,
Umum diubah data yuridis baik
pemilikan,
sehingga berbunyi terkait subyek
penggunaan,
sebagai berikut: maupun obyek
dan
pengadaan tanah,
pemanfaatan (1) Inventarisasi dan
sehingga diperlukan
tanah identifikasi
dukungan dari
sebagaimana penguasaan,
surveyor berlisensi
dimaksud pemilikan,
penggunaan, dan dalam melakukan
dalam Pasal
pengumpulan data-
27 ayat (2) pemanfaatan
data tersebut
huruf a tanah
meliputi sebagaimana
kegiatan: dimaksud dalam
a. pengukura Pasal 27 ayat (2)
n dan huruf a meliputi
pemetaan kegiatan:
bidang per (1) pengukuran
bidang dan pemetaan
tanah; dan bidang per
b. pengumpul bidang tanah;
an data dan
Pihak yang (2) pengumpulan
Berhak dan data Pihak
Objek yang Berhak
Pengadaan dan Objek
Tanah. Pengadaan
(2) Inventarisasi Tanah.
dan (2) Inventarisasi dan
identifikasi identifikasi

1367
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
penguasaan, penguasaan,
pemilikan, pemilikan,
penggunaan, penggunaan, dan
dan pemanfaatan
pemanfaatan tanah
tanah sebagaimana
sebagaimana dimaksud pada
dimaksud ayat (1)
pada ayat (1) dilaksanakan
dilaksanakan dalam waktu
dalam waktu paling lama 30
paling lama 30 (tiga puluh) hari
(tiga puluh) kerja.
hari kerja. (3) Pengumpulan
data Pihak yang
Berhak dan Objek
Pengadaan Tanah
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (1) huruf b
dapat dilakukan
oleh surveyor
berlisensi.

167. Pasal 34 Ketentuan Pasal a. Dengan hadirnya


34 Undang- penilai pada saat
(1) Nilai Ganti Undang musyawarah
Kerugian Pengadaan maka diharapkan
yang dinilai Tanah Bagi dapat
oleh Penilai
Pembangunan memberikan
sebagaimana Untuk informasi dasar
dimaksud Kepentingan penilaian
dalam Pasal Umum diubah besarnya nilai
33
sehingga ganti rugi, hal ini
merupakan berbunyi sebagai dapat
nilai pada berikut: menimbulkan
saat (1) Nilai Ganti efek psikologis
pengumuman Kerugian yang yang baik dalam
penetapan
dinilai oleh rangka untuk
lokasi Penilai mendukung
pembanguna sebagaimana

1368
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
n untuk dimaksud dalam pelaksanaan
Kepentingan Pasal 33 pemberian ganti
Umum merupakan nilai kerugian.
sebagaimana pada saat b. Memberikan
dimaksud pengumuman pendampingan
dalam Pasal penetapan lokasi ketua pelaksana
26. pembangunan pengadaan tanah
(2) Besarnya untuk apabila terdapat
nilai Ganti Kepentingan
pertanyaan
Kerugian Umum terkait penilaian
berdasarkan sebagaimana ganti kerugian
hasil dimaksud dalam dari masyarakat.
penilaian Pasal 26.
Penilai (2) Besarnya nilai
sebagaimana Ganti Kerugian
dimaksud berdasarkan
pada ayat (1) hasil penilaian
disampaikan Penilai
kepada sebagaimana
Lembaga dimaksud pada
Pertanahan ayat (1)
dengan berita disampaikan
acara. kepada Lembaga
(3) Nilai Ganti Pertanahan
Kerugian disertai dengan
berdasarkan berita acara.
hasil (3) Nilai Ganti
penilaian Kerugian
Penilai berdasarkan
sebagaimana hasil penilaian
dimaksud Penilai
pada ayat (2) sebagaimana
menjadi dimaksud pada
dasar ayat (2) menjadi
musyawarah dasar
penetapan musyawarah
Ganti penetapan Ganti
Kerugian. Kerugian.
(4) Musyawarah
penetapan Ganti
Kerugian
sebagaimana

1369
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
dimaksud pada
ayat (3)
dilaksanakan
oleh Ketua
Pelaksana
Pengadaan
Tanah bersama
dengan Penilai
dengan para
pihak yang
berhak.

168. Pasal 36 Ketentuan Pasal 36 Perlu didorong


Undang-Undang adanya regulasi
Pemberian Ganti Pengadaan Tanah yang mengatur
Kerugian dapat
Bagi Pembangunan mengenai
diberikan dalam Untuk Kepentingan penggantian rugi
bentuk: Umum diubah berupa kepemilikan
(1) u sehingga berbunyi saham dan lahan
ang; sebagai berikut: pengganti.
(2) t
(1) Pemberian
anah
Ganti Kerugian
pengganti; dapat diberikan
(3) p dalam bentuk:
ermukiman a. uang;
kembali;
b. tanah
(4) k pengganti;
epemilikan c. permukim
saham; atau an
(5) b kembali;
entuk lain
d. kepemilik
yang disetujui an saham;
oleh kedua atau
belah pihak e. bentuk
lain yang
disetujui
oleh
kedua
belah
pihak.
(2) Ketentuan
lebih lanjut

1370
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
mengenai
Pemberian
Ganti
Kerugian
dalam bentuk
tanah
pengganti,
pemukiman
kembali,
kepemilikan
saham atau
bentuk
lainnya
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)
diatur dengan
Peraturan
Pemerintah

169. Pasal 42 Ketentuan Pasal 42 Banyak pengadilan


hal Undang Undang negeri yang tidak
(1) Dalam
yang Pengadaan Tanah bersedia menerima
Pihak
Bagi Pembangunan penitipan uang ganti
berhak
Untuk Kepentingan kerugian.
menolak
bentuk dan / Umum diubah
sehingga berbunyi
atau
sebagai berikut:
besarnya
ganti (1) Dalam hal Pihak
kerugian yang berhak
berdasarkan menolak bentuk
hasil dan/atau
musyawarah besarnya ganti
sebagaimana kerugian
dimaksud berdasarkan
dalam pasal hasil
37, atau musyawarah
putusan sebagaimana
pengadilan dimaksud dalam
negeri / Pasal 37, atau
Mahkamah putusan

1371
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
Agung pengadilan
sebagaimana negeri /
dimaksud Mahkamah
dalam pasal Agung
38, ganti sebagaimana
kerugian dimaksud dalam
dititipkan di Pasal 38, ganti
pengadilan kerugian
negeri dititipkan di
setempat. pengadilan
(2) Penitipan negeri setempat.
ganti (2) Penitipan ganti
kerugian kerugian selain
selain sebagaimana
sebagaimana dimaksud pada
dimaksud ayat (1), juga
pada ayat (1), dilakukan juga
juga terhadap:
dilakukan (1) Pihak
terhadap: yang berhak
(1) menerima
Pihak ganti kerugian
yang tidak
berhak diketahui
menerima keberadaanny
ganti a; atau
kerugian (2) Obyek
tidak pengadaan
diketahui tanah yang
keberadaa akan
nnya, atau diberikan
(2) Obyek ganti
pengadaan kerugian:
tanah 1. sedang
yang akan menjadi
diberikan obyek
ganti perkara di
kerugian: pengadilan;
1. sedang 2. masih
menjad dipersengke
i obyek takan
perkara kepemilika

1372
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
di nnya;
pengad 3. diletakkan
ilan. sita oleh
2. masih pejabat
diperse yang
ngketa berwenang;
kan atau
kepemil 4. menjadi
ikanny jaminan di
a. Bank;
3. diletak (3) Pengadilan
kan Negeri paling
sita lama dalam
oleh waktu 14 (empat
pejabat belas) hari kerja
yang wajib menerima
berwen penitipan ganti
ang, kerugian
atau sebagaimana
4. menjad dimaksud pada
i
ayat (1) dan ayat
jamina (2).
n di
Bank.

170. Pasal 46 Ketentuan Pasal 46 a. Khusus untuk


Undang-Undang Ruislag Tanah
(1) Pelepasan
Pengadaan Tanah Wakaf tetap
Objek
Bagi Pembangunan menggunakan
Pengadaan
Untuk Kepentingan tanah/bangunan
Tanah
Umum diubah pengganti
sebagaimana
sehingga berbunyi sebagaimana
dimaksud
sebagai berikut: diatur dalam UU
dalam Pasal
41/2004 dan PP
45 ayat (1) (1) Pelepasan Objek
25/2018. Hal ini
dan ayat (2) Pengadaan
ditolak karena
tidak Tanah
khawatir
diberikan sebagaimana
menimbulkan
Ganti dimaksud dalam
resistensi dan
Kerugian, Pasal 45 ayat (1)
keresahan
kecuali: dan ayat (2)
organisasi
a. Objek tidak diberikan
keagamaan

1373
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
Pengadaan Ganti Kerugian, b. Pelepasan Tanah
Tanah kecuali: Kas Desa bisa
yang telah diberikan dalam
a. Objek
berdiri bentuk uang
Pengadaan
bangunan (bukan tanah
Tanah yang
yang pengganti) untuk
telah berdiri
dipergunak percepatan
bangunan
an secara proyek prioritas
yang
aktif untuk Pemerintah
dipergunakan
penyelengg secara aktif
araan untuk
tugas penyelenggara
pemerinta an tugas
han; pemerintahan;
b. Objek b. Objek
Pengadaan Pengadaan
Tanah Tanah yang
yang dimiliki/dikua
dimiliki/di sai oleh
kuasai Badan Usaha
oleh Badan Milik
Usaha Negara/Badan
Milik Usaha Milik
Negara/Ba Daerah;
dan Usaha
Milik c. Objek
Daerah; Pengadaan
dan/atau Tanah kas
desa;
c. Objek dan/atau
Pengadaan
Tanah kas (2) Ganti Kerugian
desa. atas Objek
Pengadaan
(2) Ganti Tanah
Kerugian sebagaimana
atas Objek dimaksud pada
Pengadaan ayat (1) huruf a
Tanah dan huruf c
sebagaimana diberikan dalam
dimaksud bentuk tanah
pada ayat (1) dan/atau

1374
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
huruf a dan bangunan atau
huruf c relokasi.
diberikan (3) Ganti Kerugian
dalam atas objek
bentuk tanah Pengadaan
dan/atau Tanah
bangunan sebagaimana
atau relokasi. dimaksud pada
(3) Ganti ayat (1) huruf b
Kerugian dapat diberikan
atas objek dalam bentuk
Pengadaan sebagaimana
Tanah dimaksud dalam
sebagaimana Pasal 36.
dimaksud (4) Ganti Kerugian
pada ayat (1) atas Objek
huruf b Pengadaan
dapat Tanah Kas Desa
diberikan sebagaimana
dalam dimaksud pada
bentuk ayat (1) huruf c
sebagaimana dapat diberikan
dimaksud dalam bentuk
dalam Pasal sebagaimana
36. dimaksud dalam
(4) Nilai Ganti Pasal 36;
Kerugian (5) Nilai Ganti
sebagaimana Kerugian
dimaksud sebagaimana
pada ayat (2) dimaksud pada
dan ayat (3) ayat (2)
didasarkan
didasarkan atas
atas hasil hasil penilaian
penilaian Ganti Kerugian
Ganti sebagaimana
Kerugian dimaksud dalam
sebagaimana Pasal 34 ayat (2).
dimaksud (6) Nilai Ganti
dalam Pasal Kerugian
34 ayat (2). sebagaimana

1375
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
dimaksud pada
ayat (2) dan ayat
(3) didasarkan
atas hasil
penilaian Ganti
Kerugian
sebagaimana
dimaksud dalam
Pasal 34 ayat (2).
171. Pasal 52 Ketentuan Pasal 52 a. LMAN sebagai
Undang-Undang verifikator
(1) Pendanaan
Pengadaan Tanah dokumen dan
Pengadaan
Tanah untuk Bagi Pembangunan juru bayar. Hal
Untuk Kepentingan ini karena dalam
Kepentingan
Umum diubah UU 1,
Umum
sehingga berbunyi Kementerian
bersumber
sebagai berikut: Keuangan sebagai
dari
KPA bertanggung
Anggaran (1) Pendanaan
jawab dalam
Pendapatan Pengadaan Tanah
formil dan materil
dan Belanja untuk
Negara Kepentingan b. BPKP bertugas
(APBN) Umum bersumber sebagai pengawas
dan/atau dari Anggaran internal
Anggaran Pendapatan dan pelaksanaan
Pendapatan Belanja Negara pembangunan
dan Belanja (APBN) dan/atau yang dilakukan
Daerah Anggaran pemerintah
(APBD). Pendapatan dan c. Penyederhanaan
Belanja Daerah
(2) Dalam hal dokumen
(APBD).
Instansi prasyarat dan
yang (2) Dalam hal penggunaan
memerlukan Instansi yang sistem teknologi
tanah Badan memerlukan informasi akan
Hukum Milik tanah Badan diakomodir dalam
Negara/Bada Hukum Milik revisi Perpres 102
n Usaha Negara/Badan yang sedang
Milik Negara Usaha Milik dilakukan
yang Negara yang Kemenkeu
mendapatka mendapatkan d. Seluruh formulasi
n penugasan penugasan diatas telah

1376
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
khusus, khusus, dikomunikasikan
pendanaan pendanaan kemeneterian
bersumber bersumber dari keunagan dengan
dari internal internal BPKP
perusahaan perusahaan atau
atau sumber sumber lain
lain sesuai sesuai dengan
dengan ketentuan
ketentuan peraturan
peraturan perundang-
perundang- undangan.
undangan. (3) Penugasan
(3) Penugasan khusus
khusus sebagaimana
sebagaimana dimaksud pada
dimaksud ayat (2) sesuai
pada ayat (2) dengan
sesuai ketentuan
dengan peraturan
ketentuan perundang-
peraturan undangan.
perundang- (4) Dalam hal
undangan. sumber
pendanaan
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (2),
pemeriksaan
dilakukan oleh
kementerian
yang
menyelenggarak
an urusan
pemerintahan di
bidang
keuangan.

172. Penjelasan Pasal Penjelasan Pasal 40 Mengikuti rumusan


40 Undang-Undang PP 24/1997
Pengadaan Tanah
Subjek hak yang Bagi Pembangunan
dapat diganti

1377
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
rugi adalah Untuk Kepentingan
Umum diubah,
(1) pemegang
atas sehingga berbunyi
hak
sebagai berikut:
tanah;
(2) pemegang
hak Pemberian Ganti
pengelolaan; Kerugian pada
prinsipnya harus
(3) nadzir, untuk diserahkan langsung
tanah wakaf; kepada Pihak yang
(4) pemilik tanah Berhak atas ganti
bekas milik kerugian. Apabila
adat; berhalangan, pihak
yang Berhak karena
(5) masyarakat
hukum dapat
hukum adat;
memberikan kuasa
(6) pihak yang kepada pihak lain
menguasai atau ahli waris.
tanah negara Penerima kuasa
dengan itikad hanya dapat
baik antara menerima kuasa
lain tanah dari satu orang yang
terlantar, berhak atas Ganti
tanah bekas Kerugian. Yang
hak barat; berhak antara lain:
(7) pemegang a. pemegang hak
dasar atas tanah;
penguasaan
b. pemegang hak
atas tanah;
dan/atau pengelolaan;
(8) pemilik c. nadzir, untuk
bangunan, tanah wakaf;
tanaman
atau benda d. pemilik tanah
lain yang bekas milik
berkaitan
adat;
dengan
tanah. e. masyarakat
hukum adat;

1378
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
f. pihak yang
menguasai
tanah negara
dengan itikad
baik antara lain
tanah terlantar,
tanah bekas
hak barat.
Itikad baik
terhadap pihak
yang menguasai
tanah negara
sebagaimana
dimaksud
penjelasan pasal
40 huruf (f)
adalah :
1. penguasaan
dilakukan
dengan tidak
melawan
hukum;
2. tidak ada
keberatan
dari
Masyarakat
Hukum Adat,
kelurahan/d
esa atau
yang disebut
dengan nama
lain, atau

1379
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
pihak lain
atas
penguasaan
Tanah baik
sebelum
maupun
selama
pengumuma
n
berlangsung;
dan
3. penguasaan
dibuktikan
dengan
kesaksian
dari 2 (dua)
orang saksi
yang dapat
dipercaya;

g. pemegang dasar
penguasaan
atas tanah;
dan/atau
h. pemilik
bangunan,
tanaman atau
benda lain yang
berkaitan
dengan tanah.

1380
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan

Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan

1. Pasal 15 Ketentuan Pasal 15 1. Terdapat isu


Undang-Undang berupa:
(1) Pengukuhan
Kehutanan diubah
kawasan a. Proses
sehingga berbunyi
hutan pengukuhan
sebagai berikut:
sebagaimana /penetapan
dimaksud (1) Pengukuhan kawasan
dalam Pasal kawasan hutan hutan lama
14 dilakukan sebagaimana dan rumit.
melalui proses dimaksud dalam b. Belum
sebagai Pasal 14
terintegrasiny
berikut: dilakukan a peta
melalui proses:
a. penunjuka kawasan
n kawasan a. penunjukan hutan dengan
hutan; kawasan kebijakan tata
hutan; ruang
b. penataan
nasional.
batas b. penataan batas
kawasan kawasan c. Tata ruang
hutan; hutan; nasional
belum menjadi
c. pemetaan c. pemetaan
tujuan utama
kawasan kawasan
dari
hutan; dan hutan; dan
penetapan
d. penetapan d. penetapan kawasan
kawasan kawasan hutan.
hutan. hutan.
2. Hal tersebut akan
(2) Pengukuhan (2) Pengukuhan memberikan
kawasan kawasan hutan dampak berupa:
hutan sebagaimana
a. Tidak
sebagaimana dimaksud pada
memberikan
dimaksud ayat (1)
kepastian
pada ayat (1) dilakukan
hukum
dilakukan dengan
berupa
dengan memperhatikan
kepastian
memperhatika rencana tata
lokasi usaha
n rencana tata ruang wilayah.
bagi investor
ruang (3) Pengukuhan yang akan

1381
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
wilayah. kawasan hutan berusaha
dilakukan dengan
dengan memanfaatka
memanfaatkan n kawasan
teknologi hutan.
informasi serta b. Tidak
koordinat memberikan
geografis atau kepastian
satelit.
hukum bagi
(4) Pemerintah Pusat pemerintah
memprioritaskan dalam hal
percepatan alokasi
pengukuhan kebutuhan
kawasan hutan kawasan
sebagaimana hutan untuk
dimaksud pada program
ayat (1) pada prioritas
daerah yang nasional dan
strategis. pengembanga
n daerah.
(5) Ketentuan lebih
lanjut mengenai c. Menghambat
prioritas proses
percepatan pemberian izin
pengukuhan pinjam pakai
kawasan hutan kawasan
sebagaimana hutan dan
dimaksud pada pelepasan
ayat (3) diatur kawasan
dengan Peraturan hutan
Pemerintah. 3. Percepatan proses
pengukuhan/
penetapan
kawasan hutan
yang
mengedepankan
prinsip-prinsip
cepat dan
sederhana dengan
memanfaatkan
teknologi,

1382
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
koordinat
geografis/satelit.
4. Proses ini tanpa
menunggu tata
batas
(menghilangkan
proses
penunjukan dan
penataan batas)
Mengatur ulang
definisi hutan dan
kawasan hutan.
Catatan: Elaborasi
agar kelapa sawit
dapat termasuk
sebagai tanaman
hutan masih belum
dapat dilakukan
sehingga perlu ada
pembahasan di high
level internal (isu ini
penting karena
menentukan kebun
sawit merupakan
deforestasi)

2. Pasal 18 Ketentuan Pasal 18 1. Pemerintah


Undang-Undang menetapkan luas
(1) Pemerintah Kehutanan diubah kawasan hutan
menetapkan sehingga berbunyi untuk setiap
dan
sebagai berikut: propinsi dan
mempertahank kabupaten/kota
an kecukupan (1) Pemerintah Pusat
berdasarkan
luas kawasan menetapkan dan
kondisi biofisik,
hutan dan mempertahankan
iklim, penduduk,
penutupan kecukupan luas
dan keadaan
hutan untuk kawasan hutan
sosial ekonomi
setiap daerah dan penutupan
masyarakat
aliran sungai, hutan untuk
setempat.
dan atau setiap daerah
2. Kewajiban
pulau guna aliran sungai, dan
mempertahankan
optimalisasi atau pulau guna

1383
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
manfaat optimalisasi kawasan hutan
lingkungan, manfaat minimal 30% ini
manfaat sosial, lingkungan, sudah tidak
dan manfaat manfaat sosial, relevan dengan
ekonomi dan manfaat perkembangan
masyarakat ekonomi saat ini
setempat. masyarakat mengingat di
(2) Luas kawasan setempat. Pulau Jawa
hutan yang (2) Pemerintah Pusat sendiri, kawasan
harus Mengatur luas hutan sudah
dipertahankan kawasan yang kurang dari 30%.
sebagaimana harus 3. Perlu dipikirkan
dimaksud dipertahankan adanya penetapan
pada ayat (1) sesuai kondisi luasan kawasan
minimal 30% geografis DAS hutan dari
(tiga puluh dan/atau Pulau. Kementerian LHK
persen) dari (3) Ketentuan lebih untuk setiap
luas daerah lanjut mengenai provinsi sehingga
aliran sungai luas kawasan tidak berpatokan
dan atau hutan yang harus pada kewajiban
pulau dengan dipertahankan 30% (kawasan
sebaran yang termasuk pada hutan mengikuti
proporsional. wilayah yang kebutuhan
terdapat proyek masing-masing
strategis nasional provinsi)
diatur dengan 4. PP akan
Peraturan mengatur
Pemerintah mengenai:
Pemerintah
mengatur
pengecualian atas
kewajiban
mempertahankan
kecukupan luas
kawasan hutan
sebagaimana
dimaksud ayat (2)
untuk
kepentingan
infrastruktur
yang merupakan
proyek strategis

1384
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
nasional.

3. Pasal 19 Ketentuan Pasal 19 Untuk memberikan


Undang-Undang keleluasaan
(1) Perubahan
Kehutanan diubah Pemerintah untuk
peruntukan
fungsi sehingga berbunyi memutuskan
dan
sebagai berikut: perubahan
kawasan
peruntukan.
hutan (1) Perubahan
ditetapkan peruntukan dan Untuk menegaskan
oleh fungsi kawasan kewenangan
Pemerintah hutan ditetapkan masalah ini cukup
dengan oleh Pemerintah sampai Pemeritah
didasarkan Pusat dengan saja.
pada hasil mempertimbangk Selain itu,
penelitian an pada hasil perubahan
terpadu. penelitian peruntukan dan
(2) Perubahan terpadu. fungsi kawasan
peruntukan (2) Ketentuan hutan serta
kawasan mengenai tata penggunaan
hutan cara perubahan kawasan hutan yang
sebagaimana peruntukan
berdampak penting,
dimaksud kawasan hutan cakupan luas, dan
pada ayat (1) dan perubahan bernilai strategis
yang fungsi kawasan cukup sampai
berdampak hutan Pemeritah saja
penting dan sebagaimana (tidak sampai DPR).
cakupan yang dimaksud pada Disepakati adanya
luas serta ayat (1) dan ayat tambahan klausul
bernilai (2) diatur dengan pengecualian
strategis, Peraturan terhadap ketentuan
ditetapkan Pemerintah ini untuk
oleh mendukung Proyek
Pemerintah Strategis Nasional.
dengan
persetujuan
Dewan
Perwakilan
Rakyat.
(3) Ketentuan
tentang tata
cara

1385
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
perubahan
peruntukan
kawasan
hutan dan
perubahan
fungsi
kawasan
hutan
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)
dan ayat (2)
diatur dengan
Peraturan
Pemerintah.

4. Pasal 38 Ketentuan Pasal 38


Undang-Undang
(1) Penggunaan
Kehutanan diubah
kawasan
hutan untuk sehingga berbunyi
sebagai berikut:
kepentingan
pembangunan (1) Penggunaan
di luar kawasan hutan
kegiatan untuk
kehutanan kepentingan
hanya dapat pembangunan di
dilakukan di luar kegiatan
dalam kehutanan hanya
kawawan dapat dilakukan
hutan di dalam
produksi dan kawawan hutan
kawasan produksi dan
hutan lindung. kawasan hutan
(2) Penggunaan lindung.
kawasan (2) Penggunaan
hutan kawasan hutan
sebagaimana sebagaimana
dimaksud dimaksud pada
pada ayat (1) ayat (1) dapat
dapat dilakukan tanpa
dilakukan mengubah fungsi

1386
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
tanpa pokok kawasan
mengubah hutan.
fungsi pokok (3) Penggunaan
kawsan hutan. kawasan hutan
(3) Penggunaan dilakukan melalui
kawasan persetujuan
hutan untuk pinjam pakai oleh
kepentingan Pemerintah Pusat
pertambangan dengan
dilakukan mempertimbangk
melalui an batasan luas
pemberian izin dan jangka waktu
pinjam pakai tertentu serta
oleh Menteri kelestarian
dengan lingkungan.
mempertimba (4) Pada kawasan
ngkan batasan hutan lindung
luas dan dilarang
jangka waktu melakukan
tertentu serta penambangan
kelestarian dengan pola
lingkungan. pertambangan
(4) Pada kawasan terbuka.
hutan lindung (5) Dihapus
dilarang
melakukan
penambangan
dengan pola
pertambangan
terbuka.
Pemberian izin
pinjam pakai
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (3)
yang
berdampak
penting dan
cakupan yang
luas serta
bernilai
strategis

1387
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
dilakukan oleh
Menteri atas
persetujuan
Dewan
Perwakilan
Rakyat.

RUU Pertanahan (Bagian Keenam) Paragraf 1 Bank Tanah

1. Norma Baru Pasal … Pembentukan Bank


(1) Pemerintah Pusat Tanah dalam rangka
mempercepat proses
membentuk
bank pengadaan tanah
Badan
dalam rangka
tanah.
pembangunan
(2) Badan Bank
infrastruktur
Tanah
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (1)
merupakan
badan khusus
yang mengelola
tanah.
(3) Kekayaan Badan
Bank Tanah
merupakan
kekayaan negara
yang dipisahkan.
(4) Badan bank
tanah berfungsi
melaksanakan
perencanaan,
perolehan,
pengadaan,
pengelolaan,
pemanfaatan,
dan
pendistribusian
tanah.
Pasal …
Badan bank tanah
menjamin

1388
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
ketersediaan Tanah
dalam rangka
ekonomi
berkeadilan, untuk:
a. kepentingan
umum;
b. kepentingan
sosial;
c. kepentingan
pembangunan;
d. pemerataan
ekonomi;
e. konsolidasi
lahan; dan
f. Reforma Agraria

2. Norma Baru Pasal …


Badan Bank Tanah
dalam
melaksanakan tugas
dan wewenangnya
bersifat transparan
dan akuntabel.

3. Norma Baru Pasal …


Sumber kekayaan
Badan Bank Tanah
dapat berasal dari:
a. Anggaran
Pendapatan dan
Belanja Negara;
b. pendapatan
sendiri;
c. penyertaan
modal; dan
d. sumber lain yang
sah sesuai
dengan
ketentuan
peraturan
perundang-

1389
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
undangan.

4. Norma Baru Pasal …


(1) Tanah yang
dikelola Badan
Bank Tanah
diberikan hak
pengelolaan.
(2) Hak atas tanah
diatas hak
pengelolaan
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (1) dapat
diberikan hak
guna usaha, hak
guna bangunan
dan hak pakai.
(3) Jangka waktu
hak atas tanah
diatas hak
pengelolaan
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (2) diberikan
jangka waktu
selama 90
(Sembilan puluh)
tahun.
(4) Dalam rangka
mendukung
investasi,
pemegang hak
pengelolaan
Badan bank
tanah diberikan
kewenangan
untuk: mengatur
a. melakukan
penyusunan
rencana

1390
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
zonasi ;
b. membantu
memberikan
kemudahan
perizinan;
c. melakukan
pengadaan
tanah baik;
d. kebijakan
fiskal; dan
e. menentukan
tarif
pelayanan.

5. Norma Baru Pasal …


Ketentuan lebih
lanjut mengenai
pembentukan badan
Bank Tanah diatur
dengan Peraturan
Pemerintah.

6. Norma Baru Pasal …


Penguatan Hak Hak Pengelolaan
Pengelolaan adalah Hak
Menguasai dari
Negara yang
kewenangan
pelaksanaannya
sebagian
dilimpahkan kepada
pemegang haknya.

7. Norma Baru Pasal …


(1) Sebagian
kewenangan
Hak Menguasai
dari Negara

1391
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
berupa Tanah
dapat diberikan
Hak Pengelolaan
kepada:
(1) instans
i Pemerintah
Pusat;
(2) Pemeri
ntah Daerah;
(3) Bank
Tanah;
(4) Badan
Usaha Milik
Negara/Badan
Usaha Milik
Daerah,
Badan Hukum
Milik
Negara/Daera
h; atau
(5) Badan
Hukum yang
ditunjuk oleh
Pemerintah
Pusat.
(2) Hak Pengelolaan
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (1)
memberikan
kewenangan
untuk:
(1) menyus
un rencana
peruntukan,
penggunaan,
dan
pemanfaatan
Tanah sesuai
dengan
rencana tata
ruang;

1392
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
(2) menggu
nakan dan
memanfaatka
n seluruh
atau sebagian
Tanah Hak
Pengelolaan
untuk
digunakan
sendiri atau
dikerjasamaka
n dengan
pihak ketiga;
(3) menent
ukan tarif dan
menerima
uang
pemasukan/g
anti rugi
dan/atau
uang wajib
tahunan dari
pihak ketiga
sesuai dengan
perjanjian.
(3) Pemberian Hak
Pengelolaan
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (1) diberikan
atas Tanah
Negara dengan
keputusan
pemberian hak di
atas Tanah
Negara.
(4) Dalam keadaan
tertentu, menteri
yang
menyelenggaraka
n urusan
pemerintahan di

1393
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
bidang
pertanahan dapat
mengambil
kebijakan terkait
Hak Pengelolaan.
(5) Hak Pengelolaan
dapat dilepaskan
kepada pihak
yang memenuhi
syarat

8. Norma Baru Pasal …


(1) Penyerahan
pemanfaatan
bagian Tanah
Hak Pengelolaan
kepada pihak
ketiga
sebagaimana
dimaksud dalam
Pasal …. ayat …..
dilakukan
dengan
perjanjian
pemanfaatan
Tanah.
(2) Di atas Tanah
Hak Pengelolaan
yang
pemanfaatannya
diserahkan
kepada pihak
ketiga baik
sebagian atau
seluruhnya,
dapat diberikan
di atasnya
dengan Hak
Guna Usaha,
Hak Guna
Bangunan,
dan/atau Hak

1394
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
Pakai sesuai
dengan
ketentuan
peraturan
perundang-
undangan.
(3) Dalam keadaan
tertentu,
pemegang Hak
Pengelolaan
dapat
memberikan
rekomendasi
pemberian Hak
Atas Tanah
pertama kali dan
perpanjangan
diberikan
sekaligus atas
persetujuan
Menteri.
(4) Dalam hal Hak
Atas Tanah yang
berada di atas
Hak Pengelolaan
telah berakhir,
tanahnya
kembali menjadi
Tanah Hak
Pengelolaan.

9. Norma Baru Pasal …


(1) Dalam keadaan
tertentu, menteri
yang
menyelenggaraka
n urusan
pemerintahan di
bidang
pertanahan dapat
membatalkan

1395
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
dan/atau
mencabut Hak
Pengelolaan
sebagian atau
seluruhnya.
(2) Tata cara
pembatalan Hak
Pengelolaan
dilaksanakan
sesuai dengan
ketentuan
peraturan-
perundang-
undangan.

10. Norma Baru Pasal …


(1) Dalam hal bagian
bidang Tanah
Hak Pengelolaan
diberikan dengan
Hak Milik, bagian
bidang Tanah
Hak Pengelolaan
tersebut hapus
dengan
sendirinya.
(2) Hak Milik
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (1), hanya
diberikan untuk
keperluan rumah
umum dan
keperluan
transmigrasi.

11. Norma Baru Pasal …


Dalam rangka
pengendalian
pemanfaatan hak
atas tanah di atas

1396
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
hak pengelolaan,
dalam waktu
tertentu dilakukan
evaluasi
pemanfaatan hak
atas tanah.

12. Norma Baru Pasal …


Ketentuan mengenai
Hak Pengelolaan
diatur dalam
Peraturan
Pemerintah.

13. Norma Baru Pasal …


Hak Milik atas
Satuan Rumah
Susun yang
selanjutnya disebut
Hak Milik Sarusun
adalah hak
kepemilikan atas
satuan rumah
susun yang bersifat
perseorangan yang
terpisah dengan hak
bersama atas bagian
bersama, benda
bersama, dan tanah
bersama.

14. Norma Baru Pasal …


a. Hak Milik
Sarusun dapat
diberikan
kepada:
(1) warga negara
Indonesia;
(2) badan hukum

1397
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
Indonesia;
(3) warga negara
asing yang
mempunyai
izin sesuai
ketentuan
peraturan
perundang-
undangan;
(4) badan hukum
asing yang
mempunyai
perwakilan di
Indonesia; dan
(5) perwakilan
negara asing
dan lembaga
internasional
yang berada
atau
mempunyai
perwakilan di
Indonesia
b. Rumah susun
dapat dibangun
di atas Tanah:
a. Hak Guna
Bangunan
atau Hak
Pakai di atas
Tanah Negara;
atau
b. Hak Guna
Bangunan
atau Hak
Pakai di atas
Tanah Hak
Pengelolaan.
c. Hak Milik
Sarusun dapat
beralih atau
dialihkan dan

1398
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
dijaminkan.
d. Hak Milik
Sarusun
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (3) dapat
dijaminkan
dengan dibebani
hak tanggungan
sesuai dengan
ketentuan
peraturan
perundang-
undangan.
e. Pemberian Hak
Guna Bangunan
bagi rumah
susun dapat
diberikan
sekaligus dengan
perpanjangan
haknya, setelah
mendapat
sertifikat laik
fungsi.

15. Norma Baru Pasal …


(1) Tanah atau
ruang yang
terbentuk pada
ruang atas
dan/atau bawah
Tanah dan
digunakan untuk
kegiatan tertentu
dapat diberikan
hak guna
bangunan, hak
pakai, atau hak
pengelolaan.
(2) Batas
kepemilikan

1399
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
Tanah pada
ruang atas Tanah
oleh pemegang
hak atas
tanahnya
diberikan sesuai
dengan koefisien
dasar bangunan,
koefisien lantai
bangunan, dan
rencana tata
ruang yang
ditetapkan sesuai
dengan
ketentuan
peraturan
perundang-
undangan.
(3) Batas
kepemilikan
Tanah pada
ruang bawah
Tanah oleh
pemegang hak
atas tanahnya
diberikan sesuai
dengan batas
kedalaman
pemanfaatan
yang diatur
sesuai dengan
ketentuan
peraturan
perundang-
undangan.
(4) Penggunaan dan
pemanfaatan
Tanah pada
ruang atas
dan/atau bawah
Tanah oleh
pemegang hak

1400
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
yang berbeda,
dapat diberikan
Hak Guna
Bangunan, Hak
Pakai, atau Hak
Pengelolaan.
(5) Ketentuan lebih
lanjut mengenai
penggunaan
Tanah pada
ruang atas Tanah
dan/atau ruang
di bawah Tanah
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (1) sampai
dengan ayat (4)
diatur dengan
Peraturan
Presiden

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2019 Tentang Sistem Budi


Daya Pertanian Berkelanjutan

1. Pasal 19 Ketentuan Pasal 19


Undang-Undang
(1) Setiap Orang
Sistem Budi Daya
dilarang
Pertanian
mengalihfungs
Berkelanjutan
ikan Lahan
diubah, sehingga
yang sudah
berbunyi sebagai
ditetapkan
berikut:
sebagai Lahan
budi daya (1) Setiap Orang
Pertanian. dilarang
mengalihfungsik
(2) Dalam hal
an Lahan yang
untuk
sudah
kepentingan
ditetapkan
umum, Lahan
sebagai Lahan
budi daya
budi daya
Pertanian
Pertanian.
sebagaimana

1401
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
dimaksud (2) Dalam hal untuk
pada ayat (1) kepentingan
dapat umum dan/atau
dialihfungsika proyek strategis
n dan nasional, Lahan
dilaksanakan budi daya
sesuai dengan Pertanian
ketentuan sebagaimana
peraturan dimaksud pada
perundang- ayat (1) dapat
undangan. dialihfungsikan
dan
(3) Pengalihfungsi
dilaksanakan
an Lahan budi
sesuai dengan
daya
ketentuan
Pertanian
peraturan
untuk
perundang-
kepentingan
undangan.
umum
sebagaimana (3) Alih fungsi
dimaksud Lahan budi daya
pada ayat (2) Pertanian untuk
hanya dapat kepentingan
dilakukan umum dan/atau
dengan syarat: proyek strategis
nasional
a. dilakukan
sebagaimana
kajian
dimaksud pada
strategis;
ayat (2) yang
b. disusun dilaksanakan
rencana pada Lahan
alih Pertanian yang
fungsi telah memiliki
lahan; jaringan
c. pengairan
lengkap wajib
dibebaska menjaga fungsi
n jaringan
kepemilik pengairan
an lengkap.
haknya
dari

1402
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
pemilik;
dan
d.

disediaka
n Lahan
pengganti
terhadap
Lahan
budi daya
Pertanian
.
(4) Alih fungsi
Lahan budi
daya
Pertanian
untuk
kepentingan
umum
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (2)
dikecualikan
pada Lahan
Pertanian
yang telah
memiliki
jaringan
pengairan
lengkap.

Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 Tentang Perlindungan


Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan

1. Pasal 44 Ketentuan Pasal 44


(1) Lahan yang Undang-Undang
Perlindungan Lahan
sudah
Pertanian Pangan
ditetapkan
Berkelanjutan

1403
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
sebagai diubah, sehingga
Lahan berbunyi sebagai
Pertanian berkut:
Pangan (1) Lahan yang
Berkelanjuta sudah
n dilindungi ditetapkan
dan dilarang sebagai Lahan
dialihfungsik Pertanian
an.
Pangan
(2) Dalam hal Berkelanjutan
untuk dilindungi dan
kepentingan dilarang
umum, dialihfungsikan.
Lahan (2) Dalam hal
Pertanian untuk
Pangan kepentingan
Berkelanjuta umum dan/atau
n Proyek Strategis
sebagaimana Nasional, Lahan
dimaksud Pertanian
pada ayat (1) Pangan
dapat Berkelanjutan
dialihfungsik sebagaimana
an, dan dimaksud pada
dilaksanakan ayat (1) dapat
sesuai dialihfungsikan,
dengan dan
ketentuan dilaksanakan
peraturan sesuai dengan
perundang- ketentuan
undangan. peraturan
(3) perundang-
Pengalihfung undangan.
sian Lahan (3) Penyediaan lahan
yang sudah pengganti
ditetapkan terhadap Lahan
sebagai Pertanian
Lahan Pangan
Pertanian Berkelanjutan
Pangan yang
Berkelanjuta

1404
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
n untuk dialihfungsikan
kepentingan untuk
umum infrastruktur
sebagaimana akibat bencana
dimaksud dilakukan
pada ayat (2) paling lama 24
hanya dapat (dua puluh
dilakukan empat) bulan
dengan setelah alih
syarat: fungsi
dilakukan.
a.

dilakuka
n kajian
kelayaka
n
strategis
;
b. disusun
rencana
alih
fungsi
lahan;
c.

dibebask
an
kepemili
kan
haknya
dari
pemilik;
dan
d.

disediak
an lahan
penggan
ti
terhadap

1405
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
Lahan
Pertania
n
Pangan
Berkelan
jutan
yang
dialihfun
gsikan.
(4) Dalam hal
terjadi
bencana
sehingga
pengalihan
fungsi lahan
untuk
infrastruktur
tidak dapat
ditunda,
persyaratan
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (3)
huruf a dan
huruf b tidak
diberlakukan
.
(5) Penyediaan
lahan
pengganti
terhadap
Lahan
Pertanian
Pangan
Berkelanjuta
n yang
dialihfungsik
an untuk
infrastruktur
akibat
bencana

1406
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (4)
dilakukan
paling lama
24 (dua
puluh empat)
bulan setelah
alih fungsi
dilakukan.
(6) Pembebasan
kepemilikan
hak atas
tanah yang
dialihfungsik
an
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (3)
huruf c
dilakukan
dengan
pemberian
ganti rugi
sesuai
dengan
ketentuan
peraturan
perundang-
undangan.

H. ANALISA DAN EVALUASI TERKAIT KAWASAN EKONOMI


Klaster Kawasan Ekonomi dibagi menjadi tiga sub klaster
yaitu Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), Kawasan Industri (KI), dan
Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB).
Kawasan Ekonomi Khusus dan Kawasan Industri, terdiri atas 3
(tiga) Undang-Undang, yaitu:

1407
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

1. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kawasan


Ekonomi Khusus;
2. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian;
3. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2007 Tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun
2007 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 36 Tahun
2000 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2000 Tentang Kawasan
Perdagangan Bebas Dan Pelabuhan Bebas Menjadi Undang-
Undang Menjadi Undang-Undang (UU Kawasan Perdagangan
Bebas dan Pelabuhan Bebas).
Pemikiran tentang konsepsi kawasan ekonomi khusus secara
umum berangkat dari pengalaman empirik beberapa negara yang telah
mengenal dan menerapkan kawasan ekonomi khusus. Istilah Kawasan
Ekonomi (Economic Zone) atau Kawasan Ekonomi Khusus (Special
Economic Zone) umum digunakan untuk menunjuk suatu kawasan
tertentu dalam suatu negara yang dibuat untuk tujuan ekonomi atau
mendukung kegiatan perekonomian negara yang bersangkutan. Ide
dasar pengembangan kawasan khusus terkait dengan pemberian
perlakuan yang berbeda dibandingkan dengan perlakuan yang dapat
dinikmati kawasan lainnya seperti pemberian insentif di bidang
perpajakan, kepabeanan, dan berbagai bentuk insentif lainnya.
Faktor yang utama bagi hukum untuk dapat berperan dalam
pembangunan ekonomi adalah apakah hukum mampu menciptakan
stabilitas, dapat diprediksi, dan adil. Dua hal yang pertama adalah
prasyarat bagi sistem ekonomi untuk berfungsi. Termasuk dalam
lingkup stabilitas, bahwa potensi hukum untuk menyeimbangkan dan
mengakomodasi kepentingan-kepentingan yang saling bersaing.
Kebutuhan akan hukum yang dapat diprediksi dinilai penting bagi
negeri yang sebagian besar rakyatnya, untuk pertama kali, memasuki
hubungan-hubungan ekonomi melampaui lingkungan sosial yang
tradisional. Aspek keadilan, seperti perlakuan yang sama dan standar

1408
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

pola tingkah laku Pemerintah, diperlukan untuk menjaga mekanisme


pasar dan mencegah birokrasi yang berlebihan.98
Hukum menjadi instrumen penting bagi investor dalam
menjamin investasi mereka. Hukum memberikan keamanan,
kepastian, dan prediksi atas investasi para investor. Semakin baik
kondisi hukum dan undang-undang yang melindungi investasi mereka,
maka iklim investasi negara tersebut dianggap semakin kondusif.99
Agar tercapai pengembangan suatu wilayah dengan batas tertentu
menjadi kawasan ekonomi khusus, dipelukan kekhususan pengaturan
perundang-undangan yang memberikan kepastian hukum, dan
memberikan kenyamanan bagi investasi dalam rangka pengembangan
ekonomi wilayah yang memberikan dampak positif kepada
pertumbuhan ekonomi nasional.
Dorongan pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus sejalan
dengan arah pemerintah, sebagaimana Pidato Bapak Presiden Joko
Widodo, pada Pidato Visi Misi Indonesia di Sentul 14 Juli 2019, yang
pada pokoknya disampaikan sebagai berikut:
“PERTAMA, pembangunan infrastruktur akan terus kita
lanjutkan! Infrastruktur yang besar-besar sudah kita
bangun. Ke depan, kita akan lanjutkan dengan lebih cepat
dan menyambungkan infrastruktur-infrastruktur besar
tersebut, seperti jalan tol, kereta api, pelabuhan, dan
bandara dengan kawasan-kawasan produksi rakyat. Kita
sambungkan dengan kawasan industri kecil, sambungkan
dengan Kawasan Ekonomi Khusus, sambungkan dengan
kawasan pariwisata. Kita juga harus menyambungkan

98 Hikmahanto Juwana, “Arah Kebijakan Pembangunan Hukum Di Bidang


Perekonomian dan Investasi”, Majalah Hukum Nasional, No. 2, (Jakarta: BPHN,
2008), hlm. 71.
99 Zulkarnain Sitompul, “Investasi Asing di Indonesia Memetik Manfaat
Liberalisasi”, Jurnal Legislasi Indonesia, Vol. 8, (Jakarta: Ditjen Peraturan Perundang-
undangan Departemen Hukum dan HAM, 2008), hlm. 84.

1409
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

infrastruktur besar dengan kawasan persawahan, kawasan


perkebunan, dan tambak-tambak perikanan”.

Sejalan dengan hal tersebut, Indonesia harus siap menghadapi


persaingan perekonomian global sehingga perlu diciptakan iklim
penanaman modal yang kondusif, promotif, memberikan kepastian
hukum, keadilan, dan efisien dengan tetap memperhatikan
kepentingan ekonomi nasional. Menyikapi hal tersebut, pemerintah
perlu melakukan upaya yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi,
antara lain menciptakan kemudahan memulai usaha yang merupakan
salah satu parameter yang digunakan untuk mengukur peringkat
kemudahan berusaha.
Kemudahan berusaha yang pemerintah proyeksikan memerlukan
strategi tertentu yang sesuai dengan karakteristik dan model
terobosan, untuk memicu pertumbuhan ekonomi dan memfokuskan
kebijakan investasi, pemerintah terus menetapkan Kawasan Ekonomi
Khusus di berbagai daerah. Salah satu cara mempercepat
pertumbuhan ekonomi daerah adalah dengan membentuk Kawasan
Ekonomi Khusus. Dalam pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus
hal tersebut terus didorong untuk berbenah dengan berbagai
pemberian fasilitas dan kemudahan, karena hadirnya Kawasan
Ekonomi Khusus merupakan daya dorong untuk membuka pasar
global sekaligus lokomotif percepatan pertumbuhan ekonomi daerah
dan khususnya menyumbangkan peningkatan ekonomi secara
nasional.
Undang-Undang (UU) Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kawasan
Ekonomi Khusus (KEK) telah berusia 10 (sepuluh) tahun dan dalam
perjalannnya implementasi UU tersebut dapat di evaluasi dari beberapa
variabel. Variabel pertama adalah mengenai implementasi peraturan
pelaksanaan, bahwa peraturan perlaksanan UU tersebut baru
diselesaikan pada tahun 2016, selain dari rentan waktu
terselesaikannya peraturan pelaksaan tersebut terdapat narasi yang

1410
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

multi tafsir, dan K/L menerapkan aturan sektor masing-masing.


Variabel Kedua Penetapan Kawasan Ekonomi Khusus saat ini telah di
tetapkan 13 Kawasan Ekonomi Khusus yang diantaranya diusulkan
oleh 5 usulan dari Badan Usaha, 3 Usulan dari BUMN dam 5 Usulan
dari Pemerintah Daerah, Variabel Ketiga KEK yang beroperasi saat ini
11 KEK telah diresmikan beroperasi (siap menerima investasi) oleh
pemerintah, sementara 2 KEK akan diresmikan pengoperasiannya pada
tahun 2021. Variabel Keempat Manfaat Ekonomin KEK, dapat
diinformasikan elemen besar diantaranya Komitmen investasi saat ini
telah mencapai 74 trilyun dan untuk serapan tenaga kerja saat ini
sekitar 8.700 orang.
Dalam rangka mempercepat pencapaian pembangunan ekonomi
nasional yang dirasakan oleh seluruh masyarakat Indonesia,
diperlukan suatu terobosan model pengembangan wilayah.
Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus adalah terobosan
pengembangan wilayah yang mempunyai sasaran peningkatan
penanaman modal, optimalisasi industri yang berdaya saing,
percepatan pengembangan kawasan untuk pertumbuhan ekonomi,
antara lain pengolahan ekspor, logistik, industri, pengembangan
teknologi, pariwisata, energi; dan/atau ekonomi lain sehingga dapat
meningkatkan lapangan pekerjaan.
Penyelenggaraan KEK tidak terlepas dari hambatan dan
tantangan kedepan diantaranya Pertama regulasi syarat dan prosedur
terlalu banyak dan berbelit-belit, pengaturan fasilitas fiskal banyak
yang multi tafsir, akibat K/L sering kembali mengacu kepada UU
sektor. Kedua kelembagaan keterbatasan kapasitas koordinasi
Sekretariat Dewan Nasional untuk rentan kendali K/L dan daerah.
profesionalisme Administrator KEK, keterbatasan anggaran dan
prasarana yang diperoleh dari Pemerintah Daerah. Ketiga devlover
profesionalitas pengembang kurang memadai, khususnya dalam
menggali sumber pembiayaan, ketidak pastian besarnya fasilitas fiskal
menimbulkan keraguan pengembang. Keempat perluasan lingkup

1411
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

tuntutan agar KEK juga dikembangkan untuk sektor non-industri


memerlukan penyesuaian regulasi. Kelima daya saing keunggulan
kawasan sejenis di negara tetangga: fasilitas fiskal lebih pasti, Prosedur
lebih sederhana, proses lebih cepat. Keenam pelayanan Investasi
Administrator sebagai ujung tombak pelayanan harus diberi kebebasan
menghadapi dinamika dunia usaha, Sinkronisasi kebijakan sektoral
harus mampu dilaksanakan oleh Sekretariat Dewan Nasional.
Sejak ditetapkannya UU KEK, saat ini Pemerintah telah
menetapkan 15 kawasan yang tersebar di berbagai wilayah sebagai
KEK. Tujuan yang ingin dicapai melalui pembentukan KEK adalah
untuk mewujudkan suatu kawasan sebagai lokasi penanaman modal,
antara lain untuk:
a. memaksimalkan kegiatan industri, ekspor dan impor;
b. mempercepat perkembangan daerah;
c. menjadikan model terobosan pengembangan kawasan; dan
d. pembukaan lapangan kerja.
Evaluasi terhadap kinerja KEK yang telah ditetapkan
berdasarkan nilai penanaman modal masih belum menunjukkan
kinerja yang menggembirakan. Catatan sampai dengan pertengahan
tahun 2019, besarnya nilai investasi yang ditanamkan di 13 lokasi KEK
baru mencapai nilai sekitar Rp. 95 triliun. Dibandingkan dengan nilai
target investasi yang ditetapkan oleh Badan Koordinasi Penanaman
Modal pada tahun 2019 sekitar Rp. 800 trilyun, nilai investasi di KEK
masih belum sesuai harapan.
Oleh karenanya, setelah berlangsung selama 10 tahun,
diperlukan langkah evaluasi terhadap UU KEK yang selama ini dipakai
sebagai ujung tombak upaya menarik penanaman modal. Perubahan
model bisnis serta pergeseran pusat perekonomian global perlu
diantisipasi guna menetapkan kebijakan dan strategi yang tepat dalam
menjaring penanaman modal.
Arah perubahan UU KEK difokuskan untuk menghilangkan
kendala yang dihadapi saat ini serta meningkatkan daya tarik investasi

1412
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

melalui: (1) penghilangan ketentuan yang multi tafsir; (2)


menambahkan sektor-sektor yang dapat memperoleh status KEK
sesuai dengan perkembangan dunia usaha; (3) peningkatan
kelembagaan pelayanan investasi, termasuk peningkatan kualitas
sumber daya manusianya; dan (4) peningkatan kapasitas koordinasi
dari Dewan Nasional.
Selanjutnya, evaluasi terhadap seluruh KEK tersebut juga
menyimpulkan beberapa kendala yang mengakibatkan rendahnya
pencapaian nilai investasi di KEK, yaitu:
1. Landasan Peraturan yang Belum Mampu Memberikan
Kepastian kepada Penanam Modal
Salah satu kendala utama adalah lamanya penerbitan
peraturan pelaksanaan dari UU KEK yang menyebabkan
ketidakpastian serta keraguan di kalangan penanam modal.
Sejak UU KEK ditetapkan, Peraturan Pemerintah tentang
Fasilitas dan Kemudahan baru terbit pada tahun 2015 melalui
Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2015 tentang Fasilitas
dan Kemudahan Di Kawasan Ekonomi Khusus, atau 6 tahun
sejak UU ditetapkan. Penerbitan PP tersebut kemudian diikuti
dengan penerbitan aturan pelaksanaan tentang berbagai insentif
fiskal melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor
104/PMK.010/2016 tentang Perlakuan Perpajakan,
Kepabeanan, dan Cukai pada Kawasan Ekonomi Khusus.
Dalam pelaksanaannya, peraturan tentang fasilitas dan
kemudahan juga masih menghadapi kendala, antara lain: (1)
prosedur memperoleh fasilitas masih relatif panjang; (2) besaran
fasilitas fiskal tidak ditetapkan secara pasti, sehingga penanam
modal sulit untuk mengambil keputusan; (3) detail pengaturan
masih belum tegas dan multi tafsir, sehingga sering
menimbulkan perbedaan penafsiran oleh aparat di lapangan.
2. Pelayanan Perizinan Investasi Masih Birokratis dan Berlarut-
Larut

1413
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Dalam proses pemberian perizinan, belum seluruh tahapan


perizinan dilimpahkan kepada administrator, sehingga
penyederhanaan proses tidak terjadi. Belum tegasnya pengaturan
yang ada mengakibatkan terjadinya kecenderungan untuk
kembali menerapkan ketentuan sektoral yang berlaku umum, di
mana hal tersebut seharusnya menjadi pengecualian di KEK.
3. Dukungan Pemerintah Daerah Belum Optimal
Sebagaimana diatur dalam UU KEK, pemerintah daerah
memiliki kewajiban dalam mendukung keberhasilan KEK yang
ada di wilayahnya, antara lain membangun prasarana yang
menjadi kewenangannya, memberikan fasilitas dan kemudahan
terkait dengan pajak dan retribusi daerah, serta mendukung
biaya operasional administrator yang memang merupakan
petugas pemerintah daerah. Dalam kenyataannya, dukungan
pemerintah daerah masih belum optimal akibat: (1) keterbatasan
APBD pembangunan prasarana; (2) pembahasan berlarut-larut
dengan DPRD dalam pembahasan fasilitas perpajakan dan
retribusi daerah; dan (3) tidak mencukupinya dukungan
pembiayaan bagi operasional administrator.
4. Koordinasi Lintas Sektoral Belum Optimal
Dewan Nasional KEK selaku institusi yang bertanggung
jawab atas evaluasi pengusulan serta pengawasan berjalannya
KEK belum didukung oleh organisasi yang memiliki kapasitas
mengkoordinasikan kementerian/lembaga, pemerintah provinsi,
pemerintah kabupaten/kota, serta dunia usaha.
Kebutuhan adanya rentang kendali koordinasi yang kuat
akan menjamin konsistensi kebijakan dari pusat ke daerah.
Berbagai kondisi yang dihadapi tersebut mengakibatkan
menurunnya daya tarik dan daya saing KEK dibanding dengan
kawasan di luar KEK, apalagi apabila dibandingkan dengan
kawasan di negara tetangga. Akibatnya, penanam modal di KEK
kurang merasakan kelebihan serta keunggulan pelayanan di KEK

1414
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

dan pada gilirannya penanam modal akan membatalkan


keinginan berinvestasi di KEK.

Berikut ketentuan dalam Undang-Undang dan Pasal yang


dilakukan perubahan:
1. Kawasan Ekonomi Khusus
No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan
Undang-Undang Perubahan
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi
Khusus
173. Pasal 1 Pasal 1 Revitalisasi
Dalam Undang- Dalam Undang- Administrator KEK
Undang ini yang Undang ini yang langsung di bawah
dimaksud dengan: dimaksud dengan: Dewan Nasional.
Penambahan
5. Administrator 5. Administrator definisi
adalah bagian dari adalah unit kerja Penyelenggara KEK
Dewan Kawasan yang bertugas Penyederhanaan
yang dibentuk menyelenggarakan rumusan
untuk setiap KEK perizinan berusaha,
guna membantu perizinan lainnya,
Dewan Kawasan pelayanan, dan
dalam pengawasan di
penyelenggaraan KEK.
KEK. 6. Badan Usaha
6. Badan Usaha adalah adalah badan
perusahaan usaha yang
berbadan hukum menyelenggarakan
yang berupa Badan kegiatan usaha
Usaha Milik Negara, KEK.
Badan Usaha Milik 7. Pelaku Usaha
Daerah, koperasi, adalah pelaku
swasta, dan usaha usaha yang
patungan untuk menjalankan
menyelenggarakan kegiatan usaha di
kegiatan usaha KEK.
KEK. 8. Penyelenggara KEK
7. Pelaku Usaha adalah Pemerintah,
adalah perusahaan Pemerintah Daerah,
yang berbentuk atau Badan Usaha

1415
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi
Khusus
badan hukum, tidak yang membangun
berbadan hukum dan/atau mengelola
atau usaha orang KEK.
perseorangan yang
melakukan kegiatan
usaha di KEK.
174. Pasal 3 Pasal 3 Membuka lingkup
(1) KEK terdiri atas (1) Kegiatan usaha di kegiatan di KEK
satu atau beberapa KEK terdiri atas: sesuai
Zona: a. Produksi dan perkembangan
a. pengolahan pengolahan;
ekspor; b. Logistik dan
b. logistik; distribusi;
c. industri; c. pengembangan
d. pengembangan teknologi;
teknologi; d. pariwisata;
e. pariwisata; e. pendidikan;
f. energi; dan/atau f. kesehatan;
g. ekonomi lain. g. energi; dan/atau
(2) Di dalam KEK h. ekonomi lain.
dapat dibangun (2) Kegiatan ekonomi
fasilitas pendukung lain sebagaimana
dan perumahan dimaksud pada
bagi pekerja. ayat (1) huruf h
(3) Di dalam setiap ditetapkan oleh
KEK disediakan Dewan Nasional.
lokasi untuk usaha (3) Pelaksanaan
mikro, kecil, Kegiatan usaha
menengah (UMKM), sebagaimana
dan koperasi, baik dimaksud pada
sebagai Pelaku ayat (1) diatur
Usaha maupun dalam zonasi di
sebagai pendukung KEK.
kegiatan (4) Di dalam KEK
perusahaan yang dapat dibangun
berada di dalam fasilitas pendukung
KEK. dan perumahan

1416
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi
Khusus
bagi pekerja.
(5) Di dalam setiap
KEK disediakan
lokasi untuk usaha
mikro, kecil,
menengah, dan
koperasi, baik
sebagai Pelaku
Usaha maupun
sebagai pendukung
kegiatan
perusahaan yang
berada di dalam
KEK.
175. Pasal 4 Pasal 4 Penyederhanaan
Lokasi yang dapat Lokasi yang dapat kriteria lokasi.
diusulkan untuk diusulkan untuk Penambahan syarat
menjadi KEK harus menjadi KEK penguasaan lahan
memenuhi kriteria: memenuhi kriteria:
a. sesuai dengan a. sesuai dengan
Rencana Tata Rencana Tata
Ruang Wilayah dan Ruang Wilayah
tidak berpotensi dan tidak
mengganggu berpotensi
kawasan lindung; mengganggu
b. pemerintah kawasan lindung;
provinsi/kabupaten b. Dihapus.
/kota yang c. Dihapus.
bersangkutan d. mempunyai batas
mendukung KEK; yang jelas; dan
c. terletak pada posisi e. lahan yang
yang dekat dengan diusulkan
jalur perdagangan menjadi KEK telah
internasional atau dikuasai sebagian
dekat dengan jalur atau seluruhnya.
pelayaran
internasional di

1417
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi
Khusus
Indonesia atau
terletak pada
wilayah potensi
sumber daya
unggulan; dan
d. mempunyai batas
yang jelas.
176. Pasal 5 Pasal 5 Penyederhanaan
(1) Pembentukan KEK (1) Pembentukan prosedur
diusulkan kepada KEK diusulkan pengusulan tidak
Dewan Nasional kepada Dewan lagi berjenjang.
oleh: Nasional oleh:
a. Badan Usaha; a. Badan Usaha;
b. pemerintah atau
kabupaten/kota; b. pemerintah
atau daerah.
c. pemerintah (2) Badan Usaha
provinsi. sebagaimana
(2) Dalam hal usulan dimaksud pada
diajukan oleh ayat (1) huruf a
Badan Usaha terdiri atas:
sebagaimana a. Badan Usaha
dimaksud pada Milik Negara;
ayat (1) huruf a, b. Badan Usaha
usulan Milik Daerah;
disampaikan c. koperasi;
melalui pemerintah d. badan usaha
provinsi setelah swasta
memperoleh berbentuk
persetujuan perseroan
pemerintah terbatas; atau
kabupaten/kota. e. badan usaha
(3) Dalam hal usulan patungan atau
diajukan oleh konsorsium.
pemerintah (3) Pemerintah
kabupaten/kota daerah
sebagaimana sebagaimana

1418
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi
Khusus
dimaksud pada dimaksud pada
ayat (1) huruf b, ayat (1) huruf b
usulan terdiri atas:
disampaikan a. pemerintah
melalui pemerintah provinsi; atau
provinsi. b. pemerintah
(4) Dalam hal usulan kabupaten/kota
diajukan oleh .
pemerintah
provinsi
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (1) huruf c,
usulan
disampaikan
setelah mendapat
persetujuan
pemerintah
kabupaten/kota.
177. Pasal 6 Pasal 6 Memperjelas
(1) Usulan (1) Usulan persyaratan yang
sebagaimana sebagaimana harus dilengkapi
dimaksud dalam dimaksud dalam dalam pengusulan
Pasal 5 ayat (1) Pasal 5 ayat (1)
harus memenuhi harus memenuhi
kriteria kriteria
sebagaimana sebagaimana
dimaksud dalam dimaksud dalam
Pasal 4. Pasal 4.
(2) Usulan (2) Usulan
sebagaimana sebagaimana
dimaksud pada dimaksud pada
ayat (1) dilengkapi ayat (1)
persyaratan paling dilengkapi
sedikit: persyaratan
a. peta lokasi paling sedikit:
pengembangan a. peta lokasi

1419
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi
Khusus
serta luas area pengembangan
yang diusulkan serta luas area
yang terpisah yang diusulkan
dari yang terpisah
permukiman dari
penduduk; permukiman
b. rencana tata penduduk;
ruang KEK yang b. rencana tata
diusulkan ruang KEK
dilengkapi yang diusulkan
dengan dilengkapi
peraturan dengan
zonasi; pengaturan
c. rencana dan zonasi;
sumber Penjelasan:
pembiayaan; Bahwa yang
d. analisis dimaksud
mengenai dengan
dampak pengaturan
lingkungan yang zonasi adalah
sesuai dengan rencana
ketentuan pengembangan
peraturan KEK yang
perundang- ditetapkan
undangan; oleh Badan
e. hasil studi Usaha,
kelayakan pemerintah
ekonomi dan daerah,
finansial; dan Pemerintah
f. jangka waktu atau Badan
suatu KEK dan Usaha
rencana Pengelola KEK;
strategis. c. rencana dan
sumber
pembiayaan;
d. persetujuan
Lingkungan;

1420
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi
Khusus
e. hasil studi
kelayakan
ekonomi dan
finansial;
f. jangka waktu
suatu KEK dan
rencana
strategis; dan
g. penguasaan
lahan atas
sebagian atau
seluruh dari
lahan usulan
KEK.
178. Norma baru Kewajiban
(1) Berdasarkan Pasal 8A Pemerintah Daerah
penetapan Pemerintah daerah untuk mendukung
sebagaimana wajib mendukung KEK yang telah
dimaksud dalam KEK yang telah ditetapkan
Pasal 7 ayat ditetapkan
kabupaten/kota sebagaimana
menetapkan Badan dimaksud dalam
Usaha untuk Pasal 7 dan Pasal 8.
membanguna
179. Pasal 10 Pasal 10 Memperjelas
(2) Berdasarkan Setelah KEK penetapan Badan
penetapan ditetapkan: Usaha untuk
sebagaimana a. Badan Usaha melakukan
dimaksud dalam yang pembangunan di
Pasal 7 ayat (4), mengusulkan KEK
pemerintah KEK ditetapkan
provinsi atau sebagai
pemerintah pembangun dan
kabupaten/kota pengelola KEK;
menetapkan Badan b. Pemerintah atau
Usaha untuk pemerintah
membangun KEK daerah sebagai

1421
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi
Khusus
sesuai dengan pengusul
ketentuan menetapkan
peraturan Badan Usaha
perundang- untuk
undangan. membangun dan
(3) Penetapan mengelola KEK.
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (1)
dilaksanakan oleh:
a. pemerintah
provinsi dalam
hal lokasi KEK
berada pada
lintas
kabupaten/kot
a; dan
b. pemerintah
kabupaten/kot
a dalam hal
lokasi KEK
berada pada
satu
kabupaten/kot
a.
180. Pasal 11 Pasal 11 Telah diatur di
Dalam hal usulan Dicabut dan dalam pasal 10
berasal dari Badan dinyatakan tidak
Usaha sebagaimana berlaku.
dimaksud dalam Pasal
5 ayat (1) huruf a,
pemerintah provinsi
atau pemerintah
kabupaten/kota
menunjuk langsung
Badan Usaha pengusul
untuk membangun

1422
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi
Khusus
KEK.
181. Pasal 13 Pasal 13 Pengelolaan aset
(1) Pembiayaan untuk (1) Pembiayaan hasil kerjasama
pembangunan dan untuk Pemerintah dan
pemeliharaan pembangunan swasta tidak lagi
infrastruktur di dan pemeliharaan diatur dalam
dalam KEK dapat infrastruktur di Undang-undang ini
berasal dari: dalam KEK dapat
a. Pemerintah bersumber dari:
dan/atau a. Pemerintah
pemerintah Pusat dan/atau
daerah; pemerintah
b. swasta; daerah;
c. kerja sama b. swasta;
antara c. kerja sama
Pemerintah, antara
pemerintah Pemerintah,
daerah, dan pemerintah
swasta; atau daerah, dan
d. sumber lain yang swasta; atau
sah sesuai d. sumber lain
dengan yang sah sesuai
ketentuan dengan
peraturan ketentuan
perundang- peraturan
undangan. perundang-
undangan.
(2) Dewan Nasional (2) Dewan Nasional
dapat menetapkan dapat menetapkan
kebijakan tersendiri kebijakan
dalam kerja sama tersendiri dalam
antara Pemerintah, kerja sama antara
pemerintah daerah, Pemerintah Pusat,
dan swasta dalam pemerintah
pembangunan dan daerah, dan swasta
pemeliharaan dalam
infrastruktur di pembangunan dan

1423
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi
Khusus
dalam KEK. pemeliharaan
(3) Pengelolaan aset infrastruktur di
hasil kerja sama dalam KEK.
Pemerintah, (3) Dihapus.
pemerintah daerah,
dan swasta dapat
dilakukan sesuai
dengan analisis
kelayakan ekonomi
dan finansial.
182. Pasal 16 Pasal 16 Peningkatan
(1) Dewan Nasional (1) Dewan Nasional kapasitas
diketuai oleh diketuai oleh Sekretariat Dewan
menteri yang menteri yang Nasional
menangani urusan mengoordinasikan
pemerintahan di urusan
bidang pemerintahan di
perekonomian dan bidang
beranggotakan perekonomian dan
menteri dan kepala beranggotakan
lembaga menteri dan
pemerintah kepala lembaga
nonkementerian. pemerintah
(2) Dalam nonkementerian.
melaksanakan (2) Untuk membantu
tugas, Dewan pelaksanaan
Nasional tugas Dewan
sebagaimana Nasional
dimaksud pada sebagaimana
ayat (1) membentuk dimaksud pada
Sekretariat Dewan ayat (1) dibentuk
Nasional. Sekretariat
(3) Ketentuan Jenderal Dewan
mengenai Nasional.
keanggotaan, tata (3) Ketentuan
kerja, dan mengenai Dewan
kesekretariatan Nasional dan

1424
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi
Khusus
Dewan Nasional Sekretariat
diatur dengan Jenderal Dewan
Peraturan Presiden. Nasional diatur
dengan Peraturan
Presiden.
183. Pasal 17 Pasal 17 Penajaman
Dewan Nasional Dewan Nasional rumusan tugas
bertugas: bertugas: Dewan Nasional
a. menyusun Rencana a. menetapkan
Induk Nasional KEK; strategi dan
b. menetapkan kebijakan umum
kebijakan umum pembentukan dan
serta langkah pengembangan
strategis untuk KEK;
mempercepat b. membentuk
pembentukan dan Administrator;
pengembangan c. menetapkan
KEK; standar
c. menetapkan standar pengelolaan di
infrastruktur dan KEK;
pelayanan minimal d. melakukan
dalam KEK; pengkajian atas
d. melakukan usulan suatu
pengkajian atas wilayah untuk
usulan suatu dijadikan KEK;
wilayah untuk e. memberikan
dijadikan KEK; rekomendasi
e. memberikan pembentukan
rekomendasi KEK;
pembentukan KEK; f. mengkaji dan
f. mengkaji dan merekomendasika
merekomendasikan n langkah
langkah pengembangan di
pengembangan di wilayah yang
wilayah yang potensinya belum
potensinya belum berkembang;
berkembang; g. menyelesaikan

1425
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi
Khusus
g. menyelesaikan permasalahan
permasalahan strategis dalam
strategis dalam pelaksanaan,
pelaksanaan, pengelolaan, dan
pengelolaan, dan pengembangan
pengembangan KEK; KEK; dan
dan h. memantau dan
h. memantau dan mengevaluasi
mengevaluasi keberlangsungan
keberlangsungan KEK serta
KEK serta merekomendasika
merekomendasikan n langkah tindak
langkah tindak lanjut hasil
lanjut hasil evaluasi evaluasi kepada
kepada Presiden, Presiden,
termasuk termasuk
mengusulkan mengusulkan
pencabutan status pencabutan status
KEK. KEK.
184. Pasal 19 Pasal 19 Perubahan
(1) Dewan Kawasan (1) Dewan Kawasan pengaturan tata
dibentuk pada dibentuk pada kerja Dewan
setiap provinsi yang setiap provinsi Kawasan
sebagian yang sebagian
wilayahnya wilayahnya
ditetapkan sebagai ditetapkan sebagai
KEK. KEK.
(2) Dewan Kawasan (2) Dalam hal suatu
sebagaimana KEK wilayahnya
dimaksud pada mencakup lebih
ayat (1) diusulkan dari 1 (satu)
oleh Dewan provinsi dapat
Nasional kepada dibentuk satu
Presiden untuk Dewan Kawasan
ditetapkan dengan (3) Dewan Kawasan
Keputusan sebagaimana
Presiden. dimaksud pada

1426
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi
Khusus
(3) Dewan Kawasan ayat (1) dan ayat
sebagaimana (2) diusulkan oleh
dimaksud pada Dewan Nasional
ayat (1) kepada Presiden
bertanggung jawab untuk ditetapkan
kepada Dewan dengan Keputusan
Nasional. Presiden.
(4) Dewan Kawasan
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (1) dan ayat
(2) bertanggung
jawab kepada
Dewan Nasional.
(5) Untuk membantu
pelaksanaan tugas
Dewan Kawasan,
dibentuk
Sekretariat Dewan
Kawasan.
185. Pasal 20 Pasal 20 Telah tercakup di
(1) Dewan Kawasan Dicabut dan Pasal 19
terdiri atas ketua, dinyatakan tidak
yaitu gubernur, berlaku.
wakil ketua, yaitu
bupati/walikota,
dan anggota, yaitu
unsur Pemerintah
di provinsi, unsur
pemerintah
provinsi, dan unsur
pemerintah
kabupaten/kota.
(2) Dalam
melaksanakan
tugas, Dewan
Kawasan

1427
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi
Khusus
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (1) membentuk
Sekretariat Dewan
Kawasan.
(3) Ketentuan
mengenai
keanggotaan, tata
kerja, dan
kesekretariatan
Dewan Kawasan
diatur dengan
Peraturan Presiden.
186. Pasal 21 Pasal 21 Sinkronisasi tugas
Dewan Kawasan Dewan Kawasan Dewan Kawasan
bertugas: bertugas: dengan Dewan
a. melaksanakan a. melaksanakan Nasional
kebijakan umum strategi dan
yang telah kebijakan umum
ditetapkan oleh yang telah
Dewan Nasional ditetapkan oleh
untuk mengelola Dewan Nasional
dan dalam
mengembangkan pembentukan dan
KEK di wilayah pengembangan
kerjanya; KEK;
b. membentuk b. Dihapus.
Administrator KEK c. mengawasi
di setiap KEK; pelaksanaan tugas
c. mengawasi, Administrator KEK;
mengendalikan, d. menetapkan
mengevaluasi, dan langkah strategis
mengoordinasikan penyelesaian
pelaksanaan tugas permasalahan
Administrator KEK dalam pelaksanaan
dalam kegiatan KEK di
penyelenggaraan wilayah kerjanya;

1428
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi
Khusus
sistem pelayanan e. menyampaikan
terpadu satu pintu laporan
dan pengelolaan KEK
operasionalisasi kepada Dewan
KEK; Nasional setiap
d. menetapkan akhir tahun; dan
langkah strategis f. menyampaikan
penyelesaian laporan insidental
permasalahan dalam hal terdapat
dalam pelaksanaan permasalahan
kegiatan KEK di strategis kepada
wilayah kerjanya; Dewan Nasional.
e. menyampaikan
laporan pengelolaan
KEK kepada Dewan
Nasional setiap
akhir tahun; dan
f. menyampaikan
laporan insidental
dalam hal terdapat
permasalahan
strategis kepada
Dewan Nasional.
187. Pasal 22 Pasal 22 Menyesuaikan
Dalam melaksanakan (1) Dalam dengan aturan
tugas sebagaimana melaksanakan perizinan berusaha
dimaksud dalam Pasal tugas Peraturan
21, Dewan Kawasan sebagaimana pelaksanaan dari
dapat: dimaksud dalam undang-undang
a. meminta penjelasan Pasal 21, Dewan
Administrator KEK Kawasan dapat:
mengenai a. meminta
pelaksanaan sistem penjelasan
pelayanan terpadu Administrator
satu pintu serta KEK mengenai
pengawasan dan penyelenggaraa
pengendalian n Perizinan

1429
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi
Khusus
operasionalisasi Berusaha,
KEK; perizinan
b. meminta masukan lainnya
dan/atau bantuan pelayanan, dan
kepada instansi pengawasan di
Pemerintah atau KEK;
para ahli sesuai b. meminta
dengan kebutuhan; masukan
dan/atau dan/atau
c. melakukan kerja bantuan
sama dengan pihak kepada
lain sesuai dengan instansi
kebutuhan. Pemerintah
Pusat atau
para ahli
sesuai dengan
kebutuhan;
dan/atau
c. melakukan
kerja sama
dengan pihak
lain sesuai
dengan
kebutuhan.
(2) Ketentuan lebih
lanjut mengenai
Dewan Kawasan
diatur dengan
Peraturan
Presiden.
188. Pasal 23 Pasal 23 Reformulasi tugas
(1) Administrator KEK (1) Administrator Administrator
bertugas: bertugas untuk sebagai unit di
a. melaksanakan menyelenggaraka bawah Dewan
pemberian izin n: Nasional
usaha dan izin a. Perizinan
lain Berusaha dan

1430
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi
Khusus
yang diperlukan perizinan
bagi Pelaku lainnya yang
Usaha yang diperlukan
mendirikan,menj oleh Badan
alankan, dan Usaha dan
mengembangkan Pelaku Usaha:
usaha di KEK; b. pelayanan non
b. melakukan perizinan yang
pengawasan dan diperlukan
pengendalian oleh Badan
operasionalisasi Usaha dan
KEK; dan Pelaku Usaha;
c. menyampaikan dan
laporan c. pengawasan
operasionalisasi dan
KEK secara pengendalian
berkala dan operasionalisa
insidental si KEK.
kepada Dewan (2) Pelaksanaan
Kawasan. tugas
(2) Pelaksanaan Administrator
pemberian izin sebagaimana
sebagaimana dimaksud pada
dimaksud pada ayat (1) sesuai
ayat (1) huruf a dengan norma,
dilakukan melalui standar,
pelayanan terpadu prosedur, dan
satu pintu. kriteria yang
ditetapkan oleh
Pemerintah Pusat.
(3) Dalam hal
Administrator
belum mampu
menyelenggaraka
n perizinan
dan/atau non
perizinan,

1431
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi
Khusus
Administrator
dibantu oleh
pejabat atau
petugas dari
kementerian,
lembaga
pemerintah non
kementerian,
pemerintah
provinsi, dan atau
pemerintah
kabupaten/kota
sesuai dengan
ketentuan
peraturan
perundang-
undangan.
(4) Dalam
melaksanakan
tugas
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (1)
Administrator
menyampaikan
laporan kepada
Dewan Nasional
melalui Dewan
Kawasan.
(5) Laporan
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (2)
disampaikan juga
kepada menteri,
kepala lembaga
pemerintah non

1432
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi
Khusus
kementerian,
gubernur,
dan/atau
bupati/walikota
yang terkait
sesuai dengan
kewenangannya.
189. Pasal 24 Pasal 24 Kewenangan
Dalam melaksanakan Dalam melaksanakan Administrator
tugas sebagaimana pengawasan dan untuk
dimaksud dalam Pasal pengendalian mendapatkan
23, Administrator KEK: operasionalisasi KEK laporan atau
a. memperoleh sebagaimana penjelasan dari
pendelegasian atau dimaksud dalam Badan Usaha
pelimpahan Pasal 23 ayat (1) dan/atau Pelaku
wewenang di bidang huruf c, Administrator Usaha mengenai
perizinan dari berwenang untuk kegiatannya
Pemerintah dan mendapatkan laporan
pemerintah daerah; atau penjelasan dari
dan Badan Usaha
b. dapat meminta dan/atau Pelaku
penjelasan kepada Usaha mengenai
Badan Usaha kegiatannya.
dan/atau Pelaku
Usaha di KEK
mengenai kegiatan
usahanya.
190. Norma Baru Pasal 24A Pengaturan
(1) Pelaksanaan tugas kualifikasi
Administrator Administrator
dilakukan sesuai
dengan tata kelola
pemerintahan dan
asas-asas umum
pemerintahan yang
baik sesuai dengan
ketentuan

1433
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi
Khusus
peraturan
perundang-
undangan.
(2) Administrator
dapat dijabat oleh
aparatur sipil
negara atau non
aparatur sipil
negara yang
memiliki
kompetensi,
kualifikasi, dan
persyaratan lain
yang dipilih secara
selektif sesuai
dengan kriteria
dan kualifikasi
yang ditentukan
oleh Dewan
Nasional.

191. Norma Baru Pasal 24B


Ketentuan mengenai Peraturan
Administrator Pelaksanaan dari
sebagaimana Undang-undang
dimaksud dalam
Pasal 23, Pasal 24,
dan Pasal 24A diatur
dengan Peraturan
Presiden.
192. Norma Baru Pasal 24C Pengaturan pola
(1) Administrator pengelolaan
dapat menerapkan keuangan
pola pengelolaan Administrator
keuangan Badan
Layanan Umum.
(2) Penerapan pola

1434
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi
Khusus
pengelolaan
keuangan Badan
Layanan Umum
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (1) diatur
dengan Peraturan
Pemerintah.
193. Pasal 25 Pasal 25 Penambahan APBN
(1) Dewan Nasional, (1) Dewan Nasional, sebagai sumber
Dewan Kawasan, Sekretariat pembiayaan
dan Administrator Jenderal Dewan Sekretariat
KEK memperoleh Nasional; Dewan Jenderal Dewan
pembiayaan yang Kawasan, dan Nasional dan
berasal dari: Administrator KEK Administrator
a. Pemerintah memperoleh
dan/atau pembiayaan yang
pemerintah bersumber dari:
daerah; dan a. Anggaran
b. sumber lain Pendapatan
yang tidak dan Belanja
bertentangan Negara;
dengan b. Anggaran
ketentuan Pendapatan
peraturan dan Belanja
perundang- Daerah;
undangan. dan/atau
c. sumber lain
sesuai dengan
ketentuan
peraturan
(2) Ketentuan lebih perundang-
lanjut mengenai undangan
pembiayaan yang sah.
sebagaimana (2) Ketentuan lebih
dimaksud pada lanjut mengenai
ayat (1) diatur sumber

1435
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi
Khusus
dengan Peraturan pembiayaan
Pemerintah. sebagaimana
dimaksud pada
ayat (1) diatur
dengan Peraturan
Pemerintah.
194. Pasal 26 Pasal 26 Telah diatur di
(1) Penyelenggaraan (1) Dihapus. Pasal 10
kegiatan usaha di (2) Badan Usaha yang Mempertegas tugas
KEK dilaksanakan melakukan Badan Usaha
oleh Badan Usaha pembangunan dan Pengelola agar
yang ditetapkan pengelolaan KEK profesional dalam
sebagai pengelola sebagaimana mengelola kawasan
KEK. dimaksud dalam
(2) Badan Usaha Pasal 10, bertugas:
sebagaimana a. membangun
dimaksud pada dan
ayat (1) berupa: mengembangka
a. Badan Usaha n sarana dan
Milik prasarana di
Negara/Badan dalam KEK;
Usaha Milik b. menyelenggarak
Daerah; an pengelolaan
b. Badan Usaha pelayanan
koperasi; sarana dan
c. Badan Usaha prasarana
swasta; atau kepada pelaku
d. Badan Usaha usaha;
patungan antara c. menyelenggarak
swasta dan/atau an promosi.
koperasi dengan (3) Penyelenggaraan
Pemerintah, promosi
dan/atau sebagaimana
pemerintah dimaksud pada
provinsi, ayat (2) huruf c,
dan/atau dapat dilakukan
pemerintah secara terpadu

1436
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi
Khusus
kabupaten/kota. dengan promosi
yang dilaksanakan
oleh
kementerian/lemb
aga pemerintah
non kementerian
dan/atau
pemerintah daerah
terkait.
195. Pasal 27 Pasal 27 Mempertegas belum
(1) Ketentuan larangan (1) Di dalam KEK berlakunya
atau pembatasan berlaku ketentuan pembatasan impor
impor dan ekspor larangan impor di KEK
yang diatur dan ekspor yang
berdasarkan diatur
peraturan berdasarkan
perundang- ketentuan
undangan berlaku peraturan
di KEK. perundang-
(2) Barang yang undangan.
terkena ketentuan (2) Atas impor barang
pembatasan impor ke KEK belum
dan ekspor dapat diberlakukan
diberikan ketentuan
pengecualian pembatasan.
dan/atau (3) Bagi barang yang
kemudahan sesuai membahayakan
dengan ketentuan Kesehatan,
peraturan Keselamatan,
perundang- Keamanan dan
undangan. Lingkungan (K3L)
(3) Lalu lintas barang dapat dikenakan
ke KEK dan dari pembatasan
KEK berlaku apabila barang
ketentuan dimaksud bukan
peraturan merupakan bahan
perundang- baku bagi

1437
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi
Khusus
undangan. kegiatan usaha
dan institusi
teknis terkait
secara khusus
memberlakukan
ketentuan
pembatasan di
KEK.
(4) Pelaksanaan
ketentuan
mengenai impor
dan ekspor
dilakukan melalui
sistem yang
terintegrasi secara
nasional.
(5) Pemerintah
mengembangkan
sistem yang
terintegrasi secara
nasional
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (4).
196. Pasal 30 Pasal 30 Penyederhanaan
(1) Setiap wajib pajak (1) Setiap wajib pajak ketentuan fasilitas
yang melakukan yang melakukan Pajak Penghasilan
kegiatan usaha di kegiatan usaha di
KEK diberikan KEK diberikan
fasilitas Pajak fasilitas Pajak
Penghasilan (PPh). Penghasilan.
(2) Selain fasilitas PPh (2) Selain fasilitas
sebagaimana Pajak Penghasilan
dimaksud pada sebagaimana
ayat (1), dapat dimaksud pada
diberikan tambahan ayat (1), dapat
fasilitas PPh sesuai diberikan

1438
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi
Khusus
dengan tambahan fasilitas
karakteristik Zona. Pajak Penghasilan
(3) Fasilitas sesuai dengan
sebagaimana jenis kegiatan
dimaksud pada usaha di KEK.
ayat (1) dan ayat (2) (3) Dihapus.
diberikan sesuai (4) Ketentuan lebih
dengan ketentuan lanjut mengenai
peraturan pemberian fasilitas
perundang Pajak Penghasilan
undangan. sebagaimana
(4) Ketentuan lebih dimaksud pada
lanjut mengenai ayat (1) dan ayat
pemberian fasilitas (2) diatur dengan
PPh sebagaimana Peraturan
dimaksud pada Pemerintah.
ayat (2) dan ayat (3)
diatur dengan
Peraturan
Pemerintah.sssssss
sssssssss
197. Pasal 31 Pasal 31 Fasilitas dan
Fasilitas perpajakan Dicabut dan kemudahan PBB
juga dapat diberikan dinyatakan tidak dan BPHTB
dalam waktu tertentu berlaku. dimasukkan ke
kepada penanam dalam Pajak Daerah
modal berupa
pengurangan Pajak
Bumi dan Bangunan
sesuai dengan
ketentuan peraturan
perundang-undangan.
198. Pasal 32 Pasal 32 Perumusan kembali
(1) Impor barang ke (1) Impor barang ke fasilitas bagi barang
KEK dapat KEK diberikan dan jasa di KEK
diberikan fasilitas fasilitas berupa:
berupa: a. pembebasan

1439
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi
Khusus
a. penangguhan atau
bea masuk; penangguhan
b. pembebasan bea masuk;
cukai, sepanjang b. pembebasan
barang tersebut cukai, sepanjang
merupakan barang tersebut
bahan baku atau merupakan
bahan penolong bahan baku atau
produksi; bahan penolong
c. tidak dipungut produksi;
Pajak c. tidak dipungut
Pertambahan Pajak
Nilai (PPN) atau Pertambahan
Pajak Nilai atau Pajak
Pertambahan Pertambahan
Nilai (PPN) dan Nilai dan Pajak
Pajak Penjualan Penjualan atas
atas Barang Barang Mewah
Mewah (PPnBM) untuk barang
untuk barang kena pajak; dan
kena pajak; dan d. tidak dipungut
d. tidak dipungut Pajak
PPh impor. Penghasilan
(2) Penyerahan barang impor.
kena pajak dari (2) Penyerahan Barang
tempat lain di Kena Pajak
dalam daerah berwujud dari
pabean ke KEK Tempat Lain Dalam
dapat diberikan Daerah Pabean,
fasilitas tidak Kawasan Bebas,
dipungut PPN dan dan Tempat
PPnBM Penimbunan
berdasarkan Berikat ke KEK
ketentuan diberikan fasilitas
peraturan tidak dipungut
perundang- Pajak Pertambahan
undangan. Nilai atau Pajak

1440
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi
Khusus
(3) Penyerahan barang Pertambahan Nilai
kena pajak dari dan Pajak
KEK ke tempat lain Penjualan atas
di dalam daerah Barang Mewah.
pabean sepanjang (3) Pemanfaatan
tidak ditujukan Barang Kena Pajak
kepada pihak yang tidak berwujud
mendapatkan serta Jasa Kena
fasilitas PPN Pajak di KEK
dikenakan PPN diberikan fasilitas
atau PPN dan tidak dipungut
PPnBM sesuai Pajak Pertambahan
dengan ketentuan Nilai atau Pajak
peraturan Pertambahan Nilai
perundang- dan Pajak
undangan. Penjualan atas
(4) Ketentuan lebih Barang Mewah.
lanjut mengenai Penjelasan ayat (3):
pemberian fasilitas Yang dimaksud
sebagaimana dengan
dimaksud pada pemanfaatan
ayat (1), ayat (2), Barang Kena Pajak
dan ayat (3) diatur tidak berwujud
dengan Peraturan serta Jasa Kena
Pemerintah. Pajak di KEK
adalah
pemanfaatan baik
yang berasal dari
dalam KEK sendiri
ataupun yang
berasal dari KEK
lainnya, Luar
Daerah Pabean,
Tempat Lain Dalam
Daerah Pabean,
Kawasan Bebas,
dan Tempat

1441
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi
Khusus
Penimbunan
Berikat
(4) Penyerahan Barang
Kena Pajak
berwujud, Barang
Kena Pajak tidak
berwujud, dan
Jasa Kena Pajak
dari KEK ke
Tempat Lain Dalam
Daerah Pabean
dikenai Pajak
Pertambahan Nilai
atau Pajak
Pertambahan Nilai
dan Pajak
Penjualan atas
Barang Mewah
kecuali ditujukan
ke Kawasan atau
pihak yang
mendapatkan
fasilitas Pajak
Pertambahan Nilai
atau Pajak
Pertambahan Nilai
dan Pajak
Penjualan atas
Barang Mewah.
(5) Ketentuan
mengenai kriteria
dan rincian Barang
Kena Pajak
berwujud, Barang
Kena Pajak tidak
berwujud dan/atau
Jasa Kena Pajak

1442
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi
Khusus
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (1), ayat (2),
ayat (3), dan ayat
(4) diatur dengan
Peraturan
Pemerintah.
199. Norma Baru Pasal 32A Penambahan
(1) Impor barang fasilitas untuk
konsumsi ke KEK barang konsumsi di
yang kegiatan KEK non industri
utamanya bukan
produksi dan
pengolahan
diberikan fasilitas:
a. bagi barang
konsumsi yang
bukan Barang
Kena Cukai
dengan jumlah
dan jenis
tertentu sesuai
dengan bidang
usahanya
diberikan
fasilitas
pembebasan bea
masuk dan tidak
dipungut pajak
dalam rangka
impor; dan
b. bagi barang
konsumsi yang
berupa Barang
Kena Cukai
dikenakan cukai
dan diberikan

1443
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi
Khusus
fasilitas
pembebasan bea
masuk dan tidak
dipungut pajak
dalam rangka
impor.
(2) Barang konsumsi
asal impor yang
dikeluarkan ke
tempat lain dalam
daerah pabean,
dilunasi bea
masuk, pajak
dalam rangka
impor, dan/atau
cukai bagi Barang
Kena Cukai.
200. Pasal 33 A Penambahan tugas
(1) Administrator dapat Administrator
ditetapkan untuk dalam pelayanan
melakukan kepabeanan
kegiatan pelayanan mandiri
kepabeanan
mandiri
berdasarkan
kriteria yang
ditetapkan oleh
menteri yang
menyelenggarakan
urusan
pemerintahan di
bidang keuangan.
Penjelasan:
yang dimaksud
dengan pelayanan
kepabeanan
mandiri meliputi

1444
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi
Khusus
antara lain
pelekatan dan/atau
pelepasan tanda
pengaman,
pelayanan
pemasukan barang,
pelayanan
pembongkaran
barang, pelayanan
penimbunan
barang, pelayanan
pemuatan barang,
pelayanan
pengeluaran
barang; dan/atau
pelayanan lainnya
(2) Pengawasan dan
pelayanan atas
perpindahan
barang di dalam
KEK, menggunakan
teknologi informasi
yang terhubung
dengan
kementerian yang
menyelenggarakan
urusan
pemerintahan di
bidang keuangan.
201. Pasal 35 Pasal 35 Memperjelas
(1) Setiap wajib pajak (1) Setiap wajib pajak rumusan insentif
yang melakukan yang melakukan pajak daerah
usaha di KEK usaha di KEK
diberikan insentif diberikan insentif
berupa pembebasan berupa
atau keringanan pembebasan atau
pajak daerah dan keringanan pajak

1445
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi
Khusus
retribusi daerah daerah dan
sesuai dengan retribusi daerah
ketentuan sesuai dengan
peraturan ketentuan
perundang- peraturan
undangan. perundang-
(2) Selain insentif undangan.
pajak daerah dan (2) Insentif
retribusi daerah sebagaimana
sebagaimana dimaksud pada
dimaksud pada ayat (1) berupa
ayat (1), pemerintah pengurangan Bea
daerah dapat Perolehan Hak
memberikan Atas Tanah dan
kemudahan lain. Bangunan dan
pengurangan Pajak
Bumi dan
Bangunan.
(3) Selain insentif
pajak daerah dan
retribusi daerah
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (1),
pemerintah daerah
dapat memberikan
fasilitas dan
kemudahan lain.
202. Pasal 36 Pasal 36 Memperjelas dan
Di KEK diberikan (1) Di KEK diberikan mempertegas
kemudahan untuk kemudahan, fasilitas pertanahan
memperoleh hak atas percepatan, dan di KEK
tanah sesuai dengan prosedur khusus
ketentuan peraturan dalam memperoleh
perundang-undangan. hak atas tanah,
pemberian
perpanjangan, dan

1446
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi
Khusus
pembaharuannya.
(2) Ketentuan
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (1) diatur
dengan peraturan
menteri yang
menyelenggarakan
urusan
pemerintahan di
bidang pertanahan
setelah mendapat
persetujuan dari
Dewan Nasional.
203. Norma Baru Pasal 37A Penambahan
(1) Tanah di KEK ketentuan
dapat ditetapkan penetapan harga
sebagai insentif lahan oleh Dewan
kepada Pelaku Nasional
Usaha.
(2) Dewan Nasional
dapat menetapkan
acuan harga jual
atau sewa tanah
KEK.
204. Pasal 38 Pasal 38 Perbaikan rumusan
(1) Di KEK diberikan (1) Di KEK diberikan mengenai peraturan
kemudahan dan kemudahan dan pelaksanaan UU
keringanan di keringanan di
bidang perizinan bidang perizinan
usaha, kegiatan usaha, perizinan
usaha, lainnya, kegiatan
perindustrian, usaha,
perdagangan, perindustrian,
kepelabuhan, dan perdagangan,
keimigrasian bagi kepelabuhan, dan
orang asing pelaku keimigrasian bagi

1447
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi
Khusus
bisnis, serta orang asing, serta
diberikan fasilitas diberikan fasilitas
keamanan. keamanan.
(2) Kemudahan dan (2) Ketentuan
keringanan mengenai
sebagaimana kemudahan dan
dimaksud pada keringanan
ayat (1) ditetapkan sebagaimana
sesuai dengan dimaksud pada
ketentuan ayat (1) diatur
peraturan dengan Peraturan
perundang- Pemerintah.
undangan.
205. Norma Baru Pasal 38A Pemangkasan izin
Terhadap KEK yang yang tumpang
menyelenggarakan tindih
kegiatan usaha yang
terkait dengan
perindustrian,
penetapan KEK
sekaligus sebagai
penetapan kawasan
industri sebagaimana
dimaksud dalam
undang-undang
tentang perindustrian.
206. Pasal 40 Pasal 40 Penegasan
(1) Selain pemberian Selain pemberian wewenang Dewan
fasilitas dan fasilitas dan Nasional dalam
kemudahan kemudahan memberikan
sebagaimana sebagaimana diatur tambahan fasilitas
diatur dalam Pasal dalam Pasal 30
30 sampai dengan sampai dengan Pasal
Pasal 39, Zona 39, Badan Usaha dan
yang berada di Pelaku Usaha di KEK
dalam KEK dapat dapat diberikan
diberikan fasilitas fasilitas dan

1448
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi
Khusus
dan kemudahan kemudahan lain yang
lain. ditetapkan oleh
(2) Ketentuan Dewan Nasional.
mengenai fasilitas
dan kemudahan
lain sebagaimana
dimaksud pada
ayat (1) diatur oleh
instansi yang
berwenang sesuai
dengan ketentuan
peraturan
perundang-
undangan.
207. Pasal 41 Pasal 41 Fasilitas
Izin mempekerjakan Pengesahan rencana ketenagakerjaan
tenaga kerja asing penggunaan tenaga untuk direksi dan
(TKA) yang mempunyai kerja asing yang komisaris
jabatan sebagai direksi mempunyai jabatan
atau komisaris sebagai direksi atau
diberikan sekali dan komisaris diberikan
berlaku selama TKA sekali dan berlaku
yang bersangkutan selama TKA yang
menjadi direksi atau bersangkutan menjadi
komisaris. direksi atau
komisaris.
208. Pasal 43 Pasal 43 Penyederhanaan
(1) Di KEK dibentuk (1) Di KEK dapat rumusan
Lembaga Kerja dibentuk Lembaga
Sama Tripartit Kerja Sama
Khusus oleh Tripartit Khusus.
gubernur yang (2) Ketentuan
mempunyai tugas: sebagaimana
a. melakukan dimaksud pada
komunikasi dan ayat (1) diatur
konsultasi dengan Peraturan
mengenai Pemerintah.

1449
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi
Khusus
berbagai
masalah
ketenagakerjaan;
b. melakukan
deteksi dini
terhadap
kemungkinan
timbulnya
permasalahan
ketenagakerjaan;
dan
c. memberikan
saran dan
pertimbangan
mengenai
langkah
penyelesaian
permasalahan.
(2) Keanggotaan
lembaga
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (1) terdiri atas
unsur Pemerintah,
unsur pemerintah
daerah, unsur
serikat
pekerja/serikat
buruh, dan unsur
asosiasi pengusaha.
(3) Di dalam
melakukan tugas
dan fungsinya,
lembaga
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (1)

1450
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi
Khusus
berkoordinasi
dengan lembaga
lain.
209. Pasal 44 Pasal 44 Penyederhanaan
(1) Di KEK dibentuk Dicabut dan rumusan
Dewan Pengupahan dinyatakan tidak
oleh gubernur yang berlaku.
tugas dan
fungsinya sebagai
berikut:
a. memberikan
masukan dan
saran untuk
penetapan
pengupahan;
dan
b. membahas
permasalahan
pengupahan.
(2) Keanggotaan Dewan
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (1) terdiri atas
unsur Pemerintah,
unsur pemerintah
daerah, unsur
serikat
pekerja/serikat
buruh, unsur
asosiasi pengusaha,
tenaga ahli, dan
perguruan tinggi.
(3) Di dalam
melakukan tugas
dan fungsinya,
Dewan
sebagaimana

1451
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi
Khusus
dimaksud pada
ayat (1)
berkoordinasi
dengan lembaga
lain.
210. Pasal 45 Pasal 45 Penegasan
(1) Penetapan dan Dicabut dan penetapan upah
pemberlakuan upah dinyatakan tidak minimum di KEK
minimum berlaku. oleh gubernur
ditetapkan dan
diatur oleh
gubernur.
(2) Penetapan upah
minimum
mempertimbangkan
paling sedikit:
a. upah minimum
sebagai jaring
pengaman;
b. kemampuan
UMKM dan
koperasi; dan
c. kebutuhan
hidup layak
(KHL).
211. Pasal 47 Pasal 47 Ketentuan
(1) Pada perusahaan (1) Pada perusahaan mengenai isi PKB
yang telah yang telah dan persyaratan
terbentuk serikat terbentuk serikat PKWT telah diubah
pekerja/serikat pekerja/serikat lebih fleksible dan
buruh dibuat buruh dibuat berlaku secara
perjanjian kerja perjanjian kerja umum, sehingga
bersama (PKB) bersama antara tidak perlu diatur
antara serikat serikat kembali dalam
pekerja/serikat pekerja/serikat Undang-Undang
buruh dan buruh dan KEK.
pengusaha. pengusaha.

1452
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi
Khusus
(2) Dalam PKB (2) Dihapus.
disepakati: (3) Dihapus.
a. jenis pekerjaan (4) Dihapus.
yang dapat
diserahkan
kepada
perusahaan lain;
dan
b. bentuk
hubungan kerja
yang didasarkan
perjanjian kerja
untuk waktu
tertentu dan
untuk waktu
tidak tertentu.
(3) Dalam hal
perusahaan
melakukan
pekerjaan yang
berhubungan
dengan produk
baru, kegiatan
baru, atau produk
tambahan yang
masih dalam
percobaan atau
penjajakan, dapat
dilakukan dengan
perjanjian kerja
waktu tertentu
untuk jangka waktu
paling lama 2 (dua)
tahun dan dapat
diperpanjang untuk
sekali paling lama 1
(satu) tahun.

1453
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi
Khusus
(4) Perjanjian kerja
waktu tertentu
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (3) tidak dapat
dilakukan
pembaruan.
212. Pasal 48 Pasal 48 Menampung opsi
(1) Pada saat Undang- (1) Pada saat transformasi
Undang ini berlaku, Undang-Undang KPBPB menjadi
Kawasan ini berlaku, KEK
Perdagangan Bebas sebagian atau
dan Pelabuhan seluruh Kawasan
Bebas, yaitu Batam, Perdagangan
Bintan, dan Bebas dan
Karimun, yang Pelabuhan Bebas,
dibentuk yaitu Batam,
berdasarkan Bintan, dan
Undang-Undang Karimun, yang
Nomor 36 Tahun dibentuk
2000 tentang berdasarkan
Penetapan Undang-Undang
Peraturan Nomor 36 Tahun
Pemerintah 2000 tentang
Pengganti Undang- Penetapan
Undang Nomor 1 Peraturan
Tahun 2000 Pemerintah
tentang Kawasan Pengganti
Perdagangan Bebas Undang-Undang
dan Pelabuhan Nomor 1 Tahun
Bebas Menjadi 2000 tentang
Undang-Undang Kawasan
(Lembaran Negara Perdagangan
Republik Indonesia Bebas dan
Tahun 2000 Nomor Pelabuhan Bebas
251, Tambahan Menjadi Undang-
Lembaran Negara Undang

1454
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi
Khusus
Republik Indonesia (Lembaran Negara
Nomor 4053) Republik
sebagaimana telah Indonesia Tahun
diubah dengan 2000 Nomor 251,
Undang-Undang Tambahan
Nomor 44 Tahun Lembaran Negara
2007 tentang Republik
Penetapan Indonesia Nomor
Peraturan 4053)
Pemerintah sebagaimana telah
Pengganti Undang- diubah dengan
Undang Nomor 1 Undang-Undang
Tahun 2007 Nomor 44 Tahun
tentang Perubahan 2007 tentang
atas Undang- Penetapan
Undang Nomor 36 Peraturan
Tahun 2000 Pemerintah
tentang Penetapan Pengganti
Peraturan Undang-Undang
Pemerintah Nomor 1 Tahun
Pengganti Undang- 2007 tentang
Undang Nomor 1 Perubahan atas
Tahun 2000 Undang-Undang
tentang Kawasan Nomor 36 Tahun
Perdagangan Bebas 2000 tentang
dan Pelabuhan Penetapan
Bebas Menjadi Peraturan
Undang-Undang Pemerintah
Menjadi Undang- Pengganti
Undang (Lembaran Undang-Undang
Negara Republik Nomor 1 Tahun
Indonesia Tahun 2000 tentang
2007 Nomor 130, Kawasan
Tambahan Perdagangan
Lembaran Negara Bebas dan
Republik Indonesia Pelabuhan Bebas
Nomor 4775), Menjadi Undang-

1455
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi
Khusus
sebelum atau Undang Menjadi
sesudah jangka Undang-Undang
waktu yang (Lembaran Negara
ditetapkan Republik
berakhir, dapat Indonesia Tahun
diusulkan menjadi 2007 Nomor 130,
KEK sesuai dengan Tambahan
ketentuan Undang- Lembaran Negara
Undang ini dan Republik
ketentuan Indonesia Nomor
peraturan 4775), sebelum
perundang- atau sesudah
undangan lain. jangka waktu
(2) Dalam hal Kawasan yang ditetapkan
Perdagangan Bebas berakhir, dapat
dan Pelabuhan ditetapkan
Bebas sebagaimana menjadi KEK.
dimaksud pada (2) Penetapan
ayat (1) tidak sebagian atau
diusulkan menjadi seluruhnya
KEK, Kawasan Kawasan
Perdagangan Bebas Perdagangan
dan Pelabuhan Bebas dan
Bebas berakhir Pelabuhan Bebas
sesuai dengan Batam, Bintan,
jangka waktu yang dan Karimun
telah ditetapkan. menjadi KEK
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (1)
berdasarkan
usulan Dewan
Kawasan
Perdagangan
Bebas dan
Pelabuhan Bebas
Batam, Bintan,

1456
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi
Khusus
dan Karimun.
(3) Ketentuan
mengenai
pengusulan dan
penetapan KEK
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (2) diatur
dengan Peraturan
Pemerintah.
(4) Dalam hal
Kawasan
Perdagangan
Bebas dan
Pelabuhan Bebas
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (1) tidak
ditetapkan
menjadi KEK,
Kawasan
Perdagangan
Bebas dan
Pelabuhan Bebas
berakhir sesuai
dengan jangka
waktu yang telah
ditetapkan.

2. Kawasan Industri dan Kawasan Perdagangan Bebas dan


Pelabuhan Bebas
No. Rumusan Undang- Usulan Rumusan Alasan Perubahan
Undang Perubahan
Undang-Undang 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian
213. Penambahan Norma Pasal 105 A Pengelola kawasan
Perizinan Berusaha industri di KEK

1457
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Undang- Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang Perubahan
untuk kegiatan usaha adalah Badan
kawasan industri Usaha Pengelola
yang berada di KEK, dalam rezim
kawasan ekonomi KEK Badan Usaha
khusus dilakukan yang menjadi
sesuai dengan Badan Usaha
ketentuan peraturan Pembangun dan
perundang-undangan Pengelola di
dibidang kawasan tetapkan oleh
ekonomi khusus Bupati/Walikota;
Perlu ada
pengkhususan
pengaturan, agar
tidak tidak terdapat
tambahan birokrasi
perizinan;
Pasal ini perlu
dicantumkan dalam
Peraturan
Pemerintah
UU Nomor 36 Tahun 2000 tentang KPBPB jo. UU Nomor 44 Tahun
2007 tentang Perubahan UU Nomor 36 Tahun 2000
1. Pasal 1 angka 1 Kawasan Perdagangan
Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan
Bebas dan Pelabuhan Bebas adalah suatu
Bebas adalah suatu kawasan yang berada
kawasan yang berada dalam wilayah hukum
dalam wilayah hukum Negara Kesatuan
Negara Kesatuan Republik Indonesia
Republik Indonesia yang diberikan
yang terpisah dari fasilitas pembebasan
daerah pabean dari pengenaan bea
sehingga bebas dari masuk, pajak
pengenaan bea masuk, pertambahan nilai,
pajak pertambahan pajak penjualan atas
nilai, pajak penjualan barang mewah, dan
atas barang mewah, cukai.
dan cukai.
2. Pasal 6 Pasal 6 Perlu mempertegas

1458
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Undang- Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang Perubahan
(1) Presiden (1) Presiden dan mengatur
menetapkan menetapkan mekanisme dan
Dewan Kawasan Dewan Kawasan tata kelola
Perdagangan Bebas Perdagangan pengusulan dan
dan Pelabuhan Bebas dan pembentukan
Bebas didaerah, Pelabuhan Bebas Dewan Kawasan.
yang selanjutnya didaerah, yang KPBPB adalah
disebut Dewan selanjutnya fasilitas Pemerintah
Kawasan. disebut Dewan Pusat, agar
(2) Ketua dan anggota Kawasan. pelaksaaannya
Dewan Kawasan (2) Dihapus. efektif perlu di
ditetapkan oleh (3) Dihapus. kelola dengan baik
Presiden atas usul (4) Ketentuan lebih oleh Pemerintah
Gubernur lanjut megenai melalui Dewan
bersama-sama pentepan Dewan Kawasan.
Dewan Perwakilan Kawasan
Rakyat Daerah. sebagaimana
(3) Masa kerja Ketua dimaksud pada
dan Anggota ayat (1) diatur
Dewan Kawasan dengan Peraturan
selama 5 (lima) Presiden.
tahun dan dapat
diangkat kembali
untuk 1 (satu) kali
masa jabatan.
3. Pasal 7 Pasal 7 Perlu mempertegas
(1) Dewan Kawasan (1) Dewan Kawasan dan mengatur
membentuk Badan membentuk mekanisme dan
Pengusahaan Badan tata kelola
Kawasan Pengusahaan pengusulan dan
Perdagangan Bebas Kawasan pembentukan
dan Pelabuhan Perdagangan Badan
Bebas yang Bebas dan Pengusahaan,
selanjutnya disebut Pelabuhan Bebas termasuk
Badan yang selanjutnya pengaturan bentuk
Pengusahaan. disebut Badan kelembagaan, SDM,
(2) Kepala dan Pengusahaan. dan sumber
Anggota Badan (2) Kepala dan perbiyaaannya.
Pengusahaan Anggota Badan Fungsi Badan

1459
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Undang- Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang Perubahan
ditetapkan oleh Pengusahaan Pengusahaan lebih
Dewan Kawasan. ditetapkan oleh ditujukan untuk
(3) Masa kerja Kepala Dewan Kawasan. pegelolaan
dan Anggota Badan (3) Dihapus. dibanding sebagai
Pengusahaan (4) Badan lembaga birokrsi,
selama 5 (lima) Pengusahaan sehingga masa
tahun dan dapat bertanggung jabatan tidak perlu
diangkat kembali jawab kepada diatur di dalam UU
untuk 1 (satu) kali Dewan Kawasan. cukup diatur dalam
masa jabatan. (5) Ketentuan lebih Peraturan Presiden.
(4) Badan lanjut mengenai
Pengusahaan pembentukan
bertanggung jawab Badan
kepada Dewan Pengusahaa dan,
Kawasan. penetapan Kepala
(5) Ketentuan dan Anggota
mengenai struktur Badan
organisasi, tugas Pengusahaan
dan wewenang diatur dengan
Kepala, Wakil Peraturan
Kepala, dan Presiden.
Anggota Badan
Pengusahaan,
diatur lebih lanjut
dengan Keputusan
Ketua Dewan
Kawasan.
4. Pasal 10 Pasal 10 Perlu mempertegas
Untuk memperlancar (1) Untuk pelaksanaan
kegiatan Kawasan memperlancar kewenangan
Perdagangan Bebas kegiatan Kawasan perizinan oleh
dan Pelabuhan Bebas, Perdagangan Badan
Badan Pengusahaan Bebas dan Pengusahaan dan
diberi wewenang Pelabuhan Bebas, menghindari
mengeluarkan izin-izin Badan tumpang tindih
usaha dan izin usaha Pengusahaan kewenangan
lainnya yang diberi wewenang dengan K/L/D.
diperlukan bagi para mengeluarkan Badan
pengusaha yang Perizinan Pengusahaan diberi

1460
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Undang- Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang Perubahan
mendirikan dan Berusaha dan kewenangan untuk
menjalankan usaha di perizinan lainnya menjalankan
Kawasan Perdagangan yang diperlukan seluruh perizinan
Bebas dan Pelabuhan bagi para yang berkaitan
Bebas melalui pengusaha yang dengan
pelimpahan wewenang mendirikan dan pengusahaan
sesuai dengan menjalankan KPBPB, namun
peraturan perundang- usaha di Kawasan sesuai dengan
undangan yang Perdagangan NSPK yang
berlaku. Bebas dan ditetapkan.
Pelabuhan Bebas.
(2) Ketentuan lebih
lanjut mengenai
pelaksanaan
wewenang
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (1) diatur
dengan Peraturan
Pemerintah
5. Pasal 11 Pasal 11 Sesuai dengan
(1) Barang-barang (1) Barang yang ketentuan UU
yang terkena terkena ketentuan Cukai, bahwa
ketentuan larangan, dilarang barang kena cukai
larangan, dilarang dimasukkan ke untuk konsumsi
dimasukkan ke Kawasan tidak diberikan
Kawasan Perdagangan pembebasan, hal ini
Perdagangan Bebas Bebas dan sejalan dengan
dan Pelabuhan Pelabuhan Bebas. tujuan cukai untuk
Bebas. (2) Pemasukan dan pengendalian.
(2) Pemasukan dan pengeluaran
pengeluaran barang ke dan dari
barang ke dan dari Kawasan
Kawasan Perdagangan
Perdagangan Bebas Bebas dan
dan Pelabuhan Pelabuhan Bebas
Bebas hanya dapat hanya dapat
dilakukan oleh dilakukan oleh
pengusaha yang pengusaha yang

1461
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Undang- Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang Perubahan
telah mendapat telah mendapat
izin usaha dari Perizinan
Badan Berusaha dari
Pengusahaan. Badan
(3) Pengusaha Pengusahaan.
sebagaimana (3) Pengusaha
dimaksud dalam sebagaimana
ayat (2) hanya dimaksud pada
dapat ayat (2) hanya
memasukkan dapat
barang ke Kawasan memasukkan
Perdagangan Bebas barang ke
dan Pelabuhan Kawasan
Bebas yang Perdagangan
berhubungan Bebas dan
dengan kegiatan Pelabuhan Bebas
usahanya. yang berhubungan
(4) Pemasukan dan dengan kegiatan
pengeluaran usahanya.
barang ke dan dari (4) Pemasukan dan
Kawasan pengeluaran
Perdagangan Bebas barang ke dan dari
dan Pelabuhan Kawasan
Bebas melalui Perdagangan
pelabuhan dan Bebas dan
bandar udara yang Pelabuhan Bebas
ditunjuk dan melalui pelabuhan
berada di bawah dan bandar udara
pengawasan yang ditunjuk dan
pabean diberikan berada di bawah
pembebasan bea pengawasan
masuk, pabean diberikan
pembebasan pembebasan bea
pajakpertambahan masuk,
nilai, pembebasan pembebasan pajak
pajak penjualan pertambahan
atas barang nilai, pembebasan
mewah, dan pajak penjualan
pembebasan cukai. atas barang

1462
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Undang- Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang Perubahan
(5) Pemasukan dan mewah, dan
pengeluaran pembebasan
barang ke dan dari cukai.
Kawasan (5) Pemasukan dan
Perdagangan Bebas pengeluaran
dan Pelabuhan barang ke dan dari
Bebas ke Daerah Kawasan
Pabean Perdagangan
diberlakukan tata Bebas dan
laksana Pelabuhan Bebas
kepabeanan di ke Daerah Pabean
bidang impor dan diberlakukan tata
ekspor dan laksana
ketentuan di kepabeanan di
bidang cukai. bidang impor dan
(6) Pemasukan barang ekspor dan
konsumsi dari luar ketentuan di
Daerah Pabean bidang cukai.
untuk kebutuhan (6) Pemasukan
penduduk di barang konsumsi
Kawasan dari luar Daerah
Perdagangan Bebas Pabean untuk
dan Pelabuhan kebutuhan
Bebas diberikan penduduk di
pembebasan bea Kawasan
masuk, pajak Perdagangan
pertambahan nilai, Bebas dan
pajak penjualan Pelabuhan Bebas
atas barang diberikan
mewah, dan cukai. pembebasan bea
(7) Jumlah dan jenis masuk, pajak
barang yang pertambahan
diberikan fasilitas nilai, dan pajak
sebagaimana penjualan atas
dimaksud dalam barang mewah
ayat (6) ditetapkan (7) Jumlah dan jenis
oleh Badan barang yang
Pengusahaan. diberikan fasilitas
sebagaimana

1463
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Undang- Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang Perubahan
dimaksud dalam
ayat (6) ditetapkan
oleh Badan
Pengusahaan.

I. ANALISA TERKAIT DENGAN KEMUDAHAN DAN


PERLINDUNGAN UMK-M

Perubahan UU UMKM diperlukan dalam hal menyangkut


Kriteria UMK, Basis Data Tunggal, Collaborative Processing
Kemitraan, Perizinan, Insentif Fiskal dan Pembiayaan Dan
Pembagian Urusan Pemerintahan Bidang UMKM.
Pertama, Kriteria UMKM, dilakukan perubahan terhadap
ketentuan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang
Usaha Mikro Kecil dan Menengah, Pasal 9 Undang-Undang Nomor
40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Pasal 102 Undang-
Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian, dengan
rumusan sebagai berikut:
(1) Kriteria Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah minimal
ditentukan oleh kekayaan bersih, hasil penjualan
tahunan, atau nilai investasi dan jumlah tenaga kerja
sesuai dengan kriteria setiap sektor usaha
(2) Kriteria Usaha Mikro Kecil Menengah diatur lebih lanjut
dalam Peraturan Presiden.
Kedua, Basis Data Tunggal, dilakukan perubahan terhadap
ketentuan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008
tentang Usaha Mikro Kecil dan Menengah, dengan rumusan
sebagai berikut:

(1) Pemerintah secara berkala setiap tahun mengeluarkan


basis data tunggal UMK.
(2) Lembaga pemerintah yang menangani bidang kegiatan
statistik melakukan pendataan basis data tunggal UMK.

1464
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

(3) Kebijakan mengenai UMK harus mempertimbangkan basis


data tunggal tersebut.
Ketiga, Collaborative Processing. K/L meminta istilah
collaborative processing agar menggunakan Bahasa Indonesia;
diusulkan menjadi Pengelolaan Terpadu. Belum terdapat
kebijakan khususnya mengenai Pengelolaan Terpadu. Beberapa
ketentuan Undang-Undang yang terdampak antara lain:
Pasal 4 dan Pasal 29 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014
tentang Jaminan Produk Halal, Pasal 91 Undang-Undang Nomor
18 Tahun 2012 tentang Pangan, Pasal 14, Pasal 73 Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, Pasal 53
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2014 tentang Standarisasi dan
Penilaian Kesesuaian, Pasal 13 Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2008 tentang UMKM.
Keempat, Kemitraan, dengan ketentuan Undang-Undang
yang terdampak yaitu dalam Pasal 25 sampai dengan Pasal 37
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang UMKM,
Penjelasan Pasal 2 huruf g Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014
tentang Perdagangan, Pasal 17 ayat (2) huruf c Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian.
Kelima, Perizinan, beberapa ketentuan Undang-Undang
yang terdampak antara lain: Pasal 7 dan Pasal 12 UU Nomor 20
Tahun 2008 tentang UMKM, Pasal 101 UU Nomor 3 Tahun 2014
tentang Perindustrian, Pasal 24 UU Nomor 7 Tahun 2014 tentang
Perdagangan, Pasal 9 UU Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib
Daftar Perusahaan.
Keenam, Insentif Fiskal Dan Pembiayaan. Berkaitan dengan
NPWP bagi Usaha Mikro. Kemenkeu perlu melakukan
penyederhanaan administrasi perpajakan khusus UMK diatur
melalui PMK mengingat NPWP berlaku untuk semua WP tanpa
terkecuali. Usulan ayat perubahan dari Kemenkeu menjadi
Alternatif 2 yang berbunyi: Dalam rangka pengajuan fasilitas

1465
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

pembiayaan dari pemerintah, usaha mikro diberikan


kemudahan/penyederhanaan administrasi perpajakan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
PMK tentang penyederhanaan administrasi perpajakan khusus
UMK diharapkan dapat segera terbit, karena target penyaluran
KUR 2020 sangat besar. Beberapa ketentuan Undang-Undang
yang terdampak antara lain: Pasal 2 ayat (1), Pasal 8 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 tentang Ketentuan Umum
dan Tata Cara Perpajakan, Pasal 44 Undang-Undang Nomor 33
Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal, Pasal 53 Undang-
Undang Nomor 20 Tahun 2014 tentang Standarisasi dan Penilaian
Keseuaian, Pasal 91 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012
tentang Pangan.
Ketujuh, Pembagian Urusan Pemerintah Bidang UMKM.
Beberapa ketentuan Undang-Undang yang terdampak antara lain:
UU Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah pada
Lampiran huruf Y nomor 2 Sub Urusan Perikanan Tangkap,
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Berikut Undang-Undang dan Pasal yang terkait dengan
Kemudahan dan Perlindungan UMK-M yang mengalami
perubahan :

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
Penambahan Norma Baru

1. Norma Baru Pasal XX  Pendataan UMK


masih tersebar
(1) Pemerintah Pusat
diantara sektor-
melakukan pendataan
sektor usaha,
Usaha Mikro, Kecil,
sehingga sulit
dan Menengah. untuk
(2) Hasil pendataan mengumpulkan
sebagai basis data data UMK.
tunggal Usaha Mikro,

1466
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
Kecil, dan Menengah.  Belum terdapat
(3) Basis data tunggal penegasan
sebagaimana mengenai basis
dimaksud pada ayat data tunggal
(1) wajib menjadi sebagai
bahan pertimbangan pertimbangan
dalam menentukan dalam
mengeluarkan
kebijakan mengenai
kebijakan
Usaha Mikro, Kecil,
terkait UMKM,
dan Menengah. sehingga setiap
(4) Ketentuan lebih lanjut sektor
mengenai basis data mempunyai
tunggal diatur dengan pertimbangan
Peraturan Pemerintah. data yang
berbeda-beda.
Usulan Menteri KUKM,
14 Januari 2020:
Pasal XX
 Pendataan
(1) Kementerian yang UMKM yang
menyelenggarakan tersebar di
urusan berbagai sektor
Pemerintahan usaha
dibidang UMKM, menyulitkan
mengkoordinasikan pengumpulan
dan data UMKM.
mengintegrasikan  Belum terdapat
data UMKM. penegasan
mengenai basis
(2) Lembaga yang data tunggal
menangani urusan sebagai
Pemerintahan pertimbangan
dibidang statistik, dalam
menyusun statistik mengeluarkan
UMKM. kebijakan
terkait UMKM,
(3) Basis data tunggal sehingga setiap
sebagaimana sektor
dimaksud pada mempunyai
ayat (1) wajib pertimbangan
menjadi bahan pertimbangan
data yang oleh Pem
berbeda-beda

1467
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
2. Norma Baru Pasal XX  Selama ini belum
terbentuk klaster
(1) Pemerintah Pusat
dan program
mendorong
masing-masing
implementasi
K/L dalam
pengelolaan terpadu pembinaan
Usaha Mikro dan Kecil maupun
dalam penataan pemberian
klaster melalui sinergi bantuan terhadap
Pemerintah Pusat, UMK belum
Pemerintah Daerah, tersinergi.
dan pemangku  Belum adanya
kepentingan terkait. regulasi yang
(2) Penentuan lokasi menguatkan
Klaster Usaha Mikro pengembangan
dan Kecil disusun konsep klaster
dalam program UMK yang
Pemerintah dengan terpadu dengan
memperhatikan program
strategi penentuan pembinaan
lokasi usaha.
(3) Pemerintah Pusat dan
Usulan KADIN 9
Pemerintah Daerah
Januari 2020:
melaksanakan
pendampingan bagi  Usaha skala
Usaha Mikro dan Kecil besar juga perlu
dalam menyediakan dilibatkan
Sumber Daya dalam sinergi
Manusia, anggaran, dan melibatkan
serta sarana dan pengurus
prasarana. KADIN menjadi
(4) Pemerintah dalam pendamping
menyediakan Sumber UMK. (Usulan
Daya Manusia, KADIN)
anggaran, serta sarana
 Terkait
dan prasarana
sebagaimana penyediaan
dimaksud pada ayat SDM,
(3) memberikan pemerintah
fasilitas yang meliputi harus
aspek produksi, memfokuskan
infrastruktur, rantai pelatihan sesuai

1468
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
nilai, pendirian badan dengan
hukum, sertifikasi dan kebutuhan dari
standardisasi, kegiatan usaha.
promosi, pemasaran, (Usulan KADIN)
digitalisasi, serta
 Selama ini
penelitian dan
pelatihan yang
pengembangan.
dilakukan oleh
(5) Pemerintah Pusat
pemerintah
mengkoordinasikan
terlalu teoritis
pengelolaan terpadu
dan kurang
Usaha Mikro dan Kecil
aplikatif (Usulan
dalam penataan
Inkowapi)
klaster
(6) Pemerintah Pusat
melakukan evaluasi
perencanaan
pengelolaan terpadu
Usaha Mikro dan Kecil
dalam penataan
klaster.
(7) Ketentuan lebih lanjut
mengenai pengelolaan
terpadu Usaha Mikro
dan Kecil diatur
dengan Peraturan
Pemerintah.

Usulan Menteri KUKM,


14 Januari 2020:
Pasal XXX

(1) Pengembangan dan


pemberdayaan
UMKM dilaksanakan
secara terpadu
lintas
Kementerian/Lemba
ga dan Pemerintah
Pusat dan Daerah.

1469
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
(2) Pemerintah
menunjuk
Kementerian yang
menyelenggarakan
urusan
Pemerintahan di
bidang UMKM untuk
mensinergikan
pengembangan dan
pemberdayaan
UMKM dengan
para pemangku
kepentingan.
(3) Ketentuan lebih
lanjut mengenai
sinergitas
sebagaimana
dimaksud pada ayat
(2) diatur dalam
Peraturan Presiden.
Penjelasan ayat :
Mensinergikan antar
Kementerian/Lembaga,
Pemda, BUMN,
BUMD, Swasta,
Perguruan Tinggi,
Asosiasi, dan lainnya

3. Norma Baru Pasal XX  Selama ini pola


kemitraan dinilai
(1) Pemerintah Pusat
tidak
mendorong usaha
berkesinambunga
menengah dan besar
, sektoral, dan
untuk melibatkan
parsial.
Usaha Mikro dan Kecil
dalam kemitraan  Selama ini pola
dalam suplai chain kemitraan dinilai
termasuk di tidak
dalamnya dengan berkesinambunga
BUMN/BUMD. n dan belum
menyentuh pada
Usulan Menteri KUKM,

1470
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
14 Januari 2020 core business/
(1) Pemerintah Pusat bisnis inti
memfasilitasi maupun dalam
kemitraan usaha proses produksi.
menengah dan  Pasal diatas
besar dengan Usaha untuk
Mikro dan Kecil menguatkan
dalam rantai pasok konsep kemitraan
(2) Pemerintah Pusat dan pada UU
Pemerintah Daerah sebagaimana
memberikan insentif tertuang dalam
dan kemudahan UU 20/2008, UU
berusaha dalam 7/2014, dan UU
rangka kemitraan 3/2014.
sesuai dengan Usulan KADIN, 9
ketentuan peraturan Januari 2020:
perundang-undangan.  Perlu adanya
(3) Ketentuan lebih lanjut dukungan secara
mengenai kemitraan legalitas terkait
diatur dengan tenaga kerja
Peraturan Pemerintah. perempuan dan
anak untuk
usaha tertentu,
karena adanya
beberapa sektor
dari UMKM yang
memerlukan
tenaga kerja
dengan kriteria
tertentu, misal:
batik.
Usulan Menteri
KUKM, 14 Januari
2020:
 UMKM
mengalami
kendala
kurangnya bahan
baku, pemasaran,
pengemasan.
Sehingga perlu

1471
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
didorong untuk
bermitra dengan
usaha menengah
dan besar.

4. Norma Baru Pasal XX  Banyaknya izin


(1) Dalam rangka yang harus
dipenuhi oleh
kemudahan perizinan
pelaku UMK
berusaha, Pemerintah
seperti SIUP,
Pusat berperan aktif IUMK, NIB, IUI
melakukan pembinaan
dan pendaftaran bagi  Secara regulasi
Usaha Mikro dan Perpres
Kecil. 98/2014
tentang IUMK
(2) Pendaftaran
bersinggungan
sebagaimana
dengan PP
dimaksud pada ayat
17/2013
(1) dilakukan dengan tentang
pemberian nomor pelaksana UU
induk berusaha 20/2008
melalui Perizinan tentang UMKM
Berusaha secara yaitu pada Pasal
elektronik. 36.
(3) Nomor induk berusaha
 Penerbitan
sebagaimana IUMK tidak
dimaksud pada ayat memenuhi
(2) merupakan target awal.
perizinan tunggal yang
berlaku untuk semua  Pemerintah
daerah belum
kegiatan usahanya
semuanya
(4) Perizinan tunggal
menerbitkan
sebagaimana Perda
dimaksud pada ayat penerbitan
(3) meliputi perizinan IUMK karena
berusaha, izin edar, terkendala UU
SNI, dan sertifikasi 23/2014
jaminan produk halal. tentang
(5) Pemerintah Pusat Pemerintahan
melakukan pembinaan Daerah
terhadap pemenuhan lampiran Q
standar izin edar, SNI,  IUMK belum
dan sertifikasi jaminan dapat

1472
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
produk halal. disetarakan
(6) Dalam hal kegiatan dengan izin
usaha sebagaimana usaha yang
dimaksud pada ayat dikeluarkan K/L
(3) memiliki kriteria teknis misalnya
risiko tinggi terhadap Izin Usaha
kesehatan, keamanan, Industri (IUI)
dan Surat Izin
dan keselamatan serta
Usaha
lingkungan, selain
Perdagangan
memiliki nomor induk (SIUP)
berusaha, Usaha
Mikro dan Kecil wajib  Banyak pelaku
memiliki sertifikasi UMK yang
standar dan/atau izin. terbebani oleh
proses
(7) Pemerintah Pusat
pendaftaran
memfasilitasi
perizinan usaha,
sertifikasi standar sertifikasi dan
dan/atau izin standardisasi,
sebagaimana dan pendaftaran
dimaksud pada ayat Hak atas
(4). Kekayaan
(8) Ketentuan lebih lanjut Intelektual yang
mengenai perizinan rumit dan
tunggal sebagaimana mahal.
dimaksud pada ayat  Dengan
(3) dan fasilitasi dibentuknya
sertifikasi standar pasal tersebut
dan/atau izin maka akan
sebagaimana mengintegrasika
dimaksud pada ayat n izin bagi UMK
(7) diatur dengan dari sektor
Peraturan Pemerintah. perindustrian,
perdagangan,
dan sektor
lainnya.
Usulan Inkowapi,
9 Januari 2020:
 Untuk
kemudahan
perizinan

1473
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
berusaha,
untuk UMKM
diharapkan
hanya pada
level
pendaftaran
saja.
 Untuk izin
usaha UMKM
cukup dengan
surat
keterangan dari
RT RW.

5. Norma Baru Pasal XX  Kondisi saat ini


(1) Dalam rangka setiap pelaku
UMK wajib
pengajuan fasilitas
memiliki NPWP.
pembiayaan dari
pemerintah, usaha  Kondisi tersebut
mikro diberikan bagi sebagian
kemudahan/penyeder pelaku UMK
hanaan administrasi menjadi kendala
perpajakan sesuai dalam
mengajukan
dengan ketentuan
pembiayaan ke
peraturan perundang-
lembaga
undangan di bidang
keuangan.
perpajakan.
(2) Perizinan Berusaha  Pembiayaan bagi
yang diterbitkan UMK
untuk Usaha Mikro dilaksanakan
dan Kecil dapat oleh Pemerintah
untuk
diberikan insentif
meningkatkan
berupa tidak
modal usaha
dikenakan biaya atau UMK dengan
diberikan keringanan skema subsidi
biaya. bunga dan
subsidi
penjaminan
dengan
melibatkan
Lembaga

1474
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
Keuangan.
6. Norma Baru Pasal XX  Saat ini UMK
Wajib memiliki
agunan untuk
Kegiatan usaha Mikro mengajukan
dan Kecil dapat dijadikan pembiayaan
jaminan untuk kepada
memperoleh kredit perbankan
program
 Kondisi tersebut
bagi sebagian
pelaku UMK
menjadi kendala
dalam
mengajukan
pembiayaan ke
lembaga
keuangan.
 Menambahkan
kegiatan usaha
sebagai agunan
sehingga tidak
menghapus/men
cabut Pasal 8
Ayat (1) UU
10/1998 tentang
perubahan atas
UU 7/1992
tentang
Perbankan.
 Export product

7. Norma Baru Pasal XX  Saat ini


(1) Pemerintah sertifikat halal
mempermudah dan sifatnya
menyederhanakan mandatory,
proses pendaftaran sehingga UMK
dan pembiayaan Hak wajib memiliki
atas Kekayaan sertifikat halal
Intelektual,  UMK saat ini
kemudahan impor masih mendaftar
bahan baku dan sertifikasi dan

1475
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
bahan penolong standardisasi
industri, dan/atau seperti sertifikat
fasilitasi ekspor. halal, SNI, dan
(2) Ketentuan lebih lanjut izin edar secara
mengenai kemudahan parsial.
dan penyederhanaan Banyaknya
proses pendaftaran proses
pendaftaran
dan pembiayaan Hak
sertifikasi dan
atas Kekayaan
standardisasi
Intelektual, tersebut
kemudahan impor membuat UMK
bahan baku dan belum bisa
bahan penolong mendapatkan
industri, dan/atau semua jenis
fasilitasi ekspor sertifikasi dan
sebagaimana standardiasi
dimaksud pada ayat tesebut
(1) diatur dengan  UMK belum
Peraturan Pemerintah. sanggup
membayar biaya
sertifikat halal,
SNI, dan izin
edar terutama
biaya untuk uji
laboratorium
 Uji laboratorim
sertifikat halal,
SNI, dan izin
edar saat ini
dilakukan oleh
lembaga
pemeriksa yang
berbeda-beda,
sehingga untuk
3 sertifikasi dan
standadisasi
tersebut, apabila
UMK ingin
mendapatkan
ketiga-tiganya
secara
bersamaan UMK
harus

1476
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
mengeluarkan 3
biaya uji
laboratorium
 Pasal ini
bertujuan
menyederhanak
an proses
pendaftaran dan
uji laboratorium
sertifikat halal,
SNI, dan izin
edar bagi UMK
dan tidak
merubah pasal
44 UU 33/2014,
pasal 53 UU
20/2014, dan
pasal 91 UU
18/2012.

8. Norma Baru Pasal XX Selama ini belum


ada dasar hukum
Pemerintah
bagi Pemerintah
memprioritaskan
untuk meyalurkan
mengalokasikan
dana alokasi
penggunaan Dana
khusus untuk
Alokasi Khusus untuk
pemberdayaan dan
mendanai kegiatan
pengembangan
pemberdayaan dan
UMKM
pengembangan usaha
mikro, kecil, dan
menengah.

9. Norma Baru Usulan Menteri KUKM, Usaha Mikro dan


14 Januari 2020: Kecil kesulitan
Pasal XXX mengakses
layanan
perlindungan
Pemerintah memfasilitasi hukum
tersedianya layanan
bantuan dan
pendampingan hukum Usulan ini terkait

1477
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
bagi Usaha Mikro dan erat dengan
Usaha Kecil. ketersediaan
anggaran
Pemerintah Pusat
dan Pemda.

10. Norma Baru Usulan Menteri KUKM, - Membuka


14 Januari 2020: peluang pasar.
Pasal XXX - Penyerapan
produk UMKM.
Dalam pengadaan
barang/jasa
Pemerintah,
dialokasikan paling
sedikit 50% untuk
produk UMK.

11. Usulan Menteri KUKM, Memberikan


14 Januari 2020: peluang dan
kesempatan yang
Pasal XXX
lebih besar kepada
Pemerintah dan UMK
Pemerintah Daerah
dapat
memprioritaskan Ini hanya “lip
produk/jasa Usaha service” semata
Mikro dan Kecil dalam karena dalam
pengadaan implementasi
barang/jasa susah
pemerintah dilaksanakan.

Usulan KADIN 9 Januari


2020:
Pasal XXX
Pemerintah dan
Pemerintah Daerah

1478
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
memprioritaskan
produk/jasa Usaha
Mikro dan Kecil pada
penggunaan
APBN/APBD.

12. Norma Baru Usulan Menteri KUKM, Banyak UMK


14 Januari 2020: yang belum
menerapkan
Pasal XXX
standar
Pemerintah memfasilitasi pembukuan
pemanfaatan yang baik.
sistem/aplikasi
pembukuan/pencatatan
keuangan yang memberi
kemudahan bagi UMK.

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang UMKM

1. Pasal 6 Pasal 6  Dengan


(1) Kriteria Usaha (3)Kriteria Usaha Mikro, ditetapkannya
Mikro adalah kriteria Usaha
Kecil, dan Menengah
sebagai berikut: Mikro, Kecil, dan
paling sedikit memuat
a. memiliki Menengah di
indikator kekayaan
kekayaan tingkat UU (UU
bersih, hasil penjualan
bersih 20/2008), akan
tahunan, atau nilai
paling sulit untuk
investasi, dan jumlah
banyak dirubah
tenaga kerja sesuai
Rp50.000.0 mengikuti
dengan kriteria setiap
00,00 (lima perubahan
sektor usaha
puluh juta (4)Ketentuan lebih lanjut ekonomi terutama
rupiah) karena
mengenai Kriteria
tidak mekanisme
Usaha Mikro, Kecil,
termasuk perubahan
dan Menengah diatur
tanah dan regulasi tingkat
dengan Peraturan
bangunan UU. Kriteria
Pemerintah
tempat sebaiknya
usaha; atau diputuskan di
b. memiliki tingkat Peraturan
hasil Presiden sehingga

1479
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
penjualan mudah untuk
tahunan direvisi.
paling  Berbagai sektor
banyak mempunyai
Rp300.000. kriteria Usaha
000,00 (tiga Mikro Kecil
ratus juta Menengahnya
rupiah). masing-masing.
(2) Kriteria Usaha Dengan
Kecil adalah penegasan
sebagai berikut: rujukan tunggal,
a. memiliki diharapkan
kekayaan seluruh
bersih lebih pemangku
dari kepentingan
Rp50.000.0 dapat mempunyai
00,00 (lima landasan kriteria
puluh juta yang jelas
rupiah) terutama terkait
sampai program-program
dengan pemberdayaan,
paling investasi dan
banyak insentif bagi
Rp500.000. UMK.
000,00 (lima
ratus juta Usulan KADIN, 9
rupiah) Januari 2020:
tidak  Terkait definisi,
termasuk harus jelas
tanah dan sehingga dapat
bangunan perbedaan untuk
tempat perdagangan,
usaha; atau perindustrian,
b. memiliki dan koperasi.
hasil
penjualan
tahunan
lebih dari
Rp300.000.
000,00 (tiga
ratus juta
rupiah)

1480
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
sampai
dengan
paling
banyak
Rp2.500.00
0.000,00
(dua milyar
lima ratus
juta rupiah).
(3) Kriteria Usaha
Menengah
adalah sebagai
berikut:
a. memiliki
kekayaan
bersih lebih
dari
Rp500.000.
000,00 (lima
ratus juta
rupiah)
sampai
dengan
paling
banyak
Rp10.000.0
00.000,00
(sepuluh
milyar
rupiah)
tidak
termasuk
tanah dan
bangunan
tempat
usaha; atau
b. memiliki
hasil
penjualan
tahunan
lebih dari
Rp2.500.00

1481
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
0.000,00
(dua milyar
lima ratus
juta rupiah)
sampai
dengan
paling
banyak
Rp50.000.0
00.000,00
(lima puluh
milyar
rupiah).
(4) Kriteria
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (1) huruf a,
huruf b, dan
ayat (2) huruf a,
huruf b, serta
ayat (3) huruf a,
huruf b nilai
nominalnya
dapat diubah
sesuai dengan
perkembangan
perekonomian
yang diatur
dengan
Peraturan
Presiden

2. Usulan Menteri - Untuk


KUKM, 14 Januari Pasal XXX mendukung
2020: kemudahan
berusaha bagi
Pasal 12 pelaku UMK.
Pendaftaran atau
(1) Aspek perizinan - Proses
perizinan bagi Usaha
usaha pendaftaran/p
Mikro dan Kecil tidak
sebagaimana erizinan
dikenakan biaya. dilakukan
dimaksud

1482
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
dalam Pasal 7 melalui OSS
ayat (1) huruf e
Catatan:
ditujukan Tidak perlu
Mengubah Pasal 12
untuk: diakomodir
Ayat 1 huruf (b) UU
a. menyederha karena
No. 20 Tahun 2008
nakan tata sebenarnya
tentang UMKM.
cara dan kemudahan
jenis perizinan
perizinan tunggal yg telah
usaha diatur dalam
dengan RUU ini sudah
sistem memberikan
pelayanan pembebasan
terpadu satu biaya dan
pintu; dan penyederhanaan
b. membebask perizinan.
an biaya Namun jika
perizinan kegiatan usaha
bagi Usaha UMK termasuk
Mikro dan kategori risiko
memberikan tinggi (seperti
keringanan produksi
biaya minuman
perizinan alkohol, senjata,
bagi Usaha farmasi) maka
Kecil. harus memiliki
izin (terpaksa
dikenakan biaya)

(2) P Penambahan
Pasal 35
a Penjelasan
(1) Usaha Besar s Pasal 35
dilarang a
memiliki l
dan/atau Dalam ketentuan
menguasai 3 pasal 35 UU No.
Usaha 5 20 Tahun 2008
Mikro, Kecil, dan ketentuan
dan/atau pelaksanaannya
Menengah (1) Usaha Besar tidak dijelaskan

1483
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
sebagai dilarang memiliki mengenai konsep
mitra dan/atau memiliki
usahanya menguasai Usaha dan/atau
dalam Mikro, Kecil, menguasai
pelaksanaan dan/atau sehingga di
hubungan Menengah sebagai dalam praktik
kemitraan mitra usahanya menimbulkan
sebagaimana dalam permasalahan
dimaksud pelaksanaan sebagaimana
dalam Pasal hubungan contoh beberapa
26. kemitraan kasus yang
sebagaimana ditangani oleh
(2) Usaha
dimaksud dalam KPPU
Menengah
Pasal 26.
dilarang
memiliki (2) Usaha Menengah
dan/atau dilarang memiliki
menguasai dan/atau
Usaha Mikro menguasai Usaha
dan/atau Mikro dan/atau
Usaha Kecil Usaha Kecil mitra
mitra usahanya.
usahanya.

Penjelasan Pasal
35 Cukup Jelas
Penjelasan Pasal 35
(Masukan
GAPKI) (1) yang dimaksud
“memiliki” adalah
adanya peralihan
kepemilikan
secara yuridis atas badan usaha/peru
(2) Yang dimaksud
“menguasai”
adalah adanya
peralihan
penguasaan secara
yuridis atas
kegiatan usaha
yang dijalankan

1484
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
dan/atau aset
atau kekayaan
dimiliki Usaha
Mikro, Kecil,
dan/atau
Menengah oleh
Usaha Besar
sebagai mitra
usahanya dalam
pelaksanaan
hubungan
kemitraan.

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar


Perusahaan

1. Undang-Undang Dicabut dan dinyatakan


Nomor 3 Tahun tidak berlaku
1982 tentang
Wajib Daftar
Perusahaan

Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian

1. Pasal 102 Pasal 102 Pasal 102 pada UU


(1) Industri kecil Dicabut dan dinyatakan Nomor 3 Tahun
sebagaimana tidak berlaku. 2014 tentang
dimaksud Perindustrian
dalam Pasal dinyatakan
101 ayat (2) dihapus, dan telah
huruf a dibuat norma baru
ditetapkan pada UU Omnibus
berdasarkan Law tentang
jumlah tenaga Kriteria Usaha
kerja dan nilai Mikro dan Kecil.
investasi tidak
termasuk tanah
dan bangunan
tempat usaha.
(2) Industri

1485
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
menengah
sebagaimana
dimaksud
dalam Pasal
101 ayat (2)
huruf b
ditetapkan
berdasarkan
jumlah tenaga
kerja dan/atau
nilai investasi.
(3) Industri besar
sebagaimana
dimaksud
dalam Pasal
101 ayat (2)
huruf c
ditetapkan
berdasarkan
jumlah tenaga
kerja dan/atau
nilai investasi.
(4) Besaran jumlah
tenaga kerja
dan nilai
investasi untuk
Industri kecil,
Industri
menengah, dan
Industri besar
ditetapkan oleh
Menteri.

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2010 tentang Hortikultura

1. Pasal 48 Pasal 48 Semua


kewenangan
(1) Klasifikasi unit Dicabut dan dinyatakan
Pemerintah Pusat
usaha tidak berlaku.
dan Pemerintah
budidaya
Daerah ditarik

1486
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
hortikultura terlebih dahulu
terdiri atas: menjadi
a. unit usaha kewenangan
budidaya Pemerintah
horticultura (Presiden).
mikro;
b. unit usaha
budidaya
hortikultura
kecil;
c. unit usaha
budidaya
hortikultura
menengah;
dan
d. unit usaha
budidaya
hortikultura
besar;
(2) Ketentuan
lebih lanjut
mengenai
klasifikasi unit
usaha
budidaya
hortikultura
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)
diatur dengan
Peraturan
Menteri.

Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan

1487
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan Perubahan


Undang-Undang Perubahan
1. Norma Baru. Pasal 53A Untuk
mengakomodasi
(1) Jalan Tol harus
kepentingan UMK
dilengkapi dengan
untuk berusaha di
Tempat Istirahat dan ruas jalan tol.
Pelayanan untuk
kepentingan Selain itu kiranya
pengguna Jalan Tol. perlu
(2) Pengusahaan Tempat dipertimbangkan
rumusan Pasal 53a
Istirahat dan
tersebut dalam
Pelayanan
omnibus.
sebagaimana Mengingat secara
dimaksud pada ayat konsep ini
(1) dilakukan dengan merupakan konten
melibatkan klaster UMKM
partisipasi Usaha (amanat untuk
Mikro dan Kecil melakukan
melalui pola kemitraan)
kemitraan.

J. ANALISA TERKAIT DENGAN INVESTASI DAN PROYEK


PEMERINTAH

Klaster Investasi dan Proyek Pemerintah meliputi Investasi


Pemerintah dan Kemudahan Proyek Pemerintah. Perubahan
dilakukan dengan mengatur rumusan baru sebagaimana
tercantum dalam Lampiran Naskah Akademik Rancangan
Undang-Undang ini. Berikut undang-undang dan pasal yang
mengalami perubahan :

Rumusan Usulan Rumusan


No. Alasan Perubahan
Undang-Undang Perubahan
1. Norma Baru Investasi Pemerintah Memberikan
sebagaimana tambahan
dimaksud dalam fleksibilitas bagi
Pasal 3 ayat (3) huruf negara untuk

1488
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan


No. Alasan Perubahan
Undang-Undang Perubahan
a dilakukan untuk melakukan
meningkatkan pengelolaan
investasi dan investasi.
penguatan
perekonomian dalam
rangka mendukung
kebijakan strategis
penciptaan lapangan
kerja.

Penjelasan ayat (1):


Dalam melakukan
investasi, pemerintah
melakukan
pengelolaan dan
penempatan sejumlah
dana dan/atau aset
untuk memperoleh
manfaat ekonomi,
sosial, dan/atau
manfaat lainnya.

Investasi Pemerintah
sebagaimana
dimaksud pada ayat
(1) dilakukan oleh:
Pemerintah melalui
Menteri Keuangan
selaku Bendahara
Umum Negara sesuai
dengan ketentuan
peraturan perundang-
undangan terkait
investasi pemerintah;
lembaga yang bersifat
sui generis dan
diberikan kewenangan
khusus dalam rangka
pengelolaan investasi,

1489
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan


No. Alasan Perubahan
Undang-Undang Perubahan
yang selanjutnya
disebut Lembaga.
Menteri Keuangan
selaku Bendahara
Umum Negara dan
Lembaga dalam
melaksanakan
investasi sebagaimana
dimaksud pada ayat
(2) berwenang untuk:
melakukan
penempatan dana
dalam bentuk
instrumen keuangan;
melakukan kegiatan
pengelolaan aset;

Penjelasan huruf b:
Yang dimaksud
dengan kegiatan
pengelolaan aset
antara lain namun
tidak terbatas pada
kegiatan privatisasi,
divestasi, akuisisi,
pengelolaan,
restrukturisasi
perusahaan (saham)
maupun aset tetap
dan lain-lain yang
dilakukan secara
langsung maupun
secara tidak langsung
baik dilakukan sendiri
atau melalui
kerjasama dengan
pihak ketiga atau
melalui pembentukan
entitas khusus baik

1490
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan


No. Alasan Perubahan
Undang-Undang Perubahan
berbentuk badan
hukum Indonesia
maupun badan
hukum asing.
melakukan kerja sama
dengan entitas dana
perwalian (trust fund).

Penjelasan huruf c:
Dalam melakukan
kerja sama dengan
entitas dana perwalian
(trust fund), penyedia
dana (settlor) harus
memberikan kuasa
kepada entitas dana
perwalian (trust fund)
dalam rangka
melakukan
pengelolaan investasi
dengan lembaga
menentukan calon
mitra investasi;
Penjelasan huruf d:
Yang dimaksud
dengan berwenang
menentukan calon
mitra investasi adalah
menunjuk mitra
secara langsung
dengan pertimbangan
antara lain mengikuti
praktik bisnis yang
berlaku secara
internasional dan
dalam rangka
percepatan proses
penentuan calon
mitra, dengan tetap

1491
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan


No. Alasan Perubahan
Undang-Undang Perubahan
menjaga tata kelola
yang sehat
memberikan dan
menerima pinjaman;
dan/atau
menatausahakan aset
yang dimilikinya.

2. Norma Baru Menteri Keuangan


dalam melaksanakan
investasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal
1215 ayat (2) huruf a
dapat menetapkan
dan/atau menunjuk
badan layanan umum,
badan usaha milik
negara, dan/atau
badan hukum lainnya.
Menteri Keuangan
untuk menampung
dana investasi
pemerintah,
membentuk Rekening
Investasi Bendahara
Umum Negara.
Dana yang ditampung
dalam Rekening
Investasi Bendahara
Umum Negara
sebagaimana
dimaksud pada ayat
(2), dapat digunakan
kembali secara
langsung untuk
mendapatkan manfaat
ekonomi, sosial,
dan/atau manfaat
lainnya.

1492
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan


No. Alasan Perubahan
Undang-Undang Perubahan
Tata kelola investasi
pemerintah oleh
Menteri Keuangan
selaku Bendahara
Umum Negara
sepanjang tidak diatur
secara khusus
berdasarkan Undang-
Undang ini
dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan
peraturan perundang-
undangan.

3. Norma Baru Dalam melaksanakan


investasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal
1215 ayat (2) huruf b,
Pemerintah
membentuk Lembaga
untuk mengelola
investasi pemerintah.
Lembaga sebagaimana
dimaksud pada ayat
(1) dibentuk dengan
Peraturan Pemerintah.
Lembaga bertanggung
jawab kepada Presiden
melalui Dewan
Pengarah.

4. Norma Baru Investasi Pemerintah


sebagaimana
dimaksud dalam Pasal
1215 ayat (2) huruf b
dapat bersumber dari
aset negara, aset
badan usaha milik

1493
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan


No. Alasan Perubahan
Undang-Undang Perubahan
negara, dan/atau
sumber lainnya.

5. Norma Baru Modal Lembaga


sebagaimana
dimaksud dalam Pasal
1217 ayat (1) huruf b
dapat berasal dari
penyertaan modal
negara dan/atau
sumber lainnya.
Setiap perubahan
penyertaan modal
Pemerintah Pusat
pada Lembaga, baik
berupa pengurangan
maupun penambahan
modal Lembaga yang
berasal dari sumber
sebagaimana
dimaksud pada ayat
(1) ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah.
Lembaga dapat
melaksanakan
investasi, baik secara
langsung maupun
tidak langsung,
melakukan kerjasama
dengan pihak ketiga,
atau melalui
pembentukan entitas
khusus yang
berbentuk badan
hukum Indonesia atau
badan hukum asing.
Keuntungan atau
kerugian yang dialami
Lembaga dalam

1494
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan


No. Alasan Perubahan
Undang-Undang Perubahan
melaksanakan
investasi sebagaimana
dimaksud pada ayat
(3), merupakan
keuntungan atau
kerugian Lembaga.
Dalam hal Lembaga
mengalami
keuntungan
sebagaimana
dimaksud pada ayat
(4), sebagian
keuntungan
ditetapkan sebagai
surplus Lembaga yang
merupakan laba
bagian Pemerintah
Pusat untuk
disetorkan ke kas
negara, setelah
dilakukan
pencadangan untuk
menutup/menanggun
g risiko kerugian
dalam berinvestasi
dan/atau melakukan
akumulasi modal.
Penyertaan modal
sebagaimana
dimaksud pada ayat
(1) huruf a yang
menjadi kekayaan
Lembaga dicatat
dalam Laporan
Keuangan Pemerintah
Pusat senilai
penyertaan yang
disetorkan ke
Lembaga.
Ketentuan lebih lanjut

1495
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan


No. Alasan Perubahan
Undang-Undang Perubahan
mengenai bagian
keuntungan yang
ditetapkan sebagai
surplus Lembaga
diatur dengan
Peraturan Pemerintah.

6. Norma Baru Aset lembaga dapat


berasal dari:
penyertaan modal
sebagaimana
dimaksud dalam Pasal
5 ayat (1);hasil
pengembangan usaha
dan pengembangan
aset Lembaga;
Penjelasan huruf b:
Hasil pengembangan
usaha dan
pengembangan aset
Lembaga dapat
berupa keuntungan
atau aset tetap yang
dibeli Lembaga selama
masa operasional. aset
badan usaha milik
negara;
Penjelasan huruf c:
Aset badan usaha
milik negara dapat
menjadi aset Lembaga
antara lain melalui
mekanisme transaksi
jual beli hibah; dan
sumber lain yang sah.

1496
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan


No. Alasan Perubahan
Undang-Undang Perubahan
Penjelasan huruf e:
Sumber lain yang sah
antara lain aset yang
dibeli dari pinjaman
atau aset yang berasal
dari barang yang
diperoleh sesuai
dengan ketentuan
peraturan perundang-
undangan di bidang
barang milik
negara/daerah
Aset Lembaga dapat
dijaminkan dalam
rangka penarikan
pinjaman.
Pihak manapun
dilarang melakukan
penyitaan aset
Lembaga, kecuali atas
aset yang telah
dijaminkan dalam
rangka pinjaman.
Pengelolaan aset
Lembaga sepenuhnya
dilakukan oleh
pengurus berdasarkan
prinsip tata kelola
yang baik, terbuka
dan akuntabel.

7. Norma Baru Pemeriksaan


pengelolaan dan
tanggung jawab
keuangan Lembaga
dilakukan oleh
akuntan publik yang
terdaftar pada Badan

1497
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan


No. Alasan Perubahan
Undang-Undang Perubahan
Pemeriksa Keuangan.

8. Norma Baru Pengurus dan pegawai


Lembaga bukan
sebagai pejabat
negara, kecuali yang
berasal dari pejabat
negara atau ex-officio.
Pengurus Lembaga
menetapkan sistem
kepegawaian, sistem
penggajian,
penghargaan, program
pensiun dan
tunjangan hari tua,
serta penghasilan
lainnya bagi pegawai
Lembaga.
Pengurus/pegawai
Lembaga tidak dapat
dituntut, baik secara
perdata maupun
pidana, atas
pelaksanaan tugas
dan kewenangannya
sepanjang
pelaksanaan tugas
dan kewenangannya
dilakukan dengan
itikad baik dan dalam
melaksanakan
tugasnya berdasarkan
prinsip tata kelola
yang baik, akuntabel,
dan tidak
menyalahgunakan
kewenangan.
Penjelasan ayat (3):

1498
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan


No. Alasan Perubahan
Undang-Undang Perubahan
Perlindungan atas
tuntutan perdata
maupun pidana
diberikan termasuk
kepada
pengurus/pegawai
Lembaga yang tidak
lagi menjabat/bekerja
namun tuntutan
perdata maupun
pidana berkaitan
dengan pelaksanaan
tugas dan kewenangan
pada saat
pengurus/pegawai
Lembaga yang
bersangkutan
menjabat/bekerja.
Lembaga tidak dapat
dipailitkan kecuali
dapat dibuktikan
dalam kondisi
insolven.

9. Norma Baru Ketentuan lebih lanjut


mengenai tata kelola
Lembaga diatur
dengan Peraturan
Pemerintah.
Penjelasan ayat (1):
Tata kelola memuat
antara lain:
Struktur organisasi
Lembaga; Syarat-
syarat pengangkatan
dan pemberhentian
pengurus Lembaga;
Pembagian tugas

1499
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan


No. Alasan Perubahan
Undang-Undang Perubahan
pengurus Lembaga;
Kriteria penggunaan
nilai buku; Rincian
sumber modal dari
Lembaga yang berasal
dari penyertaan modal
pemerintah pusat
dan/atau sumber
lainnya;

Mekanisme
pengalihan aset
sebagaimana
dimaksud dalam Pasal
6 termasuk
pengalihan aset dari
badan usaha milik
negara kepada
Lembaga;
Pemanfaatan surplus
Lembaga termasuk
untuk bagian laba
pemerintah; dan Pihak
yang menyatakan jika
terjadi kondisi
insolven.
Sepanjang diatur
secara khusus dalam
Undang-Undang ini,
peraturan perundang-
undangan terkait yang
mengatur pengelolaan
keuangan
negara/kekayaan
negara/Badan Usaha
Milik Negara, tidak
berlaku untuk
Lembaga yang diatur
berdasarkan Undang-

1500
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan


No. Alasan Perubahan
Undang-Undang Perubahan
Undang ini.

10. Norma Baru Untuk pertama kali,


berdasarkan
Undang-Undang ini
dibentuk Lembaga
Pengelola Investasi
sebagaimana
dimaksud dalam
Pasal 3 ayat (1).
Apabila diperlukan,
Pemerintah dapat
membentuk Lembaga
selain Lembaga
Pengelola Investasi
sebagaimana
dimaksud pada ayat
(1)

Lembaga
sebagaimana
dimaksud pada ayat
(2) dibentuk dengan
Peraturan
Pemerintah
Lembaga Pengelola
Investasi
sebagaimana
dimaksud pada ayat
(1) terdiri atas:
dewan pengarah; dan
dewan komisioner

11. Norma Baru Dewan Pengarah


sebagaimana
dimaksud dalam

1501
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan


No. Alasan Perubahan
Undang-Undang Perubahan
Pasal 1224 ayat (4)
huruf a terdiri atas:
menteri yang
menyelenggarakan
urusan
pemerintahan di
bidang keuangan
sebagai ketua
merangkap anggota;
dan
menteri yang
menyelenggarakan
urusan
pemerintahan di
bidang badan usaha
milik negara sebagai
anggota.

Dewan Pengarah
sebagaimana
dimaksud pada ayat
(1) memiliki
kewenangan:mengus
ulkan pengangkatan
dan pemberhentian
Dewan Komisioner
kepada Presiden
melalui Ketua Dewan
Pengarah;
menyampaikan
laporan
pertanggungjawaban
Dewan Pengarah dan
Dewan Komisioner
kepada Presiden;
memberikan arahan
dan menetapkan
kebijakan bagi
Lembaga Pengelola

1502
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan


No. Alasan Perubahan
Undang-Undang Perubahan
Investasi;
menetapkan
remunerasi Dewan
Pengarah dan Dewan
Komisioner;
menetapkan rencana
kerja dan anggaran
tahunan beserta key
performance
indicator (KPI);
memberikan arahan
dan/atau
memutuskan hal
yang bersifat
strategis termasuk
yang berkaitan
dengan struktur
modal, dengan
didukung data dan
kajian yang memadai
yang dikoordinasikan
oleh Dewan
Komisioner;
memberhentikan
sementara anggota
Dewan Komisioner
dan mengangkat
pelaksana tugas
sementara Dewan
Komisioner;
membentuk
sekretariat dan
komite; dan
melakukan
pengawasan atas
pengelolaan yang
dilakukan oleh
Dewan Komisioner.

1503
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan


No. Alasan Perubahan
Undang-Undang Perubahan

12. Norma Baru Dewan Komisioner


sebagaimana
dimaksud Pasal 1224
ayat (2) huruf b
berjumlah paling
sedikit 5 (lima) orang
dengan komposisi: 3
(tiga) orang yang
berasal dari unsur
profesional dan salah
satunya menjadi
Ketua Dewan
Komisioner; 1 (satu)
orang pejabat ex-
officio minimal
setingkat eselon I
Kementerian
Keuangan yang
ditunjuk Menteri
Keuangan, yang
menjadi Wakil Ketua
Dewan Komisioner;
dan 1 (satu) orang
pejabat ex-officio
minimal setingkat
eselon I Kementerian
Badan Usaha Milik
Negara yang ditunjuk
Menteri Badan
Usaha Milik Negara,

Penambahan jumlah
dewan komisioner
dilakukan sesuai
dengan kebutuhan
Lembaga Pengelola
Investasi.

1504
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan


No. Alasan Perubahan
Undang-Undang Perubahan

Dewan komisioner
merupakan organ
tunggal dalam
melaksanakan
pengelolaan dan
pengurusan LPI yang
bersifat kolektif
kolegial.

Dewan komisioner
memiliki tanggung
jawab:
merumuskan dan
menetapkan
kebijakan,
menetapkan modal
awal Lembaga
Pengelola Investasi,
serta melakukan
pengawasan
pengurusan dalam
rangka pelaksanaan
tugas dan wewenang
Lembaga Pengelola
Investasi;
melaksanakan
kebijakan dan
melakukan
pengurusan dalam
rangka pelaksanaan
tugas dan wewenang
Lembaga Pengelola
Investasi, serta
mendukung
kelancaran
pelaksanaan tugas
dan fungsi Dewan

1505
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan


No. Alasan Perubahan
Undang-Undang Perubahan
Pengarah;
menyusun struktur
organisasi Lembaga
Pengelola Investasi;
dan
bertindak untuk dan
atas nama Lembaga
Pengelola Investasi di
dalam dan di luar
pengadilan.

Modal awal Lembaga


Pengelola Investasi
ditetapkan
berdasarkan
ketentuan
sebagaimana
dimaksud dalam
Pasal 5 ayat (1), yang
dapat bersumber
dari:
Penyertaan modal
negara, antara lain
berupa:dana segar;
barang milik Negara;
piutang negara pada
badan usaha milik
negara atau
perseroan terbatas;
dan/atau saham
milik negara pada
badan usaha milik
negara atau
perseroan terbatas;
sumber lainnya

Pembinaan dan
pengawasan

1506
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan


No. Alasan Perubahan
Undang-Undang Perubahan
Lembaga Pengelola
Investasi
dilaksanakan oleh
Menteri Keuangan.
Ketentuan lebih
lanjut mengenai
Lembaga Pengelola
Investasi diatur
dengan Peraturan
Pemerintah.

13. Penyertaan modal


negara menjadi aset
Lembaga sebagaimana
dimaksud dalam Pasal
1220 ayat (1) huruf a
dapat berupa:
Dana segar; Barang
milik negara; Piutang
negara pada badan
usaha milik negara
atau perseroan
terbatas; dan/atau
Saham milik negara
pada badan usaha
milik negara atau
perseroan terbatas

Penyertaan modal
negara sebagaimana
dimaksud pada ayat
(1) dilakukan melalui
Pengalihan Aset
negara kepada
Lembaga Pengalihan
aset negara kepada
Lembaga sebagaimana

1507
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan


No. Alasan Perubahan
Undang-Undang Perubahan
dimaksud ayat (1)
diatur dengan
Peraturan Menteri
Keuangan.

Penjelasan ayat (3):


Peraturan Menteri
Keuangan memuat
antara lain proses
administrasi
pengalihan aset
termasuk cara
pengalihan.
Aset negara yang
dialihkan
sebagaimana
dimaksud pada ayat
(3) bebas dari segala
macam sengketa dan
tidak terdapat
kepemilikan atau hak
istimewa pihak
manapun atas aset.

Pengalihan Aset
Badan Usaha Milik
Negara kepada
Lembaga sebagaimana
dimaksud dalam Pasal
1220 ayat (1) huruf c
ditetapkan oleh Rapat
Umum Pemegang
Saham untuk Persero
atau Menteri BUMN
untuk Perum.
Penjelasan ayat (5):

1508
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan


No. Alasan Perubahan
Undang-Undang Perubahan
Dalam putusan Rapat
Umum Pemegang
Saham untuk Persero
atau memuat antara
lain proses
administrasi
pengalihan aset
termasuk cara
pengalihan.
Untuk Persero dengan
kepemilikan 100%
Menteri BUMN
bertindak selaku
RUPS.

Aset BUMN yang


dialihkan
sebagaimana
dimaksud pada ayat
(3) bebas dari segala
macam sengketa,
tidak sedang
dilakukan sita baik
pidana maupun
perdata, tidak
terdapat kepemilikan
atau hak istimewa
pihak manapun atas
aset dan/atau tidak
sedang diikat sebagai
jaminan hutang.

Berdasarkan
penetapan
sebagaimana
dimaksud pada ayat
(2),dan penetapan
pengalihan aset
BUMN sebagaimana

1509
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan


No. Alasan Perubahan
Undang-Undang Perubahan
dimaksud ayat (4),
aset negara dan aset
BUMN beralih menjadi
aset LPI.

Pelaksanaan
Pengalihan aset
sebagaimana
dimaksud pada ayat
(4) di atas dilakukan
sesuai dengan dengan
ketentuan
perundangan-
undangan yang
berlaku.
Penjelasan ayat (8):
Yang dimaksud
ketentuan perundang-
undangan yang
berlaku misalnya:
peralihan Hak Milik
Atas Saham dilakukan
dengan Akta Jual Beli
atau Akta Hibah atas
saham; pengalihan
hak milik atas tanah
dan/atau bangunan
dilakukan dengan
Akta Pejabat Pembuat
Akta Tanah.

13. (1) Dalam rangka


meningkatkan nilai
atas aset dalam
Pasal 1227 ayat (7),
Lembaga Pengelola
Investasi dapat
bekerja sama dengan
pihak ketiga

1510
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan


No. Alasan Perubahan
Undang-Undang Perubahan
(2) Kerja sama
dengan pihak ketiga
sebagaimana
dimaksud pada ayat
(1) dapat dilakukan
dengan memberikan
kuasa kelola atau
dengan membentuk
perusahaan
patungan atau dalam
bentuk kerja sama
lainnya untuk
mengelola aset
tersebut.
(3) Dalam hal kerja
sama dilakukan
dengan membentuk
perusahaan
patungan
sebagaimana
dimaksud pada ayat
(2), maka aset
Lembaga Pengelola
Investasi dapat
dialihkan untuk
dijadikan modal ke
dalam perusahaan
patungan dimaksud
dan selanjutnya
dikelola oleh
perusahaan
patungan dengan
memperhatikan
prinsip-prinsip
usaha yang sehat.
(4) Dalam hal terjadi
pengalihan aset yang
dilakukan dalam
kerja sama
sebagaimana
dimaksud pada ayat
(2), pengalihan hak
milik atas aset di
atas dilakukan

1511
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan


No. Alasan Perubahan
Undang-Undang Perubahan
sesuai dengan
ketentuan
perundangan-
undangan yang
berlaku.

Penjelasan ayat (4):


Yang dimaksud
ketentuan
perundang-
undangan yang
berlaku misalnya:
membentuk
perusahaan
patungan yang
modalnya berasal
dari pengalihan aset
berupa hak tagih
atas piutang
dilakukan dengan
Akta Inbreng piutang
sebagai saham
membeli aset dengan
akta jual beli;
peralihan Hak Milik
Atas Saham dengan
jual beli atau
dijadikan inbreng
saham; pengalihan
hak milik atas tanah
dan/atau bangunan
dilakukan dengan
Akta Pejabat
Pembuat Akta
Tanah.
(5) Lembaga dilarang
mengalihkan aset
yang dalam sengketa
sebagaimana
dimaksud pada ayat

1512
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan


No. Alasan Perubahan
Undang-Undang Perubahan
(1) yang dialihkan
bebas dari segala
macam sengketa,
tidak sedang
dilakukan sita baik
pidana maupun
perdata, tidak
terdapat kepemilikan
atau hak istimewa
pihak manapun atas
aset dan/atau tidak
sedang diikat sebagai
jaminan hutang.
(6) Ketentuan lebih
lanjut mengenai tata
cara pengelolaan aset
sebagaimana
dimaksud dalam
Pasal 1227 ayat (7)
diatur dengan
Peraturan Dewan
Pengarah.

14. Norma Baru Dalam hal terjadi


penurunan nilai
investasi dalam
rangka pelaksanaan
investasi pemerintah,
Pemerintah/ pengurus
Lembaga sebagaimana
dimaksud dalam Pasal
1 ayat (2) tidak dapat
dipertanggungjawabka
n atas kerugian
investasi dan/atau
kerugian negara
apabila dapat
membuktikan:

1513
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan


No. Alasan Perubahan
Undang-Undang Perubahan
kerugian tersebut
bukan karena
kesalahan atau
kelalaiannya; telah
melakukan
pengurusan dengan
itikad baik dan kehati-
hatian untuk
kepentingan dan
sesuai dengan
maksud dan tujuan
Pemerintah/Lembaga;
tidak mempunyai
benturan kepentingan
baik langsung
maupun tidak
langsung atas
tindakan pengurusan
yang mengakibatkan
kerugian; dan telah
mengambil tindakan
untuk mencegah
timbul atau
berlanjutnya kerugian
tersebut.

15. Bagian Kedua


Proyek Pemerintah

Pemerintah
bertanggung jawab
dalam menyediakan
lahan bagi proyek
prioritas Pemerintah
Pengadaan lahan
untuk proyek prioritas

1514
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan


No. Alasan Perubahan
Undang-Undang Perubahan
Pemerintah
dilaksanakan dengan
mempertimbangkan
prinsip kemampuan
keuangan negara dan
kesinambungan fiskal
Dalam hal pengadaan
lahan belum dapat
dilaksanakan oleh
Pemerintah,
Pemerintah Daerah,
BUMN atau BUMD,
pengadaan lahan
dapat dilakukan oleh
Badan Usaha yang
pembiayaannya
berasal dari Badan
Usaha sebagai dana
talangan

K. ANALISA TERKAIT DENGAN ADMINISTRASI PEMERINTAHAN

Analisa dan evaluasi terkait administrasi pemerintahan


meliputi tiga aspek penting: Pertama, kewenangan pemerintahan;
Kedua, analisa dan evaluasi terhadap Undang-Undang Nomor 30
Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan; dan Ketiga,
analisa dan evaluasi terhadap Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah
terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang
Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
tentang Pemerintahan Daerah. Ketiga hal ini menjadi dasar bagi
perlunya dilakukan penataan kembali kewenangan Presiden dalam
pemerintahan.

1515
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Pada tataran implementatif, pengaturan kewenangan dalam


Undang-Undang Pemerintahan Daerah ini menimbulkan
permasalahan. Pertama, banyak Undang-Undang sektoral yang
mendelegasikan langsung kewenangan pelaksanaan Undang-
Undang kepada Kementerian/Lembaga atau Badan dan/atau
Pemerintah Daerah. Ketentuan tersebut menimbulkan fenomena
ego sektoral pada Kementerian/Lembaga atau Badan dan/atau
Pemerintah Daerah. Kedua, Undang-Undang mengamanatkan
pengaturan pelaksanaan Undang-Undang yang mengikat publik
kepada Kementerian/Lembaga atau Badan dan/atau Pemerintah
Daerah. Ketentuan tersebut, mendorong Kementerian/Lembaga
atau Badan dan/atau Pemerintah Daerah menciptakan berbagai
pengaturan pelaksana Undang-Undang hingga terjadi obesitas
regulasi yang saling tumpang tindih dan tidak sinkron.
Untuk mengatasi hal tersebut, Presiden sebagai sumber
kewenangan Pemerintah Daerah sebagaimana yang tertuang pada
Pasal 1 angka 5 UU Pemerintahan Daerah memiliki kewenangan
untuk mereformasi pemberian kewenangan kepada
Kementerian/Lembaga atau Badan dan/atau Pemerintah Daerah
dalam konteks perizinan berusaha. Beberapa pendelegasian
peraturan kepada Kementerian/Lembaga/Daerah seperti
dikeluarkannya Peraturan Menteri, Peraturan Kepala
Lembaga/Badan, Peraturan Daerah, Peraturan Kepala Daerah
perlu ditinjau kembali efektivitasnya, dengan menimbang kembali
pelaksanaan kewenangan Presiden secara otonom.
Permasalahan selanjutnya, konteks pelaksanaan Pasal 16 UU
Pemerintahan Daerah dimana Pemerintah Pusat dalam
menyelenggarakan urusan pemerintahan konkuren memiliki
wewenang untuk menetapkan norma, standar, prosedur, dan
kriteria (“NSPK”) dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan
yang selanjutnya dilaksanakan oleh kementerian dan lembaga
pemerintah non kementerian. Akan tetapi, pada ayat (2) dijelaskan

1516
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

bahwa norma, standar, prosedur, dan kriteria yang berupa


ketentuan peraturan perundang-undangan yang ditetapkan
pemerintah tersebut hanya menjadi pedoman dalam
penyelenggaraan urusan pemerintahan konkuren yang menjadi
kewenangan pemerintah pusat dan daerah. Dengan adanya
reformasi penataan kewenangan, norma, standar, prosedur, dan
kriteria tersebut tidak hanya dijadikan sebagai pedoman
melainkan akan menjadi aturan pelaksanaan yang nantinya dapat
didelegasikan oleh pemerintah pusat kepada kepala daerah yang
ditetapkan dengan peraturan kepala daerah. Selain itu, wewenang
penetapan NSPK tersebut tidak lagi dilaksanakan melainkan
hanya dibantu oleh kementerian dan lembaga pemerintah non
kementerian.
Dampak dari adanya pendelegasian kewenangan tersebut
diantaranya Presiden menjadi terkunci dalam melaksanakan
kewenangannya sebagai kepala pemerintahan, karena tidak
adanya kontrol Presiden dalam penyusunan peraturan perundang-
undangan yang didelegasikan tersebut. Selain itu, pendelegasian
kewenangan yang diberikan kepada berbagai
kementerian/lembaga dan pemerintah daerah juga pada akhirnya
menyebabkan timbulnya obesitas regulasi khususnya di bidang
perizinan berusaha, ketidakharmonisan regulasi, tumpang tindih
regulasi sehingga menjadikan permasalahan krusial dalam
regulasi di Indonesia.
Oleh karena itu, diperlukan terobosan kebijakan yang
mampu menata ulang kembali kewenangan Presiden sesuai
dengan sistem ketatanegaraan Indonesia agar tercipta regulasi
yang responsif terhadap kemudahan berusaha. Presiden dalam
melakukan kewenangan mengurus tidak lagi diserahkan kepada
Menteri atau Kepala Lembaga dan Pemerintah Daerah. Mengurus
dalam hal ini diartikan melakukan penerbitan perizinan berusaha
antara lain izin, standar, dan pendaftaran. Adapun kegiatan

1517
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

mengurus yang dilakukan oleh Menteri atau Kepala Lembaga dan


Pemerintah Daerah dalam hal menerbitkan izin, standar,
pendafataran, rekomendasi, sertifikasi perlu di tata ulang dengan
meletakkan kembali kewenangan kepada Presiden yaitu:
a. Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan
pemerintahan sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
b. Presiden sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan
berwenang untuk melaksanakan urusan pemerintahan yang
berdasarkan Undang-Undang dilaksanakan oleh menteri atau
kepala lembaga dan Pemerintah Daerah.
c. Pelaksanaan urusan oleh Presiden bertujuan untuk:
percepatan pelayanan; percepatan perizinan; pelaksanaan
program strategis nasional dan kebijakan Pemerintah Pusat.
d. Pelaksanaan urusan oleh Presiden diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
e. Presiden sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan
menjalankan Undang-Undang.
f. Peraturan pelaksanaan Undang-Undang diatur dalam
Peraturan Pemerintah.
g. Presiden dapat mendelegasikan kewenangan pembentukan
peraturan pelaksanaan Undang-Undang kepada menteri atau
kepala lembaga.
h. Menteri atau kepala lembaga dalam rangka pelaksanaan
peraturan pemerintah dapat menetapkan ketentuan teknis
yang bersifat internal.
i. Kewenangan menteri atau kepala lembaga yang telah
ditetapkan dalam Undang-Undang untuk menjalankan atau
membentuk peraturan perundang-undangan harus dimaknai
sebagai pelaksanaan kewenangan Presiden.

1518
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Adapun beberapa ketentuan dalam UU Pemerintahan Daerah


yang perlu dilakukan perubahan berkaitan dengan penambahan
ketentuan yang mengatur mengenai penetapan norma, standar,
prosedur, dan kriteria mengacu atau mengadopsi praktek yang
baik (good practices). Praktek yang baik (good practices) sesuai
standar atau ketentuan yang berlaku secara internasional.
Norma, standar, prosedur, dan kriteria berupa ketentuan
peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh Pemerintah
Pusat sebagai aturan pelaksanaan dalam penyelenggaraan urusan
pemerintahan konkuren yang menjadi kewenangan Pemerintah
Pusat dan yang menjadi kewenangan Daerah. Pemerintah Pusat
dapat mendelegasikan peraturan pelaksanaan norma, standar,
prosedur, dan kriteria kepada Kepala Daerah yang ditetapkan
dengan Perkada. Kewenangan Pemerintah Pusat tersebut dibantu
oleh kementerian dan lembaga pemerintah nonkementerian.
Diberlakukannya norma, standar, prosedur, dan kriteria atau
disebut dengan NSPK, memerlukan penyempurnaan dalam
beberapa ketentuan, dengan menambahkan frasa norma, standar,
prosedur, dan kriteria dan kebijakan Pemerintah Pusat dalam
beberapa ketentuan, antara lain Pasal 68 ayat (1); Pasal 349 ayat
(1); Pasal 350; Frasa “kebijakan Pemerintah Pusat” perlu
ditambahkan dalam Pasal 250 ayat (1). Kebijakan Pemerintah
Pusat adalah kebijakan Presiden yang diputuskan dalam sidang
kabinet atau rapat terbatas atau pelaksanaan dari Instruksi
Presiden. Kebijakan Pemerintah Pusat berkaitan dengan (a)
pelaksanaan program pembangunan; (b) perizinan dan
kemudahan berusaha; (c) pelayanan; dan/atau (d) pembebanan
biaya atas pelayanan.
Selanjutnya perlu dilakukan perubahan pengaturan
mengenai “executive review” sebagaimana dimaksud dalam Pasal
251 ayat (1), dimana Perda Provinsi dan peraturan gubernur
dan/atau Perda Kabupaten/Kota dan peraturan bupati/wali kota,

1519
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-


undangan yang lebih tinggi, kepentingan umum, kebijakan
Pemerintah Pusat, dan/atau kesusilaan dibatalkan oleh Presiden.
Pembatalan Perda Provinsi dan peraturan gubernur dan/atau
Perda Kabupaten/Kota dan peraturan bupati/wali kota
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan
Presiden. Paling lama 7 (tujuh) Hari setelah pembatalan dengan
Peraturan Presiden, kepala daerah harus menghentikan
pelaksanaan Perda dan/atau Perkada dan selanjutnya DPRD
bersama kepala daerah mencabut Perda dimaksud. Selanjutnya
ketentuan Pasal 251 ayat (2), ayat (3), ayat (6), ayat (7) dan ayat (8)
perlu dipertimbangkan untuk dihapus. Tentunya, ketentuan
berkaitan dengan kewenangan Presiden untuk melakukan
pembatalan Perda, mengubah norma yang terdapat dalam Pasal
252 ayat (1) bahwa Penyelenggara Pemerintahan Daerah provinsi
atau kabupaten/kota yang masih memberlakukan Perda yang
dibatalkan oleh Presiden dikenai sanksi.
Pelayanan perizinan wajib menggunakan sistem perizinan
terintegrasi secara elektronik yang dikelola oleh Pemerintah Pusat.
Adapun Kepala Daerah dapat mengembangkan sistem untuk
mendukung pelaksanaan sistem perizinan terintegrasi secara
elektronik sesuai standar yang ditetapkan Pemerintah
Pusat.Sistem pendukung adalah sistem untuk membantu proses
penyelesaian perizinan dan pengawasan. Dalam hal ini Kepala
daerah yang tidak memberikan pelayanan perizinan dan
penggunaan sistem perizinan terintegrasi secara elektronik dikenai
sanksi administratif.
Disamping UU Pemerintahan Daerah, juga dilakukan
penataan kewenangan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (UU
Administrasi Pemerintahan). Dalam hal ini perlu dilakukan
perubahan terhadap ketentuan umum, yang sebelumnya tidak

1520
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

mengenal mengenai Tindakan Administrasi Pemerintahan yang


bersifat sepihak, yaitu Standar. Penambahan konsepsi mengenai
Standar penting untuk dilakukan dalam UU Administrasi
Pemerintahan, mengingat Standar merupakan Keputusan Pejabat
Pemerintahan yang berwenang sebagai wujud persetujuan atas
pernyataan untuk pemenuhan seluruh persyaratan yang
ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Adapun pengaturan mengenai pendelegasian kewenangan
yang ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-
undangan perlu dilakukan perubahan, dalam hal menyangkut
ketentuan Pasal 13 ayat (2) huruf b yang berbunyi:

“Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan memperoleh


Wewenang melalui Delegasi apabila: b. ditetapkan dalam
Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, dan/atau Peraturan
Daerah; dan…”

Perlu dilakukan penambahan frasa Undang-Undang sebagai


sumber delegasi dalam hal Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan
memperoleh wewenang, disamping Peraturan Pemerintah,
Peraturan Presiden, dan/atau Peraturan Daerah. Selanjutnya
pengaturan mengenai diskresi juga perlu dilakukan perubahan,
mengenai persyaratan penggunaan diskresi sebagaimana diatur
dalam Pasal 24 UU Administrasi Pemerintahan, yang
menyebutkan bahwa:

“Pejabat Pemerintahan yang menggunakan Diskresi harus


memenuhi syarat:
a. sesuai dengan tujuan Diskresi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 22 ayat (2);
b. tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
c. sesuai dengan AUPB;
d. berdasarkan alasan-alasan yang objektif;
e. tidak menimbulkan Konflik Kepentingan; dan

1521
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

f. dilakukan dengan iktikad baik.”

Pengaturan kembali mengenai persyaratan diskresi perlu


dilakukan mengingat persyaratan diskresi sebagaimana diatur
dalam Pasal 24 UU Administrasi Pemerintahan menimbulkan
ketidakefektifan, padahal sesungguhnya Presiden memiliki
kewenangan diskresi—kebebasan bertindak. Namun demikian,
dengan persyaratan seperti tidak boleh bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 24 UU Administrasi Pemerintahan tersebut, membuat ruang
kebebasan bertindak menjadi kurang efektif. Oleh karena itu perlu
dilakukan penataan ulang persyaratan diskresi menjadi lebih baik,
yang mana diusulkan bahwa Pejabat Pemerintahan yang
menggunakan diskresi harus memenuhi syarat: (a) sesuai dengan
tujuan Diskresi; (b) diumumkan secara terbuka; (c) sesuai dengan
Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik; (d) berdasarkan
alasan-alasan yang objektif; (e) tanpa menimbulkan Konflik
Kepentingan; dan (f) dilakukan dengan iktikad baik.
Lebih lanjut Pasal 38 ayat (2) UU Administrasi Pemerintahan
perlu dilakukan perubahan. Ketentuan Pasal 38 ayat (2) UU
Administrasi Pemerintahan menyebutkan bahwa: “Keputusan
Berbentuk Elektronis wajib dibuat atau disampaikan apabila
Keputusan tidak dibuat atau tidak disampaikan secara tertulis.”
Selain itu Pasal 38 ayat (4) UU Administrasi Pemerintahan yang
menyebutkan bahwa: “Jika Keputusan dalam bentuk tertulis tidak
disampaikan, maka yang berlaku adalah Keputusan dalam bentuk
elektronis” perlu dilakukan perubahan. Selanjutnya Pasal 38 ayat
(5) dan Pasal 38 ayat (6) perlu untuk dihapus, berkaitan dengan:
Pasal 38 ayat (5):

Dalam hal terdapat perbedaan antara Keputusan dalam


bentuk elektronis dan Keputusan dalam bentuk tertulis, yang
berlaku adalah Keputusan dalam bentuk tertulis.

1522
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Pasal 38 ayat (6):

Keputusan yang mengakibatkan pembebanan keuangan


negara wajib dibuat dalam bentuk tertulis.

Penataan ulang ketentuan Pasal 38 berkaitan dengan


Keputusan Berbentuk Elektronis perlu dilakukan mengingat
dimungkinkannya bagi Pejabat dan/atau Badan Pemerintahan
dapat membuat Keputusan Berbentuk Elektronis. Keputusan
Berbentuk Elektronis berkekuatan hukum sama dengan
Keputusan yang tertulis dan berlaku sejak diterimanya Keputusan
tersebut oleh pihak yang bersangkutan. Dalam hal ini Keputusan
Berbentuk Elektronis tidak perlu lagi mewajibkan kepada Pejabat
dan/atau Badan Pemerintahan yang membuatnya untuk
menyampaikan secara tertulis. Keputusan Berbentuk Elektronis
wajib dibuat atau disampaikan terhadap Keputusan yang diproses
oleh sistem elektronik yang ditetapkan pemerintah pusat.
Keputusan dalam bentuk tertulis tidak dibuat jika Keputusan
dibuat dalam bentuk elektronis.
Setelah di bagian Ketentuan Umum perlu ditambahkan
mengenai apa yang dimaksud dengan Standar, maka dalam
pengaturan batang tubuh UU Administrasi Pemerintahan perlu
dilakukan perubahan dengan menambahkan frasa Standar dalam
ketentuan Pasal 39 ayat (1). Selain menambahkan frasa Standar,
juga diatur mengenai Keputusan Badan dan/atau Pejabat
Pemerintahan berbentuk Standar apabila: (a) diterbitkan
persetujuan sebelum kegiatan dilaksanakan; dan (b) kegiatan yang
akan dilaksanakan merupakan kegiatan telah terstandardisasi.
Standar berlaku sejak pemohon menyatakan komitmen
pemenuhan elemen standar.
Selanjutnya perlu juga penambahan mengenai kewajiban
Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dalam melakukan
pengawasan atas pelaksanaan Standar. Pengawasan terhadap

1523
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Standar dapat bekerjasama atau dilakukan oleh profesi yang


memiliki sertifikat keahlian sesuai bidang pengawasan. Jenis,
bentuk dan mekanisme pengawasan atas Standar yang dapat
dilakukan oleh profesi yang memiliki keahlian sesuai bidang
pengawasan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Dalam penataan kewenangan ini tidak hanya terkait dengan
UU Pemerintahan Daerah dan UU Administrasi Pemerintahan,
namun juga berkaitan dengan kewenangan dalam menerbitkan
perizinan dasar dan perizinan sektor yang terdapat dalam
beberapa Undang-Undang.
Berikut adalah Undang-Undang dan Pasal yang mengalami
perubahan
Rumusan Usulan Rumusan Alasan
No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
Undang- Undang Administrasi Pemerintahan
1 Norma baru Pasal AA
(1) Presiden Republik
Indonesia
memegang
kekuasaan
pemerintahan
sesuai dengan
Undang-Undang
Dasar Negara
Republik Indonesia
Tahun 1945.
(2) Presiden sebagai
pemegang
kekuasaan
pemerintahan
sebagaimana
dimaksud pada ayat
(1) berwenang
untuk
melaksanakan
urusan
pemerintahan yang
berdasarkan
undang-undang

1524
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
dilaksanakan oleh
menteri atau kepala
lembaga dan
Pemerintah Daerah.
(3) Pelaksanaan urusan
oleh Presiden
sebagaimana
dimaksud pada ayat
(2) bertujuan untuk:
a) percepatan
pelayanan;
b) percepatan
perizinan;
pelaksanaan program
strategis nasional dan
kebijakan Pemerintah
Pusat.
2 Norma Baru Pasal BB
(1) Presiden sebagai
pemegang
kekuasaan
pemerintahan
menjalankan
undang-undang.
(2) Peraturan
pelaksanaan
undang-undang
diatur dengan
Peraturan
Pemerintah
dan/atau Peraturan
Presiden.
(3) Presiden dapat
mendelegasikan
kewenangan
pembentukan peraturan
pelaksanaan undang-

1525
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
undang kepada menteri
atau kepala lembaga
atau Pemerintah
Daerah.
3 Norma Baru Pasal CC
Dengan berlakunya
Undang-Undang ini,
kewenangan
menteri/kepala lembaga
atau pemerintah daerah
yang telah ditetapkan
dalam undang-undang
untuk menjalankan
atau membentuk
peraturan perundang-
undangan harus
dimaknai sebagai
pelaksanaan
kewenangan Presiden.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah jis Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2015 dan Undang-
Undang Nomor 9 Tahun 2015
No. Rumusan Undang- Usulan Perubahan Alasan
undang Peubahan
1 Pasal 16 Pasal 16
(1) Pemerintah (1) Pemerintah Pusat
Pusat dalam dalam
menyelenggarak menyelenggarakan
an urusan urusan
pemerintahan pemerintahan
konkuren konkuren
sebagaimana sebagaimana

1526
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
dimaksud dalam dimaksud dalam
Pasal 9 ayat (3) Pasal 9 ayat (3)
berwenang berwenang untuk:
untuk: a. menetapkan
norma,
a. menetapkan
standar,
norma,
prosedur, dan
standar,
kriteria dalam
prosedur, dan
rangka
kriteria dalam
penyelenggara
rangka
an Urusan
penyelenggara
Pemerintahan;
an Urusan
dan
Pemerintahan
b. melaksanakan
; dan
pembinaan
b.
dan
melaksanaka
pengawasan
n pembinaan
terhadap
dan
penyelenggara
pengawasan
an Urusan
terhadap
Pemerintahan
penyelenggara
yang menjadi
an Urusan
kewenangan
Pemerintahan
Daerah.
yang menjadi
(2) Penetapan
kewenangan
norma, standar,
Daerah.
prosedur, dan
(2) Norma, standar, kriteria
prosedur, dan sebagaimana
kriteria dimaksud pada
sebagaimana ayat (1) huruf a
dimaksud pada mengacu atau
ayat (1) huruf a mengadopsi
berupa praktek yang
ketentuan baik (good
peraturan practices).
perundang-
Penjelasan:
undangan yang
ditetapkan oleh Praktek yang baik
Pemerintah (good practices)
Pusat sebagai sesuai standar atau
pedoman dalam ketentuan yang
penyelenggaraan berlaku secara
urusan internasional.
pemerintahan (1) Norma, standar,

1527
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
konkuren yang prosedur, dan
menjadi kriteria
kewenangan sebagaimana
Pemerintah dimaksud pada
Pusat dan yang ayat (1) huruf a
menjadi berupa ketentuan
kewenangan peraturan
Daerah. perundang-
undangan yang
(3) Kewenangan
ditetapkan oleh
Pemerintah
Pemerintah Pusat
Pusat
sebagai aturan
sebagaimana
pelaksanaan
dimaksud pada
dalam
ayat (1)
penyelenggaraan
dilaksanakan
urusan
oleh
pemerintahan
kementerian dan
konkuren yang
lembaga
menjadi
pemerintah
kewenangan
nonkementerian.
Pemerintah Pusat
(4) Pelaksanaan dan yang menjadi
kewenangan kewenangan
yang dilakukan Daerah.
oleh lembaga (2) Pemerintah Pusat
pemerintah dapat
nonkementerian mendelegasikan
sebagaimana pembentukan
dimaksud pada peraturan
ayat (3) harus pelaksanaan
dikoordinasikan Norma, standar,
dengan prosedur, dan
kementerian kriteria
terkait. sebagaimana
(5) Penetapan dimaksud pada
ayat (2) kepada
norma, standar, Kepala Daerah
prosedur, dan yang ditetapkan
dengan Perkada.
kriteria sebagaimana (3) Kewenangan
dimaksud pada ayat Pemerintah Pusat
sebagaimana
(1) huruf a dimaksud pada
dilakukan paling ayat (1) huruf b
dapat

1528
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
lama 2 (dua) tahun dilksanakan oleh
kementerian dan
terhitung sejak
lembaga
peraturan pemerintah
nonkementerian.
pemerintah
(3) Pelaksanaan
mengenai kewenangan yang
dilakukan oleh
pelaksanaan urusan
lembaga
pemerintahan pemerintah
nonkementerian
konkuren
sebagaimana
diundangkan. dimaksud pada
ayat (3) harus
dikoordinasikan
dengan
kementerian
terkait.
Penetapan norma,
standar, prosedur, dan
kriteria sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
huruf a dilakukan
paling lama 2 (dua)
tahun terhitung sejak
peraturan pemerintah
mengenai pelaksanaan
urusan pemerintahan
konkuren diundangkan.
2 Pasal 67 Pasal 67
Kewajiban kepala Kewajiban kepala
daerah dan wakil daerah dan wakil kepala
kepala daerah daerah meliputi:
meliputi: a. memegang teguh
a. memegang dan mengamalkan
teguh dan Pancasila,
mengamalkan melaksanakan
Pancasila, Undang-Undang

1529
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
melaksanakan Dasar Negara
Undang- Republik Indonesia
Undang Dasar Tahun 1945 serta
Negara mempertahankan
Republik dan memelihara
Indonesia keutuhan Negara
Tahun 1945 Kesatuan Republik
serta Indonesia;
mempertahank b. menaati seluruh
an dan ketentuan peraturan
memelihara perundangundanga
keutuhan n;
Negara c. mengembangkan
Kesatuan kehidupan
Republik demokrasi;
Indonesia; d. menjaga etika dan
b. menaati norma dalam
seluruh pelaksanaan Urusan
ketentuan Pemerintahan yang
peraturan menjadi
perundangund kewenangan
angan; Daerah;
c. mengembangk e. menerapkan prinsip
an kehidupan tata pemerintahan
demokrasi; yang bersih dan
d. menjaga etika baik;
dan norma f. melaksanakan
dalam program strategis
pelaksanaan nasional, norma,
Urusan standar, prosedur,
Pemerintahan dan kriteria, dan
yang menjadi kebijakan
kewenangan Pemerintah Pusat;
Daerah; dan
e. menerapkan menjalin hubungan
prinsip tata
kerja dengan seluruh
pemerintahan
yang bersih Instansi Vertikal di
dan baik;
Daerah dan semua
f. melaksanakan
program Perangkat Daerah.
strategis
nasional; dan
menjalin hubungan

1530
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
kerja dengan
seluruh Instansi
Vertikal di Daerah
dan semua
Perangkat Daerah.
3 Pasal 68 Pasal 68
(1) Kepala daerah (1) Kepala daerah
dan/atau wakil dan/atau wakil
kepala daerah kepala daerah
yang tidak yang tidak
melaksanakan melaksanakan
program program strategis
strategis nasional, norma,
nasional standar,
sebagaimana prosedur, dan
dimaksud dalam kriteria, dan
Pasal 67 huruf f kebijakan
dikenai sanksi Pemerintah Pusat
administratif sebagaimana
berupa teguran dimaksud dalam
tertulis oleh Pasal 67 huruf f
Menteri untuk dikenai sanksi
gubernur administratif
dan/atau wakil berupa teguran
gubernur serta tertulis oleh
oleh gubernur Menteri untuk
sebagai wakil gubernur
Pemerintah dan/atau wakil
Pusat untuk gubernur serta
bupati dan/atau oleh gubernur
wakil bupati sebagai wakil
atau wali kota Pemerintah Pusat
dan/atau wakil untuk bupati
wali kota. dan/atau wakil
bupati atau wali
(2) Dalam hal
kota dan/atau
teguran tertulis
wakil wali kota.
sebagaimana
(2) Dalam hal
dimaksud pada
teguran tertulis
ayat (1) telah
sebagaimana
disampaikan 2
(dua) kali dimaksud pada
ayat (1) telah

1531
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
berturut-turut disampaikan 2
dan tetap tidak (dua) kali
dilaksanakan, berturut-turut
kepala daerah dan tetap tidak
dan/atau dilaksanakan,
wakil kepala kepala daerah
daerah dan/atau
diberhentikan wakil kepala
sementara daerah
selama 3 (tiga) diberhentikan
bulan. sementara selama
3 (tiga) bulan.
(3) Dalam hal
(3) Dalam hal kepala
kepala daerah daerah dan/atau
wakil kepala
dan/atau wakil
daerah telah
kepala daerah telah selesai menjalani
pemberhentian
selesai menjalani
sementara
pemberhentian sebagaimana
dimaksud pada
sementara
ayat (2), tetap
sebagaimana tidak
melaksanakan
dimaksud pada ayat
program strategis
(2), tetap tidak nasional, yang
bersangkutan
melaksanakan
diberhentikan
program strategis sebagai kepala
daerah dan/atau
nasional, yang
wakil kepala
bersangkutan daerah.
Pemberhentian kepala
diberhentikan
sebagai kepala daerah dan/atau wakil
dan/atau kepala daerah
daerah
sebagaimana dimaksud
wakil kepala daerah.
pada ayat (3) dilakukan
oleh Presiden.
4 Pasal 68 Pasal 250
(1) Kepala daerah Dicabut dan dinyatakan
dan/atau wakil tidak berlaku.

1532
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
kepala daerah
yang tidak
melaksanakan
program
strategis
nasional
sebagaimana
dimaksud dalam
Pasal 67 huruf f
dikenai sanksi
administratif
berupa teguran
tertulis oleh
Menteri untuk
gubernur
dan/atau wakil
gubernur serta
oleh gubernur
sebagai wakil
Pemerintah
Pusat untuk
bupati dan/atau
wakil bupati
atau wali kota
dan/atau wakil
wali kota.
(2) Dalam hal
teguran tertulis
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (1) telah
disampaikan 2
(dua) kali
berturut-turut
dan tetap tidak
dilaksanakan,
kepala daerah
dan/atau
wakil kepala
daerah
diberhentikan
sementara
selama 3 (tiga)
bulan.

1533
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
(3) Dalam hal
kepala daerah
dan/atau wakil
kepala daerah
telah selesai
menjalani
pemberhentian
sementara
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (2), tetap
tidak
melaksanakan
program
strategis
nasional, yang
bersangkutan
diberhentikan
sebagai kepala
daerah
dan/atau wakil
kepala daerah.
5 Pasal 250
(1) Perda dan
Perkada
sebagaimana
dimaksud
dalam Pasal 249
ayat (1) dan ayat
(3) dilarang
bertentangan
dengan
ketentuan
peraturan
perundang-
undangan yang
lebih tinggi,
kepentingan
umum,
dan/atau
kesusilaan.
(2) Bertentangan
dengan
kepentingan

1534
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
umum
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (1)
meliputi:
a. tergangguny
a kerukunan
antarwarga
masyarakat;
b. tergangguny
a akses
terhadap
pelayanan
publik;
c. tergangguny
a
ketenterama
n dan
ketertiban
umum;
d. tergangguny
a kegiatan
ekonomi
untuk
meningkatka
n
kesejahteraa
n
masyarakat;
dan/atau
e. diskriminasi
terhadap
suku, agama
dan
kepercayaan
, ras, antar-
golongan,
dan gender.
6 Pasal 251 Pasal 251
(1) Perda Provinsi (1) Perda Provinsi dan
dan peraturan peraturan gubernur
gubernur yang dan/atau Perda
bertentangan Kabupaten/Kota
dengan dan peraturan

1535
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
ketentuan bupati/wali kota,
peraturan yang bertentangan
perundang- dengan ketentuan
undangan yang peraturan
lebih tinggi, perundang-
kepentingan undangan yang
umum, lebih tinggi batal
dan/atau demi hukum.
kesusilaan (2) Perda Provinsi dan
dibatalkan oleh peraturan gubernur
Menteri. dan/atau Perda
Kabupaten/Kota
(2) Perda
dan peraturan
Kabupaten/Kota
bupati/wali kota
dan peraturan
yang batal demi
bupati/wali kota
hukum
yang
sebagaimana
bertentangan
dimaksud pad ayat
dengan
(1) dicabut dengan
ketentuan
Peraturan Presiden.
peraturan
(3) Dihapus.
perundangunda
ngan yang lebih (4) Dihapus.
(5) Dihapus.
tinggi,
(6) Dihapus.
kepentingan
(7) Dihapus.
umum,
Dihapus.
dan/atau
kesusilaan
dibatalkan oleh
gubernur
sebagai wakil
Pemerintah
Pusat.
(3) Dalam hal
gubernur
sebagai wakil
Pemerintah
Pusat tidak
membatalkan
Perda
Kabupaten/Kota
dan/atau
peraturan
bupati/wali kota
yang

1536
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
bertentangan
dengan
ketentuan
peraturan
perundang-
undangan yang
lebih tinggi,
kepentingan
umum,
dan/atau
kesusilaan
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (2), Menteri
membatalkan
Perda
Kabupaten/Kota
dan/atau
peraturan
bupati/wali
kota.
(4) Pembatalan
Perda Provinsi
dan peraturan
gubernur
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (1)
ditetapkan
dengan
keputusan
Menteri dan
pembatalan
Perda
Kabupaten/Kota
dan peraturan
bupati/wali kota
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (2)
ditetapkan
dengan
keputusan
gubernur

1537
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
sebagai wakil
Pemerintah
Pusat.
(5) Paling lama 7
(tujuh) Hari
setelah
keputusan
pembatalan
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (4), kepala
daerah harus
menghentikan
pelaksanaan
Perda dan
selanjutnya
DPRD bersama
kepala daerah
mencabut Perda
dimaksud.
(6) Paling lama 7
(tujuh) Hari
setelah
keputusan
pembatalan
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (4), kepala
daerah harus
menghentikan
pelaksanaan
Perkada dan
selanjutnya
kepala daerah
mencabut
Perkada
dimaksud.
(7) Dalam hal
penyelenggara
Pemerintahan
Daerah provinsi
tidak dapat
menerima
keputusan

1538
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
pembatalan
Perda Provinsi
dan gubernur
tidak dapat
menerima
keputusan
pembatalan
peraturan
gubernur
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (4) dengan
alasan yang
dapat
dibenarkan oleh
ketentuan
peraturan
perundang-
undangan,
gubernur dapat
mengajukan
keberatan
kepada Presiden
paling lambat 14
(empat belas)
Hari sejak
keputusan
pembatalan
Perda atau
peraturan
gubernur
diterima.
(8) Dalam hal
penyelenggara
Pemerintahan
Daerah
kabupaten/kota
tidak dapat
menerima
keputusan

1539
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
pembatalan Perda
Kabupaten/Kota
dan bupati/wali
kota tidak dapat
menerima
keputusan
pembatalan
peraturan
bupati/wali kota
sebagaimana
dimaksud pada ayat
(4) dengan alasan
yang dapat
dibenarkan oleh
ketentuan peraturan
perundang-
undangan,
bupati/wali kota
dapat mengajukan
keberatan kepada
Menteri paling
lambat 14 (empat
belas) Hari sejak
keputusan
pembatalan Perda
Kabupaten/Kota
atau peraturan
bupati/wali kota
diterima.
7 Pasal 252 Pasal 252

1540
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
(1) Penyelenggara (1) Penyelenggara
Pemerintahan Pemerintahan
Daerah provinsi Daerah provinsi
atau atau
kabupaten/kota kabupaten/kota
yang masih yang masih
memberlakukan memberlakukan
Perda yang Perda yang dicabut
dibatalkan oleh sebagaimana
Menteri atau dimaksud dalam
oleh gubernur Pasal 251 ayat (2),
sebagai wakil dikenai sanksi.
Pemerintah (2) Sanksi sebagaimana
Pusat dimaksud pada ayat
sebagaimana (1) berupa:
dimaksud a. sanksi
dalam Pasal 251 administratif;
ayat (4), dikenai dan/atau
sanksi. b. sanksi
(2) Sanksi penundaan
sebagaimana evaluasi
dimaksud pada rancangan
ayat (1) berupa: Perda.
a. sanksi Sanksi administratif.
administratif
(1) sebagaiman
; dan/atau
a dimaksud
b. sanksi
pada ayat
penundaan
(2) huruf a
evaluasi
dikenai
rancangan
kepada
Perda.
kepala
(3) Sanksi
Daerah dan
administratif
anggota
sebagaimana
DPRD
dimaksud pada
berupa
ayat (2) huruf a
tidak
dikenai kepada
dibayarkan
kepala Daerah
hak
dan anggota
keuangan
DPRD berupa
selama 3
tidak
(tiga) bulan
dibayarkan hak-
yang diatur
hak keuangan
dalam
yang diatur
ketentuan
dalam

1541
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
ketentuan peraturan.
peraturan (2) Dihapus.
perundang- Dalam hal
undangan
penyelenggara
selama 3 (tiga)
bulan. Pemerintahan Daerah
(4) Sanksi
provinsi atau
sebagaimana
dimaksud pada kabupaten/kota masih
ayat (2) tidak
memberlakukan Perda
diterapkan pada
saat mengenai pajak daerah
penyelenggara
dan/atau retribusi
Pemerintahan
Daerah masih daerah yang telah
mengajukan
dicabut oleh Presiden,
keberatan
kepada Presiden dikenai sanksi
untuk Perda
penundaan atau
Provinsi dan
kepada Menteri pemotongan DAU
untuk Perda
dan/atau DBH bagi
Kabupaten/Kota
. Daerah bersangkutan.
Dalam hal
penyelengga
ra
Pemerintaha
n Daerah
provinsi
atau
kabupaten/
kota masih
memberlaku
kan Perda
mengenai
pajak daerah
dan/atau
retribusi
daerah yang
dibatalkan
oleh Menteri
atau
dibatalkan
oleh

1542
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
gubernur
sebagai
wakil
Pemerintah Pusat,
dikenai sanksi
penundaan atau
pemotongan DAU
dan/atau DBH bagi
Daerah
bersangkutan.
8 Pasal 349 Pasal 349
(1) Daerah dapat (1) Daerah dapat
melakukan melakukan
penyederhanaan penyederhanaan
jenis dan jenis dan prosedur
prosedur pelayanan publik
pelayanan untuk
publik untuk meningkatkan mutu
meningkatkan pelayanan dan daya
mutu pelayanan saing Daerah dan
dan daya saing sesuai dengan
Daerah. norma, standar,
prosedur, dan
(2) Penyederhanaan
kriteria, serta
sebagaimana
kebijakan
dimaksud pada
Pemerintah Pusat.
ayat (1)
ditetapkan (2) Penyederhanaan
dengan Perda. sebagaimana
dimaksud pada ayat
(3) Pemerintah
(1) ditetapkan
Daerah dapat dengan Peraturan
daerah.
memanfaatkan
(3) Pemerintah
teknologi informasi
Daerah dapat
dan komunikasi
memanfaatkan
dalam
teknologi informasi dan
penyelenggaraan
komunikasi dalam
pelayanan publik.

1543
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
penyelenggaraan
pelayanan publik
9 Pasal 350 Pasal 350
(1) Kepala daerah (1) (1) Kepala daerah
wajib wajib memberikan
memberikan pelayanan
pelayanan perizinan sesuai
perizinan sesuai dengan ketentuan
dengan peraturan
ketentuan perundang-
peraturan undangan dan
perundang- norma, standar,
undangan. prosedur, dan
kriteria.
(2) Dalam
(2) Dalam
memberikan
memberikan
pelayanan
pelayanan
perizinan
perizinan
sebagaimana
sebagaimana
dimaksud pada
dimaksud pada
ayat (1) Daerah
ayat (1), Daerah
membentuk unit
membentuk unit
pelayanan
pelayanan
terpadu satu
terpadu satu
pintu.
pintu.
(3) Pembentukan (3) Pembentukan
unit pelayanan unit pelayanan
terpadu satu terpadu satu
pintu pintu
sebagaimana sebagaimana yang
yang dimaksudkan
dimaksudkan pada ayat (2)
pada ayat (2) berpedoman pada
berpedoman ketentuan
pada ketentuan peraturan
peraturan perundang-
perundang- undangan.
undangan. (4) Pelayanan
(4) Kepala daerah perizinan
yang tidak sebagaimana
memberikan dimaksud pada
pelayanan ayat (1) wajib
perizinan menggunakan

1544
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
sebagaimana sistem perizinan
dimaksud pada terintegrasi secara
ayat (1) dikenai elektronik yang
sanksi dikelola oleh
administratif. Pemerintah Pusat.
(5) Kepala daerah
(5) Sanksi
dapat
administratif
mengembangkan
sebagaimana
sistem untuk
dimaksud pada
mendukung
ayat (4) berupa
pelaksanaan
teguran tertulis
sistem perizinan
kepada
elektronik
gubernur oleh
sebagaimana
Menteri dan
dimaksud pada
kepada
ayat (3a) sesuai
bupati/wali kota
standar yang
oleh gubernur
ditetapkan
sebagai wakil
Pemerintah Pusat.
Pemerintah
Pusat untuk (Penjelasan: sistem
pelanggaran pendukung adalah
yang bersifat sistem untuk
administrasi. membantu proses
penyelesaian
(6) Dalam hal
perizinan dan
teguran tertulis pengawasan).
sebagaimana (1) Kepala daerah
yang tidak
dimaksud pada ayat
memberikan
(5) telah pelayanan
perizinan
disampaikan 2 (dua)
sebagaimana
kali berturut-turut dimaksud pada
ayat (1) dan
dan tetap tidak
penggunaan
dilaksanakan oleh sistem perizinan
terintegrasi secara
kepala daerah,
elektronik
Menteri mengambil sebagaimana
dimaksud pada
alih pemberian izin
ayat (3a) dikenai
yang menjadi sanksi
administratif.
kewenangan
(2) Sanksi

1545
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
gubernur dan administratif
sebagaimana
gubernur sebagai
dimaksud pada
wakil Pemerintah ayat (4) berupa
teguran tertulis
Pusat mengambil
kepada gubernur
alih pemberian izin oleh Menteri dan
kepada
yang menjadi
bupati/wali kota
kewenangan oleh gubernur
sebagai wakil
bupati/wali kota.
Pemerintah Pusat
untuk
pelanggaran yang
bersifat
administrasi.
(3) Teguran tertulis
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (5) dapat
diberikan oleh
menteri atau
kepala lembaga
yang membina
dan mengawasi
perizinan sektor
setelah
berkoordinasi
dengan Menteri.
(6) Dalam hal
teguran tertulis
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (5) dan ayat
(5a) telah
disampaikan 2
(dua) kali
berturut-turut
dan tetap tidak
dilaksanakan oleh
kepala daerah,
Menteri atau
kepala lembaga
yang membina
dan mengawasi

1546
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
perizinan sektor
mengambil alih
pemberian izin
yang menjadi
kewenangan
gubernur dan
gubernur sebagai
wakil Pemerintah
Pusat mengambil
alih pemberian
izin yang menjadi
kewenangan
bupati/wali kota.
Pengambilalihan
pemberian izin oleh
menteri atau kepala
lembaga yang membina
dan mengawasi
perizinan sektor
sebagaimana dimaksud
pada ayat (6) setelah
berkoordinasi dengan
Menteri.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
1 Pasal 1
19a.Standar adalah
Keputusan Pejabat
Pemerintahan yang
berwenang sebagai
wujud persetujuan atas
pernyataan untuk
pemenuhan seluruh
persyaratan yang
ditetapkan sesuai

1547
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
dengan ketentuan
peraturan perundang-
undangan.
2 Pasal 24 Pasal 24
Pejabat Pejabat Pemerintahan
Pemerintahan yang yang menggunakan
menggunakan Diskresi harus
Diskresi harus memenuhi syarat:
memenuhi syarat: a. sesuai dengan
a. sesuai dengan tujuan Diskresi
tujuan Diskresi sebagaimana
sebagaimana dimaksud dalam
dimaksud Pasal 22 ayat (2);
dalam Pasal 22 b. dihapuskan;
ayat (2); c. sesuai dengan
b. tidak AUPB;
bertentangan d. berdasarkan alasan-
dengan alasan yang objektif;
ketentuan e. tidak menimbulkan
peraturan Konflik Kepentingan;
perundang- dan
undangan; dilakukan dengan
c. sesuai dengan
iktikad baik.
AUPB;
d. berdasarkan
alasan-alasan
yang objektif;
e. tidak
menimbulkan
Konflik
Kepentingan;
dan
dilakukan dengan
iktikad baik.
3 Pasal 38 Pasal 38
(1) Pejabat (1) Pejabat dan/atau
dan/atau Badan Badan
Pemerintahan Pemerintahan dapat
dapat membuat
membuat Keputusan
Keputusan Berbentuk

1548
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
Berbentuk Elektronis.
Elektronis. (2) Keputusan
(2) Keputusan Berbentuk
Berbentuk Elektronis wajib
Elektronis wajib dibuat atau
dibuat atau disampaikan
disampaikan terhadap Keputusan
apabila yang diproses oleh
Keputusan tidak sistem elektronik
dibuat atau yang ditetapan
tidak Pemerintah Pusat.
disampaikan (3) Keputusan
secara tertulis. Berbentuk
(3) Keputusan Elektronis
Berbentuk berkekuatan hukum
Elektronis sama dengan
berkekuatan Keputusan yang
hukum sama tertulis dan berlaku
dengan sejak diterimanya
Keputusan yang Keputusan tersebut
tertulis dan oleh pihak yang
berlaku sejak bersangkutan.
diterimanya (4) Keputusan dalam
Keputusan bentuk tertulis tidak
tersebut oleh dibuat jika
pihak yang Keputusan dalam
bersangkutan. dibuat bentuk
(4) Jika Keputusan elektronis.
dalam bentuk (5) Dihapus.
tertulis tidak Dihapus.
disampaikan,
maka yang
berlaku adalah
Keputusan
dalam bentuk
elektronis.
(5) Dalam hal
terdapat
perbedaan
antara
Keputusan
dalam bentuk
elektronis dan
Keputusan
dalam bentuk

1549
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
tertulis, yang
berlaku adalah
Keputusan
dalam bentuk
tertulis.
Keputusan yang
mengakibatkan
pembebanan
keuangan negara
wajib dibuat dalam
bentuk tertulis.
4 Pasal 39 Pasal 39
(1) Pejabat (1) Pejabat
Pemerintahan Pemerintahan yang
yang berwenang berwenang dapat
dapat menerbitkan Izin,
menerbitkan Standar, Dispensasi,
Izin, Dispensasi, dan/atau Konsesi
dan/atau dengan berpedoman
Konsesi dengan pada AUPB dan
berpedoman berdasarkan
pada AUPB dan ketentuan peraturan
berdasarkan perundang-
ketentuan undangan.
peraturan (2) Keputusan Badan
perundang- dan/atau Pejabat
undangan. Pemerintahan
(2) Keputusan berbentuk Izin
Badan dan/atau apabila:
Pejabat a. diterbitkan
Pemerintahan persetujuan
berbentuk Izin sebelum
apabila: kegiatan
a. diterbitkan dilaksanakan;
persetujuan dan
sebelum b. kegiatan yang
kegiatan akan
dilaksanaka dilaksanakan
n; dan merupakan
b. kegiatan kegiatan yang
yang akan memerlukan

1550
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
dilaksanaka perhatian
n khusus
merupakan dan/atau
kegiatan memenuhi
yang ketentuan
memerlukan peraturan
perhatian perundang-
khusus undangan.
dan/atau (3) Keputusan Badan
memenuhi dan/atau Pejabat
ketentuan Pemerintahan
peraturan berbentuk Standar
perundang- apabila:
undangan. a. diterbitkan
(3) Keputusan persetujuan
Badan dan/atau sebelum
Pejabat kegiatan
Pemerintahan dilaksanakan;
berbentuk dan
Dispensasi b. kegiatan yang
apabila: akan
a. diterbitkan dilaksanakan
persetujuan merupakan
sebelum kegiatan telah
kegiatan terstandardisasi.
dilaksanaka (4) Keputusan Badan
n; dan dan/atau Pejabat
b. kegiatan Pemerintahan
yang akan berbentuk
dilaksanaka Dispensasi apabila:
n a. diterbitkan
merupakan persetujuan
kegiatan sebelum
pengecualia kegiatan
n terhadap dilaksanakan;
suatu dan
larangan b. kegiatan yang
atau akan
perintah. dilaksanakan
(4) Keputusan merupakan
Badan dan/atau kegiatan
Pejabat pengecualian
Pemerintahan terhadap suatu
berbentuk larangan atau
Konsesi apabila: perintah.

1551
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
a. diterbitkan (5) Keputusan Badan
persetujuan dan/atau Pejabat
sebelum Pemerintahan
kegiatan berbentuk Konsesi
dilaksanaka apabila:
n; a. diterbitkan
b. persetujuan persetujuan
diperoleh sebelum
berdasarkan kegiatan
kesepakatan dilaksanakan;
Badan b. persetujuan
dan/atau diperoleh
Pejabat berdasarkan
Pemerintaha kesepakatan
n dengan Badan dan/atau
pihak Badan Pejabat
Usaha Milik Pemerintahan
Negara, dengan pihak
Badan Badan Usaha
Usaha Milik Milik Negara,
Daerah, Badan Usaha
dan/atau Milik Daerah,
swasta; dan dan/atau
c. kegiatan swasta; dan c.
yang akan kegiatan yang
dilaksanaka akan
n dilaksanakan
merupakan merupakan
kegiatan kegiatan yang
yang memerlukan
memerlukan perhatian
perhatian khusus.
khusus. (6) Izin, Dispensasi,
(5) Izin, Dispensasi, atau Konsesi yang
atau Konsesi diajukan oleh
yang diajukan pemohon wajib
oleh pemohon diberikan
wajib diberikan persetujuan atau
persetujuan penolakan oleh
atau penolakan Badan dan/atau
oleh Badan Pejabat
dan/atau Pemerintahan paling
Pejabat lama 10 (sepuluh)
Pemerintahan hari kerja sejak
paling lama 10 diterimanya

1552
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
(sepuluh) hari permohonan,
kerja sejak kecuali ditentukan
diterimanya lain dalam
permohonan, ketentuan peraturan
kecuali perundangundanga
ditentukan lain n.
dalam (7) Standar berlaku
ketentuan sejak pemohon
peraturan menyatakan
perundangunda komitmen
ngan. pemenuhan elemen
Izin, Dispensasi, standar.
c. Izin, Dispensasi,
atau Konsesi tidak
atau Konsesi
boleh menyebabkan tidak boleh
menyebabkan
kerugian negara.
kerugian negara

5 Norma baru Pasal 39A


(1) Badan dan/atau
Pejabat
Pemerintahan wajib
melakukan
pengawasan atas
pelaksanaan Izin,
Standar, Dispensasi,
dan/atau Konsesi.
(2) Pengawasan
terhadap Izin,
Standar, Dispensasi,
dan/atau Konsesi
sebagaimana
dimaksud pada ayat
(1) dapat
bekerjasama dengan
atau dilakukan oleh
profesi yang
memiliki sertifikat
keahlian sesuai
bidang pengawasan.
Ketentuan mengenai
jenis, bentuk, dan

1553
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
mekanisme pengawasan
atas Izin, Standar,
Dispensasi, dan/atau
Konsesi yang dapat
dilakukan oleh profesi
sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) diatur
dengan Peraturan
Presiden.
6 Pasal 53 Pasal 53
(1) Batas waktu (1) Batas waktu
kewajiban kewajiban untuk
untuk menetapkan
menetapkan dan/atau
dan/atau melakukan
melakukan Keputusan
Keputusan dan/atau Tindakan
dan/atau sesuai dengan
Tindakan sesuai ketentuan peraturan
dengan perundang-
ketentuan undangan.
peraturan (2) Jika ketentuan
perundang- peraturan
undangan. perundang-
(2) Jika ketentuan undangan tidak
peraturan menentukan batas
perundang- waktu kewajiban
undangan tidak sebagaimana
menentukan dimaksud pada ayat
batas waktu (1), Badan dan/atau
kewajiban Pejabat
sebagaimana Pemerintahan wajib
dimaksud pada menetapkan
ayat (1), maka dan/atau
Badan dan/atau melakukan
Pejabat Keputusan
Pemerintahan dan/atau Tindakan
wajib dalam waktu paling
menetapkan lama 5 (lima) hari
dan/atau kerja setelah

1554
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
melakukan permohonan
Keputusan diterima secara
dan/atau lengkap oleh Badan
Tindakan dalam dan/atau Pejabat
waktu paling Pemerintahan.
lama 10 (3) Dalam hal
(sepuluh) hari permohonan
kerja setelah diproses melalui
permohonan sistem elektronik
diterima secara dan seluruh
lengkap oleh persyaratan dalam
Badan dan/atau sistem elektronik
Pejabat telah terpenuhi,
Pemerintahan. sistem elektronik
(3) Apabila dalam langsung
batas waktu menetapkan
sebagaimana Keputusan
dimaksud pada dan/atau Tindakan.
ayat (2), Badan (4) Apabila dalam batas
dan/atau waktu sebagaimana
Pejabat dimaksud pada ayat
Pemerintahan (2), Badan dan/atau
tidak Pejabat
menetapkan Pemerintahan tidak
dan/atau menetapkan
melakukan dan/atau
Keputusan melakukan
dan/atau Keputusan
Tindakan, maka dan/atau Tindakan,
permohonan maka permohonan
tersebut tersebut dianggap
dianggap dikabulkan secara
dikabulkan hukum.
secara hukum. (3a) Ketentuan lebih
(4) Pemohon lanjut mengenai
mengajukan bentuk penetapan
permohonan Keputusan
kepada dan/atau Tindakan
Pengadilan yang dianggap
untuk dikabulkan secara
memperoleh hukum
putusan sebagaimana
penerimaan dimaksud pada ayat
permohonan (3) diatur dengan
sebagaimana

1555
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
dimaksud pada Peraturan Presiden.
ayat (3). (5) Dihapus.
(5) Pengadilan (6) Dihapus.
wajib Dihapus.
memutuskan
permohonan
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (4) paling
lama 21 (dua
puluh satu) hari
kerja sejak
permohonan
diajukan.
Badan dan/atau
Pejabat
Pemerintahan wajib
menetapkan
Keputusan untuk
melaksanakan
putusan Pengadilan
sebagaimana
dimaksud pada ayat
(5) paling lama 5
(lima) hari kerja
sejak putusan
Pengadilan
ditetapkan

L. ANALISA TERKAIT DENGAN PENGENAAN SANKSI

Perubahan dilakukan berkaitan dengan pengenaan sanksi,


dimana upaya agar noma hukum administrasi dalam Undang-
Undang dipatuhi, maka fungsi sanksi pidana sebagai ‘obat

1556
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

terakhir’ apabila sanksi administrasi dan sanksi keperdataan


sudah tidak dapat berlaku efektif, sebagaimana fungsi sanksi
pidana sebagai “ultimum remedium”, yang dilakukan melalui:
1) Pengaturan sanksi dilakukan dengan pembedaan secara ketat
dan cermat dengan membedakan sanksi pidana administrasi
(administrative penal law) dengan hukum pidana (criminal
penal law) dalam penyelenggaraan perizinan berusaha dan
dalam pelaksanaan kegiatan berusaha.
2) Pengaturan sanksi pidana dalam rangka mendukung RUU
Penciptaan Lapangan Kerja dilakukan dengan
memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. setiap kegiatan yang menimbulkan dampak yang
memenuhi kategori pidana dan tidak termasuk dalam
kegiatan administrasi tetap dikenakan pidana;
b. bagi setiap kegiatan yang tidak termasuk ke kegiatan
administrasi, sanksi pidana yang telah ada saat ini
(selain sanksi pidana denda) diubah bentuk sanksinya
menjadi pidana denda;
c. dalam hal korporasi apabila tidak melakukan pembayaran
pidana denda maka dapat dipailitkan atau diambilalih
kepemilikan asetnya;
d. sanksi pidana penjara kurang dari 1 (satu) tahun yang
terdapat dalam berbagai Undang-Undang sektor diubah
menjadi pidana denda;
e. pemberatan sanksi pidana pada Undang-Undang sektor
dihapus.
3) Pengaturan sanksi administrasi dilakukan dengan
memperhatikan sebagai berikut:
a. perumusan sanksi administasi diatur dengan
memperhatikan bentuk pelanggaran yang muncul dari
hubungan antara pemerintah dengan warga
negara/badan hukum perdata;

1557
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

b. perumusan dan penerapan sanksi administrasi untuk


memperbaiki penyimpangan atas kewajiban atau
larangan dalam hubungan hukum administrasi negara;
c. perumusan sanksi administrasi terlebih dahulu
menginventarisir seluruh ketentuan sanksi (baik pidana
maupun administrasi) yang ada selama ini dan mengkaji
kembali rumusan sanksi yang ada saat ini lebih tepat
dan efektif apabila rumuskan sebagai sanki administrasi
atau perdata.
d. Sanksi administrasi dalam kegiatan berusaha meliputi:
1) peringatan;
2) penghentian sementara kegiatan berusaha;
3) pengenaan denda administratif;
4) pencabutan perizinan berusaha;
5) pembubaran;
6) daya paksa polisional; dan
7) sanksi lain sesuai kebutuhan.
e. ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan
sanksi administrasi diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Klaster sanksi terdiri atas 51 (lima puluh satu) Undang-
Undang, Berikut ketentuan Undang-Undang dan Pasal yang
mengalami perubahan:
1. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan
dan Pemberantasan Perusakan Hutan Belum Masuk Tabel.
(masih kurang 1 UU yang seharusnya 51 Cuma ada 50)

2. UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG ARSITEK


Rumusan Usulan Rumusan Alasan
No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2017 tentang Arsitek
Pasal 38 Pasal 38

1558
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2017 tentang Arsitek
Setiap Arsitek yang Setiap Arsitek yang
melanggar ketentuan melanggar
sebagaimana dimaksud ketentuan
dalam Pasal 5 ayat (1) sebagaimana
dikenai sanksi dimaksud dalam
administratif berupa: Pasal 5 ayat (1),
a. peringatan tertulis; Pasal 6, Pasal 18
ayat (2), Pasal 19,
b. penghentian
dan Pasal 20
sementara Praktik
dikenai sanksi
Arsitek;
administratif.
c. pembekuan Surat Sanksi sebagaimana
Tanda Registrasi dimaksud pada
Arsitek; dan/atau ayat (1) dikenai oleh
d. pencabutan Surat Organisasi Profesi
Tanda Registrasi Arsitek.
Arsitek.

Pasal 39 DIHAPUS Digabung dengan


Setiap Arsitek yang Pasal 38. Sanksi
melanggar ketentuan administratif yang
sebagaimana dimaksud dikenakan dapat
dalam Pasal 6 dikenai dirinci didalam
sanksi administratif PP.
berupa penghentian
Praktik Arsitek.
Pasal 40 DIHAPUS Digabung dengan
Setiap Arsitek Asing Pasal 38. Sanksi
yang melanggar administratif yang
ketentuan sebagaimana dikenakan dapat
dimaksud dalam Pasal dirinci didalam
18 ayat (2) dikenai PP.
sanksi administratif
berupa penghentian
Praktik Arsitek.
Pasal 41 DIHAPUS Digabung dengan
Setiap Arsitek Asing Pasal 38. Sanksi
yang melanggar administratif yang
ketentuan sebagaimana dikenakan dapat
dimaksud dalam Pasal dirinci didalam
19 dan Pasal 20 dikenai PP.

1559
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2017 tentang Arsitek
sanksi administratif
berupa:
a. peringatan tertulis;
b. penghentian
sementara Praktik
Arsitek; dan/atau
c. pembekuan surat
registrasi.

3. UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2002 TENTANG BANGUNAN


GEDUNG
Rumusan Undang- Usulan Rumusan Alasan
No.
Undang Perubahan Perubahan
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung
Pasal 44 Pasal 44 Sanksi pidana
Setiap pemilik dan/atau Setiap pemilik tidak perlu diatur
pengguna yang tidak bangunan gedung, dan cukup
memenuhi kewajiban penyedia jasa mengikuti
pemenuhan fungsi, konstruksi, profesi ketentuan KUHP.
dan/atau persyaratan, ahli, penilik Selain itu
dan/atau bangunan, pengkaji menambahkan
penyelenggaraan teknis, dan/atau semua pihak yang
bangunan gedung pengguna bangunan terlibat dalam
sebagaimana dimaksud gedung pemilik penyelenggaraan
dalam undang-undang dan/atau pengguna bangunan
ini dikenai sanksi yang tidak memenuhi gedung.
administratif dan/atau kewajiban pemenuhan Penjabaran sanksi
sanksi pidana. fungsi, dan/atau administrasi
persyaratan, dan/atau dapat
penyelenggaraan dicantumkan
bangunan gedung didalam PP
sebagaimana
dimaksud dalam
undang-undang ini

1560
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Undang- Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang Perubahan Perubahan
dikenai sanksi
administratif.
Pasal 45 Sanksi administratif (1) mengikuti
Sanksi administratif sebagaimana ketentuan sanksi
sebagaimana dimaksud dalam administrasi.
dimaksud dalam Pasal 44 dapat Dalam hal
Pasal 44 dapat berupa: diperlukan
berupa: peringatan tertulis, perincian sanksi
peringatan tertulis, pembatasan administrasi
pembatasan kegiatan kegiatan dapat diatur lebih
pembangunan, pembangunan, lanjut dalam PP.
penghentian sementara penghentian
atau tetap pada sementara atau
pekerjaan tetap pada
pelaksanaan pekerjaan
pembangunan, pelaksanaan
penghentian sementara pembangunan,
atau tetap pada penghentian
pemanfaatan sementara atau
bangunan gedung; tetap pada
pembekuan izin pemanfaatan
mendirikan bangunan
bangunan gedung; gedung;
pencabutan izin pembekuan izin
mendirikan mendirikan
bangunan gedung; bangunan
pembekuan sertifikat gedung;
laik fungsi pencabutan izin
bangunan gedung; mendirikan
pencabutan sertifikat bangunan
laik fungsi gedung;
bangunan gedung; pembekuan
atau sertifikat laik
perintah fungsi

1561
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Undang- Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang Perubahan Perubahan
pembongkaran bangunan
bangunan gedung. gedung;
Selain pengenaan sanksi pencabutan
administratif sertifikat laik
sebagaimana fungsi
dimaksud dalam ayat bangunan
(1) dapat dikenai gedung; atau
sanksi denda paling perintah
banyak 10% (sepuluh pembongkaran
per seratus) dari nilai bangunan
bangunan yang gedung.
sedang atau telah Dalam hal pengenaan
dibangun. sanksi administratif
Jenis pengenaan sanksi berupa denda
sebagaimana dikenakan paling
dimaksud dalam ayat sedikit 10%
(1) dan ayat (2) (sepuluh per
ditentukan oleh berat seratus) dari nilai
dan ringannya bangunan yang
pelanggaran yang sedang atau telah
dilakukan. dibangun.
Ketentuan mengenai Jenis pengenaan
tata cara pengenaan sanksi sebagaimana
sanksi sebagaimana dimaksud dalam
dimaksud dalam ayat ayat (1) ditentukan
(1), ayat (2), dan ayat oleh berat dan
(3) diatur lebih lanjut ringannya
dengan Peraturan pelanggaran yang
Pemerintah. dilakukan.
Ketentuan mengenai
tata cara pengenaan
sanksi sebagaimana
dimaksud dalam
ayat (1) dan ayat (2)

1562
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Undang- Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang Perubahan Perubahan
diatur dengan
Peraturan
Pemerintah.
Pasal 46 Pasal 46 Sanksi pidana
Setiap pemilik dan/atau tidak perlu diatur
pengguna bangunan dihapus dan cukup
gedung yang tidak mengikuti
memenuhi ketentuan ketentuan KUHP
dalam undang-
undang ini, diancam
dengan pidana
penjara paling lama 3
(tiga) tahun dan/atau
denda paling banyak
10% (sepuluh per
seratus) dari nilai
bangunan, jika
karenanya
mengakibatkan
kerugian harta benda
orang lain.
Setiap pemilik dan/atau
pengguna bangunan
gedung yang tidak
memenuhi ketentuan
dalam undang-
undang ini, diancam
dengan pidana
penjara paling lama 4
(empat) tahun
dan/atau denda
paling banyak 15%
(lima belas per
seratus) dari nilai

1563
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Undang- Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang Perubahan Perubahan
bangunan gedung,
jika karenanya
mengakibatkan
kecelakaan bagi
orang lain yang
mengakibatkan cacat
seumur hidup.
Setiap pemilik dan/atau
pengguna bangunan
gedung yang tidak
memenuhi ketentuan
dalam undang-
undang ini, diancam
dengan pidana
penjara paling lama 5
(lima) tahun
dan/atau denda
paling banyak 20%
(dua puluh per
seratus) dari nilai
bangunan gedung,
jika karenanya
mengakibatkan
hilangnya nyawa
orang lain.
Dalam proses peradilan
atas tindakan
sebagaimana
dimaksud dalam ayat
(1), ayat (2), dan ayat
(3) hakim
memperhatikan
pertimbangan dari
tim ahli bangunan

1564
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Undang- Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang Perubahan Perubahan
gedung.
Ketentuan mengenai
tata cara pengenaan
sanksi sebagaimana
dimaksud dalam ayat
(1), ayat (2), dan ayat
(3) diatur lebih lanjut
dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 47 Pasal 47 Karena tindakan
Setiap orang atau badan Dihapus yang
yang karena mengakibatkan
kelalaiannya kerugian harta
melanggar ketentuan benda orang lain,
yang telah ditetapkan cacat seumur
dalam undang- hidup dan
undang ini sehingga kehilangan nyawa
mengakibatkan orang lain masuk
bangunan tidak laik dalam hukum
fungsi dapat dipidana pidana. Sehingga
kurungan dan/atau akan mengikuti
pidana denda. sanksi dalam
Pidana kurungan KUHP.
dan/atau pidana
denda sebagaimana
dimaksud dalam ayat
(1) meliputi:
pidana kurungan
paling lama 1
(satu) tahun
dan/atau pidana
denda paling
banyak 1% (satu
per seratus) dari

1565
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Undang- Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang Perubahan Perubahan
nilai bangunan
gedung jika
karenanya
mengakibatkan
kerugian harta
benda orang lain;
pidana kurungan
paling lama 2 (dua)
tahun dan/atau
pidana denda
paling banyak 2%
(dua per seratus)
dari nilai
bangunan gedung
jika karenanya
mengakibatkan
kecelakaan bagi
orang lain
sehingga
menimbulkan
cacat seumur
hidup
pidana kurungan
paling lama 3 (tiga)
tahun dan/atau
pidana denda
paling banyak 3%
(tiga per seratus)
dari nilai
bangunan gedung
jika karenanya
mengakibatkan
hilangnya nyawa
orang lain.

1566
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Undang- Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang Perubahan Perubahan
Ketentuan mengenai
tata cara pengenaan
sanksi sebagaimana
dimaksud dalam ayat
(1) dan ayat (2) diatur
lebih lanjut dengan
Peraturan
Pemerintah.

4. UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG


HORTIKULTURA
Rumusan Undang- Usulan Rumusan Alasan
No.
Undang Perubahan Perubahan
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2010 tentang Hortikultura
Pasal 88 Pasal 88
Impor produk Impor produk
hortikultura wajib hortikultura
memperhatikan memperhatikan
aspek: aspek:
keamanan pangan keamanan pangan
produk produk
hortikultura; hortikultura;
ketersediaan produk persyaratan
hortikultura kemasan dan
dalam negeri; pelabelan;
penetapan sasaran standar mutu; dan
produksi dan ketentuan
konsumsi produk keamanan dan
hortikultura; perlindungan
persyaratan terhadap
kemasan dan kesehatan
pelabelan; manusia, hewan,
standar mutu; dan tumbuhan, dan
ketentuan keamanan lingkungan.

1567
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Undang- Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang Perubahan Perubahan
dan perlindungan Impor produk
terhadap hortikultura dapat
kesehatan dilakukan setelah
manusia, hewan, memenuhi
tumbuhan, dan Perizinan Berusaha
lingkungan. dari Pemerintah
Impor produk Pusat.
hortikultura dapat Impor produk
dilakukan setelah hortikultura
mendapat izin dari sebagaimana
menteri yang dimaksud pada ayat
bertanggungjawab di (1) dilakukan
bidang perdagangan melalui pintu
setelah mendapat masuk yang
rekomendasi dari ditetapkan.
Menteri. Ketentuan lebih lanjut
Impor produk mengenai
hortikultura pemberian
sebagaimana perizinan berusaha
dimaksud pada ayat sebagaimana
(1) dilakukan melalui dimaksud pada ayat
pintu masuk yang (2) diatur dengan
ditetapkan. Peraturan
Setiap orang dilarang Pemerintah.
mengedarkan produk
segar hortikultura
impor tertentu yang
tidak memenuhi
standar mutu
dan/atau keamanan
pangan.
Ketentuan lebih lanjut
mengenai tata cara
pemberian

1568
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Undang- Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang Perubahan Perubahan
rekomendasi dari
Menteri sebagaimana
dimaksud pada ayat
(2), tata cara
penetapan pintu
masuk sebagaimana
dimaksud pada ayat
(3), dan produk
segar hortikultura
impor tertentu
sebagaimana
dimaksud pada ayat
(4) diatur dengan
Peraturan Menteri.
Pasal 122 Pasal 122
Setiap orang yang Setiap orang yang
melanggar ketentuan melanggar
sebagaimana ketentuan
dimaksud dalam sebagaimana
Pasal 15 ayat (1), dimaksud dalam
Pasal 36 ayat (1) dan Pasal 15 ayat (1),
ayat (2), Pasal 37, Pasal 36 ayat (1)
Pasal 38, Pasal 54 dan ayat (2), Pasal
ayat (1) dan ayat (2), 37, Pasal 38, Pasal
Pasal 56 ayat (3), 54 ayat (1) dan ayat
Pasal 60 ayat (2), (2), Pasal 56 ayat
Pasal 71, Pasal 73 (3), Pasal 60 ayat
ayat (2) dan ayat (3), (2), Pasal 71, Pasal
Pasal 81 ayat (4), 73 ayat (2) dan ayat
Pasal 84 ayat (1), (3), Pasal 81 ayat
Pasal 88 ayat (1), (4), Pasal 84 ayat
Pasal 92 ayat (2), (1), Pasal 88 ayat
Pasal 100 ayat (4), (1), Pasal 92 ayat
Pasal 101, Pasal 108 (2), Pasal 100 ayat

1569
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Undang- Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang Perubahan Perubahan
ayat (2), atau Pasal (4), Pasal 101, Pasal
109 ayat (2) dikenai 108 ayat (2), atau
sanksi administratif. Pasal 109 ayat (2)
Sanksi administratif dikenai sanksi
sebagaimana administratif.
dimaksud pada ayat Sanksi administratif
(1) berupa: sebagaimana
peringatan secara dimaksud pada ayat
tertulis; (1) berupa:
denda administratif; peringatan secara
penghentian tertulis;
sementara denda administratif;
kegiatan; penghentian
penarikan produk sementara
dari peredaran kegiatan;
oleh pelaku penarikan produk
usaha; dari peredaran
pencabutan izin; oleh pelaku
dan/atau usaha;
penutupan usaha. pencabutan
Ketentuan lebih lanjut perizinan
mengenai tata cara berusaha;
pengenaan sanksi, dan/atau
besarnya denda, dan penutupan usaha.
mekanisme Ketentuan lebih lanjut
pengenaan sanksi mengenai tata cara
administratif pengenaan sanksi,
sebagaimana besarnya denda,
dimaksud pada ayat dan mekanisme
(1) dan ayat (2) pengenaan sanksi
diatur dengan administratif
Peraturan Menteri. sebagaimana
dimaksud pada ayat
(1) diatur dengan

1570
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Undang- Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang Perubahan Perubahan
Peraturan
Pemerintah.
Pasal 123 DIHAPUS Diakomodir dalam
(1) Selain pejabat polisi 1 pasal umum
negara Republik
Indonesia, pejabat
pegawai negeri sipil
tertentu yang lingkup
tugas dan tanggung
jawabnya di bidang
hortikultura dapat
diberi wewenang
khusus sebagai
penyidik sebagaimana
dimaksud dalam
Undang-Undang Nomor
8 Tahun 1981 tentang
Hukum Acara Pidana
untuk melakukan
penyidikan dalam
tindak pidana di bidang
hortikultura.
(2) Penyidik pegawai
negeri sipil sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
berwenang: a.
melakukan
pemeriksaan atas
kebenaran laporan atau
keterangan berkenaan
dengan tindak pidana di
bidang hortikultura; b.
melakukan pemanggilan
terhadap seseorang

1571
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Undang- Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang Perubahan Perubahan
untuk didengar dan
diperiksa sebagai
tersangka atau sebagai
saksi dalam tindak
pidana di bidang
hortikultura; c.
melakukan
penggeledahan dan
penyitaan barang bukti
tindak pidana di bidang
hortikultura; d.
meminta keterangan
dan barang bukti dari
orang atau badan
hukum sehubungan
dengan tindak pidana di
bidang hortikultura; e.
membuat dan
menandatangani berita
acara; f. menghentikan
penyidikan apabila
tidak terdapat cukup
bukti tentang adanya
tindak pidana di bidang
hortikultura; dan g.
meminta bantuan ahli
dalam rangka
pelaksanaan tugas
penyidikan tindak
pidana di bidang
hortikultura.
(3) Penyidik pegawai
negeri sipil sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)

1572
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Undang- Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang Perubahan Perubahan
memberitahukan
dimulainya penyidikan
kepada pejabat penyidik
kepolisian negara
Republik Indonesia.
(4) Apabila pelaksanaan
kewenangan
sebagaimana dimaksud
pada ayat (2)
memerlukan tindakan
penangkapan dan
penahanan, penyidik
pegawai negeri sipil
melakukan koordinasi
dengan pejabat penyidik
kepolisian negara
Republik Indonesia
sesuai dengan
ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(5) Penyidik pegawai
negeri sipil sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
menyampaikan hasil
penyidikan kepada
penuntut umum melalui
pejabat penyidik
kepolisian negara
Republik Indonesia.
(6) Pengangkatan
pejabat penyidik
pegawai negeri sipil dan
tata cara serta proses
penyidikan

1573
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Undang- Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang Perubahan Perubahan
dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan
peraturan
perundangundangan.
Pasal 126 DIHAPUS Pasal acuan
Setiap orang yang dicabut
mengedarkan sarana
hortikultura yang
tidak memenuhi
standar mutu, tidak
memenuhi
persyaratan teknis
minimal, dan/atau
tidak terdaftar
sebagaimana
dimaksud dalam
Pasal 35, dipidana
dengan pidana
penjara paling lama 2
(dua) tahun atau
denda paling banyak
Rp2.000.000.000,00
(dua miliar rupiah).
Dalam hal perbuatan
sebagaimana
dimaksud pada ayat
(1) mengakibatkan
rusaknya fungsi
lingkungan atau
membahayakan
nyawa orang, maka
pelaku dipidana
dengan pidana
penjara paling lama 3

1574
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Undang- Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang Perubahan Perubahan
(tiga) tahun atau
denda paling banyak
Rp3.000.000.000,00
(tiga miliar rupiah).
Pasal 127 Pasal 127

Setiap orang yang Setiap orang yang


melakukan budidaya melakukan budidaya
jenis tanaman jenis tanaman
hortikultura yang hortikultura yang
merugikan kesehatan merugikan kesehatan
masyarakat tanpa izin masyarakat tanpa izin
khusus dari Menteri khusus dari
sebagaimana dimaksud Pemerintah
dalam Pasal 67 sebagaimana
dipidana dengan pidana dimaksud dalam Pasal
penjara paling lama 1 67 dipidana dengan
(satu) tahun atau denda pidana penjara paling
paling banyak lama 1 (satu) tahun
Rp1.000.000.000,00 atau denda paling
(satu miliar rupiah). banyak
Rp1.000.000.000,00
(satu miliar rupiah).
Pasal 128 Pasal 128 mengedarkan
Setiap orang yang Setiap orang yang produk segar
mengedarkan produk mengedarkan produk hortikultura
segar hortikultura segar hortikultura impor tertentu
impor tertentu yang impor tertentu yang yang tidak
tidak memenuhi tidak memenuhi memenuhi
standar mutu dan/atau standar mutu standar mutu
keamanan pangan dan/atau keamanan dan/atau
sebagaimana dimaksud pangan sebagaimana keamanan pangan
dalam Pasal 88 ayat (4), dimaksud dalam Pasal telah diatur dalam
dipidana dengan pidana 88, dipidana dengan UU Pangan.

1575
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Undang- Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang Perubahan Perubahan
penjara paling lama 2 pidana penjara paling
(dua) tahun atau denda lama 2 (dua) tahun Pasal rujukan
paling banyak atau denda paling direkomendasikan
Rp2.000.000.000,00 banyak untuk dihapus.
(dua miliar rupiah). Rp2.000.000.000,00 Pengaturan teknis
(dua miliar rupiah). dapat dilakukan
pada tingkat PP.
Karena bicara
impor maka
pelaku
merupakan
Pelaku Usaha
yang dapat
dikenakan sanksi
administratif

5. UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG INDUSTRI


PERTAHANAN
Rumusan Undang- Usulan Rumusan Alasan
No.
Undang Perubahan Perubahan
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan
Pasal 72 Pasal 72 Menyesuaikan
(1) Setiap orang yang Setiap orang yang ketentuan Pasal
memproduksi Alat memproduksi Alat 68 UU, dengan
Peralatan Pertahanan Peralatan memberikan
dan Keamanan yang Pertahanan dan pemahaman
bersifat strategis tanpa Keamanan yang bahwa otoritas
mendapat izin menteri bersifat strategis pemberi izin
yang tanpa mendapat adalah Presiden,
menyelenggarakan Perizinan Berusaha sedangkan para
urusan pemerintahan dari Pemerintah menteri tersebut
di bidang pertahanan Pusat sebagaimana mendapatkan
sebagaimana dimaksud dimaksud dalam kewenangan
dalam Pasal 67 Pasal 67 dipidana memberikan izin

1576
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Undang- Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang Perubahan Perubahan
dipidana dengan pidana dengan pidana berdasakan
penjara paling lama 5 penjara paling lama pendelegasian
(lima) tahun dan/atau 5 (lima) tahun dari Presiden
denda paling banyak dan/atau denda
Rp10.000.000.000,00 paling banyak
(sepuluh miliar rupiah). Rp10.000.000.000,0
(2) Dalam hal tindak 0 (sepuluh miliar
pidana sebagaimana rupiah).
dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dalam
keadaan perang, pelaku Dalam hal tindak
dipidana dengan pidana pidana sebagaimana
penjara paling lama 15 dimaksud pada ayat
(lima belas) tahun (1) dilakukan dalam
dan/atau denda paling keadaan perang,
banyak pelaku dipidana
Rp25.000.000.000,00 dengan pidana
(dua puluh lima miliar penjara paling lama
rupiah). 15 (lima belas)
tahun dan/atau
denda paling banyak
Rp25.000.000.000,0
0 (dua puluh lima
miliar rupiah).

Pasal 73 Pasal 73 Menyesuaikan


Setiap orang yang Setiap orang yang ketentuan Pasal
menjual, menjual, 68 UU, dengan
mengekspor, mengekspor, memberikan
dan/atau dan/atau pemahaman
melakukan transfer melakukan bahwa otoritas
Alat Peralatan transfer Alat pemberi izin
Pertahanan dan Peralatan adalah Presiden,
Keamanan yang Pertahanan dan sedangkan para

1577
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Undang- Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang Perubahan Perubahan
bersifat strategis Keamanan yang menteri tersebut
tanpa mendapat bersifat strategis mendapatkan
izin menteri yang tanpa mendapat kewenangan
menyelenggarakan Perizinan memberikan izin
urusan Berusaha dari berdasakan
pemerintahan di Pemerintah Pusat pendelegasian
bidang pertahanan sebagaimana dari Presiden
sebagaimana dimaksud dalam
dimaksud dalam Pasal 68 dipidana
Pasal 68 dipidana dengan pidana
dengan pidana penjara paling
penjara paling lama lama 12 (dua
12 (dua belas) belas) tahun
tahun dan/atau dan/atau denda
denda paling paling banyak
banyak Rp200.000.000.00
Rp200.000.000.000, 0,00 (dua ratus
00 (dua ratus miliar miliar rupiah).
rupiah).
Dalam hal tindak Dalam hal tindak
pidana pidana
sebagaimana sebagaimana
dimaksud pada ayat dimaksud pada
(1) dilakukan dalam ayat (1) dilakukan
keadaan perang, dalam keadaan
pelaku dipidana perang, pelaku
dengan pidana dipidana dengan
penjara paling lama pidana penjara
15 (lima belas) paling lama 15
tahun dan/atau (lima belas) tahun
denda paling dan/atau denda
banyak paling banyak
Rp500.000.000.000, Rp500.000.000.00
00 (lima ratus miliar 0,00 (lima ratus

1578
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Undang- Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang Perubahan Perubahan
rupiah) miliar rupiah)
Pasal 74 Pasal 74 Ref catatan
Setiap orang yang Setiap orang yang Pasal 55
mengekspor mengekspor Pasal 74 perlu
dan/atau dan/atau disempurna
melakukan melakukan kan agar
transfer alat transfer alat sanksi
peralatan yang peralatan hukum
digunakan untuk pertahanan terkait
keperluan keamanan yang ekspor atau
pertahanan dan bersifat strategis transfer
keamanan sebagaimana Alpahanka
negara lain tanpa dimaksud dalam m hanya
mendapat izin Pasal 68 yang berlaku
menteri yang digunakan untuk bagi
menyelenggarak keperluan Alpahanka
an urusan pertahanan dan m yang
pemerintahan di keamanan negara bersifat
bidang lain tanpa strategis,
pertahanan mendapat atau tidak
sebagaimana Perizinan diwajibkan
dimaksud dalam Berusaha dari untuk
Pasal 55 Pemerintah Pusat setiap
dipidana dengan sebagaimana Alpahanka
pidana penjara dimaksud dalam m.
paling lama 5 Pasal 55 dipidana
(lima) tahun dengan pidana
dan/atau denda penjara paling
paling banyak lama 5 (lima)
Rp100.000.000.0 tahun dan/atau
00,00 (seratus denda paling
miliar rupiah). banyak
Dalam hal tindak Rp100.000.000.00
pidana 0,00 (seratus

1579
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Undang- Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang Perubahan Perubahan
sebagaimana miliar rupiah).
dimaksud pada Dalam hal tindak
ayat (1) pidana
dilakukan dalam sebagaimana
keadaan perang, dimaksud pada
pelaku dipidana ayat (1) dilakukan
dengan pidana dalam keadaan
penjara paling perang, pelaku
lama 15 (lima dipidana dengan
belas) tahun pidana penjara
dan/atau denda paling lama 15
paling banyak (lima belas) tahun
Rp500.000.000.0 dan/atau denda
00,00 lima ratus paling banyak
miliar rupiah). Rp500.000.000.00
0,00 lima ratus
miliar rupiah).
Pasal 75 Pasal 75 Menyesuaikan
Setiap orang yang Setiap orang yang ketentuan Pasal
membeli dan/atau membeli dan/atau 68 UU, dengan
mengimpor Alat mengimpor Alat memberikan
Peralatan Pertahanan Peralatan Pertahanan pemahaman
dan Keamanan yang dan Keamanan yang bahwa otoritas
bersifat strategis tanpa bersifat strategis tanpa pemberi izin
mendapat izin menteri mendapat perizinan adalah Presiden,
yang berusaha dari sedangkan para
menyelenggarakan Pemerintah Pusat menteri tersebut
urusan pemerintahan sebagaimana mendapatkan
di bidang pertahanan dimaksud dalam Pasal kewenangan
sebagaimana dimaksud 69 dan persetujuan memberikan izin
dalam Pasal 69 dari Pemerintah Pusat berdasakan
dipidana dengan pidana sebagaimana pendelegasian
penjara paling lama 7 dimaksud dalam Pasal dari Presiden
(tujuh) tahun dan/atau 69A dipidana dengan

1580
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Undang- Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang Perubahan Perubahan
denda paling banyak pidana penjara paling
Rp100.000.000.000,00 lama 7 (tujuh) tahun
(seratus miliar rupiah) dan/atau denda paling
banyak
Rp100.000.000.000,00
(seratus miliar rupiah)

6. UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2006 TENTANG JAMINAN


PRODUK HALAL
Rumusan Usulan Rumusan Alasan
No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2006 tentang Jaminan Produk Halal
Pasal 27 Pasal 27
Pelaku Usaha yang tidak Pelaku Usaha yang
melakukan tidak melakukan
kewajiban kewajiban
sebagaimana sebagaimana
dimaksud dalam dimaksud dalam
Pasal 25 dikenai Pasal 25 dan Pasal
sanksi administratif 26 ayat (2) dikenai
berupa: a. peringatan sanksi administratif
tertulis; b. denda .
administratif; atau c. Ketentuan lebih lanjut
pencabutan Sertifikat mengenai tata cara
Halal. pengenaan sanksi
Pelaku Usaha yang tidak administratif
melakukan sebagaimana
kewajiban dimaksud pada ayat
sebagaimana (1) dan diatur
dimaksud dalam dengan Peraturan
Pasal 26 ayat (2) Pemerintah.
dikenai sanksi
administratif berupa:
a. teguran lisan; b.

1581
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
peringatan tertulis;
atau c. denda
administratif.
Ketentuan lebih lanjut
mengenai tata cara
pengenaan sanksi
administratif diatur
dalam Peraturan
Menteri.
Pasal 41 Pasal 41
Pelaku Usaha yang Pelaku Usaha yang
mencantumkan Label mencantumkan
Halal tidak sesuai Label Halal tidak
dengan ketentuan sesuai dengan
sebagaimana ketentuan
dimaksud dalam sebagaimana
Pasal 38 dan Pasal dimaksud dalam
39 dikenai sanksi Pasal 38 dan Pasal
administratif berupa: 39 dikenai sanksi
a. teguran lisan; b. administratif.
peringatan tertulis; Ketentuan mengenai
atau c. pencabutan tata cara pengenaan
Sertifikat Halal. sanksi administratif
Ketentuan mengenai diatur dalam
tata cara pengenaan Peraturan
sanksi administratif Pemerintah.
diatur dalam
Peraturan Menteri
Pasal 48 Pasal 48
Pelaku Usaha yang tidak Pelaku Usaha yang
melakukan registrasi tidak melakukan
sebagaimana registrasi
dimaksud dalam sebagaimana
Pasal 47 ayat (3) dimaksud dalam

1582
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
dikenai sanksi Pasal 47 ayat (3)
administratif berupa dikenai sanksi
penarikan barang administratif.
dari peredaran. Ketentuan mengenai
Ketentuan mengenai tata cara pengenaan
tata cara pengenaan sanksi administratif
sanksi administratif diatur dalam
diatur dalam Peraturan
Peraturan Menteri Pemerintah
Pasal 56 DIHAPUS Telah diakomodir
Pelaku Usaha yang sanksi
tidak menjaga kehalalan administratifnya
Produk yang telah dalam Pasal 27.
memperoleh Sertifikat Mengingat hal ini
Halal sebagaimana merupakan isu
dimaksud dalam Pasal sensitif,
25 huruf b dipidana pengaturan
dengan pidana penjara terkait pengenaan
paling lama 5 (lima) sanksi
tahun atau pidana administratif yang
denda paling banyak akan diatur
Rp2.000.000.000,00 didalam PP dapat
(dua miliar rupiah). diperinci.

7. UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA


KONSTRUKSI
Rumusan Usulan Rumusan Alasan
No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi
Pasal 89 Pasal 89 Pasal 34 ayat (3)
Setiap usaha orang Setiap usaha orang acuan dihapus
perseorangan yang perseorangan dan
tidak memiliki Tanda Badan Usaha Jasa
Daftar Usaha Konstruksi yang tidak

1583
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
Perseorangan memiliki perizinan
sebagaimana dimaksud berusaha sebagaimana
dalam Pasal 26 ayat (1) dimaksud dalam Pasal
dikenai sanksi 26 ayat (1) dan ayat (2)
administratif berupa: dikenai sanksi
a. peringatan tertulis; administratif berupa:
b. denda administratif; a. peringatan tertulis;
dan/atau b. denda administratif;
c. penghentian dan/atau
sementara kegiatan c. penghentian
layanan Jasa sementara kegiatan
Konstruksi. layanan Jasa
Setiap badan usaha dan Konstruksi.
badan usaha asing yang
tidak memenuhi
kewajiban memiliki Izin
Usaha yang masih
berlaku sebagaimana
dimaksud dalam Pasal
26 ayat (2) dan Pasal 34
ayat (3), dikenai sanksi
administratif berupa:
a. peringatan tertulis;
b. denda administratif;
dan/atau
c. penghentian
sementara kegiatan
layanan Jasa
Konstruksi
Pasal 90 DIHAPUS Pasal Acuan
Setiap badan usaha yang Dihapus
mengerjakan Jasa
Konstruksi tidak
memiliki Sertifikat

1584
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
Badan Usaha
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 30 ayat (1)
dikenai sanksi
administratif berupa:
denda administratif;
penghentian
sementara
kegiatan layanan
Jasa Konstruksi;
dan/atau
pencantuman dalam
daftar hitam.
Setiap asosiasi badan
usaha yang tidak
melakukan kewajiban
sesuai dengan
ketentuan peraturan
perundang-undangan
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 30 ayat (6)
dikenai sanksi
administratif berupa:
peringatan tertulis;
pembekuan
akreditasi;
dan/atau
pencabutan
akreditasi.
Pasal 91 Pasal 91
Setiap badan usaha Setiap badan usaha
Jasa Konstruksi asing Jasa Konstruksi asing
atau usaha orang atau usaha orang
perseorangan Jasa perseorangan Jasa

1585
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
Konstruksi asing yang Konstruksi asing yang
akan melakukan usaha akan melakukan
Jasa Konstruksi tidak usaha Jasa Konstruksi
memenuhi ketentuan tidak memenuhi
sebagaimana dimaksud ketentuan
dalam Pasal 32 dikenai sebagaimana
sanksi administratif dimaksud dalam Pasal
berupa: peringatan 32 dikenai sanksi
tertulis; denda administratif.
administratif; dan/atau
penghentian
sementara kegiatan
layanan Jasa
Konstruksi
Pasal 92 DIHAPUS Pasal Acuan
Setiap kantor dicabut
perwakilan badan
usaha asing yang tidak
menjalankan kewajiban
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 33 ayat (1)
dikenai sanksi
administratif berupa:
peringatan tertulis;
denda administratif;
penghentian
sementara kegiatan
layanan Jasa
Konstruksi;
pencantuman dalam
daftar hitam;
pembekuan izin;
dan/atau pencabutan
izin

1586
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
Pasal 94 Pasal 94
Setiap Pengguna Jasa Setiap Pengguna Jasa
yang menggunakan yang menggunakan
Penyedia Jasa yang Penyedia Jasa yang
terafiliasi untuk terafiliasi untuk
pembangunan pembangunan
kepentingan umum kepentingan umum
tanpa melalui tender tanpa melalui tender
atau seleksi, atau atau seleksi, atau
pengadaan secara pengadaan secara
elektronik sebagaimana elektronik
dimaksud dalam Pasal sebagaimana
44 dikenai sanksi dimaksud dalam Pasal
administratif berupa: 44 dikenai sanksi
peringatan tertulis; administratif.
dan/atau penghentian
sementara kegiatan
layanan Jasa
Konstruksi.
Pasal 95 Pasal 95
Setiap Penyedia Jasa Setiap Penyedia Jasa
yang melanggar yang melanggar
ketentuan pemberian ketentuan pemberian
pekerjaan utama pekerjaan utama
sebagaimana dimaksud sebagaimana
dalam Pasal 53 ayat (1) dimaksud dalam Pasal
dikenai sanksi 53 ayat (1) dikenai
administratif berupa: a. sanksi administratif.
peringatan tertulis; b.
denda administratif; c.
penghentian sementara
kegiatan layanan Jasa
Konstruksi; dan/atau d.
pembekuan izin.

1587
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
Pasal 96 Pasal 96
Setiap Penyedia Jasa Setiap Penyedia Jasa
dan/atau Pengguna dan/atau Pengguna
Jasa yang tidak Jasa yang tidak
memenuhi Standar memenuhi Standar
Keamanan, Keamanan,
Keselamatan, Keselamatan,
Kesehatan, dan Kesehatan, dan
Keberlanjutan dalam Keberlanjutan dalam
penyelenggaraan penyelenggaraan Jasa
Jasa Konstruksi Konstruksi
sebagaimana sebagaimana
dimaksud dalam dimaksud dalam Pasal
Pasal 59 ayat (1) 59 ayat (1) dikenai
dikenai sanksi sanksi administratif.
administratif berupa:
peringatan tertulis;
denda administratif;
penghentian
sementara
kegiatan layanan
Jasa Konstruksi;
pencantuman dalam
daftar hitam;
pembekuan izin;
dan/atau
pencabutan izin.
(2) Setiap Pengguna
Jasa dan/atau Penyedia
Jasa yang dalam
memberikan
pengesahan atau
persetujuan melanggar
ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal
59 ayat (2) dikenai
sanksi administratif
berupa:
peringatan tertulis;
denda administratif;
penghentian
sementara
kegiatan layanan
Jasa Konstruksi;

1588
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
d. pencantuman dalam
daftar hitam;
e. pembekuan izin;
dan/atau f. pencabutan
izin
Pasal 97 Pasal 97
Setiap penilai ahli yang Setiap penilai ahli yang
dalam melaksanakan dalam melaksanakan
tugasnya tidak tugasnya tidak
menjalankan kewajiban menjalankan
sebagaimana dimaksud kewajiban
dalam Pasal 62 ayat (2) sebagaimana
dikenai sanksi dimaksud dalam Pasal
administratif berupa: 62 ayat (2) dikenai
peringatan tertulis; sanksi administratif
pemberhentian dari berupa:
tugas; dan/atau peringatan tertulis;
dikeluarkan dari pemberhentian dari
daftar penilai ahli yang tugas; dan/atau
teregistrasi dikeluarkan dari daftar
penilai ahli yang
teregistrasi
Pasal 98 Pasal 98
Penyedia Jasa yang Penyedia Jasa yang
tidak memenuhi tidak memenuhi
kewajiban untuk kewajiban untuk
mengganti atau mengganti atau
memperbaiki Kegagalan memperbaiki
Bangunan sebagaimana Kegagalan Bangunan
dimaksud dalam Pasal sebagaimana
63 dikenai sanksi dimaksud dalam Pasal
administratif berupa: 63 dikenai sanksi
peringatan tertulis; administratif berupa:
denda administratif; peringatan tertulis;
penghentian denda administratif;
sementara kegiatan penghentian
layanan Jasa sementara kegiatan
Konstruksi; layanan Jasa
pencantuman dalam Konstruksi;
daftar hitam; pencantuman dalam
daftar hitam;
Pasal 99 Pasal 99 Usulan dari
Setiap tenaga kerja Setiap tenaga kerja Klaster IMB dan
konstruksi yang konstruksi yang

1589
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
bekerja di bidang bekerja di bidang SLF
Jasa Konstruksi Jasa Konstruksi
tidak memiliki tidak memiliki
Sertifikat Sertifikat
Kompetensi Kerja Kompetensi Kerja
sebagaimana dikenai sanksi
dimaksud dalam administratif
Pasal 70 ayat (1) berupa
tentang Jasa pemberhentian dari
Konstruksi dikenai tempat kerja.
sanksi administratif Setiap Pengguna Jasa
berupa dan/atau Penyedia
pemberhentian dari Jasa yang
tempat kerja. mempekerjakan
Setiap Pengguna Jasa tenaga kerja
dan/atau Penyedia konstruksi yang
Jasa yang tidak memiliki
mempekerjakan Sertifikat
tenaga kerja Kompetensi Kerja
konstruksi yang sebagaimana
tidak memiliki dimaksud dalam
Sertifikat Pasal 70 ayat (2)
Kompetensi Kerja dikenai sanksi
sebagaimana administratif
dimaksud dalam berupa:
Pasal 70 ayat (2) a. denda
dikenai sanksi administratif;
administratif berupa: dan/atau
a. denda b. penghentian
administratif; sementara
dan/atau kegiatan layanan
b. penghentian Jasa Konstruksi.
sementara (2A) Setiap tenaga
kegiatan layanan kerja konstruksi
Jasa Konstruksi. yang bekerja di
(3) Setiap lembaga bidang Jasa
sertifikasi profesi Konstruksi yang
yang tidak mengikuti memiliki Sertifikat
ketentuan Kompetensi Kerja
pelaksanaan uji sebagaimana
kompetensi dimaksud dalam
sebagaimana Pasal 70 ayat (1)
dimaksud dalam yang tidak
Pasal 70 ayat (3) berpraktek sesuai

1590
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
dikenai sanksi dengan standar
administratif berupa: kompetensi kerja
peringatan tertulis; nasional
denda administratif; Indonesia, standar
pembekuan lisensi; internasional, dan
dan/atau atau standar
d. pencabutan khusus dikenakan
lisensi. sanksi
administratif.
Setiap lembaga
sertifikasi profesi
yang tidak
mengikuti
ketentuan
pelaksanaan uji
kompetensi
sebagaimana
dimaksud dalam
Pasal 70 ayat (3)
dikenai sanksi
administratif
berupa:
peringatan tertulis;
denda
administratif;
pembekuan lisensi;
dan/atau
d. pencabutan
lisensi.
Pasal 100 Pasal 100
Setiap asosiasi profesi Setiap asosiasi profesi
yang tidak melakukan yang tidak melakukan
kewajiban sesuai kewajiban sesuai
dengan ketentuan dengan ketentuan
peraturan perundang- peraturan perundang-
undangan sebagaimana undangan
dimaksud dalam Pasal sebagaimana
71 ayat (6) dikenai dimaksud dalam Pasal
sanksi administratif 71 ayat (6) dikenai
berupa: peringatan sanksi administratif
tertulis; pembekuan berupa:
akreditasi; dan/atau peringatan tertulis;
pencabutan akreditasi. pembekuan akreditasi;
dan/atau

1591
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
pencabutan
akreditasi.
Pasal 101 DIHAPUS PASAL ACUAN
Setiap pemberi kerja DIHAPUS
tenaga kerja
konstruksi asing
yang tidak memiliki
rencana penggunaan
tenaga kerja
konstruksi asing dan
izin mempekerjakan
tenaga kerja
konstruksi asing
sebagaimana
dimaksud dalam
Pasal 74 ayat (1) dan
mempekerjakan
tenaga kerja
konstruksi asing
yang tidak memiliki
registrasi dari
Menteri sebagaimana
dimaksud dalam
Pasal 74 ayat (3),
dikenai sanksi
administratif berupa:
peringatan tertulis;
denda administratif;
penghentian
sementara
kegiatan layanan
Jasa Konstruksi;
dan/atau
pencantuman dalam
daftar hitam.

1592
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
Setiap tenaga kerja
konstruksi asing
pada jabatan ahli
yang tidak
melaksanakan
kewajiban alih
pengetahuan dan alih
teknologi
sebagaimana
dimaksud dalam
Pasal 74 ayat (5)
dikenai sanksi
administratif berupa:
peringatan tertulis;
denda administratif;
pemberhentian dari
pekerjaan;
dan/atau
pencantuman dalam
daftar hitam
Pasal 102 Pasal 102
Ketentuan lebih lanjut Ketentuan lebih lanjut
mengenai tata cara mengenai tata cara
pengenaan sanksi pengenaan sanksi
administratif administratif
sebagaimana dimaksud sebagaimana
dalam Pasal 89 sampai dimaksud dalam Pasal
dengan Pasal 101 89 sampai dengan
diatur dalam Peraturan Pasal 101 diatur dalam
Pemerintah. Peraturan Pemerintah.

1593
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

8. UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG


KEHUTANAN
Rumusan Usulan Rumusan Alasan
No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan
Pasal 77 Dihapus Ketentuan
(1) Selain Pejabat Penyidik PPNS
Penyidik Kepolisian diakomodir dalam
Negara Republik ketentuan klaster
Indonesia, Pejabat sanksi
Pegawai Negeri Sipil
tertentu yang lingkup
tugas dan tanggung
jawabnya meliputi
pengurusan hutan,
diberi wewenang
khusus sebagai
penyidik sebagaimana
dimaksud dalam Kitab
Undang-undang Hukum
Acara Pidana. (2)
Pejabat Penyidik
Pegawai Negeri Sipil
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1),
berwenang untuk :
melakukan
pemeriksaan atas
kebenaran
laporan atau
keterangan yang
berkenaan
dengan tindak
pidana yang
menyangkut
hutan, kawasan

1594
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
hutan, dan hasil
hutan;
melakukan
pemeriksaan
terhadap orang
yang diduga
melakukan tindak
pidana yang
menyangkut
hutan, kawasan
hutan, dan hasil
hutan;
memeriksa tanda
pengenal
seseorang yang
berada dalam
kawasan
Pasal 78 Pasal 78 Merupakan
Barang siapa dengan Pemilik Perizinan pelanggaran yang
sengaja melanggar Berusaha yang memiliki potensi
ketentuan dengan sengaja berdampak
sebagaimana melanggar terhadap K3L
dimaksud dalam ketentuan (larangan
Pasal 50 ayat (1) sebagaimana terhadap kegiatan
atau Pasal 50 ayat dimaksud dalam yang
(2), diancam Pasal 50 ayat (1), menimbulkan
dengan pidana dikenai sanksi kerusakan hutan)
penjara paling administratif
lama 10 (sepuluh) berupa:
tahun dan denda Penghentian
paling banyak Rp sementara
5.000.000.000,00 kegiatan
(lima milyar usaha;
rupiah). Pembayaran

1595
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
Barang siapa dengan denda paling
sengaja melanggar banyak Rp.
ketentuan 7.500.000.000
sebagaimana ,00 (tujuh
dimaksud dalam milyar lima
Pasal 50 ayat (3) ratus juta
huruf a, huruf b, rupiah);
atau huruf c, dan/atau
diancam dengan Pencabutan izin.
pidana penjara Barang siapa dengan
paling lama 10 sengaja melanggar
(sepuluh) tahun ketentuan
dan denda paling sebagaimana
banyak Rp. dimaksud dalam
5.000.000.000,00 Pasal 50 ayat (2)
(lima milyar huruf a, atau huruf
rupiah). b, diancam dengan
Barang siapa dengan pidana penjara
sengaja melanggar paling singkat 10
ketentuan (sepuluh) tahun dan
sebagaimana denda paling
dimaksud dalam banyak Rp.
Pasal 50 ayat (3) 7.500.000.000,00
huruf d, diancam (tujuh milyar lima
dengan pidana ratus juta rupiah).
penjara paling Barang siapa dengan
lama 15 (lima sengaja melanggar
belas) tahun dan ketentuan
denda paling sebagaimana
banyak Rp. dimaksud dalam
5.000.000.000,00 Pasal 50 ayat (3)
(lima milyar huruf d, diancam
rupiah). dengan pidana
Barang siapa karena penjara paling

1596
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
kelalaiannya singkat 15 (lima
melanggar belas) tahun dan
ketentuan denda paling
sebagaimana banyak Rp.
dimaksud dalam 7.500.000.000,00
Pasal 50 ayat (3) (tujuh milyar lima
huruf d, diancam ratus juta rupiah).
dengan pidana Barang siapa karena
penjara paling kelalaiannya
lama 5 (lima) melanggar
tahun dan denda ketentuan
paling banyak Rp. sebagaimana
1.500.000.000,00 dimaksud dalam
(satu milyar lima Pasal 50 ayat (3)
ratus juta rupiah). huruf d, diancam
Barang siapa dengan dengan pidana
sengaja melanggar denda paling
ketentuan banyak Rp.
sebagaimana 3.500.000.000,00
dimaksud dalam (tiga milyar lima
Pasal 50 ayat (3) ratus juta rupiah).
huruf e atau huruf Barang siapa dengan
f, diancam dengan sengaja melanggar
pidana penjara ketentuan
paling lama 10 sebagaimana
(sepuluh) tahun dimaksud dalam
dan denda paling Pasal 50 ayat (3)
banyak Rp. huruf e, dengan
5.000.000.000,00 pidana penjara
(lima milyar paling singkat 10
rupiah). (sepuluh) tahun dan
Barang siapa dengan denda paling
sengaja melanggar banyak Rp.
ketentuan 7.500.000.000,00

1597
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
sebagaimana (tujuh milyar lima
dimaksud dalam ratus juta rupiah).
Pasal 38 ayat (4) Barang siapa dengan
atau Pasal 50 ayat sengaja melanggar
(3) huruf g, ketentuan
diancam dengan sebagaimana
pidana penjara dimaksud dalam
paling lama 10 Pasal 38 ayat (4),
(sepuluh) tahun diancam dengan
dan denda paling pidana penjara
banyak Rp. paling sedikit 10
5.000.000.000,00 (sepuluh) tahun dan
(lima milyar denda paling
rupiah). banyak Rp.
Barang siapa dengan 7.500.000.000,00
sengaja melanggar (tujuh milyar lima
ketentuan ratus juta rupiah).
sebagaimana Barang siapa dengan
dimaksud dalam sengaja melanggar
Pasal 50 ayat (3) ketentuan
huruf h, diancam sebagaimana
dengan pidana dimaksud dalam
penjara paling Pasal 50 ayat (3)
lama 5 (lima) huruf l, diancam
tahun dan denda dengan pidana
paling banyak Rp. penjara paling
10.000. singkat 3 (tiga)
000.000,00 tahun dan denda
(sepuluh milyar paling banyak Rp.
rupiah). 2.000. 000.000,00
Barang siapa dengan (dua milyar rupiah).
sengaja melanggar Barang siapa dengan
ketentuan sengaja melanggar
sebagaimana ketentuan

1598
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
dimaksud dalam sebagaimana
Pasal 50 ayat (3) dimaksud dalam
huruf i, diancam Pasal 50 ayat (3)
dengan pidana huruf m, diancam
penjara paling dengan pidana
lama 3 (tiga) bulan penjara paling
dan denda paling singkat 1 (satu)
banyak Rp. tahun dan denda
10.000. paling sedikit Rp.
000.000,00 150.000. 000,00
(sepuluh milyar (serratus lima puluh
rupiah). juta rupiah).
Barang siapa dengan Selain sanksi
sengaja melanggar sebagaimana
ketentuan dimaksud pada ayat
sebagaimana (1) semua hasil
dimaksud dalam hutan dan/atau
Pasal 50 ayat (3) alat-alat yang
huruf j, diancam digunakan untuk
dengan pidana melakukan
penjara paling pelanggaran
lama 5 (lima) sebagaimana
tahun dan denda dimaksud pada ayat
paling banyak Rp. (1) dirampas untuk
5.000. 000.000,00 Negara.
(lima milyar
rupiah).
Barang siapa dengan
sengaja melanggar
ketentuan
sebagaimana
dimaksud dalam
Pasal 50 ayat (3)
huruf k, diancam

1599
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
dengan pidana
penjara paling
lama 3 (tiga) tahun
dan denda paling
banyak Rp. 1.000.
000.000,00 (satu
milyar rupiah)
Barang siapa dengan
sengaja melanggar
ketentuan
sebagaimana
dimaksud dalam
Pasal 50 ayat (3)
huruf l, diancam
dengan pidana
penjara paling
lama 3 (tiga) tahun
dan denda paling
banyak Rp. 1.000.
000.000,00 (satu
milyar rupiah).
Barang siapa dengan
sengaja melanggar
ketentuan
sebagaimana
dimaksud dalam
Pasal 50 ayat (3)
huruf m, diancam
dengan pidana
penjara paling
lama 1 (satu)
tahun dan denda
paling banyak Rp.
50.000. 000,00

1600
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
(lima puluh juta
rupiah).
Tindak pidana
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (1), ayat (2),
ayat (3), ayat (4),
ayat (5), ayat (6),
ayat (7), ayat (9),
ayat (10), dan ayat
(11) adalah
kejahatan, dan
tindak pidana
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (8) dan ayat
(12) adalah
pelanggaran.
Tindak pidana
sebagaimana
dimaksud dalam
Pasal 50 ayat (1),
ayat (2), dan ayat
(3) apabila
dilakukan oleh
dan atau atas
nama badan
hukum atau
badan usaha,
tuntutan dan
sanksi pidananya
dijatuhkan
terhadap
pengurusnya, baik

1601
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
sendiri-sendiri
maupun bersama-
sama, dikenakan
pidana sesuai
dengan ancaman
pidana masing-
masing ditambah
dengan 1/3
(sepertiga) dari
pidana yang
dijatuhkan.
Semua hasil hutan dari
hasil kejahatan
dan pelanggaran
dan atau alat-alat
termasuk alat
angkutnya yang
dipergunakan
untuk melakukan
kejahatan dan
atau pelanggaran
sebagaimana
dimaksud dalam
pasal ini dirampas
untuk Negara.
Pasal 80 Pasal 80 Merupakan
(1) Setiap perbuatan Selain sanksi penegasan sanksi.
melanggar hukum yang sebagaimana
diatur dalam undang- dimaksud dalam
undang ini, dengan Pasal 78,
tidak mengurangi penanggung jawab
sanksi pidana perbuatan wajib
sebagaimana diatur membayar ganti
dalam Pasal 78, rugi sesuai dengan

1602
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
mewajibkan kepada tingkat kerusakan
penanggung jawab atau akibat yang
perbuatan itu untuk ditimbulkan kepada
membayar ganti rugi Negara, untuk biaya
sesuai dengan tingkat rehabilitasi,
kerusakan atau akibat pemulihan kondisi
yang ditimbulkan hutan, atau
kepada Negara, untuk tindakan lain yang
biaya rehabilitasi, diperlukan.
pemulihan kondisi Ketentuan lebih lanjut
hutan, atau tindakan sebagaimana
lain yang diperlukan. dimaksud pada ayat
(2) Setiap pemegang izin (1) dan ayat (2)
usaha pemanfaatan diatur dengan
kawasan, izin usaha Peraturan
pemanfaatan jasa Pemerintah.
lingkungan, izin usaha
pemanfaatan hasil
hutan, atau izin
pemungutan hasil
hutan yang diatur
dalam undang-undang
ini, apabila melanggar
ketentuan di luar
ketentuan pidana
sebagaimana diatur
dalam Pasal 78
dikenakan sanksi
administratif.
(3) Ketentuan lebih
lanjut sebagaimana
dimaksud pada ayat (1),
dan ayat (2) diatur
dengan Peraturan

1603
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
Pemerintah.

9. UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2014 TENTANG KELAUTAN


Rumusan Usulan Rumusan Alasan
No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan
Pasal 47 Pasal 47
Setiap orang yang Setiap orang yang
melakukan melakukan
pemanfaatan ruang pemanfaatan ruang
Laut secara menetap Laut secara
di wilayah perairan menetap di wilayah
dan wilayah perairan dan
yurisdiksi wajib wilayah yurisdiksi
memiliki izin lokasi. wajib memiliki
Izin lokasi yang berada Perizinan berusaha
di wilayah pesisir Pemanfaatan Laut.
dan pulaupulau kecil Perizinan berusaha
dilakukan sesuai Pemanfaatan Laut
dengan ketentuan yang berada di
peraturan wilayah pesisir dan
perundang- pulaupulau kecil
undangan. dilakukan sesuai
Setiap orang yang dengan ketentuan
melakukan peraturan
pemanfaatan ruang perundang-
Laut secara menetap undangan.
di wilayah perairan Setiap orang yang
dan wilayah melakukan
yurisdiksi yang tidak pemanfaatan ruang
sesuai dengan izin Laut secara
yang diberikan menetap di wilayah
dikenai sanksi perairan dan
administratif berupa: wilayah yurisdiksi

1604
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
a. peringatan tertulis; yang tidak sesuai
b. penghentian dengan Perizinan
sementara kegiatan; berusaha
c. penutupan lokasi; Pemanfaatan Laut
d. pencabutan izin; e. yang diberikan
pembatalan izin; dikenai sanksi
dan/atau f. denda administratif. a.
administratif. peringatan tertulis;
Ketentuan mengenai b. penghentian
izin lokasi di Laut sementara kegiatan;
yang berada di c. penutupan
wilayah perairan dan lokasi; d.
wilayah yurisdiksi pencabutan izin; e.
sebagaimana pembatalan izin;
dimaksud pada ayat dan/atau f. denda
(1) dan tata cara administratif.
pengenaan sanksi Ketentuan mengenai
administratif Perizinan berusaha
sebagaimana Pemanfaatan Laut
dimaksud pada ayat yang berada di
(3) diatur dengan wilayah perairan
Peraturan dan wilayah
Pemerintah. yurisdiksi
sebagaimana
dimaksud pada ayat
(1) dan tata cara
pengenaan sanksi
administratif
sebagaimana
dimaksud pada ayat
(3) diatur dengan
Peraturan
Pemerintah.
Pasal 49 Pasal 49 Diusulkan untuk

1605
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
Setiap orang yang Setiap orang yang dikenai sanksi
melakukan melakukan pidana dengan
pemanfaatan ruang pemanfaatan ruang pertimbangan
Laut secara menetap Laut secara menetap bahwa
yang tidak memiliki izin yang tidak memiliki pemanfaatan
lokasi sebagaimana Perizinan Berusaha ruang laut di
dimaksud dalam Pasal terkait Pemanfatan Wilayah Perairan
47 ayat (1) dipidana Laut sebagaimana dan Wilayah
dengan pidana penjara dimaksud dalam Pasal Yurisdiksi yang
paling lama 6 (enam) 47 ayat (1) dipidana dilaksanakan
tahun dan pidana dengan pidana penjara tanpa Izin
denda paling banyak paling lama 6 (enam) Pemanfaatan Laut
Rp20.000.000.000,00 tahun dan pidana akan berdampak
(dua puluh miliar denda paling banyak terhadap
rupiah). Rp20.000.000.000,00 kelestarian dan
(dua puluh miliar keberlanjutan
rupiah). Sumber Daya
Kelautan.

10. UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2009 TENTANG


PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN SEBAGAIMANA TELAH
DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2014
TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 18
TAHUN 2009 TENTANG PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN
Rumusan Usulan Rumusan Alasan
No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan
Kesehatan Hewan Sebagaimana Telah Diubah dengan Undang-Undang
Nomor 41 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor
18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan
Pasal 84 Pasal 84 Pengaturan
mengenai PPNS
Selain Pejabat Penyidik DIHAPUS telah diakomodir
Kepolisian Negara dalam ketentuan

1606
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
Republik Indonesia, umum klaster
Pejabat Pegawai sanksi.
Negeri Sipil tertentu
yang lingkup tugas
dan dari tanggung
jawabnya meliputi
peternakan dan
kesehatan hewan
diberi wewenang
khusus sebagai
penyidik sesuai
dengan ketentuan
peraturan
perundang-
undangan.

Pejabat Penyidik
Pegawai Negeri Sipil
sebagaimana
dimaksud pada ayat
(1) berwenang untuk:
melakukan
pemeriksaan atas
kebenaran
laporan atau
keterangan
berkenaan
dengan tindak
pidana di bidang
peternakan dan
kesehatan hewan;
melakukan
pemeriksaan
Pasal 85 Pasal 85 Ketentuan

1607
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
mengenai sanksi
Setiap orang yang Setiap orang yang administratif
melanggar ketentuan melanggar diatur dengan
sebagaimana ketentuan Peraturan
dimaksud dalam sebagaimana Pemerintah.
Pasal 9 ayat (1), dimaksud dalam
Pasal 11 ayat (1), Pasal 9 ayat (1),
Pasal 13 ayat (4), Pasal 11 ayat (1),
Pasal 15 ayat (3), Pasal 13 ayat (4),
Pasal 18 ayat (2), Pasal 15 ayat (3),
Pasal 19 ayat (1), Pasal 18 ayat (2),
Pasal 22 ayat (1) Pasal 19 ayat (1),
atau ayat (2), Pasal Pasal 22 ayat (1)
23, Pasal 24 ayat (2), atau ayat (2), Pasal
Pasal 25 ayat (1), 23, Pasal 24 ayat (2),
Pasal 29 ayat (3), Pasal 25 ayat (1),
Pasal 42 ayat (5), Pasal 29 ayat (3),
Pasal 45 ayat (1), Pasal 42 ayat (5),
Pasal 47 ayat (2) Pasal 45 ayat (1),
atau ayat (3), Pasal Pasal 47 ayat (2)
50 ayat (3), Pasal 51 atau ayat (3), Pasal
ayat (2), Pasal 52 50 ayat (3), Pasal 51
ayat (1), Pasal 54 ayat (2), Pasal 52
ayat (3), Pasal 58 ayat (1), Pasal 54
ayat (5), Pasal 59 ayat (3), Pasal 58
ayat (2), Pasal 61 ayat (5), Pasal 59
ayat (1) atau ayat (2), ayat (2), Pasal 61
Pasal 62 ayat (2) ayat (1) atau ayat
atau ayat (3), Pasal (2), Pasal 62 ayat (2)
69 ayat (2), dan atau ayat (3), Pasal
Pasal 72 ayat (1) 69 ayat (2), dan
dikenai sanksi Pasal 72 ayat (1)
administratif. dikenai sanksi
administratif.

1608
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
Sanksi admistratif DIHAPUS
sebagaimana DIHAPUS
dimaksud pada ayat DIHAPUS
(1) dapat berupa : a. DIHAPUS
peringatan secara
tertulis; b.
penghentian
sementara dari
kegiatan, produksi,
dan/atau peredaran;
c. pencabutan
nomor pendaftaran
dan penarikan obat
h
Ketentuan lebih lanjut
mengenai tata cara
pengenaan sanksi
administratif
sebagaimana
dimaksud pada ayat
(2) huruf a sampai
dengan huruf d
diatur dengan
Peraturan
Pemerintah.
Besarnya denda
sebagaimana
dimaksud pada
huruf e dikenakan
kepada setiap orang
yang: a.
menyembelih ternak
ruminansia kecil
betina produktif

1609
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
paling sedikit
sebesar
Rp1.000.000,00
(satu juta rupiah)
dan paling banyak
sebesar
Rp5.000.000,00
(lima juta rupiah); b.
menyembelih ternak
ruminansia besar
betina produktif
paling sedikit
Rp5.000.000,00
(lima juta rupiah)
dan paling banyak
sebesar
Rp25.000.000,00
(dua puluh lima juta
rupiah); dan c.
melanggar selain
sebagaimana
dimaksud pada
huruf a dan huruf b
paling sedikit
Rp5.000.000,00
(lima juta rupiah)
dan paling banyak
Rp500.000.000,00
(lima ratus juta
rupiah).
Besarnya denda
sebagaimana
dimaksud pada ayat
(4) ditambah 1/3

1610
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
(sepertiga) dari
denda tersebut jika
pelanggaran
sebagaimana
dimaksud pada ayat
(1) dilakukan oleh
pejabat yang
berwenang atau
korporasi.
Pasal 88 Pasal 88 Telah dikenakan
Setiap orang yang DIHAPUS sanksi
memproduksi dan/atau administratif pada
mengedarkan alat dan pasal 85
mesin tanpa
mengutamakan
keselamatan dan
keamanan bagi pemakai
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 24 ayat (2)
dan/atau belum diuji
berdasarkan ketentuan
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 24 ayat (3)
dipidana dengan pidana
kurungan paling
singkat 3 (tiga) bulan
dan paling lama 11
(sebelas) bulan dan
denda paling sedikit
Rp50.000.000,00 (lima
puluh juta rupiah) dan
paling banyak
Rp500.000.000,00 (lima
ratus juta rupiah).

1611
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
Pasal 91 Pasal 91
Setiap orang yang Setiap orang yang
membuat, membuat,
menyediakan, dan/atau menyediakan,
mengedarkan obat dan/atau
hewan sebagaimana mengedarkan obat
dimaksud dalam Pasal hewan sebagaimana
52 ayat (2) dipidana dimaksud dalam
dengan pidana Pasal 52 ayat (2)
kurungan paling dipidana dengan
singkat 3 (tiga) bulan pidana kurungan
dan paling lama 9 paling singkat 3
(sembilan) bulan (tiga) bulan dan
dan/atau denda paling paling lama 9
sedikit (sembilan) bulan
Rp600.000.000,00 dan/atau denda
(enam ratus juta rupiah) paling sedikit
dan paling banyak Rp600.000.000,00
Rp1.800.000.000,00 (enam ratus juta
(satu miliar delapan rupiah) dan paling
ratus juta rupiah). banyak
Rp1.800.000.000,00
(satu miliar delapan
ratus juta rupiah).
Dalam hal kegiatan
sebagaimana
dimaksud pada ayat
(1) dilakukan oleh
Pemilik Perizinan
Berusaha dikenai
sanksi administratif.

1612
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

11. UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG


KESEHATAN
Rumusan Usulan Rumusan Alasan
No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
Pasal 183 Pasal 183
Menteri atau kepala Pemerintah
dinas sebagaimana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal dimaksud dalam Pasal
182 dalam 182 dalam
melaksanakan tugasnya melaksanakan
dapat mengangkat tugasnya dapat
tenaga pengawas mengangkat tenaga
dengan tugas pokok pengawas dengan
untuk melakukan tugas pokok untuk
pengawasan terhadap melakukan
segala sesuatu yang pengawasan terhadap
berhubungan dengan segala sesuatu yang
sumber daya di bidang berhubungan dengan
kesehatan dan upaya sumber daya di bidang
kesehatan kesehatan dan upaya
kesehatan
Pasal 187 Pasal 187
Ketentuan lebih lanjut Ketentuan lebih lanjut
tentang pengawasan mengenai pengawasan
diatur dengan dalam
Peraturan Menteri. penyelenggaraan
kegiatan usaha di
bidang kesehatan
diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 188 Pasal 188
Menteri dapat Pemerintah dapat
mengambil tindakan mengambil tindakan
administratif administratif terhadap
terhadap tenaga tenaga kesehatan dan
kesehatan dan fasilitas pelayanan
fasilitas pelayanan kesehatan yang

1613
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
kesehatan yang melanggar ketentuan
melanggar ketentuan sebagaimana diatur
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang
dalam Undang- ini.
Undang ini.
Menteri dapat
mendelegasikan
kewenangan
sebagaimana
dimaksud pada ayat
(1) kepada lembaga
pemerintah
nonkementerian,
kepala
Pasal 189 Pasal 189 Ketentuan
Selain penyidik polisi Dihapus mengenai
negara Republik penyidik pejabat
Indonesia, kepada pegawai negeri
pejabat pegawai sipil diakomodir
negeri sipil tertentu dalam klaster
di lingkungan sanksi.
pemerintahan yang
menyelenggarakan
urusan di bidang
kesehatan juga
diberi wewenang
khusus sebagai
penyidik
sebagaimana
dimaksud dalam
Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1981
tentang Hukum
Acara Pidana untuk

1614
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
melakukan
penyidikan tindak
pidana di bidang
kesehatan.
Penyidik sebagaimana
dimaksud pada ayat
(1) berwenang:
melakukan
pemeriksaan atas
kebenaran
laporan serta
keterangan
tentang tindak
pidana di bidang
kesehatan;
melakukan
pemeriksaan
terhadap orang
yang diduga
melakukan tindak
pidana di bidang
kesehatan;
meminta keterangan
dan bahan bukti
dari orang atau
badan hukum
sehubungan
dengan tindak
pidana di bidang
kesehatan;
melakukan
pemeriksaan atas
surat dan/atau
dokumen lain

1615
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
tentang tindak
pidana di bidang
kesehatan;
melakukan
pemeriksaan atau
penyitaan bahan
atau barang bukti
dalam perkara
tindak pidana di
bidang kesehatan;
meminta bantuan
ahli dalam rangka
pelaksanaan
tugas penyidikan
tindak pidana di
bidang kesehatan;
menghentikan
penyidikan
apabila tidak
terdapat cukup
bukti yang
membuktikan
adanya tindak
pidana di bidang
kesehatan.
Kewenangan
sebagaimana
dimaksud pada ayat
(2) dilaksanakan oleh
penyidik sesuai
dengan ketentuan
Undang-Undang
Hukum Acara
Pidana.

1616
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
Pasal 197 Pasal 197
Setiap orang yang Setiap orang yang
dengan sengaja dengan sengaja
memproduksi atau memproduksi atau
mengedarkan sediaan mengedarkan sediaan
farmasi dan/atau alat farmasi dan/atau alat
kesehatan yang tidak kesehatan yang tidak
memiliki izin edar memiliki Perizinan
sebagaimana dimaksud Berusaha sebagaimana
dalam Pasal 106 ayat (1) dimaksud dalam Pasal
dipidana dengan pidana 106 ayat (1) dipidana
penjara paling lama 15 dengan pidana penjara
(lima belas) tahun dan paling lama 15 (lima
denda paling banyak belas) tahun dan
Rp1.500.000.000,00 denda paling banyak
(satu miliar lima ratus Rp1.500.000.000,00
juta rupiah). (satu miliar lima ratus
juta rupiah).

12. UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG


KETENAGAKERJAAN
Rumusan Usulan Rumusan Alasan
No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
Pasal 184 Dihapus Kompensasi PHK
Barang siapa melanggar bagi
ketentuan pekerja/buruh
sebagaimana yang memasuki
dimaksud dalam usia pensiun
Pasal 167 ayat (5), Pasal 167 ayat (5)
dikenakan sanksi Dalam hal
pidana penjara paling pengusaha tidak
singkat 1 (satu) mengikutsertakan
tahun dan paling pekerja/buruh

1617
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
lama 5 (lima) tahun yang mengalami
dan/atau denda pemutusan
paling sedikit Rp hubungan kerja
100.000.000,00 karena usia
(seratus juta rupiah) pensiun pada
dan paling banyak program pensiun
Rp 500.000.000,00 maka pengusaha
(lima ratus juta wajib memberikan
rupiah). kepada
Tindak pidana pekerja/buruh
sebagaimana uang pesangon
dimaksud dalam ayat sebesar 2 (dua)
(1) merupakan tindak kali ketentuan
pidana kejahatan. Pasal 156 ayat (2),
uang
penghargaan
masa kerja 1
(satu) kali
ketentuan Pasal
156 ayat (3) dan
uang penggantian
hak sesuai
ketentuan Pasal
156 ayat (4).
Diubah menjadi
tidak dikenakan
sanksi pidana,
kerena pada
dasarnya PHK
bagian dari ranah
hukum perdata.
Pelanggaran yang
dilakukan tidak
memenuhi unsur-

1618
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
unsur pidana.
Substansi Pasal
167 seluruhnya
diatur dalam
Omnibus Law
klaster
ketenagakerjaan.
Pasal 185 Pasal 185 Pasal 42 ayat (1)
Barang siapa melanggar Barang siapa yang semula
ketentuan melanggar dikenakan sanksi
sebagaimana ketentuan tindak pidana
dimaksud dalam sebagaimana kejahatan diubah
Pasal 42 ayat (1) dan dimaksud dalam menjadi sanksi
ayat (2), Pasal 68, Pasal 42 ayat (2), administratif,
Pasal 69 ayat (2), Pasal 68, Pasal 69 karena
Pasal 80, Pasal 82, ayat (2), Pasal 80, didalamnya tidak
Pasal 90 ayat (1), Pasal 82, Pasal 90 terdapat unsur-
Pasal 143, dan Pasal ayat (1), Pasal 143, unsur tindak
160 ayat (4) dan ayat dan Pasal 160 ayat pidana.
(7), dikenakan sanksi (4) dan ayat (7),
pidana penjara paling dikenakan sanksi Pasal 42 ayat (2)
singkat 1 (satu) pidana penjara Tetap dikenakan
tahun dan paling paling singkat 1 sanksi pidana
lama 4 (empat) tahun (satu) tahun dan karena tidak ada
dan/atau denda paling lama 4 di KUHP dan UU
paling sedikit Rp (empat) tahun lainnya
100.000.000,00 dan/atau denda
(seratus juta rupiah) paling sedikit Rp Merubah
dan paling banyak 100.000.000,00 ketentuan Pasal
Rp 400.000.000,00 (seratus juta rupiah) 185 ayat (1)
(empat ratus juta dan paling banyak dengan
rupiah). Rp 400.000.000. menghapus frasa
Tindak pidana Tindak pidana “Pasal 42 ayat (1)”
sebagaimana sebagaimana Pasal 42 ayat (1)

1619
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
dimaksud dalam ayat dimaksud dalam dan ayat (2)
(1) merupakan tindak ayat (1) merupakan Setiap pemberi
pidana kejahatan. tindak pidana kerja yang
kejahatan. mempekerjaka
n tenaga kerja
asing wajib
memiliki izin
tertulis dari
Menteri atau
pejabat yang
ditunjuk.
Pemberi kerja
orang
perseorangan
dilarang
mempekerjaka
n tenaga kerja
asing.

Pasal 68
Pengusaha
dilarang
mempekerjakan
anak.

Persyaratan
mempekerjakan
anak pada
pekerjaan
ringan

Pasal 69 ayat (2)


Pengusaha yang
mempekerjaka

1620
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
n anak pada
pekerjaan
ringan sebagai-
mana
dimaksud
dalam ayat (1)
ha-rus
memenuhi
persyaratan :
izin tertulis dari
orang tua
atau wali;
perjanjian kerja
antara
pengusaha
dengan
orang tua
atau wali;
waktu kerja
maksimum 3
(tiga) jam;
dilakukan pada
siang hari
dan tidak
mengganggu
waktu
sekolah;
keselamatan
dan
kesehatan
kerja;
adanya
hubungan
kerja yang

1621
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
jelas; dan
menerima upah
sesuai
dengan
ketentuan
yang
berlaku.

Kesempatan
melaksanakan
ibadah

Pasal 80
Pengusaha wajib
memberikan
kesempatan yang
secukupnya
kepada pekerja/
buruh untuk
melaksanakan
ibadah yang
diwajibkan oleh
agamanya.

Istirahat
melahirkan dan
keguguran

Pasal 82
Pekerja/buruh
perempuan
berhak
memperoleh
istirahat

1622
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
selama 1,5
(satu setengah)
bulan sebelum
saatnya
melahirkan
anak dan 1,5
(satu setengah)
bulan sesudah
melahirkan
menurut
perhitungan
dokter
kandungan
atau bidan.
Pekerja/buruh
perempuan
yang
mengalami
keguguran
kandungan
berhak
memperoleh
istirahat 1,5
(satu setengah)
bulan atau
sesuai dengan
surat
keterangan
dokter
kandungan
atau bidan.

Larangan
membayar upah

1623
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
lebih rendah
dari UM

Pasal 90 ayat (1)


Pengusaha
dilarang
membayar upah
lebih rendah dari
upah minimum
sebagaimana
dimaksud dalam
Pasal 89.

Hak mogok
kerja

Pasal 143
Siapapun tidak
dapat
menghalang-
halangi
pekerja/buruh
dan serikat
pekerja/serikat
buruh untuk
mengguna kan
hak mogok
kerja yang
dilakukan
secara sah,
tertib, dan
damai.
Siapapun dilarang
melakukan

1624
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
penangkapan
dan/atau
penahanan
terhadap
pekerja/buruh
dan pengurus
serikat
pekerja/serikat
buruh yang
melakukan
mogok kerja
secara sah,
tertib, dan
damai sesuai
dengan
peraturan
perundang-
undangan yang
berlaku.

Hak untuk
bekerja kembali
pekerja/buruh
yang tidak
bersalah atas
tuduhan pidana

Pasal 160 ayat (4)


dan ayat (7)
Dalam hal
pengadilan
memutuskan
perkara pidana
sebelum masa

1625
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
6 (enam) bulan
sebagaimana
dimaksud
dalam ayat (3)
berakhir dan
pekerja/buruh
dinyatakan
tidak bersalah,
maka
pengusaha
wajib
mempekerjaka
n
pekerja/buruh
kembali.
Pengusaha wajib
membayar
kepada
pekerja/buruh
yang
mengalami
pemutusan
hubungan
kerja sebagai-
mana
dimaksud
dalam ayat (3)
dan ayat (5),
uang
penghargaan
masa kerja 1
(satu) kali
ketentuan
Pasal 156 ayat

1626
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
(3) dan uang
penggantian
hak sesuai
ketentuan
dalam Pasal
156 ayat (4).

Pasal 186 Pasal 186 Perlindungan


Barang siapa melanggar rekrutmen dan
ketentuan Barang siapa tenaga kerja
sebagaimana melanggar
dimaksud dalam ketentuan Ketentuan Pasal
Pasal 35 ayat (2) dan sebagaimana 35 ayat (2) Diubah
ayat (3), Pasal 93 dimaksud dalam menjadi sanksi
ayat (2), Pasal 137, Pasal 35 ayat (3), administratif,
dan Pasal 138 ayat Pasal 137, dan,
(1), dikenakan sanksi dikenakan sanksi Ketentuan Pasal
pidana penjara paling pidana penjara 35 ayat (3) tetap
singkat 1 (satu) paling singkat 1 dikenakan sanksi
bulan dan paling (satu) bulan dan pidana, karena
lama 4 (empat) tahun paling lama 4 apabila ketentuan
dan/atau denda (empat) tahun pasal 35 ayat (3)
paling sedikit Rp dan/atau denda dilanggar, maka
10.000.000,00 paling sedikit Rp tidak sesuai
(sepuluh juta rupiah) 10.000.000,00 dengan ketentuan
dan paling banyak (sepuluh juta Pasal 27 UUD
Rp 400.000.000,00 rupiah) dan paling 1945, konvensi
(empat ratus juta banyak Rp ILO 155, dan
rupiah). 400.000.000,00 konvensi 187.
Tindak pidana (empat ratus juta
sebagaimana rupiah). Pasal 35
dimaksud dalam ayat Tindak pidana 2. Pelaksana
(1) merupakan tindak sebagaimana penempatan
pidana pelanggaran. dimaksud dalam tenaga kerja

1627
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
ayat (1) merupakan sebagaimana
tindak pidana dimaksud dalam
pelanggaran. ayat (1) wajib
memberikan
perlindungan
sejak rekrutmen
sampai
penempatan
tenaga kerja.
3. Pemberi kerja
sebagaimana
dimaksud dalam
ayat (1) dalam
mempekerjakan
tenaga kerja wajib
memberikan
perlindungan
yang mencakup
kesejahteraan,
keselamatan, dan
kesehatan baik
mental maupun
fisik tenaga kerja.

Kewajiban
membayar upah

Pasal 93
Ketentuan
sebagaimana
dimaksud
dalam ayat (1)
tidak berlaku,
dan pengusaha

1628
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
wajib
membayar
upah apabila:
pekerja/buruh
sakit sehingga
tidak dapat
melakukan
pekerjaan;
pekerja/buruh
perempuan
yang sakit
pada hari
pertama dan
kedua masa
haidnya
sehingga tidak
dapat
melakukan
pekerjaan;
pekerja/buruh
tidak masuk
bekerja
karena
pekerja/buru
h menikah,
menikahkan,
mengkhitanka
n,
membaptiska
n anaknya,
isteri
melahirkan
atau
keguguran

1629
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
kandungan,
suami atau
isteri atau
anak atau
menantu atau
orang tua
atau mertua
atau anggota
keluarga
dalam satu
rumah
meninggal
dunia;
pekerja/buruh
tidak dapat
melakukan
pekerjaannya
karena sedang
menjalankan
kewajiban
terhadap
negara;
pekerja/buruh
tidak dapat
melakukan
pekerjaannya
karena
menjalankan
ibadah yang
diperintahkan
agamanya;
pekerja/buruh
bersedia
melakukan

1630
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
pekerjaan
yang telah
dijanjikan
tetapi
pengusaha
tidak
mempekerjak
annya, baik
karena
kesalahan
sendiri
maupun
halangan
yang
seharusnya
dapat
dihindari
pengusaha;
pekerja/buruh
melaksanakan
hak istirahat;
pekerja/buruh
melaksanakan
tugas serikat
pekerja/serika
t buruh atas
persetujuan
pengusaha;
dan
pekerja/buruh
melaksanakan
tugas
pendidikan
dari

1631
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
perusahaan.

mogok kerja

Pasal 137
Mogok kerja
sebagai hak dasar
pekerja/buruh
dan serikat
pekerja/serikat
buruh dilakukan
secara sah, tertib,
dan damai
sebagai akibat
gagalnya
perundingan

Ajakan mogok
kerja

Pasal 138
Pekerja/buruh
dan/atau serikat
pekerja/serikat
buruh yang
bermaksud
mengajak
pekerja/buruh
lain untuk mogok
kerja pada saat
mogok kerja
berlangsung
dilakukan dengan
tidak melanggar

1632
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
hukum.
Pasal 187 Pasal 187 Diubah menjadi
Barang siapa melanggar Barang siapa sanksi
ketentuan melanggar administratif
sebagaimana ketentuan Merubah
dimaksud dalam sebagaimana ketentuan Pasal
Pasal 37 ayat (2), dimaksud dalam 187 ayat (1)
Pasal 44 ayat (1), Pasal 71 ayat (2), dengan
Pasal 45 ayat (1), Pasal 76, Pasal 78 menghapus frasa
Pasal 67 ayat (1), ayat (2), Pasal 79 “Pasal 37 ayat
Pasal 71 ayat (2), ayat (1), dan ayat (2)”.
Pasal 76, Pasal 78 (2), Pasal 85 ayat Ketentuan Pasal
ayat (2), Pasal 79 (3), dan Pasal 144, 190 ditambah
ayat (1), dan ayat (2), dikenakan sanksi dengan
Pasal 85 ayat (3), dan pidana kurungan pengenaan sanksi
Pasal 144, dikenakan paling singkat 1 administratif
sanksi pidana (satu) bulan dan terhadap Pasal 37
kurungan paling paling lama 12 (dua ayat (2).
singkat 1 (satu) belas) bulan
bulan dan paling dan/atau denda
lama 12 (dua belas) paling sedikit Rp
bulan dan/atau 10.000.000,00
denda paling sedikit (sepuluh juta
Rp 10.000.000,00 rupiah) dan paling
(sepuluh juta rupiah) banyak Rp
dan paling banyak 100.000.000,00
Rp 100.000.000,00 (seratus juta
(seratus juta rupiah). rupiah).
Tindak pidana Tindak pidana
sebagaimana sebagaimana
dimaksud dalam ayat dimaksud dalam
(1) merupakan tindak ayat (1) merupakan
pidana pelanggaran. tindak pidana
pelanggaran.

1633
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan

Pasal 188 Pasal 188


Barang siapa melanggar Barang siapa
ketentuan melanggar
sebagaimana ketentuan
dimaksud dalam sebagaimana
Pasal 14 ayat (2), dimaksud dalam
Pasal 38 ayat (2), Pasal 78 ayat (1),
Pasal 63 ayat (1), dan Pasal 148,
Pasal 78 ayat (1), dikenakan sanksi
Pasal 108 ayat (1), pidana denda paling
Pasal 111 ayat (3), sedikit Rp
Pasal 114, dan Pasal 5.000.000,00 (lima
148, dikenakan juta rupiah) dan
sanksi pidana denda paling banyak Rp
paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima
5.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
juta rupiah) dan Tindak pidana
paling banyak Rp sebagaimana
50.000.000,00 (lima dimaksud dalam
puluh juta rupiah). ayat (1) merupakan
Tindak pidana tindak pidana
sebagaimana pelanggaran.
dimaksud dalam ayat
(1) merupakan tindak
pidana pelanggaran.
Pasal 190 Pasal 190 Penyesuaian
Menteri atau pejabat Pemerintah dengan hasil
yang ditunjuk mengenakan sanksi inventarisasi
mengenakan sanksi administratif atas sanksi pidana
administratif atas pelanggaran menjadi sanksi
pelanggaran ketentuan- adminstratif
ketentuan-ketentuan ketentuan dalam Pasal 183
sebagaimana diatur sebagaimana diatur s/d Pasal 188.

1634
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
dalam Pasal 5, Pasal dalam Pasal 5,
6, Pasal 15, Pasal 25, Pasal 6, Pasal 14 Pasal 45 ayat (1)
Pasal 38 ayat (2), ayat (2), Pasal 15, dan Pasal 48
Pasal 45 ayat (1), Pasal 25, 35 ayat dihapus dari
Pasal 47 ayat (1), (2), Pasal 37 ayat sanksi
Pasal 48, Pasal 87, (2), Pasal 38 ayat administratif,
Pasal 106, Pasal 126 (2), Pasal 42 ayat karena norma
ayat (3), dan Pasal (1), Pasal 47 ayat yang dikenakan
160 ayat (1) dan ayat (1), Pasal 63 ayat tidak diatur di
(2) Undang-undang (1), Pasal 87, Pasal dalam
ini serta peraturan 93, Pasal 106, omnibuslaw
pelaksanaannya. Pasal 108 ayat (1), klaster
Sanksi administratif Pasal 111 ayat (3), ketenagakerjaan.
sebagaimana Pasal 114, Pasal
dimaksud dalam ayat 126 ayat (3), dan
(1) berupa : Pasal 160 ayat (1)
teguran; dan ayat (2)
peringatan tertulis; Undang-undang ini
pembatasan serta peraturan
kegiatan usaha; pelaksanaannya.
pembekuan kegiatan DIHAPUS
usaha; Ketentuan mengenai
pembatalan sanksi administratif
persetujuan; sebagaimana
pembatalan dimaksud dalam
pendaftaran; ayat (1) dan diatur
penghentian lebih lanjut dengan
sementara Peraturan
sebagian atau Pemerintah.
seluruh alat
produksi;
pencabutan ijin.
Ketentuan mengenai
sanksi administratif

1635
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
sebagaimana
dimaksud dalam ayat
(1) dan ayat (2) diatur
lebih lanjut oleh
Menteri.

13. UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2009 TENTANG


KETENAGALISTRIKAN
No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan
Undang-Undang Perubahan Perubahan
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan
Pasal 47 Pasal 47 Ketentuan
Selain Penyidik DIHAPUS mengenai
Kepolisian Negara penyidik PPNS
Republik Indonesia, diakomodir dalam
Pejabat Pegawai ketentuan umum
Negeri Sipil tertentu klaster sanksi
yang lingkup tugas
dan tanggung
jawabnya di bidang
ketenagalistrikan
diberi wewenang
khusus sebagai
Penyidik
sebagaimana
dimaksud dalam
Undang-Undang
Hukum Acara Pidana
untuk melakukan
penyidikan tindak
pidana di bidang
ketenagalistrikan.
Penyidik Pegawai Negeri
Sipil sebagaimana

1636
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
dimaksud pada ayat
(1) berwenang:
melakukan
pemeriksaan atas
kebenaran
laporan atau
keterangan
berkenaan dengan
tindak pidana
dalam kegiatan
usaha
ketenagalistrikan;
melakukan
pemeriksaan
terhadap
Pasal 48 Pasal 48

Setiap orang yang Setiap orang yang


melanggar ketentuan melanggar
sebagaimana ketentuan
dimaksud dalam sebagaimana
Pasal 16 ayat (3), dimaksud dalam
Pasal 17 ayat (3), Pasal 16 ayat (3),
Pasal 27 ayat (2), Pasal 17 ayat (3),
Pasal 28, Pasal 33 Pasal 27 ayat (2),
ayat (3), Pasal 35, Pasal 28, Pasal 30
Pasal 37, Pasal 42, ayat (1), Pasal 33
atau Pasal 45 ayat ayat (3), Pasal 35,
(3) dikenai sanksi Pasal 37, Pasal 42,
administratif berupa: atau Pasal 45 ayat
teguran tertulis; (3) dikenai sanksi
pembekuan kegiatan administratif
sementara; berupa:
dan/atau teguran tertulis;

1637
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
pencabutan izin pembekuan
usaha. kegiatan
Sanksi administratif sementara;
sebagaimana dan/atau
dimaksud pada ayat pencabutan izin
(1) ditetapkan oleh usaha.
Menteri, gubernur, Ketentuan lebih lanjut
atau bupati/walikota mengenai tata cara
sesuai dengan pengenaan sanksi
kewenangannya. administratif
Ketentuan lebih lanjut sebagaimana
mengenai tata cara dimaksud pada
pengenaan sanksi ayat (1) diatur
administratif dengan Peraturan
sebagaimana Pemerintah.
dimaksud pada ayat
(1) diatur dengan
Peraturan
Pemerintah
Pasal 49 Pasal 49 Setiap
Setiap orang yang Setiap orang yang pelanggaran
melakukan usaha melakukan usaha administratif akan
penyediaan tenaga penyediaan tenaga dikenakan sanksi
listrik untuk listrik untuk administratif. Bagi
kepentingan umum kepentingan umum Pelaku Usaha
tanpa izin tanpa Perizinan dihindari
sebagaimana Berusaha pengenaan pidana
dimaksud dalam sebagaimana penjara namun
Pasal 19 ayat (2) dimaksud dalam pidana denda
dipidana dengan Pasal 19 ayat (2) dalam hal Pelaku
pidana penjara paling dipidana dengan Usaha tidak dapat
lama 3 (tiga) tahun pidana penjara membayar sanksi
dan denda paling paling lama 3 (tiga) denda, maka
banyak tahun dan denda dapat dikenakan

1638
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
Rp2.000.000.000,00 paling banyak pidana denda.
(dua miliar rupiah). Rp2.000.000.000,00
Setiap orang yang (dua miliar rupiah). Ditambahkan
melakukan usaha Setiap orang yang dalam sanksi
penyediaan tenaga melakukan usaha administratif
listrik tanpa izin penyediaan tenaga (Pasal 48)
operasi sebagaimana listrik untuk Izin Operasi
dimaksud dalam kepentingan sendiri diwajibkan untuk
Pasal 22 dipidana yang terhubung pembangkit listrik
dengan pidana dengan jaringan dengan kapasitas
penjara paling lama 5 tenaga listrik (on lebih dari 500kVA
(lima) tahun dan grid) tanpa (setara melistriki
denda paling banyak Perizinan Berusaha 500 rumah @900
Rp4.000.000.000,00 sebagaimana kVA), sedangkan
(empat miliar dimaksud dalam kapasitas
rupiah). Pasal 22 dipidana pembangkit
Setiap orang yang dengan pidana kurang dari 500
menjual kelebihan denda paling kVA cukup
tenaga listrik untuk banyak laporan.
dimanfaatkan bagi Rp4.000.000.000,00 Pemilik
kepentingan umum (empat miliar pembangkit untuk
tanpa persetujuan rupiah). kepentingan
dari Pemerintah atau Setiap orang yang sendiri juga
pemerintah daerah menjual kelebihan berpotensi
sebagaimana tenaga listrik untuk mempengaruhi
dimaksud dalam dimanfaatkan bagi kepada rumah di
Pasal 23 ayat (3) kepentingan umum sekitar maupun
dipidana dengan tanpa persetujuan keandalan sistem
pidana penjara paling dari Pemerintah PLN.
lama 2 (dua) tahun atau pemerintah
dan denda paling daerah
banyak sebagaimana
Rp2.000.000.000,00 dimaksud dalam
(dua miliar rupiah). Pasal 23 ayat (3)

1639
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
dipidana dengan
pidana denda paling
banyak
Rp2.000.000.000,00
(dua miliar rupiah).
Pasal 50 Pasal 50 DIHAPUS
Setiap orang yang tidak Setiap orang yang tidak
memenuhi memenuhi akan dimasukkan
keselamatan keselamatan ke dalam Pasal
ketenagalistrikan ketenagalistrikan Sapu Jagat
sebagaimana sebagaimana
dimaksud dalam dimaksud dalam
Pasal 44 ayat (1) Pasal 44 ayat (1)
yang mengakibatkan yang
matinya seseorang mengakibatkan
karena tenaga listrik matinya seseorang
dipidana dengan karena tenaga
pidana penjara paling listrik dipidana
lama 10 (sepuluh) dengan pidana
tahun dan denda penjara paling lama
paling banyak 10 (sepuluh) tahun
Rp500.000.000,00 dan denda paling
(lima ratus juta banyak
rupiah). Rp500.000.000,00
Apabila perbuatan (lima ratus juta
sebagaimana rupiah).
dimaksud pada ayat Apabila perbuatan
(1) dilakukan oleh sebagaimana
pemegang izin usaha dimaksud pada ayat
penyediaan tenaga (1) dilakukan oleh
listrik atau pemegang pemegang izin
izin operasi dipidana usaha penyediaan
dengan pidana tenaga listrik atau
penjara paling lama pemegang izin

1640
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
10 (sepuluh) tahun operasi, dikenakan
dan denda paling pidana denda paling
banyak sedikit
Rp1.000.000.000,00 Rp1.000.000.000,00
(satu miliar rupiah). (satu miliar rupiah)
Selain pidana dan pemberian
sebagaimana ganti rugi kepada
dimaksud pada ayat pihak korban.
(2), pemegang izin Penetapan dan tata
usaha penyediaan cara pembayaran
tenaga listrik atau ganti rugi
pemegang izin sebagaimana
operasi juga dimaksud pada ayat
diwajibkan untuk (2) diatur dengan
memberi ganti rugi Peraturan
kepada korban. Pemerintah.
Penetapan dan tata cara
pembayaran ganti
rugi sebagaimana
dimaksud pada ayat
(3) dilaksanakan
sesuai dengan
ketentuan peraturan
perundangundangan.
Pasal 52 DIHAPUS
Setiap orang yang Ditambahkan
melakukan usaha dalam sanksi
penyediaan tenaga administratif
listrik yang tidak (Pasal 48)
memenuhi kewajiban
terhadap yang Ditambahkan
berhak atas tanah, dalam sanksi
bangunan, dan administratif
tanaman (Pasal 48)

1641
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
sebagaimana
dimaksud dalam
Pasal 30 ayat (1)
dipidana dengan
pidana penjara paling
lama 5 (lima) tahun
dan denda paling
banyak
Rp3.000.000.000,00
(tiga miliar rupiah).
Selain pidana
sebagaimana
dimaksud pada ayat
(1) dapat dikenai
sanksi tambahan
berupa pencabutan
izin usaha
penyediaan tenaga
listrik atau izin
operasi.
Pasal 54 Pasal 54
Setiap orang yang Setiap orang yang
mengoperasikan mengoperasikan Sesuai Putusan
instalasi tenaga instalasi tenaga MK No. 58/PUU-
listrik tanpa sertifikat listrik tanpa XII/2014, sanksi
laik operasi sertifikat laik pidana penjara
sebagaimana operasi tidak mempunyai
dimaksud dalam sebagaimana kekuatan hukum
Pasal 44 ayat (4) dimaksud dalam mengikat
dipidana dengan Pasal 44 ayat (4) sehingga dihapus
pidana penjara paling dikenai pidana
lama 5 (lima) tahun denda paling
dan denda paling banyak Rp
banyak 500.000.000,00 Sesuai Putusan

1642
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

No. Rumusan Usulan Rumusan Alasan


Undang-Undang Perubahan Perubahan
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta MK No. 58/PUU-
(lima ratus juta rupiah). XII/2014
rupiah). (1a)Ketentuan sanksi Redaksi
Setiap orang yang pidana sebagaimana “memproduksi”,
memproduksi, dimaksud pada ayat karena belum
mengedarkan, atau (1) tidak berlaku menimbulkan
memperjualbelikan untuk instalasi dampak K3L
peralatan dan listrik rumah tangga maupun
pemanfaat tenaga masyarakat. keselamatan
listrik yang tidak Setiap orang yang orang. Akan tetapi
sesuai dengan mengedarkan, atau pada saat akan
standar nasional memperjualbelikan diedarkan (harus
Indonesia peralatan dan melakukan
sebagaimana pemanfaat tenaga pengurusan surat
dimaksud dalam listrik yang tidak izin edar) dan
Pasal 44 ayat (5) sesuai dengan tidak sesuai
dipidana dengan standar nasional dengan SNI, maka
pidana penjara paling Indonesia produk tersebut
lama 5 (lima) tahun sebagaimana tidak dapat
dan denda paling dimaksud dalam diedarkan,
banyak Pasal 44 ayat (5) apabila diketahui
Rp5.000.000.000,00 dikenakan sanksi pelaku usaha
(lima miliar rupiah). administratif. tetap
mengedarkan
maka akan
dikenakan sanksi
pidana sesuai
ketentuan
peraturan
perundang-
undangan (KUHP).

1643
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

14. UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1997 TENTANG


KETENAGANUKLIRAN
Rumusan Usulan Rumusan Alasan
No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 Tentang Ketenaganukliran
Pasal 41 Pasal 41 Pemanfaatan
Barangsiapa membangun, Barang siapa tenaga nuklir
mengoperasikan, atau membangun, yang memiliki
melakukan mengoperasikan, resiko bahaya
dekomisioning reaktor memanfaatkan tinggi adalah
nuklir tanpa izin dan/atau terkait dengan
sebagaimana melakukan penggunaan zat
dimaksud dalam Pasal dekomisioning radioaktif (bahan
17 ayat (2) dipidana reaktor nuklir tanpa nuklir dan/atau
dengan pidana penjara perizinan sumber
paling lama 15 (lima sebagaimana radioaktif). Untuk
belas) tahun dan dimaksud dalam tahapan
denda paling banyak Pasal 17 ayat (2) pembangunan
Rp.1.000.000.000,00 dipidana dengan instalasi (reaktor)
(satu miliar rupiah) pidana penjara nuklir terdiri dari
Barangsiapa melakukan paling lama 15 (lima penentuan tapak,
perbuatan belas) tahun dan konstruksi,
sebagaimana denda paling komisioning,
dimaksud pada ayat banyak operasi dan
(1) yang menimbulkan Rp.1.000.000.000,0 dekomisioning.
kerugian nuklir 0 (satu miliar Pada tahap tapak
dipidana dengan rupiah) dan konstruksi
pidana penjara Barang siapa belum
seumur hidup atau melakukan menggunakan
pidana penjara paling perbuatan bahan nuklir
lama 20 (dua puluh) sebagaimana sehingga risiko
tahun dan denda dimaksud dalam yang ditimbulkan
paling banyak Rp. Pasal 17 ayat (2) masih terkait
1.000.000.000,00 yang menimbulkan dengan
(satu miliar rupiah). kerugian nuklir kecelakaan kerja.
Dalam hal tidak mampu dipidana dengan Untuk tahap

1644
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
membayar denda pidana penjara komisioning,
sebagaimana seumur hidup atau operasi dan
dimaksud pada ayat pidana penjara dekomisioning
(1) dan ayat (2), paling lama 20 (dua memiliki potensi
terpidana dipidana puluh) tahun atau bahaya yang
dengan kurungan denda paling tinggi karena
paling lama 1 (satu) banyak Rp. terkait
tahun. 5.000.000.000,00 penggunaan
(lima miliar rupiah). bahan nuklir.
Dalam hal tidak Perizinan yang
mampu membayar diperlukan terkait
denda sebagaimana dengan kebijakan
dimaksud pada ayat Omnibuslaw pada
(1) dan ayat (2), saat penggunaan
terpidana dipidana bahan nuklirnya.
dengan kurungan Untuk tahapan
paling lama 1 (satu) kegiatannya perlu
tahun. persyaratan
keselamatan dan
keamanan nuklir
serta standar
yang ketat dan
perizinan yang
diterbitkan
disederhanankan
pada saat
permohonan izin
penggunaan zat
radioaktif (bahan
nuklir dan/atau
sumber radioaktif)
untuk keperluan
pengoperasian
instalasi (reactor)

1645
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
nuklir. Untuk
menjamin
keselamatan dan
keamanan
masyarakat dan
lingkungan
diperlukan
pengawasan
(inspeksi) yang
ketat yang
dilakukan setiap
saat atau secara
berkala untuk
memastikan
bahwa
pembangunan,
komisioning,
pengoperasian
dan
dekomisioning
instalasi (reaktor)
nuklir telah
memenuhi
persyaratan dan
standar
keselamatan dan
keamanan nuklir,
Bagi Pelaku
Usaha dikenai
sanksi
administratif,
yang termasuk
juga sanksi
denda dan

1646
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
pencabutan
perizinan yang
dapat dirinci di
PP. Bagi Pelaku
Usaha pengenaan
pidana penjara
dinilai tidak
efektif,
Pasal 42 Pasal 42 Terkait perizinan
Barangsiapa melakukan Barangsiapa Personil sesuai
perbuatan yang melakukan kebijakan
bertentangan dengan perbuatan yang Omnibuslaw
ketentuan bertentangan cukup
sebagaimana dengan ketentuan dipersyaratkan
dimaksud dalam Pasal sebagaimana sertifikat. Oleh
19 ayat (1) dipidana dimaksud dalam karena itu kata
dengan pidana pejara Pasal 19 ayat (1) “perizinan” dalam
paling lama 2 (dua) dikenai sanksi Pasal 19 ayat (1)
tahun dan/atau denda administratif. diganti dengan
paling banyak Ketentuan lebih lanjut kata “sertifikasi”.
Rp.50.000.000,00 mengenai tata cara Pelanggaran dari
(lima puluh juta pengenaan sanksi, kewajiban
rupiah). besarnya denda, sertifikasi personil
Dalam hal tidak mampu dan mekanisme petugas yang
membayar denda pengenaan sanksi mengoperasikan
sebagaimana administratif reaktor nuklir
dimaksud pada ayat sebagaimana dapat diterapkan
(1), terpidana dipidana dimaksud pada ayat pidana. OLeh
dengan Kurungan ayat (2) diatur karena itu pasal
paling lama 6 (enam) dengan Peraturan 42 ayat (1) dan (2)
bulan. Pemerintah. masih relevan.
(Pasal 19 diubah,
nomenklatur izin
menjadi sertifikat)

1647
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan

15. UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2009 TENTANG


PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN
Rumusan Usulan Rumusan Alasan
No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan
Pertanian Pangan Berkelanjutan
Pasal 71 Pasal 71
Selain Pejabat Penyidik Dihapus
Kepolisian Negara
Republik Indonesia,
Penyidik Pegawai
Negeri Sipil di
lingkungan instansi
Pemerintah yang
lingkup tugas dan
tanggung jawabnya di
bidang Perlindungan
Lahan Pertanian
Pangan Berkelanjutan
diberi wewenang
khusus sebagai
penyidik untuk
membantu Pejabat
Penyidik Kepolisian
Negara Republik
Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Kitab
Undang-Undang
Hukum Acara Pidana.
Penyidik Pegawai Negeri
Sipil sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)

1648
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
berwenang: a.
melakukan
pemeriksaan atas
kebenaran laporan
atau keterangan yang
berkenaan dengan
tindak pidana dalam
bidang Perlindungan
Lahan Pertanian
Pangan Berkelanjutan;
b. melakukan
pemeriksaan terhadap
setiap orang yang
diduga melakukan
tindak pidana dalam
bidang Perlindungan
Lahan Pertanian
Pangan Berkelanjutan;
c. meminta keterangan
dan barang bukti dari
orang sehubungan
dengan peristiwa
tindak pidana dalam
bidang Perlindungan
Lahan Pertanian
Pangan Berkelanjutan;
d. melakukan
pemeriksaan atas
dokumen yang
berkenaan dengan
tindak pidana dalam
bidang Perlindungan
Lahan Pertanian
Pangan Berkelanjutan;

1649
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
e. melakukan
pemeriksaan di tempat
tertentu yang diduga
terdapat barang bukti
dan dokumen lain
serta melakukan
penyitaan dan
penyegelan terhadap
barang hasil
pelanggaran yang
dapat dijadikan bukti
dalam perkara tindak
pidana dalam bidang
Perlindungan Lahan
Pertanian Pangan
Berkelanjutan; dan f.
meminta bantuan
tenaga ahli dan/atau
saksi ahli dalam
rangka pelaksanaan
tugas penyidikan
tindak pidana dalam
bidang Perlindungan
Lahan Pertanian
Pangan Berkelanjutan.
Apabila pelaksanaan
kewenangan
sebagaimana dimaksud
pada ayat (2)
memerlukan tindakan
penangkapan dan
penahanan, Penyidik
Pegawai Negeri Sipil
melakukan koordinasi

1650
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
dengan Pejabat
Penyidik Kepolisian
Negara Republik
Indonesia sesuai
dengan ketentuan
peraturan perundang-
undangan.
Penyidik Pegawai Negeri
Sipil sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
menyampaikan hasil
penyidikan kepada
penuntut umum
melalui Pejabat
Penyidik Kepolisian
Negara Republik
Indonesia.
Pengangkatan Pejabat
Penyidik Pegawai
Negeri Sipil dan tata
cara serta proses
penyidikan
dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan
peraturan perundang-
undangan.
Pasal 73 Pasal 73 Substansi lebih
Setiap pejabat pemerintah Setiap pejabat bersifat
yang berwenang pemerintah yang administratif
menerbitkan izin berwenang sehingga
pengalihfungsian Lahan menerbitkan Perizinan pengacuannya
Pertanian Pangan Berusaha di bidang lebih tepat dalam
Berkelanjutan tidak pengalihfungsian Pasal 44 ayat (3)
sesuai dengan ketentuan Lahan Pertanian dan sanksi lebih

1651
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
sebagaimana dimaksud Pangan Berkelanjutan relevan dengan
dalam Pasal 44 ayat (1), tidak sesuai dengan sanksi
dipidana dengan pidana ketentuan administratif.
penjara paling singkat 1 sebagaimana Pengenaan sanksi
(satu) tahun dan paling dimaksud dalam Pasal terhadap
lama 5 (lima) tahun 44 ayat (1) dikenakan penyalahgunaan
dan/atau denda paling sanksi sesuai dengan kewenangan ASN
sedikit ketentuan peraturan mengacu pada UU
Rp1.000.000.000,00 (satu perundang-undangan Tipikor dan UU
miliar rupiah) dan paling di bidang aparatur ASN
banyak sipil negara.
Rp5.000.000.000,00 (lima
miliar rupiah).
Pasal 74 Pasal 74 Telah diatur
Dalam hal tindak pidana Dalam hal pelanggaran terkait pengenaan
sebagaimana dimaksud sebagaimana sanksi
dalam dimaksud dalam administratifnya
Pasal 72 ayat (1) dan Pasal 72 ayat (1) pada Pasal 72,
ayat (2) dilakukan oleh dan ayat (2) dimana juga
suatu dilakukan oleh dapat dikenakan
korporasi, Pemilik Perizinan sanksi denda
pengurusnya dipidana Berusaha, terlebih yang nominalnya
dengan pidana penjara dahulu dikenai dapat
paling singkat 2 (dua) sanksi administratif disesuaikan.
tahun dan paling lama untuk memenuhi
7 (tujuh) tahun dan ketentuan
denda paling sedikit persyaratan
Rp2.000.000.000,00 sebagaimana
(dua miliar rupiah) dan dimaksud pada
paling banyak Pasal 44 ayat (3).
Rp7.000.000.000,00 Dalam hal Pemilik
(tujuh miliar rupiah). Perizinan Berusaha
Selain pidana denda tidak melaksanakan
sebagaimana dimaksud ketentuan sanksi

1652
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
pada ayat administratif
(1), korporasi dapat sebagaimana
dijatuhi pidana berupa: dimaksud pada ayat
a. perampasan (2), Pemilik
kekayaan hasil tindak Perizinan Berusaha
pidana; dipidana denda
b. pembatalan kontrak paling banyak
kerja dengan Rp7.000.000.000,00
pemerintah; (tujuh miliar
c. pemecatan rupiah).
pengurus; dan/atau Selain pidana denda
d. pelarangan pada sebagaimana
pengurus untuk dimaksud pada ayat
mendirikan (1), korporasi dapat
korporasi dalam bidang dijatuhi pidana
usaha yang sama. berupa:
perampasan
kekayaan hasil
tindak pidana;
pembatalan kontrak
kerja dengan
pemerintah;
pemecatan
pengurus;
dan/atau
pelarangan pada
pengurus untuk
mendirikan
korporasi dalam
bidang usaha
yang sama.

1653
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

16. UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU


LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN
Rumusan Usulan Rumusan Alasan
No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan
Pasal 262 Pasal 262
(1) Penyidik Pegawai Dihapus
Negeri Sipil sebagaimana
dimaksud dalam Pasal
259 ayat (1) huruf b
berwenang untuk:
melakukan
pemeriksaan atas
pelanggaran
persyaratan teknis
dan laik jalan
Kendaraan
Bermotor yang
pembuktiannya
memerlukan
keahlian dan
peralatan khusus;
melakukan
pemeriksaan atas
pelanggaran
perizinan angkutan
orang dan/atau
barang dengan
Kendaraan
Bermotor Umum;
melakukan
pemeriksaan atas
pelanggaran muatan
dan/atau dimensi
Kendaraan

1654
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
Bermotor di tempat
penimbangan yang
dipasang secara
tetap;
d. melarang atau
menunda
pengoperasian
Kendaraan
Bermotor yang tidak
memenuhi
Pasal 263 Pasal 263
Penyidik Kepolisian Dihapus
Negara Republik
Indonesia, selaku
koordinator dan
pengawas,
melaksanakan
pembinaan dan
pengawasan terhadap
Penyidik Pegawai
Negeri Sipil di bidang
Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan.
Dalam melaksanakan
kewenangannya
Penyidik Pegawai
Negeri Sipil wajib
berkoordinasi dengan
Penyidik Kepolisian
Negara Republik
Indonesia
Pasal 308 Pasal 308
Dipidana dengan pidana Dihapus
kurungan paling lama 2

1655
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
(dua) bulan atau denda
paling banyak
Rp500.000,00 (lima ratus
ribu rupiah), setiap orang
yang mengemudikan
Kendaraan Bermotor
Umum yang:
tidak memiliki izin
menyelenggarakan
angkutan orang dalam
trayek sebagaimana
dimaksud dalam Pasal
173 ayat (1) huruf a;
tidak memiliki izin
menyelenggarakan
angkutan orang tidak
dalam trayek
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 173 ayat
(1) huruf b;
tidak memiliki izin
menyelenggarakan
angkutan barang
khusus dan alat berat
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 173 ayat
(1) huruf c; atau
menyimpang dari izin yang
ditentukan
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 173.

1656
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

17. UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2001 TENTANG MINYAK


DAN GAS BUMI
Rumusan Usulan Rumusan Alasan
No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi
Pasal 25 Pasal 25 Usaha preventif
Pemerintah dapat Pemerintah dapat dari Pemerintah
menyampaikan memberikan sanksi agar Badan Usaha
teguran tertulis, administratif pemegang Izin
menangguhkan terhadap: Usaha Hilir
kegiatan, pelanggaran salah mematuhi dan
membekukan satu melaksanakan
kegiatan, atau persyaratan hak dan
mencabut Izin Usaha yang tercantum kewajibannya
sebagaimana dalam Perizinan sesuai dengan Izin
dimaksud dalam Pasal Berusaha; Usaha Hilir yang
23 berdasarkan: Tidak memenuhi dimiliki
pelanggaran terhadap persyaratan
salah satu yang ditetapkan Menambahkan
persyaratan yang berdasarkan sanksi
tercantum dalam Undang-Undang administratif
Izin Usaha; ini. berupa denda
pengulangan Ketentuan lebih lanjut
pelanggaran atas mengenai tata cara Catatan KESDM:
persyaratan Izin pengenaan Sanksi untuk penguatan
Usaha; administratif pengawasan
Tidak memenuhi sebagaimana dengan
persyaratan yang dimaksud pada menambahkan
ditetapkan ayat (1) diatur jenis sanksi
berdasarkan dengan Peraturan administratif
Undang-Undang Pemerintah.
ini. Sanksi
Sebelum melaksanakan administratif akan
pencabutan Izin diatur pada PP
Usaha sebagaimana secara rinci
dimaksud dalam ayat termasuk nominal

1657
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
(1), Pemerintah dan tata cara
terlebih dahulu pengenaannya.
memberikan
kesempatan selama
jangka waktu tertentu
kepada Badan Usaha
untuk meniadakan
pelanggaran yang
telah dilakukan atau
pemenuhan
persyaratan yang
ditetapkan.
Pasal 50 DIHAPUS AKAN
Selain Penyidik Pejabat DIAKOMODIR DI
Polisi Negara Republik PASAL UMUM
Indonesia, Pejabat SANKSI TERKAIT
Pegawai Negeri Sipil KEWENANGAN
tertentu di lingkungan PPNS,
departemen yang TERKAIT ALUR
lingkup tugas dan KERJASAMA
tanggung jawabnya DENGAN POLRI
meliputi kegiatan AKAN DIATUR
usaha Minyak dan Gas DIDALAM PP.
Bumi diberi wewenang
khusus sebagai
Penyidik sebagaimana
dimaksud dalam
Undang-Undang Nomor
8 Tahun 1981 tentang
Hukum Acara Pidana
untuk melakukan
penyidikan tindak
pidana dalam kegiatan
usaha Minyak dan Gas

1658
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
Bumi.
Penyidik Pegawai Negeri
Sipil sebagaimana
dimaksud dalam ayat
(1) berwenang:
melakukan
pemeriksaan atas
kebenaran laporan
atau keterangan
yang diterima
berkenaan dengan
tindak pidana dalam
kegiatan usaha
Minyak dan Gas
Bumi;
melakukan
pemeriksaan
terhadap orang atau
badan yang diduga
melakukan tindak
pidana dalam
kegiatan usaha
Minyak dan Gas
Bumi;
Minyak dan Gas Bumi;
menggeledah tempat
dan/atau sarana
yang diduga
digunakan untuk
melakukan tindak
pidana dalam
kegiatan usaha
Minyak dan Gas
Bumi;

1659
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
melakukan
pemeriksaan sarana
dan prasarana
kegiatan usaha
Minyak dan Gas
Bumi dan
menghentikan
penggunaan
peralatan yang
diduga digunakan
untuk melakukan
tindak pidana;
menyegel dan/atau
menyita alat
kegiatan usaha
Minyak dan Gas
Bumi yang
digunakan untuk
melakukan tindak
pidana sebagai alat
bukti;
mendatangkan orang
ahli yang diperlukan
dalam hubungannya
dengan pemeriksaan
perkara tindak
pidana dalam
kegiatan usaha
Minyak dan Gas
Bumi;
menghentikan
penyidikan perkara
tindak pidana dalam
kegiatan usaha

1660
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
Minyak dan Gas
Bumi.
Pegawai Negeri Sipil
sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1)
memberitahukan
dimulainya penyidikan
perkara pidana kepada
Pejabat Polisi Negara
Penyidik Republik
Indonesia sesuai
dengan ketentuan
peraturan perundang-
undangan yang
berlaku.
Penyidik sebagaimana
dimaksud dalam ayat
(1) wajib menghentikan
penyidikannya dalam
hal peristiwa
sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2) huruf a
tidak terdapat cukup
bukti dan/atau
peristiwanya bukan
merupakan tindak
pidana.
Pelaksanaan kewenangan
sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2)
dilakukan sesuai
dengan ketentuan
peraturan perundang-
undangan yang

1661
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
berlaku,
Pasal 53 Pasal 53 Usaha preventif
"Setiap orang yang Setiap orang yang dari Pemerintah
melakukan : melakukan kegiatan dalam rangka
a. Pengolahan Usaha Hilir tanpa mencegah
sebagaimana dimaksud Perizinan Berusaha masyarakat
dalam Pasal 23 tanpa dipidana dengan melakukan
Izin Usaha Pengolahan pidana penjara paling kegiatan usaha
dipidana dengan lama 5 (lima) tahun hilir migas tanpa
pidana penjara paling dan denda paling Izin Usaha Hilir
lama 5 (lima) tahun tinggi
dan denda paling tinggi Rp60.000.000.000,00
Rp50.000.000.000,00 (enam puluh miliar
(lima puluh miliar rupiah);
rupiah);
b. Pengangkutan
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 23 tanpa
Izin Usaha
Pengangkutan dipidana
dengan pidana penjara
paling lama 4 (empat)
tahun dan denda
paling tinggi
Rp40.000.000.000,00
(empat puluh miliar
rupiah);
c. Penyimpanan
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 23 tanpa
Izin Usaha
Penyimpanan dipidana
dengan pidana penjara
paling lama 3 (tiga)

1662
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
tahun dan denda
paling tinggi
Rp30.000.000.000,00
(tiga puluh miliar
rupiah);
d. Niaga sebagaimana
dimaksud dalam Pasal
23 tanpa Izin Usaha
Niaga dipidana dengan
pidana penjara paling
lama 3 (tiga) tahun dan
denda paling tinggi
Rp30.000.000.000,00
(tiga puluh miliar
rupiah)."
Pasal 55 Pasal 55 Penjelasan:
Setiap orang yang Setiap orang yang Dalam
menyalahgunakan menyalahgunakan ketentuan ini
Pengangkutan dan/atau Pengangkutan yang
Niaga Bahan Bakar dan/atau Niaga dimaksudkan
Minyak yang disubsidi Bahan Bakar Minyak, dengan
Pemerintah dipidana bahan bakar gas, menyalahgunak
dengan pidana penjara dan/atau liquefied an adalah
paling lama 6 (enam) petroleum gas yang kegiatan yang
tahun dan denda paling disubsidi Pemerintah bertujuan untuk
tinggi dipidana dengan memperoleh
Rp60.000.000.000,00 pidana penjara paling keuntungan
(enam puluh miliar lama 6 (enam) tahun perseorangan
rupiah). dan denda paling atau badan
tinggi usaha dengan
Rp60.000.000.000,00 cara yang
(enam puluh miliar merugikan
rupiah). kepentingan
masyarakat

1663
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
banyak dan
negara seperti
antara lain
kegiatan
pengoplosan
Bahan Bakar
Minyak,
penyimpangan
alokasi Bahan
Bakar Minyak,
bahan bakar
gas, dan/atau
liquefied
petroleum gas,
Pengangkutan
dan Penjualan
Bahan Bakar
Minyak, bahan
bakar gas,
dan/atau
liquefied
petroleum gas ke
luar negeri.

18. UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG


LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA
Rumusan Usulan Rumusan Alasan
No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
Pasal 36 Pasal 36
(1) Wewenang Komisi (1) Wewenang
meliputi: Komisi meliputi:
a. menerima
a. menerima laporan dari
laporan dari

1664
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
masyarakat dan atau dari masyarakat dan
pelaku usaha tentang atau dari pelaku
dugaan terjadinya praktek usaha tentang
monopoli dan atau dugaan
persaingan usaha tidak terjadinya
sehat; praktek
b. melakukan penelitian monopoli dan
tentang dugaan adanya atau persaingan
kegiatan usaha dan atau usaha tidak
tindakan pelaku usaha sehat;
yang dapat b. melakukan
mengakibatkan terjadinya penelitian
praktek monopoli dan tentang dugaan
atau persaingan usaha adanya kegiatan
tidak sehat; usaha dan atau
tindakan pelaku
c. melakukan
usaha yang
penyelidikan dan atau
dapat
pemeriksaan terhadap
mengakibatkan
kasus dugaan praktek
terjadinya
monopoli dan atau
praktek
persaingan usaha tidak
monopoli dan
sehat yang dilaporkan
atau persaingan
oleh masyarakat atau oleh
usaha tidak
pelaku usaha atau yang
sehat;
ditemukan oleh Komisi
c. melakukan
sebagai hasil dari
penyelidikan dan
penelitiannya;
atau
d. menyimpulkan hasil pemeriksaan
penyelidikan dan atau terhadap kasus
pemeriksaan tentang ada dugaan praktek
atau tidak adanya praktek monopoli dan
monopoli dan atau atau persaingan
persaingan usaha tidak usaha tidak
sehat; sehat yang
e. memanggil pelaku dilaporkan oleh
usaha yang diduga telah masyarakat atau
melakukan pelanggaran oleh pelaku
terhadap ketentuan usaha atau yang
undang-undang ditemukan oleh
ini; Komisi sebagai
f. memanggil dan hasil dari
menghadirkan saksi, saksi penelitiannya;
ahli dan setiap orang yang d. menyimpulkan

1665
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
dianggap mengetahui hasil
pelanggaran terhadap penyelidikan dan
ketentuan Undang- atau
undang ini; pemeriksaan
g. meminta bantuan tentang ada atau
penyidik untuk tidak adanya
menghadirkan pelaku praktek
usaha, saksi, saksi ahli, monopoli dan
atau setiap orang atau persaingan
sebagaimana dimaksud usaha tidak
huruf e dan huruf f, yang sehat;
tidak bersedia memenuhi e. memanggil
panggilan Komisi; pelaku usaha
yang diduga
h. meminta keterangan
telah melakukan
dari instansi Pemerintah
pelanggaran
dalam kaitannya dengan
terhadap
penyelidikan dan atau
ketentuan
pemeriksaan terhadap
undang-undang
pelaku usaha yang
ini;
melanggar ketentuan
f. memanggil dan
Undang-undang ini;
menghadirkan
i. mendapatkan, meneliti, saksi, saksi ahli
dan atau menilai surat, dan setiap orang
dokumen atau alat bukti yang dianggap
lain guna penyelidikan mengetahui
dan atau pemeriksaan; pelanggaran
j. memutuskan dan terhadap
menetapkan ada atau ketentuan
tidak adanya kerugian di Undang-undang
pihak pelaku usaha lain ini;
atau masyarakat; g. meminta bantuan
k. memberitahukan penyidik untuk
putusan Komisi kepada menghadirkan
pelaku usaha yang diduga pelaku usaha,
melakukan praktek saksi, saksi ahli,
monopoli dan atau setiap
atau persaingan usaha orang
tidak sehat; sebagaimana
dimaksud huruf
l. menjatuhkan sanksi
e dan huruf f,
berupa tindakan
yang tidak
administratif kepada
bersedia
pelaku usaha yang
memenuhi
melanggar ketentuan

1666
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
Undang-undang ini. panggilan
Komisi;
h. meminta
keterangan dari
instansi
Pemerintah
dalam kaitannya
dengan
penyelidikan dan
atau
pemeriksaan
terhadap pelaku
usaha yang
melanggar
ketentuan
Undang-undang
ini;
i. mendapatkan,
meneliti, dan
atau menilai
surat, dokumen
atau alat bukti
lain guna
penyelidikan dan
atau
pemeriksaan;
j. memutuskan dan
menetapkan ada atau
tidak adanya kerugian
di pihak pelaku usaha
lain atau masyarakat;
k. memberitahukan
putusan Komisi
kepada pelaku usaha
yang diduga
melakukan praktek
monopoli dan
atau persaingan
usaha tidak
sehat;
l. menjatuhkan
sanksi berupa
tindakan
administratif

1667
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
kepada pelaku
usaha yang
melanggar
ketentuan
Undang-undang
ini.
Ketentuan
mengenai tata
cara pengenaan
sanksi
administratif
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (1) huruf g
diatur dengan
Peraturan
Pemerintah.
Pasal 47 Pasal 47 Pasal 41
Komisi berwenang Komisi berwenang
menjatuhkan sanksi menjatuhkan sanksi
berupa tindakan berupa tindakan
administratif terhadap administratif
pelaku usaha yang terhadap pelaku
melanggar ketentuan usaha yang
Undang-undang ini. melanggar
Tindakan administratif ketentuan Undang-
sebagaimana dimaksud undang ini.
dalam ayat (1) dapat Tindakan administratif
berupa: sebagaimana
penetapan pembatalan dimaksud dalam
perjanjian ayat (1) dapat
sebagaimana berupa:
dimaksud dalam penetapan
Pasal 4 sampai pembatalan
dengan Pasal 13, perjanjian
Pasal 15, dan Pasal sebagaimana
16; dan atau dimaksud dalam
perintah kepada Pasal 4 sampai
pelaku usaha untuk dengan Pasal 13,
menghentikan Pasal 15, dan
integrasi vertikal Pasal 16;
sebagaimana perintah kepada
dimaksud dalam pelaku usaha
Pasal 14; dan atau untuk

1668
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
perintah kepada menghentikan
pelaku usaha untuk integrasi vertikal
menghentikan sebagaimana
kegiatan yang dimaksud dalam
terbukti Pasal 14;
menimbulkan perintah kepada
praktek monopoli pelaku usaha
dan atau untuk
menyebabkan menghentikan
persaingan usaha kegiatan yang
tidak sehat dan terbukti
atau merugikan menimbulkan
masyarakat; dan praktek
atau monopoli dan
perintah kepada atau
pelaku usaha untuk menyebabkan
menghentikan persaingan
penyalahgunaan usaha tidak
posisi dominan; dan sehat dan atau
atau merugikan
penetapan pembatalan masyarakat
atas penggabungan sebagaimana
atau peleburan dimaksud dalam
badan usaha dan Pasal 17, Pasal
pengambilalihan 18, Pasal 19,
saham sebagaimana Pasal 20, Pasal
dimaksud dalam 21, Pasal 22,
Pasal 28; dan atau Pasal 23, Pasal
penetapan pembayaran 24, Pasal 26,
ganti rugi; dan atau Pasal 27;
pengenaan denda perintah kepada
serendah- pelaku usaha
rendahnya Rp untuk
1.000.000.000,00 menghentikan
(satu miliar rupiah) penyalahgunaan
dan setinggi- posisi dominan
tingginya Rp sebagaimana
25.000.000.000,00 dimaksud dalam
(dua puluh lima Pasal 25;
miliar rupiah). penetapan
pembatalan atas
penggabungan
atau peleburan
badan usaha

1669
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
dan
pengambilalihan
saham
sebagaimana
dimaksud dalam
Pasal 28;
penetapan
pembayaran
ganti rugi;
dan/atau
pengenaan denda
paling banyak
Rp
25.000.000.000,
00 (dua puluh
lima miliar
rupiah).
Pasal 48 Pasal 48 Menghindari
Pelanggaran terhadap Pelanggaran terhadap terjadinya
ketentuan Pasal 4, ketentuan Pasal 41 tumpang tindih
Pasal 9 sampai dengan Undang-undang ini pengaturan.
Pasal 14, Pasal 16 diancam pidana denda Ketentuan pada
sampai dengan Pasal paling tinggi Rp Pasal 48 telah
19, Pasal 25, Pasal 27, 5.000.000.000,00 (lima diatur pidananya
dan Pasal 28 diancam miliar rupiah), atau dalam KUHP, dan
pidana denda pidana kurungan sanksi
serendah-rendahnya pengganti denda paling administratifnya
Rp 25.000.000.000,00 lama 3 (tiga) bulan merupakan
(dua puluh lima miliar kewenangan
rupiah) dan setinggi- KPPU
tingginya Rp sebagaimana
100.000.000.000,00 telah disebutkan
(seratus miliar rupiah), dalam Pasal 36
atau pidana kurungan huruf l.
pengganti denda
selama-lamanya 6
(enam) bulan.
Pelanggaran terhadap
ketentuan Pasal 5
sampai dengan Pasal 8,
Pasal 15, Pasal 20
sampai dengan Pasal
24, dan Pasal 26
Undang-undang ini

1670
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
diancam pidana denda
serendah-rendahnya
Rp 5.000.000.000,00 (
lima miliar rupiah) dan
setinggi-tingginya Rp
25.000.000.000,00
(dua puluh lima miliar
rupiah), atau pidana
kurungan pengganti
denda selama-lamanya
5 (lima) bulan.
Pelanggaran terhadap
ketentuan Pasal 41
Undang-undang ini
diancam pidana denda
serendah-rendahnya
Rp 1.000.000.000,00
(satu miliar rupiah) dan
setinggi-tingginya Rp
5.000.000.000,00 (lima
miliar rupiah), atau
pidana kurungan
pengganti denda
selama-lamanya 3 (tiga)
bulan

Pasal 49 DIHAPUS Menghindari


Dengan menunjuk terjadinya
ketentuan Pasal 10 Kitab tumpang tindih
Undang-undang Hukum pengaturan.
Pidana, terhadap pidana Ketentuan pada
sebagaimana diatur dalam Pasal 48 telah
Pasal 48 dapat dijatuhkan diatur pidananya
pidana tambahan berupa: dalam KUHP, dan
sanksi
a. pencabutan izin usaha;
administratifnya
atau
merupakan
b. larangan kepada pelaku kewenangan
usaha yang telah terbukti KPPU
melakukan pelanggaran sebagaimana
terhadap undang-undang telah disebutkan
ini untuk menduduki dalam Pasal 36
jabatan direksi atau huruf l.
komisaris sekurang-

1671
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
kurangnya 2 (dua) tahun
dan selama-lamanya 5
(lima) tahun; atau
c. penghentian kegiatan
atau tindakan tertentu
yang menyebabkan
timbulnya kerugian pada
pihak lain.

19. UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG


NARKOTIKA
Rumusan Usulan Rumusan Alasan
No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
Pasal 82 Pasal 82 Penghapusan
(1) Penyidik pegawai DIHAPUS kewenangan PPNS
negeri sipil tertentu untuk melakukan
sebagaimana penyidikan
dimaksud dalam (Koordinasi
Undang-Undang dengan Polri)
tentang Hukum Acara
Pidana berwenang
melakukan
penyidikan terhadap
tindak pidana
penyalahgunaan
Narkotika dan
Prekursor Narkotika.
(2) Penyidik pegawai
negeri sipil tertentu
sebagaimana
dimaksud pada ayat
(1) di lingkungan
kementerian atau
lembaga pemerintah

1672
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
nonkementerian yang
lingkup tugas dan
tanggung jawabnya di
bidang Narkotika dan
Prekursor Narkotika
berwenang:
a. memeriksa kebenaran
laporan serta
keterangan tentang
adanya dugaan
penyalahgunaan
Narkotika dan
Prekursor Narkotika;
b. memeriksa orang
yang diduga
melakukan
penyalahgunaan
Narkotika dan
Prekursor Narkotika;
c. meminta keterangan
dan bahan bukti dari
orang atau badan
hukum sehubungan
dengan
penyalahgunaan
Narkotika dan
Prekursor Narkotika;
d. memeriksa bahan
bukti atau barang
bukti perkara
penyalahgunaan
Narkotika dan
Prekursor Narkotika;
e. menyita bahan bukti

1673
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
atau barang bukti
perkara
penyalahgunaan
Narkotika dan
Prekursor Narkotika;
f. memeriksa surat
dan/atau dokumen
lain tentang adanya
dugaan
penyalahgunaan
Narkotika dan
Prekursor Narkotika;
g. meminta bantuan
tenaga ahli untuk
tugas penyidikan
penyalahgunaan
Narkotika dan
Prekursor Narkotika;
dan h. menangkap
orang yang diduga
melakukan
penyalahgunaan
Narkotika dan
Prekursor Narkotika.
Pasal 135 Pasal 135 Kemenkes:
Pengurus Industri Pengurus Industri Mengubah sanksi
Farmasi yang tidak Farmasi yang tidak pidana menjadi
melaksanakan kewajiban melaksanakan sanksi
sebagaimana dimaksud kewajiban administratif
dalam Pasal 45, dipidana sebagaimana Industri Farmasi
dengan pidana penjara dimaksud dalam yang tidak
paling singkat 1 (satu) Pasal 45, dikenai melaksanakan
tahun dan paling lama 7 sanksi kewajiban
(tujuh) tahun dan pidana adminsitratif. sebagaimana

1674
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
denda paling sedikit Ketentuan lebih lanjut dimaksud dalam
Rp40.000.000,00 (empat mengenai Pasal 45,
puluh juta rupiah) dan pengenaan sanksi dikenakan sanksi
paling banyak administratif adminsitratif
Rp400.000.000,00 (empat sebagamana berupa:
ratus juta rupiah). dimaksud pada teguran tertulis;
ayat (1) diatur perintah
dengan Peraturan penarikan dari
Pemerintah. peredaran;
penghentian
sementara
kegiatan;
denda; dan/atau
pencabutan
perizinan
berusaha.

Yang dapat dirinci


pada PP

20. UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2014 TENTANG PANAS


BUMI
Rumusan Usulan Rumusan Alasan
No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2014 Tentang Panas Bumi
Pasal 40 Pasal 40
Badan Usaha pemegang Badan Usaha
Izin Panas Bumi yang pemegang Perizinan
tidak memenuhi atau Berusaha terkait
melanggar ketentuan Panas Bumi yang
sebagaimana dimaksud melanggar atau
dalam Pasal 26 ayat tidak memenuhi
(2), Pasal 27 ayat (1) ketentuan
dan ayat (3), Pasal 31 sebagaimana

1675
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
ayat (3), dan/atau dimaksud dalam
Pasal 32 ayat (2) Pasal 26 ayat (2),
dikenai sanksi Pasal 27 ayat (1)
administratif. dan ayat (3), Pasal
Sanksi administratif 31 ayat (3),
sebagaimana dimaksud dan/atau Pasal 32
pada ayat (1) berupa: a. ayat (2) dikenai
peringatan tertulis; b. sanksi
penghentian sementara administratif.
seluruh kegiatan Ketentuan lebih lanjut
Eksplorasi, Eksploitasi, mengenai tata cara
atau pemanfaatan; pengenaan sanksi
dan/atau c. administratif
pencabutan Izin Panas sebagaimana
Bumi. dimaksud pada ayat
Ketentuan lebih lanjut (1) diatur dengan
mengenai tata cara Peraturan
pengenaan sanksi Pemerintah
administratif
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat
(2) diatur dalam
Peraturan Pemerintah

Pasal 50 Pasal 50
Setiap Orang pemegang Setiap Orang
Izin Pemanfaatan pemegang Perizinan
Langsung yang tidak Berusaha terkait
memenuhi atau Pemanfaatan
melanggar ketentuan Langsung yang
sebagaimana dimaksud tidak memenuhi
dalam Pasal 48 huruf atau melanggar
b, huruf c, huruf d, ketentuan
dan/atau Pasal 49 ayat sebagaimana

1676
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
(1) dikenai sanksi dimaksud dalam
administratif. Pasal 48 huruf b,
Sanksi administratif huruf c, huruf d,
sebagaimana dimaksud dan/atau Pasal 49
pada ayat (1) berupa: a. ayat (1) dikenai
peringatan tertulis; b. sanksi
penghentian sementara administratif.
seluruh kegiatan Ketentuan lebih lanjut
pengusahaan Panas mengenai tata cara
Bumi untuk pengenaan sanksi
Pemanfaatan administratif
Langsung; dan/atau c. sebagaimana
pencabutan Izin dimaksud pada ayat
Pemanfaatan (1) diatur dengan
Langsung. Peraturan
Ketentuan lebih lanjut Pemerintah.
mengenai tata cara
pengenaan sanksi
administratif
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat
(2) diatur dalam
Peraturan Pemerintah.
Pasal 56 Pasal 56
Badan Usaha pemegang Badan Usaha
Izin Panas Bumi yang pemegang Perizinan
tidak memenuhi atau Berusaha terkait
melanggar ketentuan Panas Bumi yang
sebagaimana dimaksud melanggar atau
dalam Pasal 52 ayat (1) tidak memenuhi
huruf b, huruf c, huruf ketentuan
d, huruf g, huruf h, sebagaimana
huruf i, dan huruf j, dimaksud dalam
Pasal 53 ayat (1), Pasal 52 ayat (1)

1677
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
dan/atau Pasal 54 ayat huruf b, huruf c,
(1) dan ayat (4) dikenai huruf d, huruf g,
sanksi administratif. huruf h, huruf i,
Sanksi administratif dan huruf j, Pasal
sebagaimana dimaksud 53 ayat (1),
pada ayat (1) berupa: a. dan/atau Pasal 54
peringatan tertulis; b. ayat (1) dan ayat (4)
penghentian sementara dikenai sanksi
seluruh kegiatan administratif.
Eksplorasi, Eksploitasi, Ketentuan lebih lanjut
dan pemanfaatan; mengenai tata cara
dan/atau c. pengenaan sanksi
pencabutan Izin Panas administratif
Bumi. sebagaimana
Ketentuan lebih lanjut dimaksud pada ayat
mengenai tata cara (1) diatur dengan
pengenaan sanksi Peraturan
administratif Pemerintah.
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat
(2) diatur dalam
Peraturan Pemerintah.
Pasal 66 DIHAPUS Dipindahkan ke
Selain Penyidik Pejabat pasal sanksi
Polisi Negara Republik umum terkait
Indonesia, pejabat kewenangan
pegawai negeri sipil ppns. Terkait
tertentu yang lingkup pengaturan alur
tugas dan tanggung kerjasama ppns
jawabnya meliputi dan polri dapat
pengusahaan Panas diatur di pp.
Bumi diberi wewenang
khusus sebagai
penyidik pegawai negeri

1678
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
sipil sebagaimana
dimaksud dalam
undang-undang yang
mengatur mengenai
hukum acara pidana
untuk melakukan
penyidikan sesuai
dengan Undang-
Undang ini.
Penyidik pegawai negeri
sipil sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
berwenang: a.
melakukan
pemeriksaan atas
kebenaran laporan
atau keterangan yang
diterima berkenaan
dengan tindak pidana
dalam pengusahaan
Panas Bumi; b.
melakukan
pemeriksaan terhadap
orang atau badan yang
diduga melakukan
tindak pidana dalam
pengusahaan Panas
Bumi; c. memanggil
orang untuk didengar
dan diperiksa sebagai
saksi atau tersangka
dalam perkara tindak
pidana pengusahaan
Panas Bumi; d.

1679
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
menggeledah tempat
dan/atau sarana yang
diduga digunakan
untuk melakukan
tindak pidana dalam
pengusahaan Panas
Bumi; e. melakukan
pemeriksaan sarana
dan prasarana
pengusahaan Panas
Bumi dan
menghentikan
penggunaan peralatan
yang diduga digunakan
untuk melakukan
tindak pidana; f.
menyegel dan/atau
menyita alat
pengusahaan Panas
Bumi yang digunakan
untuk melakukan
tindak pidana sebagai
alat bukti; g.
mendatangkan orang
ahli yang diperlukan
dalam hubungannya
dengan pemeriksaan
perkara tindak pidana
dalam pengusahaan
Panas Bumi; dan h.
menghentikan
penyidikan perkara
tindak pidana dalam
pengusahaan Panas

1680
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
Bumi.
Penyidik pegawai negeri
sipil sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) dalam
pelaksanaan
penyidikan wajib
berkoordinasi dan
melaporkan basil
penyidikannya kepada
Pejabat Polisi Negara
Republik Indonesia
sesuai dengan
ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Penyidik pegawai negeri
sipil sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
wajib menghentikan
penyidikannya dalam
hal peristiwa
sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf a
tidak terdapat cukup
bukti dan/atau
peristiwanya bukan
merupakan tindak
pidana.
Pelaksanaan kewenangan
sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dilakukan
sesuai dengan
ketentuan peraturan
perundang-undangan.

1681
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
Pasal 67 Pasal 67 Izin Pemanfaatan
Setiap Orang yang dengan Setiap Orang yang Langsung
sengaja melakukan dengan sengaja diusulkan tidak
pengusahaan Panas Bumi melakukan lagi masuk
untuk Pemanfaatan pengusahaan Panas sebagai Perizinan
Langsung tanpa Izin Bumi untuk Berusaha hanya
Pemanfaatan Langsung Pemanfaatan berupa
sebagaimana dimaksud Langsung tanpa pemenuhan
dalam Pasal 11 ayat (1) Perizinan Berusaha NSPK.
dipidana dengan pidana sebagaimana Ketentuan sanksi
penjara paling lama 2 dimaksud dalam Pasal diatur dalam
(dua) tahun atau pidana 11 dipidana dengan peraturan
denda paling banyak pidana penjara paling pelaksanaan yang
Rp6.000.000.000,00 lama 2 (dua) tahun mengatur NSPK
(enam miliar rupiah). atau pidana denda Pengusahaan
paling banyak Panas Bumi
Rp6.000.000.000,00 untuk
(enam miliar rupiah). Pemanfaatan
Langsung.

Pasal 68 DIHAPUS PASAL ACUAN


Setiap Orang yang DICABUT
memegang Izin
Pemanfaatan Langsung
yang dengan sengaja
melakukan pengusahaan
Panas Bumi untuk
Pemanfaatan Langsung
tidak pada lokasi yang
ditetapkan dalam Izin
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 13 ayat (1)
dipidana dengan pidana
penjara paling lama 2

1682
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
(dua) tahun 6 (enam)
bulan atau pidana denda
paling banyak
Rp7.000.000.000,00
(tujuh miliar rupiah).
Pasal 69 DIHAPUS PASAL ACUAN
Setiap Orang yang DICABUT
memegang Izin
Pemanfaatan Langsung
yang dengan sengaja
melakukan pengusahaan
Panas Bumi yang tidak
sesuai dengan
peruntukannya
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 13 ayat (2)
dipidana dengan pidana
penjara paling lama 3
(tiga) tahun atau pidana
denda paling banyak
Rp10.000.000.000,00
(sepuluh miliar rupiah).
Pasal 70 Pasal 70 Penghindaran
Badan Usaha pemegang Badan Usaha sanksi pidana dan
Izin Panas Bumi yang pemegang Perizinan pemberatan
dengan sengaja Berusaha terkait sanksi bagi
melakukan Eksplorasi, Panas Bumi yang pelaku usaha.
Eksploitasi, dan/atau dengan sengaja Sanksi
pemanfaatan bukan pada melakukan Eksplorasi, administratif
Wilayah Kerja Eksploitasi, dan/atau diatur di PP tata
sebagaimana dimaksud pemanfaatan bukan cara pengenaan
dalam Pasal 20 ayat (2) pada Wilayah Kerja dan kriterianya
dipidana dengan pidana sebagaimana (dapat berupa
penjara paling lama 7 dimaksud dalam Pasal denda dan

1683
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
(tujuh) tahun atau pidana 20 ayat (2) dikenai pencabutan
denda paling banyak sanksi administratif. perizinan
Rp70.000.000.000,00 berusaha).
(tujuh puluh Kewajiban Pelaku
miliar rupiah) Usaha untuk
melakukan
pemulihan juga
telah diatur di
pasal sapu jagat.

Pasal 72 Pasal 72 Badan Usaha


Badan Usaha pemegang Badan Usaha pemilik merupakan
Izin Panas Bumi yang Perizinan Berusaha pemegang Izin
dengan sengaja terkait Panas Bumi Panas Bumi
menggunakan Izin Panas yang dengan sengaja hanya saja
Bumi tidak sesuai dengan menggunakan Izin melakukan tidak
peruntukannya Panas Bumi tidak sesuai dengan
sebagaimana dimaksud sesuai dengan peruntukannya
dalam Pasal 26 ayat (1) peruntukannya sehingga tidak
dipidana dengan pidana sebagaimana diperlukan sanksi
penjara paling lama 10 dimaksud dalam Pasal pidana.
(sepuluh) tahun atau 26 ayat (1) dikenai Sanksi
pidana denda paling sanksi administratif. administratif
banyak diatur di PP tata
Rp100.000.000.000,00 cara pengenaan
(seratus miliar rupiah). dan kriterianya
(dapat berupa
denda dan
pencabutan
perizinan
berusaha).
Kewajiban Pelaku
Usaha untuk
melakukan

1684
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
pemulihan juga
telah diatur di
pasal sapu jagat.

21. UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG PANGAN


Rumusan Usulan Rumusan Alasan
No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan
Pasal 132 DIHAPUS Pengaturan
Selain pejabat polisi terkait
negara Republik
Indonesia, pejabat kewenangan ppns
pegawai negeri sipil dipindahkan
tertentu yang lingkup kedalam pasal
tugas dan tanggung
umum sanksi.
jawabnya di bidang
Pangan diberi Terkait alur kerja
wewenang khusus sama ppns dan
sebagai penyidik untuk polri dapat diatur
melakukan penyidikan
dalam tindak pidana di dalam pp.
bidang Pangan sesuai
dengan ketentuan
peraturan perundang-
undangan di bidang
Hukum Acara Pidana.
Penyidik pegawai negeri
sipil sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
berwenang: a.
melakukan
pemeriksaan atas
kebenaran laporan
atau keterangan
berkenaan dengan
tindak pidana di
bidang Pangan;
melakukan
pemanggilan terhadap
seseorang untuk
didengar dan diperiksa
sebagai tersangka atau

1685
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
sebagai saksi dalam
tindak pidana di
bidang Pangan; c.
melakukan
penggeledahan dan
penyitaan terhadap
barang bukti tindak
pidana di bidang
Pangan; d. meminta
keterangan dan barang
bukti dari orang atau
badan hukum
sehubungan dengan
tindak pidana di
bidang Pangan; e.
membuat dan
menandatangani berita
acara; f. menghentikan
penyidikan apabila
tidak terdapat cukup
bukti tentang adanya
tindak pidana di
bidang Pangan; dan g.
meminta bantuan ahli
dalam rangka
pelaksanaan tugas
penyidikan tindak
pidana di bidang
Pangan.
Penyidik pegawai negeri
sipil sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
memberitahukan
dimulainya penyidikan
kepada pejabat
penyidik kepolisian
negara Republik
Indonesia.
Apabila pelaksanaan
kewenangan
sebagaimana dimaksud
pada ayat (2)
memerlukan tindakan
penangkapan dan

1686
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
penahanan, penyidik
pegawai negeri sipil
melakukan koordinasi
dengan pejabat
penyidik kepolisian
negara Republik
Indonesia sesuai
dengan ketentuan
peraturan perundang-
undangan.
Penyidik pegawai negeri
sipil sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
menyampaikan hasil
penyidikan kepada
penuntut umum
melalui pejabat
penyidik kepolisian
negara Republik
Indonesia.
Pengangkatan pejabat
penyidik pegawai
negeri sipil dan tata
cara serta proses
penyidikan
dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan
peraturan perundang-
undangan.
Pasal 133 Pasal 133
Pelaku Usaha Pangan Pelaku Usaha Pangan
yang dengan sengaja yang dengan sengaja
menimbun atau menimbun atau
menyimpan melebihi menyimpan melebihi
jumlah maksimal jumlah maksimal
sebagaimana dimaksud sebagaimana
dalam Pasal 53 dengan dimaksud dalam Pasal
maksud untuk 53 dengan maksud
memperoleh untuk memperoleh
keuntungan yang keuntungan yang
mengakibatkan harga mengakibatkan harga
Pangan Pokok Pangan Pokok menjadi
menjadi mahal atau mahal atau
melambung tinggi melambung tinggi,

1687
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
dipidana dengan dikenai sanksi
pidana penjara paling administratif.
lama 7 (tujuh) tahun atau
denda paling
banyak
Rp100.000.000.000,00
(seratus miliar rupiah).
Pasal 134 Pasal 134
Setiap Orang yang Setiap Orang yang
melakukan Produksi melakukan Produksi
Pangan Olahan Pangan Olahan
tertentu untuk tertentu untuk
diperdagangkan, yang diperdagangkan, yang
dengan sengaja tidak dengan sengaja tidak
menerapkan tata cara menerapkan tata cara
pengolahan Pangan yang pengolahan Pangan
dapat yang dapat
menghambat proses menghambat proses
penurunan atau penurunan atau
kehilangan kandungan kehilangan kandungan
Gizi bahan baku Pangan Gizi bahan baku
yang digunakan Pangan yang
sebagaimana digunakan
dimaksud dalam Pasal 64 sebagaimana
ayat (1) dipidana dengan dimaksud dalam Pasal
pidana 64 ayat (1) dikenai
penjara paling lama 1 sanksi administratif
(satu) tahun atau denda dan/atau pidana
paling banyak denda paling banyak
Rp2.000.000.000,00 (dua Rp2.000.000.000,00
miliar rupiah). (dua miliar rupiah).
Pasal 135 Pasal 135 Telah diakomodir
Setiap Orang yang Setiap Orang yang dalam Pasal 72
menyelenggarakan menyelenggarakan terkait sanksi
kegiatan atau proses kegiatan atau proses administratif.
produksi, penyimpanan, produksi, Adanya tumpang
pengangkutan, dan/atau penyimpanan, tindih sanksi
peredaran Pangan yang pengangkutan, pidana dan sanksi
tidak memenuhi dan/atau peredaran administratif
Persyaratan Sanitasi Pangan yang tidak menimbulkan
Pangan sebagaimana memenuhi Persyaratan ketidakpastian

1688
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
dimaksud dalam Pasal 71 Sanitasi Pangan hukum.
ayat (2) dipidana dengan sebagaimana
pidana penjara paling dimaksud dalam Pasal
lama 2 (dua) tahun atau 71 ayat (2) dikenai
denda paling banyak sanksi administratif
Rp4.000.000.000,00 atau pidana denda
(empat miliar rupiah). paling banyak
Rp4.000.000.000,00
(empat miliar rupiah).
Pasal 139 DIHAPUS Diusulkan untuk
Setiap Orang yang dengan dihapus dalam
sengaja membuka Omnibus Law
kemasan akhir karena sanksi
Pangan untuk dikemas administratif
kembali dan untuk Pasal 84
diperdagangkan ayat (1) sudah
sebagaimana dimaksud diakomodir dalam
dalam Pasal 84 ayat (1) Pasal 85 UU
dipidana Pangan.
dengan pidana penjara
paling lama 5 (lima) tahun
atau denda
paling banyak
Rp10.000.000.000,00
(sepuluh miliar rupiah).
Pasal 140 DIHAPUS Telah diakomodir
Setiap Orang yang dalam Pasal 94
memproduksi dan terkait sanksi
memperdagangkan administratif.
Pangan yang dengan Pengenaan sanksi
sengaja tidak memenuhi pidana akan
standar Keamanan menjadi sanksi
Pangan sebagaimana pamungkas dalam
dimaksud dalam Pasal 86 penegakan

1689
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
ayat (2) dipidana dengan hukum di bidang
pidana penjara paling perizinan
lama 2 (dua) tahun atau berusaha.
denda paling banyak
Rp4.000.000.000,00
(empat miliar rupiah).
Pasal 141 DIHAPUS Telah diakomodir
Setiap Orang yang dengan dalam Pasal 94
sengaja terkait sanksi
memperdagangkan administratif.
Pangan yang tidak sesuai Adanya tumpang
dengan Keamanan Pangan tindih sanksi
dan Mutu Pangan yang pidana dan sanksi
tercantum dalam label administratif
Kemasan Pangan menimbulkan
sebagaimana dimaksud ketidakpastian
dalam Pasal 89 dipidana hukum.
dengan pidana penjara
paling lama 2 (dua) tahun
atau denda paling banyak
Rp4.000.000.000,00
(empat miliar rupiah).
Pasal 142 Pasal 142
Pelaku Usaha Pangan Pelaku Usaha Pangan
yang dengan sengaja tidak yang dengan sengaja
memiliki izin edar tidak memiliki
terhadap setiap Pangan Perizinan Berusaha
Olahan yang dibuat terkait Pangan Olahan
didalam negeri atau yang yang dibuat didalam
diimpor untuk negeri atau yang
diperdagangkan dalam diimpor untuk
kemasan eceran diperdagangkan dalam
sebagaimana dimaksud kemasan eceran
dalam Pasal 91 ayat (1) sebagaimana

1690
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
dipidana dengan pidana dimaksud dalam Pasal
penjara paling lama 2 91 ayat (1) dipidana
(dua) tahun atau denda dengan pidana penjara
paling banyak Rp. paling lama 2 (dua)
4.000.000.000,00 (empat tahun atau denda
miliar rupiah). paling banyak Rp.
5.000.000.000,00 (lima
miliar rupiah).

22. UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG


KEPARIWISATAAN
Rumusan Usulan Rumusan Alasan
No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan
Pasal 64 Diusulkan dihapus Telah ada di
Setiap orang yang dengan KUHP delik
sengaja dan melawan perusakan umum.
hukum merusak fisik
daya tarik wisata
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 27
dipidana dengan
pidana penjara paling
lama 7 (tujuh) tahun
dan denda paling
banyak
Rp10.000.000.000,00
(sepuluh miliar rupiah).
Setiap orang yang karena
kelalaiannya dan
melawan hukum,
merusak fisik, atau
mengurangi nilai daya
tarik wisata

1691
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 27
dipidana dengan
pidana penjara paling
lama 1 (satu) tahun
dan/atau denda paling
banyak
Rp5.000.000.000,00
(lima miliar rupiah).

23. UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG


PELAYARAN
Rumusan Usulan Rumusan Alasan
No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran
Pasal 59 Pasal 59 Tambah Pasal 11
ayat (4), Pasal 13
Setiap orang yang Setiap orang yang ayat (6), Pasal 27,
melanggar ketentuan melanggar atau Pasal 33
sebagaimana dimaksud ketentuan
dalam Pasal 8 ayat (2), sebagaimana
Pasal 9 ayat (8), Pasal dimaksud dalam
28 ayat (4) atau ayat Pasal 9 ayat (5),
(6), atau Pasal 33 dapat Pasal 11 ayat (4),
dikenakan sanksi Pasal 13 ayat (2),
administratif berupa: Pasal 27, atau Pasal
peringatan; 33 dapat dikenakan
administratif; sanksi
pembekuan izin atau administratif.
pembekuan Ketentuan lebih lanjut
sertifikat; atau mengenai tata cara
pencabutan izin atau dan prosedur
pencabutan pengenaan sanksi
sertifikat. administratif

1692
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
Setiap orang yang sebagaimana
melanggar ketentuan dimaksud pada ayat
Pasal 11 ayat (4) atau (1) diatur dengan
Pasal 13 ayat (6) dapat Peraturan
dikenakan sanksi Pemerintah
administratif berupa
tidak diberikan
pelayanan jasa
kepelabuhanan.
Ketentuan lebih lanjut
mengenai tata cara dan
prosedur pengenaan
sanksi administratif
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat
(2) diatur dengan
Peraturan Pemerintah
Pasal 171 Pasal 171 KETENTUAN
TERKAIT JENIS
Setiap orang yang Setiap orang yang SANKSI
melanggar ketentuan melanggar ADMINISTRATIF
sebagaimana ketentuan DIPINDAHKAN KE
dimaksud dalam sebagaimana PASAL UMUM
Pasal 125 ayat (1), dimaksud dalam SANKSI
Pasal 129 ayat (1) Pasal 125 ayat (1), ADMINISTRATIF,
atau ayat (4), Pasal Pasal 130, Pasal TERKAIT JENIS,
130 ayat (1), Pasal 132 ayat (1) atau KRITERIA DAN
132 ayat (1) atau ayat ayat (2), Pasal 137 TATA CARA
(2), Pasal 137 ayat (1) ayat (1) atau ayat PENGENAAN
atau ayat (2), Pasal (2), Pasal 138 ayat DILAKUKAN
138 ayat (1) atau ayat (1) atau ayat (2), PENGATURAN DI
(2), Pasal 141 ayat (1) Pasal 141 ayat (1) PP
atau ayat (2), Pasal atau ayat (2), Pasal
152 ayat (1), Pasal 152 ayat (1), Pasal

1693
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
156 ayat (1), Pasal 160 ayat (1), atau
160 ayat (1), Pasal Pasal 165 ayat (1)
162 ayat (1), atau dikenai sanksi
Pasal 165 ayat (1) administratif.
dikenakan sanksi Pejabat pemerintah
administratif, berupa: yang melanggar
a. peringatan; b. ketentuan
denda administratif; c. sebagaimana
pembekuan izin atau dimaksud dalam
pembekuan sertifikat; Pasal 126 ayat (5)
d. pencabutan izin dikenai sanksi
atau pencabutan administratif
sertifikat; e. tidak sesuai dengan
diberikan sertifikat; ketentuan
atau f. tidak diberikan peraturan
Surat Persetujuan perundang-
Berlayar. undangan di
Pejabat pemerintah yang bidang aparatur
melanggar ketentuan sipil negara.
sebagaimana Ketentuan lebih lanjut
dimaksud dalam mengenai tata cara
Pasal 126 ayat (5) dan prosedur
dikenakan sanksi pengenaan sanksi
administratif sesuai administratif
dengan ketentuan sebagaimana
peraturan perundang- dimaksud pada
undangan di bidang ayat (1) dan ayat
kepegawaian. (2) diatur dengan
Ketentuan lebih lanjut Peraturan
mengenai tata cara Pemerintah.
dan prosedur
pengenaan sanksi
administratif
sebagaimana

1694
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
dimaksud pada ayat
(1) dan ayat (2) diatur
dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 225 Pasal 225 KETENTUAN
TERKAIT JENIS
Setiap orang yang Setiap orang yang SANKSI
melanggar ketentuan melanggar ADMINISTRATIF
sebagaimana ketentuan DIPINDAHKAN KE
dimaksud dalam sebagaimana PASAL UMUM
Pasal 213 ayat (1) dimaksud dalam SANKSI
atau ayat (2), Pasal Pasal 213 ayat (1) ADMINISTRATIF,
214, atau Pasal 215 atau ayat (2), Pasal TERKAIT JENIS,
dikenakan sanksi 214, atau Pasal KRITERIA DAN
administratif, berupa: 215 dikenai sanksi TATA CARA
a. peringatan; b. administratif. PENGENAAN
pembekuan izin atau Ketentuan lebih lanjut DILAKUKAN
pembekuan sertifikat; mengenai tata cara PENGATURAN DI
atau c. pencabutan dan prosedur PP
izin. pengenaan sanksi
Ketentuan lebih lanjut administratif
mengenai tata cara sebagaimana
dan prosedur dimaksud pada
pengenaan sanksi ayat (1) diatur
administratif dengan Peraturan
sebagaimana Pemerintah.
dimaksud pada ayat
(1) diatur dengan
Peraturan
Pemerintah.

Pasal 243 Pasal 243 KETENTUAN


TERKAIT JENIS
Setiap orang yang Setiap orang yang SANKSI

1695
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
melanggar ketentuan melanggar ADMINISTRATIF
sebagaimana dimaksud ketentuan DIPINDAHKAN KE
dalam Pasal 230 ayat sebagaimana PASAL UMUM
(2), Pasal 233 ayat (3), dimaksud dalam SANKSI
Pasal 234, Pasal 235, Pasal 230 ayat (2), ADMINISTRATIF,
atau Pasal 239 ayat (2) Pasal 233 ayat (3), TERKAIT JENIS,
dikenakan sanksi Pasal 234, Pasal KRITERIA DAN
administratif berupa: a. 235, atau Pasal 239 TATA CARA
peringatan; b. denda ayat (2) dikenai PENGENAAN
administratif; sanksi DILAKUKAN
pembekuan izin; atau administratif. PENGATURAN DI
d. pencabutan izin. Ketentuan lebih lanjut PP
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
mengenai tata cara dan dan prosedur
prosedur pengenaan pengenaan sanksi
sanksi administratif administratif
sebagaimana dimaksud sebagaimana
pada ayat (1) diatur dimaksud pada ayat
dengan Peraturan (1) diatur dengan
Pemerintah. Peraturan
Pemerintah.
Pasal 273 Pasal 273 KETENTUAN
TERKAIT JENIS
Setiap orang yang Setiap orang yang SANKSI
melanggar ketentuan melanggar ADMINISTRATIF
sebagaimana dimaksud ketentuan DIPINDAHKAN KE
dalam Pasal 272 ayat sebagaimana PASAL UMUM
(1) dapat dikenakan dimaksud dalam SANKSI
sanksi administratif, Pasal 272 ayat (1) ADMINISTRATIF,
berupa: a. peringatan; dapat dikenai TERKAIT JENIS,
b. pembekuan izin; sanksi KRITERIA DAN
atau c. pencabutan administratif, TATA CARA
izin. berupa: PENGENAAN
Ketentuan lebih lanjut a. peringatan; DILAKUKAN

1696
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
mengenai tata cara dan b. pembekuan izin; PENGATURAN DI
prosedur pengenaan dan/atau PP
sanksi administratif c. pencabutan izin.
serta besarnya denda Ketentuan lebih lanjut
administratif mengenai tata cara
sebagaimana dimaksud dan prosedur
pada ayat (1) diatur pengenaan sanksi
dengan Peraturan administratif serta
Pemerintah besarnya denda
administratif
sebagaimana
dimaksud pada ayat
(1) diatur dengan
Peraturan
Pemerintah
Pasal 288
Setiap orang yang DIHAPUS Pasal Acuan
mengoperasikan kapal Dihapus
pada angkutan sungai
dan danau tanpa izin
trayek sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 28
ayat (4) dipidana dengan
pidana penjara paling
lama 1 (satu) tahun atau
denda paling banyak
Rp200.000.000,00 (dua
ratus juta rupiah)

Pasal 289 DIHAPUS


Setiap orang yang
mengoperasikan kapal Pasal Acuan
pada angkutan Dihapus
penyeberangan tanpa

1697
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
memiliki persetujuan
pengoperasian kapal
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 28 ayat (6)
dipidana dengan pidana
penjara paling lama 1
(satu) tahun atau denda
paling banyak
Rp200.000.000,00 (dua
ratus juta rupiah).

Pasal 290 DIHAPUS SETUJU UNTUK


Setiap orang yang MENGUBAH
menyelenggarakan usaha SANKSI PIDANA
jasa terkait tanpa MENJADI SANKSI
memiliki izin usaha ADMINISTRATIF
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 33 dipidana Sanksi
dengan pidana penjara administratif
paling lama 1 (satu) tahun terhadap pelaku
atau denda paling banyak usaha telah diatur
Rp200.000.000,00 (dua dalam Pasal 59
ratus juta rupiah) UU 17 Tahun
2008

Pasal 291 Pasal 291 Menghapus


Setiap orang yang tidak Setiap orang yang sanksi pidana
melaksanakan tidak melaksanakan menjadi sanksi
kewajibannya untuk kewajibannya untuk
administrasi
mengangkut
mengangkut penumpang karena sifatnya
penumpang dan/atau
dan/atau barang administrasi.
barang terutama
terutama angkutan pos angkutan pos
sebagaimana dimaksud sebagaimana
dalam Pasal 38 ayat (1) dimaksud dalam Pasal

1698
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
dipidana dengan pidana 38 ayat (1) dikenai
penjara paling lama 1 sanksi administratif.
(satu) tahun atau denda
paling banyak
Rp200.000.000,00 (dua
ratus juta rupiah).
Pasal 293 Pasal 293 Menghapus
Setiap orang yang tidak Setiap orang yang sanksi pidana
memberikan fasilitas tidak memberikan menjadi sanksi
khusus dan kemudahan fasilitas khusus dan administrasi
kemudahan
sebagaimana dimaksud karena sifatnya
sebagaimana
dalam Pasal 42 ayat (1) administrasi.
dimaksud dalam Pasal
dipidana dengan pidana 42 ayat (1) dikenai
penjara paling lama 6 sanksi administratif.
(enam) bulan dan denda
paling banyak
Rp100.000.000,00
(seratus juta rupiah).
Pasal 294 Pasal 294
Setiap orang yang Setiap orang yang Pada Pasal 294
mengangkut barang mengangkut barang ayat (1)
khusus dan barang khusus dan barang
menghapus
berbahaya tidak sesuai berbahaya tidak
sanksi pidana
dengan persyaratan sesuai dengan
sebagaimana persyaratan menjadi sanksi
dimaksud dalam Pasal sebagaimana administrasi
46 dipidana dengan dimaksud dalam karena sifatnya
pidana penjara paling Pasal 46 dikenai administrasi.
lama 3 (tiga) tahun sanksi
atau denda paling administratif.
banyak Jika perbuatan
Rp400.000.000,00 sebagaimana
(empat ratus juta dimaksud pada
rupiah). ayat (1)
Jika perbuatan mengakibatkan
sebagaimana kerugian harta

1699
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
dimaksud pada ayat (1) benda dipidana
mengakibatkan dengan pidana
kerugian harta benda penjara paling lama Tetap dikenakan
dipidana dengan 4 (empat) tahun
sanksi pidana
pidana penjara paling dan denda paling
karena kegiatan
lama 4 (empat) tahun banyak
dan denda paling Rp500.000.000,00 atau perbuatan
banyak (lima ratus juta tersebut
Rp500.000.000,00 rupiah). mengakibatkan
(lima ratus juta Jika perbuatan kerugian harta
rupiah). sebagaimana benda.
Jika perbuatan dimaksud pada
sebagaimana ayat (1)
dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan
mengakibatkan kematian seseorang
kematian seseorang dan kerugian harta
dan kerugian harta benda dipidana
benda dipidana dengan dengan pidana
pidana penjara paling penjara paling lama Tetap dikenakan
lama 10 (sepuluh) 10 (sepuluh) tahun sanksi pidana
tahun dan denda dan denda paling karena kegiatan
paling banyak banyak
atau perbuatan
Rp1.500.000.000,00 Rp1.500.000.000,0
tersebut
(satu milyar lima ratus 0 (satu milyar lima
juta rupiah). ratus juta rupiah). mengakibatkan
hilangnya nyawa
seseorang
Pasal 296 Dicabut Pasal Acuan
Setiap orang yang tidak Dihapus
mengasuransikan
tanggung jawabnya
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 54 dipidana
dengan pidana kurungan
paling lama 6 (enam)
bulan atau denda paling
banyak Rp100.000.000,00

1700
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
(seratus juta rupiah).
Pasal 297 Pasal 297 Mengubah sanksi
Setiap orang yang
Setiap orang yang pidana menjadi
membangun dan membangun dan sanksi
mengoperasikan mengoperasikan administrative.
pelabuhan sungai dan pelabuhan sungai dan
danau tanpa izin danau tanpa
sebagaimana dimaksud memenuhi standar
dalam Pasal 98 ayat (1) sebagaimana
dipidana dengan dimaksud dalam Pasal
pidana penjara paling 98 ayat (1) dikenai
lama 2 (dua) tahun sanksi administratif.
atau denda paling
Setiap orang yang
banyak memanfaatkan garis
Rp300.000.000,00 (tiga pantai untuk
ratus juta rupiah). melakukan kegiatan
Setiap orang yang tambat kapal dan
memanfaatkan garis bongkar muat barang
pantai untuk atau menaikkan dan
melakukan kegiatan menurunkan
tambat kapal dan penumpang untuk
bongkar muat barang kepentingan sendiri di
atau menaikkan dan luar kegiatan di
menurunkan pelabuhan, terminal
penumpang untuk khusus dan terminal
kepentingan sendiri di untuk kepentingan
luar kegiatan di sendiri tanpa Perizinan
pelabuhan, terminal Berusaha atau
khusus dan terminal Persetujuan dari
untuk kepentingan Pemerintah Pusat
sendiri tanpa izin dikenai sanksi
sebagaimana dimaksud administratif.
dalam Pasal 339
dipidana dengan

1701
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
pidana penjara paling
lama 2 (dua) tahun dan
denda paling banyak
Rp300.000.000,00 (tiga
ratus juta rupiah).
Pasal 299 Pasal 299
Setiap orang yang Setiap orang yang
membangun dan membangun dan
mengoperasikan terminal mengoperasikan
khusus tanpa izin dari terminal
Menteri sebagaimana khusus tanpa
dimaksud dalam Pasal Perizinan Berusaha
104 ayat (2) dipidana dari Pemerintah Pusat
dengan pidana penjara sebagaimana
paling lama 2 dimaksud dalam Pasal
(dua) tahun atau denda 104 ayat (2) dipidana
paling banyak dengan pidana penjara
Rp300.000.000,00 paling lama 2
(tiga ratus juta rupiah) (dua) tahun atau
denda paling banyak
Rp300.000.000,00
(tiga ratus juta rupiah)
Pasal 301 Pasal 301 Menghapus
Setiap orang yang Setiap orang yang sanksi pidana
mengoperasikan terminal mengoperasikan menjadi sanksi
khusus untuk melayani terminal khusus untuk
administrasi
perdagangan dari dan ke melayani perdagangan
karena sifatnya
luar negeri tanpa dari dan ke luar negeri
memenuhi persyaratan tanpa memenuhi administrasi.
dan belum ada penetapan persyaratan dan belum
sebagaimana dimaksud ada penetapan
dalam Pasal 111 ayat (4) sebagaimana
atau ayat (5) dipidana dimaksud dalam Pasal
dengan pidana penjara 111 ayat (4) atau ayat
paling lama 2 (dua) tahun (5) dikenai sanksi
atau denda paling banyak administratif.

1702
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
Rp300.000.000,00 (tiga
ratus juta rupiah).
Pasal 306 Pasal 306 Menghapus
Setiap orang yang Setiap orang yang sanksi pidana
mengoperasikan kapal mengoperasikan kapal menjadi sanksi
yang tidak memenuhi yang tidak memenuhi
administrasi
persyaratan perlengkapan persyaratan
karena sifatnya
navigasi dan/atau navigasi perlengkapan navigasi
elektronika kapal dan/atau navigasi administrasi.
sebagaimana dimaksud elektronika kapal
dalam Pasal 131 ayat (1) sebagaimana dimaksud
dipidana dengan pidana dalam Pasal 131 ayat
penjara paling lama 2 (dua) (1) dikenai sanksi
tahun dan denda paling administratif.
banyak Rp300.000.000,00
(tiga ratus juta rupiah).
Pasal 307 Pasal 307 Menghapus
Setiap orang yang Setiap orang yang sanksi pidana
mengoperasikan kapal mengoperasikan kapal menjadi sanksi
tanpa dilengkapi dengan tanpa dilengkapi
administrasi
perangkat komunikasi dengan perangkat
karena sifatnya
radio dan kelengkapannya komunikasi radio dan
sebagaimana dimaksud kelengkapannya administrasi.
dalam Pasal 131 ayat (2) sebagaimana
dipidana dengan pidana dimaksud dalam Pasal
penjara paling lama 2 131 ayat (2) dikenai
(dua) tahun dan denda sanksi administratif.
paling banyak
Rp300.000.000,00 (tiga
ratus juta rupiah).
Pasal 308 Pasal 308 Menghapus
Setiap orang yang Setiap orang yang sanksi pidana
mengoperasikan kapal mengoperasikan kapal menjadi sanksi
tidak dilengkapi dengan tidak dilengkapi
administrasi
peralatan meteorologi dengan peralatan
karena sifatnya
sebagaimana dimaksud meteorologi
dalam Pasal 132 ayat (1) sebagaimana administrasi.
dipidana dengan pidana dimaksud dalam Pasal
penjara paling lama 2 132 ayat (1) dikenai

1703
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
(dua) tahun dan denda sanksi administratif.
paling banyak
Rp300.000.000,00 (tiga
ratus juta rupiah).
Pasal 310 Pasal 310 Menghapus
Setiap orang yang Setiap orang yang sanksi pidana
mempekerjakan Awak mempekerjakan Awak menjadi sanksi
Kapal tanpa memenuhi Kapal tanpa memenuhi
administrasi
persyaratan kualifikasi persyaratan kualifikasi
karena sifatnya
dan kompetensi dan kompetensi
sebagaimana dimaksud sebagaimana administrasi.
dalam pasal 135 dipidana dimaksud dalam pasal
dengan pidana penjara 135 dikenai sanksi
paling lama 2 (dua) tahun administratif.
dan denda paling banyak
Rp300.000.000,00 (tiga
ratus juta rupiah).
Pasal 313 Pasal 313 Menghapus
Setiap orang yang Setiap orang yang sanksi pidana
menggunakan peti kemas menggunakan peti menjadi sanksi
sebagai bagian dari alat kemas sebagai bagian
administratif
angkut tanpa memenuhi dari alat angkut tanpa
karena sifatnya
persyaratan kelaikan peti memenuhi persyaratan
kemas sebagaimana kelaikan peti kemas administrasi.
dimaksud dalam Pasal sebagaimana
149 ayat (1) dipidana dimaksud dalam Pasal
dengan pidana kurungan 149 ayat (1) dikenai
paling lama 2 (dua) tahun sanksi administratif
dan denda paling banyak
Rp300.000.000,00 (tiga
ratus juta rupiah).
Pasal 314 Pasal 314
Setiap orang yang tidak Setiap orang yang
memasang tanda tidak memasang tanda
pendaftaran pada pendaftaran pada
kapal yang telah terdaftar kapal yang telah
sebagaimana dimaksud terdaftar sebagaimana
dalam Pasal 158 ayat (5) dimaksud dalam Pasal

1704
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
dipidana dengan pidana 158 ayat (5) dikenai
penjara paling lama 6 sanksi administratif.
(enam)
bulan atau denda paling
banyak Rp100.000.000,00
(seratus juta
rupiah)

Pasal 321 Pasal 321 menambahkan


Pemilik kapal yang tidak Pemilik kapal yang besaran denda
menyingkirkan kerangka tidak menyingkirkan karena:
kapal dan/atau kerangka kapal
sesuai pengalaman,
muatannya yang dan/atau muatannya pengangkatan
mengganggu keselamatan yang mengganggu kerangka kapal
dan keamanan pelayaran keselamatan dan membutuhkan
dalam batas waktu yang keamanan pelayaran biaya kurang
ditetapkan pemerintah dalam batas waktu lebih Rp.
sebagaimana dimaksud yang ditetapkan 10.000.000.000,0
dalam Pasal 203 ayat (1) Pemerintah Pusat 0 (sepuluh milyar
dipidana dengan pidana sebagaimana rupiah);
penjara paling lama 1 dimaksud dalam Pasal
menganggu alur
(satu) tahun dan denda 203 ayat (1) dipidana pelayaran dan
paling banyak Rp. dengan pidana penjara keselamatan dan
200.000.000,00 (dua paling lama 1 (satu) keamanan
ratus juta rupiah). tahun dan denda pelayaran; dan
paling banyak Rp. untuk menjamin
10.000.000.000,00 perlindungan
(sepuluh milyar lingkungan
rupiah). maritim.
Pasal 322 Pasal 322
Nakhoda yang melakukan Nakhoda yang
kegiatan perbaikan, melakukan kegiatan
percobaan berlayar, perbaikan, percobaan
berlayar, kegiatan alih
kegiatan alih muat di
muat di kolam

1705
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
kolam pelabuhan, pelabuhan, menunda,
menunda, dan bongkar dan bongkar muat
muat barang berbahaya barang berbahaya
tanpa persetujuan dari
tanpa persetujuan dari
Syahbandar
Syahbandar sebagaimana
sebagaimana
dimaksud dalam Pasal dimaksud dalam Pasal
216 ayat (1) dipidana 216 ayat (1) dikenai
dengan pidana penjara sanksi administratif.
paling lama 6 (enam)
bulan atau denda paling
banyak Rp100.000.000,00
(seratus juta rupiah).
Pasal 336 Pasal 336 Menambahkan 1
Setiap pejabat yang Setiap pejabat yang (satu) ayat (3)
melanggar suatu melanggar suatu dalam Pasal 336
kewajiban khusus dari kewajiban khusus bagi pejabat yang
jabatannya atau pada dari jabatannya karena
waktu melakukan atau pada waktu melaksanakan
tindak pidana melakukan tindak tugas sesuai
melakukan kekuasaan, pidana melakukan jabatan dan
kesempatan atau kekuasaan, kewenangannya
sarana yang diberikan kesempatan atau namun terjadi
kepadanya karena sarana yang kerugian harta
jabatan, dipidana diberikan benda dan/atau
dengan pidana penjara kepadanya karena hilangnya nyawa
paling lama 1 (satu) jabatan, dipidana seseorang diluar
tahun dan denda dengan pidana kekuasaannya.
paling banyak penjara paling lama
Rp100.000.000,- 1 (satu) tahun dan Apa arti dari
(seratus juta rupiah) denda paling diluar
Selain pidana banyak kekuasaannya?
sebagaimana dimaksud Rp100.000.000,- Sebenernya kami
pada ayat (1) pelaku (seratus juta ingin melindungi
dapat dikenai pidana rupiah) teman2

1706
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
tambahan berupa Selain pidana syahbandar yg
pemberhentian secara sebagaimana selalu ikut
tidak hormat dari dimaksud pada ayat dipidana klo
jabatannya. (1) pelaku dapat terjadi kecelakaan
dikenai pidana kapal di laut.
tambahan berupa Karena asal
pemberhentian muasal kapal
secara tidak hormat berlayar ke laut
dari jabatannya. dikarenakan
Setiap pejabat yang adanya
karena persetujuan
melaksanakan berlayar (port
tugas sesuai cleareance) yg
jabatan dan dikeluarkan oleh
kewenangannya Syahbandar
menyebabkan
kerugian harta Praktek di dunia
benda dan/atau pelayaran
hilangnya nyawa internasional,
seseorang diluar bahwa port
kekuasaannya, clearance adalah
tidak dapat dikenai diijinkannya kapal
sanksi. meninggalkan
pelabuhan setelah
urusan2 terkait
dengan kapal tsb
selama di
pelabuhan telah
diselesaikan.
Misalnya jasa2
kepelabuhanan
terkait kapal, jasa
karantina (apabila
kapal mengangkut

1707
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
muatan
tumbuhan), jasa
bea cukai (apabila
muatan
dikenakan bea
masuk/keluar),
jasa imigrasi
(apabila kapal
angkutan
penumpang ke
luar negeri).
Lazimnya disebut
CIQP (Custom,
Immigration,
Quarantine and
Port).

Ketika kapal telah


bergerak
meninggalkan
pelabuhan, maka
tanggung jawab
keselamatan
kapal (including
penumpang atau
muatan lainnya)
berada di tangan
nakhoda, bukan
dikarenakan port
cleareance dari
syahbandar.
Namun hal ini yg
tidak dipahami
penegak hukum

1708
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
Indonesia bahwa
apabila kapal
mengalami
kecelakaan di laut
maka itu juga
dikarenakan andil
dari syahbandar.
Dan ini
dilegitimasi oleh
Pasal 336 UU
17/08 yg
akhirnya byk
menjerat
syahbandar jd
pesakitan di
penjara
Diusulkan (1) dapat diatur
penambahan 1 (satu) didalam PP
Pasal yaitu :
Ditambahkan
Pasal …. sanksi
Sanksi administratif administratif
sebagaimana berupa:
dimaksud dalam a. penyegelan;
Pasal …., Pasal dan/atau
…., dst berupa: b. penyitaan.
peringatan;
denda administratif; Dengan
pembekuan izin menambahkan 1
atau pembekuan (satu) ayat untuk
sertifikat; memberikan
pencabutan izin rekomendasi
atau pencabutan kepada instansi
sertifikat; penerbit izin atau

1709
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
tidak diberikan sertifikat untuk
sertifikat; memberikan
tidak diberikan sanksi
pelayanan administratif.
dan/atau
tidak diberikan
Surat
Persetujuan
Berlayar;
penyegelan;
dan/atau
penyitaan;

selain mengenakan
sanksi
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (1),
pemerintah
dapat
merekomendasik
an kepada
instansi penerbit
izin untuk
memberikan
sanksi
administratif.
Ketentuan lebih
lanjut mengenai
tata cara dan
prosedur
pengenaan
sanksi
administratif dan

1710
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
besaran denda
administratif
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (1) diatur
dengan
Peraturan
Pemerintah.

24. UNDANG-UNDANG NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG


PENATAAN RUANG
Rumusan Usulan Rumusan Alasan
No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
Pasal 62 Pasal 62 Pelanggaran di
Setiap orang yang Setiap orang yang bidang perizinan
melanggar ketentuan tidak menaati rencana pada dasarnya
sebagaimana dimaksud tata ruang yang telah bersifat
dalam Pasal 61, dikenai ditetapkan yang administratif
sanksi administratif mengakibatkan sehingga apabila
perubahan fungsi ada orang/badan
ruang sebagaimana hukum yang
dimaksud dalam Pasal melakukan
61, dikenai sanksi pelanggaran di
administratif. bidang perizinan,
maka seyogyanya
hanya dikenai
sanksi
administratif.

Izin pemanfaatan
ruang diperlukan
apabila kegiatan

1711
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
pembangunan
mempunyai
dampak yang luas
dan strategis
(luas, dampak
dan lain-lain)
Pasal 69 Diicabut Diakomodir dalam
(1) Setiap orang yang tidak pasal 62
menaati rencana tata
ruang yang telah
ditetapkan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 61
huruf a yang
mengakibatkan
perubahan fungsi ruang,
dipidana dengan pidana
penjara paling lama 3
(tiga) tahun dan denda
paling banyak
Rp500.000.000,00 (lima
ratus juta rupiah).
(2) Jika tindak pidana
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1)
mengakibatkan kerugian
terhadap harta benda
atau kerusakan barang,
pelaku dipidana dengan
pidana penjara paling
lama 8 (delapan) tahun
dan denda paling banyak
Rp1.500.000.000,00 (satu
miliar lima ratus juta
rupiah).

1712
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan

(3) Jika tindak pidana


sebagaimana
dimaksud pada ayat
(1) mengakibatkan
kematian orang,
pelaku dipidana
dengan pidana
penjara paling lama
15 (lima belas) tahun
dan denda paling
banyak
Rp5.000.000.000,00
(lima miliar rupiah).
Pasal 68 substansi kewenangan
Selain pejabat penyidik ppns dipindahkan ke
kepolisian negara pasal umum
Republik Indonesia, sanksi.terkait alur
pegawai negeri sipil kerjasama ppns dan
tertentu di lingkungan polri diatur di pp
instansi pemerintah
yang lingkup tugas dan
tanggung jawabnya di
bidang penataan ruang
diberi wewenang
khusus sebagai
penyidik untuk
membantu pejabat
penyidik kepolisian
negara Republik
Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Kitab
Undang-Undang
Hukum Acara Pidana.

1713
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
Penyidik pegawai negeri
sipil sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
berwenang: a.
melakukan
pemeriksaan atas
kebenaran laporan
atau keterangan yang
berkenaan dengan
tindak pidana dalam
bidang penataan
ruang; b. melakukan
pemeriksaan terhadap
orang yang diduga
melakukan tindak
pidana dalam bidang
penataan ruang; c.
meminta keterangan
dan bahan bukti dari
orang sehubungan
dengan peristiwa
tindak pidana dalam
bidang penataan ruang
d. melakukan
pemeriksaan atas
dokumen-dokumen
yang berkenaan dengan
tindak pidana dalam
bidang penataan
ruang; e. melakukan
pemeriksaan di tempat
tertentu yang diduga
terdapat bahan bukti
dan dokumen lain serta

1714
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
melakukan penyitaan
dan penyegelan
terhadap bahan dan
barang hasil
pelanggaran yang
dapat dijadikan bukti
dalam perkara tindak
pidana dalam bidang
penataan ruang; dan f.
meminta bantuan
tenaga ahli dalam
rangka pelaksanaan
tugas penyidikan
tindak pidana dalam
bidang penataan
ruang.
Penyidik pegawai negeri
sipil sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
memberitahukan
dimulainya penyidikan
kepada pejabat
penyidik kepolisian
negara Republik
Indonesia.
Apabila pelaksanaan
kewenangan
sebagaimana dimaksud
pada ayat (2)
memerlukan tindakan
penangkapan dan
penahanan, penyidik
pegawai negeri sipil
melakukan koordinasi

1715
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
dengan pejabat
penyidik kepolisian
negara Republik
Indonesia sesuai
dengan ketentuan
peraturan
perundangundangan.
Penyidik pegawai negeri
sipil sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
menyampaikan hasil
penyidikan kepada
penuntut umum
melalui pejabat
penyidik kepolisian
negara Republik
Indonesia.
Pengangkatan pejabat
penyidik pegawai negeri
sipil dan tata cara serta
proses penyidikan
dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan
peraturan
perundangundangan.
Pasal 70 Dicabut Substansi telah
Setiap orang yang diakomodir dalam
memanfaatkan ruang pasal 62 A
tidak sesuai dengan izin
pemanfaatan ruang dari
pejabat yang berwenang
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 61 huruf b,
dipidana dengan pidana

1716
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
penjara paling lama 3
(tiga) tahun dan denda
paling banyak
Rp500.000.000,00 (lima
ratus juta rupiah).
Jika tindak pidana
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1)
mengakibatkan
perubahan fungsi
ruang, pelaku dipidana
dengan pidana penjara
paling lama 5 (lima)
tahun dan denda paling
banyak
Rp1.000.000.000,00
(satu miliar rupiah). (3)
Jika tindak pidana
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1)
mengakibatkan
kerugian terhadap
harta benda atau
kerusakan barang,
pelaku dipidana dengan
pidana penjara paling
lama 5 (lima) tahun dan
denda paling banyak
Rp1.500.000.000,00
(satu miliar lima ratus
juta rupiah).
Jika tindak pidana
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1)

1717
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
mengakibatkan
kematian orang, pelaku
dipidana dengan pidana
penjara paling lama 15
(lima belas) tahun dan
denda paling banyak
Rp5.000.000.000,00
(lima miliar rupiah).
Pasal 71 Dicabut Substansi telah
Setiap orang yang tidak Diakomodir dalam
mematuhi ketentuan yang Pasal 62 B
ditetapkan dalam
persyaratan izin
pemanfaatan ruang
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 61 huruf c,
dipidana dengan pidana
penjara paling lama 3
(tiga) tahun dan denda
paling banyak
Rp500.000.000,00 (lima
ratus juta rupiah).

Pasal 72 Dicabut Substansi telah


Setiap orang yang tidak Diakomodir dalam
memberikan akses pasal 62 C
terhadap kawasan yang
oleh peraturan
perundang-undangan
dinyatakan sebagai milik
umum sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 61
huruf d, dipidana dengan

1718
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
pidana penjara paling
lama 1 (satu) tahun dan
denda paling banyak
Rp100.000.000,00
(seratus juta rupiah).

Pasal 74 Dicabut Pasal Acuan


(1) Dalam hal tindak Dihapus
pidana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal
69, Pasal 70, Pasal 71,
dan Pasal 72
dilakukan oleh suatu
korporasi, selain
pidana penjaradan
denda terhadap
pengurusnya, pidana
yang dapat dijatuhkan
terhadap korporasi
berupa pidana denda
dengan pemberatan 3
(tiga) kali dari pidana
denda sebagaimana
dimaksud dalam Pasal
69, Pasal 70, Pasal 71,
dan Pasal 72.
(2) Selain pidana denda
sebagaimana
dimaksud pada ayat
(1), korporasi dapat
dijatuhi pidana
tambahan berupa:
a. pencabutan izin
usaha; dan/atau

1719
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
b. pencabutan status
badan hukum.

25. UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG


PENDIDIKAN TINGGI
Rumusan Usulan Rumusan Alasan
No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 Tentang Pendidikan Tinggi
Pasal 92 Pasal 92
Perguruan Tinggi yang Perguruan Tinggi yang
melanggar ketentuan melanggar
Pasal 8 ketentuan Pasal 8
ayat (3), Pasal 18 ayat ayat (3), Pasal 18
(3), Pasal 19 ayat (3), ayat (3), Pasal 19
Pasal 20 ayat (3), Pasal 20
ayat (3), Pasal 21 ayat ayat (3), Pasal 21
(4), Pasal 22 ayat (3), ayat (4), Pasal 22
Pasal 23 ayat (3), Pasal 23
ayat (3), Pasal 24 ayat ayat (3), Pasal 24
(4), Pasal 25 ayat (4), ayat (4), Pasal 25
Pasal 28 ayat (4), Pasal 28
ayat (3), ayat (4), ayat ayat (3), ayat (4),
(5), ayat (6), atau ayat ayat (5), ayat (6),
(7), Pasal atau ayat (7), Pasal
33 ayat (6), Pasal 35 37 ayat (1), Pasal 41
ayat (3), Pasal 37 ayat ayat (1), Pasal 46
(1), Pasal ayat (2), Pasal 60
41 ayat (1), Pasal 46 ayat (2) dan ayat (3),
ayat (2), Pasal 60 ayat Pasal 73 ayat (3)
(5), Pasal atau ayat (5), Pasal
73 ayat (3) atau ayat 74 ayat (1), Pasal 76
(5), Pasal 74 ayat (1), ayat (1), Pasal 78
Pasal 76 ayat (2), atau Pasal
ayat (1), Pasal 78 ayat 90

1720
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
(2), atau Pasal 90 ayat ayat (2) dikenai
(5) sanksi administratif.
dikenai sanksi Ketentuan lebih lanjut
administratif. mengenai sanksi
Sanksi administratif administratif
sebagaimana dimaksud sebagaimana
pada dimaksud pada ayat
ayat (1) berupa: (2) diatur dalam
a. peringatan tertulis; Peraturan
b. penghentian Pemerintah.
sementara bantuan
biaya Pendidikan
dari Pemerintah;
c. penghentian
sementara kegiatan
penyelenggaraan
Pendidikan;
d. penghentian
pembinaan; dan/atau
e. pencabutan izin.
Ketentuan lebih lanjut
mengenai sanksi
administratif
sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) diatur
dalam
Peraturan Menteri
Pasal 93 DIHAPUS Merupakan
Perseorangan, organisasi, pelanggaran
atau penyelenggara perdata hubungan
Pendidikan Tinggi yang perorangan dan
melanggar Pasal 28 ayat kepentingan
(6) atau ayat (7), Pasal 42 orang, namun jga
ayat (4), Pasal 43 ayat (3), merupakan

1721
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
Pasal 44 ayat (4), Pasal penipuan
60 ayat (2), dan Pasal 90
ayat (4) dipidana dengan Merupakan
pidana penjara paling pelanggaran
lama 10 (sepuluh) tahun administratif.
dan/atau pidana denda
paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah).

26. UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG


PENERBANGAN
Rumusan Usulan Rumusan Alasan
No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan
Pasal 28 Pasal 28 Terdapat sanksi
(1)Setiap orang dilarang (1) Setiap orang administratif
memberikan tanda- dilarang sehingga akan
tanda atau mengubah memberikan diselaraskan
identitas pendaftaran tanda atau dengan rumusan
sedemikian rupa mengubah omnibus
sehingga identitas
mengaburkan tanda pendaftaran,
pendaftaran, kebangsaan, dan
kebangsaan, dan bendera pada
bendera pada pesawat pesawat udara.
udara. (2) Setiap orang
(2)Setiap orang yang yang
mengaburkan identitas mengaburkan
tanda pendaftaran dan identitas tanda
kebangsaan pendaftaran dan
sebagaimana dimaksud kebangsaan
pada ayat (1) sebagaimana
dikenakan sanksi dimaksud pada
administratif berupa: ayat (1) dikenai
peringatan; dan/atau sanksi
pencabutan sertifikat. administratif.

1722
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan

Pasal 30 Pasal 30
Ketentuan lebih lanjut Ketentuan lebih lanjut
mengenai tata cara dan mengenai tata cara
prosedur pendaftaran dan dan prosedur
penghapusan tanda pendaftaran dan
pendaftaran dan tanda penghapusan tanda
kebangsaan Indonesia pendaftaran dan tanda
serta pemberian sanksi kebangsaan Indonesia
administratif diatur serta pemberian sanksi
dengan Peraturan administratif diatur
Menteri. dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 40 Pasal 40 Terdapat sanksi
Ketentuan lebih lanjut Ketentuan lebih lanjut administratif
mengenai tata cara dan mengenai tata cara sehingga akan
prosedur untuk dan prosedur untuk diselaraskan
memperoleh sertifikat memperoleh sertifikat dengan rumusan
kelaikudaraan dan kelaikudaraan dan omnibus
pemberian sanksi pemberian sanksi
administratif diatur administratif diatur
dengan Peraturan dengan Peraturan
Menteri. Pemerintah.

Pasal 45 Pasal 45 Terdapat sanksi


Ketentuan lebih lanjut Ketentuan lebih lanjut administratif
mengenai tata cara dan mengenai tata cara sehingga akan
prosedur memperoleh dan prosedur diselaraskan
sertifikat operator pesawat memperoleh sertifikat dengan rumusan
udara atau sertifikat operator pesawat omnibus
pengoperasian pesawat udara atau sertifikat
udara dan pemberian pengoperasian pesawat
sanksi administratif diatur udara dan pengenaan
dengan Peraturan sanksi administratif
Menteri. diatur dengan
Peraturan Pemerintah.

Pasal 51 Pasal 51 Terdapat sanksi


Ketentuan lebih lanjut Ketentuan lebih lanjut administratif

1723
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
mengenai tata cara, mengenai tata cara, sehingga akan
prosedur, dan pemberian prosedur, dan diselaraskan
sertifikat organisasi pemberian sertifikat dengan rumusan
perawatan pesawat udara organisasi perawatan omnibus
dan lisensi ahli perawatan pesawat udara dan
pesawat udara dan lisensi ahli perawatan
pemberian sanksi pesawat udara dan
administratif diatur pengenaan sanksi
dengan Peraturan administratif diatur
Menteri. dengan Peraturan
Pemerintah.

Pasal 113 Pasal 113 Terdapat sanksi


(1)Izin usaha angkutan (1)Perizinan Berusaha administratif
udara niaga sebagaimana sehingga akan
sebagaimana dimaksud dimaksud dalam diselaraskan
dalam Pasal 109 ayat (1) Pasal 109 ayat (1) dengan rumusan
dilarang dilarang omnibus
dipindahtangankan dipindahtangankan
kepada pihak lain kepada pihak lain
sebelum melakukan sebelum melakukan
kegiatan usaha kegiatan usaha
angkutan udara secara angkutan udara
nyata dengan secara nyata dengan
mengoperasikan mengoperasikan
pesawat udara sesuai pesawat udara
dengan izin usaha yang sesuai dengan
diberikan. Perizinan Berusaha
(2)Pemindahtanganan izin yang diberikan.
usaha angkutan udara (2)Pemegang Perizinan
niaga hanya dapat Berusaha yang
dilakukan setelah melanggar
pemegang izin usaha ketentuan
beroperasi dan sebagaimana
mendapatkan dimaksud pada ayat
persetujuan Menteri. (1) dikenai sanksi
(3)Pemegang Izin usaha administratif berupa
angkutan udara niaga pencabutan izin.
yang melanggar

1724
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
dikenakan sanksi
administratif berupa
pencabutan izin.

Pasal 130 Pasal 130 Terdapat sanksi


Ketentuan lebih lanjut Ketentuan lebih lanjut administratif
mengenai tarif angkutan mengenai tarif sehingga akan
udara niaga berjadwal angkutan udara niaga diselaraskan
dalam negeri kelas berjadwal dalam negeri dengan rumusan
ekonomi dan angkutan kelas ekonomi dan omnibus
udara perintis serta tata angkutan udara
cara dan prosedur perintis serta tata cara
pengenaan sanksi dan sanksi
administratif diatur administratif termasuk
dengan Peraturan prosedur dan tata cara
Menteri. pengenaan sanksi
administratif diatur
dengan Peraturan
Pemerintah.

Pasal 137 Pasal 137 Terdapat sanksi


Ketentuan lebih lanjut administratif
mengenai prosedur dan Ketentuan lebih lanjut sehingga akan
tata cara pengenaan mengenai prosedur diselaraskan
sanksi administratif dan tata cara dengan rumusan
sebagaimana dimaksud pengenaan sanksi omnibus
dalam Pasal 136 ayat (5) administratif
diatur dengan Peraturan sebagaimana
Menteri. dimaksud dalam Pasal
136 ayat (5) diatur
dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 138 Pasal 138 Terdapat sanksi
(1)Pemilik, agen ekspedisi (1) Pemilik, agen administratif
muatan pesawat udara, ekspedisi muatan sehingga akan
atau pengirim yang pesawat udara, atau diselaraskan
menyerahkan barang pengirim yang dengan rumusan

1725
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
khusus dan/atau menyerahkan omnibus
berbahaya wajib barang khusus
menyampaikan dan/atau berbahaya
pemberitahuan kepada wajib
pengelola pergudangan menyampaikan
dan/atau badan usaha pemberitahuan
angkutan udara sebelum kepada pengelola
dimuat ke dalam pesawat pergudangan
udara. dan/atau badan
(2)Badan usaha bandar usaha angkutan
udara, unit penyelenggara udara sebelum
bandar udara, badan dimuat ke dalam
usaha pergudangan, atau pesawat udara.
badan usaha angkutan (2)Badan usaha
udara niaga yang bandar udara, unit
melakukan kegiatan penyelenggara
pengangkutan barang bandar udara,
khusus dan/atau barang badan usaha
berbahaya wajib pergudangan, atau
menyediakan tempat badan usaha
penyimpanan atau angkutan udara
penumpukan serta niaga yang
bertanggung jawab melakukan kegiatan
terhadap penyusunan pengangkutan
sistem dan prosedur barang khusus
penanganan barang dan/atau barang
khusus dan/atau berbahaya wajib
berbahaya selama barang menyediakan tempat
tersebut belum dimuat ke penyimpanan atau
dalam pesawat udara. penumpukan serta
(3)Pemilik, agen ekspedisi bertanggung jawab
muatan pesawat udara, terhadap
atau pengirim, badan penyusunan sistem
usaha bandar udara, unit dan prosedur
penyelenggara bandar penanganan barang
udara, badan usaha khusus dan/atau
pergudangan, atau badan berbahaya selama
usaha angkutan udara barang tersebut
niaga yang melanggar belum dimuat ke

1726
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
ketentuan pengangkutan dalam pesawat
barang berbahaya udara.
sebagaimana dimaksud (3)Pemilik, agen
pada ayat (1) dan ayat (2) ekspedisi muatan
dikenakan sanksi pesawat udara, atau
administratif berupa pengirim, badan
peringatan dan/atau usaha bandar
pencabutan izin. udara, unit
penyelenggara
bandar udara,
badan usaha
pergudangan, atau
badan usaha
angkutan udara
niaga yang
melanggar
ketentuan
pengangkutan
barang berbahaya
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2)
dikenakan sanksi
administratif.
Pasal 139 Pasal 139 Terdapat sanksi
Ketentuan lebih lanjut Ketentuan lebih lanjut administratif
mengenai tata cara mengenai tata cara sehingga akan
prosedur pengangkutan prosedur diselaraskan
barang khusus dan pengangkutan barang dengan rumusan
barang berbahaya serta khusus dan barang omnibus
pengenaan sanksi berbahaya serta
administratif diatur pengenaan sanksi
dengan Peraturan administratif diatur
Menteri. dengan Peraturan
Pemerintah.

Pasal 218 Pasal 218 Terdapat sanksi


Ketentuan lebih lanjut Ketentuan lebih lanjut administratif
mengenai keselamatan mengenai keselamatan sehingga akan

1727
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
dan keamanan dan keamanan diselaraskan
penerbangan, pelayanan penerbangan, dengan rumusan
jasa bandar udara, serta pelayanan jasa bandar omnibus
tata cara dan prosedur udara, serta tata cara
untuk memperoleh dan prosedur untuk
sertifikat bandar udara memperoleh sertifikat
atau register bandar bandar udara atau
udara dan pengenaan register bandar udara
sanksi administratif diatur dan pengenaan sanksi
dengan Peraturan administratif diatur
Menteri. dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 219 Pasak 219 Terdapat sanksi
(1)Setiap badan usaha (1) Setiap badan usaha administratif
bandar udara atau unit bandar udara atau sehingga akan
penyelenggara bandar unit penyelenggara diselaraskan
udara wajib bandar udara wajib dengan rumusan
menyediakan fasilitas menyediakan omnibus
bandar udara yang fasilitas bandar
memenuhi persyaratan udara yang
keselamatan dan memenuhi
keamanan persyaratan
penerbangan, serta keselamatan dan
pelayanan jasa bandar keamanan
udara sesuai dengan penerbangan, serta
standar pelayanan pelayanan jasa
yang ditetapkan. bandar udara sesuai
(2)Setiap fasilitas bandar dengan standar
udara sebagaimana pelayanan yang
dimaksud pada ayat (1) ditetapkan.”
diberi sertifikat (2) Setiap orang yang
kelaikan oleh Menteri. melanggar
(3)Untuk ketentuan
mempertahankan sebagaimana
kesiapan fasilitas dimaksud pada ayat
bandar udara, badan (1), ayat (3), dan ayat
usaha bandar udara, (4) dikenai sanksi
atau unit administratif.
penyelenggara bandar

1728
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
udara wajib melakukan
perawatan dalam
jangka waktu tertentu
dengan cara
pengecekan, tes,
verifikasi, dan/atau
kalibrasi.
(4)Untuk menjaga dan
meningkatkan kinerja
fasilitas, prosedur, dan
personel, badan usaha
bandar udara atau unit
penyelenggara bandar
udara wajib melakukan
pelatihan
penanggulangan
keadaan darurat secara
berkala.
(5)Setiap orang yang
melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), ayat (3),
dan ayat (4) dikenakan
sanksi administratif
berupa:
peringatan;
pembekuan sertifikat;
dan/atau
pencabutan sertifikat.

Pasal 233 Pasal 233 Terdapat sanksi


(1) Pelayanan jasa 1. Pelayanan jasa administratif
kebandarudaraan kebandarudaraan sehingga akan
sebagaimana dalam Pasal sebagaimana diselaraskan
232 ayat (2) dapat dimaksud dalam dengan rumusan
diselenggarakan oleh: Pasal 232 ayat (2) omnibus
1. badan usaha bandar dapat
udara untuk bandar diselenggarakan
udara yang oleh:

1729
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
diusahakan secara a. badan usaha
komersial setelah bandar udara
memperoleh izin untuk bandar
dari Menteri; atau udara yang
2. unit penyelenggara diusahakan
bandar udara untuk secara
bandar udara yang komersial
belum diusahakan setelah
secara komersial memenuhi
yang dibentuk oleh Perizinan
dan bertanggung Berusaha dari
jawab kepada Pemerintah
pemerintah Pusat; atau
dan/atau b. unit
pemerintah daerah. penyelenggara
(2) Izin Menteri bandar udara
sebagaimana yang untuk bandar
dimaksud pada ayat (1) udara yang
huruf a diberikan setelah belum
memenuhi persyaratan diusahakan
administrasi, keuangan, secara
dan manajemen. komersial yang
(3) Izin Menteri dibentuk oleh
sebagaimana yang dan
dimaksud pada ayat (1) bertanggung
huruf a tidak dapat jawab kepada
dipindahtangankan. Pemerintah
(4) Pelayanan jasa terkait Pusat.
dengan bandar udara 2. Badan usaha
sebagaimana dimaksud bandar udara yang
dalam Pasal 232 ayat (3) memindahtangank
dapat diselenggarakan an Perizinan
oleh orang perseorangan Berusaha
warga negara Indonesia sebagaimana
dan/atau badan hukum dimaksud pada
Indonesia. ayat (1) dikenai
(5) Badan usaha bandar sanksi
udara yang administratif.
memindahtangankan izin

1730
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) dikenakan
sanksi administratif
berupa pencabutan izin.

Pasal 238 Pasal 238 Terdapat sanksi


Ketentuan lebih lanjut Ketentuan lebih lanjut administratif
mengenai kegiatan mengenai kegiatan sehingga akan
pengusahaan di bandar pengusahaan di diselaraskan
udara, serta tata cara dan bandar udara serta dengan rumusan
prosedur pengenaan sanksi administratif omnibus
sanksi administratif diatur termasuk prosedur
dengan Peraturan dan tata cara diatur
Menteri. dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 242 Pasal 242 Terdapat sanksi
Ketentuan lebih lanjut Ketentuan lebih lanjut administratif
mengenai tanggung jawab mengenai tanggung sehingga akan
atas kerugian serta tata jawab atas kerugian diselaraskan
cara dan prosedur serta sanksi dengan rumusan
pengenaan sanksi administratif termasuk omnibus
administratif diatur prosedur dan tata cara
dengan Peraturan diatur dengan
Menteri. Peraturan Pemerintah.

Pasal 317 Pasal 317 Terdapat sanksi


Ketentuan lebih lanjut Ketentuan lebih lanjut administratif
mengenai sistem mengenai sistem sehingga akan
manajemen keselamatan manajemen diselaraskan
penyedia jasakeselamatan penyedia dengan rumusan
penerbangan, tata cara, jasa penerbangan, dan omnibus
dan prosedur pengenaan sanksi administratif
sanksi administratif diaturtermasuk prosedur
dengan Peraturan dan tata cara
Menteri. pengenaan diatur
dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 399 Pasal 399 Pencabutan
(1) Pejabat pegawai negeri Dicabut kewenangan PPNS

1731
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
sipil tertentu di untuk
lingkungan instansi yang melaksanakan
lingkup tugas dan penyidikan
tanggung jawabnya di (Koordinasi
bidang penerbangan diberi dengan POLRI)
wewenang khusus sebagai
penyidik tindak pidana
sebagaimana dimaksud
dalam undang-undang ini.
(2) Dalam pelaksanaan
tugasnya pejabat pegawai
negeri sipil tertentu
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) berada di
bawah koordinasi dan
pengawasan penyidik
polisi Negara Republik
Indonesia.

Pasal 400 Pasal 400 Pencabutan


(1) Kewenangan penyidik DIHAPUS kewenangan PPNS
pegawai negeri sipil untuk
sebagaimana dimaksud melaksanakan
dalam Pasal 399 penyidikan
dilaksanakan sebagai (Koordinasi
berikut: dengan POLRI)
1. meneliti, mencari,
dan mengumpulkan
keterangan
sehubungan dengan
tindak pidana di
bidang
penerbangan;
2. menerima laporan
tentang adanya
tindak pidana di
bidang
penerbangan;
3. memanggil orang

1732
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
untuk didengar dan
diperiksa sebagai
saksi dan/atau
tersangka tindak
pidana di bidang
penerbangan;
4. melakukan
penangkapan
terhadap orang yang
diduga melakukan
tindak pidana di
bidang
penerbangan;
5. meminta keterangan
dan bukti dari orang
yang diduga
melakukan tindak
pidana di bidang
penerbangan;
6. memotret dan/atau
merekam melalui
media elektronik
terhadap orang,
barang, pesawat
udara, atau hal
yang dapat
dijadikan bukti
adanya tindak
pidana di bidang
penerbangan;
7. memeriksa dokumen
yang terkait dengan
tindak pidana
penerbangan;
8. mengambil sidik jari
dan identitas orang;
9. menggeledah
pesawat udara dan
tempat-tempat

1733
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
tertentu yang
dicurigai adanya
tindak pidana di
bidang
penerbangan;
10. menyita benda
yang diduga kuat
merupakan barang
yang digunakan
untuk melakukan
tindak pidana di
bidang
penerbangan;
11. mengisolasi dan
mengamankan
barang dan/atau
dokumen yang
dapat dijadikan
sebagai alat bukti
sehubungan dengan
tindak pidana di
bidang
penerbangan;
12. mendatangkan
saksi ahli yang
diperlukan;
13. menghentikan
proses penyidikan;
dan
14. meminta bantuan
polisi Negara
Republik Indonesia
atau instansi lain
terkait untuk
melakukan
penanganan tindak
pidana di bidang
penerbangan.
(2) Penyidik pegawai

1734
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
negeri sipil sebagaimana
dimaksud dalam Pasal
399 menyampaikan hasil
penyidikan kepada
penuntut umum melalui
pejabat penyidik
Kepolisian Negara
Republik Indonesia.

Pasal 403 Pasal 403 Pada pasal acuan,


Setiap orang yang Setiap Orang yang subjek diubah
melakukan kegiatan melakukan kegiatan menjadi Badan
produksi dan/atau produksi dan/atau Hukum, sehingga
perakitan pesawat udara, perakitan pesawat dapat dikenakan
mesin pesawat udara, udara, mesin pesawat sanksi
dan/atau baling-baling udara, dan/atau administratif yang
pesawat terbang yang baling-baling pesawat rentangnya dapat
tidak memiliki sertifikat terbang yang tidak dikenakan sanksi
produksi sebagaimana memiliki sertifikat denda dan
dimaksud dalam Pasal 19 produksi sebagaimana pencabutan
ayat (1) dipidana dengan dimaksud dalam Pasal perizinan
pidana penjara paling 19 ayat (1) dikenai berusaha.
lama 3 (tiga) tahun atau sanksi administratif.
denda paling banyak
Rp500.000.000,00 (lima
ratus juta rupiah)
Pasal 418 Pasal 418 memiliki dampak
Setiap orang yang Setiap orang yang keselamatan
melakukan kegiatan melakukan kegiatan orang dan
angkutan udara niaga angkutan udara niaga merupakan
tidak berjadwal luar tidak berjadwal luar kedaulatan
negeri tanpa persetujuan negeri tanpa negara.
terbang dari Menteri persetujuan terbang
sebagaimana dimaksud dari Pemerintah
dalam Pasal 93 ayat (1) sebagaimana
dipidana dengan pidana dimaksud dalam Pasal
penjara paling lama 1 93 ayat (1) dipidana
(satu) tahun atau denda dengan pidana penjara
paling banyak paling lama 1 (satu)

1735
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
Rp200.000.000,00 (dua tahun atau denda
ratus juta rupiah) paling banyak
Rp200.000.000,00
(dua ratus juta rupiah)
Pasal 423 Pasal 423 Subjek yang
1. Personel bandar udara (1)Personel bandar dikenakan denda
yang mengoperasikan udara yang adalah subjek
dan/atau memelihara mengoperasikan yang memberikan
fasilitas bandar udara dan/atau jasa dan
tanpa memiliki lisensi memelihara fasilitas merupakan
atau sertifikat bandar udara tanpa pelanggaran pada
kompetensi memiliki lisensi saat
sebagaimana dimaksud atau sertifikat melaksanakan
dalam Pasal 222 ayat kompetensi kegiatan usaha,
(1) dipidana dengan sebagaimana
pidana penjara paling dimaksud dalam Mengikuti
lama 1 (satu) tahun Pasal 222 dipidana ketentuan pada
atau denda paling dengan pidana Pasal acuan yang
banyak penjara paling lama tidak terdiri dari
Rp200.000.000,00 (dua 1 (satu) tahun atau ayat-ayat.
ratus juta rupiah) denda paling
2. Dalam hal perbuatan banyak
sebagaimana dimaksud Rp200.000.000,00
pada ayat (1) (dua ratus juta
mengakibatkan rupiah)
matinya orang, (2)Dalam hal
dipidana dengan perbuatan
pidana penjara sebagaimana
paling lama 15 (lima dimaksud pada ayat
belas) tahun dan denda (1) mengakibatkan
paling banyak matinya orang,
Rp1.000.000.000,00 dipidana dengan
(satu miliar rupiah). pidana penjara
paling lama 15
(lima belas) tahun
dan denda paling
banyak
Rp1.000.000.000,0
0 (satu miliar

1736
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
rupiah).
Pasal 426 Pasal 426
Setiap orang yang Setiap orang yang
membangun bandar membangun bandar
udara khusus tanpa izin udara khusus tanpa
dari Menteri sebagaimana izin dari Pemerintah
dimaksud dalam Pasal sebagaimana
247 ayat (1) dipidana dimaksud dalam Pasal
dengan pidana penjara 247 ayat (1)
paling lama 3 (tiga) tahun dikenakan sanksi
dan denda paling banyak administratif.
Rp1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah)

Pasal 428 Pasal 248 Subjek yang


Setiap orang yang Setiap orang yang dikenakan denda
mengoperasikan bandar mengoperasikan adalah subjek
udara khusus yang bandar udara khusus yang memberikan
digunakan untuk yang digunakan untuk jasa dan
kepentingan umum tanpa kepentingan umum merupakan
izin dari Menteri tanpa izin dari pelanggaran pada
sebagaimana dimaksud Pemerintah saat
dalam Pasal 250 dipidana sebagaimana melaksanakan
dengan pidana penjara dimaksud dalam Pasal kegiatan usaha,
paling lama 3 (tiga) tahun 250 dipidana dengan
atau denda paling banyak pidana denda paling
Rp3.000.000.000,00 (tiga banyak
miliar rupiah) Rp3.000.000.000,00
(tiga miliar rupiah).

27. UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 2019 TENTANG


PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI DAN UMRAH
Rumusan Usulan Rumusan Alasan
No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah
Haji dan Umrah

1737
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
Pasal 19 Pasal 19 Terdapat
(1)PIHK yang tidak (1) PIHK yang tidak pengaturan
melaporkan melaporkan sanksi
keberangkatan warga keberangkatan administratif yang
negara Indonesia yang warga negara akan disesuaikan
mendapatkan Indonesia yang dengan rumusan
undangan visa haji mendapatkan Omnibus. Teguran
mujamalah dari undangan visa haji sebaiknya
pemerintah Kerajaan mujamalah dari diberikan secara
Arab Saudi pemerintah tertulis, oleh
sebagaimana Kerajaan Arab karena itu
dimaksud dalam Pasal Saudi sebagaimana direkomendasikan
18 ayat (3) dikenai dimaksud dalam menghikuti sanksi
sanksi administratif. Pasal 18 ayat (3) administrasi yang
(2)Sanksi administratif dikenai sanksi telah diatur pada
sebagaimana administratif. pasal umum
dimaksud pada ayat (1) (2) Ketentuan lebih sanksi
meliputi: lanjut mengenai
a. teguran lisan; tata cara
b. teguran tertulis; pengenaan sanksi
c. penghentian administratif
sementara kegiatan; sebagaimana
dan/atau dimaksud pada
d. pencabutan izin. ayat (2)
(3) Ketentuan lebih lanjut diatur dengan
mengenai tata cara Peraturan
pengenaan sanksi Pemerintah.
administratif
sebagaimana
dimaksud pada ayat (2)
diatur dengan
Peraturan Menteri.
Pasal 63 Pasal 63 Terdapat
(1) PIHK wajib: pengaturan

1738
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
a. memfasilitasi (1)PIHK wajib: sanksi
pengurusan dokumen a. memfasilitasi administratif yang
perjalanan Ibadah Haji pengurusan akan disesuaikan
khusus; dokumen dengan rumusan
b. memberikan bimbingan perjalanan Omnibus
dan pembinaan Ibadah Ibadah Haji
Haji khusus; khusus;
c. memberikan pelayanan b. memberikan
kesehatan, bimbingan dan
transportasi, pembinaan Ibadah
akomodasi, konsumsi, Haji khusus;
dan pelindungan; c. memberikan
d. memberangkatkan, pelayanan
melayani, dan kesehatan,
memulangkan Jemaah transportasi,
Haji Khusus sesuai akomodasi,
dengan perjanjian; konsumsi, dan
e.memberangkatkan pelindungan;
penanggung jawab d. memberangkatkan,
PIHK, petugas melayani, dan
kesehatan, dan memulangkan
pembimbing Ibadah Jemaah Haji
Haji khusus sesuai Khusus sesuai
dengan ketentuan dengan perjanjian;
pelayanan haji khusus; e. memberangkatkan
f.memfasilitasi penanggung jawab
pemindahan calon PIHK, petugas
Jemaah Haji Khusus kesehatan, dan
kepada PIHK lain atas pembimbing Ibadah
permohonan jemaah; Haji khusus sesuai
dan dengan ketentuan
g. melaporkan pelayanan haji
pelaksanaan khusus;
Penyelenggaraan f. memfasilitasi

1739
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
Ibadah Haji Khusus pemindahan calon
kepada Menteri. Jemaah Haji
(2) PIHK yang tidak Khusus kepada
melaksanakan PIHK lain atas
kewajiban sebagaimana permohonan
dimaksud pada ayat (1) jemaah; dan
dikenai sanksi g. melaporkan
administratif berupa: pelaksanaan
a. teguran tertulis; Penyelenggaraan
pembekuan izin; atau Ibadah Haji Khusus
pencabutan izin kepada Menteri.
(3) Ketentuan lebih lanjut (2)PIHK yang tidak
mengenai tata cara melaksanakan
pengenaan dan kewajiban
pelaksanaan sanksi sebagaimana
administratif dimaksud pada ayat
sebagaimana yang (1) dikenai sanksi
dimaksud pada ayat (2) administratif.
diatur dengan (3)Ketentuan lebih
Peraturan Menteri. lanjut mengenai
pengenaan sanksi
administratif
sebagaimana yang
dimaksud pada ayat
(2) diatur dengan
Peraturan
Pemerintah
Pasal 95 Pasal 95 Terdapat
PPIU yang tidak PPIU yang tidak pengaturan
memenuhi ketentuan memenuhi sanksi
sebagaimana ketentuan administratif yang
dimaksud dalam Pasal sebagaimana akan disesuaikan
94 dikenai sanksi dimaksud dalam dengan rumusan
administratif berupa: Pasal 94 dikenai Omnibus

1740
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
a. teguran tertulis; sanksi
pembekuan izin; atau administratif.
pencabutan izin. Ketentuan lebih lanjut
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
mengenai tata cara pengenaan sanksi
pemberian sanksi administratif
administratif sebagaimana
sebagaimana dimaksud pada
dimaksud pada ayat (1) ayat (1) diatur
diatur dengan dengan Peraturan
Peraturan Menteri. Pemerintah.
Pasal 112 Pasal 112 Penghapusan
(1) Selain Penyidik Dicabut kewenangan PPNS
Kepolisian Negara untuk
Republik Indonesia, mengadakan
Pejabat Pegawai Negeri penyelidikan
Sipil tertentu di (Koordinasi
lingkungan kementerian dengan POLRI)
yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di
bidang agama diberi
wewenang khusus sebagai
penyidik sesuai dengan
ketentuan peraturan
perundang-undangan
mengenai hukum acara
pidana.
(2) Pejabat Penyidik
Pegawai Negeri Sipil
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) berwenang:
a. melakukan
pemeriksaan atas
kebenaran

1741
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
b. laporan atau
keterangan yang
berkenaan dengan
tindak pidana yang
menyangkut
Penyelenggaraan
Ibadah Haji dan
Umrah;
c. melakukan
pemeriksaan
terhadap Setiap
Orang yang diduga
melakukan tindak
pidana yang
menyangkut
Penyelenggaraan
Ibadah Haji dan
Umrah;
d. melakukan
penggeledahan dan
penyitaan barang
bukti tindak pidana
yang menyangkut
Penyelenggaraan
Ibadah Haji dan
Umrah sesuai
dengan ketentuan
peraturan
perundang-
undangan;
e. meminta keterangan
dan barang bukti
dari orang atau
badan hukum

1742
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
sehubungan dengan
tindak pidana yang
menyangkut
Penyelenggaraan
Ibadah Haji dan
Umrah;

Pasal 125 Pasal 125 PIHK merupakan


PIHK yang dengan sengaja PIHK yang dengan badan hukum
menyebabkan kegagalan sengaja menyebabkan yang dapat
keberangkatan, kegagalan dikenakan sanksi
penelantaran, atau keberangkatan, administratif yang
kegagalan kepulangan penelantaran, atau sakah satu
Jemaah Haji Khusus, kegagalan kepulangan sanksinya adalah
sebagaimana dimaksud Jemaah Haji Khusus, denda (nominal
dalam Pasal 118 dipidana sebagaimana diatur dengan PP)
dengan pidana penjara dimaksud dalam Pasal dan pencabutan
paling lama 10 (sepuluh) 118 dipidana dengan perizinan.
tahun atau pidana denda pidana denda paling
paling banyak banyak
Rp10.000.000.000,00 Rp2.000.000.000,00
(sepuluh miliar rupiah). (dua milyar rupiah)
dan kewajiban untuk
mengembalikan biaya
sejumlah yang telah
disetorkan oleh
Jemaah Haji Khusus.
Pasal 126 Pasal 126 PPIU merupakan
PPIU yang dengan sengaja PPIU yang dengan badan hukum
menyebabkan kegagalan sengaja menyebabkan yang dapat
keberangkatan, kegagalan dikenakan sanksi
penelantaran atau keberangkatan, administratif yang
kegagalan kepulangan penelantaran atau sakah satu
Jemaah Umrah, kegagalan kepulangan sanksinya adalah

1743
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
sebagaimana dimaksud Jemaah Umrah, denda (nominal
dalam Pasal 119 dipidana sebagaimana diatur dengan PP)
dengan pidana penjara dimaksud dalam Pasal dan pencabutan
paling lama 10 (sepuluh) 119 dipidana dengan perizinan.
tahun atau pidana denda pidana denda paling
paling banyak banyak Rp
Rp10.000.000.000,00 1.000.000.000,00
(sepuluh miliar rupiah) (satu milyar rupiah)
dan kewajiban untuk
mengembalikan biaya
sejumlah yang telah
disetorkan oleh
Jemaah Umroh.

28. UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2002 TENTANG


PENYIARAN
Rumusan Usulan Rumusan Alasan
No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran
Pasal 55 Pasal 55 Pasal yang
(1)Setiap orang yang (1)Setiap orang yang ditambahkan
melanggar ketentuan melanggar semula dikenakan
sebagaimana dimaksud ketentuan sanksi pidana dan
dalam Pasal 15 ayat (2), sebagaimana diubah menjadi
Pasal 20, P asal 23, Pasal dimaksud dalam sanksi
24, Pasal 26 ayat (2), Pasal 15 ayat (2), administratif yaitu
Pasal 27, Pasal 28, Pasal Pasal 17 ayat (2), sebagai berikut:
33 ayat (7), Pasal 34 ayat Pasal 18 ayat (1),
(5) huruf a, huruf c, huruf Pasal 18 ayat (2), Pasal 17 ayat
d, dan huruf f, Pasal 36 Pasal 20, Pasal 23, (3)
ayat (2), ayat (3), dan ayat Pasal 24, Pasal 26 mengatur
(4), Pasal 39 ayat (1), ayat (2), Pasal 27, mengenai
Pasal 43 ayat (2), Pasal 44 Pasal 28, Pasal 33, kesempatan
ayat (1), Pasal 45 ayat (1), Pasal 36 ayat (2), kepada

1744
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
Pasal 46 ayat (6), ayat (7), Pasal 36 ayat (3), karyawan
ayat (8), ayat (9), dan ayat Pasal 36 ayat (4), untuk
(11), dikenai sanksi Pasal 39 ayat (1), memiliki
administratif. Pasal 43 ayat (2), saham
Pasal 44 ayat (1), perusahaan
Pasal 45 ayat (1), dan
Pasal 46 ayat (3), memberikan
Pasal 46 ayat (6), bagian laba
Pasal 46 ayat (7), perusahaan
Pasal 46 ayat (8), .
Pasal 46 ayat (9),
Pasal 46 ayat (10), Pasal 18 ayat
dan Pasal 46 ayat (1)
(11), dikenai sanksi mengatur
administratif. tentang
pembatasan
(2)Ketentuan lebih kepemilikan
lanjut mengenai dan
tata cara dan penguasaan
pemberian sanksi Lembaga
administratif Penyiaran
sebagaimana Swasta oleh
dimaksud dalam satu orang
ayat (1) dan ayat (2) atau satu
diatur dengan badan
Peraturan hukum.
Pemerintah.
Pasal 18 ayat
(2)
mengatur
tentang
(2)Sanksi administratif kepemilikan
sebagaimana dimaksud silang
dalam ayat (1) dapat antara
berupa : Lembaga
a. teguran tertulis; Penyiaran
b. penghentian Swasta yang
sementara mata menyelengg
acara yang arakan jasa

1745
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
bermasalah setelah penyiaran
melalui tahap radio dan
tertentu; Lembaga
c. pembatasan durasi Penyiaran
dan waktu siaran; Swasta
d. denda administratif;
e. pembekuan kegiatan Pasal 33 ayat
siaran untuk waktu (1)
tertentu; mengatur
f. tidak diberi tentang izin
perpanjangan izin penyelengga
penyelenggaraan raan
penyiaran; penyiaran.
g. pencabutan izin
penyelenggaraan Pasal 34 ayat
penyiaran. (4)
mengatur
(3)Ketentuan lebih lanjut tentang
mengenai tata cara dan pemindahta
pemberian sanksi nganan izin
administratif penyiaran.
sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dan ayat Pasal 46 ayat
(2) disusun oleh KPI (3)
bersama Pemerintah. mengatur
tentang
pelarangan
siaran iklan
niaga.

Pasal 46 ayat
(10)
mengatur
tentang
pelarangan
pembelian
Waktu
siaran
lembaga

1746
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
penyiaran.

Pasal di atas
diubah menjadi
sanksi
administratif
karena untuk
memberikan iklim
investasi yang
kondusif.

Terkait perincian
pengenaan,
nominal sanksi
dirinci di PP

Pasal 56 Pasal 56 Penghapusan


(1) Penyidikan terhadap kewenangan PPNS
tindak pidana yang diatur Dicabut dan untuk melakukan
dalam Undang-undang ini dinyatakan tidak penyidikan
dilakukan sesuai dengan berlaku. (Koordinasi
Kitab Undang-undang dengan POLRI)
Hukum Acara Pidana.
(2) Khusus bagi tindak
pidana yang terkait
dengan pelanggaran
ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 34
ayat (5) huruf b dan huruf
e, penyidikan dilakukan
oleh Pejabat Pegawai
Negeri Sipil sesuai dengan
ketentuan Undang-
undang yang berlaku.

Pasal 57 Pasal 57 Pasal 17 ayat (3)


Dipidana dengan pidana Setiap orang yang dan Pasal 18 ayat
penjara paling lama 5 melanggar (2) dikeluarkan

1747
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
(lima) tahun dan/atau ketentuan dari sanksi pidana
denda paling banyak sebagaimana dengan justifikasi
Rp1.000.000.000,00 (satu dimaksud dalam untuk
miliar rupiah) untuk Pasal 30 ayat (1), 36 memberikan iklim
penyiaran radio dan ayat (5), dan 36 ayat investasi yang
dipidana dengan pidana (6) yang dilakukan kondusif .
penjara paling lama 5 untuk penyiaran
(lima) tahun dan/atau radio, dipidana Pasal 30 ayat (1)
denda paling banyak dengan pidana mengatur tentang
Rp10.000.000.000,00 penjara paling lama “lembaga
(sepuluh miliar rupiah) 5 (lima) tahun penyiaran asing
untuk penyiaran televisi, dan/atau denda dilarang didirikan
setiap orang yang paling banyak di Indonesia”,
melanggar ketentuan Rp1.000.000.000,00 Pasal ini tetap
sebagaimana dimaksud (satu miliar rupiah). dikenakan sanksi
dalam Pasal: 17 ayat (3), Setiap orang yang pidana karena
18 ayat (2), 30 ayat (1), 36 melanggar dapat
ayat (5), dan 36 ayat (6). ketentuan mempengaruhi
sebagaimana opini publik,
dimaksud dalam ideologi negara,
Pasal 30 ayat (1), 36 stabilitas
ayat (5), dan 36 ayat pertahanan, dan
(6) yang dilakukan keamanan negara.
untuk penyiaran
televisi, dipidanaPasal 36 ayat (5)
dengan pidanadan Pasal 36 ayat
penjara paling lama (6) mengatur
5 (lima) tahuntentang isi siaran
dan/atau dendayang dilarang,
paling banyak sehingga tetap
Rp10.000.000.000,0 dikenakan sanksi
0 (sepuluh miliar pidana karena
rupiah). materi muatan
yang diatur
terkait dengan
tindak pidana.
Pasal 58 Pasal 58 Penghapusan
Dipidana dengan pidana Setiap orang yang Pasal 58
penjara paling lama 2 melanggar dilakukan karena

1748
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
(dua) tahun dan/atau ketentuan Pasal-Pasal yang
denda paling banyak sebagaimana dirujuk dalam
Rp500.000.000,00 (lima dimaksud dalam Pasal 58 tidak
ratus juta rupiah) untuk Pasal 33 ayat (1) perlu dikenakan
penyiaran radio dan untuk penyiaran sanksi pidana dan
dipidana dengan pidana radio, dipidana diubah menjadi
penjara paling lama 2 dengan pidana sanksi
(dua) tahun dan/atau penjara paling lama administratif,
denda paling banyak 2 (dua) tahun serta untuk
Rp5.000.000.000,00 (lima dan/atau denda memberikan iklim
miliar rupiah) untuk paling banyak investasi yang
penyiaran televisi, setiap Rp500.000.000,00 kondusif.
orang yang melanggar (lima ratus juta
ketentuan sebagaimana rupiah). Adapun pasal-
dimaksud dalam Pasal: 18 Setiap orang yang pasal yang
ayat (1), 33 ayat (1), 34 melanggar dirujuk sebagai
ayat (4), 46 ayat (3). ketentuan berikut:
sebagaimana Pasal 18 ayat (1)
dimaksud dalam mengatur
Pasal 33 ayat (1) tentang
untuk penyiaran pembatasan
televisi dipidana kepemilikan
dengan pidana dan
penjara paling lama penguasaan
2 (dua) tahun Lembaga
dan/atau denda Penyiaran
paling banyak Swasta oleh
Rp5.000.000.000,00 satu orang
(lima miliar rupiah). atau satu
badan
hukum.
Pasal 33 ayat (1)
mengatur
tentang izin
penyelenggara
an penyiaran.
Pasal 34 ayat (4)
mengatur
tentang

1749
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
pemindahtang
anan izin
penyiaran.
Pasal 46 ayat (3)
mengatur
tentang
pelarangan
siaran iklan
niaga.
Pasal 59 Pasal 59 Masih diperlukan
Setiap orang yang Setiap orang yang adanya sanksi
melanggar ketentuan melanggar ketentuan administratif,
sebagaimana dimaksud sebagaimana pengaturan
dalam Pasal 46 ayat (10) dimaksud dalam Pasal terkait sanksi
dipidana dengan pidana 46 ayat (10) dikenai administratif akan
denda paling banyak sanksi administratif. dilakukan
Rp200.000.000,00 (dua pengaturan di PP.
ratus juta rupiah) untuk
penyiaran radio dan
paling banyak
Rp2.000.000.000,00 (dua
miliar rupiah) untuk
penyiaran televisi.

29. UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG


PERDAGANGAN
Rumusan Usulan Rumusan Alasan
No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan
Pasal 15 Pasal 15 Disesuaikan
(1) Gudang sebagaimana(1) Gudang sebagaimana dengan konsep
dimaksud dalam Pasal dimaksud dalam Pasal pengaturan di
12 ayat (1) huruf d 12 ayat (1) huruf d Omnibus Law
merupakan salah satu merupakan salah satu
sarana Perdagangan sarana Perdagangan
untuk mendorong untuk mendorong
kelancaran Distribusi kelancaran Distribusi
Barang yang Barang yang

1750
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
diperdagangkan di diperdagangkan di
dalam negeri dan ke dalam negeri dan ke
luar negeri. luar negeri.
(2) Gudang sebagaimana (2) Setiap pemilik gudang
dimaksud pada ayat (1) wajib memenuhi
wajib didaftarkan oleh Perizinan Berusaha
setiap pemilik Gudang dari Pemerintah
sesuai dengan Pusat.
penggolongan Gudang (3) Setiap pemilik
menurut luas dan gudang yang tidak
kapasitas memenuhi Perizinan
penyimpanannya. Berusaha
(3) Setiap pemilik Gudang sebagaimana
yang tidak melakukan dimaksud pada ayat
pendaftaran Gudang (2) dikenai sanksi
sebagaimana dimaksud administratif.
pada ayat (2) dikenai (4) Ketentuan lebih lanjut
sanksi administratif mengenai Perizinan
berupa penutupan Berusaha sebagaimana
Gudang untuk jangka dimaksud pada ayat
waktu tertentu (2) dan tata cara
dan/atau denda paling pengenaan sanksi
banyak administratif
Rp2.000.000.000,00 sebagaimana
(dua miliar rupiah). dimaksud pada ayat
(4) Ketentuan mengenai (3) diatur dengan
tata cara pendaftaran Peraturan
Gudang sebagaimana Pemerintah.
dimaksud pada ayat (2)
diatur dalam Peraturan
Menteri.
(5)Ketentuan mengenai
pengenaan sanksi
administratif
sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) diatur
dengan atau
berdasarkan Peraturan
Pemerintah.

1751
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
Pasal 17 Pasal 17 Disesuaikan
(1)Setiap pemilik, (1)Setiap pemilik, dengan konsep
pengelola, atau pengelola, atau pengaturan di
penyewa Gudang yang penyewa Gudang Omnibus Law
melakukan yang melakukan
penyimpanan Barang penyimpanan
yang ditujukan untuk Barang yang
diperdagangkan harus ditujukan untuk
menyelenggarakan diperdagangkan
pencatatan harus
administratif paling menyelenggarakan
sedikit berupa jumlah pencatatan
Barang yang disimpan administratif paling
dan jumlah Barang sedikit berupa
yang masuk dan yang jumlah Barang yang
keluar dari Gudang. disimpan dan
(2) Setiap pemilik, jumlah Barang yang
pengelola, atau masuk dan yang
penyewa Gudang yang keluar dari Gudang.
tidak (2)Setiap pemilik,
menyelenggarakan pengelola, atau
pencatatan penyewa Gudang
administratif yang tidak
sebagaimana dimaksud menyelenggarakan
pada ayat (1) dikenai pencatatan
sanksi administrative administratif
berupa pencabutan sebagaimana
perizinan di bidang dimaksud pada
Perdagangan. ayat (1) dikenai
(3) Ketentuan lebih lanjut sanksi
mengenai pencatatan administratif .
administratif Barang (3)Ketentuan lebih
sebagaimana dimaksud lanjut mengenai
pada ayat (1) diatur pencatatan
dalam Peraturan administratif
Menteri. Barang
sebagaimana
dimaksud pada ayat
(1) dan tata cara

1752
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
pengenaan sanksi
administratif
sebagaimana
dimaksud pada ayat
(2) diatur dengan
Peraturan
Pemerintah.
Pasal 33 Pasal 33 Disesuaikan
(1) Produsen atau (1) Produsen atau dengan konsep
Importir yang tidak Importir yang tidak pengaturan di
memenuhi ketentuan memenuhi ketentuan Omnibus Law
pendaftaran Barang pendaftaran Barang
sebagaimana dimaksud sebagaimana
dalam Pasal 32 ayat (1) dimaksud dalam Pasal
wajib menghentikan 32 ayat (1) wajib
kegiatan Perdagangan menghentikan
Barang dan menarik kegiatan Perdagangan
Barang dari: Barang dan menarik
1. distributor; Barang dari:
2. agen; 1.distributor;
3. grosir; 2. agen;
4. pengecer; dan/atau 3. grosir;
5. konsumen. 4. pengecer;
(2) Perintah penghentian dan/atau
kegiatan Perdagangan dan 5. konsumen.
penarikan dari Distribusi (2)Perintah
terhadap Barang penghentian
sebagaimana dimaksud kegiatan
pada ayat (1) dilakukan Perdagangan dan
oleh Menteri. penarikan dari
(3) Produsen atau Distribusi terhadap
Importir yang tidak Barang
memenuhi ketentuan sebagaimana
sebagaimana dimaksud dimaksud pada ayat
pada ayat (1) dikenai (1) dilakukan oleh
sanksi administratif Pemerintah.
berupa pencabutan izin (3)Produsen atau
usaha. Importir yang tidak
memenuhi

1753
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
ketentuan
sebagaimana
dimaksud pada ayat
(1) dikenai sanksi
administratif.
Pasal 37 Pasal 37 Disesuaikan
(1) Setiap Pelaku Usaha (1) Setiap Pelaku dengan konsep
wajib memenuhi Usaha wajib pengaturan di
ketentuan penetapan memenuhi ketentuan Omnibus Law
Barang dan/atau Jasa penetapan Barang
yang ditetapkan sebagai dan/atau Jasa yang
Barang dan/atau Jasa ditetapkan sebagai
yang dibatasi Barang dan/atau Jasa
Perdagangannya yang dibatasi
sebagaimana dimaksud Perdagangannya
dalam Pasal 35 ayat (2). sebagaimana
(2) Setiap Pelaku Usaha dimaksud dalam Pasal
yang melanggar ketentuan 35 ayat (2).
penetapan Barang
dan/atau Jasa(2) Setiap Pelaku
sebagaimana dimaksud Usaha yang melanggar
pada ayat (1) dikenai ketentuan penetapan
sanksi administratifBarang dan/atau Jasa
berupa pencabutan sebagaimana
perizinan di bidang dimaksud pada ayat (1)
Perdagangan. dikenai sanksi
administratif.
Pasal 43 Pasal 43 Disesuaikan
dengan konsep
(1) Eksportir bertanggung (1) Eksportir pengaturan di
jawab sepenuhnya bertanggung jawab Omnibus Law
terhadap Barang yang sepenuhnya terhadap
diekspor. Barang yang diekspor.

(2) Eksportir yang tidak (2) Eksportir yang


bertanggung jawab tidak bertanggung
terhadap Barang yang jawab terhadap Barang
diekspor sebagaimana yang diekspor
dimaksud pada ayat (1) sebagaimana

1754
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
dikenai sanksi dimaksud pada ayat (1)
administratif berupa dikenai sanksi
pencabutan perizinan, administratif.
persetujuan, pengakuan,
dan/atau penetapan di (3) Ketentuan lebih
bidang Perdagangan. lanjut mengenai tata
cara pengenaan sanksi
(3) Ketentuan lebih lanjut administratif
mengenai tata cara sebagaimana
pengenaan sanksi dimaksud pada ayat
administratif sebagaimana (2) diatur dengan
dimaksud pada ayat (2) Peraturan Pemerintah.
diatur dalam Peraturan
Menteri.
Pasal 46 Pasal 46 Disesuaikan
dengan konsep
(1) Importir bertanggung (1) Importir pengaturan di
jawab sepenuhnya bertanggung jawab Omnibus Law
terhadap Barang yang sepenuhnya terhadap
diimpor. Barang yang diimpor.

(2) Importir yang tidak 2) Importir yang tidak


bertanggung jawab atas bertanggung jawab
Barang yang diimpor atas Barang yang
sebagaimana dimaksud diimpor sebagaimana
pada ayat (1) dikenai dimaksud pada ayat (1)
sanksi administratifdikenai sanksi
berupa pencabutan administratif.
perizinan, persetujuan, (3) Ketentuan lebih
pengakuan, dan/atau lanjut mengenai tata
penetapan di bidang cara pengenaan sanksi
Perdagangan. administratif
sebagaimana
(3) Ketentuan lebih lanjut dimaksud pada ayat (2)
mengenai tata cara diatur dalam Peraturan
pengenaan sanksi Pemerintah.
administratif sebagaimana
dimaksud pada ayat (2)
diatur dalam Peraturan

1755
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
Menteri.
Pasal 53 Pasal 53
(1)Eksportir yang dikenai (1)Eksportir yang
sanksi administratif dikenai sanksi
sebagaimana dimaksud administratif
dalam Pasal 52 ayat (4) sebagaimana
terhadap Barang dimaksud dalam
ekspornya dikuasai Pasal 52 ayat (4)
oleh negara sesuai terhadap Barang
dengan ketentuan ekspornya
peraturan perundang- dikuasai oleh
undangan. negara sesuai
(2)Importir yang dikenai dengan ketentuan
sanksi administratif peraturan
sebagaimana dimaksud perundang-
dalam Pasal 52 ayat (5) undangan.
terhadap Barang (2)Importir yang
impornya wajib dikenai sanksi
diekspor kembali, administratif
dimusnahkan oleh sebagaimana
Importir, atau dimaksud dalam
ditentukan lain oleh Pasal 52 ayat (5)
Menteri. terhadap Barang
impornya wajib
diekspor kembali,
dimusnahkan oleh
Importir, atau
ditentukan lain
oleh Pemerintah.
Pasal 57 Pasal 57 Disesuaikan
(1) Barang yang dengan konsep
(1) Barang yang diperdagangkan di pengaturan di
diperdagangkan di dalam negeri harus Omnibus Law
dalam negeri harus memenuhi:
memenuhi: 1. SNI yang telah
diberlakukan
1. SNI yang telah secara wajib;
diberlakukan secara atau
wajib; atau 2. persyaratan

1756
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
2. persyaratan teknis teknis yang telah
yang telah diberlakukan
diberlakukan secara secara wajib.
wajib. (2)Pelaku Usaha
dilarang
memperdagangkan
Barang di dalam
negeri yang tidak
memenuhi SNI yang
(2) Pelaku Usaha dilarang
telah diberlakukan
memperdagangkan
secara wajib atau
Barang di dalam negeri
persyaratan teknis
yang tidak memenuhi
yang telah
SNI yang telah
diberlakukan secara
diberlakukan secara
wajib.
wajib atau persyaratan
(3) Pemberlakuan SNI
teknis yang telah
atau persyaratan
diberlakukan secara
teknis sebagaimana
wajib.
dimaksud pada ayat
(1) ditetapkan oleh
Menteri atau
(3) Pemberlakuan SNI atau menteri sesuai
persyaratan teknis dengan urusan
sebagaimana dimaksud pemerintahan yang
pada ayat (1) menjadi tugas dan
ditetapkan oleh Menteri tanggung jawabnya.
atau menteri sesuai (4) Pemberlakuan SNI
dengan urusan atau persyaratan
pemerintahan yang teknis sebagaimana
menjadi tugas dan dimaksud pada ayat
tanggung jawabnya. (3) dilakukan
dengan
mempertimbangkan
aspek:
1. keamanan,
keselamatan,
(4) Pemberlakuan SNI atau kesehatan, dan
persyaratan teknis lingkungan
sebagaimana dimaksud hidup;

1757
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
pada ayat (3) dilakukan 2. daya saing
dengan produsen
mempertimbangkan nasional dan
aspek: persaingan
1. keamanan, usaha yang
keselamatan, sehat;
kesehatan, dan 3. kemampuan dan
lingkungan hidup; kesiapan dunia
2. daya saing produsen usaha nasional;
nasional dan dan/atau
persaingan usaha 4. kesiapan
yang sehat; infrastruktur
3. kemampuan dan lembaga
kesiapan dunia penilaian
usaha nasional; kesesuaian.
dan/atau (5)Barang yang telah
4. kesiapan diberlakukan SNI
infrastruktur atau persyaratan
lembaga penilaian teknis secara wajib
kesesuaian. sebagaimana
dimaksud pada ayat
(5) Barang yang telah (1) wajib dibubuhi
diberlakukan SNI atau tanda SNI atau
persyaratan teknis secara tanda kesesuaian
wajib sebagaimana atau dilengkapi
dimaksud pada ayat (1) sertifikat kesesuaian
wajib dibubuhi tanda SNI yang diakui oleh
atau tanda kesesuaian Pemerintah.
atau dilengkapi sertifikat (6)Barang yang
kesesuaian yang diakui diperdagangkan dan
oleh Pemerintah. belum diberlakukan
SNI secara wajib
(6) Barang yang dapat dibubuhi
diperdagangkan dan tanda SNI atau
belum diberlakukan SNI tanda kesesuaian
secara wajib dapat sepanjang telah
dibubuhi tanda SNI atau dibuktikan dengan
tanda kesesuaian sertifikat produk
sepanjang telah penggunaan tanda

1758
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
dibuktikan dengan SNI atau sertifikat
sertifikat produk kesesuaian.
penggunaan tanda SNI (7)Pelaku Usaha yang
atau sertifikat kesesuaian. memperdagangkan
Barang yang telah
(7) Pelaku Usaha yang diberlakukan SNI
memperdagangkan atau persyaratan
Barang yang telah teknis secara wajib,
diberlakukan SNI atau tetapi tidak
persyaratan teknis secara membubuhi tanda
wajib, tetapi tidak SNI, tanda
membubuhi tanda SNI, kesesuaian, atau
tanda kesesuaian, atau tidak melengkapi
tidak melengkapi sertifikat sertifikat kesesuaian
kesesuaian sebagaimana sebagaimana
dimaksud pada ayat (5) dimaksud pada ayat
dikenai sanksi (5) dikenai sanksi
administratif berupa administratif.
penarikan Barang dari
Distribusi.

Pasal 60 Pasal 60 Disesuaikan


(2)Penyedia Jasa dengan konsep
(1) Penyedia Jasa dilarang dilarang pengaturan di
memperdagangkan memperdagangkan Omnibus Law
Jasa di dalam negeri Jasa di dalam negeri
yang tidak memenuhi yang tidak
SNI, persyaratan memenuhi SNI,
teknis, atau kualifikasi persyaratan teknis,
yang telah atau kualifikasi
diberlakukan secara yang telah
wajib. diberlakukan secara
(2)Pemberlakuan SNI, wajib.
persyaratan teknis, (2)Pemberlakuan SNI,
atau kualifikasi secara persyaratan teknis,
wajib sebagaimana atau kualifikasi
dimaksud pada ayat (1) secara wajib
ditetapkan oleh Menteri sebagaimana

1759
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
atau menteri sesuai dimaksud pada ayat
dengan urusan (1) ditetapkan oleh
pemerintahan yang Pemerintah Pusat.
menjadi tugas dan (3)Pemberlakuan SNI,
tanggung jawabnya. persyaratan teknis,
(3)Pemberlakuan SNI, atau kualifikasi
persyaratan teknis, secara wajib
atau kualifikasi secara sebagaimana
wajib sebagaimana dimaksud pada ayat
dimaksud pada ayat (2) (2) dilakukan
dilakukan dengan dengan
mempertimbangkan mempertimbangkan
aspek: aspek:
1. keamanan, a. keamanan,
keselamatan, keselamatan,
kesehatan, dan kesehatan, dan
lingkungan hidup; lingkungan
2. daya saing produsen hidup;
nasional dan b. daya saing
persaingan usaha produsen
yang sehat; nasional dan
3. kemampuan dan persaingan
kesiapan dunia usaha yang
usaha nasional; sehat;
4. kesiapan c. kemampuan dan
infrastruktur kesiapan dunia
lembaga penilaian usaha nasional;
kesesuaian; d. kesiapan
dan/atau infrastruktur
5. budaya, adat lembaga
istiadat, atau tradisi penilaian
berdasarkan kesesuaian;
kearifan lokal. dan/atau
(4)Jasa yang telah e. budaya, adat
diberlakukan SNI, istiadat, atau
persyaratan teknis, tradisi
atau kualifikasi secara berdasarkan
wajib sebagaimana kearifan lokal.
dimaksud pada ayat (2) (4)Jasa yang telah

1760
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
wajib dilengkapi diberlakukan SNI,
dengan sertifikat persyaratan teknis,
kesesuaian yang diakui atau kualifikasi
oleh Pemerintah. secara wajib
(5)Jasa yang sebagaimana
diperdagangkan dan dimaksud pada ayat
memenuhi SNI, (2) wajib dilengkapi
persyaratan teknis, dengan sertifikat
atau kualifikasi yang kesesuaian yang
belum diberlakukan diakui oleh
secara wajib dapat Pemerintah Pusat.
menggunakan sertifikat (5)Jasa yang
kesesuaian sesuai diperdagangkan dan
dengan ketentuan memenuhi SNI,
peraturan perundang- persyaratan teknis,
undangan. atau kualifikasi
(6)Penyedia Jasa yang yang belum
memperdagangkan diberlakukan secara
Jasa yang telah wajib dapat
diberlakukan SNI, menggunakan
persyaratan teknis, sertifikat kesesuaian
atau kualifikasi secara sesuai dengan
wajib, tetapi tidak ketentuan peraturan
dilengkapi sertifikat perundang-
kesesuaian undangan.
sebagaimana dimaksud (6)Penyedia Jasa yang
pada ayat (4) dikenai memperdagangkan
sanksi administratif Jasa yang telah
berupa penghentian diberlakukan SNI,
kegiatan usaha. persyaratan teknis,
atau kualifikasi
secara wajib, tetapi
tidak dilengkapi
sertifikat kesesuaian
sebagaimana
dimaksud pada ayat
(4) dikenai sanksi
administratif.

1761
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
Pasal 63 Pasal 63 Disesuaikan
Penyedia Jasa yang dengan konsep
Penyedia Jasa yang memperdagangkan pengaturan di
memperdagangkan Jasa Jasa yang tidak Omnibus Law
yang tidak dilengkapi dilengkapi dengan
dengan sertifikatsertifikat kesesuaian
kesesuaian sebagaimana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 60 dimaksud dalam Pasal
ayat (4) dikenai sanksi 60 ayat (4) dikenai
administratif berupa sanksi administratif
penghentian kegiatan
Perdagangan Jasa.
Pasal 65 Pasal 65 Disesuaikan
(1)Setiap Pelaku Usaha dengan konsep
(1)Setiap Pelaku Usaha yang pengaturan di
yang memperdagangkan Omnibus Law
memperdagangkan Barang dan/atau
Barang dan/atau Jasa Jasa dengan
dengan menggunakan menggunakan
sistem elektronik wajib sistem elektronik
menyediakan data wajib menyediakan
dan/atau informasi data dan/atau
secara lengkap dan informasi secara
benar. lengkap dan benar.
(2)Setiap Pelaku Usaha (2)Setiap Pelaku Usaha
dilarang dilarang
memperdagangkan memperdagangkan
Barang dan/atau Jasa Barang dan/atau
dengan menggunakan Jasa dengan
sistem elektronik yang menggunakan
tidak sesuai dengan sistem elektronik
data dan/atau yang tidak sesuai
informasi sebagaimana dengan data
dimaksud pada ayat dan/atau informasi
(1). sebagaimana
(3)Penggunaan sistem dimaksud pada ayat
elektronik sebagaimana (1).
dimaksud pada ayat (1) (3)Penggunaan sistem
wajib memenuhi elektronik

1762
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
ketentuan yang diatur sebagaimana
dalam Undang-Undang dimaksud pada ayat
Informasi dan (1) wajib memenuhi
Transaksi Elektronik. ketentuan yang
(4)Data dan/atau diatur dalam
informasi sebagaimana Undang-Undang
dimaksud pada ayat (1) Informasi dan
paling sedikit memuat: Transaksi
a. identitas dan Elektronik.
legalitas Pelaku (4)Data dan/atau
Usaha sebagai informasi
produsen atau sebagaimana
Pelaku Usaha dimaksud pada ayat
Distribusi; (1) paling sedikit
b. persyaratan teknis memuat:
Barang yang a. identitas dan
ditawarkan; legalitas Pelaku
c. persyaratan teknis Usaha sebagai
atau kualifikasi produsen atau
Jasa yang Pelaku Usaha
ditawarkan; Distribusi;
d. harga dan cara b. persyaratan
pembayaran Barang teknis Barang
dan/atau Jasa; dan yang
e. cara penyerahan ditawarkan;
Barang. c. persyaratan
(5)Dalam hal terjadi teknis atau
sengketa terkait kualifikasi Jasa
dengan transaksi yang
dagang melalui sistem ditawarkan;
elektronik, orang atau d. harga dan cara
badan usaha yang pembayaran
mengalami sengketa Barang
dapat menyelesaikan dan/atau Jasa;
sengketa tersebut dan
melalui pengadilan e. cara penyerahan
atau melalui Barang.
mekanisme (5)Dalam hal terjadi
penyelesaian sengketa sengketa terkait

1763
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
lainnya. dengan transaksi
(6)Setiap Pelaku Usaha dagang melalui
yang sistem elektronik,
memperdagangkan orang atau badan
Barang dan/atau Jasa usaha yang sedang
dengan menggunakan bersengketa dapat
sistem elektronik yang menyelesaikan
tidak menyediakan sengketa tersebut
data dan/atau melalui pengadilan
informasi secara atau melalui
lengkap dan benar mekanisme
sebagaimana dimaksud penyelesaian
pada ayat (1) dikenai sengketa lainnya.
sanksi administratif (6)Setiap Pelaku Usaha
berupa pencabutan yang
izin. memperdagangkan
Barang dan/atau
Jasa dengan
menggunakan
sistem elektronik
yang tidak
menyediakan data
dan/atau informasi
secara lengkap dan
benar sebagaimana
dimaksud pada ayat
(1) dikenai sanksi
administratif.
Pasal 77 Pasal 77
Setiap Pelaku Usaha
(1) Setiap Pelaku Usaha yang
yang menyelenggarakan menyelenggarakan
pameran dagang dan pameran dagang
peserta pameran dagang dan peserta
wajib memenuhi Standar pameran dagang
penyelenggaraan dan wajib memenuhi
keikutsertaan dalam perizinan berusaha
pameran dagang. dari Pemerintah
Pusat.

1764
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
(2) Setiap Pelaku Usaha Setiap Pelaku Usaha
yang menyelenggarakan yang
pameran dagang dengan menyelenggarakan
mengikutsertakan peserta pameran dagang
dan/atau produk yang dengan
dipromosikan berasal dari mengikutsertakan
luar negeri wajib peserta dan/atau
mendapatkan izin dari produk yang
Menteri. dipromosikan
berasal dari luar
(3) Ketentuan lebih lanjut negeri wajib
mengenai Standar memperoleh
penyelenggaraan dan persetujuan dari
keikutsertaan dalam Pemerintah Pusat.
pameran dagang Setiap Pelaku Usaha
sebagaimana dimaksud yang
pada ayat (1) diatur menyelenggarakan
dengan Peraturan pameran dagang
Menteri. dan peserta
pameran dagang
(4) Setiap Pelaku Usaha yang tidak
yang menyelenggarakan memenuhi Standar
pameran dagang dan penyelenggaraan
peserta pameran dagang dan keikutsertaan
yang tidak memenuhi dalam pameran
Standar penyelenggaraan dagang
dan keikutsertaan dalam sebagaimana
pameran dagang dimaksud pada ayat
sebagaimana dimaksud (1) dikenai sanksi
pada ayat (1) dikenai administratif.
sanksi administratif Ketentuan lebih lanjut
berupa penghentian mengenai perizinan
kegiatan. berusaha
sebagaimana
dimaksud pada ayat
(1) dan tata cara
pengenaan sanksi
administratif
sebagaimana

1765
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
dimaksud pada ayat
(3) diatur dengan
Peraturan
Pemerintah.

Pasal 103 Pasal 103 Penghapusan


(1)Selain penyidik pejabat DIHAPUS kewenangan PPNS
polisi negara Republik untuk melakukan
Indonesia, pejabat penyidikan
pegawai negeri sipil (koordinasi
tertentu di lingkungan dengan POLRI)
instansi Pemerintah
dan Pemerintah Daerah
yang lingkup tugas dan
tanggung jawabnya di
bidang Perdagangan
diberi wewenang
khusus sebagai
penyidik pegawai negeri
sipil sebagaimana
dimaksud dalam Kitab
Undang-Undang
Hukum Acara Pidana
untuk melakukan
penyidikan sesuai
dengan Undang-
Undang ini.
(2)Penyidik pegawai negeri
sipil sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
mempunyai wewenang:
a. menerima laporan
atau pengaduan
mengenai terjadinya
suatu perbuatan
yang diduga
merupakan tindak
pidana di bidang

1766
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
Perdagangan;
b. memeriksa
kebenaran laporan
atau keterangan
berkenaan dengan
dugaan tindak
pidana di bidang
Perdagangan;
c. memanggil orang,
badan usaha, atau
badan hukum
untuk dimintai
keterangan dan alat
bukti sehubungan
dengan tindak
pidana di bidang
Perdagangan;
d. memanggil orang,
badan usaha, atau
badan hukum
untuk didengar dan
diperiksa sebagai
saksi atau sebagai
tersangka
berkenaan dengan
dugaan terjadinya
dugaan tindak
pidana di bidang
Perdagangan;
e. memeriksa
pembukuan,
catatan, dan
dokumen lain
berkenaan dengan
dugaan tindak
pidana di bidang
Perdagangan;
f. meneliti, mencari,
dan mengumpulkan

1767
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
keterangan yang
terkait dengan
dugaan tindak
pidana di bidang
Perdagangan;
g. melakukan
pemeriksaan dan
penggeledahan
tempat kejadian
perkara dan tempat
tertentu yang
diduga terdapat alat
bukti serta
melakukan
penyitaan dan/atau
penyegelan
terhadap Barang
hasil pelanggaran
yang dapat
dijadikan bukti
dalam perkara
dugaan tindak
pidana di bidang
Perdagangan;
h. memberikan tanda
pengaman dan
mengamankan
Barang bukti
sehubungan dengan
dugaan tindak
pidana di bidang
Perdagangan;
i. memotret dan/atau
merekam melalui
media audiovisual
terhadap orang,
Barang, sarana
pengangkut, atau
objek lain yang

1768
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
dapat dijadikan
bukti adanya
dugaan tindak
pidana di bidang
Perdagangan;
j. mendatangkan dan
meminta bantuan
atau keterangan
ahli dalam rangka
melaksanakan
tugas penyidikan
dugaan tindak
pidana di bidang
Perdagangan; dan
k. menghentikan
penyidikan sesuai
dengan ketentuan
peraturan
perundang-
undangan.
(3)Dalam hal tertentu
sepanjang menyangkut
kepabeanan sesuai
dengan ketentuan
peraturan perundang
undangan, penyidik
pegawai negeri sipil
tertentu di lingkungan
instansi Pemerintah
yang lingkup tugas dan
tanggung jawabnya di
bidang kepabeanan
berwenang melakukan
penyelidikan dan
penyidikan di bidang
Perdagangan
berkoordinasi dengan
penyidik pegawai negeri
sipil yang lingkup

1769
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
tugas dan tanggung
jawabnya di bidang
Perdagangan.
(4)Penyidik pegawai negeri
sipil sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
menyampaikan berkas
perkara hasil
penyidikan kepada
penuntut umum
melalui pejabat
penyidik polisi negara
Republik Indonesia
sesuai dengan Undang-
Undang tentang
Hukum Acara Pidana.
(5)Pelaksanaan penyidikan
tindak pidana di bidang
Perdagangan dapat
dikoordinasikan oleh
unit khusus yang
dapat dibentuk di
instansi Pemerintah
yang lingkup tugas dan
tanggung jawabnya di
bidang Perdagangan.
(6)Pedoman pelaksanaan
penanganan tindak
pidana di bidang
Perdagangan
ditetapkan oleh
Menteri.
Pasal 104 Pasal 104 Pelaku Usaha
Setiap Pelaku Usaha yang Setiap Pelaku Usaha dapat dikenakan
tidak menggunakan atau yang tidak sanksi
tidak melengkapi label menggunakan atau administratif yang
berbahasa Indonesia pada tidak melengkapi label nominal dan
Barang yang berbahasa Indonesia tingkatan
diperdagangkan di dalam pada Barang yang pengenaannya

1770
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
negeri sebagaimana diperdagangkan di dapat diatur
dimaksud dalam Pasal 6 dalam negeri didalam PP.
ayat (1) dipidana dengan sebagaimana
pidana penjara paling dimaksud dalam Pasal
lama 5 (lima) tahun 6 ayat (1) dikenai
dan/atau pidana denda sanksi administratif.
paling banyak
Rp5.000.000.000,00 (lima
miliar rupiah).
Pasal 106 Pasal 106
Pelaku Usaha yang Pelaku Usaha yang
melakukan kegiatan melakukan kegiatan
usaha Perdagangan tidak usaha sebelum
memiliki perizinan di melakukan
bidang Perdagangan yang pemenuhan Perizinan
diberikan oleh Menteri Berusaha sebagaimana
sebagaimana dimaksud dimaksud dalam Pasal
dalam Pasal 24 ayat (1) 24 ayat (1) dikenai
dipidana dengan pidana sanksi administratif.
penjara paling lama 4
(empat) tahun atau pidana
denda paling banyak
Rp10.000.000.000,00
(sepuluh miliar rupiah).
Pasal 109 Pasal 109
Produsen atau Importir Produsen atau Importir
yang memperdagangkan yang
Barang terkait dengan memperdagangkan
keamanan, keselamatan, Barang terkait dengan
kesehatan, dan keamanan,
lingkungan hidup yang keselamatan,
tidak didaftarkan kepada kesehatan, dan
Menteri sebagaimana lingkungan hidup yang
dimaksud dalam Pasal 32 belum melakukan
ayat (1) huruf a dipidana pendaftaran kepada
dengan pidana penjara Menteri sebagaimana
paling lama 1 (satu) tahun dimaksud dalam Pasal
dan/atau pidana denda 32 ayat (1) huruf a
paling banyak dikenai sanksi

1771
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
Rp5.000.000.000,00 (lima administratif.
miliar rupiah).
Pasal 111 Pasal 111 dapat
Setiap Importir yang Setiap Importir yang mengakibatkan
mengimpor Barang dalam mengimpor Barang terganggunya
keadaan tidak baru dalam keadaan tidak peningkatkan
sebagaimana dimaksud baru sebagaimana industri dalam
dalam Pasal 47 ayat (1) dimaksud dalam Pasal negeri.
dipidana dengan pidana 47 ayat (1) dikenai
penjara paling lama 5 sanksi administratif.
(lima) tahun dan/atau
pidana denda paling
banyak
Rp5.000.000.000,00 (lima
miliar rupiah).
Pasal 114 Pasal 114 Pasal 114
Penyedia Jasa yang Penyedia Jasa yang diusulkan untuk
memperdagangkan Jasa memperdagangkan dihapuskan
di dalam negeri yang tidak Jasa di dalam negeri dengan syarat
memenuhi SNI, yang tidak memenuhi pasal 60
persyaratan teknis, atau SNI, persyaratan dilakukan
kualifikasi yang telah teknis, atau kualifikasi penyesuaian
diberlakukan secara wajib yang telah padaa ayat (5).
sebagaimana dimaksud diberlakukan secara
dalam Pasal 60 ayat (1) wajib sebagaimana
dipidana dengan pidana dimaksud dalam Pasal
penjara paling lama 5 60 ayat (1) dikenai
(lima) tahun dan/atau sanksi administratif.
pidana denda paling
banyak Rp
5.000.000.000,00 (lima
miliar rupiah).
Pasal 115 Pasal 115 Pasal 114
Setiap Pelaku Usaha yang Setiap Pelaku Usaha diusulkan untuk
memperdagangkan yang dihapuskan
Barang dan/atau Jasa memperdagangkan dengan syarat
dengan menggunakan Barang dan/atau Jasa pasal 65
sistem elektronik yang dengan menggunakan dilakukan
tidak sesuai dengan data sistem elektronik yang penyesuaian

1772
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
dan/atau informasi tidak sesuai dengan padaa ayat (6).
sebagaimana dimaksud data dan/atau
dalam Pasal 65 ayat (2) informasi sebagaimana
dipidana dengan pidana dimaksud dalam Pasal
penjara paling lama 12 65 ayat (2) dikenai
(dua belas) tahun sanksi administratif.
dan/atau pidana denda
paling banyak
Rp12.000.000.000,00
(dua belas miliar rupiah).

Pasal 116 Pasal 116 Cek redaksi Pasal


Setiap Pelaku Usaha yang Setiap Pelaku Usaha 77 ayat (2) apakah
menyelenggarakan yang diganti atau tidak)
pameran dagang dengan menyelenggarakan
mengikutsertakan peserta pameran dagang
dan/atau produk yang dengan
dipromosikan berasal dari mengikutsertakan
luar negeri yang tidak peserta dan/atau
mendapatkan izin dari produk yang
Menteri sebagaimana dipromosikan berasal
dimaksud dalam Pasal 77 dari luar negeri yang
ayat (2) dipidana dengan tidak mendapatkan
pidana penjara paling persetujuan dari
lama 3 (tiga) tahun Pemerintah Pusat
dan/atau pidana denda sebagaimana
paling banyak dimaksud dalam Pasal
Rp5.000.000.000,00 (lima 77 ayat (2) dikenai
miliar rupiah sanksi administratif.

1773
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

30. UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 2004 TENTANG


PERIKANAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-
UNDANG NOMOR 45 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS
UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 2004 TENTANG
PERIKANAN
Rumusan Usulan Rumusan Alasan
No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan Sebagaimana
Telah Diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan
Pasal 35A Pasal 35A Menyesuaikan
(1) Kapal perikanan (3) Pelanggaran dengan rumusan
berbendera Indonesia terhadap ketentuan Omnibus
yang melakukan penggunaan anak
penangkapan ikan di buah kapal
wilayah pengelolaan sebagaimana
perikanan Negara dimaksud pada ayat
Republik Indonesia (2) dikenakan sanksi
wajib menggunakan administratif
nakhoda dan anak (4) Dihapus
buah kapal
berkewarganegaraan
Indonesia.
(2) Kapal perikanan
berbendera asing yang
melakukan
penangkapan ikan di
ZEEI wajib
menggunakan anak
buah kapal
berkewarganegaraan
Indonesia paling sedikit
70% (tujuh puluh
persen) dari jumlah
anak buah kapal.

1774
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
(3)Pelanggaran terhadap
ketentuan penggunaan
anak buah kapal
sebagaimana dimaksud
pada ayat (2)
dikenakan sanksi
administratif berupa
peringatan, pembekuan
izin, atau pencabutan
izin.
(4)Ketentuan lebih lanjut
mengenai pengenaan
sanksi administratif
sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) diatur
dalam Peraturan
Menteri.

Pasal 41 Pasal 41A (BARU)


(1)Pemerintah
menyelenggarakan dan Setiap orang yang
melakukan pembinaan memiliki dan/atau
pengelolaan pelabuhan mengoperasikan kapal
perikanan. penangkap ikan
(2)Penyelenggaraan dan dan/atau kapal
pembinaan pengelolaan pengangkut ikan yang
pelabuhan perikanan tidak melakukan
sebagaimana dimaksud bongkar muat ikan
pada ayat (1), Menteri tangkapan di
menetapkan: pelabuhan perikanan
a. rencana induk yang ditetapkan atau
pelabuhan perikanan pelabuhan lainnya
secara nasional; yang ditunjuk dikenai
b. klasifikasi sanksi administratif.

1775
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
pelabuhan
perikanan; (Ayat (4) di cluster
c. pengelolaan perrizinan berusaha
pelabuhan dihapus) sehingga
perikanan; harus masuk di cluster
d. persyaratan perizinan.
dan/atau standar
teknis dalam
perencanaan,
pembangunan,
operasional,
pembinaan, dan
pengawasan
pelabuhan
perikanan;
e. wilayah kerja dan
pengoperasian
pelabuhan perikanan
yang meliputi bagian
perairan dan daratan
tertentu yang
menjadi wilayah
kerja dan
pengoperasian
pelabuhan
perikanan; dan
f. pelabuhan perikanan
yang tidak dibangun
oleh Pemerintah.
(3)Setiap kapal
penangkap ikan dan
kapal pengangkut ikan
harus mendaratkan
ikan tangkapan di

1776
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
pelabuhan perikanan
yang ditetapkan atau
pelabuhan lainnya
yang ditunjuk.
(4)Setiap orang yang
memiliki dan/atau
mengoperasikan kapal
penangkap ikan
dan/atau kapal
pengangkut ikan yang
tidak melakukan
bongkar muat ikan
tangkapan di
pelabuhan perikanan
yang ditetapkan atau
pelabuhan lainnya
yang ditunjuk
sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) dikenai
sanksi administratif
berupa peringatan,
pembekuan izin, atau
pencabutan izin.
(5)Ketentuan lebih lanjut
mengenai pengenaan
sanksi administratif
sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) diatur
dalam Peraturan
Menteri.
Pasal 73 Pasal 73 Penghapusan
(1)Penyidikan tindak (1)Penyidikan tindak PPNS untuk
pidana di bidang pidana di bidang menyesuaikan
perikanan di wilayah perikanan di dengan rumusan

1777
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
pengelolaan perikanan wilayah Omnibus
Negara Republik pengelolaan
Indonesia dilakukan perikanan Negara
oleh Penyidik Pegawai Republik Indonesia
Negeri Sipil Perikanan, dilakukan oleh,
Penyidik Perwira TNI Penyidik Perwira
AL, dan/atau Penyidik TNI AL, dan/atau
Kepolisian Negara Penyidik Kepolisian
Republik Indonesia. Negara Republik
(2)Selain penyidik TNI AL, Indonesia.
Penyidik Pegawai (2)Penyidik TNI AL
Negeri Sipil Perikanan berwenang
berwenang melakukan melakukan
penyidikan terhadap penyidikan
tindak pidana di terhadap tindak
bidang perikanan yang pidana di bidang
terjadi di ZEEI. perikanan yang
(3)Penyidikan terhadap terjadi di ZEEI.
tindak pidana di (3)DIHAPUS
bidang perikanan yang (4)Tetap
terjadi di pelabuhan (5)Tetap
perikanan, diutamakan
dilakukan oleh
Penyidik Pegawai
Negeri Sipil Perikanan.
(4)Penyidik sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
dapat melakukan
koordinasi dalam
penanganan
penyidikan tindak
pidana di bidang
perikanan.
(5)Untuk melakukan

1778
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
koordinasi dalam
penanganan tindak
pidana di bidang
perikanan
sebagaimana dimaksud
pada ayat (4), Menteri
membentuk forum
koordinasi.

PASAL 90 Setiap orang yang Salah satu jenis


Setiap orang yang dengan dengan sengaja sanksi
sengaja melakukan melakukan administratif yang
pemasukan atau pemasukan atau dapat dikenakan
pengeluaran ikan pengeluaran ikan adalah
dan/atau hasil perikanan dan/atau hasil pencabutan izin
dari dan/atau ke wilayah perikanan dari dan denda, yg
Republik Indonesia yang dan/atau ke wilayah nominalnya dapat
tidak dilengkapi sertifikat Republik Indonesia diatur didalam PP.
kesehatan untuk yang tidak dilengkapi Dalam hal
konsumsi manusia sertifikat kesehatan kegiatan
sebagaimana dimaksud untuk menimbulkan
dalam Pasal 21, dipidana konsumsi manusia bahaya K3L dapat
dengan pidana penjara sebagaimana mengikuti rezim
paling lama 1 (satu) tahun dimaksud dalam Pasal KUHP. Pengenaan
dan denda paling 21, dikenai sanksi sanksi
banyak Rp800.000.000,00 administratif. adminitratif
(delapan ratus juta dan/atau KUHP
rupiah) tidak
menghilangkan
kewajiban
pemulihan atau
ganti rugi.
Pasal 93 Pasal 93 Mengubah SIPI
(1)Setiap orang yang (1)Setiap orang yang menjadi perizinan

1779
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
memiliki dan/atau memiliki dan/atau berusaha,
mengoperasikan kapal mengoperasikan mengingat setiap
penangkap ikan kapal penangkap jenis izin diubah
berbendera Indonesia ikan berbendera menjadi perizinan
melakukan Indonesia berusaha;
penangkapan ikan di melakukan
wilayah pengelolaan penangkapan ikan Sanksi pidana
perikanan Negara di wilayah tetap
Republik Indonesia pengelolaan dipertahankan
dan/atau di laut lepas, perikanan Negara dengan
yang tidak memiliki Republik Indonesia pertimbangan izin
SIPI sebagaimana dan/atau di laut berkaitan dengan
dimaksud dalam Pasal lepas, yang tidak pengaturan dan
27 ayat (1), dipidana memiliki perizinan pengendalian
dengan pidana penjara berusaha pengelolaan
paling lama 6 (enam) sebagaimana sumber daya
tahun dan denda dimaksud dalam ikan.
paling banyak Pasal 27 ayat (1),
Rp2.000.000.000,00 dipidana dengan Perubahan
(dua miliar rupiah). pidana penjara nomenklatur pada
(2)Setiap orang yang paling lama 6 Pasal 27 ayat (1)
memiliki dan/atau (enam) tahun dan dan ayat (2) dari
mengoperasikan kapal denda paling “memiliki”
penangkap ikan banyak menjadi
berbendera asing Rp2.000.000.000,0 “memenuhi”, dan
melakukan 0 (dua miliar dalam hal
penangkapan ikan di rupiah). pemenuhan,
ZEEI yang tidak (2)Setiap orang yang pelaku
memiliki SIPI memiliki dan/atau pelanggaran dapat
sebagaimana dimaksud mengoperasikan dikenai sanksi
dalam Pasal 27 ayat kapal penangkap administratif.
(2), dipidana dengan ikan berbendera Kata tidak
pidana penjara paling asing melakukan memiliki
lama 6 (enam) tahun penangkapan ikan diusulkan untuk

1780
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
dan denda paling di ZEEI yang tidak diubah menjadi
banyak memiliki perizinan belum memenuhi
Rp20.000.000.000,00 berusaha Diusulkan
(dua puluh miliar sebagaimana Setiap orang yang
rupiah). dimaksud dalam memiliki
(3)Setiap orang yang Pasal 27 ayat (2), dan/atau
mengoperasikan kapal dipidana dengan mengoperasik
penangkap ikan pidana penjara an kapal
berbendera Indonesia paling lama 6 penangkap
di wilayah pengelolaan (enam) tahun dan ikan
perikanan Negara denda paling berbendera
Republik Indonesia, banyak Indonesia
yang tidak membawa Rp20.000.000.000, melakukan
SIPI asli sebagaimana 00 (dua puluh penangkapan
dimaksud dalam Pasal miliar rupiah). ikan di
27 ayat (3), dipidana (3)Setiap orang yang wilayah
dengan pidana penjara mengoperasikan pengelolaan
paling lama 6 (enam) kapal penangkap perikanan
tahun dan denda ikan berbendera Negara
paling banyak Indonesia di Republik
Rp2.000.000.000,00 wilayah Indonesia
(dua miliar rupiah). pengelolaan dan/atau di
(4)Setiap orang yang perikanan Negara laut lepas,
mengoperasikan kapal Republik Indonesia, yang tidak
penangkap ikan yang tidak memiliki
berbendera asing di membawa perizinan
ZEEI, yang tidak perizinan berusaha
membawa SIPI asli berusaha sebagaimana
sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 27 ayat dimaksud dalam dalam Pasal
(3), dipidana dengan Pasal 27 ayat (3), 27 ayat (1),
pidana penjara paling dikenakan sanksi dikenai
lama 6 (enam) tahun administratif. sanksi
dan denda paling (4)Setiap orang yang administratif.

1781
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
banyak mengoperasikan Setiap orang yang
Rp20.000.000.000,00 kapal penangkap memiliki
(dua puluh miliar ikan berbendera dan/atau
rupiah). asing di ZEEI, yang mengoperasik
tidak membawa an kapal
perizinan penangkap
berusaha asli ikan
sebagaimana berbendera
dimaksud dalam asing
Pasal 27 ayat (3), melakukan
dikenakan sanksi penangkapan
administratif ikan di ZEEI
yang tidak
memiliki
perizinan
berusaha
sebagaimana
dimaksud
dalam Pasal
27 ayat (2), ,
dikenai
sanksi
administratif.

Pasal 94 Pasal 94 Mengubah SIKPI


Setiap orang yang Setiap orang yang menjadi perizinan
memiliki dan/atau memiliki dan/atau berusaha,
mengoperasikan kapal mengoperasikan kapal mengingat setiap
pengangkut ikan di pengangkut ikan di jenis izin diubah
wilayah pengelolaan wilayah pengelolaan menjadi perizinan
perikanan Republik perikanan Republik berusaha;
Indonesia yang Indonesia yang
melakukan pengangkutan melakukan Menambahkan
ikan atau kegiatan yang pengangkutan ikan frase “atau ayat

1782
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
terkait yang tidak atau kegiatan yang (2)” menyesuaikan
memiliki SIKPI terkait yang tidak dengan kewajiban
sebagaimana dimaksud memiliki Perizinan dalam Pasal 28;
dalam Pasal 28 ayat (1), Berusaha
dipidana dengan pidana sebagaimana Sanksi pidana
penjara paling lama 5 dimaksud dalam Pasal tetap
(lima) tahun dan denda 28 ayat (1), dipidana dipertahankan
paling banyak dengan pidana penjara dalam rangka
Rp1.500.000.000,00 (satu paling lama 5 (lima) jaminan mutu
miliar lima ratus juta tahun dan denda dan
rupiah). paling banyak keamanan
Rp1.500.000.000,00 hasil
(satu miliar lima ratus perikanan;
juta rupiah). operasional
kapal
pengangkut
ikan dapat
meningkatk
an
eksploitasi
terhadap
sumber
daya ikan
yang
dilakukan
oleh kapal
penangkap
ikan.

Menambahkan
ayat baru karena
belum mengatur
sanksi
administratif

1783
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
terhadap
pelanggaran
kewajiban
membawa
perizinan
berusaha asli.

Pasal 94A Pasal 94A Mengubah SIUP,


Setiap orang yang Setiap orang yang SIPI, dan SIKPI,
memalsukan dan/atau memalsukan menjadi perizinan
menggunakan SIUP, SIPI, perizinan berusaha, berusaha,
dan SIKPI palsu menggunakan mengingat setiap
sebagaimana dimaksud perizinan berusaha jenis izin diubah
dalam Pasal 28A dipidana palsu, menggunakan menjadi perizinan
dengan pidana penjara perizinan berusaha berusaha;
paling lama 7 (tujuh) milik kapal lain atau
tahun dan denda paling orang lain, dan/atau Sanksi pidana
banyak menggandakan tetap
Rp3.000.000.000,00 (tiga perizinan berusaha dipertahankan
miliar rupiah). untuk digunakan oleh dengan
kapal lain dan/atau pertimbangan
kapal milik sendiri, pemalsuan
sebagaimana dokumen
dimaksud dalam Pasal merupakan
28A dipidana dengan tindak pidana;
pidana penjara paling penggunaan
lama 7 (tujuh) tahun perizinan
dan denda paling berusaha
banyak palsu,
Rp3.000.000.000,00 penggunaan
(tiga miliar rupiah). perizinan
berusaha milik
kapal lain atau

1784
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
orang lain,
dan/atau
menggandakan
perizinan
berusaha
untuk
digunakan oleh
kapal lain
dan/atau
kapal milik
sendiri dapat
meningkatkan
eksploitasi
sumber daya
ikan yang tidak
terkendali.
Pasal 95 Pasal 95 Mengubah sanksi
Setiap orang yang Setiap orang yang pidana menjadi
membangun, mengimpor, membangun, sanksi
atau memodifikasi kapal mengimpor, atau administratif
perikanan yang tidak memodifikasi kapal dengan
mendapat persetujuan perikanan yang tidak pertimbangan
terlebih dahulu mendapat persetujuan persetujuan
sebagaimana dimaksud terlebih dahulu untuk
dalam Pasal 35 ayat (1), sebagaimana membangun
dipidana dengan pidana dimaksud dalam Pasal ,
penjara paling lama 1 35 ayat (1) dikenakan mengimpor,
(satu) tahun dan denda sanksi administratif. atau
paling banyak memodifika
Rp600.000.000,00 (enam si kapal
ratus juta rupiah). perikanan
bersifat
administrati
f;

1785
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
membangun,
mengimpor,
atau
memodifika
si kapal
perikanan
belum
mengakibat
kan dampak
terhadap
sumber
daya ikan;
dan
setelah
membangun
,
mengimpor,
atau
memodifika
si kapal
perikanan
masih
diwajibkan
untuk
memiliki
perizinan
berusaha.
Pasal 96 Pasal 96 Mengubah sanksi
Setiap orang yang Setiap orang yang pidana menjadi
mengoperasikan kapal mengoperasikan kapal sanksi
perikanan di wilayah perikanan di wilayah administratif
pengelolaan perikanan pengelolaan perikanan dengan
Republik Indonesia yang Republik Indonesia pertimbangan
tidak mendaftarkan kapal yang tidak pendaftaran

1786
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
perikanannya sebagai mendaftarkan kapal kapal
kapal perikanan Indonesia perikanannya sebagai perikanan
sebagaimana dimaksud kapal perikanan bersifat
dalam Pasal 36 ayat (1), Indonesia administrati
dipidana dengan pidana sebagaimana f;
penjara paling lama 1 dimaksud dalam Pasal pendaftaran
(satu) tahun dan denda 36 ayat (1) dikenakan kapal
paling banyak sanksi administratif. perikanan
Rp800.000.000,00 belum
(delapan ratus juta mengakibat
rupiah). kan dampak
terhadap
sumber
daya ikan;
dan
kewajiban
pendaftaran
kapal
perikanan
masih
harus
ditindaklanj
uti dengan
kewajiban
memiliki
perizinan
berusaha.
Pasal 97 Pasal 97 Mengubah kata izin
(1)Nakhoda yang (1)Nakhoda yang menjadi perizinan
mengoperasikan kapal mengoperasikan berusaha,
penangkap ikan kapal penangkap menyesuaikan
berbendera asing yang ikan berbendera dengan
tidak memiliki izin asing yang tidak perubahan jenis
penangkapan ikan, memiliki perizinan izin menjadi

1787
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
yang selama berada di berusaha untuk perizinan
wilayah pengelolaan melakukan berusaha;
perikanan Republik penangkapan ikan
Menambahkan frase
Indonesia tidak selama berada di “untuk
menyimpan alat wilayah pengelolaan melakukan”,
penangkapan ikan di perikanan Republik sebagai
dalam palka Indonesia tidak penyempurnaan
sebagaimana dimaksud menyimpan alat redaksi;
dalam Pasal 38 ayat penangkapan ikan
Sanksi pidana tetap
(1), dipidana dengan di dalam palka dipertahankan
pidana denda paling sebagaimana dengan
banyak dimaksud dalam pertimbangan
Rp500.000.000,00 Pasal 38 ayat (1), kapal penangkap
(lima ratus juta dipidana dengan ikan berbendera
rupiah). pidana denda paling asing apabila
(2)Nakhoda yang banyak tidak menyimpan
mengoperasikan kapal Rp500.000.000,00 alat penangkapan
penangkap ikan (lima ratus juta ikan di dalam
berbendera asing yang rupiah). palka maka alat
telah memiliki izin (2)Nakhoda yang penangkapan ikan
penangkapan ikan mengoperasikan dapat digunakan
dengan 1 (satu) jenis kapal penangkap untuk menangkap
alat penangkapan ikan ikan berbendera ikan sehingga
tertentu pada bagian asing yang telah terjadi pencurian
tertentu di ZEEI yang memiliki izin sumber daya
membawa alat penangkapan ikan ikan.
penangkapan ikan dengan 1 (satu)
lainnya sebagaimana jenis alat
dimaksud dalam Pasal penangkapan ikan
38 ayat (2), dipidana tertentu pada
dengan pidana denda bagian tertentu di
paling banyak ZEEI yang
Rp1.000.000.000,00 membawa alat
(satu miliar rupiah). penangkapan ikan

1788
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
(3)Nakhoda yang lainnya
mengoperasikan kapal sebagaimana
penangkap ikan dimaksud dalam
berbendera asing yang Pasal 38 ayat (2),
telah memiliki izin dipidana dengan
penangkapan ikan, pidana denda paling
yang tidak menyimpan banyak
alat penangkapan ikan Rp1.000.000.000,0
di dalam palka selama 0 (satu miliar
berada di luar daerah rupiah).
penangkapan ikan (2)Nakhoda yang
yang diizinkan di mengoperasikan
wilayah pengelolaan kapal penangkap
perikanan Republik ikan berbendera
Indonesia sebagaimana asing yang telah
dimaksud dalam Pasal memiliki izin
38 ayat (3), dipidana penangkapan ikan,
dengan pidana denda yang tidak
paling banyak menyimpan alat
Rp500.000.000,00 penangkapan ikan
(lima ratus juta di dalam palka
rupiah). selama berada di
luar daerah
penangkapan ikan
yang diizinkan di
wilayah pengelolaan
perikanan Republik
Indonesia
sebagaimana
dimaksud dalam
Pasal 38 ayat (3),
dipidana dengan
pidana denda paling
banyak

1789
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
Rp500.000.000,00
(lima ratus juta
rupiah).
Pasal 98 Pasal 98 Menghapus kata
Nakhoda kapal perikanan Nakhoda kapal “surat”,
yang tidak memiliki surat perikanan yang tidak menyesuaikan
persetujuan berlayar memiliki persetujuan dengan
sebagaimana dimaksud berlayar sebagaimana perubahan dalam
dalam Pasal 42 ayat (3) dimaksud dalam Pasal Pasal 42;
dipidana dengan pidana 42 ayat (3) dipidana
penjara paling lama 1 dengan pidana penjara Sanksi pidana
(satu) tahun dan denda paling lama 1 (satu) tetap
paling banyak tahun dan denda dipertahankan
Rp200.000.000,00 (dua paling banyak dengan
ratus juta rupiah). Rp200.000.000,00 pertimbangan
(dua ratus juta berkaitan dengan
rupiah). keselamatan
kapal perikanan
dan awak kapal
perikanan,
pengendalian alat
penangkapan
ikan, serta hasil
perikanan.
Pasal 100B Pasal 100B Menghapus Pasal
Dalam hal tindak pidana Dalam hal tindak 27 ayat (3), Pasal
sebagaimana dimaksud pidana sebagaimana 35 ayat (1) dan
dalam Pasal 8, Pasal 9, dimaksud dalam Pasal Pasal 36 ayat (1),
Pasal 12, Pasal 14 ayat 8, Pasal 9, Pasal 12, dengan
(4), Pasal 16 ayat (1), Pasal 14 ayat (4), Pasal pertimbangan
Pasal 20 ayat (3), Pasal 16 ayat (1), Pasal 20 menyesuaikan
21, Pasal 23 ayat (1), ayat (3), Pasal 21, dengan ketentuan
Pasal 26 ayat (1), Pasal 27 Pasal 23 ayat (1), Pasal Pasal 93 ayat (3),
ayat (1), Pasal 27 ayat (3), 28 ayat (1), Pasal 28 Pasal 95, dan

1790
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
Pasal 28 ayat (1), Pasal 28 ayat (3), Pasal 38, Pasal 96 yang
ayat (3), Pasal 35 ayat (1), Pasal 42 ayat (3), atau mengubah sanksi
Pasal 36 ayat (1), Pasal Pasal 55 ayat (1) yang pidana menjadi
38, Pasal 42 ayat (3), atau dilakukan oleh nelayan sanksi
Pasal 55 ayat (1) yang kecil dan/atau administratif;
dilakukan oleh nelayan pembudi daya-ikan
kecil dan/atau pembudi kecil dipidana dengan Sanksi pidana
daya-ikan kecil dipidana pidana penjara paling tetap
dengan pidana penjara lama 1 (satu) tahun dipertahankan
paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling karena terkait
atau denda paling banyak banyak dengan
Rp250.000.000,00 (dua Rp250.000.000,00 kelestarian
ratus lima puluh juta (dua ratus lima puluh sumber daya ikan
rupiah). juta rupiah). dan
lingkungannya,
namun perlu
dibedakan sanksi
pidana bagi
nelayan kecil dan
pembudi daya
ikan kecil.

Pasal 26 ayat (1)


dan Pasal 27 ayat
(1), berbicara
terkait
pemenuhan
Perizinan
Berusaha,
sehingga
diusulkan agar
kedua ayat
tersebut dapat
dipindahkan ke

1791
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
pengaturan
sanksi.
Pasal 101 Pasal 101 Pasal 93
Dalam hal tindak pidana Dalam hal tindak ditambahkan ayat
sebagaimana dimaksud pidana sebagaimana ayat (1), ayat (2),
dalam Pasal 84 ayat (1), dimaksud dalam dan ayat (4),
Pasal 85, Pasal 86, Pasal Pasal 84 ayat (1), dengan
87, Pasal 88, Pasal 89, Pasal 85, Pasal 86, pertimbangan
Pasal 90, Pasal 91, Pasal Pasal 87, Pasal 88, Pasal 93 ayat (3)
92, Pasal 93, Pasal 94, Pasal 89, Pasal 91, dilakukan
Pasal 95, dan Pasal 96 Pasal 92, Pasal 93 perubahan dari
dilakukan oleh korporasi, ayat (1) dan ayat (2), sanksi pidana
tuntutan dan sanksi dan Pasal 94 menjadi sanksi
pidananya dijatuhkan dilakukan oleh administratif;
terhadap pengurusnya korporasi, tuntutan
dan pidana dendanya dan sanksi pidananya Menghapus Pasal
ditambah 1/3 (sepertiga) dijatuhkan terhadap 95 dan Pasal 96
dari pidana yang pengurusnya dan dengan
dijatuhkan. pidana dendanya pertimbangan
ditambah 1/3 dilakukan
(sepertiga) dari perubahan dari
pidana yang sanksi pidana
dijatuhkan. menjadi sanksi
administratif;

Pemberatan
sanksi pidana
tetap
dipertahankan
dengan
pertimbangan
guna memberikan
efek jera terhadap
korporasi yang

1792
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
melakukan tindak
pidana.

Menghindari
pengenaan
pemberatan
sanksi. Dalam hal
pelaku
pelanggaran
adalah korporasi
dapat dikenakan
sanksi
administratif
denda yang
nominalnya dapat
diatur di PP.

31. UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG


PERINDUSTRIAN
Rumusan Usulan Rumusan Alasan
No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian
Pasal 53 Pasal 53 Ketentuan Pasal
(1)Setiap Orang (1) Setiap Orang 120 dan 121 yang
dilarang: dilarang: semula diberikan
a. membubuhkan a. membubuhkan berdasarkan
tanda SNI atau tanda SNI atau sanksi pidana,
tanda kesesuaian tanda kesesuaian diubah menjadi
pada barang pada barang sanksi
dan/atau Jasa dan/atau Jasa administratif.
Industri yang tidak Industri yang tidak
memenuhi memenuhi Pasal 120 dan 121
ketentuan SNI, ketentuan SNI, dihapus dan
spesifikasi teknis, spesifikasi teknis, pengaturan

1793
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
dan/atau pedoman dan/atau pedoman mengenai
tata cara; atau tata cara; atau pengenaan sanksi
b. memproduksi, b. memproduksi, disisipkan ke
mengimpor, mengimpor, dalam Pasal ini.
dan/atau dan/atau
mengedarkan mengedarkan
barang dan/atau barang dan/atau
Jasa Industri yang Jasa Industri
tidak memenuhi yang tidak
SNI, spesifikasi memenuhi SNI,
teknis, dan/atau spesifikasi
pedoman tata cara teknis, dan/atau
yang diberlakukan pedoman tata
secara wajib. cara yang
(2)Menteri dapat diberlakukan
menetapkan secara wajib.
pengecualian atas SNI, (2)Pemerintah Pusat
spesifikasi teknis, dapat menetapkan
dan/atau pedoman pengecualian atas
tata cara yang SNI, spesifikasi
diberlakukan secara teknis, dan/atau
wajib sebagaimana pedoman tata cara
dimaksud pada ayat (1) yang diberlakukan
huruf b untuk impor secara wajib
barang tertentu. sebagaimana
dimaksud pada ayat
(1) huruf b untuk
impor barang
tertentu.
Pasal 119 DIHAPUS
(1)Selain penyidik pejabat
Polisi Negara Republik
Indonesia, pejabat
pegawai negeri sipil

1794
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
tertentu di lingkungan
instansi pemerintah
yang lingkup tugas dan
tanggung jawabnya di
bidang Perindustrian
diberi wewenang
khusus sebagai
Penyidik Pegawai
Negeri Sipil
sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang
Hukum Acara Pidana
untuk melakukan
penyidikan sesuai
dengan Undang-
Undang ini.
(2)Penyidik Pegawai Negeri
Sipil sebagaimana
dimaksud pada ayat
(1), berwenang:
a. menerima laporan
dari Setiap Orang
tentang adanya
dugaan tindak
pidana mengenai
SNI, spesifikasi
teknis, dan/atau
pedoman tata cara
yang diberlakukan
secara wajib di
bidang Industri;
b. melakukan
pemeriksaan atas
kebenaran laporan

1795
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
atau keterangan
yang berkenaan
dengan tindak
pidana mengenai
SNI, spesifikasi
teknis, dan/atau
pedoman tata cara
yang diberlakukan
secara wajib di
bidang Industri;
c. memanggil orang
untuk didengar dan
diperiksa sebagai
saksi dalam perkara
tindak pidana
mengenai SNI,
spesifikasi teknis,
dan/atau pedoman
tata cara yang
diberlakukan secara
wajib di bidang
Industri;
d. memanggil dan
melakukan
pemeriksaan
terhadap Setiap
Orang yang diduga
melakukan tindak
pidana mengenai
SNI, spesifikasi
teknis, dan/atau
pedoman tata cara
yang diberlakukan
secara wajib di

1796
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
bidang Industri;
e. meminta keterangan
dan barang bukti
dari Setiap Orang
sehubungan dengan
peristiwa tindak
pidana mengenai
SNI, spesifikasi
teknis, dan/atau
pedoman tata cara
yang diberlakukan
secara wajib di
bidang Industri;
f. melakukan
pemeriksaan dan
penggeledahan di
tempat tertentu
yang diduga
menjadi tempat
penyimpanan atau
tempat diperoleh
barang bukti dan
menyita benda yang
dapat digunakan
sebagai barang
bukti dan/atau alat
bukti dalam tindak
pidana mengenai
SNI, spesifikasi
teknis, dan/atau
pedoman tata cara
yang diberlakukan
secara wajib di
bidang Industri;

1797
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
g. meminta bantuan
tenaga ahli dalam
melakukan
penyidikan tindak
pidana mengenai
SNI, spesifikasi
teknis, dan/atau
pedoman tata cara
yang diberlakukan
secara wajib di
bidang Industri;
h. menangkap pelaku
tindak pidana
mengenai SNI,
spesifikasi teknis,
dan/atau pedoman
tata cara yang
diberlakukan secara
wajib di bidang
Industri; dan/atau
i. menghentikan
penyidikan apabila
tidak terdapat
cukup bukti tentang
adanya tindak
pidana mengenai
SNI, spesifikasi
teknis, dan/atau
pedoman tata cara
yang diberlakukan
secara wajib di
bidang Industri atau
peristiwa tersebut
ternyata bukan

1798
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
merupakan tindak
pidana atau
penyidikan
dihentikan demi
hukum.
(3) Penyidik Pegawai
Negeri Sipil
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1)
memberitahukan
dimulainya penyidikan,
melaporkan hasil
penyidikan, dan
memberitahukan
penghentian
penyidikan kepada
penuntut umum
melalui pejabat Polisi
Negara Republik
Indonesia.
(4) Dalam melaksanakan
penyidikan
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), Penyidik
Pegawai Negeri Sipil
dapat meminta
bantuan kepada aparat
penegak hukum.
Pasal 108 Pasal 108 Disesuaikan
Ketentuan lebih lanjut Ketentuan lebih lanjut dengan konsep
mengenai pemberian izin mengenai pemberian RUU Omnibus
usaha Industri Perizinan Berusaha Law, bahwa
sebagaimana dimaksud untuk Usaha Industri ketentuan
dalam Pasal 101, izin sebagaimana pelaksanaan lebih

1799
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
perluasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal lanjut dari
dimaksud dalam Pasal 101, Pasal 104, Pasal perizinan
104, izin usaha Kawasan 105 dan kewajiban berusaha diatur
Industri sebagaimana berlokasi di Kawasan dalam Peraturan
dimaksud dalam Pasal Industri sebagaimana Pemerintah
105 dan kewajiban dimaksud dalam Pasal
berlokasi di Kawasan 106 serta tata cara
Industri sebagaimana pengenaan sanksi
dimaksud dalam Pasal administratif dan
106 serta tata cara besaran denda
pengenaan sanksi administratif
administratif dan besaran sebagaimana
denda administratif dimaksud dalam Pasal
sebagaimana dimaksud 107 diatur dalam
dalam Pasal 107 diatur Peraturan Pemerintah.
dalam Peraturan
Pemerintah.
Pasal 120 Pasal 120 Ketentuan pidana
(1)Setiap Orang yang dengan
(1)Setiap orang yang yang diatur di
sengaja memproduksi, dengan sengaja dalam undang-
mengimpor, dan/atau memproduksi, undang ini tentu
mengedarkan barang mengimpor, dan/atau tidak sejalan
dan/atau Jasa Industri mengedarkan barang dengan konsep
yang tidak memenuhi SNI, dan/atau Jasa kemudahan
spesifikasi teknis, Industri yang tidak berusaha yang
dan/atau pedoman tata memenuhi SNI, dianut oleh OSS
cara yang diberlakukan spesifikasi teknis, saat ini dan tidak
secara wajib di bidang dan/atau pedoman sesuai dengan
Industri sebagaimana tata cara yang Pasal 22 Undang-
dimaksud dalam Pasal 53 diberlakukan secara Undang No. 20
ayat (1) huruf b, dipidana wajib di bidang Tahun 2014
dengan pidana penjara Industri sebagaimana tentang
paling lama 5 (lima) tahun dimaksud dalam Pasal Standardisasi dan
dan pidana denda paling 53 ayat (1) huruf b, Penilaian

1800
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
banyak dikenakan sanksi Kesesuaian.
Rp3.000.000.000,00 (tiga administratif.
miliar rupiah). (2)Setiap Orang yang Adanya ancaman
(2)Setiap Orang yang karena karena kelalaiannya pidana dalam hal
kelalaiannya memproduksi, perizinan
memproduksi, mengimpor, dan/atau berusaha dapat
mengimpor, dan/atau mengedarkan barang membuat pelaku
mengedarkan barang dan/atau Jasa usaha terbebani
dan/atau Jasa Industri Industri yang tidak dan menjadi tidak
yang tidak memenuhi SNI, memenuhi SNI, tertarik untuk
spesifikasi teknis, spesifikasi teknis, berinvestasi di
dan/atau pedoman tata dan/atau pedoman kegiatan usaha
cara yang diberlakukan tata cara yang yang
secara wajib di bidang diberlakukan secara bersangkutan.
Industri sebagaimana wajib di bidang
dimaksud dalam Pasal 53 Industri sebagaimana Oleh karena itu
ayat (1) huruf b, dipidana dimaksud dalam Pasal ketentuan pidana
dengan pidana penjara 53 ayat (1) huruf b, yang diatur
paling lama 3 (tiga) tahun dikenakan sanksi dipasal ini
dan pidana denda paling administratif. diusulkan untuk
banyak diubah agar tidak
Rp1.000.000.000,00 (satu menghambat
miliar rupiah). perizinan
berusaha.
Perubahan yang
diusulkan adalah
ketentuan sanksi
yang semula
bersifat pidana
diubah menjadi
sanksi
administratif saja.
Seperti yang
diketahui bahwa

1801
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
terkait dengan
perizinan,
outputnya adalah
berupa izin/
persetujuan/
pendaftaran/
sertifikasi yang
sifatnya
administratif.
Oleh karena itu
seharusnya
terhadap sanksi
yang diberikan
pun juga bersifat
administratif.
Sanksi pidana
hanya akan
diberikan
terhadap
tindakan-
tindakan yang
berkaitan dengan
tindak pidana
yang telah diatur
di KUHP atau
peraturan tentang
tindak pidana
lainnya.

32. UNDANG-UNDANG NOMOR 39 TAHUN 2014 TENTANG


PERKEBUNAN
Rumusan Usulan Rumusan Alasan
No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan

1802
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
Pasal 18 Pasal 18
(1) Perusahaan (1) Perusahaan
Perkebunan yang Perkebunan yang
melanggar ketentuan melanggar
sebagaimana dimaksud ketentuan
dalam Pasal 15 dan sebagaimana
Pasal 16 dikenai sanksi dimaksud dalam
administratif. Pasal 15 dan Pasal
(2) Sanksi administratif 16 dikenai sanksi
sebagaimana dimaksud administratif.
pada ayat (1) berupa: a. (2)Ketentuan lebih
denda; b. penghentian lanjut mengenai
sementara dari jenis, besaran
kegiatan usaha; denda, dan tata
dan/atau c. cara pengenaan
pencabutan izin Usaha sanksi administratif
Perkebunan. sebagaimana
(3) Ketentuan lebih lanjut dimaksud pada ayat
mengenai jenis, (1) dan ayat (2)
besaran denda, dan diatur dalam
tata cara pengenaan Peraturan
sanksi administratif Pemerintah
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat
(2) diatur dalam
Peraturan Pemerintah
Pasal 60
(1)Perusahaan Pasal 60
Perkebunan yang (1)Perusahaan
melanggar ketentuan Perkebunan yang
sebagaimana dimaksud melanggar
dalam Pasal 58 dikenai ketentuan
sanksi administratif. sebagaimana
(2)Sanksi administratif dimaksud dalam
sebagaimana dimaksud Pasal 58 dikenai
pada ayat (1) berupa: a. sanksi
denda; b. administratif.
pemberhentian (2)Ketentuan lebih
sementara dari lanjut mengenai

1803
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
kegiatan Usaha jenis, besaran
Perkebunan; dan/ atau denda, dan tata
c. pencabutan izin cara pengenaan
Usaha Perkebunan. sanksi sebagaimana
(3)Ketentuan lebih lanjut dimaksud pada ayat
mengenai jenis, (2) diatur dalam
besaran denda, dan Peraturan
tata cara pengenaan Pemerintah.
sanksi sebagaimana
dimaksud pada ayat (2)
diatur dalam Peraturan
Pemerintah.
Pasal 64 Pasal 64
(1)Pelaku Usaha Pelaku Usaha
Perkebunan yang Perkebunan yang
melanggar ketentuan melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud sebagaimana
dalam Pasal 63 ayat (2) dimaksud dalam Pasal
dikenai sanksi 63 ayat (2) dikenai
administratif. sanksi administratif.
(2)Sanksi administratif
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) berupa: a.
denda; b.
pemberhentian
sementara dari
kegiatan Usaha
Perkebunan; dan /
atau c. pencabutan izin
Usaha Perkebunan.
Pasal 70 Pasal 70
(1)Setiap Perusahaan (1) Setiap Perusahaan
Perkebunan yang Perkebunan yang
melanggar ketentuan melanggar
sebagaimana dimaksud ketentuan
dalam Pasal 69 dikenai sebagaimana
sanksi administratif. dimaksud dalam
(2) Sanksi administratif Pasal 69 dikenai
sebagaimana dimaksud sanksi

1804
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
pada ayat (1) berupa: a. administratif.
denda; b. (2)Ketentuan lebih
pemberhentian lanjut mengenai
sementara dari jenis, besaran
kegiatan Usaha denda, dan tata
Perkebunan; dan / cara pengenaan
atau c. pencabutan izin sanksi sebagaimana
usaha perkebunan. dimaksud pada ayat
(3) Ketentuan lebih lanjut (1) diatur dalam
mengenai jenis, Peraturan
besaran denda, dan Pemerintah.
tata cara pengenaan
sanksi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
diatur dalam Peraturan
Pemerintah.
Pasal 75 Pasal 75
(1)Setiap Pelaku Usaha (1)Setiap Pelaku Usaha
Perkebunan yang Perkebunan yang
melanggar ketentuan melanggar
sebagaimana dimaksud ketentuan
dalam Pasal 74 ayat (1) sebagaimana
dikenai sanksi dimaksud dalam
administratif. Pasal 74 ayat (1)
(2)Sanksi administratif dikenai sanksi
sebagaimana dimaksud administratif.
pada ayat (1) berupa: a. (2)Ketentuan lebih
denda; b. lanjut mengenai
pemberhentian jenis, besaran
sementara dari denda, dan tata
kegiatan, produksi, cara pengenaan
dan/ atau peredaran sanksi sebagaimana
hasil usaha industri; c. dimaksud pada ayat
ganti rugi; dan/atau d. (1) diatur dalam
pencabutan izin usaha. Peraturan
(3)Ketentuan lebih lanjut Pemerintah
mengenai jenis,
besaran denda, dan
testa cara pengenaan

1805
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
sanksi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
diatur dalam Peraturan
Pemerintah
Pasal 102 Pasal 102 Penghapusan
(1)Selain penyidik pejabat Dicabut kewenangan PPNS
Kepolisian Negara untuk melakukan
Republik Indonesia, penyidikan
pejabat pegawai negeri (Koordinasi
sipil tertentu yang dengan POLRI)
lingkup tugas dan
tanggung jawabnya di
bidang Perkebunan
juga diberi wewenang
khusus sebagai
penyidik pegawai
negeri sipil
sebagaimana dimaksud
dalam undang-undang
tentang hukum acara
pidana untuk
melakukan penyidikan
tindak pidana di
bidang Perkebunan.
(2)Penyidik pegawai negeri
sipil sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
berwenang untuk:
a. melakukan
pemeriksaan atas
kebenaran laporan
atau keterangan
yang berkenaan
dengan tindak
pidana di bidang
Perkebunan;
b. melakukan
pemanggilan
terhadap seseorang

1806
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
untuk didengar dan
diperiksa sebagai
tersangka atau
sebagai saksi dalam
tindak pidana di
bidang Perkebunan;
c. melakukan
pemeriksaan
terhadap orang atau
badan hukum yang
diduga melakukan
tindak pidana di
bidang Perkebunan;
d. memeriksa tanda
pengenal seseorang
yang berada dalam
kawasan
pengembangan
Perkebunan;
e. melakukan
penggeledahan dan
penyitaan barang
bukti tindak pidana
di bidang
Perkebunan;
f. meminta keterangan
dan bahan bukti
dari orang atau
badan hukum
sehubungan dengan
tindak pidana di
bidang Perkebunan;
g. membuat dan
menandatangani
berita acara;
h. menghentikan
penyidikan apabila
tidak terdapat
cukup bukti tentang

1807
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
adanya tindak
pidana di bidang
Perkebunan; dan
i. meminta bantuan
ahli dalam rangka
pelaksanaan tugas
penyidikan tindak
pidana dalam
bidang Perkebunan.
(3) Penyidik pegawai
negeri sipil
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1)
memberitahukan
dimulainya penyidikan
dan melaporkan hasil
penyidikannya kepada
penuntut umum
melalui penyidik
pejabat Kepolisian
Negara Republik
Indonesia.
(4) Apabila pelaksanaan
kewenangan
sebagaimana dimaksud
pada ayat (2)
memerlukan tindakan
penangkapan dan
penahanan, penyidik
pegawai negeri sipil
melakukan koordinasi
dengan penyidik
pejabat Kepolisian
Negara Republik
Indonesia sesuai
dengan ketentuan
peraturan perundang-
undangan.
(5) Penyidik pegawai

1808
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
negeri sipil
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1)
menyampaikan basil
penyidikan kepada
penuntut umum
melalui penyidik
pejabat Kepolisian
Negara Republik
Indonesia sesuai
dengan ketentuan
peraturan perundang-
undangan.
(6) Pengangkatan pejabat
penyidik pegawai
negeri sipil, tata cara,
dan proses penyidikan
dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan
peraturan perundang-
undangan.
Pasal 103 Pasal 103 Pasal acuan
Setiap pejabat yang Setiap pejabat yang dicabut
menerbitkan Izin Usaha menerbitkan Izin
Perkebunan diatas Tanah Usaha Perkebunan
Hak Ulayat Masyarakat diatas Tanah Hak
Hukum Adat sebagaimana Ulayat Masyarakat
dimaksud dalam Pasal 17 Hukum Adat
ayat (1) dipidana dengan sebagaimana
pidana penjara paling dimaksud dalam Pasal
lama 5 (lima) tahun atau 17 ayat (1) dikenai
denda paling banyak sanksi sesuai dengan
Rp.5.000.000.000,00 (lima ketentuan peraturan
miliar rupiah) perundang-undangan
di bidang aparatur
sipil negara dan
ketentuan peraturan
perundang-undangan
di bidang tindak

1809
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
pidana korupsi.
Pasal 105 Pasal 105 Pelanggaran
Setiap Perusahaan Setiap Perusahaan perizinan dan
Perkebunan yang Perkebunan yang berusaha bersifat
melakukan usaha budi melakukan usaha budi administratif dan
daya Tanaman daya Tanaman perdata
Perkebunan dengan Perkebunan dengan
luasan skala tertentu luasan skala tertentu Ketentuan
dan/atau usaha dan/atau usaha sanksi
Pengolahan Hasil Pengolahan Hasil administratif
Perkebunan dengan Perkebunan dengan berupa denda
kapasitas pabrik tertentu kapasitas pabrik harus diatur
yang tidak memiliki izin tertentu yang tidak dalam UU Cipta
Usaha Perkebunan memenuhi Perizinan Lapangan Kerja
sebagaimana dimaksud Berusaha sebagaimana dan
dalam Pasal 47 ayat (1) dimaksud dalam Pasal mengakibatkan
dipidana dengan pidana 47 ayat (1) dipidana efek jera bagi
penjara paling lama 5 dengan pidana penjara Perusahaan
(lima) tahun dan denda paling lama 5 (lima) Perkebunan.
paling banyak tahun dan denda
Rp10.000.000.000,00 paling banyak Nominal denda
(sepuluh miliar rupiah). Rp10.000.000.000,00 administratif
(sepuluh miliar yang akan
rupiah). dikenakan dapat
diatur di PP.
Pasal 109 DIHAPUS Rekomendasi
Pelaku Usaha Perkebunan Pasal rujukan
yang tidak menerapkan: pada UU Sektor
a. analisis mengenai dihapus.
dampak lingkungan Terkait penerapan
hidup atau upaya AMDAL dan UKL
pengelolaan lingkungan UPL oleh Pelaku
hidup dan upaya Usaha
pemantauan Perkebunan dapat
lingkungan hidup; diatur di PP.
b. analisis risiko Pengenaan sanksi
lingkungan hidup; dan administratif juga
c. pemantauan lingkungan dapat diatur di
hidup; PP.

1810
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 68 dipidana
dengan pidana penjara
paling lama 3 (tiga) tahun
dan denda paling banyak
Rp3.000.000.000,00 (tiga
miliar rupiah).

33. UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG


PERKERETAAPIAN
Rumusan Usulan Rumusan Alasan
No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian
Pasal 28 Pasal 28 Penyesuaian
Penyelenggara Sarana Penyelenggara Sarana dengan rumusan
Perkeretaapian yang Perkeretaapian yang dalam Omnibus
mengoperasikan sarana mengoperasikan
perkeretaapian tidak sarana perkeretaapian
memenuhi standar tidak memenuhi
kelaikan operasi sarana standar kelaikan
perkeretaapian operasi sarana
sebagaimana dimaksud perkeretaapian
dalam Pasal 27, dikenai sebagaimana
sanksi administratif dimaksud dalam Pasal
berupa teguran tertulis, 27, dikenai sanksi
pembekuan izin, dan administratif.
pencabutan izin operasi.

Pasal 77 Pasal 77 Penyesuaian


Setiap badan hukum atau Setiap badan hukum dengan rumusan
lembaga yang melanggar atau lembaga yang dalam Omnibus
ketentuan sebagaimana melanggar ketentuan
dimaksud dalam Pasal 76 sebagaimana
dikenai sanksi dimaksud dalam Pasal
administratif berupa 76 dikenai sanksi

1811
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
teguran tertulis, administratif.
pembekuan izin, atau
pencabutan izin operasi.
Pasal 82 Pasal 82 Penyesuaian
Penyelenggara Prasarana Penyelenggara dengan rumusan
Perkeretaapian yang Prasarana dalam Omnibus
melanggar ketentuan Perkeretaapian yang
sebagaimana dimaksud melanggar ketentuan
dalam Pasal 81, dikenai sebagaimana
sanksi administratif dimaksud dalam Pasal
berupa teguran tertulis 81, dikenai sanksi
atau pembekuan izin atau administratif.
pencabutan izin operasi.

Pasal 107 Pasal 107 Penyesuaian


Setiap badan hukum atau Setiap badan hukum dengan rumusan
lembaga yang melanggar atau lembaga yang dalam Omnibus
ketentuan sebagaimana melanggar ketentuan
dimaksud dalam Pasal sebagaimana
106, dikenai sanksi dimaksud dalam Pasal
administratif berupa 106, dikenai sanksi
teguran tertulis, administratif.
pembekuan izin, atau
pencabutan izin operasi.

Pasal 112 Pasal 112 Penyesuaian


Apabila penyelenggara dengan rumusan
Apabila penyelenggara sarana perkeretaapian dalam Omnibus
sarana perkeretaapian
dalam melaksanakan
dalam melaksanakan
pemeriksaan tidak
pemeriksaan tidak
menggunakan tenaga menggunakan tenaga
yang memiliki kualifikasi yang memiliki
keahlian dan tidak sesuai kualifikasi keahlian
dengan tata cara yang dan tidak sesuai

1812
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
ditetapkan sebagaimana dengan tata cara yang
dimaksud dalam Pasal ditetapkan
111, dikenai sanksi sebagaimana
administratif berupa
dimaksud dalam Pasal
teguran tertulis,
111, dikenai sanksi
pembekuan izin operasi,
atau pencabutan izin administratif.
operasi.
Pasal 135 Pasal 135 Penyesuaian
Penyelenggara Sarana Penyelenggara Sarana dengan rumusan
Perkeretaapian yang tidak Perkeretaapian yang dalam Omnibus
menyediakan angkutan tidak menyediakan
dengan kereta api lain angkutan dengan
atau moda transportasi kereta api lain atau
lain sampai stasiun moda transportasi lain
tujuan atau tidak sampai stasiun tujuan
memberi ganti kerugian atau tidak memberi
senilai harga karcis ganti kerugian senilai
sebagaimana dimaksud harga karcis
dalam Pasal 134 ayat (4) sebagaimana
dikenai sanksi dimaksud dalam Pasal
administratif berupa 134 ayat (4) dikenai
pembekuan izin operasi sanksi administratif.
atau pencabutan izin
operasi.
Pasal 168 Pasal 168 Penyesuaian
Penyelenggara Sarana Penyelenggara Sarana dengan rumusan
Perkeretaapian yang tidak Perkeretaapian yang dalam Omnibus
mengasuransikan tidak
tanggung jawabnya mengasuransikan
sebagaimana dimaksud tanggung jawabnya
dalam Pasal 167 ayat (1), sebagaimana
dikenai sanksi dimaksud dalam Pasal
administratif berupa 167 ayat (1), dikenai
pembekuan izin operasi sanksi administratif.

1813
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
atau pencabutan izin
operasi.
Pasal 186 Pasal 186 Penghapusan
(1) Pejabat pegawai negeri DIHAPUS kewenangan PPNS
sipil tertentu di bidang untuk melakukan
perkeretaapian dapat penyidikan
diberi kewenangan (Koordinasi
khusus sebagai penyidik dengan POLRI)
sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1981
tentang Hukum Acara
Pidana untuk melakukan
penyidikan atas
pelanggaran ketentuan
dalam Undang-Undang
ini.
(2) Penyidik Pegawai
Negeri Sipil sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
berwenang untuk:
a. melakukan
pemeriksaan atas
kebenaran laporan,
pengaduan, atau
keterangan tentang
terjadinya tindak
pidana di bidang
perkeretaapian;
b. memanggil orang
untuk didengar
keterangannya
sebagai saksi
dan/atau tersangka

1814
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
tindak pidana di
bidang
perkeretaapian;
c. melakukan
penggeledahan,
penyegelan,
dan/atau penyitaan
alat-alat yang
digunakan untuk
melakukan tindak
pidana di bidang
perkeretaapian;
d. melakukan
pemeriksaan tempat
terjadinya tindak
pidana dan tempat
lain yang diduga
terdapat barang
bukti tindak pidana
di bidang
perkeretaapian;
e. melakukan
penyitaan barang
bukti tindak pidana
di bidang
perkeretaapian;
f. meminta keterangan
dan barang bukti
dari orang dan/atau
badan hukum atas
terjadinya tindak
pidana di bidang
perkeretaapian;
g. mendatangkan ahli

1815
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
yang diperlukan
untuk penyidikan
tindak pidana di
bidang
perkeretaapian;
h.membuat dan
menandatangani
berita acara
pemeriksaan
perkara tindak
pidana di bidang
perkeretaapian; dan
i. menghentikan
penyidikan apabila
tidak terdapat
cukup bukti
terjadinya tindak
pidana di bidang
perkeretaapian.
(3) Pejabat pegawai negeri
sipil sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
memberitahukan
dimulainya penyidikan
dan menyerahkan hasil
penyidikannya kepada
penuntut umum sesuai
dengan peraturan
perundang-undangan
yang berlaku.

Pasal 188 Pasal 188 Pada prinsipnya


Badan Usaha yang Badan Usaha yang Pasal ini tetap
menyelenggarakan menyelenggarakan harus diatur di

1816
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
prasarana prasarana dalam UU 23
perkeretaapian umum perkeretaapian umum Tahun 2007
yang tidak memiliki izin yang tidak memiliki tentang
usaha, izin pembangunan, Perizinan Berusaha Perkeretaapian
dan izin operasi sebagaimana karena :
sebagaimana dimaksud dimaksud dalam Pasal Diperlukan dalam
dalam Pasal 24 ayat (1), 24 ayat (1), dipidana rangka
dipidana dengan pidana dengan pidana denda penegakan
penjara paling lama paling banyak peraturan
6 (enam) tahun dan Rp2.000.000.000,00 perundang –
pidana denda paling (dua milyar rupiah). undangan di
banyak bidang
Rp2.000.000.000,00 (dua perkeretaapian,
milyar rupiah). penyelenggaraa
n
perkeretaapian
mempunyai
resiko tinggi
terhadap
keselamatan
perkeretaapian;
Apabila Badan
Usaha
Penyelenggaran
Prasarana
Perkeretaapian
membangun
dan
mengoperasika
n prasarana
perkeretaapian
tidak sesuai
dengan
prosedur,

1817
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
persyaratan
teknis, dan
kelaikan
prasarana
perkeretaapian,
akan
membahayaka
n keselamatan
pengguna jasa
perkeretaapian.
Sanksi ini apabila
dimaksukan ke
dalam KUHP
tidak ada yang
sesuai,
sehingga tetap
diatur di dalam
UU 23 Tahun
2007.
Pasal 190 Pasal 190 Pada prinsipnya
Badan Usaha yang Badan Usaha yang Pasal ini tetap
menyelenggarakan sarana menyelenggarakan harus diatur di
perkeretaapian umum sarana perkeretaapian dalam UU 23
yang tidak memiliki izin umum yang tidak Tahun 2007
usaha dan izin operasi memiliki Perizinan tentang
sebagaimana dimaksud Berusaha sebagaimana Perkeretaapian
dalam Pasal 32 ayat (1), dimaksud dalam Pasal karena:
dipidana 32 ayat (1), dipidana Diperlukan dalam
dengan pidana penjara dengan pidana denda rangka
paling lama 6 (enam) paling banyak penegakan
tahun dan pidana denda Rp2.000.000.000,00 peraturan
paling banyak (dua milyar rupiah). perundang –
Rp2.000.000.000,00 (dua undangan di
milyar rupiah). bidang

1818
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
perkeretaapian,
penyelenggaraa
n
perkeretaapian
mempunyai
resiko tinggi
terhadap
keselamatan
perkeretaapian;
Sanksi ini apabila
dimasukkan ke
dalam KUHP
tidak ada yang
sesuai,
sehingga tetap
diatur di dalam
UU 23 Tahun
2007.

Pasal 191 Pasal 191 Pada prinsipnya


(1)Penyelenggara (1)Penyelenggara Pasal ini tetap
perkeretaapian khusus perkeretaapian harus diatur di
yang tidak memiliki izin khusus yang tidak dalam UU 23
pengadaan atau memiliki Perizinan Tahun 2007
pembangunan dan izin Berusaha tentang
operasi sebagaimana sebagaimana Perkeretaapian
dimaksud dalam Pasal dimaksud dalam karena:
33 ayat (2), dipidana Pasal 33 ayat (2), Diperlukan dalam
dengan pidana penjara dikenakan pidana rangka
paling lama 6 (enam) denda paling penegakan
bulan dan pidana banyak peraturan
denda paling banyak Rp250.000.000,00 perundang –
Rp250.000.000,00 (dua (dua ratus lima undangan di
ratus lima puluh juta puluh juta rupiah. bidang

1819
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
rupiah). (2)Dalam hal tindak perkeretaapian,
(2)Dalam hal tindak pidana sebagaimana penyelenggaraa
pidana sebagaimana dimaksud pada ayat n
dimaksud pada ayat (1) (1) mengakibatkan perkeretaapian
mengakibatkan kecelakaan kereta mempunyai
kecelakaan kereta api api dan kerugian resiko tinggi
dan kerugian bagi bagi harta benda, terhadap
harta benda, dipidana dipidana dengan keselamatan
dengan pidana penjara pidana penjara perkeretaapian;
paling lama 1 (satu) paling lama 18 Sanksi ini apabila
tahun 6 (enam) bulan (delapan belas) dimaksukan ke
dan pidana denda bulan dan pidana dalam KUHP
paling banyak denda paling tidak ada yang
Rp500.000.000,00 banyak sesuai,
(lima ratus juta rupiah). Rp500.000.000,00 sehingga tetap
(lima ratus juta diatur di dalam
rupiah). UU 23 Tahun
2007.

Pasal 195 DIHAPUS Cukup sanksi


Petugas prasarana administratif
perkeretaapian yang kepada Badan
mengoperasikan Usaha
Prasarana Perkeretaapian
tidak memiliki sertifikat
kecakapan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 80
ayat (1), dipidana dengan
pidana penjara paling
lama 1 (satu) tahun.

Pasal 196 Pasal 196 Pada prinsipnya


Penyelenggara Prasarana Penyelenggara Pasal ini tetap
Perkeretaapian yang Prasarana harus diatur di

1820
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
mengoperasikan Perkeretaapian yang dalam UU 23
prasarana perkeretaapian mengoperasikan Tahun 2007
dengan petugas yang prasarana tentang
tidak memiliki sertifikat perkeretaapian dengan Perkeretaapian
kecakapan sebagaimana petugas yang tidak karena :
dimaksud dalam Pasal 80 memiliki sertifikat
Penyelenggara
ayat (1), dipidana dengan kecakapan untuk Prasarana wajib
pidana penjara paling mengoperasikan mengoperasikan
lama 1 (satu) tahun dan Prasarana prasarana
pidana denda paling Perkeretaapian perkeretaapian
banyak Rp500.000.000,00 sebagaimana dalam keadaan
(lima ratus juta rupiah). dimaksud dalam Pasal laik sesuai dengan
80 ayat (1), dikenai standar teknis
sanksi administratif yang telah
dan pidana denda ditetapkan dan
paling banyak Rp. berkewajiban
500.000.000,00 (lima membina sumber
ratus juta rupiah). daya manusia
perkeretaapian
memiliki
kompetensi dan
persyaratan yang
dibuktikan
sertifikat
kecakapan.

Apabila prasarana
perkeretaapian
dioperasikan oleh
SDM yang tidak
memiliki sertifikat
kecakapan sangat
membahayakan
perjalanan

1821
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
perkeretaapian
yang akan
mengancam
keselamatan
pengguna jasa
perkeretaapian.
Pasal 203 Pasal 203 Cukup sanksi
(1)Awak Sarana (1)Awak Sarana administratif
Perkeretaapian yang Perkeretaapian kepada Badan
mengoperasikan sarana yang Usaha
perkeretaapian tidak mengoperasikan
memiliki sertifikat sarana
kecakapan sebagaimana perkeretaapian
dimaksud dalam Pasal tidak memiliki
116 ayat (1), dipidana sertifikat
dengan pidana penjara kecakapan
paling lama 1 (satu) sebagaimana
tahun. dimaksud dalam
Pasal 116 ayat (1)
(2)Dalam hal tindak pidana dan mengakibatkan
sebagaimana dimaksud kecelakaan kereta
pada ayat (1) api serta kerugian
mengakibatkan bagi harta benda,
kecelakaan kereta api dan dipidana dengan
kerugian bagi harta pidana penjara
benda, dipidana dengan paling lama 2 (dua)
pidana penjara paling tahun.
lama 2 (dua) tahun. (2)Dalam hal tindak
(3)Dalam hal tindak pidana pidana
sebagaimana dimaksud sebagaimana
pada ayat (1) dimaksud pada
mengakibatkan luka berat ayat (1)
bagi orang, dipidana mengakibatkan
dengan pidana penjara luka berat bagi

1822
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
paling lama 3 (tiga) tahun. orang, dipidana
(4)Dalam hal tindak pidana dengan pidana
sebagaimana dimaksud penjara paling lama
pada ayat (1) 3 (tiga) tahun.
mengakibatkan matinya (3)Dalam hal tindak
orang, dipidana dengan pidana
pidana penjara paling sebagaimana
lama 5 (lima) tahun. dimaksud pada
ayat (1)
mengakibatkan
matinya orang,
dipidana dengan
pidana penjara
paling lama 5 (lima)
tahun.

Pasal 204 Pasal 204 Pada prinsipnya


Penyelenggara Sarana Penyelenggara Pasal ini tetap
Perkeretaapian yang Prasarana harus diatur di
mengoperasikan Sarana Perkeretaapian yang dalam UU 23
Perkeretaapian dengan mengoperasikan Tahun 2007
Awak Sarana Sarana Perkeretaapian tentang
Perkeretaapian yang tidak dengan Awak Sarana Perkeretaapian
memiliki sertifikat tanda Perkeretaapian yang karena :
kecakapan sebagaimana tidak memiliki Penyelenggara
dimaksud dalam Pasal sertifikat tanda Prasarana wajib
116 ayat (1), dipidana kecakapan mengoperasikan
dengan pidana penjara sebagaimana sarana
paling lama 1 (satu) tahun dimaksud dalam Pasal perkeretaapian
dan pidana denda paling 116 ayat (1), dikenai dalam keadaan
banyak sanksi administratif laik sesuai dengan
Rp250.000.000,00. (dua dan pidana denda standar teknis
ratus lima puluh juta paling banyak yang telah
rupiah). Rp250.000.000,00. ditetapkan dan

1823
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
(dua ratus lima puluh berkewajiban
juta rupiah). membina SDM
perkeretaapian
memiliki
komnpetensi dan
persyaratan yang
dibuktikan
sertifikat
kecakapan

Pasal 210 Pasal 210


(1)Tindak pidana (1)Dalam hal kegiatan
sebagaimana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal dimaksud dalam
189, Pasal 191, dan Pasal 189, Pasal
Pasal 193 yang 191, dan Pasal 193
mengakibatkan luka mengakibatkan luka
berat bagi orang, berat bagi orang,
dipidana dengan Pelaku dapat
pidana penjara paling dipidana dengan
lama 3 (tiga) tahun pidana penjara
dan pidana denda paling lama 3 (tiga)
paling banyak tahun dan pidana
Rp1.000.000.000,00 denda paling
(satu milyar rupiah). banyak
(2)Tindak pidana Rp1.000.000.000,00
sebagaimana (satu milyar rupiah).
dimaksud dalam Pasal (2)Dalam hal kegiatan
189, Pasal 191 dan sebagaimana
Pasal 193 yang dimaksud dalam
mengakibatkan Pasal 193
matinya orang, mengakibatkan
dipidana dengan matinya orang,
pidana penjara paling dipidana dengan

1824
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
lama 6 (enam) tahun pidana penjara
dan pidana denda paling lama 6
paling banyak (enam) tahun dan
Rp2.000.000.000,00 pidana denda paling
(dua milyar rupiah). banyak
Rp2.000.000.000,00
(dua milyar rupiah).
(3)Dalam hal kegiatan
sebagaimana
dimaksud dalam
Pasal 189, Pasal
191, dan Pasal 193,
dilakukan oleh
Badan Usaha
Penyelenggara
mengakibatkan luka
berat bagi orang,
dipidana dengan
pidana denda paling
banyak
Rp1.000.000.000,00
(satu milyar rupiah).
(4)Dalam hal kegiatan
sebagaimana
dimaksud dalam
Pasal 189, Pasal
191, dan Pasal 193,
dilakukan oleh
Badan Usaha
Penyelenggara yang
mengakibatkan
matinya orang,
dipidana dengan
pidana denda paling

1825
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
banyak
Rp2.000.000.000,00
(dua milyar rupiah).

34. UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG


PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN NELAYAN,
PEMBUDIDAYA IKAN, DAN PETAMBAK GARAM
Rumusan Usulan Rumusan Alasan
No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan
Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan Petambak Garam
Pasal 74 Dicabut Terkait
pemasukan yang
Setiap Orang yang tidaks sesuai
melakukan impor dengan
Komoditas Perikanan dan ketentuan, tanpan
Komoditas Pergaraman izin merupakan
yang tidak sesuai dengan penyelundupan,
tempat pemasukan, jenis, sebagkan yang
waktu pemasukan, dengan izin
dan/atau standar mutu merupakan
wajib yang ditetapkan pelanggaran UU
oleh Menteri sebagaimana kepabeanan,
dimaksud dalam Pasal 38 sehingga
dipidana dengan pidana ketentuan sanksi
penjara paling lama 4 pidana mengikuti
(empat) tahun dan/atau pengaturan KUHP
pidana denda paling dan UU
banyak Kepabeanan.
Rp6.000.000.000,00
(enam miliar rupiah).

1826
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

35. UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG


PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN PETANI
Rumusan Usulan Rumusan Alasan
No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan
Pemberdayaan Petani
Pasal 101 DIHAPUS Pasal rujukan
Dihapus, untuk
Setiap Orang yang menyesuaikan
mengimpor Komoditas dengan ketentuan
Pertanian pada saat internasional
ketersediaan Komoditas
Pertanian dalam negeri
sudah mencukupi
kebutuhan konsumsi
dan/atau cadangan
pangan Pemerintah
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 30 ayat (1)
dipidana dengan pidana
penjara paling lama 2
(dua) tahun dan denda
paling banyak
Rp2.000.000.000,00 (dua
miliar rupiah).

36. UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2009 TENTANG


PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP
Rumusan Usulan Rumusan Alasan
No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup
Pasal 76 Pasal 76 Mengingat
1) Menteri, gubernur, Pemerintah pengawasan
atau menerapkan sanksi menjadi salah

1827
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
bupati/walikota administratif kepada satu poin penting
menerapkan sanksi penanggung jawab dalam
administratif usaha dan/atau kemudahan
kepada penanggung kegiatan jika dalam berusaha, maka
jawab usaha pengawasan terhadap kegiatan
dan/atau kegiatan ditemukan usaha yang tidak
jika dalam pelanggaran terhadap sesuai dengan
pengawasan perizinan lingkungan. ketentuan
ditemukan perundang-
pelanggaran undangan perlu
terhadap izin ditindaklanjuti
lingkungan. dengan pemberian
2) Sanksi administratif sanksi. Pemberian
terdiri atas: a. sanksi ini dapat
teguran tertulis; b. dilakukan dengan
paksaan cara mengatur
pemerintah; c. jenis sanksi
pembekuan izin bertingkat yang
lingkungan; atau d. variatif namun
pencabutan izin terstandar,
lingkungan. sehingga terdapat
kesamaan
tingkatan sanksi
pada setiap
kegiatan.
Ayat (2) dihapus
karena telah
dicantumkan
dalam Pasal
Umum, terkait
perincian dan tata
cara
pengenaannya
akan dilakukan

1828
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
pengaturan lebih
lanjut di PP

Pasal 77 Pasal 77
Menteri dapat Pemerintah dapat
menerapkan sanksi menerapkan sanksi
administratif terhadap administratif terhadap
penanggung jawab usaha penanggung jawab
dan/atau kegiatan jika usaha dan/atau
Pemerintah menganggap kegiatan jika
pemerintah daerah secara Pemerintah
sengaja tidak menerapkan menganggap
sanksi administratif pemerintah daerah
terhadap pelanggaran secara sengaja tidak
yang serius di bidang menerapkan sanksi
perlindungan dan administratif terhadap
pengelolaan lingkungan pelanggaran yang
hidup. serius di bidang
perlindungan dan
pengelolaan
lingkungan hidup.
Pasal 79 Pasal 79
Pengenaan sanksi Pengenaan sanksi
administratif berupa pidana dilakukan
pembekuan atau apabila penanggung
pencabutan izin jawab usaha dan/atau
lingkungan sebagaimana kegiatan tidak
dimaksud dalam Pasal 76 melaksanakan
ayat (2) huruf c dan huruf paksaan pemerintah.
d dilakukan apabila
penanggung jawab usaha
dan/atau kegiatan tidak
melaksanakan paksaan

1829
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
pemerintah
Pasal 81 Pasal 81 Pengaturan yg
Setiap penanggung jawab Setiap penanggung redundany antara
usaha dan/atau kegiatan jawab usaha dan/atau pasal 79 dan pasa
yang tidak melaksanakan kegiatan yang tidak 81, apakah
paksaan pemerintah melaksanakan pengingkaran atas
dapat dikenai denda atas paksaan pemerintah pelaksanaan
setiap keterlambatan dapat dikenai denda paksaan
pelaksanaan sanksi atas setiap pemerintah
paksaan pemerintah. keterlambatan dikenakan sanksi
pelaksanaan sanksi pidana atau
paksaan pemerintah. denda??
Dalam substansi
omnibus
pengenaan denda
dimasukkan k-
edalam rezim
administrasi.
Terlebih Pasal 114
masih ada yg
menyatakan
pengenaan pidana
bagi pelaku usaha
yang tidak
melaksanakan
paksaan
pemerintah.

Pasal 82 Pasal 82
(1)Menteri, gubernur, atau (1)Pemerintah
bupati/walikota berwenang untuk
berwenang untuk memaksa
memaksa penanggung penanggung jawab
jawab usaha dan/atau usaha dan/atau

1830
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
kegiatan untuk kegiatan untuk
melakukan pemulihan melakukan
lingkungan hidup pemulihan
akibat pencemaran lingkungan hidup
dan/atau perusakan akibat pencemaran
lingkungan hidup yang dan/atau
dilakukannya. perusakan
(2)Menteri, gubernur, atau lingkungan hidup
bupati/walikota yang dilakukannya.
berwenang atau dapat (2)Pemerintah
menunjuk pihak ketiga berwenang atau
untuk melakukan dapat menunjuk
pemulihan lingkungan pihak ketiga untuk
hidup akibat melakukan
pencemaran dan/atau pemulihan
perusakan lingkungan lingkungan hidup
hidup yang akibat pencemaran
dilakukannya atas dan/atau
beban biaya perusakan
penanggung jawab lingkungan hidup
usaha dan/atau yang dilakukannya
kegiatan atas beban biaya
penanggung jawab
usaha dan/atau
kegiatan
Pasal 94 Pasal 94 Penghapusan
(1) Selain penyidik Dicabut kewenangan PPNS
pejabat polisi Negara untuk melakukan
Republik Indonesia, penyidikan
pejabat pegawai negeri (Koordinasi
sipil tertentu di dengan POLRI)
lingkungan instansi
pemerintah yang lingkup
tugas dan tanggung

1831
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
jawabnya di bidang
perlindungan dan
pengelolaan lingkungan
hidup diberi wewenang
sebagai penyidik
sebagaimana dimaksud
dalam Hukum Acara
Pidana untuk melakukan
penyidikan tindak pidana
lingkungan hidup.
(2) Penyidik pejabat
pegawai negeri sipil
berwenang:
a. melakukan
pemeriksaan atas
kebenaran laporan
atau keterangan
berkenaan dengan
tindak pidana di
bidang
perlindungan dan
pengelolaan
lingkungan hidup;
b. melakukan
pemeriksaan
terhadap setiap
orang yang diduga
melakukan tindak
pidana di bidang
perlindungan dan
pengelolaan
lingkungan hidup;
c. meminta keterangan
dan bahan bukti

1832
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
dari setiap orang
berkenaan dengan
peristiwa tindak
pidana di bidang
perlindungan dan
pengelolaan
lingkungan hidup;
d. melakukan
pemeriksaan atas
pembukuan,
catatan, dan
dokumen lain
berkenaan dengan
tindak pidana di
bidang
perlindungan dan
pengelolaan
lingkungan hidup;
e. melakukan
pemeriksaan di
tempat tertentu
yang diduga
terdapat bahan
bukti, pembukuan,
catatan, dan
dokumen lain;
f. melakukan penyitaan
terhadap bahan dan
barang hasil
pelanggaran yang
dapat dijadikan
bukti dalam perkara
tindak pidana di
bidang

1833
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
perlindungan dan
pengelolaan
lingkungan hidup;
g. meminta bantuan
ahli dalam rangka
pelaksanaan tugas
penyidikan tindak
pidana di bidang
perlindungan dan
pengelolaan
lingkungan hidup;
h. menghentikan
penyidikan;
i. memasuki tempat
tertentu, memotret,
dan/atau membuat
rekaman audio
visual;
j. melakukan
penggeledahan
terhadap badan,
pakaian, ruangan,
dan/atau tempat
lain yang diduga
merupakan tempat
dilakukannya
tindak pidana;
dan/atau
k. menangkap dan
menahan pelaku
tindak pidana.

(3) Dalam melakukan


penangkapan dan
penahanan sebagaimana

1834
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
dimaksud pada ayat (2)
huruf k, penyidik pejabat
pegawai negeri sipil
berkoordinasi dengan
penyidik pejabat polisi
Negara Republik
Indonesia.

(4) Dalam hal penyidik


pejabat pegawai negeri
sipil melakukan
penyidikan, penyidik
pejabat pegawai negeri
sipil memberitahukan
kepada penyidik pejabat
polisi Negara Republik
Indonesia dan penyidik
pejabat polisi Negara
Republik Indonesia
memberikan bantuan
guna kelancaran
penyidikan.

(5) Penyidik pejabat


pegawai negeri sipil
memberitahukan
dimulainya penyidikan
kepada penuntut umum
dengan tembusan kepada
penyidik pejabat polisi
Negara Republik
Indonesia.
Pasal 109 Dicabut Karena Pasal
Setiap orang yang Acuan Dicabut
melakukan usaha
dan/atau kegiatan tanpa
memiliki izin lingkungan
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 36 ayat (1)
dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 1

1835
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
(satu) tahun dan paling
lama 3 (tiga) tahun dan
denda paling sedikit
Rp1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah) dan paling
banyak
Rp3.000.000.000,00 (tiga
miliar rupiah)
Pasal 111 Pejabat pemberi izin Ayat (2) dihapus
1. Pejabat pemberi izin lingkungan yang karena Pasal
lingkungan yang menerbitkan izin acuan dicabut.
menerbitkan izin lingkungan tanpa
lingkungan tanpa dilengkapi dengan
dilengkapi dengan amdal atau UKL-UPL
amdal atau UKL-UPL sebagaimana
sebagaimana dimaksud dimaksud dalam Pasal
dalam Pasal 37 ayat (1) 37 ayat (1) dipidana
dipidana dengan dengan pidana penjara
pidana penjara paling paling lama 3 (tiga)
lama 3 (tiga) tahun dan tahun dan denda
denda paling banyak paling banyak
Rp3.000.000.000,00 Rp3.000.000.000,00
(tiga miliar rupiah). (tiga miliar rupiah).
2. Pejabat pemberi izin
usaha dan/atau
kegiatan yang
menerbitkan izin usaha
dan/atau kegiatan
tanpa dilengkapi
dengan izin lingkungan
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 40 ayat (1)
dipidana dengan
pidana penjara paling

1836
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
lama 3 (tiga) tahun dan
denda paling banyak
Rp3.000.000.000,00
(tiga miliar rupiah)
Pasal 112 Pasal 112 Pasal Acuan 72
Setiap pejabat berwenang Setiap pejabat dicabut,
yang dengan sengaja tidak berwenang yang
melakukan pengawasan dengan sengaja tidak
terhadap ketaatan melakukan
penanggung jawab usaha pengawasan terhadap
dan/atau kegiatan ketaatan penanggung
terhadap peraturan jawab usaha dan/atau
perundang-undangan dan kegiatan terhadap
izin lingkungan peraturan perundang-
sebagaimana dimaksud undangan dan izin
dalam Pasal 71 dan Pasal lingkungan
72, yang mengakibatkan sebagaimana
terjadinya pencemaran dimaksud dalam Pasal
dan/atau kerusakan 71 yang
lingkungan yang mengakibatkan
mengakibatkan hilangnya terjadinya pencemaran
nyawa manusia, dipidana dan/atau kerusakan
dengan pidana penjara lingkungan yang
paling lama 1 (satu) tahun mengakibatkan
atau denda paling banyak hilangnya nyawa
Rp500.000.000,00 (lima manusia, dipidana
ratus juta rupiah) dengan pidana penjara
paling lama 1 (satu)
tahun atau denda
paling banyak
Rp500.000.000,00
(lima ratus juta rupiah)
Pasal 114 CEK KEMBALI
Setiap penanggung jawab

1837
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
usaha dan/atau kegiatan
yang tidak melaksanakan
paksaan pemerintah
dipidana dengan pidana
penjara paling lama 1
(satu) tahun dan denda
paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah).

37. UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2007 TENTANG


PERLINDUNGAN PEKERJA MIGRAN INDONESIA
Rumusan Usulan Rumusan Alasan
No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja
Migran Indonesia
Pasal 37 Pasal 37 Merupakan
(1)Sanksi administratif (1)Sanksi administratif pendefinisian
sebagaimana dimaksud sebagaimana sanksi
dalam Pasal 19 ayat dimaksud dalam administratif
(21, Pasal 25 ayat (3), Pasal 19 ayat (21, (secara otomatis
dan Pasal 27 ayat (3) Pasal 25 ayat (3), akan dicabut
berupa: dan Pasal 27 ayat dengan adanya
a. peringatantertulis; (3) berupa: penjabaran terkait
b. penghentian a. Peringatan sanksi
sementara sebagian tertulis; administratif di
atau seluruh b. penghentian UU CLK)
c. kegiatan usaha; atau sementara
d. pencabutan izin. sebagian atau
(2) Ketentuan lebih lanjut seluruh
mengenai tata cara c. kegiatan usaha;
pengenaan sanksi atau
administratif d. pencabutan izin.
sebagaimana dimaksud (2)Ketentuan lebih
pada ayat (1) diatur lanjut mengenai
dengan Peraturan tata cara pengenaan
Menteri. sanksi administratif

1838
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
sebagaimana
dimaksud pada ayat
(1) diatur dengan
Peraturan
Pemerintah.
Pasal 74 Pasal 74
(1)Sanksi administratif(1)Sanksi administratif
sebagaimana dimaksud sebagaimana
dalam Pasal 56 dan dimaksud dalam
Pasal 62 berupa: Pasal 56 dan Pasal
a. Peringatan tertulis. 62 berupa:
b. Penghentian a. Peringatan
sementara sebagian tertulis.
atau seluruh b. Penghentian
kegiatan usaha; sementara
atau sebagian atau
c. pencabutan izin. seluruh
(2) Ketentuan lebih lanjut kegiatan usaha;
mengenai tata cara atau
pentenaan sanksi c. pencabutan izin.
administratif
sebagaimana dimaksud (2)Ketentuan lebih
pada ayat (1) diatur lanjut mengenai tata
dengan Peraturan cara pentenaan
Menteri. sanksi administratif
sebagaimana
dimaksud pada ayat
(1) diatur dengan
Peraturan
Pemerintah.
Pasal 78 DIHAPUS Kewenangan
(1)Selain penyidik pejabat PPNS dalam
Polisi Negara Republik melakukan
Indonesia, kepada penyidikan
pejabat pegawai negeri
sipil tertentu di
instansi Pemerintah
Pusat dan Pemerintah
Daerah yang

1839
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
bertanggung jawab di
bidang
ketenagakerjaan diberi
wewenang khusus
sebagai penyidik
sebagairnana
dimaksud dalam
Undang-Undang
Hukum Acara Pidana,
untuk melakukan
penyidikan tindak
pidana sebagaimana
diatur dalam Undang-
Undang ini.
(2)Penyidik pegawai negeri
sipil sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
berwenang:
a. melakukan
pemeriksaan atas
kebenaran laporan
tentang tindak
pidana di bidang
ketenagakerjaan;
b. melakukan
pemeriksaan
terhadap orang yang
diduga melakukan
tindak pidana di
bidang
ketenagakerjaan;
c. meminta keterangan
dan bukti dari orang
atau badan hukum
sehubungan dengan
tindak pidana di
bidang
ketenagakerjaan;
d. melakukan

1840
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
pemeriksaan atau
penyitaan bahan
atau barang bukti
dalam perkara
tindak pidana di
bidang
ketenagakerjaan;
e. melakukan
pemeriksaan atas
surat dan/atau
dokumen lain
tentang tindak
pidana di bidang
ketenagakerjaan;
f. meminta bantuan
tenaga ahii daiam
rangka pelaksanaan
tugas penyidikan
tindak pidana di
bidang
ketenagakerjaan;
dan
g. menghentik
penyidikan jika
tidak terdapat
cukup bukti tentang
adanya tindak
pidana di bidang
ketenagakerjaan.
(3)Dalam melaksanakan
kewenangannya,
penyidik pegawai negeri
sipil sebagaimana
dimaksud pada ayat (2)
berkoordinasi dengan
penyidik pegawai negeri
sipil instansi terkait.
(4)Kewenangan penyidik
pegawai negeri sipil

1841
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
sebagaimana dimaksud
pada ayat (2)
dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan
peraturan perundang-
undangan.
Pasal 83 Pasal 83 Memiliki potensi
Setiap Orang yang tidak (1)Setiap Orang yang memiliki dampak
memenuhi persyaratan tidak memenuhi terhadap
sebagaimana dimaksud persyaratan keselamatan
dalam Pasal 68 yang sebagaimana orang (pidana =
dengan sengaja dimaksud dalam ultimum
melaksanakan Pasal 68 yang remedium)
penempatan Pekerja dengan sengaja
Migran Indonesia dipidana melaksanakan
dengan pidana penjara penempatan Pekerja
paling lama 10 (sepuluh) Migran Indonesia
tahun atau denda paling diberikan sanksi
banyak Rp 15.000. administratif.
000.000,00 (lima belas (2)Dalam hal
miliar rupiah). penempatan Pekerja
Migran Indonesia
sebagaimana
dimaksud pada ayat
(1) menyebabkan
luka berat,
membahayakan
nyawa orang, atau
kematian orang
dan/atau kerugian
harta benda, selain
sanksi sebagaimana
dimaksud pada ayat
(1), Pelaku Usaha
dikenai sanksi
pidana penjara
paling lama 10
(sepuluh) tahun atau
denda paling banyak

1842
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
Rp
15.000.000.000,00
(lima belas miliar
rupiah).

Pasal 84 Pasal 84 Merupakan


(1)Setiap pejabat yang (1)Setiap pejabat yang pelanggaran
dengan sengaja dengan sengaja administratif
memberangkatkan memberangkatkan namun juga
Pekerja Migran Pekerja Migran merupakan
Indonesia yang tidak Indonesia yang tidak penyalahgunaan
memenuhi persyaratan memenuhi kewenangan
kelengkapan dokumen persyaratan jabatan
sebagaimana dimaksud kelengkapan
dalam Pasal 70 ayat (1) dokumen
dipidana dengan sebagaimana
pidana penjara paling dimaksud dalam
lama 5 (lima) tahun Pasal 70 ayat (1)
dan denda paling dipidana sesuai
banyak Rp dengan ketentuan
1.000.000.000,00 (satu perundang-
miliar rupiah). undangan
(2)Setiap pejabat yang (2)Setiap pejabat yang
dengan sengaja dengan sengaja
menahan menahan
pemberangkatan pemberangkatan
Pekerja Migran Pekerja Migran
Indonesia yang telah Indonesia yang telah
memenuhi persyaratan memenuhi
kelengkapan dokumen persyaratan
sebagaimana dimaksud kelengkapan
dalam Pasal 70 ayat dokumen
(21 dipidana dengan sebagaimana
pidana penjara palin g dimaksud dalam
lama 5 (lima) tahun Pasal 70 ayat (2)
dan denda paling dipidana sesuai
banyak dengan ketentuan
Rp1.000.000.000,00 perundang-
(satu miliar rupiah). undangan

1843
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
Pasal 87 Pasal 87 Merupakan
(1)Dalam hal tindak (1)Dalam hal tindak pelanggaran
pidana sebagaimana pidana sebagaimana perdata, namun
dimaksud dalam Pasal dimaksud dalam memiliki dampak
65, Pasal 66, Pasal 67, Pasal 65, Pasal 66, terhadap
Pasal 68, Pasal 71, dan Pasal 67, Pasal 68, keselamatan
Pasal 72 dilakukan Pasal 71, dan Pasal orang dan juga
oleh atau atas nama 72 dilakukan oleh merupakan tugas
suatu korporasi, atau atas nama Negara untuk
tuntutan dan suatu korporasi, memberikan
penjatuhan pidana dikenakan sanksi perlindungan dan
dapat dilakukan pidana denda. rasa aman kepada
terhadap korporasi (2)Dalam hal Badan Warga Negaranya
dan/atau Usaha tidak (kasus penyalur
pengurusnya. melakukan TKI ilegal ataupun
(2)Pidana pokok yang pembayaran pidana tidak
dapat dijatuhkan denda sesuai bertanggungjawab
terhadap korporasi ketentuan, maka ) sehingga
hanya pidana denda, kekayaan atau pemberian pidana
dengan ketentuan pendapatan Badan diharapkan dapat
maksimum pidana Usaha dapat disita menjadi tindakan
ditambah 1/3 (satu dan dilelang paling preventif dan juga
pertiga) dari masing banyak sebesar memberikan efek
masing ancaman pidana denda yang jera.
pidana denda. dikenakan serta
(3)Selain pidana pokok, biaya-biaya yang
korporasi sebagaimana dikeluarkan untuk
dimaksud pada ayat (2) pelaksanaan
dapat dikenai penyitaan dan
hukuman tambahan lelang.
berupa pencabutan izin (3)Selain pidana denda
sebagaimana
dimaksud pada ayat
(2), Badan Usaha
dapat dijatuhi
pidana tambahan
berupa pencabutan
izin

1844
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

38. UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS


Rumusan Usulan Rumusan Alasan
No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers
Pasal 18 Pasal 18 Merupakan
(1)Setiap orang yang (1)Setiap orang yang Pengaturan
secara melawan hukum secara melawan Norma Moral
dengan sengaja hukum dengan
melakukan tindakan sengaja melakukan
yang berakibat tindakan yang
menghambat atau berakibat
menghalangi menghambat atau
pelaksanaan ketentuan menghalangi
Pasal 4 ayat (2) dan pelaksanaan
ayat (3) dipidana ketentuan Pasal 4
dengan pidana penjara ayat (2) dan ayat (3)
paling lama 2 (dua) dipidana dengan
tahun atau denda pidana penjara
paling banyak Rp. paling lama 2 (dua)
500.000.000,00 (Lima tahun atau denda
ratus juta rupiah). paling banyak Rp.
(2)Perusahaan pers yang 500.000.000,00
melanggar ketentuan (Lima ratus juta
Pasal 5 ayat (1) dan rupiah).
ayat (2), serta Pasal 13 (2)Perusahaan pers
dipidana dengan yang melanggar
pidana denda paling ketentuan Pasal 5
banyak Rp. ayat (1) dan ayat (2),
500.000.000,- (Lima serta Pasal 13
ratus juta rupiah). dipidana dengan
(3)Perusahaan pers yang pidana denda paling
melanggar ketentuan banyak Rp.
Pasal 9 ayat (2) dan 500.000.000,- (Lima
Pasal 12 dipidana ratus juta rupiah).
dengan pidana denda (3)Perusahaan pers
paling banyak Rp. yang melanggar

1845
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
100.000.000,00 ketentuan Pasal 9
(Seratus juta rupiah). ayat (2) dan Pasal 12
dikenai sanksi
administratif.

39. UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG


PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA
Rumusan Usulan Rumusan Alasan
No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan
Batubara
Pasal 149 Pasal 149 Penghapusan
(1) Selain penyidik pejabat Dicabut kewenangan PPNS
polisi Negara Republik untuk melakukan
Indonesia, pejabat penyidikan
pegawai negeri sipil (Koordinasi
yang lingkup tugas dan dengan POLRI)
tanggung jawabnya di
bidang pertambangan
diberi wewenang
khusus sebagai
penyidik sesuai dengan
ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(2) Penyidik pegawai
negeri sipil
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1)
berwenang:
a. melakukan
pemeriksaan atas
kebenaran laporan
atau keterangan

1846
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
berkenaan dengan
tindak pidana
dalam kegiatan
usaha
pertambangan;
b. melakukan
pemeriksaan
terhadap orang atau
badan yang diduga
melakukan tindak
pidana dalam
kegiatan usaha
pertambangan;
c. memanggil dan/atau
mendatangkan
secara paksa orang
untuk didengar dan
diperiksa sebagai
saksi atau
tersangka dalam
perkara tindak
pidana kegiatan
usaha
pertambangan;
d. menggeledah tempat
dan/atau sarana
yang diduga
digunakan untuk
melakukan tindak
pidana dalam
kegiatan usaha
pertambangan;
e. melakukan
pemeriksaan sarana

1847
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
dan prasarana
kegiatan usaha
pertambangan dan
menghentikan
penggunaan
peralatan yang
diduga digunakan
untuk melakukan
tindak pidana;
f. menyegel dan/atau
menyita alat
kegiatan usaha
pertambangan yang
digunakan untuk
melakukan tindak
pidana sebagai alat
bukti;
g. mendatangkan
dan/atau meminta
bantuan tenaga ahli
yang diperlukan
dalam
hubungannya
dengan
pemeriksaan
perkara tindak
pidana dalam
kegiatan usaha
pertambangan;
dan/atau
h. menghentikan
penyidikan perkara
tindak pidana
dalam kegiatan

1848
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
usaha
pertambangan.

Pasal 151 Pasal 151 Penyesuaian


(1)Menteri, gubernur, atau (1)Pemerintah sesuai dengan rumusan
bupati/walikota sesuai dengan dalam Omnibus
dengan kewenangannya
kewenangannya berhak memberikan sanksi
memberikan sanksi administratif kepada
administratif kepada pemegang Perizinan
pemegang IUP, IPR Berusaha atas
atau IUPK atas pelanggaran
pelanggaran ketentuan ketentuan
sebagaimana dimaksud sebagaimana
dalam Pasal 40 ayat dimaksud dalam
(3), Pasal 40 ayat (5), Pasal 40 ayat (3),
Pasal 41, Pasal 43, Pasal 40 ayat (5),
Pasal 70, Pasal 71 ayat Pasal 41, Pasal 70,
(1), Pasal 74 ayat (4), Pasal 71 ayat (1),
Pasal 74 ayat (6), Pasal Pasal 93 ayat (3),
81 ayat (1), Pasal 93 Pasal 95, Pasal 96,
ayat (3), Pasal 95, Pasal Pasal 97, Pasal 98,
96, Pasal 97, Pasal 98, Pasal 99, Pasal 100,
Pasal 99, Pasal 100, Pasal 102, Pasal
Pasal 102, Pasal 103, 103, Pasal 105 ayat
Pasal 105 ayat (3), (3), Pasal 105 ayat
Pasal 105 ayat (4), (4), Pasal 107, Pasal
Pasal 107, Pasal 108 108 ayat (1), Pasal
ayat (1), Pasal 110, 110, Pasal 111 ayat
Pasal 111 ayat (1), (1), Pasal 112 ayat
Pasal 112 ayat (1), (1), Pasal 114 ayat
Pasal 114 ayat (2), (2), Pasal 115 ayat
Pasal 115 ayat (2), (2), Pasal 125 ayat

1849
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
Pasal 125 ayat (3), (3), Pasal 126 ayat
Pasal 126 ayat (1), (1), Pasal 128 ayat
Pasal 128 ayat (1), (1), Pasal 129 ayat
Pasal 129 ayat (1), atau (1), atau Pasal 130
Pasal 130 ayat (2). ayat (2).
(2)Sanksi administratif (2)Sanksi administratif
sebagaimana dimaksud sebagaimana
pada ayat (1) berupa: dimaksud pada ayat
a. peringatan tertulis; (1) berupa:
b. penghentian a. peringatan
sementara sebagian tertulis;
atau seluruh b. penghentian
kegiatan eksplorasi sementara
atau operasi sebagian atau
produksi; dan/atau seluruh kegiatan
c. pencabutan IUP , eksplorasi atau
IPR, atau IUPK. operasi
produksi;
dan/atau
c. pencabutan
Perizinan
Berusaha.

Pasal 152 Pasal 152 Penyempurnaan


Dalam hal pemerintah dihapus redaksi dan
daerah tidak memberikan
melaksanakan ketentuan pengaturan lebih
sebagaimana dimaksud lanjut terkait
dalam Pasal 151 dan hasil dengan pemberian
evaluasi yang dilakukan sanksi sesuai
oleh Menteri sebagaimana dengan peraturan
dimaksud dalam Pasal 6 di bidang
ayat (1) huruf j, Menteri administratif
dapat menghentikan pemerintahan.

1850
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
sementara dan/atau
mencabut IUP atau IPR Pasal acuan
sesuai dengan ketentuan (Pasal 6) berubah,
peraturan perundang- dan tidak
undangan ditemukan
adanya fungsi
evaluasi pada
redaksi baru.
Pasal 151 bicara
terkait kelalaian
pemerintah dalam
pelaksanaan
tugas pengawasan
dan pemberian
sanksi, yang bisa
mengacu kepada
UU ASN.
Pasal 159 Pasal 159 Masuk ke kategori
Pemegang IUP, IPR atau Pemegang Perizinan tindak pidana,
IUPK yang dengan sengaja Berusaha di Bidang diatur di KUHP.
menyampaikan laporan Pertambangan,
sebagaimana dimaksud Perizinan Berusaha di
dalam Pasal 43 ayat (1), Bidang Pertambangan
Pasal 70 huruf e, Pasal 81 Rakyat atau Pemegang
ayat (1), Pasal 105 ayat Perizinan Berusaha di
(4), Pasal 110, atau Pasal Bidang Pertambangan
111 ayat (1) dengan tidak Khusus yang dengan
benar atau sengaja
menyampaikan menyampaikan
keterangan palsu dipidana laporan sebagaimana
dengan pidana penjara dimaksud dalam Pasal
paling lama 5 (lima) 43 ayat (1), Pasal 70
tahun dan denda paling huruf e, Pasal 81 ayat
banyak (1), Pasal 105 ayat (4),

1851
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
Rp100.000.000.000,00 Pasal 110, atau Pasal
(seratus miliar rupiah). 111 ayat (1) dengan
tidak benar atau
menyampaikan
keterangan palsu
diberikan pidana
denda paling banyak
Rp100.000.000.000,00
(seratus miliar rupiah).
Pasal 162 Pasal 162 Dapat diatur di
Setiap orang yang Dihapus KUHP
merintangi atau
mengganggu kegiatan
usaha pertambangan dari
pemegang IUP atau IUPK
yang telah memenuhi
syarat-syarat
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 136 ayat (2)
dipidana dengan pidana
kurungan paling lama 1
(satu) tahun atau denda
paling banyak Rp
100.000.000,00 (seratus
juta rupiah).
Pasal 165 Pasal 165 Dapat mengikuti
Setiap orang yang Dihapus UU ASN, UU
mengeluarkan IUP, IPR, tipikor dan KUHP
atau IUPK yang
bertentangan dengan
Undang-Undang ini dan
menyalahgunakan
kewenangannya diberi
sanksi pidana paling lama

1852
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
2 (dua) tahun penjara dan
denda paling banyak
Rp200.000.000,00 (dua
ratus juta rupiah).

40. UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG


PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN
Rumusan Usulan Rumusan Alasan
No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan
Permukiman
Pasal 150 Pasal 150 Penyesuaian
(1)Setiap orang yang (1)Setiap orang yang dengan rumusan
menyelenggarakan menyelenggarakan dalam Omnibus
perumahan dan perumahan dan
kawasan permukiman kawasan
yang tidak memenuhi permukiman yang
ketentuan tidak memenuhi
sebagaimana dimaksud ketentuan
dalam Pasal 26 ayat sebagaimana
(1), 29 ayat (1), Pasal dimaksud dalam
30 ayat (2), Pasal 34 Pasal 26 ayat (1), 29
ayat (1) dan ayat (2), ayat (1), Pasal 30
Pasal 36 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 34
ayat (2), Pasal 38 ayat ayat (1) dan ayat (2),
(4), Pasal 45, Pasal 47 Pasal 36 ayat (1) dan
ayat (2), ayat (3) dan ayat (2), Pasal 38
ayat (4), Pasal 49 ayat ayat (4), Pasal 45,
(2), Pasal 63, Pasal 71 Pasal 47 ayat (2),
ayat (1), Pasal 126 ayat ayat (3) dan ayat (4),
(2), Pasal 134, Pasal Pasal 49 ayat (2),
135, Pasal 136, Pasal Pasal 63, Pasal 71
137, Pasal 138, Pasal ayat (1), Pasal 126
139, Pasal 140, Pasal ayat (2), Pasal 134,

1853
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
141, Pasal 142, Pasal Pasal 135, Pasal
143, Pasal 144, Pasal 136, Pasal 137,
145, atau Pasal 146 Pasal 138, Pasal
ayat (1) dikenai sanksi 139, Pasal 140,
administratif. Pasal 141, Pasal
(2)Sanksi administratif 142, Pasal 143,
sebagaimana dimaksud Pasal 144, Pasal
pada ayat (1) dapat 145, atau Pasal 146
berupa: ayat (1) dikenai
a. peringatan tertulis; sanksi administratif.
b. pembatasan (2)Sanksi administratif
kegiatan sebagaimana
pembangunan; dimaksud pada ayat
c. penghentian (1) dapat berupa:
sementara atau a. peringatan
tetap pada tertulis;
pekerjaan b. pembatasan
pelaksanaan kegiatan
pembangunan; pembangunan;
d. penghentian c. penghentian
sementara atau sementara atau
penghentian tetap tetap pada
pada pengelolaan pekerjaan
perumahan; pelaksanaan
e. penguasaan pembangunan;
sementara oleh d. penghentian
pemerintah sementara atau
(disegel); penghentian
f. kewajiban tetap pada
membongkar sendiri pengelolaan
bangunan dalam perumahan;
jangka waktu e. penguasaan
tertentu; sementara oleh
g. pembatasan pemerintah

1854
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
kegiatan usaha; (disegel);
h. pembekuan izin f. kewajiban
mendirikan membongkar
bangunan; sendiri
i. pencabutan izin bangunan dalam
mendirikan jangka waktu
bangunan; tertentu;
j.pembekuan/pencabut g. pembatasan
an surat bukti kegiatan usaha;
kepemilikan rumah; h. pembekuan
k.perintah persetujuan
pembongkaran bangunan
bangunan rumah; gedung;
l.pembekuan izin i. pencabutan
usaha; persetujuan
m.pencabutan izin bangunan
usaha; gedung;
n.pengawasan; j.
o.pembatalan izin; pembekuan/pen
p.kewajiban pemulihan cabutan surat
fungsi lahan dalam bukti
jangka waktu kepemilikan
tertentu; rumah;
q. pencabutan insentif; k. perintah
r. pengenaan denda pembongkaran
administratif; bangunan
dan/atau rumah;
s. penutupan lokasi. l. pembekuan
(3) Ketentuan lebih lanjut Perizinan
mengenai jenis, Berusaha;
besaran denda, tata m. pencabutan
cara, dan mekanisme Perizinan
pengenaan sanksi Berusaha;
administratif n. pengawasan;

1855
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
sebagaimana dimaksud o. pembatalan
pada ayat (2) diatur Perizinan
dengan Peraturan Berusaha;
Pemerintah. p. kewajiban
pemulihan
fungsi lahan
dalam jangka
waktu tertentu;
q. pencabutan
insentif;
r. pengenaan denda
administratif;
dan/atau
s. penutupan
lokasi.
(3) Ketentuan lebih
lanjut mengenai
jenis, besaran
denda, tata cara,
dan mekanisme
pengenaan sanksi
administratif
sebagaimana
dimaksud pada ayat
(2) diatur dengan
Peraturan
Pemerintah.

Pasal 151 Pasal 151 Diusulkan untuk


(1)Setiap orang yang (1)Setiap orang yang dihapus karena
menyelenggarakan menyelenggarakan PPJB telah
pembangunan pembangunan disetujui sebagai
perumahan, yang tidak perumahan, yang salah satu subyek
membangun tidak sesuai dengan dalam kluster

1856
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
perumahan sesuai kriteria, spesifikasi, prasyaratan
dengan kriteria, persyaratan, investasi;
spesifikasi, prasarana, sarana,
persyaratan, dan utilitas umum
prasarana, sarana, dan yang diperjanjikan
utilitas umum yang dan standar
diperjanjikan sebagaimana
sebagaimana dimaksud dimaksud dalam
dalam Pasal 134, Pasal 134, dipidana
dipidana dengan dengan pidana
pidana denda paling denda paling banyak
banyak Rp5.000.000.000,00
Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah)
(lima miliar rupiah) (2)Selain pidana
(2)Selain pidana sebagaimana
sebagaimana dimaksud dimaksud pada ayat
pada ayat (1) pelaku (1) pelaku dapat
dapat dijatuhi pidana dijatuhi pidana
tambahan berupa tambahan berupa
membangun kembali membangun kembali
perumahan sesuai perumahan sesuai
dengan kriteria, dengan kriteria,
spesifikasi, spesifikasi,
persyaratan, persyaratan,
prasarana, sarana, dan prasarana, sarana,
utilitas umum yang dan utilitas umum
diperjanjikan yang diperjanjikan,
dan standar.

Pasal 153 Pasal 153 Diusulkan untuk


(1)Setiap orang yang Setiap orang yang dihapus karena
menyelenggaraan menyelenggaraan kegiatan ini
merupakan
lingkungan hunian atau lingkungan hunian
kegiatan usaha
Kasiba yang tidak atau Kasiba yang tidak
yang pelanggaran

1857
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
memisahkan lingkungan memisahkan disetujui diatur
hunian atau Kasiba lingkungan hunian dalam rezim
menjadi satuan atau Kasiba menjadi usaha atau
perdata.
lingkungan perumahan satuan lingkungan
atau Lisiba sebagaimana perumahan atau Lisiba
dimaksud dalam Pasal sebagaimana
136, dipidana dengan dimaksud dalam Pasal
pidana denda paling 136, dikenai sanksi
banyak administratif berupa
Rp5.000.000.000,00 (lima denda dan/atau
miliar rupiah). pencabutan Perizinan
(2)Selain pidana Berusaha.
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), pelaku
dapat dijatuhi pidana
tambahan berupa
pencabutan izin

41. UNDANG-UNDANG NOMOR 38 TAHUN 2009 TENTANG POS


Rumusan Usulan Rumusan Alasan
No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2009 tentang Pos
Pasal 37 Pasal 37 Penghapusan
(1)Penyidik Pegawai Negeri DIHAPUS kewenangan PPNS
Sipil di lingkungan untuk melakukan
instansi yang lingkup penyidikan
tugas dan tanggung (Koordinasi
jawabnya di bidang pos dengan POLRI)
diberi wewenang
khusus sebagai
penyidik tindak pidana
sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang

1858
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
ini.
(2)Dalam melaksanakan
tugasnya, Penyidik
Pegawai Negeri Sipil
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) berada di
bawah koordinasi dan
pengawasan Pejabat
Penyidik Kepolisian
Negara Republik
Indonesia.

Pasal 38 Pasal 38 Penghapusan


(1) Penyidik Pegawai Dicabut kewenangan PPNS
Negeri Sipil untuk melakukan
sebagaimana penyidikan
dimaksud dalam Pasal (Koordinasi
37 berwenang: dengan POLRI)
a. melakukan
pemeriksaan atas
kebenaran laporan,
pengaduan,
dan/atau
keterangan tentang
terjadinya tindak
pidana di bidang
pos;
b. memanggil orang
untuk didengar
keterangannya
sebagai saksi
dan/atau tersangka
tindak pidana di
bidang pos;

1859
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
c. melakukan
penggeledahan,
penyegelan,
dan/atau penyitaan
alat yang digunakan
untuk melakukan
tindak pidana di
bidang pos;
d. melakukan
pemeriksaan tempat
terjadinya tindak
pidana dan tempat
lain yang diduga
terdapat barang
bukti tindak pidana
di bidang pos;
e. melakukan
penyitaan barang
bukti tindak pidana
di bidang pos;
f. meminta keterangan
dan barang bukti
dari orang dan/atau
badan hukum atas
terjadinya tindak
pidana di bidang
pos;
g. mendatangkan ahli
yang diperlukan
untuk penyidikan
tindak pidana di
bidang pos;
h. membuat dan
menandatangani

1860
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
berita acara
pemeriksaan
perkara tindak
pidana di bidang
pos; dan
i. menghentikan
penyidikan apabila
tidak terdapat
cukup bukti
terjadinya tindak
pidana di bidang
pos.
(2) Penyidik Pegawai
Negeri Sipil
sebagaimana
dimaksud pada ayat
(1) menyampaikan
hasil penyidikan
kepada Penuntut
Umum melalui Pejabat
Penyidik Kepolisian
Negara Republik
Indonesia.

Pasal 39 Pasal 39 Pasal 10 ayat (1)


(1)Menteri berwenang (1) Pemerintah Pusat yang mengatur
menjatuhkan sanksi berwenang tentang izin
administratif atas menjatuhkan penyelenggaran
pelanggaran Pasal 14 sanksi pos yang semula
ayat (1) dan ayat (3), administratif atas dikenakan sanksi
dan Pasal 15 ayat (4). pelanggaran Pasal pidana diubah
(2) Sanksi administratif 10 ayat (1), Pasal menjadi sanksi
sebagaimana 14 ayat (1) dan administratif
dimaksud pada ayat ayat (3), dan Pasal sehingga dapat

1861
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
(1) dapat berupa: 15 ayat (4). memberikan iklim
a. Teguran tertulis; (2) Ketentuan lebih investasi yang
b. Denda; dan/atau lanjut mengenai kondusif.
c. Pencabutan izin. pengenaan sanksi Jenis sanksi
(3)Tata cara penjatuhan sebagaimana administratif
sanksi sebagaimana dimaksud pada ditambahkan agar
dimaksud pada ayat ayat (1) diatur dapat
(1) diatur dengan dengan Peraturan mengenakan
Peraturan Pemerintah. Pemerintah. sanksi yang
proporsional
sesuai dengan
jenis
pelanggarannya.
Merubah rujukan
pasal mengingat
yang akan diatur
lebih lanjut
adalah terkait
jenis sanksi
administratif.

42. UNDANG-UNDANG NOMOR 44 TAHUN 2009 TENTANG RUMAH


SAKIT
Rumusan Usulan Rumusan Alasan
No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
Pasal 17 Pasal 17
Rumah Sakit yang tidak Rumah Sakit yang
memenuhi persyaratan tidak memenuhi
sebagaimana dimaksud persyaratan
dalam Pasal 7, Pasal 8, sebagaimana
Pasal 9, Pasal 10, Pasal dimaksud dalam Pasal
11, Pasal 12, Pasal 13, 7, Pasal 8, Pasal 9,

1862
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
Pasal 14, Pasal 15, dan Pasal 10, Pasal 11,
Pasal 16 tidak diberikan Pasal 12, Pasal 13,
izin mendirikan, dicabut Pasal 14, Pasal 15, dan
atau tidak diperpanjang Pasal 16 dikenakan
izin operasional Rumah sanksi administratif.
Sakit.
Pasal 29 Pasal 29 Penyesuaian
(1) Setiap Rumah Sakit (1) Setiap Rumah Sakit dengan rumusan
mempunyai kewajiban : mempunyai dalam Omnibus
a. memberikan kewajiban :
informasi yang a. memberikan
benar tentang informasi yang
pelayanan Rumah benar tentang
Sakit kepada pelayanan
masyarakat; Rumah Sakit
b. memberi pelayanan kepada
kesehatan yang masyarakat;
aman, bermutu, b. memberi
antidiskriminasi, pelayanan
dan efektif dengan kesehatan yang
mengutamakan aman, bermutu,
kepentingan pasien antidiskriminasi,
sesuai dengan dan efektif
standar pelayanan dengan
Rumah Sakit; mengutamakan
c. memberikan kepentingan
pelayanan gawat pasien sesuai
darurat kepada dengan standar
pasien sesuai pelayanan
dengan kemampuan Rumah Sakit;
pelayanannya; c. memberikan
d. berperan aktif dalam pelayanan gawat
memberikan darurat kepada
pelayanan pasien sesuai

1863
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
kesehatan pada dengan
bencana, sesuai kemampuan
dengan kemampuan pelayanannya;
pelayanannya; d. berperan aktif
e. menyediakan sarana dalam
dan pelayanan bagi memberikan
masyarakat tidak pelayanan
mampu atau kesehatan pada
miskin; bencana, sesuai
f. melaksanakan fungsi dengan
sosial antara lain kemampuan
dengan memberikan pelayanannya;
fasilitas pelayanan e. menyediakan
pasien tidak sarana dan
mampu/miskin, pelayanan bagi
pelayanan gawat masyarakat
darurat tanpa uang tidak mampu
muka, ambulan atau miskin;
gratis, pelayanan f. melaksanakan
korban bencana dan fungsi sosial
kejadian luar biasa, antara lain
atau bakti sosial dengan
bagi misi memberikan
kemanusiaan; fasilitas
g. membuat, pelayanan
melaksanakan, dan pasien tidak
menjaga standar mampu/miskin,
mutu pelayanan pelayanan gawat
kesehatan di darurat tanpa
Rumah Sakit uang muka,
sebagai acuan ambulan gratis,
dalam melayani pelayanan
pasien; korban bencana
h. menyelenggarakan dan kejadian

1864
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
rekam medis; luar biasa, atau
i. menyediakan sarana bakti sosial bagi
dan prasarana misi
umum yang layak kemanusiaan;
antara lain sarana g. membuat,
ibadah, parkir, melaksanakan,
ruang tunggu, dan menjaga
sarana untuk orang standar mutu
cacat, wanita pelayanan
menyusui, anak- kesehatan di
anak, lanjut usia; Rumah Sakit
j. melaksanakan sistem sebagai acuan
rujukan; dalam melayani
k. menolak keinginan pasien;
pasien yang h.
bertentangan menyelenggarak
dengan standar an rekam medis;
profesi dan etika i. menyediakan
serta peraturan sarana dan
perundang- prasarana
undangan; umum yang
l. memberikan layak antara lain
informasi yang sarana ibadah,
benar, jelas dan parkir, ruang
jujur mengenai hak tunggu, sarana
dan kewajiban untuk orang
pasien; cacat, wanita
m. menghormati dan menyusui, anak-
melindungi hak-hak anak, lanjut
pasien; usia;
n. melaksanakan etika j. melaksanakan
Rumah Sakit sistem rujukan;
o. memiliki sistem k. menolak
pencegahan keinginan pasien

1865
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
kecelakaan dan yang
penanggulangan bertentangan
bencana; dengan standar
p. melaksanakan profesi dan etika
program pemerintah di serta peraturan
bidang kesehatan baik perundang-
secara regional undangan;
maupun nasional; l. memberikan
q. membuat daftar informasi yang
tenaga medis yang benar, jelas dan
melakukan praktik jujur mengenai
kedokteran atau hak dan
kedokteran gigi dan kewajiban
tenaga kesehatan pasien;
lainnya; m. menghormati
r. menyusun dan dan melindungi
melaksanakan hak-hak pasien;
peraturan internal n. melaksanakan
Rumah Sakit etika Rumah
(hospital by laws); Sakit
s. melindungi dan o. memiliki sistem
memberikan pencegahan
bantuan hukum kecelakaan dan
bagi semua petugas penanggulangan
Rumah Sakit dalam bencana;
melaksanakan p. melaksanakan
tugas; dan program
t. memberlakukan pemerintah di
seluruh lingkungan bidang
rumah sakit sebagai kesehatan baik
kawasan tanpa secara regional
rokok. maupun
(2)Pelanggaran atas nasional;
kewajiban q. membuat daftar

1866
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
sebagaimana tenaga medis
dimaksud pada ayat yang melakukan
(1) dikenakan praktik
sanksi kedokteran atau
admisnistratif kedokteran gigi
berupa: dan tenaga
teguran; kesehatan
teguran tertulis; lainnya;
atau r. menyusun dan
denda dan melaksanakan
pencabutan izin peraturan
Rumah Sakit. internal Rumah
(3) Ketentuan lebih Sakit (hospital
lanjut mengenai by laws);
kewajiban Rumah s. melindungi dan
Sakit sebagaimana memberikan
dimaksud pada ayat bantuan hukum
(1) diatur dengan bagi semua
Peraturan Menteri. petugas Rumah
Sakit dalam
melaksanakan
tugas; dan
t. memberlakukan
seluruh
lingkungan
rumah sakit
sebagai kawasan
tanpa rokok.
(2) Pelanggaran atas
kewajiban
sebagaimana
dimaksud pada ayat
(1) dikenakan
sanksi administratif

1867
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
berupa:
a. peringatan
tertulis;
b. denda; dan/atau
c. pencabutan
Perizinan
Berusaha
Rumah Sakit.
(3) Ketentuan lebih
lanjut mengenai
kewajiban Rumah
Sakit sebagaimana
dimaksud pada ayat
(1) diatur dengan
Peraturan
Pemerintah.

Pasal 62 Pasal 62 Kemenkes:


Setiap orang yang dengan Setiap orang yang Perbuatan
sengaja dengan sengaja tersebut terdapat
menyelenggarakan menyelenggarakan unsur “dengan
Rumah Sakit tidak Rumah Sakit tidak sengaja”, yang
memiliki izin memiliki Perizinan merupakan
sebagaimana dimaksud Berusaha perbuatan
dalam Pasal 25 ayat (1) sebagaimana melawan hukum
dipidana dengan pidana dimaksud dalam Pasal karena tidak
penjara paling lama 2 25 ayat (1) dipidana memenuhi
(dua) tahun dan denda dengan pidana penjara ketentuan
paling banyak Rp. paling lama 2 (dua) perizinan
5.000.000.000,00- (lima tahun dan denda berusaha,
milyar rupiah). paling banyak Rp. sehingga akan
5.000.000.000,00- berdampak pada
(lima milyar rupiah). tidak
terpenuhinya

1868
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
persyaratan
keamanan, mutu,
dan keselamatan
pasien, serta tidak
memenuhi
perlindungan
kepada
masyarakat.

43. UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH


SUSUN
Rumusan Usulan Rumusan Alasan
No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun
Pasal 108 Pasal 108
(1)Sanksi administratif (1)Sanksi administratif
sebagaimana dimaksud sebagaimana
dalam Pasal 107 dapat dimaksud dalam
berupa: Pasal 107 dapat
a. peringatan tertulis; berupa:
b. pembatasan a. peringatan
kegiatan tertulis;
pembangunan b. pembatasan
dan/atau kegiatan kegiatan
usaha; pembangunan
c. penghentian dan/atau
sementara pada kegiatan usaha;
pekerjaan c. penghentian
pelaksanaan sementara pada
pembangunan; pekerjaan
d. penghentian pelaksanaan
sementara atau pembangunan;
penghentian tetap d. penghentian
pada pengelolaan sementara atau
rumah susun; penghentian tetap

1869
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
e. pengenaan denda pada pengelolaan
administratif; rumah susun;
f. pencabutan IMB; e. pengenaan denda
g. pencabutan sertifikat administratif;
laik fungsi; f. pencabutan
h. pencabutan SHM persetujuan
sarusun atau SKBG bangunan
sarusun; gedung;
i. perintah g. pencabutan
pembongkaran sertifikat laik
bangunan rumah fungsi;
susun; atau h. pencabutan SHM
j. pencabutan izin sarusun atau
usaha. SKBG sarusun;
(2)Pengenaan sanksi i. perintah
administratif pembongkaran
sebagaimana dimaksud bangunan rumah
pada ayat (1) tidak susun; atau
menghilangkan j. pencabutan
tanggung jawab perizinan
pemulihan dan pidana. berusaha.
(3)Ketentuan lebih lanjut (2)Pengenaan sanksi
mengenai sanksi administratif
administratif, tata cara, sebagaimana
dan besaran denda dimaksud pada
administratif diatur Pasal 107 tidak
dalam peraturan menghilangkan
pemerintah. tanggung jawab
pemulihan dan
pidana.
(3)Ketentuan lebih
lanjut mengenai
sanksi administratif,
tata cara, dan
besaran denda
administratif diatur
dalam peraturan
pemerintah.
Pasal 110 Pasal 110 PPJB telah

1870
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
Pelaku pembangunan Pelaku pembangunan disetujui sebagai
yang membuat PPJB: yang melanggar salah satu subyek
a. yang tidak sesuai sebagaimana dalam kluster
dengan yang dipasarkan; dimaksud dalam Pasal prasyaratan
atau 98, dikenai sanksi investasi oleh
b. sebelum memenuhi administratif. karena itu pasal
persyaratan kepastian ini setuju untuk
sebagaimana dimaksud dihapus sanksi
dalam Pasal 43 ayat (2); pidananya.
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 98, dipidana
dengan pidana penjara
paling lama 4 (empat)
tahun atau denda paling
banyak
Rp4.000.000.000,00
(empat miliar rupiah).
Pasal 112 Pasal 112 Harus dilakukan
Setiap orang yang Setiap orang yang pemulihan karena
membangun rumah susun membangun rumah merupakan
di luar lokasi yang susun di luar lokasi pelanggaran dan
ditetapkan sebagaimana yang ditetapkan menyebabkan
dimaksud dalam Pasal sebagaimana dampak pada K3L
100 dipidana dengan dimaksud dalam Pasal
pidana penjara paling 100 dikenai sanksi
lama 2 (dua) tahun atau administratif.
denda paling banyak
Rp2.000.000.000,00 (dua
miliar rupiah).
Pasal 113 Pasal 113 Perbuatan yang
Setiap orang yang: Setiap orang yang ada dalam Pasal
a. mengubah melanggar ketentuan 113 termasuk
peruntukan lokasi sebagaimana dalam pengaturan
rumah susun yang dimaksud dalam Pasal pasal 382bis
sudah ditetapkan; 101, dikenakan sanksi KUHP; dan
atau administratif.
b. mengubah fungsi Namun Pasal 113
dan pemanfaatan ini juga dapat
rumah susun dikategorikan

1871
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
sebagaimana dimaksud sebagai
dalam Pasal 101 dipidana pelanggaran
dengan pidana penjara administrasi
paling lama 1 (satu) tahun terhadap izin dan
atau denda paling banyak kegiatan usaha.
Rp50.000.000,00 (lima Sehingga dapat
puluh juta rupiah) diusulkan untuk
dihapus.

44. UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2019 TENTANG SISTEM


BUDI DAYA PERTANIAN BERKELANJUTAN
Rumusan Usulan Rumusan Alasan
No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2019 tentang Sistem Budi Daya
Pertanian Berkelanjutan
Pasal 1O7 Pasal 1O7 Telah diatur
(1) Selain pejabat DIHAPUS dalam pasal
Kepolisian Negara umum sanksi
Republik Indonesia,
pejabat pegawai negeri
sipil tertentu yang
lingkup tugas
dan tanggung jawabnya
di bidang budi daya
Pertanian
diberi wewenang
khusus sebagai
penyidik untuk
melakukan penyidikan
dalam tindak pidana di
bidang
budi daya Pertanian
sesuai dengan
ketentuan peraturan
perundang-undangan
di bidang hukum acara
pidana.
(2) Penyidik pegawai negeri

1872
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
sipil sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1),
berwenang:
a. melakukan
pemeriksaan atas
kebenaran laporan
atau
keterangan
berkenaan dengan
tindak pidana di
bidang budi daya
Pertanian;
b. melakukan
pemanggilan
terhadap seseorang
untuk
didengar dan
diperiksa sebagai
tersangka atau
sebagai saksi dalam
tindak pidana di
bidang budi
daya Pertanian;
c. melakukan
penggeledahan dan
penyitaan terhadap
barang bukti tindak
pidana di bidang
budi daya
Pertanian;
d. meminta keterangan
dan barang bukti
dari orang
atau badan hukum
sehubungan dengan
tindak
pidana di bidang
budi daya Pertanian;

1873
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
e. membuat dan
menandatangani
berita acara; dan
f. menghentikan
penyidikan apabila
tidak terdapat
cukup bukti tentang
adanya tindak
pidana di bidang
budi daya Pertanian.
(2) Penyidik pegawai negeri
sipil sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)
memberitahukan
dimulainya penyidikan
kepada pejabat
penyidik Kepolisian
Negara Republik
Indonesia.
(3)Dalam hal pelaksanaan
kewenangan
sebagaimana
dimaksud pada ayat (2)
memerlukan tindakan
penangkapan dan
penahanan, penyidik
pegawai negeri
sipil melakukan
koordinasi dengan
pejabat penyidik
Kepolisian Negara
Republik Indonesia
sesuai dengan
ketentuan peraturan
perLlndang-undangan.
(4)Penyidik pegawai negeri
sipil sebagaimana
dimaksud

1874
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
pada ayat (1)
menyampaikan hasil
penyidikan kepada
penuntut umum
melalui pejabat
penyidik Kepolisian
Negara Republik
Indonesia.
(5)Pengangkatan penyidik
pegawai negeri sipil dan
tata cara
serta proses penyidikan
dilaksanakan sesuai
dengan
ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 108 Pasal 108
(1)Sanksi administratif (1)Sanksi administratif
dikenakan kepada: dikenakan kepada:
a. Setiap Orang yang a. Setiap Orang
melanggar ketentuan yang melanggar
sebagaimana ketentuan
dimaksud dalam sebagaimana
Pasal 20 ayat (3), dimaksud dalam
Pasal 28 ayat (3), Pasal 20 ayat (3),
Pasal 43, Pasal 44 Pasal 28 ayat (3),
ayat (2), Pasal 44 Pasal 43, Pasal 44
ayat (3), Pasal 66 ayat (2), Pasal 44
ayat (2), Pasal 7l ayat ayat (3), Pasal 66
(3), Pasal 76 ayat (3), ayat (2), Pasal 7l
dan Pasal 79; ayat (3), Pasal 76
b. Petani dan/atau ayat (3), dan
Pelaku Usaha yang Pasal 79;
melanggar ketentuan b. Petani dan/atau
sebagaimana Pelaku Usaha
dimaksud dalam yang melanggar
Pasal 15 ayat (2), ketentuan
Pasal 18 ayat (2), sebagaimana
Pasal 32 ayat (1), dimaksud dalam

1875
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
dan Pasal 32 ayat Pasal 15 ayat (2),
(2); dan Pasal 18 ayat (2),
c. Produsen dan/atau Pasal 32 ayat (1),
distributor yang dan Pasal 32 ayat
melanggar ketentuan (2); dan
sebagaimana c. Produsen
dimaksud dalam dan/atau
Pasal 78 ayat (1). distributor yang
(2)Sanksi administratif melanggar
sebagaimana dimaksud ketentuan
pada ayat (1) dapat sebagaimana
berupa: dimaksud dalam
a. teguran tertulis; Pasal 78 ayat (1).
b. denda administratif; (2) Sanksi
c. penghentian administratif
sernentara kegiatan sebagaimana
usaha; dimaksud pada
d. penarikan produk ayat (1) dapat
dari peredaran; berupa:
e. pencabutan izin; a. Peringatan
dan/atau tertulis;
f. penutupan usaha. b. denda
(3)Ketentuan lebih lanjut administratif;
mengenai tata cara c. penghentian
pengenaan sanksi dan sernentara kegiatan
besarnya denda usaha;
administratif d. penarikan
sebagaimana dimaksud produk dari
pada ayat (2) diatur peredaran;
dalam Peraturan e. pencabutan izin;
Pemerintah dan/atau
f. penutupan usaha.
(3)Ketentuan lebih
lanjut mengenai
tata cara
pengenaan sanksi
dan besarnya
denda administratif
sebagaimana

1876
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
dimaksud pada
ayat (2) diatur
dalam Peraturan
Pemerintah
Pasal 111 Pasal 111 Hal ini
Pelaku Usaha yang Pelaku Usaha yang merupakan
menggunakan Lahan hak menggunakan Lahan kegiatan
ulayat yang tidak hak ulayat yang tidak administratif dan
melakukan musyawarah melakukan tidak berdampak
dengan masyarakat musyawarah dengan langsung kepada
hukum adat pemegang masyarakat hukum kerusakan
hak ulayat untuk adat pemegang hak lingkungan
memperoleh persetujuan ulayat untuk
sebagaimana dimaksud memperoleh
dalam Pasal 22, dipidana persetujuan
dengan pidana penjara sebagaimana
paling lama 7 (tujuh) dimaksud dalam Pasal
tahun dan pidana denda 22, dikenakan sanksi
paling banyak administratif.
Rp5.000.000.000,00 (lima
miliar rupiah).

Pasal 115 Pasal 115 Hal ini


Setiap Orang yang Setiap Orang yang merupakan
mengedarkan benih mengedarkan benih kegiatan
unggul yang tidak sesuai unggul yang tidak administratif dan
dengan standar mutu, sesuai dengan standar tidak berdampak
tidak bersertifikat, mutu, tidak langsung kepada
dan/atau tidak berlabel bersertifikat, dan/atau kerusakan
sebagaimana dimaksud tidak berlabel lingkungan.
dalam Pasal 30 ayat (4) sebagaimana Bagi Pelaku
dipidana dengan pidana dimaksud dalam Pasal Usaha akan
penjara paling lama 6 30 ayat (4) dikenai dikenakan sanksi
(enam) tahun dan pidana sanksi administratif. administratif.
denda paling banyak Selain Pelaku
Rp3.0OO.0OO.00O,00 Usaha dikenakan
(tigamiliar rupiah). rezim pidana
mengikuti
ketentuan KUHP,

1877
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
dimana
melakukan usaha
tanpa perizinan.

45. UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2019 TENTANG SISTEM


NASIONAL ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI
Rumusan Usulan Rumusan Alasan
No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2019 tentang Sistem Nasional Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi
Pasal 93 Dihapus karena ketentuan
Dalam hal orang asing pidana dan
sebagaimana ketentuan
dimaksud dalam Pasal imigrasi. Diatur
92 kembali melakukan Dalam KUHP,
pelanggaran sanksi
melakukan Penelitian, administratif telah
Pengembangan, . dikenakan
Pengkajian, dan sebagaimana
Penerapan Ilmu diatur dalam
Pengetahuan dan Pasal 92.
Teknologi di Indonesia
tanpa izin, dipidana
dengan pidana denda
paling banyak
Rp4.000.OO0.0OO,O0
(empat miliar rupiah).
Selain pidana pokok
sebagaimana
dimaksud pada ayat.
(1), pelaku dapat
dijatuhi pidana
tambahan berupa
larangan untuk
memperoleh izin
Penelitian di wilayah
Negara Republik
Indonesia dalam

1878
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
jangka waktu paling
lama 5 (lima) tahun.

Pasal 96 Pasal 96
Dalam hal tindak pidana Dalam hal tindak
sebagaimana pidana sebagaimana
drmaksud dalam Pasal drmaksud dalam
93,' Pasal 94, dan Pasal 94 dan Pasal
Pasal 95 dilakukan 95 dilakukan oleh
oleh Badan Usaha, Badan Usaha,
tuntutan dan tuntutan dan
penjatuhan pidana penjatuhan pidana
dilakukan terhadap dilakukan terhadap
Badan Usaha Badan Usaha
dan/atau dan/atau
pengurusnya. pengurusnya.
Pidana pokok yang dapat Pidana pokok yang
dijatuhkan terhadap dapat dijatuhkan
Badan Usaha hanya terhadap Badan
pidana denda, dengan Usaha hanya pidana
ketentuan maksimum denda, dengan
pidana sebagaimana ketentuan
dimaksud dalam Pasal maksimum pidana
93, Pasal 91, dan Pasal sebagaimana
95 masing-taasing dimaksud dalam
ditambah 1/3 Pasal 94 dan Pasal
(sepertiga). 95 masing-masing
Selain pidana denda ditambah 1/3
sebagaimana (sepertiga).
dimaksud pada ayat Selain pidana denda
(2), Badan Usaha sebagaimana
dapat dijatuhi pidana dimaksud pada ayat
tamoaha.n berupa (2), Badan Usaha
pencabutan izin. dapat dijatuhi
pidana tambahan
berupa pencabutan
Perizinan Berusaha.

1879
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

46. UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM


PENDIDIKAN NASIONAL
Rumusan Usulan Rumusan Alasan
No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional
Pasal 67 Pasal 67
(1) Perseorangan,
organisasi, atau Dicabut dan
penyelenggara pendidikan dinyatakan tidak
yang memberikan ijazah, berlaku
sertifikat kompetensi,
gelar akademik, profesi,
dan/ atau vokasi tanpa
hak dipidana dengan
pidana penjara paling
lama sepuluh tahun
dan/atau pidana denda
paling banyak Rp
1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah).
(2) Penyelenggara
perguruan tinggi yang
dinyatakan ditutup
berdasarkan Pasal 21 ayat
(5) dan masih beroperasi
dipidana dengan pidana
penjara paling lama
sepuluh tahun dan/atau
pidana denda paling
banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah).
(3) Penyelenggara
pendidikan yang
memberikan sebutan guru

1880
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
besar atau profesor
dengan melanggar Pasal
23 ayat (1) dipidana
dengan pidana penjara
paling lama sepuluh
tahun dan/atau pidana
denda paling banyak Rp
1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah).
(4) Penyelenggara
pendidikan jarak jauh
yang tidak memenuhi
persyaratan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 31
ayat (3) dipidana dengan
pidana penjara paling
lama sepuluh tahun
dan/atau pidana denda
paling banyak Rp
1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah
Pasal 68 Pasal 68
(1) Setiap orang yang
membantu Dicabut dan
memberikan ijazah, dinyatakan tidak
sertifikat kompetensi, berlaku
gelar akademik,
profesi, dan/atau
vokasi dari satuan
pendidikan yang tidak
memenuhi
persyaratan dipidana
dengan pidana
penjara paling lama

1881
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
lima tahun dan/atau
pidana denda paling
banyak Rp
500.000.000,00 (lima
ratus juta rupiah).
(2)Setiap orang yang
menggunakan ijazah,
sertifikat kompetensi,
gelar akademik,
profesi, dan/atau
vokasi yang diperoleh
dari satuan
pendidikan yang tidak
memenuhi
persyaratan dipidana
dengan pidana
penjara paling lama
lima tahun dan/atau
pidana denda paling
banyak Rp
500.000.000,00 (lima
ratus juta rupiah).
(3)Setiap orang yang
menggunakan gelar
lulusan yang tidak
sesuai dengan bentuk
dan singkatan yang
diterima dari
perguruan tinggi yang
bersangkutan
sebagaimana
dimaksud dalam Pasal
21 ayat (4) dipidana
dengan pidana

1882
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
penjara paling lama
dua tahun dan/atau
pidana denda paling
banyak Rp
200.000.000,00 (dua
ratus juta rupiah).
(4)Setiap orang yang
memperoleh dan/atau
menggunakan
sebutan guru besar
yang tidak sesuai
dengan Pasal 23 ayat
(1) dan/atau ayat (2)
dipidana dengan
pidana penjara paling
lama lima tahun
dan/atau pidana
denda paling banyak
Rp 500.000.000,00
(lima ratus juta
rupiah).
Pasal 69 Pasal 69
Setiap orang yang
menggunakan ijazah, Dicabut dan
sertifikat kompetensi, dinyatakan tidak
gelar akademik, profesi, berlaku
dan/atau vokasi yang
terbukti palsu dipidana
dengan pidana penjara
paling lama lima tahun
dan/atau pidana denda
paling banyak Rp
500.000.000,00 (lima
ratus juta rupiah). (2)

1883
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
Setiap orang yang dengan
sengaja tanpa hak
menggunakan ijazah
dan/atau sertifikat
kompetensi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 61
ayat (2) dan ayat (3) yang
terbukti palsu dipidana
dengan pidana penjara
paling lama lima tahun
dan/atau pidana denda
paling banyak Rp
500.000.000,00 (lima
ratus juta rupiah).
Pasal 71 Pasal 71 Ketentuan pidana
Penyelenggara satuan mengikuti KUHP
pendidikan yang didirikan Dicabut dan (NA)
tanpa izin Pemerintah dinyatakan tidak
atau Pemerintah Daerah berlaku
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 62 ayat (1)
dipidana dengan pidana
penjara paling lama
sepuluh tahun dan/atau
pidana denda paling
banyak Rp
1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah

47. UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG


STANDARISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN
Rumusan Usulan Rumusan Alasan
No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan

1884
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
Undang-Undang Nomor. 20 Tahun 2014 tentang Standarisasi dan
Penilaian Kesesuaian
Pasal 64 Pasal 64 Pasal ini diubah
Setiap orang yang dengan Setiap orang yang menjadi sanksi
sengaja: dengan sengaja: administratif
a. membubuhkan Tanda a. membubuhkan berupa teguran,
SNI dan/atau Tanda Tanda SNI dan/atau penarikan, dan
Kesesuaian pada Tanda Kesesuaian penghentian
Barang dan/atau pada Barang produksi, dengan
kemasan atau label di dan/atau kemasan pertimbangan
luar ketentuan yang atau label di luar Pasal 22 ayat (2)
ditetapkan dalam ketentuan yang mengatur
sertifikat; atau ditetapkan dalam mengenai
b. membubuhkan nomor sertifikat; atau penerapan SNI
SNI yang berbeda b. membubuhkan secara sukarela
dengan nomor SNI nomor SNI yang dan tidak berisiko
pada sertifikatnya, berbeda dengan tinggi sehingga
sebagaimana dimaksud nomor SNI pada diutamakan
dalam Pasal 22 ayat (2) sertifikatnya, sanksi
dipidana dengan sebagaimana administratif.
pidana penjara paling dimaksud dalam
lama 4 (empat) bulan Pasal 22 ayat (2)
atau pidana denda dikenai sanksi
paling banyak administratif.
Rp4.000.000.000,00
(empat miliar rupiah).

48. UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2019 TENTANG SUMBER


DAYA AIR
Rumusan Usulan Rumusan Alasan
No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air
Pasal 70 Pasal 70
Setiap Orang yang Setiap Orang yang
dengan sengaja: dengan sengaja:
a. melakukan kegiatan a. melakukan
pelaksanaan kegiatan

1885
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
konstruksi Prasarana pelaksanaan
Sumber Daya Air dan konstruksi
nonkonstruksi pada Prasarana
Sumber Air tanpa Sumber Daya Air
memperoleh izin dari dan
Pemerintah Pusat atau nonkonstruksi
Pemerintah Daerah pada Sumber Air
sebagaimana tidak memenuhi
dimaksud dalam Pasal ketentuan
40 ayat (3); sebagaimana
b. menyewakan atau dimaksud dalam
memindahtangankan, Pasal 40 ayat (3)
baik sebagian maupun dan ayat (4); atau
keseluruhan izin b. menyewakan
penggunaan Sumber atau
Daya Air untuk memindahtangan
kebutuhan bukan kan, baik
usaha atau izin sebagian maupun
penggunaan Sumber keseluruhan
Daya Air untuk Perizinan
kebutuhan usaha Berusaha atau
sebagaimana persetujuan
dimaksud dalam Pasal penggunaan
44 ayat (4); atau Sumber Daya Air
c. melakukan sebagaimana
penggunaan Sumber dimaksud dalam
Daya Air untuk Pasal 44 ayat (4)
kebutuhan usaha dan Pasal 45.
tanpa izin dipidana dengan
sebagaimana pidana penjara
dimaksud dalam Pasal paling lama 3 (tiga)
49 ayat(2) tahun dan paling
dipidana dengan pidana banyak
penjara paling singkat 1 Rp5.000.000.000,00

1886
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
(satu) tahun dan paling (lima miliar rupiah).
lama 3 (tiga) tahun dan
denda paling sedikit
Rp1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah) dan paling
banyak
Rp5.000.000.000,00 (lima
miliar rupiah).
Pasal 73 Pasal 73 Sanksi ditujukan
Setiap Orang yang Setiap Orang yang bagi tindakan
karena kelalaiannya: karena kelalaiannya: melanggar yang
a. melakukan kegiatan a. melakukan dilakukan oleh
pelaksanaan kegiatan Pelaku Usaha
konstruksi Prasarana pelaksanaan dikenakan sanksi
Sumber Daya Air dan konstruksi administratif.
nonkonstruksi pada Prasarana Sumber Namun apabila
Sumber Air tanpa izin Daya Air dan dilakukan oleh
dari Pemerintah Pusat nonkonstruksi masyarakat tetap
atau Pemerintah pada Sumber Air mengacu kepada
Daerah sebagaimana tidak memenuhi UU SDA.
dimaksud dalam Pasal ketentuan
4O ayat (3); atau sebagaimana
b. menggunakan Sumber dimaksud dalam
Daya Air untuk Pasal 40 ayat (3)
kebutuhan usaha dan ayat (4); atau
tanpa izin b. menggunakan
sebagaimana Sumber Daya Air
dimaksud dalam Pasal untuk kebutuhan
49 ayat (2) usaha tanpa
dipidana dengan pidana Perizinan
penjara paling singkat 3 Berusaha
(tiga) bulan dan paling sebagaimana
lama 6 (enam) tahun dan dimaksud dalam
denda paling sedikit Pasal 49 ayat (2),

1887
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
Rp300.00O.00O,00 (tiga dipidana dengan
ratus juta rupiah) dan pidana penjara paling
paling banyak lama 6 (enam) tahun
Rpl.000.000.000,00 (satu dan paling banyak
miliar rupiah). Rpl.000.000.000,00
(satu miliar rupiah).
Pasal 74 Pasal 74 Penghilangan
(1) Dalam. hal tindak (1) Dalam hal tindak sanksi pidana
pidana Sumber Daya pidana Sumber bagi pelanggaran
Air sebagaimana Daya Air administratif
dimaksud dalam Pasal sebagaimana maupun kelalaian
68 sampai dengan dimaksud dalam yang dilakukan
Pasal 73 dilakukan Pasal 68 sampai oleh Pelaku
oleh badan usaha, dengan Pasal 73 Usaha. Bagi
pidana dikenakan dilakukan oleh Badan Usaha
terhadap badan badan usaha, diutamakan
usaha, pemberi pidana dikenakan pengenaan sanksi
perintah untuk terhadap badan administratif baik
melakukan tindak usaha, pemberi berupa denda
pidana, dan/ atau perintah untuk maupun
pimpinan badan melakukan tindak pencabutan
usaha yang pidana, dan/ atau perizinan
bersangkutan. pimpinan badan berusaha.
(2) Pidana yang usaha yang
dikenakan terhadap bersangkutan.
badan usaha (2) Pidana yang
sebagaimana dikenakan
dimaksud pada ayat (l) terhadap badan
berupa: usaha
a. pidana denda sebagaimana
terhadap badan dimaksud pada
usaha sebesar dua ayat (l) berupa
kali pidana denda pidana denda
sebagaimana terhadap badan

1888
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
dimaksud dalam usaha sebesar dua
Pasal 68 sampai kali pidana denda
dengan Pasal 73; sebagaimana
b. pidana penjara dimaksud dalam
terhadap pemberi Pasal 68 sampai
perintah untuk dengan Pasal 73.
melakukan tindak
pidana yang
lamanya
sebagaimana
dimaksud dalam
Pasal 68 sampai
dengan Pasal 73;
dan/ atau
c. pidana penjara
terhadap pimpinan
badan usaha yang
besarnya sama
seperti yang diatur
dalam Pasal 68
sampai dengan
Pasal 73.
Pasal 67 Pasal 67 Mencabut
(1) Selain penyidik DIHAPUS kewenangan PPNS
pejabat polisi negara untuk
Republik Indonesia, mengadakan
pejabat pegawai negeri penyidikan
sipil tertentu di
lingkungan instansi
pemerintah yang lingkup
tugas dan tanggung
jawabnya di bidang
Sumber Daya Air diberi
wewenang sebagai

1889
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
penyidik sebagaimana
dimaksud dalam Hukum
Acara Pidana untuk
melakukan penyidikan
tindak pidana Sumber
Daya Air.
(2) Pejabat penyidik
pegawai negeri sipil
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) berwenang
untuk:
a. melakukan
pemeriksaan atas
kebenaran laporan atau
keterangan tentang
adanya tindak pidana
Sumber Daya Air;
b. melakukan
pemeriksaan terhadap
orang atau badan usaha
yang diduga melakukan
tindak pidana Sumber
Daya Air;
c. memanggil orang
untuk didengar dan
diperiksa sebagai saksi
atau tersangka dalam
perkara tindak pidana
Sumber Daya Air;
d. melakukan
pemeriksaan Prasarana
Sumber Daya Air dan
menghentikan peralatan
yang diduga digunakan

1890
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
untuk melakukan tindak
pidana;
e. melakukan
penangkapan,
penahanan, dan
penggeledahan;
f. menyegel dan/ atau
menyita alat kegiatan
yang digunakan untuk
melakukan tindak
pidana sebagai alat
bukti;
g. meminta bantuan ahli
dalam rangka
pelaksanaan tugas
penyidikan tindak
pidana Sumber Daya Air;
h. membuat dan
menandatangani berita
acara dan
mengirimkannya kepada
penyidik Kepolisian
Negara Republik
Indonesia; dan/atau
i. menghentikan
penyidikan apabila tidak
terdapat cukup bukti
atau peristiwa tersebut
bukan merupakan
tindak pidana.
(3) Pejabat penyidik
pegawai negeri sipil
sebagaimana dimaksud
pada ayat (2)

1891
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan Alasan


No.
Undang-Undang Perubahan Perubahan
memberitahukan
dimulainya penyidikan
kepada penyidik
Kepolisian Negara
Republik Indonesia.
(4) Pejabat penyidik
pegawai negeri sipil
sebagaimana dimaksud
pada ayat (2)
menyampaikan hasil
penyidikan kepada
penuntut umum melalui
penyidik Kepolisian
Negara Republik
Indonesia sesuai dengan
Kitab Undang- Undang
Hukum Acara Pidana.
(5) Pejabat penyidik
pegawai negeri sipil
dalam melaksanakan
wewenangnya
sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) berada di
bawah koordinasi dan
pengawasan penyidik
Kepolisian Negara
Republik Indonesia
sesuai dengan Kitab
Undang-Undang Hukum
Acara Pidana.

1892
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

49. UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 1999 TENTANG


TELEKOMUNIKASI
Rumusan Usulan Rumusan
No. Alasan Perubahan
Undang-Undang Perubahan
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi
Pasal 44 Pasal 44 Mencabut
(1) Selain Penyidik Pejabat DIHAPUS kewenangan PPNS
Polisi Negara Republik untuk melakukan
Indonesia, juga Pejabat
penyidikan
Pegawai Negeri Sipil
tertentu di lingkungan
Departemen yang
lingkup tugas dan
tanggung jawabnya di
bidang telekomunikasi,
diberi wewenang
khusus sebagai
penyidik sebagaimana
dimaksud dalam
Undang-undang
Hukum Acara Pidana
untuk melakukan
penyidikan tindak
pidana di bidang
telekomunikasi.
(2)Penyidik Pegawai
Negeri Sipil
sebagaimana
dimaksud pada ayat
(1) berwenang:
a. melakukan
pemeriksaan atas
kebenaran laporan
atau keterangan
berkenaan dengan
tindak pidana di
bidang
telekomunikasi;
b. melakukan
pemeriksaan

1893
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan


No. Alasan Perubahan
Undang-Undang Perubahan
terhadap orang dan
atau badan hukum
yang diduga
melakukan tindak
pidana di bidang
telekomunikasi;
c. menghentikan
penggunaan alat
dan atau perangkat
telekomunikasi
yang menyimpang
dari ketentuan yang
berlaku;
d. memanggil orang
untuk didengar dan
diperiksa sebagai
saksi atau
tersangka;
e. melakukan
pemeriksaan alat
dan atau perangkat
telekomunikasi
yang diduga
digunakan atau
diduga berkaitan
dengan tindak
pidana di bidang
telekomunikasi;
f. menggeledah tempat
yang diduga
digunakan untuk
melakukan tindak
pidana di bidang
telekomunikasi;
g. menyegel dan atau
menyita alat dan
atau perangkat
telekomunikasi
yang digunakan

1894
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan


No. Alasan Perubahan
Undang-Undang Perubahan
atau yang diduga
berkaitan dengan
tindak pidana di
bidang
telekomunikasi;
h. meminta bantuan
ahli dalam rangka
pelaksanaan tugas
penyidikan tindak
pidana di bidang
telekomunikasi; dan
i. mengadakan
penghentian
penyidikan.
(3) Kewenangan
penyidikan
sebagaimana
dimaksud pada ayat
(2) dilaksanakan
sesuai dengan
ketentuan Undang-
undang Hukum Acara
Pidana.

Pasal 45 Pasal 45 Pasal 11 ayat (1)


dihapus karena
Barang siapa melanggar Pelanggaran terhadap sanksi untuk
ketentuan Pasal 16 ayat ketentuan Pasal 16
penyelenggaraan
(1), Pasal 18 ayat (2), ayat (1), Pasal 18 ayat
telekomunikasi
Pasal 19, Pasal 21, Pasal (2), Pasal 19, Pasal
25 ayat (2), Pasal 26 ayat 21, Pasal 25 ayat (2), tanpa izin tetap
(1), Pasal 29 ayat (1), Pasal 26 ayat (1), pidana
Pasal 29 ayat (2), Pasal Pasal 29 ayat (1) dan
33 ayat (1), Pasal 33 ayat ayat (2), Pasal 33 ayat Pasal 20 perlu
(2), Pasal 34 ayat (1), (1), dan Pasal 34 ayat dimasukkan
atau Pasal 34 ayat (2) (1) dikenai sanksi sebagai sanksi
dikenai sanksi administratif.
administratif
administrasi.
sehingga terhadap

1895
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan


No. Alasan Perubahan
Undang-Undang Perubahan
pelanggaran
tersebut berlaku
keduanya yaitu
sanksi
administratif dan
sanksi pidana
(Pasal 49), dimana
didahulukan
penerapan sanksi
administratif.

Hal ini karena


pelanggaran
dilakukan oleh
penyelenggara yang
telah memperoleh
perizinan
berusaha.

Pasal 20 sudah
diatur di UU
BMKG.
Pasal 46 DIHAPUS Pasal 46 dihapus
(1) Sanksi administratif karena sanksi
sebagaimana administratif yang
dimaksud dalam Pasal akan diterapkan
45 berupa pencabutan dalam
izin. penyelenggaraan
(2) Pencabutan izin telekomunikasi
sebagaimana tidak hanya
dimaksud pada ayat pencabutan izin
(1) dilakukan setelah dan sanksi
diberi peringatan administratif dapat
tertulis. diatur didalam PP

1896
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan


No. Alasan Perubahan
Undang-Undang Perubahan
perinciannya dan
alur
pengenaannya.
Pasal 47 Pasal 47 Untuk pelanggaran
Barang siapa yang Setiap orang yang berupa
melanggar ketentuan menyelenggarakan penyelenggaraan
sebagaimana dimaksud jaringan dan/atau telekomunikasi
dalam Pasal 11 ayat (1), jasa telekomunikasi tanpa perizinan
dipidana dengan pidana tanpa Perizinan berusaha
penjara paling lama 6 Berusaha sanksinya harus
(enam) tahun dan atau sebagaimana berupa sanksi
denda paling banyak dimaksud dalam pidana.
Rp600.000.000,00 (enam Pasal 11, dipidana
ratus juta rupiah) dengan pidana denda Untuk pelanggaran
paling banyak ketentuan Pasal 11
Rp1.500.000.000,00 ayat (1) ini tidak
(satu miliar lima dapat diterapkan
ratus juta rupiah). sanksi
administratif
karena belum
memiliki perizinan
berusaha sehingga
belum adanya
hubungan
kausalitas antara
pelaku usaha dan
penerbit izin.

Pasal 48 HAPUS Pasal 48


Penyelenggara jaringan dihapuskan, cukup
telekomunikasi yang dikenakan sanksi
melanggar ketentuan administratif yang
sebagaimana dimaksud telah diatur dalam
dalam Pasal 19 dipidana Pasal 45, karena

1897
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan


No. Alasan Perubahan
Undang-Undang Perubahan
dengan pidana penjara rujukan
paling lama 1 (satu) pelanggaran dalam
tahun dan atau denda Pasal 48 yakni
paling banyak Rp Pasal 19 yang
100.000.000,00 (seratus mengatur tentang
juta rupiah). penyelenggara
jaringan
telekomunikasi
wajib menjamin
kebebasan
penggunanya
memilih jaringan
telekomunikasi lain
untuk pemenuhan
kebutuhan
telekomunikasi.
Hal ini untuk
memberikan iklim
investasi yang
kondusif.
Pasal 51 HAPUS Pasal 51 dihapus
Penyelenggara karena:
telekomunikasi khusus a. pelanggaran
yang melanggar Pasal 29 ayat (1)
ketentuan sebagaimana yang mengatur
dimaksud dalam Pasal 29 tentang
ayat (1) atau Pasal 29 penyelenggaraan
ayat (2), dipidana dengan telekomunikasi
pidana penjara paling khusus yang
lama 4 (empat) tahun dan disambungkan
atau denda paling banyak ke jaringan
Rp 400.000.000,00 telekomunikasi,
(empat ratus juta rupiah). sudah
diakomodir

1898
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan


No. Alasan Perubahan
Undang-Undang Perubahan
dalam Pasal 45
mengenai sanksi
administratif.
b. Pelanggaran
pasal 29 ayat (2)
yang mengatur
tentang
penyelenggaraan
telekomunikasi
khusus yang
disambungkan
ke jaringan
telekomunikasi
sesuai dengan
justifikasi pada
kolom
keterangan
nomor 1 (satu).
Pasal 52 Pasal 52 Sanksi untuk
Barang siapa Setiap orang yang orang yg
memperdagangkan, membuat, merakit, menggunakan alat
membuat, merakit, dan/atau tidak sesuai
memasukkan atau memasukkan alat standar?
menggunakan perangkat dan/atau perangkat
telekomunikasi di wilayah telekomunikasi yang Pasal 52 diubah,
Negara Republik tidak memenuhi untuk
Indonesia yang tidak standar teknis menyesuaikan
sesuai dengan sebagaimana dengan substansi
persyaratan teknis dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1)
sebagaimana dimaksud Pasal 32 ayat (1), usulan Omnibus
dalam Pasal 32 ayat (1), untuk Law, dan merubah
dipidana dengan pidana diperdagangkan norma sanksi
penjara paling lama 1 dan/atau pidana “paling
(satu) tahun dan atau dipergunakan di banyak” menjadi

1899
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan


No. Alasan Perubahan
Undang-Undang Perubahan
denda paling banyak wilayah Negara “paling sedikit”.
Rp100.000.000,00 Kesatuan Republik Pasal 52 tetap
(seratus juta rupiah). Indonesia, dipidana dikenakan sanksi
dengan pidana denda pidana, karena
paling banyak Pasal 32 ayat (1)
Rp1.500.000.000,00 yang menjadi
(Satu miliar lima rujukan mengatur
ratus juta rupiah). tentang standar
sertifikasi alat
dan/atau
perangkat
telekomunikasi,
apabila dilanggar
akan
mengakibatkan:
gangguan
kesehatan dan
keselamatan
masyarakat
atas
penggunaan
alat dan/atau
perangkat
telekomunikasi
akibat radiasi;
ketidak
terhubungan
dalam
melakukan
komunikasi
pada jaringan
telekomunikasi;
saling mengganggu
antar alat

1900
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan


No. Alasan Perubahan
Undang-Undang Perubahan
dan/atau
perangkat
telekomunikasi
sehingga
menyebabkan
penurunan
kualitas
layanan
telekomunikasi;
Pasal 53 Pasal 53 Pasal 33 ayat (1)
yang mengatur
(1)Barang siapa yang (1)Setiap orang yang tentang
melanggar ketentuan melanggar penggunaan
sebagaimana ketentuan spektrum frekuensi
dimaksud dalam Pasal sebagaimana radio dan orbit
33 ayat (1) atau Pasal dimaksud dalam satelit dihapus dari
33 ayat (2), dipidana Pasal 33 ayat (1) rumusan Pasal 53
dengan pidana penjara dan/atau ayat (3), ayat (1) karena
paling lama 4 (empat) dikenai sanksi pelanggaran pasal
tahun dan atau denda administratif tersebut
paling banyak (2)Apabila tindak merupakan ranah
Rp400.000.000,00 pidana administratif dan
(empat ratus juta sebagaimana sudah diatur dalam
rupiah). dimaksud pada Pasal 45.
ayat (1)
mengakibatkan Usulan baru
(2)Apabila tindak pidana matinya Kominfo:
sebagaimana seseorang,
dimaksud pada ayat dipidana dengan Pasal 33 ayat (1)
(1) mengakibatkan pidana penjara dan ayat (2)
matinya seseorang, paling lama 15 dipertahankan
dipidana dengan (lima belas) untuk dikenakan
pidana penjara paling tahun. sanksi pidana
lama 15 (lima belas) (3)Ketentuan lebih dalam rumusan

1901
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan


No. Alasan Perubahan
Undang-Undang Perubahan
tahun lanjut mengenai Pasal 53 ayat (1)
pengenaan sanksi karena
administratif pelanggaran pada
sebagaimana pasal tersebut
dimaksud pada menyebabkan
ayat (1) diatur gangguan frekuensi
dengan Peraturan radio yang
Pemerintah. merugikan
sehingga dapat
berakibat:
a. gangguan
kesehatan
dan/atau
hilangnya nyawa
orang;
b. kerugian
ekonomi karena
terganggunya
komunikasi
pada saat
pengiriman dan
penerimaan
berita bisnis;
dan
c. gangguan
terhadap
penggunaan
frekuensi radio
negara lain.

Penambahan
pidana denda,
untuk
menyesuaikan

1902
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan


No. Alasan Perubahan
Undang-Undang Perubahan
dengan kondisi
saat ini.
Pasal 33 ayat (2)
diubah menjadi
ayat (3) karena
pasal acuan juga
berubah.

50. UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG


PERUBAHAN ATAS UU NO 27 TAHUN 2007 TENTANG
PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

Rumusan Usulan Rumusan


No. Alasan Perubahan
Undang-Undang Perubahan
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil
Pasal 70 Pasal 70 Mengahapus
(1) Selain pejabat Dihapus kewenangan PPNS
penyidik Kepolisian untuk melakukan
Negara Republik penyidikan
Indonesia, pejabat
pegawai negeri sipil
tertentu yang lingkup
tugas dan tanggung
jawabnya di bidang
Pengelolaan Wilayah
Pesisir dan Pulau-
Pulau Kecil, dapat
diberi wewenang
khusus sebagai
penyidik sebagaimana
dimaksud dalam Kitab
Undang-Undang

1903
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan


No. Alasan Perubahan
Undang-Undang Perubahan
Hukum Acara Pidana.
(2)Pejabat pegawai negeri
sipil tertentu
sebagaimana
dimaksud pada ayat
(1) adalah penyidik
pegawai negeri sipil.
(3)Penyidik pegawai
negeri sipil
sebagaimana
dimaksud pada ayat
(2) berwenang:
a. menerima laporan
atau pengaduan dari
seseorang tentang
adanya tindak pidana
bidang kelautan dan
perikanan di Wilayah
Pesisir dan Pulau-
Pulau Kecil;

Pasal 71 Pasal 71 Pengaturan rinci


terkait sanksi
(1) Pemanfaatan ruang (1) Pemanfaatan administrasi akan
dari sebagian ruang perairan diatur didalam PP.
Perairan Pesisir dan sumber
dan pemanfaatan daya pesisir
sebagian pulau- dan pulau-
pulau kecil yang pulau kecil
tidak sesuai yang tidak
dengan Izin Lokasi sesuai dengan
yang diberikan Perizinan
sebagaimana Berusaha
dimaksud dalam terkait

1904
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan


No. Alasan Perubahan
Undang-Undang Perubahan
Pasal 16 ayat (1) Pemanfaatan
dikenai sanksi Laut yang
administratif. diberikan
(2) Sanksi sebagaimana
administratif dimaksud
sebagaimana dalam Pasal 16
dimaksud pada dikenai sanksi
ayat (1) berupa administratif.
peringatan, (2) Ketentuan lebih
pembekuan lanjut
sementara, mengenai
dan/atau sanksi
pencabutan Izin administratif
Lokasi. sebagaimana
(3)Pemanfaatan dimaksud pada
sumber daya ayat (1) diatur
Perairan Pesisir dengan
dan perairan Peraturan
pulau-pulau kecil Pemerintah
yang tidak sesuai
dengan Izin
Pengelolaan yang
diberikan
sebagaimana
dimaksud dalam
Pasal 19 ayat (1)
dikenai sanksi
administratif.
(4)Sanksi
administratif
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (3) dapat
berupa:

1905
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan


No. Alasan Perubahan
Undang-Undang Perubahan
a. peringatan
tertulis;
b. penghentian
sementara
kegiatan;
c. penutupan
lokasi;
d. pencabutan izin;
e. pembatalan izin;
dan/ atau
f. denda
administratif.
(5)Ketentuan lebih
lanjut mengenai
sanksi
administratif
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (2) dan ayat
(4) diatur dalam
Peraturan
Pemerintah
Pasal 73A 1) Terdapat
kewajiban
Setiap Orang yang memiliki izin
memanfaatkan pemanfaatan
pulau kecil dalam pulau-pulau
rangka penanaman kecil dan
modal asing yang perairan di
tidak memiliki sekitarnya
Perizinan Berusaha dalam
terkait pemanfaatan rangka
pulau kecil penanaman
sebagaimana modal asing

1906
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan


No. Alasan Perubahan
Undang-Undang Perubahan
dimaksud dalam dalam Pasal
Pasal 26A dipidana 26A UU
dengan pidana Nomor 1
penjara paling lama Tahun 2014,
4 (empat) tahun namun
dan denda paling belum ada
banyak Rp. rumusan
2.000.000.000,00 sanksinya
(dua milyar rupiah). apabila tidak
memiliki izin
tersebut.
2) Diusulkan
untuk
dikenai
sanksi
pidana
dengan
pertimbanga
n bahwa
3) pemanfaatan
Pulau kecil
merupakan
satu
kesatuan
dengan
perairan di
sekitarnya,
sehingga
apabila
terdapat
kerusakan
sumber daya
di pulau
kecil akan

1907
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan


No. Alasan Perubahan
Undang-Undang Perubahan
berdampak
pada
kelestarian
ekosistem
perairan di
sekitar pulau
kecil
tersebut;
4) pulau kecil
termasuk
perbatasan
negara yang
perlu
dipertahanka
n dari aspek
kedaulatan
negara;
5) mencegah
penguasaan
oleh orang
asing di
pulau kecil.

Pasal 75 Pasal 75 Diusulkan untuk


Setiap Orang yang Setiap Orang yang dikenai sanksi
memanfaatkan ruang memanfaatkan ruang pidana dengan
dari sebagian Perairan perairan dan Sumber pertimbangan
Pesisir dan pemanfaatan Daya Pesisir dan bahwa
sebagian pulau-pulau Pulau-Pulau Kecil pemanfaatan
kecil yang tidak memiliki yang tidak sesuai ruang perairan
Izin Lokasi sebagaimana dengan rencana tata dan Sumber Daya
dimaksud dalam Pasal ruang dan/atau Pesisir dan Pulau-
16 ayat (1) dipidana rencana zonasi, Pulau Kecil akan
dengan pidana penjara sebagaimana berdampak

1908
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Rumusan Usulan Rumusan


No. Alasan Perubahan
Undang-Undang Perubahan
paling lama 3 (tiga) tahun dimaksud dalam terhadap
dan denda paling banyak Pasal 16 dipidana kelestarian dan
Rp500.000.000,00 (lima dengan pidana keberlanjutan
ratus penjara paling lama Sumber Daya
juta rupiah). 6 (enam) tahun Pesisir dan Pulau-
dan denda paling Pulau Kecil
banyak Rp sehingga
20.000.000.000,00 kepemilikan Izin
(dua puluh miliar Pemanfaatan Laut
rupiah). sangat penting.
(Penyesuaian
dengan Pasal 16)
Pasal 75 A Pasal 75A Substansi sanksi
Setiap Orang yang untuk izin
memanfaatkan sumber Dihapus. pengelolaan sudah
daya Perairan Pesisir dan masuk dalam
perairan pulau-pulau substansi sanksi
kecil yang tidak memiliki untuk Izin
Izin Pengelolaan Pemanfaatan Laut
sebagaimana dimaksud Pasal 75.
dalam Pasal 19 ayat (1)
dipidana dengan pidana
penjara paling lama 4
(empat) tahun dan denda
paling banyak
Rp2.000.000.000,00 (dua
miliar rupiah

1909
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

BAB IV
LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS DAN YURIDIS

A. LANDASAN FILOSOFIS

Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik


Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) menetapkan bahwa tujuan
pembentukan Negara Republik Indonesia untuk mewujudkan
masyarakat yang sejahtera, adil, makmur, yang merata, baik
materiil maupun spiritual. Sejalan dengan tujuan tersebut, Pasal
27 ayat (2) UUD 1945 menentukan bahwa “Tiap-tiap warga negara
berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan” oleh karena itu, negara perlu melakukan berbagai
upaya atau tindakan untuk memenuhi hak-hak warga negara
untuk memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak.
Pemenuhan hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak
pada prinsipnya merupakan salah satu aspek penting dalam
Pembangunan nasional yang dilaksanakan dalam rangka
pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan
masyarakat Indonesia seluruhnya untuk mewujudkan masyarakat
yang sejahtera, adil, makmur, yang merata, baik materiil maupun
spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Memperhatikan kondisi Indonesia saat ini yang menunjukkan
bahwa pertumbuhan jumlah usia produktif yang sangat tinggi
tidak diimbangi dengan peningkatan kualitas SDM dan
ketersediaan lapangan pekerjaan. Akibatnya, banyak masyarakat
Indonesia tidak memiliki pekerjaan. Rendahnya kualitas SDM
membuat pencari kerja tidak dapat bersaing pada formasi-formasi
yang dibutuhkan oleh dunia kerja atau perusahaan. Di sisi lain,
harus diakui ketersediaan lapangan pekerjaan sangat terbatas.
Bertitik tolak dari kondisi tersebut, maka Pemerintah harus

1910
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

melakukan berbagai upaya stategis dalam rangka memenuhi hak-


hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak sebagaimana
diamanatkan dalam UUD 1945.
Upaya stategis yang dilakukan dalam rangka penciptaan
lapangan pekerjaan secara garis besar dilakukan melalui 3 (tiga)
upaya, yakni: (a) peningkatan investasi; (b) penguatan UMKM; dan
(c) peningkatan kualitas SDM (ketenagakerjaan) Indonesia yang
dirumuskan dalam Rancangan Undang-Undang tentang
Penciptaan Lapangan Kerja. Pembentukan Rancangan Undang-
Undang tentang Penciptaan Lapangan Kerja disusun dengan
pertimbangan filosofis untuk mewujudkan Pembangunan nasional
dan pembangunan pembangunan manusia Indonesia seutuhnya
berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.

B. LANDASAN SOSIOLOGIS

Indonesia dimulai tahun 2010 sampai dengan 2035


memasuki periode di mana jumlah penduduk usia produktif (15-
64 tahun) lebih besar dibanding penduduk usia non produktif (0-
14 tahun dan 65 tahun ke atas). Pada tahun 2030 angkatan usia
produktif usia 15-64 tahun diperkirakan mencapai 200 juta orang.
Jumlah tersebut mewakili 68 persen dari total populasi Indonesia.
Sedangkan, angkatan tua usia 65 tahun ke atas hanya sekitar 9
persen. Dengan potensi tersebut, Indonesia harus mengambil
manfaat dari bonus demografi tersebut. Tingginnya angka
penduduk usia produktif jika dapat dimanfaatkan sebaik
mungkin, maka akan memberikan keuntungan besar bagi negara
terutama di sektor perekonomian. Namun, jika tidak maka dapat
menimbulkan dampak negatif bagi Indonesia, seperti tingkat
kemiskinan akan meningkat dengan pesat yang disebabkan oleh
lapangan pekerjaan yang kurang atau tenaga kerja yang
kualitasnya masih rendah sehingga masyarakat banyak yang

1911
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

menjadi pengangguran. Hal ini mengakibatkan tenaga kerja


tersebut menjadi tidak produktif sehingga angka beban
tanggungan menjadi tinggi.
Kondisi Indonesia saat ini menunjukkan bahwa Pertumbuhan
jumlah usia produktif tidak diimbangi dengan peningkatan
kualitas SDM dan ketersediaan lapangan pekerjaan. Akibatnya,
banyak masyarakat Indonesia tidak memiliki pekerjaan.
Rendahnya kualitas SDM membuat pencari kerja tidak dapat
bersaing pada formasi-formasi yang dibutuhkan oleh dunia kerja
atau perusahaan. Di sisi lain, harus diakui ketersediaan lapangan
pekerjaan sangat terbatas.
Selama ini, Pemerintah telah melakukan berbagai upaya
untuk menciptakan lapangan pekerjaan yang mampu menyerap
tingginya tenaga kerja di Indonesia, namun belum menunjukkan
hasil sesuai dengan harapan. Hal tersebut dikarenakan berbagai
upaya selama ini dilakukan masih bersifat Parsial. Sementara
persoalan penciptaan lapangan kerja bersifat kompleks dan multi
aspek antara lain: investasi, usaha mikro kecil dan menengah,
pendidikan dan ketenagakerjaan itu sendiri.
Berdasarkan uraian di atas, maka untuk menciptakan
lapangan pekerjaan yang mampu menyerap tingginya jumlah
tenaga kerja sebagai dampak bonus demografi yang diperoleh
Indonesia diperlukan upaya yang sesuai dengan karakteristik
persoalan yang dihadapi dalam peciptaan lapangan pekerjaan.
Upaya yang dilakukan pemerintah untuk menciptakan lapangan
pekerjaan tersebut dilakukan melalui upaya meningkatkan
investasi dan kemudahan dan perlindungan UMK.
Data Kementerian Koperasi dan UMKM menunjukkan 62 juta
atau 99% usaha yang di Indonesia adalah UMKM dengan serapan
tenaga kerja sebesar 97%. Hal ini menggambarkan bahwa lanskap
skala usaha yang terdapat di Indonesia adalah mayoritas
merupakan UMKM. Namun, dengan jumlah unit usaha yang

1912
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

begitu besar, UMKM dinilai belum mampu mendorong tingkat


kesejahteraan masyarakat, utamanya masyarakat menengah ke
bawah, ke arah yang lebih tinggi. Hal ini tentunya menjadi
perhatian khusus karena mayoritas masyarakat Indonesia
bergantung pada UMKM. Untuk itu, upaya pengembangan UMKM
harus diprioritaskan.
Upaya penciptaan lapangan pekerjaan melalui peningkatan
investasi dan kemudahan dan perlindungan UMK harus diikuti
dengan kebijakan peningkatan kualitas SDM sehingga tenaga
kerja (pencari kerja) dapat bersaing pada formasi-formasi yang
dibutuhkan oleh dunia kerja atau perusahaan.
Solusi atau upaya penciptaan lapangan pekerjaan melalui
pendekatan di atas sangat sesuai dengan karakteristik
permasalahan yang dihadapi oleh Indonesia. Dengan demikian,
pembentukan Rancangan Undang-Undang Penciptaan Lapangan
Kerja yang memuat berbagai kebijakan solutif sebagaimana
diuraikan di atas sangat dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia,
dunia usaha dan Pemerintah Indonesia.

C. LANDASAN YURIDIS

Upaya penciptaan lapangan pekerjaan secara garis besar


dilakukan melalui: (1) mendorong peningkatan investasi di
Indonesia; dan (b) mengembangkan sektor UMK melalui dukungan
riset dan inovasi sehingga UMK dapat berkembang dan mampu
bersaing di dunia usaha. Upaya dimaksud perlu dilakukan secara
komprehensif dan menyeluruh mengingat berbagai kebijakan
terkait investasi, UMK yang tertuang dalam berbagai peraturan
perundang-undangan, terutamanya dalam undang-undang.
Berbagai undang-undang yang mengatur investasi dan UMK
dihadapkan pada beberapa persoalan, yaitu:
1. tidak sesuai dengan perkembangan zaman dan perkembangan
kebutuhan masyarakat;

1913
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

2. terdapat disharmonisasi atau tumpang tindih antara undang-


undang satu dengan yang lain karena pengaturan investasi,
UMK yang diatur dalam banyak sekali undang-undang.
Berbagai peraturan perundang-undangan tersebut tidak
sedikit yang disharmonisasi atau tumpang tindih. Sehingga
dengan terdapatnya berbagai undang-undang tersebut ternyata
menjadi penyebab persoalan rumitnya proses berusaha di
Indonesia100 yang pada akhirnya menjadi menjadi penghambat
penciptaan lapangan.
3. peraturannya sudah ada tetapi tidak memadai sehingga daya
berlakunya lemah.

Ketiga persoalan di atas dapat digolongkan sebagai persoalan


hukum. Masalahnya kemudian adalah persoalan hukum tersebut
berkaitan dengan undang-undang dalam jumlah yang sangat
banyak. Pembentukan kebijakan Penciptaan Lapangan Kerja.
Perubahan secara konvensional dengan cara mengubah satu
persatu undang-undang seperti yang selama ini dilakukan tentu
sangat tidak efektif dan efisien serta membutuhkan waktu yang
lama. Oleh karena itu, pembentukan kebijakan Penciptaan
Lapangan Kerja harus dilakukan melalui teknik Legislasi omnibus
law. Undang-Undang Omnibus mencerminkan sebuah integrasi,
kodifikasi peraturan dimana tujuan akhirnya adalah untuk
mengefektifkan penerapan peraturan tersebut. Pembentukan
Undang-Undang Penciptaan Lapangan Kerja melalui teknik
omnibus law diyakini dapat mengatasi berbagai persoalan hukum
sebagaimana diuraikan di atas. Dengan demikian, pembentukan
Undang-Undang Penciptaan Lapangan Kerja memiliki dasar
yuridis.

100Persoalan disharmonisasi, tumpang tindih dan tidak sesuai dengan


perkembangan zaman dan perkembangan kebutuhan masyarakat dapat dilihat dalam
Bab III Naskah Akademik ini

1914
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

BAB V
JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN RUANG LINGKUP MATERI
MUATAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG PENCIPTAAN LAPANGAN
KERJA

A. SASARAN YANG INGIN DIWUJUDKAN

Sasaran yang ingin diwujudkan dalam Pembentukan RUU tentang


Penciptaan Lapangan Kerja, yakni:
1. Melaksanakan reformasi regulasi dalam rangka penciptaan
lapangan kerja yang mampu menyerap tingginya
pertumbuhan penduduk Indonesia dengan: (1) mendorong
peningkatan investasi di Indonesia; dan (b) mengembangkan
sektor UMK-M melalui dukungan riset dan inovasi sehingga
UMK-M dapat berkembang dan mampu bersaing di dunia
usaha; (c) mendorong percepatan dan kelancaran Investasi
Pemerintah dan Proyek Pemerintah yang menjadi sumber
penciptaan lapangan kerja.
2. Meningkatkan laju pertumbuhan produksi nasional sehingga
berimplikasi signifikan pada pertumbuhan ekonomi

B. ARAH DAN JANGKAUAN PENGATURAN

1. Arah Pengaturan
Untuk mewujudkan sasaran pembentukan RUU Cipta
Lapangan Kerja maka arah pengaturan RUU Cipta Lapangan
kerja meliputi penyederhanaan perizinan dengan berbasis
resiko termasuk di dalamnya perizinan dasar, menciptakan
kemudahan dan perlindungan UMK-M, serta pengaturan
kembali agar investasi dan Proyek Pemerintah yang menjadi
sumber penciptaan lapangan kerja. Arah pengaturan tersebut
dilakukan dengan mencabut dan/atau mengubah pasal-pasal
dalam sejumlah undang-undang serta membentuk norma
baru dalam RUU Cipta Lapangan Kerja.

1915
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

2. Jangkauan Pengaturan
Dalam rangka penciptaan lapangan kerja, RUU Penciptaan
Lapangan Kerja mengatur 3 (tiga) kebijakan strategis (utama)
Penciptaan Lapangan Kerja, yaitu:
Pertama, perbaikan ekosistem investasi dengan
menciptakan ekosistem investasi yang mendukung kemudaan
berusaha melalui pengaturan:
a. Penyederhanaan Perizinan Berusaha
b. Persyaratan Investasi
c. Ketenagakerjaan
d. Kemudahan Berusaha
e. Riset dan Inovasi
f. Pengadaan Lahan
g. Kawasan Ekonomi
Kedua, UMK-M yaitu menciptakan Kemudahan,
Pemberdayaan dan Perlindungan Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah (UMK-M) melalui pengaturan:
a. Kriteria UMK-M
b. Basis Data Tunggal
c. Collaborative Processing/Pengelolaan Terpadu UMK-M
d. Kemudahan Perizinan Tunggal
e. Kemitraan, Insentif dan Pembiayaan
Ketiga, Mendorong peningkatan dan kemudahan
Investasi dan Proyek Pemerintah yang menjadi sumber
penciptaan lapangan kerja.

Aspek-aspek di atas merupakan kebijakan strategis dalam


Penciptaan Lapangan Kerja. Kebijakan Strategis tersebut, terdapat
kebijakan pendukung, yakni Administrasi Pemerintahan dan
pengaturan Sanksi terhadap pelanggaran atas RUU Penciptaan
Lapangan Pekerjaan. Dari uraian di atas terlihat bahwa jangkauan

1916
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

pengaturan RUU mencakup keseluruhan sistem cipta lapangan


kerja.
Terhadap kebijakan strategis dan pendukung tersebut perlu
ditindaklanjuti oleh:
1. Kementerian/lembaga yang terkait, antara lain:
a. kementerian yang menjalankan urusan pemerintahan di
bidang luar negeri, dalam negeri, dan pertahanan, agama,
hukum, keuangan, keamanan, hak asasi manusia, pendidikan,
kebudayaan, kesehatan, sosial, ketenagakerjaan, industri,
perdagangan, pertambangan, energi, pekerjaan umum,
transmigrasi, transportasi, informasi, komunikasi, pertanian,
perkebunan, kehutanan, peternakan, kelautan, perikanan,
perencanaan pembangunan nasional, aparatur negara, badan
usaha milik negara, pertanahan, kependudukan, lingkungan
hidup, ilmu pengetahuan, teknologi, investasi, koperasi, usaha
kecil dan menengah, pariwisata, dan perumahan;
b. lembaga yang melaksanakan fungsi pengawas obat dan
makanan, standarisasi nasional, penyelenggaraan jaminan
sosial, mengelola jaminan produk halal,penyelengaraan
ibadah haji dan umroh;
2. Pelaku usaha barang dan/atau jasa
3. Tenaga kerja
4. Pemerintah Daerah

C. RUANG LINGKUP MATERI MUATAN

Untuk memberikan gambaran mengenai ruang materi yang


akan diatur sebagaimana dimaksud di atas, dapat dijelaskan
sebagai berikut:

1917
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

1. Ketentuan Umum
a. Cipta Lapangan Kerja adalah upaya penciptaan lapangan kerja
melalui usaha perbaikan ekosistem investasi serta kemudahan
dan perlindungan usaha mikro dan kecil.
b. Pengelolaan Terpadu Usaha Mikro dan Kecil adalah kumpulan
kelompok Usaha Mikro dan Kecil yang terkait dalam suatu
rantai produk umum, ketergantungan atas keterampilan
tenaga kerja yang serupa atau menggunkaan teknologi yang
serupa dan saling melengkapi secara terintegrasi mulai dari
tahap pendirian/legalisasi, pembiayaan, penyediaan bahan
baku, proses produksi, kurasi, dan pemasaran produk UMK
melalui perdagangan elektronik/non elektronik.
c. Penyederhanaan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko adalah
pemberian Perizinan Berusaha dan pelaksanaan pengawasan
berdasarkan tingkat risiko usaha dan/atau kegiatan.
d. Perizinan Berusaha adalah pendaftaran yang diberikan kepada
Pelaku Usaha untuk memulai dan menjalankan usaha
dan/atau kegiatan dan diberikan dalam bentuk persetujuan
yang dituangkan dalam bentuk surat/keputusan atau
pemenuhan persyaratan dan/atau Komitmen.
e. Risiko adalah potensi terjadinya bahaya terhadap kesehatan,
keselamatan, keamanan, lingkungan, pemanfaatan Sumber
Daya Alam dan/ataubahaya lainnya yang ditimbulkan oleh
suatu usaha dan/atau kegiatan.
f. Tingkat Risiko adalah potensi terjadinya suatu bahaya
terhadap kesehatan, keselamatan, keamanan, lingkungan,
pemanfaatan Sumber Daya Alam dan/atau bahaya lainnya
yang masuk ke dalam kategori rendah, menengah, atau tinggi.
g. Izin adalah keputusan pejabat pemerintahan yang berwenang
sebagai bentuk persetujuan atas permohonan pelaku usaha
yang akan menyelenggarakan kegiatan usaha.

1918
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

h. Sertifikat Standar adalah bukti pemenuhan ketentuan baku


pelaksanaan kegiatan usaha tanpa didahului proses evaluasi
atau didahului oleh proses evaluasi untuk kegiatan usaha.
i. Registrasi/Pendaftaran adalah pendaftaran usaha dan/atau
kegiatan oleh Pelaku Usaha melalui sistem pelayanan
Perizinan Berusaha terintegrasi secara elektronik (Online
Single Submission).
j. Nomor Induk Berusaha yang selanjutnya disebut NIB adalah
bukti Registrasi/Pendaftaran dalam bentuk identitas Pelaku
Usaha dan/atau sebagai persetujuan kegiatan berusaha.
k. Kegiatan Berusaha adalah daftar uraian aktivitas yang
dikelompokkan berdasarkan kode Klasifikasi Baku Lapangan
Usaha Indonesia yang disusun oleh Badan Pusat Statistik.
l. Pemerintah adalah menteri, pimpinan Lembaga, gubernur,
atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
m. Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang
memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik
Indonesia yang dibantu oleh wakil Presiden dan menteri
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
n. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan
pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan dewan perwakilan
rakyat daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan
dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan
prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
o. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur
penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin
pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan
daerah otonom.

1919
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

p. Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik atau


disingkat PBTSE adalah Perizinan Berusaha yang diterbitkan
oleh Pemerintah Pusat kepada Pelaku Usaha melalui sistem
elektronik yang terintegrasi.
q. Pelaku Usaha adalah orang perseorangan atau badan usaha
yang melakukan usaha dan/atau kegiatan pada bidang
tertentu.
r. Rencana Detail Tata Ruang yang selanjutnya disingkat RDTR
adalah rencana secara terperinci tentang tata ruang wilayah
kabupaten/kota yang dilengkapi dengan peraturan zonasi
kabupaten/kota.
s. Persetujuan bangunan gedung adalah perizinan yang diberikan
oleh Pemerintah Daerah kabupaten/kota kepada pemilik
bangunan gedung untuk membangun baru, mengubah,
memperluas, mengurangi, dan/atau merawat bangunan
gedung sesuai dengan persyaratan administratif dan
persyaratan teknis yang berlaku.
t. Dokumen Elektronik adalah setiap informasi elektronik yang
dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam
bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal, atau
sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar
melalui komputer atau sistem elektronik, termasuk tetapi tidak
terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto
atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol atau
perforasi yang memiliki makna atau arti atau dapat dipahami
oleh orang yang mampu memahaminya.
u. Hari adalah hari kerja sesuai yang ditetapkan oleh Pemerintah
Pusat
v. Upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan
lingkungan hidup yang selanjutnya disebut UKL-UPL adalah
standar dalam pengelolaan dan pemantauan terhadap usaha

1920
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

dan/atau kegiatan yang tidak berdampak penting terhadap


lingkungan hidup.

2. Penyederhanaan Persyaratan Dasar Perizinan Berusaha


a) Perizinan Lokasi
Lokasi kegiatan usaha peruntukannya harus sesuai dengan
rencana detil tata ruang daerah (RDTR). Pemerintah daerah wajib
menyusun dan menyediakan RDTR dalam bentuk digital yang
sesuai dengan standar. Pemerintah pusat wajib melakukan
integrasi RDTR dalam bentuk digital sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) ke dalam sistem perizinan berusaha terintegrasi
secara elektronik. Pelaku usaha dapat langsung melakukan
kegiatan usahanya, apabila lokasi kegiatan usahanya sesuai
dengan peruntukan ruang dalam RDTR.
Dalam hal pemerintah daerah belum memiliki RDTR, pelaku
usaha mengajukan permohonan persetujuan kesesuaian lokasi
kegiatan usahanya melalui PBTSE kepada pemerintah daerah
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Pemerintah
daerah dalam memberikan persetujuan kesesuaian lokasi
kegiatan usaha dilakukan berdasarkan rencana tata ruang
wilayah (provinsi (RTRW Provinsi), rencana tata ruang wilayah
kabupaten/kota (RTRW Kabupaten/Kota), rencana tata ruang
kawasan strategis provinsi (RTRKS Provinsi), atau rencana tata
ruang kawasan strategis kabupaten/kota (RTRKS
Kabupaten/Kota).
1. Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 Tentang Penataan
Ruang diubah sebagai berikut:
1. Ketentuan Pasal 1:
a. Angka 23, Angka 24, Angka 29, dan Angka 30
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
b. Angka 32 diubah, sehingga Angka 32 berbunyi
sebagai berikut:

1921
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

“Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang adalah


kesesuaian antara rencana kegiatan pemanfaatan ruang
dengan rencana tata ruang.”
2. Ketentuan Pasal 5 diubah, sehingga Pasal 5 berbunyi
sebagai berikut:
(1) Penataan ruang berdasarkan sistem terdiri atas
sistem wilayah dan sistem internal perkotaan.
(2) Penataan ruang berdasarkan fungsi utama kawasan
terdiri atas kawasan lindung dan kawasan budi
daya.
(3) Penataan ruang berdasarkan wilayah administratif
terdiri atas penataan ruang wilayah nasional,
penataan ruang wilayah provinsi, dan penataan
ruang wilayah kabupaten/kota.
(4) Penataan ruang berdasarkan kegiatan kawasan
terdiri atas penataan ruang kawasan perkotaan dan
penataan ruang kawasan perdesaan.
(5) Penataan ruang berdasarkan nilai strategis kawasan
strategis nasional.
3. Ketentuan Pasal 6 diubah, sehingga Pasal 6 berbunyi
sebagai berikut:
(1) Penataan ruang diselenggarakan dengan
memperhatikan:
a. kondisi fisik wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang rentan terhadap bencana;
b. potensi sumber daya alam, sumber daya
manusia, dan sumber daya buatan, kondisi
ekonomi, sosial, budaya, politik, hukum,
pertahanan keamanan, dan lingkungan hidup
serta ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai
satu kesatuan; dan
c. geostrategi, geopolitik, dan geoekonomi.

1922
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

(2) Penataan ruang wilayah nasional, penataan ruang


wilayah provinsi, dan penataan ruang wilayah
kabupaten/kota dilakukan secara berjenjang dan
komplementer.
(3) Penataan ruang wilayah secara berjenjang
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan
dengan cara rencana tata ruang wilayah nasional
dijadikan acuan dalam penyusunan rencana tata
ruang wilayah provinsi dan kabupaten/kota, dan
rencana tata ruang wilayah provinsi menjadi acuan
bagi penyusunan rencana tata ruang
kabupaten/kota.
(4) Penataan ruang wilayah secara komplementer
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan
penataan ruang wilayah nasional, penataan ruang
wilayah provinsi, dan penataan ruang wilayah
kabupaten/kota yang disusun saling melengkapi
satu sama lain dan bersinergi sehingga tidak terjadi
tumpang tindih pengaturan rencana tata ruang.
(5) Penataan ruang wilayah nasional meliputi ruang
wilayah yurisdiksi dan wilayah kedaulatan nasional
yang mencakup ruang darat, ruang laut, dan ruang
udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu
kesatuan.
(6) Penataan ruang wilayah provinsi dan
kabupaten/kota meliputi ruang darat, ruang laut,
dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi
sebagai satu kesatuan.
(7) Ruang laut dan ruang udara, pengelolaannya diatur
dengan undang-undang tersendiri.
4. Ketentuan Pasal 8 diubah, sehingga Pasal 8 berbunyi
sebagai berikut:

1923
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

(1) Wewenang Pemerintah Pusat dalam


penyelenggaraan penataan ruang meliputi:
a. pengaturan, pembinaan, dan pengawasan
terhadap pelaksanaan penataan ruang wilayah
nasional, provinsi, dan kabupaten/kota, serta
terhadap pelaksanaan penataan ruang kawasan
strategis nasional;
b. pemberian bantuan teknis bagi penyusunan
rencana tata ruang wilayah provinsi, wilayah
kabupaten/kota, dan rencana detail tata ruang
dalam rangka percepatan pelaksanaan program
strategis nasional;
c. pembinaan teknis dalam kegiatan penyusunan
rencana tata ruang wilayah provinsi, rencana
tata ruang wilayah kabupaten/kota, dan
rencana detail tata ruang;
d. pelaksanaan penataan ruang wilayah nasional;
e. pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis
nasional; dan
f. kerja sama penataan ruang antarnegara dan
memfasilitasi kerja sama penataan ruang
antarprovinsi.
(2) Wewenang Pemerintah Pusat dalam pelaksanaan
penataan ruang nasional meliputi:
a. perencanaan tata ruang wilayah nasional;
b. pemanfaatan ruang wilayah nasional; dan
c. pengendalian pemanfaatan ruang wilayah
nasional.
(3) Wewenang Pemerintah Pusat dalam pelaksanaan
penataan ruang kawasan strategis nasional
meliputi:
a. penetapan kawasan strategis nasional;

1924
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

b. perencanaan tata ruang kawasan strategis


nasional;
c. pemanfaatan ruang kawasan strategis nasional;
dan
d. pengendalian pemanfaatan ruang kawasan
strategis nasional.
(4) Dalam rangka penyelenggaraan penataan ruang,
Pemerintah Pusat berwenang menyusun dan
menetapkan pedoman bidang penataan ruang.
(5) Dalam pelaksanaan wewenang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat
(4), Pemerintah Pusat:
a. menyebarluaskan informasi yang berkaitan
dengan:
1) rencana umum dan rencana rinci tata
ruang dalam rangka pelaksanaan
penataan ruang wilayah nasional;
2) arahan peraturan zonasi untuk sistem
nasional yang disusun dalam rangka
pengendalian pemanfaatan ruang wilayah
nasional; dan
3) pedoman pedoman bidang penataan
ruang; dan
b. menetapkan standar pelayanan minimal bidang
penataan ruang.
(6) Pemerintah Pusat dalam melaksanakan
kewenangan pembinaan kepada provinsi dan
kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a termasuk pemberian bantuan teknis bagi
program yang bersifat strategis nasional dan
pembinaan teknis dalam kegiatan penyusunan
rencana tata ruang wilayah provinsi, rencana tata

1925
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

ruang wilayah kabupaten/kota, dan rencana detail


tata ruang.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai kewenangan
penyelenggaraan penataan ruang diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
5. Ketentuan Pasal 9 diubah, sehingga Pasal 9 berbunyi
sebagai berikut:
(1) Penyelenggaraan penataan ruang dilaksanakan oleh
Pemerintah Pusat.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tugas dan
tanggung jawab penyelenggaraan penataan ruang
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
6. Ketentuan Pasal 10 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
7. Ketentuan Pasal 11 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
8. Ketentuan Pasal 14 diubah, sehingga Pasal 14 berbunyi
sebagai berikut:
(1) Perencanaan tata ruang dilakukan untuk
menghasilkan:
a. rencana umum tata ruang; dan
b. rencana rinci tata ruang.
(2) Rencana umum tata ruang sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a secara berhierarki terdiri atas:
a. rencana tata ruang wilayah nasional;
b. rencana tata ruang wilayah provinsi; dan
c. rencana tata ruang wilayah kabupaten dan
rencana tata ruang wilayah kota.
(3) Rencana rinci tata ruang sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b terdiri atas:
a. rencana tata ruang pulau/kepulauan dan
rencana tata ruang kawasan strategis nasional;
dan

1926
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

b. rencana detail tata ruang kabupaten/kota.


(4) Rencana rinci tata ruang sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b disusun sebagai perangkat
operasional rencana umum tata ruang.
(5) Rencana rinci tata ruang sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) huruf a disusun apabila:
a. rencana umum tata ruang belum dapat
dijadikan dasar dalam pelaksanaan
pemanfaatan ruang dan pengendalian
pemanfaatan ruang; dan/atau
b. rencana umum tata ruang yang mencakup
wilayah perencanaan yang luas dan skala peta
dalam rencana umum tata ruang tersebut
memerlukan perincian sebelum
dioperasionalkan.
(6) Rencana detail tata ruang sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) huruf b dijadikan dasar bagi
penyusunan peraturan zonasi.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai ketelitian peta
rencana tata ruang sebagaimana dimaksud pada
ayat (5) huruf b diatur dengan Peraturan
Pemerintah.

9. Diantara Pasal 14 dan Pasal 15 disisipkan 1 (satu) pasal,


yakni Pasal 14A yang berbunyi sebagai berikut:
(1) Pelaksanaan penyusunan rencana tata ruang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dilakukan
dengan tetap memperhatikan aspek daya dukung
dan daya tampung lingkungan hidup yang disusun
dalam suatu kajian lingkungan hidup strategis serta
kesesuaian ketelitian peta rencana tata ruang.

1927
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

(2) Penyusunan kajian lingkungan strategis


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
melalui analisis daya dukung dan daya tampung
lingkungan hidup dalam proses penyusunan
rencana tata ruang.
(3) Pemenuhan kesesuaian ketelitian peta rencana tata
ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan melalui penyusunan peta rencana tata
ruang berdasarkan peta Rupabumi Indonesia.
(4) Dalam hal peta Rupabumi Indonesia sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) tidak tersedia, penyusunan
rencana tata ruang mempergunakan:
a. peta format digital dengan ketelitian detail
informasi sesuai dengan skala perencanaan
rencana tata ruang; dan/atau
b. peta tematik pertanahan.

10. Ketentuan Pasal 17 diubah, sehingga Pasal 17 berbunyi


sebagai berikut:
(1) Muatan rencana tata ruang mencakup:
a. rencana struktur ruang; dan
b. rencana pola ruang.
(2) Rencana struktur ruang sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a meliputi rencana sistem pusat
permukiman dan rencana sistem jaringan
prasarana.
(3) Rencana pola ruang sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b meliputi peruntukan kawasan
lindung dan kawasan budi daya.
(4) Peruntukan kawasan lindung dan kawasan budi
daya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi
peruntukan ruang untuk kegiatan pelestarian

1928
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

lingkungan, sosial, budaya, ekonomi, pertahanan,


dan keamanan.
(5) Dalam rangka pelestarian lingkungan sebagaimana
dimaksud pada ayat (4), pada rencana tata ruang
wilayah ditetapkan luas kawasan hutan dan
penutupan hutan untuk setiap pulau, DAS,
provinsi, kabupaten/kota, berdasarkan kondisi
biogeofisik, iklim, penduduk, dan keadaan sosial
ekonomi masyarakat setempat.
(6) Penyusunan rencana tata ruang harus
memperhatikan keterkaitan antarwilayah,
antarfungsi kawasan, dan antarkegiatan kawasan.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
penyusunan rencana tata ruang yang berkaitan
dengan fungsi pertahanan dan keamanan sebagai
subsistem rencana tata ruang wilayah diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
11. Ketentuan Pasal 18 diubah, sehingga Pasal 18 berbunyi
sebagai berikut:
(1) Penetapan rencana tata ruang wilayah provinsi atau
kabupaten/kota dan rencana detil tata ruang
terlebih dahulu harus mendapat persetujuan
substansi dari Pemerintah.
(2) Sebelum diajukan persetujuan substansi kepada
Pemerintah, rencana detil tata ruang
kabupaten/kota yang dituangkan dalam rancangan
Peraturan Kepala Daerah Kabupaten/Kota terlebih
dahulu dilakukan konsultasi publik termasuk
dengan DPRD.
(3) Bupati/walikota wajib menetapkan rancangan
peraturan kepala daerah kabupaten/kota tentang
rencana detil tata ruang paling lama 1 (satu) bulan

1929
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

setelah mendapat persetujuan substansi dari


Pemerintah Pusat.
(4) Dalam hal bupati/walikota tidak menetapkan
rencana detil tata ruang setelah jangka waktu
sebagaimana yang dimaksud pada ayat (3), rencana
detil tata ruang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai muatan, pedoman,
dan tatacara penyusunan rencana tata ruang
wilayah provinsi atau kabupaten/kota dan rencana
detil tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

12. Ketentuan Pasal 20 diubah, sehingga Pasal 20 berbunyi


sebagai berikut:
(1) Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional memuat:
a. tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang
wilayah nasional;
b. rencana struktur ruang wilayah nasional yang
meliputi sistem perkotaan nasional yang terkait
dengan kawasan perdesaan dalam wilayah
pelayanannya dan sistem jaringan prasarana
utama;
c. rencana pola ruang wilayah nasional yang
meliputi kawasan lindung nasional dan kawasan
budi daya yang memiliki nilai strategis nasional;
d. penetapan kawasan strategis nasional;
e. arahan pemanfaatan ruang yang berisi indikasi
program utama jangka menengah lima tahunan;
dan
f. arahan pengendalian pemanfaatan ruang
wilayah nasional yang berisi indikasi arahan
peraturan zonasi sistem nasional, arahan

1930
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang,


arahan insentif dan disinsentif, serta arahan
sanksi.
(2) Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional menjadi
pedoman untuk:
a. penyusunan rencana pembangunan jangka
panjang nasional;
b. penyusunan rencana pembangunan jangka
menengah nasional;
c. pemanfaatan ruang dan pengendalian
pemanfaatan ruang di wilayah nasional;
d. mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan
keseimbangan perkembangan antarwilayah
provinsi, serta keserasian antarsektor;
penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk
investasi;
e. penataan ruang kawasan strategis nasional; dan
f. penataan ruang wilayah provinsi dan
kabupaten/kota.
(3) Jangka waktu Rencana Tata Ruang Wilayah
Nasional adalah 20 (dua puluh) tahun.
(4) Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional ditinjau
kembali 1 (satu) kali dalam setiap periode 5 (lima)
tahunan.
(5) Peninjauan kembali rencana tata ruang dapat
dilakukan lebih dari 1 (satu) kali dalam periode 5
(lima) tahun apabila terjadi perubahan lingkungan
strategis berupa:
a. bencana alam skala besar yang ditetapkan
dengan Peraturan Perundang undangan;
b. perubahan batas teritorial negara yang
ditetapkan dengan undang-undang;

1931
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

c. perubahan batas wilayah daerah yang


ditetapkan dengan undang-undang; dan
d. perubahan kebijakan nasional yang bersifat
strategis.
(6) Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional ditetapkan
dengan Peraturan Pemerintah.

13. Ketentuan Pasal 22 diubah, sehingga Pasal 22 berbunyi


sebagai berikut:
(1) Penyusunan rencana tata ruang wilayah provinsi
mengacu pada:
a. RTRWN;
b. pedoman bidang penataan ruang; dan
c. rencana pembangunan jangka panjang daerah.
(2) Penyusunan RTRW Provinsi harus memperhatikan:
a. perkembangan permasalahan nasional dan hasil
pengkajian implikasi penataan ruang provinsi;
b. upaya pemerataan pembangunan dan
pertumbuhan ekonomi provinsi;
c. keselarasan aspirasi pembangunan provinsi dan
pembangunan kabupaten/kota;
d. daya dukung dan daya tampung lingkungan
hidup;
e. rencana pembangunan jangka panjang daerah;
f. rencana tata ruang wilayah provinsi yang
berbatasan; dan
g. rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota.

14. Ketentuan Pasal 23 diubah, sehingga Pasal 23 berbunyi


sebagai berikut:
(1) Rencana tata ruang wilayah provinsi memuat:

1932
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

a. tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang


wilayah provinsi;
b. rencana struktur ruang wilayah provinsi yang
meliputi sistem perkotaan dalam wilayahnya
yang berkaitan dengan kawasan perdesaan
dalam wilayah pelayanannya dan sistem
jaringan prasarana wilayah provinsi;
c. rencana pola ruang wilayah provinsi yang
meliputi kawasan lindung dan kawasan budi
daya yang memiliki nilai strategis provinsi;
d. arahan pemanfaatan ruang wilayah provinsi
yang berisi indikasi program utama jangka
menengah lima tahunan; dan
e. arahan pengendalian pemanfaatan ruang
wilayah provinsi yang berisi indikasi arahan
peraturan zonasi sistem provinsi, arahan
Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang,
arahan insentif dan disinsentif, serta arahan
sanksi.
(2) Rencana tata ruang wilayah provinsi menjadi
pedoman untuk:
a. penyusunan rencana pembangunan jangka
panjang daerah;
b. penyusunan rencana pembangunan jangka
menengah daerah;
c. pemanfaatan ruang dan pengendalian
pemanfaatan ruang dalam wilayah provinsi;
d. mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan
keseimbangan perkembangan antarwilayah
kabupaten/kota, serta keserasian antarsektor;
e. penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk
investasi; dan

1933
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

f. penataan ruang wilayah kabupaten/kota.


(3) Jangka waktu rencana tata ruang wilayah provinsi
adalah 20 (dua puluh) tahun.
(4) RTRW Provinsi ditinjau kembali 1 (satu) kali dalam
setiap periode 5 (lima) tahunan.
(5) Peninjauan kembali RTRW Provinsi dapat dilakukan
lebih dari 1 (satu) kali dalam periode 5 (lima) tahun
apabila terjadi perubahan lingkungan strategis
berupa:
a. bencana alam skala besar yang ditetapkan
dengan peraturan perundang-undangan;
b. perubahan batas territorial negara yang
ditetapkan dengan undang-undang;
c. perubahan batas wilayah daerah yang
ditetapkan dengan undang-undang; dan
d. perubahan kebijakan nasional yang bersifat
strategis.
(6) RTRW Provinsi ditetapkan dengan Peraturan Daerah
Provinsi.
(7) Peraturan Daerah Provinsi sebagaimana dimaksud
pada ayat (6) wajib ditetapkan paling lama 2 (dua)
bulan terhitung sejak mendapat persetujuan
substansi dari Pemerintah Pusat.
(8) Dalam hal Peraturan Daerah Provinsi sebagaimana
dimaksud pada ayat (7) belum ditetapkan,
Gubernur menetapakan RTRW Provinsi paling lama
3 (tiga) bulan terhitung sejak mendapat persetujuan
substansi dari Pemerintah Pusat.
(9) Dalam hal RTRW Provinsi sebagaimana dimaksud
pada ayat (8) belum ditetapkan oleh Gubernur,
RTRW Provinsi ditetapkan oleh Pemerintah Pusat
paling lama 4 (empat) bulan terhitung sejak

1934
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

mendapat persetujuan substansi dari Pemerintah


Pusat.

15. Ketentuan Pasal 24 dicabut dan dinyatakan tidak


berlaku.

16. Ketentuan Pasal 25 diubah, sehingga Pasal 25 berbunyi


sebagai berikut:
(1) Penyusunan rencana tata ruang wilayah kabupaten
mengacu pada:
a. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dan
rencana tata ruang wilayah provinsi;
b. pedoman dan petunjuk pelaksanaan bidang
penataan ruang; dan
c. rencana pembangunan jangka panjang daerah.
(2) Penyusunan rencana tata ruang wilayah kabupaten
harus memperhatikan:
a. perkembangan permasalahan provinsi dan hasil
pengkajian implikasi penataan ruang
kabupaten;
b. upaya pemerataan pembangunan dan
pertumbuhan ekonomi kabupaten;
c. keselarasan aspirasi pembangunan kabupaten;
d. daya dukung dan daya tampung lingkungan
hidup;
e. rencana pembangunan jangka panjang daerah;
dan
f. rencana tata ruang wilayah kabupaten yang
berbatasan.

17. Ketentuan Pasal 26 diubah, sehingga Pasal 26 berbunyi


sebagai berikut:

1935
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

(1) RTRW kabupaten memuat:


a. tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang
wilayah kabupaten;
b. rencana struktur ruang wilayah kabupaten yang
meliputi sistem perkotaan di wilayahnya yang
terkait dengan kawasan perdesaan dan sistem
jaringan prasarana wilayah kabupaten;
c. rencana pola ruang wilayah kabupaten yang
meliputi kawasan lindung kabupaten dan
kawasan budi daya kabupaten;
d. arahan pemanfaatan ruang wilayah kabupaten
yang berisi indikasi program utama jangka
menengah lima tahunan; dan
e. ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang
wilayah kabupaten yang berisi ketentuan umum
peraturan zonasi, ketentuan Kesesuaian
Kegiatan Pemanfaatan Ruang, ketentuan insentif
dan disinsentif, serta arahan sanksi.
(2) RTRW kabupaten menjadi pedoman untuk:
a. penyusunan rencana pembangunan jangka
panjang daerah;
b. penyusunan rencana pembangunan jangka
menengah daerah;
c. pemanfaatan ruang dan pengendalian
pemanfaatan ruang di wilayah kabupaten;
d. mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan
keseimbangan antarsektor;
e. penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk
investasi;
(3) RTRW kabupaten menjadi dasar untuk Kesesuaian
Kegiatan Pemanfaatan Ruang dan administrasi
pertanahan.

1936
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

(4) Jangka waktu rencana tata ruang wilayah


kabupaten adalah 20 (dua puluh) tahun.
(5) RTRW kabupaten ditinjau kembali 1 (satu) kali pada
setiap periode 5 (lima) tahunan.
(6) Peninjauan kembali RTRW kabupaten dapat
dilakukan lebih dari 1 (satu) kali dalam periode 5
(lima) tahun apabila terjadi perubahan lingkungan
strategis berupa:
a. bencana alam skala besar yang ditetapkan
dengan peraturan perundang-undangan;
b. perubahan batas territorial negara yang
ditetapkan dengan undang-undang;
c. perubahan batas wilayah daerah yang
ditetapkan dengan undang-undang; dan
d. perubahan kebijakan nasional yang bersifat
strategis.
(7) RTRW kabupaten ditetapkan dengan Peraturan
Daerah Kabupaten.
(8) Peraturan Daerah Kabupaten sebagaimana
dimaksud pada ayat (6) wajib ditetapkan paling
lama 2 (dua) bulan setelah mendapat persetujuan
substansi dari Pemerintah Pusat.
(9) Dalam hal Peraturan Daerah Kabupaten
sebagaimana dimaksud pada ayat (7) belum
ditetapkan, Bupati menetapkan RTRW kabupaten
paling lama 3 (tiga) bulan setelah mendapat
persetujuan substansi dari Pemerintah Pusat.
(10) Dalam hal RTRW kabupaten sebagaimana dimaksud
pada ayat (9) belum ditetapkan oleh Bupati, RTRW
kabupaten ditetapkan oleh Pemerintah Pusat paling
lama 4 (empat) bulan setelah mendapat persetujuan
substansi dari Pemerintah Pusat.

1937
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

18. Ketentuan Pasal 27 dicabut dan dinyatakan tidak


berlaku.

19. Diantara Pasal 34 dan Pasal 35 ditambah 1 (satu) pasal


baru yakni Pasal 34A yang berbunyi sebagai berikut:
(1) Dalam hal terdapat perubahan kebijakan nasional
yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 21 ayat (5) huruf d dan Pasal 26 ayat
(6) huruf d belum dimuat dalam rencana tata ruang
dan/atau rencana zonasi, pemanfaatan ruang tetap
dapat dilaksanakan.
(2) Dalam pelaksanaan kegiatan pemanfaatan ruang
sebagaimana dimaksud pada ayat (l), dilakukan
dengan atau tanpa rekomendasi pemanfaatan ruang
dari Pemerintah Pusat.

20. Ketentuan Pasal 35 diubah, sehingga Pasal 35 berbunyi


sebagai berikut:
“Pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan melalui:
a. penetapan peraturan zonasi;
b. ketentuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan
Ruang;
c. pemberian insentif dan disinsentif; dan
d. pengenaan sanksi.”

21. Ketentuan Pasal 37 diubah, sehingga Pasal 37 berbunyi


sebagai berikut:
(1) Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan
Ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35
diterbitkan oleh Pemerintah Pusat.

1938
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

(2) Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan


Ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang
wilayah dibatalkan oleh Pemerintah Pusat.
(3) Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan
Ruang yang dikeluarkan dan/atau diperoleh dengan
tidak melalui prosedur yang benar, batal demi
hukum.
(4) Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan
Ruang yang diperoleh melalui prosedur yang benar
tetapi kemudian terbukti tidak sesuai dengan
rencana tata ruang wilayah, dibatalkan oleh
Pemerintah Pusat.
(5) Terhadap kerugian yang ditimbulkan akibat
pembatalan persetujuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dan ayat (4), dapat dimintakan ganti
kerugian yang layak kepada instansi pemberi
persetujuan.
(6) Kegiatan pemanfaatan ruang yang tidak sesuai lagi
akibat adanya perubahan rencana tata ruang
wilayah dapat dibatalkan oleh Pemerintah Pusat
dengan memberikan ganti kerugian yang layak.
(7) Setiap pejabat pemerintah yang berwenang dilarang
menerbitkan Persetujuan Kesesuaian Kegiatan
Pemanfaatan Ruang yang tidak sesuai dengan
rencana tata ruang.
(8) Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur
perolehan persetujuan Kesesuaian Kegiatan
Pemanfaatan Ruang dan tata cara pemberian ganti
kerugian yang layak sebagaimana dimaksud pada
ayat (5) dan ayat (6) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.

1939
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

22. Ketentuan Pasal 48 dicabut dan dinyatakan tidak


berlaku.
23. Ketentuan Pasal 49 dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.
24. Ketentuan Pasal 50 dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.
25. Ketentuan Pasal 51 dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.
26. Ketentuan Pasal 52 dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.
27. Ketentuan Pasal 53 dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.
28. Ketentuan Pasal 54 dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.
29. Ketentuan Pasal 60 diubah, sehingga Pasal 60 berbunyi
sebagai berikut:
“Dalam penataan ruang, setiap orang berhak untuk:
a. mengetahui rencana tata ruang;
b. menikmati pertambahan nilai ruang sebagai akibat
penataan ruang;
c. memperoleh penggantian yang layak atas kerugian
yang timbul akibat pelaksanaan kegiatan
pembangunan yang sesuai dengan rencana tata
ruang;
d. mengajukan tuntuan kepada pejabat berwenang
terhadap pembangunan yang tidak sesuai dengan
rencana tata ruang di wilayahnya;
e. mengajukan tuntutan pembatalan persetujuan
kegiatan penataan ruang dan/atau penghentian
pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata
ruang kepada pejabat berwenang; dan

1940
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

f. mengajukan gugatan ganti kerugian kepada


Pemerintah, pemerintah daerah dan/atau kepada
pelaksana kegiatan pemanfaatan ruang apabila
kegiatan pembangunan yang tidak sesuai dengan
rencana tata ruang menimbulkan kerugian”.

30. Ketentuan Pasal 61 diubah, sehingga Pasal 61 berbunyi


sebagai berikut:
“Dalam pemanfaatan ruang, setiap orang wajib:
a. menaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan;
b. memanfaatkan ruang sesuai dengan rencana tata
ruang;
c. mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam
persyaratan pemanfaatan ruang dalam rencana tata
ruang; dan
d. memberikan akses terhadap kawasan yang oleh
ketentuan peraturan perundang-undangan
dinyatakan sebagai milik umum”.
31. Ketentuan Pasal 62 diubah, sehingga Pasal 62 berbunyi
sebagai berikut:
“Setiap orang yang tidak menaati rencana tata ruang
yang telah ditetapkan yang mengakibatkan perubahan
fungsi ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61,
dikenai sanksi administratif.”

32. Ketentuan Pasal 65 diubah, sehingga Pasal 65 berbunyi


sebagai berikut:
(1) Penyelenggaraan penataan ruang dilakukan oleh
pemerintah dengan melibatkan peran masyarakat.
(2) Peran masyarakat dalam penataan ruang
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan,
antara lain, melalui:

1941
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

a. partisipasi dalam penyusunan rencana tata


ruang;
b. partisipasi dalam pemanfaatan ruang; dan
c. partisipasi dalam pengendalian pemanfaatan
ruang.
(3) Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan (2) terdiri atas orang perseorangan dan pelaku
usaha.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan
bentuk peran masyarakat dalam penataan ruang
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
peraturan pemerintah.
33. Ketentuan Pasal 68 dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.
34. Ketentuan Pasal 69 dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.
35. Ketentuan Pasal 70 dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.
36. Ketentuan Pasal 71 dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.
37. Ketentuan Pasal 72 dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.
38. Ketentuan Pasal 73 dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.
39. Ketentuan Pasal 74 dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.
40. Ketentuan Pasal 75 dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.

2. Undang-Undang Nomor 27 tahun 2007 Pengelolaan Wilayah


Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil sebagaimana telah diubah

1942
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 diubah


sebagai berikut:

1. Ketentuan Pasal 1:
a. angka 14 diubah, sehingga angka 14 berbunyi
sebagai berikut:
“Rencana Zonasi yang selanjutnya disingkat RZ adalah
rencana yang menentukan arah penggunaan sumber
daya setiap satuan perencanaan disertai dengan
penetapan struktur dan pola ruang pada Kawasan
perencanaan yang memuat kegiatan yang boleh
dilakukan dan tidak boleh dilakukan serta kegiatan
yang hanya dapat dilakukan setelah memperoleh
Perizinan Berusaha terkait Pemanfaatan di Laut.”
b. angka 17 diubah, sehingga angka 17 berbunyi
sebagai berikut:
“Rencana Zonasi Rinci adalah rencana detail dalam 1
(satu) Zona berdasarkan arahan pengelolaan di dalam
Rencana Zonasi dengan memperhatikan daya dukung
lingkungan dan teknologi yang dapat diterapkan serta
ketersediaan sarana.”
c. angka 18 diubah, sehingga angka 18 berbunyi
sebagai berikut:
“Perizinan Berusaha terkait Pemanfaatan di Laut
adalah izin yang diberikan untuk memanfaatkan
ruang perairan pesisir yang mencakup permukaan,
kolom air, dan dasar laut pada batas keluasan
tertentu”.
d. angka 18A dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

2. Ketentuan Pasal 7 diubah, sehingga Pasal 7 berbunyi


sebagai berikut:

1943
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

(1) Perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan


Pulau-Pulau Kecil sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5, terdiri atas:
a. Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-
Pulau Kecil yang selanjutnya disebut dengan
RZWP-3-K
b. Rencana Zonasi Kawasan Strategis Nasional
yang selanjutnya disebut dengan RZ KSN; dan
c. Rencana Zonasi Kawasan Strategis Nasional
Tertentu yang selanjutnya disebut dengan RZ
KSNT;
(2) Batas wilayah perencanaan RZWP-3-K sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a, RZ KSN
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dan
RZ KSNT sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.
(3) Jangka waktu berlakunya Perencanaan Pengelolaan
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) selama 20 (dua puluh)
tahun dan dapat ditinjau kembali setiap 5 (lima)
tahun.
(4) Peninjauan kembali Perencanaan Pengelolaan
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) dapat dilakukan lebih dari 1
(satu) kali dalam periode 5 (lima) tahun apabila
terjadi perubahan lingkungan strategis berupa:
a. bencana alam skala besar yang ditetapkan
dengan Peraturan Perundang undangan;
b. perubahan batas teritorial negara yang
ditetapkan dengan undang-undang;
c. perubahan batas wilayah daerah yang
ditetapkan dengan undang-undang; dan

1944
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

d. perubahan kebijakan nasional yang bersifat


strategis.
(5) RZWP-3-K sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a ditetapkan dengan Peraturan Daerah
Provinsi.
(6) RZ KSN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
b dan RZ KSNT sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf c ditetapkan dengan Peraturan Presiden.
(7) Perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan dengan melibatkan masyarakat.
(8) Peraturan Daerah Provinsi sebagaimana dimaksud
pada ayat (5) wajib ditetapkan paling lama 2 (dua)
bulan setelah mendapat persetujuan substansi dari
Pemerintah Pusat.
(9) Dalam hal Peraturan Daerah Provinsi sebagaimana
dimaksud pada ayat (7) belum ditetapkan,
Pemerintah Pusat menetapkan RZWP-3-K paling
lama 3 (tiga) bulan setelah mendapat persetujuan
substansi dari Pemerintah Pusat.

3. Diantara Pasal 7 dan 8 disisipkan 3 (tiga) pasal baru,


yakni:
a. Pasal 7A yang berbunyi sebagai berikut:
(1) RZWP-3-K sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7
ayat (1) huruf a diintegrasikan ke dalam Rencana
Tata Ruang Wilayah Provinsi.
(2) RZ KSN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat
(1) huruf b diintegrasikan ke dalam Rencana Tata
Ruang Kawasan Strategis Nasional.
(3) RZ KSNT sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c diserasikan, diselaraskan, dan

1945
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

diseimbangkan dengan rencana tata ruang, rencana


zonasi kawasan antarwilayah, dan rencana tata
ruang laut.
(4) Dalam hal RZWP-3-K sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) sudah ditetapkan, pengintegrasian
dilakukan pada saat peninjauan kembali Rencana
Tata Ruang Wilayah Provinsi.
(5) Dalam hal RZ KSN sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) sudah ditetapkan, pengintegrasian
dilakukan pada saat peninjauan kembali Rencana
Tata Ruang Kawasan Strategis Nasional.
b. Pasal 7B yang berbunyi sebagai berikut:
Perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-
Pulau Kecil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7
ayat (1) dilakukan dengan mempertimbangkan:
a. keserasian, keselarasan, dan keseimbangan
dengan daya dukung ekosistem, fungsi
pemanfaatan dan fungsi perlindungan, dimensi
ruang dan waktu, dimensi teknologi dan sosial
budaya, serta fungsi pertahanan dan keamanan;
b. keterpaduan pemanfaatan berbagai jenis sumber
daya, fungsi, estetika lingkungan, dan kualitas
ruang perairan dan sumber daya pesisir dan
pulau-pulau kecil; dan
c. kewajiban untuk mengalokasikan ruang dan
akses Masyarakat dalam pemanfaatan ruang
perairan dan sumber daya pesisir dan pulau-
pulau kecil yang mempunyai fungsi sosial dan
ekonomi.
c. Pasal 7C yang berbunyi sebagai berikut:
Ketentuan lebih lanjut mengenai Perencanaan
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau

1946
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Kecil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7,


Pasal 7A, dan Pasal 7B diatur dengan Peraturan
Pemerintah
4. Ketentuan Pasal 8 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
5. Ketentuan Pasal 9 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
6. Ketentuan Pasal 10 dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.
7. Ketentuan Pasal 11 dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.
8. Ketentuan Pasal 12 dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.
9. Ketentuan Pasal 13 dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.
10. Ketentuan Pasal 14 dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.
3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 Tentang Kelautan
diubah sebagai berikut:
1. Ketentuan Pasal 1 angka 9, sehingga Pasal 1 angka 9
berbunyi sebagai berikut :
“Pengelolaan Ruang Laut adalah perencanaan,
pemanfaatan, pengawasan, dan pengendalian ruang laut
yang merupakan bagian integral dari pengelolaan tata
ruang.”
2. Ketentuan Pasal 42 diubah, sehingga Pasal 42 berbunyi
sebagai berikut:
(1) Pengelolaan ruang laut dilakukan untuk:
a. melindungi sumber daya dan lingkungan dengan
berdasar pada daya dukung lingkungan dan
kearifan lokal;
b. memanfaatkan potensi sumber daya dan/atau
kegiatan di wilayah Laut yang berskala nasional
dan internasional; dan

1947
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

c. mengembangkan kawasan potensial menjadi


pusat kegiatan produksi, distribusi, dan jasa.
(2) Pengelolaan ruang laut meliputi perencanaan,
pemanfaatan, pengawasan, dan pengendalian ruang
laut yang merupakan bagian integral dari
pengelolaan tata ruang.
(3) Pengelolaan ruang laut sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dilaksanakan dengan berdasarkan
karakteristik Negara Kesatuan Republik Indonesia
sebagai negara kepulauan dan mempertimbangkan
potensi sumberdaya dan lingkungan Kelautan.
3. Pasal 43 diubah, sehingga Pasal 43 berbunyi sebagai
berikut:
(1) Perencanaan ruang laut sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 42 ayat (2) meliputi:
a. perencanaan tata ruang laut nasional;
b. perencanaan zonasi wilayah pesisir dan pulau-
pulau kecil; dan
c. perencanaan zonasi kawasan laut.
(2) Perencanaan tata ruang laut nasional sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan proses
perencanaan untuk menghasilkan rencana tata
ruang laut nasional yang diintegrasikan ke dalam
perencanaan tata ruang wilayah nasional.
(3) Perencanaan zonasi wilayah pesisir dan pulau-
pulau kecil sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(4) Perencanaan zonasi kawasan laut sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c merupakan
perencanaan untuk menghasilkan rencana zonasi
kawasan strategis nasional, rencana zonasi

1948
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

kawasan strategis nasional tertentu, dan rencana


zonasi kawasan antarwilayah.
(5) Rencana zonasi kawasan strategis nasional
diintegrasikan ke dalam rencana tata ruang
kawasan strategis nasional.
(6) Dalam hal perencanaan tata ruang laut nasional
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sudah
ditetapkan, pengintegrasian dilakukan pada saat
peninjauan kembali Rencana Tata Ruang Wilayah
Nasional.
(7) Dalam hal rencana zonasi kawasan strategis
nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
sudah ditetapkan, pengintegrasian dilakukan pada
saat peninjauan kembali rencana tata ruang
kawasan strategis nasional.
(8) Ketentuan lebih lanjut mengenai perencanaan
ruang laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
4. Diantara Pasal 43 dan Pasal 44 disipkan 1 (satu) pasal
baru yakni Pasal 43A yang berbunyi sebagai berikut:
(3) Perencanaan ruang laut sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 43 ayat (1) dilakukan secara berjenjang
dan komplementer.
(4) Penyusunan perencanaan ruang laut yang
dilakukan secara berjenjang dan komplementer
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan
proses penyusunan antara:
f. rencana tata ruang laut;
g. RZ KAW, RZ KSN, serta RZ KSNT; dan
h. RZ WP-3-K.
(5) Perencanaan ruang laut secara berjenjang
dilakukan dengan cara rencana tata ruang laut

1949
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a


dijadikan acuan dalam penyusunan RZ KAW, RZ
KSN, RZ KSNT, dan RZ WP-3-K.
(6) RZ KAW, RZ KSN dan RZ KSNT sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf b menjadi acuan bagi
penyusunan RZ WP-3-K.
(7) Perencanaan ruang laut secara komplementer
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan
penataan Rencana Tata Ruang Laut, RZ KAW, RZ
KSN, RZ KSNT, dan RZ WP-3-K sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) disusun saling melengkapi
satu sama lain dan bersinergi sehingga tidak terjadi
tumpang tindih pengaturan.

4. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi


Geospasial diubah sebagai berikut:
1. Ketentuan Pasal 1 angka 12, Angka 13, dan angka 14
Undang-Undang Informasi Geospasial di cabut dan
dinyatakan tidak berlaku.
2. Ketentuan Pasal 7 diubah, sehingga Pasal 7 berbunyi
sebagai berikut:
(1) Peta dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5
huruf b terdiri atas:
a. garis pantai;
b. hipsografi;
c. perairan;
d. nama rupabumi;
e. batas wilayah;
f. transportasi dan utilitas;
g. bangunan dan fasilitas umum; dan
h. penutup lahan.

1950
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

(2) Peta dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


berupa Peta Rupabumi Indonesia.
(3) Peta Rupabumi Indonesia sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) mencakup wilayah darat dan wilayah
laut, termasuk wilayah pantai.
3. Ketentuan Pasal 12 dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.
4. Ketentuan Pasal 13 diubah, sehingga Pasal 13 berbunyi
sebagai berikut:
(1) Garis pantai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7
huruf a merupakan garis pertemuan antara daratan
dengan lautan yang dipengaruhi oleh pasang surut
air laut.
(2) Garis pantai sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
terdiri atas:
a. garis pantai pasang tertinggi;
b. garis pantai tinggi muka air laut rata-rata; dan
c. garis pantai surut terendah.
(3) Garis pantai sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditentukan dengan mengacu pada Jaringan Kontrol
Vertikal Nasional (JKVN).
5. Ketentuan Pasal 17 diubah, sehingga Pasal 17 berbunyi
sebagai berikut:
(1) IGD diselenggarakan secara bertahap dan sistematis
untuk seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia dan wilayah yurisdiksinya.
(2) IGD sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dimutakhirkan secara periodik dalam jangka waktu
tertentu atau sewaktu-waktu apabila diperlukan.
(3) Pemuktahiran IGD sewaktu-waktu apabila
diperlukan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilakukan dalam hal terjadi bencana alam, perang,

1951
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

pemekaran atau perubahan wilayah administratif,


atau kejadian lainnya yang berakibat berubahnya
unsur IGD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5
sehingga mempengaruhi pola dan struktur
kehidupan masyarakat.
(4) IGD ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai norma, standar,
prosedur, kriteria, dan jangka waktu pemutakhiran
IGD diatur dengan Peraturan Pemerintah.
6. Ketentuan Pasal 18 diubah, sehingga Pasal 18 berbunyi
sebagai berikut:
(1) Peta Rupabumi Indonesia sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7 ayat (2) diselenggarakan pada skala
1:1.000, 1:5.000, 1:25.000, dan 1:250.000.
(2) Peta Rupabumi Indonesia skala 1:1.000
diselenggarakan pada wilayah tertentu sesuai
dengan kebutuhan.
(3) Peta Rupabumi Indonesia selain pada skala
sebagaimana tercantum pada ayat (1) dapat
diselenggarakan pada skala lain sesuai dengan
kebutuhan.
7. Diantara Pasal 22 dan Pasal 23 disisipkan 1 (satu) pasal,
yakni Pasal 22A yang berbunyi sebagai berikut:
(1) Penyelenggaraan IGD sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 22 ayat (1) dapat dilakukan melalui kerjasama
antara Pemerintah dengan Badan Usaha.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai kerjasama
Pemerintah dengan Badan Usaha sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan
Presiden.
8. Ketentuan Pasal 28 diubah, sehingga Pasal 28 berbunyi
sebagai berikut:

1952
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

(1) Pengumpulan Data Geospasial harus memperoleh


persetujuan apabila:
a. dilakukan di daerah terlarang;
b. berpotensi menimbulkan bahaya; atau
c. menggunakan tenaga asing dan wahana milik
asing selain satelit.
(2) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dimaksudkan untuk menjamin keselamatan dan
keamanan bagi pengumpul data dan bagi
masyarakat.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
memperoleh persetujuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
9. Ketentuan Pasal 55 diubah, sehingga Pasal 55 berbunyi
sebagai berikut:
(1) Pelaksanaan IG sebagaimana dimaksud dalam Pasal
54 yang dilakukan oleh:
a. orang perseorangan wajib memenuhi kualifikasi
sebagai tenaga profesional yang tersertifikasi di
bidang IG;
b. kelompok orang wajib memenuhi klasifikasi dan
kualifikasi sebagai penyedia jasa di bidang IG
serta memiliki tenaga profesional yang
tersertifikasi di bidang IG.
c. badan usaha wajib memenuhi persyaratan
administratif dan persyaratan teknis.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan IG
yang dilaksanakan oleh orang perseorangan,
kelompok orang, dan badan usaha sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.

1953
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

10. Ketentuan Pasal 56 dicabut dan dinyatakan tidak


berlaku.

b) Perizinan Lingkungan (Persetujuan Lingkungan), memuat


beberapa materi pengaturan, yakni:
(1) Terminologi izin lingkungan dihilangkan. AMDAL dan
UKL-UPL sebagai dokumen teknis yang menjadi
pertimbangan pengambilan keputusan diterbitkannya
perizinan berusaha.
(2) Pelanggaran atas kegiatan berusaha yang menyangkut
aspek lingkungan dapat menyebabkan dicabutnya
perizinan berusaha.
(3) Penerapan Standar Pengelolaan Lingkungan Hidup (SPLH
atau UKL-UPL) untuk kegiatan usaha risiko menengah
(berdampak kurang penting)
(4) Penerapan AMDAL untuk kegiatan usaha risiko tinggi
(berdampak penting) dengan penerapan standar Kerangka
Acuan AMDAL
(5) Menghapus kewajiban SPPL untuk kegiatan risiko rendah
(dampak rendah terhadap lingkungan)
(6) Penyusunan AMDAL dilakukan oleh profesi bersertifikat.
(7) Komisi penilai AMDAL dihapuskan. Pengujian kelayakan
AMDAL dilakukan oleh pemerintah yang pada
pelaksanaannya dapat menunjuk/menugaskan profesi
bersertifikat yang akan diatur lebih lanjut dalam
peraturan pemerintah
(8) Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup dikeluarkan
setelah selesai pengujian kelayakan lingkungan

1954
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

(9) Penyusunan standar UKL-UPL dan Kerangka Acuan


AMDAL untuk masing-masing kegiatan usaha oleh
pembina sektor
(10) Sertifikasi kompetensi penyusun AMDAL dan penguji
kelayakan lingkungan (upgrading).
(11) Proses penyusunan AMDAL melibatkan masyarakat,
dengan ketentuan lebih lanjut diatur dalam Peraturan
Pemerintah.
(12) Peningkatan pengawasan oleh Pemerintah dan Pemda
serta sertifikasi kompetensi petugas pengawas
(13) Keterlibatan masyarakat yang terkena dampak langsung
yang relevan tetap diperlukan dan menjadi faktor
fundamental dalam konsep amdal.
(14) Pengintegrasian Analisis Dampak Lalu Linta (ANDALALIN)
ke dalam AMDAL atau UKL-UPL, yang akan diatur lebih
lanjut dalam peraturan pemerintah.

1. Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 Tentang


Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
diubah sebagai berikut:
1. Ketentuan Pasal 1 angka 12 dan angka 35 di hapus
2. Ketentuan Pasal 20 di ubah sehingga mengatur
bahwa Penentuan terjadinya pencemaran lingkungan
hidup diukur melalui baku mutu lingkungan hidup.
Baku mutu lingkungan hidup meliputi: a. baku mutu
air; b. baku mutu air limbah; c. baku mutu air laut;
d. baku mutu udara ambien; e. baku mutu emisi; f.
baku mutu gangguan; dan g. baku mutu lain sesuai
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Setiap orang diperbolehkan untuk
membuang limbah ke media lingkungan hidup
dengan persyaratan: a. memenuhi baku mutu

1955
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

lingkungan hidup; dan b. mendapat persetujuan dari


Pemerintah. Ketentuan lebih lanjut mengenai baku
mutu lingkungan hidup diatur dalam Peraturan
Pemerintah.
3. Ketentuan Pasal 23 di ubah sehingga mengatur
bahwa Kriteria usaha dan/atau kegiatan yang
berdampak penting yang wajib dilengkapi dengan
amdal merupakan proses dan kegiatan yang
berdampak penting terhadap lingkungan hidup,
sosial, ekonomi, dan budaya. Ketentuan lebih lanjut
mengenai kriteria usaha dan/atau kegiatan yang
berdampak penting sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), diatur dalam Peraturan Pemerintah.
4. Ketentuan Pasal 24 di ubah sehingga mengatur
bahwa dokumen amdal dan UKL-UPL merupakan
dasar uji kelayakan lingkungan hidup. Uji Kelayakan)
dilakukan oleh Pemerintah. Pemerintah dalam
melakukan Uji Kelayakan dapat menunjuk lembaga
dan/atau ahli bersertifikat. Pemerintah menetapkan
Keputusan kelayakan lingkungan hidup berdasarkan
uji kelayakan lingkungan. Keputusan kelayakan
lingkungan hidup untuk kegiatan dan/atau usaha
yang berdampak penting terhadap lingkungan
menjadi pertimbangan diterbitkannya Perizinan
Berusaha Ketentuan lebih lanjut mengenai
pelaksanaan uji kelayakan diatur dalam Peraturan
Pemerintah.
5. Ketentuan Pasal 25 di ubah menjadi Dokumen amdal
memuat:
g. pengkajian mengenai dampak rencana usaha
dan/atau kegiatan;

1956
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

h. evaluasi kegiatan di sekitar lokasi rencana usaha


dan/atau kegiatan;
i. saran masukan serta tanggapan masyarakat
terkena dampak langsung yang relevan terhadap
rencana usaha dan/atau kegiatan
j. prakiraan terhadap besaran dampak serta sifat
penting dampak yang terjadi jika rencana usaha
dan/atau kegiatan tersebut dilaksanakan;
k. evaluasi secara holistik terhadap dampak yang
terjadi untuk menentukan kelayakan atau
ketidaklayakan lingkungan hidup; dan rencana
pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup.

6. Ketentuan Pasal 26 di ubah sehingga menjadi


Dokumen amdal disusun oleh pemrakarsa.
Penyusunan dokumen Amdal melibatkan masyarakat
terkena dampak langsung terhadap rencana usaha
dan/atau kegiatan Proses Pelibatan masyarakat di
atur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah.
7. Ketentuan Pasal 27 di ubah menjadi Dalam
menyusun dokumen amdal, pemrakarsa dapat
menunjuk pihak lain.
8. Ketentuan Pasal 28 di ubah sehingga mengatur
bahwa Penyusun amdal wajib memiliki sertifikat
kompetensi penyusun amdal. Ketentuan lebih lanjut
mengenai sertifikasi dan kriteria kompetensi
penyusun amdal diatur dengan peraturan
Pemerintah.
9. Ketentuan Pasal 29 sampai dengan Pasal 31 di
hapus.
10. Ketentuan Pasal 32 di ubah pengaturannya menjadi
Pemerintah dan pemerintah daerah membantu

1957
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

penyusunan amdal bagi usaha dan/atau kegiatan


Usaha Mikro dan Kecil yang berdampak penting
terhadap lingkungan hidup. Bantuan penyusunan
amdal berupa fasilitasi, biaya, dan/atau penyusunan
amdal. Kriteria mengenai usaha dan/atau kegiatan
Usaha Mikro dan Kecil diatur dengan peraturan
perundang-undangan.
11. Ketentuan Pasal 33 di hapus.
12. Ketentuan Pasal 34 di ubah sehingga menjadi,
setiap usaha dan/atau kegiatan yang berdampak
kurang penting terhadap lingkungan wajib memenuhi
standar UKL-UPL. Pemerintah menetapkan jenis
usaha dan/atau kegiatan yang wajib UKL-UPL.
13. Ketentuan Pasal 35 dan Pasal 36 di hapus
14. Ketentuan Pasal 39 di ubah sehingga mengatur
bahwa Keputusan kelayakan lingkungan hidup
diumumkan kepada masyarakat. Pengumuman
dilakukan melalui sistem elektronik dan atau cara
lain yang ditetapkan oleh Pemerintah.
15. Ketentuan Pasal 40 di hapus
16. Ketentuan Pasal 59 di ubah mengatur bahwa Setiap
orang yang menghasilkan limbah B3 wajib
melakukan pengelolaanlimbah B3 yang
dihasilkannya. Dalam hal B3 telah kedaluwarsa,
pengelolaannya mengikuti ketentuan pengelolaan
limbah B3. Dalam hal setiap orang tidak mampu
melakukan sendiri pengelolaan limbah B3,
pengelolaannya diserahkan kepada pihak lain. Dalam
hal Limbah B3 merupakan bagian dari hasil kegiatan
usaha, Pengelolaan Limbah B3 tersebut dinyatakan
dalam Amdal atau UKL-UPL. Ketentuan lebih lanjut

1958
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

mengenai pengelolaan limbah B3 diatur dalam


Peraturan Pemerintah.
17. Pembangunan Terminal harus dilengkapi dengan:
a. Rancang bangun;
b. Buku kerja rancang bangun;
c. Rencana induk Terminal;
d. Standar pengelolaan lingkungan berdasarkan
risiko dampak terhadap lingkungan yang telah
terintegrasi dengan Analisis Dampak Lalu Lintas
18. Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 99 ayat (1), Pasal 100 ayat
(1), dan Pasal 128 dikenai sanksi administratif.
Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat berupa:
a. peringatan;
b. penghentian sementara kegiatan berusaha
c. pengenaan denda administratif; dan/atau
d. pencabutan Perizinan Berusaha;
Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria dan tata cara
pengenaan sanksi administratif diatur dengan
peraturan pemerintah.
19. Perusahaan Angkutan Umum wajib memenuhi
standar pelayanan minimal yang meliputi:
a. keamanan;
b. keselamatan;
c. kenyamanan;
d. keterjangkauan;
e. esetaraan; dan
f. keteraturan.
Standar pelayanan minimal ditetapkan berdasarkan
jenis pelayanan yang diberikan. Ketentuan lebih lanjut
mengenai standar pelayanan minimal diatur dengan

1959
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Peraturan Pemerintah yang bertanggung jawab di


bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan. Ketentuan lebih lanjut mengenai izin
penyelenggaraan angkutan orang dalam trayek diatur
dengan Peraturan pemerintah yang bertanggung jawab
di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan.

2. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu


Lintas dan Angkutan Jalan diubah sebagai berikut:
1. Ketentuan Pasal 40 diubah, sehingga Pasal 40
berbunyi sebagai berikut:
(5) Pembangunan Terminal harus dilengkapi dengan:
e. rancang bangun;
f. buku kerja rancang bangun;
g. rencana induk Terminal; dan
h. dokumen Amdal yang telah mencakup analisis
mengenai dampak lalu lintas
(6) Pembangunan Terminal sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dapat dikerjasamakan dengan pihak
ketiga sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(7) Pengoperasian Terminal meliputi kegiatan:
d. perencanaan;
e. pelaksanaan; dan
f. pengawasan operasional Terminal.
(8) Perencanaan dan pelaksanaan dalam
pengoperasian terminal sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) huruf a dan huruf b dapat
dikerjasamakan dengan pihak ketiga sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

1960
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

2. Ketentuan Pasal 99 diubah, sehingga Pasal 99


berbunyi sebagai berikut:
(1) Setiap rencana pembangunan pusat kegiatan,
permukiman, dan infrastruktur yang akan
menimbulkan gangguan Keamanan, Keselamatan,
Ketertiban, dan Kelancaran Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan wajib dilakukan analisis
mengenai dampak Lalu Lintas yang terintegrasi
dengan Amdal atau UKL-UPL.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai dokumen amdal
yang telah mencakup analisis mengenai dampak
lalu lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
3. Ketentuan Pasal 100 dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.
4. Ketentuan Pasal 101 dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.

c) Perizinan Bangunan Gedung (Pemenuhan standar


Bangunan Gedung/IMB dan Sertifikat Laik Fungsi/SLF,
memuat beberapa materi pengaturan, yakni:
(1) Perizinan Banguan Gedung berdasarkan Standar
Teknis Bangunan Gedung
(2) Proses Bisnis Perizinan Bangunan Gedung Prototype
dengan menggunakan standar dan konsultasi
bersifat sukarela
(3) Proses Bisnis Perizinan Bangunan Gedung dan SLF
untuk Bangunan Gedung Non Prototype yang
memerlukan konsultasi.
(4) Pengawasan melalui inspeksi per tahapan dalam
proses konstruksi.
(5) Penggunaan jasa profesional bersertifikat.

1961
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

(6) Pengaturan mengenai standar teknis bangunan


gedung dan proses detail mengenai perizinan diatur
dalam Peraturan Pemerintah .
(7) Penerbitan Lisensi Arsitek oleh Pemerintah Pusat
(sebelumnya pemerintah daerah), namun pengaturan
mengenai persyaratannya yang dapat mengandung
unsur lokal (misal tinggi bangunan di Bali tidak boleh
melebihi ketinggian tertentu) di setiap daerah akan
diatur dalam Peraturan Pemerintah
(8) Kewajiban profesi ahli menyampaikan pernyataan
profesionalnya untuk setiap hasil pekerjaannya
diatur dalam Peraturan Pemerintah
(9) Kewajiban Pelaku Usaha menyampaikan penunjukan
kontraktor, arsitek dan insinyur Bangunan Gedung
yang ditunjuk dalam pelaksanaan kontruksi
Bangunan Gedung diatur dalam Peraturan
Pemerintah
(10) Kewajiban Pelaku Usaha melaporkan jika terjadi
perubahan pihak yang bertanggungjawab sebagai
kontraktor, arsitek dan insinyur Bangunan Gedung
dalam proses konstruksi diatur dalam Peraturan
Pemerintah
(11) Penerbitan SLF secara otomatis berdasarkan
pernyataan pemenuhan kelaikan fungsi oleh
Manajemen Konstruksi atau Pengawas

1. Undang-Undang Nomor 28 tahun 2002 tentang Bangunan


Gedung diubah sebagai berikut:
1. Ketentuan pasal 5 diubah mengatur bahw Fungsi bangunan
gedung meliputi fungsi hunian, keagamaan, usaha, sosial dan
budaya, serta fungsi khusus. Ketentuan lebih lanjut
mengenai fungsi dan klasifikasi diatur dengan Peraturan

1962
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Pemerintah. Ketentuan pasal 6 diubah menjadi Fungsi


bangunan gedung harus sesuai dengan peruntukan lokasi
yang diatur dalam Rencana Detil Tata Ruang. Fungsi
bangunan gedung dicantumkan dalam perizinan berusaha
terkait bangunan gedung. Perubahan fungsi bangunan
gedung harus mendapatkan persetujuan dan penetapan
kembali dari Pemerintah melalui perizinan berusaha terkait
bangunan gedung. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
penetapan dan perubahan fungsi bangunan gedung
sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
2. Ketentuan pasal 7 diubah menjadi setiap bangunan gedung
harus memenuhi standar teknis bangunan gedung sesuai
dengan fungsi dan klasifikasi bangunan gedung. Penggunaan
ruang di atas dan/atau di bawah tanah dan/atau air untuk
bangunan gedung harus sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Ketentuan lebih lanjut mengeni
persyaratan standar teknis diatur dengan peraturan
pemerintah. Dalam hal bangunan gedung merupakan
bangunan gedung adat dan cagar budaya, bangunan gedung
mengikuti ketentuan khusus sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
3. Ketentuan pasal 15 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut
Penerapan pengendalian dampak lingkungan hanya berlaku
bagi bangunan gedung yang dapat menimbulkan dampak
penting terhadap lingkungan. Persyaratan pengendalian
dampak lingkungan pada bangunan gedung sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
4. Ketentuan pasal 34 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut
Penyelenggaraan bangunan gedung meliputi kegiatan
pembangunan, pemanfaatan, pelestarian, dan pembongkaran.
Dalam penyelenggaraan bangunan gedung penyelenggara

1963
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

berkewajiban memenuhi standar teknis bangunan gedung.


Penyelenggara bangunan gedung terdiri atas pemilik
bangunan gedung, penyedia jasa konstruksi, profesi ahli,
penilik bangunan, pengkaji teknis, dan pengguna bangunan
gedung. Dalam hal terdapat perubahan standar teknis
bangunan gedung, pemilik bangunan gedung yang belum
memenuhi standar teknis tetap harus memenuhi ketentuan
tersebut secara bertahap
5. Ketentuan pasal 68 diubah Pembangunan bangunan gedung
diselenggarakan melalui tahapan perencanaan, pelaksanaan,
dan pengawasan. Perencanaan harus dilakukan oleh
penyedia jasa perencana konstruksi yang memenuhi syarat
dan standar kompetensi sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Profesional bidang konstruksi harus
merencanakan bangunan gedung dengan acuan standar
teknis bangunan gedung. Dalam hal bangunan gedung
direncanakan tidak sesuai standar teknis harus dilengkapi
hasil pengujian untuk mendapatkan persetujuan rencana
teknis dari Pemerintah. Hasil perencanaan harus
dikonsultasikan dengan Pemerintah untuk mendapatkan
surat pernyataan pemenuhan standar teknis bangunan
gedung. “pengujian” antara lain berupa hasil uji laboratorium,
simulasi, dan/atau analisis. Dalam hal perencanaan
bangunan gedung yang menggunakan prototype yang
ditetapkan Pemerintah, perencanaan bangunan gedung tidak
memerlukan kewajiban konsultasi dan pemeriksaan
pemenuhan standar. Dalam hal telah menggunakan prototype
yang ditetapkan Pemerintah, perencanaan bangunan gedung
tidak memerlukan kewajiban konsultasi dan pemeriksaan
pemenuhan standar.
6. Diantara Pasal 36 dan 37 disisipkan 2 pasal baru yang
mengatur bahwa Pelaksanaan konstruksi dilakukan setelah

1964
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

mendapatkan perizinan berusaha terkait bangunan gedung.


Perizinan dapat diperoleh setelah mendapatkan pernyataan
pemenuhan standar teknis bangunan gedung dari
Pemerintah. Perizinan diajukan melalui PBTSE sesuai dengan
peraturan perundang-undangan
7. Pelaksanaan bangunan gedung dilakukan oleh penyedia jasa
pelaksana konstruksi yang memenuhi syarat dan standar
kompetensi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan. Penyedia jasa pengawasan atau manajemen
konstruksi melakukan kegiatan pengawasan dan bertanggung
jawab untuk melaporkan setiap tahapan pekerjaan.
Pemerintah melakukan inspeksi pada setiap tahapan sebagai
pengawasan yang dapat menyatakan lanjut atau tidaknya
pekerjaan konstruksi ke tahap berikutnya. Tahapan meliputi:
b. Pekerjaan struktur bawah;
c. Pekerjaan basemen jika ada;
d. Pekerjaan struktur atas; dan
e. Pengujian (testing and commissioning).
Dalam melaksanakan inspeksi Pemerintah menugaskan
penilik bangunan. Dalam hal proses pelaksanaan diperlukan
adanya perubahan dan/atau penyesuaian terhadap rencana
teknis, penyedia jasa perencana wajib melaporkan kepada
Pemerintah untuk mendapatkan persetujuan sebelum
pelaksanaan perubahan dapat dilanjutkan.

8. Ketentuan pasal 37 diubah sehingga berbunyi menjadi


Pemanfaatan bangunan gedung dilakukan oleh pemilik
dan/atau pengguna bangunan gedung setelah bangunan
gedung tersebut mendapatkan sertifikat laik fungsi. Sertifikat
laik fungsi diterbitkan oleh Pemerintah berdasarkan surat
pernyataan kelaikan fungsi yang diajukan oleh Penyedia jasa
pengawasan atau manajemen konstruksi melalui PBTSE.

1965
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

surat pernyataan kelaikan fungsi dibuat setelah inspeksi


tahapan terakhir menyatakan bangunan gedung memenuhi
standar teknis bangunan gedung. penerbitan sertifikat laik
fungsi bangunan gedung dilakukan bersamaan dengan
penerbitan surat bukti kepemilikan bangunan gedung.
Pemeliharaan, perawatan, dan pemeriksaan secara berkala
pada bangunan gedung harus dilakukan agar tetap
memenuhi persyaratan laik fungsi. Dalam pemanfaatan
bangunan gedung, pemilik atau pengguna bangunan gedung
mempunyai hak dan kewajiban sebagaimana diatur dalam
undang-undang ini. Ketentuan mengenai tata cara
pemeliharaan, perawatan, dan pemeriksaan secara berkala
bangunan gedung diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.
9. Diantara pasal 37 dan Pasal 38 disisipkan satu pasal baru
yang mengatur bahwa Ketentuan lebih lanjut mengenai
perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan pemanfaatan
bangunan gedung diatur dengan peraturan pemerintah.
10. Ketentuan pasal 39 diubah menjadi Bangunan gedung dapat
dibongkar apabila:
a. tidak laik fungsi dan tidak dapat diperbaiki;
b. berpotensi menimbulkan bahaya dalam pemanfaatan
bangunan gedung dan/atau lingkungannya; atau
c. tidak memiliki perizinan bangunan gedung.
11. Bangunan gedung yang dapat dibongkar ditetapkan oleh
Pemerintah berdasarkan hasil pengkajian teknis. Pengkajian
teknis bangunan gedung kecuali untuk rumah tinggal,
dilakukan oleh pengkaji teknis. Pembongkaran bangunan
gedung yang mempunyai dampak luas terhadap keselamatan
umum dan lingkungan harus dilaksanakan berdasarkan
rencana teknis pembongkaran yang telah disetujui oleh
Pemerintah. Ketentuan mengenai tata cara pembongkaran

1966
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

bangunan gedung diatur lebih lanjut dengan Peraturan


Pemerintah.
12. Ketentuan pasal 40 diubah menjadi Dalam penyelenggaraan
bangunan gedung, pemilik bangunan gedung mempunyai
hak:
a. mendapatkan pengesahan dari Pemerintah atas rencana
teknis bangunan gedung yang telah memenuhi
persyaratan;
b. melaksanakan pembangunan bangunan gedung sesuai
dengan perizinan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah;
c. mendapatkan surat ketetapan bangunan gedung
dan/atau lingkungan yang dilindungi dan dilestarikan
dari Pemerintah;
d. mendapatkan insentif sesuai dengan peraturan
perundang-undangan dari Pemerintah karena
bangunannya ditetapkan sebagai bangunan yang harus
dilindungi dan dilestarikan;
e. mengubah fungsi bangunan setelah mendapat izin tertulis
dari Pemerintah.
f. mendapatkan ganti rugi sesuai dengan peraturan
perundang-undangan apabila bangunannya dibongkar
oleh Pemerintah yang bukan diakibatkan oleh
kesalahannya.
13. Dalam penyelenggaraan bangunan gedung, pemilik bangunan
gedung mempunyai kewajiban:
a. menyediakan rencana teknis bangunan gedung yang
memenuhi standar teknis bangunan gedung yang
ditetapkan sesuai dengan fungsinya;
b. memiliki perizinan bangunan gedung;
c. melaksanakan pembangunan bangunan gedung sesuai
dengan rencana teknis;

1967
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

d. meminta pengesahan dari Pemerintah atas perubahan


rencana teknis bangunan gedung yang terjadi pada tahap
pelaksanaan bangunan.
e. menggunakan penyedia jasa perencana, pelaksana,
pengawas, dan pengkajian teknis yang memenuhi syarat
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan untuk
melaksanakan pekerjaan terkait bangunan gedung;

2. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2017 tentang Arsitek


diubah menjadi sebagai berikut:
1. Ketentuan Pasal 5 diubah menjadi Pemberian layanan
Praktik Arsitek wajib memenuhi standar kinerja Arsitek.
Standar kinerja Arsitek sebagaimana dimaksud pada ayat
(l) mempakan tolok ukur yang menjamin elisiensi,
efektivitas, dan syarat mutu yang dipergunakan sebagai
pedoman dalam pelaksanaan Praktik Arsitek. Ketentuan
lebih lanjut mengenai standar kinerja Arsitek diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
2. Ketentuan Pasal 6 diubah menjadi Untuk melakukan
Praktik Arsitek, seseorang wajib memiliki Surat Tanda
Registrasi Arsitek.
3. Diantara Pasal 6 dan Pasal 7 disisipkan satu pasal baru
yang mengatur bahwa, Dalam hal penyelenggaraan
kegiatan untuk menghasilkan karya Arsitektur berupa
bangunan gedung sederhana dan bangunan gedung adat
tidak wajib dilakukan oleh Arsitek.
4. Ketentuan Pasal 13 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut Ketentuan mengenai tata, cara penerbitan dan
pencabutan Surat Tanda Registrasi Arsitek diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
5. Ketentuan Pasal 14 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut Setiap Arsitek dalam penyelenggaraan bangunan

1968
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

gedung wajib memiliki Lisensi. Dalam hal Arsitek tidak


memiliki Lisensi, Arsitek wajib bekerja sama dengan
Arsitek yang memiliki Lisensi. Lisensi diterbitan oleh
pemerintah. Ketentuan mengenai tata cara penerbitan
Lisensi diatur dengan Peraturan Pemerintah.
6. Ketentuan Pasal 19 diubah sehingga menjadi sebagi
berikut, Arsitek Asing harus melakukan alih keahlian dan
alih pengetahuan, Alih keahlian dan alih pengetahuan
dilakukan dengan:
a. mengembangkan dan meningkatkan jasa Praktik Arsitek
pada kantor tempatnya bekerja;
b. mengalihkan pengetahuan dan kemampuan profe
sionalnya kepada Arsitek; dan
c. memberikan pendidikan dan/atau pelatihan kepada
lembaga pendidikan, lembaga penelitian, dan/atau
lembaga pengembangan dalam bidang Arsitektur tanpa
dipungut biaya.
Pengawasan terhadap pelaksanaan kegiatan alih keahlian dan
alih pengetahuan dilaksanakan oleh Menteri. Ketentuan lebih
lanjut mengenai tata cara alih keahlian dan alih pengetahuan
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
3. Penyederhanaan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko
Penyederhanaan Perizinan Berusaha berbasis risiko dilakukan
berdasarkan penetapan tingkat risiko kegiatan usaha yang
diperoleh berdasarkan perhitungan nilai tingkat bahaya dan nilai
potensi terjadinya bahaya.
Penilaian tingkat bahaya dilakukan terhadap aspek kesehatan,
keamanan dan keselamatan, lingkungan, dan/atau pemanfaatan
sumber daya. Untuk kegiatan tertentu, penilaian tingkat bahaya
dapat mencakup aspek lainnya sesuai dengan sifat kegiatan usaha.
Penilaian tingkat bahaya kegiatan usaha juga dilakukan dengan
memperhitungkan jenis usaha dan/atau kegiatan, kriteria usaha

1969
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

dan/atau kegiatan, lokasi usaha dan/atau kegiatan, dan/atau,


keterbatasan sumber daya.
Penilaian potensi terjadinya bahaya dilakukan berdasarkan
skala kejadian a. tidak pernah terjadi; b. jarang terjadi; c. pernah
terjadi; atau d. sering terjadi. Berdasarkan penilaian tingkat bahaya
dan penilaian potensi terjadinya bahaya tersebut, tingkat risiko
kegiatan usaha ditetapkan menjadi;
a. kegiatan usaha berisiko rendah.
Perizinan Berusaha untuk kegiatan usaha berisiko rendah
berupa nomor induk berusaha yang harus dimiliki oleh Pelaku
Usaha sebelum melakukan kegiatan usahanya.
b. kegiatan usaha berisiko menengah
Perizinan Berusaha untuk kegiatan usaha berisiko menengah
berupa nomor induk berusaha dan Sertifikat Standar yang
merupakan persetujuan Pemerintah Pusat atau hasil penilaian
kesesuaian yang dilakukan oleh lembaga bersertifikat yang
berwenang berdasarkan hasil evaluasi pemenuhan standar serta
wajib dipenuhi oleh Pelaku Usaha sebelum melakukan kegiatan
usahanya.
c. kegiatan usaha berisiko tinggi
Perizinan Berusaha untuk kegiatan usaha berisiko tinggi berupa
nomor induk berusaha dan izin yang wajib dipenuhi oleh pelaku
usaha sebelum melaksanakan kegiatan usahanya. Dalam hal
diperlukan, untuk kegiatan usaha berisiko tinggi dapat
dipersyaratkan memiliki Sertifikat Standar
Pengawasan terhadap setiap kegiatan usaha dilakukan secara
intensif oleh Pemerintah Pusat yang intensitas pelaksanaannya
berdasarkan tingkat risiko kegiatan usaha. Ketentuan lebih lanjut
mengenai penyederhanaan Perizinan Berusaha berbasis risiko dan
pengawasan terhadap kegiatan usaha diatur dengan Peraturan
Pemerintah.

1970
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

4. Perizinan Berusaha Sektor


a. Sektor Pertanian

Kebijakan terkait pengaturan dalam sektor kehutanan adalah:

Penerapan Risk Based Approach untuk perizinan sektor


pertanian

Penataan dan pengaturan kewenangan perizinan sektor


pertanian

Kepemilikan modal asing ataupun kerja sama modal akan


diatur lebih lanjut dalam Undang-Undang Penanaman Modal
(Batasan kepemilikan akan dimuat dalam Perpres mengenai
Daftar Negatif Investasi)

Klasifikasi kegiatan usaha dan non kegiatan usaha

Penetapan sanksi administrasi ataupun sanksi pidana

Pengawasan Sumber Daya Genetik (SDG).

Ketentuan mengenai:

Usaha pengolahan hasil perkebunan yang mensyaratkan


minimal 20% bahan baku harus berasal dari kebun sendiri;

Izin usaha perkebunan (termasuk budidaya) wajib


memfasilitasi kebun masyarakat minimal 20%;

Unit pengolahan hasil perkebunan tertentu yang berbahan


baku impor wajib membangun kebun maksimal 3 tahun;

Yang semula diatur dalam undang-undang dihapus untuk


selanjutnya diatur dalam Peraturan Pemerintah.

1971
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

1. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan


(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor
308, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5613) perlu dilakukan perubahan pada:
a) Pasal 14 perlu dilakukan perubahan sehingga berbunyi
sebagai berikut :
(1) Pemerintah Pusat menetapkan batasan luas
maksimum dan luas minimum penggunaan lahan
untuk Usaha Perkebunan. Ketentuan lebih lanjut
mengenai penetapan batasan luas diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
(2) Mencabut ketentuan Pasal 15 dan 16 dan
dinyatakan tidak berlaku
b) Perlu mengubah ketentuan Pasal 17 sehingga berbunyi
sebagai berikut : Pejabat yang berwenang dilarang
menerbitkan Perizinan Berusaha Perkebunan di atas
Tanah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat. Ketentuan
larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dikecualikan dalam hal telah dicapai persetujuan antara
Masyarakat Hukum Adat dan Pelaku Usaha Perkebunan
mengenai penyerahan Tanah dan imbalannya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1).
c) Mengubah ketentuan Pasal 18 sehingga berbunyi sebagai
berikut : Perusahaan Perkebunan yang melanggar
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dikenai
sanksi administratif. Ketentuan lebih lanjut mengenai
jenis, besaran denda, dan tata cara pengenaan sanksi
administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
d) Mengubah ketentuan Pasal 24 sehingga berbunyi sebagai
berikut : Pemerintah Pusat menetapkan jenis benih

1972
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Tanaman Perkebunan yang pengeluaran dari dan/atau


pemasukannya ke dalam wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia memerlukan persetujuan.
Pengeluaran benih dari dan/atau pemasukannya ke
dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia wajib
mendapatkan persetujuan dari Pemerintah Pusat.
Pemasukan benih dari luar negeri harus memenuhi
standar mutu atau persyaratan teknis minimal. Ketentuan
lebih lanjut mengenai standar mutu dan persyaratan
teknis minimal sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
e) Ketentuan pasal 30 perlu dilakukan perubahan sehingga
berbunyi sebagai berikut :
(1) Varietas hasil pemuliaan atau introduksi dari luar
negeri sebelum diedarkan terlebih dahulu harus dilepas
oleh Pemerintah Pusat atau diluncurkan oleh pemilik
varietas.
(2) Varietas yang telah dilepas atau diluncurkan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diproduksi
dan diedarkan.
(3) Varietas sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
sebelum diedarkan harus memenuhi Perizinan Berusaha
dari Pemerintah Pusat.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat-syarat dan
tata cara pelepasan atau peluncuran serta Perizinan
Berusaha diatur dengan Peraturan Pemerintah.
f) Mencabut ketentuan Pasal 31 dan dinyatakan tidak
berlaku
g) Ketentuan Pasal 35 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut :
(1) Dalam rangka pengendalian organisme pengganggu
tumbuhan, setiap Pelaku Usaha Perkebunan

1973
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

berkewajiban memenuhi persyaratan minimum sarana


dan prasarana pengendalian organisme pengganggu
Tanaman Perkebunan.
(2) Ketentuan mengenai persyaratan minimum sarana
dan prasarana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
h) Perlu mengubah ketentuan Pasal 42 sehingga berbunyi
sebagai berikut :
(1) Kegiatan usaha budi daya Tanaman Perkebunan
dan/atau usaha Pengolahan Hasil Perkebunan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1)
hanya dapat dilakukan oleh Perusahaan
Perkebunan apabila telah mendapatkan hak atas
tanah dan memenuhi Perizinan Berusaha terkait
Perkebunan dari Pemerintah Pusat.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai Perizinan Berusaha
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
i) Mengubah ketentuan Pasal 43 sehingga berbunyi sebagai
berikut : “Kegiatan usaha Pengolahan Hasil Perkebunan
dapat didirikan pada wilayah Perkebunan swadaya
masyarakat yang belum ada usaha Pengolahan Hasil
Perkebunan setelah memperoleh hak atas tanah dan
Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat”.
i) Perlunya mencabut ketentuan Pasal 45 dan dinyatakan
tidak berlaku.
k) Ketentuan Pasal 47 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut :
(1) Perusahaan Perkebunan yang melakukan usaha budi
daya Tanaman Perkebunan dengan luasan skala
tertentu dan/atau usaha Pengolahan Hasil

1974
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Perkebunan dengan kapasitas pabrik tertentu wajib


memenuhi Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai Perizinan Berusaha
sebagaimana pada ayat (1) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
l) Mencabut ketentuan Pasal 48, Pasal 49 dan Pasal 50 dan
dinyatakan tidak berlaku.
m) Perlu mengubah ketentuan Pasal 58 sehingga berbunyi
sebagai berikut :
(1) Perusahaan Perkebunan yang melakukan kegiatan
usaha perkebunan dan kegiatan usaha perkebunan
budi daya wajib memfasilitasi pembangunan kebun
masyarakat.
(2) Fasilitasi pembangunan kebun masyarakat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dilakukan melalui pola kredit, bagi hasil, bentuk
kemitraan lainnya atau bentuk pendanaan lain yang
disepakati sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(3) Kewajiban memfasilitasi pembangunan kebun
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
dilaksanakan dalam jangka waktu paling lambat 3
(tiga) tahun sejak hak guna usaha diberikan.
(4) Fasilitasi pembangunan kebun masyarakat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
dilaporkan kepada Pemerintah Pusat.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai fasilitasi
pembangunan kebun masyarakat sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
n) Perlunya mencabut ketentuan Pasal 59 dan dinyatakan
tidak berlaku.

1975
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

o) Mengubah ketentuan Pasal 60 sehingga berbunyi sebagai


berikut :
(1) Perusahaan Perkebunan yang melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 dikenai sanksi
administratif.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis, besaran denda,
dan tata cara pengenaan sanksi sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan
Pemerintah.
p) Ketentuan Pasal 67 perlu dilakukan perubahan sehingga
berbunyi sebagai berikut : “Pelaku Usaha Perkebunan
yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 63 ayat (2) dikenai sanksi administratif.”
q) Mencabut ketentuan Pasal 68 dan dinyatakan tidak
berlaku.
r) Ketentuan Pasal 70 perlu dilakukan perubahan sehingga
berbunyi sebagai berikut :
(1) Setiap Perusahaan Perkebunan yang melanggar
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69
dikenai sanksi administratif.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis, besaran denda,
dan tata cara pengenaan sanksi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan
Pemerintah.
s) Ketentuan Pasal 74 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut :
(1) Setiap unit Pengolahan Hasil Perkebunan tertentu yang
berbahan baku impor wajib membangun kebun dalam
jangka waktu tertentu setelah unit pengolahannya
beroperasi.
(2) Ketentuan mengenai jenis Pengolahan Hasil
Perkebunan tertentu dan jangka waktu tertentu

1976
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan


Peraturan Pemerintah.
t) Ketentuan Pasal 75 perlu dilakukan perubahan sehingga
berbunyi sebagai berikut :
(1) Setiap Pelaku Usaha Perkebunan yang melanggar
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat
(1) dikenai sanksi administratif.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis, besaran denda,
dan tata cara pengenaan sanksi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan
Pemerintah
u) Pasal 86 perlu dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
v) Pasal 93 perlu dilakukan perubahan sehingga berbunyi
sebagai berikut :
(1) Pembiayaan Usaha Perkebunan yang dilakukan oleh
Pemerintah Pusat bersumber dari anggaran
pendapatan dan belanja negara.
(2) Pembiayaan penyelenggaraan Perkebunan yang
dilakukan oleh Pemerintah Daerah sesuai dengan
kewenangannya bersumber dari anggaran pendapatan
dan belanja daerah.
(3) Pembiayaan Usaha Perkebunan yang dilakukan oleh
Pelaku Usaha Perkebunan bersumber dari
penghimpunan dana Pelaku Usaha Perkebunan, dana
lembaga pembiayaan, dana masyarakat, dan dana lain
yang sah.
(4) Penghimpunan dana sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) digunakan untuk pengembangan sumber daya
manusia, penelitian dan pengembangan, promosi
Perkebunan, peremajaan Tanaman Perkebunan,
sarana dan prasarana Perkebunan, pengembangan
perkebunan, dan/atau pemenuhan hasil Perkebunan

1977
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

untuk kebutuhan pangan, bahan bakar nabati, dan


hilirisasi Industri Perkebunan.
(5) Dana yang dihimpun oleh pelaku usaha perkebunan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dikelola oleh
badan pengelola dana perkebunan, yang berwenang
untuk menghimpun, mengadministrasikan, mengelola,
menyimpan, dan menyalurkan dana tersebut.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai penghimpunan dana
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan badan
pengelola dana perkebunan sebagaimana dimaksud
pada ayat (5) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
w) Pasal 96 perlu dilakukan perubahan sehingga
berbunyi sebagai berikut :
(1) Pembinaan Usaha Perkebunan dilakukan oleh
Pemerintah Pusat.
(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) meliputi: perencanaan; pelaksanaan Usaha
Perkebunan; pengolahan dan pemasaran Hasil
Perkebunan; penelitian dan pengembangan;
pengembangan sumber daya manusia; pembiayaaan
Usaha Perkebunan; dan pemberian rekomendasi
penanaman modal.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
x) Perlu mengubah ketentuan Pasal 97 sehingga berbunyi
sebagai berikut :
(1) Pembinaan teknis untuk Perusahaan Perkebunan milik
negara, swasta dan/atau Pekebun dilakukan oleh
Pemerintah Pusat.
(2) Evaluasi atas kinerja Perusahaan Perkebunan milik
negara dan/atau swasta dilaksanakan melalui

1978
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

penilaian Usaha Perkebunan secara rutin dan/atau


sewaktu-waktu.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan teknis dan
penilaian Usaha Perkebunan diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
y) Mengubah ketentuan Pasal 99 sehingga berbunyi sebagai
berikut :
(1) Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98
dilakukan melalui:
a. pelaporan dari Pelaku Usaha Perkebunan; dan/atau
b. pemantauan dan evaluasi terhadap pelaksanaan
dan hasil Usaha Perkebunan.
(2) Dalam hal tertentu pengawasan dapat dilakukan
melalui pemeriksaan terhadap proses dan Hasil
Perkebunan.
(3) Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
a merupakan informasi publik yang diumumkan dan
dapat diakses secara terbuka oleh masyarakat sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b dilakukan dengan mengamati dan
memeriksa kesesuaian laporan dengan pelaksanaan di
lapangan.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata
cara pengawasan diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
z) Mencabut ketentuan Pasal 102 dan dinyatakan tidak
berlaku.
aa) Mengubah ketentuan Pasal 103 sehingga berbunyi sebagai
berikut : “Setiap pejabat yang menerbitkan Perizinan
Berusaha terkait Perkebunan di atas Tanah Hak Ulayat
Masyarakat Hukum Adat sebagai mana di maksud dalam

1979
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Pasal 17 ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan


peraturan perundang-undangan di bidang aparatur sipil
negara dan ketentuan peraturan perundang-undangan di
bidang tindak pidana korupsi.”
bb) Ketentuan Pasal 105 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut : “Setiap Perusahaan Perkebunan yang melakukan
usaha budi daya Tanaman Perkebunan dengan luasan
skala tertentu dan/atau usaha Pengolahan Hasil
Perkebunan dengan kapasitas pabrik tertentu yang tidak
memenuhi Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 47 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak
Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).”
cc) Mencabut ketentuan Pasal 109 sehingga dinyatakan tidak
berlaku.

2. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2000 tentang


Perlindungan Varietas Tanaman
a) Perlunya mengubah ketentuan Pasal 11 sehingga
berbunyi sebagai berikut :
(1) Permohonan hak PVT diajukan kepada Kantor PVT
secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan
membayar biaya sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang Penerimaan Negara
Bukan Pajak.
(2) Dalam hal permohonan hak PVT diajukan oleh:
a. orang atau badan hukum selaku kuasa
pemohon harus disertai surat kuasa khusus
dengan mencantumkan nama dan alamat
lengkap kuasa yang berhak;
b. ahli waris harus disertai dokumen bukti ahli
waris.

1980
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai permohonan hak


PVT diatur dengan Peraturan Pemerintah.
b. Perlu mengubah ketentuan Pasal 29 sehingga berbunyi
sebagai berikut :
(1) Permohonan pemeriksaan substantif atas
permohonan hak PVT harus diajukan ke Kantor PVT
secara tertulis selambat-lambatnya satu bulan
setelah berakhirnya masa pengumuman dengan
membayar biaya pemeriksaan tersebut
(2) Besarnya biaya pemeriksaan substantif ditetapkan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan di bidang Penerimaan Negara Bukan
Pajak.
c. Mengubah ketentuan Pasal 40 sehingga berbunyi sebagai
berikut :
(1) Hak PVT dapat beralih atau dialihkan karena:
a. pewarisan;
b. hibah;
c. wasiat;
d. perjanjian dalam bentuk akta notaris; atau
e. sebab lain yang dibenarkan oleh undang-
undang.
(2) Pengalihan hak PVT sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) butir a, b, dan c harus disertai dengan
dokumen PVT berikut hak lain yang berkaitan
dengan itu.
(3) Setiap pengalihan hak PVT wajib dicatatkan pada
Kantor PVT dan dicatat dalam Daftar Umum PVT
dengan membayar biaya yang besarnya
ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang Penerimaan
Negara Bukan Pajak

1981
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata


cara pengalihan hak PVT diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
d. Mengubah ketentuan Pasal 43 sehingga berbunyi
sebagai berikut :
(1) Perjanjian lisensi harus dicatatkan pada Kantor
PVT dan dimuat dalam Daftar Umum PVT dengan
membayar biaya yang besarnya ditetapkan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
di bidang Penerimaan Negara Bukan Pajak.
(2) Dalam hal perjanjian lisensi tidak dicatatkan di
Kantor PVT sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
maka perjanjian lisensi tersebut tidak mempunyai
akibat hukum terhadap pihak ketiga.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai perjanjian lisensi
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
e. Mengubah ketentuan Pasal 63 sehingga berbunyi
sebagai berikut :
(1) Untuk kelangsungan berlakunya hak PVT,
pemegang hak PVT wajib membayar biaya
tahunan.
(2) Untuk setiap pengajuan permohonan hak PVT,
permintaan pemeriksaan, petikan Daftar Umum
PVT, salinan surat PVT, salinan dokumen PVT,
pencatatan pengalihan hak PVT, pencatatan surat
perjanjian lisensi, pencatatan Lisensi Wajib, serta
lain-lainnya yang ditentukan berdasarkan
undang-undang ini wajib membayar biaya.
(3) Ketentuan mengenai besar biaya, persyaratan dan
tata cara pembayaran biaya sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-

1982
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

undangan di bidang Penerimaan Negara Bukan


Pajak.

3. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2019 Tentang Sistem Budi


Daya Pertanian Berkelanjutan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2019 Nomor 241, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4043)
a) Mengubah ketentuan Pasal 32 sehingga berbunyi
sebagai berikut :
(1) Pengadaan benih unggul melalui pemasukan
dari luar negeri sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 31 ayat (1) dilakukan setelah mendapat
Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat.
(2) Pengeluaran benih unggul dari wilayah Negara
Republik Indonesia dapat dilakukan oleh Pelaku
Usaha berdasarkan Perizinan Berusaha dari
Pemerintah Pusat.
(3) Dalam hal pemasukan dari luar negeri
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
pengeluaran benih unggul dari wilayah Negara
Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dilakukan oleh instansi pemerintah,
harus mendapatkan persetujuan dari
Pemerintah Pusat.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Perizinan
Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
b) Bunyi ketentuan pasal 43 perlu dilakukan perubahan
sebagai berikut : “Pengeluaran Tanaman, Benih
Tanaman, Benih Hewan, Bibit Hewan, dan hewan dari
wilayah Negara Republik Indonesia oleh Setiap Orang

1983
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

dapat dilakukan jika keperluan dalam negeri telah


terpenuhi setelah mendapat Perizinan Berusaha dari
Pemerintah Pusat”.
c) Ketentuan Pasal 44 perlu dilakukan perubahan sehingga
berbunyi sebagai berikut :
(1) Pemasukan Tanaman, Benih Tanaman, Benih
Hewan, Bibit Hewan, dan hewan dari luar negeri
dapat dilakukan untuk:
a. meningkatkan mutu dan keragaman genetik;
b. mengembangkan ilmu pengetahuan dan
teknologi; dan/atau
c. memenuhi keperluan di dalam negeri.
(2) Pemasukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
wajib memenuhi persyaratan.
(3) Setiap Orang yang melakukan pemasukan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
memenuhi Perizinan Berusaha dari Pemerintah
Pusat.
(4) Dalam hal pemasukan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan oleh pemerintah, harus
mendapatkan persetujuan dari Pemerintah Pusat.
d) Ketentuan Pasal 86 dilakukan perubahan sehingga
berbunyi sebagai berikut :
(1) Setiap Orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal
84 ayat (1) yang melakukan Usaha Budi Daya
Pertanian di atas skala tertentu wajib memenuhi
Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat.
(2) Pemerintah Pusat dilarang memberikan Perizinan
Berusaha terkait Usaha Budi Daya Pertanian
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di atas
tanah hak ulayat masyarakat hukum adat.

1984
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

(3) Ketentuan larangan sebagaimana dimaksud pada


ayat (2) dikecualikan dalam hal telah dicapai
persetujuan antara masyarakat hukum adat dan
Pelaku Usaha.
e) Perlu dilakukan perubahan pada ketentuan pasal 102
sehingga berbunyi sebagai berikut :
(1) Sistem informasi Pertanian mencakup
pengumpulan, pengolahan, penganalisisan,
penyimpanan, penyajian, serta penyebaran
data Sistem Budi Daya Pertanian
Berkelanjutan.
(2) Pemerintah Pusat berkewajiban membangun,
menyusun, dan mengembangkan sistem
informasi Pertanian yang terintegrasi.
(3) Sistem informasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) paling sedikit digunakan untuk
keperluan:
a. perencanaan
b. pemantauan dan evaluasi;
c. pengelolaan pasokan dan permintaan produk
Pertanian; dan
d. pertimbangan penanaman modal.
(4) Kewajiban Pemerintah Pusat sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan oleh
pusat data dan informasi.
(5) Pusat data dan informasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) berkewajiban
melakukan pemutakhiran data dan informasi
Sistem Budi Daya Pertanian Berkelanjutan
secara akurat dan dapat diakses oleh
masyarakat.

1985
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

(6) Data dan informasi sebagaimana dimaksud


pada ayat (5) dapat diakses dengan mudah dan
cepat oleh Pelaku Usaha dan masyarakat.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai sistem
informasi diatur dengan Peraturan Pemerintah.
f) Mencabut Pasal 107 sehingga dinyatakan tidak berlaku.
g) Mengbah pasal 108 sehingga berbunyi sebagai berikut :
Sanksi administratif dikenakan kepada:
(1) Setiap Orang yang melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (3),
Pasal 28 ayat (3), Pasal 43, Pasal 44 ayat (2) dan
ayat (3), Pasal 66 ayat (2), Pasal 7l ayat (3), Pasal
76 ayat (3), dan Pasal 79;
(2) Pelaku Usaha dan/atau instansi pemerintah yang
melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 15 ayat (2), Pasal 18 ayat (2), Pasal 32
ayat (1), ayat (2) dan ayat (3); dan
(3) Produsen dan/atau distributor yang melanggar
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78
ayat (1).
(4) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat berupa:
a. Peringatan tertulis;
b. denda administratif;
c. penghentian sernentara kegiatan usaha;
d. penarikan produk dari peredaran;
e. pencabutan izin; dan/atau
f. penutupan usaha.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
pengenaan sanksi dan besarnya denda
administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
diatur dengan Peraturan Pemerintah

1986
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

h) Pasal 111 perlu dilakukan perubahan sehingga berbunyi


sebagai berikut : “Pelaku Usaha yang menggunakan
Lahan hak ulayat yang tidak melakukan musyawarah
dengan masyarakat hukum adat pemegang hak ulayat
untuk memperoleh persetujuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 22, dikenakan sanksi administratif.”
i) Pasal 115 perlu dilakukan perubahan sehingga berbunyi
sebagai berikut : “Setiap Orang yang mengedarkan benih
unggul yang tidak sesuai dengan standar mutu, tidak
bersertifikat, dan/atau tidak berlabel sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 30 ayat (4) dikenai sanksi
administratif.”

4. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2013 tentang


Perlindungan dan Pemberdayaan Petani. (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 131, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5433)
a) Mengubah Pasal 15 sehingga berbunyi sebagai berikut :
(1) Pemerintah Pusat melakukan upaya peningkatan
produksi pertanian dalam negeri.
(2) Peningkatan produksi pertanian dalam negeri
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
melalui strategi perlindungan petani sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2).
b) Pasal 30 perlu dilakukan perubahan sehingga berbunyi
sebagai berikut :
(1) Ketersediaan kebutuhan konsumsi dan/atau
cadangan pangan pemerintah berasal dari
produksi dalam negeri dan melalui impor.
(2) Kecukupan kebutuhan konsumsi dan cadangan
pangan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.

1987
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

c) Mencabut ketentuan Pasal 101 sehingga dinyatakan


tidak berlaku.

5. Undang–Undang Nomor 13 Tahun 2010 tentang


Hortikultura. (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2010 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5170)
a) Ketentuan Pasal 15 perlu dilakukan perubahan sehingga
berbunyi sebagai berikut :
(1) Pelaku Usaha di bidang Hortikultura dapat
memanfaatkan sumber daya manusia dalam
negeri dan luar negeri.
(2) Pemanfaatan Sumber daya manusia sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
b) Pasal 33 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut :
(1) Sarana hortikultura sebagaimana dimaksud dalam
pasal 32 berasal dari dalam negeri dan/atau luar
negeri.
(2) Sarana hortikultura sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) yang diedarkan, harus memenuhi
Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat.
(3) Dalam hal sarana hortikultura merupakan atau
mengandung hasil rekayasa genetik, selain
memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), peredarannya wajib mengikuti ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang
keamanan hayati.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Perizinan
Berusaha terkait sarana hortikultura diatur
dengan Peraturan Pemerintah.

1988
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

c) Mencabut ketentuan Pasal 35 dan dinyatakan tidak


berlaku.
d) Mengubah ketentuan Pasal 49 sehingga berbunyi
sebagai berikut :
(1) Unit usaha budidaya hortikultura mikro dan kecil
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (1)
huruf a dan huruf b wajib didata oleh Pemerintah
Pusat.
(2) Unit usaha budi daya hortikultura menengah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (1)
huruf c dan unit usaha budidaya hortikultura
besar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48
ayat (1) huruf d harus memenuhi Perizinan
Berusaha dari Pemerintah Pusat.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai Perizinan
Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
e). Pasal 52 perlu dilakukan perubahan sehingga berbunyi
sebagai berikut :
(1) Usaha hortikultura sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 50 wajib memenuhi Perizinan
Berusaha dari Pemerintah Pusat.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai Perizinan
Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
f). Perlu dilakukan perubahan pada Pasal 54 sehingga
berbunyi sebagai berikut :
(1) Pelaku usaha dalam melaksanakan usaha
hortikultura wajib memenuhi standar proses atau
persyaratan teknis minimal.

1989
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

(2) Pelaku usaha dalam memproduksi produk


hortikultura wajib memenuhi standar mutu dan
keamanan pangan produk hortikultura.
(3) Pemerintah Pusat membina dan memfasilitasi
pengembangan usaha hortikultura untuk
memenuhi standar mutu dan keamanan pangan
produk.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai standar mutu
dan keamanan pangan produk hortikultura
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
g) Perlu mengubah ketentuan Pasal 56 sehingga berbunyi
sebagai berikut :
(1) Usaha hortikultura dapat dilakukan dengan pola
kemitraan.
(2) Pola kemitraan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) melibatkan pelaku usaha hortikultura mikro,
kecil, menengah, dan besar.
(3) Kemitraan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilaksanakan dengan pola:
a. inti-plasma;
b. subkontrak;
c. waralaba;
d. perdagangan umum;
e. distribusi dan keagenan; dan
f. bentuk kemitraan lainnya.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pola kemitraan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
h) Ketentuan Pasal 57 perlu dilakukan perubahan
sehingga berbunyi sebagai berikut :

1990
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

(1) Usaha perbenihan meliputi pemuliaan, produksi


benih, sertifikasi, peredaran benih, serta
pengeluaran benih dari dan pemasukan benih ke
dalam wilayah negara Republik Indonesia.
(2) Dalam hal pemuliaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dapat dilakukan introduksi dalam
bentuk benih atau materi induk yang belum ada
di wilayah negara Republik Indonesia.
(3) Usaha perbenihan hanya dapat dilakukan oleh
pelaku usaha yang memiliki sertifikat
kompetensi atau badan usaha yang bersertifikat
dalam bidang perbenihan dengan wajib
menerapkan jaminan mutu benih melalui
penerapan sertifikasi.
(4) Ketentuan sertifikat kompetensi atau badan
usaha yang bersertifikat dan kewajiban
menerapkan jaminan mutu benih sebagaimana
dimaksud pada ayat (3), dikecualikan bagi
pelaku usaha perseorangan atau kelompok yang
melakukan usaha perbenihan untuk
dipergunakan sendiri dan/atau terbatas dalam 1
(satu) kelompok.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai produksi benih,
sertifikasi, peredaran benih, serta pengeluaran
dan pemasukan benih sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), introduksi sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), sertifikasi kompetensi, sertifikasi
badan usaha dan jaminan mutu sebagaimana
dimaksud pada ayat (3), serta pengecualian
kewajiban penerapan sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.

1991
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

i) Mencabut ketentuan Pasal 63 dan dinyatakan tidak


berlaku.
j) Pasal 68 perlu dilakukan perubahan sehingga berbunyi :
“Ketentuan lebih lanjut mengenai usaha budidaya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65, tata cara
pendataan dan pelaporan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 66, serta persetujuan khusus sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 67 ayat (2) diatur dengan
Peraturan Pemerintah”.
k) Perlu mengubah ketentuan Pasal 73 sehingga berbunyi
sebagai berikut :
(1) Usaha perdagangan produk hortikultura mengatur
proses jual beli antarpedagang dan antara
pedagang dengan konsumen.
(2) Pelaku usaha perdagangan produk hortikultura
harus menerapkan sistem pengkelasan produk
berdasarkan standar mutu dan standar harga
secara transparan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kewajiban sistem
pengkelasan produk berdasarkan standar mutu
dan standar harga secara transparan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
l) Mengubah ketentuan Pasal 88 sehingga berbunyi sebagai
berikut :
(1) Impor produk hortikultura memperhatikan aspek:
keamanan pangan produk hortikultura;
persyaratan kemasan dan pelabelan; standar
mutu; dan ketentuan keamanan dan perlindungan
terhadap kesehatan manusia, hewan, tumbuhan,
dan lingkungan.

1992
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

(2) Impor produk hortikultura dapat dilakukan


setelah memenuhi Perizinan Berusaha dari
Pemerintah Pusat.
(3) Impor produk hortikultura sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan melalui pintu masuk yang
ditetapkan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian
Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
m) Ketentuan Pasal 90 diubah, sehingga Pasal 90 berbunyi
sebagai berikut: “Pemerintah Pusat dalam
meningkatkan pemasaran hortikultura memberikan
informasi pasar”.
n) Mengubah ketentuan Pasal 92 sehingga berbunyi
sebagai berikut :
(1) Penyelenggara pasar dan tempat lain untuk
perdagangan produk hortikultura dapat
menyelenggarakan penjualan produk hortikultura
lokal dan asal impor.
(2) Penyelenggara pasar dan tempat lain untuk
perdagangan produk hortikultura sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), wajib menyediakan
fasilitas pemasaran yang memadai.
o) Ketentuan Pasal 101 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut : “Pelaku usaha hortikultura menengah dan
besar wajib memberikan kesempatan pemagangan”.
p) Mengubah ketentuan Pasal 122 diubah sehingga
berbunyi sebagai berikut :
(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1),
Pasal 36 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 37, Pasal 38,
Pasal 54 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 56 ayat (2),

1993
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Pasal 60 ayat (2), Pasal 71, Pasal 73 ayat (2),


Pasal 81 ayat (4), Pasal 84 ayat (1), Pasal 88 ayat
(1), Pasal 92 ayat (2), Pasal 100, Pasal 101, Pasal
108 ayat (2), atau Pasal 109 ayat (2) dikenai
sanksi administratif.
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) berupa: peringatan secara tertulis;
denda administratif; penghentian sementara
kegiatan; penarikan produk dari peredaran oleh
pelaku usaha; pencabutan perizinan berusaha;
dan/atau penutupan usaha.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
pengenaan sanksi, besarnya denda, dan
mekanisme pengenaan sanksi administratif
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
q) Mencabut ketentuan Pasal 123 dan Pasal 126 dan
dinyatakan tidak berlaku.
r) Mengubah ketentuan Pasal 127 sehingga berbunyi
sebagai berikut : “Setiap orang yang melakukan
budidaya jenis tanaman hortikultura yang merugikan
kesehatan masyarakat tanpa izin khusus dari
Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67
dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu)
tahun atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00
(satu miliar rupiah).”
s) Perlu mengubah ketentuan Pasal 128 sehingga berbunyi
sebagai berikut : “Setiap orang yang mengedarkan
produk segar hortikultura impor tertentu yang tidak
memenuhi standar mutu dan/atau keamanan pangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88, dipidana
dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau

1994
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar


rupiah).”

6. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan


dan Kesehatan Hewan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5015)
a) Mengubah ketentuan Pasal 6 sehingga berbunyi
sebagai berikut :
(1) Lahan yang telah ditetapkan sebagai kawasan
penggembalaan umum harus dipertahankan
keberadaan dan kemanfaatannya secara
berkelanjutan.
(2) Kawasan penggembalaan umum sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) berfungsi sebagai:
penghasil tumbuhan pakan; tempat
perkawinan alami, seleksi, kastrasi, dan
pelayanan inseminasi buatan; tempat
pelayanan kesehatan hewan; dan/atau tempat
atau objek penelitian dan pengembangan
teknologi peternakan dan kesehatan hewan.
(3) Pemerintah daerah kabupaten/kota yang di
daerahnya mempunyai persediaan lahan yang
memungkinkan dan memprioritaskan budi
daya ternak skala kecil diwajibkan menetapkan
lahan sebagai kawasan penggembalaan umum.
(4) Pemerintah daerah kabupaten/kota membina
bentuk kerja sama antara pengusahaan
peternakan dan pengusahaan tanaman
pangan, hortikultura, perikanan, perkebunan,
dan kehutanan serta bidang lainnya dalam

1995
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

memanfaatkan lahan di kawasan tersebut


sebagai sumber pakan ternak murah.
(5) Dalam hal pemerintah daerah kabupaten/kota
tidak menetapkan lahan sebagai kawasan
penggembalaan umum sebagaimana dimaksud
pada ayat (3), Pemerintah Pusat dapat
menetapkan lahan sebagai kawasan
penggembalaan umum.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyediaan
dan pengelolaan kawasan penggembalaan
umum sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
b) Mengubah ketentuan Pasal 13 sehingga berbunyi
sebagai berikut :
(1) Penyediaan dan pengembangan benih
dan/atau bibit dilakukan untuk memenuhi
kebutuhan penyediaan benih dan/atau bibit.
(2) Pemerintah berkewajiban untuk melakukan
pengembangan usaha pembenihan dan/atau
pembibitan dengan melibatkan peran serta
masyarakat untuk menjamin ketersediaan
benih, bibit, dan/atau bakalan.
(3) Dalam hal usaha pembenihan dan/atau
pembibitan oleh masyarakat belum
berkembang, Pemerintah Pusat membentuk
unit pembenihan dan/atau pembibitan.
(4) Setiap benih atau bibit yang beredar wajib
memiliki sertifikat layak benih atau bibit yang
memuat keterangan mengenai silsilah dan ciri-
ciri keunggulan tertentu.
(5) Sertifikat layak benih atau bibit sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) dikeluarkan oleh

1996
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

lembaga sertifikasi benih atau bibit yang


terakreditasi.
c) Mengubah ketentuan Pasal 15 sehingga berbunyi
sebagai berikut :
(1) Pemasukan Benih dan/atau Bibit dari luar
negeri ke dalam wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia dapat dilakukan untuk:
meningkatkan mutu dan keragaman genetik;
mengembangkan ilmu pengetahuan dan
teknologi; mengatasi kekurangan Benih dan/
atau Bibit di dalam negeri; dan/atau
memenuhi keperluan penelitian dan
pengembangan.
(2) Setiap Orang yang melakukan pemasukan
Benih dan/atau Bibit sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) wajib memenuhi Perizinan
Berusaha dari Pemerintah Pusat.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai Perizinan
Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
d) Mengubah ketentuan Pasal 16 sehingga berbunyi
sebagai berikut :
(1) Pengeluaran Benih dan/ atau Bibit dari wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia ke luar
negeri dapat dilakukan apabila kebutuhan
dalam negeri telah terpenuhi dan kelestarian
Ternak lokal terjamin.
(2) Pengeluaran sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilarang dilakukan terhadap Benih
dan/atau Bibit yang terbaik di dalam negeri.
(3) Setiap Orang yang melakukan kegiatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib

1997
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

memenuhi Perizinan Berusaha dari Pemerintah


Pusat.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Peizinan
Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
e) Mengubah ketentuan Pasal 22 sehingga berbunyi
sebagai berikut :
(1) Setiap orang yang memproduksi pakan
dan/atau bahan pakan untuk diedarkan secara
komersial wajib memenuhi Perizinan Berusaha
dari Pemerintah Pusat.
(2) Pakan yang dibuat untuk diedarkan secara
komersial harus memenuhi standar atau
persyaratan teknis minimal dan keamanan
pakan serta memenuhi ketentuan cara
pembuatan pakan yang baik yang ditetapkan
dengan Peraturan Pemerintah.
(3) Pakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
harus berlabel sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(4) Setiap orang dilarang: mengedarkan pakan yang
tidak layak dikonsumsi; menggunakan dan/atau
mengedarkan pakan ruminansia yang
mengandung bahan pakan yang berupa darah,
daging, dan/atau tulang; dan/atau
Menggunakan pakan yang dicampur hormon
tertentu dan/atau antibiotik imbuhan pakan.
(5) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) huruf c diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
f) Mengubah ketentuan Pasal 29 sehingga berbunyi
sebagai berikut :

1998
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

(1) Budidaya ternak hanya dapat dilakukan oleh


peternak, perusahaan peternakan, serta pihak
tertentu untuk kepentingan khusus.
(2) Peternak yang melakukan budi daya ternak
dengan jenis dan jumlah ternak di bawah skala
usaha tertentu diberikan Perizinan Berusaha
oleh Pemerintah Pusat.
(3) Perusahaan peternakan yang melakukan budi
daya ternak dengan jenis dan jumlah ternak di
atas skala usaha tertentu wajib memenuhi
Perizinan Berusaha oleh Pemerintah Pusat.
(4) Peternak, perusahaan peternakan, dan pihak
tertentu yang mengusahakan ternak dengan
skala usaha tertentu wajib mengikuti tata cara
budi daya ternak yang baik dengan tidak
mengganggu ketertiban umum sesuai dengan
pedoman yang ditetapkan oleh Pemerintah
Pusat.
(5) Pemerintah Pusat berkewajiban untuk
melindungi usaha peternakan dalam negeri dari
persaingan tidak sehat di antara pelaku usaha
g) Perlunya mengubah ketentuan Pasal 36B sehingga
berbunyi sebagai berikut :
(1) Pemasukan Ternak dan Produk Hewan dari luar
negeri ke dalam wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia dilakukan untuk memenuhi
konsumsi masyarakat.
(2) Setiap Orang yang melakukan pemasukan
ternak sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
wajib memenuhi Perizinan Berusaha dari
Pemerintah Pusat.
(3) Pemasukan Ternak dari luar negeri harus:

1999
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

memenuhi persyaratan teknis Kesehatan Hewan;


bebas dari Penyakit Hewan Menular yang
dipersyaratkan oleh Otoritas Veteriner; dan
memenuhi ketentuan peraturan perundang-
undangan di bidang Karantina Hewan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemasukan
Ternak dan Produk Hewan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
h) Perlu mengubah ketentuan Pasal 36 C sehingga
berbunyi sebagai berikut :
(1) Pemasukan Ternak Ruminansia Indukan ke
dalam wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia dapat berasal dari suatu negara atau
zona dalam suatu negara yang telah memenuhi
persyaratan dan tata cara pemasukannya.
(2) Persyaratan dan tata cara pemasukan ternak
ruminansia indukan dari luar negeri ke dalam
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
ditetapkan berdasarkan analisis risiko di bidang
Kesehatan Hewan oleh Otoritas Veteriner.
(3) Pemasukan Ternak Ruminansia Indukan yang
berasal dari zona sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), selain harus memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) juga harus
terlebih dahulu:
(4) dinyatakan bebas Penyakit Hewan Menular di
negara asal oleh otoritas veteriner negara asal
sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan badan
kesehatan hewan dunia dan diakui oleh Otoritas
Veteriner Indonesia; dilakukan penguatan sistem
dan pelaksanaan surveilan di dalam negeri; dan

2000
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

ditetapkan tempat pemasukan tertentu.


(5) Setiap Orang yang melakukan pemasukan Ternak
Ruminansia Indukan sebagaimana dimaksud
pada ayat (l) wajib memenuhi Perizinan Berusaha
dari Pemerintah Pusat.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemasukan
Ternak Ruminansia Indukan ke dalam wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia dan
Perizinan Berusaha diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
i) Ketentuan Pasal 37 diubah sehingga berbunyi
sebagai berikut “Pemerintah Pusat membina dan
memfasilitasi berkembangnya industri pengolahan
produk hewan dengan penggunaan bahan baku yang
memenuhi standar”.
j) Ketentuan Pasal 52 diubah sehingga berbunyi
sebagai berikut :
(1) Setiap orang yang berusaha di bidang
pembuatan, penyediaan, dan/atau peredaran
obat hewan wajib memenuhi Perizinan
Berusaha dari Pemerintah Pusat.
(2) Setiap orang dilarang membuat, menyediakan,
dan/atau mengedarkan obat hewan yang:
berupa sediaan biologik yang penyakitnya
tidak ada di Indonesia;
tidak memiliki nomor pendaftaran;
tidak diberi label dan tanda; dan
tidak memenuhi standar mutu.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai Perizinan
Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan Peraturan Pemerintah.

2001
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

k) Perlu mengubah ketentuan Pasal 54 sehingga


berbunyi sebagai berikut :
(1) Penyediaan obat hewan dilakukan untuk
memenuhi kebutuhan obat hewan
(2) Penyediaan obat hewan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat berasal dari
produksi dalam negeri atau dari luar negeri.
(3) Pengeluaran obat hewan produksi dalam
negeri ke luar negeri harus sesuai standar.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemasukan
dan pengeluaran dari dan ke luar negeri
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3)
dan ayat (4) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
l) Perlunya mengubah ketentuan Pasal 59 sehingga
berbunyi sebagai berikut :
(1) Setiap Orang yang akan memasukkan Produk
Hewan ke dalam wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia wajib memenuhi Perizinan
Berusaha dari Pemerintah Pusat.
(2) Persyaratan dan tata cara pemasukan produk
Hewan dari luar negeri ke dalam wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mengacu pada ketentuan yang berbasis
analisis risiko di bidang Kesehatan Hewan dan
Kesehatan Masyarakat Veteriner.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai Perizinan
Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
m) Ketentuan Pasal 60 perlu dilakukan perubahan
sehingga berbunyi sebagai berikut :

2002
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

(1) Setiap orang yang mempunyai unit usaha


produk hewan wajib memenuhi Perizinan
Berusaha berupa nomor kontrol veteriner
yang diterbitkan oleh Pemerintah Pusat.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai Perizinan
Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
n) Mengubah ketentuan Pasal 62 sehingga berbunyi
sebagai berikut :
(1) Pemerintah daerah kabupaten/kota wajib
memiliki rumah potong hewan yang memenuhi
persyaratan teknis.
(2) Rumah potong hewan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dapat diusahakan oleh setiap
orang setelah memenuhi Perizinan Berusaha
dari Pemerintah Pusat.
(3) Usaha rumah potong hewan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) harus dilakukan di
bawah pengawasan dokter hewan berwenang di
bidang pengawasan kesehatan masyarakat
veteriner.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Perizinan
Berusaha rumah potong sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
m) Mengubah ketentuan Pasal 69 sehingga berbunyi
sebagai berikut :
(1) Pelayanan kesehatan hewan meliputi pelayanan
jasa laboratorium veteriner, pelayanan jasa
laboratorium pemeriksaan dan pengujian
veteriner, pelayanan jasa medik veteriner,

2003
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

dan/atau pelayanan jasa di pusat kesehatan


hewan atau pos kesehatan hewan.
(2) Setiap orang yang berusaha di bidang pelayanan
kesehatan hewan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) wajib memenuhi Perizinan Berusaha
dari Pemerintah Pusat.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai Perizinan
Berusaha pelayanan kesehatan hewan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
o) Perlu melakukan perubahan Pasal 72 sehingga
berbunyi sebagai berikut :
(1) Tenaga kesehatan hewan yang melakukan
pelayanan kesehatan hewan wajib memenuhi
Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat.
(2) Tenaga asing kesehatan hewan dapat
melakukan praktik pelayanan kesehatan hewan
di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
berdasarkan perjanjian bilateral atau
multilateral antara pihak Indonesia dan negara
atau lembaga asing sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai Perizinan
Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
p) Ketentuan Pasal 84 dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.
q) Mengubah ketentuan Pasal 85 sehingga berbunyi
sebagai berikut : “Setiap orang yang melanggar
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9
ayat (1), Pasal 11 ayat (1), Pasal 13 ayat (4), Pasal 15
ayat (3), Pasal 18 ayat (2), Pasal 19 ayat (1), Pasal 22

2004
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

ayat (1) atau ayat (2), Pasal 23, Pasal 24 ayat (2),
Pasal 25 ayat (1), Pasal 29 ayat (3), Pasal 42 ayat (5),
Pasal 45 ayat (1), Pasal 47 ayat (2) atau ayat (3),
Pasal 50 ayat (3), Pasal 51 ayat (2), Pasal 52 ayat (1),
Pasal 54 ayat (3), Pasal 58 ayat (5), Pasal 59 ayat (2),
Pasal 61 ayat (1) atau ayat (2), Pasal 62 ayat (2) atau
ayat (3), pelayaran ayat (2), dan Pasal 72 ayat (1)
dikenai sanksi administratif.”
r) Mencabut ketentuan Pasal 88 dan dinyatakan tidak
berlaku.
s) Mengubah ketentuan Pasal 91 sehingga berbunyi
sebagai berikut :
(1) Setiap orang yang membuat, menyediakan,
dan/atau mengedarkan obat hewan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (2)
dipidana dengan pidana kurungan paling
singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 9
(sembilan) bulan dan/atau denda paling sedikit
Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) dan
paling banyak Rp1.800.000.000,00 (satu miliar
delapan ratus juta rupiah).
(2) Dalam hal kegiatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan oleh Pemilik Perizinan
Berusaha dikenai sanksi administratif.

b. Sektor Kehutanan

Kebijakan terkait pengaturan dalam sektor kehutanan adalah:


Penerapan Risk Based Approach untuk perizinan sektor
ketenaganukliran.
Penataan dan pengaturan kewenangan perizinan sektor
kehutanan.

2005
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Izin hanya diwajibkan untuk aktivitas pemanfaatan hutan


kayu, sedangkan untuk usaha pemanfaatan hutan non kayu
dan pemanfaatan jasa lingkungan hanya menggunakan
standar.
Percepatan proses pengukuhan kawasan hutan dengan melalui
percepatan kegiatan tata batas kawasan hutan, kesesuaian
dengan tata ruang, dan mendorong pengintegrasian pemetaan
kawasan hutan ke dalam One Map Policy.
Penegasan kewenangan Pemerintah dalam menentukan
perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan serta
penggunaan kawasan hutan (melalui izin pinjam pakai).
Review ketentuan kewajiban mempertahankan luas kawasan
hutan minimal 30% dari luas daratan secara nasional untuk
mendukung investasi dan pembangunan serta penyediaan
lahan pengganti. Ketentuan terkait luasan minimal kawasan
hutan, secara rinci akan diatur didalam Peraturan Pemerintah.
Penegasan kewenangan Pemerintah untuk melakukan
pembinaan dan pengembangan pengolahan hasil hutan.
Pembatasan izin usaha pemanfaatan hutan dengan
mempertimbangkan aspek kelestarian hutan dan aspek
kepastian usaha.
Berdasarkan kebijakan tersebut maka berikut arah pengaturan
yang akan diatur:
1) Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 41
Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888) diubah:
a) Ketentuan Pasal 26 diubah, sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pemanfaatan hutan dapat dilakukan di hutan lindung
dan hutan produksi dengan pemberian Perizinan
Berusaha dari Pemerintah Pusat.

2006
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Ketentuan lebih lanjut mengenai Perizinan Berusaha


diatur dengan Peraturan Pemerintah.
b) Ketentuan Pasal 27 dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.
c) Ketentuan Pasal 28 dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.
d) Ketentuan Pasal 29 dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.
e) Ketentuan Pasal 30 diubah, sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Dalam rangka memberdayakan ekonomi masyarakat,
setiap badan usaha milik negara, badan usaha milik
daerah, dan badan usaha milik swasta yang
memperoleh Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat
diwajibkan bekerjasama dengan koperasi masyarakat
setempat.
f) Ketentuan Pasal 31 diubah, sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Untuk menjamin asas keadilan, pemerataan, dan
lestari, Perizinan Berusaha terkait pemanfaatan hutan
dibatasi dengan mempertimbangkan aspek kelestarian
hutan dan aspek kepastian usaha.
g) Ketentuan mengenai Pembatasan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
h) Ketentuan Pasal 32 diubah, sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pemegang Perizinan Berusaha berkewajiban untuk
menjaga, memelihara dan melestarikan hutan tempat
usahanya.
i) Ketentuan Pasal 33 diubah, sehingga berbunyi sebagai
berikut:

2007
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Usaha pemanfaatan hasil hutan meliputi kegiatan


penanaman, pemeliharaan, pemanenan, pengolahan,
dan pemasaran hasil hutan. Pemanenan dan
pengolahan hasil hutan sebagaimana dimaksud tidak
boleh melebihi daya dukung hutan secara lestari.
Pengaturan, pembinaan, dan pengembangan
pengolahan hasil hutan sebagaimana dimaksud diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
j) Ketentuan Pasal 35 diubah, sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Setiap pemegang Perizinan Berusaha terkait
pemanfaatan hutan dikenakan Penerimaan Negara
Bukan Pajak dibidang kehutanan.
Setiap pemegang Perizinan Berusaha terkait
pemanfaatan hutan wajib menyediakan dana investasi
untuk biaya pelestarian hutan
Setiap pemegang Perizinan Berusaha terkait
pemungutan hasil hutan hanya dikenakan Penerimaan
Negara Bukan Pajak dibidang kehutanan berupa
provisi.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pungutan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat
(3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
k) Ketentuan Pasal 48 diubah, sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pemerintah Pusat mengatur perlindungan hutan, baik
di dalam maupun di luar kawasan hutan.
Perlindungan hutan pada hutan negara dilaksanakan
oleh Pemerintah Pusat.
Pemegang Perizinan Berusaha terkait pemanfaatan
hutan
serta pihak-pihak yang menerima wewenang

2008
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

pengelolaan hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal


34, diwajibkan melindungi hutan dalam areal kerjanya.
Perlindungan hutan pada hutan hak dilakukan oleh
pemegang haknya.
Untuk menjamin pelaksanaan perlindungan hutan yang
sebaik-baiknya, masyarakat diikutsertakan dalam
upaya perlindungan hutan.
Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud diatas
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
l) Ketentuan Pasal 49 diubah, sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pemegang hak atau Perizinan Berusaha wajib
melakukan upaya pencegahan dan pengendalian
kebakaran hutan di areal kerjanya.
m) Ketentuan Pasal 50 diubah, sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Setiap orang yang diberikan Perizinan Berusaha di
kawasan hutan dilarang melakukan kegiatan yang
menimbulkan kerusakan hutan.
Setiap orang dilarang
(1) merambah kawasan hutan,
(2) melakukan penebangan pohon dalam kawasan
hutan dengan radius atau jarak sampai dengan 500
(lima ratus) meter dari tepi waduk, danau atau 200
(dua ratus) meter dari tepi mata air dan kiri kanan
sungai di daerah rawa, 100 (seratus) meter dari kiri
kanan tepi sungai, 50 (lima puluh) meter dari kiri
kanan tepi anak sungai, 2 (dua) kali kedalaman jurang
dari tepi jurang, 130 (seratus tiga puluh) kali selisih
pasang tertinggi dan pasang terendah dari tepi pantai.
(3) membakar hutan;

2009
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

(4) menebang pohon atau memanen atau memungut


hasil hutan di dalam hutan tanpa memiliki hak atau
persetujuan dari pejabat yang berwenang;
(5) menggembalakan ternak di dalam kawasan hutan
yang tidak ditunjuk secara khusus untuk maksud
tersebut oleh pejabat yang berwenang;
(6) membuang benda-benda yang dapat menyebabkan
kebakaran dan kerusakan serta membahayakan
keberadaan atau kelangsungan fungsi hutan ke dalam
kawasan hutan; dan
(7) mengeluarkan, membawa, dan mengangkut
tumbuh-tumbuhan dan satwa liar yang tidak dilindungi
undang-undang yang berasal dari kawasan hutan tanpa
persetujuan pejabat yang berwenang.
Ketentuan tentang mengeluarkan, membawa, dan atau
mengangkut tumbuhan dan atau satwa yang
dilindungi, diatur sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
n) Ketentuan Pasal 77 dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.
o) Ketentuan Pasal 78 diubah, sehingga berbunyi sebagai
berikut:
(1) Pemilik Perizinan Berusaha yang dengan sengaja
melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 50 ayat (1), dikenai sanksi administratif
berupa:
(a) Penghentian sementara kegiatan usaha;
(b) Pembayaran denda paling banyak Rp.
7.500.000.000,00 (tujuh milyar lima ratus juta
rupiah); dan/atau
(c) Pencabutan izin.

2010
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

(2) Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (2)
huruf a, atau huruf b, diancam dengan pidana
penjara paling singkat 10 (sepuluh) tahun dan
denda paling banyak Rp. 7.500.000.000,00 (tujuh
milyar lima ratus juta rupiah).
(3) Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (3)
huruf d, diancam dengan pidana penjara paling
singkat 15 (lima belas) tahun dan denda paling
banyak Rp. 7.500.000.000,00 (tujuh milyar lima
ratus juta rupiah).
(4) Barang siapa karena kelalaiannya melanggar
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50
ayat (3) huruf d, diancam dengan pidana denda
paling banyak Rp. 3.500.000.000,00 (tiga milyar
lima ratus juta rupiah).
(5) Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (3)
huruf e, dengan pidana penjara paling singkat 10
(sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp.
7.500.000.000,00 (tujuh milyar lima ratus juta
rupiah).
(6) Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (4),
diancam dengan pidana penjara paling sedikit 10
(sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp.
7.500.000.000,00 (tujuh milyar lima ratus juta
rupiah).
(7) Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (3)
huruf l, diancam dengan pidana penjara paling

2011
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp.


2.000. 000.000,00 (dua milyar rupiah).
(8) Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (3)
huruf m, diancam dengan pidana penjara paling
singkat 1 (satu) tahun dan denda paling banyak
Rp.150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
(9) Selain sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
semua hasil hutan dan/atau alat-alat yang
digunakan untuk melakukan pelanggaran
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dirampas
untuk Negara.
p) Ketentuan Pasal 80 diubah, sehingga berbunyi sebagai
berikut:
(1) Selain sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78,
penanggung jawab perbuatan wajib membayar ganti rugi
sesuai dengan tingkat kerusakan atau akibat yang
ditimbulkan kepada Negara, untuk biaya rehabilitasi,
pemulihan kondisi hutan, atau tindakan lain yang
diperlukan.
(2) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud diatas
diatur dengan Peraturan Pemerintah.

c. Sektor Kelautan dan Perikanan

1) Beberapa ketentuan Undang-Undang Nomor 32 Tahun


2014 tentang Kelautan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 294, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5603) diubah:
a) Ketentuan Pasal 32 diubah, sehingga Pasal 32
berbunyi sebagai berikut:
(1) Dalam rangka keselamatan pelayaran semua
bentuk bangunan dan instalasi di Laut Undang-

2012
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Undang Kelautan tidak mengganggu, baik Alur


Pelayaran maupun Alur Laut Kepulauan Indonesia.
(2) Area operasi dari bangunan dan instalasi di Laut
tidak melebihi daerah keselamatan yang telah
ditentukan.
(3)Penggunaan area operasional dari bangunan dan
instalasi di Laut yang melebihi daerah keselamatan
yang telah ditentukan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) harus mendapatkan persetujuan dari pihak
yang berwenang.
(4) Dalam hal pendirian bangunan dan instalasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) digunakan
untuk kegiatan usaha, Pelaku Usaha harus
mendapatkan Perizinan Berusaha Pemanfaatan
Laut dari Pemerintah.
(5) Pendirian dan/atau penempatan bangunan Laut
wajib mempertimbangkan kelestarian sumber daya
pesisir dan pulau-pulau kecil.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria,
persyaratan, dan mekanisme pendirian dan/atau
penempatan bangunan di Laut diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
b) Ketentuan Pasal 47 diubah, sehingga Pasal 47
berbunyi sebagai berikut:
(1) Setiap orang yang melakukan pemanfaatan ruang
laut secara menetap di wilayah perairan dan
wilayah yurisdiksi wajib memiliki Perizinan
Berusaha terkait Pemanfaatan di Laut.
(2) Perizinan Berusaha terkait Pemanfaatan Laut yang
berada di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil
dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

2013
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

(3) Setiap orang yang melakukan pemanfaatan ruang


Laut secara menetap di wilayah perairan dan
wilayah yurisdiksi yang tidak sesuai dengan
Perizinan Berusaha terkait Pemanfaatan di Laut
yang diberikan dikenai sanksi administratif yang
meliputi: peringatan tertulis; penghentian
sementara kegiatan; penutupan lokasi; pencabutan
Perizinan Berusaha terkait Pemanfaatan di Laut;
pembatalan Perizinan Berusaha terkait
Pemanfaatan di Laut; dan/atau denda administratif.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Perizinan
Berusaha terkait Pemanfaatan di Laut yang berada
di wilayah perairan dan wilayah yurisdiksi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan tata cara
pengenaan sanksi administratif sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
c) Ketentuan Pasal 48 diubah, sehingga Pasal 48 berbunyi
sebagai berikut:
Setiap orang yang melakukan pemanfaatan sumber
daya kelautan sesuai dengan rencana tata ruang
dan/atau rencana zonasi dapat diberi insentif
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
d) Ketentuan Pasal 49 diubah, sehingga Pasal 47 berbunyi
sebagai berikut:
(1) Setiap orang yang melakukan pemanfaatan ruang
Laut secara menetap yang tidak memiliki Perizinan
Berusaha terkait Pemanfatan Laut sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 47 ayat (1) dipidana dengan
pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan

2014
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

pidana denda paling banyak Rp20.000.000.000,00


(dua puluh miliar rupiah).
(2) Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
2) Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 27
Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2007 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4739) sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 3,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5491) diubah:
a) Ketentuan Pasal 16 diubah, sehingga Pasal 16 berbunyi
sebagai berikut:
(1) Pemanfaatan ruang dari sebagian Perairan Pesisir
dan pemanfaatan sebagian pulau-pulau kecil wajib
sesuai dengan rencana tata ruang dan/atau
rencana zonasi.
(2) Setiap Orang yang mel akukan pemanfaatan ruang
dari sebagian Perairan Pesisir dan pemanfaatan
sebagian pulau-pulau kecil sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) wajib memenuhi Perizinan Berusaha
dari Pemerintah Pusat.
b) Ketentuan Pasal 17 diubah, sehingga Pasal 17 berunyi
sebagai berikut:
(1) Perizinan Berusaha terkait Pemanfaatan di Laut
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2)
diberikan berdasarkan rencana zonasi.
(2) Pemberian Perizinan Berusaha terkait Pemanfaatan
di Laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
mempertimbangkan kelestarian Ekosistem pesisir
dan pulau-pulau kecil, Masyarakat, nelayan
tradisional, kepentingan nasional, dan hak lintas
damai bagi kapal asing.

2015
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

c) Diantara Pasal 17 dan Pasal 18 disispkan 1 (satu)


pasal baru yakni Pasal 17A yang berbunyi sebgai
berikut:
(1) Dalam hal terdapat kegiatan bersifat strategis
nasional yang belum terdapat dalam alokasi ruang
dan/atau pola ruang laut dalam rencana zonasi,
Perizinan Berusaha terkait Pemanfaatan Laut
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1)
diberikan oleh Pemerintah Pusat berdasarkan
rencana tata ruang laut.
(2) Dalam hal terdapat kegiatan bersifat strategis
nasional tetapi rencana zonasi belum ditetapkan
oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah, Perizinan
Berusaha terkait Pemanfaatan Laut sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) diberikan oleh
Pemerintah berdasarkan rencana tata ruang laut.
(3) Dalam hal terdapat perubahan ketentuan peraturan
perundangan-undangan yang menjadi acuan dalam
penetapan lokasi untuk kegiatan yang bernilai
strategis nasional sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan ayat (2), lokasi untuk kegiatan yang bernilai
strategis nasional tersebut dalam rencana tata
ruang laut dan/atau rencana zonasi dilaksanakan
sesuai dengan perubahan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
d) Ketentuan Pasal 19 dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.
e) Ketentuan Pasal 20 diubah, sehingga Pasal 20
berbunyi sebagai berikut:
(1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib
memfasilitasi Perizinan Berusaha terkait

2016
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

pemanfaatan laut kepada Masyarakat Lokal dan


Masyarakat Tradisional.
(2) Perizinan Berusaha sebagaimana di maksud pada
ayat (1) diberikan kepada Masyarakat Lokal dan
Masyarakat Tradisional, yang melakukan
pemanfaatan sumber daya perairan pesisir dan
pulau-pulau kecil, untuk pemenuhan kebutuhan
hidup sehari-hari.
f) Ketentuan Pasal 22 diubah, sehingga Pasal 22 berbunyi
sebagai berikut:
(1) Kewajiban memenuhi perizinan Berusaha terkait
Pemanfaatan Laut sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 16 ayat (1) dikecualikan bagi Masyarakat
Hukum Adat di wilayah kelola Masyarakat Hukum
Adat.
(2) Masyarakat Hukum Adat sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) ditetapkan pengakuannya sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
g) Ketentuan Pasal 22A diubah, sehingga Pasal 22A
berbunyi sebagai berikut:
(1) Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 19 ayat (1) diberikan kepada orang
perseorangan warga negara Indonesia; korporasi
yang didirikan berdasarkan hukum Indonesia;
koperasi yang dibentuk oleh Masyarakat; atau
Masyarakat Lokal.
(2) Pemanfaatan ruang perairan dan sumber daya
pesisir dan pulau-pulau kecil yang dilakukan oleh
Pemerintah atau Pemerintah Daerah dan tidak
termasuk dalam kegiatan yang bernilai strategis
nasional diberikan dalam bentuk konfirmasi
kesesuaian ruang laut.

2017
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai Perizinan


Berusaha terkait Pemanfaatan di Laut untuk
kegiatan pemanfaatan sumber daya perairan pesisir
dan pulau-pulau kecil diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
h) Ketentuan Pasal 22B diubah, sehingga Pasal 22B
berbunyi sebagai berikut:
Orang perseorangan warga Negara Indonesia atau
korporasi yang didirikan berdasarkan hukum
Indonesia dan koperasi yang dibentuk oleh
Masyarakat yang mengajukan pemanfaatan laut
wajib memenuhi Perizinan Berusaha dari
Pemerintah Pusat.
h) Ketentuan Pasal 22C diubah, sehingga Pasal 22C
berbunyi sebagai berikut:
Ketentuan lebih lanjut mengenai Perizinan
Berusaha diatur dengan Peraturan Pemerintah.
i) Ketentuan Pasal 50 dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.
j) Ketentuan Pasal 51 dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.
k) Ketentuan Pasal 60 diubah, sehingga Pasal 60
berbunyi sebagai berikut:
(1) Dalam Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau Pulau
Kecil, Masyarakat mempunyai hak untuk:
memperoleh akses terhadap bagian Perairan Pesisir
yang sudah diberi Perizinan Berusaha terkait
pemanfaatan di laut; mengusulkan wilayah
penangkapan ikan secara tradisional ke dalam
RZWP-3-K; mengusulkan wilayah kelola Masyarakat
Hukum Adat ke dalam RZWP-3-K; elakukan
kegiatan pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan

2018
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Pulau-Pulau Kecil berdasarkan hukum adat yang


berlaku dan tidak bertentangan dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan; memperoleh
manfaat atas pelaksanaan Pengelolaan Wilayah
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil; memperoleh
informasi berkenaan dengan Pengelolaan Wilayah
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil; mengajukan laporan
dan pengaduan kepada pihak yang berwenang atas
kerugian yang menimpa dirinya yang berkaitan
dengan pelaksanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir
dan Pulau-Pulau Kecil; Menyatakan keberatan
terhadap rencana pengelolaan yang sudah
diumumkan dalam jangka waktu tertentu;
melaporkan kepada penegak hukum akibat dugaan
pencemaran, pencemaran, dan/atau perusakan
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang
merugikan kehidupannya; mengajukan gugatan
kepada pengadilan terhadap berbagai masalah
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang
merugikan kehidupannya; memperoleh ganti rugi;
dan mendapat pendampingan dan bantuan hukum
terhadap permasalahan yang dihadapi dalam
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(2) Masyarakat dalam Pengelolaan Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil berkewajiban: memberikan
informasi berkenaan dengan Pengelolaan Wilayah
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil; menjaga, melindungi,
dan memelihara kelestarian Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil; menyampaikan laporan
terjadinya bahaya, pencemaran, dan/atau

2019
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

kerusakan lingkungan di Wilayah Pesisir dan Pulau-


Pulau Kecil; memantau pelaksanaan rencana
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil;
dan/atau melaksanakan program Pengelolaan
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang
disepakati di tingkat desa.
q) Ketentuan Pasal 70 dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.
r) Ketentuan Pasal 71 diubah, sehingga Pasal 71
berbunyi sebagai berikut:
(1) Pemanfaatan ruang perairan dan sumber daya
pesisir dan pulau-pulau kecil yang tidak sesuai
dengan Perizinan Berusaha terkait Pemanfaatan
Laut yang diberikan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 16 dikenai sanksi administratif.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai sanksi
administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
s) Ketentuan Pasal 75 diubah, sehingga Pasal 75
berbunyi sebagai berikut:
Setiap Orang yang memanfaatkan ruang perairan
dan Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang
dan/atau rencana zonasi, sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 16 dikenai sanksi administratif.
t) Ketentuan Pasal 75A dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.
Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudi
daya Ikan, dan Petambak Garam.
3) Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 7
Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan
Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan Petambak Garam
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor

2020
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor


5870) diubah:
a) Ketentuan Pasal 1 angka 4 Undang-Undang
Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudi
daya Ikan dan Petambak Garam diubah, sehingga
berbunyi sebagai berikut:
Nelayan Kecil adalah orang yang mata
pencahariannya melakukan penangkapan ikan
untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari,
baik yang menggunakan kapal penangkap Ikan
maupun yang tidak menggunakan kapal penangkap
Ikan).
b) Ketentuan Pasal 38 Undang-Undang Perlindungan dan
Pemberdayaan Nelayan, Pembudi daya Ikan dan
Petambak Garam diubah, sehingga berbunyi sebagai
berikut:
(1) Setiap Orang dilarang mengimpor Komoditas
Perikanan dan Komoditas Pergaraman yang tidak
sesuai dengan tempat pemasukan, jenis, waktu
pemasukan, dan/atau standar mutu wajib yang
ditetapkan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tempat
pemasukan, jenis, waktu pemasukan, dan/atau
standar mutu sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
c) Ketentuan Pasal 74 Undang-Undang Perlindungan dan
Pemberdayaan Nelayan, Pembudi daya Ikan dan
Petambak Garam diubah, sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Setiap Orang yang melakukan impor Komoditas
Perikanan dan Komoditas Pergaraman yang tidak
sesuai dengan tempat pemasukan, jenis, waktu

2021
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

pemasukan, dan/atau standar mutu wajib yang


ditetapkan oleh Pemerintah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 38 dikenakan sanksi administratif.

3. Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 31


Tahun 2004 tentang Perikanan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 118, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4433) sebagaimana
diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun
2009 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31
Tahun 2004 tentang Perikanan. (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 154, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5073) diubah:
a) Ketentuan Pasal 1 diubah:
(1) angka 11 diubah sehingga angka 11 berbunyi
sebagai berikut: “Nelayan Kecil adalah orang yang
mata pencahariannya melakukan penangkapan
ikan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-
hari, baik yang menggunakan kapal penangkap
Ikan maupun yang tidak menggunakan kapal
penangkap Ikan.”
(2) angka 16 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
(3) angka 17 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
(4) angka 18 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
b) Ketentuan Pasal 7 diubah, sehingga berbunyi sebagai
berikut:
(1) Dalam rangka mendukung kebijakan
pengelolaan sumber daya ikan, Pemerintah Pusat
menetapkan: rencana pengelolaan perikanan;
potensi dan alokasi sumber daya ikan di wilayah
pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia;
jumlah tangkapan yang diperbolehkan di wilayah
pengelolaan perikanan Negara Republik
Indonesia; potensi dan alokasi lahan
pembudidayaan ikan di wilayah pengelolaan

2022
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

perikanan Negara Republik Indonesia; potensi dan


alokasi induk serta benih ikan tertentu di wilayah
pengelolaan perikanan Negara Republik
Indonesia; jenis, jumlah, dan ukuran alat
penangkapan ikan; jenis, jumlah, ukuran, dan
penempatan alat bantu penangkapan ikan; daerah,
jalur, dan waktu atau musim penangkapan
ikan; persyaratan atau standar prosedur
operasional penangkapan ikan; pelabuhan
perikanan; sistem pemantauan kapal
perikanan; jenis ikan baru yang akan
dibudidayakan; jenis ikan dan wilayah penebaran
kembali serta penangkapan ikan berbasis budi
daya; pencegahan pencemaran dan kerusakan
sumber daya ikan serta lingkungannya; rehabilitasi
dan peningkatan sumber daya ikan serta
lingkungannya; ukuran atau berat minimum jenis
ikan yang boleh ditangkap; kawasan konservasi
perairan; wabah dan wilayah wabah penyakit
ikan; jenis ikan yang dilarang untuk
diperdagangkan, dimasukkan, dan dikeluarkan ke
dan dari wilayah Negara Republik Indonesia; dan
jenis ikan dan genetik ikan yang dilindungi.
(2) Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau
kegiatan pengelolaan perikanan wajib mematuhi
ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mengenai: jenis, jumlah, dan ukuran alat
penangkapan ikan; jenis, jumlah, ukuran, dan
penempatan alat bantu penangkapan ikan; daerah,
jalur, dan waktu atau musim penangkapan
ikan; persyaratan atau standar prosedur
operasional penangkapan ikan; sistem pemantauan

2023
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

kapal perikanan; jenis ikan baru yang akan


dibudidayakan; jenis ikan dan wilayah penebaran
kembali serta penangkapan ikan berbasis budi
daya; pencegahan pencemaran dan kerusakan
sumber daya ikan serta lingkungannya; ukuran
atau berat minimum jenis ikan yang boleh
ditangkap; kawasan konservasi perairan; wabah
dan wilayah wabah penyakit ikan; jenis ikan yang
dilarang untuk diperdagangkan, dimasukkan, dan
dikeluarkan ke dan dari wilayah Negara Republik
Indonesia; dan jenis ikan dan genetik ikan yang
dilindungi.
(3) Kewajiban mematuhi ketentuan mengenai sistem
pemantauan kapal perikanan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf e, tidak berlaku bagi
nelayan kecil dan/atau pembudi daya-ikan kecil.
(4) Pemerintah menetapkan potensi dan jumlah
tangkapan yang diperbolehkan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf c.
c) Ketentuan Pasal 25A diubah, sehingga Pasal 25A
berbunyi sebagai berikut:
(1) Pelaku usaha perikanan dalam melaksanakan
bisnis perikanan harus memenuhi standar mutu
hasil perikanan.
(2) Pemerintah membina dan memfasilitasi
pengembangan usaha perikanan agar memenuhi
standar mutu hasil perikanan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai standar mutu
hasil perikanan diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
d) Ketentuan Pasal 26 diubah, sehingga Pasal 26A
berbunyi sebagai berikut:

2024
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

(1) Setiap orang yang melakukan usaha perikanan


di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik
Indonesia wajib memenuhi Perizinan Berusaha
dari Pemerintah Pusat.
(2) Jenis usaha Perikanan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) terdiri dari usaha: penangkapan
Ikan; pembudidayaan Ikan; pengangkutan
Ikan; pengolahan Ikan; dan pemasaran Ikan.

f) Ketentuan Pasal 27 diubah, sehingga Pasal 27 berbunyi


sebagai berikut:
(1) Setiap orang yang memiliki dan/atau
mengoperasikan kapal penangkap ikan berbendera
Indonesia yang digunakan untuk melakukan
penangkapan ikan di wilayah pengelolaan
perikanan Negara Republik Indonesia dan/atau
laut lepas wajib memenuhi Perizinan Berusaha
dari Pemerintah Pusat.
(2) Setiap orang yang memiliki dan/atau
mengoperasikan kapal penangkap ikan berbendera
asing yang digunakan untuk melakukan
penangkapan ikan di ZEEI wajib memenuhi
Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat.
(3) Setiap orang yang mengoperasikan kapal
penangkap ikan berbendera Indonesia di wilayah
pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia
atau mengoperasikan kapal penangkap ikan
berbendera asing di ZEEI wajib membawa
dokumen Perizinan Berusaha.
(4) Kapal penangkap ikan berbendera Indonesia
yang melakukan penangkapan ikan di wilayah

2025
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

yurisdiksi negara lain harus terlebih dahulu


mendapatkan persetujuan dari Pemerintah Pusat.
Kewajiban memenuhi Perizinan Berusaha
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan/atau
membawa dokumen Perizinan Berusaha
sebagaimana dimaksud pada ayat (3), tidak
berlaku bagi nelayan kecil.

g) Ketentuan Pasal 28 diubah, sehingga Pasal 28 berbunyi


sebagai berikut:
(1) Setiap orang yang memiliki dan/atau
mengoperasikan kapal pengangkut ikan
berbendera Indonesia di wilayah pengelolaan
perikanan Negara Republik Indonesia wajib
memenuhi Perizinan Berusaha dari Pemerintah
Pusat.
(2) Setiap orang yang memiliki dan/atau
mengoperasikan kapal pengangkut ikan
berbendera asing yang digunakan untuk
melakukan pengangkutan ikan di wilayah
pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia
wajib memenuhi Perizinan Berusaha dari
Pemerintah Pusat.
(3) Setiap orang yang mengoperasikan kapal
pengangkut ikan di wilayah pengelolaan perikanan
Negara Republik Indonesia wajib membawa
dokumen Perizinan Berusaha.
(4) Kewajiban memenuhi Perizinan Berusaha
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan/atau
membawa dokumen Perizinan Berusaha
sebagaimana dimaksud pada ayat (3), tidak

2026
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

berlaku bagi nelayan kecil dan/atau pembudi


daya-ikan kecil.

h) Ketentuan Pasal 28A diubah, sehingga Pasal 28A


berbunyi sebagai berikut:
Setiap orang dilarang: memalsukan dokumen Perizinan
Berusaha; menggunakan Perizinan Berusaha palsu;
menggunakan Perizinan Berusaha milik kapal lain atau
orang lain; dan/atau menggandakan Perizinan
Berusaha untuk digunakan oleh kapal lain dan/atau
kapal milik sendiri.
i) Ketentuan Pasal 30 diubah, sehingga Pasal 30
berbunyi sebagai berikut:
(1) Pemberian Perizinan Berusaha kepada orang
dan/atau badan hukum asing yang beroperasi di ZEEI
harus didahului dengan perjanjian perikanan,
pengaturan akses, atau pengaturan lainnya antara
Pemerintah Republik Indonesia dan pemerintah
negara bendera kapal.
(2) Perjanjian perikanan yang dibuat antara
Pemerintah Republik Indonesia dan pemerintah
negara bendera kapal sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), harus mencantumkan kewajiban pemerintah
negara bendera kapal untuk bertanggung jawab atas
kepatuhan orang atau badan hukum negara bendera
kapal dalam mematuhi pelaksanaan perjanjian
perikanan tersebut.
(3) Pemerintah menetapkan pengaturan mengenai
pemberian Perizinan Berusaha kepada orang dan/atau
badan hukum asing yang beroperasi di ZEEI,
perjanjian perikanan, pengaturan akses, atau
pengaturan lainnya antara Pemerintah Republik
Indonesia dan pemerintah negara bendera kapal.

2027
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

j) Ketentuan Pasal 31 diubah, sehingga Pasal 31


berbunyi sebagai berikut:
(1) Setiap kapal perikanan yang dipergunakan untuk
menangkap ikan di wilayah pengelolaan
perikanan Negara Republik Indonesia wajib
memenuhi Perizinan Berusaha dari Pemerintah
Pusat.
(2) Setiap kapal perikanan yang dipergunakan untuk
mengangkut ikan di wilayah pengelolaan
perikanan Negara Republik Indonesia wajib
memenuhi Perizinan Berusaha dari Pemerintah
Pusat.
k) Ketentuan Pasal 32 diubah, sehingga Pasal 32
berbunyi sebagai berikut:
Ketentuan lebih lanjut mengenai Perizinan Berusaha
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
l) Ketentuan Pasal 33 diubah, sehingga Pasal 33
berbunyi sebagai berikut:
(1) Kegiatan penangkapan ikan dan/atau pembudidayaan
ikan di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik
Indonesia yang bukan untuk tujuan komersial harus
mendapatkan persetujuan dari Pemerintah Pusat.
(2) Jenis penangkapan ikan dan/atau pembudidayaan ikan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kegiatan
yang dilakukan oleh setiap orang dalam rangka
pendidikan, penyuluhan, penelitian atau kegiatan ilmiah
lainnya, kesenangan dan wisata.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penangkapan ikan
dan/atau pembudidayaan ikan di wilayah pengelolaan
perikanan Negara Republik Indonesia yang bukan untuk
tujuan komersial diatur dengan Peraturan Pemerintah.
m) Ketentuan Pasal 35 diubah, sehingga Pasal 35
berbunyi sebagai berikut:

2028
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

(1) Setiap orang yang membangun, mengimpor, atau


memodifikasi kapal perikanan wajib terlebih dahulu
mendapat persetujuan Pemerintah.
(2) Pembangunan atau modifikasi kapal perikanan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dilakukan, baik di dalam maupun di luar negeri,
setelah mendapat pertimbangan teknis laik laut dari
Pemerintah.

n) Ketentuan Pasal 35A diubah, sehingga Pasal 35A


berbunyi sebagai berikut:
(1) Kapal perikanan berbendera Indonesia yang
melakukan penangkapan ikan di wilayah
pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia
wajib menggunakan nakhoda dan anak buah kapal
berkewarganegaraan Indonesia.
(2) Kapal perikanan berbendera asing yang melakukan
penangkapan ikan di ZEEI wajib menggunakan
anak buah kapal berkewarganegaraan Indonesia
paling sedikit 70% (tujuh puluh persen) dari
jumlah anak buah kapal.
(3) Pelanggaran terhadap ketentuan penggunaan anak
buah kapal sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dikenakan sanksi administratif.
o) Ketentuan Pasal 36 diubah, sehingga Pasal 36
berbunyi sebagai berikut:
(1) Kapal perikanan milik orang Indonesia yang
dioperasikan di wilayah pengelolaan perikanan
Negara Republik Indonesia dan laut lepas wajib
didaftarkan terlebih dahulu sebagai kapal
perikanan Indonesia melalui sistem Perizinan
Berusaha terintegrasi secara elektronik.

2029
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

(2) Kapal perikanan yang telah terdaftar sebagaimana


dimaksud pada ayat (1), diberikan Perizinan
Berusaha dari Pemerintah Pusat.

p) Ketentuan Pasal 38 diubah, sehingga Pasal 38


berbunyi sebagai berikut:
(1) Setiap kapal penangkap ikan berbendera asing
yang tidak memenuhi Perizinan Berusaha untuk
melakukan penangkapan ikan selama berada di
wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik
Indonesia wajib menyimpan alat penangkapan ikan
di dalam palka.
(2) Setiap kapal penangkap ikan berbendera asing
yang telah memenuhi Perizinan Berusaha untuk
melakukan penangkapan ikan dengan 1 (satu) jenis
alat penangkapan ikan tertentu pada bagian
tertentu di ZEEI dilarang membawa alat
penangkapan ikan lainnya.
(3) Setiap kapal penangkap ikan berbendera asing
yang telah memenuhi Perizinan Berusaha untuk
melakukan penangkapan ikan wajib menyimpan
alat penangkapan ikan di dalam palka selama
berada di luar daerah penangkapan ikan yang
diizinkan di wilayah pengelolaan perikanan Negara
Republik Indonesia.

q) Ketentuan Pasal 40 Undang-Undang Perikanan


diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
Ketentuan lebih lanjut mengenai kegiatan membangun,
mengimpor, memodifikasi kapal, pendaftaran,
pengukuran kapal perikanan, pemberian tanda
pengenal kapal perikanan, serta penggunaan 2 (dua)
jenis alat penangkapan ikan secara bergantian

2030
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35, Pasal 36, Pasal


37, Pasal 38, dan Pasal 39 diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
r) Ketentuan Pasal 41 Undang-Undang Perikanan
diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
(1) Pemerintah menyelenggarakan dan melakukan
pembinaan pengelolaan pelabuhan perikanan.
(2) Pemerintah dalam menyelenggarakan dan
melakukan pembinaan pengelolaan pelabuhan
perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
menetapkan: rencana induk pelabuhan perikanan
secara nasional; klasifikasi pelabuhan perikanan;
pengelolaan pelabuhan perikanan; persyaratan
dan/atau standar teknis dalam perencanaan,
pembangunan, operasional, pembinaan, dan
pengawasan pelabuhan perikanan; wilayah kerja
dan pengoperasian pelabuhan perikanan yang
meliputi bagian perairan dan daratan tertentu yang
menjadi wilayah kerja dan pengoperasian
pelabuhan perikanan; dan pelabuhan perikanan
yang tidak dibangun oleh Pemerintah.
(3) Setiap kapal penangkap ikan dan kapal
pengangkut ikan harus mendaratkan ikan
tangkapan di pelabuhan perikanan yang ditetapkan
atau pelabuhan lainnya yang ditunjuk.
(4) Setiap orang yang memiliki dan/atau
mengoperasikan kapal penangkap ikan dan/atau
kapal pengangkut ikan yang tidak melakukan
bongkar muat ikan tangkapan di pelabuhan
perikanan yang ditetapkan atau pelabuhan lainnya
yang ditunjuk dikenai sanksi administratif.

2031
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengenaan sanksi


administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
diatur dalam Peraturan Pemerintah.

s) Ketentuan Pasal 43 Undang-Undang Perikanan


diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
Setiap kapal perikanan yang melakukan kegiatan
perikanan wajib memenuhi standar laik operasi kapal
perikanan dari pengawas perikanan tanpa dikenai
biaya.
t) Ketentuan Pasal 44 diubah, sehingga Pasal 44
berbunyi sebagai berikut:
(1) Persetujuan Berlayar sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 42 ayat (2) huruf a diterbitkan oleh
syahbandar setelah kapal perikanan memenuhi
standar laik operasi.
(2) Pemenuhan standar laik operasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diterbitkan oleh pengawas
perikanan setelah dipenuhi persyaratan
administrasi dan kelayakan teknis.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan
administrasi dan kelayakan teknis sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
u) Ketentuan Pasal 45 diubah, sehingga Pasal 45
berbunyi sebagai berikut:
Dalam hal kapal perikanan berada dan/atau
berpangkalan di luar pelabuhan perikanan,
Persetujuan berlayar diterbitkan oleh syahbandar
setempat setelah diperoleh surat laik operasi dari
pengawas perikanan yang ditugaskan pada pelabuhan
setempat”.

2032
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

v) Ketentuan Pasal 46 diubah, sehingga Pasal 46


berbunyi sebagai berikut:
(1) Pemerintah Pusat menyusun dan mengembangkan
sistem informasi dan data statistik perikanan serta
menyelenggarakan pengumpulan, pengolahan,
analisis, penyimpanan, penyajian, dan penyebaran
data potensi, pemutakhiran data pergerakan ikan,
sarana dan prasarana, produksi, penanganan,
pengolahan dan pemasaran ikan, serta data sosial
ekonomi yang berkaitan dengan pelaksanaan
pengelolaan sumber daya ikan dan pengembangan
sistem bisnis perikanan.
(2) Pemerintah Pusat mengadakan pusat data dan
informasi perikanan untuk menyelenggarakan
sistem informasi dan data statistik perikanan.
w) Ketentuan Pasal 49 diubah, sehingga Pasal 49
berbunyi sebagai berikut:
Setiap orang asing yang mendapat Perizinan
Berusaha untuk melakukan penangkapan ikan di
ZEEI dikenakan pungutan perikanan.
x) Ketentuan Pasal 73 diubah, sehingga Pasal 73
berbunyi sebagai berikut:
(1) Penyidikan tindak pidana di bidang perikanan di
wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik
Indonesia dilakukan oleh, Penyidik Perwira TNI AL,
dan/atau Penyidik Kepolisian Negara Republik
Indonesia.
(2) Penyidik TNI AL berwenang melakukan penyidikan
terhadap tindak pidana di bidang perikanan yang
terjadi di ZEEI.

2033
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

(3) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat


melakukan koordinasi dalam penanganan penyidikan
tindak pidana di bidang perikanan.
(4) Untuk melakukan koordinasi dalam penanganan
tindak pidana di bidang perikanan sebagaimana
dimaksud pada ayat (4), Pemerintah Pusat
membentuk forum koordinasi.
y) Ketentuan Pasal 90 diubah, sehingga Pasal 90
berbunyi sebagai berikut:
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan
pemasukan atau pengeluaran ikan dan/atau hasil
perikanan dari dan/atau ke wilayah Republik
Indonesia yang tidak dilengkapi sertifikat kesehatan
untuk konsumsi manusia sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 21, dikenai sanksi administratif.
z) Ketentuan Pasal 93 diubah, sehingga Pasal 93
berbunyi sebagai berikut:
(1) Setiap orang yang memiliki dan/atau
mengoperasikan kapal penangkap ikan
berbendera Indonesia melakukan penangkapan
ikan di wilayah pengelolaan perikanan Negara
Republik Indonesia dan/atau di laut lepas, yang
tidak memiliki perizinan berusaha sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), dipidana
dengan pidana penjara paling lama 6 (enam)
tahun dan denda paling banyak
Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
(2) Setiap orang yang memiliki dan/atau
mengoperasikan kapal penangkap ikan
berbendera asing melakukan penangkapan ikan
di ZEEI yang tidak memiliki perizinan berusaha
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2),

2034
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

dipidana dengan pidana penjara paling lama 6


(enam) tahun dan denda paling banyak
Rp20.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah).
(3) Setiap orang yang mengoperasikan kapal
penangkap ikan berbendera Indonesia di wilayah
pengelolaan perikanan Negara Republik
Indonesia, yang tidak membawa perizinan
berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27
ayat (3), dikenakan sanksi administratif.
(4) Setiap orang yang mengoperasikan kapal
penangkap ikan berbendera asing di ZEEI, yang
tidak membawa perizinan berusaha asli
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3),
dikenakan sanksi administratif.
aa) Ketentuan Pasal 94 diubah, sehingga Pasal 94
berbunyi sebagai berikut: Setiap orang yang memiliki
dan/atau mengoperasikan kapal pengangkut ikan di
wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik
Indonesia yang melakukan pengangkutan ikan atau
kegiatan yang terkait yang tidak memiliki Perizinan
Berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat
(1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5
(lima) tahun dan denda paling banyak
Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta
rupiah).
bb) Ketentuan Pasal 94A diubah, sehingga Pasal 94A
berbunyi sebagai berikut:
Setiap orang yang memalsukan perizinan berusaha,
menggunakan perizinan berusaha palsu,
menggunakan perizinan berusaha milik kapal lain atau
orang lain, dan/atau menggandakan perizinan
berusaha untuk digunakan oleh kapal lain dan/atau

2035
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

kapal milik sendiri, sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 28A dipidana dengan pidana penjara paling lama
7 (tujuh) tahun dan denda paling banyak
Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
cc) Ketentuan Pasal 95 diubah, sehingga Pasal 95
berbunyi sebagai berikut:
Setiap orang yang membangun, mengimpor, atau
memodifikasi kapal perikanan yang tidak mendapat
persetujuan terlebih dahulu sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 35 ayat (1) dikenakan sanksi
administratif.”
dd) Ketentuan Pasal 96 diubah, sehingga Pasal 96
berbunyi sebagai berikut:
Setiap orang yang membangun, mengimpor, atau
memodifikasi kapal perikanan yang tidak mendapat
persetujuan terlebih dahulu sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 35 ayat (1) dikenakan sanksi
administratif.
ee) Ketentuan Pasal 97 diubah, sehingga Pasal 97
berbunyi sebagai berikut:
(1) Nakhoda yang mengoperasikan kapal penangkap
ikan berbendera asing yang tidak memiliki
perizinan berusaha untuk melakukan
penangkapan ikan selama berada di wilayah
pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia
tidak menyimpan alat penangkapan ikan di dalam
palka sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat
(1), dipidana dengan pidana denda paling banyak
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(2) Nakhoda yang mengoperasikan kapal penangkap
ikan berbendera asing yang telah memiliki izin
penangkapan ikan dengan 1 (satu) jenis alat

2036
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

penangkapan ikan tertentu pada bagian tertentu di


ZEEI yang membawa alat penangkapan ikan
lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38
ayat (2), dipidana dengan pidana denda paling
banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(3) Nakhoda yang mengoperasikan kapal penangkap
ikan berbendera asing yang telah memiliki izin
penangkapan ikan, yang tidak menyimpan alat
penangkapan ikan di dalam palka selama berada di
luar daerah penangkapan ikan yang diizinkan di
wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik
Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38
ayat (3), dipidana dengan pidana denda paling
banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
ff) Ketentuan Pasal 98 diubah, sehingga Pasal 98
berbunyi sebagai berikut: Nakhoda kapal perikanan
yang tidak memiliki persetujuan berlayar sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 42 ayat (3) dipidana dengan
pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda
paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta
rupiah).
gg) Ketentuan Pasal 100B diubah, sehingga Pasal 100B
berbunyi sebagai berikut:
Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8, Pasal 9, Pasal 12, Pasal 14 ayat (4),
Pasal 16 ayat (1), Pasal 20 ayat (3), Pasal 21, Pasal 23
ayat (1), Pasal 28 ayat (1), Pasal 28 ayat (3), Pasal 38,
Pasal 42 ayat (3), atau Pasal 55 ayat (1) yang dilakukan
oleh nelayan kecil dan/atau pembudi daya-ikan kecil
dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu)
tahun atau denda paling banyak Rp250.000.000,00
(dua ratus lima puluh juta rupiah).

2037
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

hh) Ketentuan Pasal 101 diubah, sehingga Pasal 101


berbunyi sebagai berikut:
“Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 84 ayat (1), Pasal 85, Pasal 86, Pasal 87,
Pasal 88, Pasal 89, Pasal 91, Pasal 92, Pasal 93 ayat (1)
dan ayat (2), dan Pasal 94 dilakukan oleh korporasi,
tuntutan dan sanksi pidananya dijatuhkan terhadap
pengurusnya dan pidana dendanya ditambah 1/3
(sepertiga) dari pidana yang dijatuhkan.”

d. Sektor Energi Dan Sumber Daya Mineral serta Gasifikasi


1) Undang-Undang 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan
Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 4, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4959) yaitu:
a) Pasal 1 Angka 20 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
“Pengolahan mineral adalah upaya meningkatkan
mutu komoditas tambang mineral untuk
menghasilkan produk dengan sifat fisik dan kimia
yang tidak berubah dari sifat komoditas tambang
asal untuk dilakukan pemurnian atau menjadi
bahan baku industri.”
b) Diantara angka 20 dan angka 21 disisipkan 1 (satu)
angka baru, yakni angka 20a yang berbunyi sebagai
berikut:
“Pemurnian mineral adalah upaya untuk
meningkatkan mutu komoditas tambang melalui
proses ekstraksi serta proses peningkatan
kemurnian lebih lanjut untuk menghasilkan produk
dengan sifat fisik dan kimia yang berbeda dari

2038
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

komoditas tambang asal sampai dengan produk


logam sebagai bahan baku industri.”
c) Pasal 4 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
(1) Mineral dan batubara sebagai sumber daya
alam yang tak terbarukan merupakan
kekayaan nasional yang dikuasai oleh negara
untuk sebesar-besar kesejahteraan rakyat.
(2) Penguasaan mineral dan batubara oleh negara
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diselenggarakan oleh Pemerintah Pusat.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai
penyelenggaraan penguasaan mineral dan
batubara diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
d) Pasal 6 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Kewenangan Pemerintah Pusat dalam pengelolaan
pertambangan mineral dan batubara, meliputi:
a. penetapan kebijakan nasional;
b. pembuatan peraturan perundang-undangan;
c. penetapan norma, standar, pedoman, dan
kriteria;
d. penetapan sistem perizinan pertambangan
mineral dan batubara nasional;
e. pemberian Perizinan Berusaha terkait
pertambangan mineral dan batubara di
seluruh wilayah hukum pertambangan;
f. penetapan WP yang dilakukan setelah
berkoordinasi dengan pemerintah daerah;
g. pembinaan, penyelesaian konflik masyarakat,
dan pengawasan usaha pertambangan;
h. penetapan kebijakan produksi, pemasaran,
pemanfaatan, dan konservasi;

2039
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

i. penetapan kebijakan kerja sama, kemitraan,


dan pemberdayaan masyarakat;
j. perumusan dan penetapan penerimaan
negara bukan pajak dari hasil usaha
pertambangan mineral dan batubara;
k. penginventarisasian, penyelidikan, dan
penelitian serta eksplorasi dalam rangka
memperoleh data dan informasi mineral dan
batubara sebagai bahan penyusunan wilayah
pertambangan;
l. pengelolaan informasi geologi, informasi
potensi sumber daya mineral dan batubara,
serta informasi pertambangan pada wilayah
hukum pertambangan Indonesia;
m. pembinaan dan pengawasan terhadap
reklamasi dan pascatambang;
n. penyusunan neraca sumber daya mineral dan
batubara wilayah hukum pertambangan
Indonesia;
o. pengembangan dan peningkatan nilai tambah
kegiatan usaha pertambangan; dan
p. peningkatan kemampuan aparatur
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
dalam penyelenggaraan pengelolaan usaha
pertambangan.
e) Pasal 7 dan Pasal 8 dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.
f) Pasal 35 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
(1) Usaha pertambangan dilaksanakan
berdasarkan Perizinan Berusaha dari
Pemerintah Pusat.

2040
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

(2) Usaha pertambangan sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) terdiri atas:
d. kegiatan usaha Pertambangan;
e. kegiatan usaha Pertambangan Rakyat;
dan
f. kegiatan usaha Pertambangan Khusus.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai Perizinan
Berusaha terkait Usaha Pertambangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
g) Pasal 36 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
(1) Kegiatan usaha Pertambangan dan kegiatan
pertambangan khusus terdiri atas dua tahap
kegiatan:
a. Eksplorasi yang meliputi kegiatan
penyelidikan umum, eksplorasi, dan studi
kelayakan;
b. Operasi Produksi yang meliputi kegiatan
konstruksi, penambangan, pengolahan
dan/atau pemurnian, pengangkutan dan
penjualan, serta reklamasi dan pasca
tambang.
(2) Pelaku usaha yang memenuhi Perizinan
Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dapat melakukan sebagian atau seluruh
kegiatan usaha pertambangan mineral dan
batubara.
(3) Pelayanan Perizinan Berusaha sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) wajib menggunakan
sistem perizinan terintegrasi secara elektronik
yang dikelola oleh Pemerintah.

2041
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

h) Pasal 37, Pasal 39, Pasal 43, Pasal 44, Pasal 45


dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
i) Pasal 47 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
(1) Kegiatan Operasi Produksi pertambangan
terdiri atas:
a. mineral logam;
b. mineral bukan logam;
c. mineral bukan logam jenis tertentu;
d. batuan; dan
e. batubara
(2) Kegiatan Operasi Produksi pertambangan
mineral logam sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a dapat diberikan dalam jangka
waktu paling lama 20 (dua puluh) tahun dan
dapat diperpanjang 2 (dua) kali masing-
masing 10 (sepuluh) tahun.
(3) Kegiatan Operasi Produksi pertambangan
mineral bukan logam sebagaimana dimaksud
ayat (1) huruf b dapat diberikan dalam jangka
waktu paling lama 10 (sepuluh) tahun dan
dapat diperpanjang 2 (dua) kali masing-
masing 5 (lima) tahun.
(4) Kegiatan Operasi Produksi pertambangan
mineral bukan logam jenis tertentu
sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf c dapat
diberikan dalam jangka waktu paling lama 20
(dua puluh) tahun dan dapat diperpanjang 2
(dua) kali masing-masing 10 (sepuluh) tahun.
(5) Kegiatan Operasi Produksi pertambangan
batuan sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf
d dapat diberikan dalam jangka waktu paling

2042
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

lama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang 2


(dua) kali masing-masing 5 (lima) tahun.
(6) Kegiatan Operasi Produksi pertambangan
batubara sebagaimana dimaksud ayat (1)
huruf e dapat diberikan dalam jangka waktu
paling lama 20 (dua puluh) tahun dan dapat
diperpanjang 2 (dua) kali masing-masing 10
(sepuluh) tahun.
(7) Kegiatan Operasi Produksi yang melakukan
kegiatan penambangan yang terintegrasi
dengan kegiatan pengolahan dan pemurnian
mineral sebaga imana diatur pada undang-
undang ini dapat diberikan jangka waktu
selama 30 (tiga puluh) tahun dan dapat
diperpanjang setiap 10 (sepuluh) tahun
sampai dengan seumur tambang.
(8) Kegiatan Operasi Produksi yang melakukan
kegiatan pengembangan dan pemanfaatan
batubara yang terintegrasi sebagaimana
diatur pada undang-undang ini dapat
diberikan jangka waktu selama 30 (tiga puluh)
tahun dan dapat diperpanjang setiap 10
(sepuluh) tahun sampai dengan seumur
tambang.
(9) Ketentuan lebih lanjut mengenai kegiatan
penambangan yang terintegrasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (7) dan ayat (8) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.

j) Pasal 48, Pasal 67, Pasal 72, Pasal 73, Pasal 74,
Pasal 76, Pasal 78, Pasal 79, Pasal 81, Pasal 82
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

2043
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

k) Pasal 83 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:


“Persyaratan luas wilayah dan jangka waktu sesuai
dengan kelompok usaha pertambangan yang
berlaku bagi pelaku usaha pertambangan khusus
diatur dengan Peraturan Pemerintah.”
l) Pasal 102 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pelaku usaha yang melakukan kegiatan usaha
pertambangan mineral dan batubara wajib
meningkatkan nilai tambah sumber daya Mineral
dan/atau Batubara melalui:
a. pengolahan dan Pemurnian Mineral logam;
b. pengolahan Mineral bukan logam;
c. pengolahan batuan; dan/atau
d. pengembangan dan pemanfatan batubara.
m) Pelaku usaha yang melakukan kegiatan
pemanfaatan dan pengembangan batubara
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dapat
dikecualikan dari kewajiban pemenuhan kebutuhan
batubara di dalam negeri.
n) Pasal 104 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
(1) Kegiatan Operasi Produksi untuk kegiatan
usaha pertambangan dan kegiatan usaha
pertambangan khusus sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 103 dapat melakukan
kerjasama pengolahan dan/atau pemurnian
dengan Pelaku Usaha Kegiatan Operasi
Produksi untuk kegiatan usaha pertambangan
dan kegiatan usaha pertambangan khusus
atau dengan pihak lain yang melakukan

2044
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

kegiatan usaha pengolahan dan/atau


pemurnian
(2) Kegiatan Operasi Produksi untuk kegiatan
usaha pertambangan dan kegiatan usaha
pertambangan khusus sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 103 dapat melakukan
kerjasama pengembangan pemanfaatan
batubara dengan Pelaku Usaha Kegiatan
Operasi Produksi untuk kegiatan usaha
pertambangan dan kegiatan usaha
pertambangan khusus atau dengan pihak lain
yang melakukan kegiatan usaha
pengembangan dan pemanfaatan batubara.
o) Diantara Pasal 128 dan 129 disisipkan 1 (satu)
pasal, yakni Pasal 128A yang berbunyi sebagai
berikut:
(1) Pelaku usaha yang melakukan peningkatan
nilai tambah mineral dan batubara
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 103,
dapat diberikan perlakuan tertentu terhadap
kewajiban penerimaan negara sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 128.
(2) Pemberian perlakuan tertentu terhadap
kewajiban penerimaan negara sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) untuk kegiatan
peningkatan nilai tambah batubara berupa
pengenaan royalti sebesar 0%.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai perlakuan
tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan Peraturan Pemerintah.

2045
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

p) Diantara Pasal 138 dan 139 disisipkan 1 (satu)


pasal, yakni Pasal 138A yang berbunyi sebagai
berikut:
(1) Pemerintah Pusat melakukan penyelesaian
permasalahan hak atas tanah untuk kegiatan
usaha pertambangan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 134, Pasal 135, Pasal 136, dan
Pasal 137.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelesaian
hak atas tanah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
q) Pasal 149 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
r) Pasal 151 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
(1) Pemerintah Pusat sesuai dengan
kewenangannya memberikan sanksi
administratif kepada pemegang Perizinan
Berusaha atas pelanggaran ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat
(3), Pasal 40 ayat (5), Pasal 41, , Pasal 70,
Pasal 71 ayat (1), Pasal 93 ayat (3), Pasal 95,
Pasal 96, Pasal 97, Pasal 98, Pasal 99, Pasal
100, Pasal 102, Pasal 103, Pasal 105 ayat (3),
Pasal 105 ayat (4), Pasal 107, Pasal 108 ayat
(1), Pasal 110, Pasal 111 ayat (1), Pasal 112
ayat (1), Pasal 114 ayat (2), Pasal 115 ayat (2),
Pasal 125 ayat (3), Pasal 126 ayat (1), Pasal
128 ayat (1), Pasal 129 ayat (1), atau Pasal
130 ayat (2).
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) berupa:
a. peringatan tertulis;

2046
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

b. penghentian sementara sebagian atau


seluruh kegiatan eksplorasi atau operasi
produksi; dan/atau
c. pencabutan Perizinan Berusaha.
s) Pasal 152, Pasal 162, Pasal 165 dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku.
t) Diantara Pasal 169 dan Pasal 170 disisipkan 1
(satu) pasal, yakni Pasal 169A yang berbunyi
sebagai berikut:
(1) Kontrak karya dan perjanjian karya
pengusahaan pertambangan batubara:
a. yang belum memperoleh perpanjangan
dapat diperpanjang menjadi Perizinan
Berusaha terkait Pertambangan Khusus
perpanjangan pertama sebagai
kelanjutan operasi tanpa melalui lelang
setelah berakhirnya kontrak karya atau
perjanjian karya pengusahaan
pertambangan batubara dengan
mempertimbangkan peningkatan
penerimaan negara; dan
b. yang telah memperoleh perpanjangan
pertama dapat diperpanjang menjadi
Perizinan Berusaha terkait Pertambangan
Khusus perpanjangan kedua sebagai
kelanjutan operasi tanpa melalui lelang
setelah berakhirnya perpanjangan
pertama kontrak karya atau perjanjian
karya pengusahaan pertambangan
batubara dengan mempertimbangkan
peningkatan penerimaan negara.

2047
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

(2) Peningkatan penerimaan negara sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) untuk Perizinan
Berusaha terkait Pertambangan Khusus
perpanjangan sebagai kelanjutan operasi
setelah berakhirnya kontrak karya dan
perjanjian karya pengusahaan pertambangan
batubara dilakukan dengan:
a. pengaturan kembali pengenaan pajak
dan penerimaan negara bukan pajak;
b. pemberian luas wilayah sesuai dengan
rencana kegiatan pada seluruh wilayah
perjanjian yang telah disetujui oleh
Pemerintah Pusat sebelum Undang-
Undang ini berlaku; dan
c. kewajiban peningkatan nilai tambah
mineral dan batubara.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
pemberian perpanjangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
u) Diantara Pasal 170 dan 171 disisipkan 1 (satu)
pasal, yakni Pasal 170A yang berbunyi sebagai
berikut:
“Bagi pemegang Perizinan Berusaha pertambangan
hasil penyesuaian dari Kuasa Pertambangan yang
diberikan kepada Badan Usaha Milik Negara dapat
diberikan luas wilayah sesuai dengan luas wilayah
kegiatan usaha pertambangan yang telah diberikan
sebelumnya.”
v) Diantara Pasal 172 dan 173 disisipkan 2 (dua) pasal
baru, yakni:
a. Pasal 172A yang berbunyi sebagai berikut:

2048
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

(1) IUP, IPR, dan IUPK yang telah diterbitkan


oleh Menteri atau Pemerintah Daerah
sebelum berlakunya Undang-Undang ini
tetap berlaku sampai dengan jangka
waktunya berakhir dan kewenangan
pengelolaannya berada pada Pemerintah
Pusat.
(2) Jangka waktu dan luas wilayah IUP atau
IUPK sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) yang melakukan peningkatan nilai
tambah mineral dan batubara secara
terintegrasi disesuaikan dengan
ketentuan dalam undang-undang ini.
b. Pasal 172B yang berbunyi sebagai berikut:
(1) Semua frasa wilayah izin usaha
pertambangan, dan wilayah
pertambangan rakyat dalam undang-
undang yang mengatur tentang
Pertambangan Mineral dan Batubara
diubah menjadi wilayah kegiatan usaha
pertambangan sesuai dengan ketentuan
dalam undang-undang ini.
(2) Semua frasa izin usaha pertambangan,
dan izin usaha pertambangan rakyat
dalam undang-undang yang mengatur
tentang Pertambangan Mineral dan
Batubara diubah menjadi Perizinan
Berusaha sesuai dengan ketentuan
dalam Undang-Undang ini.
2) Undang-Undang 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas
Bumi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001

2049
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Nomor 136, Tambahan Lembaran Negara Republik


Indonesia Nomor 4152) yaitu:
a. Pasal 1 angka 21 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
“Pemerintah Pusat adalah Presiden sebagai
pemegang kekuasaan pemerintahan negara sesuai
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.”
b. Pasal 4 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
(1) Minyak dan Gas Bumi sebagai sumber daya
alam strategis tak terbarukan yang
terkandung di dalam Wilayah Hukum
Pertambangan Indonesia merupakan
kekayaan nasional yang dikuasai oleh negara.
(2) Penguasaan oleh negara sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan oleh
Pemerintah melalui kegiatan usaha minyak
dan gas bumi.
(3) Kegiatan usaha minyak dan gas bumi
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri
atas kegiatan usaha hulu minyak dan gas
bumi dan kegiatan usaha hilir minyak dan gas
bumi.
c. Diantara Pasal 4 dan Pasal 5 disisipkan 1 (satu)
pasal, yakni Pasal 4A yang berbunyi sebagai
berikut:
(1) Kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi
diselenggarakan oleh Pemerintah Pusat
sebagai Pemegang Kuasa Pertambangan.
(2) Pemerintah Pusat sebagai pemegang Kuasa
Pertambangan membentuk atau menugaskan
Badan Usaha Milik Negara Khusus sebagai

2050
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

pelaksana kegiatan usaha hulu minyak dan


gas bumi.
(3) Badan Usaha Milik Negara Khusus
sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
bertanggung jawab kepada Pemerintah Pusat.
(4) Badan Usaha Milik Negara Khusus
sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
melakukan kegiatan usaha hulu minyak dan
gas bumi melalui kerja sama dengan Badan
Usaha atau Bentuk Usaha Tetap.
(5) Pemerintah Pusat menetapkan Badan Usaha
atau Bentuk Usaha Tetap yang akan
bekerjasama dengan Badan Usaha Milik
Negara Khusus sebagaimana dimaksud pada
ayat (4).
(6) Kerja sama antara Badan Usaha Milik Negara
Khusus dengan Badan Usaha atau Bentuk
Usaha Tetap sebagaimana dimaksud pada
ayat (5) dilakukan berdasarkan Kontrak Kerja
Sama.
(7) Kontrak Kerja Sama sebagaimana dimaksud
dalam ayat (6) wajib memuat paling sedikit
ketentuan-ketentuan pokok yaitu:
a. penerimaan negara;
b. Wilayah Kerja dan pengembaliannya;
c. kewajiban pengeluaran dana;
d. perpindahan kepemilikan hasil produksi
atas Minyak dan Gas Bumi;
e. jangka waktu dan kondisi perpanjangan
kontrak;
f. penyelesaian perselisihan;

2051
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

g. kewajiban pemasokan Minyak Bumi


dan/atau Gas Bumi untuk kebutuhan
dalam negeri;
h. berakhirnya kontrak;
i. kewajiban pascaoperasi pertambangan;
j. keselamatan dan kesehatan kerja;
k. pengelolaan lingkungan hidup;
l. pengalihan hak dan kewajiban;
m. pelaporan yang diperlukan;
n. rencana pengembangan lapangan;
o. pengutamaan pemanfaatan barang dan jasa
dalam negeri;
p. pengembangan masyarakat sekitarnya dan
jaminan hak-hak masyarakat adat;
q. pengutamaan penggunaan tenaga kerja
Indonesia.
d. Pasal 5 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
(1) Kegiatan usaha minyak dan gas bumi
dilaksanakan berdasarkan Perizinan
Berusaha dari Pemerintah Pusat.
(2) Kegiatan usaha minyak dan gas bumi terdiri
atas:
a. Kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi;
dan
b. Kegiatan usaha hilir minyak dan gas bumi.
(3) Kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a
terdiri atas:
a. eksplorasi; dan
b. eksploitasi.

2052
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

(4) Kegiatan usaha hilir minyak dan gas bumi


sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b
terdiri atas:
a. pengolahan;
b. pengangkutan;
c. penyimpanan; dan
d. niaga.
e. Pasal 11 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
(1) Pemerintah Pusat selaku pemegang Kuasa
Pertambangan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 ayat (2) memberikan Perizinan
Berusaha pada setiap Wilayah Kerja kepada
Badan Usaha Milik Negara Khusus dan/atau
PT Pertamina (persero) untuk melaksanakan
kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi.
(2) Perizinan Berusaha kepada PT Pertamina
(persero) sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diberikan untuk melaksanakan kegiatan
usaha hulu yang operasinya dilakukan secara
sendiri.
f. Pasal 12 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
(1) Wilayah Kerja yang akan ditawarkan Badan
Usaha Milik Negara Khusus ditetapkan oleh
Pemerintah.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
penetapan Wilayah Kerja diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
g. Pasal 23 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
(1) Kegiatan Usaha Hilir sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 angka 2, dapat dilaksanakan
oleh Badan Usaha setelah memenuhi
Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat.

2053
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

(2) Badan Usaha yang memenuhi Perizinan


Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dapat melakukan kegiatan:
a. usaha pengolahan
b. usaha pengangkuatan
c. usaha penyimpanan; dan/atau
d. usaha niaga
(3) Perizinan Berusaha yang telah diberikan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya
dapat digunakan sesuai dengan peruntukan
kegiatan usahanya.
(4) Permohonan Perizinan Berusaha sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) wajib dilakukan
menggunakan sistem perizinan terintegrasi
secara elektronik yang dikelola oleh
Pemerintah Pusat.
h. Pasal 25 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
(1) Pemerintah Pusat dapat memberikan sanksi
administratif terhadap:
a. pelanggaran salah satu persyaratan yang
tercantum dalam Perizinan Berusaha;
b. Tidak memenuhi persyaratan yang
ditetapkan berdasarkan Undang-Undang
ini.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
pengenaan sanksi administratif sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
i. Pasal 50 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
j. Pasal 53 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
“Setiap orang yang melakukan kegiatan Usaha Hilir
tanpa Perizinan Berusaha dipidana dengan pidana

2054
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling


tinggi Rp60.000.000.000,00 (enam puluh miliar
rupiah);”
k. Pasal 55 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
“Setiap orang yang menyalahgunakan Pengangkutan
dan/atau Niaga Bahan Bakar Minyak, bahan bakar
gas, dan/atau liquefied petroleum gas yang disubsidi
Pemerintah dipidana dengan pidana penjara paling
lama 6 (enam) tahun dan denda paling tinggi
Rp60.000.000.000,00 (enam puluh miliar rupiah).”
l. Diantara Pasal 64 dan 65 disisipkan 2 (dua) pasal
baru, yakni:
Pasal 64A yang berbunyi sebagai berikut:
Pada saat undang-undang ini berlaku:
a. dalam jangka waktu paling lama 6 (enam)
bulan dibentuk organisasi Badan Usaha Milik
Negara Khusus; dan
b. ketentuan lebih lanjut mengenai susunan
organisasi, tugas, personalia, pengelolaan aset
dan tata kelola diatur dengan Peraturan
Presiden.
Pasal 64B yang berbunyi sebagai berikut:
Pada saat undang-undang ini berlaku:
(1) Sebelum terbentuknya Badan Usaha Milik
Negara Khusus:
a. Kegiatan usaha hulu migas tetap
dilaksanakan berdasarkan kontrak kerja
sama antara Satuan Kerja Khusus
Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak
dan Gas Bumi dengan Badan Usaha dan
Bentuk Usaha Tetap.

2055
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

b. Kegiatan usaha hulu migas berdasarkan


kontrak kerja sama antara Satuan Kerja
Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu
Minyak dan Gas Bumi dengan Badan
Usaha dan Bentuk Usaha Tetap tetap
berlaku.
c. Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan
Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi tetap
melaksanakan tugas dan fungsi
penyelenggaraan pengelolaan kegiatan
usaha hulu Minyak dan Gas Bumi.
d. Dengan terbentuknya Badan Usaha Milik
Negara Khusus, semua hak dan kewajiban
serta akibat yang timbul terhadap Satuan
Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha
Hulu Minyak dan Gas Bumi dari Kontrak
Kerja Sama, beralih kepada Badan Usaha
Milik Negara Khusus.
(2) Dengan terbentuknya Badan Milik Negara
Usaha Khusus, Kontrak lain yang berkaitan
dengan Kontrak Kerja Sama sebagaimana
dimaksud pada huruf a antara Satuan Kerja
Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu
Minyak dan Gas Bumi dan pihak lain beralih
kepada Badan Usaha Milik Negara Khusus.
(3) Semua kontrak sebagaimana dimaksud pada
huruf a dan huruf b dinyatakan tetap berlaku
sampai dengan berakhirnya kontrak.
(4) Hak, kewajiban, dan akibat yang timbul dari
kontrak, perjanjian, atau perikatan selain
sebagaimana dimaksud pada huruf a dan
huruf b tetap dilaksanakan oleh Satuan Kerja

2056
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu


Minyak dan Gas Bumi sampai dengan
terbentuknya Badan Usaha Milik Negara
Khusus.

3) Undang-Undang 21 Tahun 2014 tentang Panas Bumi


(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014
Nomor 217, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5585) yaitu:
a. Pasal 4 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
(1) Panas Bumi merupakan kekayaan nasional
yang dikuasai oleh negara dan dipergunakan
untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
(2) Penguasaan Panas Bumi oleh negara
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diselenggarakan oleh Pemerintah Pusat.
b. Pasal 5 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
(1) Pemerintah Pusat menyelenggarakan kegiatan
panas bumi di seluruh wilayah hukum panas
bumi.
(2) Wilayah hukum panas bumi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi seluruh
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia,
termasuk kawasan hutan dan wilayah
perairan Indonesia.
c. Pasal 6 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Kewenangan Pemerintah Pusat dalam
penyelenggaraan Panas Bumi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) meliputi:
a. pembuatan kebijakan nasional;
b. pengaturan di bidang Panas Bumi;
c. Perizinan Berusaha terkait Panas Bumi;

2057
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

d. pembuatan norma, standar, pedoman, dan


kriteria untuk kegiatan pengusahaan Panas
Bumi untuk pemanfaatan langsung;
e. pembinaan dan pengawasan;
f. pengelolaan data dan informasi geologi serta
potensi Panas Bumi;
g. inventarisasi dan penyusunan neraca sumber
daya dan cadangan Panas Bumi;
h. pelaksanaan Eksplorasi, Eksploitasi,
dan/atau pemanfaatan Panas Bumi; dan
i. pendorongan kegiatan penelitian,
pengembangan, dan kemampuan
perekayasaan.
d. Pasal 7 dan Pasal 8 dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.
e. Pasal 11 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
“Setiap Orang yang melakukan pengusahaan Panas
Bumi untuk Pemanfaatan Langsung sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a wajib
memenuhi norma, standar, prosedur dan kriteria.”
f. Pasal 12, Pasal 13, Pasal 14 dicabut dan dinyatakan
tidak berlaku.
g. Pasal 15 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
“Ketentuan lebih lanjut mengenai norma, standar,
prosedur dan kriteria pengusahaan Panas Bumi
untuk Pemanfaatan Langsung sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 11 diatur dengan Peraturan
Pemerintah.”
h. Pasal 23 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
(1) Badan Usaha yang melakukan pengusahaan
Panas Bumi untuk Pemanfaatan Tidak
Langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal

2058
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

9 ayat (1) huruf b wajib terlebih dahulu


memenuhi Perizinan Berusaha terkait Panas
Bumi.
(2) Perizinan Berusaha terkait Panas Bumi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diberikan oleh Pemerintah Pusat kepada
Badan Usaha berdasarkan hasil penawaran
Wilayah Kerja.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian
Perizinan Berusaha terkait Panas Bumi diatur
dengan Peraturan Pemerintah
i. Pasal 24 dan Pasal 25 dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.
j. Pasal 36 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
(1) Pemerintah Pusat dapat mencabut Perizinan
Berusaha terkait Panas Bumi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 33 huruf c jika pelaku
usaha Panas Bumi:
c. melakukan pelanggaran terhadap salah
satu ketentuan yang tercantum dalam
Perizinan Berusaha terkait Panas Bumi;
dan/atau
d. tidak memenuhi ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(2) Sebelum melaksanakan pencabutan Perizinan
Berusaha terkait Panas Bumi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Pemerintah Pusat
terlebih dahulu memberikan kesempatan
dalam jangka waktu 6 (enam) bulan kepada
pelaku usaha Panas Bumi untuk memenuhi
kewajiban sesuai dengan ketentuan yang
diatur dengan Undang–Undang ini.

2059
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

k. Pasal 37 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:


“Pemerintah Pusat dapat membatalkan Perizinan
Berusaha terkait Panas Bumi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 33 huruf d jika:
c. Pelaku usaha Panas Bumi memberikan data,
informasi, atau keterangan yang tidak benar
dalam permohonan; atau
d. Perizinan berusaha terkait Panas Bumi
dinyatakan batal berdasarkan putusan
pengadilan.
l. Pasal 38 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
(4) Dalam hal Perizinan Berusaha terkait Panas
Bumi berakhir karena alasan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 33, pelaku usaha
Panas Bumi wajib memenuhi dan
menyelesaikan segala kewajibannya sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(5) Kewajiban pelaku usaha Panas Bumi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dinyatakan telah terpenuhi setelah
mendapatkan persetujuan dari Pemerintah
Pusat.
(6) Pemerintah Pusat menetapkan persetujuan
pengakhiran Perizinan Berusaha Panas Bumi
setelah pelaku usaha Panas Bumi
melaksanakan pemulihan fungsi lingkungan
di Wilayah Kerjanya serta kewajiban lainnya
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
m. Pasal 40 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
(1) Badan Usaha pemegang Perizinan Berusaha
terkait Panas Bumi yang melanggar atau tidak

2060
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 26 ayat (2), Pasal 27 ayat (1) dan
ayat (3), Pasal 31 ayat (3), dan/atau Pasal 32
ayat (2) dikenai sanksi administratif.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
pengenaan sanksi administratif sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
n. Pasal 42 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
“Dalam hal pelaku usaha pemanfaatan langsung
atau pelaku usaha Panas Bumi akan menggunakan
bidang tanah negara, hak atas tanah, tanah ulayat,
dan/atau Kawasan Hutan di dalam Wilayah Kerja,
harus terlebih dahulu melakukan penyelesaian
penggunaan lahan dengan pemakai tanah di atas
tanah negara atau pemegang hak atau izin di bidang
kehutanan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.”
o. Pasal 43 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
(1) Pemegang Perizinan Berusaha terkait Panas
Bumi sebelum melakukan pengusahaan
Panas Bumi di atas tanah negara, hak atas
tanah, tanah ulayat, dan/ atau Kawasan
Hutan harus:
d. memperlihatkan Perizinan Berusaha
terkait Panas Bumi atau salinan yang
sah;
e. memberitahukan maksud dan tempat
kegiatan yang akan dilakukan; dan
f. melakukan penyelesaian atau jaminan
penyelesaian yang disetujui oleh pemakai
tanah di atas tanah negara dan/atau

2061
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

pemegang hak sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 42.
(2) Jika pemegang Perizinan Berusaha terkait
Panas Bumi telah memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
pemakai tanah di atas tanah negara dan/
atau pemegang hak wajib mengizinkan
pemegang Perizinan Berusaha terkait Panas
Bumi untuk melaksanakan pengusahaan
Panas Bumi di atas tanah yang bersangkutan.
p. Pasal 46 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
“Setiap Orang dilarang menghalangi atau merintangi
pengusahaan Panas Bumi yang telah memegang
Perizinan Berusaha terkait Panas Bumi dan telah
menyelesaikan kewajiban sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 42.”
q. Pasal 47 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
“Pelaku Usaha Pemanfaatan Langsung berhak
melakukan kegiatan pengusahaan Panas Bumi
sesuai dengan Norma, Standar, Prosedur, dan
Kriteria Pengusahaan Panas Bumi untuk
Pemanfaatan Langsung.”
r. Pasal 48 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
“Pelaku usaha Pemanfaatan Langsung wajib:
a. memahami dan menaati peraturan
perundang-undangan di bidang keselamatan
dan kesehatan kerja serta perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup dan memenuhi
standar yang berlaku;
b. melakukan pengendalian pencemaran
dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang
meliputi kegiatan pencegahan,

2062
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

penanggulangan, dan pemulihan fungsi


lingkungan hidup.”
s. Pasal 49 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pelaku Usaha Pemanfaatan Langsung wajib
memenuhi kewajiban berupa:
a. pajak daerah; dan
b. retribusi daerah.
t. Ketentuan Pasal 50 diubah, sehingga berbunyi
sebagai berikut:
(1) Pemegang Perizinan Berusaha terkait
Pemanfaatan Langsung yang tidak memenuhi
atau melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 48 huruf b, huruf c,
dan huruf d dan/atau Pasal 49 ayat (1)
dikenai sanksi administratif.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
pengenaan sanksi administratif sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
u. Pasal 56 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
(1) Badan Usaha pemegang Perizinan Berusaha
terkait Panas Bumi yang melanggar atau tidak
memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 52 ayat (1) huruf b, huruf c,
huruf d, huruf g, huruf h, huruf i, dan huruf j,
Pasal 53 ayat (1), dan/atau Pasal 54 ayat (1)
dan ayat (4) dikenai sanksi administratif.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
pengenaan sanksi administratif sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
v. Pasal 59 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

2063
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

(1) Pemerintah melakukan pembinaan dan


pengawasan terhadap penyelenggaraan Panas
Bumi untuk pemanfaatan langsung.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan
dan pengawasan penyelenggaraan Panas
Bumi untuk Pemanfaatan Langsung diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
w. Pasal 60 dan Pasal 66 dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.
x. Pasal 67 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
“Setiap Orang yang dengan sengaja melakukan
pengusahaan Panas Bumi untuk Pemanfaatan
Langsung tanpa Perizinan Berusaha sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 11 dipidana dengan pidana
penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana
denda paling banyak Rp6.000.000.000,00 (enam
miliar rupiah).”
y. Pasal 68 dan Pasal 69 dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.
z. Pasal 70 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
“Badan Usaha pemilik Perizinan Berusaha terkait
Panas Bumi yang dengan sengaja melakukan
Eksplorasi, Eksploitasi, dan/atau pemanfaatan
bukan pada Wilayah Kerja sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 20 ayat (2) dikenai sanksi
administratif.”
aa. Pasal 72 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
“Badan Usaha pemilik Perizinan Berusaha terkait
Panas Bumi yang dengan sengaja menggunakan
Perizinan Berusaha terkait Panas Bumi tidak sesuai
dengan peruntukannya sebagaimana dimaksud

2064
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

dalam Pasal 26 ayat (1) dikenai sanksi


administratif.”
4) Undang-Undang 30 Tahun 2009 tentang
Ketenagalistrikan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5052) yaitu:
a. Pasal 1 Angka 10 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
“Perizinan Berusaha terkait ketenagalistrikan
adalah perizinan untuk melakukan kegiatan usaha
penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum,
usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan
sendiri, dan/atau usaha jasa penunjang tenaga
listrik.”
b. Angka 11 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
c. Angka 12 diubah, sehingga berbunyi sebagai
berikut:
“Wilayah usaha adalah wilayah yang ditetapkan
Pemerintah sebagai tempat badan usaha
melakukan usaha distribusi dan/atau penjualan
tenaga listrik.”
d. Pasal 3 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
(1) Penyediaan tenaga listrik dikuasai oleh negara
yang penyelenggaraannya dilakukan oleh
Pemerintah.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai
penyelenggaraan penyediaan tenaga listrik
diatur dengan Peraturan Pemerintah
e. Pasal 4 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
(1) Pelaksanaan usaha penyediaan tenaga listrik
oleh Pemerintah Pusat dilakukan oleh badan
usaha milik negara.

2065
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

(2) Badan usaha milik daerah, Badan usaha


swasta, koperasi, dan swadaya masyarakat
dapat berpartisipasi dalam usaha penyediaan
tenaga listrik.
(3) Untuk penyediaan tenaga listrik sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1), Pemerintah
Pusat dan pemerintah daerah menyediakan
dana untuk:
a. kelompok masyarakat tidak mampu;
b. pembangunan sarana penyediaan tenaga
listrik di daerah yang belum berkembang;
c. pembangunan tenaga listrik di daerah
terpencil dan perbatasan; dan
d. pembangunan listrik perdesaan
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyediaan
dana sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
f. Pasal 5 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
“Kewenangan Pemerintah Pusat di bidang
ketenagalistrikan meliputi:
a. penetapan kebijakan ketenagalistrikan
nasional;
b. penetapan peraturan perundang-undangan di
bidang ketenagalistrikan;
c. penetapan standar, pedoman, dan kriteria di
bidang ketenagalistrikan;
d. penetapan pedoman penetapan tarif tenaga
listrik untuk konsumen;
e. penetapan rencana umum ketenagalistrikan
nasional;
f. pengesahan rencana usaha penyediaan tenaga
listrik;

2066
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

g. penetapan wilayah usaha;


h. Perizinan Berusaha penyediaan tenaga listrik;
i. penetapan tarif tenaga listrik untuk
konsumen dari pemegang Perizinan Berusaha
untuk penyediaan tenaga listrik untuk
kepentingan umum;
j. penetapan persetujuan harga jual tenaga
listrik dan sewa jaringan tenaga listrik dari
pemegang Perizinan Berusaha untuk
penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan
umum;
k. penetapan persetujuan penjualan kelebihan
tenaga listrik dari pemegang Perizinan
Berusaha untuk penyediaan tenaga listrik
untuk kepentingan sendiri;
l. penetapan Perizinan Berusaha untuk kegiatan
jasa penunjang tenaga listrik;
m. pembinaan dan pengawasan kepada badan
usaha di bidang ketenagalistrikan;
n. pengangkatan inspektur ketenagalistrikan;
o. pembinaan jabatan fungsional inspektur
ketenagalistrikan untuk seluruh tingkat
pemerintahan; dan
p. penetapan sanksi administratif.”
g. Pasal 7 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
(1) Rencana umum ketenagalistrikan nasional
disusun berdasarkan kebijakan energi
nasional dan ditetapkan oleh Pemerintah
Pusat.
(2) Rencana umum ketenagalistrikan nasional
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun
dengan mengikutsertakan pemerintah daerah.

2067
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

(3) Ketentuan mengenai pedoman penyusunan


rencana umum ketenagalistrikan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
h. Pasal 10 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
(7) Usaha penyediaan tenaga listrik untuk
kepentingan umum sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 huruf a meliputi jenis usaha:
a. pembangkitan tenaga listrik;
b. transmisi tenaga listrik;
c. distribusi tenaga listrik; dan/atau
d. penjualan tenaga listrik.
(8) Usaha penyediaan tenaga listrik untuk
kepentingan umum sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dapat dilakukan secara
terintegrasi.
(9) Usaha penyediaan tenaga listrik untuk
kepentingan umum secara terintegrasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilakukan oleh 1 (satu) badan usaha dalam 1
(satu) wilayah usaha.
(10) Dalam hal usaha pembangkitan, transmisi,
distribusi, dan penjualan dilakukan secara
terintegrasi, usaha pembangkitan dan/atau
transmisi dapat dilakukan di luar wilayah
usahanya.
(11) Usaha penyediaan tenaga listrik untuk
kepentingan umum dengan jenis usaha
distribusi tenaga listrik dan/atau penjualan
tenaga listrik dilakukan oleh 1 (satu) badan
usaha dalam 1 (satu) Wilayah Usaha.

2068
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

(12) Ketentuan lebih lanjut mengenai Wilayah


Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
ayat (4), dan ayat (5) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
i. Pasal 11 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
(1) Usaha penyediaan tenaga listrik untuk
kepentingan umum sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 10 ayat (1) dilaksanakan oleh
badan usaha milik negara, badan usaha milik
daerah, badan usaha swasta, koperasi, dan
swadaya masyarakat yang berusaha di bidang
penyediaan tenaga listrik.
(2) Badan usaha milik negara sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diberi prioritas
pertama melakukan usaha penyediaan tenaga
listrik untuk kepentingan umum.
(3) Badan usaha milik negara, badan usaha milik
daerah, badan usaha swasta, koperasi, dan
swadaya masyarakat dalam melakukan usaha
penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan
umum wajib mengutamakan produk dan
potensi dalam negeri.
(4) Untuk wilayah yang belum mendapatkan
pelayanan tenaga listrik, Pemerintah Pusat
memberi kesempatan kepada badan usaha
milik daerah, badan usaha milik swasta, atau
koperasi sebagai penyelenggara usaha
penyediaan tenaga listrik terintegrasi.
(5) Dalam hal tidak ada badan usaha milik
daerah, badan usaha swasta, atau koperasi
yang dapat menyediakan tenaga listrik di

2069
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

wilayah tersebut, Pemerintah Pusat wajib


menugasi badan usaha milik negara untuk
menyediakan tenaga listrik.

j. Pasal 13B diubah sehingga berbunyi sebagai


berikut:
(1) Usaha penyediaan tenaga listrik untuk
kepentingan sendiri sebagaimana dimaksud
dalam pasal 12 dilaksanakan hanya untuk
pemakaian sendiri beserta afiliasinya.
(2) Usaha penyediaan tenaga listrik untuk
kepentingan sendiri dapat dilaksanakan oleh
instansi pemerintah pusat, pemerintah
daerah, badan usaha milik negara, badan
usaha milik daerah, badan usaha swasta,
koperasi, perseorangan, dan lembaga/badan
usaha lainnya.
(3) Instansi pemerintah pusat, pemerintah
daerah, badan usaha milik negara, badan
usaha milik daerah, badan usaha swasta,
koperasi, perseorangan, dan lembaga/badan
usaha lainnya dalam melaksanakan usaha
penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan
sendiri wajib mengutamakan produk dan
potensi dalam negeri
k. Pasal 16 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
(1) Usaha jasa penunjang tenaga listrik
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf
a meliputi:
a. konsultasi dalam bidang instalasi tenaga
listrik;

2070
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

b. pembangunan dan pemasangan instalasi


tenaga listrik;
c. pemeriksaan dan pengujian instalasi
tenaga listrik;
d. pengoperasian instalasi tenaga listrik;
e. pemeliharaan instalasi tenaga listrik;
f. penelitian dan pengembangan;
g. pendidikan dan pelatihan;
h. laboratorium pengujian peralatan dan
pemanfaat tenaga listrik;
i. sertifikasi peralatan dan pemanfaat
tenaga listrik;
j. sertifikasi kompetensi tenaga teknik
ketenagalistrikan; atau
k. sertifikasi badan usaha jasa penunjang
tenaga listrik; dan
l. usaha jasa lain yang secara langsung
berkaitan dengan penyediaan tenaga
listrik.
(2) Usaha jasa penunjang tenaga listrik
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan oleh badan usaha milik negara,
badan usaha milik daerah, badan usaha
swasta, badan layanan umum, dan koperasi
yang memiliki sertifikasi, klasifikasi, dan
kualifikasi.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai sertifikasi,
klasifikasi, dan kualifikasi usaha jasa
penunjang tenaga listrik diatur dengan
Peraturan Pemerintah
l. Pasal 19 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:

2071
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

(1) Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 18, diberikan kepada badan
usaha untuk kegiatan:
a. usaha penyediaan tenaga listrik untuk
kepentingan umum;
b. usaha penyediaan tenaga listrik untuk
kepentingan sendiri; dan
c. usaha jasa penunjang tenaga listrik.
(2) Perizinan Berusaha untuk kegiatan
penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan
umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a termasuk untuk kegiatan jual beli
lintas negara.
(3) Setiap orang yang menyelenggarakan kegiatan
usaha penyediaan tenaga listrik untuk
kepentingan umum, usaha penyediaan tenaga
listrik untuk kepentingan sendiri, dan usaha
jasa penunjang tenaga listrik wajib memenuhi
Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud
pada ayat (1).
m. Pasal 20 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
“Perizinan Berusaha untuk kegiatan penyediaan
tenaga listrik untuk kepentingan umum
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1)
huruf a ditetapkan sesuai dengan jenis usahanya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1).”
n. Pasal 21 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
(1) Pemerintah Pusat menetapkan Perizinan
Berusaha untuk kegiatan penyediaan tenaga
listrik

2072
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

(2) Pemerintah Pusat menetapkan norma,


standar, prosedur, dan kriteria berkaitan
dengan Perizinan Berusaha.
o. Pasal 22 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
“Perizinan Berusaha penyediaan tenaga listrik
untuk kepentingan sendiri sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 19 ayat (1) huruf b diwajibkan untuk
pembangkit tenaga listrik dengan kapasitas
tertentu yang diatur dengan Peraturan
Pemerintah.”
p. Pasal 23 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
(1) Pelaku usaha untuk kegiatan penyediaan
tenaga listrik untuk kepentingan sendiri dapat
menjual kelebihan tenaga listrik untuk
dimanfaatkan bagi kepentingan umum setelah
mendapat persetujuan dari Pemerintah Pusat.
(2) Penjualan kelebihan tenaga listrik untuk
kepentingan umum sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dapat dilakukan dalam hal
wilayah tersebut belum terjangkau oleh
pemegang Perizinan Berusaha untuk kegiatan
penyediaan tenaga listrik.
q. Pasal 24 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
“Ketentuan lebih lanjut mengenai Perizinan
Berusaha untuk kegiatan usaha penyediaan
tenaga listrik untuk kepentingan umum dan usaha
penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan
sendiri diatur dengan Peraturan Pemerintah.”

2073
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

r. Pasal 25 diubah sehingga berbunyi sebagai


berikut:
“Penetapan Perizinan Berusaha penunjang tenaga
listrik untuk industri dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan di
bidang perindustrian.”
s. Pasal 27 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
(1) Pelaku usaha untuk kegiatan penyediaan
tenaga listrik untuk kepentingan umum
dalam melaksanakan usaha penyediaan
tenaga listrik sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 10 ayat (1) berhak untuk:
a. melintasi sungai atau danau, baik di atas
maupun di bawah permukaan;
b. melintasi laut, baik di atas maupun di
bawah permukaan;
c. melintasi jalan umum dan jalan kereta
api;
d. masuk ke tempat umum atau perorangan
dan menggunakannya untuk sementara
waktu;
e. menggunakan tanah dan melintas di atas
atau di bawah tanah;
f. melintas di atas atau di bawah bangunan
yang dibangun di atas atau di bawah
tanah; dan
g. memotong dan/atau menebang tanaman
yang
menghalanginya.
(2) Dalam pelaksanaan kegiatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), pelaku usaha untuk

2074
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

kegiatan penyediaan tenaga listrik harus


melaksanakannya berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

t. Pasal 28 diubah sehingga berbunyi sebagai


berikut:
“Pelaku usaha untuk kegiatan penyediaan tenaga
listrik untuk kepentingan umum wajib:
a. menyediakan tenaga listrik yang memenuhi
standar
mutu dan keandalan yang berlaku;
b. memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya
kepada
konsumen dan masyarakat;
c. memenuhi ketentuan keselamatan
ketenagalistrikan; dan
d. mengutamakan produk dan potensi dalam
negeri.

u. Pasal 29 diubah sehingga berbunyi sebagai


berikut:
(1) Konsumen berhak untuk:
f. mendapat pelayanan yang baik;
g. mendapat tenaga listrik secara terus-
menerus dengan mutu dan keandalan
yang baik;
h. memperoleh tenaga listrik yang menjadi
haknya dengan harga yang wajar;
i. mendapat pelayanan untuk perbaikan
apabila ada gangguan tenaga listrik; dan
j. mendapat ganti rugi apabila terjadi
pemadaman yang diakibatkan kesalahan

2075
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

dan/atau kelalaian pengoperasian oleh


pelaku usaha untuk penyediaan tenaga
listrik untuk kepentingan umum sesuai
syarat yang diatur dengan perjanjian jual
beli tenaga listrik.
(2) Konsumen wajib:
a. melaksanakan pengamanan terhadap
bahaya yang mungkin timbul akibat
pemanfaatan tenaga listrik;
b. menjaga keamanan instalasi tenaga
listrik milik konsumen;
c. memanfaatkan tenaga listrik sesuai
dengan peruntukannya;
d. membayar tagihan pemakaian tenaga
listrik; dan
e. menaati persyaratan teknis di bidang
ketenagalistrikan.
(3) Konsumen bertanggung jawab apabila karena
kelalaiannya mengakibatkan kerugian pelaku
usaha untuk kegiatan penyediaan tenaga
listrik.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tanggung
jawab konsumen sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
v. Pasal 30 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
(1) Penggunaan tanah oleh pelaku usaha untuk
kegiatan penyediaan tenaga listrik untuk
melaksanakan haknya sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 27 dilakukan dengan
memberikan ganti rugi hak atas tanah atau
kompensasi kepada pemegang hak atas tanah,

2076
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

bangunan, dan tanaman sesuai dengan


ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Ganti rugi hak atas tanah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diberikan untuk
tanah yang dipergunakan secara langsung
oleh pemegang Perizinan Berusaha untuk
kegiatan penyediaan tenaga listrik dan
bangunan serta tanaman di atas tanah.
(3) Kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diberikan untuk penggunaan tanah secara
tidak langsung oleh pelaku usaha untuk
kegiatan penyediaan tenaga listrik yang
mengakibatkan berkurangnya nilai ekonomis
atas tanah, bangunan, dan tanaman yang
dilintasi transmisi tenaga listrik.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai perhitungan
kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(5) Dalam hal tanah yang digunakan pelaku
usaha untuk kegiatan penyediaan tenaga
listrik terdapat bagian tanah yang dikuasai
oleh pemegang hak atas tanah atau pemakai
tanah negara, sebelum memulai kegiatan,
pelaku usaha untuk kegiatan penyediaan
tenaga listrik wajib menyelesaikan masalah
tanah tersebut sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang
pertanahan.
(6) Dalam hal tanah yang digunakan pelaku
usaha untuk kegiatan penyediaan tenaga
listrik terdapat tanah ulayat, penyelesaiannya
dilakukan berdasarkan ketentuan peraturan

2077
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

perundang-undangan di bidang pertanahan


dengan memperhatikan ketentuan hukum
adat setempat.

w. Pasal 32 diubah sehingga berbunyi sebagai


berikut:
(1) Penetapan dan tata cara pembayaran ganti
rugi hak atas tanah atau kompensasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30
dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(2) Ganti rugi hak atas tanah atau kompensasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30
dibebankan kepada pelaku usaha untuk
kegiatan penyediaan tenaga listrik.
x. Pasal 33 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
(1) Harga jual tenaga listrik dan sewa jaringan
tenaga listrik ditetapkan berdasarkan prinsip
usaha yang sehat.
(2) Pemerintah Pusat memberikan persetujuan
atas harga jual tenaga listrik dan sewa
jaringan tenaga listrik.
y. Pasal 34 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
(1) Pemerintah Pusat menetapkan tarif tenaga
listrik untuk konsumen.
(2) Tarif tenaga listrik untuk konsumen
sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
ditetapkan dengan memperhatikan
keseimbangan kepentingan nasional, daerah,

2078
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

konsumen, dan pelaku usaha penyediaan


tenaga listrik.
(3) Tarif tenaga listrik untuk konsumen
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
ditetapkan secara berbeda di setiap daerah
dalam suatu wilayah usaha.
z. Pasal 35 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
“Pelaku usaha untuk kegiatan penyediaan tenaga
listrik dilarang menerapkan tarif tenaga listrik
untuk konsumen yang tidak sesuai dengan
penetapan Pemerintah Pusat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 34.”
aa. Pasal 37 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
“Jual beli tenaga listrik lintas negara dilakukan oleh
pelaku usaha untuk kegiatan penyediaan tenaga
listrik berdasarkan Perizinan Berusaha.”
bb. Pasal 44 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
(1) Setiap kegiatan usaha ketenagalistrikan wajib
memenuhi ketentuan keselamatan
ketenagalistrikan.
(2) Ketentuan keselamatan ketenagalistrikan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
bertujuan untuk mewujudkan kondisi:
a. andal dan aman bagi instalasi;
b. aman dari bahaya bagi manusia dan
makhluk hidup lainnya; dan
c. ramah lingkungan.
(3) Ketentuan keselamatan ketenagalistrikan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

2079
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

a. pemenuhan standardisasi peralatan dan


pemanfaat tenaga listrik;
b. pengamanan instalasi tenaga listrik; dan
c. pengamanan pemanfaat tenaga listrik.
(4) Setiap instalasi tenaga listrik yang beroperasi
wajib memiliki sertifikat laik operasi.
(5) Setiap peralatan dan pemanfaat tenaga listrik
wajib memenuhi ketentuan standar nasional
Indonesia.
(6) Setiap tenaga teknik dalam usaha
ketenagalistrikan wajib memiliki sertifikat
kompetensi.
(7) Ketentuan mengenai keselamatan
ketenagalistrikan, sertifikat laik operasi,
standar nasional Indonesia, dan sertifikat
kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) sampai dengan ayat (7) diatur dengan
Peraturan Pemerintah

cc. Pasal 45 diubah sehingga berbunyi sebagai


berikut:
(1) Pemanfaatan jaringan tenaga listrik untuk
kepentingan telekomunikasi, multimedia, dan
informatika hanya dapat dilakukan sepanjang
tidak mengganggu kelangsungan penyediaan
tenaga listrik.
(2) Pemanfaatan jaringan tenaga listrik
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya
dapat dilakukan dengan persetujuan pemilik
jaringan.

2080
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

(3) Pemilik jaringan sebagaimana dimaksud pada


ayat (2) menyampaikan laporan kepada
Pemerintah Pusat.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemanfaatan
jaringan tenaga listrik sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
dd. Pasal 46 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
(1) Pemerintah melakukan pembinaan dan
pengawasan terhadap usaha penyediaan
tenaga listrik dalam hal:
a. penyediaan dan pemanfaatan sumber
energi untuk pembangkit tenaga listrik;
b. pemanfaatan jaringan tenaga listrik
untuk kepentingan telekomunikasi,
multimedia, dan informatika;
c. pemenuhan kecukupan pasokan tenaga
listrik;
d. pemenuhan persyaratan keteknikan;
e. pemenuhan aspek perlindungan
lingkungan hidup;
f. pengutamaan pemanfaatan barang dan
jasa dalam negeri;
g. penggunaan tenaga kerja asing;
h. pemenuhan tingkat mutu dan keandalan
penyediaan tenaga listrik;
i. pemenuhan persyaratan perizinan;
j. penerapan tarif tenaga listrik; dan
k. pemenuhan mutu jasa yang diberikan
oleh usaha penunjang tenaga listrik.

2081
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

(2) Dalam melakukan pengawasan sebagaimana


dimaksud pada ayat (1), Pemerintah Pusat
dapat:
a. melakukan inspeksi pengawasan di
lapangan;
b. meminta laporan pelaksanaan usaha di
bidang ketenagalistrikan;
c. melakukan penelitian dan evaluasi atas
laporan pelaksanaan usaha di bidang
ketenagalistrikan; dan
d. memberikan sanksi administratif
terhadap pelanggaran ketentuan
Perizinan Berusaha.
(3) Dalam melaksanakan pengawasan keteknikan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Pemerintah Pusat dibantu oleh inspektur
ketenagalistrikan dan/atau Penyidik Pegawai
Negeri Sipil.
(4) Pemerintah Pusat dapat mendelegasikan
kewenangan pembinaan dan pengawasan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada
pemerintah daerah.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan
dan pengawasan diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
ee. Ketentuan Pasal 47 dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.
ff. Ketentuan Pasal 48 diubah, sehingga berbunyi
sebagai berikut:
(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat
(3), Pasal 17 ayat (3), Pasal 27 ayat (2), Pasal

2082
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

28, Pasal 30 ayat (1), Pasal 33 ayat (3), Pasal


35, Pasal 37, Pasal 42, atau Pasal 45 ayat (3)
dikenai sanksi administratif berupa:
a. teguran tertulis;
a. pembekuan kegiatan sementara;
dan/atau
b. pencabutan izin usaha.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
pengenaan sanksi administratif sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
gg. Pasal 49 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
(1) Setiap orang yang melakukan usaha
penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan
umum tanpa Perizinan Berusaha
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat
(2) dipidana dengan pidana penjara paling
lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak
Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
(2) Setiap orang yang melakukan usaha
penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan
sendiri yang terhubung dengan jaringan
tenaga listrik (on grid) tanpa Perizinan
Berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal
22 dipidana dengan pidana denda paling
banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar
rupiah).
(3) Setiap orang yang menjual kelebihan tenaga
listrik untuk dimanfaatkan bagi kepentingan
umum tanpa persetujuan dari Pemerintah
Pusat atau pemerintah daerah sebagaimana

2083
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

dimaksud dalam Pasal 23 ayat (3) dipidana


dengan pidana denda paling banyak
Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).

hh. Pasal 50 diubah sehingga berbunyi sebagai


berikut:
(1) Setiap orang yang tidak memenuhi
keselamatan ketenagalistrikan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1) yang
mengakibatkan matinya seseorang karena
tenaga listrik dipidana dengan pidana penjara
paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda
paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus
juta rupiah).
(2) Apabila perbuatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan oleh pemilik Perizinan
Berusaha terkait ketenagalistrikan, dikenakan
pidana denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan
pemberian ganti rugi kepada pihak korban.
(3) Penetapan dan tata cara pembayaran ganti
rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
ii. Pasal 52 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
jj. Pasal 54 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
(1) Setiap orang yang mengoperasikan instalasi
tenaga listrik tanpa sertifikat laik operasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat
(4) dikenai pidana denda paling banyak Rp
500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

2084
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

(2) Ketentuan sanksi pidana sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk
instalasi listrik rumah tangga masyarakat.
(3) Setiap orang yang mengedarkan atau
memperjualbelikan peralatan dan pemanfaat
tenaga listrik yang tidak sesuai dengan
standar nasional Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 44 ayat (5) dikenakan
sanksi administratif.
e. Sektor Ketenaganukliran
1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang
Ketenaganukliran (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1997 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3676) yaitu:
a) Diantara Pasal 2 dan Pasal 3 disisipkan 1 (satu)
pasal, yakni pasal 2A yang berbunyi sebagai
berikut:
“Pemerintah Pusat berwenang memberikan
Perizinan Berusaha terkait ketenaganukliran.”
b) Pasal 4 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
(1) Pemerintah Pusat membentuk Badan
Pengawas yang berada di bawah dan
bertanggung jawab langsung kepada Presiden,
yang bertugas melaksanakan pengawasan
terhadap segala kegiatan pemanfaatan tenaga
nuklir.
(2) Untuk melaksanakan tugas sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Badan Pengawas
menyelenggarakan peraturan dan
kewenangan lain yang ditugaskan oleh
Presiden
c) Pasal 9 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

2085
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

(1) Bahan Galian Nuklir dikuasai oleh negara.


(2) Pemerintah Pusat menetapkan wilayah usaha
pertambangan Bahan Galian Nuklir sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang
undangan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai bahan galian
nuklir diatur dengan Peraturan Pemerintah
d) Diantara Pasal 9 dan 10 disisipkan 1 (satu) pasal
baru, yakni Pasal 9A yang berbunyi sebagai berikut:
(1) Pemerintah Pusat dapat menetapkan badan
usaha yang melakukan kegiatan
pertambangan Bahan Galian Nuklir
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9.
(2) Badan usaha sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) wajib memenuhi Perizinan Berusaha
dari Pemerintah Pusat.
(3) Pertambangan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) termasuk pertambangan yang
menghasilkan mineral ikutan radioaktif.
(4) Badan usaha pemegang Perizinan Berusaha
terkait pertambangan mineral dan batubara
yang menghasilkan Mineral Ikutan Radioaktif
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
mengolah dan/atau menyimpan sementara
Mineral Ikutan Radioaktif sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai Perizinan
Berusaha diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
e) Pasal 10 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
f) Pasal 14 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

2086
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

(1) Pengawasan terhadap pemanfaatan tenaga


nuklir dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat.
(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilaksanakan melalui peraturan,
perizinan, dan inspeksi.
g) Pasal 17 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
(1) Setiap kegiatan pemanfaatan tenaga nuklir
wajib memenuhi Perizinan Berusaha dari
Pemerintah Pusat, kecuali dalam hal tertentu
yang diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(2) Pembangunan dan pengoperasian reaktor
nuklir dan instalasi nuklir lainnya serta
dekomisioning reaktor nuklir wajib memenuhi
Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat.
(3) Dalam hal kegiatan pemanfaatan tenaga
nuklir sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
pembangunan, pengoperasian reaktor nuklir,
dan instalasi nuklir lainnya serta
dekomisioning reaktor nuklir sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh
instansi pemerintah pusat harus memperoleh
persetujuan dari Pemerintah Pusat.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Perizinan
Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan ayat (2) dan Persetujuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
h) Pasal 18 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
(1) Setiap Perizinan Berusaha sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 17 dikenakan biaya.
(2) Perizinan Berusaha yang diajukan oleh Usaha
Mikro dan Kecil dapat diberikan insentif

2087
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

berupa tidak dikenakan biaya atau


keringanan biaya
(3) Besar biaya sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) ditetapkan sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan dibidang Penerimaan
Negara Bukan Pajak
i) Pasal 20 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
(1) Inspeksi terhadap instalasi nuklir dan
instalasi yang memanfaatkan radiasi pengion
dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai inspeksi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.

j) Pasal 25 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:


(1) Pemerintah Pusat menyediakan tempat
penyimpanan lestari limbah radioaktif tingkat
tinggi.
(2) Penentuan tempat penyimpanan lestari
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.
k) Pasal 41 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
(1) Barang siapa membangun, mengoperasikan,
memanfaatkan dan/atau melakukan
dekomisioning reaktor nuklir tanpa Perizinan
Berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal
17 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda
paling banyak Rp.1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah)
(2) Barang siapa melakukan perbuatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat

2088
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

(2) yang menimbulkan kerugian nuklir


dipidana dengan pidana penjara seumur
hidup atau pidana penjara paling lama 20
(dua puluh) tahun atau denda paling banyak
Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
(3) Dalam hal tidak mampu membayar denda
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2), terpidana dipidana dengan kurungan
paling lama 1 (satu) tahun.

l) Ketentuan Pasal 42 diubah, sehingga berbunyi


sebagai berikut:
(1) Barangsiapa melakukan perbuatan yang
bertentangan dengan ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) dikenai
sanksi administratif.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
pengenaan sanksi, besarnya denda, dan
mekanisme pengenaan sanksi administratif
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.

f. Sektor Perindustrian
1) Undang-Undang 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014
Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5492) yaitu:
a) Pasal 50 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
(1) Pemerintah Pusat melakukan perencanaan,
pembinaan, pengembangan, dan pengawasan
Standardisasi Industri.

2089
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

(2) Standardisasi Industri diselenggarakan dalam


wujud SNI, spesifikasi teknis, dan/atau
pedoman tata cara.
(3) SNI, spesifikasi teknis, dan/atau pedoman
tata cara berlaku di seluruh wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
b) Pasal 53 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
(1) Setiap Orang dilarang:
a. membubuhkan tanda SNI atau tanda
kesesuaian pada barang dan/atau Jasa
Industri yang tidak memenuhi ketentuan
SNI, spesifikasi teknis, dan/atau pedoman
tata cara; atau
b. memproduksi, mengimpor, dan/atau
mengedarkan barang dan/atau Jasa
Industri yang tidak memenuhi SNI,
spesifikasi teknis, dan/atau pedoman tata
cara yang diberlakukan secara wajib.
(2) Pemerintah Pusat dapat menetapkan
pengecualian atas SNI, spesifikasi teknis,
dan/atau pedoman tata cara yang
diberlakukan secara wajib sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b untuk impor
barang tertentu.
c) Pasal 57 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
(1) Penerapan SNI secara sukarela sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 51 dan pemberlakuan
SNI, spesifikasi teknis, dan/atau pedoman
tata cara secara wajib sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 52 dilakukan melalui penilaian
kesesuaian.

2090
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

(2) Penilaian kesesuaian SNI yang diterapkan


secara sukarela sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan oleh lembaga penilaian
kesesuaian yang telah terakreditasi.
(3) Penilaian kesesuaian SNI, spesifikasi teknis,
dan/atau pedoman tata cara yang
diberlakukan secara wajib sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh
lembaga penilaian kesesuaian yang telah
terakreditasi dan ditunjuk oleh Pemerintah
Pusat.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan
dan pengawasan terhadap lembaga penilaian
kesesuaian diatur dengan Peraturan
Pemerintah.

d) Pasal 59 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:


(1) Pemerintah Pusat mengawasi pelaksanaan
seluruh rangkaian penerapan SNI
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat
(2) dan ayat (3) dan pemberlakuan SNI,
spesifikasi teknis, dan/atau pedoman tata
cara secara wajib sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 52.
(2) Dalam melaksanakan kewenangan
pengawasan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), Pemerintah Pusat dapat bekerjasama
dengan lembaga terakreditasi.
e) Pasal 84 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
(10) Industri Strategis dikuasai oleh negara.
(11) Industri Strategis sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) terdiri atas Industri yang:

2091
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

d. memenuhi kebutuhan yang penting bagi


kesejahteraan rakyat atau menguasai
hajat hidup orang banyak;
e. meningkatkan atau menghasilkan nilai
tambah sumber daya alam strategis;
dan/atau
f. mempunyai kaitan dengan kepentingan
pertahanan serta keamanan negara.
(12) Penguasaan Industri Strategis oleh negara
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan melalui:
a. pengaturan kepemilikan;
b. penetapan kebijakan;
c. pengaturan Perizinan Berusaha;
d. pengaturan produksi, distribusi, dan
harga; dan
e. pengawasan.
(13) Pengaturan kepemilikan Industri Strategis
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a
dilakukan melalui:
a. penyertaan modal seluruhnya oleh
Pemerintah Pusat;
b. pembentukan usaha patungan antara
Pemerintah Pusat dan swasta; atau
c. pembatasan kepemilikan oleh penanam
modal asing.
(14) Penetapan kebijakan Industri Strategis
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b
paling sedikit meliputi:
a. penetapan jenis Industri Strategis;
b. pemberian fasilitas; dan
c. pemberian kompensasi kerugian.

2092
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

(15) Perizinan Berusaha terkait Industri Strategis


sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c
diberikan oleh Pemerintah Pusat.
(16) Pengaturan produksi, distribusi, dan harga
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf d
dilakukan paling sedikit dengan menetapkan
jumlah produksi, distribusi, dan harga
produk.
(17) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) huruf e meliputi penetapan Industri
Strategis sebagai objek vital nasional dan
pengawasan distribusi.
(18) Ketentuan lebih lanjut mengenai Industri
Strategis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
f) Pasal 101 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
(1) Setiap kegiatan Industri wajib memenuhi
Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat.
(2) Kegiatan usaha Industri sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. Industri kecil;
b. Industri menengah; dan
c. Industri besar.
(3) Perusahaan Industri yang telah memperoleh
Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) wajib:
a. melaksanakan kegiatan usaha Industri
sesuai dengan Perizinan Berusaha yang
dimiliki; dan

2093
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

b. menjamin keamanan dan keselamatan


alat, proses, hasil produksi, penyimpanan,
serta pengangkutan.
g) Pasal 104 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
“Setiap Perusahaan Industri yang memenuhi
Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 101 ayat (3) dapat melakukan perluasan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.”

h) Pasal 105 diubah sehingga berbunyi sebagai


berikut:
(1) Setiap kegiatan usaha Kawasan Industri wajib
memenuhi Perizinan Berusaha dari
Pemerintah Pusat.
(2) Perusahaan Kawasan Industri wajib
memenuhi standar Kawasan Industri yang
ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.
(3) Perusahaan Kawasan Industri dapat
melakukan perluasan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
i) Pasal 106 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
(6) Perusahaan Industri yang akan menjalankan
Industri wajib berlokasi di Kawasan Industri.
(7) Kewajiban berlokasi di Kawasan Industri
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dikecualikan bagi Perusahaan Industri yang
akan menjalankan Industri dan berlokasi di
daerah kabupaten/kota yang:
c. belum memiliki Kawasan Industri;

2094
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

d. telah memiliki Kawasan Industri tetapi


seluruh kaveling Industri dalam Kawasan
Industrinya telah habis;
(8) Pengecualian terhadap kewajiban berlokasi di
Kawasan Industri sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) juga berlaku bagi:
c. Industri kecil dan Industri menengah yang
tidak berpotensi menimbulkan
pencemaran lingkungan hidup yang
berdampak luas; atau
d. Industri yang menggunakan Bahan Baku
khusus dan/atau proses produksinya
memerlukan lokasi khusus.
(9) Perusahaan Industri yang dikecualikan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan
Perusahaan Industri menengah sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) huruf a wajib
berlokasi di kawasan peruntukan Industri.
(10) Industri sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.
j) Pasal 108 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
”Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian
Perizinan Berusaha untuk Usaha Industri
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 101, Pasal 104,
Pasal 105 dan kewajiban berlokasi di Kawasan
Industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106
serta tata cara pengenaan sanksi administratif dan
besaran denda administratif sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 107 diatur dengan Peraturan
Pemerintah.”

2095
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

k) Pasal 115 diubah sehingga berbunyi sebagai


berikut:
(4) Masyarakat dapat berperan serta dalam
perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan
pembangunan Industri.
(5) Peran serta masyarakat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diwujudkan dalam
bentuk:
c. pemberian saran, pendapat, dan usul;
dan/atau
d. penyampaian informasi dan/atau laporan.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai peran serta
masyarakat dalam pembangunan Industri
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
l) Pasal 117 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
(1) Pemerintah Pusat melaksanakan pengawasan
dan pengendalian terhadap kegiatan usaha
Industri dan kegiatan usaha Kawasan
Industri.
(2) Pengawasan dan pengendalian sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk
mengetahui pemenuhan dan kepatuhan
terhadap peraturan di bidang Perindustrian
yang dilaksanakan oleh Perusahaan Industri
dan Perusahaan Kawasan Industri.
(3) Pemenuhan dan kepatuhan terhadap
peraturan di bidang Perindustrian yang
dilaksanakan oleh Perusahaan Industri dan
Perusahaan Kawasan Industri sebagaimana

2096
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

dimaksud pada ayat (2) paling sedikit


meliputi:
k. sumber daya manusia Industri;
l. pemanfaatan sumber daya alam;
m. manajemen energi;
n. manajemen air;
o. SNI, spesifikasi teknis, dan/atau pedoman
tata cara;
p. Data Industri dan Data Kawasan Industri;
q. standar Industri Hijau;
r. standar Kawasan Industri;
s. perizinan Industri dan perizinan Kawasan
Industri; dan
t. keamanan dan keselamatan alat, proses,
hasil produksi, penyimpanan, dan
pengangkutan.
(4) Dalam pelaksanaan pengawasan dan
pengendalian sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) Pemerintah Pusat dapat bekerja sama
dengan lembaga terakreditasi.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
pengawasan dan pengendalian usaha Industri
dan usaha Kawasan Industri diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
m) Pasal 119 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
n) Pasal 120 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
(1) Setiap orang yang dengan sengaja
memproduksi, mengimpor, dan/atau
mengedarkan barang dan/atau Jasa Industri
yang tidak memenuhi SNI, spesifikasi teknis,
dan/atau pedoman tata cara yang

2097
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

diberlakukan secara wajib di bidang Industri


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat
(1) huruf b, dikenakan sanksi administratif.
(2) Setiap Orang yang karena kelalaiannya
memproduksi, mengimpor, dan/atau
mengedarkan barang dan/atau Jasa Industri
yang tidak memenuhi SNI, spesifikasi teknis,
dan/atau pedoman tata cara yang
diberlakukan secara wajib di bidang Industri
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat
(1) huruf b, dikenai sanksi administratif.
g. Sektor Perdagangan
h. Sektor Kesehatan, Obat dan Makanan
i. Sektor Pariwisata
j. Sektor Pendidikan dan Kebudayaan
Beberapa ketentuan peraturan perundang-undangan yang
terkait dengan Pendidikan dan Kebudayaan antara lain:
1) Beberapa ketentuan Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301) diubah
antara lain :
a) Pasal 35 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut :
(1) Standar nasional pendidikan terdiri atas standar isi, proses,
kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan
prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian
pendidikan yang harus ditingkatkan secara berencana dan
berkala.
(2) Standar nasional pendidikan digunakan sebagai acuan
pengembangan kurikulum, tenaga kependidikan, sarana dan
prasarana, pengelolaan, dan pembiayaan.

2098
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

(3) Pengembangan standar nasional pendidikan serta


pemantauan dan pelaporan pencapaiannya secara nasional
dilaksanakan oleh suatu badan standardisasi, penjaminan,
dan pengendalian mutu pendidikan.
(4) Selain standar nasional pendidikan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), pendidikan tinggi juga harus memiliki standar
penelitian dan standar pengabdian kepada masyarakat.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai standar nasional
pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2),
ayat (3), dan ayat (4) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
b) Pasal 51 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
(1) Pengelolaan satuan pendidikan formal dilakukan oleh
Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan/atau
masyarakat.
(2) Pengelolaan satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan
dasar, dan pendidikan menengah dilaksanakan berdasarkan
standar pelayanan minimal dengan prinsip manajemen
berbasis sekolah/madrasah.
(3) Pengelolaan satuan pendidikan tinggi dilaksanakan
berdasarkan prinsip otonomi, akuntabilitas, jaminan mutu,
dan evaluasi yang transparan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan satuan
pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2),
dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
c) Pasal 53 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut :
(1) Penyelenggara satuan pendidikan formal dan nonformal yang
didirikan oleh masyarakat berbentuk badan hukum
pendidikan.
(2) Badan hukum pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) berfungsi memberikan pelayanan pendidikan kepada
peserta didik.

2099
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

(3) Badan hukum pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat


(1) dapat berprinsip nirlaba dan dapat mengelola dana secara
mandiri untuk memajukan satuan pendidikan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai badan hukum pendidikan
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
d) Pasal 62 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut :
(1) Penyelenggaraan satuan pendidikan formal dan nonformal
yang diselenggarakan oleh masyarakat wajib memenuhi
Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat
(2) Syarat untuk memperoleh Perizinan Berusaha meliputi isi
pendidikan, jumlah dan kualifikasi pendidik dan tenaga
kependidikan, sarana dan prasarana pendidikan, pembiayaan
pendidikan, sistem evaluasi dan sertifikasi, serta manajemen dan
proses pendidikan.
(3) Pemerintah Pusat menerbitkan atau mencabut Perizinan
Berusaha terkait pendirian satuan pendidikan yang
diselenggarakan oleh masyarakat sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Perizinan Berusaha terkait
satuan pendidikan formal dan non formal yang diselenggarakan
oleh masyarakat diatur dengan Peraturan Pemerintah.
e) Pasal 65 diubah sehingga berbunyi :
(1) Lembaga pendidikan asing dapat menyelenggarakan
pendidikan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Lembaga pendidikan asing pada tingkat pendidikan dasar
dan menengah wajib memberikan muatan pendidikan
agama, bahasa Indonesia, dan kewarganegaraan bagi peserta
didik Warga Negara Indonesia.
(3) Kegiatan pendidikan yang menggunakan sistem pendidikan
negara lain yang diselenggarakan di wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia dilakukan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan
pendidikan asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat
(2), dan ayat (4) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

2100
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

f) Pasal 67 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku


g) Pasal 68 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
h) Pasal 69 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku
i) Pasal 71 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
2) Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4301) yang diubah antara lain :
a) Pasal 1 angka 2 diubah Undang-Undang Pendidikan Tinggi,
sehingga berbunyi sebagai berikut:

“Pendidikan Tinggi adalah jenjang pendidikan setelah pendidikan


menengah yang mencakup program diploma, program sarjana,
program magister, program doktor, dan program profesi, serta
program spesialis, yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi.”
b) Pasal 7 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
(1) Pemerintah Pusat bertanggung jawab atas penyelenggaraan
Pendidikan Tinggi.
(2) Tanggung jawab Pemerintah Pusat atas penyelenggaraan
Pendidikan Tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mencakup pengaturan, perencanaan, pengawasan,
pemantauan, dan evaluasi serta pembinaan dan koordinasi.
(3) Tugas dan wewenang Pemerintah Pusat atas
penyelenggaraan Pendidikan Tinggi meliputi:
kebijakan umum dalam pengembangan dan koordinasi
Pendidikan Tinggi sebagai bagian dari sistem pendidikan
nasional untuk mewujudkan tujuan Pendidikan Tinggi;
penetapan kebijakan umum nasional dan penyusunan
rencana pengembangan jangka panjang, menengah, dan
tahunan Pendidikan Tinggi yang berkelanjutan;
peningkatan penjaminan mutu, relevansi,
keterjangkauan, pemerataan yang berkeadilan, dan
akses Pendidikan Tinggi secara berkelanjutan;

2101
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

pemantapan dan peningkatan kapasitas pengelolaan


akademik dan pengelolaan sumber daya Perguruan
Tinggi; pemberian dan pencabutan Perizinan Berusaha
yang berkaitan dengan penyelenggaraan Perguruan
Tinggi kebijakan umum dalam penghimpunan dan
pendayagunaan seluruh potensi masyarakat untuk
mengembangkan Pendidikan Tinggi; pembentukan
dewan, majelis, komisi, dan/atau konsorsium yang
melibatkan Masyarakat untuk merumuskan kebijakan
pengembangan Pendidikan Tinggi; dan pelaksanaan
tugas lain untuk menjamin pengembangan dan
pencapaian tujuan Pendidikan Tinggi.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tanggung jawab atas
penyelenggaraan Pendidikan Tinggi sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) serta tugas dan wewenang sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.

c) Ketentuan Pasal 33 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:


Program pendidikan dilaksanakan melalui Program Studi.
Program Studi memiliki kurikulum dan metode
pembelajaran sesuai dengan program Pendidikan. Program
studi diselenggarakan setelah memenuhi Perizinan Berusaha
dari Pemerintah Pusat. Pogram Studi dikelola oleh suatu
satuan unit pengelola yang ditetapkan oleh Perguruan
Tinggi. Ketentuan lebih lanjut mengenai program studi dan
Perizinan Berusaha diatur dengan Peraturan Pemerintah.
d) Pasal 35 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
(1) Kurikulum pendidikan tinggi merupakan seperangkat
rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan
ajar serta cara yang digunakan sebagai pedoman

2102
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai


tujuan Pendidikan Tinggi.
(2) Kurikulum Pendidikan Tinggi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dikembangkan oleh setiap Perguruan Tinggi dengan
mengacu pada Standar Nasional Pendidikan Tinggi untuk
setiap Program Studi yang mencakup pengembangan
kecerdasan intelektual, akhlak mulia, dan keterampilan.
(3) Warga negara Indonesia pada Pendidikan Tinggi Indonesia
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mengikuti
Kurikulum Pendidikan Tinggi yang memuat mata kuliah:
agama; Pancasila; kewarganegaraan; dan bahasa Indonesia.
(4) Kurikulum Pendidikan Tinggi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilaksanakan melalui kegiatan kurikuler,
kokurikuler, dan ekstrakurikuler.
(5) Mata kuliah sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dilaksanakan untuk program sarjana dan program diploma.
e) Pasal 54 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
f) Pasal 60 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
(1) PTN didirikan oleh Pemerintah Pusat.
(2) PTS yang didirikan oleh Masyarakat wajib memenuhi
Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat dan dapat
berprinsip nirlaba.
(3) Perguruan Tinggi wajib memiliki Statuta.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pendirian PTN dan PTS
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
g) Pasal 63 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
“Otonomi pengelolaan Perguruan Tinggi dilaksanakan
berdasarkan prinsip: kuntabilitas; transparansi; penjaminan
mutu; dan efektivitas dan efisiensi.”

h) Pasal 90 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:

2103
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

(1) Perguruan Tinggi lembaga negara lain dapat


menyelenggarakan Pendidikan Tinggi di wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
(2) Perguruan Tinggi Lembaga negara lain sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) wajib memenuhi Perizinan Berusaha
dari Pemerintah Pusat.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai Perguruan Tinggi lembaga
negara lain diatur dengan Peraturan Pemerintah.
i) Pasal 92 Undang-Undang Pendidikan Tinggi, diubah, sehingga
berbunyi sebagai berikut:
(1) Perguruan Tinggi yang melanggar ketentuan Pasal 8
ayat (3), Pasal 18 ayat (3), Pasal 19 ayat (3), Pasal 20
ayat (3), Pasal 21 ayat (4), Pasal 22 ayat (3), Pasal 23
ayat (3), Pasal 24 ayat (4), Pasal 25 ayat (4), Pasal 28
ayat (3), ayat (4), ayat (5), ayat (6), atau ayat (7), Pasal 37
ayat (1), Pasal 41 ayat (1), Pasal 46 ayat (2), Pasal 60 ayat (2)
dan ayat (3), Pasal 73 ayat (3) atau ayat (5), Pasal 74 ayat (1),
Pasal 76 ayat (1), Pasal 78 ayat (2), atau Pasal 90
ayat (2) dikenai sanksi administratif.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai sanksi administratif
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam
Peraturan Pemerintah.
j) Pasal 93 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku

3) Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun


2005 tentang Guru dan Dosen (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2005 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4586) diubah, antara lain :
a) Pasal 1 angka 1 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
“Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik,
mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan
mengevaluasi peserta didik.”
b) Pasal 2 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:

2104
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Guru mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional


pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan
pendidikan anak usia dini yang diangkat sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.Pengakuan
kedudukan guru sebagai tenaga profesional sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat dibuktikan dengan sertifikat
pendidik.

c) Pasal 3 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:


Dosen mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional pada
jenjang pendidikan tinggi yang diangkat sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.Pengakuan
kedudukan dosen sebagai tenaga profesional sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat dibuktikan dengan sertifikat
pendidik.

d) Pasal 8 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:


Guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat
pendidik, sehat jasmani dan rohani. Kewajiban memiliki
sertifikat pendidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tidak berlaku bagi Guru warga negara asing.

e) Pasal 9 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:


“Ketentuan lebih lanjut mengenai kualifikasi akademik,
kompetensi, dan sertifikat pendidik sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 8 diatur dengan Peraturan Pemerintah.”
f) Pasal 10 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
g) Pasal 11 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
h) Pasal 12 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
i) Pasal 35 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
Beban kerja guru mencakup kegiatan pokok yaitu merencanakan
pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil
pembelajaran, membimbing dan melatih peserta didik, serta
melaksanakan tugas tambahan. Ketentuan lebih lanjut

2105
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

mengenai beban kerja guru sebagaimana dimaksud pada


ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
j) Pasal 45 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
Dosen wajib memiliki kualifikasi akademik, kornpetensi,
sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, dan
memenuhi kualifikasi lain yang dipersyaratkan satuan
pendidikan tinggi tempat bertugas, serta memiliki
kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan
nasional. Kewajiban memiliki sertifikat pendidik
sebagaimana dimaksud tidak berlaku bagi Dosen warga
negara asing.

k) Pasal 46 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:


“Ketentuan lebih lanjut mengenai kualifikasi akademik,
kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, dan
kualifikasi lain diatur dengan Peraturan Pemerintah.”
Pasal 47 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

3) Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun


2013 tentang Sistem Pendidikan Kedokteran (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 132, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5434) diubah, antara lain :
Pasal 9 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku
Pasal 13 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pendidikan Profesi di rumah sakit dilaksanakan setelah rumah
sakit ditetapkan menjadi Rumah Sakit Pendidikan.
Penetapan rumah sakit menjadi Rumah Sakit Pendidikan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi
persyaratan dan standar.
Penetapan rumah sakit menjadi Rumah Sakit Pendidikan
dilakukan oleh Pemerintah Pusat.

2106
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Ketentuan lebih lanjut mengenai Persyaratan dan standar


penetapan rumah sakit pendidikan diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 49 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
Biaya investasi untuk Fakultas Kedokteran dan Fakultas
Kedokteran Gigi milik instansi pemerintah menjadi tanggung
jawab Pemerintah Pusat.
Biaya investasi untuk Rumah Sakit Pendidikan milik instansi
pemerintah menjadi tanggung jawab Pemerintah Pusat.
Biaya investasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2)
dapat dikerjasamakan dengan pihak lain.

4) Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2019


tentang Kebidanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2019 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 6325) diubah, antara lain:
Pasal 21 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
Setiap Bidan yang akan menjalankan Praktik Kebidanan wajib
memiliki STR.
STR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh Konsil
kepada Bidan yang memenuhi persyaratan.
Ketentuan lebih lanjut mengenai STR diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 22 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 23 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 24 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 25, sehingga berbunyi sebagai berikut:
Bidan yang akan menjalankan Praktik Kebidanan wajib memiliki
persetujuan praktik.
Ketentuan lebih lanjut mengenai persetujuan praktik pada ayat
(1) diatur dengan Peraturan Pemerintah

2107
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

5) Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun


2010 tentang Cagar Budaya (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2010 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5168) diubah, antara lain :
Pasal 26 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pemerintah Pusat berkewajiban melakukan pencarian benda,
bangunan, struktur, dan/atau lokasi yang diduga sebagai
Cagar Budaya.
Pencarian Cagar Budaya atau yang diduga Cagar Budaya dapat
dilakukan oleh setiap orang dengan penggalian, penyelaman,
dan/atau pengangkatan di darat dan/atau di air.
Pencarian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
hanya dapat dilakukan melalui penelitian dengan tetap
memperhatikan hak kepemilikan dan/atau penguasaan
lokasi.
Pemerintah Pusat memberikan Perizinan Berusaha terkait
pencarian Cagar Budaya atau yang diduga Cagar Budaya
dengan penggalian, penyelaman, dan/atau pengangkatan di
darat dan/atau di air.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian Perizinan Berusaha
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 68 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
Cagar Budaya, baik seluruh maupun bagiannya dapat dibawa ke
luar wilayah Kabupaten/Kota, Provinsi, dan/atau keluar
Negara Kesatuan Republik Indonesia setelah memenuhi
Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat.
Ketentuan lebih lanjut mengenai Perizinan Berusaha
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah
Pasal 69 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 70 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

2108
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Pasal 85 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:


Pemerintah Pusat memberikan persetujuan untuk memanfaatkan
Cagar Budaya
Pemanfaatan yang dapat menyebabkan terjadinya kerusakan
wajib didahului dengan kajian, penelitian, dan/atau analisis
mengenai dampak lingkungan.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pemanfaatan Cagar Budaya
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 86 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku

6) Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun


2009 tentang Perfilman (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 141, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5060) diubah antara lain :
Pasal 14 Undang-Undang Perfilman diubah, sehingga berbunyi
sebagai berikut:
Jenis usaha perfilman sebagaimana dimaksud dalam pasal 8
ayat (2) wajib memenuhi Perizinan Berusaha dari
Pemerintah Pusat.
Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
termasuk Perizinan Berusaha terkait pertunjukan film yang
dilakukan melalui penyiaran televisi atau jaringan teknologi
informatika
Ketentuan lebih lanjut mengenai Perizinan berusaha diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 17 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pembuatan film oleh pelaku usaha pembuat film sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 16 ayat (3) harus memenuhi
Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat.
Ketentuan lebih lanjut mengenai Perizinan Berusaha terkait
pembuatan film diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 22 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:

2109
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Pembuatan film oleh pihak asing yang menggunakan lokasi di


Indonesia wajib memenuhi Perizinan Berusaha dari
Pemerintah Pusat.
Pembuatan film yang menggunakan insan perfilman asing
dilakukan sesuai peraturan perundang-undangan.
Ketentuan lebih lanjut mengenai Pembuatan film oleh pihak
asing diatur dengan Peraturan Pemerintah.
7) Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun
2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 148,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6374)
diubah antara lain :
Pasal 93 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 96 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
Dalam hal tindak pidana sebagaimana drmaksud dalam Pasal 94
dan Pasal 95 dilakukan oleh Badan Usaha, tuntutan dan
penjatuhan pidana dilakukan terhadap Badan Usaha
dan/atau pengurusnya.
Pidana pokok yang dapat dijatuhkan terhadap Badan Usaha
hanya pidana denda, dengan ketentuan maksimum pidana
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 94 dan Pasal 95
masing-masing ditambah 1/3 (sepertiga).
Selain pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Badan
Usaha dapat dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan
Perizinan Berusaha
8) Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun
2009 tentang Kepariwisataan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4966) diubah antara lain :
Pasal 14 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
Usaha pariwisata meliputi, antara lain:
daya tarik wisata;

2110
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

kawasan pariwisata;
jasa transportasi wisata;
jasa perjalanan wisata;
jasa makanan dan minuman;
penyediaan akomodasi;
penyelenggaraan kegiatan hiburan dan rekreasi;
penyelenggaraan pertemuan, perjalanan insentif, konferensi,
dan pameran;
jasa informasi pariwisata;
jasa konsultan pariwisata;
wisata tirta; dan
spa.
Usaha pariwisata selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 15 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
Untuk dapat menyelenggarakan usaha pariwisata sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 14, pengusaha pariwisata wajib
memenuhi Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat.
Ketentuan lebih lanjut mengenai Perizinan Berusaha
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 16 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 26 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
Setiap pengusaha pariwisata berkewajiban:
menjaga dan menghormati norma agama, adat istiadat,
budaya, dan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat
setempat;
memberikan informasi yang akurat dan bertanggung jawab;
memberikan pelayanan yang tidak diskriminatif;
memberikan kenyamanan, keramahan, perlindungan
keamanan, dan keselamatan wisatawan;

2111
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

memberikan perlindungan asuransi pada usaha pariwisata


dengan kegiatan yang berisiko tinggi;
mengembangkan kemitraan dengan usaha mikro, kecil, dan
koperasi setempat yang saling memerlukan,
memperkuat, dan menguntungkan;
mengutamakan penggunaan produk masyarakat setempat,
produk dalam negeri, dan memberikan kesempatan
kepada tenaga kerja lokal;
meningkatkan kompetensi tenaga kerja melalui pelatihan
dan pendidikan;
berperan aktif dalam upaya pengembangan prasarana dan
program pemberdayaan masyarakat;
turut serta mencegah segala bentuk perbuatan yang
melanggar kesusilaan dan kegiatan yang melanggar
hukum di lingkungan tempat usahanya;
memelihara lingkungan yang sehat, bersih, dan asri;
memelihara kelestarian lingkungan alam dan budaya;
menjaga citra negara dan bangsa Indonesia melalui kegiatan
usaha kepariwisataan secara bertanggung jawab; dan
memenuhi Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat.
Ketentuan lebih lanjut mengenai Perizinan Berusaha
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf n diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Ketentuan Pasal 29 Undang-Undang Kepariwisataan dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku.
Ketentuan Pasal 30 Undang-Undang Kepariwisataan dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku.
Ketentuan Pasal 54 Undang-Undang Kepariwisataan diubah,
sehingga berbunyi sebagai berikut:
Produk, pelayanan, dan pengelolaan usaha pariwisata memiliki
standar usaha.

2112
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Standar usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan


dengan memenuhi ketentuan Perizinan Berusaha dari
Pemerintah Pusat.
Ketentuan lebih lanjut mengenai Perizinan Berusaha
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan Pasal 56 Undang-Undang Kepariwisataan dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku.
Ketentuan Pasal 64 Undang-Undang Kepariwisataan dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku.
9) Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun
2010 tentang Cagar Budaya (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2010 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5168) diubah antara lain:
Pasal 97 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah memfasilitasi
pengelolaan Kawasan Cagar Budaya.
Pengelolaan kawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan tidak bertentangan dengan kepentingan
masyarakat terhadap Cagar Budaya dan kehidupan sosial.
Pengelolaan Kawasan Cagar Budaya sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan oleh badan pengelola yang dibentuk
oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan/atau
masyarakat hukum adat.
Badan Pengelola sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat
terdiri atas unsur Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah
Daerah, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik
Daerah, dunia usaha, dan masyarakat.
Ketentuan lebih lanjut mengenai Pengelolaan Cagar Budaya
diatur dengan Peraturan Pemerintah.

2113
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

k. Sektor Keagamaan

1) Beberapa ketentuan yang terkait tentang keagamaan


terdapat dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang
Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah diubah, antara lain:
a) Pasal 19 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
PIHK yang tidak melaporkan keberangkatan warga negara
Indonesia yang mendapatkan undangan visa haji
mujamalah dari pemerintah Kerajaan Arab Saudi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3) dikenai
sanksi administratif.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan sanksi
administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 20 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
“Pemerintah melakukan pengawasan terhadap PIHK yang
memberangkatkan warga negara Indonesia yang
mendapatkan undangan visa haji mujamalah dari
pemerintah Kerajaan Arab Saudi.”
Pasal 59 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pelaksanaan Ibadah Haji khusus dilakukan oleh PIHK
setelah memenuhi Perizinan Berusaha dari Pemerintah
Pusat.
Perizinan berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berlaku selama PIHK menjalankan kegiatan usaha
Penyelenggaraan Ibadah Haji Khusus.
Ketentuan lebih lanjut mengenai Perizinan Berusaha
dalam rangka penyelenggaraan Ibadah Haji Khusus
diatur dengan Peraturan Pemerintah.

2114
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Pasal 61 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:


“Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan PIHK dan
pembukaan kantor cabang PIHK sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 58, Pasal 59, dan Pasal 60 diatur dengan
Peraturan Pemerintah.”
Pasal 63 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
PIHK wajib:
memfasilitasi pengurusan dokumen perjalanan Ibadah
Haji khusus;
memberikan bimbingan dan pembinaan Ibadah Haji
khusus;
memberikan pelayanan kesehatan, transportasi,
akomodasi, konsumsi, dan pelindungan;
memberangkatkan, melayani, dan memulangkan
Jemaah Haji Khusus sesuai dengan perjanjian;
memberangkatkan penanggung jawab PIHK, petugas
kesehatan, dan pembimbing Ibadah Haji khusus
sesuai dengan ketentuan pelayanan haji khusus;
memfasilitasi pemindahan calon Jemaah Haji Khusus
kepada PIHK lain atas permohonan jemaah; dan
melaporkan pelaksanaan Penyelenggaraan Ibadah Haji
Khusus kepada Menteri.
PIHK yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi administrative.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengenaan sanksi
administratif sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2)
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 83 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pemerintah Pusat melakukan pengawasan dan evaluasi
terhadap PIHK paling lama 60 (enam puluh) Hari
terhitung sejak selesainya Penyelenggaraan Ibadah Haji
Khusus.

2115
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Hasil pengawasan dan evaluasi sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) dilaporkan kepada DPR RI.

Ketentuan Pasal 84 diubah sehingga berbunyi sebagai


berikut:
“Ketentuan mengenai tata cara pengawasan dan evaluasi
oleh Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal
83 ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.”

Pasal 85 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:


Pemerintah Pusat melaksanakan akreditasi PIHK.
Akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
untuk menilai kinerja dan kualitas pelayanan PIHK.
Pemerintah Pusat menetapkan standar akreditasi PIHK.
Pemerintah Pusat memublikasikan hasil akreditasi PIHK
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada
masyarakat secara elektronik dan/atau nonelektronik.
Ketentuan lebih lanjut mengenai akreditasi PIHK diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 89 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
“Untuk mendapatkan Perizinan Berusaha menjadi PPIU,
biro perjalanan wisata harus memenuhi persyaratan yang
ditetapkan Pemerintah Pusat.”
Pasal 90 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pelaksanaan Ibadah Umrah dilakukan oleh PPIU setelah
memenuhi Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat.
Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berlaku selama PPIU menjalankan kegiatan usaha
penyelenggaraan Ibadah Umrah.
Pasal 91 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
PPIU dapat membuka kantor cabang PPIU di luar domisili
perusahaan.

2116
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Pembukaan kantor cabang PPIU sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) harus dilaporkan kepada Pemerintah
Pusat.
Pasal 92 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
“Ketentuan lebih lanjut mengenai Perizinan Berusaha dan
pembukaan kantor cabang PPIU sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 89, Pasal 90, dan Pasal 91 diatur dengan
Peraturan Pemerintah.”
Pasal 95 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
PPIU yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 94 dikenai sanksi administratif.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan
sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diatur dengan Peraturan Pemerintah
Ketentuan Pasal 99 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pemerintah Pusat mengawasi dan mengevaluasi
penyelenggaraan Ibadah Umrah.
Pengawasan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilaksanakan oleh aparatur tingkat pusat dan/atau
daerah terhadap pelaksanaan, pembinaan, pelayanan,
dan pelindungan yang dilakukan oleh PPIU kepada
Jemaah Umrah.
Dalam melaksanakan fungsi pengawasan dan evaluasi
pelaksanaan Ibadah Umrah, Pemerintah Pusat dapat
membentuk tim koordinasi pencegahan, pengawasan,
dan penindakan permasalahan penyelenggaraan Ibadah
Umrah.
Pasal 101 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Hasil pengawasan dan evaluasi pelaksanaan Ibadah Umrah
digunakan sebagai dasar akreditasi dan pengenaan
sanksi.

2117
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Ketentuan lebih lanjut mengenai pengawasan dan evaluasi


diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 103 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:


“Pemerintah menetapkan standar akreditasi PPIU”
Pasal 104 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pemerintah Pusat melakukan akreditasi PPIU.
Akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
untuk menilai kinerja dan kualitas pelayanan PPIU.
Pasal 106 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
“Ketentuan lebih lanjut mengenai akreditasi terhadap PPIU
diatur dengan Peraturan Pemerintah.”
Pasal 112 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 125 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
“PIHK yang dengan sengaja menyebabkan kegagalan
keberangkatan, penelantaran, atau kegagalan kepulangan
Jemaah Haji Khusus, sebagaimana dimaksud dalam Pasal
118 dipidana dengan pidana denda paling banyak
Rp.2.000.000.000,00 (dua milyar rupiah) dan kewajiban
untuk mengembalikan biaya sejumlah yang telah
disetorkan oleh Jemaah Haji Khusus.”
Ketentuan Pasal 126 Undang-Undang Penyelenggaraan Ibadah
Haji dan Umrah diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
“PPIU yang dengan sengaja menyebabkan kegagalan
keberangkatan, penelantaran atau kegagalan kepulangan
Jemaah Umrah, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 119
dipidana dengan denda paling banyak Rp.1.000.000.000,00
(satu milyar rupiah) dan kewajiban untuk mengembalikan
biaya sejumlah yang telah disetorkan oleh Jemaah Umroh.

l. Sektor Transportasi

1) Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 22


Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan. (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 96, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5025) diubah:
Pasal 19 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

2118
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Jalan dikelompokkan dalam beberapa kelas berdasarkan:


fungsi dan intensitas Lalu Lintas guna kepentingan
pengaturan penggunaan Jalan dan Kelancaran Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan; dan
daya dukung untuk menerima muatan sumbu terberat
dan dimensi Kendaraan Bermotor.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelompokan jalan
menurut kelas jalan diatur dengan Pengaturan
Pemerintah.
Pasal 38 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
Setiap penyelenggara Terminal wajib menyediakan fasilitas
Terminal yang memenuhi persyaratan keselamatan dan
keamanan.
Fasilitas Terminal sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi fasilitas utama dan fasilitas penunjang.
Untuk menjaga kondisi fasilitas Terminal sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), penyelenggara Terminal wajib
melakukan pemeliharaan.
Penyediaan dan pemeliharaan fasilitas utama dan fasilitas
penunjang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (3) dapat dikerjasamakan dengan pihak ketiga
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Pasal 39 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Lingkungan kerja Terminal merupakan daerah yang
diperuntukkan bagi fasilitas Terminal.
Lingkungan kerja Terminal sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dikelola oleh penyelenggara Terminal dan
digunakan untuk pelaksanaan pembangunan,
pengembangan, dan pengoperasian fasilitas Terminal.
Lingkungan kerja Terminal sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) ditetapkan dengan peraturan daerah

2119
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

kabupaten/kota, khusus Provinsi Daerah Khusus


Ibukota Jakarta ditetapkan dengan Peraturan Daerah
Provinsi.
Dalam hal Pemerintah Pusat sebagai penyelenggara
terminal sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
pelaksanaannya dapat dikerjasamakan dengan pihak
lain.
Pasal 43 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Penyediaan fasilitas Parkir untuk umum hanya dapat
diselenggarakan di luar Ruang Milik Jalan setelah
memenuhi Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat.
Penyelenggaraan fasilitas Parkir di luar Ruang Milik Jalan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan
oleh perseorangan warga negara Indonesia atau badan
hukum Indonesia berupa:
a. usaha khusus perparkiran; atau
b. penunjang usaha pokok.
Fasilitas Parkir di dalam Ruang Milik Jalan hanya dapat
diselenggarakan di tempat tertentu pada jalan
kabupaten, jalan desa, atau jalan kota yang harus
dinyatakan dengan Rambu Lalu Lintas dan/atau Marka
Jalan.
Ketentuan lebih lanjut mengenai Pengguna Jasa fasilitas
Parkir, Perizinan Berusaha, persyaratan, dan tata cara
penyelenggaraan fasilitas dan Parkir untuk umum
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 50 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Uji tipe sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (2)
huruf a wajib dilakukan bagi setiap Kendaraan
Bermotor, kereta gandengan, dan kereta tempelan,
yang diimpor, dibuat dan/atau dirakit di dalam negeri,
serta modifikasi Kendaraan Bermotor yang

2120
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

menyebabkan perubahan tipe.


Uji tipe sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat yang
pelaksanaannya dapat dikerjasamakan dengan pihak
lain.
Ketentuan lebih lanjut mengenai uji tipe dan unit
pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 53 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Uji berkala sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat
(2) huruf b diwajibkan untuk mobil penumpang
umum, mobil bus, mobil barang, kereta gandengan,
dan kereta tempelan yang dioperasikan di Jalan.
Pengujian berkala sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi kegiatan:
pemeriksaan dan pengujian fisik Kendaraan Bermotor;
dan
pengesahan hasil uji.
Kegiatan pemeriksaan dan pengujian fisik Kendaraan
Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a
dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat dan dapat
dikerjasamakan dengan Pihak Ketiga.
Ketentuan Pasal 60 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Bengkel umum Kendaraan Bermotor yang berfungsi
untuk memperbaiki dan merawat Kendaraan Bermotor
wajib memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan.
Bengkel umum yang mempunyai akreditasi dan kualitas
tertentu dapat melakukan pengujian berkala
Kendaraan Bermotor.
Penyelenggaraan bengkel umum sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) wajib memenuhi persyaratan yang

2121
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.


Penyelenggaraan bengkel umum sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) harus memenuhi Perizinan Berusaha
dari Pemerintah Pusat.
Pengawasan terhadap bengkel umum Kendaraan
Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat.
Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata
cara penyelenggaraan bengkel umum diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 78 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pendidikan dan pelatihan mengemudi diselenggarakan
oleh lembaga yang mendapat Perizinan Berusaha dari
Pemerintah Pusat.
Ketentuan lebih lanjut mengenai Perizinan Berusaha
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.

Pasal 162 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:


Kendaraan Bermotor yang mengangkut barang khusus
wajib:
memenuhi persyaratan keselamatan sesuai dengan
sifat dan bentuk barang yang diangkut;
diberi tanda tertentu sesuai dengan barang yang
diangkut;
memarkir Kendaraan di tempat yang ditetapkan;
membongkar dan memuat barang di tempat yang
ditetapkan dan dengan menggunakan alat sesuai
dengan sifat dan bentuk barang yang diangkut;
dan

2122
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

beroperasi pada waktu yang tidak mengganggu


Keamanan, Keselamatan, Kelancaran, dan
Ketertiban Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
Kendaraan Bermotor Umum yang mengangkut alat berat
dengan dimensi yang melebihi dimensi yang ditetapkan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 harus
mendapat pengawalan dari Kepolisian Negara Republik
Indonesia.
Pengemudi dan pembantu Pengemudi Kendaraan Bermotor
Umum yang mengangkut barang khusus wajib memiliki
kompetensi tertentu sesuai dengan sifat dan bentuk
barang khusus yang diangkut.
Pasal 156 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Angkutan umum di Jalan yang merupakan bagian
angkutan multimoda dilaksanakan oleh badan hukum
angkutan multimoda.
Kegiatan angkutan umum dalam angkutan multimoda
dilaksanakan berdasarkan perjanjian yang dibuat
antara badan hukum angkutan Jalan dan badan
hukum angkutan multimoda dan/atau badan hukum
moda lain.
Pelayanan angkutan multimoda harus terpadu secara
sistem dan memenuhi Perizinan Berusaha dari
Pemerintah Pusat.
Ketentuan lebih lanjut mengenai angkutan multimoda,
persyaratan, dan tata cara memperoleh Perizinan
Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 170 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Alat penimbangan yang dipasang secara tetap
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 169 ayat (4) huruf
a dipasang pada lokasi tertentu.

2123
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Penetapan lokasi, pengoperasian, dan penutupan alat


penimbangan yang dipasang secara tetap pada Jalan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh
Pemerintah Pusat.
Pengoperasian dan perawatan alat penimbangan yang
dipasang secara tetap serta sistem informasi
manajemen dilakukan oleh Pemerintah Pusat dan dapat
dikerjasamakan dengan pihak ketiga sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Petugas alat penimbangan yang dipasang secara tetap
wajib mendata jenis barang yang diangkut, berat
angkutan, dan asal tujuan.
Pasal 173 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
Perusahaan Angkutan Umum yang menyelenggarakan
angkutan orang dan/atau barang wajib memenuhi
Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat
Kewajiban memenuhi Perizinan Berusaha sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk:
a. pengangkutan orang sakit dengan menggunakan
ambulans; atau
b. pengangkutan jenazah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai Perizinan Berusaha
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Ketentuan Pasal 174, Pasal 175, Pasal 176, Pasal 177, Pasal
178, Pasal 179, Pasal 180 di cabut dan dinyatakan tidak
berlaku.
Pasal 185 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah dapat
memberikan subsidi angkutan pada trayek atau
lintas tertentu.

2124
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian subsidi


angkutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan Peraturan Pemerintah
Ketentuan Pasal 220 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Rancang bangun Kendaraan Bermotor sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 219 ayat (1) huruf a dan
pengembangan riset dan rancang bangun
Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf a dilakukan oleh:
Pemerintah Pusat;
Pemerintah Daerah;
badan hukum;
lembaga penelitian; dan/atau
perguruan tinggi.
Rancang bangun sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus mendapatkan pengesahan dari Pemerintah
Pusat.
Pasal 222 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pemerintah Pusat wajib mengembangkan industri dan
teknologi prasarana yang menjamin Keamanan,
Keselamatan, Ketertiban, dan Kelancaran Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan.
Pengembangan industri dan teknologi Prasarana Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan dilakukan secara
terpadu dengan dukungan semua sektor terkait.
Pengembangan industri dan teknologi sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) harus mendapatkan
pengesahan dari Pemerintah Pusat.
Ketentuan Pasal 262, Pasal 263, Pasal 308 dicabut dan dinyatakan
tidak berlaku.

2125
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

m. Sektor Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR)


1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang
Perumahan dan Kawasan Permukiman (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 7, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5158)
diubah:
1. Pasal 26 Permukiman diubah, sehingga berbunyi
bahwa hasil perencanaan dan perancangan rumah
harus memenuhi standar. Standar tersebut diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
2. Pasal 29 Permukiman diubah, sehingga berbunyi
bahwa perencanaan prasarana, sarana, dan utilitas
umum harus memenuhi standar. Ketentuan lebih
lanjut mengenai standar diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
3. Pasal 33 Permukiman diubah, sehingga berbunyi
bahwa Pemerintah Pusat wajib memberikan
kemudahan Perizinan Berusaha bagi badan hukum
yang mengajukan rencana pembangunan
perumahan untuk MBR. Ketentuan lebih lanjut
mengenai bentuk kemudahan Perizinan Berusaha
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
4. Pasal 42 Permukiman diubah, sehingga berbunyi
bahwa rumah tunggal, rumah deret, dan/atau
rumah susun yang masih dalam tahap proses
pembangunan dapat dipasarkan melalui sistem
perjanjian pendahuluan jual beli sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Perjanjian pendahuluan jual beli dilakukan setelah
memenuhi persyaratan kepastian atas: status
pemilikan tanah; hal yang diperjanjikan;
persetujuan bangunan gedung; ketersediaan

2126
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

prasarana, sarana, dan utilitas umum; dan


keterbangunan perumahan. Ketentuan lebih lanjut
mengenai sistem perjanjian pendahuluan jual beli
dan keterbangunan perumahan diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
5. Pasal 53 Permukiman diubah, sehingga berbunyi
bahwa pengendalian perumahan dimulai dari tahap
perencanaan, pembangunan, dan pemanfaatan.
Pengendalian dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat
dalam bentuk perizinan, penertiban, dan/atau
penataan. Ketentuan lebih lanjut mengenai
pengendalian perumahan diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
6. Pasal 107 Permukiman diubah, sehingga berbunyi
bahwa tanah yang langsung dikuasai oleh negara
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 huruf a
yang digunakan untuk pembangunan rumah,
perumahan, dan/atau kawasan permukiman
diserahkan melalui pemberian hak atas tanah
kepada setiap orang yang melakukan pembangunan
rumah, perumahan, dan kawasan permukiman.
Pemberian hak atas tanah didasarkan pada
penetapan lokasi atau kesesuian Kegiatan
Pemanfaatan Ruang. Dalam hal tanah yang
langsung dikuasai negara terdapat garapan
masyarakat, hak atas tanah diberikan setelah
pelaku pembangunan perumahan dan permukiman
selaku pemohon hak atas tanah menyelesaikan
ganti rugi atas seluruh garapan masyarakat
berdasarkan kesepakatan. Dalam hal tidak ada
kesepakatan tentang ganti rugi, penyelesaiannya

2127
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan


perundang-undangan.
7. Pasal 109 UU Permukiman diubah, sehingga
berbunyi bahwa konsolidasi tanah dapat
dilaksanakan bagi pembangunan rumah tunggal,
rumah deret, atau rumah susun. Penetapan lokasi
konsolidasi tanah dilakukan oleh bupati/walikota.
Khusus untuk DKI Jakarta, penetapan lokasi
konsolidasi tanah ditetapkan oleh gubernur. Lokasi
konsolidasi tanah yang sudah ditetapkan tidak
memerlukan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan
Ruang
8. Pasal 114 UU Permukiman diubah, sehingga
berbunyi bahwa peralihan atau pelepasan hak atas
tanah dilakukan setelah badan hukum memperoleh
Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang. Peralihan
hak atas tanah dibuat di hadapan pejabat pembuat
akta tanah setelah tercapai kesepakatan bersama.
Pelepasan hak atas tanah dilakukan di hadapan
pejabat yang berwenang. Peralihan hak atau
pelepasan hak atas tanah wajib didaftarkan pada
kantor pertanahan kabupaten/kota sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan
9. Pasal 134 UU Permukiman diubah, sehingga
berbunyi bahwa setiap orang dilarang
menyelenggarakan pembangunan perumahan yang
tidak sesuai dengan kriteria, spesifikasi,
persyaratan, prasana, sarana, dan utilitas umum
yang diperjanjikan, dan standar.
10. Pasal 150 diubah, sehingga berbunyi bahwa setiap
orang yang menyelenggarakan perumahan dan
kawasan permukiman yang tidak memenuhi

2128
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26


ayat (1), 29 ayat (1), Pasal 30 ayat (2), Pasal 34 ayat
(1) dan ayat (2), Pasal 36 ayat (1) dan ayat (2), Pasal
38 ayat (4), Pasal 45, Pasal 47 ayat (2), ayat (3) dan
ayat (4), Pasal 49 ayat (2), Pasal 63, Pasal 71 ayat
(1), Pasal 126 ayat (2), Pasal 134, Pasal 135, Pasal
136, Pasal 137, Pasal 138, Pasal 139, Pasal 140,
Pasal 141, Pasal 142, Pasal 143, Pasal 144, Pasal
145, atau Pasal 146 ayat (1) dikenai sanksi
administratif. Sanksi administratif dapat berupa
peringatan tertulis; pembatasan kegiatan
pembangunan; penghentian sementara atau tetap
pada pekerjaan pelaksanaan pembangunan;
penghentian sementara atau penghentian tetap
pada pengelolaan perumahan; penguasaan
sementara oleh pemerintah (disegel); kewajiban
membongkar sendiri bangunan dalam jangka waktu
tertentu; pembatasan kegiatan usaha; pembekuan
persetujuan bangunan gedung; pencabutan
persetujuan bangunan gedung;
pembekuan/pencabutan surat bukti kepemilikan
rumah; perintah pembongkaran bangunan rumah;
pembekuan Perizinan Berusaha; pencabutan
Perizinan Berusaha; pengawasan; pembatalan
Perizinan Berusaha; kewajiban pemulihan fungsi
lahan dalam jangka waktu tertentu; pencabutan
insentif; pengenaan denda administratif; dan/atau
penutupan lokasi. Ketentuan lebih lanjut mengenai
jenis, besaran denda, tata cara, dan mekanisme
pengenaan sanksi administratif diatur dengan
Peraturan Pemerintah.

2129
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

11. Pasal 151 diubah, sehingga berbunyi bahwa setiap


orang yang menyelenggarakan pembangunan
perumahan, yang tidak sesuai dengan kriteria,
spesifikasi, persyaratan, prasarana, sarana, dan
utilitas umum yang diperjanjikan dan standar,
dipidana dengan pidana denda paling banyak
Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). Selain
pidana pelaku dapat dijatuhi pidana tambahan
berupa membangun kembali perumahan sesuai
dengan kriteria, spesifikasi, persyaratan, prasarana,
sarana, utilitas umum yang diperjanjikan, dan
standar.
12. Pasal 153 diubah, sehingga berbunyi bahwa setiap
orang yang menyelenggaraan lingkungan hunian
atau Kasiba yang tidak memisahkan lingkungan
hunian atau Kasiba menjadi satuan lingkungan
perumahan atau Lisiba, dikenai sanksi administratif
berupa denda dan/atau pencabutan Perizinan
Berusaha.

2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah


Susun (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011
Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5252) diubah:
1. Pasal 19 diubah, sehingga berbunyi bahwa
pemanfaatan barang milik negara/daerah berupa
tanah untuk pembangunan rumah susun
dilakukan dengan cara sewa, kerja sama
pemanfaatan, atau penerbitan Hak Pengelolaan
atas tanah. Tanah harus telah diterbitkan sertifikat
hak atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Pelaksanaan sewa, kerja

2130
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

sama pemanfaatan, atau penerbitan Hak


Pengelolaan atas tanah dilakukan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam
hal Barang Milik Negara/Daerah berupa tanah
telah diterbitkan Hak Pengelolaan atas tanah,
dapat diterbitkan Hak Guna Bangunan di atas Hak
Pengelolaan.
2. Pasal 24 diubah, sehingga berbunyi bahwa standar
pembangunan rumah susun meliputi: persyaratan
administratif; persyaratan teknis; dan persyaratan
ekologis. Ketentuan lebih lanjut mengenai standar
pembangunan rumah susun diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
3. Pasal 26 diubah, sehingga berbunyi bahwa
pemisahan rumah susun wajib dituangkan dalam
bentuk gambar dan uraian. Gambar dan uraian
dibuat sebelum pelaksanaan pembangunan rumah
susun. Gambar dan uraian dituangkan dalam
bentuk akta pemisahan yang disahkan oleh
Pemerintah Pusat.
4. Pasal 28 diubah, sehingga berbunyi bahwa dalam
melakukan pembangunan rumah susun, pelaku
pembangunan harus memenuhi ketentuan
administratif yang meliputi status hak atas tanah;
dan persetujuan bangunan gedung;
5. Pasal 29 diubah, sehingga berbunyi bahwa pelaku
pembangunan harus membangun rumah susun
dan lingkungannya sesuai dengan rencana fungsi
dan pemanfaatannya. Rencana fungsi dan
pemanfaatan harus mendapatkan Perizinan
Berusaha dari Pemerintah Pusat. Dalam hal
pembangunan dilakukan oleh Pemerintah, rencana

2131
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

fungsi dan pemantaatan harus mendapat


persetujuan dari Pemerintah Pusat.
6. Pasal 30 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
7. Pasal 31 diubah, sehingga berbunyi bahwa
pengubahan rencana fungsi dan pemanfaatan
rumah susun harus memenuhi Perizinan Berusaha
dari Pemerintah Pusat. Pengubahan rencana fungsi
dan pemanfaatan rumah susun tidak mengurangi
fungsi bagian bersama, benda bersama, dan fungsi
hunian.
8. Pasal 32 diubah, sehingga berbunyi bahwa
ketentuan lebih lanjut mengenai Perizinan
Berusaha terkait rencana fungsi dan pemanfaatan
serta pengubahannya diatur dengan peraturan
Pemerintah.
9. Pasal 33 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
10. Pasal 39 diubah, sehingga berbunyi bahwa pelaku
pembangunan wajib mengajukan permohonan
sertifikat laik fungsi kepada Pemerintah Pusat
setelah menyelesaikan seluruh atau sebagian
pembangunan rumah susun sepanjang tidak
bertentangan dengan persetujuan bangunan
gedung. Pemerintah Pusat menerbitkan sertifikat
laik fungsi setelah melakukan pemeriksaan
kelaikan fungsi bangunan rumah susun sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
11. Pasal 40 diubah, sehingga berbunyi bahwa pelaku
pembangunan wajib melengkapi lingkungan rumah
susun dengan prasarana, sarana, dan utilitas
umum. Prasarana, sarana, dan utilitas umum
harus mempertimbangkan kemudahan dan

2132
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

keserasian hubungan dalam kegiatan sehari-hari;


pengamanan jika terjadi hal yang membahayakan;
dan struktur, ukuran, dan kekuatan sesuai
dengan fungsi dan penggunaannya. Prasarana,
sarana, dan utilitas umum harus memenuhi
standar pelayanan minimal. Ketentuan lebih lanjut
mengenai standar pelayanan minimal prasarana,
sarana, dan utilitas umum diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
12. Pasal 43 diubah, sehingga berbunyi bahwa proses
jual beli sarusun sebelum pembangunan rumah
susun selesai dapat dilakukan melalui PPJB yang
dibuat di hadapan notaris. PPJB) dilakukan
setelah memenuhi persyaratan kepastian atas
status kepemilikan tanah; persetujuan bangunan
gedung; ketersediaan prasarana, sarana, dan
utilitas umum; keterbangunan rumah susun; hal
yang diperjanjikan. Ketentuan lebih lanjut
mengenai keterbangunan rumah susun diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
13. Pasal 56 diubah, sehingga berbunyi bahwa
pengelolaan rumah susun meliputi kegiatan
operasional, pemeliharaan, dan perawatan bagian
bersama, benda bersama, dan tanah bersama.
Pengelolaan rumah susun harus dilaksanakan oleh
pengelola yang berbadan hukum, kecuali rumah
susun umum sewa, rumah susun khusus, dan
rumah susun negara. Badan hukum wajib
memenuhi Perizinan Berusaha dari Pemerintah
Pusat. Ketentuan lebih lanjut mengenai Perizinan
Berusaha diatur dengan Peraturan Pemerintah.
14. Pasal 77 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

2133
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

15. Pasal 108 diubah, sehingga berbunyi bahwa sanksi


administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal
107 dapat berupa peringatan tertulis; pembatasan
kegiatan pembangunan dan/atau kegiatan usaha;
penghentian sementara pada pekerjaan
pelaksanaan pembangunan; penghentian
sementara atau penghentian tetap pada
pengelolaan rumah susun; pengenaan denda
administratif; pencabutan persetujuan bangunan
gedung; pencabutan sertifikat laik fungsi;
pencabutan SHM sarusun atau SKBG sarusun;
perintah pembongkaran bangunan rumah susun;
atau pencabutan perizinan berusaha. Pengenaan
sanksi administratif tidak menghilangkan
tanggung jawab pemulihan dan pidana.Ketentuan
lebih lanjut mengenai sanksi administratif, tata
cara, dan besaran denda administratif diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
16. Pasal 110 diubah, sehingga berbunyi bahwa
pelaku pembangunan yang melanggar ketentuan
dikenai sanksi administratif.
17. Pasal 112 diubah, sehingga berbunyi bahwa setiap
orang yang membangun rumah susun di luar
lokasi yang ditetapkan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 100 dikenai sanksi administratif.
18. Pasal 113 diubah, sehingga berbunyi bahwa setiap
orang yang melanggar ketentuan dikenakan sanksi
administratif.

3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa


Konstruksi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

2134
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

2017 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara Republik


Indonesia Nomor 6018) diubah:
1. Pasal 5 diubah, sehingga berbunyi bahwa untuk
mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
4 ayat (1) huruf a, Pemerintah Pusat memiliki
kewenangan : mengembangkan struktur usaha Jasa
Konstruksi; mengembangkan sistem persyaratan
usaha Jasa Konstruksi; menyelenggarakan Perizinan
Berusaha dalam rangka registrasi badan usaha Jasa
Konstruksi; menyelenggarakan Perizinan Berusaha
dalam rangka akreditasi bagi asosiasi perusahaan
Jasa Konstruksi dan asosiasi yang terkait dengan
rantai pasok Jasa Konstruksi; menyelenggarakan
pemberian lisensi bagi lembaga yang melaksanakan
sekrtifikasi badan usaha; mengembangkan sistem
rantai pasok Jasa Konstruksi; mengembangkan sistem
permodalan dan sistem penjaminan usaha Jasa
Konstruksi; memberikan dukungan dan pelindungan
bagi pelaku usaha Jasa Konstruksi nasional dalam
mengakses pasar Jasa Konstruksi internasional;
mengembangkan sistem pengawasan tertib usaha Jasa
Konstruksi; menyelenggarakan penerbitan Perizinan
Berusaha dalam rangka penanaman modal asing;
menyelenggarakan pengawasan tertib usaha Jasa
Konstruksi asing dan Jasa Konstruksi kualifikasi
besar; menyelenggarakan pengembangan layanan
usaha Jasa Konstruksi; mengumpulkan dan
mengembangkan sistem informasi yang terkait dengan
pasar Jasa Konstruksi di negara yang potensial untuk
pelaku usaha Jasa Konstruksi nasional;
mengembangkan sistem kemitraan antara usaha Jasa
Konstruksi nasional dan internasional; menjamin

2135
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

terciptanya persaingan yang sehat dalam pasar Jasa


Konstruksi; mengembangkan segmentasi pasar Jasa
Konstruksi nasional; memberikan pelindungan hukum
bagi pelaku usaha Jasa Konstruksi nasional yang
mengakses pasar Jasa Konstruksi internasional; dan
Menyelenggarakan registrasi pengalaman badan
usaha.
2. Untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 ayat (1) huruf b, Pemerintah Pusat memiliki
kewenangan: mengembangkan sistem pemilihan
Penyedia Jasa dalam penyelenggaraan Jasa
Konstruksi; mengembangkan Kontrak Kerja
Konstruksi yang menjamin kesetaraan hak dan
kewajiban antara Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa;
mendorong digunakannya alternatif penyelesaian
sengketa penyelenggaraan Jasa Konstruksi di luar
pengadilan; dan mengembangkan sistem kinerja
Penyedia Jasa dalam penyelenggaraan Jasa
Konstruksi.
3. Untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 ayat (1) huruf c, Pemerintah Pusat memiliki
kewenangan mengembangkan Standar Keamanan,
Keselamatan, Kesehatan, dan Keberlanjutan dalam
penyelenggaraan Jasa Konstruksi; menyelenggarakan
pengawasan penerapan Standar Keamanan,
Keselamatan, Kesehatan, dan Keberlanjutan dalam
penyelenggaraan dan pemanfaatan Jasa Konstruksi
oleh badan usaha Jasa Konstruksi; menyelenggarakan
registrasi penilai ahli; dan menetapkan penilai ahli
yang teregistrasi dalam hal terjadi Kegagalan
Bangunan.

2136
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

4. Untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 4 ayat (1) huruf d, Pemerintah Pusat memiliki
kewenangan mengembangkan standar kompetensi
kerja dan pelatihan Jasa Konstruksi; memberdayakan
lembaga pendidikan dan pelatihan kerja konstruksi
nasional; menyelenggarakan pelatihan tenaga kerja
konstruksi strategis dan percontohan;
mengembangkan sistem sertifikasi kompetensi tenaga
kerja konstruksi; menetapkan standar remunerasi
minimal bagi tenaga kerja konstruksi;
menyelenggarakan pengawasan sistem sertifikasi,
pelatihan, dan standar remunerasi minimal bagi
tenaga kerja konstruksi; menyelenggarakan akreditasi
bagi asosiasi profesi dan lisensi bagi lembaga
sertifikasi profesi; menyelenggarakan registrasi tenaga
kerja konstruksi; menyelenggarakan registrasi
pengalaman profesional tenaga kerja konstruksi serta
lembaga pendidikan dan pelatihan kerja di bidang
konstruksi; menyelenggarakan penyetaraan tenaga
kerja konstruksi asing; dan membentuk lembaga
sertifikasi profesi untuk melaksanakan tugas
sertifikasi kompetensi kerja yang belum dapat
dilakukan lembaga sertifikasi profesi yang dibentuk
oleh asosiasi profesi atau lembaga pendidikan dan
pelatihan.
5. Untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 ayat (1) huruf e, Pemerintah Pusat memiliki
kewenangan mengembangkan standar material dan
peralatan konstruksi, serta inovasi teknologi
konstruksi; mengembangkan skema kerja sama antara
institusi penelitian dan pengembangan dan seluruh
pemangku kepentingan Jasa Konstruksi; menetapkan

2137
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

pengembangan teknologi prioritas; mempublikasikan


material dan peralatan konstruksi serta teknologi
konstruksi dalam negeri kepada seluruh pemangku
kepentingan, baik nasional maupun internasional;
menetapkan dan meningkatkan penggunaan standar
mutu material dan peralatan sesuai dengan Standar
Nasional Indonesia; melindungi kekayaan intelektual
atas material dan peralatan konstruksi serta teknologi
konstruksi hasil penelitian dan pengembangan dalam
negeri; dan membangun sistem rantai pasok material,
peralatan, dan teknologi konstruksi.
6. Untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 ayat (1) huruf f, Pemerintah Pusat memiliki
kewenangan meningkatkan partisipasi masyarakat
yang berkualitas dan bertanggung jawab dalam
pengawasan penyelenggaraan Jasa Konstruksi;
meningkatkan kapasitas kelembagaan masyarakat
Jasa Konstruksi; memfasilitasi penyelenggaraan forum
Jasa Konstruksi sebagai media aspirasi masyarakat
Jasa Konstruksi; memberikan dukungan pembiayaan
terhadap penyelenggaraan Sertifikasi Kompetensi
Kerja; dan meningkatkan partisipasi masyarakat yang
berkualitas dan bertanggung jawab dalam Usaha
Penyediaan Bangunan.
7. Dukungan pembiayaan dilakukan dengan
mempertimbangkan kemampuan keuangan negara.
Untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 ayat (1) huruf g, Pemerintah Pusat memiliki
kewenangan mengembangkan sistem informasi Jasa
Konstruksi nasional; dan mengumpulkan data dan
informasi Jasa Konstruksi nasional dan internasional.
2) Pasal 6 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

2138
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

3) Pasal 7 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.


4) Pasal 8 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
5) Pasal 10 diubah, sehingga berbunyi bahwa ketentuan lebih
lanjut mengenai tanggung jawab dan kewenangan serta
Perizinan Berusaha diatur dengan Peraturan Pemerintah.
6) Pasal 20 diubah, sehingga berbunyi bahwa kualifikasi usaha
bagi badan usaha terdiri atas kecil; menengah; dan
besar.Penetapan kualifikasi usaha dilaksanakan melalui
penilaian terhadap penjualan tahunan; kemampuan
keuangan; ketersediaan tenaga kerja konstruksi; dan
kemampuan dalam penyediaan peralatan konstruksi.
Kualifikasi usaha menentukan batasan kemampuan usaha
dan segmentasi pasar usaha Jasa Konstruksi. Ketentuan
lebih lanjut mengenai penetapan kualifikasi usaha diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
7) Pasal 26 diubah, sehingga berbunyi bahwa setiap usaha
orang perseorangan dan badan usaha jasa konstruksi yang
akan memberikan layanan Jasa Konstruksi wajib memenuhi
Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat. Ketentuan lebih
lanjut mengenai Perizinan Berusaha diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
8) Pasal 27 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
9) Pasal 28 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
10) Pasal 29 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
11) Pasal 30 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
12) Pasal 31 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
13) Pasal 34 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
14) Pasal 35 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
15) Pasal 36 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
16) Pasal 38 diubah, sehingga berbunyi bahwa penyelenggaraan
Jasa Konstruksi dilakukan melalui penyelenggaraan usaha
Jasa Konstruksi. Penyelenggaraan Usaha Jasa Konstruksi

2139
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

dapat dikerjakan sendiri atau melalui pengikatan Jasa


Kontruksi. Ketentuan lebih lanjut mengenai
penyelenggaraan usaha Jasa Konstruksi yang dikerjakan
sendiri diatur dengan Peraturan Pemerintah.
17) Pasal 42 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
18) Ketentuan Pasal 57 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
19) Ketentuan Pasal 58 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
20) Pasal 59 diubah, sehingga berbunyi bahwa dalam setiap
penyelenggaraan Jasa Konstruksi, Pengguna Jasa dan
Penyedia Jasa wajib memenuhi Standar Keamanan,
Keselamatan, Kesehatan, dan Keberlanjutan. Ketentuan
lebih lanjut mengenai penyelenggaraan Jasa Konstruksi,
Pengguna Jasa, dan Penyedia Jasa wajib memenuhi standar
Keamanan, Keselamatan, Kesehatan, dan Keberlanjutan)
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(8) Pasal 69 diubah, sehingga berbunyi bahwa pelatihan tenaga
kerja konstruksi diselenggarakan dengan metode pelatihan
kerja yang relevan, efektif, dan efisien sesuai dengan
Standar Kompetensi Kerja. Pelatihan ditujukan untuk
meningkatkan produktivitas kerja. Standar Kompetensi
Kerja ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Pelatihan tenaga kerja konstruksi
diselenggarakan oleh lembaga pendidikan dan pelatihan
kerja sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan. Lembaga pendidikan dan pelatihan kerja)
diregistrasi oleh Pemerintah Pusat. Pemerintah Pusat
melakukan registrasi terhadap lembaga pendidikan dan
pelatihan kerja yang telah memenuhi Perizinan Berusaha
dan/atau terakreditasi sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata
cara registrasi lembaga pendidikan dan pelatihan kerja
diatur dengan Peraturan Pemerintah.

2140
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

(9) Pasal 72 diubah, sehingga berbunyi bahwa untuk


mendapatkan pengakuan pengalaman profesional, setiap
tenaga kerja konstruksi harus melakukan registrasi kepada
Pemerintah Pusat. Registrasi dibuktikan dengan tanda
daftar pengalaman profesional. Ketentuan lebih lanjut
mengenai registrasi diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(10) Pasal 74 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
(11) Pasal 84 diubah, sehingga berbunyi bahwa penyelenggaraan
sebagian kewenangan Pemerintah Pusat mengikutsertakan
masyarakat Jasa Konstruksi. Keikutsertaan masyarakat
Jasa Konstruksi dilakukan melalui satu lembaga yang
dibentuk oleh Pemerintah Pusat. Unsur pengurus lembaga
dapat diusulkan dari asosiasi perusahaan yang
terakreditasi; asosiasi profesi yang terakreditasi; institusi
pengguna Jasa Konstruksi yang memenuhi kriteria;
perguruan tinggi atau pakar yang memenuhi kriteria; dan
asosiasi terkait rantai pasok konstruksi yang terakreditasi.
Penyelenggaraan sebagian kewenangan yang dilakukan oleh
lembaga dibiayai dengan anggaran pendapatan dan belanja
negara dan/atau sumber lain yang sah sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. Biaya yang
diperoleh dari masyarakat atas layanan dalam
penyelenggaraan sebagian kewenangan yang dilakukan
lembaga merupakan penerimaan negara bukan pajak sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan sebagian
kewenangan Pemerintah Pusat yang mengikutsertakan
masyarakat Jasa Konstruksi dan pembentukan lembaga
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
21) Pasal 89 diubah, sehingga berbunyi bahwa setiap usaha
orang perseorangan dan Badan Usaha Jasa Konstruksi yang
tidak memiliki Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 26 ayat (1) dan ayat (2) dikenai sanksi
administratif berupa: peringatan tertulis; denda
administratif; dan/atau penghentian sementara kegiatan
layanan Jasa Konstruksi.

2141
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

22) Pasal 90 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.


23) Pasal 91 diubah, sehingga berbunyi bahwa setiap badan
usaha Jasa Konstruksi asing atau usaha orang
perseorangan Jasa Konstruksi asing yang akan melakukan
usaha Jasa Konstruksi tidak memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 dikenai sanksi
administratif.
24) Pasal 92 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
25) Pasal 94 diubah, sehingga berbunyi bahwa setiap Pengguna
Jasa yang menggunakan Penyedia Jasa yang terafiliasi
untuk pembangunan kepentingan umum tanpa melalui
tender atau seleksi, atau pengadaan secara elektronik
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 dikenai sanksi
administratif.
26) Pasal 95 diubah, sehingga berbunyi bahwa setiap Penyedia
Jasa yang melanggar ketentuan pemberian pekerjaan utama
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (1) dikenai
sanksi administratif.
27) Pasal 96 diubah, sehingga berbunyi bahwa setiap Penyedia
Jasa dan/atau Pengguna Jasa yang tidak memenuhi
Standar Keamanan, Keselamatan, Kesehatan, dan
Keberlanjutan dalam penyelenggaraan Jasa Konstruksi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (1) dikenai
sanksi administratif.
28) Pasal 97 diubah, sehingga berbunyi bahwa setiap penilai
ahli yang dalam melaksanakan tugasnya tidak menjalankan
kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat (2)
dikenai sanksi administratif berupa: peringatan tertulis;
pemberhentian dari tugas; dan/atau dikeluarkan dari daftar
penilai ahli yang teregistrasi.
29) Pasal 98 diubah, sehingga berbunyi bahwa senyedia Jasa
yang tidak memenuhi kewajiban untuk mengganti atau

2142
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

memperbaiki Kegagalan Bangunan sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 63 dikenai sanksi administratif berupa:
peringatan tertulis; denda administratif; penghentian
sementara kegiatan layanan Jasa Konstruksi; pencantuman
dalam daftar hitam.
(3) Pasal 99 diubah, sehingga berbunyi bahwa setiap tenaga
kerja konstruksi yang bekerja di bidang Jasa Konstruksi
tidak memiliki Sertifikat Kompetensi Kerja dikenai sanksi
administratif berupa pemberhentian dari tempat kerja.
Setiap Pengguna Jasa dan/atau Penyedia Jasa yang
mempekerjakan tenaga kerja konstruksi yang tidak memiliki
Sertifikat Kompetensi Kerja sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 70 ayat (2) dikenai sanksi administratif berupa denda
administratif; dan/atau penghentian sementara kegiatan
layanan Jasa Konstruksi. Setiap tenaga kerja konstruksi
yang bekerja di bidang Jasa Konstruksi yang memiliki
Sertifikat Kompetensi Kerja sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 70 ayat (1) yang tidak berpraktek sesuai dengan
standar kompetensi kerja nasional Indonesia, standar
internasional, dan atau standar khusus dikenakan sanksi
administratif. Setiap lembaga sertifikasi profesi yang tidak
mengikuti ketentuan pelaksanaan uji kompetensi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 ayat (3) dikenai
sanksi administratif berupa peringatan tertulis; denda
administratif; pembekuan lisensi; dan/atau pencabutan
lisensi.
(4) Pasal 100 diubah, sehingga berbunyi bahwa etiap asosiasi
profesi yang tidak melakukan kewajiban sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 71 ayat (6) dikenai sanksi
administratif berupa peringatan tertulis; pembekuan
akreditasi; dan/atau pencabutan akreditasi.

2143
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

(5) Pasal 101 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.


(6) Pasal 102 diubah, sehingga berbunyi bahwa ketentuan lebih
lanjut mengenai tata cara pengenaan sanksi administratif
diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Terkait perizinan sektor pekerjaan umum dan perumahan rakyat,


beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2019
tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2019 Nomor 190, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 6405) diubah:
1. Pasal 8 diubah, sehingga berbunyi bahwa hak rakyat atas Air
yang dijamin pemenuhannya oleh negara merupakan kebutuhan
pokok minimal sehari-hari. Selain hak rakyat atas Air yang
dijamin pemenuhannya oleh negara negara memprioritaskan hak
rakyat atas Air adalah kebutuhan pokok sehari hari; pertanian
rakyat; dan penggunaan Sumber Daya Air untuk kebutuhan
usaha guna memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari melalui
Sistem Penyediaan Air Minum. Dalam hal ketersediaan Air tidak
mencukupi untuk prioritas pemenuhan, pemenuhan Air untuk
kebutuhan pokok sehari-hari lebih diprioritaskan dari yang
lainnya.
Dalam hal ketersediaan Air mencukupi, setelah urutan prioritas
pemenuhan, urutan prioritas selanjutnya adalah penggunaan
Sumber Daya Air guna memenuhi kegiatan bukan usaha untuk
kepentingan publik; dan penggunaan Sumber Daya Air untuk
kebutuhan usaha lainnya yang telah ditetapkan Perizinan
Berusahanya.
Pemerintah Pusat menetapkan urutan prioritas pemenuhan Air
pada Wilayah Sungai sesuai dengan kewenangannya.
Dalam menetapkan prioritas pemenuhan Air, Pemerintah Pusat
terlebih dahulu memperhitungkan keperluan Air untuk
pemeliharaan Sumber Air dan lingkungan hidup. Hak rakyat atas
Air bukan merupakan hak kepemilikan atas Air, tetapi hanya

2144
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

terbatas pada hak untuk memperoleh dan menggunakan


sejumlah kuota Air sesuai dengan alokasi yang penetapannya
diatur dengan Peraturan Pemerintah. Ketentuan lebih lanjut
mengenai penggunaarn Sumber Daya Air untuk memenuhi
kebutuhan pokok sehari-hari, pertanian rakyat, dan kebutuhan
usaha guna memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari melalui
Sistem Penyediaan Air Minum, serta untuk memenuhi kegiatan
bukan usaha untuk kepentingan publik dan kebutuhan . usaha
lainnya diatur dengan Peraturan Pemerintah.
2. Pasal 10 diubah, sehingga berbunyi bahwa dalam mengatur dan
mengelola Sumber Daya Air, Pemerintah Pusat bertugas
menyusun kebijakan nasional Sumber Daya Air; menyusun Pola
Pengelolaan Sumber Daya Air; menyusun Rencana Pengelolaan
Sumber Daya Air; melaksanakan Pengelolaan Sumber Daya Air;
mengelola kawasan lindung Sumber Air; menyelenggarakan
proses perizinan penggunaan Sumber Daya Air; mengembangkan
dan mengelola Sistem Penyediaan Air Minum; menjamin
penyediaan Air baku yang memenuhi kualitas untuk pemenuhan
kebutuhan pokok minimal sehari-hari masyarakat;
mengembangkan dan mengelola sistem irigasi sebagai satu
kesatuan sistem pada daerah irigasi; menjaga efektivitas,
efisiensi, kualitas, dan ketertiban pelaksanaan Pengelolaan
Sumber Daya Air; memberikan bantuan teknis dan bimbingan
teknis dalam Pengelolaan Sumber Daya Air kepada Pemerintah
Daerah; mengembangkan teknologi. di bidang Sumber Daya Air;
melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas dan
wewenang Pengelolaan Sumber Daya Air oleh Pemerintah Daerah;
melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas dan
wewenang pengembangan dan pengelolaan Sistem Penyediaan Air
Minum; melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas dan
wewenang pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi pada

2145
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

daerah irigasi; dan memfasilitasi penyelesaian sengketa antar


pemerintah daerah dalam Pengelolaan Sumber Daya Air.
3. Pasal 11 diubah, sehingga berbunyi bahwa dalam mengatur dan
mengelola Sumber Daya Air, Pemerintah Pusat berwenang
menetapkan kebijakan nasional Sumber Daya Air; menetapkan
Pola Pengelolaan Sumber Daya Air; menetapkan Rencana
Pengelolaan Sumber Daya Air; menetapkan kawasan lindung
Sumber Air; menetapkan zona konservasi Air Tanah; menetapkan
status daerah irigasi; mengatur, menetapkan, dan memberi izin
penggunaan Sumber Daya Air untuk kebutuhan bukan usaha
dan Perizinan Berusaha terkait penggunaan Sumber Daya Air
untuk kebutuhan usaha; membentuk wadah koordinasi
Pengelolaan Sumber Daya Air; menetapkan norma, standar,
prosedur, dan kriteria Pengelolaan Sumber Daya Air; membentuk
Pengelola Sumber Daya Air; menetapkan nilai satuan BJPSDA
dengan melibatkan para pemangku kepentingan terkait;
menetapkan kebijakan dan strategi nasional dalam
penyelenggaraan Sistem Penyediaan Air Minum; dan memungut,
menerima, dan menggunakan BJPSDA.
4. Pasal 13 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
5. Pasal 14 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
6. Pasal 15 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
7. Pasal 16 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
8. Pasal 17 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
9. Pasal 19 diubah, sehingga berbunyi bahwa sebagian tugas dan
wewenang Pemerintah Pusat, dapat ditugaskan kepada Pengelola
Sumber Daya Air. Pengelola Sumber Daya Air dapat berupa unit
pelaksana teknis kementerian/unit pelaksana teknis daerah atau
badan usaha milik negara/ badan usaha milik daerah di bidang
Pengelolaan Sumber Daya Air. Sebagian tugas dan wewenang
tidak termasuk menetapkan kebijakan; menetapkan Pola
Pengelolaan Sumber Daya Air; menetapkan Rencana Pengelolaan

2146
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Sumber Daya Air; menetapkan kawasan lindung Sumber Air;


menetapkan izin; membentuk wadah kooordinasi; menetapkan
norma, standar, prosedur, dan kriteria; membentuk Pengelola
Sumber Daya Air; dan menetapkan.nilai satuan BJPSDA.
Ketentuan lebih lanjut mengenai Badan usaha milik negara/
badan usaha milik daerah di bidang Pengelolaan Sumber Daya
Air diatur dengan Peraturan Pemerintah.
10. Pasal 40 diubah, sehingga berbunyi bahwa pelaksanaan
konstruksi Prasarana Sumber Daya Air dan pelaksanaan
nonkonstruksi dilakukan oleh Pemerintah Pusat dan/ atau
Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya berdasarkan
program dan rencana kegiatan. Pelaksanaan konstruksi
Prasarana Sumber Daya Air dan pelaksanaan nonkonstruksi
dapat dilakukan dengan melibatkan peran serta masyarakat.
Setiap Pelaku Usaha atas prakarsa sendiri dapat melaksanakan
kegiatan konstruksi Prasarana Sumber Daya Air dan
pelaksanaan nonkonstruksi setelah memenuhi Perizinan
Berusaha dari Pemerintah Pusat. Dalam hal kegiatan konstruksi
prasarana Sumber Daya Air dan pelaksanaan nonkonstruksi)
dilakukan oleh Pemerintah, Orang atau Kelompok Masyarakat
yang bersifat nonkomersial harus memenuhi persetujuan dari
Pemerintah. Pelaksanaan konstruksi Prasarana Sumber Daya Air
dan pelaksanaan nonkonstruksi dilakukan dengan: a. mengikuti
norma, standar, prosedur, dan kriteria; b. memanfaatkan
teknologi dan sumber daya lokal; dan c. mengutamakan
keselamatan, kgamanan kerja, dan keberlanjutan fungsi ekologis
sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
Kewajiban memperoleh Perizinan Berusaha sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) dan persetujuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) dikecualikan bagi kegiatan nonkonstruksi yang
tidak mengakibatkan perubahan fisik pada Sumber Air.

2147
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Ketentuan lebih lanjut mengenai Perizinan Berusaha dan


persetujuan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
11. Pasal 44 diubah, sehingga berbunyi bahwa enggunaan Sumber
Daya Air untuk kebutuhan usaha dan kebutuhan bukan usaha
dilakukan setelah memenuhi Perizinan Berusaha atau
persetujuan dari Pemerintah Pusat. Perizinan Berusaha atau
persetujuan penggunaan Sumber Daya Air) tidak dapat
disewakan atau dipindahtangankan, baik sebagian maupun
seluruhnya.
12. Pasal 45 diubah, sehingga berbunyi bahwa persetujuan
penggunaan Sumber Daya Air untuk kebutuhan bukan usaha
terdiri atas:
a. Persetujuan penggunaan Sumber Daya Air untuk
pemenuhan kebutuhan pokok seharihari diperlukan jika
cara penggunaannya dilakukan dengan mengubah
kondisi alami Sumber Air; dan/atau penggunaannya
ditqjukan untuk keperluan kelompok yang memerlukan
Air dalam jumlah yang besar.
b. Persetujuan penggunaan Sumber Daya Air untuk
pemenuhan kebutuhan pertanian rakyat diperlukan jika
cara penggunannya dilakukan dengan mengubah kondisi
alami Sumber Air; dan/atau penggunaannya untuk
pertanian rakyat di luar sistem irigasi yang sudah ada.
izin penggunaan Sumber Daya Air untuk pemenuhan
kebutuhan bagi kegiatan selain untuk memenuhi
kebutuhan pokok sehari-hari dan pertanian rakyat yang
bukan merupakan kegiatan usaha.
13. Pasal 46 diubah, sehingga berbunyi bahwa penggunaan Sumber
Daya Air untuk kebutuhan usaha harus memenuhi Perizinan
Berusaha dari Pemerintah Pusat. Ketentuan lebih lanjut
mengenai Perizinan Berusaha diatur dengan Peraturan
Pemerintah.

2148
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

14. Pasal 49 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.


15. Pasal 50 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
16. Pasal 51 diubah, sehingga berbunyi bahwa penggunaan Sumber
Daya Air untuk kebutuhan usaha dapat diberikan kepada pihak
swasta setelah memenuhi syarat tertentu dan ketat dalam
Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat. Ketentuan lebih
lanjut mengenai Perizinan Berusaha diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
17. Pasal 67 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
18. Pasal 70 diubah, sehingga berbunyi bahwa setiap Orang yang
dengan sengaja melakukan kegiatan pelaksanaan konstruksi
Prasarana Sumber Daya Air dan nonkonstruksi pada Sumber Air
tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
40 ayat (3) dan ayat (4); atau menyewakan atau
memindahtangankan, baik sebagian maupun keseluruhan
Perizinan Berusaha atau persetujuan penggunaan Sumber Daya
Air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (4) dan Pasal 45,
dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan
paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
19. Pasal 73 diubah, sehingga berbunyi bahwa setiap Orang yang
karena kelalaiannya melakukan kegiatan pelaksanaan konstruksi
Prasarana Sumber Daya Air dan nonkonstruksi pada Sumber Air
tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
40 ayat (3) dan ayat (4); atau menggunakan Sumber Daya Air
untuk kebutuhan usaha tanpa Perizinan Berusaha sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 49 ayat (2), dipidana dengan pidana
penjara paling lama 6 (enam) tahun dan paling banyak
Rpl.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
20. Pasal 74 diubah, sehingga berbunyi bahwa dalam hal tindak
pidana Sumber Daya Air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68
sampai dengan Pasal 73 dilakukan oleh badan usaha, pidana
dikenakan terhadap badan usaha, pemberi perintah untuk

2149
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

melakukan tindak pidana, dan/ atau pimpinan badan usaha


yang bersangkutan. Pidana yang dikenakan terhadap badan
usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (l) berupa pidana denda
terhadap badan usaha sebesar dua kali pidana denda
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 sampai dengan Pasal 73.

a. Sektor Pos, Telekomunikasi, dan Penyiaran


1) Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2009 tentang Pos
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 146, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5065), yaitu:
(1) Pasal 10 diubah sehingga berbunyi bahwa
penyelenggaraan pos dapat dilakukan setelah
memenuhi perizinan berusaha dari Pemerintah
Pusat. Pengaturan lebih lanjut mengenai Perizinan
berusaha diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(2) Pasal 13 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
(3) Pasal 37 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku
(4) Pasal 38 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
(5) Pasal 39 diubah sehingga berbunyi bahwa
Pemerintah Pusat berwenang menjatuhkan sanksi
administratif atas pelanggaran ketentuan Pasal 10
ayat (1), Pasal 14 ayat (1) dan ayat (3), dan Pasal
15 ayat (4). Pengaturan lebih lanjut mengenai
sanksi diatur dengan Peraturan Pemerintah.

2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang


Telekomunikasi (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1999 Nomor 154, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3881) yaitu:
(1) Pasal 11 sehingga berbunyi bahwa
penyelenggaraan telekomunikasi dapat

2150
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

dilaksanakan setelah memenuhi Perizinan


Berusaha dari Pemerintah Pusat. Pengaturan lebih
lanjut mengenai Perizinan berusaha diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
(2) Pasal 28 sehingga berbunyi bahwa besaran tarif
penyelenggaraan jaringan telekomunikasi
dan/atau jasa telekomunikasi ditetapkan oleh
penyelenggara jaringan telekomunikasi dan/atau
jasa telekomunikasi dengan berdasarkan formula
yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.
Pemerintah Pusat dapat menetapkan tarif batas
atas dan/atau tarif batas bawah penyelenggaraan
telekomunikasi dengan memperhatikan
kepentingan masyarakat dan persaingan usaha
yang sehat.
(3) Pasal 30 diubah sehingga berbunyi bahwa dalam
hal penyelenggara jaringan telekomunikasi
dan/atau penyelenggara jasa telekomunikasi
belum dapat menyediakan akses di daerah
tertentu, penyelenggara telekomunikasi khusus
dapat menyelenggarakan jaringan telekomunikasi
dan/atau jasa telekomunikasi setelah memenuhi
Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat. Dalam
hal penyelenggara jaringan telekomunikasi
dan/atau jasa telekomunikasi sudah dapat
menyediakan akses di daerah penyelenggara
telekomunikasi khusus tetap dapat melakukan
penyelenggaraan jaringan telekomunikasi
dan/atau jasa telekomunikasi. Ketentuan lebih
lanjut mengenai Perizinan Berusaha diatur dengan
Peraturan Pemerintah.

2151
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

(4) Pasal 32 dan penjelasannya diubah sehingga


berbunyi bahwa tiap alat dan/atau perangkat
telekomunikasi yang dibuat, dirakit, dimasukkan
untuk diperdagangkan dan/atau digunakan di
wilayah Negara Republik Indonesia wajib
memenuhi standar teknis yang diberlakukan
secara wajib. Pengaturan lebih lanjut mengenai
standar teknis perangkat telekomunikasi diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
(5) Pasal 33 Undang-Undang Telekomunikasi diubah,
sehingga berbunyi bahwa penggunaan spektrum
frekuensi radio dan orbit satelit oleh Pelaku Usaha
wajib memenuhi Perizinan Berusaha dari
Pemerintah Pusat. Penggunaan spektrum frekuensi
radio dan orbit satelit oleh selain Pelaku Usaha
wajib mendapatkan persetujuan dari Pemerintah
Pusat. Penggunaan spektrum frekuensi radio dan
orbit satelit harus sesuai dengan peruntukannya
dan tidak saling mengganggu. Pemerintah Pusat
dapat menetapkan penggunaan bersama spektrum
frekuensi radio. Pemegang Perizinan Berusaha
terkait penggunaan spektrum frekuensi radio
untuk penyelenggaraan telekomunikasi dapat
melakukan : kerjasama penggunaan spektrum
frekuensi radio; dan/atau pengalihan persetujuan
penggunaan spektrum frekuensi radio, dengan
penyelenggara telekomunikasi lainnya. Kerjasama
penggunaan dan/atau pengalihan persetujuan
penggunaan spektrum frekuensi radio terlebih
dahulu mendapatkan persetujuan dari Pemerintah
Pusat. Pembinaan, Pengawasan, dan Pengendalian
penggunaan spektrum frekuensi radio dan orbit

2152
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

satelit dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat.


Ketentuan lebih lanjut mengenai Perizinan
Berusaha terkait Penggunaan spektrum frekuensi
radio dan orbit satelit, penggunaan bersama
spektrum frekuensi radio, kerja sama penggunaan
spektrum frekuensi radio, dan pengalihan
persetujuan penggunaan spektrum frekuensi radio
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(6) Pasal 34 diubah sehingga berbunyi bahwa
pemegang perizinan berusaha dan selain pelaku
usaha untuk penggunaan spektrum frekuensi
radio wajib membayar biaya hak penggunaan
spektrum frekuensi radio, yang besarannya
didasarkan atas penggunaan jenis dan lebar pita
frekuensi radio. Pengaturan lebih lanjut mengenai
biaya hak penggunaan spektrum frekuensi radio
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(7) Diantara Pasal 34 dan Pasal 35 disisipkan 2 (dua)
pasal baru, yakni:
(1) Pasal 34A mengatur bahwa Pemerintah Pusat
dan Pemerintah Daerah memberikan fasilitasi
dan/atau kemudahan kepada penyelenggara
telekomunikasi untuk melakukan
pembangunan infrastruktur pasif
telekomunikasi secara transparan, akuntabel,
dan efisien. Dalam penyelenggaraan
telekomunikasi, Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah dapat berperan serta
untuk menyediakan fasilitas bersama
infrastrukur pasif telekomunikasi untuk
digunakan oleh penyelenggara telekomunikasi
secara bersama dengan biaya terjangkau.

2153
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Pengaturan lebih lanjut mengenai peran


Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(2) Pasal 34B yang mengatur bahwa pelaku
usaha yang memiliki infrastruktur pasif yang
dapat digunakan untuk keperluan
telekomunikasi wajib membuka akses
pemanfaatan infrastruktur pasif dimaksud
kepada penyelenggara telekomunikasi.
Pemanfaatan infrastruktur pasif sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan
berdasarkan kerja sama kedua belah pihak
secara adil, wajar, dan non-diskriminatif.
Pengaturan lebih lanjut mengenai
pemanfaatan infrastruktur pasif diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
(8) Pasal 44 dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.
(9) Pasal 45 diubah pengaturannya menjadi
bahwa pelanggaran terhadap ketentuan Pasal
16 ayat (1), Pasal 18 ayat (2), Pasal 19, Pasal
21, Pasal 25 ayat (2), Pasal 26 ayat (1), Pasal
29 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 33 ayat (1), dan
Pasal 34 ayat (1) dikenai sanksi administratif.
(10) Pasal 46 dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.
(11) Pasal 47 diubah sehingga mengatur bahwa
erkait perizinan sektor pos, telekomunikasi,
dan penyiaran, beberapa ketentuan bahwa
setiap orang yang menyelenggarakan jaringan
dan/atau jasa telekomunikasi tanpa Perizinan
Berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal

2154
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

11, dipidana denda paling banyak


Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus
juta rupiah
(12) Pasal 48 dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.
(13) Pasal 51 dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.
(14) Pasal 52 diubah sehingga pengaturan
berbunyi bahwa setiap orang yang membuat,
merakit, dan/atau memasukkan alat
dan/atau perangkat telekomunikasi yang
tidak memenuhi standar teknis, ntuk
diperdagangkan dan/atau dipergunakan di
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia,
dipidana dengan pidana denda paling banyak
Rp1.500.000.000,00 (Satu miliar lima ratus
juta rupiah).
(15) Pasal 53 diubah sehingga mengatur setiap
orang yang melanggar ketentuan dikenai
sanksi administratif. Apabila tindak pidana
mengakibatkan matinya seseorang, dipidana
dengan pidana penjara paling lama 15 (lima
belas) tahun. Ketentuan lebih lanjut mengenai
pengenaan sanksi administratif diatur dengan
Peraturan Pemerintah.

3) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang


Penyiaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2002 Nomor 139, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4252) diubah:

2155
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

1. Pasal 16 Undang-Undang Penyiaran diubah,


sehingga berbunyi bahwa Lembaga Penyiaran
Swasta adalah lembaga penyiaran yang bersifat
komersial berbentuk badan hukum Indonesia,
yang bidang usahanya menyelenggarakan jasa
penyiaran radio atau televisi. Warga negara asing
dapat menjadi pengurus Lembaga Penyiaran
Swasta, hanya untuk bidang keuangan dan bidang
teknik.
2. Pasal 33 Undang-Undang Penyiaran diubah
sehingga berbunyi bahwa penyelenggaraan
penyiaran dapat diselenggarakan setelah
memenuhi Perizinan Berusaha dari Pemerintah
Pusat. Lembaga penyiaran wajib membayar biaya
Perizinan Berusaha penyelenggaraan penyiaran
dari persentase pendapatan penyelenggaraan
penyiaran. Ketentuan lebih lanjut mengenai
Perizinan Berusaha diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
3. Pasal 34 Undang-Undang Penyiaran dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku.
4. Pasal 55 Undang-Undang Penyiaran diubah
sehingga berbunyi bahwa setiap orang yang
melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 15 ayat (2), Pasal 17 ayat (2), Pasal 18
ayat (1), Pasal 18 ayat (2), Pasal 20, Pasal 23, Pasal
24, Pasal 26 ayat (2), Pasal 27, Pasal 28, Pasal 33,
Pasal 36 ayat (2), Pasal 36 ayat (3), Pasal 36 ayat
(4), Pasal 39 ayat (1), Pasal 43 ayat (2), Pasal 44
ayat (1), Pasal 45 ayat (1), Pasal 46 ayat (3), Pasal
46 ayat (6), Pasal 46 ayat (7), Pasal 46 ayat (8),
Pasal 46 ayat (9), Pasal 46 ayat (10), dan Pasal 46

2156
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

ayat (11), dikenai sanksi administratif. Ketentuan


lebih lanjut mengenai tata cara dan pemberian
sanksi administratif diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
5. Pasal 56 Undang-Undang Penyiaran dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku.
6. Pasal 57 Undang-Undang Penyiaran diubah
sehingga berbunyi bahwa setiap orang yang
melanggar ketentuan yang dilakukan untuk
penyiaran radio, dipidana dengan dengan pidana
penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda
paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah). Setiap orang yang melanggar ketentuan
yang dilakukan untuk penyiaran televisi, dipidana
dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun
dan/atau denda paling banyak
Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
7. Pasal 58 Undang-Undang Penyiaran diubah
sehingga berbunyi bahwa setiap orang yang
melanggar ketentuan untuk penyiaran radio,
dipidana dengan pidana penjara paling lama 2
(dua) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). Setiap
orang yang melanggar ketentuan untuk penyiaran
televisi dipidana dengan pidana penjara paling
lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
8. Pasal 59 Undang-Undang Penyiaran diubah
sehingga berbunyi bahwa setiap orang yang
melanggar ketentuan dikenai sanksi administratif.
9. Diantara Pasal 60 dan Pasal 61 Undang-Undang
Penyiaran disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal

2157
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

60A yang berbunyi bahwa penyelenggara penyiaran


dilaksanakan dengan mengikuti perkembangan
teknologi termasuk migrasi penyiaran dari
teknologi analog ke teknologi digital. Migrasi
penyiaran televisi terestrial dari teknologi analog ke
teknologi digital dan penghentian siaran analog
(analog switched off) diselesaikan paling lambat 2
(dua) tahun sejak mulai berlakunya Undang-
Undang ini. Ketentuan lebih lanjut mengenai
migrasi penyiaran dari teknologi analog ke
teknologi digital diatur dengan Peraturan
Pemerintah.

b. Sektor Pertahanan dan Keamanan


1) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2012 tentang Industri
Pertahanan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2012 Nomor 05, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5343) diubah:
1. Pasal 38 Undang-Undang Industri Pertahanan
diubah, sehingga berbunyi bahwa kegiatan
produksi merupakan pembuatan produk oleh
Industri Pertahanan sesuai dengan perencanaan
produksi. Dalam kegiatan produksi Industri
Pertahanan wajib mengutamakan penggunaan
bahan mentah, bahan baku, dan komponen dalam
negeri. Dalam kegiatan produksi dapat
dikembangkan 2 (dua) fungsi produksi Industri
Pertahanan. Industri Pertahanan dalam kegiatan
produksi harus terlebih dahulu memenuhi
Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat.
Ketentuan lebih lanjut mengenai kegiatan produksi

2158
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

dan Perizinan Berusaha diatur dengan Peraturan


Pemerintah.
2. Pasal 55 Undang-Undang Industri Pertahanan
diubah, sehingga berbunyi bahwa setiap orang
yang mengekspor dan/atau melakukan transfer
alat peralatan yang digunakan untuk pertahanan
dan keamanan negara lain wajib memenuhi
Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat.
3. Pasal 56 Undang-Undang Industri Pertahanan
diubah, sehingga berbunyi bahwa pemasaran Alat
Peralatan dilakukan dengan memenuhi Perizinan
Berusaha dari Pemerintah Pusat. Dalam rangka
pertimbangan kepentingan strategis nasional, DPR
dapat melarang atau memberikan pengecualian
penjualan produk Alat Peralatan Pertahanan dan
Keamanan tertentu sesuai dengan politik luar
negeri yang dijalankan Pemerintah Pusat. Alat
Peralatan Pertahanan dan Keamanan dengan
Peraturan Pemerintah.
4. Pasal 67 Undang-Undang Industri Pertahanan
diubah, sehingga berbunyi bahwa setiap orang
dilarang memproduksi Alat Peralatan Pertahanan
dan Keamanan tanpa memenuhi Perizinan
Berusaha dari Pemerintah Pusat.
5. Pasal 68 Undang-Undang Industri Pertahanan
diubah, sehingga berbunyi bahwa setiap orang
dilarang menjual, mengekspor, dan/atau
melakukan transfer Alat Peralatan Pertahanan dan
Keamanan yang bersifat strategis tanpa memenuhi
Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat.
6. Pasal 69 Undang-Undang Industri Pertahanan
diubah, sehingga berbunyi bahwa setiap orang

2159
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

dilarang membeli dan/atau mengimpor Alat


Peralatan Pertahanan dan Keamanan yang bersifat
strategis tanpa memenuhi Perizinan Berusaha dari
Pemerintah Pusat.
7. Diantara Pasal 69 dan 70 Undang-Undang Industri
Pertahanan disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal
69A yang berbunyi bahwa dalam hal kegiatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55, Pasal 56,
Pasal 67, Pasal 68, dan Pasal 69 dilakukan oleh
instansi pemerintah wajib mendapatkan
persetujuan dari Pemerintah Pusat. Ketentuan
lebih lanjut mengenai Perizinan Berusaha serta
persetujuan dari Pemerintah Pusat diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
8. Pasal 72 Undang-Undang Industri Pertahanan
diubah, sehingga berbunyi bahwa setiap orang
yang memproduksi Alat Peralatan Pertahanan dan
Keamanan yang bersifat strategis tanpa mendapat
Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5
(lima) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
Dalam hal tindak pidana dilakukan dalam keadaan
perang, pelaku dipidana dengan pidana penjara
paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau denda
paling banyak Rp25.000.000.000,00 (dua puluh
lima miliar rupiah).
9. Pasal 73 Undang-Undang Industri Pertahanan
diubah, sehingga berbunyi bahwa setiap orang
yang menjual, mengekspor, dan/atau melakukan
transfer Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan
yang bersifat strategis tanpa mendapat Perizinan

2160
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Berusaha dari Pemerintah Pusat dipidana dengan


pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun
dan/atau denda paling banyak
Rp200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah).
Dalam hal tindak pidana dilakukan dalam keadaan
perang, pelaku dipidana dengan pidana penjara
paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau denda
paling banyak Rp500.000.000.000,00 (lima ratus
miliar rupiah).
10. Pasal 74 Undang-Undang Industri Pertahanan
diubah, sehingga berbunyi bahwa setiap orang
yang mengekspor dan/atau melakukan transfer
alat peralatan pertahanan keamanan yang bersifat
strategis yang digunakan untuk keperluan
pertahanan dan keamanan negara lain tanpa
mendapatkan Perizinan Berusaha dari Pemerintah
Pusat dipidana dengan pidana penjara paling lama
5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).
Dalam hal tindak pidana) dilakukan dalam
keadaan perang, pelaku dipidana dengan pidana
penjara paling lama 15 (lima belas) tahun
dan/atau denda paling banyak
Rp500.000.000.000,00 lima ratus miliar rupiah).
11. Pasal 75 Undang-Undang Industri Pertahanan
diubah, sehingga berbunyi bahwa setiap orang
yang membeli dan/atau mengimpor Alat Peralatan
Pertahanan dan Keamanan yang bersifat strategis
tanpa mendapat Perizinan Berusaha dari
Pemerintah Pusat dan persetujuan dari Pemerintah
Pusat dipidana dengan pidana penjara paling lama

2161
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak


Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).

2) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang


Kepolisian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2002 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4168) diubah:
1. Pasal 15 Undang-Undang Kepolisian diubah,
sehingga berbunyi bahwa dalam rangka
menyelenggarakan tugas, Kepolisian Negara
Republik Indonesia secara umum berwenang
menerima laporan dan/atau pengaduan;
membantu menyelesaikan perselisihan warga
masyarakat yang dapat mengganggu ketertiban
umum; mencegah dan menanggulangi tumbuhnya
penyakit masyarakat; mengawasi aliran yang dapat
menimbulkan perpecahan atau mengancam
persatuan dan kesatuan bangsa; mengeluarkan
peraturan kepolisian dalam lingkup kewenangan
administratif kepolisian; melaksanakan
pemeriksaan khusus sebagai bagian dari tindakan
kepolisian dalam rangka pencegahan; melakukan
tindakan pertama di tempat kejadian; mengambil
sidik jari dan identitas lainnya serta memotret
seseorang; mencari keterangan dan barang bukti;
menyelenggarakan Pusat Informasi Kriminal
Nasional; mengeluarkan surat izin dan/atau surat
keterangan yang diperlukan dalam rangka
pelayanan masyarakat; memberikan bantuan
pengamanan dalam sidang dan pelaksanaan
putusan pengadilan, kegiatan instansi lain, serta
kegiatan masyarakat; dan menerima dan

2162
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

menyimpan barang temuan untuk sementara


waktu. Kepolisian Negara Republik Indonesia
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan berwenang memberikan izin dan
mengawasi kegiatan keramaian umum dan
kegiatan masyarakat lainnya; menyelenggarakan
registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor;
memberikan surat izin mengemudi kendaraan
bermotor; menerima pemberitahuan tentang
kegiatan politik; memberikan izin dan melakukan
pengawasan senjata api, bahan peledak, dan
senjata tajam; memberikan Perizinan Berusaha
dan melakukan pengawasan terhadap badan
usaha di bidang jasa pengamanan sesuai
ketentuan perundang-undangan di bidang
Perizinan Berusaha; memberikan petunjuk,
mendidik, dan melatih aparat kepolisian khusus
dan petugas pengamanan swakarsa dalam bidang
teknis kepolisian; melakukan kerja sama dengan
kepolisian negara lain dalam menyidik dan
memberantas kejahatan internasional; melakukan
pengawasan fungsional kepolisian terhadap orang
asing yang berada di wilayah Indonesia dengan
koordinasi terkait; mewakili pemerintah Republik
Indonesia dalam organisasi kepolisian
internasional; dan melaksanakan kewenangan lain
yang termasuk dalam lingkup tugas kepolisian.

5. Persyaratan Investasi
a. Penanaman Modal
1) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang
Penanaman Modal

2163
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

a) Mengubah ketentuan Pasal 2 sehingga berbunyi :


“Ketentuan dalam Undang-Undang ini berlaku dan
menjadi acuan bagi penanaman modal di semua sektor
di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.”
b) Perlu mengubah ketentuan Pasal 12 sehingga berbunyi
:
(6) Semua bidang usaha terbuka bagi kegiatan
penanaman modal, kecuali bidang usaha yang
dinyatakan tertutup untuk penanaman modal
atau kegiatan yang hanya dapat dilakukan oleh
Pemerintah Pusat.
(7) Bidang usaha yang tertutup untuk penanaman
modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi:
g. budi daya dan industri narkotika golongan I;
h. segala bentuk kegiatan perjudian dan/atau
kasino;
i. penangkapan Spesies ikan yang Tercantum
dalam Appendix I Convention on International
Trade in Endangered Species of Wild Fauna
and Flora (CITES);
j. pemanfaatan atau pengambilan koral dan
pemanfaatan atau pengambilan karang dari
alam yang digunakan untuk bahan
bangunan/kapur/kalsium, akuarium, dan
souvenir/perhiasan, serta koral hidup atau
koral mati (recent death coral) dari alam;
k. industri pembuatan senjata kimia;
l. Industri bahan kimia industri dan industri
bahan perusak lapisan ozon.;
(8) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan
penanaman modal sebagaimana dimaksud pada

2164
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan


Presiden.
(9) Perizinan Berusaha atas kegiatan penanaman
modal dilakukan berdasarkan penyederhanaan
Perizinan Berusaha berbasis risiko.
(10) Ketentuan lebih lanjut mengenai Perizinan
Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
c) Perlu mengubah ketentuan Pasal 13 sehingga berbunyi
sebagai berikut :
(4) Pemerintah Pusat memberikan kemudahan,
pemberdayaan, dan perlindungan bagi usaha
mikro, kecil, menengah, dan koperasi dalam
pelaksanaan penanaman modal.
(5) Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) berupa pembinaan dan pengembangan usaha
mikro, kecil, menengah, dan koperasi melalui
program kemitraan, pelatihan sumber daya
manusia, peningkatan daya saing, pemberian
dorongan inovasi dan perluasan pasar, akses
pembiayaan, serta penyebaran informasi yang
seluas-luasnya.
(6) Kemitraan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
merupakan kemitraan yang dilakukan secara
langsung pada bisnis inti (core business) atas
dasar prinsip saling memerlukan, mempercayai,
memperkuat, dan menguntungkan selama
kegiatan usaha dilaksanakan.
d) Ketentuan Pasal 18 perlu dilakukan perubahan
sehingga berbunyi sebagai berikut :

2165
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

(8) Pemerintah Pusat memberikan fasilitas kepada


penanam modal yang melakukan penanaman
modal.
(9) Fasilitas penanaman modal sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan kepada
penanaman modal yang:
a. melakukan perluasan usaha; atau
b. melakukan penanaman modal baru.
(10) Penanaman modal yang mendapat fasilitas
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-
kurangnya memenuhi kriteria:
l. menyerap banyak tenaga kerja;
m. termasuk skala prioritas tinggi;
n. termasuk pembangunan infrastruktur;
o. melakukan alih teknologi;
p. melakukan industri pionir;
q. berada di daerah terpencil, daerah tertinggal,
daerah perbatasan, atau daerah lain yang
dianggap perlu;
r. menjaga kelestarian lingkungan hidup;
s. melaksanakan kegiatan penelitian,
pengembangan, dan inovasi;
t. bermitra dengan usaha mikro, kecil, menengah
atau koperasi;
u. industri yang menggunakan barang modal atau
mesin atau peralatan yang diproduksi di dalam
negeri; dan/atau
v. termasuk pengembangan usaha pariwisata.
(11) Bentuk fasilitas yang diberikan kepada penanaman
modal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan
ayat (3) dapat berupa:

2166
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

g. pajak penghasilan melalui pengurangan


penghasilan netto sampai tingkat tertentu
terhadap jumlah penanaman modal yang
dilakukan dalam waktu tertentu;
h. pembebasan atau keringanan bea masuk atas
impor barang modal, mesin, atau peralatan
untuk keperluan produksi yang belum dapat
diproduksi di dalam negeri
i. pembebasan atau keringanan bea masuk
bahan baku atau bahan penolong untuk
keperluan produksi untuk jangka waktu
tertentu dan persyaratan tertentu;
j. pembebasan atau penangguhan Pajak
Pertambahan Nilai atas impor barang modal
atau mesin atau peralatan untuk keperluan
produksi yang belum dapat diproduksi di
dalam negeri selama jangka waktu tertentu;
k. penyusutan atau amortisasi yang dipercepat;
dan
l. keringanan Pajak Bumi dan Bangunan,
khususnya untuk bidang usaha tertentu, pada
wilayah atau daerah atau kawasan tertentu.
(12) Pembebasan atau pengurangan pajak penghasilan
badan dalam jumlah dan waktu tertentu hanya
dapat diberikan kepada penanaman modal baru
yang merupakan industri pionir yang memenuhi
kriteria industri yang memiliki keterkaitan yang
luas, memberi nilai tambah dan eksternalitas yang
tinggi, memperkenalkan teknologi baru, serta
memiliki nilai strategis bagi perekonomian
nasional.

2167
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

(13) Bagi penanaman modal yang sedang berlangsung


yang melakukan penggantian mesin atau barang
modal lainnya, dapat diberikan fasilitas berupa
keringanan atau pembebasan bea masuk
(14) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian
fasilitas fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat
(4), ayat (5), dan ayat (6) diatur dengan Peraturan
Menteri Keuangan.
e) Perlu mengubah ketentuan Pasal 25 sehingga berbunyi
sebagai berikut :
(1) Penanam modal yang melakukan penanaman
modal di Indonesia harus sesuai dengan ketentuan
Pasal 5 Undang-Undang ini.
(2) Pengesahan pendirian badan usaha penanaman
modal dalam negeri yang berbentuk badan hukum
atau tidak berbadan hukum dilakukan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(3) Pengesahan pendirian badan usaha penanaman
modal asing yang berbentuk perseroan terbatas
dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(4) Perusahaan penanaman modal yang akan
melakukan kegiatan usaha wajib memenuhi
Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat.
b. Perbankan
1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
a) Mengubah ketentuan Pasal 22 sehingga berbunyi
sebagai berikut :
(1) Bank Umum dapat didirikan oleh:
a. warga negara Indonesia;
b. badan hukum Indonesia; dan/atau

2168
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

c. badan hukum asing secara kemitraan.


(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan
pendirian yang wajib dipenuhi pihak-pihak
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
oleh Bank Indonesia.
(3) Pendirian Bank Umum oleh badan hukum asing
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c,
selain memenuhi ketentuan persyaratan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) juga harus
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan di bidang penanaman modal.
c. Perbankan Syariah
1) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan
Syariah
a) Mengubah ketentuan Pasal 9 UU Perbankan Syariah
sehingga berbunyi sebagai berikut :
(5) Bank Umum Syariah hanya dapat didirikan
dan/atau dimiliki oleh:
e. warga negara Indonesia;
f. badan hukum Indonesia;
g. pemerintah daerah; dan/atau
h. badan hukum asing secara kemitraan.
(6) Bank Pembiayaan Rakyat Syariah hanya dapat
didirikan dan/atau dimiliki oleh:
a. warga negara Indonesia dan/atau badan
hukum Indonesia yang seluruhnya dimiliki oleh
warga negara Indonesia;
b. pemerintah daerah; atau
c. dua pihak atau lebih sebagaimana dimaksud
dalam huruf a dan huruf b.
(7) Maksimum kepemilikan Bank Umum Syariah dan
Bank Pembiayaan Rakyat Syariah oleh badan

2169
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

hukum asing ditentukan sesuai dengan


ketentuan peraturan perundang-undangan di
bidang penanaman modal.
d. Pers
1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers
a) Perlunya mengubah ketentuan Pasal 11 Undang-
Undang Pers sehingga berbunyi sebagai berikut :
“Pemerintah Pusat mengembangkan usaha pers melalui
penanaman modal sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang penanaman modal”
e. Pos
1) Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2009 tentang Pos
a) Ketentuan Pasal 12 perlu dilakukan perubahan
sehingga berbunyi sebagai berikut :
(1) Pemerintah Pusat mengembangkan usaha
penyelenggara Pos melalui penanaman modal
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan di bidang penanaman modal.
(2) Penyelenggara Pos asing yang telah memenuhi
persyaratan dapat menyelenggarakan pos di
Indonesia.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan
penyelenggara Pos asing sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
f. Penyiaran
1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran
a) Pasal 17 Undang-Undang Penyiaran dilakukan
perubahan sehingga berbunyi sebagai berikut :
(1) Pemerintah Pusat mengembangkan bidang usaha
lembaga penyiaran swasta sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) melalui

2170
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

penanaman modal sesuai dengan ketentuan


peraturan perundang-undangan di bidang
penanaman modal.
(2) Lembaga Penyiaran Swasta wajib memberikan
kesempatan kepada karyawan untuk memiliki
saham perusahaan dan mendapatkan bagian laba
perusahaan.
b) Mengubah ketentuan Pasal 25 sehingga berbunyi
sebagai berikut :
(3) Lembaga Penyiaran Berlangganan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) huruf d
merupakan lembaga penyiaran berbentuk badan
hukum Indonesia, yang bidang usahanya
menyelenggarakan jasa penyiaran berlangganan.
(4) Pemerintah Pusat mengembangkan bidang usaha
Lembaga Penyiaran Berlangganan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) melalui penanaman
modal sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang penanaman
modal.
(5) Lembaga Penyiaran Berlangganan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) memancarluaskan atau
menyalurkan materi siarannya secara khusus
kepada pelanggan melalui radio, televisi, multi-
media, atau media informasi lainnya.
g. Perkebunan
1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang
Perkebunan
a) Mengubah ketentuan Pasal 39 sehingga berbunyi
sebagai berikut : “Pelaku Usaha Perkebunan dapat
melakukan Usaha Perkebunan di seluruh wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia oleh Pelaku Usaha

2171
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Perkebunan sesuai dengan ketentuan peraturan


perundang-undangan di bidang penanaman modal.”
b) Mencabut ketentuan Pasal 40 dan dinyatakan tidak
berlaku.
c) Mengubah ketentuan Pasal 95 sehingga berbunyi
sebagai berikut :
(1) Pemerintah Pusat mengembangkan Usaha
Perkebunan melalui penanaman modal.
(2) Pelaksanaan penanaman modal sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang
penanaman modal.
h. Hortikultura
1) Undang–Undang Nomor 13 Tahun 2010 tentang
Hortikultura
a) Perlu mengubah ketentuan Pasal 100 Undang-Undang
Hortikultura sehingga berbunyi sebagai berikut :
(3) Pemerintah Pusat mendorong penanaman modal
dalam usaha hortikultura.
(4) Pelaksanaan penanaman modal sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang
penanaman modal.
b) Mencabut ketentuan Pasal 131 dan dinyatakan tidak
berlaku.
i. Peternakan dan Kesehatan Hewan
1) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang
Peternakan dan Kesehatan Hewan jo Undang-Undang
Nomor 41 Tahun 2014
a) Mengubah ketentuan Pasal 30 sehingga berbunyi
sebagai berikut :

2172
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

(1) Pemerintah Pusat mengembangkan Usaha Budi


Daya melalui penanaman modal oleh perorangan
warga negara Indonesia atau korporasi yang
berbadan hukum.
(2) Pelaksanaan penanaman modal sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan di
bidang penanaman modal.
j. Pelayaran
1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran
a) Perlu mengubah ketentuan Pasal 29 Undang-Undang
Pelayaran, sehingga berbunyi sebagai berikut :
(4) Untuk memenuhi Perizinan Berusaha terkait
angkutan laut, badan usaha wajib memiliki kapal
berbendera Indonesia dengan kapal ukuran
tertentu.
(5) Badan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) terbuka bagi penanam modal sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang
penanaman modal.
(6) Ketentuan mengenai ukuran tertentu
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
k. Penerbangan
1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang
Penerbangan
a) Mengubah ketentuan Pasal 108 sehingga berbunyi :
“Pemerintah Pusat mengembangkan usaha angkutan
udara niaga nasional melalui penanaman modal sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di
bidang penanaman modal.”

2173
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

b) Perlu mengubah ketentuan Pasal 237 sehingga


berbunyi sebagai berikut : “Pemerintah Pusat
mengembangkan usaha kebandarudaraan melalui
penanaman modal sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang penanaman modal.”
l. Industri Pertahanan
1) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2012 tentang Industri
Pertahanan
a) Mengubah ketentuan Pasal 52 sehingga berbunyi :
“Pemerintah Pusat mengembangkan industri komponen
utama dan/atau penunjang, industri komponen
dan/atau pendukung (perbekalan), dan industri bahan
baku melalui penanaman modal sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang
penanaman modal.”
m. Jasa Konstruksi
1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa
Konstruksi
a) Mengubah ketentuan Pasal 32 sehingga berbunyi
sebagai berikut : “Badan usaha Jasa Konstruksi asing
atau usaha perseorangan Jasa Konstruksi asing yang
akan melakukan usaha Jasa Konstruksi di wilayah
Indonesia wajib membentuk badan usaha berbadan
hukum Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangan-undangan bidang penanaman modal.”
b) Mencabut ketentuan Pasal 33 Undang-Undang Jasa
Konstruksi dan dinyatakan tidak berlaku.
n. Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Terpencil
1) Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor
1 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang

2174
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir


dan Pulau-Pulau Kecil
a) Mengubah ketentuan Pasal 26A sehingga berbunyi
sebagai berikut : “Dalam rangka penanaman modal
asing, pemanfaatan pulau-pulau kecil dan pemanfaatan
perairan di sekitarnya harus memenuhi Perizinan
Berusaha dari Pemerintah Pusat dan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang
penanaman modal.”

6. Ketenagakerjaan
7. Kemudahan Berusaha
a. Umum
Untuk mempermudah pelaku usaha dalam melakukan investasi
Undang-Undang ini mengubah, menghapus, atau menetapkan
pengaturan baru beberapa ketentuan yang diatur dengan:
a. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor
52, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5216), yang selanjutnya didalam Undang-Undang ini disebut
dengan Undang-Undang Keimigrasian;
b. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor
176, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5922) yang selanjutnya didalam Undang-Undang ini disebut
dengan Undang-Undang Paten;
c. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas; (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007
Nomor 106, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4756) yang selanjutnya disebut Undang-Undang
Perseroan Terbatas
d. Staatblad Tahun 1926 Nomor 226 jo. Staatblad Tahun 1940
Nomor 450 tentang Undang-Undang Gangguan

2175
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

(Hinderordonnantie) yang selanjutnya disebut Undang-


Undang Gangguan
e. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5049) yang selanjutnya
disebut Undang-Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
f. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan
dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan
Petambak Garam (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2016 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5870) yang selanjutnya disebut
Undang-Undang ini disebut dengan Undang-Undang
Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya
Ikan, dan Petambak Garam
g. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar
Perusahaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1982 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3214) yang selanjutnya disebut Undang-
Undang Wajib Daftar Perusahaan
h. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan
Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor
33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3817) yang selanjutnya disebut Undang-Undang Wajib
Daftar Perusahaan
i. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang
Perkoperasian (LN…., TLN….)
b. Keimigrasian
1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian
a) Pasal 63 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

2176
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

(1) Orang Asing tertentu yang berada di Wilayah


Indonesia wajib memiliki Penjamin yang menjamin
keberadaannya.
(2) Penjamin bertanggung jawab atas keberadaan dan
kegiatan Orang Asing yang dijamin selama tinggal di
Wilayah Indonesia serta berkewajiban melaporkan
setiap perubahan status sipil, status Keimigrasian,
dan perubahan alamat.
(3) Penjamin wajib membayar biaya yang timbul untuk
memulangkan atau mengeluarkan Orang Asing yang
dijaminnya dari Wilayah Indonesia apabila Orang
Asing yang bersangkutan:
a. telah habis masa berlaku Izin Tinggalnya;
dan/atau
b. dikenai Tindakan Administratif Keimigrasian
berupa Deportasi.
(4) Ketentuan mengenai penjaminan tidak berlaku bagi:
a. Orang Asing yang kawin secara sah dengan warga
negara Indonesia; dan
b. Pelaku Usaha dengan kewarganegaraan asing
yang menanamkan modal sebagai investasinya di
Indonesia sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan di bidang penanaman modal.
(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62
ayat (2) huruf g tidak berlaku dalam hal pemegang
Izin Tinggal Tetap yang putus hubungan
perkawinannya dengan warga negara Indonesia
memperoleh penjaminan yang menjamin
keberadaannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(6) Dalam hal investasi yang ditanamkan di Indonesia
oleh Pelaku Usaha dengan kewarganegaraan asing
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b, nilai

2177
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

investasinya menjadi pengganti penjamin bagi Pelaku


Usaha dengan kewarganegaraan asing sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).
b) Pasal 71 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut :
(4) Setiap Orang Asing yang berada di Wilayah Indonesia
wajib:
c. memberikan segala keterangan yang diperlukan
mengenai identitas diri dan/atau keluarganya
serta melaporkan setiap perubahan status sipil,
kewarganegaraan, pekerjaan, Penjamin, atau
perubahan alamatnya kepada Kantor Imigrasi
setempat; atau
d. memperlihatkan dan menyerahkan Dokumen
Perjalanan atau Izin Tinggal yang dimilikinya
apabila diminta oleh Pejabat Imigrasi yang
bertugas dalam rangka pengawasan Keimigrasian.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dikecualikan bagi Pelaku Usaha dengan
kewarganegaraan asing yang menanamkan modal
sebagai investasinya di Indonesia sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang
penanaman modal.
(3) Dalam hal Pelaku Usaha dengan kewarganegaraan
asing ingin menanamkan modalnya di Indonesia
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, Pelaku
Usaha cukup memperlihatkan tanpa harus
menyerahkan Dokumen Perjalanan atau Izin Tinggal
yang dimilikinya.
2) Undang-Undang 13 Tahun 2016 tentang Paten
a) Mengubah ketentuan Pasal 4 Undang-Undang Paten
sehingga berbunyi sebagai berikut :
Invensi tidak mencakup:

2178
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

a. kreasi estetika;
b. skema;
c. aturan dan/atau metode untuk melakukan
kegiatan:
1) yang melibatkan kegiatan mental;
2) permainan; dan
3) bisnis.
d. aturan dan metode yang hanya berisi program
komputer; atau
e. presentasi mengenai suatu informasi.
b) Mencabut ketentuan Pasal 20 sehingga dinyatakan tidak
berlaku.
c) Perlu mengubah ketentuan Pasal 82 Undang-Undang
Paten sehingga berbunyi sebagai berikut :
(3) Lisensi-wajib merupakan Lisensi untuk
melaksanakan Paten yang diberikan berdasarkan
Keputusan Menteri atas dasar permohonan
dengan alasan:
d. Pemegang Paten tidak melaksanakan
kewajiban untuk membuat produk atau
menggunakan proses di Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat
(1) dalam jangka waktu 36 (tiga puluh enam)
bulan setelah diberikan Paten;
e. Paten hasil pengembangan dari Paten yang
telah diberikan sebelumnya tidak bisa
dilaksanakan tanpa menggunakan Paten
pihak lain yang masih dalam pelindungan;
f. Lisensi-wajib dilakukan untuk kebutuhan
sangat mendesak dan/atau keadaan darurat
untuk kepentingan masyarakat.

2179
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

(4) Permohonan Lisensi-wajib sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) dikenai biaya.
d) Mengubah ketentuan Pasal 84 sehingga berbunyi sebagai
berikut:
(3) Lisensi- wajib sebagaimana dimaksud dalam Pasal
82 ayat (1) hanya dapat diberikan oleh Menteri
jika:
d. pemohon atau kuasanya dapat mengajukan
bukti mempunyai kemampuan untuk
melaksanakan sendiri Paten dimaksud secara
penuh dan mempunyai fasilitas untuk
melaksanakan Paten yang bersangkutan
dengan secepatnya;
e. pemohon atau kuasanya telah berusaha
mengambil langkah-langkah dalam jangka
waktu paling lama 12 (dua belas) bulan untuk
mendapatkan Lisensi dari Pemegang Paten
atas dasar persyaratan dan kondisi yang
wajar tetapi tidak memperoleh hasil; dan
f. Menteri berpendapat Paten dimaksud dapat
dilaksanakan di Indonesia dalam skala
ekonomi yang layak untuk memenuhi
kebutuhan mendesak dan/atau keadaan
darurat dalam negeri, dan memberikan
manfaat kepada masyarakat.
(4) Bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a harus dilengkapi keterangan dari
instansi yang memiliki kompetensi yang
diberikan atas permintaan pemohon atau
Kuasanya.
3) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas

2180
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

a) Ketentuan Pasal 7 Undang-Undang Perseroan Terbatas


diubah sehingga berbunyi sebagai berikut :
(9) Perseroan didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih
dengan akta notaris yang dibuat dalam bahasa
Indonesia.
(10) Setiap pendiri Perseroan wajib mengambil
bagian saham pada saat Perseroan didirikan.
(11) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) tidak berlaku dalam rangka Peleburan.
(12) Perseroan memperoleh status badan hukum
pada tanggal diterbitkannya keputusan Menteri
mengenai pengesahan badan hukum Perseroan.
(13) Setelah Perseroan memperoleh status badan
hukum dan pemegang saham menjadi kurang dari 2
(dua) orang, dalam jangka waktu paling lama 6
(enam) bulan terhitung sejak keadaan tersebut
pemegang saham yang bersangkutan wajib
mengalihkan sebagian sahamnya kepada orang lain
atau Perseroan mengeluarkan saham baru kepada
orang lain.
(14) Dalam hal jangka waktu sebagaimana
dimaksud pada ayat (5) telah dilampaui, pemegang
saham tetap kurang dari 2 (dua) orang, pemegang
saham bertanggung jawab secara pribadi atas segala
perikatan dan kerugian Perseroan, dan atas
permohonan pihak yang berkepentingan, pengadilan
negeri dapat membubarkan Perseroan tersebut.
(15) Ketentuan yang mewajibkan Perseroan
didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), dan ketentuan pada ayat (5),
serta ayat (6) tidak berlaku bagi:

2181
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

d. Persero yang seluruh sahamnya dimiliki oleh


negara;
e. Perseroan yang mengelola bursa efek, lembaga
kliring dan penjaminan, lembaga penyimpanan
dan penyelesaian, dan lembaga lain sesuai
dengan Undang-Undang tentang Pasar Modal;
atau
f. Persero untuk Usaha Mikro Kecil.
(16) Usaha Mikro dan Kecil sebagaimana
dimaksud pada ayat (7) huruf c merupakan usaha
mikro dan kecil sebagaimana diatur dalam ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang usaha
mikro, kecil, dan menengah.
b) Mencabut ketentuan Pasal 30 Undang-Undang
Perseroan Terbatas
c) Perlu mengubah ketentuan Pasal 32 Undang-Undang
Perseroan Terbatas sehingga berbunyi sebagai berikut :
(1) Perseroan wajib memiliki modal dasar perseroan.
(2) Besaran modal dasar perseroan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditentukan berdasarkan
keputusan pendiri perseroan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai modal dasar
perseroan, diatur dengan Peraturan Pemerintah.
d) Mencabut ketentuan Pasal 153 dan dinyatakan tidak
berlaku, serta menyisipkan pasal tambahan diantara
Pasal 153 dan 154 sebagai berikut :
a. Pasal 153A yang berbunyi sebagai berikut:
“Perseroan Terbatas untuk Usaha Mikro dan Kecil
harus mempunyai maksud dan tujuan serta
kegiatan usaha yang tidak bertentangan dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan,
ketertiban umum, dan/atau kesusilaan”.

2182
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

b. Pasal 153B yang berbunyi sebagai berikut:


(4) Pendiri Perseroan Terbatas untuk Usaha Mikro
dan Kecil wajib menyetorkan modal dalam
bentuk saham pada saat Perseroan Terbatas
untuk Usaha Mikro dan Kecil didirikan.
(5) Pemegang saham Perseroan tidak bertanggung
jawab atas kerugian Perseroan melebihi saham
yang dimiliki.
(6) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) tidak berlaku apabila:
e. persyaratan Perseroan Terbatas untuk
Usaha Mikro dan Kecil sebagai badan
hukum belum atau tidak terpenuhi;
f. pemegang saham yang bersangkutan, baik
langsung maupun tidak langsung dengan
itikad buruk memanfaatkan Perseroan
Terbatas untuk Usaha Mikro dan Kecil bagi
kepentingan pribadi;
g. pemegang saham yang bersangkutan
terlibat dalam perbuatan melawan hukum
yang dilakukan oleh Perseroan Terbatas
untuk Usaha Mikro dan Kecil; atau
h. pemegang saham yang bersangkutan, baik
langsung maupun tidak langsung secara
melawan hukum menggunakan kekayaan
Perseroan Terbatas untuk Usaha Mikro dan
Kecil, yang mengakibatkan kekayaan
Perseroan Terbatas untuk Usaha Mikro dan
Kecil menjadi tidak cukup untuk melunasi
utang Perseroan Terbatas untuk Usaha
Mikro dan Kecil.

2183
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

c. Pasal 153C:
(3) Modal Perseroan Terbatas untuk Usaha Mikro
dan Kecil terdiri atas seluruh nilai nominal
saham.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai modal
Perseroan Terbatas untuk Usaha Mikro dan
Kecil sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan Peraturan Pemerintah.

d. Pasal 153D:
(3) Perseroan Terbatas untuk Usaha Mikro dan
Kecil dilarang mengalihkan saham untuk
dimiliki oleh orang lain.
(4) Ketentuan larangan kepemilikan saham
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
berlaku terhadap kepemilikan saham yang
diperoleh berdasarkan peralihan karena hak
waris.
e. Pasal 153E:
(4) Perseroan Terbatas untuk Usaha Mikro
(5) dan Kecil mempunyai nama dan tempat
kedudukan dalam wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang ditentukan dalam
Pernyataan Pendirian.
(6) Perseroan Terbatas untuk Usaha Mikro dan
Kecil mempunyai alamat lengkap sesuai dengan
tempat kedudukannya.
(7) Nama Perseroan Terbatas untuk Usaha Mikro
dan Kecil tidak boleh memakai nama yang:
g. telah dipakai secara sah oleh Perseroan lain
atau sama pada pokoknya dengan nama
Perseroan lain;

2184
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

h. bertentangan dengan ketertiban umum


dan/atau kesusilaan;
i. sama atau mirip dengan nama lembaga
negara, lembaga pemerintah, atau lembaga
internasional, kecuali mendapat izin dari
yang bersangkutan;
j. tidak sesuai dengan maksud dan tujuan,
serta kegiatan usaha, atau menunjukkan
maksud dan tujuan Perseroan saja tanpa
nama diri;
k. terdiri atas angka atau rangkaian angka,
huruf atau rangkaian huruf yang tidak
membentuk kata; atau
l. mempunyai arti sebagai Perseroan, badan
hukum, atau persekutuan perdata.
f. Pasal 153F:
(4) Pernyataan Pendirian Perseroan Terbatas untuk
Usaha Mikro dan Kecil memuat maksud, tujuan,
dan keterangan lain berkaitan dengan pendirian
Perseroan.
(5) Pernyataan Pendirian sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) didaftarkan secara elektronik
kepada Menteri dengan mengisi format isian.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai keterangan lain
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan format
isian sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
g. Pasal 153G:
(3) Perubahan Pernyataan Pendirian Perseroan
Terbatas untuk Usaha Mikro dan Kecil
ditetapkan oleh pemegang saham dan

2185
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

diberitahukan secara elektronik kepada


Menteri.
(4) Perubahan Pernyataan Pendirian sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi:
g. nama dan tempat kedudukan;
h. maksud dan tujuan;
i. modal;
j. jangka waktu;
k. direktur;dan
l. pemegang saham karena meninggal.
h. Pasal 153H:
(6) Direktur menjalankan pengurusan Perseroan
Terbatas untuk Usaha Mikro dan Kecil bagi
kepentingan Perseroan dan sesuai dengan
maksud dan tujuan Perseroan.
(7) Direktur berwenang menjalankan pengurusan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai
dengan kebijakan yang dianggap tepat, dalam
batas yang ditentukan dalam Undang-Undang
ini dan/atau Pernyataan Pendirian Perseroan.
(8) Direktur Perseroan Terbatas untuk Usaha Mikro
dan Kecil terdiri atas minimal 1 (satu) orang.
(9) Direktur Perseroan Terbatas dapat menunjuk
direktur lain.
(10) Ketentuan mengenai gaji dan tunjangan anggota
direksi diatur dengan Peraturan Pemerintah.
i. Pasal 153I:
(11) Saham Perseroan Terbatas untuk Usaha Mikro
dan Kecil dikeluarkan atas nama pemiliknya.
(12) Pemegang Saham sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) merupakan orang perseorangan dan
bukan badan hukum.

2186
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

(13) Persyaratan kepemilikan saham harus


ditetapkan dalam Pernyataan Pendirian
Perseroan.
(14) Nilai saham harus dicantumkan dalam mata
uang rupiah.
(15) Saham tanpa nilai nominal tidak dapat
dikeluarkan.
(16) Perseroan Terbatas dilarang memiliki saham
atau modal pada Perseroan Terbatas lainnya.
(17) Dalam hal pemegang saham lebih dari satu
orang dan salah satunya atau sebagian akan
mengundurkan diri dari Perseroan Terbatas,
maka dapat diselesaikan sesuai kesepakatan
para pihak dan dicatatkan dalam Perubahan
Pernyataan Pendirian secara elektronik.
(18) Pendiri Perseroan hanya dapat mendirikan
Perseroan Terbatas untuk Usaha Mikro dan
Kecil sejumlah 1 (satu) Perseroan Terbatas
untuk Usaha Mikro dan Kecil dalam 1 (satu)
tahun.
(19) Ketentuan sebagaimana ayat (8) berlaku untuk 3
(tiga) kali pendirian Perseroan Terbatas dengan
membubarkan terlebih dahulu Perseroan
Terbatas yang didirikan sebelumnya.
(20) Dalam hal pengalihan saham berlaku ketentuan
pengalihan saham sebagaimana ketentuan
Perseroan Terbatas pada umumnya.
j. Pasal 153J:
(3) Perseroan Terbatas untuk Usaha Mikro dan
Kecil wajib melaporkan Data Perseroan secara
elektronik kepada Menteri.

2187
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

(4) Data Perseroan sebagaimana dimaksud pada


ayat (1) terbuka untuk publik.
k. Pasal 153K:
(3) Direktur atau direksi Perseroan Terbatas untuk
Usaha Mikro dan Kecil wajib membuat laporan
keuangan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai kewajiban
membuat laporan keuangan diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
l. Pasal 153L:
(4) Pembubaran Perseroan Terbatas untuk Usaha
Mikro dan Kecil dilakukan oleh pemegang saham
yang dituangkan dalam pernyataan pembubaran
dan diberitahukan secara elektronik kepada
Menteri.
(5) Pembubaran Perseroan Terbatas untuk Usaha
Mikro dan Kecil terjadi:
d. berdasarkan keputusan Pemegang Saham;
e. karena jangka waktu berdirinya yang
ditetapkan dalam anggaran dasar telah
berakhir; atau
f. berdasarkan penetapan pengadilan;
(6) Status badan hukum Perseroan Terbatas untuk
Usaha Mikro dan Kecil berakhir sejak terbitnya
pencatatan pembubaran badan hukum
Perseroan Terbatas untuk Usaha Mikro dan
Kecil oleh Menteri.
m. Pasal 153M:
(3) Dalam hal modal Perseroan Terbatas untuk
Usaha Mikro dan Kecil melebihi ketentuan
kriteria usaha mikro dan kecil sebagaimana
dimaksud peraturan perundang-undangan,

2188
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Perseroan Terbatas untuk Usaha Mikro dan


Kecil harus mengubah statusnya menjadi
Perseroan Terbatas sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang ini.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengubahan
status Perseroan Terbatas untuk Usaha Mikro
dan Kecil menjadi Perseroan Terbatas diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
n. Pasal 153N:
(3) Perseroan Terbatas untuk Usaha Mikro dan
Kecil dapat dibebaskan dari segala biaya terkait.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembebasan
biaya Perseroan Terbatas untuk Usaha Mikro
dan Kecil sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
o. Pasal 153O:
“Pengawasan Perseroan Terbatas untuk Usaha
Mikro dan Kecil tunduk pada ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang pengawasan
korporasi”.

4) Mencabut Staatblad Tahun 1926 Nomor 226 jo. Staatblad


Tahun 1940 Nomor 450 tentang Undang-Undang Gangguan
dan dinyatakan tidak berlaku
5) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah
a) Mengubah ketentuan Pasal 141 Undang-Undang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah sehingga berbunyi sebagai
berikut :
Jenis Retribusi Perizinan Tertentu meliputi:

2189
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

f. Retribusi Perizinan Berusaha terkait pendirian


bangunan yang selanjutnya disebut Retribusi Izin
Mendirikan Bangunan;
g. Retribusi Perizinan Berusaha terkait tempat
penjualan minuman beralkohol yang selanjutnya
disebut Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol;
h. Retribusi Perizinan Berusaha terkait trayek yang
selanjutnya disebut Izin Trayek; dan
i. Retribusi Perizinan Berusaha terkait perikanan yang
selanjutnya disebut Izin Usaha Perikanan
b) Mencabut ketentuan Pasal 144 dan dinyatakan tidak
berlaku.
6) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan
dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan
Petambak Garam
a) Pasal 37 Undang-Undang Perlindungan dan
Pemberdayaan Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan
Petambak Garam perlu diubah sehingga berbunyi :
(1) Pemerintah Pusat mengendalikan impor Komoditas
Perikanan dan Komoditas Pergaraman.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengendalian impor
Perikanan dan Komoditas Pergaraman sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
b) Mencabut ketentuan Pasal 38 dan dinyatakan tidak
berlaku.
c) Perlu mencabut ketentuan Pasal 74 dan dinyatakan
tidak berlaku
7) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar
Perusahaan
a) Undang-Undang ini dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.

2190
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

8) Undang-Undang Nomor Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa


a) Mengubah ketentuan Pasal 1 angka 6 Undang-Undang
Desa sehingga berbunyi : “Badan Usaha Milik Desa,
yang selanjutnya disebut BUMDesa, adalah badan
usaha berbentuk badan hukum yang seluruh atau
sebagian besar modalnya dimiliki oleh Desa melalui
penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan
Desa yang dipisahkan guna mengelola aset, jasa
pelayanan, dan usaha lainnya untuk sebesar-besarnya
kesejahteraan masyarakat Desa.”
b) Perlu mengubah ketentuan Pasal 87 Undang-Undang
Desa sehingga berbunyi sebagai berikut :
(1) Desa dapat mendirikan BUMDesa.
(2) BUMDesa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dikelola dengan semangat kekeluargaan dan
kegotongroyongan.
(3) BUMDesa dapat menjalankan usaha di bidang
ekonomi dan/atau pelayanan umum sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai BUMDesa diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
9) Undang-Undang tentang Larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan Tidak Sehat
a) Mengubah ketetuan Pasal 36 Undang-Undang tentang
Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat
sehingga berbunyi sebagai berikut :
(1) Wewenang Komisi meliputi:
a. menerima laporan dari masyarakat dan atau dari
pelaku usaha tentang dugaan terjadinya praktek
monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat;
b. melakukan penelitian tentang dugaan adanya
kegiatan usaha dan atau tindakan pelaku usaha

2191
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek


monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat;
c. melakukan penyelidikan dan atau pemeriksaan
terhadap kasus dugaan praktek monopoli dan
atau persaingan usaha tidak sehat yang
dilaporkan oleh masyarakat atau oleh pelaku
usaha atau yang ditemukan oleh Komisi sebagai
hasil dari penelitiannya;
d. menyimpulkan hasil penyelidikan dan atau
pemeriksaan tentang ada atau tidak adanya
praktek monopoli dan atau persaingan usaha
tidak sehat;
e. memanggil pelaku usaha yang diduga telah
melakukan pelanggaran terhadap ketentuan
undang-undang ini;
f. memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli
dan setiap orang yang dianggap mengetahui
pelanggaran terhadap ketentuan Undang-undang
ini;
g. meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan
pelaku usaha, saksi, saksi ahli, atau setiap orang
sebagaimana dimaksud huruf e dan huruf f, yang
tidak bersedia memenuhi panggilan Komisi;
h. meminta keterangan dari instansi Pemerintah
dalam kaitannya dengan penyelidikan dan atau
pemeriksaan terhadap pelaku usaha yang
melanggar ketentuan Undang-undang ini;
i. mendapatkan, meneliti, dan atau menilai surat,
dokumen atau alat bukti lain guna penyelidikan
dan atau pemeriksaan;

2192
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

j. memutuskan dan menetapkan ada atau tidak


adanya kerugian di pihak pelaku usaha lain atau
masyarakat;
k. memberitahukan putusan Komisi kepada pelaku
usaha yang diduga melakukan praktek monopoli
dan/atau persaingan usaha tidak sehat;
l. menjatuhkan sanksi berupa tindakan
administratif kepada pelaku usaha yang
melanggar ketentuan Undang-undang ini.
(2) Ketentuan mengenai tata cara pengenaan sanksi
administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf g diatur dengan Peraturan Pemerintah.
b) Mengubah ketentuan Pasal 47 sehingga berbunyi
sebagai berikut :
(1) Komisi berwenang menjatuhkan sanksi berupa
tindakan administratif terhadap pelaku usaha yang
melanggar ketentuan Undang-undang ini.
(2) Tindakan administratif sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat berupa:
a. penetapan pembatalan perjanjian sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 13,
Pasal 15, dan Pasal 16;
b. perintah kepada pelaku usaha untuk
menghentikan integrasi vertikal sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 14;
c. perintah kepada pelaku usaha untuk
menghentikan kegiatan yang terbukti
menimbulkan praktek monopoli dan atau
menyebabkan persaingan usaha tidak sehat dan
atau merugikan masyarakat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 17, Pasal 18, Pasal 19,

2193
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Pasal 20, Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23, Pasal 24,
Pasal 26, Pasal 27;
d. perintah kepada pelaku usaha untuk
menghentikan penyalahgunaan posisi dominan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25;
e. penetapan pembatalan atas penggabungan atau
peleburan badan usaha dan pengambilalihan
saham sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28;
f. penetapan pembayaran ganti rugi; dan/atau
g. pengenaan denda paling banyak Rp
25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar
rupiah).
c) Perlu mengubah ketentuan Pasal 48 sehingga berbunyi
sebagai berikut : “Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal
41 Undang-undang ini paling tinggi Rp
5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah), atau pidana
kurungan pengganti denda paling lama 3 (tiga) bulan.”
d) Ketentuan Pasal 49 dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.
10) Undang-Undang tentang Perkoperasian
a) Mengubah ketentuan Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang
Perkoperasian, sehingga berbunyi sebagai berikut :
(1) Koperasi Primer dibentuk sekurang-kurangnya 3
(tiga) orang.
b) Mengubah ketentuan Pasal 17 ayat (2) sehingga
berbunyi sebagai berikut :
“Buku daftar anggota koperasi dapat berbentuk
dokumen tertulis atau dokumen elektronik.”
c) Perlu mengubah ketentuan Pasa 43 ayat (3) sehingga
berbunyi sebagai berikut :
(1) Koperasi dapat melaksanakan usaha berdasarkan
prinsip syariah

2194
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

d) Mengubah ketentuan Pasal 22 Undang-Undang


Perkoperasian sehingga berbunyi sebagai berikut :
(1) Rapat Anggota merupakan pemegang kekuasaan
tertinggi dalam Koperasi
(2) Rapat Anggota dihadiri oleh anggota.
(3) Kehadiran anggota sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dapat dilakukan melalui sistem perwakilan.
(4) Ketentuan mengenai rapat anggota diatur dalam
Anggaran Dasar/Rumah Tangga.
8. Dukungan Riset Dan Inovasi
a. Umum
Untuk memberikan dukungan riset dan inovasi di bidang
berusaha, Undang-Undang ini mengubah, menghapus, atau
menetapkan pengaturan baru beberapa ketentuan yang diatur
dengan:
1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang
Perdagangan. (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2014 Nomor 45, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5512), yang selanjutnya di dalam
Undang-Undang ini disebut dengan Undang-Undang
Perdagangan.
2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan
Usaha Milik Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2003 Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4297) yang selanjutnya di dalam
Undang-Undang ini disebut dengan Undang-Undang Badan
Usaha Milik Negara;
b. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan.
1) Ketentuan Pasal 38 Undang-Undang Perdagangan diubah,
sehingga berbunyi sebagai berikut:

2195
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

a) Pemerintah Pusat mengatur kegiatan Perdagangan Luar


Negeri melalui kebijakan dan pengendalian di bidang
Ekspor dan Impor.
b) Kebijakan dan pengendalian Perdagangan Luar Negeri
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diarahkan untuk
meningkatkan:
c) daya saing produk Ekspor Indonesia;
d) perluasan akses Pasar di luar negeri;
e) kemampuan Eksportir dan Importir sehingga menjadi
Pelaku Usaha yang andal; dan
f) pengembangan produk invensi dan inovasi nasional
yang diekspor ke luar negeri
2) Kebijakan Perdagangan Luar Negeri paling sedikit meliputi:
g) peningkatan jumlah dan jenis serta nilai tambah
produk ekspor;
h) pengharmonisasian Standar dan prosedur kegiatan
Perdagangan dengan negara mitra dagang;
i) penguatan kelembagaan di sektor Perdagangan Luar
Negeri;
j) pengembangan sarana dan prasarana penunjang
Perdagangan Luar Negeri; dan
k) pelindungan dan pengamanan kepentingan nasional
dari dampak negatif Perdagangan Luar Negeri.
3) Pengendalian Perdagangan Luar Negeri meliputi:
a) perizinan;
b) Standar; dan
c) pelarangan dan pembatasan
c. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha
Milik Negara;
1) Ketentuan Pasal 66 Undang-Undang Badan Usaha Milik
Negara diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

2196
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

a) Pemerintah Pusat dapat memberikan penugasan


khusus kepada BUMN untuk menyelenggarakan fungsi
kemanfaatan umum, penelitian dan pengembangan,
serta inovasi dengan tetap memperhatikan maksud dan
tujuan kegiatan BUMN.
b) Setiap penugasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus terlebih dahulu mendapatkan persetujuan
RUPS/Menteri.

d) Pengadaan Lahan
a. Umum
Dalam rangka memberikan kemudahan dan kelancaran
dalam pengadaan lahan untuk kepentingan penciptaan lapangan
kerja, Undang-Undang ini mengubah, menghapus, atau
menetapkan pengaturan baru beberapa ketentuan yang diatur
dengan:
1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan
Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 22,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5280), yang selanjutnya di dalam Undang-Undang ini disebut
dengan Undang-Undang Badan Usaha Milik Negara
2) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor
167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3888), yang selanjutnya di dalam Undang-Undang ini disebut
dengan Undang-Undang Kehutanan
3) Undang-Undang Sistem Budi Daya Pertanian
4) Undang-Undang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan

b. Pengadaan lahan untuk kepentingan umum

2197
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan


Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum
a) Pasal 8 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
(1) Pihak yang Berhak dan pihak yang menguasai Objek
Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum wajib
mematuhi ketentuan dalam Undang-Undang ini.
(2) Dalam hal objek pengadaan tanah masuk dalam
kawasan hutan, tanah kas desa, tanah wakaf
dan/atau tanah aset Pemerintah Pusat, Pemerintah
Daerah, BUMN, atau BUMD, status tanahnya berubah
pada saat penetapan lokasi.
(3) Perubahan status tanah sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) berubah menjadi kawasan yang sesuai dengan
peruntukannya pada saat penetapan lokasi.
(4) Perubahan obyek pengadaan tanah yang masuk dalam
kawasan hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
khususnya untuk proyek prioritas Pemerintah Pusat,
dilakukan melalui mekanisme:
a. pelepasan Kawasan Hutan, dalam hal pengadaan
tanah dilakukan oleh instansi; atau
b. pelepasan Kawasan Hutan atau Pinjam Pakai
Kawasan Hutan dalam pengadaan tanah dilakukan
oleh swasta.
b) Pasal 14 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
(1) Instansi yang memerlukan tanah membuat
perencanaan Pengadaan Tanah untuk Kepentingan
Umum dengan melibatkan kementerian/lembaga
yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang pertanahan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(2) Perencanaan Pengadaan Tanah untuk Kepentingan
Umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

2198
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

didasarkan atas Rencana Tata Ruang Wilayah dan


prioritas pembangunan yang tercantum dalam
Rencana Pembangunan Jangka Menengah, Rencana
Strategis, Rencana Kerja Pemerintah/Instansi yang
bersangkutan
c) Pasal 19 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
(1) Konsultasi Publik rencana pembangunan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3)
dilaksanakan untuk mendapatkan kesepakatan
lokasi rencana pembangunan dari Pihak yang
Berhak, pengelola, dan pengguna aset
(2) Konsultasi Publik sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan dengan melibatkan Pihak yang Berhak
dan masyarakat yang terkena dampak serta
dilaksanakan di tempat rencana pembangunan
untuk Kepentingan Umum atau di tempat yang
disepakati.
(3) Pelibatan Pihak yang Berhak sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dapat dilakukan melalui perwakilan
dengan surat kuasa dari dan oleh Pihak yang Berhak
atas lokasi rencana pembangunan.
(4) Kesepakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dituangkan dalam bentuk berita acara kesepakatan.

(5) Atas dasar kesepakatan sebagaimana dimaksud pada


ayat (4), Instansi yang memerlukan tanah mengajukan
permohonan penetapan lokasi kepada gubernur.
(6) Gubernur menetapkan lokasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (5) dalam waktu paling lama 14 (empat
belas) hari kerja terhitung sejak diterimanya
pengajuan permohonan penetapan oleh Instansi yang
memerlukan tanah.

2199
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

(7) Dalam hal Pihak yang Berhak, pengelola, atau


pengguna aset tidak menghadiri konsultasi publik
setelah diundang 3 (tiga) kali secara patut, dianggap
menyetujui rencana pembangunan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
(8) Ketentuan lebih lanjut mengenai Konsultasi Publik
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
d) Diantara Pasal 19 dan Pasal 20 disisipkan 3 (tiga) pasal
baru, yakni:
1) Pasal 19A yang berbunyi sebagai berikut:
(1) Dalam rangka efisiensi dan efektifitas, pengadaan
tanah untuk kepentingan umum yang luasnya tidak
lebih dari 5 (lima) hektar, dapat dilakukan langsung
oleh instansi yang memerlukan tanah dengan pihak
yang berhak.
(2) Pengadaan tanah untuk kepentingan umum
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus sesuai
dengan kesesuaian tata ruang wilayah.
2) Pasal 19B yang berbunyi sebagai berikut:
“Dalam hal pengadaan tanah untuk kepentingan
umum yang luasnya kurang dari 5 (lima) hektar
antara pihak yang berhak dengan instansi yang
memerlukan tanah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 19A ayat (1), penetapan lokasi dilakukan oleh
Bupati/Walikota”.
3) Pasal 19C yang berbunyi sebagai berikut:
Setelah penetapan lokasi pengadaan tanah tidak
diperlukan lagi persyaratan:
a) kesesuaian tata ruang;
b) pertimbangan teknis;
c) diluar kawasan hutan dan diluar kawasan
pertambangan;
d) diluar kawasan gambut/sepadan pantai;

2200
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

e) analisis mengenai dampak lingkungan hidup.


e) Pasal 24 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
(1) Penetapan lokasi pembangunan untuk
Kepentingan Umum sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 19 ayat (6) atau Pasal 22 ayat (1) diberikan
untuk jangka waktu 3 (tiga) tahun dan dapat
diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu 1
(satu) tahun.
(2) Permohonan Perpanjangan waktu penetapan lokasi
disampaikan paling singkat 6 (enam) bulan
sebelum masa berlaku penepatan lokasi berakhir.
f) Pasal 28 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
(1) Inventarisasi dan identifikasi penguasaan,
pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2)
huruf a meliputi kegiatan:
a. pengukuran dan pemetaan bidang per bidang
tanah; dan
b. pengumpulan data Pihak yang Berhak dan
Objek Pengadaan Tanah.
(2) Inventarisasi dan identifikasi penguasaan,
pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari
kerja.
(3) Pengumpulan data Pihak yang Berhak dan Objek
Pengadaan Tanah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b dapat dilakukan oleh surveyor
berlisensi.
g) Ketentuan Pasal 34 Undang-Undang Pengadaan Tanah
Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum diubah
sehingga berbunyi sebagai berikut:

2201
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

(1) Nilai Ganti Kerugian yang dinilai oleh Penilai


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33
merupakan nilai pada saat pengumuman
penetapan lokasi pembangunan untuk
Kepentingan Umum sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 26.
(2) Besarnya nilai Ganti Kerugian berdasarkan hasil
penilaian Penilai sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) disampaikan kepada Lembaga Pertanahan
disertai berita acara.
(3) Nilai Ganti Kerugian berdasarkan hasil penilaian
Penilai sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
menjadi dasar musyawarah penetapan Ganti
Kerugian.
(4) Musyawarah penetapan Ganti Kerugian
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan
oleh Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah bersama
dengan Penilai dengan para pihak yang berhak
h) Pasal 36 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
(1) Pemberian Ganti Kerugian dapat diberikan dalam
bentuk:
a. uang;
b. tanah pengganti;
c. permukiman kembali;
d. kepemilikan saham; atau
e. bentuk lain yang disetujui oleh kedua belah
pihak.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai Pemberian Ganti
Kerugian dalam bentuk tanah pengganti,
pemukiman kembali, kepemilikan saham, atau
bentuk lainnya sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 36 diatur dengan Peraturan Pemerintah.

2202
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

i) Pasal 42 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:


(1) Dalam hal Pihak yang berhak menolak bentuk
dan/atau besarnya ganti kerugian berdasarkan
hasil musyawarah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 37, atau putusan pengadilan
negeri/Mahkamah Agung sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 38, ganti kerugian dititipkan di
pengadilan negeri setempat.
(2) Penitipan ganti kerugian selain sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), dilakukan juga terhadap:
a. Pihak yang berhak menerima ganti kerugian
tidak diketahui keberadaannya; atau
b. Obyek pengadaan tanah yang akan diberikan
ganti kerugian:
1. sedang menjadi obyek perkara di pengadilan;
2. masih dipersengketakan kepemilikannya;
3. diletakkan sita oleh pejabat yang berwenang;
atau
4. menjadi jaminan di Bank.
(3) Pengadilan Negeri paling lama dalam waktu 14
(empat belas) hari kerja wajib menerima penitipan
ganti kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan ayat (2).
j) Pasal 46 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
(1) Pelepasan Objek Pengadaan Tanah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 45 ayat (1) dan ayat (2)
tidak diberikan Ganti Kerugian, kecuali:
a. Objek Pengadaan Tanah yang telah berdiri
bangunan yang dipergunakan secara aktif
untuk penyelenggaraan tugas pemerintahan;

2203
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

b. Objek Pengadaan Tanah yang dimiliki/dikuasai


oleh Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha
Milik Daerah; dan/atau
c. Objek Pengadaan Tanah kas desa;
(2) Ganti Kerugian atas Objek Pengadaan Tanah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan
huruf c diberikan dalam bentuk tanah dan/atau
bangunan atau relokasi.
(3) Ganti Kerugian atas objek Pengadaan Tanah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
dapat diberikan dalam bentuk sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 36.
(4) Ganti Kerugian atas Objek Pengadaan Tanah Kas
Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
dapat diberikan dalam bentuk sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 36.
(5) Nilai Ganti Kerugian sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) didasarkan atas hasil penilaian Ganti
Kerugian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34
ayat (2).
(6) Nilai Ganti Kerugian sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dan ayat (3) didasarkan atas hasil
penilaian Ganti Kerugian sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 34 ayat (2).
k) Pasal 52 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
(1) Pendanaan Pengadaan Tanah untuk Kepentingan
Umum bersumber dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN) dan/atau Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
(2) Dalam hal Instansi yang memerlukan tanah Badan
Hukum Milik Negara/Badan Usaha Milik Negara
yang mendapatkan penugasan khusus, pendanaan

2204
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

bersumber dari internal perusahaan atau sumber


lain sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(3) Penugasan khusus sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(4) Dalam hal sumber pendanaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), pemeriksaan dilakukan
oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang keuangan.
l) Penjelasan Pasal 40 diubah, sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pemberian Ganti Kerugian pada prinsipnya harus
diserahkan langsung kepada Pihak yang Berhak atas
ganti kerugian. Apabila berhalangan, pihak yang Berhak
karena hukum dapat memberikan kuasa kepada pihak
lain atau ahli waris. Penerima kuasa hanya dapat
menerima kuasa dari satu orang yang berhak atas Ganti
Kerugian. Yang berhak antara lain:
a. pemegang hak atas tanah;
b. pemegang hak pengelolaan;
c. nadzir, untuk tanah wakaf;
d. pemilik tanah bekas milik adat;
e. masyarakat hukum adat;
f. pihak yang menguasai tanah negara dengan itikad
baik antara lain
tanah terlantar, tanah bekas hak barat.
Itikad baik terhadap pihak yang menguasai tanah
negara sebagaimana dimaksud penjelasan pasal 40
huruf (f) adalah :
1. penguasaan dilakukan dengan tidak melawan
hukum;

2205
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

2. tidak ada keberatan dari Masyarakat Hukum Adat,


kelurahan/desa atau yang disebut dengan nama
lain, atau pihak lain atas penguasaan Tanah baik
sebelum maupun selama pengumuman
berlangsung; dan
3. penguasaan dibuktikan dengan kesaksian dari 2
(dua) orang saksi yang dapat dipercaya;
g. pemegang dasar penguasaan atas tanah; dan/atau
h. pemilik bangunan, tanaman atau benda lain yang
berkaitan dengan tanah.
2) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
a) Pasal 15 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
(1) Pengukuhan kawasan hutan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 14 dilakukan melalui proses:
a. penunjukan kawasan hutan;
b. penataan batas kawasan hutan;
c. pemetaan kawasan hutan; dan
d. penetapan kawasan hutan.
(2) Pengukuhan kawasan hutan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan dengan memperhatikan
rencana tata ruang wilayah.
(3) Pengukuhan kawasan hutan dilakukan dengan
memanfaatkan teknologi informasi serta koordinat
geografis atau satelit.
(4) Pemerintah Pusat memprioritaskan percepatan
pengukuhan kawasan hutan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) pada daerah yang strategis.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai prioritas percepatan
pengukuhan kawasan hutan sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
b) Pasal 18 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

2206
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

(1) Pemerintah Pusat menetapkan dan mempertahankan


kecukupan luas kawasan hutan dan penutupan hutan
untuk setiap daerah aliran sungai, dan/atau pulau
guna optimalisasi manfaat lingkungan, manfaat sosial,
dan manfaat ekonomi masyarakat setempat.
(2) Pemerintah Pusat mengatur luas kawasan yang harus
dipertahankan sesuai kondisi fisik dan geografis DAS
dan/atau pulau.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai luas kawasan hutan
yang harus dipertahankan termasuk pada wilayah yang
terdapat proyek strategis nasional diatur dengan
Peraturan Pemerintah
c) Ketentuan Pasal 19 Undang-Undang Kehutanan diubah
sehingga berbunyi sebagai berikut:
(1) Perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan
ditetapkan oleh Pemerintah Pusat dengan
mempertimbangkan pada hasil penelitian terpadu.
(2) Ketentuan mengenai tata cara perubahan peruntukan
kawasan hutan dan perubahan fungsi kawasan hutan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
diatur dengan Peraturan Pemerintah
d) Ketentuan Pasal 38 Undang-Undang Kehutanan diubah
sehingga berbunyi sebagai berikut:
(1) Penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan
pembangunan di luar kegiatan kehutanan hanya dapat
dilakukan di dalam kawasan hutan produksi dan
kawasan hutan lindung.
(2) Penggunaan kawasan hutan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dapat dilakukan tanpa mengubah fungsi
pokok kawasan hutan.
(3) Penggunaan kawasan hutan dilakukan melalui
persetujuan pinjam pakai oleh Pemerintah Pusat

2207
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

dengan mempertimbangkan batasan luas dan jangka


waktu tertentu serta kelestarian lingkungan.
(4) Pada kawasan hutan lindung dilarang melakukan
penambangan dengan pola pertambangan terbuka.
3) Undang-Undang tentang Sistem Budi Daya Pertanian
a) Pasal 19 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
(1) Setiap Orang dilarang mengalihfungsikan Lahan yang
sudah ditetapkan sebagai Lahan budi daya Pertanian.
(2) Dalam hal untuk kepentingan umum dan/atau proyek
strategis nasional, Lahan budi daya Pertanian
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dialihfungsikan dan dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Alih fungsi Lahan budi daya Pertanian untuk
kepentingan umum dan/atau proyek strategis nasional
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang
dilaksanakan pada Lahan Pertanian yang telah memiliki
jaringan pengairan lengkap wajib menjaga fungsi
jaringan pengairan lengkap.
4) Undang-Undang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan
a) Pasal 44 diubah, sehingga berbunyi sebagai berkut:
(1) Lahan yang sudah ditetapkan sebagai Lahan
Pertanian Pangan Berkelanjutan dilindungi dan
dilarang dialihfungsikan.
(2) Dalam hal untuk kepentingan umum dan/atau Proyek
Strategis Nasional, Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat dialihfungsikan, dan dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Penyediaan lahan pengganti terhadap Lahan Pertanian
Pangan Berkelanjutan yang dialihfungsikan untuk

2208
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

infrastruktur akibat bencana dilakukan paling lama


24 (dua puluh empat) bulan setelah alih fungsi
dilakukan.
b) Pasal 71 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
c) Pasal 73 diubah, sehingga berbunyi sebagai berkut:
“Setiap pejabat pemerintah yang berwenang menerbitkan
Perizinan Berusaha di bidang pengalihfungsian Lahan
Pertanian Pangan Berkelanjutan tidak sesuai dengan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat
(1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang aparatur sipil negara.”
d) Pasal 74 diubah, sehingga berbunyi sebagai berkut:
(1) Dalam hal pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 72 ayat (1) dan ayat (2) dilakukan oleh Pemilik
Perizinan Berusaha, terlebih dahulu dikenai sanksi
administratif untuk memenuhi ketentuan persyaratan
sebagaimana dimaksud pada Pasal 44 ayat (3).
(2) Dalam hal Pemilik Perizinan Berusaha tidak
melaksanakan ketentuan sanksi administratif
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemilik
Perizinan Berusaha dipidana dengan pidana denda
paling banyak Rp7.000.000.000,00 (tujuh miliar
rupiah).
(3) Selain pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), korporasi dapat dijatuhi pidana berupa:
a. perampasan kekayaan hasil tindak pidana;
b. pembatalan kontrak kerja dengan pemerintah;
c. pemecatan pengurus; dan/atau
d. pelarangan pada pengurus untuk mendirikan
e. korporasi dalam bidang usaha yang sama.

2209
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

e) Kawasan Ekonomi

a. Umum
Kawasan Ekonomi terdiri dari:
1). Kawasan Ekonomi Khusus;
2). Kawasan Perdagangan Bebas Dan Pelabuhan Bebas; dan
3). Kawasan Industri.
b. Kawasan Ekonomi Khusus
1). Undang-Undang Kawasan Ekonomi Khusus
a). Pasal 1 angka 5, angka 6, dan angka 7 diubah dan
ditambahkan 1 (satu) ayat baru yakni ayat 8 sehingga
berbunyi sebagai berikut:
(1) angka 5, Administrator adalah unit kerja yang
bertugas menyelenggarakan Perizinan Berusaha,
perizinan lainnya, pelayanan, dan pengawasan di KEK.
(2) angka 6, Badan Usaha adalah badan usaha yang
menyelenggarakan kegiatan usaha di KEK.
(3) angka 7, Pelaku Usaha adalah pelaku usaha yang
menjalankan kegiatan usaha di KEK.
(4) angka 8, Penyelenggara KEK adalah Pemerintah
Pusat, Pemerintah Daerah, dan Badan Usaha yang
membangun dan/atau mengelola KEK.
b). Pasal 3 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
a). Kegiatan usaha di KEK terdiri atas:
(1) Produksi dan pengolahan;
(2) Logistik dan distribusi;
(3) pengembangan teknologi;
(4) pariwisata;
(5) pendidikan;
(6) kesehatan;
(7) energi; dan/atau
(8) ekonomi lain.
b). Kegiatan ekonomi lain ditetapkan oleh Dewan Nasional.

2210
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

c). Pelaksanaan Kegiatan usaha sesuai dengan zonasi di


KEK.
d). Di dalam KEK dapat dibangun fasilitas pendukung dan
perumahan bagi pekerja.
e). Di dalam setiap KEK disediakan lokasi untuk usaha
mikro, kecil, menengah, dan koperasi, baik sebagai
Pelaku Usaha maupun sebagai pendukung kegiatan
perusahaan yang berada di dalam KEK.
2). Pasal 4 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Lokasi yang dapat diusulkan untuk menjadi KEK
memenuhi kriteria:
a). sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah;
b). mempunyai batas yang jelas; dan
c). lahan yang diusulkan menjadi KEK telah dikuasai
sebagian atau seluruhnya.
3). Pasal 5 Undang-Undang Kawasan Ekonomi Khusus
diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
a). Pembentukan KEK diusulkan kepada Dewan Nasional
oleh:
(1) Badan Usaha; atau
(2) pemerintah daerah.
b). Badan Usaha terdiri atas:
(1) Badan Usaha Milik Negara;
(2) Badan Usaha Milik Daerah;
(3) koperasi;
(4) badan usaha swasta berbentuk perseroan terbatas;
atau
(5) badan usaha patungan atau konsorsium.
c). Pemerintah daerah terdiri atas:
(1) pemerintah provinsi; atau
(2) pemerintah kabupaten/kota.
4). Pasal 6 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:

2211
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

a). Usulan harus memenuhi kriteria sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 4.
b). Usulan dilengkapi persyaratan paling sedikit:
(1) peta lokasi pengembangan serta luas area yang
diusulkan yang terpisah dari permukiman
penduduk;
(2) rencana tata ruang KEK yang diusulkan dilengkapi
dengan pengaturan zonasi;
(3) rencana dan sumber pembiayaan;
(4) persetujuan Lingkungan;
(5) hasil studi kelayakan ekonomi dan finansial;
(6) jangka waktu suatu KEK dan rencana strategis; dan
(7) penguasaan lahan atas sebagian atau seluruh dari
lahan usulan KEK.
5). Pasal 8 dan Pasal 9 disisipkan 1 (satu) pasal baru, yakni
Pasal 8 yang berbunyi, Pemerintah daerah wajib
mendukung KEK yang telah ditetapkan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 dan Pasal 8”.
6). Pasal 10 diubah, sehingga berbunyi, setelah KEK
ditetapkan:
a). Badan Usaha yang mengusulkan KEK ditetapkan
sebagai pembangun dan pengelola KEK;
b). Pemerintah Pusat atau pemerintah daerah sebagai
pengusul menetapkan Badan Usaha untuk membangun
dan mengelola KEK”.
7). Pasal 11 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
8). Pasal 13 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
a). Pembiayaan untuk pembangunan dan pemeliharaan
infrastruktur di dalam KEK dapat bersumber dari:
(1) Pemerintah Pusat dan/atau pemerintah daerah;
(2) swasta;

2212
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

(3) kerja sama antara Pemerintah Pusat, pemerintah


daerah, dan swasta; atau
(4) sumber lain yang sah sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
b). Dewan Nasional dapat menetapkan kebijakan tersendiri
dalam kerja sama antara Pemerintah Pusat, pemerintah
daerah, dan swasta dalam pembangunan dan
pemeliharaan infrastruktur di dalam KEK.
10). Pasal 16 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
a). Dewan Nasional diketuai oleh menteri yang
mengoordinasikan urusan pemerintahan di bidang
perekonomian dan beranggotakan menteri dan kepala
lembaga pemerintah nonkementerian.
b). Untuk membantu pelaksanaan tugas Dewan Nasional
dibentuk Sekretariat Jenderal Dewan Nasional.
c). Ketentuan mengenai Dewan Nasional dan Sekretariat
Jenderal Dewan Nasional diatur dengan Peraturan
Presiden.
11). Pasal 17 diubah, sehingga berbunyi: Dewan Nasional
bertugas:
a). menetapkan strategi dan kebijakan umum
pembentukan dan pengembangan KEK;
b). membentuk Administrator;
c). menetapkan standar pengelolaan di KEK;
d). melakukan pengkajian atas usulan suatu wilayah untuk
dijadikan KEK;
e). memberikan rekomendasi pembentukan KEK;
f). mengkaji dan merekomendasikan langkah
pengembangan di wilayah yang potensinya belum
berkembang;

2213
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

g). menyelesaikan permasalahan strategis dalam


pelaksanaan, pengelolaan, dan pengembangan KEK;
dan
h). memantau dan mengevaluasi keberlangsungan KEK
serta merekomendasikan langkah tindak lanjut hasil
evaluasi kepada Presiden, termasuk mengusulkan
pencabutan status KEK.
12). Pasal 19 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
a). Dewan Kawasan dibentuk pada setiap provinsi yang
sebagian wilayahnya ditetapkan sebagai KEK.
b). Dalam hal suatu KEK wilayahnya mencakup lebih dari 1
(satu) provinsi dapat dibentuk satu Dewan Kawasan.
c). Dewan Kawasan diusulkan oleh Dewan Nasional kepada
Presiden untuk ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
d). Dewan Kawasan bertanggung jawab kepada Dewan
Nasional.
e). Untuk membantu pelaksanaan tugas Dewan Kawasan,
dibentuk Sekretariat Dewan Kawasan.
13). Pasal 20 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
14). Pasal 21 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
Dewan Kawasan bertugas:
a). melaksanakan strategi dan kebijakan umum yang
telah ditetapkan oleh Dewan Nasional dalam
pembentukan dan pengembangan KEK;
b). mengawasi pelaksanaan tugas Administrator KEK;
c). menetapkan langkah strategis penyelesaian
permasalahan dalam pelaksanaan kegiatan KEK di
wilayah kerjanya;
d). menyampaikan laporan pengelolaan KEK kepada Dewan
Nasional setiap akhir tahun; dan
e). menyampaikan laporan insidental dalam hal terdapat
permasalahan strategis kepada Dewan Nasional.

2214
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

10). Pasal 22 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:


a). Dalam melaksanakan, Dewan Kawasan dapat:
(1) meminta penjelasan Administrator KEK mengenai
penyelenggaraan Perizinan Berusaha, perizinan
lainnya, pelayanan, dan pengawasan di KEK;
(2) meminta masukan dan/atau bantuan kepada
instansi Pemerintah Pusat atau para ahli sesuai
dengan kebutuhan; dan/atau
(3) melakukan kerja sama dengan pihak lain sesuai
dengan kebutuhan.
b). Ketentuan lebih lanjut mengenai Dewan Kawasan diatur
dengan Peraturan Presiden.
11). Pasal 23 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
a). Administrator bertugas untuk menyelenggarakan:
(1) Perizinan Berusaha dan perizinan lainnya yang
diperlukan oleh Badan Usaha dan Pelaku Usaha:
(2) pelayanan non perizinan yang diperlukan oleh Badan
Usaha dan Pelaku Usaha; dan
(3) pengawasan dan pengendalian operasionalisasi KEK.
b). Pelaksanaan tugas Administrator sesuai dengan norma,
standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh
Pemerintah Pusat.
c). Dalam hal Administrator belum mampu
menyelenggarakan perizinan dan/atau non perizinan,
Administrator dibantu oleh pejabat atau petugas dari
kementerian, lembaga pemerintah non kementerian,
pemerintah provinsi, dan atau pemerintah
kabupaten/kota sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
d). Dalam melaksanakan tugas Administrator
menyampaikan laporan kepada Dewan Nasional melalui
Dewan Kawasan.

2215
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

e). Laporan disampaikan juga kepada menteri, kepala


lembaga pemerintah non kementerian, gubernur,
dan/atau bupati/walikota yang terkait sesuai dengan
kewenangannya.
12). Pasal 24 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut “Dalam
melaksanakan pengawasan dan pengendalian
operasionalisasi KEK, Administrator berwenang untuk
mendapatkan laporan atau penjelasan dari Badan Usaha
dan/atau Pelaku Usaha mengenai kegiatannya”.
13). Pasal 24 dan Pasal 25 disisipkan 3 (tiga) pasal baru yakni:
a). Pasal 24A, yang berbunyi sebagai berikut:
(1) Pelaksanaan tugas Administrator dilakukan sesuai
dengan tata kelola pemerintahan dan asas-asas
umum pemerintahan yang baik sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Administrator dapat dijabat oleh aparatur sipil
negara atau non aparatur sipil negara yang memiliki
kompetensi, kualifikasi, dan persyaratan lain yang
dipilih secara selektif sesuai dengan kriteria dan
kualifikasi yang ditentukan oleh Dewan Nasional.
b). Pasal 24B, yang berbunyi sebagai berikut:
“Ketentuan lebih lanjut mengenai Administrator diatur
dengan Peraturan Presiden”.
c). Pasal 24C, yang berbunyi sebagai berikut:
(1) Administrator dapat menerapkan pola pengelolaan
keuangan Badan Layanan Umum.
(2) Penerapan pola pengelolaan keuangan Badan
Layanan Umum diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
14). Pasal 25 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:

2216
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

a). Dewan Nasional, Sekretariat Jenderal Dewan Nasional;


Dewan Kawasan, dan Administrator KEK memperoleh
pembiayaan yang bersumber dari:
(1) Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;
(2) Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah; dan/atau
(3) sumber lain sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
b). Ketentuan lebih lanjut mengenai sumber pembiayaan
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
15). Pasal 26 Undang-Undang Kawasan Ekonomi Khusus
diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
a). Badan Usaha yang melakukan pembangun dan
pengelolaan KEK sebagaimana dimaksud dalam Pasal
10, bertugas:
(1) membangun dan mengembangkan sarana dan
prasarana di dalam KEK;
(2) menyelenggarakan pengelolaan pelayanan sarana
dan prasarana kepada pelaku usaha; dan
(3) menyelenggarakan promosi.
b). Penyelenggaraan promosi sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf c, dapat dilakukan secara terpadu dengan
promosi yang dilaksanakan oleh kementerian/lembaga
pemerintah non kementerian dan/atau pemerintah
daerah terkait.
16). Pasal 27 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
a). Di dalam KEK berlaku ketentuan larangan impor dan
ekspor yang diatur berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
b). Atas impor barang ke KEK belum diberlakukan
ketentuan pembatasan.
c). Bagi barang yang membahayakan Kesehatan,
Keselamatan, Keamanan dan Lingkungan (K3L) dapat

2217
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

dikenakan pembatasan apabila barang dimaksud bukan


merupakan bahan baku bagi kegiatan usaha dan
institusi teknis terkait secara khusus memberlakukan
ketentuan pembatasan di KEK.
d). Pelaksanaan ketentuan mengenai impor dan ekspor
dilakukan melalui sistem yang terintegrasi secara
nasional.
e). Pemerintah mengembangkan sistem yang terintegrasi
secara nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (4).
17). Pasal 30 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
a). Setiap wajib pajak yang melakukan kegiatan usaha di
KEK diberikan fasilitas Pajak Penghasilan.
b). Selain fasilitas Pajak Penghasilan, dapat diberikan
tambahan fasilitas Pajak Penghasilan sesuai dengan
jenis kegiatan usaha di KEK.
c). Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian fasilitas
Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
18). Pasal 31 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
19). Pasal 32 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
a). Impor barang ke KEK diberikan fasilitas berupa:
(1) pembebasan atau penangguhan bea masuk;
(2) pembebasan cukai, sepanjang barang tersebut
merupakan bahan baku atau bahan penolong
produksi;
(3) tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah untuk barang kena pajak; dan
(4) tidak dipungut Pajak Penghasilan impor.
b). Penyerahan barang kena pajak berwujud, barang kena
pajak tidak berwujud dari Tempat Lain Dalam Daerah
Pabean, Kawasan Bebas, dan Tempat Penimbunan

2218
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Berikat ke KEK diberikan fasilitas tidak dipungut Pajak


Pertambahan Nilai atau PPN dan PPnBM.
c). Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud serta
Jasa Kena Pajak di KEK diberikan fasilitas tidak
dipungut PPN atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah.
d). Penyerahan barang kena pajak berwujud, barang kena
pajak tidak berwujud, dan pemanfaatan jasa kena pajak
dari KEK ke kawasan berfasilitas lainnya mengikuti
fasilitas di tempat tujuan.
e). Penyerahan Barang Kena Pajak berwujud, Barang Kena
Pajak tidak berwujud, dan Jasa Kena Pajak dari KEK ke
Tempat Lain Dalam Daerah Pabean dikenai Pajak
Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan
Pajak Penjualan atas Barang Mewah kecuali ditujukan
ke Kawasan atau pihak yang mendapatkan fasilitas
Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai
dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
f). Ketentuan mengenai kriteria dan rincian Barang Kena
Pajak berwujud, Barang Kena Pajak tidak berwujud
dan/atau Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
20). Diantara Pasal 32 dan Pasal 33 disisipkan 1 (satu) pasal,
yakni Pasal 32A yang berbunyi sebagai berikut:
a). Impor barang konsumsi ke KEK yang kegiatan
utamanya bukan produksi dan pengolahan diberikan
fasilitas:
(1) bagi barang konsumsi yang bukan Barang Kena
Cukai dengan jumlah dan jenis tertentu sesuai
dengan bidang usahanya diberikan fasilitas

2219
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

pembebasan bea masuk dan tidak dipungut pajak


dalam rangka impor; dan
(2) bagi barang konsumsi yang berupa Barang Kena
Cukai dikenakan cukai dan diberikan fasilitas
pembebasan bea masuk dan tidak dipungut pajak
dalam rangka impor.
b). Barang konsumsi asal impor yang dikeluarkan ke
tempat lain dalam daerah pabean, dilunasi bea masuk,
pajak dalam rangka impor, dan/atau cukai bagi Barang
Kena Cukai.
21). Diantara Pasal 33 dan Pasal 34 disisipkan 1 (satu) pasal,
yakni Pasal 33A yang berbunyi sebagai berikut:
a). Administrator dapat ditetapkan untuk melakukan
kegiatan pelayanan kepabeanan mandiri berdasarkan
kriteria yang ditetapkan oleh menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
keuangan.
b). Pengawasan dan pelayanan atas perpindahan barang di
dalam KEK, menggunakan teknologi informasi yang
terhubung dengan kementerian yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang keuangan.
22). Pasal 35 diubah, sehingga Pasal 35 berbunyi sebagai
berikut:
a). Setiap wajib pajak yang melakukan usaha di KEK
diberikan insentif berupa pembebasan atau keringanan
pajak daerah dan retribusi daerah sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
b). Insentif berupa pengurangan Bea Perolehan Hak atas
Tanah dan Bangunan dan pengurangan Pajak Bumi dan
Bangunan.

2220
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

c). Selain insentif pajak daerah dan retribusi daerah,


pemerintah daerah dapat memberikan fasilitas dan
kemudahan lain.
23). Pasal 36 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
a). Di KEK diberikan kemudahan, percepatan, dan
prosedur khusus dalam memperoleh hak atas tanah,
pemberian perpanjangan, dan pembaharuannya.
b). Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang pertanahan setelah
mendapat persetujuan dari Dewan Nasional.
24). Diantara Pasal 37 dan Pasal 38 disisipkan 1 (satu) pasal,
yakni 37A yang berbunyi sebagai berikut:
a). Tanah dalam KEK dapat ditetapkan sebagai insentif
kepada Pelaku Usaha.
b). Dewan Nasional dapat menetapkan acuan harga jual
atau sewa tanah di KEK.
25). Ketentuan Pasal 38 Undang-Undang Kawasan Ekonomi
Khusus diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
a). Di KEK diberikan kemudahan dan keringanan di bidang
Perizinan Berusaha, perizinan lainnya, kegiatan usaha,
perindustrian, perdagangan, kepelabuhan, dan
keimigrasian bagi orang asing, serta diberikan fasilitas
keamanan.
b). Ketentuan mengenai kemudahan dan keringanan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
26). Diantara Pasal 38 dan Pasal 39 disisipkan 1 (satu) pasal,
yakni Pasal 38A yang berbunyi sebagai berikut: “Terhadap
KEK yang menyelenggarakan kegiatan usaha yang terkait
dengan perindustrian, penetapan KEK sekaligus sebagai

2221
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

penetapan kawasan industri sebagaimana dimaksud dalam


undang-undang tentang perindustrian”.
27). Pasal 40 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
“Selain pemberian fasilitas dan kemudahan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 30 sampai dengan Pasal 39, Badan
Usaha dan Pelaku Usaha di KEK dapat diberikan fasilitas
dan kemudahan lain yang ditetapkan oleh Dewan
Nasional”.
28). Ketentuan Pasal 41 diubah, sehingga berbunyi sebagai
berikut: “Pengesahan rencana penggunaan tenaga kerja
asing yang mempunyai jabatan sebagai direksi atau
komisaris diberikan sekali dan berlaku selama TKA yang
bersangkutan menjadi direksi atau komisaris”.
29). Pasal 43 Undang-Undang Kawasan Ekonomi Khusus
diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
a). Di KEK dapat dibentuk Lembaga Kerja Sama Tripartit
Khusus oleh gubernur.
b). Ketentuan lebih lebih lanjut mengenai Lembaga Kerja
Sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
30). Ketentuan Pasal 44 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
31). Pasal 45 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
32). Pasal 47 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut: “Pada
perusahaan yang telah terbentuk serikat pekerja/serikat
buruh dibuat perjanjian kerja bersama antara serikat
pekerja/serikat buruh dan pengusaha”.
33). Pasal 48 Undang-Undang Kawasan Ekonomi Khusus
Undang-Undang Kawasan Ekonomi Khusus diubah,
sehingga berbunyi sebagai berikut:
a). Pada saat Undang-Undang ini berlaku, sebagian atau
seluruh Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan
Bebas, yaitu Batam, Bintan, dan Karimun, yang

2222
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 36


Tahun 2000 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2000
tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan
Bebas Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 251, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4053)
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 44 Tahun 2007 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun
2007 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor
36 Tahun 2000 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun
2000 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan
Pelabuhan Bebas Menjadi Undang-Undang Menjadi
Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2007 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4775), sebelum atau sesudah
jangka waktu yang ditetapkan berakhir, dapat
ditetapkan menjadi KEK.
b). Penetapan sebagian atau seluruhnya Kawasan
Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam,
Bintan, dan Karimun menjadi KEK sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) berdasarkan usulan Dewan
Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas
Batam, Bintan, dan Karimun.
c). Ketentuan mengenai pengusulan dan penetapan KEK
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
d). Dalam hal Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan
Bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
ditetapkan menjadi KEK, Kawasan Perdagangan Bebas

2223
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

dan Pelabuhan Bebas berakhir sesuai dengan jangka


waktu yang telah ditetapkan.

c. Kawasan Perdagangan Bebas Dan Pelabuhan Bebas


1). Untuk memperkuat dan mengembangkan Kawasan
Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas maka perlu
mengubah, menghapus, atau menetapkan pengaturan baru
terhadap Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2000 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan Bebas
dan Pelabuhan Bebas menjadi Undang-Undang sebagaimana
diubah dengan Undang Undang-Undang Nomor 44 Tahun
2007 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2007 tentang Perubahan
atas Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2000 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan Bebas
dan Pelabuhan Bebas menjadi Undang-Undang
a). Pasal 1 angka 1 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
“Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas
adalah suatu kawasan yang berada dalam wilayah hukum
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diberikan
fasilitas pembebasan dari pengenaan bea masuk, pajak
pertambahan nilai, pajak penjualan atas barang mewah,
dan cukai”.
b). Pasal 6 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
(1) Presiden menetapkan Dewan Kawasan Perdagangan
Bebas dan Pelabuhan Bebas didaerah, yang selanjutnya
disebut Dewan Kawasan.
(2) Ketentuan lebih lanjut megenai penetapan Dewan
Kawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan Presiden.

2224
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

c). Pasal 7 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:


(1) Dewan Kawasan membentuk Badan Pengusahaan
Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas
yang selanjutnya disebut Badan Pengusahaan.
(2) Kepala dan Anggota Badan Pengusahaan ditetapkan
oleh Dewan Kawasan.
(3) Badan Pengusahaan bertanggung jawab kepada Dewan
Kawasan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan Badan
Pengusahaa dan, penetapan Kepala dan Anggota Badan
Pengusahaan diatur dengan Peraturan Presiden.
d). Pasal 10 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
(1) Untuk memperlancar kegiatan Kawasan Perdagangan
Bebas dan Pelabuhan Bebas, Badan Pengusahaan diberi
wewenang mengeluarkan Perizinan Berusaha dan
perizinan lainnya yang diperlukan bagi para pengusaha
yang mendirikan dan menjalankan usaha di Kawasan
Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan
wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
e). Pasal 11 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
(3) Barang yang terkena ketentuan larangan, dilarang
dimasukkan ke Kawasan Perdagangan Bebas dan
Pelabuhan Bebas.
(4) Pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari
Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas
hanya dapat dilakukan oleh pengusaha yang telah
mendapat Perizinan Berusaha dari Badan Pengusahaan.
(5) Pengusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya
dapat memasukkan barang ke Kawasan Perdagangan

2225
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Bebas dan Pelabuhan Bebas yang berhubungan dengan


kegiatan usahanya.
(6) Pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari
Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas
melalui pelabuhan dan bandar udara yang ditunjuk dan
berada di bawah pengawasan pabean diberikan
pembebasan bea masuk, pembebasan pajak
pertambahan nilai, pembebasan pajak penjualan atas
barang mewah, dan pembebasan cukai.
(7) Pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari
Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas ke
Daerah Pabean diberlakukan tata laksana kepabeanan
di bidang impor dan ekspor dan ketentuan di bidang
cukai.
(8) Pemasukan barang konsumsi dari luar Daerah Pabean
untuk kebutuhan penduduk di Kawasan Perdagangan
Bebas dan Pelabuhan Bebas diberikan pembebasan bea
masuk, pajak pertambahan nilai, dan pajak penjualan
atas barang mewah
(9) Jumlah dan jenis barang yang diberikan fasilitas
sebagaimana dimaksud pada ayat (6) ditetapkan oleh
Badan Pengusahaan.

d. Kawasan Industri
1). Untuk memperkuat dan mengembangkan Kawasan Industri
maka perlu mengubah, menghapus, atau menetapkan
pengaturan baru terhadap Undang-Undang Nomor 3 Tahun
2014 tentang Perindustrian.
a). Diantara Pasal 105 dan Pasal 106 disisipkan 1 (satu) pasal
baru, yakni Pasal 105A yang berbunyi sebagai berikut:
“Perizinan Berusaha untuk kegiatan usaha kawasan
industri yang berada di kawasan ekonomi khusus

2226
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-


undangan dibidang kawasan ekonomi khusus”.

f) Kemudahan, Perlindungan, Dan Pemberdayaan Usaha Mikro


Kecil Dan Menengah
a. Umum
Untuk memberikan kemudahan, perlindungan, dan
pemberdayaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah, Undang-
Undang ini mengubah, menghapus, atau menetapkan
pengaturan baru beberapa ketentuan yang diatur dengan:
1) Undang-Undang No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha
Mikro Kecil dan Menengah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 93 Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4866) yang
selanjutnya di dalam Undang-Undang ini disebut dengan
Undang-Undang Usaha Mikro Kecil dan Menengah;
2) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 Tentang
Perindustrian (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2014 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5492), yang selanjutnya di
dalam Undang-Undang ini disebut dengan Undang-
Undang Perindustrian;
3) Undang–Undang Nomor 13 Tahun 2010 tentang
Hortikultura. (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2010 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5170), yang selanjutnya di
dalam Undang-Undang ini disebut dengan Undang-
Undang Hortikultura;
4) Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4444), yang selanjutnya di dalam

2227
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Undang-Undang ini disebut dengan Undang-Undang


Jalan;
b. Kriteria Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah
1) Undang-Undang Usaha Mikro Kecil dan Menengah
Pasal 6 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
(1) Kriteria Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah paling
sedikit memuat indikator kekayaan bersih, hasil
penjualan tahunan, atau nilai investasi, dan jumlah
tenaga kerja sesuai dengan kriteria setiap sektor
usaha
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai Kriteria Usaha
Mikro, Kecil, dan Menengah diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
2) Undang-Undang Perindustrian
Pasal 102 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku
3) Undang-Undang Hortikultura
a) Pasal 48 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
b) Pasal 51 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku
c. Basis Data Tunggal
(1) Lembaga pemerintah yang menangani bidang statistik
melakukan pendataan basis data tunggal Usaha Mikro,
Kecil, dan Menengah.
(2) Lembaga pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) secara berkala setiap tahun menerbitkan basis data
tunggal Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.
(3) Basis data tunggal sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) wajib menjadi bahan pertimbangan dalam
menentukan kebijakan mengenai Usaha Mikro, Kecil,
dan Menengah
d. Pengelolaan Terpadu Usaha Mikro dan Kecil
(1) Pemerintah Pusat mendorong implementasi pengelolaan
terpadu Usaha Mikro dan Kecil melalui sinergi

2228
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan pemangku


kepentingan terkait.
(2) Penentuan lokasi Klaster Usaha Mikro dan Kecil
disusun dalam program Pemerintah dengan
memperhatikan strategi penentuan lokasi usaha.
(3) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
melaksanakan pendampingan bagi Usaha Mikro dan
Kecil dalam menyediakan Sumber Daya Manusia,
anggaran, serta sarana dan prasarana.
(4) Pemerintah dalam menyediakan Sumber Daya
Manusia, anggaran, serta sarana dan prasarana
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) memberikan
fasilitas yang meliputi aspek produksi, infrastruktur,
rantai nilai, pendirian badan hukum, sertifikasi dan
standardisasi, promosi, pemasaran, digitalisasi, serta
penelitian dan pengembangan.
(5) Pemerintah Pusat mengkoordinasikan pengelolaan
terpadu Usaha Mikro dan Kecil dalam penataan klaster.
(6) Pemerintah Pusat melakukan evaluasi perencanaan
pengelolaan terpadu Usaha Mikro dan Kecil dalam
penataan klaster.
e. Kemitraan
(1) Pemerintah Pusat mendorong usaha menengah dan
besar untuk melibatkan Usaha Mikro dan Kecil dalam
kemitraan
(2) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah memberikan
insentif dan kemudahan berusaha dalam rangka
kemitraan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kemitraan diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
f. Kemudahan Perizinan Berusaha

2229
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

(1) Dalam rangka kemudahan Perizinan Berusaha,


Pemerintah Pusat berperan aktif melakukan pembinaan
dan pendaftaran bagi Usaha Mikro dan Kecil.
(2) Pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dengan pemberian nomor induk berusaha
melalui PBTSE.
(3) Nomor induk berusaha sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) merupakan perizinan tunggal yang berlaku
untuk semua kegiatan usahanya.
(4) Perizinan tunggal sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
meliputi Perizinan Berusaha, izin edar, SNI, dan
sertifikasi jaminan produk halal.
(5) Pemerintah melakukan pembinaan terhadap
pemenuhan standar izin edar, SNI, dan sertifikasi
jaminan produk halal.
(6) Dalam hal kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) memiliki kriteria risiko tinggi terhadap
kesehatan, keamanan dan keselamatan serta
lingkungan, selain memiliki nomor induk berusaha,
Usaha Mikro dan Kecil wajib memiliki sertifikasi
standar dan/atau izin.
(7) Pemerintah memfasilitasi sertifikasi standar dan/atau
izin sebagaimana dimaksud pada ayat (4).
(8) Ketentuan lebih lanjut mengenai perizinan tunggal
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan fasilitasi
sertifikasi standar dan/atau izin sebagaimana
dimaksud pada ayat (7) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
g. Insentif Fiskal dan Pembiayaan
(1) Dalam rangka pengajuan fasilitas pembiayaan dari
pemerintah, usaha mikro diberikan
kemudahan/penyederhanaan administrasi perpajakan

2230
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

sesuai dengan peraturan perundang-undangan di


bidang perpajakan.
(2) Perizinan Berusaha yang diajukan oleh Usaha Mikro
dan Kecil dapat diberikan insentif berupa tidak
dikenakan biaya atau diberikan keringanan biaya.
(3) Kegiatan usaha Mikro dan Kecil dapat dijadikan
jaminan kredit program.
(4) Pemerintah mempermudah dan menyederhanakan
proses pendaftaran dan pembiayaan Hak atas
Kekayaan Intelektual, kemudahan impor bahan baku
dan bahan penolong industri, dan/atau fasilitasi
ekspor.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai kemudahan dan
penyederhanaan proses pendaftaran dan pembiayaan
Hak atas Kekayaan Intelektual, kemudahan impor
bahan baku dan bahan penolong industri, dan/atau
fasilitasi ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
h. Penggunaan Dana Alokasi Khusus Untuk Usaha Mikro, Kecil,
dan Menengah
Pemerintah memprioritaskan penggunaan Dana Alokasi
Khusus untuk mendanai kegiatan pemberdayaan dan
pengembangan usaha, mikro, kecil dan menengah.

i. Undang-Undang Jalan
Menyisipkan norma pengaturan di antara Pasal 53 dan Pasal
54 yang berbunyi sebagai berikut:
(1) Jalan Tol antarkota harus dilengkapi dengan Tempat
Istirahat dan Pelayanan untuk kepentingan pengguna
Jalan Tol.
(2) Pengusahaan Tempat Istirahat dan Pelayanan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan

2231
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

partisipasi Usaha Mikro dan Kecil melalui pola


kemitraan.

g) Investasi Dan Kemudahan Proyek Pemerintah


a. Investasi Pemerintah
1) Umum
a) Investasi Pemerintah dilakukan dalam rangka
meningkatkan investasi dan penguatan
perekonomian untuk mendukung kebijakan
strategis penciptaan lapangan kerja.
b) Investasi Pemerintah dilakukan oleh:
a. Pemerintah melalui Menteri Keuangan selaku
Bendahara Umum Negara sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan
terkait investasi pemerintah;
b. lembaga yang bersifat sui generis dan
diberikan kewenangan khusus dalam rangka
pengelolaan investasi, yang selanjutnya
disebut Lembaga.
c) Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum
Negara dan Lembaga dalam melaksanakan
investasi berwenang untuk:
a. melakukan penempatan dana dalam bentuk
instrumen keuangan;
b. melakukan kegiatan pengelolaan aset;
c. melakukan kerja sama dengan entitas dana
perwalian (trust fund);
d. menentukan calon mitra investasi;
e. memberikan dan menerima pinjaman;
dan/atau
f. menatausahakan aset yang dimilikinya.

2232
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

d) Menteri Keuangan dalam melaksanakan investasi


dapat menetapkan dan/atau menunjuk badan
layanan umum, badan usaha milik negara,
dan/atau badan hukum lainnya.
e) Menteri Keuangan untuk menampung dana
investasi pemerintah, membentuk Rekening
Investasi Bendahara Umum Negara. Dana yang
ditampung dalam Rekening Investasi Bendahara
Umum Negara, dapat digunakan kembali secara
langsung untuk mendapatkan manfaat ekonomi,
sosial, dan/atau manfaat lainnya.
f) Tata kelola investasi pemerintah oleh Menteri
Keuangan selaku Bendahara Umum Negara
sepanjang tidak diatur secara khusus berdasarkan
Undang-Undang ini dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
g) Dalam melaksanakan investasi, Pemerintah
membentuk Lembaga untuk mengelola investasi
pemerintah yang bertanggung jawab kepada
Presiden melalui Dewan Pengarah.
h) Investasi Pemerintah yang dikelola oleh Lembaga
dapat bersumber dari aset negara, aset badan
usaha milik negara, dan/atau sumber lainnya.
i) Modal Lembaga dapat berasal dari penyertaan
modal negara dan/atau sumber lainnya. Setiap
perubahan penyertaan modal Pemerintah Pusat
pada Lembaga, baik berupa pengurangan maupun
penambahan modal Lembaga yang berasal dari
sumber sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
j) Lembaga dapat melaksanakan investasi, baik
secara langsung maupun tidak langsung,

2233
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

melakukan kerjasama dengan pihak ketiga, atau


melalui pembentukan entitas khusus yang
berbentuk badan hukum Indonesia atau badan
hukum asing.
k) Keuntungan atau kerugian yang dialami Lembaga
dalam melaksanakan investasi, merupakan
keuntungan atau kerugian Lembaga. Dalam hal
Lembaga mengalami keuntungan, sebagian
keuntungan ditetapkan sebagai surplus Lembaga
yang merupakan laba bagian Pemerintah Pusat
untuk disetorkan ke kas negara, setelah dilakukan
pencadangan untuk menutup/menanggung risiko
kerugian dalam berinvestasi dan/atau melakukan
akumulasi modal.
l) Penyertaan modal yang menjadi kekayaan
Lembaga dicatat dalam Laporan Keuangan
Pemerintah Pusat senilai penyertaan yang
disetorkan ke Lembaga.
m) Ketentuan lebih lanjut mengenai bagian
keuntungan yang ditetapkan sebagai surplus
Lembaga diatur dengan Peraturan Pemerintah.
n) Aset lembaga dapat berasal dari:
a. penyertaan modal sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5 ayat (1);
b. hasil pengembangan usaha dan pengembangan
aset Lembaga;
c. aset badan usaha milik negara;
d. hibah; dan
e. sumber lain yang sah.
o) Aset Lembaga dapat dijaminkan dalam rangka
penarikan pinjaman. Pihak manapun dilarang
melakukan penyitaan aset Lembaga, kecuali atas

2234
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

aset yang telah dijaminkan dalam rangka


pinjaman.
p) Pengelolaan aset Lembaga sepenuhnya dilakukan
oleh pengurus berdasarkan prinsip tata kelola
yang baik, terbuka, dan akuntabel.
q) Pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab
keuangan Lembaga dilakukan oleh akuntan publik
yang terdaftar pada Badan Pemeriksa Keuangan.
r) Pengurus dan pegawai Lembaga bukan sebagai
pejabat negara, kecuali yang berasal dari pejabat
negara atau ex-officio.
s) Pengurus Lembaga menetapkan sistem
kepegawaian, sistem penggajian, penghargaan,
program pensiun dan tunjangan hari tua, serta
penghasilan lainnya bagi pegawai Lembaga.
t) Pengurus/pegawai Lembaga tidak dapat dituntut,
baik secara perdata maupun pidana, atas
pelaksanaan tugas dan kewenangannya sepanjang
pelaksanaan tugas dan kewenangannya dilakukan
dengan itikad baik dan dalam melaksanakan
tugasnya berdasarkan prinsip tata kelola yang
baik, akuntabel, dan tidak menyalahgunakan
kewenangan.
u) Lembaga tidak dapat dipailitkan kecuali dapat
dibuktikan dalam kondisi insolven.
v) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata kelola
Lembaga diatur dengan Peraturan Pemerintah.
w) Sepanjang diatur secara khusus dalam Undang-
Undang ini, ketentuan peraturan perundang-
undangan terkait yang mengatur pengelolaan
keuangan negara/kekayaan negara/Badan Usaha

2235
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Milik Negara tidak berlaku untuk Lembaga yang


diatur berdasarkan Undang-Undang ini.

2) Lembaga Pengelola Investasi


a) Untuk pertama kali, berdasarkan Undang-Undang
ini dibentuk Lembaga Pengelola Investasi.
b) Apabila diperlukan, Pemerintah Pusat dapat
membentuk Lembaga selain Lembaga Pengelola
Investasi, yang dibentuk dengan Peraturan
Pemerintah.
c) Lembaga Pengelola Investasi terdiri atas:
a. dewan pengarah; dan
b. dewan komisioner
d) Dewan Pengarah terdiri atas:
a. menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang keuangan sebagai
ketua merangkap anggota; dan
b. menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang badan usaha milik
negara sebagai anggota.
e) Dewan Pengarah memiliki kewenangan:
a. mengusulkan pengangkatan dan
pemberhentian Dewan Komisioner kepada
Presiden melalui Ketua Dewan Pengarah;
b. menyampaikan laporan pertanggungjawaban
Dewan Pengarah dan Dewan Komisioner
kepada Presiden;
c. memberikan arahan dan menetapkan
kebijakan bagi Lembaga Pengelola Investasi;
d. menetapkan remunerasi Dewan Pengarah dan
Dewan Komisioner;

2236
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

e. menetapkan rencana kerja dan anggaran


tahunan beserta indikator kinerja utama (key
performance indicator);
f. memberikan arahan dan/atau memutuskan
hal yang bersifat strategis termasuk yang
berkaitan dengan struktur modal dengan
didukung data dan kajian yang memadai yang
dikoordinasikan oleh Dewan Komisioner;
g. memberhentikan sementara anggota Dewan
Komisioner dan mengangkat pelaksana tugas
sementara Dewan Komisioner;
h. membentuk sekretariat dan komite; dan
i. melakukan pengawasan atas pengelolaan
yang dilakukan oleh Dewan Komisioner.
j. Dewan Komisioner berjumlah paling sedikit 5
(lima) orang dengan komposisi:
(a) 3 (tiga) orang yang berasal dari unsur
profesional dan salah satunya menjadi
Ketua Dewan Komisioner;
(b) 1 (satu) orang pejabat ex-officio minimal
setingkat eselon I Kementerian Keuangan
yang ditunjuk menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan
di bidang keuangan, yang menjadi Wakil
Ketua Dewan Komisioner; dan
(c) 1 (satu) orang pejabat ex-officio minimal
setingkat eselon I Kementerian Badan
Usaha Milik Negara yang ditunjuk
menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang badan usaha
milik negara,

2237
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

k. Penambahan jumlah anggota dewan


komisioner dilakukan sesuai dengan
kebutuhan Lembaga Pengelola Investasi.
l. Dewan komisioner merupakan organ tunggal
dalam melaksanakan pengelolaan dan
pengurusan Lembaga Pengelola Investasi yang
bersifat kolektif kolegial.
m. Dewan komisioner memiliki tanggung jawab:
(a) merumuskan dan menetapkan kebijakan,
menetapkan modal awal Lembaga
Pengelola Investasi, serta melakukan
pengawasan pengurusan dalam rangka
pelaksanaan tugas dan wewenang
Lembaga Pengelola Investasi;
(b) melaksanakan kebijakan dan melakukan
pengurusan dalam rangka pelaksanaan
tugas dan wewenang Lembaga Pengelola
Investasi, serta mendukung kelancaran
pelaksanaan tugas dan fungsi Dewan
Pengarah;
(c) menyusun struktur organisasi Lembaga
Pengelola Investasi; dan
(d) bertindak untuk dan atas nama Lembaga
Pengelola Investasi di dalam dan di luar
pengadilan.
(e) Modal awal Lembaga Pengelola Investasi
dapat bersumber dari:
a. Penyertaan modal negara, antara
lain berupa:
1. dana segar;
2. barang milik negara;

2238
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

3. piutang negara pada badan


usaha milik negara atau
perseroan terbatas; dan/atau
4. saham milik negara pada badan
usaha milik negara atau
perseroan terbatas;
b. sumber lainnya
(f) Pembinaan dan pengawasan Lembaga
Pengelola Investasi dilaksanakan oleh
menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang keuangan
bersama dengan menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan
di bidang badan usaha milik negara.
(g) Ketentuan lebih lanjut mengenai
Lembaga Pengelola Investasi diatur
dengan Peraturan Pemerintah.

3) Pengalihan Aset
a) Penyertaan modal negara yang menjadi aset
Lembaga dapat berupa:
(1) Dana segar;
(2) Barang milik negara;
(3) Piutang negara pada badan usaha milik negara
atau perseroan terbatas; dan/atau
(4) Saham milik negara pada badan usaha milik
negara atau perseroan terbatas.
b) Penyertaan modal negara dilakukan melalui
Pengalihan Aset negara kepada Lembaga.
c) Pengalihan aset negara kepada Lembaga diatur
dengan Peraturan Menteri Keuangan. Peraturan
Menteri Keuangan antara lain memuat proses

2239
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

administrasi pengalihan aset termasuk cara


pengalihan.
d) Aset negara yang dialihkan, bebas dari segala
macam sengketa dan tidak terdapat kepemilikan
atau hak istimewa pihak manapun atas aset.
e) Pengalihan Aset Badan Usaha Milik Negara kepada
Lembaga ditetapkan oleh Rapat Umum Pemegang
Saham untuk Persero atau menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
badan usaha milik negara untuk perusahaan
umum. Dalam putusan Rapat Umum Pemegang
Saham untuk Persero atau memuat antara lain
proses administrasi pengalihan aset termasuk cara
pengalihan. Untuk Persero dengan kepemilikan
100% Menteri BUMN bertindak selaku RUPS.
f) Aset BUMN yang dialihkan sebagaimana dimaksud
pada ayat (5) bebas dari segala macam sengketa,
tidak sedang dilakukan sita baik pidana maupun
perdata, tidak terdapat kepemilikan atau hak
istimewa pihak manapun atas aset dan/atau tidak
sedang diikat sebagai jaminan hutang.
g) Berdasarkan penetapan pengalihan aset negara dan
penetapan pengalihan aset bumn, aset negara dan
aset BUMN beralih menjadi aset Lembaga.
h) Pelaksanaan Pengalihan aset dilakukan sesuai
dengan ketentuan perundangan-undangan yang
berlaku. Yang dimaksud ketentuan perundang-
undangan yang berlaku misalnya: peralihan Hak
Milik Atas Saham dilakukan dengan Akta Jual Beli
atau Akta Hibah atas saham; pengalihan hak milik
atas tanah dan/atau bangunan dilakukan dengan
Akta Pejabat Pembuat Akta Tanah.

2240
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

i) Dalam rangka meningkatkan nilai atas aset,


Lembaga dapat bekerja sama dengan pihak ketiga,
dengan memberikan kuasa kelola atau dengan
membentuk perusahaan patungan atau dalam
bentuk kerja sama lainnya untuk mengelola aset
tersebut.
j) Dalam hal kerja sama dilakukan dengan
membentuk perusahaan patungan maka aset
Lembaga dapat dialihkan untuk dijadikan modal ke
dalam perusahaan patungan dimaksud dan
selanjutnya dikelola oleh perusahaan patungan
dengan memperhatikan prinsip-prinsip usaha yang
sehat.
k) Dalam hal terjadi pengalihan aset yang dilakukan
dalam kerja sama, pengalihan hak milik atas aset di
atas dilakukan sesuai dengan ketentuan
perundangan-undangan yang berlaku. Yang
dimaksud ketentuan perundang-undangan yang
berlaku misalnya: membentuk perusahaan
patungan yang modalnya berasal dari pengalihan
aset berupa hak tagih atas piutang dilakukan
dengan Akta Inbreng piutang sebagai saham
membeli aset dengan akta jual beli; peralihan Hak
Milik Atas Saham dengan jual beli atau dijadikan
inbreng saham; pengalihan hak milik atas tanah
dan/atau bangunan dilakukan dengan Akta Pejabat
Pembuat Akta Tanah.
l) Lembaga dilarang mengalihkan aset yang sedang
dalam sengketa, sedang dilakukan sita baik pidana
maupun perdata, terdapat kepemilikan atau hak
istimewa pihak manapun atas aset dan/atau
sedang diikat sebagai jaminan hutang.

2241
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

m) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara


pengelolaan aset diatur dengan Peraturan Dewan
Pengarah.

4) Pertanggungjawaban Pemerintah/Pengurus Lembaga


a) Dalam hal terjadi penurunan nilai investasi dalam
rangka pelaksanaan investasi pemerintah,
Pemerintah/pengurus Lembaga tidak dapat
dipertanggungjawabkan atas kerugian investasi
dan/atau kerugian negara apabila dapat
membuktikan:
(a) kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau
kelalaiannya;
(b) telah melakukan pengurusan dengan itikad baik
dan kehati-hatian untuk kepentingan dan sesuai
dengan maksud dan tujuan
Pemerintah/Lembaga;
(c) tidak mempunyai benturan kepentingan baik
langsung maupun tidak langsung atas tindakan
pengurusan yang mengakibatkan kerugian; dan
(d) telah mengambil tindakan untuk mencegah
timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut.

b. Proyek Pemerintah
Pemerintah Pusat bertanggung jawab dalam menyediakan
lahan bagi proyek prioritas Pemerintah. Pengadaan lahan
untuk proyek prioritas Pemerintah Pusat dilaksanakan
dengan mempertimbangkan prinsip kemampuan keuangan
negara dan kesinambungan fiskal. Dalam hal pengadaan
lahan belum dapat dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat,
Pemerintah Daerah, BUMN atau BUMD, pengadaan lahan

2242
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

dapat dilakukan oleh Badan Usaha yang pembiayaannya


berasal dari Badan Usaha sebagai dana talangan.
h) Administrasi Pemerintahan
a. Umum
Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan
pemerintahan sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945. Presiden sebagai pemegang
kekuasaan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berwenang untuk melaksanakan urusan pemerintahan yang
berdasarkan undang-undang dilaksanakan oleh menteri atau
kepala lembaga dan Pemerintah Daerah. Pelaksanaan urusan
oleh Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bertujuan
untuk:
a. percepatan pelayanan;
b. percepatan perizinan;
c. pelaksanaan program strategis nasional dan kebijakan
Pemerintah Pusat.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan urusan oleh
Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Presiden sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan
menjalankan undang-undang. Peraturan pelaksanaan undang-
undang diatur dengan Peraturan Pemerintah. Presiden dapat
mendelegasikan kewenangan pembentukan peraturan
pelaksanaan undang-undang kepada menteri atau kepala
lembaga. Menteri atau kepala lembaga dalam rangka
pelaksanaan peraturan pemerintah dapat menetapkan
ketentuan teknis yang bersifat internal. Presiden dapat
mendelegasikan kewenangan Perizinan Berusaha, pembinaan
dan pengawasan kepada Pemerintah Daerah. Dengan
berlakunya Undang-Undang ini, kewenangan menteri atau
kepala lembaga yang telah ditetapkan dalam undang-undang

2243
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

untuk menjalankan atau membentuk peraturan perundang-


undangan harus dimaknai sebagai pelaksanaan kewenangan
Presiden.

b. Administrasi Pemerintahan
1) Undang-Undang Administrasi Pemerintahan Untuk
mendukung percepatan pelayanan, percepatan perizinan,
serta pelaksanaan program strategis nasional dan kebijakan
Pemerintah Pusat dilakukan penataan administrasi
pemerintahan, Undang-Undang ini mengubah, menghapus,
atau menetapkan pengaturan baru, beberapa ketentuan
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang
Administrasi Pemerintahan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 292, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5601) yang selanjutnya di
dalam Undang-Undang ini disebut dengan Undang-Undang
Administrasi Pemerintahan.
2) diantara Pasal Pasal 1 angka 19 dan Pasal 1 angka 20
Undang-Undang Administrasi Pemerintahan disisipkan 1
(satu) angka baru, yakni angka 19a yang berbunyi: “Standar
adalah Keputusan Pejabat Pemerintahan yang berwenang
sebagai wujud persetujuan atas pernyataan untuk
pemenuhan seluruh persyaratan yang ditetapkan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan”.
3) Ketentuan Pasal 13 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
a) Pendelegasian Kewenangan ditetapkan berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
b) Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan memperoleh
Wewenang melalui Delegasi apabila:
1) diberikan oleh Badan/Pejabat Pemerintahan kepada
Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan lainnya;

2244
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

2) ditetapkan dalam Undang-Undang, Peraturan


Pemerintah, Peraturan Presiden, dan/atau
Peraturan Daerah; dan
3) merupakan Wewenang pelimpahan atau
sebelumnya telah ada.
c) Kewenangan yang didelegasikan kepada Badan
dan/atau Pejabat Pemerintahan tidak dapat
didelegasikan lebih lanjut, kecuali ditentukan lain
dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
d) Dalam hal ketentuan peraturan perundang-undangan
menentukan lain sebagaimana dimaksud pada ayat
(3), Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang
memperoleh Wewenang melalui Delegasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dapat mensubdelegasikan
Tindakan kepada Badan dan/atau Pejabat
Pemerintahan lain dengan ketentuan:
1) dituangkan dalam bentuk peraturan sebelum
Wewenang dilaksanakan;
2) dilakukan dalam lingkungan pemerintahan itu
sendiri; dan
3) paling rendah diberikan kepada Badan dan/atau
Pejabat Pemerintahan 1 (satu) tingkat di
bawahnya.
e) Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang
memberikan Delegasi dapat menggunakan sendiri
Wewenang yang telah diberikan melalui Delegasi,
kecuali ditentukan lain dalam ketentuan peraturan
perundang-undangan.
f) Dalam hal pelaksanaan Wewenang berdasarkan
Delegasi menimbulkan ketidakefektifan
penyelenggaraan pemerintahan, Badan dan/atau
Pejabat Pemerintahan yang memberikan pendelegasian

2245
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Kewenangan dapat menarik kembali Wewenang yang


telah didelegasikan.
g) Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang
memperoleh Wewenang melalui Delegasi, tanggung
jawab Kewenangan berada pada penerima Delegasi.
4) Ketentuan Pasal 24 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
a) “Pejabat Pemerintahan yang menggunakan Diskresi
harus memenuhi syarat:
1) sesuai dengan tujuan Diskresi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2);
2) sesuai dengan AUPB;
3) berdasarkan alasan-alasan yang objektif;
4) tidak menimbulkan Konflik Kepentingan; dan
5) dilakukan dengan iktikad baik”.
5) Ketentuan Pasal 38 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
a) Pejabat dan/atau Badan Pemerintahan dapat membuat
Keputusan Berbentuk Elektronis.
b) Keputusan Berbentuk Elektronis wajib dibuat atau
disampaikan terhadap Keputusan yang diproses oleh
sistem elektronik yang ditetapan Pemerintah Pusat.
c) Keputusan Berbentuk Elektronis berkekuatan hukum
sama dengan Keputusan yang tertulis dan berlaku sejak
diterimanya Keputusan tersebut oleh pihak yang
bersangkutan.
d) Keputusan dalam bentuk tertulis tidak dibuat jika
Keputusan dibuat dalam bentuk elektronis.
6) Ketentuan Pasal 39 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
a) Pejabat Pemerintahan yang berwenang dapat menerbitkan
Izin, Standar, Dispensasi, dan/atau Konsesi dengan

2246
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

berpedoman pada AUPB dan berdasarkan ketentuan


peraturan perundang-undangan.
b) Keputusan Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan
berbentuk Izin apabila:
1) diterbitkan persetujuan sebelum kegiatan
dilaksanakan; dan
2) kegiatan yang akan dilaksanakan merupakan kegiatan
yang memerlukan perhatian khusus dan/atau
memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan.
c) Keputusan Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan
berbentuk Standar apabila:
1) diterbitkan persetujuan sebelum kegiatan
dilaksanakan; dan
2) kegiatan yang akan dilaksanakan merupakan
kegiatan pengecualian terhadap suatu larangan
atau perintah.
d) Keputusan Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan
berbentuk Konsesi apabila:
1) diterbitkan persetujuan sebelum kegiatan
dilaksanakan;
2) persetujuan diperoleh berdasarkan kesepakatan
Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dengan
pihak Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha
Milik Daerah, dan/atau swasta; dan
3) kegiatan yang akan dilaksanakan merupakan
kegiatan yang memerlukan perhatian khusus.
e) Izin, Dispensasi, atau Konsesi yang diajukan oleh
pemohon wajib diberikan persetujuan atau penolakan
oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan paling lama
10 (sepuluh) hari kerja sejak diterimanya permohonan,
kecuali ditentukan lain dalam ketentuan peraturan
perundangundangan.

2247
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

f) Standar berlaku sejak pemohon menyatakan komitmen


pemenuhan elemen standar.
g) Izin, Dispensasi, atau Konsesi tidak boleh menyebabkan
kerugian negara
7) Diantara Pasal 39 dan Pasal 40 Undang-Undang
Administrasi Pemerintahan disisipkan 1 (satu) pasal baru,
yakni 39A yang berbunyi sebagai berikut:
a) Pejabat Pemerintahan yang berwenang dapat menerbitkan
Izin, Standar, Dispensasi, dan/atau Konsesi dengan
berpedoman pada AUPB dan berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
b) Keputusan Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan
berbentuk Izin apabila:
1) diterbitkan persetujuan sebelum kegiatan
dilaksanakan; dan
2) kegiatan yang akan dilaksanakan merupakan kegiatan
yang memerlukan perhatian khusus dan/atau
memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan.
c) Keputusan Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan
berbentuk Standar apabila:
1) diterbitkan persetujuan sebelum kegiatan
dilaksanakan; dan
2) kegiatan yang akan dilaksanakan merupakan kegiatan
telah terstandardisasi.
d) Keputusan Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan
berbentuk Dispensasi apabila:
1) diterbitkan persetujuan sebelum kegiatan
dilaksanakan; dan
2) kegiatan yang akan dilaksanakan merupakan kegiatan
pengecualian terhadap suatu larangan atau perintah
e) Keputusan Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan
berbentuk Konsesi apabila:

2248
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

1) diterbitkan persetujuan sebelum kegiatan


dilaksanakan;
2) persetujuan diperoleh berdasarkan kesepakatan Badan
dan/atau Pejabat Pemerintahan dengan pihak Badan
Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah,
dan/atau swasta; dan
3) kegiatan yang akan dilaksanakan merupakan kegiatan
yang memerlukan perhatian khusus.

f) Izin, Dispensasi, atau Konsesi yang diajukan oleh


pemohon wajib diberikan persetujuan atau penolakan
oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan paling lama
10 (sepuluh) hari kerja sejak diterimanya permohonan,
kecuali ditentukan lain dalam ketentuan peraturan
perundangundangan.
g) Standar berlaku sejak pemohon menyatakan komitmen
pemenuhan elemen standar.
h) Izin, Dispensasi, atau Konsesi tidak boleh menyebabkan
kerugian negara

8) Diantara Pasal 39 dan Pasal 40 Undang-Undang


Administrasi Pemerintahan disisipkan 1 (satu) pasal baru,
yakni 39A yang berbunyi sebagai berikut:
a) Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan wajib melakukan
pengawasan atas pelaksanaan Izin, Standar, Dispensasi,
dan/atau Konsesi.
b) Pengawasan terhadap Izin, Standar, Dispensasi, dan/atau
Konsesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
bekerjasama dengan atau dilakukan oleh profesi yang
memiliki sertifikat keahlian sesuai bidang pengawasan.
c) Jenis, bentuk, dan mekanisme pengawasan atas Izin,
Standar, Dispensasi, dan/atau Konsesi yang dapat

2249
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

dilakukan oleh profesi sebagaimana dimaksud pada ayat


(2) diatur dengan Peraturan Presiden.
9) Ketentuan Pasal 53 di ubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
a) Batas waktu kewajiban untuk menetapkan dan/atau
melakukan Keputusan dan/atau Tindakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
b) Jika ketentuan peraturan perundang-undangan tidak
menentukan batas waktu kewajiban sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Badan dan/atau Pejabat
Pemerintahan wajib menetapkan dan/atau melakukan
Keputusan dan/atau Tindakan dalam waktu paling lama
5 (lima) hari kerja setelah permohonan diterima secara
lengkap oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan.
c) Dalam hal permohonan diproses melalui sistem elektronik
dan seluruh persyaratan dalam sistem elektronik telah
terpenuhi, sistem elektronik menetapkan Keputusan
dan/atau Tindakan.
d) Apabila dalam batas waktu sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan tidak
menetapkan dan/atau melakukan Keputusan dan/atau
Tindakan, permohonan dianggap dikabulkan secara
hukum.
e) Bentuk penetapan Keputusan dan/atau Tindakan yang
dianggap dikabulkan secara hukum sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) diatur dengan Peraturan Presiden.

c. Pemerintahan Daerah
a) untuk mendukung percepatan pelayanan, percepatan
perizinan, serta pelaksanaan program strategis nasional dan
kebijakan Pemerintah Pusat dilakukan penataan administrasi
pemerintahan, Undang-Undang ini mengubah, menghapus,

2250
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

atau menetapkan pengaturan baru, beberapa ketentuan


Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor
244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5587) sebagaimana diubah terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679)
yang selanjutnya di dalam Undang-Undang ini disebut
dengan Undang-Undang Pemerintahan Daerah.
b) Ketentuan Pasal 16 Undang-Undang Pemerintahan Daerah
diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
a) Pemerintah Pusat dalam menyelenggarakan urusan
pemerintahan konkuren sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 9 ayat (3) berwenang untuk:
1) menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria
dalam rangka penyelenggaraan Urusan Pemerintahan;
dan
2) melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap
penyelenggaraan Urusan Pemerintahan yang menjadi
kewenangan Daerah.
b) Penetapan norma, standar, prosedur, dan kriteria
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a mengacu
atau mengadopsi praktik yang baik (good practices).
c) Norma, standar, prosedur, dan kriteria sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a dalam bentuk ketentuan
peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh
Pemerintah Pusat sebagai aturan pelaksanaan dalam
penyelenggaraan urusan pemerintahan konkuren yang
menjadi kewenangan Pemerintah Pusat dan yang menjadi
kewenangan Daerah

2251
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

d) Pemerintah Pusat dapat mendelegasikan peraturan


pelaksanaan Norma, standar, prosedur, dan kriteria
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kepada Kepala
Daerah yang ditetapkan dengan Peraturan Kepala Daerah.
e) Kewenangan Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b dibantu oleh kementerian dan
lembaga pemerintah nonkementerian.
f) Pelaksanaan kewenangan yang dilakukan oleh lembaga
pemerintah nonkementerian sebagaimana dimaksud pada
ayat (5) harus dikoordinasikan dengan kementerian
terkait.
g) Penetapan norma, standar, prosedur, dan kriteria
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan
paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak peraturan
pemerintah mengenai pelaksanaan urusan pemerintahan
konkuren diundangkan.

c) Ketentuan Pasal 67 Undang-Undang Pemerintahan Daerah


diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
a) Kewajiban kepala daerah dan wakil kepala daerah meliputi:
1) memegang teguh dan mengamalkan Pancasila,
melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 serta mempertahankan dan
memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik
Indonesia;
2) menaati seluruh ketentuan peraturan
perundangundangan;
3) mengembangkan kehidupan demokrasi;
4) menjaga etika dan norma dalam pelaksanaan Urusan
Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah;
5) menerapkan prinsip tata pemerintahan yang bersih dan
baik;

2252
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

6) melaksanakan program strategis nasional, norma,


standar, prosedur, dan kriteria,dan kebijakan
Pemerintah Pusat; dan
7) menjalin hubungan kerja dengan seluruh Instansi
Vertikal di Daerah dan semua Perangkat Daerah.
d) Ketentuan Pasal 68 Undang-Undang Pemerintahan Daerah
diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
1) Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah yang tidak
melaksanakan program strategis nasional, norma,
standar, prosedur, dan kriteria,dan kebijakan Pemerintah
Pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 huruf f
dikenai sanksi administratif berupa teguran tertulis oleh
Menteri untuk gubernur dan/atau wakil gubernur serta
oleh gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat untuk
bupati dan/atau wakil bupati atau wali kota dan/atau
wakil wali kota.
2) Dalam hal teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) telah disampaikan 2 (dua) kali berturut-turut dan
tetap tidak dilaksanakan, kepala daerah dan/atau
wakil kepala daerah diberhentikan sementara selama 3
(tiga) bulan.
3) Dalam hal kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah
telah selesai menjalani pemberhentian sementara
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tetap tidak
melaksanakan program strategis nasional, yang
bersangkutan diberhentikan sebagai kepala daerah
dan/atau wakil kepala daerah.
4) Pemberhentian kepala daerah dan/atau wakil kepala
daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan
oleh Presiden.

2253
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

e) Ketentuan Pasal 251 Undang-Undang Pemerintahan Daerah


diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
1) Perda Provinsi dan peraturan gubernur dan/atau Perda
Kabupaten/Kota dan peraturan bupati/wali kota, yang
bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang lebih tinggi batal demi hukum.
2) Perda Provinsi dan peraturan gubernur dan/atau Perda
Kabupaten/Kota dan peraturan bupati/wali kota yang
batal demi hukum sebagaimana dimaksud pad ayat (1)
dicabut dengan Peraturan Presiden.

f) Ketentuan Pasal 252 Undang-Undang Pemerintahan


Daerah diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:

(1) Penyelenggara Pemerintahan Daerah provinsi atau


kabupaten/kota yang masih memberlakukan Perda yang
dicabut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 251 ayat
(2), dikenai sanksi.
(2) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a) sanksi administratif; dan/atau
b) sanksi penundaan evaluasi rancangan Perda.
(3) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) huruf a dikenai kepada kepala Daerah dan anggota
DPRD berupa tidak dibayarkan hak keuangan selama 3
(tiga) bulan yang diatur dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(4) Dalam hal penyelenggara Pemerintahan Daerah provinsi
atau kabupaten/kota masih memberlakukan Perda
mengenai pajak daerah dan/atau retribusi daerah yang
telah dicabut oleh Presiden, dikenai sanksi penundaan

2254
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

atau pemotongan DAU dan/atau DBH bagi Daerah


bersangkutan.

g) Ketentuan Pasal 349 Undang-Undang Pemerintahan Daerah


diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
1) Daerah dapat melakukan penyederhanaan jenis dan
prosedur pelayanan publik untuk meningkatkan mutu
pelayanan dan daya saing Daerah dan sesuai dengan
norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta kebijakan
Pemerintah Pusat.
2) Penyederhanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
3) Pemerintah Daerah dapat memanfaatkan teknologi
informasi dan komunikasi dalam penyelenggaraan
pelayanan publik.

h) Ketentuan Pasal 350 Undang-Undang Pemerintahan Daerah


diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
1) Kepala daerah wajib memberikan pelayanan perizinan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan dan norma, standar, prosedur, dan kriteria.
2) Dalam memberikan pelayanan perizinan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Daerah membentuk unit
pelayanan terpadu satu pintu.
3) Pembentukan unit pelayanan terpadu satu pintu
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berpedoman pada
ketentuan peraturan perundang-undangan.
4) Pelayanan perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) wajib menggunakan sistem perizinan terintegrasi
secara elektronik yang dikelola oleh Pemerintah Pusat.
5) Kepala daerah dapat mengembangkan sistem pendukung
pelaksanaan sistem perizinan terintegrasi secara

2255
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (4) sesuai


standar yang ditetapkan Pemerintah Pusat.
6) Kepala daerah yang tidak memberikan pelayanan
perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
penggunaan sistem perizinan terintegrasi secara
elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dikenai
sanksi administratif.
7) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat
(6) berupa teguran tertulis kepada gubernur oleh Menteri
dan kepada bupati/wali kota oleh gubernur sebagai
wakil Pemerintah Pusat untuk pelanggaran yang bersifat
administrasi.
8) Teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (7)
dapat diberikan oleh menteri atau kepala lembaga yang
membina dan mengawasi perizinan sektor setelah
berkoordinasi dengan Menteri.
9) Dalam hal teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada
ayat (8) dan ayat (5a) telah disampaikan 2 (dua) kali
berturut-turut dan tetap tidak dilaksanakan oleh kepala
daerah, Menteri atau kepala lembaga yang membina dan
mengawasi perizinan sektor mengambil alih pemberian
izin yang menjadi kewenangan gubernur dan gubernur
sebagai wakil Pemerintah Pusat mengambil alih
pemberian izin yang menjadi kewenangan bupati/wali
kota.
10) Pengambilalihan pemberian izin oleh menteri atau kepala
lembaga yang membina dan mengawasi perizinan sektor
sebagaimana dimaksud pada ayat (9) setelah
berkoordinasi dengan Menteri
i) Ketentuan Pasal 361 Undang-Undang Pemerintahan Daerah
diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:

2256
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

(1) Kawasan perbatasan negara adalah Kecamatan terluar


yang berbatasan langsung dengan negara lain.
(2) Kewenangan Pemerintah Pusat di kawasan perbatasan
meliputi seluruh kewenangan tentang pengelolaan dan
pemanfaatan kawasan perbatasan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang
wilayah negara.
(3) Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
Pemerintah Pusat mempunyai kewenangan untuk:
a) menyusun materi teknis rencana detail tata ruang;
b) melakukan konfirmasi Kesesuaian Kegiatan
Pemanfaatan Ruang dalam hal belum terdapat rencana
detail tata ruang yang terdigitalisasi; dan
c) pembangunan sarana dan prasarana kawasan.
(4) Gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat
mengoordinasikan pelaksanaan pembangunan kawasan
perbatasan berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh
Pemerintah Pusat.
(5) Dalam mengoordinasikan pelaksanaan pembangunan
kawasan perbatasan sebagaimana dimaksud pada ayat
(4), gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat dibantu oleh
bupati/wali kota.
(6) Dalam memberikan bantuan pelaksanaan pembangunan
kawasan perbatasan sebagaimana dimaksud pada ayat
(5), bupati/wali kota menugaskan camat di kawasan
perbatasan.
(7) Pemerintah Pusat wajib membangun kawasan perbatasan
dengan negara tetangga.
(8) Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dan ayat (3) menjadi kewenangan Daerah sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

2257
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

i) Pengenaan Sanksi
Dalam rangka penegakkan pelaksanaan Rancangan Undang-
undang Penciptaan Lapangan Kerja, maka pelanggaran terhadap
ketentuan yang terdapat dalam Rancangan Undang-undang
dikenakan sanksi. Adapun kebijakan perumusan sanksi meliputi:
1) Pengaturan sanksi dilakukan dengan pembedaan secara
ketat dan cermat dengan membedakan hukum
administrasi (administrative law) dengan hukum pidana
(criminal law) dalam penyelenggaraan perizinan berusaha
dan dan pelaksanaan kegiatan berusaha.
2) Pengaturan sanksi pidana dalam rangka mendukung
RUU Penciptaan Lapangan Kerja dilakukan dengan
memperhatikan sebagai berikut:
a) Setiap kegiatan yang menimbulkan dampak yang
memenuhi kategori pidana dan tidak termasuk
dalam kegiatan administrasi tetap dikenakan pidana;
b) bagi setiap kegiatan yang tidak termasuk ke kegiatan
administrasi, sanksi pidana yang telah ada saat ini
(selain sanksi pidana denda) diubah bentuk
sanksinya menjadi pidana denda;
c) dalam hal korporasi borporasi apabila tidak
melakukan pembayaran pidana denda maka dapat
dipailitkan/diambilalih kepemilikan asetnya
d) sanksi pidana penjara kurang dari 1 tahun yang
terdapat dalam berbagai undang-undang sektor
diubah menjadi pidana denda
e) Bagi setiap kegiatan usaha yang dalam
pelaksanaannya menimbulkan dampak terhadap
Kesehatan, Keselamatan Kerja dan Lingkungan (K3L)
dan/atau membahayakan nyawa orang dapat

2258
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

dikenakan sanksi pidana sesuai dengan ketentuan


peraturan perundang-undangan.
f) Penggantian sanksi pidana penjara bagi
pelanggaran/kelalaian dalam proses pengurusan
perizinan berusaha dan/atau pelaksanaan kegiatan
usaha yang dilaksanakan oleh Badan Usaha ke
sanksi administrasi berupa denda dan/atau
pencabutan Perizinan Berusaha.
3) Pengaturan sanksi administrasi dalam rangka
mendukung RUU Penciptaan Lapangan Kerja dilakukan
dengan memperhatikan sebagai berikut:
a) Perumusan sanksi administasi diatur dengan
memperhatikan bentuk pelanggaran yang muncul
dari hubungan antara pemerintah dengan warga
negara/badan hukum perdata;
b) Perumusan dan penerapan sanksi administrasi
untuk memperbaiki penyimpangan atas kewajiban
atau larangan dalam hubungan hukum administrasi
negara;
c) Perumusan sanksi administrasi dalam RUU
Penciptaan Lapangan Kerja terlebih dahulu
menginventarisir seluruh ketentuan sanksi (baik
pidana maupun administrasi) yang ada selama ini
dan mengkaji kembali rumusan sanksi yang ada
saat ini lebih tepat dan efektif apabila rumuskan
sebagai sanki administrasi atau perdata.
d) Sanksi terhadap pelanggaran/kelalaian dalam
proses pengurusan perizinan berusaha dan/atau
kegiatan usaha bersifat administrative law bukan
criminal law
e) Sanksi administrasi dalam kegiatan berusaha
meliputi:

2259
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

(1) Peringatan;
(2) Penghentian sementara kegiatan berusaha;
(3) Pengenaan denda administratif;
(4) Pencabutan Perizinan Berusaha;
(5) Pembubaran;
(6) daya paksa polisional; dan
(7) Sanksi lain sesuai kebutuhan.
f) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
pengenaan
sanksi administrasi diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Dari kebijakan tersebut maka pengaturan yang akan di masukkan
adalah:
a. Berdasarkan kajian pada bab sebelumnya maka pengenaan
sanksi mengatur sebagai mengenai berikut:
1. Pemerintah Pusat mempunyai kewajiban untuk melakukan
pengawasan dan pembinaan kepada setiap pelaksanaan
Perizinan Berusaha yang dilakukan oleh pemilik Perizinan
Berusaha. Pengaturan ini bertujuan untuk memperkuat
pengawasan dan pembinaan yang dilakukan oleh Negara.
2. Pelaksanaan pengawasan dan pembinaan pada angka 2
dilakukan oleh aparatur sipil negara sesuai dengan
kewenangannya.
3. Aparatur Sipil Negara dalam melaksanakan tugas
pengawasan dan pembinaan pada angka 2, dimungkinkan
untuk bekerjasama dengan pihak lain yang mempunyai
keahlian/profesi bersertifikat sesuai dengan bidang
pengawasan dan pembinaan yang dibutuhkan dan
dilaksanakan oleh Aparatur Sipil Negara tersebut.
4. apabila Aparatur Sipil Negara dan pihak ketiga yang
mempunyai keahlian/profesi bersertifikat dalam
melaksanakan tugasnya menemukan pelanggaran atas

2260
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

ketentuan larangan yang tertuang dalam setiap Perizinan


Berusaha yang dilakukan oleh pemilik Perizinan Berusaha
pada angka 1, Aparatur Sipil Negara yang berwenang dapat
mengenai sanksi administratif kepada pemilik Perizinan
Berusaha.
5. Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada angka 4
dapat berupa:
a) peringatan;
b) penghentian sementara kegiatan berusaha;
c) pengenaan denda administratif;
d) pengenaan daya paksa polisional;
e) pencabutan Lisensi/Sertifikasi/Persetujuan; dan/atau
f) pencabutan Perizinan Berusaha.
6. Kewenangan Pemerintah Pusat dalam melaksanakan
pengawasan dan pembinaan sebagaimana dimaksud pada
angka 1 dan pengenaan sanksi administratif sebagaimana
dimaksud pada angka 4, dapat dilimpahkan kewenangan
tersebut kepada Pemerintah Daerah sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
7. Pengaturan lebih lanjut mengenai pengenaan sanksi
administratif dan tata cara pengenaan sanksi administratif
sebagaimana dimaksud pada angka 4 diatur dengan
Peraturan Pemerintah.

b. Terhadap setiap pemilik Perizinan Berusaha yang dalam


melaksanakan kegiatan/usahanya menimbulkan dampak
kerusakan pada lingkungan hidup, selain dikenai sanksi
administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1318 ayat (5),
pemilik Perizinan Berusaha wajib memulihkan kerusakan
lingkungan akibat dari kegiatan/usahanya.

2261
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

c. Berdasarkan kajian pada bab sebelumnya maka pengenaan


sanksi juga mengatur sebagai berikut:
1. Bagi setiap pemilik Perizinan Berusaha yang dalam
melaksanakan kegiatan/usahanya dikenai sanksi pidana
yang diatur dalam Undang-Undang ini harus dilakukan
penyidikan tindak pidana.
2. Bagi instansi pemerintah yang memiliki Pejabat Pegawai
Negeri Sipil Tertentu, penyidikan tindak pidana sebagaimana
dimaksud pada angka 1 dilakukan oleh Pejabat Pegawai
Negeri Sipil Tertentu dilingkungan instansi sesuai dengan
kewenangannya.
3. Terhadap Pejabat Pegawai Negeri Sipil Tertentu sebagaimana
dimaksud pada angka 2 diberi kewenangan untuk:
a) meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan
sehubungan dengan tindak pidana;
b) menerima laporan atau keterangan tentang adanya tindak
pidana;
c) memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai
saksi dan/atau tersangka tindak pidana;
d) melakukan penangkapan dan penahanan terhadap orang
yang diduga melakukan tindak pidana;
e) meminta keterangan dan bukti dari orang yang diduga
melakukan tindak pidana;
f) memotret dan/atau merekam melalui media elektronik
terhadap orang, barang, pesawat udara, atau hal yang
dapat dijadikan bukti adanya tindak pidana;
g) memeriksa dokumen yang terkait dengan tindak pidana;
h) mengambil sidik jari dan identitas orang;
i) menggeledah tempat-tempat tertentu yang dicurigai
adanya tindak pidana;
j) menyita benda yang diduga kuat merupakan barang yang
digunakan untuk melakukan tindak pidana;

2262
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

k) mengisolasi dan mengamankan barang dan/atau dokumen


yang dapat dijadikan sebagai alat bukti sehubungan
dengan tindak pidana;
l) mendatangkan saksi ahli yang diperlukan dalam
hubungannya dengan pemeriksaan perkara tindak pidana;
m) menghentikan proses penyidikan;
n) meminta bantuan polisi Negara Republik Indonesia atau
instansi lain untuk melakukan penanganan tindak pidana;
dan
o) melakukan tindakan lain menurut hukum yang berlaku.
4. Kedudukan Pejabat Pegawai Negeri Sipil Tertentu
sebagaimana dimaksud pada angka 2 berada di bawah
koordinasi dan pengawasan penyidik polisi negara republik
Indonesia.
5. Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil Tertentu sebagaimana
dimaksud pada angka 4, menyampaikan hasil penyidikan
kepada penuntut umum melalui pejabat penyidik Kepolisian
Negara Republik Indonesia.

d. Berdasarkan kajian pada bab sebelumnya maka pengenaan


sanksi juga mengatur sebagai berikut:
1. Dalam rangka memperkuat pengawasan dan pembinaan
maka Pemerintah berkewajiban melakukan pengawasan
terhadap pengawasan dan pembinaan yang dilakukan oleh
Aparatur Sipil Negara dan profesi bersertifikat dalam
pelaksanaan Perizinan Berusaha.
2. Aparatur Sipil Negara dan/atau profesi bersertifikat
sebagaimana dimaksud pada angka 1 yang tidak melakukan
tugas dan fungsi pengawasaan dan pembinaan terhadap
pelaksanaan Perizinan Berusaha, dikenai sanksi sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

2263
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

3. Terhadap Kewenangan pelaksanaan pengawasan


sebagaimana dimaksud pada angka 1 dapat dilimpahkan
kepada Pemerintah Daerah sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
4. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan
pengawasan oleh Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

j) Ketentuan Peralihan
Perizinan Berusaha yang sedang dalam proses permohonan
sebelum undang-undang ini diundangkan tetap diproes sampai
dengan ditetapkannya norma, standar, prosedur, dan kriteria
yang baru berdasarkan Undang-Undang ini
k) Ketentuan Penutup
Pada saat Undang-undang ini mulai berlaku:
a. Peraturan Pemerintah yang mengatur norma, standar,
prosedur, dan kriteria Perizinan Berusaha wajib ditetapkan
paling lama 1 (satu) bulan;
b. Peraturan Pelaksanaan dari Undang-Undang yang telah
mengalami perubahan berdasarkan Undang-Undang ini
dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan
dengan Undang-Undang ini dan wajib disesuaikan paling
lama 1 (satu) bulan;
c. Peraturan Kepala Daerah mengenai Rencana Detil Tata
Ruang wajib di susun dan di undangkan paling lambat 1
(satu) bulan;
d. Pengaturan mengenai Penyidik Pegawai Negeri Sipil
Tertentu yang telah diatur dalam Undang-Undang sebelum
berlakunya Undang-Undang ini berlaku ketentuan Penyidik
Pegawai Negeri Sipil Tertentu dalam Undang-Undang ini.
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan

2264
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya


dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

BAB VI
PENUTUP

A. KESIMPULAN

1. Upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat memerlukan


investasi yang mampu menyerap tenaga kerja, namun, terkait
hal tersebut, masyarakat ataupun pemerintah menghadapi
berbagai masalah yang menghambat upaya dimaksud, antara
lain :
a. Perizinan berusaha yang banyak jenisnya dan berbelit-belit
serta ditambah dengan proses yang memerlukan waktu
lama
b. Persyaratan investasi yang memberatkan
c. Dukungan riset industry yang rendah dan belum begitu
tepat dalam dunia usaha
d. Pengadaan lahan yang sulit dan lama serta tidak pasti
e. Perlindungan pemberdayaan UMK-M yang belum optimal
f. Pengadaan proyek-proyek pemerintah yang kurang efisien
g. Administrasi/birokrasi pemerintah yang lamban
h. Ketenagakerjaan yang belum produktif dibandingkan
dengan negara tetangga
i. Pengenaan sanksi pada investasi/pengusaha yang banyak
berupa sanksi pidana

2265
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

j. Kwasan ekonomi khusus yang belum optimal untuk


mendorong investasi di kawasan
k. Peningkatan berusaha bagi para investor yang mampu
menyerap tenaga kerja.
2. Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Cipta Lapangan
Kerja sangat penting untuk disusun/dibuat agar menjawab
dan mengatasi permasalahan berusaha yang jika
permasalahan tersebut dapat teratasi maka akan berdampak
positif bagi peningkatan dan perbaikan ekosistem investasi di
tengah-tengah persaingan ekonomi dunia yang yang semakin
kompetitif.
3. Landasan filosofis RUU Cipta Lapangan Kerja adalah sebagai
upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang
adil dan makmur melaui pemenuhan ihwal atas pekerjaan
dan kehidupan yang layak dengan mendorong investasi.
Sedangkan secara sosiologis adalah peningkatan jumlah
tenaga kerja yang tinggi sementara penyerapan dan lowongan
tenaga kerja masih rendah. Sementara untuk investasi
sebagai sarana penyerapan tenaga kerja mengalami kesulitan
untuk memulai kegiatan usaha dan perizinannya yang
berbelit-belit hingga prosesnya yang memakan waktu lama.
Selanjutnya, secara yuridis peraturan perundang-undangan
yang ada saling tumpang tindih dan mengunci satu sama lain,
sehingga tidak efiktif dan efisien serta menimbulkan biaya
yang tinggi.
4. Sasaran yang akan dicapai adalah mewujudkan ekosistem
investasi yang bersahabat dan mendukung penciptaan
lapangan kerja yang memadai untuk mendukung bonus
demografi yang saat ini sedang dialami oleh Indonesia.
Adapun pengaturan diarahkan pada peningkatan tenaga
kerja, kemudahan berusaha dan penyederhanaan peraturan

2266
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

perundang-undangan yang saling tumpang tindih. Adapun


materi muatan pengaturan meliputi :
1) Ketentuan Umum
2) Penyederhanaan Perizinan Berusaha
3) Persyaratan Investasi
4) Ketenagakerjaan
5) Kemudahan, Perlindungan dan Pemberdayaan UMK-M
6) Kemudaha Berusaha
7) Riset dan Teknologi
8) Administrasi Pemerintahan
9) Pengenaan Sanksi
10) Pengadaan Lahan
11) Kemudahan Proyek Pemerintah
12) Kawasan Ekonomi Khusus
13) Ketentuan Peralihan
14) Ketentuan Penutup

B. SARAN

1. Perlu pemilahan substansi naskah akademik yang akan


menjadi materi muatan dalam undang-undang atau
peraturan pelaksana.
2. Agar masing-masing Kementerian/Lembaga atau
Stakeholders menyepakati apa yang sudah disepakati
bersama dan komitmen terhadap substansi yang sudah
disepakati, agar supaya mempermudah proses pembahasan.
3. Mengingat substansi yang begitu banyak, maka perlu
sosialisasi baik itu administrative maupun teknisnya
terhadap implementasi dari undang-undang ini.
4. Perlunya komitmen terhadap implementasi substansi
Undang-Undang ini oleh Kementerian/Lembaga atapun
Stakeholders yang ada.

2267
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

5. Perlu disiapkan peraturan pelaksananya dengan


segera.Rancangan Undang-Undang Cipta Lapangan Kerja
perlu dipercepat pembuatannya karena keterkaitan dengan
persaingan perekonomian global yang semakin kompetitif
dalam menyaring dan menciptakan iklim investasi yang
bersahabat, efektif dan efisien.
6. Agar RUU tentang Penciptaan Lapangan Kerja dimasukkan
dalam Program Legislasi Nasional Prioritas Tahun 2020 dan
dibahas serta ditetapkan dalam tahun 2020.

2268
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku
Atmosodirjo, Prajudi. Hukum Administrasi Negara, cetakan kesepuluh,
Jakarta: Ghalia Indonesia, 1983.
Hadjon, Philipus M. et.,al. Pengantar Hukum Administrasi Indonesia.
Yogyakarta : Gadjah Mada University Press, 2005.
Harlow, Carol and Richard Rawlings. Law and Administration.
Ed.Kedua. London: Butterworths, 1997.
Nugraha, Safri et. al. Hukum Administrasi Negara, edisi revisi. Depok:
Center for Law and Good Governance Studies FHUI, 2007.
OECD. The Global Environmental Goods and Services Industry, Paris.
OECD. Regulatory Reform and Innovation.
Silviana, Septiana Eka. Perjalanan Old Public Administration (OPA), New
Public Management (NPM) Hingga New Public Sevice.
Spelt, N.M. dan J.B.J.M ten berge, ed. Philipus M. Hadjon. Pengantar
Hukum Perizinan. Surabaya : Yuridika, 1993.
Ugur, Mehmet. Governance, Regulation and Innovation, Theory and
Evidence From Firmas and Nations. UK: Edward Elgar
Publishing Limited, 2013.

B. Jurnal/Makalah/Laporan
Australian Prudential Regulation Authority (APRA). Probability and
Impact Rating System (PAIRS). 2018.
Department of Occupational Safety and Health Malaysia. Control of
Substances Hazardous to Health (Health and Safety Executive,
United Kingdom), dan Guidelines for Hazard Identification, Risk
Assesment, and Risk Control.
Pradany Hayyu. “Sinyal Baik dalam Kemudahan Berusaha”.
Mediakeuangan VOL. XIII (Mei 2018).
Organization for Economic Cooperation and Development (OECD). Risk
and Regulatory Policy. Improving the Governance of Risk.

2269
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

World Bank Group. Introducing a risk based approach to regulate


businesses: How to build a risk matrix to classify enterprises or
activities.

C. Skripsi/Tesis/Disertasi
Suriadinata, Vincent. “Penyusunan Undang-Undang di Bidang Investasi:
Kajian Pembentukan Omnibus Law di Indonesia.” Tesis
Magister Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Jakarta,
2019.

D. Kamus
Bryan A. Garner, ed. Black’s Law Dictionary. Minnesota: West
Publishing Co, 2004.

E. Peraturan Perundang-Undangan
Indonesia. Undang – Undang Dasar NRI 1945 Amandemen IV. LN. No.
14 Tahun 2006.
________. Undang-Undang tentang tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan. UU No. 12 Tahun 2011. LN No. 82
Tahun 2011, TLN No. 5234.
________. Undang-Undang tentang Administrasi Pemerintahan. UU No.
30 Tahun 2014. LN No. 292 Tahun 2014 TLN No. 5601
________. Undang-Undang tentang Perubahan Kedua atas Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
UU No. 9 Tahun 2015. LN No. 58 Tahun 2015 TLN No. 5679

________. Undang-Undang tentang Penanaman Modal. UU No. 25 Tahun


2007. LN No. 67 Tahun 2007 TLN No. 4724

________. Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang


Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. UU No. 10 Tahun
1998. LN No. 182 Tahun 1992, TLN No. 3790

2270
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

________. Undang-Undang tentang Perbankan Syariah. UU No. Nomor 21


Tahun 2008. LN No. 94 Tahun 2008, TLN No. 4867

________. Undang-Undang tentang Lembaga Keuangan Mikro. UU No. 1


Tahun 2013. LN No. 12 Tahun 2013 TLN No. 5394

________. Undang-Undang tentang Penataan Ruang. UU No. 26 Tahun


2007. LN No. 68 Tahun 2007. TLN No. 4725

________. Undang-Undang tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan


Pulau-Pulau Kecil Sebagaimana Telah Diubah Dengan Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 2014. UU No. 27 Tahun 2007. LN No.
84 Tahun 2007. TLN No. 4739

________. Undang-Undang tentang Kelautan; UU No. 32 Tahun 2014. LN


No. 294 Tahun 2014 TLN No. 5603

________. Rancangan Undang-Undang tentang Pertanahan.

________. Undang-Undang Nomor tentang Perlindungan dan Pengelolaan


Lingkungan Hidup. UU No.32 Tahun 2009. LN No. 140 Tahun
2009, TLN No. 5059.

________. Undang-Undang tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan. UU No.22


Tahun 2009. LN No. 96 Tahun 2009 TLN No. 5025

________. Undang-Undang tentang Bangunan Gedung. UU No. 28 Tahun


2002. LN No. 134 Tahun 2002, TLN No. 4247

________. Undang-Undang tentang Arsitek. UU No.6 Tahun 2017. LN No.


179 Tahun 2017. TLN No. 6108

________. Undang-Undang tentang Minyak dan Gas Bumi. UU No.22


Tahun 2001. LN No. 136 Tahun 2001, TLN No. 4152

________. Undang-Undang tentang Panas Bumi. UU No.21 Tahun 2014.


LN No. 217 Tahun 2014 TLN No. 5586

2271
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

________. Undang-Undang tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.


UU No.4 Tahun 2009. LN No. 4 Tahun 2009 TLN No. 4959

________. Undang-Undang tentang Ketenaganukliran ; UU No. 10 Tahun


1997. LN No. 23 Tahun 1997 TLN No. 3676

________. Undang-Undang tentang Ketenagalistrikan. UU No. 30 Tahun


2009. LN No. 133 Tahun 2009, TLN No. 2009

________. Undang–Undang tentang Hortikultura. UU No. 13 Tahun 2010.


LN No. 76 Tahun 2010 TLN No. 5137

________. Undang-Undang tentang Pangan. UU No.18 Tahun 2012. LN


No. 117 Tahun 2012, TLN No. 5316

________. Undang-Undang tentang Perkebunan. UU No.39 Tahun 2014.


LN No. 308 Tahun 2014, TLN No. 5613

________. Undang-Undang tentang Perlindungan dan Pemberdayaan


Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan Pertambak Garam. UU No. 7
Tahun 2016. LN No. 68 Tahun 2016, TLN No. 5870

________. Undang-Undang tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.


UU No. 18 Tahun 2009. LN No. 84 Tahun 2009 , TLN No. 5015

________. Undang-Undang tentang Sistem Budidaya Tanaman. Nomor 12


Tahun 1992. LN No. 46 Tahun 1992, TLN No. 3478

________. Undang-Undang tentang Sistem Penyuluhan Pertanian,


Perikanan, dan Kehutanan. UU No.16 Tahun 2006. LN No. 92
Tahun 2006, TLN No. 4660

________. Undang-Undang tentang Perubahan Kedua atas Undang-


Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan. UU No. 45
Tahun 2019. LN No. 154 Tahun 2019 TLN No. 5073

________. Undang-Undang tentang Kepariwisataan. UU No.10 Tahun


2009. LN No. 11 Tahun 2009, TLN No. 4966

2272
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

________. Undang-Undang tentang Pelayaran. UU No.17 Tahun 2008. LN


No. 64 Tahun 2008, TLN No. 4894

________. Undang-Undang tentang Penerbangan. UU No.1 Tahun 2009.


LN No. 1 Tahun 2009, TLN No. 4956

________. Undang-Undang tentang Perkeretaapian. UU No.23 Tahun


2007. LN No. 65 Tahun 2007, TLN No. 4722

________. Undang-Undang tentang Perumahan dan Kawasan


Permukiman. UU No.1 Tahun 2011. LN No. 7 Tahun 2011, TLN
No. 5188

________. Undang-Undang tentang Rumah Susun. UU No.20 Tahun 2011.


LN No. 108 Tahun 2011, TLN No. 5252

________. Undang-Undang tentang Penyiaran. UU No.32 Tahun 2002. LN


No. 139 Tahun 2002, TLN No. 4252

________. Undang-Undang tentang Pos. UU No.38 Tahun 2009. LN No.


146 Tahun 2009, TLN No. 5065

________. Undang-Undang tentang Telekomunikasi. UU No.36 Tahun


1999. LN No. 36 Tahun 1999, TLN No. 3881

________. Undang-Undang tentang Koperasi. UU No.25 Tahun 1992. LN


No. 75 Tahun 1992, TLN No. 3502

________. Undang-Undang tentang Usaha Mikro, Kecil, Menengah. UU


No.20 Tahun 2008. LN No. 93 Tahun 2008, TLN No. 4866

________. Undang-Undang tentang Lembaga Keuangan Mikro. UU No.1


Tahun 2013. LN No. 12 Tahun 2008, TLN No. 5394

________. Undang-Undang tentang Perdagangan. UU No.7 Tahun 2014.


LN No. 45 Tahun 2014, TLN No. 5512

________. Undang-Undang tentang Perindustrian. UU No.3 Tahun 2014.


LN No. 4 Tahun 2014, TLN No. 5492

2273
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

________. Undang-Undang tentang Metrologi Legal. UU No.2 Tahun 1981.


LN No. 11 Tahun 1981, TLN No. 3193

________. Undang-Undang tentang Jaminan Produk Halal. UU No.33


Tahun 2014. LN No. 295 Tahun 2014, TLN No. 5604

________. Undang-Undang tentang Kesehatan. UU No.36 Tahun 2009. LN


No. 144 Tahun 2009, TLN No. 5063

________. Undang-Undang tentang Narkotika. UU No.35 Tahun 2009. LN


No. 143 Tahun 2009, TLN No. 5062

________. Undang-Undang tentang Rumah Sakit. UU No.44 Tahun 2009.


LN No. 153 Tahun 2009, TLN No. 5072

________. Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional. UU


No.20 Tahun 2003. LN No. 78 Tahun 2003, TLN No. 4301

________. Undang-Undang tentang Pendidikan Tinggi. UU No.12 Tahun


2012. LN No. 82 Tahun 2012, TLN No. 5233

________. Undang-Undang tentang Industri Pertahanan. UU No.16 Tahun


2012. LN No. 183 Tahun 2012, TLN No. 5343

________. Undang-Undang tentang Kepolisian. UU No.2 Tahun 2002. LN


No. 2 Tahun 2002, TLN No. 4168

________. Peraturan Pemerintah tentang Pelayanan Perizinan Berusaha


Terintegrasi Secara Elektronik. UU No.24 Tahun 2018.
________. Peraturan Presiden tentang Percepatan Pelaksanaan Berusaha.
Peraturan Pemerintah No.91 Tahun 2017.

F. Website
Doing Business Di Indonesia : Kemudahan Berusaha di Indonesia,
http://www. http://eodb.ekon.go.id, diakses tanggal 23 Juli
2019

2274
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Yuniartha, Lidya Sri Mulyani: Indonesia punya banyak daya tarik untuk
menarik investasi, https://nasional.kontan.co.id/news/sri-
mulyani-indonesia-punya-banyak-daya-tarik-untuk-menarik-
investasi, diakses 23 Juli 2019
Ihsanuddin. Presiden Jokowi Kecewa Calon Investor Banyak Lari ke
Negara Tetangga,
https://nasional.kompas.com/read/2019/09/04/16425441/
presiden-jokowi-kecewa-calon-investor-banyak-lari-ke-negara-
tetangga, diakses 23 Juli 2019
Ihsanuddin. Presiden Jokowi Kecewa Calon Investor Banyak Lari ke
Negara Tetangga.
https://nasional.kompas.com/read/2019/09/04/16425441/
presiden-jokowi-kecewa-calon-investor-banyak-lari-ke-negara-
tetangga, diakses 23 Juli 2019
Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD).
Regulatory Reform and Innovation,
https://www.oecd.org/sti/inno/2102514.pdf , diakses 23 Juli
2019
PTSP dan Paket Kebijakan Ekonomi Untuk Menjaring Investasi.
https://www.kemenkeu.go.id/publikasi/berita/ptsp-dan-
paket-kebijakan-ekonomi-untuk-menjaring-investasi/,
diakses 23 Juli 2019
Erric Permana. Banyak UU Hambat Usaha, Pemerintah Akan Buat
Omnibus Law, https://www.aa.com.tr/id/ekonomi/banyak-
uu-hambat-usaha-pemerintah-akan-buat-omnibus-
law/1101481, diakses pada 22 Juli 2019.
Briana Bierscbach. Everything You Need to Know About Omnibus Bills,
and Why They‟re So Popular at The Minnesota Legislature,
https://www.minnpost.com/politics-
policy/2017/03/everything-you-need-know-about-omnibus-
bills-and-why-theyre-so-popular-minne, diakses pada 22 Juli
2019.

2275
NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Mayasari, Ima. Menggagas Omnibus Law. https://kumparan.com/dr-


ima-mayasari-m-h/menggagas-omnibus-law-
1542018891459839175, diakses pada 22 Juli 2019.
Usfunan, Jimmy. Menimbang Konsep Omnibus Law Bila Diterapkan di
Indonesia.https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt58a
6fc84b8ec3/menimbang-konsep-omnibus-law-bila-
diterapkan-di-indonesia, diakses pada 22 Juli 2019.
Rantai Birokrasi Masih Jadi Kendala Investor Berinvestasi di Indonesia.
https://economy.okezone.com/read/2018/02/12/320/18582
67/rantai-birokrasi-masih-jadi-kendala-investor-berinvestasi-
di-indonesia, diakses pada 22 Juli 2019.
Rahayu, Yayu Agustini. Regulasi Masih Menjadi Kendala Investasi di
Indonesia. https://www.merdeka.com/uang/regulasi-masih-
jadi-kendala-investasi-di-indonesia.html, diakses pada 22 Juli
2019.

2276

Anda mungkin juga menyukai