BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
return pasar yang disebabkan oleh terjadinya bear /bull market karena adanya
kondisi ekonomi yang terus berubah-ubah.
3. Risiko Sektoral
Risiko ini dipengaruhi oleh kinerja usaha industri-industri yang tergabung
dalam suatu sektor yang dipengaruhi oleh kondisi lingkungan (life cycle),
kondisi peraturan dan iklim usaha.
4. Risiko Tingkat Suku Bunga (Interest Rate Risk)
Risiko ini muncul dari perubahan dalam tingkat suku bunga yang ada di pasar.
Risiko tingkat suka bunga mempunyai pengaruh yang sama terhadap surat
berharga. Perubahan tingkat suku bunga ini akan menyebabkan terjadinya
fluktuasi harga surat-surat berharga.
5. Risiko Kredit ( Credit Risk)
Risiko timbul jika perusahaan menerbitkan efek hutang dan instrumen pasar
yang tidak mampu untuk membayar pokok hutang dan bunga tertunggak.
6. Risiko Mata Uang (Currency Risk)
Risiko ini timbul apabila terjadi perubahan nilai mata uang negara asing
dibandingkan dengan mata uang domestik sehingga akan mengurangi tingkat
hasil dari investasi asing. Hal ini terjadi karena nilai mata uang asing itu
menurun sehingga nilai investasi langsungnya menjadi lebih kecil.
7. Assets Class Risk
Saham obligasi, dan kas (atau instrumen pasar yang lainnya) merupakan tiga
kelas aset yang paling utama. Jika seorang investor tidak berimbang dalam
melakukan diversifikasi terhadap investasinya, dengan demikian risikonya
akan semakin mengecil.
Dengan adanya risiko-risiko investasi di atas, maka investor dituntut untuk
berhati-hati dan melakukan analisa yang matang. Informasi yang lengkap dan
pemahaman yang komprehensif akan membantu investor dalam melakukan
keputusan instrumen investasi apa yang paling tepat untuknya.
18
∑
Standar Deviasi (σ ) =
Dimana :
Rij = Tingkat keuntungan yang terjadi pada kondisi j
E (Ri) = Tingkat keuntungan yang diharapkan
n = Banyaknya kondisi
Sumber : Makaryanawati dan Ulum, 2009
untuk dibayarkan kepada para pemegang saham sebagai dividen atau untuk
digunakan didalam perusahaan, yang berarti laba tersebut harus ditahan didalam
perusahaan (Riyanto 2001: p.265 dalam Puspita 2009).
Persentase dari pendapatan yang akan di bayarkan kepada pemegang
saham sebagai cash dividend disebut dividend payout ratio. Dengan demikian
dapatlah dikatakan bahwa makin tingginya dividend payout ratio yang ditetapkan
oleh perusahaan berarti makin kecil dana yang tersedia untuk ditanamkan kembali
di dalam perusahaan yang ini berarti akan menghambat pertumbuhan perusahaan
(Riyanto 2001:p.266 dalam Puspita 2009). Kebijakan terhadap pembayaran
dividen merupakan keputusan yang sangat penting dalam suatu perusahaan.
Kebijakan ini melibatkan dua pihak yang mempunyai kepentingan yang berbeda,
yaitu pihak pertama para pemegang saham dan pihak kedua perusahaan itu
sendiri. Dividen diartikan sebagai pembayaran kepada para pemegang saham oleh
pihak perusahaan atas keuntungan yang diperolehnya. Kebijakan dividen adalah
kebijakan yang berhubungan dengan pembayaran dividen oleh pihak perusahaan,
berupa penentuan besarnya pembayaran dividen dan besarnya laba ditahan untuk
kepentingan pihak perusahaan (Alexander, et.al, 1993 dalam Prihantoro,2003
dalam Puspita 2009).
Menurut Brigham dan Ehrhardt (2002:699), kebijakan dividen yang
optimal adalah kebijakan yang menciptakan keseimbangan diantara dividen saat
ini dan pertumbuhan dimasa mendatang, sehingga akan memaksimalkan harga
saham. Oleh karena itu, manajer keuangan dalam menentukan kebijakan dividen
perusahaan harus hati-hati. Jika perusahaan menjalankan kebijakan untuk
membagikan tambahan dividen tunai sehingga jumlah dividen yang dibagikan
naik, hal ini dapat meningkatkan harga saham. Tetapi, meningkatnya dividen
tunai, akan mengakibatkan jumlah dana yang tersedia untuk reinvestasi menjadi
sedikit, sehingga tingkat pertumbuhan yang diharapkan untuk masa mendatang
akan rendah, dan hal ini akan mengakibatkan turunnya harga saham.
21
membeli saham untuk jangka waktu satu tahun, maka tidak ada bedanya
antara pajak atas capital gain dan pajak atas dividen. Jadi investor akan
meminta tingkat keuntungan setelah pajak yang lebih tinggi terhadap saham
yang memiliki dividend yield yang tinggi daripada saham dengan dividend
yield yang rendah. Oleh karena itu, teori ini menyarankan bahwa perusahaan
sebaiknya menentukan dividend payout ratio yang rendah atau bahkan tidak
membagikan dividen.
4. Signaling Theory
Menurut dividend irrelevance theory (MM), setiap orang (investor dan
manajer) memiliki informasi identik mengenai laba akan datang dan dividen
perusahaan. Kenyataannya, investor yang berbeda memiliki pandangan berbeda
terhadap tingkat pembayaran dividen akan datang dan ketidakpastian yang
melekat dalam pembayaran tersebut, karena manajer memiliki informasi lebih
banyak tentang prospek akan datang daripada pemegang saham. Kenaikan
dividen seringkali diikuti dengan kenaikan harga saham, sedangkan
pemotongan atau pengurangan dividen diikuti dengan penurunan harga saham.
Hal ini mengindikasikan bahwa investor lebih menyukai dividen daripada
capital gains. MM menyatakan, perusahaan enggan mengurangi dividen
sehingga tidak akan meningkatkan dividen, kecuali perusahaan mengantisipasi
adanya laba berjumlah besar pada periode akan datang. Kenaikan dividen yang
lebih tinggi daripada yang diharapkan menjadi sinyal bagi investor bahwa
perusahaan mengalami pertumbuhan laba yang baik. Sebaliknya, penurunan
dividen akan menjadi sinyal pertumbuhan laba yang buruk pada masa akan
datang. Pengumuman dividen yang meyebabkan perubahan harga
mengindikasikan adanya information/signaling content (kandungan informasi).
5. Clientele Effect
Menurut teori ini, pemegang saham dapat diklasifikasikan dalam beberapa
kelompok (Pettit, 1977) dalam Puspita (2009) dan Wirjono (2003) kelompok-
kelompok yang berbeda (different groups) atau clienteles dari pemegang saham
menyukai kebijakan pembayaran dividen yang berbeda. Menurut teori ini,
perusahaan dapat mengubah kebijakan pembayaran dividen karena pemegang
24
saham dengan sendirinya akan menjual sahamnya kepada investor lain jika
mereka tidak suka dengan kebijakan yang baru.
Artinya bahwa investasi adalah komitmen sumber daya saat ini yang diharapan
dapat memberi sumber daya yang lebih besar di masa depan.
Melalui pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa suatu investasi adalah
kegiatan penanaman modal untuk memperoleh hasil dimasa yang akan datang
yang memperhatikan kemakmuran dari investor itu sendiri.
Gitman dan Joehnk (2005:3) juga mengemukakan bahwa investasi adalah :
“Any vehicle into which funds can be placed with the expectation that it
will generate positive income and / or preserve or increased its value.”
Artinya bahwa investasi merupakan wadah dimana dana dapat ditempatkan
dengan harapan bahwa itu akan menghasilkan pendapatan yang positif dan / atau
memelihara atau meningkatkan nilainya.
Jadi, investasi merupakan penempatan dana pada berbagai aktiva
keuangan dengan harapan akan diperolehnya tingkat keuntungan yang optimal
pada waktu yang akan datang. Untuk memperoleh keuntungan, maka perusahaan
memerlukan investasi guna memperlancar proses operasinya. Investasi adalah
mengeluarkan dana untuk satu atau lebih assets yang akan digunakan untuk
beberapa jangka waktu dimasa depan. Investasi yang dilakukan perusahaan untuk
memperlancar proses operasinya berupa investasi pada aktiva. Dalam mengelola
aktiva atau assets yang dimiliki oleh perusahaan, seorang manajer keuangan harus
dapat menentukan seberapa besar alokasi untuk masing-masing aktiva (aktiva
tetap maupun aktiva lancar) sehubungan dengan bidang usaha dari perusahaan
tersebut. Keputusan investasi sangat penting karena akan mempengaruhi
keberhasilan pencapaian tujuan perusahaan dan merupakan inti dari seluruh
analisis keuangan (Gitman; 2000 dan Brealy & Myers; 2000).
Keputusan Investasi merupakan kegiatan untuk menentukan campuran dan
tipe asset yang ada pada bagian kiri neraca perusahaan. Asset mix ditentukan dan
dipelihara pada tingkat optimal dari masing-masing bagian aktiva. Keputusan ini
penting karena akan mempengaruhi keberhasilan perusahaan dalam mencapai
tujuan yaitu memaksimumkan nilai perusahaan (Gitman, 2000). Selaras dengan
Brealey & Myers (2000) bahwa keputusan investasi (penganggaran modal)
27
merupakan inti dari seluruh analisis keuangan yaitu membuat keputusan yang
memaksimumkan nilai perusahaan.
Investasi, yang lazim disebut juga dengan istilah penanaman modal atau
pembentukan modal merupakan komponen kedua yang menentukan tingkat
pengeluaran agregat. Dengan demikian istilah investasi dapat diartikan sebagai
pengeluaran atau pembelanjaan atau penanaman-penanaman modal perusahaan
untuk membeli barang-barang modal dan perlengkapan-perlengkapan untuk
menambah kemampuan memproduksi barang-barang dan jasa-jasa yang tersedia
dalam perekonomian. Pertambahan jumlah barang modal ini memungkinkan
perekonomian tersebut menghasikan lebih banyak barang dan jasa di masa yang
akan datang. Adakalanya penanaman modal dilakukan untuk menggantikan
barang-barang modal yang lama yang telah harus dan perlu didepresiasikan.
(KumpulBlogger.com 2008).
b. Jenis-Jenis Investasi
Investasi merupakan sebuah cara alternatif yang dapat digunakan untuk
meningkatkan nilai aset di masa depan, dengan melakukan investasi, menurunnya
purchasing power akibat inflasi dapat di ofsett oleh return yang di dapatkan dari
investasi. Investasi sendiri dapat digolongkan ke dalam dua jenis, yaitu
(www.zonaekis.com,2010): :
1. Investasi pada real asset
Investasi pada real asset dapat dilakukan dengan membeli peralatan,
pendirian pabrik, perbaikan mesin produksi, dan lain-lain.
2. Investasi pada financial asset
Sedangkan investasi pada financial asset (instrumen keuangan) dapat
dilakukan pada pasar uang (berupa sertifikat deposito, commercial papper,
dan lain-lain) maupun pasar modal (berupa saham, obligasi, dan lain-lain).
c. Ukuran Investasi
Investasi adalah suatu kegiatan penanaman modal pada aktiva-aktiva yang
bersifat jangka panjang, yaitu aktiva riil (aktiva yang berwujud) dan aktiva
28
2. Profitabilitas
Profitabilitas merupakan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba
pada masa mendatang dan merupakan indikator dari keberhasilan operasi
perusahaan. Perusahaan yang mempunyai profitabilitas yang tinggi akan menarik
minat investor untuk menanamkan modalnya dengan harapan akan mendapatkan
keuntungan yang tinggi pula. (Kim et al.1993) dalam Supriyono dan Amin
(2000) dalam Kusumawati dan Sudento (2005). Oleh karena dividen diambil
dari keuntungan bersih yang diperoleh perusahaan, maka keuntungan tersebut
akan mempengaruhi besarnya dividen payout ratio. Perusahaan yang memperoleh
keuntungan cenderung akan membayar porsi keuntungan yang lebih besar sebagai
dividen. Semakin besar keuntungan yang diperoleh, maka akan semakin besar
pula kemampuan perusahaan untuk membayar dividen (Damayanti dan
Achyani, 2006 dalam Puspita 2009).
Profitabilitas yaitu menunjukan kemampuan perusahaan untuk
memperoleh keuntungan dari penggunaan modalnya. Rasio profitabilitas akan
memberikan jawaban akhir tentang efektivitas menjamin perusahaan. Rasio ini
memberi gambaran tentang tingkat efektivitas pengelolaan perusahaan. Setiap
perusahaan dalam menjalankan kegiatan bisnisnya akan berusaha untuk
menghasilkan laba atau profit yang optimal. Menurut Gitman (2000: 617) adalah:
29
(Sutrisno, 2000)
Semakin besar rasio ini menunjukkan semakin besar kewajibannya dan rasio yang
semakin rendah akan menunjukkan semakin tinggi kemampuan perusahaan
memenuhi kewajibannya. Apabila perusahaan menentukan bahwa pelunasan
utangnya akan diambilkan dari laba ditahan, berarti perusahaan harus menahan
sebagian besar dari pendapatannya untuk keperluan tersebut, yang ini berarti hanya
sebagian kecil saja pendapatan yang dapat dibayarkan sebagai dividen (Riyanto
2001:267). Peningkatan utang ini akan mempengaruhi tingkat pendapatan bersih yang
tersedia bagi pemegang saham, artinya semakin tinggi kewajiban perusahaan, akan
semakin menurunkan kemampuan perusahaan membayar dividen (Sudarsi 2002:80).
Oleh karena itu, semakin rendah DER akan semakin tinggi kemampuan perusahaan
untuk membayar semua kewajibannya. Semakin besar proporsi utang yang digunakan
untuk struktur modal suatu perusahaan, maka akan semakin besar jumlah kewajiban
(Prihantoro ,2003: p.10). Peningkatan hutang pada gilirannya akan mempengaruhi
besar kecilnya laba bersih yang tersedia bagi para pemegang saham termasuk dividen
yang akan diterima, karena kewajiban tersebut lebih diprioritaskan daripada
pembagian dividen (Prihantoro, 2003: p.10). Jika beban hutang tinggi, maka
kemampuan perusahaan untuk membagi dividen akan semakin rendah, sehingga DER
mempunyai hubungan negatif dengan dividend payout ratio (Prihantoro ,2003:
p.10).
Pendanaan ini merupakan salah satu keputusan keuangan yang harus
ditetapkan oleh manajer keuangan. Pendanaan ini sama dengan penentuan struktur
modal perusahaan. Apakah modal perusahaan akan diambil dari luar atau dari
dalam perusahaan. Atau kedua-duanya dengan proporsi yang berbeda. Menurut
Brealey et al. (2001:490):
”Leverage ratio is measure how much financial leverage the firm has
taken on debt to equity”.
Artinya bahwa rasio leverage adalah mengukur berapa banyak leverage keuangan
perusahaan telah diambil pada hutang terhadap ekuitas.
Kemudian menurut Van Horne (2001:470) dalam Puspita 2009:
“Capital structure, the mix (or proportion) of a firm’s permanent long–
term financing represented by debt, preferred stock, and common stock
equity.”
31
Artinya bahwa hipotesis struktur modal yang optimal adalah untuk menguji reaksi
harga saham untuk tindakan yang diambil oleh perusahaan baik untuk menambah
atau mengurangi leverage. Mereka membuat perubahan ini agar mendapat struktur
modal optimal, baik meningkatan hutang dan menurunkan hutang harus disertai
dengan pengembalian pendapatan yang positif, setidaknya rata-rata.
Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa, struktur modal yang
optimal adalah struktur modal perusahaan yang dapat meminimalkan biaya modal
dan menaikkan harga saham perusahaan.
32
dengan total ekuitas dari pemegang saham. Dengan demikian, debt to equity ratio
juga dapat memberikan gambaran mengenai struktur modal yang dimiliki oleh
perusahaan sehingga dapat dilihat seberapa besar modal sendiri yang dimiliki
perusahaan yang diperoleh dapat menjamin jumlah hutangnya.
Total Debt
Financing = DER = X 100%
Total Equity
pasar uang, yang pada gilirannya akan mempengaruhi tingkat suku bunga. Operasi
pasar terbuka ini dilakukan melalui dua cara yaitu penjualan Sertifikat Bank
Indonesia dengan sistem pelelangan dan Intervensi Rupiah.
Berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia No.8/13/DPM tentang
Penerbitan Sertifikat Bank Indonesia Melalui Lelang, Sertifikat Bank Indonesia
yang selanjutnya disebut SBI adalah surat berharga dalam mata uang Rupiah yang
diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu
pendek. Pengertian Sertifikat Bank Indonesia dari situs www.bi.go.id dijelaskan
bahwa sertifikat bank Indonesia adalah :
“Surat berharga atas unjuk dalam rupiah yang diterbitkan Bank Indonesia
sebagai pengakuan hutang jangka pendek dengan sistem diskonto.”
Dalam menjaga kelangsungan variabel makro ekonomi suatu negara,
pemerintah biasanya menetapkan suku bunga. Menurut Khalwaty (2000:143)
definisi dari suku bunga adalah :
”Suku bunga merupakan instrumen konvensional untuk mengendalikan
atau menekan laju pertumbuhan inflasi.
Secara teori tingkat bunga yang dibayarkan bank adalah tingkat bunga
nominal yang merupakan penjumlahan tingkat bunga riil ditambah inflasi
(Mankiw, 2003 dalam www.scribd.com). Adanya kenaikan atau penurunan
inflasi akan berdampak pada kenaikan atau penurunan tingkat bunga kredit. Suku
bunga kredit yang ada pada saat ini dianggap beberapa kalangan baik dari pelaku
bisnis maupun pakar ekonomi belum optimal. Mereka menuntut agar Bank
Indonesia selaku penguasa moneter mempengaruhi suku bunga deposito dan suku
bunga kredit berkaitan dengan turunnya SBI agar dapat meningkatkan atau
mengembangkan sektor riil lewat kegiatan investasinya. Namun tuntutan itu
belum atau baru sedikit yang dipenuhi (Info Bank, 2004).
Menurut Karl dan Fair (2001:635) dalam www.KumpulBlogger.com,
suku bunga adalah pembayaran bunga tahunan dari suatu pinjaman, dalam bentuk
persentase dari pinjaman yang diperoleh dari jumlah bunga yang diterima tiap
tahun dibagi dengan jumlah pinjaman. Kemudian pengertian suku bunga menurut
Sunariyah (2004:80) adalah harga dari pinjaman. Suku bunga dinyatakan sebagai
35
persentase uang pokok per unit waktu. Bunga merupakan suatu ukuran harga
sumber daya yang digunakan oleh debitur yang harus dibayarkan kepada kreditur.
kondisi paritas (perbedaan daya beli) atau secara teori ekonomi, perubahan nilai
tukar, tingkat harga, dan tingkat suku bunga dikaitkan dengan situasi ekonomi
makro negara tersebut hal ini merupakan kondisi paritas internasional.
Menurunnya kurs Rupiah terhadap mata uang asing khususnya Dolar AS memiliki
pengaruh negatif terhadap ekonomi dan pasar modal (Sitinjak dan Kurniasari, 2003
dalam Oktavia 2007).
3. Sistem kurs tertambat merangkak (crawling pegs). Dalam sistem ini, suatu
negara melakukan sedikit perubahan dalam nilai mata uangnya secara periodic
dengan tujuan untuk bergerak menuju nilai tertentu pada rentang waktu
tertentu. Keuntungan utama sistem ini adalah suatu negara dapat mengatur
penyesuaian kursnya dalam periode yang lebih lama dibanding sistem kurs
tertambat. Oleh karena itu, sistem ini dapat menghindari kejutan-kejutan
terhadap perekonomian akibat revaluasi atau devaluasi yang tiba-tiba dan
tajam.
4. Sistem sekeranjang mata uang (basket of currencies). Banyak negara terutama
negara sedang berkembang menetapkan nilai mata uangnya berdasarkan
sekeranjang mata uang. Keuntungan dari sistem ini adalah menawarkan
stabilitas mata uang suatu negara karena pergerakan mata uang disebar dalam
sekeranjang mata uang. Seleksi mata uang yang dimasukkan dalam
“keranjang“ umumnya ditentukan oleh peranannya dalam membiayai
perdagangan negara tertentu. Mata\uang yang berlainan diberi bobot yang
berbeda tergantung peran relatifnya terhadap negara tersebut. Jadi sekeranjang
mata uang bagi suatu negara dapat terdiri dari beberapa mata uang yang
berbeda dengan bobot yang berbeda.
5. Sistem kurs tetap (fixed exchange rate). Dalam sistem ini, suatu Negara
mengumumkan suatu kurs tertentu atas nama uangnya dan menjaga kurs ini
dengan menyetujui untuk menjual atau membeli valas dalam jumlah tidak
terbatas pada kurs tersebut. Kurs biasanya tetap atau diperbolehkan
berfluktuasi dalam batas yang sangat sempit. (Oktavia, 2007).
tukar pada tingkat yang ditetapkan, Bank Indonesia melakukan intervensi aktif
di pasar valuta asing.
2. Sistem mengambang terkendali (1978-Juli 1997)
Pada masa ini, nilai tukar rupiah didasarkan pada sistem sekeranjang mata uang
(basket of currencies). Kebijakan ini diterapkan bersama dengan dilakukannya
devaluasi rupiah pada tahun 1978. Dengan sistem ini, pemerintah menetapkan
kurs indikasi (pembatas) dan membiarkan kurs bergerak di pasar dengan spread
tertentu. Pemerintah hanya melakukan intervensi bila kurs bergejolak melebihi
batas atas atau bawah dari spread.
3. Sistem kurs mengambang (14 Agustus 1997-sekarang)
Sejak pertengahan Juli 1997, nilai tukar rupiah terhadap US$ semakin
melemah. Sehubungan dengan hal tersebut dan dalam rangka mengamankan
cadangan devisa yang terus berkurang maka pemerintah memutuskan untuk
menghapus rentang intervensi (sistem nilai tukar mengambang terkendali) dan
mulai menganut sistem nilai tukar mengambang bebas (free floating exchange
rate) pada tanggal 14 Agustus 1997. Penghapusan rentang intervensi ini juga
dimaksudkan untuk mengurangi kegiatan intervensi pemerintah terhadap rupiah
dan memantapkan pelaksanaan kebijakan moneter dalam negeri.
Nilai kurs jual terhadap USD + Nilai kurs beli terhadap USD
Kurs tengah =
2
Perkembangan nilai tukar rupiah terhadap beberapa mata uang negara lain
terutama Dollar AS ternyata kekuatannya menurun. Penurunan tersebut tidak
terlepas dari faktor-faktor fundamental antara lain inflasi dan suku bunga. Bahwa
perbedaan tingkat suku bunga di dalam negeri dan di luar negeri yang
perubahannya dapat terjadi secara cepat seharusnya menjadi pertimbangan untuk
45
dalam perusahaan berarti bagian dari laba yang tersedia untuk pembayaran
dividen adalah semakin kecil. Akibatnya, dividen yang di terima pemegang saham
atau investor bisa dan tidak sebanding dengan risiko yang mereka tanggung.
(Damayanti dan Achyani, 2006: p.53 dalam Puspita 2009).
Mengingat akan arti penting laba, baik bagi perusahaan maupun bagi pihak
investor, dimana perusahaan berkepentingan untuk menjaga kelangsungan hidup
perusahaan. Perusahaan berkepentingan untuk meningkatkan pertumbuhan
perusahaan, sementara di lain pihak investor mengharapkan adanya pembagian
keuntungan atas laba yang diperoleh ( dividen ). Perusahaan harus bisa membuat
sebuah kebijakan yang optimal. Kebijakan yang diambil harus bisa memenuhi
kebutuhan dana, sedangkan pihak investor memperoleh apa yang diinginkan,
sehingga investor tidak mengalihkan investasinya ke perusahaan lain. (Levy dan
Sarnat, dalam Sutrisno, 2002:2).
berpengaruh terhadap kebijakan dividen karena dividen adalah sebagian dari laba
bersih yang diperoleh perusahaan, oleh karena itu dividen akan dibagikan apabila
perusahaan memperoleh keuntungan. Perusahaan yang semakin besar
keuntungannya akan membayar porsi pendapatan yang semakin besar sebagai
dividen (Sudarsi 2002:79). Oleh karena dividen diambil dari keuntungan bersih
yang diperoleh perusahaan, maka keuntungan tersebut akan mempengaruhi
besarnya dividen payout ratio. Perusahaan yang memperoleh keuntungan
cederung akan membayar porsi keuntungan yang lebih besar sebagai dividen.
Semakin besar keuntungan yang diperoleh, maka akan semakin besar pula
kemampuan perusahaan untuk membayar dividen. (Damayanti dan Achyani,2006
dalam Puspita 2009).
menunjukkan semakin besar kewajibannya dan rasio yang semakin rendah akan
menunjukkan semakin tinggi kemampuan perusahaan memenuhi kewajibannya.
Apabila perusahaan menentukan bahwa pelunasan utangnya akan diambilkan dari
laba ditahan, berarti perusahaan harus menahan sebagian besar dari
pendapatannya untuk keperluan tersebut, yang ini berarti berarti hanya sebagian
kecil saja yang pendapatan yang dapat dibayarkan sebagai dividen (Riyanto
2001:267 dalam Puspita 2009). Peningkatan utang ini akan mempengaruhi
tingkat pendapatan bersih yang tersedia bagi pemegang saham, artinya semakin
tinggi kewajiban perusahaan, akan semakin menurunkan kemampuan perusahaan
membayar dividen (Sudarsi 2002:80). Prihantoro (2003) menyatakan bahwa debt
equity ratio mencerminkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi seluruh
kewajibannya, yang ditunjukkan oleh berapa bagian modal sendiri yang
digunakan untuk membayar hutang. Oleh karena itu, semakin rendah DER akan
semakin tinggi kemampuan perusahaan untuk membayar semua kewajibannya.
Semakin besar proporsi utang yang digunakan untuk struktur modal suatu
perusahaan, maka akan semakin besar jumlah kewajiban (Prihantoro, 2003:
p.10). Peningkatan hutang pada gilirannya akan mempengaruhi besar kecilnya
laba bersih yang tersedia bagi para pemegang saham termasuk dividen yang akan
diterima, karena kewajiban tersebut lebih diprioritaskan daripada pembagian
dividen. Jika beban hutang tinggi, maka kemampuan perusahaan untuk membagi
dividen akan semakin rendah, sehingga DER mempunyai hubungan negatif
dengan dividend payout ratio (Prihantoro ,2003: p.10).
Jadi, jika tingkat profitabilitas perusahaan tinggi, tingkat likuiditas rendah
dan tingkat leverage yang tinggi maka akan semakin tinggi pula tingkat
kemungkinan dividen yang akan dibagikan oleh perusahaan. Dividen yang
dibayarkan kepada para pemegang saham tergantung kepada kebijakan masing-
masing perusahaan, sehingga memerlukan pertimbangan yang lebih serius dari
manajemen perusahaan. (Levy dan Sarnat, dalam Sutrisno, 2001:2 ).
50
maka akan mengakibatkan harga saham turun dan risiko investasi menjadi
menurun. Sebaliknya, jika tingkat suku bunga rendah, maka akan mengakibatkan
harga saham naik dan risiko investasi menjadi meningkat. (Makaryanawati dan
Ulum, 2009).