Ketenagakerjaan:
Respon terhadap RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja
– Klaster Ketenagakerjaan
Nawawi
Pusat Penelitian Kependudukan
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2K LIPI)
Outline
Pengantar
Tantangan Pembangunan Ketenagakerjaan dan Ekonomi
Indonesia
RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja: Klaster
Ketenagakerjaan
- Konsepsi dasar
- Perdebatan
- 3 issue sensitif – masalah utama, RUU, rasionalitas
Penutup
Pengantar
Politik demografi dalam ketengakerjaan : kebijakan
pemerintah yang berpengaruh terhadap kondisi
penduduk, khususnya kuantitas dan kualitas sumber
daya manusia (politic is what the government does).
Mulai 2020, pemerintah (akan) menerapkan Omnibus
Law (UU sapu jagat) Cipta Lapangan Kerja (11 Klaster
pembahasan).
Klaster Ketenagakerjaan : merevisi UU No.13 tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan – sumber konflik hubungan
industrial.
Tantangan Ketenagakerjaan dan Ekonomi Indonesia:
Kondisi Saat ini
Bekerja Pengangguran
Mengurus 126, 51 7,05
Sekolah
Rumah Tangga Juta Orang Juta Orang
16,01
40,22 Juta Orang
Juta Orang
Pekerja Penuh Pekerja Paruh Setengah
Lainnya 89,97 waktu Pengangguran
8,12 juta orang 28, 41 8,13
Juta Orang Juta Orang Juta Orang
Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2019
Tantangan Ketenagakerjaan dan Ekonomi Indonesia:
Kondisi Saat ini
FORMAL INFORMAL
1. Penyederhanaan Perizinan
Klaster Ketenagakerjaan:
2. Persyarakatan investasi
Tiga Issue Sensitif
3. Ketenagakerjaan
4. Kemudahan pemberdayaan dan
- Upah Minimum
perlindungan UMKM
- PHK dan pesangon
5. Kemudahaan berusaha
- Fleksibelitas Pasar kerja
6. Dukungan riset dan inovasi
(Sistem kerja kontrak dan
7. Administrasi Pemerintahan
alih daya/outsourcing)
8. Pengenaan sanksi
9. Pengadaan lahan
10. Investasi dan proyek pemerintah
11. Kawasan ekonomi
Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja: Klaster Ketenagakerjaan
Dinamika Perdebatan
• Mayoritaas kelompok/organisasi pengusaha menyambut positif
• Kelompok serikat pekerja/serikat buruh = Omnibus Law Cilaka
• 2 Kelompok Serikat Pekerja /Serikat Buruh: 1. Langsung menolak ; 2,
Lebih terbuka dengan menuntut pelibatan dalam perumusan –
mengajukan opsi
• Penerapan upah minimum per jam bagi pekerja yang bekerja di
bawah jam kerja normal (35 jam per minggu)– dikhawatirkan
berdampak terhaddp penurunan tingkat pendapatan pekerja.
• Re-formulasi penghitungan pesangon; berkurangnya nilai pesangon
yang akan diterima oleh pekerja
• Penerapan sistem kerja kontrak (PKWT) dan outsourcing di seluruh sektor
usaha
• Menghilangkan aturan sanksi pidana bagi pengusaha.
• Penyusunan draft RUU yang kurang transparan (pemerintah)- hanya
melibatkan perwakilan pengusaha
Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja: Klaster Ketenagakerjaan
3 Issue Sensitif
• Upah minimum menjadi upah • UM tidak turun dan tidak • UM sebagai jaring pengaman sosial
maksimum dan tanpa melihat dapat ditangguhkan, dan (infasi) dan insentif (pertumbuhan
masa kerja berlaku hanya bagi ekonomi)- serta memacu
pekerja baru yang bekerja produktivitas (per jam).
• Formulasi UM yang kompleks, kurang dari 1 tahun
sementara kelembagaan DP • Diperlukan kejelasan operasional
sering tidak efektif • Upah minimum per jam pekerjaan ‘tertentu’ dan ‘baru’
bagi pekerja di bawah jam
• PP 78/2015 relataif efektif, tetapi kerja normal (35 jam per • Penguatan sistem pengawasan-
tetap ditolak SP/SB Minggu): jenis pekerjaan terintegrasi dengan syarat
tertentu dan baru. pengajuan perizinan, kontrak kerja
• Politisasi UM dan perjanjian kerja
• Industri padat karya:
• Klausul syarat UM bagi pekerja insentif penghitungan • Insentif industry
sering diabaikan dalam perjanjian upah tersendiri
kontrak kerja antara pemberi
kerja dan perusahaan jasa
tenaga kerja.
Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja: Klaster Ketenagakerjaan
Tiga Issue Sensitif
2. Sistem Kerja Kontrak dan Outsourcing
• Perdebatan core dan non-core • Perluasan sistem kerja kontrak • Flesibeliitas pasar kerja sebagai
bussines akibat pasal multitafsir dan outsourcing dengan sebuah keniscayaan- tuntutan
menghapus pembatasan core efisiensi usaha.
• Aturan 3+1, kontrak ke tetap dan non-core/bidang
pekerjaan. • Flexible but secure (flexsecure)
• Pekerjaan sama, status dan - Jaminan
upah berbeda • Perlindungan yang sama sosial Ketenagakerjaan bagi
antara pekerja kontrak dan pekerja kontrak dan outsourcing
• Minim Jaminan Sosial pekerja tetap : upah, jaminan
Ketenagakerjaan sosial ketenagakerjaan, dan • Pengawasan terhadap perusahaan
JKP alih daya tenaga kerja
• Mayoritas pekerja tidak
terdaftar sebagai anggota
Serikat Pekerja/Serikat Buruh
Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja: Klaster Ketenagakerjaan
Tiga Issue Sensitif
3. PHK dan Pesangon
• Keberatan dari Pengusaha- • Dapat dipastikan bahwa • Tidak menghilangkan hak pekerja
kompensasi maks.38 bulan besaran pesangan akan untuk mendaptkan pesangon.
tingkat upah. berkurang
• Integrasi aturan pesangon ke dalam
• PHK masal- sering tidak atau sulit • Jaminan Kehilangan Pekerjaan sistem jaminan sosial
diantisipasi- sehingga (JKP): cash benefit, vocational Ketenagakerjaan (terutama JHT)
menyulitkan pengusaha untuk traning, job placement
membayar pesangon • Percepatan cakupan kepesertaan
• Pekerja yang ter-PHK akan jaminan sosial Ketenagakerjaan
• Realitas: penyelesaian berdasar tetap mendapatkan jaminan
kesepakan, pengadilan PHI yang sosial Ketenagakerjaan
berbelit dan panjang, atau
kabur
Penutup
Pembangunan Ketenagakerjaan Indonesia ke depan masih dihadapkan pada
tantangan berat, terutama dalam mengatasi masalah pengangguran dan
setenga pengangguran yang masih tinggi, tambaan pencari keraja sekitar 2 juta
orang setiap tahunnya, serta dominasi sektor informal dalam struktuk pasar kerja
Indonesia. Diperlukan kebijakan yang bersifat terobosan baru- khususnya
penyiapan tenaga kerja yang akan masuk pasar kerja melalui peningkatan
kualitas dan keterampilan yang disesuaikan dengan kebutuhan pasar kerja.
Omnibus Law Cipta lapangan kerja merupakann sebuah kebutuhan yang
sifatnymendesak untuk menjawab tuntutan harmomisasi dan sinkronis asi berbagai
perundang-undagan yang selama ini saling tumpang tindih- kontradiktif dan
menghambat kegiatan investasi dan usaha dan menjadi sumber konflik industrial,
terutama UU No.13/2003 tentang ketenagakejaan.
Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja ini nantinya diharapkan tidak hanya harus
mampu menjamin kepastian hukum (aspek subtansi legalitas) tetapi juga
menjamin perlindungan bagi pekerja/buruh dengan tidak menghilangkan hak
yang selama ini melekat pada pekerja/buruh.
Untuk mendukung keberhasilan penyusunan RUU dan efektifitas pelaksanaan
Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja, DPR RI harus mengedepankan asas
keterbukaan - sehingga terbangun partisasi dan kepercayaan publik.
Terima Kasih
nawawilipi@gmail.com
nawa001@lipi.go.id