PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian integral dari kesehatan tubuh, artinya tubuh yang sehat
tidak terlepas dari memiliki gigi dan mulut sehat. Namun, saat ini kesadaran masyarakat Indonesia akan
pentingnya memiliki kualitas gigi dan mulut yang sehat masih kurang (Pintauli, 2009). Berdasarkan hasil studi
morbiditas SKRT-Surkenas tahun 2004 penyakit gigi dan mulut menduduki urutan pertama dari daftar 10 besar
penyakit yang paling sering dikeluhkan masyarakat. Masalah tingginya angka penyakit gigi dan mulut saat ini
sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain faktor perilaku masyarakat. (Isrofah dan Nonik, 2007).
Menurut Blum dalam Indirawati Tjahja dan Lannywati (2007), status kesehatan seseorang atau
masyarakat, termasuk kesehatan gigi dan mulut, dipengaruhi oleh empat faktor penting, yaitu keturunan,
lingkungan (fisik, biologi, sosial), perilaku, dan pelayanan kesehatan. Faktor perilaku mempengaruhi status
kesehatan gigi dan mulut. Di samping mempengaruhi status kesehatan gigi dan mulut secara langsung, perilaku
juga mempengaruhi faktor lingkungan dan pelayanan kesehatan. (Anitasari dan Nina E.R., 2005).
Mengingat besarnya peran perilaku terhadap derajat kesehatan gigi maka diperlukan pendekatan
khusus dalam membentuk perilaku positif terhadap kesehatan gigi. Sikap yang positif akan mempengaruhi niat
untuk ikut dalam kegiatan yang berkaitan dengan hal tersebut dan sikap seseorang berhubungan erat dengan
pengetahuan yang diterimanya dalam proses belajar (Rahayu, 2005). Proses belajar ini hendaknya dilakukan
sejak dini yaitu melalui proses pendidikan kesehatan, khususnya kesehatan gigi (Notoatmodjo dalam Isrofah
dan Nonik, 2007). Sayangnya, sebanyak 98% anak Indonesia di bawah 12 tahun menderita penyakit gigi dan
mulut. Kondisi itu akan berpengaruh pada derajat kesehatan mereka, proses tumbuh kembang bahkan masa
depan mereka (Hastuti dan Andriyani, 2010).
Kebersihan gigi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kesehatan gigi. Keadaan kebersihan
mulut responden dinilai dari adanya sisa makanan dan kalkulus pada permukaan gigi dengan menggunakan
Oral Hygiene Index Simplified yang merupakan jumlah indeks debris (DI) dan indeks kalkulus (CI). Debris
adalah material lunak yang terdapat di permukaan gigi sedangkan kalkulus adalah plak yang terkalsifikasi.
(Fedi, PF et al; 2005). Cara menjaga kesehatan gigi dan mulut adalah dengan menghilangkan plak secara
teratur untuk mencegah agar plak tidak tertimbun dan lama kelamaan menyebabkan kerusakan pada jaringan
gigi dan periodontal. Plak tidak dapat dihilangkan dengan hanya berkumur-kumur dengan air, untuk
menghilangkan plak perlu dilakukan tindakan menyikat gigi (Hamsar, 2005).
Penyuluhan kesehatan gigi pada anak sekolah dasar umur 6-12 tahun sangat penting karena pada usia
tersebut adalah masa kritis, baik bagi pertumbuhan gigi geliginya juga bagi perkembangan jiwanya sehingga
memerlukan berbagai metode dan pendekatan untuk menghasilkan pengetahuan, sikap, dan perilaku yang sehat
khususnya kesehatan gigi dan mulut (Rahayu, 2005). Selain itu, anak pada masa umur 6-12 tahun belum
memahami pentingnya kesehatan gigi dan mulut yang artinya merupakan sebuah ancaman bagi kesehatan
mereka di masa depan. Hal ini terlihat dari data yang dilakukan oleh Pintauli (2009) di sebuah sekolah bahwa
11,7% siswa SD masih mempunyai sikat gigi yang digunakan bersama.
Kecamatan Mojolangu Malang adalah salah satu daerah dengan jumlah kasus kalkulus dan deposit
lebih banyak dari kecamatan lainnya menurut data yang didapat dari Dinas Kesehatan Kota Malang, yaitu 323.
Salah satu tempat pendidikan di kecamatan itu adalah SDN Tanjung Sekar 3. Berdasarkan data dari puskesmas
kecamatan setempat, sekolah tersebut pernah melakukan screening pada tahun 2010 dengan menunjukkan
prevalensi karies yang cukup tinggi yaitu 83%.
Berdasarkan kondisi di atas, penulis tertarik untuk meneliti hubungan perilaku menyikat gigi dengan
kebersihan gigi dan mulut pada siswa SDN 175 Kecamatan Kalidoni Kota Palembang.
Perilaku kesehatan menurut Budiharto (2010) adalah respons seseorang terhadap stimulus yang
berhubungan dengan konsep sehat, sakit, dan penyakit. Bentuk operasional perilaku kesehatan dapat
dikelompokkan menjadi tiga wujud, yaitu:
a. Perilaku dalam wujud pengetahuan yakni dengan mengetahui situasi atau rangsangan dari luar yang
berupa konsep sehat, sakit, dan penyakit.
b. Perilaku dalam wujud sikap yakni tanggapan batin terhadap rangsangan dari luar yang dipengaruhi
faktor lingkungan: fisik yaitu kondisi alam; biologi yang berkaitan dengan makhluk hidup lainnya; dan
lingkungan sosial yakni masyarakat sekitarnya.
c. Perilaku dalam wujud tindakan yang sudah nyata, yakni berupa perbuatan terhadap situasi atau
rangsangan dari luar.
Perilaku kesehatan yang berupa pengetahuan dan sikap masih bersifat tertutup (covert behaviour ),
sedangkan perilaku kesehatan yang berupa tindakan, bersifat terbuka (over behaviour ). Sikap sebagai perilaku
tertutup lebih sulit diamati, oleh karena itu, pengukurannya pun kecenderungan atau tanggapan terhadap
fenomena tertentu. Perilaku kesehatan terbentuk dari tiga faktor utama yaitu (Budiharto, 2010):
a. Faktor predisposisi yang terdiri atas pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai, umur,
pendidikan, pekerjaan, dan status ekonomi keluarga.
b. Faktor pendukung yang terdiri atas lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya sarana dan
prasarana kesehatan, serta ada atau tidaknya program kesehatan. c. Faktor pendorong terdiri atas sikap
dan perbuatan petugas kesehatan atau orang lain yang menjadi panutan
2.2 PERILAKU KESEHATAN GIGI
Gigi yang sehat adalah gigi yang rapi, bersih, bercahaya, dan didukung oleh gusi yang kencang dan
berwarna merah muda. Pada kondisi normal, dari gigi dan mulut yang sehat ini tidak tercium bau tak sedap.
Kondisi ini hanya dapat dicapai dengan perawatan yang tepat (Hastuti dan Andriyani, 2010). Rongga mulut
dikatakan sehat tidak hanya bila mempunyai susunan gigi yang cantik, rapi, dan teratur saja tetapi juga harus
bebas dari bau mulut, rasa sakit oro-fasial kronis, kanker, lesi oral dan penyakit atau gangguan lain
yang melibatkan gigi, mulut, dan sistem stomatognasi (Pintauli, 2009).
Perilaku kesehatan gigi meliputi pengetahuan, sikap, dan tindakan yang berkaitan dengan konsep sehat
dan sakit gigi serta upaya pencegahannya. Dalam konsep ini yang dimaksudkan dengan kesehatan gigi adalah
gigi dan semua jaringan yang ada di dalam mulut, termasuk gusi. (Budiharto, 2010). Menurut Kegeles dalam
buku Ilmu Perilaku dan Pendidikan Kesehatan Gigi, Budiharto (2010), ada empat faktor utama agar seseorang
mau melakukan pemeliharaan kesehatan gigi,yaitu:
Penyikatan gigi, penggunaan benang gigi, dan tindakan profilaksis profesional disadari sebagai
komponen dasar dalam menjaga kebersihan mulut. Keterampilan dan metode menyikat gigi harus lebih
ditekankan agar setiap orang mampu membersihkan seluruh giginya. Setiap individu sebaiknya menyikat gigi
dua kali sehari segera setelah sarapan pagi dan sebelum tidur malam dengan pasta gigi yang mengandung fluor.
Pemakaian benang gigi juga diperlukan untuk membersih-kan daerah celah (interdental) gigi. Tindakan
profilaksis professional seperti skeling dan root planning
dilakukan dokter gigi (Pintauli, 2009).
2.4 O R A L H Y G I E N E I N D E X
OHI-s adalah indeks untuk mengukur daerah permukaan gigi yang tertutup oleh debris dan kalkulus.
Kebersihan mulut dari responden dinilai dari adanya sisa makanan dan kalkulus pada permukaan gigi dengan
menggunakan indeks
Oral Hygiene Index Simplified yang merupakan jumlah indeks debris (DI) dan indeks kalkulus (CI). Derajat
kebersihan mulut secara klinik dihubungkan dengan skor OHI-s sebagai berikut:
a. Baik 0,0-1,2
b. Sedang 1,3-3,0
c. Buruk 3,1-6,0
Simpiflied Debris Index
Indeks Debris yang dipakai adalah Debris Index (DI) dengan kriteria sebagai berikut:
a. 0 : tidak ada debris maupun stain
b. 1 : debris lunak menutupi tidak lebih 1/3 permukaan gigi / extrinsic stains tanpa debris
c. 2 : debris lunak menutupi lebih 1/3 s.d tidak lebih 2/3 permukaan gigi
d. 3 : debris lunak menutupi lebih 2/3 permukaan gigi Rumus
Simplfied Calculus Index (CI-S)
Skor/kriteria:
a. 0 : tidak ada kalkulus
b. 1 : supragingival kalkulus menutupi tidak lebih 1/3 permukaan gigi
c. 2 : supragingival kalkulus menutupi lebih 1/3 s.d tidak lebih 2/3 permukaan gigi atau ada noda kalkulus
subgingiva
d. 3: supragingival kalkulus menutupi lebih 2/3 permukaan gigi atau ada lempengan kalkulus subgingiva pada
servikal gigi
Simplfied Calculus Index (CI-S)
Skor/kriteria:
a. 0 : tidak ada kalkulus
b. 1 : supragingival kalkulus menutupi tidak lebih 1/3 permukaan gigi
c. 2 : supragingival kalkulus menutupi lebih 1/3 s.d tidak lebih 2/3 permukaan gigi atau ada noda kalkulus
subgingiva
d. 3: supragingival kalkulus menutupi lebih 2/3 permukaan gigi atau ada lempengan kalkulus subgingiva pada
servikal gigi
Pemeriksaan klinis yang dilakukan untuk memudahkan penilaian pemeriksaan debris dan kalkulus
dilakukan pada gigi tertentu dan permukaan dari gigi tersebut, yaitu:
Rahang Atas
a. Gigi M1 kanan atas pada permukaan bukal
b. Gigi I1 kanan atas pada permukaan labial
c. Gigi M1 kiri atas ada permukaan bukal
Rahang Bawah
a. Gigi M1 kiri bawah pada permukaan lingual
b. Gigi I1 kiri bawah pada permukaan labial
c. Gigi M1 kanan bawah pada permukaan lingual
Bila ada kasus salah satu dari gigi-gigi tersebut tidak ada (telah dicabut/tinggal sisa akar), penilaian
dilakukan pada gigi-gigi pengganti yang sudah ditetapkan untuk mewakilinya, yaitu:
a. Bila gigi M1 RA/RB tidak ada, penilaian dilakukan pada gigi M2 RA/RB
b. Bila gigi M1 dan M2 RA/RB tidak ada, penilaian dilakukan pada gigi M3 RA/RB
c. Bila gigi M1, M2, dan M3 RA/RB tidak ada, tidak dapat dilakukan penilaian
d. Bila gigi I1 kanan RA tidak ada, penilaian dilakukan pada gigi I1 kiri RA/RB
e. Bila gigi I1 kanan kiri RA tidak ada, tidak dapat dilakukan penilaian f. Bila gigi I1 kiri RB tidak ada,
penilaian dilakukan pada gigi I1 kanan RA/RB g. Bila gigi I1 kanan kiri RB tidak ada, tidak dapat
dilakukan penilaian (Paulus, 2010)
c. Enzim
Enzim kolagenase menguraikan fibril dan serabut kolagen, elemen utama pembentuk gingiva dan
ligamen periodonsium. Sangat menarik mengingat leukosit ternyata juga memproduksi kolagenase dan terdapat
dalam jumlah besar pada lesi gingivitis tahap awal.
Enzim hialuronidase menghidrolisis asam hialuronat, polisakarida yang penting untuk
melekatkan jaringan. Enzim ini dapat bertindak sebagai faktor yang mempermudah
peningkatan permeabilitas jaringan. Hialuronidase iproduksi oleh mikroorganisme dan hospes. Enzim
kondroitinase menghidrolisis kondroitin sulfat, yaitu polisakarida untuk melekatkan jaringan.
Protease, masih termasuk ke dalam enzim, ikut andil dalam merusak protein non-kolagen dan menambah
permeabilitas kapiler.
Mekanisme imunopatologi. Penelitian membuktikan bahwa sejumlah antigen plak menginduksi
inflamasi dengan merangsang respons imunologik pada binatang percobaan. Baik respons imun humoral
maupun selular dapat ditemukan pada penderita periodontitis. Peran respons imun dalam penyakit periodontal
belum sepenuhnya dipahami, akan tetapi potensinya untuk menyebabkan kerusakan jaringan jelas terlihat.
2.4.4 KALKULUS
Kalkulus yaitu plak yang terkalsifikasi yang biasanya tertutup oleh lapisan lunak plak bakteri. (Fedi, PF
et al ., 2005). Klasifikasi Kalkulus (Carranza, 2012) :
a. Supragingival Kalkulus
Berlokasi di bagian koronal margin gingival dan tampak pada oral cavity . Biasanya berwarna putih
atau putih kekuningan, keras, dengan konsistensi seperti lem dan mudah dibersihkan dari permukaan
gigi. Kemungkinan muncul lagi setelah dibersihkan terutama bagian lingual pada area mandibula.
Warnanya tergantung kontak dengan substansi lain seperti rokok dan pigmen makanan. Biasanya
berada di satu gigi atau satu grup gigi, atau keseluruhan gigi pada mulut. Dua lokasi paling sering pada
perkembangan kalkulus supragingiva adalah permukaan bukal molar maksila dan daerah lingual
anterior mandibula.
b. Subgingival Kalkulus
Berlokasi di bagian bawah crest marginal gingiva, tidak tampak pada pemeriksaan klinis rutin. WHO
probe digunakan untuk mendeteksi dan mengetahui skor subgingival kalkulus. Subgingival kalkulus
identik keras, tipis dan terlihat sebagai warna coklat tua atau hijau kehitaman saat melekat dipermukaan
gigi.
Supragingival kalkulus dan subgingival kalkulus biasanya muncul bersamaan, tapi bisa juga satu
muncul tanpa yang lain. Komposisi Kalkulus (Carranza, 2012):
a. Inorganik
Supragingival kalkulus 70-90% terdiri dari 75,9% Kalsium fosfat Ca3(PO4)2 3,1 % Kalsium
karbonat CaCO3,Magnesium fosfat Mg3(PO4)2, Hidroksiapatit dan oktakalsium fosfat. Principal,
komponen inorganik adalah kalsium 39%, fosfor 19%, karbon dioksida 1,9%, magnesium 0,8% dan
banyak lainnya sodium, zinc, strontium, bromine, copper, manganese, tungsten, gold, alumunium, silicon,
iron, dan fluorine.
Setidaknya, dua pertiga komponen inorganik adalah struktur crystalline. Empat kristal utama dan
presentasenya adalah; Hydroxyapatite 58%, Magnesium Whitlockite 21%, Octacalcium phosphate
12%, Brushite 9%, keseluruhannya dua atau lebih bentukan kristal biasanya ditemukan dalam sampel
kalkulus.
b. Organik
Campuran protein polisakarida, desquamasi sel-sel epitel, leukosit. 1,9-9,1 % terdiri dari karbohidrat
(galaktose, glukosa, rhamnose, mannose, asam glukoronik, glukosamin)
Pembentukan kalkulus
Kalkulus adalah dental plak yang termineralisasi. Plak lunak mengeras oleh pengendapan garam
mineral, yang biasanya dimulai antara hari pertama sampai hari keempat belas formasi plak. Kalsifikasi terjadi
4-8 jam. Kalsifikasi mungkin 50% termineralisasi selama dua hari dan 60%-90% termineralisasi selama dua
belas hari. Tidak semua plak terjadi kalsifikasi. Early plaque mengandung inorganik material yang berkembang
menjadi kalkulus. Mikroorganisme tidak selalu terlibat saat pembentukan kalkulus.
Saliva adalah sumber mineralisasi pada supragingival kalkulus, dimana serum transudat yang disebut
gingival crevicular fluid melengkapi mineral untuk subgingival kalkulus. Konsentrasi kalsium pada plak
adalah 2-20 kali ditemukan di saliva. Early plaque yang berubah menjadi kalkulus keras mengandung kalsium,
tiga kali lebih banyak fosfor, dan sedikit potassium dibanding plak yang tidak berubah menjadi kalkulus.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Desain penelitian
Penelitian ini menggunakan penelitian kuantitatif survey analitikdengan pendekatan cross sectional
yaitu variable sebab atau resiko atau kasus yang terjadi pada objek penelitian diukur dan dikumpulkan secara
simultan, sesaat atau satu kali saja atau dalam satu waktu ( dalam waktu yang bersamaan), dan tidak ada follow
up (Septiadi, 2013).
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Populasi merupakan wilayah generalisasi terdiri dari atas objek atau subjek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetepkan peneliti untuk dipelajari dan
kemudian ditarik kesimpulannya. Jadi proposal bukan hanya orang, tetapi juga objek benda-
benda alam. Populasi dalam penelitian ini adalah semua petugas kesehatan yang berada di SDN
175 Kecamatan kalidoni Kota Palembang tahun 2018, yang berjumlah 23 orang.
Sampel penelitian adalah sebagian dari keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap
mewakili seluruh populasi. Dengan kata lain sampel adalah elemen-elemen populasi yang dipilih
berdasarkan kemampuan mewakilinya (Setiadi, 2013).
Pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah Siswa Sekolah Dasar di SDN 175
Kecamatan Kalidoni Kota Palembang tahun 2018, berjumlah 23 orang.
3.4 Kerangka Konsep
Kebersihan gigi
Keterangan : dan mulut
Variable
diteliti
Variable
yg tdk Oral hygiene
diteliti index
Berdasarkan kerangka konsep diatas, penyikatan gigi, penggunaan benang gigi, dan tindakan
profilaksis profesional disadari sebagai komponen dasar dalam menjaga kebersihan mulut (Pintauli, 2009).
Salah satu faktor yang diteliti adalah perilaku menyikat gigi. Perilaku menyikat gigi berperan dalam kesehatan
gigi dan mulut yang dapat ditunjukkan dengan besarnya Oral Hygiene Index .
3.5 HIPOTESIS
Ada hubungan antara perilaku menyikat gigi dengan kebersihan gigi dan mulut pada anak
usia 8-11 tahun di SDN 175 Kecamatan Kalidoni Kota Palembang